Loading documents preview...
PROPOSAL PENELITIAN “METODE PENELITIAN KUANTITATIF”
OLEH :
PUTRA RAHMAT ARMI 11 202 050 PERBANKAN SYARIAH B
DOSEN PEMBIMBING: GAMPITO, SE., M.Si
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BATUSANGKAR TAHUN AKADEMIK 2013/2014
1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Lembaga perbankan yang merupakan salah satu lembaga keuangan paling strategis bagi pendorong kemajuan perekonomian nasional. Disini Bank dalam bentuk dasarnya banyak membawa manfaat, karena di tempat saling bertemu para pemilik, pengguna, dan pengelola modal. Menurut Undang-Undang No. 21 bab I pasal 1 ayat 2 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Di lihat pengertian bank tersebut ternyata bank mempunyai tujuan yang baik, yaitu supaya menampung dana dari orang atau lembaga kelebihan dana dan menyalurkan kembali kepada orang atau lembaga yang kekurangan dana, guna usaha dan lain
sebagainya, supaya dana tidak berhenti dan kesetabilan ekonomi 1
terjaga . Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, secara garis besar produk perbankan
syariah dapat dibagi menjadi 3 Bagian2,
masing-masing
adalah produk penghimpun dana (Wadi’ah dan Mudharabah), produk penyaluran dana (Jual beli, Bagi hasil dan Sewa) dan produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikann kepada nasabah
(Wakalah,
Kafalah,
Hawalah, Rahn dan qardh). Produk penyaluran dana bank syariah sendiri 1
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah : Teori Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia, (Erlangga, Jakarta, 2010), hlm 182. 2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Tazkia
Institute, 1999), hlm. 249
2
mempuyai banyak produk, diantara produk yang ditawarkan melalui jual beli yaitu ba’i murabahah, ba’i salam dan ba’i al Istina, produk yang ditawarkan melalui bagi hasil yaitu, akad mudharabah, akad Musyarakah dan akad ijarah, sedangkan produk yang ditawarkan melalui produk sewa adalah Ijarah. Perbankan
syariah dalam fungsinya
sebagai penyalur
dana
memberikan suatu sistem operasional yang lebih adil, khususnya pada sistem profit loss sharing (bagi hasil) seperti yang ada pada sistem Mudharabah
dan
sistem
Musyarakah.
Kedua
komponen
tersbut
menggunakan akad bagi hasil dengan membagi porsi pendapatan hasil usaha masing-masing shahibul mal dan mudharib. Bagi hasil yang digunakan pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah nisbah bukannya margin hal ini disebabkan, margin digunakan untuk akad jual beli dan sewa yang sudah jelas diketahui3. Adapun hal yng sudah diketahui, obyek pertukarannya pasti secara jumlah, mutu,waktu maupun harganya
sudah diketahui. Sedangkan nisbah bagi
hasil jumlah atau presentase didapat belum diketahui hasilnya, karena tergantung oleh berapa banyak untung usaha yang telah di biayai oleh shohibul mal dengan mudhorib pada mudharabah, dan masingmasing shohibul mal pada akad musyarakah. Dalam laporan bank syariah mandiri pada tahun 2008 pada triwulan ke-empat, struktur pembiayaan mudharabah mencapai 23,69% sedangkan pembiayaan musyarakah mencapai 20,36%. Penyaluran dana pembiayaan akad mudharabah lebih tinggi dari pada pembiayaan akad musyarakah, dan nisbah bagi hasil mengalami hal yang sama dengan presentase nisbah musyarakah 18,50% sedangkan nisbah Mudharabah 26,33%.
3
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika,2008), hlm 150
3
Pada triwulan ke 3 tahun 2011, struktur pembiayaan berbeda dari persentase pembiayaan diatas, struktur pembiayaan menjadi terbalik, yaitu Pembiayaan musyarakah menjadi 19,39% dari dana yang disalurkan, sedangkan Pembiayaan mudharabah menjadi 18,02%. Namun pendapatan Nisbah
bagi
hasil
menjadi
kebalikannya,
pendapatan
bagi
hasil
Pembiayaan mudharabah lebih tinggi dari pada bagi hasil musyarakah. Yaitu nisbah musyarakah
16,6%
dan nisbah
mudharabah
menjadi
20,06% dari total pendapatan pembiayaan. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis bermaksud menguji lebih lanjut tentang seberapa pengaruh bagi hasil yang
mempengaruhi
“PENGARUH
pembiayaan
NISBAH
perbankan
syariah
dengan
BAGI HASIL PEMBIAYAN
judul
TERHADAP
VOLUME PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH.
B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Pelaksanaan pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah kepada nasabah. 2. Penentuaan tingkat bagi hasil pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah 3. Tingkat laba yang diterima bank syariah dalam pembiayaan Mudharabah 4. Besar pengaruh nisbah
bagi
hasil
pembiayaan
terhadap volume
pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
C. BATASAN MASALAH 1. Bagaimana pelaksanaan pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah kepada nasabah ? 2. Bagaimana penentuaan tingkat bagi hasil pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah ? 3. Berapa persentase tingkat laba yang diterima bank syariah dalam pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah ?
4
4. Seberapa besar besar pengaruh nisbah bagi hasil pembiayaan terhadap volume pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah ?
D. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan batasan masalah di atas, penlis dapat merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana pengaruh nisbah bagi hasil pembiayaan terhadap volume pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah.
E. KEGUNAAN PENELITIAN 1.
Kegunaan bagi lembaga perguruan tinggi Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah perbendaharaan perpustakaan STAIN Batusangkar
2.
Kegunaan
bagi
masyarakat
luas
khususnya
perbankan
dan
masyarakat pelaku pembiayaan. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan mengenai pentingnya
pengaruh
tingkat
bagi hasil pada masing-masing
perbankan syariah terhadap volume pembiayaan yang diberikan ke masyarakat oleh masing-masing perbankan syariah di Indonesia. 3.
Kegunaan bagi peneliti Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
peneliti
dalam
bidang perbankan syariah, selain itu
penelitian ini sangat berguna dalam mengembangkan teori yang telah didapat dibangku perkuliahan.
5
BAB II LANDASAN TEORITIK, HIPOTESIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. DESKRIPSI TEORITIK 1. Pengertian Bank Syariah Pengertian Bank Syariah dalam pasal 1 butir 7 UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan bahwa “Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan
usahanya
berdasarkan
Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” Dalam sumber lain disebutkan bahwa bank syariah adalah lembaga operasional
dan
produknya
keuangan/perbankan
yang
dikembangkan berlandaskan pada Al-
Quran dan Hadis Nabi SAW4. Dari
masing-masing
pengertian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa bank syari’ah adalah suatu lembaga penghimpun dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana, sesuai dengan syariat agama Islam. Bank syariah mengoperasikan
lembaganya
dengan bagi
hasil/prinsip syariah bukan menggunakan bunga. Ciri utama inilah yang menjadi dasar pengelolaan perbankan syariah, karena bank syariah mengelolanya dengan pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.
4Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Sharing pada Bank Syariah, (Yogyakarta, UII Pres, 2004,) hlm. 91
6
a) Kelembagaan Bank Syari’ah Kelembagaan konvensional
bank
syariah
sama
hanya saja perbedaan
saja
dengan
bank
bank syariah dan bank
konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS), setiap bank syariah harus ada DPS supaya operasional bank syariah sehari-hari sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat agama Islam. Penetapan DPS dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham, selanjutnya DPS mendapatkan rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
b) Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Adapun perbedaan
antara
bank
syariah
dengan
bank
5
konvensional dapat dilihat pada tabel berikut :
Bank Syariah Bank Konvensional Melakukan investasi–investasi yang Melakukan Investasi-Investasi halal saja.
yang halal dan haram.
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual Memakai perangkat bunga. beli, atau sewa. Profit dan Falah oriented Hubungan
dengan
Profit oriented
nasabah
dalam Hubungan
bentuk hubungan kemitraan.
dengan
nasabah
Dalam bentuk hubungan debitor-
kreditur Penghimpunan dan penyaluran dana Tidak terdapat dewan sejenis harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
5
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah ……………….., hlm 199
7
2. Pengertian Nisbah Bagi Hasil Bank syariah dalam operasinya menggunakan prinsip profit and loss sharing atau lebih di kenal dengan bagi hasil. Bagi
hasil
atau
disebut juga dengan nisbah merupakan kesepakatan besarnya masingmasing
porsi bagi hasil yang akan diterima oleh
pemilik
dana
(shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) yang tertuang dalam akad atau perjanjian yang telah ditandatangani pada awal sebelum dilaksanakannya kerja sama. Nisbah bagi hasil hanya bisa digunakan pada produk-produk pembiayaan pembiayaan
Pembiayaan mudharabah
mudharabah dan
dan Musyarakah, karena
musyarakah
keuntungannya atau bagi hasilnya pada waktu
hanya
bisa
dihitung
usaha tersebut sudah
dijalankan dan menghasilkan untung ataupun rugi6.
3. Pengertian Mudharabah Dan Musyarakah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah adalah akad kerjasama dua orang atau lebih, di mana
pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan perjanjian pembagian keuntungan7.Menurut Adiwarman A Karim, mudharabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan pemilik modal dan mempercayakan
sebagai
sejumlah modalnya untuk
dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung.
6
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010), hlm.286 7
Sofiniyah Ghufron, Konsep dan Implementasi Bank Syariah, (Jakarta : Renaisan,2005),
hlm 45
8
Sebagai suatu bentuk kontrak, mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika pemilik dana/shahibul mal menyediakan modal
100%
kepada
pengusaha
sebagai
pengelola,
untuk
melakakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya dalam akad. Pengertian Pembiayaan Mudharabah dalam praktik perbankan Syariah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Syariah untuk membiayai 100% kebutuhan dana dari sesuatu proyek/usaha tersebut, sementara nasabah sesuai dengan keahlian yang menjalankan
proyek/usaha
dimilikinya
akan
tersebut dengan sebaik-baiknya dan
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi, bank Syariah dan nasabah dapat menentukan bagi hasilnya untuk masing-masing pihak berdasarkan persentase pendapatan
atau keuntungan
bersih dari
proyek/ usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan.
2. Pengertian Musyarakah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko
akan
ditanggung
bersama
sesuai
dengan
kesepakatan8.Dengan kata lain musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik modal untuk mencampurkan suatu
usaha
modal mereka dalam
tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian maka kerugian akan ditanggung masing-masing pemilik modal. 8
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah ……………….., hlm 90
9
Sedangkan dalam praktik perbankan Syariah pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank syariah untuk membiayai suatu proyek bersama antara nasabah dengan bank syariah. Nasabah dapat
mengajukan proporsi kepada
bank syariah untuk mendanai suatu proyek atau usaha tertentu dan kemudian akan disepakati beberapa modal dari nasabah serta akan disepakati berapa modal dari bank syariah dan berapa modal dari nasabah serta akan ditentukan bagi hasinya bagi masing-masing pihak berdasarkan persentase pendapatan atau keuntungan bersih dari proyek atau usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan
3. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah Ketentuan hukum dalam fatwa DSN MUI NO. 07/DSNMUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qiradh) ini adalah sebagai berikut : a) Ketentuan Pembiayaan: 1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. 2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. 3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). 4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak
10
ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. 5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. 6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. 7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun
agar
mudharib
tidak
melakukan
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan
diatur
oleh
LKS
dengan
memperhatikan fatwa DSN. 9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. 10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. b) Rukun dan Syarat Pembiayaan 1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. 2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
11
a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). b) Penerimaan dari penawaran dilakukan
pada saat
kontrak. c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. b) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. c) Modal tidak dapat berbentuk piutang
dan harus
dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: a) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung 12
kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 5. Kegiatan
usaha
oleh
pengelola
(mudharib),
sebagai
perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
4. Ketentuan Pembiayaan Musyarakah Ketentuan hokum dalam fatwa DSN MUI NO.08/DSNMUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah ini adalah sebagai berikut : 1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak
(akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern
13
2.
Pihak-pihak
yang
berkontrak
harus
cakap
hukum, dan
memperhatikan hal-hal berikut: a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal. d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan
mitranya,
tanpa
melakukan
kelalaian dan kesalahan yang disengaja. e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3.
Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian) a) Modal 1. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan,
seperti
barang-barang,
properti,
dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. 2. Para
pihak
tidak
boleh
meminjam,
meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. 3. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun
untuk
menghindari
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan. 14
terjadinya
b) Kerja 1. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah
merupakan
syarat.
Seorang
mitra
boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. 2. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masingmasing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c) Keuntungan 1. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. 2. Setiap
keuntungan
mitra
harus
dibagikan
secara
proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. 3. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya. 4. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d) Kerugian Kerugian
harus dibagi di antara para
mitra secara
proporsional menurut saham masing-masing dalam modal. 15
4. Biaya Operasional dan Persengketaan. a) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama. b) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
B. HIPOTESIS Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan penulis adalah “Nisbah bagi hasil pembiayaan berpengaruh signifikan
terhadap volume pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah”. C. KERANGKA BERPIKIR
Nisbah bagi hasil
Volume Pembiayaan
pembiayaan pada Bank
Mudharabah dan
Syariah Mandiri (X)
Musyarakah (Y)
16
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis, dan menelaah seberapa besar pengaruh nisbah bagi hasil pembiayaan terhadap volume pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Adapun penelitian dilakukan pada tanggal xxx sampai tanggal xxx dan bertempat di xxx yang merupakan objek dari penelitian ini.
C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah penelitian kancah (field research) dengan metode kuantitatif. 1. Sumber Data Sumber data yang dikumpulkan dan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: a) Data Primer Data primer adalah data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti. Data ini diperoleh dari hasil wawancara (interview) atau kuesioner penelitian. b) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan secara langsung oleh peneliti tetapi diperoleh dari orang atau pihak lain, misalnya berupa dokumen laporan-laporan, buku-buku, jurnal
17
penelitian, artikel dan majalah yang masih berkaitan dengan materi penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian INI adalah sumber data sekunder, dengan menggunakan data keuangan yang diambil dari laporan keuangan bulanan Bank Syariah Mandiri tahun 2009-2011. 2. Metode Pengumpulan Data Dalam
penelitian
ini,
data
dikumpulkan
dengan
metode
dokumentasi, yaitu dengan mencari data mengenai hal-hal penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data
bagi hasil dan pembiayaan yang
terdiri dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah
dari
laporan
keuangan bulanan Bank Syariah Mandiri. 3. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan variabel yang berupa indikatorindikator penelitian yang akan diukur dalam penelitian. Adapun variabelnya adalah : a) Variabel Dependent (Terikat) Variabel dependent adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi
oleh variabel bebas. Variabel dependent
dalam
penelitian ini adalah Musyarakah dan Mudharabah (Y). b) Variabel Independent (Bebas) Variabel independent adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lainnya. Variabel independent yang hendak diuji dalam penelitian ini meliputi Nisbah bagi hasil pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah (X).
18
DAFTAR PUSTAKA Adiwarman A. Karim. 2010. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Ali, Zainuddin . 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta : Sinar Grafika Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Tazkia Institute Machmud, Amir . 2010. Bank Syariah : Teori Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Jakarta : Erlangga
19