Review Studi Kasus Penyebaran Tilapia Lake Virus (tilv) Pada Ikan Nila Dan Karakterisasi Menggunakan Primary Cell Culture

  • Uploaded by: Putu Angga Wiradana
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Review Studi Kasus Penyebaran Tilapia Lake Virus (tilv) Pada Ikan Nila Dan Karakterisasi Menggunakan Primary Cell Culture as PDF for free.

More details

  • Words: 4,357
  • Pages: 18
Loading documents preview...
I. 1.1.

PENDAHULUAN

Latar belakang Produksi ikan nila memberikan kontribusi terhadap kebutuhan sumber

protein hewani yang memiliki harga yang murah bagi sebagian besar Negara berkembang dan berkontribusi secara signifikan terhadap ketahanan pangan global melalui produksi sebesar 4,5 juta metric ton setiap tahunnya (Bacharach et al. 2016; Cleasby et al. 2014; Gomma, 2011). Menurut laporan FAO (2014), budidaya ikan Tilapia menjadi salah satu budidaya jenis ikan air tawar terbesar kedua di dunia, dengan jumlah produksi setiap tahunnya sebesar lebih dari 3,5 juta ton. Produsen ikan nila utama tersebut adalah Cina, Indonesia, Mesir, Brasil, Filipina dan Thailand (FAO, 2014). Beberapa Negara seperti Thailand, ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan nila merah (Oreochromis spp.) pada umunya dibesarkan di dalam tambak sungai, sehingga hal tersebut tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya infeksi patogen seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Menurut laporan Puntanat et al. (2017), selama periode 2015-2017 beberapa wabah penyakit Nila dan ikan Nila merah dengan etiologi yang masih belum diketahui penyebabnya di Thailand. Laporan tersebut juga menambahkan tingkat kematian kumulatif berada pada kisaran 20-100%. Sehingga penyakit ini disebut dengan nama “Tilapia one month mortality syndrome” seperti yang telah dilaporkan bahwa dalam jangka waktu satu bulan setelah masa juvenile tilapia dipindahkan dari tempat pembenihan menuju kandang pembesaran. Namun, bagaimanapun juga para petani ikan terus melakukan identifikasi terhadap penyakit ikan ini sebagai salah satu masalah utama yang terjadi dalam sistem budidaya intensif ikan nila. Gejala klinis dan patologi ikan yang telah terinfeksi antara lain anoreksia, kondisi tubuh yang buruk, berenang secara tidak normal, anemia, eksophthalmia bilateral, erosi kulit dan kongesti, tonjolan skala dan pembengkakan pada bagian perut. Menurut penelitian dari Surachetpong et al (2017) menyatakan bahwa baru-baru ini telah muncul virus ikan nila ortomixo yang disebut dengan tilapia lake virus (TiLV) yang dilaporkan terjadi pada banyak ikan nila yang mati di Thailand. Virus RNA yang baru ditemukan tersegmentasi dengan menyerupai Orthomyxovirus bernama TiLV yang

1|Page

menyebabkan syncytial hepatitis of nila (SHT) yang telah dianggap sebagai salah satu ancaman terhadap produksi ikan nila global (Bacharach et al., 2016; CGIAR, 2017; Eyngor et al., 2014 ; FAO, 2017; OIE, 2017a). Menurut Eyngor et al. (2014) penyebaran TiLV pertama kali teridentifikasi pada ikan tilapia yang dibudidayakan di pertambakan dan nila liar di Israel. Sehingga akhirnya, penyebaran virus tersebut telah dilaporkan terjadi di Ekuador, Kolombia, Mesir dan Thailand (Bacharach et al., 2016; Fathi et al., 2017; Kembou Tsofack et al., 2016; Surachetpong et al., 2017). Urutan sequence nukleotida dari 3’ dan 5 ‘ pada daerah yang tidak tertranslasi merupakan salah satu karakteristik dari virus influenza, yang telah teridentifikasi pada semua segmen sekuen TiLV (Bacharach et al. 2016). Analisis urutan nukleotida juga menunjukkan bahwa TiLV dan SHV dapat menjadi virus yang sama (Del-Pozo et al. 2016). Beberapa metode identifikasi berbasis DNA yang digunakan untuk diagnosis TiLV seperti PCR berbasis SYBR Green, Nested RT-PCR, semi-nested PCR dan in situ hibridisasi (Bacharach et al., 2016; Dong et al., 2017a; Kembou Tsofack et al., 2017; Tattiyapong et al., 2017b). Cell line merupakan metode esensial yang digunakan untuk mengisolasi virus dan mempelajari interaksi yang terjadi antara virus dan host (Crane and Hyatt. 2011). Umumnya, virus ikan memiliki spesifik host, sehingga membuat cell line harus berasal dari spesies ikan tertentu agar lebih tepat dalam mempelajari patogenitas virus yang dilaporkan dari spesies itu (Pandey 2013). Oleh karena itu, pembentukan dari cell line, homolog dan jaringan yang bersifat spesifik masih dianggap perlu dilakukan untuk mengisolasi patogen virus. Namun menurut laporan, hingga saat ini masih belum ada cell line dari ikan Nila yang digunakan untuk perbanyakan TiLV secara kontinyu. Penelitian yang dilakukan oleh Swaminathan et al. (2018) dengan menggunakan dua organ target dari ikan Nila yaitu hati dan otak. Organ tersebut digunakan karena bersifat permisif untuk isolasi serta perbanyakan TiLV secara kontinyu dan akan berguna untuk pengembangan strategi dalam pencegahan dan pengendalian TiLV. Makalah ini akan mencoba untuk menjelaskan mengenai laporan penyelidikan dalam menentukan keberadaan TiLV dalam sampel dan bibit ikan

2|Page

nila pada beberapa daerah di Thailand. Jadi, dapat memberikan informasi kepada beberapa Negara-negara yang telah mengimpor ikan nila untuk kegiatan akuakultur untuk melakukan pengawasan untuk keberadaan dan juga dapat menambahkan TiLV ke dalam daftar pemeriksaan karantina impor mereka. Selain itu, makalah ini mencoba menjelaskan kultur sel dari organ ikan nila sebagai salah satu upaya pengembangan strategi pencegahan dan pengendalian TiLV.

1.2.

Permasalahan Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah

sebagai berikut : 1. Bagaimanakah gambaran distribusi geografis dari virus TiLV pada beberapa Negara pengimpor ikan nila ? 2. Bagaimanakah pembentukan cell line dari organ otak (OnIB) dan hati (OnIL) dari ikan nila yang digunakan sebagai model deteksi dan studi lanjut tentang TiLV ?

1.3.

Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran

distribusi dari TiLV yang selama ini diketahui terjadi di beberapa Negara seperti Thailand terhadap beberapa Negara yang berperan sebagai pengimpor ikan nila. Serta untuk mengetahui upaya pengembangan strategi pencegahan dan pengendalian TiLV dengan pembentukan cell line dari otak dan hati ikan Nila.

1.4.

Manfaat Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

dan akademisi mengenai gambaran distribusi dari infeksi virus TiLV terutama kepada Negara pembudidaya ikan nila termasuk Indonesia. Serta mampu memberikan informasi kepada akademisi dalam pengembangan kultur sel sebagai salah satu model deteksi patogenitas infeksi virus TiLV pada ikan nila.

3|Page

II.

2.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peta geografi distribusi dari Tilapia lake virus (TiLV) TiLV merupakan virus pertama yang di dokumentasikan sebagai virus

patogen baru pada ikan nila yang dibudidayakan di Israel pada tahun 2014 (Eyngor et al. 2014). Hal ini diketahui setelah adanya laporan wabah syncytial hepatitis (SHT) yang tidak khas terjadi di Ekuador pada tahun 2013 (Ferguson et al. 2014). Penelitian terbaru menyebutkan bahwa Thailand telah termasuk dalam distribusi geografis dari TiLV (Dong et al. 2017; Surachetpong et al. 2017). Daftar Negara-negara yang dapat menajdi potensi dari distribusi TiLV antara lain akan ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta geografis distribusi dari tilapia lake virus (TiLV). Keterangan warna merah menunjukkan 5 negara dengan bukti kuat terhadap keberadaan dari TiLV. Warna Orange dan orange terang menunjukkan 40 dan 3 negara dengan resiko tinggi dan lebih rendah dari TiLV. Resiko TiLV dapat menyebar melalui translokasi benih ikan nila/benih yang mungkin sudah terinfeksi TiLV sebelumnya (Dong et al. 2017). Parameter pengujian yang digunakan dalam artikel ini adalah dengan mengidentifikasi sampel telur ikan nila, yolk larva, fries dan benih yang diperiksa (organ hati, ginjal dan limpa) dengan menggunakan alat semi nested RT-PCR. Sebagian besar sampel dikumpulkan saat terjadinya kematian secara abnormal atau kematian yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Hasil penelitian dalam

4|Page

artikel menunjukkan bahwa mayoritas sampel yang diuji positif terhadap TiLV, termasuk juga pada sampel yang telah diawetkan dari tahun 2012 (Tabel. 1). Analisis urutan DNA dari produk juga memperkuat keberadaan dari TiLV. Tabel 1. Rincian sampel ikan dan hasil deteksi TiLV (Dong et al. 2017)

Sebagian besar sampel yang telah diidentifikasi menghasilkan 2 amplicon pada 415 dan 250 bp, sehingga hasil tersebut menunjukkan adanya TiLV yang berat. Sementara ada beberapa sampel yang menunjukkan infeksi ringan pada 250 bp. Hasil sekuensing untuk 5 klon mengandung 250 bp yang diperoleh dari hatchery H1 dan 5 klon dengan amplikon 415 bp dari hatchery H2 dan H3 (Tabel 1.) menjelaskan bahwa sebesar 96,0-98,1% nukleotida menyamai urutan nukleotida TiLV dari Israel (Aksesi GenBank No. KU751816). Peneliti menyatakan bahwa hasil yang diperoleh dari kejadian infeksi TiLV menyebabkan kematian yang bervariasi yang dimulai dari 9,2 sampai 90% (Dong et al. 2017) yang kemungkinan disebabkan oleh variasi genetic dari TiLV atau status dari host akibat faktor usia atau ukuran, kesehatan benih, pengaruh lingkungan dll. Sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut yang membahas mengenai variabel-variabel tersebut. Merujuk kembali pada Gambar. 3 diketahui bahwa daftar Negara yang tercatat untuk pembudidaya dan impor ikan nila/benih sejak tahun 2012, tercatat 40 negara yang diprediksi memiliki penyebaran tinggi TiLV antara lain : Aljazair, Bahrain, Bangladesh, Belgia, Burundi, Kanada, Tiongkok, Kongo,

5|Page

Jerman, Guatemala, India, Indonesia, Jepang, Yordania, Laos, Malaysia, Mozambik, Myanmar, Nigeria, Pakistan, Filipina, Rumania, Rwanda, Arab Saudi, Singapura, Afrika Selatan, Sri Lanka, Swiss, Tanzania, Togo, Tunisia, Turki, Turkmenistan, Uganda, Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris, Amerika Serikat, Vietnam, dan Zambia. Sedangkan 3 negara yang memiliki resiko rendah seperti El-Salvador, Meksiko dan Nepal (Dong et al. 2017). Melihat data prediksi penyebaran diatas, maka sangat diperlukan diagnostic yang prospektif pada sampel yang diujikan pada Laboratorium Karantina Ikan di Indonesia (Terutama sampel dari wabah ikan nila yang belum banyak diketahui), sehingga dalam sub bab berikutnya dalam makalah ini akan dijelaskan pengembangan kultur sel sebagai alat yang direkomendasikan untuk memperoleh pemahaman yang baik mengenai epidemiologi TiLV pada organ ikan nila. Walaupun masih sangat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebaran virus tersebut.

2.2.

Primary cell culture, cryopreservation dan revival Ikan nila tilapia (naïve) (Oreochromis niloticus) dipelihara di laboratorium

lengkap dengan aerasi. Primary cell culture diisolasi dari organ target virus TiLV yaitu hati dan otak dengan menggunakan model enzimatik menurut Freshney (2005). Sel yang dikultur dari organ hati dan otak ikan nila mengalami disagregasi (terpilah) setelah perlakuan dengan enzim kolagenase pada permukaan flask selama 6 jam (Gambar 2a, b). Setiap hari keempat, sekitar 1/3 medium dalam flask diganti dengan media L-15 yang masih baru dengan tambahan 20% FBS didalamnya. Diperoleh hasil sekitar 90-95% terjadi tumpukan (confluence) pada hari ke 10 dan 15 pada masing-masing sel hati dan otak. Gambar 1c. menunjukkan hasil bahwa kedua bagian populasi sel yang heterogen like fibroblast dan sel like epitel diamati, tetapi populasi homogeny dari sel long fibroblast dan tipis didominasi pada cell line hati setelah 15 kali pasase dan setelah itu dilewatkan pada interval 4-5 hari. Sedangkan pada cell line otak setelah 18 kali pasase dilewatkan pada interval 8-9 hari (Gambar 1d). 6|Page

Gambar 2. Photomigraphs fase kontras dari ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan sel yang berasal dari otak dan hati. a) Sel-sel pada hati mulai memisah setelah penambahan enzim kolagenase tipe IV setelah 6 jam kultur; b) sel-sel otak mulai memisah setelah penambahan enzim kolagenase tipe IV setelah 6 jam kultur; c) Pembentukan sel monolayer pada OnIL (hati) pada pasase 25 setelah 4 hari kultur; d) pembentukan sel monolayer OnIB (otak) pada pasase 25 setelah 8 hari kultur. (Swaminathan et al. 2018). Cell line yang digunakan pada ikan nila adalah cell line hati (OnIL) dan cell line otak (OnIB) yang masing-masing bagian tersebut telah di subkultur lebih dari 45 kali pasase. Cell line OnIB dan OnIL menunjukkan viabilitas sebesar 75% setelah di revival dalam cryopreservasi. Sel-sel yang di revival mampu melekat dan tumbuh dengan baik setelah kultur pada 280C dalam medium L-15 yang telah ditambahkan 20% FBS serta membentuk monolayer dalam waktu 14 hari. Jika diamati, tidak terdapat perubahan yang nyata pada morfologi sel yang telah di revival kembali dari kedua cell line. Melihat hasil diatas, primary cell culture dari otak dan hati ikan nila yang menjadi organ target utama dari infeksi TiLV (Eyngor et al, 2014) serta masingmasing dari sel tersebut ditetapkan sebagai OnIL dan OnIB.

7|Page

2.3.

Pengaruh temperature dan FBS terhadap pertumbuhan sel Pengaruh dari perbedaan temperature dan konsentrasi FBS terhadap

pertumbuhan sel ditentukan pada kedua cell line (OnIL dan OnIB) pada pasase sebanyak 20. Singkatnya, sel-sel dikultur dalam 6-well tissue culture plate (Thermo Fisher Scientific, Denmark) dengan kepadatan sel 1x105 sel/well dan diinkubasi pada 15, 20, 28, 30 dan 370C selama 5 hari. Sel lalu dipanen dan dihitung menggunakan hemacytometer Neubauer. Efek perbedaan konsentrasi FBS yang berbeda 5, 7,5, 10, 15 dan 20% terhadap pertumbuhan sel dan diamati pada suhu 280C.

Gambar 3. Pengaruh temperature dan konsentrasi FBS yang berbeda terhadap pertumbuhan cell line ikan nila. a) sel OnIL pada suhu inkubasi yang berbeda; b) sel OnIB pada suhu inkubasi yang berbeda; c) sel OnIL pada konsentrasi FBS yang berbeda; d) Sel OnIB pada konsentrasi FBS yang berbeda (Swaminathan et al. 2018). Kondisi optimal dalam propagasi secara in vitro dari kedua jenis cell line (OnIL dan OnIB) pada pasase ke-20 ditentukan dengan inkubasi pada 5 suhu yang berbeda yaitu mulai dari 150C – 370C (Gambar 3a, b) serta penentuan 5 konsentrasi FBS yang berbeda yaitu mulai dari 5-20% (Gambar. 3c, d). Hasil pada Gambar 3a dan b menunjukkan tidak ada sel yang teramati pada suhu 37 dan

8|Page

150C pada kedua jenis cell line dan semua sel yang dikultur mengalami kematian. Tetapi, kemunculan sel ada pada suhu 200C yang menempel pada media namun sel-sel ini menunjukkan pertumbuhan yang relative lambat. Sel-sel pada suhu 300C berploriferasi sangat cepat selama 48 jam pertama, namun setelah itu pertumbuhan dan aktivitas proliferasi mulai melambat sehingga sel-sel menjadi membesar dan akhirnya mulai mati. Selanjutnya, pengamatan terhadap pertumbuhan kultur sel OnIL dan OnIB dengan perbedaan konsentrasi FBS pada media. Menurut hasil Gambar. 3c.d kedua sel mengalami pertumbuhan yang pesat pada medium L-15 yang mengandung 20% FBS jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada konsentrasi FBS yang lebih rendah. Jika dibandingkan dengan lainnya, sel-sel pada pemberian FBS sebanyak 10 dan 15% tidak menunjukkan perbedaan pada proliferasinya, begitu pula pada sel yang ditambahkan 5 dan 7,5% FBS yang memiliki tingkat proliferasi lebih lambat. Jadi, suhu optimal dan konsentrasi FBS yang ideal untuk pertumbuhan sel OnIL dan OnIB adalah 280C dan 20%. Menurut penelitian dari Sood et al (2015) pertumbuhan cell line dapat optimal pada suhu 280C pada medium L-15 yang ditambahkan dengan 20% FBS, yang dimana hal tersebut sama dengan sebagaian besar cell line pada ikan-ikan daerah tropis. 2.4.

Karakterisasi cell line ikan nila Analisis kromosom dilakukan pada siklus sel OnIL dan OnIb pada 20, 35

dan 42 pasase dalam tahap metaphase dengan pemberian colchicines pada konsentrasi 1µg/mL. Diketahui bahwa sebanyak 100 kromosom menyebar pada tahap metaphase yaitu 28-52 kromosom untuk sel OnIB dan 30-54 untuk sel OnIL dengan puncak jumlah kromosom pada 44 (Gambar 4a.). Kultur sel OnIL dan OnIB yang diinkubasi dengan antibody antifibronektin tikus menunjukkan fluoresensi yang kuat dalam pengujian immunophenotyping, namun tidak terdapat fluoresensi yang teramati pada sel kontrol dan sel yang diinkubasi dengan antibody antistokeratin, clone AE1/AE3 antibodi. Konfirmasi origin sel OnIL dan OnIB dilakukan dengan amplifikasi dan sekuensing fragmen parsial gen COI dan gen 16sRNA. Hasil amplifikasi menyebutkan bahwa urutan nukleotida dari sel OnIB dan OnIL memiliki

9|Page

kemiripan dengan sirip O. niloticus yang dijadikans ebagai kontrol positif dengan kesamaan maksimum 99% (urutan nukleotida O. niloticus di NCBI Genbank). Karakterisasi selanjutnya untuk transfeksi sel-sel dengan vektor pAcGFP1-N1 yang digunakan sebagai apakah sel memiliki potensi dalam mengekspresikan gen asing.

Sel-sel

yang

ditransfeksikan

menggunakan

Lipofectamine

3000

Transfection Reagent (Thermo Fisher Scientific, USA) menunjukkan sinyal fluoresen setelah 48 jam yang diamati dengan mikroskop fluorescen. Setelah diamati pada gel agarose 1,5% tidak terdapat amplikon yang teramati setelah amplifikasi 16S dan 23S rRNA intergenic spacer dari Mycoplasma. Hal ini menegaskan bahwa sel yang dikultur oleh peneliti OnIL dan OnIB bebas dari kontaminasi Mycoplasma (Hasil tidak ditampillkan).

Gambar 4. Kromosom pada cell line OnIL. a) Fotomikograf fase-kontras dari single cell, kromosom teridentifikasi dalam metaphase pada bagian ke32; b) Frekuensi distribusi kromosom dalam 100 sel (Swaminathan et al. 2018). Hasil jumlah kromosom dari kedua cell line adalah 44, hal tersebut sama seperti yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Poletto et al (2010) pada ikan O. niloticus. Amplifikasi dan sekuensing gen mitokondria yaitu 12S rRNA, 16S rRNA, 18S rRNA dan COI merupakan model sekuensing yang digunakan untuk mengkonfirmasi asal dari cell lines serta untuk mengetahui adanya kontaminasi silang dengan jenis cell lines lainnya (Rougee et al, 2007). Penentuan jenis sel fibroblastik dilakukan dengan penanda biochemical marker sitoskeleton. Menurut laporan sebelumnya, penanda tersebut memang digunakan untuk mengkonfirmasi jenis cell line pada ikan (Chaudhary et al, 2013). Hasil transfeksi yang berhasil dilakukan pada kedua jenis cell line dapat disimpulkan bahwa cell line dari O.

10 | P a g e

niloticus dapat digunakan untuk mengekspresikan gen asing dengan menggunakan promotor yang heterolog, sama seperti yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya ((Sood et al. 2015; Swaminathan et al. 2016b). 2.5.

Tingkat kerentanan cell lines OnIL dan OnIB terhadap TiLV dan penentuan titer virus TiLV Penentuan tingkat kerentanan dari cell line terhadap infeksi TiLV

dilakukan dengan menyiapkan supernatant dari 250 µL dari kultur jaringan TiLV yang telah menginfeksi sel OnIL yang sebelumnya sudah dikonfirmasi keberadaannya dengan RT-PCR, lalu diinokulasikan pada tiap cell line hingga menunjukkan adanya Cytophatic effect. CPE diamati pada kedua cell line dari 3 hari pasca dilakukan inokulasi, lalu CPE tidak ditemukan pada perlakuan kontrol pada sel OnIL dan OnIB (Gambar. 4a. b). Selanjutnya pada Gambar 4.c menunjukkan aktivitas CPE karena infeksi TiLV pada sel OnIL menyebabkan terjadinya syncytia, penyusutan dan pembulatan pada bentuk sel serta monolayer hancur.CPE pada sel OnIB menunjukkan adanya pembentukkan plak, peningkatan granularitas, pemanjangan sel yang diikuti dengan pembulatan dan hancurnya monolayer (Gambar 4d.).

Gambar 5. Cytopathic effect (CPE) pada ikan Nila O.niloticus terhadap infeksi TiLV. a) Cell line OnIL yang tidak diinokulasi TiLV; b) cell line OnIB yang tidak diinokulasi TiLV; c) cell line OnIL yang diinfeksi TiLV pada 4 hari pasca infeksi; d) OnIB yang diinfeksikan TiLV pada 4 hari pasca infeksi (Swaminathan et al. 2018).

11 | P a g e

Hasil penentuan Titer TiLV menunjukkan bahwa 107.3 dan 107.0 TCID50/ml masing-masing terjadi dalam cell line OnIL dan OnIB. Awalnya, titer masing-masing bagian sebesar 106.0 dan 105.4 TCID50/ml pada cell line OnIL dan OnIB saat pasase ke-20. Nilai CPE dari isolate TiLV menunjukkan hasil yang serupa pada semua bagian. Hasil serupa juga diamati pada aktivitas cytopathic effect dalam sel E-11 dan prmary cell otak ikan nila (Eyngor et al. 2014). Gejala CPE pada sel CFF terjadi dengan adanya pemanjangan sel yang diikuti dengan detachmen dan pembulatan bentuk sel (Behera et al. 2018). Laporan penelitian yang dilakukan oleh Tsofack et al. (2017) melaporkan nilai titer TiLV yang dilakukan pada 3 jenis cell line yaitu E-11, TmB dan OmB yang masingmasingnya sebesar 4x106, 5x105 dan 5x105 TCID50/mL.

2.6.

Uji tantang ikan Nila Oreochromis niloticus yang diinfeksikan TiLV pada cell line OnIL Pengujian ini, peneliti menggunakan ikan nila sehat sebanyak 35 ekor dan

panjang rata-rata 10-15. Benih ikan Nila diperoleh dari peternakan ikan lokal dan dilakukan aklimatisasi dalam akuarium selama 7 hari. Ikan yang digunakan lalu dibagi dalam 2 kelompok yaitu kontrol dan perlakuan, lalu di anestesi dengan MS-222. Ikan kelompok kontrol disuntik secara peritoneal dengan 100µl supernatant dari sel OnIL atau OnIB normal. Sedangkan kelompok perlakuan disuntik dengan 100µl supernatant dari sel OnIL atau OnIB yang telah terinfeksi TiLV (1x106 TCID50/ikan) (Swaminathan et al. 2018). Hasil yang diperoleh peneliti setelah uji tantang dengan TiLV adalah ikan mulai menunjukkan gejala klinis pada 6-7 hari pasca infeksi yaitu meliputi perubahan warna kulit, distensi abdomen, tonjolan pada sisik, eksoftalmia dan warna pucat pada hati (Gambar 6a). Gejala klinis ini memiliki kesamaan dengan ikan yang terinfeksi secara alami oleh TiLV. Kematian ikan mulai muncul pada hari ke 10 pasca infeksi dengan tingkat mortalitas mencapai 100% pada hari ke 12 pasca infeksi (Gambar 6b). Hasil pemeriksaan histopatologi pada ikan nila menunjukkan adanya pembesaran sel-sel sinkronial di bagian hati dan terjadinya penyumbatan pembuluh darah serta pendarahan di bagian otak (Gambar. 6c). Gambar. 6d menunjukkan hasil analisis pada TEM yaitu terdapat suatu partikel

12 | P a g e

besar yang berbentuk bulat atau oval dengan diameter 60-80 nm yang diamati pada sitoplasma dalam sel-sel hati dari ikan nila yang diinfeksi.

Gambar 6. Uji tantang TiLV pada ikan Nila Tilapia Oreochromis niloticus, TiLV diinfeksi dalam supernatant cell culture dari OnIL. a) Perubahan post mortem dengan adanya cairan ascetic dan nekrotik serta warna hati yang pucat; b) Kurva tingkat kematian kumulatif pada ikan nila dengan TiLV yang diperbanyak dalam cell line OnIL; c) Gambaran histopatologi hati pada ikan yang diinfeksi dengan TiLV menunjukkan pembesaran sel syncytial dan meningkatnya ruang sinusoidal; d) Transmission electron micrograph pada jaringan hati menunjukkan 6080 nm virions yang dilengkapi dengan partikel envelope dari virus dalam sitoplasma. (Swaminathan et al. 2018) Berdasarkan hasil diatas, dapat diketahui bahwa perlakuan dengan suntikan supernatant kultur sel yang dipropagasi dengan TiLV dapat memberikan dampak gejala klinis yang sama dengan ikan nila yang terjangkit alami oleh TiLV. Hasil yang diperoleh peneliti ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode uji tantang yang sama yaitu dengan menggunakan supernatant dari cell line yang terinfeksi (Behera et al. 2018; Eyngor et al. 2014; Tattiyapong et al. 2017). Selain itu, gambaran histopatologi seperti sel-sel syncytial pada hati, pendarahan dan penyumbatan darah di otak mirip dengan

13 | P a g e

yang telah dilaporkan oleh penelitian sebelumnya yang terjadi secara alami di alam.

14 | P a g e

III. 3.1.

PENUTUP

Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Gambaran distribusi dan penyebaran dari TiLV ini pada beberapa Negara yang berperan sebagai produsen ikan Nila agar mampu meningkatkan kesadaran terhadap munculnya virus ini dengan mengambil langkahlangkah pengendalian dan pencegahan lebih lanjut. 2. Cell line yang terbentuk (OnIB dan OnIL) memiliki potensi yang baik sebagai alat yang sensitive dalam mengukur dan mendeteksi mengenai epidemiologi dari TiLV secara in vitro.

3.2.

Saran Ikan Nila merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki peranan penting

dalam kalangan pembudidaya ikan di seluruh dunia dan dengan munculnya jenis patogen virus TiLV dapat mengancam produktivitas dan ketahanan pangan dari pembudidaya, dengan strategi pencegahan TiLV pada cell culture dapat dikembangkan pula vaksin atau imunostimulan yang dapat sangat membantu dalam mengurangi kerugian akibat penyakit yang baru muncul ini.

15 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA Bacharach, E., Mishra, N., Briese, T., Zody, MC, Kembou Tsofack, JE, Zamostiano, R., Berkowitz, A., Ng, J., Nitido, A., Corvelo, A., Toussaint , NC, Abel Nielsen, SC, Hornig, M., Del Pozo, J., Bloom, T., Ferguson, H., Eldar, A., Lipkin, WI, 2016. Characterization of a Novel Orthomyxo-like Virus Causing Mass Die-Offs of Tilapia.. MBio. 7, e00431-00416. Behera, B.K., Pradhan, P.K., Swaminathan, T.R., Sood, N., Paria, P., Das, A., Verma, D.K., Yadav, M.K., Dev, A.K., Parida, P.K., Das, B.K., 2018. Emergence of Tilapia Lake Virus associated with mortalities of farmed Nile Tilapia Oreochromis niloticus (Linnaeus 1758) in India. Aquaculture 484, 168-174. Chaudhary, D.K., Sood, N., Swaminathan, T.R., Rathore, G., Pradhan, P.K., Agarwal, N.K., Jena, J.K., 2013. Establishment and characterization of an epithelial cell line from thymus of Catla catla (Hamilton, 1822). Gene 512, 546-553. Cleasby, N., Schwarz, A.M., Phillips, M., Paul, C., Pant, J., Oeta, J., Pickering, T., Meloty, A., Laumani, M., Kori, M., 2014. The socio-economic context for improving food security through land based aquaculture in Solomon Islands: a pen-urban case study. Mar Policy. 45, 89-97. Crane, M., Hyatt, A., 2011. Viruses of fish: an overview of significant pathogens. Viruses 3, 2025-2046. Del-Pozo, J., Mishra, N., Kabuusu, R., Cheetham, S., Eldar, A., Bacharach, E., Lipkin, W.I., Ferguson, H.W., 2016. Syncytial hepatitis of tilapia (Oreochromis niloticus L.) is associated with orthomyxovirus-Like virions in hepatocytes. Vet. Pathol. Dong, H.T., Siriroo, S., Meemetta, W., Santimanawong, W., Gangnonngiw, W., Pirarat, N., Khunrae, K., Rattanarojpong, T., Vanichviriyakit, R., Senapin, S., 2017. Emergence of tilapia lake virus in Thailand and an alternative semi-nested RT-PCR for detection. Aquaculture 476, 111–118. Eyngor, M., Zamostiano, R., Kembou Tsofack, J.E., Berkowitz, A., Bercovier, H., Tinman, S., Lev, M., Hurvitz, A., Galeotti, M., Bacharach, E., Eldar, A., 2014. Identification of a novel RNA virus lethal to tilapia. J. Clin. Microbiol. 52, 4137–4146. FAO, 2014a. Cultured aquatic species information programme, Oreochromis niliticus (Linnaeus, 1758). In on Food and Agriculture Organization of the UnitedNation,Rome,Italy. http://www.fao.org/fishery/culturedspecies/Oreochromis_niloticus/en.

16 | P a g e

FAO, 2017. Outbreaks of Tilapia lake virus (TiLV) threaten the livelihoods and food security of millions of people dependent on tilapia farming. Special Alert (Global) No. 388. 26 May 2017. Fathi, M., Dickson, C., Dickson, M., Leschen, W., Baily, J., Muir, F., Ulrich, K., Weidmann, M., 2017. Identification of Tilapia Lake Virus in Egypt in Nile tilapia affected by ‘summer mortality’ syndrome. Aquaculture 473, 430– 432. Ferguson, H.W., Kabuusu, R., Beltran, S., Reyes, E., Lince, J.A., del Pozo, J., 2014. Syncytial hepatitis of farmed tilapia, Oreochromis niloticus (L.): a case report. J. Fish Dis. 37, 583–589. Freshney, R.I., 2005. Culture of animal cells: a manual of basic techniques. Wiley-Liss, New York. Gomna, A., 2011. The role of tilapia in food security of fishing villages in Niger State, Nigeria. Afr J Food Agric Nutr Dev. 11, 5561-5572. Kembou Tsofack, J.E., Zamostiano, R., Watted, S., Berkowitz, A., Rosenbluth, E., Mishra, N., Briese, T., Lipkin, W.I., Kabuusu, R.M., Ferguson, H., Del Pozo, J., Eldar, A., Bacharach, E., 2016. Detection of tilapia lake virus (TiLV) in clinical samples by culturing and nested RT-PCR. J. Clin. Microbiol. OIE, 2017. World Organisation for Animal Health. Tilapia Lake Virus (TiLV) - a Novel Orthomyxo-like Virus. OIE Technical Disease Cards. Accessed : http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Internationa_Standard_Setting/do cs/pdf/A_TiLV_ disease_card.pdf. Pandey, G. 2013. Overview of fish cell lines and their uses. Int. J. Pharm. Res. Sci. 2, 580-590. Poletto, A.B., Ferreira, I.A., Cabral-de-Mello, D.C., Nakajima, R.T., Mazzuchelli, J., Ribeiro, H.B., Venere, P.C., Nirchio, M., Kocher, T.D., Martins, C., 2010. Chromosome differentiation patterns during cichlid fish evolution. BMC Genet. 11, 1471-2156. Puntanat T., Worawan D and Win S. 2017. Experimental infection of Tilapia Lake Virus (TiLV) in Nile tilapia (Oreochromis niloticus) and red tilapia (Oreochromis spp.). Veterinary Microbiology. 207, 170-177. Rougee, G.K.L., Ostrander, R.H., Richmond, Y.L., 2007. Establishment, characterization and viral susceptibility of two cell lines derived from goldfish Carassius auratus muscle and swim bladder. Dis. Aquat. Organ. 77, 127-135.

17 | P a g e

Sood, N., Chaudhary, D.K., Pradhan, P.K., Verma, D.K., Swaminathan, T.R., Kushwaha, B., Punia, P., Jena, J.K., 2015. Establishment and characterization of a continuous cell line from thymus of striped snakehead, Channa striatus (Bloch 1793). In Vitro Cell. Dev. Biol. Anim. 51, 787–96. Surachetpong, W., Janetanakit, T., Nonthabenjawan, N., Tattiyapong, P., Sirikanchana, K., Amonsin, A., 2017. Outbreaks of tilapia lake virus infection, Thailand, 2015–2016. Emerg. Infect. Dis. 23, 1031–1033. Swaminathan T.R., Charan R., Raj. K., Arathi D., Valaparambil, S.B., Pravata, K.P and Neeraj, S. 2018. Derivation of two tilapia (Oreochromis niloticus) cell lines for efficient propagation of Tilapia Lake Virus (TiLV). Aquaculture. DOI: 10.1016/ j.aquaculture.2018.04.012. Swaminathan, T.R., Kumar, R., Jency, P.M.E., Charan, R., Syamkrishnan, M.U., Basheer, V.S., Sood, N., Jena, J.K., 2016b. A new fish cell line derived from the caudal fin of freshwater angelfish Pterophyllum scalare: development and characterization. J. Fish Biol. 89, 1769-1781. Tattiyapong, P., Dachavichitlead, W., Surachetpong, W., 2017. Experimental infection of Tilapia Lake Virus (TiLV) in Nile tilapia (Oreochromis niloticus) and red tilapia (Oreochromis spp.). Vet. Microbiol. 207, 170177. Tsofack, J.E.K., Zamostiano, R., Watted, S., Berkowitz, A., Rosenbluth, E., Mishra, N., Briese, T., Lipkin, W.I., Kabuusu, R.M., Ferguson, H., Del Pozo, J., 2017. Detection of Tilapia Lake Virus in Clinical Samples by Culturing and Nested Reverse Transcription PCR. J. Clin. Microbiol. 55, 759-767.

18 | P a g e

Related Documents


More Documents from "Riska Ayu Nuryahya"