Referat Tht Bppv

  • Uploaded by: Sherlyana Mega
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Tht Bppv as PDF for free.

More details

  • Words: 3,453
  • Pages: 28
Loading documents preview...
REFERAT Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher di RSUD Tugurejo Semarang Pembimbing : dr. Dina Permatasari, SpTHT

Disusun Oleh : Sherlyana Mega Aprivinta H2A009042

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2014

BAB I PENDAHULUAN Vertigo ialah gangguan keseimbangan dengan perasaan bahwa lingkungan sekelilingnya sedang bergerak.1 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu. Serangan vertigo dapatdicetuskan oleh perubahan sikap, misalnya bila penderita berguling di tempattidur, menolehkan

kepala,

melihat

ke

bawah,

menengadah.

Manifestasi klinis yang terdapat dalam BPPV adalah adanya rasa pusing berputar yang timbul akibat perubahan posisi kepala. Keluhan ini kadang disertasi dengan adanya rasa mual dan muntah. Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan naurologis.1,2 BPPV bukanlah penyakit yang secara langsung membahayakan jiwa,tetapi apabila gejalanya sering timbul dapat menimbulkan kecemasan pada pasien.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Dan Fisiologi Organ Keseimbangan Pada Telinga Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak ditelinga dalam (labirin), terlindungi oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin tulang dan labirin membran terdapat perilimfa (tinggi natrium rendah kalium), sedangkan endolimfa (tinggi kalium dan rendah natrium) terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi dari pada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Tulang labirin, terdiri dari bagian vestibuler (kanalis semisirkularis, utriculus, sacculus) dan bagian koklea. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi sirkularis, yaitu kanalis semi sirkularis horizontal (lateral), kanalis semi sirkularis anterior (superior), dan kanalis semi sirkularis posterior (inferior). Pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut sebagai ampula. Ampula mengandung kupula, suatu masa gelatin yang memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut.4,5,6 Utrikulus dan sakulus mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan

kalsium yang disebut otolith (otokonia). Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan kupula oleh karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular yang terkena. Kupula membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula, sehingga partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui ujung yang tidak mengandung ampula.4,5,6

Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala.4,5 Akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe,

paling tidak disalah satu kanalis semisirkularis karena susunan tiga dimensi kanalis tersebut. Ketika kepala mulai bergerak saluran tulang dan hubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak mengikuti gerakan kepala. Namun cairan didalam kanalis yang tidak melekat ke tengkorak mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia (kelembaman). Karena inersia, benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang bergerak akan tetap bergerak, kecuali jika ada suatu gaya luar yang bekerja padanya dan menyebabkan perubahan.4,5 Sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai perubahan rotasional gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerakan liniear (bergerak dalam garis lurus tanpa memandang arah).4,5

B. Definisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah perasaan berputar disebabkan gangguan mekanik pada bagian telinga dalam dengan karakteristik vertigo yang muncul singkat dan periodik ketika posisi kepala relatif berubah terhadap gravitasi. BPPV adalah gangguan organ vestibular telinga dalam yang paling banyak ditemukan.5,6 Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus,

dan

dapat

disebut

juga

paroxymal

positional

nystagmus.5,6 C. Etiologi Berbagai penyebab yang mungkin memicu BPPV antara lain cedera kepala, vestibular neuronitis, labyrinthitis, stapedektomi dan penyakit sistem nervosa centralis. Nistagmus posisional juga dapat ditemukan pada intoksikasi (alkohol, barbiturat). Kebanyakan kasus BPPV berhubungan dengan adanya kupulolithiasis (deposit otokonia yang degeneratif, menempel pada kupula canales semicirculares). Hal in membuat kanal sangat sensitif terhadap perubahan gravitasi yang berkaitan dengan posisi kepala yang berbeda. Pemeriksaan neurologi dan otologi yang lengkap sangat penting karena kebanyakan

pasien

memiliki

kelainan

telinga

yang

terjadi

bersamaan.7,8 D. Epidemiologi Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan lakilaki yaitu 2,2 : 1,5.8 E. Patofisiologi

Patofisiologi BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :9,10 1) Teori Cupulolithiasis Partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus

yang

sudah

berdegenerasi,

menempel

pada

permukaan kupula. Kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakka di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel

tadi

mencegah

tiang

ke

posisi

netral.

Ini

digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). Kanalis semisirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya

masa

laten

sebelum

timbulnya

pusing

dan

nistagmus.9,10 2) Teori Canalolithiasis Partikel

otolith

bergerak

bebas

di

dalam

kanalis

semisirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai± 900 di sepanjang

lengkung

kanalis

semisirkularis.

Hal

ini

menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini

menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel seperti ini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel

butuh waktu untuk mulai

bergerak. Ketika

mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.9,10 F. Tanda dan Gejala Klinis Penderita merasa seolah-olah dirinya bergerak atau berputar; atau penderita merasakan seolah-olah benda di sekitarnya bergerak atau berputar.5,6,10 

Gejala  Vertigo  Durasi singkat (yg datang tiba-tiba)  Positional

:

Hanya

bisa

perubahan posisi  Sering disertai dengan mual

terasa

ketika

 Gangguan visual : sulit untuk membaca atau melihat selama satu serangan karena terkait nystagmus  Pra-keadaan pingsan (faint feeling) atau keadaan pingsan yang tidak biasa  Emesis (muntah) jarang, tetapi mungkin. 

Tanda-tanda Nystagmus torsional atau berputar, dimana bagian atas mata berputar ke arah telinga yang terkena.

G. Diagnosis Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan 1) Anamnesis Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual. 2) Pemeriksaan fisik Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisk sstandar untuk BPPV adalah DixHallpike dan Tes Kalori. 

Dix-Hallpike’s maneuver

Diyakini bahwa debris otolitik yang bebas mengambang (canalolithiasis) dalam kanal posterior bergerak menjauh dari cupula dan menstimulasi kanal posterior dengan menginduksi ampullofugal aliran endolymph (hukum pertama Ewald). Eksitasi dari kanal posterior mengaktifkan otot superior oblik ipsilateral dan otot rectusinferior, yang menghasilkan deviasi mata ke atas dengan torsi ke arah telinga atas. Akibatnya, nistagmus yang dihasilkan akan ke atas dan torsional, dengan kutub teratas mata ke arah telinga bawah. Nistagmus biasanya dimulai dengan latensi singkat beberapa detik, sembuh dalam waktu 1 menit (biasanya kurang dari 30 detik) dan arahnya berlawanan dari posisi duduk. Nistagmus berkurang (misalnya mata lelah) dengan pemeriksaan ulang. Dix-Hallpike’s sebagai

gold

maneuver

standard

untuk

telah

dianggap

diagnosis

kanal

posterior-BPPV. Namun, manuver ini harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat operasi leher, sindromra dikulopati cervical dan diseksi pembuluh darah, karena memerlukan posisi rotasi dan ekstensi leher. “The side-lying test” dapat digunakan sebagai alternative ketika Dix-Hallpike’s maneuver tidak dapat dilaksanakan; setelah pasien duduk di meja pemerikaan, pasien segera berbaring dengan kepala berpaling 45˚ ke arah yang berlawanan. Cara melakukannya sebagai berikut : 1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan

vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik. 2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang

30-40

derajat,

penderita

diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul. 3. Kepala diputar menengok ke kanan 45 derajat (kalau kanalis semisirkularis posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan otolith untuk

kemungkinan

bagi

bergerak, kalau ia

memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior. 4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi

kepala

penderita,

penderita

direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa. 5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan

vertigo,

posisi

tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik. 6. Komponen cepat nistagmus harusnya ‘up-bet’ (ke arah dahi) dan ipsilateral. 7. Kembalikan

ke

posisi

duduk,

nistagmus bisa terlihat dalam arah yang

berlawanan

dan

penderita

mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan. 8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 derajat dan seterusnya. Interpretasi Tes Dix Hallpike a. Normal : tidak timbul vertigo dan nistagmus

dengan

mata

terbuka.

Kadang-kadang dengan mata tertutup bisa

terekam

dengan

elektronistagmografi adanya beberapa detak nistagmus. b. Abnormal posisional

:

timbulnya yang

nistagmus

pada

BPPV

mempunyai 4 ciri, yaitu : ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus, dan adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang makin berkurang setiap kali manuver diulang. Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus kedepan :  Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan

BPPV

posterior kanan

pada

kanalis

 Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan

BPPV

pada

kanalis

posterior kiri  Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan

BPPV

pada

kanalis

anterior kanan  Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan anterior kanan



Tes kalori

BPPV

pada

kanalis

Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air panas adalah 44oC. volume air yang dialirkan kedalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien

diistirahatkan

selama

5

menit

(untuk

menghilangkan pusingnya). 

Tes Supine Roll Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa saat.3 Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.3 Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. 

Kriteria Diagnosis untuk BPPV Tipe Kanal Posterior



Kriteria Diagnosis untuk BPPV Tipe Kanal Lateral BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat

ditimbulkan

oleh

Dix-Hallpike

manuver.

Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis BPPV horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver (PagniniMcClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang potensial

dapat

terjadi

pada

manuver

ini,

menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral. a. Tipe Geotrofik. Pada

tipe

ini,

rotasi

ke

sisi

patologis

menyebabkan nistagmus horisontal yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah

b. Tipe Apogeotrofik. Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus yang bergerak ke arah telinga

yang

paling

atas.

Ketika

kepala

dimiringkan ke sisi yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling atas. Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak. 

Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular4,6 Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal

anterior

downbeating

berkaitan

nystagmus,

dengan

paroxysmal

kadang-kadang

dengan

komponen torsi minor mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk lain dari BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanal anterior kronis atau persisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan. Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat menghasilkan pola yang sama. Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang, tetapi menunjukkan bahwa

dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini bagaimanapun juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam beberapa kasus. 

Perbedaan antara Vertigo Posisi Perifer dengan Sentral

H. Penatalaksanaan a.

Non-Farmakologi8,9,10 Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah

suatu penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi

partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.  Manuver Epley Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 0, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.

Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/ Epley manuver : 1) Episode berulang pusing dipicu BPPV 2) Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian posisi (misalnya, ujiDixHallpike). Keterbatasan

Canalith

Reposisi

Prosedur

(CRT)/Epley manuver 1) Penggunaan CRP pada pasien tidak memiliki BBPV (diagnosis yang salah) 2) Salah kinerja masing-masing komponen CRP.  Manuver Semont Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi

berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.

 Manuver Lempert Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.

 Forced Prolonged Position Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.  Brandt-Daroff exercise Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.

b.

Farmakologi8,9,10 Pengobatan

untuk

vertigo

yang

disebut

juga

pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi

sentral

pada

kondisi

vestibular

perifer.

Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan. c.

Operasi8,9,10 Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuvermanuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf

ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.

BAB III PENUTUP Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) didefinisikan sebagai : perasaan gangguan keseimbangan yang dipicu oleh posisi provokatif tertentu. Posisi provokatif ini biasanya juga memicu terjadinya gerakan mata yang spesifik (nistagmus). Karakteristik dan arah nistagmus spesifik terhadap bagian dari telinga dalam yang terkena dan patofisiologinya. Manifestasi klinis yang terdapat dalam BPPV adalah adanya rasa pusing berputar yang timbul akibat perubahan posisi kepala. Keluhan ini kadang disertasi dengan adanya rasa mual dan muntah. Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan naurologis. Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sering dilakukan berupa maneuver Dix-hallpike dan tes kalori untuk menemukan adanya respon abnormal. Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada utrikulus.Yang paling banyak digunakan adalah maneuver Brandt Daroff dan maneuver Epley. Terapi dengan medikamentosa dapat diberikan sebagai tambahan untuk meringankan gejala yang timbul. Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bashiruddin, J., Hadjar, E., dan Alviandi, W. “Gangguan keseimbangan dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher”. Jakarta : Balai penerbit FKUI. 2007. 2. Bashiruddin J. “Vertigo Posisi Paroksismal Jinak dalam Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher”. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. 3. Bintoro, A.C. Benign Paroxymal Positional Vertigo. Semarang : badan penerbit FK UNDIP. 2006. 4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. China : Elsevier Saunders. 2005. 5. Ballenger John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid II. Jakarta : Binarupa Aksara. 2013. 6. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT, Edisi keenam. Jakarta : EGC.1999. 7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. 8. Lempert T, Neuhauser, H. Epidemiology of vertigo, migraine andvestibular migraine in Journal Nerology 2009. 9. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). CMAJ. 2003. 10. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. OtolaryngologyHead and Neck Surgery. 2008. 11. Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo : Diagnosis and Treatment. International Tinnitus Journal. 2011.

12. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK,editor. Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head &Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2004. 13. Johnson J & Lalwani AK. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In :Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2006. 14. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor.Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2007. 15. Leveque et al. Surgical Therapy in Intractable Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2007. 16. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of Benign Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology. 2006.

Related Documents

Referat Tht Bppv
January 2021 1
Referat Bppv
January 2021 1
Referat Bppv
January 2021 1
Ppt Referat Bppv
January 2021 1
Referat Tht Omsa
January 2021 0

More Documents from "Tri Kurniawan"