Referat Jiwa Hoarding Disorder

  • Uploaded by: vidia
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Jiwa Hoarding Disorder as PDF for free.

More details

  • Words: 3,566
  • Pages: 19
Loading documents preview...
REFERAT HOARDING DISORDER

Pembimbing: Dr. dr. Irmansyah, Sp.KJ (K)

Disusun oleh: Bryant (406161036) Henyta (406161037) Vidia Amanda (406152053)

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA DHARMA GRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA 22 AGUSTUS 2016 - 24 SEPTEMBER 2016 1

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Pertama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Hoarding Disorder” tepat pada waktunya. Pembuatan referat ini adalah sebagai prasyarat penulis dalam mengikuti kepaniteraan bidang Ilmu Kesehatan Jiwa RS Khusus Dharma Graha. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing referat penulis, Dr.dr. Irmansyah, SpKJ (K) atas bimbingannya. Ilmu yang telah penulis terima tidaklah dapat dinilai dan akan berguna selama penulis masih dapat mengamalkan ilmu pengetahuan yang telah penulis dapatkan. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya. Penulis memohon maaf apabila selama penulisan, penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Jakarta, September 2016

Penulis

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

i

KATA PENGANTAR.......................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

1

1.1. Latar Belakang...........................................................................................

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................

5

2.1 Definisi.......................................................................................................

5

2.2 Etiologi dan faktor resiko...........................................................................

6

2.3 Kriteria diagnosis........................................................................................

11

2.4 Tanda dan gejala.........................................................................................

13

2.5 Terapi..........................................................................................................

13

2.6 Prognosis.....................................................................................................

16

2.7 Komplikasi..................................................................................................

16

BAB III KESIMPULAN................................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

18

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Obsessive Compulsive Disorder (OCD) merupakan gejala obsesi atau kompulsif berulang yang cukup berat hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya.1 Definisi lainnya mengatakan bahwa gangguan obsesi kompulsif sebagai pikiran dan tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna.2 Pada kesempatan kali ini kita akan membahas OCD yang lebih spesifik berupa hoarding disorder. Hoarding disorder adalah kesulitan terus menerus membuang atau berpisah dengan harta terlepas dari nilai aktual harta tersebut. Perilaku biasanya memiliki efek emosional merusak fisik, sosial, keuangan, dan bahkan hukum bagi penderita dan anggota keluarga.3 Meskipun pandangan dahulu mengatakan bahwa penimbunan atau hoarding adalah obsessive compulsive disorder (OCD), bukti baru muncul dalam 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa penimbunan merupakan bentuk yang berbeda dari psikopatologi OCD. Namun, beberapa pendapat tentang perbedaan antara penimbunan dan gejala OCD lainnya berbeda-beda. Misalnya, beberapa penulis telah menyatakan kekhawatiran bahwa pemisahan penimbunan dari OCD mungkin menjadi langkah pertama menuju pembongkaran dari apa yang telah dianggap sebagai diagnosis valid yaitu OCD. Faktanya gejala OCD memiliki beberapa kekhususan yang tidak menunjukkan bahwa gejala tersebut harus terdiri dari sebuah gangguan yang independen. Hal ini penting apakah pemisahan diagnosis memang perlu dilakukan untuk menentukan perawatan primernya. Saat ini penelitian mendiskusi tentang status nosological dari penimbunan dilakukan oleh ICD-11 Kelompok Kerja WHO pada Klasifikasi Obsesif-Compulsive dan Gangguan terkait, yang ditunjuk oleh Departemen WHO Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Zat. Awalnya, penimbunan diperkenalkan ke dalam terminologi ilmiah terutama untuk menggambarkan pengumpulan makanan oleh hewan. Psikopatologis manusia kemudian baru muncul setelahnya. Fenomena penimbunan ini muncul diawal abad ke-20 bersamaan dengan perluasan tentang psikoanalisis yang mengatakan bahwa gangguan 4

kejiwaan ini tidak terkait dari OCD , sehingga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana cara terbaik untuk mengklasifikasikan hal tersebut.4, 5

BAB II 5

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan obsesif-kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana penelitian moderen telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Pada awal tahun 1980-an gangguan obsesifkompulsif dianggap sebagai gangguan yang jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Sekarang diketahui bahwa gangguan obsesif-kompulsif adalah sering ditemukan dan sangat responsif terhadap terapi.1 Suatu obsesi adalah pikiran,

perasaan, ide, atau sensasi yang

mengganggu

(intrusif).

Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.1 Hoarding Disorder adalah kesulitan terus-menerus membuang atau berpisah dengan harta, terlepas dari nilai aktual harta tersebut. Perilaku biasanya memiliki efek - emosional merusak, fisik, sosial, keuangan, dan bahkan hukum bagi penderita dan anggota keluarga .6 Bagi penimbun, kuantitas barang-barang mereka dikumpulkan berbeda dari orang lain. Umumnya barang ditimbun mungkin koran, majalah, kertas dan plastik tas, kardus, foto, perlengkapan rumah tangga, makanan, dan pakaian. Penimbunan sering menyebabkan kondisi tempat menjadi sempit dan penuh yang pada akhirnya bisa menimbulkan kekacauan.6

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko 6

Penyebab dari kelainan ini belum diketahui secara pasti, namun penelitian genetik telah mulai mengidentifikasi variasi gen yang mungkin berisiko menderita gangguan ini, umumnya penderita hoarding disorder memiliki anggota keluarga yang juga memiliki masalah dengan penimbunan barang. Selain itu cedera pada otak, stres kehidupan juga dapat menyebabkan gangguan ini.3 1. Faktor Biologis a. Neurotransmiter Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. Penelitian klinis telah mengukur

konsentrasi

metabolit

serotonin

sebagai

contohnya,

5-

hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine(yang berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian telah mengatakan bahwa sistem neurotransmiter kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa depan.1

b. Penelitian Pencitraan Otak Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh PET (positron emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak 7

fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks frontalis. 1

c. Genetika Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesifkompulsif juga menderita gangguan. 1 d. Data Biologis Lainnya Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-suppression test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus clonidine (catapres). 1

2. Faktor Perilaku Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang 8

sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. 1 Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari. 1 3. Faktor Psikososial a. Faktor Kepribadian Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesifkompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.3 b. Faktor Psikodinamika Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi. 3 

Isolasi Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang

dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 1 

Undoing 9

Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. 1



Pembentukan Reaksi Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi

dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebihlebihkan dan tidak sesuai. 1 

Faktor Psikodinamik Lainnya Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif

dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat 10

dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di belakangnya. kompulsif,

Dengan mungkin

demikian, terletak

psikogenesis

pada

gangguan

gangguan dan

obsesif-

perkembangan

pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan analsadistik. 1 

Ambivalensi Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam

karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 1 

Pikiran Magis Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran

awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 1 2.3 Kriteria Diagnosis Untuk menentukan diagnosis, penderita harus memenuhi criteria OCD dahulu menurut DSM 5 yaitu: A. Presence of obsessions, compulsions, or both: Obsessions are defined by (1) and (2):

11

1. Recurrent and persistent thoughts, urges, or impulses that are experienced, at some time during the disturbance, as intrusive and unwanted, and that in most individuals cause marked anxiety or distress. 2. The individual attempts to ignore or suppress such thoughts, urges, or images, or to neutralize them with some other thought or action (i.e., by performing a compulsion). Compulsions are defined by (1) and (2): 1. Repetitive behaviors (e.g., hand washing, ordering, checking) or mental acts (e.g., praying, counting, repeating words silently) that the individual feels driven to perform in response to an obsession or according to rules that must be applied rigidly. 2. The behaviors or mental acts are aimed at preventing or reducing anxiety or distress, or preventing some dreaded event or situation; however, these behaviors or mental acts are not connected in a realistic way with what they are designed to neutralize or prevent, or are clearly excessive. B. The obsessions or compulsions are time-consuming (e.g., take more than 1 hour per day) or cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning. C. The obsessive-compulsive symptoms are not attributable to the physiological effects of a substance (e.g., a drug of abuse, a medication) or another medical condition. D. The disturbance is not better explained by the symptoms of another mental disorder (e.g., excessive worries, as in generalized anxiety disorder; preoccupation with appearance, as in body dysmorphic disorder; difficulty discarding or parting with possessions, as in hoarding disorder; hair pulling, as in trichotillomania [hair-pulling disorder]; skin picking, as in excoriation [skinpicking] disorder; stereotypies, as in stereotypic movement disorder; ritualized eating behavior, as in eating disorders; preoccupation with substances or gambling, as in substance-related and addictive disorders; preoccupation with having an illness, as in illness anxiety disorder; sexual urges or fantasies, as in paraphilic disorders; impulses, as in disruptive, impulse-control, and conduct disorders; guilty ruminations, as in major depressive disorder; thought insertion or

12

delusional preoccupations, as in schizophrenia spectrum and other psychotic disorders; or repetitive patterns of behavior, as in autism spectrum disorder).

Specify if: 

With good or fair insight: The individual recognizes that obsessive-compulsive disorder



beliefs are definitely or probably not true or that they may or may not be true. With poor insight: The individual thinks obsessive-compulsive disorder beliefs are



probably true. With absent insight/delusional beliefs: The individual is completely convinced that



obsessive-compulsive disorder beliefs are true. Tic-related: The individual has a current or past history of a tic disorder.

Kriteria Diagnostik Hoarding Disorder: A. Persistent difficulty discarding or parting with possessions, regardless of their actual value. B. This difficulty is due to a perceived need to save the items and to distress associated with discarding them. C. The difficulty discarding possessions results in the accumulation of possessions that congest and clutter active living areas and substantially compromises their intended use. If living areas are uncluttered, it is only because of the interventions of third parties (eg, family members, cleaners, or the authorities). D. The hoarding causes clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning (including maintaining an environment safe for oneself or others). E. The hoarding is not attributable to another medical condition. F. The hoarding is not better explained by the symptoms of another mental disorder (eg, obsessions in obsessive-compulsive disorder, decreased energy in major depressive disorder, etc). Specify if:   

With excessive acquisition With good or fair insight With poor insight 13



With absent insight/delusional beliefs 7

2.4 Tanda dan Gejala 1. ketidakmampuan untuk membuang barang miliknya 2. rasa cemas yang tinggi saat memisahkan barang 3. kesulitan mengelompokan dan mengorganisasikan barang 4. tidak dapat memutuskan apa yang harus disimpan dan dimana harus meletakan barang 5. ketidaknyamanan membiarkan orang lain menyentuh atau meminjam barang miliknya 6. pikiran dan tindakan obsesif seperti takut kehilangan barang atau merasa akan membutuhkan barang tersebut di kemudian hari, memeriksa sampah untuk melihat apakah ada barang yang tidak sengaja terbuang 7. gangguan fungsional, termasuk hilangnya ruang hidup, isolasi sosial, keluarga atau perselisihan perkawinan, kesulitan keuangan, bahaya kesehatan 6

2.5 Terapi Mengingat faktor utama penyebab dari gangguan obsessive compulsive adalah faktor biologic, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan terapi perilaku.

2.5.1 Farmakoterapi Penggolongan 1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik Contoh: Clomipramine. 2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors) Contoh:

Sertraline,

Paroxetine,

Fluvoxamine,

Fluoxetine,

Citalopram.8

14

Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy). 8 Clomipramine. Clomipramine

biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg

sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.1 SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 1 2.5.2 Terapi perilaku Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. 1 2.5.3 Psikoterapi

15

Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi. 1 Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien. 1 2.5.4

Cognitive Behavior Therapy Cognitive

Behavior

Therapy

untuk

mengatasi

gangguan

Obsesif-Kompulsif.

Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain berupa terapi kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif. 9 2.6 Prognosis Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik dengan perode dari gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami peningkatan. Penderita gangguan ini biasanya tidak sembuh sempurna atau bebas dari gejala. Walaupun demikian dengan pengobatan, banyak orang yang mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut berupa gejala yang berbeda seperti cara merealisasikan suatu obsesif yang berbeda. Diagnosis awal dan terapi yang dilakukan 16

secepatnya akan memberikan hasil yang lebih baik di mana penekanan onset usia dini adalah hal yang patut untuk segera didiagnosis. Selain itu, mereka yang bergerak di bidang kesehatan mesti memahami perbedaan antara gangguan obsesif-kompulsif dengan gangguan kepribadian obsesifkompulsif yang mana untuk jenis gangguan kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu umur di atas 20 tahun sedangkan untuk gangguan obsesif kompulsif biasanya dimulai pada usia anak-anak.10

2.7 Komplikasi Hoarding disorder dapat menyebabkan masalah dalam hubungan, aktivitas sosial dan pekerjaan serta fungsi di bidang-bidang penting lainnya. Hal ini juga dapat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam keluarga, isolasi dan kesepian, keengganan untuk membiarkan orang lain masuk ke rumah dan ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari seperti memasak dan mandi di rumah.3

BAB III KESIMPULAN

Hoarding Disorder adalah kesulitan terus-menerus membuang atau berpisah dengan harta, terlepas dari nilai aktual harta tersebut. Perilaku biasanya memiliki efek - emosional merusak, fisik, sosial, keuangan, dan bahkan hukum bagi penderita dan anggota keluarga. Untuk menegakkan diagnosa dari Hoarding Disorder penderita harus memenuhi kriteria diagnosa OCD 17

disertakan dengan kriteria diagnosa Hoarding Disorder. Penyebab dari kelainan ini belum diketahui secara pasti, namun penelitian genetik telah mulai mengidentifikasi variasi gen yang mungkin berisiko menderita gangguan ini, umumnya penderita hoarding disorder memiliki anggota keluarga yang juga memiliki masalah dengan penimbunan barang. Selain itu cedera pada otak, stres kehidupan juga dapat menyebabkan gangguan ini. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan Hoarding Disorder antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa sembuh sempurna, dengan pengobatan bisa memberikan pengurangan gejala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator. Jakarta: Erlangga; 2010. 2. Buku biru 3. Parekh R. American Psychiatric Association. Review: Hoarding Disorder. Available at https://www.psychiatry.org/patients-families/hoarding-disorder/what-is-hoardingdisorder. Cited : 6 Sept 2016. APA: 2015. 18

4. Fontenelle LF, Grant JE. UPDATE ARTICLE: Hoarding disorder: a new diagnostic category in ICD-11? Associac¸ a˜ o Brasileira de Psiquiatria: Brazil. 2014. 5. Cols DM, Frost RO, Pertusa A, Clark LA, Saxena S, Leckman JF, et al. Hoarding Disorder: a New Diagnosis for DSM-V? King College London: UK. 23 February 2010. 6. Neziroglu F. Hoarding: The Basics. Available at: https://www.adaa.org/understandinganxiety/obsessive-compulsive-disorder-ocd/hoarding-basics. Updated July 2015. Cited: 5 sept 2016. Anxiety And Depression Association Of Amercica. 7. Maslim R. Buku Saku Diangnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan DSM 5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK- unika Atmajaya. 2013 8. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). 3rd rev. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK – UNIKA Atmajaya; 2001. 9. Robinson L, Smith M, Segal J. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Helpguide. 2013 Apr. Cited: 19 Mei 2013 available at: http://www.helpguide.org/mental/obsessive_compulsive_disorder_ocd.htm 10. Berger FK. Obsessive-Compulsive Disorder. MedlinePlus. 2012 Jul 03. Cited: 19 Mei 2013. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000929.htm.

19

Related Documents

Bipolar Disorder
January 2021 1
Disorder In The Court.pdf
January 2021 1
Referat
February 2021 2

More Documents from "Aulia Mufidah"

1. Lp Diabetes Mellitus
January 2021 0
Lp Istirahat Tidur
February 2021 0
Referat Mola Hidatidosa
February 2021 0