Optima Pembahasan To 1

  • Uploaded by: theresiaaquila
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Optima Pembahasan To 1 as PDF for free.

More details

  • Words: 47,953
  • Pages: 917
Loading documents preview...
DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. RIFDA | DR. AULIA DR. REZA | DR. CEMARA | DR. AARON | DR. CLARISSA

OFFICE ADDRESS: Jakarta Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 WA. 081380385694/081314412212

Medan Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 2013 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p re p . co . i d

ILMU P E N YA K I T DALAM

Soal no 1 Tn. Shigeo Kageyama, 55 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak dan batuk kering. Sesak terutama dirasakan oleh pasien saat beraktivitas. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/90 mmHg, HR 89x/mnt, RR 18x/mnt dan suhu 37,1 C. Pada pemeriksaan lab didapatkan peningkatan kadar serum brain natriuretic peptide. Apakah temuan klinis yang mungkin didapatkan pada pasien ini?

A. Sianosis B. Edema ekstremitas C. Bruit leher D. Bruit periumbilicus E. Bunyi jantung S3 JAWABAN : E. Bunyi jantung S3

Gagal Jantung Kongestif • Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor • Kriteria minor dapat diterima bila tidak disebabkan oleh kondisi medis lain seperti hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik, asites, atau sindrom nefrotik • Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif dan 78% spesifik untuk mendiagnosis Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. Archives of Family Medicine 1999.

Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.

Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan oleh otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang atau mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah. BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP. • Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.

Soal no 2 • Tn. Arataka Reigen, 50 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lutut kiri sejak 1 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat DM sejak 10 tahun, hiperkolesterolemia dan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/86 mmHg, HR 90x/mnt dan BMI 34 kg/m2. Pada lutut kiri didapatkan efusi dengan kulit kemerahan dan teraba hangat. Pada pemeriksaan mikroskopik cairan sendi didapatkan hasil sebagai berikut :

Apakah kemungkinan etiologi dari efusi sendi pada pasien tersebut?

A. Deposit kompleks imun B. Infeksi sendi akibat jamur C. Infeksi sendi akibat staphylococcus aureus D. Reaksi inflamasi akibat kristal kalsium pirofosfat E. Reaksi inflamasi akibat kristal monosodium urat Jawaban: E. Reaksi monosodium urat

inflamasi

akibat

kristal

Nyeri Sendi Gout: – Transient attacks of acute arthritis initiated by crystallization of urates within & about joints, – leading eventually to chronic gouty arthritis & the appearance of tophi. – Tophi: large aggregates of urate crystals & the surrounding inflammatory reaction.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011. Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.

Ciri

OA

RA

Gout

Spondilitis Ankilosa

Arthritis

Female>male, >50 tahun, obesitas

Female>male 40-70 tahun

Male>female, >30 thn, hiperurisemia

Male>female, dekade 2-3

gradual

gradual

akut

Variabel

Inflamasi

-

+

+

+

Patologi

Degenerasi

Pannus

Mikrotophi

Enthesitis

Poli

Poli

Mono-poli

Oligo/poli

Tipe Sendi

Kecil/besar

Kecil

Kecil-besar

Besar

Predileksi

Pinggul, lutut, punggung, 1st CMC, DIP, PIP

MCP, PIP, pergelangan tangan/kaki, kaki

MTP, kaki, pergelangan kaki & tangan

Sacroiliac Spine Perifer besar

Bouchard’s nodes Heberden’s nodes

Ulnar dev, Swan neck, Boutonniere

Kristal urat

En bloc spine enthesopathy

Prevalens

Awitan

Jumlah Sendi

Temuan Sendi

Gout histopathology

Kristal Birefringent

• Positive birefringent pseudogout • Negative birefringent  gout

Soal no 3 • Tn. Ritsu Kageyama, 60 tahun, dirawat di RS dengan diangnosis pneumonia lobaris. Pasien memiliki riwayat hipertensi, DM, CKD stadium 3 dan hipotirodisme karena riwayat tiroidektomi 5 tahun yang lalu. Terdapat riwayat merokok sejak 40 tahun yang lalu. Selama perawatan didapatkan penurunan serum kalsium dan peningkatan kadar fosfat serta peningkatan kadar serum hormone paratiroid. Apakah kondisi medis dari pasien ini yang menyebabkan keadaan tersebut?

A. Hipomagnesium B. Hiperparatiroid primer C. Gagal ginjal D. Tiroidektomi E. Defisiensi vitamin D Jawaban: C. Gagal ginjal

Soal no 3 Gagal ginjal

Penurunan GFR

Retensi fosfat

Ekskresi fosfat

Absorbsi kalsium usus

Kalsitriol berkurang

Fosfat berikatan dengan kalsium

Hipokalsemia & hipofosfatemia

Stimulasi pengeluaran PTH

Hiperparatiroid sekunder

TABEL KLASIFIKASI DERAJATNYA Derajat Deskripsi

Gagal Ginjal Kronik Definisi • Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: – Kelainan patologis – Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test). • LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stage

Kreatinin

Terapi

1

Early

♀: < 1,5 ♂: < 2

Reserve progression

2

Latent

1,5-2,5

Stop progression

3

Emergent

2,5-3,5

Slow progression

4

Imminent

3,5-5,0

Persiapan ESRD

5

ESRD

> 5,0

Dialysis/ Transplantasi

PGK

BERDASARKAN LFG (ml/mnt/1,73m2)

1

LFG normal atau ↑

≥ 90

2

Penurunan LFG ↓ ringan

60-89

3a

Penurunan LFG ↓ ringan

30-59

hingga sedang

3b

Penurunan

LFG



sedang hingga berat 4 5

Penurunan LFG ↓ berat

Gagal ginjal Sumber: KDIGO 2012

15-29 <15 atau dialisis

Klasifikasi di samping banyak digunakan, berdasarkan guideline dari National Kidney Foundation. Rumus Kockroft-Gault dijadikan dasar penghitungan LFG. LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur) x BB* / 72x kretinin plasma (mg/dl) *pada perempuan dikalikan 0,85

GAMBARAN KLINIS pasien PGK sangat bervariasi, meliputi: 1. Penyakit yang mendasarinya,seperti diabetes melitus, infeksi atau batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE, dll. 2.

Sindrom uremia, – –

merupakan sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Dialisis dapat menurunkan insidensi dan keparahan dari gangguan ini, namun seperti disebutkan pada tabel di bawah ini, dialisis tidak dapat memberikan efek seefektif terapi pengganti ginjal.

3.

Gejala komplikasinya yang meliputi anemia, termasuk defisiensi besi fungsional; hipertensi; penurunan absorpsi kalsium; dislipidemia/gagal jantung/volume overload; hiperkalemia; hiperparatiroidisme; hiperfosfatemia; hipertrofi ventrikel kiri; asidosis metabolik; malnutrisi (lambat).

4.

lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK berkurang, pucat, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru

Diagnosis PGK PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM • FOKUS: mencari penyakit dasarnya. • Tingkat penurunan fungsi ginjal→ berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, serta penurunan LFG. • Kelainan biokimiawi darah, meliputi penurunan Hb, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atu hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. • Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.

RADIOLOGI

BIOPSI GINJAL

• USG ginjal (paling membantu): dapat melihat simetrisitas, perkiraan ukuran ginjal, adanya obstruksi, dan menyingkirkan kemungkinan massa. • Foto polos abdomen, dapat melihat adanya batu radioopak. • Pielografi intravena jarang dilakukan karena untuk memasukkan kontras perlu fungsi ginjal yang baik karena bila tidak bisa melewati filter glomerulus maka akan menyebabkan toksik. • Pielografi antegrad atau retrograd dapat dilkakukan sesuai indikasi. • Pemeriksaan penyakit renovaskular dapat dilakukan menggunakan sonografi Doppler, teknik kedokteran nuklir, CT scan atau MRI.

• Pada pasien dengan pengerutan ginjal bilateral, biopsi ginjal tidak disarankan karena sulit dan sangat berisiko terjadi pendarahan dan komplikasi lain. Banyaknya jaringan parut juga membuat penyakit dasarnya tak tampak lagi. Selain itu, kesempatan untuk memberikan terapi sesuai penyakit dasarnya jugasudah tidak memungkinkan dilakukan pada kondisi itu. Kontraindikasi lainnya meliputi hipertensi tak terkontrol, penyakit ginjal polikistik, infeksi saluran kemih, diatesis pendarahan, gagal napas, dan obesitas morbid.

Soal no 4 • Seorang laki-laki berusia 48 tahun datang dengan keluhan BAK sedikit, kaki bengkak. Pasien juga mengeluh mual muntah. Sekitar 15 tahun yang lalu pasien mengalami keluhan BAK berpasir dan sulit BAK, pasien didiagnosis sakit kencing batu dan disarankan operasi. Namun pasien belum dioperasi karena tidak ada biaya. Pada pemeriksaan kesadaran compos mentis, TD 150/90 mmHg, nadi 80x/menit, nafas 20x/menit. Konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), ankle edema pitting bilateral (+). Hasil laboratorium kadar ureum 115, kreatinin 5,8, glukosa 168. Apa yang menyebabkan keluhan mual muntah pada pasien ini?

A. Sindrom uremikum B. Sindrom metabolik C. Batu saluran kemih D. Infeksi saluran kemih E. Gula yang tidak terkontrol Jawaban : A. Sindrom uremikum

TABEL KLASIFIKASI DERAJATNYA Derajat Deskripsi

Gagal Ginjal Kronik Definisi • Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: – Kelainan patologis – Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test). • LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stage

Kreatinin

Terapi

1

Early

♀: < 1,5 ♂: < 2

Reserve progression

2

Latent

1,5-2,5

Stop progression

3

Emergent

2,5-3,5

Slow progression

4

Imminent

3,5-5,0

Persiapan ESRD

5

ESRD

> 5,0

Dialysis/ Transplantasi

PGK

BERDASARKAN LFG (ml/mnt/1,73m2)

1

LFG normal atau ↑

≥ 90

2

Penurunan LFG ↓ ringan

60-89

3a

Penurunan LFG ↓ ringan

30-59

hingga sedang

3b

Penurunan

LFG



sedang hingga berat 4 5

Penurunan LFG ↓ berat

Gagal ginjal Sumber: KDIGO 2012

15-29 <15 atau dialisis

Klasifikasi di samping banyak digunakan, berdasarkan guideline dari National Kidney Foundation. Rumus Kockroft-Gault dijadikan dasar penghitungan LFG. LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur) x BB* / 72x kretinin plasma (mg/dl) *pada perempuan dikalikan 0,85

GAMBARAN KLINIS pasien PGK sangat bervariasi, meliputi: 1. Penyakit yang mendasarinya,seperti diabetes melitus, infeksi atau batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE, dll. 2.

Sindrom uremia, – merupakan sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. – Dialisis dapat menurunkan insidensi dan keparahan dari gangguan ini, namun seperti disebutkan pada tabel di bawah ini, dialisis tidak dapat memberikan efek seefektif terapi pengganti ginjal.

3.

Gejala komplikasinya yang meliputi anemia, termasuk defisiensi besi fungsional; hipertensi; penurunan absorpsi kalsium; dislipidemia/gagal jantung/volume overload; hiperkalemia; hiperparatiroidisme; hiperfosfatemia; hipertrofi ventrikel kiri; asidosis metabolik; malnutrisi (lambat).

4.

lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK berkurang, pucat, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru

UREMIC SYNDROME SYMPTOMS

Soal no 5 • Ny. Orihime Inoue, 65 tahun, datang dengan keluhan sulit mengingat. Pasien juga mengeluhkan konsentrasi turun, mengantuk pada siang hari dan mudah lelah. Pasien khawatir karena ibunya menderita stroke berulang dan mengalami gangguan memori yang berat. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan namun berat badannya naik sebanyak 8 Kg dalam 3 bulan terakhir. Pasien saat ini pasien mengkonsumsi obat pencahar karena konstipasi. Tidak ada obatobatan lain yang dikonsumsi oleh pasien. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Demensia alzheimer B. Hipotiroidisme C. Pseudodemensia D. Defisiensi thiamine E. Demensia diinduksi obat Jawaban: B. Hipotiroidisme

Hipotiroid • Deficiency of thyroid hormone. • Autoimmune thyroid disease (Hashimoto disease) is the most common cause of hypothyroidism. • Myxedema coma: hipotermia, hipotensi, hipoventilasi, ↓kesadaran

Hipotiroid Etiologi • Primer (90%; ↓free T4, ↑ TSH) – Goiter/struma • Hashimoto’s thyroiditis – Penyebab hipotiroid terbanyak – Kerusakan akibat Autoimmun dengan gambaranpatchy lymphocytic infiltration – antithyroid peroxidase (anti-TPO)(+)& antithyroglobulin (anti-Tg) Abs (+), pd 90% kasus

• Penyembuhan pasca thyroiditis, defisiensi iodin, Li, amiodarone

– Nongoiter: • destruksi post op, pasca pemberian radioactive iodine

• Sekunder/sentral (↓free T4, ↓/normalatausedikit naik TSH): – kerusakan hipotalamus atau hipofisis

Hashimoto thyroiditis • Faktor risiko: – genetik (anggota keluarga dengan riwayat kelainan thyroid) – hormon (wanita lebih sering terkena) – Paparan radiasi

• Kelenjar thyroid dapat membesar dan berlobul atau dapat juga tidak terpalpasi pembesaran

• Diagnosis – kadar anti-thyroid peroxidase antibodies, TSH, fT3, fT4, anti thyroglobulin antibodies

• Dekompensasi hipotiroid dapat menyebabkan koma miksedema.

Gambaran Histopatologi Tiroiditis Hashimoto • •

• • • •

(Am J Surg Pathol 2006;30:774)

Extensive lymphocytic infiltrate with germinal center formation Lymphocytes are predominantly T cells and plasma cells (polyclonal) Atrophic follicles with abundant Hürthle cells / oncocytes but no / reduced colloid Fibrosis may be increased but does not extend beyond capsule May see giant cells Epithelium may have enlarged or overlapping nuclei with partial nuclear clearing, large squamous nests, hyperplastic follicles, ductal metaplasia

Pemeriksaan Penunjang • • •

• •



↓FT4; ↑TSH pada hipothyroid primer; Antithyroid Ab (+) pada Hashimoto’s thyroiditis Dapat terjadi hiponatremia, hipoglikemia, anemia, ↑ LDL, ↓ HDL, and ↑CK Skrining sangat dianjurkan untuk wanita hamil Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid, bayi perlu diperiksa antibodi antitiroid. Kadar thyroid binding globulin (TBG) diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid Usiatidak ada respons. Dosis (mikrogram/kg/hari)

0 – 3 bulan

10 – 15

3 – 6 bulan

8 – 10

6 – 12 bulan

6–8

1 – 5 tahun

4–6

6 – 12 tahun

3–5

>12

2–4

Tatalaksana • Levothyroxine (1.5–1.7 µg/kg/hari) – Periksa ulang TSH q5–6minggu & titrasi hingga euthyroid – gejala klinis butuh waktu bulanan utk resolusi – turunkan dosis awal jika beresiko PJK (0.3–0.5 µg/kg/d) – ↑dosis jika dibutuhkan: kehamilan (↑30% pd minggu ke 8)

• Koma Myxedema: – loading 5–8 µg/kg T4 IV, kemudian 50–100 µg IV qhari – karena konversi T4 T3 di perifer terganggu berikan 5–10 µg T3 IV q8jam;

• Hipotiroid Subklinis – ↑ TSH &free T4 normal dengan gejala ringan atau tanpa gejala

Soal no 6 • Ny. Retsu Unohana, 36 tahun, datang dengan keluhan sakit kepala yang hilang timbul sejak 2 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh tidak haid. Terdapat penurunan berat badan, berdebar-debar dan gangguan penglihatan. Pasien menarche pada usia 12 tahun dan riwayat menstruasi teratur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/60 mmHg, HR 103x/mnt, BB 69 Kg (setahun yang lalu 76 Kg). Pada pemeriksaan leher didapatkan pembesaran simetris yang tidak nyeri pada kelenjar tiroid. Pemeriksaan auskultasi jantung menunjukkan takikardia dengan irama regular. Pada tangan pasien didapatkan tremor halus. Hasil pemeriksaan lab didapatkan T3 222ng/dL, Serum T4 13,9 ug/dL dan serum TSH 6 uU/mL. Apakah kemungkinan diagnosis pasien ini?

A. Resistensi terhadap hormone tiroid B. Graves disease C. Tiroiditis Hashimoto D. Goiter endemik E. Adenoma hipofisis Jawaban: E. Adenoma hipofisis

Sindrom Hiperpituitari/ Hiperhipofisis Tumor Pituitari • Patofisiologi: – jika fungsional, adenoma ↑hormon tropik tertentu &menyebabkan defisiensi hormon tropik lain karena kompresi – dapat juga terjadi kosekresi seperti PRL (Prolaktin) & growth hormone pada 10% prolactinoma – 30–40%adenoma non fungsional

• Manifestasi klinis: – sindrom tergantung hormon yang disekresikan (lihat di bawah); efek massasakit kepala, penurunan lapang pandang, diplopia, neuropati kranial

• Pemeriksaan Penunjang – MRI, hormon,lapang pandang

6. Hipertiroid Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine

Graves’ disease(penyebab hipertiroid terbanyak) • Pr:Lk5–10:1, usia terbanyak 40 - 60 thn • Antibodi tiroid (+): TSI atauTBII (+pada 80%), anti-TPO, antithyroglobulin; ANA • Manifestasi klinis yaitu gejala hipertiroid ditambah: – Goiter • diffusa, tdk nyeri, terdengar bruit

– ophthalmopati: 90% kasus • Edema periorbital, retraksi kelopak, proptosis

– myxedema pretibial (3%): • edema di tungkai bawah akibat dermopati infiltratif

Manifestasi klinis hipertiroid • Apathetic thyrotoxicosis – dpt terjadi pada org tua dengan satu2nya gejala berupa letargi

• Thyroid storm/krisis tiroid(mengancam jiwa, mortalitas 20–50%): – delirium, demam, takikardia, – hipertensisistolik dengan tekanan nadi melebar &↓MAP, gejala pencernaan;

Pemeriksaan penunjang • ↑FT4 &FT3; ↓TSH (↑ pada sebab sekunder) • RAIU scan utk menentukan penyebab • Tidak perlu periksa autoantibodi kecuali pada kehamilan (resiko fetal Graves) • Dapat terjadi hipercalciuria, hipercalcemia, anemia • Indeks Wayne – Skor>19 hipertiroid – Skor<11 eutiroid – Antara 11-19 equivocal

• Hipertiroid Subklinis – ↓TSH ringan &free T4 normal,tanpa gejala klinis – 15%  hipertiroid dlm 2 thn; ↑resiko AF & osteoporosis

20. Radioactive Iodine

Klasifikasi Struma Struma

Difusa

Non Toksik

Hashimoto Tiroidiitis, Iodium Defisiensi (Early), Paparan radiasi

Nodosa

Toksik

Grave’s Disease

Non Toksik Konsumsi goitrogen : PTU atau litihium dan Iodium defisiensi (late stage)

Toksik

Adenoma toksik, Plummer’s Disease

Soal no 7 • Tn. Toichiro Suzuki, 75 tahun dengan DM tipe 2 datang ke IGD dengan badan terasa lemas dan penurunan kesadaran sejak 1 hari smrs. Selama beberapa hari pasien mengeluh batuk-batuk kering, nyeri tenggorokkan dan nafsu makan turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60 mmHg, HR 112x/mnt, RR 18x/mnt dan suhu 38C. Pada pemeriksaan auskultasi paru-paru normal dan tidak ada murmur. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kelemahan pada seluruh tubuh. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Na 134 mEq/L (135-145 mmol/L), K 5.9 mEq/L (3.5-5 mmol/L), Cl 101 mEq/L (95-105 mmol/L), HCO3 22 mEq/L (18-22 mmol/L), BUN 52 mg/dL (8-21 mg/dL), Cr 1,5 mg/dL (0.8-1.3 mg/dL), Calsium 9,1 mg/dL (8.8-10.3 mg/dl), GDS 1070 mg/dL, SGOT 17 U/L (5-30 U/L) dan SGPT 15 U/L (5-30 U/L). Apa kemungkinan kondisi yang akan terjadi pada pasien tersebut?

A. Penurunan kadar serum kalsium B. Retensi fosfat oleh ginjal C. Kehilangan natrium dari ginjal yang melebihi kehilangan air D. Supresi pengeluaran ADH E. Deplesi total kalium tubuh Jawaban: E. Deplesi total kalium tubuh

Diabetes Mellitus • Hyperglycemic hyperosmolar state – Pasien biasanya adalah geriatric dengan DM tipe 2, terdapat riwayat beberapa hari/minggu mengalami polyuria, BB turun dan berkurangnya intake per oral yang menyebabkan menurunnya kesadaran, letargis dan koma. – Pemeriksaan fisik akan ditemukan dehidrasi, hyperosmolalitas, hipotensi, takikardia dan penurunan kesadaran. – Tidak ditemukan pola napas kussmaul. – HHS dicetuskan oleh keadaan seperti sepsis, infark miokard, pneumonia dan lain-lain. Harrison’s principles of internal medicine

DKA and HHS Diabetic Ketoacidosis (DKA)

Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL

Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3

Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L

Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia

Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L

Serum osmolality >320 mosm/L

47

Diabetic Hyperglycemic Crises

Diabetic Ketoacidosis (DKA)

Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Younger, type 1 diabetes

Older, type 2 diabetes

No hyperosmolality

Hyperosmolality

Volume depletion

Volume depletion

Electrolyte disturbances

Electrolyte disturbances

Acidosis

No acidosis 48

Pemeriksaan Elektrolit • Pada HHS terjadi osmotic diuresis sehingga elektrolit terbuang ke dalam urin. – Natrium • Hiponatremia atau hypernatremia dapat terjadi. • Pada hiperglikemia, pseudohyponatremia dapat terjadi akibat efek osmosis dari glukosa yang menarik air ke vascular. Result of the osmotic effect of glucose drawing water into the vascular space.

– Kalium • Pasien KAD dan HHS akan mengalami osmotic diuresis yang akan menyebabkan ekskresi berlebihan dari kalium. • Pada pemeriksaan awal akan didapatkan peningkatan kadar kalium serum akibat shifting dari kalsium intrasel ke dalam vasukular karena kurangnya insulin namun demikian kadar total kalium tubuh sebenarnya berkurang akibat osmotic diuresis yang terjadi pada pasien KAD dan HHS.

– Kalsium • Biasanya tidak berubah.

Soal no 8 • Tn. Ryo Shimazaki, 54 tahun, datang untuk kontrol rutin ke RS. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien tidak merokok ataupun konsumsi alcohol. Saat ini pasien rutin mengkonsumsi enalapril dan HCT. Pada pemeriksaan fisik ddiapatkan TD 140/90 mmHg, HR 80x/menit, RR 22x/mnt dan BMI 27 Kg/m2 serta lingkar pinggang 105 cm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDP 112 mg/dL, Kolesterol total 220 mg/dL, LDL 140 mg/dL, Trigliserida 240 mg/dL. Apa yang menjadi penyebab dari kondisi pasien tersebut?

A. Gangguan sekresi insulin B. Defisiensi insulin absolut C. Resistensi insulin D. Hipertensi E. Autoimun Jawaban: C. Resistensi insulin

Sindrom Metabolik

Pemeriksaan Penunjang • Profil lipid, glukosa darah, Tes fungsi hati, Urine lengkap , Tes fungsi ginjal, TSH, EKG • Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia ≥ 20 tahun, setiap 5 tahun sekali

Soal no 9 • Tn. Gilgamesh, 57 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah dan turun nafsu makan sejak 6 bulan SMRS. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak 7 kg. Walaupun berat badan turun pasien merasa kedua kaki nya bengkak. Terdapat riwayat hipertensi dan pasien rutin konsumsi amlodipine. Pasien juga memiliki riwayat merokok sejak 30 tahun terakhir dan pernah menggunakan narkoba suntik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 84x/mnt, RR 22x/mnt, BMI 23 Kg/m2 dan JVP normal. Pada badan pasien didapatkan ginekomastia dan spider nevi. Pada pemeriksaan jantung didapatkan bunyi jantung normal dan tidak ada murmur. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tidak ada nyeri tekan dan shifting dullness (+). Pada tungkai didapatkan pitting edema. Apakah kemungkinan penyebab dari kondisi pasien tersebut?

A. Efek samping obat B. Infeksi virus kronis C. Cor pulmonal D. Hipotiroidisme E. Sindrom nefrotik Jawaban: B. Infeksi virus kronis

Sirosis Hepatis • Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodul regeneratif. • Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler – Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis, namun dapat ditemukan gejala awal mudah lelah, lemas, nafsu makan berkurang, mual, BB turun – Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas (komplikasi gagal hati dan hipertensi porta) • Etiologi: - Alkohol, hepatitis, biliaris, gagal jantung, metabolik, obat - Etiologi tersering di Indonesia: hepatitis B (40-50%) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Soal no 10 • Ny.Najenda, 34 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut sejak 2 tahun SRMS. Nyeri dirasakan sesekali setelah pasien makan namun tidak selalu. Nyeri perut kadang diikuti dengan BAB yang agak cair dan pasien merasa keluhan membaik setelah BAB. Tidak ada demam, BB turun atau darah pada BAB pasien. Pasien kadang membeli obat di warung jika perut terasa kembung dan sulit BAB. Apakah gambaran yang akan ditemukan pada pemeriksaan pasien ini?

A. Abses kripta B. Ulkus duodenum C. Defisiensi asam folat D. Atrofi vilus usus E. Mukosa kolon normal Jawaban: E. Mukosa kolon normal

IBS • Irritable Bowel Syndrome (IBS) – kelainan fungsional usus kronik berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan.

• Rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS. • Tidak ada bukti kelainan organik. Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013

IBS

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013

IBS Kriteria diagnostik

New England Journal Of Medicine. 2017.

Pemeriksaan • Pemeriksaan imaging: – rontgen atau CT abdomen dan pelvis  normal dan tidak diperlukan untuk diagnosis

• Colonoscopic  normal – hanya dilakukan pada pasien dengan tanda bahaya untuk menyingkirkan sebab organic

Tatalaksana IBS • Non farmakologi – IBS tipe konstipasi • diet tinggi serat

– IBS tipe diare • membatasi makanan yang mencetuskan gejala

• Farmakologi – IBS-C • bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride), aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)

– IBS-D • antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan

– Nyeri, kembung dan distensi • antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013

Soal no 11 • Ny.Recovery Girl, 68 tahun, datang dengan keluhan kaku pada jari-jari yang dirasakan sejak 5 tahun SMRS. Kaku terutama dirasakan pada sendi proksimal dan distal interphalang. Terdapat riwayat DM, grave disease yang saat ini diobati dengan terapi iodin radioaktif, perlemakkan hepar non alkoholik dan hipertensi. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal dan BMI pasien 34 Kg/m2. Pemeriksaan rheumatoid faktor negatif. Dari pemeriksaan ekstremitas didapatkan gambaran berikut:

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

a. Pseudogout b. Gout c. Ankylosing spondilitis d. Osteoarthritis e. Rheumatoid arthritis Jawaban: D. Osteoartritis

Soal no 12 • Ibu Susi, 65 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada lutut kiri. Nyeri dirasakan terutama saat naik tangga. Pada pemeriksaan, didapatkan TTV dalam batas normal, BB 70kg, TB 155 cm. Krepitasi (+) pada pemeriksaan lutut kiri. Dokter menduga pasien menderita OA. Edukasi apa yang dapat diberikan pada pasien tersebut?

a. Membatasi aktivitas fisik b. Menurunkan berat badan c. Olahraga d. Memperbanyak minum susu kalsium e. Konsumsi obat rutin Jawaban: B. Menurunkan berat badan

11-12. Osteoartritis • Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar tulang dapat digerakkan. • Osteoarthritis: degenerasi sendi  fungsi bantalan menghilang  tulang bergesekan satu sama lain.

Harrison’s principles of internal medicine.

Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua

Heberden’s & Bouchard’s nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis

Harrison’s principles of internal medicine.

Tatalaksana OA • Terapi Non farmakologi – Edukasi pasien. (Level of evidence: II) – Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs):modifikasi gaya hidup. (Level of evidence: II) – Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I). – Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). Level of Evidence: I) – Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II) – Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)

• Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi) • Pendekatan terapi awal – Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut: • Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari). • Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II) – Paracetamol 4x500mg, – Ibuprofen 3x 600-800 mg – Na Diclofenac 50 mg t.i.d, Piroksikam 20 mg o.d, Meloksikam 7.5 mg o.d – at risk for GI bleeding, may add PPI or use COX-2 inhibitors : celecoxib

Tatalaksana OA • Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini: – Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari). – Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal – Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent). – Cyclooxygenase-2 inhibitor.

• Terapi pembedahan – Artroskopi, Menisektomi, Artroplasti

Prinsip Tatalaksana Osteoartritis

Osteoarthritis: Diagnosis and Treatment.Am Fam Physician. 2012 Jan 1;85(1):49-56.

Ciri

OA

RA

Arthritis

Gout

Spondilitis Ankilosa

Female>male, >50 tahun, obesitas

Female>male 40-70 tahun

Male>female, >30 thn, hiperurisemia

Male>female, dekade 2-3

gradual

gradual

akut

Variabel

Inflamasi

-

+

+

+

Patologi

Degenerasi

Pannus

Mikrotophi

Enthesitis

Poli

Poli

Mono-poli

Oligo/poli

Tipe Sendi

Kecil/besar

Kecil

Kecil-besar

Besar

Predileksi

Pinggul, lutut, punggung, 1st CMC, DIP, PIP

MCP, PIP, pergelangan tangan/kaki, kaki

MTP, kaki, pergelangan kaki & tangan

Sacroiliac Spine Perifer besar

Bouchard’s nodes Heberden’s nodes

Ulnar dev, Swan neck, Boutonniere

Kristal urat

En bloc spine enthesopathy

Osteofit

Osteopenia erosi

erosi

Erosi ankilosis

-

Nodul subkutan, pulmonari cardiac splenomegaly

Tophi, olecranon bursitis, batu ginjal

Uveitis, IBD, konjungtivitis, insuf aorta, psoriasis

Normal

RF +, anti CCP

Asam urat

Prevalens Awitan

Jumlah Sendi

Temuan Sendi Perubahan tulang Temuan Extraartikular

Lab

Soal no 13 • Tn.Berserker, 60 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 3 jam SMRS. Nyeri dada disertai dengan mual, muntah dan keringat dingin. Terdapat riwayat hypertensi, DM tipe 2 dan stenosis aorta. Riwayat merokok (+) sejak 45 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 85/55 mmHg, HR 50x/mnt, RR 18x/menit dan suhu 37.2C serta saturasi oksigen 98%. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi jantung normal dan paru-paru tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sebagai berikut:

13. Gambar EKG

Apakah kemungkinan mekanisme dari keluhan pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Inflamasi pericardium Oklusi left anterior descending artery Oklusi left circumflex artery Oklusi left main coronary artery Oklusi right coronary artery

Jawaban: E. Oklusi right coronary artery

13. Sindrom Koroner Akut • Gejala khas  Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.  Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.

• Gejala tidak khas:  Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).  Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah yang sulit dijabarkan.  Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit ginjal kronik/demensia.

• Angina stabil:  Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut), berlangsung 2-5 menit,  Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat & nitrogliserin sublingual. Penatalaksanaan STEMI, PERKI

13. Sindrom Koroner Akut

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.

13. ACS

13. ACS

Soal no 14 • Ny. Seryu, 40 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 tahun terakhir. Nyeri dirasakan pada ulu hati dan sering membuat pasien terbangun dari tidur malam. Tidak ada pernurunan berat badan, mual atau muntah. Pasien lebih sering makan sayur dan buah. Akhir-akhir ini pasien mengeluh adanya keinginan untuk memakan kertas dan es. Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan gambaran eritema dan ulkus pada duodenum. Adanya keinginan pasien untuk memakan kertas dan es berhubungan dengan…

a. Perdarahan kronis b. Infeksi Helicobacter pylori c. Intoleransi laktosa d. GERD e. Defisiensi vitamin B12 Jawaban: A. Perdarahan kronis

14. Anemia • Menurut WHO, anemia merupakan keadaan dimana terjadi pengurangan jumlah sel darah merah, baik itu dalam kadar hemoglobin dan atau hematokrit, selama volume darah total dalam batas normal • WHO memakai standard kadar Hb < 12,5 g/dL untuk dapat menegakkan diagnosis anemia • Di Amerika, digunakan batas Hb < 13,5 g/ dL untuk laki-laki dan <12,5 dL untuk perempuan.

14. Gejala anemia • Gejala dapat bervariasi • Pada anemia karena kehilangan darah yang akut, lemah atau pun tidak sadar. • Sementara pada keadaan pendarahan kronisbadan lemah atau bahkan tidak bergejala sama sekali. • Pada anemia hemolisis perubahan warna kulit menjadi warna kuning (ikterus) karena proses hemolisis yang menghasilkan bilirubin

14. Anemia Defisiensi Besi • Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang berperan dalam pembentukan heme.

Etiologi • Perdarahan saluran cerna atau menstruasi • Kurangnya besi dalam diet • Gangguan penyerapan besi pada pasien dengan gastrektomi • Phlebotomi berulang • Meningkatnya kebutuhan besi (terutama saat hamil) • Hemosiderosis • hemoglobinuria (hemolysis intravaskular) • Infeksi cacing tambang

Anemia Defisiensi Besi (tahapan klinis)

14. Anemia Defisiensi besi

Harrison’s principles of internal medicine.

Anemia Defisiensi Besi (Tatalaksana) • Suplemen Besi (Ferrous Sulfat) – 300 mg/hari selama 6-12 bulan Atau sampai Hb normal + 8 minggu (WHO) – dapat ditambah suplemen vitamin C untuk menambah penyerapan besi

• Terapi besi parenteral  Iron dextran dapat diberikan secara IV atau IM  Jarang diperlukan karena biasanya pasien berespon dengan terapi oral.  Terapi ini berguna pada pasien yang absorbs besinya buruk.

• Transfusi PRC dibutuhkan – bila Hb < 6g/dl atau – Hb > 6g/dl dengan penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat, gagal jantung dan distress pernapasan)

Soal no 15 • Tn. Dr. Stylish, 60 tahun, datang dengan keluhan sesak sejak 5 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh batuk-batuk berdahak. Terdapat riwayat hipertensi dan merokok sejak 40 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 75x/mny dan RR 18x/mnt serta saturasi oksigen 95%. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan penurunan suara napas paru. Pada pemeriksaan spirometri didapatkan hasil FEV1 75% dan FEV1/FVC < 70%. Tidak ada perubahan berarti dengan terapi bronkodilator. Apakah tindakan dibawah ini yang paling efektif dalam menurunkan mortalitas pasien tersebut?

a. Inhalasi kortikosteroid b. Kortikosteroid oral c. Antiboitik profilaksis d. SABA e. Berhenti merokok Jawaban: E. Berhenti merokok

Soal no 16 • Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 3 bulan terakhir. Setiap sesak, pasien mendengar suara napasnya “ngik-ngik”. Sejak SMP pasien merokok 3 bungkus per hari. Riwayat sesak sebelumnya disangkal. Pada pemeriksaan fisis pasien CM, TD 140/90, HR 90x/mnt, RR 20x/mnt, S 37 C. Pemeriksaan paru didapatkan barrel chest, sela iga melebar, pursed lip breathing (+), clubbing finger (+). Pada auskultasi paru didapatkan wheezing (+). Pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini adalah…

a. Spirometri b. Foto toraks c. Pemeriksaan Gram sputum d. Analisis gas darah e. Kadar serum a1 antitripsin Jawaban: A. Spirometri

15-16. PPOK • Definisi PPOK – Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel – Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya – Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit

• Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) & obstruksi parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. • Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena: – Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas distal) – Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3 bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)

PPOK (klasifikasi) Dalam penilaian derajat PPOK diperlukan beberapa penilaian seperti • Penilaian gejala dengan menggunakan kuesioner COPD Assesment Test (CAT) serta The modified British Medical Research Council (mMRC) untuk menilai sesak nafas; • Penilaian derajat keterbatasan aliran udara dengan spirometri – – – –

GOLD 1: Ringan: FEV1 >80% prediksi GOLD 2: Sedang: 50% < FEV1 < 80% prediksi GOLD 3: Berat: 30% < FEV1 < 50% prediksi GOLD 4: Sangat Berat: FEV1 <30% prediksi

• Penilaian risiko eksaserbasi

15. PPOK Anamnesis • Sesak yang bersifat progresif dengan atau tanpa bunyi mengi • Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan • Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja • Riwayat penyakit emfisema pada keluarga • Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara • Batuk berulang dengan atau tanpa dahak • Penyakit komorbid seperti jantung, osteoporosis, keganasan • Keterbatasan aktivitsd • Riwayat pengobatan akibat penyakit paru

Pengukuran gejala sesak napas dapat dilakukan dengan beberapa kuesioner, yaitu: – COPD Assessment Test (CAT TM ) – Chronic Respiratory Questionnaire – (CCQ® ) – St George’s Respiratory – Questionnaire (SGRQ) – Chronic Respiratory Questionnaire – (CRQ) – Modified Medical Research Council – (mMRC) questionnaire

PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016

Pemeriksaan Fisik PPOK Inspeksi – Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) – Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) – Penggunaan otot bantu napas – Hipertropi otot bantu napas – Pelebaran sela igaku – Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut – vena jugularis di leher dan edema tungkai • Palpasi: pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar • Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah • Auskultasi – suara napas vesikuler normal, atau melemah – terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang – bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung kanan – terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema – tungkai PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016

• Pink puffer – Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing • Blue bloater – Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer • Pursed - lips breathing – Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang yang terjadi pada gagal napas kronik.

Pemeriksaan Penunjang PPOK • Uji spirometri  merupakan gold standar – FEV1 / FVC < 70 % (GOLD); <75% (pneumobile Indonesia) • Uji bronkodilator harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari infeksi pernapasan: – FEV1 pasca bronkodilator < 80 % prediksi dan FEV1/FVC < 75% menandakan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible – Obstruksi saluran napas dinyatakan reversibel bila setelah pemberian bronkodilator didapatkan FEV1 meningkat > 12% dan 200 ml dari nilai awal • Apabila spirometri tidak ada atau tidak memungkinkan: – APE (arus puncak ekspirasi/ PEF Peak Expiratory Flow) dapat dipakai sebagai alternatif untuk menunjang diagnosis – memantau variabilitas harian pagi dan sore tidak lebih dari 20% • Laboratorium darah: HB, Ht, trombosit, Leukosit, dan AGD • Radiologi foto thoraks: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Penyakit Paru Spirometri penyakit obstruktif paru: • Forced expiratory volume/FEV1 ↓ • Vital capacity ↓ • Hiperinflasi mengakibatkan: – Residual volume ↑ – Functional residual capacity ↑

Normal

COPD

Nilai FEV1 pascabronkodilator <80% prediksi memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. 1. 2. 3. 4.

Color Atlas of Patophysiology. 1st ed. Thieme: 2000. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. Lange: 2003. Murray & Nadel’s Textbook of respiratory medicine. 4th ed. Elsevier: 2005. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011

Radiologi PPOK A. Pada emfisema terlihat: – Hiperinflasi, Hiperlusen, – Ruang retrosternal melebar, – Diafragma mendatar, Jantung menggantung (jantung pendulum/teardrop/eye drop).

B. Pada bronkitis kronik: – Normal, Corakan bronkovaskular bertambah pada 21% kasus.

15. PPOK Eksaserbasi • Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai dengan perburukan gejala respirasi dan variasi gejala normal haran dan membutuhkan perubahan terapi. • Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi, polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi • Gejala eksaserbasi: – Sesak bertambah – Produksi sputum meningkat – Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent) PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016

15. PPOK Eksaserbasi • Eksaserbasi akut dibagi menjadi 3 menurut Anthonisen 1987: – Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala eksaserbasi – Tipe 2 (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala eksaserbasi – Tipe 3 (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan >20% dari nilai dasar, atau frekuensi nadi >20% dari nilai dasar. PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016

15. PPOK Eksaserbasi • Tujuan tatalaksana akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. • Hal yang harus diperhatikan: – – – – – –

derajat sesak, frekuensi nafas, pernafasan paradoksal, kesadaran, TTV, analisis gas darah, pneumonia PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016

15. Tatalaksana PPOK Eksaserbasi • Terapi oksigen – pertahankan saturasi 88-92% – Sungkup venturi lebih akurat dan dapat mengontrol pemberian oksigen dibanding kanula hidung – Ventilasi mekanik. Indikasi: gagal nafas akut atau kronik.

• Bronkodilator  short acting beta-2 agonist (SABA) • Kortikosteroid – oral prednisone 40 mg/hari selama 5 hari atau metilprednisolon 32 mg/hari dosis tunggal atau terbagi. – Jika IV diberikan metilprednisolon 3 x30 mg sampai bisa disulih ke oral. PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016

15. Tatalaksana PPOK Eksaserbasi • Antioksidan – N-asetilsistein 1200 mg/hari IV selama 5 hari atau – erdostein 2 x300 mg/hari selama 7 hari

• Mukolitik • Imunomodulator – Echinacea purpurea 500 mg dan vitamin C 50 mg serta mikronutrien (selenium 15 ug dan zink 10 mg) selama 2 minggu terutama yang disebabkan ISPA.

• Nutrisi • Pemberian antibiotic adekuat – terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016

15. PPOK Eksaserbasi • Antibiotik diberikan pada – Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala cardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi sputum) – Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala cardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya purulensi sputum – Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis (invasive atau non-invasive)

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016

15. Berhenti Merokok • Intervensi terapetik terpenting dalam manajemen PPOK • Terdiri dari 5 fase : – Prekontemplasi  Seseorang belum merencanakan perubahan perilaku dalam enam bulan kedepan. – Contemplasi  Seseorang mulai mempertimbangkan perubahan perilaku dan berniat mengubah perilaku dalam enam bulan. – Persiapan  Seseorang telah berencana mengubah perilakunya dalam enam bulan kemudian. – Aksi  Seseorang telah melakukan perubahan selama lebih kurang enam bulan. – Maintenance  Seseorang telah mempertahankan perubahan perilaku selama – setidaknya enam bulan tetapi kurang dari lima tahun.

• Dapat dikombinasikan dengan nicotine replacement therapy

Farmakologis • Terapi pengganti nicotine : permen karet nicotine, nicotine transdermal • Antidepressant  bupropion (Zyban) • Partial nicotine agonist  Varenicline (Chantix). • Agen lini ke 2  Nortryptiline (antidepressant)

Soal no 17 • Seorang perempuan, usia 42 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sepulang dari pesta. Terakhir di pesta dia mengonsumsi steak sapi. Pada pemeriksaan didapatkan pasien tampak sakit ringan, CM, tekanan darah 110/70 mm Hg, nadi 90x/menit, nafas 16x/menit, suhu 36 C, BB 65 kg, TB 152 cm. Konjungtiva tidak pucat, sklera anikterik. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada kuadran kanan atas, bising usus normal. Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah...

a. Kolelitiasis b. Koledokolitiasis c. Kolesistitis d. Kolangitis e. Ulkus peptic Jawaban: A. Kolelitiasis

17. PENYAKIT HEPATOBILIER

Lokasi Nyeri

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis

Terapi

Tidak spesifik

Urea breath test (+): H. pylori Endoskopi: eritema (gastritis akut) atropi (gastritis kronik) luka sd submukosa (ulkus)

Nyeri epigastrik Kembung

Membaik dgn makan (ulkus duodenum), Memburuk dgn makan (ulkus gastrikum)

Dispepsia

PPI: ome/lansoprazol H. pylori: klaritromisin+amoksili n+PPI

Nyeri epigastrik menjalar ke punggung

Gejala: mual & muntah, Demam Penyebab: alkohol (30%), batu empedu (35%)

Nyeri tekan & defans, perdarahan retroperitoneal (Cullen: periumbilikal, Gray Turner: pinggang), Hipotensi

Peningkatan enzim amylase & lipase di darah

Pankreatitis

Resusitasi cairan Nutrisi enteral Analgesik

Nyeri kanan atas/ epigastrium

Prodromal (demam, malaise, mual)  kuning.

Ikterus, Hepatomegali

Transaminase, Serologi HAV, HBSAg, Anti HBS

Hepatitis Akut

Suportif

Nyeri kanan atas/ epigastrium

Risk: Female, Fat, Fourty, Hamil Prepitasi makanan berlemak, Mual, TIDAK Demam

Nyeri tekan abdomen Berlangsung 30-180 menit

USG: hiperekoik dgn acoustic window

Kolelitiasis

Kolesistektomi Asam ursodeoksikolat

Murphy Sign

USG: penebalan dinding kandung empedu (double rims)

Kolesistitis

Resusitasi cairan AB: sefalosporin gen. 3 + metronidazol Kolesistektomi

Nyeri epigastrik/ kanan atas menjalar ke bahu/ punggung

Anamnesis

Mual/muntah, Demam

Kolelitiasis • Definisi

– Batu di kandung empedu – Empedu – garam empedu, phospholipid, kolesterol; ↑ saturasi kolseterol di empedu + mempercepat nukleasi + hypomotilitas kandung empedu batu empedu

• Klinis – Tipe: batu kolesterol 90%, batu pigmen 10% – Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam, menjalar ke scapula, mual – Dipicu makanan berlemak

• Tata laksana – Cholecystectomy (CCY), laparoscopic, jika symptomatik – Ursodeoxycholic acid (jarang) untuk batu cholesterol jika tidak bisa operasi

• Komplikasi – Kolesistitis – Koledokolitiasis  kolangitis

Koledokolitiasis • Definisi – Batu di duktus biliaris koledokus

• Klinis – Asymptomatic (50%) – Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam, menjalar ke scapula, mual – Obstruksi bilier  ikterik, pruritis, mual

• Tata laksana – ERCP & papillotomy – CCY

• Komplikasi – Cholangitis, cholecystitis, pancreatitis, stricture

Kolesistitis •

Definisi – Inflamasi dari kandung empedu



Etiologi – Obstruksi dari duktus sistikus akibat batu kantung empedu (kolelitiasis)



Manifestasi klinis: – nyeri perut kuadran kanan atas, mual, muntah, demam. – Dapat ditemukan ikterik pada 15% pasien. – Murphy’s sign positif spesifisitas 79-96% untuk kolesistitis akut.



Penunjang – Lab: leukositosis, CRP meningkat. aminotransferase meningkat sedang (biasanya <5 kali batas atas), bilirubin meningkat ringan (<5 mg/dL) – USG: ditemukan batu (90-95% kasus), tanda inflamasi kandung empedu (penebalan dinding/double rim cairan perikolesistik, dilatasi duktus biliaris)

Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. McGraw-Hill Pocket medicine. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.

Penyakit Hepatobilier • Temuan USG kolesistitis: – Sonographic Murphy sign (nyeri tekan timbul ketika probe USG ditekan ke arah kandung empedu) – Penebalan dinding kandung empedu (>4 mm) – Pembesaran kandung empedu (long axis diameter >8 cm, short axis diameter >4 cm) – Impacted stone, pericholecystic fluid collection Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.

Penyakit Hepatobilier Kolesistitis • Terapi Medik – Puasa, NGT, tatalaksana cairan & elektrolit – NSAID untuk analgesik karena lebih sedikit menimbulkan spasme sfingter Oddi daripada morfin. – Antibiotik IV: piperacillin, ampicillin sulbactam, ciprofloxacin, moxifloxacin, & sefalosporin generasi 3.

• Terapi Bedah – Waktu optimal untuk operasi tergantung kestabilan pasien. – Kolesistektomi dini (dalam 72 jam) merupakan terapi pilihan pada sebagian besar pasien kolesistitis akut.

• Definisi –

Obstruction duktus koledokus biliar  infeksi sisi proximal dari obstruksi

• Etiologi: – – –

Batu duktus bilier/ koledokolitiasia (85%) Keganasan (biliar, pancreas) atau striktur jinak Infiltrasi cacing (Clonorchis sinensis, Opisthorchis viverrini)

• Klinis – –

Charcot’s triad: nyeri perut kanan atas, ikterik, demam/menggigil; 70% Reynold’s pentad: Charcot’s triad + shock dan gangguan kesadaran;15%

• Tata laksana –



Antibiotik (broad spectrum) :ampicillin + gentamicin (atau levofloxacin) + MNZ (jika berat); carbapenems; pip/tazo 20% butuh dekompresi bilier cito via ERCP (papillotomy, extraksi, stent).

Kolangitis

Soal no 18 • Seorang laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan terakhir. Keluhan disertai sesak yang tidak membaik dengan istirahat. Pada pemeriksaan fisik pasien CM, TD 130/70, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt. Pemeriksaan perkusi paru didapatkan pekak pada seluruh lapangan hemithoraks kanan. Pada pemeriksaan foto polos toraks didapatkan trakea dan mediastinum tampak bergeser ke sisi kanan, dan terdapat perselubungan homogen pada seluruh hemithoraks dekstra. Diagnosis dari kasus tersebut adalah...

a. Efusi pleura dextra b. Atelektasis c. Emfisema paru d. Malignansi pada paru kanan e. Bronkopneumonia Jawaban: B. Atelektasis

18. Atelektasis • Atelectasis describes the loss of lung volume due to the collapse of lung tissue. • Atelectasis can be divided pathophysiologically into: – Obstructive atelectasis • consequence of blockage of an airway  the affected regions become gasless and then collapse.

– Non obstructive atelectasis. • loss of contact between the parietal and visceral pleurae, parenchymal compression, surfactant dysfunction, replacement of lung tissue by scarring or infiltrative disease, and strong vertical acceleration forces.

Atelectasis • Clinical manifestation (depends on rapidity of occlusion development) – Pain on the affected side, sudden onset of dyspnea, and cyanosis. – Hypotension, tachycardia, fever, and shock may also occur.

• Lung examination – Dullness to percussion over the involved area and diminished or absent breath sounds. – The trachea and the heart may be deviated toward the affected side.

Mediastinal displacement, opacification, and loss of volume are present in the right hemithorax

Treatment • Depends on etiology. • Nonpharmacologic therapies for improving cough and clearance of secretions from the airways: – chest physiotherapy + postural drainage – chest wall percussion and vibration – forced expiration technique (huffing)

• Medication: – Bronchodilators (beta agonists, methylxantine, anticholinergics) • decrease muscle tone in both the small and large airways in the lungs, thereby increasing ventilation

– Mucolytics (N-acetylsistein) • May promote sputum removal of thick mucous plugs

– Antibiotics • To treat underlying bronchitis or postobstructive infection

• Chronic atelectasis is treated with segmental resection or lobectomy.

Soal no 19 • Ny. Capten Marvell, 22 tahun, datang dengan keluhan mimisan sejak 30 menit SMRS. Pasien memiliki keluhan yang sama 1 minggu yang lalu dan perdarahan berhenti dengan penekanan. Pasien juga mengeluhkan mudah memar sejak beberapa bulan belakangan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90mmHg, HR 87x/mnt, RR 22x/mnt dan Suhu 37,2 C. Pada pemeriksaan abdomen liver span 8 cm dan lien tidak teraba. Terdapat ekimosis pada kedua kaki. Pada pemeriksaan lab didapatkan Ht 45%, leukosit 5500, trombosit 9000, fibrinogen 250 mg/dL (normal 150350 mg/dL) dan prothrombin time 13 detik. Apakah kemungkinan penyebab kondisi pasien tersebut?

a. Aplasia sumsum tulang b. Infiltrasi sumsum tulang oleh keganasan c. Disseminated intravascular coagulation (DIC) d. Destruksi platelet oleh imun e. Von Willebrand disease Jawaban: D. Destruksi platelet oleh imun

19. Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura • Purpura trombositopenia imun merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan trombositopenia menetap (angka trombosit darah tepi <150.000 ml/dl) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotelial terutama di limpa • 10% ITP + anemia hemolitik autoimun  Evan’s syndrome • Etiologi – – – –

Primer: dx eksklusi Sekunder: virus (HIV, HCV, HBV, EBV), H. Pylori, ANA Anak: akut pasca infeksi Dewasa: kronik

• Manifestasi klinis: perdarahan mukokutan, petechiae, purpura. Perdarahan spontan bila Tr <20,000/mm3 • Pemeriksaan lab – BT, CT – Hapus darah tepi: megakariosit – Biopsi sumsum tulang: ↑ megakariosit

Mekanisme ITP • Diawali dari adanya autoantibodi (sebagian besar merupakan IgG) → melawan membran trombosit glikoprotein IIb-IIIa atau Ib-IX. • Antibodi antiplatelet berkerja sebagai opsonin yang dikenali oleh reseptor IgG Fc pada makrofag → apabila ia melekat pada trombosit, makrofag akan mengenali kompleks tersebut sebagai substansi yang harus dihancurkan → terjadi peningkatan destruksi platelet. • ITP ringan: • hanya trombosit yang diserang, dan • megakariosit mampu mengkompensasi kondisi itu dengan jalan meningkatkan produksi trombosit.

• ITP berat: • autoantibodi juga menyerang megakariosit, sehingga produksi trombosit juga menurun.

Anamnesis • Onset pendarahan : ITP akut atau kronik. • Ada tidaknya gejala sistemik: ITP primer atau sekunder. • ITP akut: • trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus atau bakteri, • biasanya pada anak-anak.

• ITP kronik: • fluktuatif, episode pendarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai minggu, dapat intermiten atau bahkan terus-menerus. • Umumnya pada usia 18-40 tahun dan • 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita.

• Obat-obat pemacu kekambuhan: heparin, sulfonamid, kuinin, dan aspirin

Pemeriksaan Fisik • ITP akut: • umumnya ringan dan • lebih dari 90% penderita sembuh dalam 3-6 bulan karena merupakan self-limited disease, • bentuk pendarahannya adalah purpura pada kulit dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).

• ITP kronik: • pendarahannya dapat berupa ekimosis, peteki, purpura; • umumnya berat. • Traktus urogenital merupakan tempat pendarahan paling sering.

• Spleenomegali ringan tanpa limfadenopati dapat dijumpai pada kedua ITP, namun hanya 10-20% kasus.

Pemeriksaan Penunjang • Trombositopenia. • Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal, kadang dapat dijumpai adanya megatrombosit • Bleeding time memanjang. • Additional tests may be ordered to exclude other causes of the thrombocytopenia when clinically indicated (e.g., HIV, ANA, TSH [hypothyroidism and hyperthyroidism can cause thrombocytopenia], liver enzymes, Hep C ab). • Pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang hanya dilakukan pada dewasa tua (>40 tahun), gambaran klinis tidak khas, atau pasien yang tidak berespon baik terhadap terapi. • Kecurigaan ITP sekunder → pemeriksaan laboratoris diperlukan untuk menginvestigasi penyakit dasarnya.

Terapi ITP • Pasien dengan angka trombosit (AT) >30.000/µL, asimptomatik atau purpura minimal tidak diterapi rutin. • Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila terdapat – pendarahan mukosa dengan AT <20.000/µL atau – pendarahan ringan dengan AT <10.000/µL.

• Steroid yang diberikan adalah Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi 1-2 minggu – Bila responsif, dosin diturunkan perlahan hingga AT stabil atau dipertahankan 30.000-50.000/ µL. – Prednison juga dapat diberikan dosis tinggi 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari, – bila tidak ada respon maka pengobatan yang diberikan hanya suportif.

• Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila: – – – – – –

AT <20.000/µL dengan pendarahan mukosa berulang; pendarahan retina; pendarahan berat; AT <50.000/µL; kecurigaan pendarahan intrakranial; menjalani operasi dengan AT <150.000/µL.

Soal no 20 • Ny. Rukia Kuchiki, 37 tahun datang dengan keluhan penurunan berat badan, muntah, nyeri perut dan pusing saat berdiri sejak 3 minggu SMRS. Terapat riwayat asma yang terkontrol dengan inhalasi B2 agonist dan kortikosteroid inhalasi. Selama 2 tahun terakhir pasien terkadang minum prednisone oral jika asmanya kambuh. Pasien juga mengalami hipotiroid yang diobati dengan levotiroksin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/60 mmHg dan HR 96x/mnt. Kulit pasien tampak mengalami hiperpigmentasi dan beberapa bercak vitiligo. Pada pemeriksaan lab didapatkan hyponatremia ringan dan hyperkalemia dengan fungsi ginjal yang normal. Pada pemeriksaan lanjutan didapatkan kadar serum kortisol menurun. Apa kemungkinan penyebab insufisiensi adrenal pada pasien tersebut?

a. Perdarahan adrenal b. Tumor adrenal c. Addison Disease d. Insufisiensi adrenal sentral karena penggunaan glukokortikoid e. Infeksi HIV Jawaban: C. Addison Disease

Addison Disease •

Addison disease (or Addison's disease) is adrenocortical insufficiency due to the destruction or dysfunction of the entire adrenal cortex. • Sign and symptoms: – Hyperpigmentation of the skin and mucous membranes – Dizziness – Myalgias and flaccid muscle paralysis – Impotence and decreased libido – progressive weakness, fatigue, poor appetite, and weight loss





Defisiensi kortisol  penurunan umpan balik pada aksis hipotalamus-pituitary meningkatkan kadar ACTH plasma Defisiensi mineralokortikoid produksi renin meningkat oleh sel juxtaglomerular di ginjal

Hiperpigmentasi daerah friksi

Hiperpigmentasi mukosa

• 90% disebabkan oleh autoimun • Penyebab lain: tuberkulosis, adrenalektomi, neoplasia, genetik, iatrogenik, obat (eg. Etomidadinhibisi sintesis kortisol)

ILMU BEDAH

Soal no 21 • Pasien usia 70 tahun datang dengan keluhan BAB berdarah dan keluar benjolan sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 5 hari ini, pasien sering merasa BAB nya keras dan harus mengedan agar BAB bisa dan keluar keluar darah menetes setelah feses. Pada pemeriksaan RT terdapat benjolan pada jam 6, benjolan pasien saat ini menetap. Apakah faktor risiko pada pasien tersebut?

a. Konstipasi b. Karsinoma rectum c. Fistula recti d. Fissura recti e. Abses perianal Jawaban: A. Konstipasi

21. Hemoroid

Soal no 22 • Seorang anak laki-laki, 4 tahun, diantar ibunya ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada scrotum kirinya sejak 2 jam yang lalu. Nyeri dirasakan mendadak saat ia sedang bermain dengan teman-temannya. Pada PF: TTV normal, scrotum kiri tampak lebih pendek di banding scrotum kontralateral. Pada pemeriksaan USG tidak tampak vaskularisasi pada scrotum kiri. Berapa lama sisa waktu optimal (golden periode) untuk dilakukan tatalaksana pada pasien ini?

a. 6 jam b. 4 jam c. 8 jam d. 2 jam e. Tidak terbatas Jawaban: B. 4 jam

22. Torsio Testis Gejala dan tanda: • Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak • Pembengkakan skrotum • Nyeri abdomen • Mual dan muntah • Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau pada posisi yang tidak biasa

RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html

Ultrasound

• Normal: homogenous symmetric

Late ischemia/infarct: hypoechoic

Early ischemia: enlargement, no Δ echogenicity

• Hemorrhage: hyperechoic areas in an infarcted testis, heterogenous, extra testicular fluids • Penurunan Vaskularisasi

http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment#a1156

Tatalaksana Torsio Testis

• Manual detorsion

– Dapat dilakukan saat pasien di IGD dan merupakan terapi sementara – Cara manual detorsion • Seperti Opening of a book bila dokter berdiri di kaki pasien • Sebagian besar torsio testis , terpelintir kearah dalam dan medial, sehingga manual detorsion akan memutar testis kearah luar dan lateral • Bila testis kiri yang terkena, dokter memegang testis dengan ibu jari dan telunjuk kanan kemudian memutar kearah luar dan lateral 180derajat • Rotasi testis mungkin memerlukan pengulangan 2-3 kali sampai detorsi terpenuhi

– Bila berhasil (dikonfirmasi dengan USG color Doppler dan gejala yang membaik)  terapi definitif masih harus dilakukan sebelum keluar dari RS

• Surgical detorsion  Terapi definitif • • • •

Untuk memfiksasi testis Tetap dilakukan walaupun,manual detorsion berhasil CITO bila manual detorsion tidak berhasil dilakukan Bila testis yang terkena sudah terlihat, testis dibungkus kassa hangatuntuk memperbaiki sirkulasi dan menentukan testis masih hidup atau tidak

• Orchiectomy  Bila testis telah nekrosis

Epididymitis • Inflamasi dari epididimis • Bila ada keterlibatan testisepididymoorchit is • Biasanya disebabkan oleh STD • Common sexually transmitted pathogen, Chlamydia

PRESENTATION

TREATMENT

• Nyeri skrotum yang menjalar ke lipat paha dan pinggang. • Pembengkakan skrotum karena inflamasi atau hidrokel • Gejala dari uretritis, sistitis, prostatitis. • O/E tendered red scrotal swelling. • Elevation of scrotum relieves painphren sign (+)

• Oral antibiotic. • Scrotal elevation, bed rest, &use of NSAID. • Admission & IV drugs used. • In STD treat partner. • In chronic pain do epididymectomy.

Soal no 23 • Tn Harris, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien korban tabrak lari, dan segera dibawa ke IGD RS oleh keluarganya. Pasien ditabrak dari samping ketika menyebrang jalan, kesadaran pasien menurun serta mulut dan hidung penuh darah. Saat pemeriksaan didapatkan kesadaran somnolen, TD 100/70 mmHg, Nadi 96x/ menit, RR 30x/ menit, dan suhu afebris. Dari pemeriksaan radiologis diadapatkan fraktur le fort II. Tindakan pertama saat pasien sampai UGD?

a. Pasang kateter uretra b. Evaluasi tanda vital c. Beri oksigen d. Pasang pulse oximetri e. Evaluasi jalan nafas Jawaban: E. Evaluasi jalan nafas

23. Initial Assessment Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik ATLS Coursed 9th Edition

Primary Survey A. Airway dengan kontrol servikal 1. Penilaian a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi) b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2.

Pengelolaan airway a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )

3. 4. 5.

Fiksasi leher Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. Evaluasi ATLS Coursed 9th Edition

ATLS Coursed 9th Edition

Cervical in-line immobilization

Indikasi Airway definitif

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi 1. Penilaian a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e) Auskultasi thoraks bilateral

2.

Pengelolaan a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask c) Menghilangkan tension pneumothorax d) Menutup open pneumothorax e) Memasang pulse oxymeter

3.

Evaluasi ATLS Coursed 9th Edition

C. Circulation dengan kontrol perdarahan 1. Penilaian a) b) c) d)

Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal Mengetahui sumber perdarahan internal Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. e) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. f) Periksa tekanan darah

2.

Pengelolaan a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah. c) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). d) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. e) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. f) Cegah hipotermia

3.

Evaluasi ATLS Coursed 9th Edition

Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

D. Disability 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment 1. Buka pakaian penderita, periksa jejas 2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat. ATLS Coursed 9th Edition

Soal no 24 • James May, Anak laki-laki, 4 tahun, diantar oleh ibunya ke poli dengan keluhan kulit pada kelamin ditarik dan tidak bisa kembali sejak 2 jam yang lalu, anak belum dilakukan sirkumsisi. Anak menangis karena nyeri, pada pemeriksaan fisik didapatkan glans penis terlihat sebagian, saat diperiksa preputium tidak dapat ditarik dan menjepit pada corona glandis. Diagnosis pada kasus ini adalah…

a. b. c. d. e.

Fimosis Parafimosis Epispadia Hipospadia Balanitis

Jawaban: B. Parafimosis

24. Parafimosis • Prepusium yang diretraksi hingga sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada posisi semula. • Retraksi prepusium ke prox secara berlebihan  tidak dapat dikembalikan seperti semula  menjepit penis  obstruksi aliran balik vena superfisial  edema, nyeri  nekrosis glans penis.

Tatalaksana Parafimosis • Mengembalikan prepusium secara manual dengan memijat glans penis selama 3-5 menit untuk mengurangi edema. • Bila tidak berhasil, perlu dilakukan dorsum insisi. • Setelah edema dan reaksi inflamasi hilang  sirkumsisi.

Phimosis vs Paraphimosis Phimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kearah proksimal • Fisiologis pada neonatus • Komplikasiinfeksi – Balanitis – Postitis – Balanopostitis

• Treatment – Dexamethasone 0.1% (6 weeks) for spontaneous retraction – Dorsum incisionbila telah ada komplikasi

Paraphimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius • Gawat darurat bila – Obstruksi vena superfisial  edema dan nyeri  Nekrosis glans penis

• Treatment – Manual reposition – Dorsum incision

Tatalaksana Fimosis • • •



Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis. Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang mereda.

Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang :Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2011 : 14, 236-237

Balanitis

Definisi • Balanitis adalah radang pada glans penis • Posthitis adalah radang pada kulup. • Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi. • Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan kanker di kemudian hari. Etiologi • Penyebab paling umum dari balanitis adalah kebersihan yang buruk. • Lebih sering pada pasien dengan fimosis Gejala • Penderita merasa nyeri dan gatal, warna kepala penis kemerahan dan bengkak. Pengobatan • Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik. • Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi • Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus dilakukan penyunatan.

Soal no 25 • Seorang laki laki, 46 tahun, mengeluhkan keluar benjolan dari sela paha kanan. Pasien bekerja sebagai kuli bangunan sudah 30 tahun. Benjolan keluar masuk. Benjolan keluar terutama saat pasien batuk atau mengejan. Terkadang benjolan mencapai scrotum kanan. Pemeriksaan tanda vital TD 120/80 mmHG, Nadi 80x/ menit, RR 16x/ menit, dan suhu 36OC. Pada pemeriksaan tampak benjolan di inguinal kanan, hiperemis (-), nyeri tekan (-), Finger test (+). Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah…

a. Hernia inguinalis reponibel b. Hernia inguinalis ireponibel c. Hernia inguinalis medial d. Hernia femoralis e. Hernia scrotalis Jawaban: A. Hernia inguinalis reponibel

25. Hernia

Tipe Hernia

Definisi

Reponible

Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan

Irreponible

Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata

Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia

Strangulata

Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam

Test

Keterangan

Finger test

Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis, dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test

Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.

Thumb test

Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu jari.

Valsava test

Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau melakukan manuver valsava.

Soal no 26 • Tn. Mark Marquez, Seorang laki-laki, 26 tahun, jatuh tertabrak mobil saat mengendarai sepeda motor. Pasien ditolong oleh warga dan langsung dibawa ke rumah sakit. Pasien mengeluh nyeri pada bahu kiri, pada primary survey tidak didapatkan kelainan. Pada Secondary survey tampak deformitas pada area bahu kiri, nyeri tekan (+), dan krepitasi (+), tidak tampak kelainan di bagian tubuh lainnya. Dilakukan pemeriksaan foto radiologi dengan hasil sebagai berikut:

Diagnosis yang tepat adalah…

a. Fraktur midclavicula b. Fraktur clavicular 1/3 proksimal c. Fraktur clavicula 1/3 distal d. Fraktur costae e. Fraktur humeri Jawaban: A. Fraktur midclavicula

26. Fraktur Klavikula Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3 tengah klavikula) • Fraktur pada bagian tengah clavicula • Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, yang dapat dibagi: – type 1: undisplaced jika ligament intak – type 2: displaced jika ligamen korakokiavikula ruptur. – type 3: fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.

Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang terjadi

Pemeriksaan Radiologis • Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan adalah foto X-ray clavicle Anteroposterior (AP)  pilihan utama dan cephalic tilt (15-45 derajat). – Pada kasus trauma biasa digunakan min 2 sudut berbeda PA/ AP dan axial view.

• Kelebihan foto clavicle AP pada kasus fraktur klavikula antara lain: – Gambar clavicula lebih terlihat jelas secara keseluruhan. – Melihat struktur lain yang terlibat dalam mekanisme trauma: fraktur scapula, fraktur iga, atau pneumothorax.

Soal no 27 • Laki-laki, 35 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan menjalar sampai buah zakar pada sisi yang sama. Pasien juga mengeluh mual tapi tidak muntah. Pasien mengeluh ada riwayat BAK berdarah dan berpasir. Pada PF: tanda vital dalam batas normal, nyeri ketok CVA kanan (+). Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Batu ureter proksimal Batu ureter media Batu ureter distal Batu kandung kemih Batu uretra posterior

Jawaban: C. Batu ureter distal

27. Urolithiasis • Urolitiasis  pembentukan batu didalam sistem traktus urinarius sehingga menimbulkan manifestasi sesuai dengan derajat penyumbatan yang terjadi ginjal, ureter, kandung kemih atau uretra. • Gejala umum: – – – –

Nyeri pada area flank Gejala iritatif saat BAK Nausea Hematuria  bila terjadi obstruksi

• Jenis batu saluran kemih: – – – – –

Kalsium Oksalat (56,3%), Kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran.

Ginjal •



Ginjal  batas atas ginjal adalah vertebra toraks kedua belas, dan batas bawah ginjal adalah lumbal ketiga. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri Fungsi ginjal : – Eksresi produk sisa metabolik dan bahkan kimia asing – Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, osmoalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, tekanan arteri, keseimbangan asam-basa dan metabolisme ion kalisum dan vitamin D – Sekresi, metabolisme, dan eksresi homon – Glukoneogenesis – Menghasilkan hormon antara lain: eritropoetin, yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin.

Ureter • Ureter  berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli • terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit dari pada tempat lain fungsinya  mencegah terjadinya aliran balik urine dari vesika urinria ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat buli-buli berkontaksi

Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah: • Pada perabatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi ureter junction • Tempat ureter menyilang arteri iliaka di ronggo pelvis • Pada saat ureter masuk ke vesika urinaria dalam posisi miring dan berada di dalam otot vesika urinaria (intramural)

Ureter dibagi menjadi dua bagian • ureter pars abdominalis (ureter proksimal), yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka, • ureter pars pelvika (ureter distal), yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk buli-buli.

Vesika urinaria

• Vesika urinaria terdiri atas 3 permukaan, yaitu : • • •

Permukaan superior yang berbatasan dengan ronggo peritoneum Dua permukaan inferolateral Permukaan superior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding vesika urinaria.

• Vesika urinaria berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi

Uretra • Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari vesika urinaria melalui proses miksi. • Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu – uretra posterior tdd uretra pars prostatia dan uretra pars membranesa – Uretra anterior tdd pars bulbosa, pars penularis, fossa navukularis dan meatus uretra eksterna

• Panjang uretra – wanita  kurang lebih 3-5 cm – uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm (Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering ada pria)

Nyeri Alih

Gambaran urolithiasis

Staghorn Stone • Batu staghorn seringkali tanpa disertai gejala. • Staghorn merupakan batu saluran kemih yang bercabang menempati renal pelvis dan setidaknya menempati 1 sistem kaliks. • Gejala yang sering pada pasien berupa ISK dan hematuria.

https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm0805190

https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspectednephrolithiasis-in-adults

Modalitas radiologi dalam diagnosis Modalitas USG

Sensitivitas (%)

Spesifisitas (%)

Kelebihan

Kekurangan

19

97

Terjangkau

Kurang baik dalam visualisasi batu ureter

Baik untuk melihat hidronefrosis Tidak meradiasi BNO

45-59

71-77

Terjangkau dan murah Digunakan sebagai pemeriksaan awal

IVP

64-87

92-94

Terjangkau

Kurang baik untuk melihat batu di ureter media dan batu radiolusen

Kualitas foto bervariasi

Memberikan informasi yang adekuat Butuh persiapan dan penggunaan tentang batu (lokasi, radiodensitas, & kontras ukuran), anatomi, dan fungsi kedua ginjal CT non-kontras

95-100

94-96

Paling definitif dan spesifik

Mahal dan kurang terjangkau

Tidak menunjukkan derajat obstruksi dengan jelas

Tidak mengukur fungsi ginjal

Memberikan informasi tentang kondisi selain sistem genitourinari CT-urografi dengan kontras

100

100

Paling sensitif dan spesifik, dengan mengevaluasi fungsi ginjal

Mahal dan kurang terjangkau

https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspectednephrolithiasis-in-adults

BNO • Foto polos abdomen dengan atau tanpa persiapan (*persiapan berupa puasa agar gambaran batu tidak terhalang usus). • Baik untuk melihat bayangan, ukuran, dan posisi batu. • Indikasi: – skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi

• Sensitivitas antara 44%-77% • Baik untuk diagnosis batu kalsium dan batu xystine  radio-opaque.

Batu Ginjal

Batu Ureter

Batu Staghorn

Batu Ginjal

https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspectednephrolithiasis-in-adults

IVP (Intravenous Pyelography) • Tipe X-ray yang dapat menggambarkan keadaan system urinaria melalui bahan kontras radio-opak. • Kontraindikasi: – pasien dengan kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.

• Indikasi IVP : – – – – – –

Nyeri pinggang Hematuria Frequency (sering miksi) Dysuria Suspected renal calculus Tumor ginjal

Pembacaan IVP : Menit

Uraian

0

Foto Polos Perut

5

Melihat fungsi ekskresi ginjal. Pada ginjal normal system pelvikaliseal sudah tampak

15

Kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli

30

Foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untuk menilai kemungkinan terdapat perubahan posisi ginjal (ren mobilis)

60

Melihat

keseluruhan

anatomi

saluran

kemih,

antara

lain:

filling

defect,hidronefrosis, double system, atau kelainan lain. Pasca

Pada buli-buli diperhatikan adanya identasi prostat, trabekulasi, penebalan

miksi

otot detrusor, dan sakulasi buli-buli.

Menilai sisa kontras (residu urine) dan divertikel pada buli-buli.

60 menit 30menit 15 menit

5 menit Post miksi

https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspectednephrolithiasis-in-adults

USG (Ultrasonografi) Gelombang suara (ultrasound) frekuensi 1-10 MHz. Aman, berkali- kali

Membedakan antara massa padat (hiperekoik) dengan massa kistik (hipoekoik),

Batu non opak terdeteksi sebagai echoic shadow. Mendeteksi batu kaliks, pelvis,PUJ , VUJ dan pelebaran sistem traktur urinarius bagian atas.

Batu >5mm sensitifitas 95% dan dengan spesifitas hampir 100%, batu yang lain 78% dan 31%

Indikasi : • • • • • • • •

Kolik renal/ureter Suspek masa ginjal Ginjal yang tidak berfungsi pada urografi Hematuria Infeksi kemih yang rekuren Trauma Suspek penyakit polikistik Gagal ginjal dengan penyebab yang tidak diketahui

• Batu > 5 mm • USG sukar untuk mendeteksi kalkuli ureter, karena gas usus di atasnya, kecuali kalkuli dalam ureter distal, di mana kandung kemih penuh bertindak sebagai akustik window • Kalkuli tampak echogenic

Batu ginjal kiri

Batu UVJ kiri

https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspectednephrolithiasis-in-adults

CT Scan tanpa kontras • Diagnostik yang akurat • 99% batu termasuk batu radiolusen akan terlihat • Membedakan komposisi batu • Mengenal secondary sign • Mahal dan tidak tersedia pada setiap daerah

CT Scan normal

batu pelvis renal

batu ureter

staghorn stone pelvocalic ginjal kiri.

dilatasi ureter ,pelvocalic proximal ureter

Soal no 28 • Laki-laki, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu, disertai dengan mual dan muntah, dan terkadang diare. TD 130/90 mmHg, Nadi 90x/ menit, RR 20x/ menit, dan suhu 38OC. Pada pemeriksaan fisik bising usus menurun dan terdapat nyeri pada epigastrium dan titik Mc Burney. Pemeriksaan lab: Hb 14 g/dL, Ht 40%, Leukosit 18.000, hitung jenis shift to the left, dan trombosit 300.000. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

a. Appendisitis b. Kolesistitis c. Kolangitis d. Pankreatitis e. Peritonitis Jawaban: A. Appendisitis

28. Appendisitis

Sign of Appendicitis

Alvarado Score

Soal no 29 • Seorang anak laki-laki, usia 12 tahun, mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan dirasa memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan keterbatasan gerak oleh karena nyeri. Riwayat trauma disangkal. Pada pemeriksaan radiologi di dapatkan gambaran brodies abcess pada metafisis. Apa diagnosis pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Osteomyelitis akut Osteomyelitis subakut Osteomyelitis kronis Osteosarcoma Ewing Sarcoma

Jawaban: B. Osteomyelitis subakut

29. Osteomyelitis • Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an infecting organism. • It may remain localized, or it may spread through the bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and soft tissue surrounding the bone. • Based on the duration and type of symptoms:

Organisms Isolated in Bacterial Osteomyelitis Organism

Comments

Staphylococcus aureus

Organism most often isolated in all types of osteomyelitis

Coagulase-negative staphylococci or Propionibacterium species

Foreign-body–associated infection

Enterobacteriaceae species orPseudomonas aeruginosa

Common in nosocomial infections and punchured wounds

Streptococci or anaerobic bacteria

Associated with bites, fist injuries caused by contact with another person’s mouth, diabetic foot lesions, decubitus ulcers

Salmonella species orStreptococcus pneumoniae

Sickle cell disease

Lew DP, Waldvogel FA. Osteomyelitis. N Engl J Med 1997;336:999-1007.

Local signs (Acute) • Calor, rubor, dolor, tumor • Heat, red, pain or tenderness, swelling • Initially, the lesion is within the medually cavity, there is no swelling, soft tissue is also normal. • The merely sign is deep tenderness. • Localized finger-tip tenderness is felt over or around the metaphysis. • It is necessary to palpate carefully all metaphysic areas to determine local tenderness, pseudoparalysis

X-ray findings • X-ray films are negative within 1-2 weeks • Careful comparison with the opposite side may show abnormal soft tissue shadows. • It must be stressed that x-ray appearances are normal in the acute phase. • There are little value in making the early diagnosis. • By the time there is x-ray evidence of bone destruction, the patient has entered the chronic phase of the disease.

SUBACUTE HEMATOGENOUS OSTEOMYELITIS • More insidious onset and lacks the severity of symptoms • Diagnosis typically is delayed for more than 2 weeks. • a pathogen is identified only 60% of the time • S. aureus and Staphylococcus epidermidis • The diagnosis often must be established by an open biopsy and culture

Subacute Osteomyelitis Classification

Brodie’s abcess • Bone abscess containing pus or jelly like granulation tissue surrounded by a zone of sclerosis • Age 11-20 yrs, metaphyseal area, usually upper tibia or lower femur • Deep boring pain, worse at night, relieved by rest • Circular or oval luscency surrounded by zone of sclerosis • Treatment: – Conservative if no doubt - rest + antibiotic for 6 wks. – if no response – surgical evacuation & curettage, if large cavity - packed with cancellous bone graft

Chronic osteomyelitis • If any of sequestrum, abscess cavity, sinus tract or cloaca is present. (Dead bone is present) • Hematogenous infection with an organism of low virulence may be present by chronic onset. – Infection introduced through an external wound usually causing a chronic osteomyelitis. – It is due to the fact that the causative organism can lie dormant in – avascular necrotic areas occasionally becoming reactive from a flare up.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI  Sekuestrum (bangunan dense dikelilingi lusentulang yang mati dikelilingi oleh pus)  Involucrum (pembentukan tulang baru di sekitar tulang yang mengalami destruksi)  Korteks menebal/sklerotik dan berkelok-kelok  Kanalis medularis menyempit hingga gambaran medula menghilang

Osteomyelitis, chronic. Sclerosing osteomyelitis Osteomyelitis, chronic. Sequestrum of the lower tibia of the lower tibia. Note the bone expansion an marked sclerosis.

TERAPI Antibiotik • Bertujuan untuk : • Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya. • Mengontrol eksaserbasi

Tindakan Operatif • Bertujuan untuk : – Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang ( sequesterum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa hari. – Sebagai dekompresi pada tulang dan mencegah penyebaran osteomyelitis lebih lanjut – Gips untuk mencegah patah tulang patologik

Komplikasi • • • • •

Anemia Penurunan berat badan Kelemahan dan amiloidosis. Arhtritis purulenta Fraktur patologis

Soal no 30 • Pasien laki-laki, 20 tahun, datang ke UGD diantar keluarganya dengan keluhan nyeri lutut sebelah kiri sejak 1 jam yang lalu. Pasien terjatuh pada pertandingan bola basket. TD: 120/80 mmHg, RR: 22 x/mnt, N: 88 x/mnt, S: 36,6OC. Pemeriksaan status lokalis: lutut kiri nyeri, bengkak, ngilu, dan terdengar bunyi klik saat digerakan. Pemeriksaan penunjang yang tepat untuk mendiagnosis penyakit pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

EMG MRI CT Scan USG Foto polos genue AP/Lat

Jawaban: B. MRI

30. Cedera Meniskus • Sering terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bola basket, sepak bola atau bulu tangkis. • Mekanisme cedera meniskus – akibat gerakan berputar dari sendi lutut – akibat gerakan squat atau fleksi (menekuknya) sendi lutut yang berlebihan.

Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut) Tes Apley • Posisi pasien : telungkup, dengan lutut fleksi ± 90˚. • Pegangan : pada kaki disertai dengan pemberian tekanan vertikal ke bawah • Gerakan: • Putar kaki ke eksorotasikompresi pada meniscus lateralis • Putar kaki endorotasikompresi pada meniscus medialis • Positif bila ada nyeri dan bunyi “kIik”.

Tes McMurray • Posisi pasien : telentang dengan pancjgul ± 110˚ fIeksi, tungkai bawah maksimal feksi. • Pegangan : tangan pasif pada tungkai atas sedekat mungkin dengan lutut, tangan aktif memegang kaki. • Gerakan : • Tungkai bawah ekstensi disertai dengan tekanan ke valgus dan eksorotasiprovokasi nyeri pada meniscus Iateralis dan bunyi “kIik” • Gerakan tungkai bawah ekstensi disertai dengan tekanan ke varus dan endorotasi provokasi nyeri pada meniscus medialis dan bunyi “kIik”

Tes Steinman • Posisi pasien : telentang, dengan lutut lurus • Pegangan: tangan aktif pada kaki, tangan pasif memegang lutut dari arah depan dengan ibu jari memberi tekanan pada celah sendi bagian medial (letak berpindah-pindah) untuk provokasi nyeri tekan. • Gerakan : • Gerakkan tungkai bawah ke arah fleksi dan ekstensi • Positif bila ada nyeri tekan yang berpindah letak saat posisi lutut (ROM) berubah.

Pemeriksaan Penunjang • X Ray: – tidak dapat digunakan untuk melihat struktur meniscus – pada beberapa kasus dapat ditemukan tanda sekunder dari rupture meniscus berupa soft tissue swelling, namun sangat jarang.

• USG: – memiliki keterbatasan dalam diagnosis rupture meniscus, karena struktur meniscus terletak sangat dalam. – Namun pada beberapa studi dalam diagnosis rupture meniscus, USG memiliki sensitifitas 83-100% dan spesifisitas 71-89%. – Hasil pemeriksaan USG masih perlu dibandingkan dengan MRI.

• MRI: – merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis rupture meniscus. – MRI dapat menentukan derajat berat rupture dan tipe rupture dari meniscus. – MRI juga merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dalam mendeteksi rupture meniscus yang sangat kecil. https://www.uptodate.com/contents/meniscal-injury-of-theknee?search=meniscus%20tear&source=search_result&selectedTitle=1~55&usage_type=default&display_rank=1

USG

USG

Penanganan Awal Cedera Muskuloskeletal Fase Akut: • Lakukan RICE (Rise, Ice, Compression, Elevation) • untuk mencegah pembengkakan

• Pemberian NSAID untuk mengurangi nyeri • Fisioterapi • to strengthen muscles around the knee to prevent joint instability • Goals are to: • minimize the effusion • normalize gait • normalize pain-free range of motion • prevent muscular atrophy • maintain proprioception • maintain cardiovascular fitness

Surgical Intervention • Most meniscal tears do not heal without intervention • Indication: – symptoms persist – if the patient cannot risk the delay of a potentially unsuccessful period of observation (eg, elite athletes), – in cases of a locked knee, surgical

• Untreated tears may increase in size and may abrade articular cartilage, resulting in arthritis • The basic principle of meniscus surgery is to save the meniscus – preserving as much normal meniscus as possible http://emedicine.medscape.com/article/90661-treatment

Tatalaksana Cedera Ringan Tahap I • Segera setelah terjadi cedera 0 - 24 jam • Gunakan metode RICE Yaitu : – R- Rest- diistirahatkan – I – Ice -didinginkan, kompres dingin – C- Compression- balut tekan – E - Elevation

Tahap II • Pemberian kompres panas dilakukan dalam waktu 24-36 jam setelah cedera hampir normal • Jika cedera hampir normal : membiasakan melepas deker/pembalut tekan dilatih dari gerak pasif ke aktif • Jika sudah sembuh latihan dapat dilanjutkan

Soal no 31 • Pria, 28 tahun, datang ke UGD dlm keadaan lemah setelah terjatuh dari motor 2 jam yang lalu. Vital sign, TD 90/50mmHg, terdapat jejas/luka memar dan nyeri perut pada hipokondrium sinistra. Nyeri drasakan pada puncak bahu kiri (Kehr’s sign). Teraba massa di abdomen kiri dengan perkusi pekak dan perut mengalami distensi tegang. Diagnosis pasien ini adalah…

a. Trauma lambung b. Trauma colon desenden c. Trauma limpa d. Trauma hepar e. Trauma ginjal sinistra Jawaban: C. Trauma limpa

31. Abdominal Injuries Ruptur organ berongga • Akan mengeluarkan udara dan cairan/sekret GIT yang infeksius • Sangat mengiritasi peritoneumperitonitis

Ruptur Organ Solid • Menyebabkan perdarahan internal yang berat • Darah pada rongga peritoneum peritonitis • Terlihat gejala syok akibat perdarahan hebat – Gejala peritonitis dapat tidak terlalu terlihat

Pattern of Injury in Blunt Abdominal Trauma Spleen

40.6% Colorectal

3.5%

Liver

18.9% Diaphragm

3.1%

Retroperitoneum

9.3%

Pancreas

1.6%

Small Bowel

7.2%

Duodenum

1.4%

Kidneys

6.3%

Stomach

1.3%

Bladder

5.7%

Biliary Tract

1.1%

* Rosen: Emergency Medicine (1998)

Trauma Abdomen

Soal no 32 • Ruud van Nistelroy, laki-laki usia 35 tahun, sedang bermain sepak bola. Tiba-tiba lututnya di tendang oleh lawannya. Keluhan nyeri dan terdapat bengkak di bawah lutut kanan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tanda vital dalam batas normal, status lokalis: arteri dorsalis pedis tidak teraba, gerakan tungkai bawah terbatas karena nyeri. Berdasarkan anatomi yang anda ketahui, arteri manakah yang mengalami cedera?

a. Arteri tibialis posterior b. Arteri tibialis anterior c. Arteri peroneus d. Arteri femoralis e. Arteri poplitea Jawaban: B. Arteri tibialis anterior

32. Vaskularisasi Tungkai Bawah

Soal no 33 • Seorang pria usia 61 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berkemih tidak lampias sejak dua bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri saat berkemih dan kadang berdarah saat berkemih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri regio suprapubik. Pada colok bubur didapatkan pool atas prostat tidak teraba, permukaan licin, dan tidak nyeri. Diagnosis yang paling mungkin adalah…

a. Pembesaran prostat jinak b. Prostatitis akut c. Prostatitis kronik d. Vesikolithiasis e. Uretrolithiasis Jawaban: A. Pembesaran prostat jinak

33. BPH BPH adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak diakibatkan sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun yang menyumbat saluran kemih.

NORMAL

TIDAK NORMAL

Diagnosis of BPH • Symptom assessment – the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide – IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological Association (AUA). It contains: • seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate), 20–35 (severe) • eighth standalone question on QoL

• Digital rectal examination(DRE) – inaccurate for size but can detect shape and consistency

• Prostat Volume determination- ultrasonography • Urodynamic analysis – Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age

• Measurement of prostate-specific antigen (PSA) – high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone Volume – men with larger prostates have higher PSA levels – PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP – as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a prognostic marker for BPH 1

Gambaran BNO IVP Pada BNO IVP dapat ditemukan: • Indentasi caudal buli-buli • Elevasi pada intraureter menghasilkan bentuk J-ureter (fish-hook appearance) • Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai dengan anak panah) Indentasi caudal buli-buli

Pada USG (TRUS, Transrectal Ultrasound) • Pembesaran kelenjar pada zona sentral • Nodul hipoechoid atau campuran echogenic • Kalsifikasi antara zona sentral • Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan: • Tampak ukuran prostat membesar di atas ramus superior simfisis pubis.

Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4 Stadium :  Stadium 1 : Obstruktif tetapi kandung kemih masih mengeluarkan urin sampai habis.  Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.  Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.  Stadium 4 : retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan urin menetes secara periodik.

Grade Pembesaran Prostat Rectal Grading Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong : • Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum. • Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum. • Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum. • Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum. • Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan Gejala dan Tanda (WHO) Keparahan penyakit

Skor gejala AUA (Asosiasi Urologis Amerika)

Gejala khas dan tanda-tanda

Ringan

≤7

• Asimtomatik (tanpa gejala) • Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s • Volume urine residual setelah pengosongan 25-50 mL • Peningkatan BUN dan kreatinin serum

Sedang

8-19

Semua tanda di atas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan iritatif penghilangan gejala (tanda dari detrusor yang tidak stabil)

Parah

≥ 20

Semua hal di atas ditambah satu atau lebih komplikasi BPH

Algoritma manajemen terapi BPH BPH

Menghilangkan gejala ringan

Menghilangkan gejala sedang

Menghilangkan gejala parah dan komplikasi BPH Operasi

Watchful waiting α-adrenergik antagonis atau 5-α Reductace inhibitor

Jika respon berlanjut

Jika respon tidak berlanjut, operasi

α-adrenergik antagonis dan 5-α Reductace inhibitor

Jika respon berlanjut

Jika respon tidak berlanjut, operasi

Soal no 34 • Bayi umur 2 hari datang ke IGD RS dengan keluhan muntah-muntah dan tidak mau minum susu. Muntah berwarna hijau dan sejak 2 hari belum buang air besar. Bayi tampak dehidrasi, pemeriksaan fisik ditemukan anus normal, perut distensi, dan peristaltic meningkat. Pemeriksaan colok dubur didapatkan tinja menyemprot. Manakah penanganan pasien yang paling tepat?

a. Bayi tetap diberi ASI b. Pemeriksaan yang paling akurat untuk diagnosis pasti adalah CT scan abdomen c. Rectal biopsy dapat dilakukan pada keadaan acute d. Rectal biopsy harus dilakukan secepatnya untuk diagnosis pasti e. Abdominal X-ray dan barium enema harus dilakukan setelah kondisi akut dapat ditangani Jawaban: E. Abdominal X-ray dan barium enema harus dilakukan setelah kondisi akut dapat ditangani

34. Hirschsprung • Suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinchter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rectum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus. • Tidak terdapat ganglion Meisner dan Auerbach

EPIDEMIOLOGI 1 diantara 5000 kelahiran hidup Laki-laki > wanita

Faktor genetik

ETIOLOGI

Kegagalan perkembangan pleksus submukosa Meissner dan pleksus mienteric Auerbach di usus besar

Tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus Auerbach di colon

Terbentuknya panjang terminal aganglionik usus besar yang bervariasi

PATOFISIOLOGI Gagal migrasi bakal sel ganglion dari cranio- caudal Minggu 5 – 12 Segmen aganglionik Peristaltik propulsif tidak ada, sfingter ani internus gagal mengendur pada distensi rectum

Ganglion parasimpatik intramural tidak ada

Defekasi terganggu

obstruksi

Distensi abdomen

Colon tidak mengembang

konstipasi

MANIFESTASI KLINIS

KETERLAMBATAN EVAKUASI MEKONIUM

MUNTAH HIJAU

DISTENSI ABDOMEN

DIAGNOSA

GAMBARAN KLINIS COLOK DUBUR PEM.PENUNJANG :

BNO POLOS Gambaran hearing bone

BARIUM ENEMA Gambaran zona transisi

• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada abdomen • Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik pada abdomen Rontgen : • Abdomen polos – Dilatasi usus – Air-fluid levels. – Empty rectum



Contrast enema – Transition zone – Abnormal, irregular contractions of aganglionic segment – Delayed evacuation of barium



Biopsy : – absence of ganglion cells – hypertrophy and hyperplasia of nerve fibers,

PENATALAKSANAAN • Prinsip terapi – mengatasi obstruksi, – mencegah terjadinya enterocolitis – membuang segmen aganglionik – mengembalikan kontinuitas usus

TERAPI SEMENTARA

PEMBEDAHAN

COLOSTOMY

RECTOSIGMOIDESTOMY CARA SWENSON DEFINITIF ANASTOMOSE COLOANAL CARA DUHAMEL DAN SOAVE

Soal no 35 • Tn Erwin, 26 tahun, datang ke poli paru dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan sesak muncul secara spontan. Keluhan sesak dirasakan semakin lama semakin berat. TD 110/70 mmHg, Nadi 80x/ menit, RR 30x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan fisik toraks asimetris. Paru kiri : vesikuler menurun, hipersonor, suara napas menurun. Paru kanan: suara napas vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan. Diagnosisnya adalah…

a. b. c. d. e.

Pneumotoraks kiri Pneumonia Bronkiektasis Efusi pleura kiri Tumor paru kiri

Jawaban: A.Pneumotoraks kiri

35. Pneumothorax Definisi: Pneumotoraks udara bebas di dalam rongga pleura

KIRCHER & SWARTEL

• •

A.B–a.b A.B

X 100% = LUAS PNEUMOTORAK

Jenis pneumotorak berdasarkan fistel • Pneumotorak tertutup (Simple Pneumothorax) – Setelah terjadi pneumotorak vistel tertutup secara spontan

• Pneumotorak terbuka (Open Penumothorax) – Ada hub antara pleura dengan brokus – Ada hub antara pleura dengan dinding dada • Pneumotorak ventil (Tension Pneumothorax) – Berbahaya oleh karena termasuk kegawatan paru – Sifat ventil dimana udara bisa masuk tapi tidak bisa keluar – Gejala mendadak dan makin lama makin berat – Segera pasang wsd atau mini wsd ( kontra ventil )

Jenis Pneumotorak Menurut kejadian 

  



P. spontan  Primer ( idio patik )  Sekunder ( disertai py dasar ) P. traumatik P. iatrogenik ( oleh karena efek samping tindakan ) P. katamenial Terapeutik

Udara  Ruptur / kebocoran dinding alveol  Intertisial paru  Septa lobuler

Perifer  Bleb  Distensi  Pecah  Pneumotoraks

Sentral  Pneumomediastinum

Pato fisiologi

Diagnosis pneumotorak 



Anamnesis o Gejala penyakit dasar o Sesak napas mendadak o Nyeri dada o Tanpa atau dg penyakit paru sebelumnya PF ; Takipnea Taki kardi • PF Paru In : Tertinggal pada pergerakan napas lebih cembung , sela iga melebar Pal : Fremitus melemah , Deviasi trakea Per : Hipersonor, tanda 2 pendorongan organ Aus : Suara napas melemah / tidak terdengar

Ro:

-Paru kolaps -Pleural line -Daerah avascular -Hiper radiolusen -Sela iga melebar -tanda-tanda pendorongan

Kalau kurang jelas ro torak CT Scan Thorak

NB: tidak dilakukan pada kasus tension pneumotoraks

PNEUMOTORAKS

WSD

WSD (Water Seal Drainage) •



Tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Indikasi: Pneumothorax, Hematothorax, Thoracotomy, Efusi Pleura, Empyema.

Tujuan • Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak • Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura • Mengembangkan kembali paru yang kolaps • Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada Tempat Pemasangan WSD: linea mid-axillaris, sela iga 5-6

Indikasi pengangkatan WSD 1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan : – – – – –

Tidak ada undulasi Tidak ada cairan yang keluar Tidak ada gelembung udara yang keluar Tidak ada kesulitan bernafas Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara

2. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada selang.

ILMU P E N YA K I T M ATA

Soal no 36 • Ny. Nayatiuratmi, berusia 30 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah dan bengkak setelah sebelumnya dipukul oleh suaminya. Dari pemeriksaan fisik tampak edema palpebra, perdarahan konjungtiva, terdapat darah kurang dari sepertiga bilik mata depan. Tindakan penanganan yang paling tepat untuk kasus di atas adalah....

a. b. c. d. e.

Berbaring dengan sudut 30 derajat Asam tranexamat Atropin tetes kortikosteroid tetes Semua benar

Jawaban: E. Semua benar

36. Hifema • Kondisi ketika darah masuk terkumpul pada bilik mata depan, antara kornea dan iris • Paling sering disebabkan ruptur pembuluh darah iris atau badan siliaris anterior • Bisa terjadi perdarahan sekunder dalam 3-5 hari setelah kejadian karena lisis bekuan darah serta retraksi pada pembuluh darah • Diagnosis: 1. Penurunan tajam penglihatan mendadak tergantung derajat hifema 2. Ditemukan darah pada bilik mata depan, bisa dengan pemeriksaan slit lamp 3. Gonioskopi untuk menilai luas trauma bisa ditunda sampai setelah fase akut 5 hari

Penyebab 1. Hifema traumatika 2. Hifema spontan – Rubeosis iridis (penderita retinopati diabetes, central retinal vein occlusion, carotid occlusive disease) – Tumor intra ocular – Tumor iris (juvenile xanthogranuloma) – Keratouveitis (herpes zoster) – Leukemia – Hemofilia – Penggunaan anti platelet (aspirin, warfarin).

Pasien rawat jalan atau rawat inap? • Rawat jalan – Kooperatif, hifema ringan derajat 2 atau kurang dari derajat 2, tidak ada kondisi sickle cell disease

• Rawat inap – Bisa dilakukan pada semua pasien yang tidak memenuhi kriteria diatas atau sulit merawat luka/tanpa dukungan keluarga yang merawat

Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773

Penanganan Hifema 1. Lindungi mata, pasang protective eye shield 2. Bed rest 3. Elevasi kepala 300 - 450

4. Kortikosteroid topical Dexametason 0.1% atau Prednisolon acetate 1% 4x1 gtt –

Tujuan: •

untuk stabilisasi blood ocular barrier,



inhibisi langsung fibrinolysis,



mengurangi inflamasimencegah sinekia posterior

5. Sikloplegik  Atropine sulfate 1% 1-2 gtt –

Tujuan: •

untuk mengurangi gerak struktur intraokuler,



mencegah sinekia posterior, dan spasme siliar yang terkait iritis :

6. Penggunaan antifibrinolitik untuk 5 hari  Asam traneksamat 3x25 mg/kgBB tidak lebih dari 1.5 gram/hari –

masih kontroversial, namun berpotensi menurunkan perdarahan ulang

7. Analgesikhindari NSAID serta aspirin, bisa gunakan acetaminophene 500-1000 mg p.o tiap 6 jam

8. Paracentesis bila tidak respon dengan medikamentosa Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773

Bila terdapat peningkatan TIO • Beta bloker topical: – timolol maleate 0.5% 2x/hari

• Alfa agonis: – brimonidine tartrate 0.2% 3x/hari (hidari pada anak <3 tahun)

• Inhibitor carbonic anhydrase – dorzolamide 2.0% 3x/hari topical atau – sistemik seperti acetazolamide 5 mg/kgBB tiap 6 jam atau 250 mg tiap 6 jam

• Agen hiperosmotik pada peningkatan TIO hebat jangka waktu pendek: – mannitol 20% IV infus lambat 30-60 menit. Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773

Penanganan pembedahan • Dilakukan bila: – TIO tetap tinggi meski dengan penanganan medikamentosa – TIO ≥25 mmHg selama 5 hari dengan hifema total (untuk cegah pewarnaan kornea oleh darah) – TIO ≥60 mmHg selama 2 hari (untuk cegah optic atrophy)

• Penanganan pembedahan: – Paracentesis (terutama untuk peningkatan TIO, sehingga mengurangi tekanan) – Metode lain sesuai kondisi pasien dan operator: clot removal via vitrectomy or irrigation, trabculectomies, anterior chamber washout

Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773

Prognosis dan komplikasi hifema • Tidak umum sebabkan kebutaan permanen. • Namun trauma terkait yang sebabkan kerusakan pada kornea, lensa, atau saraf optikus, misalnya corneal staining, katarak traumatik, glaucoma, bisa sebabkan penurunan tajam penglihatan permanen.

• Komplikasi: 1. Perdarahan sekunder atau rebleeding 2. Glaukoma 3. Sinekia anterior perifer 4. Pewarnaan kornea 5. Atrofi optik

Soal no 37 • Pasien laki-laki, usia 22 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata kiri sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini disertai dengan mata merah, berair dan sakit, dan juga seperti melihat pelangi pada sekitar sumber cahaya (halo). Pasien juga mengeluh nyeri kepala. Sebelumnya tidak ada gangguan penglihatan. Pasien sering menggunakan soft lens dan sering berenang menggunakan soft lens. Pada pemeriksaan fisik mata, ditemukan kornea yang keruh karena adanya infiltrat. Gejala halo pada pasien ini disebabkan oleh…

a. Berkurangnya transparasi kornea b. Bertambahnya tebal kornea c. Defraksi cahaya yang disebabkan adanya edema epitel d. Kelainan penerimaan cahaya di retina e. Refleks pada neuron di kornea Jawaban : C. Defraksi cahaya yang disebabkan adanya edema epitel

37. Infeksi Mata Akibat Lensa Kontak • Keratitis adalah komplikasi paling serius dari penggunaan lensa kontak. • Hampir 90% dari keratitis akibat mikrobakterial pada pengguna lensa kontak berhubungan dengan infeksi bakteri. • Gejala – – – – –

Penglihatan kabur Mata merah dan nyeri Mata berair Fotofobia Sensasi ada benda asing.

• Faktor risiko: – Penggunaan lensa kontak jangka lama – Tidur menggunakan lensa kontak – Berkurangnya air mata – Higienitas buruk

Keratitis Mikrobakterial dan Penggunaan Lensa Kontak • Etiology : – Bakteri penyebab tersering  Staphylococcus dan Pseudomonas species  sering terjadi di daerah iklim sedang – Keratitis jamur  sering di daerah tropis. Penyebab utama Fusaria – Keratitis Acanthamoeba  juga banyak terjadi pada pengguna lensa kontak – Keratitis viral  belum banyak data

Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)

Bacterial keratitis

Fungal keratitis

Acanthamoba

Risk factor

- Sleeping with CLs among CL wearers - Patients with diabetes mellitus, dementia or chronic alcoholism appeared to be at higher risk - Trauma was rarely a factor

Possible risk factors of fungal keratitis are ocular injury, long-term therapy with topical or systemic steroids, immunosuppressive agents, and underlying diseases such as pre-existing corneal surface abnormality and wearing CLs

CL storage cases and poor hygiene practices such as usage of homemade saline rinsing solutions and rinsing of lenses with tap water Other risk factors include CL solution reuse/topping off, rub to clean lenses, shower wearing lenses, lens replaced (quarterly), age of case at replacement (<3 months), extended wear and lens material type

Clinical manifestation

The predominant clinical features reported in bacterial keratitis were eye pain and redness with a decrease in visual acuity and stromal infiltration

CL associated Fusarium keratitis include central lesions, paraxial lesions, and the peripheral lesions in the eye [31]. Patients with Candida infections were reported to have a severe visual outcome

Itching, redness, pain, burning sensation, ring infiltrate in corneal, multiple pseudodendritic lesions, loss of vision. Painless acantamoeba keratitis  fotofobia but no ocular pain

Diagnosis

Microscopic observation of corneal scraping using stained smears is useful for diagnosis of bacterial keratitis.

CL associated Fusarium keratitis include central lesions, paraxial lesions, and the peripheral lesions in the eye [31]. Patients with Candida infections were reported to have a severe visual outcome

Corneal scraping and CL solution  cyst and trophozoyte

Keratitis dan Glaukoma • Keratitis dapat memicu terjadinya glaukoma. Pad akeratitis terjadi inflamasi yang menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier (BAB) sehingga sel-sel inflamasi dapat masuk ke aqueous humor dan menyebabkan sumbatan trabecular meshwork. • Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan intraokular  glaukoma. Bodh, S. A., Kumar, V., Raina, U. K., Ghosh, B., & Thakar, M. (2011). Inflammatory glaucoma. Oman journal of ophthalmology, 4(1), 3–9. doi:10.4103/0974-620X.77655 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16845263

37. Glaukoma Akut

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

Tatalaksana Glaukoma Akut • Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan mata tenang → operasi • Supresi produksi aqueous humor – Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari • bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan • Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut sudut tertutup.

– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari – Brimonidine: 0.2% dua kali sehari – Inhibitor karbonat anhidrase: • DOC: Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari) • Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam)

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Tatalaksana Glaukoma Akut • Fasilitasi aliran keluar aqueous humor – Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari – Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine – Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari

• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam – Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal – Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan

• Pengurangan volume vitreus – Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50% – isosorbide oral, urea iv

• Extraocular symptoms: – analgesics – antiemetics – Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris decreasing pupillary block – Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya

Pharmacologic therapy No.

Drugs class

Mechanism of action

1.

Prostaglandin (latanoprost, travoprost, bimatoprost)

Increase aquos humor outflow  increase in uveoscleral outflow, increase trabecular outflow, regulate matrix metaloproteinase and remodelling of Extracellular matrix, widening connective tissue filled spaces and changes in the shapes of cells. Topical prostaglandin are chosen over topical beta blocker and other class of medication as initial therapy in open angle glaucoma

2.

Beta blocker (timolol, levobunolol, metipranolo)

Decreasing aquos humor production --> blockade of symphatetic nerve endings in the cilliary epithelium

3.

Alpha adrenergic agonist

Increasing aquos humor outflow and decresasing the production. Simillary effective to beta blockers but are associated with a number ocular side effect including allergic conjunctivitis, ocular pruritus, and hyperemia

4.

Carbonic anhidrase inhibitor (Acetazolamide)

Decreasing aquos humor production. Systemic CAI have been replaced by newer topical drugs whic have fewer systemic side effects. Topical CAI don`t appear to be as effective in treating open angle glaucoma compared to other topical drugs.

5.

Cholinergic agonist

Increasing aquos humor outflow. Have fewer systemic side effect compared to beta blocker, but ocular side effect is higher (myopia, small pupils, visual distrubance related to coexistent cataract)

Soal no 38 • Ny. Wuinta Utami Sari, 23 tahun, datang dengan keluhan benjolan di kelopak mata kanan sejak 3 bulan yang lalu tanpa disertai nyeri. Tajam penglihatan pasien tidak menurun. Pada pemeriksaan ditemukan visus ODS, 6/6, tampak benjolan di palpebra kanan, konsistensi keras, tidak nyeri, warna sama dengan sekitar. Diagnosis yang paling tepat untuk kasus tersebut adalah…..

a. Kalazion b. Hordeolum c. Keratitis numularis d. Konjungtivitis alergika e. Konjungtivitis bakterial Jawaban: A. Kalazion

38. Kalazion • Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom • Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul bermingguminggu. • Dapat diawali oleh hordeolum, dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut. • Pada pemeriksaan histologik ditemukan proliferasi endotel asinus dan peradangan granullomatosa kelenjar Meibom • Tanda dan gejala: – Benjolan tidak nyeri pada bagian dalam kelopak mata. Kebanyakan kalazion menonjol ke arah permukaan konjungtiva, bisa sedikit merah. Jika sangat besar, dapat menekan bola mata, menyebabkan astigmatisma.

• Tatalaksana: steroid intralesi (bisa membuat remisi terutama untuk kalazion lesi kecil), Insisi dan kuretase untuk lesi kecil; eksisi (pengangkatan granuloma untuk lesi yang besar) Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Teknik Bedah

Definisi

Insisi

Sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan instrumen yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau jaringan tersebut

Eksisi

Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor atau pengangkatan sebagian dari jaringan dari organ dalam tubuh.

Eksisi luas

Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor disertai pengangkatan jaringan sehat di sekitarnya

Ekstirpasi

Tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ yang rusak.

Biopsi

Prosedur medis yang dilakukan dengan mengambil contoh jaringan dari suatu massa tumor atau organ untuk diperiksa di bawah mikroskop http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html

HORDEOLUM • Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata • Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea • Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat bertambah berat kelopak • Gejala – nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah – berwarna kemerahan. – Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka kelopak mata. – Rasa mengganjal pada kelopak mata – Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk. – Kadang mata berair dan peka terhadap sinar. Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

• 2 bentuk :  Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus dapat keluar dari pangkal rambut  Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll. Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

Hordeolum Interna

• Pengobatan – Self-limited dlm 1-2 mingu – Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari – Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol – Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin – Insisi bila pus tidak dapat keluar • Pada hordeolum interna, insisi vertikal terhadap margo palpebra supaya tidak memotong kelenjar meibom lainnya • Pada hordeolum eksterna, insisi horizontal supaya kosmetik tetap baik

Diagnosis Banding • Kalazion – Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom – Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul berminggu-minggu. – Dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut – Jika sangat besar, kalazion dapat menekan bola mata, menyebabkan astigmatisma

• Blefaritis – Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior) – Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket, epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis

• Selulitis palpebra – Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut, biasanya disebabkan infeksi Streptococcus. Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Soal no 39 • Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, kemerahan pada kedua mata sejak 2 hari yang lalu, keluar kotoran berwarna hijau kekuningan. Teman sekelas pasien juga mempunyai keluhan yang sama. Pemeriksaan COA dan kornea jernih, ada injeksi konjungtiva dan reaksi papilaris. Diagnosis...

a. Konjungtivitis viral b. Konjungtivitis vernal c. Konjungtivitis atopi d. Konjungtivitis bakteri e. Konjungtivitis toksik Jawaban: D. Konjungtivitis bakteri

39. Conjunctivitis • •





Inflammationor infection of the conjunctiva  conjunctivitis Characterized by : dilatation of the conjunctival vessels, resulting in hyperemia and edema of the conjunctiva, typically with associated discharge Viral conjunctivitis is the most common cause of infectious conjunctivitis both overall and in the adult population Bacterial conjunctivitis is the second most common cause and is responsible for the majority (50%-75%) of cases in children The conjunctiva is a thin membrane covering the sclera (bulbar conjunctiva, labeled with purple) and the inside of the eyelids (palpebral conjunctiva, labeled with blue

Azari A, Barney N. Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and Treatment. JAMA: 310(16).2013

Classification • infectious and noninfectious causes. – Infectious : Viruses, bacteria  the most common infectious causes. – Noninfectious conjunctivitis : allergic, toxic, and cicatricial conjunctivitis, as well as inflammation secondary to immunemediated diseases and neoplastic processes.1

• Acute, hyperacute, and chronic according to the mode of onset and the severity of the clinical response. • Primary or secondary to systemic diseases such graft-vs-host disease, and Reiter syndrome,

Viral Conjunctivitis •

Etiology : Adenovirus (65-90% of cases) – produce 2 of the common clinical entities associated with viral conjunctivitis : 1. pharyngoconjunctival fever • Abrupt onset of high fever, pharyngitis, bilateral conjunctivitis and periauricular lymphnode enlargement 2. epidemic keratoconjunctivitis • More severe and presents with watery discharge, hyperemia, chemosis, and ipsilateral lymphadenopathy









Viral conjunctivitis secondary to adenoviruses  highly contagious, and the risk of transmission 10% - 50% The virus spreads through direct contact via contaminated fingers, medical instruments, swimming pool water,or personal items Incubation and communicability are estimated to be 5 to 12 days and 10 to 14 days, respectively Treatment – artificial tears, topical antihistamines, or cold compresses  alleviating some of the symptoms – Available antiviral medications are not useful and topical antibiotics are not indicated

Follicularis vs Papillaris Conjunctivitis Folicularis • Seen ini variety condition: inflamation caused by viruses, atypical bacteria, toxin, topical medication (glaucoma medication  brimonidine) • Follicle  small, dome shaped nodules without prominent central vessels. Pale on its surface,red at base • Most prominent in the inferior palpebral and forniceal conjunctiva • Histology : – Lymphoid follicle is situated in the subepitelial region and consists of germinal center  immature proliferating lymphocyte

Papillaris •



Most commonly associated with an allergic immune response (AKC & VKC), response to foreign body (CL, prosthetic ocular), and bacterial infection Shows a cobblestone arrangement of flattened nodules with central vascular cores – Papillae tarsal  Giant papillary conjunctivitis – Limbal papillae  horner trantas dots in VKC

• Closely packed, flat topped projections with numerous eosinophil, lymphocyte, plasma and mast cells. • More red in surface, pale at base

Soal no 40 • Bayi laki-laki usia 1 bulan dibawa ibunya dengan keluhan muncul bintik putih pada kedua matanya, anak tampak tenang dan tidak rewel apabila pintu dibanting. Ibu mengaku saat hamil pernah mengalami demam di masa awal kehamilannya dan diberi vitamin oleh dokter karena diduga infeksi virus. Dari pemeriksaan fisik bayi suhu 37,5ºC, sianosis (-), anak tampak tenang, katarak (+), dikhawatirkan terjadinya gangguan pendengaran. Hal yang mungkin menjadi penyebabnya adalah…

a. Rubella b. Varicella c. Toksoplasma d. Sitomegalovirus e. Herpes Jawaban: A. Rubella

40. Congenital/Infantile Cataract • opacity in the lens of the eye that is present at, or develops shortly after birth. • About 1 in 10,000 baby is affected by congenital cataracts. It can affects one eye (unilateral), but often both eyes are affected (bilateral). • Unilateral cataracts – Most children with a cataract in only one eye have good vision in the other. – no history of childhood cataracts in the family, the child is healthy in every other way and no cause for the cataract can be found. – Sometimes there are other structural problems in the eye besides the cataract, such as it being smaller than the other, which suggest that a problem occurred during the development of the eye before birth.

• Bilateral cataracts (80%) 1. 2. 3. 4.

Inherited, genetic cataract conditions Infection of the unborn baby in the womb Conditions that affect the normal metabolism of the child Some specific eye conditions that cause cataract

Joseph E. Management of congenital cataract. Kerala Journal of Ophthalmology. 2006

Examination of Congenital Cataract •

History – 1. Duration – 2. F/H of Congenital Cataract – 3. Visual Status: Ambulation in familiar and unfamiliar surroundings – 4. Behavioural Pattern and School Performance



Birth History – 1. History and Degree of consanguinity – 2. H/O maternal infection in 1st Trimester – 3. Gestational Age & Birth Weight – 4. Birth trauma – 5. Supplemental O2 therapy in Perinatal period – 6. Developmental Milestones.



Ocular Examination – – – – –

1. Visual Acquity and Fixation Pattern 2. Refraction 3. Cover – Uncover test (Hirschberg’s) 4. Note Nystagmus if any 5. SLIT LAMP EXAMINATION • • •

Associated Congenital Anomalies of iris, lens Type of Cataract Iridodonesis / Phacodonesis

– 6. Tension applanation if possible – 7. Fundus examination if possible – 8. B.Scan USG if there is no fundus view.

Management • Dense Congenital Cataract – The optimal time to remove a dense congenital cataract in an infant and to initiate treatment is when the child is 4-8 weeks of age. – Cataract surgery before 4 weeks of age  increase the risk of secondary glaucoma, whereas waiting beyond 8 weeks of age compromises visual outcome. – The visual system which is immature at birth has a latent period of approximately 6 weeks before it becomes sensitive to visual deprivation, and binocular vision first appears at approximately 3 months of age

• Surgical technicque – disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi

Clinical manifestations that are suggestive of specific congenital infections in the neonate Uptodate. 2017

Congenital toxoplasmosis • Intracranial calcifications (diffuse) • Hydrocephalus

• Chorioretinitis • Otherwise unexplained mononuclear CSF pleocytosis or elevated CSF protein Congenital syphilis • Skeletal abnormalities (osteochondritis & periostitis)

Congenital rubella • Cataracts, congenital glaucoma, pigmentary retinopathy • Congenital heart disease (most commonly patent ductus arteriosus or peripheral pulmonary artery stenosis)

• Radiolucent bone disease • Sensorineural hearing loss

Congenital cytomegalovirus • Thrombocytopenia

• Pseudoparalysis

• Periventricular intracranial calcifications

• Persistent rhinitis

• Microcephaly

• Maculopapular rash (particularly on palms and soles or in diaper area)

• Hepatosplenomegaly • Sensorineural hearing loss

Clinical manifestations that are suggestive of specific congenital infections in the neonate Uptodate. 2017

Herpes simplex virus Perinatally acquired HSV infection

• Mucocutaneous vesicles • CSF pleocytosis • Thrombocytopenia

Congenital varicella

• Cicatricial or vesicular skin lesions • Microcephaly Congenital Zika syndrome

• Elevated liver transaminases

• Microcephaly

• Conjunctivitis or keratoconjuctivitis

• Intracranial calcifications

Congenital (in utero) HSV infection (rare)

• Arthrogryposis

• Skin vesicles, ulcerations, or scarring

• Hypertonia/spasticity

• Eye abnormalities (eg, micro-ophthalmia) • Brain abnormalities (eg, hydranencephaly, microcephaly)

• Ocular abnormalities • Sensorineural hearing loss

Congenital Rubella Syndrome Classic Triad • •

Sensorineural hearing loss is the most common manifestation of congenital rubella syndrome. It occurs in approximately 58% of patients. Ocular abnormalities including cataract, infantile glaucoma, and pigmentary retinopathy occur in approximately 43% of children with congenital rubella syndrome. – Both eyes are affected in 80% of patients, and the most frequent findings are cataract and rubella retinopathy. – Rubella retinopathy consists of a salt-and-pepper pigmentary change or a mottled, blotchy, irregular pigmentation, usually with the greatest density in the macula. – The retinopathy is benign and nonprogressive and does not interfere with vision (in contrast to the cataract) unless choroid neovascularization develops in the macula.



Congenital heart disease including patent ductus arteriosus (PDA) and pulmonary artery stenosis is present in 50% of infants infected in the first 2 months' gestation.

Rubella Congenital Infection • Blueberry Muffin” rash due to extramedullary hematopoiesis • “Salt and Pepper” retinopathy • Radiolucent bone disease (long bones) • IUGR, glaucoma, hearing loss, pulmonic stenosis, patent ductus arteriosus, lymphadenopathy, jaundice, hepatosplenomegaly, thrombocytopenia, interstitial pneumonitis, diabetes mellitus

Congenital cataract

Blueberry muffin baby

Salt pepper retinopathy

NEUROLOGI

Soal no 41 • Tn Ahong, 40 tahun, bekerja sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi negeri ternama. Pasien datang ke ruang praktek saudara dengan keluhan nyeri di kedua pelipis. Nyeri seperti ditekan, menjalar hingga belakang kepala dan leher. Keluhan disertai mata kiri seperti tertusuk, mata berair, dan hidung berair. TD 120/80 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 16x/ menit, dan suhu afebris. Tidak ada riwayat diabetes mellitus maupun hipertensi. Diagnosis pasien ini adalah…

a. Tension type headache b. Migrain dengan aura c. Migrain tanpa aura d. Paroxysmal hemicranial neuralgia e. Cluster type headache Jawaban: E. Cluster type headache

41. Cluster Type Headache

Klasifikasi Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, International Headache Society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe : A. Episodik Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya. B. Kronik Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang dari dua minggu.

Soal no 42 • Nn Mellisa, 22 tahun, datang ke RS tempat Anda praktek dengan keluhan mulut mencong. Sehari sebelumnya, pasien mengaku dibonceng naik sepeda motor ketika menghadiri acara kantor di puncak. Saat itu hari sudah gelap dan hujan. Pemeriksaan TD 110/70 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 18x/ menit, suhu afebris. Dari pemeriksaan dijumpai sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak dapat tertutup sempurna dan kerut kening tidak simetris. Fungsi saraf yang mengalami gangguan adalah…

a. Nervus trigeminus perifer b. Nervus trigeminus sentral c. Nervus facialis perifer d. Nervus facialis sentral e. Nervus labialis Jawaban: C. Nervus fascialis perifer

42. Bell’s Palsy

Soal no 43 • Tn Dani, 18 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas jatuh dari motor dengan bahu kiri terbentur aspal 2 jam yang lalu. Pasien segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Tanda vital dalam batas normal. Kesadaran compos mentis, TD 130/90 mmHg, Nadi 100x/ menit, RR 20x/ menit, suhu 36,5OC. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan paresis pada lengan kiri mulai dari bahu hingga jari-jari tangan kiri. Dimanakah letak kelainan tersebut…

a. N. Medianus b. N. Radialis c. N. Ulnaris d. Plexus Brachialis e. Lumbosacral Jawaban: D. Plexus Brachialis

43. Cedera Pleksus Brakhialis • Pleksus brakhialis dibentuk oleh radiks C5 – T1 • Cedera pleksus Brakhialis dapat dibagi menjadi cedera pleksus bagian atas dan bawah

Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy • Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”) • Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral rotators of shoulder and flexors & supinators of elbow • Loss of sensation to lateral aspect of UE • More common; better prognosis

Bayne & Costas (1990)

Netter 1997

Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy • Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy • Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the muscles working the hand: “claw hand” • Loss of sensation to medial aspect of UE • Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome • Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw hand” 2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997

Soal no 44 • Ny Puput, usia 40 tahun, datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan yang menjalar ke kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri disertai rasa kebas dan baal di paha belakang. Pasien bekerja sebagai tukang cuci sudah 20 tahun. TD 120/80 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu afebris. Nyeri bertambah jika mengangkat beban berat, berkurang jika istirahat. TTV dalam batas normal, tes laseque (+), Patrick (-), Contra Patrick (-). Diagnosis pasien ini adalah…

a. HNP b. Spondilosis c. Spondilitis d. Spondilolisthesis e. Spondilitis TB Jawaban: A. HNP

44. HNP • HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Gejala Klinis • Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang. 1.

2. 3. 4.

Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler). Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua krista iliaka). Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Pemeriksaan • Motoris – –



Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.

Sensoris – –

Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus 1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT) – Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.

2.

3. 4. 5. 6. 7. 8.

9.

Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari kaki (L5). Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1). Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi untuk segera operasi. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti cles/PMC2647081/

• Terdapat banyak sekali Pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya radikulopati pada lumbal • Pemeriksaan ini memiliki nama yang berbeda-beda, dengan sinonim yang berbeda-beda, dan dapat memiliki nama yang mirip namun artinya berbeda • Hal ini akan menyebabkan kebingungan

Straight leg raise test • The knee is extended and the hip is flexed until a complaint of pain or tightness is reached. • The leg is then carefully returned to the table and the contralateral leg is tested in a similar fashion • A positive test is demonstrated when reproduction of symptoms radiating down the leg is produced at 30-70° of leg elevation • Sensitivity of 91% and specificity of 26% • If pain radiates below the knee, L4-S1 nerve root impingement has been identified

• Reproduction of symptoms in the opposite leg being tested is termed crossed straight leg and indicates a large central lumbar disc herniation • Sensitivity of 28%-29% and a specificity of 88%-90% for nerve root impingement

• Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan Nyeri Pinggang Bawah dan nyeri yang dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi: – Tes laseque – Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5 – Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1 – Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1) – Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP • Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.

– Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP • Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.

– Tes Konfirmasi untuk SLR adalah test Bragard http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2647081/

Lasegue’s Test (Straight Leg Raising Test) • Prosdur: pasien supine. Fleksikan sendi pinggul pasien dengan lutut tertekuk. Jaga pinggul tetap dalam keadaan fleksi, kemudian ekstensikan tungkai bawah. • Tes positif: radikulopati sciatik (+), jika: – Nyeri tidak ada pada kondisi pinggul dan lutut fleksi. – Nyeri muncul saat pinggul fleksi, dan kemudian lutut diekstensikan.

Straight Leg Raising Test

http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01

Bragard’s Test •



Prosedur: pasien supine. Kaki pasien lurus kemudian elevasi hingga titik dimana rasa nyeri dirasakan. Turunkan 5o dan dorsofleksi kaki. Positive Test: nyeri akibat traksi nervus sciatik. – Nyeri dengan dorsiflexion 0° to 35° – extradural sciatic nerve irritation. – Nyeri dengan dorsiflexion from 35° – 70° – intradural problem (usually IVD lesion). – Nyeri tumpul paha posterior tight hamstring.

Sicard's Sign • If the SLR is positive, lower the leg to just below the point of pain and quickly dorsiflex the great toe

• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test – Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka. – Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua sendi tersebut.

Patrick Test

Contra-patrick Test

Valsalva Maneuver • Increases intrathecal pressure. • Aggravates pain caused by pressure on cord or roots.

Pemeriksaan Penunjang • Radiologi – Foto X-ray tulang belakang. X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra. – Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus. – CT scan untuk melihat lokasi HNP – Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.

• EMG – Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

X-Ray AP & Lateral View

MRI

Tatalaksana

• •

Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer. Fisioterapi – Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula. – Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer. – Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri. – Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis, indikasi operasi. – Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan. – Fleksi lumbal – Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan. – Latihan, seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Berenang adalah pilihan terbaik dengan very low impact environment untuk meningkatkan denyut jantung dan pembakaran kalori yang efektif tanpa membuat persendian dan tulan belakang cedera. – Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.



Operasi

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Soal no 45 • Scarlett Jonathan, Seorang wanita berusia 27 tahun datang dengan keluhan kedua tangannya berkurang dalam sensasi dan terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada riwayat trauma, riwayat hipertensi dan diabetes disangkal. Hasil pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal, pada pemeriksaan neurologi terdapat parestesia stocking & gloves pada kedua tangan, Organ yang terkena ialah...

a. serabut saraf perifer b. Medulla spinalis c. Medulla oblongata d. Basal ganglia e. Cortex Jawaban: A. Serabut saraf perifer

45. Neuropati perifer • Pada neuropati perifer terjadi mekanisme length dependent axonal neuropathies • Awalnya, suatu kondisi medis tertentu misalnya diabetes mellitus menyebabkan kerusakan pada akson terpanjang  transport nutrisi dari badan sel ke bagian distal terganggu  lebih banyak kerusakan serabut saraf tepi di distal  pasien alami mati rasa mulai dari jari kaki dan telapak kaki  progesif hingga ke betis  diikuti mati rasa pada jari tangan karena Panjang serabut saraf dari spinal cord hingga betis sama dengan ke jari tangan  sebabkan tanda klasik "stocking-glove" pada neuropati perifer karena mati rasa awal pada kaki hingga betis baru disusul tangan Sumber: https://www.uptodate.com/contents/approach-tothe-patient-with-sensory-loss

Sensory loss 1. Hypoesthesia – berkurang kemampuan merasakan sensasi nyeri, suhu, sentuhan, getaran

2. Anesthesia – tidak mampu sepenuhnya merasakan sensasi nyeri, suhu, sentuhan, getaran

3. Hypalgesia –

menurun sensitivitas terhadap stimulus nyeri

4. Analgesia – insensivitas sepenuhnya terhadap stimulus nyeri Brain Central Nervous System Spinal cord

Sensory loss

Nerve root Peripheral Nervous System

Dorsal root ganglion Nerve

Jaras somatosensorik

Pola temuan klinis sesuai letak lesi

Perbedaan klinis menentukan perkiraan letak lesi Lihat diagram alur pendekatan diagnosis slide sebelumnya

• Mononeuropati – Melibatkan satu saraf perifer (nerve), keluhan sesuai distribusi saraf. Contoh: Carpal Tunnel Syndrome pada saraf medianus

• Radikulopati – Melibatkan nerve root, menyebabkan tanda dan gejala sesuai dermatome dan myotome. Bisa ditemukan kelemahan dan hilang sensorik bersamaan.

• Distal sensory polyneuropathy – Stocking glove sensory loss, pada length dependent axonal neuropathy. Contoh: neuropati DM, defisiensi vitamin B12, sipilis, lyme disease, uremia, dll

• Sensory neuronopathies (tambahan) – Jarang ditemukan, sensory loss akibat degenerasi pada tingkat dorsal root ganglion. Sebabkan sensory ataxia, reflex (-), dysesthesia. Contoh: Sjogrens’s syndrome, Friedreich ataxia

Sensory loss pada CNS

Perbedaan klinis menentukan perkiraan letak lesi Lihat diagram alur pendekatan diagnosis slide sebelumnya

- Keterlibatan kedua sisi tubuh - polineuropati (bagian atas lesi terpengaruh) atau - spinal cord disease (bagian atas lesi tidak terpengaruh)

- Keterlibatan satu sisi tubuh - gangguan kontralateral pada batang otak, thalamus, dan korteks serebri (CNS)

- Sensory loss pada wajah dan tubuh satu sisi - lesi pada upper brainstem, thalamus, atau hemisfer serebri.

- Sensory loss wajah berlawanan dengan tubuh - pada lateral medullary syndrome, kerusakan lower brainstem.

- Hilang sensasi getaran dan proprioseptif >> nyeri dan temperatur - kerusakan pada kolumna dorsalis spinal cord dan demyelinating polyneuropathy

ILMU PSIKIATRI

Soal no 46 • Seorang laki-laki, 35 tahun, dibawa ke rumah sakit oleh istrinya. Menurut istri, pasien suka marah-marah, cemburu, dan menuduh istrinya selingkuh. Keluhan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu ketika isterinya naik pangkat menjadi manager di kantor. Istri pasien merasa terganggu karena pasien sering menelepon ke kantor istri dan menanyakan tentang aktivitas istrinya. Akhir-akhir ini istri tidak diperbolehkan untuk membawa ponsel ke kantor. Pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan bergaul dengan orang lain dengan baik. Kecurigaan pasien hanya pada istrinya saja. Istri dan teman kantornya sudah berulang kali menjelaskan bahwa tidak ada perselingkuhan, namun pasien sangat yakin istrinya berselingkuh. Apakah diagnosis pasien?

a. Psikotik Akut lir schizophrenia b. Schizophrenia paranoid c. Schizoafektif d. Gangguan waham menetap e. Gangguan penyesuaian Jawaban: D. Gangguan waham menetap

46. WAHAM • Waham merupakan suatu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.

Gangguan Waham (DSM 5) Kriteria Diagnosis A. Terdapat satu atau lebih waham dengan durasi 1 bulan atau lebih B. Tidak pernah memenuhi kriteria diagnosis A untuk skizofrenia Catatan: jika terdapat halusinasi, gejala tidak dominan dan masih berhubungan dengan waham

C. Terlepas dari dampak waham dan gejala lainnya, tidak terdapat gangguan fungsi yang signifikan, serta perilaku aneh tidak terlalu jelas terlihat. D. Jika terdapat episode mania atau depresi, episode berlangsung singkat dibandingkan dengan periode gejala waham. E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari obat-obatan atau kondisi medis, dan bukan merupakan kelainan mental yang lain seperti gangguan dismorfik tubuh atau gangguan obsesifkompulsif.

Gangguan Waham (DSM 5) Klasifikasikan lebih lanjut: • Erotomania: tema utama waham adalah adanya orang lain yang menyukai dirinya • Grandios: tema utama waham adalah keyakinan memiliki bakat/kelebihan yang tidak diakui orang lain, atau keyakinan telah menemukan penemuan penting • Cemburu: tema utama waham adalah keyakinan pasangannya tidak setia • Rujukan: tema utama waham adalah keyakinan orang-orang berkonspirasi untuk mencelakakannya, yakin dirinya dicurangi, dibuntutui, diracuni, atau perbuatan jahat lainnya yang menghambat individu untuk mencapai tujuan jangkapanjangnya. • Somatik: tema utama waham meliputi fungsi atau sensasi tubuh. • Tipe campuran: terdapat lebih dari satu tema waham • Tidak terspesifikasi Catatan: • Catat bila terdapat waham bizzare

Soal no 47 • Perempuan, 28 tahun, datang ke RS dengan keluhan mimpi buruk sejak 2 bulan. Keluhan dirasakan sejak pasien tidak sengaja melihat kejadian seorang pria ditodong dan dibunuh di jalanan sepulangnya dari kantor 2 bulan yang lalu. Sejak saat itu tidurnya kurang nyaman dan jantung berdebar berkeringat dingin serta kaget bila melihat pria bertubuh kekar dan tinggi. Setiap melihat berita kejahatan di televisi pasien selalu terbayang tentang kejadian tersebut. Pasien tidak berani pulang kantor sendirian dan tidak mau lewat daerah itu lagi. Diagnosa pasien ini adalah...

a. Reaksi stres akut b. Gangguan penyesuaian c. PTSD d. Panik e. Disosiatif Jawaban: C. PTSD

47. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA/ STRESS BERAT (F43)

GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA Gangguan

Karaktristik

Reaksi stres akut

Kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh, mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik (prinsipnya gejala serupa dengan PTSD), terjadinya beberapa jam setelah kejadian traumatis, dan paling lama gejala tersebut bertahan selama 1 bulan.

Reaksi stres pasca trauma (Post traumatic stress disorder/ PTSD)

Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan trauma aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan sehari-hari. Gejala terjadi selama 1-6 bulan.

Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) • Diagnosis baru bisa ditegakkan apabila gangguan stres pasca trauma ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat. • Gejala yang harus muncul sebagai bukti tambahan selain trauma bahwa seseorang telah mengali gangguan ini adalah: 1. Individu tersebut mengalami mimpi-mimpi atau bayangbayang dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kemabali (flashback) 2. Muncul gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku, gejala ini mungkin saja mewarnai hasil diagnosis akan tetapi sifatnya tidak khas. PPDGJ-III

Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian Reaksi Stres Akut

Ggn. Penyesuaian

PTSD

Tipe stresor

Berat (kejadian traumatis, kehilangan orang terdekat)

Ringan-sedang

Berat (kejadian traumatis, kehilangan orang terdekat)

Waktu antara stresor dan timbulnya gejala

Beberapa hari hingga maksimal 4 minggu

Maksimal 3 bulan

Bisa bertahuntahun

Durasi gejala

Maksimal 1 bulan

Maksimal 6 bulan setelah stresor berakhir

>1 bulan

Soal no 48 • Seorang wanita 23 tahun diantar ibunya karena sering menangis dan tidak mau beraktivitas, enggan keluar kamar. Pasien tidak nafsu makan dan selalu tampak murung. Pasien baru melahirkan anak pertamanya 7 hari yang lalu dan tidak mau mengurus anak karena belum siap. Suami pasien sering tugas luar kota. Apa diagnosis pasien ini?

a. Post partum blues b. Depresi post partum c. Post partum psikotik d. Gangguan penyesuaian e. Gangguan cemas Jawaban: B. Depresi post partum

48. GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM • Post partum blues – Sering dikenal sebagai baby blues – Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan – Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab yang pasti dan mengalami kecemasan – Berlangsung pada minggu pertama setelah melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2 minggu tanpa penanganan khusus – Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan membantu ibu

• Post partum Depression – Kondisi yang lebih serius dari baby blues – Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru – Mengalami perasaan sedih, emosi yang meningkat, tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa bersalah, cemas dan tidak mampu merawat diri dan bayi – Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai setahun sejak melahirkan – Tatalaksanapsikoterapi dan antidepresan

• Postpartum Psychosis – Kondisi ini jarang terjadi – 1 dari 1000 ibu yang melahirkan – Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah melahirkan – Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi, halusinasi, bicara cepat, mania – Tatalaksanaharus segera dilakukan, dapat membahayakan diri dan bayi

Baby Blues vs Postpartum Depression CHARACTERISTIC

BABY BLUES

POSTPARTUM MAJOR DEPRESSION

Duration

Less than 10 days

More than two weeks

Onset

Within two to three days postpartum

Often within first month; may be up to one year

Prevalence

80 percent

5 to 7 percent

Severity

Mild dysfunction

Moderate to severe dysfunction

Suicidal ideation

Not present

May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933

Tatalaksana Postpartum Depression • Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI • Tatalaksana farmakologis terutama digunakan untuk depresi sedang dan berat. – Drug of choice: antidepresan golongan SSRI – Pada ibu menyusui, secara umum antidepresan dapat ditemukan dalam ASI. Namun pada penggunaan Sertraline, Paroxetine, dan Nortryptiline, kadar obat tidak terdeteksi dalam serum bayi. Sedangkan penggunaan Fluoxetine dan Citalopram terdeteksi dalam serum bayi namun dalam kadar yang sangat rendah dan secara umum tidak menimbulkan bahaya bagi bayi. Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933

Dosis Obat Golongan SSRI pada Postpartum Depression STARTING DOSAGE

DRUG

USUAL TREATMENT DOSAGE

Selective serotonin reuptake inhibitors Citalopram 10 mg 20 to 40 mg (Celexa)

MAXIMAL DOSAGE

ADVERSE EFFECTS

60 mg

Headache, nausea, diarrhea, sedation, insomnia, tremor, nervousness, loss of libido, delayed orgasm

Escitalopram (Lexapro)

5 mg

10 to 20 mg

20 mg

Fluoxetine (Prozac)

10 mg

20 to 40 mg

80 mg

Paroxetine (Paxil) Sertraline (Zoloft)

10 mg

20 to 40 mg

50 mg

25 mg

50 to 100 mg

20

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933

Soal no 49 • Seorang perempuan berusia 20 tahun dibawa ke IGD karena berperilaku aneh sejak 10 hari yang lalu. Pasien sering tertawa sendiri, melompatlompat, dan terkadang menangis. Pasien mengatakan pacarnya yang sudah meninggal mendatanginya dan akan membunuhnya. Pasien juga sering mendengar bisikan untuk menyuruhnya bunuh diri. Pada saat pemeriksaan, pasien kooperatif, mood labil, kesan afek terbatas. Kejadian seperti ini baru pertama kali dirasakan. Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah...

a. b. c. d. e.

Gangguan halusinasi Gangguan waham Gangguan psikotik akut Gangguan skizofrenia Gangguan bipolar episode kinimanik

Jawaban: C. Gangguan psikotik akut

PPDGJ

49. SKIZOFRENIA Skizofrenia

Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan

Paranoid

merasa terancam/dikendalikan

Hebefrenik

15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan, senyum sendiri

Katatonik

stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea

Skizotipal

perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran obsesif berulang

Waham menetap

hanya waham

Psikotik akut

gejala psikotik <2 minggu.

Skizoafektif

gejala skizofrenia & afektif bersamaan

Residual

Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang memenuhi skizofrenia

Simpleks

Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna (tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).

Gangguan Psikotik Akut (DSM 5) Kriteria Diagnosis A. Terdapat satu atau lebih dari gejala berikut, minimal satu harus merupakan gejala 1, 2 atau 3: 1. Waham 2. Halusinasi 3. Bicara tidak terkoordinasi (inkoherensia, dsb) 4. Perilaku aneh atau katatonia

B. Durasi gangguan minimal satu hari namun kurang dari 1 bulan, dengan kembalinya kemampuan fungsional hingga normal, seperti sebelum gejala timbul C. Gangguan tidak disebabkan oleh gangguan depresi mayor atau bipolar dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya seperti skizofrenia atau katatonia, dan bukan merupakan efek obatobatan atau kondisi medis lain.

Pedoman Diagnostik Skizofrenia • Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejalagejala itu kurang tajam atau kurang jelas): – Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau thought broadcasting – Delusion of control/ passivity/ influence/ perception – Halusinasi auditorik – Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Referensi: PPDGJ-III

Pedoman Diagnostik Skizofrenia • Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: – Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja – Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme. – Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. – Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar

• Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih Referensi: PPDGJ-III

Soal no 50 • Maria, 32 tahun, datang ke IGD dibawa oleh ibunya dengan keluhan mengamuk sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan status mental, didapatkan mood labil, afek labil, psikomotor meningkat, verbalisasi kesan membanjir, dan dellusion of control. Sejak 1 bulan sebelumnya pasien sering bicara sendiri, marah-marah, merusak barang di rumahnya, dan memukul adiknya. Diagnosis pasien dia tas adalah...

a. Skizoafektif tipe mania b. Skizoafektif tipe depresif c. Skizoafektif tipe campuran d. Ganguan afektif bipolar episode kini mania dengan gejala psikotik e. Ganguan afektif bipolar episode kini mania tanpa gejala psikotik Jawaban: A. Skizoafektif tipe mania

50. Schizoaffective vs Bipolar dengan ciri psikotik Skizoafektif  Prognosis lebih buruk, jarang keluhan sampai baseline meski diterapi  Waham tidak sejalan dengan mood, bisa waham bizzare Bipolar dengan ciri psikotik  Prognosis lebih baik, sering capai baseline  Waham sejalan dengan mood, misalnya waham kebesaran saat manik, waham nihilistic saat depresi

Kriteria diagnosis skizoafektif (DSM 5)

Skizoafektif • Kondisi perjalan penyakit kombinasi dari gejala afek dan psikotik, meliputi suatu gangguan mood (major depressive disorder atau bipolar disorder) dan schizophrenia. • Penanganan: 1. Farmakologi:  Bila ada depresi, kombinasi antara antidepresan (sertraline, fluoxetine) dan antipsikotik (haloperidol, risperidone, olanzapine, aripriprazole)  Bila ada manik, kombinasi antara mood stabilizer (lithium, carbamazepine, divalproex), dan antipsikotik

2. Psikoterapi 3. Monitor jangka panjang

KULIT & KELAMIN, MIKROBIOLOGI, PARASITOLOGI

Soal no 51 • Anak Morina, laki-laki, 4 tahun, dibawa oleh orang tua ke klinis karena perih di kulit kepala yang disadari ketika mencukur rambut. Berat badan anak 18 kg. Tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik tampak pustul berkelompok di regio parietal kanan. Daerah sekitarnya tampak lembab dan sangat lunak, serta terdapat hilangnya rambut secara anular di sekitarnya. Kelenjar getah bening servikal tampak membesar. Tidak ditemukan kelainan lainnya. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?

a. Alopesia areata b. Dermatitis atopi c. Herpes simpleks d. Kerion e. Mastositosis Jawaban: D. Kerion

51. Tinea Kapitis • Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh dermatofit • Tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis: – Populasi risiko tinggi – Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa skuama tipikal, alopesia dan pembesaran kelenjar getah bening.

• Gejala klinis: gatal, kulit kepala berisisik, alopesia Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Tinea Kapitis Bentuk klinis: • Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum) – Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah warna menjadi abu- abu dan tidak berkilat, rambut mudah patah di atas permukaan skalp. Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang patah. Berfluoresensi hijau kekuningan dengan lampu Wood.

• Kerion (Microsporum atau Tricophyton) – Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum klinis mulai dari folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion. Sering terjadi alopesia sikatrisial. Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior. Fluoresensi lampu Wood dapat positif pada spesies tertentu.

• Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton tonsurans dan Trycophyton violaceum) – Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut mudah patah pada permukaan skalp, meninggalkan kumpulan titik hitam pada daerah alopesia (black dot). Kadang masih terdapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difus juga umum ditemui

Tinea Kapitis Bentuk klinis: • Favus – Bentuk yang berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular dengan skuama. Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula). Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy odor. Plak dapat meluas dan meninggalkan area sentral yang atrofi dan alopesia

3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis

Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan lampu Wood: fluoresensi berwarna kuning kehijauan. Organisme endotriks tidak menunjukkan fluoresensi. • Pemeriksaan KOH: rambut dicabut, ditambahkan larutan KOH 10-20% dan dievaluasi dengan mikroskop: – Ektotriks:arthroconidiakecil/besar membentuk lapisan di sekitar batang rambut, atau – Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.

• Kultur pada agar Saboraud: hifa panjang bersepta.

• Topikal:

Tatalaksana

– Tidak disarankan bila hanya terapi topikal sajakombinasi dengan sistemik – Rambut dicuci dengan sampo antimikotik: • selenium sulfida 1% dan 2,5% 2- 4 kali/minggu, atau • Sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu

• Sistemik: – Spesies Microsporum  DOC: griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari atau ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu. • Alternatif: Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu atau Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.

– Spesies Trichophyton  DOC: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20- 40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 2-4 minggu • Alternatif : Griseofulvin 8 minggu atau Itrakonazol 2 minggu atau Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu

Soal no 52 • Nyonya Wipol, 22 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan timbul bercak kemerahan bersisik di daerah siku tangan kanan sejak 2 hari. Keluhan serupa juga pernah dirasakan di bagian siku, lutut, dan telapak tangan serta biasanya hilang timbul sejak 3 tahun belakangan. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Status dermatologis didapatkan gambaran plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama di siku kanan ukuran 4x4 cm. Tatalaksana yang tepat untuk kasus tersebut adalah…

a. Terapi emolien dengan kombinasi kortikosteroid potensi sedang b. Ultraviolet B Broadband c. Ultraviolet B Narrowband d. Metotreksat dengan kombinasi kortikosteroid e. Siklosporin Jawaban: A. Terapi emolien dengan kombinasi kortikosteroid potensi sedang

52. Psoriasis Vulgaris • Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan • Predileksi  Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral • Patofisiologi: – Genetik: berkaitan dengan HLA – Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit – Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat, alkohol, dan merokok Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.

Psoriasis Vulgaris Tanda dan Gejala: • Perburukan lesi skuama kronik • Onset cepat pada banyak area kecil • dengan skuama dan kemerahan • Baru terinfeksi radang tenggorokan (streps), virus, imunisasi, obat antimalaria, trauma • Nyeri (terutama pada kasus psoriasis eritrodermis atau pada sendi yang terkena arthritis psoriasis) • Pruritus • Afebril • Kuku distrofik • Ruam yang responsif terhadap steroid • Konjungtivitis atau blepharitis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.

Psoriasis Vulgaris

Tipe Psoriasis Vulgaris

Soal no 53 • Tuan Sanyo, laki-laki, usia 30 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan timbul bercak kemerahan yang membengkak dan nyeri di siku kiri pada bercak yang sebelumnya sudah membaik sejak 3 hari lalu. Pasien menjelaskan bahwa saat ini ia sedang menjalani program kusta dengan menerima pengobatan di Puskesmas berupa PB MDT bulan ke-4. Pasien juga mengeluhkan rasa tidak nyaman di tubuhnya yang diserta demam ringan yang masih dapat ditahan oleh dirinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda neuritis. Tatalaksana reaksi kusta tersebut adalah…

a. Memberhentikan MDT sementara b. Parasetamol c. Aspirin d. Klorokuin e. MDT tetap dilanjutkan dengan tambahan prednisolon. Jawaban: E. MDT tetap dilanjutkan dengan tambahan prednisolon

53. Reaksi Kusta • Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik • Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada pasien kusta • Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah pengobatanpaling sering terjadi pada 6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.

Tipe Reaksi Kusta

Reaksi Kusta Tipe 1 (Reaksi Reversal) • Reaksi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity Reaction) • Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL) • Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat pengobatan • Patofisiologi  Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati akibat pengobatan yang diberikan

Gambaran Reaksi Kusta Tipe 1

Reaksi Kusta Tipe 2 (ENL) • Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III • Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL) • Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami episode ENL • Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) • Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah.

Gambaran Reaksi Kusta Tipe 2

Faktor Pencetus Reaksi

Karakteristik Reaksi

Tatalaksana Reaksi Kusta Reaksi Tipe 1

Reaksi Tipe 2

MDT harus segera dimulai atau teiap dilanjutkan

Reaksi ringan  Aspirin atau OAINS

Reaksi Ringan  Aspirin atau Parcetamol

Reaksi sedang  antimalaria (klorokuin), antimonial (stibophen), dan kolkisin

Reaksi Berat dan Neuritis Akut  kortikosteroid (Prednisolon)

Reaksi berat: • ENL episode pertama: • Prednisolon jangka pendek 40-60 mg hingga perbaikan klinis lalu di tapering off. Lanjut dosis rumatan 5-10 mg beberapa minggu. • Kombinasi prednisolon dan klofazimin (300 mg/hari selama 1 bulan, 200 mg/hari selama 3-6 bulan, dan 100 mg/hari selama gejala masih ada) • Talidomid 4x100 mg selama 3-7 hari atau hingga reaksi terkontrol  obat pilihan terakhir

Minggu Pemberian Prednison • • • • • •

Minggu 1-2 Minggu 3-4 Minggu 5-6 Minggu 7-8 Minggu 9-10 Minggu 11-12

Alternatif: • Azatioprin • Siklosporin • Metotreksat

Dosis Harian yang Dianjurkan 40 mg 30 mg 20 mg 15 mg 10 mg 5 mg



ENL ulangan atau kronik: • Kombinasi prednisolon (30 mg/hari selama 2 minggu) dan klofazimin klofazimin (300 mg/hari selama 3 bulan, 200 mg/hari selama 3 bulan, dan 100 mg/hari selama gejala masih ada) • Talidomid 2x200 mg selama 3-7 hari lalu tapering off.



Alternatif: pentoksifilin, siklosporin, metotreksat

Soal no 54 • Tuan Anton, laki-laki, usia 42 tahun, datang dengan keluhan muncul bintil-bintil di sekitar bahu kiri sejak 2 hari. Kulit juga tampak kemerahan. Keluhan mulanya hanya demam dan rasa tidak nyaman di seluruh tubuh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90x/menit, nafas 22x/menit, dan suhu 38,50C. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Status dermatologis didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel berisi cairan jernih dan sebagian keruh. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnsosis adalah...

a. Kultur virus b. Deteksi antigen c. Serologi IgM dan IgG d. Pewarnaan Unna Pappenheim e. Tzank test Jawaban: E. Tzank test

54. Herpes zoster Herpes Zoster • Penemuan utama dari PF: kemerahan yang terdistribusi unilateral sesuai dermatom • Rash dapat berupa eritematosa, makulopapular, vesikular, pustular, atau krusta tergantung tahapan penyakit • Komplikasi

Lesi Kulit pada Herpes Zoster • Pemeriksaan: • Identifikasi antigen/asam nukleat dengan PCR • Tzank Test

– Neuralgia pasca herpes, herpes zoster oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Tzank Test • Sel tzanck pad apemeriksaan Tzanck test merupakan sel-sel epitel raksasa berinti banyak atau sel Tzanck. • Sel Tzanck biasa ditemukan di herpes simpleks, varicella dan herpes zoster, Pemphigus vulgaris, dan Cytomegalovirus. • Terkadang tes ini disebut Chikenpox skin test atau herpes skin test karena sering digunakan pada virus-virus tersebut.

TZANCK SMEAR • Kegunaan untuk: o Immunobullous disorders: pemphigus vulgaris, SSSS, TEN

o Cutaneous infections: • herpers simplex, herpes zoster, varricella, CMV multinucleated giant cells • Moluscum contagiosum

o Genodermatoses (inherited genetic skin conditions example: ichthyosis; often grouped into three categories: chromosomal, single gene, and polygenetic) o Suspected tumors: basal cell epitelioma, paget’s disease, squamous cell carcinoma

Cytodiagnosis of cutaneous infections with Tzanck Test • Herpes simplex, varicella, herpes zoster – The typical features include characteristic multinucleated syncytial giant cells and acantholytic cells. The cells appear as if they have been inflated ("ballooning degeneration") – Eosinophilic Intranuclear inclusion bodies

• Molluscum contagiosum – Intracytoplasmic molluscum bodies (Henderson-Patterson bodies)

• Viral warts: – koilocytes

• Hand foot and mouth disease – syncytial nuclei, absence of acantholytic cells

Tatalaksana  Terapi sistemik Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada: - Usia >50 tahun - Dengan risiko terjadinya NPH - HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral - Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi - Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi  Pilihan antivirus - Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari. - Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari. - Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari. - Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari.  Simptomatik - Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID. - Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan. PPK PERDOSKI 2017

PPK PERDOSKI 2017

Soal no 55 • Anak Miyako, perempuan, usia 12 tahun, dibawa oleh orang tua ke Puskesmas karena muncul bercak putih di wajah sejak 1 bulan. Keluhan tidak terasa gatal ataupun nyeri. Riwayat trauma pada daerah tersebut disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran kelainan berupa macula hipopigmentasi dengan batas tidak tegas disertai skuama putih halus pada permukaannya dengan ukuran diameter 1,5 cm. Tatalaksana yang tepat pada kasus di atas adalah…

a. Salep takrolimus 0,1% b. Pramoxine c. Krim betametasone d. Dosepine e. Terapi tunggal krim emolien Jawaban: A. Salep tacrolimus 0.1%

55. Pityriasis alba • Pityriasis : skuama halus, alba: warna pucat/hipopigmentasi, biasanya macula hipopigmentasi berbatas tidak tegas dan tidak gatal • Kebanyakan pasien memiliki riwayat atopi, dan pityriasis alba bisa merupakan manifestasi minor dari dermatitis atopic • Penyebab pasti tidak diketahui, bukan kondisi menular • Dapat hilang sendiri secara spontan (butuh berbulan bulan hingga bertahun tahun) • Predileksi: muka, mulut, dahi, pipi, dan dagu • Banyak dijumpai pada anak usia 3-16 tahun • Penanganan bisa dengan penggunaan immunomodulator seperti tacrolimus dan pimekrolimus, atau penggunaan kortikosteroid potensi rendah dan emolien

Ptiriasis Alba • Perjalanan klinis terdiri dari tiga fase: 1. Fase pertama yaitu timbul makula berwarna merah muda dengan tepi menimbul. 2. Fase kedua timbul dalam beberapa minggu berupa macula hipopigmentasi dengan skuama putih halus (powdery white scale) pada permukaannya. 3. Fase ketiga berupa makula hipopigmentasi tanpa skuama yang dapat menetap hingga beberapa bulan/tahun. • Ketiga tahap tersebut dapat ditemukan secara bersamaan • Lesi umumnya berukuran 0,5-3 cm. Dapat berbentuk bulat, oval atau ireguler. • Tempat predileksi utama yaitu daerah wajah, dapat pula ditemukan di leher, batang tubuh, dan ekstremitas.

Rekomendasi PERDOSKI 2017 • Topikal (urutan berdasarkan prioritas)  Salep takrolimus 0,1% dua kali sehari selama 8 minggu (Rekomendasi A1)  Salep kalsitriol 0,0003% dua kali sehari selama 8 minggu (Rekomendasi A1)  Pelembab (Rekomendasi C4)  Kortikosteroid potensi ringan (Rekomendasi C4)  Krim pimekrolimus 1% dua kali sehari selama 12 minggu (Rekomendasi C4) • Fototerapi • Terapi dengan laser excimer 308 nm dua kali seminggu selama 12 minggu

Bercak hipopigmentasi: diagnosis banding

Bercak hipopigmentasi: diagnosis banding

ILMU KESEHATAN ANAK

Soal no 56 • Anak Rogi, laki-laki, usia 2 minggu, dibawa oleh orang tuanya untuk kontrol rutin paska melahirkan. Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan lalu mulai diperkenalkan dengan makanan padat setelah usia 6 bulan. Sang Ibu merupakan seorang model yang menjalani hidup vegetarian dan berencana menerapkan hal tersebut pada anaknya sejak dini. Risiko defisiensi zat apa yang mungkin terjadi pada bayi tersebut?

a. Vitamin B1 b. Vitamin B6 c. Vitamin B12 d. Vitamin C e. Vitamin K Jawaban: C. Vitamin B12

56. Defisiensi Vitamin B12 • Defisiensi vitamin B12 merupakan penyebab tersering anemia megaloblastik, gangguan neuropsikiatrik, serta gangguan lainnya. • Skrining perlu dilakukan pada pasien dengan: – – – –

Reseksi gastrik atau duodenal-jejunum Inflammatory bowel disease Penggunaan metformin di atas 4 bulan Penggunan proton pump inhibitor atau histamine H2 blocker di atas 12 bulan – Vegetarian termasuk bayi dengan ASI eksklusif dari ibu vegetarian – Geriatri Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.

Defisiensi Vitamin B12 Manifestasi klinis: • Sistemik: – – – –

Mudah lelah Palpitasi pucat, Infertilitas

• Kulit: – Hiperpigmentasi – Jaundice – Vitiligo

• Gastrointestinal: – Glossitis

• Hematologi (supresi sumsum tulang): – Anemia makrositik, megaloblastik – Leukopenia – Pansitopenia

– Trombositopenia – Trombositosis

• Neuropsikiatri: – – – – –

Arefleksia Gangguan kognitif Gangguan berjalan Irritable Gangguan proprioseptif dan sensasi vibrasi – Gangguan olfaktori – Neuropati perifer

• Ibu Hamil dan menyusui: – – – – – –

Risiko defek tabung neural Menghambat perkembangan Gagal tumbuh Hipotonia Ataksia Anemia Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.

Defisiensi Vitamin B12 • Skrining: – Darah perifer lengkap  gambaran makrositosis – Serum vitamin B12  < 150 pg/mL didefinisikan sebagai defisiensi

Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.

Sumber Vitamin B12

Tatalaksana • Vitamin B12 oral 1-2 mg/hari • Injeksi intramuskular sianokobalamin 1 mg  penggantian vitamin secara cepat  diindikasikan pada kasus defisiensi berat atau dengan gejala neurologis berat – 3x/minggu selama 2 minggu pada pasien tanpa defisit neurologis – Jika terdapat defisit neurologis  Diberikan setiap hari selamat 3 minggu atau hingga gejala membaik

• Pencegahan: – Rekomendasi minimal konsumsi 2,4 mcg/hari – Vegetarian direkomendasikan konsumsi suplemen – Pasien pasca reseksi gastrointestinal konsumsi vitamin B12 orang 1mg/hari Langan RC. Vitamin B12 Deficiency. Am Fam Physician. 2017.

Soal no 57 • Anak Lani, perempuan, usia 6 hari, dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Jakarta karena tiba-tiba tampak sesak. Pasien tidak demam serta tidak menunjukkan gejala sistemik lainnya. Pasien dilahirkan pervaginam dan cukup bulan di RSIA dekat rumahnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 370C, nadi 200x/menit, nafas 50x/menit, dan tekanan darah sulit diukur karena tidak ada manset bayi. Saat auskultasi regio toraks didapatkan murmur midto-late sistolik derajat 3/6 di daerah batas atas sternal kiri yang menjalar ke daerah interskapula kiri. Pada palpasi abdomen menujukkan pembesaran hepar. Ketika dilakukan pemeriksaan pulsasi femoral, tidak teraba pulsasi arteri dan tungkai bawah tampak lebih sianotik dibandingkan tangan. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Apa kemungkinan besar diagnosis pasien tersebut?

a. Koarktasi aorta b. Tetralogy of Fallot (ToF) c. Patent Ductus Arteriosus (PDA) d. Defek septal atrial (ASD) e. Defek septal ventrikel (VSD) Jawaban: A. Koarktasi aorta

Tekanan di dalam Jantung

57. Penyakit Jantung Bawaan PJB

Asianotik

↑ volume: - ASD - VSD - PDA

Cyanotic

↑ pressure: - Valve stenosis - Coarctation of aorta

- Valve regurgitation

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed. 2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.

↓ aliran darah pulmonal:

↑ aliran darah pulmonal:

- ToF - Atresia pulmonal

- Transposition of the great vessels

- Atresia tricuspid

- Truncus arteriosus

Penyakit jantung kongenital • Asianotik: L-R shunt – ASD: fixed splitting S2, murmur ejeksi sistolik – VSD: murmur pansistolik – PDA: continuous murmur

• Sianotik: R-L shunt – TOF: PS, VSD, overriding aorta, RVH. Boot like heart pada radiografi – TGA http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/

Acyanotic Congenital HD: General Pathophysiology

With ↑ volume load

Clinical Findings

The most common: left to right shunting

e.g. ASD, VSD, PDA

Blood back into the lungs

↓ compliance & ↑ work of breathing

Fluid leaks into the interstitial space & alveoly

Pulmonary edema, tachypnea, chest retraction, wheezing ↑ Heart rate & stroke volume

High level of ventricular output -> ↑sympathetic nervous system

↑Oxygen consumption -> sweating, irritability, FTT Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, ↑ volume load will increase pulmonary vascular resistance

Eventually leads to Eisenmenger Syndrome

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.

Acyanotic Congenital HD: General Pathophysiology With ↑ pressure load

Clinical Findings

Obstruction to normal blood flow: pulmonic stenosis, aortic

Murmur PS & PS: systolic murmur;

stenosis, coarctation of aorta.

Hypertrophy & dilatation of ventricular wall

Defect location determine the symptoms

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.

Dilatation happened in the later stage

Severe pulmonic stenosis in newborn  right-sided HF (hepatomegaly, peripheral edema) Severe aortic stenosis  left-sided (pumonary edema, poor perfusion) & right-sided HF

Koarktasio Aorta • Patofisiologi: – Penyempitan aorta yang menyebabkan peningkatan afterload dan wall stress, hipertrofi ventrikel kiri, dan gagal jantung kongestif. – Koarktasio dapat muncul sendiri ataupun terkait dengan penyakit jantung bawaan lainnya. – Pada koarktasio yang parah  perfusi sistemik bergantung pada aliran duktus arteriosus dan kolateral lainnya.

Manifestasi Klinis • Neonatus  asimtomatik bila terdapat PDA atau koarktasio tidak berat • Balita dan Anak  diagnosis sulit bila pasien asimtomatik dan koarktasio ringan • Dapat timbul nyeri dada, ekstremitas dingin, dan klaudikasio saat aktivitas fisik. • Gagal jantung jarang terjadi setelah periode neonatus

Manifestasi Klinis (2) Pemeriksaan fisik: • Temuan klasik: – hipertensi sistolik pada ekstremitas atas atau tekanan darah sistolik pada ekstremitas bawah lebih rendah dibandingkan brakial atau dapat pula terjadi – Pulsasi femoral tidak ada atau melemah atau terlambat munculnya (delay) dibandingkan dengan pulsasi brakial

• Sianosis diferensial akibat koarktasio berat atau pirau kanan ke kiri pada PDA menuju aorta torakalis desenden • Dapat terjadi gagal jantung • Pucat, rewel, diaforesis, sesak • Hepatomegali

Manifestasi Klinis (3) Pemeriksaan fisik: • Auskultasi dapat normal bisa koarktasio ringan • Bising ejeksi sistolik dan ejection systolic click yang berasal dari katup aortik bikuspid, dengan pungtum maksimum di apeks atau batas sternal kiri. • Murmur kontinu juga dapat terjadi apabila terdapat kolateral pembuluh besar di sekitar koarktasio.

COARCTATIO AORTA COARCTATIO SEDERHANA Reparasi : - E to E - Flap subklavia - Patch

Klinis, EKG, Ro, Ekokardiografi

COARCTATIO + VSD Arcus Aorta normal

VSD tunggal

Reparasi Coarct + tutup VSD

VSD multipel

COARCTATIO KOMPLEKS

Arkus Aorta hipoplastik

Disertai hipoplastik LV & MV (HLH)

Reparasi komplit dalam CPB

Norwood tahap I

Reparasi coarct + PAB

Reparasi coarct + Reparasi intracardiac

Ventricular Septal Defect

Atrial Septal Defect

Patent Ductus Arteriosus

Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both: an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L

Common lesions: Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis The degree of cyanosis depends on:

the degree of obstruction to pulmonary blood flow If the obstruction is mild: Cyanosis may be absent at rest These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress

If the obstruction is severe: Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus. When the ductus closes  hypoxemia & shock

Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↑ pulmonary blood flow is not associated with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by: Abnormal ventricular-arterial connections:

- TGA

Total mixing of systemic venous & pulmonary venous within the heart: - Common atrium or ventricle - Total anomolous pulmonary venous return - Truncus arteriosus

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.

Tetralogi Fallot

Soal no 58 • Anak Doel, laki-laki, 6 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke klinik karena mengeluhkan diare dan konstipasi hilang timbul sejak 3 minggu terakhir. Keluhan juga disertai nyeri perut. Awalnya feses encer seperti air, namun kemudian berubah menjadi berminyak dan berbau busuk. Keluhan demam ataupun muntah tidak dialami pasien. Orang tua pasien menyebutkan bahwa beberapa anak di lingkungan rumahnya mengalami hal serupa. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital dalam batas normal, nyeri tekan saat palpasi umum abdomen tanpa temuan defans. Pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan untuk menegakkan dugaan diagnosis Anda adalah…

a. Pemeriksaan kontras enema b. Kolonoskopi c. Pemeriksaan imuno-enzim feses d. Esofagogastriduodenoskopi e. Pemeriksaan leukosit feses Jawaban: C. Pemeriksaan imuno-enzim feses

58. Giardiasis Anerior membulat

Trofozoit Kista Trofozoit: - Pear shaped Flagel Inti - Sepasang nukleusseperti mata - Pada bagian ventral Posterior tajam terdapat alat isapuntuk menempel di mukosa usus

Giardiasis • Etiologi: protozoa  Giardia lamblia • Gejala klinis – Dapat asimtomatik – Diare dengan gambaran ekskresi lemak meningkat (steatorrhea) • Akut  berbau, mual, distensi abdomen, demam, tidak ada darah dalam tinja • Kronis  nyeri dan distensi abdomen, tinja berlendir, penurunan berat badan

• Diagnosis: – Pemeriksaan feses untuk memeriksa stadium kista atau trofozoit apabila sampel segar – Bila sulit dilakukan, dapat menggunakan pemeriksaan imunoenzim feses untuk mendeteksi Antigen Giardia

• Terapi: – DOC: Metronidazole 3x250 mg selama 5-7 hari (anak 3x15 mg/kgBB selama 5 hari) – Alternatif: Tinidazole 2 g PO SD (anak 50 mg/kgBB PO SD)

pemeriksaan imuno-enzim feses

Soal no 59 • Anak Ratu, perempuan, usia 13 tahun, dibawa oleh kedua orang tuanya untuk kontrol lanjutan ke Klinik Endokrin Anak. Sebelumnya pasien sudah rutin berobat ke klinik tersebut. Kondisi saat ini, pasien menunjukkan tanda-tanda berupa hirsutisme, amenorea, dan virilisasi. Oleh dokter tersebut pasien sebelumnya didiagnosis menderita Sindrom Polikistik Ovarium. Berdasarkan pemaparan tersebut, kemungkinan etiologi apa yang mendasari patofisiologi pada pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Estrogen FSH LH Testosteron TSH

Jawaban: D. Testosteron

59. Sindrom Polikistik Ovarium • Gangguan ini disebabkan malfungsi abnormal aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. • Wanita dengan gangguan ini mengalami gangguan metabolisme androgen dan estrogen serta dalam kontrol produksi androgen. • Karakteristik utama gangguan ini adalah sekresi gonadotropin yang tidak sesuai akibat disfungsi ovarium  terjadi peningkatan kadar hormon androgenik seperti testosterone, androstenedione, dan dehidroepiandrosterone sulfat. • Seorang wanita didiagnosis sebagai sindrom polikistik ovarium bila memiliki 12 atau lebih folikel dalam 1 ovarium. Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.

Sindrom Polikistik Ovarium • Tanda utama gangguan ini berupa disfungsi menstruasi (amenorea atau oligomenorea), anovulasi, dan munculnya tanda hiperandrogenisme  virilisasi • Hirsutisme • Akantosis nigrikans • Infertilitas jika sudah dewasa • Resistensi insulin perifer dan hiperinsulinemia  Obesitas, diabetes, hipertensi, dan sindrom metabolik • Obstructive sleep apnea • Pembesaran ovarium • Alopesia • Acne Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.

Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.

Kriteria Diagnosis Sindrom Polikistik Ovarium

Sindrom Polikistik Ovarium • Pemeriksaan penunjang  mengeksklusi gangguan lain yang dapat menyebabkan gangguan menstruasi dan hiperandrogensisme seperti: – – – – –

• • • •

Tumor ovarium Disfungsi tiroid  TSH dan fT4 Hiperplasia adrenal kongenital Hiperprolaktinemia  kadar serum prolaktin Sindrom Cushing  kadar kortisol urin

Kadar total testosterone Indeks androgen bebas Serum hCG USG, CT Scan, atau MRI untuk visualisasi ovarium

Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.

Tatalaksana • Nonmedikamentosa: – Modifikasi gaya hidup: diet, olah raga, penurunan berat badan

• Medikamentosa: – Kontrasepsi oral seperti etinil estradiol atau medroksiprogesterone  induksi menstruasi – Jika gejala hiperandrogenisme seperti hirsutisme belum hilang  diberikan agen penghambat androgen  letrozole atau klomifene sitrat. – Antiandrogen lain  spironolactone, leuprolide, finasteride – Agen hipoglikemik  metformin, insulin Lucidi RS. Policystic ovarian syndrome. Emedicine. 2018.

Soal no 60 • Anak Konyaku, 1 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik karena seperti tampak sesak sejak 2 hari. Orang tua pasien juga mengatakan anaknya demam, beringus, dan disertai batuk kering. Riwayat keluhan sebelumnya seperti ini dan keluhan serupa di keluarga disangkal. Pada pemeriksaan fisik, suhu 38,50C, nadi 110x/menit, nafas 40x/menit. Pada auskultasi toraks terdengar suara wheezing serta tampak retraksi subkostal. Etiologi tersering penyakit ini adalah…

a. b. c. d. e.

Adenovirus Parainfluenzae virus Enterovirus Respiratory Syncytial Virus Influenza virus

Jawaban: D. Respiratory Syncytial Virus

60. Bronkiolitis • Infeksi pada bronchioli akibat infeksi virus yang menyerang anak di bawah usia 2 tahun, terutama usia 2-6 bulan. • Etiologi: – Respiratory syncytial virus (RSV)  tersering – Virus influenza – Virus parainfluenza – Adenovirus

Patofisiologi Bronkiolitis

Bronkiolitis

Bronkiolitis

Bronkiolitis

• Tampak hiperinflasi dengan diafragma yang mendatar dan opasifikasi pada paru kanan (lingkaran merah) • Tampat atelektasis (lingkaran biru)

Tatalaksana Bronkiolitis • Penyakit Ringan: – Terapi simtomatis

• Penyakit sedang-berat: – Tatalaksana life support  O2 dan IVFd – Etiologi: Terapi antivirus jarang tersedia, antibiotik bila ternyata etiologinya bakteri – Terapi simtomatik: • Bronkodilator  kontroversial namun masih bisa diberikan dengan alasan terjadinya inflamasi serta bronkospasme dan meningkatkan mukosiler • Kortikosteroid  kontroversial (tidak efektif)

Soal no 61 • Anak Bigen, laki-laki, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya karena tampak darah di urin ketika buang air kecil. Orang tua juga mengatakan bahwa anaknya kadang tampak kesakitan di daerah perut selama 2 bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik, perut tampak agak distensi dan teraba massa pada kuadran kanan atas. Pada urinalisis ditemukan adanya darah dan protein. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?

a. Kistik nefroma b. Sistitis c. Sindrom nefrotik d. Neuroblastoma e. Tumor Wilms Jawaban: E. Tumor Wilms

61. Tumor Wilms • Tumor ganas ginjal pada anak yang terdiri dari sel spindel dan jaringan lain, disebut juga adenomiosarkoma, embrioma ginjal, nefroblastoma, atau renal karsinosarkoma. • Merupakan tumor solid pada renal yang terbanyak pada masa kanak-kanak • Puncak usia 3 tahun • Biasanya unilateral ginjal • Etiologi: – Non-familial: 2 postzygotic mutatiion pada single cell – Familial: 1 prezygotic mutation dan subsequent postzygotic event – Mutasi pada lengan pendek kromosom 11 (11p13) The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton Mifflin Company.

Tumor Wilms • Gejala: – – – –

Massa dan nyeri abdomen Hematuria makroskopik Hipertensi Anoreksia, mual, muntah

• Pemeriksaan Penunjang: – Lab: Urinalisis: hematuria, anemia, perdarahan subkapsular. Jika sudah metastasis ke liver terdapat peningkatan kreatinin. – CT scan  memantau ekstensi tumor – X Ray Toraks  melihat metastasis ke paru – Biopsi The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton Mifflin Company.

Tumor Wilms

The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton Mifflin Company.

Soal no 62 • Bayi Giro, laki-laki, usia 1 minggu, datang untuk kontrol paska kelahiran. Saat pemeriksaan, tampak seperti ada benjolan di daerah sekitar pusar. Bayi juga tampak lemas dan jarang menetek. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit kering, hipotonus, perut buncit, dan makroglosi. Diagnosis yang mungkin menyebabkan gejala pada bayi tersebut adalah…

a. Hipertiroid b. Hipotiroid c. Hipoglikemia d. DM Tipe 1 e. Sindrom Down Jawaban: B. Hipotiroid

62. Hipotiroid Kongenital • Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir. • Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium. • Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media transportasi elemen-elemen penting untuk perkembangan janin. Thyroid Releasing Hormone (TRH) dan iodium – yang berguna untuk membantu pembentukan Hormon Tiroid (HT) janin – bisa bebas melewati plasenta. Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun disamping itu, elemen yang merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor antibody) dan obat anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta. Sementara, TSH, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan produksi HT, justru tidak bisa melewati plasenta.

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Hipotiroid kongenital pada Anak • Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan terjadi penurunan IQ bermakna. • Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview

Gambaran klinis





Most affected infants have few or no symptoms, because their thyroid hormone level is only slightly low. However, infants with severe hypothyroidism often have a unique appearance, including: – Dull look – Puffy face – Thick tongue that sticks out This appearance usually develops as the disease gets worse. The child may also have: – Choking episodes – Constipation – Dry, brittle hair – Jaundice – Lack of muscle tone (floppy infant) – Low hairline – Poor feeding – Short height (failure to thrive) – Sleepiness – Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/

Quebec Clinical Scoring for Congenital Hypothyroid

Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160

Skrining • Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. • Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa). • Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive). • Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu diambil pada saat kontrol, tepatnya saat bayi berusia 48 sampai 72 jam • Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di laboratorium • Hasil sudah bisa diperoleh dalam 1 minggu Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Intepretasi hasil • Kadar TSH < 20 μU/mL berarti normal • Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan spesimen ulang (resample) atau dilakukan pemeriksaan DUPLO (diperiksa dua kali dengan spesimen yang sama, kemudian diambil nilai ratarata). Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan:  Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut dianggap normal.  Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan FT4 serum Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Tatalaksana • Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes konfirmasi. • Bayi dengan hipotiroid berat diberi dosis tinggi, sedangkan bayi dengan hipotiroid ringan atau sedang diberi dosis lebih rendah. • Bayi yang menderita kelainan jantung, mulai pemberian 50% dari dosis, kemudian dinaikkan setelah 2 minggu. Dosis levotiroksin (L-T4)

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Evaluasi terapi • Pemantauan pertama setelah 2 minggu sejak pengobatan tiroksin • Selanjutnya tiap 4 minggu sampai kadar TSH normal • Tiap 2 bulan sampai umur 12 bulan • Dari umur 1 – 3 tahun, pemantauan klinis dan laboratorium tiap 4 bulan • Selanjutnya tiap 6 bulan sampai selesai masa pertumbuhan. • Setelah umur 18 tahun, dialihrawatkan pada ahli penyakit • dalam. • Pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih sering bila kepatuhan minum obat meragukan, atau ada perubahan dosis (4 – 6 minggu setelah perubahan dosis. Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Target pengobatan • Nilai T4 serum,130 – 206 nmol/L (10 – 16 μg/dl ) • FT4 18 – 30 pmol/L (1,4 - 2,3 μg/dl) kadar FT4 ini dipertahankan pada nilai di atas 1,7 μg/dl (75% dari kisaran nilai normal). Kadar ini merupakan kadar optimal. • Kadar TSH serum, sebaiknya dipertahankan di bawah 5 μU/mL Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Soal no 63 • Anak Haciko, perempuan, 12 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk pemeriksaan karena selama 2 bulan terakhir pasien sering merasa kelelahan. Orang tua pasien juga menyebutkan pasien menjadi lebih sering buang air kecil. Pasien kadang mengeluhkan nyeri perut yang tidak jelas munculnya. Anak juga menjadi sulit konsentrasi di sekolahnya. Selain itu pasien juga merasa bahwa berat badannya semakin turun dalam 2 bulan terakhir hingga 3 kg. Pemeriksaan lanjutan apa yang diperlukan untuk konfirmasi diagnosis tersebut?

a. Pemeriksaan darah lengkap b. Pemeriksaan fungsi hati c. Pengukuran serum amilase d. Pengukuran serum glukosa e. Pemeriksaan fungsi tiroid Jawaban: D. Pengukuran serum glukosa

63. Diabetes Melitus Tipe 1 • Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. • Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel β pankreas sehingga produksi insulin berkurang, bahkan terhenti. Dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. • Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun • Komplikasi : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum, retinopathy , nephropathy and hypertension, peripheral and autonomic neuropathy, macrovascular disease • Manifestasi Klinik: – Poliuria,polidipsia, polifagia ,dan penurunan berat badan – Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeriperut, napascepat dan dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran 1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007

Kriteria Diagnosis DM pada Anak • Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah kapiler < 126 mg/dL (7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah. • Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: – Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat badan yang menurun, dan kadar glukasa darah sewaktu >200 mg/ dL (11.1 mmol/L). Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan. 1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007

Tes Toleransi Glukosa • Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan untuk mendiagnosis DM tipe-1, karena gambaran klinis yang khas. • Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan. • Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB (maksimum 75 g). • Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200-250 ml air) dalam jangka • waktu 5 menit. • Tes toleransi glukosa dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan anak puasa semalam menjelang TTG dilakukan. – Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktifitas fisik anak tidak dibatasi. – Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari- hari.

• Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60 dan 120.

Penilaian Hasil Tes Toleransi Glukosa • Anak menderita DM apabila: Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau Kadar glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) • Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila: Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L) • Anak dikatakan normal apabila : Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL (6,7 mmol/L) dan Kadar glukosa darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11 mmol/L) 1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007

DM Tipe 1 • Pemeriksaan Penunjang: • Penderita baru: serum glukosa, urin reduksi dan keton urin, HbA1C, C- Peptide (untuk membedakan diabetes tipe 1 dan tipe 2), pemeriksaan autoantibodi yaitu: cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan glutamic acid decarboxylase (GAD). • Penderita lama: HbA1c Setiap 3 bulan sebagai parameter kontrol metabolik – HbA1c < 7% baik – HbA1c < 8% cukup – HbA1c > 8% buruk 1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007

Tatalaksana DM Tipe 1 • Insulin kerja cepat : – – – –

Setelah makan Snack sore Saat hiperglikemi dan ketosis Pada CSII (continuous subcutaneous insulin infusion)

• Insulin kerja pendek: – Sebelum makan – Pilihan pada balita

• Insulin kerja menengah: – Pilihan pada penderita yang memiliki pola hidup teratur

• Insulin kerja panjang: – Masa kerja lebih dari 24 jam – Digunakan dalam regimen basal-bolus

• Insulin kerja campuran: – Dianjurkan bagi penderita yang memiliki kontrol metabolik baik. 1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007

Jenis Insulin

Soal no 64 • Anak Baroud, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke IGD karena tiba-tiba tidak sadar sejak 1 jam lalu. Pasien demam tinggi sejak 4 hari. Pasien sebelumnya mengeluhkan nyeri kepala lalu sempat beberapa kali kejang kelojotan sebelum akhirnya tidak sadar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran koma, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 400C, nadi 110x/menit, nafas 28x/menit. Tanda rangsang meningeal negatif. Tampak tanda gangguan berupa spastisitas, hiperrefleks, disertai adanya refleks patologis. Diagnosis apa yang mungkin terjadi pada pasien tersebut?

a. Meningitis b. Epilepsi c. Tumor intrakranial d. Kejang demam kompleks e. Ensefalitis Jawaban: E. Ensefalitis

64. Ensefalitis • Infeksi jaringan otak akibat mikroorganisme – Virus (tersering VZV, EBV, CMV), bakteri, jamur, protozoa

• Manifestasi klinis: – – – – – –

Demam tinggi mendadak, sering hiperpireksia Penurunan kesadaran dengan cepat hingga koma Nyeri kepala Perubahan kepribadian dan perilaku Kejang bersifat umum atau fokal hingga status konvulsivus Dapat disertai gejala peningkatan tekanan intrakranial karena terjadi edema otak – Kelumpuhan tipe UMN (spastis, hiperrefleks, refleks patologis positif, dan klonus) PPM IDAI 2010.

Ensefalitis • Kecurigaan karena VZV, EBV, virus mumps jika: – – – –

Ruam kulit Limfadenopati Hepatosplenomegali Pembesaran parotis

• Kecurigaan infeksi pada neonatus disebabkan oleh herpes simpleks virus jika: – – – –

Lesi herpetik Keratokonjungtivitis Keterlibatan orofaringeal, mukosa bukal, dan lidah Gejala ensefalitis seperti kejang, iritabel, penurunan atensi, dan fontanel menonjol. – Ikterik, hepatomegali, tanda syok

Ensefalitis • Pemeriksaan penunjang: – – – –

Darah perifer lengkap Pemeriksaan gula darh Elektrolit Pungsi lumbal  dapat normal atau terdapat abnormalitas ringan-sedang berupa peningkatan jumlah sel 50200/mm3, sel dominasi limfosit, protein meningkat tapi tidak signifikan, dan glukosa normal. – Kultur bila terdapat lesi, tes Tzanck, kultur CSF, kultur darah bila kecurigaan bakterial, tes serologi toksoplasma – CT Scan atau MRI  edema otak umum atau fokal – Elektroensefalografi  penting pada pasien ensefalitis karena dapat menunjukkan perlambatan atau gelombang epileptiform baik umum atau fokal. PPM IDAI 2010.

Ensefalitis • Tatalaksana: – Suportif • Hiperpireksia  antipiretik • Keseimbangan cairan dan elektrolit  IVFd • Peningkatan tekanan intrakranial  manitol 0,5-1 g/kg/kali atau furosemide 1 mg/kg/kali. • Tatalaksana kejang  fenitoin atau fenobarbital untuk mencegah kejang berulang • Apabila terdapat neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi, atau acute disseminated encephalomyelitis (ADEM)  kortikosteroid selama 2 minggu: metilprednisolon dosis tinggi 15 mg/kg/hari tiap 6 jam selama 3-5 hari dan dilanjutkan prednison oral 1-2 mg/kg/hari selama 7-10 hari. PPM IDAI 2010.

Soal no 65 • Anak Badrun, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik karena keluhan masih sering mengompol sejak bayi. Berdasarkan pemaparan orang tuanya, pasien belum pernah berhenti mengompol terutama siang hari. Biasanya anaknya mengompol 34x dalam seminggu. Orang tua khawatir karena anaknya akan segera masuk SD dan akan mengompol di sekolah. Anaknya sempat tidak mengompol saat usia 4 tahun, namun hanya bertahan sekitar 2-3 bulan saja. Saat ini anaknya tidak minum obat apapun. Tumbuh kembang anak dalam batas normal. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Apa diagnosis pasien tersebut?

a. Enuresis primer b. Enuresis sekunder c. Diabetes insipidus d. ISK kronis e. Enuresis diurnal Jawaban: A. Enuresis primer

65. Enuresis • Normalnya anak berhenti mengompol sejak 2 ½ tahun, dan hanya 10-15% yang masih mengompol hingga usia 5 tahun. • Anak mengompol minimal 2x dalam seminggu dalam periode paling sedikit 3 bulan pada usia 5 tahun atau lebih • Tidak disebabkan oleh efek obat-obatan • Enuresis berlangsung melalui proses berkemih yang normal, namun tempat dan waktu tidak tepat. – Tempat: kasur atau masih mengenakan pakaian – Waktu: malam hari (nokturnal monosimtomatik), siang hari (diurnal), campuran.

• Klasifikasi: – Primer  anak yang belum pernah berhenti mengompol sejak massa bayi – Sekunder  anak berusia lebih dari 5 tahun yang sebelumnya pernah bebas masa mengompol minimal selama 12 bulan. PPM IDAI 2010.

Enuresis • Promotif/Preventif

• Diagnosis

PPM IDAI 2010.

Enuresis • Pemeriksaan Fisik  eksklusi gangguan organik – – – –

Inspeksi dan palpasi abdomen Pemeriksaan genital Pengamatan berkemih Pemeriksaan neurologis  refleks perifer, sensasi perineal, tonus sfingter ani, pemeriksaan daerah punggung, dan refleks lumbosakral

• Pemeriksaan penunjang: – Urinalisis  kemungkinan infeksi – USG

Enuresis • Tatalaksana: – Terapi perilaku: • memotivasi anak, identifikasi faktor yang mempersulit penyembuhan seperti masalah sosial dan keluarga • Pengaturan perilaku: – – – – –

Minum dan berkemih teratur dan berkemih sebelum tidur Lifting and night awakening Retention control training Dry bed training Hipnoterapi

• Penggunaan enuresis alarm

– Farmakoterapi  hanya pada anak yang gagal dengan terapi perilaku • Desmopresin (DDAVP) dengan dosis 5-40 ug sebagai obat semprot hidung • Oksibutinin 5-10 mg

Soal no 66 • Bayi Upin, laki-laki, usia 1 hari, dirawat di perinatologi karena lahir secara prematur melalui SC atas indikasi PPROM dan mengalami asfiksia. Pada pemeriksaan rutin di perinatologi, kadar glukosa darah bayi 25 mg/dL. Bayi tampak apatis dan sudah sulit diberikan asupan nutrisi. Saat ini bayi masih dalam keadaan sesak dan terpasang CPAP. Tatalaksana yang sesuai adalah…

a. Berikan infus Dekstrosa 10% sebagai tambahan asupan oral b. Dilakukan pemberian kortikosteroid c. Berikan bolus IV Dekstrosa 10% 2 cc/kg d. Berikan bolus IV Dekstrosa 40% 10 cc e. Berikan bolus IV Dekstrosa 5% 4 cc/kg Jawaban: C. Berikan bolus IV Desktrosa 10% 2 cc/kg

66. Hipoglikemia Neonatus •





Hipoglikemia adalah kondisi bayi • dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala atau tidak Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat • menyebabkan palsi serebral, retardasi mental, dan lain-lain Etiologi – Peningkatan pemakaian glukosa (hiperinsulin): Neonatus dari ibu • DM, Besar masa kehamilan, eritroblastosis fetalis – Penurunan produksi/simpanan glukosa: Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat – Peningkatan pemakaian glukosa: stres perinatal (sepsis, syok, asfiksia, hipotermia), defek metabolisme karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb

Insulin dalam aliran darah fetus tidak bergantung dari insulin ibu, tetapi dihasilkan sendiri oleh pankreas bayi Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia dalam peredaran darah uteroplasental bayi mengatasinya melalui hiperplasia sel B langerhans yang menghasilkan insulininsulin tinggi Begitu lahir, aliran glukosa yang menyebabkan hiperglikemia tidak ada, sedangkan insulin bayi tetap tinggi hipoglikemia

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Hipoglikemia Neonatus Diagnosis: – Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui, apneu, sianosis, menangis lemah/melengking – PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir – Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi urin, elektrolit darah

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Tatalaksana

Terapi Darurat: Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Tatalaksana

Soal no 67 • Anak Magie, perempuan, usia 7 tahun, dibawa oleh orang tuanya karena urin tampak berwarna merah sejak 2 hari. 10 hari lalu, pasien sempat batuk-batuk dan kemudian beli obat batuk di minimarket. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, suhu 370C. Kedua kelopak mata tampak agak sembab. Pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan urin didapatkan darah +4 dan protein +2. Tatalaksana yang tepat untuk kasus di atas adalah...

a. Deksametason b. Siklofosfamid c. Amoksisilin d. Ciprofloksasin e. Kloramfenikol Jawaban: C. Amoksisilin

67. Glomerulonefritis akut • • • •

Glomerulonefritis akut kondisi yang ditandai dengan edema, hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi inflamasi pada glomerulus Glomerulonefritis disebabkan oleh beberapa macam kelainan yang memiliki karakteristik berupa kerusakan glomerulus akibat inflamasi Glomerulonefritis akut post streptococcal merupakan salah satu bentuk tersering dari glomerulonefritis akut Gejala klinis:      

Gross hematuria: urin berwarna seperti the atau coca-cola Oliguria Edema Nyeri kepala, merupakan gejala sekunder akibat hipertensi Dyspneabisa akibat edema paru atau gagal jantung yang mungkin terjadi Hipertensi

Niaudet P. Overview of the pathogenesis and causes of glomerulonephritis in children. UpToDate, 2016 Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Emedicine, 2016

Mekanisme GNAPS • Terdapat 4 mekanisme yang mungkin menimbulkan GNAPS: 1. Adanya kompleks imun dengan antigen streptokokal yang bersirkulasi dan kemudian terdeposisi. 2. Deposisi dari antigen streptokokus pada membrane basal glomerulus yang berikatan dengan antibody sehingga terbentuk kompleks imun. 3. Adanya antibody terhadap antigen streptokokal yang bereaksi terhadap komponen glomerulus yang menyerupai antigen streptokokus (molecular mimicry) 4. Adanya proses autoimun

• Dari keempat mekanisme tersebut, mekanisme kedua adalah mekanisme pathogenic yang paling banyak ditemukan.

Patogenesis dan Patofisiologi Streptococcal infection Aktivasi komplemen

Komplemen serum turun

Immune injuries Proliferasi selular

Destruksi membran basal glomerulus

Lumen kapiler menyempit hematuria Aliran darah glomerular menurun GFR turun oliguria

Reabsorbsi natrium distal Retensi air dan natrium Volume darah meningkat

Edema dan hipertensi

Pemeriksaan penunjang • Urinalisis Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit • Peningkatan ureum dan kreatinin • ASTO meningkat (ASTO: antibodi terhadap streptolysin O, yang merupakan toxin yang diproduksi oleh kuman grup A) • Komplemen C3 menurun pada minggu pertama • Hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia pada komplikasi gagal ginjal akut

Tatalaksana • Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu amoksisilin 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. – Jika alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.

• Diuretik diberikan untuk mengatai retensi cairan dan hipertensi  loop diuretik  furosemide 1 mg/kg/kali, 2-3x/hari • Jika terdapat hipertensi berikan obat anti hipertensi  CCB atau ACE inhibitor • Diet nefritis untuk mengurangi retensi cairan dan meningkatkan fungsi ginjal  restriksi garam dan cairan

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Soal no 68 • Anak Morina, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke Poli MTBS Puskesmas karena berat badannya tidak sesuai dengan usianya. Ibu juga menjelaskan bahwa anaknya juga tampak rewel serta sulit makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik lanjutan didapatkan penampilan wajah seperti orang tua, kulit tampak kering dan keriput, lemak subkutan tampak menghilang sehingga turgor kulit berkurang. Otot-otot tampak atrofi. Tatalaksana awal yang termasuk dalam fase stabilisasi untuk pasien tersebut, kecuali…

a. Mengatasi dan mencegah hipoglikemia b. Melakukan pemberian kotrimoksasol c. Melakukan pemberian F-75 d. Melakukan pemberian Fe e. Pemberian vitamin A Jawaban: D. Melakukan pemberian Fe

68. Malnutrisi Energi Protein • Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya (WHO) • Dibagi menjadi 3: – Overnutrition (overweight, obesitas) – Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk) – Defisiensi nutrien spesifik

• Malnutrisi energi protein (MEP): – MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) – MEP derajat berat (gizi buruk)

• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis: – Marasmus – Kwashiorkor – Marasmik-kwashiorkor Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and adolescents. Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition. http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview

Marasmus  wajah seperti orang tua  kulit terlihat longgar  tulang rusuk tampak terlihat jelas  kulit paha berkeriput  terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant )

Kwashiorkor  edema  rambut kemerahan, mudah dicabut  kurang aktif, rewel/cengeng

 pengurusan otot  Kelainan kulit berupa bercak merah muda yg meluas & berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)

Marasmik-kwashiorkor • Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan

Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk • Z-score → menggunakan kurva WHO weight-forheight • <-2 – moderate wasted • <-3 – severe wasted  gizi buruk

• Lingkar Lengan Atas < 11,5 cm

• BB/IBW (Ideal Body Weight) → menggunakan kurva CDC • ≥80-90%  mild malnutrition • ≥70-80%  moderate malnutrition • ≤70%  severe malnutrition  Gizi Buruk

Kwashiorkor Protein 

Serum Albumin  Tekanan osmotik koloid serum 

Edema

Marasmus Karbohidrat 

Pemecahan lemah + pemecahan protein Lemak subkutan 

Muscle wasting, kulit keriput

Turgor kulit berkurang

Emergency Signs in Severe Malnutrition • Dibutuhkan tindakan resusitasi • Tanda gangguan airway and breathing : – Tanda obstruksi – Sianosis – Distress pernapasan

• Tanda dehidrasi berat → rehidrasi secara ORAL. Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat. Terdapat risiko overhidrasi • Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran – Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)

Cause difference MARASMUS

K WA S H I O R KO R

Marasmus is multi nutritional deficiency

Kwashiorkor occurs due to the lack of proteins in a person's diet

Marasmus usually affects very young children

Kwashiorkor affects slightly older children mainly children who are weaned away from their mother's milk

Marasmus is usually the result of a gradual process

Kwashiorkor can occur rapidly

10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk No Tindakan

Stabilisasi H 1-2 H 3-7

Transisi H 8-14

Rehabilitasi Tindaklanjut mg 3-6 mg 7-26

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia 3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit 5. Obati infeksi 6. Perbaiki def. nutrien mikro 7. Makanan stab & trans 8. Makanan Tumb.kejar 9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

+ Fe

1.

Atasi/cegah hipoglikemia (<54 mg/dL)

– Monitor kadar gula darah setelah 2 jam – Pencegahan dengan pemberian makanan F-75 tiap 2 jam, selalu berikan makanan pada malam hari

2.

Atasi/cegah hipotermia:

– Monitor suhu tiap 30 menit hingga mencapai suhu >36,5 C – Tutupi anak dari paparan langsung dengan udara, jaga agar anak tetap kering

3.

Atasi/cegah dehidrasi  asumsikan dehidrasi pada setiap anak dengan diare cair.

– Observasi kemajuan rehidrasi tiap 30 menit selama 2 jam pertama, lalu tiap 1 jam untuk 6-12 jam selanjutnya. Observasi HR, RR, frekuensi miksi, frekuensi defekasi/muntah

4.

Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami hipernatremia

5.

Obati/cegah infeksi  tanda umum infeksi sering tidak dijumpai pada malnutrisi Saat rawat inap, berikan secara rutin: antibiotik spektrum luas , vaksinasi campak jika usia >6 bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda jika klinis buruk) Antibiotik spektrum luas:

6.

Koreksi defisiensi mikronutrien Hari pertama: – Vit A (usia 0-5 bln 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >12 bulan 200.000 IU) – Asam folat 5 mg PO Pemberian harian selama 2 minggu: – Multivitamin – Asam folat 1 mg/hari – Zinc 2 mg/kgBB/hari – Copper 0,3 mg/kgBB/hari – Besi 3 mg/kg/hari (pada fase rehabilitasi)

7.

Pemberian makan Fase stabilisasi – Porsi kecil, osmolaritas rendah, rendah laktosa  F75 – Peroral/NGT – Energi: 80-100 kkal/kgBB/hari – Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari – Cairan: 130 mL/kgbb/hari – Lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan

8.

Mencapai kejar-tumbuh – Target peningkatan berat badan >10 g/kg/hari

Bila kenaikan berat badan <5g/kgBB/hari, lakukan penilaian ulang apakah target asupan makanan memenuhi kebutuhan dan cek tanda-tanda infeksi

Soal no 69 • Anak Pinky, perempuan, usia 7 tahun, datang dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dengan keluhan berat badan tidak naik sejak 5 bulan terakhir. Nafsu makan anak memang tampak kurang. Pasien juga mengeluhkan sering demam naik turun sejak 1 bulan ini. Keluhan batuk-batuk juga sudah sejak 2 bulan terakhir. Ayahnya pernah berobat TB paru BTA (+) dan sudah selesai sekitar 6 bulan lalu.Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi BB/U 70% berdasarkan kurva dan tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening maupun sendi. Pada pemeriksaan Rontgen toraks hasil tidak menunjukkan tanda khas. Pemeriksaan uji tuberkulin 4 mm. Berapa skor TB anak pada pasien tersebut?

a. 5 b. 6 c. 7 d. 8 e. 9 Jawaban: B. 6

69. Tuberkulosis Anak • Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala yang khas over/underdiagnosed • Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada anak • Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika : – BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh – Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas – Batuk kronik 3 ≥ minggu – Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

Petunjuk Teknis Tatalaksana TB Anak Depkes 2016 • Penegakan diagnosis TB anak didasarkan 4 hal: – – – –

Konfirmasi bakteriologis TB Gejala klinis yang khas TB Adanya bukti infeksi TB (tuberculin atau kontak TB) Foto thorax sugestif TB

• Sistem skoring: – Telah digunakan untuk diagnosis TB anak – Bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan tuberculin dan foto thoraks, maka skoring ini akan tidak dapat terpenuhi seluruh komponennya – Sehingga dibuat alur diagnostik berdasarkan klinis dan pemeriksaan bakteriologis

Sistem Skoring

Sistem Skoring • Diagnosis oleh dokter • Perhitungan BB dinilai saat pasien datang (moment opname) • Demam dan batuk yang tidak respons terhadap terapi baku • Cut-of f point: ≥ 6 • Anak dgn skor 6 yg diperoleh dari kontak dgn pasien BTA + dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut • Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak • Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB • Reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring • Total nilai 4 pada anak balita atau dengan kecurigaan besar dirujuk ke rumah sakit

Uji Tuberkulin • Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi) • Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma • Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan • Pengukuran (pembacaan hasil) – Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya – Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal. – Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm

• Hasil: – Positif jika indurasi >= 10mm – Ragu-ragu jika 5-9 mm – Negatif < 5 mm

ALUR DIAGNOSIS BILA DIDAPATKAN GEJALA KLINIS

Prinsip Pengobatan TB Anak

Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.

Kortikosteroid pada TB Anak

Pengobatan Profilaksis • Pengobatan profilaksis hanya diberikan pada pasien dengan kontak TB dan tidak bergejala, yaitu: – kelompok infeksi laten TB (tuberculin positif) – Terpajan (tuberculin negative)

• Untuk menentukan kelompok pasien tersebut dilakukan investigasi kontak

ALUR INVESTIGASI KONTAK TB RO: kontakTB tersangka resisten Obat (RO) atau terbukti resisten Obat

Profilaksis TB pada Anak

KETERANGAN • ILTBInfeksi Laten TB • Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan. • Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal • Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan. • Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

Soal no 70 • Anak Leo, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya karena batuk hebat sejak 1 minggu. Gejala mulanya hanya demam dan pilek, namun makin bertambah parah batuknya. Dokter kemudian mendiagnosisnya sebagai pertusis. Orang tua pasien merupakan keluarga kurang mampu yang belum pernah membawa anaknya imunisasi. Penyakit ini dapat dicegah apabila orang tua mendapatkan informasi mengenai imunisasi pertusis yang dilakukan pada usia…

a. 2, 3, dan 4 bulan b. saat lahir, 2, 3, dan 4 bulan c. cukup 1 kali usia 0 hingga 2 bulan d. 9 bulan e. 15 bulan Jawaban: A. 2, 3, dan 4 bulan

70. Imunisasi IDAI 2017 • • • • • •

Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu Dapat berupa DTPw atau DTPa DTPw optimal diberikan 2, 3, dan 4 bulan. DTPA optimal diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan. Anak usia lebih dari 7 tahun, diberikan vasin Td atau Tdap. DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.

Pertusis • Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat infeksi Bordetella pertussis (basil gram -) • Karakteristik : uncontrollable, batuk keras yang membuat kesulitan bernafas. Setelah beberapa kali batuk secara berturut-turut, butuh menarik napas panjang yang menimbulkan suara “whooping”. • Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah terjadinya penyakit

Stadium Pertusis • Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea, demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini. • Stadium paroksismal: Batuk paroksismal yang dicetuskan oleh pemberian makan (bayi) dan aktivitas; fase inspiratori batuk atau batuk rejan (inspiratory whooping); post-tussive vomiting. Dapat pula dijumpai: muka merah atau sianosis; mata menonjol; lidah menjulur; lakrimasi; hipersalivasi; distensi vena leher selama serangan; apatis; penurunan berat badan • Stadium konvalesens: gejala akan berkurang dalam beberapa minggu sampai dengan beberapa bulan; dapat terjadi petekia pada kepala/leher, perdarahan konjungtiva, dan terdengar crackles difus.

Pemeriksaan Penunjang • Leukosit dan hitung jenis sel: Leukositosis (15.000-100.000/mm3) dengan limfositosis absolut • IgG terhadap toksin pertusis: Didapatkan antibodinya (IgG terhadap toksin pertusis) • Foto toraks: Infiltrat perihiler atau edema, atelektasis, atau empiema • Diagnosis pasti apabila ditemukan organisme pada apus nasofaring (bahan media BordetGengou) dengan menggunakan media transpor (Regan-Lowe)

Tatalaksana • Suportif umum (terapi oksigen dan ventilasi mekanik jika dibutuhkan) • Observasi ketat diperlukan pada bayi, untuk mencegah/mengatasi terjadinya apnea, sianosis, atau hipoksia • Pasien diisolasi (terutama bayi) selama 4 minggu, diutamakan sampai 5-7 hari selesai pemberian antibiotik. Gejala batuk paroksismal setelah terapi antibiotik tidak berkurang, namun terjadi penurunan transmisi setelah pemberian terapi hari ke-5 • Belum ada studi berbasis bukti untuk pemberian kortikosteroid, albuterol, dan beta- 2-adrenergik lainnya, serta belum terbukti efektif sebagai terapi pertusis. • Dilakukan penilaian kondisi pasien, apakah terjadi apnea, spel sianotik, hipoksia dan/ atau dehidrasi. • Terapi antibiotik: Tujuan farmakoterapi adalah menghilangkan infeksi, mengurangi morbiditas, dan mencegah kompilkasi. • Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga

Antibiotik pada Pertusis

OBSTETRI & GINEKOLOGI

Soal no 71 • Ny. Ana, 28 tahun, G2P1A0 hamil 39 minggu dibawa oleh keluarganya dengan keluhan mules dan keluar lendir darah dari jalan lahir. Pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas. Pemeriksan fisik TD 120/80 mmHg, Nadi 89 x/menit. Pemeriksaan dalam pembukaan lengkap, janin sudah masuk PAP kepala di introitus vagina. Diagnosisnya adalah…

a. Kala I fase aktif b. Kala I fase laten c. Kala II d. Kala III e. Kala IV Jawaban: C. Kala II

71. Persalinan normal • Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: – Usia kehamilan cukup bulan (37- <42 minggu) – Persalinan terjadi spontan – Presentasi belakang kepala – Berlangsung tidak lebih dari 18 jam – Tdak ada komplikasi pada ibu maupun janin

Kala Persalinan PERSALINAN dipengaruhi 3 FAKTOR “P” UTAMA 1. Power His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu. 2. Passage Keadaan jalan lahir 3. Passanger Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor) (++ faktor2 “P” lainnya : psychology, physician, position)

• PEMBAGIAN FASE / KALA PERSALINAN Kala 1 Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan) Kala 2 Pengeluaran bayi (kala pengeluaran) Kala 3 Pengeluaran plasenta (kala uri) Kala 4 Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi

Kala Persalinan: Sifat HIS Kala 1 awal (fase laten) • Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm • Frekuensi dan amplitudo terus meningkat Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir • Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik (minimal 40”) . Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm). Kala 2 • Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. • Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum Kala 3 • Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).

Kala Persalinan: Kala I Fase Laten • Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam) Fase Aktif • Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam • Fase aktif terbagi atas : 1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm. 2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm. 3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).

Kala Persalinan: Kala II • Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi • Gejala dan tanda kala II persalinan – Dor-Ran  Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi – Tek-Num  Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya. – Per-Jol Perineum menonjol – Vul-Ka  Vulva-vagina dan sfingter ani membuka – Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi objektif) – Pembukaan serviks telah lengkap, atau – Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina

Kala Persalinan: Kala III • Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban

• Tanda pelepasan plasenta – Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan retroplasenter pecah saat plasenta lepas – Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen uterus yang lebih bawah atau rongga vagina – Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular (bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus – Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen uterus yang lebih bawah (Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)

Manajemen Aktif Kala III

Uterotonika • 1 menit setelah bayi lahir • Oksitosin 10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral • Dapat diulangi setelah 15 menit jika plasenta belum lahir

Peregangan Tali Pusat Terkendali • Tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati

Massase Uterus • Letakkan telapak tangan di fundus  masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

Soal no 72 • Ny. Tibra Kavani Putri, 27 tahun, G1P0A0 hamil 28 minggu. Pasien sering mengeluh lemas selama kehamilannya ini. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, konjungtiva anemis, pemeriksaa Hb 9. Oleh dokter ia didiagnosis anemia dan diharuskan meminum tablet zat besi (Fe). Makanan apa yang sebaiknya dihindari oleh pasien selama terapi tersebut diberikan?

a. Jeruk b. Pisang c. Apel d. Telur e. Teh Jawaban: E. Teh

72. ANEMIA • Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau hemoglobin. • Diagnosis : – Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau < 10,5 g/dl (pada trimester II)

• Faktor Predisposisi : – – – –

Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat Kelainan gastrointestinal Penyakit kronis Riwayat Keluarga

Tatalaksana Umum • Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah merah. • Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan suplementasi besi dan asam folat. – Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg asam folat. – Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin. – Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.

• Tabel jumlah kandungan besi elemental yang terkandung dalam berbagai jenis sediaan suplemen besi yang beredar:

Tatalaksana Khusus •

Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan: – Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin < 15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC. – Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik

• Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan: – Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan ektopik, atau perdarahan pasca persalinan – Infeksi kronik



Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan: – Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin B12 1 x 250 – 1000 μg – Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut: • Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 % • Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-kunang, atau takikardia (frekuensi nadi >100x per menit)



Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut jantung janin secara berkala.

Tatalaksana Khusus • Absorpsi besi non-heme dapat dihambat oleh: – asam phytic (inositol hexaphosphate dan inositol pentaphosphate) yang terdapat dalam sereal dan biji-bijian – Polifenol yang terdapat dalam beberapa jenis sayuran, kopi, teh, dan minuman anggur (wine).

• Substansi tersebut mengikat besi non-heme sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh. Beck, K. L., Conlon, C. A., Kruger, R., & Coad, J. (2014). Dietary determinants of and possible solutions to iron deficiency for young women living in industrialized countries: a review. Nutrients, 6(9), 3747–3776. doi:10.3390/nu6093747

Komplikasi Maternal dari Anemia • Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada ibu dan fetus. • Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi pada ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL. • Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat meningkatkan morbiditas dalam kehamilan seperti infeksi, peningkatan lama rawat di rumah sakit, dan masalah kesehatan umum lainnya. • Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6 gr/dL, komplikasi berbahaya dapat terjadi akibat gagal jantung kongestif dan penurunan oksigenasi jaringan, termasuk pada otot jantung. • Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti plasenta previa, solusoi plasenta, persalinan melalui tindakan section caesaria, dan perdarahan post partum.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.

Komplikasi Fetal dari Anemia • Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin masih belum jelas. Namun, pada beberapa literatur disebutkan anemia berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin pada bayi premature, abortus spontaneous, bayi berat lahir rendah, dan kematian janin.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.

Soal no 73 • Ny. Sariati Fujilah, usia 26 tahun, G1P0A0 hamil 34 minggu datang untuk memeriksa kehamilan. Selama ini pemeriksaan antenatal care selalu normal. Saat ini tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 89 x/menit, frekuensi napas 12 x/menit. Pemeriksaan Leopold: Leopold 1 teraba keras, leopold II punggung kiri, leopold III lunak. Letak janin pada wanita tersebut adalah...

a. Letak memanjang b. Letak kepala c. Letak melintang d. Letak sungsang e. Letak ekstremitas Jawaban: A. Letak Memanjang

73. Letak, presentasi, posisi dan habitus janin • Letak – Hubungan antara sumbu panjang fetus terhadap sumbu panjang ibu. Letak janin yang dapat dijumpai adalah letak lintang (transverse), longitudinal dan oblique

• Presentasi – Bagian terbawah janin yang berada/mendekati jalan lahir – Terdiri atas presentasi kepala, bokong, transversal, ganda, wajah dan dahi

• Posisi – Hubungan antara bagian terbawah janin terhadap tubuh ibu. Pada presentasi kepala yang menjadi penanda adalah vertex. Normalnya vertex berada di bagian anterior tubuh ibu

• Habitus – Sikap tubuh janin selama dalam uterus. – Normalnya sikap janin adalah kepala flexi dan dagu menyentuh sternum, punggung convex, paha melipat ke arah perut, tungkai flexi pada lutut,

Malpresentasi Janin • Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain verteks • Malposisi adalah kelainan posisi kepala janin relatif terhadap pelvis ibu dengan oksiput sebagai titik referensi • Posisi normal: oksiput anterior • Masalah: janin yg dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Malposisi Oksiput Posterior • Oksiput berada didaerah posterior dari diameter transversal pelvis • Rotasi spontan: 90% kasus • Persalinan yg terganggu terjadi bila kepala janin tidak rotasi atau turun • Pada persalinan dapat terjadi robekan perineum yang luas/tidak teratur

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Malposisi Oksiput Posterior • Etiologi usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul • Pada diameter antero-posterior >tranversa pada panggul antropoid,atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android, uuk akan sulit memutar kedepan

• Sebab lain: otot-otot dasar panggul lembek pada multipara atau kepala janin yg kecil dan bulat sehingga tak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar kedepan

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Dahi • Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal • Pada umumnya merupakan kedudukan yg sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala • Penyebabnya CPD, janin besar, anensefal,tumor didaerah leher,multiparitas dan perut gantung

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Dahi • Diagnosis pada periksa dalam dapat diraba sutura frontalis, pakal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu tidak dapat diraba. • Biasanya penurunan dan persalinan macet. Konversi kearah verteks atau muka jarang terjadi. Persalinan spontan dapat terjadi jika bayi kecil atau mati dgn maserasi • Bila janin hidup lakukan SC • Bila janin mati, pembukaan belum lengkapSC • Bila pembukaan lengkaplakukan embriotomi

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Muka • Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin . • Penolong akan meraba muka, mulut , hidung dan pipi • Etiologi: panggul sempit,janin besar,multiparitas,perut gantung,anensefal,tumor dileher,lilitan talipusat • Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka dengan dagu anterior dan posterior • Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan persalinan dengan terjadinya fleksi.

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Muka • Pada presentasi muka dengan dagu posterior akan terjadi kesulitan penurunan karena kepala dalam keadaan defleksi maksimal • Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap : - lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam - bila kemajuan persal lambat lakukan oksitosin drip - bila penurunan kurang lancar, lakukan forsep

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Ganda • Bila ekstremitas (bag kecil janin) prolaps disamping bag terendah janin • Persalinan spontan hanya terjadi bila janin kecil atau mati dan maserasi

• Lakukan koreksi dengan jalan Knee Chest Position,dorong bag yg prolaps ke atas, dan pada saat kontraksi masukkan kepala memasuki pelvis.Bila koreksi tidak berhasil lakukan SC

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Bokong • Bila bokong merupakan bagian terendah janin • Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong sempurna),Frank breech(bokong murni), incomplete breech • Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC, karena kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda disproporsi • Etiologi • Multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefal, plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Letak Lintang • • • • • •

Persalinan akan macet Lakukan versi luar bila permulaan inpartu dan ketuban intak Bila ada kontraindikasi versi luar lakukan SC Lakukan pengawasan adanya prolaps funikuli Dapat terjadi ruptura uteri Dalam obsteri modern, pada letak lintang inpartu dilakukan SC walaupun janin mati

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Pemeriksaan Leopold Palpasi abdomen menggunakan manuver Leopold I-IV: – Leopold I: menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang terletak di fundus uteri (dilakukan sejak awal trimester I) – Leopold II: menentukan bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu (dilakukan mulai akhir trimester II) – Leopold III: menentukan bagian janin yang terletak di bagian bawah uterus (dilakukan mulai akhir trimester II) – Leopold IV: menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintu atas panggul (dilakukan bila usia kehamilan >36 minggu) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. WHO, Kementerian Kesehatan RI

Soal no 74 • Ny. Tuti Astutiwati, 24 tahun, G1P0A0 datang ke praktik umum dengan keluhan tidak haid selama 3 bulan. Pasien sudah menikah dan rutin melakukan hubungan intim dengan suaminya. Saat ini terdapat keluhan mual, muntah terutama di pagi hari juga badan lemas. Pasien bertanya apakah dirinya hamil. Manakah di bawah ini yang menjadi tanda pasti kehamilan?

Soal no 74 a. DJJ dengan USG Doppler b. Quickening c. Hegar sign d. Amenorea e. Pemeriksaan β-HCG positif Jawaban: A. DJJ dengan USG Doppler

74. Diagnosis kehamilan • Kehamilan biasanya diidentifikasi ketika seorang wanita mengalami gejala tertentu dan pemeriksaan kehamilan melalui urin yang positif (indikasi adanya hormone b-hCG di urin atau darah).

Tanda & Gejala Kehamilan Minggu (Sejak HPHT)

0 1-2 9-12

4-7 4-6

16 (multiparitas) 20 (nullipara)

Tanda & Gejala Kehamilan •

Quickening: gerakan awal janin, biasanya terasa pada usia kehamilan 16 minggu pada multiparitas, dan 18-20 minggu pada nullipara



Ballotement uterus: usia kehamilan 16-20 minggu

• Perubahan warna kulit muka mengarah kepada kloasma (topeng kehamilan) yang dapat muncul sekitar usia kehamilan 9-12 minggu, namun tidak semua wanita hamil akan mengalaminya •

Kolostrum akan keluar paling cepat pada usia kehamilan 16 minggu



Rasa nyeri dan tegang pada payudara dapat muncul 1-2 minggu setelah konsepsi, atau sekitar waktu dimana seharusnya terjadi haid, sehingga menyaru dengan gejala pre menstruasi. Rasa nyeri dan tegang pada payudara ini adalah akibat dari peningkatan hormon progesteron, sehingga akan menetap cukup lama Reduced Fetal Movements. RCOG Pregnancy Sickness. RCOG https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-early-pregnancy#H8964695

Fisiologi Kehamilan Tanda Awal Kehamilan (Presumptive/Probable Signs) • • •

Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign) Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti hidung berubah menjadi lunak seperti bibir) (Goodell’s sign) Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign) • • •



• • • • • •

Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit dengan jari, korpus uteri seakan-akan terpisah dari serviks McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa ditekuk

Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s sign/ vonFernwald’s sign) Tanda Hartman: perdarahan spotting akibat implantasi dari blastula pada endometrium Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu) Massa di pelvis atau abdomen Rasa tegang pada putting dan payudara Mual terutama pagi hari Sering berkemih

Pemeriksaan Penunjang •

HCG terdeteksi pada test pack (kualitatif) atau Plano Test (kuantitatif)

USG • Adanya kantong janin • Adanya DJJ

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG Testpack • •

Di rumah Bentuk: Strip & compact

• •

Sampel: Urin Metode: antibodi HCG akan berubah warna bila terkena HCG (min. kadar 10-25 IU/ml)  menjadi 2 strip Apabila masih negatif dan belum haid  diulang 1 minggu lagi



Plano Test • Di laboratorium • Bentuk: Kit neo planotest duoclon • Sampel: urin • Metode: melihat adanya aglutinasi saat pencampuran (positif)

Soal no 75 • Ny. Tai binti Abdullah Syafruddin, 25 tahun, datang menanyakan tentang kontrasepsi yang cocok untuknya. Pasien baru melahirkan anak pertama 3 bulan yang lalu secara pervaginam dan ia bermaksud menyusui bayinya secara eksklusif dan dilanjutkan sampai 2 tahun. Kontrasepsi yang relatif tidak mengganggu produksi ASI yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah...

a. Pil kombinasi b. Pil sekuensial c. Pil kombinasi bifasik d. Pil mini e. Morning after pil Jawaban: D. Pil mini

75. Konseling KB • Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan. • Pemberi pelayanan berperan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai langkah-langkah di bawah ini. 1. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu – Beri salam kepada ibu, tersenyum, perkenalkan diri Anda. – Gunakan komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal interaksi dua arah. – Tanya ibu tentang identitas dan keinginannya pada kunjungan ini. 2. Nilailah kebutuhan dan kondisi ibu – Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan metode yang dapat diguakan untuk tujuan tersebut. – Tanyakan juga apa ibu sudah memikirkan pilihan metode tertentu. Buku pelayanan Kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan. 2013.

Vasektomi Permanen Tubektomi

IUD Berbantu Barrier

Kondom/ diafragma Spermisida

Metode Kontrasepsi

Sementara Implan MAL Hormonal Alami

Pil/suntik

Pantang berkala

Kondar Senggama terputus

KB: Metode Barrier • Menghalangi bertemunya sperma dan sel telur • Efektivitas: 98 % • Mencegah penularan PMS • Efek samping – Dapat memicu reaksi alergi lateks, ISK dan keputihan (diafragma)

• Harus sedia sebelum berhubungan

Kontrasepsi Hormonal No

Jenis kontrasepsi

Mekanisme Kerja

1

Pil Kombinasi

menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga transportasi telur terganggu

2

Pil progestin

Supresi ovulasi, menekan puncak LH dan FSH, meningkatkan kekentalan lendir servix, menurunkan jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, menurunkan motilitas cilia di tuba falopi

3

Suntik kombinasi

menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi pada endometrium sehingga implantasi terganggu, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini diberikan sekali tiap bulan

4.

Suntik Progestin

Kerja utama mencegah ovulasi dengan menekan FSH dan LH serta LH surge

5.

Implan

Kombinasi antara supresi LH surge, supresi ovulasi, mengentalkan lendir servix, mencegah pertumbuhan dan perkembangan endometrium

Jenis Progestin pada Kontrasepsi No.

Generasi

Jenis

1

Generasi pertama

• • • •

2

Generasi kedua

• Norgestrel • Levonorgestrel

3

Generasi ketiga

• Desogesthrel • Gestodene • Norgestimate

4

Generasi keempat

• Drospirenone • Cyproterone acetate

Norethindrone acetate Ethynodiol diacetate Lynestrenol Norethynodrel

Pil kontrasepsi kombinasi (esterogen dan progesteron) No.

Jenis Esterogen

Jenis Progesteron

1

Etinil estradiol 30 mcg

Levonorgestrel

2

Etinil estradiol 35 mcg

Cyproterone acetate

3

Etinil estradiol 30 mcg

Drospirenone

4

Etinil estradiol 20 mcg

Drospirenone

Metode Hormonal: Pil & Suntikan Kombinasi • Jenis Pil Kombinasi – Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (placebo). – Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. – Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

• Jenis Suntikan Kombinasi – 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5 mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali – 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol Valerat, IM sebulan sekali

Metode Hormonal: Pil dan Suntikan Progestin

Pil & Suntikan Kombinasi



Pil Progestin – Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg noretindron – Isi 28 pil: 75 µg norgestrel – Contoh • Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg noretindron) • Microval, noregeston, microlut (0,03 mg levonogestrol) • Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel) • Exluton (0,5 mg linestrenol) • Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

• Suntikan Progestin – Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)  150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan – Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)  200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan

Aturan Minum Pil KB • Pil KB Andalan diminum di hari pertama haid • Satu tablet setiap hari pada waktu yang sama untuk mengurangi kemungkinan efek samping • Bila lupa minum 1 butir pil hormonal (berwarna kuning) harus minum 2 butir pil hormonal segera setelah Anda mengingatnya • Apabila lupa meminum 2 butir/ lebih pil hormonal (berwarna kuning)  minum 2 pil selama 2 hari berturut-turut dan+ gunakan kondom bila melakukan hubungan seksual atau hindari hubungan seksual selama 7 hari • Apabila lupa meminum 1 butir pil pengingat (berwarna putih) maka buang pil pengingat yang terlupakan

Metode Hormonal: Implan • Implan (Saifuddin, 2006)

• Cara Kerja • menekan ovulasi, – Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama mengentalkan lendir kerjanya 5 tahun. serviks, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan mengurangi transportasi sperma – Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.

– Jadena dan Indoplant: 75 mg levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun

• Efek Samping • Serupa dengan hormonal pil dan suntikan • Kontra Indikasi • Serupa dengan hormonal pil dan suntikan

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan • Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas rata-rata sekitar 6 minggu • Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat diperkirakan • Metode yang langsung dapat digunakan adalah : Spermisida Kondom Koitus Interuptus

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode

MAL

Waktu Pascapersalinan

Mulai segera

Ciri Khusus



Manfaat kesehatan bagi ibu dan bayi

Catatan

• •

Kontrasepsi Kombinasi

• •

Kontrasepsi Progestin





Jangan sebelum 68mg pascapersalinan Jika tidak menyusui dapat dimulai 3mg pascapersalinan

• •

Bila menyusui, jangan mulai sebelum 6mg pascapersalinan Bila tidak menyusui dapat segera dimulai





Akan mengurangi ASI Selama 6-8mg pascapersalinan mengganggu tumbuh kembang bayi



Selama 6mg pertama pascapersalinan, progestin mempengaruhi tumbuh kembang bayi Tidak ada pengaruh pada ASI



• •

Harus benar-benar ASI eksklusif Efektivitas berkurang jika sudah mulai suplementasi Merupakan pilihan terakhir bagi klien yang menyusui Dapat diberikan pada klien dgn riw.preeklamsia Sesudah 3mg pascapersalinan akan meningkatkan resiko pembekuan darah Perdarahan ireguler dapat terjadi

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode

Waktu Pascapersalinan

Ciri Khusus

Catatan

AKDR

• Dapat dipasang langsung pascapersalinan

• Tidak ada pengaruh • Insersi postplasental terhadap ASI memerlukan petugas • Efek samping lebih terlatih khusus sedikit pada klien yang menyusui

Kondom/S permisida

• Dapat digunakan setiap saat pascapersalinan

Tidak pengaruh terhadap laktasi

Sebaiknya dengan kondom dengan pelicin

Diafragma

Tunggu sampai 6mg pascapersalinan

• Tidak ada pengaruh terhadap laktasi

• Perlu pemeriksaan dalam oleh petugas

• Tidak ada pengaruh terhadap laktasi

• Suhu basal tubuh kurang akurat jika klien sering terbangun malam untuk menyusui

KB Alamiah • Tidak dianjurkan sampai siklus haid kembali teratur

KB: Usia > 35 Tahun Metode

Catatan

Pil/suntik Kombinasi

• Tidak untuk perokok • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa perimenopause

Kontrasepsi Progestin (implan, pil, suntikan)

• Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun) • Dapat untuk perokok • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum siap dengan kontap

AKDR

• Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS • Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang

Kondom

• Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi saluran reproduksi dan IMS • Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan

Kontrasepsi Mantap

Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi

Soal no 76 • Ny. Asmorowati Tikuna, 32 tahun, P1A0 baru saja melahirkan anak pertamanya. Saat lahir bayi tersebut kulitnya berwarna keabuan, sianosis mukosa bibir, dan hipotensi. Selama hamil, ibu pernah mengalami demam disertai mual dan muntah dan diduga sakit tifoid. Kemudian ibu mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter. Antibiotik yang dapat menyebabkan kondisi bayi tersebut adalah...

a. Cefotaxim b. Tetrasiklin c. Kloramfenikol d. Kotrimoksazol e. Amoksisilin Jawaban: C. Kloramfenikol

76. Demam Tifoid • Penyebab: bakteri Salmonella typhi (Salmonella enterica erovar Typhy) dan Salmonella paratyphy (jarang) • Infeksi general akut pada system retikuloendotelial, jaringan limfoid intestinal, dan kantung empedu. • Infeksi selalu ditularkan dari penderita lain ataupun seseorang yang menjadi karier bakteri. Bakteri disebarkan melalui air dan makanan dan mampu bertahan dalam kondisi kering dan dalam lemari pendingin.

• • • • • • • • •

• •

Paparan ringan  menjadi karier tifoid; tidak ada gejala Nafsu makan menurun Sakit kepala Nyeri di seluruh tubuh Demam Letargi Diare Demam tinggi 39-40oC dalam 5-7 hari. Kongesti paru, disertai nyeri dan rasa tidak nyaman di perut Konstipasi, muntah Frekuensi nadi melambat

Penggunaan Antibiotik dalam Kehamilan Beberapa pedoman harus diikuti sebelum meresepkan antibiotik untuk pasien hamil, termasuk: • Hanya gunakan antibiotik jika tidak ada pilihan pengobatan lain yang cukup. • Hindari pemberian resep antibiotik selama trimester pertama jika memungkinkan. • Pilih obat yang aman (biasanya antibiotik yang lebih lama telah diuji pada wanita hamil). • Pilih satu obat dibandingkan polifarmasi jika memungkinkan. • Dosis pada jumlah serendah mungkin yang terbukti efektif. • Anjurkan pasien untuk tidak menggunakan obat bebas selama perawatan antibiotik.

Beberapa antibiotik yang mungkin diresepkan dengan aman selama kehamilan meliputi: • Amoksisilin • Ampisilin • Klindamisin • Eritromisin • Penisilin • Gentamicin • Ampisilin-Sulbaktam • Cefoxitin • Cefotetan • Cefazolin

Penatalaksanaan Demam tifoid dalam Kehamilan • Pelayanan kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan 2013 : – Berikan sefotaksim 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi menjadi 3-4 dosis, ATAU seftriakson 100 mg/kgBB IV per 24 jam (maksimal 4 g/24 jam) dibagi menjadi 1-2 dosis. – Berikan parasetamol 3x500 mg per oral bila demam.

• PPK Dokter Umum di Faskes Primer (IDI, 2014) – Obat lini pertama : Ampisilin atau Amoxicilin (aman untuk ibu hamil), Kotrimoksazol (sebaiknya dihindari dalam kehamilan), kloramfenikol (sebaiknya dihindari terutama menjelang persalinan, Pregnancy Class C) – Obat Lini kedua : Seftriakson, Sefiksim (sefalosporin aman untuk ibu hamil), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak <18 tahun) – Obat lini kedua digunakan bila lini pertama tidak efektif

Kloramfenikol • Kloramfenikol dapat melewati plasenta dan konsentrasi obat akan mendekati konsentrasi plasma ibu. • Peningkatan resiko teratogenisitas tidak terkait dengan penggunaan kloramfenikol dalam kehamilan. • Penggunaan kloramfenikol perlu diwaspadai bila diberikan pada ibu hamil yang mendekati masa persalinan

Gray Baby Syndrome • Merupakan komplikasi yang fatal pada neonatus akibat penggunaan kloramfenikol dosis tinggi. • Gejala dan tanda : – Bayi tampak pucat kebiruan, tidak mau menyusu, akral dan tubuh dingin – Paling sering terjadi pada beberapa hari pertama setelah dilahirkan

• Faktor resiko : – Penggunaan kloramfenikol pada neonatus (biasanya pada 3 hari pertama setelah lahir) tanpa pengawasan yang baik dan ketat – Bayi prematur dan BBLR – Ibu hamil yang menggunakan kloramfenikol pada saat mendekati persalinan (1 minggu sebelum bersalin)

Soal no 77 • Ny. Asni Juniar Dilawati, 24 tahun, diantar oleh keluarganya ke puskesmas karena mengalami perdarahan dari jalan lahirnya. Pasien mengaku sudah terlambat haid selama 4 bulan. Riwayat trauma atau kecelakaan sebelum keluhan timbul disangkal. Dokter puskesmas merujuk ke rumah sakit dengan diagnosis abortus iminens. Dari data berikut, manakah yang paling menunjang diagnosis abortus iminens?

a. Pembukaan cerviks 2 cm b. Perdarahan jalan lahir c. DJJ 140x/menit d. Kontraksi uterus e. Hipotensi Jawaban: C. DJJ 140 x/menit

77. Abortus • Definisi: – ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. – WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram

• Diagnosis – Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak – Perut nyeri dan kaku – Pengeluaran sebagian produk konsepsi – Serviks dapat tertutup maupun terbuka – Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya – Diagnosis ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi



Faktor predisposisi : – Faktor dari janin (fetal) : kelainan genetik (kromosom) – Faktor dari ibu (maternal) : infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi, penggunaan obatobatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus didelfis,inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman. – Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma

Abortus Imminens

Abortus Komplit

Abortus Insipiens

Abortus Inkomplit

Missed Abortion

Jenis Abortus

Abortus: Tatalaksana Umum • Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu). • Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok • Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat • Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam: – Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam – Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam – Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

• Segera rujuk ibu ke rumah sakit . • Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran. • Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus

Tatalaksana Abortus Imminens • Pertahankan kehamilan. • Tidak perlu pengobatan khusus. • Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual. • Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi. • Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.

Tatalaksana Abortus Insipiens •

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus (dengaan AVM) Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera: – Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu) – Rencanakan evakuasi segera.



Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu: – Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam uterus (lakukan dengan AVM). – Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi

• •



Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.

Tatalaksana Abortus Inkomplit •





Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu). Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. – Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu

• •



Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang

Tatalaksana Abortus Komplit • Tidak diperlukan evakuasi lagi. • Konseling untuk memberikan dukungan emosional dan menawarkan KB pasca keguguran. • Observasi keadaan ibu. • Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah. • Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.

Soal no 78 • Ny. Vinyorita Lumbangu, 23 tahun, datang dengan keluhan terlambat haid sejak 1 bulan yang lalu. Pasien sudah menikah dan tidak menggunakan kontrasepsi apapun saat ini. Hari pertama haid terakhir pasien adalah tanggal 5 Februari 2019. Dari pemeriksaan tes kehamilan didapatkan hasil positif. Hormon apa yang berperan dalam fase proliferasi siklus menstruasi pada endometrium?

a. Progesteron b. Estrogen c. FSH d. beta HCG e. LH Jawaban: B. Estrogen

78. Siklus Menstruasi & Ovulasi • Siklus menstruasi terdiri atas 2 komponen yaitu siklus ovarian dan siklus uterine • Siklus Ovarian : • Fase folikular • Ovulasi • Fase luteal • Siklus Uterine : • Fase menstruasi • Fase proliferatif • Fase sekresi

Siklus Ovarian • Rata – rata berkisar sekitar 28 hari. • Dimulai saat menarche, dapat diinterupsi secara normal oleh kehamilan dan terhenti saat menopause. • Terdiri atas 3 fase : – Fase Follicular : • Didominasi oleh pertumbuhan dan pematangan folikel.

– Ovulasi – Luteal phase • Dicirikan dengan hadirnya corpus luteum. Durasi selalu konstan yaitu 14 hari

Ovulasi • Ruptur dinding folikel Graff, cairan di dalam folike dan oocyte keluar dari folikel. • Dipacu oleh LH surge • Dua atau lebih folikel dominan dapat mengalami ovulasi. • Bila keduanya mengalami fertilisasi  kembar fraternal atau kembar dizigotik

Fase luteal • Folikel yang telah pecah akan berubah struktur menjadi corpus luteum (gland) • Corpus luteum akan berfungsi sempurna dalam waktu 4 hari post ovulasi. • Bila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus luteum akan mengalami degenerasi dalam waktu 14 hari setelah terbentuk • LH mempengaruhi pembentukan corpus luteum. • Durasi fase luteal bersifat konstan yaitu 14 hari. Bila terjadi abnormalitas menstruasi, yang mengalami pemanjangan atau pemendekan adalah fase folikular

Siklus Uterine • Menggambarkan perubahan endometrium selama siklus ovarium • Terdiri atas 3 fase yaitu: – Fase menstruasi • Terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron • Endometrium luruh selama 5-7 hari – Fase proliferasi • Endometrium kembali tumbuh (menebal) untuk persiapan implantasi bila terjadi kehamilan – Fase sekresi / progestational • Berbarengan dengan fase luteal.

Siklus uterine • Fase Menstruasi • Fase Proliferasi – Terjadi pengeluaran darah serta – Mulai bersamaan dengan hari – debris endometrium melalui vagina hari terakhir fase folikular ovarium – Hari pertama menstruasi dihitung – Pada fase ini uterus bersiap untuk sebagai hari pertama dari siklus menerima ovum yang sudah baru fertilisasi – Terjadi bersamaan dengan • Endometrium mulai berakhirnya fase luteal dari siklus berproliferasi (tumbuh) dengan ovarium dan awal dari fase folikular dipengaruhi oleh estrogen dari siklus ovarium folikel yang tumbuh – Dipicu oleh penurunan hormon – Estrogen mendomniasi fase esterogen dan progesteron proliferasi dari akhir fase menstruasi hingga ovulasi – Pelepasan prostaglandin uterin  vasokontriksi pembuluh darah – Puncak dari kadar esterogen akan endometrium  kematian dari mencetuskan LH surge  Ovulasi endometrium  darah menstruasi

Siklus uterine • Fase sekresi – – – –

Endometrium bersiap untuk mengalami implantasi Peningkatan suplay darah endometrium Dipicu oleh progesteron Bertepatan dengan fase luteal (saat terbentuknya corpus luteum) – Progesterone meningkatkan vaskularisasi endometrium, dan kelenjar endometrium mensekresikan glycogen secara aktif. – Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus luteum akan berdegenerasi  akan terjadi lagi fase folikular dan fase menstrual yang baru

Soal no 79 • Wanita, 26 tahun, P1A0 datang dengan keluhan nyeri pada payudara. Pasien sedang aktif menyusui anak pertamanya dalam 5 minggu terakhir, dan saat ini merasakan demam dan sedikit menggigil. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital stabil dengan suhu badan 38oC. Pada pemeriksaan fisik payudara ditemukan payudara menegang dan membengkak, nyeri, kulit bewarna kemerahan, dan hanya pada payudara sebelah kiri. Saran yang dapat anda berikan pada pasien adalah...

a. Tetap menyusui dan bergantian payudara b. Memberikan kombinasi kompres dingin dan kompres hangat pada payudara c. Memberian antibiotik d. Memberikan kompres hangat untuk melancarkan pengeluaran ASI e. Breast pump bila bayi tidak nyeri bila menyusui Jawaban: B. Memberikan kombinasi kompres dingin dan kompres hangat pada payudara

79. Gangguan Proses Menyusui: Mastitis •

Inflamasi / infeksi payudara

Diagnosis • • • •

Payudara (biasanya unilateral) keras, memerah, dan nyeri Dapat disertai benjolan lunak Dapat disertai demam > 38 C Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum, namun dapat terjadi kapan saja selama menyusui

Faktor Predisposisi • • • • • •

Bayi malas menyusu atau tidak menyusu Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan Puting yang lecet Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui

Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana Tatalaksana Umum • Tirah baring & >> asupan cairan • Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas Tatalaksana Khusus • Berikan antibiotika : – Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU – Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari • Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya. • Kompres dingin untuk <
Abses Payudara • Stop menyusui pada payudara yang abses, ASI tetap harus dikeluarkan • Bila abses >> parah & bernanah  antibiotika • Rujuk apabila keadaan tidak membaik. • Terapi: insisi dan drainase • Periksa sampel  kultur resistensi dan pemeriksaan PA • Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam payudara, selain drain, bebat juga payudara dengan elastic bandage  24 jam tindakan  kontrol kembali untuk ganti kassa. • Berikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit

Kompres pada Mastitis • Pada mastitis, kompres hangat dan dingin dilakukan secara bergantian. – Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi bengkak dan nyeri. – Kompres hangat dilakukan sesaat sebelum menyusui untuk melancarkan aliran ASI.

• Setelah sesi menyusui, bila payudara masih terasa sakit, kompres dingin dapat kembali dilakukan. Mastitis. Australian Breastfeeding Association. https://www.breastfeeding.asn.au/bfinfo/common-concerns%E2%80%93mum/mastitis

Soal no 80 • Ny. Uniratunia Putriatmaja, usia 42 tahun, P3A0. Datang untuk melakukan skrining kanker serviks. Saat ini pasien tidak ada keluhan apapun seperti perdarahan pasca hubungan intim, nyeri saat hubungan seksual, ataupun penurunan berat badan. Pada pemeriksaan ginekologis ditemukan sebuah kista di portio pada bagian zona transformasi, yaitu kista nabothi. Bagaimana proses terbentuknya kista tersebut?

a. Sisa dari perkembangan duktus wolfian b. Kripta yang tertutup sel gepeng pada serviks uteri c. Karsinogenesis d. Debris sel serviks yang mengumpul e. Sisa dari paramesonefrik Jawaban: B. Kripta yang tertutup sel gepeng pada serviks uteri

80. Kista Nabothi • Etiologi – Terjadi bila kelenjar penghasil mukus di permukaan serviks tersumbat epitel skuamosa

• Gejala & Tanda – Berbentuk seperti beras dengan permukaan licin

• Pemeriksaan - Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi

• Terapi: observasi ; Bila simptomatik  drainase https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001514.htm

Kista Pada Alat Reproduksi Wanita Kista Bartholin

Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma atau infeksi

Kista Nabothi (ovula)

Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)

Polip Serviks

Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan.

Karsinoma Serviks

Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjolbenjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.

Mioma Geburt

Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis dan ulserasi.

Soal no 81 • Ny. Unirawima Sikilamnta, 20 tahun, G1P0 mengaku terlambat haid satu bulan. Pasien baru menikah sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien datang ke puskesmas untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Di Puskesmas, dilakukan test pack dan hasilnya positif. Dokter mengatakan pasien termasuk Dibawah ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan risiko tinggi kehamilan, KECUALI…

a. Terlalu muda saat hamil pertama b. Terlalu rapat jarak kehamilan c. Terlalu pendek tinggi badannya d. Terlalu banyak anak e. Terlalu miskin Jawaban: E. Terlalu miskin

81. Asuhan Antenatal Kunjungan ANC adalah : • setiap bulan sampai umur kehamilan 28 minggu • setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 36 minggu • setiap 1 minggu sejak kehamilan 37 minggu sampai terjadi kelahiran. Pemeriksaan khusus jika ada keluhan tertentu.

Asuhan Antenatal • Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, setiap ibu hamil perlu melakukan kunjungan antenatal komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali .

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013

Asuhan Antenatal • Panduan ANC berdasarkan WHO tahun 2016  rekomendasi ANC untuk setiap ibu hamil adalah minimal 8 kali selama kehamilan.

WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience. WHO, 2016

Asuhan Antenatal: Kehamilan Risiko Tinggi • Ada empat faktor yang disebut dengan “4Terlalu” yang menandakan kehamilan risiko tinggi: – Terlalu muda (kurang dari 20 tahun) – Terlalu tua (di atas 35 tahun) – Terlalu banyak (lebih dari 3 anak) – Terlalu sering (jarak anak kurang dari 2 tahun)

Kehamilan usia ibu terlalu muda

Kehamilan usia terlalu tua

Jarak anak terlalu dekat

Jumlah anak terlalu banyak

Soal no 82 • Wanita, 25 tahun, G1P0A0 datang dengan keluhan perdarahan bercak dari vagina dan tidak ada mulas-mulas. Sebelumnya pasien terlambat haid selama 8 minggu dan test pack (+). Dari inspekulo, ostium uteri tertutup. Namun dari pemeriksaan USG ditemukan hanya ada kantong gestasi pada cavum uteri. Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah…

a. Kehamilan ektopik b. Kehamilan tuba c. Mola hidatidosa d. Mioma pada kehamilan e. Blighted ovum Jawaban: E. Blighted ovum

82. Blighted Ovum • Sel telur mengalami fertilisasi dan terimplantasi sempurna. • Plasenta dan struktur lain terbentuk sempurna, akan tetapi embrio tidak terbentuk • Bedanya dengan missed abortion, pada missed abortion, semua jaringan embrio beserta plasenta dan struktur lainnya keluar dari uterus

Soal no 83 • Pasien, 34 tahun, G5P4 datang dengan perdarahan jalan lahir tanpa adanya nyeri pada perut. Pada pemeriksaan ditemukan kondisi ibu dan janin masih baik. Dokter mendiagonsis ibu dengan plasenta previa, dan dilakukan tindakan section caesaria. Saat tindakan, dokter menyadari implantasi plasenta sudah menembus lapisan miometrium hingga ke lapisan serosa. Diagnosa pada ibu ini adalah...

a. Plasenta previa b. Solusio plasenta c. Plasenta akreta d. Plasenta inkreta e. Plasenta perkreta Jawaban: E. Plasenta perkreta

83. Plasenta Akreta • Plasenta akreta adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta menembus dan tidak dapat dipisahkan dari dinding rahim. – Plasenta inkreta: vilus korionik hanya menyerang miometrium. – Plasenta percreta: invasi melalui miometrium hingga ke lapisan serosa dan kadang-kadang ke organ yang berdekatan seperti kandung kemih.

• Plasenta akreta secara klinis menjadi bermasalah selama persalinan ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan masif. • Kehilangan darah rata-rata saat melahirkan pada wanita dengan plasenta akreta adalah 3000-5000 ml • Insidensi: 1 dari 533 kehamilan

Plasenta Akreta: Faktor Risiko • Wanita yang mengalami kerusakan miometrium disebabkan oleh persalinan caesar sebelumnya dengan plasenta previa anterior atau posterior yang menutupi bekas luka rahim. • Placenta previa • Tindakan sectio caesar berulang • Usia dan multiparitas ibu • Kondisi yang mengakibatkan kerusakan miometrium diikuti oleh perbaikan kolagen sekunder seperti, miomektomi sebelumnya, sindrom Asherman, embolisasi arteri uterin, leiomioma

Diagnosis • Diagnosis prenatal biasanya ditetapkan oleh USG dan kadangkadang oleh MRI • Ultrasonografi : – Transvaginal atau transabdominal dapat digunakan. USG transvaginal aman untuk pasien dengan plasenta previa – Situs perlekatan plasenta normal ditandai dengan batas hypoechoic normal antara plasenta dan kandung kemih.

• Gambaran USG pada plasenta akreta: – – – – –

lacunae plasenta (ruang vaskular) tidak teratur di dalam plasenta penipisan miometrium yang menutupi plasenta, hilangnya ruang retroplacental, tonjolan plasenta ke kandung kemih peningkatan vaskularisasi pada ruang antara kandung kemih serosa uterus – aliran darah turbulen melalui lacunae

• Adanya peningkatan jumlah lacunae dalam plasenta akreta  sensitivitas 79% dan PPV 92% • Lacuna ini dapat membuat plasenta memiliki gambaran moth-eaten dimakan atau keju swiss • USG cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, PPV 65-93%. http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-onObstetric-Practice/Placenta-Accreta

Soal no 84 • Wanita, 27 tahun, G1P0 hamil 37 minggu, datang dengan keluhan mulas-mulas yang dirasakan sejak 1 jam yang lalu, ketuban sudah pecah. Tanda-tanda vital ibu masih dalam batas normal. Dari pemeriksaan abdomen, presentasi kepala, kontraksi uterus 6x/40”/10 menit. DJJ 138. Dari VT ditemukan pembukaan 4 cm, ketuban sudah pecah. 1 jam kemudian ibu sudah tidak tahan lagi untuk mengedan, dan sudah tampak kepala bayi pada vulva. Lalu ibu dipimpin meneran selama 1 jam, kemudian bayi lahir. Disebut persalinan apa kasus ini?

a. Persalinan normal b. Persalinan precipitous c. Persalinan lama d. Persalinan sungsang e. Distosia Jawaban: B. Persalinan precipitous.

84. Partus Presipitatus • Partus presipitatus merupakan persalinan yang berlangsung sangat cepat, yaitu dalam 3 jam setelah mulainya kontraksi dan dilatasi serviks. • Faktor risiko: – – – – – –

Solusio plasenta Hipertensi kronik IUGR Induksi persalinan Berat janin <2500 gr Nulipara

• Gejala: – Kontraksi yang terjadi secara intens, dengan waktu recovery yang singkat di antara kontraksi – Kontraksi disertai nyeri tanda ada waktu pemulihan – Rasa ingin mengedan yang tidak tertahankan

Suzuki S. (2014). Clinical significance of precipitous labor. Journal of clinical medicine research, 7(3), 150–153. doi:10.14740/jocmr2058w Sheiner, Eyal & Levy, Amalia & Mazor, Moshe. (2004). Precipitate labor: Higher rates of maternal complications. European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 116. 43-7. 10.1016/j.ejogrb.2004.02.006.

Partus Presipitatus • Komplikasi persalinan presipitatus: – Robekan serviks dan robekan perineum grade III – Perdarahan post partum – Atonia uteri – Retensio plasenta – Anemia berat

Suzuki S. (2014). Clinical significance of precipitous labor. Journal of clinical medicine research, 7(3), 150–153. doi:10.14740/jocmr2058w Sheiner, Eyal & Levy, Amalia & Mazor, Moshe. (2004). Precipitate labor: Higher rates of maternal complications. European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 116. 43-7. 10.1016/j.ejogrb.2004.02.006.

Soal no 85 • Ny. Minah Astutiwatina, berusia 28 tahun, hamil G6P5A0 39 minggu datang ke Puskesmas dengan keluhan mulas dan kontraksi yang teratur. Pemeriksaan fisik TD 120/70 mmHg, pemeriksaan dalam pembukaan 3 cm. Empat jam kemudian VT tetap 3 cm, 4 jam kemudian VT jadi 6 cm. Kemajuan persalinan telah dicatat dalam partograf. Apa tindakan yang dapat Anda lakukan?

a. Mencatat his dan kemajuan partus pada partograf b. Segera merujuk bila masuk ke sebelah kiri garis waspada c. Segera merujuk bila masuk sebelah kanan garis waspada d. Melakukan pemeriksaan dalam sewaktu-waktu e. Melakukan partus percobaan Jawaban: C. Segera merujuk bila masuk sebelah kanan garis waspada

85. Partograf Tujuan Utama

Tidak boleh digunakan pada:

• Mencatat hasil observasi dan menilai kemajuan persalinan • Mendeteksi apakah persalinan berjalan normal atau terdapat • penyimpangan, dengan demikian dapat melakukan deteksi dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama

1. Wanita pendek, tinggi kurang dari 145 cm 2. Perdarahan antepartum 3. Pre-eklampsia – eklampsia 4. Persalinan prematur 5. Bekas sectio sesarea 6. Kehamilan ganda 7. Kelainan letak janin 8. Fetal distress 9. Dugaan distosia karena panggul sempit

Partograf: Umum • Denyut jantung janin: setiap 1⁄2 jam • Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap 1⁄2 jam • Nadi: setiap 1⁄2 jam • Pembukaan serviks: setiap 4 jam • Penurunan: setiap 4 jam • Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam • Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2-4 jam

Partograf: Pencatatan Kondisi Bayi •

Denyut jantung janin: setiap 1⁄2 jam – DJJ Normal: 110-160 x/menit



Menilai Air Ketuban – U : selaput ketuban utuh (belum pecah) – J : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban jernih – M : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur mekonium – D : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur darah – K : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban kering (tidak mengalir lagi)



Molase Tulang Kepala Janin – Semakin besar penyusupan semakin besar kemungkinan disporposi kepala panggul. Lambang yang digunakan: • 0: tulang –tulang kepala janin terpisah, sutura mudah dipalpasi • 1: tulang-tulang kepa janin sudah saling bersentuhan • 2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tapi masih bisa dipisahkan • 3: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

Partograf: Kemajuan Persalinan •

Pembukaan Serviks – Angka pada kolom kiri 0-10  pembukaan serviks – Menggunakan tanda X pada titik silang antara angka yang sesuai dengan temuan pertama pembukaan serviks pada fase aktif dengan garis waspada – Hubungan tanda X dengan garis lurus tidak terputus



Penurunan bagian terbawah janin – Tulisan “turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0-5 pada sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks – Berikan tanda “●” pada waktu yang sesuai dan hubungkan dengan garis lurus.

• Garis waspada – Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada  waspadai kemungkinan adanya penyulit persalinan – Jika persalinan telah berada di sebelah kanan garis bertindak yang sejajar dengan garis waspada  perlu segera dilakukan tindakan penyelesaian persalinan



Garis bertindak dan waktu – Waktu mulainya fase aktif persalinan diberi angka 1-16, setiap kotak: 1 jam yang digunakan untuk menentukan lamanya proses persalinan telah berlangsung – Waktu aktual saat pemeriksaan merupakan kotak kosong di bawahnya yang harus diisi dengan waktu yang sebenarnya saat kita melakukan pemeriksaan

Partograf: Kontraksi Uterus • Terdapat lima kotak mendatar untuk kontraksi • Pemeriksaan dilakukan setiap 30 menit, raba dan catat jumlah dan durasi kontaksi dalam 10 menit • Misal jika dalam 10 menit ada 3 kontraksi yang lamanya 20 setik maka arsirlah angka tiga kebawah dengan warna arsiran yang sesuai untuk menggambarkan kontraksi 20 detik (arsiran paling muda warnanya)

Partograf • Obat-obatan dan cairan yang diberikan – Catat obat dan cairan yang diberikan di kolom yang sesuai. Untuk oksitosin dicantumkan jumlah tetesan dan unit yang diberikan

• Kondisi Ibu – Catat nadi ibu setiap 30 menit dan beri tanda titik pada kolom yang sesuai. Ukur tekanan darah ibu tiap 10 menit dan beri tanda ↕ pada kolom yang sesuai. Temperatur dinilai setiap dua jam dan catat di tempat yang sesuai

• Volume urine, protein dan aseton – Lakukan tiap 2 jam jika memungkinkan

Persalinan Lama • Definisi: Waktu persalinan memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat. • Definisi berbeda sesuai fase kehamilan, klasifikasi diagnosisnya: – Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks pada partograf antara garis waspada - garis bertindak/ sudah memotong garis bertindak, ATAU – Fase ekspulsi (kala II) memanjang: Bagian terendah janin pada persalinan kala II tidak maju. Batasan waktu: • Maks 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara, ATAU • Maks 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila menggunakan analgesia epidural

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan

Tatalaksana a. Tatalaksana Umum – Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio sesarea. b. Tatalaksana Khusus – Tentukan penyebab persalinan lama. • Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap kontraksinya <40 detik) • Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar • Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir • Gabungan dari faktor-faktor di atas – Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi. – Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk gangguan Passenger dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi persalinan – Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio sesarea. – Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24 jam) jika ditemukan: • Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), ATAU • Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU • Usia kehamilan <37 minggu

IKK & FO R E N S I K

Soal no 86 • Pada tahun 2015, di suatu kecamatan di Jakarta terdapat peningkatan kejadian DBD. Peningkatan tersebut dicurigai berhubungan dengan musim hujan. Kepala puskesmas ingin meneliti faktor risiko yang mempengaruhi dan pengaruhnya terhadap penyakit tersebut. Karena kesibukannya, kepala puskesmas memiliki waktu yang terbatas untuk melakukan penelitian. Apa metode penelitian yang tepat?

a. Cross sectional b. Cohort c. Case control d. Descriptive e. Eksperimental Jawaban: C. Case control

86. DESAIN PENELITIAN Secara umum dibagi menjadi 2: • DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit terbanyak di Puskesmas X. • ANALITIK: mencari hubungan antara paparan dengan penyakit. Misalnya penelitian hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.

DESAIN PENELITIAN STUDY DESIGNS

Descriptive

Analytical

Case report (E.g. Cholera)

Observational

Experimental

Case series Cross-sectional

1. 2. 3. 4.

Cross-sectional Cohort Case-control Ecological

Clinical trial (parc vs. aspirin in Foresterhill)

Field trial (preventive programmes )

Prinsip Desain Studi Analitik Observasional Cross-sectional – Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu yang bersamaan. Cohort study – Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome terjadi atau tidak. Case-control study – Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor risiko atau tidak.

Prinsip Desain Studi Analitik Observasional PAST

PRESENT

FUTURE

Time Assess exposure and outcome

Cross -sectional study Case -control study

Assess exposure

Known exposure

Prospective cohort Retrospective cohort

Known outcome

Known exposure

Assess outcome

Assess outcome

Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini secara bersamaan. • Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.

Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1 tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak. • Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun 2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau tidak.

Prinsip Kohort

• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu yang ditentukan.

Kohort Prospektif vs Retrospektif •

Baik kohort prospektif maupun retrospektif selalu dimulai dari menjadi subyek yang tidak sakit.



Kohort prospektif dimulai saat ini dan diikuti ke depan sampai terjadi penyakit.



Pada kohort retrospektif, peneliti “kembali ke masa lalu” melalui rekam medik, mencari subyek yang sehat pada tahun tertentu kemudian mengikuti perkembangannya melalui catatan rekam medik hingga terjadinya penyakit.

Desain Cross Sectional KELEBIHAN: • Mengukur angka prevalensi

• Mudah dan cepat • Sumber daya dan dana yang efisien karena pengukuran dilakukan dalam satu waktu

• Kerjasama penelitian (response rate) dengan desain ini umumnya tinggi.

KELEMAHAN: • Sulit membuktikan hubungan sebab-akibat, karena kedua variabel paparan dan outcome direkam bersamaan.

• Desain ini tidak efisien untuk faktor paparan atau penyakit (outcome) yang jarang terjadi.

Desain Case Control KELEBIHAN: • Dapat membuktikan hubungan sebab-akibat. • Tidak menghadapi kendala etik, seperti halnya penelitian kohort dan eksperimental. • Waktu tidak lama, dibandingkan desain kohort. • Mengukur odds ratio (OR).

KEKURANGAN: • Pengukuran variabel secara retrospektif, sehingga rentan terhadap recall bias.

• Kadang sulit untuk memilih subyek kontrol yang memiliki karakter serupa dengan subyek kasus (case)nya.

Desain Kohort KELEBIHAN: • Mengukur angka insidens. • Keseragaman observasi terhadap faktor risiko dari waktu ke waktu sampai terjadi outcome, sehingga merupakan cara yang paling akurat untuk membuktikan hubungan sebab-akibat. • Mengukur Relative Risk (RR).

• •





KEKURANGAN: Memerlukan waktu penelitian yang relative cukup lama. Memerlukan sarana dan prasarana serta pengolahan data yang lebih rumit. Kemungkinan adanya subyek penelitian yang drop out/ loss to follow up besar. Menyangkut masalah etika karena faktor risiko dari subyek yang diamati sampai terjadinya efek, menimbulkan ketidaknyamanan bagi subyek.

Soal no 87 • Ny. Nana Budiman, 45 tahun memiliki 2 orang anak. Ia memiliki riwayat dermatitis atopi saat masih kecil. Ia sering datang ke puskesmas bersama anak pertamanya yang menderita asma untuk pengobatan rutin. Ny. Nana khawatir anaknya yang lain yang masih kecil juga akan menderita asma, sehingga saat kunjungan Ibu ingin membicarakan pencegahan asma untuk anaknya tersebut. Jenis kunjungan ibu itu adalah...

a. Kunjungan preventif b. Kunjungan promotif c. Kunjungan sehat d. Kunjungan sakit e. Kunjungan keluarga Jawaban: A. Kunjungan preventif

87. Macam Kunjungan dalam Pelayanan Kesehatan • Kunjungan sakit – Pasien datang dalam kondisi sakit, kunjungan bertujuan untuk pelaksanaan pemeriksaan dan terapi

• Kunjungan sehat – Meliputi pelayanan imunisasi, penyuluhan kesehatan perorangan atau kelompok, home visit, pemeriksaan kesehatan Ibu dan anak serta Keluarga Berencana (KB), atau senam sehat

• Kunjungan preventif – Kunjungan rutin (bisa tahunan/bulanan) yang bertujuan untuk mencegah penyakit atau mendeteksi gejala penyakit lebih dini.

• Kunjungan rumah – Kunjungan yang dilakukan dokter keluarga ke rumah pasien untuk dapat menilai lebih baik faktor-faktor yang berperan dalam kesehatan pasien (pendekatan holistic)

Soal no 88 • Di sebuah kabupaten yang bernama Negeri Atas Awan akan didirikan sebuah rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat setempat. Rumah sakit yang dibangun direncanakan akan memiliki dokter spesialis penyakit dalam, obgin, bedah, anak, dan anestesi. Sesuai dengan Permenkes no 56 tahun 2014, jenis rumah sakit apakah ini?

a. Rumah sakit tipe A b. Rumah sakit tipe B c. Rumah sakit tipe C d. Rumah sakit tipe D e. Rumah sakit tipe D pratama Jawaban: D. Rumah sakit tipe D

88. Klasifikasi Rumah Sakit • Klasifikasi rumah sakit ditentukan berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014. • Berdasarkan layanan kesehatan yang diberikan: – Rumah sakit umum: pada semua bidang dan jenis penyakit – Rumah sakit khusus: satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

• RS Umum diklasifikasikan menjadi: – – – –

RS Umum Kelas A RS Umum Kelas B RS Umum Kelas C RS Umum Kelas D • RS Umum Kelas D • RS Umum Kelas D pratama

• RS Khusus diklasifikasikan menjadi: – RS Khusus Kelas A – RS Khusus Kelas B – RS Khusus Kelas C

Permenkes No. 56 Tahun 2014

Pelayanan di Rumah Sakit Umum • Pelayanan di rumah sakit meliputi: – – – – – –

Pelayanan medik Pelayanan kefarmasian Pelayanan keperawatan dan kebidanan Pelayanan penunjang klinik Pelayanan penunjang non klinik Pelayanan rawat inap

• Pelayanan medik antara lain: – Pelayanan gawat darurat  kelas A-D – Pelayanan medik spesialis dasar (IPD, Anak, Obgyn, Bedah)  kelas A-D – Pelayanan medik spesialis penunjang (anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, rehabilitasi medik)  kelas A, B, C – Pelayanan medik spesialis lain (mata, THT, neuro, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, psikiatri, paru, ortopedi, urologi, bedah saraf, bedah plastik, forensik)  kelas A, B – Pelayanan medik subspesialis  kelas A, B – Pelyanan medik spesialis gigi mulut (bedah mulut, konservasi, periodonti, ortodonti, prostodonti, pedodonsi, penyakit mulut)  kelas A, B Permenkes No. 56 Tahun 2014

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Berdasarkan Tenaga Medis yang Tersedia (minimal) A

B

C

D, D pratama**

Dokter umum

18

12

9

4

Dokter gigi umum

4

3

2

1

Dokter spesialis dasar*

6

3

2

1

Dokter spesialis penunjang*

3

2

1

Dokter spesialis lain*

3

1

Dokter subspesialis*

2

1

Dokter gigi spesialis*

1

1

1

*jumlah untuk masing-masing jenis pelayanan. Contoh: RS kelas A ketentuan minimal 6 dokter spesialis dasar  6 dokter IPD, 6 dokter anak, 6 dokter obgyn, 6 dokter bedah. **RS kelas D pratama: • didirikan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan, atau jika: • Belum tersedia RS di kabupaten/kota yang bersangkutan • RS yang telah beroperasi di kabupaten/kota ybs kapasitas belum mencukupi • RS yang telah beroperasi sulit dijangkau secara geografis oleh penduduk kabupaten/kota ybs Permenkes No. 56 Tahun 2014

Soal no 89 • Saat sedang jaga malam, seorang dokter IGD mendapat pasien wanita hamil yang mengalami pendarahan. Pasien sedang hamil 30 minggu, tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Karena panik, suami mengantar istrinya ke IGD terdekat karena mengalami perdarahan. Istri merupakan peserta BPJS yang rutin membayar iuran. Namun, rumah sakit tersebut ternyata tidak bekerja sama dengan BPJS. Bagaimana penanganan yang tepat pada pasien tersebut?

a. Ditangani segera kondisi emergencynya lalu dirujuk ke rumah sakit yang menerima BPJS, biaya tindakan dibebankan kepada pasien sepenuhnya b. Pasien diobati dan biaya rumah sakit dibebankan ke pihak rumah sakit c. Mengobati pasien dan meminta pasien membayar pengobatan d. Pasien ditangani sesuai penyakitnya dan rumah sakit tersebut mengklaim ke BPJS e. Menolak pasien dan menyuruh pasien untuk ke rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Jawaban: D. Pasien ditangani sesuai penyakitnya dan rumah sakit tersebut mengklaim ke BPJS

89. PELAYANAN KEGAWATDARURATAN BPJS • Peserta BPJS yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan. • Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan. – Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan langsung oleh Fasilitas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.

Soal no 90 • Untuk keperluan akreditasi puskesmas, seorang dokter di puskesmas kelurahan XYZ sedang melakukan evaluasi kegiatan posyandu di wilayah cakupan puskesmas tersebut. Diketahui bahwa sebuah posyandu di RT 12 memiliki 5 orang kader. Posyandu tersebut menjalankan program imunisasi, penimbangan balita, dan kesehatan ibu dengan cakupan program <50%, dan dana sehat <50%. Disebut apakah jenis posyandu ini?

a. Posyandu pratama b. Posyandu madya c. Posyandu purnama d. Posyandu mandiri e. Posyandu paripurna Jawaban: B. Posyandu madya

90. JENIS POSYANDU • Terdapat 4 jenis posyandu: – Posyandu pratama (warna merah) – Posyandu madya (warna kuning) – Posyandu purnama (warna hijau) – Posyandu mandiri (warna biru)

Posyandu Pratama • Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. • Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.

Posyandu Madya • Rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. • Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi, dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. • Kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. • Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu : – Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi. – Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya, termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

Posyandu Purnama • Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. • Sudah ada program tambahan. • Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah : – Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan masyarakat menetukan sendiri pengembangan program di posyandu – Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.

Posyandu Mandiri • Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. • Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat.

Keberhasilan Posyandu • Cakupan SKDN – – – –

S: semua balita di wilayah kerja Posyandu K: semua balita yang terdaftar dan memiliki KMS D: jumlah balita yang datang dan ditimbang N: jumlah balita yang naik berat badannya

Indikator cakupan program posyandu: • Liputan program = K/S – Kemampuan program untuk menjangkau balita yang ada di masingmasing wilayah

• Tingkat kelangsungan penimbangan = D/K – Kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbang anak secara teratur

• Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program posyandu = D/S • Dampak program = N/D – Berhasil/tidaknya program posyandu

Soal no 91 • Ny. Mardiana Sitompul, 28 tahun, G2P1A0, sedang hamil 38 minggu. Ia rutin memeriksakan kehamilannya di sebuah puskesmas dekat rumahnya. Ia diantar suaminya ke puskesmas karena perut terasa kencang-kencang dan keluar lender darah dari jalan lahir. Pasien kemudian melahirkan di puskesmas tersebut. Pasien adalah seorang peserta BPJS. Apakah jenis Sistem pembayaran yang dianut BPJS pada kasus tersebut?

a. Kapitasi b. Non kapitasi c. INA - CBG d. Non INA-CBG e. Out of pocket Jawaban: B. Non kapitasi

91. PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Tarif Kapitasi • Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan: a. administrasi pelayanan; b. promotif dan preventif; c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; e. obat dan bahan medis habis pakai; f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama.

Tarif Non Kapitasi • Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi: a. pelayanan ambulans b. pelayanan obat program rujuk balik; c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik; d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim; e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis; f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP

Penyakit yang Termasuk dalam Program Rujuk Balik

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf

Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder & Tersier (Rumah Sakit) • Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. • Non INA-CBGs: tarif diluar tarif paket INACBG untuk beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis, CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 52 tahun 2016

Sistem Pembayaran Kesehatan (WHO) Fee for service

Pembayaran per item pelayanan (pemeriksaan, terapi, pelayanan pengobatan/tindakan diidentifikasi satu persatu) kemudian dijumlahkan dan ditagihkan kepada pasien

Case payment

Pembayaran bagi paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak berdasarkan item

Daily charge

Pembayaran langsung dengan jumlah tetap per hari bagi pelayanan rawat inap

Bonus payment

Pembayaran langsung sejumlah yang disepakati (biasanya global) bagi tipe pelayanan yang diberikan

Capitation

Pembayaran berdasarkan jumlah orang yang menjadi tanggung jawab dokter (tiap tahun)

Salary

Pendapatan per tahun tidak berdasarkan beban kerja atau biaya pelayanan yang diberikan

Global budget

Seluruh anggaran pelaksanaan ditetapkan di awal yang dirancang untuk menyediakan pengeluaran tertinggi, tetapi memungkinkan pemanfaatan dana secara fleksibel dalam batas tertentu

Soal no 92-93 • 92. Berdasarkan keputusan pemerintah, sebuah rumah sakit ditunjuk untuk menjadi pusat aborsi di suatu kota. Suatu hari, seorang wanita usia 23 tahun dibawa ke rumah sakit tersebut oleh keluarganya karena perilakunya berubah, tidak mau makan dan sulit berinteraksi dengan orang lain sejak ia menjadi korban pemerkosaan dan diketahui hamil. Jika diajukan permintaan untuk dilakukan tindakan aborsi, siapa yang berhak merekomendasikan untuk dilakukan aborsi?

a. Dokter spesialis obgin yang memiliki SIP b. Komite medik rumah sakit c. Komite etik rumah sakit d. Direktur rumah sakit e. Tim kelayakan aborsi rumah sakit Jawaban: E. Tim kelayakan aborsi rumah sakit

Soal no 93 • 93. Ny. Sonia Budiastuti, berusia 22 tahun, datang ke praktik dokter kandungan karena ingin menggugurkan kandungannya. Pasien belum pernah memeriksakan kandungannya sebelumnya. Pasien mengatakan sekitar 5 bulan yang lalu ia menjadi korban pemerkosaan. Pasien mengatakan ia terganggu dengan kehamilan tersebut. Tindakan apa yang sebaiknya dilakukan dokter?

a. Melapor pada pengadilan setelah melakukan tindakan b. Langsung melakukan abortus c. Memberi informasi tentang efek aborsi dan meminta pasien berpikir ulang d. Menolak untuk melakukan aborsi e. Meminta pasien berdiskusi dengan keluarga Jawaban: D. Menolak untuk melakukan aborsi

92-93. ABORTUS PROVOKATUS • Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi dalam: – Abortus spontan – Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam: Abortus provokatus terapeutikus & Abortus provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang termasuk ke dalam lingkup pengertian pengguguran kandungan menurut hukum.

Indikasi Medis Abortus Provocatus • • • • • • • • • • •

Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion). Mola Hidatidosa Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi. Telah berulang kali mengalami operasi caesar. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain. Epilepsi yang luas dan berat. Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum. Gangguan jiwa

Payung Hukum Abortus Provokatus Medisinalis/ Abortus Terapeutik • UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 – Mengatur indikasi dapat dilakukan abortus provokatus dan syaratnya

• UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 – Ditambahkan mengenai diperbolehkannya abortus provokatus pada kasus kehamilan akibat pemerkosaan – Dilakukan sebelum usia kehamilan 6 minggu, kecuali pada kasus gawat darurat

Abortus Provokatus Menurut UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 1. Dalam kedaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu 2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: –



– –

Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakkan tersebut. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Pada sarana kesehatan tertentu

Abortus Provokatus Menurut UU No.36 Tahun 2009 PASAL 75 1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi. 2.

Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: – indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau – kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

3.

Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4.

Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PASAL 76.

Abortus Provokatus Menurut UU No.36 Tahun 2009 PASAL 76 • Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan : a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri

ABORSI ATAS INDIKASI MEDIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016

Faskes yang Dapat Melakukan Abortus Provokatus Medisinalis

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016

Tim Kelayakan Aborsi

Soal no 94 • Seorang warga melapor ke kepolisian setempat karena ia menemukan mayat lakilaki yang mengambang di sungai dekat rumahnya. Polisi kemudian membawa mayat tersebut ke rumah sakit dengan surat permintaan visum agar dilakukan otopsi untuk mengetahui sebab kematian. Jika korban mati tenggelam di sungai tersebut, apa yang akan ditemukan dalam pemeriksaan?

a. Osmolalitas ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri b. Elektrolit ventrikel kanan lebih tinggi dibandingkan ventrikel kiri c. Edema paru d. Diatom di paru e. Bercak perdarahan di paru Jawaban: B. Elektrolit ventrikel kanan lebih tinggi dibandingkan ventrikel kiri

94. TIPE TENGGELAM • Tipe Kering (Dry drowning): – akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tibatiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas. – Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol  tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

• Tipe Basah (Wet drowning) – terjadi aspirasi cairan – Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan paru untuk mengembang.

Tipe Tenggelam • Secondary drowning/near drowning – Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban meninggal.

• Immersion syndrome – Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air yang sangat dingin – Akibat refleks vagal

Berdasarkan Lokasi Tenggelam AIR TAWAR • Air dengan cepat diserap dalam jumlah besar hemodilusi  hipervolemia dan hemolisis massif dari selsel darah merah  kalium intrasel akan dilepas  hiperkalemia  fibrilasi ventrikel dan anoksia yang hebat pada miokardium.

AIR LAUT • Pertukaran elektrolit dari air asin ke darah  natrium plasma meningkat  air akan ditarik dari sirkulasi  hipovolemia dan hemokonsentrasi  hipoksia dan anoksia

Tanda Tenggelam Tanda korban masih hidup saat tenggelam: • Ditemukannya tanda cadaveric spasme • Perdarahan pada liang telinga • Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air) pada saluran pernapasan dan pencernaan • Adanya bercak paltouf di permukaan paru • Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda • Ditemukan diatome • Adanya tanda asfiksia • Ditemukannya mushroom-like mass

Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam • Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda asing lainnya yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang bercampur lumpur. • Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass). – Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paruparu dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli.

• Cutis anserina pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pilli yang dapat terjadi karena rangsangan dinginnya air.

Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam • Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena inhibisi cairan ke dalam cutis dan biasanya membutuhkan waktu yang lama. • Cadaveric spasme. Merupakan tanda vital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri., dengan cara memegang apa saja yang terdapat dalam air. • Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air. • Penurunan suhu mayat • Lebam mayat terutama pada kepala dan leher

Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam • Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama benda air. • Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedangkan yang tampak secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik). • Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan. Perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum interalveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen. • Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak ini disebut sebagai bercak ”Paltauf”. – Bercak berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru.

Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam • Kongesti pada laring • Emphysema aquosum atau emphysema hyroaerique yaitu paru-paru tampak pucat dengan diselingi bercak-bercak merah di antara daerah yang berwarna kelabu; • Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi jantung kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang merah gelap dan cair, tidak ada bekuan.

PEMERIKSAAN KHUSUS PADA KASUS TENGGELAM • Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu : – Percobaan getah paru (lonset proef) – Pemeriksaan diatome (destruction test) – Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher test).

Tes getah paru (lonset proef) • Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru mayat. • Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat harus segar / belum membusuk. • Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung eritrosit.

Tes Diatom TES DIATOM • Diatom adalah alga atau ganggang bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. •



Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatome akan masuk ke dalam saluran pernafasan atau pencernaan kemudian diatome akan masuk kedalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tersebar keseluruh jaringan organ dalam (seperti ginjal, hepar, otak)

Ada/tidaknya diatom pada air sangat bergantung pada banyak faktor seperti suhu, pH, kelembaban, musim, dan lainlain sehingga pemeriksaan ini kurang sensitif. Apabila tidak ditemukan diatom, tidak berarti kasus tersebut bukan kasus tenggelam.

4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM: • Pemeriksaan mikroskopik langsung. Pemeriksaan permukaan paru disiram dengan air bersih iris bagian perifer ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas objek tutup dengan kaca penutup. Lihat dengan mikroskop. •

Pemeriksaan mikroskopik jaringan dengan metode Weinig dan Pfanz.



Chemical digestion. Jaringan dihancurkan dengan menggunakan asam kuat sehingga diharapkan diatom dapat terpisah dari jaringan tersebut.



Inseneration. Bahan organik dihancurkan dengan pemanasan dalam oven.

Tes Kimia Darah TEST KIMIA DARAH • Mengetahui ada tidaknya hemodilusi atau hemokonsentrasi pada masing-masing sisi dari jantung, dengan cara memeriksa gaya berat spesifik dari kadar elektrolit antara lain kadar sodium atau clorida dari serum masing-masing sisi. • Dianggap reliable jika dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kematian

• Test Gettler: Menunjukan adanya perbedaan kadar klorida dari darah yang diambil dari jantung kanan dan jantung kiri. Pada korban tenggelam di air laut kadar klorida darah pada jantung kiri lebih tinggi dari jantung kanan. • Tes Durlacher: Penentuan perbedaan berat plasma jantung kanan dan kiri. Pada semua kasus tenggelam berat jenis plasma jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan .

Soal no 95 • Seorang mayat atas nama Tn. Johnson Kaversky, 29 tahun, dibawa ke unit forensic di suatu RS. Mayat dikatakan ditemukan meninggal di kamarnya. Pada pemeriksaan ditemukan lebam pada bagian punggung. Ditemukan sendi jari-jari tangan dan rahang sudah mulai kaku, tetapi sendi di bagian siku dan lutut masih dapat digerakkan. Apa penyebab perbedaan kekakuan tersebut?

a. Glikogen banyak, ATP lebih cepat habis b. Glikogen banyak, ATP lebih lama habis c. Glikogen sedikit, ADP lebih lama habis d. Glikogen sedikit, ATP lebih lama habis e. Glikogen sedikit, ADP lebih cepat habis Jawaban: B. Glikogen banyak, ATP lebih lama habis

95. TANATOLOGI Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati Tanda Kematian tidak pasti : 1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit 2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit 3. Kulit pucat 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi 5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi 6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan menggunakan air Tanda Kematian Pasti 1. Lebam Mayat (Livor mortis) 2. Kaku Mayat (Rigor mortis) 3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) 4. Pembusukan (decomposition) Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.

DECOMPOSITION: Affecting Factors EXTERNAL: • germs • temperature • air • water • medium

INTERNAL:  age  condition  cause  sex

Determining time of death

EXAMINATIONS OF: • corpse; • witnesses; • location

TANATOLOGI FORENSIK • Livor mortis atau lebam mayat – terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . – Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. – Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.

Rigor mortis atau kaku mayat • terjadi akibat hilangnya ATP. • Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. • Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. • Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. • Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. • Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Penurunan suhu badan • Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. • dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. • Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. • Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

Pembusukan mayat (dekomposisi) • Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. • Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain. • RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara: air: tanah = 8:2:1 • Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.

Thanatologi Livor mortis mulai muncul

0

20 mnt

30 mnt

Livor mortis lengkap dan menetap

2 jam

Rigor mortis mulai muncul

6 jam

8 jam

12 jam

Rigor mortis lengkap (8-10 jam)

24 jam

Pembusuk an mulai tampak di caecum

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.

36 jam

Pembus ukan tampak di seluruh tubuh

PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR MORTIS) Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions Body temperature

Body stiffness

Time since death

warm

not stiff

dead not more than three hours

warm

stiff

dead 3 to 8 hours

cold

stiff

dead 8 to 36 hours

cold

not stiff

dead more than 36 hours

SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo Forensic Entomology [web site]. Available from http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.

THT-KL

Soal no 96 • An. Jawhead Steel Sweetheart, 12 tahun, mengeluh penurunan pendengaran sejak 5 hari smrs. Dokter menduga pasien mengalami kelainan yang mengarah ke gangguan di telinga tengah. Pada pemeriksaan garpu tala, telinga kanan hanya bisa mendengar ketika digetarkan di tulang mastoid. Bila garpu tala digetarkan di tengah kepala, maka akan didapatkan hasil berupa…

a. Telinga kanan lebih lemah kiri b. Kedua telinga sama mendengar c. Telinga kanan lebih kuat dari kiri d. Telinga kiri lebih kuat dari kanan e. Kedua telinga tidak dapat mendengar Jawaban: C. Telinga kanan lebih kuat dari kiri

96. Tes Pendengaran • Tes bisik – Syarat ruangan sunyi, tidak ada echo, serta ada jarak sepanjang 6 M – Penderita • • • •

Mata ditutup agar tidak bisa lihat gerak bibir pemeriksa Telinga yang akan diperiksa dihadapkan ke pemeriksa Telinga yang tidak diperiksa ditutup agar tidak salah hasil Minta penderita mengulang dengan keras, kata – kata yang dibisikkan

• Teknik pemeriksaan : – Penderita dan pemeriksa sama – sama berdiri, penderita tetap ditempat, pemeriksa yang berpindah tempat – Mulai jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata – Bila semua kata dapat didengar pemeriksa mundur kejarak 2 m disibisikkan lagi sampai jarak dimana penderita mendengar 80% kata – kata mendengar 4 dari 5 kata yang dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran pasien.

Uji Penala • Cara Pemeriksaan : – Tes Rinne  penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga • Positif (+) bila masih terdengar • Negatif (-) bila tidak terdengar

– Tes Weber  penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis tengah kepala – Tes Swabach  penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa. • Memendek bila pemeriksa masih mendengar • Jika pemeriksa tidak mendengar maka penala digetarkan pada processus mastoid pemeriksa lebih dulu. Sampai tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera dipindahkan pada proc mastoideus telinga pasien, bila pasien masih dapat mendengar bunyi maka swabach pasien memanjang.

Tes Penala Rinne

Weber

Schwabach

Normal

(+)

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

CHL

(-)

Lateralisasi ke telinga sakit

Memanjang

SNHL

(+)

Lateralisasi ke telinga sehat

Memendek

Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

Audiologi Nada Murni Audiometri nada murni:

• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. • Perhitungan derajat ketulian: (AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4 • Derajat ketulian: – – – – – –

0-25 dB >25-40 dB >40-55 dB >55-70 dB >70-90 dB >90 dB

: normal : tuli ringan : tuli sedang : tuli sedang berat : tuli berat : tuli sangat berat

Soal no 97 • Ny. Hanabi Resplendent Iris, 24 tahun, mengeluh nyeri pada pangkal hidung sejak 3 hari smrs. Keluhan diawali keluar dengan ingus yang berbau. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan kantus. Pasien mengaku tidak ada keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat alergi dan asma disangkal. Keluhan ini dirasakan mengganggu dan membuat pasien sulit tidur pada malam hari. Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah…

a. Rhinitis akut b. Sinusitis frontalis akut c. Sinusitis maxillaris akut d. Sinusitis ethmoidalis akut e. Sinusitis sphenoidalis akut Jawaban: D. Sinusitis ethmoidalis akut

97. Rhinosinusitis Diagnosis

Clinical Findings

Rinosinusitis akut

2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau hiposmia/anosmia. • Nyeri pipi: sinusitis maksilaris • Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis • Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan disebut subakut.

Sinusitis kronik

Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.

Sinusitis dentogen

Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.

Sinusitis jamur

Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik, terdapat gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabuan pada irigasi antrum. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on (1) ostial patency, (2) ciliary function, and (3) mucus consistency. Impairment of any of these factors at the osteomeatal complex may result in mucus stasis, which under the proper conditions induces bacterial growth.

97. Rhinosinusitis • Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:  common cold;  influenza;  measles, whooping cough, etc. • Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:  Abses apikal,  Cabut gigi. • Organisme penyebab umumnya: Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Pada infeksi gigi, bakteri anaerob dapat ditemukan.

Sinus trans-illumination test

97. Rhinosinusitis • Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis: – Foto polos: posisi waters, caldwell, lateral  menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level, penebalan mukosa.

– CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus, adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta perluasannya  gold standard. Karena mahal, hanya dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak membaik atau pra-operasi untuk panduan operator. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Waters

https://id.pinterest.com/yamahafreddy/skull-sinuses-facial-bones/

Caldwell

imageradiology.blogspot.co.id/2012/09/x-ray-pns-position-occipito-frontal.html

Modalitas X-Ray Foto Waters Schedel PA & lateral

Schuller

Deskripsi Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus PA: frontal sinus Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus Lateral mastoid

Towne

Posterior wall of maxillary sinus

Stenver

Os Temporal

Caldwell Rhese/oblique

Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, & floor of orbit.

Rhinosinusitis • Terapi rhinosinusitis – Tujuan: • Mempercepat penyembuhan • Mencegah komplikasi • Mencegah perubahan menjadi kronik

– Prinsip: • Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) → drainasi & ventilasi pulih

– Farmakologi: • (Lihat slide selanjutnya)

– Operasi • untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita, intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Tatalaksana Sinusitis Akut • Acute Viral Rhinosinusitis – – – –

Analgesik dan antipiretik Irigasi saline Intranasal glucocorticoids Oral decongestan  berguna saat terjadi disfungsi tuba eustachius. – Intranasal decongestan  tidak lebih dari 3 hari berturut-turut. – Antihistamin – Mucolytics  guaifenesin Patel ZM. Uncomplicated acute sinusitis and rhinosinusitis in adults: Treatment. Uptodate 2018

Tatalaksana Acute Bacterial Rhinosinusitis (ABRS)

Soal no 98 • An. Lesley Dangerous Love, 4 tahun, dibawa orang tuanya ke RS karena mengorok saat tidur sejak 3 bulan smrs. Menurut orang tua pasien, anak mengorok makin lama makin keras. Anak pasien juga tampak sering megantuk pada siang hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mulut membuka, gigi atas prominen, pandangan kosong. Tampak nafas dari mulut. Diagnosis yang tepat adalah…

a. Abses submandibular b. Hipertofi adenoid c. Faringitis akut d. Sinusitis e. Abses peritonsillar Jawaban: B. Hipertrofi adenoid

98. ADENOID o Jaringan limfoid di dinding nasofaring o Letak di dinding posterior, tidak berkapsul o Bagian dari cincin Waldeyer o Pada anak sampai pubertas

o Umur 12 tahun mengecil o Umur 17 – 18 tahun menghilang Fungsi: • Sistem pertahanan tubuh pertama (lokal) sal. nafas • Memproduksi limfosit • Membentuk antibodi spesifik (Ig)

ADENOIDITIS KRONIS  Etiologi : – Post nasal drip  sekret kavum nasi jatuh ke belakang – Sekret berasal dari : sinus maksilaris & ethmoid

 Akibatnya: – rinolalia oklusa ( bindeng ) krn koane tertutup

– mulut terbuka utk bernapas  muka terkesan bodoh ( adenoid face ) – aproseksia nasalisSulit berkonsentrasi – Sefalgi

 Gejala klinis : – Disebabkan oleh hipertrofi adenoid  buntu hidung

– pilek dan batuk – nafsu makan menurun – oklusio tuba  pendengaran menurun – tidur ngorok

893

Pemeriksaan • Rinoskopi anterior : Adenoid membesar

• Phenomena palatum mole (-) – Pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf “ i “ – Akan negatif bila • terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle • kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini

• Rinoskopi posterior : Adenoid membesar dan tidak hiperemi

 Pemeriksaan tambahan: – Endoskopi, foto skull lateral soft tissue (adenoid), CTScan 895

Indikasi Adenoidektomi • Pembesaran menyebabkan obstruksi jalan nafas hidung yang dapat menyebabkan obstruksi pernafasan, gejala obstructive sleep apnea, dan pernafasan lewat mulut kronik (dapat menyebabkan abnormalitas palatum dan gigi-geligi). • Otitis media rekuren atau persisten pada anak berusia >3-4 tahun. • Sinusitis kronik dan/atau rekuren.

http://emedicine.medscape.com/article/872216-overview#a10

Soal no 99 • Seorang perempuan datang ke Puskesmas dengan keluhan hidung tersumbat sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul. Riwayat berobat ke dokter dengan keluhan serupa dan mendapatkan obat oxymetazoline. Pasien kemudian sering menggunakan obat tersebut tanpa kontrol ke dokter terlebih dahulu. Diagnosis pasien ini adalah...

a. Rinitis alergika b. Rinitis vasomotor c. Rinitis medikamentosa d. Sinusitis e. Asma alergika Jawaban: C. Rhinitis medikamentosa

99. Rinitis medikamentosa • Kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan menetap  terjadi rebound dilatation dan rebound congestion • Anjuran: pemakaian obat topikal sebaiknya tidak lebih dari 1 minggu • PF: edema/hipertrofi konka dengan sekret berlebihan. Apabila diberi tampon, edema tidak berkurang

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

Rhinitis Medikamentosa • •

Patofisiologi rhinitis medikamentosa tidak diketahui sepenuhnya. Diduga karena penurunan produksi norepinefrin endogen oleh mekanisme feedback. Pada pemakaian dekongestan jangka panjang/penghentian pemakaian, saraf simpatis tidak bisa menjaga vasokonstriksi karena produksi norepinefrin tersupresi.

Rinitis Medikamentosa Tatalaksana  Pada minggu pertama: pemberian kortikosteroid intranasal sambil pasien diedukasi untuk menghentikan penggunaan vasokonstriktor secara perlahan.  Solusio garam buffer dpt diberikan untuk irigasi untuk melembabkan.  Dekongestan sistemik.  Kortikosteroid oral  tidak selalu diberikan.  Operasi  jika terdapat polip atau deviasi septum.

DIAGNOSIS

RINITIS ALERGI

CLINICAL FINDINGS

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

RINITIS VASOMOTOR

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.

RINITIS HIPERTROFI

Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.

RINITIS ATROFI / OZAENA

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.

RINITIS MEDIKAMENTOSA

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

RINITIS AKUT

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Soal no 100 • Seorang anak perempuan berusia 8 tahun diantar oleh ibunya ke IGD dengan keluhan sulit menelan. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu. keluhan disertai demam, lemas, serta bagian leher membesar sejak 4 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital denyut nadi 100 x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu tubuh 38,7oC. Hasil pemeriksaan tenggorokan didapatkan hasil seperti gambar:

Apakah penatalaksanaan awal yang paling tepat kepada pasien pada kasus tersebut di atas?

a. Segera berikan injeksi antibiotik golongan Penisilin, kemudian berikan injeksi ADS (Anti Difteri Serum) 20.000-100.000 IU, lalu dirujuk. b. Bebaskan jalan nafas, lakukan oksigenasi, resusitasi cairan dengan memasang infus, sambil persiapkan sarana merujuk dengan pasien terisolasi.

c. Secepatnya diberikan injeksi ADS (Anti Difteri Serum) 20.000100.000 IU. d. Segera berikan eritromisin, kemudian berikan injeksi ADS (Anti Difteri Serum) 20.000-100.000 IU, lalu dirujuk. e. Segera ditempatkan di ruang isolasi karena penyakit cepat menular

Jawaban: E. Segera ditempatkan di ruang isolasi karena penyakit cepat menular

100. Diphtheria

• Penyebab: Corynebacterium diphtheria (bakteri aerob Gram positif yang memproduksi toksin), ada 3 tipe utama: – tipe gravis (produksi eksotoksin invasive, gejala berat) – tipe intermedius – tipe mitis • Menyebabkan infeksi saluran napas atas (paling sering), dengan adanya pseudo-membrane. Pada kasus berat infeksi menyebar ke trakea hingga sebabkan adenopati servikal yang mengancam jalan napas. • Inkubasi: rerata 2-5 hari (rentang 1-10 hari) • Penularan: droplet respiratorik, kontak langsung dengan sekret respiratorik atau lesi kulit

Pseudomembran difteri

100. Gambar Soal

Presentasi klinis

Cutaneous diphtheria

Bull-neck pada difteri

• Gejala awal infeksi saluran napas atas: malaise, nyeri tenggorokan, pilek, sekret hidung berdarah, suara serak, batuk, nyeri menelan, demam, cutaneous diphtheria, pada anak anak bisa sulit menelan liur (drooling) • Pada kasus berat: suara napas stridor inspiratorik, sesak napas • Inspeksi tampak bull neck (pembengkakan nodus limfatik servikal), faring hiperemis • Pseudomembran: membrane keabuan asimetris, sulit diangkat dan mudah berdarah

Pemeriksaan penunjang • Saat KLB tidak rutin dilakukan. Kecuali diagnosis tidak jelas (pembengkakan leher tanpa pseudomembran), atau dicurigai adanya resistensi antimikroba • Bisa lakukan swab tepi lesi mukosa dan masukkan dalam media transport (Amies atau Stuart), kemudian inokulasi dalam: – blood agar – media mengandung tellurit (setelah periode inkubasi 18-24 jam) – isolasi dalam media Loeffler

• Koloni bisa diperiksa produksi toksinnya menggunakan tes immunopresipitat Elek (24-48 jam) • Bila kultur positif dan ditemukan toksin, konfirmasi etiologi diagnosis

WHO: Operational protocol for clinical management of Diphtheria, 2017

Manajemen klinis awal untuk semua kasus probable 1. Tempatkan segera di ruang isolasi dan lakukan pencegahan standar (isolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapus tenggorok negatif 2x berturut) 2. Berikan segera Diphtheria Antitoxin (DAT) 3. Berikan segera antibiotic (penisilin, eritromisin, atau azitromisin) 4. Monitor ketat hemodinamik dan berikan terapi suportif untuk komplikasi berat (airway management, cardiac, neurologic, and renal failure) 5. Vaksinasi dengan vaksin difteri toksoid sesuai usia http://www.who.int/immunization/policy/position_papers/wer_31_diphtheria_updated_position_paper.pdf?ua=1 http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/68334/1/WHO_V-B_03.01_eng.pdf?ua=1 PPM RSCM Dept IKA 2015

Antitoksin (DAT/ADS) • ADS atau anti difteria serum adalah equine serum yang jadi standar baku pengobatan difteri, diberikan segera setelah ditemukan kasus difteri berdasarkan klinis (tidak perlu tunggu pemeriksaan laboratorium) • Pemberian antitoksin hari pertama menurunkan angka kematian <1%, penundaan lebih dari hari ke 6 menyebabkan angka kematian meningkat sampai 30% • Kontraindikasi: wanita hamil, reaksi alergi • Dosis anak dan dewasa sama • Uji kulit sebelum pemberian ADS karena bisa terjadi reaksi anafilaktik, suntikkan 0.1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1000 intrakutan (positif bila indurasi >10 mm) http://www.who.int/immunization/policy/position_papers/wer_31_diphtheria_updated_position_paper.pdf?ua=1 http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/68334/1/WHO_V-B_03.01_eng.pdf?ua=1 PPM RSCM Dept IKA 2015

Dosis ADS

PPM RSCM Dept IKA 2015

Antibiotik • Harus diberikan segera pada kasus dicurigai atau terkonfirmasi untuk eradikasi kuman difteri

– 1st: Penicillin prokain – 2nd Eritromisin (bila hipersensitif terhadap penisilin) •

Umumnya kondisi tidak menular setelah 48 jam pemberian antibiotic adekuat

http://www.who.int/immunization/policy/position_papers/wer_31_diphtheria_updated_position_paper.pdf?ua=1 http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/68334/1/WHO_V-B_03.01_eng.pdf?ua=1 PPM RSCM Dept IKA 2015

Komplikasi • Biasanya karena keterlambatan pemberian antitoksin • Komplikasi: – Miokarditis (muncul umumnya minggu ke-2, rerata 1-6 minggu), takikardia, bunyi jantung 1 menjauh, murmur, aritmia – Gangguan system saraf  neuropati perifer, paralisis palatum molle – Otitis media – Gawat napas akibat obstruksi jalan napas atas • Ringan: batuk menggonggong hilang timbul, stridor (-), retraksi (-)/ringan • Sedang: batuk menggonggong lebih sering, stridor istirahat, retraksi tanpa distress napas/agitasi • Berat: batuk menggonggong lebih sering, stridor inspirasi, retraksi jelas dengan distress napas dan agitasi signifikan • Gagal napas terjadi segera: stridor kadang sulit didengar, retraksi, letargi, penurunan kesadaran, sianosis

Pencegahan • Pada kondisi KLB, orang yang kontak erat di nilai status vaksinasi nya. Anaka dapat imunisasi dasar: booster toksoid difteria • Dapat diberikan vaksin serta antibiotik profilaksis

WHO

Related Documents


More Documents from "Annisa Nadia"

Optima Pembahasan To 1
February 2021 1