Komplikasi Pada Cedera Medula Spinalis

  • Uploaded by: Ardian Ryzki
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Komplikasi Pada Cedera Medula Spinalis as PDF for free.

More details

  • Words: 1,648
  • Pages: 55
Loading documents preview...
Oleh : dr. Siswarni, SpRM

Komplikasi-komplikasi CMS 1. 2. 3.

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Autonomic dysrefleksia Ulkus dekubitus Gangguan berkemih Gangguan defekasi Hipotensi ortostatik Tromboembolisme Gangguan respirasi Nyeri Atrofi otot

10. Kontraktur sendi 11. Osteoporosis dan batu di saluran kencing 12. Pembentukan “ectopic bone”

13. Depresi

1. Autonomic Dysreflexia  Adalah Reflex autonom pathologis yang khas terjadi

pada lesi diatas TG (diatas splanchnic simpatetis)  Sering dialami pada tetraplegia atau paraplegi dengan level Thoracal atas  Syndroma klinis yang terjadi pada fase akut dari aktivitas autonom yang diakibatkan adanya nuxious stimuli dibawah level lesi

Initiating stimuli          

Bladder distention (urinary retention) Rectal distention Pressure sores Batu urinaria Infeksi pada vesica urinaria Noxious Cutaneus Stimuli Kelainan fungsi ginjal Iritasi uretral atau vesica urinaria Perubahan temperatur lingkungan Juga bisa disebabkan (pernah di laporkan) setelah pasif sheltching pada hip

Gejala            

Hipertensi Bradikardi Nyeri kepala berat Keringat yang berlebihan Spastisitas bertambah Restlessness Vasokonstriksi di bawah level lesi Vasodilatasi (flushing) diatas level lesi Kontraksi pupil Hidung tersumbat Picoerection Blurred vision (penglihatan kabur)

Penatalaksanaan  Bila ada gejala tersebut harus di terapi kegawat

daruratan medisnya  Diposisikan duduk  Penanganan retensi urine  Kateter clamping  di lepas klampnya  Di periksa adanya stimulus iritasi seperti misalnya: baju yang terlalu ketat, fiksasi kateter  Penggantian kateter  Obat anti hipertensi bila perlu

2. ULCUS DECUBITUS  Merupakan komplikasi yang mengenai hampir semua penderita tirah baring terutama dengan cedera medula spinalis  Terjadi karena adanya tekanan lama pada bagian dengan tonjolan tulang, sehingga timbul gangguan sirkulasi pembuluh darah pada kulit  Pasien CMS menpunyai gangguan sensoris

 pasien tidak dapat merasakan tekanan

Derajat Decubitus  Derajat 1

Terjadi eritem (kemerahan) pada area kulit yang tertekan  Derajat 2 Terjadi kerusakan jaringan sampai dermis  Derajat 3 Terjadi kerusakan jaringan sampai jaringan otot  Derajat 4 Terjadi kerusakan jaringan sampai tulang

Komplikasi Decubitus  Infeksi  Osteomyelitis penanganan menjadi rumit dan tidak pernah sembuh, walau dengan tindakan operatif  Sepsis  meninggal

Pencegahan Decubitus  Perubahan posisi secara berkala (minimal setiap 2 jam)  Perawatan kebersihan kulit secara teratur  Cegah kulit kering, berikan pelembab (baby oil, minyak zaitun, minyak kelapa)  Pemijatan pada area yang sering tertekan

Persiapan tempat tidur untuk Tetraplegi

Posisi Pasien Tetraplegia miring ke kanan

Alas kepala Tetraplegi

Penatalaksanaan Decubitus  Disesuaikan dengan derajat decubitus  Perawatan luka: frekuensi 2-3 kali/hari  Medikamentosa  Nutrisi:

Protein tinggi (putih telur), banyak sayur dan buah

3. Gangguan berkemih pada SCI  Fase syok  Tipe flaksid  Fase pemulihan  Tipe spastik  Tipe flaksid  Tipe campuran 

Terjadi kontraksi otot dinding kandung kemih bersamaan dengan kontraksi katup leher kandung kemih

Gangguan Fungsi berkemih pada cedera medula spinalis (SCI)  Tingkat di atas sacral  Pada cedera daerah cervical – thoracal  Berkemih secara refleks tanpa kontrol otak  Tingkat sacral ke bawah  Cedera daerah lumbal  Tidak ada refleks berkemih

Tipe neurogenic bladder  Tipe spastik  Sangat reaktif, terjadi kontraksi spontan otot kandung kemih (tidak tuntas)  Tipe flaksid  Tidak reaktif ; tidak ada kontraksi walaupun kandung kemih sudah penuh

Pencegahan terjadinya komplikasi  Minum minimal 2 Liter/hari atau 500 cc/4

jam  Kosongkan kandung kemih secara berkala, setiap 4-6 jam sekali.

Teknik pengosongan kandung kemih  Dauer Kateter  Dauer Kateter + klem

 Kateterisasi Intermiten (paling ideal)  Ketuk (tapping)

4. Gangguan defekasi  Terjadi pada cedera medula spinalis  Akibat adanya gangguan persarafan pada sistem

pencernaan  Berupa perlambatan transportasi bolus makanan dan sulit pengeluaran feses

Jenis gangguan defekasi  Tipe spastik  Pada lesi di atas sakral  Terjadi pengeluaran spontan tidak terkontrol, tetapi tidak tuntas  Tipe flaksid  Terjadi pada lesi di sakral dan di bawahnya  Feses tidak dapat ke luar dan mengumpul di rectum

Penanganan secara umum  Banyak minum  Makanan serat tinggi untuk mempertahankan

konsistensi feses  Mobilisasi secepatnya  Biasakan defekasi pada jam yang sama  Defekasi teratur minimal 2 hari sekali

Penanganan khusus  Tipe spastik  Pengosongan feses melalui refleks  Metode Manual stimulasi  Dapat menggunakan; gliserin, supositoria  Tipe flaksid  Metode Manual evakuasi  Dibantu dengan mengedan

Latihan defekasi pada CMS  Lakukan latihan defekasi pada jam yang sama  Frekuensi defekasi disesuaikan dengan kebiasaan pasien sebelum sakit  Sebelum defekasi, pasien minum air hangat / dingin  Apabila diperlukan pencahar, sebaiknya diberikan ½ jam sebelum makan  Miringkan pasien ke sisi kiri  Dibantu dengan masase ringan pada daerah abdomen  Untuk pasien yang sudah duduk,latihan defekasi dilakukan di closet

5. Hipotensi Orthostatik  Adalah turunnya tekanan darah dengan cepat sewaktu

penderita berubah posisi dari baring ke tegak  Penyebab kontraksi reflektoris vaskuler menurun  Sewaktu ditegakkan terjadi dilatasi pembuluhpembuluh darah dalam abdomen dan extremitas inferior  tekanan darah menurun cepat

Klinis :  Pusing atau vertigo  Pucat  Keluar keringat banyak  Jika berdiri terasa nyeri di kaki dan tungkai bawah  Bisa pingsan Pencegahan :  Mobilisasi awal

6. Thromboembolisme Penyebab :  Kurangnya gerakan ekstremitas inferior  Posisi tidak berubah (immobilisasi)  Terjadi thrombophlebitis atau trombosis vena  Selanjutnya bisa terjadi emboli paru

Gejala :  Nyeri ekstremitas bawah terutama betis  Edema  Nyeri tekan betis  Emboli paru : - Nyeri dada - Sesak nafas - Batuk darah

Pencegahan :  Latihan tungkai & kaki aktif dan pasif  Ankle pumping aktif  Meninggikan letak kaki  Bebat elastik

7. Gangguan Respirasi Terjadi sebagai akibat:  Imobilisasi / tirah baring  Gangguan /kelemahan otot pernafasan  Kondisi/penyakit paru yang menyertai  Fraktur Iga  Tersedak

Komplikasi pada Sistem Respirasi Bronchopneumonia

Kematian

Pencegahan Gangguan Fungsi Paru Perbaiki lung clearance  Mobilisasi ke posisi tegak  Latihan ekspansi thorax  Latihan pernafasan  Perkusi/vibrasi  Latihan batuk, bila perlu batuk asistif

Latihan Ekspansi Thorax Secara aktif  Secara pasif 

Mobilisasi ke Posisi tegak  Elevasi minimal 30 derajat  Meningkatkan kerja otot pernafasan /

diafragma  Pengaruh gravitasi  Kualitas batuk membaik

Latihan Nafas  Latihan nafas dalam  Latihan nafas dibantu

POSTURAL DRAINASE

Latihan Batuk efektif  Latihan batuk aktif  Latihan batuk aktif asistif

Retensi slim Terjadi pada: Sekret sangat kental sehingga sulit keluar Disfungsi sistem saluran nafas Penanganan:  Posisi ke arah tegak  Latihan nafas dalam: Forced Expiration  Inhalasi

8. Nyeri 1.  

Nyeri Traumatik : Pada fase akut Nyeri timbul oleh karena fraktur, kerusakan ligamen atau jaringan lunak, spasme otot atau setelah operasi

Penatalaksanaan :  Immobilisasi  Analgesic  TENS

2. Nyeri radikuler :

  

 

Oleh karena kerusakan radix syaraf atau kerusakan didekat medula spinalis Disebabkan karena penekanan akut atau robekan radix syaraf Bisa oleh karena instabilitas spiral sekunder, peri radikuler scar tissue, perlengketan, reduksi yang tidak tepat Sifat nyeri halus, stabbing, panas (burning), sesuai pola dermatom Sering terjadi pada Syndroma Cauda Equina

Penatalaksanaan :  Konservatif : Terapi medika mentosa & TENS  Operatif : pada keadaan yang berat, berupa neurotomy dan rhizotomi protein

3. Nyeri Paresthesia : 



Didapatkan nyeri paresthesia di daerah extremitas bawah (termasuk penderita dengan lesi komplit sumsum tulang belakang) Mirip percutan pain atau sensation pada amputasi

Penatalaksanaan  Terapi medika mentosa

4. Nyeri muskuloskeletal :   



Nyeri terjadi diatas level lesi Sering terjadi pada sendi bahu Penyebab = posisi yang kurang baik, ROM exercise yang tidak adekuat Imbalance otot

Penatalaksanaan :  Pencegahan dengan program positioning  ROM exercise

9. Atrofi otot  Sangat mengganggu program ambulasi  Sering berupa disuse atrofi

Pencegahan :  Strengthening exercise sedini mungkin  Pada otot denervasi dapat di coba dengan rangsangan listrik untuk mencegah atrofi otot

10. KONTRAKTUR SENDI  Adalah akibat immobilisasi lama  Range of motion yang kurang  Dipercepat pada adanya spastisitas

Penatalaksanaan :  Pencegahan dengan ROM exercise, positioning  Stretching exercise  Heating terapi  Kadang-kadang diperlukan casting atau bracing  Reversibel jika immobilisasi tidak lebih 30 hari

11. Osteoporosis dan batu di saluran kencing  Diakibatkan gangguan keseimbangan kalsium  Keseimbangan Ca negatif ditandai dengan proses

osteoporosis dan hiperkalsiuria Pencegahan dan penanganan :  Sesegera mungkin mobilisasi  Latihan : dynamic axial compression exercise. Bisa dilakukan di tempat tidur  Jika tidak ada kontraindikasi : pemberian obat anabolik

Batu di saluran kencing Di sebabkan antara lain : 1. Adanya proses osteoporosis, sehingga terjadi hiperkalsemia , selanjutnya hiperkalsiuria 2. Diit di rumah sakit yang biasanya tinggi kadar Ca nya, mengakibatkan hiperkalsiuria 3. Meskipun bukan berupa kandung kencing neurogenik, bed-rest sendiri menyebabkan terjadinya stagnasi urin pada saluran kencing sampai pada struktur pelvis ginjal 4. Stagnasi urin, memudahkan terjadinya infeksi kandung-kencing dan saluran kencing di atasnya.

Pencegahan :  Sesegera mungkin mobilisasi-ambulasi  Minum banyak, diit tidak tinggi Ca  Jika perlu program latihan kandung kencing (Bladder Training)  Pemeriksaan rutin urin. Jika ada tanda-tanda infeksi diterapi secara adekuat

12. Pembentukan “ectopic bone”  Disebut juga sebagai Para Articular heterotropic

Ossification (PAO)  Adalah osteogenesis pada soft tissue di bawah level lesi  Terdapat di extra-artikuler extra-capsuler  Etiologi oleh karena stasis sirkulasi, metabolisme Ca abnormal, penekanan lokal  Sendi-sendi yang terkena : pada sendi-sendi yang besar : hip, knee, dll

Gejala Klinis :  Pembengkakan pada coxae  Teraba hangat, teraba indurasi Penanganan :  Medikamentosa  Rehabilitasi Medik : - pencegahan deformitas - latihan ROM yang intensif  Operatif

13. Depresi  Akibat CMS akan membawa akibat pada kemampuan

intelektual dan kemampuan aktifitas motorik penderita  Emosi penderita akan terganggu  Penderita merasa tegang, mau marah, mengeluh rasa tidak nyaman, berubahnya pola tidur / insomnia, hilangnya inisiatif, agresi/ regresi  Bentuk lain : Hilangnya nafsu makan, hilangnya kemampuan komunikasi, dan menolak terapi yang tidak disenangi

Pencegahan dan penanganan :  Sesegera mungkin melakukan aktifitas maksimal  Diperlukan dorongan keluarga dan lingkungan  Pendekatan dokter, terapis, dan perawat  Harus waspada kepada tanda-tanda usaha bunuh diri, menolak obat dan mencabut infus

Related Documents


More Documents from "Ryan Kaisoo"