Laporan Fraksinasi_ekstrak Daun Jambu Biji

  • Uploaded by: Albert Putra Kurniawan
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Fraksinasi_ekstrak Daun Jambu Biji as PDF for free.

More details

  • Words: 3,206
  • Pages: 16
Loading documents preview...
LAPORAN III

FRAKSINASI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM

1.

TUJUAN Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan kromatografi kolom.

2.

DASAR TEORI Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan yang kering (galih, biji kering,akar,daun) adalah dengan mengekstraksi serbuk bahan dengan alat Soxhlet dengan menggunakan sederetan pelarut secara berganti-ganti, mulai dengan eter, lalu eter minyak bumi,dan kloroform (memisahkan lipid dan terpenoid). Kemudian digunakan alkohol dan etil asetat (untuk senyawa yang lebih polar). Metode ini berguna bila kita bekerja dengan skala gram. Tetapi jarang sekali kita mencapai pemisahan kandungan secara sempurna, dan senyawa yang mungkin saja terdapat (dalam perbandingan yang berbeda) dalam beberapa fraksi. Bila

terdapat

senyawa

tunggal,

kristal

dapat

dimurnikan

dengan

mengkristalkan kembali, dengan demikian bahan tersedia untuk analisis lebih lanjut. Kebanyakan kristal tersebut berupa campuran sehingga perlu dipisahkan dan dilarutkan kembali dalam pelarut yang sesuai dengan kandungannya yang dipisahkan dengan cara kromatograrfi. Banyak juga senyawa yang tetap berada dalam cairan induk, dan inipun harus difraksinasi dengan kromatografi. Sebagai tindakan pencegahan baku untuk mencegah kehilangan senyawa, ekstrak pekat harus disimpan dalam lemari es dan ditambahkan toluen untuk mencegah pertumbuhan jamur. Untuk mendapatkan isolat murni dari ekstrak suatu tumbuhan perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian, karena ekstrak mengandung berbagai komponen. Pemisahan atau separasi adalah suatu langkah operasional untuk memisahkan komponen yang dituju dari komponen-komponen lainnya. Ada beberapa metode separasi yaitu ekstraksi (solvent extraction), destilasi, kristalisasi dan kromatografi. 1. Ekstraksi Pemisahan dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling campur. Prinsip pada pemisahan ini didasarkan pada perbedaan kelarutan komponen yang akan diambil terhadap dua pelarut tersebut (koefisien distribusi). Pemisahan dilakukan dengan menggunakan corong pisah, digojog dan didiamkan. Kekuatan dan lama penggojogan sangat berpengaruh terhadap hasil ekstraksi.

2. Destilasi Pemisahan dengan cara destilasi dilakukan berdasarkan perbedaan titik didih dari komponen-komponen yang akan dipisahkan. Campuran komponen yang akan dipisahkan diletakkan pada sebuah labu destilasi dan dipanaskan hingga menguap. Dengan adanya pendingin, komponen-komponen akan mengembun dan terpisah dari campurannya. 3. Kristalisasi Kristalisasi dilakukan apabila komponen yang kita tuju dapat dikristalkan sedangkan komponen pengotor lainnya tidak mengkristal. Cara ini cukup sederhana dilakukan dengan cara melarutkan campuran komponen pada pelarut yang sesuai kemudian didinginkan hingga terbentuk kristal, lalu kristal dipisahkan dari campuran tersebut. 4. Kromatografi Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan fisik campuran komponen dalam suatu sampel (ekstrak), berdasarkan pada perbedaan migrasi komponen tersebut dari fase diam oleh pengruh fase gerak Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik kromatografi tersebut, yaitu : 1. KKt

(Kromatografi Kertas)

2. KLT

(Kromatografi Lapis Tipis)

3. KG

(Kromatografi Gas)

4. KCKT

(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan keastirian senyawa yang akan dipisah. KKt dapat digunakan terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air, yaitu karbohidrat, asam amino, basa asam nukleat, asam organik, dan senyawa fenolat. KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut dalam lipid, yaitu lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana,dan klorofil. Sebaliknya, teknik ketiga yaitu KGC. Penggunaan utamanya ialah pada pemisahan senyawa astiri yaitu: asam lemak, mono dan sesquiterpena, hidrokarbon, dan senyawa belerang. Tetapi, keatsrian kandungan tumbuhan yang bertitik didih tinggi dapat diperbesar dengan mengubahnya menjadi ester dan atu eter trimetilsilil sehingga hanya ada sediit saja golongan yang sama sekali tidak cocok dipisahkan dengan cara KGC.

Cara lain yaitu KCKT, dapat memisahkan kandungan yang keatsirianya kecil. KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan keefisienan kolom dan kecepatan analisis. Disamping itu, perlu dikemukakan bahwa ada tumpang tindih di atas. Sering gabungan KKt dan KLT, KLT dan KCKT, atau KLT dan KGC mungkin merupakan pendekatan terbaik untuk memisahkan golongan senyawa tumbuhan tertentu. Semua teknik tersebut dapat digunakan pada skala mikro maupun makro. Untuk pekerjaan penyiapan, KLT dilakukan pada lapisan penjerap yang tebal, dan KKt pada lembaran kertas saring yang tebal. Untuk isolasi pada skala yang lebih besar dari itu, biasanya digunakan kromatografi kolom yang digabungkan dengan pengumpul fraksi otomatis. Prosedur ini akn menghasilkan senyawa murni dalam skala gram. Suatu teknik lain yang pemakaiannya agak luas dalam fitokimia adalah elektroforesis. Pada mulanya teknik hanya dapat digunakan untuk senyawa yang bermuatan, yaitu asam amino, beberapa alkaloid, amina asam organic, dan protein. Tetapi, selain itu golongan senyawa netral tertentu (gula, fenol) dapat diusahakn bergerak dalam medan listrik dengan mengubahnya menjadi senyawa kompleks logam (misalnya dengan mengunakan natrium borat). Sergent (1969) telah menyusun suatu pengantar teknik elektroforeis yang sederhana. Disamping teknik yang telah dikemukakan, beberapa teknik lain kadang-kadang digunakan pada penelitian fitokimia. Pemisahan dengan eksraksi cair-cair sederhana masih tetap bermanfaat dibidang karotenoid. Alat untuk ekstraksi cair-cair otomatis berupa alat sebar lawan arus Craig telah ada sejak lama, tetapi ada kecenderungan alat tersebut barudigunakan sebagai usaha akhir bila teknik lain gagal. Alat yang lebih menyenangkan untuk ekstraksi cair-cair telah dikembangkan baru-baru ini, yang dinamai kromatografi lawan-arus tetes (KLAT) yang digunakan pada skala penyiapan. Pengunaannya terutama untuk memisahkan kandungan yang larut dalam air (Hostetman, 1981). Pemisahan protein tumbuhan dan asam nukleat sering memerlukan teknik khusus yang belum disebutkan, seperti penyaringan melalui gel ‘Sephadex’, kromatografi afinitas, dan ultra-pemusingan diferensial.

a. Kromatografi Kertas (KKt) Keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Selain itu keterulangan bilangan Rf yang besar pada kertas sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru. Memang untuk senyawa antosianin yang tidak mempunyai ciri fisik lain yang jelas, Rf adalah sarana terpenting dalam memaparkan dan membedakan pigmen yang satu dengan

pigmen yang lain (Harborner, 1967). Air murni ialah pengembang kromatografi yang sungguh-sungguh serba guna dan dapat dinakan untuk memisahkan Purina dan pirimidin biasa, dan secara umum dapat dipakai juga untu senyawa fenol dan glikosida tumbuhan. Pada KKt, senyawa biasanya dideteksi sebagai bercak berwarna atau bercak berfluoresensi-UV setelah direaksikan dengan pereaksi kromogenik yang digunakan sebagai pereaksi semprot atau pereaksi celup. Untuk lembaran besar, pencelupan biasnya lebih mudah tetapi susunan pereaksi semprot harus diubah agar mudah kering, dan dengan demikian mencegah difusi waktu pencelupan. Selanjutnya kertas dapat dipanaskan untuk menimbulkan warna. Bilangan Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa pada kromatografi, nisbi terdapat garis depan. Bilangan Rf diperoleh dengan mengukur jarak antara titik awal dan pusat bercak yang dihasilkan senyawa, jarak ini kemudian dibagi dengan jaerak antara titik awal dengan garis depan (yaitu jarak yang ditempuh cairan pengembang). Bilangan ini selalu berupa pecahan dan terletak antara 0,01 dan 0,99.

b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kelebihan KLT dibanding dengan KKt ialah keserbagunaaan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping selulosa, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain da digunakan untuk kromatografi. Kecepatan KLT yang lebih besar disebabkan oleh sifat penjerap yang lebih padat bila disaputkan pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita menelaah senyawa labil. Sedangkan kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputan pelat kaca dengan penjerap. Kerja ini kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput otomatis. Jenis KLT yang paling baru ialah KLT yang menggunakan pelat bersaputkan mikropartikel silica yang halus yang biasa digunakan untuk kolom KCKT. Kromatografi yang demikian disebut Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) dan biasanya menghasilkan pemisahan yang lebih efisien dan lebih cepat dari pada pemisahan pada lapisan silica yang biasa. KLT preparative dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1mm) sebagai pengganti lapisan penjerap yang tipis (0,10-0,25 mm).

c. Kromatografi Gas (KG) KG dinyatakan dengan volume retensi Rv, yaitu volume gas pembawa yang diperlukan untuk mengelusi suatu komponen dari kolom, atau dinyatakan dengan waktu retensi Rt, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengelusi komponen

dari kolom. Kedua parameter ini hamper selalu dinyatakan nisbi terhadap senyawa baku (sebagai RRv atau RRt) yang dapat ditambahkan kedalam ekstrak cuplikan atau dapat berupa pelarut yang digunakan untuk melarutkan cuplikan. Perubahan utama dalam KG adalah sifat fase diam dalam kolom dan suhu kerja. Keduannya diubah-ubah menurut kepolaran dan keastirian senyawa yang dipisahkan. Banyak golongan senyawa dibuat turunnnya secara rutin (terutama menjadi eter trimetilsilil). Radas yang diperlukan untuk KG sangat canggih dan mahal dibandingkan radas untuk KLT atau KKt. Tetapi pada prinsipnya KG tidaklah lebih rumit dari prosedur kromatografi yang lain. Radas KG mempunyai empat bagian utama berikut: 1. Kolom Berupa pipa kecil yang panjang (misalnya 3m x 1mm), biasanya terbentuk dari logam yang berbentuk gelungan untuk menghemat ruang. Kolom ini dikemas dengan fase diam (misalnya silikon 5-15%) yang melekat pada serbuk lembam. Kemasan tersebut bukanlah suatu keharusan karena dapat pula digunakan cara lain seperti kolom silika terbuka. Disini fase diam disaputkan film pada permukaan kolom bagian dalam (KG kapiler) 2. Pemanas Disediakan untuk memanaskan kolom secara meningkat, mulai dari 50-350°C dengan laju baku. Bila perlu suhu dapat dipertahankan pada batas tertinggi. Suhu di tempat masuk kolom dikendalikan terpisah sehingga cuplikan dapat diuapkan dengan cepat ketika diteruskan ke kolom. Cuplikan yang dilarutkan dalam eter atau heksana disuntikkan jarum semprit ke dalam gerbang masuk melalui septum karet. 3. Aliran Gas Terdiri atas gas pembawa yang lembam seperti nitrogen dan argon. Pemisahan senyawa dalam kolom bergantung pada pengaliran gas ini melalui kolom dengan laju aliran yang terkendali. 4. Gawai Pendeteksi Diperlukan untuk mengukur senyawa ketika senyawa itu dialirkan melalui kolom. Sering pendeteksian didasarkan pada pengionan nyala atau tangkap-elektron. Cara pertama memerlukan tambahan gas hidrogen dalam campuran gas dan akan terbakar habis dalam pendeteksi yang sebenarnya. Gawai

pendeteksi

dihubungkan

dengan

perekam

potensiometri

yang

memberikan hasil pemisahan berupa serangkaian puncak yang berbeda-beda kekuatannya.

Hasil KG dapat dinyatakan dengan volume retensi Rv, yaitu volume gas pembawa yang diperlukan untuk mengelusi suatu komponen dari kolom, atau dinyatakan dengan waktu retensi Rt, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengelusi komponen dari kolom. Kedua parameter ini hampir selalu dinyatakan nisbi terhadap senyawa baku (Sebagai RRv atau RRt) yang dapat ditambahkan ke dalam ekstrak cuplikan atau dapat berupa pelarut yang digunakan untuk melarutkan cuplikan. Perubah utama dalam KG adalah fase diam dalam kolom dan suhu kerja. Kedua-duanya diubah-ubah menurut kepolaran dan keatsirian senyawa yang dipisahkan. Banyak golongan senyawa dibuat turunannya secara rutin (terutama menjadi eter trimetilsilil) sebelum dikromatografi gas, karena dengan demikian memungkinkan pemisahan pada suhu yang lebih rendah. Alat KG dapat disusun sedemikian rupa sehingga komponen yang dipisahkan dapat dianalisis dengan cara spektrometri atau dengan cara lain. Yang paling sering dilakukan adalah menghubungkan KG dengan spektrometer massa (SM). Radas gabungan KG-SM ini telah muncul pada tahun-tahun belakangan ini sebagai cara terpenting dari semua cara analisis fitokimia.

d. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) KCKT dapat disamakan dengan KG dalam hal kepekaan dan kemampuannya menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali kerja saja. Perbedaannya ialah fase diam yang terikat pada polimer berpori terdapat dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase gerak cair mengalir akibat tekanan yang besar. Alat KCKT lebih mahal dari pada KG, terutama karena diperlukan system pompa yang cocok serta semua sambungan harus disekrup agar menahan tekanan. Fase geraknya adalah campuaran pelarut yang dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (pemisahan isokratik) atau dapat diubah perbandingannya secara sinambung dengan menambahkan ruang pencampur kepada susunan alat (elusi landaran). Senyawa dipantau ketika keluar dari kolom dengan menggunakan pendeteksi, biasanya dengan mengukur spectrum serpan UV. Dapat ditmbahkan pemadu (integrator) untuk mengolah data yang dihasilkan dengan mikro prosesor. Perbedan utama antara KCKT dan KG ialah bahwa cara pertama biasanya dilakukan pada suhu kamar sehingga senyawa tidak mendapat perlakuan yag memungkinkan terjadinya tata susun ulang termal selama pemisahan. Tetapi, mungkin saja pengendalian suhu kolom KCKT menguntungkan pada pemisahan kritis sehingga mungkin diperlukan selubung yang dikendalikan dengan thermostat. Kolom, yang biasanya dikemas dengan partikel bulat kecil yang terbuat dari silica yang berlapiskan atau berkaitan dengan fase diam, terutama peka

terhadap cemaran. Dengan demikian ekstrak tumbuhan perlu dimurnikan dan disaring sebelum disuntikkan kedalam pangkal kolom. KCKT digunakan terutama untuk golongan atsiri, misalnya terpenoid tinggi, segala jenis fenol, alkolid, lipid, dan gula. KCKT berhasil paling baik untuk senyawa yang dapat dideteksi didaerah spectrum UV atau spectrum sinar tampak. Untuk gula yang tidak menunjukkan serapan UV dapat digunakan pendeteksi indeks bias, tetapi kepekaannya lebih rendah. Protein telah dipisahkan dengan KCKT dengan menggunakan kolom ‘sephadex’ yang dimodifikasi dengan silica gel atau penukar ion. Sebagian besar pemisahan dengan KCKT modern mengunakan kolom siap pakai, dan berbagai jenis kolom ii disediaakan oleh pabrik. Tetapi, kebanyakan pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan kolom partikel silica mikropori (untuk senyawa nonpolar) atau kolom fase balik, yaitu fase-ikat C18 (untuk senyawa polar) Hamilton dan sewell, 1982. satu hal praktis terakhir yang patut disebutkan yaitu pelarut harus ultramurni. KCKT merupakan cara kromatografi paling baru yang ditambahkan kedalam perlengkapan fitokimiawan. Terlepas dari biaya alat dan pelarut, KCKT memberi harapan sebagai alat terpenting dan serba guna pada analisis kuantitatif tumbuhan. Namun demikian, KCKT harus dapat membuktikan kegunaannya pada skala preparatif.

3.

ALAT : - Beaker glass - Gelas ukur - Labu alas bulat - Lempeng KLT - Bak kromatografi - Erlenmeyer - Glass wool - Glass colum - Vial 5 mL - Mikropipet - Lampu UV 254 nm dan 365 nm

4.

BAHAN :

- Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava) - Etanol 96 % - Metanol - HCl 57% - Kloroform - Aseton - Asam formiat - Silika gel

5.

CARA KERJA : a. Preparasi ekstrak Sampel 0,3 gram ↓ Ditambah 25 mL metanol dan 0,7 mL HCl 57% v/v ↓ Hidrolisis selama 30 menit pada suhu 700C (menggunakan refluks)

b. Pemilihan eluen untuk fraksinasi Standar kuersetin dan ekstrak daun Psidium guajava ↓ Cuci kemudian larutkan dalam etanol 96 % ↓ Totolkan 2-5 mikro Liter ↓ Lempeng KLT ↓ Eluasi dengan eluen kloroform : aseton : asam formiat = 150 : 33 : 17 ↓ Eluasi sampai tanda batas ↓ Amati lempeng ↓

Lampu UV 254 nm dan 365 nm

c. Fraksinasi dengan kromatografi kolom Silica gel 100 kali bobot ekstrak daun Psidium guajava ↓ Masukkan Erlenmeyer Tambahkan ± 2 cm ↓ diatas permukaan silica gel Eluen Kocok pelan merata, lalu masukkan ↓ Kolom kromatografi Diamkan selama 1 hari ↓ Tambahkan eluen sampai 0,5 cm diatas permukaan silica gel Tambahkan ↓ Ekstrak daun Psidium guajava (1% bobot silica) Alirkan dan tampung ± 50 mL ↓ Erlenmeyer Sisihkan ↓ Buka kran kembali (1 tetes/detik) dan tampung ↓ Vial 20 mL Tiap vial diuji dengan KLT ↓ Noda yang sama digabungkan dalam satu vial

6.

HASIL PENGAMATAN

a. Preparasi Ekstrak Beaker glass + ekstrak = 34,1341 gram Beaker glass

= 33,7822 gram

Berat ekstrak

= 0,3519 gram

b. Pembuatan Eluen Eluen dibuat 100 mL dengan perbandingan kloroform : aseton : asam format = 150 : 33 : 17 c. Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Penampungan sampel 10 vial masing-masing berisi 20 mL. Sampel vial no.1 – 3

: kolom masih baik

Sampel vial no.4 – 10 : kolom sudah pecah Uji dengan KLT

: vial no.6 mengandung Kuersetin

7.

PEMBAHASAN Fraksinasi adalah pemisahan suatu golongan senyawa dalam suatu simplisia menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sebelum dilakukan fraksinasi, maka ekstrak harus dipreparasi dulu. Ekstrak sebanyak 0,3 gram dicampurkan dengan 25 mL metanol dan 0,7 mL HCl 57% v/v dalam labu alas bulat. Lalu dihidrolisis selama 30 menit pada suhu 70 0C menggunakan refluks. Kuersetin di dalam tumbuhan berbentuk glikosida, dimana glikonnya adalah glukosa sedangkan aglikonnya adalah kuersetin. Glikon dan aglikon ini diikat oleh ikatan glikosidik. Untuk keperluan identifikasi, maka ikatan glikosidik ini harus diputus. Hidrolisis dengan menggunakan refluks berfungsi intuk memutuskan ikatan glikosidik antara glikon dan aglikon. Prinsip kerja refluks ialah mendidihkan ekstrak hingga menjadi uap kemudian uap ekstrak tersebut bergerak naik menuju ke kondensor dan diembunkan kembali oleh kondensor. Dengan adanya pemanasan tinggi, maka diharapkan ikatan glikosidik kuersetin akan terputus. Hasil hidrolisis ekstrak disaring dengan kertas saring lalu disimpan dalam cawan bertutup. Setelah itu, dilakukan fraksinasi dengan kromatografi kolom. Mula-mula silika gel sebanyak 100 kali

bobot ekstrak dimasukkan dalam erlenmeyer dan

ditambahkan eluen 2 mL di atas permukaan silika gel tersebut. Campuran dikocok perlahan dan dimasukkan hati-hati ke dalam kolom kromatografi yang bagian bawahnya sudah diberi glass wool. Penuangan campuran silika gel dan eluen ke dalam kolom kromatografi tidak boleh terlalu cepat ataupun terlalu lambat, tetapi sebaiknya konstan (tetap). Karena jika ada udara yang terperangkap dalam kolom dapat menyebabkan kolom tersebut retak/pecah. Kolom dibiarkan selama satu hari untuk memampatkan dan melihat ada tidaknya keretakan. Jika kolom tidak retak, maka ditambahkan eluen 0,5 cm di atas permukaan silika gel. Lalu ekstrak yang telah dicampur dengan 1% bobot silika dimasukkan dalam kolom tersebut. Setelah itu eluen dialirkan dan ditampung 50 mL dalam erlenmeyer. Eluen ini belum membawa zat kimia tanaman sehingga dapat dibuang. Selanjutnya, kran dibuka dan diatur penetesannya (1 tetes/detik) dan ditampung dalam 10 vial yang berkapasitas 20 mL. Selama proses pemisahan dengan kromatografi kolom berlangsung, eluen harus tetap ditambahkan dan dijaga agar selalu berada di atas permukaan sampel ekstrak. Jika eluen dibiarkan habis hingga berada di bawah permukaan sampel ekstrak, hal tersebut dapat menyebabkan kolom pecah/retak. Hal ini disebabkan karena dengan berkurangnya eluen sampai di bawah permukaan sampel ekstrak, maka kemungkinan terperangkapnya udara di dalam kolom menjadi semakin besar. Akibatnya, kolom menjadi retak. Silika gel berfungsi sebagai fase diam sedangkan eluen (kloroform, aseton dan asam formiat) berfungsi sebagai fase gerak. Golongan senyawa yang lebih

mudah terikat pada fase gerak akan keluar terlebih dahulu dari kolom kromatografi, sebaliknya golongan senyawa yang lebih mudah terikat pada fase diam akan keluar pada saat-saat terakhir. Untuk praktikum ini, kelompok kami menampung 10 vial eluen dengan kapasitas masing-masing 20 mL. Tetapi pada saat menampung eluen untuk vial ke-4, kolom kromatografi sudah retak/pecah. Jadi, selama menampung vial ke-4 sampai ke10, kolom kromatografi dapat dikatakan sudah tidak layak lagi untuk memisahkan golongan senyawa dalam tumbuhan. Pecahnya kolom disebabkan karena praktikan tidak menambahkan eluen secara terus-menerus ke atas permukaan sampel ekstrak, sehingga kemungkinan terperangkapnya udara dalam kolom semakin besar dan menyebabkan kolom pecah. Setiap vial diuji dengan KLT untuk melihat noda yang dihasilkan. Jika menghasilkan noda yang sama vial-vial tersebut digabung. Dalam praktikum ini, 10 vial dan standar kuersetin masing-masing ditotolkan pada lempeng KLT. Lalu dikeringkan dan dilihat nodanya pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm. Digunakan panjang gelombang 254 nm karena lempeng KLT yang digunakan dapat berpendar pada panjang gelombang tersebut, sehingga noda akan tampak gelap. Sedangkan pada panjang gelombang 365 nm, yang tampak berpendar adalah nodanya, sedangkan lempeng KLT tampak gelap. Setelah dilihat pada panjang gelombang tersebut, ternyata hanya vial ke-6 yang positif menunjukkan adanya kuersetin (noda berwarna coklat), sedangkan vial-vial yang lain tidak menampilkan noda apapun. Padahal saat menampung vial ke-6, kolom sudah pecah dan seharusnya tidak layak lagi untuk melakukan pemisahan. Fenomena ini mungkin bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu : 1.

untuk vial ke-6, mungkin terlalu banyak massa yang ditotolkan sehingga noda dapat tampak meskipun kolom pecah,

2.

untuk vial-vial yang tidak menampilkan noda, mungkin massa yang ditotolkan terlalu sedikit sehingga noda tidak tampak.

8.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Fraksinasi adalah pemisahan suatu golongan senyawa dalam suatu simplisia menjadi senyawa yang lebih sederhana. b. Kolom kromatografi menggunakan fase diam serbuk silica dan fase gerak berupa campuran pelarut pengembang kloroform : aseton : asam formiat dengan perbandingan 150 : 33 : 17. c. Kolom kromatografi masih dalam kondisi baik saat menampung vial ke-1 hingga vial ke-3 d. Kolom kromatografi retak/pecah saat menampung vial ke-4 hingga vial ke-10 e. Dari 10 vial, hanya eluen pada vial ke-6 yang menampakkan noda positif sebagai kuersetin f. Eluen yang ditampung pada vial-vial lain kecuali vial ke-6 sama sekali tidak menampakkan noda

DAFTAR PUSTAKA

Harborne. J. B. 1996. Metode Fitokimia Terbitan Kedua. Bandung : ITB Bandung, Jawa Barat Anonim. 1998.

Materia Medika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Eluen terus-menerus ditambahkan ke atas permukaan sampel ekstrak

Kolom kromatografi sudah pecah/retak

Related Documents


More Documents from "Edho Dnd"