Modul Susah Buang Air Besar Gastro Modul 4 Dr. Dwi Anggita Sementara.docx

  • Uploaded by: Yayan Yustika
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Modul Susah Buang Air Besar Gastro Modul 4 Dr. Dwi Anggita Sementara.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 12,757
  • Pages: 74
Loading documents preview...
FAKULTAS KEDOKTERAN

Makassar,11 Januari 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

LAPORAN TUTORIAL MODUL 3 BUANG AIR BESAR BERDARAH BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI “SKENARIO 2”

TUTOR: dr. DWI ANGGITA, M.Kes DISUSUN OLEH: KELOMPOK 18 PBL JUMARTIKA IKA WULANDARI MZ (11020160093) ANDI RETNO AFIFAH (11020170001) AINUN JARIAH FAHAY (11020170145) NURLAN (11020170171) MARDIKA INTAN SETYA PUTRI LAODE (11020170060) YAYAN YUSTIKA SAIFULLAH (11020170122) M. AVIZENA ILHAMI S. (11020170078) NUR SAKINAH SAHRO (11020170097) YASMIN FADHILAH ARDIYATI (11020170089) LISDANINGSYH RUSDI (1102017008

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus. Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada: 1.

dr. Ratih Natasha Maharani, Sp.M, M.Kes.

selaku Sekretaris Blok

Gastroenterohepatologi 2.

dr. Dwi Anggita, M.Kes.selaku tutor

3.

Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi

dalam menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, Desember 2018

Kelompok 18

 SKENARIO 2 : Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan sulit BAB sejak 4 hari yang lalu. Ia juga mengeluhkan perutnya kembung dan terasa nyeri. Riwayat BAB disertai lendir sejak 6 bulan terakhit. Riwayat kebiasaan makan kurang serat dan banyak daging.  KATA KUNCI: 1.

Laki laki 50 tahun

2.

Sulit BAB sejak 4 hari lalu

3.

Perut kembung dan terasa nyeri

4.

BAB berlendir sejak 6 bulan terakhir

5.

Makan kurang serat dan banyak daging

 PERTANYAAN: 1.

Jelaskan Metabolisme Pencernaan Makanan!

2.

Apa yang menyebabkan Sulit Buang Air Besar ?

3.

Mengapa Pasien mengeluhkan perutnya kembung dan Nyeri?

4.

Apa hubungan mengonsumsi makanan kurang serat dan banyak daging dengan keluhan pasien ?

5.

Apa yang menyebabkan Buang Air Besar disertai lendir ?

6.

Langkah langkah diagnosis dari scenario !

7.

Apa Diagnosis Banding dari skenario ?

8.

Perspektif Islam yang berkaitan dengan Skenario !

 Pembahasan 1. Jelaskan Metabolisme Pencernaan Makanan! Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Proses pencernaan makanan dalam tubuh 1. Ingesti (penelanan) adalah proses pemasukan makanan kedalam mulut, disini terjadi proses pemotongan dan penggilingan makanan yang dilakukan secara mekanik oleh gigi. 2. Propulsi adalah pergerakan makanan sepanjang saluran pencernaan. Cara utama

propulsi

adalah

peristaltik,

gerakan

mendorong

makanan

disepanjang saluran pencernaan. Gerakan ini timbul akibat refleks dari adanya regangan pada saluran pencernaan oleh isi lumen. Gelombang kontraksi berjalan lambat sekitar 1 sampai 2 cm per detik atau lebih tergantung pada tempat saluran pencernaan. 3. Sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan bahan organik spesifik yang penting dalam proses pencernaan, misalnya enzim, mucus, atau garam empedu. 4. Pencernaan mekanis adalah proses dimana secara fisik makanan dipecahpecah menjadi bagian kecil-kecil. Proses ini dimulai dengan pengunyahan makanan dan dilanjutkan dengan peremasan otot lambung. Peremasan otot lambung terjadi di usus kecil melalui penyempitan otot dinding usus. Proses ini dikenal dengan Proses Sekmentasi, kontraksi otot lambung yang menimbulkan gerakan bolak-balik seperti gerakan mencampur. Gerakan ini memungkinkan makanan dapat bercampur dengan cairan, mukus dan enzim serta memungkinkan adanya perlambatan perjalanan makanan dalam saluran pencernaan dan memberikan kesempatan proses absorpsi lebih lama.

5. Pencernaan Kimiawi adalah proses pemecahan makanan secara kimiawi menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini dilakukan oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. 6. Absorpsi (penyerapan) adalah pergerakan molekul dari saluran pencernaan kedalam pembuluh darah dan pembuluh limpa yang berdekatan. Proses ini terjadi secara difusi pasif dan transfor aktif. Penyerapan adalah pintu masuknya makanan yang sudah dicerna kedalam tubuh. 7. Defekasi adalah proses membuang sisa makanan yang tidak dicerna melalui anus.

Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari Rongga Mulut, Esofagus, Lambung, Usus Halus, Usus Besar, Rektum,dan Anus.

1. Rongga Mulut

Mulut merupakan saluran pertama yang dilalui makanan. Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. a.

Gigi Memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan menjadi partikel yang kecil-kecil. Perhatikan gambar disamping.

b.

Lidah Memiliki peran mengatur letak makanan di dalam mulut serta mengecap rasa makanan.

c.

Kelenjar Ludah Ada 3 kelenjar ludah pada rongga mulut. Ketiga kelenjar ludah tersebut menghasilkan ludah setiap harinya sekitar 1 sampai 2,5 liter ludah. Kandungan ludah pada manusia adalah : air, mucus, enzim amilase, zat antibakteri, dll. Fungsi ludah adalah melumasi rongga mulut serta mencerna karbohidrat menjadi disakarida.

2.

Esofagus (Kerongkongan) Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.

3.

Lambung Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung. Dinding lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung. Senyawa kimiawi yang dihasilkan lambung adalah :

Senyawa Kimia Asam HCl

Fungsi Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin pada usus halus

Lipase

Memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit

Renin

Mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI). Hanya dimiliki oleh bayi.

Mukus

Melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.

Hasil penggerusan makanan di lambung secara mekanik dan kimiawi akan menjadikan makanan menjadi bubur yang disebut bubur kim. Fungsi lambung yaitu : a. Penyimpanan, adanya lipatan lambung (rugae), dinding lambung dapat mengembang sehingga mampu menyimpan makanan 2-4 Liter material. b. Pencampuran, lambung mencampurkan makanan dengan air dan getah lambung untuk menghasilkan media seperti Kim. c. Pemecahan Fisik, 3 lapisan otot polos pada otot luar meremas isi lambung secara fisik memecahkan makanan menjadi partikel kecil. Selain itu HCL membuka protein dan melepas zat perekat antar sel ( dari makanan ), dan membunuh bakteri yang ikut bersama makanan.

d. Pemecahan Kimiawi, protein secara kimiawi dipecah oleh enzim pepsin. Sel utama dan sel lambung lainnya dilindungi dari pencernaan diri karena sel utama menghasilkan dan menyereksi bentuk pepsin yang tidak aktif, pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin oleh HCL, hanya pepsinogen disekresi kedalam rongga lambung pencernaan protein dimulai. Begitu dimulai, lambung dilindungi oleh lapisan mukosa yang disekresi oleh sel mukosa. e. Pelepasan Teratur, pergerakan Kim menuju usus kecil diatur oleh katub diujung lambung, yaitu otot lingkar pilorus . 4.

Usus Halus Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah :

Senyawa Kimia

Fungsi

Disakaridase

Menguraikan disakarida menjadi monosakarida

Erepsinogen

Erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin. Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.

Hormon

Merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa kimia yang

Sekretin

dihasilkan ke usus halus

HormonCCK Merangsang hati untuk mengeluarkan cairan empedu ke dalam usus halus. (Kolesistokinin)

5.

Usus Besar (Kolon) Merupakan bagian akhir dari proses pencernaan dengan panjang sekitar 1.5 meter dan lebarnya 5-6 meter. Fungsi usus besar, yaitu : 1) Pencernaan

Mekanis.

Kontraksi

berirama

pada

usus

besar

menghasilkan semacam segmentasi yang disebut kontraksi haustra. Sisa makanan dicampur dan digerakkan dari sebuah haustra ke haustra lain. Kontraksi peristaltik menghasilkan

pergerakan material yang

lebih besar. 2) Pencernaan Kimia. Pencernaan terjadi sebagai hasil dari bakteri yang berkoloni diusus besar. Bakteri memecah makanan yang tidak tercerna secara fermentasi, melepaskan bermacam-macam gas. 3) Penyerapan. Vitamin B dan K, beberapa elektrolit dan sebagian besar sisa air diserap oleh usus besar. 4) Defekasi. Pergerakan massa feses ke rektum merangsang refleks dekasi yang membuka sfinger anus internal. Feses akan keluar dari anus jika sfinger luar dibuka secara sadar. 6.

Hati

Hati merupakan bagian dari tubuh yang terdapat dibawah sekat rongga badan dan mengisi sebagian besar sebagian besar dari bagian atas rongga perut sebelah kanan. Fungsi hati yaitu: 1) Memproduksi cairan empedu yang berguna untuk membantu pencernaan makanan. 2) Menawar

dan

menetralkan

racun

(detoksifikasi).

Hati

dapat

menghilangkan racun didalam darah dengan cara membersihkannya dari zat berbahaya seperti alkohol dan obat-obatan. 3) Membantu membuang zat bilirubin. Bilirubin adalah zat yang tidak baik untuk tubuh sehingga harus dibuat melalui sistem ekskresi. 4) Mengatur pembekuan darah

5) Mengendalikan sirkulasi hormon 6) Menghasilkan albumin yang berguna menjaga cairan dalam sirkulasi tubuh. 7) Memproduksi protein 8) Mengelola vitamin dan mineral 7.

Empedu Empedu adalah sebuah kantong berbentuk terang dan merupakan membran berotot yang

berwarna hijau kekuning-kuningan. Empedu

membantu pemecahan lemak didalam usus halus Fungsi empedu, yaitu : 1) Membantu fungsi kerja enzim pencernaan dengan bantuan enzim pankreas. 2) Membantu melarutkan lemak. 3) Membantu fungsi kerja enzim lipase mengubah lemak menjadi 2 molekul yaitu asam lemak dan gliserol. 4) Empedu berperan sebagai bakterisida, empedu memberikan dan menciptakan kondisi basa yang mampu menghambat bahkan mematikan mikroba yang akan masuk kedalam tubuh kita.

8.

Pankreas

1. Pankreas adalah sebuah kelenjar memanjang yang terletak dibelakang dan dibawah lambung. Setiap hari pankreas menghasilkan sekitar 1.5 Liter getah pencernaan yang mengandung enzim pemecah lipid, protein dan karbohidrat. 2. senyawa kimia yang dihasilkan kelenjar pankreas adalah : Senyawa Kimia

Fungsi

Bikarbonat

Menetralkan suasana asam dari makanan yang berasal dari lambung

Enterokinase

Mengaktifkan erepsinogen menjadi erepsin serta mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin. Tripsin mengubah pepton menjadi asam amino.

Amilase

Mengubah amilum menjadi disakarida

Lipase

Mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol

Tripsinogen

Tripsin yang belum aktif.

Kimotripsin

Mengubah peptone menjadi asam amino

Nuklease

Menguraikan nukleotida menjadi nukleosida dan gugus pospat

Hormon Insulin Menurunkan kadar gula dalam darah sampai menjadi kadar normal Hormon Glukagon

Menaikkan kadar gula darah sampai menjadi kadar normal

PROSES PENCERNAAN MAKANAN

Pencernaan makanan secara kimiawi pada usus halus terjadi pada suasana basa. Prosesnya sebagai berikut : a.

Makanan masuk kemulut dicerna secara mekanis dengan gigi dan kimiawi dengan adanya saliva yang mengandung enzim amylase dimana ini mengubah karbohidrat yang kita makan dari bentuk polisakarida menjadi disakarida. Lalu masuk ke lambung melalui esofagus.

b.

Makanan yang berasal dari lambung dan bersuasana asam akan dinetralkan oleh bikarbonat dari pancreas.

c.

Makanan yang kini berada di usus halus kemudian dicerna sesuai kandungan zatnya. Disakarida kemudian diuraikan oleh disakaridase menjadi monosakarida, yaitu glukosa. Glukaosa hasil pencernaan kemudian diserap usus halus, dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh peredaran darah.

d.

Makanan dari kelompok protein setelah dilambung dicerna menjadi pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan erepsin menjadi asam amino. Asam amino kemudian diserap usus dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh peredaran darah.

e.

Makanan dari kelompok lemak, pertama-tama akan dilarutkan (diemulsifikasi) oleh cairan empedu yang dihasilkan hati menjadi butiran-butiran lemak (droplet lemak). Droplet lemak kemudian diuraikan oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol. kemudian diserap usus dan diedarkan menuju jantung oleh pembuluh limfe.

Metabolisme Lemak Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati, yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energy. Lemak dalam darah diangkut dengan dua cara, yaitu melalui jalur eksogen dan jalur endogen.

Jalur eksogen Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan kolestrol. Trigliserida & kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida akan diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolestrol, sebagai kolestrol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserida, sedangkan kolestrol mengalami esterifikasi menjadi kolestrol ester. Keduanya bersama fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut Kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron tadi mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel, sehingga terbentuk asam lemak bebas (free fatty acid) dan kilomikron remnant

Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigiserid hati. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lemak, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas .

Kilomikron remnan akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Sebagian kolesterol yang mencapai organ hati diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti detergen & membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa (yang lemaknya telah diambil), dibuang dari aliran darah oleh hati. Kolesterol juga dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim yang disebut HMG Koenzim-A Reduktase, kemudian dikirimkan ke dalam aliran darah

b. Jalur endogen Pembentukan trigliserida dan kolesterol disintesis oleh hati diangkut secara endogen dalam bentuk VLDL.VLDL akan mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh

lipoprotein

lipase

yang

juga

menghidrolisis

kilomikron

menjadi

IDL(Intermediate Density Lipoprotein). Partikel IDL kemudian diambil oleh hati dan mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi produk akhir yaitu LDL.LDL akan diambil oleh reseptor LDL di hati dan mengalami katabolisme.LDL ini bertugas menghantar kolesterol kedalam tubuh. HDL berasal dari hati dan usus sewaktu terjadi hidrolisis kilomikron dibawah pengaruh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT). Ester kolesterol ini akan mengalami perpindahan dari HDL kepada VLDL dan IDL sehingga dengan demikian terjadi kebalikan arah

transpor kolesterol dari perifer menuju hati.Aktifitas ini mungkin berperan sebagai sifat antiterogenik

2. 3. Mengapa pasien mengeluhkan perutnya kembung dan nyeri ? Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Definisi nyeri tersebut menjelaskan konsep bahwa nyeri adalah produk kerusakan struktural, bukan saja respons sensorik dari suatu proses nosisepsi (berkenaan dengan reseptor untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera jaringan tubuh; cedera tersebut dapat berasal dari rangsang fisik, seperti rangsang mekanik, termal, atau listrik, atau dari rangsang kimia seperti adanya toksin atau kelebihan zan nontoksik), harus dipercaya seperti yang dinyatakan penderita, tetapi juga merupakan respons emosional

yang didasari atas pengalaman termasuk pengalaman nyeri

sebelumnya. Klasifikasi nyeri Nyeri diklasifikasikan berdasar beberapa hal, antara lain6 : 1) Berdasarkan waktu durasi nyeri: a. Nyeri akut: nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan, mendadak akibat trauma atau inflamasi, tanda respons simpatis, penderita anxietas sedangkan keluarga suportif. b. Nyeri kronik: nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus, tanda respons parasimpatis, penderita depresi sedangkan keluarga lelah.

2) Berdasarkan etiologi: a. Nyeri nosiseptif: rangsang timbul oleh mediator nyeri, seperti pada pasca trauma operasi dan luka bakar. b. Nyeri neuropatik: rangsang oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf, seperti pada diabetes mellitus, herpes zooster. 3) Berdasarkan intensitas nyeri: a. Skala visual analog score: 1- 10 b. Skala wajah Wong Baker: tanpa nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat. 4) Berdasarkan lokasi: a. Nyeri superfisial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam, terlokasi. b. Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul, kurang terlokasi. c. Nyeri visceral: nyeri berasal dari organ internal atau organ pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter. d. Nyeri alih/referensi: masukan dari organ dalam pada tingkat spinal disalahartikan oleh penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama. e. Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zooster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri yang dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak tersebut sesuai dermatom tubuh. f. Nyeri phantom: persepsi nyeri dihubungkan dengan bagian tubuh yang hilang seperti pada amputasi ekstremitas. Mekanisme nyeri Tiga hal penting dalam mekanisme nyeri yakni: mekanisme nosisepsi, perilaku nyeri, dan plastisitas nyeri.

Mekanisme nosisepsi a. Proses transduksi adalah rangsang noksius dapat berasal dari bahan kimia, seperti yang terjadi pada proses inflamasi menimbulkan sensitisasi dan mengaktifasi reseptor nyeri. Bisa juga diartikan sebagai pengubahan berbagai stimuli oleh reseptor menjadi impuls listrik yang mampu menimbulkan potensial aksi akhiran saraf. b. Proses transmisi adalah penyaluran impuls saraf sensorik dilakukan oleh serabut A delta bermyelin dan serabut C tak bermyelin sebagai neuron pertama, kemudian dilanjutkan traktus spinothalamikus sebagai neuron kedua dan selanjutnya di daerah thalamus disalurkan sebagai neuron ketiga sensorik pada area somatik primer di korteks serebri. c. Proses modulasi terjadi pada sistem saraf sentral ketika aktivasi nyeri dapat dihambat oleh analgesik endogen seperti endorphine, sistem inhibisi sentral serotonin dan noradrenalin, dan aktivitas serabut A beta. d. Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks, dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi sepanjang aktivasi sensorik yang sampai pada area primer sensorik korteks serebri dan masukan lain bagian otak yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri atau disebut dengan kesadaran akan adanya nyeri Jenis nyeri perut Nyeri perut dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik, dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut atau di luar rongga perut, misalnya di rongga dada . a.

Nyeri Viseral Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam ronggaperut, misalnya karena cedera atau radang.Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perutdipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan.Dengan demikian sayatan atau

penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa terasaolehpasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan, regangan atau terjadi kontraksiyang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia,seperti pada kolik atau radangakan timbul nyeri. Pasien

yang mengalami

menunjukkan

secara

tepat

nyeri

letak

viseral

nyeri

biasanyatidak dapat

sehingga

biasanya

ia

menggunakanseluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrionalorgan bersangkutan. Saluran cerna yang berasal dari usus depan (foregut), yaitu lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan pankreas menimbulkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagiansaluran cerna yang berasal dariusus tengah (midgut), yaitu usus halus dan usus besar sampai pertengahankolon

transversum

menyebabkan

nyeri

di

sekitar

umbilikus.Bagian saluran cerna lainnyayaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoidyang berasal dari usus belakang (hindgut) menimbulkan nyeri di perut bagian bawah.Demikian juga nyeri dari bulibuli dan rektosigmoid .Karena tidak disertai rangsanganperitoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktifbergerak.

b.

Nyeri somatik Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakanseperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjuk letak nyeri dengan jarinya secara tepat. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi atauproses radang. Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum danmenyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan

antara

kedua

peritoneumdapat

menyebabkan

perubahan

intensitas nyeri.Gesekan inilah yang menimbulkan nyerikontralateral pada apendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik berupa gerakan

tubuh maupungerakan nafas yang dalam atau batuk, akan menambah rasa nyeri sehinggapenderita gawat perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak bergerak, bernafas dangkal danmenahan batuk.

Pembagian Regio Abdomen Ada beberapa cara untuk menentukan permukaan dinding perut dalam beberapa regional 1. Dalam bentuk kuadran Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana. Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal dan vertikal) melalui umbilikus. Dengan cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah yang sering disebut :

1.

Kuadran kanan atas

2.

Kuadran kiri atas

3.

Kuadran kanan bawah

4.

Kuadran kiri bawah

Dalam bentuk regio Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik, yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan garis transversal yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).

Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi menjadi 9 regio:

1.

Regio hypocondriaca dextra

2.

Regio epigastrica

3.

Regio hypocondriaca sinistra

4.

Regio abdominal lateralis dextra

5.

Regio umbilicalis

6.

Regio abdominal lateralis sinistra

7.

Regio inguinalis dextra

8.

Regio pubica (hypogastrium)

9.

Regio inguinalis sinistra

Etiologi

Nyeri Yang Berasal Dari Perut v Inflamasi peritoneum parietal Ø Kontaminasi bakterial ·

Apendisitis yang mengalami perforasiatau perforasi viskus lainnya

·

Penyakit radang pelvis

Ø Iritasi kimiawi ·

Tukak yang mengalami perforasi

·

Pankreatitis

·

Mittelschmerz

v Obstruksi mekanis visera berongga Ø Obstruksi usus kecil dan besar Ø Obstruksi percabangan bilier Ø Obstruksi ureter v Gangguan vaskuler

Ø Embolisme atau trombosis Ø Pecahnya vaskuler Ø Tekanan atau penyumbatan akibat torsi Ø Anemia sel sabit v Dinding perut Ø Distorsi dan traksi mesenterium Ø Trauma atau infeksi otot-otot v Distensi permukaan viseral Ø Perdarahan hatiatau kapsula ginjal v Peradangan viskus Ø Apendisitis Ø Demam tiphoid Ø Typhlitis Nyeri Alih Bersumber Di Luar Abdomen v Toraks Ø Infark miokard akut Ø Miokarditis, endokarditis, perikarditis Ø Gagal jantung kongestif Ø Pneumonia Ø Emboli paru Ø Pleurodinia Ø Pneumotoraks Ø Empiema Ø Penyakit esofagus, spasme, ruptur, peradangan v Genitalia Ø Torsio testis Kausa Metabolik v Diabetes v Uremia v Hiperlipidemia

v Hiperparatiroidisme v Insifisiensi adrenal akut v Familial Mediterranean fever v Porfiria v Defisiensi inhibitor esterase C’I (angioneurotic edema) Kausa Neurologi/ Psikiatri v Herpes zoster v Tabes dorsalis v Kausalgik v Radikulitis karena infeksiatau artritis v Kompresi tulang belakangatauserabut saraf v Gangguan fungsional v Gangguan psikiatri Kausa Racun v Keracunan timbal v Gigitan serangga atau hewan lain Ø Laba-laba black widow Ø Gigitan ular Mekanisme lain v Penggunaan narkoba v Heat stroke

Etiologi mual dan muntah 

Gangguan GI track/Gastritis akut



Penyebab dari pusat (sinyal-sinyal dari otak)



Terkait dengan

penyakit lain yang jauh

perawatan medis 

Kehamilan

Gangguan GI track/Gastritis akut

dari

lambung obat-obat

dan

Ada agen yang menyerang yang mengiritasi lapisan dari lambung antara lain : 

Infeksi ( bakteri keluarga Helicobacter (seperti H.Pylori / virus )



Gastroentretis



Keracunan makanan



Iritan Lambung :alkohol,merokok, dan obat NSAID (aspirin ibuprofen) mengiritasi lapisan lambung. 

Peptic ulcer: mencakup iritasi lapisan lambung ringan sampai ke

pembentukan kerusakan pada lapisan pelindung lambung yang disebut ulcer. 

Penyakit

refluks

gastro

esoph (PRGE

atau

GERD

atau

reflux

esophagitis): dihubungkan dengan iritasi dari lapisan esophagus. Sinyal dari otak  Sakit

Kepala: terutama migren Telinga dalam labyrinthitis,benign postural

vertigo  Luka

Kepala :Segala penyakit atau luka yangmeningkatkantekanan

didalam intracranialàmuntah. Dapat disebabkanolehpembengkakan otak (gegar otak atau trauma kepala), infeksi (meningitis atau encephalitis), tumor, atau keseimbangan abnormal dari elektrolitdan air dalam aliran darah. 

Noxious stimulus: Bau-bau atau suara-suara



kelelahan karena panas, terik matahari yang ekstrem, atau dehidrasi.

Terkait dengan penyakit lain 

Diabetes: karena

gastroparesis,kondisi

dimana lambung gagalmengosongkan diri secara tepat dan kemungkinan disebabkan generalizedneuropathy (kegagalan dari syaraf dalam tubuh untuk mengirim sinyal yang tepat ke dan dari otak) à komplikasi  Presentasi

yang tidak khas dari angina : penyakit menyebabkan mual

danmuntah, meskipun tidak ada keterlibatan langsung dari lambung atau

saluran à terutama jika myocardial infarction mempengaruhi jantung bagian bawah.  gangguan

makan: Pasien-pasien

dengan

bulimia akan

mempunyai

muntah yang diinduksi sendiri, membersihka sebagai bagian dari penyakit jiwa (psikiatris) mereka. Obat Dan Perawatan Medis 

Terapi radiasi: Mual dan muntah dihubungkan dengan terapi radiasi.



Efek sampingan obat: termasuk iritasi lambung dan/atau mual dan

muntah. 

Obat-obat anti kanker adalah iritan-iritan yang terkenal karena efek

buruknya(contohnya, perawatan kemoterapi). 

Obat-obat nyeri narkotik, obat-obat anti-peradangan (steroid-steroid

seperti prednisone dan obat-obat nonsteroid seperti ibuprofen) antibiotikantibiotik, mual dan muntah yang terdaftar sebagai efek-efek sampingan yang umum. Kehamilan Muntah

pada

kehamilan

terutama pada

tiga

semester

pertama

dan disebabkan oleh perubahan-perubahan tingkat hormon dalam aliran darah. 4. Apa hubungan makan makanan rendah serat dan banyak daging dengan keluhan pasien?  Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras. Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan dalam usus besar karena sejumlah besar tinja yang kering dankeras pada kolon yang menumpuk sehingga penyerapan berlangsung lama. Tekanan tinggi ini dapat memaksa bagian dari dinding usus besar (kolon) keluar dari sekitar otot, membentuk kantong kecil yang disebut divertikula

 Pasien banyak mengkonsumsi daging, yang dimana daging memiliki protein yang tinggi. Dalam usus halus protein di urai menjadi asam amino, kemudian keusus besar, Jika asam amino yang dihasilkan dari proses pencernaan protein memiliki jumlah yang berlebih, asam amino tersebut kemudian akan dirombak menjadi senyawa-senyawa sepertiamoniak (NH3) dan amonium (NH4OH). Pada tahap selanjutnya, semua senyawa ini kemudian dibuang melalui saluran kencing atau bersama dengan feses. Jika berlebihan maka senyawa-senyawa ini bersama dengan feses akan menjadi keras karena kurangnya serat yang berfungsi menarik cairan agar feses lebih lembek dan mudah dikeluarkan.

5. Apa yang menyebabkan Buang Air Besar disertai lendir ? Mekanisme Defekasi Normal Gerakan peristalis usus dari otot – otot dinding usus besar menggerakkan tinja dari saluran pencernaan menuju ke rektum. Pada rektum terdapat bagian yang membesar ( yang disebut ampulla ) yang menjadi tempat penampungan sementara tinja. Otot – otot dinding rektum yang di pengaruhi oleh sistem saraf sekitarnya dapat membuat rangsangan untuk mengeluarkan tinja keluar dari tubuh. Ketika rectum telah penuh, tekanan rectum akan terus meningkat dan menyebabkam rangsangan untuk membuang air besar. Tinja akan di dorong melalui saluran anus, otot sphinter anus akan membuka lubang anus untuk mengeluarkan tinja.

Mekanisme BAB berlendir Ketika mukosa usus (terutama pada mukosa usus besar) teriritasi maka dapat menyebabkan sel goblet menjadi lebih aktif. Sel-sel goblet menghasilkan banyak mucus yang berfungsi untuk proteksi mukosa. Ketika mucus jumlahnya terlalu berlebihan maka dapat muncul dalam feses dan bermanifestasi sebagai feses berlendir

6. Langkah langkah diagnosis dari scenario ! A. 1.

ANAMNESIS Pemeriksa

mengucapkan

salam,

berdiri

&

berjabat

tangan,

mempersilahkan pasien duduk berseberangan /berhadapan, dan menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif. 2. Menanyakan identitas : Nama : Bapak X Umur : 50 tahun Alamat : Jln. X Pekerjaan pasien : 3. Menanyakan keluhan utama dan menggali riwayat penyakit saat ini. Tanyakan : - keluhan utama :Sulit BAB - onset dan durasi keluhan :4 hari yang lalu - hal-hal yang memperberat dan meringankan keluhan : (-) - gejala lain yang berhubungan dengan keluhan utama : Perutnya kembung dan terasa nyeri, BAB disertai lender sejak 6 bulan terakhir 4. Menanyakan keluhan pada sistem lain (-) Tanyakan: - Riwayat Demam (-), sakit kepala (-), penurunan berat badan (+) Keluhan pada saluran napas dan nyeri dada (-) 5. - Menggali penyakit terdahulu

- Riwayat kebiasaan :Makan kurang serat dan banyak daging, minum alcohol (-), menggunakan obat non-steroid antiinflamasi atau jamu (-), minum yang bersifat korosif (-) - Riwayat pengobatan (+) Mengonsumsi obat anti diare sejak 6 bulan lalu - Riwayat penyakit dalam keluarga (-) 6. Cross check hasil anamnesis Berdasarkan hasil anamnesis maka diagnosis yang didapatkan antara lain ialah Diverticulitis, Polip, Irritab B.

PEMERIKSAAN FISIK A. Inspeksi 1. Inform Consent 2. Melakukan cuci tangan rutin 3. Pasien dibaringkan pada posisi supine dengan sumber cahaya meliputi kepala hingga kaki, meliputi abdomen 4. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien 5. Penilaian Tanda Vital dan status gizi 

PEMERIKSAAN TANDA VITAL 1. Pemeriksaan Tekanan darah Tekanan

Sistolik Tekanan

(mmHg)

(mmHg)

Normal

<120

<80

Pre-Hipertensi

120-139

80-89

Klasifikasi Tekanan Darah

Diastolik

Hipertensi Stage 1

140-159

90-99

Hipertensi Stage 2

>160

>100

2. Pemeriksaan nadi/arteri Hasil pemeriksaan nadi/arteri : 

Jumlah frekuensi nadi per menit (Normal pada dewasa : 60-100 kali/menit) Takikardia bila frekuensi nadi > 100 kali/menit, sedangkan bradikardia bila frekuensi nadi< 60 kali/menit



Irama nadi: Normal irama teratur



Pengisian : tidak teraba, lemah, cukup (normal), kuat, sangat kuat



Kelenturan dinding arteri : elastis dan kaku



Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal : nadi kanan dan kiri sama)



Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut jantung (Normal :tidak ada perbedaan).

Abnormalitas pemeriksaan nadi/arteri : 

Pulsus defisit: frekuensi nadi/arteri lebih rendah daripada frekuensi denyut jantung (misalnya pada fibrilasi atrium).



Pulsus seler (bounding pulse, collapsing pulse, water-hammer pulse, Corrigan's pulse), disebabkan upstroke dan downstroke mencolok dari pulsus, misalnya pada tirotoksikosis, regurgitasi aorta, hipertensi, Patent Ductus Arteriosus (PDA), fistula arteriovenosus.



Pulsus tardus (plateau pulse) : disebabkan karena upstroke dan downstroke yang perlahan, misalnya pada stenosis katup aorta berat.



Pulsus alternan : perubahan kuatnya denyut nadi yang disebabkan oleh kelemahan jantung, misalnya pada gagal jantung, kadang-kadang lebih nyata dengan auskultasi saat mengukur tekanan darah.



Pulsus bigeminus : nadi teraba berpasangan dengan interval tak sama dimana nadi kedua biasanya lebih lemah dari nadi sebelumnya. Kadang-kadang malah tak teraba sehingga seolah-olah merupakan suatu bradikardia atau pulsus defisit jika dibandingkan denyut jantung.



Pulsus paradoksus : melemah atau tak terabanya nadi saat inspirasi. Sering lebih nyata pada auskultasi saat pengukuran tekanan darah, di mana pulsus terdengar melemah saat inspirasi, dan biasanya tak melebihi 10 mmHg. Bisa pula disertai penurunan tekanan vena jugularis saat inspirasi, misalnya pada gangguan restriksi pada effusi perikardium, tamponade perikardium, konstriksi perikard, sindrom vena kava superior, atau emfisema paru.

3.

Pemeriksaan Pernafasan 1. Frekuensi : Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan

inspeksi, palpasi, atau dengan menggunakan stetoskop. Normalnya frekuensi nafas orang dewasa sekitar 14 – 20 kali per menit dengan pola nafas yang teratur dan tenang. 2. Irama pernapasan : reguler atau ireguler 4.

Pemeriksaan Suhu Rata-rata suhu normal dengan pengukuran oral adalah 37 0C. Suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral ± 0,4 - 0,5 0C. Suhu aksila lebih rendah dari suhu oral sekitar 0,5 0C - 1 0C.

5.

PEMERIKSAAN STATUS GIZI Indeks Massa Tubuh (IMT) Gunakan rumus berikut untuk menghitung Indeks Massa Tubuh.

Berat badan (kg) IMT = ---------------------------------------------Tinggi Badan (m) x Tinggi badan (m)

Kurus

Kategori

IMT

Kekurangan berat badan tingkat berat

< 17.00

Kekurangan berat badan tingkat ringan

17.0 –18.4 18.5 – 25.0

Normal Gemuk

Kelebihan berat badan tingkat ringan

25.1 – 27.0

Kelebihan berat badan tingkat berat

> 27.0

6. Inspeksi secara umum pasien dari kepala hingga ekstremitas, seperti adanya icterus (-), anemis (+), sianosis (-) 7. Membagi permukaan dinding abdomen dalam beberapa regio: a. Dengan menarik garis median dan garis tegak lurus terhadap garis median abdomen melalui umbilikus. Dinding abdomen terbagi menjadi 4 regio, yaitu kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah, dan kuadran kiri bawah. b. Pembagian yang lebih rinci adalah dengan menarik dua garis vertikal sejajar garis midklavikularis kanan dan kiri; dan dua garis horisontal yaitu garis melalui ujung bawah kosta kanan-kiri dan garis melalui krista iliaka kanan-kiri. Dinding abdomen terbagi menjadi 9 regio, yaitu regio epigastrium (1), hipokondrium dekstra (2), regio hipokondrium sinistra (3), regio umbilikalis (4), regio lumbalis dekstra (5), regio lumbalis sinistra (6), regio hipogastrium atau suprapubik (7), regio inguinal dekstra (8), dan regio inguinal sinistra (9).

8.

Inspeksi regio abdomen dilakukan beberapa menit untuk melihat kontur abdomen, adanya skar (-), kongesti vena (-), peristaltik yang tampak atau adanya massa (darm contour dan darm steifung)(-)

9. Melihat distensi abdomen : obesitas (-), asites (-), kehamilan (-), faecal mass dan neoplasma(-)

B. Auskultasi 1. Penderita diminta rileks dan bernafas seperti biasa 2. Pusatkan perhatian pertama pada suara yang ada di abdomen dengan menggunakan bel stetoskop di atas mid-abdomen 3. Mendengarkan bising usus. Frekuensi bising usus normal sekitar 5-10 detik setiap peristaltik atau berkisar 6-12 kali peristaltik /menit. 4. Meletakkan steteskop pada empat kuadran abdomen 5. Mulailah melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar : - bunyi peristaltik dapat didengarkan dibawah umbilikus diatas suprabupik, atau dapat dilakukan di berbagai temapat - diatas dan di kanan umbilikus mendengarkan bunyi bergerumuh dari hepatik rub - murmur aorta abdominal 5 jari dibawah processus xipoideus atau pada regio epigastrium -

bruit dari karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium dan splenik friction rub dilateral

6 Bila peristaltik tidak segera terdengar, lanjutkan mendengar selama 5 menit.

7. Metalic Sound pada Ileus Obstruktif 8. Catat hasil auskultasi

C. Palpasi 1. Tangan pemeriksa harus hangat sesuai suhu ruangan/tubuh 2. Melakukan percakapan dengan pasien sambil melakukan palpasi 3. Dinding abdomen dilemaskan dengan cara meminta pasien menekuk kaki hingga membentuk sudut 45-60°. 4. Melakukan palpasi superfisial : - telapak tangan secara perlahan-lahan ditempatkan di abdomen dengan jari-jari adduksi kemudian ditekan lembut ke dinding abdomen dengan kedalaman 1 cm - kuku jari jangan sampai menusuk dinding abdomen 5. Melakukan palpasi dalam dengan langkah yang sama pada palpasi ringan namun menekan lebih dalam. Pada saat gerakan menekan ke bawah, ujung jari masuk ke dinding abdomen dan menemukan struktur dibawahnya dengan rata-rata tekanan ke atas dan kebawah 4-5 cm. Nilai apabila ada nyeri tekan pada perut sebelah kanan (-) atau massa tumor (-) tetapi jika hasilnya positif maka lakukan palpasi bimanual. 6. Perhatikan wajah atau ekspresi pasien saat melakukan palpasi Apabila ditemukan massa pada abdomen, dilakukan penilaian dalam hal : lokasi, ukuran, besar, konsistensi, kekenyalan, mobilitas dan pulsasi. 7. Pemeriksaan Hepar - Dinding abdomen yang lemas dengan cara kaki ditekuk hingga membentuk sudut 45-60°.

- Palpasi dilakukan dengan menggunakan sisipalmar radial tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat dibawah palmar manus. Arah jari membentuk sudut 45° dengan garis median. Ujung jari berada pada bagian lateral muskulus rektus abdominalis (pada garis median untuk memeriksa lobus kiri hepar). - Pasien diminta untuk menarik nafas panjang. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan kebawah, kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke arah dorsal dan kranial dalam arah parabolik. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung kosta kanan - Menentukan besar, tepi, permukaan, konsistensi hepar (bila membesar). (-)

8. Pemeriksaan Limpa: - Dinding abdomen yang lemas dengan cara kaki ditekuk hingga membentuk sudut 45-60°. - Pembesaran limpa diukur menggunakan garis Schuffner, yaitu garis dari lengkung kosta kiri melewati umbilikus menuju spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan, kemudian garis ini dibagi 8 titik dimana umbilikus merupakan titik 4. - Palpasi dilakukan dengan menggunakan sisi palmar radial tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat dibawah palmar manus. Arah jari membentuk sudut 45° dengan garis median. - Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju tepi lengkung kosta kiri.

- Pasien diminta untuk menarik nafas panjang. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan kebawah, kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke arah dorsal dan kranial dalam arah parabolik. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung kosta kiri. - Menentukan besar, konsistensi limpa (bila membesar). (-) 9. Palpasi indirect rebound tenderness (nyeri memantul) : menekan ujung jari perlahan-lahan ke dinding abdomen kiri bawah, paraumbilical kiri, bila nyeri tekan (+) kemudian secara tiba-tiba menarik kembali jarijari, disebut sebagai Blumberg sign. (-) 10. Nyeri tekan pada kandung empedu yang membesar dan dapat diraba pada waktu inspirasi (Murphy sign) merupakan petunjuk penting adanya kolesistitis. tanda paling khas dan konstan dari kandung empedu yang kepekaannya berlebihan adalah ketidakmampuan pasien melakukan inspirasi dalam dan penuh, kalau jari-jari pemeriksa menekan ke dalam dibawah lengkung kosta kanan; inspirasi berhenti mendadak, seakan-akan pernafasan berhenti. (-)

D. Perkusi 1. Melakukan perkusi pada ke empat kuadran abdomen 2. Perkusi batas atas hepar di garis midklavikula kanan, dimulai dari pertengahan dada, dari atas ke baw 3. Bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai hepar, dilanjutkan ke bawah, bunyi redup menjadi tympani bila perkusi di atas kolon 4. Menentukan lokasi dan ukuran hepar

PEMERIKSAAN KHUSUS

1. Shifting dullness : - Perkusi dari daerah mid-abdomen ke arah lateral, tentukan batas bunyi timpani dan redup - Meminta pasien berbaring pada posisi lateral - Ascites (+) bila terjadi perubahan bunyi dari redup ke tympani pada lokasi yang sama 2. Fluid Wave (undulasi test) : - Tangan perawat atau tangan pasien sendiri diletakkan di bagian tengah abdomen secara vertikal - Menekan tangan tsb pada dinding abdomen - Mengetuk salah satu pinggang, sementara tangan yang satu mempalpasi sisi yang lain - Merasakan ada tidaknya gelombang cairan 3. Iliopsoas sign : - Meminta pasien untuk meluruskan kedua tungkainya dan merentangkan tungkai kanan - Pemeriksa menahan lutut pasien - Mengulangi pemeriksaan serupa pada tungkai kiri - Melaporkan hasil pemeriksaan iliopsoas sign 4. Obturator sign : - Posisikan pasien dengan tungkai kanan fleksi 900 pada panggul dan lutut - Tahan tungkai pasien diatas lutut pada persendian - Rotasikan tungkai ke latero medial

- Melaporkan hasil pemeriksaan obturator sign

5. Rectal Touche Periksa dan aturlah alat yang dibutuhkan -

Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemihnya, apabila pasien tidak mampu mengosongkan kandung kemihnya sendiri maka lakukan kateterisasi urine. Kemudian bantu pasien dalam posisi litotomi.

-

Persiapan untuk melakukan colok dubur

-

Lakukan cuci tangan rutin

-

Pasanglah handscoen pada kedua tangan

-

Pemeriksaan Colok Dubur

-

Penderita berada dalam posisi litotomi.

-

Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus. Perhatikan apakah ad tanda-tanda hemoroid, penonjolan/nodul, fistel atau bekas operasi.

-

Oleskan jelly pada jari telunjuk yang menggunakan handscoen

-

Masukkan jari telunjuk kedalam anus, perlahan lahan sentuhlah spincter ani dan mintlah penderita untuk bernafas seperti biasa sambil menilai tonus spincter ani tersebut. Tangan yang satu berada diatas supra pubis dan tekanlah kearah vesica urinaria.

-

Doronglah jari telunjuk kearah dalam anus sambil menilai ampulla dan dinding rectum apakah dalam keadaan kosong atau ada massa feses, terdapat tumor, hemoroid, batu urethra.

-

Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12 untuk meraba kelenjar prostat

-

Raba dan nilai hal-hal tersebut:

1. Permukaan atau mukosa rectum 2. Pembesarannya: Pole atas teraba atau tidak 3. Konsistensi: keras atau lembut 4. Simetris atau tidak 5. Berbenjol-benjol atau tidak 6. Terfiksir atau tidak 7. Nyeri tekan atau tidak 8. Ada Krepitasi atau tidak -

Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari dan periksalah apakah ada darah, lendir, feses pada handscoen

-

Melepaskan Handscoen

-

Bersihkan handscoen dengan air mengalir, gosokkan tangan untuk membersihkan bercak darah atau cairan tubuh lainnya yang menempel pada handscoen. Kemudian bukalah handscoen lalu masukkan dalam baskom berisi larutan clorin 0,5% atau ketempat sampah medis.

-

Lakukan cuci tangan rutin

-

Lakukan perpisahan dengan pasien

Pemeriksaan penunjang 1. Endoskopi Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat dilakukan dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan kolonoskopi

total.

Kolonoskopi

memberikan

keuntungan

sebagai

berikut,yaitu tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95%, kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnostik

(biopsi)

dan

terapi

(polipektomi),

kolonoskopi

dapat

mengidentifikasi dan melakukan reseksi synchronous polyp dan tidak ada paparan radiasi. Sedangkan kelemahan kolonoskopi adalah pada 5–30% pemeriksaan tidak dapat mencapai sekum, sedasi intravena selalu diperlukan, lokalisasi tumor dapat tidak akurat dan tingkat mortalitasnya adalah 1 : 5.000 kolonoskopi. 2. Barium enema dengan kontras ganda Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda karena memberikan keuntungan sebagai berikut, sensitivitasnya untuk mendiagnosis KKR: 65-95%, aman, tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi, tidak memerlukan sedasi dan telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit. Sedangkan kelemahan pemeriksaan barium enema, yaitu lesi T1 sering tak terdeteksi, rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid dengan divertikulosis dan di sekum, rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar, rendahnya sensitivitas (70-95%) untuk mendiagnosis polip <1 cm dan ada paparan radiasi. 3. CT colonography (Pneumocolon CT) Pemeriksaan CT colonography dipengaruhi oleh spesifikasi alat CT scan dan software yang tersedia serta memerlukan protokol pemeriksaan khusus. Modalitas CT yang dapat melakukan CT colonography dengan baik adalah modalitas CT scan yang memiliki kemampuan rekonstruksi multiplanar dan 3D volume rendering. Kolonoskopi virtual juga memerlukan software khusus. Keunggulan CT colonography adalah dapat digunakan sebagai skrining setiap 5 tahun sekali (level of evidence 1C, sensitivitas tinggi di dalam mendiagnosis KKR); toleransi pasien baik; dapat memberikan informasi keadaan di luar kolon, dan termasuk untuk menentukan stadium melalui penilaian invasi lokal, metastasis hepar, dan kelenjar getah bening. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat mendiagnosis polip <10 mm; memerlukan radiasi yang lebih tinggi, tidak dapat menetapkan adanya metastasis pada kelenjar getah bening apabila kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran, jumlah spesialis radiologi yang berkompeten masih terbatas, modalitas CT scan dengan

software yang mumpuni masih terbatas; jika persiapan pasien kurang baik, maka hasilnya sulit diinterpratasi; permintaan CT scan abdomen dengan diagnosis klinis yang belum terarah ke keganasan kolorektal akan membuat protokol CT scan abdomen tidak dikhususkan pada CT colonography; dan tidak dapat dilakukan biopsi atau polipektomi.

7. Apa Diagnosis Banding dari skenario ? a.

PENYAKIT DIVERTIKULAR PENDAHULUAN ` Di negara-negara maju, penyakit divertikular (PD) merupakan kelainan yang sering ditemukan, yaitu 30-55% dari populasi; dan disebut sebagai penyakit defisiensi serat. Sebaliknay di negara berkembang seperti Afrika dan Asia, PD jarang di temukan oleh karena makanan yang dikomsumsi mengandung banyak serat. Divertikel dapat terjadi sepanjang saluran cerna tetapi terutama dalam kolon, khususnyan kolon sigmoid. DEFINISI Penyakit divertikular merupakan suatu kelainan di mana terjadi herniasi mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon yang lemah yaitu tempat di mana vasa rekta menembus dinding kolon. Herniasi dari mukosa/submukosa dan ditutupi oleh lapisan serosa yang tipis disebut Pseudodivertikular atau false divertikular; biasanya bersifat acquired (didapat setelah lahir). Apabila semua dinding kolon mengalami herniasi disebut true divertikular dan biasanya bersifat kogenital (dibawa dari lahir). Berapa istilah yang berhubungan dengan PD:



Divertikulosis: ditemukan satu atau lebih divertikel dalam kolon



Devertikula: bila ditemukan banyak divertikel



Predivertikular: terjadi herniasi mokosa/submokosa dan masih tetap berada pada dinding kolon. Peridivertikulitis merupakan respons inflamasi yang melampaui divertikulum itu sendiri.



Divertikulitis: merupakan perforasi dari divertikulum yang diikuti oleh infeksi dan inflamasi yang menyebar ke dinding kolon, epiploic appendage, mesenterium organ-organ sekitar atau mikro/makro perforasi bebas ke kavum peritonium.

EPIDEMIOLOGI Prevalensi PD menurut umur ternyata ditemukan semakin tua usia, semakin tinggi PD; sedangkan pada usia <40 tahun ke bawah jarang ditemukan. Prevalensi PD pada laki-laki obesitas usia <40 tahun ditemukan 25%, usia 60 tahun 30%, usia di atas 70 tahun 50% dan di atas 80 tahun menjadi 80%. Menurut jenis kelamin, PD pada usia < 50 tahun lebih banyak di temukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, usia 50-70 tahun perempuan sedikit lebih banyak dari laki-laki dan usia >70 tahun perempuan

lebih

sering daripada

laki-laki.

Pada

pemeriksaan

kolonoskopi terhadap 876 pasien di RS. Pendidikan di Makassar, ditemukan 25 pasien (2.85%) PD dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 5 : 3, umur rata-rata 63 tahun dengan Prosentasi terbanyak pada usia 60-69 tahun, hematokezia merupakan gejala terbanyak dan lokalisasinya terutama di kolon bagian kiri (sigmoid/desenden). ETIOLOGI DAN PATAGENESIS Menurut Painter dan Burkitt pada tahun 1960, penyebab terjadinya PD adalah kurangnya serat dan rendahnya residu dalam makanan yang dikonsumsi karena telah diolah di pabrik, seperti

gandum, biji-bijian, konsumsi gula, tepung, daging dan makanan kaleng yang banyak sehingga menyebabkan perubahan milieu interior dalam kolon. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian-penilitian selanjutnya dimana tebukti bahwa kurangnya serat dalam makanan merupakan faktor utama terjadinya PD sehingga disebut sebagai penyakit defisiensi serat. Konsumsi makanan yang berserat tinggi, terutama serat yang tidak larut (selulosa) yang terkandung dalm biji-bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan, akan berpengaruh pada pembentukan tinja yang lebih padat dan besar sehingga dapat memperpendek waktu transit teses dalam kolon dan mengurangi tekanan intraluminal yang mencengah timbulnya divertikel. Disamping itu, serat penting dalam fungsi fermentasi bakteri dalam kolon dan merupakan substrat utama dalm produksi asam lemak rantai pendek yang berpengaruh pada pengadaan energi

yang

dibutuhkan

mukosa

kolon,

menghasilkan

atau

mempengaruhi pertumbuhan mukosa dengan cara meningkatkan aliran darah. Pada mereka yang mengkonsumsi kurang serat akan menyebabkan penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu transit kolon yang lebih lambat sehingga absorbsi air lebih banyak dan output yang menurun menyebabkan tekan dalam kolon meningkat untuk mendorong massa feses keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan akibat kontraksi otot sirkuler dinding kolon untuk mendorong isi lumen dan menahan passase dari material dalam kolon merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya PD.

Pada segmentasi yang meningkat akan terjadi oklusi pada kedua ujung segmen sehingga tekanan intraluminal meningkat secara berlebihan terjadi herniasi mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel. Hal lain yang berpengaruh pada kejadian divertikel adalah faktor usia di mana pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik dinding kolon sebagai akibat perubahan struktur kolangen dinding usus. Beberapa faktor lingkungan yang diduga berpengaruh pada kejadian divertikel adalah konsumsi daging (red meat) berlebihan dan makanan tinggi lemak. Merokok, minum kopi (kafein) dan alkohol, tidak terbukti berpengaruh pada kejadian divertikel; namun merokok dan penggunaan obat antiinflamasi non-steroid (asetaminofen) meningkatkan risiko timbulnya komplikasi. Distribusi divertikel dalam kolon, antara lain kolon sigmoid 95% hanya sigmoid 65% dekat sigmoid (sigmoid normal )4%, seluruh kolon 7%. GAMBAR KLINIK DAN KOMPLIKASI Penyakit divertikular pada umumnya tidak memberikan gejala klinik pada 70-75% pasien. Apabila timbul divertikulitis (15-25%) dengan komplikasinya, akan menimbulkan nyeri perut pada kuadran kiri bawah, demam dan leukositosis yang merupakan gejala penting walaupun tidak spesifik. Pada divertikulitis dapat terjadi inflamasi dalam berbagai tingkat, mulai dari inflamasi lokal subklinis sampai terjadi peritonitis generalisata akibat perforasi sebagai komplikasi. Komplikasi akibat divertikulitis dapat terjadi pada 25% kasus berupa plegmon, abses, peredaran, perforasi berupa mikro/makro perforasi, obstruksi usus dan fistula.

Pada pemerikasaan fisis. PD biasanya tidak memberi tanda fisik, namun kemungkinan ditemukan nyeri palpasi pada perut kiri. Bila ditemukan nyeri rebound yang jelas pada palpasi, ini merupakan tanda adanya iritasi-inflamasi peritoneal akibat terjadinya mikroperfora atau makroperforasi dengan peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba adanya massa bila proses infalamasi menjadi plegmon atau abses. Perforasi terjadi apabila tekanan intraluminal meningkatan atau oleh karena divertikel tersumbat oleh feses/bahan makanan sehingga terjadi erosi pada dingding divertikel yang berlanjut dengan perforasi. Manifestasi klinik perforasi tergantung dari besarnya perforasi dan kemampuan tubuh untuk melokasirnya. Perforasi kecil (mikroperforasi) yang dapat dilokalisir akan menyebabkan timbulnya plegmon atau absen, dan apabila perforasi tidak dapat dilokalisir akan menyebabkan perforasi bebas. Perdarahan pada divertikel paling sering berupa perdarahan yang masif pada 30-50% kasus, sedangkan perdarahan yang ringan terjadi pada 30% kasus dan sekitar 15% pasien akan mengalami perdarahan sekali selama hidup. Perdarahan biadsanya terjadi tiba-tiba terutama pada divertikel yang berlokasi pada kolon sebelah kanan (80%) tanpa disertai adanya gejala nyeri abdomen dan 70%-80% berhenti spontan. Herniasi pada mukosa/submukosa yang hanya dibatasi oleh lapisan mukosa yang tipis dengan vasa recta yang menembus dinding kolon, dapt mengalami inflamasi kronik akibat iritasi dari isi atau material dalam kolon sehigga dapat terjadi ruptur dan pendarahan. Perdarahan dari PD harus dibedakan dengan persekitar 10% dari obtruksi usus besar. Obstruksi parsial lebih sering di temukan sebagai akibat kombinasi dari edema (kolonik,perikolonik), kompresi dari abses, spasme usus besar atau oleh karena inflamasi kronik.

Fibrosis yang berulang dan progresif dapat menyebabkan obstruksi total, dan sulit dibedakan dengan obstruksi akibat neoplasma dalam kolon. Fistel dapat terjadi pada 2% PD yang berkomplikasi Pembentukan fistel berawal dari proses inflamasi lokal denag abses, yang secara spontan dapat meletus sehingga terjadi perforasi ke organ sekitar atau ke kulit. Fistel umumnya tunggal, namun dapat multipel pada 8% pasien, lebih sering ditemukan pada laki-laki dan pada pasien dengan gangguan immonologis. Fistel yang sering terjadi adalah fistel koloversikal 65% dengan gejala pneumaturia, kolovaginal 25% kolokutaneus dan koloenterik. Klasifikasi stadium klinik divertikulitis akut menurut Hinchey : 

Stadium I : Perivertikular plegmon dengan mikroabses



Stadium II : Perikolik atau pelvik makroabses



Stadium III : Peritonitis generalisata purulenta



Stadium IV : Peritonitis feculen generalisata dengan feses Klasifikasi ini sering digunakan dalam menggambarakan beratnya divertikulitis untuk tujuan manegemen untuk tujuan managemen medikal atau operasi.

DIAGNOSIS Pada PD yang asimptomatik, diagnosis biasa ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pada pemeriksaaan barium anema, endoskopi atau pemeriksaan CT scan untuk tujuan lain. Pada PD dengan divertikulitits, 60-70% diagnosis dibuat berdasarkan gejala khas berupa nyeri perut kuadran kiri bawah disertai damam, leukositosis dan adanay massa pas apalpasi.

Pada pemeriksaan X-ray abdomen, pasien divertikulitis akut 3050% dapat di temukan kelainan berupa dilatasi usus kecil/usus besar yang merupakan tanda ileus, tanda-tanda obstruksi, densitas jaringan lemak mengindikasikan adanya plegmon/abses. Pemeriksaaan dengan CT scan dapat memberikan gambaran yang lebih defenitif dengan evaluasi keadaan usus dan mesenterium yang lebih baik dibanding dengan pemeriksaan USG abdomen, dengan

sensitivitas

68-69%

dan

spesifitas

75-100%.

Hasil

pemeriksaan CT dapat ditemukan penebalan dinding kolon, steaky mesenteric fat dan tanda abses/plegmon. Pada

pemeriksaan

USG

abdomen

ditemukan

gambaran

penebalan dinding kolon dan massa yang kistik. Pemeriksaaan dengan kontras enema pada keadaan divertikulitis akut dilakukan apabila cara non-invasif tidak memberi kejelasan dengan sensitivitas 62-94% denagn false negative 2-15%. Pemeriksaaan endoskopi (flexibel sigmoidoscape) merupakan pemeriksaan dengan kontra indikasi relatif berhubungan pada pemompaan udara ke dalam kolon akan meningkatkan tekanan sehingga dapat terjadi perforasi. Endoskopi dapat dilakukan setelah 6-8 minggu terjadi resolusi dari divertikulitis. Bila terjadi perdarahan,diagnosis dilakukan berdasarakan selective angigram atau dengan scan radioisotop. Kolonoskopi dapat dilakukan pada perdarahan sedang yang berhenti sendiri, setelah 12-24 jam. Kolonoskopi tetap merupakan cara diagnostik yang penting terutama untuk membedakan sumber perdarahan seperti kanker kolerektal atau kelainan lainnya.

DIAGNOSIS BANDING

Berbagai keadaan dalam kolon dapat merupakan diagnosis banding PD dan tergantung dari lokalisasinya, antara lain: karsinoma kolorektal, pielonefritis, sindrom usus iritatif irritable bowel syndrome (IBS), penyakit inflamasi usus inflamasi usus inflamatory bowel disease (IBD), kolitis iskemik, apendisitis, penyakit radang panggul pelvic inflamation disease (PID), hermoroid.

TATALAKSANA PD Pengobatan Konservatif Serat: Pemberian makanan begorserat/cereal bran sebagai suplemen dalam makanan pada pengobatan asimtomatik dan simptomatik PD, tidak hanya dapat mencegah terjadinya divertikel namun sekaligus dapat mengurangi dan memperbaiki gejala-gejala serta mencegah timbulnya komplikasi. 

Cereal bran paling bermanfaat dalam menurunkan waktu transit di sepanjag saluran cerna



Mengurangi makan daging dan lemak



Memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan



Tambahan serat 30-40 gr/hari atau pemberian laktulosa yang dapat meningkatkan berat feses ( sebagai osmotik laksatif pada simptomatik PD) 2 x 15 ml/hari



Pemberian antibiotik rifaximin yang diabsorbsi ditambah suplemen serat, dapat mengurangi gejala PD yang tidak berkomplikasi. Pada Divertikulitis Akut Dilakukan Upaya: mengurangi intake oral, pemberian

cairan/

elektrolit

intravena.

Pemberian

antibiotik

spektrum luas (termasuk meng-cover bakteri anaerob). Cara tersebut di atas diharapkan dapat mengatasi inflamasi akut divertikulitis. Metaloproteinase dapat berperan sebagian dalam patofisiologi

terbentuknya PD dan mungkin akan merupakan salah satu pilihan terapi masa depan dengan pemberian anti-metalloproteinase, abat anti-kolinergik (bekerja pada saraf otonom intrinsik/ekstrinsik) dan anti-spasmodik (bekerja secara langsung pada otot polos saluran cerna) digunakan untuk mengurangi nyeri pada PD tetapi hasilnya tidak menentu sehingga tidak dianjurkan sebagai salah satu terapi. Tindakan Operatif Pada umumnya tindakan dengan penanganan konservatif dapat dilakukan pada PD dengan komplikasi divertikulitis, namun apabila divertikulitis berlanjut maka tindakan operasi dilakukan, baik operasi elektif maupun operasi darurat berdasarkan keadaan sebagai berikut: a) Perforasi bebas dengan peritonitis generalisata; b) obstruksi; c) abses yang tidak dapat diresolusi melalui piranti perkutan; d) fistula; e) Pengobatan konservatif tidak berhasil dan keadaan pasien yang makin memburuk

b. IRRITABLE BOWEL DISEASE (IBS) DEFINISI Irritable bowel syndrome (IBS) adalah salah satu penyakit gastrointestinal fungsional.pengertian irritable bowel syndrome (IBS) sendiri adalah adanya nyeri perut,distensi dan ganggauan pola defekasi tanpa gangguan organic. Gejala yang dapat muncul pada pasien dengan IBS cukup bervariasi. Disis lain pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada pasien IBS tidak ada, oleh karena itu peniggakan diagnosis IBS kadang kala tidak mudah. Kejadian dari IBS mencapai 15 % dari penduduk

Amerika. Hal ini didasarkan pada

gejalayang sesuai pada

kriteria IBS. Kejadian IBS lenih banyak pada perempuan dan mencapai 3 kali lenih besar dari laki-laki. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa angka prevalensi IBS bias mencapai 3,6-21,8% dari jumlah penduduk dengan rata-rata 11%.

ETIOLOGI Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh suatu factor saja. Penelitian-penelitian terakhir mnegarah untuk membuat suatu model terintegrasi sebagai penyebab dari IBS anatara lain gangguan motilitas,intertolerasi makanan, abnormalitas sensoris, abnormalitas dari interaksi brain-gut, hipersensitivitas visceral ,dan pakasa infeksi usus.

Adanya IBS predominan diare dan IBS predominan konstipasi menunjukkan bahwa IBS terjadi suatu perubahan motilitas.Pada IBS tipe diare terjadi peningkatan kontraksi usus dan memendekyna waktu transit kolon dan usus halus.Sedang pada IBS tipe konstipasi terjadi penurunan kontraksi usu dan memanjangnya waktu transit kolon dan usus halus. IBS yang terjadi paksa infeksi dilaporkan hampir pada 1/3 kasus IBS.Keluhan-keluhan iBS muncul setelah 1 bulan infeksi. Penyebab IBS paska infeksi antara lain virus, giarsia atau amuba. Pasien IBS paska infeksi biasanya mempunyai gejala perut kembung abdomen, nyeri abdomen dan diare.

EPIDEMIOLOGI IBS

adalah

gangguan

pencernaan

fungsional

kronis

dan

melemahkan yang mempengaruhi 9% -23% dari populasi di seluruh dunia (World Gastroenterology Organization, 2009)]. Selama 20 tahun terakhir, definisi IBS telah berkembang, sebagian besar didorong oleh pendapat para ahli dan berdasarkan studi yang telah mengidentifikasi gejala yang membedakan mereka yang dicap sebagai IBS dari penyakit organik, serta analisis faktor yang telah mengidentifikasi kelompok gejala yang jelas. Secara klasik, IBS hadir dengan nyeri perut atau ketidaknyamanan yang dihilangkan dengan buang air besar atau terkait pada permulaannya dengan perubahan frekuensi feses (baik kenaikan atau penurunan) atau perubahan penampilan feses (baik longgar atau keras). Tidak adanya gejala bendera merah (alarm) seperti perdarahan gastrointestinal, penurunan berat badan, demam, anemia atau massa perut mendukung gejala

kompleks

seperti

IBS

daripada

sebagai

penyakit

struktural. Sejumlah kondisi komorbid lain dapat terjadi lebih sering daripada yang diperkirakan secara kebetulan pada mereka dengan IBS, termasuk refluks gastro-esofagus, gejala genito-kemih, fibromyalgia, sakit

kepala, sakit punggung, dan gejala psikologis. Oleh karena itu, IBS dapat hadir untuk sejumlah subspesialis yang berbeda dan seringkali awalnya salah didiagnosis.

IBS dapat dibagi lagi menjadi mereka yang cenderung diare dominan atau sembelit dominan Ada juga sekelompok pasien IBS yang mengalami sembelit dan diare bercampur aduk. Untuk memperumit masalah, mereka yang memiliki satu pola usus dominan dapat bergantian dengan yang lain. Gejala-gejala usus yang sangat bervariasi mendukung diagnosis IBS, tetapi koeksistensi dari nyeri perut dan defekasi yang terganggu tetap menjadi sine qua non untuk diagnosis. Menurut klasifikasi kode WHO DMS-IV untuk IBS dan subkategorinya, IBS dapat diklasifikasikan sebagai diare-dominan (IBS-D), dominan-sembelit (IBSC), atau dengan pola tinja bergantian (IBS-A) atau sakit.-utama. Pada beberapa individu, IBS mungkin memiliki onset akut dan berkembang setelah penyakit menular yang ditandai oleh dua atau lebih dari yang berikut: demam, muntah, diare, atau kultur tinja positif. Sindrom pasca infeksi ini akibatnya telah disebut "pasca-infeksi IBS" (IBS-PI) IBS adalah kondisi yang sangat umum menurut penelitian berbasis populasi Di negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Australia, sekitar 10% dari populasi umum memenuhi kriteria Roma III untuk IBS, meskipun banyak yang tidak pernah berkonsultasi untuk masalah ini. IBS tumpang tindih dengan sejumlah kompleks gejala gastrointestinal lainnya yang tidak dapat dijelaskan, termasuk sembelit kronis dan dispepsia, menunjukkan bahwa kondisi ini mungkin bukan entitas yang terpisah, tetapi merupakan gangguan dengan etiopatogenesis umum. Di Barat, cenderung ada dominasi perempuan tetapi ini tidak terlihat di Timur.Telah dipostulasikan bahwa IBS berada di bawah diagnosa di Asia dan kondisi akan meningkat dalam prevalensi karena perubahan dalam diet dan faktor risiko menular

PATOFISIOLOGI IBS telah dikonseptualisasikan sebagai kondisi hipersensitivitas visceral (yang menyebabkan ketidaknyamanan perut atau nyeri) dan gangguan

motorik

konstipasi). Gangguan

gastrointestinal motorik

(menyebabkan

gastrointestinal

yang

diare

atau

diidentifikasi,

termasuk perubahan transit usus, tidak mudah menjelaskan IBS campuran atau bergantiaan. Beberapa orang berpendapat bahwa kelainan ini lebih disebabkan oleh gangguan psikologis daripada relevansi primer. Namun, tidak semua pasien dengan IBS memiliki overlay psikologis yang signifikan dan bias rujukan sebagian dapat menjelaskan asosiasi psikologis Petunjuk mengapa hipersensitivitas visceral dan gangguan motorik gastrointestinal dapat muncul. Ada semakin banyak bukti bahwa penyakit organik saluran pencernaan dapat diidentifikasi dalam himpunan bagian pasien yang memenuhi kriteria Roma untuk IBS. Bukti untuk penyakit radang usus halus, disregulasi serotonin, pertumbuhan berlebih bakteri dan disregulasi sentral terus menumpuk. Penyebab yang mendasari IBS tetap harus diidentifikasi secara memadai, tetapi IBS-PI adalah entitas yang jelas. Selain itu, kontribusi genetik untuk IBS juga nampaknya. FAKTOR RESIKO 

Pergerakan usus besar dan usus halus yang abnormal (terlalu cepat atau lambat, atau terlalu kuat)



Hipersensitivitas terhadap rasa sakit yang disebabkan oleh gas atau penuhnya usus



Infeksi virus atau bakteri pada lambung dan usus (gastroenteritis)



Pertumbuhan bakteri berlebih di usus kecil (small intestinal bacterial overgrowth/SIBO)



Ketidakseimbangan

hormon

reproduksi

atau

neurotransmitter. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala 

Ketidaknormalan frekwensi defekasi



Kelainan bentuk feses



Ketidaknormalan proses defekasi

(harus dengan mengejan

,inkontinitas defekasi, atau rasa defekasi tidak tuntas) 

Adanya mucus/lender



Kembung atau merasakan disrensi abdomen



Feses cair pada saat nyeri



Frekuensi buang air besar bertambah pada saat nyeri



Nyeri berkurang pada saat buang air besar



Tanpak andomen distensi

Dua gejala tambahan yang sering muncul pada paisen IBS 

Lendir pada saat buang air besar



Perassan tidak lampias pada saat buang air besar

DIAGNOSIS Anamnesis 1. Keluhan 

Deskripsi Nyeri Gejala utama meliputi pola nyeri atau sensasi tidak nyaman, yang berasal dari gangguan fungsi saluran cerna dan perubahan pola defekasi. Nyeri berkurang setelah defekasi

atau berkaitan dengan perubahan konsistensi feses. Nyeri tanpa kondisi tersebut harus dipertimbangkan sebagai kondisi neoplasma, infeksi saluran pencernaan, penyakit urogenital. 

Nyeri konstan Nyeri konstan yang tidak membaik dengan defekasi merefl eksikan nyeri neoplastik atau karena sindrom nyeri abdomen fungsional. Hal ini umumnya berkaitan dengan masalah psikiatri kompleks meliputi kemungkinan gangguan personal.



Gangguan defekasi Klasifi kasi tipe diare atau konstipasi merupakan hal penting, dan Bristol Stool Form merupakan cara yang mudah. Pasien yang mengalami diare dan konstipasi masingmasing pada periode singkat dimasukkan dalam kategori mixed. Diare pada IBS umumnya terutama pagi hari dan setelah makan. Volume diare yang masif, berdarah, dan nokturnal merupakan gejala yang tidak terkait IBS, dan lebih mengarah pada gangguan organik. Konstipasi pada IBS ditandai dengan feses berbentuk seperti pil, dan pasien akan sulit defekasi

2. Faktor Psikologis Setidaknya

dua

pertiga

pasien

IBS

dirujuk

ke

ahli

gastroenterologi dengan distres psikologis, paling sering anxietas.Stresor (anxietas) penting untuk diidentifi kasi karena dapat mengganggu respons terapi.Gejala klinis sering kali merupakan manifestasi somatisasi. 3. Faktor Keluarga Hal penting adalah riwayat keluarga dengan penyakit Infl ammatory Bowel Disease atau keganasan kolorektal, terutama pada usia kurang dari 50 tahun. Investigasi lebih lanjut untuk menyingkirkan penyebab organic

4. Faktor Diet Pasien IBS dapat mencoba berbagai bentuk manipulasi diet yang mungkin menyebab kan kecukupan gizinya tidak adekuat. Beberapa penelitian menunjukkan gangguan makan sering dijumpai pada penderita IBS dan kondisi ini dapat memperburuk keadaan pasien. 5. Faktor Presipitasi dan Eksaserbasi Faktor menstruasi atau obat seperti antibotik, anti infl amasi non-steroid, atau statin dapat memicu eksaserbasi.Episode eksaserbasi juga dipicu oleh stres.Merokok dan alkohol tidak mempengaruhi IBS.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan

pada

pasien

dengan

IBS

meliputi

modifikasi

diet,intervensi psikologi dan farmakoterapi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersmaan. Dalam memberikan obat-obatan harus selalu diingat bahwa obat-obatan mempunyai efek samping dan yang akan memperburuk kondisi psikis pasien. Diet.Modifikasi diet terutama untuk meningkatkan konsumsi serat ditunjukkan pada IBS dengan konstipasi. Disis lain pada pasien dengan IBS tipe diare konsumsi serat dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi peningkatan konsumsi serat juga disertai konsumsi air yang meningkat disertai aktivitas olah raga rutin. Beberapa makanan atau minuman tertentu juga dapat mencetuskan terjadinya

IBS

pada

beberapa

paisen

oleh

karena

itu

harus

duhindarkan.Beberapa makanan dan minuman yang sering IBS antara lain gandum, susu,kafein,bawang,coklat,dan beberapa sayur-sayuran. Biasanya jika keluhan menghilang setelah menghindari makanan dan minuman yang

dicurigai sebagai pencetus bias dicoba untuk konsumsi lagi setelah 3 bulan dengan jumlah diberikan secara bertahap.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Tes Darah Rutin (hitung darah lengkap, kimia, fungsi tiroid, parasit feses)



Serologi penyakit celiac Pada IBS-M dan IBS-D



Radiologi Abdomen (kolonoskopi/barium enema dengan/tanpa sigmoidoskopi fl eksibel ditemukan



Kolonoskopi

 PROGNOSIS Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas, gejala-gejala pasien IBS biasanya akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus, dan hanya kurang dari 5% yang akan memburuk dan sisanya

dengan gejala

menutup

C. Ileus Obstruktif A. Definisi Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang

menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sjamsuhidajat, 2003). Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus obstruksi mekanik dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena penyumbatan fisik langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus obstruksi non mekanik terjadi karena penghentian gerakan peristaltic (Manaf , 2010).

B. Epidemiologi Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat menyebabkan kematian pada 100% pasien (Manaf. 2010). Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit yang mendasari danprosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering terjadi pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya pada populasi ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya kelainan anatomi seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat menyebabkan mekonium ileus (Sloane, 2003).

C. Etiologi Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh : a.

Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.

b.

Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.

c.

Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia

d.

Neoplasma.

e.

Intususepsi.

f.

Volvulus.

g.

Benda asing, kumpulan cacing askaris

h.

Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.

i.

Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik dan hematoma (Mansjoer, 2000). Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat

terjadi di setiap bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid.Penyebabnya adalah : a.

Karsinoma.

b.

Volvulus.

c.

Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel), Penyakit Hirschsprung

d.

Inflamasi.

e.

Tumor jinak.

f.

Impaksi fekal (Mansjoer, 2000).

D. Faktor resiko Ada banyak faktor yang membuat seseorang berisiko mengalami ileus, yaitu: 

Operasi, infeksi atau cedera pada perut



Riwayat ileus



Ketidakseimbangan elektrolit, terutama kalium dan kalsium



Pernah mengalami cedera atau trauma pada usus



Penyakit Chron



Divertikulitis



Sepsis



Sejarah iradiasi pada atau sekitar perut



Penyakit arteri periferal



Penurunan berat badan drastis



Penuaan

E. Patofisiologi Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001). Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah ke peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien sebagai akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus yang terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan kosong (Schrock, 1993).

Gambar 5. Gangguan pada usus Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak tinggi/obstruksi usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat

munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah serta leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan tanda akhir suatu obstruksi (J.Corwin,2001). F. Klasifikasi Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan: 1. Kecepatan timbul (speed of onset) a. Akut, kronik, kronik dengan serangan akut

2. Letak sumbatan a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum terminal) b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus) 3. Sifat sumbatan a. Simple obstruction : sumbatan tanpa disertai gangguan aliran darah b. Strangulated obstruction : sumbatan disertai gangguan aliran darah sehingga timbul nekrosis, gangren dan perforasi 4. Etiologi a. Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar dinding usus (Price, S.A. 1994).

G. Gejala Klinis Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi (Sjamsuhidajat, 2003). Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi atau derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien sering berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis cenderung kesakitan apabila bergerak (Mansjoer, 2000). Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak tinggi atau proksimal. Bagaimanapun, jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin akan tertunda. Pada awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang mana segera diikuti oleh cairan empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus yang sudah basi. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi, terdapat darm contour

(gambaran usus), dan darm steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Pada palpasi tidak terdapat nyeri tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis(Himawan, 1996). Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat meningkat. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah (intravena). Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan tingkatan obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal. Sebaliknya, distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi letak rendah (Sjamsuhidajat, 2003). Tidak ada tanda pasti yang membedakan suatu obstruksi dengan strangulasi dari suatu obstruksi sederhana: bagaimanapun, beberapa keadaan klinis tertentu dan gambaran laboratorium dapat mengarahkan kepada tanda-tanda strangulasi (Badash, 2005) a.

Obstruksi sederhana Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut

bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen (Himawan, 1996). Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal (Andari, 1994). b.

Obstruksi disertai proses strangulasi Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus (Himawan, 1996). Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan

akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi (Andari, 1994).

H. Diagnosis Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Khan, 2012). Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar (Mansjoer, 2000). Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonsentrasi,

leukositosis,

dan

gangguan

elektrolit.

Pada

pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan

menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia (Khan, 2012). Diagnosis Banding Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana (Schrock, 1993). Tes

laboratorium

mempunyai

keterbatasan

nilai

dalam

menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan

serum

amilase

sering

didapatkan.

Leukositosis

menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis (Himawan, 1996). Radiologis Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah duduk atau LLD: tampak step ladder appearance atau

cascade. Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon (Andari, 1994). a.

Foto polos abdomen 3 posisi 1.

Ileus obstruktif letak tinggi Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi (Andari, 1994).

Gambar5. Gambaran Herring bone appearance

2.

Ileus obstruktif letak rendah Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi dan air fluid level panjang-panjang di kolon (Andari, 1994).

Gambar 6. Gambaran air fluid level b.

CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.

c.

USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari obstruksi.

d.

MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.

e.

Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi (Andari,1994).

I.

Komplikasi Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock septic (Badash, 2005).

J.

Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya

tanpa

pengobatan,

terutama

jika

disebabkan

oleh

perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit (Schrock, 2003). Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan

dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal (Andari, 1994). Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen (Schrock, 1993). Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah (Mansjoer, 2000). Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi (Mansjoer, 2000). a.

Persiapan Operasi Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah

dilakukan

laparatomi.

Pada

obstruksi

parsial

atau

karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif (Schrock, 1993).

b.

Operasi Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan.

Tetapi

yang

paling

sering

dilakukan

adalah

pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila terjadi: 1.

Strangulasi

2.

Obstruksi lengkap

3.

Hernia inkarserata

4.

Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter) (Sjamsuhidajat, 2003).

c.

Pasca Operasi Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik. Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan bagian yang mengalami obstruksi (Sjamsuhidajat, 2003). Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus, operasi terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi transversal pada pasien yang sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi ditujukan untuk mempersiapkan pasien untuk menjalani reseksi elektif kalau lesi obstruksi pada awalnya memang tidak dibuang (Schrock, 1993).

K. Prognosis Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus(Khan, 2012). Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejalagejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan (Khan, 2012).

8.Prespektif islam ▪ Q.S Abasa : 24 ُ ‫فَ ْليَن‬ َ ‫سنُإلَ َٰى‬ ‫طعَامهۦ‬ َ َٰ ‫ظرٱ ْْلن‬ Artinya : “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” ▪ Hadits “Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu kantung yang lebih buruk dibanding perutnya. Bila tidak ada pilihan, maka cukuplah baginya sepertiga dari perutnya untuk makanan, sepertiga lainnya untuk minuman dan sepertiga lainnya untuk nafasnya.” (HR. Ahmad at-Tirmidzi, Nasa’I dan oleh Al-Albani

An-

Daftar Pustaka 1. Pearce, Evelyn. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta 10270. 2. Tanjung, Chaerunnisa dkk. 2017. Sistem Pencernaan dan Metabolisme Tubuh.Universitas Sari Mutiara Indonesia.Medan. 3. Suarnianti, 2016. Anatomi dan Fisiologi tubuh manusia.Yogyakarta:Indomedia 4. Arief Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 5. Fauci, Antoni, dkk. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 17. New York. Mcgrawhill companies. 6. Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004 7. Siti Setiati dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. Hal 1894-189 8. Panduan Skill Lab Gastroenterohepatologi.Fakultas Kedokteran UMI 2018 9. Ketrampilan Klinis Vital Sign. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2016 10. Ketrampilan Klinis Antropometri dan Penilaian Status Gizi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2017 11. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Kanker Kolorektal. 12. Akil H.A.M. 2017. Penyakit Divertikular dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Edisi VI. Jilid II. Halaman 1866-1869 13. Buku ajar ilmu penyakit dalam Edisi VI 14. Association of TNFSF15

polymorphism with irritable bowel Jurnal

.Zucchelli M, Camilleri M, Andreasson AN, et al. syndrome. Gut 2011;60:1671-77. 15. Helmanu Kurniadi.Ileus Obstruksi.2016.Fakultas Kedokteran .Universitas Gajah Mada.

Related Documents


More Documents from "Abdul04"