Lapkas Cad

  • Uploaded by: AinunZamira
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Cad as PDF for free.

More details

  • Words: 7,411
  • Pages: 36
Loading documents preview...
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PENDERITA Nama

: Ny. Korijah

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 47 tahun

Alamat

: Kp. Sukapura no.112, Cilincing Jakarta Utara

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RS

: 09 Oktober 2015

B. ANAMNESIS  Keluhan utama: Nyeri dada kiri semenjak 3 jam yang lalu  Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD RSIJ Sukapura dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri dirasakan semenjak 3 jam yang lalu, nyeri dirasakan tajam dan tiba tiba, nyeri menjalar hingga ke ketiak dan punggung belakang. Sebelunnya pasien pernah merasakan nyeri serupa semenjak 3 hari yang lalu hilang timbul, nyeri ini dirasakan dengan durasi 1-2 jam. Nyeri yang diderita sekarang berjalan lebih lama, maka itu pasien langsung ke rumah sakit. Sesak nafas (+), sesak dirasakan hanya pada saat nyeri dada terjadi sesak dirasakan tidak begitu berat namun sesak dirasakan secara tiba – tiba setelah nyeri dada terjadi. Belakangan ini pasien juga mengeluh sering terasa capek saat beraktifitas, terkadang beraktifitas sedikit saja sudah lemas. Pasien juga mengeluh bahwa terkadang kakinya merasa besar dan kadang sendal yang biasa dia pakai tidak muat.  Riwayat penyakit dahulu: Riwayat hipertensi semenjak 8 tahun yang lalu, pasien kontrol rutin ke puskesmas dan mendapat obat amlodipine 10 mg. Riwayat DM disangkal, Riwayat asma disangkal, riwayat sindroma metabolik disangkal. 

Riwayat penyakit keluarga:

1

Ayah dan ibu pasien memiliki riwayat hipertensi. Ibu pasien memiiki riwayat penyakit diabetes melitus. 

Riwayat Pengobatan Pasien saat ini dalam pengobatan hipertensi, pasien berobat terkontrol ke

puskesmas, keluhan saat ini belum diobati sama sekali, pasien juga mempunyai riwayat menderita keluhan serupa dan sudah sering dirawat karena keluhan nyeri dada . 

Riwayat Alergi Riwayat alergi terhadap obat obatan, makanan, cuaca, hawa dingin, debu,

dan minuman disangkal.  Riwayat Operasi Pasien belum pernah menjalani operasi apapun sebelumnya. 

Riwayat Psikososial Pasien tidak merokok dan minum alkohol. sejak masih remaja, sehari – hari

sering makan makanan tinggi kolesterol seperti gorengan, masakan bersantan, mie instan.

Pasien juga sering mengkonsumsi kopi hitam tiap harinya. Aktivitas

standar, pasien juga tidak rutin berolahraga.

C. OBJECTIVE STATUS GENERALIS Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran/GCS

: Compos mentis/15

Vital Sign

:

-

Tekanan darah : 180/100 mmHg Nadi : 96 kali/menit Suhu : 36,8ºC Pernafasan : 24 kali/menit

STATUS LOKALISATA Kepala

: Normocephal, rambut hitam, tidak mudah rontok.

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), othoforia 2

Telinga: Normotia, tragus sign (-/-), helix sign (-/-), Serumen (-/-) Mulut

: Mukosa bibir basah, coated tongue (-), Caries gigi (+)

Leher

: JVP 5+2, Pemb. KGB (-), Pemb. Tiroid (-)

Thoraks: -

Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat o Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V Aksila anterior sinistra o Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra, pinggang jantung ICS IV Sternalis sinistra, batas kiri jantung ICS V linea aksila anterior sinistra. o Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ditemukan

-

gallop dan murmur Paru : o Inspeksi : Simetris, Retraksi, tidak ada dada yang tertinggal o Palpasi : Vocal fremitus normal, nyeri tekan (-), Massa (-) o Perkusi : Batas paru hepar ICS V midklavikula dextra, Batas paru gaster ICS VI midklavikula sinistra. Tidak ada bagian yang redup pada seluruh dinding thorax. o Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

Abdomen: -

-

Inspeksi Auskultasi

: Abdomen terlihat cembung, supel, massa (-), Simetris (+) : Bising usus terdengar di seluruh kuadran abdomen,

kualitas dan kuantitas bising usus normal. Palpasi : o Tidak terdapat Nyeri tekan pada seluruh kuadran abdomen o Hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

Ekstremitas Atas: -

Tidak ada edema Kekuatan motorik pada kedua ekstremitas atas : 5 Akral hangat Capilary refill time < 2detik

Ekstremitas Bawah: -

Tidak ada edema Kekuatan motorik pada kedua ekstremitas atas : 5 Akral hangat

3

-

Capilary refill time < 2detik

D. PROBLEM - Coronary Artery Disease NSTEMI - Unstable angina - Hipertensi E. PLANNING PLANNING DIAGNOSTIK •

Darah lengkap •

HB, HT, Leukosit, Eritrosit, Trombosit.



Profil Glukosa darah dan HbA1c



Profil lipid (kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL)



Profil Enzim Jantung CK, CKMB, Troponin T



Rontgen Thorax



EKG

Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap (09-10-15) Jenis Pemeriksaan HB Leukosit Trombosit HT CKMB Troponin T

-

Hasil 12,5 g/dl 10.200 /ul 333 103/mm3 39,2 % 42 u/L 1,2 u/L

EKG Morfologi Lead

4

Referensi 11,3-15,5 4.300-10.400 150-402 36-46 <25 <0,1

-

Lead I, II, III

-

Lead aVR, aVL, aVF

5

-

Lead V1, V2, V3, V4, V5, V6

F. ASSESMENT - Coronary Artery Disease NSTEMI  S : Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri semenjak 3 jam yang lalu, nyeri terasa tajam dan menjalar ke arah ketiak dan punggung. 

Sesak nafas (+) dirasakan hanya pada saat nyeri dada terjadi. O : TD : 180/100 mmHg, RR : 24x/ menit, N : 96x/menit pulsus magnus, nyeri tekan pada dada sebelah kiri. CKMB, dan Troponin

 

T meninggi. EKG Tidak Khas. A : Chest Pain e.c Coronary artery disease NSTEMI P: 6

a. Terapi simtomatik  ISDN 3x5 mg  Asetylsalicid acid 2x100 mg b. Terapi kausa  Amlodipine 10mg  Captopril 12,5mg  Clopidrogel 1x 75 mg

-

Hipertensi  S : Pasien mengeluh lemas, kadang kepalanya terasa sakit dan pusing yang berasal dari daerah tengkuk. Pasien senang makan

berlemak.  O : TD : 180/90 mmHg, N : 96x/menit pulsus magnus  A : Hipertensi  P : Sesuai dengan terapi CAD  PLANNING MONITORING - Tanda-tanda vital - Observasi chest pain - Observasi Efek samping obat

G. FOLLOW UP 10 Oktober 2015 

S: Nyeri dada sudah mulai berkurang, tidak ada episode terjadinya nyeri dada hebat yang mendadak lagi. tidak ada keluhan sesak nafas, nyeri pada



tengkuk dan kepala sudah tidak ada, badan masih terasa lemas O: - Keadaan Umum : sakit sedang - Kesadaran : Compos Mentis - Tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi 84 kali/menit, suhu: 36.2ºC - K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak membesar, JVP 5+2 7





- Auskultasi paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Jantung : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-) - Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+), asites (-) - Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat A: CAD NSTEMI, Hipertensi

P: -

Infus RL maintenance 500cc/8 jam ISDN 3x5 mg Asetylsalicid acid 2x100 Clopidrogel 1x 75 mg Amlodipine 10mg 1x1 Captopril 12,5 mg 1x1

11 Oktober 2015 : 

S: Nyeri dada sudah tidak ada, tidak ada episode terjadinya nyeri dada hebat yang mendadak lagi. tidak ada keluhan sesak nafas, nyeri pada



tengkuk dan kepala sudah tidak ada, O: - Keadaan Umum : sakit ringan - Kesadaran : Compos Mentis - Tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi: 84 kali/menit, suhu: 36.5ºC -

 

RR: 20x/mnt K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak

membesar, JVP 5+2 - Thoraks (Cor) : S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-) - Auskultasi paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Abdomen : Nyeri epigastrik (+), Bising usus (+), asites (-) - Ekstremitas : Tidak edema, akral hangat A: CAD NSTEMI, Hipertensi P: - Infus RL maintenance 500cc/8 jam - ISDN 3x5 mg - Asetylsalicid acid 2x100 - Clopidrogel 1x 75 mg - Amlodipine 10mg 1x1 - Captopril 12,5 mg 1x1

BAB II

8

TINJAUAN PUSTAKA II.1 SINDROM KORONER AKUT / PENYAKIT JANTUNG KORONER II.1.1. Definisi Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa rasa tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Penyakit pada arteri koronaria dimana terjadi penyempitan atau sumbatan pada arteri koronaria yang disebabakan karena arterosklerosis. Sindrom koroner akut merupakan suatu spektrum dalam perjalanan penderita penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner) dapat berupa: angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi atau kematian jantung mendadak.( PERKI, ACLS Indonesia 2008) II.1.2 Etiologi Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat disebabkan :  Penyempitan arteri koroner (aterosklerosis), dimana merupakan     

penyebab tersering. Penurunan aliran darah (cardiac output). Peningkatan kebutuhan oksigen miokard Spasme arteri koroner Aktivasi sekunder sistem koagulasi plasma Aktivasi, adhesi, dan agregrasi trombosit

II.1.3 Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di

9

Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%).

II.1.4 Faktor Risiko 1

Tidak dapat diubah  Umur Seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit jantung akan meningkat, sama seperti penyakit-penyakit lainnya. Hal ini terkait dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yang makin besar, terkait dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 3544 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol 

perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki. Jenis kelamin  lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah



wanita menopause, insidensi terjadinya hampir sama Genetik  terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas arteria brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan



tunika media. Ras Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.

10



Diet  Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika.

.



Obesitas  Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet

2

ataupun menambah exercise Dapat diubah  Merokok

Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi meningkatnya proses oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan HDL dalam sirkulasi. Kelainan disfungsi endotel pembuluh darah disebabkan karena jaringan tersebut mengalami hipoksia dan peningkatan adhesi dari trombosit, peningkatan molekul leukosit dan respon inflamasi stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen menjadi karbon monoksida pada hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan pada hewan merokok mempunyai konstribusi dalam terjadinya aterosklerosis.



Hipertensi Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik) memperbesar kemungkinan untuk beresiko aterosklerosis, peyakit jantung koroner 11

dan stroke. Hubungan kenaikan darah dengan penyakit kardiovaskular tidak memperlihatkan hasil akhir yang baik. Lebih dari itu resiko akan terus naik dengan nilai progresif yang tinggi. Tekanan sistolik diprediksi menurunkan out come lebih nyata dari pada tekanan diastolik terutama pada usia tua. Hipertensi mungkin memicu aterosklerosis dengan berbagai cara. Penelitian yang dilakukan pada bintang memperlihatkan kenaikan tekanan darah dapat melukai endotel dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga lipoprotein menjadi lebih mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut. Peningkatan hemodinamik stress dapat juga meningkatkan jumlah reseptor scanvanger di makrofag, juga meningkatkan foam sel. Siklus rantai circum ferential, dapat meningkatkan tekanan arteri yang dapat meningkatkan produksi sel otot polos yang mengikat proteoglikan dan menahan partikel LDL, memacu akumulasi di tunika intima dan memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II adalah sebuah mediator hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga sebagai sitokin pro-inflamasi. Dengan demikian hipertensi juga dapat menimbulkan proses aterogenesis yang melibatkan proses inflamasi. Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII) Kategori

 



Sistolik

Diastolik

Normal Normal tinggi

(mmHg) < 120 130-139

(mmHg) < 80 80-89

Hipertensi Tingkat I Tingkat II

140-159 ≥ 160

90-99 ≥ 100

Diabetes mellitus Diabetes meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan orang dengan diabetes melitus memiliki 2-3 kali peningkatan

12

kemungkinan terjadi gangguan pada kardiovaskular. Mekanismenya bisa berhubungan dengan non-enzim glycation dari lipoprotein pada pasien diabetes (hal tersebut berhubungan dengan besarnya ambilan kolesterol oleh makrofag scavenger) atau kecenderungan protrombotik dan anti fibrinolitik. Keadaan tersebut mungkin banyak terjadi pada pasien dengan kondisi ini. Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel yang lemah ini dapat diukur dari menurunnya bioavailabilitas dari NO dan meningkatnya perlekatan leukosit. Contoh : kadar serum glukosa yang terjaga pada pasien diabetes mengurangi resiko komplikasi mikrovaskuler antaralain seperti retinophati dan neprophaty. Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom metabolik dalam hal ini berhubungan dengan hipertensi, kadar lemak yang abnormal (hipertrigliserida, HDL rendah, partikel LDL padat) dan bertambahnya ukuran lingkar perut. Pada diabetes terjadi resistensi insulin pada sel-sel perpheral dan mendorong terjadinya 

aterosklerosis. Dislipidemia Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol. Jumlah lipid yang abnormal dalam

sirkulasi menjadi bukti tetap dan terbesar sebagai faktor risiko utama terhadap perkembangan arterosklerosis. Menurut studi Framingham menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung iskemik meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi. Risiko penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali lipat pada individu yang level total kolesterolnya 240 mg/dL dari pada individu yang level kolesterolnya 200 mg/dL. Normalnya, kandungan kolesterol intraseluler dipertahankan dengan memperketat regulasi asupan kolesterol, sintesis de novo, penyimpanan, dan membuangnya dari sel. Enzim HMG CoA reductase adalah langkah untuk membatasi biosintesis kolesterol intraseluler dan dikontrol oleh reseptor terkait endositosis dari partikel

13

LDL sirkulasi. Level kolesterol yang tinggi dapat menghambat enzim HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk mengurangi produksi reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang cukup pada sel perifer selalu dipicu oleh peningkatan produksi Cholesterol efflux regulatory protein (CERP), produk yang baru-baru ini teridentifikasi adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC A-1). CERP memediasi transfer kolesterol membran ke partikel HDL, yang mengirim kolesterol berlebih kembali ke hati dalam proses yang dikenal sebagai transport balik kolesterol. Dengan kemampuan ini dapat membuang lipid intraseluler, HDL melindungi lagi akumulasi lipid, dan level HDL

serum

berbanding

terbalik

dengan

kejadian

penyakit

arterosklerotik. HDL sering juga disebut sebagai “ kolesterol baik.” Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya kejadian arterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler. Saat jumlahnya berlebihan, LDL dapat terakumulasi di rongga subendothelial dan mengalami modifikasi kimia dan merusak tunika intima mengakibatkan perkembangan arterosklerosis. LDL sering disebut juga “ Lemak Jahat.“ 

Batas Nilai Kolesterol Normal Nilai kolesterol normal sangat bervariasi secara geografis. Di

negara-negara

Asia-Afrika,

makanan

sehari-hari

umumnya

mengandung lebih sedikit kalori, lemak hewani dan protein. Dengan demikian, nilai tersebut umumnya lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat, misalnya kadar kolesterol total masing-masing rata-rata 3,9 mmol/l (= 150 mg%) dan 5,2 mmol/l (= 200 mg%). Pada tabel 2 diberikan angka-angka yang dianggap normal bagi Indonesia dan negara-negara Barat, serta angka yang meningkat di atas normal.

14

II.1.4 Patofisiologi Aterosklerosis Beberapa bukti menunjukan bahwa aterosklerosi adalah proses inflamasi kronik. Proses ini meliputi bebrapa tahap : 

Endothelial Dysfunction (tidak berfungsinya endotel) Banyak penelitian mengatakan bahwa “injury” pada endotel arteri adalah

awal permulaan terbetuknya aterosklerosis. Pada keadaan normal sel endotel akan menghasilkan enzim NO (nitic oxide) yang mana berguna sebagai endogen vasodilator, mencegah aggregasi trombosit, dan anti-inflamasi. Selain itu sel endotel juga menghasilkan enzim anti-oxidant. Endotel bisa mengalami disfungsi bisa diakibatkan oleh paparan agen “toxic” dari bahan kimia lingkungan. Contoh: asap rokok, kadar lipid yang abnormal di dalam sirkulasi, atau karena penyakit diabetes, semua itu diketahui sebagai faktor resiko aterosklerosis. Beberapa faktor fisik dan kimia akan mempengaruhi fungsi dari endotel dengan manifestasi 1. Melemahnya barier pertahanan endotel. 2. Keluarnya sitokin inflamasi

15



3. Meningkatnya perlengkatan molekul 4. Berubahnya substansi vasoaktif (prostacyclin dan No) Itu semua adalah efek dan tidak berfungsinya sel endotel. Lipoprotein Entry and Modification (masuknya lipoprotein dan perubahanya) Lipoprotein adalah suatu lemak pengangkut di aliran yang tidak larut air.

Disekelilingnya terdapat banyak hidrophilic phospolipid, colesterol bebas dan lipoprotein. Ada 5 kelas dari lipoprotein: 1. Kilomikron 2. VLDL (verry-low density lipoprotein) 3. IDL (intermediate density lipoprotein) 4. LDL (low-density lipoptein) 5. HDL (high-density lipoprotein) Ketika sel endotel mengalami disfungsi, hal ini menyebabkan tidak efektif sehingga hal ini berpengaruh dalam lipoprotein, dan menyebabkan lipoprotein lebih lama dalam aliran darah. Oxidation adalah tipe yang pertama dari perubahan dari LDL diruang subendotel. Perubahan efek biokimia tersebut menyebabkan hal berikut, 1) Perubahan LDL menjadi mLDL, perubahan ini akan menarik sel monosit kedalam diding sel sikulasi. 2) mLDL akan memacu endotel untuk menghasilkan mediator inflamasi.  Recruitment of Leukocytes Proses masuknya dan perubahan biokimia LDL, ini adalah kunci dari proses aterogenesis yang mencakup melekatnya leukosit, terutama adalah monosit dan limfosit T di dalam dinding sel pembuluh darah. Setelah monosit melekat dan masuk ke ruang subendotel, monosit berubah menjadi makrofag, agar mampu memfagosit dan memakan dari modifikasi LDL (mLDL). Namun hal ini akan merubah LDL menjadi foam, ini adalah awal dari komponen aterosklerosis yang disebut fatty streak.  Recruitment of smooth Muscle Cells Perubahan dari fatty streak menjadi plak fibrous melibatkan pindahnya sel otot halus dari tunika media ke tunika intima yang telah mengalami injuri, kemudian sel otot halus berproliferasi di dalam lapisan intima, dan mensekresikan jaringan pengikat. Berikut secara ringkas mekanisme aterosklerosis : Endothelial disfungtion  akumulasi lipoprotein LDL di dalam tunika intima  modifikasi LDL (oleh oksidasi atau olycation)  stress oksidatif termasuk mLDL

16

menginduksi ekitorasi sitokin local  sitokin menginduksi peningkatan ekspresi molekul adesi yang mengikat lukosit dan molekul MCP-1 ( monocyte chemoatractant protein 1 )  migrasi leukosit kedalam tunika intima oleh karena MCP-1  makrofag colony stimulating factor ( M-CSF ) memperbanyak ekspresi dan scanvenger receptors makrofag  scavenger receptor menangkap mLDL dan promote pembentukan Foam Cells. Makrofag foam cells adalah sumber sitokin ekstra dan molekul efektor seperti superoxide onion ( O₂-) dan matriks metalloproteinase  sel otot polos bermigrasi ke tunika intima ( tunika intima jadi lebih tebal)  sel otot polos tunika intima membelah dan memperbanyak matriks ekstraseluler  akumulasi matriks dalam plaque aterosklerosis yang sedang tumbuh  fatty streat dapat berkembang menjadi Fibrofatty Lession  pada stadium selanjutnya kalsifikasi dapat terjadi dan proses fibrosis terus berlanjut kadang-kadang di isi dengan sel otot polos mati ( apoptosis ) membentuk kapsyl fibrosa aseluler yang mengelilingi inti kaya lipid yang mungkin mengandung sel mati.

17

II.2. Angina Pektoris II.2.1 Definisi Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar ke bahu dan lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke jantung. II.2 2. Klasifikasi Angina Pektoris A. Angina Pektoris Stabil Rasa nyeri yang timbul karena adanya iskemia miokardium. Angina pektoris stabil akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut

18

jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik. Gejala bersifat reversible dan progresif. Lokasi nyeri biasanya di dada, substernal yang menjalar ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari bagian ulnar, punggung dan pundak kiri. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti rasa tertindih/berat didada, rasa desakan, seperti diremas-remas dan biasanya pada keadaan berat disertai dengan keringat dingin dan sesak nafas.

Nyeri berhubungan dengan

aktivitas, hilang dengan istirahat, nyeri juga dipicu oleh stres fisik ataupun emosional. Kuantitas nyeri berlangsung beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Nyeri dapat berkurang saat istirahat atau dengan pemberian nitrogliserin sublingual. Gradasi berat nyeri dada dibuat oleh Canadian Cardiovaskular Society : 

Kelas 1 : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai, dll tdk menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan



yang berat, berjalan cepat, serta terburu-buru waktu kerja/bepergian Kelas 2 : Aktivitas sehari2 agak terbatas AP timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jln kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1



lantai atau berjalan menanjak/ melawan angina Kelas 3 : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2



blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa. Kelas 4: AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua akivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dll 2. Variant angina (angina Prinzmetal) Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat

penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner. 3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)

19

Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri. Pada makalah ini terutama akan dibicarakan mengenai pengenalan ATS karena ATS adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan tipe angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian. Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark miokard akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati mendadak pada riwayat penyakitnya mengalami gejala prodroma ATS. Riwayat penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis buruk, dengan kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark miokard akut atau kematian mendadak. Gejala berhenti secara cepat seperti infark miokard akut.

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali/ keluhan

angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina stabil tapi lebih berat & lebih lama. Mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual sampai muntah, kadang disertai dengan keringat dingin. Klasifikasi beratnya serangan angina (Braunwald) : - Kelas I

: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya

- Kelas II

nyeri dada.

: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

- Kelas III

: adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut terjadinya satu kali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

20

Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut. Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai berikut : A. Angina pertama kali. Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh penderita dalam priode 1 bulan terakhir. B. Angina progresif. Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil. C. Angina waktu istirahat. Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15 menit. D. Angina sesudah IMA. Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG. Lokasi Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber nyeri (diffuse), dan biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau di perikardium kiri. Tetapi nyeri bisa menjalar ke dada, punggung, leher, rahang bawah atau perut bagian atas. Rasa nyeri biasanya tidak lebih dari 10 menit. Pemeriksaan Penunjang 1. EKG (Elektrokardiografi) Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi

21

atau NSTEMI.

Pada angina tak stabil 4% EKG normal, dan pada

NSTEMI 1-6% EKG juga normal. 2. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Troponin T atau I positif dalam 24 jam menandakan adanya mionekrosis. Troponin tetap positif sampai 2 minggu, dan resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan trooponin.

CKMB juga

berguna dalam mendiagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Diagnosis angina tak stabil jika pasien mempunyai keluhan iskemia namun tidak ada kenaikan troponin maupun CKMB. Kenaikan enzim biasanya terjadi dalam 12 jam pertama, pada awal tahap serangan, dan angina tak stabil sering kali tidak bisa dibedakan dengan NSTEMI.

II.3 Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI) Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. II.3.1 Epidemiologi STEMI Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI. II.3.2 Patofisiologi STEMI STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat

22

pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

II.3.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri

23

dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara. Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis.

II.4Infark Miokard Non ST Elevasi (NSTEMI) II.4.1 Definisi Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner akibat dari trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. II.4.2 Epidemiologi Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama kematian di amerika serikat. NSTEMI (Non ST-Elevation Miocardial Infarction) adalah salah satu manifestasi akut kondisi ini. Pada tahun 2004, pusat nasional untuk statistik kesehatan dilaporkan dirawat di rumah sakit 896.000 penderita infark miokard (MI).

24

II.4.3 Etiologi NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstrikai koroner sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkakn nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Kedaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis. II.4.4 Patofisiologi Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lamakelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi. Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik

dan

anti-proliferasi.

Sebaliknya,

disfungsi

endotel

justru

meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel. Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Makrofag dan trombosit melepaskan faktor pertumbuhan sehingga menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi

25

ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Makrofag dan limfosit T melepaskan metaloprotease dan sitokin sehingga melemahkan selubung fibrosa. Hal ini mengakibatkan ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri. Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya. Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi. Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena

26

dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner. Infark

miokard

dapat

bersifat

transmural

dan

subendokardial

(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda. II.4.5 Diagnosis IMA tanpa ST elevasi (NSTEMI) Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan menjadi manifestasi gejala yang sering ditemui pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik jika dibandingkan dengan yang nyeri dada pada saat istirahat.Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada, iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. a. Anamnesis Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu

27

membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut: • Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial • Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. • Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. • Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas. Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala sematamata. Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:  

angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest) angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih

 

ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina) peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo) angina pasca infark

Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under estimate . b. Pemeriksaan Fisik Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. c. Elektrokardiografi

28

EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah : 1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil) 2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori: • Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q. • Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T d. Penanda Biokimia Jantung Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan.

29

Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu 

Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.



Perubahan elektrokardiografi (EKG) Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.



Peningkatan petanda biokimia.

Nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih baik, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat menetap sampai 2 minggu.

Tabel perbedaan antara angina tak stabil, NSTEMI dan STEMI :

30

II.4.6 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pada pasien sindrom koroner akut adalah untuk mengontrol simtom dan mencegah progresifitas dari SKA, atau setidaknya mengurangi tingkat kerusakan miokard. Terapi untuk SKA sebagai berikut : 1 Terapi untuk mengurangi area infark pada miokard Terapi ini bertujuan untuk mencegah meluasnya area infark pada miokard. Terapi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan pemberian :  Aspirin Aspirin berfungsi sebagai penghambat aktivitas cyclooxygenase (COX) pada platelets. Akibatnya platelet tidak dapat menghasilkan thromboxane A2 sehingga menghambat agregasi platelet. Selain itu aspirin juga berpengaruh pada proses perjalanan penyakit unstable angina. Dosis yang diberikan kepada pasien sekitar 75 – 300 mg/hari. 

Aspirin memiliki efek samping berupa gangguan pada gastrointestinal. Clopidogrel Clopidogrel merupakan thienooyridine yang menghambat adenosine diphospate – mediated platelet activation. Obat anti platelet jenis ini bersinergi dengan aspirin karena sama – sama bekerja pada jalur asam arakhidonat. Clopidogrel direkomendasikan sebagai pilihan antiplatelet pada pasien yang tidak toleran terhadap aspirin, dan juga digunakan sebagai agen antiplatelet adjunctive selain aspirin (terapi antiplatelet ganda). Pada percobaan menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel pada terapi aspirin mengurangi kejadian kematian kardiovaskular, 31

infark miokard, atau stroke. Clopidogrel kurang efektif dalam mencegah perdarahan, sehingga kurang tepat diberikan pada pasien pasca operasi seperti CABG. Dosis awal diberikan 300mg dilanjutkan dengan 75 mg/hari. 

Glikoprotein Iib/Iiia (Gp Iib/Iiia) GP IIB/IIIA merupakan reseptor yang bekerja mengaktivasi membrane platelet. GP IIB/IIIA juga menghambat agregasi platelet terutama setelah dilakukan PCI.



Heparin Prinsip penghambatan oleh heparin terjadi pada tahap koagulasi. Dimana pada saat itu terjadi penghambatan thrombin yang mengaktivasi factor V dan VIII. Pada penderita angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan unfractionated heparin untuk dosis awal 60 U per kg (maksimum 4000-5000 U) dilanjutkan dengan infus awal 1215 U per kg per jam (maksimum 1000 U/JAM). Target normogram terapi adalah aPTT adalah1,5 – 2,5 kali nilai aPTT normal atau tingkat optimal 50-75 detik. Sangat dibutuhkan pencapaian target terapi ini. pengukuran dilakukan berulang jika terdapat perubahan dosis UFH, biasanya setelah 6 jam pemberuan UFH dengan dosis baru. Selama pemeberian UFH sebainya dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk pengawasan terjadinya anemia dan trombositopenia. Salah satu kontra indikasi obat ini adalah bila ada riwayat heparin induced thrombocytopenia

2

Terapi untuk tanda dan gejala iskemik yang muncul Gejala iskemik yang muncul pada kasus NSTEMI sering berupa unstable angina. Untuk mengurangi angina dapat diberikan beberapa obat berikut :  Nitrogliserin Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga

32

dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan

preload dan meningkatkan suplai oksigen

miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90mm Hg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Pertama kali diberikan nitrogliserin sublingual jika pasien mengalami nyeri dada, jika nyeri dada menetap maka diberikan nitrogliserin iv (mulai 5-10ug/menit). Laju infus dapat ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5menit sampai keluhan 

menghilang. Beta blocker Beta blockers menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik saat diastol. Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi, jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada pemberian βbloker secara intravena mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat, frekuensi jantung >60 menit, tekanan darh sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diagfragma. 15menit setelah dosis intravena terakhir di lanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg



tiap 12 jam. Calsium Channel Blocker Pada angina tak stabil antagonis kalsium dapat di gunakan sebagai tambahan, karena efek relaksasi terhadap vasospasme

33

pembuluh darah pada angina tak stabil.

Pada penderita

NSTEMI antagonis kalsium dapat menghilangkan keluhan pada pasien yang sudah mendapat nitrat dan β-bloker; juga berguna pada pasien dengan kontra indikasi β-bloker. Selain terapi diatas dapat juga diberikan terapi berupa Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) atau Percutaneus Coronary Intervention (PCI). Komplikasi Keadaan NSTEMI dapat berkembang menjadi keadaan STEMI, sehingga menimbulkan komplikasi seperti :  Aritmia  Disritmia  Defek septum ventrikel  Ruptur jantung  Aneurisma ventrikel  Tromboembolisme  Gagal jantung Hasil iskemia jantung akut pada gangguan kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) dan kekakuan miokard meningkat (disfungsi diastolik), yang keduanya dapat menyebabkan gejala gagal jantung. Selain itu, remodelling ventrikel, aritmia, dan komplikasi mekanik MI akut (dijelaskan di bawah) dapat berujung pada gagal jantung. Tanda dan gejala dekompensasi tersebut meliputi dyspnea, rales paru, dan suara jantung ketiga (S3).  Shock kardiogenik Syok kardiogenik adalah kondisi dari output jantung sangat menurun dan hypotension (tekanan darah sistolik <90 mmHg) dengan perfusi jaringan perifer tidak memadai, yang terjadi ketika lebih dari 40% dari massa LV telah infark. Hal ini juga dapat mengikuti komplikasi mekanik parah MI dijelaskan di bawah ini : 1. Hipotensi menyebabkan perfusi koroner menurun, yang memperburuk kerusakan iskemik 2. Menurunnya stroke volume meningkatkan ukuran LV dan karena itu menambah kebutuhan oksigen miokard. Meskipun perlakuan agresif, angka kematian pasien dalam syok kardiogenik lebih besar dari 70%. 34

DAFTAR PUSTAKA Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association

Task

Force

on

Practice

Guidelines

50:e1.Diunduhdari:www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.htm Gunawan Sulistia Gan, Setiabudi Rianto, Nafrialdi, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI PERKI. Buku Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut: ACLS Indonesia. 2008. Jakarta: Hal. 70)

35

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC. Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC Sudoyo W. Alu, Stiyohadi Bambang, Alwi Idrus, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI Trisnohadi H. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

36

Related Documents

Lapkas Cad
February 2021 1
Lapkas Omsa
January 2021 1
Dispepsia Lapkas
February 2021 1
Lapkas Hemopneumothorax
January 2021 3
Cad Explanation
February 2021 0
Askep Cad
February 2021 0

More Documents from "ii5"

Lapkas Cad
February 2021 1