Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Latar belakang ilmu pengetahuan tentang impetigo cukup mendapat sorotan tajam dan luas dari berbagai kalangan ilmu kedokteran. Problem impetigo ini multi kompleks dan memerlukan usaha penelitian yang multi disipliner. Penderita impetigo yang belum mendapat perawatan dan pengobatan secara sempurna di poliklinik, Puskesmas merupakan proyek riset yang dilakukan, ini berarti pengobatan dan perawatan yang lebih luas dikalangan masyarakat akan mengurangi morbilitas disebabakan oleh impetigo. Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Sebenarnya infeksi kulit selain disebabkan oleh bakteri gram positif seperti pada pioderma,dapat pula disebabkan oleh bakteri gram negatif misalnya pseudomonas aeruginosa, proteus vulgaris, e.coli, dan klebsiella. Penyebab yang umum ialah bakteri gram positif yaitu stafilokokus, dan sterptokokus. Impetigo merupakan salah satu bentuk piodema yang paling sering ditemukan pada anak-anak,terutama yang kebersihan badannya kurang dan bisa muncul dibagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada kulit seperi luka, maupun infeksi virus herpes simpleks. Paling sering ditemukan pada wajah, lengan dan tungkai. Pada dewasa impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainnya. Impetigo bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran pernafasan atas misalnya flu atau infeksi virus lainnya. Impetigo terjadi diseluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika. Di inggris kejadian impetigo pada anak usia sampai 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70%
1
merupakan impetigo krutosa. Di indonesia kejadian impetigo sekita 2,3% pertahunnya. B. Rumusan Penulisan Adapun rumusan penulisan makalah ini yaitu “Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan kasus Impetigo?”. C. Tujuan penulisan a. Tujuan umum Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan kasus impetigo. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengertian impetigo. 2. Mengetahui etiologi dari impetigo. 3. Mengetahui tanda dan gejala impetigo. 4. Mengetahui manifestasi klinis impetigo . 5. Mengetahui patofisiologi dari impetigo. 6. Mengetahui komplikasi dari impetigo. 7. Mengetahui penatalaksanaan dari impetigo. 8. Mengetahui Asuhan Keperawatan impetigo. D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Perawat / Mahasiswa Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan mengenai impetigo. 2. Bagi Masyarakat / Keluarga Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta penyebab penyakit impetigo di masyarakat sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut. 3. Bagi Instansi Pendidikan Sebagai bahan referensi tambahan bagi seluruh mahasiswa yang sedang melakukan pendidikan di instansi tersebut dan sebagai bahan perbandingan untuk membuat makalah selanjutnya.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda, 2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites(Beheshti, 2007). B. Anatomi Fisiologi Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu .Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari 3
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. C. Etiologi Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta
Hemolitik
Streptococcus
(Streptococcus
pyogenes).
Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma ( Beheshti, 2007 ). Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 µm, berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain
berupa
toksin
meskipun
enzim. Staphylococcus dapat
fungsinya
menghasilkan
adalah
katalase,
sebagai koagulase,
hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. (Brooks, 2005). Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase,
streptodornase,
hyaluronidase,
eksotoksin
pirogenik,
disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 2005). D. Tanda dan Gejala Keadaaan umum tidak dipengaruhi tempat predilaksi di ketiak, dada, punggung. Terdapat pada anak dan orang dewasa kelaianan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel /bula telah memecah sehingga yang tampak hanya kolaret dan dasarnya masih eritematosa, erosi dan askoriosi. Tanda lainnya yaitu :
4
1. Noda merah yang dengan cepat pecah dan mengeluarkan cairan dalam beberapa hari, kemudian membentuk bekas kuning kecoklatan. 2. Gatal 3. Benjolan berisi cairan yang tidak sakit. 4. Pada bentuk yang lebih serius, luka yang berisi cairan atau nanah yang masuk kedalam bisul. E. Manifestasi Klinik 1. Impetigo Krustosa Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005). Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian segera terbentuk
vesikel
atau
pustule
yang
mudah
pecah
dan
meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005). 2. Impetigo Bulosa Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan.
5
Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk
pada
bagian
tengah
yang
jika
disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh. Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. F. Patofisiologi Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi bula atau vesikel.Pada Impetigo contagiosa Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah. Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat 6
bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.
G. WOC (Terlampir )
H. Komplikasi Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna the. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejalagejala tadi muncul. Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening. I. Penatalaksanaan a. Terapi non medikamentosa 1. Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah. 2. Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak. 3. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh. 4. Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk mencegah penyebaran local. 5. Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo krustosa. 6. Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah. b. Terapi medikamentosa 7
1. Terapi topikal Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda, 2005). 2. Antiseptik Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama yang telah dilakukan penelitian
di
menggunakan
Indonesia
khususnya
Methicillin
Jember
dengan
Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 2003).Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran
penyakit
akibat
infeksi Staphylococcus
aureus (Suswati, 2003). 3. Antibiotik Topikal 1) Mupirocin Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. 2) Fusidic Acid 3) Ratapamulin Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri (Buck,2007). 4) Dicloxacillin Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan
impetigo,
namun
penggunaan
dicloxacillin
mulai
akhir-akhir tergeser
ini oleh
8
penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin. 4. Terapi sistemik 1) Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu). a) Penicillin G procaine injeksi Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari b) Ampicillin Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac c) Amoksicillin Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac d) Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin) Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac e) Phenoxymethyl penicillin (penicillin V) Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac 2) Eritromisin (bila alergi penisilin) Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc 3) Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna) Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari 4) Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya
9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS I.
Pengkajian A. Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS, dan diagnosa medis. B. Keluhan Biasanya klien mengeluh Luka garukan di regio lumbal posterior dekstra C. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pasien mengeluhkan gatal pada regio lumbal posterior dekstra, tanpa adanya keluhan gatal di daerah lain. Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar. Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang. D. Riwayat Kesehatan Dahulu Apakah klien pernah dirawat dirumah sakit atau pernah menderita penyakit seperti jantung, gagal ginjal, DM, dll atau klien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. E. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau pernah menderita penyakit seperti penyakit DM, Jantung, Hipertensi.
10
F. Riwayat Tumbuh Kembang Pengkajian riwayat pertumbuhan meliputi berat badan, tinggi badan normal, lingkar lengan atas dan gigi. Sedangkan pengkajian perkembangan meliputi pengkajian terhadap status mental, adaptif, personal sosial, perkembangan psikososial dan perkembangan psikoseksual. G. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum,compos mentis 2. Tanda tanda vital Nilai normal tanda-tanda vital untuk anak usia sekolah adalah suhu 36,5 – 37,5 0 C, tekanan darah 100/60 mmHg, respirasi 15-30 x/menit, nadi 55 – 90 x/menit (Hidayat, 2004 ). 3. Status gizi Pemeriksaan Head to Toe 1) Kepala Pemeriksaan dimulai warna rambut, distribusi pertumbuhan rambut, kebersihan, dan rambut mudah rontok atau tidak. 2) Mata Pemeriksaan meliputi kelopak mata, konjungtiva, pupil, sklera, lapang pandang, bola mata dan ketajaman penglihatan. 3) Telinga Pemeriksaan meliputi kebersihan telinga, sekresi, dan pemeriksaan pendengaran. 4) Hidung Pemeriksaan meliputi kebersihan hidung, sekresi, dan pernapasan cuping hidung. 5) Mulut, lidah, dan gigi Pemeriksaan meliputi keadaan bibir, mukosa mulut, lidah, tonsil, jumlah gigi, karies, gusi, dan kebersihan gigi. 6) Leher Pemeriksaan meliputi pembesaran 7) Dada Pemeriksaan meliputi bentuk dada,
ekspansi
dada,
pergerakan dada (frekuensi, irama, kedalaman), nada, kualitas, bunyi, dan vibrasi yang dihasilkan, dengarkan suara nafas, suara nafas tambahan, dan suara jantung. 8) Abdomen
11
Pemeriksaan abdomen meliputi : bentuk, warna, lesi, dengarkan frekuensi, nada, dan intensitas bising usus, rasakan adanya spasme otot, nyeri tekan, dan adanya massa. 9) Punggung dan bokong 10) Pemeriksaan pada punggung dan bokong meliputi : bentuk punggung dan bokong, warna, kebersihan, dan lesi. 11) Pemeriksaan genetalia eksterna Pemeriksaan pada genitalia yaitu mengkaji kebersihan daerah genitalia dan sekitarnya. 12) Kulit Pemeriksaan pada kulit meliputi : warna kulit dan perubahan pada kulit seperti ikterus, kulit kering dan bersisik. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama, dapat juga di temukan peningkatan suhu tubuh/ demam. 13) Ekstremitas atas dan bawah Pemeriksaan pada ekstremitas atas dan bawah meliputi : kekuatan otot, range of motion, perabaan akral, perubahan bentuk tulang, CRT (normal < 3 detik), dan edema pitting. H. Pola Aktivitas Sehari-hari 1. Pola Nutrisi Sebelum sakit
: Makan 3 x sehari, dengan nasi, lauk dan
sayur, makanan yang tidak disukai yaitu kubis dan yang paling disukai yaitu mie ayam. Pasien makan dengan piring dan sendok biasa, tanpa memperhatikan warna dan bahannya. Minum 7 - 8 gelas sehari. Selama sakit
: Makan 3x sehari, dengan diet bubur halus,
hanya habis ¼ porsi, karena lidahnya terasa pahit. Pasien makan dari tempat yang disediakan oleh rumah sakit. Minum 7 - 8 gelas sehari. 2. Pola Eleminasi
12
Sebelum sakit
: BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak,
warna kuning.BAK 3-4 x sehari , warna kuning jernih. Selama sakit : selama 2 hari pasien belum BAB. BAK 3-4 x sehari, warna kuning jernih. 3. Pola Istirahat – Tidur Sebelum sakit : pasien tidur dengan teratur setiap hari pada pukul 20.00 WIB sampai jam 05.00 WIB. Kadang-kadang terbangun untuk BAK. Pasien juga terbiasa tidur siang dengan waktu sekitar 2 jam. Ibu pasien selalu membacakan cerita sebagai pengantar tidurnya. Selama sakit : pasien susah tidur karena suasana yang ramai. 4. Pola Aktivitas Sebelum sakit
: pasien bermain dengan teman - temannya
sepulang sekolah dengan pola permainan berkelompok dan jenis permainan menurut kelompok. Selama sakit : pasien hanya terbaring di tempat tidur. 5. Psiko - Sosio – Spiritual 1) Pandangan pasien dengan kondisi sakitnya. Pasien menyadari kalau dia berada dirumah sakit dan dia mengetahui bahwa dia sakit dan perlu perawatan tetapin dia masih ketakutan dengan lingkungan barunya. 2) Hubungan pasien dengan tetangga, keluarga, dan pasien lain. 3) Hubungan pasien dengan tetangga dan keluarga sangat baik,
banyak
tetangga
dan
sanak
saudara
yang
menjenguknya di rumah sakit. Sedangkan hubungan dengan pasien lain tidak begitu akrab. Pasien ketakutan. 4) Apakah pasien terganggu dalam beribadah akibat kondisi sakitnya. 5) Pasien beragama Islam, dalam menjalankan ibadahnya pasien dibantu oleh keluarganya. Ibu pasien selalu mengajakya berdoa untuk kesembuhannya. 6. Riwayat kesehatan lingkungan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas. 13
7. Pola reproduksi dan sexual Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan. 8. Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. 9. Pola persepsi dan konsep diri Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
10. Pola sensori dan kognitif Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien. 11. Pola hubungan dan peran Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total. I. Pemeriksaan Labor Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antaraStaphylococcus dan Streptococcus. ANALISA DATA N
DIAGNOSA
O 1.
Gangguan rasa nyaman
DO
nyeri b/d rangsangan free nervusending,adanya lesi
2.
Klien tampak meringis.
Skala nyeri 4.
Muncul kemerahan
Klien tampak gelisah
Gangguan pola tidur b/d rasa gatal
DS
Klien mengeluh sakit
pada bagian kulitnya. Klien mengeluh nyeri/ perih pada permukaan kulit
Ibu klien mengatakan anaknya
tidak
14
bisa
Klien tampak tidak bisa
tidur Ibu klien mengatakan
tidur
anaknya
Klien rewel
terus Ibu klien mengatakan
menangis
anaknya gelisah 3.
Gangguan integritas kulit b/d terbentuknya krusta
Nampak adanya lesi
Klien mengeluh gatal
kulit pada wajah
pada permukaan kulit.
Klien nampak sering
Klien
menggaruk pada daerah
nyeri/perih
infeksi
permukaan kulit yang
mengeluh pada
terinfeksi
II.
Muncul kemerahan
Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman gatal b/d rangsangan free nervusending, adanya lesi 2. Gangguan pola tidur b/d rasa gatal 3. Gangguan integritas kulit b/d terbentuknya krusta
III. No 1.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan /NOC NIC Gangguan rasa nyaman Tingkat kenyamanan Manajemen nyeri: Ajarkan klien teknik gatal b/d rangsangan free Tingkat nyeri Pengendalian nyeri relaksasi nafas dalam nervusending,adanya lesi Kriteria hasil : Anjurkan klien Nyeri berkurang Definisi : keadaan ketika melakukan kompres Ditandai dengan: individu mengalami Menyebutkan faktor hangat sensasi ketidaknyamanan yang meningkatkan Anjurkan klien untuk dalam merespons suatu
nyeri
mengalihkan perhatian
15
rangsangan
yang
tidak
Menyebutkan intervensi
misalnya
dengan
menghitung
benda-
yang efektif Menyampaikan
menyenangkan. Batasan karakteristik : Individu memperlihatkan
orang
2.
bahwa
yang
ada
di
dalam ruangan Kolaborasi pemberian analgetik
nyeri memang ada
ketidaknyamanan Tekanan darah
meningkat Nadi meningkat Pernafasan meningkat Diaforesis Pupil dilatasi Gangguan pola tidur b/d rasa gatal
Istirahat Tidur Kesejahteraan
Definisi : suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami suatu
perubahan
dalm
suatu
kuantitas
atau
kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman
Kriteria hasil : keseimbangan
tidur Mengantuk
untuk
memberikan
sangat
Ditandai dengan :
sedikit gangguan selama
optimal
antara istirahat dan aktivitas
berkemih
malam,anjurkan
menyebabkan
klien
gangguan tidur Mengidentifikasi teknik untuk memicu tidur
periode tidur. Jangan sepanjang
Menggambarkan faktor yang
Peningkatan tidur Penatalaksanaan
lingkungan Intervensi: Atur prosedur
Individu akan mengatakan
Batasan karakteristik : Kesulitan untuk tertidur Keletihan saat bangun
benda
lain
membenarkan
atau
melaporkan
bahwa
tidak
agar minum
banyak ketika hendak
tidur Tetapkan individu
sepanjang
bersama suatu
jadwal
untuk program aktivitas
hari
di siang hari Batasi jumlah dan lama waktu
tidur
berlebihan
16
yang
Batasi asupan minuman
yang mengandung kafein Jelaskan penyebab gangguan
tidur
kepda
individu. 3.
Gangguan integritas kulit
Lapisan kulit klien terlihat
Mempertahankan
b/d terbentuknya krusta
normal.
integritas kulit :
Kriteria Hasil :
Anjurkan
Integritas kulit yang baik
pasienmenggunakan
dapat
elastisitas,
pakaian yang longgar. Potong kuku dan jaga
temperatur) Tidak ada luka atau lesi
kebersihan tangan klien. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
pada kulit Mampu melindungi kulit
dipertahankan
(sensasi,
dan
mempertahankan
kelembaban kulit serta
perawatan alami Perfusi jaringan baik
kering. Monitor
kulit
akan
adanya kemerahan. Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun
(antiseptic). Kolaborasi pemberian
untuk antibiotic
topical pada klien BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari makalah ini maka kami dapat simpulkan bahwa : Impetigo adalah suatu bentuk pioderma superfisialis yang terbagi atas : 1. Impetigo krustosa yang disebabkan oleh streptococcus hemodilikus 2. Impetigo bullosa yang disebabkan oleh staphilococcu aureus 3. Impetigo neonatorum yang merupakan varian bullosa yang terdapat pada neonatorus.
17
Dari kelainan kulit impetigo ini, dapat diambil masalah keperawatan sebagai berikut : 1. Gangguan rasa nyaman gatal 2. Gangguan pola tidur 3. Gangguan integritas kulit Penatalaksanaan impetigo dapat dilakukan dengan pemberian Salep, antibiotika dari dokter biasa digunakan agar cepat sembuh meskipun anda harus menggunakan obat tersebut sampai infeksi benarbenar sembuh. Jika antibiotika tidak juga dapat menyembuhkan, dokter anda mungkin akan mengkultur luka dan memberikan penicilin selama lebih dari 10 hari jika infeksinya di sebabkan oleh kuman streptococcus, atau antibiotika lainnya untuk infeksi stafilococcus. B. Saran Untuk mencegah terjadinya penularan terhadap penyakit impetigo ini perlu dilakukan Sterilisasi handuk dan sering mencuci tangan merupakan tindakan mencegah kebagian tubuh lain dan penularan ke anggota keluarga lain. Perawat juga harus memberikan penyuluhan kepada klien tentang penyakit tersebut dan apa penyebab dari penyakit tersebut. DAFTAR PUSTAKA Djuanda, A. 2002. Pyoderma dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 4. Penerbit FKUI : Jakarta Djuanda. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penerbit FKUI : Jakarta Siregar R.S,.1996. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
18