Menghadapi Pasien Resistensi

  • Uploaded by: fathan
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Menghadapi Pasien Resistensi as PDF for free.

More details

  • Words: 39,971
  • Pages: 150
Loading documents preview...
Menghadapi Resistensi

Kumpulan Tulisan

Milton H. Erickson

Penerjemah:

A.S. Laksana

TranceFormasi Diterbitkan pertama kali dalam bentuk eBook tahun 2010

“And my voice goes everywhere with you … changes into the voice of your parents, your neighbors, your friends, your schoolmates, your playmates, your teachers … and the voices of the wind, and of the rain. And I want you to find yourself sitting in the school room, a little girl feeling happy about something, something that happened a long time ago, that you forgot a long time ago.”

2

Daftar Isi 4 Upaya Menggelindingkan “Bola Salju” Erickson: Sebuah Pengantar 8 Deep Hypnosis dan Beberapa Teknik Induksinya 49 Penanganan Depresi Histeris Akut dengan Metode Regresi ke Fase Kanak-Kanak 75 Teknik Hipnosis untuk Pasien Resisten 116 Beberapa Pengalaman Otohipnotik Milton H. Erickson 149 Tentang Milton Erickson

3

Upaya Menggelindingkan “Bola Salju” Erickson SEBUAH PENGANTAR A.S. Laksana

ilton Hyland Erickson adalah nama paling terkemuka dalam sejarah hipnoterapi modern. Ia memelopori pendekatan hipnotik tak langsung. Ia piawai dalam berkomunikasi di dua atau beberapa level kesadaran (multiple level of communication). Ia menakjubkan dalam caranya menghadapi simptom apa pun, memanfaatkan perilaku simptomatik pasiennya, dan mewujudkan hasil terapetik yang memuaskan. Sampai saat ini, ketika kita membicarakan terapi singkat (brief therapy), Erickson adalah orang nomor satu di bidang itu. Banyak terapis terkemuka sekarang ini semula adalah orang-orang yang belajar padanya. Ia adalah rujukan pertama saat ini dalam lapangan hipnoterapi. Dalam banyak kasus, Erickson sering menjadi tempat terakhir ketika yang lain gagal. Ia tidak hanya penuh akal dalam bertarung melawan simptom, tetapi ia juga telaten dalam menghadapi pasien maupun subjeknya. Dan ia selalu berhasil membantu kliennya menemukan bagaimana cara terbaik melihat masalah dan menyelesaikannya dengan seluruh sumberdaya (resource) yang ada pada diri klien. Banyak contoh penanganannya, dalam spektrum sangat luas, yang akan membuat kita berdecak kagum. Kita akan menemukan pada dirinya sosok yang penuh akal dalam menghadapi simptom serumit apa pun, yang banyak terapis lain mungkin sudah angkat tangan menghadapinya. Ia enteng sekali menghadapi pasien rumah sakit jiwa yang meraa dirinya Tuhan; demikian pula ketika ia 4

menghadapi pasien sangat sulit yang merasa dirinya tak punya usus dan lambung. Itu semua sama entengnya dengan ia menghadapi seorang remaja yang jerawat di mukanya tak kunjung sembuh. Bagaimana orang ini bisa menyembuhkan apa saja? O, ia sangat memahami manusia dan perilakunya. Ia bicara dalam cara yang kadang terdengar ganjil. Dalam percakapan, ia sering mengembalikan segala sesuatu ke lawan bicaranya. Kita lihat penggalan dialog antara Erickson dan Ernest Rossi di bawah ini. Rossi menggali pengalaman-pengalaman hipnotik Erickson dan mereka terlibat dalam percakapan yang mengasyikkan (lihat: Beberapa Pengalaman Otohipnosis Milton Erickson). Bagian ini adalah ketika pembicaraan memasuki pengalaman Erickson memasuki “kekosongan” dalam otohipnosisnya. “Kau spontan mengalami visi itu?” tanya Rossi. “Itu pengalaman paling ganjil yang bisa kaulakukan!” jawab Erickson. “Sesuatu paling ganjil yang bisa kaulakukan?” “Ya, kau tidak bisa lebih ganjil dari itu!” Gaya semacam ini mengingatkan saya pada cara Johan Cruyff, legenda total football Belanda, menyampaikan pernyataan-pernyataannya. Cruyff juga selalu seperti itu. Salah satu pernyataannya yang terkenal, “Orang-orang Italia tak akan pernah menang terhadapmu, tetapi kau bisa kalah oleh mereka.” Yah, anda tahu, keduanya sama-sama menakjubkan di bidang masing-masing. Selain menghipnotis dan menyembuhkan orang hampir setiap hari (sepanjang hidupnya ia telah menghipnotis lebih dari 30 ribu orang), Milton Erickson juga sangat produktif menulis. Ia telah menulis lebih dari 300 makalah profesional. Gairahnya untuk terus mendalami perilaku manusia dan menggali berbagai kemungkinan yang bisa dicapai dengan hipnosis nyaris tak tertandingi baik oleh orang-orang sebelum maupun sesudah dia. Sekarang, banyak pendekatan dalam hipnosis yang dikembangkan oleh para hipnotis mutakhir berakar dari teknik hipnosis Erickson. Indirect Hypnosis yang dikembangkannya telah menumbuhkan berbagai cabang dan ranting: kita

5

mengenal Conversational Hypnosis, Secret Hypnosis, Covert Hypnosis (Hipnosis Terselubung) dan sebagainya. Pendekatan Utilisasi yang dipraktekkannya, yang berangkat dari pandangan Erickson tentang kesembuhan, telah menyumbang prinsip-prinsip penting dalam asumsi-asumsi dasar Neuro Linguistic Programming (NLP) yang dipelopori oleh John Grinder dan Richard Bandler, di antaranya: •

Semua orang memiliki sumber-sumber yang memadai dalam dirinya sendiri guna mengubah diri ke arah yang lebih positif.



Manusia memiliki dua tingkatan komunikasi, yakni sadar dan bawah sadar.



Menghormati cara orang lain membentuk dunianya.



Tidak ada pasien yang resisten, hanya terapis yang kurang fleksibel.



Orang-orang melakukan hal terbaik sebatas sumber-sumber yang mereka ketahui.



Makna komunikasi adalah pada respons yang anda peroleh, dan sebagainya.

Menimbang reputasi dan segala kebesarannya di bidang terapi singkat yang ia geluti, saya pikir banyak manfaatnya untuk menghadirkan pemikiran-pemikiran Erickson ke hadapan khalayak pembaca berbahasa Indonesia yang menaruh minat pada hipnosis. Ia terlalu penting untuk kita abaikan. Ia terlalu menarik untuk kita lewatkan. Dunia hipnosis berutang banyak padanya karena pendekatan yang ia tawarkan, juga pandangan-pandangannya, telah memberikan sumbangan penting untuk meluruskan kesalahkaprahan dan menghindarkan orang dari takhyultakhyul di seputar wilayah ini. Akhirnya, sebuah pengakuan, pemilihan terhadap empat tulisan panjang yang saya terjemahkan ini tidaklah didasari oleh pertimbangan bahwa mereka yang paling berkualitas dibandingkan tulisan-tulisan Erickson lainnya atau keempat tulisan ini adalah karya paling penting Erickson. Pemilihan pada keempat tulisan ini lebih didasari oleh pertimbangan bahwa keempat tulisan ini cukup memudahkan kita memahami Erickson dan bagaimana pandangannya tentang

6

hipnosis dan juga bagaimana ia bekerja menjalankan terapinya. Pekerjaan yang lebih serius saya kira diperlukan di waktu-waktu mendatang sehingga kita bisa menghadirkan pemikiran Erickson secara lebih utuh. Jika kita menempatkan upaya penerjemahan ini pada posisi terbaiknya, saya kira ini hanyalah sebuah langkah sangat kecil untuk “menghadirkan Erickson” ke dalam bahasa Indonesia. Apes-apesnya, sekarang kita bisa membaca secuil karya Milton Erickson dalam bahasa Indonesia. Tentang hal ini, saya suka pada perumpamaan yang digunakan olehnya mengenai setiap upaya penanganan yang ia jalankan: Erickson menyebut sesi terapinya sebagai sekadar upaya untuk “menggelindingkan bola salju di puncak gunung”. Saya ingin meminjam perumpamaan itu untuk buku ini, yakni “sekadar menggelindingkan bola salju”— dan mungkin bahkan bukan bola, sebab ia hanya sebesar kerikil. Tetapi, bagaimanapun, kerikil salju itu kini telah digelindingkan, dan saya ingin melihat ia meluncur ke bawah dan makin membesar ketika tiba di kaki gunung.***

7

Deep Hypnosis dan Beberapa Teknik Induksinya Milton H. Erickson

Tulisan ini dimuat dalam buku Experimental Hypnosis, Leslie M. LeCron (editor). New York, Macmillan, 1952, hal. 70-114.

Pertimbangan umum roblem utama dalam semua pekerjaan hipnotik adalah induksi untuk menghasilkan trance yang memuaskan. Terutama ini berlaku dalam setiap pekerjaan berbasis deep hypnosis. Bahkan untuk menginduksi trance ringan dan mempertahankan keajekannya pun sering merupakan hal yang sulit. Dengan subjek yang berbeda kita belum tentu bisa mencapai tingkat hipnosis yang sama. Tetapi hal serupa juga akan terjadi dengan subjek yang sama pada kesempatan berbeda. Ini tak terhindarkan karena hipnosis bergantung kepada hubungan antar dan intrapersonal. Hubungan semacam ini tidak ajek dan selalu berubah-ubah sejalan dengan reaksi personal terhadap setiap perkembangan hipnosis. Tambahan lagi, setiap manusia adalah unik. Pola spontanitas dan perilaku responsifnya sangat berbeda-beda tergantung waktu, situasi, tujuan, dan pribadi-pribadi yang terlibat. Secara statistik, rata-rata orang bisa didorong untuk mewujudkan perilaku hipnosis, tetapi rata-rata ini tidak mewakili performa masing-masing subjek. Karenanya angka rata-rata itu tidak bisa digunakan untuk menilai baik performa

8

individu maupun fenomena hipnotik tertentu. Untuk menentukan tingkat kedalaman trance dan respons hipnotik, kita harus mempertimbangkan tidak hanya respons rata-rata tetapi juga pelbagai penyimpangan rata-rata yang mungkin ditampilkan oleh individu. Sebagai contoh, katalepsi (kekakuan otot) adalah bentuk standar perilaku hipnosis. Ia muncul biasanya dalam keadaan trance ringan dan tetap berlangsung dalam keadaan deep trance. Namun, berdasarkan pengalaman, beberapa subjek mungkin tidak pernah secara spontan mengembangkan katalepsi sebagai fenomena tunggal, baik dalam trance ringan maupun mendalam. Beberapa orang mungkin bisa mewujudkannya dalam tingkat hipnosis yang lebih ringan, beberapa dalam trance yang sangat dalam, dan beberapa yang lain dalam peralihan antara trance ringan dan trance yang lebih dalam. Bahkan, yang lebih membingungkan, ada subjek-subjek yang memunculkannya hanya ketika ia dikaitkan dengan perilaku hipnosis lain, misalnya amnesia. Untuk mengatasi kesulitan ini orang berupaya mengembangkan teknik khusus untuk menginduksi trance—kadang tanpa memperhatikan sifat individual perilaku hipnotik. Salah satu yang paling absurd dari temuan ini adalah munculnya kecenderungan untuk melihat hipnosis sebagai teknik baku untuk mengendalikan orang lain sehingga lahirlah ide merekam skrip hipnosis. Ini dilakukan dengan asumsi bahwa sugesti yang sama akan menghasilkan efek yang sama pada subjek yang berbeda dalam waktu yang berbeda. Ini benar-benar mengabaikan individualitas subjek, perbedaan kemampuan setiap orang untuk menyerap dan merespons, dan perbedaan sikap, kerangka rujukan, dan tujuan yang ingin dicapai dengan hipnosis. Ada pengabaian terhadap pentingnya hubungan antarpersonal dan ketidakpedulian pada fakta menyangkut proses intrapsikis dan intrapersonal dalam diri subjek. Alangkah absurdnya gagasan tentang standardisasi dalam hipnosis. Pemahaman terhadap keragaman perilaku manusia dan ketepatan penanganannya seharusnya menjadi dasar bagi semua teknik hipnosis.

9

Dalam kesulitan mengembangkan teknik umum untuk menginduksi trance dan memunculkan perilaku hipnotik, maka terjadilah penggunaan-penggunaan prosedur hipnosis tradisional yang dilandasi kekeliruan pandangan. “Mata elang”, “bola kristal”, dan alat-alat bantu lain dianggap sebagai sumber kekuatan misterius. Seolah-olah alat-alat itu yang mengendalikan perilaku subjek, menciptakan kelelahan dan reaksi-reaksi serupa, dan karenanya merupakan perangkat mutlak dalam hipnosis: bola kristal diletakkan pada jarak tertentu dari mata, cermin berputar, metronom, dan lampu yang berkedip-kedip sering merupakan perangkat yang harus ada. Hasilnya, faktor-faktor eksternal itu justru menjadi pusat perhatian dan subjek merespons itu semua. Sekalipun menatap bola kristal mungkin bisa membuat subjek kelelahan dan tidur, tetapi itu bukanlah bagian esensial dari trance hipnotik. Banyak subjek yang dilatih oleh hipnotis mahir untuk memasuki trance dengan menatap lekat-lekat bola kristal dari jarak tertentu dan diletakkan sedikit di atas mata mereka. Hasilnya, tanpa bola kristal mereka akan sulit dihipnotis. Eksperimen pribadi dengan subjek-subjek “bola kristal” ini mengungkapkan bahwa cara ampuh untuk menginduksi mereka adalah dengan meminta mereka membayangkan sedang menatap bola kristal. Prosedur ini akan membuat mereka cepat memasuki trance. Pengulangan prosedur ini oleh kawan-kawan memberikan hasil yang serupa. Ketika mereka kembali menggunakan bola kristal sungguhan, induksi justru menjadi lebih lama dan subjek tidak benar-benar memasuki kondisi trance. Sejumlah eksperimen lain terhadap subjek-subjek yang terbiasa dengan pendulum, atau mendengarkan musik lembut, atau metronom membuktikan bahwa alat bantu imajiner akan lebih efektif ketimbang alat bantu yang sebenarnya. Temuan yang sama diperoleh dengan subjek-subjek yang sebelumnya tidak pernah berurusan dengan hipnosis. Beberapa mahasiswa kedokteran dibagi menjadi dua kelompok: yang pertama betul-betul menatap bola kristal, yang kedua mencoba membayangkan bola kristal. Kelompok kedua lebih cepat memasuki trance. Eksperimen diulangi dengan metronom. Kelompok kedua kini diminta mendengarkan metronom sesungguhnya, dan kelompok pertama diminta

10

membayangkan mendengarkan metronom. Sekali lagi alat bantu imajiner terbukti lebih efektif. Sejumlah variasi mendatangkan hasil yang sama. Penggunaan alat bantu khayalan memungkinkan bagi subjek untuk memanfaatkan kemampuan aktualnya ketimbang disibukkan oleh kehadiran alat-alat tak-esensial. Penggunaan khayalan dalam induksi trance hampir selalu mendorong perkembangan perilaku hipnotik yang sama atau lebih kompleks. Pengakuan dari beberapa subjek yang menguatkan temuan ini mungkin bisa diringkaskan sebagai berikut: “Ketika saya mendengarkan metronom imajiner, ia menjadi cepat dan melambat, menjadi lebih keras atau samar-samar saat aku memasuki trance, dan aku sekadar mengikutinya. Dengan metronom sungguhan, ia memperdengarkan tempo yang konstan, dan ia mengembalikan saya ke kenyataan ketimbang membawa saya memasuki trance. Metronom imajiner bisa berubah dan selalu sesuai dengan apa yang kupikirkan dan kurasakan, tetapi metronom sungguhan memaksa saya menyesuaikan diri.” Hal yang sama kita temukan dalam kerja eksperimental dan klinis untuk menginduksi halusinasi hipnotik. Contohnya, seorang pasien yang sangat gelisah terhadap identitas pribadinya diinduksi untuk membayangkan sejumlah bola kristal di mana ia bisa mengkhayalkan serangkaian pengalaman hidup, membuat perbandingan objektif dan subjektif, dan membangun kesinambungan dalam pengalaman hidupnya dari satu khayalan ke khayalan berikutnya. Dengan bola kristal sungguhan, pengalaman yang dikhayalkan menjadi terbatas secara fisik; perubahan dan peralihan peristiwa-peristiwa sangat kurang memuaskan. Pertimbangan penting berikutnya adalah waktu. Secara tradisional, kekuatan mistik tatapan mata dianggap sudah cukup untuk menginduksi hipnosis. Kesalahkaprahan ini tidak pernah benar-benar tersingkirkan, karena dalam literatur-literatur kita menemukan bahwa dua sampai lima menit sudah cukup untuk membawa subjek ke kondisi hipnosis. Dengan menelan obat, para penulis ini juga akan mendapatkan pengaruh dalam sekejap. Mengharapkan hasil seketika dari kata-kata yang diujarkan menunjukkan pemahaman ngawur yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Sialnya, banyak buku didasarkan pada

11

keyakinan kacau tentang kehebatan sugesti hipnosis dan, sangat berorientasi pada waktu, mereka gagal untuk melihat perilaku responsif subjek hipnotik. Subjek hipnosis sering diharapkan, dalam sekejap, mereorientasi diri sepenuhnya secara psikologis dan fisiologis, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumit yang mustahil dilakukan dalam keadaan non-hipnotik. Waktu yang dibutuhkan oleh subjek untuk memasuki trance sangatlah bervariasi. Dan itu tergantung pada tipe perilaku masing-masing terhadap orang lain dan tergantung juga pada kerangka referensinya saat ini. Subjek-subjek yang bisa dengan mudah mengembangkan halusinasi visual mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk mengembangkan halusinasi auditoris. Mood tertentu bisa mendorong atau menghambat respons hipnotik. Pertimbangan-pertimbangan insidental bisa mempengaruhi perkembangan fenomena hipnotik yang biasanya mudah terjadi pada subjek. Subjek-subjek tertentu bisa mengembangkan deep trance dalam tempo singkat dan mampu mewujudkan fenomena hipnotik yang sangat kompleks. Subjek-subjek semacam ini ketika diberi instruksi untuk, misalnya, mengembangkan halusinasi negatif terhadap kehadiran orang lain, mereka akan berperilaku seolah orang-orang itu tidak ada. Jika subjek-subjek itu diberi waktu cukup untuk menyusun ulang proses neuro- dan psiko-fisiologis, halusinasi negatif akan bisa dipertahankan. Masalah berikutnya adalah soal ketenteraman yang diperlukan untuk menginduksi trance. Ketenteraman ini juga sering diterima begitu saja sebagai kriteria sah dari performa trance selanjutnya. Pengalaman dengan banyak subjek semacam itu mengungkapkan kecenderungan umum bahwa mereka, dengan berbagai alasan, akan cenderung kembali ke keadaan trance ringan atau ke proses mental pikiran sadar ketika diberi tugas-tugas hipnotik yang rumit. Maka tidaklah semestinya ketenteraman dan kecepatan induksi trance disalahartikan sebagai indikasi valid dari kemampuan subjek untuk mempertahankan keadaan trance. Ada subjek yang mudah dihipnotis, bisa mengembangkan beragam perilaku hipnotik yang rumit, namun gagal memahami hal yang sepele. Contoh, seorang

12

subjek hebat yang mampu mempertunjukkan perilaku hipnotik yang sangat kompleks ternyata mengalami kesulitan dalam orientasi fisikal. Seluruh studi eksperimental dengannya harus dilakukan di ruang percobaan; atau hipnosis harus dijalankan “seolah-olah” berada di ruang percobaan. Dan ruang percobaan khayali bisa sama memuaskannya dengan ruang percobaan yang sesungguhnya. Subjek lain yang mudah dihipnotis tidak bisa mengembangkan keadaan disosiasi jika ia tidak diminta membayangkan dirinya di suatu tempat (yang lebih ia sukai di rumah sedang membaca buku). Saat itu dilakukan, ia mampu menjalankan perilaku disosiatif. Dengan kedua subjek itu, upaya yang terburu-buru dalam membangun situasi rumah atau ruang percobaan akan menghasilkan kegagalan respons hipnotik, sekalipun ia dengan mudah bisa memasuki trance. Kekeliruan anggapan dan pengabaian terhadap waktu sebagai faktor penting dalam hipnosis, juga kecerobohan dalam memahami kebutuhan individual subjek, menyebabkan banyak kontradiksi dalam studi hipnotik. Pengalaman pribadi sepanjang lebih dari 35 tahun dengan lebih dari 3.500 subjek hipnotik menegaskan pentingnya individualitas subjek dan penghargaan terhadap waktu. Salah satu subjek saya yang sangat cakap membutuhkan waktu kurang dari 30 detik untuk memasuki trance dan ia menampilkan perilaku-perilaku hipnotik yang valid dan konsisten. Subjek kedua yang juga sangat kompeten membutuhkan 300 jam untuk mendapatkan penjelasan sistematis terlebih dulu sebelum ia bisa diinduksi. Setelah itu, hanya dibutuhkan 20-30 menit untuk membawanya ke situasi trance dan menampilkan perilaku hipnotik yang valid. Biasanya sekitar 4 sampai 8 jam adalah waktu yang cukup untuk menginduksi subjek yang baru pertama kali dihipnotis. Kemudian, karena induksi trance (trance induction) dan pemanfaatan trance (trance utilization) adalah dua hal yang berbeda, maka untuk membuat subjek menampilkan perilaku tertentu sebagaimana yang direncanakan dalam pekerjaan hipnotik, kita mestinya memberi waktu yang memadai sesuai kapasitas mereka untuk belajar dan merespons. Misalnya, katalepsi biasanya muncul dalam beberapa saat, tetapi

13

anestesia atau analgesia yang diperlukan untuk persalinan mungkin memerlukan waktu berjam-jam dalam beberapa periode latihan. Waktu yang dibutuhkan oleh subjek dan beragamnya pengalaman hipnotik pada tiap subjek adalah faktor penting dalam riset hipnotik. Pengalaman pribadi saya, dan juga para kolega, menunjukkan bahwa semakin luas dan beragam pengalaman subjek hipnotik, semakin efektif subjek bisa berfungsi dalam masalah-masalah yang rumit. Saya lebih suka melakukan riset dengan subjek yang memiliki pengalaman hipnotik berulang-ulang dalam jangka waktu lama dan yang tergerak untuk mewujudkan beragam fenomena hipnotik. Jika subjek kurang berpengalaman, kita harus melakukan pelatihan sistematis dalam berbagai bentuk perilaku hipnotik. Dalam melatih anestesia untuk tujuan medis, kita mungkin bisa mengajari subjek melakukan penulisan otomatis dan halusinasi visual negatif sebagai landasan awal. Latihan pertama diajarkan sebagai fondasi untuk disosiasi pada bagian tubuh tertentu dan yang kedua sebagai alat instruksi untuk tidak merespons stimuli. Pelatihan semacam itu mungkin tampak tidak relevan, tetapi berdasarkan pengalaman prosedur itu sangat efektif dalam memanfaatkan sepenuhnya kapabilitas subjek. Dan, bagaimanapun, tujuan yang hendak dicapai sering jauh lebih penting ketimbang logika prosedur. Apa yang baru disampaikan di atas adalah latar belakang umum. Sekarang kita akan masuk ke pembahasan yang lebih spesifik mengenai deep trance dan induksinya, tetapi tanpa upaya mendeskripsikan prosedur dan teknik tertentu. Keberagaman subjek, individualitas kebutuhan mereka, perbedaan waktu dan situasi yang mereka perlukan, keunikan setiap pribadi, dan apa yang ingin dicapai dalam pekerjaan hipnotik adalah hal-hal yang tidak memungkinkan kita menerapkan prosedur yang kaku. Paling banter sebuah prosedur kaku hanya bisa diterapkan untuk mencapai hasil tertentu. Selebihnya, karena prosedur itu sendiri yang diutamakan, besar kemungkinan ia akan gagal mendapatkan hasil alami. Hal ini akan tampak lebih jelas ketika kita memahami bahwa induksi trance hanyalah langkah awal bagi pemanfaatan trance. Yang disebut belakangan itu tidak tergantung pada prosedur yang diterapkan, tetapi pada perkembangan perilaku

14

yang muncul setelah induksi dan pada keadaan trance itu sendiri. Tidak peduli betapa ampuhnya sebuah prosedur tertentu dalam menginduksi trance, perkembangan fenomena hipnotik dan reaksi psikologis terhadapnya akan memperlihatkan sejumlah variabel yang tidak mungkin bisa dikendalikan oleh prosedur kaku itu. Sebagai analogi: Sebuah pembedahan tentu saja mensyaratkan terwujudnya anestesia, tetapi pembedahan itu sendiri dan hasilnya adalah proses berbeda—yang baru berlangsung setelah difasilitasi oleh anestesia.

Penjelasan tentang Deep Hypnosis Sebelum mulai membahas induksi deep trance, saya ingin menjelaskan deep hypnosis itu sendiri. Namun harus dipahami bahwa sebuah penjelasan, seakurat dan selengkap apa pun, tidak akan pernah menggantikan pengalaman nyata atau bisa berlaku bagi semua subjek. Tidak pernah ada daftar fenomena hipnosis yang sama pada tiap satuan level hipnosis. Ada subjek yang memasuki light trance dengan memperlihatkan perilaku yang lazimnya berkaitan dengan deep trance. Yang lainnya mengembangkan deep trance dengan perilaku yang khas pada light trance. Subjek yang dalam light trance mengembangkan perilaku yang biasa muncul dalam deep trance mungkin akan kehilangan perilaku yang sama ketika ia benar-benar memasuki deep trance. Misalnya, subjek yang dengan mudah mengembangkan amnesia dalam kondisi light trance mungkin akan gagal mengembangkan amnesia dalam keadaan deep trance. Alasan bagi anomali ini terletak sepenuhnya pada perbedaan orientasi psikologis seseorang, yang bertentangan dalam dua keadaan trance tersebut. Pada tingkat light trance masih ada keterlibatan pikiran sadar dalam skala tertentu. Pada tingkat yang lebih dalam, segala respons terjadi di tingkat bawah sadar. Dalam deep trance subjek bertindak mengikuti pola bawah sadar dan memberikan respons yang berbeda dari pola sadarnya. Sering muncul kesulitan dengan subjek yang baru pertama kali mengalami hipnosis dan mengalami deep trance. Dalam light trance ia lebih mudah bicara, tetapi dalam deep trance di mana bawah sadarnya langsung berfungsi, ia sering tidak bisa bicara tanpa

15

kembali ke tingkat sadar. Sepanjang hidupnya percakapan selalu terjadi di tingkat sadar; ia tidak memahami bahwa pembicaraan bisa dilakukan di tingkat bawah sadar. Subjek sering harus diajari untuk memahami kemampuan mereka untuk melakukan itu, baik di tingkat sadar atau di tingkat bawah sadar. Dengan alasan inilah saya sering menekankan perlunya menyisihkan waktu empat sampai delapan jam dalam menginduksi trance dan melatih subjek agar sepenuhnya berfungsi sebelum melakukan terapi atau eksperimen hipnosis. Hasil yang tidak memuaskan dalam kerja-kerja eksperimental yang mensyaratkan percakapan dalam keadaan deep hypnosis sering terjadi karena subjek terdorong untuk kembali ke kondisi trance yang lebih ringan untuk bicara, tanpa diketahui oleh sang pelaku eksperimen. Namun membimbing subjek untuk tetap mempertahankan deep trance dan berbicara serta menjalankan instruksiinstruksi sebagaimana yang biasa dilakukan di level sadar adalah urusan yang relatif mudah. Subjek yang kelihatannya tidak bisa melakukan percakapan di tingkat deep trance bisa diajari penulisan otomatis (automatic writing), membaca dalam hati tulisan itu, dan menggerak-gerakkan mulutnya tanpa bunyi saat ia membaca. Selanjutnya, menjadi relatif simpel untuk mengubah aktivitas motor dengan menulis dan berkecumik menjadi benar-benar bicara. Dengan sedikit latihan, percakapan menjadi mungkin dilakukan di tingkat bawah sadar. Situasi ini serupa dengan jenis-jenis fenomena hipnotik lainnya: Sakit adalah pengalaman sadar, karena itu analgesia atau anestesia acapkali perlu diajarkan dalam cara yang serupa itu. Hal yang sama mungkin berlaku untuk halusinasi, regresi, amnesia, atau fenomena hipnotik lainnya. Beberapa subjek menghendaki instruksi yang lengkap dan detail; yang lainnya bisa dengan sendirinya mentransfer pelajaran di satu bidang untuk digunakan mengatasi masalah lain. Uraian di atas adalah pengantar tentang ciri-ciri alamiah deep trance: Deep Hypnosis adalah tingkat hipnosis yang memungkinkan subjek berfungsi secara tepat dan langsung di level bawah sadar tanpa campur tangan pikiran sadar. Subjek dalam kondisi deep trance bertindak mengikuti pemahaman bawah sadar, terbebas dari respons pikiran sadar; mereka berperilaku mengikuti realitas yang

16

ada dalam situasi hipnotik yang digerakkan oleh pikiran bawah sadar. Konsepsi, ingatan, dan ide-ide membangun dunia nyata selagi mereka dalam keadaan deep trance. Realitas eksternal yang mengelilingi mereka hanya relevan sejauh ia dimanfaatkan dalam situasi hipnotik. Karenanya, di tingkat deep hypnosis, realitas eksternal tidak benar-benar merupakan materi objektif kongkret yang memiliki makna. Subjek bisa menulis secara otomatis di kertas dan membaca apa yang telah ia tulis. Ia juga bisa berhalusinasi sama baiknya tentang kertas, pensil, dan tindakan motorik menulis dan kemudian membaca “tulisan” itu. Dalam light trance atau dalam keadaan sadar, pensil dan kertas adalah objek-objek yang memiliki makna dan makna itu mengikuti kehendak individu. Sementara dalam deep trance, benda-benda hanya memiliki makna sejauh ia berkaitan dengan pengalaman subjektif seseorang. Realitas deep trance haruslah sejalan dengan kebutuhan dan struktur dasar kepribadian. Dengan begitu, orang-orang yang sangat neurotik bisa dibebaskan dari perilaku neurotiknya dalam keadaan deep trance, yakni ketika proses reedukasi terapetik harus diberi landasan yang sejalan dengan kepribadian dasar. Lapisan neurotik ini, betapapun tebalnya, tidak mendistorsi inti kepribadian, meskipun ia mungkin tertutup atau lumpuh oleh manifestasi neurotiknya. Dengan demikian, upaya apa pun untuk memaksakan sugesti, jika sugesti itu tidak sejalan dengan kepribadian dasar, yang terjadi adalah penolakan, meskipun subjek saat itu mengalami deep trance. Anda mutlak harus menghormati individualitas subjek. Penghormatan seperti ini merupakan landasan untuk mengenali dan membedakan perilaku sadar dan tidak sadar. Hanya pemahaman tentang perilaku bawah sadar subjek yang memungkinkan bagi seorang hipnotis untuk menginduksi dan mempertahankan deep trance. Secara konseptual, deep trance bisa diklasifikasi sebagai (a) somnambulistik dan (b) teler. Yang pertama adalah jenis trance di mana subjek tampaknya sadar dan bisa melakukan apa saja secara memadai dalam keadaan hipnotik, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang dalam keadaan sadar. Subjek yang sangat terlatih tidak kesulitan masuk ke

17

kondisi itu, mereka bisa betul-betul menyandarkan diri pada pola respons dan perilaku bawah sadar. Satu contoh tentang keadaan ini saya tunjukkan ketika saya membuat seorang perempuan trance somnambulistik dan memintanya berceramah di depan para psikiater dan psikolog. Meskipun kebanyakan dari mereka sudah berpengalaman dengan hipnosis, tak satu pun yang menyangka bahwa perempuan itu dalam keadaan trance. Namun, jika benar-benar dicermati, orang akan tahu perbedaan besar antara perilaku sadar dan perilaku trance. Keadaan teler dicirikan mula-mula dengan respons pasif, yang ditandai dengan pelambatan secara psikologis maupun fisiologis. Inisiatif dan perilaku spontan, yang tampak pada trance somnambulistik, tak kelihatan di sini. Pengujian medis menyimpulkan bahwa keadaan seperti ini nyaris serupa dengan keadaan di bawah pengaruh narkotika. Saya menggunakannya hanya untuk kepentingan percobaan perilaku fisiologis dan untuk kepentingan terapetik pada pasien-pasien yang benar-benar neurotik.

MASALAH-MASALAH INDUKSI DEEP-TRANCE Saya akan memaparkan sejumlah masalah induksi deep trance melalui pembahasan umum dengan merinci prosedur yang mungkin digunakan dan tujuan yang hendak dicapai. Seluruhnya berangkat dari pengalaman saya dan diperkuat di sana-sini oleh pengalaman dan praktek para mahasiswa dan kolega saya.

Induksi Trance versus Pemanfaatan Trance Penting untuk memahami bahwa induksi trance dan pemanfaatan trance adalah hal yang berbeda. Kita sudah menyinggungnya dan pengulangan ini untuk menegaskan saja. Perbedaan ini semestinya diperhatikan betul baik oleh subjek maupun hipnotis. Jika tidak, keadaan trance bisa merupakan kesinambungan belaka dari induksi trance. Hasilnya, aktivitas “trance” akan menjadi sebuah campuran yang terdiri atas sebagian respons induksi, sebagian elemen perilaku sadar, dan sebagian perilaku trance sebenarnya.

18

Perbedaan antara Perilaku Trance dan Perilaku Sadar Yang terbaik untuk membicarakan perbedaan kedua perilaku ini adalah dengan cara menghubungkannya dengan realitas. Subjek dalam keadaan trance bisa diminta untuk memperhatikan sebaik-baiknya sebuah kursi sungguhan yang ada di dekatnya. Ketika kursi itu disingkirkan diam-diam ia tidak akan terpengaruh. Ia bisa terus berhalusinasi bahwa kursi itu tetap ada di tempatnya, dan kadang melihat kursi yang dipindahkan itu sebagai kursi lain. Setiap gambaran dalam benak kemudian memiliki nilai realitas baginya. Dalam keadaan sadar hal ini tak mungkin. Atau jika subjek mendapati bahwa kursi sudah dipindahkan, penelitian mungkin bisa mengungkap berlangsungnya suatu penyesuaian mental dalam diri subjek. Jadi, subjek mungkin mengembangkan orientasi lain tentang objek itu sehingga baginya kursi itu tetap ada di tempatnya di sisi timur laut. Namun pengertiannya tentang arah sudah mengalami perubahan demi menyesuaikan diri dengan situasi yang dibutuhkan. Contoh lain, halusinasi tentang seseorang, yang menghasilkan dua gambaran visual, membuat subjek bertanya-tanya mana yang nyata dari kedua sosok itu. Saya mendapati, dalam berbagai kesempatan dengan para mahasiswa psikologi dan kedokteran, bahwa dalam keadaan demikian subjek diam-diam mengharapkan kedua sosok itu melakukan gerakan tertentu. Dan sosok yang merespons keinginan tak terucapkan itulah yang kemudian dikenali sebagai sosok tidak nyata. Itulah realitas subjektif yang dimunculkan oleh perilaku hipnotik dan seorang hipnotis perlu mengenalinya untuk bisa menginduksi dan memanfaatkan trance. Kegagalan untuk mengenali hal ini kadang membuat hipnotis cepat puas dan menerima respons-respons yang tidak memadai sebagai manifestasi valid fenomena hipnotik. Karena itu upaya intensif dan terus-menerus mungkin perlu dilakukan untuk bisa menghasilkan fenomena hipnotik yang diinginkan.

Orientasi Seluruh Prosedur Hipnotik kepada Subjek Semua teknik dalam prosedur hipnotik semestinya diorientasikan kepada subjek dan kebutuhan mereka demi mendapatkan kesediaan mereka untuk sepenuhnya

19

bekerjasama. Perilaku hipnotik yang direncanakan seharusnya hanyalah bagian dari keseluruhan situasi hipnotik, dan ia mestinya disesuaikan dengan subjek, bukan sesuatu yang harus dikerjakan oleh subjek. Kebutuhan-kebutuhan ini skalanya bisa sangat penting hingga tidak penting sama sekali, tetapi dalam situasi hipnotik apa yang tampaknya tidak berisiko kadang bisa menjadi sangat krusial. Misalnya, subjek berkali-kali dilibatkan dengan hasil yang tidak memuaskan dalam sejumlah percobaan dengan bandul di tangan kanan. Ketika saya memahami bahwa bawah sadarnya menginginkan tangan kiri saya yang memegang bandul, hasilnya memuaskan. Setelah keberhasilan ini, ia kemudian juga kooperatif ketika saya menggunakan tangan kanan. Seorang subjek yang cakap menggunakan kedua tangannya, dalam sebuah eksperimen yang melibatkan automatic writing and drawing, rupa-rupanya meminta secara bawah sadar untuk menggunakan kedua tangannya semau dia. Seorang pasien neurotik tidak sanggup dan tidak berkeinginan mengeluarkan uang untuk terapi. Tetapi ia tidak ingin mendapatkan penanganan tanpa membayar. Selanjutnya, ia diinduksi untuk bertindak sebagai subjek volunter untuk banyak percobaan, dan atas permintaannya tidak ada upaya terapi di dalamnya. Setelah setahun lebih terlibat dalam percobaan ia secara bawah sadar memperoleh kesimpulan bahwa keterlibatannya sebagai volunter sejauh ini cukup baginya sebagai ongkos terapi, yang kemudian saya lakukan sepenuhnya. Kebutuhan psikologis si subjek, tak peduli sekalipun itu remeh dan tidak relevan, perlu dipenuhi sebaik mungkin dalam hipnosis. Mengabaikan hal ini akan sering membawa hasil yang tidak memuaskan, tidak sesuai harapan, dan bahkan bertentangan. Dalam keadaan ini, keseluruhan situasi hipnotik haruslah dikaji ulang dari sisi subjek.

Perlunya Melindungi Subjek Subjek selamanya perlu dilindungi sebagai pribadi yang memiliki hak, privilese, dan privasi, dan dipahami bahwa ia berada pada posisi yang tampaknya sangat rentan dalam situasi hipnotik. Secerdas apa pun subjek dan seluas apa pun

20

pengetahuannya, disadari atau tidak akan selalu ada situasi ketidakpastian menyangkut apa yang akan terjadi atau apa yang akan dikatakan atau dilakukan oleh hipnotis. Bahkan subjek yang rileks dan tidak punya beban apa pun terhadap saya sebagai psikiater tetap menunjukkan kebutuhan untuk melindungi diri dan berjaga-jaga. Perlindungan ini semestinya diberikan secara tepat kepada subjek baik dalam keadaan sadar maupun dalam trace. Yang terbaik adalah memberikannya secara tidak langsung ketika ia sadar dan lebih langsung ketika trance. Contohnya, seorang gadis 20 tahun bersedia menjadi subjek eksperimen tetapi saya mendapat laporan bahwa ia rewel, berlidah tajam, dan menyulitkan dalam pekerjaan hipnotik. Selang beberapa waktu kemudian, ia mulai melaporkan dirinya sendiri, menjelaskan dengan riang dan agak malu-malu, “Aku biasa jalan dengan Ruth karena ia benar-benar bermulut tajam sehingga aku tidak akan bertingkah atau berkata apa pun yang tidak kuinginkan.” Ia kemudian menyampaikan hasratnya menjalani terapi untuk menyingkirkan perasaan takut yang terus ia tekan. Eksperimen dan terapi dengan gadis itu berlangsung sama suksesnya. Dalam bekerja dengan subjek baru, dan ketika berencana menginduksi deep trance, saya selalu melakukan upaya sistematis untuk menunjukkan kepada subjek bahwa ia sepenuhnya aman. Caranya relatif simpel dan tampak tidak masuk akal. Namun, reaksi personal membuatnya efektif. Sebagai contoh, seorang sarjana psikologi bersedia menjadi subjek dalam sebuah seminar. Agak susah membawanya ke trance ringan, dan perilakunya menyiratkan bahwa ia memerlukan kepastian bahwa ia aman. Dengan seolah-olah mengajarkan penulisan otomatis kepadanya, saya memintanya menulis kalimat yang cukup menarik dan ia tidak perlu menunjukkan apa yang ia tulis itu sampai nanti topik penulisan otomatis dibahas. Dengan ragu ia menulis singkat. Saya memintanya membalik kertas sehingga ia sendiri tidak bisa membaca apa yang ia tulis. Kemudian saya serahkan kepadanya secarik kertas baru dan memintanya menulis secara otomatis jawaban sadar dan bawah sadarnya atas pertanyaan, “Apakah kau

21

bersedia membacakan kepadaku apa yang sudah kautulis?” Kedua jawabannya adalah “ya,” dan secara otomatis ia menambahkan “semua orang.” Lalu saya menyampaikan sugesti bahwa tidak ada pentingnya membaca kalimatnya karena itu usaha pertamanya dalam penulisan otomatis. Mungkin lebih baik ia melipatnya dan menyimpannya di dompet dan beberapa waktu kemudian membandingkan tulisan tersebut dengan penulisan otomatis yang ia lakukan selanjutnya. Setelah itu, ia bisa mudah diinduksi memasuki deep trance. Beberapa waktu kemudian ia menjelaskan, “Aku benar-benar ingin memasuki trance tetapi aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu. Rasanya tolol sekali melakukan apa saja di depan banyak orang. Ketika kau memintaku menulis, tanganku melakukannya dengan enteng menulis, ‘Apakah aku mencintai Jerry?’ dan kemudian aku menulis bahwa kau atau siapa pun lainnya bisa membacanya. Tetapi ketika kau memintaku untuk menyimpan kertas itu dan menjelaskan bahwa itu hanya untuk menguji penulisan tangan, tanpa mengisyaratkan sama sekali untuk menafsirkan arti tulisan tersebut, saat itu aku menyadari bahwa tidak ada yang perlu kuragukan. Dan aku juga tahu bahwa aku bisa menjawab pertanyaanku sendiri nanti dan tidak perlu melakukannya saat itu juga sambil penasaran apakah aku benar.” Perilaku seperti itu muncul berkali-kali, dan metode umum untuk menangani kebutuhan akan perlindungan diri ini terbukti efektif.dalam menjamin kerjasama bawah sadar untuk menginduksi deep trance. Prosedur lain yang bisa digunakan adalah meminta subjek dalam keadaan trance ringan untuk memimpikan pengalaman yang paling menyenangkan, menikmatinya, dan melupakan saja mimpi itu dan tidak perlu mengingatnya sampai nanti situasi membutuhkan ingatan atas mimpi itu. Instruksi semacam ini mempunyai banyak efek ganda: ia memberi subjek perasaan bebas yang sepenuh aman, namun bisa bersesuaian dengan ide-ide bawah sadar tentang kebebasan dan kemerdekaan dalam hipnosis. Ia memanfaatikan pengalaman-pengalaman familiar dalam melupakan dan menekan. Ia memberikan perasaan aman dan percaya diri, dan ia juga mengandung sugesti post-hipnotik untuk dieksekusi hanya atas

22

keinginan subjek. Ini memberi landasan luas bagi subjek untuk mengembangkan deep trance. Bentuk sugesti menyeluruh seperti ini diterapkan secara luas oleh penulis, karena ia membangkitkan banyak respons hipnotik yang menyenangkan bagi subjek dan konstruktif bagi hipnotis, dalam cara sepenuhnya melindungi subjek dan karena itu memperkuat kerjasama. Prosedur lain adalah membuat sugesti negatif yang meminta subjek dalam trance ringan untuk menyembunyikan satu item informasi dari hipnotis. Akan lebih baik jika item ini adalah karakter pribadi yang tidak sepenuhnya dikenal oleh subjek itu sendiri. Itu bisa saja nama tengahnya, siapa dalam keluarga besar yang memiliki kemiripan dengannya, atau nama depan kawan masa kecilnya. Jadi subjek mendapati melalui pengalaman aktual bahwa mereka bukanlah robot, sehingga mereka bisa nyaman menikmati kerjasama dengan hipnotik, sehingga mereka bisa sukses dalam menjalankan sugesti hipnotik, dan bahwa perilakunya sendirilah dan bukan apa yang dilakukan oleh hipnotis yang membawa keberhasilan. Semua reaksi ini penting dalam menjamin terjadinya deep trance. Juga, subjek mempelajari secara tidak kritis bahwa, jika mereka berhasil menjalankan sugesti negatif, yang sebaliknya pasti bisa. Hal lain yang sering dilupakan untuk melindungi subjek adalah penyampaian penghargaan atas kerjasama mereka. Perhatian penuh semestinya diberikan pada kebutuhan manusia untuk berhasil dan kehendak untuk mendapatkan pengakuan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain atas sukses tersebut. Mengabaikan hal ini bisa berarti kegagalan melindungi subjek sebagai makhluk berperasaan. Kegegalan semacam ini bisa membahayakan validitas pekerjaan hipnotik, karena subjek bisa merasa bahwa upaya mereka tidak diapresiasi, dan ini bisa menghasilkan menurunnya tingkat kerjasama. Dalam pengalaman saya, apresiasi lebih baik diberikan pertama ketika subjek dalam kondisi trance dan kemudian ketika ia sadar. Dalam pekerjaan di mana pengungkapan apresiasi tidak bisa diberikan, subjek bisa menerimanya dalam situasi lain ketika memungkinkan. Dalam setiap pekerjaan hipnotik, perhatian sungguh-sungguh harus diberikan

23

untuk memberi perlindungan penuh pada ego subjek dengan mempertimbangkan kebutuhan mereka sebagai pribadi.

Pemanfaatan Seluruh Perilaku Spontan dan Responsif Subjek Selama Induksi Trance Sering teknik hipnosis berpusat terutama pada apa yang dilakukan atau diucapkan oleh hipnotis untuk mewujudkan trance, dengan sedikit perhatian diarahkan pada apa yang subjek lakukan dan alami. Sebenarnya, perkembangan kondisi trance adalah sebuah fenomena intrapsikis, tergantung pada proses-proses internal, dan aktivitas hipnotis hanya ditujukan untuk menciptakan situasi yang menyenangkan. Sebagai analogi, sebuah inkubator menghadirkan suasana menyenangkan bagi penetasan telur, tetapi penetasan itu sendiri bermula dari perkembangan proses kehidupan di dalam telur. Dalam induksi trance, seorang hipnotis yang tidak berpengalaman sering mencoba mengarahkan perilaku subjek agar sesuai dengan konsepsinya tentang bagaimana subjek “seharusnya” berperilaku. Padahal semestinya peran hipnotis harus semakin mengecil dan peran subjek yang secara konstan semakin membesar. Sebuah contoh bisa diberikan tentang subjek eksperimen, yang kemudian digunakan untuk mengajarkan hipnosis kepada mahasiswa kedokteran. Setelah pembahasan umum tentang hipnosis, subjek tersebut menyatakan hasratnya untuk secepatnya trance. Sugesti diberikan agar ia memilih kursi dan posisi yang ia merasa akan sangat nyaman. Ketika gadis itu memilih sendiri tempat yang nyaman, ia mengatakan ingin merokok. Saya menyodorinya sebatang, dan ia menyalakan rokok dengan malas, memandang kosong asap yang mengepul ke atas. Saya mengajaknya membicarakan kesenangan merokok, asap yang bergulung-gulung naik, perasaan tenteram menyelipkan rokok di bibir, kepuasan batin saat asyik masyuk mengisap rokok dengan nyaman dan tanpa keperluan untuk memberi perhatian pada apa yang ada di luar dirinya. Singkatnya, percakapan ringan berlangsung tentang mengisap dan menghembuskan, kedua kosakata ini disesuaikan dengan tarikan dan hembusan

24

nafasnya. Pembicaraan lain adalah tentang bagaimana ia bisa secara otomatis mengangkat rokok dan menyelipkan ke bibir dan kemudian menurunkan tangannya ke tangan kursi. Pernyataan ini ditepatkan dengan apa yang sedang ia lakukan. Segera kata-kata “mengisap”, “menghembuskan”, “mengangkat” dan “menurunkan” memperoleh nilai pengkondisian tanpa ia menyadari karena sugesti muncul dalam bentuk percakapan ringan. Secara itu juga kata-kata “tidur”, “mengantuk”, dan “ambang tidur” bersesuaian dengan perilaku kelopak matanya. Sebelum rokoknya habis, ia memasuki trance ringan. Kemudian kepadanya disampaikan sugesti bahwa ia bisa terus menikmati rokoknya saat ia tidur semakin lelap; bahwa saya akan menjaga rokoknya selagi ia tenggelam dalam tidurnya yang paling lelap; bahwa, saat ia tidur, ia akan terus merasakan sensasi merokok dan menikmati kepuasan. Ia trance sangat dalam, dan saya melatihnya untuk memberikan respons sesuai dengan pola perilaku bawah sadarnya. Setelah itu memperkenalkannya dalam beberapa kesempatan kepada para mahasiswa kedokteran sebagai subjek yang bisa mereka gunakan dalam praktek hipnosis. Perilaku gadis itu ketika dengan mereka pada intinya sama dengan perilakunya ketika dengan saya. Namun permintaannya untuk merokok ditangani secara beragam oleh para mahasiswa. Beberapa orang secara halus menolak permintaannya sehingga menunda induksi trance, beberapa ikut merokok bersamanya, dan beberapa dengan sabar menungguinya sampai selesai merokok. Baru setelah tidak ada lagi urusan dengan rokok, gadis itu dipersilakan duduk untuk dihipnotis. Hasilnya, mereka mengalami kegagalan. Pada sesi terakhir dengan para mahasiswa yang terlibat, saya meminta dua mahasiswa lain secara terpisah untuk mencoba menghipnotisnya. Keduanya diberi kebebasan untuk mengikuti cara saya memanfaatkan perilaku subjek. Keduanya berhasil membuat gadis itu trance mendalam. Kemudian para mahasiswa lain, mengikuti contoh itu dan berhasil juga. Kasus ini disampaikan sedikit rinci karena ia menggambarkan begitu jelas pentingnya hipnotis menyesuaikan teknik apa pun yang ia gunakan dengan perilaku subjek. Menafsirkan hasrat merokok subjek sebagai penolakan terhadap

25

induksi trance adalah salah besar. Sebaliknya, itu adalah ekspresi keinginan subjek untuk bekerjasama dalam cara yang sesuai dengan kebutuhannya. Ia justru perlu dimanfaatkan ketimbang dianggap sebagai penolakan yang harus disingkirkan atau dihapuskan. Berkali-kali subjek kelihatan menunjukkan resistensi, dan itu tidak lain adalah teknik bawah sadar mereka untuk menguji kesediaan hipnotis untuk memenuhi kebutuhan mereka dan bukan upaya untuk mendesak hipnotis untuk melakukan segala cara menurut gagasannya sendiri. Begitupun subjek yang menyediakan diri terlibat sebagai subjek demonstrasi setelah berbagai kegagalan dengan sejumlah hipnotis sebelumnya. Ketika permintaannya dipenuhi, ia duduk tegak, dalam posisi menantang di hadapan audiens. Perilaku yang tidak menyenangkan ini kemudian dihadapi dengan pernyataan ringan dan santai yang ditujukan kepada audiens bahwa hipnosis tidak harus selalu bergantung kepada relaksasi atau otomatisme sepenuhnya, tetapi hipnosis bisa diinduksikan pada subjek yang punya kesediaan jika hipnotis itu sendiri juga punya kesediaan untuk menerima sepenuhnya perilaku subjek. Subjek merespons itu dengan bangkit dan menanyakan apakah ia bisa dihipnotis dengan cara berdiri. Pertanyaan menyelidiknya saya tanggapi dengan sugesti, “Kenapa tidak menunjukkan bahwa itu bisa?” Serangkaian sugesti menghasilkan deep trance dalam waktu cepat. Keingintahuan subjek mengungkapkan bahwa ia telah banyak membaca tentang hipnosis dan menolak keras anggapan bahwa orang yang dihipnotis adalah robot yang mengikuti perintah saja dan tidak punya kesanggupan mengekspresikan diri. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa mestinya harus diperjelas bahwa perilaku spontan sepenuhnya sama mungkinnya dengan tindakan responsif dan bahwa utilisasi hipnosis bisa dijadikan efektif dengan mengakui fakta ini. Mari dicatat bahwa jawaban, “Kenapa tidak menunjukkan bahwa itu bisa?” mengandung penerimaan absolut atas perilakunya, meminta komitmen penuhnya untuk mengalami hipnosis, dan memastikan kerjasamanya dalam mencapai tujuannya sendiri dan juga tujuan sang hipnotis.

26

Sepanjang demonstrasi ia sering menawarkan sugesti kepada saya tentang apa yang harus saya instruksikan kepadanya, kadang benar-benar mengganti apa yang saya tugaskan. Pada kesempatan lain ia sungguh-sungguh pasif. Subjek lain, seorang sarjana psikologi, mengalami kesulitan besar untuk memasuki deep trance. Setelah upaya keras beberapa jam, ia akhirnya bertanya malu-malu apakan ia bisa memberi tahu teknik yang tepat, meskipun ia tidak punya pengalaman dengan hipnosis. Tawarannya saya terima dengan senang hati, dan ia memberi nasihat, “Anda bicara terlalu cepat dalam poin itu, anda seharusnya menyampaikan itu dengan sangat lambat dan tegas dan berulang-ulang. Sampaikan dengan cepat dan menunggu sejenak dan kemudian ulangi pelanpelan, dan sekarang jeda sejenak dan kemudian beri saya istirahat, dan tolong jangan memakai kata itu.” Dengan bantuannya, trance yang sangat mendalam bisa diwujudkan dalam waktu kurang dari 30 menit. Sesudah itu ia sering terlibat dalam banyak pekerjaan eksperimental dan digunakan untuk mengajar orang lain bagaimana caranya menginduksi deep trance. Penerimaan bantuan semacam itu bukanlah pengungkapan ketidaktahuan atau inkompetensi, itu lebih merupakan pengkuan jujur bahwa deep hipnosis adalah upaya bersama di mana subjek melakukan sesuatu dan hipnotis mencoba menstimulasi subjek untuk membuat upaya yang diperlukan. Itu adalah pengakuan bahwa tidak ada orang yang bisa benar-benar memahami pola individual dalam belajar dan merespons orang lain. Sementara prosedur ini bekerja dengan baik pada subjek yang sangat intelek dan begitu tertarik pada hipnosis, ia juga efektif pada yang lain. Ia membangkitkan kepercayaan, perasaan percaya diri, dan partisipasi aktif dalam pekerjaan bersama. Lebih dari itu, ia berguna untuk menghapuskan salah anggapan tentang kekuatan mistik yang dimiliki seorang hipnotis dan merumuskan secara tidak langsung peran saling menghargai antara subjek dan hipnotis. Untungnya pengalaman ini terjadi awal sekali dalam pekerjaan saya dan memberi nilai luar biasa sampai dalam

27

menginduksi hipnosis pada berbagai tingkatan dan dalam memunculkan perilaku hipnotik yang sangat kompleks. Orang sering membaca literatur tentang resistensi subjek dan teknik yang digunakan untuk mengatasinya. Dalam pengalaman saya prosedur paling memuaskan adalah menerima dan memanfaatkan resistensi dan jenis perilaku apa saja, karena ketika digunakan secara tepat, itu semua bisa membawa keberhasilan hipnosis. Ini bisa dilakukan dengan menyampaikan sugesti dalam cara di mana respons positif maupun negatif, atau bahkan tidak ada respons, semuanya dianggap sebagai perilaku responsif. Misalnya, kepada subjek resisten yang enggan mengikuti sugesti hand levitation kita bisa mengatakan, “Segera tangan kananmu, atau mungkin tangan kirimu, akan terangkat ke atas, atau ia mungkin menekan ke bawah, atau ia mungkin tidak bergerak sama sekali, tetapi kita akan sekadar menunggu saja apa yang terjadi. Mungkin mula-mula ibu jari, atau kau bisa merasakan sesuatu terjadi pada jari kelingkingmu, tetapi hal terpenting di sini bukanlah tanganmu terangkat ke atas atau menekan ke bawah atau tetap diam. Lebih dari itu, yang terpenting adalah kemampuanmu untuk merasakan sepenuhnya perasaan apa pun yang berkembang di tanganmu. Dengan menyatakan seperti itu, semua kemungkinan tercakup, dan setiap kemungkinan merupakan perilaku responsif. Maka sebuah situasi sedang diciptakan di mana subjek bisa mengekspresikan resistensi mereka dalam cara yang konstruktif dan kooperatif. Manifestasi perlawanan oleh subjek dalam cara terbaik dimanfaatkan dengan mengembangkan situasi di mana resistensi melayani sebuah tujuan. Hipnosis tidak bisa ditentang jika tidak ada hipnosis yang dilakukan. Hipnotis, yang memahami ini, seharusnya bisa mengembangkan situasi bahwa setiap kesempatan apa pun untuk mewujuudkan resistensi menjadi bagian dari respons hipnotik dengan menempatkan semua resistensi ke dalam kemungkinan yang tidak relevan. Subjek yang resistensinya diwujudkan dengan kegagalan hand levitation bisa diberi sugesti bahwa tangan kanannya akan terangkat ke atas, tangan kirinya tidak. Demi keberhasilan perlawanannya, perilaku sebaliknya harus diwujudkan. Hasilnya, subjek mendapati dirinya sendiri

28

merespons sugesti, tetapi demi kepuasannya sendiri. Dalam catatan saya mengenai penggunaan prosedur ini, kurang dari setengah lusin subjek memahami bahwa sebuah situasi sedang diciptakan di mana ambivalensi mereka sedang dipecahkan. Seorang penulis hipnosis secara naif menerapkan prosedur yang sama di mana ia meminta subjek untuk menolak trance demi upayanya untuk mendemonstrasikan bahwa orang tidak bisa menolak sugesti hipnotik. Subjek bersedia membuktikan bahwa mereka siap menerima sugesti untuk membuktikan bahwa mereka tidak bisa trance. Studi itu membahas secara naif dari perilaku subjek yang menuruti sugesti untuk tidak trance. Perilaku apa pun yang dipertunjukkan oleh subjek mestinya diterima dan dimanfaatkan untuk mengembangkan lebih lanjut perilaku responsif. Setiap upaya untuk “mengoreksi” atau mengubah perilaku subjek, atau memaksa mereka untuk melakukan hal-hal yang mereka tidak tertarik melakukannya, akan menjadi penghambat induksi trance dan tentunya menghambat deep trance. Kenyataan bahwa seseorang bersedia menjadi subjek hipnotik dan kemudian mempertontonkan resistensi mengindikasikan sikap ambivalen yang, jika dipahami, bisa dimanfaatkan untuk melayani baik tujuan subjek maupun hipnotis. Pemahaman dan pemanfaatan perilaku ini bukan merupakan, sebagaimana saya katakan, “teknik tak ortodoks,” didasarkan pada “intuisi klinis’. Hal itu merupakan pengenalan simpel mengenai kondisi yang ada, yang didasarkan pada penghargaan sepenuhnya kepada subjek sebagai pribadi yang menjalankan fungsinya.

Mendasarkan Setiap Langkah Maju Induksi Trance pada Pencapaian Aktual Subjek Pencapaian-pencapaian ini bisa jadi karena situasi hipnotik, atau semuanya itu adalah pengalaman subjek sehari-hari. Kesediaan menjadi subjek saja mungkin adalah hasil dari pergulatan internal seseorang. Duduk nyaman di kursi dan tidak mempedulikan gangguan eksternal adalah sebuah pencapaian. Tidak adanya respons terhadap sugesti hand-levitation bukanlah sebuah kegagalan, karena

29

tangan yang tidak bergerak sama sekali itu pun suatu pencapaian. Kesediaan untuk duduk diam selagi hipnotis bekerja keras menawarkan sejumlah sugesti, yang tampaknya sia-sia, tetaplah sebuah pencapaian. Masing-masing dari itu merupakan sebuah bentuk perilaku yang bisa ditegaskan sebagai keberhasilan awal untuk menuju ke kondisi trance. Sebagai contoh, seorang Doktor psikologi, yang sangat keras kepala dan skeptis tentang hipnosis, menantang saya untuk “mencoba mengerahkan sedikit kecakapanmu” terhadapnya di hadapan saksi mata yang akan membuktikan kegagalan saya. Namun, perempuan itu menyatakan bahwa jika bisa dibuktikan kepadanya bahwa ada yang namanya fenomena hipnosis, ia akan menyediakan dirinya untuk studi apa pun yang mungkin saya rencanakan. Tantangan perempuan itu dan persyaratannya saya terima. Janjinya untuk menjadi subjek, jika bisa dipercaya, secara hati-hati dan sungguh-sungguh ditegaskan, karena itu merupakan perilakunya dan bisa menjadi landasan untuk perilaku trancenya yang akan datang. Selanjutnya, sebuah teknik sugesti diterapkan yang diyakini pasti gagal, yang memang begitu. Maka subjek diberi perasaan sukses, tetapi bercampur dengan penyesalan telah mempermalukan saya. Penyesalan ini merupakan batu landasan untuk trence di masa datang. Kemudian sebagai upaya yang tampaknya untuk menyelamatkan muka, saya memulai pembicaraan tentang aktivitas ideomotor. Setelah beberapa waktu sugesti tak-langsung mengarahkannya untuk bersedia bekerjasama dalam eksperimen aktivitas idomotor. Perempuan itu menyatakan, “Jangan coba meyakinkan saya bahwa aktivitas ideomotor adalah hipnosis, karena saya tahu itu bukan.” Pernyataan ini saya tanggapi dengan menjelaskan bahwa aktivitas ideomotor, tak diragukan lagi, bisa terjadi dalam hipnosis bahkan dalam cara seperti ketika sadar. Maka batu landasan lain dihamparkan untuk aktivitas trance mendatang. Hand levitation dipilih sebagai contoh ativitas ideomotor, dan perempuan itu menerimanya, karena ia tidak tahu bahwa saya sering menggunakan hand-levitation sebagai awal dari prosedur induksi trance.

30

Dengan cara seolah-olah sedang memberi penjelasan panjang lebar, serangkaian sugesti hand levitation disampaikan. Ia merespons cepat dan riang. Ini diikuti oleh sugesti bahwa, sebagai awalan untuk pekerjaan eksperimental, alangkah baiknya jika ia sepenuhnya mengasyikkan diri dengan aspek-aspek subjektif pengalamannya, dengan mengabaikan seluruh rangsangan eksternal kecuali suara saya. Maka, landasan lain dihamparkan. Dalam 10 menit ia mengembangkan trance somnambulistik. Setelah beberapa menit menyampaikan sugesti yang membangkitkan berbagai respons ideomotornya, saya menyatakan bahwa ia mungkin ingin mengakhiri dan kembali ke pembicaraan awal. Maka saya mensugesti agar ia bangun dari trance. Ia setuju dan bangun dengan mudah, dan saya segera menyambung diskusi awal. Segera trance kedua diinduksikan dengan prosedur yang sama, diikuti dengan empat trance berikutnya dalam empat jam. Selama trance ketiga ia memunculkan fenomena katalepsi. Ini membuat dia gelisah dan tertekan, tetapi sebelum ia bisa bangun, saya menenteramkan dengan mengatakan bahwa fenomena itu sebagai “berhentinya aktivitas ideomotor”, dan ini tidak hanya meyakinkannya tetapi merangsang minatnya lebih lanjut. Dalam dua trance berikutnya ia bersedia menjalani pengalaman “fenomena aktivitas ideomotor lainnya yang terkait.” Maka saya memintanya memandang saksi mata dan kemudian mencatat bahwa, saat perhatiannya kepada orang lain menyusut dan ia menjadi semakin asyik dengan perilaku ideomotor pada kedua tangannya, ia akan berhenti melihat orang lain. Dalam cara ini ia diajari mengembangkan halusinasi negatif dengan meluaskan ketertarikannya dari aktivitas ideomotor ke penyingkiran perilaku orang lain. Dengan prosedur serupa ia diajari halusinasi positif dengan memvisualkan secara jelas tangannya yang terangkat dalam dua posisi berbeda sehingga ia tidak bisa membedakan tangannya dari citraan visual yang dibuatnya. Ini berhasil, alasan yang tampaknya menarik saya sampaikan bahwa, saat perhatiannya pada aktivitas ideomotor makin menyusut, ia akan bergantian antara melihat dan tidak melihat, mendengar dan tidak mendengar, kehadiran orang lain, bahwa ia bisa membuat gambaran

31

duplikat orang lain, dan bahwa ia bisa melupakan kehadiran orang lain dan bahkan ide-ide tentang mereka atau benda-benda apa saja. Dengan begini, ia diinduksi untuk mengalami banyak fenomena hipnosis. Selanjutnya diikuti tugas yang lebih sulit, yakni menginformasikan kepadanya bahwa ia terhipnotis. Ini berhasil melalui sugesti, dalam trance keenam, bahwa ia mengingat perasaan-perasaannya “sepanjang demonstrasi pertama tentang aktivitas ideomotor.” Saat ia melakukan itu, saya menunjukkan bahwa keasyik-masyukannya mungkin bisa diperbandingkan dengan keadaan serupa yang terjadi dalam hipnosis. Maju ke “demonstrasi kedua” sugesti ditawarkan bahwa perilakunya nyaris mirip trance. Ia kemudian diminta untuk memvisualkan dirinya sendiri saat ia harus muncul dalam “demonstrasi ketiga”. Saat ia melakukan itu, ia diminta untuk mengomentari perilaku kataleptiknya, mengembangkan bunyi-bunyian imajiner tentang apa yang dikatakan kepadanya, dan untuk memperhatikan respons-respons yang dibuat. Pada waktu ini hipnosis dinyatakan sebagai kemungkinan tertentu, dan saya memuji kemampuannya mengembangkan gambaran dalam benak, visual dan auditoris, yang memungkinkan baginya untuk melihat sedemikian jelas perilakunya. Segera ia saya minta untuk mempertimbangkan peristiwa keempat. Saat ia melakukannya, ia ditanya secara ragu-ragu apakah, dalam demonstrasi itu, ia tidak benar-benar trance. Diyakinkan bahwa ai bisa memahami secara bebas, nyaman, dan dengan rasa senang karena sejumlah pencapaian, ia menyatakan, “Jadi aku pasti benarbenar trance sekarang.” Saya setuju dan secepatnya mengingatkannya pada tiaptiap sukses yang ia dapatkan dan betapa menakjubkan ia telah bisa memanfaatkan aktivitas ideomotornya untuk meluaskan lapangan pengalaman personalnya. Ia selanjutnya diminta untuk merenungi seluruh kejadian sepanjang petang dan membari saran kepada saya yang ingin ia sampaikan. Setelah merenung ia meminta saya untuk tidak menceritakan kepadanya, setelah ia dibangunkan nanti, bahwa ia telah dihipnotis, tetapi agar saya sudi memberinya waktu untuk menata ulang sikap umumnya terhadap hipnosis dan

32

terhadap saya sebagai salah satu eksponen hipnosis, dan waktu untuk menggunakan kesalahan pada pemikiranya semula. Saya setuju, dan kepadanya saya menyampaikan bahwa ia akan dibangunkan dengan amnesia terhadap pengalaman trance-nya dan dengan perasaan senang bahwa kami berdua punya ketertarikan pada fenomena ideomotor. Selanjutnya saya mensugesti bahwa pikiran bawah sadarnya akan sangat senang untuk menyembunyikan dari pikiran sadarnya fakta bahwa ia sudah dihipnotis, dan bahwa rahasia ini bisa disampaikan oleh bawah sadarnya kepada saya. Ia diberi tahu bahwa pikiran bawah sadarnya sanggup dan akan begitu mengatur pikiran sadarya sehingga ia bisa mempelajari tentang hipnosis dan pengalaman hipnotiknya dengan cara yang memuaskan dan informatif baginya sebagai individu. Dengan sugesti post-hipnotik ini subjek tetap diberi pelatihan hipnotik lebih lanjut tentang dungsi independen pikiran bawah sadar dan pikiran sadar, perkembangan amnesia hipnotik, pelaksanaan sugesti post-hipnotik. Sebagai tambahan, ia diberi tahu bahwa pada tingkat trance terdalam, ia sebagai pribadi, benar-benar terlindungi, bahwa ia sendirilah, dan bukan hipnotis, yang menentukan dalam induksi trance, dan pemanfaatan salah satu proses perilaku dapat dibikin sebagai landasan untuk pengembangan bentuk serupa namun lebih kompleks. Hasilnya sangat menark. Dua hari kemudian subjek meminta maaf atas “skeptisimenya yang sembrono” tentang hipnosis dan penghinaannya yang “tanpa bukti” pada pekerjaan saya. Ia menambahkan bahwa ia sangat senang oleh kebutuhannya utnuk minta maaf.. Beberapa hari kemudian ia menyediakan diri sebagai subjek, menyatakan bahwa ia sekarang sungguh tertarik dan akan senang berpartisipasi dalam studi-studi investigatif dalam hipnosis. Ia membuktikan diri sebagai subek yang sangat produktif dalam periode setahun. Contoh panjang ini menggambarkan banyaknya hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam induksi deep trance. Hal kecil seperti “pemahaman rahasia” antara pikiran bawah sadar subjek dan hipnotis telah berulang kali terbukti efektif sebagai alat untuk mewujudkan deep trance pada subjek-subjek

33

yang resisten. Berkat hal ini mereka bisa menyadari dan mengekspresikan secara bebas dan aman resistensi mereka. Pada saat yang sama mereka bisa memiliki perasaan mendalam bahwa mereka bekerjasama secara penuh, aman, dan efektif. Kepuasannya karena itu terletak pada fakta bahwa subjek memiliki dorongan untuk melanjutkan pencapaian yang berhasil, dan resistensi aktif segera hilang, terselesaikan, atau dimanfaatkan secara konstruktif. Singkatnya, apa pun perilaku yang dimunculkan oleh subjek, itu semestinya diterima dan dipandang sebagai sumber potensial untuk mencapai keberhasilan. Penerimaan atas kebutuhannya agar saya gagal membawa ke aktivitas ideomotor. Ini dengan cepat menghasilkan banyak fenomena hipnotik yang didasarkan secara langsung atau tidak langsung pada respons ideomotor dan meningkat dalam keberhasilan yang menyenangakn baik bagi subjek maupun hipnotis. Sekiranya hipnotis berupaya keras dengan teknik yang kaku untuk menundukkan subjek, yang terjadi pastilah kegagalan, sebab perkembangan ke arah trance bukanlah untuk membuktikan kecakapan hipnotis, melainkan untuk mewujudkan pengalaman bernilai dan pemahaman subjek. Banyak materi di atas yang merupakan pemaparan dari prosedur utama yang diterapkan untuk mewujudkan deep trance. Beberapa prosedur hipnotik yang biasanya berhasil sekarang akan disarikan. Saya tidak mungkin menjelaskan secara sangat rinci karena keterbatasan halaman dan karena perubahan konstan dari satu orientasi ke orientasi lain yang mereka persyaratkan.

Teknik Kebingungan (THE CONFUSION TECHNIQUE) Salah satu prosedur spesial dalam hipnosis mungkin adalah Teknik Kebingungan. Ia digunakan secara luas untuk menginduksi fenomena spesifik dan juga deep trance. Biasanya ia bekerja sempurna pada subjek intelek yang tertarik pada proses hipnotik, atau dengan mereka yang secara sadar tidak ingin memasuki trance. Pada intinya ini tidak lain adalah penyampaian serangkaian sugesti yang saling bertentangan, yang tentu saja berbeda-beda pada setiap individu. Misalnya,

34

dalam memproduksi hand levitation, sugesti disampaikan agar subjek mengangkat tangan kanan, dan pada saat yang sama tangan kiri disugesti tidak bergerak. Selanjutnya, subjek akan segera menyadari bahwa hipnotis melakukan kekeliruan ketika ia mensugesti agar tangan kiri terangkat dan tangan kanan tidak bergerak. Saat subjek memaklumi bahwa hipnotis mungkin sedikit selip, dan menganggapnya hanya kekeliruan kecil yang tidak disengaja, hipnotis mensugesti agar kedua tangan tidak bergerak, bersamaan dengan sugesti untuk mengangkat satu tangan dan menekankan tangan lain ke bawah. Ini diikuti lagi dengan sugesti paling awal yang disampaikan oleh sang hipnotis.. Terkondisi oleh respons awalnya yang kooperatifnya terhadap kekeliruan hipnotis, maka saat subjek mencoba mengabaikan sedikit kebingungannya, ia akan mendapati dirinya terperangkap dalam beberapa kemungkinan respons yang saling bertentangan. Pada saat itulah sugesti positif apa pun akan diterima oleh subjek sebagai sugesti yang melegakan dan membebaskan diri dari situasi yang membingungkannya. Pada akhirnya ia menemukan sesuatu yang bisa dipegang dan direspons secara cepat dan itu memberinya perasaan tenteram. Atau, ketika berhasil menginduksi levitation, secara sistematis sang hipnotis bisa membangun situasi kebingungan dengan, misalnya, tangan mana yang bergerak, yang lebih cepat atau tersendat, yang akan bergerak dengan sentakansentakan, dan yang akan terus bergerak dan kebingungan arah. Situasi akan terus berkembang seperti itu sampai subjek terbebas dari kebingungan dan mengembangkan penerimaan penuh pada sugesti yang sangat diharapkan. Dalam menginduksi amnesia dengan meregresi subjek ke masa lalu, “teknik kebingungan” sangatlah efektif dan bermanfaat. Kita bisa menggunakan teknik ini dengan memanfaatkan pengalaman keseharian yang diakrabi oleh setiap orang. Untuk membawa subjek ke waktu lampau, kita bisa memulainya dengan sugesti melalui percakapan ringan tentang betapa mudahnya orang kadang-kadang menjadi kacau tentang hari apa sekarang, untuk lupa apakah pertemuan dijadwalkan besok dan bukan kemarin, dan mengisi tanggal dengan mencantumkan tahun lalu dan bukan tahun ini. Saat subjek mengaitkan sugesti-

35

sugesti ini dengan pengalaman nyatanya di waktu lalu, kita bisa menyusulkan pernyataan seperti: Meskipun sekarang hari Selasa, orang bisa berpikir bahwa sekarang hari Kamis, tetapi kalaupun sekarang adalah Rabu dan tidak penting juga apakah sekarang Rabu atau Senin, orang bisa mengingat dengan sangat jelas pengalaman pekan lalu di hari Senin, yang merupakan pengulangan dari pengalaman yang terjadi Rabu sebelumnya. Ini, pada gilirannya, mengingatkan seseorang pada sebuah peristiwa yang terjadi di hari ulang tahun subjek di tahun 1948, dan saat itu ia hanya bisa berspekulasi tetapi tidak tahu sama sekali mengenai apa yang akan terjadi pada ulang tahunnya di tahun 1949 dan, tentu saja, apa yang akan terjadi pada ulang tahunnya di tahun 1950, karena semua itu belum terjadi. Lebih lanjut, karena kesemuanya itu tidak terjadi, maka tidak ada ingatan apa pun dalam pikirannya di tahun 1948. Saat subjek menerima sugesti-sugesti ini, ia bisa mengenali makna penting dari sugesti-sugesti tersebut. Namun, demi mempertahankan pemahamannya, ia terdorong untuk mencoba berpikir dalam situasi ulang tahun di tahun 1948, dan untuk bisa melakukan itu, ia harus mengabaikan tahun 1949 dan 1950. Singkatnya, subjek mulai mengarahkan pikirannya ketika ia mengikuti serangkaian sugesti yang menyatakan bahwa orang bisa mengingat sesuatu dan melupakan yang lain; bahwa orang sering melupakan hal-hal yang bisa mereka ingat tetapi mereka tidak ingin mengingatnya; bahwa kenangan tertentu dari masa kanak-kanak seringkali lebih jelas ketimbang kenangan dari tahun 1947, 1946, 1945; bahwa sesungguhnya setiap hari mereka melupakan hal-hal yang terjadi tahun ini, dan juga tahun lalu, atau tahun 1945 atau 1944, dan bahkan lebih lampau lagi yakni tahun 1942, 41, dan 40. Sementara pada tahun 1935, hanya halhal tertentu yang bisa diingat jelas di tahun itu, namun, seiring waktu, hal-hal itu menjadi terlupakan. Sugesti ini juga dikenali sebagai ujaran yang mengandung pengertian yang bisa diterima, dan setiap upaya subjek untuk memahaminya akan membuatnya semakin bisa menerima sugesti-sugesti itu. Sebagai tambahan, hipnotis bisa menawarkan sugesti tentang amnesia, dengan penekanan pada kenangan yang

36

berasal dari masa kanak-kanak, dan proses reorientasi pada usia lebih dini mulai dibangkitkan. Sugesti-sugesti ini mula-mula tidak diberikan dalam bentuk perintah atau instruksi tetapi sebagai pernyataan yang menantang pikiran. Saat subjek mulai merespons, pelan-pelan kita mensugesti subjek untuk mengingat sejelas-jelasnya serangkaian pengalaman dari tahun 1935 atau 1930. Ketika ini berhasil, subjek disodori sugesti untuk melupakan pengalaman tertentu yang baru akan terjadi di waktu nanti. Sugesti diberikan langsung, namun dengan hati-hati dan tidak terdeteksi, dan subjek disugesti untuk segera “melupakan banyak hal, sebagaimana yang terjadi secara alami pada setiap orang, ya banyak hal dari masa lalu, spekulasi tentang masa depan, selain melupakan pikiran-pikiran, perasaan, dan kejadian yang tidak penting. Hal-hal yang terjadi saat ini, itulah yang ada dan bermakna.” Dengan demikian, gagasan awal sudah disugestikan, dan itu diperlukan oleh subjek tetapi mensyaratkan jenis respons tertentu. Sugesti-sugesti berikutnya ditawarkan secara tegas, dengan meningkatnya intensitas, bahwa kejadian-kejadian tertentu dari tahun 1930 akan diingat sangat jelas sehingga subjek mendapati dirinya mengalami masa pertumbuhan, yakni sesuatu yang belum sepenuhnya lengkap. Misalnya, subjek terbawa ke peristiwa ulang tahunnya yang ke-6 dan ia merespons dengan mengalami dirinya duduk di meja dengan gelisah menunggu apakah ibunya akan menghadiahinya beberapa potong hot dog. Seorang Doktor yang menjadi subjek saya menunjukkan bahwa ia terbawa ke masa kanak-kanaknya dan merespons dengan mengalami kembali peristiwa ia duduk di ruang kelas menunggu tugas sekolah. Di sinilah kesalahan besar sering dibuat oleh sejumlah hipnotis. Ada asumsi ceroboh bahwa subjek, saat terbawa ke masa lalunya dalam sesi hipnotik, bisa melakukan percakapan dengan hipnotis, orang yang secara harfiah tidak pernah ada dalam masa itu. Namun, dengan pemahaman yang lebih kritis, hipnotis bisa melakukan transformasi identitas yang diperlukan agar kehadirannya tepat dalam konteks situasi itu. Seorang doktor perempuan mengalami kembali pengalaman di ruang kelas, dan itu adalah saat di mana saya tidak ada dalam pengalamannya (ia

37

baru berjumpa dengan saya lebih dari lima belas tahun kemudian). Karena kehadiran saya di ruang kelas saat itu adalah sebuah anakronisme, yang akan membuyarkan seluruh reorientasi, maka secara spontan ia mengubah saya menjadi gurunya. Dengan menanggapinya dalam cara yang tepat sesuai konteks waktu itu, dalam situasi ruang kelas, dan sebagai Miss Brown, situasi kemudian menjadi valid, dan masa lalu benar-benar hadir kembali. Mungkin contoh paling absud dari kecerobohan dalam hal ini adalah yang kita baca pada laporan panjang lebar oleh seorang psikiater mengenai percobaannya membawa subjek kembali ke masa lalunya di dalam kandungan, di mana ia mendapatkan cerita subjektif tentang pengalaman subjek sebagai janin. Psikiater itu mengabaikan kenyataan bahwa janin dalam kandungan tidak bisa bicara maupun memahami ujaran. Ia tidak memahami bahwa temuannya itu pada dasarnya adalah hasil upaya subjek untuk menyenangkan hipnotis yang ceroboh dan kurang berpikir. Sudah semestinya hipnotis menyesuaikan kehadirannya ketika subjek mengalami regresi demi mendapatkan hasil yang valid, dan itu bisa dengan mudah dilakukan. Pasien dalam sesi terapi saya mengalami regresi ke usia 4 tahun. Informasi yang saya dapatkan tentang pasien itu adalah, di masa itu, ia terpesona pada jam emas milik tetangganya, dan itu pengalaman yang ia lupakan. Dalam meregresi subjek tersebut, saat ia masuk ke usia 4 tahun, saya memperkenalkan jam emas saya secara visual dan tanpa sugesti. Pemahaman saya terhadap tetangganya secara spontan segera ia terima. Transformasi sang hipnotis ke sosok orang lain tidaklah aneh dalam kaitan dengan regresi. Berkali-kali, dalam menginduksi deep trance pada subjek baru, saya menemui kesulitan sampai saya memahami bahwa, sebagai Dr. Erickson, saya hanyalah orang asing yang tak ada relevansinya dengan pengalaman subjek dan bahwa perkembangan deep trance sepenuhnya berlangsung seiring dengan penerimaan subjek terhadap transformasi identitas saya ke sosok lain. Maka seorang subjek yang mengharapkan anestesia hipnotik untuk persalinan secara konsisten mengidentifikasi saya sebagai bekas dosen psikologinya, dan barulah

38

menjelang persalinan saya bisa memahami identitas bekas dosennya. Tanpa pemahaman itu, subjek akan gagal untuk sungguh-sungguh menerima situasi. Dan kegagalan itu akan menghasilkan penolakan besar terhadap perkembangan deep trance dan pelatihan anestesia. Dalam menginduksi trance dan menghasilkan respons yang valid, hal yang harus betul-betul dipertimbangkan oleh seorang hipnotis, baik pemula maupun berpengalaman, adalah pengenalan subjek terhadap dirinya sebagai pribadi, pemenuhan subjek akan kebutuhannya, dan kepahaman subjek akan berfungsinya pola bawah sadarnya. Itu tanggung jawab sang hipnotis. Ia harus membuat semuanya selaras dengan situasi hipnotik sedang dikembangkan oleh subjek.

THE REHEARSAL TECHNIQUE Jenis lain induksi deep trance mungkin disebut teknik pengulangan (rehearsal technique). Ini bisa dan sesring digunakan untuk deep hypnosis dan untuk membangkitkan fenomena individual. Ia bisa menggunakan banyak cara baik dalam hipnosis ekperimental maupun terapetik, terutama yang terakhir. Ia terdiri atas beberapa bentuk perilaku yang tampaknya menjanjikan manfaat baik dan meminta subjek melatihnya berulang-ulang dan kemudian mengulanginya dalam keseharian. Maka subjek yang hanya membuat respons kecil terhadap hipnosis tetapi tampaknya potensial sebagai subjek yang baik mungkin gagal merespons sugesti penulisan otomatis (automatic writing). Respons sebagian dan tidak pasti inibisa dianggap sebagai contoh dari keberhasilan nyata. Kemudian serangkaian sugesti diberikan, yang membawa subjek untuk melatih secara mental apa yang harus dilakukan untuk meraih sukses tertentu itu. kemudian mereka diminta untuk latihan secara mental bagaimana itu bisa dilakukan pada kertas kosong, pada kertas bergaris, dengan pena, pensil, atau crayon. Selanjutnya subjek diminta untuk melakukan apa yang sudah ia latih secara mental dalam berbagai kemungkinan dengan peralatan. Ini bisa diikuti dengan latihan dan pengulangan selanjutnya, yang memperkenalkan variabel-variabel baru berupa kertas khayalan

39

dan alat-alat tulis dan huruf-huruf, kata-kata, dan kalimat-kalimat baru. Saat prosedur ini diikuti, subjek secara bertahap mengembangkan trance yang semakin dalam, terutama jika latihan dan pengulangan diterapkan pada bentuk lain perilaku hipnotik. Kadang teknik ini bisa diterapkan dalam cara yang sama sekali berbeda. Misalnya, di depan para mahasiswa kedokteran, saya menjalankan prosedur amnesia pada subjek relawan yang berharap untuk memasuki trance dan sekaligus ingin mengecewakan saya. Mahasiswa ini menyampaikan pendapat bahwa ia sangsi apakah ia bisa mengembangkan amnesia, dan menyatakan bahwa ia sendiri akan menyodorkan sendiri bukti amnesia, katakanlah pencopotan sepatu kanannya. Jika ini terjadi, katanya, itu akan membuktikan kepadanya bahwa ia bisa mengembangkan amnesia. Ia bisa memasuki trance dengan baik, dan serangkaian instruksi diberikan kepadanya, secara tegas dan berulang-ulang, bahwa ia melakukan beberapa tindakan seperti meminta rokok pada salah seorang mahasiswa, meminjam kacamata, dan sebagainya. Ia juga diberi perintah berulang-ulang untuk melupakan masing-masing tugas simpel itu. Diselipakan secara tidak kentara ke dalam sugesti-sugesti itu adalah pernyataan bahwa, setelah dibangunkan, sementara berdiskusi dengan seisi kelas tentang kehadiran atau ketidakhadiran amnesia atas tugas-tugas yang diberikan kepadanya, ia akan melintasi ruangan, menulis sebuah kalimat di papan tulis, dan membuat tanda tangan, dan terus melanjutkan diskusi. Ketika dibangunkan, ia menyatakan bahwa ia ingat apa saja yang dikatakan kepadanya dan itu yang akan dia lakukan. Pernyataannya ditantang, di mana ia dengan jengkel menceritakan tugas-tugasnya dan menjalankan semuanya. Tanpa menghentikan kejengkelannya, ia menulis kalimat dan membubuhkan tanda tangannya. Setelah ia kembali ke tempat duduknya, perhatiannya terarah ke tulisan yang ia akui, menegaskan bahwa narasinya membuktikan ingatannya, dan ia menjulurkan kaki kanannya dengan sepatu yang membuktikan secara jelas bahwa ia tidak mengalami amnesia. Ia kemudian melanjutkan ucapannya, sambil

40

secara linglung melepas sepatunya. Ini tidak ia sadari sampai seisi kelas diminta keluar. Ketika memperhatikan sekeliling, ia mengetahui bahwa ia mengembangkan amnesia dengan tidak mengetahui apa yang terjadi. Para mahasiswa diminta masuk kelas lagi, dan ia diminta menulis ulang kalimatnya. Saat ia melakukannya, beberapa sugesti segera membuatnya trance, dan ia mendemonstrasikan berbagai tindakan yang tidak lazim dalam keseharian. Maka kepadanya diberikan perintah-perintah panjang dan berulang-ulang yang tampaknya membuat dia amnesia, tetapi pada kenyataannya ia terusmenerus berhasil memenuhi kebutuhan pribadinya. Karena itu kegagalankegagalannya merupakan bentuk nyata keberhasilannya, yang bisa benar-benar membawanya ke keberhasilan-keberhasilan berikutnya, yakni pengembangan amnesia. Penyisipan yang tidak kentara dalam sugesti menulis membuatnya terjauhkan dari sugesti-sugesti lain yang lebih penting. Kemudian, saat ia mencapai keberhasilannya untuk tidak amnesia, pola respons dilengkapi oleh keberhasilan yang lebih besar dengan membuktikan tidak adanya amnesia, dengan memamerkan sepatu kanannya. Namun, hal ini tidak memuaskan hasratnya untuk terus mendapatkan keberhasilan lebih banyak lagi, yakni demonstrasi amnesianya dengan melepas sepatu, satu hal yang ia pilih sendiri. Ini ia dapatkan dengan amnesia ganda pada tulisan dan pencopotan sepatu, sebuah sukses lebih besar ketimbang yang ia harapkan. Kemudian, saat ia mengulangi penulisan, ia mendapati dirinya kembali ke situasi yang membuatnya sangat puas bisa menyelesaikannya. Situasi ini membawanya deep trance secara mudah berkat prosedur latihan atau pengulangan. Bentuk lain dari teknik ini terbukti bermanfaat juga untuk menginduksi deep trance dan dalam studi motivasi, asosiasi gagasan, regresi, analisa simbol, represi, dan pengembangan wawasan. Ia terbukti sebagai prosedur terapetik yang sangat efektif dan dan terutama dengan meminta subjek dalam keadaan trance mengulang-ulang sebuah mimpi, atau, yang kurang dianjurkan, sebuah fantasi, secara konstan dalam bentuk tersamar yang berbeda-beda. Yakni, subjek mengulangi mimpi spontan atau mimpi yang diinduksikan dengan orang-orang

41

yang berbeda, mungkin dalam latar belakang yang berbeda, tetapi dengan makna yang sama. Setelah mimpi yang kedua, instruksi yang sama diberikan lagi, dan ini berlanjut sampai tujuan-tujuan yang dilayani terpenuhi. Sebagai ilustrasi, seorang pasien lelaki menceritakan mimpi spontan yang dialaminya pada malam sebelumnya: “Aku sendirian di tengah lapangan rumput. Ada cekungan dan gundukan di lapangan itu. Aku merasa hangat dan nyaman. Aku sangat menginginkan sesuatu—entah apa itu. Tetapi aku takut—lumpuh oleh rasa takut. Aku ngeri. Aku bangun gemetar.” Diulangi lagi, mimpi itu adalah: “Aku berjalan di lembah kecil. Aku mencari sesuatu yang harus kutemukan, tetapi aku tidak menginginkannya. Aku tidak tahu apa yang kucari, tetapi aku tahu sesuatu memaksaku untuk mencarinya, dan aku takut pada apa yang kucari itu, apa pun itu. Kemudian aku tiba di tepi lembah yang berpagar tembok dan di sana ada sebatang arus air yang mengalir dari bawah semak-semak lebat. Semak-semak itu penuh duri tajam. Ia beracun. Ada sesuatu yang mendorongku mendekat, dan aku menjadi lebih kecil dan kian mengecil dan aku masih merasa takut.” Pengulangan selanjutnya adalah: “Ini tampaknya berhubungan dengan sebagian mimpi terakhir. Saat itu musim semi, dan ada batang-batang kayu di sungai dan semua penebang pohon dan semua lelaki ada di sana. Setiap orang memiliki satu batang, aku juga. Semua orang lain memiliki batang kayu keras, tetapi milikku, ketika aku melihatnya, hanyalah tongkat kecil yang lapuk. Aku berharap tidak seorang pun memperhatikannya dan aku mengakui yang lainnya, tetapi ketika aku mendapatkannya, itu hanya tongkat kecil seperti sebelumnya.” Diulangi lagi: “Aku berada di perahu memancing. Setiap orang memancing. Setiap orang lain mendapatkan ikan besar. Aku memancing dan terus memancing dan yang kudapatkan hanya ikan kecil yang lemah. Aku tidak menginginkannya, tetapi aku harus mempertahankannya. Aku merasa sangat tertekan.” Lagi: “Aku pergi memancing lagi. Ada banyak ikan besar melompat-lompat di perairan itu, tetapi tangkapanku hanyalah ikan kecil mengenaskan yang akan terlepas lagi dari mata kailku dan mengapung mati di air. Tetapi aku harus mendapatkan ikan, maka aku terus memancing dan mendapatkan satu yang

42

tampaknya masih hidup. Maka aku menaruhnya di kantung goni sebab aku tahu setiap orang akan menaruh ikan mereka di kantung goni. Setiap orang melakukan itu, dan kantung goni mereka selalu penuh ikan. Tetapi ikanku hilang di kantung goni, dan kemudian aku melihat kantung goniku sudah benar-benar lapuk dan berlubang, dan dari sana keluar lumpur dan kotoran, dan ikanku meloncat keluar dan jatuh ke lumpur, perutnya kembung, dan mati. Dan aku melihat sekeliling dan aku berada di lapangan rumput yang kuceritakan padamu, dan kantung goni itu berada di bawah semak berduri dan ikanku yang mengenaskan meloncat ke arus air yang sudah pernah kuceritakan kepadamu, dan ia tampak seperti tongkat kayu yang sudah lapuk.” Serangkaian pengulangan akhirnya menghasilkan berbagai amnesia dan bloking dan pengakuannya bahwa, pada masa pubertas, dalam keadaan sangat miskin, ia harus merawat ibunya, yang menolaknya sama sekali sejak ia bayi dan meninggal karena kanker pada alat kelaminnya. Tambahan lagi, ia bilang untuk pertama kalinya ia merasa sangat inferior yang disebabkan oleh batang penisnya kurang bisa tumbuh, kecenderungan homoseksualnya, dan perasaannya bahwa yang melindunginya dari homoseksualitas adalah “tekanan yang mengerikan dan paksaan dari masyarakat yang mendorongmu menjadi heteroseksual.” Contoh ini menggambarkan secara jelas proses-proses bawah sadar: mimpimimpi berikutnya semakin mudah diinstruksikan dan semakin mudah membangkitkan trance, pada saat yang sama mimpi-mimpi itu semakin memberinya kebebasan dalam berpikir dan dalam menggunakan simbolisme yang sedikit muskil. Patut diingat bahwa jika kita menggunakan prosedur ini untuk hipnosis eksperimental atau demonstrasi, sebisa mungkin kita menawarkan kepada subjek mimpi yang melibatkan karakter-karakter menyenangkan. Alternatifnya, kita bisa saja melakukan penanaman masalah-masalah artifisial, yang dengan demikian membatasi berkembangnya emosi yang tidak menyenangkan. Namun, jika anda memilih yang kedua, pekerjaan harus dihentikan jika hipnotis cenderung tidak punya kemampuan menangani situasi. Jika tidak, luapan kekacauan emosi dan

43

represi aktif mungkin menyebabkan lenyapnya kepercayaan subjek pada hipnotis dan juga akan menghasilkan tekanan emosional pada subjek. Variasi lain dari metode pengulangan ini adalah meminta subjek menggambarkan dirinya sendiri mengerjakan tugas-tugas hipnotik dan kemudian menambahkan unsur-unsur auditoris dan kinestetik, dan sebagainya. Misalnya, seorang pasien neurotik mempunyai kesulitan mengembangkan dan mempertahankan deep trance. Dengan memintanya secara mental melakukan latihan untuk beberapa kejadian baik dalam sesi penggalian maupun terapetik dan kemudian membayangkan sejelas mungkin pengalaman-pengalaman tersebut pada setiap kesempatan, itu sangat memungkinkan untuk membangkitkan dan mempertahankan deep trance yang memuaskan. Dengan memberinya “pengantar”, perempuan itu bisa mengembangkan dan mempertahankan trance sedalam-dalamnya. Setelah mengeksplorasi penyebab-penyebab yang melandasi masalahnya, langkah berikutnya dalam terapi adalah menguraikan serinci mungkin, dengan bantuannya, aktivitas apa saja yang akan ia lakukan untuk membebaskan dirinya dari masa lalu yang telah mendorong terbentuknya pola perilaku sehari-harinya. Kemudian ia dibawa ke waktu tiga bulan ke depan dan karena itu bisa disodori cerita yang “mengingatkannya” pada terapi yang dijalaninya dengan sukses. Kepadanya saya menyampaikan sangat rinci hal-hal baru yang berlimpah yang bisa dimasukkan ke dalamm prosedur terapetik terakhir. Prosedur itu bisa dibandingkan dengan apa yang terjadi pada gadis ini, yang sangat kompeten sebagai subjek, terutama di hadapan banyak orang. Maka tidak mungkin membuatnya trance mendalam atau menginduksinya dalam kesempatan privat. Dengan memintanya membayangkan sesi itu sebagai sebuah demonstrasi di depan khalayak di waktu mendatang dan kemudian membawanya ke tanggal beberapa minggu ke depan, ia bisa melihat fantasinya sebagai keberhasilan nyata di masa lalu, yang sangat memuaskannya. Segera ia diminta untuk ‘mengulangi” demonstrasinya di depan sekelompok mahasiswa, yang ia inginkan dan dengan

44

sukses ia kerjakan. Ia tidak lagi mengalami kesulitan bahkan setelah diberi tahu bahwa saya telah melakukan manipulasi terhadapnya. Subjek direorientasi dari masa kini ke masa depan, dan diminta mengingat sesi hipnotik yang berlangsung sukses. Prosedur ini bisa dilakukan dan meminta subjek untuk “mengingat” keberhasilan sesi hipnotik akan memudahkannya memasuki deep trance. Dalam terapi, dan juga dalam ekperimen, saya mendapati prosedur ini sangat efektif, karena ia memungkinkan elaborasi pekerjaan hipnotik berlangsung dengan persetujuan subjek, yang sesuai dengan kebutuhan dan kapabilitas bawah sadar. Ia sering memudahkan koreksi kesalahan dan kekhilafan sebelum itu semua diwujudkan, dan ia memberikan pemahaman tentang bagaimana mengembangkan teknik yang tepat. Subjek yang ditangani dengan cara ini sering bisa memberikan sumbangan besar dalam merencanakan prosedur dn teknik yang tepat dalam eksperimen dan terapi.

Teknik Disosiasi Ganda Teknik lain yang sering saya lakukan untuk menginduksi deep trance, atau menggunakannya untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat kompleks, adalah induksi halusinasi visual ganda di mana sejumlah hal berbeda tetapi berkaitan divisualkan. (Banyak subjek bisa diajari “menatap kristal’ dalam trance ringan.) Satu pasien, yang sangat stres dan putus asa, terpaku ketika menerima sugesti untuk membayangkan dirinya dalam bola kristal sedang mengalami kejadian membahagiakan di masa kecilnya, yang sudah ia lupakan, yang kontras dengan suasana murungnya sekarang. Memanfaatkan respons masokhistiknya terhadap kejadian ini, bola kristal kedua disugestikan di mana ia bisa meliha, secara bersamaan dengan yang pertama, sebuah kejadian yang berlangsung di umur yang lain. Total ada dua belas bola kristal khayalan yang di dalamnya ia bisa melihat pengalaman masa lalunya yang berbeda-beda. Prosedur ini tidak terbatas untuk menginduksi perilaku halusinatif. Seorang musisi, yang tidak responsif terhadap hipnotik langsung, diinduksi untuk mengingat pengalaman ketika pikirannya tercerap ke dalam alunan musik.” Ini

45

dilanjutkan dengan sugesti untuk mencari pengalaman-pengalamann lain yang serupa. Segera ia tercerap dalam upayanya untuk mengingat kenangan yang ia lupakan dan alunan musik menjadi bantuan kinestetik yang memudahkan pengembangan deep trance. Dengan kata lain, fenomena disosiasi, apakah itu spontan atau melalui induksi, bisa digunakan dalam cara pengulangan untuk membangun momentum psikologis yang subjek mudah dan siap mencapainya.

Teknik Post-Hipnotik (POST-HYPNOTIC TECHNIQUES) Dalam makalah bersama E.M. Erickson, saya menulis tentang trance spontan yang berkembang sehubungan dengan eksekusi tugas-tugas post-hipnotik. Dalam menginduksi hipnosis, ringan atau mendalam, seorang hipnotis bisa secara tersamar memperkenalkan beberapa bentuk sugesti post-hipnotik yang memungkinkan terjadinya trance spontan. Trance ini bisa dimanfaatkan sebagai pintu masuk untuk mengembangkan trance baru. Tidak semua subjek responsif terhadap prosedur ini, tetapi ia sering bermanfaat. Kadang subjek yang hanya mengalami trance ringan bisa diberi sugesti posthipnotik simpel, saat mereka mengembangkan trance spontan dalam mengeksekusi tindakan post-hipnotik, sugesti bisa diberikan untuk memperdalamnya. Prosedur ini bisa diulangsi, dan trance ketiga, yang lebih dalam, bisa dihasilkan, sampai pengulangan yang memadai bisa menghasilkan deep trance. Tentang sugesti post-hipnotik yang tidak kentara, saya kadang melakukan seperti ini: “Setiap kali aku memegang pergelangan tanganmu dn menggerakkan tanganmu dengan lembut seperti itu (mendemonstrasikannya), itu adalah pertanda bagimu untuk melakukan sesuatu—mungkin untuk menggerakkan tanganmu yang satunya, mungkin untuk menganggukkan kepala, mungkin untuk tidur lebih nyenyak, tetapi setiap kali kau menerima isyarat ini, kau menjadi siap menjalankan tugasmu.” Diulangi beberapa kali dalam trance pertama, subjek, dalam pemikirannya saat itu, menerapkan sugesti hanya untuk sesi trance tersebut. Namun, seminggu kemudian, dalam seting yang tepat, pengulangan

46

isyarat bisa menghasilkan induksi hipnosis secara cepat. Metode ini telah sering digunakan untuk mempersingkat waktu induksi. Sementara tindakan post-hipnotik yang harus dieksekusi subjek, yakni tindakan simpel dan ringan akan lebih baik ketimbang tugas yang jelas-jelas menantang perhatian: memandang hipnotis menyalakan rokok, memperhatikan apakah geretan yang dilemparkan ke wastafel jatuh tepat di sana, atau memperhatikan bahwa buku di meja berada dua inci dari tepi meja, semuanya jauh lebih baik ketimbang meminta subjek bertepuk tangan ketika kata “pensil” disebutkan. Semakin enteng tugas hipnotik bisa dijalankan, semakin mudah bagi subjek untuk beradaptasi. Hal-hal yang ringan dikerjakan akan memudahkan pemanfaatan perkembangan perilaku ke arah situasi hipnotik total. Dalam mempersiapkan makalah ini, tujuan saya bukanlah untuk menguraikan teknik-teknik hipnosis yang spesifik atau eksak. Tulisan ini hanya ingin menunjukkan bahwa hipnosis mestinya diniatkan untuk menghasilkan situasi di mana hubungan antarpribadi dan hal-hal yang berkaitan dengan emosi seseorang dikembangkan secara konstruktif untuk melayani tujuan hipnotis maupun subjek. Ini tidak bisa dikerjakan dengan mengikuti prosedur yang baku dan kaku, atau dengan berupaya keras untuk mencapai satu tujuan belaka. Kompleksitas perilaku manusia dan motivasi yang mendasarinya memerlukan pengetahuan tentang berbagai faktor yang hadir dalam situasi apa pun yang muncul di antara dua pribadi yang terlibat dalam urusan bersama. Apa pun bagian yang diperankan oleh hipnotis, dan yang diperankan oleh subjek, melibatkan sejumlah fungsi besar— fungsi yang berangkat dari kapabilitas, pengetahuan, dan pengalaman pribadi mereka. Hipnotis hanya bisa memandu, mengarahkan, mengawasi, dan menyediakan kesempatan bagi subjek untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Untuk melakukan ini, hipnotis mestilah memahami situasi dan apa yang diperlukan saat itu, memproteksi subjek sepenuhnya, dan bisa mengetahui kapan pekerjaan selesai. Ia haruslah menerima dan memanfaatkan perilaku yang berkembang dan bisa menciptakan peluang dan situasi yang menyenangkan bagi subjek agar bisa berfungsi secara baik. ***

47

Penanganan Depresi Histeris Akut dengan Metode Regresi ke Fase Kanak-Kanak Milton H. Erickson dan Lawrence S. Kubie

Tulisan ini diterbitkan pertama kali pada The Psychoanalytic Quarterly, Oktober, 1941, Vol. X, No. 4.

AWAL MULA PENANGANAN eorang perempuan 23 tahun dipekerjakan di rumah sakit jiwa selama beberapa bulan. Selama masa ini ia mengalami peningkatan depresi. Ia terus menjalankan tugasnya dengan cukup baik selama beberapa minggu setelah mengalami kejadian yang membuatnya kacau; tetapi seiring waktu ia menjadi semakin enggan dan asal-asalan dalam pekerjaannya, pelan-pelan menarik diri, dan menghabiskan waktunya dengan menyendiri di ruangan. Pada kondisi ini ia makan hanya karena memenuhi permintaan teman sekamarnya, banyak menangis, sesekali mengungkapkan hasratnya untuk mati, dan menjadi sungkan dan sulit bicara ketika ditanya masalahnya. Selanjutnya simptom pasien menjadi begitu akut sehingga keluarga dan teman-temannya mengupayakan pertolongan psikiater. Beberapa psikiater menemuinya. Beberapa dari mereka mendiagnosa kondisinya sebagai fase depresi manic-depressive psychosis. Erickson meyakini bahwa itu bisa jadi adalah depresi reaktif akut. Bukti selanjutnya, yang akan disampaikan nanti, menunjukkan bahwa itu gejala khas “depresi histeris”, yakni sebuah reaksi depresif yang disebabkan oleh episode histeris tertentu. 48

Beberapa konsultan menyatakan kesediaan menangani gadis itu. Tentang hal ini, keluarga pasien tidak sepakat dan menekankan bahwa yang diperlukan setidaknya adalah sebuah psikoterapi aktif. Karena itu, diupayakanlah pemberian dorongan yang simpatik dan persuasif. Pasien menanggapi hal ini dengan menampakkan penurunan depresi dan kembali bekerja kendati masih enggan dan asal-asalan; tetapi ia tetap tidak bisa membicarakan masalahnya. Perbaikan kecil ini cukup menjanjikan untuk penanganan selanjutnya, tetapi masih belum bisa membuat gadis itu terbebas dari bahaya kambuh lagi ke depresi berat ingin bunuh diri. Selanjutnya, ia disarankan menjalani penanganan psikoanalisa. Ia agak tertarik pada gagasan ini. Maka, meskipun tidak lazim mengupayakan analisis di tengah depresinya, selama sekitar satu bulan ia didorong untuk melakukan kunjungan harian ke psikiater analitis. Selama bulan ini, selain fakta bahwa ia merasa lebih baik setiap kali selesai sesi analisa, sesungguhnya ia mengalami perkembangan yang lambat. Ia tetap tidak bisa membebaskan diri dari peristiwa yang pernah dialaminya, dan biasanya ia banyak menyendiri. Sesekali tampak ia berupaya keras menyampaikan sesuatu atau menangis. Ia sendiri tidak tahu apa yang salah dengan dirinya atau apa yang telah terjadi padanya. Menjelang sebulan, ia mulai menunjukkan gejala kambuh lagi ke dalam depresi akut sehingga harus dikerangkeng. Di luar pengalaman-pengalaman yang mengecilkan hati ini, kepada keluarganya ditawarkan beberapa metode terapi lain yang bisa dicoba—sebelum memasukkannya ke rumah sakit jiwa. Mereka setuju ketika ditawari hipnosis, maka rencana dibuat tanpa sepengetahuan pasien. Pasien kemudian dirujuk ke Dr. Erickson. Latar belakang berikut ini dikumpulkan dari sejumlah psikiater, kerabat, dari lelaki yang terlibat dalam kasus ini, dan beberapa dari pasien sendiri.

RIWAYAT KLINIS Pasien adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga yang keras, kaku, dan moralistik. Ibunya, yang menjadi panutan, meninggal ketika gadis itu berusia 13 tahun. Ini menyebabkan ia menjadi lebih suka menyendiri, namun ada salah

49

satu anak tetangga, berusia sebaya, yang menjadi kawan dekatnya. Pertemanan mereka berlanjut sampai mereka berusia 20 tahun. Pada saat itu keduanya berkenalan dengan seorang lelaki dan mereka samasama tertarik kepada pemuda itu. Mula-mula si pemuda menunjukkan kedekatan pada keduanya, namun pelan-pelan ia memperlihatkan ketertarikan pada temannya dan kemudian mengawininya. Pasien merespons hal ini dengan kekecewaan besar, tetapi segera bisa mengatasi kekecewaannya dan menunjukkan dirinya “baik-baik saja”. Ia terus melanjutkan persahabatan dengan keduanya, mencoba tertarik kepada lelaki-lelaki lain, dan tampaknya bisa melupakan seluruh perasaannya pada suami temannya itu. Setahun setelah perkawinan, temannya meninggal karena radang paru-paru. Kematian temannya ini membuat gadis itu sangat sedih. Tak lama setelah itu, si lelaki yang kini duda pindah ke daerah lain, dan untuk sementara waktu betulbetul hilang dari kehidupan pasien. Kira-kira setahun kemudian ia kembali lagi dan bertemu tidak sengaja dengan pasien. Persahabatan mereka terjalin lagi, dan mereka mulai sering ketemu. Pasien menceritakan kepada teman sekamarnya bahwa ia “selalu kepikiran” lelaki itu dan mengakui bahwa ia sangat mencintainya. Perilakunya saat pulang dari kencan dengan lelaki itu digambarkan oleh teman sekamarnya dengan istilah “melambung tinggi”, “riang gembira”, dan “mabuk cinta seolah-olah tidak menginjak bumi.” Suatu malam, setelah beberapa bulan kencan, ia pulang lebih awal dan sendirian. Ia menangis dan roknya kotor oleh muntahan. Ketika ditanya oleh temannya, pasien menjawab terbata-bata bahwa ia sakit, mual, tak pantas, kotor, dan murahan. Ia mengatakan bahwa cinta itu menjijikkan dan mengerikan, dan ia menyatakan tak pantas hidup, tak ingin hidup, dan tak ada gunanya lagi hidup. Ketika ditanya apakah lelaki itu melakukan sesuatu padanya, ia muntahmuntah lagi, tersedu-sedu lagi, minta agar ditinggalkan sendirian saja, dan menolak dibawa ke dokter. Akhirnya ia bisa diredakan dan tidur.

50

Keesokan paginya ia tampak sudah pulih, meskipun sedikit murung. Ia sarapan, tetapi ketika temannya yang tak tahu kejadian tadi malam menanyakan apa yang telah terjadi, ia menjadi mual-mual lagi, menyudahi sarapannya, dan melangkah terhuyung-huyung ke kamarnya. Seharian ia rebahan di kamarnya, menangis, tidak mau bicara, menolak dokter yang datang untuk memeriksanya, dan kondisinya sama persis dengan malam sebelumnya. Hari itu si lelaki mencoba meneleponnya. Ini membuatnya muntah-muntah lagi; ia menolak menemui lelaki itu. Ia menjelaskan kepada teman sekamarnya bahwa lelaki itu “oke-oke saja”, tetapi ia sendirilah yang nista, tak pantas, menjijikkan, dan sakit, dan ia lebih baik bunuh diri ketimbang menemui lelaki itu lagi. Tak ada penjelasan lain. Setelah itu telepon atau surat dari lelaki itu, atau bahkan namanya saja, dan apa pun yang bisa mengingatkan hubungan pasien dengan lelaki itu, sudah akan membuatnya mual-mual, muntah, dan depresi berat. Kepada seorang psikiater lelaki itu menyampaikan bahwa malam itu mereka pergi bermobil dan berhenti untuk melihat matahari terbenam. Percakapan mereka menjadi serius, dan ia menyampaikan cintanya kepada gadis itu dan keinginannya untuk menjadikan dia istri. Ini hal yang sudah lama ingin ia sampaikan, tetapi ia tahan dan bahkan ia sembunyikan karena istrinya belum lama meninggal dan ia tahu kedekatan pasien dengan mendiang istrinya. Ketika ia menyampaikan hal itu, ia tahu dari ekspresi wajah gadis itu bahwa perasaannya bersambut, dan ia mencondongkan tubuh untuk menciumnya. Seketika gadis itu mencoba mendorongnya, muntahannya menyembur deras ke arahnya, dan seketika itu juga “menjadi histeris”. Ia sesenggukan, menangis, merasa jijik, dan mengeluarkan kata-kata “kotor”, “tak pantas”, “menjijikkan”. Lelaki itu mengira kata-kata itu merujuk pada muntahannya. Ia menolak diantar pulang, tak bisa menyampaikan apa pun kecuali bahwa ia tak akan pernah bisa lagi menemui lelaki itu, dan menyatakan bahwa tak pantas lagi ia menjalani kehidupan. Kemudian ia tergopoh-gopoh keluar. Selanjutnya, seluruh upaya teman-temannya maupun dokter untuk membicarakan kejadian itu hanya memperkuat simptomnya dan memunculkan gejala-gejala baru.

51

PERSIAPAN UNTUK HIPNOSIS TAK LANGSUNG Banyak petunjuk dalam cerita ini yang mengisyaratkan kita tidak bisa menerapkan hipnosis langsung. Pertama-tama, ada fakta bahwa ia menolak setiap kata atau tindakan yang berkonotasi seksual dengan cara menyemburkan muntahan, juga dengan cara menjadi depresi berat yang dengan sendirinya memutus kontaknya dengan orang yang berniat menolongnya. Ia sepenuhnya menolak lelaki itu sehingga mendengar namanya saja sudah muntah. Reaksinya terhadap laki-laki sedemikian parah sehingga ia tidak bisa menerima penanganan dokter laki-laki. Setiap lelaki ia kaitkan dengan lelaki yang melamarnya itu. Karena itu hipnosis langsung untuk menangani masalah ini tak akan berhasil. Lebih dari itu ia sudah terbenam sedemikian rupa dalam kondisinya sehingga tak punya kekuatan untuk bangkit. Ia tidak punya sumberdaya yang diperlukan untuk melawan kecemaan dan depresinya, dan hanya bisa menjadi semakin parah dari waktu ke waktu. Ini menyadarkan kita bahwa di fase-fase awal penanganan, mustahil kita mengharapkan ia kooperatif, baik secara sadar maupun tidak. Kita harus bekerja tanpa sepengetahuannya, tanpa membangkitkan kecemasannya, dan jika mungkin tanpa membuatnya menyadari bahwa ia sedang diterapi. Dan yang terpenting, ia tidak tahu bahwa sang hipnoterapis sedang melakukan sesuatu terhadapnya. Ia hanya perlu meyakini bahwa semua itu dilakukan untuk orang lain. Hanya dengan cara ini penanganan bisa dijalankan dengan harapan akan berhasil. Harus diingat, bahkan penanganan pasif, tanpa kata-kata, dan nyaris tanpa intervensi analis yang menanganinya, tetap merupakan hal yang sulit diterima oleh pasien. Hasilnya: setelah sebulan psikoanalisa ia makin terjerumus ke dalam depresinya. Karena itu, sesuai rencana, teman sekamarnya akan menyampaikan kepadanya bahwa untuk beberapa waktu ia akan menjalani hipnoterapi. Dua hari kemudian psikoanalis menemui gadis itu dan memintanya, sebagai “balas budi” atas upayanya sebulan membantu pasien, untuk mendampingi teman sekamarnya dalam sesi hipnotik dengan Dr. Erickson.

52

Permintaan ini diperkuat dengan penjelasan bahwa hanya dia pendamping yang paling tepat bagi teman sekamarnya yang akan menjalani hipnoterapi. Hanya ia yang tepat menjadi “perawat pendamping” yang selalu ada ketika dibutuhkan. Pasien menyetujui tanpa gairah. Kemudian psikoanalis mengatakan bahwa ia perlu juga memperhatikan bagaimana hipnoterapi dijalankan, karena mungkin ia sendiri suatu saat ingin mencobanya. Dengan meminta pasien melakukan sesuatu demi dirinya, analis itu memberi pasien peran aktif. Dengan menyarankan agar ia memperhatikan secara cermat karena ia sendiri mungkin ingin mencoba hipnoterapi suatu saat nanti, analis itu menyingkirkan ancaman “sekarang juga”,. Pada saat yang sama ia mensugesti bahwa suatu saat nanti ia mungkin mendapati bahwa hipnoterapi bermanfaat baginya.1)

SESI HIPNOTIK PERTAMA Di ruangan Erickson, kedua gadis itu duduk di kursi bersebelahan, dan serangkaian sugesti yang panjang dan membosankan disampaikan kepada teman sekamar, yang segera mengalami trance. Dengan cara ini pasien sebenarnya diberi contoh yang efektif. Sugesti diberikan kepada teman sekamar dengan cara begitu rupa sehingga berlaku juga untuk pasien. Kedua gadis itu duduk bersebelahan di kursi yang bentuknya sama, dalam sikap yang kurang lebih sama saat menghadapi

1)

Dua poin ini merupakan perhatian khusus para psikoanalis yang terbiasa meminta pasien mereka untuk menyadari penyakit mereka dan kebutuhan mereka akan penanganan, dan juga penerimaan hubungan terapetik dengan analis. Meski ini merupakan basis bagi pekerjaan terapetik dengan pasien-pasien neurosis, namun amatlah sulit membuat kesepakatan dengan pasien neurosis dan dengan mereka yang bertahuntahun mengalami masalah neurotik, juga dengan mereka yang mengidap sakit jiwa. Analis yang begitu terbiasa dengan metode mereka mungkin menipu diri sendiri dengan gagasan bahwa kepasifan mereka membawa ketenteraman. Dan mereka bahkan tak menyadari bahwa pada tingkat tertentu hal itu juga bisa merupakan serangan bagi pasien. Pendekatan yang dilukiskan di atas adalah sebuah ilustrasi tentang metode yang dalam situasi tertentu justru bisa melahirkan kesulitan.

53

hipnotis. Juga posisi mereka dirancang agar hipnotis bisa secara diam-diam terus memperhatikan keduanya. Dengan demikian sangat memungkinkan bagi hipnotis untuk mensugesti teman sekamar agar menarik dan menghembuskan nafas lebih panjang, dan itu disesuaikan dengan tarikan dan hembusan nafas pasien. Dengan mengulangi hal ini beberapa kali, akhirnya sugesti tentang menarik dan menghembuskan nafas yang diberikan kepada teman sekamar secara otomatis dijalankan juga oleh pasien. Demikian pula ketika pasien meletakkan tangannya di paha, teman sekamar disugesti untuk meletakkan tangannya di paha dan merasakan tangan itu nyaman di sana. Manuver-manuver semacam itu membuat pasien pelan-pelan makin identik dengan teman sekamarnya, sehingga apa pun yang disampaikan kepada teman sekamar berlaku juga baginya. Di sela-sela itu ada manuver-menuver lain. Misalnya, hipnotis menyampaikan kepada pasien secara enteng, “Kuharap kau terlalu kelelahan menunggu.” Selanjutnya ketika teman sekamar disugesti untuk menjadi kelelahan, pasien sendiri merasa makin kelelahan tanpa menyadari bahwa itu karena sugesti yang disampaikan kepadanya. Pelan-pelan lantas terbuka kesempatan bagi hipnotis untuk mensugesti teman sekamar, sembari memandang ke arah pasien, sehingga muncul rangsangan pada diri pasien untuk merespons sugesti tersebut. Ini kurang lebih sama seperti yang dirasakan oleh siapa saja saat seseorang memandang dirinya sambil mengajukan pertanyaan atau komentar kepada orang lain. Setelah satu setengah jam, pasien mengalami trance. Beberapa hal dilakukan untuk meyakinkan keterlibatannya dalam trance saat ini dan selanjutnya nanti dan memastikan bahwa ada peluang untuk menggunakan penanganan hipnosis di waktu-waktu mendatang. Mula-mula diberitahukan secara halus kepada pasien bahwa ia dalam keadaan trance. Ia diyakinkan lagi bahwa hipnotis tidak akan melakukan apa yang tidak ia inginkan dan karena itu tidak diperlukan pendamping. Ia diberi tahu bahwa ia bisa bangun dari trance sekiranya hipnotis menyakitinya. Kemudian ia diminta terus tidur semakin lelap selama beberapa waktu, hanya mendengar dan menyetujui perintah-perintah dari hipnotis

54

yang ia sepakati. Jadi, ia merasa diberi jaminan bahwa ia memiliki pilihan. Perlu diingat bahwa ia harus merasa dekat dengan hipnotis, dan untuk keperluan berikutnya ia diharapkan bisa memasuki trance mendalam demi tujuan yang ia inginkan. Persiapan ini makan waktu, tetapi sangat penting untuk memastikan dan memudahkan pekerjaan selanjutnya. Jelas bahwa masalah utama pasien adalah ledakan emosi sehingga setiap upaya terapetik seharusnya dilakukan dalam cara yang sepenuhnya “aman”, paling tidak tanpa merangsang munculnya perasaan bersalah atau ketakutan. “Upaya aman” ini berarti kita harus membuat pasien terhindar dari segala implikasi yang menyakitkan. Langkah pertama adalah membawa pasien surut ke masa kanak-kanak tanpa menghadirkan kepedihannya. Oleh karena itu, instruksi tegas diberikan kepadanya untuk “melupakan sama sekali segala hal”—tidak menyebut secara spesifik apa yang harus dilupakan. Jadi, pasien dan hipnotis diam-diam membuat perjanjian bahwa sejumlah hal sebaiknya dilupakan—yaitu, sebaiknya ditekan. Itu juga mengizinkan pasien untuk menekan sesuatu tanpa menyebut apa yang ditekan itu. Dalam proses selanjutnya, ini memungkinkan bagi pasien untuk menekan hal-hal lain yang lebih menyakitkan, karena secara otomatis ia akan diterapkan untuk segala sesuatu yang lebih mengacaukan.2) Selanjutnya pasien secara sisematis dibawa pelan-pelan untuk mengalami disorientasi waktu dan tempat, kemudian diarahkan kembali ke periode tertentu di masa kecilnya ketika dia berusia antara 10-13. Teknik ini dijelaskan lebih detail dalam studi mengenai induksi hipnotik terhadap orang yang buta warna dan induksi terhadap orang tuli (Erickson, 1938, 1939). Mula-mula hipnotis menggunakan confusion technique dengan membicarakan hari ini, lalu mundur tahap demi tahap ke situasi minggu, bulan, dan tahun sebelumnya. Kemudian dilakukan elaborasi yang memperkuat dorongan untuk mengingat kejadian2)

Lagi-lagi ini juga berangkat dari teknik analisa, di mana tantangan implisit dan kadang eksplisit dianggap akan menyingkirkan represi. Kekakuan (rigidity) dalam penerapan teknik analisa mungkin menjadi penyebab kegagalan terapi psikoanalisa; di sana juga sering muncul pertentangan antara kepentingan riset dan tujuan terapetik.

55

kejadian tertentu yang tidak spesifik, yang terjadi di tahun-tahun lalu, yang juga dibiarkan tidak spesifik. Proses ini pelan dan melibatkan lompatan-lompatan dari satu ide yang membingungkan ke ide lain yang juga membingungkan. Di puncak kebingungannya, pasien akan mengembangkan kebutuhan besar untuk mendapatkan kepastian. Karena itu ia akan sangat lega ketika mendapatkan perintah yang pasti dan bisa dijalankan. Dalam mereorientasi pasien ke usia antara 10 dan 13, hipnotis menyampaikan sugesti dalam nada tegas tetapi tetap samar dan tidak pasti maknanya. Sugesti diberikan kepada pasien seolah-olah bicara kepada orang lain ketimbang langsung kepadanya. Ia tidak diminta secara langsung unuk mendapatkan sendiri kejadian paling penting dalam periode tiga tahun itu. Usia 10-13 dipilih karena saat itu ibunya belum meninggal dan di tahuntahun itu ia mengalami menstruasi pertama kali, sebuah titik balik yang sangat penting bagi kehidupannya dan perkembangan psikoseksualnya. Karena tak ada informasi detail tentang dirinya pada periode tertentu, maka ia sendirilah yang harus mendapatkannya dari pengalamannya sendiri. Ia tidak satu kali pun diminta menyebutkan dan menunjukkan secara spesifik ke usia berapa ia mengalami regresi dalam trance. Dengan membiarkan dia menghindari detail spesifik, ia dipaksa melakukan sesuatu yang lebih penting— katakanlah, menyampaikan secara umum pengalaman keseluruhan pada periode itu.3) 3)

Regresi ke masa lalu bisa terjadi dalam dua cara. Pertama, “regresi” dalam pengertian bahwa subjek sebagai orang dewasa meyakini, memahami, mengingat, atau menggambarkan pengalaman masa lalunya. Dalam “regresi” semacam ini, akan ada dramatisasi setengah-sadar oleh pemahaman subjek terhadap masa sekarang. Dan ia akan bersikap sebagaimana yang ia yakini tepat baginya sebagai kanak-kanak di usia yang disugestikan. “Regresi” tipe lain jauh berbeda. Ia mensyaratkan subjek menghidupkan kembali pola perilakunya pada umur yang disugestikan. Ini bukan “regresi” yang menggunakan ingatan masa kini tentang apa yang terjadi di masa lalu. Masa sekarang itu sendiri seolah-olah lenyap. Konsekuensinya, dalam regresi tipe kedua ini hipnotis dan situasi hipnotik, dan juga banyak hal lainnya, menjadi anakronisme dan tidak hadir. Kesulitan-kesulitan lain untuk mempertahankan kondisi hipnotik terhadap situasi ini, “penghapusan” kehadiran hipnotis menciptakan kesulitan lain lagi. Tidaklah mudah bagi

56

Belakangan dalam trance-nya pasien menunjukkan sikap dan postur kekanakkanakan, begitupun jawaban-jawaban enteng yang ia berikan. Ia kemudian diberi tahu secara tegas, “Kau tahu banyak hal sekarang, hal-hal yang tidak pernah bisa kaulupakan sampai kapan pun, dan kau akan menyampaikan kepadaku hal-hal itu sekarang tepat setelah aku menyampaikan kepadamu apa yang kusampaikan.” Instruksi ini diulang-ulang dengan peringatan agar diikuti, agar dipahami sepenuhnya, agar dijalankan sebagaimana yang dikatakan. Ia diminta mengekspresikan dan memperkuat minatnya untuk menjalankan sugesti-sugesti ini. Ini dilanjutkan sampai ia menunjukkan kesediaan menjalankan instruksi. Ia diminta menceritakan apa saja yang ia ketahui tentang seks, terutama berkaitan dengan mensruasi, semuanya dan apa saja yang ia ketahui dan pernah diberitahukan kepadanya tentang seks sepanjang periode tidak terbatas di masa kecilnya ini. “Tidak terbatas” karena bagi anak kecil tiga atau empat tahun adalah rentang waktu yang sangat panjang. Dan di antara banyak pengalaman yang terjadi di masa itu, ia bebas memilih mana saja yang sangat penting baginya. Dengan membiarkannya memiilih dari periode tertentu yang panjang, dan itu adalah periode kritis dalam hidupnya, ia dipaksa memilih kejadian-kejadian yang penting dan menyakitkan. Dari sinilah prosedur hipnotik secara sistematis dirancang, dengan harapan bahwa prosedur berikutnya akan bergantung kepada hasil seluruh manuver persiapan ini. Pasien menunjukkan reaksi ketakutan atas instruksi ini. Kemudian dalam suara kekanak-kanakan ia menjawab singkat dan terpatah-patah. Ia

hipnotis untuk membuat percakapan dengan seseorang yang tidak pernah ia temui sepuluh tahun lalu. Kesulitan ini diatasi dengan cara hipnotis bertransformasi menjadi seseorang yang dikenal oleh pasien pada periode itu, dengan menyatakan bahwa ia adalah “seseorang yang kaukenal dan kausukai dan kaupercaya dan dengannya kau sering berbagi” Biasanya guru, paman, tetangga, atau orang-orang tertentu yang dipilih sendiri oleh bawah sadar subjek. Transformasi semacam ini memungkinkan bagi hipnotis untuk mempertahankan kontak dengan subjek di tengah situasi anakronistik yang sudah disebut di atas. Celakanya, banyak orang merasa bahwa subjek mengalami regresi dengan menganggap valid “regresi’ tipe pertana yang tidak lebih adalah tuturan masa kini tentang kejadian masa lalu.

57

menyampaikan aktivitas seksual, meskipun instruksi yang diberikan kepadanya tidak tercakup aktivitas persetubuhan melainkan tentang menstruasi. Inilah jawabannya: Ibuku memberi tahu semua tentang itu. Itu jorok. Anak gadis jangan pernah membiarkan anak lelaki melakukan apa pun terhadapnya. Jangan pernah. Tidak baik. Gadis yang baik tidak melakukan itu. Hanya gadis nakal. Itu akan membuat ibu sakit.4) Gadis nakal menjijikkan. Aku tidak akan melakukannya. Kau jangan sampai membiarkan mereka menyentuhmu. Kau akan memendam perasaan jorok. Kau jangan sampai membiarkan mereka menyentuhmu. Kau akan memendam perasaan jorok. Kau jangan pernah melakukannya sendiri. Jorok. Ibu bilang jangan pernah, jangan pernah, dan aku tidak akan melakukannya. Harus hati-hati. Harus baik. Hal buruk terjadi jika kau tidak hati-hati. Maka kau tak bisa apa-apa lagi. Sudah terlambat. Aku akan menuruti kata ibu. Ia tidak akan mencintaiku jika aku tidak menurutinya. Banyak ucapan yang ia ulang-ulang, yang artinya sama saja. Beberapa hanya disampaikan sekali atau dua kali. Ia dibiarkan melanjutkan penuturannya sampai tidak ada hal baru yang disampaikan, kecuali bahwa imbauan moral itu disampaikan oleh ibunya dalam berbagai kesempatan. Tak ada upaya mengajukan pertanyaan selagi ia berbicara. Baru ketika berhenti, kepadanya ditanyakan, “Kenapa ibumu menyampaikan itu semua?” “Agar aku menjadi gadis yang baik,” jawabnya simpel dan kekank-kanakan.5)

4)

Frase “Itu akan membuat ibu sakit,” mungkin sangat berkaitan dengan kondisi pasien. Ibu telah melakukan persetubuhan dan meninggal. Temannya, yang merupakan pengganti itu juga melakukan persetubuhan dan meninggal. Hal yang sama akan terjadi pada pasien. Ibu sudah mengataakn itu, dan pasti benar. Logika kanak-kanaknya melakukan identifikasi dan membuat kaitan antara semua keadaan itu. 5)

Ini pemahaman bawah sadar yang sangat penting dan mengakar di dalam diri pasien. Ibunya terus mengulang-ulang petuahnya dan itu terus muncul berulang-ulang di benak pasien.. Pengulangan ini, yang merupakan esensi semua perilaku neurotik (Kubie, 1939), tentunya terjadi karena ada kebutuhan instingtif untuk itu. Ada indikasi dalam kata-kata pasien bahwa telah terjadi pemberontakan diam-diam terhadap larangan-larangan itu, dan itulah yang menyebabkan ia selalu dicekam ketakutan.

58

Meski jelas sejak awal bahwa ketergantungan dan kepatuhan pasif pasien pada perintah ibunya harus dibongkar, namun gambaran kematian ibunya memainkan peranan penting dalam kehidupannya. Kita tidak bisa mengusik itu secara frontal. Untuk itu hipnotis mengembangkan strategi untuk menggunakan sebisa mungkin cara pandang yang identik dengan cara pandang ibunya. Ia mulamula mengidentifikasi diri sepenuhnya dengan citra ibunya. Hanya dengan cara ini ia bisa menyampaikan sesuatu. Karena itu ia mulai dengan mengatakan, “Oke, kau akan selalu menjadi gadis yang baik.” Kemudian menyesuaikan dengan sikap ibunya yang keras, kaku, dan moralistik, dan penuh larangan (yang disimpulkan dari sikap dan kata-kata pasien sendiri), setiap membahas pendapat ibu selalu disampaikan dengan istilah-istilah yang sama, dan dengan demikian mudah disetujui olehnya. Sebagai tambahan, pasien diingatkan betul agar berbahagia karena ibunya telah menyampaikan kepadanya banyak hal penting yang seharusnya diberikan oleh ibu kepada gadis kecilnya. Akhirnya, ia diperintahkan agar “ingat telah menceritakan kepadaku hal-hal ini, sebab aku akan memintamu menceritakannya lagi di lain waktu.” Pelan-pelan pasien bergeser menggunakan istilah-istilah yang ia gunakan di waktu sekarang, kembali ke kondisi awal-awal trance. Namun, instruksi pertama untuk “melupakan apa saja,” tetap menunjukkan pengaruhnya, dan ia diinduksi agar amnesia terhadap semua kejadian pada saat regresi. Ini berhasil memperhalus transisi dari kenangan-kenangan masa kecilnya ke keadaan sekarang karena adanya konflik antara ajaran ibunya di masa kecil dan keadaannya sekarang. Ia dipersiapkan untuk tahap berikutnya dengan diberi tahu bahwa ia akan segera dibangunkan dari tidurnya dan kemudian akan diberi beberapa pertanyaan tentang masa kecilnya yang akan ia jawab secara lengkap. Menanyakan kepadanya dalam keadaan sadar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seks akan sama belaka dengan mengulangi pengalaman buruknya dengan para psikiater. Namun dengan mensugesti pada saat ia trance bahwa ia akan menjawab pertanyaan tentang masa kecilnya, pasien dipersiapkan untuk bersikap pasif

59

terhadap pertanyaan itu dan menyetujuinya tanpa melihat secara sadar hubungannya dengan masalah-masalah dia saat ini. Lebih lanjut disampaikan kepadanya bahwa ia tidak akan diberi tahu seperti apa pertanyaannya sampai ia nanti dibangunkan. Dan pada saat itu ia cukup siap mendengar bahwa pertanyaan itu adalah mengenai masa kecilnya. Di sini kembali hipnotis membuat pernyataan-pernyataan umum dan tidak spesifik, demi membangkitkan kebutuhan emosional subjek untuk fokus pada setiap perkataannya. Akhirnya sugesti teknis diberikan kepada pasien untuk memastikan bahwa ia akan bersedia dihipnotis lagi dan memasuki trance yang sangat dalam. Dan sekiranya ia menolak trance semacam itu ia akan memberitahukannya kepada hipnotis pada saat ia trance. Dengan demikian ia bisa memutuskan untuk terus melanjutkan trance atau tidak. Tujuan sugesti ini adalah melulu untuk memastikan bahwa pasien mau dihipnotis lagi dengan penuh keyakinan diri bahwa ia bisa bangun sewaktu-waktu dari trance. Ilusi tentang determinasi diri (selfdetermination) memudahkan hipnotis membawa pasien ke dalam trance di waktuwaktu selanjutnya sampai tujuan terapetik tercapai. Ketika dibangunkan, pasien menunjukkan ketidaktahuan bahwa ia baru saja trance. Ia mengeluhkan capek dan secara spontan mengatakan bahwa hipnosis mungkin bermanfaat baginya, karena ia tampaknya bermanfaat bagi teman sekamarnya. Dengan sengaja, pernyataan itu tidak ditanggapi. Tetapi ia justru sekonyong-konyong ditanya, “Bisa kau ceritakan apa saja yang kau bisa ceritakan menyangkut urusan seks yang mungkin pernah disampaikan oleh ibumu ketika kau masih seorang gadis kecil?” Setelah menunjukkan keraguan dan keengganan, pasien mulai mengulangi, dengan suara rendah dan sikap kaku, cerita yang intinya sama dengan yang sudah ia sampaikan saat ia trance. Hanya saja sekarang ini ia menyampaikannya dalam kosa kata dan kalimat orang dewasa dan banyak menyebut-nyebut ibunya. Inilah inti ceritanya:

60

Ibuku beberapa kali memberi petuah yang sangat lengkap ketika aku mulai menstruasi. Ibu menegaskan berkali-kali kepadaku bahwa penting bagi setiap gadis yang baik untuk menjaga diri dari pikiran maupun pengalaman yang tidak dikehendaki. Ibu membuatku paham bahwa seks bisa menjadi hal yang menjijikkan, jorok, dan membikin mual. Ibu membuatku memahami tabiat buruk orang-orang yang larut dalam seks. Aku sangat menghargai petuah-petuah yang disampaikan oleh ibuku ketika aku masih kecil. Ia tidak berusaha menyampaikan secara detail dan tampak sekali ia enggan membahas hal ini. Apa yang ia sampaikan hanyalah menyampaikan ulang petuahpetuah ibunya tanpa komentar atau keberatan. Hipnotis memberikan kesepakatannya dan menambahkan bahwa pasien sangat beruntung karena ibunya sering memberikan petuah kepada putri kecilnya tentang apa yang seharusnya diketahui dan dipahami oleh setiap gadis kecil di masa kecilnya. Pertemuan akan dilanjutkan minggu berikutnya, dan ia cepat-cepat disuruh keluar. Dalam waktu seminggu setelah itu, menurut laporan teman sekamarnya, pasien tidak menunjukkan perubahan perilaku sama sekali dan perilaku depresifnya masih seperti semula.

TRANCE HIPNOTIK KEDUA Pada pertemuan kedua pasien cepat memasuki trance dan segera diminta mengingat secara urut semua kejadian dalam sesi sebelumnya. Ia kemudian diminta mengkaji semua kejadian itu di benaknya, dan kemudian menceritakan kembali semua itu dalam suara keras dan pelan-pelan saja dan jelas meskipun tidak perlu terlalu rinci. Pengkajian di benak segala pengalaman yang selama ini ditekan merupakan persiapan penting. Itu memastikan bahwa ia bisa mengingat semuanya dan tidak ada distorsi dalam ingatan-ingatannya atas semua kejadian itu. Ini memfasilitasi proses perbaikan pada elemen-elemen menyakitkan dalam ingatan pasien. Akhirnya, ketika ia diminta menceritakan apa yang ada dalam benaknya, ia hanya menyuarakan apa yang benar-benar ia ingat dan ia pikirkan, tanpa menyampaikan

61

kejadian-kejadian aktual yang menyakitkannya. Ini juga membantu menurunkan hambatan emosional untuk berkomunikasi dengan terapis. Saat pasien selesai bercerita, perhatiannya terbawa lagi pada fakta bahwa ibunya telah memberi petuah berulang-ulang. Kemudian ia ditanya, “Berapa umurmu ketika ibumu meninggal?” Ia menjawab, “Tiga belas.” Komentar atas jawaban itu diberikan dengan penuh tekanan, “Sekiranya ibumu hidup lebih lama, ia tentulah akan menyampaikan lebih banyak petuah lagi; tetapi karena ia meninggal ketika umumrmu tiga belas, ia tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan karena itu kau sendiri yang harus menyelesaikannya tanpa kehadiran dia.” Tanpa memberi kesempatan kepada pasien untuk menerima atau menolak komentar ini, atau untuk memberikan reaksi apa pun, hipnotis segera mengalihkan pembicaraan dengan memintanya menceritakan kejadian-kejadian yang berlangsung ketika ia dibangunkan dari trance-nya kali pertama. Begitu ia menyelesaikan cerita, perhatiannya terbawa ke kebiasaan ibunya yang suka mengulang-ulang petuah, dan sekali lagi hipnotis memberikan komentar hati-hati atas karakter ibunya dalam pekerjaan yang tidak sempat diselesaikan. Harap diingat bahwa pada pertemuan pertama pasien dibawa regresi ke masa kecilnya. Dalam regresi ini, ia diminta menceritakan petuah-petuah ibunya yang berkaitan dengan urusan-urusan seksual. Kemudian melalui serangkaian kondisi transisional, ia dibangunkan. Dalam keadaan sadar ia kemudian diminta menceritakan petuah-petuah yang sama, tetapi dalam kondisi lupa (amnesia) bahwa ia baru saja menyampaikan hal itu kepada hipnotis. Dalam penanganan kedua pasien segera dihipnotis, dan amnesia pasca-hipnotik atas pengalamanpengalaman trance-nya yang pertama tersingkir sehingga ia bia mengingat semua kejadian dalam trance pertamanya itu. Kemudian ia diminta mengkaji pembicaraan yang terjadi ketika ia baru dibangunkan dari trance pertama. Pendeknya, ingatan-ingatan sadarnya terhadap petuah-petuah puritan sang ibu. Pengkajian dalam situasi trance atas kedua kejadian itu, yakni kejadian ketika ia trance dan kejadian ketika ia sadar, menciptakan sebuah hubungan langsung

62

antara pandangan-pandangan di masa kecil dan pengaruhnya dan pengalamannya minggu lalu sebagai orang dewasa. Pasien kemdian dibawa ke periode yang sama di masa kecilnya. Ia diingatkan tentang apa yang sudah ia sampaikan sebelumnya dan diminta mengulanginya. Ketika ia melakukan itu, dalam cara yang bisa dikatakan sama persis dengan sebelumnya, hipnotis memberikan lagi persetujuan yang sama, tetapi kali ini dengan penegasan berulang-ulang bahwa petuah-petuah itu diberikan kepadanya ketika ia kecil. Ketika ia menunjukkan kesan tertentu pada penegasan ini, hipnotis melanjutkan dengan sugesti bahwa saat ia tumbuh dewasa, ibunya niscaya akan memberinya petuah lanjutan, karena situasi berubah dan ia sudah besar. Segera setelah sugesti terakhir ini pasien dibawa kembali dari kondisi pseudo-kanak-kanak (pseudochildhood) ke kondisi trance normal. Ia diminta mengulangi cerita yang ia sampaikan ketika sadar. Ia betul-betul diminta agar tidak mencampuradukkan kata-kata yang ia gunakan ketika sadar dengan katakata yang ia gunakan ketika ia dalam kondisi trance pseudo-kanak-kanak yang pertama kali, meskipun ide yang ia sampaikan sama persis dan meskipun kedua cerita itu masih segar dalam benaknya. Permintaan ini memungkinkan pasien mengingat, dalam kondisi trance normalnya sekarang, peristiwa-peristiwa dari trance pseudo-kanak-kanak yang baru saja ia alami. Pseudo-kanak-kanak yang kedua ini sekadar pengulangan dari yang pertama. Namun fakta bahwa ada trance kedua, ia tidak akan ingat. Alih-alih, dua trance itu akan berbaur menjadi satu pengalaman. Sebagaimana sebelumnya, tujuan penanganan kedua ini adalah untuk pelanpelan menggabungkan sudut pandang anak-anak dan dewasa. Ke dalam perspektif anak-anak, sebuah elemen pengharapan dan rasa ingin tahu diperkenalkan melalui komentar bahwa saat ia tumbuh dewasa, ibunya akan memberikan nasihat selanjutnya kepadanya. Sekarang situasinya sudah memungkinkan bagi hipnotis untuk menyampaikan kepada pasien petuah-petuah “ibu” versi dewasa. Penggabungan dua pengalaman ini demi kepentingan teknis lain. Pertama, pengulangan adalah hal penting dalam kondisi hipnosis. Tanpa repetisi orang

63

tidak bisa meyakini apa saja yang telah diungkapkan. Hal lain, dengan membuat subjek mengingat lagi baik versi pertama maupun pengulangannya seolah-olah keduanya adalah satu kejadian, maka pengalaman tersebut diperkuat. Dan ini tampaknya memuaskan hasrat subjek untuk menyembunyikan sesuatu. Hipnotis memberikan kepadanya sesuatu yang tidak penting untuk disembunyikan sebagai ganti bagi fakta penting yang sudah ia bocorkan. Saat pasien menyelesaikan tugas ini, perhatiannya terseret lagi ke masa di mana ia menerima nasihat-nasihat ibunya, pengulangan nasihat-nasihat ini, ketidaklengkapan nasihat-nasihat itu, tugas yang tak terselesaikan karena kematian ibunya, dan perlunya bicara kepada anak-anak dalam bahasa sederhana sebelum ia cukup dewasa untuk memahami bahasa orang dewasa yang lebih kompleks. Hipnotis menyampaikan ini semua dan memberi tekanan pada masingmasing poin spesifik tersebut, tetapi selalu dengan istilah seumum mungkin. Tanpa memberi kesempatan kepada pasien untuk mengembangkan atau menggali poin-poin ini, hipnotis mensugesti bahwa ia sekarang pada saat yang tepat untuk mengembangkan pemahamannya berkaitan dengan masalah seksual yang sudah dimulai oleh ibunya ketika ia kecil tetapi tidak terselesaikan karena kematian sang ibu. Ia diyakinkan bahwa jalan terbaik baginya adalah memulai tugas yang tidak terselesaikan ini dengan menduga secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati apa yang akan disampaikan oleh ibunya di antara masa kanak-kanak dan remaja; dan di antara masa remaja dan dewasa. Saat ia menyepakati sugesti ini, instruksi tambahan diberikan kepadanya untuk mempertimbangkan semua aspek intelektual dan emosional, semua hal menyangkut perubahan fisik, psikologis, dan emosional, perkembangan dan pertumbuhan, dan paling penting adalah memberikan pertimbangan sepenuhnya pada cita-cita yang paling masuk akal bagi perempuan dewasa, dan untuk melakukannya selengkap-lengkapnya, seutuh-utuhnya, sebebas-bebasnya, dan tanpa ada satu pun yang ketinggalan. Juga untuk menggali setiap gagasan yang sepenuhnya sesuai dengan seluruh fakta tentang dirinya.

64

Segera setelah instruksi diberikan, pasien diberitahu bahwa saat ia sadar setelah dibangunkan nanti ia akan mengulangi seluruh cerita yang sudah ia sampaikan dalam sesi hipnotik ini, sebaiknya dalam urutan kronologis, atau jika ia suka, dalam bentuk lain yang komprehensif. Setelah itu ia dibangunkan. Penuturan pasien dalam keadaan sadar sangat ringkas. Intinya, ia mengatakan pelan-pelan dalam bentuk lampau, “Ibuku mencoba memberiku pemahaman tentang seks. Ia mencoba menyampaikan itu kepadaku dalam bahasa yang bisa dipahami oleh anak-anak. Ia menekankan kepadaku keseriusan seks, juga, pentingnya tidak main-main dengan itu. Jelas sekali ia menyampaikan kepadaku sebagai kanak-kanak.” Penuturan ini disampaikan dengan jeda panjang antarkalimat, seolah-olah ia serius memikirkan sesuatu. Ia menyela ceritanya sendiri beberapa kali dengan menyampaikan kematian ibunya dan ketidaklengkapan petuah-petuahnya. Sekiranya usia ibunya lebih panjang, katanya, ia tentu akan menyampaikan lebih banyak lagi. Berulang-ulang ia mengatakan, seolah kepada diri sendiri, “Aku penasaran mengenai apa yang akan disampaikan oleh ibu kepadaku sekarang ini.” Sesi diakhiri dan ia diminta cepat-cepat keluar ruangan. Tidak ada tanggapan apa pun yang diberikan pada rasa penasarannya. Tak ada nasihat baginya untuk memandu pasien menemukan pemikiran-pemikiran tertentu dalam spekulasinya tentang apa yang niscaya akan disampaikan oleh ibunya. Ia hanya diingatkan untuk kembali lagi pekan depan. Selama seminggu berikutnya pasien menunjukkan perkembangan penting. Teman sekamarnya melaporkan: “Ia menangis, tetapi itu tangisan yang berbeda.” Dan perilaku depresinya tidak ada lagi. Pasien sekarang lebih banyak melamun, tampak linglung, dan bingung. Sering ia kelihatan merenung dan kadang bertindak aneh. Hipnotis tidak berupaya melakukan kontak sama sekali dengan pasien selama seminggu.

65

SESI HIPNOTIK KETIGA Pada sesi ketiga pasien segera dihipnotis dan diminta mengkaji secara cepat dalam benaknya semua kejadian dari dua sesi sebelumnya, mengingat segala pengarahan dan sugesti yang diberikan kepadanya dan respons yang ia buat. Ia juga diminta memasukkan dalam perenungannya sikap baru yang mungkin ia kembangkan dan ia bebas memasukkan pemikiran apa saja. Akhirnya ia diminta menyampaikan secara ringkas pandangan dan kesimpulannya sendiri yang ia kembangkan saat mengkaji semua pengalamannya itu. Pelan-pelan dan penuh pertimbangan, tetapi dengan penampilan yang rileks dan nyaman, pasien menyampaikan peristiwa-peristiwa secara ringkas dan rileks. Pernyataan terakhirnya ini cukup menunjukkan performanya: Kau bisa mengatakan bahwa ibuku mencoba menyampaikan hal-hal yang aku perlu tahu, bahwa ia akan menyampaikan kepadaku bagaimana cara menjaga diri dengan rasa bahagia, dan bagaimana menghadapi dengan percaya diri ketika masa itu tiba bagiku—mempunyai suami dan berumah tangga dan menjadi perempuan yang benar-benar matang. Pasien diminta mengulangi pendapatnya secara lebih detail, demi meyakinkan bahwa dari pengalaman masak kanak-kanak hingga masa dewasanya ia bisa mengembangkan sikap dewasa yang tepat. Saat instruksi ini diulangi pelan-palan dan penuh kesungguhan, pasien menjadi sangat khusyuk berpikir. Setelah beberapa saat ia menampakkan ekspresi waspada dan penuh perhatian seolah-olah menunggu tahap berikutnya. Istruksi berikutnya diberikan bahwa ketika ia bangun ia akan sepenuhnya amnesia pada tiga sesi yang telah dijalaninya, termasuk fakta bahwa ia telah dihipnotis—dengan perkecualian bahwa ia bisa mengingat penuturan pertamanya yang rapih dan dewasa di saat sadar. Amnesia ini mencakup seluruh pemahaman baru dan memuaskan yang mulai ia miliki. Lebih jauh ia diberitahu bahwa saat sadar nanti ia akan diberi pandangan sistematis tentang masalah-masalah seks. Hipnotis akan mengupas hal ini dari sudut pandangnya, tetapi karena amnesia

66

yang ia kembangkan, pandangan sang hipnotis ini akan tampak baginya sebagai pemikiran hipotetis dari berbagai kemungkinan yang dibangun oleh hipnotis setelah mendengarkan tuturannya ketika ia sadar. Ia akan menemukan kebenaran, makna, dan penerapan yang masuk akal baginya pada ucapan sang hipnotis. Lebih dari itu, ia mengenali itu semua adalah miliknya, dan karena itu ia memahaminya dengan kapasitas melampaui apa yang mungkin dipahami oleh sang hipnotis. Sekilas akan tampak aneh bahwa hipnotis mensugesti pengekangan wawasan yang merupakan langkah maju dalam prosedur terapetik. Namun itu disampaikan dengan sejumlah alasan. Pertama, hipnotis sudah menyampaikan secara tersirat bahwa banyak wawasan afektif akan tetap ada dan menjadi pengetahuan bawah sadar tanpa mengurangi nilai terapetiknya. Kedua, ia melindungi subjek dari perasaan galau bahwa ada orang lain tahu hal-hal menyangkut pemahamannya sekarang tentang dirinya sendiri, yang ia ingin menyimpannya sendiri. Karena itu penting untuk mensugesti bahwa ia akan memahami jauh lebih banyak ketimbang sang hipnotis. Ketiga, dengan mengatakan materi itu semata-mata sebagai pemikiran hipotetis sang hipnotis, pasien diberi kesempatan untuk memperbarui wawasannya secara bertahap, dalam gerak maju yang pelan-pelan, karena ia perlu selalu menguji hipotesis ini. Jika materi yang sama disampaikan kepadanya sebagai fakta yang tak terbantahkan dan tidak bisa dipertanyakan, ia mungkin mengembangkan lagi represi yang secara spontan akan menghilangkan wawasan itu. Sekiranya itu terjadi, penanganan harus dilakukan lagi dari awal. Sebaliknya, ketika represi dalam skala tertentu dilakukan oleh hipnotis, hal itu tetap bisa dikendalikan, karena sang hipnotis bisa memulihkan lagi apa yang ia tekan. Karena itu derajat wawasan itu tetap di bawah kendali sepenuhnya sang hipnotis, sehingga ia bisa kapan saja memberikan wawasan penuh kepada pasien atau mempersiapkannya lagi untuk kepentingan pasien. Akhirnya, dengan menghilangkan untuk sementara waktu wawasan baru yang memuaskan, hipnotis sesungguhnya sedang menanamkan keinginan dan kebutuhan bawah sadar tertentu atas pengetahuan selanjutnya yang bermanfaat dalam memulihkan penuhpenuh wawasan itu.

67

Setelah instruksi ini diulang-ulang demi memberinya pemahaman utuh, pasien kemudian dibangunkan dengan amnesia pada semua kejadian kecuali pada penuturannya yang rapih dan dewasa yang pernah ia sampaikan pada akhir sesi terapetik pertama. Dengan mengingatkannya pada penuturan itu, hipnotis bisa berspekulasi tentang perkembangan pembelajaran seks yang telah diterima pasien. Hipnotis memberikan pandangannya terhadap apa yang disampaikan oleh pasien dalam istilah umum yang memungkinkan si pasien menerapkan secara bebas dalam pengalamannya. Maka pasein diberi tinjauan umum tentang perkembangan awal dan berikutnya tentang karakteristik seksual: fenomena menstruasi, tumbuhnya bulu ketiak dan rambut kemaluan, mengembangnya payudara, membesarnya puting, pertama kali memakai kutang, kemungkinan adanya anak-anak lelaki yang mencoleknya. Semuanya itu disampaikan cepat tanpa memberi penekanan pada yang mana pun. Ini diikuti dengan pembahasan tentang kesantunan, tentang perasaan pertama yang muncul bersamaan dengan munculnya kesadaran seks, tentang perasaan erotik yang muncul dengan sendirinya, tentang cinta monyet di masa remaja, tentang keingintahuan dari mana asalnya bayi. Jadi tanpa data spesifik, banyak gagasan dan pengalaman-pengalaman tipikal disampaikan. Setelah ini semua, pernyataan-pernyataan umum disampaikan sebagai spekulasi tentang apa yang mungkin berkelebat dalam benaknya pada satu waktu atau kapan pun. Sekali lagi ini disampaikan pelan-pelan dalam istilah umum yang samar-samar, sehingga pasien bisa membuat penerapan personal yang luas dan komprehensif atas semua pandangan ini. Sebentar setelah itu, pasien merespons dengan menunjukkan minat dan menyampaikan wawasan dan pemahamannya. Ia menyimpulkan secara sederhana, “Kau tahu, aku bisa memahami apa yang salah dengan diriku, tetapi aku terburu-buru sekarang dan aku akan menceritakannya kepadamu besok.” Ini adalah pengakuan pertamanya bahwa ia memiliki masalah, dan alih-alih mengizinkannya pergi, ia segera dihipnotis lagi dan dengan sungguh-sungguh diperintahkan untuk memulihkan semua ingatannya tentang pengalaman trance

68

yang akan bermanfaat baginya. Dengan menekankan pada fakta bahwa ingataningatan tertentu akan berharga dan bermanfaat baginya, pasien terbimbing untuk melihat semua itu mungkin memang bermanfaat baginya. Hal ini untuk menghindarkan pasien dari kemungkinan munculnya konfilk batin tentang ingatan-ingatan itu. Ini membantunya merasa bebas untuk memulihkan semua ingatan. Pasien diberitahu bahwa ia mestinya merasa bebas untuk meminta pendapat, saran, dan petunjuk apa pun yang ia inginkan, dan mengikutinya dengan enteng dan nyaman. Segera setelah pengarahan tersebut, pasien dibangunkan. Saat itu juga, tetapi dengan kurang bergairah, ia mengatakan bahwa ia ingin pergi namun menambahkan bahwa ia lebih dulu ingin menanyakan sesuatu. Ketika dipersilakan bertanya, pasien meminta hipnotis untuk menyampaikan pendapat pribadinya tentang, “berciuman, bersentuh-sentuhan, dan berpelukan.” Sangat hati-hati dan menggunakan kata-kata pasien itu sendiri, hipnotis menyetujui ketiga hal itu, dengan catatan bahwa itu semua seharusnya dilakukan dalam cara yang menenteramkan bagi prinsip-prinsip yang dipegang oleh orang itu sendiri. Hanya dengan cara begitulah orang bisa tenteram berpegang pada prinsip dasar kepribadiannya. Pasien memikirkan dalam-dalam pernyataan itu dan kemudian meminta pendapat pribadi hipnotis apakah boleh merasakan dorongan seksual. Jawaban hati-hati diberikan bahwa dorongan seksual adalah perasaan yang normal dan esensial bagi setiap manusia dan justru keliru jika itu tidak muncul pada situasi yang tepat. Ditambahkan juga pernyataan yang ia niscaya setuju bahwa ibunya sendiri, sekiranya masih hidup, pastilah akan menyampaikan hal yang sama. Setelah merenungi hal itu, pasien keluar buru-buru.

HASIL TERAPETIK Hari berikutnya pasien datang lagi untuk menyatakan bahwa ia telah menghabiskan waktu semalaman bersama lelaki yang melamarnya. Dengan sangat tersipu-sipu ia menambahkan, “Ciuman sungguh menyenangkan.” Setelah itu ia buru-buru pergi lagi.

69

Beberapa hari kemudian ia datang sesuai perjanjian dan mengulurkan tangan kirinya untuk menunjukkan cincin pertunangan. Ia menjelaskan bahwa karena percakapannya dengan hipnotis pada sesi terapetik terakhir, ia mendapatkan pemahaman yang sama sekali baru tentang banyak hal, dan bahwa pemahaman baru ini memungkinkannya menerima emosi cinta dan mengalami dorongan dan perasaan seksual, dan bahwa ia sekarang benar-benar matang dan siap menjalani kehidupan sebagai perempuan dewasa. Ia tampaknya tidak berminat membahas masalah lebih lanjut, kecuali menanyakan apakah ia bisa disediakan waktu pertemuan dalam beberapa hari mendatang dan menjelaskan bahwa pada waktu itu ia ingin menerima petunjuk tentang senggama, karena ia akan menikah tak lama lagi. Ia menambahkan dengan sedikit malu-malu, “Dokter, pada waktu aku terburu-buru itu.... Dengan tidak membiarkan aku terburu-buru, kau menyelamatkan keperawananku. Aku ingin segera mendatanginya waktu itu dan menyerahkan diriku.” Kadang di waktu-waktu kemudian, ia meminta dibuatkan waktu ketemu karena ia ingin ketemu. Informasi-informasi kecil diberikan kepadanya, dan tampak bahwa ia tidak memiliki kecemasan atau kegelisahan tertentu mengenai apa saja dan secara ringan ia menyatakan keinginannya diberi pengarahan. Sebentar setelah itu pasien datang untuk melaporkan bahwa ia akan menikah dalam beberapa hari lagi dan ia menunggu dengan bahagia bulan madunya. Sekitar setahun kemudian ia datang untuk melaporkan bahwa perkawinannya berjalan seperti yang ia inginkan, dan ia menanti-nanti kehamilan dengan perasaan senang. Dua tahun kemudian ia datang lagi dan tampak bahagia bersama suami dan anaknya.

RINGKASAN DAN DISKUSI Dengan alasan khusus, penanganan pasien ini harus diberikan secara hatihati. Situasi sakitnya membuat pendekatan langung terhadap masalahnya (baik oleh lelaki maupun perempuan) berbahaya karena pendekatan tersebut akan meningkatkan kepanikan dan dorongan depresifnya untuk bunuh diri. Ia bisa

70

ditangani, hanya dengan cara seolah-olah masalah itu menyingkir sendiri, bahkan tanpa ia menyadari bahwa terapi sudah dijalankan, tanpa memahami perkembangan hubungannya dengan terapis, dan tanpa menyebut-nyebut pengalaman yang membuatnya mengalami masalah. Untuk semua alasan itu, penananan dimulai dengan berpura-pura menangani orang lain dan ia hanya hadir untuk menemani orang itu. Dengan cara ini ia pelanpelan masuk ke dalam situasi hipnotik di mana masalahnya kemudian bisa didekati secara lebih langsung. Dari sini penanganan berlangsung mulus dengan pendekatan yang berkebalikan dengan teknik-teknik psikoanalisa. Beberapa poin tampaknya perlu kita garisbawahi. Alih-alih bersandar pada kenangan untuk membereskan pengalamanpengalaman penting di masa lalu, pasien dalam kondisi hipnotik dibawa kembali ke periode kritis masa kecilnya. Dalam keadaan ini ia bisa menghidupkan lagi apa yang secara umum mempengaruhi dirinya, tetapi tanpa masuk ke dalam detail kejadian-kejadian tertentu. Ini untuk menghindarkannya dari perasaan bersalah dan ketakutan. Demikian pula, ketimbang menguatkan ingatan sadarnya, pasien diberi kesempatan untuk melupakan hal-hal yang menyakitkan, tidak hanya selama sesi hipnotik tetapi juga setelahnya. Izin untuk lupa ini diberikan dengan menegaskan bahwa apa yang dilupakan secara sadar itu bisa dipulihkan selama sesi hipnosis jika dibutuhkan untuk kepentingan terapetik, dan efektivitas terapetik itu akan berlanjut bahkan selama berlangsungnya pelupaan pascahipnotik. Intervensi hipnotis terhadap kekakuan superego pasien menarik untuk dibahas dari berbagai sudut pandang. Yang terutama penting dicatat adalah fakta bahwa intervensi itu dimulai dengan dukungan penuh pada kekakuan pasien (yang bersumber dari ajaran mendiang ibunya). Hanya melalui “identifikasi diri” dengan sang ibu, maka hipnotis bisa pelan-pelan menurunkan tingkat kekakuan pasien dan kemudian masuk ke sistem pertahanan diri yang dikembangkan oleh pasien dengan merujuk pada pengajaran ibunya. Poin penting lainnya adalah metode

71

yang digunakan oleh hipnotis untuk membantu pasien mengumpulkan dan menyatukan ide-ide terlebih dulu sebelum mengkomunikasikannya. Ini tampaknya berguna untuk mengurangi ketakutan pasien terhadap ingatannya tentang masa lalu. Selain itu, akan lebih mudah bagi pasien untuk menyampaikan pandangannya, ketika semua itu sudah dikaji lebih dulu dalam benak, ketimbang jika ia harus menuturkan kejadian tertentu. Metode dua tingkat ini, yakni mengingat dan mengumpulkan data sebelum mengkomunikasikan sesuatu, jelas membantu pasien untuk melepaskan diri dari emosi yang melekat pada sebuah kejadian. Ada banyak pertanyaan yang menarik kita cari jawabannya. Apakah ketundukannya pada sosok ibu yang berkuasa itu didasari oleh rasa kasih atau oleh kengerian dan ketakutan? Apakah ibu yang meninggal dan teman yang meninggal itu setara? Jika hipnotis mengidentifikasi diri sebagai teman baiknya, dan bahwa sebagai teman (yang sudah meninggal) ia mendorong dan merestui hubungannya dengan suaminya (setara dengan mendiang ibunya mengatakan bahwa ia bisa bercinta dengan ayahnya), apakah pengidentifikasian diri dengan teman dekat ini bisa membebaskan pasien dari perasaan bersalah dan dari depresi histerisnya? Dan apa sesungguhnya yang telah menyebabkan kesembuhan? Apakah hipnotis disamakan dengan ibunya, sehingga bisa menyingkirkan tabutabu yang berasal dari si ibu? Atau apakah pacarnya mula-mula menjadi perwujudan dari ayahnya sebelum posisi itu diambil alih oleh hipnotis, sehingga karena lelaki itu bukan lagi perwujudan ayahnya, maka pasien bisa menerima hubungan cinta dengan lelaki itu tanpa bayang-bayang inses? Secara umum, apa kontribusi semua fakta masa kecil, yang tentunya menentukan hubungan pasien dengan orang tuanya dan dengan orang-orang lain? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu akan sangat menarik, baik dari sudut teoretis maupun dari sudut faktual. Namun fakta bahwa penyembuhan terjadi begitu cepat, sementara hipnotis tidak banyak melakukan apa pun untuk menguak berbagai fakta, demikian pula pasien, bagaimanapun memiliki konsekuensi teoretisnya sendiri. Ia menghadapkan kita pada pertanyaan: jika penyembuhan

72

bisa terjadi melalui pemerolehan wawasan elementer semacam itu, maka apa sesungguhnya kaitan antara wawasan bawah sadar, wawasan sadar, dan proses kesembuhan orang dari neurosis?***

Daftar Pustaka Erickson, M. (1938). A study of clinical and experimental findings on hypnotic deafness. I. Clinical experimentation and findings. II. Experimental findings with a conditioned reflex technique. Journal of Genetic Psychology, 19, 127150; 151-167. Erickson, M. (1939). The induction of color blindness by hypnotic suggestion. Journal of General Psychology, 20, 61-89. Kubie, L. S. (1939). A critical analysis of the concept of a repetition compulsion. International Journal of Psychoanalysis, 20, 390-402.

73

Teknik Hipnosis untuk Pasien Resisten Milton H. Erickson

Tulisan ini diterbitkan pertama kali pada The American Journal of Clinical Hypnosis, Juli 1964, 7, 8-32.

da banyak tipe pasien sulit dan sebagian menunjukkan sikap bermusuhan, melawan, resisten, defensif, dan tidak sudi menerima terapi, padahal untuk itulah mereka datang. Sikap melawan ini merupakan bagian dari keseluruhan alasan kenapa mereka membutuhkan terapi. Itu adalah manifestasi sikap neurotik mereka terhadap terapi (yang mereka kehendaki) dan perasaan galau akan runtuhnya benteng pertahanan diri, dan itu merupakan bagian dari simptom. Karenanya sikap tersebut harus dihargai dan tidak dipandang sebagai kesengajaan atau bahkan niat bawah sadar untuk melawan terapis. Resistensi semacam itu mestinya diterima secara terbuka, bahkan diterima dengan baik, karena ia adalah bentuk komunikasi yang penting dan vital dari sebagian persoalan mereka dan sering bisa digunakan sebagai pintu masuk untuk menyelami mereka. Itu sesuatu yang tidak pasien sadari. Lagipula, mereka mungkin tertekan secara emosional, karena itu mereka sendiri sering menafsirkan perilaku mereka sebagai tidak terkendalikan, tidak menyenangkan, dan tidak kooperatif.

74

Terapis yang memahami hal ini, terutama jika mahir dalam hipnoterapi, bisa dengan cepat mengubah bentuk-bentuk perilaku yang tampaknya tidak kooperatif ini menjadi kedekatan, sebuah perasaan dipahami, dan sikap penuh harapan akan keberhasilan yang mereka dambakan. Biasanya pasien-pasien seperti ini telah berkonsultasi kepada lebih dari satu terapis, mengalami kegagalan, dan kesulitan mereka menjadi-jadi. Kenyataan itu sendiri sudah menunjukkan betapa mereka punya perhatian terhadap masalah mereka dan ingin mendapatkan peyelesaian. Jika mereka dihargai, jika sikap awal yang tampaknya tidak bersahabat diterima sebagai simptom dan bukan perlawanan, hal itu justru sering menjanjikan penyembuhan cepat. Karena itu terapis bisa membantu pasien untuk mengekspresikan sebebasbebasnya perasaan dan sikap menyebalkan mereka, dan memberi komentar yang tepat untuk memancing mereka mengeluarkan semua perasaan dalam sesi pertama. Mungkin ini bisa digambarkan melalui contoh ekstrem tentang pasien yang masuk ke ruanganku dengan pernyataan pembuka yang begitu kasar. Kusambut kekasarannya dengan mengatakan, “Pasti kau memiliki alasan yang benar-benar taik untuk menyampaikan hal itu dan bahkan yang lain-lainnya lagi.” Bagian yang dimiringkan itu adalah perintah untuk lebih mengungkapkan diri, yang tidak disadari oleh pasien, tetapi itu sangat efektif. Dengan sangat kasar dan vulgar, dengan kata-kata yang pahit dan penuh kemarahan, dan dengan cara menyebalkan orang ini menyampaikan kebrengsekan dan kegagalan terapi-terapi yang ia lakukan berkali-kali dan memakan waktu lama. Ketika ia berhenti, aku memberikan komentar simpel, “Yah, kau memiliki alasan yang taik banget untuk mendapatkan terapi dari aku.” (Inilah definisi kedatangannya yang tidak ia sadari.) Dalam hal ini, kata-kata yang dimiringkan itu tampak hanya sebagai bagian dari komentar yang kusampaikan mengikuti model bahasanya. Ia tidak menyadari bahwa situasi terapetik sedang dirumuskan untuk dirinya, dan ia mengatakan, “Jangan khawatir, aku tak akan menjadi lebih positif atau menjadi lebih [tak bisa dituliskan] terhadapmu. Aku akan membayar pekerjaanmu dengan baik, oke? Aku

75

tidak menyukaimu, aku kenal banyak orang yang tidak menyukaimu. Satusatunya alasanku kemari adalah karena aku membaca banyak tulisanmu dan kubayangkan kau bisa menangani anjing yang kasar, suka mencela, dan tidak kooperatif, yang akan memberikan penolakan terhadap apa pun yang akan kaulakukan terhadapku. Aku tak bisa apa-apa soal itu, jadi katakan saja padaku agar keluar dari tempat ini atau suruh aku tutup mulut, dan kau mengerjakan urusanmu, tetapi jangan coba-coba melakukan psikoanalisa. Aku benci sekali dengan itu. Hipnotislah aku, hanya saja aku tahu bahwa kau tak bisa melakukan apa yang sudah kautulis. Jadi, segera lakukan!” Dengan nada suara ringan dan seulas senyum aku menjawab, “Oke, tutup mulutmu, duduklah, jaga mulut busukmu agar terus mengatup dan dengarkan; dan duduklah tegak, aku akan segera melakukan [menggunakan kata-kata si pasien], tetapi aku akan melakukan dengan lambat atau cepat seenak perutku sendiri.” Aku menggunakan kata-katanya untuk memenuhi permintaannya, namun aku menyampaikannya dengan ringan dan dengan suara yang tidak mengandung kebencian. Di sini aku juga menyodorinya informasi yang sangat penting (dalam cetak miring) tanpa ia sadari. Pasien itu duduk dan membelalak diam dan menantangku. Ia tidak menyadari bahwa ia sesungguhnya telah membawa dirinya sendiri masuk ke dalam situasi terapetik. Ia malahan menyalahpahami perilakunya sendiri sebagai pembangkang yang tidak kooperatif. Ketika perhatian dan pemahamannya sudah terpusat, maka aku menerapkan teknik hipnosis yang bekerja baik selama bertahun-tahun pada pasien-pasien yang tidak kooperatif, membangkang, dan sulit. Dan aku melakukannya dengan banyak spekulasi tentang bagaimana mengubah ujaran mereka sendiri menjadi sugesti vital yang secara efektif membimbing perilaku mereka, meskipun tanpa mereka ketahui pada saat itu.

Teknik dan Dasar Pertimbangannya Teknik ini, akan dijelaskan secara rinci nanti, bisa dipendekkan atau dipanjangkan dengan pengulangan dan elaborasi sesuai kapasitas pasien untuk

76

memahami dan merespons. Sungguh bermanfaat untuk menggunakan bahasa pasien, sekalipun kasar, tidak sopan, atau bahkan cabul. Namun, dalam menggunakan itu, aku biasanya segera menghentikan ketidaksopanan bahasa si pasien, tetapi tetap menggunakan kengawuran tata bahasanya yang mungkin adalah karakteristik bahasa si pasien. Jadi kekasaran pasien (yang terekspresikan dalam bahasanya) secara diam-diam tersingkirkan. Selanjutnya, baik si pasien maupun terapis memasuki wilayah linguistik yang aman dan menyenangkan, namun tetap familiar bagi si pasien. Pasien tidak tahu dan tidak menyadari bagaimana ini terjadi, sebab ia diarahkan secara tidak langsung. Ketika sudah terkumpul informasi yang memadai dari pasien kasar dan pembangkang itu, dan kita sudah bisa mengukur sikap dan perilaku pahitnya untuk menyimpulkan tipe kepribadian pasien tersebut, ia bisa dipotong dengan ujaran pembuka yang mengandung penyataan negatif dan positif. Pernyataan pembuka itu tampaknya tepat dan relevan, dan ditujukan kepadanya dalam bahasa yang sangat bisa ia pahami pada saat itu. Namun, dalam pernyataan itu kita menyusupkan sugesti secara tersamar dan tidak langsung demi mendapatkan perilaku responsif dan reseptif darinya. Terhadap pasien yang dicontohkan di atas, aku menyampaikan, “Aku tidak tahu apakah kau akan atau tidak akan memasuki trance saat kau diminta.” (Orang perlu mencermati baik-baik kalimat ini untuk memahami semua elemen negatif dan positif, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan ketika kita mendengarnya.) Dengan kalimat pembuka semacam ini kepada pasien spesial tersebut, teknik utilisasi bisa diterapkan dengan prosedur yang benar-benar sangat ringan, tidak gramatikal, dipenuhi dengan sugesti dan instruksi langsung maupun taklangsung—tetapi tidak mudah dikenali. Karena itu bagian tersebut akan dimiringkan agar pembaca mudah mengenalinya. Kalimat dalam tanda kurung atau paragraf penjelasan dibubuhkan hanya untuk kepentingan pembaca, dan bukan bagian dari teknik. “Kau datang untuk terapi, kau meminta hipnosis, dan riwayat masalah yang kausampaikan membuatku sangat percaya bahwa hipnosis akan menolongmu.

77

Namun, kau menyampaikan begitu yakin bahwa kau adalah subjek hipnotik yang pembangkang, sehingga orang-orang lain gagal membawamu memasuki trance, sehingga berbagai teknik seperti tidak ada pengaruhnya, dan itu membuatmu tidak mempercayai para hipnotis kenamaan dan hipnosis itu sendiri sebagai sarana terapetik. Kau sudah berterus terang mengungkapkan bahwa aku tidak bisa membuatmu trance, dan dengan terus terang juga kau menyatakan bahwa kau diyakini akan menolak semua upaya dengan hipnosis dan bahwa penolakan ini akan membalikkan kehendakmu yang sungguh-sungguh dan upayamu untuk bekerjasama.” [Melawan hipnosis berarti orang mengakui keberadaannya, sebab tidak akan ada perlawanan pada sesuatu yang tidak ada, dan keberadaan menyiratkan kemungkinannya. Jadi masalahnya lalu bukan pada realitas atau nilai hipnosis, tetapi pada perlawanannya kepada hipnosis. Karena itu titik pijak untuk menggunakan hipnosis dibangun, tetapi dengan cara mengarahkan perhatian orang itu kepada pemahaman atas perlawanannya terhadap hipnosis. Maka induksi hipnosis dibawakan dengan berbagai teknik yang tidak mungkin ia ketahui.] “Karena kau datang untuk terapi dan kau menyampaikan bahwa kau seorang pasien yang suka meremehkan dan tidak kooperatif, biar kujelaskan beberapa hal sebelum kita mulai. Jadi aku bisa mendapatkan perhatianmu, duduk saja dengan kaki menapak di lantai dengan kedua tanganmu di atas paha, jangan biarkan kedua tanganmu saling bersentuhan.” [Ini lebih untuk mengkomunikasikan isyarat awal ketimbang tujuan lainnya.] “Karenanya, sekarang kau bisa duduk tegak selagi aku bicara, perhatikan saja penindih kertas itu, benda kecil itu. Dengan memperhatikan itu kau bisa mempertahankan pandangan matamu, dan itu akan membuat kepalamu tak bergerak dan itu akan membuat telingamu tak bergerak, dan itulah telingamu yang sedang kuajak bicara. [Ini adalah isyarat pertama disosiasi, pemisahan.] Tidak, jangan melihatku, lihat penindih kertas itu saja, karena aku ingin telingamu tak bergerak dan kau menggerakkannya ketika kau melihatku. [Kebanyakan pasien mula-mula cenderung untuk mengalihkan pandangannya; maka fiksasi

78

mata lebih efektif ketika ia diminta untuk tidak menggerakkan telinganya, dan jarang kita harus mengulang sampai lebih dari tiga kali untuk permintaan sepele seperti ini.] “Sekarang, ketika kau datang ke ruangan ini, kau membawa serta kedua pikiranmu, yakni bagian depan dan belakang pikiran. [“Pikiran sadar” dan “pikiran bawah sadar” bisa digunakan, tergantung tingkat pendidikan, dan pemberitahuan ini menyebabkan disosiasi.] Sekarang, aku benar-benar tidak peduli apakah kau mendengarku dengan pikiran sadarmu, karena ia tidak memahami persoalanmu sama sekali, atau kau pergi saja dari sini, karena itu aku hanya ingin bicara kepada pikiran bawah sadarmu karena ia di sini dan cukup dekat untuk mendengarku. Jadi kau bisa membiarkan pikiran sadarmu mendengarkan berisik jalanan atau pesawat yang melintas atau bunyi mesin ketik di ruang sebelah. Atau kau bisa memikirkan gagasan-gagasan yang menyusup di pikiran sadarmu, gagasan sistematis, gagasan semrawut, karena yang ingin kulakukan hanya bicara pada pikiran bawah sadarmu, dan ia akan mendengarku karena ia berada dalam jangkauan bahkan sekalipun pikiran sadarmu sudah menjadi bosan [kebosanan menyebabkan ketidaktertarikan, distraksi, bahkan tidur]. “Jika matamu lelah, akan lebih baik baginya untuk mengatup tetapi pastikan tetap waspada [sebuah kalimat yang licin sekiranya perlawanan terhadap hipnosis masih ada], sebuah gambaran mental atau visual yang bagus bersiaga di pikiranmu [sebuah instruksi yang tak bisa dikenali untuk mengembangkan kemungkinan ideosensori, yakni munculnya fenomena visual, sementara kata “bersiaga” meyakinkan perlawanannya terhadap hipnosis.] Nyaman sajalah selagi aku bicara kepada pikiran bawah sadarmu, karena aku tidak peduli apa yang dikerjakan oleh pikiran sadarmu. [Ini upaya tak terdeteksi untuk menyingkirkan perhatian sadar, yang disampaikan segera setelah sugesti untuk nyaman dan berkomunikasi hanya dengan pikiran bawah sadar.] “Sekarang, sebelum terapi bisa dijalankan, aku ingin memastikan apakah kau memahami bahwa masalahmu sungguh tidak disadari olehmu tetapi kau bisa

79

belajar memahami masalah-masalahmu dengan pikiran bawah sadarmu. [Ini pernyataan tidak langsung bahwa terapi bisa dicapai dan bagaimana ia bisa dijalankan dengan lebih menekankan pada disosiasi.] “Setiap orang tahu bahwa orang bisa berkomunikasi verbal [atau “bicara dengan kata-kata”, jika menghadapi orang dengan tingkat pendidikan rendah] atau dengan bahasa isyarat. Bahasa isyarat yang paling umum, tentunya, adalah kau menganggukkan kepalamu ya atau tidak. Setiap orang bisa melakukan itu. Orang bisa mengisyaratkan ‘kehadirannya’ dengan jari telunjuk, atau melambai “da-daa” dengan lambaian tangan. Isyarat tangan dari cara pandang tertentu bisa berarti ‘ya, saya ada di sini,’ dan menggoyangkan kepala berarti ‘tidak, tidak ada di sini.’ Dengan kata lain, orang bisa menggunakan kepala, jari, atau tangan untuk menyampaikan ya atau tidak. Kita semua melakukan itu. Karena itu kau juga bisa. Kadang ketika kita mendengar seseorang kita mungkin mengangguk atau menggelengkan kepala tanpa mengetahuinya baik untuk setuju atau tidak setuju. Akan mudah sekali untuk melakukan itu dengan jari atau tangan. “Sekarang aku ingin menyampaikan kepada pikiran bawah sadarmu sebuah pertanyaan yang bisa sekadar dijawab ya atau tidak. Itu pertanyaan yang hanya pikiran bawah sadarmu bisa menjawabnya. Baik pikiran sadarmu atau pikiran sadarku, atau, dalam urusan ini, bahkan pikiran bawah sadarku tidak akan tahu jawabannya. Hanya pikiran bawah sadarmu tahu mana jawaban yang bisa disampaikan, dan ia harus berpikir apakah jawabannya ya atau tidak. Itu bisa berupa anggukan atau gelengan kepala, mengangkat jari telunjuk—maksudku jari telunjuk kanan untuk jawaban ya, jari telunjuk kiri untuk jawaban tidak, karena itulah yang lazim bagi orang tangan kanan, dan sebaliknya bagi orang kidal. Atau tangan kanan bisa terangkat atau tangan kiri bisa terangkat. Tetapi hanya pikiran bawah sadarmu yang tahu apa jawaban yang akan muncul ketika aku menyampaikan pertanyaan untuk dijawab ya atau tidak. Dan bahkan pikiran bawah sadarmu tidak akan tahu, ketika pertanyaan diajukan, apakah ia akan akan menjawab dengan gerakan kepala, atau gerakan jari, dan pikiran bawah sadarmu harus memikirkan pertanyaan itu dan memutuskan, setelah ia

80

menemukan jawabannya sendiri, hanya begitulah ia akan menjawab. [Seluruh penjelasan ini pada dasarnya adalah serangkaian sugesti panjang lebar sehingga respons ideomotor dipersatukan dengan peristiwa tak terhindarkan—yakni subjek “harus berpikir” dan “memutuskan” tanpa harus ada permintaan sesungguhnya untuk respons ideomotor. Ada implikasi di sana, dan implikasinya sulit ditolak.] “Karenanya dalam situasi sulit ini di mana kita menemukan diri sendiri [ini membangun “kedekatan” dengan pasien], kita harus duduk bersandar dan terus menunggu [perilaku ikut ambil bagian] pikiran bawah sadarmu memikirkan pertanyaan, merumuskan jawaban, kemudian memutuskan, apakah dengan kepala, jari, atau tangan, untuk memunculkan jawaban.” [Ini adalah sugesti dan instruksi kedua yang disamarkan dalam bentuk penjelasan. Tampaknya subjek tidak diminta melakukan apa pun, tetapi sebenarnya ia diarahkan secara tidak langsung untuk pasif dan mengizinkan munculnya respons ideomotor pada tingkatan bawah sadar dalam bentuk yang telah disugestikan kepadanya sebagai hasil dari proses mental. Dalam semua prosedur ini ada sugesti tersamar atau taklangsung yang diberikan, yakni bahwa pikiran sadar tidak akan mengetahui aktivitas mental bawah sadar, yang esensinya adalah untuk mengembangkan trance yang telah dikondisikan.] “Sebelum aku menyampaikan pertanyaan itu, aku ingin menyarankan dua kemungkinan. (1) Pikiran sadarmu mungkin ingin tahu jawabannya. (2) Pikiran bawah sadarmu mungkin tidak ingin kau tahu jawabannya. Menurutku, dan kupikir kau akan setuju, kau datang kemari untuk terapi demi alasan yang di luar jangkauan pikiran sadarmu. Karena itu aku berpikir bahwa kita semestinya mendekati pertanyaan ini dengan cara menempatkannya di pikiran bawah sadarmu agar ia menjawab dengan sendirinya, dengan demikian kehendak sisi terdalam bawah sadarmu untuk menyembunyikan jawaban itu atau mengungkapkannya kepada pikiran sadarmu tetap dijaga dan dihormati dengan layak. [Ini adalah yang ia inginkan dari orang lain, tetapi ia tidak bisa benar-benar memahami bahwa ia menginginkan perlakuan yang fair dari dirinya sendiri.]

81

“Sekarang untuk memenuhi keinginanmu, aku akan menyampaikan pertanyaan ya atau tidak, dan bergembiralah membiarkan pikiran bawah sadarmu menjawab [ini sugesti langsung yang tidak disadari oleh pasien, didahului oleh pernyataan tidak langsung], dan kau bisa menyampaikan jawaban itu kepada pikiran sadarmu atau menyembunyikannya dari pikiran sadarmu, atau apa saja yang terbaik menurut pikiran bawah sadarmu. Hal yang mendasar, tentunya, adalah jawaban itu sendiri, bukan urusan menyampaikan atau menyimpan. Ini karena tindakan menyimpan sesungguhnya hanya tepat untuk nanti, karena hasilhasil terapetik yang akan kaucapai [juga sebuah perintah yang tidak dikenali karena tersamar sebagai penjelasan] akan benar-benar mengungkap jawaban itu kepadamu pada waktu pikiran bawah sadarmu mempertimbangkan apa yang tepat dan bermanfaat bagimu. Maka, kau bisa berharap akan mengetahui jawaban cepat atau lambat, dan keinginan sadarmu, juga keinginan bawah sadarmu, sedang mencari terapi dan memenuhi kebutuhanmu dalam cara yang tepat di waktu yang tepat. [Ini sugesti definitif yang disampaikan sebagai penjelasan dan sangat menekankan sugesti positif.] “Sekarang, bagaimana pertanyaan ini akan dijawab? Dengan omongan? Hampir tidak! Itu akan membuatmu bicara dan mendengar. Maka lantas akan menjadi urusan yang tidak fair dengan pikiran bawah sadarmu jika ia menginginkan, demi kebaikanmu, untuk menyembunyikan jawaban dari pikiran sadarmu. Lalu bagaimana? Sederhana sekali dengan gerakan otot yang kau bisa atau mungkin tidak bisa memperhatikannya, sesuatu yang bisa dilakukan secara sengaja dan disadari atau dilakukan secara tidak disadari dan tanpa diperhatikan. Kau bisa menganggukkan kepala atau menggelengkan kepala tanpa memperhatikannya pada saat kau setuju atau tidak setuju dengan pembicara, atau mengernyit ketika kaupikir kau sedang mencoba mengingat-ingat sesuatu di benakmu. “Apa gerakan otot yang akan terjadi? Aku berpikir akan lebih baik kalau aku menyebut beberapa kemungkinan [hanya “berpikir” atau “menyebut”, tampaknya tidak memaksa, memerintah, atau menganjurkan], tetapi sebelum melakukan itu biar kujelaskan perbedaan antara gerakan otot pikiran sadar dan

82

bawah sadar. [Gerakan otot disebut selagi perhatiannya terpusat; itu manuver untuk mempertahankan perhatian tersebut demi apa yang nanti akan diperkenalkan, tetapi sekarang ditunda penyampaiannya. Menyinggung “gerakan otot” ini adalah langkah pembuka untuk suatu topik, tetapi kita kemudian masuk ke penjelasan awal.] Respons pikiran sadar tidak bisa disembunyikan darimu. Kau mengetahuinya seketika. Kau menerimanya dan kau meyakininya, mungkin dengan enggan. Tidak ada penundaan terhadapnya. Ia muncul dalam pikiranmu seketika, dan kau membuat respons saat itu juga. “Pikiran bawah sadar berbeda, karenanya kau tidak tahu seperti apa itu nantinya. Kau harus menunggunya terjadi, dan secara sadar kau tidak bisa tahu apakah ia akan ‘ya’ atau ‘tidak’ [Bagaimana gerakan otot bisa ‘ya’ atau ‘tidak’? Pasien harus mendengarkan sungguh-sungguh untuk mendapatkan penjelasan yang masuk akal.] Ia tidak harus sesuai dengan jawaban sadar yang tentunya cocok dengan pemikiran sadarmu. Kau harus menunggu, dan mungkin menunggu dan menunggu, dan membiarkannya terjadi. Dan itu akan terjadi pada waktunya dan pada kecepatannya sendiri. [Ini perintah langsung, tetapi terdengar seperti penjelasan. Dan ia memberi waktu bagi munculnya perilaku di luar kesadaran. Penting diingat, jangan pernah menyampaikan kepada pasien bahwa jawaban tidak sadar hampir selalu dicirikan dengan gerakan berulang-ulang. Keberulangan aktivitas ideomotor akan lebih singkat waktunya jika pikiran bawah sadar berharap pikiran sadar tahu. Penundaan dan disosiasi menjadi sangat berkurang, meskipun jawaban tak-sadar itu mungkin tertunda ketika pikiran bawah sadar menjalani proses merumuskan jawaban dan membuat keputusan untuk menyampaikan jawaban itu atau tidak kepada pikiran sadar. Jika pasien menutup matanya secara spontan, hampir bisa dipastikan bahwa jawaban yang ia berikan akan secara spontan disembunyikan dari pikiran sadarnya. Ketika jawaban “diberitahukan” kepada pikiran sadar, dan terutama jika jawaban itu bertentangan dengan pendapat sadarnya, pasien akan memperlihatkan keheranan dan kadang enggan mengakui bahwa jawaban bawah sadar itu seratus persen benar, dan itu justru mengintensifkan respons hipnotiknya. Untuk memunculkan respons

83

repetitif berikutnya, kita bisa mengajukan secara enteng pertanyaan seperti, “Tetapi kau bisa menyembunyikan sebuah jawaban, begitu bukan?” Pertanyaan seperti itu, tanpa disadari, akan memastikan respons ideomotor berikutnya yang luput dari perhatian pikiran sadar. Aku punya pasien resisten yang menjawab pertanyaanku secara sadar dan seketika menggelengkan kepala dengan sungguhsungguh. Setelah itu ia terheran-heran pada kelambanan responsku dalam menyikapi jawabannya. Ia tidak tahu bahwa aku diam-diam menunggu apakah akan muncul gelengan yang pelan secara berulang-ulang dari kiri ke kanan atau anggukan dari atas ke bawah. Pasien semacam ini akan bisa membuat gerakan berulang-ulang, terutama gerakan kepala, yang mungkin berlangsung selama lima menit tanpa ia menyadari apa yang terjadi. Ketika pasien trance, respons ideomotor bisa saja berupa gerakan cepat seperti dalam keadaan sadar. Ini adalah hal lain yang patut dicamkan oleh hipnotis. Namun secara umum ciri-ciri kataleptik lebih memudahkan kita untuk melihat bahwa pasien dalam keadaan hipnotik.] “Sekarang gerakan apa yang akan muncul? Banyak orang menganggukkan atau menggelengkan kepala untuk ‘ya’ atau ‘tidak’, dan pertanyaan yang akan kuajukan adalah jenis pertanyaan yang meminta jawaban simpel ‘ya’ atau ‘tidak.’ Aku biasanya, sebagaimana orang-orang lain [frase “aku biasanya” dan “orangorang lain” mengindikasikan bahwa lumrahnya tindakan itu bisa dilakukan oleh kita berdua dan itu merupakan tindakan yang umum bagi semua orang], suka menggunakan telunjuk kanan untuk mengatakan ‘ya’ dan telunjuk kiri untuk ‘tidak’, tetapi itu sering berkebalikan pada orang-orang kidal. [Tak ada permintaan yang bersifat memerintah, karena pasien ini resisten dan sugesti ini memberi kebebasan merespons, meskipun itu kebebasan yang ilusif.] Maka dari itu sejumlah orang memiliki tangan yang ekspresif dan bisa dengan mudah, disengaja atau tidak, mengangkat tangan kanan untuk mengisyaratkan ‘ya’ atau tangan kiri untuk mengisyaratkan ‘tidak’. [“Tangan yang ekspresif” hanyalah pujian tersirat, tetapi itu sangat berarti bagi narsisisme dalam diri setiap orang.

84

Tentunya tidak terlalu aneh bagi seseorang untuk memberi isyarat dengan telunjuk atau menegur orang dengan jari atau tangan.] “Aku tidak tahu apakah pikiran bawah sadarmu menginginkan pikiran sadarmu melihat suatu objek atau memberi perhatian pada kepalamu atau jarijarimu atau tanganmu. Mungkin kau suka melihat kedua tanganmu. Dan jika matamu mengabur saat kau terus melihat kedua tanganmu sementara kau ingin melihat tangan mana yang akan bergerak ketika aku menyampaikan pertanyaan kecil, kekaburan semacam itu bisa dipahami. Itu semata-mata karena tanganmu dekat sekali denganmu dan kau memperhatikannya lekat-lekat. [Bahkan sekiranya mata pasien tertutup, paragraf ini bisa digunakan dengan enteng. Pada intinya ia sangat sugestif untuk sejumlah hal, tetapi tidak kentara. Sesungguhnya tujuan pokok dari penjelasan yang diulang-ulang ini adalah melulu untuk menawarkan atau mengulangi berbagai sugesti dan instruksi tanpa kelihatan seperti itu. Juga sejumlah kemungkinan ditawarkan, terutama dalam bentuk double bind tidak langsung, yang membuatnya makin sulit melakukan penolakan. Seluruh item perilaku disugestikan secara enteng sehingga tampaknya pasien mewujudkan pilihannya sendiri. Namun ia sesungguhnya tidak diminta membuat pilihan yang benar-benar ia kehendaki. Ia tidak menyadari apa lagi yang dikatakan atau disiratkan. Kecenderungan pribadi saya adalah gerakan kepala, yang bisa dengan mudah diterima tanpa disadari, tetapi apa pun jenis gerakan yang dilakukan oleh pasien, saya segera menyusulnya dengan respons ideomotor jenis kedua dan mungkin ketiga untuk memperkuat kesediaan pasien untuk merespons. Gerakan tangan menawarkan keuntungan lain untuk nantinya memunculkan fenomena lain, yang akan dijelaskan nanti.] “Sekarang [ketika keinginan pasien menguat] kita tiba pada pertanyaan itu! Aku tidak perlu tahu apa pilihan gerakan yang hendak kaubuat. Kau memiliki kepala di atas lehermu dan jari-jari di telapak tanganmu dan kau bisa membiarkan tanganmu tetap tenang di pahamu atau di lengan kursi. Hal terpenting adalah menjadi nyaman selagi menunggu jawaban bawah sadarmu. [Dengan demikian kenyamanan dan jawaban bawah sadar melekat satu sama lain tanpa diketahui,

85

dan pasien secara alami menginginkan kenyamanan. Demikian juga ia dalam tingkat tertentu ingin tahu mengenai “jawaban bawah sadarnya”. Juga, penjelasan awal yang tertunda diberikan.] Sekarang kau dalam posisi seperti orang-orang lain pada umumnya atau dalam semua kemungkinan gerakan [sebuah sugesti otoritatif yang tersamar]. Karenanya pertanyaan yang kusampaikan itu, juga, tidak benarbenar penting. Yang penting adalah apa yang bawah sadarmu pikirkan, dan apa yang ia pikirkan tidak diketahui baik olehmu atau olehku. Tetapi pikiran bawah sadarmu tahu karena ia memproses pemikirannya sendiri, tetapi tidak selalu sesuai dengan pemikiran sadarmu.” “Karena kau memintaku membuatmu trance, aku bisa mengajukan pertanyaan sesuai permintaanmu, tetapi aku lebih suka mengajukan pertanyaan ringan [kemungkinan ancaman dari hipnosis dihilangkan]. Karena itu mari kita [dalam hal ini kami bekerja bersama] ajukan satu pertanyaan yang sangat umum sehingga bisa dijawab dengan salah satu dari berbagai gerakan yang sudah kita bicarakan. Sekarang inilah pertanyaan yang aku ingin kau mendengarnya sungguh-sungguh, dan kemudian menunggunya dengan sabar untuk melihat, atau mungkin untuk tidak melihat, apa jawaban bawah sadarmu. [Setelah diulur-ulur cukup lama, perhatian pasien begitu terpusat, dan ia menjadi “terbuka” pada hasratnya untuk tahu pertanyaan itu, dan hasrat seperti itu harus memiliki basis penerimaan yang tidak disadari terhadap gagasan bahwa pikiran bawah sadarnya akan menjawab.] Pertanyaanku adalah [disampaikan dengan pelan, intens, dan sungguh-sungguh], “Apakah pikiran bawah sadarmu berpikir ia akan mengangkat tanganmu atau jarimu atau menggerakkan kepalamu?” [Tiga kemungkinan jawaban, yang pikiran sadar tidak tahu.] Tunggulah dengan sabar, dan ingin tahu, dan biarkan jawabannya muncul.” *** Apa yang pasien tidak tahu dan tidak mungkin ia mengetahuinya adalah bahwa ia dibawa berkomunikasi pada dua level, yang membuatnya terperangkap

86

dalam double atau triple bind. Ia tidak mungkin menolak bahwa pikiran bawah sadarnya bisa berpikir. Ia tak terhindarkan lagi terpaku pada kata “berpikir”. Setiap gerakan ideomotor, apakah positif atau negatif, adalah komunikasi langsung dari pikiran bawah sadarnya (tetapi pikiran sadarnya tidak tahu). Jika kepalanya menggeleng lambat ‘tidak’, aku bisa memunculkan katalepsi dengan mengangkat tangannya secara lembut. Respons kataleptik ini juga hipnotik; itu salah satu fenomena hipnosis. Lalu aku bisa memintanya untuk lebih nyaman, dan jika matanya terbuka, aku menambahkan, “Mungkin dengan menutup mata, menarik nafas panjang, dan dengan perasaan senang bahwa pikiran bawah sadarmu secara bebas telah menyampaikan kepadaku sebagaimana yang ia inginkan.” Maka, tanpa sepengetahuannya dan sebelum ia punya waktu untuk menganalisa fakta, ia telah berkomunikasi di tingkatan bawah sadar. Karenanya secara harfiah ia memasuki trance, yang bertentangan dengan pengakuan sadarnya sebelum ini bahwa ia jelas akan menyingkirkan keinginannya sendiri untuk dihipnotis. Dengan kata lain, resistensinya dipangkas dengan menjadikan respons hipnotik melekat pada proses pemikirannya melalui diskusi berbagai hal yang tampaknya nonhipnotik. Pada saat itu keyakinan palsunya bahwa ia tidak ingin dihipnotis tersingkir oleh pemahaman bawah sadar yang menyenangkan bahwa ia bisa bekerjasama. Jika ia tahu bahwa ia merespons dengan aktivitas ideomotor, ia akan tercerap untuk mengenali bahwa pikiran sadarnyalah yang mengendalikan situasi. Ini menempatkannya pada double bind yang lain, yakni membiarkan pikiran bawah sadarnya “berbagi” dengan pikiran sadar tentang apa pun yang ia inginkan. Ini akan membuatnya bersepakat juga untuk membiarkan pikiran bawah sadarnya menyembunyikan informasi dari pikiran sadar, yang pada gilirannya akan menyebabkan amnesia hipnotik ketika ia mendapatkan lagi kesadarannya. Jadi, tanpa kelihatan berupaya membuat trance, aku telah menginduksi trance kepadanya. Beruntung bagi kedua pihak, baik hipnotis maupun pasien, bahwa pemunculan satu fenomena hipnotik sering merupakan teknik induksi trance yang

87

luar biasa, dan bisa digunakan lebih sering untuk keuntungan pasien. Pemahaman ini datang pertama kali di musim panas 1923 selagi bereksperimen dengan automatic writing. Aku tercengang ketika saudariku Bertha, yang sebelumnya tidak pernah dihipnotis atau menyaksikan induksi hipnosis, mengembangkan trance somnambulistik ketika disugesti agar tangan kanannya yang memegang pensil di atas kertas bergerak pelan, bertahap, dan akan menjadi gemetar, bergerak, untuk membuat coretan sekenanya saja sebelum tangan itu menulis huruf-huruf, kemudian kata-kata yang menyusun kalimat sementara ia menatap lekat-lekat gagang pintu agar tubuhnya bisa duduk diam. Ia menulis “Anjing nenek suka makan tulang itu,” dan aku mencari tahu apa yang ia maksudkan. Jawabannya kudapatkan selagi ia menatap kaku ke pintu, “Lihat! Ia memakan sepiring tulang dan ia menyukai tulang-tulang itu.” Pada saat itu aku menyadari bahwa ia sebenarnya tidak diinduksi trance ke arah itu; ia berhalusinasi secara visual pada apa yang ia tulis, karena anjing nenek ada di tempat lain. Berkali-kali setelah itu automatic writing digunakan secara tidak langsung sebagai teknik induksi, tetapi ia menolak karena menulis adalah keterampilan khusus yang sifatnya sistematik dan karena itu memakan banyak waktu. Sebuah papan ouija kemudian digunakan, tetapi papan ini, meski agak efektif untuk menginduksi trance tidak langsung, ditolaknya juga karena berkonotasi dengan supranatural. Langkah yang lebih masuk akal kemudian ditempuh dengan memunculkan gerakan simpel yang spontan, cepat, dan tidak meminta keterampilan khusus. Mula-mula ini dilakukan sebagai modifikasi automatic writing, modifikasi yang secara spontan dan independen dikembangkan oleh sejumlah subjek—katakanlah, penggunaan garis vertikal untuk “ya”, garis horisontal untuk “tidak” dan garis miring untuk “saya tidak tahu” Aku sudah pernah membahas ini dalam tulisan lain bersama Kubie (Psychoanalytic Quarterly, Oct. 1939, hal. 471-509). Itu sering efektif sebagai teknik tak langsung untuk menginduksi trance secara cepat. Ketika respons ideomotor muncul, ia bisa segera digunakan lagi. Misalnya, ketika pasien menggelengkan kepala “tidak”, tangan yang mengisyaratkan “ya”

88

bisa diangkat pelan, dan katalepsi spontan akan muncul. Atau jika jari “ya”-nya membuat respons ideomotor, tangan yang berlawanan diangkat untuk memunculkan katalepsi. Jika kedua matanya terbuka (kedua mata itu sering menutup spontan ketika aktivitas ideomotor berlangsung), sugesti simpel bisa disampaikan bahwa ia bisa meningkatkan kenyamanan fisiknya dengan rileks, menutup mata, beristirahat tenang, menarik nafas panjang, dan menyadari dengan penuh kepuasan bahwa pikiran bawah sadarnya bisa berkomunikasi langsung secara jelas dan ia bebas menyampaikan apa pun yang ingin ia sampaikan; apakah dengan bahasa isyarat, secara verbal, atau keduanya. Ia didorong untuk menyadari bahwa ia tidak perlu tergesa-gesa atau terburu-buru, bahwa tujuannya adalah menyelesaikan secara memuaskan dan tidak terburu-buru, dan bahwa ia bisa melanjutkan komunikasi bawah sadar selama ia mau. Jadi kata “trance” atau “hipnosis” dihindari, dan jadinya sejumlah sugesti hipnotik atau post-hipnotik bisa diberikan dalam bentuk manifestasi ketertarikan yang nyaman bagi pasien, dalam penjelasan dan penenteraman, yang semuanya disampaikan sedemikian rupa untuk menciptakan orientasi ke depan dengan menyiratkan batas waktu untuk mencapati tujuan yang memuaskan itu. (Kata-kata yang dicetak miring, dalam situasi itu, sesungguhnya adalah double bind) Dengan demikian sebuah landasan dibangun untuk menciptakan kedekatan dan selanjutnya trance dan proses terapetik yang cepat. Biasanya ini bisa berlangsung dalam satu jam. Dalam kasus tertentu saya dipaksa oleh pasien untuk menghabiskan 15 jam, yakni ketika pasien berkecenderungan mencela dan menggagalkan upaya terapi, namun kemudian menghasilkan trance yang bagus dan proses terapetik yang cepat. Tentang pasien yang suka mencela, yang dicontohkan di awal tulisan ini, ia dibangunkan dari trance dengan pernyataan sepele, seolah-olah tidak ada waktu intervensi, “Yah, itulah omongan kasar yang baru saja kauberikan padaku.” Jadi pasien secara halus diarahkan ke waktu di mana ia baru saja bicara kasar kepadaku dan karena itu ia bangun “secara spontan” dari trance, menunjukkan kebingungan, mencocokkan arlojinya dengan jam dinding saya, dan kemudian

89

berkata dengan heran, “Aku telah omong kasar kepadamu sekitar 15 menit, tetapi waktunya berlalu lebih dari satu jam! Apa yang terjadi selebihnya?” Kujawab, “Jadi kau bicara kasar kepadaku 15-20 menit [sengaja memberi sedikit perpanjangan dari waktu yang ia sebutkan], dan kemudian kau kehilangan waktu selebihnya! [Pasien secara tidak langsung diberi tahu bahwa ia bisa kehilangan waktu.] Yah, itulah memang urusanku, dan sekarang kau tahu bahwa kau bisa menghilangkan waktu, kau pasti tahu kau bisa menghilangkan hal-hal yang kau tidak ingin mempertahankannya, dengan cara mudah dan begitu saja. Jadi, pergilah, datang lagi Jumat depan di waktu yang sama, dan bayarlah gadis di ruang sebelah.” Aku menggunakan kata-kata pasien itu sendiri yang ia gunakan di awal terapi. Meskipun kata-kata ini digunakan seperti saat awal, sekarang katakata itu menjadi bagian dari instruksi terapi. Juga, karena ia mengatakan bahwa ia membayar “bagus” untuk terapi, maka dengan memintanya segera membayar, ia secara tidak sadar telah menjalankan gagasan yang bisa ia terima dan ia sendiri sangat menghendakinya. Ketika ia datang lagi Jumat selanjutnya, ia duduk dan bertanya dengan nada bingung dan seperti bergumam, “Apakah aku harus menyukaimu?” Implikasi pertanyaan itu jelas, tekanan dalam suaranya menyiratkan sesuatu, dan karena itu ia harus diyakinkan tanpa ia mengetahuinya. Setelah itu nada suara yang ia perdengarkan di pertemuan pertama kembali lagi, dan ia nyaman saja mengatakan, “Busyet, tidak, kau bajingan tolol, kita punya kerjaan yang harus dilakukan.” Hembusan nafas lega dan kemudian sikap rileksnya tampak sebagai jawaban tidak sopan dan tidak profesional (ia membutuhkan bersikap seperti itu), dan mudah sekali mengarahkan perhatiannya pada tujuan yang ia kehendaki, yang sengaja dicetak miring, dan membebaskannya dari kegelisahan yang bisa merupakan ancaman bagi keberlanjutan terapi. Saat ia rileks aku membuat pernyataan ringan, “Tutup saja matamu, ambil nafas panjang, dan sekarang mari kita kerjakan yang harus dilakukan.” Pada saat aku selesai berkata begitu, pasien masuk ke kondisi trance somnambulistik; ia duduk saja di kursi memasuki trance. Sekiranya terapis tidak ingin pasien

90

mengembangkan trance saat itu juga, dengan mudah ia bisa memintanya duduk di kursi lain. Pada sesi keempat (dalam trance) ia bertanya, “Apakah boleh menyukaimu?” Aku menjawab, “Kali lain kau datang, duduk di kursi dengan sandaran tegak dan pertanyaan dan jawaban akan datang padamu.” Pada sesi berikutnya ia duduk “spontan” di kursi bersandaran tegak, menatap bingung, dan menyatakan, “Busyet, ya, aku bisa melakukan hal taik apa pun yang aku ingin lakukan.” Aku menjawab, “Pembelajar yang lambat, hah?” Terhadap hal ini ia menjawab, “Aku beres-beres saja.” Dan bangkit, duduk di kursi biasanya dan masuk ke kondisi trance. (Ia tidak membutuhkan “omong-kosong” tentang apa pun lagi untuk mengingatkan apa yang harus ia lakukan. Ia bisa melakukan “hal taik apa pun” yang “ia ingin lakukan.” Maka ia mengenali reaksi emosional tertentu, mengakuinya pada diri sendiri, dan kemudian membuangnya dengan cara “melakukan kerjaannya” tanpa membuang-buang waktu untuk menganalisis apa pun.) Terapi berlangsung kurang dari 20 jam, setiap percakapan sangat produktif dengan “sharing “ yang semakin meningkat. Sepuluh tahun kemudian ia tetap beres dan menjadi kawan baikku, meskipun kami jarang ketemu. Teknik yang digambarkan di atas digunakan berkali-kali dalam waktu lama dengan variasi sedikit-sedikit. Berbagai pasien menyumbang perkembangannya dengan memberiku kesempatan untuk memperkenalkan sugesti baru; aku menambahkan beberapa teknik komunikasi tak-langsung dan berbagai jenis double bind. Seperti disampaikan di atas, pada intinya teknik itu berhasil, dan ia hanya memerlukan penyesuaian berkaitan dengan tingkat intelektualitas dan perangai pasien. Dalam menulis makalah ini aku membuka catatan-catatan lama, dan teknik ini sendiri ditulis mula-mula sebagai item terpisah. Maka untuk makalah ini ia ditulis ulang dengan disertai penjelasan terhadap teknik tersebut. Dalam eksperimen berikut, aku tidak membubuhkan penjelasan agar teknik itu bisa diikuti dengan lebih lancar dan mengalir.

91

Eksperimen Lapangan Pertama Aku baru selesai menulis makalah ini dan telah memeriksanya pada suatu malam. Pagi berikutnya terjadi sebuah peristiwa kebetulan. Pasien baru, seorang lelaki 52 tahun dan pengusaha kaya, datang kepadaku. Ia tersipu-sipu, malu, dan tampak jelas mengalami tekanan emosional yang berat. Ia dengan serius melihat izin praktek yang kugantung di dinding, membaca sertifikat dari American Board of Psychatry and Neurology, mengambil buku Daftar Spesialis Medis dari sandaran buku, membaca kualifikasiku di sana, mengambil Direktori Psikolog dan membaca kualifikasiku di sana, melangkah ke rak buku dan mengambil buku The Practical Applications of Medical and Dental Hypnosis and Time Distortion in Hypnosis, memperhatikan namaku di sampul buku dan mengatakan, “Jadi kau mengurusi juga hal beginian!” Aku mengiyakan dengan enteng saja tetapi (untuk membuatnya lebih terbakar) menambahkan, “Dan semalam aku menyelesaikan makalah tentang hipnosis, dan aku juga editor pada The American Journal of Clinical Hypnosis.” Jawabannya adalah, “Ya, aku sudah mendengar banyak mengenaimu sebagai orang sinting, tetapi aku sedang punya masalah (memperhatikan bahwa aku mencatat semua pernyataannya, pasien secara spontan memperlambat bicaranya, tetapi terus-menerus menyampaikan keluhannya), dan aku perlu pertolongan. “Dan ini memburuk. Itu bermula sekitar delapan tahun lalu. Aku sedang menyetir ke tempat kerja dan aku menjadi panik dan memarkir mobil di tepi jalan. Mungkin setengah jam kemudian aku baru bisa melanjutkan lagi perjalanan ke kantor. Tidak selalu begitu, tetapi pelan-pelan hal itu makin kerap sampai suatu hari ia berubah. Aku tidak bisa memarkir mobil di tepi jalan. Aku harus pulang ke rumah. Kadang itu terjadi dalam perjalanan pulang dari kantor dan aku harus menyetir balik ke kantor. Setelah satu jam, kadang hanya setengah jam, aku bisa berangkat ke kantor atau pulang ke rumah tanpa kesulitan. Istriku mencoba mengantarku agar aku tidak panik. Ia yang membawa mobil dan itu justru membuat keadaan memburuk. Aku menjadi semakin panik dan memintanya menambah kecepatan. Aku mencoba naik taksi. Itu gagal juga. Sopir-sopir taksi

92

berpikir aku sakit jiwa karena aku tiba-tiba akan berteriak kepada mereka agar putar balik dan menyuruh mereka tancap gas pulang ke rumah atau kembali ke kantor. Sekali aku mencoba naik bis dan kupikir aku akan jadi gila. Sopir bis tidak mengizinkanku turun dari bis hingga halte berikutnya. Aku hampir mati berlari pulang ke rumah. Itu tidak terjadi setiap hari pada awalnya, tetapi ia menjadi makin sering sampai tiga tahun lalu ia mulai terjadi setiap hari sehingga aku terlambat tiba di kantor dan terlambat pulang ke rumah. Aku harus keluar makan siang. Aku akan mendapatkan serangan panik untuk pergi atau pulang dari makan siang.” Tiga tahun lalu aku melakukan terapi intensif dengan Dr X. Ia terdidik dalam psikoanalisa selama tiga tahun di klinik Y dan sudah dua tahun berpraktek sendiri. Aku menemuinya empat atau lima kali seminggu, satu jam tiap pertemuan, selama dua setengah tahun, tetapi aku selalu harus menghabiskan waktu dua jam sebelum sesi agar bisa tiba tepat waktu dan dua jam lagi setelah sesi untuk tiba di rumah. Aku tidak selalu memerlukan waktu sebanyak itu. Aku kadang datang awal, dan kadang bisa pulang tepat waktu. Tetapi aku terus memburuk. Sekitar enam bulan lalu psikoanalis itu memberiku obat penenang dosis tinggi karena aku tidak memperoleh kemajuan, tetapi ia tetap menganalisaku. Analis ini tidak bekerja bagus. Beberapa obat akan bekerja selama seminggu atau dua minggu, tetapi kemudian tidak manjur lagi. Beberapa dari obat-obat itu tidak mempan padaku. Sebut apa saja namanya; aku akan menelannya. Amfetamin! Sedatif! Juga tambahan waktu untuk analisa. Kemudian sekitar dua bulan lalu aku mencoba wiski. Aku bisa dibilang tidak pernah minum, tetapi wiski sungguh membebaskan. Aku bisa minum pagi hari, siang hari di kantor, minum dan pulang ke rumah dengan perasaan nyaman. Dengan obat penenang yang manjur, aku tentunya tidak bisa berangkat ke kantor, tetapi yang tidak manjur pun sangat mengganggu urusan pekerjaanku. Aku harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih mudah. Dalam satu bulan aku punya dua waktu minum wiski setiap harinya, di pagi hari dan di waktu pulang, dan semuanya oke-oke saja. Kemudian sekitar sebulan lalu aku harus menggandakan dosisnya, kemudian minum juga di

93

siang hari, kemudian menggandakan dosisnya sebelum pulang. Kemudian aku mulai minum dengan dosis tiga kali lipat, dengan dosis ekstra yang kutenggak di tengah perjalanan. Rumahku sekitar 20 menit dari sini. Aku perlu minum tiga kali untuk sampai kemari. Aku datang lebih awal sehingga aku harus menunggu dua jam dan minum, dan minum lebih cepat. “Setelah aku mulai menjalani psikoanalisa aku mendengar dan membaca tentang hipnosis dan mendengar tentangmu. Psikoanalis itu bicara jujur bahwa kau sangat sinting dan bahwa hipnosis adalah berbahaya dan tak bermanfaat. Tetapi sekalipun kau sinting, aku tahu bahwa setidaknya kau punya lisensi medis dan psikiatris. Dan tak peduli seberapa bahaya dan tak bermanfaat dan seberapa tololnya hipnosis, ia tidak akan seburuk alkohol. Wiski yang kutenggak setiap hari kini menjadikanku alkoholik. “Yah, kau tidak bisa melakukan hal yang lebih buruk dengan hipnosis ketimbang yang dilakukan alkohol, tetapi di luar itu aku telah mendengar tentang hipnosis dari psikoanalisku. Semua bahan tertulis yang mencela hipnosis ia berikan padaku dan aku tahu tidak ada satu pun orang waras yang akan membiarkan dirinya dihipnotis. Tetapi setidaknya kau bisa mencoba.” Cerita seperti itu kudengar ketika aku baru saja merampungkan makalah tentang teknik hipnotik untuk pasien yang tidak kooperatif karena berbagai alasan. Dan makalah itu masih ada di atas mejaku. Ini memberiku gagasan cepat untuk bereskperimen. Simpel saja, aku meminta kepada pasien agar membolehkan aku membaca keras-keras makalah yang baru selesai kutulis, tanpa memperlihatkan maksud untuk menggunakannya sebagai teknik induksi. Orang itu dengan sangat terpaksa menyetujui permintaanku tetapi menolak memusatkan pandangannya pada objek apa pun. Ia terus memandang sekeliling ruangan, tidak mau menaruh tangannya di paha, tetapi menaruhnya di lengan kursi. Dengan pelan-pelan dan hati-hati, teknik dibaca nyaris apa adanya, kadang aku membaca ulang bagian-bagian yang membuat ekspresi wajahnya berubah. Akhirnya pasien mulai melihat satu tangannya dan kemudian tangan yang satunya. Akhirnya pandangannya terpaku pada tangan kanan. Telunjuk tangan kiri

94

atau jari “tidak” terangkat sedikit, kemudian jari tengah kiri. Kemudian telunjuk tangan kanan memunculkan gerakan menyentak dan mulai terangkat berulangulang. Telunjuk kirinya menurun, tetapi jari tengah mengalami katalepsi. Kepalanya mulai membuat penegasan dengan mengangguk berulang-ulang sampai ia dihentikan oleh induksi katalepsi di kedua tangannya. Matanya menutup spontan ketika telunjuk kiri merendah. Aku membiarkannya tetap trance, dan meneruskan membaca pelan-pelan. Kutinggalkan ruangan sebentar dan kubiarkan ia melanjutkan trance selama 30 menit berikutnya. Ketika aku masuk lagi, kuperiksa posisi katalepsinya, dan kemudian kutambahkan sesuatu dalam makalah ini. Akhirnya pasien kubangunkan dari trance mendalamnya dengan mengulangi pertanyaan mengenai pembacaan makalah ini. Ia bangun pelahan, mengatur posisinya, dan mengatakan lagi bahwa hipnosis tidak akan lebih buruk dari alkohol. Tiba-tiba ia memperhatikan jam dengan reaksi terkejut dan segera mencocokkan arlojinya dan kemudian arloji saya. Komentarnya adalah, “Aku masuk setengah jam lalu. Jam dinding dan arloji kita menunjukkan bahwa aku sudah di sini lebih dari dua jam—hampir dua setengah. Aku harus pergi.” Ia bergegas keluar, kembali lagi, menjabat tanganku dan menanyakan kapan ia segera bisa menemuiku lagi. Aku memberinya waktu tiga hari lagi. Kataku, “Pastikan kau membawa sebotol penuh wiski.” (Ia tidak bisa mengetahui implikasinya tetapi ia menjawab bahwa ia akan membawa, dan bahwa sekarang satu botol di sakunya hampir kosong meskipun pagi tadi penuh ketika ia meninggalkan rumah.) Ia kemudian keluar dari ruang tunggu, kembali lagi, dan sekali lagi menjabat tanganku, hanya untuk menyatakan bahwa ia lupa mengatakan sampai jumpa. Tiga hari kemudian ia masuk ruanganku sambil tersenyum, membuat pernyataan ringan tentang peristiwa-peristiwa belakangan, duduk nyaman di kursi, dan memuji penindih kertas di mejaku. Aku menanyakan kepadanya apa yang terjadi dalam tiga hari belakangan. Ia menjawab lancar, “Yah, aku penasaran mengenai masalah yang membawaku kepadamu. Aku bicara sengit dan aku

95

ngomong banyak dan kau mencatatnya kata demi kata. Aku mencoba memikirkan apakah aku harus membayar per kata yang kukeluarkan sehingga kau menghabiskan waktumu untuk mencatat kata demi kata. Itu membuatku sangat tersinggung, dan ketika aku tahu bahwa aku berada di tempat ini dua setengah jam hanya untuk membiarkanmu menuliskan kata demi kata apa saja yang kukatakan, aku memutuskan bahwa aku akan membayarmu untuk satu jam saja dan membuatmu meributkan yang selebihnya. Maka ketika kau mengatakan padaku untuk membawa sebotol penuh wiski di pertemuan berikutnya, aku hanya merasa sia-sia datang kepadamu dan setengahnya aku tidak ingin kembali lagi. Tetapi setelah aku di luar, aku menyadari aku merasakan sesuatu yang tidak biasa, yakni bebas dari tekanan sekalipun aku terlambat datang pada pertemuan bisnis, jadi aku balik lagi dan mengatakan sampai jumpa. [Pembaca akan mencatat bahwa ini tidak kronologis betul.] Kemudian aku lupa minum wiski dalam perjalanan ke pertemuanku, mungkin karena aku tersinggung pada ucapanmu agar membawa sebotol penuh wiski. “Kemudian di hari berikutnya, aku tiba di kantor tepat waktu, merasa baik, mengerjakan urusanku dengan baik, keluar makan siang, dan pulang ke rumah. Hal yang sama terjadi hari berikutnya lagi. Maka pagi ini aku ingat aku punya janji ketemu denganmu hari ini. Aku masih marah tentang “sebotol penuh” yang kauucapkan, tetapi aku mengambil sebotol untuk kubawa. Aku menenggak sedikit dari botol satunya, tetapi lupa memasukkan botol yang masih penuh ke sakuku. Kukira kau akan menafsirkannya sebagai sikap perlawanan atau menantang. Tapi aku berniat membawanya dan benar-benar lupa. Aku datang ke kantor tepat waktu, bekerja baik seharian, tetapi pada siang hari seorang teman datang tanpa kuduga dan aku makan siang bersamanya dengan sebotol bir. Kemudian aku kembali bekerja dan menjaga tetap ingat kapan aku harus kemari. Jadi, kupikir kau mungkin bisa menolongku jika kau mulai melakukan pekerjaanmu dan tidak hanya menulis saja semua omonganku. Itulah yang makan banyak waktu kemarin dulu. Aku tidak memerlukan minum pagi ini, tetapi aku tidak bisa datang padamu dalam kepura-puraan sehingga aku minum sebotol. Tak ada masalah untuk

96

minum di waktu makan malam, tetapi minum di pagi hari tidak baik. Bagaimanapun aku tidak merasa keberatan kau menulis apa pun yang kukatakan.” Kami bercakap-cakap ringan tentang kejadian-kejadian belakangan, dan aku membuat komentar tak terduga kepadanya, “Yah, kita lihat saja. Kau pernah menjadi penulis editorial pada koran besar metropolitan, dan editorial bisa dikatakan merangkum opini massa. Katakan, apakah opini dirangkum dalam pikiran sadar orang; dan apa definisimu tentang ‘pikiran sadar’ dan ‘pikiran bawah sadar’?” Ia menjawab, “Kau tak akan melakukan dua setengah tahun psikoanalisa dengan kesungguhan hati dan kemudian di dicuci otakmu setengah tahun dengan obat penenang plus analisa, tanpa tahu banyak dan kehilangan banyak. Apa yang bisa kuberikan padamu adalah definisi umum, sebutlah, pikiran sadarmu adalah bagian depan pikiranmu dan pikiran bawah sadar adalah bagian belakang pikiranmu. Tetapi kau mungkin tahu lebih banyak ketimbang aku dan Dr. X.” “Dan apakah keduanya akan bisa dipertemukan?” tanyaku. “Itu pertanyaan aneh,” katanya, “tetapi aku tahu yang kaumaksudkan. Kupikir pikiran bawah sadar bisa menyampaikan sesuatu kepada pikiran sadar; tetapi aku tidak berpikir yang sebaliknya, yakni pikiran sadar bisa menyampaikan sesuatu kepada bawah sadar atau bahkan tahu apa yang ada di dalam pikiran bawah sadar. Aku menghabiskan banyak waktu untuk mencoba menggali pikiran bawah sadarku dengan Dr. X dan tidak ada kemajuan sama sekali, bahkan makin memburuk.” “Bisakah aku mendiskusikan pikiran sadar dan bawah sadar denganmu suatu saat?” tanyaku lagi. “Yah, jika kau terus menulis apa saja yang kukatakan dan apa saja yang kaukatakan, dan aku mendapatkan peningkatan sementara kau hanya menulis saja keluhan-keluhanku sebagaimana yang kaulakukan di sesi lalu—omong-omong, besok siang aku janjian main golf dengan klienku, permainan bagus untuk kali pertama setelah bertahun-tahun dan tanpa alkohol—yah, lanjutkan pembicaraan tentang pikiran sadar, bawah sadar, politik, hipnosis, apa saja yang kau mau.”

97

Aku menanyakan kenapa ia menjawab seperti itu. Ia mengatakan, “Yah, ini sedikit memalukan. Aku 52 tahun dan masih mengalami pergolakan batin seperti anak kecil, dan perasaan itu adalah sesuatu yang bisa kusebut kepercayaan dan harapan, persis seperti anak kecil yang meyakini ia akan memiliki mimpi paling indah tentang pergi ke sirkus. Kedengarannya menggelikan, bukan, tetapi aku sesungguhnya merasa seperti anak kecil yang bahagia dan dipenuhi harapan yang meluap-luap.” Menanggapi itu aku bertanya, “Apakah kau ingat posisi dudukmu di kursi itu?” Segera ia merapikan duduknya dari semula bersilang kaki, meletakkan tangannya di paha, menutup mata, pelan-pelan menundukkan kepala, dan memasuki trance mendalam dalam waktu singkat. Waktu selanjutnya dihabiskan untuk memberi “penjelasan tentang pentingnya penataan ulang pola perilaku untuk besok, hari berikutnya, minggu berikutnya, tahun berikutnya, secara ringkas, tentang masa depan, demi meraih tujuan hidup yang diinginkan.” Ini semua secara umum dan samar, tampaknya seperti penjelasan tetapi sesungguhnya sugesti post-hipnotik, yang maksudnya agar ia tafsirkan sesuai dengan yang ia perlukan. Aku membangunkannya dari trance dengan ucapan ringan, “Yah, seperti itulah kau duduk di kursi itu sebelumnya.” Saat ia bangun dan membuka mata, aku melihat lekat-lekat ke arah jam. Pasien sekali lagi terkejut mendapati bahwa waktunya berjalan begitu cepat. Ia meminta ketemu lagi tiga hari, tetapi kemudian setuju menunggu sampai lima hari. Dalam langkahnya ke ruang resepsionis, ia berhenti beberapa waktu untuk melihat patung kayu dan mengomentari bahwa ia ingin segera mewujudkan kerja mematung yang lama sekali ia tunda. Lima hari kemudian orang itu datang tersenyum, duduk nyaman di kursinya, dan menunjukkan penampilan siap bercakap-cakap. Aku menanyakan apa yang terjadi pada akhir pekan dan tiga hari lainnya. Jawabannya, yang disampaikan dengan pelan dan sabar karena aku mencatatnya, sungguh sangat informatif.

98

“Aku telah bertemu denganmu dua kali. Kau tidak melakukan apa pun terhadapku atau masalahku, tetapi sesuatu terjadi. Aku mendapat kesulitan dengan masalahku tiga kali. Aku akan pergi ke kota A untuk makan malam bersama teman-teman, istriku duduk di jok depan, tetapi aku yang menyetir. Aku merasa kepanikan yang biasa itu muncul tetapi tidak kubiarkan istriku tahu. Aku sudah bertahun-tahun tidak menyetir di jalan itu. Terakhir kali melakukannya, aku mengalami panik di tempat yang sama dengan munculnya kepanikan baru ini. Pada waktu itu aku menghentikan mobil, pura-pura memeriksa ban, dan kemudian aku meminta istriku menyetir. Tetapi aku merasa terdorong untuk menyetir lagi dan kepanikan itu menghilang, entah kapan tepatnya, aku tidak ingat. Kami semua senang dan aku menyetir kembali tanpa mengingat kepanikan yang nyaris muncul di tengah jalan. Kemudian siang tadi aku pergi ke hotel di mana aku bertahuntahun tidak pernah makan di sana karena panik, dan tepat ketika aku meninggalkan tempat itu, seorang teman lama datang menyelamiku dan menyampaikan kepadaku cerita yang panjang dan membosankan dan aku jengkel sekali padanya—aku ingin kembali ke kantor. Aku hanya jengkel sekali, tidak panik. Kemudian ketika aku meninggalkan kantor untuk datang kemari, seorang klien berpapasan denganku di depan pintu dan menyampaikan lelucon, dan aku marah karena ia memperlambat perjalananku ke tempatmu. Ketika aku dalam perjalanan, aku sadar bahwa aku hanya mengalami sekali kepanikan kecil yang bisa kutangani sendiri, dan “dua kemarahan” karena seseorang menghambat jalanku ke tempat yang kutuju. Sekarang kau seharusnya mengatakan kepadaku apa yang tengah terjadi. Oya, istriku dan aku minum dua kali sebelum makan malam. Ia mengatakan dua dua gelas minuman campuran akan sedap rasanya dan memang begitulah. “Tetapi apa yang sedang berlangsung? Kau duduk dan menulis apa yang aku dan kau sendiri katakan. Kau tidak menghipnotisku, kau tidak melakukan psikoanalisa. Kau bicara denganku tetapi kau tidak menyampaikan hal yang penting. Aku menduga ketika kau bercakap-cakap kau akan menghipnotisku, tetapi untuk apa aku tidak tahu. Aku datang kemari membawa masalahku, yang

99

sudah dianalisa tanpa hasil selama dua setengah tahun dan dicuci-otak dengan obat penenang dan psikoanalisa lagi selama setengah tahun, dan sekarang dalam dua jam tanpa kau menanganinya tanpa melakukan apa-apa, aku sangat yakin aku bisa mengatasi masalahku.” Aku menjawab ringan bahwa terapi biasanya berlangsung dalam diri pasien, bahwa terapis hanyalah katalisator yang merangsang perubahan. Terhadap jawaban ini ia mengatakan, “Yah, ‘katalisator’ kapan pun kau siap. Jika aku bisa membuang waktu tiga tahun dalam psikoanalisa dan obat penenang dan hanya menjadi semakin buruk, sementara aku membaik [perhatikan penggunaan kata ganti orang pertama] dalam dua jam melihatmu menulis, maka kau bisa meminta waktuku sebanyak yang kauinginkan. Sungguh menakjubkan bisa pergi ke kantor dan pulang ke rumah dan makan siang lagi; dan menyenangkan bertemu dengan teman lama di hotel, dan cerita yang disampaikan kepadaku oleh klien sebenarnya tidaklah terlalu buruk. Kapan aku bisa datang lagi?” Aku menginstruksikannya untuk datang seminggu lagi dan membiarkan pikiran bawah sadarnya membereskan masalah “sebagaimana ia kehendaki”. Seminggu kemudian ia datang dan bertanya dengan terheran-heran, “Segalanya oke-oke saja. Aku panik seminggu penuh, tidak buruk, hanya membingungkan. Semuanya seperti keliru. Aku melakukan pekerjaan rutinku sebagaimana yang kuinginkan, aku meningkatkan beban kerjaku. Aku bolak-balik ke kantorku baik-baik saja. Tetapi apa yang terjadi sedikit lucu. Aku mengenakan sebelah sepatuku dengan nyaman, tetapi ketika aku mengambil yang satunya, panik itu menyerang kuat-kuat untuk sesaat, kemudian menghilang, dan aku memakai sepatu itu dengan nyaman. Aku memasukkan mobil ke garasi, mematikan mesin, keluar dari mobil, mengunci pintu garasi, dan tiba-tiba panik menyerang, tetapi ketika aku memasukkan kunci kontak ke dalam sakuku, panik itu hilang. Selanjutnya, setiap mengalami panik aku semakin senang, ia tolol dan singkat sekali. Aku bahkan tidak memikirkan itu. Lucu sekali bagaimana orang bisa begitu panik dan menderita sekian lama seperti aku, padahal itu hanya singkat saja waktunya dan menyenangkan.

100

“Aku penasaran apakah penyebab panik ini bukan istriku yang mudah meradang terhadapku. Ia selalu ingin agar aku melihat segala sesuatu dari kacamatanya, dan itu selalu membuatku kalut. Maka aku heran apakah aku mendapatkan panik karena urusannya dengan istriku. Kau tahu. Kupikir itulah faktor penyebabnya. Aku curiga jangan-jangan kau membuatku mencabik-cabik masalah lamaku dan menghamburkannya seperti warna-warni confetti. Dan aku penasaran sekiranya itu yang kulakukan, yakni mencabik-cabik masalahku dan menghamburkannya ke udara, kenapa dalam tiga tahun aku tidak pernah bercerita kepada analisku mengenai istriku. Empat atau lima jam atau lebih dalam seminggu selama tiga tahun bisa menguras ide apa pun yang ada pada kita. Kenapa aku menceritakannya padamu? Kau tidak pernah menanyakannya! Oya, aku main golf dua hari berturut-turut, tanpa minum, tanpa panik. Kemudian dalam perjalanan kemari aku panik ketika berjalan di tangga pintu depan kantorku. Karena itu aku pergi ke bar di dekat situ, memesan tiga gelas wiski, membayar, dan melihat tiga gelas yang disuguhkan padaku. Tak pernah aku melihat benda yang lebih buruk dari itu dalam hidupku. Maka selagi bartender menatapku dan gelas minuman yang tak kusentuh sama sekali, aku melangkah keluar tanpa merasakan panik. “Sekarang kau sudah menulis sekitar setengah jam apa saja yang kuceritakan kepadamu, dan jam di sana menunjukkan terlalu cepat setengah jam. Aku berjanji, lain kali aku melihat jam itu, segalanya berjalan tepat waktu.” (Implikasi dari ucapan ini jelas.) Dengan pelan dan murung, aku menjawab, “Kau sepenuhnya benar.” Saat itu juga matanya menutup, dan ia memasuki deep trance seketika. Ia segera kuminta untuk meninjau kemajuan yang sudah ia buat dan kemudian catatan tentang tanya jawab dengannya kubacakan pelan-pelan. Saat ia mendengarkan, kepalanya mengangguk pelan terus-menerus untuk membenarkan. Setelah tepat satu jam ia trance, aku mengatakan, “Itulah segala yang kaukatakan, tepat satu jam.” Ia bangun, menggeliat, menguap, dan bertanya, “Bagaimana minggu depan, waktu yang sama?” Perjanjian disepakati.

101

Saat ia meninggalkan kantor, ia mengatakan, “Aku sedang membaca (ia mengeluarkan sebuah buku dari saku jaketnya) buku menarik ini. Apakah kau ingin membacanya setelah aku selesai?” ia meyakinkan bahwa buku itu sungguh menyenangkan. Pertemuan berikutnya sangat mencerahkan. Ketika masuk, ia mengatakan, “Aku menikmati percakapan-percakapan ini. Aku paham. Selama bertahun-tahun aku secara tidak sadar membenci istriku dalam satu hal. Ayahnya meninggal ketika ia bayi, dan ibunya bersumpah akan menjadi ayah bagi si orok. Begitulah. Dan ibunya tetap seperti itu, dan istriku seperti ibunya. “Ia mengenakan semua celana panjang di rumah. Punyaku, punya anak lelakiku juga. Ia benar-benar menunjukkan dirinya seorang lelaki di rumah. Tetapi kami sangat cocok dalam beberapa hal, dan kami sangat mencintai satu sama lain, dan ia selalu memutuskan apa-apa yang terbaik. Masalahnya adalah, aku selalu meminta persetujuannya untuk membuat keputusan yang bagaimanapun akan ia setujui. Tidak, itu keliru. Aku tidak memerlukan izin, aku hanya akan membuat keputusan dan ia harus setuju pada keputusan-keputusanku karena keputusanku benar. Jadi bukan akulah yang harus menyetujui keputusannya. Lucu, aku bahkan tidak pernah membicarakan hal ini selama tiga tahun dalam penanganan psikoanalisa; sekarang aku heran kenapa aku menyampaikan kepadamu hal ini ketika aku bahkan tidak berpikir aku dihipnotis. Dan hari Minggu lalu aku tertawa sendiri. Istriku mengumumkan bahwa ia akan membawaku dan anak-anak kami bersenang-senang ke tempat yang kusukai, dan ia tahu itu. Tetapi aku memutuskan untuk tetap di rumah saja dan aku mengatakan itu kepadanya. Aku benar-benar senang telah melakukan itu dan aku merasa sangat gembira. Aku hanya merasa seperti anak kecil yang berhasil menyatakan dirinya. “Sekarang dengan izinmu aku akan—tidak, aku tidak menginginkan izinmu karena aku memutuskan untuk melakukan itu dan aku sudah melakukan itu selama hampir seminggu. Inilah yang kulakukan. Hari pertama aku mengendarai mobilku, aku mendapatkan serangan panik setelah satu atau dua blok, dan kemudian melanjutkan ke kantor dengan nyaman. Hari berikutnya aku masih

102

menyetir dan mendapatkan serangan panik sebentar dan terus melanjutkan menyetir. Hal yang sama terjadi ketika aku pulang. Aku mendapatkan empat atau lima serangan panik singkat. Kemudian aku akan melanjutkan menyetir. Tetapi aku tidak akan menghentikan pertemuan denganmu. Sangat bermanfaat bercakapcakap denganmu seminggu sekali jika kau tidak keberatan, dan aku akan membayar ongkosnya.” Terapi berlanjut dalam cara ini; mula-mula laporan simpel oleh pasien tentang “perilakunya” dan aku tidak menyelinginya dengan komentarku. Setelah itu kami melanjutkannya dengan percakapan umum tentang berbagai topik terkait. Karena itu pasien mengambil alih tanggung jawab untuk melakukan terapi atas dirinya sendiri, melakukannya dalam caranya sendiri, dan dalam kecepatannya sendiri. Ia terus melanjutkan kunjungan mingguannya, kadang untuk sekadar main, kadang mendiskusikan tingkah remaja anak-anaknya yang masih kecil, bukan sebagai masalah tetapi sebagai kontras yang menarik dari perilakunya sendiri. Masalah pribadinya lenyap sejauh kesulitan-kesulitan personalnya diperhatikan. Bahwa ia bersedia membayar kunjungan mainnya, itu menunjukkan kehendak bawah sadarnya untuk mendapatkan kepastian tentang keberlanjutan pertemanan selama waktu tertentu dengan seseorang yang membantunya mendapatkan kembali rasa kejantanan tanpa memaksanya menyusuri terapi yang panjang, tergantung pada orang lain, membosankan, dan mensyaratkan ketundukan. Ia, tanpa sadar, ingin terus melanjutkan hubungan dengan seseorang yang telah mengembalikan beban tanggung jawab untuk terapi kepada dirinya sendiri dan bawah sadarnya. Dan, bagaimanapun, pelan-pelan kunjungannya menyusut. Prosedur terapetik semacam itu telah berkali-kali kulakukan sebelumnya, tidak persis sama dengan yang di atas, tetapi hampir mirip. Seorang pasien membuat janji pertemuan, “sehingga aku bisa mengisi kembali bateraiku.” Pasien lain yang datang hanya untuk melakukan percakapan “ringan”, akhirnya menghentikan hal ini.

103

Eksperimen Lapangan Kedua Kesempatan lain yang tak terduga muncul untuk membuktikan teknik di atas. Pada tahun 1961, seorang gadis 24 tahun mengalami halusinasi visual dan auditoris tentang karakter penyiksa. Ia mengembangkan berbagai delusi penyiksaan dan menunjukkan sikap permusuhan pada kedua kakak dan kedua orangtuanya. Akhirnya gadis ini (ia anak bungsu) harus dirawat di rumah sakit di mana ia didiagnosa mengidap skizofrenia, tipe paranoid, dengan prognosa yang meragukan. Psikoterapi “berorientasi psikodinamis” diterapkan oleh berbagai psikiater yang terlatih dalam psikoanalisa. Gadis itu, mahasiswa yang sangat cerdas, mencibir mereka. Ia meragukan konsep-konsep psikoanalisa dan membuat jengkel para psikoanalis. Selain itu, ia juga membuat marah mereka dan dianggap oleh mereka sebagai “tidak bisa menerima berbagai upaya psikoterapi.” Terapi kejutan listrik direkomendasikan tetapi ditolak baik oleh keluarganya maupun oleh gadis itu sendiri. (Ayahnya, seorang dokter gigi, mengkonsultasikan masalah ini pada dua psikiater yang menolak penanganan dengan terapi kejutan listrik itu. Karenanya, entah karena si ayah menolak, atau keduanya menolak, gadis itu menyatakan, “Aku tidak akan pernah terima otakku disetrum dengan biaya $30 sekali setrum.”) Aku menanyakan apa yang ia inginkan dari aku. Ia menyatakan, “Keluargaku berpikir kau bisa menghipnotisku menjadi waras. Astaga, aku benci mereka. Maka mereka mengeluarkan aku dari rumah sakit dan secara ngawur membawaku kemari. Sekarang apa tindakan sia-sia yang akan kaulakukan padaku?” “Sama sekali tak ada, kurasa, sekalipun aku mampu. Aku tidak akan menganalisamu, aku tidak akan menggali masa lalumu, aku tidak peduli tentang Oedipus Complex atau fase analmu, aku tidak akan menguji coretanmu, atau menyuruhmu menafsirkan gambar. Aku akan menunjukkan surat dari ayahmu (yang intinya ‘Anakku seorang mahasiswi 22 tahun mengalami gangguan mental. Maukah ke menerimanya untuk terapi?’) dan jawabanku kepadanya (yang intinya

104

‘Aku akan senang menemui anakmu dalam konsultasi.’). Aku tentu saja punya satu pertanyaan untukmu, apa kuliah utamamu?” Ia menjawab, “Aku akan mengambil psikologi sebagai matakuliah mayor, tetapi berbagai hal memburuk sehingga aku mengalihkannya ke Sastra Inggris, tetapi aku banyak membaca buku-buku psikologi. Dan aku benci sekali dengan psikoanalisa.” “Bagus, jadi aku tidak perlu memboroskan waktumu dan waktuku. Lihat, yang ingin kulakukan adalah mencari tahu apakah kita bisa saling memahami. Sekarang sabarlah denganku dan biarkan aku melantur. Kau di sini selama dua jam sesuai jadwal dan sekiranya kau akan menjadi bosan, silakan bosan sebisabisamu.” Segera ia mengatakan, “Yah, setidaknya kau jujur; banyak psikiater berpikir mereka menarik.” Segera kujelaskan bahwa aku akan membaca makalahku (ia menyela, “Kau memerlukan audiens, begitu bukan?”) dan segera, seperti kasus-kasus sebelumnya, aku memintanya untuk menapakkan kaki di lantai, menaruh tangannya di paha, mengarahkan pandangan pada jam, meyakinkan dirinya bahwa dia hanya “jengkel” pada kebosanan “dan bukan tidur”. (Ia tahu bahwa aku menggunakan hipnosis, dan penjelasan ini membuatnya tidak berpikir bahwa aku sedang menggunakan hipnosis.) Secara sistematis aku menjelaskan teknik yang digunakan hampir apa adanya. Perbedaannya hanya bahwa aku membacakannya lebih pelan, dan pada mulanya ada banyak repetisi dengan menggunakan kata-kata berbeda tetapi dengan arti yang sama. Mula-mula ekspresinya sungguh mencibir, tetapi ia tibatiba menyatakan dengan girang, “Tangan kananku terangkat, aku tidak percaya, tetapi begitulah dan aku tidak trance. Ajukan pertanyaan lain.” Aku mengajukan pertanyaan apakah pikiran bawah sadarnya berpikir bahwa ia bisa berkomunikasi denganku. Dengan terheran-heran ia menyatakan, “Kepalaku mengangguk ‘ya’ dan aku tidak bisa menghentikannya, tangan kananku terangkat dan aku tidak bisa menghentikannya, dan telunjuk kananku

105

juga terangkat. Mungkin pikiran bawah sadarku bisa berkomunikasi denganmu, tetapi buatlah mereka berhenti bergerak.” “Jika pikiran bawah sadarmu ingin menghentikannya, ia akan melakukan dengan sendirinya,” jawabku. Seketika ia berkata, “Oh, semuanya berhenti, jadi sekarang mungkin jika kau mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadaku, aku bisa mengingat beberapa hal yang menekanku. Maukah kau melanjutkannya?” Matanya tertutup, ia mengalami trance spontan, kedekatan terbangun sebelum dua jam berakhir, dan gadis itu sekarang menjadi pasien yang sangat bergairah, kooperatif, dan responsif— kemajuannya sangat pesat. Ini eksperimen lapangan spontan dengan sesi-sesi yang dimulai dengan kalimat pembuka yang kasar. Tak sampai sepuluh jam menjalani terapi, perkembangan gadis itu membuat keluarganya yakin bahwa ia menjadi lebih baik ketimbang sebelum-sebelumnya. Ia tertawa dan menyatakan, “Kau tidak bisa hidup dengan gagasan tumpang-tindih di benakmu, tanpa kau belajar untuk menatanya, seperti yang kujalani selama ini. Aku ingin terus menjalani terapi dan terus belajar memahami diriku sendiri.” Setelah sepuluh jam terapi, ia masuk kuliah dan menyesuaikan jadwal pertemuan kami seminggu sekali. Ia membicarakan secara objektif dan memahami manifestasi simptom masa lalunya sebagai kekerasan emosional yang berlangsung di masa lalu dan biasanya mengakhiri sesi terapi dengan 15-20 menit trance.

Eksperimen Lapangan Ketiga Sebelum makalah ini selesai diketik, seorang pasien datang ke kantorku dengan resistensi yang lain lagi. Ia berjalan mempertahankan sikap kakunya, dan langkahnya pelan. Sisi kanan wajahnya membeku; ia bicara jelas dan jernih, dengan hanya sisi kiri mulut yang bergerak. kedipan mata kanannya begitu terbatas; gerakan-gerakan tangan kanannya tersendat dan ragu-ragu, dan ketika ia

106

menggerakkan tangannya ke sisi kanan wajah, gerakan itu lebih pelan dan sangat berbeda dibandingkan gerakan tangan kirinya yang bebas dan sangat ekspresif Aku menanyakan kepadanya, “Berapa lama kau mengalami masalah di wajahmu itu (trigeminal neuralgia)? Jawablah sesingkat mungkin dan dengan pelan, karena aku tidak memerlukan sejarah panjang untuk memulai terapi.” Jawabannya adalah, “Mayo, 1958, disarankan pembedahan, injeksi alkohol, dibilang tidak ada penanganan, harus terima kondisi ini dan memikulnya sepanjang hidup (air mata mengalir di pipinya), teman psikiater mengatakan mungkin kau bisa menolong.” “Kau bekerja?” “Tidak, sedang cuti, teman psikiater mengatakan agar menemuimu— tolonglah.” “Menginginkan pertolongan?” “Ya.” “Tidak lebih cepat dari yang bisa kuberikan?” (Artinya, ia akan menerima pertolongan dengan tingkat yang menurutku terbaik. Aku tidak berpikir akan terjadi “mukjizat kesembuhan”.) “Ya.” “Boleh aku mulai menanganimu sekarang?’ “Ya, silakan, tetapi tak ada gunanya, semua klinik menyampaikan hal yang menyakitkan itu. Setiap orang menikmati diri sendiri tetapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa tinggal bersama suamiku, tidak, hanya nyeri, tak ada harapan, dokter tertawa karena aku mengunjungimu untuk dihipnotis.” “Ada yang menduga penyebabnya berkaitan dengan mental atau emosional? “Tidak, psikiater, ahli syaraf, Mayo—semua klinik mengatakan organik, bukan psikogenik.” “Dan apa nasihat yang mereka berikan kepadamu?” “Sabar; pembedahan, alkohol, kemungkinan terakhir.” “Apakah kaupikir hipnosis akan menolong?” “Tidak, penyakit organik, hipnosis psikologis.”

107

“Apa yang kaumakan?” “Cairan.” “Berapa lama untuk meminum segelas susu?” “Satu jam, atau lebih.” “Ada bagian-bagian yang nyeri?” Dengan sangat hati-hati ia menunjuk pipi, hidung, dan dahinya. “Jadi kau benar-benar berpikir bahwa hipnosis tidak bekerja! Lalu, kenapa menemuiku?” “Tak ada apa pun yang bisa menolong, satu upaya tambahan cuma mengeluarkan uang sedikit lagi. Setiap orang mengatakan tak ada obatnya. Aku membaca buku-buku kedokteran.” Riwayatnya jauh dari memuaskan, tetapi keterusterangan, kejujuran jawaban, seluruh sikap dan perilakunya menyampaikan segenap kesakitannya—rasa sakit yang menyiksanya, dan perasaan putus asanya. Rasa sakitnya di luar kendalinya, dan itu bukan kondisi yang menguntungkan bagi hipnosis. Ia terkondisikan selama 30-40 dari 60 bulan (seperti yang kemudian diceritakan) dengan pengalaman sakit yang tak tertahankan, dengan sesekali ada pengurangan dalam waktu singkat, dan seluruh otoritas medis telah menyampaikan bahwa kondisinya tidak tersembuhkan. Mereka menasihatinya “untuk belajar hidup dengan penyakitnya itu dan kemungkinan terakhir hanyalah pembedahan atau injeksi alkohol.” Ia diberitahu bahwa bahkan pembedahan pun tidak selalu berhasil, dan residu pembedahan sering mengganggu. Hanya satu orang, yakni psikiater yang mengenalku, yang menasihatinya untuk mencoba hipnosis sebagai “pertolongan positif”. Dengan latar belakang pengetahuannya tentang pembelajaran dan pengkondisian yang didasarkan pada pengalaman panjang, pendekatan hipnosis langsung kemungkinan akan gagal. Karena itu teknik untuk pasien resisten digunakan. Ia kuminta duduk dan melihatku, dan ia melakukannya tanpa pengharapan. Tidak ada sugesti apa pun yang kutawarkan kecuali pernyataan,

108

yang kusampaikan dengan suara mantap, “Sebelum aku mulai, aku ingin memberikan penjelasan umum. Kemudian kita bisa mulai.” Ia mengangguk sangat pelan. Aku memulai dengan teknik yang kugambarkan di atas, menunjuk pada naskah yang kutulis untuk kubacakan kata demi kata. Ia merespons teknik itu dengan sangat mudah, mendemonstrasikan gerakangerakan ideomotor pada kepalanya dan katalepsi tangan. Aku menambahkan dalam teknik ini pernyataan-pernyataan bahwa riwayat yang tidak memadai sudah disampaikan, bahwa pikiran bawah sadarnya akan menelisik sepanjang ingatannya, dan bahwa ia akan menyampaikan dengan leluasa (“leluasa” mengimplikasikan “kenyamanan”) setiap atau seluruh informasi yang ia ingin sampaikan. Selanjutnya kusampaikan bahwa semestinya ada penelusuran cermat oleh pikiran bawah sadarnya tentang segala cara dan sarana yang memungkinkannya untuk mengendalikan, menggeser, mengubah, memodifikasi, menafsir-ulang, mengurangi, atau cara lain apa pun yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya. Aku memberinya sugesti post-hipnotik sehingga ia akan duduk lagi di kursi yang sama dan menyerahkan diri kepada pikiran bawah sadarnya untuk memahami kehendakku dan kehendaknya. Ia menganggukkan kepala pelan-pelan dan terus-menerus. Ia kubangunkan dari trance dengan mengatakan, “Seperti yang barusan kukatakan, ‘Sebelum aku mulai, aku ingin memberikan penjelasan umum. Kemudian kita bisa mulai.’” Kemudian dengan nada suara yang berubah aku menambahkan, “Apakah kau oke?” Pelan, dalam waktu dua menit, ia membuka matanya, mengubah posisi duduknya, mengibas-ngibaskan jari-jari tangannya, merentangkan tangannya, dan kemudian menjawab pertanyaan dengan enak, sangat berlawanan dengan kesulitan yang ia tunjukkan sebelumnya, “Kurasa itu sungguh oke.” Seketika itu, dengan tercengang, ia berseru, “Ya, Tuhan, apa yang terjadi? Suaraku baik-baik saja dan tidak ada rasa sakit ketika bicara.” Setelah itu ia dengan hati-hati menutup mulutnya dan pelan-pelan mengencangkan otot pipi.

109

Segera ia membuka mulutnya dan mengatakan, “Tidak, neuralgia itu masih ada dan masih sesakit sebelumnya, tetapi aku bicara tanpa rasa sakit. Ini lucu. Aku tidak paham. Sejak mulainya serangan penyakit ini, hampir tidak mungkin untuk bicara, dan aku tidak bisa merasakan udara di pipi, hidung, dan dahi.” Ia mengipasi pipi, hidung, dan dahinya, kemudian dengan lembut menyentuh hidungnya dengan akibat sakit luar biasa. Ketika rasa sakit itu mereda, ia mengatakan, “Aku tidak akan lagi mencoba menyentuh dua dua titik yang lain bahkan sekiranya wajahku sudah terasa berbeda dan aku bisa bicara normal.” Aku bertanya, “Berapa lama kau di ruangan ini?” Dengan heran ia menjawab, “Oh, lima menit, paling banter 10 menit, tetapi rasanya tidak sepanjang itu.” Kuhadapkan jam ke arahnya (jam ini dengan hati-hati kuubah letak hadapnya saat ia trance). Dengan tercengang ia berseru, “Oh, tidak mungkin. Jam itu menunjukkan lebih dari satu jam!” Berhenti sejenak, ia melihat arlojinya dan mengatakan lagi (karena arlojinya dan jam mejaku sesuai), “Tapi, ini tidak mungkin.” Aku menambahkan kata yang penuh tekanan, “Ya, dalam tanda kutip itu sangat tidak mungkin, tetapi tidak demikian di ruangan ini.” (Sugesti taklangsung dalam kalimat ini jelas bagi pembaca tetapi tidak bagi pasien.) Aku memberikan waktu ketemu lagi besoknya dan segera menyuruhnya keluar dari ruangan. Saat ia memasuki ruanganku, aku bertanya sebelum ia duduk, “Dan bagaimana kau tidur tadi malam. Apakah kau bermimpi?” “Tidak, tidak bermimpi, tetapi aku berkali-kali terjaga sepanjang malam, dan aku menyimpan pikiran lucu bahwa aku bangun untuk istirahat dari tidur atau apalah.” Aku mengatakan, “Bawah sadarmu memahami dengan sangat baik dan bisa bekerja keras, tetapi pertama-tama aku ingin mendengar cerita lengkap darimu sebelum kita mulai penanganan, maka duduk dan jawab saja pertanyaanpertanyaanku.” Penelusuran itu mengungkapkan pengasuhan orangtua yang baik, masa kanak-kanak yang bahagia, dan kuliah, perkawinan, ekonomi, sosial, dan

110

karir yang menyenangkan. Serangan pertamanya terjadi pada tahun 1958, dan terus berlangsung selama 18 bulan. Selama waktu itu ia melakukan upaya sia-sia untuk mencari pertolongan medis atau pembedahan dari klinik-klinik terkemuka, mendatangi klinik psikiatris untuk menguji apakah ada faktor-faktor mental dan emosional, dan telah berkonsultasi dengan para ahli syaraf terkemuka. Ia pekerja sosial di bidang psikiatri dan memiliki kebiasaan bersiul riang ketika bekerja atau berjalan. Ia sangat disukai oleh para kolega dan menjelaskan bahwa ia diminta datang kepadaku oleh teman lamaku, tetapi semua orang lainnya berkomentar miring tentang hipnosis. Terhadap hal itu, ia mengatakan, “Sekadar bertemu seorang dokter yang menggunakan hipnosis sudah meringankanku. Aku bisa bicara dengan mudah, dan pagi ini ketika aku minum segelas susu aku melakukannya kurang dari lima menit. Itu biasanya butuh waktu satu jam atau lebih. Jadi tidak salah aku datang kemari.” Aku menjawab, “Aku senang dengan itu.” Matanya berbinar, dan secara spontan ia mengembangkan deep trance. Aku tidak akan menguraikan detail sugesti tak langsung yang membuat pikiran bawah sadarnya bisa melakukan apa yang ia kehendaki. Kalimat-kalimat parsial, kalimat-kalimat dengan implikasi, double bind, dan mengaitkan sesuatu pada hal lain yang sepenuhnya tidak berkaitan ketika transkripsinya dibaca. Secara lisan, aku bisa mengatur intonasi, cengkok, penekanan, jeda, dan berbagai ragam implikasi, asosiasi, dan double bind yang memungkinkan bagiku untuk menyodorkan berbagai instruksi terselubung. Misalnya, aku mengatakan bahwa memecah kacang Brazil dengan gigi di sisi kanan mulut akan benar-benar sakit, tetapi, astaga, ia bisa lebih baik ketimbang mencoba memecah kacang Brazil atau kenari dengan giginya, terutama di sisi kanan mulutnya, sebab itu akan sangat sakit dan itu jauh berbeda dibandingkan makan. Implikasinya sangat halus, yakni bahwa makan tidak menyakitkan. Yang lainnya adalah, “Sungguh celaka bahwa gigitan pertama pada steak biasanya akan terasa menyiksa, namun selebihnya akan enak-enak saja.” Lagi-lagi implikasinya tidak bisa sepenuhnya dikenali, karena aku segera melanjutkannya dengan tipe sugesti yang lain.

111

Ia kubangunkan dari trance dengan kalimat simpel, “Yah, cukup untuk hari ini.” Pelan-pelan ia bangun dan melihat dengan pandangan bertanya kepadaku. Aku menunjukkan jam. Ia mengatakan, “Tapi aku baru saja duduk di sini dan menceritakan kepadamu tentang susu, dan [melihat arlojinya] satu jam telah berlalu! Ke mana ia berlalu?” Dengan enteng, dan sekenanya (sehingga perempuan itu tidak bisa menebak jawabannya) aku mengatakan, “Oh, waktu yang hilang telah pergi bergabung dengan rasa sakit yang hilang,” dan ia kuberi waktu untuk bertemu lagi besoknya dan segera kuminta keluar dari ruangan. Hari berikutnya ia memasuki ruangan untuk menyatakan, “Aku makan steak tadi malam dan gigitan pertama betul-betul menyiksa. Tetapi selebihnya sangat menakjubkan. Kau tak mungkin membayangkan betapa nikmatnya, dan lucunya adalah ketika aku menyisir rambutku pagi ini, aku terdorong begitu saja untuk menjambaknya di sana-sini. Itu membuatku tampak tolol, tetapi aku melakukannya, dan aku melihat perilaku anehku dan aku memperhatikan tanganku menyentuh dahi kananku. Tidak ada rasa nyeri lagi. Lihat (mendemonstrasikan), aku bisa menyentuhnya sekarang.” Pada akhir sesi keempat, rasa sakitnya hilang, dan pada pertemuan kelima ia mengatakan, “Mungkin aku harus pulang.” Aku menanggapinya dengan guyon, “Tapi kau belum belajar bagaimana cara menghadapinya jika kambuh!” Segera matanya berbinar, menutup, ia memasuki deep trance, dan aku mengatakan, “Selalu terasa nyaman sekali ketika kau berhenti menghantam jempolmu dengan palu.” Aku berhenti sebentar, tubuhnya kaku dalam kekejangan menyakitkan yang datang tiba-tiba, dan kemudian ia cepat rileks kembali, dan ia tersenyum bahagia. Dengan bercanda, aku mengatakan, “Oh, perlu lebih banyak latihan lagi, latihan keras memeras keringat, sehingga akan membuatmu benar-benar terlatih.” (Percandaan sebaiknya tidak dilakukan dalam situasi bahaya atau genting, hanya ketika hasilnya menyenangkan.) Ia mematuhi apa yang kukatakan, dan keringat mengucur dari dahinya. Ketika ia akhirnya rileks, aku mengatakan, “Kerja keras

112

mengucurkan keringat di kening—ada kotak tissu di sana, kenapa tidak menyeka wajahmu.” Melepas kacamatanya, dan masih dalam keadaan trance, ia meraih kertas tissu dan menyeka wajahnya. Ia mengeringkan pipi kanannya dan hidungnya dengan cepat seolah-olah tidak ada rasa sakit sama sekali di sisi kanan wajahnya. Aku tidak memberi perhatian pada itu, tetapi menyampaikan komentar yang tampaknya tidak relevan, “Kau tahu, sangat menyenangkan bisa melakukan hal-hal secara benar namun tidak menyadarinya.” Ia benar-benar kelihatan bingung, tetapi senyum anehnya menunjukkan perasaan puas. (Bawah sadarnya tidak lagi “menyampaikan” hilangnya pusat rasa sakit di pipi dan hidung.) Ia kubangunkan dengan kalimat, “Dan ini untuk besok,” sambil menyodorkan kartu perjanjian, dan segera kuminta keluar. Ia masuk ruanganku pada perjanjian berikutnya, dan mengatakan, “Semuanya sudah hilang hari ini. Aku tidak perlu datang, tatapi aku kemari dan aku tidak tahu kenapa. Yang kutahu adalah bahwa steak rasanya lezat dan aku bisa tidur miring ke kanan dan semuanya baik-baik saja, tetapi aku tetap kemari.” “Kau pasti kemari,” jawabku. “Duduk saja dan aku akan memberi tahu kenapa. Hari ini adalah ‘hari keraguan’ bagimu, sebab setiap orang yang kehilangan neuralgia begitu cepat berhak merasa ragu. Jadi, tamparlah pipi kirimu keras-keras.” Segera ia mengayunkan tamparan, tertawa, dan mengatakan, “Yah, aku mematuhimu, dan tamparan itu benar-benar bikin nyeri.” Sambil menguap dan menggeliat aku mengatakan, “Sekarang tampar pipi kananmu seperti itu.” Ada keraguan yang diikuti dengan gerak menampar yang cepat, kekuatan tamparannya berkurang sesaat sebelum menyentuh pipi kanan. Aku mengejeknya, “Tarik tanganmu, tarik tanganmu, kau ragu, begitu bukan? Tetapi bagaimana rasanya wajahmu?” Dengan wajah takjub ia menjawab, “Astaga, semuanya baikbaik saja, pusat kesakitan itu sudah tidak ada dan tidak ada rasa nyeri.” Kataku, “Bagus. Sekarang lakukan seperti yang kukatakan dan jangan lagi menarik tanganmu.”

113

Dengan cepat dan kuat ia menampar pipi kanan dan hidungnya dan mengatakan, “Aku semula ragu tetapi tidak lagi sekarang, bahkan untuk menampar hidungku .” Dengan penuh pertimbangan ia berhenti sejenak dan kemudian menghantam dahinya dengan kepalan tangan. “Yah, inilah akhir keraguan,” katanya. Suaranya terdengar lucu namun sangat gembira. Dalam sikap yang sama aku mengatakan, “Sungguh mengejutkan melihat bagaimana orang bisa memiliki pemahaman harfiah untuk memukul dahinya sendiri.” Ia cepat menjawab, “Jelas karena ada ruangan untuk itu.” Kami berdua tertawa dan kemudian, dengan sikap yang tiba-tiba menjadi murung, ia mengatakan dengan nada berat, “Ada satu hal lagi yang aku ingin menceritakannya padamu.” Matanya berkaca-kaca, ia memasuki deep trance. Dengan hati-hati dan penuh empati aku memberikan sugesti post-hipnotik, “Kau suka bersiul, kau menyukai musik, kau menyukai lagu yang indah. Sekarang aku ingin kau membuat lagu dan melodi dengan menggunakan kata, ‘Aku bisa memilikimu kapan pun aku menginginkanmu, Tetapi, Sayangku, tidak pernah ada waktu ketika aku menginginkanmu,’ dan seterusnya dan setiap kali kau menyiulkan nada itu kau akan tahu, dan aku tidak perlu menjelaskan, karena kau tahu!” Pelan-pelan dan terus-menerus ia menganggukkan kepala membenarkan. (Beban pertanggungjawaban ada padanya, ia sendiri yang memberi makna.) Ia kubangunkan dengan pernyataan simpel, “Waktu benar-benar berlalu cepat, bukankah begitu?” Seketika ia terbangun dan melihat jam dan mengatakan, “Aku tidak akan pernah memahaminya.” Sebelum ia melanjutkan, aku memotongnya dengan pernyataan, “Yah, apa yang sudah terjadi tak bisa dibatalkan, maka biarkan masa lalu yang telah mati menguburkan kematiannya. Beri aku satu lagi hari esok yang baik dan kau akan pulang dengan hari esok lainnya yang lebih baik, dan hari esok lainnya lagi, dan hari esok lainnya lagi, dan seluruh hari esok selanjutnya, selamanya lebih baik. Waktunya sama.” (artinya, pertemuan besok berlangsung pada jam yang sama.) Ia segera keluar ruanganku. Percakapan terakhir adalah peninjauan sistematik dan menyeluruh oleh dirinya sendiri selagi dia dalam keadaan trance. Ia merenungkan dalam benaknya

114

semua pencapaian dan aku menyampaikan permintaan halus agar ia meyakini sepenuhnya bahwa tubuhnya mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan menjadi “sangat girang ketika orang-orang skeptis mengatakan bahwa sakitmu sedikit berkurang dan nanti kambuh lagi.” (Aku tahu betul batas akhir pernyataan skeptis yang melecehkan dan penyakit iatrogenik, yakni penyakit yang muncul oleh ucapan dokter.) Ia mengabariku setelah kembali ke rumahnya, menyampaikan bahwa ia benar-benar bebas dari rasa sakit dan juga bahwa seorang ahli syaraf, yang sengit pada hipnosis, menyampaikan argumen panjang bahwa kesembuhannya ini akan bersifat sementara dan nanti akan kambuh lagi (sebuah upaya tak sadar untuk membangkitkan penyakit iatrogenik.) Ia menceritakan hal ini, menyatakan bahwa penjelasan orang itu membuatnya merasa “sangat girang”, yang tidak lain adalah kutipan langsung dari sugesti posthipnotik yang kuberikan kepadanya.***

115

Beberapa Pengalaman Otohipnotik Milton H. Erickson Milton H. Erickson dan Ernest L. Rossi

Tulisan ini diterbitkan pertama kali pada The American Journal of Clinical Hypnosis, Juli 1977

Otohipnosis dalam Krisis Kehidupan epanjang empat tahun antara 1970 dan 1974, Erickson menceritakan pelbagai faktor dan pengalaman pribadi yang mendukung perkembangan minat, sikap, dan pendekatannya terhadap otohipnosis, trance, dan psikoterapi. Banyak di antaranya adalah kenangan awal Erickson berhubungan dengan buta warna, detak jantung yang tidak normal (arrhythmia), buta nada, dan disleksia yang diidapnya. Pada umur 17 tahun, ketika untuk pertama kalinya terserang polio, Erickson memiliki pengalaman berikut ini. Erickson: Saat aku terbaring di tempat tidur sore itu, aku mendengar ketiga dokter itu mengatakan kepada orang tuaku di ruangan lain bahwa anak mereka akan meninggal besok pagi. Aku merasa marah sekali ada orang yang mengatakan kepada seorang ibu bahwa anaknya besok pagi akan mati. Ibuku kemudian masuk ke kamarku dengan muka tampak sangat tersiksa. Aku memintanya menggeser lemari kecil dan menghadapkannya ke arah tempat tidurku dengan sudut tertentu. Ia tidak tahu kenapa, ia pikir aku mengigau. Omonganku sulit. Tetapi dengan

116

sudut itu aku bisa melihat mulut pintu dari cermin di lemari dan dari mulut pintu itu aku bisa melihat jendela barat di kamar lain. Gila sekali rasanya jika aku mati besok pagi tanpa melihat matahari terbenam hari ini. Jika aku mampu menggambar sketsa, aku akan menggambar sketsa matahari terbenam yang kulihat dari jendela itu. Rossi: Kemarahan dan keinginanmu untuk melihat matahari terbenam membuatmu tetap hidup dan mengalahkan prediksi dokter. Tetapi kenapa kau menyebutnya pengalaman otohipnotik? E: Aku melihat matahari terbenam, sebuah bulatan merah besar yang menutupi seluruh permukaan langit. Aku tahu di depan jendela juga ada pohon, tetapi aku menyingkirkannya. R: Kau menyingkirkannya? Itu persepsi selektif yang memungkinkanmu untuk mengatakan bahwa kau berada dalam kesadaran yang berbeda? E: Ya, aku tidak melakukannya dengan sadar. Aku melihat matahari terbenam, tetapi aku tidak melihat jeruji pagar dan batu besar yang ada di sana. Aku menyingkirkan semua hal kecuali matahari terbenam. Setelah aku melihat matahari terbenam, aku bertanya kepada ayahku kenapa ia menyingkirkan pagar, pohon, dan batu besar. Aku tidak tahu akulah yang telah menyingkirkannya ketika aku memusatkan perhatianku sepenuhnya pada matahari terbenam. Kemudian aku pulih dan menyadari keadaanku, aku penasaran bagaimana aku akan melanjutkan hidup. Aku sudah menerbitkan makalah dalam jurnal pertanian nasional. “Kenapa Anak-anak Muda Meninggalkan Pertanian.” Aku tidak lagi punya tenaga untuk menjadi petani, tetapi mungkin aku bisa menjadi dokter. R: Apakah menurutmu itu merupakan intensitas pengalaman batin, spirit dan perasaanmu tertantang, yang membuatmu bertahan hidup untuk melihat matahari terbenam? E: Ya, menurutku begitu. Kepada pasien yang memiliki penampilan mengenaskan, kau bisa mengatakan, “Yah, kau seharusnya berumur panjang untuk melakukan ini bulan depan.” Dan mereka melakukannya.

117

Memanfaatkan Kesan Nyata Atas Kenangan R: Bagaimana kau menggunakan otohipnosis untuk mengatasi kelemahan dan siksaan rasa sakit? E: Biasanya dibutuhkan sekitar satu jam setelah aku kembali ke kondisi sadar untuk bebas dari rasa sakit. Jauh lebih mudah ketika aku muda. Aku punya masalah dengan otot-otot dan sendi-sendiku sekarang. R: Apa pengalaman pertamamu dalam berurusan dengan otot dan rasa sakit? Bagaimana kau belajar melakukannya? Apakah ada orang yang melatihmu melakukan otohipnosis? E: Aku mempelajarinya sendiri. Aku bisa ingat bagaimana aku membuat pendekatan yang serupa dengan kita menggunakan mikroskop. Jika kau melihat melalui mikroskop dan kau ingin menarik sesuatu yang kaulihat dari mikroskop itu, kedua matamu harus terbuka. Kau melihat dengan satu mata dan menariknya dengan mata yang lain. R: Apa urusannya dengan otohipnosis? E: Kau tidak melihat sesuatu yang lain. R: Oke, kau hanya melihat apa yang relevan untuk urusanmu dan menyingkirkan yang lain. Itu adalah aspek persepsi selektif yang memungkinkanmu mengenali kesadaran yang berbeda. Bagaimana kau mengatasi rasa sakit pada saat itu? E: Salah satu upaya pertamaku adalah belajar relaksasi dan membangun kekuatan. Aku membuat rantai karet sehingga aku bisa menariknya untuk mengatasi resistensi. Aku melakukannya setiap malam dan juga melakukan latihan apa saja yang bisa kulakukan. Kemudian aku tahu bahwa aku bisa berjalan sampai kelelahan dan itu membebaskan diri dari rasa sakit. Pelan-pelan aku belajar bahwa jika aku bisa berpikir mengenai berjalan dan lelah dan relaksasi, aku bisa terbebas. R: Berpikir tentang berjalan dan kelelahan untuk mendapatkan kebebasan dari rasa sakit? E: Ya, itu menjadi efektif untuk mengurangi rasa sakit.

118

R: Dalam pengalamanmu menyembuhkan diri sendiri antara usia 17 dan 19, kau belajar dari pengalamanmu sendiri bahwa kau bisa menggunakan imajinasi untuk mendapatkan efek yang sama seperti tindakan fisik sungguhan? E: Lebih merupakan ingatan yang intens ketimbang imajinasi. Kau ingat bagaimana sesuatu terasa di lidah, kau tahu bagaimana kau mendapatkan sensasi tertentu di lidahmu dengan peppermint. Di waktu kecil aku biasa memanjat pohon di kebun luas kemudian melompat dari satu pohon ke pohon lain seperti monyet. Aku akan mengingat semua gerakan memutar atau salto yang kulakukan demi menemukan gerak apa yang akan kulakukan sekiranya otot-otot tubuh ini sempurna. R: Kau mengaktifkan memori dari masa kanak-kanak demi mempelajari seberapa besar kau masih bisa mengendalikan otot-ototmu dan bagaimana memperoleh kendali seperti itu lagi? E: Ya, menggunakan memori nyata. Pada usia 18 aku mengingat semua gerakan masa kanak-kanakku untuk mendapatkan kembali koordinasi otot-ototku. [Erickson kini mengingat bagaimana ia menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk mengingat kesannya tentang berenang, perasaan bagaimana air bergerak berlawanan dengan gerak tubuhnya, dan sebagainya] R: Meminta orang untuk mengingat perasaannya atas kenangan mereka, ini bisa menjadi cara untuk memudahkan otohipnosis. Ini akan mengaktifkan tanggapan otonom indera kita yang merupakan aspek dari perilaku hipnosis: bukan imajinasi tetapi kesan atas kenangan. E: Saat kau melihat Buster Keaton di film sedang meniti tepian bangunan, kau bisa merasakan ototmu sendiri menegang. R: Film atau imajinasi murni memberikan sebuah jalur asosiasi kepada kesan kita atas kenangan, yang kemudian kita alami dalam bentuk tegangan pada otot. Itu cerita menakjubkan tentang bagaimana ia belajar sendiri mengatasi masalahnya dengan menggunakan kesan atas kenangan dan belajar lagi untuk menggunakan otot-ototnya. Dan itulah sumber dari banyak eksperimen Erickson

119

mengenai sifat alami trance (Erickson, 1964, 1967) dan kenyataan hipnosis (Erickson, Rossi, dan Rossi, 1976). Sebuah film atau buku cerita yang imajinatif mungkin memfokuskan pengalaman batin seseorang dan memudahkan orang untuk mengakses kenangan yang memberi kesan tertentu. Namun kenangan itu sendirilah dan bukan imajinasi yang membangkitkan proses ideomotor dan ideosensori yang membawa orang masuk lebih dalam ke kondisi trance dan kemungkinan baru pembelajaran. Apa yang terjadi di usia 6 tahun, yakni munculnya ledakan cahaya yang membuatnya bisa membedakan angka 3 dan huruf m, adalah pengalaman spontan Erickson mengenai hubungan antara trance (altered state) dan pemahaman baru. Pada umur 19 ia mulai benar-benar memunculkan trance dengan cara mengingat sesuatu untuk mempelajari kembali otot-ototnya. Ia belum melabeli pengalaman-pengalaman ini dengan sebutan altered state atau otohipnosis. Hubungan antara pengalaman-pengalaman masa kecil dan pemahamannya kemudian tentang trance tampak jelas ketika ia menulis: “Keadaan hipnotik adalah sebuah pengalaman milik subjek, berasal dari pembelajaran dan kenangan yang dimiliki oleh subjek, tidak dikenali secara sadar, tetapi mungkin mewujud dalam keadaan tertentu ketika orang dalam keadaan trance. Karena itu trance hipnotik hanya milik subjek; operator hanya bisa belajar bagaimana menyodorkan stimuli dan sugesti untuk membangkitkan perilaku responsif berdasarkan pengalaman subjek.” (Erickson, 1967). Pandangan bahwa semua hipnosis adalah otohipnosis dengan demikian mendapatkan dukungannya dalam pengalaman pribadi dan profesional Erickson. Teknik-teknik induksi hipnotik mungkin paling baik dipahami sebagai pendekatan yang memberikan kepada subjek kesempatan untuk masuk lebih dalam dan mengalami pengalaman mental yang disebut trance. Operator yang bijak kemudian mengembangkan keterampilan dalam melibatkan secara kreatif pengalaman-pengalaman mental si subjek ini.

120

Latihan Awal dalam Mimpi dan Aktivitas Somnambulistik E: Aku selamanya mengamati. Akan kuceritakan hal sangat egoistis yang pernah kulakukan. Umurku 20 tahun, semester awal di tahun kedua kuliah, ketika aku melamar bekerja pada koran lokal, The Daily Cardinal, di Wisconsin. Aku ingin menulis editorial. Redaktur, Porter Butz, menyambut baik dan mengatakan bahwa aku bisa memasukkannya ke kotak suratnya setiap pagi dalam perjalananku ke sekolah. Aku membaca dan mempelajari banyak buku pertanian. Aku ingin banyak belajar. Lalu muncul sebuah ide ketika teringat olehku bagaimana aku dulu sering mengoreksi masalah-masalah aritmetika dalam mimpi. Rencanaku adalah belajar di waktu petang dan berangkat tidur pukul setengah sebelas malam, di mana aku bisa tidur cepat. Tetapi aku memasang alarm pada pukul satu dinihari. Kurencanakan untuk bangun pukul satu dan mengetik editorial dan menindih naskah itu dengan mesin ketik dan kembali tidur. Ketika aku terbangun keesokan paginya, aku sangat tercengang melihat naskah ketikan beberapa halaman di bawah mesin ketikku. Aku tidak punya ingatan tentang bangun dan menulis. Pada setiap kesempatan aku menulis editorial dengan cara itu. Aku tidak ingin membaca editorial itu tetapi aku menyimpan salinannya. Aku akan memasukkan editorial yang tidak kubaca itu ke kotak surat dan setiap pagi aku akan melihat koran untuk memeriksa apakah ada tulisanku di sana, tetapi aku tidak mengenalinya. Pada akhir pekan aku mengeluarkan salinan karbon tulisantulisanku. Ada tiga editorial, dan ketiganya dimuat. Semuanya banyak membahas tentang perguruan tinggi dan hubungannya dengan masyarakat. Aku tidak mengenali tulisanku sendiri ketika itu tercetak di koran. Aku memerlukan salinan untuk memastikan bahwa itu memang tulisanku. R: Kenapa kau memutuskan untuk tidak melihat tulisanmu sendiri pagi harinya? E: Aku ingin tahu apakah aku bisa menulis editorial. Jika aku tidak mengenali kata-kataku sendiri di halaman cetakan, itu akan menyampaikan fakta

121

bahwa ada banyak hal di kepalaku ketimbang yang kuketahui. Kemudian aku mendapatkan bukti bahwa aku lebih cerdas dari yang kuketahui. Ketika aku ingin tahu sesuatu, aku ingin hal itu tidak terdistorsi oleh ketidaksempurnaan pengetahuan orang lain. Teman sekamarku ingin tahu kenapa aku bangun pukul satu untuk mengetik. Ia mengatakan aku tidak melihat atau mendengarnya sampai ia mengguncang bahuku. Ia ingin tahu apakah aku berjalan dan mengetik dalam keadaan tidur. Aku mengatakan mungkin seperti itu. Itu yang sepenuhnya kupahami waktu itu. Tapi pada tahun ketiga kuliah aku mengikuti seminar Hull dan mulai mendalami hipnosis. R: Apakah orang-orang lain bisa menggunakan pendekatan ini untuk mendapatkan keadaan somnambulistik dan otohipnosis? Orang bisa mempersiapkan alarm untuk bangun dinihari sehingga ia bisa melakukan aktivitas yang bisa dilupakan. Apakah ini akan menjadi latihan diri sendiri dalam aktivitas dissosiatif dan amnesia hipnotis? E: Ya, dan setelah beberapa saat mereka tidak memerlukan alarm. Aku telah melatih banyak mahasiswa cara ini.

Otohipnosis dalam Krisis Identitas E: Aku memiliki pengalaman pahit di tahun-tahun awal sekolah kedokteran. Aku ditugasi memeriksa dua pasien. Yang pertama adalah lelaki 73 tahun. Ia gelandangan yang tak menyenangkan, pemabuk, tukang nyolong, hidup dari sokongan sepanjang hayat. Aku tertarik pada orang ini, maka aku meneliti riwayatnya dan mempelajari banyak detail. Ia kurasa bisa hidup sampai umur 80 tahun. Kemudian aku menemui pasienku yang lain. Perempuan muda yang sangat cantik—menawan dan cerdas. Kau akan bahagia bercinta dengannya. Kemudian, saat aku menatap matanya, aku mengatakan aku lupa tugasku, maka aku minta maaf dan aku akan kembali secepatnya. Aku pergi ke ruangan dokter dan aku melihat diagnosa. Gadis ini menderita radang ginjal, dan ia cukup beruntung jika bisa bertahan hidup sampai tiga bulan ke depan. Di sini aku melihat ketidakadilan hidup. Sampah berusia 73 tahun yang tak ada gunanya sama sekali. Dan seorang

122

gadis cantik dan menawan yang menawarkan banyak hal. Aku berkata kepada diriku sendiri, “Kau lebih baik merenungkan itu dan mendapatkan perspektif tentang kehidupan karena kau akan terus-menerus menghadapi hal-hal seperti ini sebagai seorang dokter: ketidakadilan hidup.” R: Apa sisi otohipnotiknya? E: Aku sendirian di sana. Aku tahu orang-orang lain keluar masuk ruangan dokter tetapi aku tidak menyadari mereka. Aku melihat sesuatu di masa depan. R: Bagaimana jelasnya? Apakah matamu terbuka? E: Mataku terbuka. Aku melihat bayi-bayi yang belum lahir, anak-anak yang baru tumbuh dan menjadi manusia-manusia dewasa yang kelimpungan di usia 20an, 30-an, 40-an. Beberapa hidup sampai umur 80-an dan 90-an dan sosok mereka, nilai mereka, kehadiran mereka, semuanya muncul di depan mataku. R: Apakah seperti pseudo-orientasi di waktu yang akan datang? Kau menghadirkan kehidupan yang akan datang dalam imajinasimu? E: Ya, kau tidak bisa berpraktek sebagai dokter dan gelisah secara emosional. Aku harus belajar mendamaikan diriku atas terjadinya ketidakadilan hidup, dalam kontras antara gadis cantik itu dan kutu busuk 73 tahun. R: Kapan kau mengetahui bahwa kau berada dalam keadaan hipnotis? E: Aku tahu aku tercerap ketika aku menulis editorial. Aku sekadar membiarkan diriku tercerap tetapi tidak berupaya mengujinya. Aku masuk ke dalam keadaan itu untuk memberi orientasi kepada diriku sendiri demi praktek kedokteranku kelak. R: Kau mengatakan kepada dirimu sendiri: “Aku perlu memberi diriku orientasi untuk praktek kedokteranku mendatang.” Kemudian bawah sadarmu mengambil alih dan kau mengalami lamunan seperti itu. Jadi ketika kita masuk ke kondisi otohipnosis, kita memberikan diri kita masalah dan kemudian membiarkan bawah sadar mengambil alih. Pemikiran-pemikiran datang dan pergi dengan sendirinya? Apakah mereka kognitif atau citraan? E: Dua-duanya. Aku akan melihat bayi kecil yang tumbuh menjadi orang dewasa.

123

Dari cerita ini kita menyaksikan penyembuhan spontan muncul dari lamunan mendalam atau otohipnosis selama krisis identitas. Ketercerapan yang mendalam di mana Erickson merumuskannya sebagai trance dihadirkan untuk menyelesaikan masalah yang tampaknya membuat kesadarannya kewalahan. Ini adalah ilustrasi lain bagaimana otohipnosis dan pelajaran baru diasosiasikan dalam perkembangan pribadi Erickson.

Otohipnosis dalam Trance Eksperimental dan Klinis E: Dalam melakukan hipnosis eksperimental dengan seorang subjek di laboratorium aku akan memastikan kami hanya sendirian. Di luar aku dan subjek, yang ada hanya alat-alat yang kugunakan untuk mencatat perilakunya, dan perilakuku sendiri. R: Kau begitu fokus pada pekerjaanmu sehingga yang lain-lain menghilang? E: Ya, aku menemukan bahwa aku masuk ke kondisi trance bersama subjekku. Hal selanjutnya yang ingin kupelajari adalah, bisakah aku bekerja sama baiknya dalam keadaan sadar maupun trance. Dan aku ternyata bisa bekerja sama baiknya. R: Apakah kau cenderung masuk ke kondisi otohipnosis ketika kau bekerja dengan pasien dalam trance? E: Sekarang ini jika aku ragu mengenai kapasitasku untuk melihat hal-hal penting, aku masuk ke kondisi trance. Ketika ada isu krusial dengan pasienku dan aku tidak ingin kehilangan petunjuk sekecil apa pun, aku masuk ke trance. R: Bagaimana kau membuat dirimu tance? E: Itu terjadi otomatis karena aku mulai memperhatikan setiap gerakan, pertanda, atau manifestasi perilaku yang bisa sangat penting. Dan saat aku mulai bicara ini kepadamu sekarang, pandanganku mulai menyempit dan aku melihat hanya kau dan kursimu. Itu terjadi otomatis, karena intensitas yang mengerikan, saat aku melihatmu. Kata “mengerikan” kurasa keliru, tepatnya menyenangkan.

124

R: Itu perhatian terfokus yang serupa dengan ketika orang menatap kristal? E: Ya. Erickson sekarang menceritakan pengalaman yang sangat memukau ketika ia mengalami trance spontan pada sesi terapetik pertamanya dengan psikiater yang ternama dan agak punya sifat mau menguasai, yang juga seorang hipnoterapis berpengalaman. Erickson menjelaskan bahwa ia merasa kewalahan dengan tugasya tetapi melakukan sesi pertama dengan harapan bawah sadarnya akan membantunya. Ia ingat memulai sesi pertama itu dengan membuat beberapa catatan. Selanjutnya ia tahu bahwa ia sendirian di ruangan kerjanya; dua jam berlalu, dan ada satu set catatan terapi dalam map tertutup di atas mejanya. Ia kemudian tahu bahwa ia pasti dalam keadaan otohipnotik. Erickson menghargai bawah sadarnya sehingga membiarkan catatan itu tetap tak terbaca di dalam map. Secara spontah, tanpa benar-benar tahu bagaimana itu terjadi, ia memasuki trance dalam cara yang sama sepanjang 13 sesi berikutnya. Di tengah sesi ke-14, psikiater yang menjadi pasiennya tiba-tiba mengenali keadaan Erickson. Ia kemudian berteriak, “Erickson, kau trance sekarang ini!” Erickson segera tersadar. Ia tetap sadar sampai sesi berakhir. Penghargaan besar Erickson pada otonomi bawah sadar tampak pada fakta bahwa ia tidak pernah membaca catatan yang ia tulis selagi ia dalam keadaan trance otohipnotik selama 14 sesi pertama. Saya (Ernest Rossi) baru-baru ini melihat kertas-kertas catatan yang sudah menguning dan yang tercatat di sana tidak lain adalah catatan yang lazim dibuat oleh terapis. Pada satu kesempatan di kemudian hari, Erickson membantu Dr. L mengalami halusinasi visual untuk pertama kalinya dalam trance. Saat Erickson melihat pintu ke arah ruang tunggu di mana Dr. L berhalusinasi tentang gedung pertunjukan dan orkestra, Erickson juga mulai mengkhayalkan hal yang sama. ketiak mereka kemudian membandingkan apa yang mereka lihat, terjadi perdebatan yang memikat di antara keduanya tentang di mana para anggota orkestra itu duduk.

125

Dari contoh-contoh ini kita mendapatkan perspektif mengenai rentang pengalaman otohipnotik Erickson ketika menangani pasiennya. Poin utama dari semua pengalaman tersebut adalah bahwa ia selalu benar-benar terhubung dengan pasiennya. Ia tidak pernah berjarak dan lepas kontak dengan pasien. Trance otohipnotik biasanya datang spontan dan selalu meningkatkan persepsi dan relasinya dengan pasien. Trance adalah perhatian sangat fokus yang memudahkan kerja terapetik.

Pikiran Sadar dan Bawah Sadar dalam Otohipnosis Dr. H mengunjungi Erickson untuk belajar bagaimana menggunakan otohipnosis. E: Kau tidak mengetahui semua hal yang bisa kaulakukan. Gunakan otohipnosis untuk menggali dan mencari tahu apa yang akan kaudapati, yakni sesuatu yang kau sendiri belum tahu apa itu. H: Ada cara yang bisa saya lakukan untuk meningkatkan latihan otohipnosis saya? E: Tak ada cara bagi pikiran sadarmu untuk memerintah bawah sadar! H: Apakah ada cara bagimu untuk secara sadar memerintah bawah sadarku? E: Aku tidak mau. Dan aku seharusnya tidak melakukan itu, semata-mata karena kau harus melakukan sesuatu dalam caramu sendiri dan kau tidak tahu seperti apa caramu itu. Sekarang Nyonya Erickson sedang mengalami otohipnosis yang sangat dalam, tetapi ia meminta matanya tetap terbuka. Betty Alice suka duduk dan melepas sepatunya, menutup matanya, dan mengapungkan tangannya ke muka. Roxie, tak peduli seperti apa posisinya sekarang, suka memejamkan matanya. Kita semua memiliki pola kita sendiri. H: Aku akan mencoba trance. Bisakah aku melakukannya sendiri? E: Kau bisa trance sedalam yang kaukehendaki; satu-satunya yang kau tidak tahu adalah kapan. Dalam mengajarkan otohipnosis aku mengatakan bahwa

126

bawah sadar akan memilih waktu, tempat, dan situasinya sendiri. Biasanya ia berlangsung dalam situasi yang jauh lebih baik ketimbang yang kau ketahui secara sadar. Aku memberikan instruksi semacam itu pada seorang pasien dan ia masuk ke dalam kondisi otohipnosis beberapa kali. Sekali waktu ia pergi ke kota dan makan pagi dengan psikolog, naik bis, menemui teman-teman SMA yang sudah bertahun-tahun tidak ia jumpai, pergi berbelanja dengan psikolog itu—dan ia tidak tahu bahwa ia dalam keadaan trance. Perempuan itu kembali ke rumah sakit dan akhirnya bangkit ke depan cermin; ia memasang topinya dan siap pergi. Kemudian ia memperhatikan bahwa jam menunjukkan pukul empat sore dan sinar matahari masuk melalui kisi-kisi. Itu menakutkannya. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi pagi hari, ketika ia berdiri di depan cermin memasang topinya, dan ia tersadar kembali dalam posisi yang sama. Ia meneleponku dan kemudian datang dan ingin tahu apa yang harus ia lakukan dengan hal itu. Aku menyarankan bawah sadarnya untuk membuat keputusan. Ia masuk ke dalam trance dan mengatakan kepadaku apa yang ia ingin lakukan. Ia ingin mengingat secara berurutan segala hal kecuali barang-barang belanjaannya. Maka ia mengalami lagi hari itu. Kemudian aku memintanya untuk menebak barang-barang belanjaannya. Ia menebak bahwa ia membeli semua barang di daftar belanjaannya. Tetapi ketika ia pulang ke rumah memeriksa barang-barang belanjaannya, ia mendapati bahwa ia telah membeli semua barang yang dulunya pernah ia inginkan tetapi sudah ia lupakan. Di waktu lain, ia mempresentasikan sebuah kasus dalam suatu konferensi tanpa seorang pun tahu bahwa ia sedang trance. Di waktu lain lagi, ia tampil di depan anggota perpustakaan dan mendapati dirinya masuk ke situasi trance. Dua pengunjung tanpa undangan masuk, dan aku tahu ia tidak bisa melihat atau mendengar mereka. Ketika salah satu dari mereka bertanya, aku tahu bahwa ia tidak akan bisa mendengarnya, maka aku berdiri dan mengatakan, “Kurasa kau tidak mendengar pertanyaan Dr. X....” Aku tahu ia akan mendengar suaraku, dan ketika aku mengatakan “Dr. X” ia bisa melihatnya. Aku juga menyebut nama Dr. Y sehingga ia bisa melihatnya juga. Ketika pertemuan berakhir, ia berterima kasih

127

kepadaku telah menyadarkannya akan kehadiran kedua orang itu. Ia mengatakan, “Aku lupa mempersiapkan kemungkinan adanya peserta tanpa undangan.” Setiap kali kau memasuki trance, persiapkanlah juga semua kemungkinan lain. R: Pikiran sadar tidak bisa memberi tahu bawah sadar apa yang harus dilakukan? E: Begitulah! R: Maka itulah alasan kenapa orang ingin menggunakan otohipnosis. Mereka ingin membuat perubahan tertentu dalam diri mereka. Ketika kau menggunakan otohipnosis untuk menghilangkan rasa sakitmu, kau masuk ke dalam trance dan bawah sadarmu bekerjasama dengan kehendakmu untuk terbebas dari rasa sakit. E: Ya. R: Bawah sadar bisa menjalankan instruksi umum seperti “Hilangkan rasa sakit.” Tetapi ia tidak mengikuti instruksi spesifik tentang bagaimana cara melakukannya? E: Begitulah. Aku berpikir, “Aku suka terbebas dari rasa sakit ini.” Itu cukup! R: Cukupkah untuk masuk trance dengan memikirkan: “Bagaimana caranya aku menurunkan berat badan?” “Bagaimana caranya berhenti merokok?” “Bagaimana caranya belajar lebih efisien?” Inikah cara-cara efektif bagi bawah sadar? Kau sekadar menyodorkan pertanyaan dan membiarkan bawah sadar menemukan jawabannya sendiri? E: Ya. Jadi kenapa kau harus tahu apakah kau berada dalam trance otohipnosis? R: Pikiran sadar ingin tahu dan bisa menguji pengalaman. E: [Erickson memberikan contoh tentang anak kecil yang tidak bisa mengerjakan tugas aritmetikanya tetapi kemudian menemukan pemecahan dalam mimpinya atau mendapati pemecahannya begitu saja di pagi hari. Jelas bawah sadar bekerja untuk menyelesaikan masalah itu selagi pikiran sadar tidur.] Kau masuk ke dalam kondisi otohipnosis untuk mendapatkan hal tertentu atau memperoleh pengetahuan tertentu. Kapan kau memerlukan pengetahuan itu? Kapan kau memiliki persoalan dengan pasien, kau memikirkannya. Kau terus

128

memikirkan di bawah sadarmu bagaimana cara menangani kasus itu. Dua minggu kemudian ketika pasien itu datang kepadamu, kau mulai berimprovisasi dan memecahkannya. R: Kau benar-benar meyakini bawah sadar kreatif! E: Aku mempercayai tingkatan kesadaran yang berbeda-beda. R: Jadi kita bisa mengatakan bawah sadar adalah metafora bagi tingkatan lain kesadaran, sebuah metalevel? E: Aku bisa menyusuri jalanan dan tidak harus memperhatikan lampu lalu lintas atau pembatas jalan. Aku bisa memanjat Squaw Peak dan aku tidak harus memperhatikan setiap undakannya. R: Itu semua ditangani secara otomatis oleh level lain kesadaran. Penekanan Erickson pada pemisahan sadar dan bawah sadar dalam otohipnosis menunjukkan paradoks: kita masuk ke dalam otohipnosis demi meraih tujuan tertentu yang kita sadari, tetapi pikiran sadar tidak bisa mengatakan kepada bawah sadar apa yang harus dilakukan. Pikiran sadar bisa mengajukan pertanyaan umum, tetapi itu bawah sadar sepenuhnya otonom tentang bagaimana dan kapan mewujudkan hal itu. Contoh-contohnya disertakan di bawah ini:

Otohipnosis untuk Mengatasi Rasa Sakit: Trance Sebagian E: Kemarin aku masuk naik ke tempat tidur siang hari. Aku harus mengusir rasa nyeri di sini [di punggungnya]. Pada saat menuju tempat tidur aku meminta istriku menyiapkan buah anggur untukku. Hal selanjutnya yang aku tahu adalah bahwa aku keluar dan makan anggur itu dan bertemu denganmu di ruangan ini untuk melajutkan pekerjaan kita. Hanya kemudian aku tahu bahwa aku tidak lagi merasakan nyeri yang menyiksa itu. R: Apa yang kaulakukan? Apakah kau menggunakan otohipnosis untuk membebaskan diri dari rasa nyeri itu?

129

E: Aku berbaring di tempat tidur dengan pikiran bahwa aku lebih baik mulai menggunakan otohipnosis. Tetapi aku tidak tahu bagaimana aku menggunakannya untuk membebaskan diri dari rasa nyeri. R: Aku paham, itu adalah trance khusus hanya untuk rasa nyeri itu. E: Itu trance sebagian. R: Lanjutkanlah tentang trance sebagian. E: S, pasien yang kutangani kemarin, mengatakan bahwa kedua tangannya matirasa. Bagian tubuhnya yang lain tidak, hanya tangannya. Bagaimana kau menjadikan tanganmu matirasa? Dengan memisahkannya. R: Dan pemisahan itu terjadi dengan konsepsimu tentang tubuh dan bukan pemisahan sesungguhnya bagian-bagian syaraf tertentu? E: Begitulah. Rasa nyeri hanyalah bagian dari pengalaman keseluruhan, maka kau harus memisahkannya dari pengalaman keseluruhanmu. Rasa nyeri itu begitu menyiksa ketika aku di kantor ini, maka aku pergi ke tempat tidur dengan niat untuk mengusir rasa nyeri itu. Kemudian aku lupa tentang niat mengusir itu. Ketika aku muncul lagi ke tempat ini, aku tiba-tiba menyadari bahwa rasa nyeriku sudah tidak ada lagi. R: Antara berbaring di tempat tidur dan kemudian makan anggur, rasa nyeri itu menghilang? Tetapi kau tidak tahu bagaimana atau kapan tepatnya ia menghilang? E: Begitulah. Aku tidak tahu bagaimana atau kapan, tetapi aku sudah tahu ia akan menyingkir. Dalam menyingkirkan itu kau juga kehilangan kesadaran bahwa kau merasakan nyeri. R: Dalam menggunakan otohipnosis kau bisa mengatakan kepada dirimu sendiri apa yang ingin kaudapatkan tetapi— E: Kemudian kau menyerahkan semuanya kepada bawah sadarmu. R: Kau tidak bisa melanjutkannya dengan pertanyaan, “Bagaimana aku akan menyingkirkan rasa nyeri itu?” atau memikirkan kau bisa menyingkirkannya secara sadar. Ini sangat penting dalam menggunakan otohipnosis. Kau bisa menyampaikan kepada dirimu sendiri apa yang ingin kaudapatkan, tetapi kau

130

benar-benar harus menyerahkan sepenuhnya kepada bawah sadar kapan dan bagaimana itu terwujud. Kau harus puas untuk tidak tahu bagaimana itu akan tercapai? E: Yah, begitulah, karena kau tidak bisa tahu bagaimana itu tercapai—tanpa kesadaranmu. R: Sejauh kau obsesif memikirkan rasa nyeri, ia akan selalu ada. Kau harus memisahkan kesadaranmu dari keterikatannya dengan rasa nyeri itu. E: Kau juga harus memiliki pengalaman bandingan seperti ini. [Erickson di sini menyampaikan contoh rinci bagaimana ia akan menyiapkan pidato dalam benaknya selagi ia menyetir mobil menuju konferensi. Ia bisa menyopir melalui jalanan yang padat dan riuh tanpa ingat sedikit pun nantinya bagaimana ia bisa tiba di tempat konferensi, karena pikirannya sibuk menyiapkan pidato.] R: Maka ada disosiasi dalam benakmu: sebagaian mengemudi secara otomatis dan sebagian yang lain menyiapkan naskah pidato. Peran klasik disosiasi dan distraksi tampak jelas dalam contoh-contoh ini, sekalipun Erickson tidak mampu menjelaskan bagaimana dan kapan rasa nyeri itu menyingkir. Itu proses bawah sadar. Dengan kehebatan dan pengalamannya, Erickson tetap saja memiliki kesulitan, sebagaimana ditunjukkan berikut ini melalui komentar istrinya Elizabeth Erickson (EE) EE: Bawah sadar mungkin lebih tahu ketimbang pikiran sadar, dan harus dibiarkan menyelesaikan pekerjaannya sendiri tanpa campur tangan pikiran sadar, tetapi sesungguhnya tidak sesederhana itu, dan ia bisa saja melaju ke arah yang keliru. Beberapa pengalaman MHE dengan pengendalian rasa nyeri adalah pengalaman trial-and-error, dengan banyak error-nya. Misalnya, sering ia menghabiskan waktu berjam-jam yang melelahkan untuk menyampaikan secara lisan analisisnya atas sensasi-sensasi, otot demi otot, terus berulang-ulang,

131

meminta seseorang (biasanya saya, Rossi) tidak hanya mendengar, tetapi juga memberikan perhatian sepenuhnya, tidak peduli bahwa itu sudah dinihari atau barangkali ada tugas penting yang lain. Ia betul-betul tidak bisa mengingat sesisesi ini, dan aku tetap tidak paham. Aku merasa ini tak ada gunanya, tetapi mungkin ada juga pelajaran di sana. Mungkin juga tidak. Alasanku menyampaikan ini ini adalah karena kupikir banyak orang bisa jeri ketika bawah sadar untuk sementara waktu sesat ke jalan buntu. Pesannya adalah, “Taruh saja di sana. Akhirnya ia akan membereskannya.”

Distraksi, Pemindahan, dan Reinterpretasi Rasa Sakit E: Bagiku tidur fisiologis akan menyebabkan hilangnya keadaan hipnosis. Karena itulah kau harus menyampaikan kepada pasienmu dalam keadaan trance sebuah instruksi untuk mempertahankan trance sampai pagi. Dalam tidur fisiologis (normal), aku melepaskan kerangka berpikir hipnotik. Aku mungkin bangun dengan rasa nyeri, dan aku harus berpikir tentang relaksasi, keadaan nyaman, keadaan bugar di mana aku bisa tidur lelap. Itu mungkin akan bertahan sepanjang malam. Kadang hanya bertahan tak lebih dari dua jam, sehingga aku terbangun dan harus kembali mengarahkan rasa nyaman. Akhir-akhir ini satusatunya cara yang kulakukan untuk mengendalikan rasa sakit adalah duduk di tempat tidur, menarik kursi ke dekatku, dan menekankan pangkal tenggorokanku ke sandaran kursi. Itu sangat tidak nyaman. Tetapi itu ketidaknyamanan yang kuciptakan sendiri. R: Itu menggantikan rasa nyeri yang datang sendiri? E: Ya, aku tidur dengan nyenyak sesudahnya; kemudian aku akan bangun dengan tenggorokan sakit. R: Ya, ampun! Kenapa kau memilih cara aneh ini yang menyebabkan dirimu sendiri kesakitan? E: Rasa sakit yang disengaja bagaimana pun tetap berada di bawah kendalimu. Dan ketika kau bisa mengendalikan rasa sakitnya, ia tidak semenyiksa

132

rasa sakit yang datang sendiri. Kau tahu bahwa kau bisa membebaskan diri darinya. R: Kau memindahkan dan membelokkan rasa sakit itu. Dan kemudian kau hanya perlu menyingkirkan rasa sakit yang sudah kaupindahkan dan kaubelokkan itu. E: Benar! Distraksi, pemindahan, dan reinterpretasi. R: Reinterpretasi; bisakah kau memberikan contoh bagaimana menggunakan itu? E: Oke. Aku memiliki rasa nyeri yang luar biasa di bahu, dan kupikir aku tidak menyukai rematik ini. Kau bisa menyebutnya sebagai rasa nyeri yang menusuk-nusuk dan mengiris-iris. Jadi, aku berpikir bagaimana rasanya terkena kawat membara. Kemudian tiba-tiba terasa sepertinya aku benar-benar terkena kawat membara. Rasa nyeri rematik berada jauh di bawah permukaan bahuku, tetapi kini aku memiliki kawat membara yang melintang di permukaan kulit bahuku. R: Jadi kau memindahkan rasa nyeri itu dan membuat reinterpretasi tentangnya? E: Ya, aku memindahkan perhatianku sehingga aku tetap merasakan nyeri, tetapi aku tidak merasakannya di sendi-sendiku bahuku. R: Itu penafsiran ulang yang disengaja, karena itu bisa tertahankan. E: Ia lebih tertahankan, dan kemudian aku bosan dengannya dan akhirnya aku melupakannya. Kau bisa merasakan sensasi ini sangat lama. Ketika kau merasakan pikiranmu kelelahan, kau akhirnya kehilangan sensasi rasa nyeri itu. Seingatku empat jam lalu aku memiliki sensasi kawat panas di sini. Aku tidak bisa mengingat kapan aku menyingkirkannya. R: Jadi kau menggunakan lupa juga. E: Orang selalu bisa melupakan rasa nyeri. Salah satu yang aku tidak paham pada para pasien adalah kenapa mereka mempertahankan tekanan dan rasa sakit mereka.

133

R: Ya, dengan memfokuskan perhatian pada rasa nyeri itu, mereka mempertahankan itu selamanya.

Memanfaatkan Ingatan Masa Kecil untuk Mengusir Rasa Sakit E: Aku membaringkan diriku dalam posisi sangat aneh di tempat tidur sehingga aku tidak bisa leluasa menyentak. Sentakan pada tangan dan kaki dan kepalaku membuatku kesakitan karena aku sedang mengalami rasa nyeri yang menusuk-nusuk dan mengiris-iris. Mulanya hanya sebentar-sebentar. Seluruh tubuh terasa tidak nyaman. Aku membaringkan diriku telungkup dengan kakiku terangkat dan menyilang. Tangan kananku di bawah dada, membuatku tak bergerak. Aku sedang mengembalikan perasaan telungkup dengan tangan di depanku, kepala tegak dan melihat hamparan rumput luas di masa kanak-kanakku. Aku bahkan merasa lenganku pendek saat aku kecil. Aku berangkat tidur pada dasarnya untuk menghidupkan lagi hari-hari masa kecil ketika aku berbaring telungkup di bukit melihat hamparan padang rumput atau ladang hijau. Semuanya tampak sangat indah dan sangat menyejukkan dan sangat damai. Atau aku melihat pepohohan dan hutan atau arus kali yang tenang. R: Kau masuk ke dalam gambaran internal dari masa kanak-kanakmu ketika tubuhmu beres dan sangat nyaman. Kau memanfaatkan proses ideomotor dan ideosensori yang berkaitan dengan kenangan-kenangan di masa itu untuk meningkatkan kenyamananmu hari ini. E: Dan ketika aku semata-mata belajar menikmati keindahan alam. Sebuah keindahan yang diam. Rumput berombak lembut karena angin, tetapi rumput itu sendiri tidak melakukan upaya untuk menggerakkan diri. R: Gambaran tentang aktivitas diam itu membawa hubungan tertentu dengan kedamaian dalam dirimu? E: Ya, dan itu mengisi keseluruhan benakku. Kemudian ketika aku akhirnya muncul di sini untuk menemui pasien, aku membiarkan intensitas pengamatanku mengambil alih sepenuhnya dalam bekerja dengan pasien itu.

134

R: Kau terus mendistraksi dirimu sehingga rasa nyeri tidak punya kesempatan untuk menyusup ke dalam kesadaranmu. Ketika kau mengisi benakmu dengan kenangan di masa kanak-kanak, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kau merasa sedang mengaktifkan kembali proses-proses asosiatif dalam benakmu dan itu dengan mudah mengusir rasa nyeri tubuhmu sekarang ini? E: Ya, dari masa kanak-kanak dan dari periode kehidupanku yang tidak begitu diketahui, masa yang simpel dan biasa-biasa saja. Itu membuatku benarbenar kembali ke masa lalu (regresi). Aku akan memikirkan ayah dan ibuku sebagaimana mereka saat itu! Kemudian aku bisa memiliki perasaan-perasaanku sendiri ketika berbaring di atas bukit di sisi utara lumbung, dan sebagainya. R: Dan perasaan-perasaan ini mengganti perasaan nyeri yang kaualami hari ini? E: Ya, aku bertipe visual, maka aku menggunakan kenangan visual. [Erickson selanjutnya menjelaskan bagaimana ia mula-mula menggali kenangan masa kecil pasien untuk menentukan apakah mereka lebih dominan visual atau auditori. Ia kemudian menggunakan kecenderungan ini dalam sugesti-sugesti hipnosisnya. Seorang pasien, misalnya, bisa memisahkan dirinya dari rasa sakit dengan memfokuskan perhatian pada ingatan-ingatannya terhadap suara jangkrik yang ia sukai di masa kanak-kanak.]

Dokter yang Penuh Luka R: Kemudian, ketika kau 51 tahun, kau terserang polio lagi. Bagaimana kau menolong dirimu sendiri? E: Pada saat itu aku bisa memindahkan segala hal ke bawah sadarku karena aku tahu aku telah melakukan itu sebelum-sebelumnya. Aku masuk ke situasi trance dan mengatakan, ‘Bawah sadar, lakukan pekerjaanmu.’ Belajar menulis dengan tangan kiri pada mulanya begitu sulit. Kali kedua aku terserang polio tangan kananku lumpuh lagi, dan aku mafhum bahwa aku harus menggunakan tangan kiriku, yang tidak pernah kugunakan sejak usiaku 19.

135

R: Mengembalikan kesan pada usia 17 sampai 19 benar-benar membantumu memulihkan fungsi tangan kananmu dan kemampuanmu berjalan. Ketika kau terserang polio lagi pada usia 51, kau memiliki basis pengalaman ini untuk kaumasukkan ke bawah sadarmu dalam trance otohipnosis? E: Pada saat ini (73 tahun) aku telah mencoba berulang-kali menulis dengan tangan kiri. [Erickson menunjukkan bagaimana ia sekarang menulis dengan menggenggam pena dengan tangan kanan tetapi tangan kirinya yang lebih kuat membimbing tangan kanannya yang lemah.] Aku sekarang mempertahankan apa saja dengan hati-hati segala yang bisa dilakukan oleh tangan kananku, karena lebih baik bagiku untuk mempertahankan apa pun yang bisa kulakukan selama mungkin. R: Aku paham, itulah kenapa aku melihatmu mengupas kentang di dapur. Kau benar-benar dokter penuh luka yang mencoba menolong orang-orang lain melalui pengalamanmu menyembuhkan diri sendiri. Ini akan menjadi kisah hidupmu.

Masalah Ketakutan dalam Otohipnosis: Pendekatan Naturalistik dalam Otohipnosis. R: Kemarin siang, setelah bicara denganmu tentang otohipnosis, aku membiarkan diriku mengalami trance dengan berbaring nyaman dan tidak memberi pengarahan apa pun; aku ingin mengikuti nasihatmu dan membiarkan bawah sadarku mengambil alih. Setelah beberapa waktu, aku bermimpi atau berfantasi seperti mimpi bahwa seseorang dengan hati-hati menarik tubuhku yang melayang tak bergerak di tepi kolam. Aku merasa agak malu karena aku tidak mencebur ke air tetapi hanya membaringkan diriku di tempat di mana aku tidak bisa bergerak. Kemudian aku tiba-tiba menyadari bahwa aku berbaring di sofa ruang tunggumu dalam keadaan trance dan aku benar-benar tidak bisa menggerakkan tubuhku. Aku merasa sedikit dicekam ketakutan tetapi kemudian aku meyakinkan diriku bahwa aku baik-baik saja dan sesungguhnya sedang mengalami katalepsi tubuh dalam trance yang lebih dalam ketimbang yang

136

pernah kualami sebelumnya. Aku mencoba memberi sugesti yang masuk akal kepada diriku, terutama gagasan bahwa aku bisa kembali ke kondisi sedalam ini untuk waktu-waktu mendatang. Tetapi kukira aku sungguh terlalu takut. Pikiranku terus bergejolak dengan ketakutan yang irasional tentang betapa mengerikannya jika aku benar-benar tidak bisa lagi bergerak. Setelah satu dua menit aku memutuskan bahwa aku akan memfokuskan semua perhatianku pada kelingking tangan kananku dan menggerakkannya pelan untuk menenteramkan diriku dan sebagai awalan untuk bangun. Aku hanya melakukan itu, tetapi sekarang aku sedikit malu bahwa setelah bertahun-tahun aku berlatih kepadamu, aku takut sehingga tidak tahan terhadap trance yang hanya berlangsung satu atau dua menit saja. E: Ketakutan itu menghentikanmu dari eksplorasi berikut: ‘Inilah kesempatan untuk mengenali tubuhku. Bagaimana aku mengenali tubuhku? Aku tahu aku memiliki jari kelingking. Di sebelahnya adalah jari lain. Jika aku menggerakkan jari kelingking, aku bisa menggerakkan jari sebelahnya. Dan kemudian aku bisa menggerakkan semua jariku di tangan itu. Dan aku tahu aku memiliki tangan lain. Bisakah aku pertama-tama menggerakkan jari kelingking di tangan itu, atau jempol? Sekarang apa lagi yang mau kulakukan? Bisakah aku memulai dengan jari kakiku? Apakah aku harus memulai dengan jari kakiku? Apakah pengalaman inderawiku? Apa lagi yang bisa kugali dalam keadaan ini?’ R: Apa manfaatnya latihan tahap demi tahap ini? E: Itu memberimu kesempatan untuk mempelajari disosiasi semua bagian tubuhmu. Jika kau tidak takut, itu akan memberimu kesempatan untuk mulai memeriksa keadaan otohipnosis. R: Jadi ketika kau secara alami masuk ke dalam keadaan otohipnosis, kau mulai bereksperimen dengan itu. Ia bisa menjadi studi tentang disosiasi. Kau bisa mengembalikan gerakan beberapa jari dan satu tangan dan kemudian membiarkan mereka (melakukan disosiasi terhadap mereka) saat kau bereksperimen dengan tangan lain. Kau mengembalikan gerak dan sensasi pada bagian-bagian lain tubuhmu dan kemudian meninggalkan mereka lagi saat kau bereksperimen

137

dengan bagian-bagian tubuh lainnya. Itu bisa merupakan pelatihan yang menakjubkan bagi anestesia via disosiasi. Kau juga bisa bereksperimen dengan mengalihkan segala sensasi dan persepsi: hangat, dingin, warna, suara, dan sebagainya. Itu pendekatan naturalistik dalam pelatihan otohipnosis? E: Begitulah! Ketika aku bangun di kamar hotel pada suatu kesempatan dengan membuka satu mata, aku ingin tahu di mana aku karena aku tidak mengenali apa pun di ruangan itu. Kupikir, ‘Aku ingin tahu apakah aku bisa menutup mata ini dan mengenali ruangan dengan mata yang lain.’ Dan aku berhasil! Kemudian aku menutup mata itu dan membuka mata pertama, dan aku kembali tidak tahu di mana aku berada. R: Mengetahui di mana kau berada tergantung pada mata mana yang terbuka. Itu eksperimen yang sangat menakjubkan dengan disosiasi! E: Ketika kau masuk ke dalam keadaan ini, lakukanlah eksplorasi dan nikmatilah! R: Sungguh luar biasa bahwa kognisi dan kemengertian bisa diasosiasikan dengan satu mata dan tidak mata yang satunya. Ini bentuk disosiasi yang tidak lumrah. E: Kau bisa makan sesuatu dan menyingkirkan seluruh pengetahuanmu tentang apa yang kaumakan. Dan kemudian kau bisa membiarkan dirimu menemukan, ‘Oh ya, aku sudah makan ini sebelumnya.’ Kau bisa mengembangkan amnesia terhadap pengalaman menyantap makanan itu dan kemudian menemukan sedikit demi sedikit apa yang familiar dengan makanan itu. Kadang kau mengenalinya melalui tekstur, kadang melalui aroma dan rasanya. Kau membuat tiap-tiap faktor pengenalan berdiri sendiri-sendiri. R: Ini sebuah latihan disosiasi dan isolasi penginderaan yang setiap orang bisa melakukannya dalam keadaan sadar dan kemudian menggunakan keterampilan ini selagi trance untuk mengembangkannya di waktu-waktu mendatang. E: Kau bisa belajar untuk memperpanjang keadaan hipnogogik (kondisi antara sadar dan tidak menjelang tidur) dan hipnopompik (kondisi bangun tidur

138

ketika belum terlalu sadar betul) dan bereksperimen dengan dirimu sendiri dalam keadaan ini. Kau bisa terbangun dari mimpi dan kemudian kembali tidur untuk melanjutkan mimpi itu. [Erickson memberi contoh bagaimana, selagi tidur, ia bermimpi istrinya mencondongkan tubuh ke arahnya membisikkan kata-kata manis. Ia kemudian bangun tetapi tetap dengan perasaan halusinasi tentang tubuh istrinya yang menyandar pada sikunya. Ia tidak bisa lagi melihat atau mendengar istrinya seperti dalam mimpi, tetapi ia menjadikan pengalaman ini sebuah eksperimen untuk mempertahankan, menyingkirkan, dan mengalihkan desakan yang hangat dan menyenangkan dari tubuh istrinya di sikunya. Pelan-pelan perasaan nyaman oleh desakan tubuh istrinya itu naik ke bahu, dan Erickson kemudian meluangkan beberapa waktu untuk menikmati kenyamanan di bahunya ini, membiarkannya pergi dan kemudian mendatangkannya lagi. Kelak, ketika ia mengalami kesulitan dengan nyeri encok di bahunya, Erickson membiarkan dirinya masuk ke kondisi otohipnosis untuk merasakan desakan hangat dan nyaman yang pelan-pelan akan menggantikan rasa nyeri di bahunya. Ini merupakan contoh nyata bagaimana ia memanfaatkan secara alami proses-proses psikodinamika dari sebuah mimpi.] R: Ini semua akan menjadi latihan bagi pikiran sadar untuk lebih toleran terhadap situasi perbatasan di antara sadar dan tidak sadar. Pelan-pelan ia bisa mengembangkan keterampilan tertentu dari semua fenomena hipnotik klasik dan juga kondisi trance lainnya. Pikiran sadar tidak bisa mengendalikan proses tetapi ia bisa berhubungan dengan bawah sadar secara kreatif. Itu merupakan eksplorasi dan petulangan menyenangkan, dan bukan tugas yang harus diselesaikan. Pikiran sadar tidak pernah bisa memastikan hasilnya; ia partner yang menggantungkan diri. Tetapi sekali pikiran sadar mengembangkan keterampilan tertentu untuk berhubungan dengan bawah sadar, ia bisa menggunakan keterampilan ini dalam keadaan darurat untuk mempengaruhi proses perilaku dan persepsi inderawi atau apa pun.

139

Pengayaan Perilaku dalam Otohipnosis E: Kenapa melakukan segala sesuatu hanya dengan satu cara? [Erickson sekarang memberikan sejumlah contoh tentang bagaimana anggota keluarganya mempelajari segala sesuatu dalam cara-cara berbeda: membaca terbalik, di bawah air, dan sebagainya.] R: Dengan otohipnosis kita belajar untuk meningkatkan fleksibilitas kita. Kita tidak inign membelenggu diri kita pada satu orientasi yang telah mengalami generalisasi. Kau mengingatkan bahwa otohipnosis bisa digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas dalam perilaku kita, proses persepsi inderawi kita, dan kognisi kita. Kita bisa mengubah dan, dalam sebagian, menciptakan ulang pengalaman kita praktis di segala level. Kita sekadar mulai mempelajari bagaimana melakukan ini. Hipnosis klasik adalah cara yang relatif kasar untuk membuat kita tercerap ke masa lalu. Dengan otohipnosis kita benar-benar akan tercerap pada persepsi inderawi dan pengayaan perilaku. Dengan kata lain, trance diperlukan untuk pembelajaran baru. Yah, kita membentangkan jalan baru. R: Trance membantu melumpuhkan program lama dan memberi kita kesempatan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Kita tidak bisa memunculkan anestesia saat kita menginginkan, misalnya, karena kita tidak tahu bagaimana cara menyingkirkan orientasi kita yang menekankan pentingnya rasa sakit dan memberinya tempat utama dalam kesadaran. Tetapi jika kita mengizinkan anakanak bereksperimen dengan proses persepsi inderawi mereka dalam cara yang menyenangkan, mereka bisa dengan mudah mengembangkan keterampilan dengan anestesia yang bisa sangat bermanfaat ketika mereka membutuhkannya. Tentunya ini akan menjadi bagian penelitian yang menarik.

Analisis-Diri dan Kenangan dalam Otohipnosis: Pentingnya Lupa dan Tidak Tahu E: Jika kau ingin melakukan otohipnosis, lakukan secara privat. Duduklah di ruangan yang tenang dan tidak perlu menetapkan apa yang akan kaulakukan.

140

Masuk saja ke dalam trance. Bawah sadarmu akan memunculkan apa saja yang perlu dilakukan. Tetapi kau bisa memutar alarm untuk membangunkanmu karena kau masih belum tahu bagaimana mengukur waktu dengan bawah sadarmu. Dan kau bisa merasa nyaman. Dan ingatlah komik strip Mutt and Jeff, di mana Mutt mencari dompetnya dengan melihat semua sakunya—kecuali satu saku. Sebab jika dompet itu tidak ada di sana, ia akan mampus. Kau bisa bebas melongok ke dalam dirimu sendiri dan tak perlu mampus saat kau menemukan sesuatu yang kau tidak ingin ketahui tentang dirimu sendiri. Kau bisa melupakannya. Kau benar-benar tidak tahu berapa banyak yang tersimpan di bawah sadarmu. R: Apakah kau menggunakan otohipnosis untuk masalah memori? E: Kau bisa masuk ke dalam trance otohipnosis untuk masalah memori. Mungkin kau ingin mengingat di mana kauletakkan surat itu. Hari ulang tahun siapa yang terlupakan? Kau bisa mulai dengan hand-levitation, tetapi kau tidak tahu kapan kau kehilangan pendengaran, penglihatan, dan rasa di tanganmu. Kemudian secara spontan muncul dalam benakmu memori yang kau cari. [Erickson memberikan contoh tentang bagaimana ia akan meminta istrinya, yang sedang membaca, untuk menyebutkan nama-nama beberapa penyair. Perempuan itu terus membaca dan dalam beberapa menit nama-nama penyair itu muncul di benaknya. Kolega lainnya memasrahkan urusan memorinya kepada “seorang lelaki kecil di batok kepalanya” dan dalam beberapa menit ia memberikan jawaban. Orang-orang lain menggunakan asosiasi sadar dengan mengingat lingkungan dan fakta di sekitar sesuatu yang ingin dia ingat.] Bertahun-tahun lalu, setelah memeriksa sebuah rumah dengan pohon kurma yang tumbuh subur dan menyenangkan bagi keluarga kami, aku tahu aku memiliki alasan untuk membelinya. Aku tahu ada alasan kuat tetapi aku tidak tahu itu apa. Aku mencoba menemukannya. Aku membeli rumah itu di bulan April dan di bulan September tiba-tiba aku terdorong untuk menemukan alasan kenapa aku membeli rumah itu. Maka aku masuk ke kondisi otohipnosis, tetapi tidak ada apa pun yang muncul kecuali pemandangan masa kecilku saat pelajaran membaca pada tahun keempat sekolah dasarku. Aku tahu itu pastilah penting,

141

tetapi kenapa? Pada hari berikutnya aku berada di halaman belakang dan kemudian aku ingat bahwa aku membuat janji kepada diriku sendiri di kelas empat. Aku sedang membaca buku geografi dengan ilustrasi seorang bocah lelaki memanjat pohon kurma. Aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa ketika aku dewasa aku akan memanjat pohon kurma. Dan aku memanjat pohon itu dan memetik beberapa buahnya. R: Memori itu datang dalam dua tahapan? E: Sepanjang trance aku melihat diriku sebagai bocah kelas empat yang melihat sebuah buku, tetapi tidak lebih dari itu. Aku mencari alasan dan bukan identitas. Rupanya aku membeli rumah itu untuk memuaskan keinginan anak lelaki kelas empat, karena itulah dalam keadaan trance aku melihat anak lelaki itu duduk di bangkunya. Dan baru pada saat aku duduk di halaman belakang memandangi kurma itu tiba-tiba semuanya tersingkap. Contoh ini menggambarkan setidaknya tiga faktor penting dalam memanggil ingatan dengan otohipnosis. (1) Seringkali ada waktu favorit, semacam prime time, bagi seseorang untuk masuk ke kondisi otohipnosis ketika ia merasakan “dorongan” untuk menemukan sesuatu. Dan “dorongan” itu adalah sarana bagi bawah sadar untuk membiarkan pikiran sadar tahu apa yang tersedia pada saat itu. (2) Bawah sadar bekerja sangat harfiah. Dalam contoh ini ia memperlihatkan kepada Erickson “identitas” dirinya sebagai anak kelas empat, tetapi bukan “alasan” atau kenapa kelas empat. (3) Bagaimanapun, bawah sadar perlu waktu: antara April dan September ia muncul dengan setengah alasan dan melengkapinya beberapa hari kemudian ketika sudah tiba waktunya bagi pikiran sadar untuk menerima seluruh alasan kenapa dengan itu semua. Kesadaran tidak selalu mengenali kemungkinan-kemungkinan pemanggilan memori semacam ini. Karena itu sangat diperlukan kesabaran untuk bekerjasama dengan proses dinamis bawah sadar. Karena pikiran sadar jarang mengenali apa yang terlibat dalam proses ini, maka kita perlu memberi kebebasan sepenuhnya kepada bawah sadar

142

untuk membereskan masalah. Ketika kita membuat sugesti, ia haruslah sesimpel mungkin. (Erickson, Rossi, dan Rossi, 1976)

Nirwana atau Otohipnosis sebagai Disosiasi dari Semua Perangkat Inderawi Dalam satu kesempatan Erickson sedang melakukan percobaan dengan K mengenai visi yang dihentikan (Erickson, 1967), di mana perempuan itu mengalami keberadaan “di tengah suatu tempat yang tak di mana pun” atau “in the middle of nowhere”. Erickson mengingatnya sebagai berikut: E: Aku di halaman belakang setahun lalu di musim panas, bertanya-tanya apa pengalaman paling ganjil yang kumiliki. Saat aku bingung tentang itu, aku mencermati bahwa aku duduk di suatu nowhere. Aku sebuah objek di sebuah ruang. K: O, kau mengalaminya? Di suatu tempat yang bukan di mana pun? E: Aku hanya objek di sebuah ruang. Tak ada bangunan yang bisa kulihat garis bentuknya. Aku tidak bisa melihat kursi di mana aku duduk; bahkan aku tidak merasakannya. R: Kau spontan mengalami visi itu? E: Itu pengalaman paling ganjil yang bisa kaulakukan! R: Sesuatu paling ganjil yang bisa kaulakukan? E: Ya, kau tidak bisa lebih ganjil dari itu! R: Itu terjadi begitu saja kepadamu saat kau bertanya-tanya tentang apa yang bisa kau lakukan? E: Ya. R: Sebuah tanggapan bawah sadar? E: Dan itulah tanggapan penuh bawah sadarku. R: Aku paham, kau tidak bisa lebih ganjil dari itu. E: Apa lagi peristiwa lebih ganjil yang bisa terjadi? K: Kau melayang begitu saja atau sekadar mengalami kekosongan?

143

E: Hanya ada aku dan dengan sendirinya sebuah kekosongan. Tidak ada bangunan, bumi, bintang, matahari. K: Emosi apa yang kau alami? Apakah kau—ingin tahu atau takut atau ngeri? E: Ini salah satu pengalaman yang paling menyenangkan. Kenyamanan luar biasa. Aku tahu bahwa aku melakukan sesuatu yang ganjil. Dan aku benar-benar melakukannya! Dan kau tahu betapa senangnya melakukan apa yang ingin kaulakukan? Di dalam bintang-bintang, planet-planet, pantai. Aku tidak bisa merasakan gaya berat. Aku tidak merasakan bumi. Tidak peduli seberapa dalam aku menghentakkan kakiku, aku tidak merasakan apa pun. R: Kedengarannya seperti pengalaman spontan tentang nirwana atau samadhi sebagaimana yang dituturkan oleh pendeta India tentang “kekosongan”. Kau merasa seperti itu? E: Ya. Pengalaman sangat ganjil untuk menolak semua stimuli yang berkaitan dengan realitas. R: Itulah yang selalu dilatih oleh para yogi India. E: Ya, sekadar menolak rangsangan dari objek-objek nyata. K: Kau mendapati itu menyenangkan? E: Ketika aku bisa melakukan sesuatu, aku selalu mendapati itu menyenangkan.

Pembahasan Dari kenangan-kenangan awalnya dan pengalaman-pengalaman spontannya dengan trance atau altered state, Erickson mematangan sikap ingin tahunya tentang relativitas pengalaman manusia. Masalah kesehatannya sendiri memaksa dia mengenali perbedaan-perbedaan dalam fungsi persepsi inderawi tiap orang. Motivasi untuk studi awalnya dalam hipnosis dengan Clark Hull di tahun 1923 karena itu datang dari sumber-sumber dan pengalaman-pengalaman hidupnya yang sangat personal. Pengalaman otohipnotiknya yang pertama berlangsung di seputar proses pembelajaran; yakni berupa momen kreatif penemuan wawasan di mana ia

144

akhirnya melihat perbedaan antara angka 3 dan huruf m di dalam ledakan cahaya yang menyilaukan. Dalam pengalaman-pengalaman masa kecilnya kita melihat permulaan sebuah pola yang menunjukkan hubungan antara trance dan pembelajaran baru. Dalam hal ini ia sosok orisinal dalam sejarah hipnosis; ia memasuki wilayah ini dari sumber-sumber personalnya, yakni kesulitannya dalam pembelajaran dan berubahnya cara berfungsi persepsi inderawi. Sementara secara tradisional orang memasuki wilayah ini karena ketertarikan pada psikopatologi. Dari pengalaman masa kanak-kanaknya, datanglah pemahaman tentang otohipnosis atau trance sebagai kondisi lain di mana persepsi inderawi atau proses kognitif bisa melelahkan pikiran sadar sehingga realitas sehari-hari atau orientasi terhadap realitas (yang sudah mengalami generalisasi) bisa singkirkan, dilemahkan, atau dilumpuhkan. Dalam pengalamannya memulihkan diri sendiri dengan mengingat kenangan inderawi tentang bagaimana otot-ototnya bergerak, kita menyaksikan ia menemukan secara bertahap prinsip-prinsip dasar hipnosis. Mengingat kenangan inderawi merangsang proses-proses ideomotor dan ideosensori yang bisa menjadi basis untuk mempelajari kembali fungsi-fungsi yang hilang karena sakit. Dari sini jugalah bermula pendekatan utilisasi Erickson untuk menginduksi trance dan menggali serta memaksimalkan potensi perilaku dalam terapi organik dan masalah-masalah psikologis. Ia mengatakan, “Pelan-pelan aku belajar bahwa jika aku bisa berpikir mengenai berjalan dan lelah dan relaksasi, aku bisa terbebas [dari rasa nyeri]. Di sini ia menemukan untuk dirinya sendiri bagaimana relaksasi dan pemusatan perhatian pada realitas mental bisa menggantikan aspek-aspek menyakitkan dari orientasi sehari-hari atas realitas. Penekanan Erickson pada kenangan inderawi ketimbang imajinasi mengingatkan kita kepada konsep dasar Bernheim (1957) tentang sugesti sebagai peningkatan proses-proses ideomotor dan ideosensori. Di sana ada “transformasi bawah sadar dari pikiran ke dalam gerakan ... sensasi, atau ke dalam kesan inderawi.” Bernheim memberi contoh tentang bagaimana proses-proses ideodinamika semacam itu bekerja dengan membangkitkan “kesan-kenangan”

145

dalam diri subjek, yang kemudian dialami kembali sebagai fenomena hipnotik melalui sugesti. Penggunaan serangkaian kesan kenangan dan pengetahuan yang didapat sepanjang pengalaman adalah basis dari teori utilisasi dalam sugesti hipnotik Erickson (Erickson and Rossi, 1976). Pemanfaatan pengetahuan yang dimiliki pasien dalam respons hipnotik didiskusikan oleh Weitzenhoffer (1953) dan baru-baru ini dirumuskan kembali secara ekperimental (Johnson and Barber, 1976). Riset lanjutan akan sangat diperlukan untuk melihat kontribusi relatif pemanfaatan serangkaian kenangan dan pengetahuan pasien dibandingkan dengan penggunaan imajinasi murni (Sheehan, 1972) dalam respons hipnotik. Kita berasumsi bahwa aspek-aspek tertentu induksi trance dan deepening adalah fungsi imajinasi, tetapi respons ideodinamika tertentu lebih berbasis pada fungsi pengetahuan dan kenangan yang dimiliki oleh pasien dan bisa dimanfaatkan untuk memunculkan fenomena hipnotik. Kondisi somnambulistik Erickson saat menulis editorial adalah sumber personal yang lain dalam pemahamannya terhadap trance. Amnesia terhadap apa saja yang dilakukan dalam keadaan somnambulistik selanjutnya menjadi kriteria penting bagi kerja-kerja berbasis deep trance dan sejumlah bentuk hipnoterapi (Erickson dan Rossi, 1974). Pengalaman somnambulistik personal ini juga menjadi dasar untuk melatih orang lain melalui “pendekatan naturalistik” untuk mengalami otohipnosis. Erickson suka menegaskan bahwa pikiran sadar tidak tahu bagaimana melakukan otohipnosis; pikiran sadar hanya bisa mempersiapkan situasi agar itu terjadi. Kesulitan besar dalam mempelajari otohipnosis terletak pada hasrat pikiran sadar untuk mengendalikan prosesnya. Padahal seharusnya ia menyingkir dan menyerahkan semuanya kepada bawah sadar. Paradoks otohipnosis terdapat pada fakta bahwa kita memasuki trance karena niatan untuk mengendalikan setidaknya mengubah aspek-aspek tertentu pada perilaku yang biasanya otonom atau tidak kita sadari. Tetapi, kata Erickson, pikiran sadar tidak bisa mengendalikan bawah sadar. Paradoks ini diselesaikan dengan (1) mempersiapkan diri kita sendiri untuk mengalami trance dengan cara, misalnya,

146

menyediakan waktu di mana kita bisa nyaman dan tidak terganggu, kemudian membiarkan bawah sadar membawa kita semau dia. (2) Namun, sekali pikiran sadar mengenali bahwa trance sudah dicapai (dengan munculnya perubahan spontan dalam proses-proses inderawi, perseptif, motorik, atau kognitif), ia bisa memulai eksperimen terhadap perubahan-perubahan itu dengan meningkatkan dan menguranginya, mentransformasikannya dengan berbagai cara, mengalihkannya, dan sebagainya. Dalam cara ini pikiran sadar ikut serta dalam pola baru pembelajaran: bagaimana mengenali dan menolerir perubahan cara berfungsi dan akhirnya bahkan memodifikasi dan mengendalikan perubahan itu. Kemampuan para praktisi yoga dan tradisi-tradisi spiritual lainnya untuk mengubah dan mentransformasikan pengalaman batin mereka memberi kita contoh mengenai apa yang mungkin dicapai melalui trance dan kesadaran kita terhadap fungsi-fungsi psikologis. Dengan otohipnosis kita bisa mengeksplorasi dan memaksimalkan potensi. Eksplorasi ini bisa ditingkatka dengan memberi kesempatan dan penghargaan kepada potensi bawah sadar dan potensi pembelajaran baru yang bisa dicapai. Pikiran sadar tidak permah bisa memastikan apa yang akan dialami, tetapi ia bisa belajar berinteraksi secara konstruktif dengan apa pun pola baru yang disediakan oleh bawah sadar. Kesulitan besar dalam pembelajaran baru ini adalah munculnya ketakutan, ketika pola lama diinterupsi dan dibentuk ulang. Erickson mengembangkan pendekatannya melalui cara trial and error, dan kita tahu dari komentar istrinya bahwa itu merupakan upaya sangat keras yang bisa mengarah ke jalan buntu di mana bawah sadar, atau interaksi kreatif antara pikiran sadar dan bawah sadar tidak pernah terwujud. Waktu yang panjang dan upaya yang sangat keras dengan hasil yang tidak memadai bisa membuat orang takut. Kerena itu sangatlah bijak untuk mendapatkan pengalaman otohipnotik di bawah bimbingan orang yang berpengalaman. Ini bisa dilakukan dalam psikoterapi, workshop, atau programprogram eksperimental di mana perkembangan dicatat dan bimbingan diberikan (Fromm, 1973, 1974).***

147

Daftar Pustaka Bernheim. H. (1895). Suggestive Therapeutics. New York: Putnam. Erickson, M. (1959). Further techniques of hypnosis-utilization techniques. American Journal of Clinical Hypnosis, 2, 3-21. Erickson, M. (1964). Initial experiments investigating the nature of hypnosis. American Journal of Clinical Hypnosis, 7, 152-162. Erickson, M. (1967). Further experimental investigations of hypnosis: Hypnotic and nonhypnotic realities. American Journal of Clinical Hypnosis, 10, 87-135. Erickson, M., and Rossi, E. (1974). Varieties of hypnotic amnesia. American Journal of Clinical Hypnosis, 16,225-239. Erickson, M., Rossi, E., & Rossi, S. (1976). Hypnotic Realities. New York: Irvington. Fromm, E. (1973). Similarities and Differences Between Self-Hypnosis and Heterhypnosis. Presidential Address, American Psychological Association. Fromm, E. (1974). An Idiosyncronic Long-term Study of Self-Hypnosis. Paper presented at the American Psychological Association Convention. Johnson, R., and Barber, T. (1976). Hypnotic suggestions for blister formation: subjective and physiological effects. American Journal of Clinical Hypnosis, 18, 172-181. Rossi, E. (1972). Dreams and the Growth of Personality: Expanding Awareness in Psychotherapy. New York: Pergamon. Rossi, E. (1973). Psychological shocks and creative moments in psychotherapy. American Journal of Clinical Hypnosis, 16, 9-22. Sheehan, P. (1972). Hypnosis and the manifestations of imagination. In E. Fromm, & R. Shor (Eds.), Hypnosis: Research developments and perspectives. New York: Aldine-Atherton. Shor, R. (1959). Hypnosis and the concept of the generalized reality orientation. American Journal of Psychotherapy, 13, 582-602. Weitzenhoffer, A. (1953). Hypnotism: An Objective Study in Suggestibility. New York: Wiley.

148

Dr. Milton H. Erickson, MD Lahir: Aurum, Nevada, 5 Desember 1901. Meninggal: Phoenix, Arizona, Selasa 25 Maret 1980. Beberapa Catatan: • Serangan polio pertama: Agustus 1919, pada usia 17 tahun, oleh dokter divonis akan segera meninggal. • Serangan polio kedua: tahun 1952, pada usia 52 tahun, membuatnya menjalankan hipnosis di atas kursi roda. • Buta warna, buta nada, dan disleksia • Karya tulis: menerbitkan lebih dari 300 makalah profesional. • Praktek: menghipnotis lebih dari 30.000 orang. Penanganan Paling Lama • Kasus ‘February Man’ dari Michigan memerlukan waktu lebih dari 2 tahun. Dalam penanganan ini, Erickson bahkan menghadirkan sosok fiktif ke dalam dunia subjektif pasiennya, semata-mata karena pasiennya tidak memiliki pengalaman (sumberdaya eksperiensial) yang dibutuhkan untuk mengatasi masalahnya. “February Man” adalah sebutan untuk sosok fiktif yang diciptakan oleh Erickson, yang hadir menemui pasien di bulan Februari sebagai “sahabat ayahnya” untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada pasien yang dibawa regresi ke masa kecilnya. Penanganan Jangka Pendek • Di tahun 1970-an, ia terkenal dengan penanganan singkat, bahkan sering sangat singkat.. • Tahun 1973 ia membereskan masalah anak 8 tahun yang menghentak-hentakkan kaki hanya dalam 2 jam. • Berbagai kasus hanya memerlukan waktu 1 sampai 2 jam dengan teknik “shock” yang ia gunakan. Kesembuhan • Menurut Erickson, kesembuhan bukanlah akibat dari sugesti langsung, melainkan hasil reasosiasi pasien terhadap pengalamannya. Dalam upayanya mengatasi kelumpuhannya sendiri dan pelbagai hambatan fisik lain, ia mendapatkan sesuatu yang penting bahwa setiap sumberdaya eksperiensial bermanfaat untuk menciptakan perubahan. Dari sinilah muncul pandangannya bahwa kesembuhan adalah membuat segala sumberdaya eksperiensial bisa dijangkau ketika mereka dibutuhkan.

149

Kutipan: • “Bicaralah kepada klien dengan bahasa mereka.” • “Pijakkan satu kakimu di dunia klien dan satu kaki yang lain tetap di duniamu.” • “Tingkatkan, perkaya, dan perkuat setiap individu dalam cara masing-masing yang unik dan personal.”

150

Related Documents

Resistensi Antibiotik
January 2021 0
Resistensi Antibiotik
January 2021 0
Pasien Safety
March 2021 0

More Documents from "Midwife"