Lp Ckd - Kmb 2 Marwah

  • Uploaded by: Iin Indra
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ckd - Kmb 2 Marwah as PDF for free.

More details

  • Words: 3,536
  • Pages: 16
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CROCIC KIDNEY DISEASES (CKD) DI RUANG MARWAH RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

INDRSARI DWI YULIANTI 201910461011034

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019

I.

DEFINISI CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2010) Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). Menurut Terry & Aurora (2013), CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir. Sedangkan menurut Price & Wilson (2006), gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut dan kronik. CKD atau gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung bertahun-tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau minggu (Martin, 2017)

II.

ETIOLOGI Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %.. Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2012) Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012 1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih), glomerulonefritis (penyakit peradangan). Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan parencyma ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan oleh salah satu dari banyak penyakit yang merusak baik glomerulus maupun tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat berkurang. 2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Disebabkan karena terjadinya kerusakan vaskulararisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah akut dan kronik.

3. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif Disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang ada dalam membran basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan (Price, 2006).Penyakit peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubu menyerang jaringan sehat, sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ. 4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun akan mengganggu dalam menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak. 5. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana kondisi genetik yang ditandai dengan adanya kelainan dalam proses metabolisme dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan enzim. Proses metabolisme ialah proses memecahkan karbohidrat protein, dan lemak dalam makanan untuk menghasilkan energi. 6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal. Penyebab penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel, sehingga penggunaan berbagai prosedur diagnostik. 7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. 8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis Merupakan penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih. (Martin, 2017)

III.

MANIFESTSI KLINIS 1. Manifestasi klinik antara lain: a. Gejala dini : Sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. Sakit kepala awalnya pada penyakit CKD memang tidak akan langsung terasa, namun jika terlalu sering terjadi maka akan mengganggu aktifitas. Penyebabnya adalah ketika tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen dalam jumlah cukup akibat kekurangan sel darah merah, bahkan otak juga tidak bisa memiliki kadar oksigen dalam jumlah yang cukup. Sakit kepala akan menjadi lebih berat jika penderita juga bermasalah dengan anemia. b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan turun, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu makan mesti sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala mual muntah ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat yang menjadi tidak nyaman, bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga sama sekali tidak bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan nafsu makan berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua racun menyebabkan ada banyak racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh. 2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi 3. Manifestasi klinik menurut Nahas &Levin (2010) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan, wajah, dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan yang menumpuk dalam tubuh, genjala ini juga sering disertai dengan beberapa tanda seperti rambut yang rontok terus menerus, berat badan yang turun meskipun terlihat lebih gemuk. b. Gangguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. d. Gangguan musculoskeletal Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas ) e. Gangguan integument kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. f. Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D. g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. h. System hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. (Martin, 2017) IV.

PATOFISIOLOGIS Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang komplek termasuk diantaranya penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate), pengeluaran produksi urine dan eksresi air yang abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik abnormal. Homeostatis dipertahankan oleh hipertropi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi nefron hanya dapat mempertahankan eksresi solates dan sisa-sisa produksi dengan jalan menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan kemampuan memekatkan urin) dan polyuria adalah peningkatan output ginjal. Hipostenuria dan polyuria adalah tanda awal CKDdan dapat menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit selanjutnya, kemampuan memekatkan urin menjadi semakin berkurang. Osmolitasnya (isotenuria). Jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan beresiko kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi/ mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal. Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebut azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan system kardiovaskuler. Manifestasi umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingkat eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat dan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overlood cairan dan sodium dan kesalahan fungsi system renin. Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan (Martin, 2017). Tahap gangguan ginjal antar lain: 1. Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisasisa metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap gangguan yang sakit tersebut. 2. Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal) Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang apabia 15-140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%. Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai berakumulasi

dalam darah karena jaringan ginjal yang lebih sehat ridak dapat berkompensasi secara terus menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya penyakit tersebut. Tingkat BUN, Kreatinin, asam urat, dan fosfor mengalami peningkatan tergntung pada tingkat penurunan fungsi ginjal. 3. Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut) Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN, Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal tidak mampu mempertahankan hemostatis. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi bila segera dianalisa akan menjadi fatal/ kematian. (Martin, 2017)

V.

PATHWAY

Infeksi

Vaskuker (Hipertensi, DM)

Zat toksik

Obstruksi saluran kemih

Arteria Sklerosis

Tertimbun dalam ginjal

Refluks

Reaksi antigen antibodi

Suplai darah ginjal turun

B1 Tidak mampu ekresi asam Asidosis Hiperventilasi

Pola Napas tidak efektif

Peningkatan retensi Na dan H2O CES meningkat Tekanan kapiler meningkat Vol. Intertisial meningkat Edema Paru Gangguan pertukaran gas

Sekresi eritoproitin menurun

Hidronefrosis GFR turun

Peningkatan tekanan

CKD

Nefron rusak

B2

B3

B4

B5

Sekresi kalium menurun

Tidak mampu ekskresi asam (H)

Peningkatan retensi Na dan H2O

Penurunan fungsi ekskresi ginjal

Hiperkalemia

Produksi Hb menurun

Gangguan penghantaran kelistrikan jantung

Oksihemogl obin menurun

Disritmia

Perfusi perifer tidak efektif

Preload meningkat Cardiac output menurun Penurunan curah jantung

Asidosis Gangguan Proses pikir

Hipervolemia

Sindrom uremia

B6 Sekresi eritropoitin menurun

Penurunan fungsi ekskresi ginjal

Produksi Hb menurun

Sindrom uremia

Oksihemoglobin menurun

Pruritis

Anireksia mual dan muntah

Suplai O2 jaringan menurun

Gangguan integritas kulit

Intake turun

Kelelahan otot

Defisit nutrisi

Intoleransi aktifitas

Respon muskulos keletal Ureum pada jaringan otak Nyeri akut

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain : - Hematologi (Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit) - RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin) - LFT (Liver Fungsi Test) - Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium) - Koagulasi studi PTT, PTTK - BGA a. BUN/ Kreatinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5). b. Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl. SDM : waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia. c. AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun. d. Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir perubahan EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar. - urine rutin a. urin khusus : benda keton, analisa kristal batu volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria b. warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan fosfat. c. Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin. d. Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan ginjal berat. - ECG - ECO a. EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam basa. b. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal, pengangkatan tumor selektif. - USG abdominal - CT scan abdominal - BNO/IVP, FPA - Renogram - RPG ( Retio Pielografi ) Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter. (Martin, 2017) VII. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan terhadap CKD meliputi : - Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.

-

-

Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. Dialisis Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2011)

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu : (Martin, 2017) a) Konservatif - Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin - Observasi balance cairan - Observasi adanya odema - Batasi cairan yang masuk b) Dialysis - Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis) - Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan: a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri b. Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung) Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. c) Operasi - Pengambilan batu - Transplantasi ginjal VIII.

KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat ditimbulkan chronic kidney diases adalah sebagai berikut : 1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebih. 2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat 3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renninangiotensin-aldosteron 4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal. 6. Asidosis metabolic 7. Osteodistropi ginjal 8. Sepsis 9. neuropati perifer 10. hiperuremia IX.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pengkajian Anamnesis Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita. b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi. 2. RiwayatPenyakit Sekarang Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga. c. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum dan TTV Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu

tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat. 2. Pemeriksaan Pola Fungsi a) B1 (Breathing). Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul. b) B2 (Blood). Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan. c) B3 (Brain). Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia. d) B4 (Bladder). Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output e) B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. f) B6 (Bone). Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.

2. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Diagnosa Keperawatan Penurunan Curah Jantung Gangguan pertukaran gas Hipervolemia Perfusi perifer tidak efektif Nyeri akut Defisit nutrisi Intoleransi aktifitas Gangguan proses pikir

No. SDKI 1. Penurunan curah jantung (D.0008)

SLKI Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Curah Jantung (L.02008) dengan kriteria hasil: 1. Kekuatan nadi perifer (cukup meningkat) 5 2. Edema (cukup menurun) 5 3. Distensi vena jugularis (cukup menurun) 5 4. Oliguria (cukup menurun) 5 5. Lelah (cukup menurun) 5 6. Gambaran EKG aritmia (cukup menurun) 5 7. Murmur jantung (cukup menurun) 5 8. Hepatomegali (cukup menurun) 5 9. Tekanan darah (cukup membaik) 5 10. Capilari refill time (cukup membaik) 5

SIKI Perawatan jantung (1.02075) Observasi  Identifikasi tanda gejala penurunan curah jantung  Monitor tekanan darah  Monitor intake dan output cairan  Monitor saturasi oksigen  Monitor keluhan nyeri dada  Monitor nilai lab jantung  Monitor aritmia  Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi Terapeutik  Posisikan pasien semifowler  Berikan ddit jantung yang sesuai  Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress  Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% Edukasi  Anjurkan berhenti merokok Kolaborasi  Kolaborasi pemberian antiaritmia  Rujuk ke program rehabilitasi jantung Manajemen aritmia (I.02035) Observasi  Periksa onset dan pemicu aritmia  Monitor keluhan nyeri dada  Monitor respon hemodinamik kibat aritmia  Monitor saturasi oksigen Terapeutik  Pasang jalan napas buatan, jika perlu  Pasang monitor jantung  Berikan oksigen sesuai indikasi Kolaborasi  Kolaborasi pemberian

  2.

Hipervolemi a (D.0022)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam Keseimbangan cairan (L.03020) dengan kriteria hasil: 1. Asupan cairan (cukup meningkat) 5 2. Haluaran urin (cukup meningkat) 5 3. Kelembaban membrane mukosa (cukup meningkat) 5 4. Asupan makanan (cukup meningkat) 5 5. Edema (cukup menurun) 5 6. Dehidrasi (cukup menurun) 5 7. Tekanan darah (cukup membaik) 5 8. Turgor kulit (cukup membaik) 5

antiaritmia, jika perlu Kolaborasi pemberian kardioversi, jika perlu Kolaborasi pemberian defibrillator, jika perlu

Manajemen hipervolemia (1.03114) Observasi  Periksa tanda dan gejala hipervolemia  Monitor status hemodinamik  Monitor intake dan output cairan  Monitor kecepatan infuse secara ketat  Monitor efek samping diuretik Terapeutik  Batasi asupan cairan dan garam Edukasi  Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan Kolaborasi  Kolaborasi pemberian diuretik  Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik Pemantauan cairan (I.03121) Observasi  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi  Monitor frekuensi napas  Monitor tekanan darah  Monitor turgor kulit  Monitor jumlah, warna dan berat jenis urin  Monitor hasil pemeriksaan serum  Monitor intake dan output cairan  Identifikasi tanda-tanda hipervolemia  Identifikasi faktor resiko

  3.

Gangguan pertukaran gas (D.0003)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam Pertukaran gas (L.01003) dengan kriteria hasil: 1. Dispnea (cukup menurun) 5 2. Bunyi napas tambahann (cukup menurun) 5 3. Diaforesis (cukup menurun) 5 4. Napas cuping hidung (cukup menurun) 5 5. PCO2 (cukup membaik) 5 6. PO2 (cukup membaik) 5 7. PH arteri (cukup membaik) 5 8. Pola napas (cukup membaik) 5

ketidakseimbangan cairan Terapeutik Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi Informasikan hasil pemantauan

Dukungan ventilsi (1.01002) Observasi  Monitor status respirasi dan oksigenasi Terapeutik  Pertahankan kepatenan jalan napas  Berikan posisi semi fowler atau fowler  Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin  Berikan oksigen sesuai kebutuhan Edukasi  Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam  Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi  Kolaborasi pemberian bronkodilator Pemantauan respirasi (I.01014)  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas  Monitor pola napas  Monitor kemampuan batuk efektif  Monitor adanya produksi sputum  Monitor adanya sumbatan jalan napas  Auskultasi bunyi napas  Monitor saturasi oksigen  Monitor hasil x-ray thoraks Terapeutik  Dokumentasi hasil pemantauan Edukasi  Informasikan hasil pemantauan

DAFTAR PUSTAKA Martin, Mona. 2017. Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Chronic Kidney Disease di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. 2012. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Related Documents

Lp Ckd - Kmb 2 Marwah
January 2021 2
Lp Ckd
March 2021 0
Lp Ckd
January 2021 2
Lp Ckd
January 2021 2
Lp Ckd Icu 1
January 2021 2
Lp Ckd 2019.docx
January 2021 2

More Documents from "dewi apriliani"

Lp Ckd - Kmb 2 Marwah
January 2021 2
Buku Kepemimpinan Jawa
February 2021 0
Makalah_sql (1).docx
January 2021 1
Jawaban Soal Les 2
February 2021 1
Eap Exercise + Reading
February 2021 1