Rames Semar Book By Prabu

  • Uploaded by: Pranowo Budi Sulistyo
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Rames Semar Book By Prabu as PDF for free.

More details

  • Words: 30,955
  • Pages: 142
Loading documents preview...
Guyon Maton bersama Semar

Oleh :

Pranowo Budi Sulistyo wayangprabu.com

Rames semaR

Hlm 2

Table of Contents Pengantar ........................................................................................ 4 Bisul dan Fenomena Alam .................................................................... 8 Sluku-Sluku Bathok, Nak ! ................................................................... 15 Cinta Mati ...................................................................................... 20 Gundul Gundul Pacul, Cul !.................................................................. 27 TETI KADI dan OMA IRAMA ................................................................... 30 Pengorbanan Dewabrata (1) ................................................................. 34 Pengorbanan Dewabrata (2) ................................................................. 42 Pengorbanan Dewabrata (3) ................................................................. 52 Pengorbanan Dewabrata (4) ................................................................. 61 Pengorbanan Dewabrata (5) ................................................................. 68 Semar Kuning [1] .............................................................................. 75 Semar Kuning [2] .............................................................................. 82 Semar Kuning [3] .............................................................................. 90 Semar Kuning [4] ............................................................................ 101 Semar Kuning [5] ............................................................................ 111 Semar Kuning [6] ............................................................................ 121 Semar Kuning [7] ............................................................................ 129

Rames semaR

Hlm 3

Pengantar

Gb 1. Rames semaR

Sebentar lagi Subuh. Diluar masih gelap dan dingin. Udara musim kemarau menciptakan suhu yang cukup dingin di pagi hari, sangat kontras bila dibandingkan dengan siang hari yang begitu menyengat. Suasana yang dingin, semakin membuat sarung orang-orang yang berkemul dalam tidurnya lebih ditinggikan. Namun di beberapa rumah, lampu-lampu penerangan sudah mulai ditambah, pertanda penghuninya telah melakukan aktifitas menjelang subuh. Wilayah kampung Kosong Mlompong adalah sebuah ranah pertanian. Bisa dibilang hampir seluruh penduduknya menggantungkan hidup dari hasil sawah yang dimiliki dan dikelolanya. Namun seperti terjadi di daerahdaerah lainnya, kesejahteraan penduduknya pun beragam. Ada yang menjadi juragan karena memiliki sawah yang luas dan ternak yang banyak, namun ada pula yang hidup dalam keterbatasan karena tidak memiliki tanah untuk diolah, dan hanya bekerja sebagai buruh atau berbagi hasil panen dengan majikannya. Tetapi sebagaian besar penduduk kampung Kosong Mlompong adalah petani yang memiliki tanah sendiri, walaupun tidak terlalu luas, tapi mampu menghidupi keluarganya walau secara bersahaja, apa adanya. Kampung Kosong Mlompong memang kampung yang sangat sederhana dengan penduduknya yang begitu bersahaja. Bisa dibilang, sangat jarang yang mempunyai pikiran dan melakukan hal yang neko-neko dalam

Rames semaR

Hlm 4

kehidupan setiap penduduk di kampung itu. Semua berjalan dengan simpel dan begitu apa adanya. Kehidupan relatif berlangsung dengan linear, tidak bercabang kemana-mana, bekerja dengan tekun, menikmati hasilnya dan kemudian mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhannya. Tak heran bila roda kehidupan di kampung itu seperti telah di program, di setting dengan rutinitas yang serupa. Pagi setelah sholat Subuh menuju sawah untuk bekerja, menjelang siang beristirahat, kembali ke rumah menyelesaikan pekerjaan di rumah atau nyambi bekerja lainnya, menjelang sore selesai kemudian membersihkan diri untuk sholat Maghrib dilanjutkan Isya, dan akhirnya menjelang tidur malam bercengkrama bersama seluruh anggota keluarga. Sungguh damai dan nyaris tidak ada gejolak dalam kehidupan kampung itu. Apalagi sudah puluhan tahun yang memimpin kampung Kosong Mlompong adalah seorang yang luar biasa. Luar biasa disini dimaksudkan sesuai dengan ukuran kampung Kosong Mlompong dan daerah sekitarnya. Kalau penduduk kampung terbilang berkehidupan sederhana, maka KLKM (orang kampung biasa menyebut lurahnya dengan akronim itu, singkatan dari Ki Lurah Kosong Mlompong) adalah orang yang luar biasa dalam kesederhanaan. Pun demikian dalam hal kearifan berfikir, kematangan menjalani hidup dan ketekunan dalam bekerja serta beribadah. Pokoknya KLKM sangat layak untuk dituakan di kampung itu sehingga setiap pemilihan lurah baru, maka tidak ada yang merasa sanggup bersaing dengan KLKM, belum berkompetisi sudah menyerah duluan. Dan meskipun secara arif KLKM meminta warganya agar ada yang bersedia untuk menggantikannya, demi tujuan regenerasi, namun belum ada yang berani mengacungkan tangan untuk menerima estafet kepemimpinan. Siapakah tokoh lurah yang begitu dicintai oleh warganya itu ? Tidak lain adalah sosok yang bernama Semar. Semar mempunyai 3 orang putra dari seorang istrinya yang sering dipanggil dengan Nyi Kanastren. Nyi Kanastren adalah tipikal perempuan desa yang selalu bekerja tekun membereskan pekerjaan rumah tangga dan melayani suami serta anak-anaknya dengan kasih sayang. Sehingga meskipun sudah cukup berumur, gerakannya masih terlihat sigap dan gesit saat mengantarkan makanan ke sawah untuk suami dan anak-anaknya, membersihkan pelataran rumah yang cukup luas sampai menimba air Rames semaR

Hlm 5

sumur untuk keperluan memasak dan mandi keluarga. Semua dikerjakannya dengan wajah yang tersenyum, dengan perasaan senang dan nyaman disertai keyakinan bahwa semua pelayanannya ditujukan untuk kebahagiaan suami dan keluarganya. Sebuah cara berfikir yang sederhana, namun karenanyalah Nyi Kananstren begitu dicintai suami dan anakanaknya serta dihormati dan disayangi oleh seluruh penduduk kampung. Semar bertubuh tambun. Namun jangan dikira dengan bentuk tubuhnya yang bulat itu maka gerakanyya menjadi lamban. Dia tetap mampu dengan baik mencangkul sawah, membajak sawah (cuma sebenarnya, kalau kerbau bisa ngomong tentu akan protes karena bebannya menjadi berat saat menarik bajak ditambah tubuh tambun tuannya), bahkan memanjat pohon kelapa. Entah ilmu apa yang dipergunakan karena dalam hal memanjat pohon, Semar tidak kalah cepat dibandingkan dengan anaknya Petruk atau Gareng yang bertubuh kerempeng. Wajah Semar-pun selalu tersenyum dan begitu sabar dan telaten dalam menghadapi masalah keluarga maupun masalah warga yang mengharap solusinya. Wawasan ilmunya sangat luas, kebijaksanaannya terkenal begitu komprehensif dan sifat kasih sayangnya tidak pilih kasih. Ketiga putranya bernama Gareng, Petruk dan Bagong. Ketiga anak Semar dan Kanastren memiliki perilaku dan keistimewaan masing-masing. Namun secara keseluruhan mereka mewarisi sikap dan kebijaksanaan dari Sang Ayah meskipun kadarnya berbeda-beda, ditambah dengan karakteristik unik masing-masing. Gareng, selaku anak sulung, mempunyai pembawaan yang kalem, irit omongan namun memiliki rasa tanggung jawab yang paling besar. Mungkin karena dia adalah yang paling tua diantara kedua adiknya sehingga mengkondisikan diri untuk selalu menjaga dan momong adik-adiknya. Lain halnya dengan anak panengah Semar. Petruk memiilki pembawaan yang selalu ceria, gerakannya gesit, dapat dibilang tidak bisa diam terlalu lama di satu tempat (begitupun dalam kondisi tidur, sering menggusur kakak dan adiknya hingga menyisakan ruang sedikit untuk mereka). Bicaranyapun renyah, sering terlalu cepat dan panjang sehingga kadang keluar dari topik pembicaraan. Menyenangkan memang (sekaligus juga menyebalkan).

Rames semaR

Hlm 6

Dan si bungsu adalah Bagong. Bagong mempunyai perawakan yang mirip dengan bapaknya. Badannya tambun meskipun tidak sebesar ayahnya, agak malas bekerja namun di karuniai kelebihan lain yaitu lebih cerdas dalam berfikir (dan berkelit) dibanding kedua kakaknya. Bicaranya tidak sebanyak kakaknya Petruk, namun sekali bicara membuat lawan bicaranya minimal tersenyum ataupun tertawa karena kelucuan (atau bisa jadi kecerdasannya) dalam mengolah kata dan kalimat. Dari keluarga inilah kisah selanjutnya akan dimulai. Mengiringi mereka dan warga kampung Kosong Mlompong dalam menjalankan keseharian dan meneropong segala yang terjadi di kampung itu dan wilayah sekitarnya. Rames semaR adalah episode kehidupan yang melibatkan sosok yang bernama Semar, sang panakawan, bersama anak-anaknya. Rames dapat diartikan, beragam dalam satu adonan, berbagai karakter pada suatu cerita, bermacam tingkah polah perilaku sosok manusia yang penuh misteri, suatu saat berubah menjadi tragedi, kadang berupa sensasi berlindung dibalik tradisi, acap dihiasi duka, ceria, canda, papa, tawa, derita, berbaur dalam satu hidangan yang bernama “kehidupan”. Bila dilihat dari susunan kata, maka Rames adalah kebalikan dari semaR. Begitupun makna yang tersirat (gathuk mathuk, asal cocok saja lho). Rames adalah keberagaman maka semar adalah kehampaan. Semar adalah kosong, mampu menerima keberagaman secara penuh. Mampu memberi kepada yang lain tanpa merasa kehilangan dan yang menerimanyapun enjoy saja. Rames semaR adalah perpaduan antara keberagaman dan kebijaksanaan, pasangan antara kefanaan dan kesejatian serta jalinan hubungan antara makhluk dengan khaliqnya. Dan pada hakekatnya Rames semaR adalah kehidupan itu sendiri. Dan kisah-kisah ini hanya fiksi dan kreasi semata. Bandung, 18 Juni 2013

Rames semaR

Hlm 7

Bisul dan Fenomena Alam

Gb 2. Panakawan : Semar, Gareng, Petruk dan Bagong

Siang itu panas sungguh terik. Sang Bagaskara 1 seakan menumpahkan semua energi yang dimilikinya ke permukaan bumi dengan tak menemui halangan sedikitpun. Langit begitu bersih dan benderang, awan-awan berarak bergerak ke atas seakan mempersilahkan cahaya mentari bebas memanasi bumi. Air yang menggenangi sawah menjadi hangat terasa. Hingga kerbau yang tengah bekerja menarik bajak dan tuannya untuk menggemburkan tanah sawah, terlihat ragu dan enggan untuk melanjutkan tugasnya mengitari sawah.

1

Matahari

Rames semaR

Hlm 8

Dan entah dimana kini keberadaan angin semilir. Biasanya serdadu Batara Bayu 2 ini cukup kencang bertiup, membelai mesra tubuh panas berkeringat kerbau dan tuannya, sehingga mampu menjaga semangat untuk terus tetap bekerja. Siang ini hanya sekali-sekali saja dia hadir dan itupun dengan desir pelan. Melihat kondisi ini, maka KLKM Semar menyuruh Gareng dan Petruk untuk menghentikan sementara kerja membajak sawah. Kemudian merekapun melepas bajak dari kerbau untuk kemudian digiring ke atas dan dibiarkan beristirarat seraya menikmati snack siang berupa rumput yang telah tersaji. Dengan badan yang basah oleh baur antara keringat dan air sawah, mereka bertiga kemudian menuju ke bawah rindang pohon dipinggir jalan dekat sawah. Menghampiri kendi air yang tersisa dan secara bergantian kemudian meneguknya untuk mengusir haus dan panas. Sambil menyodorkan pincuk anaknya, KLKM bergumam:

3

berisi ketela rebus sisa tadi pagi kepada

“Huuuh panas benar siang ini ya, Le” “Inggih .. iya Rama. Memang sangat berbeda panas siang ini dibanding hari-hari lalu, tidak seperti biasanya. Bukankah seperti itu yang engkau juga rasakan, Truk ?” Gareng menimpali ucapan bapaknya sekaligus meminta pendapat adiknya. “Oooo inggih benar Rama. Bener kang Gareng, yang aku rasakan siang ini memang panasnya puolll tenan, terik nian. Aku perkirakan, suhunya naik sekitar lima derajat celcius. Kalau begini nih, pasti nanti malam dan menjelang subuh pasti hawanya sangat dingin. Wah ... kita harus mencari tahu sebab hal ini terjadi, harus tahu Kang Gareng. Pasti ada api kalau muncul asap. Menurut hasil analisa saya, inilah yang disebut sebagai hukum alam, sunatullah. Jikalau alam disakiti, maka suatu saat akan memberikan balasan. Saatnya telah dekat” seperti biasa Petruk langsung nrocos begitu diberi kesempatan bicara.

2

Batar Bayu adalah Dewa angin Tempat makanan yang dibuat menyerupai fungsi piring, biasanya terbuat dari daun pisang 3

Rames semaR

Hlm 9

“Oalah … kamu tuh ngomong apa to le. Lha cuman udara tambah panas saja kok dihubungkan dengan macam-macam” Semar tersenyum mendengar celoteh anaknya. “Ooo … ini dapat dijelaskan secara ilmiah kok Rama. Ini yang disebut sebagai fenomena alam. Bukankah alam itu juga ciptaan Gusti Allah juga to ? Pabila alam disakiti atau dirusak oleh manusia, eee … tunggu tanggal mainnya … alam suatu saat pasti akan take in action.” kali ini Petruk mengekspresikan ucapannya seraya bergaya pencak silat. Gareng tersenyum dan Semar pun tertawa lirih seraya menepuk-nepuk bahu Petruk. “Guuayaaa mu le. Kalau aku lihat, omonganmu itu seperti ceramah para sarjana di kotaraja. Sepertinya interesting topic ini, lanjutkan Le … Rama akan khusyu mendengarkanmu” Kali ini Gareng yang tertawa pelan : “Apa yang Rama katakan tadi ? Interesting topic … kata-kata dari mana itu Ma, dan apa maksudnya ?” “Sudah ... tanyalah ke adikmu itu. Dia yang akan menjelaskan artinya sekaligus penjelasan tentang fenomena alam tadi, bukan begitu to Petruk bocah bagus ?” seraya tersenyum bijak (dan nakal) Semar melirik kepada Petruk. Dan Petruk semakin larut dalam kebiasaan sekaligus hobinya, yaitu menjelaskan masalah dengan berpanjang lebar. Dan dengan membusungkan dada pianonya, mata sipitnya dipelototkan dan sikap diwibawa-wibawakan, maka kemudian Petruk berkata, tepatnya bersabda “Wah Rama sudah sangat tepat bila memilih saya untuk menjelaskan masalah seperti ini. Mari saudara-saudara semua, tolong diperhatikan apa yang akan saya jelaskan” cengengesan 4 Petruk kemlinthi 5, sok-sokan. “Nggih, ya Pak Guru !” teriak Gareng “Monggo, silahkan Pak Dosen !” kalem Semar

4 5

Tertawa-tawa tidak serius Pasang aksi

Rames semaR

Hlm 10

“Begini Saudara-saudara semua. Seperti telah kita dengar dan saksikan bersama bahwa di beberapa daerah di negara Amarta yang kita cintai ini, telah terjadi begitu banyak bencana alam. Amarta sedang dirundung musibah dan malapetaka. Rama Semar dan Kang Gareng tentu telah mendengar, banjir bandang melanda kampung Karang Anom dekat sungai Kangka, belum lama ini kampung Karang Dawa yang berlokasi dekat pantai utara ludes tersapu ombak sebesar rumah yang menenggelamkan seluruh warga dan harta bendanya 6. Belum lama ini, kampung Jetis di kaki gunung Hima yang dulunya begitu hijau dan asri, kini hilang berganti menjadi tanah tandus akibat serbuan awan panas beracun yang terkenal bernama Sapi Meteng. Dan masih banyak lagi bencana alam yang menimpa negri ini.” Begitu bersemangatnya Petruk berpidato layaknya politisi yang hendak merebut simpati dengan mengungkapkan penderitaan rakyat. “Salah siapa ini ?“ Petruk diam sesaat untuk menunggu respon dari Rama dan kakaknya, namun mereka begitu serius terpaku ditempat seraya bengong seolah terbuai oleh kalimat-kalimat hebat penjelasan dari Petruk (atau pura-pura bersikap begitu untuk menyenangkan hati Petruk .... he he he). Petruk semakin bernafsu melanjutkan penjelasannya “Rama, perkenankan saya mengutip kitab suci Al Qur’an untuk fenomena ini. Coba nanti Rama dan Kang Gareng buka surah An-Nisaa ayat 79, artinya kurang lebih begini: ....... apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri ...... “Jadi saudara-saudara, bencana yang terjadi akhir-akhir ini sebenarnyalah karena perbuatan kita sendiri. Kalian tentu masih ingat kira-kira sepuluh tahun yang lalu, desa kita ini masih begitu sejuk. Meskipun siang cukup panas pada musim kemarau, namun tidak seperti hari ini. Dulu embun pagi dan kabut kerap masih berlama-lama menyelimui dusun kita ini pada setiap pagi hari. Skarang hampir tidak pernah itu terjadi lagi.”

6

Maksud Petruk ombak sebesar rumah itu adalah Tsunami

Rames semaR

Hlm 11

Indah dan puitis sekali kata-kata yang dirangkai oleh Petruk “Jadi sudah selayaknyalah kita semua interupsi eh … inspeksi … eh salah … kita harus instropeksi, harus mawas diri terhadap semua yang terjadi menimpa kita dan alam ini. Namun ingat, pada dasarnya semua itu hanyalah ujian yang Allah berikan kepada kita, manusia sang khalifah alam, untuk selalu bersabar. Bagaimana sabar itu ? Menyerahkan segalanya kepada Gusti Pangeran setelah kita melaksanakan tanggung jawab kita sebagai khalifah dengan baik. Kita bertanggung jawab lho terhadap alam ini. Ekosistem harus dijaga, keharmonisan harus dipelihara dan eksplorasi terhadap alam harus tetap mempertimbangkan kelestariannya, tidak asal-asalan yang berakibat merusak alam itu sendiri. Ehm … mengerti yang saya jelaskan saudara-saudara ?” telunjuk Petruk masih diatas saat mengakhiri segmen penjelasannya ini. Gareng mengangguk-angguk, Rama Semar mlongo 7 sampai tak sadar mengeluarkan air liur, ngeces 8 , melihat aksi Petruk memberikan penjelasan tingkat tinggi itu. Gareng tiba-tiba mengacungkan tangan ”Nuwun sewu, mohon maaf Pak Guru, siswa Gareng mau bertanya.” “Oooo silahkan Nak …. kalau belum jelas atau membutuhkan info lain yang terkait silahkan bertanya. Pak Guru akan berusaha menjawabnya dengan baik !” kali ini bergaya bersedekap ala Gogon Srimulat diperagakan oleh Petruk. Semar terlihat senyam-senyum menyaksikan tingkah polah anak-anaknya ini. Dengan sikap menghormat, Gareng berkata seraya tersenyum (nakal) “Begini Pak Guru, saya mempunyai masalah yang mungkin Bapak dapat memberikan solusinya. Maaf … ada bisul yang sudah cukup besar dan siap di-plothot 9 di pantat kiri saya. Untuk melakukannya tentu saya tidak bisa sendiri. Apakah bapak berkenan membantu saya mensolusikan ini agar

7 8 9

Mulutnya terbuka secara tak sadar Keluar air liur dari mulut dengan sendirinya Dipecahkan dengan paksa dengan tangan

Rames semaR

Hlm 12

saya tidak tersiksa lagi dengan bisul ini. Mohon bantuannya” sendu Gareng mengabarkan hal ini. Mak jenggirat 10 Petruk berdiri tegak seketika, seperti Raden Gatotkaca siap-siap bertempur sikapnya sekarang. Mulut senyumnya berganti dengan monyong, sedikit masam. “Kang Gareng ini gimana to, lha wong sedang membahas masalah fenomena alam, musibah, bencana, khalifah, malah disuruh mlotot wudun 11 . Nggak ada hubungannya, kang. Tidak ada korelasinya. Wah … kang Gareng ini nggak ilmiah. Wudun dibahas, di pantat lagi. Nggak sudi aku !” mencak-mencak Petruk menanggapi permintaan kakaknya. Dengan entengnya Gareng melanjutkan “Eee…. siapa bilang tidak ada korelasinya Truk. Wudun itu juga adalah fenomena alam. Memang lingkupnya lebih kecil, yaitu hanya sebatas tubuh kita. Namun kita kan juga bagian dari alam ini to, alam juga makhluk ciptaan Gusti Allah. Dan satu hal lagi Truk, kalau kita mempelajari proses terjadinya wudun, maka tidak beda jauh dengan penjelasanmu soal fenomena alam tadi.” “Masak begitu sih … tetap saja nggak ilmiah !” masih mangkel Petruk membalas “Saya jelaskan ya adikku bocah bagus ... bocah pinteeer ...Begini ! Bisul itu adalah manifestasi dari sistem pertahanan tubuh yang terpola dan terorganisir secara ekselen melalui algoritma-algoritma yang njlimet 12, serba canggih.” “Wah kata-katamu kang, nggak ngerti aku” sungut Petruk Gareng tersenyum menang “Aku kan hanya ikut-ikutan kamu saja, Dimas, menggunakan kata-kata yang katanya ilmiah tadi” dalam hati Gareng tersipu seraya menyadari bahwa sebagian besar artinya dia juga nggak faham.

10 11 12

Terkejut seraya berdiri cepat Bisul Rumit

Rames semaR

Hlm 13

“Kalau tubuh kita yang sudah dalam kondisi harmonis ini tiba-tiba dimasuki maling atau perampok, misalnya bakteri atau virus pembawa penyakit, tentu mereka tidak akan berdiam diri. Mereka berusaha akan melawan dan memusnahkan musuh itu. Hasilnya ya bisul itu. Nanah yang ada di bisul adalah pasukan perang tubuh manusia, yaitu darah putih, yang menjadi korban dalam melawan musuh. Prinsipnya tubuh ingin selalu harmonis seperti halnya alam juga. Jadi nyambung to.” Petruk manggut-manggut, KLKM Semar kembali bengong. Sesaat kemudian Gareng melanjutkan “Sudah ... sekarang tolong plothotkan wudunku ini. Sudah cenat-cenut nih rasanya, sepertinya sudah saatnya” dengan seenaknya kemudian Gareng membelakangi Petruk dan membuka celananya untuk memperlihatkan wudunnya yang memang sudah membesar dan memerah. Semar semakin lebar senyumnya dan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anak-anaknya. Sementara itu Petruk yang disodori wudun di pantat kakaknya, dengan pelan-pelan mengambil golok disebelahnya dan kemudian memukul bisul di pantat kakaknya dengan gagang kayu golok tadi. Dan ... secepatnya dia melarikan diri menjauhi tempat itu sambil tertawa-tawa senang. Selagi berlari kencang menuju rumah, sayup-sayup terdengar teriakan keras kakaknya, entah teriakan, cacian atau mungkin malah tangisan. Bandung, 10 Mei 2011

Rames semaR

Hlm 14

Sluku-Sluku Bathok, Nak !

Gb. 3 : Anak-anak bermain

Sumber : http://aandesca.blogspot.com Sluku-sluku bathok Bathoke ela-elo Si Rama menyang Solo Oleh-olehe payung mutho Mak jenthit lolo lo bah Wong mati ora obah Yen obah medeni bocah Yen urip golekko dhuwit “Rama lagi nembang apa sih, masak saya yang sudah gede begini masih dikasih tembang dolanan anak-anak seperti itu !” “Lho Le ... jangan salah lho. Tembang tadi sangat enak di dengar bahkan oleh orang tua sekalipun. Melodinya simpel, kata-katanya sangat sederhana sehingga mudah dihafal, dan yang paling penting adalah bahwa filosofi yang terkandung dalam lagu tadi sungguh dahsyat”

Rames semaR

Hlm 15

“Masak sih, Ma ?” “Buktinya sampai sekarang Rama masih hafal tembang tadi, dan kamu juga pastinya. Kalau semasa kecil dulu, kita menembangkannya seraya bermain-main, mungkin tembang itu hanya sebagai pelengkap atau pengiring saja. Memang anak-anak hanya diminta untuk menghafalkan dan menembangkan saja. Dan suatu saat setelah dewasa dan menginjak usia tua kelak, niscaya akan mengerti akan makna yang terkandung di dalam tembang itu” “Iya Ma, saya jadi pengin tahu apa makna yang terkandung dalam tembang itu” “Kalau begitu, dengarkan Rama menembangkan dan menafsirkannya, Gong !” <<< ooo >>> Berdendanglah anak-anakku bergembiralah dan senandungkanlah lagu dolanan ini tugas kalian hanya bersenang dan hapalkan saja syair-syairnya tugas kami memberi kesenangan dan memberi nilai yang kelak kalian kan fahami Sluku-sluku bathok Bathoke ela-elo Si Rama menyang Solo Oleh-olehe payung mutho Mak jenthit lolo lo bah Wong mati ora obah Yen obah medeni bocah Yen urip goleko dhuwit Sedikit yang akan Bapak sampaikan, Nak tembang sederhana ini karya para wali jaman dulu yang begitu luas pemahamannya tentang agama yang begitu dalam ungkapan jiwa seninya yang begitu peduli pada pendidikan anak negri yang begitu bersemangat sebarkan kebajikan Kurang lebih begini makna yang terkandung di dalam lagu yang kalian nyanyikan itu, Nak Rames semaR

Hlm 16

namun perlu kalian ingat bahwa ini hanya pemahaman Bapakmu yang masih dangkal kalian suatu saat kelak harus lebih baik lagi memahaminya Sluku-sluku bathok Bathok, atau kepala yang berisi pikiran kita, harus slalu dibuat nyaman kita persiapkan untuk menerima sebanyak-banyaknya ilmu Allah yang bertebaran di muka bumi dan harus kalian cari Bathoke ela-elo Dengan cara bagaimana Nak ? ela-elo, Laa Ilaaha Ilallah, berdzikir mengingat Allah karena Allah yang menciptakan kita semua dan seisi alam raya ini Dia-lah yang mengerti kebutuhan kita dan tiada sandaran selain kepadaNya dalam berfikir, bermain, bekerja, berkarya di keseharian hidup kita Si Rama menyang Solo Siram, mandi atau bersucilah menyang, menuju Solo (Sholat) yang harus kalian lakukan tentu saja Nak Bapak hanya pesan satu hal saja kepada kalian semua jaga sholat Nak mulai sekarang jaga sholat jangan sampai kalian lupa dan tinggalkan jaga sholat walau dalam kondisi lelah, capek, senang, sedih, bermain atau menyendiri sebab sholat akan menjaga kalian dari kesalahan dari kesesatan jalan yang mungkin kalian lakukan ingat ya Nak pesan Bapakmu ini jaga Sholat ! Oleh-olehe payung mutho Kalau kalian menjaga sholat dengan baik maka kalian akan memperoleh oleh-oleh berupa payung, perlindungan dari Allah siapa sih yang bisa melawan Allah kalau Dia sudah berkehendak ? tidak akan ada Nak !! Rames semaR

Hlm 17

maka upayakan kalian memperoleh payung Allah dengan selalu berdialog dan berserah diri kepadaNya begitu kan Nak ? Mak jenthit lolo lo bah Kalian nanti pasti akan tahu tentang sesuatu yang ghaib yaitu kematian kematian itu datangnya pasti tak ada yang tahu karena itu adalah hak prerogatif Allah tak bisa dimajukan atau dimundurkan walau sedetik karena Allah sudah menentukan kematian setiap makluknya secara MUTLAK oleh karenanya Nak saat kita hidup, kalian harus senantiasa bersiap dan waspada selalu beriman dan mengerjakan amal sholeh Wong mati ora obah Yen obah medeni bocah Ingat Nak kalau kematian sudah datang semua sudah berhenti tidak bisa berubah lagi tidak bisa di rewind kembali tidak dapat lagi meminta untuk dikembalikan ke dunia tuk memperbaiki kehidupan sebelumnya karena kesempatan telah musnah tak akan ada kesempatan kedua dapat kalian bayangkan bagaimana seandainya ada mayat hidup pasti kalian takut kan ? dan ... tidak mungkin itu terjadi Yen urip goleko dhuwit Kesempatan terbaik untuk berkarya dan beramal adalah saat ini saat ini, saat masih menghirup kehidupan kalau ingin kaya, ingin membantu orang lain, ingin memulyakan orang tua, sekaranglah saatnya sebelum terlambat, sebelum segala pintu kesempatan tertutup maka berkaryalah, Nak persenjatai dengan empat jimat dan mantra yang harus selalu engkau pakai dan rapalkan Rames semaR

Hlm 18

Apa itu, Nak ? awali dengan NIAT BAIK, tak menyerah dan slalu berIKHTIAR, iringi slalu dengan DOA, dan akhiri dengan TAWAKAL, berserah diri hanya kepada Allah Insya Allah kita akan selamat, Nak Dunia akhirat !! Bandung, 10 Mei 2011

Rames semaR

Hlm 19

Cinta Mati Malam itu Bagong terlihat gelisah. Usai mengerjakan sholat isya berjama’ah di langgar kampung, dia langsung pulang ke rumah. Biasanya Bagong sempatkan ngobrol bersama dengan teman-temannya dulu barang sesaat. Dan obrolan para pemuda selalu ramai penuh dengan cerita-cerita menarik pengalaman masing-masing. Mulai dari yang serius sampai yang ringan, seperti pekerjaan di sawah, rencana masa depan, obrolan tentang lawan jenis, pengalaman konyol dan bahan apapun yang layak untuk diobrolkan. Dan Bagong selalu menikmati itu sebelum pulang ke rumah dan berkumpul bersama rama, ibu dan kakak-kakaknya. Namun malam ini Bagong pulang ke rumah lebih awal. Dan begitu sampai yang dicarinya adala KLKM Semar, ramanya. Di ruang keluarga yang sederhana itu, telah berkumpul ibunya Nyi Kanastren, kakaknya Gareng dan Petruk. Dilihatnya Gareng dan Petruk sedang asyik dengan buku bacaannya masing-masing dan tidak mempedulikan kedatangannya. Sementara ibunya pun tengah serius menisik baju suaminya yang sobek tadi. Tidak dilihat sosok ramanya diantara mereka. Kalau begini biasanya ramanya sedang menyepi untuk mengheningkan cipta di kamar setelah menjalankan sholat Isya. Dengan sabar kemudian Bagong duduk bersila dan menunggu ramanya selesai melakukan meditasi. Namun sudah cukup lama ditunggu, ramanya belum selesai juga. Akhirnya dengan tidak sabar kemudian dia mengetuk pelan pintu kamar ramanya. “Ma ... rama apakah sudah selesai semedinya dan apakah saya diperkenankan untuk masuk, Ma” lirih Bagong mendekatkan suaranya didekat pintu. Hening di dalam, yang terdengar hanya suara halus teratur nafas ramanya. Bagong ragu untuk mengetuk pintu lagi, takut mengganggu keheningan ramanya. Cukup lama dia berdiri didepan pintu, hingga kemudian terdengar deheman khas yang demikian dikenalnya. “Ya le, bocah bagus, masuklah. Rama sudah selesai, segera masuklah !” suara Semar terdengar samar terhalang pintu kamar.

Rames semaR

Hlm 20

Bagong masuk ke dalam kamar dengan agak ragu-ragu. “Ada apa Le, kok kelihatannya seperti kebingungan begitu. Apakah celanamu hilang lagi digondol anjing seperti kemarin itu” suara Semar mencairkan ketegangan Bagong “Ah .... Rama, kejadian yang sudah-sudah dan sangat memalukan masih saja diingat. Sekarang bukan hanya celana saya yang hilang, malah isinya tadi di gerogoti sama si Pleki itu” wajah Bagong terlihat serius Kaget Semar mendengar laporan anak ragilnya itu “Lho ... jadi anumu digerogoti anjing ! Yang benar Le ... jadi sekarang kamu nggak punya anu lagi ... Wah sungguh malapetaka untukmu Le” “Anu ... anu apa sih Rama, yang digerogoti. Lha wong tadi saya dapat ingkung paha ayam dari Paklik Diran, trus kakinya lupa tak masukan di celana kok.” Kalem Bagong menjelaskan detil “Oalah le ... saya kira anumu dbrakoti anjing. Kalau cerita yang jelas dong. Yang tuntas agar yang mendengarkan tidak salah terima” Semar tersenyum sembari mangkel juga “He he he ... itu juga salahnya Rama, terlalu responsif. Saya belum selesai bercerita sudah langsung dipotong.” “Wis ...wis ...wis. Kamu tadi mencari Rama itu ada apa. Rama tadi agak lama melakukan semedi karena ada keperluan, di minta dialog oleh ndaramu Janaka” “Lho ... Rama kan sendirian di dalam kamar tadi, saya kok tidak melihat ada ndoro Janaka di dalam.” “Memang begitu Le, tapi ilmumu belum nyampai. Rama dengan ndoro Janoko tadi berdialog via telepati. Ramamu dan ndoro Janaka sudah satu channel, satu frekwensi, sudah saling mengerti, jadi meskipun berbeda tempat dan saling berjauhan, kami masih bisa berdialog. Suatu saat nanti kalau sudah waktunya, kamu tentu akan Rama beri pelajaran tentang ilmu itu. Tapi ingat, hal itu bukan untuk gaya-gayaan lho Le. Atine kudu resik, tumindake sarwa becik, niyate kudu apik. Hati harus bersih,

Rames semaR

Hlm 21

perilaku senantiasa terjaga dengan diiringi niat yang suci seraya berserah diri kepada kehendak Yang Maha Kuasa” “Nggih Rama. Tapi kalau tidak keberatan, bolehkan Rama memberi tahu tentang isi percakapan tadi ?” penasaran Bagong bertanya

Gb. 4 : Raden Arjuna

“Wah sebenarnya ini bukan konsumsi untuk anak kecil je, ini masalah orang dewasa lho” ragu Semar berpura-pura “Lha saya kan sudah dewasa to Rama. Saya sudah, kalamenjing, jakun saya sudah membesar, kumis sudah mulai tumbuh (walau hanya ada

Rames semaR

Hlm 22

empat lembar, panjang lagi), saya juga sudah mulai seneng sama si Menuk putrane Mbok Randa Tukiyem, saya su .... eh eh eh ... yang terakhir tadi belum kok Ma ... cuman seneng ndeleng, ngliat aja, nggak macemmacem” gelagapan Bagong akibat ketrucut omongannya “Hayo ... hayo ... Bagong mulai jatuh cinta ni ye ...” sok gaul KLKM Semar sambil menudingkan telunjuknya ke atas trus menggerakan berputar kebawah diiringi egolan pantatnya. “He he he ... Rama sing lucu, lha wong biasa aja kok. Oh inggih ... ada masalah apa sih ndoro Janaka” Bagong coba alihkan pembicaraan agar tidak dibahas lagi masalah Si Menuk tadi “Yo wis ... tidak mengapa engkau tahu masalah ini, Le. Anggap saja sebagai pengalamanmu nanti kalau kamu sudah mulai jatuh cinta dan mulai membangun hubungan dengan wanodya yang engkau senengi.. Eh ... siapa tadi, Menuk yo” riang Semar ngeledek anaknya “Sudahlah Rama ... tidak perlu dibahas masalah Menuk lagi. Lha cuman teman-teman saja yang suka menggoda dan masang-masangin saya dengan Menuk” rajuk Bagong (meskipun dalam hati Bagong membenarkan ada apa-apa dengan Menuk, ada sesuatu yang berbeda) “Yo wis ... soale Rama kalau melihat anakku ragil mecucu trus lambene tambah maju seneng skali, sepertinya anakku tambah gimana gitu ... tambah ngguanteng tenan” belum selesai ternyata Semar mengganggu anaknya “Ngene Le. Tadi ndaramu Janaka crita kalau lagi bingung, lagi ada masalah yang disebabkan oleh SMS dari ndara Banowati” “SMS itu apa to Rama?” “SMS itu singkatan dari Short Message System, bahasa Ngalengko. Artinnya pesan pendek yang dikirim melalui kurir otomatis.” “Isine apa Mo, apa isinya bom ?” “Yo ora ngono to Le, mosok ada bom, isine yo mung pesen wae. Ngendikane ndara Janaka disambati karo ndara Banowati, yen dheweke rumangsa kalara-lara dadi garwane ndara Duryudana. Kenyataane wis Rames semaR

Hlm 23

nyanding dadi sisihane ning sejatine atine wis dipasrahke karo liyane. Nek basa gaule ... meskipun tubuhku sudah kuserahkan ke suamiku sekarang, namun hati dan cintaku telah habis kutumpahkan hanya ke dirimu seorang” “Wah kok saget ngaten Mo?” “Lha kowe kan ngerti sejarahe to Le. Ndara Duryudana ki yo kok apes tenan dalam masalah Cinta. Sepisan, pengin nggarwa Dewi Erawati putrine Prabu Salya eee wis kedhisikan karo Prabu Baladewa. Terus pengin adine yaiku Dewi Surtikanti ... eee malah disalip karo Adipati Karno. Akhire adine yaiku Dewi Banuwati sing dikersakake. Bener yen terus dadi garwane, ning yo panjenengane pasti wis rumangsa yen tresna garwane wis dirampok karo ndara Janaka” “Lha nek ndara Banuwati nganti cinta mati kaya ngono, ndara Janaka piye Mo?” “Kaya ra ngerti ndara wae. Ndara Janaka ki lelananging jagad. Sapa wae wanodya sing kepanggih yo mesti kepencut. Lan dasare ndara Banuwati ki yo sulistyo ing warna, ndara Janaka yo pasti nampa wae.” “Terus isi pesene ndara Banuwati piye Mo?” “Ndara Banuwati njaluk kawin lari” “Lhah ... napa niku Mo?” “Artine kawin karo mlayu he he he ... rak bilai to” “Maksudipun dos pundi to, kula kok ra mudeng” “Kawin Lari ki yo kawin sing nerak paugeran, biasane kulawarga kedua pihak ra setuju ning sing arep rabi wis kebelet lan ra gelem pisah. Sing gawat ning masalah ndarane awake dhewe amarga ndara Janaka lan Banuwati kabeh wis pada omah-omah. Aku yo mung ngaturi nasehat ndara Janaka wae, yen rencana kuwi ditindake bakal entuk bebendu. Kabeh pasti berantakan” “Terus ndara Janaka ne pripun?”

Rames semaR

Hlm 24

“Akhirnya ndara Janaka yo sarujuk karo saranku. Terus njenengane kirim SMS balik kang suraose mengkene ... Dinda Banuwati biarlah dunia memisahkan kita biarkan hati kita merana dalam nestapa asmara karna raga tiada bisa bersanding tuk memadu kasih namun Dinda sayang Kanda kan slalu menunggumu di waktu lain setelah usai hidup di dunia ini Bahagia sungguh bila saat itu cinta kita berpadu dalam kebersamaan abadi Karnanya wahai pujaan hati kanda Jalani saja semua sekarang ini apa adanya Meskipun kita tiada dapat bersatu Yakinlah bahwa dinda selalu dihati “Wah romantis tenan ndara Janaka ki” “Romantis atau gombal le he he he ... Tak jaluk kowe nek pengin rabi sing apik-apik yo le. Nek golek prawan sing durung ana sing duwe lan wong tuwane uga sarujuk. Lha mengko nek kaya ndara Janaka kae, Rama sing kebakaran jenggot” “Nggih Mo, ... nggih sakjane .... sakjane” ragu Bagong “Sakjane apa Le?” “Mboten sios ah ... isin aku” “Piye to karepmu to, Rama dadi bingung ki” “Pun kapan-kapan mawon kula badhe curhat” “Soal asmara yo le” “Mangke mawon Mo” “Menuk yo Le yo” “Mangke mawon Mo, nuwun sewu kula pun ngantuk badhe tilem rumiyin” “Yo wis lah yen ra gelem curhat saiki, ning titip salam yo karo Menuk ning mimpimu mengko”

Rames semaR

Hlm 25

“Kok ngaten Mo?” “Rama iso mesteke yen mbengi iki, anakku lanang pasti mimpi ketemu Menuk. Rak yo ngono to karepmu to?” senyum nakal KLKM “Pun ah Mo ampun ngeledek mawon. Kula pun ngantuk tenan niki.” “Yo wis, ojo lali donga marang Gusti Pangeran yen arep turu. Muga diparingi kesehatan, kewarasan lan kesaenan pas tangi mengko. Met bobok yo cay” “Rama ... kaya anak muda wae !” Bandung, 2 April 2013

Rames semaR

Hlm 26

Gundul Gundul Pacul, Cul !

Gb. 5 - Topeng berkepala Gundul Sumber : http://isnen082.wordpress.com

Kita bisa berkaca pada lagu sederhana ini hanya tiga baris kalimat sering dulu kita nyanyikan sambil ketawa ketiwi saat masih anak-anak bermain, tertawa ceria seraya menunjuk-nunjuk penuh canda kepada teman kita yang saat itu berkepala gundul tidak ada yang marah apalagi kemudian mutung tidak mau temanan lagi paling juga yang merasa gundul hanya tersenyum kecut ataupun tertawa lebar atau kadang malah ada yang merasa bangga dengan status ke-gundulannya

Rames semaR

Hlm 27

Kinipun setelah dewasa, kita sering menyenandungkannya Gundul gundul pacul cul gembelengan Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan Wakul ngglimpang segane dadi sak latar Seharusnya pabila mendengar lagu ini tidak ada lagi yang perlu ditertawakan walaupun kepala kita saat ini digunduli atau sudah gundul karena ditinggal rambut-rambut kita yang mulai rontok tak perlu mentertawakan kepala gundul kita apalagi kepala-kepala gundul yang bertebaran di jalan di kantor ataupun di pasar-pasar Sudah seharusnya kita merasa tersentil dengan makna lagu ini apakah kita yang disentil oleh lirik-lirik itu ? Gundul gundul pacul gembelengan Pacul sangat akrab dengan kehidupan petani, alat vital bagi buruh penggali lubang dijalanan, dan sesiapa yang ingin menggali, pun saat meratakan tanah, pacul harus tajam agar mampu memecah tanah, bagaimana bila tumpul atau gudul ? pacul tidak akan bisa membanggakan kemampuannya lagi apatah lagi kemudian menepuk dada atas kehebatannya begitupun diri kita kerap kali sikap dan tindakan kita begitu gembelengan sering sombong dan berlebihan berbangga diri terhadap sesuatu yang bukan hasil kerja kita tidak nyadar bahwa pacul kita telah gundul pikiran kita tumpul tiada asupan ilmu dan hikmah namun justru kebodohan kita ini yang menyebabkan gembelengan, petentang petenteng unjuk dada Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan aduh …. tidak merasakah kita bahwa setiap insan diberi tanggung jawab dalam kehidupan ini ? yang terkecil berupa responsibility terhadap diri pribadi bahwa kelak harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan

Rames semaR

Hlm 28

pun sebagai kepala keluarga yang wajib membawa anggota keluarga dalam kebaikan apa lagi bila jabatan direktur, manager, sampai presiden negri ini bayangkan ada berapa kepala yang menjadi tanggung jawab kita puluhan ratusan ribuan jutaan sampai ratusan juta Lha kok masih berani-beraninya gembelengan !!! Wakul ngglimpang segane dadi sak latar coba bayangkan bagaimana akibat kesombongan kita karna keteledoran kita lantaran kebodohan kita semua jadi berantakan semua menjadi tidak berguna wakul berisi sego yang kita usung nglimpang, terjungkal, jatuh sego, nasi bertebaran memenuhi tanah semua mubazir sungguh sangat memalukan dan menggiriskan oh … semua akibat pacul kita yang gundul namun masih mengedepankan gembelengan Bandung, 7 Juni 2011

Rames semaR

Hlm 29

TETI KADI dan OMA IRAMA Lingsir wengi Sepi durung bisa nendra Kagodha mring wewayang Kang ngreridhu ati Kawitane Mung sembrono njur kulina Ra ngira yen bakal nuwuhke tresna Nanging duh tibane aku dewe kang nemahi Nandang branta Kadung lara Sambat-sambat sapa Rino wengi Sing tak puji aja lali Janjine muga bisa tak ugemi <<< ooo >>> Malam menjelang pagi sungguh sepi tak dapat aku tidur terganggu oleh bebayang nan membuat hati merindu Mulanya biasa saja apa adanya namun setelahnya menjadi kebiasaan tak disangka benih cinta kemudian bersemi di hati Namun sungguh malang diriku sendiri yang mengalami patah panah asmara aduh sakit ... benar-benar sakit hendak mengadu kepada siapa Siang malam yang kuharap janganlah engkau lupa janjimu moga engkau bisa pegang teguh <<< ooo >>> “Siang-siang puanas-puanas kok kamu malah nyanyi yang membikin nelangsa hati ini tho Gong. Siapakah yang tengah engkau nanti dan Rames semaR

Hlm 30

rindukan itu, adikku bocah bagus. Sungguh kasihan engkau Gong, rindu dendam tak terlampiaskan” “Jangan menghina Kang” “Siapa yang menghina. Siapakah gerangan yang telah menebar janji-janji padamu, Bagnawati apa Dian Sastro, Gong?” “Siapa lagi itu Kang” “Lha kamu kan terkenal sebagai playboy di kampung ini kan Gong ?Lelananging jagat, jentelmen sejati, susuki ... sungguh sungguh lakilaki.” “Itu memuji apa menghina Kang Petruk. Masak bodi bogel kayak begini, wajah nggak karuan rupa begini, disebut sebagai lelananing jagat. Apa dunia ini sudah terbalik ?” “Lho … Gong, jaman sekarang ini, itu semua tidak diperlukan. Wajah tampan rupawan, bodi bak pragawan, gak perlu. Yang penting sekarang ini kaya harta benda, memiliki jabatan tinggi dan kekuasaan serta pergaulan hidup yang luas, niscaya semua akan mengikutimu, yang engkau maui dengan rela hati bakal mengintilimu, tunduk dan patuh di belakangmu” “Ya tidak semua akan begitu Kang. Apa semua yang kita inginkan akan dapat terpenuhi oleh harta benda dan kekuasaan yang kita miliki ?” “Buktinya !? Uwakmu mBilung itu, bisa kawin lagi dengan perawan tingting yang bener-bener uayuuu banget. Lha kamu gimana Gong” “Ya .. kalau aku sih apa adanya saja Kang. Sebenarnya Dian Sastro pernah he eh sama aku, tapi aku kurang berkenan” “Halah ... guayamu Gong. Jangan geer begitu, masak perempuan cuantiknya kayak gitu kok mau-maunya sama kamu. Trus modalmu itu apa, duwit ora gablek, uang engkau tidak punya, jabatan cuman sebagai panakawan, trus apa bisa si Dian terpesona oleh dirimu” “Lho … itu fakta lho Kang. Terbukti secara empiris yuridis dan higienis” “Halaah … apa lagi itu. Setahuku, kamu tuh modalnya ya cuman nekad saja. Lha kalau Bagnawati bagaimana ?”

Rames semaR

Hlm 31

“Lha kalau itu sepertinya aku ciyus Kang. Ciyus bener aku, serius, dan sepertinya Rama Semar cocok kok. Tapi anehnya, kok malah jinak-jinak merpati Bagnawati itu” “Maksudmu ?”

Gb. 6 – Oma Irama

“Aku jauh, dia mendekat. Aku dekat, eeee ... dianya menjauh. Lha kan jadi membingungkan tho.” “Mungkin memang dia ada hati sama kamu Gong” “Yang bener Kang ?" "Mungkin, namanya juga mungkin ! Tapi sepertinya memang begitu, untuk mendapatkan perempuan yang engkau senengi memang harus butuh perjuangan tho !" "He eh Kang, dia juga perhatian kok sama aku. Waktu aku mau pergi ke Madukara, dia bilang : Titi DJ Dedi Dores ya Kang ya. Begitu Kang Petruk"

Rames semaR

Hlm 32

"Apa maksudnya itu Gong, istilah baru ya ?" "TITI DJ itu haTi haTi DiJalan, kalau DEDI DORES DEngan DIiringi DOa REStuku. Wah Kang Petruk gak gaul nih !" "Ooo kalau begitu ya TETI KADI dan OMA IRAMA no Gong !" "Wah ... apa ini ... istilah baru lagi nih, Kang" "Kamu ngomong TETI KADI, TErimalah dihaTImu KAnda Dik, trus Bagnawati jawab : OMA IRAMA ah, Oalahhhh MAsss Istrimu RAsanya mau MAti tanpa dirimu disampingku ... ehm" "Wah romantis banget Kang, tapi dianya belum jadi istriku tuh Kang ?!" "Ya sudah cepat sana engkau kejar !" Bandung, 17 Juni 2013

Rames semaR

Hlm 33

Pengorbanan Dewabrata (1)

Gb 7. Raden Dewabrata (gagrak Surakarta)

Bagong terlihat ceria di pagi itu. “Ma … Rama Semar, maukah njenengan bercerita tetang para nDara ?” tanya Bagong mengawali dialog pagi dengan Ramanya. “Maksudmu bagaimana sih Le … kok tumben pagi-pagi sudah serius begini. Cerita apa yang engkau maksudkan ?” heran Semar atas permintaan anak ragilnya ini. “Begini Ma …. Ada teman yang ingin tahu cerita yang bagus dan menarik tentang sosok para nDara. Contohnya, nDara Pandu, nDara Bisma, nDara Sengkuni dan yang lainnya”. Rames semaR

Hlm 34

“Siapa itu temanmu … lha kok tumben rada lain dari yang lain. Biasanya kamu minta cerita yang nggak jelas seperti cerita horror, roman picisan atau dongeng bocah-bocah. Lha iki kok berbeda” “Pokoknya … ada ajah !” Bagong cengengesan “Guuayaamu Le!” Semar terkekeh melihat tingkah polah anaknya itu. “Kalau itu yang engkau mau, kakakmu Petruklah yang lebih canggih. Rama perhatikan, dia sering menulis cerita-cerita seperti yang engkau maksudkan tadi. Bukan begitu to Le ? Lha mbok dibantu adikmu itu” pinta Semar kepada Petruk. Petruk yang berdiri tidak jauh dari situ, langsung dalam posisi tegak ala tentara kemudian mengayunkan tangannya untuk bersikap menghormat. “Siiiaaap Rama, segala perintah dan titah Rama akan saya laksanakan semampunya untuk menghasilkan output yang sebaik-baiknya. Segala HTAG, hambatan tantangan ancaman gangguan, akan saya hadapi dengan dada dibusungkan dan semangat pantang menyerah. Apa perintahnya Ma ?” lantang Petruk ala tentara menerima tugas dari atasannya. “Sudah siap menerima tugas tapi belum mengerti apa tugasnya. Gimana itu Le ...Le” Semar tambah terkekeh melihat kelakuan anak-anaknya di pagi itu. “Itu lho ... adikmu Bagong ingin mendengarkan dan mengetahui cerita yang pernah engkau tulis. Kalau nggak salah cerita tentang nDara Dewabrata, bukan ?” Semar menjelaskan “Ooo itu to Rama. Nggih … kesini kamu, Gong … kesini mendekatlah engkau kepada diriku ini. Mendekatlah kepada sastrawan terkenal dari kampung Kosong Mlompong ini …

kesini Le

!” kemlinti Petruk

menggapaikan tangan mengundang adikya untuk mendekat.

Rames semaR

Hlm 35

“Oke boss …” agak mangkel juga Bagong melihat tingkah Petruk. Tapi mau bagaimana lagi, lha wong dia lagi butuh demi memenuhi permintaan temannya. “Rama juga ikut mendengarkan ya, Le” Semar tidak mau kalah dan sudah mengambil posisi duduk mojok di ruangan seraya menyenderkan badan besarnya ke dinidng bambu rumah. “Nggih Ma …begini Gong … critaku ini tentang nDara Dewabrata ya Bisma. Tapi ini aku kembangkan jalan ceritanya sehingga mungkin tidak serupa dengan aslinya, biar terlihat nyeni dan disesuaikan juga dengan hasratku” “Nuwun sewu … mohon maaf, apa maksud Kangmas Petruk merubah jalan cerita tersebut. Sudilah kiranya menjelaskan kepada adikkmu tersayang ini” takjim Bagong kepada kakaknya (atau malah meledek ?) “Oh .. begini Saudara Bagong … dalam menyusun sebuah karya sastra, perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian untuk menghasilkan cerita yang indah dan memiliki nilai-nilai. Sebuah karya sastra dapat diukur keindahannya dari respon pembacanya. Kalau pembacanya merasa terhibur dan dapat menikmati alur cerita serta dapat mengambil nilai atau hikmah cerita tadi, berarti si penulis minimal telah dengan benar membuat karya itu. Maka berdasarkan itu semua, untuk konsumsi Saudara Bagong yang masih belum terlalu faham konteks dunia pewayangan, dunia para satria, maka saya rubah sedikit jalan ceritanya” Petruk njlentrehake secara mbulet, bermaksud mendetilkan tapi malah membingungkan. Bagong tahu diri, meskipun merasa diejek tapi karena berkepentingan maka diapun mengangguk-angguk seraya berucap “Sudah ... terserah apa yang Kang Petruk katakan … yang penting gek ndak critaa, segeralah Kakang bercerita !!!” “Oke Saudara Bagong …. ceritanya begini !” Petruk kemudian memulai menceritakan kisah “Pengorbanan Dewa Brata” <<< ooo >>> Rames semaR

Hlm 36

Dihelanya kereta kuda itu dengan tergesa-gesa. Debu mengepul di kanan kiri roda yang berputar cepat tanpa lelah. Empat ekor kuda yang menarik kereta tadi, seolah berlomba berlari beriringan dengan menapakkan kuat kaki-kaki mereka untuk kemudian menghentakannya sekuat tenaga laksana terbang sesuai arah kendali dan hasrat tuannya. Ringkik kuda hitam di depan sebelah kiri, kemudian diikuti oleh ringkik kuda yang lainnya, di sebelah kanan depan dan di belakangnya, menciptakan bebunyian yang berirama, seolah dijadikan sebagai ritme gerak cepat kaki mereka agar tetap dalam kesesuaian gerak dan langkah. Adapun sais yang mengendalikan kereta itu ternyata masih begitu muda. Sungguh gagah dan terlihat sangat sentosa. Badannya kokoh memancarkan kekuatan, matanya tajam memperlihatkan kecerdikan dan wajahnya teduh menyimpan kedewasaan berpadu kebijaksanaan. Namun bila dilihat lebih seksama, ada semburat kesedihan yang melintas di wajah nan gagah itu. Hanya sedikit senyuman yang dia berikan kepada orang-orang di kanan kiri jalan saat kereta melintas di pemukiman penduduk. Wajahnya terlihat agak tegang dan harapannya hanya satu, yaitu segera cepat sampai ke tujuan. Dan sungai Yamuna-lah kini yang menjadi satu-satunya hal yang dipikirkan dan dituju. Dewabrata, sang sais itu, memang tengah memburu waktu untuk segera menemui seseorang di tepi sungai Yamuna. Seseorang yang dianggapnya saat ini begitu penting mempengaruhi hidupnya. Tepatnya kelangsungan hidup ayahnya, sosok yang begitu dicintainya. Seorang ayah yang begitu mengasihi dan menyayanginya. Secercah cahaya belum lama tadi muncul menerangi kegundahan hatinya dalam merasakan sikap ayahnya yang dalam beberapa hari terlihat begitu mendung. Sepenggal harapan tadi adalah sebuah informasi mengenai rahasia muram durja ayahanda yang diberikan oleh sais kereta istana kepercayaan ayahnya. Dewabrata sangat gelisah kala menyaksikan betapa ayahnya bersikap lain dari biasanya seminggu terakhir ini. Wajah ayahnya terlihat selalu murung,

Rames semaR

Hlm 37

sikapnya lesu dan seolah enggan untuk meluangkan waktu bercengkerama bersamanya. Beberapa kali Dewabrata memergoki ayahnya menyendiri, melamun, memandang jauh dengan tatapan kosong dan kemudian menghela nafas dalam-dalam seolah begitu berat beban hati yang tengah disandangnya. Dan setiap kali secara hati-hati dia menanyakan kepada ayahnya tentang sebab kemuraman, maka senyum kecil dipaksakan dan jawaban singkatlah yang diperolehnya, “Ayahmu tidak apa-apa kok, anakku. Hanya sedang sedih saja“ Namun Dewabrata tahu bahwa yang dipikirkan ayahnya tentu hal besar. Sebab dia sungguh faham bagaimana sikap dan perilaku ayahnya sebagai seorang raja di Hastinapura. Ayahnya adalah seorang penguasa yang bertanggungjawab terhadap negara dan rakyatnya. Ayahnya adalah seorang sosok yang begitu mencintai keluarga dan dirinya selaku anak satu-satunya yang akan mewarisi takhta kerajaan nantinya. Segala hal kebaikan telah diberikan ayahnya. Menurut pandangan Dewabrata, nyaris tiada cela sosok Prabu Santanu sebagai seorang raja pemimpin negri dan Santanu sebagai seorang ayah bagi dirinya. Meskipun dia tahu bahwa ibunya tidak ada lagi disisinya, namun Dewabrata seakan cukup mempunyai seorang ayah saja. Dia masih ingat bagaimana saat diberi penjelasan oleh ibunya, Dewi Gangga, tentang sebab musabab dirinya harus berpisah dengan ibunya. Bagaimana cerita tentang kekaguman ibunya pada sosok ayahnya. Dan saat pada akhirnya dia bertemu ayahnya dan sekaligus harus berpisah dengan ibunya. “Ibumu seorang dewi, anakku. Tempat ibumu bukan di dunia ini, melainkan di kahyangan” demikian penjelasan awal ibunya saat Dewabrata bertanya tentang ayahnya. “Tapi mengapa dulu ibu menikah dengan ayah yang pada wujudnya adalah manusia biasa ?” tanya Dewabrata saat itu penasaran ingin tahu. “Ceritanya panjang anakku. Belum saatnya kamu tahu dan mendengarkan cerita ini. Nanti biarlah ayahmu yang akan menjelaskannya. Yang perlu kamu ingat, ayahmu adalah seorang raja di Hastinapura yang bijaksana. Sangat mencintai ibu dan ibupun sesungguhnyapun sangat mencintainya.

Rames semaR

Hlm 38

Namun karena tidak mungkin kami melanjutkannya, maka ibu terpaksa harus berpisah dengan ayahmu. Ibu yakin, meskipun engkau belum pernah bertemu dengan ayahmu, namun beliau adalah seorang ayah yang sangat baik dan penuh kasih sayang” demikian tutur ibunya yang dia ingat pada saat itu. Dan benar saja, sewaktu dia pertama kali bertemu dengan ayahnya, Dewabrata langsung dapat merasakan kasih sayang yang begitu melimpah dari ayahnya. Ayahnya begitu menyayanginya. Ayahnyalah yang membimbingnya hingga dewasa dan memiliki segala kemampuan yang mumpuni sekarang ini. Kemampuan mengolah raga dengan bermacam-macam ketrampilan, keahliannya dalam memainkan berbagai senjata hingga di negri Hastinapura ini tidak ada yang mampu mengalahkannya, dan yang paling penting adalah bekal intelektual dan spiritual yang mengarahkannya menjadi manusia yang mampu memahami dan menjalani hidup dan kehidupan ini secara bijaksana dan benar. Ayahnyalah yang membimbing sendiri dan juga mengantarkannya kepada guru-guru nan bijak di negri ini maupun mengantarkannya ke negri jiran menemui guru-guru yang mumpuni. Dan ayahnyalah yang terus memotivasi dan melecut semangat belajar dan berkaryanya hingga Dewabrata menjadi seperti sekarang ini. Setelah cukup lama bersama dengan ayahnya, tentu Dewabrata mengenal luar dalam sosok ayahnya, begitupun tentu sebaliknya. Hingga saat beberapa hari lalu ayahnya begitu muram, tentu Dewabrata paham akan gejolak hati yang sedang melanda ayahnya. Dia sangat bingung dan ikut bersedih tanpa bisa menghibur ayahnya. Dewabrata tidak tahu mengapa ayahnya enggan untuk berbagi meskipun sudah didesaknya berulang kali. Hingga tadi pagi terbetiklah ide untuk menginterogasi sais kereta kepercayaan ayahnya yang selalu mengantarkan kemanapun ayahnya pergi. Dewabrata yakin bahwa sais itu tentu tahu keseharian tuannya dan mengerti akan sebab kemuraman ayahnya. Dia akan berupaya dan kalau perlu agak sedikit memaksa sais itu untuk membuka tabir gelap yang menyelimuti rahasia hati ayahnya.

Rames semaR

Hlm 39

Meskipun sedikit was-was bahwa sang sais tidak akan membuka rahasia tuannya, namun dengan keberanian dan semangat untuk membantu ayahnya dalam mengusir kemuraman yang menyelimuti hatinya, maka Dewabratapun berkunjung ke rumah sang sais di pagi hari tadi. Dan benar dugaannya bahwa sais tadi keukeuh untuk tetap tidak mau membuka rahasia hati tuannya. “Saya mohon dengan sangat Pak, demi kebaikan Prabu Santanu dan negri kita ini, sudilah kiranya Bapak memberitahukan kepada saya, anaknya, tentang permasalahan yang sedang dialami oleh Ayahanda.” pohon Dewabrata pelan penuh harap. “Tetapi anakmas, sungguh hamba akan menjadi manusia yang paling hina bila membeberkan segala rahasia hati junjungan hamba. Dan apa kata Prabu Santanu bila nanti tahu akan perbuatan hamba ini” sanggah sais dengan pelan dan takjim. “Begini Bapak, saya sangat menghargai kesetiaan Bapak kepada ayahanda. Saya sangat bangga melihat bukti bakti Bapak kepada Ayahanda Prabu Santanu. Tapi saya adalah anaknya yang nanti akan menggantikan Ayahanda Prabu menjadi raja di negri ini. Bila Bapak memberikan penjelasan tentang hal yang menyusahkan Ayahanda Prabu kepada saya anaknya, berarti Bapak melakukan suatu hal yang tidak salah. Karena tujuannya bukan mengungkap sesuatu yang tidak baik karena saya yakin bahwa Ayahanda pasti tidak menyembunyikan suatu yang tidak baik. Tujuannya adalah niat baik dan wujud kasih saya selaku anaknya untuk mengurangi beban yang tengah dikandung Beliau. Saya sungguh merasa ikut berduka kala menyaksikan Ayahanda dalam beberapa hari ini selalu bermuram durja. Nah … penjelasan Bapak akan sangat membantu saya dalam memudarkan kabut yang tengah menutupi hati Ayahanda.” Panjang lebar Dewabrata memberikan penjelasan. “Hamba mengerti anakmas, tapi bagaimana bila ..“ “Saya yang akan menanggungnya bila nanti Ayahanda marah. Saya akan membela Bapak bila seandainya nanti Ayahanda kurang berkenan. Meskipun saya yakin bahwa Ayahanda tidak akan menyalahkan Bapak dalam masalah ini. Percayalah Pak“

Rames semaR

Hlm 40

“Baiklah anakmas, hamba akan menceritakan masalah ini sepengetahuan hamba“ Sais itu terdiam sejenak, menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menentramkan pikirannya. Wajahnya tertunduk dalam dan tidak berani menatap langsung wajah Dewabrata yang sudah tidak sabar menanti apa yang selama ini menjadi kekuatirannya. Cukup lama ruangan itu hening dalam diam. Pagi yang biasanya ramai oleh suara ramai anak kucing yang sedang bermain serta suara cicit anak ayam yang tengah diasuh induknya, pun saat itu tidak terdengar … seakan memberi kesempatan kepada mulut sang sais untuk mengungkap sebuah rahasia. “Apakah bisa dimulai Pak …“pelan Dewabrata mengingatkan. “Ehm … iya … begini Nakmas Dewabrata. Sebelumnya sekali lagi saya mohon maaf bila apa yang saya ungkap ini kurang berkenan dihadapan junjungan hamba Prabu Santanu. Hamba mohon perlindungan Dewata yang agung semoga Prabu Santanu dan Nakmas Dewabrata senantiasa mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa.” Sekali lagi orang tua itu diam sejenak untuk kemudian menghirup udara kuat-kuat dengan harapan mampu melepas himpitan dan memberikan semangat. <<< ooo >>> “Sudah ah ... besok lagi dilanjutkan ya” Petruk mengakhir ceritanya “Wah ... Kang Petruk ini, motong cerita sak enaknya sendiri saja” sungut Bagong Bandung, 1 April 2010

Rames semaR

Hlm 41

Pengorbanan Dewabrata (2)

Gb 8. Prabu Sentanu (gagrak Surakarta)

Dewabrata nyaris kehilangan kesabarannya melihat begitu lamban pembantu ayahnya dalam bertutur. Namun dia sadar bahwa begitulah prototipe rakyat kecil yang masih begitu jujur dan lugu. Pendidikan mungkin kurang diperolehnya semasa kecil. Yang ditanamkan oleh orang tuanya mungkin hanya kejujuran dan sikap mengabdi kepada Tuhannya dan tuannya. Dewabrata pun yakin bahwa tengah terjadi pergolakan hebat di dalam pikiran orang tua yang sedang duduk merunduk di hadapannya. Timbul rasa hormat dan kasih terhadap orang-orang seperti dia. Begitu sederhana dalam berfikir, begitu lugu dalam bertindak namun semua didasari pada hati yang bersih dan jiwa yang mengabdi.

Rames semaR

Hlm 42

Sangat jauh kalau dibandingkan dengan sikap para punggawa di kotaraja tempat Dewabrata menghabiskan sebagian besar waktunya dalam bergaul. Yang sering ditemuinya hanyalah wajah-wajah berbungkus topeng dengan senyuman mengembang serta dilengkapi dengan permainan bahasa tubuh yang seolah begitu dalam merunduk. Namun kebanyakan dari mereka hanya bersikap lahir belaka. Dewabrata yang dikaruniai kemampuan untuk melihat lebih dalam ke relung batin mereka, sangat faham bagaimana suasana batin mereka yang tidak serupa dengan yang ditampilkan. Bahkan beberapa diantara mereka justru bertolak belakang antara casing dengan content. Lahiriah memuja, batinnya menghina. Luar memuji, di dalam mencaci. Seolah menghormat, ternyata melaknat. Seperti setuju, kenyataannya justru meninju. Yah itulah beberapa kondisi manusia yang sudah terkontaminasi dengan kepentingan duniawi. Harta benda dan jabatan lebih diutamakan daripada nurani dan kejujuran. Dan kini Dewabrata melihat sesuatu yang berbeda dari yang sering dia temui. Betapa masih bersihnya hati orang tua dihadapannya. Tutur kata halus dan sikap takut dan tunduknya memang tidak dibuat-buat, sungguh apa adanya. “Sebenarnya hamba berat mengatakan ini Nakmas. Pun sebelumnya junjungan hamba Prabu Santanu telah meminta kepada hamba untuk tidak mengungkap hal ini kepada siapapun. Namun setelah hamba pikirkan lagi penjelasan dari Nakmas tadi, hamba memutuskan untuk menceritakan kepada Anakmas meskipun dengan berat hati. Dilanjutkan Nakmas ?“ “Oh iya … silahkan Bapak lanjutkan. Saya sangat menghargai sikap Bapak yang demikian. Silahkan … saya akan mendengarnya dengan baik” ramah Dewabrata menanggapi. “Terima kasih Nakmas. Junjungan hamba Prabu Santanu pernah bercerita kepada hamba tentang rindunya kepada ibunda Nakmas, Dewi Gangga. Betapa sekian lama tidak bersua, membuat hatinya begitu dalam merindu. Hamba yang sempat sekejab melihat wajah junjungan hamba, sangat ikut merasakan kesedihan itu Nakmas. Gemetar suara junjungan hamba begitu melantunkan nada-nada rindu yang begitu dalam kepada Rames semaR

Hlm 43

ibunda Nakmas. Wajah Baginda begitu kelam terlihat seolah rona kehidupan perlahan sirna. Hati Hamba ikut basah dan mata tidak kuat untuk meneteskan airmata Nakmas, kala menyaksikan pelupuk mata Baginda Prabu kosong menerawang jauh. Saaangaaat jauh….“ Orang tua itu berhenti sejenak menyeka dengan punggung tangan air mata yang menggantung di pelupuk matanya yang membasah. Suaranya tercekat mengikuti nuansa hati yang pilu membayangkan nelangsa junjungannya. Dewabratapun ikut terlarut dalam suasana sendu. Kembali pikirannya merangkai kenangan masa lalu ayahanda dan ibundanya. Ibundanya memang seorang ibu yang utama. Tutur katanya begitu lembut dan manis menentramkan hati. Meskipun sebagai anak sering melakukan kenakalan dan berbuat kesalahan, namun ibunya selalu merengkuh dan membuainya dengan kata-kata halus nan menyentuh. Begitupun ayahandanya. Yang selalu dirasakan Dewabrata hanyalah kasih sayang yang begitu luas dan dalam. Yang diperoleh hanyalah keteladanan yang baik akan sikap sebagai seorang ksatria dalam diri ayahandanya. Tanpa perlu berkata banyak, ayahandanya memberikan teladan terhadap segala permasalahan hidup yang dihadapinya. Dan sungguh Dewabrata belajar sangat banyak dari sosok Ayahnya. Dan saat mendengar penuturan Sang Sais kereta Ayahnya barusan tadi, hatinya begitu tersentuh. Ternyata ada hal yang disembunyikan Ayahnya kepada dirinya. Ayahnya selama ini terlihat selalu riang gembira dan penuh semangat menghadapi permasalahan negara yang diembannya serta saat mendidik dirinya hingga dewasa kini. Ayahnya begitu terlihat perkasa, tegar dan selalu bersikap optimis terhadap apapun yang terjadi. Dewabrata tidak pernah menyangka bahwa ayahnya menyimpan begitu dalam kerinduan akan seorang pendamping hidup. Sebagai orang yang telah beranjak dewasa, Dewabrata menyadari naluriah seorang laki-laki dewasa yang tentu selalu mengharap sentuhan lembut seorang wanita pendampingnya. Sentuhan dan bisikan lembut tentu akan mampu membangkitkan gairah dan semangat menjalani kehidupan. Kebersamaan dengan pendampingnya akan mampu menumbuhkan pelita hidup yang meredup. Mampu menambah dan membangkitkan energi disetiap pagi untuk menyongsong perjalanan hari. Rames semaR

Hlm 44

Dan telah sekian lama, ayahandanya hanya sendiri. Dalam kesendirian ayahnya membesarkan dan mendidik dirinya selaku anak satu-satunya. Ayahnya berfungsi sebagai ayah sekaligus menjalankan laku sebagai ibu seorang diri. Ya … hanya sendiri. Dewabrata sangat menyesal, mengapa dia tidak menyadari itu semua. Mengapa baru tersadar sekarang setelah mendengar cerita dari sais ayahnya. Dewabrata mengutuk dirinya sendiri, “Dasar kamu tidak tahu diri, hanya memperhatikan dirimu sendiri saja ! Hai Dewabrata, mana bukti baktimu pada Ayahmu ! Mana itu …” Suara dalam hatinya itu begitu kuat terasa hingga menggema bergetar disekujur tubuhnya. Getar itu begitu terasa bagai mengguncang jantung. Menguncang cukup lama hingga kemudian kesadarannya kembali untuk membumi dan meredakan getaran emosi diri. Dan bersamaan dengan itu dia kembali mendengar suara pelan dari orang tua di depannya. “Hal itu terjadi beberapa kali Nakmas. Namun yang sungguh hamba kagum kepada junjungan hamba adalah bahwa Beliau segera cepat mengenyahkan diri dari suasana haru itu. Beliau kemudian langsung mengajak saya bersenda-gurau dan melantunkan puji-pujian kepada Hyang Ingkang Murbeng Dumadi. Dan selanjutnya tentu hamba akan melihat wajah Beliau cerah kembali saat hamba mengantarkan kembali ke istana“ “Hingga kurang lebih seminggu yang lalu saat junjungan hamba mengajak untuk mengunjungi sebuah kampung di tepi sungai Yamuna, peristiwa itu berawal dari sini, Nakmas. Prabu Santanu seperti biasa bercengkerama dengan rakyatnya, mendengar keluh-kesah penduduk kampung itu dan kemudian berusaha menerima dan kemudian memberikan solusinya. Segalanya berlangsung dengan baik dan penduduk kampung sangat memuji dan menghargai kebijaksanaan Beliau atas perhatian dan dedikasinya kepada rakyat yang dipimpinnya.” “Saat sore menjelang dan hamba menjalankan kereta menyusuri tepi sungai Yamuna untuk kembali ke kota raja, hamba dan junjungan hamba mencium bau yang harum sekali. Karena penasaran akan sumber bau harum tadi maka Beliau memerintahkan untuk mencarinya. Dan pada saat mendekati sebuah dermaga tempat perahu menyeberangkan muatan,

Rames semaR

Hlm 45

maka bau harum semakin tercium dan nun di ujung dermaga hamba melihat sosok seorang perempuan yang tengah berdiri di atas dermaga.“ Bapak tua sais kereta istana itu berhenti sejenak untuk menarik nafas dan Dewabrata-pun berdebar menanti kelanjutan ceritanya. “Setelah itu hamba tidak mengerti apa yang terjadi Nakmas, karena kemudian junjungan hamba mendekati perempuan itu dan hamba hanya melihat dari jauh. Kemudian hamba lihat Beliau bersama wanita itu berjalan bersama menuju sebuah rumah yang tidak jauh dari situ. Tidak terlalu lama kemudian hamba lihat Beliau keluar dari rumah tadi dan langsung menaiki kereta tanpa bicara apapun.“ “Hamba perhatikan beliau tampak lemas dan wajah beliau tampak tergurat kekecewaan. Disepanjang perjalanan pulang lebih banyak Beliau diam dan hambapun mana berani memecahkan keheningan. Suatu kali hamba mendengar beliau mengucap dengan lirih … mungkin tidak sadar “Ya … dia sangat mirip dengan Gangga. Ya … Durgandini laksana Gangga semasa muda. Oh … sayang …aku tidak bisa memenuhi permintaan orang tuamu Durgandini … Oh sayang sekali … Durgandini … Gangga ..“ Diam sesaat ... “Hati hamba tersayat Nakmas mendengar keluh kesah junjungan hamba. Hati saya menangis Nakmas melihat lesu dan layu junjungan hamba. Dan sesampai di istana yang beliau katakan hanyalah supaya hamba jangan menceritakan hal ini kepada siapapun. Dan setelah itu hamba belum lagi menerima titah dari junjungan hamba. Begitu saja yang hamba tahu Nakmas“ Bergetar suara orang tua itu mengakhiri tuturnya. Matanya merah bersimbah basah. Dewabrata yang mendengar kisah itupun tak sadar memeramkan mata dan menahan jatuhnya titik-titik kesedihan. Dewabrata kemudian berpacu mengendalikan kereta kuda bagai kilat. Membelah jalan berpacu dengan waktu. Debu-debu yang bertebangan dan mengotori wajahnya, tiada dihiraukan. Sungguh terampil memang Dewabrata menjalankan kereta itu. Tidak percuma Dewabrata berguru olah kaprigelan apa saja kepada ahlinya di negri Hastinapura. Dari menunggang kuda, menjalankan kereta kuda, Rames semaR

Hlm 46

memainkan segala senjata, bela diri sampai olah kadigdayaan, semua di kuasainya dengan baik. Dan kesaktiannya telah diakui oleh seluruh penduduk negri. Di setiap ada perlombaan, pertandingan dan pertunjukan yang diselenggarakan oleh kerajaan yang diikutinya, Dewabrata selalu menjadi yang terbaik. Di hampir setiap jenis pertandingan menggunakan senjata maupun ketrampilan dan kekuatan tubuh, tidak ada yang mampu mengalahkannya. Begitupun di olah rasa dan pemikiran. Para guru dan resi yang memberikan pelajaran kepadanya, menyatakan kekaguman akan ketajaman dan keluasan pemikiran Dewabrata. Puji-pujian itu bukan lantaran hanya untuk menyenangkan hati Sang Raja Santanu, melainkan memang karena kepintaran sosok Dewabrata yang lengkap lahir dan batin. Sehingga menurut para guru dan resi, memang sudah selayaknyalah Dewabrata mewarisi tahta kerajaan. Dan diramalkan kerajaan akan semakin maju dan berkembang dibawah pimpinan Sang Putra Mahkota kerajaan Hastinaputra, Dewabrata. Setelah melalui jalan tepi hutan yang cukup panjang, akhirnya Dewabrata melihat dari kejauhan sungai Yamuna yang mengular. Berdasarkan petunjuk dari sais kereta kerajaan tadi, maka tidak lama lagi bakal sampai ke dermaga tempat dimana terjadi perjumpaan antara Prabu Santanu dan perempuan itu. “Setelah sampai ditepian sungai, maka susuri jalan setapak dipinggir sungai ke arah timur dan kurang lebih setengah jam kemudian Nakmas akan menemukan dermaga itu” demikian informasi yang diperoleh Dewabrata dari sais kereta Ayahnya. Berdebar jantung Dewabrata sesampainya di pinggir sungai Yamuna. Dihentikannya sejenak kereta itu. Pandangannya melayang di sekeliling tempat itu. Sungai yang luas dengan aliran yang tenang serta pepohonan yang lebat di kanan kiri, menampakkan pemandangan yang indah. Yang dirasakan hanyalah kedamaian, ketenangan dan menyentuh. Apalagi diimbuhi dengan berseliweran binatang terbang di sekitar sungai serta sesekali terdengar kicau burung, suara binatang serta lembut alun aliran sungai, menambah agungnya nuansa alam itu. “Oh dewata yang agung, sungguh indah Engkau telah ciptakan alam ini” lirih Dewabrata menikmati kedamaian jiwa. Rames semaR

Hlm 47

Namun hal itu tidak berlangsung lama karena ia tersadar akan kepentingan yang dia emban. Segera dia menarik kendali kuda untuk segera menjalankan kereta itu lagi menuju ke arah timur. Kali ini dia menjalankan kereta dengan tidak tergesa seraya menata hati dan pikirannya. Tidak berapa lama kemudian, seperti halnya pengalaman ayahanda dan saisnya, maka dia mulai mencium baru harum yang sangat nyaman dirasakan. Jantungnya semakin berdebar karena berarti tidak berapa lama lagi akan dijumpainya perempuan itu. Dan kemudian dari kejauhan terlihat olehnya sebuah dermaga di pinggir sungai dimana terlihat sekilas ada seseorang yang sedang berdiri di atasnya. <<< ooo >>> Prabu Santanu siang itu begitu gelisah. Badannya terasa lemah, mata terasa berat namun begitu direbahkan tubuhnya ke peraduan untuk sekedar memeramkan matanya, sungguh hal yang tidak mudah untuk dilakukannya. Inginnya tidur untuk mengistirahatkan badannya, namun begitu akan memejamkan mata justru bayang-bayang Durgandini-lah yang muncul dan menggoda. Wajah Durgandini memenuhi pandangan matanya. Kemudian tiba-tiba bersama bayang Durgandini maka muncul wajah bekas istrinya dahulu, Dewi Gangga. “Sungguh, sangat mirip keduanya” “Ah … aku belum mampu melupakan istriku Gangga, sekarang muncul Durgandini. Oh betapa lemahnya aku.” Terngiang kembali suara lebut Durgandini yang selama beberapa hari ini terus singgah di hatinya. Mulutnya tersenyum membayangkan bungah hati melihat sosok elok yang bertutur kata nan indah dan lembut. “Hamba sangat tersanjung mendengar puja-puji Baginda terhadap diri hamba ini. Hamba serasa melayang di langit ketujuh mendengar permintaan Paduka untuk hidup bersama. Sungguh suatu berkah dan ganjaran yang sempurna bagi seorang wanita yang lemah seperti hamba di negri ini, pabila hidup bersama mengarungi bahtera kehidupan penuh cinta kasih bersama Paduka”

Rames semaR

Hlm 48

Namun kemudian senyum Prabu Santanu memudar manakala dia mengingat kembali ucapan orang tua Durgandini saat menghadap dan melamar Durgandini. “Ampun Baginda Prabu Santanu, hamba sudah berjanji dan berketetapan hati bahwa apabila ada narendra yang berkenan terhadap anak hamba untuk dijadikan sebagai pendamping hidup, maka anak hamba Durgandini harus dijadikan sebagai permaisuri dan anak keturunannya harus mewarisi tahta kerajaan. Apabila Baginda Prabu menyanggupi syarat tersebut, maka dengan rela dan senang hati kami menyerahkan Durgandini kepada Paduka. Sekali lagi ini telah menjadi persyaratan yang telah kami tetapkan Baginda. Mohon ampun bila Paduka kurang berkenan” Sungguh keterlaluan orang tua Durgandini, mengapa harus ada persyaratan yang ditetapkan seperti itu. Bukankah sudah cukup mulia bagi mereka bila anaknya dijadikan sebagai istri seorang raja yang menguasai kerajaan yang besar seperti Hastinapura ini ? Tapi apa dayaku, aku telah mempunyai seorang putra mahkota dari Gangga. Aku tidak akan mengorbankan Dewabrata, anak kesayanganku yang begitu baik dan pantas menggantikanku kelak. Aku tidak akan memuaskan diriku sendiri dengan mengorbankan anakku. Tidak … itu tidak akan terjadi. Pikiran Prabu Santanu bergolak, berperang antara keinginan pribadi dengan memberikan jalan bagi kemuliaan anaknya. Sungguh kasihan Prabu Santanu memikirkan hal dilematis itu. Tubuhnya tergolek lemah tiada daya, namun pikirannya melayang terbang mengembara. <<< ooo >>> Disaat kegundahan hati menerjang ayahandanya di kotaraja, Dewabrata mulai melangkah pelan mendekati dermaga itu. Langkahnya pelan dan pasti meskipun sedikit diliputi kerisauan hati. Dilihatnya punggung seorang perempuan dengan rambut legam sepinggang tengah memandang ke arah sungai. Di sisi kanan dermaga, tersandar sebuah perahu yang cukup besar sedang diombang-ambing pelan riak sungai Yamuna. Dewabrata ingat cerita dari sais kereta ayahnya, bahwa perempuan yang tengah berdiri di dermaga membelakanginya ini adalah anak seorang Rames semaR

Hlm 49

nelayan yang diberi tugas oleh ayahnya untuk mengantarkan orang atau barang menyeberang sungai. Hal itu terlihat dari pakaian ringkas yang dikenakan oleh perempuan itu. Namun dilihat dari belakangpun, Dewabrata sudah dapat menduga bahwa perempuan itu adalah seorang yang rupawan baik wajah maupun bentuk tubuhnya. Pandangan Dewabrata dialihkan sejenak ke sebelah kanan dermaga. Tidak seberapa jauh, dilihatnya sebuah rumah kecil namun terlihat asri. Pohonpohon disekeliling tertata rapi merimbuni halaman rumah. Di halaman depan terlihat sekilas sekelompok anak ayam dan induknya sedang mematuk-matuk sesuatu di tanah. Mungkin sang induk sedang mengajari anaknya untuk mencari makan. Juga terlihat disamping rumah, sekelompok enthok tengah santai berjemur sambil mematut-matut diri. Ah … pemandangan khas sebuah rumah di kampung. Kemudian dilangkahkannya kaki dengan pelan mendekati perempuan itu. Begitu dekat untuk mewartakan kehadirannya, Dewabrata mendehem. <<< ooo >>> “Sudah dulu ya Gong, besok lagi aku lanjutkan. Wis kemeng cangkemku, sudah capek nih mulutku” keluh Petruk “Oke Kang. Tapi aku mau tanya nih. Menurut Kang Petruk, cantiknya Dewi Gangga dan Durgandini itu seperti apa sih. Kalau dibandingkan dengan Dian anaknya Mbokdhe Sastro itu, cantik mana ya Kang ya ? tanya Bagong “Ya beda to Gong. Tentu beda antara kecantikan wong ndesa dengan wong kota. Masing-masing memiliki cita rasanya. Dian anaknya mbokde Sastro menurutku memang ayu, tapi sepertinya agak kemayu” sekenanya Petruk menjawab pertanyaan adiknya itu “Lha kalau dibandingkan dengan si Cut yang bisa Tari itu ?” Bagong tetep ngeyel “Sama saja Gong !” “Lha kalau dengan JUPE, JUragan temPE itu ?” “Wah jauh Gong, Jupe cuman menang egolan, goyangannya saja” “Lha kalau sama Trio Macan, Kang ?” Rames semaR

Hlm 50

“Sudah ... sudah ... ah Gong. Nggak perlu dibanding-bandingkan segala. Masing-masing pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya. Cantik menurutku, belum tentu cantik pula menurutmu dan menurut orang lain. Ayo kita segera ke sawah, sudah siang !” Bandung, 8 April 2010

Rames semaR

Hlm 51

Pengorbanan Dewabrata (3)

Gb 9. Dewi Durgandini (gagrak Surakarta)

Dan seolah terbangunkan dari lamunan dalam diam, sosok perempuan itu kemudian memutar tubuhnya menuju sumber suara. Di hadapannya telah berdiri seorang pemuda yang belum pernah dijumpainya. Diamatinya sekilas sosok pemuda yang mematung di depannya. Seorang pemuda gagah dan sentosa dengan wajah teduh dan menarik bagi siapapun yang memandangnya. Namun sorot matanya begitu tajam sebagai pertanda memiliki kepercayaan diri tinggi serta cerdas pikir dan tindakannya. Pakaian ala satria yang dikenakan membalut tubuh tegapnya secara sederhana namun terlihat rapih dan padu. Dengan tersenyum manis kemudian perempuan itu merangkapkan kedua tapak tangannya untuk menghormat seraya berkata “Ah … kiranya ada Rames semaR

Hlm 52

orang disini. Maaf ya kisanak, saya sedang melamun tadi hingga tidak melihat kehadiran kisanak. Apakah kisanak memerlukan jasa saya untuk menyeberangi sungai ?” Terpaku tubuh Dewabrata menatap sosok perempuan di depannya. Sosok itu memiliki wajah yang begitu lekat dikenalnya. Meskipun dia tahu bahwa baru kali pertama melihat, namun seolah demikian sering wajah itu hadir dalam hidupnya. Dia tentu tidak akan melupakan raut wajah itu. Wajah yang menyisakan berjuta kenangan yang tak terlupakan. Dan sosok perempuan itu, sungguh sosok yang tidak asing baginya. Sosok yang selalu tergambar dengan jelas detilnya meskipun sudah lama tidak bersamanya lagi. Sosok yang menjadi perantara bagi dirinya untuk hadir di dunia ini. Ya … mirip sekali sosok itu dengan ibunya, Dewi Gangga. Senyum nan menyejukkan kalbu, tatapan teduh nan menentramkan hasrat, dan sesekali terlepas kerling nakal menggoda keceriaan, seakan menghadirkan kembali sosok ibunya dihadapannya. Lekat Dewabrata menatap wajah perempuan itu berucap. Mengembara pikirannya ke masa lalu saat ia begitu terpukau oleh indah pesona sosok ibunya. “Ibu sungguh bersinar sekali. Gerangan apa yang membuat ibu nampak mempesona dan sedap dipandang ?” begitu ungkap polos seorang bocah bernama Dewabrata sewaktu bermanja bergelayut di pundak sang ibu. Ibunyapun kemudian hanya tertawa kecil seraya menutup mulut dengan punggung tangan kanannya. “Ah engkau bisa saja anakku. Mana engkau tahu, mana yang cantik dan mana yang kurang cantik. Apa lagi engkau kan masih kecil, sayang.” riang ibunya dipuji sang anak tersayang. “Wah … siapa bilang Dewabrata tidak tahu ibu ! Ananda sudah banyak membaca kitab-kitab dan meskipun ananda jarang bermain keluar namun sudah dapat membandingkan beberapa perempuan selain ibu. Dan kesimpulannya, ananda sangat bangga memiliki ibu yang demikian mempesona, manis tutur kata dan luhur budi bahasa” sanggah Dewabrata. Dengan tertawa senang, Dewi Gangga berujar “Wah … ibunda tidak menyangka kalau sekecil ini anakku sudah mampu mengungkapkan hal

Rames semaR

Hlm 53

seperti itu. Sungguh, engkau anak yang sangat pintar dan cerdas anakku. Ibupun sangat bangga memiliki anak yang gagah, pintar, cerdas dan berjiwa ksatria sepertimu” Dan selanjutnya ibu dan anak tersebut saling peluk mengungkapkan kasih sayang yang tulus. Dan alam sekitarnyapun seakan merasakan getar cinta suci yang terpencar dari jalinan hubungan kedua makhluk itu. Tak sadar, Dewabratapun tersenyum membayangkan masa lalu yang manis dan hadir tadi. “Maaf kisanak, apakah kisanak memerlukan jasa saya untuk menyeberangi sungai ?” Kali ini Dewabratalah yang terkaget seolah baru dibangunkan dari alam bawah sadar. “Ah .. eh … maaf ya … barusan ibu berkata apa ?” dengan gugup dan wajah memerah Dewabrata berusaha untuk memulai dialog menutupi jengah. Perempuan dihadapannya itu kemudian tertawa kecil seraya mengangkat punggung tangannya untuk menutupi mulut yang terbuka. Dan kembali Dewabrata terpana “Ah … mirip sekali dia dengan ibuku. Sikap dan perilakunya mirip sekali”. “Maaf sekali lagi ya, ibu tadi berbicara apa. Mohon maaf saya tadi tidak mendengar dengan jelas” ujar Dewabrata menghilangkan malu dan sungkan seraya merapatkan kedua tangan di dada dan badan sedikit membungkuk untuk menghormat. Seketika perempuan itu kemudian menghentikan tawanya dan membalas menghormat “Ah … saya juga minta maaf kepada kisanak, telah membuat kisanak kaget. Bukan maksud hati saya untuk mentertawakan kisanak lho tadi. Saya tadi tertawa karena dua sebab. Pertama, awalnya saya yang tengah melamun dan tiba-tiba kisanak membangunkan saya dari pengembaraan angan saya. Padahal saya sedang mengembara ke seantero dunia ini lho

Rames semaR

Hlm 54

kisanak. Untung saja kisanak mengembalikan saya ke alam nyata di dunia ini. Kalau tidak, bisa-bisa saya tidak kembali lagi kesini.” Dewabrata tersenyum dan menyimpulkan dalam hati “Ah kiranya perempuan ini bersifat lincah dan riang hati. Baru bertemu sekali saja dengan seseorang, langsung saja sudah merasa akrab mencoba bergurau dengan tidak sungkan-sungkan” “Setelah tersadar dan kemudian saya mencoba menyapa kisanak, ehhh … ternyata kisanaklah yang terkaget seperti saya pada awal tadi. Kan lucu ya kisanak” renyah sungguh celoteh perempuan itu. Dan kembali Dewabrata tersenyum menyaksikan riang sapa perempuan nan elok manis di depannya. “Ah … pasti keceriaan akan selalu hadir bila dunia dikarunia orang-orang yang seperti ini” pikirnya. “Sebab yang kedua, apa ya tadi ?” tak sadar kemudian jari telunjuk tangan kanan perempuan itu mengetuk pelan kepalanya seakan berfikir keras mengingat sesuatu yang terlupakan. Matanya agak dipicingkan seolah mengharapkan dapat memfokuskan ingatannya dalam menggali kata-kata yang tadi ingin diungkapkan. Dan senyum Dewabratapun semakin melebar menyaksikan tingkah yang menurutnya lucu namun lugu itu. Tidak dibuat-buat, apa adanya. Dia merasakan kegembiraan bersama keriangan perempuan itu. “Ah … sudah cukup lama aku tidak merasakan kegembiraan hati seperti ini bersama seseorang. Sikap yang tidak dibuat-buat, kegembiraan yang apa adanya, keceriaan yang timbul dari kesederhanaan, sungguh membuatku menikmati indah kehidupan bersama perempuan ini walaupun baru bertemu dan bersapa sekali saja” ungkap Dewabrata dalam pikirannya Dengan suara riang Dewabrata-pun memecahkan kebuntuan “Sebab yang kedua apa ya ibu ? Dan secepat kilat begitu Dewabrata menyelesaikan pertanyaannya, bagai api memantik minyak yang meluber di sekitarnya, maka perempuan itu bersorak

Rames semaR

Hlm 55

“Oh … ya kisanak, saya ingat … saya ingat !” Kedua tangannya di kepalkan menahan getar kesenangan yang menguasainya. Matanya berbinar melengkapi wajah yang semakin bersinar seolah menemukan harta yang sangat berharga. Dan tak sadar Dewabratapun tertawa kecil menyaksikan itu semua. Ya … sungguh menyenangkan bercakap bersama perempuan ini. Alangkah akan senangnya bila dia dapat menikmati keceriaan selalu bersamanya. “Ah … pikiran macam apa ini. Masak baru pertama bersua saja, sudah mempunyai keinginan yang aneh-aneh” pikiran Dewabrata menimpali. “Siapa bilang aneh-aneh. Wajar to kita mencari keceriaan dalam menjalani hidup ini. Lihat perempuan itu, meskipun hanya tinggal di kampung namun terlihat sungguh nikmat sekali. Kegembiraan, keceriaan, tawa selalu hadir bersamanya” pikiran yang lain membantahnya. “Tapi dia kan seorang perempuan, orang kampung lagi. Memang dia sangat menawan dan mirip sekali dengan ibumu. Memangnya engkau sudah jatuh cinta … hai Dewabrata” saling timpalpun terjadi. “Siapa bilang aku sudah jatuh cinta. Aku kan hanya gembira saja bersamanya” “Oh ya kisanak, keburu nanti lupa lagi maka saya beri tahu saja ya sekarang sebab kedua” hampir berteriak perempuan itu berkata. “Silahkan ibu!” Dewabrata-pun melakukan hal yang sama dengan sedikit berteriak mengimbangi keceriaan yang tengah terjalin. Dewabrata nampak begitu menikmati indah suasana berdialog dengan perempuan itu. Yang kini dirasakan adalah layaknya kembali ke masa lampau, saat dulu bermain dan bercanda bersama ibunya di pekarangan depan rumah. Bermain tebak-tebakan bersama ibunya sungguh membuat hatinya ceria. Dan dialah yang selalu menjadi pemenang dalam permainan itu. Entahlah, mungkin pada saat itu ibunya selalu mengalah dan memberikan kemenangan untuk menyenangkan hati putranya tercinta. Dewabrata kembali tersenyum membayangkan itu semua. Dan entah mengapa, yang dirasakan kemudian adalah rasa kangen yang datang tibatiba menghampiri dan memenuhi relung hatinya tuk bersua dengan ibunya. Rames semaR

Hlm 56

Kenangan indah bersama ibunya yang lama tidak pernah dipikirkannya lagi, datang seketika mengusik hatinya. Bayang sosok ibunya seakan hadir memenuhi hasrat rindu anaknya tercinta. Apakah sosok perempuan yang sedang berceloteh riang dan sedang berdialog dengan dirinya, adalah penyebab kerinduan terhadap ibunya yang kini datang tiba-tiba ? Entahlah … Saat kembali Dewabrata memandang wajah dan sosok perempuan di depannya itu, ketika dia “menikmati” gerak bibir perempuan itu selagi bercakap, yang dirasakannya adalah kegembiraan nuansa yang ditimbulkan oleh kehadiran dan ceria ibunda tercinta. Kembali, pandangannya dipenuhi oleh nuansa wajah dan sosok ibunya yang penuh cinta. Pendar-pendar kebahagiaan dan gelombang-gelombang cinta yang terpancar dari cinta kasih seorang ibu, seakan menciptakan harmoni yang indah dan memancarkan cahaya yang menerangi tuk memberikan efek yang positif bagi perkembangan jiwa seorang bocah seperti Dewabrata. Dewabrata patut bersyukur bahwa ibunya begitu penuh perhatian dan selalu mengupayakan secara maksimal dengan penuh cinta untuk membangun landasan hati yang bersih dan kokoh. Pengalaman bersama ibunya, selalu menyisakan keceriaan, memberikan kenikmatan dan kemuliaan serta menyertakan asupan nilai-nilai luhur yang mengisi fondasi jiwa seorang bocah bernama Dewabrata. Dan ayahnyalah yang kemudian mulai membangun dan memperkokoh jiwanya menjadi luas laksana samudra, bersinar seperti mentari pagi dan memberikan manfaat laksana aliran air yang tidak pernah diam, selalu bergerak mengunjungi tanah kering tuk membasahi, menjadi embun tuk menyejukan dan mengalir melewati kerongkongan tuk melepaskan dahaga makhluk. “Eh … iya … kita tuh gimana sih, kisanak!” tiba-tiba Dewabrata dikejutkan oleh suara perempuan di depannya. Pikirannya kembali membumi, angannya turun mendarat dan panca indranya kembali berfungsi setelah cukup lama tadi mematikan diri untuk membiarkan angan dan pikiran menguasainya.

Rames semaR

Hlm 57

Mendengar kata-kata perempuan tadi, Dewabrata tersenyum. Sebuah susunan kata-kata yang “aneh” memancing senyumnya. Senyumnya makin melebar kala melihat perempuan di depannya seolah berucap serius seraya agak memberi ketegasan pada kata-kata yang diucapkan. Mulut agak dimonyongkan sedikit, ada keryitan dahi sekilas dan mata agak dibelalakan. Ekspresi yang lugu dan lucu. Dan Dewabrata terpana oleh pemandangan itu. “Dari tadi kita sudah ngomong ngalor ngidul, ngetan ngulon, bicara ini bicara itu, bahkan sudah ketawa ketiwi, juga sudah saling mengejutkan diri, …. eee tapi belum saling berkenalan. Hiii … hiii … aneh ya Kisanak” keseriusan yang diakhiri dengan ketidakseriusan dari ungkapan perempuan itu semakin membuat Dewabrata bengong. “Maaf, sebenarnya siapakah kisanak ini. Rasanya saya belum pernah bertemu dengan Kisanak. Kalau boleh tahu, kisanak hendak kemana. Kalau tidak untuk memanfaatkan jasa saya menyeberangi sungai ini, lantas keperluan kisanak apa. Apakah ada hubungan dengan saya? Tentu kalau saya bisa membantu, dengan senang hati akan saya bantu. Bukan begitu kisanak?” ucapan perempuan itu bagai berondongan anak panah terlepas dari busur. Dan yang diberondong pertanyaan semakin bengong. Agar tidak terlihat campur aduk pikiran yang dirasakan, maka dengan menyimpan senyum kemudian Dewabrata membungkukan badan sedikit untuk menghormat dan memperkenalkan diri, “Oh ya Ibu … maafkan saya tidak dari awal memperkenalkan diri. Nama saya Dewabrata dan saya berasal dari Kotaraja, Ibu” “Wah … kiranya kali ini saya menerima kunjungan tamu agung dari kotaraja. Oh ya … kalau boleh saya memperkenalkan diri dulu ya kisanak. Nama saya Durgandini, kadang ada yang memanggil saya dengan Setyawati. Saya adalah anak perempuan dari orang tua saya yang tinggal di gubug sebelah sungai ini. Kisanak dapat melihat gubug kami yang kecil itu dari sini. Pekerjaan saya sehari-hari, adalah memberikan jasa penyeberangan kepada orang yang ingin menyeberang sungai Yamuna ini. Namun beberapa hari ini sangat sepi sekali kisanak. Hari inipun, baru kisanak yang berkunjung di dermaga ini. Dan sepertinya kisanak-pun tidak hendak memanfaatkan jasa saya. Kalau boleh tahu ada keperluan apa ya Kisanak Dewabrata datang menemui saya disini ?” Rames semaR

Hlm 58

sebuah introduction yang panjang dari Durgandini membuat Dewabrata harus berfikir untuk menentukan titik awal dialog selanjutnya. <<< ooo >>> “Gong, sebenarnya cerita ini nanti engkau kasihkan kepada siapa sih ?” tanya Petruk kepada Bagong di pagi hari itu “Mumpung Rama sudah pergi ke sawah, aku terus terang saja ya Kang Petruk. Soalnya kemarin aku malu sama Rama Semar menjelaskan apa adanya” “Halah … sama bapaknya sendiri kok pakai malu segala. Sebenarnya apa sih rahasiamu sehingga tidak engkau katakan kepada Rama ?” tanya Petruk sambil tersenyum aneh “Nggak apa-apa kok Kang, Si Cempluk yang minta” agak malu Bagong mengungkapkan “Cempluk, anaknya Lik Ginuk itu ! “Iya Kang” “Ceritanya engkau lagi jatuh cinta ya Gong” senyum Petruk semakin lebar dan mencurigakan “Nggak kok Kang, cuman senang aja kalau melihat orangnya saja kok” “Seneng apa seeneeng. Trus Bagnawati akan kamu taruh di mana” “Emangnya barang Kang, di taruh,digeletakin trus suatu saat diambil lagi. Semuanya hanya pertemanan biasa kok. Kan Kang Petruk pernah bilang bahwa dalam hidup bermasyarakat itu harus luas pergaulannya. Harus baik kepada tetangganya, si Cempluk dan Bagnawati kan tetangga kita. Jadi ya butuh kesetaraan perhatianlah, begitu lho.” “Ya nggak apa-apa, memang harus begitu. Semua harus bergaul dengan baik, berkelakuan baik, maka niscaya akan justru ...” “Justru apa Kang” “Justru itu yang harus kita lakukan”

Rames semaR

Hlm 59

“Maksudmu tuh apa sih kang, kok membingungkan ?” Bagong mulai wasapada “Aku sendiri bingung” Petruk mulai nyleneh “Lha kalau bingung kok ngomongnya panjang lebar dan malah dapat memberikan petuah dan nasehat ?” “Justru itu, aku sendiri juga bingung. Sudah nggak perlu diperpanjang lagi. Kalau nanti ketemu dengan Cempluk, titip salam saja ya” “Dengan laos kang ?” “Salam laos dengkulmu mlocot, salam itu titip keselamatan, titip doa” “Lha kok Cuma sama Cempluk saja. Sama kerbaunya bapaknya Cempluk apa juga tidak kirim salam, Kang?” Bagong mulai usil “Sudah ah … ngomong sama kamu tuh ngaco saja, nggak jelas ! Sudah sana kamu ke sumur, nimba air untuk mandi nanti !” Petruk mulai naik darah “Siap Kang !!! Sama sumur apakah juga titip salam Kang ?” ujar Bagong sambil berjalan megal-megol cengengesan. Bandung, 10 April 2010

Rames semaR

Hlm 60

Pengorbanan Dewabrata (4)

Gb 10. Resi Bisma (Dewabrata setelah menjadi resi)

Sementara itu di istana raja Hastinapura, Prabu Santanu masih tergolek lemah di dipan istana. Dipan yang seharusnya sangat empuk dan nyaman untuk dimanfaatkan beristirahat, saat itu dirasakan laksana berduri sehingga membuatnya tersiksa. Hiasan lampu dan ruangan tidur yang biasanya menentramkan, kini malah membuatnya tidak nyaman.

Rames semaR

Hlm 61

Benar … bukan dipan, hiasan dan asesoris ruangan yang membuatnya lemah tanpa daya, melainkan suasana hatilah yang menyiksa tubuh raja Hastinapura itu hingga menjadi lemah bagai tanpa tulang. Kegelisahan dalam menentukan pilihan yang pelik membuatnya seakan tiada daya. Keinginan hatinya cenderung untuk memilih anak terkasihnya dan mengabaikan kebutuhannya sendiri. Betapa dia sangat menyayangi Dewabrata dengan sepenuh jiwa dan mengharapkan kelak anaknyalah yang akan menggantikannya memimpin negri menuju kejayaan yang lebih bersinar. Dan dia yakin bahwa bakat dan kemampuan anaknya sangat menjanjikan untuk terlaksananya tujuan mulia itu. Sang putra mahkota Dewabrata telah dibekali dan ditempanya menjadi pemimpin negri yang lengkap dan mumpuni baik secara fisik maupun kedewasaan jiwa. Sehingga kalaupun sekarang Dewabrata diserahi tanggung jawab itu maka Santanu yakin bahwa anaknya akan sanggup memikul dan melaksanakannya. Namun di saat kecenderungan itu semakin mengkristal, kembali bayangbayang Durgandini menampakan diri menutupi samar wajah Dewabrata. Senyum perempuan itu begitu kuat menyedot semangatnya. Saat memandang senyuman itu tak sengaja pandangannya tertumbuk pada sebuah guci besar cantik di atas meja kecil di sudut ruangan. Guci itu adalah pemberian mantan istrinya, Dewi Gangga, sesaat setelah menyerahkan Dewabrata untuk diasuhnya dan kemudian meninggalkannya. Guci itu dihiasi gambar sketsa wajah Dewi Gangga yang sedang tersenyum. Dan meskipun hanya berupa gambar skesta namun imajinasi Santanu sering membuatnya seolah menjadi hidup dan selalu mengiringinya saat menjelang dan bangun tidur. Dipandanginya gambar di guci itu sekali lagi. Tak terhitung sudah berjuta kali dia selalu memandang gambar itu kala rindu begitu menghimpitnya. Dan senyum itu selalu menentramkan jiwa gersangnya. Namun kali ini tidak lagi. Senyum itu tidak bisa lagi mengobatinya. Karna telah diimbangi dengan senyum Durgandini kah ? Dan kembali lagi, Santanu akhirnya terombang ambing antara dua pilihan yang sama-sama berat, berpihak kepada Dewabrata anaknya atau memilih Durgandini. Menangis pelan Santanu menahan lara hati dan memaki kelemahan diri.

Rames semaR

Hlm 62

<< oo >> Nun pada sebuah kampung di pinggir kotaraja tempat tinggal sais kereta raja Hastinapura, suasana sekitar rumah seakan lain dari biasanya. Entah mengapa, kedua anak sang sais kereta yang di hari-hari kemarin selalu menghabiskan waktunya hingga menjelang sore dengan bermain-main, saat itu merengek-rengek kepada ibunya untuk menemani tidur dengan alasan merasa mengantuk dan capek. Hingga tidak lama kemudian bilik kamar itu sunyi karena ibunyapun “berpartisipasi” ikut terbuai dalam tidur. Sungguh lain dari biasanya. Sementara Sang Sais terpekur duduk bersila dalam diam. Pikirannya mengembara dan merangkai kejadian-kejadian yang telah dialaminya bersama junjungannya Raja Santanu dan kemudian beralih kepada Dewabrata, Sang Putra mahkota. Sekian lama menemani gustinya, membuat semakin dalam menyayangi keluarga raja itu. Bukan karena statusnya sebagai abdi, namun karena memang sikap ayah – anak itu sungguh membuatnya bahagia karena kasih tulus yang diberikan dan penghargaannya sebagai wong cilik. Prabu Santanu selalu berkata lembut dan sangat sopan bila memintanya melakukan sesuatu. Tidak pernah terlontar kata-kata keras dan kasar, apatah lagi bentakan atau tamparan. Dewabratapun bersikap demikian pula. Bahkan setelah pertemuan dengannya tadi, Dewabrata sempat memberikan hadiah berupa cincin dari batu akik yang sangat indah sebagai cindera mata atas informasi berharga yang telah dia berikan. Cincin akik itu bermata batu bulat dan memancarkan semburat warna hijau muda. Sangat indah, dan pasti sangat mahal. Dirinya sempat menolak pemberian itu namun Dewabrata memaksa untuk menerimanya. Di pandanginya cincin batu akik itu dan seolah wajah Dewabrata yang teduh muncul dan memberikan senyum yang damai kepadanya. Sungguh … sais itu merasa sangat terharu dan memutuskan untuk segera beranjak ke ruangan pemujaan untuk segera ber-sembahyang mohon pertolongan Dewata akan keselamatan dan kebaikan Prabu Santanu dan Dewabrata. << oo >>

Rames semaR

Hlm 63

“Ehm … begini Ibu” kelu Dewabrata mengutarakan maksud tujuan. Namun dengan memantabkan niat dia bertekad harus berani memulai untuk menuntaskan permasalahan yang tengah dihadapi ayahnya. “Begini Ibu, perkenankan saya untuk memperkenalkan diri lebih detil lagi. Seperti yang telah saya sebutkan tadi, saya bernama Dewabrata. Saya adalah putra Prabu Santanu. Saya ber ..” “Oalah …. pangeran maafkan hamba yang telah berlaku tidak sopan kepada junjungan hamba” Durgandini menghaturkan sembah segera setelah mengetahui siapa sebenarnya tamu dari kotaraja yang telah diajaknya ngobrol ngalor ngidul cukup lama tadi. Dan meskipun agak mendongkol juga karena kalimatnya terpotong belum selesai, Dewabrata segera membalas penghormatan dan segera meminta Durgandini untuk kembali berdiri seperti semula. “Tidak mengapa Ibu, anggap saja saya seperti rakyat biasa saja. Terus terang saya lebih nyaman bercakap seperti tadi, lebih akrab dan enak.” “Benar-benar hamba tidak tahu diri Pangeran. Terhadap putra mahkota kerajaan Hastinapura yang sangat terkenal, sungguh bodoh hamba tidak mengenal. Dalam bayangan hamba, pangeran Dewabrata adalah sosok pangeran yang gagah perkasa dengan mengenakan pakaian kebesaran seorang putra mahkota dan didampingi oleh sepasukan prajurit pengawal istana. Kiranya paduka begitu sederhana, tidak mengenakan asesoris pakaian istana sedikitpun sehingga hamba kira paduka hanya orang biasa yang berasal dari kotaraja. Mohon maaf sekali lagi atas kesembronoan hamba ini, pangeran” kali ini Durgandini berkata-kata dengan susunan kalimat yang runtut, berirama dan menunjukan sikap menghormat, jauh dari sikapnya tadi yang bebas dan riang. “Aduh … rasanya sangat kaku dan tidak nyaman kalau ibu bersikap seperti ini. Saya lebih menyukai karakter ibu apa adanya tidak dibalut dengan tata krama unggah-ungguh istana yang membelenggu. Saya harap ibu mengerti keinginan saya” hati-hati Dewabrata menyampaikan ini “Sikap pangeran yang demikian membuat hamba semakin menaruh hormat terhadap keluarga istana. Hamba yakin sepenuhnya bahwa kedatangan paduka kemari pasti berhubungan dengan kedatangan paduka Raja Santanu beberapa hari yang lalu” Rames semaR

Hlm 64

Dan tiba-tiba Durgandini terisak menangis sedih. Wajahnya disembunyikan diantara kedua telapak tangannya. Bahunya naik turun mengikuti isak tertahan. Langit siang menjelang sore saat itu seketika disaput awan tebal beriringan. Yang semula mentari begitu leluasa menerangi bumi, kini sedikit terhalang oleh mendung yang datang tiba-tiba. Entah pertanda apa ini. Dewabrata menjadi bingung menghadapi sikap yang berubah demikian drastis dari Durgandini. Padahal dia belum mengungkapkan apa-apa, baru sekedar memperkenalkan diri. <<< ooo >>> Prabu Santanu kembali memandangi guci itu. Kembali dipandanginya wajah yang tergambar di permukaan guci itu. Senyuman itu kembali menyapanya. “Dinda Gangga, betapa cinta kasih kita sungguh nestapa. Betapa tega dinda meninggalkan Kanda dan buah hati kita dalam kesendirian tanpa belai kasih. Namun tiada setitikpun cinta kanda kepada dinda luntur apatah lagi pudar. Cinta kanda melekat erat dalam hati. Namun kanda sungguh manusia biasa. Setelah sekian lama terbuai dalam angan dan mimpi dimana dinda selalu hadir, kanda menginginkan nyata, dinda. Benar … bayangmu selalu hadir mengiringi kami berdua dalam melangkah, namun itu hanya fatamorgana dinda” tersedu Prabu Santanu mengungkap isi hatinya “Beberapa hari yang lalu, kanda menemukan dirimu menitis pada sosok perempuan bernama Durgandini. Semua mirip dengan dirimu, ibarat pinang dibelah dua. Saat kanda pertama kali bersua dengannya, seakan yang berdiri dihadapan kanda adalah diri dinda. Ahhh … betapa kanda merindukan kembali saat-saat kita hanya berdua duduk dipinggir sungai dalam rangkul kasih sayang nan indah. Betapa sentuhan tangan dinda begitu menggetarkan hati kanda, rangkulan lembut dinda seakan membelai sukma kanda. Duh … Gangga, kanda butuh sentuhan, rangkulan dan belaian kasih sayangmu. Tapi itu sungguh tak mungkin” “Akankah aku mengorbankan anak kita hanya untuk keinginanku ini ?” Rames semaR

Hlm 65

Kembali ditatapnya guci itu. Beringsut kemudian Prabu Santanu mendekati dan ingin merengkuhnya. <<< ooo >>> Seraya terisak, Durgandini bertutur “Begini pangeran Dewabrata. Sebenarnyalah, beberapa hari yang lalu hamba kedatangan tamu agung yaitu ayahanda pangeran, Prabu Santanu. Entah bagaimana setelah beliau bertemu hamba kemudian langsung meminta hamba untuk menjadi pendamping hidupnya. Hambapun sangat terkejut menerima pinangan langsung itu. Pada dasarnya, hambapun sebenarnyalah merasa sangat bahagia dan tersanjung dengan permintaan itu. Apalagi hamba telah lama mendengar akan bijaksana dan agungnya sikap beliau selama ini hingga rakyat mencintainya. Dan begitu melihat beliau langsung, hamba pun tidak dapat membohongi diri sendiri bahwa hambapun tertancap panah asmara.” lirih Durgandini menyatakan hal ini Hening sesaat. Dewabrata mengalihkan sejenak pandangan ke atas. Langit agak mendung, angin bertiup cukup kencang di tepi sungai Yamuna. Suasana sekitar hening tiada terdengar suara selain desir angin yang lewat. Entah pergi kemana hewan-hewan piaraan yang biasa mencari makan di sekitar dermaga itu. Hening. “Silahkan dilanjutkan ibu” Dewabrata memecahkan keheningan “Namun hamba mempunyai orang tua, pangeran. Oleh karenanya maka kemudian hamba mengajak kepada ayahanda pangeran untuk meminta langsung kepada orang tua hamba. Dan dari percakapan antara mereka kemudian membuat Prabu Santanu bergegas meninggalkan tempat ini dengan wajah yang tertunduk lesu. Hamba tidak berani bertanya kepada beliau tentang sebab kesedihannya. Kemudian hamba bertanya langsung kepada orang tua hamba dan baru mengerti kenapa ayahanda pageran berduka” Durgandini menundukan kepala tidak berani menengadah menatap Dewabrata. Kembali hening karena Durgandini menghentikan ceritanya. Sesaat kemudian Dewabrata mengungkapkan Rames semaR

Hlm 66

“Tahukah ibu. Setelah itu, ayahanda Prabu berada dalam kesedihan. Saya selaku putranya, tentu merasa bingung akan sikap beliau selama beberapa hari. Yang saya terima selalu jawaban bahwa beliau tidak apa-apa. Baikbaik saja. Namun sayalah yang merasakan. Pasti ada sesuatu yang luar biasa yang tengah melanda hati beliau. Tentu ada beban yang begitu berat yang harus ditanggungnya hingga terlihat begitu tertekan. Akhirnya saya memperoleh penjelasan dari sais kereta ayahanda tentang rahasia itu. Sehingga keterangan itu membawa saya sampai ke sini untuk menemui Ibu. Namun paman sais kereta tidak mengetahui semua permasalahan karena memang yang diketahuinya hanya sebatas yang dia lihat dan rasakan. Ayahanda Prabu hanya membawa dan menyimpan sendiri rahasia itu. Kalau Ibu tidak berkeberatan, sudikah menjelaskan ada apa sebenarnya ?” Bandung, 22 April 2010

Rames semaR

Hlm 67

Pengorbanan Dewabrata (5)

Gb 11. Wayang Orang Dewabrata dan Durgandini Sumber : Gambar dari Video Wayang Orang oleh Sekar Budaya Nusantara dengan lakon “Prasetya Dewabrata”

Durgandini mengangkat sebentar wajahnya dan memandang ke depan ke wajah Dewabrata. Namun hanya sebentar dan kemudian cepat-cepat menundukan mukanya kembali. Hening suasana sungguh membuat hati Dewabratapun berdesir. Sikap Durgandini yang begitu berat untuk menceritakan rahasia itu, membuat Dewabrata semakin penasaran. Namun Dewabrata bersikap untuk tidak memaksa agar Durgandini secepatnya menjelaskan apa yang terjadi. Dipandanginya perempuan di depannya yang tengah menunduk kelu. Kemudian dicoba kembali mengingat cerita sais kereta tentang ingauan ayahandanya, antara sadar dan tidak, berucap Rames semaR

Hlm 68

“Ya … dia sangat mirip dengan Gangga. Ya … Durgandini laksana Gangga semasa muda. Oh … sayang …aku tidak bisa memenuhi permintaan orang tuamu Durgandini … Oh sayang sekali … Durgandini … Gangga ..“. Dewabrata mulai bisa merangkai benang merah dari cerita sais kereta dengan penjelasan Durgandini. Berarti yang membebani pikiran ayahnya adalah bukan pada diri Durgandini. Seperti didengarnya barusan, Durgandini sebenarnyalah menerima cinta ayahnya. Yang masih belum diungkapkan oleh Durgandini adalah permintaan orang tuanya terhadap lamaran Prabu Santanu. Dipandanginya lagi Durgandini yang masih menunduk diam tiada bergerak. Memang sungguh mirip perempuan ini dengan ibunya. Meskipun hatinya tergetar, namun dia tidak ingin larut dalam suasana. Diteguhkan hatinya untuk secepatnya menyelesaikan masalah ini. Namun yang di dapatinya masih diam. Bergemingpun tidak. “Ibu …” lirih Dewabrata membangunkan Durgandini dari pengembaraan angan “Dapatkah ibu melanjutkan tentang permintaan orang tua ibu kepada ayahanda Prabu” pelan dan sangat berhati-hati Dewabrata mengungkapkan ini Mendengar itu kembali Durgandini mengangkat wajahnya. Menatap wajah Dewabrata kembali membuat kesedihan dan penyesalan hadir. Wajahnya basah kendati tidak diiringi dengan isak. Namun dia menguatkan hati untuk mewartakan hal ini untuk segera menyelesaikan masalah. “Maaf pangeran, hamba begitu terbawa emosi sehingga terlihat cengeng menumpahkan air mata. Perlu pangeran ketahui bahwa hal ini menjadi beban berat hamba selama beberapa hari ini. Sikap ceria saya sebelum ini, sekedar untuk mengurangi atau sedikit melupakan itu. Namun begitu pangeran datang dan mengabarkan bahwa pangeran adalah putra Prabu Santanu maka beban ini kembali menghimpit hamba. Mau tidak mau, sekarang atau nanti, harus saya ungkapkan cerita yang sebenarnya. Dan hamba memilih untuk tidak perlu menunda lagi agar pangeran tahu yang sebenarnya.”

Rames semaR

Hlm 69

Kembali ditatapnya wajah Dewabrata yang berdiri di depannya. Timbul rasa sayang dan hormat atas pemuda itu akan sikap dewasa dan bijaknya. Meskipun baru sesaat dikenalnya namun Durgandini telah yakin akan kualitas dan kapabilitas yang tinggi dari pemuda di hadapannya itu. Dengan menguatkan hati akhirnya kemudian dia melanjutkan “Saya harap pangeran setelah mengetahui permasalahan ini tidak menyalahkan hamba atau orang tua hamba. Ini hanya sebuah permintaan dan tidak harus dipenuhi bila tidak berkenan. Kembali hamba ungkapkan dengan jujur dan sepenuh hati bahwa hamba tidak merekayasa ataupun terlibat dalam permintaan ini. Sepenuhnya ini adalah dari orang tua hamba. Dan hamba begitu menyayangi dan menghormati orang tua hamba sehingga tidak bakal mengingkarinya. Dan bila hamba harus memilih maka untuk saat ini hamba memilih mengikuti apa kata orang tua hamba. Ini adalah prinsip yang hamba pegang teguh. Bila saatnya tiba dan hamba mempunyai suami, maka rasa sayang, hormat dan patuh akan hamba alihkan kepada suami. Demikian pangeran, prinsip hidup hamba.” “Saya hargai itu ibu, dan memang sudah selayaknyalah seorang anak berbakti kepada orang tuanya dan seorang istri menghormat dan mengikuti suami selagi dalam kebenaran. Saya pun akan bersikap demikian ibu” “Baiklah pangeran. Orang tua hamba meminta satu syarat agar Prabu Santanu memenuhinya bila memang beliau berniat melamar hamba dan menjadikannya sebagai istri pendamping hidup. Syarat itu adalah bahwa hamba harus dijadikan sebagai permaisuri dan anak keturunan hamba-lah yang akan menjadi raja pengganti Prabu Santanu” lirih sekali Durgandini mengucapkan itu Namun Dewabrata mendengarnya laksana guntur di siang hari bolong. Pucat pasi wajahnya, bergejolak hatinya. Berdiri tegang dengan kedua tangan terkepal. Diam dan semakin hening suasana. Durgandini pun diam dan timbul gelisah dan khawatir melihat keadaan Dewabrata. Namun dia hanya bisa diam karna tidak berani untuk mengganggu Dewabrata. Yang dia lakukan hanya diam. Bernafaspun pelan dijaga. Pikiran Dewabrata pun berkecamuk antara percaya tidak percaya terhadap apa yang didengarnya, marah, sedih berbaur baku tindih. Terbayang Rames semaR

Hlm 70

jalinan cita yang telah dirancangnya dalam membangun negri menjadi kerajaan besar, tergambar kerja kerasnya mempersiapkan bekal fisik dan mental untuk menjadi satria utama. Kemudian berturut-turut layaknya slide show tertampil gambar ayahnya, ibunya kemudian Durgandini berturut-turut, berganti-ganti. Muncul kemudian fragmen saat dia bermain bersama ibunya, berlatih bersama ayahnya, saat ibunya tertawa, ayahnya riang bercanda dan dirinyapun tertawa senang saat didampingi ayah atau ibunya. Angannya kemudian merekayasa dan berimajinasi menggabungkan gambar ayah dan ibunya bersamanya dalam satu segmen, satu waktu. Ayahnya memeluk lembut ibunya yang sedang bersandar di bahu seraya menyaksikan dirinya tengah bermain. Semua tertawa gembira. Wajah-wajah penuh tawa. Tawa itu buyar berganti slide ayahnya yang sedang murung, ayahnya yang diam mematung dengan tatapan kosong jauh entah kemana. Cukup lama segmen imajinasi ini tertampil karena dia begitu merasakan wajah sedih ayahnya, meskipun tidak ada air mata namun dia tahu ayahnya begitu dirundung hati yang merindu dan lara. Lalu slide berikutnya hadir wanita yang sekarang berada dihadapannya, Durgandini. Kembali angannya melakukan rekayasa imajinasi lagi dengan menggabungkan gambar Durgandini bersama ayahnya yang anehnya berubah menjadi ceria. Hilang sudah wajah kuyu berganti cerlang. Gambar-gambar itu berseliweran di benak Dewabrata cukup lama. Dan cukup lama pula suasana hening tidak terganggu. Akhirnya gejolak di dada Dewabrata mereda dan wajahnyapun kembali memerah. Pikirannya kembali membumi. Segala pertimbangan diolahnya dengan berbagai kemungkinan yang terkait dengan kelangsungan hidup yang lebih baik bagi keluarganya, dirinya dan ayahnya serta kerajaan Hastinapura. Ujar bijaksana para guru kembali terngiang memenuhi pikirannya. Tentang cinta kepada negara, cinta kepada orang tua, tentang pengorbanan, tentang laku utama, tentang tujuan hidup dan tentang fana dunia tuk menuju hidup yang baka kelak. Kembali dipandanginya perempuan di depannya yang tengah menatapnya lembut. Tidak tahu dia apa yang tengah bergejolak di dalam pikiran perempuan itu. Ditatapnya tajam mata Durgandini dan dia menemukan kejujuran disana. Dibayangkan bahwa seandainya kelak dia akan menjadi Rames semaR

Hlm 71

ibu tirinya dan dari rahimnya keluar anak-anak yang akan mewarisi tahta kerajaan Hastinapura. Dan dia sudah tidak memiliki hak lagi untuk duduk disana. Namun apa artinya kursi mulia istana raja, bila ayahnya sengsara ? Seberapa pentingkah kedudukan bagi dirinya ? Toh darma bakti di dunia bisa diwujudkan dengan melakukan hal-hal baik dalam posisi apa saja. Pikirannya begitu berat bekerja untuk segera memutuskan pilihan. Keputusan yang sesaat namun akan berakibat selamanya. Dapat merubah secara radikal jalan hidupnya. Namun secara pasti, setelah mempertimbangkan berbagai faktor dan menilai baik buruknya, maka hal yang akan diputuskan mulai mengerucut. Dengan menghela nafas seakan melepaskan beban berat di benaknya, kemudian Dewabrata berkata dengan tegas “Ibu …saya menghormati permintaan orang tua ibu. Saya tahu bagaimana sikap dan hasrat orang tua yang pasti berharap akan kemuliaan anaknya. Begitupun saya terhadap ayahanda Prabu. Saya sangat menyayangi beliau lebih dari saya menyayangi diri saya sendiri. Oleh karena itu ibu … saya, Dewabrata, bersumpah … saksikan wahai Dewata Yang Agung, saksikan wahai langit yang luas, saksikan wahai gunung yang menjulang, wahai sungai Yamuna yang perkasa, saksikan semuanya bahwa hari ini Dewabrata bersumpah, Dewabrata yang saat ini memegang jabatan sebagai Putra Mahkota Kerajaan Hastinapura, akan meletakan dan menyerahkan jabatan itu kepada anak turun Ibu Durgandini bila nanti telah menikah dengan ayahanda Prabu Santanu. Dan merekalah nanti yang berhak untuk menduduki jabatan sebagai Raja Hastinapura !!!” lantang Dewabrata menancapkan sumpah. Tiada ragu sedikitpun terlintas diwajah nan agung itu. “Dan ... satu hal lagi, untuk menghindari terjadinya kemungkinan perseteruan antara saudara sendiri, maka saya, Dewabrata, bersumpah untuk kedua kalinya … wahai Dewata Yang Agung … Dewabrata bersumpah untuk tidak menikah sepanjang hidup … Inilah sumpah Dewabrata waahai Dewata Yang Agung !!!” Suara lantang Dewabrata seakan direkam oleh langit, diserap oleh tanah dan tersimpan dalam sungai Yamuna.

Rames semaR

Hlm 72

Di depannya Durgandini terpaku tidak percaya atas apa yang disaksikan dan didengarnya. Wajahnya pucat pasi seraya memandang wajah satria muda nan gagah di depannya dengan kekaguman yang tiada tara. Wajah yang sekarang tidak tegang lagi, namun justru menjadi lebih agung dan bersinar dibandingkan saat dia berjumpa dengan wajah itu pertama kali tadi. Sejurus kemudian harum semerbak mengitari sekeliling pinggir sungai itu, entah berasal dari mana bebauan itu. Harum itu mengalahkan harum yang ditimbulkan oleh tubuh Durgandini. Harum itu sangat nyaman dinikmati, melegakan dada dan melapangkan pikiran. Harum itu bergerak, merayap dan kemudian meliputi seluruh negri. <<< oo >>> Di saat yang bersamaan setelah sumpah Dewabrata terucap, di istana Hastinapura tepatnya di kamar Prabu Santanu terjadi kegaduhan. Bunyi barang pecah mengagetkan para pengawal di depan kamar raja. Dan saat mereka memasuki kamar untuk mengetahui keselamatan rajanya, yang disaksikan para pengawal itu adalah Prabu Santanu tergolek lemas dikitari oleh pecahan guci bergambar sketsa wajah Dewi Gangga. Guci itu pecah saat Prabu Santana berupaya untuk meraih dan mendekapnya, namun justru malah tertimpa tubuhnya yang lemah dan menjadi berkeping. Dan Prabu Santanu siuman dari pingsannya setelah memhirup bebauan yang begitu sedap dan nyaman dirasa. Entah dari mana bebauan itu berasal. Dan bila kemudian bergerak ke timur menuju kampung pinggiran kotaraja, maka di rumah sais kereta Prabu Santanu berpendar sinar warna-warni dari celah atap ijuk rumah itu. Sementara di salah satu kamar yang dijadikan sebagai tempat bersembahyang keluarga, sang sais kereta sedang terpana takala menyaksikan cincin akik yang dikenakan, pemberian Dewabrata, memancarkan cahaya terang benderang. Semburat cahaya menciptakan keindahan laksana warna-warni pelangi yang menerangi ruangan. Sungguh indah dan sungguh mengherankan hingga sang sais hanya bisa terdiam dan pikirannya hanya tertuju kepada junjungannya, Dewabrata. <<< ooo >>>

Rames semaR

Hlm 73

Dewabrata telah menentukan pilihannya. Konsekwensi logis atas pilihannya telah dihitung, ditakar, dirinci dan diikat dalam hatinya. Dihapus sudah cita-cita tuk menjadi raja memimpin negri. Bakal ditutup mati hatinya dari rasa cinta kepada wanodyayu, tidak ada lagi kata birahi ingin menumpahkan hasrat manusiawi bermadu cinta di benaknya. Semua itu disadari harus dilakoninya dengan sepenuh hati. Harus dan harus bila tidak ingin ditertawakan oleh dunia karena mengingkari. Ditanamkan dalam jiwanya semangat untuk menjadi satria sejati. Insan utama yang berpegang teguh atas darma yang disandangnya serta laku utama berdasarkan kebenaran sejati. Begitu besar yang telah dikorbankan dalam hidupnya, kini dan nanti hingga ajal menjemput. Namun diabaikan semua itu tuk gapai kemuliaan hidup di dunia dan hidup abadi kelak setelah matinya. Bandung, 5 Mei 2010

Rames semaR

Hlm 74

Semar Kuning [1]

Gb 12. Prabu Kresna (Pakualaman)

Kerajaan Dwarawati tengah berbenah. Di sudut-sudut kota, dihiasi umbulumbul beraneka warna. Di gerbang-gerbang masuk perkampungan, terlihat indah dan bau harum bunga-bunga yang dirangkai oleh warga. Rakyat Dwarawati sedang bergembira menyambut kabar dari kerajaan tentang akan dilangsungkannya perkawinan antara putri raja yaitu Dewi Siti Sendari dengan Raden Abimanyu, putra dari Arjuna dan Sumbadra dari Madukara, Amarta. Panggung-panggung hiburan didirikan di tengah lapang, dipersiapkan untuk pesta pertunjukan hiburan bagi rakyat yang turut bergembira atas perkawinan itu. Orang-orang dari desa terlihat berbondong-bondong memasuki gerbang kotaraja dari segala arah. Tujuannya, pertama ingin turut menyaksikan perkawinan putri raja mereka, yang terkenal sangat Rames semaR

Hlm 75

cantik jelita, dengan seorang yang tak kalah terkenalnya karena begitu rupawan wajahnya dan begitu kesohor kesaktiannya, yaitu Abimanyu. Tujuan kedua tentu saja adalah menyaksikan dan ingin menikmati hiburanhiburan yang jarang mereka saksikan dan nikmati di kampung-kampung mereka. Sementara itu di kerajaan, Prabu Kresna tengah menerima kunjungan kakaknya Prabu Baladewa raja Mandura yang berkenan datang atas undangannya. Setelah di jemput di pintu istana, maka segera didampinginya Kakaknya itu menuju ruang pasewakan agung. Disana telah menanti Samba, putra Kresna, dan Setyaki, senapati Dwarawati yang juga adalah adik iparnya. Segera mereka berdua menghaturkan sembah kepada dua raja kakak beradik itu dan diterima dengan senang hati. Setelah duduk di kursi yang telah dipersiapkan untuknya maka Baladewa berkata : “Yayi Kresna, ada apakah kiranya dinda memanggil Kanda untuk datang ke Dwarawati ini secara tiba-tiba. Tentu ada sesuatu yang mendesak dan penting sehingga utusanmupun tidak menyebutkan apa yang menjadi maksud dari undanganmu itu” “Sebelumnya saya mohon maaf kepada Kanda atas undangan yang mendadak ini. Hal ini saya lakukan sebagai hormat dan bakti saya kepada Kanda Prabu, selaku saudara tua yang harus di hormati dan dijunjung tinggi. Perlu saya kabarkan kepada Kanda, bahwa kerajaan Dwarawati akan punya hajat besar, yaitu menyelenggarakan pesta perkawinan Siti Sendari dengan Abimanyu” “Oooo pantas tadi sewaktu Kanda melewati alun-alun, suasananya begitu ramai, rupanya akan ada pesta besar di Dwarawati ini. Tapi mengapa begitu mendadak dan terburu-buru Yayi. Dan … sebentar … sebentar Yayi …. terus sekarang ada dimana calon besan, adikku Arjuna, dan Pandawa lainnya. Apakah mereka juga sudah ada disini ?” “Dimas Arjuna sudah tiga bulan meninggalkan ksatriannya, Kanda. Tidak ada satupun yang tahu dimana keberadaannya sekarang, bahkan saudarasaudaranya Pandawa pun tidak tahu”

Rames semaR

Hlm 76

“Tapi bila calon besan tidak datang, bukankah itu hal yang tercela Yayi. Apalagi dimas Arjuna pastinya masih hidup walaupun keberadaannya tidak diketahui, bukankah dapat diupayakan untuk dicari Yayi ?” “Saya sudah menyebarkan undangan ke berbagai penjuru dunia Kanda, bahkan sekarang sebagian sudah datang di Dwarawati ini. Kalau menunggu datangnya dinda Arjuna, tentu saya malu menghadapi para raja-raja tersebut untuk membatalkan sementara pesta perkawinan ini” “Upacara pengantinnya kapan sih Yayi ?” “Hari ini juga Kanda” “Waduh … waduh … Kakangmu baru diberi tahu sekarang ya, keterlaluan kamu Yayi. Tapi tidak apa-apa, kalau malu karena sudah tersebarnya undangan kamu jadikan alasan untuk tetap melangsungkan perkawinan ini, kamu boleh pilih, pilih malu karena mengundurkan hari perkawinan atau malu karena tidak genapnya lelakon karena dinda Arjuna tidak menghadiri pernikahan putranya.” “Kanda Prabu, seluruh dunia sudah tahu bahwa Kresna adalah penjelmaan Bathara Wisnu, penguasa dan pengelola jagad ini. Oleh karenanya apapun pilihan yang saya lakukan, maka jagad tidak akan menyalahkanku. Dinda tidak akan menemui celaka, kalaupun menikahkan Siti Sendari dengan Abimanyu tanpa adanya dinda Arjuna, karna jagad ada dibawah kendaliku. Bahkan para dewapun segan terhadap Kresna” “Eeeee lha dalah, jagad wasesane bathara Yayi, kok sampai begitu pandanganmu. Memang semua orang tahu bahwa yayi adalah titisan Wisnu. Kalau jalan pikiranmu begitu, berarti kamu membunuh orang juga tidak berdosa. Begitu Yayi ?” “Benar Kakang Prabu, adikmu ini kalau berkehendak membunuh seseorang dan kemudian dilaksanakannya, tidak akan menerima dosa walau setitik. Sebab jagad tidak akan berani menyalahkanku, para dewapun demikian” “Ooooo … ya sudah kalau begitu. Terserah kamu saja Yayi. Kembali ke acara perkawinan anakku Siti Sendari dan Abimanyu, apakah mereka berdua telah siap. Bolehkah saya tahu atau bertemu mereka berdua. Kanda yang menghadap mereka atau mereka yang dipanggil kesini Yayi ?”

Rames semaR

Hlm 77

“Kanda Prabu mbok jangan begitu, bagaimanapun Kanda Prabu adalah orang tua yang harus dijunjung tinggi dan dihormati. Tentu mereka berdua yang akan menghadap Kanda Prabu. Samba, tolong panggil mereka berdua kesini !” Tergopoh-gopoh Samba segera menuju ke istana belakang, tempat dimana kedua mempelai tengah mempersiapkan diri menjalani upacara pengantin. Dan tak lama kemudian kedua calon pengantin itu telah memasuki ruang pasewakan agung dan menghadap Prabu Kresna dan Prabu Baladewa. Setelah menghaturkan sembah maka mereka berdua duduk di tempat yang telah disediakan. “Anakku Siti Sendari, apa ya kamu telah mantab akan menikah dengan adikmu Abimanyu itu ?” “Wo Prabu, ananda telah mantab lahir batin menikah dengan Kanda Abimanyu. Ananda tidak akan sudi menikah dengan pria lain selain Kanda Abimanyu. Hati ananda telah dipenuhi oleh cintanya, tak mungkin berbagi pada yang lain” “Wah lega rasanya Uwo mendengar prasetyamu ini anakku. He … Abimanyu, apa ya kamupun telah tetap niatmu mengawini mbakayumu ini ?” “Sudah Wo Prabu Baladewa, niat hamba sudah tidak dapat dipecah lagi, tekad hamba sudah utuh untuk merengkuh mbakyu Siti Sendari menjadi istri hamba. Cinta dan kasih hambapun telah hamba serahkan utuh kepadanya” ‘Lha bagaimana dengan Ramamu yayi Arjuna yang tidak hadir di upacara nanti. Apakah kamu juga sudah rela ?” “Semua telah hamba serahkan kepada kebijaksanaan Rama Prabu Kresna” “Oooo ya sudah kalau begitu. Dasar aku saja yang tidak tahu diri. Lha wong kalian semua sudah mantab dan telah siap untuk melangsungkan perkawinan kok malah dipersoalkan. Ya sudah … aku orang tua hanya bisa memberimu restu semoga semua berjalan lancar dan kalian menemukan kebahagiaan dalam perkawinan nanti”

Rames semaR

Hlm 78

Hingga saat telah tiba, acara perkawinan pun dimulai. Perkawinan agung antara dua putra raja yang begitu elok rupa, laksana bidadara dan bidadri yang turun dari kahyangan, ngejawantah. Semua orang yang melihat begitu terpesona akan kecantikan dan kegagahan kedua mempelai. Temanten kakung pekik ing warna, nora sangsaya surem nanging malah sangsaya dados lan kabregasanipun, dhasar tetesing kusuma rembesing madu, dharahing atapa wijiling wong andanawarih, susila anoraga, tansah nengenaken dhateng kasubratan, mila datan elok lan mokal kalamun ingkang ginayuh tansah kasembadan. Temanten putri sulistya ing warna, kawistingal hambabar teja mandamaya, sesolahe milangoni lelewane hanuju prana, dhasar busana edi ingkang karengga. Astane penganten putri bakuh kukuh gegondhelan astane ingkang kakung, pepuletan kekanthen asta paribasan renggang gula kumepyur pulut, sasat ora kena ginggang pinara sasra. Lamun cinandra kadya widadara widadari saking swargaloka tumurun ing ngarcapada, njujug aneng Dwarawati. Para mudha myang taruna, jejaka sarta kenya warara, kang pirsa thukul osiking driya, dhuh kapan ya, bisa dadi manten kaya ngana ? Para sepuh kang wus sepi hawa, jroning nala anglocita, mbesuk kapan ya bisa mantu amahargya putra kaya ing dinten punika. Nanging keladuking kandha kang ngaya wara, uga ana priya tuwa kang anggadhuh angkara murka, mbesuk kapan ya bisa nggandheng kenya sesisih lima. Para tamu kakung miwah putri sami suka jroning ati, tumut mangayubagya lan paring puja-puji pangastuti, mugi risang temanten kekalih tansah manggih basuki, raharja tulus widada, tan ana sakara-kara, atut runtut pindha mimi kang nembe hamintuna, pindha Dewi Ratih lan Bethara Kamajaya, tansah sakiyeg saeka praya, sayuk rukun anggayuh geyonganing kayun, padha kersane padha karepe, kaya suruh lumah lawan kurebe, sinawang seje rupane yen ginigit padha rasane. <<< ooo >>>

Rames semaR

Hlm 79

Sesaat setelah acara purna dan para tamu undangan sementara menikmati suguhan makanan nan melimpah dan mewah, muncul sosok gemuk pendek berwajah jelek berjalan megal-megol menuju pasewakan agung langsung menghadap Prabu Kresna. Sebagian para tamu tentu saja heran atas kelancangan orang itu yang tanpa dipanggil dan diperintah, langsung menghadap raja Dwarawati begitu saja. Namun sebagian yang lain menjadi maklum setelah mengetahui siapa gerangan orang itu. Kemudian orang itu berucap “Hamba mohon maaf nDaara, tidak dipanggil berani menghadap” “He Kakang Semar, kedatanganmu yang tanpa diminta memang mengganggu pembicaraan para priyagung. Harusnya Kakang tidak boleh datang begitu saja, menyela pembicaraan dan memasuki ruangan agung para priyagung ini” ketus Prabu Kresna menimpali ucapan tamu tak diundang yang ternyata adalah Semar Merasa tidak enak terhadap ucapan kasar adiknya Kresna, Prabu Baladewa mebalas ucapan Semar dengan ramah “Eeee tidak apa-apa Kakang Semar, kami senang atas kedatangan dan kehadiranmu. Hayo mari bergabung dengan kami” Belum selesai Baladewa berujar, Kresna telah menimpali lagi “Kalau Kakang Semar lapar atau haus kebetulan sekali, ini banyak tersedia makan dan minum bekas dari para priyagung. Tentu Kakang Semar cukup bisa menikmati” “Eeee … mbergegeg, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak dulito, saya datang kesini tidak untuk mencari makan dan minum, apalagi makanan dan minuman bekas para raja kaum terhormat. Kalau soal lapar dan haus Semar sudah tidak memiliki. Bukankah sejak dulu saya telah dikaruniai wahyu delapan perkara nDara. Maukah nDara mendengar cerita tentang itu ?” “Tidak perlu Kakang Semar menceritakan disini, menggangu pembicaraan para tamu disini saja” jawab Kresna tidak senang karena tidak berkenan Kembali Baladewa dengan cepat menukas

Rames semaR

Hlm 80

“Ooo iya Kakang Semar, saya jadi ingin tahu bagaimana ceritanya itu. Ayo ceritakan saja, saya akan mendengarkan. Biar saja Yayi Kresna tidak senang dan enggan mendengarkan, kita cuek saja, Kakang !” “Oooo lae lae … nDara Baladewa, awal mula saya jadi abdi adalah kepada Resi Manumanasa. Saat dia akan mukswa, saya merasakan kehilangan hingga menangis sedih seraya bertanya kelak siap yang akan menemaniku. Sabda sakti Sang Manumanasa kemudian memberikan teman seorang Bagong dari bayanganku sendiri, wewayangan kang bebagongan. Sejak saat itu pula saya diberi wahyu delapan perkara yang selamanya melekat pada diri saya. Semar jadi tahan lapar, tidak mengenal mengantuk, tidak pernah sedih, tidak merasakan dingin karna dayanya air, tidak bisa terbakar oleh sebab api, terpenuhi segala apa yang diharap, bisa menjadi apa saja sesuai keinginan dan ditakdirkan berumur panjang. Jadi kalau perkara makan dan minum saja, walaupun serba mewah dan enak, saya tidak tertarik nDara. Maksud kedatangan saya kemari adalah menyampaikan turut berbahagia atas perkawinan nDara Abimanyu. Niat saya sih juga mau nyumbang.”

Catatan : Alur cerita dan sebagian dialog di lakon ini berdasarkan rekaman pagelaran wayang kulit bersama dalang favorit penulis, Ki Nartosabdho, dengan judul yang sama. Bandung, 6 Juni 2011

Rames semaR

Hlm 81

Semar Kuning [2]

Gb 13. Prabu Baladewa

Mendengar perkataan terakhir Semar, Prabu Kresna kemudian merespon “Apa yang akan engkau sumbang Kakang Semar, pastinya engkau tidak mempunyai apa-apa. Pakaianmu saja lusuh kumel dan telah compangcamping, jadi mana mampu kamu nyumbang kepada seorang raja” “Oooo .. bukan berwujud harta nDara yang akan saya sumbang. Lha kalau harta yang saya berikan, ibaratnya menggarami lautan to, dan negri Dwarawati sudah begitu kaya sehingga apalah artinya sumbangan dari seorang Semar. Saya hanya ingin menyumbang sebuah tembang kepada nDara Kresna. Sebuah tembang Sarkara” “Apa maksudnya itu Kakang Semar ?” Baladewa bertanya “Sarkara itu berarti gula, atau madu. Jadi saya ingin nembang Dandanggula, nDara Baladewa” Rames semaR

Hlm 82

“Ya sudah kalau begitu, cepat engkau lakukan Kakang Semar” ujar Kresna dengan penuh ketidaksabaran karena merasa terganggu. “Saya mulai nembang nggih nDara Kacarita nagri dwarawati tan prabeda kaywangan kaendran kabeh bab upa rengganes dasar ratu misuwur kalokengrat lumahing bumi yaiku prabu kresna titising hyang wisnu nyata ratu binatara kabeh dewa tresna pada asih tintrim pinter sakbarang karya” Tersebutlah negri Dwarawati Tak beda laksana kahyangan Segala hal terlihat indah elok Sungguh raja yang terkenal Terkenal hingga di ujung dunia Yaitu prabu kresna Titisan Sang Hyang Wisnu Nyata seorang raja besar Semua dewa cinta dan tulus mengasihinya Pintar di segala tindakannya Prabu Kresna yang dituju tembang itu merasa bangga sehingga melupakan kejengkelannya sejenak. Senyumnya mengambang. “Yah … memang begitulah keadaannya Kakang Semar. Engakau sunguh pintar merangkai kata-kata dan mengungkap fakta” “Ada kelanjutannya nDara Mung cacate ratu dwarawati nadyan pinter kurang wicaksana tega kalawan kadange denira amemantu abimanyu siti sendari datan tinunggu besan kang nedeng wulangun ngendelke dupeh kuwasa wus tetela lamun ta kekurang adil asor samaning titah” Rames semaR

Hlm 83

Namun ada cacatnya raja Dwarawati Walau pintar namun kurang bijaksana Sungguh tega terhadap saudaranya Dalam melakukan (pahargyan) mantu (antara) Abimanyu dan Siti Sendari Tidak hadir sang besan Yang tengah dilanda kesedihan Mengunggulkan kekuasaannya Tlah jelas bahwa (yang dilakukan) itu tidak adil Sungguh itu (pertanda) seorang yang berbudi rendah Hening suasana ruangan agung itu setelah Semar menyelesaikan tembang itu. Tak ada yang berani mengeluarkan suara mengomentari tembang yang telah Semar lantunkan. Baladewa diam tiada bergerak. Samba begitu tegang melihat suasana mencekam dan hanya melirik melihat bagaimana reaksi ayahnya, Prabu Kresna. Setyakipun hanya menunduk kelu. Begitupun Sang pengantin baru, Abimanyu, hanya diam gelisah menunggu apa yang bakal terjadi. Dan .... merah padam muka Kresna terlihat Sigro muntab lir kinetab, duko yayah sinipi jojo bang mawingo wengis Netro kocak ngondar-andir Idepnya mangala cakra mrebabak wadananira pindha kembang wora-wari bang13 “Abimanyu !!!” teriak Kresna memecah kesunyian sesaat tadi dengan memanggil mantunya “Inggih, sendika dawuh rama prabu” jawab Abimanyu bersegera “Kamu sudah merupakan bagian dari keluarga Dwarawati setelah resmi menjadi suami dari anakku Siti Sendari tadi. Dan kamu adalah calon seorang raja dan juga senapati agung. Apa yang bakal engkau lakukan bila orang tuamu yang adalah seorang raja negara besar, dihina oleh orang kecil kaum sudra papa di depanku ini ?”

13

Pocapan dalang yang menggambarkan amarah tokoh. Wajah menegang merah padam, dada mengembang menahan gejolak, mata mendelik berputar-putar

Rames semaR

Hlm 84

Gundah Abimanyu mendengar perkataan mertuanya itu. Hatinya bercabang antara menuruti perintah mertuanya, atau menuruti kata hatinya yang begitu sayang kepada pamomongnya sedari kecil, Semar. Di pandanginya sosok yang begitu lekat di hatinya itu. Sosok yang bisa dikatakan berantakan untuk ukuran manusia normal, tubuh cebol bulat, hitam dan jelek serta wajahnyapun tak berbentuk menarik, namun begitu disayanginya seperti halnya ayahnya dan para leluhurnya. Dari resi Manumanasa, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata sampai ke ayahnya Arjuna, menempatkan Semar di posisi yang terhormat. “Abimanyuuuu !!!” kembali suara Kresna penuh tekanan menggelegar Suara yang tidak keras namun karena hanya satu-satunya yang muncul dikeheningan suasana, terdengar bagai halilintar di telinga Abimanyu. Dan tak ingin mendengar perintah untuk kali ketiga, Abimanyu segera menghampiri Semar dan setelah dekat, yang dilakukan adalah menjamah dan kemudian meludahi kuncung Semar serta wajahnya. Kembali keheningan tercipta diruangan besar itu. Kali ini lebih mencekam. Semua orang yang ada dan menyaksikan peristiwa itu, tertegun dan hampir tak percaya bahwa itu nyata terjadi. Ada sekilas senyum yang tersungging di bibir Kresna, namun sebaliknya wajah Baladewa mengeras, mata membesar dan memerah pertanda kemarahan mulai naik di kepala. Sementara itu, Semar dalam diam mengelap dengan punggung tangan bekas air ludah yang melekat di kuncung serta wajahnya. Tidak ada amarah di wajahnya, hanya rona kesedihan yang tiba-tiba muncul menggelayuti wajah dan tubuhnya. Kemudian dipandanginya singgasana Kresna seraya berkata : “Nggih … tidak apa-apa … tidak mengapa saya diperlakukan seperti ini oleh semua nDara yang ada di sini. Biarlah … semua ini saya terima. Saya menyadari bahwa saya hanyalah orang kecil, wong cilik ongklak-angklik, tentu tidak akan ada orang yang sudi menolong. Semar ada untuk mengingatkan yang lupa. Terus apa gunanya saya menunggu orang yang sudah tidak mau diingatkan dan sudah tidak memiliki nurani lagi. Saya mohon pamit nDara !!!” Rames semaR

Hlm 85

Hampir semua mata yang memandang kepergian Semar menyimpan duka. Begitupun Abimanyu, serasa mimpi bahwa dia telah melakukan tindakan yang luar biasa tercela itu. Tak percaya bahwa dirinya sudah menghina orang yang begitu dikasihi dan mengasihinya. Jiwanya merintih hatinya hancur. Pun demikian dengan Baladewa, begitu sosok Semar lenyap dari pandangan, segera beranjak dan menghampiri Abimanyu. Dengan kemarahan meluap, di tudingkannya tangan ke arah Abimanyu. “He … Abimanyu, apa yang telah kau lakukan tadi. Teganya kau menghina Kakang Semar begitu rendah. Tidakkah kau ingat, siapa Kakang Semar itu. Bahkan ayahmu Arjuna, kakekmu Pandudewanata, eyangmu Begawan Abiyasa sampai leluhur-leluhurmu begitu menghormati Kakang Semar dan menempatkannya dalam kedudukan yang mulia, dan tak mungkin menghinakan seperti apa yang tadi tlah kau lakukan. Uwamu tak mau campur tangan atas perbuatanmu tadi, terserah apa yang akan kamu lakukan lagi kelak. Terserah engkau mau berbuat apa, tapi ingat, sekali lagi engkau melakukan hal hina seperti itu, uwakmu ini yang akan menjadi lawanmu !!!” Kemudian Baladewa membalikan badan dan kembali menghadap kepada Kresna. Dengan menurunkan suaranya, kembali dia berucap “Yayi Prabu, Kanda kira sudah cukup keperluanku disini. Saya mohon pamit yayi, semoga tidak ada kejadian apa-apa setelah ini.” “Matur nuwun Kanda Prabu atas kedatangannya, dan dinda tegaskan sekali lagi bahwa kejadian-kejadian tadi semuanya adalah tanggung jawab dinda pribadi. Yakinlah bahwa tidak akan ada apa-apa karena ada titisan Bathara Wisnu disini” “Terserahlah apa katamu Yayi, aku mohon pamit !” <<< ooo >>> Dengan berjalan pelan Semar keluar dari istana Dwarawati menuju alunalun. Disanalah anak-anaknya menunggu dia kembali. Dan benar saja, terlihat dari jauh Gareng Petruk dan Bagong ngawe-awe, melambaikan tangan, memberi tanda keberadaannya. Sepertinya mereka telah selesai berkeliling menyaksikan keramaian di seputar alun-alun itu. Rames semaR

Hlm 86

“Lha itu Ramane Semar sudah kelihatan, wah pasti membawa oleh-oleh makanan. Pastinya lezat-lezat lha wong yang punya hajat kan raja Dwarawati” Petruk langsung nrocos. “He eh Truk, pasti juga Ramane Semar dibekali uang bayak oleh nDara Abimanyu. Kan ndara Abimanyu lagi hepi, jadi tentunya Ramane sebagai pamomongnya dapat limpahan rejeki. Betul nggak Mo” kata Gareng sambil membayangkan segera dapat membeli sarung baru sebagai ganti sarungnya yang sudah bolong dimuka dan di belakang. “Kang Gareng dan Kang Petruk boleh berharap, tapi kelihatannya Rama Semar nggak bawa apa-apa tuh” kata Bagong kalem “Boleh jadi makanannya nanti diantar ke sini oleh utusan dari istana” Petruk masih berharap “Barangkali uangnya disembunyikan Rama di balik sarungnya itu” Garengpun masih percaya akan harapannya “Kalau gitu, geledah saja sarungnya Rama Semar, kalau ada yang mengganjal berarti itu kemungkinan uang, Kang Gareng” Bagong mencoba memberi solusi “Lha kalau yang ganjel bukan uang, itu terus apa Gong” “Ya tinggal dilihat to kenapa ganjel disitu” “Kalau nggak boleh di lihat” “Diintip atau kalau perlu dipegang aja” “Ini pada ngapain sih kok malah ngurusin per-ganjel-an, Kang Gareng sama Bagong lihat nggak Ramane Semar lagi gimana gitu” ujar Petruk yang sedari tadi memperhatikan Ramanya. “Kita lagi bersenang-senang ria Ramane kelihatannya malah pasang wajah sedih, senyum pun tidak. Kok lain dari biasanya. Ada apa sih Ma, apa guyonan kami bertiga ini kurang berkenan di hati Rama ?” Tak urung Gareng dan Bagong pun segera memandang Ramanya dengan lebih seksama. Terlihat memang wajah Semar begitu muram. Biasanya

Rames semaR

Hlm 87

mendengar celotehan anak-anaknya, Semar tertawa-tawa senang atau minimal mesam-mesem sendiri. Kali ini tidak ! “Ada apa to Rama, kok terlihat muram begitu. Kalau seperti itu wajah Rama terlihat semakin jelek lho, wis elek tambah elek. Lihat Bagong itu Mo, selalu cuek dan hepi-hepi aja sehingga biar elek tapi pede aja seakan wajahnya menyerupai ndara Arjuna” seloroh Petruk mencoba menghibur Ramanya “Toh kualitas seseorang tidak hanya diukur dari tampilan dan bungkusannya saja, begitu kan Kang Petruk. Nggak kayak Kang Gareng kemarin tuh, pengin pamer kalau punya pakaian banyak eee baju dan celananya dipakai semua. Sudah pakai beskap, blangkon-an, sarung dan kolornya masih dipakai pula. Kirain ada kondangan, eeee ternyata mau ke sawah, macul” Bagong tidak mau kalah Mau tidak mau akhirnya hati Semar sedikit terhibur mendengar banyolan dan ledek-ledekan anak-anaknya tadi. “Wis … wis … wis … tidak perlu saling mengejek. Sebenarnya Rama kalian ini memang lagi muram mengingat perlakuan ndara-ndara kalian di dalam istana tadi. Kalian sudah tahu kan, ndara Arjuna sedang tidak ada lha kok ndara Kresna tetap saja melangsungkan pernikahan Siti Sendari dengan Abimanyu. Rama kemudian mengingatkan ndara Kresna … eeee … kok malah marah dan kemudian menyuruh Abimanyu untuk melakukan sesuatu. Tahu nggak Le … apa yang kemudian Abimanyu lakukan. Dia kemudian meludahi kuncung dan muka Rama” “nDara Abimanyu Mo ?!” Gareng kaget dan keras berteriak “Masak sih Mo, nDara Abimanyu begitu, apa Rama tidak menghindar” Petruk setengah berteriak juga “Kalau saya jadi Rama, tak tadahi, tak tampung saja air ludah yang disemprotkan nDara Abimanyu. Kemudian tak kumpulin dan saya buntel di bawa pulang” ujar Bagong kalem “Wis … wis … wis … anak-anakku kabeh, Rama sekarang lagi pengin sendiri nggak ingin kalian ganggu. Rama ingin berjalan mengikuti kata hati kemana kaki ini melangkah. Tolong kalian sekarang mencari dimana keberadaan nDara Arjuna dan wartakan semua yang terjadi disini kalau Rames semaR

Hlm 88

sudah ketemu. Jangan tanya sampai kapan dan kemana tujuan Ramamu. Nala Gareng, kamu sebagai yang tertua tolong pimpin adik-adikmu ya” “Okelah kalau begitu Mo. Have a nice trip !” “Itu bahasa apa Kang Gareng ?” Petruk bertanya “Mosok gitu aja nggak tahu to Kang Petruk, itu bahasa Ngalengka artinya mudah-mudahan perjalanan Rama selamat, tak menemui arah melintang, tak terhalang macet di jalan, tak tergoda warung makan di pinggir jalan dan akhirnya sampai tujuan dengan sukses” “Lha kok artinya panjang sekali to Gong padahal kata-katanya cuman sedikit” Petruk curiga “Ya begitulah basa Ngalengko. Makanya jadi orang yang cerdas Kang !” <<< oooo >>> Nun jauh di selatan kerajaan Dwarawati, terdapat sebuah kerajaan yang cukup besar bernama Guwakancana, disebut pula Kutakarukmi. Rajanya seorang raksasa yang bergelar Prabu Dewaketuk dengan didampingi patih Kumbarananggo. Sang raja tengah mengalami sakit. Sakit bukan sembarang sakit, melainkan tengah terpanah asmara. Sering melamun, tersenyum dan kadang tertawatawa sendiri membayangkan imajinasi akan kekasih hatinya. Gandrung tidak mengenal kasta, dikala cinta telah tertancap, siapapun bakal merasakan indah atau perih akibatnya. Terasa indah pabila tersampaikan apa yang menjadi hasrat, walau itu hanya sesaat dalam mimpi ataupun rekayasa pikiran, terasa perih bila tak sesuai dengan harapan dan bayangan sang kekasih meninggalkan dirinya. Bandung, 13 Juni 2011

Rames semaR

Hlm 89

Semar Kuning [3]

Gb 14. Semar

Setelah cukup lama sidang agung kerajaan hanya diisi oleh diam, kemudian pecahlah kesunyian saat Sang Prabu memanggil patihnya “Tih … Patih Kumbarananggo” “Sendika dawuh Gusti” “Kamu pernah sakit wuyung nggak, Tih” “Kalau sakit gayung belum pernah Gusti” “Wuyung Tih … bukan gayung“ “Oooo ... kalau duyung saya pernah lihat Gusti” “Wuyung, Tih .. wuyung … jatuh cinta. Walah … payah, punya patih kok pendengarannya nggak benar to !”

Rames semaR

Hlm 90

“Ooo nggih Gusti mohon maaf. Memang beberapa hari ini kuping saya agak mbrengengeng begitu. Kalau jatuh cinta sudah pasti pernah Gusti. Malah beberapa kali, termasuk sama ibunya anak-anak saya itu” “Elok tenan Tih .. sampai beberapa kali kamu jatuh cinta. Jadi sekarang istrimu berapa Tih ?” “Ya cuman satu to Gusti” “Lha kok cuman satu ?” “Yang jadi cuman satu, yang lainnya cuma jatuh cinta tapi bertepuk sebelah tangan” “Maksudnya gimana to Tih ?” “Saya cinta setengah mati, yang saya jatuh cinta-i mati beneran” “Lha kok bisa Tih ?” “Nah itu yang saya herankan Gusti. Setiap yang saya sir kok tiba-tiba mati dadakan” “Lha yang sekarang menjadi istrimu bagaimana Tih ?” “Makanya setelah saya analisa dari berbagai sisi maka penyebabnya adalah saya mendekati perawan. Makanya saya kemudian mencoba melamar janda Gusti, dan akhirnya bisa hidup sampai sekarang” “Ha ha ha ha … Tih Patih. Aneh juga nasibmu itu Tih. Tapi kan istrimu sekarang biar janda tapi sulistya ing warna, pasti cantik kan Tih ?” ”Menurut saya begitu Gusti, tapi menurut Togog dibawah standar Gusti, nggak tahu itu artinya apa” “Ha ha ha ha … ya sudah tak mengapa.” “Gusti Tanya-tanya begini apakah sedang jatuh cintakah ?” “Benarm, Tih. Sudah tiga malam Gustimu ini mimpi yang sama. Bertemu dengan seorang putri yang bak bathari dari kahyangan. Biyuh … biyuh … biyuh Tih, uayune uleng-ulengan tenan Tih, ayunya sungguh lua biasa. Senyumnya sangat manis. Kalau tertawa, Tih … duniapun ikut tertawa, Rames semaR

Hlm 91

dunia menjadi berseri. Kalau berjalan, Tih .. hatiku ikut terbang. Setelah kutanya dia bernama Siti Sendari. Tahu nggak, Tih … putri mana Siti Sendari tadi ?” “Halah … bilai iki, bermasalah ini ! Apakah Gusti beberapa minggu yang lalu tidak di undang oleh Prabu Kresna raja Dwarawati ?” “Diundang apa, Tih ! Bukankah tidak ada utusan dari Dwarawati, Tih” “Beberapa minggu lalu, saya memperoleh informasi dari intel yang saya sebar bahwa Ratu Dwarawati punya hajat besar, yaitu mengawinkan Siti Sendari dengan Raden Abimanyu” “We lha dalah … jagat wasesane bathara … lha kok kayak begini. Tapi aku tidak peduli, Tih. Mau sudah kawin atau belum, aku tetap tresna, Tih. Sekarang terserah apa upayamu untuk mewujudkan keinginanku ini, Tih” “Wah berat itu, Gusti !” “Tih !!! Kamu digaji sebagai patih itu tugasnya ya melaksanakan perintah Raja !” “Oh ya .. nggih, akan saya usahakan semaksimal mungkin. Akan saya minta Siti Sendari, kalau tidak bisa dengan cara halus, kalau perlu negri Dwarawati akan saya bumi hanguskan” “Ha ha ha … begitu Tih itu baru Patih Kumbarananggo. Laksanakan secepatnya Tih” “Siap Gusti, saya berangkat sekarang juga. Nyuwun pangestu Gusti !” “Ya Tih … cepatlah engkau berangkat, aku bekali dengan doa !” <<< ooo >>> Hari itu juga, pasukan Guwakancana dengan prajurit-prajurit raksasanya menuju Dwarawati mengemban tugas raja mereka. Dan ketika sudah mencapai perbatasan Dwarawati, hal tersebut diketahui oleh pasukan Dwarawati dibawah pimpinan Senapati Setyaki. Segera pertempuran antara prajurit Dwarawati dan Guwakancana terjadi.

Rames semaR

Hlm 92

Pertarungan antara Setyaki dan Patih Kumbarananggo pun berlangsung seru. Namun ternyata patih Guwakancana memiliki kesaktian yang luar biasa. Setyaki dalam tekanan. Para prajuritnyapun mempunyai nasib sama, mulai mundur teratur akibat desakan pasukan raksasa yang beringas. Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba dari angkasa muncul seorang satria yang langsung menyerang para prajurit raksasa Guwakancana. Pasukan raksasa yang sebelumnya diatas angin, mendapat serangan bak angin topan dari satria tadi, seketika kocar-kacir. Setelah itu satria tadi segera menghampiri Patih Kumbarananggo dan menyerangnya dengan trengginas. Setyaki yang sudah berkeringat dingin, melihat satria itu seketika tersenyum senang dan segera memperoleh tenaga kedua untuk membantu prajurit Dwarawati menyerang prajurit-prajurit raksasa Guwakancana. Kedudukan sekarang berubah, gantian prajurit Guwakancana yang terdesak, begitupun Patih Kumbarananggo. Dia mulai terdesak oleh olah kridanya satria itu. Dan akhirnya sang patih berteriak memberi aba-aba kepada prajuritnya untuk mundur. Tergopoh-gopoh prajurit-prajurit Guwakancana mundur menjauhi prajurit Dwarawati. “Gatotkaca ! Terima kasih engkau telah membantu pamanmu ini melawan Patih Kumbarananggo dari Guwakancana” “Sudah menjadi tugas kewajibanku Paman untuk membantu Dwarawati” “Kalau begitu, ayo ikut pamanmu ke Dwarawati untuk menghadap Prabu Kresna” “Sendika Paman” <<< oooo >>> Sosok pendek, bulat, hitam dan berwajah suram itu berjalan pelan sendiri di tengah hutan belantara gung liwang liwung. Ya sosok itu adalah Semar yang tengah membawa jiwa gundah dan lara. Berjalan tanpa arah sekehendak kaki melangkah. Meskipun sendirian di hutan nan angker dan banyak dihuni oleh binatang-binatang buas, namun anehnya tiada yang sanggup mendekat apalagi menyentuh untuk mengganggu tubuh sosok itu. Bahkan singa, harimau, serigala sampai jin

Rames semaR

Hlm 93

setan perayangan yang berkeliaran disekitar hutan itu, terdiam dan hanya memandang sosok itu dengan pandangan penuh hormat. Ya … jiwa minulya itu adalah Nayataka. Naya berarti wajah, rona dan taka adalah mati. Wajah kematian yang menggambarkan bahwa pemiliknya telah mencapai taraf mengenal dan telah siap mati kapanpun. Bahwa kematian adalah wajib adanya karena nyawa adalah milik Sang Maha Kuasa. Ya … jiwa minulya itu adalah Nayabadra atau badranaya, naya adalah wajah, badra adalah bulan. Sang pemilik wajahnya bersinar bak rembulan. Terang dan meneduhkan bagi sesiapa yang memandangnya. Menentramkan yang bersapa dan berdekatan dengannya. Sosok Semar adalah penggambaran manusia dan Tuhannya, antara penuh kekurangan dengan kesempurnaan. Semar adalah seorang lelaki karena bagian kepalanya menyerupai laki-laki, namun payudara dan pantatnya adalah perempuan. Rambutnya memiliki kuncung layaknya anak-anak, namun tlah memutih seperti orang tua. Bibirnya slalu tersenyum menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan, namun matanya selalu basah oleh tangis kesedihan. Semar adalah kita, yang sering tertawa namun kerap pula menitikan air mata lara, adakalanya bersikap kekanakkanakan namun kerap pula bertindak bijaksana. Semar adalah kita, yang dalam diri bersemayam kekurangan, cacat dan jauh dari sempurna. Dan bila kita menyadarinya dan berupaya tuk mengurangi kekurangan dan mengedepankan kebaikan maka Allah Yang Maha Sempurna dapat berkenan meyertai jiwa dan raga kita. Seraya berjalan pelan, Semar lirih mendendangkan sebuah tembang Bocah Bajang nggiring angin anawu banyu segara ngon-ingone kebo dhungkul sa sisih sapi gumarang Bojah bajang menggiring angin Menguras air lautan Peliharaannya kerbau bodoh Beriringan dengan sapi gumarang

Rames semaR

Hlm 94

Seolah Semar mewartakan kepada seluruh isi hutan belantara itu, mengabarkan kepada seluruh penghuni dunia, bahwa manusia dikaruniai kelemahan yang ada pada wujud seekor kerbau, namun di sisi lain juga memiliki kelebihan layaknya sapi gumarang yang cerdas dan bertanduk tajam. Dan untuk gapai restu Ilahi haruslah diupayakan mengharmoniskan antara sifat yang serba kurang, lemah dan cacat di satu sisi dan sifat yang serba sempurna di sisi yang lain, manusia membutuhkan perjuangan panjang, sepanjang umur manusia itu sendiri, seperti bocah bajang nggiring angin dan nawu segara, menggiring angin dan menguras lautan, tiada pernah kan selesai. Semar Semar Semar Semar Semar

mendendangkan begitu lirih melantunkannya sepenuh hati menghayati makna yang tersirat dengan khitmat berdendang lirih merunduk khusyu

Dan kemudian tangannya memelintir kuncungnya Maka seketika …………. Laksana bom nuklir meledak dentamnya mengguncang kahyangan para penghuninya sangat terkejut digunjang gempa tiba-tiba para dewa dewi bertanya apa yang terjadi para batara batari segera ingin tahu gerangan siapa yang mampu menciptakan guncangan dahsyat ini Geger kahyangan !!! Dan segera Batara Endra, Batara Brahma dan Batara Bayu melesat menuju mayapada. Didekati oleh mereka cahaya yang benderang di tengah hutan belantara. Dan disana tlah berdiri Semar … ya Batara Ismaya … Semar adalah dewa nyarira jalma Semar adalah kakandangane Batara Ismaya Sesampai di hadapan Semar, maka seketika ketiga dewa itu menghaturkan sembah dibawah kaki Semar “He Endra, Brahma dan kamu Bayu. Ada apa kalian datang kesini ngejawantah, apakah kamu disuruh Bapakmu Sang Hyang Jagat Nata ?” Rames semaR

Hlm 95

“Wo Batara Ismaya, kahyangan Rinjamaya 14 gonjang ganjing diguncang gempa. Tentu ada sebab hal itu terjadi. Kiranya Wo Batara yang menyebabkan ini. Ada apakah gerangan Wo ?” sembah Endra takjim “Demikian pula kahyangan Panglawung 15 Wo Batara, hamba jadi ingin tahu apa yang tengah disusahkan Wo Batara” Batara Bayupun melaporkan. “Idem Wo, kahyangan Argadahana16 gonjang ganjing. Laporan selesai !” singkat Batara Brahma. “Tidak ada apa-apa kok, perkara enteng saja kok sampai kalian datang ke hadapanku. Bertiga lagi. Selamanya aku nggak pernah susah, selamanya aku ngak pernah kuatir. Aku dibuat sakit hati kalau membalas itu wajar, namun aku tidak mau melakukannya karena aku sudah menerimanya. Tentu kalian sudah tahu apa yang terjadi. Saat ini Kresna sedang ditinggalkan Wisnu, Kresna lagi koncatan Wisnu-nya” ucap Semar sang Batara Ismaya kalem. “Tapi memang sungguh keterlaluan sikap Kresna kepada Wo Batara, aku nggak terima Wo” dengan nada marah Endra menjawab. “Begitupun aku Wo, akan kubalas Kresna dengan yang setimpal. Biar Kresna tuh eling siapa sebenarnya dirinya” berapi-api Bayu berkata “Idem Wo Batara !” singkat Brahma melanjutkan kata-kata keras saudarasaudaranya “Terserah apa yang akan kalian lakukan, yang jelas aku tidak akan campur tangan dan tidak menyuruh kalian. Tapi ingat kalaupun ingin mengingatkan, hanya Kresna yang salah dan jangan kau ganggu yang lainnya apalagi rakyat Dwarawati” “Kalau begitu saya mohon pamit, nyuwun pangestu Wo Batara” “Saya juga mohon pamit untuk melaksanakan rencana kami mengingatkan Kresna Wo Batara, mohon pangestunya” Endra dan Bayu mohon pamit “Idem Wo” singkat Brahma pamitan 14

Nama kahyangan kediaman Bathara Indra Nama kahyangan kediaman Bathara Bayu 16 Nama kahyangan kediaman Bathara Brahma 15

Rames semaR

Hlm 96

“Ingat anak-anakku semua, seperti yang tadi telah aku sampaikan, aku tidak merestui lho, namun dari apa yang kalian telah rencanakan aku berharap atas dasar kebijaksanaanmu sendiri. Aku yakin bahwa kalian telah mampu untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dengan bener dan pener, benar dan tepat” <<< ooo >>> Sementara itu, di kamar tidur pengantin baru, Abimanyu dan Siti Sendari, suasana romantis segera terasa. Dihiasi dengan dekorasi interior yang indah nan menawan serta di sekeliling ruangan tercium aroma wewangian yang nyaman dan membangkitkan gairah, suasana siang itu terasa menyejukan. Panas di luar istana, namun begitu dingin di ruangan pengantin. Panas di dalam dada akibat gejolak dan hasrat dirasa, namun dingin menyentuh hati yang tlah menyatu. Masing-masing akan menyampaikan rasa cinta yang tlah menggumpal, namun saat menyaksikan wajah sang kekasih, tiba-tiba lidah kelu dan kata-kata tak mampu keluar. Yang ada hanya pandang-pandangan, senyam-senyuman, dan pegang-pegangan ...... tangan. Abimanyu kemudian memandang istrinya. Yang dipandang malu tertunduk. Melalui mata pandangan, dijelajahinya seluruh tubuh wanodya yang tengah berdiri didepannya dan kini telah menjadi miliknya. Sempurna ! Dia memperoleh istri yang memiliki kecantikan yang sempurna, dari ujung rambut sampai ujung kaki semua serba indah. Untuk menghilangkan kekakuan suasana, rikuh pakewuh, serta lebih mendekatkan rasa dan hasrat, maka Abimanyu membawa istrinya untuk menghirup udara segar dan menikmati keindahan taman di samping istana. Dengan bergandengan tangan intim, kedua sejoli itu berjalan pelan seraya bercanda mesra menikmati indahnya suasana. Taman itu adalah taman di lingkungan keputren di Dwarawati, sehingga tlah biasa Siti Sendari menikmati keindahan dan keelokannya. Taman luas dengan pohon dan bunga beraneka rupa, gemericik air sungai dan bunyi binatang-binatang piaraan, menambah lengkap isi taman seolah menghadirkan suasana surga bagi pemiliknya.

Rames semaR

Hlm 97

Para penghuni taman, burung-burung, sungai, air, batu, serta awan mega di angkasa seolah tlah menjadi kawan setia Sang Dewi, dan slalu menyapanya. Wanodya sulistya ing warna dasar pinter angedi busana ngadi sarira manuk-manuk kang padha menclok panging kayon pating caruwet ocehe parandene dupi mulat tindaknya Dewi Siti Sendari cep klakep kaya binungkem sami mandhap saking ngepang … andekur yen manungsa-a kaya sung pambage dateng rawuhipun sang putri linangkung kali cilik kang padha mambek sakala banyune kemricik ebahing toya labet denya kepengin tumingal marang sulistyaning warna putri minulya mina-mina alit kang mapan ing kono pating calungup pada ngatonake sirahe awit denya anginceng sarta anginjen anglirik namatake marang sulistyane wanodya utama padas turi padha ambrol watu gedhe padha gathuk watu cilik padha gathik upama wujude manungsa padha saur-sauran takon genti tinakon suket grinting kang kang wus aking karana dangu tan kejawahan parandene ketetesan keringete … saknalika subur semi angrembuyung walang-walang kang padha menclok ing witing sidaguri padha mabur pating kleper angubengi lungguhane Dewi Siti Sendari yen manungsa-a sung pambagya dateng rawuhing putri agung sekaring kedhaton Dwarawati mega putih anggung lumayang mayungi dateng bentering surya angayomi Sang Dewi aja nganti kaladuk langking pakulitane awit saka kasorotan bagaskara Setelah puas berjalan menikmati indahnya taman, kedua sejoli itu melepas penat seraya duduk berdua di bangku taman. Wajah Siti Sendari semakin cerah, pipi memerah diterpa panas dan angin, di hiasi sedikit titik keringat di kening, menambah segar pandangan Sang Abimanyu.

Rames semaR

Hlm 98

“Adikmu ini sangat bangga dapat memperistri Mbakyu Siti Sendari” “Ah … kok Kanda masih memanggil Mbakyu sih. Memang kalau menurut silsilah, saya ini lebih tua dari Kanda, tapi saya kan sekarang sudah menjadi istrimu, jadi sudah seharusnya Kanda memanggil Dinda kepada saya, bukan begitu Kanda” Memang benar, kalau dirunut secara silsilah, Abimanyu dan Siti Sendari adalah masih trah Mandura. Siti Sendari berayah Kresna dan Kresna adalah anak dari Basudewa, raja Mandura. Ayah Abimanyu, Arjuna beribu Kunti yang adalah adik dari Basudewa. Maka berdasarkan itu Siti Sendari di anggap lebih tua dari Abimanyu. “Benar Mbakyu … eh … benar Dinda. Mengapa Kanda bilang bahwa saya sangat bangga memperoleh Dinda sebagai istri, Dinda pengin tahu ?” “Terserah Kanda” “Karena Dinda adalah wanita yang sulistyo ing warna dalam segala hal. Wajah dan tubuh dinda begitu indah sehingga tak bosan Kanda memandangnya. Begitupun hati Dinda begitu lembut dan baik. Bagaimana Kanda tak merasa bangga ?” “Ah … Dinda jadi malu” rona merah kembali mewarnai wajah Siti Sendari dan kali ini pujian suaminya itu bak api dalam sekam yang mengobarkan gairah kepada suaminya. Tak sadar kemudian dia bertanya : “Kanda, di Madukara kalau siang hari mentari lama nggak tenggelamnya menjadi malam” “Yah biasa saja Dinda, kalau sudah siang terus sore, pasti tidak lama kemudian malam pasti menjelang dan kemudian datang dengan sendirinya. Kok Dinda bertanya begitu sih, maksudnya apa ?” “Kalau di Dwarawati ini rasanya kok siangnya lama ya Kanda. Perasaan dari tadi sang bagaskara masih menampakan diri saja, padahal sudah lama di atasnya. Terus malam kenapa belum datang-datang ya ?” “Ehm … ehm … tenggorokan Kanda tiba-tiba kok jadi serak ini Dinda. Ehm …” “Oh ya … kalau begitu kita ke kamar aja yuk Kanda” Rames semaR

Hlm 99

“Ehm … ehm … nggak perlu nunggu malam kan ?” “Ah … Kanda … bikin malu Dinda ajah” Dan dengan agak terburu-buru kedua sejoli pasangan pengantin baru itu menuju ke kamar untuk menyembuhkan ehm ehm Abimanyu tadi. Tidak perlu diceritakan apa yang terjadi di kamar pengantin. Nun … di angkasa terlihat tiga sosok tengah melayang terbang di atas bumi Dwarawati. Bagi orang awam, sudah tentu mereka tak terlihat. Mereka bertiga tengah memperhatikan keadaan negara Dwarawati dari angkasa di siang hari itu Bandung, 24 Juni 2011

Rames semaR

Hlm 100

Semar Kuning [4]

Gb 15. Prabu Baladewa

Benar, mereka bertiga adalah Bathara Brahma, Bathara Bayu dan Bathara Endra. Setelah meninggalkan Semar dari hutan belantara itu, maka mereka segera menuju negri Dwarawati. Segala rencana telah disusun untuk melaksanakan “hukuman” sebagai peringatan kepada Prabu Kresna atas tingkah polah dan kesombongannya mengagung-agungkan diri sebagai titisan Wisnu yang berkuasa di dunia. Perlakuan kepada Semar sungguh sudah keterlaluan, pun kepada adiknya sendiri Arjuna yang mengabaikan Rames semaR

Hlm 101

kehadirannya dan menganggapnya tidak ada walaupun ada peristiwa yang sangat penting bagi seorang ayah, yaitu menikahkan anaknya Abimanyu. “Hong wilaheng awigeno mastuhu bawana langgeng, Kakang Brahma dan Kakang Bayu, mari kita mulai pekerjaan ini. Namun ingat petuah dari Wo Batara Ismaya, agar bencana yang kita berikan diupayakan jangan sampai menimpa kawula yang tidak tahu menahu dan tidak bersalah. Bencana kita fokuskan disekitar istana Dwarawati saja. Mari Kakang kita mulai !” begitu ungkap Bathara Endra untuk memulai rencana mereka. Sesaat kemudian, Batara Endra mulai mengheningkan cipta, amuja tirta, mengendalikan air di sekeliling bumi Dwarawati dan seketika hujan sangat deras turun bak di curahkan isi laut ke bumi. Tak lama kemudian, banjir ladu walik watu, banjir bandang bagaikan tsunami datang menerpa dari alun-alun menuju istana Dwarawati. Pinggir kedaton mulai di terjang air bah dan seterusnya mulai memasuki sitinggil istana. Batara Brahma tak mau kalah, setelah mengheningkan cipta maka keluar dari kedua belah tangannya dahana sagedung-gedung ngepung kutha Dwarawati, bola api raksasa mulai melingkupi istana. Sehingga api bergabung dengan air mulai merangsak ke dalam istana menciptakan suasana mengerikan bagi sesiapa saja yang menyaksikan. Tak cukup dengan itu semua, Bathara Bayupun kemudian ikut berkontribusi. Diciptakannya angin topan bergulung-gulung, barang apa saja yang dilaluinya porak poranda. Pohon nan besar dan kuat tercerabut akar-akarnya dan ikut terbawa terbang. Tembok yang kokoh dan tebal seketika roboh dan puing-puingnya terhambur kesegala arah bagai kapas diterbangkan angin saja. Geger istana Dwarawati ! Suara jerit perempuan terdengar menyayat hati, ketakutan. Tak tahu apa yang harus dikerjakan karena angin topan, air bah dan kobaran api datang begitu tiba-tiba. Begitupun Prabu Kresna yang sedang berbicara dengan kakaknya Prabu Baladewa yang tengah bersiap-siap pulang ke Mandura, sangat terkejut melihat bencana yang menimpa kraton Dwarawati yang datang begitu tibatiba. Rames semaR

Hlm 102

Kresna yang biasanya sangat tabah, sabar dan cerdik dalam mencari solusi yang cepat dan tepat, kali ini terlihat bingung dan tak tahu apa yang harus dikerjakan. Begitupun Baladewa yang biasanya mengandalkan adiknya Kresna dalam segala hal, kali ini tambah bingung atas apa yang terjadi. Walaupun sebenarnya dalam hati kecilnya percaya bahwa bencana ini adalah akibat dari penghinaan Kresna kepada Semar pada peristiwa perkawinan Abimanyu dengan Siti Sendari belum lama tadi. “Ini gimana Yayi Prabu, cepatlah engkau bertindak kalau tidak ingin kita hancur diterjang oleh air bah yang begitu dahsyat, api yang berkobarkobar dan angin yang mengobrak-abrik istana ini” “Saya juga bingung Kakang Prabu, pusaka-pusaka sakti yang aku punyai semua hilang. Sepertinya terbawa air bah tadi” “Lha … Wisnumu yang kamu unggul-unggulkan selama ini mana, segera keluarkan Yayi. Bukankah Wisnumu dapat menaklukan dunia ini sesuai keinginanmu. Kalau cuman bencana seperti ini sepertinya tidak ada artinya dibandingkan kekuasaan Wisnumu Yayi” “Haduh Kakang Prabu … kok sepertinya kekuatan Wisnu hilang dari diriku ya” “Ayo cepat keluarkan, masak gini aja tidak bisa mrantasi gawe, bukankah Wisnumu sanggup untuk menahan air, api dan angin yang seberapa besarpun” “Haduh Kakang … jangan meledek begitu dong. Benar Kakang, sepertinya Wisnu telah oncat dari diriku, yang penting sekarang kita selamatkan keluarga Dwarawati dulu Kakang. Semua pusaka-pusakaku tak tahu dimana sekarang, tapi saya masih mempunyai kereta Jaladara Kakang.” “Kalau begitu ayo cepat kita selamatkan mereka semua. Cepat keluarkan Jaladara Yayi” Segera Prabu Kresna membawa ketiga istrinya Jembawati, Rukmini, Setyaboma, satu per satu naik kereta, dan setelah itu sepasang pengantin baru Abimanyu dan Siti Sendari juga memasuki kereta Jaladara. Dan secepat kilat kemudian Jaladara melesat ke angkasa menghindari bencana yang dahsyat itu.

Rames semaR

Hlm 103

Memang sungguh luar biasa kereta Jaladara itu. Kereta Jaladara adalah kereta hadiah dewa bagi Kresna, dibuat oleh Mpu Ramayadi dan Mpu Hanggajali. Kereta itu ditarik empat ekor kuda yang berwana kemerahan, hitam, kuning dan putih yang masing-masing punya kesaktian sendirisendiri. Kuda berwarna kemerahan dari benua barat hadiah dari Batara Brahma, dengan kesaktiannya mampu masuk kedalam kobaran api, bernama Abrapuspa. Kuda hitam dari benua paling selatan bernama Ciptawelaha pemberian Sang Hyang Sambu, mampu berjalan menembus tanah. Kuda berwarna kuning bernama Surasakti yang mampu berjalan diatas air adalah pemberian Batara Basuki dari jagad timur. Sedangkan kuda putih murni bernama Sukanta pemberian dari Batara Wisnu dari bumi utara, kesaktiannya mampu terbang. Pabila telah dirakit dan digabungkan dalam satu kereta maka tercipta kolaborasi yang dahsyat, satu dengan yang lain saling berbagi kesaktian dan saling melindungi. Sebenarnyalah kereta kuda Jaladara melambangkan kehidupan manusia di jagat ini. Keempat kuda dengan warna yang berbeda tadi menyimbolkan sifat dan watak manusia yang masing-masing mempunyai karakteristik khusus dan akan mempunyai kekuatan dahsyat bila berkolaborasi antara satu dengan yang lainnya. Dan kusir kereta yang mengerti akan sifat dan perilaku kudanya serta mampu menggabungkan kekuatan masing-masing dalam sebuah orkestra irama gerak langkah kaki kuda nan menawan, senada seirama, maka perjalanan para penumpang akan nyaman, aman dan cepat sampai tujuan. Warna-warna empat kuda Jaladara ibarat cahaya-cahaya inti yang melingkupi diri manusia. Cahaya Putih, merah, kuning dan hitam melambangkan manifestasi air, api, angin dan bumi atau tanah. Cahaya Putih, merah, kuning dan hitam menyimbolkan nafsu muthmainah, amarah, sufiah dan lawwamah. Rames semaR

Hlm 104

Air adalah putih, kejujuran, kesabaran, nrima ing pandum, bersifat melarutkan, menyejukan, menyegarkan, namun jika berlebihan dapat menghancurkan bahkan menjadi racun yang mematikan. Api berwarna merah, berwatak semangat, dinamis, berambisi, emosi namun juga mempunyai sifat sebagai pemberontak, iri dengki, pun kebohongan. Sifat baik dan buruk dapat timbul darinya, sehingga hasil cipta dari daya hidupnya dapat merupakan energi yang bergerak bersifat prabawa, mengembangkan, memekarkan namun juga memiliki daya menghancurkan, membasmi, membakar hingga meledakan. Cahaya Kuning adalah merupakan manifestasi dari angin yang memiliki watak keindahan, dalam seni budaya, sopan santun, kasih sayang, toleransi, namun juga semu, samar, palsu, gengsi, konsumtif. Dan hitam adalah bumi atau tanah. Dari tanah watak dan sifat produktif, kreatif, inovatif tercipta, namun juga bersifat tega, egois, mengunggulkan materi. Keempat cahaya tadi harus saling mengisi dam menutupi kekurangan untuk menciptakan watak dan tindakan yang baik dan terpuji sesuai dengan jalan Ilahi Rabbi. Dan yang mengendalikan keempatnya itu adalah sang kusir. Falsafah Jawa mengatakan sebagai sedulur papat lima pancer. <<< ooo >>> Kita tinggalkan Prabu Kresna dan rombongan dari istana Dwarawati yang mengendarai kereta Jaladara berusaha menghindari bencana dan berniat untuk sementara mengungsi. Kita kembali mengikuti perjalanan anak-anak Semar panakawan yang ditinggal Ramanya, Semar, dan disuruh untuk mencari nDaranya satria Madukara, Arjuna. Meskipun belum tahu dimana sebenarnya nDaranya berada, namun ketiga panakawan telah hafal akan perilaku nDaranya itu. Kalau sedang mengalami masalah berat dan membutuhkan solusi yang bener lan pener, maka tidak ada tempat yang tepat selain mencari kesunyian jauh dari keramaian untuk bertapa menentramkan hati, memusatkan pikiran, tuk berharap pepadhang. Tidak hanya bila menemui masalah berat, saat mengharapkan sesuatu yang dirasakan penting bagi diri, keluarga, saudara-saudaranya maupun bagi negaranya, pun Arjuna Rames semaR

Hlm 105

lebih sreg melakukannya dengan ber-tirakat, mendekatkan diri kepada Pencipta Semesta.

Gb 16. Panakawan (Petruk, Gareng dan Bagong)

Dan ketekunannya dalam bertapa itu memang sudah teruji. Jangankan cuma sekedar binatang buas, ataupun jin gendruwo atau setan yang paling menakutkanpun, bahkan godaan yang lebih hebat lagi berupa bidadari kahyangan yang cantik molek tiada menggoyahkan tekad dan kemauan keras Permadi. Bahkan tidak hanya satu bidadari, melainkan tujuh bidadari tidak mampu menarik minat Arjuna selagi bertapa. Dewi Warsiki, Dewi Irimrin , Dewi Tunjungbiru, Dewi Wilutama, Dewi Supraba, Dewi Gagarmayang dan Dewi Lengleng Mulat yang mendapat tugas untuk menggoda, berakibat senjata makan tuan, malah mereka yang tergoda

Rames semaR

Hlm 106

oleh, tidak saja sosok dan wajah Arjuna yang rupawan, juga dibuat kagum oleh kekuatan tekad, hati dan pikiran (baca kisah Begawan Mintaraga). Sehingga akhirnya Gareng, Petruk, Bagong-pun menemukan nDaranya di suatu hutan di sebelah barat daya kerajaan Dwarawati. Tentu tempat yang digunakan Arjuna tidak sembarangan, melainkan tempatnya tersembunyi, bersih, dan layak untuk didiami selama beberapa bulan. Ketiga panakawan tadi sementara melepas lelah tidak jauh dari tempat nDaranya bertapa karena melihat bahwa Arjuna masih begitu khusyu dalam semedinya sehingga tidak berani membangunkannya. “Kalau saya pikir-pikir, Ramane Semar tuh aneh ya Kang Gareng. Lha wong jelas-jelas dihina sama ndara Abimanyu dan ndara Kresna begitu … eee … bukannya marah atau membalas malah diam saja” Petruk memulai pembicaraan mengeluarkan uneg-unegnya. “Iya Kang, kalau saya yang digituin …. oooo pasti langsung tak bales malah tak tambahi bonus. Kalau ada yang meludahi mukaku … langsung tak bales meludahi mukanya bahkan kalau perlu langsung tak uyohi !” tambah Bagong dengan penuh ekspresi. “Hush … ora elok kuwi … tidak bagus begitu. Malah kita harus bersyukur punya orang tua seperti Ramane Semar. Ramane Semar terkenal sebagai pamomong para satria dan raja. Pamomong itu tidak hanya sekedar jadi batur, babu atau pembantu, melainkan lebih dari itu. Mengingatkan yang dimomong kalau berbuat salah, memberi wejangan dan teladan yang baik, bahkan sering diajak diskusi mencari solusi terhadap permasalahan yang tengah terjadi. Usulannya sering didengar malah kerap dijadikan sebagai pedoman. Jadi dihadapan mereka, kedudukan Rama Semar itu sangat mulya, tidak hanya dianggap sebagai pendamping dan pembantu saja. Oleh karenanya meskipun usia ndara yang dimomong Ramane Semar itu jauh lebih muda, tapi semuanya menyebut Ramane dengan Kakang. Itu memperlihatkan bahwa hubungan antara ndara dan pamomongnya itu begitu dekat” terang Gareng bijak. “Tapi aku juga heran Kang Gareng atas perilaku nDara Kresna, lha kok lain dari biasanya. Kalau kita maen nemenin nDara Janaka ke sana, sikap nDara Kresna selalu baik kan. Malah pernah pulangnya aku dioleh-olehin sarung sama sak rantang opor kok” Petruk kembali berujar. Rames semaR

Hlm 107

“Lha itu yang aku juga heran Kang Petruk sama Kang Gareng, mungkin setan atau Batara Kala sedang manjing di dirinya. Lha wong menurut cerita Rama, polah tingkah nDara Kresna juga aneh kok, katanya somse dan begitu merendahkan” “Ya nggak tahulah Gong, yang penting kita sudah memenuhi perintah Ramane Semar mencari nDara Janaka” Dan yang tengah diperbincangkan, akhirnya bangun dari semedinya. Matanya terbuka dan langsung dilihatnya para panakawan telah menunggu didepannya. “Gareng, Petruk dan Bagong, sudah lamakah kalian menunggu disitu ?” “Eeee nDara sudah bangun rupanya, kami belum lama kok nDara” jawab Gareng mewakili adik-adiknya. “Lha mana Kakang Semar kok tidak keliahatan bersama kalian” Seketika Bagong pasang aksi “Hu hu hu hu … ludah dikuncungi nDara !” “Apa kuwi Gong ?” “Ludah kyaine Semar dikuncungi …” “Hush … salah Gong, kuncung di bawuki !” Petruk juga ngawur. “Ada apa sih ini, kok ada kuncung, ludah sama bawuk. Tolong dijelaskan yang terinci dan runtut sehingga aku mengerti apa yang telah terjadi” “Begini nDara !” akhirnya Gareng turun tangan Kemudian Gareng bercerita atas apa yang menimpa Semar, tentang perkawinan Abimanyu dan Siti Sendari yang tidak ada besannya, tentang Semar yang mencoba mengingatkan, tentang penghinaan yang dilakukan Abimanyu kepada Semar dan kemudian tentang perintah Semar untuk mencari Janaka untuk mengabarkan semua itu. Mendengar cerita itu, sejenak Janaka terhenyak. Sedih tiada terkira atas perlakuan Abimanyu dan penghinaan kepada abdi kinasihnya. Juga tak kurang herannya atas sikap Prabu Kresna yang keterlaluan itu. Ada Rames semaR

Hlm 108

semburat kesedihan dan penyesalan menaungi wajah Janaka. Dan seraya menghela nafas seakan melepas beban berat yang menggelayuti dada, kemudian dia berkata : “Panakawan, sungguh tak terduga. Sebenarnyalah aku menyepi diri di sini untuk bertapa, tiada lain dalam rangka ingin meminta kepada Yang Kuasa untuk memulyakan anakku tersayang Abimanyu. Aku selaku orang tuanya, begitu berharap anakku kelak menjadi satria pinunjul baik dalam olah krida maupun olah batin. Dan itu kupintakan tiada putus. Pun harapan serupa aku lakukan untuk Siti Sendari, agar kelak dia dapat mendampingi anakku dalam mengarungi kehidupan menuju kebahagiaan rumah tangganya kelak. Panakawan, aku tidak menyalahkan siapa saja atas kejadian memalukan dan memilukan ini. Kesalahan hanya ada padaku saja. Oleh karenanya, mari dampingi aku untuk mencari kebenaran dan jalan keluar.” Tanpa diperintah dua kali, akhirnya panakawan mendampingi nDaranya menembus hutan belantara berjalan dalam diam. Dan tak sengaja mereka bertemu dengan pasukan raksasa Kutakarukmi yang tengah juga menyusup dalam hutan untuk menyusun kekuatan kembali setelah dipukul mundur oleh Setyaki dan Gatotkaca. Dan tak ayal pertempuranpun terjadi. Namun dengan mudah Janaka mampu mengalahkan pasukan raksasa itu dan seketika merekapun terbiritbirit melarikan diri ke hutan yang lebih dalam. <<<< oooo >>>> Kita beralih menuju negri Amarta. Hanenggih nagari pundi ta ingkang kaeka adi dasa purwa. Eka sawiji, adi linuwih, dasa sepuluh, purwa wiwitan. Sanadyan kathah titahing dewa, ingkang kasongan ing angkasa, kasangga pratiwi kapiting samodra, kathah ingkang sami anggana raras boten wonten kadi nagari Amarta. Mila kinarya bubuka, ngupayaa nagari satus tan antuk kalih, sanadyan sewu tan jangkep sadasa. Mila winanstan Amarta dados palawangane jagad, utawi wenganing rahsa, Amarta panggenan pambuka.

Rames semaR

Hlm 109

Dhasar nagari panjang-punjung, pasir wukir loh jinawi gemah aripah karta tur raharja. Pajang dawa, punjung luhur kawibawane, pasir samodra wukir gunung, dene nagari ngungkurake pegunungan, ngeringake pasabinan nengenake benawi ngayunaken bandaran gedhe. Loh tulus kang sarwa tinandur, jinawi murah kang sarwa tinuku. Gemah para lampah dagang rahinten dalu tan ana pedhote, labet tan ana sangsayaning margi. Aripah janma manca kang samya gegriya ing salebeting praja katingal jejel riyel aben cukit tepung taritis, papan wiyar katingal rupak saking rejaning praja. Karta kawula ing padhusunan padha tentrem atine, mungkul pangolahing tetanen. Ingon-ingon kebo sapi, pitik iwen tuwin raja kaya tan ana kang cinancang, yen rahina aglar ing pangonan, yen bengi mulih marang kandhange dhewe-dhewe. Raharja tebih ing parangmuka. Para mantra bupati padha kontap kautame, bijaksana limpad ing kawruh, putus marang pangrehing praja, tansah ambudidaya kaluhuraning nata. Dhasar nagari gedhe abore, padhang jagade, dhuwur kukuse, adhoh kuncarane. Boten namung ing tanah jawi kemawon ingkang sami sumujud, sanadyan para narendra ing mancanagari kathah ingkang sumawita tanpa karana ginebaging bandayuda, among kayungyun marang popoyaning kautaman. Bebasan ingkang celak manglung, ingkang tebih tumiyung. Saben antara mangsa sami asok bulubekti, glondhong pangareng-areng. Peni-peni reja peni guru bakal guru dadi mas picis rajabrana minangka panungkul. Sinten ta jujuluking narendra ingkang anglenggahi dhamparing kaprabon. Wenang den ucapna jujuluking nata, ajejuluk Prabu Puntadewa ya Prabu Darmakusuma, ya Prabu Darmaraja, ya Darmaputra, Sang Darmawangsa, ya Prabu Yudhistira, Guna talikrama, ya Ajatasatru. Mila jejuluk Prabu Puntadewa nalendra rahsaning dewa, jejuluk Yudhistira nunggak semi lan jejuluking jin Wisamarta, Darmaputra pinutra Sang Hyang Darma dewataning sesanggeman,Darmaraja narendra ingkang padha olah sesanggeman, ya Sang Ajatastru tegese tan darbe mungsuh.

Bandung, 27 Juni 2011

Rames semaR

Hlm 110

Semar Kuning [5]

Gb 17. Prabu Puntadewa

Di sitinggil Amarta telah duduk sulung Pandawa, Prabu Puntadewa, di hadapan adik-adiknya minus Arjuna. Disebelah kanannya, berdiri dengan tegak Bima ya Werkudara serta di sebelah kiri berdiri si kembar, Nakula dan Sadewa. Amarta tengah kedatangan tamu agung yang sekarang sedang menghadap. Siapakah tamu agung itu ? Ternyata mereka adalah Prabu Kresna, Prabu Baladewa dan rombongan. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa di atas kereta Jaladara setelah menghindari bencana, akhirnya sepakat untuk mengungsi ke Amarta menemui adik-adiknya Pandawa, sekaligus untuk mewartakan apa yang tengah di alami Dwarawati. “Selamat datang di Amarta Kakang Prabu Kresna dan Baladewa. Sayang sekali tidak mewartakan kabar kedatangan terlebih dahulu sehingga kami tidak dapat menyambutnya dengan baik. Hal apakah yang membawa

Rames semaR

Hlm 111

kedatangan para keluarga Dwarawati dan Koko Prabu Baladewa ke Amarta ini” “Terima kasih yayi Prabu, yayi Prabu dan adik-adiku Pandawa telah menerima kami sudah merupakan suatu kehormatan. Kami datang kesini memang tidak direncanakan sebelumnya sehingga tidak sempat mengirim warta atau nawala. Hal yang akan saya wartakan adalah sesuatu yang penting bagi yayi Prabu bahwa saya telah menikahkan ananda Abimanyu dan Siti Sendari beberapa hari yang lalu. Hal ini saya lakukan meskipun tanpa kehadiran besan, yayi Arjuna, mengingat bahwa hubungan keduanya sudah begitu akrab dan dekat. Keduanya sudah saling mencintai dan sepertinya memang sudah dijodohkan oleh Yang Kuasa untuk menjadi suami istri. Dan untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan maka saya segera berinisiatf untuk menyatukan mereka berdua dalam bahtera hidup rumah tangga.” Prabu Kresna bercerita bahwa Baladewapun kemudian merestui pernikahan itu, tentang kedatangan Semar pada saat para raja undangan tengah menyantap hidangan yang disediakan, bagaimana Semar memberi hadiah dua pupuh tembang sarkara yang kemudian membuatnya merasa disentil, dan kemudian saat bagaimana Abimanyu atas perintahnya meludahi kuncungnya Semar.” Diam sesaat Puntadewa mendengar cerita dari Kresna. Sedih hatinya atas kejadian itu, dibayangkan betapa perih hati abdinya kinasih Semar memperoleh perlakuan yang sangat menghinakan dari momongannya sendiri. Dan kemudian katanya : “Setelah mendengar cerita tadi, saya tidak menyalah koko prabu ataupun kakang Semar. Yang saya salahkan adalah yayi Arjuna yang meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ayah apalagi pada peristiwa yang sangat penting yaitu hari pernikahannya” Werkudara yang sedari tadi diam mendengar cerita Kresna namun setelah mendengar respon dari kakaknya itu segera menyahut : “Hemmm … aku faham bahwa kakakku tidak akan pernah menyalahkan apalagi menyakiti hati orang lain, yang dilakukan pasti menyalahkan diri sendiri atau saudaranya. Kakakku selalu mengalah. Dalam hal ini belum

Rames semaR

Hlm 112

tentu si Jlamprong adikku yang salah. Aku tahu bagaimana si Jlamprong itu, aku mengenalnya lebih dari kakakku” Baladewa tidak urung ikut nimbrung dalam pembicaraan yang sudah mulai memanas ini “Heh …. yayi Kresna ceritamu belum selesai, lanjutkan cerita kejadian setelah itu. Jangan engkau potong-potong ceritanya” “Saya kira itu cukup, Kakang Prabu” “Tidak ! Jujurlah ! Sebab seandainya engkau bercerita lebih lengkap apa adanya dan engkau dapat mengungkapkan segalanya dengan jujur, kalaupun engkau yang salah namun karena telah engkau akui dengan jiwa satria maka niscaya kata maaf akan gampang engkau terima. Pada saat itu dirimu mungkin sedang khilaf bukan ?” “Heeeemmm … aku percaya siapa itu Jlitheng kakangku. Jlitheng kakangku adalah tidak lumrah manusia, Jlitheng kakangku adalah kekandangane Batara Wisnu sehingga sudah selayaknyalah memiliki kebijaksanaan yang luas. Oleh karenanya tuntaskan cerita tadi biar segalanya jelas mana yang salah mana yang benar, becik ketitik ala ketara” Werkudara melanjutkan kalimat Baladewa untuk mempertegas “Bener Werkudara … bener kuwi … ha ha ha ha … Aku sendiri selama ini memang menggantungkan kebijaksanaan ke dia. Walaupun aku lebih tua dari dia, namun aku merasa bahwa ilmuku kalah jauh dengan ilmunya. Bagaimana bisa menang lha wong dia titisan Wisnu. Kresna kok dilawan … ha ha ha ha … !!!” tawa Baladewa terdengar aneh terutama di telinga Kresna. “Ya silahkan koko Prabu, di luar sana banyak kolam limbah yang berair kotor. Silahkan koko Prabu menyiramkan semua kotoran ke diri saya ini. Saya memang penuh rereget” “Ha ha ha … ojo mutung yayi” Puntadewa yang mendengar itu segera menengahi “Monggo, silahkan dilanjutkan ceritanya koko prabu”

Rames semaR

Hlm 113

“Siap yayi Prabu, namun sebelumnya saya mohon ijin untuk meminta nini Siti Sendari dan Abimanyu untuk ke belakang saja agar tidak mendengarkan apa yang nanti kemungkinan malah akan membuat resah dan gelisah hati mempelai pengantin” “Ya silahkan. Abimanyu dan Siti Sendiri silahkan ke belakang istana untuk istirahat dan anggap saja serasa di rumah sendiri seperti di Dwarawati” “Terima kasih Prabu Puntadewa, mohon pamit” Abimanyu dan Siti Sendari kemudian bergandengan tangan meninggalkan ruangan pertemuan untuk beristirahat di kamar yang telah disediakan. Setelah hening sejenak, kemudian Prabu Kresna mulai membuka suara. “Pun Kakang melanjutkan cerita yang tadi. Apakah harus selalu begitu ? Memang harus selalu begitu kalau wong sing utang kudu nyaur lan wong nyilih kudu mbalekake, orang yang berhutang harus membayar dan yang meminjam harus mengembalikan. Tidak lama kemudian setelah kejadian itu, belum juga semua undangan para raja pulang ke negara masingmasing, Dwarawati ditimpa bencana alam. Hujan datang tiba-tiba tanpa mendung dengan derasnya menyebabkan banjir ladu walik watu. Pada awalnya hanya terjadi di alun-alun, namun dengan cepat menuju sitinggil keraton walaupun telah dihadang dengan berbagai cara.” Dengan menghela berat nafas, Kresna melanjutkan ceritanya “Yayi, walaupun dengan rasa pedih dan dada sesak saya lanjutkan cerita ini. Kemudian di sisi selatan api berkobar mulai menerjang memasuki keraton. Begitupun dari sisi utara. Segala arah di kepung oleh dahana, sungguh miris kejadian saat itu. Pada saat itu saya akhirnya memanfaatkan pusaka kereta Jaladara untuk menyelamatkan diri beserta keluarga hingga sampai di hadapan yayi sekarang ini. Tujuan kami menghadap yayi tidak lain adalah disamping ingin menyampaikan kabar tentang malapetaka yang menimpa Dwarawati, juga minta saran dan solusi agar dapat menyelesaikan masalah ini” Akhir cerita Kresna membuat Puntadewa terpekur dan bersedih hati. Namun Puntadewa tetap saja Yudistira, selalu enggan untuk menyalahkan orang lain, yang selalu dikorek adalah kesalahan diri sendiri ataupun keluarganya. Hingga kemudian dia berucap kepada Werkudara. Rames semaR

Hlm 114

“Dara … Janaka dulu kamu beri pelajaran apa ?” “Tentu saja hal-hal yang baik” “Sebagai saudara tua dari Janaka, kalau nyata engkau telah memberi pelajaran tentang tata susila dan keutamaan seorang satria dan kewajiban seorang manusia untuk selalu berbuat baik dan menghindari hal-hal yang buruk dan menyakiti orang lain, tentu dia tidak akan melakukan hal bodoh ini” Baladewa yan merasa risih seketika menyela : “Yayi … Janaka sebenarnya tidak salah kok disalahkan ini bagaimana … “ “Koko Prabu … mohon cukup mendengarkan apa yang saya katakan” “Oh … ngih yayi” Seraya masih menghadap wajahnya ke Werkudara, adiknya, Puntadewa melanjutkan : “Kalau engkau tidak mampu menasehati orang yang lebih muda, apa gunanya engkau menjadi orang tua. Janaka itu apamu ?” “Janaka itu adikku” “Ibarat kayu yang tidak lurus dan mulai bengkok apakah engkau tidak berusaha meluruskan ?” “Aku akan luruskan !” “Ibarat mata air di telaga mulai kotor, mengapa engkau tidak membuatnya jernih lagi ?” “Aku akan membuat bening !” “Engkaulah yang salah tidak bisa mengarahkan adikmu untuk selalu berbuat baik. Seandainya engkau sudah tidak mau dan tidak mampu lagi untuk membuat baik adikmu, aku mohon diri, akan kucari sendiri sampai ketemu dimana adikmu berada” “Aduh kakang … engkau akan mencari dimana ?”

Rames semaR

Hlm 115

“Akan aku cari di tengah bara api yang membara dan membakar !!!”

Gb 18. Werkudara

Terkejut semua yang hadir ditempat mulia itu. Semua sadar bahwa apa yang dikatakan Puntadewa bukan hanya gertak semata. Kata-katanya niscaya akan dibuktikan adanya. Puntadewa terkenal sebagai orang yang jujur, tidak pernah menyakiti orang lain dan bahkan akan memberikan apapun yang dipunyai bila orang memintanya. Oleh karenanya dia digelari sebagai Ajatasatru, tidak punya musuh, karena memang pada kenyataannya satu orangpun tidak pernah menjadi musuhnya. Lawan apalagi kawan semua segan dan hormat pada Puntadewa ya Sang Darmaputra.

Rames semaR

Hlm 116

Puntadewa berwajah tenang, berpenampilan sangat sederhana dan bertutur kata lemah lembut kepada siapa saja. Tidak peduli pabila berhadapan dengan rakyat jelata yang miskin sekalipun, niscaya akan dihormati dan dihargai layaknya kawan dekat ataupun saudara kandung. Puntadewa setelah menjadi raja pun tidak berpakaian yang serba mewah dan penuh kemegahan. Pakaiannya sangat sederhana dan tidak mengenakan mahkota raja yang menurutnya dapat merenggangkan hubungan baiknya dengan orang lain, menjauhkan jarak karena perbedaan kasta. Juga dia terkenal sangat sabar hingga orang menyangka darahnya berwarna putih. Di dalam dunia pewayangan, ada tiga tokoh yang berdarah putih yaitu : Subali, Begawan Bagaspati dan Puntadewa. Bagaspati adalah seorang begawan di Argabelah. Dia adalah mertua dari Prabu Salya di Mandraka. Anaknya Pujawati diperistri oleh Narasoma, nama muda dari Prabu Salya, yang karena kelicikan Narasoma dan begitu cintanya pada anak satu-satunya, Bagaspati kemudian menyerahkan nyawanya dengan mentransfer ajian Candrabirawa. Begitupun Puntadewa. Kisah kalah main dadu melawan saudaranya Kurawa yang dibungkus oleh kelicikan Sengkuni, sepenuhnya bukan karena Puntadewa suka berjudi, melainkan karena enggan menolak ajakan saudara tuanya, apalagi sebagai seorang satria pantang menolak sebuah tantangan. (Dalam hal ini walaupun bersikap baik, namun Puntadewa tidak tepat menerapkannya. Menurut ajaran agama, tidak boleh menerima ajakan dari orang tua sekalipun kalau itu mengarah kepada kesesatan). Begitupun saat ini. Sifat “keras” dalam selalu menjaga perasaan orang lain, malah menyebabkan merasa terpukulnya jiwa adik-adiknya, terutama Werkudara. Namun disisi lain, ada jiwa yang tengah bergolak. Ada jiwa yang gundah dan gelisah. Ya … pengaruh kejujuran, belas kasih dan kemurnian sikap Puntadewa, membukakan mata hati Kresna akan kebenaran. Meluluh lantakkan kesombongan yang selama ini membalut hatinya. Melumerkan sikap merasa paling benar dan paling kuasa karena ke-wisnu-annya. Membuat jiwanya terhanyut dalam nuansa hening nan berwibawa. Menyesali atas kepongahannya, perlakuan menyepelekan kepada adiknya Arjuna, menghina abdi kinasihnya Semar dan memandang rendah kakaknya sendiri Baladewa. Rames semaR

Hlm 117

Bulir air mata mengambang di pelupuk mata Kresna. Dalam kisah dan masalah apapun mana pernah Kresna menangis. Namun kali ini hatinya menangis, walau air mata tanpa isak hanya meleleh satu dua, namun dampaknya sungguh luar biasa. Seketika wajah Kresna meneduh, matanya merunduk. Dan dengan suara yang teramat lembut berucap : “Saya yang salah Yayi !” “Tidak, Arjuna yang salah Kakang Prabu” “Benar, saya yang salah Yayi” “Tidak Kakang” “Sekali lagi, dan ini kakang ucapkan dengan sepenuh hati dan kebenaran semata, bahwa sayalah yang bersalah Yayi. Dan sebagai penebus dosa atas apa yang telah saya lakukan, saya akan menjalani lampah brata, akan kucari Arjuna kemanapun dia berada. Tidak akan kakang kembali ke Dwarawati maupun ke Amarta bila tidak membawa hasil. Kakang mohon pamit Yayi !!!” Dengan langkah cepat Kresna keluar ruangan dan segera menghilang dari pandangan. Dan Wekudara yang sedari tadi tegak diam berwajah sedih, pun melangkah keluar tanpa berkata-kata sepatah katapun. Werkudara berjalan ringan menuju alun-alun dan berdiri tegak di tengah-tengahnya. Mukanya yang keras semakin mengeras menahan kecewa dan rasa sedih. Masih terngiang ucapan kakaknya Puntadewa yang menyalahkan dirinya dan adiknya Janaka. Sedih tiada terkira. Dia faham betul akan karakter Arjuna, adiknya yang sangat di sayang sepenuh jiwa dan raga. Sang Werkudara berdiri tegak tiada bergerak terlihat begitu gagah dan berwibawa. Sungguh gagah satria panenggak Pandawa itu. dhêdhêp tidhêm prabawaning ratri sasadara wus manjêr kawuryan tan kuciwa mêmanise mênggêp srinatèng dalu siniwaka sanggyaning dasih aglar nèng cakrawala Rames semaR

Hlm 118

winulat ngalangut prandene kabèh kèbêkan saking kèhing taranggana kang sumiwi warata tanpa sêla Sunyi senyap sepi menciptakan perbawa malam Bulan tlah menampakan diri bersinar terang Alangkah indahnya tiada mengecewakan Terlihat gagah raja diraja malam itu menghadirkan segala cinta dan harapan terhampar di atas cakrawala terlihat hampa tak bertepi namun nyatanya semua tlah penuh sesak oleh bintang gemintang nan berbinar merata sinarnya tanpa sela Namun di malam bersinar terang rembulan itu, masih kalah cahyanya oleh Sang Panenggak Pandawa. Dari gelang candrakirana terpancar cahya yang benderang mengalahkan cahya Sang Hyang Wulan. Candra artinya bulan, kirana bermakna wujud, maka cahya gelang Sang Bayusuta berpadu dengan sang rembulan sejati menaburkan rona yang benderang di sekeliling alun-alun Amarta. Sang Kusumayuda, sang petarung sejati, namun juga satria pinandhita. Dia profesional sekaligus religius, tapa ngrame, pekerja keras yang sufistik, juga panglima perang namun sekaligus seorang guru besar. Sifat dan wataknya adalah teladan. Ibarat kalau tegak dapat dijadikan sebagai tongkat atau tempat berdiri, bila megar dapat dijadikan payung peneduh, pabila lemas bermanfaat sebagai temali pengikat dan jika kaku dapat digunakan sebagai pikulan. Kedua betis kaki ditutupi oleh kampuh atau kain poleng bintuluaji yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Merah perlambang amarah, hitam adalah kekuatan, kuning simbol keinginan dan putih adalah kesucian. Ke empat warna, ke empat sifat tadi melekat pada Werkudara dan tlah menyatu bersinergi menciptakan kekuatan tekad dan kerendahan hati.

Rames semaR

Hlm 119

Bratasena adalah pamungkas laku, membereskan segala masalah. Sang Bima berwajah selalu menunduk dengan belakang kepalanya lebih tinggi sebagai perlambang orang tengah sholat. Tidak mau melayani orang lain pabila pekerjaannya sendiri belum tuntas. Bukankah kalau sedang sholat, sembahyang menghadap Sang Pencipta alam, apapun tiada boleh mengganggu apalagi membatalkannya ? Bandung, 4 Juli 2011

Rames semaR

Hlm 120

Semar Kuning [6]

Gb 18. Sang Bima

Bima adalah manusia lurus hati dan teguh sikap. Apa adanya, lugu, jujur dan tiada bengkok pikirannya. Segala tindakannya hanya mengarah kepada satu tujuam yaitu mencari kesejatian hidup. Semua manusia dianggapnya sama sehingga kepada semua orang dia berbahasa ngoko 17. Bahkan kepada dewa sekalipun hal itu dilakukan. Namun tidak berarti Bima mengecilkan semua orang, hal itu sebagai perlambang bahwa kedudukan semua manusia adalah sama di hadapan Yang Maha Kuasa, yang membedakan adalah kualitas pemahaman dan tindakan dalam iman kepada NYA. Satusatunya anomali yang terjadi adalah saat Bima berhadapan dengan Dewa Ruci saat Sang Bima mencari air kehidupan dan kesempurnaan hidup 18. Bima berdiri tegak di tengah alun-alun itu seraya mulai merenung. Dijernihkan suasana hati dan pikirannya. Hening, sepi dan perbawa malam membuatnya dapat berfikir tenang. Dirangkai ulang kejadian-kejadian 17

Tingkatan bahasa lebih rendah daripada basa krama yang biasanya dipergunakan untuk pembicaraan yang dilakukan dalam satu level, semisal antara teman, sesama bocah atau antara orang yang sepantaran umurnya 18 Baca kisah Dewa Ruci atau Bima Suci Rames semaR

Hlm 121

yang baru saja dialaminya. Meskipun masih ada yang mengganjal di hatinya, diniatkan untuk tidak hendak menyalahkan siapa saja dalam hal ini. Baik Puntadewa kakaknya, ataupun adiknya Janaka, pun Kresna saudara tua yang sangat dihormatinya. Yang berada dalam benaknya sekarang adalah bagaimana solusi yang harus dieksekusi. Akhirnya, dengan kemantaban niat maka diputuskan untuk segera mengejar Kresna untuk mencari adiknya Arjuna. Dipercepat langkahnya terlihat setengah berlari. Hingga tak lama kemudian telah sampai di luar kota raja dan tanpa menunggu waktu segera dilanjutkan perjalanannya menembus malam menuju perbatasan Dwarawati. Bima tak tahu sekarang adiknya ada dimana, namun firasatnya dan kedekatan hati dengan adiknya, mengarahkan dirinya untuk melangkah ke barat daya. Berjalan tengah malam di hutan gung liwang liwung tak menyurutkan semangat Bima tuk menghentikan perjalanan dan mengistirahatkan tubuhnya. Bima adalah satria Pandawa yang tidak memiliki sifat manja dan tlah terbiasa serta tertempa oleh berjuta pengalaman pahit yang mengharuskannya tuk selalu berjuang dan berkorban. Berjalan menyusuri hutan belantara berhari-hari lamanya tanpa istirahat dan hanya kemasukan buah dan air seteguk, baginya sudah lumrah. Kisah hidupnya penuh dengan petualangan dan hutan belantara serta lautan lepas adalah laksana rumah keduanya yang begitu akrab digaulinya. Saat melewati gelapnya hutan itu, terbayang kisah masa lalu ketika dirinya mengendong adiknya Pinten Tangsen, sesekali juga ibunya Kunti bila dilihatnya telah payah berjalan, tersuruk-suruk menerabas hutan setelah terlepas dari malapetaka terbakarnya istana kardus rekayasa kakakkakaknya Kurawa. Dia bahu membahu bersama adiknya Arjuna menaklukan hutan tuk lepas dari ancaman Kurawa 19. Malam telah berganti pagi, meskipun jalan yang dilalui masih gelap karena pohon-pohon raksasa menutupi sinar bagaskara yang mulai muncul, namun di beberapa tempat yang tidak begitu rimbun pepohonan, sinarnya mulai menampakan diri dan menandakan bahwa kehidupan masih berjalan dan siang tlah membalik malam.

19

Baca kisah Bale Gala Gala

Rames semaR

Hlm 122

Meskipun badan belum terasa lelah, namun saat melihat sebuah telaga di depannya maka diputuskannya untuk menghentikan langkah di sisi telaga itu. Kemudian dicarinya tempat yang bersih dan layak untuk bersemedi. Segera setelah diperolehnya tempat itu, maka Sang Bima duduk bersila dan segera terhanyut dalam mengheningkan cipta memohon petunjuk Sang Maha Pencipta akan langkah yang hendak dituju. Hening suasana di sekitar telaga di tengah hutan diselingi sesekali suara binatang hutan yang ria memulai hari. Tak beberapa lama kemudian, dirasakan kemantaban hati Sang Bima semakin terpatri. Hingga kemudian setelah meminum air telaga barang beberapa reguk, dilanjutkan perjalanannya. Siang menjelang, pagi mulai memudar, sang bagaskara bergerak menuju tengah cakrawala. Panas sinarnya mulai menghangatkan suasana hutan. Dan Bima pun tetap melanjutkan perjalanannya dalam diam. Hatinya yakin bahwa tak akan lama lagi apa yang diharapkan segera terwujud. Instingnya mengatakan bahwa adiknya Arjuna berada tak jauh dari dirinya sekarang ini. Dan benar saja, telinganya yang tajam menangkap sayup-sayup percakapan antara dua orang. Segera dipercepat langkahnya dengan berlari menuju asal suara. Dan, tak jauh dari pandangannya terlihat dua orang sosok yang begitu dikenalnya. Ya sosok Kresna dan Arjuna yang tengah berdialog dan di belakangnya berdiri tiga panakawan Gareng, Petruk dan Bagong duduk melingkar santai. “Eeee .. nDara Werkudara datang tho, wah tambah gayeng ini jadinya. Apa kabar nDara ?” sapa Bagong yang melihat pertama kali kemunculan Bima. “Heeemmm … ternyata Jlitheng kakangku lebih dahulu menemukan si Jlamprong. Heeemmm bagaimana kabarnya engkau Adikku ?” “Baik Kakang, kami juga baru saja bersua kok. Kakang baik-baik saja kan ?” “Apik ra apik yo tetep ngene, Kakang mencari kamu tentunya maksudnya sudah di wartakan oleh Jlitheng kakangku, bukan ?”

Rames semaR

Hlm 123

“Iya Kakang, adikmu ini mohon maaf atas segala yang telah terjadi hingga segalanya menjadi berantakan begini” “Wis … tidak perlu dibahas lagi yang sudah-sudah. Yang penting apa yang harus kita lakukan sekarang ini” “Kakang kok nggak disapa to Daraaaa !” Kresna memotong percakapan dua kakak beradik itu. “Heeemmm lha kan kita baru beberapa hari yang lalu bersua” jawab Bima enteng. “Itu kan kemarin-kemarin. Sekarang ya sekarang, masak ketemu sama saudara tua nggak paring pangabekti ataupun say hello gitu” “Ya wis … bektiku kuhaturkan untukmu Jlitheng Kakangku” “Ikhlas nggak ?” “Ya ikhlas to, apa Jlitheng kakangku tidak tahu wataknya Werkudara, kalau sudah keluar ucapan dari mulutku, itulah yang ada di hatiku” “Yo wis … kakang percaya.” “Lha … para panakawan kok nggak di sapa to nDara ?” tanya Bagong cengengesan “Heeemmm .. nganti lali aku. Piye kabare kalian semua, Gareng, Petruk lan Bagong. Baik-baik saja, bukan” “Oooooh inggih nDara Werkudara ingkang minulya, pikantuk pangestunipun panjenengan, kula dahat raka-raka kula tansah linuberan sih kawilujengan saking ngarsanipun Gusti ingkang murbeng dumadi. Sembah kalawan pangabekti kula konjuk dateng nDra Werkudara ingkang minulya. Mugi panjenengan lan kulawarga tansah ugi pinaringan sedaya ingkang dipun pepengini, kayata kawilujengan, kasantosan, kasehatan, kasunyatan, kawuryan, kapribaden, ka ….” “Hush … kowe ngomong apa Gong, lagakmu kayak dhalang saja. Yang penting aku terima salam kalian semua para panakawan. Jlitheng kakangku dan Jlamprong adikku, jadi apa yang telah kalian sepakati untuk menyelesaikan masalah ini”

Rames semaR

Hlm 124

“Begini Daraaa, kakang dan adikmu Permadi telah saling meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Sudah tidak ada lagi rasa dendam dan amarah yang mengganjal di hati. Mudah-mudahan dengan bersihnya hati kita, solusi akan mudah dicari” “Ya harusnya memang begitu, sesama saudara harus saling mencintai dan mendukung. Bukan begitu Reng !” “Oh inggih nDara, tadi nDara Kresna sama nDara Janaka juga sudah sepakat untuk segera mencari keberadaan Rama Semar” “Kira-kira kamu tahu nggak Kakang Semar ada dimana sekarang ?” “Yang jelas bukan di pasar nDara” “Hush … masak Ramamu jadi pedagang. Ojo guyon, lagi serius nih !” “He he he he …. sersan nDara, serius tapi santai saja. Menurut waskita yang aku terima …” “Halah lagakmu Kang Gareng, dapat wangsit darimana lha wong perasaan Kang Gareng tidak pernah semedi begitu” “Lho gini Truk, kakakmu ini selaku yang tertua di antara anak-anak Ramane Semar, apalagi Ramane kan sudah mendelegasikan kewenangan kepada daku. Istilahnya PPS, Pejabat Pengganti Sementara. Jelek-jelek begini saya juga tapa ngrame, merenung dalam keramaian, berfikir dalam bekerja. Jadi menurut naluriku sebagai PPS maka aku dapat memberikan arahan kepada para nDara sekalian. Menurut instruksiku mereka seharusnya mengarah ke timur menuju Gunung yang bernama Tidar. Itu Truk ! Jangan kau anggap remeh Kakakngmu ini !” “Bener Kang Petruk, bagaimanapun kita harus nurut sama Kang Gareng selaku apa tadi, PPS ya. Tapi ya itu tadi, aku minta uang jajan tetap aja nggak dikasih, katanya PPS” “Lho kowe arep njajan dimana Gong, pakai minta uang jajan segala” “Heeemmm, sudah cukup guyonnya. Aku percaya sama kamu Reng. Jlitheng Kakangku dan kamu Jlamprong, apakah memang begitu rencananya ?”

Rames semaR

Hlm 125

“Iya Daraaa, kalau begitu tidak usah menunggu lama, ayo kita langsung berangkat saja menuju kesana !” “Ayo tak ter-ake Jlitheng Kakangku !” “Sendika, Kakang !” “Sendika nDara !” <<< ooo >>>

Gb 19. Semar

Nun .. di puncak sebuah bukit yang sedikit berkabut, pagi itu sinar sang surya mulai menghangatkan tanah dan pohon-pohon di hutan kecil di sekelilingnya. Meskipun gunung itu terbilang kecil bila dibandingkan dengan gunung-gunung di sekitarnya yang menjulang dan mengelilinginya, namun justru seolah menjadi pemimpin para gunung-gunung itu. Mengapa dibilang begitu ? Berdasarkan mitos yang berkembang di masyarakat Rames semaR

Hlm 126

sekitar, gunung itu adalah pakunya tanah Jawa. Gunung itu persis berada di tengah-tengah pulau Jawa. Gunung itu memiliki perbawa bagi sesiapa yang memandangnya dan memikirkannya. Walaupun hutan-hutan di gunung itu tidak terlalu lebat, namun tidak ada satupun penduduk sekitar yang berani menjamahnya. Tersiar kabar dari mulut ke mulut bahwa siapa saja yang menginjakkan kaki memasuki hutan di gunung itu, niscaya pulang hanya kembali nama saja. Kata orang, di hutan gunung itu terdapat banyak orang linuwih, pun berbagai jenis jin setan perayangan yang memiliki kesaktian dan kekejaman tak terkira. Hanya para satria yang kuat hati dan memiliki kedigdayaan bak dewa saja yang mampu dan berani melewati hutan dan bermalam di gunung itu. Namun pagi itu, ternyata di puncak gunung telah ada seseorang yang tengah duduk bersantai di depan sebuah gubuk sederhana. Entah sejak kapan orang itu berada di situ karena tidak terlihat saat dia mendaki ataupun melewati lereng hingga sampai puncak. Dan anehnya para penghuni hutan dan gunung itu tidak ada yang tahu. Sosok itu sungguh unik. Badannya pendek bulat, wajahnya bisa dibilang berantakan. Namun bila dipandang sangat nyaman dirasakan. Tidak lain dan tidak bukan, itulah sosok Semar. Sambil bersantai menikmati indah dan sejuknya pagi, dia menembangkan tembang macapat. Bersenandung lirih seraya merenungi nada dan maknanya. Mingkar-mingkur ing angkara akarana karênan mardisiwi sinawung rêsmining kidung sinuba sinukarta mrih krêtarta pakartining ngèlmu luhung kang tumrap nèng Tanah Jawa agama agêming aji Menghindarkan diri dari angkara pabila hendak mendidik putra tersirat dalam indahnya tembang nada dihias agar tampak indah merona agar tujuan ilmu luhur tercapai di suksma Rames semaR

Hlm 127

yang berlaku di tanah Jawa senjata dan pedoman hidup adalah agama Jinêjêr nèng Wedhatama mrih tan kêmba kêmbênganing pambudi môngka nadyan tuwa pikun yèn tan mikani rasa yêkti sêpi asêpa lir sêpah samun samangsane pakumpulan gonyak-ganyuk nglêlingsêmi Disusun dalam ajaran utama tak boleh malas berselimut budi mulia maka walaupun tlah pikun dan tua pabila tak mengolah rasa sungguh sepi dan hambar layaknya sampah hampa di tengah pergaulan para tetangga memilukan dan memalukan smua Sejenak Semar menghentikan tembangnya. Diedarkan pandangan ke sekelilingnya. Gubuk sederhana itu dulu adalah bagian dari sebuah bekas padepokan. Ya … dulu Ki Dalang Kandhabuwana pernah mendirikan padepokan ini, namun kemudian di tinggalkannya setelah tugasnya telah selesai. Ya … Semar secara wadag adalah masih keturunan dari dalang Kandhabuwana walaupun juga dalam dirinya menitis Batara Ismaya 20. Bandung, 8 Juli 2011

20

Siapakah dalang Kandhabuwana ? Silahkan dibaca kisah lakon Murwakala

Rames semaR

Hlm 128

Semar Kuning [7]

Gb 20. Panakawan

Sudah lama Semar tidak mengunjungi tempat ini. Kangen rasanya menikmati suasana disini. Teringat dia dulu pernah sekian lama tinggal di sini dalam ketentraman, jauh dari hingar bingar kehidupan dunia yang kemilau tapi semu, dunia yang indah namun tak abadi, dunia yang serasa nikmat namun sejatinya penuh racun. Untuk mengulang kenang, dilanjutkan kembali tembang macapat tadi. Gugu karsane priyôngga nora nganggo pêparah lamun angling lumuh ingaran balilu ugêr guru alêman nanging janma ingkang wus waspadèng sêmu sinamun ing samudana sêsadon ingadu manis Mengikuti kemauan pribadi bicara tak berdasar pabila diskusi tak mau dianggap bodoh diri

Rames semaR

Hlm 129

slalu berharap puja dan puji namun orang yang tlah memahami ilmu sejati tak bisa ditebak kualitas diri berprasangka baik dan manis hati Si pêngung nora nglêgewa sang sayarda dènira cêcariwis ngandhar-andhar angêndhukur kandhane nora kaprah saya elok alongka longkanganipun si wasis waskitha ngalah ngalingi marang si pingging Si dungu tidak menyadari bualannya semakin menjadi-jadi ngelantur kesana kemari bicaranya tak masuk akal dan hati semakin aneh setiap kali sepanjang hari (sebaliknya) si pandai mengalah dan berhati-hati aib dan lemah si bodoh ditutupi Mangkono ngèlmu kang nyata sanyatane mung wèh rêsêping ati bungah ingaranan cubluk sukèng tyas yèn dèn ina nora kaya si punggung anggung gumunggung ugungan sadina-dina aja mangkono wong urip Demikianlah ilmu yang nyata kenyataannya memberikan ketentraman suasana tak sedih dibilang bodoh tak tahu apa-apa tetap gembira jika dihina tak seperti si dungu yang selalu menepuk dada ingin dipuji sepanjang masa janganlah begitu hai manusia Dan kemudian sosok itu duduk bersila diam mengheningkan cipta. Diam dan khusyu suasana tercipta. Tiba-tiba binatang hutan di sekitarnya yang semula riuh bersuara menyambut pagi, mak clakep … seketika diam … Rames semaR

Hlm 130

hening … sepi … tanpa suara. Keheningan nuansa berlangsung cukup lama, dan …. dari sosok itu tiba-tiba keluar cahaya kuning yang melingkupi seluruh badan. Sejurus kemudian cahya kuning itu merambat dan mewarnai langit sehingga birunya menjadi kuning. Ya … langit di sekitar gunung Tidar seketika berubah menjadi kuning !! Dan di kaki gunung Tidar, Kresna, Bima dan Arjuna serta ketiga panakawan, Gareng, Petruk dan Bagong, tengah menyaksikan itu semua. Mereka memandang takjub fenomena cakrawala di sekitar gunung itu bermandikan cahya kekuningan. Indah dan menawan dan menyisakan kedamaian saat menikmatinya. “Awas Gong, lalat mau masuk ke mulut mu tuh ! Lagian lihat yang di atas sampai ndlongop gitu, ngowoh lagi, iler dleweran sampai nggak terasa. Tutup cangkemmu Gong !” Petruk menepuk bahu Bagong yang tengah menengadah. “Ora ngono Kang, bukan begitu Kang Petruk, apa Kang Petruk tidak tahu tabiat saya kalau lagi serius. Ya begini nih Bagong kalau lagi berfikir keras !” “Lho, emangnya apa yang sedang engkau pikirkan Gong ?” “Aku sedang mengingat-ingat jaman dulu, sepertinya aku pernah melihat pemandangan yang seperti ini. Oh iya Kang aku kelingan, aku ingat ….. dulu waktu aku muncul pertama kali di dunia ini, suasananya ya kayak begini nih’ “Lho kamu tuh nggak dilahirkan sama mamih Kanastren to Gong ?” “Waktu itu perpisahan antara Ramane Semar dengan Resi Manumanasa yang akan mukswa meninggalkan dunia ini. Ramane sedih karena tidak akan ada teman lagi kelak seandainya Resi Manumanasa sudah tidak ada. Akibat kesedihan Ramane, sekaligus keinginan tetap bersama karib, guru, sekaligus ndara, namun di pisah oleh takdir, Ramane berduka dan alampun ikut berpartisipasi karenanya. Hingga berdasarkan petunjuk Resi Manumanasa, maka aku kemudian nongol dari bayangan Ramane Semar. Makanya aku kan mirip banget sama Ramane. Waktu kejadian itu, suasananya ya seperti ini nih. Serem dan menghanyutkan”

Rames semaR

Hlm 131

“Masak serem sih Gong, lha wong kalau saya merasanya justru syahdu dan menentramkan hati kok. Terus critanya Gimana Gong ?” tanya Gareng ingin tahu. “Ramane pernah crita sama aku, bahwa cahya kuning adalah warna persahabatan. Juga warna kuning melambangkan sinar sang bagaskara, cerah, membangkitkan energi dan ketetapan hati. Namun ada kalanya sifat positif tadi berbaur dengan energi negatif akibat sedang galau, gundah, sedih atau tiba-tiba muncul keinginan yang tidak lumrah.” “Wah menarik sekali Gong, terus bagaimana pangandikane Kakang Semar ?” Arjuna yang merasa tertarik pun ikut bertanya. “Ehm … ehm .. ehm .. wah wah wah … Bagong lagi di tanggap nih. Jarang kula memperoleh kesempatan seperti ini, memperlihatkan kapasitas, kapabilitas, kualitas dan intelektualitas diri Bagong. Bukan begitu nDara Janaka ?” “Halah … trembelanmu Gong !” ujar Gareng sebel kalau sudah melihat Bagong jumawa begitu “Iya Gong, silahkan lanjutkan ujaranmu yang serba tas tas tas tas tadi” lanjut Arjuna coba hangatkan suasana. “Begini semuanya … oh sebentar … sebentar … apakah nDara Werkudara dan nDara Kresna juga akan mendengarkan yang saya wedarkan ini ?” suara Bagong meninggi seiring dengan tingginya ke-pede-annya. “Heeeemmmmm …” Werkudara hanya mendehem. “Lanjut Gong !” Kresna meminta Bagong meneruskan cerita. “Begini ndara-ndara dan kakang-kakang semua … selain yang telah aku jelaskan di atas, Ramane Semar juga pernah bercerita kepadaku. Bahwa KuNing itu juga merupakan sebuah Laku Wening. Laku yang diniatkan tuk berserah diri atau berpasrah kepada Tuhan semata dan hanya dapat diwujudkan dengan laku batin meneng atau diam yang terpusat di hati. Melalui apa ? Tersenyum, rileks melepaskan semua ketegangan tubuh dan pikiran, menjauhkan diri dari keinginan-keinginan yang mengotori pikiran. Laku meneng akan mengarahkan hati kepada Tuhan jika dilakukan tanpa pamrih dan pasrah diri, tidak memaksakan diri, sehingga batin menjadi Rames semaR

Hlm 132

wening, jernih. Rasa hati wening ini menumbuhkan kesadaran hati sejati bahwa Tuhan sungguh hadir mengasihi dirinya. Buahnya hati sejati menjadi dunung, mengerti, bahwa hidupnya harus menyatu dengan Sang Pencipta. Ning … Hening … Wening nyawiji marang kang urip …. “ “Apik Gong, bagus itu. Jadi kesimpulannya yang menyebabkan cahaya kuning di cakrawala sekitar gunung Tidar ini adalah Kakang Semar kan ?” tanya Kresna “Berdasarkan penjabaran yang telah saya jelaskan tadi, dilandasi studi historis, yuridis, empiris, sporadis dan nylekutis, maka dapat saya pastikan bahwa Ramane Semar ada di atas gunung itu !” ujar Bagong seraya tangannya mengarah kepada puncak gunung Tidar. “Daraaaaa … dan kamu Arjuna, kalau begitu tidak usah menunggu lama, ayo kita bersama-sama menuju kesana !” teriak Kresna mengajak adik adiknya. “Heeemmm .... ayo Jlitheng kakangku, tak derekake !” “Sendika dawuh Kakang” “Kula sak-adi adiku rak nggih di ajak ta … Siap nDara !” Singkat cerita, karena mereka semua adalah satria-satria yang linuwih, maka tanpa kesulitan akhirnya mereka sampai juga ke puncak gunung itu. Dan di sana mereka lihat terdapat bekas padepokan yang di tengahtengahnya terdapat sebuah pondok sederhana. Secara samar mereka melihat ada sosok yan tengah duduk bersila di lincak depan pondok itu. Sosok itu laksana patung, karena diam tak bergerak. Pelan-pelan Kresna, Bima dan Arjuna mendekati sosok itu. Namun betapa tercekat hatinya saat telah dekat dan memastikan bahwa sosok itu adalah Semar, tiba-tiba terdengar sebuah suara, tepatnya sebuah tembang yang terlantun terdengar jelas di telinga mereka semua. Bukan Semar yang melantunkannya, karena mulut Semar tiada terbuka. Sosok Semar masih diam tak bergerak. Mamanise minangka pepeling, Tanpa guna mikir kono kana, Jer kono kana neng kene, Rames semaR

Hlm 133

Biyen saiki besuk, Pan winengku aneng saiki, Nanging kudu waspadha, Ing panglarasipun, Jer iku gawat kaliwat, Yen kleru temah sasar jroning ati, Yekti antuk duduka. Panglarase mung kalawan ening, Eninga jatining kahanan, Kahanan iku yektine, Jati-jatining idhup, Anguripi sagung dumadi, Dadine saking ora, Ora tegesipun, Si ora mengku kahanan, Kahanane warna rupa datan tebih, Nyata wus kasarira. Pratandhane kang wus nyata yekti, Tindhak-tandhuk akanthi prasaja, Kawistara lulungide, Mamrih harjaning kayun, Tan kayungyun anggungggung dhiri, Mung weh yteming sasama, Nyata nora ungkul, Wit wus pana nora samar, Ya ing kono sinebut manungsa jati, Wikan ing sangkan paran. Sungguh indah pabila dapat dijadikan sbagai pengingat jiwa tiada guna berfikir yang berada disitu dan disana lha wong disitu dan disana ternyata ada disini dulu sekarang dan kelak hari kan terengkuh dalam SEKARANG ini namun waspadalah slalu duhai pabila di renungkan dalam hati hal itu sangat berbahaya terjadi

Rames semaR

Hlm 134

kalau keliru hingga tersesat budi sungguh kan peroleh malapetaka abadi Renungkanlah hanya dalam suasana hening heninglah sejatinya keberadaan keberadaan itu sejatinya adalah sebenar-benarnya hidup menghidupi semesta kehidupan asal jadinya dari tidak tidak artinya si TIDAK mengandung maksud keberadaan keberadaannya memiliki rupa tiada lebih sungguh nyata tlah disandang Pertanda pabila tlah diperoleh perilakunya sungguh serba sederhana mampu melihat hal-hal gaib tuk kebahagiaan hidup tak tergoda tuk mengagungkan diri hanya ketentraman bersama yang diberi tak ada keangkuhan dan kesombongan sungguh tidak diragukan lagi itulah yang disebut manusia sejati mengerti akan sangkan paran, asal dan tujuan hidup Berakhirnya tembang menghadirkan keheningan suasana. Kresna, Bima dan Arjuna serta Gareng Petruk dan Bagong tidak berani bersuara. Mereka hanya duduk bersimpuh di bawah lincak itu. Mereka sadar bahwa sosok di depannya itu hanya wadagnya saja Semar, sementara jiwanya tlah menitis Batara Ismaya. Cukup lama suasana diam tercipta, hingga kemudian Semar membuka matanya pelan-pelan. Dipandanginya sosok-sosok yang berada di depannya satu persatu dan kemudian berujar pelan : “Cucu-cucuku semua, smoga Yang Maha Kuasa memberikan rahmat dan kasihNYA kepada kalian semua. Kalian tahu akan makna tembang tadi bukan ? Intisari yang dapat diambil sebagai pelajaran bagi hidup kita adalah bahwa hal yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menggapai kemampuan dalam mengerti gaibnya keberadaan, gaibnya Rames semaR

Hlm 135

hidup dan juga gaibnya Kang Murbeng Dumadi, Tuhan semesta alam, sejatinya tidak perlu difikirkan, dibayangkan ataupun dicari kemanamana. Sebab sesungguhnya hal itu dapat di temui dalam diri kita sendiri dan semuanya tlah kita sandang serta miliki. Sebenarnyalah hal-hal tersebut sudah saling menyatu, hanya saja masih terhalang antara alam gaib dengan alam nyata.”

Gb 21. Permadi

“Pabila pencarian dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga dapat diterima, maka kalian akan dapat membuka kedua alam tadi. Selanjutnya akan mengerti keadaan sebenarnya hidup dan dapat membuka semua tabir yang menyelimutinya yang bersifat abadi. Abadi bersifat tanpa awal dan tanpa akhir, sehingga bila direnungkan dalam hati yang paling dalam, maka sejatinya dunia sekarang ini adalah merupakan bagian dari alam Rames semaR

Hlm 136

kelanggengan. Mengapa manusia tidak mampu melihatnya ? Karena rasa hati manusialah yang memisahkannya, rasa hati manusia menempatkan hidup di luar waktu dan alam abadi itu” “Oleh sebab itu, tanpa guna mikir kono kana, jer kono kana neng kene, biyen saiki mbesuk winengku aneng saiki, tiada guna berfikir yang berada disitu dan disana, karna disitu dan disana ternyata ada disini, dulu sekarang dan kelak akan terengkuh dalam waktu sekarang. Dan ingatlah selalu akan petuah bijak, tan kayungyun anggunggung dhiri, mung weh ayeming sasama, jangan kau mengagungkan diri angkuh dan berlaku sombong, dan berikanlah ketentraman kepada sesama.” Semar atau Batara Ismaya terdiam sejenak. Dipandangnya dengan lembut Kresna. Yang dipandang hanya mampu menunduk. Begitu malu dirasakannya pabila mengulang kenang atas peristiwa yang telah terjadi. Sesal dirasakan saat teringat betapa pongahnya dia saat mengabaikan nasehat kakaknya Baladewa, ataupun peringatan dari Semar kala itu. Bahkan yang membuat dia semakin menyesal adalah saat di bayangkan kembali peristiwa penghinaan anak mantunya, Abimanyu, yang atas perintahnya meludahi kuncungnya Semar. Ya … sosok yang dihina itu sekarang berada di depannya. Masih seorang Semar wadagnya, namun jiwanya tlah dititisi agungnya kewibawaan dan luasnya kebijaksanaan Batara Ismaya. Getar perbawanya merontokkan keakuan Kresna, meluluhlantakan keangkuhan yang selama ini merajai dan menjadi penguasa hati, bak tercerai berai menjadi serpihan-serpihan kecil lembut yang seketika terbang hilang terbawa sang bayu. Kresna adalah satria linuwih pilih tanding, kecerdasan dan keilmuannya sangat mumpuni sehingga seolah Batara Wisnu sendiri yang ngejawantah pada diri Kresna untuk mengurus dunia ini. Namun Kresna adalah manusia biasa yang tentu tiada sempurna. Rasa kepercayaan diri yang berlebih dan cenderung menjadikannya angkuh dan sombong pabila tidak segera di singkirkan maka akan semakin berkembang dan pada akhirnya menutupi hati dari kebenaran dan kesucian. Mendengarkan tutur lembut dan tutur penuh makna dari sosok di depannya itu, seketika basah hati Kresna. Timbul penyesalannya akan perilakunya selama ini. Seketika Kresna bersimpuh di bawah kaki Semar seraya menghiba : Rames semaR

Hlm 137

“Duh … pukulun Batara Ismaya, paduka telah memberikan pepadang kepada hati dan jiwa hamba yang selama ini pekat, gelap tiada sinar walau secercah. Kasih paduka membuka mata hati hamba akan kebodohan dan buruknya sikap dan tindakan hamba. Apalagi sikap dan tindakan yang telah hamba lakukan kepada Kakang Semar, sungguh memalukan dan menunjukan rendahnya budi dan kebijaksanaan hamba selaku seorang satria. Duh …. pukulun silahkan pukulun hukum hamba yang hina ini dengan hukuman yang seberat-beratnya. Hamba tidak akan menolak karna memang hamba yang salah. Hamba tak akan berkelit karna memang hamba yang cubluk” “Kresna … sudah baik kamu menyadari akan kesalahanmu. Sungguh manusiawi, karna mana ada manusia yang sempurna tiada salah dan tiada dosa. Dan sikap dan watak satria sejati adalah mau dan mampu mengakui kesalahan pribadi dan bertekad untuk memperbaikinya kelak. Dan itu tlah engkau lakukan dengan baik. Namun ada hal yang mungkin akan membuatmu sedih apabila ku wartakan sebab tingkah polahmu tadi. Apakah engkau sanggup mendengar dan menerimanya ?” “Apapun itu akan hamba terima pukulun, karna sudah menjadi tekad hamba untuk menerima semua akibat dari perbuatan hamba selama ini” “Begini Kresna, kesalahan yang engkau lakukan cukup fatal. Bukan lantaran engkau meludahi kuncung Semar saja. Meskipun itu sangat menghinakan, namun itu adalah hanya sebagai akibat dari sikapmu yang sombong dan mengagungkan kekuasaan yang engkau miliki. Sebagai titisan Wisnu sudah selayaknya engkau mengayomi sesama dan alam raya ini sehingga tercipta kedamaian dan keadilan, bukan malah kekuasaan yang engkau miliki dipergunakan untuk merendahkan orang lain dan meninggikan dirimu pribadi. Kesombonganmu dengan mengatasnamakan kekuasaan Wisnu dalam kemampuan mengubah warna dunia, adalah tidak benar adanya. Dirimu memang memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai oleh satria atau para raja lainnya. Ilmumu sangat luas namun tidak membuatmu lebih bijaksana dalam bertindak. Engkau masih mudah dipengaruhi oleh nafsumu untuk menunjukan kepada dunia bahwa Kresna adalah satria pinilih, satria kekasih dewa. Padahal justru dengan kedudukan itulah seharusnya engkau lebih rendah hati, mampu sabar dalam menghadapi segala kendala, bisa menerima saran dan kritik orang

Rames semaR

Hlm 138

lain jika memang itu benar adanya dan mempergunakan ilmumu untuk kesejahteraan umat manusia dan alam raya ini” Sejenak Semar menghela nafas dalam-dalam kemudian melanjutkan katakatanya : “Dengan berat hati kukatakan bahwa akibat perbuatanmu itu, anakmu Siti Sendarilah yang menanggung akibatnya. Benar bahwa sekarang dia telah resmi menjadi istri dari anak Arjuna, Abimanyu. Namun kehendak dewa mengatakan bahwa dari perkawinan itu, kelak anakmu tidak akan memperoleh keturunan !” Terkejut yang hadir mendengar kata-kata terakhir Semar. Meskipun pelan disampaikan namun bak petir di siang hari bolong, seketika dengan menggelegar menyambar perasaan hati yang hadir, terutama bagi Kresna dan Arjuna. Muka Kresna tampak pucat sungguh. Didongakkan pelan wajahnya memandang Semar yang tepat berada di depannya. Namun setelah melihat wajah teduh Semar dan merasakan perbawa yang terpancar, ditundukan kembali wajahnya seraya berkata : “Pukulun … hamba terima ketentuan dewa ini. Meskipun dengan berat hati dan dada ini rasanya sesak perih, hamba terima semua yang pukulun katakan. Aduh … anakku Siti Sendari … Siti Sendari … maafkanlah Ramamu ini yang cubluk dan tak tahu diri hingga menyebabkan engkau menderita Nak ….” begitu sedihnya Kresna hingga tak terasa tangis tlah mengambang di pelupuk matanya. Dibayangkan betapa nelangsa anaknya pabila mengetahui hal ini. Di dunia ini, wanita mana yang tidak ingin memiliki buah hati yang dilahirkan dari rahimnya, buah kasih sayang antara dia dan suaminya, buah cinta yang terwujud sebab lahirnya seorang putra yang kelak akan melanjutkan keturunan dari orang tuanya untuk memulyakan dan mengharumkan nama keluarga. Dan seorang istri yang tak mampu memberi keturunan adalah sebuah aib yang besar bagi dirinya dan keluarganya. Tak tega rasanya membayangkan itu semua. Seketika terbayang wajah anaknya Siti Sendari yang sekarang tentunya tengah berbinar dan bercahaya lantaran sedang memadu kasih dengan suaminya Abimanyu, mereguk indahnya cinta, tibatiba kan berubah menjadi muram dan nestapa seketika pabila mengetahui perkara ini. Ah … sungguh duka meliputi hati Kresna.

Rames semaR

Hlm 139

Benar kata orang bijak, sesal datang kemudian, sesal muncul setelah segalanya terjadi dan tak mungkin dapat diulang lagi. “Kresna … aku turut prihatin. Moga ini dapat dijadikan sebagai pelajaran yang berharga untukmu” “Terima kasih pukulun, biarlah masalah tadi tlah menjadi ketetapan yang tak mungkin berubah lagi, namun bagaimana nasib kerajaan dan rakyat Dwarawati yang sekarang tengah dilanda bencana alam yang dahsyat ?” “Kresna … bencana banjir, badai dan kobaran api yang kemarin-kemarin melanda negri Dwarawati telah berakhir seiring dengan penyesalanmu tadi.” “Terima kasih pukulun” Kemudian Semar menoleh pelan dan mengarahkan pandangannya kepada Arjuna seraya berkata : “Arjuna bagaimana engkau menanggapi atas ketentuan yang menimpa anakmu Abimanyu dan istrinya Siti Sendari” “Hamba menerima itu semua dengan ikhlas karena telah menjadi ketetapan dewa, pukulun” “Bagus ….. memang sudah selayaknya demikian. He Werkudara !” “Heeemmm … pukulun Batara Ismaya ada apa ?” “Engkau telah mendengar semuanya sejak tadi, semoga engkau dapat mengambil hikmah sebagai bekal dalam menjalani darma seorang satria. Tugasmu sekarang ini adalah hadapi segera Prabu Dewaketuk dari Kutakarukmi yang tengah menuju negri Dwarawati yang akan menjalankan niat tidak baik yaitu merebut istri orang” “Heeemmm ... siap pukulun !” “Kresna, Werkudara dan Arjuna kalian bersegeralah untuk meninggalkan tempat ini dan menuju ke Dwarawati untuk menuntaskan segala permasalahan. Biarlah para panakawan sementara tinggal disini dulu” “Sendika Pukulun !”

Rames semaR

Hlm 140

“Sendika dawuh Pukulun !” “Heeeem … langsung njaluk pamit, aku nyuwun pangestu !” Segera mereka pergi meninggalkan tempat itu dengan membawa perasaan masing-masing. “Ramane Semar … eh pikulan … eh pukulun batara Telamaya ….” Bagong mulai ngaco “Hush … Gong … jangan sembrono … yang berdiri di depan kita itu bukan Ramane Semar tapi dewa yang kekuasaannya sangat besar lho, Batara Ismaya. Bisa-bisa engkau nanti di kutuk lho !” ujar Petruk mengingatkan “Justru aku mau dikutuk Kang, siapa tahu aku dikutuk … sim salabim … Bagong kukutuk kau wajahmu jadi menyerupai Janaka !” “Kuwi dudu di kutuk Gong, itu keinginanmu !” sungut Petruk menggerutu “Ramane Semar … eling Mo … eling … Kami sudah kangen sama Rama Semar je” Gareng membuka suara Namun Semar ya Batara Ismaya masih diam dalam menanggapi ocehan para panakawan ya anak-anaknya. Gareng, Petruk dan Bagong pun mak clakep, mingkem, namun tiba-tiba … “Eeee … mbergegeg, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak dulito … langgeng. Anakanakku sing guanteng ngungkuli ndara Janaka, kepriye Le kabarnya selama Rama nggak ada. Rak ya apik-apik bae tho ?” Seketika Gareng, Petruk dan Bagong bersorak riang sambil menari-nari …. “Hore …. hore … hore … !!! Rama wis balik maning … Rama wis jadi Semar yang dulu lagi !!!“ TANCEP KAYON Bandung, 17 Juli 2011

Rames semaR

Hlm 141

Rames semaR

Hlm 142

Related Documents


More Documents from "Andrei Duduc"

Rames Semar Book By Prabu
February 2021 0
Cooler
January 2021 4
1-akad-murabahah
February 2021 0
Common Rail
March 2021 0