Lapkas Gastroenteritis (1)

  • Uploaded by: fatimah pulungan
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Gastroenteritis (1) as PDF for free.

More details

  • Words: 3,000
  • Pages: 20
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Gastroenteritis

adalah

inflamasi

pada

membran

mukosa

saluran

pencernaan yang ditandai dengan mual, muntah diare dan demam ringan disertai hilangnya nafsu makan (Chow et al., 2010). Gastroenteritis didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi, volume,dan kandungan fluida dari tinja. Propulsi yang cepat dari isi usus melalui hasil usus kecil diare dan dapat menyebabkan defisit volume cairan serius.Penyebab umum adalah infeksi, sindrom malabsorpsi, obat, alergi, dan penyakit sistemik (Wedayani, 2017). Gastroenteritis bisa disebabkan karena infeksi dan non-infeksi. Penyebab gastroenteritis terbesar adalah karena infeksi. Gastroenteritis infeksi bisa disebabkan oleh organisme seperti bakteri, virus, dan parasit. Gastroenteritis akut disebabkan oleh 90 % adanya infeksi bakteri dan penyebab lainnya antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya (Wedayani, 2017). Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit yang sangat sering ditemui. Penyakit ini lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak di Negara berkembang lebih beresiko baik dari segi morbiditas maupun mortalitasnya. Penyakit ini mengenai 3-5 miliar anak setiap tahun dan menyebabkan sekitar 1,52,5 juta kematian per tahun atau merupakan 12 % dari seluruh penyebab kematian pada anak-anak pada usia di bawah 5 tahun (Depkes RI, 2012). Secara umum, negara berkembang memiliki angka rawat inap yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Ini dimungkinkan berdasarkan fakta bahwa anak-anak di Negara maju memiliki status gizi dan layanan kesehatan primer yang lebih baik (chow et al., 2010). Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,92% (Kemenkes RI, 2012).

1

1.2

Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori tentang

gastroenteritis, mulai dari definisi hingga tatalaksana dan prognosis, serta membandingkannya dengan kasus yang ditemukan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (RS USU). Penulisan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3

Manfaat Penulisan Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan

pemahaman penulis dan pembaca, terutama peserta P3D, mengenai gastroenteritis terutama tentang diagnosis dan manajemennya sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) .

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran

pencernaan dan ditandai dengan mual, muntah diare dan demam ringan disertai hilangnya nafsu makan (Chow et al., 2010). Gastroenteritis menurut Wedayani (2017) adalah suatu keadaan dimana feses hasil dari buang air besar (defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun setengah cair, dan kandungan air lebih banyak dari feses pada umumnya. Selain dari konsistensinya, bisa disertai dengan mual muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari. Gastroenteritis akut adalah gastroenteritis yang berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan gastroenteritis kronik adalah gastroenteritis yang berlangsung lebih dari 14 hari (Wedayanti, 2017).

2.2

Etiologi Gastroenteritis bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World

Gastroenterology Organisation ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya gastroenteritis yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 % diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu: 1. Infeksi : a. Bakteri: Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas b. Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus c. Parasit:

Protozoa,

Entamoeba

histolytica,

Giardia

lamblia,

Balantidium coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloidesstercoralis

3

2. Non infeksi a. Malabsorbsi Kurangnya penyerapan seperti: Karbohidrat, Lemak, Asam Amino, Protein, Vitamin, dan Mineral. b. Terapi Obat Orang yang mengonsumsi obat antibiotic, antasida dan obat kemoterapi. c. Imununodefisiensi d. Lain-lain Alergi, gangguan motilitas, tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan gastroenteritis

akut

(Wedayani, 2017).

2.3

Faktor Risiko Gastroenteritis dapat ditularkan melalui cara fecal-oral yaitu melalui

makanan atau minuman yang tercemar. Faktor risiko terjadinya gastroenteritis adalah (Kemenkes RI, 2011): 1. Faktor perilaku a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit gastroenteritis karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu c. Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis 2. Faktor lingkungan a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci dan Kakus (MCK)

4

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk gastroenteritis antara lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak.

2.4

Patofisiologi Gastroenteritis diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi

gastroenteritis non inflamasi dan gastroenteritis inflamasi. Gastroenteritis inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan gastroenteritis yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear (Lung, 2003). Pada gastroenteritis non inflamasi, gastroenteritis disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan gastroenteritis cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit (Lung, 2003). Mekanisme terjadinya gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Gastroenteritis osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi gastroenteritis. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium (Lung, 2003). Gastroenteritis sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non-osmotik. Beberapa

5

hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan gastroenteritis sekretorik (Lung, 2003). Gastroenteritis eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi (Lung, 2003). Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus (Lung, 2003).

Gambar 2.1 Patofisiologi diare (Hendrawarto, 1996)

6

2.5

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi.

Berdasarkan salah

satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%), muntah(81%) atau diare(89%), dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membrane mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10% (Bresee et al., 2012). Beberapa gejala klinis yang sering ditemui adalah : a. Diare Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml dalam 24 jam. Pada kasus gastroenteritis diare secara umum terjadi karena adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit. b. Mual dan Muntah Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada formasio retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan dengan pusat-pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor, dan fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan langsung ke pusat muntah ataupun melalui chemoreceptor trigger zone (chow et al., 2010). Muntah dikoordinasi oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon dari usus, faring, dan dinding torakoabdominal. Mekanisme yang mendasari mual itu sendiri belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga terdapat peranan korteks serebri karena mual itu sendiri membutuhkan keadaan persepsi sadar. Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis belum

7

sepenuhnya

diketahui.

Tetapi

diperkirakan

terjadi

karena

adanya

peningkatan stimulus perifer dari saluran cerna melalui nervus vagus atau melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus. Pada gastroenteritis akut iritasi usus dapat merusak mukosa saluran cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel chromaffin yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau melalui chemoreseptor trigger zone. Pusat muntah selanjutnya akan mengirimkan impuls ke otototot abdomen, diafragma dan nervus viseral lambung dan esofagus untuk mencetuskan muntah (chow et al, 2010). c. Nyeri perut d. Demam e. Terlihat sangat lemas bahkan dapat sampai kesadaran menurun, f. Anoreksia dan haus. g. Dehidrasi Diare, mual dan muntah dapat menyebabkan kehilangan cairan berlebihan sehingga pasien gastroenteritis dapat diklasifikasikan sebagai gastroenteritis tanpa dehidrasi, dengan dehidrasi ringan-sedang atau dengan dehidrasi berat.

2.6

Diagnosis Penegakan diagnosis Gastroenteritis pada anak didapati dengan melakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tujuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai apakah anak mengalami dehidrasi dan untuk menentukan etiologi gastroenteritis akut (Churgay, 2019). 1. Anamnesis Riwayat penyakit saat ini harus menentukan durasi dan keparahan diare, keadaan onset (termasuk perjalanan baru-baru ini, makanan yang dicerna, sumber air), penggunaan obat-obatan (termasuk antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya), sakit perut atau muntah, frekuensi dan waktu pemberian pergerakan usus, perubahan karakteristik tinja (misalnya, adanya darah, nanah, atau lendir; perubahan warna atau konsistensi; bukti steatorrhea), perubahan terkait dalam berat atau nafsu makan, dan urgensi dubur atau

8

tenesmus harus dicatat. Terjadinya diare secara simultan dalam kontak dekat harus dipastikan (Norton & Greenberger, 2019) Riwayat medis masa lalu harus mengidentifikasi faktor risiko yang diketahui untuk diare, termasuk penyakit radang usus, sindrom iritasi usus, infeksi HIV, dan prosedur bedah GI sebelumnya (misalnya, pintas atau reseksi usus atau lambung, reseksi pankreas). Keluarga dan riwayat sosial harus ditanyakan tentang kejadian diare secara simultan dalam kontak dekat (Norton & Greenberger, 2019). 2. Pemeriksaan fisik Hal yang perlu dilihat pada pasien diare adalah : 1. Adanya tanda dehidrasi (ringan atau berat) a. Rewel atau gelisah b. Kesadaran anak berkurang/letalergis c. Mata terlihat cekung d. Ketika perut dicubit kembalinya kebentuk semula sangat lambat e. Haus (minum dengan lahap) atau malas minum f. Pemeriksaan adanya darah dalam tinja

2. Pemeriksaan adanya invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya berisi lendir atau darah) 3. Adanya tanda gizi buruk pada pasien 4. Perut kembung

Pengasuh melaporkan anak tidak menangis, mata cekung, penurunan output urin, atau selaput lendir kering Demam ≥ 100.4°F (38°C) pada anak usia kurang dari 3 bulan ≥ 102.2°F (39°C) pada anak usia 3 sampai 36 bulan

9

Episode diare yang sering dan substansial Riwayat lahir premature, kondisi medis yang kronik, atau penyakit penyerta yang lain Perubahan status mental (e.g. apatis, letargis, rewel) Muntah yang persisten Respons yang buruk terhadap terapi rehidrasi oral atau ketidakmampuan pengasuh untuk memberikan terapi yang memadai

Darah yang terlihat pada tinja Usia muda (kurang dari 6 bulan) atau berat badan yang rendah (kurang dari 8kg)

Tabel 2.1 Red Flags pada anak dengan diare (Churgay, 2019).

10

Gambar 2.2 Penilaian derajat dehidrasi (Pujiarto, 2015)

3. Pemeriksaan lain Diare akut (<4 hari) biasanya tidak memerlukan pengujian. Pengecualian adalah pasien dengan tanda-tanda dehidrasi, tinja berdarah, demam, sakit parah, hipotensi, atau gejala toksik-terutama mereka yang sangat muda atau sangat tua. Pasien-pasien ini harus memiliki CBC dan pengukuran elektrolit, BUN, dan kreatinin. Sampel tinja harus dikumpulkan untuk mikroskopi, kultur, tes leukosit tinja, dan, jika antibiotik telah diambil baru-baru ini, uji toksin C. Difficile (Pujiarto, 2015).

11

2.7

Terapi Pengamatan klinis merupakan langkah awal yang penting dalam serangkaian

penanganan diare pada anak, terutama dalam hal menemukan derajat dehidrasi. Adanya darah di dalam tinja harus dipikirkan adanya infeksi usus oleh bakteri patogen. Peningkatan jumlah leukosit dalam tinja merupakan pertanda adanya infeksi bakteri. LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare ) 1. Berikan Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar dipasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi : a. Diare tanpa dehidrasi Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb : Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret Umur 1 – 4 tahun: ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5Tahun: 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kgbb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c. Diare dehidrasi berat Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk diinfus.

12

2. Berikian obat zinc Dosis pemberian Zinc pada balita: Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI/Makanan Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan Antidiare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat.Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diaredisebabkan oleh parasit (amuba,giardia).

13

5. Pemberian nasehat Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang: a. Cara memberikan cairan dan obat dirumah b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila 

Diare lebih sering



Muntah berulang



Sangat haus



Makan/minum sedikit



Timbul demam



Tinja berdarah



Tidak membaik dalam 3 hari

Terapi rehidrasi Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mencegah atau mengatasi dehidrasi pada anak yang mengalami diare, yaitu (Buku saku petugas kesehatan, 2011): 1. Mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi, 2. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan 3. Pemberian cairan rumatan.  Tanpa dehidrasi Dapat diberikan CRO 5-10 ml setiap buang air besar cair(Rencana A).  Dehidrasi ringan-sedang (Rencana B) Pada keadaan ini, anak harus diberikan cairan rehidrasi di bawah pengawasan tenaga medis, sehingga anak perlu dibawah kerumah sakit. CRO diberikan sebanyak 15-20ml/kgBB/jam. Setelah tercapai rehidrasi, anak segera diberi makan dan minum. ASI diteruskan. Pemberian minuman seperti cola, gingerale, aple juice, dan minuman olah raga (sports drink) umumnya mengandung kadar karbohidrat dan osmolaritas yang tinggi. Minuman tersebut dapat menyebabkan diare osmotik yang lebih berat disamping mengandung kadar Na yang rendah sehingga sering

14

menyebabkan hiponatremia. Teh sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan rehidrasi karena juga mengandung kadar Na yang rendah. Makanan tidak perlu

dibatasi

karena

pemberian

makanan

akan

mempercepat

penyembuhan. Pemberian terapi CRO cukup dilaksanakan pada ruang observasi di UGD atau Ruang Rawat Sehari. Muntah bukan larangan untuk pemberian CRO. CRO harus berikan secara perlahan-lahan dan konstan untuk mengurangi muntah (Depkes, 2011).  Dehidrasi Berat Anak harus dibawa segera ke Rumah Sakit untuk mendapat cairan rehidrasi melalui infus (Rencana C).

Gambar 2.3 Rencana Terapi (Buku saku petugas kesehatan, 2011).

15

Gambar 2.5 Rencana Terapi B (Buku saku petugas kesehatan, 2011).

16

Gambar 2.6 Rencana Terapi C (Buku saku petugas kesehatan, 2011).

17

2.8

Pencegahan (Buku saku petugas kesehatan, 2011). 1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun 2. MemberikanmakananpendampingASIsesuai umur 3. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup 4. Mencucitangandenganairdansabunsebelum makan dan sesudah buang air besar 5. Buang air besar di jamban 6. Membuang tinja bayi dengan benar 7. Memberikan imunisasi campak.

2.9 Komplikasi Komplikasi utama untuk gastroenteritis adalah dehidrasi dan syok hipovolemik. Kejang dapt terjadi apabila adanya demam tinggi, khususnya pada infeksi Shigella. Abses usus dapat terbentuk dengan infeksi Shigella, Yersinia dan infeksi Salmonella sehingga boleh mngarah ke perforasi usus, yang merupakan komplikasi mengancam nyawa. Muntah yang parah yang disertai gastroenteritis dapat menyebabkan robekan pada esofageal atau bisa juga menyebabkan aspirasi pneumonia (Kliegman & Nelson, 2016). Kematian yang diakibatkan oleh diare mencerminkan prinsip msalah pada gangguan homeostasis cairan dan elektrolit di mana dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, ketidakseimbangan hemodinamik dan syok. Penyakit diare menyebabkan kira-kira 10% dari kematian anak-anak di seluruh dunia (Kliegman & Nelson, 2016)

18

19

DAFTAR PUSTAKA Churgay C, Aftab Z. Gastroenteritis in children: Part I. Diagnosis [Internet]. Aafp.org. 2019 [cited 10 June 2019]. Available from: https://www.aafp.org/afp/2012/0601/p1059.html Hendarwanto. Diare akut karena infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57. How, C. (2010). Acute gastroenteritis: from guidelines to real life. Clinical and Experimental Gastroenterology, p.97. Kementerian Kesehatan RI. 2012, ‘Situasi Diare di Indonesia’, Triwulan II, vol. 2, p. 1. [Online], accessed 4 May 2019. Kliegman R, Nelson W. Nelson textbook of pediatrics. Philadelphia: Elsevier; 2016. Lung E., Acute diarrheal disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2ndedition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131-50. Norton J. Greenberger, MD Diarrhea - Gastrointestinal Disorders - MSD Manual Professional Edition [Internet]. MSD Manual Professional Edition. 2019 [cited 10 June 2019]. Available from: https://www.msdmanuals.com/professional/gastrointestinaldisorders/symptoms-of-gi-disorders/diarrhea#v889206 Pujiarto, P.S. 2015, ‘Gastroenteritis akut (GEA) pada anak’, INHEALTH Gazette, pp. 1-6. [Online], accessed 4 June 2019 TatalaksanaPenderitaDiare. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf. Wedayani, D. P. K. 2017, Gastroenteritis Akut, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dilihat pada tanggal 7 Juni 2019, tersedia di : https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/6534992ca733a93f 253e189f1c466fb3.pdf

20

Related Documents

Lapkas Neuro.docx_(1)
March 2021 0
Woc Gastroenteritis
March 2021 0
Lapkas Omsa
January 2021 1
Gastroenteritis Akut
March 2021 0
Lapkas Cad
February 2021 1

More Documents from "AinunZamira"