Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Gangguan Sistem Reproduksi Dengan Penyakit Abortus

  • Uploaded by: Putrii Raras Iswaraa
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Gangguan Sistem Reproduksi Dengan Penyakit Abortus as PDF for free.

More details

  • Words: 4,674
  • Pages: 25
Loading documents preview...
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kasus Gangguan Sistem Reproduksi Dengan Penyakit Abortus

Oleh Ni Luh Putu Listiana Yanti 1302105038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DESEMBER, 2016

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. PENGERTIAN Abortus merupakan berakhirnya suatu kehamilan yang disebabkan oleh berbagai faktor pada ataupun sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Saifudin, 2006) Definisi aborsi menurut WHO adalah pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya 500 gram atau kurang, yang setara dengan usia kehamilan sekitar 22 minggu. Dalam praktik, aborsi lebih sering dideskripsikan sebagai keguguran (abortus) untuk menghindari terjadinya distress, karena beberapa wanita menghubungkan istilah aborsi dengan terminasi kehamilan yang disengaja. Masalah awal kehamilan (abortus). (Chris Brooker, 2008). Abortus merupakan suatu keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri diluar uterus. Berat fetus berkisar antara 4001000 gram, atau usia kehamilan yang kurang dari 28 minggu (Manjoer, 2000). Abortus merupakan keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram (Liewollyn dan jones 2002). 2. EPIDEMIOLOGI Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi Abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun,

dengan demikian

setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan. Menurut Badan Kesehatan

Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta Abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian : 1. 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura 2. antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia 3. antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina 4. antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand Pada daerah perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di pedesaan Abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri.

Cara

Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas prostaglandin / suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%). Data dan lapangan menunjukkan bahwa ternyata sekitar 70-80% wanita yang meminta tindakan aborsi legal ternyata dalam status menikah, karena tidak menginginkan kehamilannya. Sisanya antara lain dan kalangan remaja puteri, yang walaupun lebih sedikit namun menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama di kota besar atau di daerah tertentu seperti di Sulawesi Utara dan Bali. Bila ditinjaulebih lanjut, penyebab kehamilan yang tidak diinginkan antara lain meliputi kegagalan KB, alasan ekonomi, kehamilan di luar nikah atau kehamilan akibat perkosaan dan insest. Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu, disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis. Manajemen aktif kala III dalam persalinan normal dikatakan dapat mencegah sekitar 50% perdarahan postpartum,atau sekitar 17-20% kematian ibu. Dengan demikian, paket intervensi berupa pelayanan paska keguguran dan pertolongan

persalinan yang bersih dengan manajemen aktif kala III dapat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu sampai sekitar 50%.

3. ETIOLOGI Menurut prawirohardjo (2007) penyebab abortus dalam teori menyebutkan ada beberapa hal, diantaranya : 1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian atau cacat. Faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan adalah sebagai berikut : a. Kelainan kromosom, kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi, poliploidi, dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks. b. Lingkungan

sekitar

kurang

sempurna,

apabila

lingkungan

di

endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. c. Pengaruh dari luar, akibat dari radiasi, virus, obat-obatan, tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus, pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. 2. Kelainan pada placenta Penyakit endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi

placenta

terganggu,

sehingga

menyebabkan

gangguan

pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun. 3. Penyakit ibu Penyakit mendadak seperti pneumonia, typus abdominalis, malaria dan lain-lain yang menyebabkan abortus, toksin, bakteri, viurus, atau plasmodium dapat melalui placenta masuk kejanin, sehingga menyebaban kematian janin dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis umum dan penyakit menahun seperti brusellosis, toksoplasmis juga dapat menyebabkan abortus walaupun jarang.

4. Kelainan traktus genitalis Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Penyebab lain abortus trimester ke 2 ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada servik, dilatasi servik berlebih, konisasi, amputasi, atau robekan servik luas yang tidak di jahit.

4. PATOFISIOLOGIS (Pathway Terlampir) Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted Ovum”. Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus (Manjoer, 2000). 5. JENIS-JENIS ABORTUS 1. Abortus Spontan Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut dan kejadiaanya sekitar 15-30% dari seluruh kehamilan normal (Pilliteri, 2002) meliputi : a. Abortus Imminens (Abortus Mengancam)

Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks selanjutnya terjadi pengeluaran hasil konsepsi berupa darah yang disertai mules atau tanpa mules. Pada abortus imminens ini, kehamilan masih dapat dipertahankan, terjadi perdarahan bercak yang menunjukan ancaman terhadap kelangsungan kehamilan. Diantara wanita yang mengalami perdarahan pada awal kehamilan itu kebanyakanya akan mengalami abortus, perdarahan pada abortus imminens sangat sedikit tetapi perdarahan tersebut dapat bertahan beberapa hari atau beberapa minggu (Batzofin dkk, 1984). b. Abortus Insipiens (Abortus sedang berjalan) Abortus yang sedang berlangsung dan tidak dapat lagi dicegah, ditandai dengan terbukanya ostium uteri eksternum dan selain pendarahan (Achadiat, 2004). Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menunjukan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit (Saifudin, 2006). Perdarahan pervaginam, dimana dapat timbul rasa nyeri didaerah perut bawah dan panggul, serviks mulai membuka dan hasil konsepsi menjulur ke kanalis serviks (Moegni, 1987) c. Abortus Inkomplit Pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus (Prawirohardjo, 2002). Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar kavum uteri melalui kanalis servikalis (Saifudin, 2006). Proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir. d. Abortus Komplit Proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir (Achadiat, 2004). Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri ( Saifudin, 2006).

2. Abortus Infeksius dan abortus septik Abortus Infeksius merupakan suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik yang diperoleh dari luar rumah sakit maupun yang terjadi setelah tindakan dirumah sakit. Abortus septik adalah suatu komplikasi lebih jauh dari pada abortus infeksius dimana pasien telah masuk dalam keadaan sepsis akibat infeksi tersebut. Angka kematian akibat abortus septik ini cukup tinggi sekitar 60% menurut (Achadiat, 2004). Abortus infeksius adalah adanya abortus yang merupakan komplikasi dan disertai infeksi genetalia dan sering dikaitkan dengan tindakan abortus tidak aman sehingga menyebabkan perdarahan hebat. Abortus septik adalah abortus infeksius berat yang disertai pengeluaran kuman toksin, septik syok bakterial dan gagal ginjal akut. 3. Missed Abortio (retensi janin mati) Kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20 hari dan tidak dapat dihindari (James & Lindsey, 2007). Adanya retensi yang lama terhadap janin yang telah mati dalam paruh pertama kehamilan atau reternsi hasil konsepsi dalam uterus selama 8 minggu atau lebih, kejadiannya sekitar 2 % dari kehamilan (Pilliteri, 2002). Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih (Saifudin, 2006) 4. Abortus tidak aman ( unsafe abortion) Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan jiwa pasien ( Prawirohardjo, 2004) 5. `Abortus Provokatus (induet abortion) Merupakan abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan , kebanyakan karena kehamilan yang tidak diinginkan, merupakan pengguguran kandungan disengaja, baik dengan obatobatan maupun alat-alat meliputi 2 bagian dari abortus provokatus yaitu :

a. Abortus medisinalis ( abortus therapeutica) Adalah abortus karena tindakan kita sendiri dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu ( berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapatkan persetujuan 2 – 3 tim dokter ahli b. Abortus kriminalis Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. 6. Manifestasi Klinis Beberapa manifestasi klinis abortus menurut Manjoer (2000) diantaranya: 1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau meningkat. 2. Perdarahan pervaginam mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi 3. Rasa mulas atau kram perut di daerah atas simpisis sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus. 4. Pemeriksaan ginekologi: inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi tercium / tidak bau busuk dari vulva. Inspekulo : perdarahan dari kavum ueri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada / tidak jaringan keluar dari ostium, ada / tidak cairan/jaringa yang berbau busuk dari ostium. Colok vaginam : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba / tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri saat perabaan adneksia, kavum Doughlast tidak menonjol dan tidak nyeri. 7. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain :

a) Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap

drainase,

pola

pernafasan

terhadap

kedalaman

dan

kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, b) Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Suhu badan normal atau meningkat. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. Denyut nadi normal atau cepat dan kecil. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal. c. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. Tekanan darah normal atau menurun (Johnson & Taylor, 2005) 8. Pemeriksaaan Penunjang a. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggusetelah abortus b. Pemeriksaan doppler atau usg untuk menentukan apakah janin masih hidup c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Manjoer, 2000). 9. Therapi/Tindakan Penanganan

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dengan pasien abortus menurut (Manjoer, 2000; Prawirahardjo, 2005) diantaranya: 1. Abortus Imminens a. Tidak di perlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring secara total b. Anjurkan ibu untuk tidak melakukan aktivitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual c. Bila perdarahan -

Berhenti : melakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi

-

Terus berlangsung : nilai kondisi janin ( uji kehamilan USG), lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola)

-

Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas , pemantauan hanya dilakukan melalui gejala klinis dan hasil pemeriksaan ginekologi

2. Abortus insipein a. Dilakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum manual (AVM) setelah bagian-bagian janin dikeluarkan. Bila usia gestasi ≥ 16 minggu evakuasi dilakukan dengan prosedur dilatasi dan kuretase. b. Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu , lakukan tindakan pendahuluan dengan : -

Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi

-

Ergometri 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian

-

Misopiostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal

-

Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D x K ( hati-hati resiko perforasi)

3. Abortus inkomplit

a. Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi )kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis) b. Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang dapat dikeluarkan secara digital atau cunam cavum, setelah itu evaluasi perdarahan -

Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral

-

Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa konsepsi dengan AVM dan D x K (pilihan tergantung dari usia gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan bagian-bagian janin )

c. Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik profilaksis ( ampicilin 500 mg oral atau doksosiklin 100 mg) d. Bila terjadi infeksi , beri ampicilin 1 gr dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam e. Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16 minggu segera lakukan evakuasi dengan AVM f. Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas fevosus 600 mg perhari selama 2 minggu ( anemia sedang), transfusi darah (anemia berat) Pada beberapa kasus, abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus tidak aman, oleh sebab itu perhatikan hal-hal berikut : a. Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus atau cedera intra-abdomen (mual/muntah, nyeri punggung,demam, perut kembung,nyeri perut bawah, dinding perut tegang) b. Bersihkan ramuan tradisional , jamu, bahan kosmetik,kayu atau benda-benda lainnya dari regio genitalia c. Berikan bosfer tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau kanalis serviks dan pasien pernah imunisasi d. Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus ( ATS) 1500 unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu e. Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan pemantauan lanjut

4. Abortus komplit a. Apabila kondisi klien baik, cukup diberi tablet ermogetrin 3x1 tablet/hari untuk 3 hari b. Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu di sertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar,ikan, daging,telur) untuk anemia berat berikan transfusi darah c. Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotika atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotik profilaksis 5. Abortus infeksiosa a. Kasus ini berisiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang memadai, rujuk pasien kerumah sakit b. Sebelum merujuk pasien, lakukan restorasi cairan yang hilang dengan Ns atau RL melalui infus dan berikan antibiotik ( misalnya ampicilin i gr dan metronidazol 500 mg) c. Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT d. Pada fasilitas kesehatan yang lengkap dengan perlindungan antibiotika berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat dilakukan pengobatan uterus sesegera mungkin ( lakukan secara hati-hati karena tingginya kejadian perforasi pada kondisi ini) 6. Missed abortion Missed abortion seharusnya ditangani dirumah sakit atas pertimbangan : a. Plasenta dapat melekat sangat erat didinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi b. Pada umumnya kanalis servisis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam c. Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah (Prawirohardjo, 2002)

10. DIAGNOSIS BANDING Kehamilan ektopik, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan serviks. Abortus iminens yang sangat perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya dalam jumlah sedikit, berwarna merah, cepat berhenti, dan tidak adanya rasa mules atau nyeri (Manjoer, 2000).

11. KOMPLIKASI a. Perdarahan ( hemorrahge) b. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun c. Infeksi dan tetanus d. Payah ginjal akut e. Syok pada abortus disebabkan oleh : a. Perdarahan yang banyak disebut syok hemorraghe b. Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik (Rustam mochtar, 1998)

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Identitas Klien 1.

Identitas Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Ibu hamil pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun rentang terjadi aborsi pada kandungannya. Pendidikan dan pekerjaan yang semakin berat akan meningkatkan resiko aborsi.

2.

Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan pasien pada umumnya adalah rasa nyeri pada bagian abdomen. Tingkat nyeri yang dirasakan dapat menunjukkan jenis aborsi yang terjadi. b. Riwayat kesehatan Sekarang keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya Riwayat kesehatan dahulu (faktor pendukung terjadinya aborsi misalnya mioma uteri. Kapan abortus terjadi, apabila pada trimester pertama atau pada trimester berikutnya, adakah penyebab mekanis yangn menonjol. Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat terlarang. Infeksi ginekologi dan obstetric, gambaran asosiasi

terjadinya

“antiphospholipid

syndrome”

(thrombosis,

fenomena autoimun, false positive test untuk sifilis) d. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kesehatan keluarga seperti misalnya hipertensi, DM, typhoid. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus atau pun partus prematurus yang kemudian meninggal.

e. Riwayat Psikologis Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan. 3.

Pola Fungsi Kesehatan a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan Pemeliharaan dan persepsi kesehatan berkaitan dengan pengetahuan klien tentang kesehatannya, termasuk riwayat keluarga dan riwayat kesehatan, hal yang dilakukan saat klien sakit, obat yang biasa digunakan. Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Dalam kasus abortus yang dapat dikaji dari pasien yaitu keadaan sebelum sakit dan saat sakit. Apakah kondisi sekarang menyebabkan perubahan persepsi terhadap kesehatan dan bagaimana pemeliharaan kesehatan klien setelah mengalami gangguan ini. b. Nutrisi/ metabolic Tipe diet sehari-hari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup klien. Mengkaji pemenuhan nutrisi klien apakah terdapat keluhan (misalnya nafsu makan klien yang menurun, rasa tidak nyaman, mual, muntah dan alergi makanan). b. Pola eliminasi Pola BAK dan BAB dapat dikaji untuk mengetahui pola eliminasi klien. Kaji mengenai frekuensi berkemih maupun BAB setiap harinya, konsistensi, warna, dan baunya. c. Pola aktivitas dan latihan Tanyakan kepada klien mengenai kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti tertera pada table di bawah ini.

Kemampuan perawatan diri Makan/minum Mandi Toileting Berpakaian

0

1

2

3

4

Mobilisasi di tempat tidur Berpindah Ambulasi ROM 0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total. d. Pola tidur dan istirahat Pola tidur dan istirahat sangat diperlukan oleh pasien karena akan sangat berhubungan dengan tanda dan gejala yang muncul yang dapat mempengaruhi kenyamanan klien. e. Pola kognitif-perseptual Perawat menanyakan klien tentang masalah persepsi kognitif, seperti memahami dan mengetahui penyakit yang dialami seperti apa, beberapa penyebabnya, serta alasan masuk rumah sakit. f. Pola persepsi diri/konsep diri Pemeriksaan

diagnostik

dan

pengobatan

yang

dijalani

dapat

memengaruhi kepercayaan diri klien untuk menghadapi penyakitnya. g. Pola seksual dan reproduksi Pola seksual dan reproduksi klien juga perlu dikaji baik itu sebelum masuk rumah sakit ataupun setelah masuk rumah sakit. Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe, gejala serta keluahan

yang

menyertainya. Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan h. Pola peran-hubungan Jenis kelamin, ras dan usia klien mempunyai hubungan dengan upaya klien untuk melakukan pengobatan. Diskusikan dengan klien status perkawinan, peran dalam rumah tangga, jumlah anak dan usia mereka, lingkungan tempat tinggal dan pengkajian lain yang penting dalam mengidentifikasi kekuatan dan support sistem dalam kehidupan klien.

Perawat

juga

harus

mengkaji

tingkat

kenyamanan

atau

ketidaknyamanan dalam menjalankan fungsi peran yang berpotensi menjadi stress atau konflik. i. Pola manajemen koping stress Klien harus ditanya untuk mengidentifikasi stress atau kecemasan. Metode koping yang biasa dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku dan kesiapan menerima penyakitnya serta tindakan terapi yang harus dijalaninya secara rutin dapat meningkatkan ansietas. Informasi tentang suport sistem keluarga, teman-teman, psikolog atau pemuka agama dapat memberikan sumber yang terbaik untuk mengembangkan rencana perawatan. j. Pola keyakinan-nilai Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh kultur dan kebudayaan yang berperan penting dalam tingkat konflik yang dihadapi klien ketika dihadapkan dengan penyakit yang dialami. 4.

Pemeriksaan Penunjang a. Data laboratorium yang berhubungan Pada pemeriksaan lab.darah b. Pemeriksaan Radiologi c. Hasil Konsultasi d. Pemeriksaan penunjang diagnostik lain

2. Diagnosa Keperawatan a. PK: Perdarahan b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik, adanya kontraksi uterus ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada abdomennya. c. Risiko gangguan hubungan antara ibu dan janin berhubungan dengan abortus

3. Rencana Keperawatan

No 1.

Diagnosa Keperawatan PK: Perdarahan

Tujuan Keperawatan Setelah

diberikan

keperawatan

selama

Intervensi

Rasional

asuhan NIC Label : Blood product 1. Mengetahui letak perdarahan ...x24 Administration

jam diharapkan perdarahan 1. Menjelaskan kepada klien klien mulai berkurang dengan

tentang tanda dan gejala

kriteria hasil :

dari

NOC Label : Blood Loss

(gatal,

Severity

napas, dan nyeri dada)

1. Tekanan klien

darah

kembali

reaksi pusing,

sistolik 2. Mamantau normal

yaitu 120 mmHg

transfuse

vital

sesak

2. Untuk mengidentifikasi perlu atau tidaknya transfuse 3. Meningkatkan koagulasi dan mengganti darah yang hilang

signs 4. Mengobservasi

(tekanan darah, suhu, nadi,

tanda-tanda

anemia

pernapasan)

2. Tekanan darah diastolic 3. Memantau reaksi transfuse NIC : Bleeding Reduction klien

kembali

normal

yaitu 80 mmHg 3. Rasa cemas yang dialami klien berkurang

yang diberikan

1. Identifikasi

penyebab

perdarahan 2. Monitor

karakteristik

4. Kadar Hb (hemoglobin) NIC : Bleeding Reduction klien

kembali

normal

5. Perdarahan

3. Kolaborasi pemberian produk 1. Identifikasi

yaitu 14-16 mg/dl pervaginam

penyebab

6. Membrane mukosa kulit

karakteristik

perdarahan yang terjadi 3. Kolaborasi

mulai membaik

darah

perdarahan 2. Monitor

berkurang

perdarahan yang terjadi

pemberian

produk darah 4. Catat nilai

hemoglobin,

hematokrit sebelum dan setelah kehilangan darah 2.

Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC dengan agen cedera fisik, keperawatan selama adanya

kontraksi

ditandai

dengan

mengeluh abdomennya,

nyeri

uterus

berkurang

dengan

pada criteria hasil:

a. Skala

nyeri

Pain Pain Management 1. Untuk

1. Lakukan pengkajian nyeri yang meliputi

perubahan NOC label: Pain Level

tekanan darah, perubahan

:

Management

….x….jam, diharapkan nyeri

pasien pasien

Label

komprehensif, :

lokasi,

karakteristik, awitan dan pasien

durasi, frekuensi, kualitas,

mengetahui

karakteristik, durasi,

awitan

frekuensi,

intensitas

lokasi,

atau

dan

kualitas, keparahan

nyeri, faktor presipitasi nyeri. 2. Untuk

mengetahui

isyarat

frekuensi

jantung,

perubahan

frekuensi

pernafasan,

berkurang dari 4 menjadi 1 b. Pasien

tampak

tidak

meringis

nyeri, faktor presipitasi

pasien 3. Agar

2. Observasi

meringis/gelisah,

indikasi nyeri yang dapat

nonverbal

nyeri.

mengekspresikan perilaku seperti

intensitas atau keparahan

NOC label : Pain Control

diamati, gangguan tidur

isyarat

dan

menangani

(mampu tehnik

nyeri

menggunakan nonfarmakologi

pasien

informasi

mengetahui

tentang

nyeri,

nonverbal

penyebab nyeri, berapa lama

ketidaknyamanan pasien

akan

3. Berikan informasi tentang a. Pasien mampu mengontrol

ketidaknyamanan

nyeri,

penyebab

berapa

lama

berlangsung,

nyeri,

berlangsung,

antisipasi

ketidaknyamanan

akibat prosedur.

akan

4. Agar pasien lebih berfokus

dan

pada aktivitas, bukan pada

antisipasi

nyeri dan rasa tidak nyaman

untuk mengurangi nyeri,

ketidaknyamanan

mencari bantuan)

prosedur.

akibat

dengan melakukan pengalihan melaui televisi, radio, tape,

b. Mampu mengenali nyeri

4. Bantu klien untuk lebih

(skala, intensitas, frekuensi

berfokus pada aktivitas,

dan tanda nyeri)

bukan pada nyeri dan rasa Analgesic Administration tidak

NOC label: Vital Signs

nyaman

melakukan melaui

dan

radio,

interaksi

dengan

pengunjung.

dengan 1. Untuk

pengalihan

televise,

dan

mengetahui

karakteristik, derajat

lokasi,

kualitas,

nyeri

dan

sebelum

a. Tanda vital dalam rentang normal ( T = 36,5o C –

tape, dan interaksi dengan pengunjung

37,5o C, TD = 120/80 NIC mmHg,

RR

x/menit,

N

75x/menit)

= =

Label

2. Untuk :

Analgesic

16-20 Administration 60-

pemberian obat.

dokter

lokasi,

jenis

obat,

obat pasien.

karakteristik, kualitas, dan 3. Untuk nyeri

sebelum

pemberian obat. 2. Cek

tentang

intruksi

dosis, dan frekuensi pemberian

1. Tentukan

derajat

mengecek

dokter

tentang jenis obat, dosis,

riwayat

alergi pasien. 4. Untuk

instruksi

mengetahui

menentukan

piilihan

analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri pasien.

dan frekuensi pemberian 5. Untuk memantau vital signs obat.

sebelum

3. Cek riwayat alergi. 4. Tentukan

pilihan

dan beratnya nyeri.

sebelum pemberian

vital dan

sesudah

pemberian analgesic pertama kali.

analgesic tergantung tipe 6. Untuk

5. Monitor

dan

dapat

mengevaluasi

efektivitas analgesic, tanda dan signs

gejala (efek samping).

sesudah Vital Sign analgesic 1. Untuk

mengetahui

adanya

pertama kali. 6. Evaluasi analgesic,

peningkatan/penurunan efektivitas tanda

tekanan darah pasien

dan 2. Untuk mengetahui status serta

gejala (efek samping)

pola pernafasan pasien

NIC Label : Vital Sign 3. Untuk

mengetahui

kadar

Monitoring

oksigen yang terdapat dalam

1. Monitoring tekanan darah

darah pasien

pasien 2. Monitoring

4. Untuk Respirasi

pasien 3. Monitoring nadi pasien

mengetahui

metabolisme apabila

dari

terjadi

laju pasien

peningkatan

ataupun penurunan

4. Monitoring suhu pasien 3.

Risiko gangguan hubungan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Parenting NIC Label: Parenting Promotion ibu dan janin ditandai keperawatan selama …x 24 Promotion dengan jam tidak terjadi gangguan 1. Identifikasi dan daftarkan 1. Agar segera mendapatkan hubungan antara ibu dan keluarga dalam program penanganan yang tepat dan janin, dengan kriterahasil tindak lanjut segera mungkin ibu untuk NOC Label : Parent Infant 2. Anjurkan 2. Pencegahan dan deteksi dini

Attachment: 1. Melakukan

menerima pola

hidup

sehat selama hamil (Skala 2. Memberikan

serta

penatalaksanaan

yang

prenatal yang mudah dan

memadai terhadap komplikasi

teratur

kehamilan

kebutuhan 3. Lakukan kunjungan rumah 3. untuk mengikuti pertumbuhan

spesifik untuk janin 3. Persiapkan kelahiran janin dengan optimal

perawatan

sesuai

indikasi

tingkat

risiko 4. Monitor status kesehatan

dan prkembangan janin dan untuk

mengindentifikasi

kelainan

yang

dapat

orang tua dan aktivitas

mengganggu proses persalinan

pemeliharaan kesehatan

normal. 4. Untuk memberikan intervensi secara tepat dan meminimalkan risiko yang dapat terjadi

Evaluasi S (Subjektif)

: Subjektif merupakan respon yang sedang dialami dan dirasakan oleh pasien

Misalnya: pasien mengatakan bahwa nyeri disekitar perutnya sedikit berkurang, pasien merasa lebih nyaman dan tenang O (Objektif)

: Objektif merupakan data yang didapat dari yang dilihat oleh perawat dan dapat diukur

Misalnya: Pasien terlihat lemas, tampak meringis, pengukuran TTV, porsi makan/minum, turgor kulit A (Assesement)

: Merupakan suatu tindakan untuk melihat apakah dalam pemberian tindakan

keperawatan tercapai secara penuh,

sebagian, teratasi P (Planning)

:

Merupakan

rencana

tindak

lanjut

dari

asuhan

keperawatan, dari rencana tersebut harus memastikan bahwa tujuan yang belum tercapai.dan melanjutkan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Daftar Pustaka Winkjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan Ed 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Operatif, Obstetri Sosial. Ed 2. EGC. Jakarta. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid 2. EGC. Jakarta. Farmer, Helen., 2001. Perawatan Maternitas. Ed 2. EGC. Jakarta. Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC: Jakarta. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius : Jakarta. Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran. Jakarta : EGC. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : Jakarta Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2. Jakarta ; EGC. Arif Manjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, Kapita Selekta Kedokteran, FKUI, Media Aesculapius, Jakarta : 2002. K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003. Sarwono, Pengantar Ilmu Kandungan, 1991, Yayasan Pustaka. Nugroho, Taufan. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha Medika : Yogyakarta, 2011. dr. Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC, Jakarta : 1998. Bulecheck

GM., Butcher

HK., Dochterman JM., Wagner CM. 2013. Nursing

Intervention Classification (NIC). Mosby Elsevier : USA Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). 2014. NANDA International nursing Diagnosis. Definition & Classification, 2015-2017. Oxport: Wiley blackwell Moorhead S, Jonson M, Mass ML, et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier : USA

Related Documents


More Documents from "Satya Putra Lencana"