Pengenalan Ordo Hemiptera, Thysanoptera, Dan Isoptera

  • Uploaded by: Karina Zulkarnain
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengenalan Ordo Hemiptera, Thysanoptera, Dan Isoptera as PDF for free.

More details

  • Words: 2,956
  • Pages: 17
Loading documents preview...
PENGENALAN ORDO HEMIPTERA, THYSANOPTERA, DAN ISOPTERA (Laporan Praktikum Bioekologi Hama Tanaman)

Oleh Karina Zulkarnain 1314121095

JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hemiptera berasal dari kata Hemi (setengah) dan ptera (sayap). Berarti sayap serangga dalam ordo ini setengah tebal dan setengahnya lagi tipis sayap seperti ini biasa disebut hemelytra, ordo ini dibagi menjadi dua subordo yaitu cryptocerata dan gymnocerata. Yang termasuk heteroptera biasanya serangga yang pasangan sayap mukanya pada bagian dasarnya menebal dan bagian ujungnya tipis seperti membrane. Serangga pada ordo Hemiptera memiliki dua pasang sayap, yaitu sayap depan satu pasang seperti berkulit dan sayap belakang transparan. Serangga ini mengalami metamorfosis tidak sempurna dan mempunyai tipe mulut mandibulata yaitu menusuk atau menghisap. Contoh serangga dari ordo Hemiptera adalah kepik hijau (Nezara Virindula), assassin bug (Arilus Cristatus), kutu hijau (Coccus viridis), kutu apis (Aphis sp.), dan water giant bug (Aposus japonicas).

Isoptera berasal dari kata iso (sama) dan ptera ( sayap) . Serangga ini berukuran kecil, bertubuh lunak dan biasanya berwarna coklat pucat. Antenna pendek dan berbentuk seperti benang atau seperti rangkaian manic. Sersi biasanya pendek. Serangga dewasa ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap. Jika bersayap, maka jumlahnya dua pasang, bentuk bentuk memanjang. Ukuran serta bentuk sayap sama. Pada saat istirahat sayap diletakkan Mendatar Di Atas Tubuh. Alat Mulut Menggit-Mengunyah Kadang Mempunyai Mata Majemuk. Tarsus beruas tiga sampai empat. Bermetamorfosis paurometabola dan hidup dan berkembang pada kayu yang lapuk. Serangga pada oedo isoptera memiliki dua pasang sayap tipis yang tipe dan ukurannya sama.Serangga ini juga mengalami metamorfosis

tidak sempurna, sama seperti ordo hemiptera. Cara hidupnya membentuk koloni dengan sistem pembagian tugas tertentu yang disebut polimorfisme. Pembagian tugas itu adalah raja, ratu dan prajurit atau tentara.

Kata thysanoptera berasal dari bahasa yunani, yaitu thysano (rumbairumbai) dan ptera (sayap). Artinya, serangga ini memiliki sayap yang tepinya berumbai-rumbai. Serangga yang termasuk dalam ordo ini disebut thrips. Panjang thrips sekitar !-2 mm, badanya berwarna hitam, kadang ada titik merah atau garis merah, datar dan langsing. Sementara itu warna thrips yang masih muda ada yang pucat keputihan, kekuningan atau jernih, serta kulit mengkilap jingga atau merah. Bagian mulut thrips digunakan untuk menusuk dan mengisap. Thrips mengisap cairan dari permukaan daun sehingga akan terjadi bercak yang berwarna putih, seperti perak. Meskipun umumnya merugikan tetapi ada juga thrips yang tidak merugikan tetapi ada juga jenis thrips yang memakan madu dari bunga-bungaan atau terdapat pada cendawan dan ganggang pada kulit pohon. Dan ada juga yang menjadi predator tungau dan kutu-kutu kecil seperti thrips aleurodothrips yang menyerang kutu-kutu perisai.

1.2

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui jenis-jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, Isoptera dan Thysanoptera. 2. Mengetahui bagian-bagian tubuh dari ordo Hemiptera, Isoptera dan Thysanoptera. 3. Mengetahui ciri-ciri morfologi dari ordo Hemiptera, Isoptera dan Thysanoptera. 4. Mengetahui gejala yang terlihat dan cara pengendaliannya.

II.

METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Waktu dan Tempat Praktikum Pengenalan Ordo Hemiptera, Tysanoptera dan Isoptera dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2014 pukul 07.30 WIB s/d 09.30 WIB di Laboratorium Hama, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

2.2. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Kepik Hijau, Kepik Pembunuh, Tirips, Rayap, Kutu Hijau, Kutu Aphid dan Kepik Air Raksasa.

2.3. Prosedur Percobaan Adapun prosedur percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan diamati. 2. Diamati bahan yang telah disiapkan di cawan petri. 3. Dideskripsikan bahan yang telah disiapkan.

III.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan Adapun tabel hasil pengamatan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: No.

Nama

1

Kepik Hijau

Famili : Pentatomidae Spesies : Nezara viridula

2

Kepik Pembunuh (Assasin Bug)

Famili : Reduviidae Spesies : Arilus Cristatus

3

Tirips

Famili : Thripidae Spesies : Thrips sp.

Foto

4

Rayap

Famili : Termitidae Ordo

5

: Isoptera

Kutu Hijau

Famili : Coccidae Spesies : Coccus viridis

6

Kutu Aphid

Famili : Aphididae Spesies : Aphis sp.

7

Kepik Air Raksasa (Water Giant Bug)

Famili : Belostomitidae Spesies : Aposus japonicus

3.1 Pembahasan 3.1.1

Kepik Hijau - Nezara viridula (Hemiptera : Pentatomidae)

Kepik Hijau memiliki sepasang sungut yang beruas ruas. memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal. Bentuk tubuh pipih, memiliki kaki yang pendek serta kepala yang terlihat membungkuk ke bawah. Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli, mempunyai alat mulut menusuk dan meghisap yang muncul dari depan kepala dan dinamakan stylet (Amalia,2010). Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut : - Pada batang terdapat bekas tusukan atau hisapan kepik - buah tanaman padi yang diserap memiliki noda bekas isapan atau tusukan. - Nimfa dan imago merusak polong dan biji kedelai dengan cara menghisap cairan biji. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji kempis, kemudian mengering. Serangan yang terjadi pada fase pengisian biji menyebabkan biji menghitam dan busuk.

Cara pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah : - Dengan menggunakan musuh alami: jenis tabuhan Ooencyrtus malayensis Ferr. dan Telenomus sp. merupakan parasit pada telur kepik hijau. - pergiliran tanaman - penanaman serempak - pengamatan secara intensif sebelum dilakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida akan cukup efektif secara ekonomi jika intensitas serangan penggerek polong lebih dari 2 % atau jika ditemukan sepasang populasi penghisap polong dewasa atau kepik hijau dewasa pada umut 45 hari setelah tanam (Sudarsono,2003).

3.1.2

Assassin Bug – Arilus Cristatus (Hemiptera : Redudiidae)

Kepik leher adalah pemangsa yang mengesankan. Banyak jenis kepik ini berukuran besar, dengan panjangnya 2 cm atau lebih, tetapi ada juga yang lebih kecil. Bila menemukan serangga untuk dimakan, ia membuka mulut pembuluhnya yang tajam, menusukkan mulutnya ke serangga yang ditangkap dan mengisap bagian dalamnya. Kepik ini adalah pemangsa ulat-ulat, kutu, kepik pengisap (seperti Helopeltis) dan serangga lainnya. Kepik leher adalah pemburu yang sangat efektif. Sebagian jenis kepik ini aktif siang hari dan sebagian malam hari. Beberapa jenis kepik leher meletakkan kumpulan telur pada permukaan tanaman. Jenis lain meletakkan telur secara terpisah. Nimfa kepik leher bentuknya mirip dengan dewasa, tetapi lebih kecil dan tidak mempunyai sayap sempurna , jadi tidak dapat terbang. Debu dan kotoran menempel pada badan beberapa jenis, sehingga tersamar. Banyak jenis kepik leher dewasa berwarna coklat atau hitam, tetapi ada juga yang berwarna terang, ada pula yang berbentuk aneh, seperti daun kering (Widiyaningrum,2009). Cara pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah : - Secara alami dengan melindungi, melestarikan atau memberi kesempatan kepada musuh alami untuk berkembang biak lebih banyak, juga diusahakan untuk memelihara dan melakukan pelepasan musuh-musuh alami,

- Secara klasik dengan mengimpor musuh-musuh alami dari daerah asal hama, kemudian mengembangkannya secara massal dan melepaskan ke lapangan untuk menekan populasi serangga hama sasaran (Amir,2003). 3.1.3 Trips – Thrips sp. (Thysanoptera : Thripidae) Hama thrips sangat mudah untuk ditemukan di areal pertanaman. Bentuk tubuhnya langsing dengan panjang sekitar 1-2 mm, berwarna hitam dengan bintikbintik atau garis merah. Telur thrips berbentuk oval. Telur menetas menjadi nimfa, tidak bisa terbang dan hanya meloncat-loncat. Thrips muda (nimfa) biasanya berwarna agak keputihan, kekuningan, hingga kemerahan. Serangga dewasa (imago) berwarna kuning pucat, coklat atau hitam. Thrips akan berubah warna menjadi lebih gelap pada suhu rendah. serangga betina memiliki dua pasang sayap kecil dan terdapat rambut berumbai di bagian samping tubuhnya, sedangkan serangga jantannya tidak bersayap. Thrips memiliki mulut asimetris yang berfungsi untuk menusuk dan menghisap tanaman, terutama pada bagian daun muda, kuncup atau tunas, bunga, dan buah muda. Masing-masing tanaman memiliki ketahanan yang berbeda terhadap spesies thrips, tergantung pada ketebalan epidermisnya (Borror,1996).

Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut : - Dampak langsung serangan : Gejala awal pada permukaan bawah daun berwarna keperak – perakan mengkilat, dan pada serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting dan keriput . Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanamanterhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan bercak – bercak kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat menurun (Eggleton,1995). Dampak secara tidak langsung : Trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Gejala serangan awal timbul akibat hama menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak – bercak keperakan

mengkilat, daun akan menjadi keriting atau keriput. Jika serangan terjadi pada awal pertanaman maka akan terjadi gejala fatal berupa penyakit kerdil (dwarfing) dan pada akhirnya layu dan kemudian akan mati (Pracaya,2008).

Cara pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah : - Secara kultur teknis, dengan mempraktekkan penyiapan bedengan bermulsa plastik hitam perak, mengatur pergiliran (rotasi) tanaman yang bukan sefamili, dan mengatur waktu tanam yang baik (tepat). - Secara biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh alami hama thrips, yaitu kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae, dan kumbang Staphulinidae. - Memasang perangkap perekat hama, misalnya dengan menggunakan Insect Adhesif Trap Paper (IATP) berwarna kuning. - Monitoring hama

untuk menentukan Ambang Kendali. Sebagai indikator, pada

saat ditemukan 10 nimfa/ daun atau kerusakan tanaman mencapai 15 %, perlu dilakukan penyemprotan insektisida. - Secara kimawi, dengan penyemprotan insektisida secara selektif, misalnya Mesurol 50 WP, Pegasusu 500 SC atau Perfekthion 400 EC, Agrimec 18 EC, Confidor 200 SL, Curacron 500EC, , pada waktu sore hari (Pracaya,2008).

3.1.4 Rayap Laron – ( Isoptera : Termitidae) Laron merupakan salah satu tahap perkembangan rayap, serangga yang hidup berkoloni seperti semut. Rayap memiliki tiga kasta yaitu kasta reproduktif, kasta prajurit, dan kasta pekerja. Laron merupakan salah satu fase dewasa dari kasta reproduktif. Ia akan menjadi raja dan ratu pada koloni rayap. Laron tumbuh dari telur. Setiap malam laron selalu terbang untuk mencari cahaya contohnya seperti lampu pijar, tujuan mereka berkerumun di dekat cahaya yaitu untuk berkumpul dan mencari pasangan untuk kawin. Sayap laron berkembang agar laron bisa terbang mencari pasangan kawinnya. Setelah kawin, sayap laron tanggal karena tidak diperlukan lagi. Mereka mulai membangun sarang dan menetaskan telur-

telur sehingga membentuk koloni baru. Adapun laron-laron yang mati itu adalah laron yang tidak menemukan pasangannya di malam itu (Elzinga,2004).

Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut : - Ditemukan adanya alur tanah / terowongan tanah / tunel dari tanah - Didapati banyak kerusakan pada furniture / kusen yang berbahan kayu - Ditemukan serpihan-serpihan kayu, butiran-butiran kotoran. - Ditemukan adanya sarang rayap (Pracaya,2008). Cara pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah : - Metode konvensional (Chemical barrier) - Metode Baiting / Pengumpanan - Metode injeksi pasca konstruksi (bangunan sudah jadi) - Metode chemical barrier pra konstruksi (Pracaya,2008).

3.1.5 Kutu Sisik Hijau – Coccus Viridis (Hemiptera : Cocadae) Coccus viridis merupakan hama pengisap. Serangga ini mempunyai dua pasang sayap, sayap depan bertekstur seperti mika/kulit terutama di pangkal sayap, sayap belakang bersifat membran, Ujung sayap saling tumpang tindih bila sedang hinggap. Kutu sisik hijau memiliki mulut bertipe penghisap atau dengan nama lain mandibulata dengan bentuk paruh panjang beruas-ruas. Kutu sisik hijau ini banyak menyerang tanaman hortikultura seperti avocado, jeruk, mangga, jambu biji, jambu air, jambu mete; tanaman perkebunan seperti kopi dan tanaman hias dengan cara menghisap cairan dan nutrisi yang ada pada inangnya. Kutu ini memiliki panjang 3-5 mm, berbentuk oval, pipih dan seringkali asimetris. Kutu ini mampu berpindah sendiri, penyebarannya banyak dibantu angin, burung dan manusia karena ukurannya sangat kecil dan ringan (Gullan,1999).

Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut : Daun jeruk yang terserang akan berwarna kuning, bercak-bercak klorotis dan membuat daun gugur. Serangan pada batang menyebabkan kering dan retakan

pada kulit. Serangan pada buah dapat menurunkan kualitas, karena kotor dan bila dibersihkan meninggalkan bercak hijau atau kuning pada kulit buah. Di pangkal daun jeruk biasanya akan tampak kutu kecil putih hijau dikerumuni semut. Kutu sisik menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kekerdilan, serta tanaman menjadi meranggas dan kering, bahkan jika serangannya parah akan menyebabkan kematian (Pracaya,2008).

Cara pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah : - Secara mekanis adalah dengan memotong batang jeruk dan musnahkan kutu yang nampak. - Secara kimiawi adalah dengan menyemprotkan insektisida Condifor 200 SL, Alika 247 ZC, Hostathion Extra 212 EC atau Curacron 500 EC sampai kutu hilang. Karena mempunyai hubungan dengan semut, maka semut dapat disemprot dengan insektisida seperti Diazinon dan Malathion. - Secara Pembudidayaan adalah dengan melakukan sanitasi lahan pada tanaman jeruk dengan membersihkan gulma dan serasah (Pracaya,2008). 3.1.6 Kutu Apid – Aphis sp. (Hemiptera : Aphididae)

Kutu daun (Aphis sp.) adalah salah satu hama bagi beberapa komoditas tanaman hortikultura. Aphis berupa kutu kecil bersayap. serangga ini berkembang biak dengan cepat karena serangga betina mampu menghasilkan nimfa hingga 124. siklus hidup hama ini terdiri atas 4 instar, stiap instar berlangsung selama 1-2 hari. Kutu daun dapat menginang pada beberapa tanaman komoditas tersebut seperti kentang, apel, jeruk, bawang merah, apel, cabai tomat, hingga kapas. Kutu yang panjang tubuhnya antara 1 sd 2 mm ini, memiliki warna tubuh yang bervariasi tergantung pada spesies dan lingkungan hidupnya. Warna tersebut antara lain kuning, kuning kemerah-merahan, hijau, hijau gelap, hijau kekuning-kuningan, dan hitam suram. Kutu daun ada yang memiliki sayap dan ada pula yang hidup tanpa sayap. Kutu apid menghisap cairan sel sehingga pertumbuhan tanaman terganggu dan tanaman menjadi kerdil. disamping menghisap cairan sel, aphis juga memasukan toksin kedalam daun sehingga dauan menguning dan

permukaannya berkerut. selain menyerang tanaman, hama ini juga berperan sebagai vector virus, yaitu virus belang ataupun virus kerdil. pada musim kemarau, populasi aphis lebih banyak dibandingkan dengan pada musim penghujan (Kambhampati,2000).

Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut : - Pada tanaman kapas, kutu daun menyerang dengan cara menghisap cairan tanaman pada bagian pucuk daun tanaman sehingga menyebabkan bentuknya abnormal dan keriting. - Pada tanaman kentang seangan kutu daun menimbulkan gejalan daun memucat, berkeriput, dan lalu menggulung. - Pada tanaman cabai, serangan kutu daun menyebabkan perkembangan daun dan bunga yang terserang menjadi terhambat. - Pada tanaman apel, serangan kutu daun menyebabkan daun berkerut, menggulung, dan akhirnya keriting. Selain itu bunga buah tanaman aple menjadi gugur (Pracaya,2008).

Cara pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah : - Pengendalian secara kultur teknis: Menjaga kebersihan tanaman, membersihkan gulma; menggunakan mulsa plastic berwarna perak untuk menekan perkembangan kutu daun. - pengendalian secara mekanis: memangkas bagian tanaman yang terserang dan memusnahkannya dengan cara dibakar. - pemgemdalian secara kimiawi: menyemprot tanaman dengan insektisida Perfecthion 400 EC, Mitac 200 EC, Kelthene 200 EC (Pracaya,2008).

3.1.7 Water Giant Bug - Aposus japonicas (Hemiptera : Belostomitidae) Kepik air raksasa atau biasa disebut dengan water giant bug termasuk ke dalam ordo kepik sejati (Hemiptera) di mana anggota dari ordo ini mengalami metamorfosis tidak sempurna dan bermulut seperti jarum. Ada beberapa spesies yang termasuk kepik air raksasa di mana semuanya termasuk dalam famili

Belostomatidae dengan ciri khas berupa tubuh berbentuk pipih oval dan kaki depan yang melengkung seperti sabit. Uniknya, walaupun hidup di air, kepik air raksasa tidak bisa bernapas di bawah air layaknya ikan. Untuk mengantisipasinya, ia secara berkala naik ke permukaan untuk menghisap udara dari ujung abdomennya dan kemudian menyimpan udaranya di bawah sayap saat menyelam. Mereka juga bisa terbang untuk pindah ke habitat lain. Di habitat aslinya, di perairan air tawar yang berarus tenang, kepik air raksasa merupakan salah satu predator utama di mana makanannya mencakup serangga, ikan kecil, dan bahkan katak. Mereka merupakan pemburu pasif, dan mengendap-endap saat berburu, mereka biasanya hinggap di ranting atau mengapung tak bergerak di dekat permukaan air sehingga sepintas mereka terlihat seperti daun kering. Ketika mangsanya mendekat, kepik air raksasa segera menangkapnya dengan kaki depannya, kemudian memasukkan mulutnya yang berbentuk jarum dan menyuntikan air liurnya ke tubuh mangsanya (Amir,2003).

Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut : Kepik air raksasa atau biasa disebut dengan water giant bug merupakan predator dan tidak merugikan bagi tanaman. Jadi tidak ada gejala yang ditimbulkan, begitupun dengan pengendaliannya.

IV.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Ordo hemiptera berarti sayap serangga dalam ordo ini setengah tebal dan setengahnya lagi tipis, sedangkan pada ordo thysanoptera memiliki sayap yang tepinya berumbai-rumbai, dan pada ordo isoptera memiliki 2 sayap yg sama besarnya. 2. Serangga yang termasuk ordo hemiptera adalah kepik hijau (Nezara Virindula), assassin bug (Arilus Cristatus), kutu hijau (Coccus viridis), kutu apis (Aphis sp.), dan water giant bug (Aposus japonicas) 3. Serangga yang termasuk ordo thysanoptera adalah trips dan serangga yang termasuk ordo isptera adalah rayap laron. 4. Mulut yang dimiliki serangga pada ordo hemiptera, thysanoptera, dan isoptera rata-rata memiliki mulut tipe mandibulata yang artinya menggigit dan mengunyah.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, H dan Idham Sakti Harahap. 2010. Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta Americana (L.) (Blattaria : Blattidae) terhadap berbagai kombinasi umpan. Jurnal Ilmiah Sainteks. Vol.7, No.2, 67-77. Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177. Amir, M. 2003.Rayap dan Peranannya.Dalam: M. Amir, Kahono. S. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat.Biodiversity Conservation Project.LIPI.51-62. Borror, D. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta, UGM Press. Eggleton P, Bignell DE. 1995. Monitoring the response of tropical insects to changes in the environment: troubles with termites. Di dalam: Harrington R, Stroks NE. Insects in a Changing Environment. London: Academic Pr. hal: 473-497. Elzinga, R.J. 2004.Fundamental of Entomology.Ed. Ke-6. New Jersey: Pearson Educ. Gullan, P.J; Cranston PS. 1999. The Insect An Outline of Entomology. Edisi Ke-2. Oxford: Blackwell Sci. Kambhampati S, Egglenton P. 2000. Taxonomy and phylogeny of termites. Di dalam: Abe T, Bignell DE, Higashi M. Termites Evolution, Sociality, Symbioses, Ecology. Dordecht: Kluwer Academic. hal: 1- 23. Pracaya.2008.Hama dan penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya. Sudarsono, H. 2003. Hama belalang kembara (locusta migratoria manilensis meyen): Fakta dan Analisis Awal Ledakan populasi di Provinsi Lampung. Jurnal Hama dan penyakit Tumbuhan Tropika. Vol.3, No.2: 51-56.

Widiyaningrum, P. 2009. Pertumbuhan Tiga Spesies Jangkrik Lokal yang Dibudidayakan pada Padat Penebaran dan Jenis Pakan Berbeda. Jurnal Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177.

Related Documents


More Documents from "kang_debud"