Dispepsia Lapkas

  • Uploaded by: Nely Keybum
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dispepsia Lapkas as PDF for free.

More details

  • Words: 3,795
  • Pages: 18
Loading documents preview...
STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. S

Jenis kelamin : laki-laki Umur

: 55 tahun

Alamat

: kp. Sukapura jaya Rt 003/010

Agama

: Islam

Tgl. Masuk RS: 16 Desember 2015 Tgl. Pemeriksaan: 17 Desember 2015 •

Keluhan Utama : Nyeri perut sejak 2 bulan SMRS.



Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSIJ Sukapura dengan keluhan nyeri perut sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan secara tiba-tiba sekitar ±10 menit, nyeri diseluruh lapang perut. Pasien mengaku ada keluhan mual dan muntah sebanyak 2 kali sehari berisi makanan dan minuman yang dimakannya, yang lama kelamaan berupa cairan warna kuning. Pasien juga mengaku nafsu makan menjadi menurun, badan terasa lemas dan pegal-pegal. Sudah 3 hari ini, pasien belum BAB. BAK tidak ada keluhan. Pasien mengeluh ulu hati terasa perih dan seluruh perut terasa nyeri, serta perut terasa kembung. Selain itu, pasien juga mengeluh perut terasa penuh dan kadang suka sendawa.







Riwayat Penyakit Dahulu : •

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama



Riwayat hipertensi, penykit jantung,hepatitis,DM, penyakit paru disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : • Pasien sudah berobat ke dokter untuk keluhan sekarang, pasien lupa dengan obat yang diberikan tetapi keluhan tidak membaik. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat ke dokter untuk keluhan sekarang, pasien lupa dengan obat yang diberikan tetapi keluhan tidak membaik.

1



Riwayat Alergi : Pasien menyangkal adanya riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, dan cuaca.



Riwayat Psikososial : 1. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal. 2. Sebelum sakit biasanya makan 2 kali sehari.

PEMERIKSAAN FISIK •

Keadaan umum: tampak sakit sedang



Kesadaran : compos mentis



Tanda-tanda vital : •

TD

: 150/80 mmHg



Nadi

: 90 x/menit, regular, kuat angkat



Pernapasan

: 20 x/menit



Suhu

: 36,60C

Status Generalis •Kepala : normocepal, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok. •Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya (+/+), pupil isokor. •Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-, epistaksis -/-. •Telinga : bentuk normotia, serumen -/-, otorhea -/-. •Mulut : mukosa bibir lembab, tremor (-), stomatitis (-), sianosis (-), perdarahan gusi (-). •Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-). •Paru I : normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-). P : vokal fremitus kanan dan kiri sama (+), nyeri tekan (-). P : sonor pada kedua lapang paru. A : vesikuler +/+, ronki -/-,wheezing -/-. •Jantung I : ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula sinistra. P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra. P : batas atas di ICS II linea parasternalis dextra, batas kanan di ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri di ICS V linea midclavicula sinistra. A : BJ I dan II murni reguler, gallop (-), murmur (-). •Abdomen I : distensi A : bising usus (+) normal. P : nyeri tekan epigastrium (+, hepar dan limpa tidak teraba. P : timpani pada 4 kuadran abdomen. •Ekstremitas Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-, tourniquet test (-). 2

Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksan Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit

Hasil

Satuan

8,0

g/dL

230,600

/U

25,5

%

98.000

/U

RESUME Laki-laki 55 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan secara tiba-tiba sekitar ±10 menit, nyeri diseluruh lapang perut. Perut terasa kembung dan penuh, kadang suka sendawa, disertai dengan sakit kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati, nafsu makan menurun, malaise, fatigue, konstipasi, BAK tidak ada keluhan. Pemeriksaan fisik : TD

: 150/80 mmHg

Nadi

: 90 x/menit, regular, kuat angkat

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,60C

nyeri tekan epigastrium (+), Pemeriksaan penunjang : Pemeriksan

Hasil

Satuan

Hemoglobin

8,0

g/dL

230,600

/U

25,5

%

98.000

/U

Leukosit Hematokrit Trombosit

DAFTAR MASALAH •

Abdominal pain ec dispepsia. 3



Anemia ASSESMENT Dyspepsia S : mual, muntah, perut terasa kembung, perut terasa penuh, kadang suka sendawa. perih ulu hati, riwayat gastritis sejak 1 tahun yang lalu. O : TD : 110/80 mmHg

- NTE (+)

N : 88 x/menit RR : 18 x/menit S

: 38,70C

A : Dispepsia e.c. gastritis P : - Rencana pemeriksaan endoskopi, foto lambung dan duodenum dengan kontras. -

Tirah baring dan diet lunak. Antasida doen 3 x 1, PO (bila perlu). Ranitidine 2 x tab 150 mg, PO (bila perlu). Omeprazole 2 x caps. 20 mg, PO (bila perlu). Edukasi: hindari makanan yang terlalu pedas, hindari minuman dengan kadar kafein dan alkohol, hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain), hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain).

FOLLOW UP Tgl 13-10-2015 S : Demam (+), mual (+), muntah (+) 1x, kadang masih perih ulu hatinya, BAB (-), nafsu makan masih menurun, sakit kepala berkurang, BAK tidak ada keluhan. O : TD 110/80 mmHg Nadi 88 x/menit RR 18 x/menit Suhu 37,9oC Abdomen: nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan kuadran kanan bawah (-) A : Demam tifoid + dyspepsia P : IVFD RL 500 cc/8 jam 20 tpm. Ondansetron 2 x 8 mg, IV. Gastritidin 3 x 1 amp, IV. 4

Ceftriaxone 2 x 1 gr, IV. Antasida doen syrup 3 x 1. Ulsicral 3 x 1. Paracetamol 3 x 500 mg, PO (bila perlu). Tgl 16-10-2015 S : Demam (-), mual (-), muntah (-), BAB 1 x, nafsu makan mulai membaik. O : TD 110/80 mmHg Nadi 80 x/menit RR 18 x/menit Suhu 36,5oC A : Demam tifoid + dyspepsia P : BLPL! Definisi Dispepsia Dalam konsensus Roma II tahun 2000 disepakati dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit yang berpusat di perut bagian atas. Dispepsia juga didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, atau rasa panas yang menjalar di dada. Anatomi Gaster Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits/ lekukan yang berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari sel- sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah kardia terdiri <5% kelenjar gaster mengandung mukus dan kelenjar-kelenjar endokrin. Sebagian besar kelenjar gaster (75%) terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin, dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin (termasuk sel-sel gastrin) dan didapati di daerah antrum. Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di daerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik. Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak yaitu: perusak endogen (HCl, pepsinogen, dan garam empedu), perusak eksogen (obat-obatan, alkohol, dan bakteri). Untuk penangkal iritasi dalam mempertahankan keutuhan 5

dan perbaikan mukosa terdapat 3 sistem pertahanan: lapisan pre epitel yaitu berupa mukus (campuran air dan lipid), epitel permukaan (restitusi, prostaglandin growth factor, dan proliferasi sel), dan lapisan sub epitel (peningkatan aliran darah, dan akumulasi leukosit).

Gambar 1. Anatomi Gaster Epidemiologi Dispepsia Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek seharihari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka negara barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7- 41%, tapi hanya 10 20% yang mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan 1-8%. Sementara di Indonesia belum ada data epidemiologinya. Klasifikasi Dispepsia Klasifikasi dispepsia tebagi dua, yaitu: a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. b. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Tabel 1. Diagnosis banding nyeri atau ketidaknyamanan abdomen atas

6

Etiologi Dispepsia Etiologi dispepsia antara lain sebagai berikut: a. Makanan atau Intoleransi Obat Penyakit akut pada pencernaan, mungkin disebabkan oleh makan berlebihan, makan terlalu cepat, makan makanan tinggi lemak, makan selama situasi stres, atau terlalu banyak minum alkohol atau kopi. Banyak obat yang dapat menyebabkan dispepsia, termasuk aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), antibiotik (metronidazol, makrolid), obat diabetes (metformin, inhibitor alpha-glukosidase, analog amylin, GLP-1 reseptor antagonis), obat antihipertensi (angiotensin converting enzim [ACE] inhibitor, angiotensin-receptor blocker), agen penurun kolesterol (niacin, fibrat), obat untuk neuropsikiatri (inhibitor cholinesterase [donepezil, rivastigmine]), SSRI (fluoxetine, sertraline), serotonin-norepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat Parkinson (agonis dopamin, monoamine oksidase [MAO] -B inhibitor), kortikosteroid, estrogen, digoxin, besi, dan opioid. b. Dispepsia Fungsional Ini adalah penyebab paling umum dari dispepsia kronis. Sampai tiga perempat dari pasien tidak memiliki penyebab organik yang jelas untuk gejala mereka setelah evaluasi. Gejala mungkin timbul dari interaksi yang kompleks dari peningkatan sensitivitas aferen visceral, pengosongan lambung tertunda atau gangguan akomodasi untuk makanan, atau 7

stressor psikososial. Meskipun jinak, gejala-gejala ini mungkin kronis dan sulit diobati. c. Luminal Gastrointestinal Tract Dysfunction Ulkus peptikum hadir dalam 5-15% dari pasien dengan dispepsia. Penyakit gastroesophageal reflux (GERD) adalah hadir pada sampai dengan 20% dari pasien dengan dispepsia, bahkan tanpa mulas signifikan. Kanker lambung atau esophagus diidentifikasi dalam 0,25-1% tetapi sangat jarang terjadi pada orang di bawah usia 55 tahun dengan dyspepsia tanpa komplikasi. Penyebab lainnya antara lain gastroparesis (terutama di diabetes mellitus),intoleransi laktosa atau kondisi malabsorptive, dan infeksi parasit (Giardia, Strongyloides, Anisakis). d. Infeksi Helicobacter pylori Meskipun infeksi lambung kronis dengan H. pylori adalah penyebab penting penyakit ulkus peptikum, namun jarang dispepsia tanpa adanya penyakit ulkus peptikum. Prevalensi H. pylori terkait kronis gastritis di pasien dengan dispepsia tanpa ulkus peptikum adalah 20-50%, sama seperti pada populasi umum. e. Penyakit Pankreas Karsinoma pankreas dan pankreatitis kronis mungkin awalnya keliru untuk dispepsia tetapi biasanya berhubungan dengan nyeri yang lebih parah, anoreksia dan penurunan berat badan yang cepat, steatorrhea, atau penyakit kuning. f. Penyakit pada traktus Biliaris Timbulnya onset mendadak epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas karena cholelithiasis atau choledocholithiasis harus bisa dibedakan dari dispepsia. g. Kondisi lain Diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit ginjal kronis, iskemia miokard, keganasan intra-abdominal, volvulus lambung atau hernia paraesophageal, lambung kronis atau usus iskemia, dan kehamilan kadang-kadang disertai oleh dispepsia. Patofisiologi Dispepsia Patofisiologi dari dispepsia diantaranya: 1. Abnormalitas Motorik Gaster Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala- gejala dispepsia tidak jelas. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks 8

vagal. Pada beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.

2. Perubahan sensitivitas gaster Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas terhadap distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini. 3. Stres dan faktor psikososial Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional dari pada subyek kontrol yang sehat. Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat gangguan akomodasi dan motilitas gaster. Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan nongastrointestinal seperti nyeri muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghentikan kegiatan sehariharinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik. 4. Gastritis Helicobacter pylori Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis non-erosif non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena gambaran histologik yang ada tidak dapat meramalkan penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan. Diagnosis endoskopik gastrtitis akibat infeksi Helicobacter pylori sangat sulit karena sering kali gambarannya tidak khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik tampak berat tetapi gambaran endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran endoskopik yang sering dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacterpylori adalah: a. Erosi kronik di daerah antrum. b. Nodularitas pada mukosa antrum. c. Bercak-bercak eritema di antrum. d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah korpus. Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia fungsional masih 9

kontroversi. Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia fungsional tidak berbeda dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia fungsional menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia fungsional dengan Helicobacterpylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia fungsional dengan Helicobacter pylori positif. 5.

Kelainan fungsional gastrointestinal Dispepsia fungsional cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional gastrointestinal, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala ekstra gastrointestinal seperti migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi. Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif seperti nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi buang air besar atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia, yaitu perut kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh kembung yang lebih parah. Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu muncul pada semua penderita.

Manifestasi Klinis Dispepsia Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan, membagi dipepsia menjadi tiga tipe: 1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala: - Nyeri epigastrium terlokalisasi. - Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid. - Nyeri saat lapar. - Nyeri episodik. 2. Dispepsia degan gejala seperti dismotilitas (dysmotility like dyspepsia), dengan gejala: - Mudah kenyang. - Perut cepat terasa penuh saat makan. - Mual. - Muntah. - Upper abdominal bloating. - Rasa tidak nyaman bertambah saat makan. 3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas).

10

Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Diagnosis Dispepsia Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik, pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi penyakit organik/struktural. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan/atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu. Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang. Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia: -Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. -Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus duodenum. -Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut. -Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma. -Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum. -Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik. Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice 11

tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD (Oesophagus Maag Duodenum) dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia). Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: -CLO (rapid urea test). -Patologi anatomi (PA). -Kultur mikoorganisme (MO) jaringan. -PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian. 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. Dan lain lain pemeriksaan laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma dispepsia. 2. Radiologi Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang menurun terutama dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltic di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda seperti terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di yeyenum yang disebut Sentinel loops. 12

3. Endoskopi Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan di esofagus, lambung, dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa, lesi tumor jinak atau ganas. Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di antaranya ialah: esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau ganas yang umumnya lokasinya di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus, antrum, dan prepilorus, diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas. Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan (duodenitis), tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden. Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus, lambung maupun di duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak. 4. Ultrasonografi Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhir- akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnosis dari sesuatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kearah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esofagus dan lambung. 5. Sidik abdomen Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab organik. 6. Manometri esofago-gastro-duodenum Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak dikembangkan. Dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia merupakan gangguan pengosongan lambung. 7. Waktu pengosongan lambung Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia terdapat perlambatan pengosongan lambung 30-40%. Penatalaksanaan Umum Dispepsia Pengobatan dispepsia antara lain: 1. Diet Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah cara 13

pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy Diet. Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, dan alkohol. 2. Antasida 20-150 ml/hari Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan untuk sindroma dispepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus - menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. 3. Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 4. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

14

5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

15

6. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan

sekresi

prostoglandin

endogen,

yang

selanjutnya

memperbaiki

mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). 7. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).

Pencegahan Dispepsia Pencegahan dispepsia antara lain: 1. 2. 3.

4.

Atur pola makan seteratur mungkin. Olahraga teratur. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain). Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon, 16

5. 6. 7.

semangka, dan lain-lain). Hindari makanan yang terlalu pedas. Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat antiinflammatory, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding

8.

lambung. Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.

Prognosis Dispepsia Sindrom dispepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Panduan pelayanan medik, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, cetakan ke-3, 2009 17

2. Sudoyo, Aru W. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 3. Price A, Wilson L. 2009. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta: EGC 4. WHO. 2011. Guidelines for the Management of Typhoid Fever. Zimbabwe: The Ministry of Health and Child Welfare 5. Djojoningrat, Dharmika.2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5, p 529-33. Jakarta: Internal Publishing 6. Tarigan, Pengarapen. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 7. Papadakis A, Maxine, 2015, Gastorintestinal Disorders in CURRENT MEDICAL DIAGNOSIS & TREATMENT, Mc Gam Hill Education. New York 8. Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Interna Publishing

18

Related Documents

Dispepsia Lapkas
February 2021 1
Lapkas Omsa
January 2021 1
Lapkas Cad
February 2021 1
Lapkas Hemopneumothorax
January 2021 3
Lapkas Gea
March 2021 0
Dispepsia Dan Pantoprazole
February 2021 1

More Documents from "Novita Afsari"

Dispepsia Lapkas
February 2021 1
Escuelas Multigrado.docx
January 2021 1