Sifilis

  • Uploaded by: Titi Afrianto
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sifilis as PDF for free.

More details

  • Words: 6,484
  • Pages: 29
Loading documents preview...
1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah.1,2 Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.2 Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat karena keganasannya.2 1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Apakah definisi dari sifilis? Bagaimana epidemiologi dari sifilis? Bagaimana patogenesis terjadinya sifilis? Bagaimana gejala klinis dari sifilis? Apakah diagnosa banding dari sifilis? Apakah pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis dari sifilis? Bagaimana penatalaksanaan dari sifilis?

1.3 Tujuan 1. 2. 3. 4.

Mengetahui definisi dari sifilis Mengetahui epidemiologi dari sifilis Mengetahui patogenesis terjadinya sifilis Mengetahui gejala klinis dari sifilis

2

5. Mengetahui diagnosa banding dari sifilis 6. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis dari sifilis 7. Mengetahui penatalaksanaan dari sifilis 1.4 Manfaat 1. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang sifilis 2. Sebagai perbandingan referensi pembaca tentang pengertian

dan

penatalaksanaan dari sifilis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sifilis Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.2 2.2 Epidemiologi Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak bush Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa

3

penularan sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama.2 Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.2 2.3 Etiologi Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema

pallidum,

yang

termasuk

ordo

Spirochaetales,

familia

Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam.2 Treponema palidum, merupakan basil gram negatif yang mempunyai flagel, bentuknya sangat kecil dan berpilin-pilin. Kuman ini juga mempunyai membran luar, yang terdiri dari lapisan fosfolipid Kuman atau bakteri tersebut umumnya hidup di mukosa (saluran) genetalia, rektum, dan mulut yang hangat dan basah. Kuman ini sangat sensitive terhadap cahaya, perubahan cuaca dan perubahan temperature sehingga penyakit ini sulit untuk menular kecuali adanya kontak langsung dengan penderita. Respon imunologik dari orang yang terpapar tergantung dari struktur bakteri.1

4

Gambar 2.1 Treponema pallidum1 2.4 Patogenesis 1) Stadium dini T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S1.2 Histopatologi dari chancre primer tergantung pada banyaknya spirocaeta dan infiltrasi seluler yang pada mulanya terdiri dari T limfosit yang terjadi 6 hari postinfeksi, kemudian makrofag pada hari ke 10 dan sel plasma. Aktivasi makrofag akan merangsang pelepasan sitokin dari T limfosit yaitu interleukin 2 (IL 2) dan interferon gamma (IFNγ).1 Antibodi spesifik akan muncul dalam serum pada awal infeksi yang akan menghalangi spirocaeta merusak sel dan Ig G dengan bantuan komplemen akan dapat membunuh T. pallidum serta meningkatkan kemampuan netrofil dan makrofag

memfagosit

treponema

tersebut.

Antibodi

berperanan

dalam

menghancurkan protein membran luar yang tipis dari treponema pallidum

5

(TROMPs). Secara umum tingkat kekebalan yang timbul karena infeksi oleh T. pallidum relevan dengan level antibodi pada TROMPs.1 Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblasfibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.2 Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.2 2) Stadium lanjut Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain.2 Pemeriksaan histologik menunjukkan banyaknya sel T pada daerah lesi. Pada chancre primer CD4 lebih banyak berperanan sedangkan pada lesi sekunder lebih banyak ditemukan CD8. Gumma yang lebih sering timbul pada sifilis tertier menunjukkan adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat, dengan tanda khas berupa granuloma.1 2.5 Klasifikasi Sifilis Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi: dini (sebelum 2 tahun), lanjut (sesudah 2 tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dibagi menurut 2 cara. Berdasarkan klinis, sifilis dibagi

6

menjadi 3 stadium: stadium I (SI), stadium II (SII), stadium III (SIII). Secara epidemologik, dibagi menjadi: stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri dari SI (stadium primer), SII (stadium sekunder), stadium rekuren dan stadium laten dini, stadium lanjut tak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium lanjut dan SIII (stadium tersier). Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskular dan neurovaskular.3 Kontak (1/3 terinfeksi) 10-90 hari Primer (chancre) 3-12 pekan Sekunder (lesi mukokutan, keterlibatan organ) 4-12 pekan Laten dini (1 tahun setelah kontak)

25% relaps

Laten lanjut (>1 tahun setelah kontak) Remisi (2/3)

Tersier (1/3) Late benign (16%) Kardiovaskuler (10%) Neurosifilis (5-10%)

2.6 Gambaran klinis 1) Sifilis Akuisita 1 Sifilis Dini 1) Sifilis primer (SI) Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu3. Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa

7

mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.2 Pada pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.3,4

Gambar 2.2 Lesi sifilis primer Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.2 Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan.2 2) Sifilis sekunder (SII) Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia.2 Manifestasi klinis sifilis sekunder mulai 4-12 minggu setelah penampilan chancre primer dan terdiri dari erupsi, limfadenopati dan malaise. makula pink atau berwarna tembaga, yang kemudian berkembang menjadi papula, muncul dalam sebuah distribusi simetris pada anggota badan dan tidak gatal. Pola annular tidak jarang, dan keterlibatan telapak tangan dan kaki yang khas. Tanda-tanda lain adalah lesi berkutil lembab (kondiloma lata) di daerah dubur kelamin. Tanpa pengobatan, lesi dari sifilis sekunder sembuh secara spontan dalam 1-3 bulan.2

8

Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the .great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.4,5

Gambar 2.3 Sifilis sekunder di daerah genital dan sekitar 3) Sifilis laten Seperti pada sifilis primer, klinis manifestasi penyakit tahap sekunder mereda dengan waktu (yaitu, minggu) meskipun tidak ada terapi spesifik. Pada titik penyakit ini dianggap telah memasuki periode laten. Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 25% dari orang yang tidak diobati dengan sifilis laten mungkin akan timbul kembali gejala sekunder dalam 4 - 5 tahun periode setelah resolusi awal. Dalam periode ini terdapat tiga kemungkinan , yaitu spontan resolusi, infeksi laten persisten, serta perkembangan menjadi sifilis tersier dalam satu periode beberapa tahun.2 Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA.2 2. Sifilis lanjut Stadium lanjut ini dikarakterisasikan dengan kerusakan end organ. 2 1) Sifilis laten lanjut Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya

9

diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis. 2) Sifilis tersier (S III) Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif.2 Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.2 Tempat

perforasi

akan

meluas

menjadi

ulkus,

bentuknya

lonjong/bulat, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke

luar.

Beberapa

ulkus

berkonfluensi

sehingga

membentuk

pinggiryang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan perlunakannya cepat, dapat disertai demam.2 Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula- mula di kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (diseminata). Warnanya merah kecoklatan.2

10

Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terns secara serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.2 S III pada mukosa Guma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. Seperti biasanya akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang rawan septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah guma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia.2 S III pada tulang Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula, dan humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam had. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X.2 S III pada alat dalam Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Guma bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.2 Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus; jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi. Guma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak nyeri, permukaannya rata dan unilateral. Kadangkadang memecah ke bagian anterior skrotum.2 Sifilis kardiovaskuler

11

Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak tiga kali daripada wanita.2 Biasanya disebabkan karena nekrosis aorta yang berlanjut ke arch katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisms, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah dikenal. Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung rematik sebelumnya. Aneurisms aorta torakales merupakan tanda sifilis kardiovaskuler. Bila ada insufisiensi aorta tanpa kelainan katup pada seseorang yang setengah umur disertai pemeriksaan serologis darah reaktif, pada tahap pertama hares diduga sifilis kardiovaskuler, sampai dapat dibuktikan lebih lanjut. Pemeriksaan serologis umumnya menunjukkan reaktif.3

Neurosifilis Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni.2,3 Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat pemeriksaan.3 Neurosifilis dibagi menjadi empat macam:2 1. Neurosifilis asimtomatik. 2. Sifilis meningovaskular (sifilis serebrospinalis), misalnya meningitis, meningomielitis, endarteritis sifilitika. 3. Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitika. 4. Guma. 1. Neurosifilis asimtomatik Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebrospinalis. Kelainan tersebut belum cukup memberi gejala klinis.2 2. Sifilis meningovaskular

12

Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskular. Pembuluh darah di otak dan medula spinalis mengalami endarteritis proliferatif dan infiltrasi perivaskular berupa limfosit, sel plasma, dan fibroblas.2 Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga perdarahannya berkurang akibat mengecilnya lumen. Selain itu jugs dapat terjadi trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya gums kecil multipel.2 Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga lima tahun sejak S I. Gejalanya bermacam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah: nyeri kepala, konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus sembab, gangguan mental, gejala-gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf-saraf otak, atrofi nervus optikus, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, gangguan miksi dan defekasi, stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.2 3. Sifilis parenkim Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia paralitika.2,3 1) Tabes dorsalis Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama. Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsurangsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis.2 2) Demensia paralitika Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun. Sejumlah 10-15% dari seluruh kasus neurosifilis

13

berupa demensia paralitika. Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia basal, dan daerah sekitarventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi albs sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.2 Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsurangsur dan progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan dekorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif atau maniakal.2 Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal, muka topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejala-gejala piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal.2 4. Guma Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat perluasan pada tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim otak. Guma dapat solitar atau multipel pada verteks atau dasar otak.2 Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya berupa udema papil akibat peninggian tekanan intrakranial, paralisis nervus kranial, atau hemiplegia.2 2. Sifilis Kongenital Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. treponema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat mass kehamilan 10 minggu.2 Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi

14

transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion. Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin. Seperti terlihat pada bagan berikut ini:4 Gambar 2.4 Patogenesis Sifilis Kongenital

Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.4 1) Sifilis kongenital dini Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut : 1. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat 2. Kelainan membrane mukosa : Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer tetapi kemudian menjadi

15

pekat, purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian makanan. 3. Kelainan kulit, rambut dan kuku Dapat berupa makula eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki. Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik (kondiloma lata). Pada kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku, alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.

Gambar 2.5 Kelainan Kulit 4. Kelainan tulang Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya meningkat dan tidak teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan gambaran seperti gigi gergaji.

16

Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu sedangkan periostitis setelah 16 minggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas. 5. Kelainan kelenjar getah bening : terdapat limfadenopati generalisata 6. Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia 7. Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan uveitis 8. Kelainan hematologi : anemia, eritroblastemia, retikulositosis, trombositopenia, diffuse intravascular coagulation (DIC) 9. Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan intelektual1 2) Sifilis kongenital lanjut Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah jumlah penderita tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif. Titer serologis sering berfluktuasi, sehingga jika dijumpai keadaan demikian, dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat di bedakan dalam 2 tipe: 4 Inflamasi sifilis kongenital lanjut Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea, tulang, dan sistem saraf pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut : 1. Kornea : Keratitis Intersisial Biasanya terjadi pada umur pubertas, dan terjadi bilateral. Pada kornea timbul pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera. Keadaan ini dimulai dengan peradangan perikorneal berat dan kemudian berlanjut dengan perselubungan difus kornea oleh bayangan putih tanpa adanya ulserasi pada permukaan kornea, terjadi pada 20-50 % kasus sifilis kongenital lanjut. 2. Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)

17

Mengenai kedua lutut, yang akan mengakibatkan terjadinya bengkak tanpa nyeri yang simetris. 3. Sistem saraf pusat Lesi pada sistem saraf pusat dapat terjadi pada sifilis kongengital lanjut. Biasanya yang menjadi tanda lesi SSP pada sifilis kongenital adalah dengan adanya kelemahan umum (generalized paresis) dan renjatan. Stigmata sifilis kongenital Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital, akan tetapi hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut. Ditemukannya stigmata ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Pada stigmata sifilis kongenital, hal penting yang perlu diperhatikan adalah adanya trias Hutchinson, yaitu : 1. Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji 2. Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa ilserasi permukaan kornea. 3. Ketulian karena ganguan nervus akustikus (N.VIII). Ketulian biasanya terjadi mendekati masa pubertas, tetapi kadang-kadang terjadi pada umur pertengahan. Selain itu ditemukan pula kelainan sebagai berikut : 1. Neurosifilis Dapat juga menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat. Tabes dorsalis agak jarang dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan pada orang dewasa. Kejang juga sering terjadi pada kasus sifilis kongenital ini. 2. Tulang dan palatum Terjadi sklerosis, sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre), tulang frontal yang menonjol, atau dapat juga terjadi kerusakan akibat gumma yang menyebabkan destruksi terutama pada septum nasi atau pada palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi pada sifilis kongenital.

18

Gambar 2.6 Osteoeriostitis (saber’s shin) dan Perforasi Palatum 3. Gigi molar Mulberry (Mulberry’s molar) Biasanya pada molar I dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang hiperplastik dengan permukaan oklusal yang mendatar (flattening) erta diliputi oleh serbukan yang menandakan kerapuhan gigi.

Gambar 2.7. Mulberry’s molar 4. Sifilis rinitis infantil dan nasal chondritis Fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis infantil. Nasal chondritis merupakan kelainan yang disebabkan oleh pendataran tulang pembentuk hidung, gambaran ini biasa disebut dengan saddle nose. 2.7 Pemeriksaan penunjang Diagnosis sifilis dapat ditegakkan dengan cara :1,2 1) Mikroskop lapangan gelap (Darkfield Microscopy)

19

Dengan menggunakan teknik darkfield, yang dapat diamati T.pallidum muncul putih terhadap latar belakang hitam. Berdasarkan pengamatan tersebut, treponeme dapat divisualisasikan sebagai organisme pembuka botol berputar sepanjang sumbu panjang. Mikroskop darkfield hanya berguna ketika memeriksa lesi lembab sifilis primer atau kondiloma lata. Untuk koleksi spesimen darkfield, lesi pertama harus dibersihkan dengan garam direndam kasa. Eksudat serosa kemudian menempel slide kaca, yang harus segera diperiksa.2 2) Serologi Tes Sifilis (STS) STS penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan. Prinsip pemeriksaan STS - mendeteksi bermacam antibodi yang berlainan akibat infeksi T. pallidum.

Klasifikasi STS1 : 1. Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol 2. Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati / fraksi Treponema pallidum Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan2 : 1. Sensitivitas : kemampuan individu yang terinfeksi yang memberi hasil positif 2. Spesifivitas : kemampuan individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil negatif . Uraian: 1. Tes Non Treponemal1,2 Pada tes ini yang dipakai adalah : 1) Tes fiksasi komplemen : Wasserman (WR), Kolmer 2) Tes Flukolasi : Venereal Disease Research Laboratory (VDRL), Rapid Plasma Reagen (RPR), Kahn, Automted reagin Test (ART), dan Reagin Screen Test (RST).

20

Diantara tes tersebut yang dianjurkan adalah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena lebih mudah dan lebih cepat, serta lebih sensitif dan baik untuk menilai terapi. Tes ini juga dapat dipakai untuk screening. Kalau terapi berhasil, maka titer VDRL cepat turun, dalam 6 minggu titer akan menjadi normal. Jika titer seperempat atau lebih tersangka sifilis, mulai positif setelah 4 minggu sejak S1 timbul. Titer akan meningkat mencapai puncak pada SII lanjut (1/64 atau 1/128) kemudian menurun perlahan dan menjadi negatif. 1. Tes Treponemal2 Tes ini bersifat spesifik karena antigennya adalah treponema, dapat digolongkan 4 kelompok :

1. Tes Imobilisasi : Treponema Pallidum Immobilization (TPI) Tes Treponema yang paling spesifik Hasil positif pada Treponematosis

• •

• – – – –

Kekurangannya : Reaksi lambat, baru (+) pd akhir stadium I, Tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan Teknik sulit Biayanya mahal 2. Tes imunofluoresensi 1) Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-Abs) Tes ini paling sensitif (90 %), terdapat dua macam yaitu untuk IgM dan IgG. IgM penting untuk mendiagnosis sifilis kongenital. 2)Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test Double Staining Tes fiksasi komplemen : Reiter Protein Complement Fixation (RPCF) 3. Tes Hemaglutinasi : TPHA (Treponemal pallidum Hemaglutination Assay), SPHA (Solid–phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemaglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP (Microhemaglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum) TPHA (Treponemal Pallidum Hemaglutination Assay) merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan pembacaan hasilnya mudah,

21

cukup spesifik dan sensitif. Kekurangannya tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap reaktif dalam waktu yang lama. 2.8 Diagnosis banding 1. Diagnosis banding S I Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui mass inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar, bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa minggu bereaksi positif lemah.2

Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit. 1. Herpes simpleks Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal dan nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2 1. Ulkus piogenik Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.2 3. Skabies Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna, terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat predileksi, misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan menderita penyakit yang sama.2 4. Balanitis Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai eritema, tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.2

22

5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.) Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.2 3. Karsinoma sel skuamosa Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu biopsi. 4. Penyakit Behcet Ulkus superficial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi pada mulct dan lesi pada mata.2 6. Ulkus mole Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.2 2. Diagnosis banding S II Dasar diagnosis S II sebagai berikut. S II timbul enam sampai delapan minggu sesudah S I. Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk membedakannya dengan penyakit lain ads beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alai genital (S I) yang tidak nyeri.2 Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki jugs dikenai. Pada S II lambat terdapat kelainan setempatsetempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu, misalnya: arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes serologik positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut.2 Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya sebagian yang akan diuraikan.2 1. Erupsi obat alergik

23

Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal.2 1. Morbili Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak membesar.2 2. Pitiriasis roses Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II.2 3. Psoriasis Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat tanda tetesan lilin dan Auspitz.2 5. Dermatitis seboroika Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama. Perbedaannya pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik, skuama berminyak dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis generalisata.2 5. Kondiloma akuminatum Penyakit ini mirip kondiloma lata, kedua-duanya berbentuk papul. Perbedaannya: pada kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing, sedangkan papul pada kondiloma lata permukaannya datar serta eksudatif.2 6. Alopesia areata Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada S II. Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa, sedangkan alopesia areolaris lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti digigit ngengat.2 3) Diagnosis banding S III Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat pada penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes serologik pada S III dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis,

24

apakah penderita tersangka menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik.2 Mikosis dalam yang dapat menyerupai S III ialah sporotrikosis dan aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang terletak sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemukan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas infiltrat yang melunak seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan abdomen. Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fistel multipel; pada pusnya tampak butir-butir kekuningan yang disebut sulfur granules. Pada biakan akan tumbuh Actinomyces.2 Tuberkulosis kutis gumosa mirip gums S III. Cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik. Demikian pula frambusia stadium lanjut. Guma S III bersifat kronis dan destruktif, karena itu kelainan tersebut mirip keganasan. Cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik.2 2.8. Penatalaksanaan Sifilis Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut.2 Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.2 1. Penisilin Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2 Tujuan terapi untuk sifilis ada dua: (1) menjadikan individu tidak menular, dan (2)

menghentikan

perkembangan

penyakit

dan

menghilangkan

latency.

Penggunaan benzatin penisilin G, atau long-acting penisilin, dianjurkan dalam pengobatan awal atau laten sifilis. Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, 21 hari untuk

25

neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.2 Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2 1) Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat kerja singkat. 2) Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang. 3) Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama. Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan. Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masingmasing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya setiap minggu.2 Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.2 Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua 100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap hari selama 10 hari.2 Tabel 2.1 Rekomendasi pemberian pengobatan sifilis2 Sifilis Sifilis primer

Pengobatan Pemantuaan serologic 1. penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit Pada bulan I, III, secara IM 2,4 juta) dan diberikan VI, dan XII dan satu kali seminggu unit.

setiap enam bulan

2. penisilin G prokain dalam akua dosis pada tahun ke dua total 6 juta, diberi 0,6 juta unit/hari selama 10 hari 3. PAM

(penisilin

prokain

+2%

aluminium monostrerat) dosis 4,8 juta unit, diberikan 1,2 juta unit/kali 2 kali seminggu.

26

Sifilis sekunder Sifilis latent

Sama seperti sifilis primer Penisilin G benzatin, dosis total 7,2 juta unit Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 12 juta unit (0,6 juta unit/hari)

Sifilis stadium III

PAM dosis t Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 18 juta unit (0,6 juta unit/hari) PAM dosis total 9,6 juta unit (1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu)

Reaksi Jarish-Herxheimer Reaksi Jarisch-Herxheimer adalah reaksi demam akut sering disertai dengan sakit kepala, mialgia, dan gejala lain yang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama setelah setiap terapi untuk sifilis6. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah 6-12 jam pada suntikan penisilin yang pertama.2 Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita pada S I.2 Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian.2 Antipiretik dapat digunakan, tetapi mereka belum terbukti untuk mencegah reaksi ini. Reaksi Jarisch-Herxheimer mungkin menginduksi persalinan dini atau menyebabkan gawat janin pada wanita hamil, namun hal tersebut tidak mencegah atau menunda terapi.6 2. Antibiotik Lain

27

Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.3 Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.2,6 Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan.9 Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari.2 Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.10 Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. penyembuhannya mencapai 84,4%.2

Tabel 2.2 Rekomendasi pemberian alternatif pengobatan sifilis3

2.10 Pencegahan 6 1) 2) 3) 4)

Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang Gunakan kondom ketika berhubungan sexual Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan sexual.

28

2.11 Prognosis Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik. Jika sifilis tidak diobati, maka hampir sepermpatnya akan kambuh, 5% akan mendapat SIII, 10% akan mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9% dan wanita 5%, sedangkan 23% akan meninggal.2 Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pada sifilis laten lanjut prognosisnya baik, prognosis pada sifilis gumatosa bergantung pada alat yang dikenai dan banyaknya kerusakan.2 BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan lingkungan yang buruk dan juga dapat menular melalui transfusi darah.1 Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital (bawaan) dan akuisita. Jika tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut , tenggorok, dan regio perianal.2 Diagnosis ditegakkan secara sempurna dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti Serologi Tes Sifilis (STS) sehingga dapat diberikan antibiotik yang sesuai dan tepat. Antibiotik yang biasa dipakai dalam penatalaksanaan sifilis ialah Penisilin.2,3 3.2 Saran Berdasarkan pemaparan di atas mengenai sifilis yang meliputi berbagai manifestasi klinis, maka saran yang dapat diberikan pada penulisan referat ini adalah:

29

1) Kita harus waspada terhadap bakteri patogen khususnya T.pallidum karena dapat menyebabkan penyakit yang fatal bagi tubuh kita sehingga kita harus mengenali gejala dari sifilis agar dapat mendeteksi penyakit ini sedini mungkin. 2) Terkait dengan pencegahan penyakit sifilis ini, diharapkan tidak bergantiganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. 3) Menjaga higienitas dan meningkatkan daya tahan tubuh

DAFTAR PUSTAKA 1. Juliani,S. 2009. Aspek Imunologis Penyakit Sifilis dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani ISSN.1979-2287, FK UMI, Vol.02 No.03 hal 1-14. 2. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393413. 3. Fatimah. Stadium Sifilis. Universitas Sriwijaya. Diakses di vbook.pub.com (2 januari 2015) 4. Yayan. Sifilis Kongenital. Fakultas kedokteran Universitas Riau. Diakses

di

Files

of

DrsMed



(http://www.yayanakhyar.co.nr ( 2 Januari 2014)

FK

UNRI

Related Documents

Sifilis
February 2021 1
Sifilis
February 2021 1
Sifilis
February 2021 1
Referat Sifilis
February 2021 2

More Documents from "Muhammad Afyudin Djumhuri"