Perikondritis

  • Uploaded by: Restu Pamanggih
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perikondritis as PDF for free.

More details

  • Words: 1,662
  • Pages: 11
Loading documents preview...
PERIKONDRITIS

Oleh: Restu Pamanggih Zulfiana Riswanda

Preceptor: dr. Rina Hayati, M.Ked, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, BEDAH KEPALA DAN LEHER RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JEND. AHMAD YANI METRO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2018

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah Perikondritis ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam kepanitraan klinik pada bagian THT-KL RSUD dr. H. Abdoel Moeloek, Bandar Lampung. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis ingin meminta maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan makalah selanjutnya dan sebagai bahan pembelajaran untuk kita semua. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Bandarlampung, Oktober 2018

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah. Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah. Salah satu penyakit pada telinga bagian luar adalah perikondritis. Perikondritis merupakan radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma atau radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar. Praktek tindik telinga telah meningkat popularitasnya. Selama dua tahun terakhir terjadi peningkatan kejadian perikondritis auricular dan abses perikondrial setelah tindik telinga. Perikondritis dapat disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme penyebab tersering adalah Pseudomonas aeruginosa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita, juga berfungsi menjaga keseimbangan tubuh manusia. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian telinga luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam. Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arahliang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampeir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yangditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan sertabentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm (Moore, 2002).

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam Telinga dibagi atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. 

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang-tulang. Panjangnya sekitar 2 ½ - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen3.



Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari membrane timpani dan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes)4. Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah yaitu lapisan yang terdiri dari

serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Di membrane timpani terdapat 2 macam serabut yaitu sirkuler dan radier yang menyebabkan munculnya reflex cahaya yang berupa kerucut. Secara klinis, reflex ini dinilai bila letak reflex cahaya mendatar berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius. Selain itu pada membrane timpani dibagi 4 kuadran yaitu kuadran anterior-superior, kuadran anterior-inferior, kuadran posterior-superior, kuadran posterior-inferior. Ke empat kuadran ini dapat membantu dalam menyatakan letak perforasi membrane timpani. Adapun fungsi daripada membran timpani dalam

proses pendengaran

ialah mengubah bunyi menjadi getaran. Selain membrane timpani, tulang-tulang pendengaran juga termasuk dalam bagian telinga tengah. Tulang-tulang tersebut saling berhubungan yaitu maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes3. Rangkaian ketiga tulang ini menghantarkan getaran ke telinga dalam4. 

Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa 2 ½ lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis3. Pada koklea atau rumah siput berisi cairan endolimpa dan perilimpa serta sel “rambut” yang sangat peka terhadap rangsangan. Struktur yang berupa rambut halus ini bergetar ketika dirangsang oleh getaran bunyi. Sedangkan pada sistem vestibular berisi sel yang mengendalikan keseimbangan. Selain itu pada telinga dalam juga terdapat saraf auditori yang menghubungkan koklea atau rumah siput ke system saraf pusat (otak).

2.2 Perikondritis A. Definisi Perikondritis adalah radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma atau radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar (Sosialisman, 2004). Adakalanya perikondritis terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi, pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Hal ini diikuti oleh pembengkakan yang general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul diantara perikondrium dengan tulang rawan dibawahnya. Kondisi ini terjadi bila suatu trauma atau radang menyebabkan efusi serum atau pus diantara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi atau akibat kerusakan yang tidak disengaja pada pembedahan telinga. Biasanya didiagnosis dengan penampakan bagian aurikula yang terlibat membengkak, menjadi merah, terasa panas, dan sangat nyeri bila ditekan.

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi Perikondritis Mikroorganisme

dapat

disebabkan

penyebab

oleh

tersering

mikroorganisme.

adalah

Pseudomonas

aeruginosa. Faktor presdiposisi : 1) Inadekuat pada terapi selulitis daun telinga (pinna) dan otitis eksterna akut 2) Accidental atau surgical (sesudah aspirasi atau insisi hematoma daun telinga) 3) Infeksi sekunder dari laserasi atau hematoma 4) Infeksi superfisialis matus akustikus 5) Luka bakar atau frostbite 6) Penusukan anting-anting pada tulang rawan (high ear piercing), dapat terjadi septikemia bakteri streptococcus β hemoliticus.

C. Epidemiologi Praktek tindik telinga telah meningkat popularitasnya. Selama dua tahun terakhir terjadi peningkatan kejadian perichondritis auricular dan abses perichondrial setelah tindik telinga (Hanif et al., 2001).

D. Patomekanisme Trauma pada aurikula apat berupa trauma tajam yang menimbulkan luka, dan trauma tumpul. Dan terjadilah reaksi inflamasi dengan 5 tanda cardinal berupa dolor atau nyeri, rubor atau kemerahan, kalor atau panas, tumor atau benjolan, dan fungsiolesa atau terganggunya fungsi dari organ yang mengalami inflamasi (Mitchell, 2009). Proses terjadinya peradangan pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi, dimana pembuluh darah akan dilatasi sehingga saat inspeksi akan terlihat merah dan saat palpasi teraba hangat. Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, sehingga akan terjadi benjolan, cariran yang terkumpul tersebut akan menekan saraf, maka pada saat perabaan juga biasanya terdapat rasa nyeri, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi (Mitchell, 2009). Proses inflamasi tersebut juga berlaku pada trauma tumpul, namun pada trauma tumpul yang relatif tidak menimbulkan luka, tidak terjadi proses pengeluaran benang-benang fibrin (Mitchell, 2009).

E. Penegakan Diagnosis 1) Anamnesis Pasien dengan perikondritis pada umumnya datang ke dokter dengan keluhan daun telinga terasa sakit, warna merah dan tegang (Soepardi et al., 2007). 2) Pemeriksaan Fisik

Pada keadaan perikondritis dapat ditemukan pinna merah dan tender, kemudian bengkak (generalized swelling of the pinna), serta terdapat abses pada daun telinga (Soepardi et al., 2007). Tampak daun telinga membengkak, merah, panas, dirasakan nyeri, dan nyeri tekan. Pembengkakan ini dapat menjalar ke bagian belakang daun telinga, sehingga sangat menojol. Terdapat demam, pembesaran kelenjar limfe regional, leukositosis. Serum yang terkumpul di lapisan subperikondrial menjadi purulen, sehingga terdapat fluktuasi difus atau terlokalisasi (Soepardi et al., 2007).

3) Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium, dapat diambil sampel dari abses daun telinga untuk dikultur, digunakan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab sehingga

dapat

diberikan

terapi

yang

tepat.

Pada

pemeriksaan

laboratorium didapatkan leukositosis (Soepardi et al., 2007).

F. Penatalaksanaan 1. Untuk membuang nanah, dibuat sayatan sehingga darah bisa kembali mengalir ke kartilago. 2. Antibiotik a. Bila ringan : kloksasilin oral 3x500 mg/hari b. Bila berat : gentamisin IV 2x80 mg/hari atau aminoglikosida yang lain 3. Antiinflamasi/analgesik : asam mefenamat, piroksikam atau diklofenak 4. Insisi bila supurasi 5. Eksisi bila nekrosis tulang rawan

III KESIMPULAN

1. Perikondritis adalah radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma atau radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar.Varicella dapat ditularkan melalui droplet, kontak langsung, airborne, dan transmisi kongenital. 2. Mikroorganisme penyebab tersering perikondritis adalah Pseudomonas aeruginosa. 3. Faktor predisposisi dari perikondritis adalah inadekuat pada terapi selulitis daun telinga (pinna) dan otitis eksterna akut, accidental atau surgical, infeksi sekunder dari laserasi atau hematoma, infeksi superfisialis matus akustikus, dan luka bakar. 4. Pengobatan perikondritis dapat diberikan antibiotik seperti kloksasilin atau gentamicin.

DAFTAR PUSTAKA

Sosialisman, Helmi. 2004. Kelainan Telinga Luar. In : Soepardi E.A., Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher Edisi 5. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI Mitchell, Richard N., dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC Hanif J., Frosh A., Marnane C., Ghufoor K., Rivron R., Sandhu G. 2001. Lesson of the week: "High" ear piercing and the rising incidence of perichondritis of the pinna. British Medical Journal. Vol 322 : 906-907. Soepardi E.A., Iskandar N., Bashiruddin J., Restuti R.D. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta : FKUI. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al.2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 6. FKUI.

Related Documents

Perikondritis
January 2021 1
Perikondritis
January 2021 3

More Documents from "RudySyahputraDaulay"