Referat Bronkopneumonia

  • Uploaded by: Erdilian Jodi P P
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Bronkopneumonia as PDF for free.

More details

  • Words: 2,529
  • Pages: 13
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

Menurut UNICEF dan WHO (2006), pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of children”). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang tinggi, yaitu sebanyak 19%. Lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS (3%), malaria (8%) dan campak (4%). Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi pneumonia pada anak 11,2%. Pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare, yaitu sebesar 15,5% dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus Berdasarkan organ yang terkena, pneumonia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan pneumonia intersisial (bronkiolitis). Pneumonia lobaris paling sering mengenai usia dewasa muda, sedangkan bronkopneumonia dan bronkiolitis sering mengenai balita dan anak-anak. Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Bronkiolitis paling banyak pada anak usia kurang dari 2 tahun, sedangkan bronkopneumonia dapat mengenai anak dan remaja pada semua usia. Kemampuan tenaga kesehatan dalam diagnosis dan tatalaksana bronkopneumia pada anak menjadi penting dalam menurunkan angka morbiditas dan motalitas. Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang efektif dan efisien. Tindakan pencegahan juga penting karena tindakan sederhana dapat dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak infiltrat. ( Whalley and Wong, 1996). Bronkopneumonia adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu tubuh meningkat, nadi dan petnafasan meningkat. (Suzanne G. Bare,1993) Bronkopneumonia disebut juga pneumonai lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebakan oleh bakteri, jamur,virus, dan benda asing (Sylvia Anderson,1994) Jika digabungkan dapat menjadi, bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

II. ETIOLOGI Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi, gabaran klinis, dan strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus grup B dan Bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonassp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita seringnya disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B dan Staphylococcus auereus. Faktor lain yang mempengaruhi bronkopneumonia adalah menurunnya daya tahan tubuh, seperti malnutrisi energi protein (MEP), penyakit kronis, pengobatan antibiotik yang tidak adekuat.

III. FAKTOR RESIKO Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pada anak balita di negara berkembang, antara lain: a. Pneumonia yang terjadi pada masa bayi 2

b. Berat badan lahir rendah c. Tidak mendapat imunisasi d. Tidak mendapat ASI yang adekuat e. Malnutrisi f. Defisiensi vitamin A g. Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring h. Tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap

rokok)

i. Imunodefisiensi dan imunosupresi : keadaan ini meningkatkan predisposisi pneumonia. j. Adanya penyakit lain yang mendahului, seperti infeksi HIV, campak k. Tinggal di lingkungan padat penduduk

IV. KLASIFIKASI Berdasarkan lokasi lesi di paru -

pneumonia lobaris

-

pneumonia interstisial

-

bronkopneumonia

Berdasarkan asal infeksi -

di dapat dari masyarakat

-

di dapat dari rumah sakit

Berdasarkan etiologi penyebab -

pneumonia bakteri

-

pneumonia virus

-

pneumonia mikoplasma

-

pneumonia jamur

V. PATOGENESIS Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa

3

sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Awalnya terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermdah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman pada alveoli. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah. Stadium ini disebut hepatisasi merah. Deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi fagositosis cepat. Lobus masih tetap padat dan warnanya menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit. Kapiler tidak lagi kongestif. Disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Eksudat berkurang. Disebut stadium resolusi. Sistem jaringan bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

VI. GEJALA KLINIS Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat. Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut: a. Gambaran infeksi umum : -

Demam  suhu bisa mencapai 39-40oC dan kadang dapat juga disertai dengan kejang akibat demam yang tinggi.

-

Sakit kepala

-

Gelisah

-

Malaise

4

-

Penurunan nafsu makan

-

Keluhan gastrointestinal  mual, muntah, diare

b. Gambaran gangguan respiratori: -

Batuk

-

Sesak nafas

-

Retraksi dada

-

Takipnea

-

Napas cuping hidung

-

Penggunaan otat pernafasan tambahan

-

Sianosis

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut : a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

VII. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : 1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada Kriteria takipneu menurut WHO : Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 x/menit Anak umur 2-11 bulan

: ≥ 50 x/menit

Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit 2.

Demam

5

3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) 4. Foto thorax Menunjukkan gambaran infiltrat difus 5. Leukositosis : Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan. Kadar leukosit berdasarkan umur: Anak umur 1 bulan

: 5000 - 19500

Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500 Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500 Anak umur 8-13 tahun: 4500 – 13500.

VIII.

DIAGNOSIS BANDING

Pada penegakan diagnosis bronkopneumonia, perlu diperhatikan diagnosis banding penyakit ini, sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat terarah. a. Bronkiolitis Bronkiolitis adalah sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi kurang dari 2 tahun. Kondisi penyakit mirip dengan bronkopneumonia, yaitu adanya batuk, demam, dan sesak yang tidak mendadak. Perbedaannya adalah pada temuan pemeriksaan fisik. Pada bronkiolitis terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan mengi. Foto thoraks ditemukan adanya hiperaerasi dan diameter antero-posterior yang membesar. b. Asma bronkhial Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (noktural), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Berdasarkan penjelasan tersebut, penyingkiran diagnosis asma sudah dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti. Pada pemeriksaan fisik, biasanya terdapat mengi, dan tidak ditemukan ronkhi. Untuk mendukung diagnosis, dapat dilakukan nebulisasi dengan bronkodilator, anak dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan, sedangkan anak dengan bronkopneumonia tidak. 6

c. Tuberkulosis (tb) paru Pada tb paru, gejalanya adalah batuk lama (lebih dari 3 minggu), demam lama (lebih dari 2 minggu), dan adanya penurunan berat badan atau status gizi kurang. Pemeriksaan dengan skoring tb termasuk uji tuberkulin di dalamnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan tb paru.

XI.

TATA LAKSANA 1. Kriteria Rawat Inap Neonatus hingga usia 20 hari dengan gejala dan tanda curiga bronkpneumonia sebaiknya dirawat inap untuk monitoring dan mencegah komplikasi. Bayi - Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis - Frekuensi napas > 60 x/menit - Distress pernapasan, apnea intermitten, atau grunting - Tidak mau minum/ menetek - Keluarga tidak bisa merawat di rumah Anak - Saturasi oksigen < 92%, sianosis - Frekuensi napas > 50 x/menit - Distress pernapasan - Grunting - Terdapat tanda dehidradi - Keluarga tidak bisa merawat di rumah.

2. Tatalaksana Umum - Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92%, berikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi >92% - Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat - Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk - Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucociliary clearance

7

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya 4 jam sekali, termasuk saturasi oksigen.

3. Pemberian Antibiotik - Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, cefaclor, eritromisin, dan azitromisin - M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak ≥ 5 tahun - Makrolid diberikan jika M. Pneumoniae atau C. Pneumoniae dicurigai sebagai penyebab - Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab - Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi flucioxacillin dengan amoksisilin - Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral (misalnya karena muntah) atau termasuk dalam pneumonia berat - Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, coamoxiclav, cefuriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime - Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapatkan antibiotik intravena - Rekomendasi untuk community acquired pneumonia adalah sebagai berikut : Neonatus – 2 bulan : ampisilin dan gentamisin Lebih dari 2 bulan : lini pertama ampisilin, jika dalam 3 hari tidak ada perbaikan ditambahkan kloramfenikol. Lini kedua sefriakson. Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti dengan preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

8

Tabel 2. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia

Antibiotik

Dosis

Penisilin G

50.000

Frekuensi unit/ Tiap 4 jam

Keterangan S. pneumonia

kg/ kali, dosis tunggal

max

4.000.000 unit Ampisillin

100 mg/ kg/ Tiap 6 jam hari

Kloramfenicol 100 mg/ kg/ Tiap 6 jam hari Cefriaxone

50

mg/

hari,

kg/ 1 x/ hari

S. pneumonia, H. influenza

dosis

tunggal max 2 gram Cefuroxime

50 hari,

mg/

kg/ Tiap 8 jam

S. pneumonia, H. influenza

dosis

tunggal max 2 gram Clindamycin

10 mg/ kg/ kali, Tiap 6 jam

Group A. Streptococcus, S.

dosis

Aureus, S. Pneumoniae

tunggal

max 1,2 gram

(alternatif jika alergi beta laktam)

Eritromisin

10 mg/ kg/ kali, Tiap 6 jam

S. pneumoniae, Chlamydia

dosis

pneumonia, Mycoplasma

tunggal

maks 1 gram

pneumonia

4. Nutrisi - Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau itravena.

9

- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi, karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.

5.

Fisioterapi Dada/ Postural Drainase Postural drainase (PD) adalah cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan mempergunakan gaya berat dari sekret itu sendiri. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi, maka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas, tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis.

6.

Kriteria Pulang - Gejala dan tanda pneumonia hilang - Asupan per oral adekuat - Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral) - Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol - Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.

X.

PENCEGAHAN Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaitan terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan dan sebagainya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi. Berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah pneumonia :  vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus (Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia  vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b 10

 vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis  vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak  vaksin influenza untuk mencegah influenza

11

BAB III KESIMPULAN

1. Bronkopneumonia adalah peradangan akut parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. 2. Etiologi bronkopneumonia dapat berupa virus, bakteri, jamur, atau mikoplasma. Virus dan bakteri merupakan etiologi tersering, dengan jenis mikroorganisme beragam yang berhubungan dengan usia anak. 3. Patogenesis bronkopneumonia dibagi menjadi empat stadium, yaitu stadium hiperemis, hepatisasi merah, hepatisasi kelabu, dan resolusi. 4. Penegakan diagnosis bronkopneumonia, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, temuan tersering adalah batuk, demam, sesak napas, dan nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan febris, takipneu, dan ronkhi. Pemeriksaan penunjang yang tersering mendukung adalah darah lengkap ditemukan leuopenia atau leukositosis dan foto toraks AP ditemukan sebaran infiltrat. 5. Diagnosis banding bronkpneumonia adalah bronkiolitis, asma bronkhial, dan tb paru. 6. Tatalaksana bronkopneumonia meliputi rawat inap jika perlu, tata laksana umum (oksigen, cairan, antipiretik, analgetik, observasi), pemberian antibiotik, nutrisi, dan fisioterapi dada. 7. Pencegahan bronkopneumonia adalah dengan cara imunisasi (DPT, campak, Hib, pneumokokkus), dan non imunisasi (menurunkan faktor risiko).

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Laporan nasional riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan, Republik Indonesia; 2007. 2. Laporan nasional riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan, Republik Indonesia; 2013. 3. Profil kesehatan provinsi nusa tenggara timur 2011. Kupang: Dinas kesehatan provinsi nusa tenggara timur; 2011. 4. Pneumonia. Dalam: Antonius HP, Badriul H, Setyo H, Nikmah SI, Ellen PG, Eva DH. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. h. 250-55. 5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi anatomi. Edisi ketujuh. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;2007.h.537-46. 6. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: Ikatan dokter anak indonesia;2010.h.350-65. 7. Fadhila A. Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia pada pasien bayi laki-laki berusia 6 bulan. Medula 2013;1:2. 8. Setyanto;2010. Dalam Gass D. Bronkopneumonia. Medula Unila.2013;1(2):63-71.

13

Related Documents


More Documents from "winda"