Referat Katarak Komplikata

  • Uploaded by: PrimaditaKiranaHardjosoewito
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Katarak Komplikata as PDF for free.

More details

  • Words: 3,995
  • Pages: 22
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2007) Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%. Angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 % dari total penduduk, atau setara dengan 3 juta orang. Dari total 1,5% kebutaan di Indonesia, 0,78% terjadi karena katarak yang merupakan curable disease melalui operasi. Yang harus kita ketahui Indonesia sebagai negara tropis dengan paparan sinar UV menyumbang penderita katarak di usia produktif yaitu sekitar 45 tahun, bila dibandingkan negara-negara seperti USA yang angka kejadian katarak mulai usia 60 tahun. Jadi kejadian katarak di Indonesia lebih cepat 10-15 tahun daripada negara lain. Jenis katarak terdapat berbagai macam. Katarak dapat terjadi pada masa embrio didalam kandungan yang sudah terlihat sejak lahir, dikenal dengan katarak kongenital. Selain itu katarak dapat terjadi karena degeneratif yaitu oleh usia tua, disebut juga katarak senilis. Telah didapatkan persentase katarak sebanyak 50% pada usia 65 tahun dan meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun. Katarak juga dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang dapat menembus segmen anterior, sehingga jika sampai mengenai kapsul anterior lensa dan lensa pecah, maka akan mengakibatkan gejala radang berat, sehingga perlu dilakukan aspirasi. (Vaughen, 2007). Selain disebabkan karena usia, kelainan kongenital ataupun trauma, terdapat juga katarak komplikata. Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi atau terjadi 1

karena adanya proses inflamasi atau penyakit degeneratif dari segmen anterior atau posterior mata (Ilyas, 2007), seperti uveitis. Pada uveitis terkadang inflamasi mengenai lensa menyebabkan gambaran berawan pada permukaan lensa, sehingga dapat berkembang menjadi katarak (NHS, 2013). Data yang diperoleh sebanyak 12% anak-anak yang menderita uveitis mengalami kebutaan, dan dari persentasi tersebut didapatkan disebabkan oleh katarak (Foster, 2006). Dari pasien yang menderita glaukoma, banyak diantara berkembang menjadi katarak. Ketika keluhan katarak sudah sangat mengganggu aktifitas maka pembedahan katarak perlu dilakukan. Pembedahan pada katarak komlikata oleh karena glaucoma dapat memberikan peningkatan visus yang signifikan. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin seperti, diabetes mellitus, dan keracunan obat yaitu sekitar 0,25-0,5%. Katarak menyebabkan penurunan penglihatan bahkan kebutaan. Oleh karena itu sangat penting untuk membahas katarak komplikata lebih mendalam.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Lensa Lensa adalah salah satu media refraktif pada mata yang berfungsi memfokuskan gambar pada retina, yang memiliki kekuatan refraktif 10-20 dioptri (Lang, 2000). Bentuk lensa adalah biconveks dan transparan. Memiliki kurvatura posterior dengan radius 6 mm, dan kurvatura anterior dengan radius 10 mm. Lensa memiliki ketebalan 4 mm dan beratnya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia sampai lima kali beratnya lensa saat kelahiran. Sedangkan lensa dewasa memiliki berat sekitar 220 mg. Diameter ekuator lensa dewasa adalah 9-10 mm. Sedangkan lebarnya sekitar 3,5-4,0 mm pada kelahiran dan akan meningkat ekstrim sekitar 4,75-5,0 mm pada usia tua. Lensa terletak di chamber posterior mata diantara permukaan posterior iris dengan corpus vitreous, difiksasi oleh zonule fibers yang berinsersi pada lensa mengelilingi equator. Zonule fibers menghubungkan lensa dengan corpus siliari yang berfungsi untuk mempertahankan posisi lensa (Lang, 2000).

Lang, Ophthalmology © 2000 Thieme

Gambar 1. Lensa berbentuk bikonkaf yang terfiksasi oleh zonula zinii. Lensa terletak di antara iris dan corpus vitreous

Lapisan terluar lensa adalah kapsul. Kapsul lensa adalah suatu membran basalis yang mengelilingi substansi lensa. Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks. Nukleus lensa memiliki konsistensi lebih keras daripada bagian korteksnya. 3

Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus. Serat-serat muda yang kurang padat disekeliling nukleus menyusun korteks lensa. Korteks terletak antara kapsula lensa dan nukleus yang mengandung serat-serat lembut. Serat-serat lensa terdiri dari protein gel yang homogen dan dibungkus membran plasma. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik (Vaughen, 2007). 65% lensa terdiri dari air dan sekitar 35% nya terdiri dari protein dan sedikit mineral.

perret-optic.ch Gambar 2. Lensa dengan tampak struktur kapsul, lapisan kortikal dan nukleus yang terletak ditengah lensa

Lensa tidak disuplai oleh pembuluh darah (avaskular) dan tidak mempunyai persarafan,

sehingga nutrisi lensa didapat dari aqueous humor. Namun

metabolisme terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut didalam aqueous (Vaughen, 2007). 4

2.2 Histologi Lensa Secara mikroskopis kapsul lensa merupakan membran basal paling luar setelah epitel yang kaya akan kolagen tipe IV dan glikoprotein yang melapisi seluruh lensa. Setelah kapsul, terdapat epitel subscapular. Epitel subscapular terdiri dari epitel selapis kubis yang hanya terdapat pada bagian anterior lensa. Pertumbuhan dan bertambahnya ukuran lensa membentuk lens fibers yang baru akan meningkat selama hidup yang berasal dari sel-sel yang berlokasi di ekuator lensa (Junqueira, 2005). Setelah kapsul dan epitel terdapat bentukan disebut lens fibers. Lens fibers terdiri 2000-3000 sabut-sabut yang tidak memiliki inti (annucleata fibers) yang memanjang, tipis dan pipih. Sabut-sabut tersebut adalah hasil diferensiasi dari epitel subscapular. Sabut-sabut dari lens fibers tersebut terdiri dari banyak protein disebut crystallins. Sabut-sabutnya memiliki bentuk prisma segi enam yang memanjang yang semakin perifer sabut-sabut tersebut melengkung mengikuti kontur permukaan anteroposterior dari lensa (Young, 2007).

Copyright © 2000 by The McGraw-Hill Companies, Inc.

Gambar 2. Bagian anterior dari lensa. Epitel subscapular berada dibawah kapsul yang tampak tercat merah. Dibawah epitel tampak lens fibers yang memiliki sabut-sabut tanpa nukleus dan organel, memanjang dan merupakan struktur yang transparan. Picrosirius–hematoxylin stain. Medium magnification

. 2.3 Fisiologi Lensa 2.3.1 Visual pathways

5

(Modifiedfrom Polyak SL: The Retina. Chicago: University of Chicago,1941.)

Gambar 3. Principal visual pathways from the eyes to the visual cortex

Sinyal dari saraf penglihatan meninggalkan retina melalui saraf optikus lalu kemudian menuju ke chiasma opticus, Di chiasma opticus terjadi penyilangan ke sisi yang berlawanan dari nasal halves of retina dimana disana juga terjadi penyatuan sabut-sabut dari retina temporal untuk membentuk tractus opticus. Sabut-sabut dari setiap traktus akan bersinaps di nucleus geniculatum lateral dorsalis dari thalamus dan dari sana sabut-sabut tersebut melewati optic radiation menuju ke korteks visual primer di daerah fissure calcarina pada area lobus oksipital medius (Hall, 2006).

2.3.2 Refraksi Cahaya yang melewati satu medium ke medium yang lain yang berbeda densitas disebut refraksi atau bengkok. Derajat refraksi pada suatu medium tergantung perbandingan densitas dari dua media disebut sebagai refractive index atau indeks refraksi. Indeks refraksi udara adalah 1.00, sedangkan indeks refraksi kornea adalah 1.38 dan indeks refraksi aqueous humor dan lensa adalah 1.33 dan 1.40. sementara indeks refraksi terbesar adalah udara-kornea, maka sebagian besar cahaya direfrkasikan di kornea.

6

© The McGraw−Hill Companies, 2003

Gambar 4. Gambar yang terbentuk di retina tampak terbalik. Refraksi cahaya yang menyebabkan gambar menjadi terbalik tersebut terjadi pada indeks refraksi terbesar yaitu pada udara-kornea. Perubahan kurvatura lensa dibutuhkan untuk memfokuskan dengan baik.

Derajat refraksi juga tergantung pada kurvatura yang menghubungkan dua media refraksi. Kurvatura kornea tetap, namun kurvatura lensa dapat bervariasi. Refractive properties dari lensa dapat mengontrol dengan baik untuk memfokuskan cahaya ke retina. Hasil dari refraksi cahaya tersebut, gambar yang terbentuk pada retina adalah terbalik dengan sisi yang berlawanan (kanan menjadi kiri, dan sebaliknya) (Fox, 2003). 

Penerapan prinsip pembiasan pada lensa

Guyton and Hall; Medical physiology 2006

Gambar 5. Pembelokkan cahaya di kedua permukaan

7

lensa sferis konveks, menunjukkan bahwa cahaya difokuskan menuju satu titik fokus.

Pada Gambar 5 memperlihatkan berkas cahaya sejajar yang memasuki sebuah lensa konveks. Berkas cahaya yang melalui bagian tengah menembus lensa tepat tegak lurus terhadap permukaan lensa, segingga cahaya tidak dibiaskan. Makin dekat ke bagian tepi lensa, berkas cahaya akan semakin membuat sudut yang lebih besar. Cahaya yang terletak lebih ke tepi akan semakin dibelokkan kearah tengah, yang dikenal sebagai konvergensi cahaya. Separuh dari pembelokkan terjadi sewaktu cahaya memasuki lensa, dan separuh lagi waktu cahaya keluar dari lensa. Jika lensa memiliki kelengkungan yang sempurna, cahaya sejajar yang melalui berbagai bagian lensa akan dibelokkan sedemikian rupa sehingga semua cahaya akan menuju suatu titik yang disebut titik fokus (Hall, 2006).

2.3.2 Akomodasi Salah satu fungsi dari lensa selain sebagai media refraksi adalah sebagai akomodasi. Ketika mata normal melihat sebuah objek, sinar parallel dari suatu cahaya akan terefraksi ke suatu titik atau fokus sehingga bayangan jatuh tepat di retina. Namun jika kemampuan refraksi konstan, dengan berpindahnya objek menjadi didepan mata atau lebih jauh dari mata, maka bayangan dapat jatuh dibelakang atau didepan retina (Fox, 2003). Kemampuan mata untuk menjaga agar bayangan jatuh tepat di retina dengan menjaga jarak antara mata dan variasi objek disebut akomodasi. ,Akomodasi dihasilkan dari kontraksi otot siliari yang berfungsi sebagai sfingter untuk mengatur luasnya pupil. Kontraksi otot siliari tersebut dikontrol dari sinyal saraf parasmpatis yang ditransmisikan ke mata melalui nukleus saraf okulomotorius di brain stem (Hall, 2006). Ketika otot siliari relaksasi maka akan menyebabkan kontraksi dari zonula zinii sehingga dapat menarik lensa yang menyebabkan lensa memipih. Ini merupakan kondisi ketika melihat objek sejauh 20 feet atau lebih pada mata normal.

8

© The McGraw−Hill Companies, 2003

Gambar 6. Perubahan bentuk lensa saat akomodasi. (a) Lensa memipih pada saat distant vision, terjadi relaksasi otot siliari dan kontraksi ligament suspensori. (b) Lensa tampak lebih spheris saat close-up vision, sabut-sabut otot siliari kontraksi dan ligament suspensori relaksasi.

Ketika objek semakin dekat ke mata, otot siliari akan berkontraksi yang akan menyebabkan relaksasi dari zonula zinii, sehingga menyebabkan lensa menjadi lebih cembung dan bulat yang menunjukkan elastisitas lensa, dengan proses ini bayanganpun dapat tetap jatuh dibelakang retina (Fox, 2003).

2.3.1 Transparansi lensa : 

Transparansi lensa diatur oleh keseimbangan air dan kation (Natrium dan Kalium) dimana kedua kation ini berasal dari humor aqueos dan vitreus.



Kadar kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan bagian posterior dan kadar natrium lebih tinggi di bagian posterior daripada anterior lensa.

9



Ion kalium akan bergerak ke bagian posterior ke humor aqueos dan ion natrium bergerak ke arah sebaliknya yaitu ke anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATP ase



Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dan menarik ion kalium ke dalam dimana mekanisme ini tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na-K ATPase.



Inhibisi

dari

Na-K

ATP

ase

akan

menyebabkan

hilangnya

keseimbangan kation sehingga terjadi peningkatan kadar air dalam lensa dan gangguan dari hidrasi lensa ini menyebabkan kekeruhan lensa.

2.4. Katarak 1. Definisi Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu.

2. Epidemiologi Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%. Angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 % dari total penduduk, atau setara dengan 3 juta orang. Dari total 1,5% kebutaan di Indonesia, 0,78% terjadi karena katarak yang merupakan curable disease melalui operasi. Yang harus kita ketahui Indonesia sebagai negara tropis dengan paparan sinar UV menyumbang penderita katarak di usia produktif yaitu sekitar 45 tahun, bila dibandingkan negara-negara seperti USA yang angka kejadian katarak mulai usia 60

10

tahun. Jadi kejadian katarak di Indonesia lebih cepat 10-15 tahun daripada negara lain.

3. Klasifikasi Katarak 1. Congenital cataract : katarak yang terjadi pada bayi baru lahir, penyebab terbanyak adalah oleh karena infeksi virus rubella. 2. Acquired cataract : a. Katarak senilis b. Katarak juvenil c. Katarak traumatika d. Katarak komplikata

4. Patofisiologi katarak Patogenesis pasti dari katarak secara umum belum diketahui. Tapi pada umumnya, semua faktor baik fisik, kimia,maupun biologis yang mengganggu keseimbangan intra dan ekstra selular air dan elektrolit atau yang mengganggu sistem koloid dalam serat lensa, cenderung mengakibatkan kekeruhan. Lensa merupakan organ avaskular, sehingga nutrisinya bergantung pada cairan intra okular. Maka dari itu pada kondisi yang mengganggu sirkulasi okular atau bila terbentuk toksin inflamatorik, nutrisi dari lensa akan terganggu, yang pada akhirnya menyebabkan katarak komplikata (Kurana, 2007).

Secara umum, katarak sendiri merupakan suatu proses kronik yang kompleks. Menurut Jobling dan Augusteyn (2002), secara umum proses terjadinya katarak dapat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

1. Osmosis Terjadi kegagalan pengaturan sistem osmotik karena gangguan di pompa NaK meningkatkan permeabilitas membran pada kapsul lensa, sehingga terjadi akumulasi air di dalam lensa. Lensa mencembung (terjadi miopisasi) sehingga daya refraksi lensa terganggu. 2. Oksidatif Adanya kerusakan karena radikal bebas (terutama oksigen radikal) yang disebabkan oleh meningkatnya produksi senyawa radikal dan kurangnya 11

antioksidan.

Ketidakseimbangan

tersebut

mengakibatkan

mekanisme

perlindungan tubuh terhadap senyawa radikal tidak bekerja optimal, sehingga terjadi kerusakan membran lensa dan kerusakan protein dalam lensa. 3. Modifikasi protein Adanya oksidasi, proteolisis, dan atau gangguan kimiawi pada lingkungan lensa dapat mengakibatkan perubahan struktural dari makromolekul dalam lensa sehingga terjadi denaturasi, agregasi, dan mengentalnya protein lensa. 4. Gangguan metabolik Produksi energi yang tidak adekuat dapat mengganggu sintesis protein sehingga mekanisme protektif dari lensa rusak. Terjadi gangguan pada pompa ion Na-K, jalur antioksidan, serta maturasi sel-sel lensa.

2.5 Katarak Komplikata 1) Definisi: Terdapat banyak pendapat mengenai batasan dan penyebab dari katarak komplikata. Dalam Vaughan (2007) dan Kanski (2007) disebutkan bahwa katarak komplikata terjadi karena adanya penyakit intraokular yang mempengaruhi fisiologi dari lensa (paling sering adalah uveitis). Galloway et al. (2006) menyebutkan katarak komplikata adalah katarak yang terjadi karena penyakit lain baik dari penyakit mata atau bukan penyakit mata (sistemik/ penggunaan obat). Pendapat lain mengatakan bahwa katarak komplikata adalah katarak yang terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi atau terjadi karena adanya proses inflamasi atau penyakit degeneratif dari segmen anterior atau posterior mata (Ilyas, 2007)

2) Etiologi Kanski (2007) menyebutkan bahwa penyakit mata yang dapat menyebabkan katarak komplikata contohnya adalah uveitis anterior yang kronik, glaukoma sudut tertutup, miopia yang tinggi, serta gangguan herediter pada

fundus

(misalnya

retinitis

pigmentosa).

Dalam

Kurana

(2007)

12

ditambahkan beberapa penyakit mata yang mungkin menyebaban katarak komplikata, yaitu ablasio retina dan tumor intraokular. Dalam Galloway et al (2006) disebutkan penyakit/ kondisi lain (selain penyakit mata) yang dapat menyebabkan katarak komplikata, misalnya diabetes mellitus, gangguan kelenjar parathyroid, dan Down’s syndrome. Penggunaan

obat-obatan

(kortikosteroid,

amiodarone,

phenotiozide,

antikolinergik) juga dapat menyebabkan katarak komplikata (Goodman, 2003)

3) Patofisiologi Pada katarak komplikata karena penyakit intraokular, yang paling sering adalah karena uveitis. Raju dan Sivan dalam Kerala Journal of Ophthalmology (2010) meneliti katarak komplikata yang disebabkan oleh uveitis (karena uveitis adalah penyebab terbanyak) dan mendapatkan hasil bahwa uveitis penyebab katarak komplikata terutama adalah uveitis anterior yang kronis. Dalam Kurana (2007) disebutkan, pada uveitis anterior, misalnya iridocyclitis, terjadi beberapa perubahan pada lensa, yaitu:

1. Penghamburan pigmen pada kapsula anterior lensa oleh karena sel radang. 2. Dapat terjadi penumpukan eksudat di lensa. 3. Pada akhirnya akan terbentuk katarak komplikata, sebagai komplikasi dari iridocyclitis yang menetap. Tanda-tanda yang nampak yaitu adanya ‘polychromatic luster’ dan bentukan ‘bread-crumb’.

13

Gambar 7. Katarak komplikata karena uveitis. Kekeruhan difus yang bermula dari posterior subscapular cataract (PSC). Tampak presipitat inflamatorik berupa sel radang di permukaan posterior kornea (tanda panah) (Lang, GK. 2000. Ophthalmology. New York, Thieme)

Pada katarak komplikata karena penyakit sistemik, paling sering terjadi karena diabetes mellitus. Patofisiologinya diduga karena adanya enzim aldose reductase yang mengkatalisa gula reduksi menjadi sorbitol. Penumpukan sorbitol dalam sel-sel lensa mengakibatkan perubahan osmotik sehingga lensa banyak mengandung air, indeks bias lensa berubah sehingga daya refraksi berkurang, diikuti dengan degenerasi serat-serat protein lensa sehingga terjadi kekeruhan pada lensa. Sebenarnya sorbitol di dalam lensa pada akhirnya akan diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase, namun karena produksi sorbitol lebih cepat daripada konversinya menjadi fruktosa, pada akhirnya sorbitol dalam lensa akan terakumulasi dan menyebabkan katarak (Pollreisz dan SchmidtErfurth, 2010) Menurut Jobling dan Augusteyn (2002), kortikosteroid dapat menghambat growth factor yang terdapat pada aqueous humor, sehingga sel epitelial lensa di bagian anterior yang harusnya mendapat asupan growth factor dari aliran aqueous humor menjadi kekurangan growth factor. Dalam kondisi seperti ini, sel epitelial yang harusnya tumbuh menjadi sel fiber dan bermigrasi ke tengah lensa menjadi abnormal. Sel epitelial akhirnya tidak tumbuh menjadi sel fiber dan akan bermigrasi ke polus posterior lensa, kemudian akhirnya membentuk agregat protein yang merupakan awal dari kekeruhan lensa. 14

Gambar 8. Susunan lensa dan pertumbuhan lensa normal. Faktor pertumbuhan yang terdapat pada aqueous humour merangsang proliferasi dan migrasi sel epitelial di anterior lensa ke zona ekuator untuk kemudian berubah menjadi sel fiber. (Jobling AI, Augustey RC. What causes steroid cataracts? A review of steroid-induced posterior subcapsular cataracts; n.Clin Exp Optom 2002)

15

Gambar 9. Susunan lensa dan pertumbuhan lensa abnormal, efek kortikosteroid. Faktor pertumbuhan yang terdapat pada aqueous humour berkurang karena efek steroid, sehingga diferensiasi sel epitelial lensa menjadi sel fiber menjadi abnormal. Sel epitelial tidak berubah menjadi sel fiber, tapi tetap bermigrasi sepanjang kapsul lensa menuju zona ekuator sampai ke polus posterior, membentuk agregat protein yang menghamburkan cahaya. (Jobling AI, Augustey RC. What causes steroid cataracts? A review of steroid-induced posterior subcapsular cataracts; n.Clin Exp Optom 2002)

4) Manifestasi Klinis Gejala utama adalah berkurang hingga hilangnya kemampuan penglihatan. Transparansi lensa yang berkurang mengakibatkan pandangan kabur, namun

16

tanpa nyeri. Pandangan kabur baik jarak jauh dan dekat. Pada lensa terdapat agregat protein yang menghamburkan cahaya, dan mengurangi transparansi lensa. Adanya gangguan pada protein lensa menyebabkan lensa berubah warna menjadi kekuningan atau kecoklatan (Vaughan, 2007). Pada umumnya katarak komplikata bermula sebagai katarak kortikal posterior, dimana perubahan pada lensa biasanya nampak pada kapsula posterior. Tipe katarak komplikata yang paling sering didapat adalah tipe subskapsular posterior (Raju dan Sivan, 2010). Kekeruhan kataraknya biasanya ireguler pada bagian terluarnya, dan densitasnya tidak sama. Bila diamati dengan slit lamp, kekeruhan lensa akan nampak seperti bentukan ‘breadcrumb’ (remah roti). Tanda khas lainnya ialah adanya partikel berwarna yang ‘iridescent’ (berbeda warna bila dilihat dari sudut lain) yang disebut ‘polichromatic lustre’ dengan warna merah, hijau, dan biru. Di bagian lain dari korteks lensa dapat nampak bayangan kekuningan yang difus, kemudian kekeruhan perlahan-lahan akan menyebar ke bagian korteks lain dan akhirnya seluruh korteks menjadi keruh. Gambaran akhirnya berupa kekeruhan yg putih seperti kapur, dengan deposisi kalsium (Kurana, 2007).

5) Diagnosa Untuk mencari diagnosis katarak komplikata, diperlukan mencari tanda-tanda katarak komplikata, yaitu : 1. Gejala klinis dari katarak komplikata, yang didapat dari anamnesa. Anamnesa: 

Pandangan kabur hingga hilang penglihatan, kabur terutama jarak dekat



Silau di siang hari



Bila didahului uveitis, terdapat nyeri dan mata kemerahan



Bila didahului uveitis, bisa didapatkan mata kemerahan dan nyeri periokular



Diplopia



Riwayat diabetes mellitus



Riwayat penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama

17

2. Adanya katarak yang disertai satu atau lebih penyakit yang mendasari (uveitis, glaukoma akut, ablasio retina, dan seterusnya). 3. Kekeruhan lensa yang biasanya didapat di bagian cortex posterior. 4. Pada pemeriksaan slit lamp, biasanya batas katarak bersifat ireguler yang berekstensi sampai nukleus lensa.

Melakukan pemeriksaan lanjutan 1. Dengan penlight: memeriksa pupil.bila terjadi kekeruhan pada lensa pupil akan berwarna putih (leukokoria), hal ini didapatkan pada katarak matur. Bila belum matur perlu dilakukan midriatikum untuk melihat lensa dengan jelas. Reflek cahaya bisa masih normal. 2. Dengan oftalmoskopi: setelah sebelumnya pupil dilebarkan. Pada stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar belkakang jingga, sedangkan pada stadium matur didapatkan refleks fundus negatif. 3. Slit lamp: untuk mengetahui luas, tebal dan lokasi kekeruhan lensa. 4. USG

6) Penatalaksanaan katarak komplikata Penatalaksanaan katarak komplikata adalah mengikuti penatalaksanaan katarak pada umumnya, disertai penatalaksanaan pada penyakit yang mendasari katarak komplikata tersebut. Penyakit intraokuler yang sering menyebabkan kekeruhan pada lensa ialah iridosiklitis, glaukoma, dan ablasio retina. Dimana penatalaksanaannya adalah sebagai berikut : I.

Uveitis : Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior akibat gangguan metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa, yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa. Katarak yang disebabkan oleh uveitis bersifat reversibel.

II.

Glaukoma : Pada serangan glaukoma akut dapat mengakibatkan gangguan keseimbanan cairan lensa sehingga menyebabkan gangguan metablisme lensa subkapsular anterior. Katarak oleh karena glaukoma

18

bersifat reversibel juga, dan dapat hilang apabila tekanan bola mata sudah terkontrol. III.

Ablasio : Dilakukan tindakan bedah apabila kekeruhannya sudah mengenai seluruh bagian lensa (lihat indikasi dilakukannya bedah).

IV.

Katarak diabetes: karena faktor utama dari terbentuknya katarak pada pasien diabetes adalah adanya gula reduksi yang kemudian diubah menjadi sorbitol pada lensa, maka penting bagi pasien untuk mengontrol gula darahnya sebelum hingga sesudah tindakan pada kataraknya.

V.

Katarak karena steroid: katarak karena steroid merupakan suatu hasil dari proses yang lama, dan tergantung dosis. Semakin lama penggunaan dan semakin besar dosis, kataraknya akan semakin parah. Bila akan diterapi kataraknya, pasien perlu konsultasi dengan dokter untuk mengontrol / menghentikan penggunaan steroidnya terlebih dahulu.

Secara umum penatalaksanaan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu nonbedah dan bedah. 1. Penatalaksanaan Katarak Non-Bedah: Bila pada katarak yang imatur, penatalaksanaan hanya dilakukan pengkoreksian visus. Bisa memakai kacamata ataupun kontak. Hal ini biasanya dapat dilakukan pada fase-fase awal saja, dengan tetap mengedukasi pasien tentang sifat progresif dari penyakit kataraknya. 2. Penatalaksanaan Katarak secara Bedah : A. Indikasi dilakukannya bedah, adalah : 1) Indikasi meningkatkan atau mengembalikan visus : hal ini biasanya adalah indikasi tersering untuk dilakukannya operasi pada mata katarak. Dikatakan sangat mengganggu visus apabila sampai pada tahap dimana melakukan aktifitas sehari-hari menjadi sangat sulit bagi penderita. Namun, apabila penderita menghendaki dilakukannya operasi untuk

19

memperbaiki visusnya (kebutuhan bekerja, atau lain-lain) operasi bisa dilakukan atas permintaan pasien. 2) Indikasi medis : pada indikasi medis, biasanya katarak tersebut menyebabkan penurunan dari kesehatan mata. Sebagai contohnya, pada phacolytic glaucoma, atau phacomorphic glaucoma. 3) Indikasi kosmetik B. Persiapan 1) Persiapan pre-operasi : i. Menjelaskan pasien mengenai prosedur pembedahan, serta informed consent. ii. Memeriksa visus mata kanan dan visus mata kiri iii. Pemeriksaan kelenjar adnexa : untuk mengobati terlebih dahulu apabila ada dakriosistisis, ekteropion, conjunctivitis, dan lain sebagainya. iv. Segmen anterior mata : bila pada pemeriksaan bilik mata depan ditemukan dangkal, hal ini akan menyulitkan pada saat operasi. Bila hal ini terjadi dapat diberikan mydriaticum secara intensif. v. Lensa : untuk mengetahui kekuatan lensa, serta persiapan pengganti lensa IOL dengan pemeriksaan biometri. 2) Penatalaksanaan post-operasi : i. Edukasi : Pasien disarankan untuk bergerak secara hati-hati, dan menghindari mengangkat beban berat atau berolahraga selama 1 bulan. ii. Proteksi : menggunakan patch atau metal shield untuk melindungi mata. iii. Koreksi visus : Targetnya adalah pasien bisa melihat secara emetrop. Koreksi visus bisa dilakukan dengan kacamata maupun lensa kontak. Bila emetrop tidak bisa dicapai, biasanya dipilih atau ditargetkan menjadi myopia derajad ringan. Jarang ditargetkan menjadi hipermetrop karena pasien akan kesulitan melihat jarak jauh maupun dekat. C. Teknik pembedahan : 1) ICCE (Intracapsular Cataract Extraction) : Prosedur ini mengeluarkan massa lensa serta kapsul. Namun cara ini mulai ditinggalkan karena 20

mempunyai komplikasi yang relatif tinggi oleh karena lebar insisi yang dibutuhkan cukup lebar. 2) ECCE (Extracapsular Cataract Extraction) : Pada prosedur ini, massa lensa dikeluarkan dengan merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior. Kapsul bagian posterior memungkinkan menjadi tempat implantasi lensa buatan.

Gambar 10. Teknik extracapsular cataract extraction

3) MSICS (Manual Small Incision Cataract Surgery): Teknik ini adalah lanjutan dari ECCE, dimana seluruh lensa dikeluarkan dari mata melalui scleral tunnel. Keuntungan dari teknik ini adalah tidak dibutuhkannya penjahitan. 4) Phacoemulsification (Phaco) : Adalah teknik paling sering digunakan di negara berkembang. Dimana membutuhkan alat khusus untuk mengemulsifikasi lensa. Setelah di emulsifikasi, lensa akan mudah di aspirasi. Keuntungannya tentu lebar insisi lebih pendek.

21

Gambar 11. Teknik pembedahan katarak phacoemulsification

D. Tipe lensa intraokuler (IOL) : 1) Rigid : Penempatan lensa tipe ini membutuhkan insisi yang lebih besar daripada diameter lensa (3mm). Keuntungan adalah tersedia secara banyak dan relatif lebih murah. 2) Flexible : Lensa tipe ini bisa dilipat dengan forceps atau injector, sehingga insisi yang dilakukan lebih kecil. Terbuat dari silikon, atau akrilik, atau hidrogel.

E. Komplikasi operasi : 1) Ruptur dari kapsul posterior : komplikasi ini bersifat serius karena dapat terjadi resiko kehilangan vitreous body, yang bisa menyebabkan perdarahan dan lepasnya retina. 2) Suprachoroidal Haemorrhage 3) Endophtalmitis F. Prognosis pembedahan Baik, pada 90% pasien yang menjalani pembedahan menunjukkan peningkatan visus secara signifikan.

22

Related Documents

Soal Katarak
February 2021 0
Lapsus Katarak
January 2021 1
Lapsus Katarak Bagas
January 2021 1

More Documents from "Febriana Dwi Lestari"