Referat Trauma Hepar

  • Uploaded by: Ophie Chubbichabbicubbit Seororo
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Trauma Hepar as PDF for free.

More details

  • Words: 5,212
  • Pages: 25
Loading documents preview...
1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hepar merupakan organ yang sering terluka dalam trauma abdomen. Kemacetan lalu lintas dan antisosial, serta perilaku kekerasan menyebabkan sering terjadi trauma hepar. Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian, pengelolaan trauma hepar telah mengalami perubahan dalam tiga dekade terakhir dengan peningkatan hasil yang signifikan, terutama pada trauma tumpul. Sebagian besar trauma hepar terdiri dari grade I, II atau III dan berhasil diobati dengan observasi saja (Non Operative Management, NOM). Sebaliknya dua pertiga trauma hepar grade IV atau V memerlukan laparotomi (Operative Management, OM). Operasi ini umumnya menantang dan sulit (Coccolini et al, 2015). Richardson et al (2000) mengusulkan operasi sebagai alasan utama untuk perbaikan dalam kelangsungan hidup yaitu hasil yang lebih baik dengan operasi kembali, penggunaan arteriografi dan embolisasi, kemajuan teknik operasi untuk trauma hepar mayor, dan penurunan cedera vena hepatik selama menjalani operasi. Insiden komplikasi berkaitan dengan penanganan trauma terlambat lebih besar dari insiden luka tembus. Trauma kompresi pada hemithorax kanan dapat menjalar melalui diafragma & menyebabkan kontusio pada puncak lobus kanan hepar.Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan yang dapat merobek lobus hepar satu sama lain dan sering melibatkan vena cava inferior & vena-vena hepatik. Lebih kurang 80% cedera hepar disebabkan trauma tembus, 15-20% terjadi karena trauma tumpul, sedangkan 10-15% kematian dapat terjadi akibat trauma hepar. Kematian akibat luka bacok hanya 1%. Laki-laki lebih sering terjadi dari pada perempuan.Usia lebih sering 14-30 tahun. 50% pasien yang mengalami trauma hepar meninggal (Badger et al, 2009). B. Tujuan 1. Mengetahui jumlah pasien trauma hepar dan distribusinya berdasarkan penyebab, jenis kelamin, usia, dan diagnosis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2011 – 2017. 2. Mengetahui penatalaksanaan pasien trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2011 – 2017.

2

3. Mengetahui perkembangan pasien trauma hepar setelah penatalaksanaan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2011 – 2017. C. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi data ilmiah terkait dengan jumlah pasien trauma hepar dan distribusi berdasarkan penyebab, jenis kelamin, usia, diagnosis, penatalaksanaan, dan perkembangan pasien trauma hepar di di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2011 – 2017.

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Trauma hepar adalah trauma yang mengenai hepar. Trauma hepar disebabkan oleh trauma tumpul abdomen atau trauma tembus yang mengakibatkan ruptur hepar dan kerusakan pada hepar (Khan, 2017). B. Epidemiologi Cedera merupakan penyebab utama kematian ketiga di seluruh dunia, sekitar 5 juta kematian setiap tahunnya. Cedera merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda usia 1 sampai 44 tahun. Pada pasien dengan trauma abdomen, hepar merupakan organ yang sering terluka (Talving et al, 2003). Kejadian trauma hepar bervariasi antar negara karena kondisi sosial, peraturan dan lingkungan. Di Eropa, 80-90% dari semua luka hati disebabkan oleh trauma tumpul, dengan sebagian besar kasus disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan cedera olahraga. Situasi ini mirip dengan yang terlihat di Australia. Sebaliknya, Amerika Serikat dan Afrika Selatan memiliki tingkat trauma tembus yang cukup tinggi, namun bahkan di negara-negara ini ada bukti bahwa rasio trauma tumpul terhadap luka tembus meningkat. Cedera hepar dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, namun tetap sulit untuk diprediksi bagi pasien secara individu, karena mortalitas sering ditentukan oleh banyak faktor termasuk sifat cedera hati itu sendiri, tingkat cedera hati, cedera terkait yang terjadi, praktik dan pengalaman dari pasien. Kematian keseluruhan dari luka hati diperkirakan berkisar antara 10-17%. Namun, jika pasien mengalami cedera vena juxtahepatik (vena cava inferior inferior atau cedera vena hepatik mayor mayor) maka mortalitas mungkin setinggi 80% (Beardsley dan Sivakumar, 2012). Kejadian trauma hepar pada tahun 1996 dan 1997 di Stockholm, Swedia berkisar 2,95/100.000 per tahun. 77 autopsi dengan trauma hepar menunjukkan pola cedera pada grade I sebanyak 6 kasus (8%), grade II sebanyak 10 kasus (13%), grade III sebanyak 21 kasus (27%), grade IV

4

sebanyak 15 kasus (19%), grade V sebanyak 16 kasus (21%), dan grade VI sebanyak 9 kasus (12%) (Talving et al, 2003).

C. Etiologi Penyebab trauma hepar adalah (Beardsley dan Sivakumar, 2012). 1.

Trauma tumpul akibat kecelakaan pada 50-75% kasus, dapat juga terjadi karena jatuh dan kecelakaan industri atau rekreasi.

2.

Trauma tembus dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu energi rendah (trauma tusuk), energi sedang (pistol), dan energi tinggi (senjata Militer).

D. Klasifikasi dan Patofisiologi Klasifikasi trauma hepar dibagi menjadi 6 grade menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST) (Moore et al, 1995) :

Grade I

II

Jenis trauma

Deskripsi

Hematoma

Subkapsular <10% luas permukaan

Laserasi

Kapsul kapsular < 1 cm kedalaman parenkim

Hematoma

Subkapsular 10-50% luas permukaan, diameter intraparenkim <10 cm

Laserasi

Kapsul kapsular 1-3cm kedalaman parenkim, panjangnya <10 cm

III

Hematoma

Subkapsular >50% subkapsular

atau

luas

permukaan,

hematoma

parenkim,

ruptur dan

hematoma intraparenkim >10 cm

IV

Laserasi

>3 cm kedalaman parenkim

Laserasi

Gangguan parenkim yang melibatkan lobus hepar 25-75% atau 1-3 segmen couinaud dalam satu lobus

Grade V

Jenis trauma Laserasi

Deskripsi Gangguan parenkim yang melibatkan lobus hepar >75% atau >3 segmen couinaud dalam satu lobus.

5

Vaskular

Cedera vena juxtahepatic yaitu vena cava retrohepatik/ vena hepatica sentral mayor

VI

Vaskular

Avulsion hepatic

Menurut World Society of Emergency Surgery mengklasifikasikan trauma hepar menjadi 3 kelas (Coccolini et al, 2015) :

WSES

AAST

Hemodinamik Ct-Scan

Pengobatan

lini

pertama Minor

WSES

I-II

Stabil

III

Stabil

grade I Moderate

WSES grade II

Ya

+ Non

eksplorasi

Operating

Management

lokal pada (NOM) + Evaluasi luka

klinis,

tembak

laboratorium, dan radiologi

Severe

WSES

IV-V

Stabil

Ya

+ Non

Operating

grade

eksplorasi

Management

III

lokal pada (NOM) + Evaluasi luka

klinis,

tembak

laboratorium, dan radiologi

WSES

I-VI

Tidak Stabil

Tidak perlu

Operating

grade

Management

IV

(OM)

Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma hepar terbagi menjadi trauma tajam dan trauma tumpul. Mekanisme yang menimbulkan kerusakan hepar pada trauma tumpul adalah efek kompresi dan deselerasi. Trauma kompresi pada hemithorax kanan dapat menjalar melalui diafragma, dan menyebabkan kontusio pada puncak lobus kanan hepar. Trauma deselerasi

6

menghasilkan kekuatan yang dapat merobek lobus hepar satu sama lain dan sering melibatkan vena cava inferior dan vena-vena hepatik. Trauma tajam terjadi akibat tusukan senjata tajam atau oleh peluru. Berat ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma, penyebab, kekuatan, dan arah trauma. Karena ukurannya yang relatif lebih besar dan letaknya lebih dekat pada tulang costa, maka lobus kanan hepar lebih sering terkena cidera daripada lobus kiri. Sebagian besar trauma hepar juga mengenai segmen hepar VI,VII, dan VIII. Tipe trauma ini dipercaya merupakan akibat dari kompresi terhadap tulang costa, tulang belakang atau dinding posterior abdomen. Adanya trauma tumpul langsung pada daerah kanan atas abdomen atau di daerah kanan bawah dari tulang costa, umumnya mengakibatkan pecahan bentuk stellata pada permukaan superior dari lobus kanan. Trauma tidak langsung atau contra coup biasanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian dengan bagian kaki atau bokong yang pertama kali mendarat. Jenis trauma ini menyebabkan efek pecahan pada penampang sagital hepar dan kadang-kadang terjadi pemisahan fragmen hepar (Legome, 2016). E. Diagnosis 1.

Manifestasi klinis Manifestasi klinisnya tergantung dari tipe kerusakannya. Pada ruptur kapsul Glissoni, tanda dan gejalanya dikaitkan dengan tanda-tanda syok, iritasi peritoneum dan nyeri pada epigastrium kanan. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik yaitu hipotensi, takikardi, penurunan jumlah urine, tekanan vena sentral yang rendah, dan adanya distensi abdomen memberikan gambaran suatu trauma hepar. Tanda-tanda iritasi peritoneum akibat peritonitis biliar dari kebocoran saluran empedu, selain nyeri dan adanya rigiditas abdomen, juga disertai mual dan muntah (Legome, 2016).

2.

Pemeriksaan Laboratorium Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hepar akan diikuti dengan penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Ditemukan leukositosis lebih dari 15.000/ul, biasanya setelah ruptur hepar akibat trauma tumpul. Kadar enzim hati yang meningkat dalam serum darah menunjukkan bahwa terdapat cidera pada hepar, meskipun juga dapat disebabkan oleh suatu perlemakan hati

7

ataupun penyakit-penyakit hepar lainnya. Peningkatan serum bilirubin jarang, dapat ditemukan pada hari ke-3 sampai hari ke-4 setelah trauma(Legome,

2016). 3. Ultrasonografi (USG) Focused abdominal sonography for trauma (FAST) digunakan untuk evaluasi ada atau tidaknya cairan intraabdomen pada pasien tidak stabil dengan trauma tumpul. Keuntungan dari FAST ini adalah noninvasif dan cepat dengan sensitivitas antara 80-85% dan spesifitas 97100%. Namun, FAST ini memiliki keterbatasan yaitu berkurangnya sensitivitas dan spesifitas pada pasien obesitas, ileus, emfisema subkutan dan tergantung operator. Richardson et al (2005) melaporkan bahwa sensitivitas 98% pada trauma hepar grade III hingga grade V. FAST umumnya dapat mendeteksi 400 ml atau lebih cairan intraperitoneal sehingga dapat digunakan untuk memutuskan apakah pasien perlu Operative Management (OM) atau tidak pada pasien dengan hemodinamik

tidak

stabil.

Pemeriksaan

FAST

negatif

tidak

menyingkirkan cedera intra-abdomen atau hemoperitonium. FAST sangat spesifik namun tidak dapat mengevaluasi grade lesi yang tepat dan tidak terlalu sensitif (Coccolini et al, 2015). 4. CT-Scan CT-Scan

merupakan

standar

emas

untuk

pasien

dengan

hemodinamik stabil baik pada trauma tembus maupun trauma tumpul. CT-Scan memiliki sensitivitas yang baik kecuali untuk mendeteksi trauma pada diafragma, pankreas, dan usus kecil. Beberapa penulis menganggap CT-Scan sebagai faktor prediktif bersamaan dengan tekanan

darah

sistolik

untuk

menentukan

risiko kegagalan manajemen non-operatif (NOM) (Coccolini et al, 2015). CT scan adalah studi pencitraan pertama yang memberikan penggambaran yang relatif rinci tentang cedera organ yang solid dan cedera retroperitoneal. Tingkat keparahan luka juga dinilai berdasarkan pemeriksaan CT scan. Ekstravasasi kontras yang ditunjukkan pada CT

8

scan (35-40 HU) mengindikasikan pendarahan aktif dari lokasi cedera dan intervensi lebih lanjut sehingga CT-Scan dapat membantu diagnosis trauma hepar. Sensitivitas dan spesifisitas CT scan untuk trauma hepar masing-masing 92-97% dan 98,7%. CT scan memainkan peran integral dalam penanganan non-operatif trauma hepar. Tindak lanjut CT scan direkomendasikan untuk trauma bermutu tinggi yaitu grade IV-V dalam 7-10 hari untuk menentukan status cedera dan komplikasi juga (Ahmed dan Vernick, 2011).

Gambar 1. CT-Scan trauma Hepar grade V (Coccolini et al, 2015). 5. Angiografi Angiografi memiliki peran penting dalam pengobatan konservatif trauma hepar. Ekstravasasi kontras pada CT-Scan membutuhkan angiografi

darurat

dan

angioembolisasi

pada

pasien

dengan

hemodinamik stabil. Sensitivitas dan spesifitas angiogram dalam mengidentifikasi perdarahan aktif pada trauma hepar berkisar 75%

9

sedangkan angka kesuksesan dalam mengontrol perdarahan berkisar 6893% (Ahmed dan Vernick, 2011). Pada kebanyakan operasi hepar 6,5 kali lebih sering melibatkan satu atau lebih vena hepatic dan 3,5 kali terjadi perdarahan arteri sehingga untuk menghindari hasil palsu negatif terjadinya cedera vascular pada CT-Scan maka dapat digunakan angiografi pada pasien trauma hepar grade 3-5 dengan hemodinamik stabil (Coccolini et al, 2015).

Gambar 2. Angiografi hepar (Coccolini et al, 2015). 6. Diagnostic peritoneal lavage (DPL) DPL merupakan salah satu modalitas yang paling umum digunakan untuk evaluasi diagnostik trauma tumpul pada pertengahan abad ke-20. Prosedur ini sangat sensitive terhadap hemoperitoneum. DPL positif hamper 30% tidak membutuhkan terapi sehingga laparotomy tidak diperlukan. Adanya CT-Scan dan FAST telah menggantikan DPL invasif (Ahmed dan Vernick, 2011). F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan PRIMARY SURVEY Airway Penilaian arway bertujuan untuk mengetahui adanya trauma di jalan napas. Menilai patensi jalan napas dan pertukaran udara dengan mendengarkan

10

pergerakan udara melalui hidung, mulut, dan lapang paru. Inspeksi dilakukan di orofaring untuk menilai obstruksi dan melakukan inspeksi dada untuk melihat adanya retraksi otot interkostalis dan supraklavikular (ATLS, 2012). Breathing Pergerakan dan kualitas pernapasan dinilai dengan inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Tanda-tanda hipoksia adalah peningkatan kecepatan pernapasan dan perubahan pola pernapasan, serta diikuti dengan adanya sianosis (ATLS, 2012). Circulation Pemeriksaan denyut nadi untuk menilai kualitas, kecepatan, dan regularitas. Pada pasien hipovolemia, denyut nadi arteri radialis dan arteri dorsalis pedis dapat tidak teraba. Vena leher juga perlu diniliai untuk mengetahui distensi pada pasien hipovolemia, tamponade jantung, tension pneumothorax, dan trauma diafragma. Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Jika warna kulit kemerahan pada wajah dan ekstremitas maka jarang dalam keadaan hypovolemia, sedangkan jika warna kulit keabu-abuan dan pucat merupakan tanda hipovolemia. Hal lain yang perlu diperhatikan adanya perdarahan baik perdarahan eksternal ditangani dengan penekanan pada luka. Spalk udara untuk mengontrol perdarahan. Tourniqet sebaiknya tidak dipakai karena dapat merusak jaringan dan menyebabkan iskemia distal, sedangkan tourniqte dipakai hanya pada amputasi traumatic. Sumber perdarahan internak (tidak terlihat ) perdarahan dalam thorax, abdomen, fraktur tulang panjang, retroperitoneal, fraktur pelvis (ATLS, 2012). SECONDARY SURVEY Pemeriksaan yang perlu dilakukan saat secondary survey

adalah

pemeriksaan fisik head to toe, rontgen thoraks, penilaian analisis gas darah, pulse oxymetri, dan EKG, pemeriksaan darah lengkap, DPL, USG Abdomen (FAST). Tindakan yang dilakukan pada trauma hepar setelah primary survey tidak ada masalah : 1.

Rekomendasi Non-operative Management (NOM) pada Trauma Tumpul Hepar.

11

Pada pasien trauma tumpul dengan hemodinamik stabil dan tidak adanya cedera internal yang membutuhkan operasi maka harus menjalani NOM terlebih dahulu. Kontraindikasi NOM yaitu adanya ketidakstabilan hemodinamik atau peritonitis. Pada pasien dengan pertimbangan NOM harus dilakukan CT-Scan dengan kontras intravena agar dapat menentukan anatomi trauma hepar terkait dengan cederanya. Angiografi dengan embolisasi dapat digunakan sebagai intervensi lini pertama dengan hemodinamik stabil. Namun, komplikasi dapat terjadi setelah NOM pada pasien dengan trauma hepar grade tinggi sekitar 12-14% sehingga diperluka alat dignostik untuk komplikasi setelah NOM berupa pemeriksaan klinis, laboratorium darah, USG, dan CT-Scan. Follow up dengan CT-Scan sebenarnya tidak diperlukan namun, bila terdapat respon peradangan abnormal, nyeri perut, demam, ikterus, dan penurunan kadar hemoglobin maka CT-Scan diperlukan. Komplikasi yang sering berhubungan dengan NOM adalah perdarahan, sindrom kompartemen abdomen, infeksi (abses dan infeksi lainnya), hemobilia, bilioma, peritonitis biliar, fistula biliar, dan nekrosis hepar sedangkan USG dapat digunakan untuk penilaian kebocoran empedu/ biliar atau biloma pada trauma hepar grade IV-V terutama dengan laserasi sentral (Coccolini et al, 2016).

12

Gambar 3. Tatalaksana Trauma hepar (Coccolini, 2016). 2. Rekomendasi Non-operative Management (NOM) pada Trauma Tembus Hepar. NOM

pada

pasien

dengan

trauma

tembus

hepar

dapat

dipertimbangkan hanya dalam kasus hemodinamik stabil dan tidak adanya peritonitis. NOM pada trauma tembus hepar hanya dapat dilakukan di tempat yang menyediakan pemantauan yang intensif dan angiografi. CT-Scan dengan kontras intravena harus dilakukan untuk mengidentifikasi trauma tembus hepar yang sesuai. Evaluasi pemeriksaan klinis (manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium) harus dilakukan untuk mendeteksi perubahan klinis pasien selama NOM. Angioembolisasi juga perlu dipertimbangkan pada kasus perdarahan arteri dengan hemodinamik stabil tanpa indikasi Operative Management (OM). Adanya cedera kepala dan tulang belakang diindikasikan untuk melakukan OM. Tingkat keberhasilan NOM

13

sekitar 50% pada luka tusuk di abdomen anterior sedangkan 85% pada abdomen posterior (Coccolini, 2016). Untuk luka tusuk dan luka tembak kecepatan rendah maka NOM aman dilakukan akan tetapi, pada kasus luka tusuk dan luka tembak dengan kecepatan tinggi maka perlu dilakukan OM (Ahmed dan Vernick, 2011). 3. Rekomendasi Operative Management (OM) pada Trauma Hepar (Trauma Tumpul dan Trauma Tembus). OM dilakukan pada trauma tumpul maupun trauma tembus hepar jika terjadi ketidakstabilan hemodinamik dan bersamaan dengan luka organ internal yang membutuhkan pembedahan. Tujuan pembedahan

primer

adalah

untuk

mengendalikan

perdarahan,

mengendalikan kebocoran empedu, dan resusitasi intensif sesegera mungkin. Angioembolisasi digunakan jika terjadi perdarahan arteri persisten. Kematian pada OM tergantung status hemodinamik dan cedera yang terkait. Dalam kasus dimana tidak terjadi perdarahan yang besar pada laparotomi maka perdarahan bisa dikendalikan dengan kompresi, elektrokauter, perangkat bipolar, dll. Dengan adanya perdarahan yang massif maka diperlukan kompresi manual hepar, ligasi pembuluh darah yang terluka, debridemen hepar, tamponade balon, isolasi vascular hepar. Reseksi hepar secara anatomis dilakukan sebagai opsi pembedahan namun, apabila hemodinamik tidak stabil maka reseksi secara non-anatomis dapat dilakukan karena lebih aman dan mudah. Ligase vena porta hepatika harus dihindari karena dapat menyebabkan nekrosis hepar edema usus secara massif sehingga reseksi hepar lebih baik dibandingkan dengan ligase vena porta. Transplantasi hepar dan reseksi total hepar dilakukan pada kasus darurat yaitu terjadi avulsion hepatic atau cedera hepar seluruhnya (Coccolini, 2016).

14

G. Prognosis Sebanyak >80% trauma hepar dapat diobati tanpa pembedahan dan trauma tumpul hepar tergantung pada stabilitas hemodinamik daripada tingkat cedera hepar grade IV-V. Kematian terkait trauma hepar sekitar 8% sedangkan komplikasi yang dilaporkan pada kasus trauma hepar sebanyak 20% terjadi karena tidak diobati berupa cedera saluran empedu/biloma, peritonitis, perdarahan tertunda, pembentukan abses intraabdomen, kolesistitis akut (Knipe, 2015).

15

III.

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui distribusi frekuensi dan penatalaksanaan trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Subjek penelitian adalah pasien dengan trauma hepar yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, periode Tahun 2011 – 2017.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi a. Populasi target Populasi yang menjadi target penelitian kali ini adalah semua pasien trauma hepar. b. Populasi terjangkau Populasi terjangkau pada penelitian adalah pasien trauma hepar yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode tahun 2011 - 2017.

2. Sampel Sampel penelitian merupakan populasi terjangkau yaitu pasien trauma hepar yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut. a. Kriteria inklusi meliputi: Pasien trauma hepar yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto periode tahun 2011 - 2017. b. Kriteria eksklusi Pasien dengan data rekam medik yang tidak ditemukan.

3. Teknik pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling.

16

4. Besar sampel Berdasarkan informasi dari rekam medik, diperoleh data bahwa populasi terjangkau sebesar 20 pasien.

C. Pengumpulan Data Pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien yang terdiagnosis trauma hepar yang masuk dan dirawat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode tahun 2011 sampai tahun 2017. Data rekam medik pasien diambil dari bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2017. Rekam medis dikumpulkan, dianalisis, dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui distribusi

frekuensi

penyebab,

jenis

kelamin,

usia,

diagnosis,

dan

penatalaksanaan kasus tersebut.

D. Tata Urutan Kerja 1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis trauma hepar di rekam medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. 2. Tahap pengolahan dan analisis data. 3. Tahap penyusunan laporan

E. Analisis Data Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan dianalisis secara deskriptif. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masingmasing variabel berupa distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variabel seperti penyebab, jenis kelamin, usia, diagnosis, dan penatalaksanaan. Analisis data secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

F. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2017 di bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto.

17

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Sampel penelitian ini berasal dari pasien trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian dilakukan selama 2 minggu. Penelitian dimulai pada tanggal 17 Juli 2017 sampai 31 Juli 2017. Total pasien trauma hepar di RSUD Prof. Margono Soekarjo berjumlah 35 pasien. Karena ada beberapa rekam medik pasien yang tidak ditemukan, maka hanya 20 sampel yang dapat diakses. Berikut gambaran data pasien trauma hepar berdasarkan

tahun,

penyebab,

jenis

kelamin,

usia,

diagnosis,

dan

penatalaksanaan trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2011 – 2017

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi pasien trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2011 – 2017. Tahun

Jumlah Kasus

Presentase

2011

3

15%

2012

0

0%

2013

0

0%

2014

5

25%

2015

4

20%

2016

7

35%

2017

1

5%

20

100%

Presentase jumlah kasus trauma hepar terbanyak terjadi pada tahun 2016 yaitu sebanyak 7 kasus (35%), sementara pada tahun 2012 dan 2013 tidak ada kasus trauma hepar 0%.

Tabel 4.2. Karakteristik sampel berdasarkan penyebab trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2011 – 2017

18

Penyeba 201 201 201 201 201 201 201 Jumla Perse b 1 2 3 4 5 6 7 h n KLL 3 0 0 5 4 7 1 20 100% Trauma 0 0 0 0 0 0 0 0 0% Non KLL Jumlah 3 0 0 5 4 7 1 20 100% Berdasarkan tabel 4.2., pasien trauma hepar terbanyak terjadi karena Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) yaitu sebanyak 20 kasus (100%).

Tabel 4.3. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2011 – 2017 Jenis 201 201 201 201 201 201 201 Jumla Perse kelamin 1 2 3 4 5 6 7 h n Laki-laki 3 0 0 3 2 6 1 15 75% Perempua 0 0 0 2 2 1 0 5 25% n Jumlah 3 0 0 5 4 7 1 20 100% Berdasarkan tabel di atas, pasien trauma hepar paling banyak terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 15 kasus (75%), sedangkan pada perempuan sebanyak 5 kasus (25%).

Tabel 4.4. Karakteristik sampel berdasarkan usia di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2011 – 2017 Usia 0 - 10 tahun 11 - 20 tahun 21 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 - 60 tahun 61 - 70 tahun Jumlah

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Jumlah Persen 0 2 0 0 0 0 1 3

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

1 1 1 0 2 0 0 5

0 1 1 1 1 0 0 4

0 6 0 1 0 0 0 7

0 1 0 0 0 0 0 1

1 11 2 2 3 0 1 20

5% 55% 10% 10% 15% 0% 5% 100%

Berdasarkan tabel di atas, pasien trauma hepar paling banyak terjadi pada usia 11 – 20 tahun yaitu sebanyak 11 kasus (55%).

Tabel 4.5. Karakteristik sampel berdasarkan diagnosis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2011 – 2016

19

Diagnosis Ruptur hepar Ruptur hepar dan lien Laserasi hepar Jumlah

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Jumlah Persen 2

0

0

3

3

5

1

14

70%

1

0

0

1

1

2

0

5

25%

0 3

0 0

0 0

1 5

0 4

0 7

0 1

1 20

5% 100%

Berdasarkan tabel di atas, diagnosis trauma hepar paling banyak adalah ruptur hepar yaitu sebanyak 14 kasus (70%), sedangkan yang paling sedikit adalah laserasi hepar sebanyak 1 kasus (5%). Tabel 4.6. Persentase jenis penatalaksanaan awal trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2011 – 2017 Penatalaksanaan awal Airway Breathing Circulation

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Jumlah Persen 3 3 3

0 0 0

0 0 0

5 5 5

4 4 4

7 7 7

1 1 1

20 20 20

100% 100% 100%

Persentase penatalaksanaan awal trauma hepar yaitu dilakukan primary survey ABC (Airway, Breathing, Circulation) clear atau tidak ada masalah sebanyak 20 kasus (100%). Tabel 4.7. Persentase jenis penatalaksanaan trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2011 – 2017 Penatalaksanaan NOM OM Jumlah

2011 2012 0 3 3

0 0 0

2013 2014 0 0 0

0 5 5

2015 2016 2017 Jumlah Persen 1 3 4

3 4 7

1 0 1

5 15 20

25% 75% 100%

Persentase penatalaksanaan trauma hepar terbanyak adalah dengan Operative management (OM) yaitu sebanyak 15 kasus (75%), sedangkan penatalaksanaan Non Operative Management (NOM) hanya dilakukan pada 5 kasus (25%).

Tabel 4.8 Persentase perkembangan pasien trauma hepar penatalaksanaan di RSUD Margono Soekarjo tahun 2011 – 2017

setelah

20

Perkembangan Membaik setelah OM Meninggal setelah OM Membaik setelah NOM Meninggal setelah NOM Jumlah

2011 2012

2013 2014

2015 2016 2017 Jumlah Jumlah

2

0

0

4

0

4

0

10

50%

1

0

0

1

3

0

0

5

25%

0

0

0

0

1

3

1

5

25%

0

0

0

0

0

0

0

0

0%

3

0

0

5

4

7

1

20

100%

Persentase perkembangan pasien trauma hepar terbanyak yaitu membaik setelah dilakukakan operating management (OM) sebanyak 10 kasus (50%), dan membaik setelah non operating management (NOM)sebanyak 5 kasus (25%). B. Pembahasan Jumlah pasien trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2011 – 2017 yang masuk ke dalam sampel penelitian sebanyak 20 kasus. Pasien trauma hepar terbanyak terjadi pada tahun 2016 yaitu sebanyak 7 kasus (35%). Penyebab terbanyak dari trauma hepar adalah kecelakaan lalu lintas (KLL) yaitu sebanyak 20 kasus (100%). Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia oleh World Health Organization (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Hal ini sesuai dengan Data dari Analisa dan Evaluasi (Anev) Laka lantas 2015-2016 di Sumbawa menyebutkan bahwa angka kejadian KLL tertinggi pada tahun 2016 dengan angka kecelakaan pada 2016 mencapai 125 kejadian, dengan korban meninggal mencapai 30 jiwa. Angka tersebut mengalami kenaikan sekitar 148 persen atau 74 kejadian. Dibanding angka kecelakaan di 2015 yang mencapai 50 kejadian, dengan korban meninggal mencapai 20 jiwa. Faktor utama yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas adalah faktor human error yaitu sebesar 57%, faktor kendaraan yang tidak layak pakai sebesar 30%, dan faktor lingkungan seperti jalan berlubang, bergelombang, tikungan tajam dan sebagainya. Ditambahkan oleh Bachtiar (2005) penyebab kecelakaan lalu lintas di jalan paling banyak atau 91% disebabkan oleh faktor manusia. Faktor kedua kecelakaan sebanyak 5 % adalah faktor kendaraan, faktor jalan 3 % dan faktor lingkungan 1% (Hidayah, 2016).

21

Kasus trauma hepar banyak terjadi pada laki-laki sebanyak 15 kasus (75%) dibandingkan perempuan sebanyak 5 kasus (25%). Hal ini sesuai dengan penelitian Umboh, Sapan, dan Lampus (2016) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang menunjukkan bahwa perbandingan laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini berkisar 94,6% : 5,4% dimana penderita lakilaki lebih banyak dari perempuan. Hal ini dikarenakan cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada laki-laki yaitu 31,9% dibandingkan dengan perempuan yaitu sekitar 19,8% (Yuniarti, 2013). Hal ini dikarenakan laki-laki lebih sering mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang tinggi dibandingkan perempuan sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami kecelakaan (Angela et al, 2013 ). Usia yang paling sering terkena trauma hepar adalah usia 11-20 tahun sebanyak 11 kasus (55%). Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun merupakan penyebab kematian utama (Masloman et al, 2015). Hal ini dikarenakan kelompok usia 16-25 tahun menjadi kelompok umur terbanyak yang terlibat kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 2014 jumlah kelompok umur 16-25 tahun yang terlibat kecelakaan yakni 56 orang (40,3%), jauh lebih tinggi dari kelompok umur 2630 tahun dan kelompok umur 31-40 tahun yakni sebanyak 10 orang (13%) dan 21 orang (15,1%) (Masloman et al, 2015). Hal ini sesuai dengan penelitian Yuniarti (2013) yang menyatakan bahwa Menurut kelompok umur, cedera akibat kecelakaan lalu lintas mayoritas dialami oleh kelompok umur dewasa (15- 59 tahun) yaitu sebesar 38,8% dan untuk masing-masing untuk kelompok umur. Selanjutnya diikuti oleh proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada lanjut usia (lansia) yaitu 13,3% dan anak-anak sekitar 11,3 %. Hal ini juga dikarenakan kelompok usia produktif mempunyai mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain (Angela et al, 2013 ).

Kasus trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang paling sering terjadi adalah ruptur hepar sebanyak 14 kasus (70%). Hal ini sesuai dengan penelitian Soemarko (2004) di R.S.Dr. Saiful Anwar Malang menyatakan bahwa ruptur hepar terjadi sebanyak 5 kasus (20,5%) dari 24 kasus

22

trauma tumpul abdomen diantaranya yaitu ruptur hepar grade 1 (8,2%) dan rupture hepar grade 2 sebanyak 3 kasus sebanyak (12,3%). Penatalaksanaan trauma hepar ini dilakukan setelah penanganan awal primary survey sudah tidak ada masalah sebanyak 20 kasus (100%) sehingga dilakukan penatalaksanaan selanjutnya yaitu terbanyak dilakukan tindakan operatif (OM) sebanyak 15 kasus (75%). Hal ini sesuai dengan penelitian Umboh, Sapan, dan Lampus (2016) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan 37 kasus yang dilaporkan dilakukan laparotomi didapatkan hasil laparotomi positif lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan laparotomi negatif dengan frekuensi 78,4% : 21,6%. Indikasi dilakukannya tindakan operatif adalah jika terjadi ketidakstabilan hemodinamik dan bersamaan dengan luka organ internal yang membutuhkan pembedahan. Tujuan pembedahan primer adalah untuk mengendalikan perdarahan, mengendalikan kebocoran empedu, dan resusitasi intensif sesegera mungkin. Angioembolisasi digunakan jika terjadi perdarahan arteri persisten. Kematian pada OM tergantung status hemodinamik dan cedera yang terkait. Dalam kasus dimana tidak terjadi perdarahan yang besar pada laparotomi maka perdarahan bisa dikendalikan dengan kompresi, elektrokauter, perangkat bipolar, dll. Dengan adanya perdarahan yang massif maka diperlukan kompresi manual hepar, ligasi pembuluh darah yang terluka, debridemen hepar, tamponade balon, isolasi vascular hepar (Coccolini, 2016). Persentase perkembangan pasien trauma hepar membaik setelah dilakukakan operating management (OM) sebanyak 10 kasus (50%). Hal ini bisa terjadi karena penanganan yang tepat pada kasus trauma hepar akan menghasilkan prognosis yang baik. Pada pasien trauma hepar sebanyak >80% dapat diobati tanpa pembedahan dan trauma tumpul hepar tergantung pada stabilitas hemodinamik daripada tingkat cedera hepar grade IV-V. Kematian terkait trauma hepar sekitar 8% sedangkan komplikasi yang dilaporkan pada kasus trauma hepar sebanyak 20% terjadi karena tidak diobati berupa cedera saluran empedu/biloma, peritonitis, perdarahan tertunda, pembentukan abses intra-abdomen, kolesistitis akut (Knipe, 2015).

23

V.

KESIMPULAN

1. Trauma hepar diakibatkan oleh trauma tumpul dan trauma tembus. 2. Pasien trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo terbanyak terjadi pada tahun 2016 yaitu sebanyak 7 kasus (35%). 3. Penyebab terbanyak dari trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo adalah kecelakaan lalu lintas (KLL) yaitu sebanyak 20 kasus (100%). 4. Kasus trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo paling sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 kasus (75%). 5. Usia pasien yang paling sering mengalami trauma hepar di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo adalah usia 11 – 20 tahun yaitu sebanyak 11 kasus (55%). 6. Kasus trauma hepar yang paling sering terjadi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo adalah rupture hepar yaitu sebanyak 14 kasus (70%). 7. Penatalaksanaan trauma hepar yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo adalah penatalaksanaan operatif (OM) pada 15 kasus (75%) dan penatalaksanaan konservatif (NOM) pada 5 kasus (25%). 8. Pasien

trauma

hepar

yang

keadaannya

membaik

setelah

dilakukan

penatalaksanaan konservatif atau operatif di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo yaitu sebanyak 15 pasien (75%).

24

DAFTAR PUSTAKA Ahmed, N. dan J.J. Vernick. 2011. “ Management Of Liver Trauma In Adults”, Journal Emergency Trauma Shock, Vol.4 (1): 114-119 American College of Surgeons Committe on Trauma. 2012. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS) 9th Edition. USA. Angela,Z.A., D.Ch.Tomuka, dan J.Siwu. 2013. “ Pola Luka Pada Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di BLU RSU Prof. Dr.R.D. Kandou Manado Periode 2010-2011”, Jurnal e-Biomedik, Vol. 1(1): 676-685 Badger SA, Barclay R, Campbell P, Mole DJ, Diamond T. 2009. “Management Of Liver Trauma”, World Journal Of Surgery, Vol.33:2522–37. Beardsley,C. dan Sivakumar, G. 2012. “ An Overview Of Liver Trauma”, Medical Student Journal of Australia, Vol.3 Coccollini, F., G.Montori, F.Catena, et al. 2015. “Liver Trauma : WSES Position Paper”, World Journal Of Emergency, Vol.39 : 10. Data dari Analisa dan Evaluasi (Anev) Laka lantas 2015-2016. 2016. Sumbawa : Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Nusa Tenggara Barat. Hidayah, F. 2016. “ Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Safety Riding Pada Pelajar SMA Sederajat Di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun 2015”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Sumatera Barat :Universitas Andalas Khan,A.N. 2017. “Liver trauma imaging”. MBBS, FRCS, FRCP, FRCR Consultant Radiologist and Honorary Professor, North Manchester General Hospital Pennine Acute NHS Trust, UK. http://emedicine.medscape.com/article/370508-overview (Diakses 14 Agustus 2017) Knipe, H. 2015. “ Liver Trauma”. https://radiopaedia.org/articles/liver-trauma (Diakses 14 Agustus 2017). Legome, E.L. 2016. “Blunt Abdominal Trauma”. State University of New York Downstate College of Medicine : Department of Emergency Medicine. http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview#a3 (Diakses 14 Agustus 2017). Masloman, A.H., L.Rendy, P.A.V.Wowiling, dan H.B. Sapan. 2015. “ Pola Pasien Trauma Di Instalasi Rawat Darurat Bedah RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Januari 2013 Sampai Desember 2015”. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Manado : Universitas Sam Ratulangi. Moore EE, Cogbill TH, Jurkovich GJ, Shackford SR, Malangoni MA, Champion HR. 1995. “Organ injury scaling: spleen and liver (1994 revision)”, Journal Trauma, Vol.38:323–4 Richardson JD, Franklin GA, Lukan JK, Carrillo EH, Spain DA, Miller FB, et al. 2000. “Evolution in the management of hepatic trauma: a 25-years perspective”, Ann Surgery. 232:324–30.

25

Soemarko, M. 2004.” Hubungan Peningkatan Tekanan Intravesika Urinaria Dengan Perdarahan Intraperitoneal Akibat Trauma Tumpul Abdomen”, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.XX (1) : 25-29 Talving P, Beckman M, Häggmark T, Iselius L. 2003. “Epidemiology Of Liver Injuries”, Scand Journal Of Surgery, Vol. 92(3):192-194. Umboh, I.J, H.B. Sapan, dan H. Lampus. 2016. “Hubungan penatalaksanaan operatif trauma abdomen dan kejadian laparotomi negatif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado “, Jurnal Biomedik, Vol.8 (2) : 52-57 Yuniarti, N. 2013. “ Epidemiologi Trauma Secara Global”, Jurnal Medika Udayana, Vol.2

Related Documents


More Documents from "inezlitha"

Referat Trauma Hepar
March 2021 0