Referat Peb.docx

  • Uploaded by: tyas
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Peb.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,421
  • Pages: 29
Loading documents preview...
REFERAT PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh: Tyas Rachmani Fauziah, S.Ked J510155008

Pembimbing: dr. Arif Priyatna, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI RSUD DR HARDJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

REFERAT PREEKLAMPSIA BERAT

Yang diajukan oleh : Tyas Rachmani Fauziah, S.Ked J510155008

Telah disetujui dan disahkanoleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Pada hari ..................... , tanggal ...................................... 2015 Pembimbing : dr. Arif Priyatna, Sp. OG

(………………….)

Dipresentasikan dihadapan : dr. Arif Priyatna, Sp. OG

(………………….)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

BAB I PENDAHULUAN Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas, kecacatan, dan kematian pada ibu dan anak. Di Afrika dan Asia, 1/10 dari kematian ibu berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan, 1/4 dari kematian ibu di Amerika Latin berhubungan dengan komplikasinya. Penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada maternal dan perinatal adalah preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan post partum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu.Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan preeklampsia.Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

DEFINISI Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.

B.

ETIOLOGI Preeklampsia merupakan kelainan multisistem dan pada kasus berat menyebabkan gangguan pada fungsi hati dan sistem pembekuan darah. Walaupun etiologinya tidak jelas, trofoblas merupakan penyebab sebelum usia kehamilan 20 minggu pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa, dan hal ini sembuh setelah melahirkan. Predisposisi kejadian preeklamsia terjadi pada:

C.

1.

Primigravida

2.

Umur tua

3.

Riwayat keluarga dengan preeklamsia atau hipertensi

4.

Riwayat hipertensi sebelumnya

5.

Kehamilan ganda

6.

Diabetik gestasional

7.

Mola hidatidosa

8.

Sensitisasi rhesus berat

PATOFISIOLOGI Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya

hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Teori kelainan vaskularisasi plasenta Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin Teori adaptasi kardiovaskularori genetik Teori defisiensi besi Teori inflamasi Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta

menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel 

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemaktidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,



selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan. Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan,

misal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan 

berubah menjadi peroksida lemak. Disfungsi sel endotel Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka tejadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi: - Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya -

produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan

-

darah. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular

-

endotheliosis). Peningkatan permeabilitas kapilar.

-

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokontriktor)

-

meningkat. Peningkatan faktor koagulasi.

Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut. 

Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam



kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami



yang sebelumnya. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk manghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, mengahambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya

reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif. Teori Adaptasi Kardivaskular Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat

peka

terhadap

bahan

vasopresor.

Banyak

peneliti

telah

membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet) Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi besi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga mengganggap bahwa defisiensi kalsium pada

diet

perempuan

hamil

mengakibatkan

risiko

terjadinya

preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%. Teori Stimulus Inflamasi Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu. Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan “aktivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai “kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan” yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

D.

MANIFESTASI KLINIS Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia. Volume plasma Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal,disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting. Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat. Hipertensi Hipertensi

merupakan

tanda

terpenting

guna

menegakkan

diagnosis hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari pasca persalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya tekanan darah normal terjadi 2-4 minggu pasca persalinan. Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer, dan viskositas darah. Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah ≥140/90 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara Korotkoff’s phase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai

batas hipertensi, karena batas tekanan diastolik 90 mmHg yang disertai proteinuria mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan darah diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sebagai kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada. Fungsi ginjal 

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal yang berikut: Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria bahkan anuria.



Kerusakan

sel

gromerulus

mengakibatkan

meningkatnya

permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. 

Terjadi gromerular capillary endotheliosis akibat sel endotel gromerular membengkak disertai deposit fibril.



Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat irreversibel.



Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah ginjal.

Proteinuria Bila proteinuria timbul: 

Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal.



Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.



Tanpa kenaikan darah diastolik ≥90 mmHg, umumnya ditemukan pada infeksi saluran kencing atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria pada tekanan diastolik <90 mmHg.

Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir. Pengukuran proteinuria dapat dilakaukan dengan (a) urin dipstik: 100 mg/l atau +1, sekurang-kurangya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria ≥300 mg/ 24 jam. Asam urat serum Umumnya meningkat ≥5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan menurunnya filtrasi gromerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan. Kreatinin Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun, mengakibatkan filtrasi gromerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin, disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal. Oliguria dan anuria Hal ini terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan intravena hanya karena oliguria tidak dibenarkan. Elektrolit Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam atau pemberian cairan

oksitosin yang bersifat antidiuretik. Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklamsia kadar bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia

sama dengan

kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam. Tekanan osmotik koloid plasma/ tekanan onkotik Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular. Koagulasi dan fibrinolisis Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombsitopenia, jarang yang berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin. Viskositas darah Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ. Hematokrit Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipovolemia, kemudian meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklamsia.

Edema Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau sel endotel kapiler. Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat. Hematologik Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia, hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik. Disebut trombositopenia bila trombosit <100 000 sel/ml. Hemolisis dapat menimbulkan destruksi eritrosit. Hepar Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut kapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan. Neurologik Perubahan neurologik dapat berupa:



Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.



Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotoma, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retina.



Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi terjadinya eklamsia.



Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik adalah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri.



Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

Kardiovaskular Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia. Paru Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. Janin Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta,

hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin: 

Intrauterine growth restriction dan oligohidramnion



Kenaikan morbiditas dan mortilitas janin secara tidak langsung akibat IUGR, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

E.

DIAGNOSIS Diagnosis

ditegakkan

berdasar

kriteria

preeklampsia

berat

sebagaimana tercantum di bawah ini, bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut: 

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.



Proteinuria lebih 5g/ 24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif



Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc 24 jam



Kenaikan kadar kreatinin plasma



Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur



Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson)



Edema paru-paru dan sianosis



Hemolisis mikroangiopatik



Trombositopenia berat: < 100000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat



Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase



Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat



Sindrom HELLP.

Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan (b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntahmuntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:        

Pemeriksaan darah rutin Kreatinin fungsi hati asam urat LDH faktor pembekuan urinalisa ratio protein: kreatinin urin Diagnosa preeklampsia dilakukan dengan adanya proteinuria 1+

atau lebih besar pada dip urin atau >300 mg protein/ 24 jam. Pengambilan spesimen urin yang baik harus dilakukan dengan membuang urin pertama yang keluar sebelum mengambil spesimen urin yang benar setelahnya dengan jumlah yang cukup. Kelainan yang sering ditemukan pada analisa laboratorium merupakan

hemokonsentrasi

(peningkatan

hematokrit),

hemolisis

(trombositopenia, peningkatan LDH), gangguan renal (peningkatan kreatinin), kerusakan hati (peningkatan fungsi hati), koagulopati (peningkatan

prothrombine

time,

PT),

peningkatan

international

normalized ratio (INR), peningkatan partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen menurun, dan peningkatan asam urat. Tidak ada pemeriksaan radiologi spesifik yang diperlukan pada emergensi maternal hipertensi. Insiden perdarahan serebral pada eklampsia non fatal tidak diketahui dan dilaporkan 50% adalah reversibel, stroke iskemia pada kehamilan terjadioleh karena preeklampsia. Jika perubahan

neurologi menetap dan suspek patologi intrakranial ditemukan setelah resolusi kejang, diindikasikan pemeriksaan computed tomography (CT) imaging. Jika suspek edema paru, dilakukan roentgen dada. Jika suspek gagal jantung, boleh dilakukan echocardiography apabila keadaan ibu dan janin sudah stabil. Pada resiko tinggi untuk terjadinya morbiditas janin seperti abrupsi, restriksi pertumbuhan, dan ketidakcukupan plasenta, evaluasi janin diperlukan. Pemeriksaan dini terhadap janin dengan menggunakan nonstress test (NST) dan/atau BPP dilakukan jika ada gejala. Selain itu, evaluasi perkembangan janin, volume cairan amniotic, dan ratio sistolicto-diastolic

arteri

umbilikalis

menggunakan

ultrasound

adalah

direkomendasikan pada pasien dengan preeklampsia. G.

PENATALAKSANAAN Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti diikuti dengan observasi harian tanda-tanda klinik berupa nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan USG dan NST. Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur: 

Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.



Sikap terhadap kehamilannya, yaitu manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.

Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa.

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguri. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguri ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/ pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler paru). Prognosis preeklampsia berat menjadi buruk bila ada edema paru disertai oliguri. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% Ringerdekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan <125cc/jam atau (b) infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60125 cc/jam) 500 cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguri terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. Antikejang Pemberian obat antikejang: 

MgSO4.



Contoh obat lain: 1.

Diazepam

Dosis awal: diazepam 10 mg intravena pelan-pelan selama 2 menit. Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal. Dosis pemeliharaan: diazepam 40 mg dalam 500 cc Ringer laktat. Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi bila dosis > 30mg/ jam. Jangan berikan melebihi 100 mg/jam. 2.

Fenitoin Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk ke jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetetif inhibisi antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Cara pemberian Magnesium sulfat regimen: 

Loading dose: initial dose 4 gram MgSO4 40% intravena dalam 100cc NaCl 0,9% selama 30 menit



Maintenance dose:

Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 40 % 2 gram intravena selama 5 menit. 6 gram MgSO4 40% intravena dalam 500 cc Ringer laktat/ 6 jam. 1 gram MgSO4 40% intravena dalam Ringer laktat/ jam diberikan sampai 24 jam post partum. Syarat-syarat pemberian MgSO4: 

Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v 3 menit.



Refleks patella (+) kuat.



Frekuensi pernapasan >16 kali/ menit, tidak ada tanda-tanda distres napas.



Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir

Magnesium sulfat dihentikan bila: 

Ada tanda-tanda intoksikasi



Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4: 

Dosis terapeutik

4-7 mEq/ liter

4,8- 8,4 mg/dl



Hilangnya refleks tendon

10 mEq/ liter

12 mg/dl



Terhentinya pernapasan

15 mEq/ liter

18 mg/dl



Terhentinya jantung

> 30 mEq/ liter

> 36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematin ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut: tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin.

Duretikum Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edem paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah Furosemide. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat

hipovolemia,

memperburuk

perfusi

utero-plasenta,

meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin. Antihipertensi Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥126 mmHg. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/ atau tekanan diastolik ≥110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/105 mmHg atau MAP <125 mmHg.2 

Antihipertensi lini pertama Nifedipin Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.



Antihipertensi lini kedua Sodium nitroprusside Dosis 0,25 ug/kg/menit/i.v, infus, ditingkatkan 0,25 ug/ kg/ 5 menit. Diazokside Dosis 30-60 mg/5 menit/i.v, atau i.v infus 10mg/ menit dititrasi. Calcium channel blocker

CCB bekerja pada otot polos arteriolar dan menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian CCB dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya minimal. Pemberian CCB dapat memberikan efek samping maternal, diantaranya takikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai akibat efek lokal mikrovaskular serta retensi cairan. Nifedipin

4x 10-30 mg per oral (short acting) 1x 20-30 mg per oral (long acting/ Adalat OROS) Dapat menyebabkan hipoperfusi pada ibu dan janin bila diberikan sublingual

Nikardipin

5mg/ jam, dapat dititrasi 2,5mg jam tiap 5 menit hingga maksimum 10mg/ jam

β-blocker Atenolol

merupakan

menyebabkan

β-blocker

pertumbuhan

janin

kardioselektif terhambat,

dan

dapat

terutama jika

digunakan dalam jangka waktu yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian antihipertensi lainnya tidak efektif. Pemberian labetolol 10 mg per oral. Jika respon tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg per oral.

Metildopa Metildopa merupakan agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat dan merupakan antihipertensi yang sering digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis. Walaupun metildopa bekerja pada sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek

perifer yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu adalah letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik, dan drug-induced hepatitis. Dosis metildopa adalah 2x 250-500 mg per oral (dosis maksimum 2000 mg/hari). Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan

untuk

melanjutkan

terapi

antihipertensi

hingga

persalinan. Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascapersalinan berat. Glukokortikoid Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindroma HELLP. Sikap terhadap kehamilan Sikap terhadap kehamilan ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan dibagi menjadi: 

Aktif (agressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi

bersamaan

dengan

pemberian

pengobatan

medikamentosa. 

Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

Perawatan aktif (agresif) Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini:







Ibu 1. 2. 3.

Umur kehamilan ≥37 minggu. Adanya tanda/ gejala impending eclampsia Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan

klinik dan laboratorik memburuk 4. Diduga terjadi solusio plasenta 5. Timbul onset persalinan, ketubah pecah, atau perdarahan. Janin 1. Adanya tanda-tanda fetal distress 2. Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR) 3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal 4. Terjadinya oligohidramnion Laboratorik 1. Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan cepat Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan

berdasar keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum. Perawatan konservatif Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin

baik.

Diberi

pengobatan

yang

sama

dengan

pengobatan

medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mncapai tanda-tanda preeklamsia ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala preeklampsia ringan. H.

DETEKSI DINI Beberapa tes boleh dilakukan untuk memprediksi preeklampsia sama ada secara biofisika atau biokimiawi. Tes biofisika yang digunakan

adalah dengan menggunakan Doppler arteri uterina. Tes ini relatif cepat dan murah yang boleh bersamaan dilakukan scanning. Tes ini dapat mengidentifikasi perfusi plasenta yang jelek, dimana merupakan asas kepada proses penyakit ini. Tampak resistensi yang relatif tinggi pada sirkulasi dengan takik yang jelas pada Doppler arteri uterina bila ada kelainan.

Sirkulasi

yang

memiliki

resistensi

rendah

ditunda

pemeriksaannya. Hampir satu daripada lima wanita yang mempunyai kelainan pada Doppler pada usia kehamilan 20 minggu berkembang menjadi preeklampsia. Prediksi pada usia kehamilan 24 minggu mempunyai hasil yang lebih besar. Identifikasi wanita yang beresiko dapat meningkatkan pengamatan terhadap pasien dan penggunaan terapi profilaksis. Selain itu, tes biofisika yang dapat dilakukan adalah dengan mengukur tekanan darah pada hamil muda. Tekanan darah yang berada pada range normal juga dapat dihubungkan dengan resiko preeklampsia. Tekhnik oscillometric untuk mengukur tekanan darah tidak efektif dan tidak akurat untuk menunjang preeklampsia. Tes biofisika lainnya seperti isometric exercise testing dan roll over test juga mempunyai nilai prediksi yang rendah. Tes sensitivitas angiotensin II untuk menilai tekanan darah juga kini tidak lagi dilakukan karena hasil prediksi yang rendah dan mengambil waktu yang lama serta mahal. I.

KOMPLIKASI Penyulit ibu 

Sistem saraf pusat: perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, makular atau retina detachment dan kebutaan korteks.



Gastrointestinal-hepatik: subskapsular hematoma hepar, ruptur kapsul hepar



Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut



Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi



Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi pernapasan, cardiac arrest, iskemia miokardium



Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidk terkendalikan

Penyulit janin Intrauterine fetal growth restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distres napas, kemtian janin intrauterin, kematian neonatal perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.

DAFTAR PUSTAKA Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. Cunningham FG, et al, editor. William Obstetry. 23rd Edition. 2010. Mc-Graw Hill: USA. Manuaba IBG. 1997. Ilmu Kebidanan. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC: Jakarta.

Related Documents

Referat
February 2021 2
Referat
February 2021 2
Referat Bppv
January 2021 1
Referat: Culturism
January 2021 1
Referat Irina
January 2021 1
Marketing Referat
January 2021 1

More Documents from ""

Referat Peb.docx
March 2021 0
Makalah Kelembagaan
February 2021 1
Fitosterol & Fitostanol
February 2021 1
Dmp Fix
February 2021 2