[optima] Pembahasan To 2 Batch 3 Tahun 2019.pdf

  • Uploaded by: Annisa Nadia
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View [optima] Pembahasan To 2 Batch 3 Tahun 2019.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 83,024
  • Pages: 1,529
Loading documents preview...
DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. RIFDA | DR. AULIA DR. REZA | DR. CEMARA | DR. AARON | DR. CLARISSA

OFFICE ADDRESS: Jakarta Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 WA. 081380385694/081314412212

Medan Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 2013 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p re p . co . i d

ILMU P E N YA K I T DALAM

Soal no 1 • Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke klinik dokter umum dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri terutama setelah makan. Pasien sering terbangun pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, namun tidak ada demam. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat dan mengkonsumsi obat lansoprazole selama 1 minggu namun tidak ada perubahan. BAB dan BAK normal. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai adanya kelainan. Pemeriksaan laboratorium Hb 12,8 g/dL, leukosit 8500, LED 15 mm/jam, tes fungsi hati dalam batas normal amilase dan lipase dalam batas normal. Apakah usulan pemeriksaan penunjang yang paling tepat?

a. b. c. d. e.

Barium Meal USG CT Scan abdomen Skintigrafi Gastroscopy

• Jawaban: E. Gastroscopy

1. Dispepsia • Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. • Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: • nyeri epigastrium, • rasa terbakar di epigastrium, • rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.

• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik & fungsional.

• Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan • Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.

KLASIFIKASI DISPEPSIA FUNGSIONAL (ROMA III) Post prandial distress syndrome

Epigastric pain syndrome • Dispepsia fungsional dengan gejala predominan nyeri epigastrium • Diagnostic criteria* Must include all of the following:

• Pain or burning localized to the epigastrium of at least moderate severity, at least once per week • The pain is intermittent • Not generalized or localized to other abdominal or chest regions • Not relieved by defecation or passage of flatus • Not fulfilling criteria for gallbladder and sphincter of Oddi disorders * Criteria fulfilled for the last 3 months with symptom onset at least 6 months prior to diagnosis



Dispepsia fungsional dengan gejala predominan gejala ketidaknyaman pada perut

• Diagnostic criteria (Must include one or both of the following): • Bothersome postprandial fullness, occurring after ordinary-sized meals, at least several times per week • Early satiation that prevents finishing a regular meal, at least several times per week * Criteria fulfilled for the last 3 months with symptom onset at least 6 months prior to diagnosis

• Supportive criteria • Upper abdominal bloating or postprandial nausea or excessive belching can be present • Epigastric pain syndrome may coexist

Ya

Tidak

Dispepsia • Gejala predominan • Nyeri epigastrium  PPI (omeprazole, lansoprazole, dll) • Cepat kenyang, mual, muntah  Agen prokinetik (contoh: metoklopramid, domperidon)

• Dapat dikombinasikan antara PPI dan agen prokinetik

Soal no 2 • Perempuan, 22 tahun, datang ke dokter keluarga dengan keluhan ingin berkonsultasi tentang berat badannya yang berlebih. BB naik dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Pemeriksaan antropometri didapatkan TB : 155 cm dan BB : 100 kg. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan kadar kolesterol didapatkan 280 mg/dl. Apakah tatalaksana awal yang tepat pada kasus ini?

a. b. c. d. e.

Diet asupan cukup Rendah serat 25-30 mg/hari Suplementasi mikronutrien Farmakoterapi Latihan fisik

• Jawaban: E. Latihan Fisik

2. Dislipidemia • Definisi : Kelainan fraksi lipid • ↑kolesterol total • ↑ trigliserid • ↓kolesterol HDL. Klasifikasi trigliserida Trigliserida < 150 mg/dL 150 – 199 mg/dL 200 – 499 mg/dL  500 mg/dL

Klasifikasi Normal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi

Klasifikasi kadar kolesterol LDL

Klasifikasi

< 100 mg/dL 100 – 129 mg/dL 130 – 159 mg/dL 160 – 189 mg/dL  190 mg/dL

Optimal Mendekati optimal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi

Kolesterol Total

Klasifikasi

< 200 mg/dL 200 – 239 mg/dL  240 mg/dL

Yang diinginkan Batas tinggi Tinggi

HDL

Klasifikasi

< 40 mg/dL  60 mg/dL

Rendah Tinggi

Modifikasi Gaya Hidup Untuk Dislipidemia

Pedoman Tatalaksana Dislipidemia, PERKI, 2013.

Soal no 3 • Pasien perempuan usia 40 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan demam sejak 1 minggu disertai batuk dan sesak. Pasien sering mengalami tersedak ketika makan. Pasien sebelumnya mengalami stroke dan hempilegia. Pada pemeriksaan fisik TD 130/90 mmHg, nadi 110x/menit, rr 26x/ menit dan suhu 37.2C. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah pada lapang paru. Diagnosis pasien tersebut adalah...

a. b. c. d. e.

Pneumonia aspirasi Bronkitis Bronkiektasis Tb paru Ca paru

• Jawaban: A. Pneumonia Aspirasi

3. Pneumonia Aspirasi • Aspiration pneumonia is a vague term that refers to pulmonary abnormalities following abnormal entry of endogenous or exogenous substances in the lower airways. • It is generally classified as: • Aspiration (chemical pneumonitis) • Primary bacterial aspiration pneumonia • Secondary bacterial infection of chemical pneumonitis

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32. 2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17. 3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graff’s Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.

Etiology CAP- Aspiration Pneumonia • Generally results from predominantly anaerobic mouth bacteria (anaerobic and microaerophilic streptococci, fusobacteria, gram-positive anaerobic nonspore-forming rods), Bacteroides species (melaninogenicus, intermedius, oralis, ureolyticus), Haemophilus influenzae, and Streptococcus pneumoniae • Rarely caused by Bacteroides fragilis (of uncertain validity in published studies) or Eikenella corrodens • High-risk groups: the elderly; alcoholics; IV drug users; patients who are obtunded; stroke victims; and those with esophageal disorders, seizures, poor dentition, or recent dental manipulations.

HAP- Aspiration Pneumonia • Often occurs among elderly patients and others with diminished gag reflex; those with nasogastric tubes, intestinal obstruction, or ventilator support; and especially those exposed to contaminated nebulizers or unsterile suctioning. • High-risk groups: seriously ill hospitalized patients (especially patients with coma, acidosis, alcoholism, uremia, diabetes mellitus, nasogastric intubation, or recent antimicrobial therapy, who are frequently colonized with aerobic gram-negative rods); patients undergoing anesthesia; those with strokes, dementia, or swallowing disorders; the elderly; and those receiving antacids or H2 blockers (but not sucralfate). • Hypoxic patients receiving concentrated O2 have diminished ciliary activity, encouraging aspiration.

Pemeriksaan Laboratorium • CBC: leukocytosis often present. • Sputum Gram stain. Imaging • Chest x-ray often reveals bilateral, diffuse patchy infiltrates and posterior segment upper lobes. Chemical pneumonitis typically affects the most dependent regions of the lungs. • Aspiration pneumonia of several days’ or longer duration may reveal necrosis (especially community-acquired anaerobic pneumonias) and even cavitation with air-fluid levels, indicating lung abscess.

Tatalaksana Community-acquired anaerobic aspiration pneumonia • clindamycin (600 mg IV twice daily followed by 300 mg q6h orally). • Intravenous penicillin G (1 to 2 million U q4 to 6h) can also still be used. • Alternative oral agents include: • amoxicillin-clavulanate (875 mg orally twice daily), • amoxicillin plus metronidazole or oral moxifloxacin (400 mg orally once daily). • Do not use metronidazole alone, as this is associated with high failure rates.

Hospital-acquired aspiration pneumonia: • Piperacillin-tazobactam 3.375 g IV q6h, or • cefoxitin 2 g IV q8h ± vancomycin IV to cover MRSA. • Alternative agents are ceftriaxone 1 g IV q24h plus metronidazole 500 mg IV q6h or 1 g IV q12h. • Confirmed Pseudomonas pneumonia should be treated with antipseudomonal beta-lactam agent plus an aminoglycoside until antimicrobial sensitivities confirm that less toxic agents may replace the aminoglycoside. • Do not use metronidazole alone for anaerobes.

Soal no 4 dan 5 4. Pasien laki-laki berusia 30 tahun datang dengan keluhan demam. Demam disertai dengan penurunan berat badan dan batuk-batuk. Pada hasil pemeriksaan didapatkan TD 110/70, HR 96x/menit, RR 20x/menit, Suhu 37,9C. Pemeriksaan thorax inspeksi tidak ada ketertinggalan gerak, auskultasi didapatkan ronkhi di apex paru kiri. Pasien belum pernah berobat dan memperoleh pengobatan sebelumnya. Regimen obat yang tepat diberikan pada pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

2HRZ/4HR 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 2(HRZE)/4(HR)3 2(HRZE)S/4(HR)3 2(HRZE)/6(HR)3

• Jawaban: C. 2(HRZE)/4(HR)3

Soal no 5 5. Tn. Martis Ashura King, 23 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama batuk berdahak kental warna kuning sejak 2 minggu smrs. Selain itu pasien juga mengeluh terdapat demam ringan. Selain gejala-gejala tersebut pasien juga mengalami peningkatan keringat pada malam hari. Pasien juga mengaku terdapat penurunan berat badan sebanyak 3 kg dalam 1 bulan terakhir. Pemeriksaan selanjutnya yang disarankan untuk pasien ini adalah...

a. b. c. d. e.

Foto toraks PA Tes Mantoux PCR TB Pemeriksaan sputum ziehl neelsen Kultur Lowenstein Jensen

• Jawaban: C. PCR TB

4-5. Tuberkulosis • Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh mycrobacterium tubercolosis dengan gejala yang sangat bervariasi • Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat tahan asam terhadap pewarnaan Ziehl Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan Asam (BTA).

Tanda dan Gejala 1.

Gejala lokal/ gejala respiratorik  batuk - batuk > 2 minggu  batuk darah  sesak napas  nyeri dada 2. Gejala sistemik  Demam  Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

Pemeriksaan fisik • Pada TB paru  tergantung luas kelainan struktur paru. Umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah. • Pleuritis TB  kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. • Pada limfadenitis TB  terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah axila

Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya

Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

5. Tuberculosis

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB

Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA

Pemeriksaan TCM TB

(+ +) (+ -)

(- -)

MTB Pos, Rif Sensitive

Tidak bisa dirujuk

Foto Toraks

Gambaran Mendukung TB

Terapi Antibiotika Non OAT

Tidak Mendukung TB; Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain

TB Terkonfirmasi Klinis

TB Terkonfirmasi Bakteriologis

Pengobatan TB Lini 1

Ada Perbaikan Klinis

Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain

Pengobatan TB Lini 1

Tidak Ada Perbaikan Klinis, ada faktor risiko TB, dan atas pertimbangan dokter TB Terkonfirmasi Klinis

MTB Pos, Rif Indeterminate

Ulangi pemeriksaan TCM

MTB Neg

MTB Pos, Rif Resistance

Foto Toraks

TB RR

Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2

TB RR; TB MDR

Lanjutkan Pengobatan TB RO

TB Pre XDR

(Mengikuti alur yang sama dengan alur pada hasil pemeriksaan mikrokopis BTA negatif (- -) )

TB XDR

Pengobatan TB RO dengan Paduan Baru

Algoritma TB Nasional 2016 Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)

Pembagian kasus TB a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :  Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.  Infeksi jamur  TB paru kambuh

c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal  Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)  Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan e. Kasus kronik / persisten Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

Tuberkulosis OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3  • Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis. • Pasien TB paru terdiagnosis klinis • Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)  • Pasien kambuh • Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya • Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.

Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.

Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.

Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat Secara umum, resistensi terhadap obat antituberkulosis terbagi atas : • Resistensi primer apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB, (2) • Resistensi sekunder  bilamana pasien memiliki riwayat pengobatan

• Resistensi inisial  jika riwayat pengobatan tidak diketahui dengan pasti

Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat • Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja • Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan • Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan • Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin) • Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

Soal no 6,7, dan 8 6. Seorang pria, 50 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar dan hilang timbul. Nyeri berkurang dengan istirahat. Dua tahun sebelumnya pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama. Pasien merupakan pegawai BUMN dan jarang berolahraga. Pasien tampak sakit sedang, TD 130/90 mmHg, HR 110x/menit, RR 18x/menit. Bagaimana patogenesis dari keluhan pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Infeksi pembuluh darah koroner Oklusi arteri koroner Pecahnya pembuluh darah coroner Turunnya tekanan darah Hipertiroidisme

• Jawaban: B. Oklusi arteri koroner

7. Tn. Uranus Aethereal Defender, 55 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama nyeri pada dada sejak 2 jam yang lalu. Nyeri dada dirasakan seperti ditindih pada dada sebelah kiri. Keluhan tidak berkurang dengan istirahat. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/90 mmHg, HR 120X/menit, RR 20x/menit. Pemeriksaan EKG didapatkan ST depresi di lead II, III, aVF. Pemeriksaan apa yang paling tepat dilakukan?

a. b. c. d. e.

EKG ulang Profil lipid Enzim jantung Echocardiography CT Scan

• Jawaban: C. Enzim jantung

8. Pasien laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan nyeri dada sejak 3 jam SMRS. Pada pemeriksaan didapatkan edem tungkai, gallop dan murmur serta TD : 160/90 mmHg, HR 110x/mnt, RR 30x/mnt dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sebagai berikut: Apa tatalaksana yang akan diberikan pada pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Amiodaron Furosemid Nitroglycerin Norepinephrine Ephinephrine

• Jawaban: C. Nitrogliserin

6-7-8. Sindrom Koroner Akut

Sindrom Koroner Akut • Gejala khas

 Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.  Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.

• Gejala tidak khas:

 Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).  Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah yang sulit dijabarkan.  Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit ginjal kronik/demensia.

• Angina stabil:

 Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut), berlangsung 2-5 menit,  Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat & nitrogliserin sublingual. Penatalaksanaan STEMI, PERKI

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.

• Creatine Kinase (CK atau CPK)  dikeluarkan otot yang rusak : Mm (otot rangka ), MB (otot jantung ) & BB (jaringan otak ). • Troponin  protein yang membantu mengatur kontraksi otot jantung : Troponin I, Troponin T & Troponin C. Troponin I dan T normal tidak ditemukan dalam aliran darah Troponin C Mengikat ion Ca & (-) digunakan untuk menentukan jaringan sel / kematian

Soal no 9 • Seorang laki-laki berusia 27 tahun, penderita HIV (+), datang ke poliklinik RS dengan keluhan terdapat benjolan di leher. Benjolan tidak terasa nyeri. Pada PF didapatkan TD 120/80mmHg, HR 80x/mnt, RR 18x/mnt dan suhu 38°C. Pada status lokalis terdapat beberapa benjolan berdiameter 2-4 cm, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan lab didapatkan pansitopenia, peningkatan LDH, hiperurisemia. Pada pemeriksaan FNAB didapatkan gambaran starry night. Apa diagnosis penyakit tersebut?

a. b. c. d. e.

Acute lymphoblastic lymphoma Burkitt lymphoma Hodgkin lymphoma Lymphoblastic lymphoma TB kelenjar

• Jawaban: B. Burkitt lymphoma

9. Lymphoma • Malignansi klonal yang berasal dari sel limfoid  dapat berupa precursor atau mature T-cell or B-cell • Mayoritas berasal dari B- cell origin • Terbagi dalam 2 jenis :  1. Hodgkin’s lymphoma  2. Non - Hodgkin’s lymphoma

Etiologi • Beberapa studi menujukkan hubungan dengan infeksi:  EBV  Human Herpes Virus 6  CMV

• High EBV titers and the presence of EBV genomes in Reed-Sternberg cells • Surface markers suggest T cell or B cell lineage

Limfoma Non Hodgkin vs Limfoma Hodgkin

Gambaran Starry Night pada Limfoma Burkitt

Soal no 10 dan 11 10. Pasien wanita, 58 tahun, datang dengan anaknya ke poliklinik. Keluhan nyeri punggung 7 tahun yang lalu dan memberat 7 bulan terakhir. Pasien dengan keluhan membungkuk tidak ada riwayat HT dan DM. Pasien sering minum pil KB rutin. Pemeriksaan TTV dalam batas normal, kifosis (+). Apakah pemeriksaan awal yang dilakukan?

a. b. c. d. e.

Pemeriksaan darah rutin Foto polos vertebra MRI lumbal Ct scan vertebral Identifikasi Densitas tulang

• Jawaban: B. Foto polos vertebra

11. Seorang perempuan, 70 tahun, datang berobat ke puskesmas dengan keluhan nyeri punggung sejak 3 bulan yang lalu, dan memberat 1 minggu terakhir sampai sulit berjalan. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kompresi vertebral lumbal 2. Apa peneriksaan penunjang berupa serum marker formation bone yang sesuai dengan kasus diatas?

a. b. c. d. e.

Osteocalcin N terminal cross-linking telopeptide (NTX) Tetrate-resistant acid phosphatase (TRAP) Pyridinoline Deoxypiridinoline

• Jawaban: A. Osteocalcin

10-11. Osteoporosis • Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. • Compromised bone strength • Tipe osteoporosis • Osteoporosis tipe I  pasca menopause (defisiensi esterogen) • Osteoporosis tipe II  senilis (gangguan absorbsi kalsium di usus)

• Faktor risiko osteoporosis • Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang

• Dapat menyebabkan fraktur patologis

10. Klasifikasi Osteoporosis

10. Osteoporosis

Tanda dan Gejala • Seringnya tanpa gejala – silent disease • Gejala lain yang dapat muncul Nyeri punggung Fraktur patologis Penurunan tinggi badan Imobilisasi Kifosis bertambah

11. Biomarker Bone Turnover Biochemical markers of bone turnover reflect bone formation or bone resorption. These markers (both formation and resorption) may be elevated in high-bone-turnover states (eg, early postmenopausal osteoporosis) and may be useful in some patients for monitoring early response to therapy. Currently available serum markers of bone formation (osteoblast products) include the following: • Bone-specific alkaline phosphatase (BSAP) • Osteocalcin (OC) • Carboxyterminal propeptide of type I collagen (PICP) • Aminoterminal propeptide of type I collagen (PINP) Currently available urinary markers of bone resorption (osteoclast products) include the following: • Hydroxyproline • Free and total pyridinolines (Pyd) • Free and total deoxypyridinolines (Dpd) • N-telopeptide of collagen cross-links (NTx) (also available as a serum marker) • C-telopeptide of collagen cross-links (CTx) (also available as a serum marker) • Tetrate-resistant acid phosphatase (TRAP)

Fraktur Kompresi pada Osteoporosis • Wedge fractures – collapse of the anterior or posterior of the vertebral body • Biconcave fractures – collapse of the central portion of both vertebral body endplates • Crush fractures – collapse of entire vertebral body

Gambaran Rontgen Pada Osteoporosis

Soal no 12 • Seorang laki-laki, 39 tahun, datang ke praktek dokter umum dengan keluhan sesak disertai batuk pilek sejak 3 hari yang lalu. Pasien sejak kecil sering mengalami batuk pilek yang berulang sehingga pasien harus di rawat di RS. Ibu dan kakak kandung pasien sering mengalami hal serupa. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak kurus dengan status gizi kurang, terdapat bantuan otot pernapasan aktif, hipersonor dan wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan tes keringat didapatkan kadar natrium dan klorida keringat meningkat diatas 60 mmol/l. Apakah diagnosis pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Asma Bronkiale Kistik Fibrosis Bronkiektasis TB Paru PPOK

• Jawaban: B. Kistik Fibrosis

12. Cystic Fibrosis  an autosomal recessive disorder characterized by dysfunction of exocrine glands. Manifestasi Klinis • Failure to thrive in children • Increased anterior/posterior chest diameter • Basilar crackles and hyperresonance to percussion • Digital clubbing • Chronic cough • Abdominal distention • Greasy, smelly feces

12. Cystic Fibrosis

Pemeriksaan Lab • Pilocarpine iontophoresis (sweat chloride test)  diagnostic of CF if sweat chloride is >60 mmol/L on two separate tests on consecutive days. • DNA testing may be useful for confirming the diagnosis and providing genetic information for family members.

Pemeriksaan Imaging • Chest x-ray  focal atelectasis, peribronchial cuffing, bronchiectasis, increased interstitial markings, hyperinflation • High-resolution chest CT scan: bronchial wall thickening, cystic lesions, ring shadows (bronchiectasis)

Tatalaksana • Non Farmakologi • Mucus clearance (using postural drainage techniques, chest percussion) • Encouragement of regular exercise and proper nutrition • Psychosocial evaluation and counseling of patient and family members.

• Farmakologis • Antibiotic therapy based on results of Gram stain and culture and sensitivity of sputum. • Bronchodilators for patients with airflow obstruction. • Long-term pancreatic enzyme replacement

Soal no 13 • Seorang wanita, 55 tahun, datang ke dokter praktek umum dengan keluhan bengkak pada kaki kiri sejak 3 minggu sebelumnya. Sudah berobat ke puskesmas namun tidak ada perbaikan. Riwayat pengobatan limfoma. Pemeriksaan TTV dbn. Pemeriksaan fisik seperti gambar dibawah. Stemmer sign (+) • Apakah diagnosis yang tepat pada kasus diatas?

a. b. c. d. e.

Limfangitis Limfedema Insuffisuensi vena kronik Thrombosis vena dalam Buerger disease

• Jawaban: B. Limfedema

13. Lymphoedema Definisi • A primary role of the lymphatic system is to transport proteins from the interstitium to the heart. • When the transport capacity of the lymphatic system is reduced, proteins accumulate in the interstitium. • Accumulated proteins attract water, which creates a high protein swelling in the subcutaneous tissues called lymphedema.

Etiologi Primary Lymphedema • Occurs when the lymphatic system does not maturate properly during fetal development. 1. Aplasia. 2. Hypoplasia. 3. Hyperplasia.

• Can be familial, genetic, or hereditary. • Lymphedema congenital: symptoms present at birth. • Lymphedema praecox: symptoms onset before the age of 35 (commonly during puberty). • Lymphedema tardum: symptoms onset at the age of 35 or after.

Etiologi Secondary Lymphedema • Occurs secondary to a disruption or obstruction of the lymphatic system caused by: 1. Filariasis (#1 cause worldwide). 2. Lymph node surgery/radiation due to cancer (#1 cause in the United States). 3. Other: chronic venous insufficiency (CVI) deep vein thrombosis (DVT), infection, surgery/trauma, lipedema, and obesity

Manifestasi Klinis

Pemeriksaan Laboratorium • Blood urea nitrogen, creatinine, liver function tests, albumin, urine analysis, and thyroid function tests are obtained to exclude possible systemic causes of edema. • Genetic testing may be practical in defining a specific hereditary syndrome with a discret gene mutation such as lymphedema distichiasis (FOXC2), Milroy’s disease (VEGFR-3), Meige’s disease, or Klippel-Trenaunay-Weber syndrome.

Stemmer Sign

kulit pada pangkal MTP 2 tidak dapat dicubit atau ditarik

13. Tatalaksana • Complete decongestive therapy (CDT) is backed by longstanding research and experience as the primary treatment of choice for lymphedema in both children and adults • CDT involves a two-phase treatment program: • Phase 1—Reduce tissue congestion of affected body part with daily treatments: • • • •

Manual lymph drainage. Skin care. Compression wrapping of limb. Decongestive exercises.

13. Tatalaksana Phase 2—Maintain decongestion with Home Maintenance Program: • Daily use of elastic and inelastic compression garments that are properly fitted according to circumference and length to prevent lymphedema from returning. • Compression is graduated; most of the compression is distal with decreasing compression in the stocking proximally. • Different knits and compression classes are available for different stages of lymphedema. • Choices of garments include belowthe-knee stockings, thigh-high stockings, pantyhose, sleeves, bras, and truncal garments.

Soal no 14 • Wanita usia 65 tahun datang dengan keluhan kuning pada mata dan kulit selama 3 hari. Keluhan tidak disertai demam, mual, muntah dan sakit perut. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak. Pasien menyangkal ada riwayat batu empedu. TTV dalam batas normal. Pada PF didapatkan Courvoisier Sign Positif. Diagnosis yang mungkin pada pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Batu common bile duct Batu pada vesica fellea Batu ductus cysticus Batu tersembunyi Ca Caput Pankreas

• Jawaban: E. Ca Caput Pankreas

14. Tumor Pankreas • 90% tumor ganas pada eksokrin pankreas. • Angka kematian tinggi, 98% meninggal. • Faktor risiko • Eksogen (merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, zat karsinogen industri) • Endogen (usia, riwayat penyakit pankreas) • Genetik (mutasi gen K-ras, deplesi dan mutasi gen p53, p16, DPC4, dan BRCA2)

Tumor Pankreas Manifestasi klinis • Nyeri perut (90% kasus) • Penurunan BB lebih dari 10% • Ikterus obstruktif (80-90% tumor kaput pankreas) • Gizi kurang • Teraba massa padat pada epigastrium, sulit digerakkan • Ikterus dan pembesaran kandung empedu (Cuorvoisier’s sign) • Hepatosplenomegai • Nodul periumbilikus (Sister Mary Joseph’s nodule) • Trombosis vena dan migratory thrombophlebitis (Trousseau’s syndrome) • Perdarahan GI • Edema tungkai

Pemeriksaan Penunjang • Lab (kenaikan serum amilase, lipase, glukosa; anemia, hipoalbuminemia, kenaikan bilirubin serim, alkali fosfatase, gamma GT, PT memanjang, kenaikan enzim transaminase, dsb • Tumor marker (CEA naik pada 85%, Ca 19-9 memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi) • Radiografi (filling defect, angka 3 terbalik) • USG • CT Scan • MRI • ERCP (menyingkirkan diagnosis kelainan gastroduodenum dan ampula Vateri) • EUS (endoscopic ultrasonography)

Soal no 15 • Ny. Chang’e Moon Palace Immortal, 23 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama diare. Diare yang terjadi terkadang disertai lendir. Diare paling parah dirasakan pada pagi hari dengan frekuensi sekitar 3-4 kali BAB. Pasien juga mengeluhkan diare kambuh setiap pasien menghadapi ujian. Pada pemeriksaan ditemukan lendir pada feses. Tatalaksana yang tepat pada pasien tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

laxative probiotik makanan berserat obat spasmolitik Loperamide

• Jawaban: E. Loperamide

15. IBS • Irritable Bowel Syndrome (IBS)  kelainan fungsional usus kronik berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan. • Rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS. • Tidak ada bukti kelainan organik.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013

15. IBS Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu: • IBS dengan diare (IBD-D): • Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu • Ditemukan pada sepertiga kasus • Lebih umum ditemui pada laki-laki

• IBS dengan konstipasi (IBS-C): • Feses padat/bergumpal ≥25% waktu dan feses lembek/cair <25% waktu • Ditemukan pada sepertiga kasus • Lebih umum ditemui pada wanita

• IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS-M) • Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu • Ditemukan pada sepertiga kasus

• Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3 minggu dalam 3 bulan. Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013

Tatalaksana IBS

• Non farmakologi

• IBS tipe konstipasi diet tinggi serat • IBS tipe diare  membatasi makanan yang mencetuskan gejala

• Farmakologi • IBS-C • bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride), aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)

• IBS-D • antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan

• Nyeri, kembung dan distensi • antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013

Soal no 16 • Ny. Ruby Lady Zombie, 56 tahun, datang ke RS keluhan nyeri pada kedua tangan dan lutut sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri terutama dirasakan pada pagi hari dan sendi pasien dirasakan semakin membengkak. Pada pemeriksaan cairan sendi didapatkan hasil berupa gambaran sel epiteloid nekrosis dan limfoid maupun plasma. Apa proses yang mendasari keluhan pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Bone eburnation Gumma Pannus Osteofit Tophus

• Jawaban: C. Pannus

16. Rheumatoid Arthritis • Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai oleh poliartritis perifer yang simetrik. • Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular. • Berbagai faktor risikonya meliputi infeksi (mycoplasma, EBV, parvovirus, rubella), genetik, wanita usia produktif. • Terdapat: • inflamasi dan proliferasi synovium • Kartilago sendi menghilang • Erosi juxtarticular

Rheumatoid Arthritis • Skor 6/lebih: definite RA. • Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG

Gambaran Klinis dan Patofisiologi • GEJALA UMUM

• Demam • Lemas • Penurunan Berat Badan

• GEJALA LOKAL

• Poliartritis simetris terutama pada PIP, MCP • Kekakuan sendi >30 menit • Sendi merah, bengkak • Deformitas sendi

• EKSTRA-ARTIKULAR • • • • •

Nodul Rematoid Keratokonjungtivitis sicca Efusi pericardium Pyoderma gangrenosum Anemia

Terapi 1. Synthetic DMARDS

3. low-dose glucocorticoids

2. Biologic DMARDS

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013

Kompetensi Dokter Umum

O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013

Ciri

OA

RA

Gout

Spondilitis Ankilosa

Female>male, >50 tahun, obesitas

Female>male 40-70 tahun

Male>female, >30 thn, hiperurisemia

Male>female, dekade 2-3

gradual

gradual

akut

Variabel

Inflamasi

-

+

+

+

Patologi

Degenerasi

Pannus

Mikrotophi

Enthesitis

Poli

Poli

Mono-poli

Oligo/poli

Tipe Sendi

Kecil/besar

Kecil

Kecil-besar

Besar

Predileksi

Pinggul, lutut, punggung, 1st CMC, DIP, PIP

MCP, PIP, pergelangan tangan/kaki, kaki

MTP, kaki, pergelangan kaki & tangan

Sacroiliac Spine Perifer besar

Bouchard’s nodes Heberden’s nodes

Ulnar dev, Swan neck, Boutonniere

Kristal urat

En bloc spine enthesopathy

Osteofit

Osteopenia erosi

erosi

Erosi ankilosis

-

Nodul subkutan, pulmonari cardiac splenomegaly

Tophi, olecranon bursitis, batu ginjal

Uveitis, IBD, konjungtivitis, insuf aorta, psoriasis

Normal

RF +, anti CCP

Asam urat

Arthritis

Prevalens

Awitan

Jumlah Sendi

Temuan Sendi

Perubahan tulang

Temuan Extraartikular

Lab

Soal no 17 • Laki-laki, 50 tahun, datang dengan gangguan pendengaran sejak 1 bulan yang disertai telinga berdenging, sakit kepala berputar. Pasien sedang menjalani pengobatan TB dan memiliki hipertensi. Pada pemeriksaan otoskop didapatkan membrane timpani intak, keabuabuan, refleks cahaya + kedua telinga. Keluhan pada pasien tersebut merupakan komplikasi dari obat apa?

a. b. c. d. e.

Etambutol INH Streptomisin Hidroklortiazid Captopril

• Jawaban: C. Streptomisin

17. Efek samping OAT

Soal no 18 • Ny. Karina Gemini Halo, 30 tahun, datang ke RS dengan keluhan bengkak pada ibu jari kaki kanan sejak 1 hari yang lalu. Keadaan ini sering kambuh-kambuhan sejak tiga bulan yang lalu dan tidak ada obat rutin yang diminum oleh pasien. Pada pemeriksaan didapatkan hasil laboratorium berupa kadar asam urat 12 mg/dL. Pengobatan yang diberikan pada pasien saat ini adalah…

a. b. c. d. e.

Allopurinol Probenesid Indometasin Amoksisilin Parasetamol

• Jawaban: C. Indometasin

18. Nyeri Sendi Gout: • Transient attacks of acute arthritis initiated by crystallization of urates within & about joints,

• leading eventually to chronic gouty arthritis & the appearance of tophi. • Tophi: large aggregates of urate crystals & the surrounding inflammatory reaction.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011. Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.

Acute Gout

Tophy in chronic gout Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.

• Recommended first-line options for acute flare are colchicine (within 12 hours of flare onset) at a loading dose of 1 mg followed 1 hour later by 0.5 mg on day 1 • and/or an NSAID (plus a proton pump inhibitor if appropriate), oral corticosteroids (30–35 mg/day of equivalent prednisolone for 3–5 days) • or articular aspiration and injection of corticosteroids. • The task force does not prioritise between these options because of no direct comparative evidence • Colchicine and NSAIDs should be avoided in patients with severe renal impairment. Colchicine should not be given to patients receiving strong P-glycoprotein and/or CYP3A4 inhibitors such as cyclosporin or clarithromycin.

Kristal Birefringent

• Positive birefringent pseudogout • Negative birefringent  gout

Soal no 19 • Seorang perempuan berumur 57 tahun datang ke UGD rumah sakit dengan keluhan sesak yang semakin memberat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi tapi tidak pernah kontrol ke dokter. Dilakukan pemeriksaan fisik, TD 210/110 mmHg, nadi 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 35,5o C. Pada kedua lapang paru ronkhi +/+, gallop +/+. Apakah yang menyebabkan pasien sesak?

a. b. c. d. e.

Cairan eksudat masuk ke alveolus Cairan transudat masuk ke alveolus Penurunan tekanan hidrostasis dan plasma protein Peningkatan tekanan plasma protein Masuknya cairan ke pleura (efusi pleura)

• Jawaban: B. Cairan transudat masuk ke alveolus

19. Gagal Jantung Kongestif • Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor • Kriteria minor dapat diterima bila tidak disebabkan oleh kondisi medis lain seperti hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik, asites, atau sindrom nefrotik • Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif dan 78% spesifik untuk mendiagnosis

Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. Archives of Family Medicine 1999.

19. Gagal Jantung

• Contoh aktivitas fisik biasa: berjalan cepat, naik tangga 2 lantai • Contoh aktivitas fisik ringan: berjalan 20-100 m, naik tangga 1 lantai Pathobiology of Human Disease: A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms

19. Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.

19. Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan oleh otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang atau mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah. BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP. • Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.

19. Gagal Jantung

Soal no 20 • Seorang laki-laki datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak disertai batuk sejak 3 tahun terkadang dahak kehitaman. TTV normal. PF perkusi sonor, stem fremitus normal, auskultasi suara napas vesikuler. Radiologi didapatkan gambaran bulatan kecil-kecil di paru bagian atas. Apa sel yang menjadi pertahanan pertama dari paru-paru?

a. b. c. d. e.

Sel goblet Sel plumosit tipe 2 Sel alveolar Sel makrofag alveolar Sel pneumosit tipe 1

• Jawaban: D. Sel makrofag alveolar

20. Alveolar Cell Type

Soal no 21 • Tn. Aldous Red Mantle, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan terdapat benjolan di leher. Menurut pasien benjolan tersebut sudah dirasakan timbul pada leher sejak 1 tahun terakhir. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 88x/mnt, RR 20 x/mnt dan suhu 36,5 C. Pada PF terdapat benjolan di mediastinum, radiologi didapatkan timoma. Dimana tempat tersering terjadinya kelainan tersebut?

a. b. c. d. e.

Mediastinum superior dan anterior Mediastinum inferior dan posterior Mediastinum posterior Mediastinum superior Mediastinum anterior

• Jawaban: E. Mediastinum anterior

21. Thymoma • Thymoma originates within the epithelial cells of the thymus, a lymphoid organ located in the anterior mediastinum. • Etiology • The etiology of thymomas has not been elucidated; • however, these lesions have been associated with various systemic syndromes.

• As many as 30-40% of patients who have a thymoma experience symptoms suggestive of MG

21. Thymoma • Manifestasi klinis • Present with cough, chest pain, superior vena cava (SVC) syndrome, dysphagia, and hoarseness if the recurrent laryngeal nerve is involved. • One third of cases are found incidentally on radiographic examinations during a workup for myasthenia gravis (MG).

Pemeriksaan Lab • The diagnosis of a thymoma usually is clinically based on radiologic findings. Laboratory studies generally are not indicated.

Pemeriksaan Imaging • Foto Polos • Posteroanterior (PA) and lateral chest radiographs can detect most thymomas. • On the PA view, the lesion typically appears as a smooth mass in the upper half of the chest, overlying the superior portion of the cardiac shadow near the junction of the heart and great vessels.

Pemeriksaan Imaging

Tatalaksana • Kemoterapicisplatin/vincristine/doxorubicin/cyclophosp hamide • Operasi • Kortikosteroid • Case reports have documented the administration of oral glucocorticoids resulting in regression of an invasive thymoma. • In one case, the patient showed complete regression to the thymoma and associated symptoms and has remained without radiologic recurrence after 12 months.

Soal no 22 • Tn. Claude Partners in Crime, 37 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama batuk- batuk berdahak berwarna hijau sejak 3 hari smrs. Pasien memiliki riwayat AIDS dengan terapi selama 3 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronchi basah kasar. Pada rontgen didapatkan Infiltrat difus pada hilis kiri dan kanan. Penyebab penyakit pada pasien tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

Pneumocystis jiroveci Legionella longbeache Kleibseilla pneumonia Staphilococus pneumonia Mycoplasma pneumonia

• Jawaban: A. Pneumocystis jiroveci

22. Pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP) Definisi Pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP) is a serious respiratory infection caused by the fungal pathogen P. jiroveci (formerly known as P. carinii ).

Manifestasi Klinis • Fever, cough, shortness of breath present in almost all cases. May be subacute or insidious. • Lungs frequently clear to auscultation,although rales occasionally present. • Cyanosis and pronounced tachypnea in severe cases. • Hemoptysis unusual. • Spontaneous pneumothorax

22. Pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP)

Pemeriksaan Lab • Arterial blood gas monitoring. • Elevated lactate dehydrogenase in majority of cases. • HIV antibody test and CD4 cell count if cause of underlying immune deficiency state is unclear. • Beta-D-glucan testing may be positive (92% sensitivity, 86% specificity).

Pemeriksaan Imaging • PJP may appear as diffuse, unilateral, bilateral, or interstitial infiltrates on chest x-ray or CT. Imaging may be normal in up to one quarter of individuals.

Tatalaksana • Non Farmakologis • Supplemental oxygen. • Ventilatory support if needed. • Prompt thoracotomy if pneumothorax develops.

• Farmakologis • Trimethoprim-sulfamethoxazole (15-20 mg/kg trimethoprim and 75-100 mg/kg sulfamethoxazole qd) PO or IV per day divided and given q6 to 8h.

Soal no 23 • Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan peningkatan berat badan terutama di wajah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi, dengan wajah bulat dan striae di perut. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hiperglikemia, kadar kortisol dan androgen yang tinggi. Apakah hormon yang meningkat sehingga menyebabkan hipertensi pada kasus ini yang paling tepat?

a. b. c. d. e.

Kortisol Aldosteron Androgen Thyroid estrogen

• Jawaban: A. Kortisol

23. SINDROM CUSHING Sindrom Cushing (hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism) • Kondisi klinis yang disebabkan oleh pajanan kronik glukokortikoid berlebih karena sebab apapun.

• Penyebab: • Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis anterior (penyakit Cushing). • ACTH ektopik (C/: ca paru) • Tumor adrenokortikal • Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000. McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.

PATOFISIOLOGI

• Terjadi sekresi ACTH dan produksi kortisol berlebih.

Wondisford F E. A new medical therapy for Cushing disease? J Clin Invest. 2011)

TANDA DAN GEJALA Tanda/gejala Obesitas batang tubuh Muka bulan Hipertensi Atrofi kulit dan memar Diabetes atau intoleransi glukosa Disfungsi gonad Kelemahan otot Hirsutisme, jerawat Gangguan mood Osteoporosis Edema Polidipsi/poliuria Infeksi jamur

Frekuensi (%) 97 89 76 75 70 69 68 56 55 40 15 10 8

(Boscaro M, Amaldi G. Approach to the Patient with Possible Cushing’s Syndrome. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 2009)

Pemeriksaan Low-dose dexamethasone supression test

Dexametason Suppresion Test • The low-dose (2 mg) dexamethasone suppression test is useful to exclude pseudoCushing’s syndrome if the previous results are equivocal. • The high-dose (8 mg) dexamethasone test and measurement of ACTH by radioimmunoassay are useful to determine the etiology of Cushing’s syndrome.

Tatalaksana • Reseksi bedah jika penyebabnya adenoma atau tumor adrenal • Jika bedah transsphenoidal (TSS) tidak berhasil adrenalectomydgn operasi atau dgn obat mitotane,; ketoconazole (±metyrapone) utk ↓ kortisol

• Glucocorticoid replacement therapy • 6–36 bulan pasca TSS

• Seumur hidup jika pasca adrenalectomy

Soal no 24 • Ny.A, 32 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut yang hilang timbul dan diare sejak 4 bulan SMRS. Nyeri perut dirasakan pada perut bagian tengah dan kanan bawah. Pasien juga mengeluhan berat badan turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/70 mmHg, HR 85x/mnt, RR 14x/mnt dan suhu 36,7C. Pada mulut didapatkan ulkus dangkal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan minimal pada kuadran kanan bawah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 10.2 g/dL, leukocytes 14,500/mm', Platelets 530,000/mm dan LED 48 mm/jam. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Giadiasis IBS Intoleransi laktosa Kolitis ulseratif Chron disease

• Jawaban: E. Chron disease

24. IBD • IBD: penyakit kronik karena aktiviasi imun di mukosa saluran cerna. • Kolitis ulseratif • Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare dengan/tanpa darah. • Gejala lainnya meliputi tenesmus, urgency, nyeri rektal, pasase mukus tanpa diare. • Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri bawah. • Lokasi lesi bervariasi dari proctosigmoiditis, lef-sided disease sampe proksimal kolon desenden, hingga universal colitis.

• Crohn disease • Lesi bisa di area saluran cerna manapun. • Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di kanan bawah, memberat setelah makan, • Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di kanan bawah

Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.

IBD

IBD

Kolitis ulseratif

Crohn’s disease

Inflamasi

Mukosa

Transmural

Luas area

Rectum  proksimal Continuous 50% proctosigmoiditis, 30% left-sided colitis, 20% pancolitis

Mulut – anus Skip lesion

Patologi

Mukosa rapuh Ulkus difus Pseudopolip

Mukosa tidak rapuh Ulkus aphthous Cobblestone, fisura

Barium enema

Tepi kabur (granularitas mukosa halus) Haustra kolon hilang “lead pipe”

Lesi tajam, cobblestone, ulkus dan fisura panjang, “string sign”

Mikroskopik

Inflamasi superfisial PMN Abses kripti

Inflamasi transmural Limfosit Granuloma non-kaseosa Fibrosis, ulkus, fisura

Soal no 25 • Tn.Hanzo Akuma Ninja, usia 70 tahun, dibawa ke IGD oleh kelurganya dengan keluhan utama tidak sadarkan diri sejak 1 hari smrs. Pasien diketahuui sudah 7 hari batuk terus menerus. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 70/50mmHg, HR 104x/mnt, suhu 39,7C dan RR 26x/mnt. Pada pemeriksaan lab didapatkan leukositosis. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Syok hipovolemik Syok neurogenik Syok sepsis Syok hemoragik Syok obstruktif

• Jawaban: C. Syok sepsis

25. Sepsis Guideline 2016

• SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction

Sepsis 2016

Perbedaan kriteria sepsis lama dan baru Terminologi

Sepsis Kriteria Lama

Sepsis 2016

Sepsis

SIRS disertai dengan infeksi fokal

Disfungsi organ akibat infeksi (SOFA > 2)

Sepsis berat

Sepsis dengan disfungsi organ

Tidak ada

Syok sepsis

Sepsis dengan hipotensi walaupun dengan pemberian cairan adekuat

Sepsis yang membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan MAP>65 dan laktat >2 mmol/L

Pemeriksaan Sepsis • Laboratorium

• Cultures of blood and examination and culture of sputum, urine, wound drainage, stool, and CSF, depending on the presenting signs and symptoms for each patient. • CBC with differential, coagulation profile. • Routine chemistries, LFTs. • ABGs, lactic acid level; Procalcitonin can be useful as a marker of bacterial infection as a cause of the sepsis. • Urinalysis.

• Imaging

• Chest x-ray • Other radiographic and radioisotope procedures according to suspected site of primary infection.

Tatalaksana Sepsis

Soal no 26 • Seorang pria, 26 tahun, datang dengan keluhan demam seperti ditusuk sejak 5 hari yang lalu. Keluhan disertai nyeri dada yang memberat jika menarik napas atau berbaring. Nyeri dada berkurang jika pasien membungkuk atau condong ke depan. Nyeri dada tidak bertambah dengan aktivitas. Pasien tampak sakit sedang, TD 120/70, HR 120x/menit, RR 24x/menit, T 38.2 C. Pemeriksaan fisik didapatkan bunyi S1 dan S2 normal, friction rub (+). Pemeriksaan lab didapatkan leukositosis. Pemeriksaan EKG didapatkan sinus takikardia, depresi PR, dan ST elevasi di hampir semua lead. Diagnosis yang tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Sindroma koroner akut Endokarditis infektif Gagal jantung Perikarditis akut Miokarditis akut

• Jawaban: D. Perikarditis Akut

26. Perikarditis Definisi Peradangan pada lapisan pericardium jantung, disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, atau virus. Dapat mengakibatkan restriksi pompa jantung yang akan berakibat terjadinya tamponade kordis.

26. Perikarditis

Diagnostic Criteria • Chest pain: anterior chest, sudden onset, pleuritic; may decrease in intensity when leans forward, may radiate to one or both trapezius ridges • Pericardial friction rub: most specific, heard best at LSB • EKG changes: new widespread ST elevation or PR depression • Pericardial effusion: absence of does not exclude diagnosis of pericarditis • Supporting signs/symptoms:  Elevated ESR, CRP  Fever  leukocytosis

EKG

Electrocardiogram in acute pericarditis showing diffuse upsloping ST segment elevations seen best here in leads II, III, aVF, and V2 to V6. There is also subtle PR segment deviation (positive in aVR, negative in most other leads). ST segment elevation is due to a ventricular current of injury associated with epicardial inflammation; similarly, the PR segment changes are due to an atrial current of injury which, in pericarditis, typically displaces the PR segment upward in lead aVR and downward in most other leads.

Tatalaksana • Tatalaksana Akut • High-dose aspirin 650 to 1000 mg tid. • Colchicine 0.5 to 0.6 mg bid should be used in combination with aspirin/NSAIDs. Several randomized trials as well as a recent meta-analysis  colchicine is effective in both reducing symptoms and the rates of recurrent pericarditis. • Close observation of patients when there is suspicion for cardiac tamponade, myopericarditis, or bacterial (purulent) pericarditis. • Avoidance of anticoagulants  riks of hemopericardium

• Tatalaksana Etiologi • Bacterial pericarditis: systemic antibiotics and surgical drainage of pericardium • Collagen vascular disease: prednisone • Uremia: dialysis

Soal no 27 • Tn Leomord Frostborn Paladin, 48 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri perut sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan BAB hitam. Pada pasien didapatkan riwayat sering minum jamu karena keluhan nyeri lutut sejak 1 tahun. Pasien juga mengeluhkan berat badan dirasakan meningkat sejak 1 bulan terakhir. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Batu kandung ampedu Uklus duodendum Gastritis erosif Kolesistitis Pankreatitis

• Jawaban: C. gastritis erosive

27. Gastropati NSAID • Patogenesis gastropati NSAID inhibisi enzim COX-1 dan prostaglandin yang merupakan gastroprotektif  menghambat produksi mukus pada gaster permeabilisasi membran  disrupsi pertahanan epitelial produksi mediator proinflamatorik

• Gejala dapat berupa dispepsia atau dapat bermanifestasi sebagai ulkus peptikum

27. GI Bleeding • Specific causes of upper GI bleeding may be suggested by the patient's symptoms: • Gastritis/gastropathy/duodenitis/Peptic ulcer: • epigastric or right upper quadrant pain

• Esophageal ucer: • odynophagia, gastroesophageal reflux, dysphagia

• Mallory-Weiss tear: • emesis, retching, or coughing prior to hematemesis

• Variceal hemorrhage or portal hypertensive gastropathy: • jaundice, weakness, fatigue, anorexia, abdominal distention

• Malignancy: • dysphagia, early satiety, involuntary weight loss, cachexia

• Lesi Vascular • Perdarahan Oropharyngeal & epistaxis  darah tertelan

Tatalaksana Khusus perdarahan non-variseal (ulkus peptik) • Endoskopi • Perdarahan aktif  terapi endoskopik dan PPI IV • Bekuan adheren  pertimbangkan terapi endoskopi dan PPI IV • Dasar bersih  tanpa terapi endoskopik dan PPI oral

• PPI IV  bolus 80 mg dilanjutkan drip 8 mg/jam selama 72 jam. • Untuk penyebab non varices : • Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton • Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab • Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati

Soal no 28 dan 29 28. Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan luka pada kaki. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ulkus digiti 2 pedis dekstra. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada tungkai terutama saat berjalan. Terdapat riwayat kemoterapi kanker payudara dan pasien sudah dinyatakan sembuh. Apakah kemungkinan diagnosis pasien diatas?

a. b. c. d. e.

Acute limb ischemic Ulcus varicosum Tromboangitis obliterans Critical limb ischemic Deep vein thrombosis

• Jawaban: D. Critical limb ischemic

29. Seorang laki-laki, 55 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri di betis kanan yang memberat saat aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Pasien memiliki riwayat DM, hipertensi dan hiperkolesterolemia. Pemeriksaan fisik 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, T 36.7 C. Pemeriksaan fisik didapatkan tungkai kanan edema, eritema, dan teraba hangat. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah..

a. b. c. d. e.

USG Duplex vein ultrasound Arteriografi CT scan MRI

• Jawaban: C. Arteriografi

28-29. Peripheral Artery Disease Term

Definition

Claudication

Fatigue, discomfort, cramping, or pain of vascular origin in the muscles of the lower extremities that is consistently induced by exercise and consistently relieved by rest (within 10 min).

Acute limb ischemia (ALI)

Acute (<2 wk), severe hypoperfusion of the limb characterized by these features: pain, pallor, pulselessness, poikilothermia (cold), paresthesias, and paralysis. • One of these categories of ALI is assigned (Section 10): I. Viable—Limb is not immediately threatened; no sensory loss; no muscle weakness; audible arterial and venous Doppler. II. Threatened—Mild-to-moderate sensory or motor loss; inaudible arterial Doppler; audible venous Doppler; may be further divided into IIa (marginally threatened) or IIb (immediately threatened). III. Irreversible—Major tissue loss or permanent nerve damage inevitable; profound sensory loss, anesthetic;

Term

Definition

Tissue loss

Type of tissue loss: • Minor—nonhealing ulcer, focal gangrene with diffuse pedal ischemia. • Major—extending above transmetatarsal level; functional foot no longer salvageable

Critical limb ischemia (CLI)

A condition characterized by chronic (≥2 wk) ischemic rest pain, nonhealing wound/ulcers, or gangrene in 1 or both legs attributable to objectively proven arterial occlusive disease.

Etiology • PAD is primarily the result of atherosclerotic narrowing of the arterial lumen that results in impaired blood flow to the lower-extremity tissues. • Symptoms initially manifest with exercise as metabolic demands increase. • Critical limb ischemia (CLI), defined by rest pain or ischemic gangrene, may develop gradually from progressive atherosclerosis or in a subacute fashion from multisegmental atherothrombosis or atheroembolization. • In contrast, acute limb ischemia (ALI) is marked by a sudden onset of symptoms in a previously asymptomatic patient with an underlying embolic predisposition.

PAD Classification

• Insufisiensi arteri perifer >2 minggu • Klaudikasio intermitten – Dipicu aktivitas & elevasi tungkai – Metabolisme anaerob  asam laktat  muscle cramping – Nyeri atau burning pada plantar pedis

• Dx: ABI

29. Pemeriksaan Peripheral Arterial Disease • The diagnosis of PAD can be confirmed by measuring the ABI or Toe-Brachial Index. • Duplex ultrasound (DUS) incorporates anatomic and physiologic evaluation by combining 2D ultrasound to visualize arterial segments and pulse wave Doppler to sample blood flow velocities at specific locations in the arterial lumen. • Conventional contrast angiography remains the gold standard modality, • but duplex ultrasonography, computed tomography angiography (CTA), and magnetic resonance angiography (MRA) have largely replaced catheter-based angiography in anatomic assessment for revascularization

Tatalaksana • Antiplatelet : reduce risk of myocardial infarction, stroke, and vascular death in individuals with symptomatic PAD  aspirin (75 to 325 mg) or clopidogrel (75 mg) (Class I) and in asymptomatic patients (Class IIa). • No clear benefit has been observed with combination aspirin and clopidogrel therapy. • Lipid-lowering therapy  target LDL  <100 mg/dL and possibly <70 mg/dL in high-risk patients. • Management of hypertension with a goal of <140/90 mm Hg or <130/80 mm Hg if the patient has diabetes or chronic renal disease.

Tatalaksana Klaudikasio • Olahraga

• minimum of 30 to 45 min, in sessions performed at least three times per week for a minimum of 12 wk.

• Cilostazol (100 mg bid)

• indicated as effective therapy for enabling pain-free and maximal walking distance (Class 1).

• Pentoxifylline

• approved as second-line alternative therapy for symptomatic relief of PAD symptoms.

• Naftidrofuryl

• a serotonin 5HT2 receptor antagonist, has favorable vasoactive and rheological properties with few adverse effects.

Soal no 30 • Pasien, laki-laki 65 tahun, datang dengan keluhan ada riwayat nyeri BAB dan berdarah saat BAB selama sebulan terakhir. Pemeriksaan TTV dalam batas normal, nyeri tekan di bagian perut kanan. Dilakukan pemeriksaan barium enema dan ditemukan gambaran sebagai berikut : Apa diagnosa pasien tersebut ?

a. b. c. d. e.

Colitis Polip Crohns disease Multiple polip kolon Multiple divertikuli kolon

• Jawaban: E. Multiple divertikuli kolon

30. Penyakit divertikular • Divertikula

• Kantung yang terbentuk keluar pada bagian lemah dari dinding usus

• Divertikulosis

• Kondisi adanya diverticula • Umumnya tidak bergejala

• Penyakit divertikular

• Kondisi divertikulosis dengan gejala: nyeri perut, begah, perubahan pola BAB, BAB darah

• Divertikulitis akut

https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2552211

• Kondisi terjadinya inflamasi atau infeksi pada diverticula • Gejala: nyeri perut konstan, demam, perubahan pola BAB, BAB darah, takikardi

Penyakit divertikular • Jarang di usia <40 tahun • Hampir >50% alami di usia 60-80 tahun

• Paling banyak terjadi pada kolon sigmoid, dengan 95% komplikasi pada lokasi ini • Penyebab pasti tidak diketahui • Faktor resiko: • Kurang asupan serat pangan  tekanan intralumen meningkat  memaksa mukosa alami herniasi pada titik lemah (tempat dekat penetrasi pembuluh darah, mis arteri perforantes)

Diagnosis • Divertikulosis tanpa gejala, biasanya ditemukan tidak sengaja saat kolonoskopi untuk tujuan lain • Pada diverticulitis akut: leukositosis, peningkatan CRP dan LED • Pemeriksaan penunjang: • CT scan abdomen  paling bagus konfirmasi diverticulitis akut, identifikasi adanya komplikasi • Kolonoskopi  resiko perforasi di kondisi akut • Barium enema (X ray + kontras barium)

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2780264/

Pemeriksaan penunjang: pencitraan Kontras barium enema • Pemeriksaan sensitifitas tinggi (8092%) untuk deteksi diverticulosis • Kontraindikasi: • pasien hemodinamik tidak stabil • Dianjurkan hindari pada kasus akut • resiko perforasi dan peritonitis akibat barium (beberapa studi nyatakan aman bila tidak ada tanda perforasi, pilih kontras larut air) • Umum digunakan pada diverticulitis kronik • Temuan: • gambaran kontras mengisi kantung dinding kolon,

Gambaran meniscus pada diverticula yang terisi kontras barium

Pemeriksaan penunjang: pencitraan CT scan • Gold standard • Sensitifitas (79-99%) dan spesifisitas tinggi • Dianjurkan CT scan abdomen dengan kontras (per oral umumnya, kontras IV untuk identifikasi abses dinding kolon) • Bisa dilakukan pada pasien kondisi akut • Temuan: penebalan dinding kolon (>4 mm), diverticula, arrowhead sign, pericolic abscess, fistula, extrapelvic abscess

Perbandingan pencitraan barium enema pada diagnosis banding (1) Polip kolon

Target sign

Temuan: - Kubah pada gambaran polip mengarah keluar, sementara diverticulum mengarah ke luar

Perbandingan pencitraan barium enema pada diagnosis banding (2) Chron’s disease

Tatalaksana • Divertikulosis asimptomatik • Tingkatkan aktivitas fisik dan asupan serat pangan serta probiotik

• Diverikulitis simptomatik tanpa komplikasi • • • • • •

Analgesik : Paracetamol atau NSAIDs Antispasmodik : Papaverin, Mebevirine Antibiotik IV Fluid Pastikan kecukupan cairan & clear liquid diet Bila pasien usia lanjut dan tidak stabil (sakit berat): nil by mouth, total parenteral nutrition

Tatalaksana • Diverikulitis simptomatik dengan komplikasi • Analgesik : Paracetamol atau NSAIDs • Antispasmodik : Papaverin, Mebevirine • Antibiotik • IV Fluid • Nil by mouth • Evaluasi komplikasi NICE guideline: Diverticular disease final scope https://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1229.pdf

Komplikasi dan tatalaksana • Abses

• Antibiotik + CT guided drainage

• Fistula  bisa enterocolic, colovaginal, atau colovesical • bedah reseksi kolon

• Perdarahan • • • •

biasanya tiba tiba dan tidak nyeri bed rest, transfusi darah bila perlu, lokalisir sumber perdarahan dengan angiografi atau kolonoskopi embolisasi atau reseksi kolon bila perlu

• Perforasi

• tanda ileus, peritonitis • resusitasi bila perlu dan rencanakan laparotomi (Hartmann’s procedure)

ILMU BEDAH

Soal no 31 • Pasien usia 45 tahun perempuan datang dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kiri sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki profesi sebagai penjahit yang sudah ditekuni selama 20 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perabaan area lateral pergelangan tangan kiri hangat dan nyeri tekan, finklestein sign (+). Tanda vital dalam batas normal. Leukosit. 9.000, Hb : 11 g/dL, Trombosit 165.000. dan finklestein (+). Apa kemungkinan diagnosis pasien di atas?

a. b. c. d. e.

De Quarvein’s Syndrome Carpal Tunnel Syndrome Abses Cutan Fraktur Colles Kista Ganglion

• Jawaban: A. De Quarvein’s Syndrome

31. De Quervain’s Tenosynovitis • DeQuervain's Tenosynovitis adalah peradangan selubung tendon (disebut Synovium) pada bagian dasar ibu jari. • Tendon yang menggerakkan ibu jari menjadi terbatas dalam tunnel (terowongan) yang ketat. • Peradangan berasal dari gesekan yang ditimbulkan saat tendon menggelincir di sepanjang ibu jari dengan gerakan yang berulangulang. https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sportsmedicine/dequervain-tenosynovitis

Gejala Gejala utama yaitu rasa nyeri pada persendian pergelangan tangan dekat bagian bawah ibu jari. Gejala lainnya mencakup: • Rasa nyeri setelah terjadi peningkatan aktivitas yang melibatkan pergelangan dan tangan • Rasa nyeri berawal seperti rasa sakit dan terus berkembang sampai tahap ketika menggerakkan pergelangan tangan atau ibu jari menimbulkan rasa nyeri yang menusuk di area yang terpengaruh • Area pergelangan tangan yang sakit dapat membengkak https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sportsmedicine/dequervain-tenosynovitis

Soal no 32 • An Khozin, jenis kelamin laki-laki, usia 12 bulan, diantar ibunya ke poliklinik tempat Anda praktek. Ibu pasien mengeluhkan mengenai adanya benjolan di punggung anaknya. Benjolan di punggung sudah ada sejak anaknya lahir. Nadi 100x/ menit, RR 24x/ menit, dan suhu afberis. Perkembangan komunikasi dan motorik pasien dirasa terganggu. Apakah diagnosis yang mungkin pada pasien?

a. b. c. d. e.

Spina bifida Syndrome rett Guillane Barre Syndrome Multiple Sclerosis Myasthenia Gravis

• Jawaban: A. Spina bifida

32. Spina Bifida • Spina bifida berarti terbelahnya arcus vertebrae dan bisa melibatkan jaringan saraf di bawahnya atau tidak. • Spina bifida disebut juga myelodisplasia • suatu keadaan dimana ada perkembangan abnormal pada tulang belakang, spinal cord, saraf-saraf sekitar dan kantung yang berisa cairan yang mengitari spinal cord.

• Kelainan ini menyebabkan pembentukan struktur yang berkembang di luar tubuh

210

Spina Bifida Classifications Several classifications that vary in severity depending on location and extent of opening • Spina bifida occulta • Spina bifida aperta A. Spina Bifida cystica 1. meningocele 2. Myelomenigocele B. Myeloschisis • Spina bifida ventralis

Spina bifida occulta – tethered spinal cord • Often occurs later in life • Caused by limitations of movement of the spinal cord within the spinal column • Patients often have low back pain, weakness in the legs, and/or incontinence depending on the site of tethering http://www.uwhealth.org/images/ewebeditpro2/upload/6144_Fig ure_1.jpg

• Ringan • Lengkung-lengkung vertebranya dibungkus o/ kulit yg biasanya tidak mengenai jaringan saraf yg ada di bawahnya. • Cacat di daerah lumbosakral ( L4 – S1 ) • Biasanya ditandai dg plak rambut yg menutupi daerah yg cacat. • Kecacatan ini krn tdk menyatunya lengkung-lengkung vertebra ( defek tjd hanya pd kolumna vertebralis ) • Tjd pada sekitar 10% kelahiran

Spina bifida cystica – myelomeningocele • The bony vertebra is open, part of the meninges and part or all of the spinal cord is protruding out of the spinal canal • Since the spinal cord is protruding, it is often not fully developed • Involved nerve roots are often not developed resulting in weakness, pain, and/or paralysis

Spina bifida cystica – meningocele • The bony vertebra is open, part of the meninges is protruding out of the spinal canal • Since the spinal cord is not protruding, there is often normal function • Some cases of tethering have been reported

Meningomielokel • bentuk spina bifida dimana jaringan saraf ikut di dalam kantong tersebut. • Bayi yang terkena akan mengalami paralisa di bagian bawah • affected babies: leg paralysis and bladder and bowel control problems

216

Spina bifida ventralis – anterior opening • Much less common than other forms of spina bifida • Meningeal sac will protrude into the retroperitoneal space and impinge on retroperitoneal organs such as the duodenum, ascending/descending colon, kidneys, adrenal glands, pancreas, aorta, and inferior vena cava

http://myweb.lsbu.ac.uk/dirt/museum/margaret/871-3398-2082230.jpg

Myeloschisis/rakiskisis

Lumbar Myeloschisis

Soal no 33 • Ny Siti Markonah, 60 tahun, datang ke IGD rumah sakit dnegan keluhan sulit BAB sejak 1 bulan terakhir. Setiap BAB dirasakan tidak tuntas. Sering terdapat bekas kotoran pada celana dalam. Pasien memiliki 7 anak (2 laki-laki dan 5 perempuan). TD 130/90 mmHg, nadi 18x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu 37OC. Pada pemeriksaan tampak massa sirkumferensial yang keluar dari anus. Kemungkinan etiologi yang menyebabkan keluhan tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

Kelemahan otot panggul Kelemahan otot spincter ani Kelemahan plexus hemoroidalis interna Kelemahan plexus hemoridalis eksterna Kelemahan dinding rectum

• Jawaban: A. Kelemahan otot panggul

33. PROLAPS REKTUM (PROCIDENTIA)  Seluruh bagian rektum turun melalui anus  Penyebab : • Kelemahan otot dasar panggul • Tekanan abdomen yang meningkat

Gejala Klinik: • Terjadi prolap pada saat tekanan abdomen meningkat • Sfingter ani dilatasi dan lemah • Inkonentia alvi • Mukosa rektum lecet, mudah berdarah, mengeluarkan sekret mukous • Perlu tindakan manual untuk reposisi

Soal no 34 • Perempuan, 50 tahun, keluhan bengkak kedua tungkai bawah sejak 2 bulan, disertai nyeri, kemerahan dan gatal kulit kering. Pasien kebiasaan berdiri lama dan pakai hak tinggi. Pasien penderita diabetes sejak 5 tahun yang lalu. PF: edem tungkai, hiperemis, dan hangat. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

MRI Angiografi Venous Ultrasound CT Scan Foto Polos Tungkai

• Jawaban: C. Venous Ultrasound

34. DVT

Virchow Triads: (1) venous stasis (2) activation of blood coagulation (3) vein damage

Crurales Vein is a common and incorrect terminology

• Signs and symptoms of DVT include : – Pain in the leg – Tenderness in the calf (this is one of the most improtant signs ) – Leg tenderness – Swelling of the leg – Increased warmth of the leg – Redness in the leg – Bluish skin discoloration – Discomfort when the foot is pulled upward (Homan’s) http://www.medical-explorer.com/blood.php?022

American College of Emergency Physicians (ACEP)

Trombosis Vena Dalam • Skoring Wells – Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1) – Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1) – Terbaring selama > 3 hari (skor 1) – Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1) – Seluruh kaki bengkak (skor 1) – Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1) – Pitting edema unilateral (skor 1) – Vena superfisial kolateral (skor 1) – Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2) • Interpretasi: – >3: risiko tinggi (75%) – 1-2: risiko sedang (17%) – < 0: risiko rendah (3%)

Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015

Patient with suspect symptomatic Acute lower extremity DVT

Venous duplex scan

negative

Low clinical probability

observe

High clinical probability

positive

negative

Evaluate coagulogram /thrombophilia/ malignancy

Repeat scan / Venography Anticoagulant therapy contraindication

IVC filter

yes

No

pregnancy

OPD hospitalisation

LMWH

LMWH UFH

+

warfarin

Compression treatment

Color duplex scan of DVT

Venogram shows DVT

Soal no 35 • Tn Muslih, 37 tahun, datang ke IGD rumah sakit tempat Anda bekerja dengan diantar teman kerjanya. Pasien seorang pekerja pemasangan pipa jaringan listrik. Saat bekerja tangan kanan pasien terguyur zat basa. Pada pemeriksaan bagian dorsal tangan kanan hingga siku kanan tampak kemerahan dan melepuh. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pasien belum mendapat penanganan apapun di tempat kerja. Tindakan awal yang tepat pada kasus ini adalah…

a. b. c. d. e.

Diguyur dengan NaCl 0.9% DIguyur dengan RL Diguyur dengan air mengalir 30 menit Diguyur zat asam Dressing dengan salep antibiotic

• Jawaban: C. Diguyur dengan air mengalir 30 menit

35. Luka Bakar Kimia • Kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan bahan kimia. • Penyebab: asam, alkali, logam, fosfor, dll. • Dapat ditemukan pada: cairan pembersih, baterai, bahan baku produk rumah tangga dan kesehatan. • Mekanisme  pembentukan panas + perubahan kimiawi jaringan tubuh. • Tingkat keparahan bergantung: pH bahan kimia, konsentrasi, jumlah, lama kontak, bentuk fisik, tipe kontak, trauma kejadian.

Asam • Termasuk diantaranya: asam sulfat, nitrat, krlorida, hidrofluorat. • Perubahan kimiawi  denaturasi protein  nekrosis koagulasi  eskar.

Basa/ Alkali • Termasuk: natrium dan kalium hidroksida, kalsium oksida, hipoklorit, amonia. • Mekanisme: • Saponifikasi jaringan lemak • Berikatan dengan protein jaringan  gugus hidroksil  kerusakan jaringan • Ekstraksi air dari sel

Tatalaksana Penangan awal  cegah kontak lebih lanjut irigasi • Stabilisasi ABC • Lepaskan pakaian dan cegah kontaminasi • Irigasi minimal 30 menit. Tindakan operatif: eskarotomi, skin graft sesuai indikasi

Soal no 36 • Tn Zainuri Al-Hasan, 23 tahun, datang ke tempat praktek Anda dengan keluhan benjolan di leher sejak 3-4 minggu yang lalu. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar, namun pasien tidak merasakan nyeri ataupun demam. Riwayat penyakit dahulu tidak diketahui. Benjolan soliter, kenyal, dan terletak di anterior M. Sternocleidomastodeus. Tidak ditemukan nyeri (-), demam (-), batuk() pilek (-). Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Foto dada AP - Lateral Aspirasi jarum halus USG leher Darah rutin Cek BTA

• Jawaban: B. Apirasi jarum halus

36. Lymphadenopathy • Findings from a Dutch study revealed a 0.6% annual incidence of unexplained lymphadenopathy in the general population. • Of 2,556 patients in the study who presented with unexplained lymphadenopathy to their family physicians, 256 (10 %) were referred to a subspecialist and 82 (3.2 %) required a biopsy, but only 29 (1.1 %) had a malignancy.

https://www.aafp.org/afp/1998/1015/p1313.html

Soal no 37 • Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri punggung. Wanita tersebut diketahui memiliki riwayat batuk lama. Dari hasil pemeriksaan dijumpai adanya gibbus, dan dari MRI dijumpai adanya massa di Vertebra T9-11. Apa diagnosis yang paling mungkin pada kasus di atas?

a. b. c. d. e.

Osteoporosis Tumor vertebra Spondilolistesis Spondilolisis Spondilitis tuberculosis

• Jawaban: E. Spondilitis tuberculosis

37. Spondilitis TB

Soal no 38 • An. Randall Clifford, usia 5 tahun, datang dibawa keluarganya ke IGD rumah sakit tempat Anda bekerja. Pasien mengalami patah tulang yang terbuka setelah jatuh dari pohon 2 jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan patah tulang femur terbuka dengan perdarahan aktif yang keluar terus menerus. Nadi 120x/ menit, RR32x/ menit, dan suhu afebris. Pasien tampak berkeringat disertai akral yang dingin. Tatalaksana awal yang tepat pada pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Pasang spalk di antara 2 sendi Pasang spalk di atas tulang yang patah Pasang spalk di bawah tulang yang patah Balut tekan Reposisi dan traksi

• Jawaban: D. Balut tekan

38. Fraktur Terbuka • Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit. • Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi infeksi • Luka pada kulit : • Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit (from within) • Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung (from without)

Tahap –Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka 1. Pembersihan luka  irigasi dengan NaCl fisiologis secara mekanis  mengeluarkan benda asing yg melekat. 2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman) pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan fragmen tulang yg lepas. 3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau eksterna 4. Penutupan kulit • Jika diobati dalam periode emas (6 – 7 jam) sebaiknya kulit ditutup • kulit tegang  tidak dilakukan

5. Pemberian antibakteri

• Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi

6. Tetanus

Soal no 39 • An. Hasan bin Husein, usia 5 tahun, dibawa ibunya ke IGD rumah sakit, karena kantung zakarnya membesar. Ibu pasien baru menyadari adanya keluhan tersebut hari ini. Keluhan tidak disertai nyeri tekan. Pemeriksaan nadi 94x/ menit, RR 24x/ menit, dan suhu 36,5OC. Pemeriksaan fisik di dapatkan kantung zakar membesar, tidak teraba buah pelir, dan pemeriksaan transluminasi (+). Diagnosis yang paling mungkin adalah…

a. b. c. d. e.

Hidrokel Varikokel Hernia skrotalis Tumor testis Torsio testis

• Jawaban: A. Hidrokel

39. Hydrocele

Soal no 40 • Tn Zelda, 21 tahun, datang ke ruang praktek Anda dengan keluhan nyeri buah zakar. Keluhan dirasakan sudah 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAK dan disertai juga demam. TD 120/80mmHg, Nadi 76x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu 38OC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan testis membesar, berbatas tegas, hiperemis (+), nyeri tekan (+), transiluminasi (-), dan pemeriksaan phren sign (+). Apa diagnosis yang tepat?

a. b. c. d. e.

Hidrokel Varikokel Epididimitis Hernia strangulata Torsio testis

• Jawaban: C. Epididimitis

40. Epididymitis • Inflamasi dari epididimis • Bila ada keterlibatan testisepididymoorchitis • Biasanya disebabkan oleh STD • Common sexually transmitted pathogen, Chlamydia

PRESENTATION • Nyeri skrotum yang menjalar ke lipat paha dan pinggang. • Pembengkakan skrotum karena inflamasi atau hidrokel • Gejala dari uretritis, sistitis, prostatitis. • O/E tendered red scrotal swelling. • Elevation of scrotum relieves painphren sign (+)

TREATMENT • Oral antibiotic. • Scrotal elevation, bed rest, &use of NSAID. • Admission & IV drugs used. • In STD treat partner. • In chronic pain do epididymectomy.

Soal no 41 • Bayi Arsya Arshinta, perempuan dengan usia 3 hari, datang dibawa ibunya ke IGD rumah sakit dengan keluhan muntah hijau. Perut pasien buncit, kadang disertai diare berdarah. Pada pemeriksaan fisik: KU lemah, letargis, HR 160 x/menit teraba lemah, RR 65 x/menit. Pada pemeriksaan fluoroskopi: didapatkan gambaran spiral (corkscrew) duodenum dan jejunum proksimal. Dokter berencana merujuk pasien ke dokter bedah. Diagnosis pada pasien adalah…

a. b. c. d. e.

Malformasi anorectal Hipertrofi stenosis pilorus Invaginasi Hirschprung Malrotasi intestinal

• Jawaban: E. Malrotasi intestinal

41. Volvulus • Obstruksi yang disebabkan usus terpuntir lebih dari 180o terhadap aksis mesenterium. • 1-5% penyebab obstruksi usus besar – Sigmoid ~ 65% – Cecum ~ 25% – Colon transversus ~ 4% – Fleksura splenikus

Etiology Gastric volvulus Congenital weakness of suspensory ligaments.

Diaphragmatic hernia. Diaphragmatic eventration

Midgut volvulus

Malrotation (short mesenteric attachment).

Sigmoid volvulus

Chronic constipation. Colonic distention.

Congenital short mesentery.

Cecal volvulus

Congenital defect in the peritoneal fixation of the right colon. Congenital long mesentery. Congenital malrotation. Chronic constipation. Colonic distension.

Tanda dan Gejala Klinis • Anak-anak – Muntah mengandung empedu (93%) – Malabsorbsi – Failure to thrive – Obstruksi bilier – GERD

• Dewasa – Nyeri andomen intermiten (87%) – Nausea (31%)

• Foto polos Abdomen AP – Dilatasi abdomen – Gambaran gas di kolon distal berkurang – Coffee bean sign

• Barium Contrast – Cork-screw appearance – Usus halus di sisi kanan abdomen tidak melewati midline.

• USG – Whirlpool sign

Plain Radiography

Volvulus Gastric volvulus

Midgut volvulus

Intrathoracic stomach with air fluid level

Double bubble sign

Colonic volvulus

Sigmoid Coffee bean sign

Cecal Marked cecal distension

Barium Meal

Volvulus Gastric volvulus

Organo-axial

Mesentero-axial

Greater curvature above lesser curvature

Gastric antrum above gastric fundus

Midgut volvulus

Cork scerw duodenum

Colonic volvulus

Sigmoid

Cecal

Beak sign

Beak sign

Soal no 42 • Nn. Kimberly Jenner, 21 tahun, datang ke IGD rumah sakit karena secara tidak sengaja terminum cairan pembersih toilet 6 jam yang lalu. Pasien bekerja di sebuah perusahaan kimia. Keluhan disertai nyeri dan rasa terbakar di tenggorokan. Pemeriksaan didapatkan TD 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit, RR 21x/m, Suhu 38OC. Pasien segera mendapatkan pertolongan dokter dan paramedic. Apakah kontraindikasi pada pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Bilas lambung Pemasangan NGT Pemberian PPI Pemasangan IVFD Pemberian antibiotic

• Jawaban: A. Bilas lambung

42. Caustic Ingestion • Merupakan tertelannya zat korosif. • Beberapa zat korosif yang dapat membakar mulut, kerongkongan, esofagus, lambung antara lain: asam sulfat, kaustik soda, atau beberapa zat desinfektans yang mengandung bahan fenol. • Beberapa zat korosif yang dapat membakar saluran cerna bila terminum, terutama bagian atas dari esofagusesofagitis korosif

Gejala Esofagitis Erosif FREQUENT SIGNS AND SYMPTOMS • Tiba-tiba tidak dapat menelan atau secara perlahan-lahan menjadi sulit menelan. • Disfagia secara gradual, awalnya terhadap makanan padat, kemudian cairan. • Nyeri pada mulut dan dada saat makan. • Hipersalivasi. • Takipnea. • Muntah, kadang disertai lendir atau darah

Derajat Luka • Tingkat I: terjadinya edem pada mukosa dan penderita akan dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara normal. • Tingkat II adalah terjadinya erosi pada mukosa, dan • Tingkat III terjadi nikrose pada mukosa submukosa s/d otot.

Komplikasi Akut

Kronis

Obstruksi jalan napas atas

Striktur esofagus (sering)

Perdarahan GIT

Stenosis pilorus

Perforasi esofagus

Manutrisi dan kaheksia

Obstruksi pilorus

Peningkatan risiko karsinoma esofagus

Peritonitis

Scarring, infeksi, dan tingkat penyembuhan yang rendah sebagai akibat komplikasi luka bakar pada kulit yang sering menyertai.

Trauma kimia mata yang sering menyertai dapat mengakibatkan katarak dini bahkan kebutaan.

Komplikasi • Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur esofagus. Hal ini bergantung pada beratnya jejas yang dapat dilihat melalui endoskopi.4 • Grade I = tidak ada risiko striktur esofagus • Grade IIB = 75% akan terjadi striktur • Grade III = 100% akan terjadi striktur

Bulletin of the World Health Organization 2009;87:950-954. doi: 10.2471/BLT.08.058065

Soal no 43 • Tn Bernardo Santiago, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas 2 jam yang lalu. Pasien segera dievakuasi oleh polisi ke IGD rumah sakit terdekat. Dari heteroanamnesis didapatkan pinggang pasien terjepit dashboard mobil dan perlu waktu 1 jam untuk mengeluarkan pasien dari mobil tersebut. TD 100/70 mmHg, nadi 90x/ menit, RR 20x/ menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan didapatkan butterfly hematom dan floating prostat. Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah…

a. b. c. d. e.

MRI X Ray pelvis AP CT Scan tanpa kontras CT Scan kontras Retrograde uretrografi

• Jawaban: E. Retrograde uretrografi

http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

43. Trauma Uretra • Curiga adanya trauma pada traktus urinarius bag.bawah, bila: – Terdapat trauma disekitar traktus urinarius terutama fraktur pelvis – Retensi urin setelah kecelakaan – Darah pada muara OUE – Ekimosis dan hematom perineal

Uretra Anterior: • Anatomy: – Bulbous urethra – Pendulous urethra – Fossa navicularis

• Etiologi: – Straddle type injuries – Intrumentasi – Fractur penis

• Gejala Klinis: – Disuria, hematuria – Hematom skrotal – Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum – will be present if the injury has disrupted Buck’s fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum

• Therapy: – Cystostomi – Immediate Repair

Uretra Posterior :

• Anatomy – Prostatic urethra – Membranous urethra

• Etiologi: – Fraktur tulang Pelvis

• Gejala klinis: – – – –

Darah pada muara OUE Nyeri Pelvis/suprapubis Perineal/scrotal hematom RT Prostat letak tinggi atau melayang

• Radiologi: – Pelvic photo (FRAKTUR PELVIS) – Urethrogram (EKSTRAVASASI KONTRAS PD PARS PROSTATO MEMBRANASEA)

• Therapy: – Cystostomi – Delayed Repair

• Don't pass a diagnostic • Retrograde catheter up the patient's urethrography urethra because: – Modalitas pencitraan – The information it will give will be unreliable. – May contaminate the haematoma round the injury. – May damage the slender bridge of tissue that joins the two halves of his injured urethra

Posterior urethral rupture above the intact urogenital diaphragm following blunt trauma http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary

yang utama untuk mengevaluasi uretra pada kasus trauma dan inflamasi pada uretra

Sleeve Hematom

Butterfly Hematom

Uretrografi

Ruptur Parsial

Ruptur total

Soal no 44 • Puskesmas dengan sumber daya manusia terbatas datang 3 pasien dengan: Pria dengan fraktur femur terbuka dan berteriak nyeri dengan baju penuh darah tetapi tidak ada jejas didada, Pria dengan sianosis sentral, mulut penuh muntahan, dan Distress pernafasan, pria dengan takipnea dan jejas didada.

• Pilihan yang paling tepat untuk urutan penanganan di IGD adalah?

a. b. c. d. e.

1–2–3 2–3–1 3–1–2 2–1–3 1–3–2

• Jawaban: B. 2-3-1

44. Triage Triage Priorities 1. Red- prioritas utama – memerlukan penanganan segeraberkaitan dengan kondisi sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua – Dapat menunggu lebih lama, sebelum transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan – Dapat menunggu beberapa jam untuk transport

4. Black- Meninggal – Akan meninggal dalam penanganan emergensi memiliki luka yang mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)

Triage Category: Red • Red (Highest) Priority: Pasien yang memerlukan penanganan segera dan transport secepatcepatnya

• Gangguan Airway dan breathing • Perdarahan banyak dan tidak terkontrol • Decreased level of consciousness • Severe medical problems • Shock (hypoperfusion) • Severe burns

Yellow • Yellow (Second) Priority: Pasien yang penanganan dan traportnya dapat ditunda sementara waktu • Luka bakar tanpa gangguan airway • Trauma tulang atau sendi besar atau trauma multiple tulang • Trauma tulang belakang dengan atau tanpa kerusakan medula spinalis

Green • Green (Low) Priority: Pasien yang penanganan dan transportnya dapat ditunda sampai yang terakhir • Fraktur Minor • Trauma jaringan lunak Minor

START Algorithm (Airway/Breathing) RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE

YES

REPOSITION AIRWAY ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE DECEASED Immediate

Patients

Delayed

Deceased

YES

> 30/MINUTE

IMMEDIATE

IMMEDIATE

<30/MINUTE ASSESS PERFUSION

START Algorithm (Circulation) PERFUSION

<2 SECONDS ASSESS MENTAL STATUS

> 2 SECONDS CONTROL BLEEDING IMMEDIATE

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

START Algorithm (Disability) MENTAL STATUS

FOLLOWS SIMPLE COMMANDS DELAYED

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

FAILS TO FOLLOW SIMPLE COMMANDS IMMEDIATE

Soal no 45 • Tn Fernando Barrack, 60 tahun, datang ke Puskesmas tempat Anda bertugas dengan keluhan BAK sering tidak tuntas. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu dan saat BAK pasien harus mengedan dengan kuat. Sejak kemarin pasien ingin BAK namun urin tidak bisa keluar. TD 120/80m mmHg, nadi 92x/ mneit, RR 20x/ menit, dan suhu 37OC. Pemeriksaan DRE: pool atas prostat tidak teraba. Tindakan awal yang perlu dilakukan adalah…

a. b. c. d. e.

Pasang kateter folley Pungsi supra pubik BNO IVP USG CT Urografi

• Jawaban: A. Pasang kateter folley

45. BPH BPH adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak diakibatkan sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun yang menyumbat saluran kemih.

Diagnosis of BPH • Symptom assessment – the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide – IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological Association (AUA). It contains: • seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate), 20–35 (severe) • eighth standalone question on QoL

• Digital rectal examination(DRE) – inaccurate for size but can detect shape and consistency

• Prostat Volume determination- ultrasonography • Urodynamic analysis – Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age

• Measurement of prostate-specific antigen (PSA) – high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone Volume – men with larger prostates have higher PSA levels – PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP – as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a prognostic marker for BPH 1

Gambaran BNO IVP Pada BNO IVP dapat ditemukan: • Indentasi caudal buli-buli

• Elevasi pada intraureter menghasilkan bentuk J-ureter (fish-hook appearance) • Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai dengan anak panah) Indentasi caudal buli-buli

Pada USG (TRUS, Transrectal Ultrasound) • Pembesaran kelenjar pada zona sentral • Nodul hipoechoid atau campuran echogenic • Kalsifikasi antara zona sentral • Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan: • Tampak ukuran prostat membesar di atas ramus superior simfisis pubis.

Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4 Stadium :  Stadium 1 : Obstruktif tetapi kandung kemih masih mengeluarkan urin sampai habis.  Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.  Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.  Stadium 4 : retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan urin menetes secara periodik.

Grade Pembesaran Prostat Rectal Grading Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong : • Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum. • Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum. • Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum. • Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum. • Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan Gejala dan Tanda (WHO) Keparahan penyakit

Skor gejala AUA (Asosiasi Urologis Amerika)

Gejala khas dan tanda-tanda

Ringan

≤7

• Asimtomatik (tanpa gejala) • Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s • Volume urine residual setelah pengosongan 25-50 mL • Peningkatan BUN dan kreatinin serum

Sedang

8-19

Semua tanda di atas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan iritatif penghilangan gejala (tanda dari detrusor yang tidak stabil)

Parah

≥ 20

Semua hal di atas ditambah satu atau lebih komplikasi BPH

Bph-associated Acute Urinary Retention AUR:Acute urinary retention PUC:Perurethral catheter SPC:Suprapubic catheter TWOC:Trial without catheter α-Blocker • relaxing smooth muscle fibers located in the prostate and its capsule, bladder neck and prostatic urethra TWOC • when a catheter is removed from the bladder for a trial period to determine whether the patient are able to pass urine spontaneously. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artic les/PMC2721562/

Soal no 46 • Seorang laki-laki berusia 35 tahun, datang ke dokter dengan keluhan benjolan di pergelangan tangan kiri sejak setahun terakhir. Benjolan terasa pegal terutama saat beraktifitas menggunakan pergelangan tangannya. Pemeriksaan fisis: terdapat massa kistik di pergelangan tangan bagian depan radial, bentuk bulat, diameter 1 cm, terfiksir, wana kulit normal. Nyeri (+) saat ditekan. Pemeriksaan radiologik normal. Apakah diagnosis yang paling mungkin untuk pasien ini?

a. b. c. d. e.

Lipoma Verucca Ganglion Neuroma Kista sebacea

• Jawaban: C. Ganglion

46. Kista Ganglion • Degenerasi kistik jaringan periartikuler, kapsul sendi, atau pembungkus tendo • Tumor jaringan lunak tersering pada tangan dan Pergelangan Tangan  60 % • Prediposisi dorsal manus • Menempel pada Kapsul, tendon, atau tendon sheath • Wanita > Pria • 70% terjadi pada dekade 2 4 • Terbentuk tunggal dan pada tempat yang amat spesifik

Informasisehat.files.wordpress.com/2010/05/ganglion-cyst

Tanda dan Gejala

Anatomi

• Ada Riwayat Trauma (10%) • Bisa muncul tiba-tiba atau berkembang dalam hitungan bulan/tahun • Mengecil dalam keadaan istirahat • Membesar dengan aktifitas • Kadangkala bisa menghilang secara spontan • Rekurensi sangat jarang (complete exicion) • > 50%  eksisi tidak komplit • Biasanya tidak nyeri, kecuali ada penekanan pada saraf.

• Kista utama bisa tunggal atau multilokul • Tampak halus, putih, dan translusen

Lipoma • • •

• •

Deposisi lemak dibawah kulit Sering pada laki> 40 thn Klinis: mobile, massa padat-lunak batas tegas, permukaan licin, berkapsul Predileksi: seluruh tubuh Tatalaksana: • Bedah eksisi • Ekstirpasi

Kista ateroma • •

• •

Sumbatan muara kelenjar sebasea Klinis: massa kistik dengan puncta, tidak nyeri, tidak mobile (menempel ke kulit atas) Predileksi: kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea Tatalaksana • Eksisi

Kista dermoid • •





Ganglion

Kelainan embrional di • daerah fusi embrional Klinis: massa konsistensi kistik, tidak mobile • (menempel ke dasar), • sewarna kulit Predileksi: dahi, sudut luar mata, kepala Tatalaksana: • Eksisi

• •

Degenerasi kistik jaringan periartikuler, kapsul sendi atau pembungkus tendon Wanita> laki-laki Klinis: massa konsistensi kenyal, batas tegas, tidak mobile terfiksir ke kapsul tendon. Massa dapat membesar dengan aktifitas, dapat menghilang spontan Predileksi: pergelangan tangan (dorsal manus) Tatalaksana: • Imobilisasi • Injeksi hialorudinase • Diseksi tonotome • Aspirasi ganglion

Soal no 47 • Seorang bayi perempuan berusia 2 hari, dibawa orangtuanya dengan keluhan perut kembung dan muntah hijau. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: BB 4 kg, tidak didapatkan anus. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan rectum berakhir di atas m. Musculus levator ani. Jika harus dilakukan tindakan bedah, maka tindakan yang dikerjakan pertama kali adalah…

a. b. c. d. e.

PSARP Soave Colostomi Laparatomi Milking procedure

• Jawaban: C. Colostomi

47. Malformasi Kongenital

Hirschprung

Intussusception

Duodenal atresia

Classification • Menurut Berdon, membagi atresia ani berdasarkan tinggi rendahnya kelainan, yakni : – Atresia ani letak tinggi • bagian distal rectum berakhir di atas muskulus levator ani (> 1,5cm dengan kulit luar) – Atresia ani letak rendah • distal rectum melewati musculus levator ani ( jarak <1,5cm dari kulit luar)

• Menurut Stephen, membagi atresia ani berdasarkan pada garis pubococcygeal. • Atresia ani letak tinggi • bagian distal rectum terletak di atas garis pubococcygeal. • Atresia ani letak rendah • bila bagian distal rectum terletak di bawah garis pubococcygeal.

Management Newborn Anorectal Malformation

Selama 24 jam pertama • Puasa • Cairan melalui infus

• Antibiotik • Evaluasi adanya defek yang mungkin menyertai dan dapat mengancam nyawa. • NGT exclude esophageal atresia • Echocardiogram  exclude cardiac malformations, esophageal atresia. • Radiograph of the lumbar spine and the sacrum

• Spinal ultrasonogram  evaluate for a tethered cord. • Ultrasonography of the abdomen  evaluate for renal anomalies. • Urine analysis

Annals of pediatrics surgery. October 2007

Setelah 24 jam Re evaluate • Bila pasien memiliki fistula perineal • TindakanAnoplasty, tanpa protective colostomy • Dapat dilakukan dalam 48 jam pertama kehidupan

• Bila tidak ada mekonium di perineum, direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan radiologi cross-table lateral radiograph dengan pasien dalam posisi tengkurap (knee-chest position) – Bila udara dalam rektum berada dibawah os koksigis dan pasoen dalam kondisi baik, tanpa defek yang lain • Pertimbangkan melakukan posterior sagittal operation (PSARP) dengan atau tanpa protective colostomy – Bila gas dalam rektum berada diatas os koksigis atau pasien memiliki mekonium dalam urin, sakrum abnormal atau flat bottom • Harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu • Kemudian posterior sagittal anorectoplast (PSARP) , 1 sampai 2 bulan kemudian, setelah pasien memiliki kenaikan berat badan yang cukup Annals of pediatrics surgery. October 2007

volvulus

Soal no 48 • Tn White Smith, 35 thn, datang ke tempat Anda bekerja dengan keluhan penisnya tegak sejak 4 jam yang lalu tanpa disertai hasrat seksual dan terasa nyeri. Dari anamnesis diketahui pasien memiliki riwayat leukemia. Pemeriksaan fisik: TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/ menit, RR 20x. menit, dan Suhu: 36,7OC. Pada pemeriksaan penis tampak ereksi, hiperemis, dan terasa nyeri. Apa penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini?

a. b. c. d. e.

Pasien disuruh lompat-lompat Kompres air dingin Kompres air hangat Tidur dengan kaki diangkat ke atas Operatif

• Jawaban: E. Operatif

48. Priapism • Priapism is a full or partial erection that continues more than 4 hours beyond sexual stimulation and orgasm or is unrelated to sexual stimulation.

Definitions • Ischemic priapism (low-flow) • a persistent erection marked by pain and rigidity of the corpora cavernosa, with little or no cavernous arterial inflow. • Etiology: sickle cell disease, malignancy, drugs, etc.

• Nonischemic priapism (arterial, high-flow) • a persistent erection caused by unregulated cavernous arterial inflow. • The corpora are tumescent but not rigid, and the erection is not painful. • Etiology: penile trauma.

• Stuttering priapism • describes a pattern of recurrence. • The term has traditionally described recurrent prolonged and painful erections in men with SCD (sequential compression device).

Priapism – treatment (conservative) • Karena pharmacological agents – Terbutaline 5 mg po diulang dalam 15 minutesresolusi pada 1/3 of patients – Injeksi intracavernous dari adrenergic • phenylephrine 100 to 500 mcg (put 10 mg in 500cc NSS  20 mcg/ml. Inject 10 to 20 cc every 5-10 minutes (maximum - 10 doses)

– Blok N. Dorsalis Penis

• Aspiration and irrigation – Untuk priapismus yang lebih dari 2 jam – discuss with urologist if at all possible – Harus memberitahukan pada pasien bahwa terapi dapat meyebabkan impotensi yang permanen – conscious sedation may be necessary

Surgical Treatment • If conservative measures are unsuccessful, then a surgical approach may be necessary. • Ischemic priapism • the goal of surgical treatment is to allow blood to flow in and out of the penis freely to prevent ischemia and fibrosis of the penis  shunt

• Non ischemic priapism • the surgical approach is transcorporal embolization.

Soal no 49 • Nn. Angelica, 19 tahun dibawa ke IGD rumah sakit oleh satpol PP setelah mengalami kecelakaan 1 jam yang lalu. Pasien mengamuk dan mengerang kesakitan. Status umum pasien tampak gelisah dan kesakitan. Pemeriksaan TD 90/60 mmHg, nadi 110x/ menit, RR 26x/ menit, & urin output 20-30 ml/jam. Pasien meminta paramedic menyiapkan jalur intravena untuk resusitasi cairan. Perkiraan jumlah perdarahan yang dialami pasien adalah…

a. b. c. d. e.

<250 cc 250-750 cc 750-1000 cc 1000-1500 cc >2000 cc

• Jawaban: D. 1000-1500cc

49. Klasifikasi Syok

Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Soal no 50 • Seorang pasien perempuan usia 80 tahun dibawa ke IGD RS dengan keluhan nyeri pinggul kiri kurang lebih sejak 15 menit yang lalu. Keluhan dirasakan setelah pasien jatuh dari kursi. Keluhan disertai tungkai kiri memendek, eksorotasi, terdapat hematoma pada daerah trochanter major kiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/70 mmHg, Nadi 100x/ menit, RR 22x/ menit, dan Suhu 37OC. Apa diagnosis pasien ini?

a. b. c. d. e.

Fraktur pelvis Fraktur intertrochanter femur Fraktur caput femur Fraktur shaft femur Fraktur tibia

• Jawab: B. Fraktur intertochanter femur

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

50. Fraktur Patologis Os Femur • Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang abnormal. • Tulang yang abnormal tersebut bisa sangat lemah sehingga fraktur terjadi dengan trauma ringan atau bahkan pada aktivitas biasa. • Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat ditemukannya metastasis tulang. • Fraktur patologis pada femur merupakan yang paling sering membutuhkan intervensi pembedahan.

• Fraktur patologis pada femur merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada femur proksimal dan shaft femur.

• Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada orang tua.

• Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72 tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. • Insidensi pada usia muda sangat rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. • Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah osteoporosis.

Fraktur Femur Tersering pada Osteoporosis

Osteoporotic proximal femur fractures: a) proximal femoral neck fracture b) middle femoral neck fracture c) basilar femoral neck fractures d) inter and subtrochanteric fracture.

Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen (sumsum meluas). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

Soal no 51 • Seorang pria, 20 tahun, dibawa ke UGD dengan keluhan tidak bisa membuka mulut. Sebelumnya terdapat demam tinggi. Beberapa hari sebelumnya penderita tidak sengaja menginjak pecahan gelas di rumahnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan trismus 2 cm, suhu 390C, vulnus punctum 1cm pada jempol kaki kanan. Apakah pengobatan yang tepat untuk kasus di atas?

a. b. c. d. e.

Anti Tetanus Serum 50.000 IU Anti Tetanus Serum 100.000 IU Human Tetanus Immuno Globulin 3000 IU Human Tetanus Immuno Globulin 20.000 IU Tetanus Toxoid

• Jawaban: C. Human Tetanus Immuno Globulin 3000 IU

51. Tetanus • Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin spesifik Clostridium tetani. • Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.  tetanus prone wound

Tanda dan gejala • Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12 hari. • Suhu tubuh normal hingga subfebris • Tetanus lokal  otot sekitar luka kaku • Tetanus generalisata – Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut – Rhesus sardonicus – Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak – Sukar menelan – Opistotonus

• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat. • Sekujur tubuh berkeringat.

Stadium klinis Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s : 1. Grade 1 (ringan)

– Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.

2. Grade 2 (sedang)

– Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.

3. Grade 3 (berat)

– Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat.

4. Grade 4 (sangat berat)

– Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali menyebabkan “autonomic storm”.

Diagnosis dan Komplikasi • Diagnosis – Klinis – Pewarnaan gram

• Komplikasi – Anoksia otak – fraktur vertebra – Aspirasi, penumonia – Low intake, Dehidrasi – Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis – Kematian

Manajemen Luka Tetanus

Dosis Profilaksis: • HTIG250-500 IU • ATS  1500 IU

Tatalaksana Tetanus 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pemberian antitoksin tetanus Penatalaksanaan luka Pemberian antibiotika Penanggulangan kejang Perawatan penunjang Pencegahan komplikasi

Tatalaksana Tetanus 1. Manajemen Luka • Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen. • Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan. • TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan.

• Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIg

Luka Rentan Tetanus

Luka yang tidak rentan tetanus

• • • •

• • • • • •

> 6-8 jam Kedalaman > 1 cm Terkontaminasi Bentuk stelat, avulsi, atau hancur (irreguler) • Denervasi, iskemik • Terinfeksi (purulen, jaringan nekrotik)

< 6 jam Superfisial < 1 cm Bersih Bentuknya linear, tepi tajam Neurovaskular intak Tidak infeksi

Lanjutan... 2. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi. 3. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya-ruangan redup dan tindakan terhadap penderita. 4. Diet cukup kalori dan protein

– 3500-4500 kalori per hari – 100-150 gr protein – Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral

5. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu. 6. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari.

– Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian Diazepam per oral (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal diazepam 240 mg/hari. – Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi. – Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan saraf otonom.

7. Eliminasi Unbound Toxin

Lanjutan...

a) ATS • Hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) • Skin tes untuk hipersensitif • Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat • Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka. b) HTIG • Dapat dilakukan penyuntikan meskipun luka sudah > 6 jam • Hanya efektif untuk eliminasi unobpund toxin, sedangkan toksin yang sudah berikatan dengan sel tubuh tidak dapat di eliminasi. • Dosis tunggal 3.000 IU – 6.000 IU • Tidak diperlukan skin test

8. Eliminasi bakteri

– DOC: Penisilin berikan prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. – Alergi penisilin Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari – dapat mengeradikasi Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya.

9. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas •

• • •

Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazol dapat diberikan, terutama bila penderita alergi penisilin Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.

10. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama • •

Dilakukan bersamaan dengan antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda Dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular diberikan 24 jam pertama.

11. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. 12. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

Pencegahan komplikasi • Anoksia otak dengan – Pemberian antikejang, sekaligus mencegah laringospasme, – Jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi (pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan rakheotomi berencana, pemberian oksigen.

• Pneumonia – membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika.

• Fraktur vertebra: pemberian antikejang yang memadai.

Soal no 52 • An. Jeff Baumann, 6 tahun, terjatuh dari sepeda 1 jam yang lalu. Ibunya segera melarikan pasien ke IGD rumah sakit. Pasien kesakitan dan terus memegangi lengan kanannya. Dari pemeriksaan di IGD tampak deformitas dan krepitasi pada lengan bawah kanan, neurovascular distal lesi dalam batas normal. Pemeriksaan hemodinamik stabil. Kemudian dokter meminta pemeriksaan X-Ray dan didapat hasil berikut:Diagnosis yang tepat adalah… Diagnosis yang tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Fraktur Monteggia Fraktur Greenstick Fraktur Galeazzi Fraktur Colles Fraktur Smith

• Jawaban: A. Fraktur Monteggia

52. Fraktur Antebrachii

• Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal. • Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius. • Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal. • Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture.

Prinsip diagnostik • Secara umum, pada kasus fraktur dilakukan foto polos AP dan lateral • Khusus untuk fraktur pada lengan bawah dan pergelangan, urutan foto polos: - PA Bila hanya pergelangan tangan saja yang difoto - APBila meliputi sendi siku dan pergelangan tangan - Lateral - Oblique Ekayuda I. Radiologi diagnostik. 2nded

PA

Akan menentukan tangan sebelah mana yang patah dan arah pergeserannya pada foto lateral

PA

Fraktur Monteggia

Fraktur Galeazzi

Fraktur Smith

Fraktur Colles

Soal no 53 • Nn. Sarinah Modera, 17 tahun, datang ke IGD rumah sakit mengeluh lengan kanannya nyeri dan bengkak setelah dipukul dengan bambu. Pasien merupakan korban KDRT. Ayah pasien sering mabuk dan memukulinya. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik didapatkan deformitas dan krepitasi pada regio antebrachii dekstra. Dokter curiga pasien mengalami fraktur. Tatalaksana awal yang tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Immobilisasi bidai Traksi Kompres dingin Kompres panas Kompres alkohol

• Jawaban: A. Immobilisasi bidai

53. Pertolongan Pertama (First Aid)  Life Saving  ABCD  Obstructed Airway  Shock : Perdarahan Interna /External

Balut tekan, IV fluid  Limb Saving  Reliave pain Splint & analgetic

 Pergerakan fragmen fr  Spasme otot  Udema yang progresif.

 Transportasi penderita Dont do harm

Pengelolaan Fraktur di RS Prinsip : 4 R 

R 1 = Recognizing = Diagnosa

 

Anamnesa, PE, Penunjang R 2 = Reduction

 

= Reposisi

Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi

 

Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi R 4 = Rehabilitation



Mengembalikan fungsi kesemula

Retaining (Imobilisasi) 

Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang menyambung



Kenapa ssd reposisi harus retaining

 Manusia bersifat dinamis  Adanya tarikan tarikan otot  Agar penyembuhan lebih cepat

 Menghilangkan nyeri

Retaining (Imobilisasi) Sling / Split 

Sling : Mis Arm Sling



Splint/ Pembidaian



Casting / Gips 

Hemispica gip



Long Leg Gip



Below knee cast



Umbrical slab

Traksi 

Cara imobilisasi dengan menarik bahagian proksimal dan distal secara terus menerus. 1.

Kulit

2.

Tulang



Fiksasi pakai inplant

■ Internal fikasasi ■

Plate/ skrew



Intra medular nail  Kuntsher Nail

■ Ekternal fiksasi

Soal no 54 • Laki-laki, 50 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan ada benjolan dan nyeri disekitar anus yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri semakin memberat saat duduk dan BAB. Pasien juga demam. Pemeriksaan lokalis ditemukan iritasi pada tepi luar sfingter ani dengan pembengkakan, kemerahan dan sering mengeluarkan nanah. Kemungkinan diagnosis pasien adalah…

a. b. c. d. e.

Fistula ani Fisura ani Abses perianal Hemoroid Prostatitis

• Jawaban: C. Abses perianal

54. Abses Perianal 5 %

Abses perianal: infeksi jaringan lunak yang mengelilingi anus. Sebagian besar bersumber dari fistula.. Etiologi & Patogenesis: •Terdapat 4-10 kelenjar di linea dentatum •Infeksi epitel kriptaglandular menyebabkan obstruksi dari kelenjar •Infeksi asending ke rongga interspinkterikum dan rongga lainnya. •Implikasi bakteri •E.Coli., Enterococci, bacteroides Penyebab lain: •Crohn •TB •Carcinoma, Lymphoma and Leukaemia •Trauma •Inflammatory pelvic conditions (appendicitis)

Intersphinc teric Transsphincteric

6 0 %

5 %

Ischiore ctal 20%

suprasphinc teric extrasphin cteric

Gejala dan Tanda

Abses

Gejala

Perianal

•Nyeri di perianal, pus, dan demam •Benjolan bersifat nyeri, fluktuan, kemerahan.

Ischiorectal

•Demam, nyeri di ischiorectal •Massa, nyeri tekan (+), indurasi (+)

Intersphinc •nyeri di rektum, demam, dan teric terdapat pus Supralevat or

Soal no 55 • Tn. Pattel Asraf, 30 tahun, menderita luka bakar akibat tersiram air panas. Pasien segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Kesadaran compos mentis, TD 120/80 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 18x/ menit, suhu 36,4OC. Pada pemeriksaan pasien mengalami luka bakar pada seluruh ekstremitas bawah kanan dan seluruh ekstremitas atas kanan dan kiri. Luka bakar terasa sangat nyeri, tampak kemerahan, dan disertai bullae. Diagnosis yang tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Luka bakar IIA dengan luas 18% Luka bakara IIB dengan luas 27% Luka bakar IIA dengan luas 36% Luka bakar IIB dengan luas 45% Luka bakar ringan

• Jawaban: C. Luka bakar IIA dengan luas 36%

55. Luka Bakar

Infant

Pembahasan Soal • Luka bakar mengenai: • seluruh ekstrimitas kanan bawah: 18% • seluruh ekstrimitas atas kanan : 9% • seluruh ekstrimitas atas kiri : 9%

36%

Soal no 56 • Anak laki-laki, 1 bulan, datang ke puskesmas dengan keluhan bibir sumbing dan langit. Pemeriksaan fisik keadaan umum baik, tidak batuk, dan tidak pilek. BB 4,5kg. Didapatkan labiopalatoschizis unilateral sinistra komplit. Pemeriksaan lab HB 11g/dl, pemeriksaan lain dalam batas normal. Kapan usia pasien dilakukan labioplasty?

a. b. c. d. e.

10 minggu 10 tahun 10 bulan 10 jam 110 hari

• Jawaban: A. 10 minggu

56. Labiognatopalatoschizis • Kelainan bawan pada bibir dan palatum akibat gangguan perkembangan janin pada usia 4-10 minggu • Dapat berhubungan dengan beberapa sindrom: • 22q11.2 deletion syndrome (a.k.a. velocardiofacial syndrome [VCFS] and DiGeorge sequence) • Stickler syndrome • Pierre Robin sequence • Van der Woude syndrome • Treacher-Collins syndrome • Craniofacial microsomia (spectrum of disorders, including Goldenhar syndrome) • Neonatal Abstinence Syndrome (NAS), which includes Fetal Alcohol Spectrum Disorder (FASD) https://www.asha.org/Practice-Portal/Clinical-Topics/Cleft-Lip-and-Palate/

Klasifikasi

A) Bibir sumbing unilateral dengan keterlibatan alveolar; B) Bibir sumbing bilateral dengan keterlibatan alveolar; C) Bibir sumbing dan langit langit unilateral; D) Bibir sumbing dan langit langit bilateral; E) Sumbing langit langit https://www.asha.org/Practice-Portal/Clinical-Topics/Cleft-Lip-and-Palate/

Tatalaksana • Tahap sebelum operasi • Persiapan untuk tahap koreksi bila memenuhi kriteria rule of ten: • Usia lebih dari 10 minggu, • Hb 10 g/dl, • Berat badan >10 pounds (4-5 kg)

• Pasien menggunakan nasoalveolar mold (NAM)  untuk minimalisir deformitas celah alveolar, memperbaiki bentuk dan garis bibir

Tatalaksana • Usia optimal untuk labioplasti (repair cleft lip) : 3 bulan  misalnya teknik modifikasi Millard • Usia optimal palatoplasty (repair cleft palate) : 9-12 bulan  misalnya teknik von Langenbeck • Operasi > usia 2 tahun  ikuti dengan speech therapy • Labiognatopalatoschizis : koreksi pada usia 8-9 tahun, meliputi alveolar bone graft dan penanganan kerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi Campbell A, Costello BJ, Ruiz RL. Cleft lip and palate surgery: An update of clinical outcomes for primary repair. Oral Maxillofacial Surgery Clinics. 2010; 22(1):43─58.

Soal no 57 • Ny. Ristra, 33 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri +. VOD 6/20 VOS 6/6. Pada pemeriksaan segmen anterior OD didapatkan injeksi siliar, pupil ireguler, flare and cell +. Pemeriksaan segmen anterior OS dbn. Pemeriksaan segmen posterior ODS dbn. TIO ODS normal. Terapi yang diberikan adalah…

a. b. c. d. e.

Kortikosteroid topikal Timolol topikal Asam mefenamat oral Asetazolamid oral Antibiotik topikal

• Jawaban A. Kortikosteroid topikal

57. UVEITIS •Uveitis : •inflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar dan koroid yang dapat menimbulkan kebutaan. •Di negara maju, 10% kebutaan pada populasi usia produktif adalah akibat uveitis

Uveitis anterior • Inflamasi di iris (iritis) dan badan siliar (siklitis). Bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka disebut iridosiklitis • Etiologi : • kelainan sistemik seperti spondiloartropati, artritis idiopatik juvenil, sindrom uveitis fuchs, kolitis ulseratif, penyakit chron, penyakit whipple, tubulointerstitial nephritis and uveitis • Infeksi yang sering menyebabkan uveitis anterior adalah virus herpes simpleks (VHS), virus varisela zoster (VVZ), tuberkulosis, dan sifilis.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

Diagnosis Uveitis Anterior • Gejala Klinis : • mata merah • visus turun akibat kekeruhan cairan akuos dan edema kornea walaupun uveitis tidak selalu menyebabkan edema kornea • Nyeri tumpul berdenyut, dan fotofobia akibat spasme otot siliar dan sfingter pupil • Jika disertai nyeri hebat, perlu dicurigai peningkatan tekanan bola mata. • Spasme sfingter pupil mengakibatkan miosis dan memicu sinekia posterior.

• Tanda • injeksi siliar akibat vasodilatasi arteri siliaris posterior longus dan arteri siliaris anterior yang memperdarahi iris serta badan siliar. • Bilik mata depan : pelepasan sel radang, pengeluaran protein (cells and flare) dan endapan sel radang di endotel kornea (presipitat keratik). • Presipitat keratik halus  inflamasi nongranulomatosa; • Presipitat keratik kasar  inflamasi granulomatosa

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

Uveitis Intermediet • Peradangan di pars plana yang sering diikuti vitritis dan uveitis posterior. • Penyakit tersebut biasanya terjadi pada usia dekade ketiga-keempat dan 20% terjadi pada anak. • Etiologi:

• Idiopatik (69,1%), sarkoidosis (22,2%), multiple sclerosis (7,4%), dan lyme disease (0,6%). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis, Toxoplasma, Candida, dan sifilis.

• Gejala :

• Gejala biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan tanpa disertai nyeri dan mata merah, namun jika terjadi edema makula dan agregasi sel di vitreus penurunan tajam penglihatan dapat lebih buruk. • Pars planitis berupa bercak putih akibat agregasi sel inflamasi dan jaringan fibrovaskular (snowbank) yang menunjukkan inflamasi berat dan memerlukan terapi agresif. • Komplikasinya adalah edema makula (12-51%), glaukoma (20%), dan katarak (15-50%)

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

Uveitis Posterior • Peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan jaringan sekitar seperti vitreus, retina, dan nervus optik. • Etiologi: • Infeksi paling sering disebabkan oleh T.gondii, M.tuberculosis, sifilis, VHS, VVZ, cytomegalovirus (CMV), dan HIV. • Non-infeksi, uveitis posterior disebabkan oleh koroiditis multifokal, birdshot choroidopathy, sarkoidosis, dan neoplasma

• Gejala klinis : • Penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotofobia. • Komplikasi dapat berupa katarak, glaukoma, kekeruhan vitreus, edema makula, kelainan pembuluh darah retina, parut retina, ablasio retinae, dan atrofi nervus optik. • Prognosis uveitis posterior lebih buruk dibandingkan uveitis anterior karena menurunkan tajam penglihatan dan kebutaan apabila tidak ditatalaksana dengan baik.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

Panuveitis • Peradangan seluruh uvea dan struktur sekitarnya seperti retina dan vitreus. • Etiologi: • Penyebab tersering adalah tuberkulosis, sindrom VKH, oftalmia simpatika, penyakit behcet, dan sarkoidosis. • Diagnosis panuveitis ditegakkan bila terdapat koroiditis, vitritis, dan uveitis anterior

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

No.

Jenis Pemeriksaan Penunjang pada Uveitis

Keterangan

1

Slit lamp

menilai segmen anterior injeksi siliar dan episklera, skleritis, edema kornea, presipitat keratik, bentuk dan jumlah sel di bilik mata, hipopion serta kekeruhan lensa

2

Oftalmoskop

menilai kelainan di segmen posterior seperti vitritis, retinitis, perdarahan retina, koroiditis dan kelainan papil nervus optik

3

Pemeriksaan laboratorium

bermanfaat pada kelainan sistemik misalnya darah perifer lengkap, laju endap darah, serologi, urinalisis, dan antinuclear antibody

4

Optical coherence tomography (OCT)

merupakan pemeriksaan non-invasif yang dapat memperlihatkan edema makula, membran epiretina, dan sindrom traksi vitreomakula

5

USG B –scan

sangat membantu memeriksa segmen posterior mata pada keadaan media keruh misalnya pada katarak dan vitritis

6

Fundus fluoresen angiografi (FFA)

fotografi fundus yang dilakukan berurutan dengan cepat setelah injeksi zat warna natrium fluoresen (FNa) intravena. FFA memberikan informasi mengenai sirkulasi pembuluh darah retina dan koroid, detail epitel pigmen retina dan sirkulasi retina serta menilai integritas pembuluh darah saat fluoresen bersirkulasi di koroid dan retina.

Penatalaksanaan Uveitis • Prinsip penatalaksanaan uveitis 1. Menekan reaksi inflamasi •

Kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan untuk mengurangi inflamasi : 1).prednisolon 0,5%,; 2). prednisolon asetat 1%; 3). betametason 1% ; 4). deksametason 0,1%, dan 5). fluorometolon 0,1%.



Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada kasus yang membutuhkan depo steroid dan menghindari efek samping kortikosteroid jangka panjang. Kortikosteroid sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau uveitis bilateral Imunosupresan dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pada penyakit behcet, granulomatosis wegener, dan skleritis nekrotik karena penyakit tersebut dapat mengancam jiwa. Imunosupresan dibagi menjadi golongan antimetabolit, supresor sel T, dan sitotoksik.

• •

2. Mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur,

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

3. Memperbaiki fungsi penglihatan • Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan. • Operasi dilakukan pada kasus uveitis yang telah tenang (teratasi) tetapi mengalami perubahan permanen akibat komplikasi seperti katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina. • Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum operasi dan steroid intraokular atau periokular dapat diberikan pasca-operasi • Vitrektomi ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila kekeruhan menetap setelah pengobatan. 4. Menghilangkan nyeri dan fotofobia. •

NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sedangkan siklopegik diberikan untuk mencegah sinekia posterior. • Obat yang diberikan adalah siklopentolat 0,5-2% dan homatropin Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

Soal no 58 • Tn. Wisnu utama, 50 tahun, datang dengan keluhan sulit untuk membaca. Ia merasa kacamatanya sudah tidak nyaman lagi. Hal ini dirasakan terutama bila digunakan untuk membaca koran. Keluhan seperti mata merah disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi atau diabetes mellitus. Dokter pun melakukan pemeriksaan mata. Pemeriksaan yang dilakukan untuk kondisi tersebut adalah:

a. b. c. d. e.

E chart Snaellen chart Jaeger Chart HOTV chart ETDRS chart

• Jawaban: C. Jaeger chart

58. Presbiopia • Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut • Penyebab: – Kelemahan otot akomodasi – Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

• Diperlukan kacamata baca atau adisi : – + 1.0 D : 40 thn – + 1.5 D : 45 thn – + 2.0 D : 50 thn – + 2.5 D : 55 thn – + 3 .0 D : 60 thn Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.

Presbiopia Pemeriksaan dengan kartu Jaeger untuk melihat ketajaman penglihatan jarak dekat.

• Koreksi→ lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia • Kekuatan lensa yang biasa digunakan: + 1.0 D → usia 40 tahun + 1.5 D → usia 45 tahun + 2.0 D → usia 50 tahun + 2.5 D → usia 55 tahun + 3.0 D → usia 60 tahun

– The card is held 14 inches (356 mm) from the persons's eye for the test. A result of 14/20 means that the person can read at 14 inches what someone with normal vision can read at 20 inches.

http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg

E chart

HOTV chart

ETDRS chart

Soal no 59 • Ny. R, usia 35 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata kanan melihat benang- benang sejak 5 hari terakhir, berterbangan berwana hitam disertai ada yang mengganggu pandangan pada sisi atas. Dari pemeriksaan visus 10/20, dengan TIO normal. Dari pemeriksaan didapatkan vitreous keruh dengan retina seperti lembaran terangkat berwarna keabuan. Apa diagnosis pasien ini?

a. b. c. d. e.

Ablasio retina Vitritis Koriovitritis Endoftalmitis Retinitis pigmentosa

• Jawaban: A. Ablasio retina

59. Ablasio Retina • Definition : • Multilayer neurosensory retina separates from the underlying retinal pigment epithelium and choroid.

• This separation can occur passively due to accumulation of fluid between these two layers, or it may occur actively due to vitreous traction on the retina, such as with diabetic traction retinal detachment. • Separation between the neurosensory retina and the underlying choroidal circulation results in ischemia and rapid and progressive photoreceptor degeneration

Pathophysiology • Retinal detachments can be :

• Rhegmatogenous (caused by a break in the retina; “rhegma” is Greek for tear) • Nonrhegmatogenous caused by: • leakage or exudation from beneath the retina [exudative retinal detachment] • Vitreous traction pulling on the retina [traction retinal detachment]

• On occasion the retina appears to be detached but is actually not; this is termed pseudo retinal detachment. • A full-thickness retinal break may exist as a: • round retinal hole, • linear break, or • horseshoe-shaped retinal tear.

• In all of these cases, there is a discontinuity in the retina that allows vitreous fluid to pass through the retinal break into the subretinal space, resulting in retinal detachment.

Ablasio Retina • Anamnesis:

• Riwayat trauma • Riwayat operasi mata • Riwayat kondisi mata sebelumnya (cth: uveitis, perdarahan vitreus, miopia berat) • Durasi gejala visual & penurunan penglihatan

• Gejala & Tanda:

• Fotopsia (kilatan cahaya)  gejala awal yang sering • Defek lapang pandang  bertambah seiring waktu • Floaters

• Funduskopi : adanya robekan retina, retina yang terangkat berwarna keabu-abuan, biasanya ada fibrosis vitreous atau fibrosis preretinal bila ada traksi. Bila tidak ditemukan robekan kemungkinan suatu ablasio nonregmatogen

Tatalaksana • Ablasio retina  kegawatdaruratan mata • Tatalaksana awal: • Puasakan pasien u/ persiapan operasi • Hindari tekanan pada bola mata • Batasi aktivitas pasien sampai diperiksa spesialis mata • Segera konsultasi spesialis retina  konservatif (untuk nonregmatogen), pneumatic retinopexy, bakel sklera, vitrektomi tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17 th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Soal no 60 • Ny. Diandra, 70 tahun, datang dengan keluhan mata seperti terhalang, nyeri, berair, dan merah sejak kemarin. Riwayat terkena batang padi 2 hari yang lalu. Pasien terus menggosok mata karena gatal. Pemeriksaan: injeksi konjungtiva (+), injeksi silier (+), erosi dan infiltrate pada daerah kornea. Tatalaksana yang tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Antibiotik Siklopegik Kortikosteroid Antiviral Air mata buatan

• Jawaban: A. Antibiotik

60. Ulkus kornea ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL

MATA MERAH VISUS TURUN

• struktur yang bervaskuler  sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis

mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •

Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis

MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •

uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak

MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi

Ulkus kornea Konjungtivitis

Keratitis

Ulkus kornea

Uveitis

Visus

N



N/
Sakit

-

++

++

+/++

Fotofobia

-

+++

-

+++

Eksudat

+/+++

-/+++

++

-

Sekresi

+

-

+

+

Etiologi

Bakteri/jamur/virus/a lergi

Bakteri/jamur/virus Infeksi, bahan kimia, /alergi trauma, pajanan, radiasi, sindrom sjorgen, defisiensi vit.A, obat-obatan, reaksi hipersensitivitas, neurotropik

Reaksi imunologik lambat/dini

Tatalaksana

Obat sistemik/topikal sesuai etiologi

Obat sistemik/topikal sesuai etiologi

Steroid

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005

Obat sesuai etiologi

ULKUS KORNEA • Gejala Subjektif

• Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea • ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. • Etiologi: Infeksi, bahan kimia, trauma, pajanan, radiasi, sindrom sjorgen, defisiensi vit.A, obat-obatan, reaksi hipersensitivitas, neurotropik

• • • • • •

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva Sekret mukopurulen Merasa ada benda asing di mata Pandangan kabur Mata berair Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus • Silau • Nyeri • infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

• Gejala Objektif • Injeksi siliar • Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat • Hipopion

Typical clinical Feature Bacterial Ulcer

Fungal Ulcer



1. History of trauma to the cornea, contact lens wear

• 1. History of trauma with vegetable matter



2. Pain, redness, watering,decrease in vision



3. Lid oedema (marked in gonococcal ulcer), purulent discharge in gonococcal ulcer and bluish green discharge in pseudomonas corneal ulcer

• 2. Suspect fungal ulcer if patient reports agriculture as main occupation. • 3. Pain and redness are similar to bacterial ulcer. But lid oedema is minimal even in severe cases unless patients have received native medicines or peri ocular injections.



4. Round or oval in shape involving central or para central part of the cornea. Rest of the cornea is clear. Hypopyon may or may not be present.



5. In pneumococcal ulcer the advancing border will have active infiltrate with undermined edges and the trailing edge may show signs of healing. Most of the pneumococcal ulcers will show leveled hypopyon associated with Dacryocystitis.

• 4. Early fungal ulcer may appear like a dendritic ulcer of herpes simplex virus. The feathery borders are pathognomonic clinical features. Satellite lesions, immune ring, and unlevelled hypopyon may aid in diagnosis.



6. Pseudomonas ulcer will have short duration, marked stromal oedema adjacent to the ulcer with rapid progression. If untreated, will perforate within 2-3 days. Advanced ulcer may involve the sclera also.

• 5. The surface is raised with greyish white creamy infiltrates, which may or may not appear dry.



7. Ulcers caused by Moraxella and Nocardia are slowly progressive in immunocompromised hosts

• 6. Ulcer due to pigmented fungi will appear as brown or dark; raised, dry, rough, leathery plaque on the surface of the cornea

WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary, Secondary & Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region. 2004

Ulkus kornea Bakterial • Ulkus kornea pneumokokal • Streptokokus pneumonia • Muncul 24-48 jam setelah inokulasi pd kornea yg abrasi • Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). • Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. • Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia. • Efek merambat  ulkus serpiginosa akut • Obat: mofifloxacin, gatifloxacin, cefazolin

• Ulkus kornea stafilokokus • Ulkus sering indolen, mungkin disertai sedikit infiltrat dan hipopion • Ulkus seringkali superfisial • Obat: vankomisin • Ulkus kornea pseudomonas • Pseudomonas aeruginosa • Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di tempat yang retak • Terasa sangat nyeri • Menyebar cepat ke segala arah krn adanya enzim proteolitik dr organisme • Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan • Berhubungan dengan penggunaan soft lens • Obat: mofifloxacin, gatifloxacin, siprofloksasin, tobramisin, gentamisin

Keratitis/ulkus Fungal • Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang krn saraf kornea mulai rusak. • Pemeriksaan oftalmologi : • Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma • Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal • Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma

• Faktor risiko meliputi : • Trauma mata (terutama akibat tumbuhan) • Terapi steroid topikal jangka panjang • Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.

Management of Supurative Keratitis at the secondary level of eye care

Soal no 61 • Tn. Prabu, berusia 20 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan penglihatan kabur sejak 3 bulan terakhir. Sebelumnya pasien pernah memakai kacamata, tetapi saat ini sudah tidak lagi. Tidak ada keluhan mata merah dan pusing. Dari pemeriksaan tajam penglihatan beserta koreksi kacamatanya didapatkan : VOD : 2/60  PH: 6/9  S – 5,00  6/6 VOS : 6/60  PH : 6/6  S – 2,00  6/6

Apakah diagnosis yang paling tepat?

a. b. c. d. e.

Miopia Presbiopia Emetropia Astigmatisme Hipermetropia

• Jawaban: A. Miopia

61. KELAINAN REFRAKSI ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL

MATA MERAH VISUS TURUN

• struktur yang bervaskuler  sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis

mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •

Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis

MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •

uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak

MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi

KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • MIOPIA  bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi (dalam kondisi cahaya atau benda yang jauh) • Etiologi: • Aksis bola mata terlalu panjang  miopia aksial • Miopia refraktif  media refraksi yang lebih refraktif dari rata-rata: kelengkungan kornea terlalu besar

• Dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung)

• Normal aksis mata 23 mm (untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri) • Normal kekuatan refraksi kornea (+43 D) (setiap 1 mm penambahan diameter kurvatura kornea, mata lebih miopik 6D) • Normal kekuatan refraksi lensa (+18D) • People with high myopia • more likely to have retinal detachments and primary open angle glaucoma • more likely to experience floaters

KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA • Pada miopia, pemilihan kekuatan lensa untuk koreksi prinsipnya adalah dengan dioptri yang terkecil dengan visual acuity terbaik. • Pemberian lensa dgn kekuatan yg lebih besar akan memecah berkas cahaya terlalu kuat sehingga bayangan jatuh di belakang retina, akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh di retina. • Sedangkan lensa dgn kekuatan yg lebih kecil akan memecah berkas cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa lensa mata perlu berakomodasi lagi.

Soal no 62 • Tn. Budiman Suratman, berusia 30 tahun datang ke Instalasi gawat darurat dengan nyeri pada mata kanan setelah terkena lemparan batu 1 jam yang lalu. Keluhan tersebut disertai penglihatan kabur, mual dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan hifema total pada bilik mata depan. Apakah pemeriksaan selanjutnya yang harus dilakukan ?

a. b. c. d. e.

Funduskopi Ultrasonografi CT scan kepala Tes lapangan pandang Pemeriksaan tekanan intraokuler

• Jawaban: E. Pemeriksaan tekanan intraokuler

62. Glaukoma Akut

Tatalaksana Hifema Traumatik • Tatalaksana medikamentosa • Pilihan utama, topical beta-blocker (Timolol maleate 0,5%, dua kali sehari) dan alfa agonis (Brimonidine tartrate 0,2%, tiga kali sehari). • Pada anak: Timolol maleate 0,25% • Pilihan lain: Topical carbonic acnhydrase inhibitors (Dorzolamide 2%, tiga kali sehari)  namun, pertimbangkan efek asidosis di bilik mata depan dan efeknya pada pasien dengan sickle cell disease.

• Pilokarpin sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan permeabilitas vascular, sehingga meningkatkan respon inflamasi terhadap trauma dan memperburuk kondisi. • Analog prostaglandin (travoprost, latanoprost)  belum banyak studi yang mendukung penggunaan obat ini untuk hifema traumatik dengan peningkatan TIO. • Sejauh ini, tidak ada kontraindikasi absolut, tetapi harus menunggu beberapa waktu dulu sebelum digunakan untuk menurunkan TIO sehingga jarang digunakan sebagai pilihan awal pada praktik penatalaksanaan hifema traumatik.

• Sistemik • Carbonic anhydrase inhibitor sistemik: Asetazolamide 5mg/kg setiap 6 jam untuk anak; 250 mg setiap 6 jam pada dewasa. American Academy of Ophthalmology https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773

Tatalaksana Hifema Traumatik • Tatalaksana pembedahan • Belum ada panduan tetap mengenai tingkat dan durasi peningkatan TIO pada hifema traumatik yang memerlukan pembedahan. • Beberapa indikasi pembedahan pada hifema traumatik adalah: • Hifema total dengan TIO > 25mmHg selama 5 hari (tujuan: untuk mencegah staining darah pada kornea) • TIO >60 mmHg selama 2 hari (tujuan: mencegah atrofi nervus optikus.

• Metode pembedahan: 1. 2.

Anterior chamber washout and clot removal Trabeculectomy and iridectomy

• Parasentesis dengan menggunakan jarum 30-G dapat membantu menurunkan tekanan intraokular tetapi tidak banyak manfaatnya untuk hifema total (grade III-IV). American Academy of Ophthalmology https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=b8b6869e-76db-484d-aeeb-52a76051ecb1

Soal no 63 • Ny. Zahrani, 37 tahun, bekerja di perusahaan laundry, datang dengan keluhan mata terkena cairan pembersih pakaian 1 jam yang lalu, pasien juga mengeluhkan air mata yang terus menerus mengalir dan perih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperemis konjungtiva dan edema kornea. Untuk mendiagnosa kelainan ini dapat dilakukan pemeriksaa...

a. b. c. d. e.

Sensibility test Fluoresein test Schirmer test Anel test phalen test

• Jawaban: B. Fluorescein test

63. TRAUMA KIMIA MATA • Merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut • Keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan • Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang bersifat asam (pH < 7) dan yang bersifat basa (pH > 7,6) • Pemeriksaan Penunjang :  Kertas Lakmus : cek pH berkala  Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi luka  Tonometri  Funduskopi direk dan indirek

• Klasifikasi :  Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)  Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)  Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan sudah terdapat 1/2 iskemik limbus (prognosis kurang)  Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari 1/2 limbus (prognosis sangat buruk)

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf

TRAUMA KIMIA MATA TRAUMA BASA LEBIH BERBAHAYA DIBANDINGKAN ASAM; gejala: epifora, blefarosasme, nyeri

Trauma Asam : • Bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif • Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja • Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida

Trauma Basa : • Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi • Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. • Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. • Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf

Fluorescein test • Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial defect. • Step by step : • A drop of topical anesthetic (proparacaine 0.5%) is applied directly into the eye or on a fluorescein strip. • The patient’s lower lid is pulled down, and the fluorescein strip is lightly touched to the bulbar conjunctiva. • The dye spreads over the cornea as the patient blinks, and stains any exposed basement membrane of the epithelium. • In normal light, an abrasion may stain yellow • Illumination with cobalt blue light shows the defect as green • Cobalt blue filters are present in many ophthalmoscopes, as well as in slit lamps and Wood lamps.

• Interpretation • Traumatic corneal abrasions typically have linear or geographic shapes. • contact lenses  the abrasion may have several punctate lesions that coalesce into a round, central defect. • A branching (dendritic) appearance suggests herpetic keratitis and warrants immediate referral • Multiple vertical lines on the superior cornea suggest a foreign body under the upper eyelid

In normal light

Viewed with cobalt blue light

TRAUMA KIMIA MATA TATALAKSANA •

Removing the offending agent –

Immediate copious irrigation • •





– –

Prophylactic topical antibiotics

Controlling IOP –



Inflammatory inhibits reepithelialization and increases the risk of corneal ulceration and perforation Topical steroids Ascorbate (500 mg PO qid)

Preventing infection –



artificial tears Ascorbate → collagen remodeling Placement of a therapeutic bandage contact lens until the epithelium has regenerated

Controlling inflammation –



Pain relief → Topical anesthetic

Promoting ocular surface(epithelial)healing – – –



With a sterile balanced buffered solution normal saline solution or ringer's lactate solution Until the ph (acidity) of the eye returns to normal

In initial therapy and during the later recovery phase, if IOP is high (>30 mm Hg)

Control pain – –

Cycloplegic agents → ciliary spasm Oral pain medication

Soal no 64 • Tn. Suraep Atmaja, usia 34 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan kadang-kadang mata berair, perih dan terasa seperti ada pasir di mata. Mata merah disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan badan terlihat sangat kurus, kulit kering, tinggi badan pasien 160 cm berat badan 43 kg (Indeks massa tubuh = 17). Apakah kelainan yang dapat terjadi pada mata?

a. b. c. d. e.

Timbul bitot spot pada konjungtiva Keratinisasi bagian superior kornea Penyumbatan kelenjar lakrimalis Waktu keluar air mata = 15 detik Faktor sel goblet meningkat

• Jawaban: A. Timbul bitot spot pada konjungtiva

64. Defisiensi vitamin A • Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal dan asam retinoat. Provitamin A adalah semua karotenoid yang memiliki aktivitas biologi β-karoten • Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu & produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran hijau, buah & sayuran kuning • Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi, kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis, pembentukan mukus • Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet. Hilangnya/ berkurangnya sel goblet secara drastis bisa ditemukan pada xerosis konjungtiva. • Gejala defisiensi: – Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis konjungtiva & kornea, keratomalasia, bercak Bitot, hiperkeratosis folikular, fotofobia – Retardasi mental, gangguan pertumbuhan, anemia, hiperkeratosis folikular di kulit

Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011

Xerophthalmia (Xo) Stadium : XN X1A X1B X2 X3A X3B XS XF

: night blindness (hemeralopia) : xerosis conjunctiva : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot) : xerosis cornea : Ulcus cornea < 1/3 : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea : Corneal scar : Xeroftalmia fundus

Xeroftalmia XN. NIGHT BLINDNESS • Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin production, impair rod function, and result in night blindness. • Night blindness is generally the earliest manifestation of vitamin A deficiency. • “chicken eyes” (chickens lack rods and are thus night-blind) • Night blindness responds rapidly, usually within 24—48 hours, to vitamin A therapy

X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND BITOT’S SPOT • The epithelium of the conjunctiva in vitamin A deficiency is transformed from the normal columnar to the stratified squamous, with loss of goblet cells, formation of a granular cell layer, and keratinization of the surface. • Clinically, these changes are expressed as marked dryness or unwettability, the affected area appears roughened, with fine droplets or bubbles on the surface.

• Conjunctival xerosis first appears billateraly, in the temporal quadrant, as an isolated oval or triangular patch adjacent to the limbus in the interpalpebral fissure.

X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND BITOT’S SPOT • In some individuals, keratin and saprophytic bacilli accumulate on the xerotic surface, giving it a foamy or cheesy appearance, known as Bitot’s spots and they’re easily wiped off) • Generalized conjunctival xerosis, involving the inferior and/or superior quadrants, suggests advanced vitamin A deficiency.

• Conjunctival xerosis and Bitot’s spots begin to resolve within 2— 5 days, most will disappear within 2 weeks.

X2 CORNEAL XEROSIS • Corneal changes begin early in vitamin A deficiency, long before they can be seen with the naked eye which characteristic are superficial punctate lesions of the inferior—nasal aspects of the cornea, which stain brightly with fluorescein • Early in the disease the lesions are visible only through a slit- lamp biomicroscope • With more severe disease the punctate lesions become more numerous, spreading upwards over the central cornea, and the corneal stroma becomes oedematous

• Clinically, the cornea develops classical xerosis, with a hazy, lustreless, dry appearance, first observable near the inferior limbus • Corneal xerosis responds within 2—5 days to vitamin A therapy, with the cornea regaining its normal appearance in 1—2 weeks

X3A, X3B. Corneal ulceration/keratomalacia • Ulceration/keratomalaci • Superficial ulcers heal with little a indicates permanent scarring, deeper ulcers, destruction of a part or especially perforations, form all of the corneal stroma, dense peripheral adherent resulting in permanent leukomas. structural alteration • Localized keratomalacia is a • Ulcers are classically rapidly progressive condition round or oval “punchedaffecting the full thickness of the out” defects cornea • The ulceration may be shallow, but is commonly deep

XS. SCARS • Healed sequelae of prior corneal disease related to vitamin A deficiency include opacities or scars of varying density (nebula, macula, leukoma), weakening and outpouching of the remaining corneal layers (staphyloma, and descemetocele), and phthisis bulbi.

XF. XEROPHTHALMIC FUNDUS • The small white retinal lesions described in some cases of vitamin A deficiency • They may be accompanied by constriction of the visual fields and will largely disappear within 2—4 months in response to vitamin A therapy • Gambaran funduskopi “ fenomena cendol”

Pemeriksaan Penunjang • A serum retinol study is a costly but direct measure using highperformance liquid chromatography. – A value of less than 0.7 mg/L in children younger than 12 years is considered low.

• A serum RBP study

– easier to perform and less expensive than a serum retinol study, because RBP is a protein and can be detected by an immunologic assay. – RBP is also a more stable compound than retinol – However, RBP levels are less accurate, because they are affected by serum protein concentrations and because types of RBP cannot be differentiated.

• The serum retinol level may be low during infection because of a transient decrease in the RBP. • A zinc level is useful because zinc deficiency interferes with RBP production. • An iron panel is useful because iron deficiency can affect the metabolism of vitamin A. • Albumin levels are indirect measures of vitamin A levels. • Obtain a complete blood count (CBC) with differential if anemia, infection, or sepsis is a possibility.

Therapy & Prevention • Therapy : • Pengobatan diberikan pada hari 1,2, 14 • < 6 months : 50.000 IU oral • 6 – 12 months : 100.000 IU oral • > 1 year : 200.000 IU oral

• Women of reproductive age or who are pregnant and have night blindness should be treated with frequent small doses of vitamin A, rather than high doses used for other adults

• Prevention (every 6 months): – < 6 months – 6 – 12 months – > 1 year

: 50.000 IU oral : 100.000 IU oral : 200.000 IU oral

Soal no 65 • Tn. Ramba Liatisuha, usia 47 tahun, datang dengan keluhan mata kanan sering melihat ganda saat melirik ke kiri bawah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan tersebut juga disertai pusing terutama saat melihat. Pemeriksaan oftalmologi: injeksi konjungtiva (-) injeksi silier (-). Otot mata kanan mana yang mengalami paralisis pada pasien ini?

a. b. c. d. e.

M. Rektus Lateralis M. Rektus medialis M. Obliquus inferior M. obliquus superior M. Abdusens

• Jawaban: D. M.obliquus superior

65. Inervasi Otot Ekstraokuler

Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders; 2007.

Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders; 2007.

Soal no 66 • Seorang bayi laki-laki usia 7 bulan dibawa ibunya ke poliklinik karena keluhan kedua mata terlihat selalu berair dan mata selalu dipicingkan terutama di ruang yang terang. Selain itu, kelopak mata tampak bengkak tetapi tidak ada cairan/pus (belekan) pada kedua mata. Apakah yang menyebabkan terjadinya kebutaan akibat penyakit ini ?

a. b. c. d. e.

Afakia Makulopati Ablatio retina Kerusakan nervus optikus Kerusakan kornea yang parah

• Jawaban: D. Kerusakan nervus optikus

66. GLAUKOMA KONGENITAL • 0,01% diantara 250.000 penderita glaukoma • 2/3 kasus pada Laki-laki dan 2/3 kasus terjadi bilateral • 50% manifestasi sejak lahir; 70% terdiagnosis dlm 6 bln pertama; 80% terdiagnosis dalam 1 tahun pertama • Klasifikasi menurut Schele: – Glaukoma infantum: tampak waktu lahir/ pd usia 1-3 thn – Glaukoma juvenilis: terjadi pada anak yang lebih besar

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

• Klasifikasi lainnya:

– Glaukoma kongenital primer anomali perkembangan yang mempengaruhi trabecular meshwork. – Glaukoma kongenital sekunder: kelainan kongenital mata dan sistemik lainnya, kelainan sekunder akibat trauma, inflamasi, dan tumor.

Patogenesis  Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork  penumpukan cairan aqueous humor  peninggian tekanan intraokuler  bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm, kornea bisa 16 mm  buftalmos & megalokornea)  kornea menipis sehingga kurvatura kornea berkurang  Ketika mata tidak dapat lagi meregang  bisa terjadi penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Gejala & Diagnosis • Tanda dini: fotofobia, epifora, dan blefarospasme • Terjadi pengeruhan kornea • Penambahan diameter kornea (megalokornea; diameter ≥ 13 mm) • Penambahan diameter bola mata (buphtalmos/ ox eye) • Peningkatan tekanan intraokuler

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

• Diagnosis glaukoma kongenital tahap lanjut dengan mendapati: – Megalokornea – Robekan membran descement – Pengeruhan difus kornea

Megalocornea

Glaukoma kongenital, perhatikan adanya pengeruhan kornea dan buftalmos http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview

Penatalaksanaan • Penatalaksanaan Congenital glaucoma dititik beratkan pada pembedahan yang harus dilakukan sesegera mungkin. • Goniotomy dan trabeculotomy merupakan pilihan utama pembedahan yang dapat dilakukan pada kasus ini  keduanya aman, dan komplikasi sangat rendah • Pembedahan lebih dipilih dibanding terapi medikamentosa karena masalah compliance, kurangnya informasi mengenai efek obat terhadap tubuh anak serta respon terapi yang buruk. • Trabeculoectomy : membuat fistula pada daerah limbus yang menghubungkan kamera okuli anterior dan ruangan subkonjungtiva; menembus trabecular meshwork, canal schlem dan duktus koletikus • Trabeculectomy merupakan pilihan bila goniotomies atau trabeculotomies gagal

• Glaucoma drainage implants,  juga dapat menjadi pilihan terapi

Soal no 67 dan 68 67. Tn. Abdul, 65 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan penglihatan berkurang sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengaku seperti melihat asap, dan kadang berpenglihatan ganda. Keluhan dirasakan bertambah parah. Riwayat menggunakan kacamata baca sejak 4 tahun yang lalu, namun sekarang pasien lebih nyaman membaca tanpa kacamata baca. Pada pemeriksaan visus ODS 6/15. Apakah diagnosis yang paling mungkin?

a. b. c. d. e.

Katarak subkapsular posterior Katarak polaris anterior Katarak komplikata Katarak nuklear Katarak kortikal

• Jawaban: D. Katarak nuklear

68. Laki-laki umur 56 tahun mengeluhkan kedua mata penglihatan kabur, jauh dan dekat sejak satu tahun yang lalu. Sejak 6 bulan ini mengeluh disertai sakit kepala, Tonometri ODS 26. Pemeriksaan segmen posterior ODS : lensa tampak sedikit keruh, shadow test (+). Pasien menderita DM dan asma. Terapi apa yang tepat untuk kekeruhan lensanya?

a. b. c. d. e.

Quinolon Pilokarpin Pirenoxine Betametasone Hidroksietilselulosa

• Jawaban: C. Pirenoxine

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

67-68. KATARAK-SENILIS • Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun

• 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to continued hydration  ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur

• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak

• Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang

• Etiologi :belum diketahui secara pasti  multifaktorial:  Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik  Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.  Faktor imunologik  Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.  Gangguan metabolisme umum

• Penyulit : Glaukoma, uveitis • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)

Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Lokasi Katarak nuklear • kekeruhan terutama pada nukleus dibagian sentral lensa. • Terjadi akibat sklerosis nuklear; nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat. • Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya lambat. • Pengerasan yang progresif dari nukleus lensa peningkatan indeks refraksi lensa terjadi perpindahan miopik (myopic shift), dikenal sbg miopia lentikularis.

• Akibat myiopic shift,individu dengan presbiopia dapat membaca tanpa kacamata (disebut penglihatan kedua/second sight). • Menyebabkan gangguan yang lebih besar pada penglihatan jauh daripada penglihatan dekat • Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus dan miopia tinggi • Bisa timbul diplopia monokular (akbibat perubahan mendadak indeks refraksi antara korteks dan nuklear) dan gangguan diskriminasi warna (terutama biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)

Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Lokasi Katarak• kortikal Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di daerah anterior, posterior dan equatorial korteks)

• Muncul pada usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. • Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. • Efeknya terhadap fungsi penglihatan bervariasi, tergantung dari jarak kekeruhan terhadap aksial penglihatan • Katarak kortikal umumnya tidak memberi gejala sampai tingkat progresifitas lanjut ketika jari-jari korteks membahayakan axis penglihatan (penglihatan dirasakan lebih baik pada cahaya terang ketika pupil miosis.)

• Gejala katarak kortikal adalah fotofobia dari sumber cahaya fokal yang terus-menerus dan diplopia monokular • Kekeruhan dimulai dari celah dan vakoula antara serabut lensa oleh karena hidrasi oleh korteks. • Disebabkan oleh berkurangnya protein total, asam amnio, dan kalium yang dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi natrium dan hidrasi lensa, diikuti oleh koagulasi protein.

Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Lokasi Katarak subkapsular posterior (katarak cupuliformis) • Terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral dan biasanya di aksial. • Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat. • Sejak awal, menimbulkan gangguan penglihatan karena adanya keterlibatan sumbu penglihatan. • Gejala yang timbul adalah fotofobia dan penurunan visus dibawah kondisi cahaya terang, akomodasi, atau miotikum. • Penglihatan dirasakan lebih baik ketika pupil midriasis pada malam hari dengan cahaya yang suram (day blindness) • Ketajaman penglihatan dekat menjadi lebih berkurang daripada penglihatan jauh.

• Kadang mengalami diplopia monokular. • Sering terlihat pada pasien yang lebih muda dibandingkan dengan pasien katarak nuklear / kortikal. • Sering ditemukan pada pasien DM, miopia tinggi dan retinitis pigmentosa, akibat trauma, penggunaan kortikosteroid sistemik atau topikal, inflamasi, dan paparan radiasi ion.

Katarak: Tatalaksana Pembedahan Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular: •Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :  Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya  Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular

•Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):  Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut  Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.

•Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata

Katarak: Tatalaksana Medikamentosa • Pirenoxine (Catalin) is a medication used in the possible treatment and prevention of cataracts. • A report in the journal of Inorganic Chemistry showed that in liquid solutions Pirenoxine could cause decreased cloudiness of a crystallin solution produced to mimic the environment of the eye.

Soal no 69 • Tn. Lengko Ambe Yamko, berusia 63 tahun, datang dengan keluhan rasa nyeri pada mata sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan mata merah, kelopak mata merah, kornea mata edem dan keruh. Pasien mengatakan bahwa satu minggu yang lalu, pasien baru melakukan operasi katarak. Kemungkinan diagnosisnya adalah…

a. b. c. d. e.

Uveitis anterior Glaucoma akut Endoftalmitis Ulkus kornea Keratitis

• Jawaban: C. Endoftalmitis

69. Endophtalmitis • Definition:

• bacterial or fungal infection within the eye, including involvement of the vitreous and/or aqueous humors.

• It is not caused by viruses or parasites; by convention, infections due to these organisms are included in the term "uveitis" (eg, cytomegalovirus [CMV] retinitis, toxoplasma chorioretinitis). • Most cases of endophthalmitis are exogenous  resulting from inoculation of organisms from the outside, via trauma, eye surgery, or as an extension of keratitis (corneal infection). • Endogenous endophtalmitis  resulting from bacteremic or fungemic seeding of the eye. • organisms usually seed the highly vascular choroid first then extend anteriorly into the vitreous.

• Most cases of endophthalmitis are due to bacteria and present acutely.

ACUTE POSTCATARACT ENDOPHTHALMITIS • This complication occurs within six weeks of cataract surgery, with 75 percent of cases presenting in the first postoperative week. • Risk Factor :

• Break the posterior capsule • Implantation of an intraocular lens without a heparinized surface, • immunosuppressive therapy, • wound abnormality • diabetes • wound dehiscence or leak • age ≥85 lens implants made of polypropylene (Prolene) instead of polymethyl methacrylate

Diagnosis • The onset of symptoms occurs within one week of surgery in 75 percent of cases. • Patients usually give a 12 to 24 hour history of decreasing vision and eye "ache" (they may deny eye "pain"). • Patients feel otherwise well and are afebrile. • Physical examination : • The lids often appear normal, although they may be swollen. • The conjunctiva may be injected or edematous (conjunctival chemosis), although these findings can also represent residual postoperative changes. • Visual acuity is decreased, and a hypopyon (layering of white blood cells in the anterior chamber) is often present • The view of the retina is usually hazy, and, in 80 percent of patients, no retinal vessels can be seen • Slit lamp examination reveals intraocular white blood cells and protein (called "cells" and "flare," respectively, by ophthalmologists).

Soal no 70 • Tn. Yadi, 50 tahun, datang dengan keluhan mata kiri semakin buram sejak 1 tahun lalu dan memberat 2 bulan terakhir, memiliki riwayat hipertensi dan gula darah yang tak terkontrol. Mata merah (-), sakit (), trauma (-), sakit kepala (-). Pada pemeriksaan funduskopi mata kiri ditemukan optic disc edema (+), cotton wool spot (+), AV crossing (+). Kemungkinan diagnosis pasien adalah…

a. b. c. d. e.

Retinopati hipertensi Retinopati diabetes nonproliferative Retinopati diabetes proliferative Central and branch retinal vein occlusions Central and branch retinal artery occlusions

• Jawaban: A. Retinopati hipertensi

70. RETINOPATI HIPERTENSI • Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi  arteri besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, perdarahan retina • Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan umum/setempat, percabangan yang tajam, fenomena crossing, sklerose • Pada retina tampak :     

warna pembuluh darah lebih pucat kaliber pembuluh lebih kecil akibat sklerose (refleks copper wire/silver wire, lumen pembuluh irreguler, fenomena crossing) perdarahan atau eksudat retina (gambaran seperti bintang, cotton wool patches) perdarahan vena (flame shaped) Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005

Retinopati Hipertensi • Pemeriksaan rutin:

Pemeriksaan tajam penglihatan Pemeriksaan biomikroskopi Pemeriksaan fundus

• Pemeriksaan penunjang:

Foto fundus Fundus Fluorescein Angiography

• Tatalaksana :

Kontrol tekanan darah dan faktor sistemik lain (konsultasi penyakit dalam)

Bila keadaan lanjut terjadi pendarahan vitreous dapat dipertimbangkan Vitrektomi. Panduan Praktik Klinik RSCM Kirana

• Dinding arteriol normalny tidak terlihat; arteri terlihat sebagai “erythrocyte column” / “pipa merah” dengan “central light reflex” pada funduskopi  terjadi penebalan dinding pada retinopati HT  “central light reflex” lebih difus dan lebar memberikan gambaran dinding arteriol yg kekuningan/copper wire appearance.

Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG: Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953) http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html

• Penebalan yg progresif akan menutup gambaran “pipa merah” sepenuhnya menjadi silver wire • Bersamaan dengan itu, terjadi fenomena arteriovenous crossing (AV crossing)  vena yang berjalan bersilangan di bawah arteri yang mengalami arterosklerosis mengalami deformitas, berbelok, bulging, menyempit seperti jam pasir, atau tampak seperti terputus akibat penekanan dari arteri. http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease

Soal no 71 • Tn Kevin Maretio, 60 tahun, datang ke poliklinik tempat Anda praktek dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan. Pada anamnesis didapatkan rasa panas dan terbakar sebelah kanan. Nyeri ini timbul terutama ketika pasien disentuh daerah pipi dan dagu serta ketika pasien menggosok gigi. TD 120/80 mmHg, nadi 80x. menit, RR 16x. menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Diagnosis pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Alodinia Anestesia Hipostesia Parastesia Hiperalgesia

• Jawaban: A. Alodinia

71. Neuralgia Trigeminal

Soal no 72 • Ny. Sarimin Munaf, 55 tahun, datang ke tempat praktek Anda dengan keluhan kebal di kedua kaki sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu, namun pasien tidak mau minum obat karena takut akan efek sampingnya. Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi hipestesi stoking gloves kaki kanan dan kiri. Kekuatan motorik dalam batas normal. Dokter curiga adanya suatu neuropati perifer. Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah…

a. b. c. d. e.

MRI EMG EEG CT Scan HbA1C

• Jawaban: B. EMG

72. Neuropati Diabetikum • Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM tipe 1 dan tipe 2. • Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus setelah penyebablainnya disingkirkan. • Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf. • Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati

Faktor Resiko • Hiperglikemia • Kerusakan pembuluh darah • Dislipidemia • Hipertensi • Penyakit kardiovaskular • Gaya hidup

502

Klasifikasi Diabetic Neuropathy • Peripheral simetric distal polyneuropathy (sensoric >> motoric)

• Autonomic neuropathy • Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy (motoric >> sensoric)

503

504

Symmetric Polyneuropathy • Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy • Mengenai ekstremitas bawah distal dan tangan (“stocking-glove” sensory loss) • Gejala/tanda

• Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm • Numbness • Tingling • Paresthesia

Autonomic Neuropathy • Mengenai saraf otonom yang mengendalikan organ internal • Genitouri kontrol kandung kemih (43-87% DM1, 25% DM-2)) erectile dysfunction (35-90%) • Gastrointestinal Kesulitan menelan (50%) Konstipasi GET turun (40%) Diare • Kardiovaskular (50%) HR cepat-tidak teratur Hipertensi orthosatik - Disfungsi sudomotor - kulit kaki kering - Gagal merespons - hipoglikemia 505

Mononeuropathy • Peripheral mononeuropathy • Saraf tunggal rusak karena kompresi atau iskemia • Terjadi pada wrist (carpal tunnel syndrome), elbow, atau foot (unilateral foot drop) • Gejala • • • •

numbness edema nyeri Prickling

• Cranial mononeuropathy • Mempengaruhi saraf III, IV dan VI yang menghubungkan otak dan kontrol penglihatan, pergerakan mata, pendengaran, dan rasa

• Gejala dan tanda-tanda

• Nyeri unilateral dekat mata yang kena • Paralisis otot mata • Penglihatan ganda

506

507

EMG • Elektromiografi (EMG) adalah teknik untuk mengevaluasi dan rekaman aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot rangka. • EMG dilakukan menggunakan alat yang disebut Electromyograph, • untuk menghasilkan rekaman yang disebut Elektromiogram. Sebuah. • Electromyograph mendeteksi potensial listrik yang dihasilkan oleh selsel otot ketika sel-sel ini elektrik atau neurologis diaktifkan. • Sinyal dapat dianalisis untuk mendeteksi kelainan medis, tingkat aktivasi, perintah rekrutmen atau untuk menganalisa biomekanik gerakan manusia atau hewan.

Kegunaan EMG • • • •

Lokalisasi lesi Spesifik diagnostik Informasi Keparahan dari lesi Evaluasi pengobatan

Tatalaksana • Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagimenjadi tiga bagian: 1. Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin. 2. Kendali glukosa darah 3. Perawatan kaki sebaik- baiknya. Strategi perawatan kaki dilakukan setelah pengendalian glukosa darah.

DOC

Soal no 73 • Tn Afwan Al Ghani, 20 tahun, terjatuh saat naik pohon kelapa 2 jam yang lalu. Pasien kesulitan berjalan dan kesemutan di keempat ekstrimitas. Pasien segera dibawa keluarganya ke IGD rumah sakit. Dari pemeriksaan didapatkan rangsang propioseptif di keempat ekstrimitas berkurang disertai dengan parestesi, kekuatan motoric ekstremitas atas 2/2/2/2, dan kekuatan motoric tungkai bawah 4/4/4/4. Dokter curiga pasien mengalami cedera tulang belakang. Kemungkinan jenis trauma medula spinalis yang dialami pasien adalah…

a. b. c. d. e.

Brown Sequard syndrome Anterior cord syndrome Central cord syndrome Posterior cord syndrome Cauda equine syndrome

• Jawaban: C. Central cord syndrome

73. Cedera Medulla Spinalis • Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra. • Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis.

PATOFISIOLOGI

• Kompresi karena tulang, ligamen,herniasi diskus intervertebralis & hematom paling berat akibat kompresi tulang, trauma hiperekstensi corpus dislokasi ke posterior. • Regangan jaringan.biasanya terjadi pada hiperpleksi, toleransi medula spinalis terhadap regangan tergantung usia • Edema.timbul segera setelah trauma • Sirkulasi terganggu.

• 2 jam pasca cedera terjadi invasi sel-sel inflamasi dimulai oleh microglia dan leukosit polimorfonuklear. • 4 jam pasca cedera hampir separuh medula spinalis menjadi nekrotik. • 6 jam pasca cedera terjadi edema primer vaskogenik. • 48 jam terjadi edema dan nekrotik kros-sektional pada tempat cedera.

Transeksi medula spinalis akan terjadi masa Spinal Shok • Semua gerakan volunter dibawah lesi hilang secara mendadak • Semua sensibilitas bawah lesi hilang • Semua refleks hilang. • Berlangsung 3-6 mg

Spinal Shock vs Neurogenic Shock

KLASIFIKASI ASIA (American Spinal Injury Association) dan IMSOP (International Medical Society of Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991. • Berdasarkan fungsi: • Berdasarkan tipe dan lokasi:

Berdasarkan fungsi: – Grade A – complete • tidak ada fungsi motorik atau sensorik sampai sefmen S4-S5

– Grade B – incomplete • tidak ada fungsi sensorik tapi fingsi motorik masik ada di bawah level cedera spinal sampai segmen S4-S5

– Grade C – incomplete • fungsi motorik masih ada dibawah level cedera spinal dan sebagian besar 10 otot ektrimitas dibawah level cedera spinal mempunyai kekuatan motorik <3

– Grade D – incomplete : • seperti grade C, tapi kekuatan motorik ≥3

– Grade E – normal • fungsi motorik dan sensorik normal

GEJALA KLINIK • Cervico-Medullary Syndrome – Respiratory arrest, hipotensi, tetraplegia. – C1 – C4 – ggn sensibilitas wajah, – Lengan lebih berat dari tungkai

• Central cord syndrome – Gangguan motorik pada ekstrimitas atas lebih berat dari tungkai dengan gangguan sensibilitas – sembuh spontan

Sacral sparing

GEJALA KLINIK • Anterior Cord Syndrome – Paralisis komplit yang mendadak dengan hiperestesia pada tingkat lesi, dibawah lesi ada rasa raba, merupakan kasus yang harus dintervensi operasi secara dini.

• Posterior cord syndrome – Jarang ada, kelemahan dr batas lesi kebawah Gangguan proprioseptik

GEJALA KLINIK • Brown-sequard syndrome – Gangguan motorik dan propioseptik sisi ipsilateral dan gangguan sensasi rasa suhu dan nyeri pada sisi kontralateral – Cedera hiperekstensi

• Conus Medullaris syndrome – Daerah T11-T12 dan T12-L1 24% dari kasus – Gangguan lower motor neuron, flaksid tungkai & sfingter ani, spastisitas(kronik).

Complete Spinal Transection Gejala Klinis • Gangguan Motorik • Flacid paralisis dari otot yang di sarafi medula spinalis yang cedera. • Spinal Shock : hilangnya semua fungsi neurologi.

• Gangguan Sensorik • Kulit dibawah MS yang cidera akan mengalami anestesi.

• Gangguan bladder dan bowel • Paralisis bladder. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan pasif incontinensia (miksi tak terkontrol).

PENATALAKSANAAN 1.Tentukan cedera medula spinalis akut? 2.Lakukan stabilisasi medula spinalis 3. Atasi gangguan fungsi vital yaitu airways, breathing 4.Perhatikan perdarahan dan sirkulasi, hipotensi, shok neurogenik 5.Medical: – methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam 15 menit – dilanjutkan 5,4mg/kgBB/jam iv hingga 24 jam bila dosis inisial diberikan <3jam setelah trauma – Atau dilanjutkan hingga 48 jam bila dosis inisial diberikan 3-8jam post trauma – Di atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid.

Soal no 74 • Pakde Salman, 60 tahun, datang ke IGD RS dengan keluhan lemas anggota gerak sebelah kanan sejak 1 jam yang lalu. Keluhan dirasakan pasien secara tiba-tiba saat pasien menonton televisi. Pasien menjadi sulit berjalan dan bicara pelo sehingga keluarga segera membawanya ke IGD rumah sakit terdekat. Saat di rumah sakit pemeriksaan TD 160/50 mmHg, nadi 90x. menit, RR 18x/ menit, dan suhu afebris. Kesadaran kompos mentis serta pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Apakah diagnosisnya?

a. b. c. d. e.

TIA Stroke hemoragik Stroke iskemik Perdarahan epidural Perdarahan subdural

• Jawaban: A. TIA

74. Stroke

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012) • Transient Ischemic Attack (TIA) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.

• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.

• Stroke in Evolution (Progressing Stroke) • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai aksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.

m

• Stroke in ResolutionStroke in resolution: • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.

• Completed Stroke (infark serebri): • defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi

Manajemen TIA • Tujuan tatalaksana TIA adalah untuk menurunkan angka kejadian stroke setelah adanya serangan TIA. • Tatalaksana TIA • Modifikasi faktor risiko: tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, kolesterol, merokok, alkohol, konsumsi garam dan lemak, dan aktifitas fisik. • Antiplatelet: • Rekomendasi Aspirin (50-325mg/ day) monoterapi atau dapat diberikan kombinasi Aspirin 25 mg dan Dipyridamol 20mmg twice daily. Terapi antiplatelet dapat diberikan selama 1 tahun.

• ABCD2 Score untuk menilai risiko terjadinya stroke pasca TIA. https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/STR.0000000000000024

Soal no 75 • Pasien wanita usia 21 tahun datang ke dokter karena kedua kelopak matanya sulit dibuka sejak 3 bulan yang lalu. Mata tidak sembab atau kemerahan, keluhan bisa sembuh sendiri namun muncul kembali apabila pasien kelelahan. Pasien sering merasakan lemas pada tungkai dan lengan saat sedang berolah raga atau beraktifitas berat tetapi membaik bila ia beristirahat. Pada pemeriksaan fisik dan neurologis tidak didapatkan kelainan. Kemungkinan patogenesis terjadinya penyakit tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

Ensefalitis virus Antibodi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin Penurunan reseptor asetilkolin Perubahan kalsium chanel pada celah presinaps Blokade pada neuron motoric junction

• Jawaban: B. Antibodi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin

75. Myasthenia Gravis

Soal no 76 • Pasien dibawa keluarganya dengan kejang. Kejang berlangsung dalam beberapa menit, kejang bersifat ritmik, badan kaku dan lidah tergigit serta celana pasien basah akibat BAK keluar. Pasien mengalami hal yang sama sudah 2 kali dalam setahun ini. Setelah kejang pasien merasa sangat kelelahan. Diagnosis yang tepat untuk kasus ini adalah…

a. b. c. d. e.

Epilepsi tipe atonik Epilepsi tipe mioklonik Epilepsi tipe klonik Epilepsi tipe tonik Epilepsi tipe tonik-klonik

• Jawaban: E. Epilepsi tipe tonik-klonik

76. Kejang • Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)

Manifestasi Klinik 1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : – Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi . Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. – Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jtuh dari udara, parestesia. – Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. – Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.

b) Parsial kompleks

– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks – Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. – Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku – Durasi >30 detik, – frekuensi tidak menentu – Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

a) Kejang absens – Gangguan kewaspadaan dan responsivitas – Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik – Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh – Dipicu oleh hiperventilasi b) Kejang mioklonik – Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. – Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. – Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok – Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c) Kejang tonik klonik – Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit – Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih – Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. – Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d) Kejang atonik – Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. – Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

Epilepsi • Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

Epilepsy - Classification • Focal seizures –

account for 80% of adult epilepsies

- Simple partial seizures

- Complex partial seizures - Partial seizures secondarilly generalised

• Generalised seizures (include absance type) • Unclassified seizures

Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi

Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence: A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi

Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014

Soal no 77 • Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan sering lupa sejak 2 bulan lalu setelah mengalami kecelakaan. Pasien sering tiba-tiba lupa peristiwa yang baru terjadi. Pasien masih dapat kuliah dan sedikit mengalami gangguan bila berpikir berat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan gangguan pada sistem motorik, sensorik maupun otonom. Apakah diagnosis yang paling mungkin untuk kasus diatas?

a. b. c. d. e.

Afasia motorik Agnosia Amnesia Afasia sensorik Apraxia

• Jawaban: C. Amnesia

77. Amnesia Jenis Gangguan

Keterangan

Amnesia

Amnesia umumnya melukiskan defek pada fungsi memori. Rentang waktu amnesia dapat sesingkat beberapa detik sampai selama beberapa tahun. Kejadian ini paling sering dijumpai pasca trauma kepala, dapat juga terjadi setelah jejas otak mayor (misalnya stroke). Beberapa tipe amnesia: Amnesia retrigrad dan anterograd, serta amnesia psiogenik.

Afasia

Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.

Agnosia

Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengorganisasikan informasi sensorik agar bisa mengenal benda–benda / hilangnya daya untuk mengenali arti stimuli sensoris macamnya sesuai indranya.

Apraxia

Apraxia merupakan gangguan didapat pada gerakan motorik yang dipelajari dan berurutan (sequential), yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga, koordinasi, sensorik, atau kurangnya pemahaman (komprehensi) atau atensi.

Soal no 78 • Laki-laki, 37 tahun, diantar ke IGD RS karena mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan tol. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital normal, penurunan kesadaran dengan GCS 9. Pasien lemah dan muntah-muntah selama perjalanan. Tampak hematom di temporalis kanan. Gambaran CT scan tampak bentuk Crescent di convertex hemisfer kiri. Diagnosis yang mungkin adalah…

a. b. c. d. e.

Infark Kontusio serebri Epidural hematom Subdural hematom Perdarahan subarachnoid

• Jawaban: D. Subdural hematom

78. SUBDURAL HEMATOM Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan duramater  regangan dan robekan vena-vena drainase yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater. • Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek massa. • Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd : 1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma. 2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma. 3. SDH khronis : > 21 hari.  gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter Coup) •

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc. Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak, gangg. Pemb. Drh arteri. • Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam, gangg. Pembekuan. • Tindakan operasi dilakukan bila : 1. Perdarahan berulang. 2. Kapsulisasi. 3. Lobulat (multilobulat) 4. Kalsifikasi. • •

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

Subdural hematom

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media

• SDH akut : kurang dari 7 hari • SDH subakut : 7-21 hr pasca trauma. • SDH khronis : > 21 hari. • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein

HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry

Soal no 79 • Tn Ubay Sadikin, datang ke tempat praktek Anda dengan keluhan utama nyeri kepala. Keluhan nyeri kepala disertai demam. Pasien baru saja pulang umroh 1 minggu yang lalu. TD 110/70 mmHg, nadi 80x. menit, RR 20x/ menit, dan suhu 38,6OC. Hasil pemeriksaan fisik kaku kuduk (+), brudzinski (+). Sebelumnya penderita sempat sakit tenggorokan. Untuk mendukung diagnosis dokter berencana melakukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan penunjang yang paling tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Darah lengkap CT Scan EEG Lumbar Pungsi Foto kepala

• Jawaban: D. Lumbar pungsi

79. Meningitis Bakterialis

Akurasi TRM Kernig’s

Brudzinksi’s

Kaku Kuduk

Sensitivitas

5%

5%

30%

Spesifisitas

95%

95%

68%

PPV

27%

27%

26%

NPV

72%

72%

73%

Diagnostic Accuracy of Signs of Meningitis • CID 2002:35 (1 July)

Soal no 80 • Tn Azhari Ahmad, 67 tahun, datang ke praktek dokter dibawa oleh keluarganya. Dari heteroanamnesis didapatkan bahwa pasien sering berjalan seperti robot, pandangan datar, dan ibu jari dan telunjuknya sering berputar-putar. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan hiperkolesterol disangkal. TD 130/80 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 18x/ menit, dan suhu afebris. Tampak cogwheel phenomenon saat pemeriksaan. Apakah diagnosis dari pasien diatas?

a. b. c. d. e.

Parkinson Demensia Alzeimer Epilepsi Gangguan Waham Menetap

• Jawaban: A. Parkinson

80. Parkinson • Parkinson: – Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus. – Gangguan kronik progresif: • Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga bibir & slrh kepala • Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus • Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka topeng, bicara lambat, hipofonia • Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri

• Hemibalismus/sindrom balistik – Gerakan involunter ditandai secara khas oleh gerakan melempar dan menjangkau keluar yang kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis. – Terjadi kontralateral terhadaplesi

• Chorea Huntington – Gangguan herediter autosomal dominan, onset pada usia pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 ± 12 tahun

Parkinson Disease Gejala dan Tanda Parkinson Gejala awal tidak spesifik • Nyeri • Gangguan tidur •Ansietas dan depresi •Berpakaian menjadi lambat •Berjalan lambat

Gejala Spesifik • Tremor • Sulit untuk berbalik badan di kasur •Berjalan menyeret •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson : 1. Rigiditas 2. Bradykinesia

: peningkatan tonus otot : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif 3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan saat mata agak menutup 4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk

Pull-test: • Berdiri di belakang penderita, kemudian berikan sedikit tarikan pada bahu penderita. • Lalu perhatikan ada atau tidaknya gerakan menstabilkan postur tubuhnya. • Hilangnya refleks ini akan memberikan gambaran sikap jatuh penderita seolah-olah akan duduk di kursi atau biasa disebut sitting en bloc.

Penatalaksanaan Parkinson • Prinsip pengobatan parkinson adalah meningkatkan aktivitas dopaminergik di jalur nigrostriatal dengan memberikan : – Levodopa  diubah menjadi dopamine di substansia nigra – Agonis dopamine – Menghambat metabolisme dopamine oleh monoamine oxydase dan cathecolO-methyltransferase – Obat- obatan yang memodifikasi neurotransmiter di striatum seperti amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005

Soal no 81 • Tn Artijo, 60 tahun, seorang pensiunan bank, dibawa oleh keluarganya ke IGD rumah sakit. Keluarga panic karena pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri saat berkebun sejak 3 jam yang lalu. Awalnya pasien sempat mengeluhkan sakit kepala berat dan minta dipijat. Riwayat penyakit sebelumnya tidak diketahui. Pada pemeriksaan kesadaran pasien sopor, TD 220/110 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 30x/ menit, dan suhu 37OC. Pemeriksaan status neurologi pupil anisokor dan pemeriksaan motoric kesan hemiparesis dextra. Dokter curiga pasien mengalami stroke perdarahan. Terapi cairan tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Asering Dextrose 10% Dextrose 20% NaCl 0,9% RL

• Jawaban: D. NaCl 0,9%

Guidelines Stroke 2007

81. Terapi Cairan pada Pasien Stroke

• Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5 – 12 mmHg. • Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral) • Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan ( urin sehari + 500 ml + 300 ml per kenaikan panas 1 derajat celcius). • Elektrolit (sodium, potasium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal. • Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai hasil analisa gas darah. • Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.

Ringer Laktat • Metabolisme anaerobik yang dipicu oleh iskemia mengakibatkan asidosis laktat dan meninggikan PCO2 jaringan(tidak musti asidosis laktat sistemik). • Fakta inilah menyebabkan banyak dokter enggan memakai RL selama fase akut stroke. • Kedua, osmolaritas RL 273 dianggap hipotonik bila dibanding plasma (normal 285 + 5 mOsm/L).

Asering • Pendekatan rehidrasi pasien stroke iskemik dapat diberikan ringer asetat sebagai terapi awal. • Berbeda dengan normal salin dan RS, risiko asidosis hiperkloremik tidak ada bila cairan diberikan secara agresif untuk mengkoreksi dehidrasi dan syok. • Kedua, AR tidak mengacaukan interpretasi asidosis laktat fokal (jaringan ). • Jika dikehendaki mendekatkan osmolaritas ringer asetat dengan plasma, boleh ditambahkan magnesium sulfat 20% karena aman.

Soal no 82 • Laki-laki 35 tahun, nyeri pergelangan tangan dan sulit menggerakan ibu jari tangan kanan. Pasien memiliki riwayat pekerjaan sebagai tukang ukir. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik didapatkan: atrofi otot tenar dan kulit punggung tangan kanan tampak kering. Diagnosis yang paling mungkin adalah…

a. b. c. d. e.

Poliarteritis nodosa Osteoarteritis Gout Rheumatoid Arthritis Carpal Tunnel Syndrome

• Jawaban: E. Carpal Tunnel Syndrome

82. Carpal Tunnel Syndrome

Terapi Konservatif • Istirahatkan pergelangan tangan • Obat antiinflamasi nonsteroid • Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu

• lnjeksi steroid • Kontrol cairan,misalnya dengan pemberian diuretika • Vitamin B6 (piridoksin) • Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan

Terapi Operatif • Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. • Operasi hanya dilakukan: • pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif • bila terjadi gangguan sensorik yang berat • adanya atrofi otot-otot thenar.

Soal no 83 • Seorang perempuan, 53 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri leher. Keluhan menjalar hingga bahu dan tangan. Sekarang untuk menggenggam saja pasien mengaku agak lemah. Pekerjaan pasien berdagang dan menaruh dagangannya di dalam keranjang di atas kepalanya. Apa diagnosis saudara?

a. b. c. d. e.

Brachialgia Cervical root syndrome Thoracic outlet syndrome Tennis elbow syndrome Carpal tunnel syndrome

• Jawaban: B. Cervical root syndrome

83. Radikulopati • Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal. • Etiologi – Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical spondilosis – Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster – Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus

Tipe-tipe Radikulopati • Radikulopati lumbar (terjadi pada L2-S1, merupakan kasus radikulopati tersering 60-90%) • Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. • sering disebut sciatica. • Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus. Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain) • Radikulopati cervical/ Cervical Root Syndrome (terjadi pada C5-T1, 5-30% kasus radikulopati) • Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher • Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.

• Radikulopati torakal • Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.

Cervical Root Syndrome • Klasifikasi: • Akut (recent trauma), • Kronik (longstanding trauma), dan • Aktif (current reinnervation).

• Nerve root yang paling sering mengalami kerusakan • • • •

C7 70%; C6 19-25%; C8 4 -10%; C5 2%.

• Etiologi: • spondilosis, cervical disk disease, disk herniation, biochemically induced radiculopathy.

Gejala • Subjektif: • Nyeri, kelemahan, baal, atau parestesia. • Dapat dirasakan dari leher dan menjalar hingga tangan.

• Objektif: • Perubahan pada refleks ektrimitas atas, ROM, kontrol motorik, serta abnormalitas sensorik.

Waiters Tip Posture • Etiologi: avulsi nerve root C5-C6. • Gejala  lengan menggantung pada sisi tubuh. • Lengan berada pada posisi rotasi interna terhadap sendi bahu. • Siku dalam ekstensi maksimal. • Lengan bawah dalam keadaan pronasi.

Claw Hand • Disebabkan oleh avulsi nerve root C8-T1, dapat juga disebabkan oleh kerusakan nervus ulnaris di atas sendi siku. • Sendi metakarpal hiperekstensi. • Sendi interphalangeal fleksi.

Diagnosis • Manual: • Spurling Manuever • Lhermitte Test

• Electrodiagnostic: • Somatosensory Evoked Potentials. • Electromyelography.

• Imaging: • X-Ray, CT Scan, MRI, Myelogram

Spurling’s Test • Procedure • Laterally flex the patient’s head and gradually apply strong downward pressure • If no pain is elicited, put the patient’s head in a neutral position and deliver a vertical blow to the uppermost portion of the patient’s head.

• Positive Test • Local pain indicates facet joint involvement • Radicular pain indicates nerve root pressure.

Spurling’s Test

Lhermitte’s Test (or Phenomenon) • Sensasi seperti tersengat listrik yang menjalar ke secara radikuler menuju ke arah bawah sepanjang medula spinalis atau dapat pula menjalar ke arah ekstrimitas yang muncul saat dilakukan fleksi pada leher (Lhermitte sign +). • Hasil positif : • • • •

myelopati spondilitis servikal tumor multiple sklerosis.

Soal no 84 • Seorang laki-laki, 56 tahun, datang dengan keluhan bicara pelo sejak beberapa hari yang lalu. Dari hasil pemeriksaan didapatkan atrofi dan fasikulasi pada lidah kiri, saat disuruh menjulurkan lidah mencong ke kiri dan pada tes penekanan lidah pada kedua pipi didapatkan penekanan pada lidah kiri lebih lemah dibanding kanan. Diagnosis topis pada kasus diatas adalah kerusakan pada nervus…

a. b. c. d. e.

XII sinistra sentral XII sinistra perifer VII sinistra perifer VII sinistra sentral IX sinistra

• Jawaban: B. XII sinistra perifer

84. Paresis N. XII • Saraf XII mengandung serabut somato-motorik yang menginervasi otot ekstrinsik dan otot intrinsic lidah. • Fungsi otot ekstrinsik lidah ialah menggerakkan lidah, dan otot intrinsik mengubah-ubah bentuk lidah. • Inti saraf ini menerima serabut dari korteks traktus piramidalis dari satu sisi, yaitu sisi kontralateral. Dengan demikian ia sering terkena pada gangguan peredaran darah di otak (strok).

Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2008.

Pemeriksaan • Inspeksi: suruh penderita membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak • Minta pasien menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah posisi lidah simetris atau mencong • Pada parese satu sisi, lidah dijulurkan mencong ke sisi yang lumpuh • Jika terdapat kelumpuhan pada dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau dijulurkan. Terdapat disartria (cadel, pelo) dan kesukaran menelan. Selain itu juga didapatkan kesukaran bernapas, karena lidah dapat terjatuh ke belakang, sehingga menghalangi jalan napas. • Untuk menilai tenaga lidah kita suruh pasien menggerakkan lidahnya ke segala jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian pasien disuruh menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terdapat parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi sebelah kanan, tetapi ke sebelah kiri dapat.

Gangguan Pada N.XII Dan Penyebabnya • Lesi N.XII supranuklir, misalnya pada lesi di korteks atau kapsula interna, yang dapat disebabkan oleh misalnya pada strok • Kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan tanpa adanya fasikulasi.

• Pada lesi nuklir, didapatkan atrofi dan fasikulasi • Biasanya bilateral

• letak kedua inti N.XII saling berdekatan di garis tengah batang otak

• Hal ini dapat disebabkan oleh siringobulbi, ALS, radang, gangguan peredaran darah dan neoplasma

• Pada lesi infranuklir didapatkan atrofi dan fasikulasi.

• Hal ini disebabkan oleh proses di luar medulla oblongata, tetapi masih di dalam tengkorak, misalnya trauma, fraktur dasar tulang tengkorak, meningitis, dll

ILMU PSIKIATR I

Soal no 85 • Renata, 11 tahun dibawa ibunya ke praktek dokter karena sering mencabuti rambutnya sendiri. Ibunya mengatakan bahwa lahir dan tumbuh kembang anaknya normal tapi memang ibu melihat anaknya selalu menyendiri, lebih suka di kamar dan jarang bermain dengan teman sebayanya. Prestasi di sekolah juga biasa-biasa saja. Pasien mengatakan jika tidak mencabuti rambut maka ia merasa gelisah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak gelisah dan menarik-narik bajunya berulang kali. Pada kepala tampak rambut tipis dengan bagian pitak di beberapa tempat. Kemungkinan diagnosis pada pasien adalah…

a. b. c. d. e.

Gangguan cemas menyeluruh Gangguan obsesif kompulsif Trikotilomania Alopecia areata Fobia sosial

• Jawaban: C. Trikotilomania

85. Gangguan Kebiasaan dan Impuls PPDGJ III (F63) Gangguan Kebiasaan dan Impuls: • Judi patologis • Piromania • Kleptomania • Trikotilomania

Trikotilomania (PPDGJ III) Pedoman diagnostik • Gambaran esensial gangguan: • Kerontokan rambut kepala yang tampak jelas akibat berulangkali gagal menahan diri terhadap impuls untuk mencabut rambut. • Biasanya diawali ketegangan yang meningkat dan setelah mencabut rambut diikuti rasa lega/puas.

• Bukan merupakan kelainan peradangan kulit, atau pencabutan rambut sebagai respons terhadap waham atau halusinasi.

Pyromania (DSM 5)

Kleptomania (DSM 5)

Judi Patologis (PPDGJ III) • Kriteria diagnostik: • Berjudi secara berulang yang menetap, berlanjut dan seringkali meningkat meskipun ada konsekuensi sosial yang merugikan (eg menjadi miskin, gangguan hubungan keluarga, kekacauan kehidupan pribadi, dll) • Harus dibedakan dari: • Judi dan taruhan untuk kesenangan atau upaya mendapatkan uang  akan menahan diri jika kalah atau ada efek merugikan • Judi berlebihan pada gangguan manik • Judi pada kepribadian dissosial (antisosial)

Soal no 86 • Seorang pasien perempuan berusia 35 tahun dibawa suaminya untuk berkonsultasi karena sejak 2 bulan yang lalu, pasien sulit tidur dan mendengar suara-suara bisik yang berasal dari tetangga rumah sebelah padahal tidak ada yang sedang berbicara. Pasien juga mengatakan tetangga itu mengguna-guna pasien. Dua hari yang lalu pasien marah-marah dan merusak perabotan rumah tangga, dan siang tadi pasien mengancam kakak iparnya dengan pisau. Pada kasus di atas, maka neurotransmitter apakah yang mengalami gangguan ?

a. b. c. d. e.

GABA yang tinggi Noradrenalin yang tinggi Dopamin yang tinggi Adrenalin yang tinggi Polamin yang tinggi

• Jawaban: C. Dopamin yang tinggi

86. Pedoman Diagnostik Skizofrenia • Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): • Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau thought broadcasting • Delusion of control/ passivity/ influence/ perception • Halusinasi auditorik • Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain) Referensi: PPDGJ-III

Pedoman Diagnostik Skizofrenia • Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: • Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja • Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme. • Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. • Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar

• Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih Referensi: PPDGJ-III

NEUROTRANSMITER DALAM GANGGUAN PSIKOTIK

Dari semua neurotransmitter yang terlibat, dopamin memiliki peranan paling penting dalam menyebabkan gejala psikotik.

Soal no 87 • Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke IGD dengan keluhan berdebar-debar sejak satu jam. Rasa berdebar-debar disertai berat pada dada, tertekan, nyeri dada kiri, sesak nafas dan takut mati. Pasien tidak tahu penyebabnya, keluhan muncul tiba-tiba. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Kemungkinan diagnonis pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

AMI Pneumothorax Perikarditis Kataton Serangan panic

• Jawaban: E. Serangan panic

87. Gangguan Panik (DSM 5) A. Gangguan panik = Serangan panik berulang. Serangan panik adalah rasa takut atau tidak nyaman yang timbul mendadak (pasien bisa dalam kondisi tenang maupun sudah gelisah) dalam hitungan menit, diikuti dengan minimal 4 dari gejala berikut: 1.Palpitasi, dada berdebar, atau takikardia 2.Berkeringat. 3.Gemetar. 4.Sensasi sesak nafas atau tercekik 5.Sensasi tersedak 6.Nyeri atau tidak nyaman pada dada 7.Mual atau rasa tidak nyaman pada perut

8.Merasa pusing, melayang, tidak

seimbang, atau pingsan 9.Menggigil atau panas 10.Parestesia (baal atau kesemutan) 11.Derealisasi atau depersonalisasi 12.Ketakutan menjadi gila 13.Takut akan mati

Gangguan Panik (DSM 5) B. Serangan diikuti oleh kondisi berikut selama 1 bulan atau lebih: 1. Rasa khawatir persisten akan serangan panik berulang dan konsekuensinya (menjadi tidak sadar, serangan jantung, dsb) 2. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan serangan panik (perilaku untuk menghindari serangan panik, misalnya menghindari situasi yang tidak familiar)

C. Gejala tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi medis lain.

D. Gangguan tidak terjelaskan oleh gangguan mental lain. (misalnya: serangan tidak hanya timbul pada situasi sosial seperti pada fobia sosial, serangan tidak hanya timbul sebagai respons terhadap objek yang ditakutkan seperti pada fobia spesifik, dsb)

Gangguan Panik • DSM-IV mengklasifikasikan gangguan panik menjadi: • Gangguan panik dengan agorafobia • Gangguan panik tanpa agorafobia

• Kriteria diagnosis gangguan panik dengan ataupun tanpa agoraphobia sama dengan gangguan panik pada umumnya, hanya terdapat kriteria tambahan ada/tidaknya agoraphobia. • Secara epidemiologis, sebagian besar gangguan panik disertai dengan agorafobia.

Tatalaksana Gangguan Panik • Terapi Kognitif-Perilaku

• Kombinasi dari terapi kognitif dan perilaku • Terapi kognitifmengubah atau menghilangkan pola pikiran yang berkontribusi terhadap timbulnya gejala • Terapi perilaku merubah perilaku pasien • Umumnya membutuhkan waktu 8-12 minggu, dapat lebih lama

• Terapi di IGD

• Benzodiazepine oral • Benzodiazepin IV seperti Lorazepam • Beta blockers dapat digunakan untuk mengurangi gejala ansietas

http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html

• Farmakoterapi • SSRIs

• Farmakoterapi lini pertama pada gangguan panik

• Antidepresan trisiklik • Benzodiazepines potensi tinggi

• Contoh: Clonazepam • Dapat menyebabkan depresi dan dihubungkan dengan efek samping selama penggunaan dan setelah penghentian penggunaan • Luaran dan kemampuan fungsional pasien lebih buruk disbanding antidepresan

• monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)

• Terapi kombinasi • Terapi psikodinamik

• Bertujuan untuk menghilangkan stress yang menyebabkan serangan panik

Ansietas Diagnosis

Characteristic

Gangguan panik

Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan. Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik. Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat. Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam. Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.

Gangguan penyesuaian

Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.

Gangguan cemas menyeluruh

Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

Soal no 88 • Seorang wanita berusia 24 tahun datang dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu. Pasien mengatakan demam meningkat pada malam hari. Pada pemeriksaan fisik, kesadaran CM, TD 120/80 mmHg, N 80x/mnt, RR 20x/mnt, S 36,5. Hasil lab: Hb 12, Ht 35, Leu 7500, Tr 300.000, serologi Widal 1/1280. Dokter mendiagnosis pasien dengan demam tifoid dan merawat inap di rumah sakit. Setelah beberapa saat di ruang rawat tiba-tiba pasien mengamuk, gelisah, mencabut infus, dan keluar kamar. Pasien ditenangkan oleh perawat dan setelah beberapa waktu dapat diajak bicara kembali. Yang terjadi pada pasien ini disebut…

a. b. c. d. e.

Skizofren Delirium Waham Koma Demensia

• Jawaban: B. Delirium

88. DELIRIUM • Delirium: kesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian . • Pedoman diagnostik:

• Gangguan kesadaran & perhatian • Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya ingat, disorientasi) • Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas • Gangguan siklus tidur-bangun • Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah • Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan

• Penyebab: • • • •

SSP: kejang (postictal) Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi Obat-obatan Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.

Diagnosis Delirium (DSM-IV) Kriteria diagnosis • Pasien mengalami gangguan kesadaran (perubahan kewaspadaan terhadap lingkungan) dengan berkurangnya kemampuan untuk memusatkan, menjaga, atau memindahkan perhatian. • Terdapat perubahan kognitif (gangguan memori, disorientasi, gangguan Bahasa dan persepsi) yang tidak disebabkan oleh demensia. • Gangguan terjadi pada periode waktu yang pendek dan berfluktuasi. • Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisis, atau pemeriksaan penunjang yang menunjukkan terdapat kondisi medis umum sebagai etiologic dari gangguan yang terjadi.

Klasifikasi Delirium • Tipe hiperaktif Pasien agitasi, disorientasi, terdapat waham dan/atau halusinasi. Tampilan klinis ini sangat menyerupai skizofrenia, demensia dengan agitasi, atau gangguan psikotik • Tipe hipoaktif Pasien cenderung diam, bingung, disorientasi, apatis. Delirium tipe ini seringkali tidak diketahui atau dianggap sebagai depresi atau demensia.

• Tipe campuran Terdapat fluktuasi antara gejala hiperaktif dan hipoaktif. Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.

Diagnosis Banding Delirium Diagnosis

Karakteristik

Delirium

Perubahan kognitif terjadi secara akut dan berfluktuasi. Bicara tidak nyambung atau pasien tampak bingung. Kesadaran dan perhatian hilang timbul.

Demensia

Awitan tidak diketahui/insidious, gangguan memori dan fungsi eksekutif yang bersifat kronik, tidak berfluktuasi. Kesadaran dan perhatian intak, namun kemampuan bicara dan berpikir terbatas.

Skizofrenia

Jarang baru ditemukan setelah usia 50 tahun. Halusinasi auditorik lebih umum disbanding halusinasi visual. Memori tidak terganggu dan jarang ditemukan disorientasi. Tidak terdapat disartria. Tidak didapatkan fluktuasi gejala yang jelas sepanjang hari.

Gangguan mood

Manifestasi bersifat persisten dan gradual. Pada mania pasien dapat mengalami agitasi, namun kemampuan kognitif umumnya tidak terganggu. Pada arus pikir umum ditemukan flight of ideas yang masih dapat ditemukan koherensianya. Disorientasi jarang ditemukan pada mania.

Soal no 89 • Seorang mahasiswi berusia 18 tahun dibawa ke IGD karena tiba-tiba pingsan saat Ujian Akhir Semester akan dimulai. Pada pemeriksaan, pasien menutup mata, tidak menjawab saat dipanggil. Tekanan darah 110/80, frekuensi nadi 78x/menit, frekuensi nafas 16x/menit, suhu afebris. Pemeriksaan jantung, paru, tidak ada kelainan. Saat palpebra superior dibuka terdapat tahanan. Diagnosis yang mungkin adalah...

a. b. c. d. e.

Konversi Hipokondriasis Somatisasi Gangguan cemas menyeluruh Malingering

• Jawaban: E. Malingering

89. Malingering • Definisi: dengan sengaja berpura-pura memiliki gejala fisik atau psikologi, atas dasar motif insentif eksternal.

• Insentif eksternal tersebut seperti menghindari kewajiban militer, kewajiban kerja, mendapatkan kompensasi finansial, menghindari hukuman pidana, atau mendapatkan obat-obatan.

Malingering • Perlu dicurigai jika didapatkan salah satu kondisi berikut: • Terdapat konteks medikolegal (misalnya, pasien disarankan oleh pengacara untuk melakukan pemeriksaan, atau ketika sedang berlangsung proses hukum) • Terdapat perbedaan antara gejala subjektif yang dikeluhkan dengan penemuan objektif pada pemeriksaan. • Kurang kooperatif baik terkait proses diagnostik maupun tatalaksana. • Terdapat gangguan kepribadian antisosial.

Diagnosis Banding Kelainan

Karakteristik

Psikosomatis

Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah masalah psikis.

Gangguan Konversi

Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan medis maupun neurologis yang ada.

Malingering

Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu (misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).

Factitious disorder/ Munchhausen syndrome

Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari orang lain saja.

Soal no 90 • Tn. Johny, 57 tahun mengeluh berdebar, tangan basah, keringat dingin, dan takut mendengar suara deburan ombak. Pasien merupakan salah satu korban yang selamat dari Tsunami Palu. Semenjak itu sering mimpi buruk tentang tsunami. Pasien juga takut untuk pergi ke pantai. Terapi yang dapat diberikan pada pasien adalah…

a. b. c. d. e.

Risperidone Haloperido Sertralin Carbamazepin Lithium

• Jawaban: D. Sertralin

90. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA Gangguan

Karaktristik

Reaksi stres akut

Kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh, mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik (prinsipnya gejala serupa dengan PTSD), terjadinya beberapa jam setelah kejadian traumatis, dan paling lama gejala tersebut bertahan selama 1 bulan.

Reaksi stres pasca trauma (Post traumatic stress disorder/ PTSD)

Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan trauma aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan sehari-hari. Gejala terjadi selama 1-6 bulan.

Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) • Diagnosis baru bisa ditegakkan apabila gangguan stres pasca trauma ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat. • Gejala yang harus muncul sebagai bukti tambahan selain trauma bahwa seseorang telah mengali gangguan ini adalah: 1. Individu tersebut mengalami mimpi-mimpi atau bayangbayang dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kemabali (flashback) 2. Muncul gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku, gejala ini mungkin saja mewarnai hasil diagnosis akan tetapi sifatnya tidak khas. PPDGJ-III

Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian Reaksi Stres Akut

Ggn. Penyesuaian

PTSD

Tipe stresor

Berat (kejadian traumatis, kehilangan orang terdekat)

Ringan-sedang

Berat (kejadian traumatis, kehilangan orang terdekat)

Waktu antara stresor dan timbulnya gejala

Beberapa hari hingga maksimal 4 minggu

Maksimal 3 bulan

Bisa bertahun-tahun

Durasi gejala

Maksimal 1 bulan

Maksimal 6 bulan setelah stresor berakhir

>1 bulan

Tatalaksana PTSD • Psikoterapi • • • •

Cognitive behavioral therapy Cognitive processing therapy Cognitive therapy Prolonged exposure therapy

• Farmakoterapi • Antidepresan gol. SSRI (fluoxetine, paroxetine, sertraline) • Antidepresean gol. SNRI (venlafaxine)

Soal no 91 • Anak perempuan usia 9 tahun diantar ibunya ke poliklinik dengan keluhan prestasi belajar menurun. Menurut gurunya anak tersebut sering tidak teliti dalam mengerjakan soal, sering mengganggu teman-temannya, dan berlari-lari didalam kelas saat guru sedang menerangkan di depan kelas. Diagnosa pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Gangguan tingkah laku Gangguan afektif bipolar Autistic Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas Gangguan behavior

• Jawaban: D. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas

91. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/ Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) • ADHD • Sekumpulan gejala yang menunjukkan keterbatasan pemusatan perhatian dan impulsivitas yang tinggi pada anak atau remaja.

• Klasifikasi ADHD: • Gangguan atensi, • Hiperaktivitas/impulsive, atau • Gabungan keduanya

Kriteria diagnosis: Terdapat gejala no. 1 atau 2: 1) 6 atau lebih gejala gangguan atensi berikut yang berlangsung selama minimal 6 bulan, bersifat maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan: a. Tidak dapat memusatkan perhatian atau membuat kesalahan sederhana pada lingkungan sekolah, kerja, atau aktivitas lainnya b. Kesulita mempertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain c. Sering tampak tidak mendengarkan pembicaraan d. Sering kesulitan mengorganisasi tugas dan aktivitas e. Sering menghindar, tidak suka, atau enggan mengerjakan tugas yang membutuhkan fokus pikiran (seperti PR) f. Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk aktivitas tertentu (mainan, buku PR, pensil, dsb) g. Mudah terdistraksi oleh stimulus dari luar h. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari

2) 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut yang berlangsung selama minimal 6 bulan, bersifat maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan: Hiperaktivitas a. Menggerak-gerakkan tangan atau kaki pada saat duduk b. Tidak bisa duduk diam; sering meninggalkan kursi pada situasi harus duduk diam c. Sering berlari atau memanjat-manjat pada situasi yang tidak sesuai (pada remaja atau dewasa, gejala hanya berupa perasaan tidak bisa diam) d. Kesulitan untuk bermain dengan tenang e. Selalu “bergerak” f. Sering berbicara berlebihan

Impulsivitas a. b. c.

Sering menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan secara lengkap disampaikan Sulit untuk menunggu giliran Sering menginterupsi orang lain (memotong pembicaraan, dll)

Jenis-jenis ADHD • Gangguan atensi

• Hiperaktivitas-impulsif

Terdapat minimal 6 gejala berikut: 1. Tidak bisa memperhatikan hal detil, sering membuat kesalahan sederhana 2. Sulit menjaga perhatian 3. Sering tampak tidak mendengarkan 4. Kesulitan mengikuti instruksi 5. Sulit untuk mengorganisir sesuatu 6. Menghindari/tidak menyukai kegiatan yang membutuhkan focus 7. Sering kehilangan barang-barang penting 8. Mudah terdistraksi 9. Pelupa dalam aktivitas sehari-hari

• Campuran: pasien memiliki gejala yang cukup memenuhi kriteria diagnosis kedua jenis ADHD.

Terdapat minimal 6 gejala berikut: 1. Tangan dan kaki tidak bisa diam saat duduk 2. Sulit untuk tetap duduk diam 3. Berlari-lari atau memanjat pada situasi yang tidak sesuai 4. Sulit untuk beraktivitas dengan tenang 5. Sering bersikap seperti digerakkan oleh motor 6. Bicara berlebihan 7. Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai 8. Sulit menunggu giliran 9. Menginterupsi orang lain



Tidak terspesifikasi: terdapat beberapa gejala namun tidak cukup untuk menegakkan diagnosis

Tatalaksana ADHD

American family physician. 2014.

• First line drugs: psychostimulant such as methylphenidate American family physician. 2014.

American family physician. 2014.

Soal no 92 • Lulu Santoso usia 4 tahun dibawa oleh orangtuanya ke poliklinik dengan keluhan bila bicara tidak memandang lawan bicaranya. Perbendaharaan kata terbatas dan tidak mau dipeluk. Setiap pagi anak suka melihat mobil melintas. Anak juga suka berjalan bolak-balik di dalam rumah tanpa tujuan yang jelas. Jika kebiasaan dilarang ia marah dan membenturkan kepalanya ke lantai. Orangtua mengatakan kakak pasien yang berusia lebih tua tidak pernah mengalami hal seperti ini. Diagnosis pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Autisme Mutisme selektif Sindrom Rett Gangguan sifat menentang Gangguan pemusatan pikiran dan hiperaktif

• Jawaban: A. Autisme

92. PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDER (PDD)

mild Asperger’s disorder

severe PDD Not Otherwise Classified (PDD-NOS)

Autistic disorder

Autism spectrum disorder (ASD)

Rett’s disorder

Childhood disintegrative disorder

Autism Spectrum Disorder (ASD)

Asperger, PDD-NOS, Autism PDD-NOS

Autism

Asperger

Impaired social interaction

Impaired social interaction

Impaired social interaction

OR

AND

AND

Impaired communication

Impaired communication

Normal communication/ language development

OR

AND

Restricted repetitive and stereotyped patterns or behaviors

Restricted repetitive and stereotyped patterns or behaviors

AND Restricted repetitive and stereotyped patterns or behaviors

Autisme – Gangguan Komunikasi • Keterlambatan perkembangan bicara tanpa usaha komunikasi non verbal • Yang bisa bicara  sulit memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain • Bahasa stereotipik, pengulangan, aneh • Tidak memahami pembicaraan orang lain • Kurang variasi dan spontanitas dalam permainan role play

Autisme – Gangguan Interaksi Sosial • Hendaya perilaku nonverbal: • Tidak respon saat dipanggil • Tidak ada kontak mata • Eksprsi wajah dan postur tubuh kaku

• Asyik sendiri • Tidak ada keinginan berbagi kesenangan dengan orang lain • Tidak ingin mengadakan hubungan emosional dan sosial timbal balik • Tidak dapat merasakan yang dirasakan orang lain

Autisme – Gangguan Perilaku • Acuh tak acuh terhadap lingkungan • Preokupasi dengan 1 pola perilaku atau minat stereotipik (misal tertarik dengan benda bergerak, kelekatan pada benda tertentu) • Manerisme motorik stereotipik repetitif (jalan mondar-mandir, berlarian, berlompatan, dll) • Perilaku agresif atau menyakiti diri sendiri • Melamun atau bengong

Autisme – Gangguan Emosi • Tertawa, menangis, marah tanpa sebab • Emosi tak terkendali: temper tantrum • Rasa takut yang tidak wajar

Autisme – Gangguan Sensoris • Menjilat atau mencium benda, tidak mau mengunyah • Menutup telinga bila menengar suara tertentu • Tidak suka memakai baju dengan tekstur kasar • Sensitif terhadap sentuhan tertentu • Tahan terhadap rasa sakit • Melirik-lirik • Keseimbangan terganggu

Tatalaksana Autisme • Multidisipliner: psikiater, dokter anak, dokter rehabilitas medik, psikolog, pedagog, terapis okupasi, terapis wicara

• Tujuan terapi: • Mengurangi, mengubah perilaku yang tidak dikehendaki • Meningkatkan kemampuan belajar, berkomunikasi, kemampuan membantu diri

Tatalaksana Non farmakologi Psikofarmaka

• Untuk gejala iritabilitas • Risperidon 0.01 mg/kgBB 2x sehari, tappering up sesuai kebutuhan • Aripiprazole 2,5-10 mg dosis tunggal

• Terapi perilaku • Membantu mempelajari perilaku yang diharapkan dan membuang perilaku yang bermasalah

• Terapi okupasi • Melatih koordinasi dan kekuatan motorik halus

• Terapi wicara • Melatih bahasa reseptif dan ekspresi • Memperbaiki artikulasi • Berdialog dan berkomunikasi verbal

Rett Syndrome (DSM-IV)

Childhood Disintegrative Disorder (DSM-IV)

Soal no 93 • Perempuan, 66 tahun, datang diantar dengan keluhan gangguan minat dan sulit tidur. Keluhan muncul setelah ditinggal anaknya yang ikut dengan suaminya keluar pulau. Pasien jadi tidak minat, tidak nafsu makan, mudah lelah, sulit tidur, merasa tidak berguna dan ingin mati saja. Terapi yang dapat diberikan adalah…

a. b. c. d. e.

Diazepam Fluoxetin Risperidone Amitriptilin Carbamazepin

• Jawaban: B. Fluoxetin

93. GANGGUAN PENYESUAIAN (F43) (DSM-IV)

Klasifikasi (DSM-IV) • Adjustment disorder with depressed mood • Adjustment disorder with anxiety • Adjustment disorder with mixed anxiety and depressed mood • Adjustment disorder with disturbance of conduct • Adjustment disorder with mixed disturbance of emotions and conduct • Adjustment disorder, Unspecified

Tatalaksana Gangguan Penyesuaian • Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI • Terapi keluarga • Terapi relaksasi • Cognitive behavior therapy

• Terapi medikamentosa dengan antidepresan. • DOC: Antidepresan SSRI (Fluoxetine)

Soal no 94 • Seorang mahasiswi, 17 tahun, pergi ke dokter untuk konsultasi tentang keluhannya ketakutan pada darah. Gadis itu takut setiap kali melihat darah walaupun hanya melihat gambar darah. Gadis itu sudah berusaha menghilangkan ketakutan tersebut, keluhan itu muncul 5 tahun silam setelah kecelakaan yang dia alami. Ayah gadis itu ingin anaknya masuk di fakultas kedokteran, dan gadis ini ingin menghilangkan kekhawatiran terhadap darah karena darah bukan sesuatu yang membahayakan. Terapi apakah yang digunakan?

a. b. c. d. e.

Terapi aktivitas kelompok Terapi medikamentosa Terapi desensitisasi Terapi kognitif Terapi gesltat

• Jawaban: C. Terapi desensitisasi

94. Pedoman Diagnosis Fobia Spesifik • Ketakutan yang jelas, persisten, berlebihan dan tidak beralasan ketika terdapat objek/situasi yang ditakutkan atau mengantisipasi objek/situasi tersebut. • Paparan terhadap stimulus akan mencetuskan respon ansietas segera—dapat berupa serangan panik. • Individu menyadari bahwa ketakutannya berlebihan dan tidak beralasan. • Situasi yang menakutkan akan dihindari atau dihadapi dengan merasa sangat cemas/stress. • Tindakan menghindar, cemas, dan distress dalam situasi tersebut secara signifikan mengganggu rutinitas individu, pekerjaan/Pendidikan, aktivitas social atau hubungan, atau terdapat distress karena memiliki fobia tersebut. • Pada individu berusia < 18 tahun, gejala berlangsung selama minimal 6 bulan.

DSM-IV-TR

Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering Ditemui FOBIA

FOBIA TERHADAP:

Arachnofobia

Laba-laba

Aviatofobia

Terbang

Klaustrofobia

Ruang tertutup

Akrofobia

Ketinggian

Astrafobia/ brontofobia

Badai-Petir

Nekrofobia

Kematian

Aichmofobia

Jarum suntik atau benda tajam lainnya

Androfobia

Laki-laki

Ginofobia

Perempuan

Tatalaksana Fobia Spesifik • Medikamentosa • Tidak terlalu berperan • Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada kondisi yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia. Contoh: pada pasien fobia ketinggian, dapat diberikan diazepam sesaat sebelum akan naik pesawat.

• Cognitive Behavior Therapy • Terapi kognitif: pasien fobia dibantu mengendalikan pikiran negatifnya mengenai hal yang menjadi fobianya dan dibantu melihat situasi sesuai dengan realita. • Terapi perilaku: dengan terapi desensitisasi  Terapi desensitisasi merupakan terapi paling spesifik dan efektif untuk fobia spesifik.

Terapi Desensitisasi • Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas pasien dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai pasien tidak takut atau cemas lagi. • Menggunakan prinsip counterconditioning, yaitu respons yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang berulang-ulang.

Soal no 95 • Pasien, laki-laki 16 tahun. Datang dibawa oleh keluarganya ke unit gawat darurat RS dengan keluhan berteriak-teriak, keluhan disertai bicara tidak jelas, jalan sempoyongan, mual muntah, wajah merah. Sebelum keluhan timbul pasien meminum 3 botol wine (anggur merah). Ini pertama kalinya pasien meminum anggur merah. Pemeriksaan fisik ditemukan bola mata nystagmus. Diagnosis yang paling tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Gangguan konversi Gangguan panik Gangguan kepribadian histrionik Malingering Intoksikasi alcohol

• Jawaban: E. Intoksikasi alcohol

95. OBAT PSIKOAKTIF • Secara umum, sering dibagi menjadi 3 golongan utama berdasarkan gejalanya, yaitu: • Golongan depresan • Golongan stimulan • Golongan halusinogen

Depressant • Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS. • Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics, opioids, and neuroleptics. • Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general anaesthesia. • Contoh: • Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid drugs such as heroin, morphine, and methadone. • Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin

• Effects:

• Relief of tension, mental stress and anxiety • Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well as physical distress • Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious individual • Relief from pain

Stimulants • Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS psychostimulants • Memiliki berbagai efek fisiologis

• Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak berkeringat, mual dan muntah. • Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian

• Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan kepribadian dan perilaku seperti lebih impulsif, agresif, iritabilitas, dan mudah curiga • Contoh:

• Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite suppressants.

• Effects:

• feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria, elevation of mood • increased alertness, energy and motor activity • postponement of hunger and fatigue

Hallucinogens (psyche delics) • Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan orientasi waktu dan tempat. • Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia. • Adverse effects sering terjadi

• Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”) • Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks • Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah gejala mereda • mood disorder (anxiety, depression, or mania).

• Effects:

• Perubahan mood, perasaan, dan pikiran“mind expansion” • Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and hearing • dissociation of body and mind

• Contoh: • • • • • •

Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus) Ketamine LSD psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom) phencyclidine (PCP) marijuana and hashish

Drug Abuse Zat

Intoksikasi

Withdrawal

Alkohol

Cadel, inkoordinasi, unsteady gait, nystagmus, gangguan memori/perhatian, stupor/koma

Hiperaktivitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi, agitasi, ansietas, kejang

Heroin

Euforia, analgesia, ngantuk, mual, muntah, napas pndek, konstipasi, midriasis, gangguan jiwa

Miosis/midriasis, mengantuk/koma, cadel, gangguan perhatian/memori

Kanabis/ganja/m arijuana

Umumnya tidak menimbulkan efek terhadap fisiologis, namun dapat ditmukan injeksi konjungtiva, peningkatan nafsu makan, mulut kering, takikardia

Tidak ada

Kokain

Taki/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan TD, perspirasi/menggigil, mual/muntah, turun BB, agitasi/retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada, aritmia, bingung, kejang, dystonia, koma

Mood disforik, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hypersomnia, peningkatan nafsu makan, agitasi/retardasi psikomotor

amfetamin

Taki/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan TD, perspirasi/menggigil, mual/muntah, turun BB, agitasi/retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada, aritmia

Mood disforik, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hypersomnia, peningkatan nafsu makan, agitasi/retardasi psikomotor

benzodiazepin

Cadel, inkoordinasi, unsteady gait, nystagmus, gangguan memori/perhatian, stupor/koma

Hiperaktivitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi, agitasi, ansietas, bangkitan grandmal

Soal no 96 • Seorang perempuan usia 24 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan gangguan tidur. Pasien sering terbangun dan berkeringat dingin seperti setelah berlari. Pasien bermimpi dikejar oleh ular yang besar. Pasien mengatakan ia sering mengalami kejadian seperti ini sehingga tidurnya sangat terganggu dan tidak nyenyak. Tidak ada riwayat trauma kepala dan pengguna NAPZA. Apa diagnosis yang mungkin pada pasien?

a. b. c. d. e.

Gangguan jadwal tidur-jaga Hipersomnia non organik Nightmare Hipersomnia organik Insomnia organik

• Jawaban: C. Nightmare

96. GANGGUAN TIDUR • Gangguan tidur non organik mencakup : • Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan pada jumlah, kualitas atau waktu tidur  insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal tidur • Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama tidur. Pada masa kanak ada hubungan dengan perkembagan anak, pada orang dewasa berupa  somnabulisme, night terror, nightmare

F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking) • Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan, yang merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam tahap mimpi dari tidur. • Penyebab a) Kurang tidur (sleep deprivation) b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep schedules) c) Demam (fever) d) Stres atau tekanan (stress) e) Kekurangan (deficiency) magnesium f) Intoksikasi obat atau zat kimia

F51.4 Teror tidur (night terrors) • Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam, biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan, berlangsung selama 1 – 10 menit. • Gejala Dalam episode yang khas, ypenderita akan terduduk di tempat tidur dengan kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ (seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung ang cepat. • Kriteria DSM-IV untuk Night Terror : • Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik. • Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi, bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode. • Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat episode. • Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode. • Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain. • Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.

F51.5 Mimpi buruk (nightmare) • Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang dengan ingatan terperinci yang hidup akan mimpi menakutkan. • Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu: • Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali secara terperinci dan jelas (vivid), • Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar dan mampu mengenali lingkungannya. • Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.

• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode pengobatan paling efektif.

Soal no 97 • Tn. Budiana Sulaiman, 43 tahun, datang bersama keluarganya dengan keluhan hilang ingatan. Sebelumnya pria tersebut adalah guru olahraga di sebuah sekolah. Lalu, selama 3 bulan menghilang dan saat ditemukan pasien bekerja di tempat lain dengan identitas yang berbeda. Pasien mengatakan sama sekali tidak ingat tentang hal tersebut. Riwayat trauma kepala, penggunaan obat-obatan terlarang disangkal. Diagnosisnya adalah…

a. b. c. d. e.

Gangguan fugue disosiatif Gangguan amnesia disosiatif Kepribadian ganda Derealisasi Depersonalisasi

• Jawaban: A. Gangguan fugue disosiatif

97. Gangguan Disosiatif PPDGJ III • Kehilangan sebagian atau seluruh dari integrasi normal (di bawah kendali kesadaran) dari hal-hal berikut: • Ingatan masa lalu • Awareness of identity and immediate sensations • Kontrol gerakan tubuh

• Klasifikasi: • • • • • • • • •

Amnesia disosiatif Fugue disosiatif Stupor disosiatif Gangguan trans dan kesurupan Gangguan motorik disosiatif Konvulsi disosiatif Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif Gangguan disosiatif campuran Gangguan disosiatif lainnya: sindrom Ganser, kepribadian ganda, YDT

Amnesia disosiatif • Hilangnya daya ingat biasanya tentang hal penting yang baru terjadi, tanpa gangguan mental organik • Membedakan dengan malingering amnesia buatan biasanya tentang problem yang jelas (keuangan, proses hukum, dll) Fugue disosiatif • Terdapat ciri-ciri amnesia disosiatif • Melakukan perjalanan tertentu lebih dari yang umum dilakukan sehari-hari Stupor disosiatif • Sangat berkurang/hilangnya gerakan-gerakan volunter dan respon normal terhadap rangsangan luar • Tidak ada gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain

Gangguan trans dan kesurupan • Kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungan • Individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, atau kekuatan lain • Gangguan trans involunter dan bukan merupakan aktivitas biasa Gangguan motorik disosiatif • Ketidak mampuan untuk menggerakan seluruh atau sebagian dari anggota gerak Konvulsi disosiatif • Gerakan-gerakan seperti kejang, tanpa kehilangan kesadaran, sangat jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena terjatuh, dll. Tanpa kelainan organik. Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif • Anestesi batas tegas • Kehilangan sensorik yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis • Penglihatangangguan visus atau tunnel vision. Tuli atau anosmia sangat jarang

Diagnosis

Karakteristik

Depersonalisasi

Merasa terlepas dari tubuh, pikiran, atau jiwanya. (merasa dirinya bukan dirinya sendiri)

Derealisasi

Merasa terlepas/tidak familiar dengan lingkungan sekitar

Amnesia disosiatif

Ketidakmampuan mengingat informasi yang bersifat autobiografi (tentang dirinya sendiri) yang tidak konsisten

Fugue disosiatif

Jenis dari amnesia disosiatif disertai bepergian ke suatu tempat. Jarang ditemukan pada amnesia disosiatif, tapi sering ditemukan pada gangguan identitas disosiatif

Gangguan identitas (1) Adanya dua atau lebih kepribadian yang berbeda yang disosiatif/kepribadian timbul secara bergantian ganda (2) Episode amnesia yang berulang Trans disosiatif

Kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhdap lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berprilaku seakanakan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau “kekuatan lain”

Soal no 98 • Sepasang suami istri membawa anaknya ke rumah sakit karena diketahui menggunakan narkoba. Orangtua ingin pasien dapat berhenti dan takut jika tiba-tiba pasien ditangkap oleh polisi karena penggunaan zat terlarang tersebut. Pasien adalah seorang laki-laki usia 21 tahun, sehari-hari diketahui pasien suka membangkang katakata orangtua. Ciri kepribadian pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Antisosial Histrionik Paranoid Skizofrenik Narsistik

• Jawaban: A. Antisosial

98. GANGGUAN KEPRIBADIAN

Ciri Khas Masing-masing Gangguan Kepribadian Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik): • Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk • Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis

• Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional):

• Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah • Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive • Histrionik: ‘drama-queen’

• Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas):

• Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain • Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain • Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan

KULIT & KELAMIN, MIKROBIOLOGI, PARASITOLOGI

Soal no 99 • Nona Silvi, 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan muncul bercak putih di sekitar bibir sejak 4 bulan yang lalu. Hal ini juga dirasakan pasien timbul di tangan kanannya. Mulanya bercak kecil, namun makin bertambah besar. Bercak putih tidak disertai rasa gatal maupun sakit. Pada pemeriksaan kulit didapatkan reaksi Dopa menunjukkan melanosit negatif pada daerah apigmentasi tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi. Kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

Vitiligo Ptiriasis versikolor Tinea facialis Dermatitis atopi Pitiriasis alba

• Jawaban: A. Vitiligo

99. Leukoderma • Bercak putih pada kulit akibat hilangnya sebagian/ seluruh pigmen kulit • ETIOLOGI

– Kongenital

• Tuberous sclerosis, partial albinism, piebaldism dan Waardenburg syndrome

– Imunologis

• Vitiligo, halo mole

– Post inflamasi

• Luka bakar, dermatitis, psoriasis, cuteneous lupus erythematosus, lichen sclerosus

– Infeksi

• Ptiriasis versicolor, lichen planus, sifilis

– Obat

• EGFR inhibitor, injeksi steroid intralesi

– Okupasi/bahan kimia

http://www.dermnetnz.org/colour/leukoderma.html

Leukoderma: Vitiligo • Definisi: Hipomelanosis idiopatik ditandai dengan makula putih yang dapat meluasmengenai bagian tubuh yang memiliki melanosit (kulit, rambut, mata) • Etiologi

– Belum diketahui, diduga karena autoimun, neurohumoral, autositotoksik, atau karena bahan kimiawi

• Gejala

– Makula berwarna putih (apigmentasi) berukuran mm-cm, bulat, lonjong, berbatas tegas – Bisa juga makula hipomelanotik (tidak putih sekali) – Tepi lesi bisa meninggi, eritema dan gataldisebut inflamatoar

• Predileksi

– Area ekstensor tulang (jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor) – Lesi bilateral bisa simetris atau asimetris – Area traumatik

Klasifikasi Vitiligo • Secara umum ada 2 bentuk 1. Lokalisata - Fokal: satu atau lebih makula pada satu area tetapi tidak segmental - Segmental: satu atau lebih makula pada satu area, dengan distribusi menurut dermatom (co. satu tungkai) - Mukosal: hanya pada mukosa

2. Generalisata (90% penderita yang generalisata lesinya bersifat simetris) - Akrofasial: depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan mukastadium awal vitiligo generalisata - Vulgaris: makula tanpa pola tertentu di banyak tempat - Campuran: depigmentasi menyeluruh atau hampir di seluruh tubuhvitiligo total

Vitiligo: Gambaran Klinis

http://www.dermnetnz.org/colour/vitiligo.html

Diagnosis • Gejala dan temuan klinis: makula apigmentasi/hipopigmentasi lupa? Baca lagi slide di atas • Pemeriksaan histopatologi - Pemeriksaan Hematoksilin Eosin (HE)  tidak ditemukan sel melanosit - Reaksi DOPAmelanosit negatif pada daerah apigmentasi, tapi positif pada daerah hiperpigmentasi

• Pemeriksaan biokimia - Histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa tidak ada tirosinase, namun tirosin plasma dan kulit normal

Prinsip tatalaksana • Usia di bawah 18 tahun: - Topikal saja: losio metoksalen 1% diencerkan dalam spiritus dilutus dengan perbandingna 1:10dioleskan di semua lesi - Setelah didiamkan 15 menitdijemur dengan UV A selama 10 menit sampai eritema - Durasi jemur makin lama makin panjang tapi jangan sampai ada erosi, vesikel, atau bula

• Usia di atas 18 tahun dan lokalisata - Sama dengan pengobatan 18 tahun6 bulan tidak ada perubahan stop

• Usia di atas 18 tahun dan generalisata - Terapi usia <18 tahun + kapsul metoksalen 2x10 mg (sekali telan, bukan dua kali sehari)2 jam kemudian dijemur

• Alternatif: - Kortikosteroid potensi kuat: betamethasone valerate 0,1% atau klobetasone propionat 0,05% - MBEH (Monobenzylether of Hydroquinon) 20%untuk vitiligo yang lebih dari 50% total luas kulit atau gagal dengan psoralen

Soal no 100 • Tuan Bebeng, 40 tahun, datang ke poliklinik karena 1 bulan lalu muncul benjolan bertangkai di penis. Ia merupakan seorang kurir yang sering berhubungan intim dengan PSK. Pada pemeriksaan PA tampak jaringan fibrovaskular dengan epitel oleh sel berlapis. Pada pemeriksaan lab ditemukan koilositosis. Diagnosis pasien ini adalah...

a. b. c. d. e.

Herpes Genital Kondyloma acuminata Sifilis Infeksi HSV tipe I Moluskum Kontagiosium

• Jawaban: B. Kondiloma akuminata

100. Kondiloma Akuminata • Genital warts / “jengger ayam” • Infeksi HPV  fibroepitelioma kulit dan mukosa  berupa vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot tersebar kosmopolit. • Penularan kontak kulit • Faktor risiko: Fluor albus, laki-laki tidak disirkumsisi, higienitas kurang • Predileksi: • Laki-laki: perineum, sekitar anus, sulkus koronarius, glans, OUR, frenulum, korpus • Perempuan: vulva, vagina, porsio uteri

Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018. Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.

Kondiloma Akuminata Manifestasi KA • Bentuk akuminata  daerah lipatan lembab, vegetasi bertangkai dan papilomatosa (berjonjot), awalnya kemerahan lalu kehitaman, kutil bersatu seperti kembang kol • Bentuk papul  daerah keratinisasi sempurna (korpus penis, vulva lateral, perianal, perineum), papul halus licin tersebar diskret • Bentuk datar  makula atau tak tampak kelainan, baru tampak dengan asam asetat atau kolposkopi • Keganasan: • Giant condyloma Buschke-Lowenstein  vegetasi besar • Papulosis Bowenoid  likenoid warna coklat kemerahan Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018. Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.

Kondiloma Akuminata • Pemeriksaan:

• Tes asam asetat 5%  warna lesi acetowhite • Kolposkopi • Histopatologi  gambaran papilomatosis, akantosis, pemenjangan dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan koisilositosis

• Tata Laksana:

• Kemoterapi:

• podofilin 25%  lesi permukaan verukosa, tidak boleh pada hamil&menyusui serta lesi luas • podofilotoksin 0,5%  tidak boleh pada hamil • asam triklorasetat 80-90%  lesi genital eksterna, serviks, dan di dalam anus, boleh hamil

• Krioterapi  lesi genital eksterna, vagina, serviks, meatus uretra, dan di dalam anus • Imunoterapi  krim imiquimod bila lesi luas dan resisten • Pembedahan: • Elektrokauterisasi  lesi anogenital, terutama ukuran besar • Bedah skalpel  eksisi  lesi sangat besar sehingga menimbulkan obstruksi atau tidak dapat dilakukan terapi lain • Bedah laser CO2  lesi anogenital, vagina, serviks, lesi besar

Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018. Kutil Anogenital. Perdoski. 2017.

Herpes Genital • Infeksi virus herpes simpleks tipe I atau II • HSV tipe I  tidak ditularkan seksual  predileksi pinggang ke atas (terutama hidung mulut) • HSV tipe II  ditularkan seksual  predileksi pinggang ke bawah (terutama genital) • Infeksi primer  3 minggu dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, pembesaran KGB, diikuti lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa, gatal, panas, nyeri • Tata Laksana  idoksuridin (lesi dini) + asiklovir 5x200mg Albrecht MA. Genital herpes simplex virus. Uptodate 2018

Sifilis • Infeksi sistemik Treponema pallidum • Klasifikasi • Kongenital • Akuisata  Primer, Sekunder, Tersier

• Manifestasi: • Sifilis Primer  genitalia eksterna (laki-laki: sulkus koronarius, perempuan: labia, serviks) • Papul lentikuler, erosi, ulkus durum (bulat, soliter, dasar jaringan granulasi bersih dengan serum), dinding tak bergaung, teraba keras, tanpa radang akut • Indolen dan indurasi • Disertai limfadenopati regio inguinalis Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.

Sifilis Sifilis Sekunder  great imitator • +/- gejala konstitusi • Kulit: • • • • • •

lesi polimorfik, tidak gatal Lesi eksudatif sangat menular  kondiloma lata Lesi kering kurang menular Tahap Dini  lesi kulit generalisata, simetris, cepat hilang Tahap Lanjut  lesi kulit regional, asimetris, lama hilang Bentuk: Roseola sifilitika, leukoderma sifilitikum, papuloskuamosa, psoriaformis, kondiloma lata (papul-papul lentikuler datar dan sebagian berkonfluensi pada daerah lipatan kulit lembab ex: inguinal, skrotum, vulva, perianal, bawah payudara, antar jari kaki), sifilis variselaformis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.

Sifilis • • • • • •

Mukosa: Enantema mulut & tenggorokan, mucous patch Rambut: alopesia difusa Kuku: inikia sifilitika Limfadenopati Mata: Uveitis, koroidoretinitis Hepatitis

• Sifilis tersier • Kulit: Gumma  infiltrat soliter/multipel, asimetrik, destruktif, kronis  nekrosis koagulatif • Mukosa • Tulang • Hepar • Kardiovaskular • neurosifilis Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.

Tatalaksana Sifilis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.

Tatalaksana Sifilis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.

Tatalaksana Sifilis

Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.

Soal no 101 • Tuan Boyke Bilbao, usia 20 tahun, mengeluh timbulnya bercak keputihan pada punggung dan lengan tangan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan bertambah gatal jika berkeringat. Status dermatologis: hipopigmentasi transkus posterior, hipopigmentasi multiple numular plakat dengan skuama halus. Pemeriksaan KOH hasilnya dibawah ini:

Tatalaksana yang tepat bagi pasien tersebut adalah...

a. Ketokonazole 1x1g dosis tunggal b. Ketokonazole 1x200 mg 10 hari c. Podofilin 25% d. Asam triklorasetat 80% e. Griseofulvin 1 gram

• Jawaban: B. Ketokonazole 1x200 mg 10 hari

101. Pitiriasis versikolor • Penyakit jamur superfisial yang kronik disebabkan Malassezia furfur • Gejala – Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut – Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi

• Pemeriksaan • Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat: meatball & spaghetti appearance) Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Tatalaksana Pitriasis Versikolor PERDOSKI 2017 • Topikal • Sampo ketokonazol 2% dioleskan pada daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 5 menit sebelum mandi, sekali/hari selama 3 hari berturut-turut. • Sampo selenium sulfida 2,5% sekali/hari 15-20 menit selama 3 hari dan diulangi seminggu kemudian. Terapi rumatan sekali setiap 3 bulan. • Sampo zinc pyrithione 1% dioleskan di seluruh daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 7-10 menit sebelum mandi, sekali/hari atau 3-4 kali seminggu. • Khusus untuk daerah wajah dan genital digunakan vehikulum solutio atau golongan azol topikal (krim mikonazol 2 kali/hari). • Krim terbinafin 1% dioleskan pada daerah yang terinfeksi, 2 kali/hari selama 7 hari.

• Sistemik Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan dapat digunakan terapi sistemik ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari. • Alternatif: • Itrakonazol 200 mg/hari selama 7 hari atau 100 mg/hari selama 2 minggu • Flukonazol 400 mg dosis tunggal6,13,14 (B,1) atau 300 mg/minggu selama 2- 3 minggu.

Soal no 102 • Tuan Kuki, usia 23 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada area lipat paha sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai adanya benjolan pada daerah tersebut. Mulanya seperti ada luka pada kemaluan 3 minggu yang lalu namun sembuh sendiri. Riwayat berhubungan dengan PSK 1 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Status lokalis didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal dan terdapat nyeri tekan. Etiologi kasus tersebut adalah…

a. Candida albicans b. Chlamydia trachomatis c. Gardnerella vaginalis d. Neisseria gonorrhea e. Treponema pallidum

Jawaban: B. Chlamydia trachomatis

102. Limfogranuloma Venerum • Etiologi: Chlamydia trachomatis serovar L1,L2,L3 intraselular obligat • Papul & ulkus genital self-limited, yang diikuti oleh limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri • Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan cepat sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis  periksa secara serologis • Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul setelah 2-6 minggu dari tahap pertama  bubo (dapat pecah), groove sign (pada pria) • Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal (sering pada wanita atau gay)

Limfogranuloma Venerum Diagnosis • Klinis • Tes serologis  sulit untuk mengkultur organisme • Tes Frei

• •

Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest. The Frei test would become positive 2-8 weeks after infection. Unfortunately, the Frei antigen is common to all chlamydial species and is not specific to LGV. Commercial manufacturing of Frei antigen was discontinued in 1974.

Complement fixation (CF) The microimmunofluorescence test

• Gambaran badan inklusi • Definitive diagnosis may be made by aspiration of the bubo and growth of the aspirated material in cell culture. C trachomatis can be cultured in as many as 30% of cases. • Tatalaksana

• DOC CDC 2015: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari atau • Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari

http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment

Soal no 103 • Nona Pannus, usia 16 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan berupa muncul jerawat wajah sejak 1 minggu lalu. Keluhan disertai gatal di sekitar lokasi jerawat. Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Pada status lokalis didapatkan gambaran black comedos >10 per sisi, white comedos >20 per sisi, papul >15 per sisi, pustul dan nodul (+). Diagnosis pasien ini adalah...

a. Acne vulgaris tipe komedonal b. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat ringan c. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat sedang d. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat berat e. Acne konglobata

Jawaban: C. Acne vulgaris tipe papulopustular derajat sedang

103. Akne Vulgaris Definisi •Peradangan kronik folikel pilosebasea. Lesi Akne Vulgaris dapat berupa • Comedo : closed (‘whiteheads’) open (‘blackheads’). • Papules • Pustules • Nodules • Cysts • Scars

Manifestasi klinis Predileksi • Muka, bahu, dada atas, punggung atas Erupsi kulit polimorfik • Tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul • Beradang : pustul, nodus, kista beradang

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

Manifestasi Klinis

Acne Vulgaris derajat ringan

Acne Vulgaris derajat sedang

Acne Vulgaris derajat berat

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012

Klasifikasi Klasifikasi Lehmann (2002) Comedo

Papul/pustul

Ringan

Sedang

Berat

< 20

20-100

> 100

or

or

or

< 15

15-50

> 50

or

or

or

Nodul/kista

Total

>5 or

or

or

< 30

30-125

> 125

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat ringan • Hanya obat topikal tanpa obat oral. • Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau kombinasi. • Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida

• Lini 2: asam azelaik 20% • Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat + antibiotik topikal

• Evaluasi: setiap 6-8 minggu

Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat sedang • Obat topikal dan oral. • Lini 1:  Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.  Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.

 Oral: doksisiklin 50-100 mg  Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari

• Lini 2/3:  Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL), dapson gel  Oral: antibiotik lainnya  Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari

• Evaluasi setiap 6-8 minggu • Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk perempuan) atau oral isotretinoin

Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat berat

• Lini 1: Topikal: antibiotik.

Topikal pd Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida Oral : azitromisin pulse dose (hari pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4 250 mg Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari • Lini 2:

 Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi  Topikal utk Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida  Oral pada Wanita: anti androgen

 Oral pada Laki-laki: isotretinoin oral (Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari  Oral utk Ibu hamil: eritromisin 5001000 mg/hari • Lini 3:  Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi.  Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.  Oral utk Wanita: isotretinoin oral  Oral utk Ibu hamil/menyusui: eritromisin 500-1000 mg/hari  Pemberian asam azelaik dan Isotretinoin oral harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP) masing-masing

Soal no 104 • Ibu Klio, usia 30 tahun, datang ke klinik dokter karena merasakan gatal di punggungnya sejak 2 minggu lalu. Keluhan di punggungnya itu juga disertai penampakan kulit yang kemerahan. Keluhan terutama dirasakan semakin memberat ketika aktivitas yang menyebabkan tubuhnya berkeringat. Pada pemeriksaan didapatkan lesi plak eritema berbatas tegas, ukuran plakat, kemerahan di tepi luka dengan skuama. Apakah diagnosis yang paling tepat pada kasus di atas?

a. Tinea korporis b. Dermatitis Kontak Iritan c. Dermatitis Kontak alergi d. Impetigo krustosa e. Folikulitis akut

Jawaban: A. Tinea korporis

104. MIKOSIS Superficialis Dermatofitosis

Non Dermatofitosis

Tinea capitis Tinea barbae Tinea corporis ( T. imbrikata & T. favosa ) Tinea manum Tinea pedis Tinea kruris Tinea unguium

Pitiriasis versikolor Piedra hitam Piedra putih Tinea nigra palmaris Otomikosis

Intermediate

Kandidiasis Aspergillosis

Profunda Subcutis

Sistemik

Misetoma Kromomikosis Sporotrikosis Fikomikosis subkutan Rinosporodiosis

Aktinomikosis Nokardiosis Histoplasmosis Kriptokokosis Koksidioidomikosis Blastomikosis Fikomikosis -sistemik

M I KO S I S PARAMETER

TINEA

PTYRIASIS VERSIKOLOR

CANDIDIASIS

Mikroorganisme

Trycophyton Sp., Epidermophyton Sp., Microsporum Sp.

Malasezzia furfur

Candida albicans

Badan (T. Korporis)

Lokasi lesi

Bentuk lesi

• • • • •

Gatal Batas tegas Polisiklik Pinggir aktif Central healing

Kepala (T. Kapitis)

• Gray patch (ektothrix) • Black dot (endothrix) • Kerion (Bengkak, pus + dari folikel, seperti sarang lebah)

Kaki (T. Pedis)

Daerah sering terkena keringat

• Interdigitalis • Terutama sela jari IVV • Lesi multipel • Skuama, fisur, • Batas tegas maserasi • Hipopigmentasi • Gatal menahun  sampai dengan tidak gatal hiperpigmentasi • Kronik • Papuloskuamosa • Hiperkeratotik

Pemeriksaan KOH

Hifa sejati dan arthrospora

Meatball and spaghetti (hifa pendek dan spora bulat)

Lampu Wood

Kuning kehijauan

Kuning keemasan

Penatalaksanaan

Topical and/or systemic Topikal: salep 2-4, whitfield, azole topikal Sistemik: Terbinafin, Griseofulvin, golongan azole: ketoconazole, itraconazole Sistemik : Bila topikal gagal, lesi berulang atau kronik

• Kulit (kutis) • Lipatan kulit (intertriginosa) • Perianal (Diaper’s Rash) • Vulvovagina • Mukosa oral

• • • • •

Kandidosis mukosa Kandidosis kutis Kandidosis sistemik Reaksi id (kandidid) Maserasi (+)

Pseudohifa dan blastospora

Fluoresensi (-)

• Topikal : • Hindari faktor penyebab Ketokonazole salep • Antifungal (Gentian violet, • Sistemik: Amfoterisin, Nistatin, Grup Ketokonazole 1 x 200 –azole) mg 7-10 hari

Tinea Korporis • Penyebab tersering: T. rubrum. • Gejala : ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah. • Pemeriksaan fisik : Mengenai kulit berambut halus Keluhan gatal terutama bila berkeringat Klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama, dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah (central healing) PPK Perdoski 2017

Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan mikroskop dan KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora. • Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan: - Mencabut rambut. - Menggunakan skalpel untuk mengambil rambut dan skuama. - Menggunakan swab (untuk kerion) atau menggunakan cytobrush. - Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi. • Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus • Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium). • rambut dicabut, ditambahkan larutan KOH 10-20% dan dievaluasi dengan mikroskop: • Ektotriks: arthroconidia kecil/besar membentuk lapisan di sekitar batang rambut, atau • Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.

PPK Perdoski 2017

Drug of Choice Dermatofita DERMATOFITA

DOC

Tinea Kapitis

• Perlu terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut • Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum maupun Trichophyton • Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton • Griseofulvin merupakan DOC jika spesies penyebab tinea kapitis tidak jelas

Tinea manum, Tinea pedis

• Terapi utama adalah topikal: topikal azole/ terbinafine • DOC sistemik: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol • Griseovulfin kurang efektif dan butuh waktu yang lebih panjang

Tinea barbae

• Butuh terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut • DOC: griseovulfin/ Terbinafin selama 2-4 minggu; alternatif: itrakonazol, flukonazol

Tinea facialis, Tinea • Mengenai struktur kulit superfisial  terapi topikal adalah yg korporis, tinea utama kruris • DOC sistemik: terbinafin; alternatif griseofulvin/ketoconazole/ itrakonazole Tinea Unguium

• Oral lebih baik dibanding topikal

Tatalaksana Tinea Korporis dan Kruris (PERDOSKI 2017) • Topikal:  Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu. • Alternatif:  Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.

• Sistemik  Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat pilihan:  Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu. • Alternatif: (urutan berdasarkan prioritas) 1. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu. 2. Ketokonazol 200 mg/hari 3. Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu. PPK Perdoski 2017

Soal no 105 • Tuan Ultra, usia 41 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan muncul sebuah bercak putih berbatas tegas di lengan kiri dan terasa baal sejak 3 bulan. Pasien juga mengatakan pada bercak tampak kering dan bersisik. Keluhan mulanya hanya berupa bercak kecil, namun dirasakan semakin membesar sehingga membuat pasien menjadi khawatir karena rasa baal semakin nyata. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan penebalan saraf tepi. Diagnosis pasien ini adalah…

a. Lepra PB b. Lepra MB c. Reaksi Lepra 1 d. Reaksi Lepra 2 e. Intermediette

Jawaban: A. Lepra PB

105. Morbus Hansen • Etiologi: Mycobacterium leprae • Pemeriksaan fisik: - Sensibilitas kulit: hypoesthesia - Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N. fascialis, N. auricularis magnus, N. radialis, N. medianus, N. peroneus communis, N. ulnaris, N. tibialis posterior - Foot drop atau clawed hands - Wasting dan kelemahan otot - Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai atas atau bawah - Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi kornea, dan/atau katarak sekunder akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri secara langsung, bahkan hingga amputasi

Claw hands

Pemeriksaan penunjang Histopatologi • •

Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi • •

Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit atau sekret mukosa hidung Lokasi pengambilan: cuping telinga kiri dan kanan, dan bercak paling aktif

Imunologi • •

Immunoglobulin: IgM dan IgG Lepromin skin test

Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling Sifat

Lepromatosa (LL)

Borderline Lepromatosa (BL)

Mid Borderline (BB)

Bentuk

Makula Infiltrat difus Papul Nodul

Makula Plakat Papul

Plakat Dome shape (kubah) Punched out

Jumlah

Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada ada kulit sehat kulit sehat

Dapat dihitung, kulit sehat jelas masih ada

Distribusi

Simetris

Hampir simetris

Asimetris

Permukaan

Halus berkilat

Halus berkilat

Agak kasar, agak berkilat

Batas

Tidak jelas

Agak jelas

Agak jelas

Anestesia

Tidak jelas

Tidak jelas

Jelas

Lesi kulit

Banyak (ada globus)

Banyak

Agak banyak

Sekret hidung

Banyak (ada globus)

Biasanya negatif

Negatif

Tes lepromin

Negatif

Negatif

Negative

Lesi

BTA

Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling Sifat

Tuberculoid (TT)

Borderline Tuberculoid (BT)

Intermediate (I)

Bentuk

Makula dibatasi infiltrat

Makula dibatasi infiltrat atau infiltrat saja

Hanya infiltrat

Jumlah

Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi satelit

Satu atau beberapa

Distribusi

Terlokalisir dan asimetris

Asimetris

Bervariasi

Permukaan

Kering, berskuama

Kering, skuama

Fapat halus agak berkilat

Batas

Jelas

Jelas

Bisa jelas/tidak jelas

Anestesia

Jelas

Jelas

Tidak ada sampai tidak jelas

Hampir selalu negatif

Negatif atau hanya 1+

Negatif

Positif lemah

Dapat positif lemah

Lesi

BTA Lesi kulit

Tes lepromin Positif kuat (3+)

Tipe Kusta Menurut WHO

Flowchart of Diagnosis & Classification

Pengobatan Kusta

Reaksi Kusta • Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada pasien kusta • Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah pengobatan  paling sering terjadi pada 6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.

Morbus Hansen ISTILAH Eritema nodosum leprosum (reaksi kusta tipe 2)

LESI • • • • •

• • Reaksi reversal/borderline/ • upgrading (reaksi • • kusta tipe 1) •

Fenomena lucio

Pada tipe MB (BL,LL) Nodus eritema dan nyeri Predileksi : lengan dan tungkai Tidak terjadi perubahan tipe Hipersensitivitas tipe 3

Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti) Terjadi perubahan tipe Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru Peradangan pada saraf dan kulit Pada pengobatan 6 bulan pertama Hipersensitivitas tipe 4

• Reaksi kusta yang sangat berat • Pada tipe lepromatosa non-nodular difus • Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, nyeri (+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula • Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83

Morbus Hansen: Istilah Reaksi

Deskripsi

Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Lepra Tuberkuloid

Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti ( Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)

Reaksi Reversal

Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum pada tipe PB

Eritema Nodusum Leprosum

Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan tungkai, Umum pada MB

Fenomena Lucio

Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis serta ulserasi yg nyeri

Faktor Pencetus Reaksi Kusta

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI

Perbedaan Reaksi Kusta 1 dan 2

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI

E.N.L

Reversal reaction of leprosy

Lucio’s phenomenone

Soal no 106 • Tuan Beta, usia 47 tahun, datang ke poliklinik karena kulit yang semakin tebal berwarna kehitaman di daerah tengkuk sejak 1 tahun lalu. Pasien juga mengeluhkan rasa gatal yang akhirnya membuat ia sering menggaruk bagian tersebut. Saat pemeriksaan, didapatkan gambaran berupa plak erimatosa dengan likenifikasi dan skuama halus kekuningan. Diagnosis pasien tersebut adalah…

a. Morbus Hansen b. Neurodermatitis c. Liken Simpleks Akut d. Dermatofitosis e. Psoriasis

Jawaban: B. Neurodermatitis

106. Liken Simpleks Kronikus • Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis sirkumskripta • Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang

• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)  garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi • Daerah • Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva dan skrotum

• Etiologi • Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI

Gambaran klinis

Plak eritematosa, skuama, dengan likenifikasi

Tatalaksana • Menghindari menggaruk lesi • Antipruritus: antihistamin H1 generasi 1 efek sedatif agar mengurangi sifat menggaruk • Kortikosteroid potensi kuat Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI

Soal no 107 • Anak Gerber, usia 5 bulan, oleh ibunya dibawa ke Puskesmas karena anak tersebut memiliki kulit yang kering dan pecah-pecah. Ibunya menyangka bahwa kulitnya itu hanya karena efek cuaca kemarau yang kini tengah berkepanjangan, sehingga 2 bulan terakhir ini hanya diberikan lotion pelembut kulit. Keluhan sempat tampak membaik, namun kembali tampak jelas beberapa minggu terakhir ini sehingga orang tuanya menjadi khawatir. Keluhan muncul sejak bayi berusia 3 bulan, kini kulitnya pecah-pecah yang sisinya lepas berbentuk heksagonal. Diagnosis pasien tersebut adalah…

a. Dermatitis atopi b. Xerosis kutis c. Dermatitis seboroik d. Iktiosis vulgaris e. Psoriasis vulgaris

• Jawaban: D. Iktiosis vulgaris

107. Iktiosis Vulgaris Definisi • Gangguan pembentukan keratin sehingga sekresi keringat dan sebum berkurang JENIS • Iktiosis vulgaris – Kelainan genetik pada kulit yang diturunkan sebagai autosom dominan – sering disertai dengan ekzema atopik – Mild skin scaling and dryness

• Jenis x-linked recessive – hanya menyerang pria – Secara klinik berbeda dari jenis yang lain, timbul segera setelah lahir – mengenal semua bagian tubuh – sisik besar dan gelap

Iktiosis: Jenis • Xeroderma

– bentuk ringan iktiosis – tidak bersifat kongenital – terjadi pada penderita usia pertengahan atau lebih tua

• Iktiosis terdapat pada sindrom Refsum (ataksia herediter dengan polincuritis dan tuli) dan sindrom Sjogren-Larssen (defisiensi mental herediter dan paralisis spastik) – Kedua sindrom tersebut autosom-resesif

• Iktiosis yang didapat

– pada lepra, bipotiroid, limfoma, sarkoidosis dan penyakit Hodgkin

• Iktiosis lamelar (autosom resesif)

– dijumpai pada neonatus yang terlihat seperti terbungkus kertas perkamen – Bentuk berat dari tipe ini adalah iktiosis harlequin

Iktiosis: Jenis • Iktiosis Harlequin • Merupakan bentuk terberat dari iktiosis autosomal resesif. • Temuan klinisnya berupa mengerasnya kulit dan keratin menjadi sangat tebal. • Neonatus akan tampak seperti memiliki cangkang yang massif dan terdapat kontraksi abnormal dari mata, mulut, dan telinga.

• Congenital ichthyosiform erythroderma • Characterized by red skin and fine scales

Iktiosis: Jenis • Hiperkeratosis epidermoli • mempunyai vesikel superfisial dan bersisik dengan erosi • penyakit autosom dominan • Sisik tebal, seringkali tajam/spiny, kulit mudah lecet saat trauma

• Localized ichthyosis • Characterized by thick or scaly skin that is localized to particular regions such as the palms of the hands and soles of the feet

• Iktiosis kongenital bulosa/Epidermolytic Icthyosis • Merupakan bentuk iktiosis kongenital yang diturunkan secara autosomal dominan • Temuan klinisnya berupa eritroderma, blister, dan erosi yang disertai dengan hiperkeratosis progresif

Iktiosis Vulgaris • Tersering muncul pada usia 2 bulan (sebelum 5 tahun) • Dermatitis atopik: muncul pada 50% penderita • Dapat akibat keturunan atau didapat • Keturunan: mutasi pada gen filaggrin (FLG)  kegagalan sel kulit untuk mempertahankan kelembaban  hiperkeratosis debagai kompensasi kerusakan sel penumpukan sel kulit mati  sisik

• Jenis Iktiosis tersering (95%) • Permukaan ekstensor anggota gerak tertutup sisik yang kering; lipat ketiak dan siku biasanya tidak terkena http://www.dermnetnz.org/topics/ichthyosis-vulgaris/

Iktiosis Vulgaris: Tanda dan Gejala • Gejala yang timbul • • • • •

Kulit kering Kulit bersisik Gatal Perubahan warna kulit Kulit retak yang terasa nyeri pada telapak tangan dan kaki

• Symmetrical scaling of the skin, which varies from barely visible roughness and dryness to strong horny plates • Scales are small, fine, irregular, and polygonal in shape, often curling up at the edges to give the skin a rough feel. Scales vary in size from 1 mm to 1 cm in diameter and range from white to dirty gray to brown

Iktiosis Vulgaris vs X-Linked Ichthyosis

Iktiosis Vulgaris: Terapi • Paliatif: Krim pelunak (lanolin, petrolatum) • Pengobatan harus dilakukan setelah hidrasi dengan larutan propyrene glycol 60%

• Terapi oklusif • Menggunakan pelembab pada kulit lembab (< 3 menit setelah mandi) • Oklusi menggunakan cling wrap selama 1-2 jam

http://www.dermnetnz.org/topics/ichthyosis-vulgaris/

Soal no 108 • Nyonya Megan, perempuan, usia 40 tahun, datang ke Puskesmas karena muncul benjolan di ketiak kiri yang disertai nyeri hilang timbul sejak 7 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik, tampak beberapa benjolan yang nyeri bila diraba dengan gambaran nodul multipel eritema. Nodul mempunyai sinus dan mengandung pus pada aksila kiri. Kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut adalah…

a. Erisipelas b. Hidradenitis supuratif c. Ektima d. Selulitis e. Sifilis

Jawaban: B. Hidradenitis supuratif

108. Hidradenitis suppurativa • Infeksi kelenjar apokrin • Etiologi : Staphylococcus aureus • Didahului oleh trauma, ex: keringat berlebih, pemakaian deodorant, dll

• Gejala konstitusi : demam, malaise • Ruam berupa nodus dan tanda inflamasi (+) lalu melunak menjadi abses, pecah membentuk fistel dan sinus yang multiple • Lokasi: ketiak, perineum • Lab: leukositosis Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62

Tatalaksana Hidradenitis suppurativa • Antibiotik Sistemik: minimal selama 7 hari • Lini pertama: • Kloksasilin/dikloksasilin: dewasa 4x250500 mg/hari per oral; anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis • Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis • Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.

• Lini kedua: • Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5) • Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis. • Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis. (A,2) PERDOSKI 2017

Soal no 109 • Tuan Sarman, laki-laki, 33 tahun, dibawa oleh keluarganya ke IGD karena tiba-tiba muncul lepuh pada kulit di tubuhnya sejak 2 hari. Keluhan mulanya hanya di beberapa bagian tubuhnya, namun kini sudah tampak lebih banyak dan dirasakan nyeri. Sebelumnya keluhan hanya tampak seperti melepuh biasa, namun kulit tampak semakin kemerahan dan mulai timbul luka. Pada pemeriksaan fisik tampak macula eritema, bula, dan erosi di seluruh punggung, dada, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Kemungkinan diagnosis tersebut adalah…

a. Steven Jonson Syndrom b. Fixed Drug eruption c. Nekrolisis Epidermal Toksik d. Dermatitis Kontak e. Dermatitis Atopi

Jawaban: C. Nekrolisis Epidermal Toksik

109. Erupsi Obat Alergi: Klasifikasi • EOA ringan • Urtikaria dengan atau tanpa angioedema • Erupsi eksantematosa • Dermatitis medikamentosa • Erupsi purpurik • Eksantema fikstum (fixed drug eruption/FDE) • Eritema nodosum • Eritema multiforme • Lupus eritematosus • Erupsi likenoid

• EOAberat • Pustular eksantema generalisata akut (PEGA) • Eritroderma • Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) • Nekrolisis epidermal toksik (NET) atau sindrom Lyell • Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS)

PPK PERDOSKI 2017

SSJ & NET • Sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat • Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host disease, neoplasma, radiasi • Reaksi hipersensitivitas tipe 4

• Trias kelainan • Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula • Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada mukosa mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta kehitaman • Kelainan mata: konjungtivitis

• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.

SSJ vs TEN Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.

Clinical entitiy

SJS

SJS-TEN overlap

TEN

Primary lesions

• Dusky red lesion • Flat atypical targets

• Dusky red lesions • Flat atypical targets

• Poorly delineated erythematous plaques • Epidermal detachment • Dusky red lesions • Flat atypical targets

Distribution

• Isolated lesions • Confluenc e (+) on face and trunk

• Isolated lesions • Confluence (++) on face and trunk

• Isolated lesions (rare) • Confluence (+++) on face, trunk, and elsewhere

Mucosal involvement

Yes

Yes

Yes

Systemic symptoms

Usually

Always

Always

Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis High Risk

Lower Risk

Doubtful Risk

No Evidence of Risk

• • • • • • • • • • • • • •

• Acetic acid NSAIDs (e.g., diclofenac) • Aminopenicillins • Cephalosporins • Quinolones • Cyclins • Macrolide

• Paracetamol (acetaminophen) • Pyrazolone analgesics • Corticosteroids • Other NSAIDs (except aspirin) • Sertraline

• Paracetamol (acetaminophen) • Pyrazolone analgesics • Corticosteroids • Other NSAIDs (except aspirin) • Sertralin

Allopurinol Sulfamethoxazole Sulfadiazine Sulfapyridine Sulfadoxine Sulfasalazine Carbamazepine Lamotrigine Phenobarbital Phenytoin Phenylbutazone Nevirapine Oxicam NSAIDs Thiacetazone

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012

Manifestasi Klinis

A. Early eruption. Erythematous dusky red macules (flat atypical target lesions) that progressively coalesce and show epidermal detachment. B. Early presentation with vesicles and blisters, note the dusky color of blister roofs, strongly suggesting necrosis of the epidermis. C. Advanced eruption. Blisters and epidermal detachment have led to large confluent erosions. D. Full-blown epidermal necrolysis characterized by large erosive areas reminiscent of scalding.

Tatalaksana • Topikal • mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi: • Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan parafin.

PPK Perdoski 2017

• Sistemik: - Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara prednisone  1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.  3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET  4-6 mg/kgBB/hari untuk NET. - Analgesik • Pilihan lain: - Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera setelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari • Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas. • Antibiotik sistemik sesuai indikasi

Tatalaksana

PPK Perdoski 2017

Soal no 110 • Nyonya Uya, perempuan usia 38 tahun, datang ke Poliklinik karena mengeluh timbulnya bercak merah pada daerah ketiak. Pada pemeriksaan didapatkan plak kemerahan dengan skuama halus di lipatan aksila kiri. Pada pemeriksaan lampu Wood juga menunjukkan warna merah bata. Obat yang dapat diberikan untuk tatalaksana pasien tersebut adalah…

a. Sefiksim b. Kanamisin c. Eritromisin d. Amoksisilin e. Bedak salisilat

Jawaban:C. Eritromisin

110. Eritrasma • Etiologi • Corynebacterium minutissimum (coral red pada lampu Wood)

• Predileksi dan Faktor Risiko • Pada daerah lipatan kulit, lipatan paha (pria) dan antar jari kaki (wanita) • Suhu lembab, keringat, DM, obesitas, higienitas buruk, usia tua, imunokompromais

• Klasifikasi Berdasarkan Lokasi • Eritrasma interdigitalis: Diantara jari kaki 3,4, dan 5 • Eritrasma intertriginosa: Di ketiak, selangkangan, bawah payudara, umbilikus • Eritrasma generalisata: Pada tubuh https://www.dermnetnz.org/topics/erythrasma

Eritrasma • Efloresensi

• Plak berwarna pink kemerahan dengan skuama halus  berubah menjadi coklat dan bersisik

• Histopatologi Jaringan

• Hipergranulosis, dilatasi vaskular, dan infiltrat limfosit perivaskular ringan

• Mikroskopik

• Bakteri batang dengan filamen (bersegmen) dan bentuk coccoid

• Terapi

• Topikal

• Krim eritromisin, larutan klindamisin HCl, mikonazol, krim asam fusidat, salep Whitfield

• Oral Antibiotik

• Eritromisin (DOC) • Tetrasiklin

https://books.google.co.id/books?id=wrX8CAAAQBAJ&pg=PA376&lpg=PA376&dq=eritrasma+coccoid+filament&source=bl&ots=Z95YYYOG3y&sig=XXV_bB2zzXVXel4ikqQXBRYpbNA&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=eritrasma%20coccoid%20filament&f=false https://www.dermnetnz.org/topics/erythromycin/

Pemeriksaan Lampu Wood WARNA

ETIOLOGI

Kuning Emas

Tinea versicolor – M. furfur

Hijau Pucat

Trichophyton schoenleini

Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M. (terang) Canis

Tosca - Biru

Pseudomonas aeruginosa

Pink – Coral

Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped

Tuberous Sclerosis

Putih Pucat

Hypopigmentation

Coklat-Ungu

Hyperpigmentation

Putih terang, Putih Kebiruan

Depigmentation, Vitiligo

Putih terang

Albinism

Bluewhite

Leprosy

Soal no 111 • Tuan Golden, laki-laki, usia 28 tahun, datang ke IGD dengan keluhan demam mengigil sejak 5 hari lalu. Pasien juga mengeluh mual, muntah, dan nyeri kepala. Pasien merupakan seorang dokter PTT daerah yang ditempatkan di pedalaman Maluku sejak 2 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal kecuali ditemukan suhu badan yang tinggi. Pada hapusan darah didapatkan gambaran darah sel-sel besar dengan titik Schuffner. Kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut adalah...

a. Malaria b. Demam dengue c. Demam typhoid d. Leptospirosis e. Chikungunya

Jawaban: A. Malaria

111. Malaria • Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Berdasarkan jenis plasmodiumnya, infeksi malaria ini dapat menimbulkan berbagai gejala antara lain: – Plasmodium vivax  malaria tertian benigna/malaria vivax – Plasmodium falciparum malaria tertiana maligna/ malaria Tropicana – Plasmodium malariae  malaria kuartana – Plasmodium ovale  malaria tertian benigna ovale

Malaria

Malaria

Malaria

Malaria the disease • 9-14 day incubation period • Fever, chills, headache, back and joint pain • Gastrointestinal symptoms (nausea, vomiting, etc.)

Malaria the disease • Malaria tertiana: 48h between fevers (P. vivax and ovale) • Malaria quartana: 72h between fevers (P. malariae) • Malaria tropica: irregular high fever (P. falciparum)

Pengobatan Malaria • Pengobatan malaria falsiparum, knowlesi dan vivaks saat ini menggunakan DHP ditambah primakuin. • Dosis DHP untuk malaria falsiparum, malaria knowlesi, malaria vivaks adalah sama • Primakuin untuk malaria falsiparum dan malaria knowlesi hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB • Primakuin untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. • Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu hamil.

Lini Kedua Pengobatan Malaria • Lini kedua Malaria Falciparum • Kina + doksisiklin/tetrasiklin + primakuin • Doksisiklin (untuk anak < 8 tahun dan ibu hamil kontraindikasi sehingga diberi klindamisin). • Primakuin kontraindikasi pada ibu hamil dan bayi <6 bulan

• Lini kedua Malaria Vivaks • Kina + primakuin

• Dosis: • Kina: 3x10 mg/kgBB/kali PO, selama 7 hari • Tetrasiklin : 4 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari selama 7 hari • Primakuin: 0.25 mg/kgBB/hari (0.5 mg bila relaps) (Lama pemberian primakuin sesuai dengan jenis infeksi malarianya) • Doksisiklin (diberikan selama 7 hari): • Usia > 15 tahun : 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari • Usia 8-14 tahun : 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari

• Klindamisin : 10 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.

Pengobatan Malaria dengan DHP dan Primakuin

1 atau 14 hari*

* Jika infeksi malaria falciparum maka primakuin hanya diberikan sekali dosis tunggal, sedangkan jika infeksi malaria vivaks atau campuran falsiparum dan vivaks, maka primakuin diberikan selama 14 hari

Catatan • Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.

• Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan. • Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal. • Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

• Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit.

Soal no 112 • Bayi Bebelac, laki-laki, usia 2 minggu, dibawa oleh ibunya ke poli MTBS untuk kontrol pasca kelahiran. Sejauh ini pasien tidak mengalami keluhan apapun, aktivitas minum ASI juga dinilai baik. Ibu pasien mengeluhkan beberapa hari lalu muncul bintik-bintik putih di wajah dan semakin banyak sejak 3 hari lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan vesikel kecil multipel berukuran 1-2 mm pada wajah dan sebagian leher. Anak masih aktif, pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal. Tanda vital lainnya dalam batas normal. Diagnosis pasien tersebut adalah…

a. Miliaria kristalina b. Miliaria rubra c. Miliaria profunda d. Miliaria pustulosa e. Miliaria vesikulosa

Jawaban: A. Miliaria kristalina

112. Miliaria • Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat peningkatan kelembaban dan panas serta oklusi kulit MILIARIA

PATOFISIOLOGI

Miliaria kristalina (sudamina)

• • •



penyumbatan terjadi di stratum korneum (superfisial) vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda radang, mudah pecah dan deskuamasi dalam beberapa hari. Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam

• •

penyumbatan di epidermis (stratum spinosum/mid-epidermis)  papul eritematosa yang gatal merupakan jenis tersering, vesikel miliar atau papulovesikel di atas dasar eritematosa, tersebar diskret. Bila papul menjadi pustul  miliaria pustulosa Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di lingkungan lembab

Miliaria profunda

• • •

Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal junction  papul sewarna kulit merupakan kelanjutan miliaria rubra, berbentuk papul putih, tanpa tanda radang Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra berulang

Miliaria pustulosa

• •

Di Stratum spinosum/mid-epidermis Terjadi infeksi sekunder sehingga muncul pustul

Miliaria rubra (prickly heat)



KLINIS

Tatalaksana • Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut: • Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambahkan antipruritus (mentol) • Miliaria rubra dengan inflamasi berat dapat diberikan kortikosteroid topikal, bila terdapat infeksi sekunder: antibiotik topikal. • Miliria profunda diberikan lanolin anhidrous, bila luas dapat diberikan isotretinoin.

• Edukasi: • Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi memakai sabun. Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat. Perdoski 2017

Algoritma Diagnosis dan Terapi

Perdoski 2017

Soal no 113 • Anak Carlos, laki-laki, 5 tahun, dibawa ibunya ke poliklinik karena seluruh badannya tampak bengkak sejak 5 hari lalu. Pasien sudah beberapa kali mengalami hal serupa sejak 3 tahun lalu dan rutin berobat ke dokter anak. Terakhir kali menjalani terapi tersebut 4 bulan dan 8 bulan lalu minum obat hingga bengkaknya hilang. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar albumin 2 g/dL dan proteinuria 3+. Tatalaksana yang dapat diberikan untuk pasien tersebut adalah…

a. Prednison dosis alternating selama 4 minggu b. Prednison dosis alternating selama 8 minggu c. Siklofosfamid d. Prednison dosis penuh selama 8 minggu e. Prednison dosis penuh selama 4 minggu

Jawaban: E. Prednison dosis penuh selama 4 minggu

Sindrom Nefrotik • Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala: • Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+) • Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL • Edema • Dapat disertai hiperkolesterolemia

• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein) KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Diagnosis • Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan • Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites, edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi • Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+, rasio albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.

Definisi pada Sindrom Nefrotik • Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu • Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu • Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan • Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun

Definisi pada Sindrom Nefrotik • Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut • Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Tatalaksana

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Tatalaksana Diet pada SN Anak • Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. • Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.

• Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. • Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

Diuretik pada SN Anak • Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.

• Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. • Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. • Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. • Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan, dapat dilakukan punksi asites berulang

Soal no 114 • Bayi Lies Summarecon, perempuan, usia 2 hari, dibawa ibunya ke IGD karena tampak kuning dan lemah. Riwayat bayi lahir spontan dengan berat lahir 3.000 gram dan menangis normal. Pemeriksaan fisik tampak bayi letargi, kuning, dan lemah. Pemeriksaan golongan darah Ibu O Rhesus negatif, dan ayah O Rhesus positif. Tatalaksana untuk bayi tersebut adalah…

a. Human anti-D imunoglobulin b. Transfusi tukar c. Kortikosteroid d. HTIG e. IVIg

Jawaban: B. Transfusi tukar

114. Ikterus Neonatorum • Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1 • Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD

• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam • Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.

Anemia Hemolisis Neonatus ec. Inkompatibilitas P E N YA K I T

K E T E R A N G A N

Inkompatibilitas ABO

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak pertama

Inkompatibilitas Rh

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg berhasil melewati plasenta belum banyak. Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh + antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan anemia hemolisis

Inkompatibilitas Rhesus • Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan eritrosit • Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+), sehingga membentuk antibodi Rh • Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+), terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran normal • Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah Rh (+)

Tes Laboratorium • Prenatal emergency care • Tipe Rh ibu • the Rosette screening test atau the Kleihauer-Betke acid elution test bisa mendeteksi alloimmunization yg disebabkan oleh fetal hemorrhage • Amniosentesis/cordosentesis

• Postnatal emergency care • Cek tipe ABO dan Rh, hematokrit, Hb, serum bilirubin, apusan darah, dan direct Coombs test. • direct Coombs test yang positif menegakkan diagnosis antibodyinduced hemolytic anemia yang menandakan adanya inkompabilitas ABO atau Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150

Tatalaksana Inkompatibilitas Rh • Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi, berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau RhoGAM) • Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG tidak berguna • Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas, transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150

Tatalaksana Umum Hemolytic Disease of Neonates • In infants with hyperbilirubinemia due to alloimmune HDN, monitoring serum bilirubin levels, oral hydration, and phototherapy are the mainstays of management. • For infants who do not respond to these conventional measures, intravenous fluid supplementation and/or exchange transfusion may be necessary to treat hyperbilirubinemia. Intravenous immunoglobulin (IVIG) also may be useful in reducing the need for exchange transfusion. • Phototherapy — Phototherapy is the most commonly used intervention to treat and prevent severe hyperbilirubinemia. It is an effective and safe intervention. The AAP has developed guidelines for the initiation and discontinuation of phototherapy based upon total serum bilirubin (TSB) values at specific hourly age of the patient, gestational age, and the presence or absence of risk factors for hyperbilirubinemia including alloimmune HDN • Hydration — Phototherapy increases insensible skin losses and as a result the fluid requirements of infants undergoing phototherapy are increased. In addition, byproducts of phototherapy are eliminated in the urine. If oral hydration is inadequate, intravenous hydration may be necessary. • Exchange transfusion — Exchange transfusion is used to treat severe anemia, as previously discussed, and severe hyperbilirubinemia. Exchange transfusion removes serum bilirubin and decreases hemolysis by the removal of antibody-coated neonatal RBCs and unbound maternal antibody.

Soal no 115 • Anak Marie, perempuan, 6 tahun, oleh ibunya dibawa ke IGD karena badannya bengkak-bengkak 1 hari lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri tenggorokan disertai lemas. Tampak bintik kemerahan di leher dan badan sejak 2 hari lalu setelah demam seharian sejak 3 hari lalu. Ibu pasien juga menerangkan bahwa urin anaknya menjadi warna merah gelap. Penyakit apa yang juga terkait dengan mikroorganisme penyebab kondisi anak ini?

a. Epiglotitis b. Demam skarlatina c. Impetigo bulosa d. Morbili e. Rubella

Jawaban: B. Demam skarlatina

115. EKSANTEMA AKUT

Scarlet Fever • Sindrom yang memiliki karakteristik: faringitis eksudatif, demam, dan rash. • Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci (GABHS) • Masa inkubasi 1-4 hari.

• Manifestasi pada kulit diawali oleh infeksi streptokokus (umumnya pada tonsillopharynx) : nyeri tenggorokan dan demam tinggi, disertai nyeri kepala, mual, muntah, nyeri perut, myalgia, dan malaise.

• Rash : Timbul 12-48 jam setelah onset demam. Dimulai dari leher kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas.

• Pemeriksaan : Throat culture positive for group A strep • Tatalaksana : Antibiotik antistreptokokal minimal 10 hari (Eritromisin atau Penicillin G)

Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview

Soal no 116 • Anak Moli, perempuan, 12 tahun, dibawa orang tuanya ke IGD karena BAB cair lebih dari 10 kali sejak 1 hari lalu. Keluhan tiba-tiba saja muncul dan langsung tampak diare yang sangat banyak. Menurut orang tua, BAB hanya air dengan warna seperti cucian beras. Pasien tampak lemas dan tampak agak kesakitan di sekitar perutnya. Pasien masih mau minum dan orang tua sudah memberikan pertolongan pertama berupa pemberian oralit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal yang disertai tanda dehidrasi ringan. Tatalaksana pasien tersebut adalah…

a. Metronidazole b. Siprofloxasin c. Doksisiklin d. Amoksisilin e. Kloramfenikol

Jawaban: C. Kolera

116. Kolera • Infeksi usus oleh Vibrio cholerae – Bakteri anaerobik fakultatif, – batang gram negatif yang melengkung berbentuk koma, – tidak membentuk spora – Memiliki single, sheathed, polar flagellum

• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)): – Diare sekretorik profuse, tidak berbau, bersifat tidak nyeri, seperti warna air cucian beras – Muntah  tidak selalu ada – Dehidrasi  berlangsung sangat cepat, dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok, dan kematian – Abdominal cramps

Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview

PATHOPHYSIOLOGY OF CHOLERA V. cholerae accumulates in stomach

increase cAMP

activation of ion channels

Produces exotoxins

G- protein stuck in "on" position

NaCl influx into intestinal lumen to drag water into lumen

Toxins will bind to Gprotein coupled receptor (ganglioside receptor)

Inactivation of GTPase

lead to watery diarrhea

Tata l a ks a na – Tatalaksana utama: REHIDRASI – Pemberian zinc – Tatalaksana adjunctive: antibiotik (antibiotik diberikan untuk memperpendek masa sakit) • Antibiotik, diindikasikan pada pasien dengan dehidrasi berat di atas 2 tahun Class Tetracyclines

Macrolides

Antibiotic Doxycycline

Typical pediatric dose* 4-6 mg/kg (single dose)

Adult dose 300 mg (single dose)

Tetracycline

50 mg/kg/day in four equally divided doses, for three days

500 mg four times per day for three days

Azithromycin

20 mg/kg (single dose)

1 g (single dose)

Erythromycin

40 mg/kg/day in four equally divided doses, for three days

500 mg four times per day for three days

20 mg/kg (single dose)

1 g (single dose)

Fluoroquinolones Ciprofloxacin



Catatan: Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak direkomedasikan <8 years



Fluoroquinolon pada anak sebaiknya dihindari kecuali tidak ada pilihan lain

Guidelines for Cholera Treatment with Antibiotics RECOMMENDATION

WHO

PAHO

MSF

Ab for cholera patients with severe dehydration only

DOC

ALTERNATE

Doxycycline Tetracycline

Ab for cholera patients with moderate or severe dehydration

Doxycycline

Ab for severely dehydrated patients only

Erythromycin Cotrimoxazole Doxycycline Chloramphenico

Ciprofloxacin Azithromycin

DOC FOR SPECIAL POPULATIONS Erythromycin is recommended drug for children Erythromycin or azithromycin DOC for pregnant women and children Ciprofloxacin & doxycycline as second-line for children

Prinsip terapi cairan • Rehidrasi merupakan prioritas pertama pada cholera • Pemberian cairan terbagi menjadi 2 fase yaitu rehidrasi dan maintenance • Fase rehidrasi: • mencapai status hidrasi normal dalam waktu ≤ 4 jam. • Lebih diutamakan untuk menggunakan ringer lactate, jika tidak ada bisa menggunakan NaCl 0.9%

• Fase maintenance: • menjaga status hidrasi normal terutama melalui oral dengan menggunakan oralit

Soal no 117 • Anak Bebeng, laki-laki, usia 7 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas karena tampak mudah mengantuk sejak 1 bulan. Pasien juga tampak pucat dan lemas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, atrofi dari papil lidah, kuku seperti sendok, tidak terlihat pembesaran lien ataupun hepar. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9g/dL, Ht 19%, MCV 70 dan MCH 22, ferritin serum rendah, TIBC meningkat, leukosit trombosit retikulosit normal. Diagnosis yang tepat adalah...

a. Talasemia mayor b. Talasemia minor c. Anemia perdarahan akut d. Anemia megaloblastik e. Anemia defisiensi besi

Jawaban: E. Anemia defisiensi besi

117. Pendekatan Anemia pada anak • Anemia (WHO): – A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean Hb concentration for a normal population of the same gender and age range

• US National Health and Nutrition Examination Survey (1999 – 2002)→ anemia: – Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and female children aged 12 through 35 months

Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age. Pediatrics 2010; 126; 1040.

Pendekatan Anemia pada anak • idai

Etiologi • Bayi di bawah 1 tahun – Persediaan besi yang kurang karena BBLR, lahir kembarm ASI eksklusif tanpa suplementasi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemia selama kehamilan

• Anak umur 1-2 tahun – Tidak mendapat MPASI – Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang – Malabsorbsi

• Anak umur 2-5 tahun – Diet rendah heme – Infeksi berulang/menahun – Perdarahan berlebihan karena divertikulum meckel

• Umur 5 tahun – remaja – Poliposis – Kehilangan besi karena perdarahan e.c parasit/infeksi

• Remaja dewasa – Menstruasi berlebihan

Hipokrom: MCH ˂ normal MCH ˃ normal Mikrositik: MCV ˂ normal

Hiperkrom:

Manifestasi Klinis • Anamnesis

• Pemeriksaan fisik

– Pucat yang berlangsung lama (kronik)

– Pucat tanpa tanda – tanda perdarahan

– Gejala komplikasi : lemas, sariawan, fagofagia, penurunan prestasi belajar, menurunnya daya dahan tubuh terhadap infeksi dan gangguan perilaku – Terdapat faktor predisposis dan faktor penyebab

– Limpa dapat membesar namun umumnya tidak teraba – Koilonikia, glositis. Dan stomatitis angularis

• Serum iron concentration – is a measurement of circulating iron (Fe³+) bound to transferrin – Only 0.1% of total body iron is bound to transferrin at any one time

Diagnosis

Tatalaksana • Fe oral – Aman, murah, dan efektif – Enteric coated iron tablets  tidak dianjurkan karena penyerapan di duodenum dan jejunum – Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan • Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh, kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2 jam setelahnya) • Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah antasida • Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam  konsumsi bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan penyerapan

Tatalaksana – Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, – Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40%-50% – Efek samping: • Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung • Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)

Skrining •



The American Academyof Pediatrics (AAP) dan CDCdi Amerika menganjurkan melakukan pemeriksaan (Hb) dan (Ht) setidaknya satu kali padausia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada usia 15-18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 25 tahun. Pada bayi prematur ataudengan berat lahir rendah yang tidak mendapat formula yang difortifikasi besi perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan Hb sebelum usia 6 bulan



Pemeriksaan tersebut dilakukan pada populasi dengan risiko tinggi: – kondisi prematur – berat lahir rendah – riwayat mendapat perawatan lama di unit neonatologi – anak dengan riwayatperdarahan – infeksi kronis – etnik tertentu denganprevalens anemia yang tinggi – mendapat asi ekslusif tanpa suplementasi – mendapat susu sapi segar pada usia dini – dan faktor risiko sosial lain.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Suplemen Besi

Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia

Soal no 118 • Anak Bebe, perempuan, usia 1 tahun, dibawa oleh ibunya ke IGD karena sudah sejak 2 hari lalu demam tinggi. Anak tampak rewel dan sulit makan. Keluhan juga disertai muntah. Ibu menjelaskan bahwa pasien tampak seperti harus mengedan ketika akan buang air kecil dan urin berbau menyengat. Keluhan ini sudah ada sejak 2 minggu lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,50 C, nadi 110x/menit, nafas 24x/menit, dan berat badan 10 kg. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12, leukosit 16000; trombosit 180.000; LED 40; CRP 12; Ureum 80; Creatinin 0.8. Urinalisis: leukosit 15/lpb; eritrosit 2- 3/lpb; leukosit esterase (++). Tatalaksana yang tepat pada pasien ini adalah...

a. Cefixim oral b. Cotrimoxazol oral c. Cotrimoxazol IV d. Gentamisin IV e. Ceftriaxone IV

Jawaban: E. Ceftriaxone 1x600 mg IV

118. Infeksi Saluran Kemih • UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang tidak disirkumsisi) • Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%), Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending. • Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien: • Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis • Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau menyengat • Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah, mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin berbau menyengat Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).

ISK • 3 bentuk gejala UTI: • Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual, muntah, kadang-kadang diare • Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik, inkontinensia, urin berbau • Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala • Pemeriksaan Penunjang : • Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria (Eritrosit>5/LPB) • Biakan urin dan uji sensitivitas • Kreatinin dan Ureum • Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan anatomis maupun fungsional

• Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>105 koloni kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil pagi hari) Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI

Tatalaksana • Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari kelainan yang mendasari • Umum (Suportif) • Masukan cairan yang cukup • Edukasi untuk tidak menahan berkemih • Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra • Hindari konstipasi • Khusus • Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-10 hari • Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin, amoksisilin, kecuali jika : • Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik • Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak) • Pada bayi muda • Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5 mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3 parenteral (ceftriaxone 50-75 mg/kgBB/hari) • Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional) • Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis

Algoritme Penanggulangan dan Pencitraan Anak dengan ISK

Dosis Obat Pada UTI Anak

*Rentang dosis seftriakson untuk infeksi berat adalah 50-75/kgBB/hari

Soal no 119 • Anak Jaenab, perempuan, usia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke klinik dengan riwayat perdarahan pada gusi disertai semua gigi goyang yang mulai disadari sejak 2 bulan terakhir. Keluhan gusi berdarah sebelumnya sudah pernah terjadi, namun orang tua tidak begitu khawatir. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Selain itu, saat pemeriksaan status generalis juga ditemukan petekiae pada seluruh wajah serta didapatkan luka yang sulit sembuh. Ditemukan gambaran erosi dan ulkus. Etiologi kasus tersebut adalah…

a. Defisiensi vitamin B9 b. Defisiensi vitamin C c. Defisiensi vitamin B12 d. Defisiensi Fe e. Defisiensi kalsium

Jawaban: B. Defisiensi vitamin C

119. Scurvy • Diakibatkan oleh defisiensi vitamin C • Vit. C  Redox agent  mereduksi ion metal dan membuang radikal bebas  memproteksi DNA, protein, dan pembuluh darah dari radikal bebas • Vit. C  triple helix formation dari kolagen  defisiensi vit. C  gangguan sintesis kolagen • Sintesis kolagen terganggu  poor wound healing  area yang terkena: dentin, kulit, kartilago, osteoid, dan pembuluh darah kapiler

Scurvy: Gejala Klinis - follicular hyperkeratosis and perifollicular hemorrhage, with petechiae and coiled hairs

- gingivitis (with bleeding and receding gums and dental caries)

- Cardiorespiratory symptoms, including dyspnea, hypotension, and sudden death have been reported

- Generalized systemic symptoms are weakness, malaise, joint swelling, arthralgias, anorexia, depression, - Characteristic findings on magnetic neuropathy, and vasomotor instability resonance imaging (MRI) are sclerotic - Anemia and lucent metaphyseal bands, with periosteal reaction and adjacent soft- impaired wound healing tissue edema - Ptekiae & ecchymoses

The gingival swelling and dusky color just above two of the teeth indicate hemorrhage into the gums of this patient with poor dentition. The gingival abnormalities of scurvy occur only in the presence of teeth, which presumably provide portals of entry for microbes into the gums. One hypothesis suggests that vitamin C deficiency impairs neutrophil-mediated killing of bacteria, leading to chronic gingivitis, which is then complicated by bleeding from the fragile vessels characteristic of scurvy.

Periodontal images of the patient taken before periodontal treatment. Extensive gingival overgrowth with severe periodontal inflammation was observed in the maxillary and mandibular arches at the first visit (July, 2008). Image from open access article Omori K, Hanayama Y, Naruishi K, Akiyama K, Maeda

Hair shaft abnormalities in scurvy. Some hairs are bent in one or more places, creating the “swan-neck” deformity. Some are coiled into “corkscrew” hairs. These abnormalities probably result from increased disulfide cross-linking of hair keratins.

Anteroposterior radiograph of the lower extremities shows ground-glass osteopenia, a characteristic of scurvy.

In this example, the perifollicular hyperkeratotic papules are quite prominent, with surrounding hemorrhage. These lesions have been misinterpreted as "palpable purpura," leading to the mistaken clinical diagnosis of vasculitis.

Perifollicular hemorrhage

Scurvy • Tatalaksana - Jus jeruk setiap hari selama 7 hari - Asam askorbat 3-5x100 mg/ hari sampai tercapai dosis total 4 gram - Asam askorbat sekali minum hanya boleh 100 mg karena kemampuan usus dalam menyerap hanya 100 mg dalam satu waktu - Diet dengan kandungan vitamin C yang cukup  Bayi 0-6 bulan: 40 mg/hari  Bayi 7-12 bulan: 50 mg/hari  Anak 1-3 tahun: 15 mg/hari  Anak 4-8 tahun 25 mg/hari

Vitamin

Deficiency syndrome

Water-soluble vitamins Vitamin B1 (thiamine)

Beriberi – Congestive heart failure (wet beriberi), aphonia, peripheral neuropathy, Wernicke encephalopathy (nystagmus, ophthalmoplegia, ataxia), confusion, or coma

Vitamin B2 (riboflavin)

Nonspecific symptoms including edema of mucous membranes, angular stomatitis, glossitis, and seborrheic dermatitis (eg, nose, scrotum)

Vitamin B3 (Niacin)

Pellagra – Dermatitis on areas exposed to sunlight; diarrhea with vomiting, dysphagia, mouth inflammation (glossitis, angular stomatitis, cheilitis); headache, dementia, peripheral neuropathy, loss of memory, psychosis, delirium, catatonia

Vitamin B6 (pyridoxine)

Anemia, weakness, insomnia, difficulty walking, nasolabial seborrheic dermatitis, cheilosis, stomatitis

Vitamin B12 (cobalamin)

Megaloblastic anemia (pernicious anemia), peripheral neuropathy with impaired proprioception and slowed mentation

Folate (Vitamin B9)

Megaloblastic anemia

Biotin (Vitamin B7)

Nonspecific symptoms including altered mental status, myalgia, dysesthesias, anorexia, maculosquamous dermatitis

Pantothenate (Vit. B5)

Nonspecific symptoms including paresthesias, dysesthesias ("burning feet"), anemia, gastrointestinal symptoms

Vitamin C (ascorbate)

Scurvy – fatigue, petechiae, ecchymoses, bleeding gums, depression, dry skin, impaired wound healing

Fat-soluble vitamins Vitamin A

Night blindness, xerophthalmia, keratomalacia, Bitot spot, follicular hyperkeratosis

Vitamin D Vitamin E Vitamin K

Rickets, osteomalacia, craniotabes, rachitic rosary Sensory and motor neuropathy, ataxia, retinal degeneration, hemolytic anemia Hemorrhagic disease

Physical signs of selected nutritional deficiency states Uptodate. 2017

SIGNS

Hair

Skin

DEFICIENCIES

Alopecia

Severe undernutrition, zinc deficiency

Brittle

Biotin, severe undernutrition

Color change

Severe undernutrition

Dryness

Vitamins E and A

Easy pluckability

Severe undernutrition

Acneiform lesions

Vitamin A

Follicular keratosis

Vitamin A

Xerosis (dry skin)

Vitamin A

Perioral and perianal bullous dermatitis (wet, flaming red plaques)

Zinc

Ecchymosis

Vitamin C or K

Intradermal petechiae

Vitamin C or K

Erythema (especially where exposed to sunlight)

Niacin

Hyperpigmentation

Niacin

Seborrheic dermatitis (nose, eyebrows, eyes)

Vitamin B2, Vitamin B6, Niacin

Scrotal dermatitis

Niacin, Vitamin B2, Vitamin B6

Physical signs of selected nutritional deficiency states Uptodate. 2017

SIGNS

Eyes

Mouth

Extremities

DEFICIENCIES

Angular palpebritis

Vitamin B2

Corneal revascularization

Vitamin B2

Bitot's spots

Vitamin A

Conjunctival xerosis, keratomalacia

Vitamin A

Angular stomatitis

Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12

Atrophic papillae

Niacin

Bleeding gums

Vitamin C

Cheilosis

Vitamin B2, Vitamin B6

Glossitis

Niacin, Folate, Vitamin B1 (thiamine), Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12

Magenta tongue

Vitamin B2

Genu valgum or varum, metaphyseal widening

Vitamin D

Loss of deep tendon reflexes of the lower extremities

Vitamins B1 and B12

Soal no 120 • Anak Allen, laki-laki, usia 2 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas karena mengeluh nyeri pada kakinya. Pasien hanya diberikan ASI sampai usia 1 tahun sisanya diganti air teh dan makan nasi serta sayur. Pasien tinggal di daerah perumahan padat yang kumuh, hanya menghabiskan waktu di dalam rumah saja. Pada pemeriksaan didapatkan gambaran greenstick pada tibia. Apa kemungkinan penyebab kelainan tersebut?

a. Kekurangan vitamin A b. Kekurangan vitamin B c. Kekurangan vitamin C d. Kekurangan vitamin D e. Kekurangan vitamin K

Jawaban: D. Kekurangan vitamin D

120. Defisiensi Vitamin D • Sumber Vit D dr makanan alami sedikit kec. di fatty fish shg sintesis Vit D di kulit adl sumber utama • Milk, infant formula, breakfast cereals, and some other foods are fortified with synthetic vitamin D2 (ergocalciferol)

• Vit D yang disintesis o/ tubuh merupakan Vit D3, sedangkan sumber dr makanan bisa berupa Vit D2 ataupun D3 • Vit D dari kulit dan makanan akan diaktivasi di hepar dan ginjal untuk menjadi kalsitriol  Target organ GI tract, ginjal dan tulang (LIHAT DIAGRAM!)

Pathways of vitamin D synthesis • The result is an increase in the serum calcium and phosphate concentrations. • 25-hydroxyvitamin D2 has a lower affinity than 25hydroxyvitamin D3 for vitamin D-binding protein. • Thus, 25-(OH)D2 has a shorter half-life than 25(OH)D3, and treatment with vitamin D2 may not increase serum total 25(OH)D levels as efficiently as vitamin D3.

Vit D Deficiency in Children • Risk factor in infants : dark skinned and exclusively breastfed beyond three to six months of age, particularly if there are additional risk factors such as maternal vitamin D deficiency during pregnancy or prematurity. • Risk factor in children who are dark skinned and on vegetarian and unusual diets, use anticonvulsant or antiretroviral medications, or those with malabsorptive conditions. • Additional risk factors include residence at higher latitudes, winter season, and other causes of low sun exposure.

Rickets Clinical Features • GENERAL:

• Failure to thrive, Unenergetic, Protuding abdomen , Muscle weakness (especially proximal), Fractures

• CHEST • Rachitic rosary: Widening of costochondral junctions. Feels like beads of a rosary as the examiner's fingers move along the costochondral junctions from rib to rib. • Harrison groove: Horizontal depression along lower anterior chest. • Due to pulling of softened ribs by diaphragm during inspiration. • Softening of ribsimpairs air movement & predisposes to atelectasis.

• HEAD : • Craniotabes (Softening of cranial bones. Detected by applying pressure at the occiput or parietal bones, like pinpong ball) • Frontal bossing, Delayed fontanelle closure, Delayed dentition; caries, Craniosynostosis

• Respiratory infections and atelectasis

• BACK • Scoliosis, Kyphosis, Lordosis

• EXTREMITIES • Enlargement of wrists and ankles, Valgus or varus deformities, Anterior bowing of the tibia and femur, Coxa vara, Leg pain

Toddlers: Bowed legs (genu varum)

Older children: Knockknees (genu valgum)

Windswept deformity (combination of valgus deformity of 1 leg with varus deformity of the other leg)

Harrison groove

Anterior bowing of the tibia

Frontal bossing

Widening of wrist, knee and ankle due to physeal over growth

Vitamin D Deficiency Treatment • Either vitamin D2 (ergocalciferol) or vitamin D3 (cholecalciferol) may be used.

• <1 month old – 1000 IU/day 3 months, followed by maintenance 400 IU/day. • 1 to 12 months old – 1000 to 2000 IU/day 3 months, followed by maintenance 400 IU/day. • 1 to 12 years – 2000 to 6000 IU/day 3 months, followed by maintenance 600 IU/day. • Alternative: 50.000 IU/week for 6 weeks • ≥12 years old – 6000 IU/day 3 months, followed by maintenance 600 IU/day.

• Stoss therapy (using Vitamin D3, not Vitamin D2)– Short-term administration of high dose vitamin D, known as "stoss therapy", is an effective alternative, and can be a good solution for patients who do not adhere to oral therapy. • Stoss therapy should not be used for young infants, and careful dosing is important to avoid risks of hypercalcemia. • Infants <3 months of age – stoss therapy not recommended • Infants 3 to 12 months of age – a single dose of 50,000 international units • Children 1 to 12 years – a single dose of 150,000 international units • Children ≥ 12 years – a single dose of 300,000 international units

Vitamin D Deficiency Treatment Calcium supplementation during treatment of Vitamin D deficiency • For patients with elevated levels of parathyroid hormone (PTH) or clinical evidence of rickets, calcium should be supplemented along with vitamin D. • This is because vitamin D replacement and a normalization of PTH levels can precipitate hypocalcemia by suppressing bone resorption and from increased bone mineralization, also referred to as the "hungry bone" syndrome. • Hence, calcium replacement is necessary along with vitamin D replacement and should be given at doses of 30 to 75 mg/kg/day of elemental calcium given in two to three divided doses for two to four weeks, until vitamin D doses have been reduced to maintenance levels of 600 to 1000 IU daily

Soal no 121 • Bayi Caramel, laki-laki, usia 1 hari, dibawa oleh orang tuanya ke IGS karena tampak sesak sejak 3 jam lalu. Bayi juga tidak mau minum ASI. Riwayat persalinan spontan di bidan dengan berat lahir 2600 gram pada usia kehamilan 36-37 minggu. Riwayat pecah ketuban 20 jam sebelum bayi lahir. Ibu tidak rutin kontrol kehamilan. Pada pemeriksaan fisik, bayi tampak merintih dan letargis. Tampak sesak dengan suhu badan 35,70C. Pada pemeriksaan laboratorium Leukosit 2.500/mikroL. Kemungkinan diagnosis pasien adalah...

a. Syok b. Sepsis Neonatorum c. Hialin membrane disease d. Necrotizing enterocolitis e. Bronchopulmonary dysplasia

Jawaban: B. Sepsis neonatorum

121. Sepsis Neonatorum • Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi pada 28 hari pertama kehidupan. • Ditandai dengan adanya tanda sistemik berupa infeksi dan bakteri patogen dalam darah. • Hingga saat ini konsensus pasti masih kurang jumlahnya. Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate. Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

Klasifikasi berdasarkan onset • Early Onset  awitan sebelum 7 hari. Beberapa ahli masih berpendapat terjadi dalam 72 jam pertama. • Biasanya akibat transmisi infeksi vertikal via cairan amnion terkontaminasi atau selama persalinan pervaginam dari bakteri traktus genital bawah. • Awitan tiba-tiba, cepat berkembang menjadi syok septik (Group B Streptococcus (GBS)).

• Late Onset  awitan usia ≥7 hari, ada juga pendapat awitan >72 jam. • Dapat akibat transmisi vertikal (bermula dari kolonisasi bakteri yang kemudian menjadi infeksi di kemudian hari) atau horisontal (kontak dengan orang lain atau lingkungan). • Faktor risiko seperti hipoksia, asidosis, hipotermia, atau gangguan metabolisme  ganggu pertahanan neonatus. • Ada fokus infeksi, sering disertai meningitis (Coagulase-negative Staphylococcus)

Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate. Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

Sepsis Neonatorum • Faktor risiko sepsis maternal: • • • • •

Korioamnionitis Suhu intrapartum ≥38 C Persalinan dengan usia gestasi <37 minggu Kolonisasi Group B Streptococcus Ketuban pecah ≥18 jam.

• Gejala klinis: Variatif, dari gejala ringan hingga syok septik • Distres neonatus saat persalinan merupakan indikator sepsis neonatus: • Takikardia fetal intrapartum • Cairan amnion dengan mekonium • APGAR ≤6

• Instabilitas suhu (khususnya demam) • Tanda neurologis  Iritabel, Letargis, sulit minum, kejang • Tanda gangguan respirasi  takipnea, merintih, penggunaan otot bantu nafas, hipoksia, apnea • Tanda kardiovaskular  Takikardia, Perfusi buruk, Hipotensi • Ikterik dengan atau tanpa hepatomegali Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate. Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

Kriteria SIRS Neonatorum (2005)

Evaluasi dan Manajemen Awal • Neonatus dengan tanda dan gejala sepsis  evaluasi lanjutan dan inisiasi terapi antibiotik • Tes lab  kultur darah atau aspirasi trakea, pungsi lumbal, darah perifer lengkap, Ro Toraks, CRP dan/atau prokalsitonin

• Neonatus yang tampak sehat dengan riwayat faktor risiko sepsis  observasi minimal 48 jam • Rekomendasi AAP dan CDC:

• Early Onset Sepsis (EOS)  Evaluasi kehamilan, persalinan, penggunaan profilaksis antibiotik intrapartum  penggunaan EOS Risk Calculator • Late Onset Sepsis (LOS)  evaluasi lengkap dan terapi antibiotik empiris dengan tes tambahan berupa kultur urin dan fokus infeksi potensial lain Neonatal Sepsis. 2019. Uptodate.

• Indikasi terapi antibiotik empirik  agen terhadap GBS dan organisme lain seperi E Coli dan patogen gram negatif (ampisilin+gentamisin atau ampisilin+sefalosproin generasi 3) • Pasien tampak sakit • Tanda dan gejala sepsis • Gambaran CSF pleositosis (leukosit >20-30 sel) • Ibu korioamnionitis • Risiko estimasi sepsis tinggi

• Diagnosis sepsis neonatal hanya bisa ditegakkan bila kultur darah positif  masih dikembangkan metode validasi dan stratifikasi sepsis neonatal.

Terapi Empiris Sepsis Neonatal

Uptodate. 2019

Antibiotic regimen

Early onset (<7 days)

Ampicillin AND gentamicin

Late onset (≥7 days): Admitted from the community

Ampicillin AND gentamicin

Late onset (≥7 days): Hospitalized since birth

Gentamicin AND vancomycin

Special circumstances: Suspected meningitis - early onset

Ampicillin AND gentamicin

Suspected meningitis - late onset, admitted from the community

Ampicillin, gentamicin, AND cefotaxime

Suspected meningitis - late onset, hospitalized since birth Gentamicin, vancomycin, AND cefotaxime

Suspected pneumonia

Ampicillin AND gentamicin Alternatives: ▪ Ampicillin AND cefotaxime, OR ▪ Vancomycin AND cefotaxime, OR ▪ Vancomycin AND gentamicin

Suspected infection of soft tissues, skin, joints, or bones (S. aureus is a likely pathogen)

Vancomycin or vancomycin AND nafcillin

Suspected intravascular catheter-related infection

Vancomycin AND gentamicin

Suspected infection due to organisms found in the gastrointestinal tract (eg, anaerobic bacteria)

Ampicillin, gentamicin, AND clindamycin Alternatives: ▪ Ampicillin, gentamicin, AND metronidazole OR ▪ Piperacillin-tazobactam AND gentamicin

Soal NO. 122 • Bayi Badrun, lahir 1 jam lalu, lahir pada usia kehamilan 38 minggu dari ibu G1P0A0 di bidan. Riwayat persalinan tidak ada masalah. Selama kehamilan, ibu juga rutin melakukan asuhan antenatal dengan rutin meminum asupan besi dan asam folat. Karena pasien tampak tidak bugar, bidan kemudian membawa pasien ke RSUD untuk tindakan lebih lanjut. Ketika sampai di UGD, dokter jaga kemudian melakukan penilaian awal, dan pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 50X/menit, napas megap megap. Tindakan selanjutnya adalah...

a. O2 supplementasi 100% b. Injeksi adrenalin c. Pemasangan CPAP d. VTP dengan udara kamar e. VTP dengan pijat jantung, dengan Oksigen 100%

• Jawaban: D. VTP dengan udara kamar

122. Resusitasi Neonatus

Pemberian Oksigen • Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan udara atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. • Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai dengan udara kamar. • Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal.

Soal no 123 • Anak Ipin, laki-laki, usia 12 tahun, dibawa oleh orang tuanya berobat ke poliklinik karena gusi berdarah sejak 3 jam lalu. Saat ini pasien sedang demam hari ke-4. Keluhan disertai nyeri otot dan seluruh persendian. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 38,50C, nadi 98x/menit teraba kuat, nafas 20x/menit dan nyeri tekan epigastrium. Uji tourniquet (+). Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,7 g/dL, leukosit 5000/mm, hematokrit 48%, trombosit 64.000/uL, hitung jenis 0/0/79/11/10. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah...

a. Pemberian cairan awal 5 ml/kgBB/jam b. Pemberian cairan awal 7 ml/kgBB/jam c. Pemberian cairan awal 10 ml/kgBB/jam d. Pemberian cairan awal 20 ml/kgBB secepatnya e. Pemberian cairan awal 3 ml/kgBB/jam

Jawaban: B. Pemberian cairan awal 7 mg/kgBB/jam

123. DENGUE FEVER (DF) & DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) • Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus • DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2 • Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut: • • • • • •

Nyeri kepala Nyeri retroorbita Myalgia/arthralgia Ruam Manifestasi perdarahan Leukopenia

Shock Bleeding

Pemeriksaan Penunjang

Serologi Dengue • NS1:

• antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak hari pertama demam. • Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak terdeteksi hari ke 56.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.

• Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG muncul mulai hari ke-12. • Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM • IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder. WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.

Primary infection: • IgM: detectable by days 3–5 after the onset of illness,  by about 2 weeks & undetectable after 2–3 months. • IgG: detectable at low level by the end of the first week & remain for a longer period (for many years).

Secondary infection: • IgG: detectable at high levels in the initial phase, persist from several months to a lifelong period. • IgM: significantly lower in secondary infection cases.

Rumple leede test • A tourniquet test used to determine the presence of vitamin C deficiency or thrombocytopenia • A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is 4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the inner aspect of the forearm, pressure midway between the systolic and diastolic blood pressure is applied above the elbow for 15 minutes • Count petechiae within the circle is made: • 10  normal • 10-20  marginal • more than 20  abnormal.

Alur Perawatan

Pediatric Vital Signs Age

Heart Rate (beats/min )

Premature

120-170 *

0-3 mo

100-150 *

3-6 mo

90-120

6-12 mo

80-120

1-3 yr

70-110

3-6 yr

65-110

6-12 yr

60-95

12 > yr

55-85

http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. * From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. † From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.

1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284 6/London%20App.%20B.pdf

Soal no 124 • Anak Tayo, laki-laki, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik RS karena anak tampak pucat. Anak juga tidak nafsu makan. Keluhan perut juga semakin membesar serta tulang mata tampak menonjol dengan ekimosis periorbita. Terdapat tanda hepatomegali serta pembesaran kelenjar getah bening inguinal. Kemungkinan diagnosis pasien adalah...

a. Neuroblastoma b. Leukemia limfositik akut c. Retinoblastoma d. Nefroblastoma e. Rhabdomiosarkoma

Jawaban: A. neuroblastoma

124. Neuroblastoma • Neuroblastoma adalah tumor yang berasal dari jaringan neural crest dan dapat mengenai susunan saraf simpatis sepanjang aksis kraniospinal. • Neuroblastoma merupakan kanker ekstrakranial yang paling sering ditemukan pada anak, mencakup 8-10% dari seluruh kanker pada anak. • Angka kejadian sekitar 1,1 per 10.000 anak di bawah usia 15 tahun • Etiologi belum diketahui, diduga berhubungan dengan faktor lingkungan, ras dan genetik

Diagnosis Anamnesis

• Manifestasi klinis neuroblastoma sangat bervariasi, dapat berupa keluhan sehubungan tumor primernya, akibat metastasisnya atau gejala sindrom paraneoplastiknya. • Perut yang membesar merupakan keluhan yang paling sering ditemukan • Berat badan yang menurun • Mata yang menonjol dengan ekimosis periorbital • Keluhan lain adalah nyeri tulang, anoreksia, pucat, banyak keringat, muka merah, nyeri kepala, palpitasi, diare berkepanjangan yang dapat menyebabkan gagal tumbuh.

Pemeriksaan Fisik • Gejala dan tanda tergantung pada lokasi tumor primer dan penyebarannya. • Pembesaran perut. Tumor di daerah abdomen, pelvis atau mediastinum, dan biasanya Neuroblastoma melewati garis tengah. • Pada penyebaran limfogenik akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

• Cari penyebaran hematogenik ke sumsum tulang, tulang, dan hati akan ditemukan pucat, perdarahan, nyeri tulang, hepatomegali, dan splenomegali. • Tumor yang berasal dari ganglia simpatis paraspinal dapat menimbulkan kompresi spinal • Bila tumor menyebar ke daerah leher akan terjadi sindrom Horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis unilateral). • Bila infiltrasi retrobulbar dan orbital maka akan ditemukan ekimosis periorbital dan proptosis.

• Pemeriksaan Penunjang • Darah rutin, elektrolit, feritin, urin rutin, VMA urin, HVA urine • USG abdomen, CT scan untuk mencari tumor primer dan penyebarannya • Foto toraks untuk mencari penyebaran • Biopsi sumsum tulang untuk mencari penyebaran • Aspirasi sumsum tulang: sel ganas pseudorosette • Diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan yang diambil (biopsi)

• Terapi neuroblastoma terdiri dari: • Operasi pengangkatan tumor • Kemoterapi • Radioterapi

Soal no 125 • Anak Morinaga, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya karena keluhan demam. Pasien juga tampak lemas. Keluhan awalnya berupa nyeri pada mulut dan tenggorokan sehingga anak menjadi malas makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda berupa oral enanthem dan exanthem di telapak kaki dan tangan. Tatalaksana pada kasus ini adalah...

a. Sefalosporin generasi 2 b. Sefalosporin generasi 3 c. Makrolid d. Kortikosteroid e. OAINS

Jawaban: E. OAINS

125. Hand-Foot-Mouth Disease • Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)  penyakit virus Coxsackievirus A type 16 (CVA16) yang melibatkan erupsi vesikular di rongga mulur dengan tangan, kaki, bokong, dan/atau genitalia. • HFMD biasanya diawali dengan keluhan nyeri pada mulut dan tenggorok serta malas makan • Dapat timbul demam namun biasanya subfebris

ORAL ENANTHEM

• Gejala khasnya berupa oral enanthem dan adanya exanthem, namun bisa tidak muncul salah satunya • Lesi oral biasanya terapat pada bagian anterior rongga mulut, biasaya pada lidah dan mukosa • Lesi oral ini berawal dari macula eritematosavesikel yang dikelilingi oleh daerah pucat kemudian diluarnya lagi dikelilingi eritema (lesi halo)vesikel ruptureulkus superfisial dengan dasar berwarna kuning keabuan dan tepi eritema. • Sedangkan untuk lesi kulit dapat berupa makula, maculopapular, atau vesicular.

EXANTHEM

Hand-Foot-Mouth Disease • Tatalaksana: • Cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi • Makanan pedas dan asam harus dihindari karena dapat memperparah keluhan nyeri • Bila terjadi dehidrasi sedang hingga berat  pertimbangkan pemberian hidrasi intravena • Pemberian asetaminofen atau ibuprofen sebagai antipiretik dan analgetik. • Analgetik topikal untuk rongga mulut juga bisa dipakai berupa obat kumur atau semprot

Soal no 126 • Anak Franky, laki-laki, usia 6 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke IGD karena merasa sesak yang memberat sejak 6 jam lalu. Pasien sudah sering mengalami hal ini. Sesak biasanya kambuh 2-3x/bulan. Pasien saat ini bicara hanya dalam kata dan duduk dengan bertopang. Pasien tampak agak gelisah dengan SpO2 89%. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah…

a. Salbutamol MDI b. Salbutamol MDI + corticosteroid oral c. Salbutamol MDI atau inhalasi + corticosteroid inhalasi d. Salbutamol dan ipratropium bromide nebulisasi + kortikosteroid iv e. Salbutamol nebulisasi + kortikosteroid iv

Jawaban: C. Salbutamol dan ipratropium bromide nebulisasi + kortikosteroid iv

126. Asma pada anak Based on Pedoman Nasional Anak 2016 • Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi. • Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus • Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma

Patogenesis asma pada anak

Patofisiologi asma pada anak

Alur diagnosis asma pada anak Based on Pedoman Nasional Anak 2016

Klasifikasi asma pada anak

Based on Pedoman Nasional Anak 2016 Berdasarkan kekerapan

Berdasarkan kondisi saat ini

Berdasarkan derajat kendali

• • • •

• • • • • •

• Tidak terkendali • Terkendali sebagian • Terkendali penuh dengan controller • Terkendali penuh tanpa controller

Intermitten Persisten Ringan Persisten Sedang Persisten Berat

Berdasarkan umur • Asma bayi – baduta (bawah dua tahun) • Asma balita (bawah lima tahun) • Asma usia sekolah (5-11 tahun) • Asma remaja (1217 tahun)

Tanpa gejala Ada gejala Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat Ancaman gagal napas

Berdasarkan fenotip • • • • •

Asma tercetus infeksi virus Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma) Asma tercetus alergen Asma terkait obesitas Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)

Berdasarkan derajat beratnya serangan • • •

Asma serangan ringansedang Asma serangan berat Serangan asma dengan ancaman henti napas

Klasifikasi asma pada anak

Based on Pedoman Nasional Anak 2016 Berdasarkan kekerapan

Berdasarkan derajat beratnya serangan

Klasifikasi asma pada anak

Based on Pedoman Nasional Anak 2016 Berdasarkan derajat kendali

Tatalaksana kekerapan asma pada anak Based on Pedoman Nasional Anak 2016

Tatalaksana serangan asma pada anak

Based on Pedoman Nasional Anak 2016

Soal no 127 • Bayi Hero, baru lahir, perempuan, cukup bulan. Pada pemeriksaan pasca persalinan, didapatkan bayi langsung menangis tetapi kemudian merintih dan nafas menjadi lambat dan ireguler, seluruh badan kemerahan, gerakan bayi lemah dan sedikit dengan tangan serta kaki sedikit fleksi, denyut jantung 95x/menit. Berapa skor APGAR bayi tersebut?

a. 3 b. 4 c. 6 d. 8 e. 9

Jawaban: C. 6

127. Skor APGAR Skor APGAR dievaluasi menit ke-1 dan menit ke-5 Tanda

0

1

2

A

Activity (tonus otot)

Tidak ada

tangan dan kaki fleksi sedikit

aktif

P

Pulse

Tidak ada

< 100x/menit

> 100 x/menit

G

Grimace (reflex irritability)

Tidak ada respon

Menyeringai lemah, gerakan sedikit

Reaksi melawan, batuk, bersin

A

Appearance (warna kulit)

Sianosis seluruh tubuh

Kebiruan pada ekstremitas

Kemerahan di seluruh tubuh

R

Respiration (napas)

Tidak ada

Lambat dan ireguler

Baik, menangis kuat

Soal no 128 • Anak Prendjak, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke IGD karena keluhan sesak nafas sejak 2 hari lalu. Pada pemeriksaan fisik tampak penggunaan otot bantu nafas dengan nafas yang cepat dan tanda vital lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan yang berarti. Kemudian untuk konfirmasi diagnostik dilakukan foto radiologi, dan terlihat gambaran "Valeculla sign”. Diagnosis yang paling sesuai dengan temuan radiologis tersebut adalah…

a. Bronkopneumoni b. Bronkiektasis c. Epiglotitis d. Asma e. Faringitis

Jawaban: C. Epiglotitis

128. Epiglotitis • Life-threatening, medical emergency due to infection with edema of epiglottis and aryepiglottic folds • Organism: Haemophilus influenzae type B: most common (bacil gram (-), needs factor X and V for growth) • Location • Purely supraglottic lesion

• Associated subglottic edema in 25%

• Associated swelling of aryepiglottic folds causes stridor

• Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory) • Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor, Sore throat, Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice • Older child may have neck extended and appear to be sniffing due to air hunger

Thumb Sign pada epiglotitis

Gambaran epiglotis normal

X-ray soft tissue neck • Lateral view taken in erect position only (Supine position may close off airway)

• Enlargement of epiglottis (thumb sign) • Absence of well defined vallecula (Vallecula sign) • Thickening of aryepiglottic folds (cause for stridor) • Circumferential narrowing of subglottic portion of trachea during inspiration (25% cases) • Ballooning of hypopharynx Red arrow = enlarged epiglottis Yellow arrow = thickened ary-epiglottic folds

X-ray diagnosis? 2-year-old boy with fever, stridor, tripoding and NO cough.

Epiglottitis • Epiglottis (E) – wide (thumblike) • Vallecula shallow • Trachea normal • Prevertebral soft tissue normal

P

E

V

C

T

Epiglottis (E) Vallecula (V) Vocal cords (C) Trachea (T) Prevertebral soft tissue (P)

Treatment • Managing the airway is of utmost importance and should be the initial action when epiglottitis is suspected • Patient not able to maintain airway: Bag-valve-mask ventilation; if Oxygenation not maintained, immediately attempt to place an oral endotracheal tube while other physicians are assigned to prepare to establish a surgical airway if needed (i.e cricothyrotomy) • If the patient is maintaining airway, then administer supplemental humidified oxygen and assemble available specialists (eg, anesthesiologist, intensivist, and otolaryngologist)

• Empiric combination therapy with a third-generation cephalosporin (eg, ceftriaxone or cefotaxime) AND an antistaphylococcal agent (eg, vancomycin) • Bronchodilators (racemic epinephrine) and parenteral glucocorticoids have both been used as adjunctive treatments for patients with epiglottitis, but these agents are not routinely necessary.

Soal no 129 • Anak Rose, perempuan, usia 3 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas karena berat badan tidak naik-naik sejak 6 bulan terakhir. Pasien juga mengalami batuk sejak 4 minggu dan demam naik turun sejak 3 minggu. Pada pemeriksaan antropometri didapatkan berat badan kurang tanpa adanya pembesaran kelenjar getah bening. Riwayat kontak TB tidak ada. Kemudian dilakukan uji Mantoux didapatkan hasil 11 mm. Hasil rontgen toraks didapatkan hasil dalam batas normal. Tatalaksana pasien tersebut adalah…

a. Terapi profilaksis INH b. Terapi broadspectrum AB, lanjut evaluasi c. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjut evaluasi, jika ada perbaikan, hentikan OAT d. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjutkan dengan RH selama 4 bulan e. Lakukan observasi per bulan tanpa memberikan obat

Jawaban: D. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjutkan dengan RH selama 4 bulan

129. Tuberkulosis pada anak • Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala yang khas over/underdiagnosed • Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada anak • Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika : • BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh • Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas • Batuk kronik 3 ≥ minggu • Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

Sistem Skoring

ALUR DIAGNOSIS BILA DIDAPATKAN GEJALA KLINIS

Prinsip Pengobatan TB Anak

Regimen OAT pada Anak

Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.

Uji Tuberkulin • Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi) • Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma • Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah (510 cm dari lipat siku). Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan

• Pengukuran (pembacaan hasil) • Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya • Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal. • Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm

• Hasil: • Positif jika indurasi >= 10mm (jika imunokompromais positif >=5 mm) • Ragu-ragu jika 5-9 mm • Negatif < 5 mm

Soal no 130 • Bayi Ruhiyat, laki-laki, usia 12 hari, dibawa oleh orang tuanya ke UGD RSUD Kabupaten setelah dirujuk dari Puskesmas kecamatan karena tampak kuning yang tidak kunjung hilang sejak pasien lahir. Pasien juga mulai tampak lemas dan menjadi lebih malas menyusu ASI. Kuning dikeluhkan terutama tampak lebih jelas pada saat hari ke 5 pasca kelahiran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda ikterik hingga bagian dada dan perut. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Tampak sklera ikterik disertai peningkatan bilirubin. Komplikasi yang berbahaya akibat gangguan ini adalah…

a. Kernikterus b. Hepatitis c. Obstruksi bilier d. Breast milk jaundice e. Chronic liver disease

Jawaban: A. Kernikterus

130. Kernikterus • “Kernicterus” refers to the neurologic consequences of the deposition of unconjugated bilirubin in brain tissue • Serum unconjugated bilirubin level exceeds the binding capacity of albumin → unbound lipid-soluble bilirubin crosses the blood-brain barrier • Albumin-bound bilirubin may also cross the blood-brain barrier if damage has occurred because of asphyxia, acidosis, hypoxia, hypoperfusion, hyperosmolality, or sepsis in the newborn • The exact bilirubin concentration associated with kernicterus in the healthy term infant is unpredictable. In the term newborn with hemolysis, a bilirubin level above 20 mg per dL (342 μ mol per L) is a concern Am Fam Physician. 2002 Feb 15;65(4):599-607. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn.

Kernikterus • Bilirubin indirek bersifat lipofilik • Peningkatan bilirubin indirek  menembus sawar darah otak  ensefalopati bilirubin (kernikterus) Tahap 1: Tahap 2: Tahap 3: Sekuele:

Letargi, hipotonia, refleks isap buruk Demam, hipertonia, opistotonus Kondisi terlihat membaik Kehilangan pendengaran sensorineural Serebral palsi koreoatetoid Abnormalitas daya pandang

Prinsip Tatalaksana Kernikterus • Prinsip tatalaksana adalah mencegah neurotoksisitas • Pilihan utamanya adalah transfusi tukar • Apabila transfusi tukar belum bisa dikerjakan, maka dilakukan fototerapi dahulu hingga transfusi tukar dapat dikerjakan

Soal no 131 • Bayi Bruno, laki-laki, usia 15 hari, dibawa oleh ibunya ke dokter spesialis anak untuk kontrol pasca persalinan. Ketika pemeriksaan fisik, dokter mencurigai adanya mikrosefali dan korioretinitis. Kemudian melakukan CT Scan, didapatkan hasil CT scan kepala terdapat kalsifikasi intrakranial periventrikular. Penyebab anak mengalami hal tersebut adalah...

a. Infeksi toxoplasma b. Infeksi CMV c. Infeksi herpes simplex d. Infeksi sifilis kongenital e. Infeksi rubella

Jawaban: B. Infeksi CMV

131. TORCH • Infeksi TORCH – T=toxoplasmosis – O=other (syphilis) – R=rubella – C=cytomegalovirus (CMV) – H=herpes simplex (HSV)

• Bayi yang dicurigai terinfeksi

TORCH – Bayi dengan IUGR – Trombositopenia – Ruam abnormal – Riwayat ibu sakit saat hamil – Adanya gejala klasik infeksi

Clinical manifestations that are suggestive of specific congenital infections in the neonate Uptodate. 2017

Congenital toxoplasmosis • Intracranial calcifications (diffuse) • Hydrocephalus

• Chorioretinitis • Otherwise unexplained mononuclear CSF pleocytosis or elevated CSF protein Congenital syphilis • Skeletal abnormalities (osteochondritis & periostitis) • Pseudoparalysis • Persistent rhinitis

• Maculopapular rash (particularly on palms and soles or in diaper area)

Congenital rubella • Cataracts, congenital glaucoma, pigmentary retinopathy • Congenital heart disease (most commonly patent ductus arteriosus or peripheral pulmonary artery stenosis)

• Radiolucent bone disease • Sensorineural hearing loss

Congenital cytomegalovirus • Thrombocytopenia • Periventricular intracranial calcifications • Microcephaly • Hepatosplenomegaly • Sensorineural hearing loss

Clinical manifestations that are suggestive of specific congenital infections in the neonate Uptodate. 2017

Herpes simplex virus Perinatally acquired HSV infection

• Mucocutaneous vesicles • CSF pleocytosis • Thrombocytopenia • Elevated liver transaminases

• Conjunctivitis or keratoconjuctivitis Congenital (in utero) HSV infection (rare) • Skin vesicles, ulcerations, or scarring • Eye abnormalities (eg, micro-ophthalmia) • Brain abnormalities (eg, hydranencephaly, microcephaly)

Congenital varicella • Cicatricial or vesicular skin lesions in dermatomal distribution

• Microcephaly • Ocular Defects: catarct, chorioretinitis, microphthalmos

• IUGR • Limb abnormalities: hypoplasia of bone and muscle • CNS abnormalities: cortical atrophy, seizures, mental retardation

Tissue invasive disease - infected cells are identified on H & E stain by characteristic features including a large cell nucleus with perinuclear clearing, and basophilic staining cytoplasmic inclusion bodies which are often referred to as the “owl’s eye” appearance.

Infeksi Rubella Kongenital • Karakteristik

– Single-stranded RNA virus – Togavirus family – Rubivirus genus – Dapat dicegah oleh vaksin – Ringan, self-limiting – Infeksi pada trimester pertama memiliki kemungkinan mengenai janin yang tinggi

– Virus dapat diisolasi dari sekret nasal – Tes Serologik Bayi

• IgM = Infeksi baru atau kongenital • Peningkatan titer IgG bulanan mengarah pada kongenital

– Diagnosis setelah anak berusia 1 tahun  sulit

• Diagnosis – IgG maternal  bisa • Terapi akibat imunisasi atau – Pencegahan: Imunisasi infeksi lampau  tidak – Perawatan suportif dengan dapat dipegang mengedukasi orangtua

Congenital Rubella Syndrome Classic Triad • Sensorineural hearing loss is the most common manifestation of congenital rubella syndrome. It occurs in approximately 58% of patients. • Ocular abnormalities including cataract, infantile glaucoma, and pigmentary retinopathy occur in approximately 43% of children with congenital rubella syndrome. • Both eyes are affected in 80% of patients, and the most frequent findings are cataract and rubella retinopathy. • Rubella retinopathy consists of a salt-and-pepper pigmentary change or a mottled, blotchy, irregular pigmentation, usually with the greatest density in the macula. • The retinopathy is benign and nonprogressive and does not interfere with vision (in contrast to the cataract) unless choroid neovascularization develops in the macula.

• Congenital heart disease including patent ductus arteriosus (PDA) and pulmonary artery stenosis is present in 50% of infants infected in the first 2 months' gestation.

Congenital cataract

Blueberry muffin baby

Salt pepper retinopathy

Congenital Toxoplasma Clinical Presentation • First Trimester – often results in death • Second Trimester – classic triad • Hydrocephalus • Intracranial calcifications • Chorioretinitis

• Third Trimester – often asymptomatic at birth • Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly, seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice, hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy

Herpes Simpleks Congenital Infection • SEM disease (Localized to skin, eyes, and mucosal) • Vesicular lesions on an erythematous base • Keratoconjunctivitis, cataracts, chorioretinitis • Ulcerative lesions of the mouth, palate, and tongue

• CNS disease

• Seizure, lethargy, irritability, tremor, poor feeding, temperature instability, full anterior fontanelle

• Disseminated disease

• Multiple organ involvement (CNS, skin, eye, mouth, lung, liver, adrenal glands) • May appear septic – fever/hypothermia, apnea, irritability, lethargy, respiratory distress • Hepatitis, ascites, direct hyperbilirubinemia, neutropenia, disseminated intravascular coagulation, pneumonia, hemorrhagic pneumonitis, necrotizing enterocolitis, meningoencephalitis, skin vesicles

Soal no 132 • Anak Ilham, laki-laki, usia 6 bulan, dibawa ibunya ke poli MTBS karena BAB encer sejak 3 hari terakhir. Orang tua pasien mengeluhkan anaknya BAB encer 3x/hari, konsistensi lembek, warna coklat kekuningan, tidak ada darah. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sadar, mata cekung (-), turgor kulit kembali cepat, CRT 2 detik. Berapa kebutuhan cairan yang diperlukan pasien tersebut?

a. 50-100 ml tiap BAB cair b. 100-200 ml tiap BAB cair c. 200-250 ml tiap BAB cair d. 250-300 ml tiap BAB cair e. 300-400 ml tiap BAB cair

Jawaban: A. 50-100 ml tiap BAB cair

132. Diare akut • Diare akut: - BAB >3 kali dalam 24 jam - Konsistensi cair - Durasi <1 minggu • Diare kronik: diare karena penyebab apapun dan berlangsung ≥ 14 hari

KLASIFIKASI DIARE

Syok hipovolemik pada anak • Jika diare sangat massif sehingga volume loss sangat tinggi, anak dapat mengalami syok hipovolemik • Tatalaksana syok akibat diare pada anak tidak menggunakan rencana terapi C melainkan algoritma tatalaksana syok hipovolemik anak

Soal no 133 • Anak Jaenudin, laki-laki, usia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas Kecamatan karena dirasakan demam sejak 3 hari disertai batuk. Anak juga tidak mau makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 95/70 mmHg, nadi 100x/menit, nafas 26x/menit, dan suhu 38,5oC. Pada pemeriksaan antropometri rutin, didapatkan berat badan 12 kg, lingkar lengan 10 cm. orang tua pasien menyebutkan bahwa anaknya memang tampak kurus sejak usia 2 tahun karena sulit makan dan hanya mendapatkan asupan nutrisi yang terbatas karena pasien tidak mampu. Tatalaksana yang tepat dari pilihan di bawah ialah...

a. Periksa Hb b. Rujuk c. Rawat jalan dan edukasi d. Modisko e. Foto rontgen thoraks

Jawaban: B. Rujuk

133. Malnutrisi Energi Protein • Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya (WHO) • Dibagi menjadi 3: • Overnutrition (overweight, obesitas) • Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk) • Defisiensi nutrien spesifik

• Malnutrisi energi protein (MEP):

• MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) • MEP derajat berat (gizi buruk)

• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis: • Marasmus • Kwashiorkor • Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and adolescents. Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition. http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview

Marasmus  wajah seperti orang tua  kulit terlihat longgar  tulang rusuk tampak terlihat jelas  kulit paha berkeriput  terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant )

Kwashiorkor  edema  rambut kemerahan, mudah dicabut  kurang aktif, rewel/cengeng

 pengurusan otot  Kelainan kulit berupa bercak merah muda yg meluas & berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)

Marasmik-kwashiorkor • Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan

10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk No Tindakan

Stabilisasi H 1-2 H 3-7

Transisi H 8-14

Rehabilitasi Tindaklanjut mg 3-6 mg 7-26

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia 3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit 5. Obati infeksi 6. Perbaiki def. nutrien mikro 7. Makanan stab & trans 8. Makanan Tumb.kejar 9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

+ Fe

Soal no 134 • Anak Talita, perempuan, usia 3 tahun, dibawa oleh ayahnya karena muncul ruam kemerahan di seluruh tubuh. Keluhan mulai timbul 1 hari lalu dan muncul saat pasien mengalami demam yang cukup tinggi, mulai dari leher meluas ke badan hingga ekstremitas. Sebelumnya pasien juga mengalami batuk, pilek dan mata merah. Apa yang mungkin menjadi komplikasi tersering dari penyakit ini?

a. Perikarditis dan ensefalitis b. Subacute slerosing panencephalitis c. Bronkopneumonia dan ensefalitis d. Otitis media dan bronkopneumonia e. Otitis media dan pericarditis

Jawaban: D. Otitis media dan bronkopneumonia

134. Morbili/Rubeola/Campak • Pre-eruptive Stage • Demam • Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis • Respiratory Symptoms – cough • Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes • Exanthem sign • Maculopapular Rashes – Muncul 2-7 hari setelah onset • Demam tinggi yang menetap • Anoreksia dan iritabilitas • Diare, pruritis, letargi dan limfadenopati oksipital • Stage of Convalescence • Rash – menghilang sama dengan urutan munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah) → membekas kecoklatan • Demam akan perlahan menghilang saat erupsi di tangan dan kaki memudar • Tindakan Pencegahan : • Imunisasi Campak pada usia 9 bulan • Mencegah terjadinya komplikasi berat

Morbili • Paramyxovirus • Kel yg rentan: • Anak usia prasekolah yg blm divaksinasi • Anak usia sekolah yang gagal imunisasi

• Musin: akhir musim dingin/ musim semi • Inkubasi: 8-12 hari • Masa infeksius: 1-2 hari sblm prodromal s.d. 4 hari setelah muncul ruam

• Prodromal • Hari 7-11 setelah eksposure • Demam, batuk, konjungtivitis,sekret hidung. (cough, coryza, conjunctivitis  3C)

• Enanthem  ruam kemerahan • Koplik’s spots muncul 2 hari sebelum ruam dan bertahan selama 2 hari.

Morbili KOMPLIKASI • Otitis Media (1 dari 10 penderita campak pada anak) • Diare (1 dari 10 penderita campak) • Bronchopneumonia (komplikasi berat; 1 dari 20 anak penderita campak) • Encephalitis (komplikasi berat; 1 dari 1000 anak penderita campak) • Pericarditis • Subacute sclerosing panencephalitis – late sequellae due to persistent infection of the CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: 100,000 orang)

DIAGNOSIS & TERAPI

• Diagnosis: • manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik • isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring • pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit

• Terapi: • Suportif, pemberian vitamin A 2 x 200.000 IU dengan interval 24 jam.

Penatalaksanaan • Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis. • Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. • Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik. • Suplementasi vitamin A diberikan pada: • Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis. • Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis. • Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis. • Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 minggu kemudian.

EDUKASI

• Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular. • Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif. • Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis. • Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. • Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan penderita. • Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

Soal no 135 • Anak Gozali, laki-laki, usia 13 tahun, dibawa ke UGD RS karena tidak sadarkan diri. 3 jam yang lalu pasien kejang, 3 kali dalam 30 menit. Setelah kejang pasien tidak sadar. Pasien memiliki riwayat meminum obat kejang, namun 3 hari yang lalu berhenti meminum obat tersebut. Saat ini pasien kesadaran koma, Tekanan Darah 100/80, nadi 80x/menit, nafas 18x/menit, suhu 39.3°C. Diagnosis pasien ini adalah…

a. Demam tifoid b. Kejang demam kompleks c. Epilepsi d. Status epileptikus e. Meningoencephalitis

Jawaban: D. Status epileptikus

135. Status Epileptikus • Definisi Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. • Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. • SE merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan (dalam waktu 30 menit). • Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).

Status Epileptikus • Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif

• Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.

• Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif

• Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku atau “ awareness”.

• Berdasarkan durasi: • SE Dini (5-30 menit) • SE menetap/ Established (>30 menit) • SE Refrakter (bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan awal dengan dosis adekuat )

Tatalaksana kejang akut

Soal no 136 • Anak Rinjani, perempuan, usia 3 bulan, dibawa ibunya dengan keluhan perkembangan anak tampak lebih lambat dari usianya. Riwayat lahir prematur dengan berat badan lahir rendah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tetraplegia dengan temuan pergelangan kaki deformitas equinovarus. Diagnosis pasien tersebut yang paling mungkin adalah....

a. Meningitis b. Cerebral palsy spastik c. Cerebral palsy athetoid d. Enchephalitis e. Meningoensephalitis

Jawaban: B. Cerebral palsy spastik

136. Cerebral Palsy • Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the development of movement and posture, causing activity limitation, that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in the developing fetal or infant brain. • The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by disturbances of sensation, perception, cognition, communication, and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal problems. ”Rosenbaum et al, 2007

• Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations change over time • CP is caused by a broad group of developmental, genetic, metabolic, ischemic, infectious, and other acquired etiologies that produce a common group of neurologic phenotypes Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed

Cerebral Palsy Risk factor

Clinical Manifestation • CP is generally divided into several major motor syndromes that differ according to the pattern of neurologic involvement, neuropathology, and etiology

Soal no 137 • Anak Doel, laki-laki, usia 8 tahun, dibawa oleh ibunya ke Poliklinik karena khawatir anaknya tampak lebih kecil dibanding teman sebayanya. Pasien juga belum mimpi basah. Ayah pasien dulunya memiliki keluhan yang sama, ibu pasien haid pada usia 15 tahun. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil dalam batas normal. Sementara itu, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan pertumbuhan kumis, tidak di temukan pertumbuhan payudara, tidak ditemuka pertumbuhan bulu ketiak, tidak ada bulu pubis, skrotum dan penis lebih kecil dari anak seusianya. Pemeriksaan penunjang awal pada pasien ini adalah...

a. Growth Hormon b. Bone age c. USG abdomen d. USG genital e. Urin lengkap

Jawaban: B. Bone age

137. Perawakan Pendek

Variasi Normal Perawakan Pendek Yang Fisiologis • Familial short stature • • • • •

Pertumbuhan selalu dl bawah persentil 3 Kecepatan pertumbuhan normal Umur tulang (bone age) normal Tinggi badan kedua orangtua pendek Tinggi akhir di bawah persentil 3

• Constitutional delay of growth and puberty • Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga tahun pertama kehidupan • Pertumbuhan linier normal atau hamplr normal pada saat prapubertas dan selalu berada di bawah persentil 3 • Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age) • Maturasi seksual terlambat • Tinggi akhir pada umumnya normal • Pada umumnya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluarga

Anamnesis Perawakan Pendek

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Tatalaksana Perawakan Pendek

Soal no 138 • Anak Tayo, perempuan, usia 7 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke klinik Cinta Fitri. Orang tua menyebutkan bahwa anak tunggalnya sering mudah kelelahan, lemas, dan tampak mudah marah sejak 1 tahun terakhir. Prestasi di sekolahnya pun tampak menurun sejak muncul keluhan tersebut. Keluhan juga disertai mudah lapar dan sering merasa kehausan namun berat badannya tampak berkurang dalam 2 tahun terakhir. Pasien juga sering buang air kecil bahkan lebih dari 5 kali terutama saat malam hari. RIwayat nyeri perut, sesak, ataupun tidak sadarkan diri disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal dan status generalis juga tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar gula darah sewaktu 241 mg/dL dan kadar gula darah puasa 161 mg/dL. Patofisiologi apa yang sering mendasari terjadinya gangguan tersebut?

a. Resistensi kerja insulin b. Sekresi glucagon yang berlebihan c. Kerusakan sel beta pankreas akibat autoimun d. Defek mitokondria sel beta pancreas e. Keadaan anabolik akibat tingginya rasio insulin-glukagon

Jawaban: C. Kerusakan sel beta pancreas akibat autoimun

138. Diabetes melitus tipe 1 • Terjadi akibat kerusakan sel beta pancreas  defisiensi insulin absolut • Meliputi 90% diabetes pada anak dan remaja • Penyebab: • Autoimun : cellular mediated autoimmune. Marker autoimun: islet cell autoantibodies, autoantibodi terhadap insulin (IAA), autoantibodies to GAD (GAD65), autoantibodi terhadap tyrosine phosphatases IA-2 dan IA-2β, serta autoantibodi terhadap zinc transporter 8 (ZnT8) • Idiopatik

• Tidak termasuk kerusakan beta pancreas akibat kondisi khusus: defek mitokondria, cystic fibrosis PPM IDAI 2009

Pola gambaran klinis saat onset • Klasik

• Polidipsi, poliuri, polifagi, penurunan berat badan nyata dalam 2-6 minggu, mudah Lelah • Irritable, penurunan prestasi sekolah, infeksi kulit berulang, kandidiasis vagina pada anak prepubertas wanita, gagal tumbuh, kurus (berbeda dengan DM tipe 2 biasanya gemuk)

• Silent diabetes

• Jarang dijumpai, biasanya ditemukan saat skrining atau pemeriksaan khusus karena ada anggota keluarga penderita dengan DM tipe 1

• Ketoasidosis diabetic

• Awitan gejala klasik cepat dalam beberapa hari • Tampak sesak napas (napas kussmaul), letargi, nyeri perut, muntah berulang, dehidrasi, napas bau aseton, tanda syok, poliuri meski dehidrasi

Pemeriksaan penunjang • Kadar GDS ≥200 mg/dl • Kadar GDP ≥126 mg/dl (puasa: tidak ada asupan kalori selama 8 jam) • Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa ≥200 mg/dl • Kadar C-peptide (lihat fungsi sel beta residu yang masih produksi insulin, digunakan bila sulit bedakan DM tipe 1 dan 2) • HbA1c setiap 3 bulan rutin, menilai perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya dan kendali gula darah • Marker autoantibodi, hanya 70-80% memberikan hasil posited (ICA, IAA) Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.

Kriteria diagnosis 1. Ditemukan gejala klinis klasik (polyuria, polydipsia, nocturia, enuresis, penurunan berat badan, polifagia), dan kadar GDS ≥200 mg/dl, atau 2. Kadar GDP ≥126 mg/dl, atau 3. Kadar gula darah ≥200 mg/dl pada jam ke-2 TTGO, atau 4. HbA1c >6.5% (standar NGSP dan DCCT) 5. Pada penderita asimptomatis dengan GDS ≥200 mg/dl, harus konfirmasi dengan GDP atau TTGO terganggu. Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.

Tatalaksana • Pemberian insulin • Dosis anak prepubertas: 0.7-1 Unit/kg/hari • Dosis pubertas: 1.2-2 Unit/kg/hari • Dosis fase remisi sering <0.5 unit/kg/hari • Dosis berkurang sedikit pada saat remisi dan meningkat kembali saat pubertas Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.

Tatalaksana • Pengaturan makan • Kontrol metabolik, cukupi kebutuhan kalori untuk metabolisme basal, pertumbuhan, pubertas, dan aktivitas • Jumlah kalori: [1000+(usia dlm tahun x 100)] kalori per hari • 60-65% karbohidrat, 25% protein, <30% lemak

• Olahraga • Paling sedikit 3x seminggu dan dilakukan pada waktu sama untuk mudahkan pemberian insulin dan pengaturan makan • Pantau kemungkinan hipoglikemia atau hiperglikemia saat atau pasca olahraga

• Edukasi • Kondisi lifelong disease, motivasi patuh pengobatan

• Pemantauan mandiri di rumah Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 IDAI 2015.

Soal no 139 • Nn. Queni Tuilarita, berusia 19 tahun, datang ke klinik bersama orang tuanya dengan keluhan belum mendapatkan haid sama sekali. Pasien tidak merasakan nyeri perut setiap bulan. Dari pemeriksaan didapatkan tinggi badan 155 cm berat badan 50 kg. Payudara dan rambut pubis tidak tumbuh. Tidak terdapat kelainan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Plano test (-). Diagnosis penderita ini adalah...

a. Amenore primer b. Amenore sekunder c. Amenore tertier d. Gravida e. Kelainan kromosom

Jawaban: A. Amenore primer

139. Amenorea • Normal siklus menstruasi: 21-35 hari • Amenorea primer • Tidak ada menarche hingga usia lebih dari 15 tahun • Tidak tumbuh payudara (karakteristik seksual sekunder) atau menstruasi hingga usia 13 tahun • Tidak ada menarche dalam 5 tahun setelah tumbuh payudara

• Amenorea sekunder • Tidak ada menstruasi selama 3 bulan berturut turut pada yang sebelumnya menstruasi teratur • Tidak ada menstruasi selama 6 bulan pada yang sebelumnya tidak teratur menstruasi (ireguler) https://www.aafp.org/afp/2013/0601/p781.pdf https://www.acoog.org/web/Online/PDF/FC16/Thu/08-Wood10616.pdf

Evaluasi pasien dengan amenorea primer

Penyebab amenorea primer • Disfungsi (stress, anoreksia nervosa, olahraga berat, malnutrisi) • Hipotalamus hipogonadisme • Disgenesis gonad (kariotipe abnormal : sindrom Turner 45,X) • Agenesis gonad • Defisiensi enzim (aromatase, 17α hidroksilase) • PCOS • Tumor ovarium • Premature ovarian failure (kemoterapi, radiasi)

• • • •

Adenoma hipofisis Autoimun Galaktosemia Sindrome Sheehan

• • • •

Hipotiroidisme Hipertiroidisme Hiperprolaktinemia Cushing syndrome

• Defek anatomis (Mullerian agenesis) • Asherman syndrome • Vaginal agenesis • Hipoplasia atau aplasia endometrium • Cervical agenesis

Soal no 140 • Ny. Tuti, 34 tahun, G1P0 datang dengan keluhan muntah-muntah yang berat. Dari anamnesis diketahui sedang hamil 10 minggu, perdarahan pervaginam (+). Dari pemeriksaan fisik ditemukan tandatanda vital masih dalam batas normal. Tinggi fundus uterus belum bisa teraba. Dari pemeriksaan USG ditemukan adanya massa seperti telur ikan pada plasenta yang membengkak. Diagnosis yang paling mungkin dari kasus ini adalah…

a. Mola hidatidosa komplit b. Mola hidatidosa parsial c. Kehamilan kembar mola d. Mola invasif e. Choriocarcinoma

Jawaban: B. Mola hidatidosa parsial

140. Penyakit Trofoblastik Gestasional WHO Classification

Malignant neoplasms of various types of trophoblats

Choriocarcinoma

Placental site trophoblastic tumor Epithilioid trophoblastic tumors

Malformations of the chorionic villi that are predisposed to develop trophoblastic malignacies Hydatidiform moles

Complete

Partial

Invasive

Benign entities that can be confused with with these other lesions Exaggerated placental site Placental site nodule

Mola Hidatidosa • Definisi • Latin: Hidatid  tetesan air, Mola  Bintik • Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan pertumbuhan abnormal dari vili korionik (membesar, edem, dan vili vesikular dengan banyak trofoblas proliferatif)

• Faktor Risiko • • • •

Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun Pernah mengalami kehamilan mola sebelumnya Risiko meningkat sesuai dengan jumlah abortus spontan Wanita dengan golongan darah A lebih berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi bukan mola hidatidosa

Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis

T I P E KO M P L I T

T I P E PA R S I A L

• Perdarahan pervaginam setelah amenorea • Uterus membesar secara abnormal dan menjadi lunak • Hipertiroidism • Kista ovarium lutein • Hiperemesis dan pregnancy induced hypertension

• Seperti tipe komplit hanya lebih ringan • Biasanya didiagnosis sebagai aborsi inkomplit/ missed abortion • Uterus kecil atau sesuai usia kehamilan • Tanpa kista lutein

• Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL

Mola Hidatidosa: Diagnosis • Pemeriksaan kadar hCG  sangat tinggi, tidak sesuai usia kehamilan • Pemeriksaan USG  ditemukan adanya gambaran vesikuler atau badai salju

– Komplit: badai salju (snow storm) – Partial: terdapat bakal janin dan plasenta. swiss cheese pattern dan plasenta yang membesar. Gambaran swiss cheese pattern menandakan adanya ruang-ruang kistik yang ditemukan pada pemeriksaan USG. Selain pada mola parsial, gambaran swiss cheese juga dapat ditemukan pada kasus lain, seperti plasenta akreta.

• Pemeriksaan Doppler  tidak ditemukan adanya denyut jantung janin

Mola Hidatidosa: Tatalaksana Tatalaksana Kuret • Kuretase dengan kuret tumpul  seluruh jaringan hasil kerokan di PA • 7-10 hari sesudahnya  kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan

Blunt Curette

Sharp Curette

Soal no 141 • Ny. Tuti Sediohuita, berusia 25 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu datang dengan keluhan lemas dan lesu. Pasien juga tampak pucat. Dokter melakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya Hb 8, MCV turun, dan apus darah menunjukkan hasil mikrositik hipokrom. Hal apa yang akan ditimbulkan oleh kondisi tersebut saat persalinan dan kehamilan?

a. Masih dalam keadaan normal b. Mengakibatkan gawat janin c. Abortus pada trimester III d. Hipertensi pada trimester III e. Perdarahan post partum

Jawaban: E. Perdarahan post partum

141. ANEMIA • Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau hemoglobin. • Diagnosis : • Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau < 10,5 g/dl (pada trimester II)

• Faktor Predisposisi : • • • •

Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat Kelainan gastrointestinal Penyakit kronis Riwayat Keluarga

Tatalaksana Umum • Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah merah. • Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan suplementasi besi dan asam folat. • Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 µg asam folat. • Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin. • Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.

• Tabel jumlah kandungan besi elemental yang terkandung dalam berbagai jenis sediaan suplemen besi yang beredar:

Tatalaksana Khusus • Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:

• Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin < 15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC. • Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik

• Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan: • Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan ektopik, atau perdarahan pasca persalinan • Infeksi kronik

• Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:

• Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin B12 1 x 250 – 1000 μg • Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut: • Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 % • Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-kunang, atau takikardia (frekuensi nadi >100x per menit)

• Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut jantung janin secara berkala.

Komplikasi Maternal dari Anemia • Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada ibu dan fetus. • Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi pada ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL. • Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat meningkatkan morbiditas dalam kehamilan seperti infeksi, peningkatan lama rawat di rumah sakit, dan masalah kesehatan umum lainnya. • Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6 gr/dL, komplikasi berbahaya dapat terjadi akibat gagal jantung kongestif dan penurunan oksigenasi jaringan, termasuk pada otot jantung. • Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti plasenta previa, solusoi plasenta, persalinan melalui tindakan section caesaria, dan perdarahan post partum. Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.

Komplikasi Fetal dari Anemia • Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin masih belum jelas. Namun, pada beberapa literatur disebutkan anemia berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin pada bayi premature, abortus spontaneous, bayi berat lahir rendah, dan kematian janin.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.

Soal no 142 • Ny. Ratih, 32 tahun, G1P0A0 hamil 32 minggu datang ke rumah sakit dengan keluhan keluar cairan berwarna jernih disertai mules-mules. Hasil pemeriksaan fisis tanda-tanda vital: tensi 110/70 mmHg, frekuensi nadi 96 kali per menit, frekuensi napas 20 kali per menit, lain-lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 33cm, denyut jantung janin 124 kali per menit, terdapat kontraksi 1x dalam 15 menit selama 20 detik, janin tunggal, presentasi kepala, ketuban -, dan pemeriksaan kertas lakmus berubah dari warna merah menjadi biru. Apakah penyulit yang paling mungkin terjadi dan ditakutkan dari kasus tersebut?

a. Hipertensi b. Distres napas pada bayi c. Persalinan sulit d. Leukosit < 18.000 sel/mm3 e. Eklampsia

Jawaban: B. Distres napas pada bayi

142. Ketuban Pecah Dini • Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset persalinan berlangsung) • PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan < 37 minggu • PROM (Premature Rupture of Membranes): usia kehamilan > 37 minggu

• Kriteria diagnosis : – – – – –

Usia kehamilan > 20 minggu Keluar cairan ketuban dari vagina Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE Kertas nitrazin menjadi biru Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

• Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak plasenta)

KPD: Diagnosis • Inspeksi

• pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan

• Kertas nitrazin (lakmus)

• Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)

• Mikroskopik

• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)

• Amniosentesis

• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS  tampak pada tampon vagina setelah 30 menit

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html

KPD: Tatalaksana KETUBAN PECAH DINI MASUK RS • • • • •

PPROM Observasi: • Temperatur • Fetal distress Kortikosteroid

Sectio Caesarea

Antibiotik Batasi pemeriksaan dalam Observasi tanda infeksi & fetal distress

PROM

• • • • • • • •

• • • • • •

Kelainan Obstetri Fetal distress Letak sungsang CPD Riwayat obstetri buruk Grandemultipara Elderly primigravida Riwayat Infertilitas Persalinan obstruktif

Gagal Reaksi uterus tidak ada Kelainan letak kepala Fase laten & aktif memanjang Fetal distress Ruptur uteri imminens CPD

Letak Kepala

• •

Indikasi Induksi Infeksi Waktu



Berhasil Persalinan pervaginam

Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana • Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis • DOC: Penisilin dan makrolida

• Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250 mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari

• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari • Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans

• Tatalaksana Khusus kehamilan 24-33 minggu – Selama perawatan 2 hari dilakukan:

• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri pada rahim, sekret vagina purulen, takikardi janin) • Pengawasan timbulnya tanda persalinan • USG menilai kesejahteraan janin

• Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan segera. • Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam. • Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin. • Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi preterm).

Tatalaksana Khusus • <24 minggu: • Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin. • Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi pilihan. • Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana korioamnionitis

• >34 minggu: • Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi. • Tidak perlu diberikan kortikosteroid untuk pematangan paru, bila usia kehamilan sudah >34 minggu

Ketuban Pecah Prematur: Komplikasi

https://www.uptodate.com/contents/preterm-prelabor-rupture-of-membranes-clinical-manifestations-anddiagnosis?search=premature%20rupture%20of%20membranes&source=search_result&selectedTitle=2~150&usage_type=de fault&display_rank=2

Soal no 143 • Ny. Rina Rajawali, 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan keluar bercak darah sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku sudah terlambat haid 2 bulan. Pasien mengeluh sering mual di pagi hari. Namun pasien ragu hamil karena pasien kadang-kadang mendapatkan siklus haid yang tidak teratur. Tindakan yang dilakukan berikutnya untuk menentukan diagnosis pada pasien ini adalah...

a. Tes kehamilan b. Dilatasi & kuretase c. USG pelvic d. Kontrasepsi oral e. Terapi progestin siklik

Jawaban: A. Tes kehamilan

143. Diagnosis kehamilan • Kehamilan biasanya diidentifikasi ketika seorang wanita mengalami gejala tertentu dan pemeriksaan kehamilan melalui urin yang positif (indikasi adanya hormone b-hCG di urin atau darah).

Tanda & Gejala Kehamilan Minggu (Sejak HPHT) 0 1-2 9-12

4-7 4-6

16 (multiparitas) 20 (nullipara)

Fisiologi Kehamilan Tanda Awal Kehamilan (Presumptive/Probable Signs) • Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign) • Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti hidung berubah menjadi lunak seperti bibir) (Goodell’s sign) • Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign) • Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus • Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit dengan jari, korpus uteri seakan-akan terpisah dari serviks • McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa ditekuk

• Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s

sign/ vonFernwald’s sign) • Tanda Hartman: perdarahan spotting akibat implantasi dari blastula pada endometrium • • • • •

Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu) Massa di pelvis atau abdomen Rasa tegang pada putting dan payudara Mual terutama pagi hari Sering berkemih

Pemeriksaan Penunjang • HCG terdeteksi pada test pack (kualitatif) atau Plano Test (kuantitatif) USG • Adanya kantong janin

• Adanya DJJ

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG Testpack • Di rumah • Bentuk: Strip & compact

• Sampel: Urin • Metode: antibodi HCG akan berubah warna bila terkena HCG (min. kadar 10-25 IU/ml)  menjadi 2 strip • Apabila masih negatif dan belum haid  diulang 1 minggu lagi

Plano Test

• Di laboratorium • Bentuk: Kit neo planotest duoclon • Sampel: urin • Metode: melihat adanya aglutinasi saat pencampuran (positif)

Soal no 144 & 145 144. Ny. P, 28 tahun, G2P1A0 datang dengan riwayat melahirkan bayi sebesar 4500 gram secara SC. Riwayat keluarga menderita DM (+). Pasien ingin melahirkan bayi secara normal dan disarankan untuk menjalani screening test untuk DM dalam kehamilan. Screening test awal DM dalam kehamilan untuk daerah Asia Tenggara dilakukan pada usia kehamilan....

a. <13 minggu b. 16 – 20 minggu c. 20 – 24 minggu d. 24 – 28 minggu e. 32 – 36 minggu

Jawaban: A. <13 minggu

Soal no 145 • Ny. N, 32 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 27 minggu datang untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien mengaku bahwa tinggi dan berat badan sebelum mengandung adalah 165 cm dan 75 kg. Pada pemeriksaan sekarang berat badan pasien 82 kg. Pasien tidak mengalami keluhan apapun. Atas anjuran dokter pasien melakukan pemeriksaan OGTT. Hasil pemeriksaan tersebut ialah, glukosa darah puasa 110 mg/dL, dan 2 jam setelah beban glukosa: 160 mg/dL. Apakah yang akan ada anjurkan pada pasien anda sebagai lini pertama tatalaksana keadaan pasien sekarang?

a. Insulin Glargin b. Modifikasi diet c. Deteksi dini makrosomia d. Tiazolidinedione e. Pemberian kombinasi gliburide + metformin

Jawaban: B. Modifikasi diet

144-145. Diabetes pada kehamilan • Diabetes pragestasional atau overt diabetes atau preexisting: • Riw. gula darah tinggi disertai glukosuri atau ketoasidosis • GDS ≥ 200 mg/dl disertai gejala trias 3P • GDP ≥ 126 mg/dl • Insulin dependence

• Diabetes gestasional: • Intolerasi terhadap karbohidrat dan diketahu pertama kali saat kehamilan

• Komplikasi: • Ibu: HT, preeklampsi, DM tipe 2 • Janin: Makromosi, prematuritas, hipolglikemi

Faktor Risiko Diabetes Melitus Gestasional

Skrining Diabetes dalam Kehamilan • Skrining dilakukan hanya pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk DM (ADA). • Dengan alasan oleh karena orang Indonesia termasuk kelompok etnis Asia Tenggara (South East Asian) maka kita menganut skrining universal (ACOG) yakni dilakukan untuk setiap ibu hamil dimulai sejak kunjungan pertama (trimester 1) untuk menapis DM Pragestasi (DMpG), bila negatif diulangi pada kehamilan 24-28 minggu untuk menapis DM Gestasi (DMG). • Skrining dan diagnosis yang direkomendasikan adalah satu tahap (One Step Approach menurut WHO) yakni dengan TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral), dengan memberikan beban 75 gram glukosa anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 12 jam (selama 3 hari sebelumnya makan makanan cukup karbohidrat > 150 gr per hari).

Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional dr. Arietta Pusponegoro, SpOG (K) Dept. Obstetri Ginekologi FKUI/RSUPN-CM Disampaikan pada: Pelatihan Manajemen DMG di Fasyankes Primer 06-07 Sept. ‘17 di R. Rapat 1 (R. Mochtar) Gd. IKK FKUI

Terutama utk mendeteksi DM Pregestasional

Prosedur TTGO

Interpretasi Hasil OGTT 75 gram Kriteria WHO • Diabetes Mellitus in Pregnancy

• Fasting blood glucose ≥ 126 mg/dL or • 2 hr-post prandial glucose ≥ 200 mg/dL or • Random blood glucose ≥ 200 mg/dL

• Gestational Diabetes*

• Fasting blood glucose 92125 mg/dL or • 2 hr post prandial glucose 153-199 mg/dL or • Random blood glucose 153199 mg/dL

Kriteria ADA • Diabetes Mellitus in Pregnancy – Fasting blood glucose ≥126 mg/dL or – 2 hr-post prandial glucose ≥ 200 mg/dL or – Random blood glucose => 200 mg/dL

• Gestational Diabetes* – Fasting blood glucose 92-125 mg/dL or – 1 hr post prandial glucose ≥180 mg/dL – 2 hr post prandial glucose 153199 mg/dL or

GDM Treatment Scheme GDM FPG <130 mg/dL

FPG ≥130 mg/dL*

Medical nutrition therapy (MNT) 1 week

FPG <105 and 2 hr pp PG <120

MNT

FPG>105 or 2 hr pp PG >120

*ADA FPG ≥ 105 or PPBG ≥ 120 mg/dL

MNT + Insulin

Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia , PERKENI 2015

Managemen Diabetes Gestasional •

Penatalaksanaan diabetes pada kehamilan Diimplementasikan sebagai pendekatan terpadu oleh: – – – –

Spesialis Penyakit dalam, SpesialisObsgin Ahli gizi Spesialisanak

• Tujuan penatalaksanaan mengurangi morbiditas dan mortalitas ibu hamil dan perinatal • Penatalaksanaan diabetes pada kehamilan meliputi: – – – –

Diet Aktivitasfisik Edukasi Terapi insulin bila diet tidak bisa mencapai target kontrol glukosa darah (Insulin  aman bagi ibu dan janin). Alternatif adalah metformin

Managemen gaya hidup • Pengaturan diet:

• Bb ideal : 90% x (TB-100) • Kebutuhan kalori : BB ideal x 25 + Tingkat aktivitas (10%30%) + 300 kalori untuk ibu hamil • 20%-30% tergantung status nutrisi ibu • Protein : 1-1.5 g/kgbb

• Olahraga  150 menit / minggu • Pengaturan berat badan • Rutin evaluasi: tinggi fundus, USG, FDJP

Farmakoterapi Diabetes Gestasional

Insulin Therapy for Hyperglycemia During Pregnancy • Individualized  depend on BG profile • Most common  Low fasting PG and high postprandial PG  Prandial insulin (Regular Insulin) • Less common  High fasting PG and lower postprandial PG  Basal insulin (Intermediate acting/ NPH) • Starting prandial insuin o  Evaluate daily blood glucose curve to determine whether the patient needs 1/2/3 times injection o  start low dose (~4 U or 0,05 U/kg) • Optimization prandial insulin o  based on BG curve  PPBG still > 120 mg/dL ↑ insulin dose o  avoiding hypoglycemia

• Starting basal insuin o Evaluate fasting plasma glucose o start low dose (~5 U or 0,05 U/kg) • Optimization basal insulin o based on BG curve  FBG still > 95 mg/dL ↑ insulin dose o avoiding hypoglycemia • Basal bolus insulin therapy o Both fasting and prandial BG are elevated

GESTATIONAL DIABETES

GLYCEMIC TARGET

American Diabetes Association Pregestational Diabetes

GDM

≤ 90 mg/dl

≤ 95 mg/dl

1 hr postprandial

≤ 130-140 mg/dl

≤ 140 mg/dl

2 hr postprandial

≤ 120 mg/dl

≤ 120 mg/dl

Fasting

A1C

6-6.5% recommended <6% may be optimal

Achieve without hypoglycemia American Diabetes Association. Diab Care.2016; 39:S1-106

Soal no 146 • Ny. Wati Trisnalipasi, 27 tahun, G1P0A0 baru saja melahirkan bayi secara spontan di RS Bersalin Bahagia Semua. Bayi langsung bernapas, skor APGAR 9-10. Pasien memiliki riwayat preeklampsia selama kehamilan dan rutin kontrol ke poliklinik kandungan RS. Penolong kemudian melahirkan plasenta, tetapi tidak terdapat oksitosin karena persediaan habis. Apakah yang harus dilakukan oleh penolong?

a. Langsung lakukan manajemen tali pusat terkendali b. Tunggu pitosin dan biarkan ibu c. Lakukan episiotomi d. Rangsang puting payudara ibu e. Injeksi ergometrin

Jawaban: D. Rangsang puting payudara ibu

146. Kala Persalinan: Kala III • Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban • Tanda pelepasan plasenta – Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan retroplasenter pecah saat plasenta lepas – Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen uterus yang lebih bawah atau rongga vagina – Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular (bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus – Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen uterus yang lebih bawah (Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)

Manajemen Aktif Kala III

Uterotonika • 1 menit setelah bayi lahir • Oksitosin 10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral • Dapat diulangi setelah 15 menit jika plasenta belum lahir

Peregangan Tali Pusat Terkendali • Tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati

Massase Uterus • Letakkan telapak tangan di fundus  masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

Manajemen Aktif Kala III

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kemenkes RI.

Pelepasan Plasenta

• Pelepasan mulai pada pinggir plasenta. Darah mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada sejak sebagian dari placenta terlepas dan terus berlangsung sampai seluruh placenta lepas. • Terutama terjadi pada placenta letak rendah

• Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta  hematoma retroplacenter  plasenta terangkat dari dasar  Placenta dengan hematom di atasnya jatuh ke bawah  menarik lepas selaput janin. • Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal  tidak ada perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas seluruhnya  plasenta terputar balik  darah sekonyong-konyong mengalir.

Soal no 147 • Nn. Suriati Galitkrahi, berusia 21 tahun P0G0 belum menikah, datang ke dokter mengaku telah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya 1 hari yang lalu. Hubungan seksual dilakukan pada hari ke12 siklus haid. Pasien mengaku haid teratur setiap bulannya dengan siklus 28 hari. Pasien tidak menginginkan terjadi kehamilan. Kontrasepsi apa yang paling tepat?

a. Kontrasepsi darurat dengan IUD b. Kontrasepsi darurat dengan pil progestin c. Kontrasepsi darurat dengan spermasid d. Kontrasepsi darurat dengan kuretase e. Kontrasepsi darurat dengan implant

Jawaban: B. Kontrasepsi darurat dengan pil progestin

147. Kontrasepsi Darurat • kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan setelah senggama tanpa pelindung atau tanpa pemakaian kontrasepsi yang tepat dan konsisten sebelumnya • Indikasi penggunaan kontrasepsi darurat misalnya: • Perkosaan • Sanggama tanpa menggunakan kontrasepsi • Pemakaian kontrasepsi tidak benar atau tidak konsisten: • • • • • • •

Kondom bocor, lepas atau salah digunakan Diafragma pecah, robek, tau diangkat terlalu cepat Sanggama terputus gagal dilakukan sehingga ejakulasi terjadi di vagina atau genitalia eksterna Salah hitung masa subur AKDR ekspulsi (terlepas) Lupa minum pil KB lebih dari 2 tablet Terlambat suntik progesti lebih dari 2 minggu atau terlambat suntik kombinasi lebih dari 7 hari

• Kontrasepsi darurat dapat bermanfaat bila digunakan dalam 5 hari pertama, namun lebih efektif bila dikonsumsi sesegera mungkin. Kontrasepsi darurat sangat efektif, dengan tingkat kehamilan <3%. • Efek samping: • mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil pertama atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.

Mekanisme kerja Kondar • Kontrasepsi darurat hormonal kombinasi ataupun progestin levonorgestrel memiliki mekanisme kerja utama yaitu : • Mencegah atau menunda ovulasi  mekanisme kerja yang terpenting. Sangat berperan bila diminum pada hari – hari sebelum terjadi ovulasi. • Menghambat kemampuan endometrium untuk menerima implantasi dari hasil konsepsi • Mengganggu fungsi korpus luteum • Mengentalkan lendir servix  sperma terperangkap • Mengubah dan menghambat transportasi di tuba, sehingga ovum sulit untuk bertemu sperma

Editorial: Mechanism of action of Emergency contraceptive pills. Elsevier 2006

Kontrasepsi Darurat

Soal no 148 • Ny. Wida, 30 tahun, G2P1A0 hamil 32 minggu datang ke IGD RS diantar oleh keluarganya karena kejang dan tidak sadar. Sebelum kejang dan tidak sadar keluarga mengatakan pasien demam setiap 2-3 hari sekali. Sebelum demam pasien dikatakan menggigil dan kedinginan disusul dengan demam tinggi. Keluarga juga mengatakan pasien mengaku air seni berubah warna menjadi kehitaman dan pasien baru selesai tugas dari Larantuka. Setelah dilakukan pemeriksaan fisis dan tanda vital didapatkan kesadaran somnolen, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 120 kali per menit, frekuensi napas 20 kali per menit, dan ikterus pada sklera. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan denyut jantung janin 15-15-15. Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 7 g/dL, leukosit 19000 sel/mm3, thrombosit 175.000 sel/mm3, dan hapusan sediaan tetes tebal didapatkan gambaran P. Falciparum. Dokter memutuskan untuk memberikan quinidine. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan untuk memantau efek samping pengobatan tersebut?

a. Rontgen thorax PA b. CT-scan kepala tanpa kontras c. SGOT, SGPT d. Ekokardiografi e. Elektrokardiografi

Jawaban: E. Elektrokardiografi

148. Malaria dalam Kehamilan • Ditemukan parasit pada darah maternal dan darah plasenta

• Pengaruh pada Janin • IUFD, abortus, prematur, BBLR, malaria placenta, malaria kongenital, lahir mati • Gambaran klinis pada wanita hamil • Non imun: ringan sampai berat • Imun : tidak timbul gejala  tidak dapat didiagnosa klinis

Kemoprofilaksis Malaria dalam Kehamilan WHO: Dosis terapeutik anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik malaria pada kunjungan ANC pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis teratur. Pengobatan malaria di Indonesia hanya memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan. Perlindungan dari gigitan nyamuk, kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan: •

Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal: permethrin)



Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang



Pemakaian penolak nyamuk (repellent)

• Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik) •

Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela

Penatalaksanaan Umum 1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum) 2. Monitoring vital sign setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), kontraksi uterus dan DJJ juga harus dipantau 3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri oksigen

• Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia • Parasetamol 10 mg/kgBB/kali, dan dapat dilakukan kompres

• Jika kejang, beri antikonvulsan: diazepam 5-10 mg iv (secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari

Buku Saku Penatalaksanaan Malaria. Kemenkes RI. 2018

Tatalaksana malaria berat di faskes primer nonperawatan • Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap langsung dirujuk • Sebelum dirujuk berikan terapi awal artesunat intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb).

Tatalaksana malaria berat di Faskes Rawat • Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan kina drip. • Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. • Keduanya dicampur kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan-lahan. • Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat.

Tatalaksana malaria berat selama dirawat • Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg / 2 ml. • Dosis dan cara pemberian Kina pada orang dewasa termasuk ibu hamil: • Loading dose, Kina Hidrochloride 20 mg/kg BB diberikan per infus selama 4 jam, diikuti selanjutnya dengan dosis rumatan10 mg/kg BB dengan interval 8 jam, dihitung mulai dari pemberian pertama; diberikan selama 4 jam. • Kecepatan infus tidak boleh melebihi 5 mg/kg BB/jam. • Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, dosis diturunkan sepertiganya, misalnya pemberiannya menjadi 10 mg/kg BB selama 4 jam dengan interval tiap 12 jam. • Pemberian infus kina dengan tetesan lebih cepat berbahaya. • Cairan infus yang dipakai dianjurkan 5% dekstrose untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. • Karena pada malaria berat ada kecenderungan terjadinya kelebihan cairan yang menyebabkan terjadinya edema paru, maka pemberian infus kina sebaiknya menggunakan pompa infus atau cairan kemasan kecil (50 ml) sehingga total cairan per hari berkisar 1500-2000 ml. • Pemberian kina pada anak : • Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb) diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.

Tatalaksana Malaria Berat pada Kehamilan • Efek samping: perpanjangan interval QT, Hipoglikemia, dan Hipotensi • Bila sudah dapat minum obat pemberian kina IV diganti dengan kina tablet dengan dosis 10 mg/kgBB/kali diberikan tiap 8 jam.

• Kina oral diberikan bersama klindamisin pada ibu hamil. • Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina per infus yang pertama

Soal no 149 • Ny. Farda, 25 tahun, G2P0A1 hamil 26 minggu datang ke IGD tempat anda bekerja dengan keluhan bengkak di kedua kaki disertai nyeri perut sebelah kanan atas, sesak napas, mual, muntah, dan kelemahan badan secara menyeluruh. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sebelumnya yang rutin mengonsumsi nifedipin. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 170/110 mmHg, frekuensi nadi 140 kali per menit, frekuensi napas 24 kali per menit, mukosa bibir kering, dan kedua mata cowong. Pada pemeriksaan fisis didapatkan ronki basal pada kedua paru. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan protein +4 dan trombosit 130.000 sel/mm3. Apakah diagnosis kerja yang akan anda tulis?

a. Hipertensi kronis b. Eklampsia c. Preeklampsia d. Kelainan jantung dengan kehamilan e. Superimposed preeklampsia dengan hipertensi kronik

Jawaban: E. Superimposed preeklampsia dengan hipertensi kronik

149. Hipertensi dalam kehamilan Definisi - Tekanan darah ≥140/90 mmHg - Pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4-6 jam Faktor predisposisi -

Hidroamnion DM Gangguan vaskuler plasenta Faktor herediter Riwayat preeklampsia sebelumnya Obesitas sebelum

hamil Kehamilan pertama Kehamilan dengan vili korionik tinggi (kembar atau mola) Memiliki penyakit KV sebelumnya

Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013 Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.

Hipertensi Kronik • Definisi – Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis – Tekanan darah ≥140/90 mmHg – Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu – Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) – Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Hipertensi Kronik: Tatalaksana • Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan • Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi • Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia • Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin

• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm • Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin • Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Hipertensi Gestasional • Definisi

– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan

• Diagnosis

– TD ≥140/90 mmHg – Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali normal <12 minggu pasca salin – Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) – Tidak ada gangguan organ

• Tatalaksana Umum

– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu. – Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan – Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin. – Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan eklampsia. – Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal. Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Superimposed Preeklamsia Superimposed preeklampsia - Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat usia kandungan <20 minggu disertai dengan kriteria preeklamsia

Eklampsia - Kejang umum dan/atau koma - Ada tanda preeklampsia - Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013

Preeklampsia • Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. • Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu: • 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter • 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya • 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen • 4. Edema Paru Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016

• 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus • 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Pre Eklampsia Berat

Soal no 150 • Ny. G, 22 tahun, datang dengan keluhan telah berhenti menstruasi selama 8 bulan. Sebelumnya tidak ada keluhan dengan menstruasinya. Siklus selama 30 hari, teratur tiap bulan, satu siklus berlangsung selama 5 hari. Riwayat mual muntah tidak didapatkan pada pasien. Pasien memiliki riwayat kuret 10 bulan sebelumnya. Pemeriksaan tanda vital dan fisis dalam batas normal. Pemeriksaan plano test (-). Apakah penyebab yang paling mungkin?

a. Sindroma Sheehan b. Sindroma Asherman c. Sindroma Simmon d. Sindroma HELLP e. Sindroma Klinefelter

Jawaban: B. Sindrom Asherman

150. Fritsch or Asherman Syndrome • Merupakan suatu kondisi yang memiliki ciri khas adanya adesi atau fibrosis endometrium yang sering disebabkan oleh proses dilatasi dan kuretase. • Istilah lain yang sering digunakan: adesi intrauterin, atresia uterine, atrofi uterine traumatika, sklerosis endometrium, dan sinekia intrauterin • Diagnosis: riwayat dilatasi dan kuretase ditunjang dengan adanya jaringan parut pada uterus oleh histerosonografi atau histerosalfingografi. • Terapi: Bedah diikuti dengan hormonal untuk mencegah timbulnya jaringan parut.

Soal no 151 • Nona Rina, 29 tahun, datang dengan keluhan terdapat benjolan pada kemaluan sejak beberapa bulan terakhir. Pasien memiliki siklus menstruasi yang teratur, namun terdapat keluhan mengenai perdarahan menstuasi yang makin banyak dan disertai nyeri (+). Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien bekerja sebagai seorang guru, belum menikah dan belum pernah melahirkan. Dari PF, didapatkan massa yang menekan hymen, diagnosis yang mungkin pada pasien ini adalah…

a. Prolaps Uteri b. Mioma Geburt c. Kista Gartner d. Kista Bartolin e. Kista Ovarium

Jawaban: B. Mioma geburt

151. Mioma Uteri • • • •

Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html

Klasifikasi • Mioma uteri diklasifikasikan berdasarkan letak pertumbuhannya pada lapisan uterus, yaitu • mioma subserosa  di lapisan serosa uterus • mioma intramural  mioma yang tumbuh di lapisan tengah dinding uterus • mioma submukosa  mioma yang tumbuh di lapisan endometrium dan tumbuh ke arah kavum uteri. • Dibawah lapisan kavum uteri  polimenorrhea, infertilitas, keguguran • Bila mioma tumbuh dan bertangkai, maka dapat keluar masuk ke dalam vagina disebut mioma geburt

• mioma bertangkai (pedunculated)  Bila mioma uteri hanya dihubungkan oleh tangkai ke uterus E Surya. Mioma Servikal. 2010

E Surya. Mioma Servikal. 2010

Mioma Uteri Mioma Uteri Gejala dan Tanda: • Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid • Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi rahim • Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum, organ panggul lain  gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan ginjal • Infertilitas karena terjadi penekanan pada saluran indung telur • Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal. Pada kehamilan • Membesar pada trimester pertama karena pengaruh estrogen • Degenerasi merah pada masa hamil atau nifas • Torsio dengan tanda akut abdomen Faktor Predisposisi • Nulipara, infertilitas, riwayat keluarga

Diagnosis • Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin, tes HCG (-) • USG abdominal/ transvaginal Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Mioma Uteri: Tatalaksana • Pemeriksaan Berkala – Pemeriksaan fisik &USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi pertumbuhan, ukuran, dan jumlah  bila stabil  observasi setiap 34 bulan

• Terapi Hormonal – Preparat progestin atau GnH  efek hipoestrogen

• Terapi Operasi – Miomektomi • Bila pasien masih muda/ingin memiliki anak

– Histerektomi • Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak sembuh dengan terapi

– Miolisis • Koagulasi laparoskopik dengan neodymium

– Embolisasi arteri uteri

Soal no 152 • Seorang perempuan bernama Ny. Mentari Cahaya Sukma, berusia 22 tahun, datang dengan keluhan utama keluar cairan dari vagina. Cairan tersebut berbau amis, tidak gatal pada kemaluan, sniff test (+). Pasien sudah menikah dan hanya berhubungan seksual dengan suaminya saja. Pasien belum berencana hamil dan memakai kontrasepsi IUD. Diagnosis yang paling tepat adalah…

a. Servicitis gonorhea b. Servisitis klamidia c. Vaginosis bakterial d. Vaginitis candida e. Trichomonas vaginalis

Jawaban: C. Vaginosis bakterial

152. Bakterial Vaginosis • Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab inflamasi pada vagina • Etiologi – Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum , Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae

• Gejala klinis – Keputihan, vagina berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni

• Faktor risiko – Penggunaan antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim, promiskuitas, douching, penurunan estrogen.

Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan • Didapatkan keputihan yang homogen • Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda servisitis. • Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior • Dapat ditemukan gelembung pada keputihan • Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4 kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis

– Didapatkan clue cell (sel epitel vagina yang dikelilingi oleh kokobasil) – pH > 4,5 – Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous – Whiff test + (pemeriksaan KOH 10% didapatkan fishy odor sebagai akibat dari pelepasan amina yang merupakan produk metabolisme bakteri)

Tatalaksana (PPK Perdoski 2017) • Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari, ATAU • Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, ATAU • Obat alternatif: Klindamisin 2x300 mg/hari per oral selama 7 hari • Catatan: Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama pengobatan dengan metronidazol berlangsung sampai 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-like reaction4

http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm

Bakterial Vaginosis: Komplikasi • Komplikasi Umum – Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV dan IMS lain

• Komplikasi obstetrik – Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini, infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)

Soal no 153 • Ny. Saeri, usia 25 tahun, G2P1A0 merasa hamil 2 bulan, datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah dan perdarahan dari jalan lahir sejak 12 jam SMRS. Anak pertama saat ini berusia 7 tahun, dan sejak hamil anak pertama pasien tidak menggunakan kontrasepsi. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 110x/menit, respirasi 24x/mnt. Apakah penyebab munculnya rasa nyeri pada pasien tersebut?

a. Perangsangan neuron pembawa rangsang nyeri dan visera b. Perangsangan darah pada peritoneum c. Kantung kehamilan yang mendesak struktur sekitarnya d. Peregangan dan hiperperistaltik appendix e. Perforasi uterus

Jawaban: B. Perangsangan darah pada peritoneum

153. Kehamilan Ektopik Terganggu • Kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri • Gejala/Tanda: – Riwayat terlambat haid/gejala & tanda hamil – Akut abdomen – Perdarahan pervaginam (bisa tidak ada) – Keadaan umum: bisa baik hingga syok – Kadang disertai febris

KET: Kuldosentesis • Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum • Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan tenakulum  jarum 16-18 G dimasukkan lewat forniks posterior kearah cul-de-sac • Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik

KET: Tatalaksana Tatalaksana Umum •Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama •Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus •Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii • Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi) • Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)

•Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu •Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari selama 6 bulan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Soal no 154 • Ny. Yati, usia 31 tahun datang dengan keluhan luka pada kemaluan. Dari pemeriksaan fisik, luka ditemukan pada bibir dan genital, demam, sakit kepala sebelum terjadi luka. Pasien mengaku memiliki riwayat hubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan (+). Pada pemeriksaan tampak vesikel berkelompok berdasar eritema, erosi pada bibir dan genital. Diagnosisnya adalah...

a. Granuloma b. Limfogranuloma venereum c. Herpes simpleks d. Ulkus molle e. Ulkus durum

Jawaban: C. Herpes simpleks

154. Herpes Simpleks • Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan

• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital • Gejala klinis:

– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab & eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik – Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis – Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.

Herpes Simpleks • Pemeriksaan – Ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear, glass cell)

• Komplikasi

Tipe II

Tipe I

– Meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu herpes genitalis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.

Multinucleate giant cells

Herpes Simpleks: Tatalaksana • Episode Pertama Lesi Primer:

• Asiklovir: 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau asiklovir: 3x400 mg/hari selama 7-10 hari • Valasiklovir 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari • Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari • Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam selama 7-10 hari

• Rekuren

• Lesi ringan: terapi simtomatik • Lesi berat:

• Asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau asiklovir 3x400 mg/hari selama 5 hari atau asilovir 3x800 mg/hari selama 2 hari • Valasilovir 2x500 mg selama 5 hari • Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari

• Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif • Asiklovir 2x400 mg/hari • Valasilovir 1x500 mg/hari • Famsiklovir 2x250 mg/hari

PPK Perdoski 2017

Herpes Simpleks: Tatalaksana • Pasien imunokompromais • Pengobatan lebih lama dan diberikan hingga gejala klinis menghilang • Asklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400 mg/hari selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul lesi baru • Valasiklovir 2x1000 mg/hari • Famsiklovir 2x500 mg/hari

• Wanita hamil • Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primes dalam 6 minggu menjelang persalinan dianjurkan untuk dilakukan seksio sesarea sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecahnya ketuban • Asiklovir dosis supresi 3x400 mg/hari mulai dari usia 36 minggu dapat mencegah lesi HSV pada aterm. Pemberian dapat oral atau intravena (bila manifestasi berat)

Soal no 155 • Nn. Wani Pirogianti, usia 25 tahun, belum menikah, datang dengan keluhan nyeri saat buang air besar sejak 3 bulan terakhir. Saat anamnesis, dokter menemukan bahwa pasien juga mengeluhkan rasa nyeri perut bagian bawah sampai kebokong dan pantat setiap menstruasi. Apakah preparat hormon yang diindikasikan untuk mengobati keluhan di atas?

a. Etinilestradiol b. Medroksi progestreron asetat c. Mestranol d. Estradiol e. Dietilbestrol Jawaban: B. Medroksi progesterone asetat

155. Endometriosis • Pengertian : adanya jaringan endometrium (kelenjar atau stroma) di luar uterus.: • Endometriosis

• Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan endometrium di luar kavum uteri • Endometriosis interna / Adenomiosis

• Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium • Pelvic endometriosis muncul bersamaan dengan adenomyosis uteri pada 2–24% kasus, hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara dua kelainan ini

Endometriosis Etiologi: Penyakit estrogen dependen 1. Teori transplantasi ektopik jaringan endometrium 2. Teori meteplasia jaringan selomik 3. Teori induksi

1157

Patogenesis Endometriosis “ kesalahan cleaning service “ fibrosis dan nyeri

Sel Endometrium

darah haid yang membalik

aktivasi sistem imun

penempelan dan invasi

pertumbuhan sel

Yen and Jaffe. Reproductive Endocrinology and Infertility, 2009

sekresi prostaglandin dan estrogen

vaskularisasi dan anti apoptosis

KELUHAN ENDOMETRIOSIS

INFERTILITAS

NYERI NYERI PADA ENDOMETRIOSIS

Nyeri pelvik merupakan keluhan tersering • • • •

Dismenorea Dispareunia Diskezia Disuria

Endometriosis: Pemeriksaan •

Umumnya tidak menunjukkan kelainan



Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina dan kavum douglas



Nyeri pada septum rektovagina dan pembesaran ovarium unilateral (kistik)



Kasus berat : uterus retroversi fiksata, pergerakan ovarium dan tuba terbatas

• •

Laparoskopi : untuk biopsi lesi USG, CT scan, MRI

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx

Endometriosis: Terapi 1. Operatif 2. Non-Operatif • Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine) • Hormonal

• Pil KB • Levonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS) • Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH) analogues • Progestogens (medroxyprogesterone acetate)

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx

Soal no 156 • Ny. Weni Failktrakhira, berusia 30 tahun datang dengan keluhan belum kunjung hamil setelah 3 tahun menikah dengan suaminya. Pasien mengaku haid teratur setiap bulan dengan siklus antara 26-28 hari. Dokter ahli kandungan menyarankan untuk mencatat suhu tubuh dan cairan servik. Kondisi apa yang diharapkan untuk terjadinya fase ovulasi?

a. Lendir serviks encer, suhu tubuh naik b. Lendir servisk encer, suhu tubuh turun c. Lendir serviks kental, suhu tubuh naik d. Lendir serviks kental, suhu tubuh turun e. Lendir servik encer, suhu tubuh tetap

Jawaban: C. Lendir serviks kental, suhu tubuh naik

156. Siklus Menstruasi & Ovulasi • Siklus menstruasi terdiri atas 2 komponen yaitu siklus ovarian dan siklus uterine • Siklus Ovarian : • Fase folikular • Ovulasi • Fase luteal • Siklus Uterine : • Fase menstruasi • Fase proliferatif • Fase sekresi

Siklus Ovarian • Rata – rata berkisar sekitar 28 hari. • Dimulai saat menarche, dapat diinterupsi secara normal oleh kehamilan dan terhenti saat menopause. • Terdiri atas 3 fase : • Fase Follicular :

• Didominasi oleh pertumbuhan dan pematangan folikel.

• Ovulasi • Luteal phase

• Dicirikan dengan hadirnya corpus luteum. Durasi selalu konstan yaitu 14 hari

Ovulasi • Ruptur dinding folikel Graff, cairan di dalam folike dan oocyte keluar dari folikel. • Dipacu oleh LH surge • Dua atau lebih folikel dominan dapat mengalami ovulasi. • Bila keduanya mengalami fertilisasi  kembar fraternal atau kembar dizigotik

Fase luteal • Folikel yang telah pecah akan berubah struktur menjadi corpus luteum (gland) • Corpus luteum akan berfungsi sempurna dalam waktu 4 hari post ovulasi. • Bila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus luteum akan mengalami degenerasi dalam waktu 14 hari setelah terbentuk • LH mempengaruhi pembentukan corpus luteum. • Durasi fase luteal bersifat konstan yaitu 14 hari. Bila terjadi abnormalitas menstruasi, yang mengalami pemanjangan atau pemendekan adalah fase folikular

Siklus Uterine • Menggambarkan perubahan endometrium selama siklus ovarium • Terdiri atas 3 fase yaitu: • Fase menstruasi • Terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron • Endometrium luruh selama 5-7 hari • Fase proliferasi • Endometrium kembali tumbuh (menebal) untuk persiapan implantasi bila terjadi kehamilan • Fase sekresi / progestational • Berbarengan dengan fase luteal.

Siklus uterine • Fase Menstruasi • Fase Proliferasi • Terjadi pengeluaran darah serta • Mulai bersamaan dengan hari – debris endometrium melalui vagina hari terakhir fase folikular ovarium • Hari pertama menstruasi dihitung • Pada fase ini uterus bersiap untuk sebagai hari pertama dari siklus baru menerima ovum yang sudah fertilisasi • Terjadi bersamaan dengan berakhirnya fase luteal dari siklus • Endometrium mulai ovarium dan awal dari fase folikular berproliferasi (tumbuh) dengan siklus ovarium dipengaruhi oleh estrogen dari folikel yang tumbuh • Dipicu oleh penurunan hormon esterogen dan progesteron • Estrogen mendomniasi fase proliferasi dari akhir fase • Pelepasan prostaglandin uterin  menstruasi hingga ovulasi vasokontriksi pembuluh darah endometrium  kematian dari • Puncak dari kadar esterogen akan endometrium  darah menstruasi mencetuskan LH surge  Ovulasi

Siklus uterine • Fase sekresi • • • • •

Endometrium bersiap untuk mengalami implantasi Peningkatan suplay darah endometrium Dipicu oleh progesteron Bertepatan dengan fase luteal (saat terbentuknya corpus luteum) Progesterone meningkatkan vaskularisasi endometrium, dan kelenjar endometrium mensekresikan glycogen secara aktif. • Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus luteum akan berdegenerasi  akan terjadi lagi fase folikular dan fase menstrual yang baru

Masa subur • Menghitung masa subur –

Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang - 11) – Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi

Metode Suhu Basal Tubuh • Suhu basal tubuh: suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Dilakukan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan sebelum beraktivitas • Pada waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik menjadi 37-38o (naik 1-2o) kemudian tidak akan kembali pada suhu 35 derajat celsius

Lendir Serviks (Billings Test) • Lendir Tipe –E (estrogenik) : • Diproduksi pada fase akhir pra ovulasi. Sifat-sifat banyak, tipis, seperti air (jernih) dan viskositas/kelengketan rendah, elastisitas besar, bila dikeringkan terjadi bentuk seperti daun pakis. Spermatozoa dapat menembus lendir ini.

• Lendir Tipe –G (gestagenik) : • Diproduksi pada fase awal pra ovulasi dan setelah ovulasi. Sifatsifat kental, kelengketan tinggi, keruh (oppaque). Dibuat karena peninggian kadar progesteron.

Metode Mukus Servikal (Metode Billings) • mendekati masa ovulasi,mukus menjadi relatif bening dan sangat licin (seperti putih telur), dan dapat diregangkan di antara kedua jari (spinnbarkeit)

Soal no 157 • Ny. Gisna, 28 tahun, G1P0A0 hamil 10 minggu datang dengan keluhan adanya keputihan dan luka pada kemaluan sejak 4 minggu yang lalu. Luka tidak terasa sakit, dan pada inspeksi ditemukan ulkus soliter, dasar bersih, dan tepi rata. Suami pasien bekerja sebagai supir truk antar kota. Terapi yang tepat pada pasien diatas adalah

a. Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM, SD b. Eritromisin PO 500 mg, 3 kali/hari, selama 15 hari c. Cefriaxone IM 250 mg/ 1 kali/hari selama 15 hari d. Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalam seminggu e. Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari selama 30 hari

Jawaban: A. Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM, SD

157. Sifilis Pada Kehamilan • Gejala dan tanda seperti sifilis pada umumnya • Diobati sedini mungkin  sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin • Risiko infeksi janin antepartum atau sifilis kongenital berhubungan dengan stadium  paling tinggi pada stadium primer dan sekunder, namun fase aten dan titer rendah masih dapat menginfeksi • Titer VDRL > 1:8 menunjukkan infeksi awal dan bakteremia • Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wassermann dan VDRL, bila perlu diobati http://www.cdc.gov/std/tg2015/syphilis-pregnancy.htm

Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana

Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana

https://www.uptodate.com/contents/syphilis-in-pregnancy#H1972014971

Desensitisasi • Patients with immediate type allergic reactions to penicillin — For pregnant women with syphilis and a history of an immediate type allergic reaction to penicillin, the only satisfactory treatment is desensitization followed by penicillin therapy • Penicillin desensitization involves exposing the patient to a small amount of penicillin and gradually increasing the dose until an effective level is reached, followed by the appropriate therapeutic penicillin regimen. • Penicillin desensitization can be achieved either orally or intravenously. • Oral desensitization is simpler and safer  The procedure requires approximately four hours to accomplish and requires close patient monitoring. • Most adverse reactions can be managed without discontinuation of the desensitization protocol

• Non-penicillin regimens should only be considered when penicillin cannot be obtained or for penicillin-allergic patients when penicillin desensitization is not possible. • The World Health Organization (WHO) suggests using one of the following alternative regimens for non-penicillin treatment of early syphilis (ie, primary, secondary, or latent <2 years [WHO definition]) • Erythromycin 500 mg orally four times daily for 14 days, or • Ceftriaxone 1 g intramuscularly once daily for 10 to 14 days, or • Azithromycin 2 g once orally (when local susceptibility to azithromycin is likely)

• For non-penicillin treatment of late syphilis, WHO recommends treatment with erythromycin 500 mg orally four times daily for 30 days

Soal no 158 • Ny. Waklipotari binti Ponari, usia 30 tahun, G2P1A0 hamil 29 minggu, datang dibawa oleh suaminya ke poliklinik kebidanan dengan keluhan rasa panas di sepanjang dada. Pasien juga sering mengeluh mual, mulut terasa asam, nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan fisik tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, napas 12 x/menit, suhu afebris. Obat apakah yang tepat untuk pasien tersebut?

a. Sukralfat b. Antalgin c. Paracetamol d. Antasida e. Omeprazole

Jawaban: A. Sukralfat

158. GERD in Pregnancy • Manajemen awal GERD pada kehamilan  perubahan gaya hidup dan modifikasi diet • Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi • Menghindari makanan pencetus

• Bila gejala masih berlanjut, dapat diberikan antasida lalu dikuti dengan sukralfat. Apabila keluhan GERD masih ada, serupa dengan pasien biasa (tidak hamil), dapat diberikan obat golongan antagonis resepter H2 dan PPI untuk mengontrol gejala. • Antasida boleh diberikan pada ibu hamil dan menyusui, kecuali yang mengandung sodium bikarbonat dan magnesium trisilikat. • Sukralfat aman untuk diberikan selama kehamilan dan menyusui karena tidak diserap sempurna oleh lambung. Bila pasien tidak dapat diberikan antasida, ibu hamil dengan gejala GERD dapat diberikan sukralfat 3x1g/hari. https://www.uptodate.com/contents/medical-management-ofgastroesophageal-reflux-disease-in-adults#H18

FDA Classifcation of Drugs Used for GERD & Dyspepsia in Pregnancy

Antasida dalam Kehamilan

Sukralfat dalam Kehamilan

• Aluminium Hidroksida

• Sucralfate is only minimally absorbed following oral administration. • Based on available data, sucralfate does not appear to increase the risk of adverse fetal events when used during the first trimester. • Sucralfate may be used for the treatment of duodenal ulcer or reflux in pregnancy

• Most aluminum-containing antacids are considered acceptable for treating heartburn of pregnancy, as well as aspiration prophylaxis during labor.

• Calcium Carbonat • When used as an antacid, most calcium-containing products are considered acceptable for use in pregnancy in recommended doses. • Chronic use of high doses of calcium carbonate as an antacid throughout pregnancy may lead to hypocalcemia and seizures in the neonate or severe hypercalcemia presenting as milkalkali syndrome in the mother

• Magnesium Hydroxida • Pregnancy class B • magnesium-containing antacids are considered low risk during pregnancy • Magnesium bisa menganggu kontraksi otot persalinan

• Natrium Bikarbonat • Antacids containing sodium bicarbonate should not be used during pregnancy due to their potential to cause metabolic alkalosis and fluid overload

AH2 dan PPI dalam Kehamilan • Histamine H2 antagonists have been evaluated for the treatment of gastroesophageal reflux disease (GERD) as well as gastric and duodenal ulcers during pregnancy. • If needed, ranitidine is the agent of choice (Cappell 2003; Richter 2003). • Histamine 2 (H2) blockers are preferred over proton pump inhibitors (PPIs), because more data are available on the safety of H2-blocker use in pregnancy. • Histamine H2 antagonists may be used for aspiration prophylaxis prior to cesarean delivery • Lansoprazole is the preferred proton pump inhibitor in pregnancy (class B)

Soal no 159 • Ny. Briana, 23 tahun, G1P0A0 hamil 37 minggu, datang dengan keluhan keluar cairan dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu. Tidak ada mulas-mulas. Pasien juga mengeluh pandangan kabur. Riwayat hipertensi sebelum hamil disangkal. Pemeriksaan fisik TD 180/100 mmHg, pemeriksaan dalam vulva tampak bengkak, tidak ada pembukaan, selaput ketuban (-), meconium (+), ubun-ubun kecil terletak di depan kiri, DJJ 120 x/menit. Tindakan apa yang harus dilakukan?

a. b. c. d. e.

Beri obat penurun TD, anti kejang, SC Beri obat penurun TD, anti kejang, induksi persalinan Beri obat penurun TD, anti kejang, ekstraksi vakum Beri obat penurun TD, anti kejang, versi ekstraksi Beri obat penurun TD, anti kejang, tunggu lahir sendiri

Jawaban: A. Beri obat penurun TD, anti kejang, SC

159. Preeklampsia • Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. • Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu: • 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter • 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya • 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen • 4. Edema Paru Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016

• 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus • 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Pre Eklampsia Berat

Tatalaksana Ekspektatif PE tanpa Gejala Berat

Tatalaksana Ekspektatif pada PEB

Terapi Pencegahan dan tatalaksana Kejang pada Pre Eklampsia Berat & Eklampsia

• Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD • MgSO4 – Eklampsia  untuk tatalaksana kejang – PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam

Kriteria Terminasi Kehamilan pada PEB

Route of delivery in Severe Preeclampsia • Preeclampsia with features of severe disease (formerly called severe preeclampsia) is generally regarded as an indication for delivery. • Delivery minimizes the risk of development of serious maternal and fetal complications, such as • • • • • • •

cerebral hemorrhage, hepatic rupture, renal failure, pulmonary edema, seizure, bleeding related to thrombocytopenia, abruptio placentae, or fetal growth restriction

Route of delivery in Severe Preeclampsia • The route of delivery is based on standard obstetrical indications • Prolonged induction and inductions with a low likelihood of success are best avoided. For example, • cesarean delivery may be recommended for women with preeclampsia with severe features who are less than 32 weeks of gestation and have an unfavorable cervical examination, given the relatively high frequency of abnormal intrapartum fetal heart rate tracings and low likelihood of a successful vaginal delivery (less than 30 percent)

Preeklampsia: Pencegahan Primer dan Sekunder

Soal no 160 • Ny. Jivani, Agranovaita, berusia 34 tahun, P2A0 datang untuk berkonsultasi mengenai metode kontrasepsi. Pasien belum berniat untuk memiliki anak kembali. Pasien memiliki riwayat darah tinggi dan pernah mengalami stroke ringan 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik TD 140/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Pernapasan 18 x/menit. Dengan kondisi pasien tersebut alat kontrasepsi yang paling tepat adalah…

a. b. c. d. e.

Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) Pil KB Implan Suntik KB 1 bulan 1x Kondom

Jawaban: A. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)

160. •Konseling KB Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan.

• Pemberi pelayanan berperan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai langkah-langkah di bawah ini. 1. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu • Beri salam kepada ibu, tersenyum, perkenalkan diri Anda. • Gunakan komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal interaksi dua arah. • Tanya ibu tentang identitas dan keinginannya pada kunjungan ini. 2. Nilailah kebutuhan dan kondisi ibu • Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan metode yang dapat diguakan untuk tujuan tersebut. • Tanyakan juga apa ibu sudah memikirkan pilihan metode tertentu.

Buku pelayanan Kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan. 2013.

Vasektomi Permanen Tubektomi

IUD Berbantu Barrier

Kondom/ diafragma Spermisida

Metode Kontrasepsi

Sementara Implan MAL Hormonal Alami

Pil/suntik

Pantang berkala

Kondar Senggama terputus

KB: Metode Barrier • Menghalangi bertemunya sperma dan sel telur • Efektivitas: 98 % • Mencegah penularan PMS • Efek samping – Dapat memicu reaksi alergi lateks, ISK dan keputihan (diafragma)

• Harus sedia sebelum berhubungan

Kontrasepsi Hormonal No

Jenis kontrasepsi

Mekanisme Kerja

1

Pil Kombinasi

menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga transportasi telur terganggu

2

Pil progestin

Supresi ovulasi, menekan puncak LH dan FSH, meningkatkan kekentalan lendir servix, menurunkan jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, menurunkan motilitas cilia di tuba falopi

3

Suntik kombinasi

menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi pada endometrium sehingga implantasi terganggu, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini diberikan sekali tiap bulan

4.

Suntik Progestin

Kerja utama mencegah ovulasi dengan menekan FSH dan LH serta LH surge

5.

Implan

Kombinasi antara supresi LH surge, supresi ovulasi, mengentalkan lendir servix, mencegah pertumbuhan dan perkembangan endometrium

Jenis Progestin pada Kontrasepsi No.

Generasi

Jenis

1

Generasi pertama

• • • •

Norethindrone acetate Ethynodiol diacetate Lynestrenol Norethynodrel

2

Generasi kedua

• •

Norgestrel Levonorgestrel

3

Generasi ketiga

• • •

Desogesthrel Gestodene Norgestimate

4

Generasi keempat

• •

Drospirenone Cyproterone acetate

Pil kontrasepsi kombinasi (esterogen dan progesteron) No.

Jenis Esterogen

Jenis Progesteron

1

Etinil estradiol 30 mcg

Levonorgestrel

2

Etinil estradiol 35 mcg

Cyproterone acetate

3

Etinil estradiol 30 mcg

Drospirenone

4

Etinil estradiol 20 mcg

Drospirenone

Metode Hormonal: Pil & Suntikan Kombinasi • Jenis Pil Kombinasi • Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (placebo). • Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. • Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

• Jenis Suntikan Kombinasi • 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5 mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali • 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol Valerat, IM sebulan sekali

MetodeProgestin Hormonal: Pil dan Suntikan

Pil & Suntikan Kombinasi • Pil Progestin • Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg noretindron • Isi 28 pil: 75 µg norgestrel • Contoh • Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg noretindron) • Microval, noregeston, microlut (0,03 mg levonogestrol) • Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel) • Exluton (0,5 mg linestrenol) • Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

• Suntikan Progestin • Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)  150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan • Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)  200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan

Aturan Minum Pil KB • Pil KB Andalan diminum di hari pertama haid • Satu tablet setiap hari pada waktu yang sama untuk mengurangi kemungkinan efek samping • Bila lupa minum 1 butir pil hormonal (berwarna kuning) harus minum 2 butir pil hormonal segera setelah Anda mengingatnya • Apabila lupa meminum 2 butir/ lebih pil hormonal (berwarna kuning)  minum 2 pil selama 2 hari berturut-turut dan+ gunakan kondom bila melakukan hubungan seksual atau hindari hubungan seksual selama 7 hari • Apabila lupa meminum 1 butir pil pengingat (berwarna putih) maka buang pil pengingat yang terlupakan

Metode Hormonal: Implan • Implan (Saifuddin, 2006)

• Cara Kerja • Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi, kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir serviks, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan mengurangi • Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma kerjanya 3 tahun.

• Efek Samping • Serupa dengan hormonal pil dan • Jadena dan Indoplant: 75 mg levonorgestrel suntikan dengan lama kerja 3 tahun

• Kontra Indikasi • Serupa dengan hormonal pil dan suntikan

KB: Metode IUD • Cara Kerja • Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii • Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri • Mencegah implantasi hasil konsepsi kedalam rahim

• Efek Samping • Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan haid

• Kontra Indikasi •

Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui, sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm

EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2

AKDR: Profil • Sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun: CuT 380A) • Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak • Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan • Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi • Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada infeksi menular seksual (IMS) • Jenis • Copper-releasing: Copper T 380A, Nova T, Multiload 375 • Progestin-releasing: Progestasert, LevoNova (LNG-20), Mirena • AKDR CuT-380A • Kecil kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat tembaga (Cu) • Tersedia di Indonesia dan terdapat di mana-mana • AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)

Mekanisme Kerja • Ada beberapa mekanisme cara kerja AKDR: • Timbulnya reaksi radang radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.

• Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi. • Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri serta merusak sperma

• Copper IUDs work by disrupting sperm motility and damaging sperm (Copper acts as a spermicide within the uterus) • The presence of copper increases the levels of copper ions, prostaglandins, and white blood cells within the uterine and tubal fluids. • Ova from copper IUD users were distinctive for being without vitellus (abnormal) and surrounded by macrophages • Copper can also alter the endometrial lining, this alteration can prevent implantation

AKDR Alat kecil yang dipasang dalam rahim

Sangat efektif dan aman

Dapat dicabut kapan saja Anda inginkan Bekerja hingga 10 tahun, tergantung jenisnya Dapat menambah pendarahan menstruasi atau menyebabkan kram Tidak melindungi dari AIDS/IMS

• Rangka plastik yang lentur dengan lengan tembaga dan benang.

• Sangat efektif dan tidak tergantung pada daya ingat. • Cara kerja utama mencegah sperma bertemu telur. • Sebagian besar ibu bisa memakai AKDR, termasuk ibu yang belum pernah hamil. . Rumor yang umum: • AKDR tidak dapat keluar dari rahim atau berjalan ke seluruh tubuh • AKDR tidak mengganggu selama bersenggama, walaupun kadang pasangan merasakan benangnya. • AKDR tidak berkarat di dalam tubuh, bahkan setelah bertahun-tahun.

• Klien bisa kembali hamil setelah AKDR dilepas. • Copper T 380 A bekerja hingga 10 tahun. • Harus dilepas 1 tahun setelah menstruasi terakhir pada menopause. Efek Samping: • Biasanya kembali normal setelah 3 bulan.

• Untuk perlindungan terhadap AIDS/IMS, pakai juga kondom.

Yang tidak bisa memakai AKDR Sebagian besar ibu tidak bisa memakai AKDR, jika:

Kemungkinan hamil Baru saja melahirkan (2 – 28 hari pasca persalinan)

Memiliki risiko IMS (termasuk HIV)

Menstruasi yang tak biasa Infeksi atau masalah dengan organ kewanitaan: — IMS atau Penyakit Radang Panggul dalam 3

bulan terakhir? — HIV atau AIDS? — Infeksi setelah melahirkan atau keguguran

— Kanker pada organ kewanitaan atau TB

panggul

• Jika ragu, pakai daftar periksa pada Tambahan 1 atau lakukan tes kehamilan. • Pemasangan AKDR hanya boleh dilakukan sebelum 48 jam dan setelah 4 minggu pasca persalinan.

Mereka yang berisiko terinfeksi IMS/HIV mencakup mereka: • Yang mempunyai lebih dari 1 pasangan tidak selalu memakai kondom; • Yang memiliki pasangan dengan HIV/IMS dan tidak selalu memakai kondom; • Memakai jarum suntik bersama, atau pasangan memakai jarum suntik bersama (hanya untuk HIV tetapi tidak untuk IMS) • Menstruasi tak biasa harus diases sebelum memasang AKDR. • Setiap infeksi harus diobati sepenuhnya sebelum AKDR dipasang. • Obati penyakit radang panggul ataupun IMS dan tunggu 3 bulan sebelum memasang AKDR. Anjurkan agar pasangan juga diobati. • Jika HIV atau AIDS pakai AKDR hanya jika tidak ada metode lain yang cocok. • Jangan memasang AKDR jika klien memiliki kanker rahim, endometrium atau kanker indung telur; penyakit tropoblas jinak atau ganas; tbc panggul.

Setelah pemasangan, AKDR bisa diperiksa oleh akseptor KB sendiri. •

Kapan memeriksa? • Satu minggu setelah pemasangan • Kapan saja setiap selesai masa haid



Bagaimana cara memeriksa benang? • Cuci tangan, duduk dalam posisi jongkok, masukkan jari ke dalam vagina dan rasakan benang AKDR di mulut rahim. Jangan menarik benangnya. Cuci tangan setelah selesai.



Jika tidak bisa merasakan benang, atau benang terasa lebih panjang atau pendek secepatnya kembali ke klinik. AKDR mungkin telah terlepas dan perlu memakai back up.

KB Mantap Definisi • Menutup tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum

• oklusi vasa deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi

Efek Samping • Nyeri pasca operasi

Kerugian • Infertilitas bersifat permanen

KB Metode Alami • Menghitung masa subur • Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang 11) • Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi

• Mengukur suhu basal tubuh (pagi hari) • Saat ovulasi: suhu tubuh akan meningkat 1-2° C (menjelang ovulasi suhu basal badan akan turun, dan sekitar 24 jam setelah ovulasi, suhu basal badan akan naik kembali lebih tinggi daripada suhu sebelum ovulasi)

Coitus Interruptus (Sanggama Terputus) • senggama terputus atau dalam artian penis dikeluarkan dari vagina sesaat seblum ejakulasi terjadi  cairan sperma tidak akan masuk kedalam rahim  ≠ pembuahan.

Metode Mukus Servikal (Metode Billings) • mendekati masa ovulasi,mukus menjadi relatif bening dan sangat licin (seperti putih telur), dan dapat diregangkan di antara kedua jari (spinnbarkeit)

KB: Metode Alami • Metode Amenorea Laktasi Mekanisme: • pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif untuk menekan ovulasi. • Metode ini memiliki tiga syarat yang harus dipenuhi: • Ibu belum mengalami haid lagi • Bayi disusui secara eksklusif dan sering, sepanjang siang dan malam • • Bayi berusia kurang dari 6 bulan

• Efektivitas:

• Risiko kehamilan tinggi bila ibu tidak menyusui bayinya secara benar. • Bila dilakukan secara benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 6 bulan setelah persalinan.

• Keuntungan khusus bagi kesehatan: • Mendorong pola menyusui yang benar, sehingga membawa • manfaat bagi ibu dan bayi.

• Risiko bagi kesehatan: • Tidak ada.

• Efek samping: • Tidak ada.

• Mengapa beberapa orang menyukainya:

• Metode alamiah, mendorong kebiasaan menyusui, dan tidak perlu biaya.

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan • Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas ratarata sekitar 6 minggu • Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat diperkirakan • Metode yang langsung dapat digunakan adalah : Spermisida Kondom Koitus Interuptus

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode

MAL

Waktu Pascapersalinan

Mulai segera

Ciri Khusus



Manfaat kesehatan bagi ibu dan bayi

Catatan

• •

Kontrasepsi Kombinasi

• •

Kontrasepsi Progestin





Jangan sebelum 68mg pascapersalinan Jika tidak menyusui dapat dimulai 3mg pascapersalinan

• •

Bila menyusui, jangan mulai sebelum 6mg pascapersalinan Bila tidak menyusui dapat segera dimulai





Akan mengurangi ASI Selama 6-8mg pascapersalinan mengganggu tumbuh kembang bayi



Selama 6mg pertama pascapersalinan, progestin mempengaruhi tumbuh kembang bayi Tidak ada pengaruh pada ASI



• •

Harus benar-benar ASI eksklusif Efektivitas berkurang jika sudah mulai suplementasi Merupakan pilihan terakhir bagi klien yang menyusui Dapat diberikan pada klien dgn riw.preeklamsia Sesudah 3mg pascapersalinan akan meningkatkan resiko pembekuan darah Perdarahan ireguler dapat terjadi

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode

Waktu Pascapersalinan

Catatan

• Tidak ada pengaruh terhadap ASI • Efek samping lebih sedikit pada klien yang menyusui

• Insersi postplasental memerlukan petugas terlatih khusus

Kondom/S • Dapat digunakan permisida setiap saat pascapersalinan

Tidak pengaruh terhadap laktasi

Sebaiknya dengan kondom dengan pelicin

Diafragma

Tunggu sampai 6mg pascapersalinan

• Tidak ada pengaruh terhadap laktasi

• Perlu pemeriksaan dalam oleh petugas

KB Alamiah

• Tidak dianjurkan sampai siklus haid kembali teratur

• Tidak ada pengaruh terhadap laktasi

• Suhu basal tubuh kurang akurat jika klien sering terbangun malam untuk menyusui

AKDR

• Dapat dipasang langsung pascapersalinan

Ciri Khusus

KB: Usia > 35 Tahun Metode

Catatan

Pil/suntik Kombinasi

• Tidak untuk perokok • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa perimenopause

Kontrasepsi Progestin (implan, pil, suntikan)

• Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun) • Dapat untuk perokok • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum siap dengan kontap

AKDR

• Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS • Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang

Kondom

• Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi saluran reproduksi dan IMS • Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan

Kontrasepsi Mantap

Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi

Soal no 161 • Ny. Ita purnamarani, usia 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Sudah satu tahun ini mengalami keputihan yang berbau busuk. Dari pemeriksaan ditemukan TD 120/80 mmHg, N 88 x/menit, P 18 x/menit. Inspekulo ditemukan fluor albus dan terdapat erosi pada portio cerviks. Penjalaran penyakit yang terjadi pada pasien ini adalah melalui...

a. Hematogen b. Limfogen c. Ascending infection d. Kontak langsung e. Udara

Jawaban: C. Ascending infection

161. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE / PENYAKIT RADANG PANGGUL • Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium pelvis, atau jaringan penunjangnya. • PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus genital bawah ke atas • Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis) • Faktor Risiko:  Kontak seksual  Riwayat penyakit menular seksual  Multiple sexual partners  IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

Salphingitis • Inflamasi pada tuba fallopi • Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering dari PID • Faktor Risiko – Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C) – Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard

• Gejala dan Tanda – Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah, nyeri goyang serviks

• Diagnosis • Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks • Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

• Terapi – Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin) – Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral – Operatif bila antibiotik gagal http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

USG pada PID • USG banyak dilakukan untuk evaluasi PID. Gambaran PID pada pemeriksaan USG adalah: tuba falopii yang menebal, terisi cairan, dan gambaran seperti roda gigi (cogwheel sign). • Pada pasien dengan endometritis, USG akan menunjukkan gambaran cairan atau gas dalam ruang endometrium, penebalan yang heterogen, atau garis endometrium yang samar, namun penemuan ini pun tidak konsisten. • Bila terjadi abses tubo-ovarium, akan tampak kumpulan kistik multilocular berdinding tebal, disertai multiple fluid levels.

PID: Pengobatan • Harus berspektrum luas • Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C. trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas • Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:  Adanya emergensi (contoh; apendisitis)  Pasien hamil  Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral  Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral  Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi  Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm

Sexually active woman presenting with abnormal vaginal discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR Adnexal tenderness, OR Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES

NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia 2) Perform pregnancy testing 3) Perform vaginal microscopy if available 4) Offer HIV testing

See Vaginal Discharge algorithm, consider other organic causes

Empiric treatment for PID* if no other organic cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR Pregnant?

YES

NO

Inpatient PID treatment: Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** (other regimens available****)

Outpatient PID treatment: Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** OR Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** (other regimens available****) Response to treatment 72 hours later?

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment 2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course

NO

YES

See Inpatient treatment

Continue treatment for 14 days

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html

Pelvic Inflammatory Disease

Soal no 162 • Ny. Hasna Fasnetulisa, berusia 27 tahun, G1P0A0, Hamil 39 minggu, datang dengan keluhan mulas-mulas. Pada perjalanannya setelah 4 jam observasi, ditemukan his pasien 1x/10menit @15-25 detik, pembukaan 7 cm, UUK kiri depan melintang, kepala di atas pintu atas panggul. Anda menilai pasien mengalami inersia uteri. Tindakan yang tepat anda lakukan adalah...

a. Observasi b. Drip oksitosin c. Vakum d. Forceps e. Rujuk untuk SC

Jawaban: E. Rujuk untuk SC

162. Distosia Kelainan Tenaga • His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus dan disertai relaksasi yang merata • Jenis Kelainan His

– Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)

• His lemah, pendek, jarang  tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong janin

– His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)

• His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat

– Incoordinate uterine contraction

• Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada dominasi fundus

• Faktor predisposisi

– Primigravida, terutama primi tua – Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks – Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion

Inersia Uteri: Tatalaksana 1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan janin 2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya pada letak kepala : a. Lakukan augmentasi persalinan misalnya dengan infus oksitosin b. Bila inersia uteri + CPD  seksio sesaria c. Bila semula his kuat  inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips tidak berguna  Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Soal no 163 • Laki–laki 30 tahun, sudah menikah tetapi belum memiliki keturunan. Pasien ingin sekali memilki keturunan. Pasien baru pertama kali ke dokter, sebelumnya pasien berobat ke pengobatan alternative, tetapi tidak ada hasil. Dokter menganjurkan untuk pemeriksaan analisis sperma. Hasilnya jumlah 40 juta/ml (N: 39 juta/mL), morfologi 10 % (N: 4%), motilitas total 5% (N: 40%).

Bagian mana yang berperan penting dalam kasus tersebut?

a. Nucleus b. Akrosom c. Mitokondria d. Plasma membrane e. Centriole

Jawaban: C. Mitokondria

163. Analisa Sperma • Tingkat motilitas sperma berhubungan dengan tingkat kehamilan • Motilitas sperma dalam cairan semen harus dinilai sesegera mungkin setelah sampel dikeluarkan, sebaiknya dalam 30 menit sampai 1 jam setelah ejakulasi, untuk mencegah efek buruk dari dehidrasi, pH atau perubahan suhu terhadap motilitas.

WHO laboratory manual for the Examination and processing of human semen 5th ed. 2010

• Motilitas setiap spermatozooa dinilai sebagai berikut: • Progressive motility (PR): spermatozoa bergerak aktif, baik secara linier atau dalam lingkaran besar, terlepas dari kecepatannya. • Non-progressive motility (NP): semua pola motilitas lainnya tanpa ada kemajuan, mis. berenang dalam lingkaran kecil, kekuatan flagellar hampir tidak menggeser kepala, atau ketika hanya ketukan flagellar yang dapat diamati. • Immotility (IM): tidak ada gerakan.

• Batas minimum: • Motilitas total (PR + NP) adalah 40% (5th centile, 95% CI 38–42) • motilitas progresif (PR) adalah 32% (5th centile, 95% CI 31–34).

• Asthenozoospermia adalah istilah medis untuk penurunan motilitas sperma  persentase sperma yang bergerak secara progresif (PR) di bawah 32%. • Penyebab asthenozoospermia adalah pengambilan sampel tidak mencukupi, autoantibodi, peradangan dan gangguan pada ekor sperma. • Penyebab asthenozoospermia negative palsu adalah sperma dingin, sperma tua atau pengumpulan sperma dengan kontaminasi (mis. Sabun). WHO laboratory manual for the Examination and processing of human semen 5th ed. 2010

Sperma Abnormal

• Azoospermia: tidak terdapat sperma hidup dalam cairan sperma dalam cairan ejakulat ejakulat • Oligospermia: jumlah sperma • Astenozoospermia: motilitas < kurang dari 20 juta per ml normal cairan ejakulat • Teratozoospermia: morfologi abnormal • Necrozoospermia: tidak ada

Astenozoospermia dan Mitokondria • Setengah dari kasus infertilitas pria disebabkan oleh rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia) dan atau jumlah sperma (oligoszoopermia), dan kelainan morfologis sperma (teratozoospermia). • Salah satu penentu fertilitas pria adalah motilitas sperma. Sperma memerlukan energi yang besar sehingga dapat berfungsi secara layak untuk keberhasilan fertilisasi.

• Lokasi mitokondria dalam sperma yang unik yaitu terletak pada bagian basal dari flagela (mid piece), berperan penting dalam ketersediaan energi secara efektif dan cepat. • Tetapi, motilitas sperma yang sangat bergantung pada fungsi respirasi mitokondria, dapat diprediksi bahwa akumulasi mutasi yang bersifat patogenik dari mitokondria dan kelainan respirasi menyebabkan disfungsi sperma dan infertilitas. S. U. (2009). Etiologi Infertilitas pada Pria Akibat dari Mutasi DNA Mitokondria (mtDNA). JKM, 9(1), 85-94. Retrieved May 22, 2019.

Soal no 164 • Ny. Qitra, berusia 32 tahun G1P0A0 hamil 30 minggu datang ke puskesmas untuk ANC. Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan mioma servik mengisi penuh bagian fornix posterior (cavum Douglassi). Tidak ada gejala dan keluhan. Apakah tatalaksana pada pasien tersebut?

a. b. c. d. e.

Seksio sesaria segera Terapi progesteron untuk memperkecil tumor Miomektomi segera Observasi ketat sampai kehamilan aterm Akhiri kehamilan dengan induksi

Jawaban: D. Observasi ketat sampai kehamilan aterm

164. Mioma Uteri • • • •

Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

• 4 Tipe Mioma Uteri • Subserosa • Tumbuh dilapisan luar uterus dan kearah luar • Intramural • Tumbuh didalam dinding uterus • Submukosa • Dibawah lapisan kavum uteri  polimenorrhea, infertilitas, keguguran • Pedunculated • Memiliki tangkai

http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html

Mioma Uteri pada Kehamilan: Patogenesis • Kehamilan  vaskularisasi uterus dan estrogen >>  pembesaran dan perlunakan mioma pada trimester I

• Setelah kehamilan 4 bulan  mioma tidak membesar • Dapat timbul torsio  nyeri hebat • Pertumbuhan mioma yang terlalu cepat  melebihi suplai darahnya  degenerasi merah  gejala rangsang peritonium

Mioma Uteri pada Kehamilan: Gejala dan Tanda • Tergantung besar dan posisi mioma • Jika mioma menyebabkan distorsi rongga uterus  resiko abortus spontan menjadi 2x lipat & kemungkinan persalinan prematur meningkat

• Distorsi rongga uterus malposisi atau malpresentasi janin • Tumor di bawah uterus  obstruksi jalan lahir  menghambat persalinan pervaginam • Nyeri karena tekanan dan torsio tumor, serta adanya infeksi rahim

• Tumor besar  Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum, organ panggul lain  gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan ginjal

Mioma Uteri Uteri pada Kehamilan Mioma D I AG N O S I S • Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin • USG abdominal/ transvaginal • Tampak massa padat diluar kantong janin

TATA L A K SA N A •

Observasi hingga kehamilan aterm



Operasi  SC sekaligus pengangkatan mioma atau bila terdapat tanda kegawatdaruratan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

IKK & FO R E N S I K

Soal no 165 • Angka kejadian kanker dari tahun ke tahun meningkat. Untuk memperbaiki pelayanan medis penyakit kanker, diadakanlah berbagai penelitian di bidang kanker. Pada penelitian secara periodik di Provinsi Kalimantan Barat mengenai penyakit kanker serviks pada wanita yang berusia diatas 40 tahun di kota M didapatkan data sebagai berikut:

Nilai prediktif negatif test baru terhadap kanker serviks tersebut adalah :

a. 132/1117 b. 62295/62342 c. 62295/63280 d. 132/179 e. 985/62295

Jawaban: B. 62295/62342

165. UJI DIAGNOSTIK SAKIT (+)

SAKIT (-)

HASIL TEST (+)

True Positive (TP)

False Positive (FP)

HASIL TEST (-)

False Negative (FN)

True Negative (TN)

SENSITIVITAS =

Kemampuan tes untuk mendeteksi orang yang sakit dengan benar.

TP TP+FN

S P E S I F I S I TA S =

Kemampuan tes untuk mendeteksi orang yang tidak sakit dengan benar.

TN FP+TN

UJI DIAGNOSTIK SAKIT (+)

SAKIT (-)

HASIL TEST (+)

True Positive (TP)

False Positive (FP)

HASIL TEST (-)

False Negative (FN)

True Negative (TN)

POSITIVE PREDICTIVE VALUE =

Persentase pasien dengan hasil test (+) yang benar-benar sakit

TP TP+FP

NEGATIVE PREDICTIVE VALUE =

Persentase pasien dengan hasil test(-) yang benar-benar tidak sakit

TN FN+TN

SENSITIVITAS, SPESIFISITAS, PPV, NPV Rule of thumb: • Sensitivitas dan spesifisitas TIDAK DIPENGARUHI oleh prevalensi penyakit di wilayah tempat alat diagnostik digunakan. • Sedangkan, PPV dan NPV DIPENGARUHI oleh prevalensi penyakit di wilayah tempat alat diagnostik digunakan. • Pada tempat dengan prevalensi tinggi, PPV akan semakin tinggi. Pada tempat dengan prevalensi rendah, PPV akan rendah. • Sebaliknya, NPV akan semakin rendah pada tempat dengan prevalensi tinggi. Dan NPV akan tinggi pada tempat dengan prevalensi rendah.

Soal no 166 • Berikut ini adalah data kasus hipertensi pada periode Jan – Des 2011 yang diperoleh dari suatu populasi Data per 31 Des 2010 Jumlah

Data per 31 Des 2011

Hipertensi Non-HT

Hipertensi

Non-HT

Jumlah

Obesitas

116

4

120

130

4

134

Non obesitas

384

9496

9880

470

9396

9866

Total

500

9500

10000

600

9400

10000

Insidens hipertensi pada tahun 2011 pada populasi di atas adalah...

a. 14/10000 b. 100/10000 c. 86/10000 d. 134/10000 e. 600/10000

Jawaban: B. 100/10000

166. UKURAN MORBIDITAS PENYAKIT Definisi Insidens/ insidens Jumlah kasus baru dalam kumulatif/ incidence periode waktu tertentu rate/ attack rate/ attack risk Attack rate/risk lebih sering digunakan pada konteks KLB.

Rumus Jumlah kasus baru/ jumlah populasi berisiko di awal periode

Secondary attack rate

Jumlah penderita baru pd serangan kedua/ (jumlah populasi berisiko- jumlah orang yang terkena serangan pertama)

jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah terkena penyakit pada serangan pertama.

Incidence density jumlah penderita baru suatu Jumlah kasus baru/ jumlah rate penyakit yang ditemukan pada populasi berisiko di awal periode (or person-time rate) suatu jangka waktu tertentu (dalam satuan orang-waktu) (dalam satuan orang-waktu)

Ukuran Morbiditas Penyakit (2) Point prevalence

Period prevalence

Definisi Jumlah seluruh kasus pada satu waktu tertentu, misalnya jumlah seluruh kasus hipertensi per tanggal 1 April 2017.

Rumus Jumlah seluruh kasus (kasus lama dan kasus baru)/ jumlah populasi berisiko pada satu waktu yang spesifik (tanggal tertentu atau jam tertentu).

Jumlah seluruh kasus pada satu periode tertentu, misalnya jumlah seluruh kasus hipertensi dari Januari-Desember 2016.

Jumlah seluruh kasus (kasus lama dan kasus baru)/ jumlah populasi berisiko pada satu periode tertentu.

Jumlah populasi berisiko diambil dari jumlah populasi pada pertengahan periode.

Soal no 167 • Sekelompok penghuni apartemen melaporkan pada satpam karena mencium bau tidak enak dari unit sebelahnya dan tidak ada respon saat pintu diketuk. Unit didobrak dan ditemukan seorang wanita, diperkirakan berusia 20-30 tahun tergantung di kamarnya. Korban dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan. Dokter yang memeriksa menemukan lebam di atas jeratan di leher, dan ditemukan pula lebam di ujung jari kaki dan ujung jari tangan. Dokter memutuskan bahwa korban mati lemas. Bagaimanakah mekanisme kematiannya?

a. Terbentuknya met-Hb b. Peningkatan kadar CO2 dalam serum c. Ketidakmampuan Hb untuk mereduksi O2 d. Ketidakmampuan Hb untuk mengikat O2 e. Kemampuan Hb menghasilkan CO2

Jawaban: B. Peningkatan kadar CO2 dalam serum

167. Kematian akibat asfiksia • Asfiksia (mati lemas): kondisi terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan  oksigen darah berkurang (hipoksia) dan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea)  kematian • Penyebab: • Asfiksia mekanik : trauma sebabkan sumbatan pada saluran napas (pembekapan/smothering, penyumbatan/gagging dan choking, penjeratan/strangulation, pencekikan/throttling, gantung/hanging, penekanan dinding dada) • Penyebab alamiah : penyakit misalnya laryngitis difteri, fibrosis paru • Keracunan : bahan sebabkan depresi pusat napas/barbiturate, narkotika, karbon monoksida, hydrogen sianida Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI

ETIOLOGI ASFIKSIA Mekanik

• hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

Patologis

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran napas atas atau paru. • Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

Toksik

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

Lingkungan

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

Trauma

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau emboli paru

Postural

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas tertutup

Iatrogenik

• Dampak dari anestesi

Mechanical asphyxia

Obstructive asphyxia

Liquid obstruction (drowning) Solid obstruction (choking, gagging)

Compressional asphyxia

Compressing the mouth and nose (smothering)

Compressing the chest and abdomen

Compressing the neck

Strangulation: penjeratan

Manual strangulation: pencekikan

Hanging

Fase gejala asfiksia 1. Fase dispnea  penuruna kadar O2 dan peningkatan CO2 plasma merangsang pusat pernapasan  amplitude dan frekuensi napas menigkat, nadi cepat, tampak tanda sianosis muka dan tangan 2. Fase konvulsi  CO2 meningkat sebabkan rangsangan SSP  kejang  spasme opistotonik, pupil dilatasi, bradikardia, hipotensi akibat kekurangan oksigen 3. Fase apnea  Depresi pusat napas hebat hingga berhenti, muncul relaksasi sfingter sebabkan pengeluaran cairan sperma, urin, tinja 4. Fase akhir  Paralisis pusat napas lengkap Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI

Gantung/hanging • Beda dengan penjeratan dimana asal tenaga dari luar, maka kasus gantung tenaga dari berat badan korban • Mekanisme kematian: • Kerusakan batang otak dan medulla spinalis dislokasi atau fraktur vertebra ruas leher, misalnya hukum gantung dijatuhkan dari ketinggian 2 meter mendadak akan sebabkan terpisahnya vertebra C2-C3 atau C3-C4 • Asfiksia, akibat hambatan udara pernapasan • Iskemia otak akibat hambatan aliran arteri leher • Refleks vagal

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI

Jenis gantung diri • Typical hanging • Titik gantung/simpul terletak di atas daerah oksiput dan tekanan karotis paling besar

• Atypical hanging • Titik gantung/simpul terdapat di samping sehingga posisi leher miring, sebabkan hambatan arteri karotis dan vertebralis

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI

Pemeriksaan jenazah pada gantung • Bila jerat kecil dan keras  hambatan total arteri  wajah pucat dan tidak tampak petekie pada kulit atau konjungtiva • Bila jerat lebar dan lunak  hambatan hanya pada saluran napas dan pada aliran vena dari kepala ke leher  tampak bendungan daerah atas ikatan  petekie kulit dan konjungtiva • Jejas jerat kasus gantung terletak lebih tinggi pada leher, meninggi di bagian simpul (sementara pada kasus jeratan, letak mendatar) • Distribusi lebam mayat dibawah : kaki, tangan, genitalia eksterna • Rawan gondok dan tulang lidah bisa patah  meski tidak sering Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI

PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM NO

PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM

PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

1

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem bervariasi. Tergantung dari cara kematian korban

Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian yang bukan disebabkan penggantungan

2

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan letaknya pada leher bagian atas

Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi

3

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada sisi leher

Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

4

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi jejas jerat dan pada tungkai bawah mayat setelah meninggal

5

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda parchmentisasi

Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas

PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM NO

PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM

PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

6

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lainlain sangat jelas terlihat terutama jika kematian karena asfiksia

Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain tergantung dari penyebab kematian

7

Wajah membengkak dan mata mengalami kongesti dan agak menonjol, disertai dengan gambaran pembuluh dara vena yang jelas pada bagian dahi

Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat, kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi

8

Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian akibat pencekikan

9

Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada feses

10

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut, dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan. ante-mortem

GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN NO

PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI

PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

1

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batas usia, karena tindakan remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50 korban dan tidak bergantung pada usia tahun jarang melakukan gantung diri

2

Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan terletak pada bagian atas leher

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali

3

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang letaknya pada bagian samping leher

Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

4

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara bunuh diri lain

5

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban menyebabkan kematian mendadak tidak biasanya mengarah kepada pembunuhan ditemukan pada kasus bunuh diri

GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN NO

PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI

PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

6

Racun. Adanya racun dalam lambung korban, misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin mendorong korban untuk gantung diri

Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri

7

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat

Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada kasus pembunuhan

8

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada oleh korban atau di sekitarnya ditemukan tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan alat yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan tersebut

9

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di dalam kamar, dimana pintu, jendela Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan ditemukan dalam keadaan tertutup dan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti pembunuhan merupakan bunuh diri

10

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada kasus gantung diri

Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.

Asfiksia karena racun • Keracunan CO  terdapat kompetisi ikatan oksigen dengan haemoglobin (afinitas CO terhadap Hb208-245 kali afinitas oksigen), sehingga Hb tidak mampu ikat oksigen  asfiksia • Keracunan sianida  sianida yang masuk akan menyebabkan inaktivasi enzim oksidatif seperti sitokrom oksidase ganggu utilisasi oksigen, proses oksidasi-reduksi dalam sel, oksi-Hb tidak dapat berdisosiasi melepaskan oksigen ke jaringan  anoksia jaringan paradoksal (korban hipoksia, meski dalam darah kaya oksigen)

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI

Soal no 168 • Sebanyak 200 orang datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan utama mual-muntah. Keluhan disertai demam dan diare. Gejala ini muncul beberapa jam sebelum mengikuti acara perpisahan dan makan siang di suatu SD. Pada pemeriksaan feses pasien ditemukan bakteri E.coli. Pada investigasi selanjutnya, diperoleh informasi bahwa ada 20 orang yang pulang lebih dulu sebelum acara santap siang, dan tidak menderita sakit. Apakah peristiwa yang sesuai dengan kejadian di atas?

a. Epidemi b. outbreak c. Intoksikasi d. Wabah e. Common source outbreak

Jawaban: E. Common source outbreak

168. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT • Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada wilayah yang lebih sempit (misalnya di satu kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di slide selanjutnya). • Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah lain dan hal tersebut terjadi terus menerus. Contohnya: Malaria endemis di Papua.

• Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu daerah secara acak dan tidak teratur. Contohnya: kejadian pneumonia di DKI Jakarta.

• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.

Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010) • Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah • Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya • Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya • Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya • Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya • Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama • Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

Pola Epidemi Penyakit Menular • Common source: satu orang atau sekelompok orang tertular penyakit dari satu sumber yang sama, dibagi menjadi: • Point • Continuous • Intermittent

• Propagated/progressive: penyakit menular dari 1 orang ke orang lain (sehingga umumnya muncul penyakit baru dengan jarak 1 masa inkubasi).

Point Source Epidemic • Terjadi bila sekelompok orang terpapar sumber penyakit dalam waktu singkat sehingga setiap orang menjadi sakit dalam waktu hampir bersamaan.

Contoh: Insidens hepatitis A di Pennsylvania yang terjadi akibat sayuran yang mengandung virus hepatitis A yang dikonsumsi pengunjung restoran pada tanggal 6 November.

Continuous Common Source Epidemic • Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus menerus bermingg-minggu atau lebih panjang.

Contoh: Paparan air yang mengandung bakteri terjadi terus menerus, sehingga insidens diare terjadi berminggu-minggu.

Intermittent Common Source Epidemic • bila paparan terjadi pada jangka waktu yang panjang tetapi insidens kasus baru terjadi hilang timbul

Propagated/Progressive Epidemic • Penularan dari satu orang ke orang lain • Pada penyakit yang menularannya melalui kontak atau vehikulum. • Propagated/progressive pandemic  propagated epidemic yang terjadi lintas negara.

Contoh: Kasus campak yang satu ke kampus campak yang lain berjarak 11 jaro (1 masa inkubasi)

Mixed Epidemic • Gabungan antara common source epidemic dan propagated epidemic Contoh: Kasus shigellosis di sebuah festival music. Awalnya terjadi penularan serempak saat festival berlangsung. Sehingga beberapa hari setelah festival, kejadian shigellosis meningkat sangat tinggi (common source epidemic). Namun satu minggu kemudian, muncul lagi kasus shigellosis karena penularan dari suatu oranf

Soal no 169 • Puskesmas Sumber Sehat terletak sekitar 20 km dari rumah sakit terdekat dan dipimpin oleh seorang dokter umum. Puskesmas tersebut ramai dikunjungi warga sekitar karena mudah dijangkau kendaraan bermotor. Dinas kesehatan setempat merencanakan penambahan sarana pelayanan di Puskesmas tersebut agar dapat lebih membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan kesehatan. Apakah sarana yang paling sesuai?

a. b. c. d. e.

Bidan desa Puskesmas keliling Puskesmas pembantu Puskesmas rawat inap Puskesmas peralatan

Jawaban: D. Puskesmas rawat inap

169. Puskesmas Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI No.128/Menkes/SK/II/2004).

Dasar-dasar puskesmas. Kemenkes RI. 2013

Fungsi Puskesmas

Puskesmas Jenis Puskesmas menurut pelayanan kesehatan medis, dibagi dua kelompok yakni: • Puskesmas Perawatan, pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap (memberikan pelayanan 24 jam dan dapat merawat pasien one day care (atau maksimal selama 3 hari)

• Puskesmas Non Perawatan, hanya pelayanan kesehatan rawat jalan (pelayanan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam jam kerja saja, kecuali untuk pelayanan persalinan) Menurut wilayah kerjanya, dikelompokkan menjadi: • Puskesmas Induk / Puskesmas Kecamatan  Sasaran penduduk 30.000/puskesmas

• Puskesmas Satelit / Puskesmas Kelurahan

PUSKESMAS Puskesmas Pembantu (Pustu): • Biasanya ada satu buah di setiap desa/kelurahan • Membantu puskesmas induk • Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai jadwal kunjungan dokter • Sasaran meliputi 2-3 desa atau dengan jumlah penduduk 2.500 (luar jawa & bali) sampai 10.000 orang (jawa & bali)

Puskesmas Keliling (Puskel) : • Kegiatan pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja puskesmas.

• Menggunakan kendaraan bermotor roda 4, roda 2, atau perahu. • Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi, pengobatan dan penyuluhan. • Menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau.

Soal no 170 • Di desa Karang Batu, ketersediaan air bersih untuk kebutuhan seharihari diketahui sangat terbatas, terutama pada musim kemarau. Pada tahun 2015, dicurigai terjadi peningkatan kasus diare. Sekelompok mahasiswa kedokteran melakukan survei pada 200 anak di desa tersebut untuk mengetahui prevalensi diare. Hasil survey:

Air minum kolam Total

dari Ya Tidak

Diare Ya 50 30 80

Total Tidak 50 70 120

Apakah jenis penelitian pada kasus tersebut?

100 100

a. Studi cohort b. Studi case control c. Studi cross sectional d. Studi kasus e. Uji klinis

Jawaban: C. Studi cross sectional

170. DESAIN PENELITIAN Secara umum dibagi menjadi 2: • DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan dengan penyakit. Misalnya penelitian hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.

DESAIN PENELITIAN STUDY DESIGNS

Descriptive

Analytical

Case report (E.g. Cholera)

Observational

Experimental

Case series Cross-sectional

1. 2. 3. 4.

Cross-sectional Cohort Case-control Ecological

Clinical trial (parc vs. aspirin in Foresterhill)

Field trial (preventive programmes )

Prinsip Desain Studi Analitik Observasional Cross-sectional • Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu yang bersamaan. Cohort study • Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome terjadi atau tidak. Case-control study • Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor risiko atau tidak.

Prinsip Desain Studi Analitik Observasional PAST

PRESENT

FUTURE

Time Assess exposure and outcome

Cross -sectional study Case -control study

Assess exposure

Known exposure

Prospective cohort Retrospective cohort

Known outcome

Known exposure

Assess outcome

Assess outcome

Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini secara bersamaan. • Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.

Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1 tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak. • Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun 2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau tidak.

Prinsip Kohort

• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu yang ditentukan.

Kohort Prospektif vs Retrospektif • Baik kohort prospektif maupun retrospektif selalu dimulai dari menjadi subyek yang tidak sakit. • Kohort prospektif dimulai saat ini dan diikuti ke depan sampai terjadi penyakit. • Pada kohort retrospektif, peneliti “kembali ke masa lalu” melalui rekam medik, mencari subyek yang sehat pada tahun tertentu kemudian mengikuti perkembangannya melalui catatan rekam medik hingga terjadinya penyakit.

Desain Cross Sectional KELEBIHAN: • Mengukur angka prevalensi • Mudah dan cepat • Sumber daya dan dana yang efisien karena pengukuran dilakukan dalam satu waktu • Kerjasama penelitian (response rate) dengan desain ini umumnya tinggi.

KELEMAHAN: • Sulit membuktikan hubungan sebab-akibat, karena kedua variabel paparan dan outcome direkam bersamaan.

• Desain ini tidak efisien untuk faktor paparan atau penyakit (outcome) yang jarang terjadi.

Desain Case Control KELEBIHAN: • Dapat membuktikan hubungan sebab-akibat. • Tidak menghadapi kendala etik, seperti halnya penelitian kohort dan eksperimental. • Waktu tidak lama, dibandingkan desain kohort. • Mengukur odds ratio (OR).

KEKURANGAN: • Pengukuran variabel secara retrospektif, sehingga rentan terhadap recall bias.

• Kadang sulit untuk memilih subyek kontrol yang memiliki karakter serupa dengan subyek kasus (case)nya.

Desain Kohort KELEBIHAN:

• Mengukur angka insidens. • Keseragaman observasi terhadap faktor risiko dari waktu ke waktu sampai terjadi outcome, sehingga merupakan cara yang paling akurat untuk membuktikan hubungan sebab-akibat. • Mengukur Relative Risk (RR).

KEKURANGAN:

• Memerlukan waktu penelitian yang relative cukup lama. • Memerlukan sarana dan prasarana serta pengolahan data yang lebih rumit. • Kemungkinan adanya subyek penelitian yang drop out/ loss to follow up besar. • Menyangkut masalah etika karena faktor risiko dari subyek yang diamati sampai terjadinya efek, menimbulkan ketidaknyamanan bagi subyek.

Soal no 171 • Seorang dokter di sebuah rumah sakit ingin mengetahui hubungan antara pajanan rokok terhadap kejadian kanker paru. Dokter menggunakan data rekam medis untuk mencari orang-orang yang merokok dan tidak merokok, kemudian dilihat hingga beberapa tahun kemudian, apakah orang tersebut mengalami kanker atau tidak. Hasilnya didapatkan data sebagai berikut: Merokok

Ya Tidak

Kanker Paru Ya 20 5

Tidak 30 45

Berapa resiko relatif merokok terhadap kejadian kanker paru?

a. b. c. d. e.

1 2 3 4 5

Jawaban: D. 4

171. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN • Digunakan pada studi analitik (cross sectional, case control, kohort, studi eksperimental). • Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-akibat antara variabel paparan dengan variabel outcome.

• Menunjukkan bagaimana suatu kelompok lebih rentan mengalami sakit dibanding kelompok lainnya.

Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

• • •

Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort Odds ratio (OR)  ukuran asosiasi dari studi case control Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)  ukuran asosiasi dari studi cross sectional

Tabel 2x2

Cara yang paling umum dan sederhana untuk menghitung ukuran asosiasi. Outcome

Exposure

Yes

No

Total

Yes

a

b

a+b

No

c

d

c+d

a+c

b+d

a+b+c+d

Total

Outcome Exposure

Yes

No

Total

Yes

a

b

a+b

No

c

d

c+d

a+c

b+d

a+b+c+d

Total

Relative risk (RR): insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b)) dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak terpapar (c/(c+d)) Rumus RR: a/(a+b) c/(c+d)

Outcome Exposure

Yes

No

Total

Yes

a

b

a+b

No

c

d

c+d

a+c

b+d

a+b+c+d

Total

Odds ratio (OR): Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d) Rumus OR: a/b = ad c/d bc

Outcome Exposure

Yes

No

Total

Yes

a

b

a+b

No

c

d

c+d

a+c

b+d

a+b+c+d

Total

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu: PR: a/(a+b) c/(c+d) Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu: POR: ad bc

Interpretasi RR/OR/PR RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan dengan outcome. RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit. RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan, semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.

Soal no 172 • Keluarga Pak Andi tinggal diperumahan “X” dengan luas bangunan 40m2 didaerah pinggiran kota Jakarta. Anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut adalah Pak Andi dan istrinya, 5 orang anaknya dan kedua orang tuanya. Anak-anak sering terkena penyakit ISPA dan diare. Sumber air bersih di perumahan “X” adalah sumur gali. Tempat pembuangan air limbah (selokan) mampat dan bau. Tidak tersedia fasilitas umum. Anak-anak Pak Andi sering terkena sakit ISPA, kemungkinan disebabkan oleh...

a. Tidak tersedia fasilitas umum b. Kepadatan hunian rumah tinggal c. Sumber air bersih yang barasal dari sumur gali d. Perumahan terletak di dareah pinggiran kota Jakarta e. Tempat pembuangan air limbah (selokan) mampet dan bau

Jawaban: B. Kepadatan hunian rumah tinggal

172. Rumah Sehat 1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis Kecukupan cahaya yang masuk ke dalam ruangan, ventilasi, tidak adanya kebisingan berlebihan, terdapat ruang bermain yang cukup bagi anak-anak

2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis Rasa nyaman dan rasa aman

3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan Risiko kecelakaan seperti jatuh, terkena benda tajam, bahaya kebakaran, dll.

4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit Penyediaan air bersih, bebas dari serangga dan tikus, pengelolaan sampah yang benar, pengelolaan limbah dan tinja yang benar.

Aspek fisiologis rumah • Kondisi lantai

• Lantai sebaiknya dari ubin maupun semen, jika dari tanah yang dipadatkan harus tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada saat musim hujan.

• Kondisi dinding

• Sebaiknya berupa tembok, namun di daerah tropis harus dipastikan mendapat ventilasi cukup.

• Kondisi atap

• Sebaiknya dengan genteng, tidak disarankan atap seng atau asbes karena menimbulkan suhu panas dalam rumah. • Dapat menggunakan langit-langit sebagai penyekat panas dari bagian atas bangunan.

• Ventilasi

• Ventilasi minimal 10% luas lantai dengan system ventilasi silang

Aspek Fisiologis Rumah • Pencahayaan

• Pencahayaan alami dan buatan, langsung maupun tidak langsung, harus dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas minimal 60 lux. • Semakin banyak sinar matahari yang masuk semakin baik, disarankan jendela ruangan dibuka antara jam 6-8 pagi.

• Suhu ruangan

• Suhu ruangan yang nyaman adalah antara 18-30 C.

• Kelembaban

• Kelembaban ruang yang nyaman berkisar antara 40-60%.

• Kepadatan hunian

• Satu orang minimal menempati luas rumah 9 m2 agar dapat mencegah penularan penyakit (termasuk ISPA) dan melancarkan aktivitas di dalamnya.

JARAK SEPTIC TANK-SUMBER AIR • Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (bidang resapan/tangki septic tank) lebih dari 11 meter, sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap perumahan adalah lebih dari 50 meter.

Soal no 173 • Angka prevalensi dan morbiditas penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia masih tinggi. Kementerian Kesehatan berupaya menangani masalah tersebut dengan mewajibkan sejumlah imunisasi bagi anak. Sebagai bentuk partisipasi terhadap program Kementerian Kesehatan, Puskesmas Kaduhejo aktif melakukan kegiatan imunisasi wajib untuk anak. Kegiatan puskesmas tersebut termasuk dalam…

a. Early case detection b. Rehabilitation c. Prompt treatment d. Disabillity timitation e. Specific protection Jawaban: E. Specific protection

173. FIVE LEVEL OF PREVENTION Health promotion Specific protection

• Dilakukan pada orang sehat • Promosi kesehatan • Contoh: penyuluhan • Dilakukan pada orang sehat • Mencegah terjadinya kesakitan • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

Early diagnosis & prompt treatment

• Dilakukan pada orang sakit • Tujuannya kuratif • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

Disability limitation

• Dilakukan pada orang sakit • Membatasi kecacatan • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

Rehabilitation

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada • Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke

Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier

Primordial Prevention & Quartenary Prevention Primordial prevention • consists of actions to minimize future hazards to health and hence inhibits the establishment of factors which are known to increase the risk of disease. • It addresses broad health determinants rather than preventing personal exposure to risk factors, which is the goal of primary prevention. • The difference with primary prevention:

Quartenary prevention • Action taken to identify patient at risk of overmedicalization, to protect him from new medical invasion, and to suggest him interventions ethically acceptable. • For example: • the avoidance of screening without foundation, such as in prostate cancer • The appropriate use of antibiotics in upper respiratory tract infections

• Primary prevention seeks to prevent the onset of specific diseases via risk reduction by altering behaviors or exposures that can lead to disease or by enhancing resistance to the effects of exposure to a disease agent.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311333/

Soal no 174 • Seorang pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS karena mengalami demam dan diare sejak 1 minggu. Dokter mendiagnosis pasien tifoid dan memutuskan pasien perlu dirawat inap. Pasien memiliki kartu BPJS PBI dan dirawat inap di bangsal kelas III. Keluarga pasien meminta dokter untuk memindahkan pasien naik ke kelas II dengan alasan pasien tidak dapat istirahat dengan baik. Sikap dokter tersebut adalah...

a. Memindahkan pasien dengan total seluruh biaya dihitung selisihnya dengan klaim BPJS b. Mengedukasi pasien tidak dapat naik kelas c. Memulangkan paksa pasien dan menyuruh untum masuk melalui biaya mandiri d. Memindahkan pasien dan memasukkan tagihan ke dalam tagihan umum e. Memindahkan pasien dan tagihan selisih rawat inap saja dan biaya pengobatan tetap

Jawaban: B. Mengedukasi pasien tidak dapat naik kelas

174. KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN

PESERTA PBI • Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.

http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9

Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi) • Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang • Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan • Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. • Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain. • Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. • Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan. • Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah

• Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu. • Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun • Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari • Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik • Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan

• Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD. • Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html

HAK KELAS PESERTA BPJS • Dibagi menjadi kelas I, II, III. • Tidak ada peserta BPJS kesehatan yang berhak atas kelas VIP. • Peserta yang ingin dirawat di kelas VIP harus iur biaya (membayar selisih biaya kamar rawat inap VIP dengan biaya kamar yang menjadi hak kelasnya). • Peserta PBI tidak boleh naik kelas. Jika tetap naik kelas, hak PBInya akan gugur.

HAK KELAS PESERTA BPJS KELAS 1

1. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; 2. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; 3. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya; 4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; 5. Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas (no 1-4) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) sampai dengan Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah); dan 6. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/

HAK KELAS PESERTA BPJS KELAS 2

1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 4. Peserta Pekerja Penerima Upah selain pada poin 1 sampai dengan 3 di atas dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah sampai dengan Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah); dan 5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/

HAK KELAS PESERTA BPJS KELAS 3 Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah; dan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/

Soal no 175 • Sekelompok peneliti gabungan dokter-dokter obgyn yang berasal dari dalam dan luar negeri ingin meneliti tentang hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar lipid. Didapatkan sampel sebanyak 66 pengguna kontrasepsi hormonal dan 97 non pengguna. Peneliti ingin mendapatkan perbandingan atau perbedaan mean kadar lipid dari kedua kelompok tersebut. Apakah uji statistik yang dipakai?

a. Independent t-test b. One sample t-test c. Paired t-test d. Chi-square test e. ANOVA

Jawaban: A. Independent t-test

175. Langkah Menentukan Uji Statistik • Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik) • Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi persyaratan chi square. • Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.

TABEL UJI HIPOTESIS VARIABEL INDEPENDEN

DEPENDEN

Kategorik

Kategorik

Kategorik (2 kategori)

Numerik

Kategorik (>2 kategori)

Numerik

Numerik

Numerik

U J I S TAT I S T I K

Chi square

U J I A LT E R N AT I F Fisher (digunakan untuk tabel 2x2)* Kolmogorov-Smirnov (digunakan untuk tabel bxk)*

T-test independen

Mann-Whitney**

T-test berpasangan

Wilcoxon**

One Way Anova (tdk berpasangan)

Kruskal Wallis**

Repeated Anova (berpasangan) Korelasi Pearson Regresi Linier

Keterangan: * : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi **: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal

Friedman** Korelasi Spearman**

Syarat Uji Chi Square • Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual Count (F0) sebesar 0 (Nol). • Apabila bentuk tabel kontingensi 2 X 2, maka tidak boleh ada 1 cell saja yang memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count (“Fh”) kurang dari 5. • Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misak 2 x 3, maka jumlah cell dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.

Bila tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan di atas, maka uji chi square tidak dapat digunakan.

One Sample vs Two Sample T-Test One sample T-test • Mengetahui perbedaan mean (rerata) satu kelompok dibandingkan dengan mean yang sudah ditetapkan peneliti atau mean sudah diketahui di populasi. • Misalnya penelitian tentang mean gula darah sewaktu (GDS) pada pasien DM yang diberi metformin. Contoh pertanyaan penelitiannya adalah: apakah mean GDS pasien DM yang diberi metformin lebih dari 200 mg/dl?

Two Sample T-test • Mengetahui apakah terdapat perbedaan mean antara dua kelompok populasi. • Misalnya penelitian ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan mean GDS dari kelompok pasien DM yang diberi metformin dengan kelompok pasien DM yang diberi insulin?

Independent vs Paired T-Test Independent T-test • Prinsipnya adalah setiap subjek hanya dilakukan 1 kali pengukuran.

Paired T-test • Prinsipnya adalah setiap subjek dilakukan pengukuran lebih dari 1 kali.

• Contoh: penelitian obat A dan obat B terhadap kadar kolesterol. Subyek dibagi dua kelompok, kelompok pertama diberi obat A dan kelompok kedua diberi obat B. setelah 3 bulan, tiap subyek diukur kadar kolesterolnya.

• Contoh: penelitian obat A dan obat B terhadap kadar kolesterol. Subyek dibagi dua kelompok, kelompok pertama diberi obat A dan kelompok kedua diberi obat B. Sebelum mulai penelitian, tiaap subyek diukur kadar kolesterolnya. setelah 3 bulan, tiap subyek diukur kadar kolesterolnya lagi.

Korelasi Pearson vs Regresi Linier • Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel, di mana kedua variabel bersifat numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson dan regresi linier. • Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara kedua variabel. Sedangkan regresi linier digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen melalui variabel independen (dinyatakan dalam persamaan Y = a + bX).

Korelasi Pearson vs Regresi Linier • Contohnya penelitian ingin mengetahui hubungan berat badan dan tekanan darah.

• Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya, bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan, semakin rendah tekanan darah. • Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik = 20 + (2 x berat badan).

KOEFISIEN KORELASI • Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel numerik menggunakan uji Korelasi Pearson. Hasil uji korelasi Pearson dinyatakan dalam R (koefisen korelasi) sebagai berikut:

Prinsip: Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Nol berarti tidak ada korelasi sama sekali, sedangkan satu menandakan korelasi sempurna. Koefisien korelasi yang semakin mendekati angka 1, menunjukkan semakin kuat korelasi .

Contoh Uji Korelasi • Misalnya pada penelitian yang ingin mengetahui hubungan antara kolesterol total (mg/dL) dengan tekanan darah sistolik (mmHg) didapatkan nilai R-nya sebesar 0,8. • Hal ini berarti terdapat korelasi kuat antara kolesterol total dan tekanan darah sistolik (semakin tinggi kolesterol, semakin tinggi tekanan darah sistolik). • Namun apakah hasil tersebut bermakna secara statistik atau hanya merupakan kebetulan saja (ada kemungkinan tidak sesuai dengan kenyataan di populasi)?  Harus diliihat nilai p-nya.

Soal no 176 • Seorang peneliti melakukan penelitian cross sectional pengaruh gangguan bicara dihubungkan dengan asfiksia pada bayi baru lahir. Sebagai sample diambil dari penderita di rumah sakit dan masyarakat dengan anak yang menderita gangguan. Ternyata data asfiksia tidak diperoleh dari rekam medis rumah sakit tetapi dari pengakuan ibu tentang keadaan anaknya ketika baru lahir. Bias yang mungkin terjadi adalah?

a. Procedure bias b. Recall bias c. Insensitive measurement bias d. Detection bias e. Compliance bias

Jawaban: B. Recall bias

176. Bias Penelitian • Definisi: keselahan sistematis dalam metode pemilihan subjek, pengumpulan data, pelaksanaan penelitian, atau analisis penelitian yang menyebabkan kesalahan taksiran efek paparan dan risiko mengalami penyakit, atau efek intervensi terhadap variabel hasil. • Macam-macam bias penelitian: • Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek penelitian • Bias pengukuran • Secara umum • Pada uji klinis

Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek • Bias prevalens/insidens (Neyman’s bias)

• Terjadi apabila subyek penelitian mencakup pasien dengan penyakit dengan mortalitas tinggi pada fase awal, dan angka kematiannya menurun dengan perjalanan waktu, atau • Pasien yang onset penyakit atau kelainan faktor risikonya sulit dideteksi. • Contoh: studi tentang penyakit jantung bawaan, kemungkinan melibatkan pasien dengan kelainan berat seperti TGA yang mortalitasnya tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan. Jika penelitian mencakup subjek yang usianya lebih dari 1 tahun, kemungkinan pasien dengan PJB berat tidak mempunyai kesempatan untuk dipilih sebagai subjek. • Cara untuk mengurangi bias: melakukan studi insidensi, jadi hanya pasien baru saja yang diikutkan. Dalam penelitian tentang PJB, subjek penelitian direkrut sejak lahir.

• Admission rate/referral bias (Berkson’s fallacy)

• Terjadi pada studi yang menggunakan subjek yang dirawat di rumah sakit  mempengaruhi kesetaraan antar kelompok subjek yang diteliti karena perbedaan indikasi rawat. • Contoh: studi tentang lama rawat pasien geriatri di rumah sakit. Akan timbul bias antar subjek penelitian yang masuk dengan indikasi rawat berat dan yang tidak. • Cara mengurangi bias: menghimpun kelompok (subjek sehat, subjek dengan penyakit ringan, sedang, berat). Kelompok kontrol yang lebih dari satu juga dapat mengurangi bias ini.

Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek • Bias non-respons atau bias relawan

• Terjadi bila subjek yang terpilih sebagai sampel menolak ikut penelitian, atau bila studi memperbolehkan relawan. • Contoh: dalam studi obat anti alergi, pasien dengan kelainan ringan, atau berat namun responsif terhadap obat yang ada akan merasa tidak perlu ikut serta dalam penelitian, sementara pasien dengan penyakit berat yang non responsif terhadap obat yang ada akan bersedia menjadi relawan.

• Membership bias

• Bila pada kelompok studi terdapat satu atau lebih hal yang berhubungan dengan efek, sedangkan pada kelompok kontrol tidak. • Contoh: studi tentang efek rokok terhadap kanker  tidak mungkin dibuat uji klinis, maka beberapa ahli menduga mungkin bukan hanya rokoknya yang berbahaya, namun juga faktor lain yang terdapat pada perokok yang tidak bisa disingkirkan.

• Procedure selection bias

• Bila pemilihan subjek berdasarkan pada karakteristik tertentu yang membuat kedua kelompok menjadi tidak seimbang. • Contoh: uji klinis efektivitas obat dibandingkan plasebo, apabila tidak dilakukan randomisasi, peneliti akan cenderung memberikan obat pada subjek yang sakit

Bias pengukuran/measurement bias • Bias pengamat • Distorsi konsisten (baik disadari ataupun tidak) yang dilakukan peneliti dalam menilai atau melaporkan hasil pengukuran.

• Bias subjek • Distorsi konsisten subjek penelitian; karena merasa sedang menjadi subjek penelitian maka subjek cenderung bekerja lebih baik dan lebih serius (efek Hawthorne) • Recall bias termasuk dalam bias subjek; misalnya pasien kanker payudara lebih bersungguh-sungguh mengingat durasi konsumsi pil KB dibanding pasien kontrol.

• Bias instrumen • Kesalahan sistematik akibat tidak akuratnya alat ukur.

Bias pengukuran pada penelitian klinis • Bias prosedur

• Terjadi bila pengukuran, prosedur, terapi, dll dilakukan pada kelompok yang dibandingkan tidak sama. Misalnya pasien dengan hipertensi lebih sering diukur tekanan darahnya.

• Recall bias

• Terutama pada studi case control, terjaddi karena kurang akurat/optimalnya ingatan tentang pajanan faktor risiko.

• Bias akibat pengukuran yang kurang sensitif

• Terjadi akibat alat ukur yang digunakan kurang sensitif.

• Bias deteksi

• Terjadi akibat perubahan kemampuan suatu alat ukur untuk mendeteksi penyakit. • Karena lebih sensitif, penyakit terdeteksi lebih dini, sehingga seakan-akan tingkat survival-nya lebih tinggi pula.

• Bias ketaatan (compliance bias)

• Terjadi karena perbedaan ketaatan mengikuti prosedur antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Ascertainment bias • Ascertainment bias happens when the results of your study are skewed due to factors you didn’t account for, like a researcher’s knowledge of which patients are getting which treatments in clinical trials or poor Data Collection Methods that lead to nonrepresentative samples. • Ascertainment bias in clinical trials happens when one or more people involved in the trial know which treatment each participant is getting. This can result in patients receiving different treatments or co-treatments, which will distort the results from the trial. A patient who knows they are receiving a placebo might be less likely to report perceived benefits (the “placebo effect“).

Soal no 177-178 • 177. Puskesmas Bogor melakukan penelitian tentang diare dengan jumlah penduduk 400 orang. Data sebagai berikut: Dusun Desa 1 Desa 2 Desa 3 Desa 4

Jmlh penduduk 100 150 100 50

Nama Desa

Yang sakit

Mata air Mata hati Mata kaki Mata Sapi

25 38 12 10

Yang Dirawat Yang Meninggal 5 1 6 2

Dari data diatas Case Fatality Rate yang tertinggi adalah:

a. Desa 1 b. Desa 2 c. Desa 3 d. Desa 4 e. Dusun 2 dan 4

Jawaban: D. Desa 4

Soal no 178 • Dinas Kesehatan setempat sedang melakukan pendataan angka kematian bayi dan angka kematian ibu di wilayah kerja Dinkes tersebut pada tahun 2010. Berdasarkan pendataan tersebut, didapatkan pada tahun 2010, angka kelahiran hidup 400 bayi di daerah tersebut. Jumlah kematian bayi selama tahun 2010 adalah 50 bayi, 25 diantaranya meninggal sebelum 28 hari. Infant mortality rate pada daerah tersebut adalah…

a. (50/400) x 1000 b. (25/400) x 1000 c. (25/50) x 1000 d. (28/50) x 1000 e. (28/400) x 1000

Jawaban: A. (50/400) x 1000

177-178. Ukuran Mortalitas Penyakit Ukuran

Definisi

Crude death rate/ angka kematian kasar

angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate

persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut. Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu

jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup. Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi

jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x 1000

Soal no 179 • Seorang dokter umum di poliklinik menerima pasien seorang wanita berusia 18 tahun yang datang dengan keluhan mual-mual sejak 2 hari yang lalu. Sudah sebulan tidak haid. Pasien menikah 6 bulan yang lalu. Melalui anamnesis, pasien sering terdiam dan tidak menjawab pertanyaan. Pasien juga sering menundukkan kepala. Bagaimana komunikasi yang tepat dengan pasien?

a. Mengingatkan pasien bahwa ia belum mengatakan masalah sebenarnya b. Mengatakan kepada pasien bahwa ia dapat kembali di lain kesempatan c. Mengatakan kepada pasien bahwa masih banyak pasien lain yang menunggu d. Mengatakan kepada pasien bahwa ia dapat menceritakan apa yang dipikirkannya e. Mengatakan kepada pasien bahwa anda tidak mengerti masalah yang dideritanya

Jawaban: D. Mengatakan kepada pasien bahwa ia dapat menceritakan apa yang dipikirkannya

179. Komunikasi Dokter Pasien • Komunikasi efektif • Pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang berlangsung dengan efisien • dengan tujuan menyampaikan informasi atau pemberian penjelasan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dan pasien secara verbal dan non verbal

Komunikasi Empati

Langkah komunikasi • Empat langkah komunikasi (SAJI) • Salam • Ajak bicara  komunikasi dua arah, dorong pasien mengemukakan pikiran dan perasaannya • Jelaskan  Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai sakitnya • Ingatkan  ingatkan untuk hal yang penting

Soal no 180 • Seorang laki-laki, tanpa identitas, diantar polisi ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan. Pada surat permintaan visum, dinyatakan bahwa korban ditemukan meninggal di dalam mobil yang diparkir di pinggir jalan. Saat ditemukan, mesin mobil dalam keadaan hidup dengan kaca jendela tertutup. Kulit mayat tampak warna cherry red. Kemungkinan penyebab kematian pada laki-laki ini?

a. b. c. d. e.

Kekurangan Oksigen Serangan asma tiba-tiba Keracunan CO2 Keracunan CO Henti jantung

Jawaban: D. Keracunan CO

180. Inhalation of suffocating gasses • Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, contohnya menghisap gas : 1. CO 2. CO2 3. H2S 4. Sianida • Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit. Gas sianida dapat ditemukan pada sisa pembakaran industri.

Warna Lebam Mayat • Dalam keadaan normal, lebam mayat berwarna merah keunguan. Intoksikasi

Warna Lebam Mayat

Karbon monoksida

Merah bata (cherry red)

Karbon dioksida

Merah gelap

Sianida

Merah terang (bright red)

Nitrit, Potasium, Anilin, Benzena dan zat lain yang menyebabkan methemoglobinemia

Merah coklat atau coklat

Fosfat

Coklat gelap (dark brown)

http://www.forensicpathologyonline.com/e-book/post-mortem-changes/post-mortem-hypostasis

Keracunan CO • Berat jenis CO sedikit lebih ringan dari udara.

• Mempunyai sifat mengikat Hb 210 kali lebih cepat dari O2. • Contoh : Kebakaran gedung, Meninggal dunia dlm mobil dengan mesin & alat pendingin dlm hidup & knalpot bocor, Ruang ventilasinya kurang dgn adanya alat pemanas menggunakan gas dapur/bensin. • Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO. • Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupa Cherry Red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali.

• Pemeriksaan Laboratorium: • Uji Kualitatif, menggunakan 2 cara: uji dilusi alkali dan uji formalin • Uji Kuantitatif menggunakan cara Gettler-Freimuth

Intoksikasi CO2 (GAS ASAM ARANG) • Berat jenis CO2 1,52 kali dibandingkan dgn udara shg terdapat ditempat yg rendah & tidak mudah hilang. • Contoh : Terdapat dalam sumur tua, palka kapal, goa-goa, kasus gerbong maut. • Sebelum menguras sumur sebaiknya dites dulu dengan ayam/burung yang dimasukkan kedalamnya. • Pemeriksan tes gas CO2 ini dengan menambah air kapur Ca(OH)2 kedalam sample gas  air keruh keputihan (ENDAPAN PUTIH ) • Cara mengambil sample gas : • Botol 5-10 liter dikat di 2 tempat, leher & didasarnya,kemudian diisi air & diturunkan ditempat yg mau diperiksa. Sampai di bawah botol kemudian dibalik, air akan keluar & gas akan masuk dalam botol. Botol diangkat & ditutup rapat

H2S (HYDROGEN SULFIDA) • Gas H2S berat jenis 1,19 kali lebih berat dari pada udara. • Contoh : Pada penguraian bahan yg mengandung S (Sulfur) tdpt dipabrik penyaman kulit,selokan yg tertutup, dijamban. • Test terhadap sample gas dgn Pb Asetat.

Keracunan CN • Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. • Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin. • Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas. • Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. • Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal dan postmortal.

PEMERIKSAAN PADA KASUS KERACUNAN SIANIDA • Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, & lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. • Pemeriksaan bedah jenasah: dapat tercium bau amandel saat membuka ronga dada, perut & otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot & penampang organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda asfiksia pada organ tubuh.

Pemeriksaan Laboratorium Kasus Keracunan Sianida • Uji kertas saring menggunakan asam pikrat jenuh: Kertas tersebut dicelupkan kedalam darah korban, bila positif berubah menjadi warna merah terang (sianmethemoglobin). • Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol): Pada reaksi ini bila hasilnya positif akan membentuk warna biru hijau pada kerta saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapat bila isi lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon sehingga reaksi ini hanya untuk skrining.

• Reaksi Prussian Blue: hasil positif menunjukkan endapan larut dan terbetuk warna biru berlin. • Cara Gettler Goldbaum: hasil positif ditunjukkan oleh perubahan warna kertas saring menjadi biru.

Tipe Anoksia • Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia) • Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena tidak ada atau tidak cukup O2. Misalnya kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi. • Anoksia Anemia (Anemia anoxia) • Tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. • Contoh: perubahan kadar Hb dalam darah pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba.

• Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia) • Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya. • Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia) • Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif.

Soal no 181 • Seorang laki-laki berusia 15 tahun, penyandang Duchen Muscullar Distrophy, dirawat di rumah sakit pendidikan. Dokter menggunakan catatan dalam rekam medis yang menyangkut data/informasi kronologis dari perawatan/pengobatan yang diberikan dalam menyampaikan kuliah pada mahasiswa tahap profesi. Apakah fungsi rekam medik yang paling sesuai?

a. Medis b. Dokumentasi c. Administrasi d. Pendidikan e. Penelitian

Jawaban D. Pendidikan

181. REKAM MEDIS • Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran: setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. • Pasal 47 ayat (1): Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

• Mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis: Isi rekam medis merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam medis..

Fungsi Rekam Medis • • • • • •

Administrative Value Legal Value Financial Value Research Value Education Value Documentation Value

Soal no 182-183 182. Seorang warga melapor polisi karena menemukan jenazah bayi baru lahir di tempat sampah dekat rumahnya, lengkap dengan plasenta. Jenazah bayi kemudian dibawa ke rumah sakit. Pada pemeriksaan, dokter forensik menemukan luka memar pada bibir dan leher. Berat badan normal, Panjang badan normal. Plasenta tidak terawat. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menunjang otopsi pada kasus tersebut?

a. b. c. d. e.

Tes apung paru Toksikologi DNA Makroskopi plasenta Golongan darah

Jawaban: A. Tes apung paru

Soal no 183 • Seorang pedagang pasar tradisional melapor polisi karena menemukan jenazah bayi di tempat sampah di pasar. Polisi membuat SPV dan membawa mayat ke RS setempat untuk dilakukan otopsi. Dokter jaga melakukan pemeriksaan dan menemukan jejas pada kepala bayi dan kehijauan pada tali pusatnya. Dokter ingin memperkirakan umur janin. Untuk menentukan umur janin, dilakukan pengukuran...

a. b. c. d. e.

Berat badan Panjang badan Lingkar lengan atas Lingkar dada Lingkar perut

Jawaban: B. Panjang badan

182-183. PEMERIKSAAN MAYAT BAYI Hal yang perlu diperiksa adalah: • Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus dengan kasus pembunuhan anak) • Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan? (Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup) • Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan kasus infantisida atau pembunuhan) • Apakah penyebab kematian bayi?

Infantisida (Pembunuhan Anak Sendiri) • Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah melahirkan anak. • Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.

Pemeriksaan dalam kasus Infantisida • Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah: • Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan. • Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan. • Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir. • Apakah bayi sudah pernah dirawat. • Apakah penyebab kematian bayi.

Penentuan Usia Janin (1) • Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas 45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala lebih dari 34 cm. • Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu menentukan umur bayi dari panjang badan bayi. • Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5 bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu kehamilan. • Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang badan (dalam inchi) dibagi 2.

Penentuan Usia Janin (2) • Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena pada bayi prematur garisgaris tersebut masih sedikit. • Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu. • Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.

Penentuan Usia Janin (3) Berdasarkan ukuran lingkaran kepala: • Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm • Bayi 6 bulan : 39-42 cm • Bayi 7 bulan : 40-42 cm • Bayi 8 bulan : 40-43 cm • Bayi 9 bulan : 41-44 cm

Penentuan Usia Janin (4) Berdasarkan pusat penulangan: • • • • • •

Kuboid 40 minggu Distal femur 36 minggu Proksimal tibia 38 minggu Talus 28 minggu Kalkaneus 24 minggu Metatarsal 9 minggu

Kriteria

Bayi viable

Cukup bulan

Usia

> 28 minggu

37 – 42 minggu

Berat badan

> 1000 gr

2500 – 4000 gr

Panjang badan

> 35 cm

46 – 50 cm

Lingkar kepala

> 23 cm

> 30 cm

Lainnya

Tidak ada cacat bawaan

-

https://radiopaedia.org/articles/ossification-centres-of-the-foot

Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati • Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan. • Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai berikut: • • • •

Adanya udara di dalam paru-paru. Adanya udara di dalam lambung dan usus, Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan Adanya makanan di dalam lambung.

• Penentuan pasti dengan tes apung paru.

Usia Bayi Ekstra Uterin • Udara dalam saluran cerna : sampai lambung atau duodenum (hidup beberapa saat), usus halus (hidup 1-2 jam), usus besar (5-6 jam), rektum (12 jam) • Mekonium dalam kolon (24 jam setelah lahir) • Perubahan tali pusat (tempat lekat membentuk lingkaran kemerahan dalam 36 jam) • Eritrosit berinti hilang dalam 24 jam pertama • Perubahan sirkulasi darah

Tes Apung Paru • Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan. • Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong masingmasing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air.

• Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.

Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born • Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan. • Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda: • • • • •

Bau mayat seperti susu asam. Warna kulit kemerah-merahan. Otot-otot lemas dan lembek. Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi. Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae berwarna kemerah-merahan. • Alat viseral lebih segar daripada kulit. • Paru-paru belum berkembang.

Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb: • Tubuh masih berlumuran darah, • Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusar (umbilicus), • Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air, • Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.

Soal no 184-185 • 184. Seorang pria datang ke klinik untuk berobat. Di ruang periksa terdapat tempat tidur yang ditutupi gorden untuk memeriksa pasien. Saat datang, pria tersebut melihat pasien sebelumnya yang sedang mengenakan celananya kembali. Pria tersebut sempat melihat flek putih kekuningan pada celana dalam pasien sebelumnya. Saat akan diperiksa, pria tersebut menolak diperiksa di tempat tidur itu karena khawatir akan tertular penyakit pasien sebelumnya. Kode etik yang dilanggar oleh dokter adalah...

a. Beneficence b. Non-maleficence c. Justice d. Autonomy e. Altruism

Jawaban: D. Autonomy

Soal no 185 • Seorang wanita datang dengan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di depan rumah sakit. Dokter yang yang menerima pasien tersebut langsung menangani kegawatdaruratan tanpa meminta persetujuan pasien. Keluarga tidak ada satupun yang berada di tempat. Prinsip apakah yang digunakan dokter itu dalam menangani pasien tersebut?

a. Beneficence b. Non-maleficence c. Justice d. Autonomy e. Altruism

Jawaban: B. Non-maleficence

184-185. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.

Berbuat baik (beneficence)

• Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar • pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). • Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

Tidak berbuat yang merugikan (nonmaleficence) Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Keadilan (justice)

Menghormati martabat manusia (respect for person) / Autonomy

• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, • Setiap individu (pasien) harus serta perbedaan jender tidak boleh dan diperlakukan sebagai manusia yang tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian • Setiap manusia yang otonominya utama dokter. berkurang atau hilang perlu mendapatkan • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya perlindungan. kepentingan masyarakat sekitar pasien yang harus dipertimbangkan

Kaidah Dasar Moral dan Turunannya Core biomedical moral principles

Core behavioral norms

Autonomy: the norms of respecting and supporting individual autonomous decisions

Veracity: to provide accurate, timely, objective, and comprehensive transmission of information, ensure patient’s understanding

Privacy: to respect the right that individuals and families have to keep personal information, decisions, spaces, activities, and relationships under their own control

Confidentiality: to prevent the re-disclosure of private information to anyone else without patient’s authorization

Beneficence: prioritize relieving, lessening, or preventing harm, actions that provide benefits to others Non maleficence: avoiding actions that would cause harm to others

Fidelity: obligation of a professional to faithfully carry out an activity that benefits the patient, abstain from an activity that would/could cause harm

Justice: fair distribution of benefits, risks, and costs among patients

-

Soal no 186 • Seorang anak korban kekerasan seksual diantar oleh polisi ke RS tempat anda bekerja. Polisi membawa surat permintaan visum. Pada pemeriksaan tidak ditemukan robekan selaput dara, hanya warna kemerahan yang berlebihan pada bibir kemaluan kecil akibat kekerasan tumpul. Kesimpulan pada visum et Repertum yang saudara buat berisi:

a. b. c. d. e.

Ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan Ada tidaknya suatu pencabulan telah terjadi Waktu dan tempat dilakukan pemeriksaan terhadap korban Nama dan identitas penyidik yang meminta visum et repertum Sumpah jabatan sesuai dengan Undang-undang No 8 tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana

Jawaban: A. Ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan

186. Kejahatan Susila • Persetubuhan yang diancam di KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan dengan wanita tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.

• Dokter wajib membuktikan: • Adanya persetubuhan (deflorasi hymen, laserasi vulva atau vagina, sperma dalam vagina paling sering terdapat pada fornix posterior) • Adanya tindak kekerasan (memberikan racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya) • Usia korban • Menentukan pantas tidaknya korban untuk dikawin • Adanya penyakit menular seksual, kehamilan, kelainan pskiatrik atau kejiwaan

• Pada institusi yang memiliki dokter spesialis kandungan, pemeriksaan untuk kasus kejahatan susila dilakukan oleh spesialis tersebut, bila tidak ada dilakukan oleh dokter umum

Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan • Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya. • Tanda pasti persetubuhan adalah adanya sperma dalam vagina. • Adanya robekan pada selaput dara bukanlah tanda pasti persetubuhan, karena robekan pada selaput dara hanya menunjukkan bahwa ada benda padat yang masuk ke dalam kelamin perempuan. • Pada pelaku yang aspermia, pemeriksaan ditujukan untuk mendeteksi adanya air mani dalam vagina. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

Menentukan Adanya Tanda Kekerasan • Memeriksa apakah ada bekas luka berdasarkan daerah yang terkena, berapa perkiraan kekuatan kekerasan.

• Bila tidak ditemukan luka, ada kemungkinan dilakukan pembiusan sebelum kejahatan seksual. Maka perlu dicari adanya racun serta gejala racun tersebut pada korban.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

Memperkirakan Umur • Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi atau pemeriksaan foto rontgen tulang.

• Perkiraan umur diperlukan untuk menentukan apakah korban dan/atau pelaku sudah dewasa (21 tahun ke atas).

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

Menentukan Pantas Tidaknya Korban Untuk Dikawin • Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin dinilai dari apakah korban telah siap untuk dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah mengalami menstruasi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

PEMERIKSAAN DALAM KASUS KEJAHATAN SEKSUAL PEMERIKSAAN SEMEN

Pemeriksaan visual

Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.

Perabaan dan penciuman

Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau bau ikan

Ultraviolet (UV)

Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.

PEMERIKSAAN KIMIAWI Metode Florence

Cairan vaginal atau bercak mani yang sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium (larutan Florence) di atas objek glass Hasil yang diharapkan: kristal-kristal kholin peryodida tampak berbentuk jarum-jarum / rhomboid yang berwarna coklat gelap

Metode Berberio

Cairan vagina atau bercak semen yang sudah dilarutkan, diteteskan pada objek glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan diamati di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan: Kristal spermin pikrat akan terbentuk rhomboik atau jarum yang berwarna kuning kehijauan.

Fosfatase asam

Dapat dilakukan pada cairan vagina dan pada bercak semen di pakaian. Hasil yang diharapkan: warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari prostat.

Metode PA N

Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara menempelkan kertas saring Whatman no.2 yang dibasahi dengan aquadest, selama 10 menit. Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.

PEMERIKSAAN CAIRAN MANI Sampel : 1. Forniks posterior vagina Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

2. Bercak pada pakaian Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV, Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

Pemeriksaan Sperma • Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan • Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. • Sperma didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 2436 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari.

Pemeriksaan Sperma • Pemeriksaan dengan pewarnaan • Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa atau methylene blue atau dengan pengecatan Malachite-green. • Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii. Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna biru muda terlihat banyak menempel pada serabut benang

Pewarnaan Malachite Green • Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak berwarna ungu, bagian hidung merah muda. • Dikatakan positif, apabila ditemukan sperma paling sedikit satu sperma yang utuh.

Pewarnaan Baechii • Reagen dapat dibuat dari : Acid fuchsin 1 % (1 ml), Methylene blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1 % (40 ml). • Hasil : Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna biru muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.

Soal no 187-189 • 187. Seorang wanita usia 22 tahun datang ke IGD mengaku diperkosa 3 hari yang lalu dan meminta untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah diperiksa, pasien baru melapor kepada polisi. Dua hari kemudian polisi mendatangi dokter dan menyuruh mengeluarkan surat visum. Tindakan dokter yang benar terhadap permintaan polisi tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

Visum sesuai rekam medis Visum sesuai keadaan saat ini Menyuruh polisi untuk mengantarkan korban dan diperiksa lagi Tidak melakukan visum Menolak melakukan pemeriksaan

Jawaban: A. Visum sesuai rekam medis

Soal no 188 • Seorang pria terkena bacokan di tangan kanan saat tawuran warga. Pasien melapor ke polisi dan sekarang datang ke rumah sakit. Pada pemeriksaan pasien terlihat pucat, dan kesakitan. Dokter menyarankan pasien untuk diobservasi dan dirawat inap di rumah sakit. Polisi yang mengantar pasien meminta untuk dibuatkan surat visum. Surat visum yang dikeluarkan oleh dokter adalah…

a. b. c. d. e.

Visum et repertum sekarang Visum et repertum kelanjutan Visum et repertum sementara Surat sakit Surat rawat inap

Jawaban: C. Visum et repertum sementara

Soal no 189 • Pasien perempuan berusia 39 tahun, datang ke RS Pemerintah dengan keluhan demam, batuk, dan sesak nafas. Pasien kemudian dirawat dengan diagnosis kerja suspek Flu Burung. Tiga hari dalam perawatan, kondisi pasien memburuk, kemudian pasien meninggal. Keluarga ingin mengetahui sebab pasti kematian tersebut dan meminta untuk dilakukan pemeriksaan. Otopsi yang dilakukan pada kasus ini merupakan...

a. b. c. d. e.

Otopsi klinis Otopsi anatomis Otopsi forensic Otopsi malpraktek Otopsi berencana

Jawaban: A. Otopsi klinis

187-189. VISUM ET REPERTUM (VER) • VeR : Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, baik hidup atau mati untuk kepentingan peradilan. • Dasar: PASAL 133 KUHAP • Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP: yang berwenang meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Siapa Yang Berhak Membuat VER? • Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. • Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et repertum. • Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan.

Syarat Pembuatan Visum et Repertum Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam pembuatannya, yaitu: • Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP) • Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan bedah mayat.

• Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas peristiwa yang telah lampau. • Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan. • Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah teruji kebenarannya

Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP • Wewenang penyidik • Tertulis (resmi) • Terhadap korban, bukan tersangka • Ada dugaan akibat peristiwa pidana • Bila mayat : • Identitas pada label • Jenis pemeriksaan yang diminta • Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik / dokter di rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Ketentuan Lain dalam VeR Korban Hidup • Surat permintaan VeR dapat “terlambat” : • Korban luka dibawa ke dokter (RS) dulu sebelum ke polisi • SPV menyebutkan peristiwa pidana yang dimaksud • VeR = surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan rekam medis (RM telah menjadi barang bukti sejak datang spv) • Pembuatan VeR tanpa ijin pasien, sedangkan SKM lain harus dengan ijin. • Sebaiknya diantar petugas agar dapat dipastikan identitas korban dan statusnya sebagai “barang bukti”

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

VeR dan Rekam Medis

• Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan dan/atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertamatama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi. • Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara lengkap dan mendetil.

• VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban, yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam Medis (RM) yang baik pula.

Cara Pencatatan Rekam Medis untuk Kasus Forensik Klinik, Djaja Surya Atmadja

Rahasia VeR • Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran • Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya untuk keperluan peradilan • Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik yang memintanya. • Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui aparat peradilan, termasuk keluarga korban

Sanksi Hukum Bila Menolak Pembuatan VeR PASAL 216 KUHP Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalanghalangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Sanksi Hukum Bila Menolak Otopsi PASAL 222 KUHP Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bula atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Visum et Repertum

Antemortem

Visum sementara

Postmortem

Pemeriksaan luar

Pemeriksaan dalam (Otopsi)

Visum definitif

Otopsi anatomis

Visum lanjutan

Otopsi klinis

Otopsi forensik

Jenis Visum et Repertum Korban Hidup • Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. • Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan. • Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.

Visum et repertum untuk orang mati (jenazah) • Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat (outopsi).

Jenis VeR lainnya • Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.

• Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah. • Visum et repertum psikiatri . Visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa. • Visum et repertum barang bukti. Misalnya visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.

JENIS OTOPSI JENIS OTOPSI

DESKRIPSI

OTOPSI KLINIS

• Pada kematian wajar, dilakukan untuk mengetahui sebab kematian dan perjalanan penyakit • Tidak harus menyeluruh • Harus ada persetujuan keluarga • Contoh: pada kasus orangtua meninggal mendadak saat tidur

OTOPSI FORENSIK

• Pada kecurigaan keamtian tidak wajar • Dilakukan menyeluruh • Tidak perlu persetujuan keluarga, yang perlu adalah keluarga diberitahukan (KUHAP 133 dan 134) • Bila keluarga menolak, polisi tunggu 2 x 24 jam dengan maksud untuk pendekatan kepada keluarga. Bila setelah 2 x 24 jam keluarga menolak maka otopsi telah dikerjakan.

OTOPSI ANATOMI

• Untuk kepentingan pendidikan • Mayat yang diautopsi biasanya dari gelandangan, tapi tidak dapat langsung diotopsi, tetapi harus menunggu selama satu tahun. Sementara menunggu, mayat diawetkan dalam lemari pendingin atau difiksasi. Bila dalam 1 tahun tidak ada keluarganya maka dilakukan

Soal no 190 • Seseorang ditemukan meninggal tengkurap di kamar tidur. Pemeriksaan dilakukan oleh penyidik dan dokter kepolisian pada tanggal 15 Juni (jam 10.00). Dari pemeriksaan luar jenazah, didapatkan lebam mayat warna merah keunguan yang tidak hilang dengan ditekan. Kaku mayat terdapat pada seluruh persendian. Belum ada tanda-tanda pembusukan. Perkiraan saat kematian korban adalah:

a. b. c. d. e.

Antara jam 08.00 - jam 10.00, tanggal 15 Juni Antara jam 04.00 - jam 08.00, tanggal 15 Juni Antara jam 10.00 - jam 22.00, tanggal 14 Juni Antara jam 10.00 tanggal 14 Juni sampai jam 08.00 tanggal 15 Juni Antara jam 20.00 tanggal 14 Juni sampai jam 04.00 tanggal 15 Juni

Jawaban: C. Antara jam 10.00 - jam 22.00, tanggal 14 Juni

190. TANATOLOGI Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati Tanda Kematian tidak pasti : 1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit 2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit 3. Kulit pucat 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi 6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan menggunakan air Tanda Kematian Pasti

1. Lebam Mayat (Livor mortis) 2. Kaku Mayat (Rigor mortis) 3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) 4. Pembusukan (decomposition) Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.

TANATOLOGI FORENSIK • Livor mortis atau lebam mayat • terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . • Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. • Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.

Rigor mortis atau kaku mayat • terjadi akibat hilangnya ATP. • Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. • Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. • Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. • Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. • Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Penurunan suhu badan • Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.

• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. • Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat.

• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

Pembusukan mayat (dekomposisi) • Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. • Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain. • RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara: air: tanah = 8:2:1 • Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.

Thanatologi Livor mortis mulai muncul

0

20 mnt

30 mnt

Livor mortis lengkap dan menetap

2 jam

Rigor mortis mulai muncul

6 jam

8 jam

12 jam

Rigor mortis lengkap (8-10 jam)

24 jam

Pembusuk an mulai tampak di caecum

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.

36 jam

Pembus ukan tampak di seluruh tubuh

PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR MORTIS) Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions Body temperature

Body stiffness

Time since death

warm

not stiff

dead not more than three hours

warm

stiff

dead 3 to 8 hours

cold

stiff

dead 8 to 36 hours

cold

not stiff

dead more than 36 hours

SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo Forensic Entomology [web site]. Available from http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.

Soal no 191 • Seorang laki-laki, 51 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, sesak memberat sejak 1 bulan yang lalu, terdapat riwayat suara serak sejak 3 bulan yang lalu, pasien merupakan buruh bangunan dan perokok berat. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 96x/m, respirasi 28x/m, suhu 37,2. Pada pemeriksaan laringoskop indirect ditemukan massa berbenjol-benjol di pita suara yang meluas hingga muara esofagus. Diagnosis yang sesuai untuk pasien tersebut adalah…

a. Laringitis akut b. Laringitis kronik c. Laringitis difteri d. Karsinoma nasofaring e. Karsinoma laring Jawaban: E. Karsinoma laring

191. Karsinoma Laring • Tumor ganas pada laring. • Faktor risiko: merokok (utama), konsumsi alkohol, laki-laki, infeksi HPV, usia, diet rendah sayur, pajanan thd cat, radiasi, asbestos, diesel, refluks gastroesofageal. • Gejala: • • • • •

Suara serak Dispnea dan stridor Disfagia Batuk, hemoptisis Gejala lain: nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, mudah lelah, penurunan berat badan • Pembesaran KGB • Nyeri tekan laring

• Pemeriksaan fisik dengan laringoskopi: tampak massa ireguler pada pita suara. • Pemeriksaan penunjang: • Biopsi • CT scan/MRI untuk mengetahui perluasan massa

Karsinoma Laring: Stadium TNM

Penyakit Laring Lainnya

Papilloma

Nodul pita suara

Polip pita suara

Laringitis

Penyakit Laring Diagnosis

Karakteristik

Polip pita suara

Lesi bertangkai unilateral, dapat berwarna keabuan (tipe mukoid) atau merah tua (angiomatosa). Gejala: suara parau. Lokasi di sepertiga anterior/medial/seluruhnya. Umum dijumpai pada dewasa, namun bisa pada semua usia.

Nodul pita suara

Suara parau, riwayat penggunaan suara dalam waktu lama. Lesi nodul kecil putih, umumnya bilateral, di sepertiga anterior/medial.

Laringitis

Inflamasi laring, gejala suara parau, nyeri menelan/bicara, batuk kering, dapat disertai demam/malaise. Mukosa laring hiperemis, edema di atas dan bawah pita suara.

Papilloma laring

Massa seperti buah murbei berwarna putih kelabu/kemerahan. Massa rapuh, tidak berdarah. Gejala: suara parau, dapat disertai batuk dan sesak. Lokasi pada pita suara anterior atau subglotik.

Soal no 192 • Seorang anak usia 8 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan keluar cairan dari kedua telinga. Pasien sering dikorek kupingnya dan senang berenang. Pasien mengeluh nyeri pada saat membuka mulut dan mengunyah. Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan sekret pada liang telinga yang hiperemis, membran timpani dalam batas normal. Bagaimana mekanisme terjadinya pada penyakit di atas?

a. b. c. d. e.

Infeksi pada liang telinga karena trauma Infeksi pada folikel rambut di liang telinga Maserasi akibat berenang Trauma akibat korekan kuping Oklusi tuba eustachius

Jawaban: C. Maserasi akibat berenang

192. Otitis Externa Tanda OE: Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan. • Otitis eksterna difus (swimmer’s ear) • Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli. • Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh • Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+), eksudasi • Jika edema berat  pendengaran berkurang • Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik • AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B, neomycin, chloramphenicol, gentamicin, & tobramycin. • Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Otitis Externa • Otitis eksterna difus (swimmer’s ear) • Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli. • Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh • Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+), eksudasi • Jika edema berat  pendengaran berkurang • Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik • AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B, neomycin, chloramphenicol, gentamicin, & tobramycin. • Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Otitis Externa • Malignant otitis externa (necrotizing OE) • Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais. • OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis, osteomielitis  neuropati kranial. • Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan tulang, di 1/3 dalam.

• Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), & pembengkakan liang telinga. • Th/: antibiotik topikal & sistemik, debridemen agresif.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Tatalaksana • Antipseudomonal antimicrobials are the mainstay of therapy for malignant external otitis. • For adults, ciprofloxacin (400 mg intravenously [IV] every 8 hours; 750 mg orally every 12 hours) remains the antibiotic of choice. • Levofloxacin is also likely to be effective since it has activity against P. aeruginosa similar to ciprofloxacin, but clinical experience with levofloxacin has not been reported. The dose of levofloxacin for adults is 750 mg orally or IV once daily.

Soal no 193 • Tn. Thamuz Lord Lava, 45 tahun, datang dengan keluhan utama berupa penurunan pendengaran. Sekitar 30 menit sebelumnya pasien mendengar ledakan tabung gas dari dapur rumah. Setelah kejadian, pasien sedikit pusing dan pendengaran menjadi berkurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 36,5C. Diagnosis pasien tersebut adalah…

a. Noise induced hearing loss b. Trauma akustik c. OMSK d. Prebiskusis e. Menier disease

Jawaban: B. Trauma akustik

193. Acoustic Trauma • Acoustic trauma refers to a sudden permanent hearing loss caused by a single exposure to an intense sound • Chronic NIHL, in contrast to acoustic trauma, is a disease process that occurs gradually over many years of exposure to less intense noise levels

• Jadi trauma akustik selalu akut, tidak kronik • Sebaliknya noise induced hearing loss tidak akut

https://www.utmb.edu/otoref/grnds/HearLoss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.pdf

193. Trauma Akustik • Gangguan pendengaran pada telinga dalam karena eksposure pd stimulus suara yg intens (> 140 dB) • Mechanical tearing of intracochleal membranes and physical disruption of cell walls with mixing of perilymph and endolymph • Tidak terkait dgn ruptur membran timpani dapat terjadi dengan atau tanpa ruptur membran timpani

193. Trauma akustik Vs NIHL (Noise induced Permanent Threshold shift)

http://www.liberaldictionary.com/acoustic-trauma-deafness/

193. DD: Blast Injury to The Ear • Injuries caused by an Explosion • Due to blast-overpressure-wave • Affect air-filled organs and organs which has air-fluid interface • Most commonly affect ears tympanic membrane rupture and/or dislocations of bones in the middle ear

• Tympanic membrane commonly rupture at 5-15 Psi • Irregular border of rupture seen with otoscope sometimes hemotympanum without rupture can also be seen • 80% heal spontaneously, if not healed within 3 months, indications for myringoplasty

193. DD: Blast Injury to The Ear Diagnosis • Singkirkan trauma osikular atau telinga bagian dalam. • Pada pemeriksaan audiometri: CHL > 40db  suspek diskontinuitas osikular Jika hasilnya tuli sensorineural  kerusakan telinga bagian dalam

Tatalaksana • Antibiotik  mencegah infeksi • Bersihkan kanalis auditorik eksternus menggunakan alkohol (dgn tampon) • Cegah ISPA • Jgn lakukan manuver valsalva • Hindari tetes telinga • Jika setelah 3 bulan masih terjadi perforasi  myringoplasty

Soal no 194 • Seorang anak laki-laki, 8 tahun, dibawa ibunya ke IGD RS karena tersedak sejak 30 menit smrs. Saat tersedak anak tampak seperti tercekik dan sulit bernafas. Lalu saat ini pasien tenang. Pada pemeriksaan didapatkan teraba hentakan pada saat anak ekspirasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 36,5C. Letak sumbatan benda asing pada anak tersebut adalah...

a. Bronkus b. Alveolus c. Esofagus d. Laring e. Trakea

Jawaban: E. Trakea

194. Tracheal Foreign Body • Tracheal foreign body • Additional history/physical: • • • •

Complete airway obstruction Audible slap Palpable thud Asthmatoid wheeze

Benda Asing pada Trakhea • Patofisiologi: • Benda asing trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu sampai dikarina, dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan terlempar ke laring • Sentuhan benda asing itu pada pita suara dapat terasa merupakan getaran di daerah tiroidpalpatory thud • Dapat didengar dengan stetoskop di daerah tiroidaudible slap

• Gejala Klinis: • Palpatory thud serta audible slap • lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur terlentang dengan mulut terbuka saat batuk • Audible slapsuara hentakan di trakea, pita suara atau subglotis • Palpatory thudteraba hentakan di trakea pars servikal

• Mengi (asthmatoid wheeze) • dapat didengar pada saat pasien membukamulut dan tidak ada hubungannya dengan penyakit asma bronchial

Benda Asing pada Bronkus • 80-90% of airway foreign bodies • Right main stem most common (controversial) • Additional history/physical: • Diagnostic triad (<50% of cases): • unilateral wheezing • decreased breath sounds • Cough

• Chronic cough or asthma,recurrent pneumonia, lung abscess

Benda Asing pada Laring • 8-10% of airway foreign bodies • Highest risk of death before arrival to the hospital • Additional history/physical: – Complete airway obstruction – Hoarseness – Stridor – dyspnea

Benda Asing pada Esofagus • Complete esophageal obstruction with overflow of secretions leading to drooling • Odynophagia • Dysphagia • In young infants respiratory symptoms including stridor, croup, pneumonia– caused by compression of the tracheal wall • Typically at level of cricopharyngeus muscle

Soal no 195 • Seorang anak usia 9 tahun datang ke RS dengan keluhan utama tidur mengorok. Anak tersebut diketahui sering mengalami batuk pilek sebelumnya. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 100/90 mmHg, HR 90x/mnt dan RR 22x/mnt. Pada pemeriksaan mulut didapatkan T2-T2, Kripta melebar, hiperemis. Lokasi komplikasi tersering yang dapat terjadi pada anak tersebut adalah…

a. b. c. d. e.

Retrofaring Peritonsil Retroaurikuler Parafaring Submandibular

Jawaban: B. Peritonsil

195. Tonsillitis • Acute tonsillitis:

• Viral: similar with acute rhinitis + sore throat • Bacterial: GABHS, pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes.

• Detritus → follicular tonsillitits • Detritus coalesce → lacunar tonsillitis. • Sore throat, odinophagia, fever, malaise, otalgia. • Th: penicillin or erythromicin

• Chronic tonsillitis

• Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, & pharyngotonsillar erythema • Lymphoid tissue is replaced by scar  widened crypt, filled by detritus. • Foul breath, throat felt dry.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

195. Tonsillitis • Komplikasi tonsillitis akut:

 Pada anak sering menimbulkan otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bonkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta septikemia.  Hipertrofi tonsil menyebabkan pasien bernapas lewat mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena obstructive sleep apnea.

• Komplikasi tonsilitis kronik:

 Komplikasi ke daerah sekitar, berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen & limfogen: endokiarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, dermatitis, urtikaria.  Abses peritonsillar, parafaring, retrofaring

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

Terapi tonsilofaringitis bakterial • Antibiotik • Penisilin G benzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali sehari selama 10 hari (anak) atau pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari • Eritromisin 4 x 500 mg

• Kortikosteroid • Dexamethasone 8-16 mg, IM 1 kali; pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB IM 1 kali

• Analgetik • Kumur dengan air hangat atau antiseptik • Recurrent tonsillitis may be managed with the same antibiotics as acute GABHS pharyngitis. Buku Ajar THT | Emedicine

Tonsilektomi

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.

Soal no 196 • Tn. Minsithar Courageous Warrior, datang ke RS dengan keluhan mimisan yang hilang timbul sejak 30 menit yang lalu. Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien memiliki riwayat hipertensi (+) dan DM (+). Pasien sudah mencoba memencet hidung di rumah tapi perdarahan sulit dihentikan. Pada kasus pasien di atas, arteri apa yang terkena?

a. b. c. d. e.

A. Etmoidalis posterior dan sphenopalatine A. Sphenoidalis posterior Plexus Kiesselbach Plexus Kiesselbach dan A. Sphenoidalis anterior A. Sphenoidalis anterior

Jawaban: A. Etmoidalis posterior dan sphenopalatina

196. Epistaksis Penatalaksanaan • Perbaiki keadaan umum • Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan • Bersihkan hidung dari darah & bekuan • Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin 1/50001/10000 atau lidokain 2% • Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi • Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah, kelainan kongenital

Epistaksis • Epistaksis anterior: • Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior • Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan. • Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan. • Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Epistaksis • Epistaksis Posterior • Perdarahan berasal dari a. ethmoidalis posterior atau a. sphenopalatina, sering sulit dihentikan. • Terjadi pada pasien dengan hipertensi atau arteriosklerosis. • Terapi: tampon bellocq/posterior selama 2-3 hari.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Soal no 197 • Anak, 7 tahun, mengeluh ada benjolan di belakang telinga kanan. Awalnya pasien terkena infeksi saluran napas bagian atas dan nyeri tenggorokan yang membaik dengan obat paracetamol. Pada pemeriksaan otoskopi di temukan kanalis externa dalam batas normal, membran timpani perforasi. Benjolan di belakang telinga dan nyeri. Apa yang mendasari terjadinya kelainan tersebut?

a. b. c. d. e.

Proses inflamasi dari auricular Proses inflamasi dari kanalis acusticus internus Proses inflamasi dari cavum timpani Proses inflamasi dari antrum mastoid Proses inflamasi dari kanalis acusticus eksternus

Jawaban: D. Proses inflamasi dari antrum mastoid

197. Mastoiditis • Mastoiditis merupakan infeksi yang meluas ke tulang berongga di belakang telinga. Peradangan terjadi pada mukosa antrum mastoid. • Mastoid merupakan salah satu komplikasi otitis media akut. • Etiologi: Streptococcus pneumonia, streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus dan haemophilus influenza. • Gejala: umumnya pasien mengeluh nyeri tekan mastoid dan pembengkakan mastoid. Tulang eritem terlihat kemerahan. Gejala demam juga dan sakit kepala juga akan dikeluhkan pasien.

Mastoiditis • Diagnosis mastoiditis berdasarkan gejala klinis pasien. Selain itu, pemeriksaan penunjang dapat dilakukan seperti CT scan atau MRI. • Pengobatan mastoiditis meliputi pemberian antibitoik empiris sebelum ada kultur antibiotik (broad spectrum antibiotic seperti ceftriaxone dapat digunakan). • Apabila mastoiditis tidak berespon dengan pengobatan, dapat dipertimbangkan mastoidektomi (pengambilan tulang mastoid).

Radiographic Position of Mastoids

Law View (15º lateral oblique): Sagittal plane of the skull is parallel to the film and X-ray beam is projected 15 degrees cephalocaudal.

Stenver’s view (Axio-anterior oblique posterior): Facing the film and head slightly flexed and rotated to 45 degrees to the opposite of side under examination and X-ray beam is angulated 14 degrees caudal

Schuller’s or Rugnstrom view (30º lateral oblique): Similar to Law’s view but cephalocaudal beam makes an angle of 30 degrees instead of 15 degrees •

Acute mastoiditis: Diffuse haziness or clouding of mastoid air cells, destruction of intercellular septa (loss of trabecular pattern) & the lateral sinus plate appears more prominent • Chronic mastoiditis: Diffuse sclerosis of cellular mastoid and prominence of periantral triangle • Cholesteatomas: Cholesteatomas are radiolucent and can only be diagnosed if they erode bone. An erosion of mastoid antrum is seen as an area offrom translucency in a sclerotic mastoid. Sumber : Radiography of The Mastoid Process available https://ce4rt.com/positioning/radiography-of-the-mastoid-process

Radiographic Position of Mastoids

Towne’s view (30º Fronto-occipital axial): Anteroposterior view with 30 degrees tilt from above and in front

Submentovertical view (Full axial): Chin raised and neck hyperextended until orbito-meatal line is parallel to the film and the beam is projected at right angles to the film from submental area

Transorbital view (Anteroposterior or Posteroanterior): AP or PA view with orbitomeatal line perpendicular to the film and the Xray beam also perpendicular to the film

Sumber : Radiography of The Mastoid Process available from https://ce4rt.com/positioning/radiography-of-the-mastoid-process

Modalitas X-Ray Foto Waters Schedel PA & lateral

Deskripsi Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus PA: frontal sinus Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller

Lateral mastoid

Towne

Posterior wall of maxillary sinus

Stenver

Os Temporal

Caldwell

Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim

Rhese/oblique

Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, & floor of orbit.

Mastoiditis – Tatalaksana • Initiated with IV antibiotics directed against the common organisms S. pneumoniae and H. influenzae.Useful agents are amoxicillin/ clavulanate, ceftriaxone, and cefotaxime or combination penicillinase-resistant penicillin and aminoglykosida. If a patient is allergic to penicillin (history of anaphylaxis), clindamycin can be considered instead. • If the disease in the mastoid has had a prolonged course, coverage for S. aureus with gram-negative enteric bacilli may be considered for initial therapy until results of cultures become available. Add vancomycin if MRSA suspected or nafcillin/oxacillin if culture is positive for S. aureus, methicillin susceptible. • Antibiotics continued until all signs of mastoiditis have resolved Directed against enteric gram-negative organisms and anaerobes in chronic mastoiditis • Indications for mastoidectomy: 1. 2. 3. 4.

Failure to improve after 72 hr of therapy Persistent fever Imminent or overt signs of intracranial complications Evidence of a subperiosteal abscess in the mastoid bone

Soal no 198 • Tn. Badang Tribal Warrior, 29 tahun, datang ke RS dengan keluhan hidung terasa nyeri sejak 1 minggu smrs. Pasien mengaku tidak mengalami demam dan tanpa nafas berbau. Bekeja sebagai pegawai bangunan. Pada pemeriksaan didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 36,6 C. Pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan krusta 1/3 anterior kavum nasi dan secret berdarah, tanpa edem mukosa konka dan furunkel. Diagnosis pasien ini adalah…

a. b. c. d. e.

Rhinitis sicca Rhinittis alergika Rhinitis ozeana Coryza Rhinitis influenza

Jawaban: A. Rhinitis sicca

198. Rhinitis Sicca • Crust-forming disease • Seen in patients who work in hot, dry and dusty surroundings. • Confined to the anterior third of nose. • The ciliated columnar epithelium undergoes squamous metaplasia. • Atrophy of seromucinous glands (Crusts, epistaxis, septal perforation). Treatment : • Bland ointment or an antibiotic and steroid. • Nasal douche.

Rhinitis Sicca Pathogenesis • Anterior nasal mucosa injury • Dust • Nose picking • Extremes of temperature

7/2/2019

Diagnosis • Nasal septum is dry • Mucosal surface is: Raw, roughened, & granular. • Crustation ulceration Septal perforation

Professor Sameer Bafaqeeh

1514

DIAGNOSIS

RINITIS ALERGI

CLINICAL FINDINGS

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: RINITIS VASOMOTOR asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.

RINITIS HIPERTROFI

Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.

RINITIS ATROFI / OZAENA

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.

RINITIS MEDIKAMENTOSA

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

RINITIS AKUT

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Soal no 199 • Tn. Khufra Desert Tyrant, 20 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri menelan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku terdapat demam, nyeri saat membuka mulut, nafas bau dan suara sengau. Pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus 2 cm, tonsil kanan T2, kiri T4, uvula edema, terdorong ke kanan. Trismus pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh…

a. b. c. d. e.

Pembesaran KGB Pembesaran uvula Pembesaran tonsil Iritasi n. kranialis Iritasi m. pterigoid interna

Jawaban: E. Iritasi m. pterygoid interna

199. Abses Peritonsil (Quinsy) Abses Peritonsilar Tonsilitis yang tidak diobati dengan adekuat  penyebaran infeksi  pembentukan pus di peritonsil

Gejala dan Tanda Nyeri hebat + penjalaran ke sisi telinga yang sama (otalgia) Odinofagia & disfagia  drooling

Iritasi pada m. pterifoid interna  trismus Uvula bengkak  terdorong kesisi kontralateral

Terapi Aspirasi jarum  bila pus (-)  selulitis  antibiotik. Bila pus (+)  abses

Bila pus ada pada aspirasi jarum  disedot sebanyak mungkin

Infiltrat Peritonsil

Abses Peritonsil

1-3 hari

4-5 hari

Biasanya kurang/tidak ada

Ada

Waktu (setelah tonsilitis akut) Trismus

• Untuk memastikan infiltrate atau abses peritonsil, dilakukan pungsi percobaan di tempat yang paling bombans (umumnya pada kutub atas tonsil).  Jika pus (+): abses  Jika pus (-): infiltrate

Terapi Abses Peritonsil Stadium Infiltrasi • • • • • •

Antibiotika dosis tinggi : Penisilin 600.000-1.200.000 unit DAN metronidazol 3-4 x 250-500 mg Ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg Sefalosporin 3-4 x (250-500 mg). Obat simtomatik . Kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher.

Stadium Abses • • •

Antibiotik Bila telah terbentuk abses, dapat dilakukan needle aspiration atau insisi drainase. Kemudian dianjurkan operasi tonsilektomi , paling baik 2-3 minggu sesudah drainase abses.

Abses Leher Dalam DIAGNOSIS

C L I N I C A L F E AT U R E S

ABSES PERITONSIL

Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot potato voice, & sometimes trismus.

ABSES PARAFARING

1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral pharyngeal wall.

ABSES RETROFARING

In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway compromise In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea

SUBMANDIBULA Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often R ABSCESS found. If spreading fast  bilateral, cellulitis  ludwig angina Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by LUDWIG/LUDOVI retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time to CI ANGINA develop) 1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.

Abses Leher Dalam ABSES PERITONSIL

ABSES RETROFARING

ABSES PARAFARING

ABSES SUBMANDIBULA

ANGINA LUDOVICI

ISPA, limfadenitis retrofaring

Penjalaran infeksi

GEJALA DAN TANDA

Odinofagia, otalgia, regurgitasi, foetor ex ore, hipersalivasi, trismus

Nyeri, disfagia, demam, leher kaku, sesak napas, stridor

Trismus, Trismus, pembengkakan indurasi bawah sekitar angulus mandibula/ mandibula bawah lidah, fluktuasi

Nyeri, dasar mulut membengkak mendorong lidah kebelakang

PEMERIKSAAN

Paltum mole bengkak, uvula terdorong, detritus

Dinding belakang faring ada benjolan unilateral

rontgen

Riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi

TERAPI

Antibiotik, obat kumur, pungsi, insisi, tonsilektomi

AB parenteral dosis tinggi, insisi abses

AB parenteral dosis tinggi, insisi

ETIOLOGI

Komplikasi tonsilitis

Selulitis ec Penjalaran infeksi penjalaran infeksi

rontgen

AB parenteral AB parenteral dosis tinggi, dosis tinggi, insisi insisi

Abses Leher Dalam

Peritonsillar abscess

Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess

Submandibular abscess

Soal no 200 • Ny. Mavish, 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan bintil-bintil merah di pipi yang menjalar ke telinga kiri. Pasien mempunyai riwayat cacar saat usia 12 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel multiple dengan dasar eritem pada aurikula yang menyebar hingga ke meatus akustikus eksternus. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah...

a. Ensefalitis b. Mastoiditis c. Syndrom Ramsay Hunt d. Tuli konduktif e. Labirinits

Jawaban: C. Syndrom ramsay hunt

200. Herpes Zoster Otikus • Etiologi Reaktivasi infeksi virus varicella zoster pada telinga dalam, telinga tengah atau telinga luar.

• Manifestasi klinis Otalgia berat Erupsi vesikular pada kanalis eksternus dan pinna

• Komplikasi  Ramsay Hunt syndrome

Ramsay Hunt Syndrome • Definisi 

Infeksi virus herpes terlokalisasi yg melibatkan nervus 7 dan ganglia genikulatum sehingga menyebabkan hilangnya pendengaran, vertigo dan paralisis nervus fasialis.

• Manifestasi klinis Adanya vesikel pada  Pinna  Canalis auditorius eksternus  Distribusi nervus fasialis  Paralisis wajah pd sisi yg terkena  Gejala auditori dpt berupa tinnitus, tuli, vertigo dan nystagmus.

Ramsay Hunt Syndrome Tatalaksana akut  Acyclovir (800 mg PO five times qd for 10 days), famciclovir (500 mg tid for 7 days), or  valacyclovir (1 g q8h for 7 days) may hasten  healing.  Use of prednisone (60 mg PO qd for 7 days or on a tapering regimen, 40 mg PO for 2 days, 30 mg for 7 days, followed by tapering course) is recommended by some authors but its use remains controversial.

 Analgesics should be used as indicated.

Tatalaksana Kronis  Duloxetine and amitriptyline are effective in postherpetic pain.  Other agents for postherpetic pain include gabapentin and pregabalin.  Narcotic analgesics may occasionally be necessary.

Related Documents


More Documents from "Annisa Nadia"