Makalah Larutan Irigasi Dan Larutan Dialisis Peritoneal

  • Uploaded by: anon_677954028
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Larutan Irigasi Dan Larutan Dialisis Peritoneal as PDF for free.

More details

  • Words: 2,970
  • Pages: 13
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Larutan irigasi adalah larutan steril, bebas pirogen yang digunakan untuk tujuan pencucian dan pembilasan. Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar. Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan, sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat. Larutan ini digunakan untuk merendam atau mencuci luka-luka, sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi pendarahan. Larutan irigasi dimaksudkan untuk mencuci dan merendam luka atau lubang operasi. Sterilisasi pada sediaan ini sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah. Larutan Dialisis Peritonial adalah suatu sediaan larutan steril dalam jumlah besar (2 liter). Larutan tidak disuntikkan ke vena tapi dibiarkan mengalir ke dalam ruangan peritoneal dan umumya menggunakan tutup plastik yang dipatahkan sehingga memungkinkan larutan dengan cepat turun ke bawah. Penggunaan untuk menghilangkan senyawa toksik yg secara normal diekskresikan oleh ginjal (misal digunakan pada keracunan ginjal, atau gagal ginjal). Larutan diabsorbsi dalam membran peritoneal mengikuti peredaran darah. Selanjutnya, di dalam ujung sel peritoneal terjadi penarikan zat toksin dari darah ke dalam cairan dialisis yang bekerja sebagai membran semipermeable. Larutan yg tersedia di perdagangan mengandung dekstrosa, vitamin, mineral, elektrolit dan asam amino(peptida). Larutan dibuat hipertonik dengan tujuan untuk mencegah absorbsi air dari larutan dialisis ke dalam sirkulasi.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal ? 2. Apa saja persayaratan larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal ? 3. Sebutkan formulasi larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal ! 4. Bagaimana cara sterilisasi sediaan larutan irigasi dan laruta dialisis peritoneal ? 5. Bagaimana cara pembuatan larutan irigasi ? 1

6. Apa saja Evaluasi sediaan larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal ? 7. Bagaimana cara pemilihan wadah untuk larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal?

C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal 2. Untuk mengetahui dan memahami persayaratan larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal 3. Untuk mengetahui dan memahami formulasi larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal 4. Untuk mengetahui dan memahami cara sterilisasi sediaan larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal. 5. Untuk mengetahui cara pembuatan larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal 6. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi sediaan larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal. 7. Untuk mengetahui dan memahami pemilihan wadah untuk larutan irigasi dan larutan dialisis peritoneal.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Larutan irigasi adalah larutan steril, bebas pirogen yang digunakan untuk tujuan pencucian dan pembilasan. Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar. Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan, sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat. Larutan ini digunakan untuk merendam atau mencuci luka-luka, sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi pendarahan. Larutan irigasi dimaksudkan untuk mencuci dan merendam luka atau lubang operasi. Sterilisasi pada sediaan ini sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah. Sodium Klorida ( NaCl ) secara umum digunakan untuk irigasi ( seperti irigasi pada rongga tubuh, jaringan atau luka ). Larutan irigasi NaCl hipotonis 0,45% dapat digunakan sendiri atau tanpa penambahan bahan tambahan lain. Larutan irigasi NaCl 0,9% dapat digunakan untuk mengatasi iritasi pada luka. Larutan irigasi glisin digunakan selama operasi kelenjar prostat dan prosedur transuretral lainnya. Larutan yg digunakan untuk luka dan kateter uretra yg mengenai jaringan tubuh hrs disterilkan dengan cara aseptis. Larutan irigasi merupakan larutan steril yang disyaratkan bebas pirogen. Pirogen merupakan suatu produk mikroorganisme, terutama dari bakteri gram negatif dan dapat berupa endotoksin dari bakteri ini. Endotoksin ini terdiri dari suatu senyawa komplek yang terdiri dari lipopolisakarida yang progenik, suatu protein dan suatu lipid yang inert. Larutan irigasi termasuk kedalam larutan elektrolit. Adapun fungsi dari larutan elektrolit adalah untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. Ada 2 jenis kondisi plasma darah yang menyimpang, yaitu : 1. Asidosis, adalah kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam jumlah berlebih.

3

2. Alkalosis, adalah kondisi plasma darah yang terlampau basa akibat adanya ion natrium, kalium, kalsium dalam jumlah berlebih.

Larutan Dialisis Peritonial adalah suatu sediaan larutan steril dalam jumlah besar (2 liter). Larutan tidak disuntikkan ke vena tapi dibiarkan mengalir ke dalam ruangan peritoneal dan umumya menggunakan tutup plastik yang dipatahkan sehingga memungkinkan larutan dengan cepat turun ke bawah. Penggunaan untuk menghilangkan senyawa toksik yg secara normal diekskresikan oleh ginjal (misal digunakan pada keracunan ginjal, atau gagal ginjal). Larutan diabsorbsi dalam membran peritoneal mengikuti peredaran darah. Selanjutnya, di dalam ujung sel peritoneal terjadi penarikan zat toksin dari darah ke dalam cairan dialisis yang bekerja sebagai membran semipermeable. Larutan yg tersedia di perdagangan mengandung dekstrosa, vitamin, mineral, elektrolit dan asam amino(peptida). Larutan dibuat hipertonik dengan tujuan untuk mencegah absorbsi air dari larutan dialisis ke dalam sirkulasi.

A. Persyaratan Larutan Irigasi & Larutan Dialisis Peritoneal a. Persyaratan larutan irigasi sebagai berikut :\ 1. Isotonik 2. Steril 3. Tidak disbsorpsi 4. Bukan larutan elektrolit 5. Tidak mengalami metabolisme 6. Cepat diekskresi 7. Mempunyai tekanan osmotik diuretik 8. Bebas pirogen b. Persyaratan Larutan Dialisis Peritonial Sebagai Berikut : 1. Hipertonis 2. Steril 3. Dapat menarik toksin dalam ruang peritoneal

B. Formulasi Larutan Irigasi & Larutan Dialisis Peritoneal Larutan Irigasi 1. NaCl 4,5 gram 4

2. Aqua pro injeksi 500 ml 3. Karbon aktif 0,5 gram 4. Dekstrose Indikasi masing-masing bahan: 1. NaCl : digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan irigasi setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh. NaCl merupakan zat aktif yang digunakan untuk mengatasi iritasi luka. 2. Aqua pro injeksi : digunakan sebagai pelarut zat aktif dan zat tambahan, karena NaCl dan dekstrosa larut dalam air. 3. Dekstrosa : Dekstrosa digunakan sebagai pengisotonis karena syarat irigasi yaitu larutan harus isotonis. Dekstrosa dikhususkan untuk sediaan parenteral sedangkan glukosa cair tidak cocok untuk sediaan parenteral. Dosis Dekstrosa untuk sediaan parenteral adalah 5%.

a. NaCl (Natrium klorida) (FI IV hal. 584)  Rumus molekul

: NaCl

 Bobot molekul

: 58,44

 Pemerian

: Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal putih,

tiap 1g setara dengan 17,1 mmol NaCl. 2,54g NaCl ekivalen dengan 1 g Na  Kelarutan

: 1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol

 Sterilisasi

: Autoklaf atau filtrasi

 Stabilitas

: Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas

 pH

: 4,5 –7(DI 2003 hal 1415) 6,7-7,3

 OTT

: logam Ag, Hg, Fe

 E NaCl

:1

 Kesetaraan E elektrolit : 1 g ≈ 17,1 mEq  Konsentrasi/dosis : lebih dari 0,9%. Injeksi IV 3-5% dalam 100ml selama 1 jam (DI 2003 hal 1415). Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml. Na+ dalam plasma = 135-145 mEq/L  Khasiat/kegunaan : Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh

5

 Efek samping

:Keracunan NaCl disebabkan oleh induksi yang gagal dapat menyebabkan hipernatremia yang memicu terjadinya trombosit dan hemorrage. Efek samping yang sering terjadi nausea, mual, diare, kram usus, haus, menurunkan salivasi dan lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi, gagal ginjal, sakit kepala, lemas, kejang, koma dan kematian.

 Kontraindikasi

: Untuk pasien penyakit hati perifer udem atau pulmonali udem, kelainan fungsi ginjal.

 Farmakologi

: berfungsi untuk mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh. Larutan irigasi kali ini NaCl 0.9 % digunakan sebagai zat aktif untuk mengatasi iritasi pada luka.

b. Aqua Pro Injeksi (FI IV hal 112, FI III hal 97)  Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

 Sterilisasi

: Kalor basah (autoklaf)

 Kegunaan

: Pembawa dan melarutkan

 Cara pembuatan

: didihkan aqua dan diamkan selama 30 menit, dinginkan. Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-bahan larut dalam air.

 Alasan pemilihan

: Karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan zat-zat tambahan.

 Karbon aktif (FI IV Hal 1169, Martindale hal 79)  Pemerian

: serbuk hitam tidak berbau

 Kelarutan

: praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa

 Kestabilan

: stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara

 Kegunaan

: untuk kelebihan H2O2 dalam sediaan

 Konsentrasi

: 0,1-0,3%

 Alasan pemilihan : Karbon aktif inert sehingga tidak bereaksi dengan zat aktif

c. Dekstrose (FI IV hal. 300, Martindale 28 hal. 50, DI hal. 1427, Excipient hal. 154)  Bobot molekul

: D glukosa monohidrat 198,17

 Rumus molekul

: C6H12O16.H2O 6

 Pemerian

: Hablur tidak berwarna serbuk hablur atau serbuk granul putih, tidak berbau rasa manis.

 Kelarutan

: Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol mendidih, sedikit larut dalam alkohol

 E NaCl

: 0,16 ( Sprowls hal: 187)

 L

: 1,9

 Konsentrasi

: 2,5-11,5% untuk IV (DI 2003 hal 2505). 0,5-0,8 g/kg/jam (DI hal 1427-1429). Untuk hipoglikemia 20-50 ml (konsentrasi 50%)

 Khasiat

: Sebagai sumber kalori dan zat pengisotonis

 Osmolaritas

: 5,51% w/v larutan air sudah isotonis dengan serum

 Stabilitas

: Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaan penyimpanan yang kering, dengan pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam larutan

 OTT

: Sianokobalamin, kanamisin SO4, novobiosin Na dan wafarin Na,Eritromisin, Vit B komplek ( martindale 28 hal: 21)

 Sterilisasi

: autoklaf

 PH

: 3,5 – 6,5 (dalam 20%w/v larutan air)

 Efek samping

: Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit pada tempat pemberian (lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk infus dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk edema, hipokalemia, hipopostemia, hipomagnesia.

 Kontraindikasi

: Pada pasien anuria, intrakranial atau intraspiral hemorage

 Titik lebur

: 83oC

Larutan Dialisis Peritoneal larutan Dianeal 1,5% dan 2,5%, 2 liter, pH 5,2 Formulanya sebagai berikut : 1. NaCl

538 mg

2. Na Laktat

448 mg

3. CaCl2

25,7 mg 7

4. MgCl2

5,08 mg

5. Dektrosa

1,5 g

6. Aqua pi

100 ml

7. Osmolarity

346

C. Sterilisasi Yang di Gunakan Sterilisasi Basah Menggunakan metode sterilisasi akhir dengan autoklaf karena bahan-bahan yang digunakan tahan panas. Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat & bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 1210C. Untuk cara kerja penggunaan autoklaf : suhu dan tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mensterilkan media digunakan suhu 1210C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu 1210C atau 249,8 0F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu 1000C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan mendidih pada suhu 1210C, jika dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 1210C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 1210C dan tekanan 15 psi selama 15 menit. Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai., maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.

D. Cara Pembuatan 1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan dibutuhkan dalam pembuatan sediaan larutan irigasi. Ditimbang bahan-bahan tersebut.

8

2.

Setelah bahan-bahan ditimbang, NaCl dan Dekstrose dimasukkan ke dalam gelas ukur 1000ml, kemudian NaCl dan dekstrose diencerkan dengan Aquades sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai mencapai volume 510ml. Setelah larut, gelas ukur yang berisi NaCl dan dekstrose dipanaskan, kemudian masukkan karbon aktif atau karbon aktif ke dalam larutan tersebut.

3.

Aduk sambil dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC. Pemanasan karbon aktif bertujuan agar karbon aktif. Penggunaan karbon aktif bertujuan untuk membebaskan pirogen.

4.

Setelah didihkan, didiamkan, kemudian disaring hingga jernih, disaring dengan kertas saring selama dua kali penyaringan. Tujuan utama penyaringan adalah penjernihan atau sterilisasi dari suatu larutan. Larutan yang sangat mengkilap (hasil dari penjernihan) memberikan kesan kualitas dan kemurnian yang baik sekali, suatu karakteristik yang sangat diinginkan untuk suatu larutan steril.(Lachman, et al, 1994)

5.

Hasil yang didapatkan larutan irigasi tersebut berwarna hitam karena dekstrose berikatan dengan karbon aktif sehingga pada saat penyaringan karbon aktif tidak tertahan di kertas saring, akan tetapi berikatan dengan dekstrose sehingga lolos dari saringan. Karbon aktif merupakan cara yang banyak digunakan untuk menghilangkan pirogen. Tetapi dalam sediaan ini karbon aktif tidak dapat digunakan sebagai penghilang pirogen karena karbon aktif dapat berikatan dengan dekstrose sehingga tidak dapat disaring. Beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk menghilangkan pirogen : Cara destilasi, cara pemanasan, cara penyerapan, cara depyrogenasi, dengan penukar ion, dengan gamma radiasi, getaran ultrasonik

6.

Larutan dimasukan ke dalam botol infus 500 ml. Kemudian botol infuse ditutup dengan tutup yang sesuai, lalu ditutup dengan aluminium foil. Aluminium foil bertujuan agar sisa-sisa air di luar tidak menyerap ke dalam. Penggunaan aluminium foil juga menghilangkan udara dan penetrasi uap serta mencegah kontaminasi silang setelah sterilisasi. Botol infus yang sudah ditutup dengan aluminium foil, di beri tanda indikator pada permukaannya. Indikator ini bertujuan agar kita dapat mengetahui apakah alat tersebut sudah steril atau belum. Indikator digunakan untuk mengecek duplikasi kondisi dari proses yang sudah dijamin/disahkan dengan menempatkan indikator di tempat dimana terdapat kesukaran terbesar dalam penetrasi panas (Lachman, et al, 1994). Indikator ini akan berubah warna menjadi abu-abu, perubahan warna ini 9

karena pengaruh kelembaban dan panas. Jika terdapat perubahan warna menjadi abu-abu maka alat tersebut sudah steril. 7.

Kemudian di sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Menggunakan metode Sterilisasi akhir dengan Autoklaf karena bahan-bahan yang digunakan tahan panas. Diberi etiket kemudian dilakukan evaluasi terhadap kejernihan larutan, volume terpindahkan, dan penetapan pH.

E. Evaluasi Sediaan 1. Organoleptis Tujuannya adalah untuk mengetahui penampilan fisik sediaan. Caranya dengan mengamati bentuk visual sediaan, warna sediaan. Ketentuan nya adalah sediaan infus harus jernih dan membentuk persiapan. 2. Uji pH (FI IV hal 1039-1040) Uji pH ini bertujuan untuk mengetahui sifat ke asam-basaan dari sediaan irigasi yang dibuat. Uji pH ini berkaitan dengan stabilitas obat dan keamanan dalam penggunaan. Setelah dilakukan pengecekan pH dengan menggunakan indikator pH universal, pH larutan yang didapat yaitu 7. Ini berarti memenuhi untuk pH sediaan parenteral yaitu antara 5 sampai 7 karena pH tersebut isohidris dengan nilai pH darah dan cairan tubuh lainnya. Isohidris yaitu keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah ataupun cairan tubuh. Namun jika dalam uji ini belum memenuhi persyaratan pH maka perlu dilakukan penyesuaian pH agar memenuhi syarat. Jika terlalu asam, maka bisa ditambah larutan NaOH 0,1 N. Dan jika terlalu basa dapat ditambah larutan HCl 0,1 N. Tujuan dari pengaturan pH ini adalah untuk meningkatkan stabilitas obat. Selain itu juga untuk mencegah adanya rangsangan atau rasa sakit sewaktu disuntikkan. Karena jika terlalu tinggi dapat menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan jika terlalu rendah maka menyebabkan rasa sakit sewaktu disuntikkan (Anonim, 1995). 3. Uji Kejernihan Kejernihan larutan dapat dilihat dengan kertas hitam dan kertas putih, botol dilewatkan pada kertas hitam atau putih. Jika partikel lebih gelap, maka menggunakan kertas putih agar partikel dapat terlihat. Jika partikel lebih terang, maka menggunakan kertas hitam. Setelah botol dilewatkan pada kertas

10

hitam dan putih, tidak terlihat adanya partikel. Maka larutan irigasi dinyatakan larutan irigasi yang jernih. 4. Uji Pirogenitas Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sediaan yang dibuat bebas dari partikel asli yang berbahaya atau pirogen atau belum.

5. Uji Sterilitas (FI IV hal.855) Uji sterilisasi untuk mengetahui apakah sediaan tersebut terkontaminasi oleh mikroorganisme atau tidak seperti bakteri. 6. Uji Volume Terpindahkan Larutan irigasi steril dibuat dengan volum 500ml, tetapi untuk mencegah berkurangnya volume larutan, maka dilebihkan 2 % dari volume larutan, sehingga volume larutan steril yang dibuat adalah 510ml. Setelah disaring dengan dua kali penyaringan didapatkan volum sebesar 500ml sesuai dengan volume yang diinginkan pada pembuatan larutan irigasi.

F. Pemilihan Wadah 

Dikemas dalam wadah volume besar dengan tutup dapat berputar



Informasi obat : a. Digunakan untuk merendam luka/mencuci luka, b. Digunakan untuk merendam luka/mencuci luka, sayatan bedah atau jaringan/organ tubuh



Diberi label sama seperti injeksi. Contoh larutan irigasi : Sodium chlorida untuk irigasi, Ringers untuk irigasi , Steril water untuk irigasi. Contoh lar.dialisis peritoneal : larutan Dianeal 1,5% dan 2,5%, 2 liter pH 5,2 Label/etiket : “bukan untuk obat suntik”

11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Larutan irigasi adalah larutan steril, bebas pirogen yang digunakan untuk tujuan pencucian dan pembilasan. Persyaratan larutan irigasi adalah sbb : 1. Isotonik 2. Steril 3. Tidak disbsorpsi 4. bukan larutan elektrolit 5. Tidak mengalami metabolisme 6. Cepat diekskresi 7. Mempunyai tekanan osmotik diuretik 8. bebas pirogen Larutan dialisis peritoneal merupakan suatu sediaan larutan steril dalam jumlah besar (2 liter). Larutan tidak disuntikkan ke vena tapi dibiarkan mengalir ke dalam ruangan peritoneal dan umumya menggunakan tutup plastik yang dipatahkan sehingga memungkinkan larutan dengan cepat turun ke bawah. Persyaratan larutan dialisis peritoneal 1. Hipertonis 2. Steril 3. Dapat menarik toksin dalam ruang peritoneal Evaluasi sediaan Larutan Irigasi dan Larutan dialisis Peritoneal sebagai berikut : 1. Organoleptis 2. Uji pH 3. Uji Kejernihan 4. Uji Pirogenitas 12

5. Uji Sterilitas 6. Uji Volume Terpindahkan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Formulasi Steril. http://formulasisteril.blogspot.com. Diakses tanggal 12 Desember 2018 Anonim. 2009. http://ffarmasi.unand.ac.id/fulltext/pyrogen.pdf. diakses tanggal 12 Desember 2018 Ansel, Howard C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman dan Joseph L. Kanig. 1988. Teori dan Praktek Farmasi Industri Jilid III. Jakarta : UI Press http://www.allegromedical.com. Diakses tanggal 12 Desember 2018 http://www.nutrimedical.com/. Diakses tanggal 12 Desember 2018

13

Related Documents