Lp Penyakit Jantung Koroner

  • Uploaded by: GodLy Jhon
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Penyakit Jantung Koroner as PDF for free.

More details

  • Words: 3,560
  • Pages: 18
Loading documents preview...
1

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Dasar Penyakit Jantung Koroner 1.1.1

Pengertian Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi

penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat (Norhasimah, 2010). American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung. Penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut dengan aterosklerosis (AHA, 2012). PJK juga disebut penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung iskemik (IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri yang memasok darah ke miokardium (otot jantung) (Manitoba Centre for Health Policy, 2013). 1.1.2

Etiologi Etiologi

penyakit

jantung

koroner

adalah

adanya

penyempitan,

penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dengan kematian. (Hermawatirisa, 2014). 1.1.3 Faktor Risiko 1) Faktor Risiko yang dapat diubah a. Hipertensi Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat, yaitu kenaikan tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi 90 mmHg. Meningkatnya tekanan darah dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner. b. Dislipidemia Sebenarnya kolestrol bukanlah sesuatu yang merusak tubuh selama 1 kadarnya tidak berlebihan, tetapi justru diperlukan dalam proses

2

fisiologis seperti pembentukan membran sel, hormon steroid dan empedu. Studi framingham menyatakan bahwa risiko PJK meningkat dua kali pada kadar kolestrol total diatas 240 mg/dl dibanding dengan pasien dengan kadar kolestrol total dibawah 200 mg/dl. c. Merokok Rokok dapat menyebabkan aterosklerosis melalui beberapa cara, diantaranya peningkatan modifikasi oksidasi LDL, penurunan HDL, disfungsi endotel akibat hipoksia dan stress oksidatif, peningkatan perlekatan platelet, peningkatan ekspresi CAM, aktifasi simpatis oleh nikotin. d. Diabetes Mellitus Diabetes melitus merupakan factor risiko terhadap PJK yaitu bila kadar glukosa darah naik terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama, gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi pekat, hal ini mendorong terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner. e. Obesitas Orang dengan berat badan berlebihan mempunyai kemungkinan terkena penyakit jantung dan stroke lebih tinggi. Gemuk tidak sehat karena kelebihan berat badan meningkatkan beban jantung. Ini berhubungan dengan penyakit jantumg koroner terutama karena pengaruhnya pada tekanan darah, kadar kolesterol darah juga diabetes melitus. f. Ketidakaktifan fisik Aktifitas fisik (exercise) dapat meningkatan kadar HDL kolestrol, memperbaikai kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi, memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miocard, menurunkan berat badan, menurunkan kolesterol, trigliserida, dan KGD pada pendrita DM, menurunkan tekanan darah g. Stress Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi yang dapat berakibat mempercepat kekejangan (spasme) arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu. 2) Faktor Risiko yang tidak dapat dubah a. Umur Penderita PJK sering ditemui pada usia 60 ke atas, tetapi pada usia dibawah 40 tahun sudah ditemukan. Pada laki-laki, kasus kematian PJK

3

mulai dijumpai pada usia 35 tahun, dan terus meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki kadar kolesterol akan meningkat sampai usia 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah 50 tahun. Kadar kolesterol perempuan biasanya meningkatkan menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki. b. Jenis kelamin Di AS gejala PJK sebelum berumur 60 tahun di dapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan, ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 kali lebih besar daripada perempuan. c. Genetik Gillium (1978) menyatakan bahwa PJK cenderung lebih banyak pada subjek orang tuanya telah menderita PJK dini. Bila kedua orang tua penderita PJK menderita PJK pada usia muda, maka anaknya mempunyai resiko yang lebih tinggi bagi perkembangan PJK dari pada hanya seseorang atau tidak ada orang tuanya menderita PJK. 1.1.4

Patofisiologi Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan

kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty, 2011). Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan trigliserida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2011). Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan

4

proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri.

5

PATHWAY PJK

Aterosklerosis, spasme pembuluh darah

Pajanan Terhadap dingin

Stress

Latihan Fisik

Vasokonstriksi

Adrenalin meningkat

Kebutuhan O2 jantung meningkat

Aliran O2 arteri koronaria menurun Intoleransi aktivitas

Fatigue

Penurunan curah jantung

Timbunan asam laktat meningkat

Metabolisme anaerob

Kontraksi jantung menurun

Inspirasi

Pola napas tidak efektif

Pengembangan paru tidak optimal

Jantung kekurangan O2 Iskemia otot jantung

Perlu menghindari komplikasi

Nyeri Takut akan kematian

Diperlukan pengetahuan Kurang pengetahua n

Ansietas

6

1.1.5

Manifestasi Klinis Menurut, Hermawatirisa 2014, gejala penyakit jantung koroner:

1) Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris) 2) Gangguan pada irama jantung 3) Pusing 4) Rasa lelah berkepanjangan 5) Sakit perut, mual dan muntah Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbedabeda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK. 1.1.6

Klasifikasi Klasifikasi PJK (Putra S, dkk, 2013) :

1) Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya suatu ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau lengan yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas fisik atau stres emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual (Yusnidar, 2007). Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen miokard. Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di dalam darah (Aladdini, 2011). 2) Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis ekuivalen ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal berikut; a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya berakhir setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin). b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset baru (dalam 1 bulan).

7

c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan iskemik dapat datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG (yusnidar, 2007).

3) Infark Miokard Akut Infark miokard adalah suatu keadaan yang berat disebabkan oleh oklusi (penutupan mendadak pembuluh koroner) atau cabangnya yang mengalami sklerosis (pengerasan). Biasanya cara penutupan disebabkan adanya trombus dan perdarahan dalam intima. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang oklusi. Infark Miokard terbagi 2 yaitu Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) dan ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI).

Gambar 1.1 EKG Normal, STEMI dan NSTEMI

1.1.7

Komplikasi Komplikasi PJK adalah (Karikaturijo, 2010):

1) Disfungsi ventricular 2) Aritmia pasca STEMI 3) Gangguan hemodinamik 4) Ekstrasistol ventrikel 5) Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel

8

6) Syok kardiogenik 7) Gagal jantung kongestif 8) Perikarditis 9) Kematian mendadak

1.1.8

Pemeriksaan Penunjang

1) EKG EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. 2) Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014). 3) Latihan tes stres jantung (treadmill) Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014). 4) Ekokardiogram Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012). 5) Kateterisasi Jantung Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012).

9

6) CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram) Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner adalah

pemeriksaan

penunjang

yang

dilakukan

untuk

membantu

memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar arteri jantung yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012). 7) Magnetic resonance angiography (MRA) Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012).

1.1.9 Penatalaksanaa Medis 1) Dengan obat-obatan a. Aspirin Obat yang paling banyak diberikan, tujuannya adalah mengencerkan darah agar tidak cepat membeku. b. Beta Blocker Obat yang menghambat kerja adrenalin agar tidak meresap kedalam jantung dan pembuluh darah untuk mengurangi resiko terulangnya serangan jantung sehingga mampu menurunkan angka kematian. c. Penghambat ACE Untuk menurunkan tingkat angiotensin sehingga dapat mencegah kegagalan jantung. d. Statin Berfungsi menurunkan jumlah kolesterol yang dibuat dalam tubuh khususnya di hati dan membantu agar pembuluh darah tidak menyempit kembali. e. GTN Digunakan saat terjadi nyeri dada. 2) Pembedahan a. Angioplasti Angioplasty dilakukan dengan memasukkan balon tipis dan panjang melewati pembuluh darah yang menyempit dengan bantuan kawat yang sangat halus, kemudian balon dipompa pada tekanan tinggi

10

hingga melebarkan pembuluh nadi dan sering memisahkan timbunan lemak pada dinding pembuluh darah sehingga pembuluh membuka. b. Bypass Pembedahan bypass yaitu melakukan bypass terhadap penyumbatan di arteri koronaria dan menggantikannya dengan pembuluh darah yang diambil dari dinding dada atau kaki dengan menghentikan kerja jantung dan menggantikannya dengan mesin jantung paru saat operasi jantung dilakukan. 1.2 Manajemen Keperawatan 1.2.1

Pengkajian

1) Identitas Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis (Wantiyah, 2010). 2) Keluhan utama Pasien biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengkajian nyeri secara mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh,

kualitas

dan

kuatitas,

intensitas,

durasi,

lokasi,

radiasi/penyebaran, onset (Wantiyah, 2010). 3) Riwayat kesehatan lalu Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya (Wantiyah, 2010). 4) Riwayat kesehatan sekarang Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap. Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada (Wantiyah, 2010). 5) Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga faktor-faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan darah (A.Fauzi Yahya 2010). 6) Riwayat psikososial

11

Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan, depresi dan penerimaan realistis. (Wantiyah, 2010) 7) Pola aktivitas dan latihan Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.(Panthee & Kritpracha, 2011). 8) Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit. b. Tanda-tanda vital Meliputi pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan dan suhu tubuh. c. Pemeriksaan fisik persistem -

Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh ekstermitas dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non verbal. (Aziza, 2010).

-

Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan kabur.(Gordon, 2015)

-

Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem pendengaran telinga , tidak mengalami gangguan. (Gordon, 2015)

-

Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati. (Gordon, 2015)

-

Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dinit tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen, volume tidal, frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk mendeteksi hipoksemia. (Aziza, 2010)

12

-

Sistem

kardiovaskuler, pengkajian

dengan

tekhnik

inspeksi,

auskultrasi, palpasi, dan perkusi perawat melakukan pengukuran tekanan darah; suhu; denyut jantung dan iramanya; pulsasi prifer; dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi jantung dapat menghasilkan bunyi gallop S3 sebagai indikasi gagal jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda hipertensi sebagai komplikasi. Peningkatan irama napas merupakan salah satu tanda cemas atau takut (Wantiyah, 2010) -

Sistem gastrointestinal, pengkajian pada gastrointestinal meliputi auskultrasi bising usus, palpasi abdomen (nyeri, distensi). (Aziza, 2010)

-

Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang biasanya dilakukan. (Aziza, 2010)

-

Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah. (Aziza, 2010)

-

Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik. (Gordon, 2015)

-

Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang jenis cairan yang keluar. (Aziza, 2010)

1.2.2

Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miocard 2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik akibat iscemia miokard, gangguan frekuensi /irama dan konduksi elektrikal 3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan ventilasi (nyeri/kelemahan otot) 4)

Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard

5) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri

(gangguan citra/kemampuan), respon patofisiologis

13

6) Kurang pengetahuan tentang prognosis

penyakit dan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpapar informasi 1.2.3

Rencana Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miocard Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dada berkurang/hilang. Kriteria hasil : -

Menyatakan nyeri hilang atau tak ada. Menunjukkan postur tubuh rileks, kemampuan istirahat / tidur dengan cukup.

Intervensi 1. Kaji karakteristik nyeri yang dirasakan pasien dengan pendekatan PQRST 2. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memberi tahu perawat jika terjadi nyeri dada.

3. Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien sesak 4. Pantau irama jantung

5. Pantau tanda-tanda vital

6. Pertahankan lingkungan nyaman dan tenang 7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen sesuai indikasi 8. Kolaborasi dalam pemberian obat golongan nitrat dan beta bloker.

Rasional 1. Mengetahui karakteristik nyeri yang dialami pasien. 2. Nyeri dan penurunan curah jantung dapat merangsang saraf simpati untuk mengeluarkan norep rinoprin yang meningkatkan kemajuan penyakit. 3. Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia 4. Pasien mengalami peningkatan diatrimia yang mengancam hidup secara akut yang terjadi terhadap respon ischemia 5. Tekanan darah dapat meningkatkan secara dini sehubungan dengan rangsangan simpatis 6. Stress mental / emosi meningkatkan kerja miokard 7. Berikan O2 sesuai indikasi 8. Obat golongan nitrat mempunyai efek cepat vasodilatasi beta bloken menurunkan kerja miokard.

2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik akibat iscemia miokard, gangguan frekuensi /irama dan konduksi elektrikal

14

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas Kriteria hasil : -

Frekuensi jantung stabil (60-100x/m) Nafas normal (16-20x/m) Produksi urine baik (sesuai dengan intake) Ekstremitas pasien hangat Tekanan darah dalam batas normal (90/60 - 140/90 mmHg)

Intervensi 1. Pantau frekuensi jantung dan TD khususnya mencatat hipotensi.

1.

2. Observasi perubahan status mental / orientasi / gerakan atau refleks tubuh

2.

3. Catat suhu kulit / warna, dan kualitas / kesamaan nadi perifer

3.

4. Ukur / catat pemasukan, pengeluaran dan keseimbangan cairan.

4.

5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat - Penyekat saluran kalsium, contoh ditiazem (cardizem), nifedipin (procardia) - Penyekat beta, contohnya atenolol, nadolol, propanolol

5.

Rasional Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan, distritmia, gagal jantung / syok Dapat mengindikasikan penurunan aliran darah atau oksigenasi serebral sebagai akibat penurunan curah jantung Kulit hangat, merah muda dan nadi kuat adalah indikator umum curah jantung adekuat Berguna dalam menentukan kebutuhan cairan atau mengidentifikasi kelebihan cairan yang dapat mempengaruhi curah jantung / konsumsi Mengurangi masalah pada jantung: - mencegah dan menghilangkan iskemia pencetus spasme arteri koroner dan menurunkan tahanan vaskuler, sehingga menurunkan TD dan kerja jantung. - menurunkan kerja jantung dengan menurunkan frekuensi jantung dan TD sistolik.

3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan ventilasi (nyeri/kelemahan otot) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif. Kriteria Hasil : - Pasien tidak mengeluh sesak napas

15

-

Respirasi dalam batas normal 16-20 x/m Tidak ada sianosis dan pernafasan cuping hidung.

Intervensi 1. Pantau frekuensi pernapasan dan kedalaman 2.

Auskultasi bunyi nafas, catat area yang menurun/tak ada bunyi napas dan adanya bunyi tambahan contoh krekels atau ronki. 3. Observasi karakter batuk dan produksi sputum. 4. Inspkesi kulit dan membran mukosa untuk adanya sianosis 5. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler. 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen. 4)

Rasional 1. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi 2. Krekels atau ronki dapat menunjukkan kaumulasi cairan atau obstruksi jalan napas parsial

3. Udara atau cairan pada area pleural mencegah ekspansi lengkap 4. Sianosis menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan dengan gagak jantung komplikasi paru 5. Membantu pembukaan jalan napas dan pengembangan paru. 6. Memenuhi kebutuhan dalam tubuh.

oksigen

Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard. Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas Kriteria hasil : - Pasien mampu beraktivitas tanpa keluhan - TTV dalam batas normal selama dan setelah beraktivitas

1.

2. 3.

4.

Intervensi Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat Anjurkan pada pasien agar tidak mengejan pada saat buang air besar Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh

Rasional 1. Melihat respon jantung terhadap aktivitas. 2. mengurangi beban kerja jantung 3. untuk menghindari kerja jantung

peningkatan

4. menghindari kerja jantung yang tiba-tiba berat

16

dilakukan oleh pasien 5. Anjurkan keluarga membantu aktivitas klien

5. Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

5) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri (gangguan citra/kemampuan), respon patofisiologis Tujuan

:

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan

ansietas/cemas pasien berkurang/ hilang Kriteria Hasil : -

Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi Menunjukkan strategi koping efektif/ketrampilan pemecahan masalah

Intervensi 1. Kaji tingkat kecemasan pasien 2. Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya. 3. Dorong keluarga dan teman untuk memberikan dukungan dan semangat untuk pasien 4. Kolaborasi dalam pemberian sedatif, tranquilizer

Rasional 1. Mengetahui tingkat kecemasan yang dialami pasien 2. Agar pasien mengetahui manfaat prosedur sehingga mengurangi kecemasan 3. Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keluarga dan kerja tidak berubah. 4. mungkin diperlukan untuk mambantu pasien rileks sampai secara fisik mampu untuk membuat strategi koping adekuat

6) Kurang pengetahuan tentang prognosis

penyakit dan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien tentang penyakit meningkat. Kriteria Hasil: -

Pasien dapat mengikuti program pengobatan

-

Pasien dapat menjelaskan upaya pencegahan terhadap komplikasi

Intervensi 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dialaminya 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda gejala, penyebab, komplikasi, pencegahan)

Rasional 1. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya 2. Meningkatakan pengetahuan pasien

17

3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobatan. 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dilakukan untuk mencegah komplikasi 5. Tanyakan kembali pengetahuan pasien tentang penyakit, prosedur pengobatan dan perawatan

1.2.4

3. Memudahkan dalam pelaksanaan pengobatan 4. Mencegah keparahan penyakit dan komplikasi 5. Mengetahui sejauh mana pasien memahami penjelasan yang telah diberikan

Implementasi

Implementasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan

selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis

(Ummi Hani,dkk, 2006). 1.2.5

Evaluasi

Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan rencana perawat dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanankan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan khusus yang telah ditentukan (Ummi Hani,dkk, 2006). Adapun hasil evaluasi yang diharapkan berdasarkan diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu: 1) Masalah nyeri teratasi 2) Penurunn curah jantung teratasi 3) Pola napas kembali efektif

18

4) Toleransi terhadap aktivitas meningkat 5) Ansietas berkurang/hilang 6) Pengetahuan pasien meningkat

Related Documents


More Documents from "kevin andrew"