Struktur-baja-perilaku-analisis-desain-aisc-2010.pdf

  • Uploaded by: Clement Kristianto Halim
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Struktur-baja-perilaku-analisis-desain-aisc-2010.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 229,719
  • Pages: 788
Loading documents preview...
Seri Buku Teknik Sipil

Wiryanto Dewobroto Ini adalah buku tentang prinsip dasar perencanaan struktur baja, mulai dari perilaku, analisis dan desain untuk menghasilkan struktur yang optimal & memenuhi kriteria kuat, kaku , dan daktail. Meskipun kriteria yang terakhir masih terbatas pada penampang plastis, dan sistem sambungan . Struktur baja umumnya langsing, sehingga pembahasan tentang stabilitas dan antisipasinya re latif cukup detail. Bagi praktisi te lah disiapkan tabel bantu perencanaan balok berdasarkan profil baja metrik JIS yang populer, sehingga hitungan klasik 2-3 halaman dapat diganti dengan 3-4 baris hitungan saja. Ketentuan yang dipilih mengacu AISC (2010), sehingga Direct Analysis Methad (DAM) yang menjadi andalannya alkan dibahas khusus dalam dua bab terakhir, sekaligus diberikan analisis perbandingan dengan hasil uji beban sampai runtuh di laboratorium Puskim, Bandung.

Ilmu memang memberikan kebenaran, namun kebenaran ilmu bukanlah satu-satunya kebenaran dalam hidup kita. Kehidupan terlalu rumit untuk dianalisis hanya oleh satu jalan pemikiran. jujun

s. Suriasumantri - Ilmu dalam Prespe ktif[2001]

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang HAK ClPTA 1.

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 Ayat (1) atau Pasal49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pi dana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda paling sedikit Rp 1.000.000 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).

2.

Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

~u [[[ill ~u [ill [[

mruDru Perilaku, Analisis & Desain - AISC 2010

Wiryanto Dewobroto Universitas Pelita Harapan

Kuhaturkan terimakasih padaguru-guruyangtelah membimbingku menguasai dan menjiwai ilmu rekayasa struktur: 1. Ir. Soetojo Tjokrodihardjo (UGM), yang mengajar dan membukakan ilmu mekanika teknik pertama kali. 2. Ir. RIB Soehendrojati (UGM), yang memberi kesempatan bekerja pertama kali di dunia akademisi sebagai asisten tugas. 3. Ir Kardiyono Tjokrodimuljo, ME (UGM), dosen pembimbing skripsi dengan topik yang masih melekat sampai sekarang yaitu pemrograman aplikasi komputer rekayasa struktur. 4. Prof. Dr. Ir. Wiratman Wangsadinata (PT. Wiratman), yang memberikan kesempatan bekerja secara profesional dengan ilmu rekayasa struktur dan menggelutinya sampai sekarang. 5. Ir. Stefie Tumilar, M.Eng. (PT. Wiratman) pembimbing untuk bekerja profesional sebagai insinyur rekayasa struktur. 6. Prof. Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra, senior, mentor dan sekaligus rekan sejawat sejak di dunia praktisi (PT. Wiratman), sampai sekarang di dunia akademisi (UPH) dan masih terus berhubungan aktifuntuk saling mendukung dan berkembang. 7. Dr. FX Supartono, DEA (UI) membuka pikiranku tentang ilmu prestressed concrete sehingga menjadi lebih mudah dikuasai. 8. Prof. Dr. Iwan KATILI, DEA (UI) pembimbing tesis bidang m.e.h untuk analisa struktur non-linier yang pertama kalinya. 9. Prof. Dr.-Ing. Karl-Heinz Reineck (Uni Stuttgart, Jerman) atas kesempatan penelitian tentang Strut-and-Tie Models dan memberi kepercayaan hasilnya diterbitkan dalam bentuk buku di : Dewobroto, w.; Reineck, K-H. (2002). "Beam with indirect support and loading", in: Reineck, K-H. (2002): (Editor): Examples for the Design of Structural Concrete with Strutand-Tie Models, ACI SP-208 (2002), ACI, Farmington Hills, MI. (Catatan: tidak bisa dipungkiri sejak terbitnya buku ini, maka kemampuanku menulis berkembang menjadi luar biasa). 10. Prof. Bambang Suryoatmono, Ph.D (Unpar) penguji S3-ku, yang membuatku kuat dan tegar menapaki dunia akademisi. 11. Prof. Iswandi Imran, Ph.D (ITB) yang mengajariku tentang riset eksperimental, yang kemudian banyak aku lakukan. 12. Prof. M. Sahari Besari, Ph.D (ITB) promotor disertasi, yang membimbing dan memberiku kepercayaan untuk secara arif dapat menggali i1mu baru, yang belum ada sebelumnya.

viii

Pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20, keperkasaan suatu bangsa ditentukan oleh industri berat yang dimilikinya. Oleh sebab itu, keperkasaan Jerman sebelum Perang Dunia I dapat diukur dari kenyataan : bahwa produksi bajanya telah melampaui produksi baja Inggris. Setelah Perang Dunia " maka bukan lagi baja tetapi kemampuan ilmiah yang menjadi faktor penentu dari potensi dan keperkasaan suatu bangsa. Oleh karena itu, tanpa adanya investasi memadai dalam pendidikan dan riset, maka tidak akan ada bangsa - termasuk Indonesia - yang dapat berharap menjadi yang terkemuka di industri abad ke-21 ini. M. Sahari Besari (2008) - Teknologi di Nusa ntara : 40 abad hambatan inovasi

Penulis bersarna Prof M . Sahari Besari (2007)

Pendapat penulis : dapat diterbitkannya buku ilmiah bermutu, dengan bahasa bangsa itu sendiri, tentu sangat membantu untuk mewujudkan ide dan pemikiran di atas. Ini adalah usaha untuk menjadikan Indonesia bangsa terkemuka di dunia.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

ix

Buku diterbitkan atas usaha

LUMINA Press http://lumina-press.com Penerbit Jurusan Teknik Sipil UPH ISBN 978-979-1053-02-0 Editor dan layout Konsultan gratis

W. Dewobroto Hady Soenarjo

Cetakan pertama : April 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak seluruh atau sebagian isi buku ini tanpa izin tertulis pengusaha penerbitan .

PERNYATAAN PENTING Penulis dan pengusaha penerbitan buku ini telah bersungguh-sungguh untuk mengusahakan hal-hal terbaik dalam mempersiapkan materi yang diterbitkan . Upaya tersebut mencakup usaha pengembangan kompetensi diri berdasarkan pengalaman riset maupun upaya pembelajaran formal maupun informal, sekaligus penggunaan program komputer yang relevan, yaitu untuk memastikan bahwa hasil tulisannya dapat dipertanggung-jawabkan sesuai dengan batasannya . Meskipun demikian, penulis maupun pengusaha penerbitan buku ini tidak berani menjamin bahwa materi buku ini pasti telah beba s dari kesalahan yang mungkin diketemukan di kemudian hari. Merekajuga tidak bisa dimintai pertanggung-jawaban atas segala keputusan yang timbul atas dasar informasi dan atau pengetahuan tertulis pada buku ini bila nantinya ternyata menimbulkan dampak negatif atau tidak sesuai harapan, serta merugikan pihak pengambil keputusan. Mereka memahami hak penuh pembaca untuk menyetujui atau menolak segala informasi dan pengetahuan yang disampaikan pada dalam buku ini.

Seri Buku Teknik Sipil

Struktur Baja Perilaku, Analisis & Desain - AISC 2010

Wiryanto Dewobroto Universitas Pelita Harapan

April 2015

Jurusan Teknik Sipil UPH

LUMINA Press

Menyongsong

MASA PURNA BAKTI Bermartabat 1 Masa Pensiun Usai Pisah Sambut: Mengucap syukurlah dalam segala hal sebab itu yang dikehendaki Allah bagimu ... dan songsonglah masa Pensiun Anda dengan bangga. Pensiun berarti Anda telah Lulus, Lolos Masa Pensiun bukan Zaman Akhir, tetapi sebuah awal kehidupan yang baru Pensiun: cermin cinta kasih an ugerah Tuhan atas jerih payah, ketekunan, kesabaran, rendah hati, kejujuran Hidup Terhormat Sapa Gawe Nganggo Ngunduh wohing Pakarti Sakdawa dawane lurung, isih dawa gurung Aja nampel sega sepulukan Sapa sira sap a Ingsun Adigang, Adigung Ian Adiguna Hidup terhormat & bermartabat, bukan gelar, jabatan atau pun kedudukan yang dapat dibeli, tetapi interaksi perilaku selama hidup. Manula yang Berguna bersakit-sakit ... bersenang-senang ... masa Purna bakti =masa Panen tiba Sapa nandur . . . Temena . .. ketemu, Tekuna . . . bisa dadi teken Mandiri, tidak bergantung pad a orang lain "The Cash flow Quadrant" Maknai Masa Pensiun Anda dengan kegiatan : Bernilai kreatif Penghayatan tata nilai : rendah hati, sabar dll. Nilai sikap : lalekna kang kapungkur, rasakna kang saiki, pasrahna kang ing tembe. Berguna di masa Purnabakti Hidup yang murangkabi, saling melengkapi, menguatkan dan menyempurnakan. Yang besar Ok, yang kecil jangan disepelekan, sebab "Kecil itu lndah" nikmati dan syukuri. Usahakan jangan ada beban batin. Mau usaha silahkan, tetapi jangan paksakan diri. Becik ketitik, Ala ketara. Bugar di usia Lanjut Segar, sumringah, gembira, tanpa beban batin Persahabatan sejati - Tuna sathak, bathi sanak Siapkan Surat Wasiat

mengutip kertas kerja tulis an ayahku, Drs RM . L. Sri Hardjono, sumbangan kepada teman sejawat baru dalam rangka me nyongsong masa puma bakti, dan telah dipresentasikannya di Ho tel Mutia ra, Yogya karta, 30 November 2005.

xii

Daftar lsi Persembahan pada guru .... Persembahan pada bangsa. . . Persembahan pada orang tua . Daftar lsi . . . . . . . Kata Sambutan l. .. Kata Sambutan II . . Kata Pengantar . . .

· · · ·

viii ix xiii xv XXV

xxix xxxi

Bab 1. Prospek dan Kendala 1.1 1.2 1.3

1.4

1.5

1.6

Pendahuluan . . . . . . . . Perilaku Mekanik Material Konstruksi . Sifat Material Baja . . . . . . . . . 1.3.1 Umum . ... . . . . . . . . 1.3.2 Material buatan pabrik . . 1.3.3 Ketahanan korosi .... . 1.3.4 Perilaku pada suhu tinggi Superioritas Konstruksi Baja .. 1.4.1 Pentingnya superioritas .. 1.4.2 Struktur dengan berat sendiri yang dominan. 1.4.3 Struktur sekaligus bagian metode pelaksanaan ... 1.4.4 Struktur seragam, berulang dan berjumlah besar . 1.4.5 Struktur kuat - ringan dan cepat dibangun .. . 1.4.6 Kesan arsitektur yang ringan dan transparan . .. . Perencanaan Umum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.5.1 Sistem sambungan dan perilaku khas struktur baja 1.5.2 Peraturan perencanaan bangunan baja di Indonesia 1.5.3 Pengaruh pemodelan struktur dan kondisi aktual. . 1.5.4 Analisa struktur bangunan baja . . . . . . . . . 1.5.5 Hati-hati desain baja dengan komputer .. . 1.5.6 Pentingnya konsistensi .. Perencanaan Khusus .. 1.6.1 Umum .. .. .. . 1.6.2 Sistem tapered . .

Wiryanto Dewobroto - Stru ktu r Baja

1 2

4 4 5 6 7

8 8 9

10 10 11 12 13 13 16 21 24 26 37 40 40 40

xv

1.6.3 Sistem castellated . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.6.4 Sistem gelagar komposit. . . . . . . . . . . . . . . . 1.6.5 Sistem prategang pada konstruksi baja . . . . . . 1.7 Sistem Struktur Baja Tahan Gempa . . . . . . . . . . . . . 1.7.1 Umum........................... 1.7.2 Perilaku sistem yang diharapkan. . . . . . . . . . 1.7.3 Sistem portal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.7.4 Sistem rangka batang silang . . . . . . . . . . . . . 1.7.5 Sistem lainnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.8 Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Baja. . . . . . . . . . 1.8.1 Transfer perencana - kontraktor. . . . . . . . . . 1.8.2 Fabrikasi......................... 1.8.3 Transportasi....................... 1.8.4 Erection........................ 1.9 Perawatan Bangunan Baja. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.10 Tulisan Tentang Baja. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.10.1 Pentingnya tulisan dan publikasi . . . . . . . . . . 1.10.2 Ketersediaan tulisan tentang baja . . . . . . . . . 1.10.3 Literatur baja dan asosiasi profesi di USA. . . . 1.11 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

42 43 45 52 52 53 54 56 57 59 59 59 61 62 66 68 68 69 70 73

Bab 2. Material Baja

2.1 2.2 2.3

2.4

2.5

xvi

Pendahuluan ..... . 75 Indllstri Baja Nasional dan Dunia . . . . . . . . . . . . . . 76 Material Baja . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 80 2.3.1 Umum . . . . . . ..... .. ... . . . . . . . . . . . 80 80 2.3.2 Proses pembuatan baja . . . . . . . . . . 2.3.3 Properti mekanik material baja . . . . . . . . . . . 83 2.3.4 Engineering stress-strain . . . . . . . . . . . . . . . 85 2.3.5 True stress-strain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88 Standar Mutll Material Baja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92 2.4.1 Umum . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . 92 2.4.2 ASTM - Amerika . . . . . . . . . . . . . . . 93 2.4.3 CEN - Eropa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 96 2.4.4 JIS-Jepang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 2.4.5 ASjNZS - Australia dan New Zealand. . . . . . .. 99 2.4.6 SNI - Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100 2.4.7 Baja buatan China . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 102 Pengaruh Thermal terhadap Kinerja Baja . . ... . ... .. 104 2.5.1 Umllm . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 104 2.5.2 Pengaruh suhu terhadap material baja ... ... .. 105

Daftar lsi

2.6

2.5.3 Perlindungan baja terhadap api . . . . . . . . . . . . 106 2.5.4 Baja tahan api . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10S Korosi. ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 109 2.6.1 Penyebab dan cara perlindungannya . . . . . . . . . 109 2.6.2 Mengendalikan korosi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 111 2.6.3 Cat inorganic Zinc vs Hot-dip Galvaniz . . . . . . . . . 113

Bab 3. Filosofi Desain 3.1. Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 119 3.2. Bencana dan Rekayasa Struktur . . . . . . . . . . . . . . . . . 120 3.2.1. Sifat tak terduga bencana. . . . . . . . . . . . . . . . . 120 3.2.2. Insinyur, code dan bencana . . . . . . . . . . . . . . . 122 3.2.3. Code / aturan perencanaan struktur baja . . . . . . 126 3.2.4. Rancangan berisiko - kasus Jembatan Alma ..... 131 3.3. Beban dan Konsep Pembebanan . . . . . . . . . . .. ..... 135 3.3.1. Umum .. ..... . . . . . . . . . . . . . . . . . ... .. 135 3.3.2. Beban mati (struktur dan non-struktur) . ...... 135 3.3.3. Beban hidup minimum . . . . . . . . . . . . . . ... .137 3.3.4. Aliran distribusi beban dan model struktur ..... 140 3.4. Probabilitas terhadap Keamanan Struktur . . . .. ..... 143 3.5. Kondisi Batas dan Aplikasinya . . . . . . . . . .. . . . . . . . 147 3.6. Ketentuan LRFD - AISC 2010 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 150

Bab 4. Batang Tarik 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.

Pendahuluan .. .... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 153 Batas Kelangsingan . . . . . . . . . . . . . .... . . . . . . . . 154 Konsep Perencanaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 157 Kuat Tarik Nominal . . . . . . . . . . . . . . . . .. ... .... 15S Konsep Luas Penampang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 159 4.5.1. Pengaruh lubang dan cara penyambungan ..... .159 4.5.2. Diameter lubang baut - real dan imajiner . . . . . . 161 4.5.3. Lubang-Iubang berpola staggered . . . . . . . . . . . 161 4.5.4. Pola staggered tidak sebidang. . . . . . . . . . . . . . 164 4.5.5. Shear-lag dan efektivitas sambungan . .. ...... 166 4.6. Illustrasi Perencanaan Batang Tarik ..... .. . . . . . . . 169 4.7. Contoh Perencanaan Batang Tarik. .... . . ... ...... 172 4.7.1. Batang tarik profil L . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .172 4.7.2. Batang tarik profil U . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 173 4.S. Kesimpulan .. . .... . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . 17S

Wiryanto Dewob roto - Struktur Baja

xvii

Bab 5. Batang Tekan 5.1. 5.2. 5.3. 5.4.

5.5.

5.6.

5.7.

5.8.

5.9.

Pendahuluan . . . . . . . . ..... . .. . . . . . . . . . . . . . 179 Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan . . . . . . . . . 180 Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal . . . . . . . . . . . .181 Teori Tekuk (Buckling) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 183 5.4.1. Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 183 5.4.2. Panjang efektif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 186 5.4.3. Rangka tidak-bergoyang dan rangka bergoyang .. 187 5.4.4. Kurva Kapasitas Tekan Kolom . . . . . . . . . . . . . . 195 5.4.5. Pengaruh bentuk penampang terhadap tekuk ... 197 Kuat Tekan Nominal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 205 5.5.1. Peta petunjuk pemakaian rumus AISC ... . . . .. 205 5.5.2. Tekuk lentur (AISC - E3) . . . . . . . . . . . . . . . . . 206 5.5.3. Tekuk torsi dan tekuk lentur-torsi (AISC - E4) ... 207 Contoh Rancangan Kolom Profil O-H-X-T . . . . . . . . . . . . 213 5.6.1. Umum ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 213 5.6.2. Kolom baja profil-O . . . . . . . . . . . . . . . . ... .213 5.6.3. Kolom baja profil-H . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 214 5.6.4. Kolom baja profil-X . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 217 5.6.5. Kolom baja profil-T . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 220 Profil Siku Tunggal (AISC - E5) . . . . . . . . . . . . . . . . . . 223 5.7.1. Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 223 5.7.2. Kuat tekan profil siku tunggal . . . . . . . . . . . . . . 224 5.7.3. Modifikasi kelangsingan profil siku tunggal ... .. 224 5.7.4. Contoh rancangan kolom siku tunggal .. .. ... .225 Profil Gabungan (AISC - E6) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 227 5.8.1. Umum . . . . . . . . ... . ... . . . . . . . . . . . . . . 227 5.8.2. Konfigurasi penampang / profil gabungan ..... .228 5.8.3. Pengaruh orientasi dan sambungan . . . . . . . . . .230 5.8.4. Alat sambung dan kelangsingan . . . . . . . . . . . . 231 5.8.5. Kuat tekan nominal profil gabungan ...... . . . .233 5.8.6. Contoh rancangan kolom siku gabungan . . . . . . . 233 Soal Penyelesaian Batang Tekan ..... . .. . . . . . . . . . 238 5.9.1. Umum . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . ...... 238 5.9.2. Kolom built-up simetri tunggal . . . . . . . . . . . . . 238 5.9.3. Panjang tekuk efektif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 241 5.9.4. Kolom siku ganda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 244 5.9.5. Pengaruh pemilihan profil dan bracing . . . . . . . . 248

Bab 6. Balok Lentur 6.1. Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... . .. 253

xviii

Daftar lsi

6.2. Pemilihan Bentuk Penampang . . . . . . . . . . . . . . . . . . 257 6.3. Pengaruh Kelangsingan Elemen . . . . . . . . . . . . . . . . . 260 6.3.1. Tekuk lokal dan rasio lebar-tebal. ...... . ... .260 6.3.2. Rasio lebar-tebal dan klasifikasi . . . . . . . . .... 261 6.3.3. Klasifikasi dan perhitungan kuat batas . .. . .... 264 6.4. Perilaku dan Parameter Perencanaan Balok . ... . .... 266 6.4.1. Umum . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 266 6.4.2. Perilaku keruntuhan elemen struktur . . . . . . . . . 267 6.4.3. Perilaku elastis-plastis - teori . . . . . . . . . . . . . . 269 6.4.4. Perilaku elastis-plastis - hitungan . . . . . . . . . . . 277 6.4.5. Stabilitas terhadap tekuk torsi lateral ..... . ... 285 6.4.6. Bentuk momen dan faktor Cb • • • • • . • • • . • • • •294 6.4.7. Pertambatan lateral balok . .... . .. . . . . . . . . 295 6.4.8. Lendutan dan kondisi batas layan . . . . . . . . . . .300 6.5. Kuat Lentur Nominal . ... .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .301 6.5.1. Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 301 6.5.2. Persyaratan balok ...... . ... ... .. .. .... 303 6.5.3. Profil-l dan U kompak (AISC - F2) . . . . . . . . . . . 304 6.5.4. Tabel bantu perencanaan Profil-I Kompak ...... 308 6.5.5. Profil badan kompak (AISC - F3) . . . . . . . . . . . . 362 6.5.6. Profil badan non-langsing (AISC - F4) ...... . .. 366 6.5.7. Profil badan langsing (AISC - F5) . . . . . . . . . . . . 373 6.5.8. Profil-I dan U pada sumbu lemah (AISC - F6) .... 376 6.5.9. Profil persegi atau box (AISC - F7) . . . . . . . . . . . 378 6.5.10. Profil pipa (AlSC - F8) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .380 6.6. Kuat Geser Nominal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 381 6.6.1. Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 381 6.6.2. Kuat geser - normal (AISC - G2) . . . .. . .. .... 383 6.6.3. Kuat geser - pelat Badan Langsing (AISC - G3) ... 386 6.7. Reaksi Tumpuan dan Pengaruh Beban Titik . . . . . . . . . 389 6.7.1. Umum .... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 389 6.7.2. Tekuk lokal pada pelat sayap ..... . . . . . . . . . 391 6.7.3. Pelelehan setempat pelat badan . . . . . . . . . . . . 392 6.7.4. Pelat badan bergelombang (crippling) .... . ... 393 6.7.5. Tekuk pelat badan menyamping . . . . . . . . . . . . 395 6.8. Contoh Rancangan Balok Profil-I . . . .. . . .. .. . .... 397 6.8.1. Kantilever : F2 . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . .397 6.8.2. Kantilever: Tabel ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 400 6.8.3. Balok I-gilas : F2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 401 6.8.4. Balok I-gilas : Tabel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 405 6.8.5. Balok I-built-up : F3 ..... . . . . . . . . . ..... .407 6.8.6. Balok I-gilas pengganti : Tabel .... . .. .. .... 411

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

xix

6.8.7. Balok I-built-up: F4 . . . . . . . ..... . . . . . . . .412 6.8.8. Balok I-built-up : F4 (non-kompak) . . . . . . . . . . 416 6.8.9. Balok I-built-up : F5 (tf kompak) . . . . . . . . . . . .420 6.8.10. Balok I-built-up : F5 (tf non-kompak) . . . . . . . . .424 6.8.11. Balok I-simetri tunggal (built-up) . . . . . . . . . . .428 6.8.12. Balok I-simetri tunggal tinggi (built-up) .. .. .. .435 6.8.13. Rangkuman perbandingan konfigurasi balok .... 441 6.9. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .441

Bab 7. Batang Portal (Balok-Kolom) 7.1 7.2 7.3 7.4

Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . 443 Batang Portal terhadap Kombinasi Gaya-Momen ..... .444 Penampang Simetri terhadap Lentur & Gaya Aksial. .. . .445 Perencanaan Alternatif (AISC 2010) . . . . . . . . . . . . . .449 7.4.1 Umum .. . .. ..... . . . . . . . . . . . . ... ... .449 7.4.2 Faktor pembesaran momen . . . . . . . . . . . . . . . 450 7.4.3 Faktor Bl untuk P-8 (di elemen) . . . . . . . . . . . .451 7.4.4 Contoh 1 : kolom tertambat . . . . . . . . . . . . . . .453 7.4.5 Faktor B z untuk P- tJ. (di struktur) . . . . . . . . . . .458 7.4.6 Contoh 2 : kolom kantilever .. . ..... . . . . . . .459

Bab 8. Sambungan Struktur 8.1 8.2

8.3

8.4

8.5

xx

Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 465 Jenis Alat Sambung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 467 8.2.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 467 8.2.2 Paku keling . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .468 8.2.3 Baut . . . . . . . . . . .. ..... . . . . . . . . . . . . .4 71 8.2.4 Las . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 479 Sambungan Baut Tipe Geser .. ... .... . ... . . . . . . 491 8.3.1 Umum . . . . . . . . . ... . . . . . .. .. . . . . . . . .491 8.3.2 Perilaku keruntuhan sambungan . . . . . . . . . . . . 491 Mekanisme Slip-kritis Baut . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .495 8.4.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .495 8.4.2 Gaya tarik prategang minimum . . . . . . . . . . . . .495 8.4.3 Koefisien permukaan sambungan . . . . . . . . . . . 496 8.4.4 Tahanan slip-kritis nominal . . . . . . . . . . . . . . .497 Mekanisme Tumpu Baut . .. .... . ... . . . . . . . . . . . 498 8.5.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .498 8.5.2 Kuat tumpu baut . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 500 8.5.3 Kuat geser baut . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 501 8.5.4 Kuat blok pelat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 502

Oaftar ls i

8.5.5 Kekuatan sambungan . . . . . . .. . . .... . ... .503 Pemasangan Baut . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . .... 504 8.6.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 504 8.6.2 Gaya prategang baut . . .... . .. . . . . . . . . . . . 506 8.6.3 Cara putar-mur .. . . . . . . . . . . . .. ... .... .507 8.6.4 Kunci-torsi terkalibrasi . . . . . . . . . . .... . ... 509 8.6.5 Indikator-tarik-Iangsung .. . . . . . . . ... . .... 513 8.6.6 Baut kontrol tarik tipe putar-putus .. . . . . . . . . 514 8.6.7 Pakai ulang baut mutu tinggi . . . . . . . . . . . . . . 515 8.7 Perencanaan Sambungan Sederhana . . . . . . . . ... ... 516 8.7.1 Sambungan tumpu .... . . . . . . . . . . . . . . . .. 516 8.7.2 Batang tarik . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . ... 518 8.7.3 Sambungan tumpu (rancang ulang) .... .. . . .. 519 8.7.4 Sambungan Slip-Kritis . . . . . . . . .. .. .... .. 520 8.7.5 Sambungan las . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .520 8.8 Sambungan Balok Jembatan . . . . . . . . . . . . . . . . ... 522 8.8.1 Pendahuluan .. .. .... . . . . . . . . . . . . . . . . . 522 8.8.2 Filosofi perencanaan ... ... . . . . . . . . . . . . . 523 8.8.3 Mekanisme pengalihan gaya .. . .. . ... .. . . .. 526 8.8.4 Parameter evaluasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 527 8.8.5 Grup baut beban eksentris . . . . . . . . . . . . . . . . 528 8.8.6 Contoh perencanaan sambungan balok. . . . . . . . 531 8.8.7 Pembahasan ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 541 8.9 Sambungan End-Plate . . . . . . . . . . ..... .. .. . ... 542 8.9.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... .... .. .542 8.9.2 Efek prying . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..... 543 8.9.3 Tebal pelat dan perilaku sambungan . . . . . . . . . 546 8.9.4 Tipe sambungan end-plate . .. . . . . . . . . . . . . . 548 8.9.5 Kapasitas pelat ujung ... . ..... . . . . . . . . .. 552 8.9.6 Kapasitas baut . .. . ... . .. . .. . . . . . . . ... 556 8.9.7 Contoh perencanaan end-plate . . . . . . . . . . . . . 557 8.10 Sambungan Base-Plate . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 564 8.10.1 Pendahuluan . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 564 8.10.2 Konfigurasi base-plate . ... . . . . . . . . . . . . . . . 565 8.10.3 Kuat tumpu beton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 566 8.10.4 Tekan konsentris . . . . . . . . .... .. ..... . . .567 8.10.5 Tegangan beton segitiga - elastis .... ... .. . . .569 8.10.6 Tegangan beton persegi - ultimate . .. .. . . . . . . 571 B.l0.7 Contoh perencanaan base-plate . . . . . . . . . . . . . 574 8.11 Baut Angkur ke beton ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 584 8.11.1 Umum . .... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 584 8.11.2 Kuat baut angkur terhadap tarik. . . . . . . . . . . . . 588 8.6

Wirya nto Dewob roto - Str uktu r Ba ja

xxi

8.11.3 Kuat jebol beton terhadap tarik. . . . . . . . . . . . . 590 8.11.4 Kuat cabut baut angkur dari betonnya. . . . . . . . . 594 8.11.5 Kuat ambrol muka sam ping beton .. . . . . . . . . . 596 8.11.6 Kuat lekat angkur adesifterhadap tarik. ...... .597 8.11.7 Kuat baut angkur terhadap geser. . . . . . . . . . . . 598 8.11.8 Kuat jebol beton terhadap geser. . . . . . . . . . . . . 599 8.11.9 Kuat rompal beton terhadap geser. . . . . . . . . . . 603 8.11.10 Interaksi gaya tarik dan gaya geser. . . . .... . .604 8.11.11 Contoh perencanaan baut angkur . . . . . . . . 605 Bab 9 DAM dan Teorinya

9.1 9.2

9.3

9.4

9.5

xxii

Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 617 Analisis Struktur ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 617 9.2.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 617 9.2.2 Analisis elastis linier ... . . . . . . . . . . . . . . . . . 618 9.2.3 Analisis tekuk elastis . . . . . . . . . . . . .. .. ... 620 9.2.4 Analisis elastis orde ke-2 ..... . .... .... .. .621 9.2.5 Analisis plastis . . . . . . . . . . . . . . .... . . ... 623 9.2.6 Analisis elastis-plastis .. .. . . . . . . . . . . . . . . . 626 9.2.7 Analisis inelastis orde ke-2 . . . . . . . . . . . . . . . 628 9.2.8 Rangkuman berbagai kinerja analisis struktur ... 628 Teori Kolom dan Aplikasinya . . .. .. . . . ... .. ..... 630 9.3.1 Umum .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .630 9.3.2 Sejarah penelitian tentang kolom ... . ...... .630 9.3.3 Parameter penentu kekuatan kolom . . . . . . . . . .639 9.3.4 Implementasi teori pada perencanaan . . . . . . . . 644 Panjang EfektifKolom . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 647 9.4.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... .647 9.4.2 Sistem rangka tidak bergoyang . . . . . . . . ..... 648 9.4.3 Sistem rangka bergoyang . . . . . . . . . . . . . . . . . 650 Direct Analysis Method - AISC (2010) ... . . . . . . . . .. 655 9.5.1 Pendahuluan. . . . . . . . . . . . . .. ... . .. . ... 655 9.5.2 Perancangan Stabilitas ..... .... . . . . . . . . . 656 9.5.3 Parameter penentu stabilitas struktur baja ..... 656 9.5.4 Persyaratan analisis struktur . . . . . . . . . . . . . . 658 9.5.5 Pengaruh cacat bawaan (initial imperfection) . ... 659 9.5.6 Penyesuaian kekakuan . . . . . . . . . . . . . . . . . .660 9.5.7 Perbandingan kerja ELM dan DAM . . . . . . . . . . .661 9.5.8 Beban notional dan pelemahan inelastis . . . . . . . 662 9.5.9 Kuat nominal penampang . . . . . . . . . . . . . ... 662 9.5.10 Ketersediaan program analisa struktur orde-2 ... 662

Daftar lsi

9.6

9.5.11 Studi kasus perancangan struktur baja . . . . . . . . 665 9.5.12 Tabel perbandingan cara DAM & ELM . . . . . . . . . 670 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. 671

Bah 10 DAM dan Aplikasinya 10.1 Pendahuluan . . . .. . .. .. . . ... . . ... ..... ... .673 10.2 Analisis Struktur dan Komputer ... . . . . . . . . . . .... 674 10.2.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..... .. .. 674 10.2.2 Tekuk dengan analisis tekuk elastis . . . . . . . . . . . 674 10.2.3 Tekuk dengan analisis elastis orde ke-2 ..... . .. 680 10.2.4 Pengaruh inelastis terhadap hasil analisis . . . . . . 688 10.2.5 Validitas analisis terhadap stabilitas . . . . . . . . .689 10.3 Kolom Sederhana - Tertambat . . . . . . . . . . .. . . ... .689 10.3.1 Umum ...... . .. .. . . . . . . . . . . . . . . .. .. 689 10.3.2 Cara ELM CArSC 2005) . . . . . . . . . . . . ... . .. 690 10.3.3 Cara DAM CArSC 2010) .... . .. . .... .. ... .691 10.3.4 Cara ELM vs DAM pada kolom tertambat. . . . .. .693 10.4 Kolom Sederhana - Bergoyang .. . ..... .. .... ... .694 10.4.1 Umum . . . . . . . . . . . . ... ..... . .. .. . . .. 694 10.4.2 Cara ELM CArSC 2005) . . . . . . . . . . . . . . . . . . 694 10.4.3 Cara DAM CArSC 2010) ..... . . .. . . . . .. . .. 695 10.4.4 Cara ELM vs DAM pada kolom bergoyang . .. . . .698 10.5 Rangka Lean-On Sederhana . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .699 10.5.1 Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .699 10.5.2 Lean -On : penampang kolom berbeda . . . . . . . . . 700 10.5.3 Lean-On: kolom simetri . . . . . . . . . . . . ... .. 705 10.5.4 Lean-On: tinggi kolom berbeda . ... . . . . . . . . . 707 10.6 DAM CArSC 2010) dan Hasil Uji Empiris .. .. . .. . . . . .713 10.6.1 Umum .. .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 713 10.6.2 Jenis struktur yang diuji . .. . . . . . . . . . . .... 713 10.6.3 Batasan dan dimensi struktur uji. . . . . . . . . . . . 714 10.6.4 Mengapa DAM dan apa pentingnya uji empiris . .. 715 10.6.5 Kalibrator uji stabilitas . . . . . . . .. ..... .. .. 716 10.6.6 Uji eksperimental scaffolding . ... . . . . . . . . .. 717 10.6.7 Keruntuhan empiris Scaffolding l-tingkat. .. . . .719 10.6.8 Simulasi Scaffolding l -tingkat Cterkalibrasi) . .. .. 720 10.6.9 Model dan modifikasi kekakuan manual . . . ... .721 10.6.10 Detail analisis stabilitas cara DAM . . . . . . . . .. 723 10.6.11 Perbandingan hasil : simulasi vs real . . . . . . . . 728 10.7 Analisis Stabilitas Scaffolding Tingkat Banyak ..... . .. 729 10.7.1 Pendahuluan .. . . . . . . . . . . .. . . ..... . ... 729

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

xxiii

10.7.2 Simulasi Scaffolding 2-tingkat . . . . . . . . . . . . . . 730 10.7.3 Simulasi Scaffolding 3-tingkat . . . . . . . . . . . . . . 738 10.7.4 Faktor keamanan scaffolding . . . . . . . . . . . . . . 745 10.7.5 Perbandingan kekuatan scaffolding tingkat . .... 745 10.8 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 748 10.9 Ucapan terima kasih . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. ... 748 Daftar Pus taka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .749 Tentang Penulis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 757

xxiv

Da ftar lsi

Kata Sambutan Prof Dr.-Ing . Harianto Hardjasaputra Guru BesarTeknik Sipil dan Direktur LPPM UPH

Oengan menaikkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya dengan gembira menyambut terbitnya buku "Struktur Baja: Perilaku, Analisis & Desain - AISC 2010". Saya ingin sampaikan, mewakili para kolega penulis di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, dan dunia industri konstruksi, ucapan penghargaan yang setinggi-tingginya dan salut atas penerbitan buku yang diyakini akan sangat bermanfaat bagi kemajuan perkembangan pendidikan Teknik Sipil dan industri konstruksi di Indonesia. Merupakan kehormatan bagi saya, ketika beberapa waktu lalu Or. Ir. Wiryanto Oewobroto (WOB), penulis buku ini dan juga sebagai rekan seprofesi yang sudah saya kenai baik lebih dari 25 tahun, mengundang saya untuk menuliskan kata sambutan pada buku ini. Untuk pertama kali saya mengenal WOB sejak beliaunya bekerja sebagai insinyur yunior rekayasa struktur, di perusahaan Konsultan Struktur PT. Wiratman & Associates, Jakarta. Oalam menjalankan pekerjaan, WOB menunjukkan kemampuan dan ketekunan dalam mengerjakan tugas-tugas perancangan struktur untuk berbagai proyek gedung tinggi. Selain cakap dalam melakukan perhitungan struktur, WOB sudah menunjukkan kelebihannya dalam hal bakat menulis. WOB selalu membuat laporan perhitungan struktur secara terstruktur, logis dan mudah untuk dibaca dan dimengerti. WOB mulai berkarya sebagai dosen penuh waktu Jurusan Teknik Sipil UPH, saat saya menjabat sebagai Oekan Fakultas Oesain dan Teknik Perencanaan. Oengan senang hati saya mengundang WOB untuk bergabung bersama kami membangun dan mengembangkan Jurusan Teknik Sip iI, baik pada program Sl maupun S2. Selama hampir 15 tahun WOB mencurahkan seIuruh perhatiannya untuk pengembangan Jurusan Teknik Sipil. Selama kurun waktu itulah WOB menyalurkan hasratnya untuk mengajar secara penuh sebagai dosen di bidang struktur, terutama mata kuliah: Mekanika Teknik, Struktur Baja dan Aplikasi Program Rekayasa Struktur. Tahun 2005 melalui bimbingan WDB, tim mahasiswa UPH berhasil

Wirya nto Dewob roto - Struktu r Baja

xxv

meraih Juara I lomba "Kompetisi Jembatan Baja Indonesia 2005" di Balairung UI, Oepok. Tahun 2006 di acara yang sarna, menyabet juara kategori: "Struktur Jembatan Teringan & Terkuat (Terkokoh)". Tahun 2007 di kampus ITB, Bandung, mahasiswanya juga berhasil meraih Juara I di acara "Lomba Rancang Bangun HMS ITB 2007". Atas prestasi kerja dan ketekunannya, WOB berhasil mendapatkan beasiswa Tugas Belajar dari UPH pada Program Pascasarjana (S3) Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Tugas tersebut dapat diselesaikannya dengan baik sekali dan tepat waktu. Selama berkarya di Jurusan Teknik Sipil, WOB telah membuktikan dirinya sebagai dosen profesional, yaitu secara purna waktu dan berkelanjutan bekerja tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga berkarya sebagai peneliti dan juga berbagai kegiatan pengabdian pada masyarakat. Penerbitan buku teks ini adaIah karya tulis WDB dalam bentuk buku yang ke 8, membuktikan bahwa WOB adalah dosen peneliti yang produktif, dimana hasil penelitiannya ingin dibagikan kepada dunia profesi dan para mahasiswa di seluruh Indonesia. Karya WOB banyak mendapat penghargaan dari dunia akademisi dan industri, terbukti WOB sering diundang sebagai nara sumber pada berbagai seminar, pembahas berbagai rancangan SNI bidang konstruksi, juri nasional untuk lomba perancangan struktur jembatan dan gedung tinggi. Saya meyakini, bahwa jalinan persahabatan selaku ternan sejawat di bidang profesi dan akademik selama hampir 25 tahun, merupakan Rahmat Tuhan YME dan kebanggaan bagi saya dan keluarga. Untuk itu saya sangat bersyukur bila pada saatnya nanti dapat disaksikan peluncuran buku ini. Mewakili Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pelita Harapan (LPPM), yang saya pimpin, maka saya mengucapkan selamat dan penghargaan setinggi-tingginya. Buku ini dipastikan akan menjadi asset yang berharga bagi LPPM, dan menjadi bukti adanya peran serta dosen UPH berkontribusi untuk mencerdaskan bangsa dalam bidang ilmu dan teknologi. Akhir kata, kepada para kolega di profesi rekayasa struktur, rekan dosen dan mahasiswa teknik sipil dimanapun mereka berada, saya dengan senang hati merekomendasikan buku teks ini untuk dijadikan sebagai buku pegangan yang akan sangat bermanfaat untuk pekerjaan perancangan struktur maupun dalam belajar untuk memperdalam teknik struktur baja.

xxvi

Kata Pengantar

Kata Sambutan Dr.-Ing. Jack Widjaj akusuma Ketua Jurusa n Teknik Sipil FaST UPH

Perguruan tinggi dengan Jurusan atau Program Studi Teknik Sipil di Indonesia eukup banyak jumlahnya, keberadaannya juga relatif eukup tua (lama). Bahkan sudah ada yang berdiri sejak Indonesia merdeka, meskipun demikian sebagian besar materi buku ajar yang digunakan masih mengaeu pada literatur atau textbook asing. Menyadari masih kurangnya buku ajar rekayasa sipil dalam bahasa Indonesia, maka Program Studi Teknik Sipil UPH berinisiatif untuk mengisi kekosongan dengan menghimbau dosen-dosennya untuk menerbitkan buku ajar melalui Penerbit Jurusan Teknik Sipil UPH. Tanggapan datang dari Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT., dosen senior penanggung jawab mata kuliah Struktur Baja I, II dan III, di UPH, yang mau memberi eontoh teladan kepada dosen-dosen lain yang lebih muda untuk mengambil inisiatif menulis buku pertama dari rangkaian buku ajar yang berpotensi untuk diterbitkan. Judul bukunya adalah "Struktur Baja : Perilaku, Analisis & Desain AISC 20 1 0" yang merupakan refleksi pengalaman beliau mengajar mata kuliah struktur baja. Materi mengaeu AISC (2010), peraturan baja Amerika, yang diadopsi lengkap oleh RSNI1 03-1729.1-201X yang nantinya merupakan SNI baja yang baru. Buku didasarkan pada materi pengajaran, coeok dibaea mahasiswa, meskipun demikian para praktisi konstruksi juga dapat mengambil manfaat karena juga memuat filosofi berdasarkan peraturan terkini tentang desain struktur baja, sekaligus eontoh-eontoh yang sangat berkaitan dengan praktek perencanaan struktur. Akhir kata, diueapkan selamat kepada bapak Wiryanto Dewobroto atas terbitnya buku ini, semoga ini mendorong ternan-ternan dosendosen untuk menerbitkan buku ajar yang lainnya. Semoga diterbitkannya buku ajar ini bisa memberikan sumbangsih yang nyata dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya bidang rekayasa konstruksi. Lippo Karawaci, 6 Maret 2015

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baj a

xxix

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. [Kolose 3:23]

xxx

Kata Pe ngantar

Kata Pengantar

Pada konstruksi bangunan modern, struktur baja menjadi pilihan handal. Bagaimana tidak, baja adalah material yang rasio kekuatan terhadap beratnya relatif tinggi, sehingga konstruksinya jadi relatif ringan. Baja juga hasil produk pabrik sehingga mutu terjaga ketat oleh sebab itu sifatmaterialnya relatifhomogen, dan cukup konsisten dibanding jenis materiallainnya. Konsekuensinya, elemen struktur baja umumnya langsing, baik dari segi penampang atau secara keseluruhan. Karena buatan pabrik juga maka ukurannya terbatas, sehingga perlu sistem sambungan untuk merangkainya menjadi satu kesatuan lebih besar. Dampaknya, proses perencanaan jadi tidak sederhana. Pada elemen atau penampang langsing maka masalah stabilitas (tekuk) akan dominan. Pada sambungannya, karena alat sambung yang dipakai relatif kecil (baut), akan timbul konsentrasi tegangan. Hal itu akan menyebabkan ada bagian elemen tersebut yang dapat secara cepat mencapai kondisi inelastis. Tekuk adalah problem non-linier geometri, ada pun inelastis adalah problem non-linier material. Keduanya belum diajarkan di level S1, yang umumnya masih berfokus pada perilaku struktur elastis-linier. Padahal perilaku struktur baja yang dibebani pasti terkait pada dua hal tersebut. Ini menjadi tantangan dalam proses pengajaran struktur baja. Itu pula alasannya, mengapa buku STRUKTUR BAJA ini perlu ditulis, dan diberikan subjudul : Perilaku, Analisis dan Desain - AISC 2010. Mengapa rujukan buku masih mengacu peraturan AISC (Amerika), bukan mengacu SNI yang merupakan Standar Nasional Indonesia. Ini tentu pertanyaan penting. Meskipun saat buku ini ditulis telah dibuat RSNI1 03-1729.1-201X - "Spesifikasi Umum untuk Gedung Baja Struktur", dan telah menjadi topik diskusi para pakar sejak tahun 2011, tetapi sampai buku ini naik cetak, belum juga ada diterbitkan versi final dari BSN. Hanya saja dengan adanya RSNI itu tentunya dapat diketahui bahwa SNI untuk perencanaan struktur baja yang baru, pasti nanti akan mengacu pada AISC (2010).

Wirya nto Dewobroto· Struktur Baja

xxxi

Oleh sebab itu untuk menghindari kesalah-pahaman, akibat rujukan yang ada masih berstatus draft, maka lebih baik merujuk saja pada sumber asli (AISC 2010).ltu pula sebabnya, buku ini nantinya dapat dijadikan pembanding bagi keberadaan SNI yang baru tersebut. Pada dasarnya materi buku ini ditujukan untuk membantu proses belajar mengajar : mata kuliah "Struktur Baja" di level sarjana, Sl, khususnya di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan. Oleh sebab itu materi yang diberikan ditekankan pada hal-hal mendasar, yang mencakup hampir semua materi untuk tiga semester. Adapun skenario pengajaran yang dapat digunakan dengan buku ini adalah sebagai berikut : Struktur Baja I: Elemen Aksial (tarik dan tekan) 1.

Sampai mid-semester: Bab 1 - Bab 4 (informasi umum baja dan perencanaan batang tarik). Perlu juga sedikit materi Bab 8 untuk menjelaskan pengaruh lubang pada sambungan.

2. Setelah mid-semester: Bab 5 ( tentang stabilitas dan perencanaan batang tekan cara lama, dengan faktor K). Struktur Baja II : Elemen Lentur dan Kombinasi dengan Aksial 1.

Sampai mid-semester: Bab 6 (tentang perilaku penampang terhadap stabilitas dan perencanaan balok lentur)

2. Setelah mid-semester: Bab 7 (tentang elemen balok-kolom cara lama, dengan faktor K). Jika mungkin diberikan materi analisis stabilitas dengan cara DAM (AISC 2010) yang ditulis khusus pada buku ini, yaitu pada Bab 9 (teori) dan Bab 10 (aplikasi). Struktur Baja III : Perencanaan Baja Tingkat Lanjut. Materi Bab 8 tentang Sambungan Struktur (± 150 halaman) cukup lengkap untuk dipakai. Adapun materi yang belum tercantum pada buku ini adalah : [a] analisis plastis; [b] balok komposit; dan [c] perencanaan bangunan baja tahan gempa. Jadi meskipun jumlah halaman buku sudah mencapai ± 750, ternyata tidak semua materi tentang perencanaan struktur baja telah tercakup. Tentu ini merupakan PR penulis untuk edisi berikutnya. Jumlah topik bajayangdibahas pada buku ini memangtidak banyak, meskipun demikian setiap topik diusahakan secara mendalam. Selain ketentuan normatif perencanaan struktur baja yang sesuai dengan format AISC (2010), juga contoh aplikasinya, disertai juga dengan filosofi ilmiah yang mendasarinya.

xxxii

Kata Pengantar

Contoh-contoh hitungan numerik disertakan, karena ada kebiasaan yang tidak tertulis bahwa cara mudah belajar di bidang rekayasa adalah mempelajari terlebih dahulu langkah-langkah perhitungan, baru kemudian mempelajari filosofi ilmiah dibelakangnya. Buku ini mendukung cara pembelajaran seperti itu. Kembali pada isi materi pada buku ini. Kinerja konstruksi baja tergantung cara merangkainya. Hal itu juga ditentukan oleh sistem sambungan dan cara pelaksanaannya. Meskipun alat sambung pada konstruksi baja yang umum hanya dua, yaitu [1] baut mutu tinggi dan [2] sistem las, ternyata implementasinya luas dan sangat bervariasi. Batasannya hanya imajinasi sang insinyurnya saja. Meskipun demikian ketentuan AISC (2010) tentang sambungan, yaitu Chapter J - Design of Connections, sangat normatif. Hanya dimuat dalam 34 halaman saja. Ini tentu relatif sedikitjika dibanding materi perencanaan bagian lain. Untuk mengatasi kesenjangan maka "Bab 8 - Sambungan Struktur" pada buku ini akan membahas secara mendetail filosofi tentang : mekanisme slip-kritis dan kaitannya terhadap pengencangan baut mutu tinggi, juga mengapa mekanisme tumpu harus dievaluasi. Juga dijelaskan mengapa sistem sambungan dengan las, yang secara teori adalah sistem yang terbaik, karena dapat menyatukan dua elemen baja terpisah menjadi satu kesatuan. Meskipun dijelaskan juga mengapa sistem las hanya disarankan untuk sambungan yang dikerjakan di bengkel fabrikasi. Adapun sistem sambungan di lapangan harus dengan sistem baut mutu tinggi. Untukaplikasi perencanaan akan dibahas tentangsambungan balok yang mengikuti syarat AISC dan AASHTO, juga sistem sambungan end-plate, sistem base plate kolom. Pada bagian akhir bab tersebut dibahas secara detail perencanaan baut angkur terkini, mengacu ACI 318M-11, yang juga menjadi rujukan dari peraturan beton Indonesia terbaru, yaitu SNI 2847:2013 . Salah satu hal penting dalam buku ini adalah adanya pembahasan lengkap tentang Direct Analysis Method (DAM), analisis stabilitas baru yang menjadi andalan AISC (2010). Untuk itu akan ada dua bab khusus, yaitu Bab 9 (teori DAM) dan Bab 10 (aplikasi DAM). Ini penting, karena DAM adalah analisis stabilitas berbasis komputer yang pertama dimuat pada peraturan perencanaan secara resmi. Syarat komputer DAM tidak sekedar otomatisasi untuk kecepatan, tapi untuk mengantisipasi hal-hal yang memang sebelumnya tidak bisa diatasi jika digunakan metode manual yang sudah ada.

Wi rya nto Dewobroto - Stru ktu r Baja

xxxiii

Tujuan utama buku ini ditulis adalah untuk proses pembelajaran Struktur Baja, tetapi para praktisi juga mendapatkan keuntungan memilikinya. Pada Bab 6 ten tang balok lentur, telah disusun puluhan tabel bantu berdasarkan data semua profil I hot-rolled standar JIS, BS dan AISC metrik. Dengan tabel bantu maka hitungan perencanaan profil I untuk balok yang umumnya menghabiskan satu atau dua halaman, dapat dikerjakan cukup dengan 3 atau 4 baris hitungan saja. Dengan cara ini tentu dapat dievaluasi berbagai pilihan profil I untuk struktur balok secara cepat dan optimal. Akhir kata, buku ini selesai karena ada bantuan banyak pihak, baik secara langsung maupun tak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : Mahasiswa bimbingan kerja praktek dan tugas akhir, di Jurusan Teknik Sipil UPH dan Program Magister Teknik Sipil, Untar. Dari merekalah diperoleh banyak data-data primer sekaligus konfirmasi atau verifikasi materi yang ditulisnya. Para asisten dosen mata kuliah Struktur Baja di UPH, sdr. Hendrik Wijaya, ST., MT. dan sdri. Nike Triclareza, ST., yang selama ini dapat mendukung dinamika perkuliahan yang selalu berkembang. Mereka berdua juga yang membantu menemukan banyak kesalahan ketik sewaktu memeriksa naskah buku ini sebelum naik cetak. Pada saat penulisan, beberapa bab dikirim untuk diminta pendapat kepada para ternan sejawat ahli yang relevan, dan tanggapannya positip. Untuk itu tentunya diucapkan banyak terima kasih, para ternan sejawat ahli yang dimaksud adalah: 1. 2. 3. 4.

Prof. Bambang Suryoatmono, Ph.D - Unpar, Bandung Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan - USU, Medan Ali Awaludin, Ph.D - UGM, Yogyakarta Dr.-Ing. Josia Irwan Rastandi - 01, Jakarta s. Ir. Wawan Chendrawan, MT. - PT. Gistama, Jakarta 6. Dr. Yosafat Aji Pranata - UK Maranatha, Bandung 7. Prof. Ir. Roesdiman Soegiarso, M.Sc., Ph.D. - Untar, Jakarta 8. Prof. Ir. Adang Surahman, M.Se., Ph.D. - ITB, Bandung

Dukungan positip di atas membuat penulis bertambah semangat menyelesaikan buku ini. Tidak terasa jumlah halaman melebihi buku sebelumnya. Ini ternyata menimbulkan persoalan yang baru, biaya cetak yang tinggi. Meskipun begitu, penulis bersyukur karena masih mendapatkan kepercayaan tinggi dari pelaku dunia usaha, yang meyakini benar bahwa buku ini sangat penting. Karena ada

xxxiv

Kata Pengantar

kepercayaan itulah maka mereka mau memberikan sponsor untuk mengatasi permasalahan di atas. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para perusahaan yang berkenan mau memberikan sponsor, sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

PT. Adinata Surya Pratama PT. Agung Utama Persada PT. Catur Inti Dinamika PT. Cemara Geo Engineering PT. Cipta Sukses PT. Delta Koni PT. Fyfe Fibrwrap Indonesia PT. Gistama Intisemesta PT. Meindhardt Indonesia PT. Petrolog Konstruksi Utama PT. Pratama Daya CM PT. Putracipta Jayasentosa PT. Rekatama Konstruksindo PT. Risen Engineering Consultant PT. Sinergi Pandu Dinamika

Suasana kerja yang kondusif di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pelita Harapan tentu akan menciptakan suasana hati yang baik untuk menulis. Untuk itu sem ua maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para pimpinannya, yaitu BapakRektor, Dr. (Hon) Jonathan L. Parapak, M.Eng.Sc, BapakDekan, Prof. Dr. Manlian Ronald A. Simanjuntak, ST, MT, IAI, dan juga Ketua Jurusan Teknik Sipil, Bapak Dr.-Ing. Jack Widjajakusuma. Kepada Bapak Dr.-Ing. Jack Widjajakusuma juga diucapkan banyak terima kasih atas partisipasi lembaga yang dipimpinnya, Penerbit Jurusan Teknik Sipil UPH, yang berperan langsung atas kelahiran buku ini. Bagaimanapun juga ini adalah buku pertama yang dicetak dalam skala besar untuk didistribusikan secara nasional bekerja sarna dengan LUMINA Press (http://lumina-press.com). Semoga kedepannya masih dapat dilanjutkan kerja sarna seperti ini. Diucapkan juga terima kasih kepada dosen senior sekaligus mentor penulis di bidang rekayasa struktur secara profesional, yaitu Prof. Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra, atas keteladanan yang diberikan sejak perkenalan pertama 26 tahun yang lalu ketika bertemu di dunia praktis (konsultan rekayasa), sampai akhirnya beliau mulai berkiprah di akademisi mengembangkan Jurusan Teknik Sipil UPH dari sejak awal berdirinya.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

xxxv

Proses penulisan buku ini secara tidak terasa telah menghabiskan waktu hampir dua tahun lamanya, yang dimulai sejak diterbitkannya buku sebelumnya, "Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000", April 2013. Selama itu pula banyak waktu bagi keluarganya yang tersita. Untuk itu penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih atas pengertian yang diberikan, yaitu kepada istri terkasih Yosephine Kuntari Hestun Art Putranti, yang mengisi waktu secara positip sebagai Lektor, juga anak kedua Ignatius Harry Cahiadharma sebagai Misdinar, semuanya di Gereja Katolik Santo Bartolomeus, Bekasi. Juga kepada anak sulungku, Agatha Magistalia Cahiadewi yang saat ini sedang menyelesaikan studi di FK Undip, Semarang dan yang mampu menambah uang sakunya sendiri selaku Beswan Djarum 2015, serta masih bisa aktifuntuk selalu melakukan kontak telpon setiap hari dengan anggota keluarga. Suasana keluarga yang damai dan sejahtera ini pula yang tentunya membuat penulis dapat berkonsentrasi penuh dan menghasilkan buku ini. Akhirnya kepada ternan-ternan dan anggota keluarga di Jakarta atau keluarga besar di Yogyakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sekali lagi diucapkan banyak terima kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa pencipta alam semesta memberikan balasan yang setimpal atas semua, baik moril maupun materiil yang diberikan. Demikian harapan penulis dan juga isi buku yang ditulisnya. Semoga buku ini dapat berguna bagi masyarakat terkait. Tuhan memberkati kita semua. Taman Galaxi-Bekasi & Citra Raya-Cikupa, 19 Maret 2015 Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT. Jurusan Teknik Sipil, FaST, Universitas Pelita Harapan Lippa Karawaci, Tangerang

xxxvi

Kata Pengantar

1 Bab 1 Prospek dan Kendala

1.1. Pendahuluan Bicara tentang bidang konstruksi tentunya akan mengerucut pada kegiatan pembangunan prasarana fisik yang diperlukan dalam mempertahankan dan mengembangkan peradaban man usia. Dari bangunan yang ditinggalkan, suatu bangsa dapat dilihat seberapa tinggi tingkat kemajuan peradabannya. Lihatlah, piramida Mesir yang dibangun ± 5000 tahun yang lalu, tentu dapat dibayangkan seberapa tinggi tingkat peradaban bangsa tersebut. Pada masa itu bangsa lain mungkin saja masih hidup di goa-goa batu. Karena itu pula, bangs a Indonesia dapat berbangga diri karena mempunyai peninggalan kuno, seperti candi Borobudur dan candi Prambanan. Bukti fisik yang menjadi petunjuk bahwa bangsa Indonesia dahulu kala sudah maju tingkat peradabannya. Jika sampai saat ini masih banyak yang belum sejahtera, tentunya ada sesuatu yang perlu dievaluasi, mengapa itu bisa terjadi. Terkait konstruksi bangunan yang sangat erat dengan peradaban bangs a, sudah banyak berbagai bahan material diteliti dan dipakai sebagai bahan material konstruksi, mulai yang sederhana, material produk alam maupun bahan material khusus produk pabrik yang mahal. Bahan material yang dimaksud misalnya tanah, batuan, kayu, bambu, beton, baja dan beberapa yang mungkin dapat disebutkan. Tetapi, jika fokus yang dibahas konstruksi, yang dekat dengan masyarakat, seperti jembatan dan gedung, maka jenis bahan material konstruksi pilihan (apalagi di Indonesia) adalah masih terbatas, yaitu kayu, beton, baja atau kombinasi dari ketiganya. Itu saja. Pemilihan bahan material konstruksi, apakah itu kayu, beton atau baja adalah tahapan awal yang penting pada suatu perencanaan. Kriteria dasar pemilihannya adalah: [1] kekuatan (tegangan); [2] kekakuan (deformasi); [3] daktilitas (perilaku keruntuhannya). Meskipun pad a kenyataannya, material yang unggul pada ke-tiga kriteria di atas ternyata tidak mesti paling banyak dipakai. Banyak faktor lain yang berpengaruh, seperti misalnya: material baja yang Wirya nto Dewobro to . Struktur Baja

1

jelas-jelas mempunyai kriteria yang lebih unggul dari beton atau kayu, tetapi faktanya di lapangan menunjukkan bahwa konstruksi baja tidak mendominasi proyek pembangunan di Indonesia. Masih kalah populer dibanding konstruksi beton. Itu bisa dilihat pada proyek-proyek bangunan gedung tinggi, juga di jembatan, seperti misalnya konstruksi beton prategang yang mulai banyak dipakai sebagai alternatifpengganti dari struktur jembatan baja. Argumentasi yang sering dipakai untuk menjelaskan fenomena itu adalah harga yang mahal. Apakah benar seperti itu, apakah bukan hal lain, atau juga ketidak-tahuan sehingga kontruksi baja menjadi tidak optimal, yang pada akhirnya membuat kecewa pemakainya. Oleh karena itu, sebagai awal pembahasan akan dikupas hal yang dapat menjadi prospek maupun kendala dalam mengoptimalkan pemakaian material baja pada proyek konstruksi di Indonesia.

1.2. Perilaku Mekanik Material Konstruksi Kriteria perencanaan struktur adalah memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan daktilitas. Kekuatan terkait dengan besarnya tegangan yang mampu dipikul tanpa rusak, baik berupa deformasi (yielding) ataufracture (terpisah). Parameternya berupa tegangan leleh dan tegangan ultimate. Faktor kekakuan adalah besarnya gaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit deformasi, parameternya adalah Modulus Elastisitas. Faktor daktilitas terkait dengan besarnya deformasi sebelum keruntuhan (failure) terjadi, suatu faktor penting untuk perencanaan struktur dengan pembebanan tak terduga atau sukar diprediksi (gempa atau angin) . Properti mekanik beberapa macam bahan material konstruksi dapat dilihat pada Tabell.l dan Gambar 1.1. Tabel 1.1 Properti mekanik beberapa bahan materia l konstruksi

Material Se rat karbon Baja A 36 Baja A 992 Aluminum Besi cor Ba mbu Kayu Beton

Berat Jenis (kgj m3) 1760 7850

Modulus E1astis (MPa)

Leleh

150,305

-

200,000

7850 2723 7000 400 640 22 00

200,000

250 345 180

68,947

Kuat (MPa)

18,575

-

11,000

-

21,00 0 - 33,000

-

190,000

Ultimate 5,650 400 - 55 0 450 200 200 60' 40' 20 - 50

Rasia Kuat + BJ (1E+6 ' 1/mm)

321 5.1 - 7.0 5.7 7.3 2.8 15 6.25 0.9 - 2.3

* Ritti ronk dan Elnieiri (200 8)

2

8ab 1. Praspek dan Kendala

Jadi jika parameter kekuatan, kekakuan dan daktilitas digunakan untuk pemilihan material konstruksi maka dapat dengan mudah ditentukan bahwa material baja adalah yang unggul dibandingkan beton dan kayu. Rasio kuat dibanding berat untuk volume yang sarna dari baja ternyata lebih tinggi (efisien) dibanding beton. Ini indikasi jika perencanaannya optimal maka bangunan memakai konstruksi baja tentunya akan menghasilkan sistem pondasi yang lebih ringan dibandingkan konstruksi beton bertulang, meskipun tentu masih kalah dibanding dari kayu atau bambu. Dikaitkan efisiensi an tara material baja dengan kayu atau bambu, maka baja hanya unggul karena kualitas mutu bahannya yang lebih homogen dan konsisten sehingga akan lebih handal. Itu tidak mengherankan karena material baja adalah produk industri yang dapat dikontrol baik. Jadi, jika material kayu / bambu di Indonesia suatu saat juga didukung teknologi yang dapat menjamin kualitas mutunya homogen dan konsisten maka tentu akan menjadi bahan material konstruksi yang handal juga, khususnya untuk struktur ringan ramah lingkungan dan yang semacam lainnya.

80,000

_ - - - - - - - - Steel

__- - Aluminum Alloy

Bamboo

0.2

O.l

0.4

Unit S tra in (in/in)

Gambar 1.1 Pe rila ku me kanik ma terial (Rittironk and Elnieiri 2008)

Bangunan ringan selain menghemat pondasi, juga menguntungkan untuk desain konstruksi bangunan tahan gempa. Seperti kita ketahui, gaya gempa pada bangunan ditentukan oleh parameter percepatan tanah (a) dan massa bangunan (m). Gaya gempanya berbanding lurus, F = m ' a. Jadi bangunan ringan (massa kecil), maka gaya gempanya juga kecil pada kondisi gempa yang sarna.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

3

Meskipun baja mempunyai keunggulan terhadap gempa karena sifatnya yang ringan, tetapi hal itu tidak menguntungkan terhadap beban angin. Untung saja, karena sifat material baja mempunyai kekuatan tinggi dan daktail, oleh karena itu jika didukung proses desain yang baik maka kelemahan itu mestinya dapat diantisipasi dengan pemilihan sistem struktur yang baik. Sampai tahap ini pemakaian material baja masih terlihat unggul, khususnya jika parameter kekuatan, kekakuan dan daktilitas dijadikan tolok ukur. Tetapi yang jadi pertanyaan adalah: "Mengapa sampai saat ini (2014) penggunaan konstruksi baja tidak dominan di tanah air". Bahkan jika dilihat pembangunan gedung bertingkat tinggi dan menengah di Jakarta, maka dapat diperkirakan bahwa volume penjualan tulangan baja untuk konstruksi beton bertulang akan lebih banyak dibanding volume penjualan profil baja untuk konstruksi. Kondisi ini pula yang mungkin mendasari mengapa masih diperlukan tulisan ten tang baja seperti ini. Berarti selain parameter tersebut, tentunya ada hal-hal lain yang menjadi pertimbangan sehingga terjadi keraguan untuk akhirnya memilih baja. Bisa juga hal itu terjadi karena pengetahuan para pengambil keputusan tidak lengkap, karena bagaimanapun juga pada konstruksi baja ada banyak keunggulan sehingga berprospek baik, meskipun untuk itu ada hal-hal yang perlu dipersiapkan dengan usaha serius. Oleh karena itu pada bab awal ini, penulis cenderung memilih menjabarkan hal-hal tersebut dan strategi mengatasinya, sehingga diharapkan faktor-faktor tersebut tidak menjadi kendala. Bagaimanapun juga, jika suatu bahan material dapat dipandang unggul dibanding yang lainnya maka tentunya itu akan otomatis menjadi pili han. Jika ini terjadi, jelas dominasi pemakaian baja sebagai bahan material konstruksi di Indonesia tinggal soal waktu saja.

1.3. Sifat material Baja 1.3.1. Umum Material dari baja unggul jika ditinjau dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitasnya. Jadi tidaklah heran jika di setiap proyekproyek konstruksi, baik jembatan atau gedung, maka baja selalu dibutuhkan, meskipun tentu saja volume yang digunakan tidak selalu harus mendominasi atau mayoritas.

Tinjauan dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitas, sangat cocok dipakai mengevaluasi struktur yang diberi pembebanan. Tetapi perlu diingat bahwa selain kondisi tadi, akan ada juga pengaruh

4

Bab 1. Prospek da n Ke ndala

lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup struktur bangunannya. Jadi pada suatu kondisi tertentu, bisa saja suatu bangunan mengalami kerusakan meskipun belum diberi beban (belum berfungsi). Itu berarti perilaku ketahanan material terhadap kondisi lingkungan sekitarnya adalah penting untuk diketahui dan diantisipasi dengan baik sebelumnya.

1.3.2. Material buatan pabrik Kelebihan material baja dibandingkan material beton atau kayu adalah karena buatan pabrik, yang tentunya mempunyai kontrol produksi yang baik, dan akibatnya mutu keluarannya terjaga. Oleh karena itu dapat dipahami mengapa kualitas material baja yang dihasilkan relatif homogen dan konsisten dibanding material lain, yang berarti juga lebih dapat diandalkan mutunya.

Gambar 1.2 Stock profil baja buatan pabrik (sumber : internet)

Pada sisi lain, karena material baja adalah produk industri, maka agar hasilnya menguntungkan maka produknya harus diusahakan mencapai kondisi optimum. Untuk itu biasanya perlu mencapai suatu kuantitas tertentu, yang tidak mudah diubah-ubah sesuai dengan jenis dan kapasitas mesin produksinya. Sebagai akibatnya akan terasa betapa pentingnya dibuat standarisasi bentuk profil. Dari tabel profil baja yang ada, terlihat banyak sekali profil yang tersedia, tetapi pada kenyataannya jika peminatnya relatif sedikit maka profil baja yang jarang dipakai, tentu tidak diproduksi lagi, kalaupun dibuat maka jumlahnya relatif tidak banyak. Itu berarti tidak semua profil pada tabel baja dapat dipilih, hanya profil-profil tertentu yang umum. Hal ini tentu perlu diketahui para insinyur perencana konstruksi baja. Jadi jangan hanya berpedoman teoritis karena kalau sampai mengubah profil rencana akibat barangnya tidak ada, maka kemungkinan akan merubah pula detail sambungan yang dibuat, jika tidak dipikirkan akan ada pekerjaan sia-sia.

Wiryanto Dewobroto· Struktur Baja

5

a). Pabrik baja ke workshop

b). Worksh op ke proyek (s ite)

Gamba r 1.3. Kebutuhan tra nsportas i pada pekerjaa n konstrllksi baja (s llmbe r : internet)

Tidak ada jaminan bahwa lokasi pabrik baja akan dekat dengan proyek atau bengkel fabrikasi, oleh karena itu panjang profit baja ditentukan oleh kapasitas kendaraan transportasi pengangkut (truk / kapal) dan jalur transportasi (darat / air) yang tersedia. 1.3.3. Ketahanan korosi Baja unggul ditinjau dari segi kemampuannya menerima beban, tetapi jika dibiarkan tanpa perawatan khusus di lingkungan terbuka, terlihat lemahnya. Baja yang unsur utamanya besi mengalami korosi, yaitu suatu proses elektrokimia. Jika itu terjadi, maka pada bagian besi yang bertindak sebagai anode akan terjadi oksidasi yang merusak dan menghasilkan karat besi Fe Z0 3.nH zO, zat padat berwarna coklat kemerah-merahan. Volume baja berkurang karena menjadi karat tadi. Mengenai bagian besi yang bertindak sebagai anode dan mana yang bertindak sebagai katode tergantung pada banyak faktor, misal zat pengotor, atau adanya perbedaan rapatan logam itu, atau ada jenis logam lain yang bersinggungan.

Kemungkinan terjadinya korosi pada baja merupakan kelemahan konstruksi baja dibanding kontruksi beton. Oleh sebab itu saat perencanaan faktor ini harus diantisipasi dengan baik.

Gambar 1.4. Kerllntllhan tiba-tiba jembatan di Minnesota (2007)

6

Bab 1. Prospek dan Kenda la

Korosi pada konstruksi baja, ibarat kanker. Senyap, tapi berakibat mematikan. Saat terjadi keruntuhan jembatan 1-35 di Minneapolis, Minnesota, USA, Agustus 2007, yaitu 40 tahun sejak dibangunnya tahun 1967. Penelitian awal menduga bahwa korosi penyebabnya. Dokumentasi di Gambar 1.5 tentu memperkuat dugaan tersebut.

Atas .,. : bagian te rkorosi dia ngga p sebaga i pemi cu awal keruntuh an.

+- Kiri : kondi si se belum runtuh. Gambar 1.5 Korosi pada jembata n 1-35 (Sumbe r : en.wikipedi a.org)

Meskipun demikian, Hao (2010) menyatakan penyebabnya adalah dimensi pelat buhul (gusset plate) yang terlalu tip is. Tetapi karena keruntuhan terjadi setelah 40 tahun jembatan itu berdiri, maka adanya korosi sedikit banyak diyakini menyumbang menurunnya kualitas strukturnya. Bagaimanapun, korosi pada konstruksi baja perlu mendapat perhatian dan harus dapat dicegah, mulai dari penentuan spesifikasi dan detail yang baik pada saat perencanaan, pelaksanaan, maupun tindakan perawatan yang berkelanjutan. 1.3.4. Perilaku pada suhu tinggi Bangunan konstruksi baja memang tidak terbakar jika kena panas api saat kebakaran, tetapi akibat suhu tinggi dapat mengalami penurunan kekuatan secara drastis, sehingga sampai-sampai tidak kuat memikul berat sendiri. Sehingga bila terjadi kebakaran yang lama maka bisa saja fungsinya sebagai struktur pemikul beban menjadi hilang dan bangunan mengalami keruntuhan total "

~

a). Profil baja setelah su atu kebakara n

I

b) . Fireproofing pad a ba lok lanta i

Gambar 1.6 Pengaruh pa nas pada baja da n pencegahannya (sumber : intern et)

Wirya nto Dewobroto - Strllktllr Baja

7

Gambar 1.6a memperlihatkan profil baja setelah kebakaran, yaitu mengalami deformasi ekstrim sehingga fungsinya sebagai struktur terganggu. Untuk mencegah, diberi fireproofing agar kenaikan temperatur ekstrim saat kebakaran dapat dihambat (Gambar 1.6b). Harapannya tentu tidak membuatnya agar menjadi bangunan tahan api, tetapi minimal memerlukan waktu yang lama untuk terjadinya kenaikan temperatur, sehingga ada waktu pemadaman api, tanpa struktur mengalami kerusakan yang berarti. Penurunan kekuatan terjadi setelah temperatur melebihi ± 300°(, baik dari kuat leleh maupun modulus elastis, dua hal penting terkait kekuatan dan kekakuan bahan material. Kurva penurunan kekuatannya dapat dilihat pada diagram Gambar 1.7 di bawah ini.

1 .0r-=~

-s

gt

:--- ~ MOdUIUS 01 elasticity

0.8

~

"

\

:l2

.~ 0 .6

(;

'"~ ~ ~

0.4

0.2

a: O~~~~-L~~~~~~~~

o

200

400

600

Temperature

800

1000

°c

Ga mbar 1.7 Peril aku materia l baja pada berbaga i temperature (Kodu r 2003)

Penambahan bahan fireproofing jelas akan memberikan tambahan beban, sehingga kriteria sebagai bangunan ringan jadi berkurang dan biaya meningkat. Meskipun demikian karena sifatnya dapat melapisi maka cara tersebut juga baik untuk melindunginya dari risiko terjadinya korosi. Jadifireproofing juga berarti tindakan yang bersifat double protection bagi konstruksi baja.

1.4. Superioritas Konstruksi Baja 1.4.1. Pentingnya superioritas Permasalahan tentang superior atau tidaknya produk, penting jika dikaitkan dengan usaha pemasarannya. Tanpa memahami falsafah mendasar yang menyebabkan keunggulannya maka penyampaiannya akan mudah dipatahkan. Demikian juga pada konstruksi baja, dasar argumentasinya kuat jika didasarkan pada keunggulan alaminya dibanding beton dan kayu, yaitu [1] kekuatan tinggi; [2] tingginya ratio kuat terhadap berat-volume; dan yang terakhir [3] merupakan material atau modul siap pakai buatan pabrik.

8

Bab 1. Prospek dan Ke ndala

1.4.2. Struktur dengan berat sendiri yang dominan Fungsi struktur ada yang bermacam-macam, tidak mesti untuk memikul beban be rat. Atap bentang besar misalnya, yang melindungi dari terik panas dan hujan, mungkin juga salju. Berat atap yang dipikulnya relatif ringan, tetapi karena bentangnya maka hal yang menimbulkan masalah adalah berat sendiri struktur. Nah pada struktur yang seperti itu, maka ratio kuat dibanding berat volume bahan menjadi sangat menentukan untuk menghasilkan struktur yang efisien, lihat konstruksi atas Stadium Universitas Phoenix.

Gambar 1.8 Konstruksi atap Stadium Universitas Phoenix (MSC 2010)

Dengan alasan yang sarna pula, maka penggunaan material baja menjadi pilihan utama untuk jembatan ultra panjang, yang mana berat lalu-lintas yang dipikulnya akan relatif kecil dan sudah tidak sebanding dengan berat sendiri struktur. Itu adalah argumentasi sederhana mengapa untuk rencana Jembatan Selat Sunda dipilih konstruksi jembatan gantung dari kabel baja.

Gambar 1.9 Usulan Rencana Jembatan Selat Sunda (Sumber : W. Wangsadinata)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

9

1.4.3. Struktur sekaJigus bagian metode pelaksanaan Material baja mernpunyai kekuatan tinggi, dibandingkan beratnya dapat dianggap relatif ringan sehingga dapat dihasilkan elemen struktur yang terlihat langsing. Selain itu keberadaannya sudah dalarn bentuk jadi, modul siap pakai (tinggal dirakit di lapangan) . Kondisi tersebut rnernbuatnya terpilih untuk digunakan sekaJigus sebagai bagian dari rnetode pelaksanaan. Cara ini sangat efektifjika kondisi di lapangan tidak rnernungkinkan atau rna hal jika dibuat perancah. Umurnnya ini efektif di proyek jernbatan.

Gamba r 1.10 Metode pe iaksa naa n jembata n ben ta ng besa r (Sumber : L. Hid ayat)

Pada Gambar 1.10 dapat dilihat pelaksanaan jernbatan Rurnpiang (754 m), di atas sungai Barito, Kalimantan Selatan (2003 - 2008). Perhatikan, dengan alat-alat crane yang relatif sederhana dan juga dengan rnernanfaatkan elernen jernbatan yang telah selesai dirakit, rnaka dapat dibuat alat bantu pelaksanaan berupa struktur kantilever, perhatikan ada konstruksi rnenara yang bersifat semen tara yang duduk di atas turnpuan selarna proses penyelesaian dari konstruksi jernbatan itu saja. Jadi konstruksi rnenara akan dilepas setelah struktur utama, busur jembatan tersarnbung di atasnya.

1.4.4. Struktur seragam, berulang dan berjumlah besar Konsep ini adalah keunggulan suatu produk buatan pabrik, jadi jika produknya dapat dibuat seragarn, berulang, dan dibuat dalarn jurnlah yang banyak, rnaka dapat dilakukan proses optirnasi serta efisiensi. Ini tentu sangat berbeda dengan sifat proyek konstruksi, yang urnurnnya khas (khusus) dan terbatas. Jadi cara ini hanya unggul jika didukung oleh suatu proyek besar dalarn arti jurnlah, rnaupun jangka waktunya. Kondisi yang dirnaksud pernah terjadi pada pengadaan jernbatan standar (balok kornposit atau rangka baja) di era tahun 1980 - 1990 di tanah air. Tentu saja kondisi itu akan sangat efektif jika didukung oIeh adanya kebijakan politik dari pernerintah, seperti pernercepatan daerah tertinggal, dsb-nya.

10

Bab 1. Prospek dan Ke ndala

Chords & Olagonal s, Precision H-Sections

DECK TYPES : 1. Full Compollte Reinforced Concrete 2. Standard Profile St.el Sh.ellng 3. Profil. Sh ••ting as Formwork Crossgirders, Composite with Deck Lateral & Longitudinal Seismic Bufferss Elastomerlc aearings

Gambar 1.11 Jembatan rangka baja standar (Sumber: Trans Bakrie)

Selain jembatan standar, tower jaringan kabellistrik tegangan tinggi juga salah satu kemungkinannya, termasuk tower telekomunikasi. Pada gedung bisa juga, misalnya Pre-Engineered Steel Buildings untuk bangunan industri yang bersifat tipikal, seperti gudang. ROOF PANEL

Gambar 1.12 Bangunan Pre-Engineering Buildings (Sumber: www.pebspennar.in)

1.4.5. Struktur kuat - ringan dan cepat dibangun Argumentasi tentang struktur ringan, kuat dan cepat, saat ini cukup relatif, bisa saja ada perkembangan teknologi beton maju, seperti pretensioned, maka istilah itu dapat menimbulkan diskusi ramai. Tetapi bila diperlukan yang memang terbukti ringan dan cepat dibangun, maka struktur baja merupakan pembanding pentingyang tidak dapat diabaikan. Apalagi jika pembangunannya dilaksanakan pada tempat terpencil sehingga perlu suatu transportasi khusus.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

11

Pada kasus tertentu kadang ada aJasan yang tidak bisa diganggugugat, karena persyaratan kekuatan tanah di lokasi yang berisiko jika dibangun konstruksi berat, misalnya di tepian lereng terjal, maka mau tidak mau konstruksi baja yang relatif ringan menjadi pilihan, contoh proyek milik Universitas California San Fransisco.

Ga mbar 1.13 RM B - Univers itas Ca liforn ia Sa n Fra ns isco (MSC 201 0)

1.4.6. Kesan arsitektur yang ringan dan transparan. Berbicara bangunan konstruksi, seperti bangunan jembatan dan khususnya bangunan gedung. Kadang-kadang aspek penampilan atau arsitekturnya bahkan menjadi sesuatu yang penting dan dominan untuk menjadi pertimbangan utama. Jadi perencanaan bangunan tidak hanya memikirkan dari segi keamanan atau dapat berfungsi baik saja, tetapi juga agar dapat dinikmati orang banyak dan menimbulkan rasa senang atau kebanggaan.

Itu semua umumnya menjadi bagian pekerjaan seorang arsitek, yang karenanya secara awam kita akan mengenal adanya elemen struktur (tanggung jawab insinyur) dan elemen non-struktur atau finishing (dianggap tanggung jawab arsitek). Bahkan ada anggapan mudah, bahwa elemen struktur itu tidak penting bagi awam, karena nantinya tidak terlihat akibat dibungkus oleh elemen non-struktur (finishing). Itulah yang memberi kesan keindahan yang umumnya kita kenai terhadap aspek arsitektural saat ini. Kadang kala dijumpai juga bangunan yang tidak bisa dipisahkan antara elemen struktur dan elemen bungkusnya. Dalam hal ini, keindahannya dihasilkan dari elemen struktur itu sendiri, contoh klasiknya adalah menara Eiffel. Kecuali sifat monumental seperti menara tersebut, saat ini juga populer dan banyak dikembangkan bangunan ramah lingkungan, tidak ditinjau dari sisi energi, tetapi dari keberadaannya, tetap berfungsi tetapi tidak mengganggu pemandangan lingkungannya. Kalaupun terlihat nyata diharapkan dapat menyatu, bahkan menunjang keindahan lingkungannya.

12

Bab 1. Prospek dan Ke ndala

Salah satu konsep yang ditawarkan adalah sistem struktur ringan dan transparan. Idenya berkembang di Jerman khususnya di Uni Stuttgart oleh prof Frei Otto dengan Institute fur Leichtbau (Institut of Lightweight Structures) dan prof J6rg Schlaich dengan Institut fur Tragwerksentwurf und Konstruktion (Institute of Conceptual and Structural Design), keduanya saat ini tentu telah pensiun. Penerusnya adalah prof Werner Sobek dengan Institut fur Leichtbau Entwerfen und Konstruieren (ILEK). Karya beliau banyak yang memanfaatkan material glass yang memang bersifat transparan, dan digabung dengan material baja yang relatif langsing sehingga berkesan ringan tetapi kuat dan kaku, serta daktail.

Gambar 1.14 Arsitektur Ringa n dan Tra ns pa ran (sumber: www.wern ersobek.com)

1.5. Perencanaan Umum 1.5.1. Sistem sambungan dan perilaku khas struktur baja Perilaku struktur baja dibanding dengan struktur beton bertulang mempunyai perbedaan khas. Struktur beton bertulang cenderung menghasilkan konstruksi monolit, karena elemen strukturnya dapat dianggap menyatu, khususnya jika dilakukan pengecoran di tempat (cast-in-situ). Detail sambungan penulangan beton bertulang cast-in-situ bukan sesuatu yang istimewa, paling-paling hanya memperhatikan kerapatan tulangan agar betonnya dapat mengisi sempurna. Sedangkan sifatnya yang menerus umumnya menjadi struktur statis tak tentu. Kondisi berbeda terjadi di struktur baja, yang tersusun dari profilprofil baja buatan pabrik dengan ukuran tertentu, sedangkan sistem sambungannya harus disiapkan tersendiri. Masalahnya ada pada sistem sambungan tadi, yang terdiri dari berbagai macam bentuk dan berbagai macam cara pemasangan, meskipun alat sambungnya sendiri hanya dua, yaitu las dan baut mutu tinggi.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

13

Secara teoritis, las mampu menghasilkan sambungan monolit, tapi pelaksanaannya perlu kontrol mutu ketat, yang umumnya hanya dapat diberikan jika dikerjakan di bengkel fabrikasi, tidak di lapangan. Karena untuk itu akan digunakan sistem baut mutu tinggi. Jadi suatu perencanaan struktur baja yang baik adalah jika mampu menghasilkan modul-modul struktur yang disiapkan di bengkel fabrikasi dengan sistem sambungan las berkualitas, berukuran tertentu sesuai ketersediaan alat transportasi untuk mengangkutnya ke lapangan, dan akhirnya merangkaikan modul-modul tadi menjadi struktur utuh sebenarnya dengan sistem sambungan baut mutu tinggi. Ukuran modul-modul struktur ditentukan sistem transportasi dan juga kapasitas crane (alat angkat) di lapangan. Adanya sistem kerja mulai dari perencanaan dan pelaksanaan yang terintegrasi itulah yang menyebabkan kontraktor pelaksana baja harus mempunyai s.d.m terlatih dan sarana kerja khusus. Itulah yang menyebabkan mengapa kontraktor baja jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan kontraktor beton. Karena s.d.m terlatih dan sarana kerja khusus merupakan modal kerja yang tidak murah, maka sekali sukses menjadi kontraktor baja, maka biasanya akan keterusan menerima pekerjaan itu-itu saja. Orang menyebutnya sebagai kontraktor spesialis baja. Oleh karena itu satu langkah pertama yang penting agar pekerjaan konstruksi bangunan baja sukses adalah memilih kontraktor spesialis baja yang tepat. Meskipun perencanaannya baik, tetapi jika dikerjakan kontraktor umum, yang tidak biasa dengan baja, maka dipastikan hasilnya tidak menentu, berisiko dan sebaiknya perlu dipikirkan. 8erbagai macam bentuk sambungan baja, umumnya ditentukan cara pemasangannya di lapangan. Sistem baut mutu tinggi dipilih agar kualitas pelaksanaannya, antara rencana dan fakta lapangan, sarna. Sistem sambungan baut, bahkan memakai baut mutu tinggi tidaklah mudah untuk menghasilkan sambungan yang monolith. 8erbagai macam bentuk sambungan juga dapat memberikan perilaku mekanik yang berbeda, dan itu akan mempengaruhi perilaku struktur secara keseluruhan. Dalam perencanaan baja, pemilihan bentuk sambungan sangatlah penting. Pada tahap itu harus sudah ada pemikiran atau kompromi antara kepentingan pelaksanaan di lapangan, perilaku kinerja struktur dan biaya perlu yang mungkin mengikutinya. Karena jika hal tersebut tidak dipikirkan sejak awal, mulai dari tahap perencanaannya, maka dalam tahap pelaksanaan nanti dan ternyata kontraktor sulit melaksanakan maka bisa-bisa

14

Bab 1. Prospek dan Kendala

akan dilakukan perubahan sistem, meskipun mungkin dari segi biaya tidak ada perubahan yang berarti tetapi dari perilaku sistem struktur bisa saja berubah, dan itu bisa menyebabkan risiko yang perlu diantisipasi.

® End

mo",.nl

__- - - -0

Gambar 1.15 Perilaku M-q, Sambungan (AISC 1992)

Perilaku mekanik suatu sambungan terlihatjelas dari kurva momenrotasi di Gambar 1.15 yang meninjau berbagai bentuk sambungan, mulai [a] siku di badan (web); [b] siku di sayap (flange); [c] siku di badan dan sayap; [d] end-plate; [e] las di sayap dan baut di badan. Sambungan paling kaku jika dapat menahan momen dengan rotasi paling kecil, yaitu tipe [e] yang memakai las. fadi sambungan monolit (karena las) akan berkemampuan lebih baik. Sambungan tipe [a] kurang kaku, yaitu terjadi rotasi terbesar untuk momen yang relatif sarna, hanya menahan geser saja. Tipe ini dipilih karena sederhana, murah dan mudah pemasangannya. Sambungan momen tipe [d] dan [e] dipilih jika sistem struktur memang diperiukan, relatif lebih mahal dan ketat dalam hal pemasangannya. Pemilihan jenis sambungan menentukan rumit atau tidaknya konstruksi baja yang dibuat. Oleh sebab itu perencana cenderung memilih sistem struktur statis tertentu yang sederhana, dan jika perlu sistem penahan lateral khusus maka dibuat sistem terpisah, sehingga sistem struktur yang rumit, jumlahnya dapat dilokalisir (minimalis).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

15

Konstruksi baja adalah khas, yaitu harus memakai sistem sambungan untuk menyatukan modul-modul struktur yang telah dipersiapkan terdahulu. Sehingga waktu pelaksanaan nanti di lapangan jadi relatif cepat. Ini tentu sangat cocok untuk membangun konstruksi berat tetapi perlu waktu yang singkat, seperti jembatan darurat. Karena konstruksinya relatif ringan sangat cocok untuk proyek di daerah pedaiaman, karena lebih mudah transportasinya. Selain itu, konstruksi baja tua yang masih baik tetapi sudah tidak cocok penempatannya, dapat dibongkar dan dipindahkan ke tempat lain yang memerlukan. Elemen struktur bangunan tua hasil pembongkaran jika diproses dan dilapisi dengan cat baru kadang kala sukar untuk dibedakan dari elemen struktur baru dari pabrik. Tentu saja sebelum dibongkar-pasang itu ada baiknya dievaluasi dulu kondisi bahan dan dimensi materialnya terhadap beban rencana yang akan diberikan, apakah perlu perkuatan atau tidak. Ini penting karena pembongkaran juga memerlukan biaya dan agar kinerjanya nanti juga memuaskan berbagai pihak. 1.5.2. Peraturan perencanaan bangunan baja di Indonesia Design Code atau standar perencanaan struktur dari suatu negara adalah penting karena menjadi rujukan formal yang berkekuatan hukum. Oapat digunakan untuk menentukan, apakah perencanaan memenuhi syarat atau tidak. Kesesuaian terhadap code (tentu jika diinterprestasi benar) adalah argumentasi kuat untuk terhindar dari klaim jika ada bangunan mengalami kegagalan. Itulah mengapa bila hal itu terjadi (kerusakan), dapat disebut musibah.

Kriteria perencanaan struktur di suatu negara bisa sarna atau berbeda, tergantung ketersediaan sumber dayanya, adanya kebijakan lain yang berbeda, misal pembatasan untuk hal-hal atau alasan tertentu, seperti kelestarian lingkungan hidup atau karena adanya ketentuan masyarakatnya yang khusus. Bahkan bisa juga karena alasan non-teknis, misal agar suatu negara terlihat mandiri dan tidak tergantung negara lain. Oleh sebab itu umumnya tiap-tiap negara menerbitkan design code sendiri, baik mandiri (hasil riset), menerjemahkan atau kompilasi dengan memilah, membandingkan dan menggabungkan materi design code negara lain yang dianggap unggul dan sesuai. Standar Indonesia lama khususnya struktur baja disusun berdasarkan metode yang terakhir tersebut, tetapi draft SNI terbaru merupakan hasil terjemahan identik. Cara terakhir ini tentu lebih memudahkan transfer teknologi, karena rujukan mudah diidentifikasi, tertentu dan lebih fokus.

16

Bab 1. Prospek da n Kendala

Tabel1.2 Standar perencanaan baja di berbagai negara Negara

baja hot-rolled (canai panas)

Amerika (USA)

ANSI/AISC 360-10: Specification for Structural Steel Buildings, American Institute of Steel Construction, June 22, 2010

Australia

AS4100-1998 Steel Structures, Standards Australia

baja cold-formed (canai dingin) S100-07KIT: 2007 Edition: North American Specification for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members; and 2007 Edition: Commentary on the Specification AS/NZS 4600:2005 Cold-formed steel structures

S16-09 - Design of steel structures Publica ton Year: 2009

CAN/CSA-S136-07 - North American Specification for the Design of ColdFormed Steel Structural Members

Steel Design Per GBJ 17- 88 (1988)

"Technical Standard for Thin-Walled Steel Structures", GBJ 88, Beijing, People's Republic of China, 1988

British / Eropa

EUROCODE 3 , PART 1-1, BS EN 1993-1-1 : Design of steel structures - General rules and rules for buildings (Published on 31/12/2008)

EUROCODE 3, PART 1-3 , BS EN 1993-1-3 : General- Cold formed thin gauge members and sheeting (Published on 28/02/2009)

Indonesia

SNI 03 - 1729 - 2002 dan usulan draft baru RSNll 03-1729.1-201X yang mengacu pada ANSI/AISC 360-10 (Amerika dan Kanada)

SNI 7971:2013 (Struktur baja canai dingin) sebagai adopsi modifikasi dari AS/NZS 4600:2005 (Australia dan New Zealand)

Jerman

DIN EN 1993-1-1 (2010-12) Eurocode 3: Design of Steel Structures - Part 1-1: General Rules and Rules for Buildings

DIN V ENV 1993-1-3, versi Jerman Eurocode

Jepang

Japanese Architectural Standard Specification JASS 6 (1996) Structural Steelwork Specification for Building Construction

Architectural Institute of Japan: "Recommendations for the Design and Fabrication of Light Weight Steel Structure", 1985

Canada

China

Catatan : judul mungkin sudah ada yang out-of dated

Mempelajari design code atau standar perencanaan struktur baja dari berbagai negara seperti terlihat pada Tabel1.2, dapat diketahui bahwa struktur baja pada umumnya dapat dibagi menjadi dua tipe, berdasarkan cara profil tersebut dibuat, yaitu : [1] baja canai panas (hot-rolled) dan [2] baja canai dingin (cold-formed) atau sering disebut juga dipasaran lokal sebagai baja ringan. Adanya designcode yang dibedakan menunjukkan bahwa karakter kedua macam baja tersebut berbeda. Itu juga berarti kompetensi keahlian yang diperlukan tidak sarna, ahli di bidang struktur baja canai-panas, belum tentu juga ahli di bidang struktur baja canai dingin. Adapun materi buku ini berfokus pad a perencanaan baja canai-panas.

Wiryanto Dewobroto - Struktul' Baja

17

a). Struktur baja canai-panas

b). Struktur baja canai-dingin

Gambar 1.16 Konstruksi baja berdasarkan profil penyusunnya

SNI 03-1729-2002 adalah standar perencanaan baja yang berlaku. Saat buku ditulis, sudah tersedia draft RSNIl 03-1729.1-201X (Puskim 2011) yang akan menggantikan, mengacu AISC (2010). Menguasai code AISC (2010) akan otomatis menguasai SNI pula. Standar perencanaan yang ada selama ini adalah untuk baja canai panas saja. Adapun standar perencanaan baja canai dingin, baru diterbitkan yaitu SNI 7971 : 2013 (Struktur baja canai dingin) yang mengacu standar dari Australia. Pemakaian baja canai dingin berbeda dibanding baja canai panas (Wei-Wen Yu 2000, Dewobroto et. al 2006). Meskipun ringan sehingga baja canai dingin disebut baja ringan, tetapi perilaku bahan dan keruntuhannya relatif kompleks, sehingga risiko gagal lebih tinggi apalagi jika dipakai untuk konfigurasi struktur yang tidak biasa. Tentang hal itu, sudah banyak negara yang memahami sehingga dibuat peraturan perencanaan yang berbeda (Tabel1.2). Sebagai kelompok yang sarna dalam sistem struktur dinding tipis maka profil baja canai dingin mempunyai kekhususan pada perencanaannya, dimana pengaruh bentuk geometri pen am pang sangat besar terhadap perilaku dan kekuatannya dalam memikul beban. Adanya perubahan bentuk yang sedikit saja dari bentuk penampangnya maka kekuatan elemen struktur tadi akan berbeda sarna sekali. Pemberian sedikit tekukan pada profil, sehingga menjadi penampang corrugated maka kinerjanya mengalami peningkatan yang signifikan dibanding perilaku profil penampang yang relatif datar (tanpa tekukan atau bentuk profil tertentu). Kekhususan tadi menyebabkan proses desain baja ringan relatif lebih rumit dibanding proses desain baja canai panas. Tetapi karena keuntungannya yang lebih besar, misalnya (1) kemudahan fabrikasi, (2) rasio kuat / berat yang relatif tinggi, dan (3) sesuai

18

Bab 1. Prospek dan Kendala

untuk berbagai aplikasi, maka konstruksi baja canai dingin tetap populer. Di Inggris saja diketahui bahwa industri konstruksinya dapat menghabiskan sekitar 300,000 ton komponen baja canai dingin setiap tahunnya dan bahkan selanjutnya memperlihatkan pertumbuhan meningkat (Dewobroto et.al 2006). Popularitas baja ringan diam-diam berimbas juga di Indonesia, bahkan perusahaan Australia (PT. BHP Steel Lysaght) ternyata sudah beroperasi sejak tahun 1973 dan sampai sekarangpun ternyata masih tetap eksis bahkan berkembang maju. OIeh karena itu jika diperhatikan, dalam promosi produk atap baja ringan, yang akhirakhir ini banyak dijumpai pada iklan-iklan surat kabar atau majalah, umumnya banyak yang memakai produk berlisensi BHP. Saat ini, promosinya bahkan semakin gencar; khususnya setelah material kayu berkualitas menjadi semakin langka dan mahal harganya. Indonesia belum mempunyai code baja canai-dingin (era < 2012) sehingga tidak ada kewajiban memasukkannya dalam kurikulum pendidikan tinggi. Jadi banyak insinyur yang tidak menguasai perencanaan dan pelaksanaannya. Tetapi karena cost-estimator banyak yang menunjukkan kepada owner bahwa produk tersebut lebih efektif antara biaya dan kinerjanya (dibanding kayu) maka pemilik investasi (proyek) meminta produk baja canai-dingin itu. Menghadapi kondisi seperti itu, umumnya para insinyur yang ada bilamana berkaitan dengan cold-formed akan menyerahkan bulat-bulat mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya pada kontraktor spesialis, yang umumnya sekaligus pemasok material tersebut. Kelihatannya memang praktis, tetapi itu menunjukkan bahwa para insinyur tersebut belum mandiri dalam menentukan perencanaan sistem struktur dan masih tergantung dengan pihak lain. Kondisi tersebut dapat juga diungkapkan dengan kata lain yang mungkin tidak enak untuk didengar yaitu belum adanya kompetensi rekayasa berkaitan dengan pembangunan konstruksi baja ringan di Indonesia. Dengan demikian pasar di Indonesia untuk konstruksi baja ringan hanya menjadi objek pemasaran. Tetapi itu situasi dulu, saat sekarang tentunya bisa berbeda, mulai era 2013 dan selanjutnya telah terbit SNI 7971 : 2013 (Struktur baja canai dingin), yaitu SNI yang dis us un untuk perencanaan konstruksi dengan baja canai dingin yang pertama kalinya. Sejarah perkembangan baja canai dingin di Indonesia banyak melibatkan Australia selama ini, sehiggga wajar juga jika standar yang dipilih juga mengacu ASjNZS 4600:2005.

Wirya nto Dewobro to - Stru ktur Baja

19

Bagaimana dengan konstruksi bangunan jembatan. Situasi ternyata berbeda, sebabnya adalah UU Republik Indonesia No.38 Tahun 2004 ten tang jALAN, yang dimaksud konstruksi jalan adalah termasuk juga jembatan atau bangunan sarana-sarana lainnya. Pada pada Pasal 13 UU disebutkan bahwa : (1) Penguasaan atas jalan ada pada negara. (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Bentuk penyelenggaraan jalan terdiri dari pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan. Pelaksananya di bawah koordinasi Kementrian Pekerjaan Umum, melalui Direktorat Jenderal Bina Marga, pelaksana teknisnya adalah Direktorat Bina Teknik. Jadi yang membedakan proyek bangunan jembatan adalah adanya kebijaksanaan satu pintu, pemerintah dalam hal ini Kementrian Pekerjaan Umum menjadi pemilik, perencana, sekaligus pengawas proyek, sedangkan pihak luar berperan sebagai pelaksana. Suatu peran berisiko untuk terjadinya manipulasi (korupsi), tetapi karena ini masalah teknis dengan aturan jelas dan logis sehingga kalaupun ada penyimpangan maka akhirnya nanti dipastikan akan ketahuan juga. Karena kalau sampai terjadi masalah, maka hal itu pasti akan kembali ke mereka lagi. Dengan argumentasi seperti itu maka yang terlibat di dalamnya, mau tidak mau harus profesional. Semangat itulah ditambah adanya bantuan teknis dari luar negeri maka bidang perencanaan jembatan juga mengalami peningkatan mutu. Tahun 1989 - 1992, saat mendapat bantu an pembangunan jembatan dari Australia berupa rangka baja Transfield & Trans Bakrie, dapat terjalin juga kerja sarna teknis dalam pembuatan peraturan perencanaan jembatan lengkap. Pada saat itu bahkan dapat dihasilkan tidak kurang 17 modul, yang dikenal sebagai Bridge Management System (BMS-92). Modul yang dibuat relatif lengkap karena mencakup semua kegiatan pengelolaan jembatan, mulai dari kegiatan manajemen dan operasional dari jembatan termasuk prosedur-prosedur perencanaannya. Manual pemakaiannya juga dapat menjadi petunjuk praktis memilih dan menentukan tipe konstruksi di tahap preliminary design. Karena substansi dan pembahasannya yang luas, maka BMS-92 dapat membantu perencanaan dan pelaksanan pembangunan jembatan sampai dengan panjang bentang 200 meter.

20

Bab 1. Prospek da n Ke ndala

Gambar 1.1 7 Jembatan rangka baja Noelmina (Sumber : Thomas-Karina)

1.5.3. Pengaruh pemodelan struktur dan kondisi aktual Tahapan penting sebelum analisa struktur adalah menyiapkan model struktur, berupa data-data numerik dilengkapi gambar dan notasi untuk merepresentasikan variabel-variabel penting dari suatu struktur real agar dapat diproses dengan ana lisa struktur, baik cara manual maupun berbasis komputer. Meskipun memakai komputer yang berharga jutaan tetapi modelnya tidak tepat maka hasilnya juga tidak berguna. Garbage in garbage out.

Bila diperhatikan mata kuliah analisa struktur di jurusan teknik sipil di level Sl, ternyata tidak ada materi spesifik yang membahas pemodelan struktur. Porsi terbesar materi yang dipelajari adalah penyelesaian langkah demi langkah berdasarkan formula atau metode tertentu untuk menghitung respons gaya atau lendutan, dan menampilkannya. Adapun bentuk model sudah ditetapkan terlebih dahulu, struktur jenis tertentu maka modelnya juga jenis tertentu pula. Penyelesaian cara klasik memang tidak memerlukan pengetahuan tentang pemodelan struktur yang terlalu banyak, karena metode penyelesaiannyapun juga terbatas sehingga tidak memungkinkan ada variasi pemodelan lain. Umumnya untuk type struktur yang berlainan maka metode yang digunakan juga perlu disesuaikan. Intinya, pada analisa struktur dengan metoda klasik (manual), maka strateginya umumnya spesifik, jarang bersifat serba guna (general purpose), karena memang tujuannya untuk mendapatkan penyeJesaian sederhana yang dapat dikerjakan secara manual.

Wiryanto Dewobroto - Struktll r Baja

21

Pada era komputer, parameter struktur yang dapat dievaluasi bertam bah sehingga variasi pemodelan yang dibuat jadi lebih banyak. Jika sebelumnya struktur ditinjau sebagai objek 20 (bidang) maka sekarang dapat dengan mudah ditinjau sebagai objek 30 (ruang). Masalahnya adalah, apakah semakin banyak parameternya atau semakin lengkap analisis, maka hasilnya juga akan semakin baik. Meskipun ketelitian hasil komputer dapat dijamin, tapi jika hasil keluarannya kompleks, maka kadang-kadang kelemahan dari sisi manusia yang akan menentukan, seperti misalnya tidak teliti atau bingung memilih hasil untuk dipakai karena terlihat logis semua. Jika demikian yang terjadi maka rujukan berdasar data empiris menjadi satu-satunya pembanding yang handal.

a). Struktur Garis - 1D

b). Struktu r Bidang - 2D

c). Struktur Peja l - 3D

Gambar 1.18 Katego ri struktu r da ri sisi geo metr i

Struktur pada prinsipnya bisa berbentuk apa saja, tapi dari sisi geometri dapat dikategorikan menjadi, struktur garis /10 (balok, kolom); struktur bidang /20 (pelat, dinding, cangkang); dan struktur pejal / solid / 30 (struktur yang umumnya terdapat di bagian detail sambungan, atau yang lain, misalnya struktur angkur ujung pada elemen kabel prategang). Program analisa struktur komersil, SAP2000 misalnya telah memiliki element Frame, Shell dan Solid, masing-masing dikhususkan untuk kategori struktur 10, 20 dan 30. Jadi jika dapat dimodelkan struktur secara tepat, maka hampir sebagian besar struktur dapat dianalisis. Pada kategori di atas, struktur garis adalah yang paling sederhana, lalu struktur permukaan dan terakhir struktur pejal. Pada beberapa bagian, struktur permukaan dapat disederhanakan menjadi struktur garis, apabila pada salah satu sisinya mempunyai panjang tak terhingga, misalnya pelat satu arah, yang mana pelat tersebut cukup ditinjau untuk tiap satuan lebar. Struktur garis dan struktur permukaan cukup populer pada bidang teknik sipil, sedangkan

22

Bab 1. Pros pek dan Ke ndala

struktur solid jika ada, umumnya perlu disederhanakan terlebih dulu. Proses penyederhanaan umumnya dengan pertimbangan bahwa yang penting aman, meskipun dari sisi material mungkin lebih banyak (belum tentu boros jika ditinjau seeara keseluruhan). Analisis yang teliti pada struktur solid umumnya bertujuan untuk mendapatkan optimasi, yaitu pemakaian bahan material sekeeil mungkin asalkan keamanan masih dapat diandalkan. Optimasi umumnya sering dijumpai pada konteks industri pada produk berulang dan banyak jumlahnya, sehingga pada jumlah tertentu maka biaya analisis yang mahal akan dapat digantikan. Sedangkan pada proyek teknik sipil yang produknya spesifik dan tertentu, sehingga jika diperlukan analisis yang kompleks dan mahal maka harus dibandingkan dengan manfaatnya, apakah memang perlu. A

B

~

P! P! P!

~

c ~

P!

a). Balok

~! Hi

P!

P!

H2

~1:s:1~ P!

A

B

c). Grid

C

b). Portal 20

d). Porta1 30 Ga mbar 1.19 Pe mod elan se baga i s truktur ga ris (D ewobroto 200 7)

Dikaitkan dengan pemodelan sebagai struktur garis (lD) untuk struktur baja yang akan dianalisis dengan SAP (structural analysis program), maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:



Perilaku penampang real dan model tidak sesuai, misalnya profil U atau profil dengan shear-centre yang tidak berhimpit dengan neutral axis kemudian tetap memakai model struktur garis. Jika demikian maka fenomena warping akibat beban yang tidak diberikan pada shear-centre tidak akan terdeteksi. Umumnya pemodelan struktur dengan garis (lD) hanya coeok untuk profil baja dengan penampang simetri ganda (I, H, WF).

Wirya nto Dewo broto - Stru ktur Baja

23



Sistem sambungan baja banyak variasi bentuk juga perilaku mekaniknya. Susah membuat suatu sambungan monolit yang menerus, kecuali dengan las. Pemodelan untuk SAP biasanya dianggap menerus atau di-relase (sendi). Bagaimana jika kondisi aktual adalah semi-rigid, jepit tidak, tapi sendi juga tidak.



Jika dipakai baut mutu tinggi dengan sistem tumpu, adanya slip agar tumpu bekerja tidak mudah untuk diperhitungkan dalam analisa struktur. Jadi jangan terkecoh jika hasil analisis dengan komputer terkesan kedl, tapi di lapangan berbeda.



Kondisi pertambatan lateral untuk menjamin stabilitas batang yang langsing. Umumnya ini diabaikan pada pembuatan model struktur agar sederhana, karena memerlukan analisis ruang (3D). Ini penting untuk proses desain dengan SAP.



Opsi P-ll yang bisa dipakai untuk analisis gedung bertingkat tinggi belum tentu bisa mengevaluasi pengaruh P-6 akibat adanya kelangsingan elemen struktur.

1.5.4. Analisa struktur bangunan baja Analisa struktur yang digunakan untuk perencanaan struktur baja umumnya cukup berbasis elastik-Iinier, yaitu untuk mendapatkan respons struktur saat diberi beban, berupa gaya dan deformasi. Selanjutnya untuk desain LRFD untuk mendapatkan pembebanan ultimate (batas) maka hasil elastik-linier cukup dikalikan dengan beban terfaktor (pendekatan probabilitas / statistik). Dari sisi bahan material, baja adalah istimewa, mempunyai rasio kuat dan berat volume yang tinggi yang mengakibatkan ukuran penampang relatif langsing dibanding struktur beton. Struktur langsing lebih berisiko tinggi terhadap stabilitas (buckling). Selain itu adanya sifat daktail menyebabkan material baja dapat diberdayakan sampai leleh (kondisi plastis) tanpa mengalami kerusakan. Jika itu diperhitungkan maka redistribusi momen dapat diberikan pada proses analisa struktur yang memungkinkan dihasilkan struktur yang lebih ekonomis. Faktor-faktor di atas merupakan petunjuk bahwa analisa struktur elastik-linier saja tidak akan cukup digunakan untuk memprediksi dengan baik perilaku struktur yang terkait dengan stabilitas dan plastis. Sehingga insinyur perencana belum dapat secara optimal untuk mengeksplorasinya. Perlu analisa struktur yang mengatasi keterbatasan elastik Iinier, yaitu inelastik non-Iinier. Saat ini, itu sudah bukan masalah lagi karena dukungan kemajuan teknologi

24

Bab 1. Prospek d an Ke ndala

komputer, software maupun hardware yang mana analisa struktur inelastik non-linier sudah masuk dalam tahap praktis. Meskipun ada komputer yang canggih tetapi penggunaannya tidak mudah. Konsep-konsep yang biasa dikenal dalam analisa struktur elastik-linier seperti superposisi, kombinasi beban menjadi tidak mudah diterapkan. Tetapi jika dapat memanfaatkan secara baik, analisa struktur inelastik non-linier mampu memprediksi perilaku struktur secara lebih baik, khususnya terkait kekuatan, kekakuan, maupun daktilitas (perilaku keruntuhan). Peraturan baja Amerika terbaru (AISC 2010) untuk perencanaan struktur terhadap stabilitas sudah merekomendasikan DirectAnalysis Method (DAM), suatu analisa struktur berbasis komputer yang sudah memperhitungkan sekaligus pengaruh geometri non-linier. Adapun metode lama, yaitu analisa elastik-linier yang kemudian dimanipulasi agar dapat memperhitungkan pengaruh stabilitas dipindahkan menjadi metode alternatif pada Appendix 7. Bentuk manipulasi stabilitas yang dimaksud adalah metode [1] Effective Length dan [2] First-Order Analysis. Istilah ini memang baru dan dimuat di AISC (2010) . Metode Effective Length merupakan istilah yang mengacu desain baja lama, memakai faktor K untuk memperhitungkan panjang tekuk. Adapun First-Order Analysis tidak merujuk istilah elastik-linier yang biasanya, tetapi versi sederhana metode Direct Analysis, memakai manipulasi matematik untuk memperhitungkan stabilitas sehingga dapat dihitung langsung sebagai bagian analisis struktur order ke-1 (Kuchenbecker et al. 2004). Pada Appendix 8 (AISC 2010) ada Approximate Second-Order Analysis, pendekatan sederhana dalam memperhitungkan pengaruh P-t., dan P-8. Ini bagian code lama yang dipakai bersama dengan Appendix 7 untuk perencanaan terhadap stabilitas. Metode Direct Analysis adalah metode terbaru analisa struktur berbasis teknologi komputer yang direkomendasikan AISC (2010) untuk perencanaan struktur baja. Dalam metode ini, untuk memperhitungkan pengaruh stabilitas pada struktur dan komponenkomponen yang terkait (elemen dan sambungan) maka hal-hal berikut harus dipertimbangkan, yaitu [1] deformasi lentur, geser dan aksial, maupun deformasi lain yang mempengaruhi struktur; [2] second-order effects (P-~ dan P-8); [3] geometri imperfections; [4] reduksi kekakuan akibat in-elastisitas; dan [5] ketidak-pastian kekakuan dan kekuatan. Semua pengaruh pembebanan dihitung pada kombinasi beban LRFD yang berkesesuaian.

Wi rya nto Dewo bro to - Struktur Baja

25

Adanya rekomendasi pereneanaan baru AISC (2010), yaitu DAM (Direct Analysis Method), menunjukkan bahwa era komputerisasi pada struktur baja telah dimulai, dan penting untuk diperhatikan. Jika dipilih eara DAM maka komputer tidak sekedar untuk mempereepat atau otomatisasi perhitungan, tetapi memang diperlukan karena kemampuannya untuk mengolah variabel numerik yang sangat banyak dibanding eara manual. Untuk itulah maka dua bab terakhir buku ini didedikasikan khusus untuknya, yaitu Bab 9 (tentang DAM dan teorinya) dan Bab 10 (eara DAM dan aplikasi pereneanaan struktur baja dengan SAP2000). 1.5.5. Hati-hati desain baja dengan komputer Pentingnya komputer pada pereneanaan baja tidak diragukan lagi. Apalagi dengan adanya metode Direct Analysis (AISC 2010), yang mensyaratkan analisa struktur untuk desain struktur baja yang memperhitungkan efek P-L'l. Kondisi itu jelas hanya praktis jika dikerjakan dengan program komputer, bukan analisis cara manual. Meskipun demikian, dengan dipakainya komputer, tidak berarti semuanya menjadi beres dengan sendirinya. Maklum, seperti halnya teknologi yang lain, yang hanya alat bantu kita bekerja, maka jika tidak dipakai seeara tepat, bisa-bisa dapat merugikan sendiri. Berikut akan dibahas, hal-hal yang mengeeoh jika pakai komputer.

Proses pereneanaan struktur, umumnya meneakup analisis struktur, dan desain penampang, yang dikerjakan seeara trial-and-error agar hasilnya optimum. Oleh karena itu, adanya structural analysis program (SAP) komersil seperti SAP2000 atau ETABS, yang saat ini dapat melakukan keduanya (CSI 2007), tentu akan membantu. Penggunaan SAP, berbeda dibanding program komputer umum (general application computer software) , seperti Photoshop, AutoCAD, atau MS-Word, hasil yang tertangkap indera dapat langsung digunakan. Pada SAP, hasil dari komputer bisa saja menjadi tidak bermakna ketika terbukti berbeda di lapangan. Itu dimungkinkan karena yang diproses SAP adalah model dan bukan struktur real. Model adalah hasil interprestasi engineer dari pengetahuannya tentang perilaku struktur real yang ditinjaunya. Jadi bisa terjadi, meskipun awal terlihat 'benar', tapi ternyata tidak bisa mewakili kasus real sesungguhnya (tidak berguna atau pekerjaan sia-sia). Dengan dasar pemikiran seperti itu, maka wajar jika pada manual SAP2000 (dan program rekayasa pada umumnya) terbaea bahwa pembuatnya pereaya diri untuk menyatakan bahwa programnya 'baik'. Meskipun demikian tidakada jaminan bahwa setiap orang

26

Bab 1. Prospek dan Ken d ala

yang memakai program komputer rekayasa tersebut, dapat secara otomatis memakai hasilnya dengan 'baik' tanpa didukung oleh kemampuannya sendiri di bidang rekayasa. Baca Kutipan-l dari buku manual program SAP2000, yaitu: The design/check of steel frames is seamlessly integrated within the program . .. . The programs are very practical tools for the design/ check of structures. However the user must thoroughly read the manuals and must clearly recognize the aspects of design that the program algorithms do not address. The user must explicitly understand the assumptions of the programs and must independently verify the results. (eSI2007)

Kutipan-1 menunjukkan bila ternyata hasilnya 'tidak baik', maka itu adalah tanggung jawab pemakai (user) dan bukan pembuatnya. Itu berarti, insinyur sendiri selain harus mampu mengoperasikan SAP (Structural Analysis Program) secara produktif, juga wajib memahami karakter program yang dipakai, serta mampu untuk memverifikasi hasil secara mandiri. Pernyataan yang terkesan mudah, tetapi tidak gam pang untuk dilaksanakan. Bagaimanapun juga, program SAP komersil seperti SAP2000, yang merupakan produk canggih teIah mengadopsi kemajuan teknologi numerik terkini. Adapun di sisi lain, engineer pemakai umumnya relatif awam terhadap teknologi numerik yang dimaksud, umumnya hanya bermodal pengetahuan dasar klasik di level sarjana. Oleh sebab itu, hanya engineer yang aktif untuk terus menerus belajar, yang dapat memenuhi persyaratan di atas. Program komersial seperti itu umumnya telah dikenal umum dan menyediakan opsi baru yang menarik, seperti misal otomatisasi data. Ternyata opsi ini pada kondisi tertentu jika tidak dipahami secara baik akan menghasilkan keIuaran mengecoh. Jadi perIu disikapi hati-hati. Untuk mengungkapkannya maka penulis akan merujuk penelitiannya terdahulu (Dewobroto 2010), meskipun terbatas pada desain balok tetapi karena itu termasuk jenis struktur yang penting dan relatif sederhana, maka diharapkan lebih mudah untuk dipahami. Bayangkan, jika yang sederhana saja bisa menimbulkan masalah, lalu bagaimana dengan yang kompleks. Hal penting pada proses desain penampang balok baja, tapi biasanya diabaikan selama proses analisis strukturnya adalah tentang permasalahan stabilitas. Pada balok, stabilitas yang menentukan adalah lateral torsional buckling (LTB), lihat Gambar 1.20 berikut.

Wiryanto Dewo bro to - Struktu r Baja

27

~'""

of the compresSion ~~~-"~

~___

J:::;~:~~~

2

fl ange

I -~ I

Top view

B~

Compression A

flange

I

2

A

Side view (a)

S ide view ( b)

Gambar 1.20 LTB ba lok denga n pe rtambatan di tumpu a n (Salmon et. al. 2009)

Pada perancangan balok, insinyur harus memastikan apakah ada pertambatan lateral yang cukup pada bagian desaknya. Pertambatan yang dimaksud bisa berupa cross-frame atau diaphragma khusus (Segui 2007), yaitu adanya sistem struktur yang mencegah bagian terdesak tidak mengalami deformasi arah lateral. Cara lain yang dapat dipakai jika itu balok lantai adalah menyatukan profit sayapnya dengan steel deck sebagai lantainya dengan cara di-Ias, meskipun mengukur efektifitas pertambatan lateralnya memerlukan engineering judgement (McCormac 2008). Jika pemodelan strukturnya belum memperhitungkan adanya pertambatan lateral (crossjrame atau diaphragma), maka data lokasi pertambatan lateral untuk desain penampang perlu diberikan. Ini umumnya yang terjadi pada proses desain yang standar. Ternyata saat ini proses desain penampang dapat berlangsung tanpa data tam bahan, tetapi memakai data analisis struktur sebelumnya. Ini terjadi karena adanya opsi design-preference (CSI 2007) yang akan bekerja secara otomatis (tanpa perlu tindakan manual). Kondisi ini membuat SAP2000 maupun ETABS terkesan lebih user-friendly dan praktis. Orang awam melihatnya "lebih mudah". Adanya proses yang langsung dari tahap analisa-struktur ke tahap desain-penampang, tanpa ada data baru, membuat kesan bahwa kedua tahapan tersebut seakan-akan menyatu, tidak ada bedanya. Padahal keduanya itu sebenarnya dua hal yang berbeda, ditinjau dari tujuan atau strategi pelaksanaannya. KaJaupun bisa dianggap menyatu maka tentu ada penghubungnya. Jika itu benar adanya, maka penghubung yang dimaksud tentunya hanya benar pada suatu batasan tertentu. Dari ketentuan desain baku (AISC 2010) penghubung yang dimaksud umumnya disusun dari fakta empiris yang diolah berdasarkan kriteria statistik, bahkan ada juga yang berupa kesepakatan bersama berdasarkan engineering judgement.

28

Bab 1. Pl'ospek dan Kenda la

Bisa dibayangkan, agar prosesnya terlihat menyatu (seamlessly), karena opsi otomatis tersebut, maka perlu ditulis kode program untuk mengolah, tepatnya menghasilkan data desain yang belum ada. Asumsi langkah kode program yang disiapkan programmer bisa saja tidak bekerja dengan baik karena input data pemakai yang tidak sesuai. Maklum, itu bisa terjadi akibat adanya variasi pemodelan struktur yang beragam, juga akibat adanya faktor engineering judgement yang subyektif. Masalahnya timbul jika kekurangan data-data diambil-alih langsung oleh default design settings yang menangani otomatis tanpa cam pur tangan insinyur. Kondisi seperti ini umumnya hanya dapat diatasi jika insinyurnya waspada karena mengetahui potensi yang menyebabkannya.

/ Gambar 1.21 Jara k Lb dan kaita nnya dengan L33 and L21 (CSI 2007)

Pada struktur balok baja, parameter yang terkait dengan LTB adalah Lb atau jarak bersih tanpa pertambatan lateral. Manual program (CSI 2007) menyatakan (Kutipan-2) : In determining the values for L22 and L33 of the members, the program recognizes various aspects of the structure that have an effect on these lengths, such as member connectivity, diaphragm constraints and support points. The program automatically locates the member support points and evaluates the corresponding unsupported length. By default, the unsupported length for lateral-torsional buckling, Lb is taken to be equal to the L22 factor.

Apakah itu berarti SAP2000 dapat secara otomatis menentukan sendiri Lb tanpa memerlukan data masukan baru. Hal ini penting, karena bagaimanapun juga L b dan Cb akan mempengaruhi kekuatan lentur balok (lihat Gambar 1.22). Jika data dapat dibuat otomatis, tanpa campur tangan insinyurnya, tentu periu diketahui bagaimana program menentukannya berdasarkan data-data sebelumnya, yang tentunya hanya untuk analisis struktur saja (bukan data desain).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Ba ja

29

- Theory} ______ Design WI 6 X 26 M

~5 M M, C. = 1.3

M,

W I Met - CbLV £1..0' +

--Plastic

(WE L )' t~NJ

II III Inelastic - - - I- - - - Elastic -

-

--

L,

o

16

24

L. ( fl)

Ga mbar 1.22 Pengarllh L" da n Cb terhadap Kliat Lentllr (Sa lmon et. al. 200 9)

Kemampuan program SAP2000 untuk menentukan parameter Lb dan Cb secara otomatis, tentunya menarik. Padahal bagi seorang insinyur saja, ketika menentukan kondisi pertambatan lateralnya perlu melihat kondisi aktual, bahkan memadai atau tidaknya untuk disebut pertambatan kadang kala masih perlu engineering judgement (McCormac 2008), yang tentu bisa bersifat subyektif. Tentang itu, manual program SAP2000 (CSI 2007) tidak memberi penjelasan, meskipun ada petunjuk (Kutipan-3) sebagai berikut: Th e preferred method is to model a beam, column or brace member as one single element. ... lfthe member is manually meshed (broken) into segments, maintaining the integrity of the design algorithm becomes difficult.

Dari kutipan di atas, tersirat bahwa algoritma program juga punya keterbatasan. ltulah mengapa, manual program memberi us ulan strategi yang periu dikerjakan. Jadi ada ketentuan khusus yang harus dipahami dan diikuti, mulai dari pemodelan struktur untuk analisis sampai desain agar prosesnya berlangsung seamlessly. Dua kasus perancangan balok baja (Mc Cormac 2008; Salmon et. al 2009) dipilih untuk dianalisis dan didesain ulang (Dewobroto 2010) dengan memakai program SAP2000 dan ETABS. Pada tahap analisis diketahui bahwa hasilnya relatif sarna, tetapi tahap desain ketika memakai opsi otomatis, ternyata beberapa hasilnya tidak memuaskan, berbeda jauh dari hasil referensi. Itu menunjukkan bahwa opsi otomatis dari program mempunyai keterbatasan.

30

Bab 1. Prospek dan Ke ndala

Supaya desain penampang yang memakai opsi otomatis hasilnya benar dan optimal, harus disiapkan model struktur sesuai karakter program, dalam hal ini SAP2000 dan ETABS. Keduanya adalah structural analysis program (SAP) buatan CSI Inc., dari Berkeley, (www.csiberkeley.com). yang dibuat untuk pasar yang berbeda. SAP2000 adalah general purpose SAP, sedangkan ETABS ditujukan pada perancangan bangunan gedung (20 atau 30). Jadi wajar saja jika keduanya mempunyai karakter berbeda. Itu sebabnya, CSI menjualnya secara terpisah dan bukan dengan menggabungkannya sekaligus. Penelitian membuktikan bahwa karakter program tidak mempengaruhi proses analisis, tetapi hanya hasil desain. Adanya buku manual yang sarna (CSI 2007), tetapi karakternya berbeda merupakan petunjuk bahwa untuk mengenal karakter suatu program tidak cukup hanya membaca buku manualnya saja, tetapi perlu pengalaman langsung dengan program itu sendiri. Salah satu contoh sederhana, yaitu pada program ETABS yang dimaksudkan untuk bangunan gedung, yang namanya profil baja untuk BALOK pasti dianggap menyatu dengan lantai. Anggapan ini menyebabkan nilai Lb dipastikan kecil atau dianggap tidak terjadi LTB. Sedangkan program SAP2000 jelas berbeda. ltu terjadi karena program dibuat untuk struktur yang lebih umum, tak terbatas pada bangunan gedung saja. Oleh karena itu elemen batangnya tidak disebut balok, semuanya hanya disebut elemen struktur. Jadi yang disebut balok adalah elemen struktur yang mengalami lentur saja, dan orientasinya horizontal seperti pada balok lantai. Ada tiga kasus desain yang ditinjau, problemnya relatif sederhana, yaitu desain balok baja menurut AISC LRFO. Oleh karenanya dapat diketahui bahwa parameter desain yang belum ada pada proses analisis adalah parameter Lb dan Cb . Masing-masing adalah jarak bebas tanpa pertambatan lateral (/22 pada Gambar 1.21) dan faktor momen gradien. Pengaruh kedua parameter tersebut pada kekuatan lentur balok diperlihatkan pada kurva di Gambar 1.22. Penjelasan secara lengkap balok yang didesain, dapat dibaca pada buku acuan (Vinnakota 2006, McCormac 2008, dan Salmon 2009). Adapun penelitian Oewobroto (2010) adalah sebagai berikut: Balok pertambatan penuh - Example 9-2 (Mc Cormac 2008)

Kasus 1 diambil dari (Mc Cormac 2008 p.269) : balok profil baja W24 x 62, mutu Fy = 50 ksi, kondisi terkekang sempurna (Lb = 0), beban mati merata tambahan W D = 1.5 kjft, berat sendiri dihitung,

Wirya nto Dewobroto - Strll ktllr Baja

31

beban hidup terpusat PL = 30 kips di B, penyelesaian memakai cara LRFD dari AISC 360-05 / IBC 2006 (AISC 2005). Dari LRFD Selection Table, profil W24 x 62 Fy =50 ksi diperoleh $bM p = 574 kip-ft; $bMr = 393 kip-ft; Lp =4.9 ft; Lr=13.3 ft. Selanjutnya ditinjau 5 (lima) model balok sebagai berikut : 1.

Modell element : pa nj ang segmen L= 30 ft > Lr= 13.3 ft

2.

Mod el4 element: pa nj ang segmen L1,= 4.9 ft < L= 7.5 ft < Lr= 13.3 ft

3.

Model 10 ele ment: panj ang segmen L= 3.0 ft < Lp= 4.9 ft

4.

Model 4 eleme nt dengan link penghubung. Model ini pada dasa rnya adalah menempatkan dua model 4 ele ment sejajar dan dihubungka n denga n LINK.

S.

Model 10 element de nga n link pe nghubung. Model ini pada dasarnya adalah menempatkan dua model 10 element sejajar dan dihubungka n denga n LINK.

LINK adalah element yang menghubungkan secara aksial ke dua model balok dalam arah sejajar axis-3 (Gambar 1.23), lokasinya ditempat yang dipakai untuk pertambatan lateral. Agar terhubung secara aksial maka diberi kekakuan aksial saja (Area = 1, yang lain Ix=Iy =0). Karena tidak punya kekuatan menahan puntir balok maka jika ditinjau keseluruhan dengan engineering judgement mestinya LINK tidak dapat berfungsi sebagai lateral bracing, apalagi penempatannya tidak pada sayap desak tapi pada sumbu masingmasing penampang. Dengan pemahaman seperti itu, maka element LINK yang dipasang hanya element dummy saja (tidak berguna dari sisi struktur).

· !

ZL

PL~ 30k

w"~ '''1ft

t ll l" I I II~I~ I I IIIII IJ: I "III ; I~'~ III I II '

zt2

a). Pembebanan Balok t1

x

11

4

W



b). Model I Element 4 @7 . 5ft ~ 30ft

w

W

(w 1

c). Model 4 Element

d). Model 10 Element

I). Model 10 Element dengan LINK penghubung

Ga mbar 1.23 Balok Kasus- l dan model-model penyelesaia nnya

32

Bab 1. Pros p ek da n Ke nda la

Selanjutnya model-model tersebut dianalisis dan didesain dengan SAP2000 memakai opsi design preference yang ada secara default tanpa ada pengaturan manual. Hasilnya disajikan sebagai berikut. Tabell.3 Desa in Balok Kas us- l mengikuti Des ign-Preference SAP2000 No

Materi Design

M.(k·lt)

1

ManuaJ-McCormac 2008

2

SAP-l element

3

SAP-4 ele ment

4

SAP-lO element

5

SAP-4 element + Link

6

SAP-lO element + Link

570.800 570.856 570.856 570.856 570.856 570.856 570.856 570.856 570.856 570.856 570.856

LIildClr

C. 1.243 1.243 1.000 1.000 1.000 1.000 1.173 1.173 1.057 1.057

1 1

4 4 10 10 4 4 10 10

Ij>M.(k-ft)

574.000 139.278 139.278 112.024 112.024 112.024 112.024 573.75 0 573.750 573.75 0 573.75 0

R

0.9944 4.0987 4.0990 5.0958 5.0960 5.0958 5.0960 0.9950 0.9950 0.9950 0.9950

Keterangan

%

100% 412% 412% 512% 512% 512% 512% 100% 100% 100% 100%

Re ferensi desain SAP2000 ver 7.4

SAP2000 ver 11 SAP2000 ver 7.4 SAP2000 ve r 11 SAP2000 ver 7.4 SAP2000 ve r I I SAP2000 ver 7.4 SAP2000 ve r 11 SAP2000 ver 7.4 SAP2000 ver 11

Cata tan : * R ada la h ratio dari Mu:
Balok kantilever pertambatan lateral terbatas (Salmon et.al 2009)

Kasus-2 diambil dari Example 9.9.3 (Salmon et.al 2009 p.455) : profil baja W33 x 118, mutu Fy = 50 ksi, kondisi terkekang lateral di titik tumpuan dan tiap beban terpusat, berat sendiri diabaikan. Solusi memakai LRFD dari AISC 360-05 / IBC 2006 (AISC 2005). Dari Load Factor Design Selection Table profil W33x118 Fy =50 ksi diperoleh ~b = 0.9 Zx=415 in 3 Mp= 1730 kip-ft ~b M p = 1560 kip-ft; ,h Mr = 1080 kip-ft·} L p = 8.2 ft· '+'b , L r = 23.5 ft

zL

P,

x

=

16 kips (OL) 60 kips (LL)

P,

= 12 kips (DL) 28 kips (LL)

1----=-"------1- ---="-''----- -1----..::..:...''-----1 1-_ _ _ _ _ _ _~52~ft'--_ _ _ _ _ _~vcm~1 : support

Latcnli suppon of : compression [l ange

,

a). Verti ca l da n Lateral Support + PI- 60 kips (U ) P!-12 kiPll

V l- IHipl(Dl)

ii£i

0

(OL)!

@

a). Load Casc: l Pl-28 kiPll (LL) + ! PI-16 InPS(I)LI

iQli

0

t

P,- 12 klP!(DLl

b). Load Case II

@

~~ Mu· tHO kJp-ft

c). Envelope Bending Momenl on Beam

b). Load Case a nd their Load Combinati on Ga mbar 1.24 Balok Kasus-2 (Exa mpl e 9.9.3 Salm on et.a l 200 9)

Wirya nto Dewobro to - St ruktur Baja

33

Ada dua kasus pembebanan (Load Case I dan Load Case II), hasil keduanya ditampilkan dalam bentuk bending momen envelope di Gambar 1.24b. Karena kondisi tahanan lateral yang tertentu pada segment A, B dan C maka perencanaannya akan dievaluasi secara terpisah. Pengaruh momen gradien dihitung pada parameter Cb• Hasil untuk segmen C karena tidak ada di buku Salmon (2009) akan dihitung tersendiri secara manual. Tabel1.4 Design Balok Kasus-2 mengikuti Design-Preference SAP2000 No

Materi Design

1

Ref. Manual - segm ent A Manual - segment B

Manual - segment C

2

SAP": 3 Element (1-2) SAP" : 3 Element (2-3) SAP" : 3 Element (3-4) SAP": 3 Element (1 -2) SAP" : 3 Element (2-3) SAP": 3 Element (3-4) SAP" : 3 Eleme nt (1 -2) SAP" : 3 Eleme nt (2-3) SAP" : 3 Eleme nt (3-4) SAP": 3 Eleme nt (1-2) SAP" : 3 Eleme nt (2-3) SAP" : 3 Eleme nt (3-4)

3

4

5

M. (k-ft) 1350 1350 1240 1349 1349 1243 1349 1349 1243 1349 1349 1243 1349 1349 1243

C.

1.67 2.00 1.00 1.00 1.00 1.67 1.67 1.49 1.67 1.00 1.00 1.67 1.67 1.49 1.67

(~)

L",_

24 28 21 2.167 1.857 1.000 2.167 1.857 1.000 2.167 1.857 1.000 2.167 1.857 1.000

cj>M

151 0 1390 1027 270 270 1556 1508 987 1556 270 270 1556 1508 987 1556

Keterangan

%

R

(k-rt)

0.894 0.971 1.207 4.988 4.988 0.799 0.895 1.260 0.799 4.988 4.988 0.799 0.895 1.260 0.799

100% 100% 100% 558% 515% 66% 100% 128% 66% 558% 515% 66% 100% 128% 66%

Ref. to segment A

Ref. to segment 8 Rer. to segm ent C

Segm ent A Segment B SegmentC Segment A Segment B

Segment C Segment A Segm ent B

SegmentC Segm ent A

Segment 8 Segm ent C

Keterangan versi program dan opsi yang diaktifkan: ' J SAP2000 ., SAP2000 ' 3 SAP2000 '4 SAP2000

v 7.4, LRFD v 7.4, LRFD v 11 , LRFD v 11 , LRFD

1993, Opsi 1993, Opsi 2005, Opsi 2005, Opsi

: Plane Frame : Plane Frame, D.O.F titik 2 & 4 arah sb.2 di restraint : Space Frame : Space Frame, D.O.F titik 2 & 4 arah sb.2 di restraint

Meskipun hanya ditinjau dua kasus yang relatif sederhana, tetapi setelah dilakukan analisis dan desain berdasarkan opsi default, memakai design preference (CSI 2007), ternyata desain baja pakai SAP2000 tidak memuaskan dibanding penyelesaian desain dari buku rujukan (McCormac 2008, Salmon et.al. 2009). Hasil yang dijumpai bervariasi, jika dianggap penyelesaian desain dari buku rujukan dianggap benar maka desain baja dengan SAP2000 pada sebagian elemen menunjukkan kondisi under-design dan sebagian lain over-stress, atau kata lain hasilnya unreliable (diragukan). Selain itu hasilnya tergantung pemakai, karena ketika dilakukan beberapa cara pemodelan yang berbeda maka hasilnya langsung berubah ke arah yang mendekati hasil buku rujukan. Faktor-faktor penentu dalam perencanaan struktur baja Karena problem yang ditinjau relatif sederhana, yaitu steel-design balok dan menggunakan code AISC LRFD, maka parameter desain yang diperlukan tetapi tidak diminta secara khusus selama proses analisis, dapat diketahui. Parameter yang dimaksud,adalah Lb dan

34

Bab 1. Prospek dan Kendala

Cb, masing-masing adalah jarak bebas tanpa pertambatan lateral

(/22 pada Gambar 1.21), dan faktor momen gradien penyebab LTB. Jadi yang menyebabkan hasil program dapat berbeda dengan hasil perhitungan manual dari buku referensi adalah dari bagaimana SAP2000 menerjemahkan data-data analisis struktur agar dapat dipakai sebagai parameter desain, Lb dan Cb tersebut.

Penentuan parameter Cb relatif mudah karena rumus Fl-1 (ArSe LRFD OS) cukup jelas pemakaiannya. Kesalahan dijumpai karena ada ketentuan dari AISC bahwa untuk struktur kantilever nilai Cb =1 (rumus F1-1 tidak digunakan). Jadi dari hasil desain pada Kasus-2 (lihat TabeI1.4) terlihat bahwa nilai Cb pada element 3-4 tidak sarna dengan satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa program SAP2000, baik versi 7.4 maupun versi 11 belum bisa mengindentifikasi secara otomatis apakah model strukturnya merupakan balok biasa atau kantilever. Dengan demikian para insinyur pemakai program harus mengaktitkan secara manual dengan opsi Overwrites. Jika dipaksakan memakai parameterdefaultdari program tersebutmaka desain struktur baja hasilnya bisa under-design (tidak aman). Penentuan parameter Lb oleh SAP2000 ternyata tidak sederhana, seperti misalnya dianggap dari panjang elemen lokalnya saja, tapi ternyata konfigurasi struktur secara keseluruhan juga memberikan pengaruh. Tentang bagaimana kompleks perhitungan yang dimaksud ada baiknya membaca kern bali Kutipan-3 di depan. Jadi masalahnya mulai teridentifikasi, tetapi karena tidak ada petunjuk lengkap manual, maka adanya risiko terjadi kesalah-pahaman antara model struktur yang disiapkan insinyur, dengan program saat melakukan 'recognizes various aspects' dalam menghitung nilai Lbyang diperlukan. Faktor yang menyebabkan kesalah-pahaman. Untuk menyatakan suatu kesalah-pahaman yang bersifat umum tentunya tidaklah mudah, diperlukan cukup banyak sam pel agar kesimpulan yang diambil bersifat umum. Meskipun demikian jika dibatasi pada kasus-kasus yang telah ditinjau, maka mestinya dapat disebutkan seperti berikut : 1. SAP2000 secara otomatis mengevaluasi kondisi lateral torsional buckling (LTB) balok, yaitu dengan cara menentukan nilai Lb' Jadi untuk balok yang diketahui tertambat lateral secara baik seperti pada lantai komposit, maka jika digunakan opsi otomatis SAP2000, maka desainnya bisa berbeda dari yang

Wirya nto Dewo broto - Struktur Baja

35

sebenarnya, karena bisa saja kekuatan hasil desain ditentukan oleh kondisi LTB, yang mana biasanya lebih rendah dari nilai sebenarnya. Untuk mengantisipasi, diperlukan cam pur tangan insinyur untuk mengevaluasi nilai Lb yang dihitung program, dan jika perlu mengaktifkan opsi overwrite yang disediakan. 2. Agar hasil steel-design sesuai harapan perlu penyesuaian pada model struktur. Jika hanya mempertimbangkan keperluan analisis strukturnya saja maka tidaklah cukup, perlu informasi tambahan khususnya kondisi restraint pada titik-titik yang dianggap ditempati pertambatan lateral. Ini merupakan hal mutlak, khususnya untuk struktur-struktur yang dimodelkan secara terbatas, seperti pada pemodelan 20 (plane frame). Jika struktur dapat dimodelkan secara 3D (space-frame) lengkap, maka ada kemungkinan SAP2000 dapat menghitung otomatis, meskipun kebenaran Lb-nya perlu dievaluasi ulang juga. 3. Ada ketidak-samaan persepsi antara pemodelan bagian yang dianggap mempunyai pertambatan lateral, dengan kondisi real. Ada pemahaman bahwa profil desak disebut tertambat secara lateral jika dipasang bracing sedemikian sehingga profil baja tadi tidak mengalami deformasi lateral. Oalam memodelkan kondisi tersebut sebagai element 10 maka seharusnya di restraint di O.O.F rotasi, dan bukan translasi. Oalam kenyataan yang dijumpai pada pemodelan yang dipakai Kasus-1 ternyata cukup dipasang LINK pada arah sumbu-3 yang tersambung secara aksial (sendi / pin). Juga di Kasus-2, sebagai pengganti LINK ditetapkan kondisi restraint translasi di arah sumbu-3, yaitu 0y . Kondisi tersebut tentu tidak selaras dengan kriteria pertambatan lateral seperti yang dikemukakan. Jadi bisa saja dikatakan, bahwa apa yang dianggap tertambat lateral oleh program, ternyata tidak mempunyai kesamaan pemahaman jika dievaluasi secara manual, demikian pula sebaliknya. Siapa yang benar, program SAP2000 atau insinyur pemakainya Adanya temuan-temuan yang tidak memuaskan dalam pemakaian SAP2000 seperti itu tentu menimbulkan pertanyaan, siapa yang menjadi sumber masalah, program SAP2000 yang tidak reliable, tidak bisa digunakan untuk proses desain, atau dari insinyur pemakai yang tidak kompeten. Jawaban yang muncul tergantung dari bagaimana sikap pemakai terhadap program tersebut. Jika pemakai mengganggap bahwa SAP2000 adalah suatu yang sangat hebat, yang dapat menyelesaikan semua masalah secara otomatis

36

Bab 1. Prosp ek dan KendaJa

sehingga pemakai tidak perlu tahu hal-hal apa yang dikerjakan program. Ketika kemudian dapat ditemukan fakta adanya ketidaksempurnaan itu, maka pribadi seperti itu cenderung menyalahkan program komputernya. Mengapa tidak sesuai harapan, padahal sudah membelinya mahal-mahal, misalnya. Sedangkan pribadi lain yang menganggap bahwa SAP2000 adalah seperti halnya produk teknologi lainnya, yaitu jika dapat memakai secara tepat tentu akan sangat berguna, sedangkan jika tidak bisa memakai dengan baik, maka cenderung tidak bermanfaat bahkan bisa membawa bahaya. Pertanyaan seperti di atas tentu tidak perlu diperdebatkan lagi. Adanya kasus yang dapat dikemukakan juga menunjukkan bahwa pada prinsipnya meskipun sudah ada program komputer canggih dengan opsi otomatis sekalipun ternyata tidak dapat digunakan dengan baik tanpa insinyur pemakai program memahami benar tentang proses perancangan struktur balok baja. 8agaimanapun juga program komputer hanyalah alat bantu sedangkan keputusan akhir tetap di tangan insinyur perencananya. 1.5.6. Pentingnya konsistensi Insinyur umumnya mengandalkan program komputer komersial untuk perencanaan struktur, praktis, cepat dan terbukti banyak yang sukses memakainya. Umumnya program komersil seperti itu mempunyai fasilitas canggih dan para awam berpendapat bahwa semakin canggih suatu analisis maka hasilnya juga akan semakin mendekati realita (~ teliti). Sebagai contoh adalah fasilitas analisa struktur 3D (ruang) . Sekarang hampir sebagian besar program analisa struktur komersial mempunyai kemampuan 3D. Kondisi ini didukung oleh adanya program CAD yang menyebabkan pembuatan gambar 3D atau 2D hampir sarna mudahnya. Oleh karena itu timbul pendapat bahwa sebaiknya semua analisa strukturnya harus 3D saja sekalian. Jika itu dikerjakan maka diyakini model yang dipilih akan lebih mendekati bentuk sebenarnya sehingga hasilnya tentu akan lebih teliti. Apakah benar demikian.

Lebih lanjut, memang ada struktur yang memang harus dianalisis secara 3D, tetapi yang lainnya umumnya cukup dimodelkan 2D. Analisis 3D menuntut pemahaman yang lebih banyak tentang gaya-internal yang terjadi. Selain itu bisa terjadi perilaku model (yang dihitung) dengan yang ada di lapangan berbeda akibat ada perbedaan dalam proses konstruksi, perbedaan tersebut kadang kala memerlukan penyesuaian dari konfigurasi struktur maupun strategi pelaksanaannya di lapangan.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

37

3500

~

3500

9

3500

I

j.

a). Denah Lantal Typ. +8.00

g

~I

I

150 sIGb (typ . )

~

+4.00

~ :1::0.00

b) . Potongan 1-1

a). Struktur Beton (cast in si tu / monolith)

c). Di agra m Mom en Struktur Beton

I

ZLx~

I !~

150 slob (typ.)

I

[

sambungan

b) . Potongan l-I

b). Struktur Baja Sambungan Baut Geser

d) . Diagram Momen Struktu r Baja

Gambar 1.25 Konfi g uras i Struktur agar Berperilaku 3 D (Dewobroto 2007)

Gambar 1.25 merupakan struktur lantai dengan konfigurasi bujur sangkar simetri. Jika sistem struktur balok dapat bekerja dalam dua arah (two-way system) tentunya akan lebih efisien (hemat). Untuk konstruksi beton cast-in-situ, pemodelan struktur dapat dikerjakan apa adanya. Dari hasil analisis, sistem strukturnya menunjukkan perilaku 3D (lihatGambar 1.25c). Itu berarti distribusi pembebanan lantai didukung semua balok secara merata (efisien). Hasil analisis ini dapat dengan mudah diaplikasikan pada konstruksi beton eastin-situ di lapangan dan tidak ada masalah berarti. Konstruksi baja ternyata beda, karena keterbatasan kemampuan sambungan (sambungan geser) maka dalam pemodelan 3D-nya

38

Bab 1. Prospek dan Kendala

perlu dipasang sendi (option release) pada ujung balok anak yang penempatannya simetri dalam dua arah (Gambar 1.25b). Dengan konfigurasi tersebut dapat dihasilkan sistem struktur yang selaras dengan sistem struktur beton bertulang. Dalam pelaksanaan di lapangan ternyata konfigurasi struktur baja tadi mempunyai kendala,yaitu balok-baloktidakdapatdimanfaatkan sebagai perancah (self-supporting structure) sehingga perlu metode konstruksi tertentu (perlu perancah). Bagi awam perubahan penempatan sambungan dapat dianggap sesuatu yang sepele, apalagi jika tidak melihat kronologi perencanaannya. Bahkan bagi insinyur perencana yunior, bisa ikut terkecoh, karena dianggapnya metode pelaksanaan merupakan tanggung jawab kontraktor.

®

@

"I)

3500

<0 T

kolom (typ.) WH-400

0 0

"'

M

'3

~

\J)

balok (ty p., SH-SOO

:.'----

g : :

©

1 ':

~I' @

3500

--. '

~ Sambungan geser

i-I balok te p; typo (MH- 588)

a). Baja dengan Penempatan Sa mbunga n

b). Diagra m Mom en

Gamba r 1.26 Konfigu ras i Struktur Baja Usula n Kontrakto r (Dewobroto 2 007)

Persyaratan tersebut kadang menjadi masalah bagi kontraktor pelaksananya. Bila tidak ada spesifikasi teknik yang khusus pada dokumen kontraknya maka tentunya kontraktor dapat mengajukan usulan berdasarkan pengalaman yang dimilikinya, misalnya : balok pada as 2 dan as 3 dipasang menerus agar struktur dapat juga digunakan sebagai perancah bagi balok-balok pada as B dan as C, dengan konsekuensinya orientasi sambungan geser diu bah menjadi Gambar 1.26a. Jika us ulan dapat dilakukan tentunya akan ada penghematan biaya, tentu ini dari sudut pandang kontraktor. Jika perencana tidak memahami risiko usulan perubahan tersebut dan membiarkan terjadi, maka jelas perilaku sistem struktur yang dilaksanakan berbeda sekali dengan perencanaan awal. Bila di awal perencanaan diharapkan diperoleh penghematan dengan analisa 3D, dalam kenyataannya : distribusi gaya tidak tersebar ke semua

Wiryanto Dewobroto - Strll ktllr Baja

39

balok, tetapi hanya bertumpu pada balok tertentu saja. Itu berarti bangunan berisiko tinggi mengalami 'kegagalan bangunan' pada kondisi beban penuh. Maksud hati ingin memakai fasilitas canggih komputer (analisis 3D) dan juga berpikiran bahwa cara seperti itu biasa dikerjakan pada konstruksi beton dan berhasil, tapi ternyata ketika diaplikasikan pada konstruksi baja tanpa memahami aspekaspek pelaksanaannya maka risikonya tinggi dan berbahaya.

1.6. Perencanaan Khusus 1.6.1. Umum Material baja yang buatan pabrik, punya keunggulan mekanik tinggi dibanding bahan material lain, tetapi relatif mahal. Padahal pemakaiannya kadangkala tidak bisa diberdayakan secara penuh, ada bagian-bagian yang bahkan tidak bekerja. Oleh karena itu untuk mengoptimasikan penggunaan material baja, dilakukan beberapa strategi. Setiap strategi tentu mengandung risiko atau tepatnya konsekuensi. Tapi jika dapat diketahui tentu bukan suatu masalah. Berikut adalah beberapa strategi optimalisasi yang ada. 1.6.2. Sistem tapered Sistem ini didasarkan pada pemikiran sederhana, ukuran (tinggi) balok yang efisien jika disesuaikan dengan besarnya momen yang terjadi. Seperti diketahui bahwa pada balok atau portal sederhana, akibat beban merata maka momen maksimum hanya di tempattempat tertentu, jika simple-beam maka momen maksimumnya di lapangan, untuk portal ada di sudut-portal, dan sebagainya.

Gambar 1.27 Batang tapered (www.structural-steelbuilding.co ml)

Jadi jika dipakai ukuran profil yang sarna untuk semua ben tang dipastikan ada bagian yang tidak optimal. Oleh karena itu dengan memanfaatkan teknologi las, maka ketinggian profil baja diubah sedemikian rupa menjadi bentuk tapered, bagian dengan momen maksimum lebih tinggi daripada bagian lain yang lebih kecil.

40

Bab 1. Prospek dan Kendala

Strategi ini tentu akan coeok jika digabungkan dengan keunggulan baja yang lain, yaitu jika digunakan dalam bentuk modul seragam, berulang dan berkuantitas besar seperti yang diterapkan pada Pre-engineered Steel Building. Dengan eara tersebut, biaya yang dikeluarkan untuk mengubah profil standar jadi profil tapered jika dilakukan berulang-ulang maka akhirnya biaya produksinya dapat ditekan, dan di sisi lain diperoleh keuntungan dari penghematan (optimalisasi) dari material baja yang digunakan. Jika digunakan teknologi pengelasan tipe submerged-arc weld pada bengkel fabrikasi, maka tidak perlu bevel (coak di bagian tertentu) atau pekerjaan persiapan khusus pada bagian web yang dilas. Adapun formulasi geometri untuk pemotongan profil konvensional untuk dibuat profil tapered sebagai berikut. ~I'I--------- L e n g t h - - - - - - - - - - - ...t1

n U <\

I===============_=-=--=-=-Tt=l--------\

0

---!~----~

"*'

o

_---------

I

coh \d= ~ c =

b

,

W- ,oiled beom

\

Flame cut WF beom olong dotted lines

I\....0--------- length

II

1

- - - - - - - - - - '.. ~l

n

~----I+d,

li

Gambar 1.28 Rumus Pemotongan Satang Tapered (Slodget 1976)

Untuk perancanaan penampangnya, prisipnya adalah memastikan bahwa di setiap titik, tegangan yang terjadi (akibat beban), tidak melebihi tegangan ijin , atau dalam format LRFD adalah Mu < ~ Mn' Masalahnya jika yang dominan adalah akibat pembebanan merata. Pada kondisi tersebut maka bending momen diagram berbentuk parabola sedangkan perubahan tinggi profil tapered adalah linier. Perlu dicari lokasi tinggi kritis / critical depth (Blodget 1976), yaitu tinggi profil minimum batang tapered yang diperlukan untuk menahan momen aktual.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

41

~

LU..LU..l.ll.U.......u...u.i..1..Ll.J..U..LU.L....................

Curve of required sect ion modulus (S) has Some shope a s moment dtogca m fOf uniform load o n simply

supported beam

~g~

Required dep.h

(0) Conventional beam

(b) Tapered girder

Gambar 1.29 Lakasi tinggi kritis batang Ta pered terhadap mamen aktual (Bladget 1976)

Dari penelitian Blodget (1976) untuk balok tumpuan sederhana terhadap pembebanan merata maka lokasi tinggi kritis akan terletak pada 1,4 bentangnya, dan bukan ditengah-tengah, meskipun disitulah terletak momen maksimumnya. Konfigurasi dan beban yang bekerja pada struktur tidak mesti berbentuk beban merata saja, bisa konfigurasi lain sehingga tiaptiap kasus perlu dihitung khusus. Untuk kemudahan perhitungan, Blodget (1976) menyediakan tabel khusus berisi berbagai parameter batang tapered terhadap berbagai macam kondisi pembebanan. Adanya tabel siap pakai seperti itu tentu sangat membantu insinyur maupun pelaksana konstruksi baja untuk menentukan ukuran batang tapered yang paling optimal. Biaya yang dikeluarkan tentunya akan dapat menjadi lebih ekonomis lagi.

1.6.3. Sistem Castellated Teori balok lentur menunjukkan bahwa tegangan maksimum terjadi pada sisi luar profil (flange) sedangkan di web bahkan nol di sumbu netralnya. Kecuali itu, jarak sisi-sisi luar menentukan besarnya inersia balok. Atas dasar itu maka sistem castellated memotong profil dan menempatkan sedemikian rupa sehingga properti penampangnya dapat meningkat.

=

Burni ng Pattern

Rejoined Beam without Increment Plates

Rejoined Beam with Increment Plates

Gambar 1.30 Sistem pembuatan balak Castellated (Bayer 1964)

42

Ba b 1. Prospek dan Kendala

Kecuali terjadinya peningkatan properti penampang secara signifikan, lobang ditengah profil memudahkan penempatan peralatan M&E, kondisi ini tentu disenangi arsitek. Penggunaan profil castellated sangat efektif untuk struktur yang didominasi momen, misalnya untuk struktur bentang lebar. Untuk daerah dengan momen dan geser tinggi, seperti tumpuan pad a struktur menerus maka lobang ditutup pelat atau diberi perkuatan lain.

a). Proses rejoined

b). Aplikasi pada bangunan industri

Gambar 1.31 Sistem Castellated atau Honeycomb (Boyer 1964)

1.6.4. Sistem gelagar komposit Usaha untuk memaksimalkan material terhadap gaya-gaya yang bekerja merupakan motivasi dibuatnya sistem-sistem baru agar efisien. Jika hanya membicarakan tentang kemampuan material untuk menerima tegangan maka sebenarnya untuk baja tidak ada masalah, tegangan tarik atau tekan sarna saja. Ini jelas berbeda dibandingkan beton, dimana dalam desain bahkan kuat tariknya diabaikan, apalagi jika telah mengalami retak. Oleh karena itulah maka untuk struktur beton diperlukan tulangan baja untuk mengantisipasinya. Jadi dalam struktur beton bertulang telah terjadi kerja sarna sebagai satu kesatuan antara beton dan baja, sehingga mekanisme seperti itu juga disebut sebagai komposit. Tetapi secara umum istilah komposit dikaitkan dengan elemen struktur yang mekanisme kerjanya ditentukan oleh kerja sarna beton (bertulang) dan profil baja. Elemen struktur yang dimaksud dapat berupa kolom maupun balok. Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

43

Dari keduanya, paling signifikan pengaruhnya adalah balok yang dibebani lentur, sisi tarik ditahan oleh material baja secara efisien, sedangkan bagian desak ditahan oleh beton yang berdimensi lebih besar dan mempunyai ketahanan tekuk yang lebih baik. Jika dipakai baja untuk sisi desak akan tidak efisien, karena kegagalan tekuk akan terjadi lebih dulu tanpa harus mengalami kelelehan. Jadi penggunaan mutu baja tinggi tidak efisien. Sistem balok komposit paling sesuai diterapkan pada balok yang mendukung lantai (yang terbuat dari beton bertulang), baik digunakan pada bangunan gedung maupun pada jembatan. Pada sistem balok lantai, agak susah membedakan dari tampilan luar apakah sistemnya non-komposit atau komposit. Perbedaan hanya ditentukan oleh keberadaan shear stud atau shear connector yang tertanam dalam pelat betonnya, yang menyebabkan kedua komponen struktur (profil baja dan lantai) berperilaku komposit. Agar aksi komposit bekerja, yaitu profil baja menerima tarik dan pelat betonnya menerima tekan, maka hal itu sangat tergantung cara penempatannya. Karena pelat beton berfungsi juga sebagai lantai, maka posisinya selalu di atas, sedangkan profil baja ada di bawah. Persyaratan seperti itu dipenuhi oleh sistem balok sederhana (simple -beam) , khususnya terhadap momen lapangan yang timbul. Sedangkan untuk balok menerus, dimana momen terbesar ada di tumpuan, maka kondisinya menjadi terbalik, sisi tarik ada di atas (beton) dan sisi tekan ada di bawah (baja), pada kondisi ini maka sebaiknya aksi komposit diabaikan saja (tidak efektif) . Salah satu aplikasi balok komposit yang telah berhasil diterapkan pada jembatan standar dapat dilihat pada Gambar 1.32 di bawah. Square Tube Handrait Posts

Shear Studs fo r

compoOI,eAC'I\

::~,~~~~~

Elastomerlc Bearings

Precision Fabricated Girder Segments

Bracing Frames at Ends & 1m Maximum Centr.s

Gambar 1.32 Jembatan Sta ndar Tipe Balok Komposite (Sumber: Tra ns Bakrie)

44

Bab 1. Prospek dan Kenda la

1.6.5. Sistem prategang pada konstruksi baja Material baja punya rasio kuat tarik dibanding berat-volume yang tinggi, sehingga cederung menghasilkan bentuk penampang yang langsing. Kondisi seperti itu menyebabkan perilaku tekuk akan mendominasi jika menerima tekan, sehingga keunggulan material yang mempunyai kuat tarik tinggi, tidak bisa diberdayakan secara efisien. Agar efisien maka diatur cara penempatannya sedemikian rupa sehingga pada setiap kondisi pembebanan akan menerima tegangan tarik saja, misalnya adalah elemen struktur dari kabel.

Struktur kabel tradisionil dapat dilihat pada jembatan gantung dan jembatan cable-stayed. Sedangkan pada bangunan gedung, struktur kabel banyak dipakai pada atap bentang panjang, yang karena ringannya perlu diberi gaya prategang agar kekakuannya mencukupi. Untuk itu diperlukan suatu konfigurasi geometri yang tertentu pula, sebagai contoh struktur kabel atap Olympic Stadium Munich, Jerman, karya prof Frei Otto dari Uni Stuttgart. Karya itu merupakan cikal bakal dapat dikembangkannya struktur ringan dan transparan di Institut fur Leichtbau Entwerfen und Konstruieren (lLEK) pimpinan prof Werner Sobek, Uni Stuttgart, Jerman.

Ga mba I' 1. 33 Struktur kabel pada a ta p Olympi c Stadium, Munich (Sumbe r : Wikipedi a)

Penggunaan sistem prategang pada elemen kabel di atas, merupakan bentuk struktur yang khusus dan bukan sekedar konstruksi baja yang diberi kabel prategang. Sistem ini juga merupakan salah satu contoh keunggulan material baja, karena belum ada material lain yang dapat diaplikasikan pada sistem struktur seperti itu. Penggunaan sistem prategang pada konstruksi baja konvensional pada prinsipnya dapat juga dilakukan, jadi mirip seperti beton prategang. Intinya adalah memberikan gaya aktif yang akan bekerja pada struktur sehingga memberikan reaksi dengan arah berlawanan terhadap beban luar yang diberikan. Masalah yang dijumpai adalah bahwa gaya tarik yang diberikan pada kabel prategang akan memberikan reaks i berupa gaya tekan pada elemen baja, sehingga kalau struktur tersebut hanya terdi ri dari struktur

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

45

baja semua, maka tentu pengaruh lokal berupa gaya tekan yang terjadi harus diantipasi (risiko tinggi akan tekuk). Keeuali itu, karena struktur baja umumnya relatif ringan, maka gaya prategang bisa lebih besar dari berat sendiri struktur, sehingga sistern struktur baja bisa terangkat sehingga perlu diperhitungkan. Struktur dengan sistem prategang patut dipertimbangkan untuk dipakai pada konstruksi baja dengan pembebanan berat sendiri (beban mati) yang dominan, salah satu eontohnya adalah struktur balok baja komposit pemikul lantai pada gedung atau jembatan. Lantai beton memegang profil baja bagian atas, sehingga dapat bekerja sebagai pertambatan lateral. Jadi ketika profil bajanya diberi gaya prategang, maka risiko tekuk tidak menjadi masalah lagi, dengan demikian sistem prategangnya dapat berfungsi untuk meningkatkan kinerja struktur seeara keseluruhan. Densford et. al. (1990) menunjukkan data perbandingan jumlah profil baja, tulangan baja maupun kebutuhan beton dari jembatan balok profil I bentang SS ft (16.7 m) dan lebar 26 ft (7.9 m) milik Departemen Perhubungan Oklahoma. Pada konfigurasi yang sarna dibuat tiga maeam pereneanaan, yang terdiri dari non-komposit, komposit dan prategang-komposit. Tabel1.5 Perbandinga n Pemaka ian Mate rial (D ensford et. a11990) Kebutuhan Baja (Ibs) Kondisi Jembatan

Profil

Tulangan

Beton (cy)

I-B eams non-komposit

51,920 (A 36)

100%

65 35

35.7

I-Bea ms komposit

29,700 (A36) 25,5 20 (A5 88)

57% 49%

9310

44.4

Pra tega ng komposit

18, 150 (A5 88 )

35%

641 2

32.4

Dari penelitian Densford et. al (1990) tersebut dapat diketahui, bahwa penggunaan sistem prategang dapat memberikan keuntungan signifikan berupa penghematan penggunaan profil baja. Jadi sistem komposit dan prategang merupakan eara efektif untuk meningkatkan efisiensi kerja struktur jembatan. Ada tiga metode pemberian prategang pada balok baja (Densford et. aI1990), yaitu [1] memakai kabel / batang prategang yang diangkur di ujung-ujung, seperti balok beton prategang biasa; [2] komponen mutu tinggi yang diberi prategang dan disatukan dengan las pada profil baja lain sehingga menghasilkan balok hibrida; [3] praeetak prategang balok komposit, saat pelat beton dieor pada profil baja dengan camber, diberi gaya luar berlawanan arah camber.

46

Bab 1. Pros pe k da n Ke ndala

Metode-metode tesebut akan disajikan berturut-turut mulai yang pertama sebagai berikut: Anchorages

Jack Final Prestress High Strength Cables (b) Prestressed Beam , .. itb Draped Cable

(a> Beam \\ jib TClmoocd Rod

AnchorBlock~ Jack Fmal Prestress

• High Strength Rods

(e) Pan Elevallon and Section Views> of Prc slrt:: u cd Beam witb Stniabt Rod \

Gambar 1.34 Sistem pratega ng denga n kabel yang diangkur (Densford et. a l 1990)

Prategang dengan turnbuckle dapat dikerjakan secara manual, cocok diterapkan pada struktur baja yang ringan. Penulis pernah mengaplikasikannya pada perlombaan jembatan model untuk mahasiswa di tingkat nasional dan hasilnya sangat memuaskan (Dewobroto 2007a). Sistem prategang memakai kabel mutu tinggi, gaya prategang diberikan melalui dongkrak hidraulik. Gaya yang dihasilkan tentu sangat besar dan hanya coeok untuk struktur dengan pertambatan lateral terjamin dan relatif berat. Ini banyak dipakai untuk konstruksi balok pada jembatan baja. Karena kabel prategang ditempatkan di luar (external prestressing) maka umumnya banyak dipakai juga sebagai strategi perkuatan jembatan yang sudah ada. Penggunaan sistem prategang luar pada perkuatan baja dengan menempatkan sistem prategang di bagian bawah (Gambar 1.34a) kadang akan berisiko tinggi jika dilakukan pada sungai dengan permukaan air yang tinggi, apalagi jika terjadi banjir. Sistem kabel prategang dapat terendam air, atau bisa juga mengalami rusak karena tersangkut sesuatu yang hanyut pada sungai tersebut. Kalaupun kabelnya tidak rusak, tetapi bisa jadi lapisan pelindung korosinya menjadi terluka. Ketika itu terjadi maka korosilah yang berpotensi menjadi media penghancur struktur tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan strategi perencanaan yang memikirkan hal tersebut, termasuk juga program perawatan yang seksama dan harus eukup rutin pelaksanaannya, sesuatu hal yang kurang mendapat perhatian di Indonesia.

Wiryanto Dewobroto - Struktllr Baja

47

a). Kabel dan sa ddl e

b) . Anchorages

Ga mbar 1.35 Sis te m perkuatan kabel je mbata n Co nd et (Sumb er : Da ly da n Winarwan)

Cara prategang luar (external prestressing) tidak hanya digunakan pada sistem balok baja, tetapi juga dapat secara sukses diterapkan pada jembatan rangka baja. Biasanya perkuatan seperti itu diperlukan karena usia jembatan yang sudah lama sehingga diperlukan suatu peningkatan kapasitas yang diakibatkan adanya pertumbuhan volume lalu-lintas jalan atau bisa juga karena adanya degradasi sistem struktur yang tidak diduga sebelumnya.

/

a). Orientasi penempata n kabel pra tega ng

b). Kabel dan sa ddle

c). Anchorages

Gamba r 1.36 Aplikas i pratega ng di jembata n Ca ll endar Ham ilton (Zarkas i 2 005)

Alasan dibuat perkuatan dengan sistem prategang pada jembatan di Pantura, adalah karena terjadinya degradasi kekuatan akibat mutu sambungan baut yang berkurang, jika dibiarkan akan menimbulkan kegagalan fatik. Juga di sisi lain, yaitu untuk menyesuaikan terhadap adanya peningkatan volume pemakai jalan di daerah tersebut. Jadi, merupakan tindakan yang bersifat preventif.

48

Bab 1. Prospek dan Ke nda la

Sistem pemberian prategang dengan memakai kabel mutu tinggi mempunyai kemiripan dengan sistem post-tensioning pada balok beton prategang, dimana gaya prategang diaplikasikan pada balok setelah terpasang di lapangan. Pada pelaksanaannya sistem terdiri dari anchorages dan sistem pelindung kabel anti korosi. Keduanya masih merupakan produk patent sehingga membuat sistem tadi relatif masih mahal, sehingga tidak sesuai digunakan pada produk massal. Itulah alasannya, mengapa aplikasinya hanya dijumpai untuk perkuatan sistem struktur yang sudah ada. Sistem balok hibrida dan juga sistem balok yang diberi camber lalu diluruskan dengan pemberian beban luar saat pengecoran, dapat diwujudkan tanpa memerlukan kabel mutu tinggi dan komponenkomponen pelengkapnya. Ini tentu saja dapat digunakan sebagai alternatif sistem prategang murah untuk dipakai massal. Sistem balok baja hibrida yang memanfaatkan sistem prategang ada dua cara pembuatannya, seperti terlihat pada gambar berikut. Plate

Plate a). Prestressing by Appl ying Direct Tension to High Strength Plate

Force

b). Prestressing by Deflecting a Beam and Attaching Cover Plate

Gambar 1.37 Sistem pratega ng ba lok hibrida (Densford et. a11990)

Cara pertama (Gambar 1.37a) pelat baja mutu tinggi diletakkan di bagian bawah, selanjutnya diberi gaya tarik pada ujung-ujungnya sehingga pelat tersebut mengalami perpanjangan. Pada kondisi tersebut selanjutnya ditangkupkan profil baja berbentuk T (akan jadi bagian balok sisi atas) . Pada kondisi pelat mutu tinggi tetap mengalami peregangan dan profil T kondisinya normal, kemudian keduanya disatukan dengan sistem pengelasan. Setelah selesai maka gaya tarik pada pelat mutu tinggi dapat dilepas (dihilangkan). Jika pemberian gaya tarik pada pelat mutu tinggi masih pada kondisi elastis (pelat belum mencapai tegangan lelehnya), maka ketika beban dihilangkan maka pelat tentu akan memendek lagi pada kondisi awal. Karena saat ini sudah menyatu dengan profil T dengan cara pengelasan, maka perpendekan pada pelat baja mutu tinggi tadi akan menghasilkan gaya prategang pad a balok. Cara kedua (Gam bar 1.37b), profil baja ditempatkan pada tum-

Wiryanto Dewo broto - Stl'uktul' Baja

49

puan yang terletak di ujung-ujung, kemudian di atas dan bawah ditempatkan cover-plate dari baja mutu tinggi, kondisi lepas. Pada kondisi seperti itu balok tersebut diberikan beban (dongkrak) sehingga profil baja melendut, melengkung. Tetap pada kondisi tersebut selanjutnya cover-plate bagian atas dan bawah dis ambung dengan las hingga menyatu (monolit). Selanjutnya saat pembebanan dilepas maka akan dihasilkan tegangan prategang yang diharapkan pada balok. Fabrikasi balok hibrida (Gambar 1.37) tentu saja perlu peralatan khusus, yang merupakan investasi yang tidak murah. Oleh karena itu cara tersebut hanya cocok jika dipakai untuk produk massal dan berkesinambungan. Dalam prakteknya, perlu diperhatikan juga ukurannya, yang dibatasi oleh alat angkut dan pembatasan lalulintas jalan, agar transportasinya tidak menjadi masalah. Salok hibrida pada kasus di atas adalah profil baja dengan gaya prategang, yang secara visual bisa dibedakan berdasarkan deformasi awal yang terjadi. Akibat adanya gaya aktif yang bekerja itu maka dalam pemasangannya juga tidak boleh sembarangan seperti cara pemasangan balok konvensional. Harus dipastikan bagian sayap mana yang diberi prategang dan bagian yang tidak. Oleh karena itu dalam pemasangannya perlu diwaspadai agar jangan sampai terbalik. Jika terjadi, yang seharusnya atas tetapi menjadi bagian bawah, maka jelas sistem prategang yang diberikan jadi tidak efektif. Prategang tidak meningkatkan kapasitas balok tetapi bahkan menguranginya karena menjadi beban tambahan. Cara praktis sederhana untuk mengatasi permasalahan akibat salah penempatan sayap adalah dengan membuat balok hibrida dengan ukuran sayap berbeda antara bagian atas dan bagian bawahnya, atau balok simetri tunggal, bukan simetri ganda. Penggunaan alat khusus untuk menghasilkan gaya prategang pada balok hibrida, bisa saja menjadi masalah sehingga tidak dapat diterapkan. Ada cara lain yang telah diproduksi (Gam bar 1.38), yaitu memakai efek prategang hasil dari proses pengecoran pelat lantai. Karena sistem ini melibatkan profil baja dan pelat beton maka sebenarnya adalah sistem pracetak prategang balok komposit. Sebagai konsekuensinya dibanding balok hibrida sebelumnya adalah bahwa sistem ini Iebih berat, maklum sudah termasuk pelat betonnya sendiri. Jadi proses transportasi dan erection menjadi masalah yang periu dipikirkan dengan baik bila dipilih pada suatu proyek.

50

Bab 1. Prospek da n Kendala

P

Applied Forces

J

p

Applied Forces

p

lP

a). Step 1 - Forces are Applied to Beam Fumished by Mill with Predetermined Camber

b). Step 2 - Concrete is Placed While Forces are Maintained

Ga mbar 1.38 Praceta k pratega ng ba lok kompos it. (D ensfo rd et. al. 199 0)

Untuk pembuatannya, pertama-tama perlu disediakan profil balok baja yang diberi camber (lawan lendut) tertentu secara khusus. Karena ini nantinya memerlukan aksi komposit antara profil baja dan pelat betonnya maka harus dipasang dahulu shear connector sebelum dilakukan pengecoran pelat beton. Profil balok pada posisi seperti Gambar 1.38a, kemudian diberi pembebanan luar yang menimbulkan lendutan yang sarna besar dengan camber yang telah disiapkan sebelumnya. Pada posisi tersebut kemudian dilanjutkan pengecoran pelat beton dengan posisi di bawah (lihat Gambar 1.38b). Tentu saja pemberian beban masih terus dilakukan sampai pelat beton mengeras. Baru setelah itu bebannya dapat dilepas. Pada kondisi ini, karena bagian sayap profil yang tertanam pada pelat beton dari memanjang (akibat pembebanan luar) jadi memendek, maka pada pelat beton timbul tegangan tekan (precompression stress). Form Transfer Beam Rolled Beams r - - - r - - with Shear

Connectors

Cast-in-Place

[ ~,S""

r--

Transverse Form Support

Concrete Form

Ga mbar 1.39 Proses pracetak pra tega ng balok ko mposit denga n metode I nverset

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baj a

51

Sistem pracetak prategang balok komposit dalam aplikasinya jika beban diberikan dalam bentuk sistem jack / dongkrak dikenal sebagai "Preflex Technique" yang merupakan patent dari Preflex Corporation of America. Adapun yang dapat memanfaatkan berat sendiri beton yang akan dicor dinamai metode INVERSET, yang merupakan inovasi hasil riset Fears Structural Engineering Laboratory, Universitas Oklahoma (Densford et. aI1990).

1.7. Sistem Struktur Baja Tahan Gempa 1.7.1. Umum Sebagai engineer tentu masih ingat tentang kejadian gempa 26 Desember 2004 di Aceh pada 9.3 Skala Richter (SR) yang disertai tsunami, lalu gempa 27 Mei 2006 di Yogyakarta pada 5.9 SR, lalu gempa 30 September 2009 pada 7.6 SR di Padang. Itu kejadian di dalam negeri sedangkan di luar negeri tercatat gempa 15 Agustus 2007 di Peru, pada 7.9 SR. Sedangkan yang baru saja terjadi adalah gempa 22 Februari 2011 di Christchurch, Selandia Baru pada 6.5 SR, dan yang baru saja terjadi adalah gempa 11 Maret 2011 di Jepang pada 8.9 SR yang disertai tsunami. Gempa-gempa tersebut dan lokasinya ternyata dapat dijadikan bukti empiris bahwa apa yang dinamakan peta ring o/fire adalah bukan sesuatu yang dapat disepelekan.

~~~~~:3~iiiii;;;;;d; Equator - - - - - . " . - - f - - - , / i . . . . . . , - - --;

Ga mba r 1.40 Ri siko ge mpa pacta wilayah Ring of Fire

Karena Indonesia termasuk dalam wilayah peta Ring o/Fire, berarti risiko gempa seperti itu memang akan sering terus terjadi, yang waktunya saja yang tidak dapat dipastikan. Sebagai profesional yang bertanggung jawab pada perencanaan bangunan agar kuat, kaku dan aman, maka mengetahui berbagai alternatif perencanaan

52

8ab 1. Prospek dan Kendala

bangunan tahan gempa merupakan suatu kewajiban. Baja secara alami mempunyai rasio kuat dibanding berat-volume yang tinggi, sehingga mampu menghasilkan bangunan yang relatif ringan. Ini merupakan faktor penting pada suatu bangunan tahan gempa. Selain material baja itu sendiri karakternya berkuatan tinggi, relatif kaku dan sangat daktail. Karakter yang terakhir ini adalah syarat ideal untuk mengantisipasi beban tak terduga. Keunggulan lain konstruksi baja adalah mutunya relatif seragam dikarenakan produk pabrik yang terkontrol. Karena itu pula ukuran dan bentuknya juga tertentu, terpisah dan baru disatukan di lapangan. Pada satu sisi, konsep seperti itu suatu kelemahan atau sulit untuk dihasilkan konstruksi monolit, perlu detail sambungan yang baik. Tapi jika dapat diantisipasi ternyata dapat dibuat suatu detail sedemikian rupa sehingga bila terjadi kerusakan (akibat gempa) maka bagian itu saja yang akan diperbaiki. Itu sangat memungkinkan karena dari awal memang tidak monolit. Adanya faktor-faktor seperti itu maka pada konstruksi baja akan banyak dijumpai berbagai macam variasi sistem struktur tahan gempa dibanding konstruksi dari material yang lain. Itu semua membuat struktur baja menjadi tujuan awal untuk dipelajari jika akan dibuat bangunan tahan gempa yang handal. 1.7.2. Perilaku sistemyang diharapkan Untuk pembebanan gravitasi (akibat berat sendiri, beban mati tambahan dan beban hidup), beban angin dan beban gempa sedang (gempa yang sering terjadi) maka diharapkan struktur dapat berperilaku elastis (beban hilang maka deformasi hilang) . Tetapi pada gempa besar, yaitu suatu kondisi gempa sedemikian sehingga jika struktur didesain secara elastis akan sangat tidak praktis dan mahal, maka diijinkan mengalami kondisi inelastis.

Oleh sebab itu, dan juga dikarenakan tidak adanya jaminan bahwa gempa yang akan terjadi pasti selalu di bawah gempa rencana yang telah ditetapkan code, maka cara perencanaan struktur tahan gempa adalah didasarkan pada metodologi capacity design. Dengan cara tersebut, struktur direncanakan sedemikian rupa sehingga bila terjadi kondisi inelastis, hanya terjadi pada tempatyang ditentukan, yang memang telah direncanakan. Kondisi inelastis yang terjadi juga terkontrol, sebagai tempat dissipasi energi. Sedangkan bagian struktur yang lainnya tetap berperilaku elastis. Jadi cara kerjanya seperti alat sekring [fuse) pada peralatan listrik saat overload. Jika kerusakan ditempat tertentu saja , maka mudah perbaikannya.

Wi rya nto Dewobroto - Struk tur Baja

53

Adanya bagian yang terpisah-pisah, ada yang bekerja elastis dan bagian lain ada yang sampai inelastis, dapat dengan mudah diterapkan pada konstruksi baja, yang memang dari awalnya bersifat modul atau segmen terpisah yang tidak mono lit. Coba bandingkan dengan konstruksi beton, yang secara alami bersifat monolit, khususnya untuk beton cast-in-situ. Selanjutnya bagian mana dari sistem struktur tahan gempa akan bekerja seperti fuse, dan bagian mana yang tidak (tetap elastis), disitulah yang menjadi variasinya. Struktur jenis Special Moment Frames misalnya, maka yang akan berfungsi sebagai fuse, tempat dissipasi energi gempa, adalah sendi plastis yang terbentuk di elemen balok. Untuk sistem struktur yang lain, yang berfungsi sebagai fuse, bisa bermacam berbentuk yang lain (AISC 200Sa, Geschwinder 2008). Untuk itu akan ditinjau satu persatu.

1.7.3. Sistem portal (Moment-frame systems) Special Moment Frames (SMF) Ini adalah jenis yang didesain dapat bekerja secara inelastis penuh. Oleh karena itu pad a bagian yang akan mengalami sendi-plastis perlu didesain secara khusus. Cocok dipakai untuk perencanaan gedung tinggi yang masih memungkinkan dengan sistem frame. Ra ngka harus memenuhi strong-colum-weak-beam agartidakterjadi sendi plastis di kolom yang dapat menyebabka n story mechanisms.

r

T

1

I

V--C

7

7 end i

a). Strong column ·weak beam

5

pi astis

b). Story mechanism

Gambar 1.41 Peril aku ine lastis siste m po rta l da kta il (Hamburger et.a l. 2009)

Jenis sambungan kolom-balok yang dapat dipakai di rangka SMF harus didukung data empiris hasil uji laboratorium, yang membuktikan bahwa jenis sambungan tadi mempunyai kemampuan daktilitas yang cukup, yaitu dapat bertahan sampai perputaran sudut interstory-driJt minimum sebesar 0.04 radian (AISC 200Sa).

54

Bab 1. Prospek dan Ke ndala

Beberapa jenis sambungan yang telah distandardisasi dan terbukti oleh hasil pengujian adalah sebagai berikut.

a). Pres pektif

b). Aplikas i

Gamba r 1.42 Redu ced bea m (H a mburge r et.a!. 2009)

a). Pres pektif b) . Aplikasi Gamba r 1.43 Extended End -Pl a te (H amburge r et.a!. 2009)

Kecuali dua jenis sambungan yang ditampilkan pada gam bar di atas masih ada beberapa lagi yang dapat dijumpai. Adanya variasi jenis sambungan yang umumnya berkaitan dengan metode peiaksanaan, misal sambungan jenis Reduced Beam memerlukan pekerjaan las di lapangan. Persyaratan tersebuttentu terkait dengan harus disediakannya s.d.m yang berkompeten disertai pengawasan ketat. Hal berbeda jika digunakan jenis Extended End-Plate yang cukup dengan pemasangan baut mutu tinggi. Hanya saja untuk jenis sambungan itu memerlukan tingkat presisi pekerjaan fabrikasi yang tinggi, jika didukung mesin CNC tentu bukan masalah. Intermediate Moment Frames (lMF)

Jenis rangka ini mirip SMF, yaitu mampu berperilaku inelastis tetapi terbatas. Cocok dipakai untuk sistem struktur dengan gempa yang relatif sedang, misal bangunan bertingkat rendah. Sistem sambungan kolom-balok mirip SMF hanya saja tingkat daktilitasnya terbatas, yaitu perputaran sudut interstory-drift minimum 0.02 radian (Section 10.2a AISC 200Sa).

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

55

Ordinary Moment Frames (OMF) Ini adalah jenis rangka yang didesain untuk bekerja seeara elastis saja. Oleh karena itu hanya coeok dipakai untuk sistem struktur dengan beban gravitasi yang dominan, misalnya bangunan tidak bertingkat yang memiliki bentang panjang. Sistem sambungan balok-kolom yang digunakan dapat berupa sambungan momen penuh atau full restrained (FR), tetapi dapat juga semi rigid atau partially restrained (PR).

1.7.4. Sistem rangka batang silang (Braced-frame systems) Special Concentrically Braced Frames (SCBF) Rangka yang menganut SCBF dikonfigurasi sedemikian sehingga bracing bekerja sebagai fuse melalui aksi leleh tarik atau tekuk tekan batang diagonal ketika terjadi gempa besar. leleh (yleldmg)

a) . Rangka sebelum gcmpa

tckuk (bucklmg)

b) . Rangka sClclah gcmpa bcsar

Ga mbar 1.44 Meka nis me ine las ti s SC BF

Ordinary Concentrically Braced Frames (OCBF) Bekerja seperti sistem SCBF, yaitu mengandalkan perilaku aksial pada elemen-elemen strukturnya. Oleh sebab itu sistem rangka ini relatif kaku, sehingga dapat dianggap sebagai rangka tidak bergoyang. Meskipun demikian, sistem ini hanya andal jika berperilaku elastik saat gempa besar, sehingga hanya coeok (ekonomis) jika digunakan pada struktur yang didominasi beban gravitasi atau minimal beban-beban reneana yang sudah pasti keberadaannya.

Eccentrically Braced Framed (EBF) Cara kerja rangka jenis EBF (Eccentrically Braced Framed) mirip dengan SCBF (Special Concentrically Braced Frames) hanya saja fuse atau LINK diharapkan bekerja seeara inelastik memanfaatkan adanya leleh geser atau leleh lentur atau kombinasi keduanya.

56

Bab 1. Prospek dan Ke ndala

e

H

a). D-braccd EBF

b). Splil-K-bmccd EBF

c). V-braced EBF

Gambar 1.45 Berbagai variasi konfigurasi EBP (Sumber A. Whittaker)

Dari tiga konfigurasi rangka sistem EBF di atas, maka jenis SplitK-braced merupakan konfigurasi EBF yang terbaik karena momen terbesar yang akan menyebabkan kondisi plastik tidak terjadi di dekat kolom. Jadi dipastikan tidak akan terjadi kegagalan kolom akibat kondisi inelastis yang terjadi.

Gambar 1.46 Split-K-braced EBP (sumber : internet)

Gambar 1.46 kanan adalah Split-K-braced EBF bangunan parkir di New Zealand, yang terbukti tidak mengalami kerusakan berarti ketika terjadi gempa dengan skala Magnitude 7, yang terjadi pada tanggal4 September 2010 dahulu (http://mceer.buffalo.edu).

1.7.5. Sistem lainnya Special Truss Moment Frames (STMF)

STMF (Special Truss Moment Frames) adalah struktur rangka, bisa berbentuk truss (rangka batang diagonal) atau rangka Vierendeel sebagai elemen horizontalnya. Elemen pada bagian horizontal akan didesain agar dapat berperilaku inelastis pada saat gempa besar. Kondisi inelastis itulah yang menyebabkan bagian tersebut akan bekerja sebagaiJuse (tempat terjadinya dissipasi energi).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

57

a). Spcsial scgmcll : X- Diagonal

b). Spesia l scgmcll : Vicrclldcel

GambaI' 1.47 Peri lakll in elastis STMF (Bash a and GoeI1996).

Buckling-Restrained Braced Frames (BRBF) BRBF sejenis Concentrically Braced Frames tetapi bracing-nya berupa elemen khusus, yang mampu berperilaku inelastis baik terhadap tarik maupun tekan. Untuk mengantisipasi tekuk maka elemen khusus tersebut terdiri dari batang terbungkus suatu elemen penutup yang mencegah terjadinya tekuk, sehingga ketika ada gaya tekan cenderung mengalami leleh saja.

I::: 1 :;;

:::::: 1:::1 Buckling-Restrained Brace

[

] Sleeve

Core

Gambar 1.48 Detail dan tampak BRBF (Sabelli and Lopez 2004)

Special Plate Shear Walls (SPSW) Ini berbentuk struktur rangka dengan din ding pengisi berupa pelat baja di dalamnya, yang akan bekerja sebagaifuse dengan mekanisme leleh pelat dan tekuk (tension field action).

Gambar 1.49 Steel Plate Shear Walls (https://constrllctiondetails.wo rdpress.co m)

58

Bah 1. Prospek dan Kendala

1.8. Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Baja 1.B.l. Transfer perencana - kontraktor (spesialis) Tahapan berikutnya setelah proses perencanaan selesai adalah pelaksanaan konstruksi itu sendiri. Struktur baja belum mendominasi pemakaiannya di Indonesia sehingga konsultan perencana biasanya bukan spesialis pada baja saja, tetapi umum (tergantung proyek). Sedangkan di sisi lain, kontraktor baja umumnya sudah spesialis, karena pengerjaan pekerjaan baja memerlukan investasi lebih, seperti misalnya peralatan khusus di bengkel kerja dan juga kompetensi s.d.m-nya. Hal seperti itu kadang dapat menimbulkan masalah, contohnya tentang ketersediaan profil baja. Konsultan menghitung berdasarkan tabel baja umum, sedangkan kontraktor berdasarkan ketersediaan stock pasaran. Masalahnya adalah jika ternyata profil yang dipilih perencana ternyata tidak tersedia di pasaran, atau kalaupun ada harus menunggu impor terlebih dulu, yang tentunya dapat menghambat proyek. Sehingga jika diputuskan melakukan pergantian profil, maka bisa-bisa semua detail yang direncanakan akan berubah. ltu berarti biayanya juga bisa berubah. Hal seperti ini jika tidak diperhatikan dapat menghasilkan penundaan. Proyek konstruksi bangunan baja yang katanya cepat ternyata tidak terbukti. Itu bisa mengecewakan, akhirnya berganti ke material lain (beton) . Jika sering terjadi, orang tidak perlu berpikir memakai baja tapi langsung saja beton bertulang. 1.B.2. Fabrikasi Sebelum pelaksanaan fabrikasi, gambar desain (design-drawing) diuraikan lagi menjadi gambar-gambar detail atau gambar kerja (shop-drawing) . Prosesnya dipermudah dengan adanya program canggih, seperti Tekla (www.tekla.com). Kecuali shop-drawing, dengan memakai program tersebut dengan data yang sarn a dapat langsung dihasilkan angka estimasi biaya, juga data ke mesin CNC sehingga proses fabrikasinya presisi. Tentu saja ini hanya dapat dikerjakan oleh kontraktor spesialis baja yang punya reputasi.

Gambar 1.50 Pembua tan shop-drawing PT. Muri nda di Jakarta (Sumber: Christa lia-Riyan)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

59

Ga mba r 1.51 Be ngkel ke rj a milik PT. Murind a di Jakarta (Sumbe r: Christalia-Riyan)

Suasana bengkel kerja seperti pabrik pada umumnya, jadi sekali proyek baja, seterusnya juga proyek baja, karena kalau tidak maka investasi jadi mubazir. Dalam bengkel kerja minimal ada crane, untuk bengkel modern akan dilengkapi mesin CNC, baik untuk memotong atau melubangi profil atau pelat baja yang dikontrol komputer, sehingga dijamin tingkat presisinya tinggi. lngat presisi lubang baut adalah dalam orde 1/ 16 " atau 1.5 mm. Salah satu cara sederhana bagi pemilik proyek untuk mendapatkan keyakinan apakah proyek konstruksi baja miliknya dapat berjalan lancar adalah dengan mengunjungi bengkel fabrikasi milik kontraktornya. Jadi jangan terpaku pada harga tender murah atau portofolio perusahaan yang tercetak rapi dan berwarna saja. Cara berpikir seperti inilah yang menghasilkan mengapa ada kontraktor spesialis baja, dan kalaupun ada kontraktor umum yang menerima pekerjaan baja, maka umumnya akan diberikan kepada subkontraktor spesialis baja juga, sehingga lebih mahal. Jadi dapat dipahami juga bunyi pepatah "bisa karena biasa". ltu si spesialis. Untuk konstruksi yang diragukan pemasangannya di lapangan, maka dapat juga setelah selesai fabrikasi dilakukan proses praperakitan sebelum dikirim ke lapangan. Biasanya ini diperlukan untuk modul-modul berulang, misalnya rangka baja standar, atau menara listrik tegangan tinggi. Tujuannya adalah untuk me mastikan bahwa tidak ada permasalahan nanti saat perakitannya di lapangan. Jadi sebaiknya dicoba dan dipastikan terlebih dahulu.

60

Ba b 1. Prospek dan Kenda la

1.8.3. Transportasi Jika sudah tidak ada keraguan bahwa modul konstruksi baja yang dibuat selama proses fabrikasi telah selesai secara keseluruhan, maka tahapan selanjutnya adalah mengangkut modul tersebut ke proyek lapangan. Pada tahap ini tentu saja ukuran modul yang dibuat telah disesuaikan dengan ketersediaan alat angkut dan kondisi jalan yang akan dilewatinya nanti. Jika digunakan truk jenis tronton di jalan raya, maka umumnya diambil ketetapan praktis bahwa panjang modul yang diangkut tidak lebih dari 15 meter, pada kondisi khusus tertentu bisa lebih. Jika di laut proyeknya, tentu saja dibutuhkan kapal yang dapat menjangkau lokasi, sebagaimana terlihat pada proyek Jembatan Suramadu belum lama ini (2005-2009).

Ga mbar 1.5 2 Tra nportasi dan erection segm en jembata n Sura madu (Sumbe r: L. Hidayat)

Wiryanto Dewobroto - Struktu r Baja

61

1.8.4. Erection Proses erection adalah proses perakitan modul-modul struktur untuk disambung satu dengan yang lainnya membentuk kesatuan struktur sesuai perencanaan. Prosesnya sendiri sangat tergantung kondisi di lapangan dimana proyek tersebut dilaksanakan. Oleh karena karakter lapangan antara proyek bangunan gedung dan jembatan berbeda, maka strategi erection-nya juga berbeda.

Proyek bangunan gedung atau industri, umumnya terletak pada bidang tanah yang telah diolah rapi, relatif datar, karena memang direncanakan sebagai hunian, maka lokasinya dipilih yang mudah terjangkau, atau minimal telah tersedia prasarananya. Akses bagi pekerja, alat dan sebagainya ke proyek tentu tidak jadi masalah. Oleh karenanya tidak ada hal khusus yang perlu dipertimbangkan. Jadi strategi erection konstruksi baja untuk gedung, umumnya diserahkan kontraktor untuk memilihnya yang dianggap terbaik. Para perencana struktur baja bangunan gedung, berkonsentrasi pada konfigurasi final, tahap pelaksanaan tidak menjadi fokusnya. Kebiasaan itu kadang kala membuatkontraktor memodifikasi detail, alasannya agar sesuai dengan peralatan yang mereka punyai. Jadi untuk sistem struktur yang khusus, yang akan terpengaruh gayagaya internalnya oleh tahapan pelaksanaan maka perJu mendapat perhatian. Kasus yang dimaksud telah dibahas di Bab 1.5.6, dimana lokasi penempatan sambungan yang dirubah akan menghasilkan distribusi gaya internal yang berubah pula, akibatnya ada beberapa elemen struktur yang menjadi over-stress dan hal itu berbahaya.

Gambar 1.53 Erection de nga n alat bantu perancah (Sumber : Christalia- Riya n)

62

Bab 1. Prospek dan Kendala

Pemakaian perancah pada proses erection struktur baja seperti terlihat pada Gambar 1.53 relatif jarang dijumpai. Maklum ada biaya untuk perancahnya. Umumnya struktur baja dirakit dahulu dan diangkat dengan crane. Perancah tadi dipilih karena modulmodulnya relatif besar, sehingga jika struktur keseluruhan dirakit di bawah memerlukan crane berkapasitas besar, yang tidak setiap kontraktor mempunyainya. Jika harus menyewa atau membelinya tentu perlu dibandingkan dengan biaya pemakaian perancah tadi. Proses erection lain, dimana komponen bajanya relatif ringan dan tersedia kapasitas crane yang mencukupi, dapat dilakukan secara langsung dan cepat, tanpa alat bantu perancah, lihat Gambar 1.54.

Gambar 1. 54 Proses erection denga n cran e (Sumber : Barcellius- Laura)

Kalaupun tidak ada perubahan dari rencana awal, akibat adanya kebebasan kontraktor memilih metoda pelaksanaan, kadangkala ada beberapa hal yang tidak diperhatikan dan berisiko. Seperti ten tang K3 bagi pekerjanya yang kadang tidak memadai, yang dipentingkan untung saja. Untuk mendapatkan gambaran itu ada baiknya melihat perbandingan kondisi kerja berikut, yang satu proyek kecil berlokasi di Jabotabek dan satunya proyek besar di Jakarta. Perhatikan keduanya dan bandingkan antara kelengkapan K3 yang dipakai, seperti sabuk, helm dan sepatu penyelamatnya.

Wi rya nto Dewobro to - Struktur Baja

63

a). Proyek kecil di sekita r Jabod eta bek

b). Proyek besa r di Jakarta

Gambar 1.55 Kondisi K3 pada proses erection bangun an baja (Sumbe r : KP di UPH)

Jika masalah K3 yang menyangkut nyawa pekerja saja diabaikan, maka bisa saja hal-hal lain yang menyangkut stabilitas elemen baja yang dirakit juga akan terabaikan. Hasilnya malapetaka tidak hanya bagi pekerjanya, tetapi juga bagi kelangsungan proyek dari konstruksi baja tersebut. lnilah yang harus diperhatikan pada pelaksanaan erection di bangunan gedung. Pelaksanaan erection proyek jembatan seringkali mendapatkan kondisi lapangan yang lebih berat, tidak gampang menempatkan alat-alat berat untuk mengangkat modul-modul struktur yang akan dirangkai. Oleh karena hal itu, maka pada saat perencanaan telah diperhitungkan secara matang metoda pelaksanaan yang akan dipakai, yang umumnya memanfaatkan modul yang akan dipasang, seperti teknik kantilever pada rangka baja standar. Meskipun secara realnya, situasi dan kondisi lapangan di proyek jembatan lebih berat, dengan kondisi medan yang belum tentu pernah dijamah manusia umum, maka mendatangkan alat berat merupakan sesuatu yang tidak sederhana dan murah. Tetapi karena hal tersebut sudah dijadikan pertimbangan selama tahap perencanaannya, yang tentunya dapat dicari berbagai alternatif jenis struktur jembatan yang kondisinya paling optimal. Sebagai contohnya saja, dengan dipilih jembatan rangka baja dan sekaligus metode erection tipe kantilever, maka dapat diketahui bahwa rangka baja itu sendiri yang dijadikan alat angkat secara tidak langsung pada proses konstruksi jembatannya. Jadi perlu menjadi pertimbangan, karena dibutuhkan dua bentang jembatan rangka baja yang identik (lihat Gambar 1.56), maka tentu perlu dipilih sistem mana yang paling optimal, pelaksanaan jembatan dua bentang permanen, atau yang satu bentang dibongkar lagi jika jembatan bentang utamanya telah menyebrang melewati sungai.

64

Bab 1. Prospek dan Kendala

Gambar 1.56 Metode erection tipe kantilever dalam dokumen perencanaan

Metode ereksi jembatan tipe kantilever sangat ekonomis khususnya jika terdiri beberapa bentang sekaligus, proses pelaksanaan seri, satu demi satu, tanpa alat berat. Sebagai contoh lihat proses konstruksi jembatan Berbak, Jambi, pada Gambar 1.57.

Gambar 1.57 Proses erection jembatan Berbak, Jambi (Sumber: L. Hidayat)

Wiryanto Dewobroto - Struktllr Baja

65

Jadi adanya metode pelaksanaan yang sekaligus dengan dokumen perencanaan akan menyebabkan persyaratan ideal pelaksanaan, termasuk K3 dapat ditentukan sebelum kontrak ditanda-tangani. Dengan demikian, tidak mengherankan jika pelaksanaan proyek konstruksi bangunan jembatan akan lebih tertata dan lancar.

1.9. Perawatan Bangunan Baja Jangan anda bayangkan ketika kegiatan konstruksi bangunan baja selesai, maka tidak periu perhatian lagi, dianggap bangunan siap untuk dipakai selama-lamanya. Jika demikian, tidak lama setelah dibangun ternyata rusak, apakah itu berarti umurnya tiba seperti orang yang mati sehingga akhirnya dikatakan sudah nasibnya. Ada juga orang yang berpendapat bahwa umur bangunan itu terbatas, misalnya angka 50 atau 100 tahun, sehingga ketika umur tersebut tercapai maka bangunannya harus dibongkar. Itu berita yang sering terdengar yang disampaikan kepada awam. Sila ada suatu kerusakan bangunan, langsung dikaitkan dengan umurnya. Jadi ketika ditemukan bahwa umurnya sudah 50 tahun atau angka yang lain, maka kemudian itu dianggap sebagai suatu kewajaran, maklum sudah waktunya. Apakah memang seperti itu yang terjadi. Padahal standar perencanaan, apakah itu SNI atau AISC tidak pernah mendefinisikan secara jelas bahwa usia perencanaannya akan terbatas, sehingga pada usia tertentu harus dibongkar, bandingkan hal berikut.

a). Bantar Lama - Yogjakarta (193 2)

b). Roebling - Ohio (1867)

Gambar 1.58 Jembatan-jembatan tu a di dunia

66

Bab 1. Prospek da n Ke ndala

Jembatan Bantar Lama yang ada di Yogyakarta berumur 79 tahun, saat ini kondisinya hanya boleh dilewati sepeda atau pejalan kaki, sedangkan jembatan Roebling di Ohio telah berumur 144 tahun, meskipun lebih tua terlihat berfungsi lebih baik. Oengan demikian usia suatu bangunan tidak dapat dijadikan patokan, apakah suatu bangunan harus dibongkar atau tidak. Faktor apa yang menyebabkan itu, pada bagian perencanaan atau pelaksanaan, kiranya tidak ada yang disebutkan. Padahal yang membedakan adalah faktor perawatannya. Nah disinilah peran adanya perawatan yang baik atau tidak dari bangunan konstruksi. Jika perawatannya baik, maka dapat dipastikan dapat berfungsi sampai tidak terbatas, tentu selama pemakainya masih suka dan masih diperlukan, maka bangunan diyakini masih ada. Untuk itu suatu bangunan boleh saja berganti fungsi, jika dahulu alat penghubung transportasi penting (jembatan), sekarang berubah menjadi daya tarik pariwisata (monumen) pendulang devisa. Tindakan perawatan baja di jembatan lebih urgent dibanding gedung, sebab [a] pembebanan jembatan variasinya lebih tinggi dan berisiko terhadap fatigue, [b) lokasinya di tempat terbuka sehingga rentan terhadap pengaruh lingkungan alamo Jadi adanya ketidak-sempurnaan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan akan mengakibatkan biaya perawatan lebih tinggi. Oi Amerika, persyaratan untuk memeriksa secara periodik semua jembatan pad a jalan umum telah dibuat dan dijadikan peraturan, yaitu National Bridge Inspection Standards (NBIS). Untuk itulah, semua jembatan di jalan raya umum (termasuk gorong-gorong) dengan bentang lebih dari 6 m, diperiksa minimal setiap 24 bulan. NBIS juga mensyaratkan kualifikasi pelaksana, khususnya manajer dan ketua teamnya, yaitu harus terakreditasi, dan punya beberapa tahun pengalaman. Sebagai tam bahan, inspektornya harus lulus Safety Inspection of In-Service Bridges (FHWA-NHI-130055), training singkat dua minggu komprehensif yang diselenggarakan pemerintah melalui Federal Highway Administration (FHWA). Jadi yang namanya perawatan, khususnya jembatan, tidak sekedar berupa pekerjaan pengecatan rutin, yang umum dipahami awam. Perawatan yang dimaksud merupakan program terstruktur, rutin, yang dimulai dari pemeriksaan fisik pada struktur jembatan yang dilakukan secara profesional. Pemeriksaan cara visual merupakan standar rutin yang dikerjakan, tetapi jika perlu dilakukan juga uji nondestructive evaluation (NO E), seperti uji Eddy Current (EC), uji

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

67

vibrasi Ultrasonic, Infrared Thermography (IR), Radiography, atau Acoustic Emissions. Adanya berbagai prosedur proses perawatan tentunya perlu kompetensi tertentu dan tidak bisa sembarangan.

Gambar 1.59 Uji Ultrasonik pada Jembatan Baja (Sumb er: www.fhwa.dot.gov)

Prosedur seperti di atas memungkinkan deteksi dini potensi terjadinya kerusakan pada strukturnya, sehingga selanjutnya dapat dilakukan tindakan pencegahan atau bahkan perbaikan. Jadi wajar saja jika bangunan yang terawat dapat berumur sangat panjang.

1.10. Tulisan Tentang Baja 1.10.1. Pentingnya tulisan dan publikasi Menulis adalah suatu bentuk komunikasi paling penting, karena apa yang ada di dalam pikiran penulis dapat diekspresikan dalam bentuk materi untuk dimengerti oleh orang lain, tanpa memerlukan kehadiran penulisnya. Jadi tulisan juga adalah dokumentasi pikiran. Karena dapat disimpan, maka isi pikiran-pikiran terse but akhirnya dapat terakumulasi. Tidaklah heran jika dari tulisan itu pula maka masa depan masyarakat (yang membaca) akan terpengaruh. Sebagaimana materi bab ini tentang prospek dan kendala konstruksi baja juga bisa langsung diketahui dari membacanya.

Adanya keinginan untuk memasyarakatkan (membuat populer) pemakaian konstruksi baja di tanah air ini rasanya hanya dapat terwujud jika didukung oleh ketersediaan tulisan-tulisan positip tentang hal terse but. Penyelenggaraan seminar-seminar baja juga dianggap suatu upaya positip mewujudkan ide tersebut. Meskipun keberhasilannya juga ditentukan oleh besarnya kuantitas penetrasi ke masyarakat, variabelnya adalah jumlah peserta hadir dan frekuensi penyelenggaraannya setiap tahunnya. Untuk itu jelas diperlukan kerja keras, waktu dan yang tidak kalah pentingnya adalah sponsor. Jadi perlu kerja sarna yang baik antara industri, perguruan tinggi dan asosiasi profesi.

68

Bah 1. Prospek d a n Ke ndala

1.10.2. Ketersediaan tulisan ten tang baja Dari uraian sebelumnya, banyak hal dapat diungkapkan berkaitan konstruksi bangunan baja. Itu semua juga menunjukkan bahwa agar hasilnya baik, dapat sesuai rencana, maka para pelaksananya yang terlibat memerlukan keahlian yang cukup, dan itu memerlukan waktu mempelajarinya. Untuk sesuatu yang populer atau dominan, maka tempat belajarnya tentu relatif mudah dibanding yang tidak populer atau jarang. Itu terkait dengan banyaknya para ahli untuk dijadikan guru tempat bertanya. Jika itu tidak ada, atau ada, tetapi yang bersangkutan beralasan tidak punya waktu atau taku t akan bertambah saingan bisnis, maka satu-satunya sarana belajar adalah melalui buku-buku teks, jurnal-jurnal ilmiah atau publikasi tertulis yang ada tentang hal itu. Jadi ketersediaan literatur atau tulisan tentang konstruksi baja dapat dikaitkan dengan banyak atau tidaknya profesional yang akan menguasai materi tersebut. Jika banyak ahli baja maka bisa saja material tersebut menjadi pilihan jika ada proyek konstruksi. Jadi cukup wajar jika ingin mempopulerkan konstruksi baja pada proyek konstruksi, maka dapat dilakukan dengan cara mempublikasikan sebanyak mungkin literatur tentang baja atau terkait. Keberadaan literatur baja dari mancanegara sebenarnya mudah diperoleh dengan adanya internet, karena di dunia maya banyak sekali ebook tentang baja yang dapat di download. Tetapi karena ada kendala bahasa maka yang mendapatkan keahlian dari buku itu akhirnya menjadi terbatas juga. Jadi alangkah baiknya jika ada buku-buku baja yang berbahasa Indonesia. Untuk itu siapa yang dapat diharapkan, tentu tidak mudah untuk menjawabnya. Profesional yang ahli di bidang struktur baja di Indonesia jelas pasti ada, tetapi yang mempunyai keahlian dan sekaligus mampu menulis secara baik sehingga banyak yang mau membaca tulisannya, tentu itu masalah yang berbeda. Cara mudah mengatasinya adalah penerjemahan buku-buku asing yang telah terbukti. Tetapi siapa yang mau mengusahakannya, karena untuk itu diperlukan dana atau modal. Saat ini, kebanyakan yang berinisiatif melakukan penerjemahan dan memasarkan buku yang dimaksud adalah penerbit yang mengkhususkan diri pada bukubuku teknik. Tetapi jika itu yang diharapkan, motivasi utamanya adalah keuntungan finansial semata. Buku yang dipilihpun pasti hanya buku-buku tertentu yang pasarnya ada, misalnya buku teks untuk perguruan tinggi. Sedangkan buku tingkat lanjut (advance),

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

69

yang umumnya relatif berat dibaea awam atau tingkat mahasiswa maka pasarnya relatif sangat sempit. Jadi kalau akan diterbitkan berisiko tinggi untuk merugi. Untuk kasus-kasus ini maka menea-ri penerbit yang mau adalah tidak mudah. Pendapat ini timbul atas dasar pengalaman penulis saat meneari penerbit untuk bukubukunya (Dewobroto 2003, 2004, 2005, 2007). Oleh karena itu, ada baiknya jika ada pihak yang mau memberikan sponsor penerbitan buku-buku semaeam itu. Pihak itu tentunya adalah yang punya modal besar dan mau berinvestasi untuk suatu tujuan tertentu, yang tentunya lebih besar dari sekedar mendapatkan keuntungan finansial dari penjualan buku-buku tersebut. Penulis dalam hal ini berpendapat, bahwa pihak yang dimaksud, yang paling coeok adalah konsorsium industri baja atau semaeamnya. Logikanya eukup jelas, investasi dalam bentuk penerbitan buku-buku tentang baja atau yang terkait, nilainya tentu tidak sebanding dengan terjadinya keuntungan finansial jika produkproduk industri tersebut akhirnya dicari-eari orang untuk dipakai pada konstruksi baja. Inilah yang mungkin disebut link-and-match antara industri - praktisi - perguruan tinggi.

1.10.3. Literatur baja dan asosiasi profesi di USA Apa yang disampaikan sebelumnya adalah bukan angan-angan, tetapi memang suatu kondisi yang sudah terjadi di negara-negara industri maju. Selanjutnya akan diambil sebagai studi kasus di Amerika Serikat (dan juga Kanada), dimana ketersediaan literatur yang terkait dengan produk baja, sangat melimpah. Kondisi itu tidak bisa dilepaskan dari keberadaan asosiasi-asosiasi profesi dan industri yang mewadahinya. Asosiasi-asosiasi tersebut saling bahu-membahu membentuk komunitas saling menguntungkan, antara industri, para praktisi lapangan (insinyur dan kontraktor) maupun para peneliti dari lembaga riset profesional maupun dari perguruan tinggi. Dari komunitas seperti itulah publikasi mereka dimulai dan berkembang. Amerika Serikat (dan Kanada), adalah negara maju yang industri konstruksi bajanya relatif maju, bahkan mungkin lebih dominan dibanding beton. Itu terjadi karena keberadaannya didukung oleh banyaknya asosiasi-asosiasi profesi yang produktif, misalnya: 1. AISC (The American Institute of Steel Construction) - http://www.aisc.org a. AISC Specification for Structural Steel Buildings [code / standar] b. A[SC Engineering Journal Durnal ilmiah] c. Steel Design Guide Series [kumpulan buku] d. Modern Steel Construction [majalah ilmiah]

70

Bab 1. Prospek dan Kendala

2. AIST (The Association for Iron & Steel Technology) - http://www.aist.org a. Iron & Steel Technology [majalah bulananl b. AIST Directo ry Iron and Steel Plan ts Ibuku direktori] C. AIST Scholarships and Grants Ibeasiswa] d. AIST Conferences [program seminar] 3. A]SI (The American Iron and Steel Institute) - http://www.steel.org a. Cold-Formed Steel Design Manual [code / standar] b. Ferrous Metallurgy Education Today [FeMET] [beasiswal C. SteelCycIes Environmental Education Materials [materi pendidikan] 4. ASCE (The American Society of Civi l Engineers) - http://www.asce.org a. There are more than 60 published ASCE Standards. b. There are more than 33 engineeri ng journals. c. Books a nd CD-ROMs and the backlist of more than 1,000 titles. d. Civil Engineering [majalah bulanan] 5. ASM (The American Society of Metals) - http://www.asminternational.org a. Metallurgical and Materials Transactions A Uurnal ilmiah] b. Metallurgical and Materials Transactions B Uurnal ilmiah] C. ASM Handbook Set (26 Volumes + Index) [bukul d. The History of Sta inless Steel [bukul 6. AWl (The American Welding Institute) - http://www.altraininspections.com a. Self Study Course [kursus] b. Gas Metal Arc Welding (GMAW - MIG) [kursus) C. Certified Welding Inspector Prep Course, Seminar & Test [seminar / kursus) 7. AWS (The American Welding Society) - http://www.aws.org a. Structural Welding Code - Steel [code / standar] b. Welding Journa l Uurnal] C. Welding Journal Research Supplement Uurnal] d. Welding Handbook. [buku] 8. CISC (T he Canadian Institute of Steel Construction) - http://www.cisc-icca.ca a. C)SC Code of Standard Practice Icode / standar) b. Limit States Design in Structural Steel [buku) c. Advantage Steel [majalah) d. Avantage Acier [majalah versi bahasa Perancis) 9. IFI (The Industrial Fasteners Institute) - http://www.indfast.org a. IFI Fastener Technology Handbook [buku) b. Metric Fastener Standards, 3 rd Edition [buku) c. ISO Metric Screw Thread and Fastener Handbook [digital download] 10. JFLF (The James F. Lincoln Arc Welding Foundation) - http://www.jflf.org a. Design of Welded Structures [buku) b. Weld Steel Bridges [bukul c. Gas Tungsten Arc Welding Guide Book (JFLF-834) [buku] 11. MBMA (The Metal Building Manufacturers Association) - http://www.mbma.com a. 2006 Metal Building Systems Manual [buku) b. 2010 Supplement to the 2006 Metal Building Systems Manual [buku] c. Seismic Design Guide for Metal Building Systems [buku) d. Fire Resistance Des ign Guide for Metal Building Systems [buku) 12 . ML/SFA (The Metal Lath / Steel Framing Association) a. Light Gage Steel Framing SpeCifications [booklets]

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

71

13. NAAMM (The National Association of Architectural Metal Manufacturers) a. Metal Finishes Manual [bukul b . Pipe Railing Manual [buku) 14. NACE (The National Association of Corrosion Engineers) - http://www.nace.org a. NACE - CORROSION Uurnal ilmiah) b. Performance (MP) [majalah bulanan) c. Coatings Pro [majalah dwi-bu lanan) d . CorrDefense [majalah online) e. ANSI/NACE No. 13/SSPC-ACS-1 Industrial Coating and Lining Application Specialist Qualification and Certification [code / standar) 15. NEA (The National Erectors Association) ~ TAUC (The Association of Union Constructors) - http://www.tauc.org a. The Construction User [majalah triwulan) b. The Quality Construction Alliance [konferensi tahunan) c. The Importance of Safety [video) 16. NISD (The National Institute of Steel Detailing) - http://www.nisd.org a . NISD Guidelines for Successful Presentation of Steel DeSign Documents [bookletsl b. NISD Industry Standard [bukul c. Hot Dip Galvanizing "What We Need To Know" [buku) d. Painting And Fireproofing "From a Detailer's Perspective" [buku) 17. SOl (The Steel Deck Institute) - http://www.sdi.org a. Design Manual for Composite Decks, Form Decks and Roof Decks [bukul b. SDI Manual of Construction with Steel Deck - No. MOC2 [buku) c. Composite Steel Deck Design Handbook - No. CDD2 [bukul 18. SjI (The Steel joist Institute) - http://steeljoist.org a. Standard Specifications for Open Web Steel joists, K-Series [bukul b. First Edition Composite Steel joist Catalog (2007) [bukul c. TECHNICAL DIGEST [kumpulan buku) 19. SPFA (The Steel Plate Fabricators Association) - http://www.steeltank.com a. Standard for Aboveground Tanks [code / standarl b. Standard for Dual Wall Underground Steel Storage Tanks [code / standar) C. Handbook of Storage Tank Systems [bukul d. Basic Safety Rules for Fabrication, Field Erection, and Warehousing [Bookletsl 20. SSPC (The Steel Structures Painting Council) - http://www.sspc.org a. Good Painting Practice, SSPC Painting Manual. Volume 1 [standarl b. Systems and Specifications - SSPC Painting Manual. Volume 2 [standar) C. Corrosion and Coatings [bukul d. Corrosion Prevention by Protective Coatings [bukul e. SSPC Training Programs from A-Z [training) 21. STI (The Steel Tube Institute of North America) - http://www.steeltubeinstitute.org a. HSS_connex [software computerl b. Applications/Case Studies [booklets) C. Cost Comparison /Brochure/Case Studies [booklets) d. Metric Dimensions and Section Properties of Rectangular HSS [booklets) e. Designs for the 21 ,t Century [video clips) 22 . WRC (The Welding Research Council) a. Welding Research Council Bulletin [buletin) b. Weldability of Steel [bukul

72

Bab 1. Prospek dan Kendala

Daftar di atas memuat berbagai nama asosiasi profesi dan industri yang dapat dikaitkan dengan konstruksi baja, serta produk tulis atau publikasinya di Amerika. Daftar yang dibuat bisa saja belum lengkap, meskipun sudah mencukupi untuk dijadikan petunjuk awal bahwa promosi terkait produk konstruksi baja tidak hanya kerja keras industri baja saja, tetapi menyeluruh oleh segenap asosiasi profesi yang terlibat, dan ditunjang produktivitas publikasi tertulis yang dapat dengan mudah diakses anggota maupun umum.

Ga mba r 1.60 Bebe rapa Sa mpul Maj ala h te n ta ng Konstruksi Baja

Jadi bukti-bukti tersebutmenunjukkan bahwa ada korelasi yangkuat antara ketersediaan publikasi dan pengetahuan masyarakat terkait materi pada publikasi tersebut. Jadi jika produk baja ingin dikenal dan dapat menjadi pilihan masyarakat (yang berminat) maka perlu dipikirkan dan diusahakan, bagaimana agar ketersediaan publikasi terkait dengan produk baja dan pemakaiannya, meningkat. Untuk itu perlu diusahakan kerjasama antara industri, asosiasi profesi dan jangan dilupakan juga para akademisi di perguruan tinggi.

1.11. Kesimpulan Telah diungkap banyak hal terkait pemakaian material baja pada konstruksi bangunan, khususnya gedung dan jembatan. Kendalakendala baik dalam hal perencanaan maupun pelaksanaan yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan permasalahan, juga halhal yang menjadi prospek keunggulannya sehingga dapat dijadikan bahan pemikiran lebih lanjut. Selain kendala teknis terungkap juga adanya kendala non-teknis, seperti ketersediaan publikasi tertulis berbahasa Indonesia yang masih terbatas. Meskipun itu terkesan sepele dan sangat umum, tetapi diyakini jika dapat dikelola dengan baik akan jadi alat efektif mempromosikan material baja, sekaligus sebagai sumber pembelajaran untuk peningkatan kompetensi bagi s.d.m di industri konstruksi. Harapannya tentu agar insinyur Indonesia dapat menjadi tuan di negerinya sendiri.

Wiryanto De wo bl'oto - Stl'lI ktllr Baja

73

Bah 2 Material Baja

2.1. Pendahuluan Baja merupakan bah an material konstruksi yang ketersediaannya tergantung sepenuhnya dari produk hasil industri. Hal ini tentu berbeda dibanding material beton, yang bahan dasarnya sebagian besar mengandalkan material alam (batu split dan pasir), hanya semen dan admixture saja yang masih tergantung produk industri. Jadi agar sukses dalam perencanaan struktur baja maka langkah awal adalah mendapatkan informasi tentang spesifikasi produk hasil industri itu tadi dan ketersediaannya di pasaran. Ini penting karena Indonesia sendiri sebagai negara berkembang relatif masih terbatas industri bajanya. Untuk proyek yang besar, umumnya masih menggantungkan diri pada pasokan dari manca-negara. Informasi material baja untuk perencanaan, selain spesifikasi dari design code, juga tergantung kondisi pasokannya. Jadi ada baiknya tahu : siapa, dimana, bagaimana dan produk apa dari industri baja yang tersedia. Wawasan ini penting untuk mengantisipasi adanya keterbatasan sehingga produk yang dipilih menjadi optimal. Banyak yang berpikir, bahwa strategi perencanaan struktur baja hanya satu macam saja. Padahal dari bentuk fisik profil baja itu sendiri, yang beraneka macam, dapat diketahui ada yang sesuai code perencanaan, tetal'li ada juga yang tidak. Parameter profil baja yang berpengaruh misalnya, adalah rasio tebal-lebar elemen pen am pang. Bahkan jika ditelaah lebih lanjut, parameter tersebut ternyata terkait juga dengan proses produksinya yang berbeda, yang berdampak pada perilaku struktur dan kinerjanya. Itulah alasannya mengapa code yang dipakai juga berbeda, sebagai misal produk baja ringan (cold-formed) , yang ikIannya bertebaran di media massa, ternyata detail perencanaannya tidak sarna dengan jenis produk baja yang biasa (hot-rolled). Jadi mengenal produk baja konstruksi, dan dapat menghubungkannya dengan teori yang ada, tentu akan sangat membantu mengatasi permasalahan pada perencanaan struktur baja.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

75

2.2. Industri Baja Nasional dan Dunia Tingginya peradaban bangsa (negara) pada jaman dahulu dapat diketahui dari bangunan fisik yang ditinggalkan. Lihat saja bangsa Mesir (juga bangsa Inca) dengan piramida, bangsa Cina dengan tembok besarnya, adapun Indonesia dengan candi-candi besarnya, candi Prambanan dan Borobudur. Itu tadi adalah jaman dahulu, dalam era kemajuan seperti sekarang ini dimana komunikasi dan transportasi telah menjadikan batas samudra tidak lagi menjadi halangan, maka keberadaan suatu bangunan yang istimewa dapat ditemui dimana saja, tidak tergantung dari kemampuan rekayasa bangsa itu sendiri. Bahkan jika keadaan itu digabungkan dengan adanya kebijakan politik mercusuar suatu negara, maka jelas saja pemilihan bangunan fisik sebagai indikator tingginya peradaban bangsa sebagaimana di jaman dahulu, tentunya bisa menyesatkan. Jadi sekarang ini perlu indikator lain sebagai petunjuk tingginya peradaban atau kemajuan bangsa. Jika tinggi suatu peradaban atau kemajuan bangsa dapat dikaitkan dengan kemajuan ekonomi negara, maka konsumsi baja dapat dipakai sebagai indikator (WareU-Olsson 2009; Walters 2012). Hal ini cukup logis mengingat material baja diperlukan pada berbagai sektor industri sebagai bahan bakunya (lihat Gambar 2.1). transportasi non-otomotif (4.8%) peralatan listrik(3%)

konstruksi (51.2%)

peralatan rumah tangga (2%)

Gambar 2.1 Sektor industri yang mengandalkan baja (Basson 2012)

Sektor-sektor industri di atas (Gambar 2.1) hanya berkembang di suatu negara jika sektor industri pemasok kebutuhan primernya (sandang pangan) telah tercukupi. Berbeda tentunya jika dipakai indikator minyak dan gas, yang lebih mengarahkan pada tingginya kebutuhan energi dari suatu negara. Maklum tingginya kebutuhan energi suatu negara bisa juga diakibatkan oleh infrastrukturnya yang tidak siap atau tidak efisien, misal infrastruktur transportasi yang kurang sehingga dengan kondisi jalan yang ada, selalu timbul kemacetan sehingga enerji minyak banyak yang terbuang sia-sia.

76

Bab 2. Material Baja

Jadi negara yang banyak memakai baja bisa dianggap tergolong maju perekonomiannya, sehingga kemungkinan besar juga maju dari segi peradaban dan budayanya. Oleh karen a permintaan baja dianggap sebagai indikator kemajuan perekonomian, ada baiknya melihat rekaman data yang dihasilkan Wordsteel Association. 1.600 .-------r----.------,r------.--...-------n

1.400

- - -,- - - - - -,- ...

1.200

--------~-----

I

--,---I

I

I I

1.000

I

- - - - - ,-

800 - - -

..

-----r-------I

I

I

I

J _____ l _____ _

__ I _ _ _ _ _

I

-I-

I I

~

600 -

Gr~:tI1R~t~~:" . Ave;age '*.'.)~iIIi . :jJVm:ll' v

I

----,--

400

I I I I -----~----~-----lI I I

0

b~

,,'?i

,,~~

~~

,,~

R><:>

,,'?i

I'

"111

1970·76 1975-60 1960-65 1965-90 1990-96 1995-00

1.6 2.2 0.1 1.4 -0.5 2.4 6.2 4.5 6.2

2000-05

2005-10 2010-1 1

B~

,,'?i

&~

'))

,,~

'),.~

Gambar 2.2 Permintaan dunia akan baja (juta-ton) - (Basson 2012b)

Adanya peningkatan pesat permintaan baja di dunia menunjukkan kondisi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang maju industri bajanya. Jadi bukan petunjuk tentang kondisi perekonomian dunia pada umumnya. Negara yang berpotensi kuat di industri bajanya, seperti India bahkan cukup berani mengangkat pejabat setingkat menteri untuk mengelola industri-industri bajanya secara khusus. Adapun tugasnya adalah : (http:j jsteel.gov.in) •

Koordinasi dan perencanaan pertumbuhan dan pengembangan industri besi dan baja di India;



Perumusan kebijakan dalam hal produksi, harga, distribusi, impor dan ekspor besi & baja dan produk yang terkait,



Pengembangan industri hulu terkait penyediaan bijih besi, bijih mangan, bijih krom dan sebagainya, yang dibutuhkan terutama oleh industri baja.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

77

Negara-negara di dunia yang diketahui mempunyai industri baja, telah didata oleh Wordsteel Association sebagai berikut : Tabel 2.1 Peringkat negara produsen baja (juta-ton) - (Basson 2012b) Country China Japan United States India Russia South Korea Germany Ukraine Brazil Turkey Italy Taiwan, China Mexico France Spain Iran Canada United Kingdom Poland Belgium South Africa Austria Netherlands Egypt Australia Malaysia (e) Argentina Czech Republic Saudi Arabia Sweden Kazakhstan Vietnam (e) Thailand (e) Slovak Republic Finland Indonesia (e) Romania Venezuela Byelorussia Luxembourg Qalar (e) United Arab Emirates (e) Greece Hungary Chile Switzerland (e) Serbia Colombia Portugal (e) Peru Other

2010 Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15 14 17 16 18 19 20 21 23 25 24 22 26 28 27 29 30 33 32 34 31 35 37 36 40 39 38 41 63 42 43 48 45 46 47 44 49

2011 Tonnage 637.4 109.6 80.5 68.3 66.9 58.9 43.8 33.4 32.9 29.1 25.8 19.8 16.9 15.4 16.3 12.0 13.0 9.7 8.0 8.0 7.6 7.2 6.7 6.7 7.3 5.7 5.1 5.2 5.0 4.8 4.2 4.3 4.1 4.6 4.0 3.7 3.7 2.2 2.5 2.5 2.0 0.5 1.8 1.7 1.0 1.3 1.3 1.2 1.4 0.9 13.0

Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

I

Tonnage 683.9 107.6 88.4 71.3 68.9 68.5 44.3 35.3 35.2 34.1 28.7 22.9 lB.l 15.8 15.5 13.2 13.0 9.5 8.8 8.0 7.5 7.5 6.9 6.5 6.4 6.0 5.6 5.6 5.3 4.9 4.7 4.6 4.4 4.2 4.0 3.9 3.8 3.1 2.6 2.5 2.0 2.0 1.9 1.7 1.8 1.4 1.3 1.3 1.2 0.9 13.5

India dengan menteri khususnya ada di peringkat atas (4), ada pun Indonesia ternyata berada di peringkat bawah, yaitu 37 dari 50,

78

Bab 2. Material Baja

Melihat peringkat negara-negara produsen baja (Tabel 2.1) tentu akan menarik pula jika mengetahui kepemilikan atau nama pabrik yang memproduksinya. Maklum, material baja untuk perencanaan sangat tergantung ketersediaan di pasaran, adapun mutu kadangkala mudah sekali ditengarai dari pabrik pembuatnya. Tabel 2.2 Grup kepemilikan pabrik baja dan produksinya (juta -ton) - (Basson 2012b) Rank 1

Company I I ArcelorMittal

2

Hebei Group

3

I Baosteel Group

4

I Wuhan Group

6

Nippon Steel

7

I Shagang Group

9

JJFE Ansteel Group

11

I Shandong Group

13

14 15 16 17 18 19 20

I I

Shougang Group

10

12

I

POSCO

5

8

I Tonnage" I 97.2

I

Hyundai Steel

16.1

44.4

22

43.3

23

ISeverstal

15.3

39.1

24

Metinvest

14.4

37.7

25

33.4

26

31 .9

27

30.0

28

I China Steel Corporation SAIL

I Sumitomo Metal IMIOAO

JJianlong Group

15.9

14.0 13.5 12.7 12.6

29

MMK

24.0

31

I NLMK

12.1

23.8

32

Aizhao

11.2

22.0

33 34

I Baotou

10.2

20.5 19.9

35

17.9

36

I

16.8

37

I

16.7 1 38 16.5 39

I I

I

Maanshan

IBenxl

Valin Group_

Tonnage"

30

ThyssenKrupp

I Evraz

Company I I AlVA Group

29.8

Gerdau

J Nucor

21

29.9

Tata Steel

IUnited States Steel

Rank

16.3

40

12.4 12.2

Jluquan

10.2

ITaiyuan

9.9

Techint Group

I Anyang Pingxiang

9.5 9.4 9.1

JJinxi

9.0

ISD

8.9

""I

ArcelorMittal (www.arcelormittal.com) adalah group perusahaan di bidang baja dan pertambangan, berkantor pusat Luxembourg, merupakan produsen baja terbesar dunia (2013). Bahkan saat ini Bethlehem Steel Corporation, perusahaan baja terkenal Amerika, yang telah berdiri sejak tahun 1857, telah diakuisisi dan dijadikan milik ArcelorMittal sejak 2006. Adapun produsen baja terbesar ke-2: Hebei Group, ke-3: Baosteel Group, dan ke-5: Wuhan Group semuanya dari Cina. Produsen baja terbesar ke-4: POSCO, Korea. PT Krakatau POSCO adalah Perusahaan patungan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Indonesia dan pasco Korea sejak 2011 dan mulai produksi komersil awal tahun 2014. Produsen baja ke-6 di dunia adalah Nippon Steel, jepang, dahulu banyak melakukan kerja sarna dengan PT. Krakatau Steel & Group era tahun 90-an. Akibatnya sejak itu banyak diproduksi profil baja hot-rolled standar jepang atau JIS Uapanese Industrial Standards), dan sampai sekarang menjadi jenis profil yang umum dijumpai.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

79

Sekarang ini (2013), praktisi baja di Indonesia, bidang konstruksi bangunan dan jembatan, puas dengan produk PT. Krakatau Steel. Apalagi adanya kerjasama dengan POSCO Korea, tentunya akan semakin baik. Tetapi bagaimanapun juga dibanding produksi baja dunia, terlihat peran Indonesia seIaku produsen baja, relatif keeil. Bahkan terlihat tidak signifikan dalam kaneah internasional, yang hanya meneakup sekitar 0.23% produk baja dunia. Bandingkan dengan Malaysia yang Iuasnya 329,847 km2, atau hanya 17.3% dari luas Indonesia, yang 1,904,569 km 2, ternyata produksi baja mereka 154% lebih banyak (data pada TabeI2.1). Membandingkan produktifitas industri baja 'daIam-negeri' dengan negara tetangga, Malaysia, khususnya dalam rangka melayani luas wilayahnya, terkait hukum permintaan (demand) dan penawaran (supply) maka jelas hasilnya tentunya tidak akan sarna. Malaysia dalam hal ini tentunya lebih unggul, produksi baja berbanding luas wilayahnya saja adalah ±18 ton/km 2, dimana untuk perbandingan yang sarna, Indonesia hanya mampu melayani 2 ton/km 2 luas wilayahnya. Kondisi seperti ini tentu menjadi penyebab jika ada permintaan baja yang sarna besar; maka industri baja dalam negeri (Indonesia) pastilah tidak sanggup, dan akhirnya kebijakan imporlah jalan keluarnya. Hal itulah yang mungkin jadi penyebab, mengapa memakai konstruksi baja Indonesia relatif lebih mahal dibandingkan dengan konstruksi beton.

2.3. Material Baja 2.3.1. Umum

Tidak mengherankan jika kapasitas produksi baja di suatu negara dapat dijadikan indikasi kemajuan ekonomi. Maklum pemakaian material baja menyentuh banyak aspek kehidupan di masyarakat. Cara pembuatannya juga relatif kompleks, dibanding material lain, kayu atau beton. Oleh sebab itu, industrinya perlu dukungan dana, teknologi serta ilmu pengetahuan yang tidak sederhana. Bahkan yang mengusai teknologi pembuatan baja, hanya negara-negara maju yang tertentu, misal : PT. Krakatau Steel pada awal didirikan memakai sistem dari Jerman, dan selanjutnya banyak melakukan kerja sarna dengan Jepang. Oleh sebab itu dalam pembahasannya nanti maka kedua negara itu akan juga dilibatkan. 2.3.2. Proses pembuatan baja

Proses pembuatan baja modern dapat dirangkum dalam diagram alir pad a Gambar 2.3 dan Gambar 2.4, yang cukup lengkap untuk mewakili hampir semua tahapan produksi material baja.

80

Bab 2. Mate ria l Baja

Besi kasar, atau pig iron, cair (logam panas) hasil pengolahan bijih besi, batu kapur dan kokas pada blast furnace (tanur tinggi) masih mengandung silikon (5), mangan (Mn), karbon (C), dan bahan lain secara berlebihan. Untuk itu bersama-sama besi bekas (scrap) dan agen fluks (fluxing agents) memerlukan proses lagi dengan tungku konverter (jenisnya basic oxygen furnace atau electric arc furnace), untuk dimurnikan dengan oksigen agar mineral yang berlebihan tadi berkurang pada suatu prosentasi tertentu. Adanya besi bekas (scrap) yang dapat diolah lagi menjadi material baja baru, menunjukkan bahwa material baja ramah lingkungan karena relatif dapat didaur ulang lagi secara sempurna. Bandingkan dengan kayu atau beton yang tidak mudah di daur ulang lagi. mesin pengOCOfBll kootinyu

Ga mbar 2.3 Proses pe mbu ata n baja (Mishra 1998).

5elama pemurnian di tungku konverter dapat ditambahkan logam alloy jenis lain untuk akhirnya menjadi baja padat (Gambar 2.3). Komposisi dan jenis logam alloy yang ditambahkan sangat penting dan itu akan berpengaruh pada karakter baja yang diproduksinya. Karena itulah, dalam menentukan mutu baja, selain berdasarkan tegangan leleh, kuat tarik atau panjang elongasi, maka komposisi kimiawi yang dikandungnya perlu dievaluasi juga.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

81

Berkaitan dengan komposisi kimiawi, besi tempa (wrought iron) merupakan bentuk campuran besi yang relatif paling murni, hasil pengolahan besi gubal (Pig iron) di tungku konverter. Kandungan karbonnya 0.02%, cukup keras (tough), daktail, dengan tegangan leleh 210 MPa dan kuat tarik 350 MPa. Jenis tersebut pada awalnya dipakai sebagai elemen tarik (untuk tekan pakai besi cor atau cast iron). Saat ini besi tempa banyak dipakai sebagai ornamen atau elemen non-struktur. Adapun baja pada dasarnya adalah logam alloy (campuran) antara besi dan karbon yang menyatu akibat peleburan pada suhu tinggi. Prosentasi kandungan karbon bisa sampai 1.7% atau 85 kali lipat dibanding kandungan karbon pad a besi tempa. Meskipun telah diusahakan semurni mungkin, masih dijumpai logam alloy lain yang mempengaruhi karakter baja, umumnya adalah sulfur (S), phospor (P), mangan (Mn). Kandungan S dan P akan meningkatkan kegetasan, hal yang buruk. Sehingga jumlahnya harus dibatasi. Selanjutnya dari hasH pengecoran menerus (Gambar 2.3) dapatlah dibuat baja padat dalam bentuk yang khas, bloom (batang), billet (bulat) dan slab (pelat). Itu diperlukan untuk memudahkan proses selanjutnya, karena memerlukan proses penggilingan (rol) seperti terlihat pada Gambar 2.4 berikut : 8eberapa bentuk produksi (tanpa skala)

r---:-P= enampan= gst"'ktu~r ~ lt ~ i1 if ~ ~ Profit t atau WF

Siku

Tee

Profil-Z

Channel

Sheet-pile

rei dan joint-bar Rei standar

Q?

@

<9

Joint-bar

Rei crane

~ ~c:;:::>

Bulal Persegi Hexagonal Oktagonal

Flat

Segitiga

~ Paku

c::;;>

Separo-bulat

Kain kawal

(shee~

Gambar 2.4 Pe ngoJa han baja mentah da ri p roduk ja di (Mi shra 1998).

82

Bab 2. Mate r ia l Baja

Jika proses pengolahan baja cair dalam tungku peleburan sangat mempengaruhi komposisi kimiawi, maka proses pengolahan baja padat (panas) dengan cara penggilingan (rol) akan mempengaruhi tingkat kepresisian geometri profit baja yang dihasilkannya. Baik dalam hal dimensi penampang, maupun ketidak-lurusan batang. Kondisi tersebut umumnya telah diantisipasi keberadaannya oleh code atau peraturan dengan memberikan toleransi ijin.

-

RoI-j>ekJrus

-

,....

-

-.

profil WF hot_ hasil produksi

Universal Rolling

profil WF konvenslonal (perubahan yang s/nkron antara tinggi dan lebar)

Rei-Universal untuk mambua! profil WF

-

"i~ma

MasIn roI-intermediate

. Iab alBu bloom

Breakdown mill

Universal

roiling mill

EdgingmUI

Masin rcl-flnlshing

+ Universal roIlfngmllt

Ga mbar 2.5 Deta il proses pem bu atan baja profil WF ata u setara (Nippon Steel 2012)

Pembuatan profit baja dengan cara penggilingan pada kondisi panas (hot-rolled) umumnya diperuntukkan pada bentuk profit baja yang relatif tebal. Profilnya sendiri biasa disebut profit hot-rolled atau profil canai panas. Bentuk-bentuk profilnya berupa I, WF, channel atau C, siku, pelat datar, kawat, sheet-pile atau batang reI (lihat Gambar 2.4).

2.3.3. Properti mekanik material baja Properti mekanik material baja diperoleh dari uji di laboratorium. Ada berbagai macam jenis pengujian, salah satunya yang umum untuk pekerjaan konstruksi adalah uji tarik uni-aksial sampai putus dengan UTM (Universal Testing Machine). Spesimen dan prosedur pengujian harus memenuhi standard tertentu, seperti ASTM E8 di Amerika, atau ISO 6892 di Eropa atau JIS Z2241 di Jepang. Negara-negara lain biasanya akan mengadopsi atau meniru saja standard terse but.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

83

Mesin UTM pada dasarnya alat uji yang serbaguna untuk berbagai pengujian, tidak sekedar uji tarik, tetapi juga uji lentur, geser, torsi dan lainnya. Bentuknya bisa bermacam-macam tergantung pabrik pembuat. Merk yang ada, antara lain MTS; Shimadzu; Instron; atau Hungta, yang merupakan produk Taiwan yang relatif murah dan banyak dijumpai di Indonesia. Adapun merk MTS terkenal banyak dipakai laboratorium uji dari institusi pendidikan dan riset dunia.

Ga mba r 2.6 Pe nlilis dan UTM merk MTS di NTU, Taiwa n (2 010)

Meskipun bentuk mesin uji bermacam-macam, tetapi pemasangan spesimen uji pada dasarnya mirip, bahkan spesimen ujinya harus sarna, mengikuti standard ASTM atau yang setara. Selanjutnya tergantung bentuk spesimen perlu disiapkan juga grip yang sesuai dengan mesinnya. Jika diperlukan pengukuran elongasi yang teliti, perlu dipasang alat tam bahan, yaitu extensometer (Gambar 2.7).

Ga mbar 2.7 Deta il pemasa ngan spesimen lIji tarik (www.instron.us)

84

Bab 2. Mate r ial Baja

Dari uji tarik dihasilkan data kuat tarik (FJ, dan kuat leleh (F) . Jika dipasang extensometer dapat diketahui elongasi secara teliti, yang bebas dari pengaruh slip akibat fungsi grip yang kurang baik. Selanjutnya modulus elastis (E) dapat diperoleh secara akurat. Setelah pengujian, reduksi luas penampang dan elongasinya perlu diukur untuk memprediksi karakter daktilitas. Bahkan dari melihat kondisi putusnya saja dapat terlihat apakah materialnya mempunyai sifat yang daktail atau tidak, lihat Gambar 2.8 berikut.

getas sangat daktail

Ga mbar 2.8 Kondi si putus tarik uni aksial da n peril aku daktilitas bahan

2.3.4. Engineering stress-strain Hasil uji dalam bentuk kurva tegangan-regangan (0'-£) pada setiap tahapan beban akan menunjukkan perilakunya. Jika gaya tarik (P), luas penampang awal (A), maka tegangan (f = PIA. Selanjutnya, jika L = panjang bagian spesimen yang terukur extensometer, dan perpanjangannya L', maka /j. = L' - L dan £ = /j. I L. Berikut diperlihatkan kurva perilaku material beberapa baja menu rut standard Australia (AS 4100) . (b)

600 500

0.2%

400 300 200

)Ias
i range

hardening range

100

A:

o

B

0.002

0.004

Strai n

Gam bar 2.9 Kurva

(J-E

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

profil baja standard Australi a (Gore nc et.al 2005)

85

Kurva perilaku material yang mirip ditunjukkan juga oleh produk profil baja standard ASTM (Amerika) sebagai berikut. A514 HEAT -TREATED CONSTRUCTIONAl AllOY STEEL

120

.

_ _ A852 HEAT -TREATED

--

HSI.A STEEL

A588 HSLA STEEL

A36 CARBON STEEL

20

oL-__ __ 0.04 o ~

~

____L -__- L__

0.08

0.12

0.16

~

__

~

0.20

STRAIN. IN PER IN

Gambar 2.10 Kurva

(f-E

profil baja sta ndard Amerika (Brockenbrough - Merritt 1999)

Jika diperhatikan, karakter perilaku material baja konstruksi pada dasarnya mirip satu dengan lainnya. Oleh karena itu dapat dibuat skematik perilaku tipikal yang menggambarkan karakter penting dari baja konstruksi sebagai berikut. (J

<1u~

~

E sh Ultimate _ _ _ ____________________ /_ ~ ___ _~ strength

/ b

~

~ailure

cry upper _ _ _

O'yslallc -

-

'-------'

, E:

Strainhardening Necking ~[__c Pla=te =a~ u __~~___ra_n~ ge____~ ,~r_ an ~g_ e_ Plastic

\ - Elastic range L-~

-+__________ ________

________

Gambar 2.11 Kurva

(J-E

~

~

E

tipikal profil baja konstruksi (Bruneau eta /. 2011)

Kondisi elastis akan terjadi saat dibebani, keberadaannya dibatasi sampai regangannya mencapai batas leleh ay lalu diikuti kondisi plastis mulai a y sampai a sh setelah itu terjadilah strain-hardening. Tergantung material yang dipakai, Esh umumnya bervariasi antara 5 ~ 15 Ey dengan nilai rata-rata 10Ey yang umumnya digunakan.

86

Bab 2. Material Baja

Tegangan pada kondisi strain-hardening tidak lagi konstan, tetapi mengalami peningkatan, yaitu mulai G Sh sampai GUll Pada kurva ini tegangan pada G ult adalah kondisi maksimum, sehingga disebut juga tegangan batas (ultimate) . Pada saat itu fenomena necking, atau terjadinya pengecilan penampang akan signifikan. Akhirnya pen am pang dengan cepat mengalami putus secara tiba-tiba.

Gambar 2. 12 Ko ndis i PlItliS yang bers ifat dakta il (en.wi kipedia.org) .

Untuk semua jenis baja, modulus elastis (E) adalah 200,000.0 MPa (29,000.0 ksi), dan tangent modulus kondisi strain-hardening, ESh sekitar 1/30-an kali kondisi elastisnya, yaitu 6700 MPa (970 ksi). Jika skematik perilaku tipikal dipakai evaluasi berbagai mutu baja, akan terlihat semakin tinggi kekuatannya, kondisi leleh (yielding) semakin tidak terlihat jelas. Bahkan dari Gambar 2.9 terlihat bahwa untuk menentukan titik leleh perlu dibuatkan garis bantu imajiner yang sejajar garis elastis tetapi digeser (offset) 0.2% ke arah kanan sampai garis tersebut berpotongan dengan kurva. Fenomena leleh (yield) berperan penting pada daktilitas struktur, karena dapat menyebabkan redistribusi tegangan saat inelastis. Oleh sebab itu pemakaian baja mutu tinggi, yang terbatas kemampuan lelehnya, harus dihindari untuk dipakai pada bagian yang berisiko tinggi mengalami kondisi inelastis (akibat gempa). ltu alasan mengapa perencanaan cara plastis / inelastis dibatasi pada baja dengan mutu sampai 65 ksi atau 450 MPa saja (AISC 2010). Adanya fenomena necking menunjukkan bahwa saat pembebanan mendekati keruntuhan, penampangnya akan mengecil. Akibatnya luas penampangnya akan berkurang (perhatikan Gambar 2.12). Padahal kurva G-£ yang dibahas (Gambar 2.11) didasarkan pad a luas penampang awal, yaitu sebelum mengalami pengurangan. Berarti kurva tersebut tidak menggambarkan perilaku realitis dari material yang sebenarnya. lni tentu disadari, maklum pengukuran

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

87

diameter penampang yang mengecil menjelang keruntuhan, tidak mudah. Apalagi pada saat itu terjadi dan putus, berlangsungnya secara cepat. Untuk keperluan rekayasa, agar struktur berfungsi baik dan aman, maka harus direncanakan bekerja pada kondisi elastis saja. Pada kondisi tersebut tentu saja pengaruh perubahan luas penampang dapat diabaikan. Apalagi tinjauan keamanannya cukup didasarkan kuat leleh (F) dan kuat batas (F) saja, yang relatif cukup akurat hasilnya. Itulah mengapa pengaruh necking tidak signifikan sehingga kurva (J-£ yang ada dapat dipakai dengan ketelitian yang cukup. Oleh sebab itu disebut kurva "engineering stress-strain" atau singkat saja kurva tegangan-regangan. Untuk keperluan analisis keruntuhan struktur yang teliti, seperti pemakaian metode elemen-hingga yang berbasis komputer, maka input data material berdasarkan kurva engineering stress-strain, tidak mencukupi. Jika dipaksakan, maka hasilnya akan tidak teliti, maklum keberadaan fenomena necking tidak diperhitungkan. 2.3.5. True stress-strain Kurva (J-£ dipakai sebagai identifikasi perilaku mekanik material. Pada perencanaan rekayasa maka kurva (J-£ yang banyak dipakai adalah kurva engineering stress-strain, yang didasarkan kondisi penampang awal sebelum dibebani. Jika kurva (J-£ itu digunakan untuk simulasi struktur sampai kondisi inelastis, hasilnya harus diinterprestasi hati-hati. Maklum luas penampang uji pada kondisi inelastis, khususnya mendekati keruntuhan, akan berubah banyak dibandingkan kondisi sebelum dibebani, akibat necking.

Penggunaan kurva (J-£ pada perencanaan rekayasa sampai saat ini cukup memuaskan. Maklum itu umumnya untuk simulasi struktur pada kondisi kerja, agar aman dan berfungsi maka bahan material struktur dipertahankan pada kondisi elastisnya saja. Oleh karena itulah fenomena necking tidak berpengaruh, sehingga kondisi penampang sebelum dan sesudah pembebanan dianggap sarna. Pada perkembangan perencanaan rekayasa yang modern, faktor keamanan terhadap beban tak terduga (misal gempa) menjadi hal penting. Oleh sebab itu, perilaku struktur menjelang keruntuhan perlu dipelajari, agar dapat dilakukan perbaikan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pemakai. Masa dulu, perilaku struktur menjelang keruntuhannya hanya bisa dievaluasi secara empiris. Saat ini, ketika teknologi komputer semakin maju dan terjangkau, apalagi dengan tersedianya piranti lunak berbasis metode-elemen hingga, maka dapat dibuat simulasi keruntuhan yang cukup teliti.

88

Ba b 2. Ma te rial Baja

Jika simulasi numerik seperti itu perlu dan diharapkan hasil teliti, maka kurva 0"-£ yang dipakai sebagai input data program simulasi harus memakai "tegangan-benar" atau true-stress (O"t)' dalam hal ini O"t = P/ N , dengan A' = luas penampang sebenarnya (berubah akibat necking), dan tidak lagi engineering stress, O"e = 0" = P/ A, yaitu kurva 0"-£ yang biasa digunakan sebelumnya. Untuk memperoleh data luas penampang real, N dari sampel uji menjelang keruntuhan, tidak mudah. Solusinya adalah konversi matematis data 0"-£ di daerah inelastis. Hasilnya terbukti cukup baik saat dipakai sebagai input data untuk uji simulasi perilaku struktur sampai kondisi batas (Yang-Hancock 2004, Dewobroto 2009). Rumus konversi data yang dimaksud adalah O"t

=0"(1 +&) ............................................................................................... (2-1)

&t= ln(1 +&)-0"j{ .................................................................................... (2-2) dengan E adalah modulus Young; Et adalah "regangan-benar" pada daerah inelastis; dan 0"-£ adalah tegangan-regangan yang biasa digunakan pada masalah rekayasa atau engineering stress-strain. Contoh kurva O"t-£t (true-stress-strain) berdasarkan kurva 0"-£ atau engineering-stress-strain terlihat pada Gambar 2.13 berikut.

-'-'- UPH-SC1 -

UPH-SC2

~

Engi-Data-2

~

True-Data-2

~~'"'m~mm'

0~---+----~--~----4---~----~

0.0

0 .1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 .6

Gambar 2.13 Kurva cr-E (engineering) dan kurva cr.-E. (true) (Dewobroto 2009)

Selanjutnya kurva O"t-£t diuji dengan digunakan sebagai input data untuk pembuatan simulasi numerik keruntuhan tarik uni-aksial.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

89

I

I I I I

grip

displacement control

data logger (komputcr)

rigid

model

1/4 deformed

model fu ll-size

special boundary condition

R I3

dudukan displacemelll rroltduscer

I I I I I L--I

grip Note: RP is reference

point of rigid model

a). Konfiguras i Rea l b) . Model Nume rik Ga mba r 2.14 Uji ta rik uni -a ksial (D ewobro to 200 9)

Model numerik dibuat dengan memanfaatkan sifat simetri dari struktur, sehingga hanya ditinjau 14 dari bentuk geometri asli seperti terlihat pada Gambar 2.14b. Strategi pemodelan seperti itu akan menguntungkan dari segi penyelesaian komputer. S,

MUse:!!

(Ave. Cr.1t.: 75')

~

+3 . 830.+02 +3 . 584e+02 +3.33ge+02 +3 . 094e+Q2 +2.84ge+QZ +2.604e+02 +2.35Be+02 +2 . 113e+D2 +1 . 86Be+02 +1.62Je+oZ + 1. J78e+OZ + 1 .132e+02 +8 . 872e+O l +6.420e+Ol +3.968e+O l

ter.l.k :!Iampel UJl. IMte rl.e. l UPH-SC2 . odb ABAQUS/5TANDARD Venl

OOB:

6.5- 1

::step: Step- t , d.iearik

Increment 100: Step Time = 0.9520 Primary Var : S, Hl.3e:!l Defor::lned 'lac : tJ Defo["ll1l1tl.o n Scale factor: +1 . 000

a). "4 mod el

b) Distribus i Tega nga n Ko ndi s i Akhir

c) Sa mp el

Ga mba r 2.15 Vis uali sasi hasil s imu las i uji ta rik (D ewobroto 2009)

90

Ba b 2. Mate ri a l Ba ja

Dengan memasang titik monitor pada model, dapat disusun kurva P-..6. atau gaya-perpindahan yang mewakili perilaku struktur saat dibebani. Kurva P-..6. hasil empiris ternyata berhimpit dengan hasil simulasi numerik, khususnya sampai beban maksimum (ultimate), lihat Gambar 2.16. 7,000 , . . - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ,

4,000

-UPH-SC2 (real)

3,000

-9-

Data-2 (numerik)

2,000 1,000

perpindahan (mm) o *----.---,----.---,---,---~

o

5

10

15

20

25

30

Gambar 2.16 Perbandingan has il simulasi numerik dan uji empiris (Dewobroto 2009)

Jika ditampilkan pada Tabel 2.3, terlihat bahwa simulasi numerik berbasis komputer dengan metode-elemen-hingga memberikan ketelitian yang mencukupi dalam memprediksi perilaku struktur yang dibebani sampai kondisi batasnya. Tabel 2.3 Perbandingan hasil uji em pi ris dan num erik (Dewobroto 2009) Materi

P, (N)

%

IJ., (mm)

%

UPH-SC2

6070

100.00%

15.20

100%

Uji Laboratorium

Data-2

6073

100.05 %

12.77

84%

Simulasi Komputer

Note

Meskipun demikian dari Gambar 2,16 juga diketahui bahwa kurva P-..6. hasil simulasi numerik berbeda setelah melewati kuat batas. Itu memang disadari karena meskipun telah memakai non-linier geometri dan material, tetapi yang terakhir hanya terbatas pada elastis-plastis sehingga kriteria runtuhnya adalah leleh (yielding). Pada kondisi leleh, objek yang berdeformasi masih dianggap satu kesatuan (kontinyu). Padahal ketika tegangan mencapai kondisi batas (maksimum), tipe keruntuhan tidak sekedar plastis tetapi mulai terjadi fraktur, yaitu ketika berdeformasi terjadi juga retak atau saling terpisah, tidak kontinyu, Kondisi keruntuhan seperti ini memerlukan strategi penyelesaian numerik yang berbeda, dan belum diantisipasi pada simulasi yang dibuat (Dewobroto 2009).

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

91

2.4. Standar Mutu Material Baja 2.4.1. Umum Informasi tentang standardisasi bahan material penting dipelajari sebagai dasar pemilihan karena dapat dijadikan rujukan mutu.

Standardisasi yang dimaksud tidak sekedar pada peraturan yang dipublikasi, tetapi juga bagaimana pengaruhnya di lapangan. Oleh sebab itu sukses-tidaknya standardisasi memerlukan dukungan banyak pihak, tidak sekedar pihak perencananya saja, tetapi pihak lain mulai dari produsen, pemasok, sampai pembuat kebijakan di suatu wilayah beserta aparat-aparat penegak hukumnya. Untuk melihat penting tidaknya standardisasi dan penerapannya, ada baiknya dipelajari perkembangan konstruksi kayu Indonesia. Meskipun dikenal sebagai negara tropis dengan hutan belantaranya, tetapi telah menjadi pengetahuan umum bahwa kayu adalah bahan material kelas dua untuk konstruksi, kalah dibanding beton atau baja. Padahal negara-negara maju di barat, misalnya Amerika dan Kanada, menggunakannya untuk peru mahan modern di sana. Itu hanya mungkin selain karena adanya code tentang spesifikasi mutu, juga keberhasilan penerapannya di lapangan. Itu terjadi jika banyak pendukungnya, dimulai dari segi ketersediaan teknologi pengolah maupun pembuat kebijakan, sehingga mutu kayu, antara spesifikasi tertulis dengan fakta di lapangan adalah selaras. Hal itu tentu menimbulkan keyakinan insinyurnya bahwa apa yang direncanakan dapat direalisasikan. Kondisi di Indonesia tentu berbeda, sebagian besar material kayu yang ada adalah hasil pengolahan tradisional, yang hasilnya tidak berkorelasi jelas dengan code atau peraturan kayu yang berlaku, sehingga sukses tidaknya perencanaan hanya tergantung pengalaman pribadi penggunanya. Material baja berbeda dari kayu, yaitu buatan pabrik. Harga tentu lebih mahal, tetapi karena buatan pabrik itu pula maka mutunya terukur secara lebih konsisten. Ini tentu memberikan kepastian bagi insinyur untuk menggunakannya. Sisi lainnya, pabrik baja di Indonesia relatif terbatas dibanding pasokan dunia. Bila tidak ada dukungan pemerintah dalam kebijakan impor luar negeri, maka wajar jika material baja yang ada di pasaran menjadi relatif mahal dibanding pasokan bahan materiallainnya (beton). Membicarakan standardisasi mutu akan menyangkut kepentingan banyak pihak, mulai produsen (pabrik baja), pemasok (importir), pemakai (konstraktor) maupun pemerintah dan jika mengabaikan dapat berdampak buruk. Maklum, bahkan dapat menjadi sengketa

92

Ba b 2. Mate ria l Baja

hukum jika terbukti bangunan rekayasanya mengalami kegagalan. Pada dasarnya, standardisasi mutu yang berlaku di suatu negara adalah untuk menetapkan mutu minimum yang tersedia. Jika diperlukan material dengan mutu yang lebih tinggi, yang tidak tersedia atau diragukan mutunya maka dapat mengacu pada standar negara lain, yang umumnya dianggap lebih mapan (established). Oleh karena itu mengenal standardisasi mutu yang berlaku baik di dalam maupun di luar negeri tentu akan memberi wawasan akan mutu material baja yang dapat digunakan secara lebih baik. 2.4.2. ASTM - Amerika

Us ulan SNI baja terbaru, RSNIl 03-1729.1-201X, ditulis mengacu AISC (2010), yang notabene standar Amerika. Jadi wajar saja jika standar material baja di negara tersebut yang pertama dibahas. 8agaimanapun Amerika adalah negara maju, tidak hanya dari segi ekonomi saja, tetapi juga dari segi riset dan publikasi, seperti yang dilakukan oleh ASCE (www.asce.org), AISC (www.aisc.org), AWS (www.aws.org), dan yang lain. Standard uji material, yaitu ASTM (www.astm.org), menjadi rujukan banyak pihak di seantero dunia, mulai lembaga pengujian sampai pabrik yang memproduksinya. Karena unggul dalam riset dan teknologi, juga didukung kuat oleh perekonomiannya maka banyak tercipta spesifikasi material yang diterbitkan. Jadi jangan heran jika jumlahnya banyak, dan tidak semuanya tersedia di negara lain, termasuk Indonesia. Meskipun begitu informasi akan disampaikan sebagai bahan pertimbangan. 8eberapa spesifikasi material baja ASTM yang biasa dipakai pada pekerjaan konstruksi ditampilkan pada Tabel 2.4. Meskipun banyak spesifikasi mutu material yang dipublikasikan, tetapi pada kenyataannya tidak semua sukses dipasaran karena, seperti misalnya baja tipe ASTM A852 tidak mendapat tanggapan positip di pasaran sehingga spesifikasinya perlu ditarik kembali. Saat ini ada spesifikasi material baja baru, yang dilansir 2012, yaitu ASTM Al077. Meskipun dari segi kekuatan tidak berbeda dari baja yang ada, tetapi perilakunya pada temperatur tinggi lebih baik. Masuk kategori baja tahan api (Fire Resistant SteeTJ karena sampai suhu 600°C dijamin dapat mempertahankan kuat lelehnya tidak kurang dari 2/3 kuat leleh pada temperatur ruang. Cocok untuk struktur bangunan gedung yang rawan kebakaran. Meskipun demikian spesifikasi ini masih memerlukan konfirmasi dari pabrik baja apakah mampu memproduksinya (CFPFR 2013).

Wiryanto Dewobroto . Strllktllr Baja

93

Tabel 2.4 Spesifikasi baja bangunan menurut ASTM ASTM

A36

Keterangan

Carbon Structural Steel Catatan : jenis baja karbon yang umum dipakai untuk konstruksi.

A242

High-Strength Low-Alloy Structural Steel Catatan : baja tahan cuaca (weathering steels), bisa dipakai tanpa pengecatan.

A441

High-Strength Low-Alloy Structural Manganese Vanadium Steel Catatan: sudah tidak berlaku dan telah di gantikan A572.

A514

High-Yield Strength, Quenched and Tempered Alloy Steel Plate Suitable for Welding Catatan : baja mutu tinggi untuk struktur jembatan dengan las

AS29

High-Strength Carbon-Manganese Steel of Structura l Quality Catatan : jenis baja karbon-mangan untuk konstruksi.

A572

Hig h-Strength Low-Alloy Columbium-Vanadium Steel Catatan : baja mutu tinggi dengan lima grade mutu (42, SO, 55, 60 dan 65), ada pun grade SO setara dengan baja A992 yang lebih baru.

A588

High-Strength Low-Alloy Structura l Steel, up to 50 ksi [345 MPa] Minimum Yield Point, with Atmospheric Corrosion Resistance Catatan: baja tahan cuaca (weathering steels), bisa dipakai tanpa pengeeatan.

A633

Normalized High-Strength Low-Alloy Structura l Steel Plates Catatan: coeok untuk temperatur rendah, -SO"F [-4S·C) ke atas.

A709

Carbon and High -Strength Low-Alloy Structural Steel Shapes, Plates, and Bars and Quenched-and-Tempered Alloy Structural Steel Plates for Bridges Catatan : baja pelat untuk struktur jembatan

A8S2

Quenched and Tempered Low-Alloy Structural Steel Plate Catatan : baja mutu tinggi untuk struktur jembatan dengan las, punya ketahanan korosi yang tinggi, tetapi tahun 2010 d itarik lagi karena tidak populer.

A871

High-Strength Low-Alloy Structural Steel Plate With Atmospheric Corrosion Resistance Catatan : baja tahan korosi untuk pipa atau tiang (pole)

A913

High-Strength Low-Alloy Steel Shapes ofStructural Qua lity, Produced by Quenching and Self-Tempering Process (QST) Catatan : baja mutu tinggi mutu Grade 50, 60, 65 dan 70, karena karakter proses pembuatannya maka tipe ini tidak boleh dipanasi lebih dari 600"C

A992

Steel for Structural Shapes for Use in Building Framing Catatan : spesifikasi baru (1998) profil baja hot-rolled setara AS72 Gr.SO untuk bangunan tahan gempa, dimana ratio Fy / F" $ 0.8 untuk menjamin daktilitasnya. Populer digunakan sebagai pengganti baja karbon A36 (Zaruba dan Grubb 2003).

A1026 Alloy Steel Structural Shapes for Use in Building Framing Catatan : ratio F / Fu $ 0.8, tidak boleh ga lvanis dan dipanasi lebih dari 400·C A1043 Structural Steel with Low Yield to Tensile Ratio fo r Use in Buildings Catatan : material baru untuk struktur bangunan dengan ratio F. / Fu

$

0.8

Standard Specification for Structural Steel with Improved Yield Strength at High Temperaturefor Use in Buildings Al077 Catatan : spesifikasi baru (2012), material baja tahan api [fire resistant steel) untuk struktur bangunan gedung tanpa perlu tambahan lapisan fire proofing, karena mempunyai kuat leleh yang ditingkatkan pada temperatur tinggi.

Sumber: www.astm.org (akses 19 Maret 2014)

94

Bab 2. Material Baja

Data yang diperlukan untuk perencanaan struktur adalah (F) dan y (F.,J, sedangkan % elongasi untuk mengevaluasi syarat daktilitas. Tabel 2.5 Standar baja menurut ASTM (2004) Tipe

tebal (mm)

Kuat Leleh (MPa)

KuatTarik min. (MPa)

Elongasi min. @200mm,%

A36

t:5 75

250

400 - 550

20

ts 40

345

485

40< t s 50

315

460

t> 50

290

435

A242

A514

A529 - Gr.50 A529 - Gr.55

t s 65

690

760 - 895

65 < t:5 150

620

690 - 895

t:5 40

A572 - Gr.42

A572 - Gr.50

345 380 290

18 18 17

415

20 18

345

450

A572 - Gr.55

380

485

17

A572 - Gr.60

415

520

16

450

550

15

345

485

18

A572 - Gr.65

semua

485 - 690

18

t s 50

A588 A633 - Gr.A

t :5 100

290

430 - 570

A633 - Gr.C A633 - Gr.D

t:5 65

345

485 - 620

65 < t s 100

315

450 - 590

A633 - Gr.E

t s 100

415

550 - 690

A709 - Gr.36

t s 75

250

400 - 550

20

18

A709 - Gr.50

345

450

18

A852

485

620 -760

19

A871- Gr.60

415

520

16

A871- Gr.65

450

550

15

A913 - Gr.50

345

450

18

A913 - Gr.60

415

520

16

A913 - Gr.65

450

550

15

A913 - Gr.70

485

620

14

A992

345 - 450

450

18

AI026 - Gr. 50

345 to 450

450

18

AI026 - Gr.65

450 to 550

550

15

AI043 - Gr.36

250

400 - 550

20

AI043 - Gr.50

345

450

18

AI077 - Gr.36

250

400 - 550

20

345

450

18

AI077-

GI~50

t :5100

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

95

2.4.3. CEN - Eropa CEN (Comite Europeen de Normalisation), yang mewadahi badan

standar dari 33 negara di Eropa telah menerbitkan standar terkait baja konstruksi, yaitu antara lain di Tabel 2.6. Tabel 2.6 Spesifikasi baja bangunan menurut CEN Keterangan

Standar EN 10025

Hot Rolled Products of Non-Alloy Structural Steels

EN 10083

Quenched and Tempered Steels

EN 10113 EN 10155

Structural Steels with Improved Atmospheric Corrosion Resistance

Hot-Rolled Products in Weldable Fine Grain Structural Steel

EN 10296 & Welded & Seam less Circular Steel Tubes for Mechanical and General EN 10297 Engineering Purposes EN 1993-1-1 Design afSteel Structures: General structural rules

Standar Eropa (EN) juga banyak dirujuk oleh India, Singapura, dan Malaysia yang merupakan bekas jajahan Inggris (anggota CEN). Properti mekanik baja sesuai EN 10025 adalah sebagai berikut. Tabel 2.7 Standar baja menurut EN 10025-2:2004 (Eropa) Kuat Leleh (MPa) Tebal (mm)

Tipe < 16

KuatTarik (MPa)

Komposisi kimiawi (maks) %

3 < t < 100 (mm)

C

Mn

P

S

1.5 1.6

0.035

0.035

0.035

0.035

> 16 < 40

>40 < 63

>63 < 80

>80 < 100

215

215

360-510

310-540

S185

185

S235

235

225

215

S275

275

245

235

430-580

0.20

355

265 345

255

S355

335

325

315

510-680

0.20

E295

295

490-660

Catatan : S = Structural steel, E = Steel for engineering purposes Tabel 2.8 Mutu baja hot-rolled (EN 10025) menu rut EN 1993-1-1 (Eropa) teba) S 40 (mm) Grade S235 S275 S355 5275 N/NL 5355 N/NL 5420 N/NL 5460 N/NL S275 M/ML S355 M/ML S420 M/ML S460 M/ML

40 < teba) S 80 (mm)

Fy(MPa)

F" (MPa)

Fy(MPa)

F,,(MPa)

235 275 355 275 355 420 460 275 355 420 460

360 430 510 390 490 540 570 380 470 520 550

215 255 335 255 335 390 430 255 335 390 430

340 410 490 370 470 520 550 360 450 500 550

Catatan : baja tipe M/ML tersedia sampai tebal maksimum 63 mm

96

Bab 2. Material Baja

Baja menurut standar Jerman lama, DIN (Deutsches lnstitut fur Normung), masih dijadikan rujukan juga, yaitu : Tabel 2.9 Standar baja menurut DIN 17100 (Jerman)

Tipe

Kuat Leleh (MPa) Tebal (mm) s 16

St33

> 16 s 40

185 175

Kuat Tarik (MPa) Tebal (mm)

mutu baja yang ekuivalen

>40 s 63

>63 s 80

s3

>3 s 100

Euronorm 25

-

-

310 - 540

290

Fe 310-0 Fe 310-0

-

St37-2 235 225 215 215 360 - 510 340 - 470 St37-3 235 225 215 215 360 - 510 340 - 470

IS0630

Fe 360-B -

St44-2 275 265 255 245 430 - 580 410 - 540 Fe 430-8 Fe 430-B St44-3 275 265 255 245 430 - 580 410 - 540

Fe 430-C Fe 430-C

St50-2 295 285 275 265 490 - 660 470 - 610

Fe 490-2

St52-3 355 345 335 325 510 - 680 490 - 630

Fe 510-C Fe 510-C

St60-2 335 325 315 305

590-770

570 - 710 Fe 590-2

St70-2 365 355 345 335

690-900

670 - 830 Fe 690-2

-

ISO 1052

Fe 490-2

Fe 590-2 Fe 690-2

Catatan: DIN 17100 diganti oleh EN 10025 (Bringas 2004)

Deutche Norm memberi ketentuan berbeda untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi baja. Menurut DIN 18800 Part 1 spesifikasi baja yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 2.10 Spesifikasi baja untuk desain menurut DIN 18800:1990 (Jerman) Grade St 37-2, USt 37-2 RSt 37-2, St 37-2 St 52-3

Modulus elastisitas Modulus geser Poisson ratio Koefisien pemuaian atau

tebal (mm) ts 40

KuatLeleh (MPa)

40 < t s 80

215

t s 40 40 < t s 80

360 325

KuatTarik (MPa)

240

360 510

: E = 210,000 MPa : G = 81,000 MPa : v = 0.3 : a., =12 X 10·6/K a., =12 x 10·6(C untuk suhu s 100"C

Tabel 2.11 Spesifikasi baut menurut DIN 18800:1990 Kuat Leleh MPa

KuatTarik MPa

4.6

240

400

5.6 8.8 10.9

300 640

500 800

900

1000

Grade

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

97

2.4.4. ]IS - ]epang Jepang peringkat ke-2 negara produsen baja dunia (Basson 2012). banyak pengaruhnya bagi industri baja tanah air. Era 80-an saat pemerintah gencar membangun, hanya Jepang satu-satunya negara di Asia yang maju industri bajanya. Wajar sejak itu industri baja tanah air banyak mengacu standar JIS (Japan Industrial Standard). Saat ini industri baja Jepang hanya kalah oleh industri baja China. Tabe12.12 Mutll baja profil canai panas menllrutjl5 G3101-2004

Tipe 55330 55400 55490 55540 Catatan:

Kuat Leleh (MPa) KuatTarik (MPa) Tebal (mm) 3 s; t s; 100 >40 > 100 > 16 s; 16 s; 40 s; 100 s; 150 (mm) 205 195 175 165 330-430 245 235 215 205 400- 510 285 275 255 245 490- 610 390 540 min 400 di katalog Nippon Steel (2012) hanya ada tipe SS400

Tipe SS adalah baja hot-rolled untuk struktur umum (bangunan, jembatan, kapal, kendaraan dan struktur lain) yang direncanakan bekerja pada kondisi elastis. Baja tipe SM, adalah sarna seperti SS hanya dikhususnya untuk struktur dengan las. lIS tahun 1994 mengenalkan baja tipe SN, material khusus untuk bangunan gedung tahan gempa yang didesain mengalami kondisi inelastis dengan terbentuknya sendi plastis. Rasio leleh atau perbandingan antara kuat leleh dan kuat putusnya telah memenuhi kriteria tertentu, sehingga perilaku daktailnya lebih terjamin sesuai hitungan teori. Tabel 2.13 Materia l baja standar liS (Jepang) - lASS 6 (1996) Kategori kuat

Kuat leleh (MPa) Min. Maks.

Kuat tarik (MPa) Min. Maks.

SS400

235

400

510

-

21

SM400A

235

400

510

235

510 510

jlS G 3136 (SN Steel)

SN400A SN400B SM400C

235 235 235 235

400

-

24

400 400 400 400

510 510 510

80 80

li S G 3101 (SS Steel)

SS490

275

490

610

SM490A

315

490

610

SM490B

315

490

610

SM490C

315

490

610

SN490B SM490C

325 325

Standar jlS G 3101 (SS Steel)

400N/mm'

jlS G 3106 (SM Steel)

Mutu

SM400B SM400C

490N/mm'

liS G 3106 (SM Steel)

355 355

490 610 490 610 Catatan : yang ditampilkan hanya elemen dengan 16 mm < t s; 40 mm liS G 3136 (SN Steel)

98

445 445

Ras io leleh

%

Elongasi

%

21 22 24 21 22 21 24

-

21 22

80 80

21 22

8ab 2. Material Baja

2.4.5. AS/NZS - Australia dan New Zealand

Australia, negara persemakmuran Inggris yang mandiri, bersama New Zealand menyusun standar mutu untuk perencanaan baja (AS 4100), dan standar mutu material baja (ASjNZS 3679.1). Produk baja hot-rolled (profil canai panas yang tebal) dari mereka kurang dikenal dibandingkan produk baja cold-formed (baja canai dingin atau lebih dikenal sebagai baja ringan) di Indonesia, yang terakhir ini bahkan menguasai pasar di Jakarta melalui produk BlueScope Steel Indonesia, yang notabene perusahaan Australia. Adapun mutu baja hot-rolled Australia adalah sebagai berikut. Tabe12.14 Mutu baja hot-rolled sta ndard Australia / New Zealand (AS/NZS 3679.1) Grade

Tebal (mm)

KuatLeleh

KuatTarik

(MPa)

(MPa)

400

t ~ 40 t < 40

380 400

520

t ~ 40 11 < t < 40

330 340

ts 11 t ~ 17

360 280

11
300 320

t ~ 40 11 < t < 40 t s 11

230 250 260

350

300

250

480

440

410

Adapun mutu produk baja cold-Jormed yang mengacu code Australia adalah sebagai berikut. Tabel 2.15 Mutu baja cold-formed standard Australia (AS 1397) KuatLeleh

KuatTarik

(MPa)

(MPa)

250

320

semua

300

340 420

GsOO

> 1.5 1.0 < t s 1.5

350 450 500

480 520

GssO

s 1.0

550

550

Grade

Tebal (mm)

G2s0 G300 G350 G4s0

Catatan : baja cold-formed atau dikenal di Indonesia sebagai baja ringan, perilaku keruntuhannya berbeda (karena lebih tipis maka faktor stabilitasnya akan lebih kompleks) dari baja hot-rolled yang menjadi topik utama pembahasan buku ini. Informasi ini diberikan sekedar sebagai penambah wawasan saja.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

99

2.4.6. SNI - Indonesia

Standar mutu di Indonesia menjadi tanggung jawab 8adan Standardisasi Nasional (8SN), Lembaga Pemerintah Non-Departemen berdasarkan SK Presiden No.103 Tahun 2001. Tugasnya mene rbitkan dokumen Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kode identifikasi sebagai rujukan mutu, baik dalam hal proses maupun produk Indonesia. 8eberapa dokumentasi SNI terkait standar baja yang terlacak adalah sebagai berikut : Tabel 2. 16 Dokum en SNI terkait materia l baja

No

Kode

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

SN I 03-1729-2002 SNI 07-0052-2006 SNI 07-0065-2002 SNI07-0138-1987 SNI07-0308-1989 SNI07-0329-2005 SNI07-0358-1989 SNI07-0371-1998 SN I 07-0408-1989 SNI07-0410-1989 SNI07-0601-2006 SNI07-0722-1989 SNI07-0950-1989 SNI07-0954-2005 SNI07-2052-2002 SN I 07-2053-2006 SNI07-2054-2006 SNI07-2610-1992 SNI07-3014-1992 SNI07-3015-1992 SN I 07-3016-1992 SN I 07-3019-1992 SN I 07-6764-2002 SN I 07-7178-2006 SN I 0068:2007 SN 11154:2011 SN 11155:2011 SN1 2610:201 1 SN 13567:2006 SN I 4096:2007

31 32 33 34 35

Judul

Tata cara perencanaan struktur baja untuk bang unan gedung Baja profil kanal U proses canai panas (Bj P Kanal U) Baja tulangan beton hasil canai panas ulang Baja kanal C ringan Cara uji komposisi kimia baja karbon Baja profill-beam proses canai panas (Bj PI-beam) Peraturan umum pemeriksaan baja Batang uji tarik unluk bahan log am Cara uji tarik unluk logam Cara uji lengkung tekan Baja Lembaran, Pel at dan Gulungan Canai Panas Baja canai panas untuk konstruksi umum Pipa dan pelat baja bergelombang lapis seng Baja Tulangan Beton Dalam Bentuk Gulungan Baja tulangan beton Baja Lembaran Lapis Seng Baja profil siku sama kaki proses canai panas (Bj P siku sama kaki) Baja profil H hasil pengelasan dengan filer untuk konstruksi umum Baja untuk keperluan rekayasa umum Baja canai panas untuk konstruksi dengan pengelasan Baja canai panas untuk konstruksi dengan pengelasan, komposisi kimia dan mekanis Baja karbon tempa untuk penggunaan umum Spesifikasi baja struktural Baja profil WF-beam proses canai panas (Bj P WF-beam) Pipa baja karbon untuk konstruksi umum Tujuh kawat baja tanpa lapisan dipilin untuk konstruksi beton pralekan Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire/KBjP) Baja profil H (Bj PH-beam) Baja Lembaran dan Gulungan Canai Dingin Baja lembaran dan gulungan lapis paduan aluminium-seng (Bj.L-AS) Spesifikasi profil , pelat, dan tulangan baja struktur dari baja karbon & paduan rendah SN1 7563:2011 kekuatan tinggi , serta pelat baja paduan hasil quen dan temper untuk jembatan Kawat baja kuens (quench) temper untuk konstruksi beton pratekan (PC Bar/KBjP-Q) SNI 7701:2011 Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk betan prategang SNI 7730:2011 Perencanaan stnuktur baja untuk jembatan RSNI T-03-2005 SN I ASTM A325M:2012 Spesifikasi baut baja hasil perlakuan panas dengan kuat tarik minimum 830 MPa

Catatan : in for mas i lebih lanjut kunjungi http:/ / bsn.go.id

Jika dokumen SNI dapat dianggap sebagai standar mutu produk di Indonesia, maka profil baja canai panas (hot-rolled) untuk keperluan konstruksi bangunan baja tersedia dalam empat (4) kelas mutu sebagaimana terlihat pada Tabel 2.17 berikut.

100

Bab 2. Mater ial Baja

Tabel 2.17 Mutu produk SNI - baja profil canai panas Kuat Leleh min. (MPa) tS16mm

t> 16 mm

KuatTarik (MPa)

Bj P34 (SS 34)

205

195

330 - 430

Bj P41 (SS 41)

245

235

400 - 510

Bj P50 (SS SO)

285

275

490 - 610

Bj P55 (SS 55)

400

390

540

Kelas

Komposisi kimiawl (maks)

C

Mn

P

S

-

-

0.05

0.05

0.3

1.6

0.04

0.04

Catatan : SNI 07-0052-2006; SNI 07-0329-2005; SNI 07-2054-2006; SNI 07-7178-2006

Notasi SS41 mengacu standar lIS (Jepang), yaitu baja dengan kuat tarik 41 kgfjmm2. Ketika dirubah menjadi satuan S1, (lkgf = 9.8N), maka notasi baru menjadi SS400, sedangkan SS50 jadi SS490, dst. Meskipun SNI profil baja sudah terbit, tetapi produksi dalam negeri belum secara keseluruhan mencantumkan kode SNI, hanya menampilkan standar lain yang ekivalen. Tetapi adanya clue pada nama kelas di SNI (lihat Tabel 2.17), yang mirip standar lain (JIS) tentu memudahkan memilih material baja di pasaran yang sesuai. Seperti di lerman, standar mutu produksi (DIN 17100) berbeda dengan standar mutu perencanaan (DIN 18800), sehingga standar mutu perencanaan baja di Indonesia adalah sebagai berikut. Tabel 2.18 Spesifikasi material baja untuk keperluan desain (SNI) Tipe

Kuat Leleh

KuatTarlk

Elongasi

min. (MPa)

min.(MPa)

min.(%)

BI34 BI37 BJ 41 BI50 BI55

210 240 250 290 410

340 370 410 500 550

22 20 18 16 13

Catatan: SNI 03 - 1729 - 2002; RSNI T-03-2005; Modulus elastis itas Modulus geser Angka poisson Koefisien pemuaian

: E = 200,000 MPa : G = 80,000 MPa : v =0.3 : a = 12 x 10.6 per °C

Informasi terbaru terkait perkembangan material baja di tanah air, yaitu telah berdiri PT Krakatau POSCO, perusahaan patungan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Indonesia dan POSCO Korea (grup pemilik pabrik baja terbesar ke-4 dunia). Tahun 2011 - 2013 telah membangun pabrik baja terpadu dengan teknologi Blast Furnace yang pertama di Indonesia. Produk komersial telah diluncurkan pada awal 2014, dan diharapkan perusahaan tersebut menjadi perusahaan baja yang handal dan juga kompetitif di pasar baja regional. Informasi lebih lanjut http://www.krakatauposco.co.id.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

101

2.4.7. Baja buatan China Penetrasi ekonomi China di dunia, semakin nyata. Gaungnya tentu tidak seperti produk motornya, yang dipandang sebelah mata saja. China saat ini adalah peringkat-1 negara produsen baja di dunia (Basson 2012). Jadi penting mengenal dan mendapat manfaatnya.

Berdasarkan National Standard of The People's Republic of China Code for Design of Steel Structures (GB 50017 - 2003) disebutkan mutu baja struktur adalah Q235 , Q345, Q390 dan Q420, mengacu standar "Carbon structural steels" (GB/T 700-2006) dan "High strength low-alloy structural steels" (GB/T 1591-2008). Ini penting sebab produk baja China juga mencakup mutu lebih rendah, Q195 dan Q215. Dari informasi www.steelfromchina.com produk yang dijual adalah mutu Q195, Q215 dan Q235. Jadi yang ingin pakai baja produk China, perlu cermat dan hati-hati, jangan seperti membeli produk "motor China"yang pernah beredar dahulu. Tabel 2.19 Mutu produk baja China-profil canai pan as Steel Kuat Leleh KuatTarik Elongasi (MP.) min. (0/0) Brand min. (MPa)

Q195 Q215 Q235 SPHC

195 215 235 305

315-430 335-450 375-500 >3 70

~33

~31 ~26

>46

Komposisi kimiawi (maks)

C

SiS

0.06-0.12 0.09-0.15 0.14-0.22 0.01-0.06

,,0.30 ,,0.30 ,,0.30 ,,0.05

Mn 0.25-0.50 0.25-0.55 0.30-0.65 0.19-0.50

P SO.045 SO.045 ,,0.045 sO.03

S

,,0.050 ,,0.050 ,,0.050 0.001-0.007

Sumber : http://www.steelfromchina.com/china-steel.html

Code struktur baja China (GB 50017 - 2003) menentukan mutu baja untuk perencanaan struktur, misal baja rimmed mutu Q235 tidak boleh untuk struktur dengan las memikul beban dinamik langsung atau berisiko fatig. Itu tentunya mengacu pada struktur jembatan atau industri yang memikul beban dinamik yang besar.

Otoritas Singapura yang code-nya merujuk BS 5950 dan Eurocode 3, memberi pedoman praktis untuk perencanaan jika memakai material baja China (GB), sebagai berikut. Tabel 2.20 Pa ra meter d esa in mate rial baja China (BCl 2012)

Fy (MPa) untuk t:5 dari (mm)

Mutu 02 35 0275 0295 0 345 0355 0 390 0420 0460

16 235 275 295 345 355 390 420 460

35 225 265 275 325 345 370 400 440

Catatan : kuat tarik ultimate Fu

102

50 215 255 255 295 335 35 0 380 420 :5

100 215 245 235 275 325 330 360 400

150 195 225

-

1.2 Fy dengan Fy :5 460 MPa

Ba b 2. Mate ri al Baj a

Pedoman praktis untuk memakai produk baja alternatif (BC1 2012) dari otoritas Singapura ada yang menarik. Meskipun code-nya sarna (BS 5950), parameter perencanaan untuk produk baja dari negara lain yang dianggap mempunyai Grade sarna, ternyata bisa ditanggapi secara berbeda. Ini menarik, dan bisa dijadikan contoh bahwa spesifikasi teoritis dan prakteknya ternyata bisa lain, antara produk dengan grade sarna tetapi berbeda negara pembuatnya. Singapura meskipun suatu negara kecil, tetapi karena berinteraksi dengan produk banyak negara, dan ingin terhindar dari masalah dikemudian hari, ternyata harus bersikap. Perhatikan tabel-tabel berikut khusus produk baja untuk baut tipe pre/oaded. Tabel 2.21 Parameter untuk baut British/European (BS EN) - tipe pre/aaded Grade (kode baut) 8.8 10.9

Kuat rencana - BS 5950 f ,(MPa) f, (MPa) 375 560 400 700

Nilai karakteristik - SS EN 1993 Fy (MPa) F. (MPa) 640 800 900 1000

Tabel 2.22 Parameter untuk baut Amerika (ASTM) - tipe pre/aaded Grade (kode baut) A325 A354 BC A354 BD A490

Kuat rencana - BS 5950 f ,(MPa) f,(MPa) 290 500 315 550 675 385 400 700

Nilai karakteristik - SS EN 1993 Fy (MPa) F. (MPa) 560 725 680 790 790 960 900 1000

Tabel 2.23 Parameter untuk baut jepang (JlS) - tipe pre/aaded Grade (kode baut) F8T F10T F11T SlOT

Kuat rencana - BS 5950 f,(MPa) f, (MPa) 375 560 700 400 440 770 400 700

Nilai karakteristik - SS EN 1993 Fy (MPa) F. (MPa) 640 800 900 1000 950 1100 900 1000

Tabel 2.24 Parameter untuk baut Australia/Selandia Baru (AS/NZS) - tipe pre/aaded Grade (kode baut) 8.8 10.9 12.9

Kuat rencana - BS 5950 f,(MPa) f, (MPa) 375 560 700 400 480 840

Nilai karakteristik - SS EN 1993 Fy (MPa) F. (MPa) 640 800 900 1000 1080 1200

Tabel 2.25 Parameter untuk baut China (GB) - tipe pre/aaded Grade (kode baut) 8.8 10.9

Kuat rencana - BS 5950 f, (MPa) / ,(MPa) 250 400 310 500

Wiryanto Dewob roto - Struktur Baja

Nilai karakteristik - SS EN 1993 Fy (MPa) F. (MPa) 450 560 630 700

103

2.5. Pengaruh Thermal terhadap Kinerja Baja 2.5.1. Umum Tongkat kayu berbeda perilakunya jika dimasukkan tungku api dibanding tongkat baja. Tongkat kayu terbakar, tetapi ujung lainnya tetap dingin saat dipegang, sedangkan tongkat dari baja meskipun dipanggang pada waktu lama, tidak terbakar. Hanya bagian ujung satunya menjadi panas ketika dipegang. Maklum baja konduktor panas dan kayu isolatornya. Karakter baja yang tidak terbakar tetapi menjadi panas, telah menjadi pengetahuan umum seharihari. Itu alasannya, mengapa peralatan memasak umumnya terdiri dari gabungan bahan keduanya, sehingga api dapat dikendalikan. Hal berbeda jika baja dijadikan bahan material konstruksi, khususnya bangunan gedung. Keberadaan api harus disikapi hati-hati, jangan sampai terjadi kebakaran. Meskipun baja itu sendiri tidak terbakar, tetapi fakta menunjukkan bahwa bangunan baja yang terbakar dan tidak cepat dipadamkan, akan mengalami keruntuhan fatal, perhatikan Gambar 2.17.

a). 1979 - 2005

b). 12 Februari 2005 (terba kar)

Gambar 2.1 7 Windsor Tower (32 lantai), di Madrid, Spanyo l (Sumber : en.wikipedia.org)

Gambar 2.17 memperlihatkan kondisi utuh, sebelum dan kondisi runtuh sesudah kebakaran melanda Windsor Tower (32 lantai), di Madrid, Spanyol. Meskipun gedung tersebut sukses beroperasi lebih dari 25 tahun, ternyata hanya butuh waktu sekejab untuk menjadi luluh lantah. Jadi, api bagi bangunan baja dapat memberi dampak yang tidak kalah dahsyat dibanding risiko gempa.

104

Bab 2. Material Baja

2.5.2. Pengaruh suhu terhadap material baja Material baja tidak terbakar, tetapi perilakunya yang menyerap dan menyalurkan panas pada seluruh bagian, perlu diperhatikan. Mengapa, karena kekuatan material baja dipengaruhi oleh suhu. Lihat kurva kekuatannya terhadap kenaikan suhu sebagai berikut. 93

.

204

316

~ ~~

Suhu,OC 538 649

427

;:--::---- "'----"

-" ~

760

871

982

o----~

A514 STEEL

0----0

A588 STEEL

o-- . --~

A572 STEEL

"-------_ ......

1093

-

A36 STEEL

~~

(\ \.

~~.\ ~"

'-

~-.

-

~..:::::: ~

o o

200

400

600

800

1000 1200 1400 Suhu,oF

1600 1800 2000

a). Rasia penurunan kuat-Ieleh (F,) terhadap kena ika n suhu Suhu,O( 1.2

::>

o

93

.coo ::>

c

V>

'"

r::

~

~~

"'.c c ::>

~ V'I

1.0

204

,';

~

316

p-,

427

r----,-

-== ~=~

~

0.8

~~

0.6

~ ~

0.4

'" '" -E

0 .2

649

~\

0----0

A588STEEL A572STEEL

1093

t---

A36 STEEL

"\ '.

\\

'; '\

::>"0

a:

982

~

_ 0. i!''''

.~

871

A514 STEEL

A.. _______ .4

~~

~

760

0-----0

~---"C

~~ .

538

~

--- ~ .

~

o o

200

400

600

800

1000

1200 1400

-" .

-'"!i

1600 1800 2000

suhu,oF

b). Rasia penurunan kuat-tarik (F") terhadap kenaikan suhu

~

1.0

o

~ a. ~ ~ ~ ~ 0.8 ~

",.c

~-E~

-

93

Suhu,OC 204 316

427

r--- r---.

538

.........

~ ~ ~ 0.6 ~

:g

-5

(l

~ ~ 0.4

o~~

~ .~ ~

'Vi

'" a:

Q)

..2 0.2

'" "0 ::>

o

:;;: a

o

200

400 600 Suhu,o F

800 1000

c). Rasia penurunan modulus elastis (E) terhadap kenaikan suhu Gambar 2.18 Pengaruh su hu pada baja (Brockenbrough-Merritt 2011)

Wiryanto Dewobrota - Struktur Baja

105

Dari kurva kekuatan baja terhadap kenaikan suhu (Gam bar 2.18), terlihat, ketika suhu naik melebihi 800°F atau 427°C kekuatannya memikul beban berkurang. Bahkan ketika suhu naik terus sampai 1200°F atau 649°C, maka kekuatannya yang dilihat berdasarkan parameter kuat leleh (F) dan kuat tarik (FJ , hanya tinggal 30% dibanding kekuatan pada suhu ruang. Padahal faktor keamanan struktur baja umumnya 1.5, yang berarti hanya mengakomodasi penurunan sampai 66%-nya saja. Wajar jika terjadi kebakaran pada bangunan baja dan terjadi peningkatan suhu sampai 649°C, sistem strukturnya tentunya sudah mengalami keruntuhan karena tidak kuat menahan beban bahkan dari berat sendirinya saja. 2.5.3. Perlindungan baja terhadap ap; Untuk meneegah kenaikan suhu baja seeara ekstrim, yang mengakibatkan keruntuhan bangunan, maka langkah efektif mengatasi adalah mengisolasi dari kebakaran (sumber panas). Masalahnya, kebakaran pada dasarnya tidak tentu, baik tempat atau waktunya. Penyebabnya bisa apa saja, meskipun sebagian besar adalah hasil kegiatan manusia itu sendiri, akibat pengelolaan enerji (minyak, gas, dan listrik) yang tidak tepat. Oleh sebab itu berbagai upaya peneegahan dan pengendalian harus dibuat untuk mengatasinya.

Salah satu upaya pengendalian dampak kebakaran yang bersifat pasif adalah pemasangan lapisan pelindung (isolator) langsung ke elemen struktur baja. Maksudnya agar lapisan pelindung dapat berfungsi sebagai penghambat panas ke material baja saat terjadi kebakaran, sehingga tersedia waktu meneukupi agar upaya aktif pemadaman (via jaringan sprinkler otomatis, atau petugas dengan alat pemadam api) dapat bekerja baik, dan kebakaran diakhiri. Jenis lapisan pelindung elemen baja yang banyak digunakan untuk menghindari kerusakan akibat kebakaran adalah :

1. Pelapis yang disemprot (spray) : terdiri dari dua kelompok, yang berbahan dasar vermiculite / perlite dengan semen; dan yang berbahan dasar mineral alam (rockwool). Aplikasi pada kondisi basah dengan eara disemprot langsung pada profil baja, atau pada pelindung berbentuk kotak. Tebal menentukan lama ketahanan terhadap api, jika terlalu tebal periu tambahan jaring kawat baja sebagai tulangan. Sistem ini dianggap paling ekonomis dan eepat, dapat digunakan sekaligus sebagai pelindung korosi. Tetapi hanya coeok untuk elemen struktur baja yang tertutup (tidak mudah dilihat) seperti balok yang nantinya akan tertutup oleh plafon.

10 6

Bab 2. Material Baja

elemen struktur

pelindung api yang disemprot-

Gambar 2. 19 Pelindung api yang disemprot (Zamil Steel)

2. Pembungkusan (wraps): lapisan rockwool atau keramik-wool atau serat fiber inorganik yang dibungkuskan pada profil baja pada kondisi kering dengan pengikat, seperti baut atau skrup. 3. Pelapis berbentuk papan: dari gipsum, serat mineral atau bahan alam, seperti vermiculite dan mika dengan semen atau bahan pengikat silikat. Tebalnya bervariasi antara 6 - 80 mm tergantung jenis bahan dan waktu ketahanan yang diberikan, yaitu sekitar 1 - 4 jam. Pemasangan memakai alat sam bung mekanik (baut, skrup atau paku keling), juga lem (adhesif). Jenis pelapisan ini banyak dipakai pada kolom atau bagian lain yang memerlukan permukaan akhir (finishing) yang hal us.

r~~

I---

elemen struktur

~ papan pelapis pelindung api

-

~

~

If

I

~

~ sistem pengikat papan Gambar 2. 20 Pelindung api berbentuk papan (Zamil Steel)

4. Intumescent coatings: jenis bahan pelapis, yang pada suhu ruang sepintas seperti cat biasa, tetapi ketika terjadi kenaikan suhu (saat kebakaran) akan mengembang beberapa kali lipat dari tebal awalnya sehingga dapat berfungsi sebagai penyekat panas. (lihat ASTM E2786 - 10 atau www.nulliJire.com) Peringkat ketahanan terhadap api menentukan ketebalan bahan pelapis pelindung yang harus dipasang. Peri ode waktu yang diperlukan antara 1 - 4 jam, yang diukur sesuai ketentuan ASTM E 119 (Standard Test Methods for Fire Tests of Building Construction and Materials).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

107

Alternatif perlindungan baja terhadap api yang cukup sederhana, tetapi efektif adalah membenamkannya pada beton bertulang. Jadi ini sebenarnya gabungan struktur beton bertulang dan profit baja, oleh karena itu sebaiknya dianalisis sebagai penampang komposit. Maklum jika dipakai beton bertulang hanya sebagai lapisan pelindung, maka beratnya tentu berlipat kali dibanding sistem biasa, atau dengan kata lain sebagai sistem struktur yang boros. 2.5.4. Baja tahan ap; Lapisan pelindung api pasif pada struktur baja sifatnya terbatas, dalam orde 1 - 4 jam, sampai sistem pelindung api aktif, bekerja. Padahallapisan pelindung tersebut memakan biaya, baik dari segi adanya tambahan beban, juga cara pemasangan yang berdampak pada detail finishing dan lainnya. Oleh sebab itu, bila ada material baja tahan apt yaitu profit baja dapat berkinerja sarna tanpa harus diberi lapisan pelindung, tentu jadi pili han yang menarik. Itulah mengapa pad a April 2012 terbit ASTM Al077 terkait hal itu.

Istilah baja tahan api atau fire resistant steel merujuk pada sejenis baja khusus yang dibuat dengan menambahkan logam campuran (alloy), yaitu Mo, Nb dan Cr, juga proses pengaturan pengolahan panas yang tertentu, sehingga mempunyai ketahanan yang baik terhadap temperatur yang tinggi (CFPFR 2013). Baja jenis seperti itu mempunyai ciri-ciri keunggulan sebagai berikut: •

Kekuatan pada temperatur tinggi sangat baik, yaitu mampu mempertahankan kuat leleh pada suhu 600°C (0.2% offset) tidak kurang dari 2/3kuat leleh pada temperatur ruang.



Properti mekanik pada temperatur ruang, kurang lebih sarna seperti properti mekanik baja biasa, termasuk juga perilakunya ketika dilas yang minimal sarna atau bahkan lebih baik. ~ aD

c:

'"~ ::J

"=::--1100%

NE 300 E

.<=

~

-..... z

"£ 200

'"

~

~

~ 100

-0

..."'

a.

'" -E'"

R. Wildt (2005)

l!!

°

.;;;

suhu 100 ruang

200

300

400

500

600

700

'"

0:

Gambar 2.21 Kinerja baja tahan api terhadap kenaikan suhu (Matlock et. al. 2012)

108

Bab 2. Material Baja

2.6. Korosi 2.6.1. Penyebab dan cara perlindungannya Korosi adalah kerusakan logam akibat proses reaksi kimia atau elektro-kimia dengan lingkungan sekitarnya. Bentuk yang umum adalah timbul karat pada permukaan baja yang tidak dilindungi, sehingga baja keropos atau terjadi pengurangan luas penampang. Akibatnya timbul peningkatan tegangan. Kasus keruntuhan akibat korosi pertama kali diamati di jembatan besi Wynch sungai Tees, England, 1741, jembatan tidak dicat, setelah 60 tahun salah satu rantai penopangnya korosi dan runtuh. Dari peristiwa ini semua struktur jembatan baja kemudian dilakukan perawatan berkala.

Gambar 2.22 Korosi pada elemen jembatan (http://en.wikipedia.org)

Jembatan besi tuang Coalbrookdale (Iron Bridge) di Shropshire, England (Gambar 2.23), saat dibangunnya tahun 1779 tidak dicat, tetapi setelah sembilan tahun kemudian diberi lapisan bitumen, dan diberi pengecatan berulang kali untuk perawatannya ternyata sampai sekarang masih ada dan dapat tetap dipakai.

Gambar 2.23 Iron Bridge di England

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

109

Struktur baja harus diberi perlindungan untuk mencegah korosi. Kecepatan korosi dari baja yang tidak terlindung tergantung lingkungan sekitarnya. Pengurangan logam akibat korosi dapat diabaikan jika ketemu kondisi lingkungan sebagai berikut: 1.

Bagian dalam bangunan dengan penyejuk udara, kecuali jika ada kebocoran atau kondensasi sehingga ada genangan air.

2. Bagian dalam profil kotak berongga atau tabung yang tertutup sehingga udara tidak dapat masuk secara efektif. 3. Ada penutup atau cor di beton, dalam hal ini permukaan baja harus dibebaskan dari lapisan cat atau yang sejenis. Kondisi lingkungan yang cenderung lembab dan tersedia oksigen yang cukup akan menimbulkan korosi sehingga baja perlu perlindungan khusus. Jenis dan kualitas perlindungan korosi harus sesuai dengan jenis tingkat korosi yang ditimbulkan lingkungannya. Lingkungan yang menerima cipratan air laut, terkena dampak gas tertentu atau bahan kimia tertentu dapat meningkatkan risiko korosi dan memerlukan lapisan perlindungan khusus yang bermutu. Agar punya ketahanan terhadap korosi, langkah pertama adalah memulai dalam cara pendetailannya. Struktur baja yang terkena pengaruh cuaca langsung harus mempunyai detail yang disiapkan sedemikian agar kemungkinan penyebab korosi dihindari, misal : 1.

Permukaan yang menyebabkan genangan air, struktur dengan bentuk yang menampung air (profil U atau C), harus diberi drainasi agar kering. Juga buat akses untuk pembersihan.

2. Menghindari detail yang memungkinkan kontak dua macam metal yang tidak sarna (bimetalic corrosion). 3. Menghindari ujung atau sudut tajam dan ruang sempit antara dua komponen baja yang akan menyulitkan inspeksi atau pemberian lapisan cat pelindung. 4. Rongga ruang terbuka yang tidak ada akses kedalamnya. 5. Kolom baja yang ditanam ke lantai beton yang memberi ruang sela yang cenderung lembab (basah) antara beton dan baja akan cenderung terjadi korosi. Perlindungan terhadap korosi dapat diberikan melalui pemberian lapisan pelindung pada permukaan baja terbuka, pemberian lapis tahan api sistem yang disemprotkan atau yang ditanamkan dalam beton juga memberi perlindungan terhadap korosi.

110

Bab 2. Material Baja

2.6.2. Mengendalikan Koros; Pengecatan atau pemberian lapisan metal pelindung (hot dip atau pelapisan metal dengan bahan metal seperti zinc atau aluminium) . Perlindungan dengan cat umumnya terdiri dari pemberian lapisan dasar (primer) yang diikuti satu atau lebih lapisanfinishing (top). Lapisan primer berfungsi sebagai lapisan adesif pelindung utama korosi, lapisan berikutnya untuk pelindung bagi lapisan pertama. Secara umum semakin tebal lapisan pelindung, semakin lama jaminan dapat diharapkan. Lapisan akhir atau finishing atau top coating, merupakan pelindung pertama terhadap kondisi lingkungan dan juga memberi tampilan. Setiap lapisan yang diberikan harus saling kompatibel satu dengan lainnya, sehingga disarankan memakai dari satu pabrik yang sarna.

Lapisan dasar (primer) dapat dikategorikan dalam : a) Alkyd primer, seperti red oxide zinc chromate primer; b) Epoxy ester atau resin primer, untuk kondisi normal; c) Zinc silicate (inorganic zinc) primer untuk lapisan tahan lama. Lapisan akhir (finishing / top) dapat berupa : a) Alkyd (daya tahan kimiawi kurang baik); b) Epoxy ester atau resin (daya tahan kimiawi baik); c) Polyurethane (lingkungan laut dan ketahanan pada abrasi); d) Vini! (umum, dan aplikasi di lingkungan laut); e) Chlorinated rubber (punya ketahanan terhadap reaksi kimia) f)

Resin silikon (tahan terhadap suhu tinggi)

Ketebalan dari lapisan pelindung bervariasi dari 75 sampai 150 micron tergantung dari tipe cat yang digunakan. Selain tipe cat, yang penting adalah kebersihan lapis an permukaan sebelum dicat. Untuk itu perlu pekerjaan persiapan khusus untuk menghilangkan karat, cacat, grease (ali). Kebersihan permukaan baja maupun pekerjaan persiapan untuk pengecatan tersebut diatur dalam spesifikasi tertentu, misal di USA, Steel Structures Painting Council (SSPC) , sedangkan di Eropa dengan Swedish Standard SIS 055900, yang diberikan dalam berbagai tingkat sesuai dengan biaya dan tingkat kebersihan yang dapat dijaminkan, yaitu:

Wiryanto Dewobroto . St ruktur Ba ja

111

a) Pembersihan karat eara manual dengan sikat besi susah mendapatkan kondisi efektif, dari penelitian hanya bisa membersihkan ± 30% dari karat yang ada (Neil Tilley 1996). Pakai alat mekanikpun (sikat besi bermotor) hanya meningkat ± 35%. b) Pembersihan eara dieelup dalam kuali as am tertentu dapat menghilangkan karat. Tingkat efektif kebersihan 100% dan sangat coeok untuk pekerjaan persia pan hot-dip galvanizing. Jarang dipakai pada pekerjaan persiapan untuk pengeeatan. e) Pembersihan tembak (blast), partikel abrasif (pasir khusus) ditembakkan di keeepatan tinggi ke permukaan baja, sehingga disebut sandblast. Jika permukaan baja sampai warna putih, itulah yang efektif. Lapisan primer akan melekat kuat. Harganya sekian kali lipat eara manual. Tapi jika pakai sandblast dapat meningkatkan ketahanan lapisan pengeeatan sekian kali lipat dibanding jika hanya dibersihkan dengan eara manual. Teknik pembersihan tembak (blast) ada dua eara, yaitu sentrifugal (Centrifugal Blasting) dan udara tekanan tinggi (Air Blasting), yang pertama umum di bengkel untuk profil baru karena alatnya relatif besar. Bekerjanya otomatis, tidak perlu operator khusus, ramah lingkungan dan relatif tidak berbahaya karena terlindung.

pemisah abrasif

ro/

Gambar 2.24 Centrifugal Blasting (Clive H. Hare 1990)

112

Bab 2. Material Baja

Cara kedua dengan udara tekanan tinggi lebih bersifat mobile atau dapat dipindah-pindahkan. Cara ini banyak dilakukan di bengkel maupun di lapangan. Meskipun demikian prosesnya memerlukan operator yang ahli dan cenderung merusak lingkungan. Dalam pelaksanaannya proses pembersihan harus dijauhkan dari pekerja lain karena material abrasif bertekanan tinggi adalah berbahaya, jika mengenai manusia apalagi mata dapat menyebabkan buta.

Ga mbar 2.25 Air Blasting (Clive H. Ha re 1990)

Pemilihan metode perlindungan yang tepat merupakan aspek penting dalam memberikan spesifikasi struktur baja. Pemilihan harus didasarkan dari studi yang mencukupi mengenai kondisi lingkungan dimana struktur tersebut akan ditempatkan dan juga sistem pengecatan yang ditawarkan dari berbagai pabrik cat atau konstraktor khusus yang tersedia. 2.6.3. Cat inorganic zinc vs hot-dip galvaniz Keduanya melindungi baja dari korosi dengan memberi zat metal pelapis mengandung seng. Metode pelapisan (coating) dengan cat dengan seng-inorganik dan metode galvanizing cukup populer. Keduanya mempunyai keuntungan atau kerugian satu sarna lain. Hot-dip galvanizing atau biasa disebut sebagai proses galvanisasi adalah suatu proses melapisi permukaan besi baja dengan logam seng. Ada beberapa cara proses galvanisasi, tapi hanya sistem hotdip galvanizing (pencelupan ke dalam seng cair bersuhu tinggi sekitar 450 0 C atau 840 0 F) yang memenuhi syarat teknik dalam konstruksi baja dan mesin.

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

113

Galvanisasi adalah proses metalurgi, terjadinya perpaduan (alloy) antara permukaan besi-seng (hasil pencelupan pada zat seng cair) sebagai lapisan pertama, jika tetap tercelup sampai suhu 450 0 C akan tertutup oleh seng sebagai lapisan kedua. Lapisan perpaduan besi-seng lebih keras dari pada besinya sendiri. Proses galvanisasi dapat diterapkan di semua bahan besi-baja beragam bentuk. Baja sebelum di galvanisasi harus dibersihkan permukaannya dari segala kotoran. Untuk itu perlu beberapa tahapan dalam proses galvanishing sebagai berikut: Degreasing -7 Rinsing -7 Pickling -7 Rinsing -7 PreJluxing -7 Dipping / Galvanizing -7 Quencing -7 Quality Control. (BS 729, ASTM A 123 A 153, lIS H-8641 H-0401). 1.

Degreasing: membersihkan permukaan dengan Caustic Soda.

2.

Rinsing: membersihan bekas Caustic Soda yang dipakai.

3.

Pickling: membuang Oxide pada permukaan baja memakai Sulphuric Acid

4.

Rinsing: pembersihan bekas Sulphuric Acid.

5. Fluxing: di larutan Zinc Amonium Chloride

6.

Drying: mengeringkan baja pada oven sebelum digalvanis

7.

Galvanizing: merendam baja (dip steel) di larutan panas seng 99.95 % pada temperatur sekitar 450 0 C.

8. Quenching: di larutan Potassium Dichromate 9.

Quality Control: pemeriksaan mutu dan sertifikasi.

Catatan : contoh perusahaan galvanis panas di Indonesia adalah PT. Bumi Agung Perkasa Indah di Cakung, ukuran bak galvanis 12.5 (L) x 1.5 (B) x 1.8 (d) m 3 kapasitas 50 ton/hari. Sifat Lapisan Galvanisasi 1. Anti karat: baja terlindung dari karat tanpa perawatan sampai puluhan tahun, di lingkungan laut / industri berat ~ 20 tahun. 2.

Anti abrasi - tahan benturan, gesekan : melindungi permukaan dari abrasi / goresan selama transportasi, pemasangan dan operasi nya. Lapisan paduan besi-seng lebih keras dari baja.

3.

Perlindungan katodik : Lapisan galvanis yang kena lecet sedikit tetap akan melindungi permukaan baja yang terbuka. Bajanya tidak akan karatan , tetap bersih. Apabila perlu dapat diberi lapisan cat Zinch-rich Primer.

114

Bab 2. Ma te ria l Ba ja

Gambar 2.26 Proses hot-dip go/vanishing (BAPI)

Ketentuan-ketentuan khusus apabila struktur baja akan digalvanis 1. Tanki dan bejana tertutup yang akan digalvanis, permukaan

luar dan dalam harus diberi lubang masukzinc dan keluar udara secara diagonal berlawanan arah. Diameternya 50 mm 2 tiap 0.5 m 3 • Untuk penyekat tengah juga harus diberi lubang atas dan bawah. Tangki yang akan digalvanis permukaan luar saja harus dilengkapi pipa saluran udara ke atas. 2. Pada permukaan saling menempel. Hindari celah sempit antara dua permukaan komponen. Bila tidak terhindarkan, tutup saja dengan las supaya rapat, dan bila ada sedikit celah yang tidak tertutup maka akan kemasukan air asam pretreatment yang nantinya keluar mengotori dan merusak lapisan galvanis.

3. Bila permukaan yang men em pel cukup besar harus ada lubang diameter 6 mm pada salah satu komponen untuk tiap 100 cmz.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

115

4. Konstruksi pipa bulat dan persegi. Jangan ada bagian yang tertutup, harus ada lubang yang berhubungan atau yang saling silang dengan diameter cukup. Lubang sebaiknya ditempatkan pada lokasi yang saling berseberangan.

5. Plat penguat dan plat ujung profil konstruksi. Plat harus dipotong ujungnya atau diberi lubang supaya tidak ada kantong udara dan memudahkan aliran seng cair, begitu juga untuk plat ujung (base-plate) dengan diameter 13 mm atau lebih.

plot ponguat yang dlpo\ong uJungnya

I..ubIng 13

mm dlbual

_0<Jdut..udut. 13 mm I>oleI placed .. cIooo to OOf'netI . . practical. A/t""",tl'loly. 1>0'" "'""'" .. cIoN to comers as practJc.J.

6. Toleransi untuk komponen yang begerak. Handel, engsel, as, lubang pen dan lain-lain harus ada toleransi yang cukup karena ada penambahan lapisan galvanis. 7. Ulir dan mur. Harus di tap lebih besar (over-size) jika di galvanis, agar bisa masuk pada bautnya yang sudah terlapis galvanish. Untuk ulir sampai M 24 kelonggaran 0.4 mm, untuk ukuran lebih besar sampai M 36 kelonggaran 0.5 mm.

116

Bab 2. Material Baja

Minimum toleransi Ukuran as < 10mm lmm 10 mm :5 30mm 9. Distorsi. Perlu diperhatikan akibat proses pencelupan panas (hot-dip) maka komponen baja tersebut dapat mengalami distorsi. Untuk itu maka sebaiknya dilakukan hal-hal berikut: a. Buat rencana / design yang simetri b. Pakai ukuran bahan yang relatif sarna c. Hindarkan kombinasi komponen yang tebal dan tipis sekaligus. Proteksi baja dengan cara galvanis sangat menguntungkan untuk elemen struktur yang bersifat tipikal dengan jumlah banyak dan yang akan dipasang di luar (exposed), lihat Gambar 2.27. Maklum ongkos perawatannya jadi relatifkecil (bebas perawatan).

~

r

Ga mbar 2.27 Baja ekspos dengan pe lindung galva nis (BA PI)

Wi ryanto Dewobro to - Struktu r Baja

117

Bab3

Filosofi Desain

3.1. Pendahuluan 8agi seorang awam, bidang teknik dianggap sebagai bidang eksak. Maklum, banyak dikaitkan dengan angka-angka numerik maupun rumus-rumus, yang implementasinya perlu ketelitian dan toleransi pelaksanaan yang ketat. Pada konstruksi baja misalnya, toleransi pembuatan lubang baut memerlukan ketelitian dan pre-sisi yang tinggi, bahkan dalam orde milimeter, yaitu agar konstruksi dapat dibangun dengan baik. Jika tidak, tentu akan jadi masalah. Kondisinya bahkan jika dibandingkan dengan ketelitian menjahit baju, belumlah tentu seketat itu. Hal-hal seperti itu menyebabkan awam dapat dengan mudah meyakini bahwa pekerjaan di bidang teknik adalah eksak, kaku, perlu ketelitian tinggi (presisi) yang konsisten serta tidak mudah untuk menerima toleransi kesalahan. Kesan eksak bagi awam tentunya juga mengandung makna "pasti", misalnya 1 + 1 = 2 , tanpa toleransi. Itu diyakini kebenarannya dimana saja, bersifat universal. Meskipun demikian makna "pasti" tadi tidak sepenuhnya tepat dipakai membahas tentang filosofi desain struktur baja. Ini tentu mengherankan, apalagi awam yang umumnya yakin dan percaya, struktur baja yang telah memenuhi ketentuan code perencanaan, "pasti" akan kuat dan aman, sampai kapanpun, bahkan sampai akhir jaman. Pernyataan yang terakhir ini tentu terkesan lebay atau berlebihan. Maklum sebagai manusia beragama tentu menyadari bahwa sesuatu di dunia adalah tidak abadi. Semuanya semen tara, bahkan yang disebut "pasti" itupun relatif dan terbatas, hanya kematian sajalah yang pasti. Itu tentu berlaku juga pada hasil desain struktur baja, yang akhirnya akan bertemu dengan suatu ketidak-pastian juga. Kalaupun ternyata dapat dianggap "pasti", itupun tidak mutlak, relatif terbatas. Masih bisa terjadi sesuatu di luar rencana. Jadi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkecil risiko. Sebab itu mengapa filosofi desain struktur baja memerlukan pendekatan berbasis statistik dan probabilitas, yang secara khusus disebut Load Resistance Factor Design atau LRFD. Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

119

3.2. Bencana dan Rekayasa Struktur 3.2.1. Sifat tak terduga bencana Perkembangan i1mu pengetahuan dan teknologi pada akhir abad ini, tidak diragukan pesatnya. Baik sifatnya yang mensejahterakan atau yang merusak (seperti dibuatnya mesin perang yang dahyat). Bagaimanapun juga itu tentu akan mempengaruhi pembangunan infrastruktur. Harapannya, terjadi peningkatan keamananan dan bencana semakin berkurang. Fakta yang namanya bencana, risiko kejadian di Iuar rencana yang merugikan, bisa-bisa tidak terduga bentuknya. Misalnya, apakah sebelumnya dapat dibayangkan jika jembatan baja Eggner Ferry di atas danau Tennessee, Kentucky, ternyata runtuh karena terSangkut oleh kapaI (Gambar 3.1).

a). Kapa J penabrak jembata n (tampak jauh)

b). Anjun gan ka paJ dan ro ngsoka n jembatan (tampak dekat) Ga mba r 3.1 Kerun tuh an Jembata n Eggner Ferry di Kentucky (Associa ted Press 20 12)

Bentuk kerusakan jembatan seperti itu, tentu tidak terbayangkan sebelumnya oIeh perencana. Sangat mengherankan, bayangkan itu terjadinya di saat ini, dimana kemajuan i1mu pengetahuan dan

120

Bab 3. Filosofi Desa in

teknologi relatif telah mapan. Tapi itu fakta, meskipun frekuensi kejadiannya sendiri bisa saja sangat keeil dan hanya terjadi sekali itu saja. Tetapi peristiwa terse but menjadi pertanda bahwa pada dasarnya tidak ada jaminan bahwa risiko beneana akan berkurang seiring dengan kemajuan jaman. Bahkan jika melihat kerusakannya, ironis karena penyebabnya adalah kapal super besar yang merupakan produk teknologi buatan manusia juga. Tidak itu saja, beneana alam juga nyata tidak menjadi berkurang. Selalu ada beritanya di harian lokal atau dunia. Seperti sa at buku ini ditulis, baru saja terdengar kabar bahwa kota Moore, Okhlama, diterjang angin tornado dengan keeepatan meneapai 320 km/jam. Suatu keeepatan angin yang tidak terbayangkan di Indonesia.

Ga mbar 3.2 Kota Moore sesaat setelah kena to rnado (Tim Ta ll ey. Mei 2013)

Jika memikirkan kejadian beneana, tidak semuanya telah menjadi pemikiran sebelumnya. Sifatnya kadangkala terkesan aeak. Bagi awam yang telah pusing dengan masalah hidup sehari-hari, tentu lebih suka menghubungkan dengan istilah nasib. Sebagian lagi yang kuat agamanya, tidak takut bahkan tidak mau pusing memikirkan dengan alasan telah menyerahkan hidupnya pada Tuhan. Jika memang belum menjadi kehendak-Nya maka pasti tidak akan terjadi. Pendapat tersebut tentu tidak salah, berserah pada Tuhan adalah wajib hUkumnya, tetapi tidak berarti tidak perlu memikirkan atau tidak berusaha meneari solusi untuk mengurangi risiko. Toh yang penting adalah manusia berusaha, Tuhan saja akhirnya yang menentukan. Que Sera, Sera (Whatever Will Be, Will Be)

Wiryanto Dewobro to· Struktur Baja

121

Jadi dapat dipahami bahwa sifat bencana pad a dasarnya adalah tidak terduga, bentuknya bahkan banyak yang tidak terpikirkan sebelumnya. Jika dapat diduga sebelumnya, dan masih saja terjadi, itu berarti kelalaian atau adanya ketidak-pedulian dari kita. Nah terkait itu, sebagai anggota masyarakat tentu kita ingin terhindar dari bencana yang dimaksud. 8agi negara yang baik maka ada kewajiban pemerintah untuk mengatur masyarakat, misalnya menerbitkan aturan yang mewajibkan setiap bangunan harus memenuhi standar minimum tertentu agar unsur kelalaian, unsur ketidak-pedulian menjadi keci\. Selanjutnya mendukung peraturan tersebut maka pekerjaan teknis selanjutnya harus ditangani oleh orang yang berkompenten, dalam hal ini insinyur. Nah, untuk itu dalam menyikapinya tidak bisa sekedar mengandalkan cara pikir seperti persoalan matematik, 1 + 1 = 2. 8agaimanapun juga, perlu keterbukaan terhadap pemikiran lain, yang penuh kearifan dan hikmat. Maklum, un sur alam dan manusianya saling terkait. 3.2.2. Insinyur, code dan bencana

Sifat bencana yang tak terduga, kadang disepelekan sebelum ada, sehingga lalai dan terabaikan untuk dipikirkan. Ketika itu terjadi, dampaknya adalah kesedihan, ketakutan dan hilangnya perasaan aman dan terlindung. Padahal hal itu merupakan kebutuhan dasar manusia, selain makanan dan pakaian. 8encana alam tidak cukup diatasi dengan disediakannya petugas keamanan, perlu infrastruktur fisiko Jaman dahulu hal itu diatasi dengan tinggal di goa batu besar. Saat ini, gantinya adalah rumah atau gedung, yang tentunya sebelum dibangun harus dirancang agar dapat bertahan aman terhadap berbagai risiko bencana yang mungkin terjadi. Padahal sisi lain yang namanya bencana adalah suatu hal tidak terduga. Tentu terbayangkan tindakan yang perlu dipersiapkan adalah tidak sederhana atau tidak mudah dilakukan. Usaha merancang, membangun sesuatu yang nyata, yang mampu memberi rasa aman serta perlindungan, yang dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan, dan pengalaman, baik yang dapat dijelaskan secara rasio akal sehat maupun hanya oleh rasa (feeling) dari orang yang berpengalaman, adalah lingkup kerja seorang insinyur. Jangan kaget jika faktor rasa (feelingJ atau kata lain intuisi, juga disertakan. 8agi yang heran, pasti membayangkan bahwa dunia rekayasa adalah eksak atau berjalan persis mengikuti rumusan yang ada. Padahal faktanya tidak seperti itu. Mungkin karena itu dipakai

122

Bab 3. Fil osofi Desain

istilah rekayasa dan bukan sains, maklum di dalamnya ada unsur seni (art) dan itulah : "rasa", diperlukan untuk mewujudkannya. Keputusan yang didasarkan pada "rasa" yang mungkin tidak bisa dijelaskan kepada awam, berdasarkan rum us umum yang dikenal, akan disebut sebagai engineering judgement, dan bisa saja tetap diterima dan dihormati jika diberikan oleh insinyur senior berpengalaman dengan reputasi baik pada proyek-proyek sebelumnya. Itu dimaklumi karena di dunia rekayasa, tidak semua solusi dapat terungkap lengkap pada suatu kajian teoritis yang biasa dipakai. Setiap solusi teoritis umumnya terbatas pada suatu kasus. Tugas insinyur untuk memilih solusi teoritis paling tepat atau optimal untuk suatu kasus. Nah disitu bisa muncul engineering judgement yang sifatnya kadang subyektif, tergantung siapa insinyurnya. Untuk menunjukkan apa itu engineering judgement, ada baiknya diberi contoh. Kasus pertama adalah kolom baja terhadap tekan. Kajian teoritis lengkap tentang kolom akan dibahas di Bab 5 dan Bab 10. Dari Bab 5 disajikan teori dari Euler, Engesser dan akhirnya kurva kapasitas kolom yang dipakai AISC (2010). Selanjutnya dengan prinsip panjang tekuk efektif, para insinyur sudah dapat dengan mudah memprediksi kekuatan kolom baja. Parameter pada teori tersebut yang terkenal adalah kelangsingan, yaitu KL (panjang efektif), inersia dan luas penampang. Tidak ada bahasan terkait dengan ketidak-lurusan, yang di AISC (2010) disebut imperfection. Jadi jika hanya tahu teori kolom dan rumus yang dipakai, tanpa mempelajari sejarah bagaimana rumus tersebut diperoleh, tentu faktor ketidak-lurusan kolom dianggap tidak berpengaruh pada kekuatan kolomnya. Bagi insinyur berpengalaman, meskipun teorinya belum tahu, tentu akan merasa bahwa bagaimanapun juga faktor ketidak-lurusan kolom pasti berpengaruh, minimal menimbulkan eksentrisitas (e). Hanya saja, dimana faktor eksentrisitas tersebut dapat dihitung dengan teori di Bab 5, tentu tidak diketahui. Nah, adanya konflik pemahaman seperti itu, dan harus ada keputusan oleh insinyur tanpa pengetahuan teori yang biasa dipakai maka akan timbullah engineering judgement. Benar atau tidaknya keputusan tersebut kadangkala hanya bisa dibuktikan jika diuji langsung, kasusnya menjadi trial-and-error. Catatan : tentang ketidak-lurusan kolom pada AISC (2010) dipakai khususnya jika kolom dihitung dengan teori DAM (Direct Analysis Method). Buku ini juga akan membahas lengkap di Bab 10. Adapun teori kolom di Bab 5 adalah teori lama yang biasa dipakai.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

123

Contoh kedua tentang engineering judgement masih soal kolom, dalam hal ini adalah keberadaan lubang. Jika pada batang tarik, keberadaan lubang adalah sangat penting, bahkan untuk itu dikenal tiga kondisi luas penampang, Ag , All dan Ae (lihat uraian Bab 4). Adapun untuk batang tekan (kolom) hanya dikenal luas A9 atau luas penampang utuh (lihat Bab 5). Apakah itu berarti keberadaan lubang tidak menjadi masalah pada batang tekan. Tiap keputusan tentang hal ini tentu akan menjadi engineering judgement karena tak ada petunjuk teori lengkap sebagaimana batang tarik. Seorang insinyur dengan logikanya pasti bisa mengetahui, bahwa adanya lubang pasti berpengaruh, hanya besar dan kecilnya ini yang perlu diputuskan dan itu tanpa didukung teori seperti di batang tarik. Dua kasus di atas, diambil pada masalah yang sarna, yaitu kolom. Tentu pada bagian lain dari permasalahan rekayasa akan ada yang tidak secara mudah diperoleh teorinya. Itulah mengapa, profesi di bidang rekayasa tidak bisa sekedarnya saja, harus ditekuni dan dipelajari terus menerus untuk akhirnya setiap keputusan berdasarkan engineering judgement akhirnya adalah keputusan tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Untuk mencapai level insinyurnya dapat membuat engineering judgement yang tepat, tentu tidak mudah. Untuk itu seorang insinyur harus mempelajari berbagai bencana yang pernah terjadi, khususnya terkait struktur yang dibahas, mengidentifikasi bahaya yang timbul, tahu strategi yang berhasil dipakai untuk mengatasi. Tentu saja prosesnya tidak sekedar seperti baca koran, yang dapat dilakukan sepintas lalu saja, karena untuk itu perlu alokasi waktu dan perhatian. Jadilah itu sebagai profesi yang menghidupi. Dalam mempelajari kerusakan struktur, sebaiknya dikaitkan dengan teori yang mendukung, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat dan parameter penentu. Teorinya sendiri bisa dipelajari dari buku teks, jurnal ilmiah, bahkan dari pendapat insinyur yang berpengalaman. Itulah yang dimaksudkan dengan pengalaman insinyur. Jadi tidak sekedar mengalami kejadian bencana saja, tetapi juga tahu kaitannya dengan teori rekayasa. Kalau hanya sekedar mengalami, tanpa tahu teori terkait yang menjelaskannya, maka itu seperti orang awam saja. Jadi ketika bencana serupa datang di mas a mendatang, maka bahayanya masih saja bisa terjadi lagi. Kegiatan dokumentasi atau pengumpulan data pada tiap kejadian bencana dan bahaya yang ditimbulkannya adalah bagian penting dari proses rekayasa. Bila dapat dipublikasikan, tentunya itu akan

124

Bab 3. Fil osofi Desain

menambah pengalaman dan wawasan bagi insinyur lain. Apalagi jika mendapat tanggapan dari insinyur lain yang berpengalaman, itu tentu akan menjadi bahan masukan yang lebih baik lagi. Proses yang diungkapkan adalah upaya untuk meningkatkan kompetensi diri insinyur, dan bisa berlangsung sepanjang waktu sebagai bagian proses pembelajaran sepanjang hidup. Dari uraian sebelumnya, dapat diketahui bahwa keterbatasan teori di bidang rekayasa, tidak membatasi kerja insinyur. Adalah fakta bahwa banyak teori baru yang diciptakan sebagai dampak kerja keras insinyur mewujudkan karyanya, yang mungkin diperoleh dari cara tria/-and-error yang dilakukan dan berhasil. Cara kuno yang masih relevan untuk masalah sulit yang belum ada teori penyelesaiannya. Hanya saja cara tersebut tentunya akan penuh risiko, baik dari segi keselamatan atau biaya yang diperlukan. Cara tria/-and-error umumnya dimulai dari penyusunan dugaan. Jika tidak ada dukungan teorinya, maka bisa saja mengandalkan engineering judgement (insinyur senior yang berpengalaman). Hanya saja cara tersebut hasilnya bersifat subyektif, yang berbeda antara insinyur satu dengan yang lainnya. Jika di kota, yang bisa bertindak sebagai insinyur dan bertanggung jawab adalah tidak banyak, tentu cara yang dipilih mengandalkan engineering judgement adalah tidak ada masalah. Maklum hanya ada satu pendapat saja, benar atau tidak akan dipikul bersamasarna. Tapi jika insinyur senior yang punya kemampuan rekayasa ternyata cukup banyak, maka tentu akan terjadi konflik jika setiap insinyur boleh mengambil keputusan sendiri-sendiri. Untuk itu perlu dibuat aturan khusus atau code, yang dapat dipakai sebagai acuan para insinyur lainnya. Biasanya aturan atau code dibuat oleh asosiasi profesi. Jadi aturan yang dibuat pada dasarnya adalah hasil kesepakatan bersama para anggotanya. Adapun code di Indonesia dibuat oleh Jembaga pemerintah, maklum isi materinya sekedar menerjemahkan bulat-bulat code luar negeri. Dengan adanya code maka setiap keputusan yang subyektif, seperti engineering judgement, tentu dapat dievaluasi. Jika hasilnya lebih konservatif (aman) dari pada code dan disetujui pemilik (ini masalah biaya), tentu tidak ada masalah. Jika hasilnya ternyata tidak aman dibanding code, maka tentunya tidak boleh. Jadi fungsi code lebih menekankan kepada bagaimana dapat dihasilkan suatu standar minimum, sehingga diharapkan bangunan yang direncanakan akan terhindar dari bahaya bencana yang mungkin terjadi.

Wirya nto Dewobroto - Strllktllr Baja

125

Materi code juga menjadi pembatas terkait istilah /taman dari berbagai kondisi bencana" yang ruang lingkupnya sendiri bisa sangat luas karena terkesan abstrak. Itu berarti, ketika rancangan seorang insinyur telah mengikuti semua ketentuan code dan dapat dibangun dengan sebaik-baiknya, tetapi ketika terjadi bencana ternyata runtuh juga. Jika itu terjadi maka dapat dikategorikan sebagai musibah, atau force majeure, sesuatu yang di luar kekuasaan kita sebagai man usia. Akibatnya insinyur perencana dapat terbebas dari tuntutan hukum dan dianggap bukan kelalaian. Itu berarti menguasai materi code di bidang rekayasa adalah sesuatu yang spenting untuk mengantisipasi bencana, yaitu memastikan bahwa standar minimum bangunan telah diterapkan secara baik.

3.2.3. Code / aturan perencanaan struktur baja Disadari bersama bahwa terkait keamanan bangunan maka code adalah petunjuk penting dan jaring pengaman untuk memastikan apa-apa yang perlu disiapkan dan harus dikerjakan oleh insinyur dengan bangunan rancangannya. Bahkan bisa dinyatakan, bahwa jaminan keamanan suatu bangunan terhadap segala bahaya bencana yang mungkin timbul, hanya terbatas pada apa-apa yang dinyatakan dalam code tersebut. Jadi seperti bencana besar tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 lalu, adalah jelas-jelas tidak tercantum pada code manapun. Jika dipertimbangkan hal-hal itu bisa terjadi, maka insinyur perlu berkreasi sendiri untuk memutuskan engineering judgement apa yang perlu. Bagaimanapun juga code hanya memberikan suatu ketentuan minimum. Untuk perencanaan struktur baja, maka insinyur harus tahu codecode apa saja yang perlu dibaca dan dipahami untuk memastikan bahwa rancangannya telah memenuhi standar mutu tertentu. Karena code pada dasarnya adalah suatu kesepakatan para insinyur, dan juga yang namanya bencana adalah suatu yang tidak terduga, maka materi code setiap beberapa tahun sekali selalu diperbarui, yaitu agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. Jadi dalam memakai suatu code maka tahun terbitnya perlu dilihat juga. Code atau standar desain, untuk struktur baja di Indonesia adalah mengadopsi penuh code Amerika, yang dikeluarkan oleh asosiasi profesinya, American Society of Civil Engineers CASCE) dan American Institute of Steel Construction CAISe). Selanjutnya code atau standar desain di Indonesia biasa disebut sebagai SNI dan kode nomer serta tahun keluarnya. Adapun SNI sendiri adalah kependekan dari Standar Nasional Indonesia.

126

Bab 3. Filoso fi Desain

Meskipun disebut sebagai ado psi penuh, tetapi code versi SNI jika dibanding versi aslinya, mempunyai jumlah halaman relatif lebih sedikit. Untuk itu ada baiknya code asli dan versi adopsinya untuk perancangan struktur baja di Indonesia, diperinci sebagai berikut. 1. ASCE.(2010). Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures (ASCE/SEI 7-10), American Society of Civil Engineers, Virginia, 291 halaman. Code atau standar desain ini penting bagi insinyur teknik sipil. Isinya mencakup beban rencana pada perencanaan struktur, termasuk faktor beban dan kombinasi untuk mendapatkan kondisi batas (ultimate). Harapannya, jika struktur dapat didesain kuat terhadap ketentuan ini, maka saat terjadi bencana (dalam batas rencana), akan aman kondisinya.

Beban rencana sendiri terdiri dari beban tetap (berat sendiri, beban mati tambahan, dan beban hid up) dan beban sementara (beban gempa, angin, salju, dan banjir). Beban gempa besarnya tergantung wilayah. Standar gempa Indonesia mengacu code ini. Hanya saja yang versi SNI, peta wilayah dan besaran gempanya telah disesuaikan dengan kondisi lokal di Indonesia. 2. AISC .(2010a) . Specification for Structural Steel Buildings (AN SI/ AISC 360-10), American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois , 612 hal. Gratis diunduh di https://www.aisc.org Berisi ketentuan dasar perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung, yaitu mampu berkinerja optimal pada kondisi beban kerja rencana. Syarat yang diperlukan adalah kuat (strength) dan kaku (stiffness), adapun persyaratan daktail (ductility) masih terbatas lokal secara setempat saja, seperti terbentuknya penampang plastis pada profil kompak, atau distribusi gaya secara inelastis pada sistem sambungan. Karena struktur baja pada umumnya langsing, maka sebagian besar materi pada code membicarakan tentang bagaimana stabilitas struktur dapat diperhitungkan dan kalau bisa dihindari untuk mewujudkan persyaratan di atas. Memang, masalah stabilitas menyebabkan struktur bekerja tidak optimal (kekuatannya drop). Buku yang ditulis ini mengacu pada code tersebut, dan mencoba menjelaskan mengapa suatu ketentuan diperlukan. 3. AISC .(2010b). Seismic Provisions for Structural Steel Buildings (ANSI/ AISC 341-10), American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois, 402 halaman.

Wirya nto Dewo broto· Strukt ur Baja

127

Isinya menyangkut ketentuan khusus, perencanaan dan pelaksanaan struktur baja atau struktur komposit baja / beton bertulang pada sistem bangunan tahan gempa. Fokus perencanaannya selain untuk memenuhui persyaratan kuat dan kaku serta daktail berdasarkan code untuk ketentuan dasar, maka memberikan ketentuan tambahan agar perilaku daktilitasnya tidak sekedar lokal atau setempat, tetapi bersifat global. Jadi diharapkan keseluruhan sistem struktur berperilaku daktail, ada bagian yang bekerja secara elastis dan ada bagian tertentu yang dapat bekerja secara inelastis, sehingga ketika terjadi bencana tak terduga seperti adanya gempa besar maka sistem dapat meIakukan dissipasi energi mengantisipasinya. Jadi saat terjadi bencana besar tak terduga, maka bangunan tetap aman dan penghuninya selamat. Kalaupun bangunannya mengalami kerusakan, maka bagian yang rusak adalah pada bagian yang tertentu saja, yang telah direncanakan sebelumnya, berarti daerah kerusakannya terkontrol sehingga mudah diperbaiki. Untuk itu, materi code dikembangkan dari materi ANSI/ AISC 360-10 dan ASCE/SEI 7-10. Bahkan ini merupakan hasil kerja bersama antara beberapa asosiasi bidang gempa, yaitu BSSC (Building Seismic Safety Council), FEMA (Federal Emergency Management Agency), NSF (National Science Foundation), dan SEAOC (Structural Engineers Association of California). Itu alasannya, mengapa tiap perencanaan struktur baja untuk bangunan tahan gempa, maka ketentuan code ini wajib diikuti. Materi code ini bersifat advance atau tingkat lanjut. Buku yang ditulis ini belum memuatnya, tetapi karena untuk menguasainya memerlukan pemahaman dasar juga. Maka buku ini dapat dianggap sebagai bacaan dasar pertama untuk menguasai materi pada code perencanaan struktur baja tahan gempa. 4. AISC .(2011). Prequalified Connectionsfor Special and Intermediate Steel Moment Frames for Seismic Applications - Including Supplement No.1 (ANSI/ AISC 358-10 & ANSI/ AISC 358 sl-11), American Institute of Steel Construction, Chicago, 178 hal. Berisi cara perencanaan dan detail pelaksanaan tujuh (7) tipe sambungan momen khusus, yang kinerjanya telah dibuktikan berdasarkan hasil uji empiris di laboratorium. Ini adalah tipe sambungan yang direkomendasikan untuk bangunan portal baja khusus sesuai code AISC tahan gempa, ANSI/AISC 341-10.

128

Bab 3. Filosofi Desain

5. ACI. (2011). Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318M-ll) and Commentary, American Concrete Institute, Farmington Hills, sekitar ± 500 halaman. Isinya berupa ketentuan umum perencanaan struktur beton. Materi ini perlu diulas karena struktur baja umumnya terbatas pada bagian struktur atas saja. Umumnya struktur bawah atau pondasi terdiri dari beton bertulang. Agar keduanya menyatu, perlu sistem sambungan antara struktur atas (baja) dan struktur bawah (beton), yaitu dengan base-plate dan baut angkur. Baut angkur yang ditanam pada beton, strategi perencanaannya lengkap termuat di ACI (2011), yaitu Appendix D. Ini akan dibahas juga nanti di Bab 8 tentang sambungan base-plate. 6. AASHTO. (2005). AASHTO LRFD Bridge Design Specifications - SI Units, 3 rd Ed. American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington, 1436 halaman. Meskipun sudah ada lima (5) code perencanaan yang dibahas, ternyata untuk jembatan tidak mencukupi. Karakter jembatan berbeda, khususnya bentang panjang. Bangunan tinggi umumnya ditentukan oleh be ban gempa atau angin (jika tinggi sekali), adapun beban kerja dan masa konstruksi tidak terlalu menjadi perhatian khusus. Adapun jembatan, karena lebih "terbuka" maka kondisi beban kerja dan juga masa konstruksi perlu mendapatkan perhatian khusus. Bahkan suatu jembatan dapat dipilih karena metode konstruksi yang mengharuskannya. Maklum kondisi lapangan dimana jembatan akan dibangun bisa saja belum terjamah oleh tangan manusia sebelumnya. Oleh sebab itu, ketentuan beban rencana jembatan berbeda dan didefinisikan khusus pada code AASHTO ini, yang tidak membatasi pada konstruksi jembatan baja, tetapi jembatan pada umumnya. Karakter keruntuhan akibat fatig dibicarakan khusus, maklum beban bergerak lebih mendominasi pada jembatan daripada gedung. Fatig adalah keruntuhan pada kondisi tegangan rendah (elastis), akibat adanya beban bolakbalik (dinamis). Itulah mengapa pada perencanaan jembatan kondisi inelastis struktur tidak mendapatkan porsi besar, kecuali terhadap gempa. Ketentuan AASHTO di buku ini dipakai pada perencanaan sambungan di Bab 8, khususnya untuk menetapkan kondisi beban rencana pada perencanaan baut mutu tinggi dengan mekanisme slip-kritis dan mekanisme tumpu, karena ketentuan itu tidak ada di AISC (2010) .

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

129

7.

BSN.(2013a). Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain (SNI 1727:2013), Badan Standardisasi Nasional, Jakarta, 196 halaman. Ini merupakan adopsi sebagian dari ASCE/SEI 7-10, yaitu beban tetap dan angin. Beban gempa diterjemahkan pada buku tersendiri.

8.

BSN.(2013b). Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 1726:2012), Badan Standardisasi Nasional, Jakarta, 149 halaman. Ini terjemahan dari ASCE/SEI 7-10 tetapi khusus beban gempa. Isinya telah disesuaikan untuk penggunaan di wilayah Indonesia. Semua perencanaan bangunan tahan gempa di Indonesia harus memenuhi kriteria buku ini. Termasuk struktur baja tentunya.

9.

BSN.(-). Spesijikasi Umum untuk Gedung Baja Struktur (RSNIl 03-1729.1-201X), Badan Standardisasi Nasional, 307 halaman. Saat buku ini ditulis, baru versi draft yang dapat dibaca, yang sudah beredar secara terbatas sejak 2011. lsi pada dasarnya adalah adopsi penuh ANSI/ AISC 360-10, hanya tidak termasuk bagian Commentary (± 315 halaman) . Jadi untuk memahami latar belakang bagaimana rumus perencanaan dipergunakan, sebaiknya mengacu langsung pada sumber AISC (2010).

10. BSN.(-). Ketentuan desain tahan gempa untuk struktur gedung baja (RSNI2), Badan Standardisasi Nasiona\, 161 halaman. Saat buku ditulis, baru RSNI2 versi draft yang dapat dibaca. Itupun sudah ada secara terbatas sejak 2011. lsi RSNI2 pada dasarnya adalah ado psi penuh ANSI/AISC 341-10. Jika melihat jumlah halaman yang hanya 151 dibandingkan versi asli, yaitu 402, dapat dimaklumi jika materi versi asli (ANSI/AISC 341-10) masih digunakan, minimal sebagai pembandingnya. Khusus perencanaan struktur jembatan di Indonesia telah tersedia code khusus, yaitu Bridge Management System (BMS-92), yang dibuatsekitartahun 1989 -1992 saatada bantuan proyekjembatan dari Australia (tipe Transfield & Trans Bakrie). Saat sarna sekaligus terjalin kerja sarna teknis penyusunan peraturan perencanaan jembatan. Hanya karena format tidak sarna dengan AISC (2010), maka dipilihlah AASHTO (2005) karena produk negara yang sarna. Insinyur teknik sipil yang dapat menguasai materi pada code yang di atas, baik secara teoritis maupun aplikasi praktek maka dapat dipastikan adalah seorang ahli yang handal. Harapannya struktur yang dibuatnya dapat mengatasi bencana yang mungkin terjadi.

130

Ba b 3. Filosofi Desain

3.2.4. Rancangan berisiko - kasus Jembatan Almo Telah dibahas berbagai strategi peningkatan kompetensi insinyur, juga berbagai code untuk memastikan agar perencanaan struktur baja memenuhi standar yang ditetapkan oleh komunitas rekayasa. Meskipun begitu yang namanya bencana bisa saja tetap terjadi. Itu berarti para insinyurnya harus tetap waspada terhadap berbagai kemungkinan yang berpotensi memicu terjadinya bencana.

Untuk memahami apa yang dimaksudkan, ada baiknya diberikan dalam bentuk contoh, dalam hal ini adalah bencana akibat konfigurasi desain yang buruk dan ditambah adanya faktor kelalaian manusia (human error). Itu terjadinya pada jembatan Alma atau Tiarbron pertama di Swedia (Gambar 3.3).

a) . kondi si awal (1 960)

b). kondi s i akhir (1980)

Gamba r 3.3 Jembatan Almii (1 960 - 1980) (Sumber intern et)

Jembatan Alma dibangun (1960) di atas selat yang menghubungkan pulau Tjarn (salah satu dari enam pulau terbesar di Swedia) dengan daratan utamanya. Selatnya sendiri merupakan perairan dengan lalu-lintas pelayaran yang padat, dilalui kapal besar dan kecil. Oleh sebab itu, dalam rangka menyediakan ruang bebas bagi pelayaran, perencana jembatan memilih sistem struktur pelengkung dengan puncaknya yang relatif tinggi, lihat Gambar 3.3a. Ruang bebas bagi pelayaran di bawah jembatan sa at direncanakan (era 1960-an), bisa saja mencukupi. Terbukti sampai tahun 1980 jembatan dapat berfungsi atau sekitar 20 tahun lamanya. Adapun penentuan besarnya ruang bebas pada saat perencanaan, bisa saja terjadi atas dasar ukuran kapal terbesar saat itu (1960-an), yang tentu saja bisa berbeda pada era-era selanjutnya. Hal itu terbukti dengan kejadian tanggal 18 Januari 1980 dinihari, di saat suasana berkabut dan gelap, kapal kargo berukuran besar MS Star Clipper tiba-tiba menabrak pelengkung jembatan sehingga menyebabkan keruntuhan total (Gambar 3.3b). Korban jiwa relatif tidak banyak, tujuh pengendara terjatuh ke laut sesaat setelah jembatan runtuh.

Wirya nto Dewobro to - Struktur Baja

131

Menyikapi situasi yang terjadi pada keruntuhan jembatan Alma, unsur kelalaian manusia yang menjadi penyebabnya. Tetapi siapa yang menjadi kambing hitamnya. Bagi yang awam maka wajar jika yang ditunjuk adalah nahkoda kapal besar MS Star Clipper, yang tetap berlayar pada cuaca berkabut dan gelap, sehingga terjadilah petaka tersebut. Maklum, jembatan Alma sendiri sudah berfungsi baik lebih 20 tahun dan selama itu aman-aman saja. Jika kapal itu tidak berlayar di sana, atau berlayar pada kondisi terang cuaca, tentu jembatan itu akan aman-aman saja. Argumentasi seperti itu tentunya dapat dengan mudah tidak diterima oleh masyarakat. Jika mau dipikirkan mendalam terjadinya bencana di atas, melihat kasus tersebut secara logis, bukan faktor nasib saja, maka dapat diambil pembelajaran yang menarik oleh para insinyur. Pertama yang dapat disimpulkan, keruntuhan bangunan rekayasa (jembatan atau struktur umum) adalah fungsi risiko yang timbul dari tiap kondisi atau kejadian yang masing-masing menghasilkan kemungkinan terburuk. Jika kondisi terburuk saling bertemu, terjadilah bencana. Ketidak-pastian dalam hal ini selalu menyertai dan tidak terduga datangnya. Kondisi yang dimaksud, bisa saja tercipta secara alami, tetapi bisa diperburuk atau bahkan diperbaiki secara rekayasa oleh insinyur. Perencanaan yang cermat dan hati-hati, mulai tahap yang paling awal pada suatu proyek sampai akhir daur hidupnya, tentunya untuk mendapat kondisi yang lebih baik. Sehingga nanti jika risiko akan adanya kejadian buruk dan tak terduga terjadi, kondisi yang dijumpai (tersedia) tidak menimbulkan bencana manusia.

11--- - - 1 - zona aman kapal kecil - - - - . - -- - j

,,

,(KOndiSi \ Alam II " (altemali!)

//

Gambar 3.4 Hubungan antara kondisi, kejadian dan risiko bencana

132

Bab 3. Filosofi Desain

Untuk mendapat gambaran tentang peran kelalaian manusia pada bencana di jembatan Alma dipersilahkan untuk melihat hubungan antara kondisi dan kejadian saling beriteraksi selama umur dari jembatan (Gambar 3.4). Ternyata untuk setiap interaksi yang ada, terkandung probabilitas akan terjadinya bencana.

Kondisi atau keadaan fisik, dalam hal ini adalah sesuatu (fisik) yang relatif tetap, bersifat pasif (menunggu kejadian), meskipun mutunya tidak harus konstan karena bisa mengalami deteorisasi (penurunan). Adapun kejadian dalam hal ini merupakan sesuatu (fisik) yang bersifat dinamik, berubah-ubah, bersifat aktif (bisa datang dan bisa pergi), besarnya bisa tak terduga. Situasi kondisi dan kejadian keruntuhan jembatan Alma dapat digagas ulang (lihat Gambar 3.4). "Kondisi Alam I" adalah kontur tanah dasar laut di bawah, yang merupakan kondisi alami, yang dapat diketahui dari tahapan penyelidikan dan testing. "Jembatan pelengkung" adalah kondisi buatan, hasil rekayasa para insinyur. Dalam proses rekayasa, jembatan pelengkung tentu telah didesain terhadap beban rencana, misal "Kejadian I" (kendaraan). Kecuali itu, tentu telah dipikirkan juga lalu lintas pelayaran di bawahnya. Karena terjadi sekitar tahun 1960-an, dianggap hanyalah kapalkapal kecil (Kejadian III). Jadi zona bawah jembatan sepenuhnya menjadi zona aman, baik bagi kapal maupun jembatan itu sendiri. Dalam perkembangan waktu, terjadi perubahan. Akibat "Kondisi Alam 1", laut yang dalam, maka jalur tersebut dapat dilalui kapal dengan ukuran lebih besar, yaitu "Kejadian II" (kapal besar). Pada situasi seperti itu, karena "Kondisi Buatan" yang dipilih insinyur adalah bentuk "Jembatan Pelengkung" maka "zona aman" untuk pelayaran menjadi terpengaruh, menjadi lebih sempit. Jika hal ini sejak awal sudah dapat diprediksi oleh sang insinyur maka tentu sistem pelengkung tidak akan dipilih. Ini merupakan contoh dari suatu ketidak-pastian dalam suatu keputusan di bidang rekayasa. Tetapi jika ternyata tanah dasar laut mengikuti "Kondisi Alam II", suatu kondisi yang biasa (alur lautyang dalam ada di tengah), maka tentu sistem jembatan pelengkung tetap valid digunakan. Karena fakta pada jembatan Alma adalah "Kondisi Alam I", yang memungkinkan kapal besar bisa berlayar sampai dekat tumpuan, ditambah situasi alam yang berkabut dan gelap pada tanggal kejadian 18 Januari 1980 dinihari menyebabkan nahkoda menjadi lalai, keluar "zona aman kapal besar" akhirnya jadilah malapetaka.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

133

Jembata n Cable-stayed (Kondisi Buatan)

potensi peningkatan uku ra n kapal

zona aman kapal berbagai ukuran Kondlsi dasar selat (Iaul dalam)

Ga mba r 3.5 Jembatan Ti a rb ro n pengga nti denga n s istem berbeda

Jadi jelas, jika sistem jembatannya adalah jenis lain, seperti cablestayed (Gambar 3.5 dan 3.6), tentunya malapetaka buruk di bulan Januari 1980 itu tidak akan terjadi. Itu berarti peristiwa bencana dapat terjadi tidak hanya akibat kelalaian pemakaian (nahkoda) tetapi juga di tahap awal, yaitu ketika insinyur perencana memilih sistem struktur jembatan. Itu terjadi tidak pada tahapan desain, tetapi lebih awallagi, yaitu saat tahapan "ide dan konsep" maupun "perencanaan (planning) dan kelayakan".

Gam ba r 3.6 Jembata n Ti e rb ro n (Alm a baru) denga n s iste m cable-stayed (Wi kiped ia)

134

Bab 3. Fi losofi Desain

3.3. Beban dan Konsep Pembebanan 3.3.1. Umum Pada dasarnya perencanaan struktur itu simpel, apalagi jika hanya syarat kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness). Bagaimana tidak, jika kondisi dan besar beban pada struktur adalah jelas dan pasti, sisi lain tidak ada batasan terhadap konfigurasi struktur dan stabilitasnya terjaga, maka dengan analisis struktur cara elastis saja dapat dicari distribusi gaya atau momen pada penampang sekaligus deformasinya. Oengan analisis dan desain maka tegangan setiap elemen struktur dapat dievaluasi, apakah telah memenuhi persyaratan atau tidak. Jika kemudian dapat diberikan faktor keamanan yang mencukupi, untuk mengantisipasi adanya toleransi antara nilai pada teori dan praktek realnya, maka tentu proses perencanaan rekayasa telah mencukupi. Selesai. Permasalahan terjadi karena beban yang jelas dan pasti itu adalah tidak mudah. Prakteknya, untuk mewujudkan hal itu perlu aturan jelas juga disertai ketegasan dalam melaksanakan aturan tersebut. Itu juga yang menjadi alasan, mengapa kondisi beban pada bangunan gedung relatif lebih pasti dibanding kondisi beban pada jembatan. Oi sisi lain, yang dapat dianalisis adalah model struktur dan bukan struktur real. Interprestasi antara model dan real, dan ketepatan interprestasi inilah yang membedakan antara insinyur abalabal dan yang kompeten. Cara mudah mengatasi adanya kesulitan dalam menginterprestasi adalah dengan cara meniru. Jadi dengan mempelajari sistem struktur dan kondisi beban suatu bangunan yang telah sukses sebelumnya, maka para insinyur dapat mulai bekerja. Inilah cara yang umumnya dipilih para tukang bangunan. Mereka tidak perlu belajar berbagai teori seperti yang harus dipelajari calon insinyur, langsung meniru mengerjakannya, toh akhirnya bangunan bisa terwujud secara aman dan berfungsi baik. Kembali ke masalah beban, harus jelas dan pasti. Itu berarti untuk melakukan perencanaan struktur yang baik, langkah yang perlu dikerjakan adalah memprediksi beban secara pasti. Beban tetap adalah lebih pasti daripada beban sementara. Beban tetap itu sendiri terdiri dari dua unsur, beban mati dan beban hidup. 3.3.2. Beban mati (struktur dan non-struktur) Beban mati terdiri dari berat semua bahan material konstruksi yang terdapat pada bangunan tersebut, tidak terbatas tembok, lantai, atap, anak tangga, partisi pemisah yang perman en, atau apa-apa yang mendukung kepentingan arsitektur bangunan dan

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

135

struktur itu sendiri. Untuk kepentingan perencanaan maka beban mati dapat dibagi menjadi elemen struktur dan non-struktur. Disebut elemen struktur jika menjadi bagian yang menghasilkan kekuatan dan kekakuan dari bangunan, mengurangi berarti dapat menghilangkan kekuatan dan kekakuan bangunan. Jadi jika hilang berarti risiko bencana akan besar. Non-struktur tentu saja berlawanan dengan elemen struktur, yaitu tidak menyumbang sedikitpun kekuatan atau kekakuan bangunan. Cenderung sebagai beban saja. Jika bagian non-struktur dapat dikurangi, maka kapasitas bangunan dalam memikul beban dapat ditingkatkan lagi. Menentukan apakah bagian bangunan termasuk elemen struktur atau hanya non struktur, adalah cara efektif memprediksi kinerja bangunan. Tetapi kadang tidak sesederhana seperti yang diduga. Saat ini kalau hanya melihat dari tampilan luarnya, bisa terkecoh.

Gamba r 3.7 Penampaka n kolom ba ngunan mod ern (https://www.pac-clad.com)

Gambar 3.7 memperlihatkan kolom suatu bangunan modern, bagi awam tentunya cukup yakin jika melihat ukurannya maka dapat disimpulkan bahwa kolom kuat sekali. Tetapi apakah keyakinan itu masih ada jika melihat potongan kolomnya. Lihat Gambar 3.8.

GambaI' 3. 8 Potonga n kol om denga n cover (https: //www.pac-clad.co m)

136

Bab 3. Filosofi Desain

Ada yang salah dengan potongan kolom pada Gambar 3.8. Jika terkecoh memprediksi kekuatannya hanya dengan melihat besarnya ukuran kolom, tentu akan merasa·itu tipuan. Fakta sebenarnya itu adalah bukti kehebatan proses desain atau perencanaan. Arsitek mengetahui bahwa ukuran dapat mempengaruhi persepsi kita, memberi rasa nyaman, aman atau takut. Ukuran besar memberi kesan megah dan kuat. Tetapi itu pilihannya arsitek, sedangkan insinyur ketika menentukan ukuran kolom dasarnya perhitungan kekuatan, kekakuan dan daktilitas. Tidak pernah berdasar kesan megah atau semacamnya. Jadi karena memakai baja berkekuatan tinggi, maka bisa saja ukuran kolomnya kecil dibanding ukuran yang dipikirkan arsitek. Potongan kolom pada Gambar 3.8 pada dasarnya adalah kompromi cerdas, dari arsitek dan insinyurnya. Ukuran kolom besar yang diperlukan aristek dipuaskan dengan menambahkan cover aluminum. Oleh sebab itu kolom bangunan terdiri dari elemen struktur (profil baja) dan non-struktur (cover atau penutup aluminium yang ringan). Bayangkan jika tidak ada cover aluminium, tetapi memakai dinding batu bata atau bahkan beton. Beratnya tentu signifikan sekali untuk mengurangi kinerja struktur dalam memikul beban kerja yang diberikan. Dalam memperhitungkan beban mati (dead load), biasanya berat elemen struktur disebut berat sendiri (self weight), berat bagian non-struktur disebut beban mati tambahan (superimposed dead load) . Selanjutnya akan membahas tentang beban hidup. 3.3.3. Behan hidup minimum Beban tetap berikutnya adalah beban hidup (live load) . Besarnya bervariasi tergantung latar belakang masyarakat dan penegakan hukum yang diberikan. Untuk memberi gambaran ekstrim tentang besarnya beban hid up yang mungkin terjadi, maka foto berjubel manusia yang diangkut kereta api di Pakistan (Gambar 3.9) tentu dapat memahami bagaimana memprediksi beban hidup terse but.

Kondisi foto di Gambar 3.9 tentu tidak biasa, perencana jembatan pad a jalur kereta api tersebut tentu tidak membayangkan bahwa beban yang dipikulnya adalah seperti itu. Risiko untuk terjadinya bencana akibat beban tidak biasa itu tentunya sangat besar. Hanya saja jika bencana itu terjadi, katakanlah jembatan runtuh, maka dalam hal ini insinyur perencana tidak bisa disalahkan. Maklum kondisi beban hidup seperti pada foto tersebut pastilah tidak akan tercantum pad a code. Untuk itu maka tentunya tidak ada tuntutan hukum yang dapat diberikan. Hanya saja, jika dari awal perencana

Wirya nto Dewo broto - Strukt ur Baja

137

"dapat melihat" bahwa karakter manusia ditempat struktur yang direncanakan akan dibangun ternyata perlu "perhatian", maka adalah wajib bagi insinyur untuk mempertimbangkannya, misal dengan memperbesar faktor keamanan pada perencanaan. Tentu saja setiap pilihan yang diambil perlu dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pemberi tugas. ltu perlunya insinyur mempunyai kemampuan berkomunikasi dan membuat argumentasi yang baik untuk hal-hal yang penting, tidak sekedar dapat teliti dan bisa membuat perhitungan perencanaan struktur.

Gambar 3.9 Beba n hidup (http:// actionbash.com)

Dengan membaca pengantar tentang beban hidup dapat dipahami, mengapa code terkenal dunia, yaitu ASCEjSEI 7-10, hanya berani menyatakan bahwa materinya terbatas pada beban minimum saja. Karena kalau code mencantumkan dengan tegas sebagai beban rencana (tanpa embel-embel kata minimum), bisa-bisa insinyur perencananya merasa yakin sekali bahwa rancangannya aman. Padahal faktanya tergantung implementasi lapangan, pemakaiannya. Ingat pepatah "rambut sarna hitam, pendapat bisa bermacammacam", sesuatu yang tak terduga. Berarti, penegakan hukum jadi bagian penting bagi suksesnya perencanaan struktur. Itu alasannya, mengapa penguasaan code bagi seorang insinyur adalah penting karena punya kekuatan hukum yang mengikat. Dari foto Gambar 3.9 juga dipahami, bahwa besarnya beban hidup untuk struktur gedung dan struktur jembatan akan berbeda, termas uk faktor keamanan yang dipilih. Beban hidup untuk struktur gedung akan lebih terprediksi, aksesnya lebih tertutup (private) jika dibanding jembatan yang aksesnya lebih terbuka (publik).

138

Bab 3. Filoso fi Desa in

Dari sifat akses yang bisa dibatasi, maka prediksi besarnya beban hidup minimum pada gedung berdasarkan pemakaiannya, yaitu : Tabel 3.1 Beban hidup minimum (ASCE 2010)

Hunian atau penggunaan

Merata

Terpusat

kN/m2

kN

APartemen (lihat rumah tinggal) Sistem lantai akses Ruang kantor Ruang komputer Gudang persenjataan dan ruang latihan Ruang sidang dan teater Kursi tetap (terpasang mati di lantai) Lobi Kursi jenis dapat dipindahkan Panggung sidang Lantai podium Rumah sakit Ruang operasi, laboratorium Ruang pasien Koridor di atas lantai pertama Hotel (Iihat rumah tinggal)

2.40 4.79 7.18' -

8.9 _ _ 8.9_ -

2.87 4.79 4. 79 4. 79 7.18 _

.

2.87 1.92 3.83

Perpustakaan Ruang baca 2.87 Ruang penyimpanan 7.18 Koridor di atas lantai pertama 3.83 Pabrik (manufaktur) Ringan 6.00 Berat 11.97 Gedung perkantoran Ruang penyimpanan berkas - sesuai kebutuhan Beban aktual Lobi dan koridor lantai pertama 4.79 Ruang kantor 2.40 Koridor di atas lantai pertama 3.83 I Rumah tinggal Hunian (satu dan dua keluarga) Loteng tidak dapat didiami tanpa gudang 0.48 Loteng tidak dapat didiami dengan glldang 0.96 Loteng dapat didiami dengan ruang tidllr 1.44 Semlla rllang kecliali tangga dan balkon 1.92 I-Iunian rllmah tinggal yang lain Rliang pribadi dan koridornya 1.92 Ruang publik dan koridornya 4.79 Sekolah Ruang kelas 1.92 Koridor di atas lantai 5atu 3.83 Koridor lantai satu 4.49 Pinggir jalan lIntuk pejalan kaki, jalan lintas kendaraan, 11.97 dan lahan / jalan untuk truk-truk

-

-

4.45 4.45 4.45 --

4.45 4.45 4.45 8.90 13.40

8.90 8.90 8.90

4.45 4.45 4.45 35.6

Tabel 3.1 mendaftar ulang sebagian beban hidup mInimum dari ASCE (2010), untuk menunjukkan bahwa beban hidup tergantung fungsi ruang atau bangunan. Jika fllngsi berllbah perlll dievaluasi terlebih dahulu apakah kondisi masih masih am an atall tidal<.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

139

3.3.4. Aliran distribusi beban dan model struktur

Jika spesifikasi beban rencana telah diperoleh dan disepakati bersarna, maklum ini terkait dengan konsekuensi biaya yang keluar. Maka langkah berikutnya adalah menentukan penempatan beban, agar dapat terdistribusi pada elemen-elemen struktur dan akhirnya ke pondasi. Sebagian besar ini adalah proses analisa struktur, yang tentu tidak perlu diungkap lagi karena saat ini telah dapat dibantu komputer, tidak seperti dahulu ketika masih memakai metoda klasik secara manual. Pada jaman itu proses perhitungan menjadi penting karena dikerjakan insinyurnya langsung. Meskipun sudah ada komputer, tetapi masalah klasik dari dulu sampai sekarang, yang masih meminta campur tangan insinyur, adalah interprestasi hasil analisis struktur. Masa dulu, tentang hal ini mungkin tidak segenting sekarang. Maklum, proses hitungan di masa dulu memaksa insinyur harus banyak menyediakan waktu. Oleh sebab itu model struktur yang disiapkan sesederhana mungkin, secukupnya saja agar tidak menyulitkan diri sendiri. Era komputer saat ini telah terjadi pergeseran fungsi. Proses perhitungan analisis struktur sudah diambil alih oleh komputer. Insinyur lebih banyak berkutat pada proses pemodelan, yang lebih bervariasi, untuk selanjutnya melakukan interprestasi hasilnya. Ini merupakan proses penting, karena pada dasarnya tidak ada kesamaan antara model dan struktur yang real. Apakah model itu sarna atau tidak, tergantung interprestasi insinyur yang memikirkannya. Itu berarti juga, bahwa tidak setiap hasil analisis oleh komputer pasti akan sarna dengan struktur realnya. Untuk memberi penjelasan tentang itu, ada baiknya diambil studi kasus perencanaan jembatan rangka. Model jembatannya tunggal, tapi strategi pembebanan dilakukan dengan dua cara, yaitu.

(a) Beban terpusat di buhul

(b) Beban merata di gelaga r

Ga mba I' 3.1 0 Pemod ela n struktur rangka bata ng

Pada era analisis struktur berbasis komputer, hampir semua konfigurasi geometri dan beban struktur mudah dianalisis. Itu pula yang menyebabkan dua model pada Gambar 3.10, semuanya valid. Hanya saja, setiap pilihan mempunyai konsekuensi logis, yang mana

140

Bab 3. Filosofi Desa in

insinyur harus memahami dan konsisten mengikutinya. Jika beban diberikan pada titik buhul, berarti menurut teori klasik (apalagi jika berat sendiri dapat diabaikan) maka elemen batang struktur di Gambar 3.10a hanya menerima gaya-gaya aksial saja. Gaya tekan atau gaya tarik saja. Kondisi berbeda jika beban lantai menempellangsung pad a elemen rangka di bagian bawahnya, dan menjadi beban merata (Gambar 3.10b). Akibatnya elemen rangka tidak sekedar menerima gaya aksial, tetapi juga momen lentur. Kasusnya seperti beam-column. Jadi dari dua strategi perno del an tersebut mana yang benar. Pada kasus di atas, dan era dimana analisis berbasis komputer sudah mendominasi pekerjaan insinyur, maka pertanyaan di atas sudah tidak relevan lagi. Kedua strategi di atas dapat dikerjakan dan dapat dihasilkan struktur yang kuat dan kaku, sarna saja. MasaJahnya berbeda jika kemudian model pada Gambar 3.10 akan dikaitkan dengan struktur yang real. Dalam hal ini konstruksi jembatan rangka batang Australia, yaitu tipe Transfield atau tipe Trans-Bakrie. Lihat Gambar 3.11 di bawah. TOP CHORD BRACING

-- --

I I

I --. INNE R GUSSET

~/'

OIAGONAL-

.I

5700

100

- 100

5500

<"0

1500

5nnl

50'mm ASPHAl TIC CONCRETE a a a

j

f-

~~

~

·,·,..... ,l<$"t.,>·~~:-;.· \

.d:s ;;"'0· ;i$''<'''~~:'''''·'

I t;;-;

[Ross . bIROfR LBTH [HaRD BRAC ING ---1 BTH CHORD ~

(a) Tampak sebenarnya

~

l

6050

(b). Potonga n skematik

Gambar 3.11 Jembatan rangka Transfield di atas sungai Progo, Jogjakarta

Ketika model struktur sudah ditentukan untuk analisis struktur real, maka harus ada korelasi antara keduanya. Tidak bebas lagi seperti sebelumnya. Dari Gambar 3.11 dapat dipelajari bahwa lantai dek jembatan menumpu pada balok cross-girder, dan bukan pada elemen bawah rangka batang. Itu jelas menunjukkan bahwa pemodelan struktur rangka akan mengikuti Gambar 3.10a.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

141

Pemodelan dengan beban pada titik buhul, menyebabkan skenario aliran gaya-gaya yang bekerja pada jembatan adalah sebagai berikut. Beban lalu lintas langsung bekerja pada lantai dek jembatan, yang bertumpu di balok cross-girder (Gambar 3.11b). Itu berarti teballantai dek jembatan ditentukan oleh jarak penempatan crossgirder. Lantai dek bekerja sebagai beban merata pada balok crossgirder, dan itu yang menyebabkan ukurannya lebih tinggi dari elemen rangka batang. Karena cross-girder sendiri bertumpu pada titik buhul rangka batang, maka persyaratan ben tang lantai dek jembatan itulah yang menyebabkan struktur rangka batang tipe Australia tersebut mempunyai sisi segitiga bawah lebih kecil dari pad a sisi vertikalnya. Tinggi vertikal dalam hal ini ditentukan oleh panjang ben tang keseluruhan dari jembatan. Berdasarkan skenario aliran gaya-gaya yang bekerja, tentu dapat dibuat gambaran model struktur, tanpa harus dianalisis terlebih dulu. Ini salah satu strategi pemodelan struktur, yang diharapkan hasilnya berkorelasi dengan struktur real. Jika demikian adanya maka setiap hasil analisis struktur akan merefleksikan perilaku real. Untuk memberi gambaran konsekuensi jika diterapkannya konsep pembebanan di atas, maka hasil akhir dari sistem struktur rangka batangnya adalah sebagai berikut. lOP (KJAO NEMI(M

Gambar 3.12 Tampak prespektif jembatan rangka Australia

Perhatikan elemen cross-girder yang ukurannya lebih tinggi dari elemen rangka karena bekerja sebagai balok, menerima mamen. Adapun elemen rangka batang hanya menerima gaya aksial saja.

142

Bab 3. Filosofi Desain

3.4. Probabilitas terhadap Keamanan Struktur Meskipun tidak diucapkan tetapi sebenarnya telah diketahui bersarna bahwa prinsip perencanaan struktur pada dasarnya adalah mengatur sedemikian rupa sehingga kekuatan dan karakteristik kinerja setiap komponen struktur yang didesain, harus lebih besar dari yang diperlukan sepanjang umurnya. Tetapi tidak gam pang untuk menetapkan hubungan, seperti apa keduanya itu. Kekuatan berkaitan dengan kondisi batas, yang disebut kuat batas struktur. Jika struktur diberi beban melampaui kuat batasnya maka akan berisiko tinggi mengalami kerusakan. Rasio kuat batas (ultimate strength) atau resistensi elemen struktur terhadap beban rencana yang dipikul struktur disebut sebagai faktor keamanan (factor of safety). Dengan melihat adanya variasi kekuatan tiap elemen dan variasi besarnya beban yang bekerja, maka diusahakan mencari konsep reliabilitas atau probabilitas keruntuhan yang terjadi. Kemungkinan timbulnya konfigurasi dan kombinasi beban yang paling ekstrim yang menimbulkan peluang keruntuhan harus dikaji dan diperhitungkan dalam perencanaan. Dalam mengembangkan spesifikasi perencanaan untuk mencari suatu nilai yang sesuai dengan batasan keamanan, reliabilitas (keandalan) dan probabilitas (kemungkinan) terjadinya keruntuhan, maka faktor-faktor berikut harus mas uk menjadi pertimbangan : 1.

Variasi bahan material yang digunakan untuk struktur yang berkaitan dengan kekuatan atau faktor fisik lain yang mempengaruhinya.

2.

Ketidak-pastian terhadap besarnya beban rencana yang akan bekerja termasuk juga kemungkinan peningkatannya pada masa mendatang.

3.

Akurasi dari analisa yang digunakan untuk mendapatkan gaya-gaya yang bekerja pad a struktur maupun komponen pendukungnya.

4.

Kemungkinan berkurangnya kekuatan struktur akibat faktorfaktor alami, misalnya korosi, dan hal-hal yang lain.

S.

8esarnya kerusakan yang timbul dan kemungkinan jatuhnya korban yang banyak akibat kegagalan suatu komponen struktur tersebut.

6.

Kualitas mutu pekerjaan.

Wi rya nto Dewobro to - Strll ktll r Baja

143

Dalam kenyataan, dari dua sampel material yang diambil secara random sangat sulit untuk mendapatkan kekuatan yang identik, sehingga untuk itu sangat penting mengetahui pola variasi kekuatan dari rata-rata sejumlah besar sampel. Bahkan profil baja buatan pabrik dengan kontrol mutu yang ketat, akan memperlihatkan penyimpangan (deviasi) relatifyang cukup besar dari nilai rata-rata. Beton sangat bervariasi dibanding baja, sam pel kayu yang diambil secara hati-hatipun masih memperlihatkan variasi kekua-tan yang cukup lebar. Kekuatan dalam hal ini menjadi kuantitas statistik, dan dengan menentukan besarnya kemungkinan kekuat-an tersebut tidak kurang dari suatu nilai yang ditetapkan. Sebagai illustrasi (lihat Gambar 3.13), dari 73 sampel uji tarik kuat profil baja-silikon pada proyek jembatan Golden Gate, ditampilkan hasil test kekuatan dan frekuensinya (seringnya muncul) dari ke-seluruhan sampel uji. Grafik yang ada memperlihatkan kurva lonceng probabilitas, dimana sumbu vertikal (ordinat) mewakili prosentasi banyaknya kemunculan nilai kuat tarik yang diuji atau frekuensi, sedangkan sumbu horizontal (absis) mewakili variasi nilai kuat tarik yang muncul dari hasil pengujian tarik. Kekuatan baja uji berkisar mulai yang paling rendah yaitu 80.3 ksi sampai paling tinggi, 104.5 ksi, dengan nilai rata-rata 88.79 ksi. 50 40

~

';;f 30 c:

CD

~

20

/

t!! II..

10

vr.

q

'
1.....

"'-i~ f-- frekuensi teoritis

7 -....

16=&~ ~II~ ~I

o0

~ I.? f~ekUrnsi: h?Sr' p+garat~n ~ ~

f,

~I

~I

Kuat Tarik, ksi

~

~~

:1

t- O 0

~

IX)

9

Gambar 3.13 Variasi kekuatan baja Jembatan Golden Gate (Gaylord, 1992)

Titik pada gam bar dengan tanda "frekuensi hasH pengamatan" menunjukkan sejumlah test memberi nilai kekuatan sesuai nilai absis pada kurva probabilitas. Grafik fungsi teoritis probabilitas atau "frekuensi teoritis" digambarkan bersama dengan data eksperimental. Satu properti dari kurva probabilitas adalah bahwa luasan dibawah kurva dan antara dua ordinat menunjukkan probabilitas bahwa suatu kejadian akan terjadi antara dua absis yang

144

Bab 3. Fil oso fi Desain

dipilih, sebagai contoh bagian yang diarsis yang ditandai Po = 3% adalah indikasi bahwa hanya ada 3 sampel uji dari sebanyak 100 sampel yang diuji mempunyai kekuatan kurang dari 80 ksi. Properti fisik lain, seperti titik leleh, modulus elastis, dan berat material akan memperlihatkan nilai penyebaran yang serupa dari nilai rata-rata. Umumnya besarnya beban hidup yang dipakai sebagai rencana merupakan hasil analisa statistik juga. 1§ 25 .8 CI)

<1l

20

~

~ 15

-

f5-

~ 10

1.: ~

5l -

~

0

f--

t

I

f--

-f--

I

I

l-

-

f--

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Beban hidup, psf Gambar 3.14 Variasi beban hid up toko serba-ada (Gaylord, 1992)

Gambar 3.14 menunjukkan hasil survey variasi penyebaran beban pada toko serba ada di USA, beban terkecil adalah 21 psf, sedangkan yang terberat adalah 61 psf. Beban hasil survey di atas hanya mencatat beban pada sa at observasi, karena bagaimanapun juga besarnya beban berubah-ubah dari saat ke saat dan kadangkala bersifat random, sehingga sangatlah penting mengetahui waktuwaktu puncak dimana beban hidup mencapai maksimum, misalnya malam menjelang tahun baru dimana ada event tertentu yang diselenggarakan pad a lantai tersebut, dan sebagainya. Analisa statistik dari rekaman angin, hujan (banjir) untuk menentukan rata-rata berulangnya kejadian tersebut, serta besarnya, diperlukan untuk menentukan tingkat keamanan bangunan. Karena intensitas ekstrim beban hidup seperti itu hanya dapat diperoleh dari probabilitas terjadinya, jadi batas keamanannya harus dikaitkan dengan intensitas beban hidup. Jadi jika menganggap bahwa probabilitas terjadinya keruntuhan struktur sarna untuk setiap kejadian akan menyebabkan besarnya batas keamanan menjadi tidak konsisten. Bayangkan banjir skala ulang 5 tahunan dan banjir dengan skala 50 tahunan, tentunya akan berbeda. Kadang-kadang penetapan suatu beban hidup dapat longgar atau bahkan sangat ketat, sebagai contoh jumlah air yang ditampung pada tangki penampung yang besarnya tidak akan melebihi volume tangki penampung, penumpang pesawat terbang dan bagasi

Wirya nto Dewobroto - Strllktllr Baja

145

yang masuknya dikontrol secara ketat, termasuk juga jembatan kereta api yang ditentukan oleh kapasitas kereta api itu sendiri. Banyak beban hidup yang tidak bisa dikontrol secara ketat atau sangat sulit dan hanya dibatasi secara teoritis saja. Ketidak pas-tian berkaitan dengan penambahan beban lalulintas pada masa depan merupakan masalah dalam memprediksi beban jembatan jalan raya bahkan dibanding beban-beban yang lain. Kasus runtuhnya jembatan pada ruas jalan Lahat - Tebing Tinggi pad a hari Jumat 13 Mei 2005 yaitu Jembatan Air Lingsing di Desa Tanjung Aur, Kikim Tengah, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan (Kompas, Minggu 15 Mei 2005) dapat menjadi contoh.

Gambar 3.15 Keruntuhan /embatan Air Lingsing (Kompas 15-5-05)

Jembatan rangka baja tipe Calendar Hamilton bentang ± 50 m dan yang sudah berumur 27 tahun, runtuh akibat kelebihan beban. Jembatan yang berkapasitas ± 125 ton mendapat beban sampai 200 ton secara bersamaan dari tujuh truk yang tengah melintas, yang meliputi dua truk pengangkut kayu olahan, dua truk lain mengangkut pasir dan koral, satu truk mengangkut barang kelontong dan elektronik, satu truk kosong dan satu truk mengangkut kopi. Sebenarnya pihak Dinas Pekerjaan Umum setempat sudah mengantisipasi kemungkinan kelebihan beban, yaitu dengan aturan bahwa jemba tan tersebut hanya boleh dilewati secara bergantian, tetapi pada saat kejadian dilewati bersamaan karena papan peringatan yang dip asang, hilang dicuri.

146

Bab 3. Filoso fi Desa in

Pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut, jangan percaya dengan aturan-aturan yang mengandalkan manusia untuk menjalankannya, karena ada kondisi tertentu dimana dimungkinkan oknum yang ingin mengambil kesempatan melanggarnya. Akan lebih baik untuk menetapkan suatu dimensi tertentu yang secara fisik dapat membatasi untuk tidak terjadinya pelanggaran, misalnya dibangun jembatan penyeberangan untuk penjalan kaki maka lebar jembatannya harus kurang dari dua meter agar tidak dapat dilewati oleh kendaran besar (mobil atau bahkan truk). Gaya internal sebagian besar struktur dapat ditentukan dengan tingkat ketelitian yang mencukupi, sehingga dapat dipilih marjin keamanan yang cukup keci!. Meskipun demikian marjin keamanan struktur untuk bangunan sipil tidak bisa dibandingkan dengan marjin keamanan struktur untuk pesawat terbang misalnya. Pada struktur pesawat terbang, margin keamanannya dapat lebih kecil dibanding struktur bangunan sipil, tetapi untuk itu diperlukan analisis yang lebih akurat, dilakukan banyak test uji untuk setiap komponen yang akhirnya akan meningkatkan kinerja pesawat itu. Sebagai konsekuensi itll semua, pesawat terbang tersebut akan sangat mahal dan pemakaiannya harus mengikuti spesifikasi yang ketat. Hal tersebut jika diterapkan untuk bangunan publik (sipil) akan sangat tidak ekonomis. Lebih baik jika meningkatkan margin keamanan sehingga dapat lebih murah dan pemakaiannya lebih bebas (tidak terlalu ketat). Probabilitas terjadinya keruntuhan juga tidak perlu sarna untuk semua komponen strllktur bahkan tergantung tipe / jenis struktur yang runtuh tersebut. Sebagai contoh, adanya keruntuhan satu kabel balok penggantung dari suatu jembatan gantung, relatif tidak terlalu berbahaya dibandingkan jika yang mengalami keruntuhan tersebut adalah kabel utama jembatan gantungnya sendiri. Keruntuhan kabel balok penggantung akan mengakibatkan keruntuhan lokal dari sebagian jembatan gantung, sedangkan jika yang putus adalah kabel utama maka seluruh jembatan akan runtuh. Demikian juga suatu keruntuhan jembatan yang kecil tidak akan menimbulkan kerugian atau korban yang besar dibanding jika yang runtuh jembatan yang puluhan kali lebih besar.

3.5. Kondisi Batas dan Aplikasinya Kondisi batas menunjukkan kemampuan batas struktur agar bisa digunakan. Kriteria perencanaan memastikan bahwa kondisi batas harus kecil kemungkinan terlampaui, caranya dengan memilih

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

147

kombinasi gaya, faktor tahanan dan nilai ketahanan yang tidak mungkin terlampaui berdasarkan kriteria perencanaan yang ada. Ada dua jenis kondisi batas yang diterapkan pada struktur, yaitu : •

Kondisi batas kekuatan (ultimate strength), yang menetapkan besarnya keamanan terhadap kondisi beban ekstrim selama masa pakai struktur.



Kondisi batas layan yang menetapkan batasan-batasan agar struktur dapat berfungsi sesuai yang direncanakan

Fokus perencanaan struktur berbasis AISC- LRFD adalah kondisi batas kekuatan (limit states of strength) yang menjamin keselamatan publik (manusia dan barang miliknya). Bagaimana dengan kondisi layan, apa itu tidak penting. Tentu saja penting, seperti diketahui bahwa insinyur dalam merencanakan struktur selain kekuatan harus menjamin bahwa bangunannya dapat tetap berfungsi sesuai dengan rencana dan cukup ekonomis. Meskipun kadang-kadang kriteria berfungsinya suatu bangunan bersifat relatif dan tergantung orang yang akan memakainya. Oleh karena itu keputusan akhir apakah bangunan dapat berfungsi atau tidak merupakan suatu hal yang bersifat subjektif perencana Uudgment on the part of designers). Sedangkan pertimbangan umum yang menyangkut faktor keamanan publik bukan merupakan pertimbangan subyektif seseorang, tetapi harus memenuhi persyaratan umum yang telah ditetapkan bersama dibandingkan kriteria layan (serviceability). Kriteria batas kekuatan akan bervariasi dari satu elemen struktur ke elemen struktur yang lain dan beberapa kondisi batas bahkan perlu diterapkan sekaligus untuk suatu elemen. Kondisi batas kekuatan yang umum digunakan adalah:



Terjadinya leleh baja sampai terbentuknya sendi plastis, dan mekanisme plastisnya, ketidak-stabilan elemen dan struktur.



tekuk torsi lateral, tekuk lokal



fraktur tarik atau adanya kemungkinan retak akibat fatig,



ketidak-stabilan elemen atau struktur,



alternating plasticity,



deformasi yang berlebihan.

148

Ba b 3. Filosofi Desain

Kondisi batas layan umumnya meliputi : lendutan atau drift elastis yang berlebihan, struktur yang bergetar melebihi ambang tertentu, lendutan perman en.

• • •

Untuk menerapkan kondisi batas pada perencanaan struktur, ada baiknya mempelajari format ketentuan LRFD, yang pada dasarnya isinya adalah terdiri dari parameter-parameter berikut.

L Y; Q;

:=:;

R" .. ............. . ..... .. .... .......... .... ... ............ (3.1)

dimana: ~

Q;

Y; y;O; Rn

R"

= = = = = = = =

adalah penjumlahan menunjukkan berbagai kondisi yang ditinjau pengaruh beban nominal faktor beban terkait beban Q;yang ditinjau. kuat perlu, dari kondisi batas yang paling ekstrim kuat nominal, kekuatan elemen yang dihasilkan faktor tahanan sesuai jenis struktur yang ditinjau kuat rencana, kekuatan struktur yang direncanakan

Bagian kiri persamaan (3.1) adalah kondisi batas ketahanan yang diperlukan struktur atau kuat minimum suatu struktur agar aman memikul beban berdasarkan hasil analisa struktur terbesar terhadap berbagai beban terfaktor rencana. Bagian kanan persamaan (3.1) menunjukkan kondisi batas dari kapasitas kekuatan struktur yang direncanakan. Jadi ketentuan LRFD pada dasarnya adalah membandingkan pengaruh beban terfaktor terhadap kekuatan elemen struktur yang dapat dihasilkan. Terminologi kuat rencana mengacu kepada ketahanan atau kekuatan Rnyang disediakan oleh elemen struktur yang ditinjau. Faktor beban y, dan faktor ketahanan <1> , menunjukkan fakta bahwa efek beban (gaya-gaya dan momen yang dihitung dari analisa struktur) dan ketahanan ditentukan oleh ketidak sempurnaan yang mungkin timbul. Faktor ketahanan < 1.0 karena hanya jika terjadi pengurangan kemampuan struktur yang menyebabkan kondisi yang berbahaya, demikian juga dengan faktor beban y > 1.0, yaitu hanya jika bebannya lebih besar dari rencana yang akan menimbulkan bahaya. Faktor-faktor tersebut hanya mempertimbangkan ketidak-akuratan dari teori yang dipakai dan bukan untuk antisipasi kecerobohan perencanaan atau pemakai.

Wirya nto Dewobroto - Struktu r Baja

149

3.6. Ketentuan LRFD - AISC 2010 Mengacu AISC (2010) atau adopsi penuh versi Indonesia: RSNI1 03-1729.1-201X, ada dua ketentuan perencanaan struktur baja yang dapat dipilih, yaitu [1] LRFD (load resistance factor design), dan [2] ASD (allowable strength design). Adapun code baja yang lama: SNI 03 - 1729 - 2002 (Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung) hanya berisi satu ketentuan saja, yaitu berdasarkan kekuatan batas. Dari sisi ini ketentuan LRFD tentu akan lebih mudah diterima dibanding ketentuan ASD. Sisi lain, ketentuan LRFD dan ASD punya tingkat keunggulan yang seimbang, boleh bebas dipilih. Adapun penulis terbiasa mengajar dengan ketentuan LRFD, dan menyadari jika keduanya diberikan sekaligus dapat membuat bingung. Jadi diputuskan bahwa materi buku ini dibatasi pada ketentuan LRFD saja, yang menurut RSNI disebut Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBK). Selanjutnya ketentuan tentang beban dan faktor beban yang digunakan akan mengacu pada ASCEjSEI 7-10 (AISC 2010). Perencanaan LRFD dianggap memenuhi syarat jika kuat perlu, Ru lebih kecil dari kuat rencana, Rn dengan adalah faktor tahanan yang nilainya bervariasi tergantung perilaku aksi komponen yang ditinjau (Tabel 6.1). Jadi konsep dasar ketentuan LRFD adalah :

Ru

~

Rn ...... ... .. ... ... .. ....... ..... ... ... .. ... .... ... .... ........

(3 .2)

Kuat perlu, Ru adalah nilai maksimum dari berbagai kombinasi beban terfaktor yang dicari dengan bantu an analisis struktur. Faktor beban dan kombinasi yang digunakan tidak boleh lebih kecil dari ketentuan pasaI2.3.2 ASCEjSEI 7-10, yaitu sebagai berikut: • • • • • • •

1.4 D 1.2 D + 1.6 L +O.S(Lr atau R) 1.2 D ±1.6 (L r atau R) + (L atau O.SW) 1.20 ±1.0 W + L +O.S(L,. atau R) 1.2D±1.0E+L 0.90 ±1.0 W 0.90 ±1.0 E

Catatan: D .. .. . .. beban mati L ....... beban hidup W ...... . angin R ....... hujan E ....... gempa

Untuk mencari kuat perlu, Ru untuk tiap-tiap elemen struktur, maka diperlukan analisa struktur secara menyeluruh (global). Faktor beban di atas disiapkan untuk analisis struktur cara elastis. Jika alat analisis struktur dilengkapi opsi memperhitungkan efek P-.1 (nonlinier geometri), maka ketentuan analisis stabilitas struktur

150

Bab 3. Filosofi Desain

(Chapter C - AISC 2010) selain memakai Efective Length Method (ELM) juga dapat memakai Direct Analysis Method (DAM), yang pada buku ini dibahas panjang Ie bar pad a Bab 9 (ten tang latar belakang teorinya) dan Bab 10 (implementasi pada kasus sampel). Hasil analisis struktur secara menyeluruh (global) untuk RII selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi elemen-per-elemen dan dibandingkan dengan kuat rencana ~RII yang ditinjau per-elemen juga, sesuai dengan gaya internal yang terjadi. Jadi misal elemen struktur menerima gaya aksial maka dievaluasi juga dengan kuat rencana elemen terhadap gaya aksial, yang dibahas secara detail pada Bab 4 (batang tarik) dan Bab 5 (batang tekan). Jika elemen menerima momen dan gaya geser maka evaluasinya dengan kuat rencana elemen terhadap lentur dan geser, yang dibahas detail di Bab 6 (balok lentur). Jika gabungan, yaitu gaya aksial dan momen maka hal itu akan dibahas di Bab 7 (batang portal). Tinjauan perelemen diperlukan karena karakter untuk setiap aksi dan perilaku keruntuhannya bisa berbeda-beda. Itu alasannya, mengapa faktor tahanan ~ bisa berbeda-beda juga, seperti terlihat di Tabel 3.2. Tab el 3.2 Faktor tahanan

.p (AISe 2010).

Komponen struktur Faktor tahanan ~ Lentur 0.90 Tekan aksial 0.90 Tarik aksial tarik leleh 0.90 tarik fraktur 0.75 Geser oJ 0.90 - Sambungan baut Baut geser 0.75 Baut tarik 0.75 Kombinasi geser dan tarik 0.75 0.75 Baut tumpu Sambungan las 0.90 Las tumpul penetrasi penuh 0.75 Las sudut / tumpul penetrasi sebagian Las pengisi 0.75 OJ kecuali Section G2.1(a) AISC(2010)

Perbedaan cara lama, Efective Length Method (ELM) dengan cara baru, Direct Analysis Method (DAM), adalah pada analisis stabilitas struktur global. Cara ELM, stabilitas struktur yang terkalibrasi hanya pada elemen tunggal (lokal), dan itu juga dipakai bersama dengan cara DAM. Pada kondisi tersebut, keduanya sarna.

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

151

Ketika struktur tidak terdiri dari elemen tunggal, maka tinjauan stabilitas perlu dilakukan secara menyeluruh (global). Pada kondisi ini baru terjadi perbedaan antara ke dua cara terse but. Cara ELM mengandalkan analisa struktur elastis, baik yang linier atau nonlinier, khususnya efek P-Ll (nonlinier geometri). Jika tersedia opsi menghitung efek P-Ll, maka faktor pembesaran momen untuk Ru tidak diperlukan. Tetapi karena masalah stabilitas adalah tidak sekedar efek P- Ll saja, maka antara stabilitas struktur (global) dan stabilitas elemen (lokal) yang telah dikalibrasi periu dibuatkan penyesuaian, yaitu dengan faktor K yang sesuai. Uraian stabilitas batang tekan pada Bab 5 adalah memakai prinsip ini. Cara DAM membutuhkan analisa struktur elastis dengan opsi nonlinier untuk memperhitungkan efek P-Ll. Jika sekedar mengandalkan analisa struktur klasik (elastis linier saja) maka cara DAM tidak bisa dilakukan. Jika kondisinya seperti itu, mau tidak mau cara lama tetap dipakai. Cara itu di AISC (2010) disebut Efective Length Method (ELM), yang mempunyai nilai K antara 0.5 - 00 . Jika tersedia alat analisis struktur yang dilengkapi opsi nonlinier, untuk menghitung efek P-Ll, maka dengan cara DAM dapat dibuat analisis stabilitas struktur secara menyeluruh. Pada kondisi tersebut pengaruh imperfection dan kondisi inelastis akibat tegangan residu dapat dievaluasi secara global. Ini tentu sangat membantu untuk jenis struktur tertentu, seperti portal, yang nilai K-nya jika dihitung dengan cara ELM adalah sangat bervariasi. Sedangkan jika memakai cara DAM maka permasalahan "nilai K yang benar" menjadi tidak ada lagi, maklum nilainya telah ditetapkan K=1. Itu berarti dengan cara DAM, kondisi stabilitas struktur global dapat secara otomatis diperhitungkan saat dilakukan analisis struktur, dan pengaruh stabilitas tersebut akan ditambahkan dalam Ru. Periu diingat, bahwa analisis stabilitas cara DAM hanya digunakan untuk evaluasi kuat batas penampang, bukan untuk lendutan. Ini terjadi karena analisis stabilitas akan memperhitungkan pengaruh inelastis, akibat tegangan residu. Padahal alat analisisnya terbatas untuk kondisi elastis saja. Akibatnya periu manipulasi manual, melalui reduksi kekakuan sesuai ketentuan DAM (AISC 2010). Pada cara DAM (AISC 2010), analisis dan desain saling tergantung. Itu mengapa untuk struktur kompleks, khususnya sistem rangka bergoyang dengan elemen langsing, cara tersebut lebih unggul.

152

Bab 3. Filosofi Desain

Bab4 Batang Tarik

4.1. Pendahuluan Material baja mempunyai kemampuan sarna dalam memikul gaya tarik atau gaya tekan. Mutu bahannya juga relatif tinggi, sehingga dimensi struktur cenderung langsing. Untuk struktur seperti itu, pemakaian material baja hanya efisien untuk batang tarik. Pada batang tekan kapasitasnya ditentukan oleh tekuk (buckling), suatu permasalahan stabilitas yang dipengaruhi konfigurasi geometri (struktur dan penampang), dan tidak hanya materialnya saja. Oleh sebab itu, elemen struktur baja yang terlihat "relatif langsing" terhadap elemen lainnya dapat dipastikan akan berfungsi sebagai batang tarik. Sebagai contoh dapat dilihat sistem atap gedung ICE (Indonesian Conference Exhibition), BSD City, Tangerang (lihat Gambar 4.1). Pada atapnya terlihat mencuat kolom-kolom dengan kabel-kabel penunjang. Sepintas seperti asesori arsitektur, padahal itulah rahasianya mengapa atap bentang lebarnya, jika dilihat dari dalam ternyata hanya memakai profil baja I yang relatif keci!.

Ga mba r 4.1 Gedung ICE, BSD Ci ty, Ta nge ra ng (Sumbe r : Ba rcellius- La ura)

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

153

4.2. Batas Kelangsingan Karena mutu material baja relatif tinggi, dimensi batang tariknya bisa sangat langsing. Secara teoritis, kondisi kelangsingan hanya diperhitungkan untuk elemen tekan, untuk mengantisipasi tekuk. Batang tarik secara teoritis tidak mengalami tekuk, oleh karena itu AISC (2010) tidak membatasi kelangsingan, hanya disarankan Llr ~ 300. Saran didasarkan pengalaman praktis segi ekonomis, kemudahan pembuatan, dan risiko rusak yang kecil selama konstruksi. Selain itu, elemen yang sangat langsing biasanya cenderung bergoyang atau bergetar, dan itu membuat tidak nyaman bagi penghuninya. Saran tidak berlaku jika batang tariknya struktur penggantung (hanger) atau jika memakai penampang pejal (rod). Pada hanger (struktur gantung), kondisi pembebanan menyebabkan batangnya selalu mengalami prategang. ltu akan meningkatkan kekakuannya, fenomena seperti yang terjadi pada senar gitar yang dikencangkan. Oleh sebab itu hanger dapat bekerja efektif sebagai batang tarik, dan sekaligus mempertahankan geometrinya untuk tetap lurus. Elemen struktur yang langsing seperti pada Gambar 4.1 termasuk dalam kategori hanger ini. Untuk batang pejal atau rod agak berbeda, konfigurasi beban tidak secara langsung menimbulkan gaya prategang (agar menambah kekakuan). OIeh sebab itu, perlu diberikan gaya prategang khusus melalui sistem yang didetailkan secara khusus pula, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Satang tarik struktur musium di Louvre, Paris (sumber internet)

154

Bab 4. Batang Tarik

Jadi pemilihan batang tarik yang langsing, tidak secara otomatis membuat strukturnya lebih ekonomis. Adanya alat khusus untuk menghasilkan gaya prategang dapat membuat lebih mahal. Batang tarik dengan detail seperti Gambar 4.2 lebih ditujukan pada segi keindahan, agar struktur terlihat lebih transparan atau ringan. Untuk struktur batang tarik dengan penampang pejal (rod) maka detail khusus yang dimaksud umumnya berbentuk semacam ulir (seperti pada baut), kemudian dipasang alat penghubung khusus, yang jika diputar dapat membuat batang tarik menjadi tegang. Ini menyebabkan batangnya tidak lagi kendor, yang umumnya terjadi jika kelangsingan batangnya relatif tinggi. Jembatan lama, Lincoln di Nebraska, memperlihatkan konsep yang dimaksud. Gambar 4.3 inset memperlihatkan detail yang dapat menghasilkan prategang pada batang tarik yang dikenal dengan sebutan turn-buckle.



,';::1

*'

'!M

l'

'"l

j

)"" ,~

j

H

'

:':"~'~~ lhrt1n

p



I'

\lllflJlliillu

I

!

H

,1'" 1-

'

II')

_

tn_,£ill\ .. I'Ull...,1

Gambar 4.3 Bata ng ta rik dengan turn-buckle pada jembatan Lincoln, Nebraska (Sumber : http://co mm ons.wikimedia.o rg/)

Melihat aplikasi batang tarik dengan penampang pejal (rod) yang dilengkapi turn-buckle, maka kelangsingan batang tentunya tidak menjadi permasalahan lagi. Meskipun demikian, pilihan seperti itu hanya efektif jika elemen rod hanya menerima gaya tarik selama masa layannya saja. Pada kondisi yang tertentu, tergantung tipe struktur dan kondisi tempatnya, bisa saja jika suatu saat timbul kondisi pembebanan yang berbeda dari rencana. Ini tentu terkait dengan kombinasi pembebanan pada saat perencanaannya. Untuk memprediksinya tentu tidak gampang, untuk itu seorang insinyur selain menguasai tata cara perencanaan yang baku, juga perlu mempunyai wawasan luas, imajinasi sekaligus intuisi yang terasah untuk memprediksi kondisi pemakaian struktur tersebut di masa mendatang.

Wirya nto Dewobro to - Strllkt llr Baja

155

8agaimanapun juga untuk elemen struktur yang terlalu langsing maka saat mendapat gaya tekan akan mengalami tekuk (buckling). Hal itu akan menyebabkan kekakuan struktur menjadi hilang atau tidak berfungsi. Untuk membayangkan bagaimana risiko itu bisa terjadi maka dapat dilihat pada illustrasi struktur berikut.

(a) Kondisi rencana

(b) Kondisi tidak terduga

Gambar 4.4 Ri siko pemakaia n elemen yang terl alu langsing

Konstruksi atap dari baja sering mengalami dilema sebagaimana terlihat pada Gambar 4.4. Maklum, konstruksi atap umumnya di desain untuk menerima beban berupa air hujan, yang relatif keci!' 8erat sendiri atapnya juga relatif ringan, misalnya yang terbuat dari atap pelat baja tipis mutu tinggi atau kaca, yang terakhir ini populer dipilih arsitek untuk mendapatkan kesan transparan dan ringan. Untuk itu biasanya insinyur perencana juga cenderung memilih elemen struktur yang berpenampilan langsing agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan arsitek. Jika hanya didesain terhadap pembebanan tetap (gravitasi), atau beban angin yang biasa saja, maka elemen penggantung (hanger) untuk kontruksi atap kantilever pada Gambar 4.4 adalah sebagai batang tarik. Jadi jika sekedar mengikuti ketentuan minimum AISC (2010) tentu dapat dipilih penampang yang memenuhi kriteria kelangsingan kurang dari 300. Selama kondisinya sesuai rencana, maka tentu tidak ada permasalahan berarti. PadahaI yang disebut bencana, umumnya adalah tidak terduga. Jadi ketika ada angin puyuh, yang besar sedemikian sehingga menghasilkan gaya tiup ke atas lebih besar dari berat sendirinya, maka elemen penggan-tung (hanger) tidak lagi menerima beban tarik tetapi menjadi ber-balik tanda, yaitu gaya tekan. Nah pada kondisi itu permasalahan akan timbu!. Itu alasannya perlu tinjauan berbagai kondisi beban. Pertimbangan adanya kondisi seperti digambarkan pada paragraf di atas tentu tidak serta merta tercantum pada code-design. Hal itu adalah pertimbangan insinyur perencana yang sifatnya personal tergantung pengalaman dan wawasan yang dimilikinya.

156

Bab 4. Batang Tarik

4.3. Konsep Perencanaan Produk massal yang baik tentunya telah dioptimasi agar bersaing. Jika produknya elemen struktur maka optimasinya tentu dari segi kekuatan dan biaya. Dengan mempelajari bentuk fisik batang tarik produk massal (Gambar 4.5) tentunya bisa mengetahui banyak hal yang penting agar produk tersebut dapat berfungsi optima!.

Gambar 4.5 Bata ng tarik produk massal (S umber : www.t ripyra mid .com)

Hal yang mendominasi batang tarik produk massal di atas adalah bagian sambungan, yang terlihat lebih besar dari batang tarik itu sendiri. Selain itu bahan material keduanya berbeda, sepintas material sambungan dipilih yang mutunya Iebih tinggi dari batang pejal (rod) yang disambung. Itu menunjukkan bahwa sambungan adalah bagian penting, sehingga periu diperbesar tanpa dianggap pemborosan. Hal itu tentu tidak disebabkan oleh faktor keindahan atau hal lain, bahkan diperkirakan bagian itulah yang menentukan kekuatan sistem. Hubungan antara bagian sambungan dan bagian batang pejal (rod) bersifat seri, seperti untaian kalung yang terdiri dari berbagai komponen keci!. Bagian paling Iemah yang akan menentukan kekuatan sistem. Jadi dengan melihat batang tarik produk massal tersebut, dimana bagian sambungannya lebih besar dibanding bagian batang, maka kekuatannya pasti akan ditentukan oleh bagian batang pejal (rod) yang Iebih keeil (lemah).

Gam bar 4.6 Samb unga n bata ng tarik (Sumb er: Tejo dan Mi ta)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

157

Strategi pembesaran pada bagian sambungan tentu hanya dapat dilakukan pada batang tarik yang relatif kecil, misal batang pejal (rod). Untuk bentuk penampang lain, yang lebih besar (misalnya Gambar 4.6), maka strategi tersebut tentu tidak efektif. Pada sambungan baja biasanya diperlukan lubang untuk pemasangan baut. Hal itu tentu membuat lemah penampang. Apalagi sekitar lubang akan timbul konsentrasi tegangan, yang menyebabkan tegangan lebih tinggi dibanding bagian lain yang utuh. Adanya konsentrasi tegangan pada daerah sambungan menyebabkan kondisi inelastis akan lebih mungkin terjadi dibanding di bagian lainnya. Adanya konsentrasi tegangan yang nilainya beberapa kali lebih besar dari tegangan rencana diatasi dengan material daktail (ada tegangan leleh F). Perilaku daktail menyebabkan konsentrasi y tegangan tidak merusak lubang, hanya menyebabkan deformasi saat tegangan leleh tercapai. Hal itu menyebabkan redistribusi tegangan (gaya) ke bagian lubang baut yang belum leleh. Konsep perencanaan batas menyebabkan elemen struktur dapat diberdayakan sampai kondisi tegangan maksimum. Maka adanya perilaku strain-hardening material sambungan menjadi penting. Jika tidak ada itu, maka dapat dipastikan kekuatan batang tarik ditentukan oleh bagian sambungan yang lebih lemah (lubang) . Adanya strain-hardening material menyebabkan kekuatannya dapat ditingkatkan sebesar tegangan batas (FJ atau kuat tariknya. Perilaku keruntuhan Fy dan Fu tidak sarna, oleh sebab itu diberikan faktor keamanan berbeda, yang tercermin pada faktor ketahanan tarik (¢) yang diberikan. Itulah prinsip dasar perencanaan batang tarik yang diuraikan pada sub-bab berikut.

4.4. Kuat Tarik Nominal Kuat tarik rencana ¢t Pn , dengan ¢t sebagai faktor ketahanan tarik, dan Pn sebagai kuat aksial nominal, adalah nilai terkecil dari dua tinjauan batas keruntuhan yang terjadi pada [1] penampang utub, dan [2] penampang berlubang (tempat sambungan). Kuat tarik penampang utub terhadap keruntuhan leleh (yield) : Pn

¢t Ag

=FyAg .... ................................... .... ... ... ............ (AISC D2-1) = =

0.9 terhadap keruntuhan leleh luas penampang utuh (gross)

Kuat tarik penampang berlubang (di tempat sambungan) akan memanfaatkan perilaku strain-hardening (peningkatan tegangan)

158

Bab 4. Batang Tarik

pada kondisi regangan inelastis yang dipicu oleh lonjakan tegangan terkonsentrasi di sekitar lubang. P=F.A=F.A.U ...... . IJ U e u n

CPt An

Ae U

= = = =

. ......... .... . . . .. . ....... . (AISC D2-2)

0.75 terhadap keruntuhan fraktur luas penampang bersih (netto), dikurangi lubang luas penampang efektif faktor shear lag

Nilai Fy dan Fu tergantung dari mutu material, yaitu kuat leleh dan kuat tarik minimum (kuat batas) dari bahannya. Keruntuhan leleh (yield) tingkat daktilitasnya lebih tinggi dari keruntuhan fraktur, oleh sebab itu maka faktor ketahanan tarik (cpt) antara keduanya berbeda. Faktor keamanan untuk fraktur tentunya lebih tinggi.

4.5. Konsep Luas Penampang 4.5.1. Pengaruh lubang dan cara penyambungan Parameter An dan Ae pada persamaan AISC 02-2 tergantung dari sistem sambungan. Untuk itu sebaiknya perencanaan batang tarik dan sambungannya harus bersama, sebab saling terkait. Maksud saling terkait antara perencanaan batang tarik dan sambungan nya, dapat diungkapkan dalam uraian berikut:

1. Reduksi luas penampang batang tarik akibat lubang untuk alat sambung., sehingga ada istilah luas penampang utuh atau gross (Ag)' dan luas penampang netto (A ll)' yaitu luasan setelah memperhitungkan pengaruh lubang. Oleh karena sambungan las tidak memerlukan lubang, maka secara teoritis sambungan las akan lebih baik dibanding sambungan baut, sebab All = Ag atau tidak ada reduksi luasan. 2. Efektifitas sambungan. Secara ideal, agar kontinuitas elemen tidak terganggu maka keseluruhan permukaan penampang harus tersambung secara menerus ke bagian elemen yang lain. Prakteknya, akibat keperluan untuk kemudahan pelaksanaan atau keterbatasan alat sambungnya, maka bidang permukaan penampang batang tarik tersebut tidak semuanya tersambung secara sempurna. Kondisi itu tentu akan menimbulkan aliran tegangan tidak merata yang disebut efek shear-lag dan harus diperhitungkan karena mempengaruhi kinerja batang tarik. Untuk menghitung efek shear-lag secara teliti, maka cukuplah rumit dan kompleks. Maklum, variasi sistem sambungan yang ada sangatlah banyak. Untuk itulah dipilih cara penyederhanaan

Wirya nto Dewo broto - Strll ktll r Baja

159

berupa faktor shear-lag (U) yang nilainya mengacu Tabel D3.1 (AISC 2010). Adapun materi tentang shear-lag itu sendiri akan dibahas dalam subbab terpisah. Selanjutnya luas penampang batang tarik setelah memperhitungkan pengaruh shear-lag disebut luas penampang efektif, Ae , yang merupakan fungsi luas penampang netto berikut. Ae = An' U... .... ...... ...... . ... .... .. ..... ..... .... ... ..... .. .. .... ...(AISC 03 -1)

Ketentuan di atas berlaku pada batang tarik, bukan sambungan. Karena sistem struktur keseluruhan akan tergantung pada bagian terlemah, maka sambungan harus mempunyai kekuatan lebih dibanding batang tarik. Itu mengapa perencanaannya batang tarik dan sambungan harus terintegrasi dan konsisten. Konsep perencanaan batang tarik secara visual dapat diungkapkan sebagai berikut, lihat Gambar 4.7. keruntuhan fraktur

F" F,

keruntuhan leleh y (daktail)

,

lubang dan eara penyambungan U5, 1.0

~_~

r

lubang saja u= 1.0

\

penampang u~ ~ / ' , ~ - ~ "... - ~ - lubang dan eara penyambungan U5, 1.0

Gambar 4 .7 Konse p visual perencanaan batang ta rik

Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa kinerja batang tarik ditentukan oleh material baja (diagram tegangan-regangan) yang dalam hal ini adalah parameter Fy dan Fu' Adapun tanda panah men unjukkan dimana parameter tersebut digunakan. Bagian tengah ada lubang tapi semua elemennya tersambung (U=l) maka yang menentukan adalah luas penampang netto, An' Bagian ujung batang tarik adalah sambungan, jadi selain pelemahan akibat lubang juga cara penyambungan menentukan efisen tidaknya kinerja batang tarik. Parameter yang menentukan adalah An dan U ~ 1, keduanya adalah paramter luas penampang efektif, yaitu Ae = An * U.

160

Bab 4. Batang Tarik

4.5.2. Diameter lubang baut - real dan imajiner Kekuatan batang tarik sangat dipengaruhi oleh lubang. Parameter yang mewakili hal tersebut dalam desain adalah luas penampang netto (An)' atau luas penampang bersih setelah dikurangi lubang.

Bagaimana lubang dibuat juga berpengaruh. Pel at baja yang tebalnya kurang dari diameter lubang, umumnya dibuat dengan mesin punch. Pembuatan lubang dengan mesin tersebut akan mengalami kerusakan pada pinggirannya (lihat Gambar 4.8) sehingga bagian tersebut dianggap tidak efektif untuk memikul beban. Untuk menghindari risiko pelemahan akibat pembuatan lubang, yang prosesnya terjadi pada tahap fabrikasi, sehingga akan terlalu rumit jika ditentukan di tahap perencanaan maka dipilih tindakan konservatif. Untuk perhitungan luas penampang netto An maka diameter lubang baut ditambah 1/ 16 in (2 mm) lebih besar dari diameter lobang nominal (Chapter B4.3b - AISC 2010) . Jadi terkait lubang pada batang tarik, ada tiga parameter, yaitu [1] diameter baut, [2] diameter lubang nominal sesuai Tabel J3.3M (AISC 2010) untuk dibuat di bengkel, dan [3] diameter lubang imajiner untuk perhitungan dengan luas penampang netto. Diameter lubang nominal adalah diameter lubang real terpasang. Besarnya tergantung diameter baut (d), yang nilai maksimumnya sesuai Tabel J3 .3 (AISC 2010) atau d + 1/ 16 (in) atau d + 2 (mm). Untuk menghitung luas penampang netto dipakai diameter lubang imajiner, yaitu d + 1/ 16 + 1/ 16 (in) atau d + l / S (in), untuk satuan SI adalah d + 2+ 2 (mm) atau d + 4 (mm).

4.5.3. Lubang-Iubang berpola staggered Diameter lubang baut relatif kecil dibanding dimensi penampang, tetapi jika jumlahnya banyak dan berdekatan tentu berpengaruh. Lubang-Iubang segaris, tegak lurus arah gaya, maka An adalah luas penampang terkecil pada potongan dengan lubang terbanyak.

Wiryanto Dewob roto . Struktur Baja

161

Pada kasus lain, jika jumlah baut-bautnya banyak, penempatan lubang dapat memakai pola staggered atau zigzag. Agar dengan luasan sarna, dapat memuat lebih banyak baut.

(a)

(b)

(c)

Ga mba r 4.9 Kemungkina n kerun tuh an pada luba ng berpola staggered

Untuk mencari penampang kritis lubang yang berpola staggered, perlu meninjau berbagai kemungkinan potongan penampang yang bisa terjadi (misal Gambar 4.9, tetapi bisa juga yang lain). Panjang bersih dihitung dari tinggi penampang dikurangi jumlah lubang (yang terdapat pada jalur potongan), ditambah pengaruh diagonal (jarak s dan 9 diagonal bisa berbeda tergantung detailnya) yang dihitung dengan pendekatan memakai rumus berikut : S2 /

4g .... ............. ............ ...... ... .... ......... ...... ...... (Al SC B4.3 b)

S adalah jarak lubang as-ke-as arah memanjang (searah gaya), dan g adalah jarak lubang as-ke-as arah tranversal (tegak lurus gaya).

Penjelasan ten tang penampang kritis pada pola staggered akan diuraikan dalam contoh hitungan sebagai berikut. Soa1: Pelat baja, dibebani tarik di dua sisinya, lebar 90 mm, teball0

mm, panjang sembarang (tidak berpengaruh). Pada pelat baja ada lima (5) lubang 024 mm secara staggered / zigzag dengan maksud agar optimal. Akan dihitung luas penampang netto (An). 30

o

f

Ga mba r 4.1 0 Pelat baja t =10 mm beriuba ng denga n pola staggered

Jawab : Ukuran lubang 0 24 mm di atas adalah diameter nominal, yaitu diameter pengeboran di bengkel, yang direncanakan untuk baut 0 22 mm (ada toleransi pemasangan). Untuk memasukkan pengaruh kerusakan akibat bor maka ditambah 2 mm, menjadi diameter lubang imajiner sebesar 26 mm.

162

Bab 4. Batang Tari k

Untuk lubang dengan pola staggered harus ditinjau berbagai kemungkinan potongan yang menghasilkan penampang kritis atau penampang dengan nilai An yang terkecil. Tinjau potongan a-b-c (llubang) : An= (90-26)*10

=640 mm 2

Tinjau potongan d-e-f-g yang memotong 2 lubang secara diagonal, sehingga pengaruhnya harus dimasukkan sebagai berikut : An = (90-2*26)*10 + 30 2/(4*40)*10

=436.25 mm 2

Ternyata potongan melalui lubang secara diagonal memberi An yang terkecil, yang rnenentukan (kritis). Pola staggered jika dipelajari, rnaka yang mempengaruhi adalah besarnya sudut diagonal terhadap arah gaya. Jadi semakin besar sudut (maks. 90°), maka kinerja batang akan semakin terpengaruh. Tujuan rnernakai pola staggered umumnya adalah penghematan ruang, yaitu untuk luasan pelat yang sarna dapat memuat jumlah baut yang lebih banyak. Meskipun dernikian, tidak setiap konfigurasi dari pola staggered pasti akan memberi keuntungan yang maksirnal. Perlu dicoba beberapa konfigurasi pemasangan baut dan pada setiap jarak yang dipilihpun, juga harus dievaluasi terhadap persyaratan praktis dalam pemasangan baut. Ingat, semakin rapat jarak baut rnaka bisa menyulitkan dalam pemasangannya. Untuk mempelajari pengaruh konfigurasi lubang, maka 4 (empat) pola lubang akan dievaluasi dan dibandingkan satu sarna lainnya. 6O---j

30

a).

b) . -

+11

80 ---j- 80 ---j- 80

% 6" ~ d

d) . Gambar 4.11 Pelat baja t = 10 mm berlubang dengan berbagai pola staggered

Pola staggered Gambar 4.11 akan dihitung luas penampang netto, ada pun diameter lubang imajiner = 24 + 2 = 26 mm (typ.)

Pola a): non-staggered, hanya 1 potongan yang perlu ditinjau a-b-c : An = (90-26) *10 = 640 rnm 2 (100%)« sebagai acuan » Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

163

Pola b): staggered, ada 2 potongan yang perlu ditinjau a-b-c : An = (90-26) *10 = 640 mm 2 d-e-f-g : An = (90-2 *26) *10 + 52 2 /(4*30) *10 =605 mm 2 (95%) * Pola c): staggered, ada 3 potongan yang perlu ditinjau a-b-c : An = (90-26) *10 = 640 mm 2 d-e-f-g : An = (90-2 *26) *10 + 30 2 /(4*45) *10 = 430 mm 2 (67%) * Pola d): non-staggered, hanya 1 potongan yang perlu ditinjau a-b-c-d: An = (90-2 *26) *10 = 380 mm 2 (59%) Catatan : (*) jalur yang menentukan keruntuhan.

4.5.4. Pola staggered tidak sebidang. Batang tarik umumnya memakai baja berbentuk profil (bukan pel at datar). Pemasangan sambungan bautnya juga bisa berpola staggered tetapi tidak sebidang. Untuk perhitungan, perlu dibuat bidang ekivalen berdasarkan pad a garis bera t elemen profil ata u bidang di tengah tebal masing-masing elemen profilnya sebagai berikut.

6=1

n

12

!U"6"6

:I

<;=:I

150 50

Jl

44 '

I

50

0

44

0

I

~

rJ0.,.....,~~ I6 ~~ C~ ~~~ 'L . ~~~ ~~·~a~b~ ~ ~7/ ~~a ' -LF~~6

I-

44

T

50 100 -

a) . Pot. siku

b) . Tampak samping 5iku a

I

i i~ !

~'0.

baut M20 (typ.)

d

o

0

J:--:

I

~I ;, ~ -+--O--O-~ ---'I

I

cr

50I Ie

35

c) . Bidang ekivalen Gambar 4.12 Po la staggered pada pro fil tid ak sebida ng

164

Bab 4. Bata ng Tari k

Contoh, ditinjau batang tarik profit L 150 x 100x12, A = 2867 mm 2 perlu lubang untuk 8 baut 020 mm, hitung luas penampang netto. Jawab : konfigurasi penempatan lubang pada dasarnya bebas saja, sehingga bisa saja pada kondisi tertentu terjadi pola staggered, lihat Gambar 4.12b. Adapun Gambar 4.12c adalah bidang ekivalen untuk membantu dalam memperhitungkan luas penampang netto.

Lubang untuk baut 0 20 mm, sehingga diameter lubang nominal 20 + 2 = 22 mm, yaitu ukuran dengan memperhitungkan toleransi pelaksanaan. Untuk pengaruh kerusakan akibat bor atau punching dianggap ada diameter imajiner, yaitu 22 + 2 =24 mm (typ.). Jalur a-b-d-e : non-staggered, 2 lubang yang ditinjau An = 2867 - 2*24*12 = 2291 mm 2 ~ 80% Ag Jalur a-b-c-d-e : staggered, 3 lubang dan 2 diagonal yang ditinjau An = 2867 - 3*24*12 + 35 2 /(4*50)*12 + 35 2 /(4*88)*12 An = 2867 - 864 + 73.5 + 41.8 ~ 2118 mm 2 ~ 74% Ag (*)

Catatan : (*) yang menentukan, sebagai penampang kritis.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

165

4.5.5. Shear-lag dan efektivitas sambungan Faktor shear-lag (U) dibuat untuk mengantisipasi adanya ketidaksempurnaan sambungan, yaitu jika ada elemen penampang yang tidak tersambung, sehingga distribusi tegangan jadi tidak merata dan ada konsentrasi tegangan. Itu tentu akan mengurangi kinerja. Faktor shear-lag (U) dalam hal ini adalah faktor reduksi yang memperhitungkan kondisi tersebut. Ketidak-sempurnaan sambungan batang tarik menimbulkan efek shear-lag, yang mengurangi kekuatan atau kinerja batang tarik. Besar atau kecilnya efek shear-lag tergantung konfigurasi bentuk sambungan, yang umumnya ditentukan oleh pertimbangan akan kemudahan konstruksi dan biaya pembuatannya.

a) . Ma ks imum (U < 1)

b) . Minimum (U

=1)

Ga mba r 4.13 Pe nga ruh shear-lag te rha da p ko nfi guras i sa mbunga n ta rik

Gambar 4.13a adalah sambungan profil baja siku pada satu sisi saja, sehingga efek shear-lag menjadi maksimum atau U < 1. Gambar 4.13b adalah sambungan profil baja siku yang tersambung penuh pada ke dua sisinya, akibatnya efek shear-lag jadi minimum atau bisa saja diabaikan sehingga U ;:;: 1. Bentuk dan konfigurasi sambungan dapat sangat bervariasi, jika hal itu mempengaruhi besarnya efek shear-lag maka analisis yang tepat menjadi rumit. Meskipun demikian karena hal itu penting, yang menentukan keamanan serta efisien tidaknya batang tarik, maka AISC mengadopsi konsep faktor shear-lag (U), yang kalibrasi ketepatannya mengandalkan data-data empiris secara statistik. Tabel 4.1 memuat faktor shear-lag (U) dari berbagai bentuk dan konfigurasi sambungan batang tarik. Rumusan terlihat sederhana meskipun demikian telah teruji pada ± 1000 sampel sambungan dengan baut dan paku keling. Kalaupun terjadi simpangan hanya sekitar 10% saja (Munse-Chesson 1963). Penelitian terkini masih mendukung pendekatan tersebut (Easterling - Gonzales 1993).

166

Sa b 4. Sa ta ng Ta rik

Tabel4.1 Faktor shear-lag (U) batang tarik (AISC 2010) Faktor shear-lag. U

Catatan dan sketch

1

Ba tang tarik denga n ba ut atau las, transfe r gaya de ngan semua elemen penampang yang ada.

U = 1.0

lihat Gambar 4.13b

2

Batang tarik denga n baut atau las, trans fer gaya dengan sebagian dari elemen penampang.

U= l - x j l

[~J;;4>

Batang tarik denga n las melintang di sebagian ele men. Ada bagian yang tid ak tersa mbung.

U = 1.0 dengan An = lu as pena mpang yang tersambung saja

No

3

Deskripsi

f

I

~< A ';'"
siku

~

Tampak Alas -

4

Pelat sa mbungan las a ra h me manjang saja.

5

Pipa denga n pela t sa mbung tungga l konse ntris. Profil berongga persegi HSS dengan pela t sa mbung tllngga l konse ntris.

6

7

8

I ? 2w ... U = 1.0 2w > I ? 1.5 w ... U= 0.87 1.5w > I ? w .,. U= 0.75

pelal


-

~~

I ? 1.3 0 ... U = 1.0 0 $ 1 < 1. 30 ... U = 1- x j l denga n x = Ojrr

~

I ? H ... U = l - xjl x = (B2- BH) j (4(B +H))

. I~l

-

Profil berongga persegi HSS dengan pelat sa mbllng ganda pada s is i luar penampa ng

Profill atall T (jika rllmu s No.2 dipakai, pilih nil ai U ya ng terbesar)

Profil siku tun gga l atau ga nd a (jika rumu s No.2 dipakai, pilih nil a i U ya ng te rbesa r)

Jl -

b ? 2j3 d ... U = 0.90 f b < 2j 3d ... U = 0.85 f

0

-

~L--.J) - - Jl -

I ? H ... U = l-xjl x = B2j 4(B+H)

~

Tampak Samping

Il

I

-

:(DJ: t sa mbllngan di pelat sayap (flange) denga n minim a l 3 ba llt atau lebih, ditempatkan sega ris a rah gaya

U = 0.7

sa mbllngan di pelat badan (web) denga n minimal 4 baut a tall lebih ditempa tkan segaris a ra h gaya

U = 0.8

paka i 4 baut ata u lebih ya ng ditempatkan segaris a ra h gaya.

U = 0.6

paka i 3 baut sega ri s ara h gaya, jika jumlah kura ng paka i rumu s No.2

Catatan: 1= panjang bagian yang tersambung (mm); w = lebar pelat (mm); x =eksentrisitas elemen terhadap sambungan (mm); B =lebar profil berongga. diukur tegak lurus terhadap bidang sambungan (mm); H =tinggi keseluruhan profil berongga persegi (mm).

Wirya nto Dewob roto - Stru ktur Baja

167

Untuk memahami parameter x atau I dalam menentukan faktor U, beberapa petunjuk bergambar dari AISC (2010) dapat dilihat.

r seperti

prom Tee

(a)

~T 0

0

r

0

(b)

1: 1

sepa ro sayap dan pelat

badan

~T

di a n gg~lp

pro lil s iku

00

0

(c)

seperti

J

Gambar 4.14 Jarakx pada profil H dan C lIntlik menghitllng faktor-U (AISC 2010)

Ternyata penampang perlu dievaluasi secara terpisah, khususnya elemen tidak tersambung. Semakin jauh jarak titik berat elemen tidak tersambung terhadap permukaan sambungannya, semakin besar nilai x yang perlu diambil untuk menghitung faktor U. Juga nilai I sebagai "jarak panjang batang tersambung", perlu dipahami jika ketemu konfigurasi baut dengan pola staggered. "ponjang hatan!: lersumhllng" dinmbil sebagai jarak bautbaul tcrltaar

Gambar 4.15 Jarak I sebagai panjang batang tersambllng (AISC 2010)

Dari dua contoh, terlihat bahwa parameter untuk faktor U relatif Ionggar. Juga adanya beberapa petunjuk untuk mendapatkan nilai U memungkinkan untuk diperoleh dua nilai berbeda. Jika seperti itu, maka dapat dipilih nilai U terbesar (Commentary AISC 2010).

168

Bab 4. Batang Tarik

4.6. Illustrasi Perencanaan Batang Tarik Kinerja batang tarik ditentukan oleh [1] efektifitas kuat penampang, yang diwakili oleh tiga kondisi luasan, yaitu An' An dan A e , serta [2] kinerja sistem sambungan yang digunakan. Kedua parameter di atas saling terkait. 8agaimanapun juga, sistem sambungan yang dipilih akan menentukan luasan lubang untuk alat-alat sambungnya, juga bagaimana detail hubungan elemenelemennya. Jika elemen penampang batang tarik tidak terhubung menyeluruh, maka faktor shear lag menentukan. Jadi pada daerah sambungan perlu ditinjau parameter An (luas netto dikurangi lubang) dan Ae (pengaruh shear lag terhadap luas netto tersebut). Sedari awal, insinyur dalam merencanakan batang tarik, sudah harus tahu sistem sambungan apa yang akan digunakan, minimal membayangkannya bagaimana bentuk dan detail sambungannya nanti. Maklum struktur dengan penampang yang sarna, tetapi berbeda sistem sambungannya, maka kinerjanya juga berbeda. Untuk hal itu akan ditinjau tiga konfigurasi batang tarik sebagai berikut.

H

: A'JA~'< A~'·

rf

Pot. a-a

·. Poi.- j):i) ............. ·.. .

Tipe-A

Tipe-B

Tipe-C

Ga mbar 4.16 Profil H sebagai batang tarik dalam tiga konfigurasi berbeda

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

169

Gambar 4.16 memperlihatkan 3 konfigurasi batang tarik dengan profil H yang sarna. Bedanya hanya pada kondisi sambungan dan keberadaan lubang. Ternyata itu menyebabkan kinerjanya beda. Dengan pengetahuan ten tang konsep perencanaan batang tarik, maka sepintas kinerja ketiganya dapat dengan mudah dievaluasi dan diprediksi, konfigurasi mana yang paling kuat atau lemah. Evaluasi yang dimaksud adalah sebagai berikut : Struktur Tipe-A dan Tipe-B mempunyai sistem sambungan sarna. Dari potongan c-c, terlihat bahwa keseluruhan penampang profil H dapat tersambung penuh, jadi faktor shear-lag atau U=1. Jadi tinjauan penampang pada bagian sambungan adalah A e = A =A9 , yang sarna antar keduanya. Perbedaannya hanya pada keberadaan lubang pada struktur Tipe-B, sehingga nilai Ae = An < Ag. Faktor shear-lag dalam hal ini tidak berpengaruh atau U=l karena semua elemen profil tersambung penuh, hanya ada lubang saja. II

Kuat tarik rencana struktur Tipe-A adalah 0.9 FA, sedangkan y 9 Tipe-B adalah 0.9 Fy Ag atau 0.75 FII Ae ' pilih yang terkecil. Tipe-A cenderung lebih kuat dari Tipe-B yang berlubang (lihat potongan b-b). Meskipun demikian, adanya lubang bisa tidak signifikan, tergantung mutu baja (Fy dan FJ dan luasan lubang. Material baja modern saat ini banyak mensyaratkan Fy / Fu ~ 0.8, berdasarkan hal itu, tentunya dapat diketahui seberapa besar lubang yang tidak mengganggu kinerja struktur tarik tersebut. Beban tarik berdasarkan kriteria leleh (yield) penampang utuh. Pu =0.9 FyAg ................. .. .. .. .. ... ... ..... ... ... .... .. ... .... .(AI SC D2-1)

Beban tarik berdasarkan kriteria fraktur penampang berlubang. Pu = 0.75 FuAe .. ..... ..... ..... .. .. ..... ... .. ........... .... ... ..... (AI SC D2-1)

Karena A e = A II ,juga Fy = 0.8 FU dan F = 1.25 FY maka U

An

=0.9 F A /(0.75*1.25F) =0.96 A y

9

Y

9

Jika luas lubangnya tidak lebih dari 4% luas penampang utuh (A 9 ) maka keberadaannya dapat diabaikan, atau tidak mempengaruhi kinerjanya dalam memikul beban tarik. Jika melebihi maka jelas bahwa struktur Tipe-A akan lebih kuat dari Tipe-B. Struktur Tipe-B dan Tipe-C mempunyai kondisi lubang yang sarna (potongan b-b) meskipun berbeda lokasinya. Karena yang dievaluasi hanya lubang pada penampang bukan lokasinya, maka para-

170

Bab 4. Batang Tarik

meter An untuk keduanya adalah sarna. Meskipun luas penampang bersih (A"J struktur Tipe-B dan Tipe-C sarna, tetapi keterkaitannya dengan kondisi sambungan itu yang menyebabkan terjadi perbedaan. Lubang pada struktur Tipe-B tidak terkait dengan sarnbungan, atau dalam arti semua elemen penampang tersambung sempurna. Kondisi itu menyebabkan faktor shear-lag tidak berpengaruh atau U=1, berarti A e = A n . Oleh karena ada lubang maka Ae = A n< g A . Lubang pada struktur Tipe-C adalah untuk sambungan (lubang baut). Akibat detail sambungan yang dipilih, yaitu sambungan pelat pada badan profil H saja, sehingga tidak semua elemen penampang tersambung sempurna maka faktor shear-lag menentukan. Jadi meskipunAn dikedua penampang berlubang adalah sarna, tetapi akibat detail sambungan struktur Tipe-C menyebabkan fenomena shear-lag menjadi menentukan kinerja. Akibat sambungan yang dipilih, yang hanya menyambung sebagian elemen tarik maka pada daerah sambungan tersebut akan terjadi perubahan aliran tegangan tarik yang tidak menerus, sehingga U < 1, yang berarti Ae < All' Untuk menghitung faktor shear-lag secara teliti tentu rnernerlukan informasi sambungan yang detail. Tetapi untuk prediksi awal dapat digunakan TabeI4.1, dimana diperoleh nilai U = 0.6 ~ 0.7. Dengan cara sarna, ambil U = 0.7, maka kekuatan struktur Tipe-C dibanding Tipe-A, berbeda pada kriteria frakturnya, sehingga : Pu

=0.75 Fu Ae· ·········· · ·· ··· ····· · ··· ··· ·· · .. · ········ ···· ··· ··· .(AI SC D2-1)

Pu = 0.75*1.25Fy *O.7A9 =0.656 FY A9

Kekuatan struktur Tipe-A pada dasarnya sarna dengan kekuatan batang dengan penampang utuh, yaitu P u = 0.9Fy Ag1 maka kinerja struktur Tipe-C hanya 0.656/0.9;:::: 0.73 dari struktur Tipe-A. Dari illustrasi yang diberikan, terlihat bahwa kinerja batang tarik tergantung dari sistem sambungan. Padahal tipe dan detail dari sambungan itu sendiri sangat bervariasi. Bahkan sambungan pada Gambar 4.14 saja masih diragukan, apakah jumlah dan diameter baut yang tergambar terse but telah mencukupi atau tidak. Oleh karena itulah masih diperlukan evaluasi khusus pada sambungan. Jadi mempelajari sistem sambungan yang digunakan pada batang tarik adalah sangat penting dan menjadi satu kesatuan dalam tahap perencanaannya.

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

171

4.7. Contoh Perencanaan Batang Tarik 4.7.1. Batang tarik profil L Kapasitas batang tarik dengan siku L100x100x10 yang disambung dengan baut mutu tinggi seperti pada Gambar 4.17. 80

28.2

80

N

cO

N 1

_1_ 10 Gambar 4.17 Samb ungan baut tipe geser pada profil L100x100xl0

Jawab : Material baja 8J37 (Fy 240 MPa dan Fu 370 MPa). Profil L mengacu SNI 07-2054-2006, untuk L100x100x10, A=1900 mm 2, dan posisi titik berat Cx = Cy = x = 28.2 mm

Kapasitas tarik dari kriteria leleh (yield) penampang utuh. Pn = 0.9 FyAg ............ ...... .. ....... .. .... .. .. .... ..... .... .... (AISC 02-1) Pn = 0.9*240*1900/1000 = 410.4 kN

Kapasitas tarik dari kriteria fraktur penampang berlubang. Pn=0.75FuAe ..................... ..... ... .. .......... .... .... ... (AISC02-1)

Dari detail sambungan (Gambar 4.17) diketahui d baut = 22 mm dan d lub ang = 24 mm, untuk hitungan d ImaJmer . .. = 24 + 2 = 26 mm, ini perlu untuk mengantisipasi adanya pelemahan pada waktu pembuatan lubang. Penempatan baut dibuat seri berurutan pada garis yang sarna, sehingga potongan kritis penampang hanya ditempati satu lubang saja, sehingga A n = 1900 - 26*10 = 1640 mm 2 U = 1- x/L = 1 - 28.2*160 = 0.824

Ae = UA n = 0.824 *1640 = 1351.4 mm 2 Pn = 0.75*370*1351.4/1000 = 375.0 kN

Kuat batang tarik Pn = 375.0 kN. Catatan : tentu saja kekuatan sambungan harus lebih besar dari batang tarik yang disambung. Jadi kondisi sambungan periu dievaluasi dengan seksama karena belum tentu tiga (3) baut sebagaimana tergambar, telah mencukupi.

172

Bab 4. Batang Ta rik

4.7.2. Batang tarik profil U Data profil U mutu ASTM A36 Fy

= 250 MPa dan F =400 MPa u

y

Cy: '2

sci H

1

: CG

r------

x

METRIC SIZE

DIMENSIO THICK NESS

SECTION.

CENTER OF GRAVITY

CENTER OF SHEAR

GEOMETRICAL MOMENT OF INERTIA

RADtUSOF GYRATION

MODULUS OF SECTlON

~~1T

AREA A

Cx

C,

Sx

S,

Ix

Iy

I.

I,

Z.

Z,

mm

kg/m

an'

em

em

em

em

em'

em'

em

em

em'

em'

4.0 2.5 3.0 4.0 5.0

4.93 3.37 4.01 5.24 6.42

6.27 4.29 5.10 6.67 8.18

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

0.90 1.00 1.02 1.07 1.11

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

1.85 2.27 2.27 2.25 2.24

85.51 63.43 74.41 94.73 112.97

6.60 6.42 7.55 9.67 11 .6

3.69 3.84 3.82 3.77 3.72

1.03 1.22 1.22 1.20 1.19

17.10 1 2.69 14.88 18.95 22.59

2.53 2.14 2.54 3.30 4.02

HxB

I,

mmxmm 100~ 35 100 x 40 100 x 40 100 x 40 100 x 40

Gambar 4.18 memperlihatkan struktur ungkit dengan batang tarik sekaligus detail 10 bang baut pada salah satu sambungannya. 2*UlOOx40 (6.42kglm) batang tarik

(a). tampak kese luruh an

(b). deta il sa mbungan (tipikal)

Gambar 4.18 8atang tarik pemikul

Sambungan memakai baut mutu tinggi A325 diameter M16, sesuai detail dipasang 8 baut secara selang-seling. Batang tarik memakai 2 profil U 100x40 (6.42 kg/m), dipasang saling beradu punggung. Data profil sesuai table di atas. Selanjutnya jawablah pertanyaanpertanyaan berikut. 1. Hitung P" dari batang tarik, yaitu kekuatan elemen tarik pada struktur di atas secara lokal.

2. Jika kekuatan batang adalah Pn dari ketentuan di atas, berapa beban terpusat Pu di titik d jika ditinjau struktur secara keseluruhan. Selanjutnya tentukan berapa kN maksimum yang dapat dipasang pada titik d tersebut. Jadi ada dua jawaban, yaitu Pu sebagai fungsi Pn dan satu lagi yang bernilai numerik. Jawab:

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

173

Kapasitas Batang Tarik : Tinjau batang tarik a-b secara terpisah lepas (lihat Gambar 4.19). Chek kekuatan penampang utuh (A) 9 terhadap kondisi batas leleh (F) dan penampang berlubang (Ae) terhadap kondisi batas fraktur (FJ penampang berlubang

2*U JOOx40 (6.42kglm) batang tarik penampang utuh 2.67

1------''----

2.00 - - ---I

Ga mbar 4. 19 Meka ni s me pe nga lih a n gaya ba tang ta rik te rhada p s truktu r

Kapasitas tarik dari kriteria leleh (yield) penampang utuh. <j>Pn = 0.9 FyAg ..... ..... .... ... .. ............... .. .. .... .. ... .. .... . (AI SC D2- 1) A

9

= 8.18*2 = 16.36 cm 2 = 1636 mm 2

<j>Pn = 0.9*250*1636/1000 = 368 kN Kapasitas tarik dari kriteria fraktur penampang berlubang.

=

<j>Pn 0.75 FuAe .. .................... ............ .. .... ............ (AI SC D2-1) Sambungan (Gam bar 4.18), dbaut = 16 mm, d lu bang = 18 mm, dan untuk hitungan d .1mallner .. = 18 + 2 = 20 mm, pelemahan pembuatan lubang. Baut dibuat zig-zag, untuk itu perlu dicari potongan kritis.

, 30

.

$ ---_

20

- c&----::0 d

0 0

1 100

f

Ga mba r 4. 20 Ja lur kri tis luba ng de nga n pola staggered

174

Bab 4. Ba tang Tarik

Tiga Pola staggered yang perlu ditinjau potongannya a-b-c-d : An = Ag - 2*d .ImaJl.. ner *tebal*2 : An = 1636 - 2*20*5*2 =1236 mm 2, «terkecil» a-b-e-c-d : An =Ag - 3*d .Ima)..lner* tebal * 2 - 2 S2 / (4g)*tebal*2 : An =1636 - 3*20*5*2 + 2*60 2 /(4*20)*5*2 : An = 1636 - 600 + 900 =1936 mm 2 a-d-e-f : An =Ag - (2*d .ImaJlner .. - S2 / (4g)*tebal*2 : An = 1636 - 2*20*5*2 + 30 2 /(4*20)*5*2 : An = 1636 - 400 + 112.5 = 1348.5 mm 2 U = 1- x/L

= 1- 11.1/120 = 0.9075 Ae = UA n = 0.9075*1236 = 1122 mm 2 <j>Pn = 0.75*400*1122/1000 = 337 kN «terkecil»

:. Kapasitas batang tarik a-c, adalah <j>Pn =337 kN.

Kapasitas dukung struktur : yang ditinjau menerima beban Pu di ujung kanan balok. Adapun ujung kiri balok ditahan pada kondisi seimbang oleh batang tarik a-Co Jika kekuatan struktur ditentukan oleh batang tarik, akan dihitung gaya Pu yang dapat dibebankan pada titik d, atau ujung kanan balok tersebut. Untuk itu, dianggap Vb komponen gaya vertikal di batang tarik a-b, pada kondisi kesetimbangan di titik C maka besarnya gaya Pu di titik d dapat dicari sebagai berikut.

IM di titik c maka : Vb* 2 = Pu* 3 ---+ Pu = 2/3Vb dimana Vb = 2.67/3.33<j>Pn = 0.8 <j>Pn ---+ Pu = 2/3Vb = 0.5345<j>Pn Jadi gaya batas terpusat di titik D maksimum Pu ;:::: 180 kN (~)

Diskusi : Dari analisis dapat diketahui, daya dukung maksimum batang tarik a-b sebesar <j>Pn =337 kN. Jika itu dibuat batas kinerja struktur secara keseluruhan maka dapat diketahui beban batas di titik d, adalah sebesar Pu = 180 kN (~). Pernyataan di atas sebenarnya belum bisa menggambarkan kinerja struktur secara keseluruhan, maklum sambungan batang tarik belum dibahas. Padahal batang tarik a-b tidak akan bisa dipakai tanpa tersedianya sistem sambungan yang memenuhi syarat dan kuat. Adapun hitungan yang dibuat, hanya me mba has pengaruh lubang sambungan terhadap batang tarik, dan bukan pada sistem sambungannya itu sendiri.

Wi rya nto Dewobroto - Strllktllr Baja

175

Jadi agar perencanaan batang tarik lengkap, maka diperlukan juga perencanaan sistem sambungannya sekaJigus. Minimal mengetahui apakah konfigurasi lubang yang diperhitungkan sebelumnya telah mencukupi, sehingga tidak akan ada lubang lagi yang dibuat. Detail perencanaan sistem sambungan baut akan dibahas lengkap pad a Bab 8. Uraian perencanaan sistem sambungan berikut hanya untuk menjelaskan perbedaan antara perencanaan batang tarik dan sistem sambungan. Jadi jika ada yang kurang jelas, pembaca disarankan untuk membaca Bab 8 terlebih dahulu. Sistem akan dievaluasi sebagai sambungan baut tipe geser dengan mekanisme tumpu, dianggap memenuhi syarat jika kekuatannya lebih besar dari batang tarik (337 kN). Untuk itu ada tiga kondisi batas yang perlu dievaluasi, yaitu : kuat geser baut 2. kuat tumpu profil 3. kuat geser blok 1.

Jawab: bidang geser baut 5 M16

~______~~__________~~3 0

100

~: I

:~

! Gamba r 4.21 Eva luas i terhadap kuat geser baut

Kuat geser baut : lubang pada perencanaan batang tarik adalah untuk baut ukuran M16 (Ab = 201 mm 2), mutu ASTM A-325. Rn = Fnv Ab (per baut) ..... ... ..... .... ... .. ........... .... .. .... ..

(AISC )3- 1)

Rn =330*201 = 66330 N = 66.33 kN.

Detail sambungan (Gambar 4.21) dua profil U digabung pada baut yang sarna. Itu berarti pada satu baut ada dua bidang geser. Jadi untuk 5 baut (sesuai lubang tersedia) akan ada n = 5 x 2 = 10. n = 10 -7 ¢Rn = 0.75*10*66.33 : : : 497 kN > 337 kN (OK)

176

Bab 4. Batang Tarik

Baut
r-

11

20 - 20

:~

Ga mbar 4.22 Evaluasi terhada p ku at tum pu ba ut

Kuat tumpu didasarkan pada kondisi deformasi yang keeil maka RII

=1.2 Iet Fu :5 2.4 d t Fu ...... .... .... .... ....... .. ... .. ... .. ..

(AISC j3-6a)

=1.2*100*5*2*400 :5 2.4*16*5 *2 *400 -7 R =153.6 kN baut b : R b =1.2*100*5*2*400 :5 2.4*16*5 *2 *400 -7 R =153.6 kN baut e: Roc = 1.2*80*5 *2 *400:5 2.4*16*5 *2 *400 -7 Roc =153.6 kN baut d :Rnd = 1.2*20*5 *2 *400 :5 2.4*16*5 *2 *400 -7 Rnd = 96.0 kN baut e : R = 1.2*20*5 *2 *400 :5 2.4*16*5 *2 *400 -7 R = 96.0 kN maka R = Rna + Rnb + Rnc + R d+ Rne = 653 kN > 337 kN (0 K) baut a: R M

M

n

M

H

H

n

n

Cheek kuat sambungan terhadap keruntuhan geser blok

~----- 150 ------

Ga mbar 4.23 Evaluas i terhada p kuat blok geser

Wi rya nto Dewob roto - Struktu r Baja

177

Anv = (100+20)*2*5*2 = 2400 mm 2 A m = 20*5*2 = 200 mm 2 dan U~ = 1.0 fraktur = (0.6*400*2400 + 1.0*400*200)/1000= 656 kN leleh = (0.6*250*150*2*5*2 + 1.0*400*200)/1000 = 530 kN <j>Rn = 0.75* 530 = 398 kN »> 337 kN (OK)

Rangkuman hasil evaluasi terhadap berbagai kondisi batas sambungan, yaitu : 1. kuat geser baut : 497 kN 2. kuat tumpu profil : 653 kN 3. kuat geser blok : 398 kN « menentukan » Karena kuat sambungan (398 kN) » kuat batang tarik (337 kN) maka estimasi bahwa struktur dapat memikul gaya batas terpusat di titik 0 maksimum Pu = 180 kN (t) adalah valid.

4.8. Kesimpulan Batang tarik adalah suatu sistem pada struktur baja yang paling efisien dalam memanfaatkan kekuatan material untuk memikul beban. Semakin tinggi mutu baja yang digunakan maka semakin kuat struktur tersebut. Maklum elemen struktur tarik tidak mengenal kelangsingan yang menyebabkan fenomena tekuk. Kecuali tentu saja selama perakitannya harus mendapat perhatian seksama. Batang terlalu langsing mudah rusak pada saat pengangkatannya. Meskipun batang tarik bisa dibuat sekecil mungkin dan optimal, tetapi kekuatannya ditentukan juga oleh sistem sambungan yang digunakan. Jika dipakai sambungan baut mutu tinggi, ada bagian dari batang tarik tersebut yang dilubangi dan itu mempengaruhi kekuatan batang tarik. Pengaruh adanya lubang pada batang tarik masuk pada parameter luas penampang netto, An' Selain itu cara batang tarik disambung, apakah semua elemen dapat tersambung baik atau hanya sebagian saja, dapat menyebabkan efek shearlag yang mengurangi kapasitasnya. Pengaruhnya diperhitungkan memakai parameter luas penampang efektif, Ae' Parameter An dan A e tergantung sistem sambungan. Padahal kekuatan sambungan tidak bisa dilihat dari parameter tersebut. Berarti sistem sambungannya harus dievaluasi tersendiri. Jadi perencanaan batang tarik yang baik harus sekaligus bersama sistem sambungan. Kekuatan terkecil yang menentukan kapasitas batang tarik.

178

Bab 4. Bata ng Tarik

Bab5 Batang Tekan

5.1. Pendahuluan Batang tekan ditujukan untuk komponen struktur yang memikul beban tekan sentris tepat pada titik berat penampang, atau kolom dengan gaya aksial saja. Ini tentu anggapan ideal, karena umumnya pastilah terdapat eksentrisitas, oleh ketidak-lurusan batang, atau oleh ketidak-tepatan pembebanan, juga kekangan dari tumpuannya yang menimbulkan mom en. Tetapi jika momen relatifkecil sehingga dapat diabaikan, maka prosedur desain berikut dapat digunakan. Aplikasi elemen struktur sebagai batang tekan dapat dilihat pada penopang atap kantilever Gedung ICE (Indonesian Conference Exhibition), BSD City, Tangerang, seperti terlihat pad a Gambar 5.1.

Ga mba r 5.1 Penopang ata p kantil ever (Sumb er : Ba rce llius- Laura)

Umumnya batang tekan ditempatkan pada konfigurasi geometri berbentuk pola segitiga, agar tetap stabil. Jenis struktur yang secara keseluruhan tersusun dalam pola segitiga disebut truss atau rangka batang. Materi Bab 4 dan 5 buku ini memang khusus membahas komponen-komponen struktur seperti itu.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

179

5.2. Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan Parameter material, Fy dan Fu akan menentukan kuat batang tarik, tetapi pada batang tekan hanya Fy yang penting, Fu tidak pernah tercapai. Selain material, maka batang tekan juga dipengaruhi oleh parameter lain, yaitu konfigurasi bentuk fisik atau geometri. Parameter geometri, terdiri [1] luas penampang (A); [2] pengaruh bentuk penampang terhadap kekakuan lentur (1m;,,): [3] panjang batang dan kondisi pertambatan atau tumpuan, yang diwakili oleh panjang efektif (KL). Ke tiganya dapat diringkas lagi menjadi satu parameter tunggal, yaitu rasio kelangsingan batang (KLjr min)' dimana r mill. =..j (Imm. jA) adalah radius girasi pada arah tekuk. Rasio kelangsingan batang menjadi parameter penting perencanaan, dan menjadi indikator batas kinerja sekaligus perilakunya. Contoh, kolom pendek (tidak langsing) kekuatannya ditentukan material. Adapun kolom langsing, kekuatan ditentukan oleh beban kritis yang menyebabkan tekuk (buckling), tidak tergantung mutu material. Jadi kolom dengan bahan material bermutu tinggi maka rasio kelangsingannya perlu diperhatikan, agar efisien.

(a) Elemen penampang (lokal) (b) Elemen struktur (global) GambaI' 5.2 Fenomena tekuk (White et.a11 976)

180

Bab 5. Batang Tekan

Gambar 5.2 memperlihatkan tekuk atau buckling (Inggris) atau knick (Jerman) atau knik (Belanda) pada kolom langsing. Keruntuhan tekuk umumnya terjadi pada kondisi tegangan yang relatif rendah, di bawah tegangan leleh. (tu berarti keruntuhannya masih dalam kondisi elastis. Fenomena tekuk tidak terdeteksi oleh analisa struktur elastis-linier, diperlukan analisa struktur non-linier. Keruntuhan tekuk bersifat mendadak, khususnya jenis bifurcation, tanpa didahului oleh lendutan yang besar. Jadi perlu dihindari. Secara visual, tekuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu [1] tekuk lokal pada elemen penampang, dan [2] tekuk global pada kolom atau batang tekan secara menyeluruh. Jika elemen-elemen profil penampang relatif langsing dan panjang kolomnya relatif pendek, dapat terjadi tekuk lokal (Gambar 5.2a). Sebaliknya, jika elemen-elemen profil penampang relatif tebal dan batang kolomnya langsing maka akan terjadi tekuk global yang sifatnya menyeluruh (Gambar 5.2b).

5.3. Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal Perilaku tekuk dibedakan, yaitu tekuk lokal dan tekuk global. Itu terjadi karena tempat terjadinya tekuk dan solusi penyelesaian untuk kedua fenomena itu ternyata berbeda (lihat Gambar 5.2). Penyelesaian masalah tekuk lokallebih kompleks dibanding tekuk global, yang terakhir ini sudah dirumuskan oleh Euler (1757), dan menjadi pengetahuan dasar perancangan kolom untuk berbagai design-code di dunia. Jika terjadi tekuk lokal, selain penyelesaiannya tidak sederhana, maka pemakaian penampangnya akan tidak efisien karena terjadi pada kondisi beban elastis (belum leleh). Agar strukturnya optimal, maka risiko tekuk lokal harus dihindari. Untuk itu dibuat klasifikasi untuk memisahkan penampang tidak langsing dan langsing. (tu dilakukan dengan cara mengevaluasi rasio lebar-tebal (bit) tiap-tiap elemen dari penampang. Elemenelemen dipilah berdasarkan kondisi kekangannya, apakah ke dua sisinya tersambung kepada elemen lain; atau masih ada sisi bebas. Nilai bit setiap elemen profil penampang selanjutnya dibandingkan dengan nilai batas rasio bit dari Table B4.1a (ArSe 2010), yang ditampilkan ulang sebagai Tabel 5.1 pada buku ini. Masing-masing elemen penampang perlu ditinjau, jika semua elemen tidak melebihi nilai batas rasio bit di Tabel 5.1, maka penampang diklasifikasikan sebagai penampang tidak langsing (ideal) dan sebaliknya sebagai penampang langsing.

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Ba ja

181

Tabel 5.1 Klasifikasi elemen pada batang tekan aksial (Table B4.1a AlSC 2010)

No

Elemen

1

sayap profil gilas lWF, UNP dan Tee, atau s iku ganda tanpa spasi, juga pelat pengaku pada profil gilas

2

sayap profil builtup lWF s imetri ganda dan pelat pengakunya

rasio lebar tebal

b

-

t

).

,

batas tidak langsing

0.S6J;f Fy

Deskripsi penampang

t , II trh Tt

T b -

t

o

~1 Tt

~-ll

TT t

!!~

6411 Fy

~..U

~j

3

lengan profil s iku tungga l ata u ganda denga n pemisah, atau pelat pengaku bebas yang lain

-

4

lengan profil Tee

-

5

badan profill simetri ganda da n UNP

b

t

rT t ~rT t

t h

tw

h

1.49J;f Fy

-k£-ld

!J }

1.40J;f Fy

'~Bh

ffi

6

sayap profil kotak keteba lan sa rna

7

cover-plate / pelat diaphragm antar alat sa mbung

b -

1.40fj; Fy

8

elemen profil yang tertahan secara umum

b -

1.49J;f Fy

ttj

9

pipa

D

0.11"£Fy

-$-

Catatan:

182

taJ

-

t

t

t

-

t

TtIb

~f'}'

0.7SJ;f Fy

d

-

O.4SJ;f Fy

11l

b~t,

~e'

l,b~1

kc = 4j~h/tw tetapi 0.3s ~ kc ~ 0.76

Bab 5. Batang Tekan

Tabel 5.1 mengklasifikasikan profil penampang batang sebagai tidak langsing atau langsing. Struktur efisien jika penampangnya tidak langsing, karena tidak ada risiko tekuk lokal. Penyelesaian AISC (2010) untuk batang tekan dengan klasifikasi langsing, juga sekedar memberikan faktor reduksi, sehingga beban kritis terhadap tekuk lokal tidak tercapai terlebih dahulu. Jadi pada dasarnya strategi perencanaan batang tekan AISC (2010) adalah didasarkan pada tekuk global.

5.4. Teori Tekuk (Buckling) 5.4.1. Umum Perilaku tekuk perlu dipelajari karena menjadi salah satu penyebab keruntuhan batang tekan. Meskipun umumnya telah belajar · banyak tentang analisa struktur (Clayperon, Cross dan lainnya), sehingga dapat menghitung gaya atau momen internal batang, serta reaksi struktur yang dibebani, tetapi itu tidak menjamin memahami perilaku tekuk terse but. Analisa struktur yang diberi-kan pad a level sarjana umumnya analisis berbasis elastis-linier, yang belum bisa memperhitungkan masalah tekuk.

Tekuk sendiri hanya terjadi pada elemen langsing dan menerima gaya tekan. Pada material beton yang relatif lemah dibanding bahan baja menyebabkan dimensi komponen strukturnya relatif besar (tidak langsing). OIeh sebab itu pada perencanaan kolom beton, jarang yang memperhitungkan tekuk, cukup diatasi dengan diagram interaksi penampang berdasarkan prinsip kompatibilitas tegangan regangan pada material penampangnya. Untuk mengenal ten tang tekuk, ada baiknya melihat foto perilaku plastik penggaris yang ditekan sebagai berikut (Gambar 5.3).

Ga mba r 5.3 PeriIakli tekllk ele men langsing Oi -Bell 2008)

Wirya nto Dewobroto - Strll ktllr Baja

183

Gambar 5.3 memperlihatkan penggaris plastik yang ditekan untuk mengungkapkan perilaku tekuk. Tentu saja ini tidak terjadi pada struktur sebenarnya, karena jika sampai seperti itu deformasinya maka strukturnya sendiri pasti telah runtuh. Maklum deformasi struktur relatif kedl dan tidak seperti penggaris plastik terse but. Gambar 5.3 (kiri) : jika penggaris ditekan, pada kondisi deformasi tertentu seperti terjadi kehilangan kekakuan. Itu yang dimaksud dengan tekuk (buckling) yang menyeluruh (tekuk global). Gambar 5.3 (tengah) : jika kondisi tumpuannya dapat menahan rotasi batang (restraint), akan terjadi peningkatan kekakuan dan sekaligus juga daya dukung batang tekan. Gambar 5.3 (kanan) : ternyata tidak hanya tumpuan saja, jika pada tengah ben tang juga dapat disediakan pertambatan, sedemikian sehingga tidak dapat berdeformasi secara lateral, maka akan ada peningkatan kekakuan dan sekaligus daya dukung batang tekan. Untuk mendapat gambaran bagaimana perilaku batang tekan dalam memikul beban, maka percobaan model berikut membantu memahami pengaruh kondisi tumpuan terhadap daya dukung.

Gambar S.4 Pe rcobaa n daya dukung kolom mod el (Ji-B e1l2008)

Kolom pinned-pinned di Gambar 5.4 kiri dianggap sebagai kolom acuan, perhatikan kelengkungan pada sekitar tumpuan. Di sebelah kanannya, kolomfixed-fixed dapat memikul beban lebih besar, jika

184

Bab 5. Batang Teka n

tumpuan bawah dikembalikan lagi jadi pinned, beban berkurang. Perilaku ekstrim, adalah kolom paling kanan, dimana di bagian atas dianggap fixed Ctidak bisa berotasi) dan di bagian bawah ujungnya bisa bertranslasi. Beban yang dipikul turun drastis, paling kecil dibanding kolom lain. Oaya dukung kolom di sini adalah kemampuan menerima beban sebelum kehilangan kekuatan akibat tekuk. Jumlah besi pemberat terpasang pada model kolom, menunjukkan besarnya daya dukung tersebut. Kolom fixed-fixed daya dukung terbesar, dan yang terkecil adalah kolom fixed-free . Selanjutnya ditinjau kolom langsing dengan tumpuan sendi-sendi, yaitu kolom kiri Gambar 5.4. Dalam hal ini ditinjau kolom ideal, batangnya lurus sempurna, berat sendiri diabaikan kecuaH beban aksial P yang dipikul, panjang kolom L, modulus elastis bahan E, penampang dengan luas A dan momen inersia I. Semua parameter tersebut dapat terwakili pad a model struktur sebagai berikut.

E, A, I

Ga mbar 5.5 Model ko lom ideal dari Eul er

Teori kolom ideal pada model di atas, dirumuskan oleh Leonhard Euler tahun 1744 1 . Rumus Euler menghubungkan parameter geometri CL, A, I) ; material CE), dan beban aksial tekan P sesaat sebelum tekuk (Perl Rumus tekuk kolom yang terkenal itu adalah : P cr

I

2

= 7r

EI .. ........... ........... ....... .. ................ ........... ........... (5.1) L2

Euler, L. (1 744) "De Curvis Elasticis", M.M . Bousquet, Lausanne and Geneva, pp. 267 - 268.

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

185

5.4.2. Panjang efektif Panjang kolom, L pada model kolom ideal dari Euler (Gam bar 5.5) dapat dipakai sebagai acuan mengevaluasi kolom dengan kondisi tumpuan lain. Caranya : membuat konversi panjang kolom real (L) menjadi panjang kolom efektif (KL), dengan K sebagai faktor kon-versinya. Untuk menjelaskan apa itu faktor K dan bagaimana pengaruhnya terhadap beban tekan kritis kolom menjelang tekuk, maka illustrasi pada Gambar 5.6 berikut dapat menjelaskannya.

(a)

(b)

(c)

(e)

(d) Gambar 5.6 Konse p pa nj a ng efektif dan daya dukung kolom

Dengan cara "panjang efektifkolom" maka rumus tekuk Euler dapat dipakai untuk berbagai kondisi kolom, dengan format berikut. Jr2£1

Pcr = (KL

f ............................... ......... ................. ............... (5.2)

Karena rumus (5.2) hanya valid digunakan untuk memprediksi kolom pada kondisi elastis, yaitu kondisi tegangan sebelum mencapai batas proporsionalnya, maka setiap kali dipakai perlu dievaluasi terlebih dahulu terhadap kondisi tegangannya. Oleh sebab itu bentuk rumus dalam format tegangan kritis memudahkan melihat validitas pemakaiannya. Format yang dimaksud adalah. a cr

=

186

P~. = A(:~1 = ~:y

.. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . .

(5.3)

Bab 5. Batang Teka n

dimana r = .JU/A) atau "radius girasi penampang", tergantung sumbu penampang yang ditinjaunya. Pada format tegangan kritis muncul parameter KL/r atau "rasio kelangsingan kolom". lni parameter penting bagi insinyur karena berkorelasi langsung dengan daya dukung kolom. Sejak itu, untuk menjelaskan perilaku kuat tekan kolom maka digunakan variabel rasio kelangsingan KLjr.

5.4.3. Rangka tidak-bergoyang dan rangka bergoyang Panjang efektiJ kolom atau KL adalah cara sederhana tetapi efektif dalam memprediksi kekuatan kolom, yaitu dengan mencari korelasi bentuk tekuk yang berkesesuaian dengan rumus Euler. Penjelasan sederhananya dapat dilihat Gambar 5.6. Oleh sebab itu AISC (2010) mengadopsinya sebagai panduan nilai K di bawah ini. Ta bel 5.2 Pa nduan me mprediks i nil a i K (AI Se 2010) (s)

(b)

. .1..

~~ I~

I I

Seniuk lekuk kolom d ipe ~ i h alkan sebagal garls pUl us-pulus

I I

I

I I \ \

I

I

I

I J J J

I I I

I

I I

I

I

,I

I I 9J

J J J I J J I

I

\ \ I I

I

I I

I

\

I

\

\

\

I I

I

~~

I

I I I I \

\

J J J J

I

m

(e)

(d)

I Q

I I J J

J J

\

Nilai K leorilis

I

(e)

I

I

I I

I

I

I

I

I

I

I

I

I I

I

I

I I

ROr

"'i -I

0.5

0.7

1.0

0.65

0.8

1.2

""t I-r

I

I

-t

1.0

2.0

2.0

1.0

2.1

2.0

Rekomendasi nilai K untuk desain jlka kon· disi ideal hanya berupa pendekatan

Notasi kondisi ujung

...,. T,. T

Ro l asi dan Iranslasi l ertahan Gepil) Ro l asi bebas Iranslasi lertahan (sendi)

Rotasi tertahan Iranslasi be bas Aotasi dan translasi bebas

Kondisi ideal tumpuan tidak mudah dievaluasi di lapangan, untuk itu rekomendasinya nilai K diperbesar. Meskipun akurat, tetapi karena petunjukknya hanya memuat satu elemen saja, maka implementasinya tidak mudah, diperlukan proses penyederhanaan dari struktur real yang kompleks terlebih dulu. Terkait proses penyederhanaan struktur real yang kompleks jadi struktur dengan kolom tunggal, ada petunjuk membantu. Untuk itu perlu dilihat kolom-kolom pada Tabel 5.2, bandingkan perilaku (bentuk tekuk) kolom a-b-d dan kolom c-e-f. Ternyata itu berlaku umum juga. Dalam hal ini struktur cukup diklasifikasikan menjadi dua kategori dengan nilai K yang berbeda, yaitu :

Wi rya nto Dewob roto - Struktur Baja

187

• •

rangka tidak-bergoyang : 0.5 :::; K:::; 1.0 rangka bergoyang : 1.0 :::; K:::; 00

Rangka tidak bergoyang, jika titik nodal ujung-ujung kolom, tidak berpindah saat dibebani. Itu terjadi jika ada tambatan dari sistem penahan lateral khusus, misal bracing (truss) atau dinding geser. Untuk struktur rangka tidak bergoyang dapat diambil nilai K ~ 1.0. Kalaupun diambil nilai K=l hasilnya cukup konservatif (aman).

(a)

(b)

Ga mbar 5.7 Ra ngka tidak bergoya ng (0.5

~

K ~ 1.0)

Rangka bergoyang tentu saja lawan dari rangka tidak-bergoyang, yaitu ketika dibebani maka titik nodalnya mengalami perpindahan sebagaimana terlihat pada Gambar 5.8 berikut.

~

(a) Rangka tidak-bergoyang KL

p

~

(b) Rangka tanpa tambatan lateral

% (c) Rangka bergoyang

Gambar s.B Ra ngka bergoya ng (2.0 ~ K ~ (0)

Gambar 5.8b dan 5.8c adalah rangka sebelum dan sesudah tekuk.

188

Bab S. Bata ng Te ka n

Berbekal pengetahuan rangka bergoyang dan rangka tidak bergoyang serta pedoman nilai K terhadap tumpuannya, maka pada konfigurasi rangka berikut dapat dicari besaran nilai K-nya.

/@ij:-:;

(a) Rangka tidak bergoyang - sendi

(0.7 5 K 5 1)

(b) Rangka tidak bergoyang - jepit (0.5 5 K 5 0.7)

\

\

p

(e) Rangka bergoyang - sendi

(d) Rangka ti dak bergoyang - jepit

(2 5 K 5 °o)

( 1.0 5 K 5 2.0)

Ga mbar 5.9 Penga ruh tumpuan da n kategori rangka terhadap nila i K

Sistem rangka-bergoyang dan tidak-bergoyang dibahas terpisah untuk kemudahan pemahaman. Prakteknya tentu tidak seperti itu, bisa terjadi sistemnya dibuat kombinasi, seperti misalnya struktur pada Gambar 5.10. Agar dapat dipilah mana yang bergoyang dan tidak bergoyang maka diperlukan pemahaman tentang perilaku struktur atau bentuk deformasi khususnya ketika terjadi tekuk. Struktur rangka di Gambar 5.10 terdiri dari dua kolom a-c-e dan b-d-f menerus. Untuk stabilitas diberikan dua balok c-d dan e-f, serta dua bracing c-f dan d-e. Oleh sebab itu segmen kolom c-e dan d-f akan bekerja sebagai sistem rangka-tidak-bergoyang. Segmen kolom yang tidak terhubung bracing, menjadi sistem rangkabergoyang. Karena posisi di bawah saat terjadi tekuk, titik-titik nodal c-d-e-f akan bergoyang. Adanya bracing yang mengikat menyebabkan besarnya goyangan ke-4 titik nodal tersebut adalah sarna besar. Itu berarti ke-4 titik nodal tadi pada dasarnya tidak mengalami perpindahan relatif satu dengan lainnya. Itu juga berarti kolom pada ke-4 titik nodal tadi relatif tidak bergoyang. Wi rya nto Dewobro to - Stru ktur Baja

189

"Panjang efektif k%m" pada dasarnya adalah cara interprestasi perilaku elemen dari suatu struktur yang kompleks jadi perilaku kolom tunggal sederhana untuk dikaitkan dengan rumus Euler.

Dengan mempelajari deformasi struktur saat terjadi tekuk, dapat diketahui bahwa bracing dan balok membuat titik c-e dan titik d-! akan mengikat kolom a-c-e dan b-d-! sedemikian hingga segmen cod-eo! seakan-akan menjadi blok yang sangat kaku. Karena bagian tumpuannya adalah sendi, bisa berotasi, maka kolom a-c atau bod jadi berperilaku seperti kolom kantilever. Akibatnya kolom c-e dan d-! berperilaku seperti jepit (bawah) dan jepit elastis (nilai kekakuannya antara sendi dan jepit). Dengan argumentasi seperti itu maka besarnya K untuk masing-masing kolom dapat diprediksi sebagai berikut, lihat Gambar 5.10 kanan. p

p

e

P

{'
rangka tidak bergoyang

rangka bergoyang

J

L.

K=2.0 b

Gambar 5.10 Sistem ra ngka kombinas i (Ra ngka bata ng - Portal)

Sistem struktur Gambar 5.10 jika dimodifikasi bentuknya, yaitu tidak lagi dapat dipasangi bracing, perilakunya berubah secara signifikan. Bracing atau sistem rangka yang terdiri dari pola-pola segitiga menyebabkan struktur akan bekerja sebagai sistem truss yang kaku, karena mengandalkan kekakuan aksial. Jika bracing dihilangkan, sistem berubah dari struktur truss (rangka batang) menjadi struktur frame (portal). Itu berarti ada perubahan dari sistem dengan kekakuan aksial menjadi sistem dengan kekakuan lentur, yang tentu saja relatif tidak kaku. Kekakuan struktur portal dipengaruhi oleh [1] kekakuan balok (EI/Lb); [2] kekakuan kolom (EI/LJ ; dan [3] kondisi sambungan balok dan kolomnya itu sendiri.

190

Bab 5. Bata ng Tekan

Untuk membayangkan betapa signifikan pengaruh perubahan geometri struktur terhadap kapasitas dukung kolomnya (diwakili oleh nilai K), maka dapat dibandingkan sistem struktur sebelumnya dengan sistem struktur portal pada Gambar 5.11 berikut. p

p

e

rangka bergoyang

Gambar 5.11 Sistem portal terbuka (rangka bergoyang)

Pada sistem rangka batang (truss) yang merupakan rangka tidak bergoyang, maka nilai 0.5 ~ K ~ 1.0. Itu berarti panjang efektifkolom atau KL tidak melebihi dari panjang kolom yang sebenar-nya. Jika kemudian dilakukan modifikasi menjadi sistem portal (frame) yang merupakan rangka-bergoyang, maka kekakuan sistem strukturnya berubah drastis dari kekakuan aksial menjadi ke-kakuan lentur yang relatif tidak terlalu kaku. Sebagai akibatnya adalah pada nilai K ~ 1, bahkan pada kondisi tertentu bisa saja menjadi K = 00, jika kekakuan sistem tidak cukup (tidak stabil). Dapat memprediksi nilai K yang tepat untuk rangka bergoyang adalah penting karena menentukan kekuatan kolom. Sekarang ini cara manual perhitungan nilai K untuk portal, yang umum dipakai adalah Alignment chart, yang ada di Commentary Appendix 7 : Alternative Methods of Design for Stability (AISC 2010). Meskipun sudah lama dikenal, cara ini hanya pendekatan, karena banyak keterbatasan yang mungkin tidak cocok dengan kondisi yang ada. Adapun persyaratannya adalah: [1] kolom kondisi elastis; [2] penampang konstan; [3]sambungan balok-kolom rigid; [4] pada rangka tidak bergoyang, rotasi momen pada kedua ujung kolom sarna besar dan arah berlawanan agar kelengkungannya tunggal; [5] pada rangka bergoyang, rotasi momen kedua ujung kolom Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

191

harus sarna besar dan arah yang bersamaan agar kelengkungannya ganda; [6] parameter kekakuan L(P/El) 'h. kolom-kolomnya harus sarna. ; [7] titik tambatan didistribusikan pada kolom atas dan bawah dari titik nodal secara proporsional dengan EI/L-nya untuk kedua kolom; [8] semua kolom, tekuk secara bersamaan; [9] balok-balok harus didominasi oleh lentur bukan gaya aksial. Adanya banyak persyaratan untuk memakai Alignment chart tentu tidak mudah terpenuhi, jika dipaksakan hasilnya jadi tidak akurat lagi. Itulah mengapa AISC (2010) tidak lagi mengandalkannya, dan telah memindahkannya ke Appendix, jadi cara alternatif dengan nama Elective Length Method (ELM). Cara baru yang digunakan untuk menggantikannya adalah Direct Analysis Method (DAM) yang terdapat pada Chapter C - AISC (2010) . Meskipun ELM tidak lagi diandalkan oleh AISC (2010), tetapi tetap dipilih untuk dijelaskan lagi karena untuk itu tidak diperlukan komputer. Meskipun demikian jika dipakai dengan tepat dapat juga memprediksi kekuatan kolom struktur dengan baik. 8agaimana pun juga metode ELM telah terbukti sukses untuk dipakai bertahun-tahun sebelumnya, tentu sebelum dikenal metode DAM. Dengan menguasai ELM maka insinyur mempunyai pembanding jika nantinya memakai DAM yang relatif otomatis karena disyaratkan harus memakai komputer untuk implementasinya.

Alignment chart ada dua, yaitu : 1. rangka tidak bergoyang (0.5 GAG8 (.LL \2 4 K}

2.

+

(GA +G 8 \ 2

~

K ~ 1.0), dengan rumus

X1 -~ ! )+2tan/!K) -1 = 0 tanvr, KJ 1r K

.. .... . . . ...... (A ISC C-A-7-1)

rangka bergoyang (untuk 1.0 ~ K ~ 00), dengan rumus GAG8/1rI KYj36 _ 6 GA +G8

(1 -~ ta nVr,1 K J)=0 ··· ·· ···· ·. ···· ··. ····.· ·····.······ (AISC C-A-7-2)

dimana G _LJEIIL), A - I(EI!L}g

d"I uJung k 0 Iom Atas

... .. .. ....... ..... .... (AISC C-A-7-3 )

G - LJEII L), di ujung kolom Bawah 8 -LJEII L)g

Rumus di atas jika digunakan langsung tentu cukup kompleks. Hal itu dapat diatasi dengan Alignment chart. Masalahnya tinggal mencari nilai GA dan GB dari titik nodal ujung kolom yang ditinjau.

192

Bab 5. Batang Tekan

GA

Ga

K

00

50.0 10.0 5·8 4. 3.0

1.0

0.9

2.0

50.0 10.0 5·8 4. 3.0

P

ISa

2.0 0.8

6:8 0.8 0.7 0.6 0.5

0.7

1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5

0.4

0.4

0.3

0.3 0.6

0.2 0.1

c1

SA

SA A b2 b1 SA SA c2

0.5

b4

Sa SA

0.2 P

0.1

0.0

Sa

b3

0.0

Gambar 5.12 Alignment chart - rangka tidak bergoyang (AISC 2010)

GA

Ga

K

00

100.0 50.0 30.0 20.0

100.0 50.0 30.0 20.0

10.0 8.0 7.0 6.0 5.0

3.0

4.0

2.0

3.0

10.0 8.0 7.0 6.0 5.0

Ss SA SA

4.0 3.0

2.0

~l

Ss Sa

2.0 1.5

1.0

1.0

0.0

1.0

0.0

Gambar 5.13 Alignment chart - rangka bergoyang (AISC 2010)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

193

Ketika GA dan GB telah dihitung dari kolom suatu portal, juga telah dievaluasi kondisi pertambatannya, apakah tersedia bracing atau shear-wall, tentunya dapat dipilih Alignment chart yang sesuai, yaitu untuk rangka tidak bergoyang atau untuk rangka bergoyang. Selanjutnya tempatkan titik GA pada garis skala Alignment Chart sebelah kiri, juga titik GB pada garis skala di sebelah kanan. Dari dua titik GA dan GB tersebut kemudian ditarik garis lurus sampai memotong garis skala nilai K di tengah. Nilai K yang terbaca itulah yang dicari. Sebagai contoh, untuk kolom dari rangka bergoyang diketahui GA = 10 dan GB = 1.5 maka akan diperoleh nilai K = 2.0 . Untuk kolom dari rangka tidak bergoyang dan diketahui GA = 1.0 dan GB = 0.35 maka akan diperoleh nilai K = 0.7. Catatan : jika kolom langsing tersambung menerus pada elemen balok yang sangat kaku, bisa juga struktur rangka batang (truss), maka G ~ 0.0 sehingga nilai K-nya menjadi keci\. Kondisi lain, bisa juga baloknya yang kecil (tidak kaku) terhubung pada kolom kaku maka G ~ 00 sehingga nilai K menjadi besar. Untuk kasus-kasus seperti itu nilai K = 2.0 atau K=3.0 adalah umum, bahkan sering dijumpai nilai K yang lebih besar lagi (Vinnakota 2006). Jika tumpuan kolom berupa pondasi dangkal, perlu pertimbangan tersendiri untuk menentukan nilai G. Jika tumpuan kolom berupa sendi, yang berarti I B ~ 0.0, maka secara teoritis nilai G ~ 00 . Kecuali jika tumpuan kolom benar-benar engsel, code memberi saran untuk memakai nilai G = 10. Jika kolom tertanam pada pondasi kuat, maka dapat dianggap nilai I B ~ 00 sehingga nilai G = O. Tentu itu kondisi ideal teoritis, code menyarankan untuk memakai nilai G = 1.0. Info lebih lanjut bacalah Appendix 7 (AISC 2010). Jika Alignment chart adalah dari AISC (2010), ternyata ada cara lain yang mirip (masih memakai GA dan GB ) tetapi tidak memakai chart, yaitu dari Dumoteil (1992) sebagai berikut. •

rangka tidak bergoyang (0.5

s K S 1.0), dengan rumus

K- 3G AGB +l.4(G A +G B )+O.64 " . .. . . . . . .. .. . ... .. . .. ... ... (Vinnakota 2006) - 3G AGB +2.0(G A +G B )+ 1.28



rangka bergoyang (untuk 1.0 S K S

00),

dengan rumus

Kedua rumus jika dapat diprogramkan tentu akan lebih praktis.

194

Bab 5. Batang Tekan

5.4.4. Kurva kapasitas tekan kolom rumus tekuk Euler, cukup baik digunakan untuk memprediksi tekuk kolom elastis, khususnya sebelum era bangunan konstruksi baja. Jadi ketika rumus itu tetap juga dipakai untuk perencanaan konstruksi baja, yang umumnya terdiri dari kolom tidak langsing (yang berperilaku tekuk inelastis), tentu saja rumus Euler menjadi tidak sesuai lagi. Hal itu disadari oleh Enggeser yang pada tahun 1889 memodifikasi rumus tekuk Euler di daerah tekuk inelastis.

Rumusan baru Enggeser sempat menimbulkan dilematis, dianggap ada hal yang tidak-konsisten dalam memasukkan pengaruh loading-unloading, tetapi meskipun ada perdebatan tentang hal itu ketika dibandingkan dengan hasil uji empiris ternyata hasilnya memuaskan. Akhirnya masalah ini terklarifikasi oleh penelitian Shanely (1947). Beban kritis dari Engesser yang disebut tegangan modulus tangent mempunyai perincian sebagai berikut. 2

a cr = a t =

r ..... . . . ... ..... . . . .............. .... . ...... ... ........

1£ Et ( ~L

(5.4)

Ee adalah modulus tangent material, sebagai sudut tangent terhadap kurva tegangan regangan pada titik tegangan inelastis terjadi, yaitu dari crp (tegangan proporsional) sampai cry (tegangan leleh), lihat Gambar 5.14a. Selanjutnya berdasarkan ke dua rumus tersebut (Engesser-Shanely dan Euler) dapat disusun kurva tegangan kritis kolom secara lengkap untuk berbagai kondisi kelangsingan sebagaimana terlihat pada Gambar S.14b. Karena parameter luas penampang kolom konstan maka kurva tegangan kritis kolom tersebut juga sekaligus "kurva kapasitas kolom tekan" itu sendiri. cr

cr

o

E

(a)

o

L

rx (b)

Ga mbaI' 5.14 Ku rva pe ril aku elas ti s-i nelastis ko lom (Ga lam bos dan Surovek 2008)

Kurva kapasitas tekan kolom (Gambar 5.14b) memberi gambaran sederhana bagaimana perilaku kolom ideal dalam memikul beban

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

195

tekan aksial. Bentuk kurva yang tidak linier, tetapi menukik tajam seiring besarnya kelangsingan kolom (Ljr) menunjukkan bahwa ada daerah kelangsingan kolom yang efektif untuk dipilih dan ada yang sebaiknya dihindari. Pengetahuan tentang kurva kolom sangat membantu pereneana memahami betapa besarnya pengaruh kelangsingan terhadap kekuatan kolom khususnya ketika memilih ukuran penampang kolom yang akan digunakan. Pada waktu rumus Euler diciptakan (1744) tidak seeara khusus ditujukan untuk pereneanaan kolom baja. Pada masa tersebut yang memungkinkan dapat dibuat kolom langsing adalah kayu, hasilnya relatif memuaskan karena umumnya masih pada kondisi elastis (tegangan rendah). Selanjutnya ketika era konstruksi baja mulai berkembang, dimana dalam rangka optimasi banyak dibuat riset empiris, mulai diketahui bahwa kurva kapasitas kolom yang didasarkan rumus Euler memberikan hasil tidak konservatif. Kapasitas kolom baja seeara real ternyata lebih keeil dari prediksi yang didasarkan pada rum us tersebut. Untuk menggambarkan hal itu ada baiknya dipelajari Gambar 5.15 berikut.

0.9

p

~

T KL

1

20

40

60

80

100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 Rasio keiaugsingaH

t

KL r

Ga mba I' 5.15 Kurva kapas itas kol om rea l dan Eul e r (G orenc et. al. 2005)

Area sebar kapasitas kolom real yang relatif luas, menunjukkan bahwa tidak bisa dipakai kurva tunggal untuk merepresentasikan kurva kapasitas kolom. Kalaupun bisa, itu mengandalkan tinjauan statistik, yaitu kurva kapasitas yang mewakili nilai dengan risiko tertentu. Itu yang terjadi pada kurva kapasitas kolom AISC (2010). Adapun hal-hal apa yang menyebabkan kolom baja real tidak sesuai prediksi berdasarkan rumus Euler dan derifasinya, akan dijelaskan seeara khusus pada Bab 9 tentang "DAM dan Teorinya".

196

Ba b 5. Bata ng Teka n

5.4.5. Pengaruh bentuk penampang terhadap tekuk batang tekan pendek tidak mengalami tekuk, jika dibebani aksial tekan tanpa eksentrisitas, tegangan bertambah dana dapat mencapai kondisi leleh, batang memendek. Perilakunya seperti batang tarik, kekuatannya tergantung luas penampangnya, bentuk tidak berpengaruh. Beda dengan batang tekan langsing, jika dibebani yang sarna, sebelum leleh bisa mengalami tekuk (buckling), yaitu adanya perpindahan lateral, seperti efek lentur balok, yang besar pada kondisi beban konstan. Terhadap tekuk, yang berpengaruh adalah luas dan momen inersia penampang. Keduanya bersama panjang batang disebut faktor kelangsingan batang, atau KL/r . yang diperoleh dari KL/....[(Im;,/Aj. 111m Konstruksi baja beda dengan beton, bentuk penampangnya lebih bervariasi. Tidak hanya parameter momen inersia saja yang berpengaruh, parameter geometri terkait torsi juga menentukan. Pembahasan torsi diberikan secara detail di Bab 6 berikutnya. Bentuk penampang mempengaruhi perilaku tekuk yang berbeda. Ada tiga fenomena tekuk yang dijumpai, yaitu [1] tekuk lentur; [2] tekuk torsi dan [3] tekuk lentur-torsi, lihat Gambar 5.16. p

(a) Kolom langsing

(b) Tekuk Jentur

(e) Tekuk torsi

(d) Tekuk lentur-torsi

Gam ba r 5.16 Bentuk penampa ng dan perilaku tekuk kolom

Parameter kelangsingan penampang, yaitu radius girasi atau r m;/I = ....[(Im;,/A) adalah tinjauan terhadap tekuk lentur. Memang, tekuk jenis ini yang umum dijumpai, dan hampir semua penampang kolorn bisa mengalaminya. Meskipun demikian, jika kekakuan torsi penampang relatif kecil, tekuk torsi akan terjadi terlebih dahulu.

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

197

Parameter kelangsingan terhadap tekuk lentur, yaitu radius girasi r min merupakan cara mudah membayangkan kapasitas tekuk. Cara yang sarna dapat digunakan juga dengan menghitung radius girasi ekivalen terhadap tekuk torsi, yaitu r t sebagai berikut. Cw + O.04J(KL)2 I .... . ....... ...... .. .... . .... ... .. .. (Gaylord - Gaylord 1972)

'i =

pS

Ips adalah momen inersia polar terhadap pusat geser (c.s). Pada penampang simetri ganda, pusat berat (c.g) berhimpit dengan pusat geser, sehingga Ips = IpG = Ix + Iy' Dengan membandingkan nilai r t terhadap rx atau ry maka r yang terkecil akan menunjukkan fenomena tekuk mana yang terjadi lebih dahulu, tekuk torsi atau tekuk lentur, jika dipakai penampang kolom simetri ganda. Penampang kolom simetri tunggal, pusat berat (c.g) dan pusat geser (c.s) tidak berhimpit sehingga ada dua fenomena tekuk yang mungkin terjadi pada sumbu berbeda, yaitu [1] tekuk lentur terhadap sumbu non-simetri, atau [2] tekuk lentur-torsi terhadap sumbu simetri penampangnya. Dengan konsep sarna seperti sebelumnya, maka radius girasi ekivalen terhadap tekuk lentur-torsi atau r,~ dapat dihitung pula sebagai berikut.

y~] 2 (2 2) 2 2 1- 2- rtb - \,"y + rt rtb + ry rt = 0 ...... . ... . ........... (Gaylord - Gaylord 1972)

(

rpS

Parameter rps adalah radius girasi polar atau r min = ~(Ip/A) dan r t adalah radius girasi tekuk torsi, adapunyo jarak c.g terhadap C.s. Untuk menjelaskan secara sederhana tentang adanya tiga fenomena tekuk yang dipengaruhi oleh bentuk penampang. Maka akan ditinjau empat bentuk penampang yang biasa dijumpai, yaitu pipa yang mewakili penampang dengan elemen tipis tertutup, dan juga yang terbuka yaitu profil-H dan X (penampang terbuka simetri ganda), dan profil-T (penampang terbuka simetri tunggal).

(a) Pip.

(b) Profil-H

(e) Profil-X

(d) Profil-T

Garnbar 5.17 Perilaku penarnpang terhadap varias i bentuk pada lu as yang sarna

198

Bab S. Batang Tekan

Kolom jepit-jepit L = 24 m, maka KL = 0.5 * 24 = 12 m = 1200 em. Dari pen am pang kolom, akan dihitung parameter geometri terkait perilakunya terhadap aksial (A), lentur (Ix dan I) , dan torsi U dan CJ, sekaligus radius girasi sesuai tekuknya. ** Kolom Pipa ** 2 2 2 A tn(60 -52 703.72em 4 4 4 I x =tn(30 - 26 )=277,264.40cm

=

)=

rx =t~(302 +26 2) = 19.85cm

J =1-(30 4 -26 4)= 554,528.8em 4 khusus penampang pipa atau bentuk penampang dengan elemen tipis tertutup, makaJ =I p atau momen inersia polar I p =I x + I y . I p = I x + I Y = 277,266.2*2

= 554,528.8 cm 4

Nilai Ix (kekakuan lentur) yang hanya setengah Ip (kekakuan torsi) maka jelas yang menentukan adalah tekuk lentur, dimana : 1200 -KL =- = 60.45 rmin

......... . .... ......... ... ..................... .. .. (tekuk lentur)

19.85

**Kolom Profil-H** A = (2* 62+52) *4= 704em 2 I = 2*62*4 +4*52 + 2*4 *62*28 2 =43 639467 em 3

3

x

12

'

rx

=.J!i. =24.9cm

.

4 I y =2*4*6212+52*4 =15916267cm ,. 3

3

rY = V{I; A = 15cm J=(62*2;52}4'

3,754.67cm4

Cw = 5: * 159,162.67 = 124,783,533.3 cm 6 ................. (Gaylord et. a11992) 2

Ips = Ix +Iy = 595,557.34cm

r = Cw + 0.04J(KL t

r=

Ips

4 ,

216.26~.992.0

124,783,533.3 + 0.04 *3,754.67(1 200

,

r = 23.93

595,557.34

karena r t > r y maka r mill. = r y sehingga KL

1200

- = - - = 8 0 ....... .. ....... .. ................ ... .......... ........ .(tekuk lentur) rmin 15

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

199

Profil H di atas masih menunjukkan perilaku tekuk lentur; karena bentuk tersebut dimungkinkan juga terjadi tekuk torsi maka akan ditinjau panjang kolom yang lebih pendek, yaitu KL = 200 cm. 6,O O ~,472. I

r = t

\

CW +0.04J(KL)2 = 124,783,533.3+0.04*3,754.67(200)2 =14.82 Ips 595,557.34

karena r t < ry maka r min = r t sehingga KL = 200 = 13.5

rmin

14.82

. . . . .. .. .. . .. . . .. . . .. . . ... . .. .. .................. . ... (teku k torsi)

Dari hitungan terlihat bahwa tekuk torsi dipengaruhi oleh panjang kolom, untuk kolom pendek yang menentukan adalah tekuk torsi, dan untuk kolom langsing adalah tekuk lentur. Untuk membayangkan bagaimana tekuk torsi terjadi pada profil H maka illustrasi tekuk dari buku McGuire (1957) akan membantu. z

(cJ

(bl

Gambar 5.18 Tekuk torsi pacta profil H

Gambar 5.18c memperlihatkan selain komponen torsi uniform (J) ada juga komponen torsi warping (Cw ) yang cukup besar dan terlihat sebagai vektor-vektor gaya yang membentuk kopel gaya sejajar elemen sayap. Bandingkan nanti dengan profil X yang didominasi oleh komponen torsi uniform (J) saja.

200

Bab 5. Batang Tekan

**Kolom Profil-X** A = (90+86)*4 = 704cm 2 Ix = Iy =

3

4*90 12 +86*4

3

24345867 cm 4 ,.

rx=ry =H =18.6cm J = (90+~6}43 = 3,754.67 em 4

Cw =

3

45 ;4)

= 648,000.0 em 6 ....... ........ .. ... ...... . .. .. .. . (Gaylord et. al 1992)

Ips = Ix +1 y = 486,917.3cm 4 CW +0.04J(KL1 _ Ips 1.33

648,000.0 + 0.04 *3,754.67(12001 486,917.3

444.16

~~

648,000.0 + 216,268,992.0 = 21.1 486,917.3 486,917.3 ~

Cw

'-------,,-----

J dan KL

karena r t > r y maka r mm. = r y sehingga KL = 1200 = 64.5 rmin

... ......... ... ... .. .. .. .. .................... .. .... (tekuk lentur)

18.6

Untuk tinjauan profil kolom dengan luasan penampang sarna, maka Profil-X mempunyai radius girasi tekuk torsi (r t ) yang le-bih besar dibandingkan Profil-H.ltu juga berarti tidak ada bukti adanya risiko tekuk torsi sebagaimana terlihat di Gambar 5.16. Hal ini mungkin sebagai salah satu kemungkinan saja, karena jika diamati secara seksama, khususnya dalam penyusunan nilai rt (radius girasi tekuk torsi). Nilai r t ditentukan oleh dua parameter, yaitu konstanta torsi (f) dan panjang tekuk (KL). Parameter terakhir sangat menentukan karena fungsi pangkat dua. Jika nilai KL diperkecil, menjadi separo, 12 m -7 6 m, maka pengaruhnya adalah sebagai berikut: CW +0.04J(KL1 _ Ips 1.33

648,000.0 + 0.04 *3,754.67(6001 486,917.3

111.04

~~

648,000.0 + 54,067,248. = 10.6 486,917.3 486,917.3 ~~

Cw

J dan KL

karena r t < ry maka r min

=r t sehingga

KL = 600 = 56.6 . .... . .. .. . .. .... .. .. .... .. . . .. .... .. ... .. ......... (tekuk puntir) 10.6

rmin

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

201

Sebagaimana digunakan pada profil H, maka illustrasi yang diambi! dari bukunya McGuire (1967) mengenai deformasi tekuk torsi profil X dapat membantu memahami fenomena tersebut.

fJ y

z

(b)

Y

Y

x

X

-\.-1 (e)

(0)

Gambar 5.19 Perila ku tekuk torsi pada profi l X

Profil H dan X yang ditinjau untuk kolom di atas mempunyai luas penampang sarna, tetapi karena kekakuan torsinya berbeda maka profil H lebih kuat dari profil X terhadap gaya tekan. Karena ketebalan elemen pelat keduanya sarna, maka besarnya komponen torsi uniform (J) adalah sarna. Perbedaan timbul akibat komponen torsi warping (Cw ) yang lebih besar pada profil H, itu bisa terjadi karena adanya elemen sayap yang saling paralel. Untuk mendapatkan perbandingan perbedaan karakter torsi dari kedua profil maka besaran nilai yang terkait akan ditabulasikan. Tabel 5. 3 Perbandingan kara kter torsi profil H da n X

Penampang Profil H Profil X

I y (cm4)

Cw ( cm 6)

%

J (cm4)

159,162.7 243,458.7

124,783,533.3 648,000.0

100.0% 0.5%

3,754.7 3,754.7

Jika Iy mewakili tekuk-lentur dan Cw tekuk-puntir, maka terhadap gaya tekan profil H akan mengalami tekuk lentur adapun profil X akan cenderung mengalami tekuk puntir.

202

Bah 5. Batang Tekan

**Kolom Profil-T**

A = (100 + 76)* 4 = 704em 2 I x = 43096ttB03 + 4 * 96 * 17.3 2 + 4 * 80 * 20.7 2 = 423,222.83 el

rx = .J!i. = 24.5em 3 3 4 I y =4 *76+4*100 =33373867em 12 ,. ry

= .JIi- = 21.8 em

J

= (100+ 76)43 = 3,754.67 em 4 3

6 ew -_~ 144 + ~_ 36 - 1,288,092.4 em

....... ...... .. ... .... (Gaylord et. a l 1992)

Yo= 19.3 - 2 = 17.3 em I ps = I x+ l y = 756,961.5em

4

,

,

1,288,092.4 + 0.04 *3,754.67(12001 756,961.5

CW +0.04J(KL1 = I ps

1.7

216,2~B.992 .

2B5.7

~~

1,288,092.4 + 216,268,992. = 16.95em 756,961.5 756,961.5

.. . ..... .. . . .. .... . .. . .. . . (rt < r)

Pada kolom dengan penampang simetri tunggal, c.g dan c.s tidak berhimpit sehingga dapat terjadi tekuk lentur-torsi. Oleh sebab itu pengaruhnya akan diperhitungkan sebagai berikut. ..... .... ............. (Gaylord - Gaylord 1972)

r s -_ ~ Ips -_ 756,961.5 _- 328 . em p A 704 2 )2 1-17.3 -rtb - {\21.8 2 +16.95 2) rtb2 + 21.8 * 16.952 = 0 [ 32.8 2 0.72 1'i~ - 762.5'i~ + 6,263.2 = 0 -7

rIb

= 2.87 em

karena r tb < r t < ry < rx maka r min = r tb sehingga

KL = 1200 = 418 2.87

........ . .... .. ...... .. ...... .... ...........

(tekuk lentu r-pun tir)

r min

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

203

Jika panjang tekuk ekivalen diperpendek, atau KL , CW +0.04J(KLY _

1.7

S4,06?,248.

,

1,288,092.4 +0.04 *3,754.67(600Y 756 ,961.5

Ips ,.....------"-

=600 em, maka

71.42

,.....------"-

1,288,092.4 + 54,067,248. = 8.55 em ................... ... ... ..... (r, < r) 756,961.5 756,961.5 '-v----'

'-v----'

Cw

jdanKL

Untuk memperhitungkan tekuk lentur-torsi maka. 1-

[

y; ] r:2 - fr 2

2

VY

tb

rps

+ r:t2)r:tb2 + rY r:t2 = 0

.... .. .. . .. . .......... (Gaylord - Gaylord 1972)

2

[

)2 1 -17.3 -rtb - (21.8 2 +8.55 2) rtb2 +21.8 * 8.55 2 = 0 2 32.8

0.721rti- 548.3rti+ 1593.6=0 ~

karena r t b < r t < r y < r x maka r mm. KL

600

r,n in

1. 7

- - =-

rib

=1.7cm

=rtb sehingga

= 352 .. .. . ... ... .. ........ .. ...... ... ..... ... ......

(tekuk lentur-punti r)

Ta bel 5.4 Pengaruh bentuk pe na mpang terh adap kelangs inga n kolom

Penampang KL/r. mm peril aku tekuk

Pipa 30

Profil-H 40

Profil-X 57

Profil-T 352

lentur

lentur

puntir

lentur-puntir

--

KL/rmill

60

80

65

418

peril aku tekuk

lentur

lentur

lentur

lentur-puntir

KL

6m 12 m

Dari hitungan kolom, penampang pipa adalah yang terbaik karena profil tertutup. Kolom profil-X yang panjang lebih baik dari profil-H, tetapi untuk panjang tekuk dan ketebalan profil tertentu profil-X rentan mengalami tekuk torsi sehingga kapasitasnya menurun. Kolom profil-T kinerjanya paling buruk sehingga harus dihindari. Kinerja kolom tekan aksial, ditentukan oleh luasan dan bentuk penampang. Parameter yang penting adalah kekakuan lentur (E, Ix atau I); dan kekakuan torsi (G, J dan Cw )' Parameter torsi dibahas seeara lengkap bersama uraian tentang balok pada Bab 6 berikut. Selanjutnya akan ditinjau kapasitas kolom berdasarkan perilaku tekuknya berdasarkan konsep LRFD dari AISC (2010).

204

Bab S. Bata ng Tekan

5.5. Kuat Tekan Nominal 5.5.1. Peta petunjuk pemakaian rumus AISC Tekuk global ditentukan oleh kelangsingan elemen penampang dan bentuknya. Ada tiga perilaku tekuk, yaitu [1] tekuk lentur; [2] tekuk torsi dan [3] tekuk lentur-torsi (lihat Gambar 5.16). Adapun tekuk global atau lokal tergantung klasifikasi penampang, jika penampangnya tidak-Iangsing maka tidak terjadi tekuk lokal, dan sebaliknya penampang langsing berisiko tekuk lokal terlebih dahulu. Karena tekuk terjadi pada kondisi elastis, sebelum leleh maka agar efisien perlu dipilih kolom penampang tidak langsing. Berdasarkan bentuk dan klasifikasi penampang kolom, dapatlah disusun peta pemakaian rumus AISC (2010) untuk perencanaan batang tekan aksial, sebagai berikut. Tabel 5.5 Peta petunjuk pemakaian rumus perencanaan batang tekan

Bentuk geometri penampang

Kondisi batas

Rumus AISC

E3 E4

FB TB

E7

E3 E4

FB FTB

E7

E3

FB

E7

LB FB

-8 -

E3

FB

E7

f.

E3 E4

FB FTB

E7

E6 E3 E4

FB FTB

E7

LB FB LB FB FTB LB FB FTB

y

y

y

-8,y

XIF xi!F Xiii y

Penampang langsing

Rumus AISC

f + 1: lAlrh y

Penampang tidak langsing

y

I

y

Kondisi batas LB FB TB LB FB FTB

-bA

ES

•I

E3

FB

NjA

NjA

E4

FTB

E7

LB FTB

r

ES

tidak simetri

l Catatan :

FB TB FTB LB N/ A

tekuk lentur (Flexural Buckling) tekuk torsi (Torsional Buckling) tekuk lentur-torsi (Flexural-Torsional Buckling) tekuk loka l (Lo cal Buckling) tidak ada ketentuan ya ng dimaksud (Not Applicable)

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

205

5.5.2. Tekuk lentur (AlSe - E3) Tekuk lentur yang dimaksud adalah fenomena tekuk global pad a penampang dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang menyebabkan tekuk tersebut telah dirumuskan oleh Euler. Sampai saat ini rumus tersebut tetap dijadikan dasar menentukan kuat nominal batang tekan (Pn ). Agar berkesesuaian dengan cara perencanaan batang tarik, maka luas penampang utuh atau gross (Ag) dijadikan konstanta tetap, adapun variabelnya adalah tegangan kritis (Fcr)' yang dituliskan dalam format berikut. Pn =Fcr . Ag ... ...... ... .... .............................. ... .... .. ...... (AI SC E3·1)

Tegangan kritis, Fcr dihitung berdasarkan syarat berikut, jika (a)

KL ~ 4.71~E/Fy r

Fa = [ 0.658:'

atau

FY~ 2.25,tekukinelastis,maka: Fe

}Y........................................... ....

(AIS C E3·2J

Catatan: Tegangan kritis kolom pada daerah kelangsingan ini banyak dipengaruhi oleh : [1} tegangan residu; dan [2] kondisi imperfection atau ketidak-kelurusan dari batang. Fenomena keruntuhannya disebut tekuk inelastis. Rumus Euler tidak bisa r;nemprediksi tekuk jenis ini, sehingga dikembangkan teori Double Modulus (Considere) dan Modulus Tangent (Engesser) tahun 1889 secara terpisah. Itupun hasilnya masih perlu dikoreksi lagi berdasarkan data hasil uji empiris yang diolah secara statistik. KL

F

r

Fe

(b) -> 4. 71~E/Fy atau ~> 2.25, tekukelastis, maka: Fcr = 0.S77 Fe ......... ... ......... . .. . .... .. . .... . ..... ........ (AI SC E3·3)

dimana Fe = tegangan tekuk Euler (elastis) sebagai berikut F e

1{2E

=

(KL/ r

r

... ...... . . . . .. ....... . .. . ... .. .... . . . ...... . . ........ (AI SC E3-4)

Catatan : Tegangan kritis di daerah kelangsingan ini disebut tekuk elastis. Rumus Euler tidak bisa dipakai secara langsung karena belum memperhitungkan imperfection. Koreksi yang diberikan (rumus AISC E3 -3) didasarkan hasil kalibrasi dengan data uji kolom secara empiris.

206

Bab 5. Batang Tekan

Adanya kondisi batas tekuk inelastis atau elastis mempengaruhi efisien tidaknya pemakaian mutu baja. Jika kelangsingan kolom lebih besar dari 4.71.,j (ElF) maka mutu baja tidak berpengaruh. y Hal itu bisa dilihat dari perbandingan kurva tegangan kritis (Fer) dari berbagai mutu baja ASTM terhadap kelangsingan kolom. 800

700

E

~

"'"c

'"c

g.

l-

.- I--

o ~ ~~

I--

200

e--: ~

I--I--

, 0 -

I--

~ I--

f--~ ~ 0

I--

o

I- I-

t

l...-

t

"-, "l! 0

-~

I--

I-

-

i- i-

'~ I--

--

f

f-

1

I-I-I--

~

i-

--

-+- .-1-l'-- ~ I-

f-- i-

I'

I--I--t-' 100

I-f-- i-

. ~~ 0

ASTM-A852

.-

I-- f--I- - ASTM-A514 .-I-I-r-r-rI-- I-- I-- r=~ h

~,

"'" .... ....

300

-

I'

t-

I-- I--

I...

I-

-

~ ~

....... ASTM-A36 - - ASTM-A992

~

~

-;; 400

f-

f-- ~f

!

~ ~ f--.I. f-~I - I--

+-

f- f--

4

iiiiO:

-.:-

en

I

f-- 1-

600

500

I-I--

l-

.......- 1""1 ;"'"

i- i-

~

l-

o o

50

100

150

200

KL/r

Ga mbar 5.20 Pe rba ndinga n kurva Fer be rbaga i mutu baja ASTM te rh ada p KL / r

5.5.3. Tekuk Torsi dan Tekuk Lentur-Torsi (AISe - E4) Fenomena tekuk, selain lentur ada lagi yaitu puntir (tekuk torsi), atau gabungan keduanya yaitu tekuk lentur-torsi. Biasa terjadi pada penampang dengan kekakuan torsi yang relatif kecil, atau pusat geser dan pusat beratnya tidak berhimpit. Penampang dengan kekakuan torsi relatif kecil, yaitu profil builtup simetri ganda bentuk I atau X, atau pen am pang simetri tunggal dengan pusat geser dan pusat berat tidak berhimpit, misal profil siku atau tee, harus dihitung kapasitasnya terhadap tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi. Jika kapasitasnya lebih kecil dibanding kapasitas tekuk lentur, maka perilaku tekuk torsi atau lentur-torsi yang akan terjadi lebih dahulu (menentukan).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

207

Kapasitas tekan nominal penampang kolom tidak-Iangsing terhadap tekuk torsi dan lentur-torsi adalah berikut Pn =Fer. Ag ....... . ..... . ............. . . .. .. .. ... .. ... .. ..... .. ......

(AI SC E4- 1)

Tegangan kritis, Fer dihitung berdasarkan syarat berikut, jika (a) Penampang sHm ganda atau tee F = ( Fcry + Fcrz cr 2H

)[1- 1-

4FcryFcrz H ] ... ... ... ... .. .. ... .. .. (Fcry + Fcrz

J

(AISC E4-2)

Nilai Fcry diambil sama seperti nilai Fcr kondisi tekuk lentur, yaitu memakai persamaan E3-2 atau E3-3 (AISC 2010). Tekuk yang ditinjau adalah arah sumbu y atau sumbu simetri profil. Kelangsingan batang tekan KLjr = KL/ry untuk profil tee, dan KLjr = (KLjrJ m untuk kelangsingan batang tekan tersusun, yang terpengaruh oleh jenis alat sambung penyusunnya. Parameter yang terkait : Fcrz = GJ

/(Ai:02) ................... .. ............. ..............

(A ISC E4-3)

. . . .. . . . . .. ..................... . .... . .. .. ... . .. . (AI SC E4- 10)

.. . .. . . . . . .. . . . ......... . .... . .. . .... . (A ISC E4- 11)

~

... ......... .. .. ... radius girasi polar terhadap pusat geser, mm

xo ,y 0 ......... koordinat pusat geser terhadap pusat berat, mm E ........................ .. .......... modulus elastis

= 200,000. MPa.

IX,ly .. .. . ...... ... . . momen inersia terhadap sumbu utama, mm 4 G ....... .. .. .. .. ............ .... .......... modulus geser = 77,200. MPa.

] ...... .. .... ..... .konstanta torsi, profil tee atau siku ganda, mm4.

Yo

c.g I t

d

I

L-_-+_--.-l~

b

1-1

] =t(bt 3+(d -t /2)w3)

c.S

]=

b

Hd+b-t)·t3

Ga mbar 5.21 Para meter to rs i profil tee da n s iku ganda

c.s adalah pusat geser dan c.g pusat berat. 208

Bab 5. Bata ng Tekan

Perilaku tekuk pada profil tee atau siku ganda (Gambar 5.21) pada sumbu x-x adalah lentur dan sumbu y-y (simetri) adalah lentur-torsi. Salah satu akan terjadi terlebih dahulu.

!y jika kuat tekuk leotur (E3.2 dan E3.3) lebih besar dan kuat tekuk lentur-torsi terjadilah tekuk lentur (transJasi saja).

translasi

I pusa! berat

jika kuat tekuk lentuT lebib kecil dari kuat telruk lentur-torsi (persamaan E3 .2; E3.3 dan E4.3) terjadilah tekuk lentur-torsi (translasi dan rotasi pada pusat gesemya).

x ----------profil tee atau siku ganda sebelum lekuk

pusat geser

iY

sumbu simetri

Gambar 5.22 Deformasi akibat tekuk lentur atau tekuk lentur-torsi

Tekuk lentur terjadi pada arah tegak lurus sumbu X, dimana pusat berat dan pusat geser terletak pada bidang sarna atau satu garis lurus sehingga hanya ada perpindahan translasi. Tetapi pada tekuk arah tegak lurus terhadap sumbu y atau sumbu simetri penampang maka pusat geser dan pusat berat tidak terletak pada bidang yang sarna, atau tidak berhimpit sehingga akibat tekuk, selain terjadi translasi juga mengalami puntir terhadap pusat gesernya, terjadilah tekuk lentur-torsi. (b) Untuk penampang lain, Fer tetap dengan rumus tekuk lentur, persamaan E3.2 dan E3.3 (AISC 2010), tetapi tegangan tekuk elastis Fe dihitung dengan memasukkan pengaruh kekakuan torsi batangnya sebagai berikut. (i) profil dengan sumbu simetri ganda, maka F.

L

~[(;~~; +GJ ~/y··

P. .

(AISC E44)

dimana E .......... ...................... .... .. modulus elastis = 200,000. MPa Cw .. . . • . ... . .. ... ... . konstanta warping, penampang terbuka mm 4 KzL ... .... ... ... ... ....... panjang tekuk efektifterhadap torsi, mm G ... ....... ......... ....... .. ... .... ...... modulus geser = 77,200. MPa J ... ...................... konstanta torsi, penampang terbuka, mm 4 Ix' Iy .... .......... ... momen inersia terhadap sumbu utama, mm 4

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

209

. -_ _ _ _ _ Iy

e.g

!

b

r- ~~ e. g

d

b ~---.:=+::....,.::~ ===---.L Iy b

b

J =t(Zbt + d'w 3

3

b

J =t bt3

)

C =-L(d,)2 b3 t w

-

3 3 CW =1.b t 9

24 ~

Gambar 5.23 Para meter torsi profil simetri ga nda (Gaylord-Gaylord 1972).

Kekakuan torsi profil-X lebih kecil dibanding profil-I, bahkan nilai Cw dapat diabaikan (Gaylor-Gaylord 1972). Jadi profil-X umumnya yang berisiko tinggi mengalami tekuk torsi.

y

i j translasi

jika kuat tekuk lentur (E3.2 atau E3.3) lebib kecil dibanding kuat tekuk torsi maka terjadi tekuk lentur (perpindahan translasi saja)

1 jika kuat tekuk torsi (E3.2; E3.3 dan E4-4) lebib kecil dibanding kuat tekuk lentur maka tetjadi tekuk torsi (terpuntir pada pusat geser)

x - - ---f!Jl_ _.~---------------- X pusat geser berhimpit Gambar 5.24 Deformasi penampang palang akibat tekuk lentur atau tekuk torsi.

(ii) profil dengan sumbu simetri tunggaI maka F,

=[\::"

l-

1-

(::':;':1 1 H

••

(AlSe "·5)

dimana Xo

,yo ··· ····· koordinat pusat geser terhadap pusat berat, mm

r" ....... ..... .. ... radius girasi polar terhadap pusat geser, mm 210

Bab 5. Batang Tekan

2

Fey

=-[~L-;-)72

.. .... ..... ... .. ........ .. ......... ...... .... ... .... ... (AI SC E4-8)

F,,"[ (;~~l +G] )A:"ZP x2

H = 1-

0

-2 2 ro = Xo

+

.

.,

(AISC" 'I

y2

-2 ro

0

.. .. . . ...... .. ... .. .. . . . . . . . . . . . ......... .. ...... ..

+Iy + Y o2 +-I x A-

. ........ . .. ...... ...... ...................

(AIS C E4-10)

(AISC E4 -11)

9

Ketentuan AISC E4-4 lebih teliti dari AISC E4.2 karena memperhitungkan warping, tetapi hanya efektif untuk profil yang elemennya saling paralel (profil U atau I simetri tunggal) dimana nilai Cw relatif besar. Adapun profil T dan profil siku ganda mempunyai nilai Cw yang relatif kecil, dapat diabaikan (Gaylord-Gaylord 1972). Oleh sebab itu rum us AISC E4-4 jadi tidak efektif dibanding rumus AISC E4-2 yang lebih pendek.

x -'----'-~

J =t(2b't 3 +d'w 3 )

3

)

1

1

a=

J =t (b1t/ +d'w 3 + bh

d' w

2+ -

3b' t

Yo =e+ b' a

c

w

=(d'i b3t[1-3a +~(1+ d'WJ] 6 2 6b't Ga mbar 5.25 Para me ter torsi p rofil si metri tungga l (CISC 200 2)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

211

y

II

~

"

Yo

i

-,

X

C.S

C w

=~ (b')3 t3 18

Gambar 5,25 Param ete r tors i profil si metri tungga l (CISC 2002) -lanjutan

(iii) profil penampang yang tidak mempunyai sumbu simetri maka nilai Fe dihitung berdasarkan nilai akar terkecil da-ri persamaan berikut 2

(Fe - FexXFe - Fey XFe - Fez )- Fe (Fe - Fey { ;:

J-

2

Fe (Fe - Fex

{~:

J

=0

, .. . , , .. , , . , , . , , . , , ' .. , . . . .•. . . ' • ' , .. , , , ... , .. , , .. , . , , , . , , . , . , , , . , (AISC E4-6)

dimana

2

"E

Fey

=

.... , , . , .. , ...... , , . , ... , . , , . . , .. .. . . . . . . , .. , (AISC E4-7)

(AISC E4-8)

(KLy j ry l

F~"[ (;~~f +G) )A;;;2 Xo



= radius girasi polar terhadap pusat geser, mm

-,:2 =x 2 +y2 + Ix + Iy o



= koordinat pusat geser terhadap pusat berat, mm

'Yo

ro

(AlSm·,)

Q q

0

0

A

... .. " .. " .... . ," " .. ".". "". "

(AlSCE4-11)

B

Ix,ly

= momen inersia terhadap sumbu utama, mm4

A9

=luas penampang batang tekan, mm

2

Note: Tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi tidak perlu ditinjau untuk kolom dengan profil hot-rolled. Jenis tekuk tersebut hanya perlu untuk kolom profil built-up tipis (Commentary AISC 2010).

212

Bab 5, Satang Teka n

5.6. Contoh Rancangan Kolom Profil O-H-X-T 5.6.1. Umum Untuk penjelasan bagaimana ketentuan perencanaan batang tekan AISC (2010) dapat diaplikasikan pada kolom maka profil-profil penampang pada Gambar 5.17 yang telah diketahui perilaku tekuk dari bahasan sebelumnya, akan dihitung ulang. Untuk itu ditinjau kolom dengan kondisi tumpuan jepit-jepit yang dibebani aksial, panjang real sebenarnya L =24 m. Karena dianggap jepit-jepit maka pajang efektifnya KL = 0.5 * 24 = 12 m. Mutu baja ASTM A36 (Fy 250 MPa). Diminta untuk menghitung berapa kuat tekan batas Pn dari kolom tersebut.

5.6.2. Kolom baja profil-O Profil-O atau pipa 600 mm dan t

=40 mm properti geometrinya:

2 2 2 A =iJl-(600 - 520 )= 70,371.68 mm

rx =t~(3002 + 2602) = 198.5mm

Jawab: Dari peta rumus AISC (Tabel 5.5) untuk penampang kolom pipa, keruntuhannya hanya tekuk lentur, sebagai berikut : 1. Klasifikasi elemen penampang berdasarkan Tabel 5.1

f- = 6100 = 15

«

0.11 : = 0.11 * 20~SOooo. = 88 y

Klasifikasi pipa adalah penampang tidak-langsing maka tekuklentur didasarkan pada ketentuan AISC - E3. 2. Kuat tekan nominal terhadap tekuk lentur (AISC E3). KL r

= 12,000. = 60.5

«

198.5

4.71

= 134 VfI Fy

berarti tekuk ineiastis, sehingga F -

,, 2£

ex - (KLx/ rx F -

Y

,,2£

..... .... .. .. . ... . ............... ... . ........ .........

(AISC E3-4)

..... ...... .......... . ..... ... .. ..... ... ... , . . . . . . . . .. (A ISC E3-2)

ey - (KLy j ryf ~1 = Fcr A = 0.82 * 250 *70,371.68 * 10100 = 14,426.2 kN

Pu = ¢Pn = 0.9 * 14,426.2 = 12,983.6 kN

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

213

5.6.3. Kolom baja profil-H

Kolom baja profil-H didesain terhadap beban tekan aksial saja. Sebagai kolom dengan penampang simetri ganda perJu ditinjau perilaku tekuk-Ientur atau tekuk-puntir yang mungkin dapat terjadi. Keduanya dihitung, nilai terkecil adalah menentukan. Pu

(a)

(b)

Ga mba r 5.26 Ko nfiguras i ko lom profil -H ya ng ditinj a u

Jawab: 1. Hitung properti geometri penampang profil-H. A = (2 * 620 + 520)* 40 = 70,400. mm 2

I = x

3

2*620*40 +40*520 12

3

+ 2 * 40 * 620 * 280 2

Ix = 4,363,946,667. mm 4

rx = VA {'I; = 249mm 3

Iy =

2*40*62 0 +520*40 12

r =

{l; = 150mm VA

Y

1 = (620*2+520)40 3

Cw

3

3

= 1591626667 mm 4 " , .

37,546,666.67 mm 4

=-t(d' f Iy = 5~02 * 1,591,626,667.

. .. .....................

(Gaylord 1992)

Cw = 1.248 x l0 14 mm 6 Ix + Iy = 5,955,573,334. mm 4

214

Bab 5. Batang Teka n

2. Menentukan klasifikasi penampang berdasarkan Tabel 5.1. Sayap:

t = 62~~0.5 = 7.S «

0.56ft- = 15.S -7 tidak langsing.

Badan: .£= 600- 2*40 = 13 « t

149

40

.

= 42 VfI Fy

-7 tidak langsing

Klasifikasi profil-H adalah penampang tidak langsing, ditinjau tekuk-Ientur (AISC - E3) dan tekuk-puntir (AlSC - E4). 3. Tegangan kritis tekuk - lentur (AlSC - E3). ....!S.b.. = 12,00 0. 150

rm;n

Fe

= SO «

4.71

= 134 , tekuk inelastis sehi ngga VfI Fy

= ( ,,2E\2 = ,,2 200;000 = 308 MPa .... ... .. .... ... ... .. ........ .. .. KL/ r J

(AI SC E3-4)

80

Fer = ( 0.658~ ). Fy = O.71Fy

(A ISC E3-2)

4. Tegangan kritis tekuk - puntir (AlSC - E4). Untuk tekuk puntir profil simetri ganda, Fer dari rumus tekuk lentur (AISC-E3) , tapi Fe dicari dari rumus (AlSC E4-4) berikut. F,

=[(;~~:

+GJ

L

~l ,

.... ...... .......... ... ...... ..... ...

(AISe EH )

Kolom jepit-jepit maka dapat dianggap KzL = KL sehingga F = e

[

12

1.7 105><10, 2

2.8986xl 0

;r2E*1.247835x1014 12,000.2

+C*37 54'6 666.67 "

1

1 5,955,573,334.

= 774MPa

dimana E =200,000. MPa dan G = 77,200. MPa F

::, = 7~~09. = 0.32 <<< 2.25

berarti tekuk inelastis, sehingga

Fcr =(0.658 ~~~} Fy= 0.S7Fy

........ .. ....... .. ... .. . .............

(AI SCE3-2)

5. Kuat tekan nominal kolom profil H.

Fer tekuk-puntir » Fer tekuk lentur (sb. y-y), maka tekuk yang terjadi adalah lentur. Kuat tekan nominalnya adalah : tekuk - Ientur

,-"-.,

Pn = Fcr A = 0.71 *250 *70,400.* 10100 = 12,496. kN Pu =¢lPn =0.9 *12,496.=11,246.4kN

Wiryanto Dewobroto - Struktu r 8aja

215

Berdasarkan ketentuan AIse pereneanaan kolom profil H perlu dieheek terhadap ketentuan E3 (tekuk lentur) dan sekaligus juga E4 (tekuk torsi) . Dari eontoh sebelumnya terlihat yang menentukan adalah akibat tekuk lentur saja. Untuk itu akan dieoba KL = 200 em agar fenomena tekuk torsi pada kolom H juga dapat diamati. Karena yang berbeda adalah KL saja maka tahapan perhitungan langsung m eloneat pada tahap No.3, yaitu sebagai berikut : 3. Teganga n kritis tekuk - lentur (AISe - E3) .

r:~ = \°5°0°' = 13.33

«

4. 71f t = 134, tekuk inelastis sehingga

F = ~ = ]f2200.000 =11108. 9MPa e (KL/ rY 13.33 2 '

. .... .... ... ... ..... ...... (A ISCE3-4) (AISC E3-2)

4. Tegangan kritis tekuk - puntir (AISe - E4). Untuk tekuk puntir profil s ime tri ganda, Fer dari rumus tekuk lentur (AISe-E3), tapi F e dieari dari rumus (AISe E4-4) berikut.

F,

= [(;~~; + GJ I, ~ I,

1

dodo

(AISC '44J

Kolom jepit-jepit maka dapat dianggap KzL = KL sehingga 0.61SIl>
[

2.000.2

14

1

2.8986x1012 + (;* 3754'6666.67 1 " 5.955.573.334.

10,826.3 MPa

dima na E = 200,000. MPa dan G = 77,200. MPa F

/'e = 102• :2°63 =0.023 <<< 2.25 ,berarti tekuk inelastis, sehingga . 250

)

Fer = ( 0.658 10.826.3 . Fy = 0.9904· Fy ....... ... ..... .. .............. (AISC E3-2)

5. Kuat tekan nominal kolom profil H. tekuk-puntir < F er tekuk lentur (sb. y-y) , maka tekuk yang te rjadi adalah puntir. Kuat tekan nominalnya adalah :

F er

tekuk-puntir ,-------"-.

PIl = Fer A = 0.9904 * 250 *70,400. * 1~00 = 17,431. kN Jadi kalaupun ada tekuk puntir, tetapi perbedaan antara tekuk lentur dan tekuk puntir yang terjadi sangat kecil, itu mengapa profil H umumnya eukup dieheek terhadap lentur saja.

216

8ab 5. 8atang Tekan

5.6.4. Kolom baja profil-X Kolom baja profil-X didesain untuk menerima beban tekan aksial saja. Agar dapat tereksploatasi perilaku tekuk-lentur dan tekukpuntirnya maka dibuatlah dua konfigurasi panjang kolom yang berbeda, sebagai berikut.

I

I

450

__

~ _ _40_ +

l-~ .~~.~ (a)

(e)

(b)

Gambar 5 .2 7 Konfigurasi kolom profil-X yang ditinjau

Jawab: 1. Hitung properti geometri penampang profil-X. A = (900 + 860)* 40 = 70,400. mm 2 I x = 1Y =

40*90
3

= 2434586667 mm 4 " , .

r x = r Y = VA fI = 186mm

J = (900+~60}403 37,546,666.67 cm 4 3

Cw = 450 9'40

3

6.48 x l0 11 mm 6 ................. .... ......

(Gaylord et.a11992 )

Ix + IY = 4,869,173,334. mm 4

2. Menentukan klasifikasi penampang berdasarkan Tabel 5.1 dan ditinjau semua elemen sebagai sayap (satu sisi tertambat). f=

90~~0.5 = 11.25

«

0.56ft = 15.8 -7 tidak langsing.

Hasil klasifikasinya adalah penampang tidak langsing, sehingga ditinjau tekuk-lentur (AISC - E3) dan tekuk-puntir (AISC - E4).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

217

3. Tegangan kritis tekuk -lentur (AISC - E3).

~L = 12;~~0. = 64.5

«

4. 71ft = 134

berarti tekuk inelastis, sehingga Fe =

(~;~)2

=

Fer =(O.658

Jr2!~~?00 = 475MPa .... . ..... . .... . .. ... . . .. . .. . . . .. . .

m)- Fy = 0.8Fy

(AISC E3-4)

....... .. . ..... "." .. "., .. ,", .. , (AISCE3-2)

4. Tegangan kritis tekuk - puntir (AISC - E4). Tekuk-puntir untuk profil simetri ganda, Fer memakai rumus tekuk lentur (AISC - E3), tapi Fe dihitung dengan memasukkan pengaruh kekakuan torsi sebagai berikut. F,

~[(:~~f +GJ1I, ~ Iy

q

Kolom jepit-jepit sehingga dapat dianggap KL _

' l

1C

Fe - ,

0. 0 08~x1012

2 11' 2.8986x1012 E *6.48 x lO ' *

12,~~O.2

(A IS CE4-4]

q . . • • • • • • •

A

1

,

= KzL

1

, + ~ 37,54J6,666.6~ 4,869,173,334. 597MPa

dimana E = 200,000. MPa dan G = 77,200. MPa F

,: = ~~~ = 0.42 e

«< 2.25

berarti tekuk inelastis, sehingga

Fer = ( 0.658~ )- Fy = O.84Fy .... " ....... . " ... .. .. .. . ...... . . .. .. (AISC E3-2)

S. Kuat tekan nominal kolom profil X. Karena Fcr tekuk puntir »Fcr tekuk lentur, maka keruntuhan akan terjadi pada tegangan terkecil terlebih dahulu, yaitu tekuk lentur. Jadi profil X lemah terhadap tekuk lentur. Adapun kuat tekan nominalnya adalah : tekuk- /entur

~

Pn = Fer A = 0.80 * 250 *70,400. * 10100 = 14,080. kN Pu = rjJPn = 0.9*14,080.= 12,672. kN

Jadi kolom profil-X dengan KL=12 m ditentukan tekuk-Ientur. Kolom profil-X yang dihitung menunjukkan perilaku tekuk lentur, yang tidak berbeda dari kolom sebelumnya. Untuk mengeksplotasi terjadinya tekuk-puntir ditinjau KL = 6 m (lihat Gambar S.27c). Langkah perhitungannya adalah sebagai berikut.

218

Ba b S. Ba ta ng Te kan

1. Klasifikasi profil: penampang tidak langsing

2. Tegangan kritis tekuk -lentur (AISC - E3).

~~ = 6108060= 32.3

«

4.71.Jt= 134

berarti tekuk inelastis, sehingga F = ~ = Jh oo,ooo. = 1892 M Pa e {KL/ r 32.32 ............... . .. .. . . ......... . (AISC E3 -4)

t

Fer =( 0.658~ } Fy =0.95Fy

.... ....... ... ... .. ... ......... .

(AISC E3-2)

3. Tegangan kritis tekuk - puntir (AISC - E4). Untuk tekuk-puntir profil simetri ganda, Fcr memakai rumus tekuk lentur (AISC - E3), tapi tegangan tekuk elastis Fe dihitung dengan memasukkan pengaruh kekakuan torsi sebagai berikut.

F'=[~~~f +GJL~ ly

............ .. ...... ... ..... ...............

Kolom jepit-jepit maka dapat dianggap KL _

'

Jr

Fe - ,

2

0.035~xl012

11'

E* 6.48 x 10

6,Oc~0?

' *

2.8986xl0' 2

[AlSe".)

= KzL sehingga

;

. , 1 , + ~ 37,54J6,666.6~ 4,869,173,334. 603MPa

r

dimana E =200,000. MPa dan G =77,200. MPa

Catatan : pengaruh warping (Cw ) relatif sangat kecil dibanding uniform torsi karena elemen penampangnya tidak paralel.

m

.

F

;' = ~6~ = 0.41 «< 2.25 ... . .. . . . ... ... . .. .. ... .... .. . .. . .. . . . .... . .

(AI SC E3)

berarti tekuk-puntir inelastis, sehingga Fer = ( 0.658~). Fy = 0.84Fy ... .................... .. .. .. ... ... .. .... (A ISC E3-2)

4. Kuat tekan nominal kolom profil-X. Karena Fcr tekuk puntir «Fcr tekuk lentur, maka keruntuhan terjadi pada tegangan terkecil, yaitu tekuk puntir. Ada pun kuat tekan nominalnya adalah : tekuk- puntir ,.........---'-

Pn = Fer A = 0.84 *250 * 70,400. * 10100 =14,784. kN

P" = t/JPn = 0.9* 14,784 . = 13,306. kN

Catatan : penampang X mempunyai kekakuan lentur tinggi dibanding torsinya, untuk panjang kel angsingan tertentu kondisi batas tekuk-puntir lebih menentukan dibanding tekuk-Ientur.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

219

5.6.5. Kolom baja profil-T Kolom baja profil-T didesain untuk menerima beban tekan aksial saja. Sebagai profil simetri tunggal, perilaku tekuk tiap sumbunya bisa saja berbeda, sehingga masing-masing perlu ditinjau. Beban kritis terkecil dari tekuk tersebutlah yang menentukan.

40

I - :-

800

~-

C! -

40

Yo

~

500

1

c. S

-l-

1

607

- x

193

T

500-l

(b)

(a)

Ga mba r 5.28 Konfiguras i kolom profil -T ya ng ditinj a u

Jawab: 1. Hitung properti geometri penampang profil-X. A = (1000 + 760)* 40 = 70,400. mm 2 I = x

40

30

960+40*800 12

3

+ 40 * 960 * 173 2 + 40 * 800 * 207 2

Ix = 4,232,228,267.mm 4 rx = \f0. A = 245cm 3

3

Iy =

40 ' 760+40*1000 12

r =

It; = 218mm VA

Y

1 = (1000+;60)40

3

= 3337386667 mm 4 " ,.

37,546,666.67 mm 4

Yo = 193 - 20 = 173 mm Ix + Iy = 7,569,614,934. mm 4

2. Menentukan klasifikasi penampang berdasarkan Tabel S.l dan ditinjau masing-masing elemen penampang sebagai berikut.

220

Bab 5. Batang Tekan

Sayap : f = 10040;0.5 = 12.5 « Lengan: f=

80 0 40

0.56fi; = 15.8 -7 tidak langsing.

0.75ft = 21.2-7 tidak langsing.

= 20 «

Klasifikasi profil-T adalah penampang tidak langsing, ditinjau tekuk-lentur (AISC - E3) dan tekuk-lentur-puntir (AISC - E4). 3. Tegangan kritis tekuk - lentur (AISC - E3). Hanya terjadi pada sumbu x-x dimana c.g segaris dengan c.s KL ~

= 12000 = 49 «

4.71

245

= 134 VfI. Fy

berarti tekuk inelastis, sehingga - ;r2 £ _;r2 200.000 Fe - {KL/ r f 492

822 MPa ........ ...... ...................... (AISe E3-4)

Fer = ( 0.658 ill ). Fy = 0.88Fy

.... ..... .. .. ... ............. ........ (AISe E3-2)

4. Tegangan kritis tekuk - puntir (AISC - E4).

F"f"'2::,n )[1-1- ;~:;~nHf lCAISC

'42]

dim ana ditinjau tekuk pada sumbu simetri KL = 12,000. = 55

4.71~E/F

«

218

ry

= 134

y

berarti tekuk inelastis, sehingga ;r2£ Fe -- (KL/ ry f

}1'2 2 0 0 ,000

--

552

-

=

653 MP a

.................. .. .............. (AISe E3-4)

Fer = ( 0.658~)- Fy == 0.85Fy ........... .... .. , .............. ....... .. (AISe E3-2) Fcry = Fer = 0.85Fy == 213 MPa ................... ..... .................. (AISe E4) -2

2

2

2

Ix +1y

ro =Xo + Y o + T = 0 +173 +

F

erz

= -..!iL

(77,200.*37,546,666.67) (70,400.*137,452.)

A/'o2

2

H =l _

Xo

2

+ Yo

-2

1

ro

Fer =

(22~~+3~20

0 + 173 2 137,452.

)[1- 1

~ 328

'

7,569,6 14,934. 70.400.

300 MP

= 137,452 .......... (AISeE4-11)

a ... . .. .. ... .... .... . .... (AISe E4-3)

0.782 .. .. .. .. .... ....... ......... (AISe E4-10)

4*213*300*0; (213+300) 0.49

82

1

== 167 MPa ....... .......... (AISe E4-2)

.

Fer == 0,67Fy

Wiryanto Dewobroto - Struktur 8aja

221

5. Kuat tekan nominal kolom profil-T. tekuk lentur-puntir (sb. y-y) « Fer tekuk lentur (sb. x-x), maka tekuk yang terjadi adalah lentur-puntir. Kuat tekan nominalnya adalah :

Fer

lentUl' ~puntir ~

P" = Fer A = 0.67* 250 *70,400. * l~OO = 11,792. kN Pu =t/JPn = 0.9 *11,792. = 10,613. kN

Catatan : profil-T mewakili kolom penampang simetri tunggal, pada bidang tegak lurus sumbu simetri maka pusat berat (c.g) tidak berhimpit pada pusat geser (c.s) sehingga perilaku tekuk yang terjadi adalah lentur-torsi. Untuk sumbu non-simetri yang dalam hal ini sumbu x-x dimana c.g dan c.s terletak sebidang maka perilakunya tetap tekuk lentur.

222

Bab 5. Bata ng Tekan

5.7. Profil Siku Tunggal (AISC - E5) 5.7.1. Umum Profil siku tunggal yang tersambung pada salah satu kakinya saja ternyata banyak dipakai pada struktur rangka batang (plan e truss atau space truss), misalnya struktur tower radio (Gambar 5.29). Untuk menyederhanakan prosedur hitungan, AISC (2010) menyediakan ketentuan ES, khusus untuk profil siku tunggal tersebut.

Ga mbar 5.29 Elemen siku tunggal pada tower rad io (www.tra nsmitte r-tower.cn)

Batang tekan dikhususkan untuk gaya aksial tekan melalui titik berat penampang, tanpa timbul momen. Batang tersebut dijumpai pada struktur rangka batang (truss), dan dibebani pada titik nodal. Kenyataannya, meskipun struktur rangka batang tetapi jika detail sambungan menghasilkan eksentrisitas, maka pengaruhnya perlu diperhitungkan. Tidak bisa lagi dianggap sebagai batang tekan murni, tetapi telah menjadi elemen "balok-kolom", yang memerlukan evaluasi terhadap kombinasi gaya aksial dan momen lentur. Cara ini tentunya akan lebih "panjang" prosedurnya. Untuk menghindarinya dapat menggunakan ketentuan E5 (AISC 2010). Dengan ketentuan ES (AISC 2010) maka batang profil siku tunggal yang tersambung pada satu sisi, dapat diabaikan eksentrisitasnya dan dianggap sebagai batang tekan aksial biasa. Cara perencanaan ini tentu menjadi lebih sederhana dan cepat. Itulah esensi utama dari adanya ketentuan ES (AISC 2010).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

223

5.7.2. Kuat tekan profil siku tunggal

Batang tekan dengan profil siku tunggal yang tersambung pada satu kakinya saja, tetapi memenuhi persyaratan ketentuan ES ini, maka eksentrisitasnya dapat diabaikan. Selanjutnya cukup direncanakan seperti batang tekan biasa mengikuti ketentuan E3 (AISC 2010), yaitu tekuk lentur. Jika elemen profil siku tunggal tersebut langsing, rasio bit> 20 maka harus dievaluasi juga terhadap puntir memakai ketentuan E4 (AISC 2010), yaitu tekuk lentur-torsi. Untuk perencanaan diambil nilainya yang terkecil. Agar dapat memanfaatkan ketentuan sebagai batang tekan, perlu dilakukan "modifikasi kelangsingan". Untuk itu kondisi profil siku tunggal yang direncanakan harus memenuhi persyaratan berikut. 1.

Beban aksial diberikan dari ujung batang, disambungkan pada satu kaki dengan sisi yang sarna pada kedua ujungnya,

2. Sambungan bisa memakai las atau baut (minimum 2), 3. Tidak ada pembebanan transversal di sepanjang batang. Semua ketentuan di atas tentunya dapat terpenuhi karena itu juga syarat dari struktur rangka batang atau truss pada umumnya. 5.7.3. Modifikasi kelangsingan profil siku tunggal

Modifikasi kelangsingan ditentukan oleh kondisi sambungannya. Jika tidak memenuhi ketentuan berikut, maka profil siku tunggal tersebut harus tetap didesain sebagai elemen "balok-kolom". Persyaratan kondisi sambungan yang diperiukan adalah: 1. Profil siku sama-kaki, atau siku tidak-sama-kaki tersambung pada kaki panjang, baik sebagai elemen individu atau elemen badan (web) struktur rangka bidang, dimana elemen badan lainnya juga tersambung pada sisi pelat buhul yang sarna.

~ : :; 80 maka

(a) jika KL

r

rx

= 72 + 0.75~

(b) jika

.... .. .. .. ...... . .. . .... .. .. .. ..... . .... . ... .. (A ISCES- 1)

~ > 80 maka rx

KL L - = 32 + 1.25- :::; 200 .... . .... ... . ... ... .. .. ... .... ... .. .. ... . (AI SC ES-2)

r

224

rx

Bab 5. Ba tang Tekan

Catatan: Untuk profil tunggal siku tidak sarna kaki, yang rasio panjang-pendek kakinya kurang dari 1.7 dan tersambung pada kaki pendek, maka has il ketentuan ES-1 dan ES-2 (AISC 2010) periu ditambah dengan 4[(b , / b s )2 - 1]. Tetapi L/r dari batang siku tunggal tersebut tidak boleh kurang dari 0.9SL /r z .

2.

Profil siku sama-kaki atau tidak sama-kaki, tersambung pada bagian kaki yang panjang saja dari elemen badan (web) struktur box atau rangka ruang (space truss), yang elemen badan lainnya juga tersambung pada sisi pelat buhul yang sarna. (a) jika ~ s;, 75 maka rx

KL

r

= 60+0.8~ .......... ........ .... .. .... .................... (AISC ES-3) rx

(b) jika ~ > 75 maka rx

KL

L

-=45+- s;, 200 ... .... ...... . ....... .. ........... ........... (AISCES-4) r rx

Catatan : Untuk profil tunggal siku tidak sarna kaki, yang rasio panjang-pendek kakinya kurang dari 1.7 dan tersambung pada kaki pendek, maka hasil ketentuan ES-3 dan ES-4 (AISC 2010) periu ditambah dengan 6[(b,lbsY - 1]. Tetapi L/r dari batang tersebut tidak boleh kurang dari 0.82 L/rz .

Notasi : L ...panjang profil siku tunggal, diukur dari titik potong garis

berat elemen rangka atau Working Point (WP), atau jarak antar titik nodal rangka batang.

rx ... radius girasi profil siku tunggaI terhadap sumbunya yang sejajar dengan sisi yang tersambung. rz

.. .radius

girasi terkecil terhadap sumbu utama

b, ... sisi panjang (long) profil siku tunggal (mm) bs

... sisi

pendek (short) profil siku tunggal (mm)

5.7.4. Contoh rancangan kolom siku tunggal Tinjau batang tekan dari bagian badan struktur truss, yang terdiri dari profil siku tunggal LlOOx100x12 (17.7 kg/m). Ujung atas dan bawah profil siku disambung ke profil T (1IzWFSOOx200 x10 x 16) secara selang-seling dengan konfigurasi seperti Gambar S.30.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

225

~WF500x200x lOxI6

2000

!WF500x200x lOxI6

1--- - - - 2309 - - - --I (b) Segmen rangka batang

(8) Potongan

Gambar 5.30 Profil siku tunggal pada struktur truss

Struktur truss dengan profil siku tunggal relatif ekonomis karena tidak perlu pelat buhul, langsung disambung dengan las pada profil V2WF500x200x10x14. Sambungan akan dihitung tersendiri. Jika mutu baja Fy = 250 MPa hitung daya dukung batas profil siku tunggal sesuai ketentuan F5 (AISC 2010). Jawab: Properti penampang profil siku tunggal sebagai berikut. Notasi

q

A

mm

kg/m

mm'

sumbux-y rx Iy

Ix

L100x100x12 17.7 2260

lObrnm ..

lO6mm ..

2.08

2.08

mm

sumbuj-k

ry mm

30.3 30.3

I,

Ik

lObmm .. lO6mm ..

3.29

r,

rk

mm

mOl

J lOl mm4

0.857 38.2 19.5

110

Pemasangan profil siku tunggal bersifat tipikal, sehingga cukup ditinjau batang tekan di antara titik A dan B dari Gambar 5.30. karena J",= 2330039 = 76 . 2 ~ 80 maka KL = 72+0.75J", ............... (AISCE5-1) rx . r r lt

~L = 72 + 0.75 *76.2 = 129 ....!S..b... rmln

= KL = 129 r

<

4.71

selanjutnya diproses sesuai ketentuan E3 . fIFE

= 133 (tekuk inelastis), sehingga

" Fy

. .. . . .• . .... ..... ... • ....•....... (AISC E3-4)

... . .... . . ... . . .... . . . ...... . . ... (AISC E3-2)

Kuat tekan nominalnya adalah : Pn = Fcr A =0.415*250*2260. * 10~0 = 234.5kN

Pu = ¢JPn = 0.9 *234.5 = 211 kN =2 1 ton

226

Bah 5. Batang Tekan

5.8. Profil Gabungan (AISC - E6) 5.B.l. Umum Pada luas penampang sama, faktor kelangsingan ditentukan oleh momen inersianya. intinya, jika dapat ditempatkan semakin jauh dari pus at berat (momen inersia meningkat), maka kapasitas dukung tekan meningkat karena faktor kelangsingannya berkurang. Untuk menempatkan elemen penampang jauh dari pusat berat akan lebih mudah dikerjakan jika penampang batang tekan terdiri dari banyak elemen-elemen yang saling terpisah. Sisi lain, jika digunakan elemen-elemen terpisah maka proses erection relatif semakin ringan karena tidak membutuhkan alat angkat atau crane berkapasitas besar. Jadi ada keuntungan dari segi konstruksi juga. Contoh struktur dengan konsep di atas, yaitu dengan elemen atau profil gabungan, dapat dilihat pada Gambar 5.31 di bawah.

Gambar 5.31 Profil gabungan pada jembatan (sumber: internet)

Oleh sebab itu, jenis konstruksi baja dengan profil gabungan akan menguntungkan jika diaplikasikan pada daerah-daerah terpencil, dimana ketersediaan alat angkut (transportasi) dan alat angkat (erection) untuk proses konstruksinya terbatas. Meskipun demikian, karena prosesnya sendiri lebih rumit (tidak praktis, karena banyak memakai alat sambung), dan saat sekarang ini ketersediaan alat konstruksi semakin mudah, maju, dan murah, maka pemakaian jenis struktur dengan profil gabungan menjadi semakin sedikit atau surut dibanding pada jaman dahulu.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

227

5.8.2. Konfigurasi penampang / profil gabungan

Prinsip menempatkan elemen-elemen penyusun batang tekan sejauh-jauhnya dari pusat berat penampang tentu akan efektif jika dikaitkan dengan kelangsingan. Seperti diketahui kapasitas tekan berbanding terbalik dengan kelangsingannya. Untuk mewujudkan ide tersebut perlu alat sambung khusus agar elemen-elemen itu menjadi satu kesatuan. Oleh sebab itu, secara umum batang tekan dengan profil gabungan terdiri dari elemen penyusun (utama) dan alat sambung atau berupa elemen penyambung (sekunder). Elemen penyambung tidak secara langsung memikul beban, hanya untuk menyatukan elemen-elemen penyusun oleh sebab itu termasuk elemen sekunder. Jadi jika digunakan profil gabungan yang volume elemen penyambungnya relatif besar dibanding elemen utama, maka tentu hasilnya menjadi tidak ekonomis. Oleh sebab itu mengetahui berbagai konfigurasi profil gabungan yang ada, dan bagaimana cara penyambungannya, menjadi penting.

!r--, : I

I

1 .cal! .16 _--- ---, (0)

(b)

(el

(d)

I (t)

I~I ( f)

DO (9)

(h )

Ga mba r 5.32 Kon figuras i elemen pada bata ng te ka n (G aylord-Gaylord 1972)

Gambar 5.32 memperlihatkan beberapa variasi konfigurasi profil gabungan. Garis utuh adalah elemen penyusun utama dan garis putus-putus adalah elemen penyambung sekunder. Profil siku ganda yang saling beradu punggung (Gambar 5.32a), tidak memerlukan elemen penyambung khusus. Ujung siku ganda akan langsung tersambung pada pelat penyambung (gusset plate).

Ga mbar 5.33 Deta il ujung sa mbunga n profil siku ga nd a (s umb er : inte rn et)

228

Ba b S. Batang re kan

Untuk menghindari terjadinya tekuk profil siku individu, antara ujung-ujung siku ganda tersebut perlu dipasang beberapa pelat kopel. Konfigurasi elemen struktur ini dipilih karena kemudahan dalam detail penyambungan, sehingga populer sampai saat ini. Strategi perencanaan batang tekan dengan profil gabungan juga tergantung alat sambung. Dahulu saat paku keling masih populer, dimana spesifikasi bahannya relatif sarna, pemasangannya bisa di sepanjang batang (lihat Gambar 5.31 dan Gambar 5.34).

Ga mba I' 5.34 Detail pemasa nga n paku keling pada profil ga bunga n (s um bel' : intern et)

Untuk sambungan seperti itu, kesatuan elemen-elemen penyusun profil gabungan agar bekerja seperti batang tekan tunggal adalah tidak diragukan lagi. Tetapi sekarang, ketika telah tersedia baut mutu tinggi dan las, yang relatif lebih ekonomis dan praktis, maka situasi menjadi berbeda. Cara pemasangan baut memakai strategi yang sarna seperti paku keling (di sepanjang batang), tentunya menjadi tidak praktis dan boros. Spesifikasi kekuatan baut mutu tinggi relatif lebih besar dibanding kekuatan paku keling. Akibatnya jumlah baut yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Karena sedikit, adanya ketidak-sempurnaan pemasangan dan jarak bebas (elemen yang tidak tersambung) menjadi lebih besar menyebabkan kelangsingan individu masingmasing elemen penyusun menentukan kinerja profil gabungan. Hal-hal seperti itu tentunya perlu diperhitungkan dalam proses perencanaan batang profil gabungan pada saat ini. Wirya nto Dewobroto . Strllktllr Baja

229

5.8.3. Pengaruh orientasi dan sambungan pro/if gabungan Satang tekan dapat dibuat dari profil gabungan, tetapi kinerjanya tergantung dari elemen penyambung dan orientasi pemasangan. Saat tekuk, batang tekan akan berdeformasi seperti balok lentur. Serikut disajikan perilaku balok gabungan yang kondisi kesatuannya berbeda akibat adanya "alat sambung khusus" yang dipasang.

, I

(a) Menyatu dengan alat sambung

/

terplsah

:

[ )

-----;------- --..---~

-""

-

, ----~-----

.--:;

(b) Terpi sah tanpa alat sambung Ga mbar 5.3 5 Pe rila ku dua eleme n yang di tumpuk terh adap lentllr

Gambar 5.35a ada dua elemen balok yang disatukan dengan saling ditumpuk dan dipasang alat sambung khusus. Salok mampu memikul momen lentur yang lebih besar dibanding dua tumpukan balok di bawahnya yang saling terpisah, lihat Gambar 5.35b. Pada kondisi terakhir ini, adanya ketidak-satuan balok ditandai dengan slip, atau deformasi geser horizontal. Jadi fungsi alat sam bung ba10k gabungan adalah mengantisipasi terjadinya slip tersebut.

~ _____ ~ Rl Ga mbar 5.36 Peril aku d ua eleme n sejajar terhadap lentll r

Jika orientasi profil gabungan dirubah, tidak ditumpuk tapi dibuat sejajar terhadap lentur (Gambar 5.36), kinerjanya akan berbeda dibandingkan sebelumnya. Alat sambung menjadi tidak bekerja, kalaupun dipasang juga tidak berguna. 8ekerja atau tidaknya alat sambung dapat diamati secara visual, yaitu dipasang atau tidak, maka pad a profil gambungan tersebut, tidak terlihat adanya slip.

230

Ba b S. Bata ng Tekan

5.8.4. A/at sambung dan ke/angsingan proJi/gabungan

Alat sambung atau elemen penyambung (connector) pada profil gabungan adalah sangat penting. Itu bagian yang membedakannya dengan elemen-elemen individu yang tersendiri. Keberadaannya menentukan efisien tidaknya batang tekan sebagai satu kesatuan. Perilaku batang tekan profil gabungan, sarna seperti balok dengan prafil gabungan. Oleh sebab itu AISC (2010) memberi persyaratan khusus dalam detailnya, seperti : 1. Ujung profil gabungan harus disambung dengan las atau baut mutu tinggi dengan pretensioning dan permukaan kontak, yang memenuhi kriteria Class A atau B (AISC 2010). Ini adalah persyaratan penting untuk mengantisipasi terjadinya slip (lihat Gambar 5.35). Jika slip itu terjadi maka kinerja batang tekan dengan profil gabungan akan langsung drop. Untuk memastikan tidak ada slip, panjang sambungan ujung dengan las tidak boleh kurang dari lebar penampang maksimum. Jika digunakan baut mutu tinggi, panjang sambungan ujung tidak kurang dari 1.5 kali lebar penampang maksimum dengan jarak baut arah memanjangnya tidak melebihi 4 kali diameter baut yang digunakan. 2. Antara sambungan ujung, harus dipasang elemen penyambung khusus (pelat kopel). Jaraknya, yaitu a diatur sedemikian rupa sehingga kelangsingan elemen penyusun individu memenuhi kriteria a:=; 0.75 (KLjr) profil gabungan. Ini untuk memastikan elemen penyusun secara individu cukup kuat. Alat sam bung yang umum dipakai adalah baut mutu tinggi dan las, sedangkan paku keling sudah ketinggalan jaman. Jika digunakan baut mutu tinggi, ukuran lubang baut lebih besar dari diameter baut sehingga jika dipasang tidak baik, akan berisiko terjadi slip. Oleh sebab itu pemakaian jenis alat sambung menjadi parameter penting pada perencanaan profil gabungan. Efektifitas kerja elemen penyambung pada profil gabungan akan ditandai dengan terjadinya peningkatan momen inersia. Itu akan mempengaruhi kelangsingan. Jadi ketika momen inersia meningkat, maka kelangsingan profil gabungan akan menu run drastis. Faktor kelangsingan turun, maka otomatis ada peningkatan daya dukung. Jika kinerja elemen penyambung tidak efektif, seperti terjadi slip, maka penurunan kelangsingan batang tekan menjadi tidak besar atau tidak signifikan.

Wiryanto Dewo broto - Strukt ur Baja

231

Pemahaman di atas digunakan AISC (2010) untuk memperhitungkan pengaruh alat sambung pada perencanaan profil gabungan, yaitu melakukan modifikasi kelangsingan batang (KLjr)m' Cara ini tentu menyederhanakan prosedur perencanaan secara signifikan. Tetapi itupun hanya berlaku pada arah tekuk yang terpengaruh oleh alat sambung (lihat Gambar 5.35a). Untuk arah tekuk yang tidak dipengaruhi (Gam bar 5.36), maka elemen-elemen akan kerja sebagai elemen individu bukan sebagai profil gabungan. Ketentuan modifikasi kelangsingan batang adalah sebagai berikut. Untuk pelat kopel yang disambung dengan baut dan dikencangkan secara biasa (snug tight) tanpa gaya prategang, maka :

(~L_t = (~L J: +( ~r

. . . . . . . . . . . . . . . . .... . . .

(AISC E6-1)

Untuk pelat kopel dengan sambungan las atau baut mutu tinggi dengan pengencangan prategang, maka : Untuk ~ s 40 'i (

~L

t ~L1. . . ... . . ... . . . . . . . . . . . ... . . . =(

Untuk ~ > 40 ri

(~L

t

=

(:L J: +( ~a

r. . . . ... . . . . . . . ... .

(AISC E6-2a)

(AISC E6-2b)

dimana (KLjr)m = kelangsingan batang gabungan setelah memperhi-

tungkan pengaruh alat sambung yang dipakai. (KLjr) 0 = kelangsingan batang gabungan teoritis.

a

= jarak antar pelat kopel di antara sambungan ujung.

r I.

= radius girasi minimum elemen individu penyusun.

KI

232

= 0.5 untuk profil L ganda saling beradu punggung

= 0.75 untuk profil Uganda saling beradu punggung = 0.86 untuk profillain

Bab 5. Batang Tekan

S.B.S. Kuat tekan nominal profil gabungan Jika syarat pendetailan profil gabungan, yaitu sambungan ujung dan pemasangan pelat kopel sejarak a, telah dipenuhi. Juga faktor kelangsingan telah dimodifikasi sesuai ketentuan E6-1 dan E6-2 (AISC 2010), selanjutnya batang gabungan dapat dianggap sebagai batang tekan utuh, dievaluasi dengan ketentuan E3 dan E4 (AISC 2010). Nilai terkecil dari keduanya akan menentukan. S.B.6. Contoh rancangan kolom siku gabungan Sistem struktur pemikul beban, terdiri dua kolom profil gabungan, berupa 2L100x100x12 (17.7 kg/m) yang disatukan dengan pelat kopel dan pelat ujung (Gambar 5.37c). Arah sumbu lemah (sb. x-x) atau bidang z-y, dipasang bracing tekan dan tarik (diagonal) yang menghubungkan ke-2 kolom profil gabungan itu (Gambar 5.37d). Jika mutu baja Fy 250 MPa, hitung daya dukung batas P = Pu setiap kolom profil gabungan tersebut.

L I

3000 1000

2 16

Y

",,:Jf;"',' I-

1000

!

100

-I ly 2 16

I

~

2 LI OO. lOO.12 (b)

(c)

(d)

(e)

Ga mbar 5.3 7 Ko lo m pe mi kul denga n profil gabunga n siku ga nda

Jawab:

Gambar 5.37 menampilkan sistem struktur lengkap, tidak sekedar kolom profil gabungan saja. Itu perlu untuk memprediksi perilaku tekuk kolom. Langkah pertama tentu saja menentukan elemen mana saja dari sistem struktur yang bekerja sebagai pertambatan lateral dan juga kondisi tumpuannya. Untuk struktur sederhana seperti di atas, tentu cukuplah mudah. Sistem bracing tarik (diagonal) dan bracing tekan (Gambar 5.37d) akan bekerja sebagai pertambatan untuk tekuk kolom terhadap sumbu x-x atau sumbu lemah profil siku ganda (Gambar 5.37c) .

Wiryanto Dewobroto . Strll ktllr Baja

233

Akibatnya bentuk tekuk dapat diprediksi, seperti Gambar 5.37e. Berdasarkan bentuk tekuk arah tersebut maka dapat ditentukan besarnya panjang tekuk ekivalen terhadap sumbu x-x (KLx =1 m). Para arah sumbu kuat profil siku ganda, yang juga sumbu simetri profil gabungan, maka keberadaan bracing tidak efektif. Jadi yang menentukan adalah kondisi tumpuan di bawah dan pertambatan lateral di ujung atas. Dalam kasus di atas dapat dianggap sebagai kolom dengan tumpuan sendi-sendi (Gambar 5.37b). Oleh karena itu panjang tekuk ekivalen arah sumbu kuat adalah sama dengan panjang kolom sebenarnya, atau KLy = L = 3 m. Proses menginterprestasi panjang tekuk ekivalen untuk masingmasing sumbu penampang adalah esensi utama dari perencanaan batang tekan. Pada dasarnya adalah untuk mengetahui pengaruh suatu struktur secara keseluruhan terhadap perilaku tekuk dari elemen tekan yang ditinjau. Untuk struktur rangka batang (truss) relatif tidak sulit, karena jika strukturnya berbentuk pola segitiga, maka umumnya KL = L akan memberi hasil yang konservatif. Selanjutnya setelah diperoleh panjang tekuk ekivalen (KL), maka perlu diketahui properti penampang. Untuk profil L yang mempunyai properti sumbu x, y yang tidak berhimpit dengan sumbu utama m,n maka perlu properti penampang pada sumbu tersebut.

l]

Iy

~ : ~16 I

r

~::\~/

%

100

%

I,

:. ,1/

~

1.

~ I t%"'~~~~~Si,y~Z'~ %~

I

21.---,

7\007

I' ~% ~

X

Ss .

,y

I,

(a)

(b)

(e)

41.3

Y

Gambar 5.38 Properti pena mpang ya ng perlu ditinj au

Jadi selain data profil ganda gabungan, juga perlu data profil tunggal individu. Khusus siku profil tunggal perlu dihitung pada dua arah sumbu berbeda. Data berikut diambil dari brosur pabrik. 1. Properti penampang siku tunggal sumbu x-y dan sumbu utama. Notasi mm

q kg/m

A mm'

LlOOx100x12 17.7 2260

234

sumbux-y Ix 6

10 mn1"

2.08

Iy 6

10 mm

rx 4

mOl

sumbuj-k ry 111111

I) 6

10 mm

2.08 30.3 30.3 3.29

Ik 4

lO6mm 4

r

rk

l

mm

mm

0.857 38.2 19.5

) lO3mm 4

110

Bab 5. Batang Tekan

2. Profil siku ganda dianggap sebagai satu kesatuan. Ag = 2A = 4520 mm 2 Igx = 21x = 4.2 x 106 mm 4 Igy = 21 y +2A(29.2 + 16j2Y = 10.4 x 106 mm 4 rgx = ~/gx/Ag = 30.3mm

rgy= ~/gy /Ag = 48.0mm 3. Tinjauan tekuk sumbu lemah profil gabungan (sb. x-x). Jarak titik berat profil gabungan dan tunggal terhadap sumbu-x tidak ada perubahan. Perilaku tekuk seperti dua profil tunggal mandiri (lihat Gambar 5.36). Pemasangan bracing pad a bidang tekuk tegak lurus sb. x, efektif meningkatkan kuat tekan profil gabungan. Itu terjadi karena panjang tekuknya berubah dari KL=3 m menjadi KLx = 1 m. Hanya saja untuk panjang tersebut, tidak terdapat pelat kopel atau konektor sehingga a = KLx. Itu sebabnya meskipun profilnya siku ganda, tetapi bekerjanya secara individu sebagai siku tunggal (lihat Gambar 5.38c) . KLx

=

r min

= 1000 = 51.3

KLx rk

19.5

Tekuk terhadap sumbu k-k (utama), dimana pusat berat (e.g) dan pusat geser (c.s) terletak segaris, yaitu tekuk lentur . 4.71 fI= 133

..Jil".,=1000= 51.3 «

VFy

19.5

rmin

berarti tekuk inelastis, sehingga F =~= e

{KL/ r

f

2 7r

200,OOO = 750MPa .. ··· .... .. ..... . ........... .... .... . (AI SC E3-4)

51.3 2

Fc-r (-0' 65SWo). Fy--0. S7Fy

.. ..... . . . .......... . ... . ... .. ...... . (AI SC E3 -2)

4. Tinjauan tekuk sumbu kuat profil gabungan (sb. y-y) . Peningkatan kekakuan profil gabungan (rBY > r Y ) terjadi karena dapat dianggap kedua profit bekerja sebagai satu kesatuan. Anggapan itu hanya valid jika pada detail profil gabungan dapat dipasang "pelat ujung" dan "pelat-pelat kopel" dengan jarak (a) yang sesuai dengan ketentuan AISC-E6 (2010). ~ 1._y =1.* 3000 = 46 9 «

4

rgy

4

48

.

Wirya nto Dewobroto - Struktur 8aja

_0_= 1000 = 51.2 .............. . . . ..... (AISC E6.2) rmln

19.5

235

Jadi pelat kopel perlu ditambahkan dengan jarak a = 500 mm. iL=~= 26 ~ 40 Ii

19.5

= (KL) (KL) r m r 0

=

KLy = 3000 = 62.5 rBY

48

.... .. .... .. ...... . .. ...... . ....... . (AI SC E6-2a)

Pada tekuk terhadap sumbu y atau sumbu simetri, maka pusat berat (c.g) dan pusat geser (c.s) tidak berhimpit. Oleh sebab itu selain akan terjadi lentur akan terjadi juga torsi, yang disebut tekuk lentur-torsi. Untuk itu dipakai ketentuan E4 (AISC 2010). 5. Tegangan kritis tekuk - puntir (AISC - E4). y + Ferz Fer = ( Fcr 2H

J[1 -

1 - ( 4Fery Ferz H\2 Fery + Ferz J

1

' ....... ...... ....... .. (AI SC E4-2)

dimana ditinjau tekuk pada sumbu simetri

4.71~E/Fy = 133

KLy = 3000 = 62.5 « rgy 48

berarti tekuk inelastis, sehingga JT2!~~~00

-

505 MPa ......... . .......... . .. . . . ....... (AI SC E3-4)

Fer = ( 0.658~ ). Fy ~ 0.81Fy . ... .... .......... . ... ... ............... (AISC E3-2) Fery = Fer = 0.81Fy ~ 203 MPa ...... .. ....... . .................. . ... . .. (AI SC E4)

. . .. . . .. .. . . . . .. . .. . . .. .. . . (AISC E4-3)

1 _ 0 + 23.22 = 0.857 .. .. ..... .. . . .. .. .. .. .. .. .(A ISCE4-10) 3768

F

- (203+500 )[1_ 1 - 4*203*500'0.857 ] 2*0.857 (203+soof

Fer

~

er -

~ 187 MPa

.. ..... . ..... . . (A ISC E4-2)

0.748Fy

6. Kuat tekan nominal kolom profil gabungan. Fer tekuk lentur-puntir (sb. y-y)« Fer tekuk lentur (sb. x-x), maka

tekuk yang terj adi adalah lentur-puntir.

236

8ab 5. 8atang Tekan

Kuat tekan nominalnya adalah : Pn = Fcr A = O.748 * 250 * 4520 * 10100 = 845kN

Pu =,pPn = O.9 *845 = 760.5kN ~ 76ton

Daya dukung batas maksimum Pu = 76 ton kolom profil gabungan dapat diperoleh jika penempatan pelat kopel ditambah (pakai sambungan las). Konfigurasi final adalah sebagai berikut.

-,--

,.-- II'Rm===='6e\'1 - --. - - - -

l oo ~-

2 16

-j pelat ujung yang dilas

(a)

(b)

-

loo

Hy

f------- 2 16 --j 2 LlOO. loo.12

(c)

Ga mbar 5.39 Ko nfigurasi final profil gabunga n siku ga nda Pu =76 ton

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

237

5.9. Soal Penyelesaian Batang Tekan 5.9.1. Umum Cara efektif menguasai keahlian di bidang rekayasa adalah belajar dari solusi penyelesaian yang ada. Soal yang baik jika disajikan secara komprehensif. Maklum, kesulitan seorang pemula adalah bagaimana cara mengkaitkan sistem struktur menyeluruh terhadap perencanaan elemen baja yang dievaluasi secara setempat. 5.9.2. Kolom built-up simetri tunggal konfigurasi struktur sederhana, mutu baja Fy 250 MPa, kolom AC memikul balok menerus BCD di titik C (sambungan pin), Gambar 5.40. Arah tegak lurus, khususnya titik C pada kondisi tertambat. Beban hidup rencana di titik P, beban mati akibat berat sendiri dapat diabaikan. Hitung P maksimum jika digunakan kolom baja built-up bentuk I simetri tunggal seperti terlihat pada gambar. P

1-- -

Cbeban hidup)

c B

300

20

pin

balok 14

300

6m

- - + --

IOm

a). Ta mpak sam ping

b) . Pro fil kolom

Ga mbar 5. 40 Siste m struktur dan pe nampang ko lom

Jawab: Tahap awal mulai dari analisis struktur, mencari pengaruh gaya beban luar terhadap gaya internal kolom, yaitu sebagai berikut :

r"

5m

lo m

c baJok

tRc c

g ] A

t

i •

0

t

Ro

Pu = 1.6P (beban hidup saja). Rc = 1.5Pu = 2.4P Rc 5, "'P '" Pn 't' n dimana Rc max = 'P

Jadi

P max

= rfJPn

2.4

dimana Pn adalah kuat tekan nominal kolom AC yang dihitung mengacu Chapter E (AISC 2010) .

RA

238

Bab 5. Bata ng Teka n

Kapasitas penampang : 1. Hitung properti geometri penampang profil-I simetri tunggal. b

No.

1 2

A

t

300 20 14 255 200 25

3

L

6000

I

A*y,

Y, 10.0

3570 147.5

.

A(yl-y,) '

60,000.0 200,000.0 526,575 .0 19,3 44,937.5

99,69 1,260. 0 264,03 7. 2

260,416.7 110,409,8 00.0 5000 287.5 1,437,500.0 14570 2,024,075.0 19,805,354.2 21 0,365,097.2 -

Y t = LAYi ILA =138.9 mm Yb=d-Yt =161.1mm Ix = LIo + LA(Yi - Y t )2 =230,170,451.4 mm 4

rx =.fi. = 125.7 mm Iy = ry

3

20*300 + 255*143 +25' 2003 12

61,724,976.7 mm 4

=.JIi = 65.1 mm

1---

300 - -- - 1

TI -.. .. 20

lO P 1'"

d '=300-(20+25)j2=277.5 mm

J = +(200 *25 3 +277.5 *143 +300 *20 3 ) c.S

J = 2,095,486.667 mm 4 1

a ~ l+(~~~m~)

c.g

02703

Yo =76.1mm

14

2l

Cw =

A*277.5

2

Cw =9.367 *10

*3003 *20 *0.2703

11

mm 6

2. Menentukan klasifikasi penampang berdasarkan Tabel 5.1 dan ditinjau masing-masing elemen penampang sebagai berikut. Sayap atas: %= 30~~0.5 = 7.5 « Sayap bawah: %= Badan:

20~~0.5 = 4

f = 21545 = 18.2 «

0.64N «

0.64N

= 16

~ tidak langsing.

= 16

~

tidak langsing.

1.49 f t = 42 ~ tidak langsing.

Klasifikasi profil-I simetri tunggal : penampang tidak langsing, tinjau tekuk-lentur dan tekuk-Ientur-puntir (AISC - E3 dan E4).

Catatan : profil built-up maka kc = 4/ ~hltw =0.94 ~ kc = 0.76

Wiryanto Dewob roto - Stru ktur Ba ja

239

3. Tegangan kritis tekuk - lentur (AISC - E3). Hanya terjadi pada sumbu x-x dimana c.g segaris dengan c.S 4.71 fI= 133.2

KL = 6000 =47.7 « r,

125.7

" Fy

berarti tekuk inelastis, sehingga F = ..i!.L = ,,2200,000 == 868 MPa ... . ... . . . ... . ..... .. . . . . ..... . . . ... (AISC E3-4) 2 e

(KL/ r'f

47.7

250)

(

Fer = 0.658 868

Fy = 0.886· Fy ........ .. .............. . .... .. ..... (AISC E3-2)



3. Tekuk lentur-puntir profil sumbu simetri tunggal (AISC-E4). F, = [ \ : : "

l[

1-

1-

(::':;::r j.................... ... ...

(AISe "-5]

ditinjau tekuk pada sumbu simetri KL = 6000 =92 65.1

ry

4.71JE/Fy =133

«

233.2 MPa · ........ . .. . .... . .... .. . .. ...... ... . .. . .... (AISC E4-8)

F

ez

2

=

[7r(\2 EC +Gl]_1A -2 W

KzLJ

........... ...... ..... ............ ........ .. (A IS C E4-9)

Bra

2 Ee 2 11 ~ +Gl= " 200000*9.367*10 +77,200. * 2,095,486.7 2

L)2 ( KZ

'

r:a2 =xa2 +y2a + F ez

6000

,

I

0.513~x101l ' x+'y An

. 11 1.6177x10

'

=0+761 2 + 291,895,428.1 =25825 2 .. ..... (AISCE4-11) . 14.570. ,.

(0.5136511+1.6177511) = 566 4 MP 14,570.0*25,825.2 . a

_ x~ +y~ _ 0+76.12 _ H -1- ~ -1- 25,825.2 - 0.776 .... .... .. .. ............... .. .. . (AISC E4-10) o

0

F = ( 233}+566.4 ][1_ 1- 4 233.2*566.4*0.776] = 207 MPa .. ... ... (AISC E4-S) e ~ (233.2+566.4)2 515.2 ' 0.6 y

; =



,

~~~ = 1.21 < 2.25 berarti tekuk inelastis, maka :

Fer = ( 0.658~ ). Fy = 0.6· Fy .......... .. ...... ... .. .... ...... .. ..... (A ISC E3-2)

240

Bab 5. Batang Tekan

5. Kuat tekan nominal kolom profil-T. tekuk lentur-puntir (sb. y-y) « F er tekuk lentur (sb. x-x), maka tekuk yang terjadi adalah lentur-puntir. Kuat tekan nominalnya adalah :

Fer

lentur-puntir ~

Pn =Fcr A = 0.6 * 250

* 14,570. * 10100 = 2186 kN

rpPn =0.9 * 2186 =1967 kN 6. Selanjutnya berdasarkan hitungan analisis struktur yang telah dibuat dapat diketahui bahwa : p max

=

rpPn = 1967 ::;820 kN 2.4

2.4

5.9.3. Panjang Tekuk Efektif(UAS 26/11/14) Struktur portal, semua kolom profil H350x350 (Ix = 34475 cm 4 ) dan balok dengan profil WF400x200 (Ix = 22057 cm 4 ) . Sambungan kolom-balok dianggap menyatu, dan tumpuannya sendi (titik A, 8, C dan G). Jika kondisi tekuk yang dievaluasi adalah pada bidang gambar (arah tegak lurus tertambat). Hitung dengan alignment chart berapa faktor K untuk [1] kolom BE; dan [2] kolom EH. H

WF400x200 0

~

6m

~

~

~

:r D

WF400x200

E ~

';l

6m

~ :I:

:I:

F

WF400x200 ~

';l

~:I: C

B

10m

WF400x200

10m - --1-- - 10 m - --I Gambar S.41 Sistem portal

Jawab: Tahap awal adalah memprediksi bentuk tekuk yang mungkin terjadi jika setiap kolom dapat dibebani sebesar Per secara serantak. Sambungan balok menerus ke titik G menyebabkan kolok-kolom sampai elevasi tersebut akan berperilaku sebagai kolom tidak bergoyang. Kolom di atas elevasi tersebut berperilaku sebagai kolom bergoyang. Prediksi tekuknya adalah sebagai berikut :

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

241

bergoya ng

Gambar 5. 42 Prediksi tekuk bersa maan pada portal

Prediksi dibuat dengan asumsi titik D, E, dan F terikat lateral pada titik G sehingga tidak bisa bergeser. Adapun titik H dan I, karena hanya mengandalkan kekakuan kolom dan balok, bisa bergeser di arah lateral. Bentuk deformasi tekuk terjadi dengan asumsi semua kolom dibebani sampai Pcr dan terjadi secara bersamaan. Tentu saja kondisi tersebut secara real jarang terjadi, tetapi memang itu asumsi pemakaian alignment chart dalam menghitung faktor K, khususnya bagian rangka bergoyang. Jika ternyata beban Pcr tekuk hanya diberikan secara partial. Jika ada bagian lainnya yang tidak mengalami tekuk, maka pemakaian cara DAM (AISC 2010) dapat memberi nilai kapasitas kolom yang lebih realistis. Dari prediksi deformasi portal saat terjadi tekuk, dengan ilmu "panjang efektif kolom" dapat diketahui kisaran nilai K tiap kolom (lihat Gambar 5.42). Untuk mendapatkan nilai K yang akurat maka Alignment chart "rangka tidak bergoyang" dipakai untuk kolom BE, ada pun "rangka bergoyang" untuk kolom EH. Detail hitungan dan data nilai GA dan GB yang diperlukan adalah sebagai berikut (dianggap nilai E = 1, karena material balok dan kolomnya sarna). Kolom BE - rangka tidak bergoyang titik E : G = L(£I/L)c A

. 'k B: G tit! 8

L(£I/L)g

2 *34475 / 600 = 2.6 2 * 22057 / 1000

L(£I/L) =10 = L(£I/L):

d'langgap se bagal' sen d'I

Kolom EH - rangka bergoyang titik H : GA = ~tjL~c £1 L

D

34475/600 22057/1000

2.6

titik E : G = L(£IfL)c = 2 * 34475/600 = 2.6 B L( B~~ 2*22057/1000

242

Bab 5. Batang Tekan

K

G.

GB

G.

G.

~

1.0

~

100.0 50.0 30.0 20.0

100.0 50.0 30.0 20.0

10 2.6

0.8

0:3

o:B 0.8 0.7 0.6 0.5

0.8 0.7 0.6 0.5 0.4

0.7

0.4 0.3

0.3 0.6

0.2

10.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0

10.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4 .0

3.0

3.0

2.0

2 .0

1.0

1.0

0.2

0.1

0.1

0.0

0.5

0.0

0.0

(a). Kolom BE - t id ak be rgoya ng

1.0

0.0

(b) . Kolo m EH - be rgoya ng

Ga mbar 5 .43 Pe rhi tunga n nil ai K de nga n Alignm e nt Cha rt

Dengan Alignment Chart, nilai K tiap kolom dapat diketahui, yaitu :



Kolom BE (tidak bergoyang), nilai K = 0.92



Kolom EH (bergoyang), nilai K = 1.74

Cara lain tanpa memakai Alignment Chart, yaitu dengan rumus (Dumoteil 1992) akan digunakan sebagai pembanding, yaitu : •

Kolom BE, rangka tidak bergoyang (O.S :s; K:S; 1.0), rumusnya: 3G GB + 1.4( GA + GB )+ 0.64 K BE = - -A' - --'----'-'---3G A GB + 2.0( GA +GB )+ 1.28

3 * 2.6 * 10 + 1.4(2.6 + 10) + 0.64

3 * 2.6 * 10 + 2.0(2.6 + 10) + 1.28

KBE =0.92



Kolom EH, rangka bergoyang (1.0 :s; K :s; (0), rumusnya : GA (1 .6G B + 4.0)+ (4G B + 7.5)

K EH

=

K EH

= /---'-----------'------'-------"- = 1. 76

2.6( 1.6 * 2.6 + 4.0) + (4 * 2.6 + 7.5) 2.6 + 2.6 + 7.5

Catatan : Kisaran nilai K untuk kolom sesuai prediksi sebelumnya. Ketelitian sampai dua angka di belakang koma, ditentukan dari kecermatan pembacaan chart. Ini tentu saja sifatnya subyektif.

Wirya nto Dewob roto - Strll ktllr Baja

243

5.9.4. Kolom siku ganda konstruksi baja, batang A-C profil siku ganda (2L70x70x6), dan batang A-B profil I simetri ganda (WF150 x75 x5x7). Dari tampak depan titik nodal A, tertambat secara lateral. Adapun dari tampak sam ping titik nodal A adalah pertemuan batang AC dan AB yang berupa sistem sambungan pin (sendi). Tumpuan sendi di titik B dan C. Pada titik buhul A diberi beban titik Pu yang membentuk kemiringan pada bidang samping (lihat Gambar 5.44) . Untuk konfigurasi struktur tersebut, berapa Pu maksimum yang dapat diberikan jika digunakan material baja mutu A36. Pu

Pu ~~b~tan

pe~~ba~

3500

'/::S3

WF 150x75x5x7

A 700

150

r--

70

700

. :e

3500

Pelat Kopel l OOxlOOxlO

700

,.J N

1 ==hJ!'[=~ pi\150

PI

700

+

~

~

POl. balokAB

2 L 70.70.6

700

(a). Depan

5

3500

700

C

-j

1rI~

700

+ + +

'"~

75

18. 1

' I,

70

10

POI. kolom AC

~

Gambar 5.44 Struktur denga n ko lom siku ganda (uni t: mm )

Kolom AC : Profil Siku L 70x70x6

....

t

r,

rz

A

q

C.=C.

Ix=l.

I

mrn 6

mm 8.5

mm 4

em' 8.127

kg/m 6.38

ern 1.81

em' 29.4

ern' 46.6

ImlD

rx=r•

r

....

rm1n

ern' 12.2

ern 1.98

ern 2.49

ern 1.27

r.

r.

em 6.11

em 1.66

S.=S. ern 3 6.26

Kolom AB: Profil WF 150x75x5x7 Dimension (mm)

A

q

Ix

I

H I B l t l t, l r 150 1 75 1 5 1 71 8

em' 17.85

kg/m 14.0

em' 666

em' 49.5



S

S

em 88.8

em' 13.2

J----!-3 ------"--

Jawab: Mencari gaya internal elemen struktur. Beban Pu bekerja pada titik buhul batang AC dan AB. Karena sambungan pin, maka hanya ada gaya aksial tekan saj a. Untuk penyederhanaan beban Pu yang

244

Bab 5. Batang Tekan

miring tersebut akan diuraikan menjadi komponen vertikal dan komponen horizontal sehingga untuk batang AC adalah 0.8 Pu dan batang AB adalah 0.6 Pu ,seperti terlihat pad a gambar berikut. O.8Pu

Pu r---- - - 3500 - - -------l

't;I\

f '"

3500

~

1l='====W=F=I= 50=X7=5xS='=7===15=0~~

--' ~============~I

O.6Pu

A

. g

~

(b) Beban Pengganti

(a) Beban Asli

Gambar 5.45 Distribu si gaya beba n pada bata ng-bata ng struktur

Dari aliran gaya yang terdistribusi pada batang-batang struktur maka solusi penyelesaian perencanaan menjadi terlihat sederhana. Masing-masing batang mendapatkan porsi beban tekan aksial yang harus dipikul. Gaya tekan maksimum yang dapat dipikulnya adalah P rna ks = P u = 't' J. P n ,dimana P tergantung kondisi dan bentuk penampang. Untuk itu akan ditinjau masing-masing batang. f1



Profil I simetri ganda (WF150x75x5x7) pada batang AB maka P max = 0.6 P u = P n(AB) sehingga P max(AB) = 1.667 P n(AB)



Profil siku ganda (2L70x70x6) yang dipakai pada batang AC maka P max = 0.8 P u = P n(AC) sehingga P max(AC) = 1.25 P n(AC)

P maksimum adalah nilai terkecil dari

P max (AC)

atau

P max(AB)

Tinjau batang AB, profil WF150x75x5x7 dengan KL = 3.5 m. 1. Hitung properti geometri penampang profil-H. A = 1785 mm 2 , II( = 6,660,000. mm \ Iy = 495,000. mm4,

rx = 61.1 mm

ry =1 6.6 mm ,

i = 2'75'73+~15 0-7)'53 = 23,108.3 mm 4 Cw = t( d f Iy = t( 150 - 7)2 *495,000.=2.53 x 109 mm 6

Ix +Iy = 7,155,000. mm 4

Wiryanto Dewobroto· Struktur Baja

245

2. Menentukan klasifikasi penampang berdasarkan Tabel S.l.

f = 75; 0.5 = 5.4 « 0.56ft = 15.8 ~ tidak langsing. : f = 15°52*7 = 27.2 « 1.49~ = 42 ~ tidak langsing

Sayap : Badan

Klasifikasi profil-I adalah penampang tidak langsing, ditinjau tekuk-lentur CAISC - E3) dan tekuk-puntir CAISC - E4). 3. Tegangan kritis tekuk - lentur CAISC - E3). ...!S..I:-. = 3500 16.6

r,nin

F e

= 211 »

4.71

= 134 , tekuk elastis sehingga VrI Fy

= ---liJL = ]f2200 .000 44.3 MPa ... .. ...... ..... . . ... . .. ... . .. . ... (AISe

Fer

(KL/ r)2

E3-4)

2112

= 0.877Fe = 0.16Fy

.... ... .... . . . . ..... . . . .... . ... . ........ . .. . . . . (AI Se E3-3)

4. Tegangan kritis tekuk - puntir CAISC - E4) . Untuk tekuk puntir profil simetri ganda, Fer dari rumus tekuk Ientur CAISC-E3), tapi Fe dicari dari rumus CAISC E4-4) berikut.

F e

= [n2EC w GJ] I (K zL)2 + Ix+Iy

e E4-4)

Kolom jepit-jepit maka dapat dianggap KzL = KL sehingga

dimana E = 200,000. MPa dan G = 77,200. MPa

.

Fy _

T-

25 0 3064 . -

0816 .

«< 2.25 berarti tekuk inelastis, sehingga

Fer = ( 0.658~ ) . Fy = O. 71Fy

.. .. . ... .... . .. . ...... . ...... . ... .. .. . (AISe E3-2)

5. Kuat tekan nominal kolom profil H. Fer tekuk-puntir »

Fer tekuk lentur Csb. y-y), maka tekuk yang terjadi adalah lentur. Kuat tekan nominalnya adalah : tekuk - Ientur

~

Pn = Fer A = 0.16 * 250 * 1785 * 10100 = 71.4 kN Pmax(AB) = 1.667¢~, = 1.667 * 0.9 *71.4. = 107.1 kN

Catatan : mungkin ini yang jadi alasan mengapa Commentary AISC (2010) ~ profil hot-roll tidak perlu dieheck terhadap tekuk torsi.

246

Bab 5. Batang Teka n

Tinjau batang AC, profil2L70x70x7 dengan KL

= 3.5 m.

1. Profil Siku L 70x70x6 r,

t

mm mm 6

8.5

r2

A

mm 4

q

em 2 kg/m 8.127 6.38

-.

Cx=c. 1,=1.

I ....

I mln

r,=r.

rmax

rmin

S,=s

em

em'

em 4

em 4

em

em

em

em 3

1.81

29.4

46.6

12.2

1.98

2.49

1.27

6.26

2. Profil siku ganda dianggap sebagai satu kesatuan. 2 A9 = 2A = 1625.4 mm

J

4

rBx = 19x / A9 = 19 mm -7

IBx = 2/x = 588,000. mm ;

rmin

IBY = 21Y +2A(18.1 + 10 / 2)2 = 1.46 x 106 mm4, pelat =10 mm

=Jl gy /A9 =3 0 mm

rgy

karena KL x = Kly maka KL . =KLjrmm. = 184, yaitu tekuk lentur. 111111

Catatan : tekuk di arah ini (sumbu x-x) tidak dipengaruhi oleh efek profil gabungan, lihat ketentuan E6 - AISC (2010). 3. Tegangan kritis tekuk - lentur (AISC - E3).

~=3500= 184 » r 19

4.71 fI= 134,tekukelastissehingga

null

VFy

Fe

= (~~~)2 = 1r2 ~~~~000

58.3 MPa ...................... ... ... ... .. . (AISC E3-4)

Fer

= 0.877 Fe = 0 .2Fy

....... . ...•.................... • .... . .......... (A ISC E3-3)

4. Kuat tekan nominal kolom profil gabungan ditentukan oleh tekuk pada sumbu x-x dimana pusat berat berhimpit dengan pusat geser sehingga yang terjadi adalah tekuk lentur. Kuat tekan nominalnya adalah : tekuk - Ientur ,-A-.,

Pn

= Fer A = 0.2 * 250 * 1625.4 * 10100 = 81.3 kN

Pmax(AC) =1.25¢P', =1.2 5*0.9 *81.3 = 91.5 kN < Pmax(AB) = 107.1 kN

Ditinjau struktur secara keseluruhan : Dari tinjauan kuat batang AB dan AC maka sistem ditentukan oleh kuat batang AC yang kapasitasnya akan tercapai terlebih dahulu. Pada batang AC tersebut kekuatannya ditentukan kapasitas tekuk pada sumbu lemah (sumbu x-x), yaitu sebesar: Pu max = Pmax(AC) = 91.5 kN

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

247

5.9.5. Pengaruh pemilihan pro/il dan bracing kapasitas dukung sistem struktur di Bab 5.9.4 (lihat Gambar 5.44) ditentukan oleh persyaratan stabilitas dibanding mutu material. Perhatikan, tegangan kritis Fcr batang AC adalah O.2Fy dan batang AB adalah O.16F.y Itu semua jadi petunjuk bahwa konfigurasi sistem struktur yang ada, tidak berhasil mengeksplorasi material baja secara optimal dan bukan contoh perencanaan yang baik. Agar optimal maka dalam penyusunan konfigurasi sistem struktur perlu diperhatikan hal-hal berikut : 1.

Kapasitas penampang elemen dipasang sesuai orientasi beban atau distribusi gaya-gaya yang terjadi. Ini penting diperhati-kan khususnya bila bebannya bersifat permanen atau tetap. Untuk kasus struktur di Gambar 5.44, maka dari Gambar 5.45 yang memperlihatkan distribusi beban dapat diketahui bahwa batang AC (vertikal) akan memikul beban 133% lebih besar dari batang AB (horizontal). Oleh sebab itu agar maksimal maka pada penampang batang AC harus mempunyai kapasitas dukung yang lebih besar dari penampang batang AB.

2.

Kapasitas tekuk batang ditentukan dari kelangsingan terbesar (KLjrllliJ tergantung arah. Untuk penampang dengan r (radius girasi) yang berbeda di tiap arahnya tentu perlu diperhatikan. Untuk kasus struktur Gambar 5.44, panjang tekuk semua arah sarna, maka kuat tekan ditentukan oleh radius girasi terkecil. Agar optimal, pakai penampang yang simetri di semua arah, misalnya pipa. Jika profil lama dipertahankan (misal karena keterbatasan bahan) langkah yang efektif adalah memasang pertambatan (bracing) pada arah sumbu lemahnya.

Struktur yang bekerja sebagai pertambatan (bracing), tidak secara langsung menerima beban. Untuk perencanaan umumnya dapat dianggap kuat jika mampu memikul sejumlah fraksi dari kapasitas beban aksial batang yang ditambatnya. Perencanaan pemasangan pertambatan (bracing). 1. Batang AB dengan profil WF150x75x5x7 dan KL A = 1785 mm 2, Ix = 6,660,000. mm4, rx = 61.1 mm , Iy =

=3.5 m.

495,000. mm4, ry = 16.6 mm

KLx/rx = 3500/61.1 = 57 KLyjry =3500/16.6 = 211 -7 KL ymin = {KLx/rx )* ry = 946 mm

248

Bab 5. Batang Tekan

Perlunya pertambatan atau bracing yang rapat menunjukkan bahwa profit WF150x75 tidak baik untuk batang tekan, cocoknya untuk balok lentur saja. Kalau dipaksa maka bisa terjadi berat profit baja untuk bracing, lebih besar dari struktur utama. 2. Batang AC dengan profit2L70x70x7 dengan KL =3.5 m. Profit siku ganda dianggap sebagai satu kesatuan. Ag = 2A = 1625.4 mm 2 Igx

=

rgx = ~[gxj Ag = 19 mm -7

2/ x = 588,000. mm 4 ;

r min

[gy = 21 y + 2A(18.1 + 10 / 2)2 = 1.46 x 106 mm 4, pelat = 10 mm rgy = ~/gyj Ag = 30 mm

karena KLx =Kly maka KLmill =KLjrmin = 184, yaitu tekuk lentur. KLyjry = 3500/30 = 117 KLx/rx = 3500/19 = 184 -7 KLxmin = ( KLyjry ) * rx = 2223 mm

Dari tinjauan tentang jarak penempatan bracing pada arah sumbu lemah. Profit WF150x75 memerlukan jarak bracing yang sangat rapat dibanding profit siku ganda 2L 70x70x6 yang cukup satu saja di tengah bentangnya. Jadi agar pemakaian bracing bisa efektif dan ekonomis (jumlah minimum) maka profit WF150x75x5x7 akan digantikan dengan profit siku ganda 2L70x70x6. Konfigurasi sistem yang dimodifikasi menjadi sebagai berikut.

Pu~

Pu

pc~~ba~l

Erta..:nb~tau

1750

1750

'N 3

2L70.70x6

--.=-=---:' A

150

..,

-

875

70

? 1750

>(

1750

~

I-

..J

1J

N

875

I

-+I

.., >(

-I

~Iy ll~ - -' - - ' 1

I

18.1 2 L 70.70.6

6 ~

70

riO 875

0

r--

1750

150 J'

Pelo, Kopel

.!'l r--

1750

..J

Pot. tipikal

10o. 100x10

N

875

c

(a). Depan

Ga mbar 5.46 Modi fikas i struktur de nga n kolom s iku gand a (uni t : mm)

Wirya nto Dewo bro to - Struktur Baja

249

Tinjau batang AC, profil 2L70x70x7. 1. Profil Siku L 70x70x6 t

r2

r,

mm mm mm 6

8.S

q

A

em

4

2

8.127

C.=C. Ix=1y

Imax

Imln

rx=r.

r max

rm1n

Sx=Sy

kg/m

em

em'

em'

em'

em

em

em

em 3

6.38

1.81

29.4

46.6

12.2

1.98

2.49

1.27

6.26

2. Profil siku ganda dianggap sebagai satu kesatuan. Ag = 2A = 1625.4 mm 2 Igx = 2I x = 588.000.mm

4

rgx= ~/gx/Ag = 19mm ~ r min

;

1BY = 21 y + 2A(18.1 + 10 /2)2 = 1.46 x 106 mm 4 , pelat = 10 mm rgy = ~/BY/Ag = 30 mm

arah sumbu x-x diperpendek oleh bracing maka KL=1.75 m

KLx /rx = 1750/19 = 92 arah sumbu y-y tidak dipengaruhi bracing maka KL=3.5 m

KLy fry = 3500/30 = 116.7 ** paling langsing - menentukan ** Catatan : tekuk di arah ini (sumbu y-y) dipengaruhi oleh efek profil gabungan, lihat ketentuan E6 - AISC (2010). 3. Sumbu x-x: tekuk Ientur (AISC - E3). KL, rx

= 171950 = 92 « ,,2£

,,2 20 0 ,000

(KL/ r)

92

2 = Fe = - -

2

4.71

= 134, tekuk inelastis sehingga VfI Fy

= 233 MPa ........ ........................ ... (AISe E3-4)

Fer = ( 0.658~ ). Fy = 0.64 · Fy ......... .. .. ......................... (AISe E3-2)

4. Sumbu y-y: profil gabungan dan tekuk lentur-torsi (AISC - E4). Peningkatan kekakuan profil gabungan (rgy > r y ) terjadi karena dapat dianggap ke-2 profil siku bekerja sebagai satu kesatuan. Anggapan itu hanya valid jika pada detail profil gabungan dapat dipasang "pelat ujung" dan "pelat-pelat kopel" dengan jarak (a) yang sesuai dengan ketentuan AISC-E6 (2010). KL

1._ Y = 1. * 3500 = 87.5 »> 4

rgy

4

30

_a_ r", ln

= 875 = 46 .. ... . .. .. ............ .. (A ISe E6.2) 19

Jarak pelat kopel (a) cukup pendek dan memenuhi ketentuan AISC (2010) sehingga dapat dianggap perilaku tekuk batang siku secara individu tidak menentukan.

250

8ab 5. 8ata ng Tekan

5. Check pengaruh kekakuan profil gabungan akibat sambungan pelat kopel. Dalam hal ini pelat kopel disambung dengan sistem sambungan las, maka : Untuk ~> 40 ri

3500 ) 2 ( 30

875 ) 2_ + ( 19 - 125.4 .... .... .... .. ... .. ..... .(Al SC E6-Z b)

6. Tegangan kritis tekuk - puntir (AISC - E4). Pada tekuk terhadap sumbu y atau sumbu simetri, maka pusat berat (c.g) dan pusat geser (c.S) tidak berhimpit. Oleh sebab itu selain akan terjadi lentur akan terjadi juga torsi, yang disebut tekuk lentur-torsi. Untuk itu dipakai ketentuan E4 (AISC 2010). + Fcrz Fcr = ( Fcry2H

J[1 -

1- (

4Fcry Fcrz H\2

1

' .... ........ ........ ... . (Al SC E4-Z)

Fcry + Fcrz J

dimana ditinjau tekuk pada sumbu simetri

4.71~E/Fy = 133

) = 125.4 « ( KL r m

.......... .. ...... ... .. . ... (Al SC EH

)

berarti tekuk inelastis, sehingga F =

e

,,' E = ,,' 200,000 "" 1255 MPa

(KLY jrY )'m

125.4'

Fcry = Fcr = 0.43Fy

-

;; 108.6

.. . ... , . . ... ....... . ... ... . ... (AISC E3-2)

MPa ..... . , ... .... ......... . ... .. ..... .. .. (Al SC E4)

1260

Ix+ l l _ 588000+1.46x106

T-

.

1625.4

~2= X;+ y~+ lx;:y = 0+(18.1 -%)2 + 1260 = 1488 ... ... .. .. ..(Al SCE4-11) J =t{d +b - t).t 3 =t(70 + 70 - 6) .63 = 19,296. mm 4 _ GJ _

Fcrz -

A/,"2 9

(77,200. *19296) ~ (1625.4*1488)

.

616 MPa .. .. .. .. .... ..... .. .... .. ..... (AlSC E4-3)

0

x'+ y '

,

H = 1 -~= 1 -0~~~i = 0.847 .. .... ... .. ... .. ...... .. . ... .. ... (Al SCE4-1 0) ro

F = (1O~.6+616 ) [1 cr 2 0.847

1-

Wi rya nto Dewo bro to . Strllktllr Ba ja

4*108.6*61 6*0.847 ] (108.6+616)'

~ 105.3 MPa ~ 0.42FY

251

7. Kuat tekan nominal kolom profil gabungan. tekuk lentur-puntir (sb. y-y) «Fer tekuk lentur (sb. X-X), maka tekuk yang terjadi adalah lentur-puntir.

Fer

Kuat tekan nominalnya adalah : lentur- torsi

~

= Fer A = 0.42 * 250 * 1625.4 * 1;00 = 170.7 kN ~nax(AC) = 1.25¢Pn = 1.25 * 0.9 * 170.7 = 192 kN

Pn

8. Evaluasi peningkatan kekuatan setelah dilakukan modifikasi. Modifikasi yang dibuat adalah mengganti batang horizontal dari WF150x75xSx7 menjadi profil siku ganda 2L70x70x6. Jadi kondisinya sarna seperti pada batang vertikal. Selain itu juga ditambahkan bracing pada arah sumbu lemah (Gambar 5.46). Itu semua menghasilkan peningkatan kekuatan struktur pada kondisi beban yang sarna, sebesar: 192/91.5*100% = 210 %. Contoh di atas menunjukkan bahwa dengan pemahaman yang benar akan stabilitas struktur dan sedikit kreatifitas akan dihasilkan suatu konstruksi baja yang lebih kuat dengan biaya relatif sarna.

252

Bab 5. Batang Tekan

Bab6 Balok Lentur

6.1. Pendahuluan Istilah balok lentur umumnya merujuk struktur yang ditempatkan secara horizontal, dan dibebani pada arah vertikal, tegak Iurusnya. Untuk analisa struktur dapat dibuat model dengan elemen garis, dimana dianggap perilaku lentur yang dominan. Kondisi seperti itu dapat dipahami secara visual dengan melihat perilalru bentuk jembatan bambu dengan orang-orang yang lewat sebagai bebannya, sebagaimana terlihat pada gam bar berikut.

Ga mba I' 6.1 Je mba ta n ba mbu (N ation a l Geogra phi c - J. Mun s hi 2008)

Bambu-bambu tegak seperti kolom dan menjadi tumpuan bambubambu horizontal yang berperilaku sebagai balok. Berat sendiri balok dan beban orang-orang yang melewatinya adalah kondisi beban yang dimaksud, yaitu tegak lurus elemen. Akibatnya, balok menjadi terlihat lengkung. Itulah dampak yang mudah dipahami oleh awam ten tang balok dengan mekanisme lentur.

Wi rya nto Dewobroto - Strllk tllr Baja

253

Jika pembebanan relatif keeil, mekanisme lentur tidak mengubah konfigurasi bentuk balok seeara permanen. Jadi ketika bebannya hilang, balok akan kembali pad a kondisinya yang semula. Jika itu terjadi maka perilaku yang dimaksud disebut elastis. Mekanisme lentur bukanlah satu-satunya mekanisme pada suatu balok yang dibebani. Untuk konfigurasi tertentu, mekanisme lain yang tidak mengandalkan mekanisme lentur, bisa saja itu terjadi. Untuk mengetahuinya akan diperlihatkan konfigurasi objek pada situs prasejarah Stonehenge dari Inggris, sebagai berikut.

Gambar 6.2 Situs prasejara h Stonehenge, Inggris (Wikimedia - B. Gagnon 2007)

Pada situs prasejarah gambar di atas, terdapat kolom-kolom batu dan balok batu. Pada kondisi seperti itu tentunya fenomena lentur sebagaimana terlihat pada konstruksi bambu, ti~ak akan terlihat. Kalaupun ada maka proporsinya relatif sangat keeil sehingga tidak terlihat oleh mata telanjang. Jika demikian, pasti ada mekanisme lain selain mekanisme lentur yang menggantikannya. Mekanisme seperti apa itu, tidaklah penting. Maklum pembahasan berfokus pada elemen lentur, yang mempunyai ciri-ciri fisik seperti yang terdapat pada konstruksi jembatan bambu. Dari dua eontoh konfigurasi struktur bangunan yang disampaikan, tentu dapat dieari parameter yang membedakannya. Ciri-eiri fisik balok dengan mekanisme lentur (bambu), maka rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang relatif besar, ada pun balok dengan mekanisme non-Ientur (batu) mempunyai rasio bentang terhadap tinggi pen am pang yang keeil. IlIustrasi ciri fisik balok lentur (beam) dan balok non-Ientur yang pada konstruksi beton dikenal sebagai balok tinggi (deep-beam) adalah sebagai berikut.

254

Ba b 6. Balok Le ntur

Ll2

Ll2

I

r

a). Balok (model) b

, ------t----=:;i.!l Fh : ~ 0 ~:==~::;::;::~ p

ilO:-'

b). Balok real Llh=20

c). Balok (Beam)

,

p

I

d). Balok real Uh=4

! 1~

c). Balok tinggi (Deep-Beam)

Gambar 6.3 Dimensi balok dan perilakunya

Akibat perbedaan rasio bentang terhadap tinggi (Ljh), maka perilakunya dalam memikul beban menjadi berbeda. Bentuk geome-tri balok biasa (Gambar 6.3b), beban dialihkan dengan mekanisme lentur (Gambar 6.3c), sedangkan pada balok tinggi (Gambar 6.3d) beban dialihkan menjadi diagonal gaya tekan (strut) di sisi atas, dan gaya tarik (tie) di sisi bawah tanpa terjadinya efek lentur. Perilaku balok biasa dan balok-tinggi sangat berbeda. Hal itu jadi perhatian penting pada perencanaan struktur beton. Maklum cara konstruksi keduanya tidak berbeda banyak, penampangnya samasarna berbentuk persegi dan umumnya tidak ada masalah terkait kelangsingan elemen-elemennya. Kondisi itu akan berbeda jika diaplikasikan pada struktur baja, yang penampang baloknya tidak persegi tetapi berbentuk profill (lihat Gambar 6.4a).

a). Detail profil-l built-up

b). Transfer Trusses WTC (sumber http://911research.wtc7.net)

Gambar 6.4 Permasalahan dengan "balok t in ggi" pada struktur baja

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

255

Struktur baja menggunakan produk hasil industri, yang terbatas dalam menentukan dimensi profilnya. Ini memang kelemahannya dibanding struktur beton yang relatif bebas dalam menetapkan ukuran atau dimensi. Pada struktur beton, membuat balok (biasa) atau balok-tinggi (deep-beam), tidaklah ditemukan kesulitan yang berarti. Padahal di struktur baja, dimensi penampang umumnya adalah tertentu, mengikuti standardisasi yang telah ditetapkan, yaitu agar produksinya efisien. Jika memakai profiJ baja hot-rolled maka kemungkinannya sangat keeil menghasilkan struktur yang berperilaku sebagai balok-tinggi. Kalaupun ada, hanya mungkin jika digunakan profil-I built-up seperti terlihat pada Gambar 6.4a. Jika memakai profil-I built-up yang berperilaku balok-tinggi, maka aliran gaya tekan (strut) terjadi pada badan (web), berarti bagian pelat badan yang relatif langsing berisiko mengalami tekuk. Jika bebannya besar, maka mengganti profil-I built-up menjadi rangka batang (truss) tentu akan lebih efisien. Contohnya adalah struktur "transfer trusses WTC" (Ii hat Gambar 6.4b). Itulah mengapa semua profil-I hot-rolled maupun built-up yang dibahas dianggap sebagai balok lentur. Tentu saja untuk itu, balok harus mempunyai rasio bentang dan tinggi, atau Ljh yang nilainya relatifbesar.

(( U ((( ( ( (

Gambar 6.S Profill-girder built-up di Osceo la County, Florida (sumb er http://www.metzbridges.com)

Struktur I-girder built-up pada jembatan di Florida (Gambar 6.5) reIatif tinggi, bandingkan dengan ukuran kendaraan di bawahnya. Meskipun demikian, karena bentangnya sedemikian sehingga Ljh relatif besar, maka perilaku struktur yang dominan adalah lentur. Oleh karena itu prosedur desain balok lentur yang dibahas tetap berlaku. Pada balok lentur, selain momen lentur maka yang harus dievaluasi adalah gaya geser dan lendutan seeara sekaligus. Kondisi berbeda jika profilnya tinggi, tetapi untuk bentang relatif pendek, sehingga rasio Ljh keci\. Perilaku struktur menjadi baloktinggi, sehingga materi bahasan ini menjadi tidak memadai.

256

Ba b 6. Bala k Le ntur

!

6.2. Pemilihan Bentuk Penampang Mutu bahan yang tinggi menghasilkan dimensi struktur baja yang relatif langsing dibandingkan struktur beton. Oleh sebab itu pada perencanaan struktur balok baja maka tidak hanya evaluasi kondisi tegangan, tetapi juga perlu evaluasi kondisi stabilitasnya juga. Masalah stabilitas adalah permasalahan non-linier geometri maka parameter penampang, pertambatan lateral dan kondisi tumpuan sangat menentukan, sehingga perlU dievaluasi sekaligus. Bentuk geometri penampang atau profil baja adalah parameter geometri yang paling mudah diakses. Karena hal itu menentukan kinerjanya, maka langkah awal dan pertama perencanaan balok adalah memilih bentuk penampang yang sesuai terhadap kondisi beban dan pertambatan lateral yang ada. Adapun bentuk profil baja yang umum digunakan sebagai balok adalah sebagai berikut.

IITIID (a)

(b)

(c )

(d)

(e)

(I)

Ga mba r 6.6 Konfigurasi pen a mpang baja untuk struktur balok

Profil baja Gambar 6.6a menurut SNI 07-0329-2005 disebut baja profil I-beam proses canai panas (Bj.P I-beam), atau profil I saja. Profil bentuk ini di AISC (1993) dinamakan profil S. Ciri khasnya, permukaan sayap bagian dalam membentuk kemiringan tertentu, cocok dipakai sebagai balok pemikul mesin hoist (kerekan) pada bangunan industri. Adapun profil pada Gambar 6.6b menu rut SNI 07-7178-2006 disebut baja profil WF-beam proses canai panas (Bj.P WF-beam) atau profil WF saja (WF singkatan Wide Flange). Profil serupa di Amerika disebut profil W (AISC 1993), di Jepang profil H (JIS G3192), di negara-negara persemakmuran Inggris sebagai profil UB (Universal Beam). Pabrik lain bisa saja memberi nama lain, oleh sebab itu perlu dicermati ukuran dan beratnya. Dari segi kekuatan terhadap momen lentur, pada berat yang sarna, profil WF mempunyai kinerja lebih baik daripada profil I sehingga sangat populer untuk pekerjaan konstruksi. Profil I dan profit WF dibuat oleh pabrik baja melalui proses canai panas dengan digilas, istilah aslinya hot-rolled, selanjutnya disingkat sebagai profil gilas untuk membedakan dengan profil bUilt-up atau tersusun. Karena produk pabrik, variasi dimensinya terbatas, tergantung pasar. Bila

Wirya nto Dewobro to . Strll ktllr Baja

257

perlu dimensi berbeda, dalam jumlah yang tidak ekonomis jika pesan di pabrik, maka dibuatlah profil balok tersusun dari pelatpelat baja yang disambung dengan las (Gambar 6.6d). Profil balok tersusun banyak dipakai pada konstruksi jembatan dengan beban berat atau balok transfer pada gedung. Profil I atau profil dengan sumbu simetri ganda, baik hasil proses canai panas atau profil tersusun buatan, jika dipakai sebagai balok lentur adalah paling efisien, ditinjau dari sisi material. Itu terjadi karena sebagian besar volume material ditempatkan pada sisi-sisi luar (pelat sayap) sejauh-jauhnya. Dengan demikian, pelat sayap atas dan bawah dapat bekerja sebagai kopel gaya yang menahan momen lentur. Adapun gaya geser akan ditahan oleh pelat badan. Agar kekuatan material menentukan, maka balok harus dipasang pertambatan lateral yang cukup. Meskipun demikian bentuk profil I mempunyai ketahanan yang rendah terhadap torsi, sehingga jika dipakai memikul beban langsung, akan berisiko tinggi. Maklum jika bebannya bergeser, tidak terletak tepat pada bidang simetri, akan timbul torsi selain momen lentur. Kondisi seperti itu tentu berbahaya. Untuk mengatasi maka struktur balok dengan profil I harus terdiri dari minimal dua profil yang dipasang sejajar, diikat rangka sedemikian sehingga dapat berfungsi sebagai pertambatan lateral sekaligus rangka kopel yang mengubah torsi menjadi gaya yang menimbulkan lentur saja. Contoh, jembatan KA dengan profil I ganda (Gambar 6.7), menerapkan konsep yang dimaksud. ~

Gambar 6.7 Profill tersusun ganda pada jembatan KA (http://cs.trains.com)

Bilamana pertambatan lateral khususnya pada pelat sayap tekan, tidak mencukupi, maka persyaratan stabilitas akan menentukan. Kapasitas dukung pelat tekan jadi lebih kedl daripada pelat tarik, akibatnya kapasitas balok secara keseluruhan juga menurun. Agar

258

Bab 6. Balak Lentur

tidak jadi menurun, maka pelat tekan perlu diperkuat terhadap stabilitas. Untuk itu mengapa balok simetri tunggal (Gambar 6.6c atau Gambar 6.6e) diperlukan. Balok tersusun dari profil I dan profil U (Gambar 6.6e) populer untuk balok tunggal pemikul mesin hoist, di sepanjang bentang dapat bebas dari rangka pertambatan lateral yang mengganggu. Penempatan profit U dan profit I pada konfigurasi balok seperti itu coeok untuk struktur sederhana, dimana pelat tekan di sisi atas menjadi eukup kaku pada arah lateral sehingga tidak hanya stabilitasnya saja yang terjaga tetapi juga terhadap gaya kejut lateral selama mengoperasikan mesin hoist (kerekan). Meskipun begitu jarak bentangnya terbatas. Jika perlu bentang panjang yang bebas pertambatan lateral maka profil tersusun kotak (box), lihat Gambar 6.6f, dapat menjadi solusi yang efektif. Untuk luas area pelat sayap dan pelat badan yang sarna maka profil kotak dan profil I tersusun memberikan kapasitas momen lentur pada arah sumbu kuat seeara sarna besar. Profil kotak (box) hanya unggul terhadap profil I jika ditinjau dari kapasitas torsi dan momen lentur arah sumbu lemah. Ke dua hal itu penting jika dikaitkan dengan stabilitas balok, sehingga jika digunakan profil kotak maka tidak perlu rangka pertambatan lateral yang khusus. Profil baja berongga lain, seperti pipa baja dan square-tube akan mempunyai karakter yang serupa dengan profil kotak sehingga tidak diperiukan rangka pertambatan lateral khusus. Tetapi kedua profil tersebut jika digunakan sebagai balok lentur tentu tidak efisien. Pipa baja karena sebagian besar volume berkumpul pada daerah garis netral (tengah). Untuk hal ini, maka square-tube akan lebih baik kondisinya. Meskipun demikian karena pelat sayap sarna tebalnya dengan pelat badan, maka tentu saja penampang tidak efisien memikul Ientur. Keduanya lebih eoeok jika digunakan untuk elemen pemikul gaya tekan aksial. Profil-profil baja bentuk lainnya pada dasarnya juga bisa dipakai sebagai balok lentur, perbedaannya pada tingkat efisiensi pemakaian material sekaligus penempatan rangka pertambatan lateral yang harus disediakan. Jika balok dengan profil baja direneanakan untuk memikul pelat beton maka dengan menambahkan shear connector, sistem dapat diubah dari sistem balok biasa menjadi balok komposit. Sistem balok komposit seeara efektif menghilangkan kebutuhan rangka pertambatan lateral khusus sebagaimana yang diperiukan pada profil baja sebagai balok biasa.

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Ba ja

259

6.3. Pengaruh Kelangsingan Elemen 6.3.1. Tekuk lokal dan rasio lebar-tebal Umum diketahui bahwa penampang balok baja terdiri dari profil terbuka dan elemennya relatif tipis. Kelangsingan dapat diukur dari rasio lebar-tebal. Jika terjadi tegangan tekan, elemen berisiko mengalami keruntuhan tekuk lokal (local buckling), Gambar 6.8.

Gambar 6.8 Tekuk lokal pada pelat badan dan sayap (sumber : internet)

Sisi lainnya, analisa struktur untuk mencari gaya internal struktur, umumnya hanya memakai pemodelan elemen garis (Gambar 6.3a) sehingga kelangsingan elemen profil tidak terdeteksi. Tekuk lokal tentu tidak bisa diabaikan. Keberadaannya mengurangi kinerja struktur, bahkan bisa memicu kerusakan yang lebih besar. Bagaimanapun juga telah disadari bahwa analisis struktur memprediksi tekuk lokal tersebut adalah tidak mudah (kompleks).

a) Simulasi FEM

b) Aktual

Gambar 6.9 Tekuk lokal pada penampang langsing (Maljaars 2008)

Simulasi numerik dengan FEM pakai elemen Shell (Gambar 6.9), memang bisa memberikan solusi yang efektif. Tetapi prosedurnya tidak cukup praktis jika digunakan dalam proses perencanaan rutin yang biasa. Untuk mengatasi masalah agar cara perencanaan mudah dan praktis maka dipilih cara klasifikasi penampang balok yang didasarkan pada rasio bit atau lebar terhadap tebal elemenelemen penyusun profil balok sebagai tahap dasar.

260

Bab 6. Balak Lentur

6.3.2. Rasio lebar-tebal dan klasifikasi Klasifikasi profil adalah tahapan awal proses perencanaan struktur baja. Cara tersebut dipakai untuk antisipasi terhadap bahaya tekuk lokal (local buckling) dari elemen-elemen penyusun profil. Cara ini adalah langkah sederhana yang efektif, dimana rasio lebar terhadap tebal (bit) menunjukkan kelangsingan elemen pelat sayap dan badan (web), yang kemudian akan dievaluasi berdasarkan kondisi kekangannya (restraint). Elemen-elemen penyusun profil diklasifikasi sebagai [1] kompak, [2] non-kompak, atau [3] langsing (ref. Table B4.1b AISC 2010). Klasifikasi elemen pelat penyusun profil balok sangat penting karena menentukan langkah hitungan dan formulasi yang dipaka i. Tabel 6.1 Klas ifi kasi elemen teka n batang mem iku l lentur'(Tab le B4.1b AlSC 2010)

Elemen

rasio A lebar komtak/ tebal nonkompak

A nonko':;pak/ langsing

Deskripsi penampang

1'1 e f ; 1 0.38J!; 0.95 It 1J b

sayap pro fil gil as I-WF. UNP dan Tee sayap pro fil tersusun I-WF simetri ga nda da n tungga l lengan pro fil siku tungga l

t

Fy

b

-

t

lengan profil Tee

Note:

1.

Fy

0.54f!; 0.91J!;

b

-

T

Fy

Fy

I-

t

b-J

F it

-t-

blL

t

-1 1-

t

0.38J!; oJ!; t---~

d t

O .84J!; 3J!;

b

-

Fy

-

Fy

t

k cE FL

Fy

t sayap profil I-WF. UNP momen sb.lema h

rR-u

0.38J!; oJ!;

b

-

1.

1. 0

-

t -- ,

-lli---J-b

Fy

---y

~ I --1 d

Fy

lal

kc = 4j~h/ tw teta pi 0.3S ;<; k c ;<;; 0.76

Ihl

FL = 0.7 Fy -7 web non -langsing dan S xt / S xc ~ 0.7

FL= Fy '~XI ~ O.SFy -7webnon-langsingdan Sxt/Sxc <0.7 xc

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

261

Tabel6.1 Klasifikas i e lemen tekan batang memikullentur (lanjutan)

Elemen

rasio lebar tebal

badan profill simetri

h

-

ganda dan

UNP

tw

!!£

simetri

tunggal

tw

sayap profil kotak ketebalan

b -

sa rn a

sayap pelat penutup/ diaphragm antar alat sa mbung badan profil kotak ketebalan

pipa

Note:

1' 1

Ar

Deskripsi penampang

nonkompak /Iangsing

3.76.Jf: Fy

5.70.Jf:Fy !I j h

~#:[Cl

badan profill

sarna

A komGak/ nonkompak

hp Fy

( 0.54~ - 0.09 )

2

< Ar

5.70.Jf: Fy

CG

ili

h2e -

..,.~...:

t"Bh I

p

he 2 ""r-1 h2PNA

. fPNACG

!l~ t

" w

1

r:r

t

1.1~.Jf: Fy

1.4.Jf:Fy

t

1.12.Jf:Fy

1.4.Jf: Fy

h t

2.42.Jf:Fy

5.7.Jf:Fy

_ B~ h

D

0.07~

0.31'F£y

OD

t

b

-

-

-

t

Fy

lit I tt t

My momen lel eh pada serat terlu ar, Mp mom en penampang plastis.

Tabel 6.1 disalin dari Tabel B4.1b (ArSC 2010), dan dipakai untuk menetapkan klasifikasi elemen profil balok, apakah kompak. nonkompak atau langsing. Profil balok disebut kompak jika bit dari keseluruhan elemen (pelat sayap dan pelat badan) memenuhi klasifikasi kompak. Balok profil kornpak rnampu memikul mornen sampai serat terluarnya mencapai tegangan leleh, ketika diberi mornen lagi dapat berotasi lagi, sekaJigus mendistribusi tegangan ke serat penampang bagian dalarn, sampai sernuanya plastis (M). p Kapasitas rotasi inelastis balok kompak minimal 3 kali kapasitas rotasi elastis sebelum terjadi tekuk lokal. Balok struktur daktail untuk bangunan tahan gempa, kapasitas rotasinya bahkan dipersyaratkan lebih besar, yaitu 7 atau lebih (Chen-Lui 2005).

262

Sab 6. Salok Lentur

Profil kompak merupakan konfigurasi geometri penampang yang paling efisien dalam memanfaatkan material. Itu alasan mengapa hampir sebagian besar profil WF hot-rolled buatan pabrik, mas uk pada kategori profil kompak. Karena kemampuan profil mencapai momen plastis, perilaku keruntuhannya bersifat daktail, sehingga menjadi syarat penting bangunan tahan gempa. Meskipun begitu, untuk penampang balok kompak yang khusus digunakan sebagai sistem rangka daktail (penampang plastis), maka kriterianya lebih ketat, termasuk juga jarak pertambatan Iateralnya (AISC 2010a). Penampang non-kompak mempunyai efisiensi satu tingkat lebih kecil dibanding penampang kompak dan ketika dibebani serat tepi terluarnya dapat mencapai tegangan leleh, meskipun demikian sebelum penampang plastis penuh terbentuk, profil akan mengalami tekuk lokal terIebih dahulu. Oleh karena itu kapasitas momen yang dapat diandalkan pada penampang ini adalah My < Mp . Penampang langsing adalah konfigurasi profil yang tidak efisien ditinjau dari segi pemakaian material. Apalagi jika yang dipakai adalah bahan baja bermutu tinggi. Jadi saat dibebani sebelum tegangan mencapai kondisi leleh telah terjadi tekuk lokal terlebih dulu. Oleh karena keruntuhannya ditentukan oleh tekuk, yang sifatnya tidak daktail, maka penampang iangsing tidak disarankan untuk digunakan sebagai elemen struktur utama, apalagi untuk bangunan tahan gempa. Kapasitas mom en balok adalah M < My . Jadi klasifikasi penampang balok diperlukan untuk membedakan perilakunya dalam memikul momen sampai kondisi inelastisnya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan kurva hubungan momen dan kelengkungan (curvature), pada Gambar 6.10. M perilaku ideal

Mp

My

kompak plastis

Gamba r 6.10 Peril aku pena mpa ng berdasa rkan klasifikas i (Kula k - Gronding 200 2)

Wirya nto Dewo broto - Struk tur Baja

263

6.3.3. Klasifikasi dan perhitungan kuat batas

Dari perilaku keruntuhan penampang terhadap lentur yang telah diketahui, yaitu berdasarkan klasifikasi kompak, non-kompak dan langsing. Maka tentunya dapat dipilih prosedur perencanaan yang sesuai. Itulah esensi strategi perencanaan balok AISC (2010). Chapter F dari AISC (2010) menyajikan prosedur lengkap desain balok lentur dengan profil baja sesuai klasifikasi Tabel 6.1, dimana balok memikul momen akibat beban yang terletak pada bidang sejajar sumbu utarna, dan sekaligus tepat di pusat geser profil, kecuali jika ada pertambatan khusus untuk menghindari torsi. Penampang dengan pusat berat (cg) dan pusat geser (5) sama

$ -tal' ._._. -..- ':1'I- '

~ '

I

eg,S

x

.

eg, S

x

y

. I

" ••, 'x,

y

.y

i

- : - l eg,s

~

I

1; ffi 43 x

Penampang dengan pusat berat (cg) tidak berhimpit pad a pusat

. eg,S

x

eg

Y

' eg

S

eg

~Ys ~xr-

x~ S og

y

1 '

~

Gambar 6.11 Ori entas i pu sat bera t (cg) dan pusa t geser (s) pada pro fil baj a

Sumbu utama profil tepat pada pusat berat, eg (centre of gravity), orientasinya bisa berbeda dengan sumbu lokal (misalnya yang ada pada profil L atau Z). Pemahaman tentang lokasi pusat geser profil baja sangat penting, karena pada profil tertentu, lokasi pusat berat (eg) dan pusat geser (s) bisa tidak berhimpit (lihat Gambar 6.11). Pada kondisi tertentu, meskipun pembebanan melalui pusat berat, bisa juga terjadi torsi pada balok (misal profil C). Jika itu terjadi maka prosedur perencanaan Chapter F (AISC 2010) belum mengakomodasi secara otomatis, dan harus diantisipasi secara manual. Perencanaan balok berdasarkan Chapter F (AISC 2010) memakai banyak rum us, agar dapat memakainya secara tepat, telah dibuat peta berdasarkan bentuk pen am pang dan klasifikasi kelangsingan elemen-elemennya sebagaimana terlihat di Tabel 6.2 berikut.

264

Bab 6. Balok Lentur

Tabel6.2 Prosedur desa in balok lentur menurllt AlSC (2010)

bagian pada ChapterF

Bentuk penampang

F2

f3-

F3

f f-:l f-:l

F4 FS F6

I

I

I

K1asifikasi kelangsingan

I

-t---+

sayap

badan

Kondisi batas yang perlu dievaluasi

C

C

Y, LTB

NC, S

C

LTB, FLB

C, NC, S

C, NC

Y, LTB, FLB,TFY

C, NC, S

S

Y, LTB, FLB, TFY

C, NC, S

NjA

Y, FLB

F7

-B-

C, NC, S

C,NC

Y, FLB, WLB

F8

-e

NjA

NjA

Y, LB

F9

1FT

c, NC, S

NjA

Y, LTB, FLB

FlO

-bA

NjA

NjA

Y, LTB, LLB

NjA

NjA

Y, LTB

NjA

NjA

Semlla kondisi batas yang ada



Fll F12 Catatan :

I

Profil non-simetri selain siku tunggal C NC S N/ A Y LB LTB FLB LLB WLB TFY

klasifikasi kelangsingan elemen kompak klasifikasi kelangsingan elemen non-kompak klasifikasi kelangsingan elemen langsing tidak diberikan syarat kelangsingan elemen secara khu sus kondisi batas terhadap Yielding (leleh) kond isi batas terhadap Local Buckling kondisi batas terhadap Lateral Torsional Buckling kondisi batas terhadap Flange Local Buckling kondisi batas terhadap Leg Local Buckling kondisi batas terhadap Web :ocal Buckling kondisi batas terhadap Tension Flange Yielding

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

265

6.4. Perilaku dan Parameter Perencanaan Balok 6.4.1. Umum Struktur balok yang diberi beban sehingga menghasilkan momen lentur murni tanpa torsi, yang terjadi jika bebannya terletak pada bidang sejajar sumbu utama (sumbu-x dan y pada Gambar 6.12) dan resultan beban melalui pusat berat (eg) yang terletak segaris atau berhimpit dengan pusat geser (s). Profil dengan eg dan s yang tidak segaris / berhimpit, pada lokasi beban harus diberikan bracing atau pertambatan lateral untuk menghindari torsi.

Untuk mendapat gambaran pengaruh perbedaan pusat berat dan pusat geser suatu profil baja yang dibebani, ada baiknya melihat perilaku deformasi ujung profil UNP (channel) untuk kantilever yang dibebani. Gambar 6.12a dan b, beban terletak pada bidang sejajar sumbu utama (bidang vertikal) dan berhimpit pada pusat geser sehingga hanya terjadi translasi ketika diberi beban P. Adapun Gambar 6.12c beban P diberikan sejajar sumbu utama, tetapi tidak berhimpit pada pusat geser, maka yang terjadi tidak hanya translasi tetapi juga rotasi (ada torsi yang timbul). Kondisi ini dalam praktek diatasi dengan memberikan bracing pada beban sehingga jika ada torsi akan dilawan (diantisipasi). p p

t
1

f

translasi

1

I

-

~SUdUI

.

translasl

cg

[

a).

1

b).

c).

Gamba r 6. 12 Penga ruh pusa t-berat, pusa t-geser dan beban terh adap perilaku ka ntil eve r

Pada perencanaan balok: [1] bentuk profil, [2] orientasi profit [3] strategi penempatan be ban, dan[4] keberadaan bracing atau pertambatan lateral, sangat menentukan kinerja / kekuatan balok.

266

Bab 6. Ba lok Le ntur

6.4.2. Perilaku keruntuhan elemen struktur

Agar kondisi batas yang menentukan kekuatan balok lentur dapat dipahami dengan baik, maka langkah awal adalah mengetahui perilaku keruntuhan elemen struktur yang dibebani. Elemen dengan tegangan tarik perilakunya relatif sederhana, sebagaimana terlihat pad a kurva tegangan-regangan saat mencari sifat mekanik material. Kuat tarik tergantung tegangan leleh (F), y yaitu ketika terjadi deformasi yang sangat besar pada kondisi beban tetap. Kuat tarik pada kondisi seperti ini sangat penting karena menentukan daktilitas struktur. Jika pada kondisi leleh dan beban tetap ditambahkan, material mengalami strain-hardening, terjadi peningkatan daya dukung tetapi disertai fenomena necking (penampang mengecil), dan jika dipaksa terus akhirnya mencapai kuat maksimum atau kuat ultimate (F,,). Setelah itu terjadinya fraktur (retak) mulai bisa terlihat dan akhirnya putus secara tibatiba dan secara cepat (brittle), Iihat Gambar 6.13. Tegangan TarFiku ._----,/_'_e'e_b_(y_ie_ld_ing_l-=-:.-....;.....;....;.._ •

_

ultimate

i Fy

!

I- t'-....,.....,~

putus tanpa skala

Perpanjangan

Ga mba r 6.13 Pe riIaku keruntuha n batang ta rik baja da kta iI

Kondisi batas terhadap tegangan ultimate tidak digunakan dalam perencanaan balok. Itu hanya dipakai untuk perencanaan elemen terhadap gaya tarik aksial saja, yaitu untuk mengantisipasi adanya konsentrasi tegangan yang biasa terjadi pada detail sambungan. Elemen dengan tegangan tekan mempunyai perilaku keruntuhan lebih kompleks, meskipun kondisi batas material hanya memperhitungkan kondisi leleh. Maklum fraktur atau terjadi deformasi dengan pemisahan material, tidak terlihat pada kondisi tegangan tekan. Kecuali ditentukan oleh kuat material (Ieleh), kondisi geometri elemen (bentuk penampang dan pertambatan lateral) akan berpengaruh, dapat terjadi tekuk atau keruntuhan struktur tanpa mengalami leleh terlebih dahulu. Tentu saja perilaku batang akan semakin kompleks jika terjadi interaksi keduanya.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

267

Untuk mempelajari perilaku keruntuhan elemen struktur dan prediksi analisisnya, lihat Gambar 6.14.

~ {l co

@)

,

1~:tl~!~~al

--t-----L-------Lr/ Dlin:':. ___ , -~-

~ f:la':,

.

t

..

""Q)

I - 7______________ ;'"...... geometn non-hoJer -L _

l/4/ / /1

/ .-.,

Q)material ~ Don-linier . 6 penampaog plashs

G) ~';,a~:r:.tie~n gcomctri

~ _ .~ tekuk lokal .

®

(local buckling)

rJ-1 momen leotur

fraktur getas (brittle fracture)

Deformasi Gambar 6.14 Perilaku keruntuhan elemen struktur (Trahair et.al 2008)

Jika tidak ada kondisi yang membatasi timbulnya sifat non-linier material dan geometri, sehingga struktur berperilaku linier, yaitu berupa garis lurus (kurva-1), maka besarnya deformasi akan proporsional dengan besarnya beban yang ada. Saat beban dikurangi dan deformasinya kembali ke posisi semula, disebut elastis linier. Kondisi elastis-linier pada struktur sesungguhnya hanya terjadi jika beban relatif kecil, dan materialnya daktail. Jika materialnya sendiri non-daktail (getas) maka pada beban relatif rendah dapat saja terjadi keruntuhan (fraktur getas), titik 8 pad a Gambar 6.14. Anggapan bahwa struktur berperilaku elastis-linier ini umumnya juga dipilih untuk dipakai dalam pengembangan metoda analisa struktur, yaitu untuk memprediksi gaya-gaya dan momen internal yang terjadi pada elemen selama pembebanan. Kondisi ini dipilih karena metoda yang dihasilkan relatif sederhana dan mencukupi untuk kebutuhan perancangan struktur. Kenyataan, pad a kondisi beban relatif besar, mendekati runtuh, perilaku non-linier material dan geometri tidak bisa diabaikan. Jika kondisi non-linier material saja yang terjadi, yaitu tercapainya kondisi leleh pada baja, maka perilaku struktur seperti kurva-2. Untuk non-linier geometri, yaitu terjadinya tekuk maka akan berperilaku seperti kurva-3. Jika kedua non-linier, yaitu material dan geometri terjadi secara bersama-sama, akan ada pengurangan kinerja struktur, lihat kurva-S. Bahkan jika non-linier geometri terjadinya pada level elemen penampang, yaitu tekuk-lokal, maka kinerja struktur akan berkurang secara drastis, lihat kurva-7.

268

Bab 6. Balok Lentur

Itulah alasannya mengapa di perencanaan struktur baja, evaluasi terhadap kemungkinan adanya tekuk-lokal menjadi penting, yang dilakukan melalui klasifikasi profil (lihat Tabel 6.1). Dari berbagai perilaku keruntuhan, yang paling menarik tentunya akibat perilaku pada kurva-6 (Gambar 6.14) akibat momen lentur yang dapat menghasilkan momen plastis penampang balok. Hal itu akan terjadi jika tegangan penampang akibat momen mencapai tegangan lelehnya. Inilah kondisi batas maksimum kekuatan balok jika hanya non-linier material (yielding) yang diperhitungkan.

6.4.3. Perilaku elastis-plastis - teori Untuk balok baja yang daktail maka saat diberi beban, mula-mula berperilaku elastis, jika beban dihilangkan maka kondisi geometri kern bali pada posisi sebelum ada beban. Jika beban ditingkatkan terus, sampai leleh (cr > cry ), perilakunya plastis. Jika beban hilang akan ada deformasi sisa sehingga tidak kembali ke posisi semula.

** Hubungan kelengkungan dan tegangan elastis balok ** Untuk menghitung distribusi gaya internal atau tegangan di suatu penampang harus didasarkan pada deformasi. Untuk kasus balok sederhana berpenampang persegi, atau minimal simetri tunggal, dan yang dibebani momen kopel pada bidang simetrinya, maka bentuk deformasi berupa garis lengkung (lendutan) yang terletak di bidang yang sarna (bidang simetri penampang).

o

,\ ,,\'----,

r-

,

I

I

I 1m

,

,p

m y Gamba r 6.1 5 Salok melengkung dan pe nampangnya

Jika pada balok penampang persegi ditarik dua garis khayal m-m dan p-p vertikal di sisi samping, hasil eksperimental menunjukkan bahwa garis khayaJ tadi akan tetap lurus saat melengkungnya dan berputar dengan tetap tegak lurus terhadap sumbu memanjang, yaitu garis yang melalui n-n 1 (Ga mba r 6.15). Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

269

Teori lendutan balok didasarkan asumsi bahwa tidak hanya garis mom saja yang tetap lurus, tetapi juga keseluruhan bidang penampang balok, yaitu tetap rata dan terletak tegak lurus sumbu, sarna antara kondisi sebelum dan sesudah pembebanan. Teori ini telah terbukti empiris dan memberikan hasil akurat untuk lendutan dan regangan serat pada arah memanjang balok. Asumsi dibenarkan untuk balok lentur. Untuk balok dengan perilaku balok tinggi, jelas teori ini tidak bisa dipakai. Jika r adalah jari-jari kelengkungan sumbu memanjang balok, dan dianggap sudut n-o-n 1 dan Sl-nl-s' adalah sarna, maka regangan arah memanjang, E dapat dihitung sebagai berikut. 5 5'

Y r

1 -=E:=

nn 1

. .. ... . . . . . . .. .. .. .. . .. . ... . ... .. . . . . .. . .. . .. . .. . .. ... ... . .. . . (6. 1)

8esarnya regangan E berbanding lurus terhadap jaraky dari garis netral, dan berbanding terbalik dengan jari-jari kelengkungan. Perilaku elastis material balok dianggap mengikuti hukum Hooke. (j'

&=_ ..... .. ... . ... . .............. . ........... ...... . .. . . .... .. . .. .... .. ..... . (6.2)

E

Sehingga tegangan untuk serat arah longitudinal dapat dicari (j'

Ey

=-

. . . . ................ . .. . . . . . .. .. . ... .. .. . . .. . .. .. . .. . . .. . .. . ..... . . . . . . (6.3)

r

8esarnya tegangan proporsional dengan jarak ke garis netral non, secara keseluruhan bentuk distribusinya adalah sebagai berikut.

L../:.rt.+-""c---- z

y

Ga mbar 6.16 Distribus i tega nga n pada penampang ba lok persegi

Posisi garis netral (khususnya untuk sembarang bentuk) dan jarijari kelengkungan (r) adalah dua variabel yang belum diketahui. ltu dapat dicari berdasarkan persyaratan bahwa gaya pada setiap serat penampang balok akan menimbulkan momen kopel reaksi yang seimbang besarnya dengan momen kopel aksi, yaitu M.

270

Bah 6. Balok Lentur

Tinjau dA, elemen luasan terkecil sejarak y dari garis netral n-n (Gambar 6.16). Gaya hasil kali tegangan dan luasan dA, yaitu (Ey/ rJdA, merupakan bagian sistem pembentuk momen kopeJ sehingga resultan gayanya harus bernilai nol agar seimbang.

Ey Ef f -dA =- ydA = 0 ... ... .... ... ......... ... ... ...... ................... (6.4) r r Momen luasan penampang terhadap garis netral sarna dengan nol menunjukkan garis berhimpit dengan pusat berat penampang. Tinjau statis momen komponen gaya terhadap garis netral, yaitu (Eyjr)·dAy. Selanjutnya proses untuk keseluruhan penampang, yang mana hasilnya harus sarna dengan momen kopelluar, M.

f! / dA = E1x r

r

M

momen reaksi

atau menjadi persamaan kelengkungan balok, 1

M

r

EIx

K=-= -

.. (6.5a)

momen aksi

~

K

sebagai berikut

.... . ..... . . . . . .. ................ . ............ . . . . . ......... (6.Sb)

f

2

dengan Ix = y dA , adalah momen inersia terhadap sb-x. Terlihat kelengkungan berbanding lurus dengan momen dan berbanding terbalik dengan kekakuan (EIJ. Jika rumus. 6.3 dan 6.5 digabung : (J = My .... . ... ............. .. .. ... .. .. .. .... ..... .......... ..... ...... ... . ... (6.6)

Ix merupakan persamaan umum tegangan pada penampang sejauh y dari pusat berat akibat momen lentur M. Pada analisis struktur penting menghitung tegangan maksimum, minimal untuk mengetahui apakah kondisinya masih elastis atau tidak (cr < cr). Karena jika melewati batas elastis, maka hasilnya y menjadi tidak valid lagi. Untuk itu nilai y diambil tetap, yaitu serat terjauh dari garis netral'Ymaks. (Jmaks

= M~maks = ; ..... ...... ..... .... ... ... ..... ........... ..... ........ (6.7) x

x

dimana Sx disebut modulus elastis. Besarnya Sx tetap, tergantung dimensi profilnya. Oleh sebab itu dapat dibuat data penampang berdasarkan produk yang biasa dijumpai, dalam bentuk tabulasi.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

271

** Perilaku plastis balok lentur ** Jika momen ditingkatkan, tegangan serat terluar akan mencapai tegangan leleh. Perilaku plastis dimulai sehingga deformasi yang terjadi adalah permanen. Untuk itu diperlihatkan perilaku balok penampak kompak dan pertambatan lateral cukup, yang dibebani sampai terjadi penampang plastis.

l

i

1

~ Moment

£

l

i (a)

t

j W' I a
regangan

l 1

(b)

I

kandisi elastis

I

t·"

J (e)

l

I

plastis sebagian

6 rel="nofollow"> 6,

X E»

£

l (d )

1

la=a,

serat Iuar leleh

,

£

tegangan

I

plastis penuh

10"

= cry

I Ey

~

.t··,

Gambar 6.17 Pembebana n elastis-plastis akibat mamen

Kondisi elastis berakhir ketika serat terluar penampang mencapai leleh (F) akibat momen My (Gambar 6.17b). Selanjutnya perilaku y plastis mulai. Jika terus dibebani, tegangannya konstan (F) tetapi y ada ada pertambahan deformasinya (rotasi) sekaligus penyebaran tegangan leleh ke serat lain penampang. Akhirnya, semua bagian penampang mengalami leleh dan dibentuk penampang plastis (Gambar 6.17d). Pada kondisi seperti itu penampang balok sudah tidak mempunyai kekakuan lentur. Jadi ketika beban ditambahkan sedikit saja akan menimbulkan rotasi yang besar. Perilaku yang seperti itu dikenal juga sebagai terbentuknya sendi plastis.

272

Bab 6. Balak Lentur

Perilaku selanjutnya tergantung struktur, jika termasuk kategori statis-tak-tentu, maka meskipun terbentuk sendi plastis, struktur tidak akan runtuh. Pengaruhnya hanya seperti pengurangan derajat ketidak-tentuan-statis saja. Struktur seperti ditambahkan pin (pendel) tetapi tetap stabil. Itu alasannya mengapa struktur yang menerus masih mampu menerima beban lebih meskipun terjadi Ieleh pada penampangnya. Ketika ada tambahan beban, terjadilah redistribusi momen. Kelebihan tegangan akan dipindahkan pad a bagian didekatnya yang masih elastis. Beban masih dapat ditambah terus, sampai terbentuk sendi plastis di lokasi lain. Semakin banyak terbentuk sendi plastis, semakin daktail. Prosesnya akan berakhir ketika struktur menjadi statis-tertentu. Pada tahap ketika terbentuk sendi plastis lagi, struktur jadi tidak stabil (runtuh). Terbentuk tidaknya sendi plastis tergantung dari karakter bahan materialnya, apakah juga mempunyai kemampuan untuk meleleh (yie/ding) atau tidak. Jadi meskipun sarna-sarna disebut baja tetapi jika kemampuan lelehnya rendah (seperti baja mutu tinggi) maka pembentukan sendi plastis juga diragukan. ltulah mengapa tidak setiap jenis baja dapat dipakai. AISC (2010) membatasi material baja dengan mutu Fy ~ 450 MPa untuk dipakai sebagai balok pada portal daktail yang direncanakan akan mengalami sendi plastis. Balok yang dibebani lentur pada kondisi elastis-plastis, perilaku regangan penampang akan bersifat linier meskipun tegangannya sendiri sudah non-linier (Gambar 6.17c). Jika diketahui regangan leleh, yang merupakan batas dimulainya kondisi non-linier maka dengan melacak kondisi regangan tentu dapat disusun tegangan penampangnya. Ini prinsip yang mendasari analisis penampang dengan cara kompatibilitas tegangan-regangan. Pada perencanaan balok standar, umumnya tidak perlu analisis seperti itu yang relatif rumit, parameter yang penting adalah My dan M p saja. My adalah momen balok yang menyebabkan serat penampang sisi luar tepat mencapai leleh. Parameternya adalah Sx atau modulus elastis sehingga My =Sx x Fy • Adapun Mp adalah momen balok yang menyebabkan adanya penampang plastis. Parameternya adalah Zx atau modulus plastis sehingga Mp = Zx x Fy .

Terkait fenomena elastis-plastis balok, disimpulkan : jika Fy mutu baja, maka Sx (modulus elastis) sebagai konstanta geometri kapan penampang tetap elastis, sedangkan Zx (modulus plastis) sebagai konstanta geometri yang menunjukkan kapan penampang plastis mulai terbentuk (masalah stabilitas belum diperhitungkan).

Wiryanto Dewobro to· Struktu r Baja

273

Untuk menjelaskan perbedaan Sx dan Zx akan ditinjau balok T tersusun dari dua segmen yang sarna (50 xl00), dan disatukan jadi balok dengan penampang bentuk T sebagai berikut.

(a) Elastis

(b) Penampang-T

(c) Plastis

Gambar 6.18 Penampang T da n batas tegangan elastis - plastis

Sumbu netral elastis berjarakYa dari tepi atas, akan membagi luas penampang sedemikian sehingga terjadi keseimbangan statis momen luas penampang atas dan luas bagian bawah, sebagai berikut. Tabel 6.3 Perhitungan garis netral elastis ba lok T No

1 2

L

b

h

I0 A, *(ya-y,Y A,*Y, Y, 7,031,250.0 100 50 5,000.0 25 125,000.0 1,041,666.67 7,031,250.0 50 100 5,000.0 100 500,000.0 4,166,666.67 10,000.0 625,000.0 5,208,333.33 14,062,500.0

A,

Properti penampang elastis Y

a

= IAi . Yi = 625000 = 62.5 mm

IAi

10000

Yb = 150 - 62.5 = 87.5 mm Ix = I/o + IAi(Ya - Yi)2 =19,270,833.33mm

4

Sx =~= 19,270,833.33 220,238.10mm 3 Yb 87.5 My = S x · Fy = 220,238.10Fy N.mm

seratatasCTa

=

serat bawah

CTb

M .Y y 0 ~

=

M . Yb Y

Ix

220,238.10Fy x 62.5 1927~833.33

= 0.714Fy

220,238.10Fy x 87.5 =F 19,270,833.33 y

Sumbu netral plastis adalah garis sumbu yang membagi luas penampang balok menjadi dua bagian yang sarna besar. Pada bentuk penampang simetri ganda, sumbu netral elastis dan plastis akan berhimpit. Pada penampang simetri tunggal, keduanya berbeda.

274

Bab 6. Balok Lentur

Penampang balok T disusun dari dua segmen persegi berukuran sarna, 100 x 50. Oleh sebab itu, sumbu netral plastis tepat berada pada pertemuan ke dua segmen atau y p = 50 mm (Gambar 6.18). Adapun Zx adalah jumlah nilai absolut statis momen luas segmen bagian atas dan bawahnya terhadap sumbu netral plastis. Adapun perhitungannya disajikan dalam tabel berikut. Tabel 6.4 Perhitunga n ga ris netral pl astis balok T No

1 2

b

h

100 50 50 100

L

A,

Y,

A, ·IYp·Y,1

25 125,000.0 5,000.0 100 250,000.0

5,000.0 10,000.0

375,000.0

Zxatau modulus plastis penampang T adalah Zx = LA; }

p- y ;I =375,OOO.Omm 3

Mp = Zx .Fy = 375,OOO.OFy Nmm

Faktor bentuk (shape factor) adalah Zx / Sx sebagai berikut. 17 = Mp My

= Zx = 375,000.0 1.703 Sx

220,238.1

Faktor bentuk (11) menunjukkan besarnya peningkatan kekuatan ketika terbentuk penampang plastis. Semakin besar 11 berarti bahwa banyak bagian penampang belum "bekerja" maksimal saat dibebani elastis. Baru maksimal jika dibebani plastis, tetapi kondisi seperti itu deformasinya relatif besar dan bersifat permanen. Faktor bentuk (11) yang kecil menunjukkan penampang efisien dan ekonomis ditinjau dari pemanfaatan material. Berbagai faktor bentuk (11) diperlihatkan pada Gambar 6.19. 2.0

• Diamond

2.00

1.70 • Round • Reelanate 1.50

Mp My

o Tube

127

IW

1.14

~

~ Ga mbar 6. 19 Fa ktor bentuk ('l) berbaga i pena mpa ng balok (B eedl e 1958)

Wi rya nto Dewo broto· Struktur Baja

275

Sampai disini dipahami sifat-sifat penampang balok pada kondisi elastis dan plastis terhadap momen lentur. Sekaligus paham pula mengapa hanya penampang bentuk-bentuk tertentu yang dipilih sebagai balok. Oleh sebab bentuk pempang umumnya tertentu maka tentunya akan lebih mudah dibuatkan rumusannya. Tabel 6.5 Properti elastis-p lastis pe nampa ng balok

Penampang

Properti elastis dan plastis penampang 3 3 3 I x = IIJb(d - h wh ) dan S x = Ix / Y 0 l y = 112 (2tb 3 +hw 3 ) dan 5 y = I y/{O.5b)

)+

Zx = bt{d - t) +O.25wh 2 Z y =1.55 y

3 3 IX=112(bd - ah ) dan S x= l x/Y o 3 3 IY=112 (b d - a h) dan 5 y = l y/(t b) 2 2 Zx =t(bd - ah ) 2 2 Zy =t(b d - a

h)

A=bl t l +b2t 2 +hw

Yo =

&bIt~ +bztz(d- t t 2)+hw(tl +t h)h Yb =d- Y a

h=~-~;h=h-~;h=~-~+~ Ix =

bIt t +b2t~ +wh3

12 Yp=

+bl tlYI2 +b2t 2h 2 +whY32

O.5A-b l tl d +tl anyq =d-y p w

Zl =bItl {y p - ttl )+ tW{y p -tlf Z2 = b2t 2(Y q - tt 2 )+ t W(yq -t2 f Zx =Zl +Z2

276

Bab 6. Balak Lentur

6.4.4. Perilaku elastis-plastis - hitungan

Untuk mempelajari perilaku balok lentur yang paling sederhana, sebaiknya mulai dari kondisi tegangan penampang akibat beban. Untuk itu dipilih profil kompak, agar dapat dibebani sampai leleh tanpa terjadi tekuk loka!. Penempatan beban perlu diperhatikan agar tidak terjadi torsi pada balok. Jangan lupa untuk memberikan pertambatan lateral yang cukup agar tidak terjadi instabilitas. Tinjau balok tumpuan sederhana, berat sendiri diabaikan, diberi beban titik P pada 1/3 dan 2/3 bentang sebagaimana terlihat.

I

L/3

I

L/3

a). Pemodelan Struktur

~~t~~---t:.~t--~ J~

t-

II

mrmr-mm:TT11 1

c). Diagram gaya geser

R=V

Gambar 6.20 Konfigura si beba n dan diagram geser-momen

Struktur yang dibebani berperilaku balok lentur, ditandai dengan terjadinya lendutan. Meskipun tentu saja lendutannya tidak mesti kasat mata, untuk beban hid up batasannya L\ maks !'> L/360. Besarnya lendutan untuk konfigurasi struktur dan beban di atas diperoleh dari rumus elastis sebagai berikut. PL3

t:.. maks = 28£1 (satuan meter atau milimeter) .................... (6.8)

Kecuali [1] lendutan, akan timbul gaya internal pada penampang balok sebagai aksi reaksi terhadap beban luar, mencakup [2] gaya geser, dan [3] momen. Ketiganya terjadi secara sekaligus, sebagai bagian dari mekanisme pengalihan beban. Oleh karena itu, untuk suatu perencanaan struktur yang baik, harus mengevaluasi tiga hal tersebut. 8esarnya lendutan mengarah kekakuan struktur, Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

277

menentukan kelayakan terhadap kondisi layanan (serviceability) adapun gaya geser dan momen adalah komponen kekuatan balok yang menentukan kelayakan terhadap kondisi keamanan (safety). Gaya geser balok di Gambar 6.20 dapat dihitung sebagai berikut. R =V= P (satuan Newton) ...... .. .. ...... ......... ....... .. ........ .. .(6.9)

Aliran geser (shear flow) pada penampang balok adalah q=

VQ

- [-

(satuan Newton per meter) .... ....... ..... .................. (6.10)

dimana V ..... adalah gaya geser pada potongan yang ditinjau Q .... adalah momen statis dari luasan, yang akan ditinjau geser, terhadap sumbu netral.

1 ....... adalah momen inersia keseluruhan penampang terhadap

sumbu netral, berlaku juga untuk perhitungan momen lentur. Momen lentur balok (Gambar 6.20) dihitung sebagai berikut. PL M =3 (satuan Newton - meter) .. .................. ................ (6.11) Tegangan lentur pada penampang balok adalah M

a=/y (satuan MPa) .... ... .............. .............. ...... .......... (6.12) Simulasi, balok profil-I simetri tunggal d = 500 mm, b top = 300 mm, bbot = 200 mm, tw = 20 mm, t =30 mm, P = 200 kN dan L = 8.25 m, f hasil M = 550 kNm dan V = 200 kN serta !:J.EI = 4,010,825.89 Nm 3 ,E = 200,000 MPa, sehingga M = 2.005412946*10 10 mm. Pada balok, parameter momen inersia, 1 adalah kunci menentukan lendutan, tegangan geser atau tegangan lentur penampang. Nilai 1 balok akan dihitung secara manual (bisa juga memakai Tabel 6.5). Untuk balok yang disusun dari beberapa bentuk penampang maka rumus transformasi Ix =10 + Ay2 sangat membantu.

Gambar 6.21 Trans forma si pena mpa ng

278

Bab 6. Balak Lentur

Implementasi perhitungan momen inersia profil-1.

yo= 220.4

,. -t=20 x

d = 500 - gari;"el;;J

-

-

~

~

y",=485 II

L

r 30

III ________________- L

~ b..,= 200 --l

Gambar 6.22 Pena mpang I simetri tunggal - parameter elastis

Untuk perhitungan, profil 1 simetri tunggal (Gam bar 6.22) dibagi 3 segmen, yaitu: [I] sayap atas, [II] badan, dan [III] sayap bawah. Selanjutnya dicari posisi garis netral terhadap titik referensi yang dipilih. Perhitungan disajikan dalam tabel, sebagai berikut. Tabel 6.6 Perhitungan properti elastis penampallg

No

b

I

h

300 30 II 20 440 III 200 30

L Yo

LAYi L,.Ai

=~=

A*y y A 9,000 15 135,000 8,800 250 2,200,000 6,000 485 2,910,000

A *(y -y.)2 379,702,440 47% 7,710,208 1%

450,000 420,078,960 52% 5,245,000 143,098,333 807,491,608 100%

23,800

5,245,000 23,800

I

675,000 141,973,333

220.4mm

(: .) gans netra I terha dap relerenSI

(.

I x = Llo + LAi(Yo - Yi)2 = 143,098,333+807,491,608 = 950,589,941 mm \

..

15%

.

~

'-..".------I

85%

100%

4

Jika dipergunakan rumus penampang siap pakai TabeI6.5, maka: A=b1t 1 +bzt z +hw=300.30+200.30+440.20=23,800 mm

Yb

= d - Yo = 279.6; Yl

=

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

205.4; Y z

z

= 264.6; Y3 = -29.6

279

807 .491,608 (85%)

Ix = 300.30 + 200· 30 + 20· 440 + 300. 30. 205.4 2 + 200. 3~. 264.6 2 + 20· 440· 29.6 2' 12 , ~ ~ ' 7,710.208(1%) 3

3

3

143.098.333.3 (15%)

Ix = 950,589,941mm 4

Dari hitungan diketahui bahwa proses penyusunan pelat-pelat untuk digabung jadi profil I ternyata efektif sekali. Terlihat dari sumbangannya sebesar 85% besaran momen inersia, Jika diamati, keberadaan pelat sayap sangat penting, karena pelat bad an hanya menyumbang 16% saja. Dalam hal ini, fungsi utama pelat badan adalah untuk menempatkan pelat sayap sejauh mungkin pada sisi terluar balok, selain juga tentunya untuk memikul gaya geser. Kesimpulan semen tara, untuk estimasi daya dukung balok dengan profil I atau profil yang sejenis, maka menentukan dimensi pelat sayap dan tinggi profil (jarak antar dua pelat sayap) sudah cukup. ** Lendutan balok ** Check lendutan (kekakuan), dimana L\I = 2.005412946*10 10 mm, karena I sudah diketahui, maka L\ = 21.1 mm < L/360 = 25 mm. Kekakuan balok dianggap memenuhi persyaratan umum. Untuk kasus lain, bisa saja persyaratannya beda, tergantung fungsinya . Oleh karena itu untuk perencanaan perlu diperhatikan spesifikasi yang diminta, seperti misalnya untuk struktur jembatan pejalan kaki maka lendutan ijin untuk beban hidup ~ L / 800. Tentu saja kondisi bebannya, juga beban dari pejalan kaki yang relatif ringan. Alasannya, pejalan kaki sensitif terhadap lendutan, jika dirasakan "besar", maka tentu saja orang menjadi takut melewati jembatan tersebut. Jadi persyaratan lendutan bisa subyektif sifatnya. ** Tegangan lentur balok - potongan b ** Momen lentur mengakibatkan tegangan pada penampang balok, yang terbesar ada pada serat terluar dan nol pada sumbu netral. Untuk material daktail (baja), nilai tegangan yang dihitung valid jika berada di bawah tegangan leleh. Ini disebut kondisi tegangan elastis. Tegangan serat terluarnya dapat dihitung sebagai berikut. M

a top = -Ytop =

I

M

abot = -

2 80

I

550x10 6 x220.4=127.5MPa 950,589,941 6

Ybot =

550x10 ( ) x 500- 220.4 = 161.8 MPa 950,589,941

Bab 6. Balak Lentur

2.9 kN/ mm 144 4 MP"

28.9 kN/ mm

32 4

161.8MPa

kN/{-m::::m==== J.--,

918 6kN

200 (il). Pcnampang

(c). Resultan dan kopc l gay a in ternal

(b). I egangan lentur

Ga mba r 6.23 Distriblls i tega nga n lentllr balok - elas ti s

Dari distribusi tegangan, didapat resultan gaya-gaya internal yang menghasilkan momen kopel. Selanjutnya akan dihitung prosentasi sumbangannya dalam memikul momen sebagai berikut. ~ 069 . 7 * 205,8 ; 918.6 * 264. ~ + ~09 . 8 *126.9 "t3 60 ,4 *166.4;

Mkopel =

kopel pelot soyap M kopel

=

463,481.4 + 86,594.2

~

~

sayap(84.3% )

badon( 15.7%)

kopel pelat badan

=

550,075.6 kNmm = 550.08kNm '-----v-----'

profil- / (lOO%)

Keseimbangan momen terpenuhi : 550.08kNm = 550kNm ~ '----v----' momen reaksi

momen aksi

8esarnya momen kopel reaksi selaras momen inersia penampang balok, termasuk pembagian kerja pelat sayap dan pelat badan juga sama, sayap memikul ± 85% dan sisanya dipikul oleh badan. ** Tegangan geser balok - potongan a ** Gaya geser terjadi sekaligus bersama-sama dengan momen lentur, keberadaannya harus dievaluasi sebagai bagian dari mekanisme pengalihan beban pada balok. Simulasi berikut akan menunjukkan bagian dari penampang yang berperan aktif memikul gaya geser, V = 200 kN. Adapun nilai VII = 2.10396*10.4 N/mm4 Ta bel 6.7 Perhitunga n di str ibu si tega nga n geser pada penampa ng Elevasi 0 -30 -3 0 -22 0.4 -470 -470 -500

Av

(mm 2 ) 0 9,000 9,000 12,808 6,000 6,000 0

Catatan : Q

Q (mm 3 )

Y, (mm) 22 0.4 205.4 205.4 172.6 264.6 264.6 279.6

0 1,848,600 1,848,600 2,211,122 1,587,600 1,587,600 0

=Av* Y"

shear flow

Wi rya nto Dewobro to - St ruk tur Baja

VQ/I (N/mm) 0 388.94 388.94 465. 21 334.02 334.02 0

=VQ/I

dan

1:

t

1

(mm)

(MPa)

300 300 20 20 20 200 200

0 1.3 0 19.45 23.26 16.70 1. 67 0

=VQ/It 281

Distribusi aliran dan tegangan geser adalah sebagai berikut. _

~i.Q

~mm

£I- JO

v

____

- - - - - ' 388.94 N/mm~ - - -

1.3 MPa

_ ~~ ~t'!'_':-

'L..".-~=--'---,j~

- - _ 19.45 MPa

J,

, I

---, 465.21 N/mm -

EI -470

_

- 23.26MPa ~ --=----=" _ --:-:-_ L~

_

334.02N/ mm/

EI- [ OO _ __ ~

ON/rom

(a). Penampang

(b).Aliran geser

(c) . Tega nga n geser

Ga mba r 6.24 Distribus i tegan ga n gese r ba lok - elasti s

Dari simulasi analisis balok, distribusi tegangan lentur dan geser dapat dipelajari dengan baik. Momen lentur akan diambil alih oleh kopel gaya dari pelat-pelat sayap. Adapun gaya geser diambil alih pelat badan yang sekaligus berfungsi "memegang" pelat sayap. Pemeriksaan balok cara ini hanya valid jika kondisi beban dalam kondisi elastis, tegangan belum mencapai leleh, F.y Perencanaan baja cara lama, dianggap memenuhi syarat jika tegangan akibat beban rencana, lebih kecil dari tegangan ijin, yaitu Fy /S.F dengan S.F =safety factor. Pada metode ASD (Allowable Stress Design) dari AISC (1986) diketahui tegangan ijin lentur Fb = 0.66 Fy' yang berarti S.F = 1.5, sedangkan tegangan ijin geser Fy = 0.4 Fy' yang berarti S.F = 2.5 atau lebih besar 1.667 kali dibanding lentur. ltu diharapkan agar keruntuhan lentur terjadi lebih dahulu dibanding keruntuhan geser, yang tidak daktail. Kriteria tersebut tentu saja berlaku jika tidak ada masalah instabilitas (tekuk). Jika digunakan mutu baja A36 Fy = 250 MPa, balok yang dihitung sebelumnya akan dicheck apakah memenuhi kualifikasi terhadap persyaratan ASD dari AISC (1986). • Tegangan lentur maks. = 161.8 MPa < Fb = 0.66 Fy = 165 MPa, yang digunakan sekitar 98% dari tegangan ijin lentur. • Tegangan geser maks. = 23.26 MPa < Fy = 0.4 Fy = 100 MPa, yang digunakan baru sekitar 23% dari tegangan ijin geser. Berarti bahwa dengan konfigurasi beban rencana, risiko terjadinya keruntuhan geser tidak ada. Keruntuhan lentur akan terjadi

282

Sab 6. Sala k Lentur

terlebih dahulu sehingga sifat keruntuhannya daktail, atau terjadi lendutan yang besar. Itu umumnya mencukupi untuk jadi "tanda" agar dapat ditindak-lanjuti dengan segera. Keruntuhan fatal dapat dicegah. Kondisi bisa berbeda, jika keruntuhan geser yang mulai terlebih dahulu, keruntuhannya getas, tidak didahului lendutan besar. Keruntuhan seperti itu bisa menyebabkan kejadian fatal. Pemahaman tentang perilaku daktail struktur penting. Itu yang menjamin keamanan bila terjadi pembebanan berlebih. Untuk beban yang pasti, tidak berubah maka konsep perencanaan elastis sudah cukup. Pengetahuan perilaku daktail, umumnya didasarkan pengalaman empiris saja. Maklum, konsep analisis struktur elastis tinier tidak bisa mengaksesnya. Adapun sifat daktail material baja dihasilkan dari perilaku setelah leleh atau inelastis. Konsep perencanaan elastis hanya valid untuk kondisi tegangan elastis, yaitu kondisi tegangan sebelum leleh. Pada kondisi pembebanan berlebih maka evaluasi inelastis penampang diperlukan. Untuk mencari penampang plastis (M) langkah pertama adalah p mengetahui lokasi garis netral plastis sejarak Yp dari sisi atas. Garis netral plastis sendiri adalah garis pembagi luas penampang menjadi dua bagian sarna besar. Dari bentuk geometri diketahui garis tersebut ada di pelat badan. Jika luas profit 23800 mm 2 dan luas sayap atas 300*30 =9000 mm 2 maka tinggi pelat badan di atas garis netral plastis adalah y=(23800j2-9000)j20 = 145 mm. Jadi garis netral plastis dari sisi teratas:yp = 145+30 = 175 mm. Selanjutnya berdasarkan posisi garis netral plastis maka distribusi tegangan plastis penampang dapat digambar dan dicari resultan gaya penyusun momen kopel Mp yang dihasilkan, sebagai berikut.

1

300 9000 Fy

45 TI t=175 It I SOO

t

r

.....-~-t --.

20

------It 2900 Fy

gari.."tral plas tU

Ji~ 295 30

160

72.5

5900

Fy

310 ---'--~=~ 6000 Fy

~ 200 ~ (a). Penampang

(b). Tegangan plastis

(c). Resul tan dan kopel gaya internal

Ga m ba r 6. 25 Mom e n plasti s

Wirya nto Dewobroto - Struktu r Baja

283

Hitungan disajikan dalam bentuk tabulasi sebagai berikut. Tabel 6.8 Perhitungan properti plastis penampang b

h

1

300

9,000

2 3

20 20

30 145

2,900

102.5

72.5

210,250

295

322.5

147.5

4

200

30

5,9 00 6,000

485

310.0

870,250 1,860,000

No

A

Iy -yl 160.0

Y,-15

23,800

L

A * IY -yl 1,440,000

4,380,500

Jika digunakan rumus siap pakai untuk penampang I di Tabel6.5 : Zl =b1t 1(Yp -tt 1)+ t

W (Yp

Y

-t 1

Zl = 300 .30(175 - 32°)+ 22° (175 - 30? = 1,650,250 Z2 =b2t 2(yq -tt2)+t W(yq -t2~ Yq = h - Yp =500-175=325 Z2 = 200 .30(325 - 32° )+ 22° (325 - 30)2 = 2,730,250 Zx = Zl +Z2 =4,380,500mm 3

Jika Fy = 250 MPa maka M p = Zx Fy ::::: 1095 kN.m, adalah kuat momen maksimum balok dan hanya terjadi jika penampangnya kompak. Jadi check klasifikasi penampang diperlukan, sebagai berikut: Sayap !!:L= 300 = 5 «< 2t1

Badan

2 * 30

hc/hp~E/Fy ( 0.54 : : - 0.09)

2

=

0.38~E/Fy

=10.75

~ sayap kompak.

440.8/350~E/Fy (0.54

I~ig -

f.f

. =3.43 0.09) Fy

dimana

).r= 5.7~E/Fy dan hc= 2Ya=440.8mm; hp = 2Yp =3 50mm My = IxFy / Yb :::::850kNm Mp :::::1095kNm

f.f

karena -h= 440 - = 2 2 «< 3.43 -=97 w

20

Fy

~badankompak.

Profil I simetri tunggal termasuk dalam klasifikasi profil kompak, sehingga Mn = Mp jika tersedia pertambatan lateral atau bracing yang cUkup. Ketersediaan bracing adalah hal penting pada perencanaan balok baja, bahkan disitulah esensi perencanaan.

284

Bab 6. Balak Lentur

6.4.5. Stabilitas terhadap tekuk torsi lateral Teiah dipahami, struktur kantilever dengan profil UNP (channel) yang dibebani pada pusat berat (eg) mengaiami puntir. Untuk menghindari, beban dipindah ke pusat geser (S) (Gam bar 6.26).

Ga mbar 6.26 Peril aku stru ktur ka ntil ever denga n pro fil UNP

Profil I simetri ganda, pusat berat berhimpit dengan pusat geser, sehingga tidak seperti profil UNP, tidak mengaiami puntir. Fakta menunjukkan ternyata kantilever profil I dapat mengaiami rotasi (puntir) dan bertranslasi arah lateral seperti pada Gambar 6.27.

j (

Gambar 6.27 Fenome na tekuk latera l pada kanti lever (Trahair et.a l 2008)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

285

Kondisi bahwa penampang balok-I dapat berotasi sekaJigus bertranslasi lateral ini disebut tekuk torsi lateral (lateral torsional buckling), atau istilah singkatnya LTB. Ini terjadi jika kekakuan lateral penampangnya relatif kecil dibanding pertambatan lateral yang tersedia. Sehingga seperti halnya batang tekan dengan Per maka balok dalam ini juga mempunyai Mer (momen kritis) sebagai faktor pemicunya. Dengan kata lain, selama beban yang diberikan tidak melebihi M er maka fenomena LTB tidak terJ·adi. Ini tentu berbeda dari profil UNP yang langsung terpuntir saat dibebani. Fenomena tekuk torsi lateral (LTB) adalah hal penting yang perlu diperhitungkan pada perencanaan balok, merupakan salah satu kondisi batas geometri yang menentukan kuat lentur nominal. Parameter geometrinya adalah [1] bentuk dan [2] dimensi profil, serta [3] jarak antara pertambatan lateral atau lateral bracing (Lb) yang dipasang untuk mencegah terjadinya LTB.

Ga mbar 6.28 Pertambatan lateral pada jembata n (sumbe r www.shortspansteelbridges. org)

Gambar 6.28 memperJihatkan pertambatan lateral (bracing) yang ditempatkan tegak lurus balok, berupa struktur rangka (truss) yang menghubungkan tiap-tiap balok. Dengan adanya struktur truss tersebut, torsi yang timbul akan diubah dan dijadikan kopel gaya antar balok yang terhubung tadi, sehingga yang terjadi hanya momen lentur biasa. Balok tidak terpuntir lagi tetapi bertranslasi vertikal, yang berarti tidak terjadi LTB. Jarak pertambatan lateral, Lb jika semakin pendek maka semakin kecil risiko terjadinya LTB, tetapi konsekuensinya struktur menjadi semakin mahal. Mencari proporsi jarak Lb sehingga risiko LTB menjadi minimum tetapi tetap ekonomis adalah prinsip desain balok lentur.

286

Bab 6. Balok Le ntur

Untuk mengetahui parameter yang mempengaruhi Mer ditinjau balok penampang persegi dengan pertambatan lateral pada titik tumpuannya, jadi Lb =L. Balok diberi momen, M pada tumpuannya secara simultan dan dengan arah saling berlawanan, sehingga dihasilkan momen lentur konstan disepanjang bentang (Gam bar 6.29b). Jika penampangnya ditinjau secara detail, maka pada sisi atas akan timbul tegangan tekan dan sisi bawah tegangan tarik Ketika beban M ditambahkan terus sampai Mer saat itu terjadilah tekuk torsi lateral, balok mengalami deformasi arah lateral dan berotasi cukup besar secara tiba-tiba (Gambar 6.29c), sehingga struktur menjadi tidak stabil dan memicu keruntuhan total. M~

M

tekan

~0: __ ____

~

_ -l

tlrik

-- --

??@

(a). Balok lentur dangan beban momen di ujung

M

L-I____(+)_ _ _--'1M (b). Bending momen diagram

lateral bracing

~

Mer

//

/ /

/

lateral bracing

(c). Lateral torsional buckling (LTB)

Gam ba r 6.29 Sta bilitas balo k le ntu r

Momen kritis yang menimbulkan LTB dapat diungkapkan sbb : Mer = : ~EI yGi .. .... .. .......... ... ... .... ............. ... ...... .......... (6.13)

dimana

E Iy

G

J L

modulus elastis material baja, 200 000 MPa momen inersia pada arah sumbu lemah. modulus geser elastisitas material, 80 000 MPa. konstanta torsi penampang (tidak ada warping). bentang balok tanpa pertambatan lateral.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

287

Ternyata momen kritis berbanding terbalik dengan jarak pertambatan lateral (L = Lb ), semakin rapat penempatannya semakin besar Mer yang berarti semakin kecil risiko terjadinya LTB. Dalam hal ini, orientasi penampang balok dan arah pembebanannya juga menentukan. Jika rumus 6.13 menunjukkan bahwa momen kritis berbanding lurus dengan momen inersia sumbu lemah, I y maka itu terjadi jika orientasi balok dibebani pada arah sumbu kuatnya. Secara umum momen inersia yang berpengaruh tentunya momen inersia tegak lurus arah pembebanan. Jadi jika penampang balok orientasi pembebanannya di arah sumbu lemah, maka parameter Iy akan digantikan dengan parameter Ix' sehingga Mer meningkat dan risiko terjadi LTB menjadi kecil. Akhirnya yang menentukan adalah kuat material (yielding), bukan stabilitas geometri (LTB). Meskipun pembebanan balok hanya momen lentur murni, Gambar 6.3 dan 6.15, ternyata parameter kekakuan torsi penampang, GJ sangat penting. Parameter G (modulus geser) seperti parameter E (modulus elastis) yang tergantung material. Sedangkan J adalah konstanta torsi, tergantung bentuk geometri penampang, fungsinya seperti parameter Ix dan Iy pada momen lentur. Gambar 6.30 berisi nilai J (konstanta torsi) beberapa penampang solid dan tertutup, kecuali pipa terbelah yang masuk kategori penampang terbuka. Pipa terbelah tersebut untuk menunjukkan apa yang dimaksud penampang tertutup dan penampang terbuka.

2r j= Yt 1tr4

D

~2a~

I L

'-/

2b

j = 2.25a 4

I

2a

j =ab

p: -3.36~ (1 -1~4)]

3

untuk a>b rbagian terbel.ah

T ~' L

.

/,;

~/.

b

j=

J = Yt 1t(r~ - r;4)

11trt3

I

CJ

a _ 2ttJ (a - t)2 (b - t J)2 J- at + bt _ t 2_ t 2 J J

Gambar 6.30 Konstanta torsi (J) penampang tertu tup dan pipa terbelah

288

Bab 6. Balak Lentur

Penampang persegi solid pada struktur baja relatif jarang dipakai, apalagi sebagai balok. Kalaupun ada, pastilah berupa penampang berongga (hollow) , yang termasuk penampang tertutup sehingga perilakunya terhadap torsi sarna seperti penampang solid. Dalam kenyataannya bentuk penampang berongga juga tidak umum, maklum kesulitan dalam detail sambungannya. Adapun bentuk penampang baja yang populer adalah profit terbuka yang relatif tipis, seperti profil I-WF, UNp, atau Tee. Untuk bentuk penampang seperti itu parameter yang mempengaruhi momen kritis adalah :

M~ = ~

El

Y( GJ + EC

w : : ) ... . ...•... . ... .. . . ...... . .•.•.•.• . ... . . ... . (6.14J

dimana konstanta warping, yang merupakan fungsi bentuk dan dimensi penampang profit tipis terbuka.

Cw

Gambar 6.31 menampilkan rumus nilai,j (konstanta torsi) dan nilai Cw (konstanta warping) untuk berbagai penampang terbuka.

ltZ

I : L : b2

A

A/=b/t,

'

1

~tl

' -:"

_______ _

~bJ~t

tJ

J= ~(t{b+t~h)

J = "3 (2b+h) 2 J

C

= th12b

w

3 A

=!i

3 A

CW=l~ + ~ (*)

( b+2h) "to" C I (*) 2b+h w 4 %

1---bJ---I ~

"1 -t\:.~h

,,j ,,

e=X h+6b

,

f-b-j l

J = 3t · (h+2b) =h

Cw

2 J

b t ( 2h+3b) 12 h+6b

J

= }(2t b + t~ h) 3

2

h 2 b3 t h C.F---z4" "'" C w="41y (*)

Gambar 6.31 konstanta torsi dan warping penampang terbuka (Young 1989)

Catatan: konstanta warping, Cw pada profil L dan Tee relatif kecil sehingga dapat diabaikan (Gaylord et. aI1992)(*)

Wiryanto DewobJ'oto - Struktur Baja

289

Meskipun awal mula sarna, misal profil pipa, tetapi jika kemudian dibelah maka perilakunya berubah signifikan terhadap momen torsi. Maklum semula adalah penampang tertutup, yang mempunyai kekuan torsi yang besar, ketika berubah menjadi penampang terbuka maka kekakuan torsinya menjadi relatif kecil. Besarnya momen torsi per-unit rotasi (kekakuan torsi) untuk penampang yang bisa mengalami warping diberikan dalam rumusan berikut. M GJ k t = -t = - " . .. . . .... ... .. ... . ... . .. . ..... . .. ... . .. .. .... .. . . . .. ........... .(6.15)

e

L

Parameter G dan L nilainya konstan. Jadi kekakuan torsi hanya ditentukan oleh bentuk penampang. Sebagai illustrasi, akan ditinjau sHinder ~ 7S mm dengan tiga variasi bentuk penampang, silinder pejal, pipa (penampang tertutup) dan pipa terbelah (penampang terbuka). Selanjutnya dihitung konstanta torsi, lihat Gambar 6.32.

10

R75

J = y, m 4

J = 49,700,977.53 m m

4

J = y, 1[(r:- r;4)

J = ~ 1[r\3

J = 21,661,281.35 m m 4

J = 146,607.66 mm4

(100%)

(229%)

(0.68%)

Gambar 6.32 Perba ndinga n kekakuan to rs i pada bata ng lingka ra n dan varias inya

Jadi, penempatan material pada sisi terluar dan menerus adalah penting karena menentukan besarnya kekakuan torsi. Dengan cara sarna ditinjau juga penampang persegi, bentukyang banyak dipakai di dunia konstruksi. Penampang kotak dan I mempunyai luasan sarna, tetapi berbeda kekakuannya terhadap torsi.

r-

T 1 150

150

---j

A-22500 mm' (402%)

A-5600 mm z (100%)

:#

J = 2.25a 4 a = 75 J = 71,191,406.25 mmi (296.5%)

t2
20

140

~l J

3

= } (2t b +

t~ h)

r = 473,333.33 rom 4 (1.97%)

Ga mba r 6.33 Perbandinga n kekakua n torsi pad a batang persegi dan va ri as inya

Kekakuan torsi inilah yang membedakan karakter struktur beton, yang umumnya memakai bentuk penampang persegi solid, yang

290

Ba b 6. Balok Lentu r

kekakuan torsinya puluhan kali lebih besar dibanding profill pada struktur baja. Apalagi jika struktur beton dan pelat lantai dicor secara monolith. Oleh karena itu pada perencanaan struktur beton jarang, bahkan tidak pernah ditinjau terhadap kondisi batas LTB. Selain besarnya kekakuan torsi, perilaku deformasi penampang yang terbuka dan tertutup ternyata berbeda. Penampang terbuka yang diberi beban torsi akan mengalami warping. Sebagai akibatnya, penampang tidak lagi sebidang (Gam bar 6.34b).

(D J

(b J

Ga mba r 6.3 4 Pe rilaku pipa te rtutup da n te rb ela h a kiba t torsi

Jika pipa dibelah (split) pada A, tegangan geser akibat puntir pada pipa menjadi berubah, Iihat Gambar 6.34a ke 6.34b. Hal itu bisa terjadi karena gaya geser searah sumbu longitudinal tidak bisa menerus sehingga terjadi pergeseran arah longitudinal.

Ga mba r 6.35 Wa rping pada pipa terbelah akibat puntir

Fenomena warping hanya terjadi pada penampang terbuka yang relatif langsing, khususnya yang elemennya saling paralel hingga dapat menghasilkan kopel gaya ketika diberi momen torsi. OIeh sebab itu, profil Tee meskipun termasuk penampang terbuka dan relatif langsing, efek warping-nya relatif kecil. Saat dibebani torsi, yang dominan hanya torsi uniform atau torsi St. Venant.

Wirya nto Dewobroto . Struktur Ba ja

291

(a) Torsi unifonn (Torsi St. Venanl)

(b) WaIping

Gambar 6.36 Pe ril aku pena mpang terbuka terh ada p gaya puntir

Gambar 6.36 pada profil Tee yang dominan adalah torsi uniform, warping dapat diabaikan (Gaylord et.al 1992), pada profil I terjadi keduanya, yaitu torsi uniform [J) dan juga sekaligus warping (Cw )' sebagaimana terlihat keterkaitan keduanya dalam rumus 6.14 Pada penampang tertutup, momen torsi hanya menimbulkan torsi uniform (torsi St. Venant), tidak ada warping. Meskipun demikian aliran tegangan geser pada pen am pang dapat menimbulkan kopel gaya reaksi yang cukup besar, yang sangat efektif untuk memikul momen torsi. Distribusi tegangan geser pada penampang tertutup dan terbuka diperlihatkan pada Gambar 6.37 berikut.

Ca) Pipa uluh

(b) Pipa tcrbclah

Cc) Pelat pcrsegi

Cd) Profi l IWF

Ga mba r 6.37 Distri busi tega nga n geser akibat tors i mum i pa da penam pa ng

Kondisi penampang berongga, yang mempunyai elemen menerus (penampang tertutup) adalah bentuk penampang yang paling baik terhadap momen torsi, sekaligus punya ketahanan tinggi terhadap tekuk torsi lateral (LTB) jika dipakai sebagai balok lentur. Itulah alasan, mengapa ketentuan F7 (penampang kotak) dan F8 (pipa) pada perencanaan balok menurut AISC (2010), tidak meninjau keberadaan tekuk torsi lateral (LTB). Balok profil kotak lebih optimal memikul momen lentur dibanding profit pipa, juga berketahanan tinggi terhadap torsi sehingga tidak perlu lateral bracing. Itu alasan, mengapa bentuk itu dipilih untuk dipakai sebagai balok crane kapasitas tinggi (Gambar 6.38).

292

Bab 6. Ba lok Le n tu r

Gamba r 6.38 Crane de ngan balok ga nda (http://www.streetcra ne.co.uk)

Jenis crane balok ganda dipilih jika mesin pengangkat dipasang di sisi atas. Maklum, jika tumpuannya di sisi bawah dan pembebanan (gaya reaksi mesin pengangkat) di sisi atas, maka saat balok bergerak pada arah lateral akan rentan mengalami puntir, ini bukan LTB. Jadi untuk stabilitas sistem dipasang dua balok saling sejajar. Meskipun begitu, masing-masing balok bekerja mandiri terhadap lentur, tidak bisa dipasang lateral bracing karena mengganggu mobilitas. Masing-masing balok memikul separo kapasitas crane. Maka untuk bentang dan beban besar, umumnya yang memenuhi persyaratan hanyalah balok berpenampang kotak.

1

Gambar 6.39 Cran e de nga n balok tunggal (www.nucl eon.com.cn)

Jika mesin pengangkat dapat dipasang di sisi bawah balok, risiko untuk terjadi puntir (keseluruhan) ketika bergerak ke arah lateral tentu tidak terjadi. Oleh karena itu crane cukup memakai sistem balok tunggal (Gam bar 6.39).

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

293

6.4.6. Bentuk momen dan faktor Cb

Diagram momen untuk menghitung momen kritis terhadap tekuk torsi lateral (LTB) dianggap konstan linier sepanjang Lb (Gambar 6.29b). Jika diagram momen tidak konstan atau momen gradien, sehingga luasan momennya lebih keeil dibanding sebelumnya, maka tentunya momen kritis dapat ditingkatkan. Untuk itu rumus LTB sebelumnya masih dapat dipakai, eukup dimodifikasi dengan memberikan faktor Cb rel="nofollow"> 1. Nilainya dihitung sebagai berikut. Cb =

12.5IMmax l 2.5IMmax l+31MAI+4IMBI +31 Mcl

... ...... . .. .. . .. ... . .... .. . ... (Fl-l)

Adapun

Mmax' MA, MB, dan Me adalah nilai absolut momen maksimum, momen di % L, 1f2 L, dan % L, dengan L sebagai jarak antara dua titik tambatan lateral atau Lb' Sistem pertambatan lateral yang dipasang tentu saja bersifat "setempat" bukan menerus. Contoh numeriknya se9men ditinjau

1----- L - - - j p

p

Bending Momen Diagram

Ga mba .. 6.4 0 Mom e n gradie n dala m pe ne ntua n Cb

Untuk balok dengan momen konstan (uniform) dan kantil eve r, maka nilai Cb = 1.0. Ini adalah nilai yang konservatif (aman). NOTE : Pereneanaan dengan program komputer (mis. SAP2000) , dapat menghitung otomatis nilai Cb > 1. Padahal baloknya adalah kantilever, sehingga hasilnya tidak sesuai ketentuan. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian karena pada dasarnya proses analisis dan desain pada program komputer adalah berbeda algoritmanya.

294

Bab 6. Balak Le ntur

6.4.7. Pertambatan lateral balok Pertambatan lateral atau lateral bracing adalah kondisi geometri, bisa berupa elemen atau ·struktur khusus tambahan, bisa elemen lain yang terhubung pada balok, yang berfungsi mencegah balok mengalami tekuk torsi lateral (LTB). Agar bekerja sebagai lateral bracing, struktur yang dimaksud harus dapat "memegang" komponen balok yang mengalami tekan, yang berpotensi LTB. Oleh karena adanya lateral bracing tersebut, balok tertahan terhadap terjadinya translasi lateral dan rotasi, menjelang momen kritis.

Sistem pertambatan lateral bisa setempat atau menerus (lihat Gambar 6.41). Untukyang setempat, minimal harus dipasang pada titik-titik tumpuannya. Adapun Lb adalah jarak antar pertambatan lateral setempat sedangkan L adalah bentang balok.

(a) Setempat

(b) Me nerus

Gamba r 6.41 Kondis i perta mbatan late ral pada balok

Garis putus-putus Gambar 6.41 menunjukkan mode tekuk lateral yang bisa saja terjadi meskipun telah dipasang pertambatan. Pada kondisi lainnya, dimana komponen balok yang mengalami desak, yaitu elemen sayap dapat tertanam / "terpegang" baik oleh lantai pelat beton (ada shear connector) atau pelat baja (di las), maka dapat dianggap pertambatan lateral yang ada adalah menerus di sepanjang balok, yang berarti tidak ada risiko untuk terjadi tekuk. Kondisi itu dianggap mencukupi sebagai lateral bracing khusus-nya jika baloknya mempunyai rasio pelat badan yang kaku, untuk balok tinggi maka tetap diperlukan struktur bracing yang khusus. Untuk menjadi lateral bracing maka yang penting adalah kemampuannya mencegah terjadinya perpindahan lateral dan sekaligus perputaran pada balok. Selain itu, struktur bracing juga dapat dimanfaatkan sebagai struktur diaphragm, untuk mendistribusikan beban berlebih pada satu balok ke balok yang lain disampingnya. Hanya saja jika beban berlebih itu ternyata ada di semua balok, maka tentu saja struktur diaphragm tidak berperan banyak dalam meningkatkan keamanan balok. Efektif tidaknya lateral bracing untuk menjadi distributor beban berlebih (lokal) tentu tergantung juga dari konfigurasi atau kekakuan tipe bracing yang dipasang.

Wirya nto Dewo broto - Struktur Baja

295

Gambar 6.42 Sistem bracing pada je mbata n baja meie ngkllng (sllmb er : intern et)

Konstruksi baja profil-I lengkung horizontal (lihat Gambar 6.42), keberadaan bracing yang dipasang tegak lurus di interval tertentu di sepanjang balok, tidak sekedar berfungsi sebagai lateral bracing atau diaphragm untuk pembebanan berlebih saja, tetapi menjadi kesatuan dengan struktur balok itu sendiri. Tanpa bracing, balok tidak bisa melengkung secara aman. Itu terjadi karena bentuk geometri lengkung memicu momen torsi, baik akibat berat sendirinya maupun beban hidup rencana. Oleh karena itu dalam analisis strukturnya, elemen balok dan elemen bracing harus dimodelkan sekaligus, sebagai struktur grid (20) atau rangka ruang (3D). Oleh sebab itu, dalam memilih sistem struktur lateral bracing harus mengetahui juga perilaku struktur yang dianalisis. Maklum jika fungsinya sebagai lateral bracing saja, maka keberadaannya tidak perlu sampai dimodelkan pada analisis struktur. 8agaima-napun juga lateral bracing bukanlah bagian sistem pemikul beban, tetapi lebih kepada stabilitas balok. Jika memakai analisa struktur elastik linier biasa, yang tidak bisa mengakses stabilitas struktur; maka memasukkan sistem bracing pada pemodelan strukturnya adalah pekerjaan sia-sia karena pasti tidak ada pengaruhnya. Analisa struktur elastik-linier balok tidak memerlukan informasi keberadaan lateral bracing, baru ketika tahap desain penampang hal itu diperlukan. Oleh sebab itu tidak diperoleh gaya-gaya reaksi yang terjadi. Untuk desain bracing maka beban rencana diambil mengacu petunjuk yang ada, misalnya Appendix 6 (AISC 2010) yang cukup kompleks. Sedangkan Section 5.4.3 (AS 4100-1998) memberi petunjuk yang lebih sederhana, bracing dianggap memikul gaya transversal sebesar 0.025 dari gaya tekan terbesar elemen sayap (flange) kritis (elemen tekan) yang perlu ditambat.

296

Bab 6. Balok Lentur

Kadang-kadang untuk menentukan apakah balok telah tertambat dengan baik atau tidak, tidak mudah ditetapkan secara awam. Sepintas, bisa saja terlihat ada komponen yang "memegang" balok, tetapi ternyata kategorinya tidak tertambat (bisa berisiko LTB) sehingga perlu dipasang lateral bracing. Section 5.4.1 (AS 41001998) memberikan petunjuk kondisi penampang tidak tertambat. Perpindahan lateral - H I--

1E

Terpuntir (rotasi)

Catatan: tidak ada tambatan di sayap kritis, profil juga bebas berotasi Gambar 6.43 Kategori penampang yang dianggap tanpa lateral bracing

Untuk antisipasi adanya LTB, lateral bracing harus dipasang pada sayap kritis, yaitu elemen sayap pada profil balok yang menerima tegangan tekan. Maklum gaya tekan adalah penyebab adanya LTB, jika tidak ada gaya tekan, tidak ada bahaya LTB. Berbagai strategi pemasangan lateral bracing yang disarankan AS 4100-1998.

~ P'""-""-......o-~----o Catatan : salah satu sayap kritis

(a) Tambatan di sayap kritis, rotasi tertahan efektif

(b) Tanlhatan di sayap kritis, rotasi tertahan sebagian (partial)

c

Pelat stiffener

(c) Tambatan di sayap tidak-kritis, rotasi tertahan efektif Legenda

o " Sambungan pin (sendi)

• " Sambungan momen C " Elemen sayap kritis (tekan) Gambar 6.44 Prinsip dasar pemasangan lateral bracing (AS 4100-1998)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

297

Pemilihan sistem struktur untuk lateral bracing banyak mengacu pengalaman empiris yang telah sukses sebelumnya. Jadi mempeJajari sistem yang ada, seperti terlihat di Gambar 6.45 tentu akan sangat membantu menemukan sistem yang paling sesuai.

Pertambatan menerus

Lateral dan rotasi

La tera! sa ja

Lateral dan rotasi

Legcnda

C ~ sayap kritis ~ elemen yang ditambal

Lateral dan rotasi Pelat pengaku

c

o o o o

c

0 0 0 0

=

c

0:=:1:::'

Menuju ke titik tetap

0: 0:

Titik tetap

" Balak yang ditambat Sambungan las penuh

C=iF=~~==~)~ :>

Menuju ke

titik tetap

C

Fly-brace

Prafil siku pengikat

:> Menuju ke Potongan ba lok eli lapangan

C

==-==

C= =-=::::J t=====:j

titik tetap

Pelot pengaku pada tumpuan

C

C'"..':;:'~:;:3#=;BO-'aut angkur

o

0

Fly-brace (satu atau dua sisi sekaligus)

C

Potongan balok di tumpuan

Gam bar 6.45 Macam-macam pertambatan lateral balok (Gore nc et al 2005)

298

Bab 6. Balok Lentur

Gambar 6.46 menampilkan sistem rangka yang berfungsi sebagai pertambatan lateral pada jembatan dengan profil-I built-up. Tinggi profil menimbulkan risiko tekuk torsi lateral (LTB) yang besar, sehingga sistem rangka sebagai pertambatan lateral harus dipasang relatif rapat. Bandingkan dengan tinggi profil-I built-up-nya.

Gambar 6.46 Perta mbata n Lateral pada konstruksi jembata n (sumber inte rnet)

Jika sistem rangka hanya dipakai sebagai pertambatan lateral saja, tentu dalam analisis struktur tidak ada gaya-gaya yang dipikul. Maklum, fungsinya hanya untuk stabilitas struktur utama, profil-I built-up. Meskipun begitu, untuk desain tidak boleh sembarangan. Ingat, menu rut AS 4100-1998 sistem rangka perlu direncanakan terhadap gaya transversal sebesar 0.025 dari gaya tekan terbesar elemen yang ditambat. Tetapi, jika pemasangan sistem rangka begitu rapat, maka volume bajanya tentu tidak kalah dibanding volume baja struktur utama. Jadi kalau dipakai sekedar untuk stabilitas saja (bukan pemikul utama), maka dengan volume yang besar tersebut tentu suatu saat akan dipertanyakan efisiensinya. Agar efisien, perencana dapat memanfaatkannya sebagai struktur pemikul lantai. Perhatikan balok memanjang kecil yang ditopang sistem rangka, yang akan bersama-sama balok utama memikul lantai. Keuntungannya, bentang struktur lantai menjadi pendek, sehingga tentunya lebih ringan. Jadi sistem rangka yang dipasang (Gambar 6.46) tidak sekedar pertambatan lateral saja, tetapi juga sistem strukturnya itu sendiri. Jadi sistem tersebut relatif efisien.

Wiryanto Dewobroto - St ruktur Baja

299

6.4.8. Lendutan dan kondisi batas /ayan

Meskipun ketentuan batas kekuatan (limit state o/strength) untuk perencanaan balok telah dipenuhi, yang berarti segi keamanan telah memuaskan, tetapi struktur masih perlu dievaluasi terhadap ketentuan kondisi batas layan (limit state of servicebility). Ini tidak terkait faktor keselamatan, tetapi untuk menjamin bahwa pada kondisi beban rencana struktur tidak menimbulkan permasalahan bagi pemakainya dan bisa berfungsi sesuai rencana. Masalah atau tidak berfungsinya bangunan dapat disebabkan oleh kerusakan lokal, lendutan besar, vibrasi yang mengganggu atau hal lain yang tergantung pemakai. Hal itu termasuk juga penyebab kerusakan non-struktur, misalnya pergeseran lateral yang tidak menyebabkan struktur rusak, tetapi keramik jadi retak-retak. Risiko kerusakan seperti yang dimaksud, di era sekarang semakin banyak frekuensinya. Maklum tersedianya komputer yang canggih maka prediksi analisis strukturnya akan semakin teliti, meskipun tidak berarti kondisi beban yang digunakan untuk memprediksi itu juga telah mengantisipasi semua di masa depannya. Itu berarti hasil desain "mepet" atau "pas". Ditambah lagi dengan mutu bahan material yang semakin tinggi, sehingga jika hanya dievaluasi terhadap ketentuan kekuatan (tegangan) akan menyebabkan struktur relatif langsing dan ringan. Faktor-faktor seperti itu di sisi lain menyebabkan faktor redaman struktur jadi berkurang sehingga berisiko tinggi untuk terjadinya vibrasi. Untuk mengatasinya maka evaluasi dan membatasi besarnya lendutan yang terjadi sangat membantu mengatasi permasalahan. 8esarnya lendutan yang terjadi pada balok ditentukan oleh detail dan maksud pemakaian struktur tersebut. Secara historis, batas lendutan balok dibatasi lebih kecil dari L/360 terhadap kondisi beban hidup nominal (tanpa beban terfaktor), untuk balok atap syaratnya lebih ringan, L/240. Menurut petunjuk ASCE-7 (2005), balok yang melendut sebesar L/300 (kantilever sebesar L/ls0 ) sudah akan tampak secara visual dan akan menyebabkan kerusakan finishing bangunan (cladding bocor). Lendutan balok lebih besar dari L/200 akan menyebabkan pintu dan yang semacamnya menjadi tidak berfungsi. Jika akibat berat sendiri (beban mati) juga menyebabkan lendutan yang besar, maka ada baiknya digunakan lawan lendut (camber). Jadi dalam hal ini balok pada saat pembuatan dibuat melengkung ke atas, jadi ketika dibebani maka lendutan akhir tidak besar.

300

Bab 6. Balak Lentur

6.5. Kuat Lentur Nominal 6.5.1. Umum Dari hasH klasifikasi berdasarkan rasio lebar-tebal elemen profil balok lentur, yaitu sayap (flange) dan badan (web), lihat Tabel 6.1, selanjutnya dapat dipilih prosedur perencanaan LRFD yang sesuai (Tabel 6.2). Semuanya itu mengacu penuh Chapter F (AISC 2010). Untuk memudahkan rujukan balik, maka acuan untuk tiap rumus tidak diubah, masih sesuai dengan aslinya. Strategi penulisan ini dipilih karena menyadari bahwa prosedur perencanaan balok struktur baja relatif kompleks dibanding struktur beton. Maklum desain beton bertulang umumnya berkutat pada kuat penampang ultimate, yang umumnya juga terbatas pada penampang persegi. Selain itu pada balok beton bertulang tidak pernah atau sangat jarang dibahas risiko terjadinya tekuk torsi lateral karena balok umumnya menjadi satu dengan pelat lantai di atasnya.

Prosedur perencanaan balok struktur baja relatif lebih kompleks, karena bentuk penampang yang dapat dipakai relatif banyak, ada profil bentuk I, WF, C, T , kotak atau pipa. Elemen profilnya juga relatif tipis dan itu menyebabkan permasalahan, yaitu tekuk lokal. Selain itu, tidak mudahnya membuat konstruksi monolith pada struktur baja menyebabkan sistem pertambatan lateral (bracing) dan sistem sambungannya menjadi penting, harus diperhitungkan karena mempengaruhi kinerja maupun perilaku keruntuhan. Prosedur desain yang kompleks seperti itu tentu berdampak pada langkah perhitungan dan rum us, yang tentunya akan lebih banyak. Materi pada code terbaru (AISC 2010) atau yang sebelumnya telah terbukti cukup lengkap mengantisipasi berbagai variasi struktur balok yang ada. Hanya saja memang, materi pada codenya disusun kompak dan ringkas sesuai topik yang relevan saja, yang kadang kala jika tidak dipahami dengan baik akan terkesan seperti terpotong-potong. Itu terjadi karena untuk suatu profil yang berbeda, bisa saja prosedur perhitungannya persis sarna, dan itu kemudian pada code hanya cukup ditulis sekali saja. Selanjutnya yang ditulis tersebut akan dirujuk berulang-ulang. Hal itu tentu saja dapat membingungkan jika tidak memahami konsep perencanaan balok secara menyeluruhnya. Sebagai contoh, untuk perencanaan balok lentur dengan profil I-WF, baik yang simetri ganda ataupun tunggal, dengan berbagai variasi rasio lebar-tebal elemen-elemen penyusun profil maka langkah-langkah perencanaan lengkap dapat dirangkai berdasarkan prosedur pada Chapter F (AISC 2010) dalam satu bagan alir.

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

301

Inilah prosedur desain lentur balok profil I-WF yang dimaksud.



Kondisi Batas Keruntuhan : Y = yielding LTB = lateral torsional buckling FLB =flange local buckling TFY =tension flange yielding

Klasifikasi elemen·elemen profil terhadap bahaya tekuk lokal

l.rf SAl < Apt

Elemen lidak·kaku (unstiffened elements)

>-----

Elemen kaku (stiffened elements)

"Arw :S hW< '!Ipw

yes

-J:e

Desain Balok Lentur - LRFD (AISC)

f----------------------------------------------------------------------------------------- ~-~:-~u- :~:t---------------!

i

w=C

ye

1-----------------------------1

i

n

!:,;'

i :

i i i

web lang sing

i

web non-kompak profil-I kompak

i !

web kompak

1 1

:

i i 1-··_·······_) ,.................-1 ........ - ..... ,

Gambar 6.47 Alur perencanaan balok lentur dengan profill -WF

302

Bab 6. Balok Lentur

6.5.2. Persyaratan balok Secara umum dapat dinyatakan bahwa kuat lentur rencana balok (Ientur) memenuhi persyaratan jika : Mu ~


.......... .. ............ ......... .. ........... ........ ... ..... .. ...(6. 16)

dimana M II kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi

beban sesuai ketentuan LRFD (ASCE 7-10).
faktor ketahanan lentur, sebesar 0.9

Mil kuat lentur nominal balok ditinjau terhadap berbagai kon-

disi batas (material atau geometri) sesuai prosedur pada ketentuan F2 - F8 (AISC 2010). Ketentuan ini tidak memasukkan pengaruh fatig. Jika hal itu cukup dominan, perencanaan harus mengacu Appendix 3 (AISC 2010), dimana tegangan dihitung terhadap beban kerja (analisa elastis), dan tegangan maksimum yang diijinkan adalah 0.66 F.y Itu perlu karena fatig adalah fenomena pad a pembebanan siklik (berulang), dimana frekuensi dan besarnya beban mengakibatkan fraktur (retak) pada kondisi tegangan rendah (elastis). Jika itu terjadi, maka akibat beban berulang retak dapat bertambah besar dan akhirnya memicu terjadinya kerusakan fatal. Dalam memperhitungkan kondisi batas geometri, atau stabilitas, khususnya terhadap LTB maka tumpuan balok harus disediakan lateral bracing atau pertambatan lateral. Bila perlu bahkan pada pembebanan terpusat (bila ada), maka untuk menghindari timbulnya momen torsi akibat eksentrisitas beban, harus dipasang bracing atau sistem struktur khusus untuk mengantisipasi. Jika kuat lentur balok telah memenuhi Chapter F (AISC 2010), maka kuat geser juga harus memenuhi Chapter G (AISC 2010). Itu perlu karena struktur balok (tergantung konfigurasi beban), momen lentur dan gaya gesernya terjadi sekaligus pada penampang. Pada balok lentur, umumnya gaya geser tidak dominan. Meskipun demikian perencana harus memastikan bahwa kuat geser balok punya keamanan yang tinggi terhadap beban. Maklum keruntuhan geser sifatnya tidak daktail dibandingkan keruntuhan lentur, yang umumnya didahului deformasi besar terlebih dahulu. Akhirnya jika persyaratan kuat balok memenuhi, jangan lupa persyaratan kekakuan atau lendutan perlu dievaluasi juga berdasarkan kondisi beban kerja, bukan beban terfaktor atau ultimate.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

303

6.5.3. Profil-I dan U Kompak (AISe - F2) Note: Doubly symmetric compact I-shaped members and channels bent about their major axis Ketentuan berlaku untuk profil kompak, l-simetri-ganda dan UNP, dibebani pada sumbu kuat dan melalui pusat geser. Khusus profil UNp, jika beban tidak bisa berhimpit pada pusat geser, maka periu ditambahkan bracing atau semacamnya untuk mencegah torsi. p

p

-

S

r

pusst berat dan geser berhimpil

;g - - - -

_

p

p

dummy (penerus ~ba~ I

-+s

pusaLQeSerJ

profil lWF

pelat

(kompak)

a).

penghubung

b).

c).

Ga mba r 6.48 Spesifikas i pe nampa ng untuk prosedur AIS C-F2

Ketentuan F2 adalah prosedur perencanaan balok yang dianggap paling sering dipakai untuk perencanaan struktur sehari-harinya, khususnya profil baja hot-rolled, yang umumnya profil kompak Pada ketentuan ini, kuat lentur nominal penampang, Mil diambil dari nilai terkecil yang dihasilkan kondisi batas [1] materialleleh (momen plastis), dan [2] tekuk torsi lateral. Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok.

[1] Material Leleh (Momen Plastis) Kuat batas leleh (Y = yielding) Mn = Mp = Fy Zx. · .. ·· ···· .· .· .... ... .... ... ... .... .... ... .. ...... ..... (AISC F2 -1)

dimana Mn Mp Fy Zx

kuat lentur nominal baIok, Nm momen lentur penampang plastis, Nm kuat leleh minimum, tergantung mutu baja, MPa modulus plastis penampang terhadap sumbu kuat, mm 3

[2] Tekuk Torsi Lateral Alih-alih menghitung besarnya Mer yang menyebabkan terjadinya tekuk torsi lateral (LTB), yang besarnya pasti tidak akan melebihi atau minimal sarna dengan M p . Oleh karena itu, lebih baik dimulai

304

Ba b 6. Balak Lentur

dengan mencari L p atau jarak pertambatan lateral maksimum untuk menghindari tekuk torsi lateral (LTB) sebelum penampang plastis terbentuk sempurna, dapat dihitung sebagai berikut : Lp =1.76 ry

Jf: . ... . .................. . ... . ... . . . . . . . . . . .

(AISe F2-S)

dimana E Fy

ry

modulus elastis baja = 200,000.0 MPa kuat leleh minimum, tergantung mutu baja, MPa radius girasi balok terhadap sumbu lemah

Jika Lbadalah jarak pertambatan lateral yang dipasang pada balok, maka untuk Lb ~ Lp diperoleh : Mil =Mp ..... .. .. ... ... ... .. .. .. ..... ... .. ........ .... ... .......... .. .... (AISe F2-1)

Profil kompak untuk balok pada kondisi ini, paling efisien dalam pemakaian bahan, khususnya profil hot-rolled yang mempunyai mutu sarna, antara elemen badan dan elemen sayapnya. Bila Lb > Lp tetapi ingin tetap efisien, maka ditetapkan batasan Lr , yaitu jarak pertambatan lateral maksimum sedemikian sehingga serat terluar penampang (sayap) bisa mencapai leleh. Kondisinya seperti pada penampang non-kompak. Adanya residual stress atau tegangan sisa pada elemen terdesak akibat proses pembuatan ternyata berpengaruh dan akan mengurangi kapasitas penampang sehingga harus diperhitungkan. Besarnya tegangan sisa tersebut ternyata bervariasi tergantung prosesnya, peraturan lama (AISC 1999 dan sebelumnya) menetapkan tegangan sisa sebesar 69 MPa (profil hot-rolled) dan 114 MPa (profil buatan dengan las). 1

Penelitian terbaru menunjukkan, besarnya tegangan residu pada sayap terdesak dapat ditentukan sebesar O.3Fy' sehingga tegangan efektifyang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 0.7Fy (AISC 2005). Dengan demikian nilai Lr dapat dihitung sebagai berikut :

)2

(o.7F

y -Je- +6.76 - -)2 ( Sxho E

.... . . ... (AISe F2-6)

dimana konstanta torsi, mm 4 ] Sx modulus elastis penampang terhadap sumbu kuat, mm 3 ho jarak antara titik berat elemen sayap, mm profil I atau WF simetri ganda, c = L ................ .

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

.. .. .. (Al se F2-8a)

305

profil UNP, c = t ho ~Jy/Cw ............. .. .... .. ... .. ....... ... . (AISC F2-8 b) 2

~J y e w

res = - - - ...... . .... . .................. . .. . . .... . .... . ... .. ..... . .. . (A ISC F2-7)

SX Un tuk profil J nilai Cw = t 1yh; sehingga rl ;

=

t 1yhO/ Sx

Nilai r ts cukup akurat dengan hanya memperhitungkan radius girasi pelat sayap tekan ditambah 1/6 tinggi pelat badan (web), sebagai berikut : r =b Is

I

J

'12--'[:1+-~-h-.-t\-I'-:-) 6 bJ" !J

Jika Lb = Lr maka M = 0.7 SF, yaitu momen nominal efektifyang x y menyebabkan tegangan leleh pada serat desak terluar dari profil. Jika Lp S Lb S Lr , maka kapasitas lentur penampang nominal berbanding lurus, Mp c Mn C 0.7 Sx Fy dihitung dengan interpolasi Iinier sederhana sebagai berikut. II

1"

Mo =C{ M, - (M, -07Fy5,)[ ~: =~:) M,... . . . ...(AISC Fl-2J Suatu hasil perencanaan yang baik, selain aman juga ekonomis. Jtu tercapai jika bahan material dapat dimanfaatkan secara efisien. Kondisi batas kekuatan material (yielding) harus menentukan dan itu hanya dicapai jika balok profil kompak mempunyai Lb S Lr. Jika terpaksa dim ana Lb > Lr maka penampang sebelum mencapai kondisi leleh akan mengalami tekuk terlebih dahulu, suatu kondisi yang tidak efisien dalam pemakaian bahan material dan sebaiknya harus dihindari. Pada kondisi tersebut kapasitas balok ditentukan oleh terjadinya tekuk (LTB) dan dihitung sebagai berikut. M n = Fer ,Sx 50 M p . .. . .. .. . ..... . ........ . . . . .. . . .. .. . . . .. ... . . . . . .... . (AI SC F2-3)

Fu =

[~~J

1+ 0078

5~~ (~:J

. _. ....-... -.- . . .-.. .

(AISC Fl-4J

Cb adalah faktor yang dipakai untuk memperhitungkan pengaruh momen gradien (momen tidak konstan). Pada perencanaan yang konservatif, dapat dianggap momen kritis penyebab LTB bernilai konstan sepanjang titik-titik pertambatan lateral (Lb) ' Untuk itu nilai Cb = 1 . Nilai ini juga dipersyaratkan untuk balok kantilever.

306

Bab 6. Balok Len tur

Kapasitas lentur nominal penampang kompak dapat digambarkan dalam kurva hubungan M" - Lb atau kuat lentur nominal dan jarak pertambatan lateral sebagaimana terlihat pada Gambar 6.49.

"- , ~

,,

~


,,

Kuat Dasar x Cb

--r--"" /

Mp

§

z0

,, ' " /:

2 ~

OJ

0. 7 FySx

..J

m

:

"-

"-

-....

I I

;:J

I

~

I

I

Cb ; 1.0 (Kua t Dasar)

O+----;~r-----~Ir------------------

perencanaa."

plast.s

9 L Lp --rpdr :

Mp

:

inelastis LTB

elas tis LTB

Jarak antar titik Pertambatan Lateral, Lb Ga mba r 6.49 Hubunga n M. - Lb balok pe na mpa ng ko mpa k (AISC 2010)

Jadi penampang kompak mempunyai kuat lentur M" maksimum adalah Mp , atau kuat lentur penampang plastis, yang tergantung mutu bahan bajanya. Itu tercapai jika jarak pertambatan lateral, Lb memenuhi persyaratan 0 :5 Lb:5 Lp' Jika jarak Lb bertambah, sehingga Lp < Lb :5 Lr kuat lentur nominal berkurang secara linier sampai Mr = O.7Fy Sx' Suatu kondisi yang memperhitungkan tegangan residu pada penampang sedemikian sehingga elemen desak terluarnya mencapai tegangan leleh. Jika Lb > Lr maka kuat lenturnya tidak ditentukan lagi oleh mutu baja, yang berarti suatu kondisi yang tidak efisien atau ekonomis lagi. Balok penampang kompak yang jarak pemasangan pertambatan lateral Lb > Lp maka kapasitas lenturnya dipengaruhi stabilitas. Pada kondisi seperti itu, kapasitasnya masih dapat ditingkatkan khususnya jika bentuk momennya tidak merata. ltu terjadi karena rumus momen kritis yang menyebabkan instabilitas atau tekuk, disusun dengan asumsi bahwa bidang momennya konstan untuk sepanjang pertambatan lateralnya, lihat Gambar 6.29b. Padahal untuk beban umum, momen diagramnya tidak konstan, misalnya, balok tumpuan sederhana, dimana momen tumpuannya nol, dan momen maksimumnya di lapangan. Itulah yang disebut momen gradien. Pengaruhnya diwakili oleh faktor Cb dihitung mengikuti ketentuan AISC Fl-l.

Wil'ya nto Dewobroto - Struktur Baja

307

Jika balok menerima momen gradien, maka untuk nilai maksimum momen yang sarna, total momen di sepanjang balok akan lebih kecil dibanding momen konstan. Itu juga berarti, risiko terjadi tekuk torsi lateral (LTB) menjadi lebih kecil. Dengan kata lainnya momen kritis yang menyebabkan stabilitas terganggu (LTB) juga akan meningkat, yang berarti kapasitas lentur nominal balok akan dapat "bertambah". Jadi dengan menetapkan besarnya nilai Cb > 1 sesuai dengan bentuk momen gradien yang terjadi, kapasitas lentur balok untuk Lb > Lp dapat dicari. Tentu saja peningkatannya tidak boleh lebih besar dari kapasitas penampang plastis (Mp ). 6.5.4. Tabel bantu perencanaan profil-l kompak

Dengan mempelajari tiap parameter yang mempengaruhi bentuk kurva pada Gambar 6.49 dapat diketahui jika kuat lentur profil-I kompak yang efisien ditentukan oleh parameter: Mp atau Zx ; dan jarak pemasangan pertambatan lateral, Lp dan Lr yang nilainya dipengaruhi oleh konfigurasi penampang dan kuat leleh. Baja profil-I relatif murah jika diproduksi massal, umumnya itu berupa profil-I hot-rolled produksi pabrik baja lokal atau impor. Jika demikian, dimensi profil-I hot-rolled yang dimaksud tentunya berukuran standard, ukurannya tertentu, agar produknya efisien. Jika dapat dihitung terlebih dahulu parameter-parameter penting pasti akan memudahkan perencanaan. Adapun parameter penting yang dapat dihitung dan ditabelkan adalah Z'" ~Mp' ~Mr' Lp dan Lr berdasarkan rumus berikut.

M ll

~

~Mn

=Cb (~bMp -

¢M,

¢M"

,....----"----

r-"--.

¢Mn agar efisien : ¢b0.7 SXFy ~ ¢Mn ~ ¢bZxFy , dimana

BF- (Lb - L,) 5 ~bMp

= ~ v O.6Fy Aw Cw berdasarkan Section G2 (AISC 2010), dan dengan menetapkan sebagai profil-I hot-rolled.

~Vn

Selanjutnya profil-I hot-rolled produk pabrik baja di Jepang dan di Indonesia, yang umum dipakai, akan dihitung dan hasilnya disarikan dalam beberapa tabel berikut.

308

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.9 Parameter Balok: lI S - Metric Unit [F 240 MPa) Sumber : Nippon Stee l & $umitomo Metal

Notasi dxb

900x300

800x300

700x300 600x300

600x200 500x300 500x200 450x300 450x200 400x400

400x300 400x200 350x350 350x250 350x175 300x300 300x200 300x150 250x250 250x175 250x125 200x200 200x150 200x100 175x175 175x90 150x150 150x100 150x75 125x125 100x100

kg/ In

304 283 240 210 238 207 188 182 163 170 147 133 103 93 125 111 88 78 121 75 65 605 415 283 232 172 105 65 56 135 78 49 41 93 56 37 32 72 44 29 25 50 30 21 18 40 18 31 21 14 24 17

d x b,x t wx tf

Berat

Zx

~ Mp

~M r

mm

kg/ In

em'

kN ' m

kN ' m

2,864 2,640 2,198 1,865 2,006 1,727 1,521 1,350 1,169 1,084 931 817 618 548 670 575 453 397 589 350 301 3,107 2,045 1,348 1,070 778 457 278 235 539 294 182 149 316 178 113 98 202 116 76 66 111 64 43 37 78 33 52 33 21 32 18

1,748 1,612 1,343 1,134 1,236 1,068 934 841 723 675 583 509 375 332 422

H918x303x19x37 H912x302x18x34 H900x300x16x28 H890x299x15x23 H808x302x16x30* H800x300x14x26 H792x300x14x22* H700x300x13x24 H692x300x13x20* H594x302x14x23* H588x300x12x20 H582x300x12x17* H600x200x11x17 H596x199xlOx15* H488x300x11x18 H482x300x11x15* H500x200xlOx16 H496x199x9x14 * H440x300x11x18 H450x200x9x14 H446x199x8x12* H498x432x45x70 H458x417x30x50 H428x407x20x35 H414x405x18x28 H400x400x13x21 H390x300x10x16 H400x200x8x13 H396x199x7x11 * H350x350x12x19 H340x250x9x14 H350x175x7x11 H346x174x6x9* H300x300x10x 15 H294x200x8x12 H300x150x6.5x9 H298x149x5.5x8 * H250x250x9x14 H244x175x7x11 H250x125x6x9 H248x124x5x8* H200x200x8x12 H194x150x6x9 H200x100x5.5x8 H198x99 x4.5x7 * H175x175x7.5x11 H175x90x5x8* H150x150x7x10 H148x100x6x9* H150x75x5x7* H125x125x6.5x9 H100x100x6x8*

304.0 283.0 240.0 210.0 238.0 207.0 188.0 170.0 163.0 170.0 147.0 133.0 103.0 92.5 125.0 111.0 88.2 77.9 121.0 74.9 65.1 605 .0 415.0 283 .0 232.0 172.0 105.0 65.4 56 .1 135.0 78 .1 49.4 41.2 93.0 56.0 36.7 32.0 72.0 44.0 29.0 25.1 49.9 29.9 21.0 18.0 40.0 18.0 31.0 21.0 14.0 24.0 17.0

13,260 12,221 10,174 8,634 9,287 7,995 7,040 6,249 5,414 5,017 4.309 3,782 2,863 2,535 3,100 2,663 2,096 1,836 2,728 1,621 1,393 14,385 9,468 6,239 4,954 3,600 2,116 1,286 1,088 2,493 1,360 841 689 1,465 823 522 455 937 535 352 305 513 296 200 170 360 152 240 151 98 149 84

Y

BF Lp L r kN

139.4 136.1 126.5 117.2 101.8 95 .2 90.8 71 .0 67.4 51.5 48.3 45.9 56.1 52 .3 32.4 30.7 361 278 37.7 244 35 .2 372 26.2 217 29 .2 186 26.8 1,801 22 .9 1,227 21.5 20.7 833 668 20.7 20.1 494 290 20.0 174 22.2 147 20.3 15.4 341 186 15.5 113 16.9 93 15.1 201 11.4 112 11.9 70 12.6 61 11.6 128 7.8 73 8.1 47 9.2 41 8.6 70 5.0 40 5.1 27 6.1 23 5.7 3.8 49 20 4.6 32 2.7 20 3.0 13 3.5 20 1.9 11 1.2

m

3.4 3.4 3.3 3.2 3.4 3.4 3.3 3.5 3.4 3.6 3.5 3.4 2.1 2.1 3.6 3.5 2.2 2.2 3.7 2.3 2.2 5.6 5.5 5.3 5.2 5.2 3.8 2.3 2.3 4.5 3.1 2.0 2.0 3.9 2.4 1.7 1.7 3.2 2.2 1.4 1.5 2.6 1.9 1.2 1.2 2.3 1.1 1.9 1.2 0.9 1.6 1.3

OJ

11.4 10.9 10.0 9.4 11.0 10.3 9.8 10.7 10.0 11.5 10.8 10.2 6.5 6.2 11.3 10.5 6.9 6.5 12.0 6.8 6.5 62.7 43.6 30.2 24.7 19.3 12.1 7.0 6.6 17.4 10.1 6.1 5.7 14.0 8.0 5.1 4 .9 12.7 7.5 4.6 4.3 10.9 6.6 3.9 3.6 10.0 3.8 9.1 5.4 3.2 8.2 7.4

I

x em"

535,000 491,000 404,000 339,000 334,000 286,000 248,000 197,000 168,000 134,000 114,000 98,900 75,600 66,600 68,900 58,100 46,800 40,800 54,700 32,900 28,100 298,000 187,000 119,000 92,800 66,000 37,900 23,500 19,800 39,800 21,200 13,500 11,000 20,200 11,100 7,210 6,320 10,700 6,040 3,960 3,450 4,720 2,630 1,820 1,540 2,900 1,210 1,620 1,000 666 839 378

<j> Vn kN

2,512 2,364 2,074 1,922 1,862 1,613 1,597 1,310 1,295 1,198 1,016 1,006 950 858 773 763 720 643 697 583 514 3,227 1,979 1,233 1,073 749 562 461 399 605 441 353 299 432 339 281 236 324 246 216 179 230 168 158 128 189 126 151 128 108 117 86

Catatan : profil bertanda " * " tidak selalu diproduksi, perlu order khusus .

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

309

Tabe l 6.10 Parameter Balok: WF - ]IS G 3192 Metric Series (F 240 MPa) Sumber : http://www.jfe-steel. co.j p/en/products/s hapes/catalog/dle-lOl.pdf (akses~ O Sept. 2013)

La rge Wi dt h

Notasi dxb

400x400

350x350

300x300

250x250

200x200

175x175

kg/ m

605 415 283 232 200 197 172 168 147 140 157 154 135 129 113 105 105 105 93 86 83 82 72 66 64 66 56 50 40

d x bJx t wx tr Bera t mm

*498x432x45x70 *458x417x30x50 428x407x20x35 414x405x18x28 *406x403x16x24 *400x408x21x21 400x400x13x21 *394x405x18x18 *394x398x11x18 *388x402x15x15 *356x352x14x22 *350x357x19x19 350x350x12x19 *344x354x16x16 *344x348xlOx16 *338x351x13x13 *304x301x11x17 *300x305x15x15 300x300x10x15 *298x299x9x14 *294x302x12x12 *250x255x 14x14 250x250x9x14 *248x249x8x13 *244x252x11x11 *208x202xlOx16 * 200x204x12x12 200x200x8x12 175x175x7.5x11

kg/ m

605 .0 415 .0 283 .0 232 .0 200.0 197.0 172.0 168.0 147.0 140.0 157.0 154.0 135.0 129.0 113.0 105.0 105.0 105.0 93.0 86.0 83.4 81.6 71.8 65 .9 63 .8 65 .7 56.2 49.9 40.4

Zx



BF

L.

L,

Ix


em'

kN-m

kN-m

kN

m

m

em'

kN

22.9 21.5 20.7 20.7 20.5 20.1 20.1

5.6 5.5 5.3 5.2 5.2 5.0 5.2

14,385 9,468 6,239 4,954 4,207 3,920 3,600

3,107 2,045 1,348 1,070 909 847 778

1,801 1,227 833 668 572 526 494

62.8 298,000 3,227 43.5 187,000 1,979 30.1 119,000 1,233 24 .7 92,800 1,073 21.6 78,000 935 20.9 70,900 1,210 19.3 66,600 749

Profil non-compact or slender

2,927 2,708 2,493 2,070 1,669 1,577 1,465 1,353 1,0 15 937 859 698 553 513 360

632 398 15.6 4.6 19.6 1 585 363 15.3 4.4 18.8 539 341 15.4 4.5 17.4 Profil non-compact or slender 447 286 14.9 4.5 15.3 Profil non-compact or slender 361 228 11.6 3.9 15.3 341 212 11.4 3.7 15.0 316 201 11.4 3.9 14.0 292 186 11.2 3.9 13.3 Profil non-compact or slender

47,100 42,300 39,800

718 958 605

32,800

495

23,200 21,300 20,200 18,600

482 648 432 386

219 136 7.8 202 128 7.8 186 118 7.7 Profi l non-compact 151 93 5.0 119 74 4.9 111 70 5.0 78 49 3.8

11,400 10,700 9,850

504 324 286

6,530 4,980 4,720 2,900

300 346 230 189

3.1 13.9 3.2 12.7 3.2 12.0 or slender 2.6 14.1 2.5 11.8 2.6 10.9 2.3 10.0

Medium Width

Notasi

d x brx t wx tr Bera t

dxb

mm kg/ m 304 *918x303x19x37 900x300 283 912x302x18x34

800x300

700x300

600x300

500x300

240 210 264 238 207 188 212 182 163 170 147 133 147 125 111

900x300x16x28 *890x299x15x23 *816x303x17x34 *808x302x16x30 800x300x14x26 *792x300x14x22 *708x302x15x28 700x300x13x24 *692x300x13x20 *594x302x14x23 588x300x12x20 *582x300x12x17 *494x302x13x21 488x300x11x18 *482x300x11x15

kg/Ill 304

Zx em' 13,260

283 240 210 264 238 207 188 212 182 163 170 147 133 147 125 111

12,221 10,174 8,634 10,434 9,287 7,995 7,040 7,344 6,249 5,414 5,017 4,309 3,782 3,664 3,100 2,663



BF

Lp L,

kN-m

kN-m

kN 139.4

m 3.4

136.1 126.5 117.2 105.0 101.8 95 .2 90.8 75 .7 71 .0 67.4 51.5 48.3 45 .9 34 .3 32.4 30.7

3.4 3.3 3.2 3.5 3.4 3.4 3.3 3.5 3.5 3.4 3.6 3.5 3.4 3.7 3.6 3.5

2,864 2,640 2,198 1,865 2,254 2,006 1,727 1,521 1,586 1,350 1,169 1,084 931 817 791 670 575

1,748 1,612 1,343 1,134 1,388 1,236 1,068 934 983 841 723 675 583 509 496 422 361

111

11.4 10.9 10.0 9.4 11.7 11.0 10.3 9.8 11.5 10.7 10.0 11.5 10.7 10.1 12.3 11.3 10.5

Ix ern' 535,000 491,000 404,000 339,000 378,000 334,000 286,000 248,000 233,000 197,000 168,000 134,000 114,000 98,900 81,700 68,900 58,300


... d ilanj utkan ke ha laman berikut

310

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.10 Parameter Balok : WF - liS G 3192 Metric Series (F 240 MPa) - lanjutan Sumber: http://www.jfe-steel.eo.j p/en/produets/s hapes/eatalog/d le-lOl.pdr(akses 30 Sept. 20131

Medium Width (Ianjutanl

Notasi dxb

450x300

350x250 300x200 250x175 200x150

kg/m

d x b, x tw x t, Berat mm

kg/m

142 121 103

*446x302x13x21 440x300x11x18 *434x299x10x15

142.0 121.0 103.0

105 92 78 68 64 56 44 30

390x300xlOx15 *386x299x9x14 340x250x9x14 *336x249x8x12 *298x201x9x14 294x200x8x12 244x175x7x11 194x150x6x9

105.0 92.2 78.1 67.6 64.4 55.8 43.6 29 .9

Zx

~Mp

~Mr

BF Lp

Lr

em 3

kN-m

kN-m

kN

m

m

27.4 26.2 24.7

3.7 3.7 3.6

20.0 19.1 15.5 14.7 12.3 11.9 8.1 5.1

3.7 3.7 3.1 3.1 2.5 2.4 2.2 1.9

13.2 12.0 11.0 11.7 11.3 10.1 9.3 8.8 8.0 7.5 6.5

3,226 2,728 2,287 2,012 1,846 1,360 1,163 963 823 535 296

697 589 494 434 399 294 251 208 178 116 64

437 372 313 276 254 186 159 130 112 73 40

I

x em'

65,000 54,700 45,500 37,900 32,900 21,200 18,100 13,100 11,100 6,040 2,630

~V" kN

835 697 625 562 500 441 387 386 339 246 168

Small Width

Notasi dxb

600x200

500x200

450x200

400x200

350x175

300x150

kg/m

132 118 103 92 102 88 78 88 75 65 75 65 56 58 49 41 37 32

d x br x t wx tr Berat mm

*612x202x13x23 *606x201x12x20 600x200x11x17 *596x199x10x15 *506x201x11xI9 500x200x10x16 *496x199x9x14 *456x201x10x17 450x200x9x14 *446x199x8x12 *404x201x9x15 400x200x8x13 * 396x199x7x11 *354x176x8x13 350x175x7x11 *346x174x6x9 300x150x6.5x9 *298x149x5.5x8

kg/m

132.0 118.0 103.0 92.4 102.0 88.2 77.9 87.9 74.9 65 .1 74.9 65.4 56.1 57.7 49.4 41.2 36.7 32.0

Zx

~Mp

<j> Mr

BF Lp

Lr

cm 3

kN -m

kN-m

kN

m

3,778 3,317 2,863 2,535 2,462 2,096 1,836 1,945 1,621 1,393 1,488 1,286 1,088 995 841 689 522 455

816 716 618 548 532 453 397 420 350 301 321 278 235 215 182 149 113 98

495 435 375 332 327 278 244 260 217 186 200 174 147 134 113 93 70 61

62.8 60. 56.1 52 .3 40.0 37.7 35.2 31.3 29.2 26.8 23.7 22.2 20.3 18.2 16.9 15.1 12.6 11.6

'"

2.2 2.2 2.1 2.1 2.3 2.2 2.2 2.3 2.3 2.2 2.4 2.3 2.3 2.1 2.0 2.0 1.7 1.7

7.3 6.9 6.5 6.2 7.4 6.9 6.5 7.4 6.8 6.5 7.5 7.0 6.6 6.5 6.1 5.7 5.1 4.9

I

x em'

<j>V" kN

101,000 1,146 88,300 1,047 75,600 950 66,600 858 55,500 802 46,800 720 40,800 643 39,800 657 32,900 583 28,100 514 27,200 524 23,500 461 19,800 399 16,000 408 13,500 353 11,000 299 7,210 281 6,320 236

Catatan: profil bertanda " * "tidak selalu diproduksi, perlu order khusus .

Profil-I hot-rolled standar JIS produksi Nippon Steel & Sumitomo Metal (Jepang), semuanya berklasifikasi kompak. Produk JFE Steel Corporation (Jepang) menyediakan alternatif ukuran lain meskipun klasifikasinya profil nonkompak dan tersedia jika dipesan. Itu menunjukkan bahwa profil-I hot-rolled produksi massal umumnya klasifikasi kompak, agar efisien. Profil standar ]IS cukup banyak dibuat, misal PT. Krakatau Wajatama atau PT. Gunung Garuda, meskipun tidak semua ukurannya tersedia, lihat tabel terkait. Parameter desain balok dengan profil JFE Super HISLEND-H juga dibuat (Tabel 6,10) untuk menunjukkan berbagai variasi ukuran yang efisien (kompak) atau tidak. Meskipun ketersediaannya di Indonesia perlu diselidiki lebih lanjut.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

311

Tabel 6.11 Parameter H-Beam (F 240 MPa) Sumber: PT. Krakatau Wajatama (sesuai StandafJ IS G3192-200S)

dxbfxtwxtf

Berat

Zx



BF

Lp

Lr

Ix


d

kg/m

mm

kg/m

em]

kN-m

kN-m

kN

m

m

em·

kN

H 100 H 125 H 150 H 175 H 200

17 24 31 40 50

100x100x6x8 125x125x6.5x9 150x150x7x10 175x175x7.5x11 200x200x8x12

1.3 1.6 1.9 2.3 2.6

7.4 8.2 9.1 10.0 10.9

378 839 1,620 2,900 4,720

86 117 151 189 230

Notasi

17.0 24.0 31.0 40.0 49.9

84 149 240 360 513

18 32 52 78 111

11 20 32 49 70

1.2 1.9 2.7 3.8 5.0

Tabel 6.12 Parameter Wide Flange (F 240 MPa) Sumber: PT. Krakatau Wajatama (ses ua i Standar JIS G3192-200Sj

Notasi

dx bfx twx tf

Berat

d

kg/m

mm

kg/m

W100 W125 W150

9 13 14 21 18 18 21 30 25 29

100x50x5x7 125x60x6x8 150x75x5x7 148xl00x6x9 175x90x5x8 198x99x4.5x7 200x100x5.5x8 194x150x6x9 248x124x5x8 250x125x6x9

W175 W200

W250

9.3 13.1 14.0 21.0 18.0 18.0 21.0 29.9 25.1 29.0

Zx em l 42 74 98 150 152 170 200 296 305 352



BF

Lp

Lr

kN-111

kN-m

kN

m

m

x em'

.6 .7 .9 1.2 1.1 1.1 1.1 1.9 1.4 1.4

3.1 3.5 3.2 5.4 3.8 3.6 3.9 6.5 4.3 4.6

178 394 642 981 1,172 1,498 1,761 2,585 3,378 3,893

9 16 21 32 33 37 43 64 66 76

1.4 2.3 3.5 3. 4.6 5.7 6.1 5.1 8.6 9.2

5 10 13 20 20 23 27 40 41 47

I


72 108 108 128 126 128 158 168 179 216

Tabel 6.13 Profil hot-rolled Wide Flange Shape (Fy 240 MPa) Sumber : Brosur PT. Gunung Garuda

Notasi

dx bfx twx t f Berat

dxb

kg/m

mill

100xl00 125x125 150x75 150xl00 150x150 175x175 200x100

17 24 14 21 31 40 18 21 31 50 25 30 32 37 93 41

100x100x6x8 125x125x6.5x9 150x 75x5x7 148x100x6x9 150x150x7xl0 175x175x7.5x11 198x 99x4.5x7 200xl00x5.5x8 194x150x6x9 H200x200x8x12 248x124x5x8 250x 125x6x9 298x149x5.5x8 350x150x6.5x9 300x300xl0x15 346x174x6x9 350x175x7x11 396x199x7x11 400x200x8x13 400x400x13x21 450x200x9x14 500x200x10x16 600x200xllx17 588x300x12x20 700x300x13x24 800x300x14x26 900x300x16x28

200x150 200x200 250x125 350x150 300x300 350x175 400x200 400x400 450x200 500x200 600x200 600x300 700x300 800x300 900x300

312

50 56 66 172 76 90 106 151 185 210 243

kg/Ill

Zx


BF

Lp

Lr

Ix


em ]

kN- m

kN -m

kN

III

III

em"

kN

1.3 1.6 0.9 1.2 1.9 2.3 1.2 1.2 1.9 2.6 1.5 1.4 1.7 1.7 3.9 2.0 2.0 2.3 2.3 5.2 2.3 2.2 2.1 3.5 3.5 3.4 3.3

7.4 8.2 3.2 5.4 9.1 10.0 3.6 3.9 6.6 10.9 4.3 4.6 4.9 5.1 14.0 5.7 6.1 6.6 7.0 19.3 6.8 6.9 6.5 10.8 10.7 10.3 10.0

378 839 666 1,020 1,620 2,900 1,580 1,840 2,675 4,720 3,540 4,050 6,320 7,210 20,200 11,100 13,600 20,000 23,700 66,600 33,500 47,800 77,600 118,000 201,000 292,000 411,000

17.0 84 18 24.0 149 32 14.0 21 98 21.1 151 33 31.0 240 52 40.4 78 360 170 37 18.2 21.3 200 43 30.6 296 64 49 .9 513 111 25.1 305 66 29.6 352 76 32.0 455 98 36.7 522 113 93.0 1,465 316 41.4 689 149 49.6 841 182 56.1 1,088 235 1,286 278 66.0 172.0 3,600 778 1,621 350 76.0 89.6 2,096 453 106.0 2,863 618 151.0 4.309 931 185.0 6,249 1,350 210.0 7,995 1,727 243.0 10,174 2,198

11 1.2 20 1.9 13 3.5 20 3.0 32 2.7 49 3.8 23 5.7 27 6.1 40 5.1 70 5.0 41 8.6 9.2 47 61 11.6 70 12.6 201 11.4 15.1 93 113 16.9 147 20.3 174 22 .2 494 20.1 217 29.2 278 37.7 375 56.1 583 48.3 841 71.0 1,068 95.2 1,343 126.5

86 117 108 128 151 189 128 158 168 230 179 216 236 281 432 299 353 399 461 749 583 720 950 1,016 1,310 1,613 2,074

Bab 6. Ba lok Lentur

Tabe16.14 Parameter Balok: I - SNI (Fy 240 MPa) Sumber: SNI 07-0329-2005

Notasi

d x b, x t wx t,

Berat

d

mm

kg/m

1100

100x50x4.5x6.8 100x75x5x8

8.3 12.9

40 64

8.7 13.8

5.2 8.4

1 125 1140

125x75x5.5x9.5 140x66x5.6x8.6 150x75x5.5x9.5

16.1 14.3 17.1

98 96 124

21.1 20.7

150x125x8.5x14 180x l 00x6xl0 200x90x7.5x11.3 200x100x7xl0 200x150x9x16

36.2 23.6 26.0 26.0 50.4 38.3 55.5 48.3

270 208 251 247 505 466 661 710

65.5 76.8 58.5 87.2 72.0 65.8 91.7 115.0 133.0 176.0

954 1106 984 1447 1363

1I50 1 180 1200

[ 250 [ 350

250x125x7.5x 12.5 250x125x10x19 350x150x8x13

[ 400

350x150xlOx18.5 350x150x11.5x22 350x150x9x15 350x150x12x24 400x150xl0x18

[ 450

400x150x12.5x25 400x175x11x20

1350

[ 600

450x175x13x26 600x190x13x25 600x190x16x35

Zx em)

1789 1686 2444 3,714 4,881

<j>Mp

<j> Mr

BF

Lp

Lr

Ix

kN-m

kN-m

kN

m

III

CIl1~

1.4 1.2

0.6 1.0

12.8 12.5 16.3

2.0 2.9 3.2

0.9 0.8 0.9

3.0 5.4 2.0

35.3 27.7 32.7 32.5 67.0 62.0 86.4 94.8 126.3 145.0 130.4 189.4 179.4

2.5 4.6 6.2 6.1 4.8 9.3 8.3 13.5 12.8 12.1 19.3 17.5 26.1

1.6 1.2 1.0 1.2 1.9 1.5 1.5 1.8 1.8 1.8 1.7 1.8 1.7

233.4 223.6 321.1 487.0 636.0

24.6 24 .6 31.3 61.2 58.6

1.8 2.1 2.1 2. 1 2.2

26.7 58.2 45.0 54 .2 53.3 109.1 100.7 142.8 153.3 206.1 238.9 212.6 312.6 294.3 386.4 364.3 527.9 802 .0 1,054.0

3.6 4.1 10.8 4.9 4.5 4.6 10.8 5.6 8.3 6.1 8.0 9.6 6.0 8.8 6.1 8.0 7.8 8.7 7.3 9.3

<j> Vn kN

171 281

65 72

538 573 819 1,760

99 113 119 184 156 216 202 259 270 360 346

1,670 2,140 2,170 4,460 5,180 7,310 9,480 12,700 14,700 15,200 22,400 24,100 24,100 39,200 48,800 98,400 130,000

432 497 454 605 576 720 634 842 1,123 1,382

Catatan : semua profill di atas adalah profil "kompak"

Tabe l 6.15 Para meter profil/ - Beam (F 240 MPa) Sumber : PT. Krakatau Wajatama (sesuai Standar JI5 G3192 . 200S)

Notasi

d

X

b{ x t wx t{

d x berat

mOl

1 100x8 11 20x11 11 40x14 1160x18 1 160x18 1200x26

100x50x4.5x6.8 120x58x5.1x7.7

Berat

Zx

<j>Mo

<j>M r

BF

Lo

Lr

Ix

<j> VIl

kg/m

ern]

kN-rn

kN-m

kN

m

In

em'

kN

1.4 2.1

0.6 0.7

2.9 3.9 5.0 6.2

0.8 0.9 0.9 1.0

3.0 3.3 3.6

140x66x5.7x8.6 160x74x6.3x9.5 180x82x6 .9x10.4 200x90x7.5x11.3

8.34 11.1 14.3 17.9 21.9 26.2

40 64 96 137 188 251

9 14 21 30 41 54

5 8 12 18 25 33

3.9 4.2 4.5

172 331 579 944 1,460 2,162

64 88 114 146

~ 216

Catatan penting dalam perhitungan tabel di atas : Perlu diperhatikan dalam menggunakan nilai
Wiryanto Dewobroto - Stru ktu r Baja

313

Tabel 6.16 Parameter Sa lok: JFE Super HlS LEND-H (F 240 MPa) Sumber : http://www.jfe-steel.co.jp/en/products/shapes/catalog/dle-101.pdf 11kses 30 Sept. 2013)

Notasi

Zx

~Mp ~Mr

BF

Lp

Lr

dxb

kg/m

mm

kg/m

em l

kN-m

kN-m

kN

m

m

SHI000x400

391 367 343 319 301 321 297 279 260 359 338 318 297 281 296 275 259 243 328 310 292 275 262 270 253 239 226 296 282 267 253 242 245 231 220 209 383 359 335 311 293 314 290 272 254 352 331 310 289 274 289 268 253

1000x400x19x40 1000x400x19x36 1000x400x19x32 1000x400x19x28 1000x400x19x25 1000x400x16x32 1000x400x16x28 1000x400x16x25 1000x400x16x22 1000x350x19x40 1000x350x19x36 1000x350x19x32 1000x350x19x28 1000x350x19x25 1000x350x16x32 1000x350x16x28 1000x350x16x25 1000x350x16x22 1000x350x19x40 1000x350x19x36 1000x350x19x32 1000x350x19x28 1000x350x19x25 1000x350x16x32 1000x350x16x28 1000x350x16x25 1000x350x16x22 1000x250x19x40 1000x250x19x36 1000x250x19x32 1000x250x19x28 1000x250x19x25 1000x250x16x32 1000x250x16x28 1000x250x16x25 1000x250x16x22 950x400x19x40 950x400x19x36 950x400x19x32 950x400x19x28 950x400x19x25 950x400x16x32 950x400x16x28 950x400x16x25 950x400x16x22 950x350x19x40 950x350x19x36 950x350x19x32 950x350x19x28 950x350x19x25 950x350x16x32 950x350x16x28 950x350x16x25

391 367 343 319 301 321 297 279 260 359 338 318 297 281 296 275 259 243 328 310 292 275 262 270 253 239 226 296 282 267 253 242 245 231 220 209 383 359 335 311 293 314 290

19,380 17,972 16,552 15,119 14,037 15,895 14,451 13,360 12,262 17,460 16,237 15,003 13,758 12,818 14,346 13,090 12,141 11,186 15,540 14,502 13,454 12,398 11,599 12,797 11,729 10,923 10,111 13,620 12,767 11,905 11,037 10,381 11,248 10,369 9,704 9,035 18,155 16,823 15,479 14,123 13,098 14,890 13,523 12,490 11,450 16,335 15,178 14,010 12,832 11,941 13,422 12,233 11,334

4,186 3,882 3,575 3,266 3,032 3,433 3,121 2,886 2,649 3,771 3,507 3,241 2,972 2,769 3,099 2,827 2,623 2,416 3,357 3,132 2,906 2,678 2,505 2,764 2,534 2,359 2,184 2,942 2,758 2,572 2,384 2,242 2,430 2,240 2,096 1,952 3,922 3,634 3,343 3,051 2,829 3,216 2,921 2,698 2,473 3,528 3,278 3,026 2,772 2,579 2,899 2,642 2,448

2,604 2,407 2,207 2,003 1,848 2,145 1,940 1,783 1,625 2,325 2,154 1,980 1,803 1,668 1,918 1,740 1,604 1,466 2,046 1,901 1,753 1,603 1,489 1,691 1,539 1,424 1,307 1,767 1,648 1,526 1,403 1,309 1,464 1,339 1,244 1,148 2,442 2,257 2,068 1,876 1,730 2,013 1,819 1,672 1,522 2,178 2,017 1,853 1,686 1,559 1,798 1,630 1,501

150.0 150.0 148.4 145.0 141.3 141.0 137.3 133.3 128.3 157.5 158.0 156.9 154.0 150.6 148.3 145.0 141.3 136.7 167.7 168.8 168.3 166.1 163.3 158.1 155.4 152.2 148.1 182.2 184.2 184.7 183.5 181.5 172.2 170.4 167.9 164.5 134.4 135.0 134.1 131.5 128.3 127.8 124.9 121.5 117.1 140.9 141.9 141.4 139.2 136.4 134.1 131.6 128.5

4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4 .7 4.5 4.4 4.3 4.0 3.9 3.8 3.7 3.6 4.0 3.9 3.8 3.6 3.4 3.3 3.2 3.1 3. 3.3 3.2 3.1 3. 2.7 2.6 2.5 2.4 2.4 2.6 2.5 2.5 2.4 4.8 4.7 4.6 4.4 4.3 4.7 4.6

15.3 14.5 13.7 13.1 12.6 13.8 13.1 12.7 12.3 13.2 12.5 11.9 11.3 10.9 11.9 11.4 11.0 10.6 11.2 10.6 10. 9.5 9.2 10.1 9.6 9.2 8.9 9.1 8.6 8.2 7.8 7.5 8.2 7.8 7.5 7.3 15.8 14.9 14.1 13.4 12.9 14.1 13.4

4.5 4.3 4.1 4.0 3.9 3.8 3.7 4.0 3.9 3.8

12.9 12.5 13.7 12.9 12.2 11.6 11.1 12.2 11.6 11.2

5H1000x350

SH1000x350

SH1000x250

SH950x400

SH950x350

d

X

bfx t wx tf Berat

272 254 352 331 310 289 274 289 268 253

JFE Super HISLEND-H

314

. ..

I

~Vn

867,000 802,000 736,000 669,000 617,000 715,000 647,000 596,000 544,000 775,000 718,000 661,000 602,000 558,000 640,000 581,000 536,000 491,000 682,000 634,000 586,000 536,000 498,000 565,000 515,000 477,000 438,000 590,000 551,000 511,000 470,000 439,000 490,000 449,000 418,000 386,000 772,000 714,000 655,000 595,000 549,000 638,000 577,000 531,000 484,000 689,000 639,000 588,000 535,000 495,000 570,000 517,000 477,000

2,736 2,736 2,736 2,736 2,736 2,304 2,304 2,304 2,304 2,736 2,736 2,736 2,736 2,736 2,304 2,304 2,304 2,304 2,736 2,736 2,736 2,736 2,736 2,304 2,304 2,304 2,304 2,736 2,736 2,736 2,736 2,736 2,304 2,304 2,304 2,304 2,599 2,599 2,599 2,599 2,599 2,189 2,189 2,189 2,189 2,599 2,599 2,599 2,599 2,599 2,189 2,189 2,189

x ern 4

kN

maslh bersambung ...

Bab 6. Balok Lentur

Ta bel 6.16 Parameter Balok: JFE Super HISLEND-H (F 240 MPa) -Ianjutan Sumbe, : http://www.jfe-steel.co .j p/en/p.oducts/shapes/catalog/dle-lOl.pdf (akses 30 Sept. 2013)

Notasi dxb

kg/m

5H950x350 5H950x300

237 320 303 303 285 267 254 264 246 233 220 289 274 260 245 235 239 224 213 202 376 352 328 304 308 284 266 344 323 303 282 266 283 262 246 278 260 247 233 258 240 227 213 200 218 '207

5H950.250

5H900x400

5H900.350

5H900x350

5H900x250

5H850.400

196 185 368 344 320 296 302

d

X

bfx t wx tf Berat

Z

Illlll

kg/m

x cm 3

950x350x16x22 950x300x19x40 950x300.19.36 950x300x19x36 950x300x19x32 950.300x19.28 950x300x19.25 950x300x16.32 950.300.16.28 950x300.16.25 950.300.16.22 950.250.19.40 950x250.19.36 950x250x19x32 950x250x19.28 950x250x19x25 950.250.16x32 950x250.16x28 950x250x16.25 950x250x16.22 900x400.19x40 900x400x19x36 900x400.19x32 900x400x19x28 900x400.16.32 900x400.16x28 900x400x16x25 900x350x19x40 900x350x19x36 900x350x19x32 900.350.19x28 900x350x19x25 900x350x16x32 900x350x16x28 900x350x16x25 900x350.19x32 900x350x19x28 900x350x19.25 900.350.19.22 900x350x16x32 900.350.16x28 900.350x16x25 900x350x16x22 900x350x16.19 900.250x16x28 900.250x16x25 900.250.16x22 900x250.16x19 850.400.19.40 850x400x19.36 850x400.19.32 850.400x19.28 850x400x16.32

237 320 303 303 285 267 254 264 246 233 220 289 274 260 245 235 239 224 213 202 376 352 328 304 308 284 266 344 323 303 282 266 283 262 246 278 260 247 233 258 240 227 213 200 218 207 196 185 368 344 320 296 302

10,429 14,515 13,533 13,533 12,542 11,541 10,785 11,953 10,942 10,178 9,408 12,695 11,888 11,073 10,250 9,629 10,484 9,651 9,021 8,387 16,954 15,698 14,430 13,150 13,906 12,616 11,640 15,234 14,143 13,041 11,929 11,088 12,517 11,395 10,546 11,653 10,708 9,994 9,275 11,128 10,174 9,453 8,726 7,994 8,953 8,359 7,760 7,157 15,776 14,597 13,405 12,201 12,942

JFE Super HISLEND-H

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

BF

L

)

Lr

Ix

Vn

kN -m

kN-m

kN

m

m

2,253 3,135 2,923 2,923 2,709 2,493 2,330 2,582 2,363 2,198 2,032 2,742 2,568 2,392 2,214 2,080 2,265 2,085 1,949 1,812 3,662 3,391 3,117 2,840 3,004 2,725 2,514 3,291 3,055 2,817 2,577 2,395 2,704 2,461 2,278 2,517 2,313 2,159 2,003 2,404 2,198 2,042 1,885

1,371 1,914 1,778 1,778 1,639 1,497 1,389 1,583 1,440 1,331 1,220 1,651 1,538 1,424 1,307 1,219 1,369 1,251 1,161 1,070 2,283 2,109 1,932 1,751 1,883 1,701 1,562 2,034 1,883 1,729 1,572 1,452 1,680 1,522 1,401 1,527 1,393 1,292 1,189 1,477 1.343 1,240 1,136

124.5 149.6 151.2 151.2 151.3 149.8 147.5 142.7 140.7 138.1 134.5 162.1 164.5 165.5 164.8 163.2 154.9 153.8 151.8 148.8 119.4 120.5 120.2 118.3 114.9 112.8 110.1 124.9 126.4 126.5 125.0 122.8 120.4 118.6 116.2 135. 134.1 132.3 129.5 127.8 126.5 124.5 121.4

3.7 3.4 3.3 3.3 3.2 3.1 3.0 3.3 3.2 3.1 3.0 2.7 2.6 2.6 2.5 2.4 2.7 2.6 2.5 2.4 4.8 4.7 4.6 4.5 4.8 4.6 4.5 4.1 4.0 3.9 3.8 3.7 4.1 4 .0 3.9 3.3 3.2 3.1 3.0 3.4 3.3 3.2 3.1

2,189 2,599 2,599 2,599 2,599 2,599 2,599 2,189 2,189 2,189 2,189 2,599 2,599 2,599 2,599 2,599 2,189 2,189 2,189 2,189 2,462 2,462 2,462 2,462 2,074 2,074 2,074 2,462 2,462 2,462 2,462 2,462

1,727 1,934 1,805 1,676 1,546 3,408 3,153 2,895 2,635 2,795

1,030 1,164 1,079 993 906 2, 126 1,964 1,798 1,629 1,755

117.4 137.8 136.3 133.8 130.5 105.0 106.5 106.9 105.7 102.5

3.0 2.6 2.5 2.5 2.3 4.9 4.8 4.7 4.5 4.8

10.8 11.6 10.9 10.9 10.3 9.8 9.4 10.3 9.8 9.4 9.1 9.5 8.9 8.4 8.0 7.7 8.5 8.0 7.7 7.4 16.4 15.4 14.5 13.7 14.5 13.7 13.2 14.2 13.3 12.5 11.8 11.4 12.6 11.9 11.4 10.6 10.0 9.6 9.2 10.6 10. 9.6 9.3 8.9 8.2 7.9 7.6 7.3 17.1 15.9 14.9 14.1 15.

em" 436,000 607,000 564,000 564,000 520,000 476,000 442,000 503,000 458,000 424,000 389,000 524,000 489,000 453,000 416,000 388,000 435,000 398,000 370,000 342,000 684,000 632,000 580,000 526,000 565,000 511,000 470,000 610,000 565,000 519,000 473,000 437,000

Mp M,

505,0~

458,000 422,000 459,000 420,000 389,000 359,000 444,000 404,000 374,000 343,000 312,000 351,000 326,000 301,000 275,000 602,000 556,000 510,000 462,000 497,000

kN

~ 2,074 2,074 2,462 2,462 2,462 2,462 2,074 2,074 2,074 2,074 2, 0~

2,074 2,074 2,074 2,074 2,326 2,326 2,326 2,326 1,958

maslh bersambung .. .

315

Tabe16.16 Parameter Balok: JFE Super HlSLEND-H (F 240 MPa) - lanjutan Sumber : htlp:!/www.jfe-steel.co.jp/en/products/shapes/catalog/dle-lrrl.pdf lakses 30 Sept. 20131

~Vn

Zx

~Mp ~Mr

BF

Lo

Lr

Ix

dxb

kg/Ill

mm

kg/m

ern 3

kN·m

kN-rn

kN

m

111

cm4

kN

SH8S0x400

278 260 329 309 288 267 251 291 270 249 234 238 222 245 227 214 201 216 202 189 220 206 195 183 194 183 172 285 264 243 253 232 217 239 221 208 210 197 183 188 177 166 166 155 144 279 258 237 221 248 227 211 195

850x400x16x28 850x400x16x25 800x350x19x40 800x350x19x36 800x350x19x32 800x350x19x28 800x350x19x25 800x350x16x36 800x350x16x32 800x350x16x28 800x350x16x25 800x350x14x28 800x350x14x25 800x350x16x32 800x350x16x28 800x350x16x25 800x350x16x22 800x350x14x28 800x350x14x25 800x350x14x25 800x250x16x32 800x250x16x28 800x250x16x25 800x250x16x22 800x250x14x28 800x250x14x25 800x250x14x22 750x350x16x36 750x350x16x32 750x350x16x28 750x350x14x32 750x350x14x28 750x350x14x25 750x300x16x32 750x300x16x28 750x300x16x25 750x300x14x28 750x300x14x25 750x300x14x22 750x250x14x28 750x250x14x25 750x250x14x22 750x250x12x25 750x250x12x22 750x250x12x19 700x350x16x36 700x350x16x32 700x350x16x28 700x350x16x25 700x350x14x32 700x350x14x28 700x350x14x25 700x350x14x22

278 260 329 309 288 267 251 291 270 249 234 238 222 245 227 214 201 216 202 189 220 206 195 183 194 183 172 285 264 243 253 232 217 239 221 208 210 197 183 188 177 166 166 155 144 279 258 237 221 248 227 211 195

11,728 10,810 13,102 12,144 11,175 10,195 9,453 11,746 10,768 9,780 9,031 9,503 8,750 9,540 8,699 8,063 7,421 8,422 7,781 7,781 8,311 7,618 7,094 6,565 7,341 6,813 6,279 10,835 9,924 9,002 9,689 8,761 8,059 8,775 7,991 7,398 7,751 7,153 6,549 6,740 6,246 5,749 6,001 5,499 4,993 9,944 9,100 8,245 7,596 8,897 8,037 7,385 6,727

2,533 2,335 2,830 2,623 2,414 2,202 2,042 2,537 2,326 2,112 1,951 2,053 1,890 2,061 1,879 1,742 1,603 1,819 1,681 1,681 1,795 1,646 1,532 1,418 1,586 1,472 1,356 2,340 2,144 1,944 2,093 1,892 1,741 1,895 1,726 1,598 1,674 1,545 1,415 1,456 1,349 1,242 1,296 1,188 1,079 2,148 1,966 1,781 1,641 1,922 1,736 1,595 1,453

1,584 1,454 1,753 1,622 1,488 1,351 1,246 1,585 1,450 1,3 12 1,206 1,286 1,180 1,272 1,154 1,064 973 1,128 1,038 1,038 1,093 996 922 847 970 896 820 1,464 1,338 1,210 1,317 1,188 1,089 1,172 1,063 979 1,040 956 871 893 824 753 801 730 657 1,344 1,229 1,110 1,020 1,210 1,091 1,000 907

101.2 99.0 95.2 97.4 98.5 98.3 97.1 93.4 94.4 94.1 92.8 90.8 89.3 99.7 99.8 98.8 96.8 95.9 94.7 94.7 107.3 107.9 107.4 105.8 103.1 102.4 100.7 80.8 82.2 82.5 79.7 79.8 78.9 86.6 87.2 86.7 84.1 83.5 81.9 90.1 89.9 88.7 85.4 84.0 81.6 68.9 70.6 71.4 71.1 68.6 69.3 68.9 67.7

4.7 4.6 4.2 4.1 4.0 3.9 3.8 4.2 4.2 4.1 4.0 4.1 4.1 3.5 3.4 3.3 3.2 3.5 3.4 3.4 2.8 2.7 2.6 2.5 2.8 2.7 2.6 4.3 4.2 4.1 4.3 4.2 4.1 3.5 3.4 3.3 3.5 3.4 3.3 2.8 2.7 2.7 2.8 2.8 2.7 4.3 4.3 4.2 4.1 4.3 4.2 4.2 4.1

14.1 13.5 15.5 14.4 13.4 12.6 12.0 14.4 13.4 12.6 12.0 12.6 12.0 11.4 10.6 10.1 9.7 10.7 10.2 10.2 9.3 8.7 8.3 7.9 8.7 8.3 8.0. 15.1 14.0 13.0 14.0 13.0 12.4 11.9 11.0 10.5 11.0 10.5 10.0 9.1 8.6 8.2 8.6 8.2 7.8 16. 14.7 13.5 12.8 14.7 13.6 12.8 12.1

450,000 413,000 467,000 433,000 397,000 361,000 333,000 423,000 387,000 351,000 323,000 344,000 316,000 340,000 309,000 285,000 261,000 302,000 278,000 254,000 293,000 267,000 248,000 228,000 260,000 241,000 221,000 366,000 335,000 303,000 330,000 298,000 273,000 290,659 263,616 242,921 258,046 237,204 216,002 225,000 208,000 190,000 202,000 184,000 166,000 314,000 287,000 260,000 239,000 283,000 255,000 234,000 213,000

1,958 1,958 2,189 2,189 2,189 2,189 2,189 1,843 1,843 1,843 1,843 1,613 1,613 1,843 1,843 1,843 1,843 1,613 1,613 1,613 1,843 1,843 1,843 1,843 1,613 1,613 1,613 1,728 1,728 1,728 1,512 1,512 1,512 1,728 1,728 1,728 1,512 1,512 1,512 1,512 1,512 1,512 1,296 1,296 1,296 1,613 1,613 1,613 1,613 1,411 1,411 1,411 1,411

Notasi

SH800x350

SH800x350

SH800x250

SH750x350

SH750x300

SH750x250

SH700x350

d x bf x t wx t f Berat

JFE Super HISLEND-H

316

...

maslh bersambung . . .

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.16 Parameter Salok: JFE Super HISLEND-H (F 240 MPa) -Ianjutan Sumber : http://www.jfe·steel.co.jp/en/ products/ shapes/catalog/dle.lefl.pdf (akses 30 Sept. 2013)

Notasi

d X h, x t wx t, Berat

Z

dxb

kg/ m

mm

kg/ m

x cm3

5H700x350

201 185 233 215 202 188 223 205 191 178 181 168 154 183 172 161 162 150 139 124 112 151 142 133 118 109 100 88 225 208 194 181 175 162 148 135 186 167 156 145 133 145 136 127 118 113 104 95 83 219 201 193 179

700x350x12x25 700x350x12x22 700x300x16x32 700x300x16x28 700x300x16x25 700x300x16x22 700x300x14x32 700x300x14x28 700x300x14x25 700x300x14x22 700x300x12x25 700x300x12x22 700x300x12x19 700x250x14x28 700x250x14x25 700x250x14x22 700x250x12x25 700x250x12x22 700x250x12x19 700x250x9x19 700x250x9x16 700x200x12x28 700x200x12x25 700x200x12x22 700x200x9x22 700x200x9x19 700x200x9x16 700x200x9x12 650x350x16x32 650x350x16x28 650x350x16x25 650x350x16x22 650x350x12x25 650x350x 12x22 650x350x12x19 650x350x12x16 650x250x16x28 650x250x12x28 650x250x12x25 650x250x12x22 650x250x12x19 650x200x12x28 650x200x12x25

201 185 233 215 202 188 223 205 191 178 181 168 154 183 172 161 162 150 139 124 112 151 142 133 118 109 99.6 87.6 225 208 194 181 175 162 148 135 186 167 156 145 133 145 136 127 118 113 104 95 83 219 201 193 179

7,174 6,512 8,031 7,304 6,753 6,196 7,829 7,096 6,541 5,981 6,330 5,766 5,196 6,156 5,698 5,235 5,486 5,020 4,549 4,221 3,740 5,007 4,643 4,274 3,951 3,574 3,193 2,679 7,306 6,636 6,128 5,614 5,768 5,247 4,720 4,189 5,765 5,413 4,986 4,556 4,121 4,542 4,205 3,865 3,521 3,589 3,241 2,888 2,413 6,602 5,989 5,841 5,371

5H700x300

5H700x250

5H700x200

5H650x350

SH650x250

5H650x200

SH600x350

650x200x12x22 650x200x12x19 650x200x9x22 650x200x9x19 650x200x9x16 650x200x9x12 600x350x16x32 600x350x16x28 600x350x14x28 600x350x14x25


1,550 980 1,407 887 1,735 1,074 1,578 974 1,459 897 1,338 818 1,691 1,056 1,533 954 1,413 877 1,292 798 1,367 857 1,245 778 1,122 696 1,330 818 1,231 754 1,131 689 1,185 734 1,084 668 983 601 912 570 808 501 662 1,082 1,003 611 923 559 529 854 772 475 690 420 579 345 1,578 978 1,433 886 1,324 816 1,213 744 1,246 782 1,133 709 1,020 635 905 559 1,245 760 1,169 728 1,077 669 984 608 890 547 981 602 908 555 835 507 761 459 775 481 700 432 624 382 521 313 1,426 885 1,294 801 1,262 788 1,160 723

JFE Super HISLEND-H . . .

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

kN· m

Lp

Lr

Ix


kN

m

m

cm~

kN

66.4 65 .1 74 .2 75 .3 75.3 74 .3 71.8 72 .8 72 .7 71.7 69.7 68.6 66.4 77.8 78.0 77.3 74.4 73.5 71.7 64.9 61.7 81.0 81.5 81.2 72 .9 71.1 68.3 63.1 62.5 64.0 64.4 63.9 60.1 59.5 57.9 55.3 68.4 63.3 63.8 63.5 62.3 68.7 69.7 69.8 68.9 63 .1 61 .9 59.7 55.2 51 .8 53.4 52. 52.6

4.3 4.2 3.6 3.5 3.4 3.3 3.6 3.6 3.5 3.4 3.6 3.5 3.4 2.9 2.8 2.7 2.9 2.8 2.7 2.9 2.8 2.3 2.2 2.1 2.3 2.2 2.1 2.0 3.6 3.5 3.4 3.3 3.6 3.5 3.4 3.3 2.8 3.0 2.9 2.8 2.8 2.3 2.2 2.2 2.1 2.3 2.2 2.1 2.0 3.7 3.6 3.7 3.6

12.8 230,000 1,210 12.2 208,000 1,210 12.5 248,653 1,613 11.5 225,387 10.9 207,554 I 10.3 189,389 1,613 12.5 244,365 1,411 11.5 220,936 1,411 10.8 202,977 1,411 10.3 184,684 1,411 10.9 198,400 1,210 10.3 179,979 1,210 9.8 161,218 1,210 9.4 192,000 1,411 8.9 177,000 1,411 8.4 162,000 1,411 8.9 173,000 1,210 8.5 158,000 1,210 8.0 142,000 1,210 8.1 135,000 816 7.8 119,000 816 7.4 156,000 1,210 7.0 144,000 1,210 6.6 132,000 1,210 6.7 125,000 816 6.4 113,000 816 6.1 100,000 816 5.6 83,100 816 13.2 212,000 1,498 12.1 192,000 1,498 11.3 177,000 1,498 10.7 161,000 1,498 11.3 169,000 1,123 10.7 154,000 1,123 10.1 138,000 1,123 9.6 121,000 1,123 9.9 165,000 1,498 10. 158,000 1,123 9.3 145,000 1, 123 8.8 132,000 1,123 8.3 119,000 1,123 7.8 131,000 1,123 7.3 121,000 1,123 6.9 110,000 1,123 6.5 99,900 1,123 7.0 105,000 758 6.6 94,200 758 6.2 83,400 758 5.8 68,600 758 14 .1 177,000 1 ,3~ 12.8 160,000 1,382 12.8 157,000 1,210 11.9 145,000 1,210

~::~!

maslh bersambung . ..

317

Tabel 6.16 Parameter Balok: JFE Super HlSLEND-H (F 240 MPa) - lanjutan Sumber: http://www.jfe-steel.eo .j p/en/products/shapes/eatalog/dle-lO1.pdf lakses 30 Sept. 2013)

Notasi

d X b, x t wx t, Berat

dxb

kg/m

mill

kg/m

SH600x350

166 184 171 157 144 194 179 168 162 151 140 129 115 104 140 131 123 114 105 110 100 92 80 195 182 168 166 152 139 125 158 146 135 123 112 101 127 118 109 106 97 88 76 207 189 175 162 161 148 134 121 153 142

600x350x14x22 600x350x12x28 600x350x12x25 600x350x12x22 600x350x12x19 600x250x16x32 600x250x16x28 600x250x16x25 600x250x12x28 600x250x12x25 600x250x12x22 600x250x12x19 600x250x9x19 600x250x9x16 600x200x12x28 600x200x12x25 600x200x12x22 600x200x12x19 600x200x12x16 600x200x9x22 600x200x9x19 600x200x9x16 600x200x9x12 550x350x16x28 550x350x16x25 550x350x16x22 550x350x12x25 550x350x12x22 550x350x12x19 550x350x12x16 550x250x12x28 550x250x12x25 550x250x12x22 550x250x9x22 550x250x9x19 550x250x9x16 550x200x12x25 550x200x12x22 550x200x12x19 550x200x9x22 550x200x9x19 550x200x9x16 550x200x9x12 500x350x16x32 500x350x16x28 500x350x16x25 500x350x16x22 500x350x12x25 500x350x12x22 500x350x12x19 500x350x12x16 500x250x12x28 500x250x12x25

166 184 171 157 144 194 179 168 162 151 140 129 115 104 140 131 123 114 105 110 100 91.5 79.5 195 182 168 166 152 139 125 158 146 135 123 112 101 127 118 109 106 96.9 88.0 76.0 207

SH600x250

SH600x200

SH550x350

5H550x250

5H550x200

5H500x350

5H500x250

189 175 162 161 148 134 121 153 142

Zx

~ Mp

~M,

em)

kN-m

kN -m

4,897 1,058 5,693 1,230 5,220 1,128 4,742 1,024 920 4,259 5,693 1,230 5,188 1,121 4,804 1,038 4,892 1,057 4,501 972 4,106 887 3,707 801 3,470 750 3,062 661 4,091 884 3,783 817 3,471 750 3,155 682 2,837 613 3,239 700 2,918 630 2,595 560 466 2,158 5,361 1, 158 4,938 1,067 4,509 974 4,688 1,013 4,253 919 3,813 824 3,368 728 4,386 947 4,031 871 3,672 793 3,480 752 3,112 672 2,740 . 592 3,375 3,091 2,804 2,899 2,608 2,313 1,914 5,253 4,753 4,373 3,987 4,170 3,779 3,382 2,980 3,895 3,576

729 668 606 626 563 500 413 1,135 1,027 944 861 901 816 731 644 841 772

JFE Super HlSLEND-H ...

318

657 774 709 643 575 755 686 633 659 605 550 494 471 413 543 501 457 413 367 436 390 344 281 718 660 601 637 577 516 453 591 543 493 475 424 371 448 409 368 391 350 308 251 704 637 586 533 567 514 459 402 525 482

BF Lp L r

Ix

~Vn

kN

m

m

em'

kN

52.6 50.2 50.8 50.8 49.8 54.9 56.9 57 .8 53.0 53.9 54 .0 53 .3 49.0 47.1 57 .3 58.5 59 .0 58.6 57.3 53 .8 53.2 51.5 47.8 43.6 44.5 44.9 42.1 42.5 42.1 40.7 43.4 44.5 45.0 41 .9 41 .6 40.2 48.0 48.9 49.0 45.0 44.9 43 .8 40.8 33 .1 34.7 35.7 36.3 34. 34.7 34.7 33.9 34.6 35 .8

3.5 3.7 3.7 3.6 3.5 3.0 2.9 2.8 3.0 3.0 2.9 2.8 3. 2.9 2.3 2.3 2.2 2.1 2.0 2.3 2.3 2.2 2.0 3.6 3.6 3.5 3.7 3.6 3.5 3.4 3.1 3.0 2.9 3.1 3.0 2.9 2.3 2.3 2.2 2.4 2.3 2.2 2. 1 3.8 3.7 3.6 3.5 3.8 3.7 3.6 3.5 3.1 3.1

11.1 12.8 11.9 11.1 10.4 11.6 10.5 9.8 10.5 9.8 9.1 8.6 8.6 8.1 8.3 7.7 7.2 6.7 6.3 7.2 6.8 6.4 5.9 13.7 12.7 11.8 12.6 11.7 10.9 10.2 11.3 10.4 9 .6 9 .7 9 .0 8.4 8.2 7.6 7.0 7 .6 7.1 6 .6 6 .1 16.8 14.9 13.7 12.6 13.6 12.4 11.4 10.6 12.3 11.2

131,000 155,000 142,000 129,000 115,000 151,000 137,000 127,000 132,000 121,000 110,000 99,100 94,600 83,100 109,000 100,000 91,800 83,000 74,100 87,500 78,600 69,500 57,000 131,000 121,000 110,000 117,000 106,000 94,700 83,350 108,000 99,600 90,600 87,350 78,000 68,400 82,350 75,200 67,900 72,000 64,600 57,000 46,600 117,000 106,000 97,600 88,800 94,500 85,700 76,600 67,350 87,500 80,400

1,210 1,037 1,037 1,037 1,037 1,382 1,382 1,382 1,037 1,037 1,037 1,037 778 778 1,037 1,037 1,037 1,037 1,037 778 778 778 778 1,267 1,267 1,267 950 950 950 950 950 950 950 713 713 713 950 950 950 713 713 713 713 1,152 1,152 1,152 1,152 864 864 864 864 864 864

mas lh bersambung ...

Ba b 6. Balok

Lentur

Tabel 6.16 Parameter Balok: JFE Super HISLENO-H (F 240 MPa) -Ianjutan Sumber : htlp:/Iwww.jfe-steel.co.jp/en/products/shapes/catalog/dle-lOLpdf (akses 30 Sept. 2013)

Notasi dxb

kg/m

SH500x250 130 120 108 97 SH500x200 122 113 104 102 93 85 72 SH450x250 148 137 126 116 105 94 SH450x200 117 108 100 99 90 81 69 SH400x200 104 95 86 77 65

d

X

hfx twx tf

Berat

Z

mm

kg/ m

x em'

500x250x12x22 500x250x9x22 500x250x9x19 500x250x9x16 500x200x12x25 500x200x12x22 500x200x12x19 500x200x9x22 500x200x9x19 500x200x9x16 500x200x9x12 450x250x12x28 450x250x12x25 450x250x12x22 450x250x9x22 450x250x9x19 450x250x9x16 450x200x12x25 450x200x12x22 450x200x12x19 450x200x9x22 450x200x9x19 450x200x9x16 450x200x9x12 400x200x12x22 400x200x9x22 400x200x9x19 400x200x9x16 400x200x9x12

130 120 108 97 122 113 104 102 93.4 84.5 72.4 148 137 126 116 105 93.5 117 108 99 .6 98.9 89.9 80.9 68.9 104 95.4 86.4 77.4 65.4

3,253 3,097 2,765 2,429 2,983 2,727 2,468 2,571 2,308 2,042 1,681 3,420 3,136 2,849 2,725 2,429 2,129 2,605 2,378 2,147 2,254 2,020 1,782 1,460 2,043 1,948 1,743 1,534 1,249

<j>Mp

<j>M,

BF

Lp

L,

Ix

kN -m

kN-m

kN

m

m

CI11 4

kN

36.6 34.3 34.5 33 .7 38.4 39.5 40.0 36 .7 37 .0 36.5 34.3 26.8 27.9 28.8 27.3 27.7 27.6 29.8 30.9 31.7 29.0 29.6 29.6 28.2 23.3 22.0 22.8 23 .2 22.6

3. 3.1 3.1 3.0 2.4 2.3 2.2 2.4 2.4 2.3 2.1 3.2 3.1 3.1 3.2 3.1 3.0 2.4 2.4 2.3 2.5 2.4 2.3 2.2 2.4 2.5 2.5 2.4 2.2

10.2 10.3 9.4 8.7 8.8 8.1 7.4 8.1 7.4 6.9 6.3 13.6 12.2 11.1 11.1 10.1 9.2 9.7 8.7 7.9 8.8 7.9 7.2 6.5 9.7 9.7 8.6 7.7 6.8

73,100 70,700 63,100 55,350 66,350 60,500 54,600 58,100 52,100 46,000 37,500 69,100 63,500 57,700 56,000 50,000 43,800 52,200 47,600 42,900 45,900 41,200 36,200 29,500 36,400 35,350 31,600 27,800 22,600

864 648 648 648 864 864 864 648 648 648 648 778 778 778 583 583 583 778 778 778 583 583 583 583 691 518 518 518 518

703 669 597 525 644 589 533 555 499 441 363 739 677 615 589 525 460 563 514 464 487 436 385 315 441 421 376 331 270

438 423 377 330 397 362 326 347 311 273 222 461 423 384 373 332 290 347 316 284 305 273 239 194 272 263 236 207 167

<j>Vn

JFE Super HISLENO-H ,.. Finished

Parameter desain balok JFE Super HISLEND-H produk JFE Jepang, semuanya berklasifikasi kompak, merupakan bukti lagi jika profil hot-rolled produk massal umumnya berklasifikasi itu, agar efisien. Profil JFE Super HISLEND-H digunakan jika memerlukan kapasitas balok yang besar. Maklum, tinggi maksimumnya 1000 mm, lebih besar dari profil JIS standar. Meskipun demikian ketersediaannya di Indonesia dipertanyakan. Kalau ada, bisa mahal karena impor. Alternatif, dapat dipilih profit H-Beam built-up buatan PT. CHC, yang diproduksi manual melalui pesanan, maka variasi ukurannya banyak. Umumnya tergantung ketersediaan pelat bajanya, dengan ketebalan 5.5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 16, 19, 22, 25, 28, 32, dan 38 mm. Ketentuan kuat lentur nominal profil-I built-up dengan klasifikasi kompak, tidak berbeda. Oleh karena itu parameter desain balok built-up dibuat CTabel 6.17). Meskipun demikian, kapasitas geser ultimate profil built-up sedikit lebih keeil dari profil hot-rolled.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

319

Tabel 6.17 Parameter Balok : H-Beam Built-up (F 240 MPa) Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Centre

Notasi

d

X

hfx t wx tf

dxb

kg/ rn

nlln

200xl00

21 23 27

200x100x5.5x8 200xl00x6x9 200xl00x7xll 200x100x8x12 200x125x5.5x8 200x125x6x9

200x125

200x150

200x175

200x200

250x100

250x125

250x150

250x175

250x200

250x250

300x150

300x175

30 24 27 32 35 27 30 26 40 30 34 40 45 33 37 45 49 23 25 30 34 26 29 34 38 29 33 39 43 32 36 43 48 36 40 47 52 42 47 56 62 35 42 48 57 38 46 53 66

Berat kg/ rn

20.90 23.09 27.43

$M p $M, BF Lp L, kN -rn

kN -rn

I

m

x cm 4

1.1 1.2 1.2

3.9 4 .2 4 .9 5.3

1,761 1,944 2,296 2,487

143 156 181 207

4 .9 5.3 6.2 6.7 6.0 6.4 7.5

2,130 2,355

143 156

2,788 3,018 2,499 2,766 3,279

181 207 143 156 181 207 143 156 181 207

31.75 35.10 27.18

200x150x8x12 200x175x5 .5x8 200x175x6x9 200x175x7xll 200x175x8x12 200x200x5.5x8 200x200x6x9 200x200x7xll 200x200x8x12 250x100x5.5x8 250x100x6x9 250x100x7xll 250x100x8x12 250x125x5.5x8

39.81 30.32 33.69 40.38 44.52 33.46 37.22 44.70 49.23 23.06 25.45 30.18

400 315 351 419 457

471 513 269 298 354

102 111 58 64 76

64 70 35 39 46

5.0 5.0 9.7 10.0 10.2

2.6 2.6 1.1 1.1 1.1

10.0 10.9 3.4 3.6 4.1

4,263 4,610 2,931 3,239 3,835

33.53 26.20

388 317

50 43

10.3 8.9

250x125x6x9 250x125x7xll 250x125x8x12 250x150x5.5x8 250x150x6x9 250x150x7xll 250x150x8x12 250x175x5.5x8 250x175x6x9 250x175x7xll 250x175x8x12 250x200x5 .5x8 250x200x6x9 250x200x7xll 250x200x8x12 250x250x5 .5x8 250x250x6x9 250x250x7xll 250x250x8x12 300x150x6x9 300x150x6x12 300x150x9x12 300x150x9x16 300x175x6x9 300x175x6x12 300x175x9x12 300x175x9x16

28.93 34.49 38.24 29.34 32.51 38.81 42.96 32.48 36.05 43.13 47.66 35.62 39.58 47.45 52.37 41 .90

352 420 459 366 406 485 531 414

84 69 76 91 99 79 88 105 115 89 99 119 130

47 56 61 50 55 65 71 57 63 75 81

9.2 9.4 9.5 8.3 8.6 8.9 9.0 8.0 8.3 8.5 8.6

1.1 1.4 1.4 1.5 1.4 1.8 1.8 1.8 1.8 2.1 2.1 2.2 2.1

4.3 4.4 4.6 5.1 5.5 5.3 5.6 6.2 6.6 6.2 6.6 7.3 7.8

4,171 3,517 3,893 4,621 5,021 4,102 4,547 5,407 5,872 4,688 5,200 6,193 6,722

30.16 26.06

46.64 56.08 61.79 34.87 41.65 48.38 57.24 38.40 46.36 53.09 65.52

315 344 277 308 367

38 32 36 42 46 38 42 50 54 43 48 57 62

$Vn

rn

200x125x7xll 200x125x8x12 200x150x5.5x8 200x150x6x9 200x150x7xll

30.39 24.04 26.63

200 222 263 288 239 265

27 29 35

kN

43 48 57 62 52 57 68 74 60 66 79 86 68 76 91 99

H-8eam BUilt-up

320

Z

x ern '

Y

6.1 6.1 6.0 5.9 5.6 5.7

1.2 1.5 1.5

5.6 5.5 5.4 5.4 5.3

1.5 1.5 1.8 1.9 1.9

5.3 5.2 5.2 5.2 5.1

1.9 2.2 2.2 2.2 2.2

8.1 7.0 7.5 8.7 9.5

3,549 2,867 3,176 3,771 4,080

kN

Protil non-compact or slender

460 551 602

181 207 178 194 227 259 178 194 227 259 178 194 227 259 178 194 227 259

Proti l non-compact or slender

617 673 1

133 145

8.3 84 92 1 8.3

2.5 2.5

8.4 9.0

6,979 7,573

227 259

9,273 6,838 8,520 9,046 11, 132 7,791 9,765 10,290 12,747

259 233 233 350 350 233 233 350 350

Protil non-comp act or slender

816 512 633 690 843 578 719 776 957

176 111 137 149 182 125 155 168 207

112 69 86 91 112 79 98 104 128

7.9 12.3 12.7 13.8 13.2 11.7 12.2 13.1 12.6

3.2 1.7 1.8 1.7 1.8 2.1 2.2 2.0 2.1

11.3 5.1 5.8 5.9 7.1 6.0 6.8 6.9 8.3

mas lh bersam bung .. .

Bab 6. Balok Lentur

Tabe16.17 Parameter Balak: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam ceritre

Notasi

d x hf x t wx tf

Berat

Zx

dxb

kg/m

mm

kg/m

em J

300x200

42 51 58 70

300x200x6x9 300x200x6x12 300x200x9x12 300x200x9x16 300x225x6x9 300x225x6x12 300x225x9x12 300x225x9x16 300x250x6x9 300x250x6x12 300x250x9x12 300x250x9x14 300x250x9x16 300x275x6x9 300x275x6x12 300x275x9x12 300x275x9x14 300x275x9x16 300x300x6x9 300x300x6x12 300x300x6x14 300x300x9x12 300x300x9x14 300x300x9x16 300x300x12x16 300x300x12x19 350x150x6x9 350x150x6x12 350x150x9x12 350x150x9x16 350x175x6x9 350x175x6x12 350x175x9x12 350x175x9x16 350x200x6x9 350x200x6x12 350x200x9x12 350x200x9x16 350x225x6x9 350x225x6x12 350x225x9x12 350x225x9x16 350x250x6x9 350x250x6x12 350x250x9x12 350x250x9x14 350x250x9x16 350x275x6x9 350x275x6x12 350x275x9x12 350x275x9x14 350x275x9x16

300x225

300x250

300x275

300x300

350x150

350x175

350x200

350x225

350x250

350x275

45 56 63 76 49 60 67 75 82 53 65 72 80 89 56 70 79 77 86 95 102 115 37 44 52 61 41 49 57 67 44 53 61 73 48 58 66 80 52 63 71 78 86 55 68 75 84 92

41.93 51.07 57.80 69.80 45.47 55.78 62.51 76.08 49.00 60.49 67.22 74.79 82.36 52.53 65.20 71.93 80.28 88.64 56.06 69 .91 79.14 76.64 85.78 94.92 101.71 115.28 37.22 44.01 51.92 60.77 40.76 48.72 56.63 67 .05 44.29 53.43 61.34 73.33 47.82 58.14 66.05 79.61 52.35 62.85 70.76 78.32 85.89 54.89 67.56 75.47 83.82 92 .17

kN·m

kN·m

kN

I

Lp

Lr

m

m

I

Ix

cjlVn

em 4

kN

Proftl non-compact or slender

805 863 1,070 892 1 949 1 1,184 978 1,035 1,167 1,298

174 186 231

111 11.8 2.5 7.9 116 12.6 2.4 7.9 9.6 145 12.2 2.5 Proftl non-compact or slender 193 124 11.5 I 2.9 8.9 1 129 12.2 I 2.7 9.0 I 205 256 161 11.9 2.9 10.8 Proftl non-compact or slender 211 136 11.2 3.2 10.0 224 141 11.9 3.1 10.0 252 160 11.8 3.2 11.0 280 177 11.6 3.2 12.1

11,010 11,535 14,362

233 350 350

12,255 12,780 15,977

233 350 350

13,500 14,025 15,834 17,591

233 350 350 350

Proftl non·compact or slender

1,268 1 1,411 1

274 305

1,312 1,368 1,525 1,579 1,808 626 768 848 1,029 702 869 949 1,163

174 194

11.6 1 3.5 11.4 I 3.6

12.1 l3.3

I

17,267 19,206

350 350

283

183 10.9 4.0 l3 .2 18,196 Proftl non-compact or slender

233

295 329 341 390 135 166 183 222 152 188 205 251

18,700 20,821 21,302 24,336 9,680 12,018 12,884 15,808 10,988 13,732 14,599 18,041

Proftl non·compact or slender

971 1,050 1,296 1,072 1,152 1,430 1,173 1,253 1,409 1,564

188 11.4 3.9 13.3 210 11.2 3.9 14.6 215 11.5 3.8 14.8 245 11. 3.9 17.1 84 16.4 1.7 4.8 104 17.4 1.8 5.3 111 19.3 1.6 5.4 l37 19.1 1.7 6.2 5.7 95 15.4 2.0 119 16.5 2.1 6.3 126 18.2 2.0 6.3 156 18.1 2.1 7.4 Proftl non·compact or slender 210 133 15.9 2.5 7.3 227 141 17.3 2.3 7.3 280 175 17.4 2.4 8.5 Proftl non-compact or slender 8.2 232 148 15.4 1 2.8 8.2 249 156 16.7 2.7 309 194 16.8 2.8 9.6 Proftl non-compact or slender 253 163 15.1 3.2 9.2 9.2 271 171 16.2 3.0 304 192 16.5 3.1 9.9 338 214 16.4 3.1 10.7

350 350 467 467 272 272 408 408 272 272 408 408

15,447 16,313 20,274 17,161 1 272 18,027 408 22,507 408 18,876 19,742 22,272 24,740

272 408 408 408

Proftl non-compact or slender

1,527 1,697

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

cjlMp cjlM. BF

!

330 367

210 233

16.1 16.0

I 3.4 3.5

10.9 11.8

24,248 26,972

408 408

masih bersambung .. .

321

Tabe16.17 Parameter Balak: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Ceritre

Notasi

d x bf x t wx t f

Berat

Zx

dxh

kg/m

mm

kg/m

ern )

350x300

58 72 82 80 89 98 106 120 62 77 87 85 95 105 113 127 65 82 92 90 100 111 119 135 47 56 65 71 77 86 95 50 60 70 76 83 92 102 54 65 74 82 89 99 110 57 70 79 87 96 105 117

350x300x6x9 350x300x6x12 350x300x6x14 350x300x9x12 350x300x9x14 350x300x9x16 350x300x12x16 350x300x12x19 350x325x6x9 350x325x6x12 350x325x6x14 350x325x9x12 350x325x9x14 350x325x9x16 350x325x12x16 350x325x12x19 350x350x6x9 350x350x6x12 350x350x6x14 350x350x9x12 350x350x9x14 350x350x9x16 350x350x12x16 350x350x12x19 400x200x6x9 400x200x6x 12 400x200x9x12 400x200x9x 14 400x200x9x16 400x200x12x16 400x200x12xl9 400x225x6x9 400x225x6x12 400x225x9x12 400x225x9x 14 400x225x9x16 400x225x12x16 400x225x12x19 400x250x6x9 400x250x6x12 400x250x9x12 400x250x9x14 400x250x9x16 400x250x12x16 400x250x12x19 400x275x6x9 400x275x6x12 400x275x9x12 400x275x9x14 400x275x9x16 400x275x12x16 400x275x12x19

58.42 72.27 81.50 80.18 89.31 98.45 106.42 119.99 61.95 76.98 86.99 84.89 94.81 104.73 112.70 127.45 65.48 81.69 92.49 89.60 100.30 111.01 118.98 134.90 46.64 55.78 64.87 70.86 76.86 86.01 94.87 50.18 60.49 69.58 76.36 83.14 92.29 102.33 53.71 65.20 74.29 81.85 89.42

350x325

350x350

400x200

400x225

400x250

400x275

kN-m

kN

Lp

Lr

Ix

cl»Vn

m

M

em'

kN

Profil non-compact or slender

1,567 1 338 1,644 1,831 1,907 2,179

219 14.9 4.0 12.0 25,391 Profil non-compact or slender

355 395 412 471

26,226 29,205 30,009 34,295

408 408 544 544

31,438 32,242 36,900

408 544 544

291 15.3 4.6 15.2 33,671 298 15.7 4.4 15.4 34,475 341 15.4 4.5 1 17.4 1 39,505 Profil non-compact or slender 6.9 20,728 157 20.3 2.4 167 22.6 2.2 6.8 22,057 187 23.1 2.3 7.2 24,729 207 23.2 2.4 7.7 27,344 216 24.6 2.3 7.8 28,590 245 24.2 2.3 8.7 32,346 Profil non-compact or slender 174 19.6 2.8 7.8 22,987 184 21.6 2.6 7.7 24,316 207 22.2 2.7 8.2 27,337 229 22.4 2.7 8.8 30,295 238 23.6 2.6 8.9 31,541 271 23.3 2.7 9.8 35,797 Profil non-compact or slender 191 19.1 3.1 8.7 25,246 8.6 26,575 201 20.9 2.9 226 21.5 3.0 9.2 29,946 251 21.8 3.1 9.8 33,245 261 22.8 2.9 9.9 34,491 297 22.6 3.0 11.0 39,247

408 544 544

227 252 259 296

15.7 15.7 16.2 15.9

3.8 3.9 3.7 3.8

12.0 13.0 13.1 14.8

272

Profil non-compact or slend er

1,964 2,040 2,336

424 1 441 1 505

272 1 15.5 1 4.2 279 1 16.0 1 4.1 319 15.6 1 4.2

14.1 14.2 16.1

Profil non-compact or slender

2,098 2,174 2,493

453 470 539

1,143 1,249 1,392 1,534 1,635 1,841

247 270 301 331 353 398

1,260 1,366 1,527 1,687 1,789 2,022

272 295 330 364 386 437

1,376 1,482 1,662 1,841 98.57 1,942 109.78 2,203 57.24 69.91 79.00 87 .35 1,797 95.70 1,994 104.85 2,096 117.24 2,384

297 320 359 398 420 476

H-Beam Built-up

322

cl»Mp cl»Mr BF I kN-m

311 467 467 467 622 622 311 467 467 467 622 622 311 467 467 467 622 622

Profil non-compact or slender

388 431 453 515

246 274 283 323

20.9 21.2 22.2 22.0

3.4 3.4 3.3 3.4

10.2 10.8 10.9 12.1

32,555 36,196 37,442 42,698

467 467 622 622

masih bersambung ...

Bab 6. Balok Lentur

Tabe l 6.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - Ianj utan Sumber: Brosur PT. Cigading Habeam Cerftre

Notasi

d x b[ x t wx t[ Berat

dxb

kg/m

mm

400x300

61 75 84 84 93 102 111 125 138 152 64 79 89 88 98 108 117 132 147 162 68 84 95 93 104 115 124 140 156 171 71 89 100 98 109 121 130 147 164 181 75 93 106 103 115 127 136 155 173 191 185 203 221

400x300x6x9 400x300x6x12 400x300x6x14 400x300x9x12 400x300x9x14 400x300x9x16 400x300x12x16 400x300x12x19 400x300x12x22 400x300x12x25 400x325x6x9 400x325x6x12 400x325x6x14 400x325x9x12 400x325x9x14 400x325x9x16 400x325x12x16 400x325x12x19 400x325x12x22 400x325x12x25 400x350x6x9 400x350x6x12 400x350x6x14 400x350x9x12 400x350x9x14 400x350x9x16 400x350x12x16 400x350x12x19 400x350x12x22 400x350x12x25 400x375x6x9 400x375x6x12 400x375x6x14 400x375x9x12 400x375x9x14 400x375x9x16 400x375x12x16 400x375x12x19 400x375x12x22 400x375x12x25 400x400x6x9 400x400x6x12 400x400x6x14 400x400x9x12 400x400x9x14 400x400x9x16 400x400x12x16 400x400x12x19 400x400x12x22 400x400x12x25 400x400x16x22 400x400x16x25 400x400x16x28

400x325

400x350

400x375

400x400

400x400

H-Beam

Wil'yanto Dewobroto - Struktur Baja

kg/m

Zx

cl>M. cl>M,

BF L.

L,

Ix

cl>Vn

em'

kN-111

kN

m

cm 4

kN

60.77 74.62 83.85 1,829 83 .71 92 .84 1,933 101.98 2,148 111.13 2,249 124.70 2,565 138.26 2,875 151.83 3,180 64.31 79.33 89.35 88.42 98.34 108.26 2,302 117.41 2,403 132.16 2,746 146.90 3,083 161.64 3,414 67.84 84.04 94.84 93.13 103.83 114.54 2,455 123.69 2,557 139.61 2,927 155.53 3,291 171.45 3,649 71.37 88.75 100.34 97 .84 109.33 120.82 129.97 147.07 3,108 164.17 3,499 181.27 3,883 74 .90 93.46 105.83 102.55 114.82 127.10 136.25 154.53 172.80 191.08 184.84 202.93 221.02

BUilt-up

kN·m

111

Profil non-compact or slender

395 256 19.1 3.9 11.2 33,876 Profil non-compact or slender 417 266 20.5 3.7 11.1 35,163 464 296 20.8 3.8 11.9 39,147 486 305 21.7 3.6 12.0 40,393 554 349 21.5 3.7 13.3 46,148 621 391 20.9 3.8 14.8 51,716 687 432 20.1 3.9 16.6 57,088

311 467 467 622 622 622 622

Profil non-compact or sle nder

497 519 593 666 738

318 328 375 421 465

20.4 21.2 21.1 20.6 19.8

4 .2 4.0 4.1 4 .2 4.2

12.9 13.0 14.4 16.1 18.0

42,098 43,344 49,598 56,650 61,500

467 622 622 622 622

45,049 46,295 53,049 59,584 65,901

467 622 622 622 622

Profi l non-compact or slender

530 552 632 711 788

341 350 401 450 498

20.1 20.8 20.8 20.3 19.5

4.5 4.3 4.5 4.5 4.6

13.9 14.1 15.6 17.4 19.5

Profil non-compact or slender

671 756 839

427 480 531

20.5 20.0 19.3

4.8 4.9 5.0

16.7 18.7 20.9

56,499 63,517 70,302

622 622 622

Profil non-compact or slender

3,289 3,707 4,118 3,833 4,240 4,640

710 801 889 828 916 1,002

453 510 565 521 576 628

20.2 19.8 19.1 20.2 19.6 18.9

5.2 5.3 5.3 5.1 5.2 5.3

17.9 20.0 22.4 20.2 22.5 25.1

59,950 67,451 74,703 68,955 76,132 83,068

622 622 622 829 829 829

maslh bersambung .. .

323

Tabe16.17 Parameter Salok: H-Seam Built-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber: Brosur PT. Cigading Habeam CeJre

Notasi

d x bfx twx tf Berat

dxb

kg/m

mm

kg/m

400x400 450x200

245 49 58 68

400x400x16x32 450x200x6x9 450x200x6x12 450x200x9x12 450x200x9x14 450x200x9x16 450x200x12x16 450x200x12x19 450x225x6x9 450x225x6x12 450x225x9x12 450x225x9x14 450x225x9x16 450x225x12x16 450x225x12x19 450x250x6x9 450x250x6x12 450x250x9x12 450x250x9x14 450x250x9x16 450x250x12x16 450x250x12x19 450x275x6x9 450x275x6x12 450x275x9x12 450x275x9x14 450x275x9x16 450x275x 12x16 450x275x12x19 450x300x6x9 450x300x6x12 450x300x6x14 450x300x9x12 450x300x9x14 450x300x9x16 450x300x12x16 450x300x12x19 450x300x12x22 450x300x12x25 450x325x6x9 450x325x6x12 450x325x6x14 450x325x9x12 450x325x9x14 450x325x9x16 450x325x12x16 450x325x12x19 450x325x12x22 450x325x12x25 450x350x6x9 450x350x6x12 450x350x6x14

245.13 49.00 58.14 68.40 74.40 80.39 90.72 99.58 52.53 62.85 73.11 79.89 86.67 97.00 107.04 56.06 67.56 77 .82 85.39 92.95 103.28 114.49 59.60 72.27 82 .53 90.88 99.23 109.56 121.95 63.13 76.98 86.21 87.24 96.38 105.51 115.84 129.41 142.97 156.54 66.66 81.69 91 .70 91.95 101.87 111.79 122.12 136.87 151.61 166.35 70.19 86.40 97.20

450x225

74 80 91 100 53 63 73

450x250

450x275

450x300

450x325

450x350

80 87 97 107 56 68 78 85 93 103 114 60 72 83 91 99 110 122 63 77 86 87 96 106 116 129 143 157 67 82 92 92 102 112 122 137 152 166 70 86 97

H-Beam Built-up

324

Z

x em'

cl>Mp cl>M. kN-m

5,162

1,115

1,323 1,460 1,621 1,782 1,913 2,147

286 315 350 385 413 464

1,455 1,591 1,774 1,956 2,087 2,352

314 344 383 422 451 508

1,586 1,722 1,927 2,129 2,260 2,556

343 372 416 460 488 552

kN-m

695

cl>Vn

BF

Lp

Lr

kN

m

In

x em '

17.9

5.3

28.8

91,947

829

26,892 28,825 32,258 35,628 37,454 42,310

350 525 525 525 700 700

29,770 31,703 35,586 39,396 41,222 46,725

350 525 525 525 700 700

32,649 34,581 38,914 43,165 44,991 51,139

350 525 525 525 700 700

42,242 46,934 48,760 55,554

525 525 700 700

I

kN

Profil non-compact or slender

181 194 217 239 252 284

25.0 28.2 29.2 29.6 31.8 31.7

2.4 2.2 2.3 2.3 2.2 2.3

6.6 6.5 6.8 7.2 7.3 7.9

Profil non-compact or slender

200 213 239 265 277 314

24.1 26.9 27.9 28.5 30.4 30.4

2.7 2.5 2.6 2.7 2.5 2.6

7.5 7.4 7.8 8.2 8.3 9.0

Profil non-compact or slender

219 232 262 290 302 344

23.3 25.9 26.9 27.6 29.2 29.4

3.1 2.9 3.0 3.0 2.9 3.0

8.3 8.3 8.7 9.2 9.2 10.1

Profil non-compact or slender

2,079 2,303 2,437 2,761

449 497 526 596

284 315 328 373

26.2 26.8 28.3 28.6

3.3 3.4 3.2 3.3

9.6 10.2 10.2 11.1

Profil non-compact or slender

2,0981

453

294

23 .5

3.9

10.6 1 43,691 1 350

Profil non-compact or slender

2,232 2,476 2,607 2,966 3,319 3,668

482 535 563 641 717 792

306 341 353 403 452 499

25 .5 26.2 27.6 27.9 27.5 26.7

3.7 3.7 3.6 3.7 3.8 3.8

10.5 11.1 11.2 12.2 13.4 14.8

45,570 50,703 52,529 59,969 67,196 74,212

525 525 700 700 700 700

Profil non-compact or slender

2,650 2,781 3,171 3,555 3,933

572 601 685 768 850

366 378 433 485 537

25.7 27.0 27.3 26.9 26.2

4.1 3.9 4. 4.1 4.2

12.1 12.2 13.3 14.6 16.1

54472 525 56298 700 64,383 700 72,238 700 79,863 700

Profil non-compact or slender

masih bersambung ...

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.17 Parameter Balok : H-Beam Built- up (F 240 MPa) - lanj utan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam ceritre

Notasi

d x b, x twx t, Berat

dxb

kg/m

mm

kg/m

450x350

97 107 118 128 144 160 176 74 91 103 101 113 124 135 152 169 186 77 96 108 106 118 131 117 141 159 178 196 81 101 114 111 124 137 121 147 167 173 206 83 105 119 116 129 143 126 154 174 195 215 51 60

450x350x9x12 450x350x9x14 450x350x9x16 450x350x12x16 450x350x12x19 450x350x12x22 450x350x12x25 450x375x6x9 450x375x6x12 450x375x6x14 450x375x9x12 450x375x9x14 450x375x9x16 450x375x12x16 450x375x12x19 450x375x12x22 450x375x12x25 450x400x6x9 450x400x6x12 450x400x6x14 450x400x9x12 450x400x9x14 450x400x9x16 450x400x12x12 450x400x12x16 450x400x12x19 450x400x12x22 450x400x12x25 450x425x6x9 450x425x6x12 450x425x6x14 450x425x9x12 450x425x9x14 450x425x9x16 450x425x12x12 450x425x12x16 450x425x12x19 450x425x12x22 450x425x12x25 450x450x6x9 450x450x6x12 450x450x6x14 450x450x9x12 450x450x9x14 450x450x9x16 450x450x 12x12 450x450x12x16 450x450x12x19 450x450x12x22 450x450x12x25 500x200x6x9 500x200x6x12

96.66 107.37 118.07 128.40 144.32 160.24 176.16 73.73 91.11 102.69 101.37 112.86 124.35 134.68 151.78 168.88 185.98 77.26 95 .82 108.19 106.08 118.36 130.63 116.60 140.96 159.24 177.51 195.79 80.79 100.53 113.68 110.79 123.85 136.91 121.31 147.24 166.70 173.20 205.60 83.42 105.24 119.18 115.50 129.35 143.19 126.02 153.52 174.15 194.78 215.41 51.35 60.49

450x375

450x400

450x425

450x450

500x200

H-Bea m Built-up

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

Zx em '

~MD ~Mr kN -m

kN -m

BF LD L r kN

m

m

Ix

~Vn

em'

kN

Profil non-compact or slender

2,824 2,955 3,375 3,790 4, 199

610 638 729 819 907

391 404 462 519 575

25.2 26.4 26.8 26.5 25.8

4.4 4.3 4.4 4.5 4.5

13.1 13. 1 14.3 15.8 17.4

58,240 60,066 68,798 77,280 85,514

525 700 700 700 700

73,213 83,322 91,165

700 700 700

77,627 87,364 96,816

700 700 700

Profi l non-compact or slender

3,580 4,026 4,464

773 870 964

492 553 613

26.4 4.7 26.1 4 .8 25.4 4 .9

15.4 16.9 18.7

Profil non-compact or slender

3,785 4,261 4,730

818 920 1,022 1

522 587 651

26.0 25.8 25.1

5.1 5.2 5.3

16.5 18.1 20.0

Profi l non-compact or slender

4,496 4,996

971 1 1,079

621 1 25.5 1 5.6 1 19.3 1 85,531 1 700 689 1 24.9 5.6 21.3 102,467 700

Profil non-compact or slender

4,732 5,261

1,022 1,136

1,511

326

655 727

25.2 1 5.9 20.5 1 97,448 1 700 24.6 1 6. 1 22.6 1 108,118 1 700

Profil non-compact or slender

205

29.9

2.3

6.4

33,975

389

masih bersambung .. .

325

Tabel 6.17 Parameter Balak: H-Beam Bu ilt-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam ceri'tre

Notasi

d x br x twx tr Bera t

Zx

$M p $M r BF

L

kN-m

m

dxb

kg/In

min

kg/m

CI11 3

500x200

67 72 78 84 95 104 113 122 55 65 72 77 83 90 102 112 122 132 58 70 78 81 89 96 108 108 119 130 142 62 75 83 86 94 103 115 114 127 139 151 65 79 89

500x200x6x14 500x200x9x12 500x200x9x14 500x200x9x16 500x200x12x16 500x200x12x19 500x200x12x22 500x200x12x25 500x225x6x9 500x225x6x12 500x225x6x14 500x225x9x12 500x225x9x14 500x225x9x16 500x225x12x16 500x225x12x19 500x225x12x22 500x225x12x25 500x250x6x9 500x250x6x12 500x250x6x14 500x250x9x12 500x250x9x14 500x250x9x16 500x250x9x19 500x250x12x16 500x250x12x19 500x250x12x22 500x250x12x25 500x275x6x9 500x275x6x12 500x275x6x14 500x275x9x12 500x275x9x14 500x275x9x16 500x275x9x19 500x275x12x16 500x275x12x19 500x275x12x22 500x275x12x25 500x300x6x9 500x300x6x12 500x300x6x14

1,695 1,681 1,862 2,042 2,206 2,468 2,727 2,983

366 363 402 441 476

1,657 1,865 1,827 2,032 2,235 2,399 2,697 2,990 3,279

358 403 395 439 483 518 582 646 708

1,804 2,035 1,974 2,202 2,429 2,765 2,593 2,925 3,253 3,576

390 440 426 476 525 597 560 632 703 772

2,205 1

476

2,372 2,622 2,993 2,787 3,154 3,516 3,873

512 566 647 602 681 759 837

2,375

513

91 100 109 123 136 150 134 148 161

500x300x9x12 500x300x9x14 500x300x9x16 500x300x9x19 500x300x9x22 500x300x9x25 500x300x12x19 500x300x12x22 500x300x12x25

66.58 71.93 77.93 83 .93 95.43 104.29 113.14 122.00 54 .89 65 .20 72.08 76.64 83.42 90.21 101.71 111.75 121.78 131.81 58.42 69.91 77 .57 81.35 88.92 96.49 107.84 107.99 119.20 130.41 141.62 61.95 74.62 83.07 86.06 94.41 102.77 115.30 114.27 126.66 139.05 151.44 65.48 79.33 88.56 90 .77 99.91 109.05 122.75 136.46 150.17 134.12 147.68 161.25

500x225

500x250

500x275

500x300

H-B eam Built-up

326

533 589 644

kN -m

kN

)

232 31.4 2.4 2. 1 222 34.3 2.2 248 35.6 273 36.5 2.3 289 39.6 2.1 326 40.0 2.2 2.3 362 39.5 397 38.4 2.4 Profil non-compact or 2.7 227 28.7 2.7 257 30.3 243 32.6 2.5 273 34.0 2.6 302 35 .0 2.6 2.5 317 37.7 2.6 359 38.2 400 37 .9 2.7 439 37.0 2.7 Profil non-compact or 249 27 .8 3.0 3.1 282 29.4 265 31.2 2.8 2.9 298 32.7 330 33 .7 3.0 3.1 377 34.5 345 36.2 2.8 392 36.8 2.9 438 36.6 3.0 482 35.8 3.1

Lr In

I

x em'

6.7 38,334 6.3 36,671 6.5 40,962 6.9 45,182 6.9 47,744 7.4 53,842 8.1 59,783 8.8 65,570 slender 7.2 67,548 7.6 42,468 7.1 40,244 7.4 45,097 7.8 49,869 7.8 52,431 8.4 59,339 9.1 66,071 10.0 72,627 slender 8.1 41,121 8.5 46,603 8.0 43,817 8.3 49,232 8.7 54,555 9.4 62,372 8.7 57,118 9.4 64,837 10.2 72,359 11.2 79,685

$Vn kN

389 583 583 583 778 778 778 778 389 389 583 583 583 778 778 778 778 389 389 583 583 583 583 778 778 778 778

Profil non-compact or slender

307 28.7 1 3.4 1 9.4 1 50,737 Profil non-compact or slender 323 358 410 374 425 476 525

31.7 32 .7 33.5 35. 35 .7 35.6 34.8

3.2 3.3 3.4 3.2 3.3 3.3 3.4

9.2 9.7 10.4 9.7 10.4 11.3 12.4

389

53,366 59,242 67,870 61,805 70,335 78,647 86,742

583 583 583 778 778 778 778

54,872

389

57,501 63,929 73,367 82,564 91,52 1 75,832 84,934 93,799

583 583 583 583 583 778 778 778

Profil non-compact or slend er

332

28.1

3.8

10.3

Profil non-compact or slender

2,542 2,816 3,222 3,623 4,018 3,382 3,779 4,170

549 608 696 782 868 731 816 901

348 387 444 499 554 459 514 567

30.8 31 .9 32.8 3.8 3.9 3.6 3.7 3.8

3.6 3.7 3.8 12.5 13.6 11.4 12.4 13.6

10.1 10.6 11.5 12.5 13.6 11.4 12.4 13.6

masih bersambung ...

Sab 6. Salak Lentur

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Bu ilt-up (F 240 MPa) -lanjutan Su mber: Brosur PT. Cigading Habeam Cen1re

Notasi

d x bf x t wx t f Berat

dxb

kg/m

mm

kg/m

500x300

176 190 207 69 84 94 95 105 115 130 145 160 142 156 171 186 201 220 78 89 100 100 111 122 138 154 170 133 149 165 181 196 212 233 76 93 105 105 116 128 145 162 177 139 156 174 191 206 223 245 111 134

500x300x16x25 500x300x16x28 500x300x16x32 500x325x6x9 500x325x6x12 500x325x6x14 500x325x9x12 500x325x9x14 500x325x9x16 500x325x9x19 500x325x9x22 500x325x9x25 500x325x12x19 500x325x12x22 500x325x12x25 500x325x16x25 500x325x16x28 500x325x16x32 500x350x6x9 500x350x6x12 500x350x6x14 500x350x9x12 500x350x9x14 500x350x9x16 500x350x9x19 500x350x9x22 500x350x9x25 500x350x12x16 500x350x12x19 500x350x12x22 500x350x12x25 500x350x16x25 500x350x16x28 500x350x16x32 500x375x6x9 500x375x6x12 5.o0x375x6x14 500x375x9x12 500x375x9x14 500x375x9x16 500x375x9x19 500x375x9x22 500x375x9x25 500x375x12x16 500x375x12x19 500x375x12x22 500x375x12x25 500x375x16x25 500x375x16x28 500x375x16x32 500x400x6x14 500x400x9<16

176.24 189.62 207.45 69.02 84.04 94.06 95.48 105.40 115.33 130.21 145.09 159.98 141.58 156.32 171.06 186.05 200.61 220.01 77.55 88.75 99.55 100.19 110.90 121.61 137.67 153.73 169.79 133.11 149.03 164.95 180.87 195.86 211.60 232.57 76.08 93.46 105.05 104.90 116.39 127.89 145.13 162.36 176.60 139.39 156.49 173.59 190.69 205.68 222.59 245.13 110.54 134.17

500x200

500x350

500x375

500x400

Z

x em'

4,373 4,753 5,253

kN-m

944 1,027 1,135

kN-m

586 637 704

BF kN

3.6 3.7 3.8

LD L r m

111

13.7 14.9 16.8

13.7 14.9 16.8

Ix

<J>Vn

em"

kN

96,837 1,037 105,349 1,037 116,346 1,037

Profil non-compact or slender

3,010 3,450 3,886 4,315 3,611 4,042 4,467 4,669 5,084 5,628

650 745 839 932 780 873 965 1,009 1,098 1,216

415 477 537 596 492 552 610 628 684 757

4.0 4.1 4.2 4.3 4.0 4.1 4.1 4.0 4.0 4.1

11.5 12.5 13.6 14.8 12.4 13.5 14.8 14.9 16.2 18.3

11.5 12.5 13.6 14.8 12.4 13.5 14.8 14.9 16.2 18.3

68,616 583 78,865 583 88,852 583 98,578 583 81,330 778 778 91,222 100,856 778 103,894 I~ 113,156 1,037 125,120 1,037

Profil non-compact or slender

3,203 3,679 4,148 4,612 3,367 3,839 4,304 4,764 4,966 5,414 6,002

692 795 896 996 727 829 930 1,029 1,073 1,169 1,296

443 510 575 639 459 525 590 653 671 732 810

30.7 31.6 31.8 31.3 32.4 33.3 33.3 32.8 34 .2 33.4 31.9

4.4 4.5 4.6 4.6 4.2 4.3 4.4 4.5 4.3 4.4 4.5

12.5 13.5 14.7 16.0 12.5 13.5 14.6 16.0 16.1 17.5 19.7

73,303 84,363 95,139 105,635 75,865 86,828 97,510 107,914 110,951 120,962 133,895

583 583 583 583 778 778 778 778 103 103 103

89,860 101,427 112,693

583 583 583

Profil non-compact or slender

3,907 4,411 4,909

844 953 1,060

4,067 4,567 5,061 5,263 5,745 6,376

879 987 1,093 1,137 1,241 1,377

543 613 682

31.2 31.3 31.0

4 .8 4.9 5.0

14.5 15.7 17.2

profil non-co mpact or slender

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

<J>M D <J>M r

558 628 695 714 779 863

32.7 32.8 32.3 33.7 32.8 31.4

4.7 4 .8 4.8 4.7 4 .8 4.8

14.5 15.7 17.1 17.2 18.8 21.2

92,325 778 103,797 778 114,971 778 118,008 1,037 128,769 1,037 142,670 1,037

Profil non-compact or slender

masih bersambung .. .

327

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber: Brosur PT. Cigading Habeam Ceritre

Notasi

d x bf x t wx t f

Berat

Zx

dxb

kg/m

mm

kg/m

em'

500x400

153 121 133 146 164 182 201 179 197 215 234 258 116 140 160 126 139 152 171 191 210 187 206 225 245 270 122 147 168 131 144 158 179 199 220 194 215 235 256 283 127 153 175 135 150 165 186 208 230 202 223 245

500x400x9x19 500x400x12.12 500.400x12.14 500x400x12x16 500x400x12.19 500x400x12x22 500.400x12x25 500x400x16x19 500x400x16x22 500x400x16x25 500x400x16x28 500x400x16x32 500x425x6.14 500x425x9x16 500x425x9x19 500x425.12x12 500x425x12x14 500x425x12.16 500x425x12x19 500x425x12x22 500x425x12x25 500x425x16.19 500.425x16.22 500.425x16x25 500x425x16.28 500x425x16.32 500x450x6x14 500x450x9x16 500x450x9x19 500x450x12x12 500.450x12.14 500x450x12x16 500x450x12.19 500x450x12x22 500x450x12.25 500.450x16.19 500x450x16,22 500,450x16,25 500,450,16,28 500,450x16x32 500x475x6x14 500x475x9x16 500x475x9x19 500x475x12.12 500x475x12x14 500x475x12x16 500x475x12x19 500x475x12x22 500x475x12x25 500x475x16x19 500x475x16x22 500x475x16x25

152.58 121.31 133.49 145.67 163.95 182.22 200.50 179.3 2 197.40 215.49 233.58 257.69 116.04 140.45 160.04 126.02 138.99 151.95 171.41 190.86 210.31 186.77 206.04 225.30 244.57 270.25 121.53 146.73 167.50 130.73 144.48 158.23 178.86 199.49 220.12 194.23 214.67 235.11 255.56 282.81 127.03 153.01 174.96

4,136

500.425

500.450

500x475

135.44 149.98 164.51 186.32 208.13 229.94 201.69 223 .31 244.93

Ix

$Vn

e m'

kN

kN·m

893

kN·m

577

kN

m

m

30.8

5.2

15.5

95,358

583

97,823 110,085 122,028 101,110 113,246 125,066 136,575 151,444

778 778 778 1,037 1,037 1,037 1,037 1,037

Profil non-compact or slender

4,296 4,830 5,358 4,509 5,038 5,560 6,075 6,751

928 1,043 1,157 974 1,088 1,201 1,312 1,458

592 666 738 612 685 756 826 916

32.2 5.0 32.3 5.1 31.9 5.2 33.3 4.8 33.6 4.9 33.2 5.0 32.4 5.1 31.0 5.2

15.5 16.8 18.3 15.7 17.0 18.4 20.1 22.7

Profil non-compact or slender

5,093 5,654 5,301 5,857 6,405 7,125

1,100 1,221

704 31.9 5.5 17.9 116,373 781 31.5 5.6 19.5 129,085 Profil non-compact or slender 1,145 723 33 .1 5.3 18.1 119,534 1,265 799 32 .7 5.4 19.6 132,123 1,384 873 31.9 5.5 21.4 144,382 1,539 969 30.6 5.6 24.2 160,219

778 778 1,037 1,037 1,037 1,037

Profi l non-compact or slender

5,356 5,951 5,564 6,154 6,736 7,500

1,157 1,285

742 1 31 .6 5.8 19. 122,661 823 31.2 5.9 20.7 136,143 Profi l non-compact or slender 761 32.6 5.6 19.1 125,821 1,202 1,329 842 32.3 5.7 20.8 139,180 1,455 920 31.6 5.8 22.8 152,188 1,620 102 30.3 5.9 25.6 168,993

778 778 1,037 1,037 1,037 1,037

Profi l non-compact or slender

5,619 6,248 5,827 6,451

H-Beam Built-up

328

$M p $Mr BF Lp L r

778 780 31.3 6.2 20.1 128,948 1,214 1,350 1 866 30.9 6.3 21 .9 143,200 778 Profil non-compact or slender 1,259 799 32.3 6.0 20.2 131,109 1,037 1,393 884 32.0 6.1 22.0 146,237 1,037

masih bersambung ...

Bah 6. Balok Lentur

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam CeJtre

Notasi

d x b, x twx t, Berat

dxb

kg/m

mm

kg/m

500x475

267 295 159 171 194 217 240 186 209 232 255 278 308 221 243 266 289 319 54 63 69 75 81 87 100 109 118 127 61 73 80 85 94 100 111 113 124 135 146 68 82 91 94 103 113 126 125 139 152 167 75 91

500x475x16x28 500x475x16x32 500x500x9x16 500x500x12x16 500x500x12x19 500x500x12x22 500x500x12x25 500x500x16x16 500x500x16x19 500x500x16x22 500x500x16x25 500x500x16x28 500x500x16x32 500x500x19x19 500x500x19x22 500x500x19x25 500x500x19x28 500x500x19x32 550x200x6x9 550x200x6x12 550x200x6x14 550x200x9x12 550x200x9x14 550x200x9x16 550x200x12x16 550x200x12x19 550x200x12x22 550x200x12x25 550x250x6x9 550x250x6x12 550x250x6x14 550x250x9x12 550x250x9x14 550x250x9x16 550x250x9x19 550x250x12x16 550x250x12x19 550x250x12x22 550x250x12x25 550x300x6x9 550x300x6x12 550x300x6x14 550x300x9x12 550x300x9x14 550x300x9x16 550x300x9x19 550x300x12x16 550x300x12x19 550x300x12x22 550x300x12x25 550x350x6x9 550x350x6x12

266.55 295.37 159. 29 170.79 193.78 216.76 239.75 186.35 209.15 231.91 254.74 277.54 307 .93 220.83 243.49 266.14 288.80 319.01 53 .71 62.85 68.94 75.47 81.46 87.46 100.14 109.00 117.85 126.71 60.77 72.77 79.93 84.89 94.25 100.Q2

500x500

550x200

550x250

550x300

550x350

111.37 112.70 123.91 135.12 146.33 67.84 81.69 90.92 94.31 103.44 112.58 126.29 125.26 138.83 152.39 166.96 74 .90 91.11

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktu r Baja

Z

x em'

7,066 7,874

cJl Mp cJlM r

BF

Lp

Lr

kN·m

kN-m

kN

m

m

1,526 1,701

968 1,075

31.3 30.0

6.2 6.3

24.1 27.1

I

x em'

cJl Vn kN

159,995 1,037 177,768 1,037

Protil non-compact or slender

6,545

1,414

909

30.7

6.7

23.1

150,257

778

Profil non-compact or slender

6,748 7,397 8,248

1,457 1,598 1,782

6,899 7,544 8,391

1,490 1,630 1,812

1,706 1,910 1,914 2,114 2,313 2,514 2,804 3,091 3,375

369 412 413 457 500 543 606 668 729

2,029 2,285 2,237 2,489 2,740 3,112 2,941 3,309 3,672 4,031

438 494 483 538 592 672 635 715 793 871

2,660

575

927 1,015 1,128

31.6 31.0 29.8

6.5 6.6 6.6

23.2 25.4 28.6

153,295 1,037 167,802 1,037 186,543 1,037

Profil non-compact or slender

941 1,028 1,141

32.0 31.4 30.3

6.3 6.4 6.5

23.5 25.6 28.7

155,573 1,231 169,990 1,231 188,615 1,231

Proti l non-compact or slender

231 260 251 280 308 327 368 409 448

35.0 37.0 40.8 42.6 43.8 48 .2 49 .0 48.9 48.0

2.3 2.3 2.1 2.2 2.2 2.1 2.2 2.3 2.3

6.2 6.5 6.1 6.3 6.6 6.6 7.0 7.6 8.2

42,016 47,342 45,654 50,898 56,063 59,538 67,017 74,323 81,458

428 428 642 642 642 855 855 855 855

50,700 57,400 54,339 60,956 67,473 77,061 70,947 80,416 89,665 98,698

428 428 642 642 642 642 855 855 855 855

67,458

428

71,014 78,882 90,460 82,357 93,815 105,007 115,938

642 642 642 855 855 855 855

Protil non-compact or slender

279 316 299 335 371 424 390 442 493 543

32.4 34.5 36.9 38.8 40.2 41.6 43.6 44.8 45.0 44.5

3.0 3.0 2.7 2.8 2.9 3.0 2.8 2.9 2.9 3.0

7.9 8.2 7.7 8.1 8.4 9.0 8.4 8.9 9.6 10.4

Profil non-compact or slender

3711 32.8

3.8 1 10.

Protil non-compact or slender

2,864 3,167 3,617 3,368 3,813 4,253 4,688

619 684 781 728 824 919 1,013

390 434 497 453 516 577 637

36.4 37.9 39.4 40.7 42.1 42.5 42.1

3.5 3.6 3.7 3.4 3.5 3.6 3.7

9.8 10.2 10.9 10.2 10.9 11.7 12.6

Profil non-compact or slender

masih bersambung .. .

329

Tabe16.17 Parameter Balok : H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanjuta n $umber: Brosur PT. Cigad ing Habeam ceritre

Notasi kg/m

mm

kg/m

550x350

102 104 114 125 141 157 173 138 154 170 186 202 218 239 138 156 126 150 169 187 205 186 204 222 240 264 56 65 77 87 79 91 100 109 105 114 123 131 63 75 90 101 88 104 115 126 117 129 140 151 70 84

550x350x6x14 550x350x9x12 550x350x9x14 550x350x9x16 550x350x9x19 550x350x9x22 550x350x9x25 550x350x12x16 550x350x12x19 550x350x12x22 550x350x12x25 550x350x16x25 550x350x16x28 550x350x12x32 550x400x9x16 550x400x9x19 550x400x12x12 550x400x12x16 550x400x12x19 550x400x12x22 550x400x12x25 550x400x16x19 550x400x16x22 550x400x16x25 550x400x16x28 550x400x16x32 600x200x6x9 600x200x6x12 600x200x6x16 600x200x9x19 600x200x9x12 600x200x9x16 600x200x9x19 600x200x9x22 600x200x12x16 600x200x12x19 600x200x12x22 600x200x12x25 600x250x6x9 600x250x6x12 600x250x6x16 600x250x6x19 600x250x9x12

101.91 103.73 114.43 125.14 141.20 157.26 173.32 137.82 153.74 169.66 185.58 202 .14 217.88 238 .85 137.70 156.12 126.D2 150.38 168.66 186.93 205.21 185.60 203.68 221.77 239.86 263.97 56.06 65.20 77.39 86.52 79.00 90.99 99 .99 108.98 104.85 113.71 122.56 131.42 63 .13 74 .62 89.95 101.44 88.42

600x250x9x16 600x250x9x19 600x250x9x22 600x250x12x16 600x250x12x19 600x250x12x22 600x250x12x25 600x300x6x9 600x300x6x12

103.55 114.90 126.25 117.41 128.62 139.83 151.04 70.19 84.04

550x400

600x200

600x250

600x300

Zx

d x hfx twx tf Berat

dxb

em'

cJ>Mp cJ>M r BF Lp L r kN ' m

kN·m

kN

m

I

m

Ix

cJ>V"

em'

kN

Profil non-compact or slender

3,594 4,121 4,642 5,156 3,795 4,318 4,834 5,344 5,594 6,092 6,510

776 890 1,003 1,114 820 933 1,044 1,154 1,208 1,316 1,406

4,625

999

496 571 644 715 516 589 662 732 755 823 890

36.3 37.9 38.6 38.5 38.6 40.1 40.7 40.5 42.5 41.8 38.3

4.3 4.4 4.5 4.6 4.1 4.2 4.3 4.4 4.3 4.3 4 .6

12.0 12.8 13.8 14.9 12.0 12.8 13.7 14.8 14.9 16.1 18.0

90,292 642 103,858 642 117,111 642 130,052 642 93,767 855 107,214 855 120,349 855 133,177 855 137,344 1,140 149,719 1,140 161,932 855

Profil non-compact or slender

645

36.8

5.1

14.8

117,257

642

Profil non·compact or slender

4,822 5,415 6,000 5,084 5,671 6,250 6,823 7,575

1,042 1,170 1,296 1,098 1,225 1,350 1,474 1,636

1,909 2,353 2,918 2, 158 2,595 2,918 3,239 2,837 3,155 3,471 3,783

412 508 630 466 560 630 700 613 682 750 817

2,262 2,820 3,234 2,510 3,062 3,470 3,875 3,304 3,707 4,106 4,501

489 609 698 542 661 750 837 714 801 887 972

663 746 827 688 770 850 928 103

38.7 39.4 39.3 40.5 41.1 41.0 40.4 39.0

5.0 5.1 5.1 4.7 4.9 5.0 5.0 5.1

14.7 15.8 17.1 14.9 15.9 17.1 18.5 20.7

120,613 135,69 1 150,417 125,087 140,010 154,583 168,811 187,251

855 855 855 1,140 1,140 1,140 1,140 1,140

Profil non-com pact or slender

257 321 390 281 344 390 436 367 413 457 501

40.4 44.8 53 .2 47 .8 51.5 53.2 53.8 57 .3 58.6 59.0 58.5

2.2 2.4 2.3 2.0 2.2 2.3 2.3 2.0 2.1 2.2 2.3

51,050 63,745 77,472 55,828 68,326 77,472 86,425 72,908 81,910 90,722 99,346

467 467 700 700 700 700 700 933 933 933 933

61,424 77,391 89,075 66,202 81,972 93,512 104,808 86,553 97,950 109,105 120,023

467 467 467 700 700 700 700 933 933 933 933

6.1 6.5 6.8 5.9 6.4 6.8 7.2 6.3 6.7 7.2 7.7

Profi l non-compact or slender

H-Beam Built- up

330

I

310 390 449 334

37.2 41.8 44.1 42.9

2.9 3.1 3.2 2.7

7.7 8.3 8.8 7.6

413 471 528 436 494 550 605

47 .1 49.0 50.0 51.6 53.3 54.0 53.9

2.9 3.0 3.0 2.7 2.8 2.9 3.0

8.1 8.6 9.2 8.1 8.6 9.1 9.8

Profil non-compact or slender

masi h bersambung ...

8ab 6. 8alok Lentur

Tabe l 6.17 Paramete r Balok : H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber: Brosur PT. Cigading Habea m Ceritre

d x bfx twx tf

Berat

Zx

~Mp

~M r

BF Lp L r

Ix

~Vn

dxb

kg/ m

mm

kg/In

ern 3

kN-m

kN-m

kN

m

In

em"

kN

600x300

103 116 98 116 130 144 130 144 157 171 77 93 115 107 129 145 161 143 158 174 190 84 103 128 117 141 160 178 155 173 192 210 58 68 80 89 83 95 104 113 110 118 127 136 145 65 77 92 104 92 107 118

600x300x6x16 600x300x6x19 600x300x9x12 600x300x9x16 600x300x9x19 600x300x9x22 600x300x12x16 600x300x12x19 600x300x12x22 600x300x12x25 600x350x6x9 600x350x6x12 600x350x6x16 600x350x9x12 600x350x9x16 600x350x9x19 600x350x9x22 600x350x12x16 600x350x12x19 600x350x12x22 600x350x12x25 600x400x6x9 600x400x6x12 600x400x6x16 600x400x9x12 600x400x9x16 600x400x9x19 600x400x9x22 600x400x12x16 600x400x12x19 600x400x12x22 600x400x12x25 650x200x6x9 650x200x6x12 650x200x6x16 650x200x9x19 650x200x9x12 650x200x9x16 650x200x9x19 650x200x9x22 650x250x12x16 650x250x12x19 650x250x12x22 650x250x12x25 650x250x12x28 650x250x6x9 650x250x6x12 650x250x6x16 650x250x6x19 650x250x9x12 650x250x9x16 650x250x9x19

10.1 10.7

91,036 105,114

Notasi

600x350

600x400

650x200

650x250

102.51 116.35 97.84 116.11

3,287 3,785

710 818

3,529 4,022 4,510 3,771 4,259 4,742 5,220

762

39.9 3.8 42.2 3.9

482

44 .2 3.6

869 974 815 920 1,024 1,128

552 621 505 575 643 709

46.3 47.4 47.8 49.8 50.8 50.8

467 467

Profil non-compact or slender

129.82 143.52 129.97 143.54 157.10 170.67 77.26 93.46 115.07 3,754 107.26 128.67 3,996 144.73 4,574 160.79 5,146 142.53. 4,238 158.45 4,811 174.37 5,378 190.29 5,939 84.32 102.88 127.63 116.68 141.23 159.65 5,126 178.06 5,782 155.09 173.37 5,363 191.64 6,014 209.92 6,658 58.42 67.56 2,119 79.74 2,602 88.88 3,241 82.53 2,413 94.52 2,888 103.52 3,241 112.52 3,589 109.56 3,682 118.42 4,121 127.27 4,556 136.13 4,986 144.98 5,413 65.48 76.98 2,502 92.30 3,109 103.79 3,559 91.95 2,796 107.08 3,395 118.44 3,840

H-Beam BUilt-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

459 530

3.7 3.7 3.4 3.5 3.6 3.7

9.9 10.5 11.2 9.8 10.4 11.1 11.9

95,618

700

109,552 123,192 100,199 113,990 127,489 140,700

700 700 933 933 933 933

Profil non-co mpact or slender

811

528

38.5

4.5

I 11.9

104,682

467

Profil non-compact or slender

863 988 1,112 915 1,039 1,162 1,283

551 633 714 574 655 735 813

42.1 44.4 45.7 45.2 47.4 48.5 48.7

4.3 4.4 4.5 4.0 4.2 4.3 4.4

11.7 12.4 13.2 11.6 12.3 13.1 14.0

109,263 125,592 141,575 113,845 130,029 145,872 161,377

700 700 700 933 933 933 933

Profil non-compact or slender

1,107 1,249

714 806

43.0 5.1 44.3 5.2

14.2

I 15.2

141,632 159,959

700 700

Profil non-compact or slender

1,158 1,299 1,438

736 828 918

45.5 4.9 46.8 5.0 47.1 5.1

14.2 15.1 16.1

146,069 164,256 182,054

933 933 933

Profil non-compact or slender

458 562 700 521 624 700 775 795 890 984 1,077 1,169

284 354 432 313 382 432 481 484 547 608 669 728

46.1 51.3 61.9 55.2 59.7 61.9 63 .1 60.0 62.3 63.5 63.8 63.3

2.2 2.3 2.2 2.0 2.1 2.2 2.3 2.6 2.8 2.8 2.9 3.0

6.0 6.4 6.6 5.8 6 .2 6.6 7.0 7.8 8 .3 8.8 9 .3 10.

61,117 76,128 92,865 67,250 82,029 92,865 103,491 104,011 117,514 130,754 143,735 156,459

505 505 758 758 I

~~: 758 1,011 1,011 1,011 1,011 1,011

Profil non-compact or slender

540 672 769 604 733 829

341 429 493 370 456 520

42.1 47.7 50.7 49.2 54.2 56.8

2.9 3.0 3.1 2.6 2.8 2.9

7.6 8.1 8.6 7.4 7.9 8 .4

73,330 92,210 106,053 79,462 98,110 111,783

505 505 505

7SS 758 758

masih bersambung ...

331

Tabe16.17 Parameter Salak : H-Seam Built-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Cenlre

Notasi

Berat

Zx

kg/ Ill

mm

kg/ Ill

em]

650x250

130 122 133 145 156 167 182 73 86 105 119 101 120 133 147 135 148 162 175 189 207 80 96 117 111 132 148 164 147 163 179 195 211 232 87 105 130 120 145 163 182 160 178 196 215 233 257 61 70 82 91 86

650x250x9x22 650x250x12x16 650x250x12x19 650x250x12x22 650x250x12x25 650x250x12x28 650x250x12x32 650x300x6x9 650x300x6x12 650x300x6x16 650x300x6x19 650x300x9x12 650x300x9x16 650x300x9x19 650x300x9x22 650x300x12x16 650x300x12x19 650x300x12x22 650x300x1 2x25 650x300x12x28 650x300x12x32 650x350x6x9 650x350x6x12 650x350x6x16 650x350x9x12 650x350x9x16 650x350x9x19 650x350x9x22 650x350x12x16 650x350x12x19 650x350x12x22 650x350x12x25 650x350x12x28 650x350x12x32 650x400x6x9 650x400x6x12 650x400x6x16 650x400x9x12 650x400x9x16 650x400x9x19 650x400x9x22 650x400x12x16 650x400x12x19 650x400x12x22 650x400x12x25 650x400x12x25 650x400x12x25 700x200x6x9 700x200x6x12 700x200x6x16 700x200x6x19 700x200x9x12

129.79 122.12 133.33 144.54 155.75 166.96 181.91 72 .55 86.40 104.86 118.71 101.37 119.64 133.35 147.06 134.68 148.25 161.81 175.38 188.94 207.03 79 .61 95 .82 117.42 110.79 132.20 148.27 164.33 147.24 163.16 179.08 195.00 210.92 232.15 86.68 105.24 129.98 120.21 144.76 163.18 181.60 159.80 178.08 196.35 214.63 232 .90 257.27 60.77 69.91 8 2.10 91.23 86 .06

4,280 3,682 4,121 4,556 4,986 5,413 5,974

925 795 890 984 1,077 1,169 1,290

3,616 4,159

781 898

3,903 4,439 4,971 4,189 4,720 5,247 5,768 6,283 6,963

843 959 1,074 905 1,020 1,133 1,246 1,357 1,504

650x300

650x350

650x400

700x200

kN -m

kN -m

L,

Ix

cJ>VIl

In

In

em'

582 484 547 608 669 728 805

kN

58.4 60.0 62.3 63.5 63.8 63.3 61.8

3.0 2.6 2.8 2.8 2.9 3.0 3.1

8.9 7.8 8.3 8.8 9.3 10.0 10.9

125,191 104,011 117,514 130,754 143,735 156,459 173,029

758 1,011 1,011 1,011 1,011 1,011 1,011

504 45.3 3.7 9 .9 108,291 581 48.4 3.8 1 10.4 124,971 Profil non-compact or slender 9 .7 114,192 531 50.6 3.5 608 53.5 3.6 10.2 130,702 683 55.2 3.7 10.8 146,891 9.6 120,093 559 55 .3 3.3 635 57.9 3.4 10.1 136,432 709 59.5 3.5 10.7 152,454 782 60.1 3.6 11.3 168,163 854 59.8 3.7 12.1 183,559 947 58.6 3.8 13.3 203,610

505 505

Profil non-compact or slender

758 758 758 1,011 1,011 1,011 1,011 1,011 1,011

Profil non-comp act or slender

4,123 1

891

124,373

505

130,274 149,620 168,591 136,174 155,351 174,154 192,590 210,660 234,192

758 758 758 1,011 1,011 1,011 1,011 1,011 1,011

784 49.4 5.0 13.8 168,538 885 51.4 5.1 14.6 190,291 Profil non-compa ct or slender 811 52.6 4.8 13.7 174,269 911 54.5 4.9 14.5 195,854 1,010 55.4 5.0 15.4 217,017 1,010 55.4 5.0 15.4 217,017 1,010 55.4 5.0 15.4 217,017

758 758

579

43 .7

4.4

11.6

Profil non-compact or slender

4,410 5,039 5,662 4,696 5,320 5,937 6,549 7,154 7,952

953 1,088 1,223 1,014 1,149 1,282 1,415 1,545 1,718

606 696 784 634 723 810 896 980 1,090

48.2 51.1 53.0 52.1 54.9 56.6 57.4 57.3 56.4

4.2 4.3 4.4 4.0 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5

11.4 12.0 12.7 11.3 11.9 12.6 13.4 14.3 15.6

Profil non-compact or slender

5,638 6,353

1,218 1,372

5,9 19 6,628 7,330 7,330 7,330

1,279 1,432 1,583 1,583 1,583

1,011 1,011 1,011 1,011 1,011

Profil non-compact or sle nd er

2,679

H-Beam BuilC-up

332

Lp

kN

cJ>Mp cJ>M, BF

d x bfxtwxtf

d xb

579

345

63 .1

2.0

5.6

79,976

816

masih bersambung . ..

Bab 6. Balok Lentur

Tabe l 6.17 Parameter Balok : H- Beam Built-up (F 240 MPa) - lanj uta n Sumber: Brosur PT. Cigading Habeam Cerftre

d x b, x t wx tf

Berat

Zx

<JIM. <JIM,

dxb

kg/m

mm

kg/m

em '

kN-m

700x200

98 107 116 125 114 123 132 141 150 162 68 79 95 106 95 111 122 133 145 127 138 149 160 172 187 75 89 107 121 105 123 137 151 164 139 153 167 180 194 212 82 98 120

700x200x9x16 700x200x9x19 700x200x9x22 700x200x9x25 700x200x12x16 700x200x12x19 700x200x12x22 700x200x12x25 700x200x12x28 700x200x12x32 700x250x6x9 700x250x6x12 700x250x6x16 700x250x6x19 700x250x9x12 700x250x9x16 700x250x9x19 700x250x9x22 700x250x9x25 700x250x12x16 700x250x12x19 700x250x12x22 700x250x12x25 700x250x12x28 700x250x12x32 700x300x6x9 700x300x6x12 700x300x6x16 700x300x6x19 700x300x9x12 700x300x9x16 700x300x9x19 700x300x9x22 700x300x9x25 700x300x12x16 700x300x12x19 700x300x12x22 700x300x12x25 700x300x12x28 700x300x12x32 700x350x6x9 700x350x6x12 700x350x6x16

3,193 3,574 3,951 4,326 3,527 3,903 4,274 4,643 5,007 5,489

136 114 136 152 168 184 152 168 184 200

700x350x6x19 700x350x9x12 700x350x9x16 700x350x9x19 700x350x9x22 700x350x9x25 700x350x12x16 700x350x12x19 700x350x12x22 700x350x12x25

98.06 107.05 116.05 125.05 114.27 123.13 131.98 140.84 149.69 161.50 67.84 79.33 94.66 106.15 95048 110.62 121.97 133.32 144.67 126.83 138.04 149.25 160046 171.67 186.62 74.90 88.75 107.22 121.06 104.90 123.18 136.88 150.59 164.30 139.39 152.96 166.52 180.09 193.65 211 .74 81.97 98.17 119.78 135.98 114.32 135.74 151.80 167.86 183.92 151.95 167.87 183.79 199.71

Notasi

700x250

700x300

700x350

420 475 529 581 452 506 559 611 662 728

BF

L.

L,

Ix

<jIVn

kN

m

m

em'

kN

68.3 71.1 72 .9 73 .7 77.5 79.8 81.2 81.5 81.0 79.2

2.1 2.2 2.3 2.3 2.0 2.1 2.1 2.2 2.3 2.3

6.1 604 6.7 7.1 6.0 6.3 6.6 7.0 704 8.1

97,226 109,896 122,339 134,555 104,678 117,149 129,396 141,421 153,226 168,627

816 816 816 816 1,089

94,177 115,944 131,931 147,630 163,045 123,396 139,184 154,688 169,910 184,855 204,352

816 816 816 816 816 1,089 1,089 1,089 1,089 1,089 1,089

134,662 153,965 172,921 191,534 142,114 161,218 179,979 198,400 216,484 240,077

816 816 816 816 1,089 1,089 1,089 1,089 1,089 1,089

153,379 175,999 198,213 220,024 160,831 183,252 205,270 226,890

816 816 816 816 1,089 1,089 1,089 1,089

1,089 1,089 1,089 1,089 1,089

Profil non-compact or slender

3,092 3,740 4,221 4,697 5,169 4,075 4,549 5,020 5,486 5,948 6,557

668 808 912 1,015 1,117 880 983 1,084 1,185 1,285 1,416

407 501 570 638 704 533 601 668 734 799 883

55.9 61.7 64.9 67.1 68.2 68.8 71.7 73.5 7404 74.3 73.1

2.6 2.8 2.9 3.0 3.0 2.6 2.7 2.8 2.9 2.9 3.0

7.3 7.8 8.1 8.6 9.1 7.6 8.0 8.5 8.9 9.5 10.3

Profil non-compact or slender

4,287 4,868 5,443 6,013 4,622 5,196 5,766 6,330 6,889 7,626

926 1,051 1,176 1,299 998 1,122 1,245 1,367 1,488 1,647

582 665 747 827 614 696 778 857 935 1037

57.4 60.9 63.3 64.7 63.2 6604 68.6 69.7 69 .9 69.1

3.5 3.6 3.7 3.7 3.3 304 3.5 3.6 3.6 3.7

9.5 9.9 lOA 11.0 9.3 9.8 10.3 10.9 11.5 12.5

Profil non-compact or slender

4,834 5,515 6,189 6,857 5,169 5,843 6,512 7,174

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baj a

690 772 854 934 762 843 923 1,003 1,082 1,186

kN'm

1,044 1,191 1,337 1,481 1,117 1,262 1,407 1,550

663 760 856 951 695 792 887 980

5404 58.0 60.6 62.2 59 .3 62 .7 65.1 66.4

4.1 4.3 404 404 3.9 4.1 4.2 4.3

11.2 11.7 12.3 13.0 11.0 11.6 12.2 12.8

masih bersambung ...

333

Tabe16.17 Parameter Balak : H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanj utan Sumber: 8rosur PT. Cigading Habeam Cen1re

Notasi

d x bf x t wx

tf Berat

dxb

kg/m

mm

kg/m

700x350

216 237 89 108 132 151 124 148 167 185 204 165 183 201 219 238 262 63 72 84 94 90 102 111 120 129 119 128 137 146 154 166 70 82 97 109 99 114 126 137 148 132 143 154 165 176 191 77 91 110 123 108 127

700x350x12x28 700x350x12x32 700x400x6x9 700x400x6x12 700x400x6x16 700x400x6x19 700x400x9x12 700x400x9x16 700x400x9x19 700x400x9x22 700x400x9x25 700x400x12x16 700x400x12x19 700x400x12x22 700x400x12x25 700x400x12x28 700x400x12x32 750x200x6x9 750x200x6x12 750x200x6x16 750x200x6x19 750x200x9x12 750x200x9x16 750x200x9x19 750x200x9x22 750x200x9x25 750x200x12x16 750x200x12x19 750x200x12x22 750x200x12x25 750x200x12x28 750x200x12x32 750x250x6x9 750x250x6x12 750x250x6x16 750x250x6x19 750x250x9x12 750x250x9x16 750x250x9x19 750x250x9x22 750x250x9x25 750x250x12x16 750x250x12x19 750x250x12x22 750x250x12x25 750x250x12x28 750x250x12x32 750x300x6x9 750x300x6x12 750x300x6x16 750x300x6x19 750x300x9x12 750x300x9x16

215.63 236.86 89.03 107.59 132.34 150.89 123.74 148.30 166.71 185.13 203.55 164.51 182.79 201.06 219.34 237.61 261.98 63 .13 72 .27 84.45 93.59 89.60 101.59 110.59 119.58 128.58 118.98 127.84 136.58 145.55 154.40 166.21 70.19 81 .69 97 .01 108.50 99.02 114.15 125.50 136.85 148.20 131.54 142.75 153.96 165.17 176.38 191.33 77.26 91.11 109.57 123.42 108.44 126.71

700x400

750x200

750x250

750x300

Z

x em 3

7,830 8,695

BF

kN-m

kN-m

kN

In

m

1,691 1,878

1,072 1,191

66.9 66.3

4.3 4.4

13.6 14.8

Lo L ,

«JI Vn

I

x cm 4

kN

248,113 1,089 275,803 1,089

Profil non-compact or slender

6,162 6,935 7,701

1,331 1,498 1,663

856 966 1,074

55 .9 58.6 60.3

5.0 5.1 5.2

13.5 14.2 14.9

198,034 223,504 248,514

I

I

816 816 816

Profil non-com pact or slender

6,490 7,257 8,018 8,771 9,764

1,402 1,568 1,732 1,894 2,109

887 996 1, 103 1,208 1,346

60.0 62.5 64.0 64.6 64.3

4.8 4.9 5.0 5.1 5.1

13.3 14.0 14.8 15.7 17.0

205,287 230,562 255,379 279,742 311,528

1,089 1,089 1,089 1,089 1,089

Profil non-compact or slender

2,957 3,509 3,918 4,325 4,728 3,895 4,299 4,699 5,095 5,488 6,007

639 758 846 934 1,021 841 929 1,015 1,101 1,185 1,298

379 460 519 577 634 497 555 612 668 724 796

71.5 77.2 80.7 83.1 84.5 88.5 91.3 93.2 94.0 94.0 92 .6

1.9 2.1 2.2 2.2 2.3 1.9 2.0 2.1 2.2 2.2 2.3

94,062 113,976 128,622 143,024 157,183 123,229 137,646 151,822 165,758 179,458 197,360

5.5 5.9 6.2 6.5 6.9 5.8 6.1 6.4 6.8 7.1 7.7

875 875 875 875 875 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166

Profi l non-compact or slender

3,400 4,096 4,613 5,125 5,634 4,483 4,993 5,499 6,001 6,499 7,156

734 885 996 1,107 1,217 968 1,079 1,188 1,296 1,404 1,546

445 546 621 694 766 584 657 730 801 871 962

62.9 69.4 73.3 76.1 77.9 78.2 81.6 84.0 85.4 85.8 85 .1

2.5 2.7 2.8 2.9 3.0 2.5 2.7 2.8 2.8 2.9 3.0

7.1 7.6 8.0 8.3 8.8 7.5 7.8 8.2 8.6 9.1 9.8

110,403 135,529 154,010 172,182 190,048 144,783 163,034 180,980 198,623 215,966 238,629

875 875 875 875 875 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166

Profil non-compact or slender

4,683

H-Beam BUilt-up

334

«JI Mp «JIM,

1,012

633

I 64.4 I 3.4

9.3

157,083

875

masih bersambung ...

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.17 Parameter Balok : H-Beam Buil t-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Brosur PT, Cigading Habeam Cerftre

Notasi

d x bfx twx tf

Bera t

Zx

d, b

kg/m

mill

kg/m

cm j

kN-m

kN-m

kN

750,300

140 154 168 144 158 171 185 198 216 84 101 122 138 118 139 155 171 187 157 173 189 204 220 242 91 110 135 153 127 152 170 189 207 169 188 206 224 242 267 65 75 87 96 93 105 114 123 132 124 133 141 150

750,300,9,19 750,300,9,22 750,300,9,25 750,300,12,16 750,300,12,19 750,300,12,22 750,300,12,25 750,300, 12,28 750,300,12,32 750,350,6,9 750,350,6x12 750x350x6x16 750x350x6x19 750x350x9x12 750,350,9x16 750, 350x9x19 750,350,9x22 750,350x9x25 750,350,12,16 750,350x12x19 750x350,12x22 750x350,12x25 750x350,12,28 750,350,12x32 750,400,6x9 750,400x6,12 750,400x6,16 750,400x6x19 750,400,9,12 750,400,9,16 750x400,9x19 750x400,9,22 750x400, 9x25 750x400,12,16 750,400,12,19 750,400x12x22 750,400,12,25 750x400,12,28 750,400,12,32 800,200,6,9 800,200x6,12 800,200,6, 16 800,200,6x19 800,200,9,12 800,200,9,16 800, 200, 9x19 800,200x9x22 800,200x9, 25 800,200, 12, 16 800,200,12, 19 800,200,12,22 800,200,12, 25

140.42 154.12 167.83 144.10 157.67 171.23 184.80 198.36 216.45 84.32 100.53 122.13 138.33 117.86 139.27 155.33 171.39 187.45 156.66 172.58 188.50 204.42 220.34 241.57 91.39 109.95 134.69 153.25 127.28 151.83 170.25 188.66 207 .08 169.22 187.50 205 .77 224.05 242.32 266.69 65.48 74.62 86.81 95.94 93.13 105.12 114.12 123.11 132.11 123.69 132.55 141.40 150.26

5,307 5,926 6,540 5,070 5,688 6,300 6,908 7,510 8,305

1, 146 1,280 1,413 1,095 1,229 1,361 1,492 1,622 1,794

723 812 899 671 760 847 933 1,018 1,129

68.5 71.6 73.6 71.5 75.3 78.0 79.8 80.5 80.3

750, 350

750,400

800,200

BF

Lp L, m

m

3.5 3.6 3.7 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7

9.7 10.2 10.7 9.1 9.6 10.0 10.5 11.1 12.0

Ix

cj)Vn

em'

kN

179,398 201,340 222,913 166,337 188,422 210,138 231,488 252,475 279,898

875 875 875 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166

178,637 204,786 230,498 255,777 187,890 213,809 239,296 264,352 288,983 321,167

875 875 875 875 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166

230,174 259,656 288,642

875 875 875

239,197 268,454 297,217 325,491 362,437

1,166 1,166 1,166 1,166 1,166

109,566 132,332 149,099 165,604 181,849 143,657 160,161 176,406 192,396

933 933 933 933 933 1,244 1,244 1,244 1,244

Protil non-compact or slender

5,270 6,002 6,727 7,446 5,657 6,382 7,101 7,814 8,521 9,453

1,138 1,296 1,453 1,608 1,222 1,379 1,534 1,688 1,840 2,042

720 826 929 1,031 758 862 965 1,066 1,165 1,295

60.8 65.1 68.4 70.6 66.8 70.8 73.9 75.8 76.8 76 .8

4.1 4.2 4.3 4.4 3.9 4.0 4.1 4.2 4.3 4.4

11.0 11.4 12.0 12.6 10.8 11.3 11.8 12.4 13.1 14.1

Protil non·compact or slend er

6,696 7,528 8,353

1,446 1,626 1,804

7,076 7,902 8,720 9,531 10,602

1,529 1,707 1,884 2,059 2,290

928 1 62.7 4.9 1,047 66.1 5.0 1,164 68.4 5.1

13.2 13.8 14.5

Profil non-compact or slender

H-Beam BUilt-up

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

cj)M p cj)M,

964 1,082 1,198 1,312 1,461

67.6 70.8 72.9 74.1 74.3

4.7 4.8 4.9 5.0 5.1

13.0 13.6 14.3 15.1 16.3

Protil non·compact or slender

3,246 3,836 4,274 4,709 5,141 4,278 4,710 5,138 5,563

701 829 923 1,017 1,110 924 1,017 1,110 1,202

414 500 564 626 687 543 605 667 727

80.3 86.7 90.6 93 .6 95.6 100.2 103.4 105.8 107.2

1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 1.9 2.0 2.1 2.1

5.4 5.8 6.1 6.4 6.7 5.7 6.0 6.2 6.6

maslh bersambung ...

335

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanju tan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam CeJre

~Vn

d x hf x t wx tf

Be rat

Zx

~Mp ~Mr

dxb

kg/m

mm

kg/m

em'

kN-m

kN ' m

kN

m

M

x em"

800x200

159 171 175 183 195 212 73 84 99 111 103 118 129 140 152 136 147 159 170 181 196 194 205 220 242 77 93 112 126 112 130 144 158 171 149 162 176 190 203 221 214 227 245 272 87 103 124 141 121 143 159 175

800x200x12x28 800x200x12x32 800x200x16x25 800x200x16x28 800x200x16x32 800x200x16x38 800x250x6x9 800x250x6x12 800x250x6x16 800x250x6x19 800x250x9x12 800x250x9x16 800x250x9x19 800x250x9x22 800x250x9x25 800x250x12x16 800x250x12x19 800x250x12x22 800x250x12x25 800x250x12x28 800x250x12x32 800x250x16x25 800x250x16x28 800x250x16x32 800x250x16x38 800x300x6x9 800x300x6x12 800x300x6x16 800x300x6x19 800x300x9x12 800x300x9x16 800x300x9x19 800x300x9x22 800x300x9x25 800x300x12x16 800x300x12x19 800x300x12x22 800x300x12x25 800x300x12x28 800x300x12x32 800x300x16x25 800x300x16x28 800x300x16x32 800x300x16x38 800x350x6x9 800x350x6x12 800x350x6x16 800x350x6x19 800x350x9x12 800x350x9x16 800x350x9x19 800x350x9x22

159.11 170.92 174.67 183.34 194.89 212.22 72.55 84.04 99.37 110.86 102.55 117.68 129.03 140.38 151.74 136.25 147.46 158.67 169.88 181.09 196.04 194.29 205.32 220.01 242 .05 76.61 93.46 111.93 125.77 111.97 130.24 143.95 157.65 171.36 148.81 162.38 175.94 189.51 203.07 221.16 213 .92 227.30 245.13 271.88 86.68 102.88 124.49 140.69 121.39 142.80 158.86 174.92

5,984 6,540 6,125 6,537 7,082 7,888

1,293 1,413 1,323 1,412 1,530 1,704

787 865 780 839 915 1,026

107.6 106.7 120.6 120.4 118.8 114.1

2.2 2.3 2.0 2.0 2.1 2.2

6.9 7.4 6.5 6.8 7.3 8.2

208,132 228,722 206,458 221,859 242,011 271,428

1,244 1,244 1,659 1,659 1,659 1,659

128,195 156,922 178,078 198,904 219,401 168,247 189,139 209,706 229,948 249,869 275,935 244,010 263,597 289,225 326,635

933 933 933 933 933 1,244 1,244 1,244 1,244 1,244 1,244 1,659 1,659 1,659 1,659

181,512 207,057 232,203 256,953 192,836 218, 118 243,005 267,500 291,606 323, 148 281,563 305,334 336,438 381,842

933 933 933 933 1,244 1,244 1,244 1,244 1,244 1,244 1,659 1,659 1,659 1,659

4.0 10.8 1 206, 101 4.2 11.2 236,036 4.3 11.7 265,503

933 933 933

Notasi

800x250

800x300

800x350

Lp L r

I

kN

Profil non-compact or slender

3,719 4,463 5,016 5,565 6,109 4,905 5,452 5,994 6,531 7,065 7,769 7,094 7,618 8,311 9,336

803 964 1,083 1,202 1,320 1,060 1,178 1,295 1,411 1,526 1,678 1,532 1,646 1,795 2,017

485 593 673 752 829 636 715 793 869 945 1,043 922 996 1,093 1,235

70.3 77.5 82.0 85.5 87 .9 88.0 91.9 94.9 96.9 97.9 97 .8 107.4 107.9 107.3 103.9

7.0 2.5 7.5 2.7 2.8 7.8 2.9 8.2 3.0 8.5 2.5 7.3 2.6 7.7 2.7 8.0 2.8 8.4 2.9 8.8 2.9 9.4 2.6 8.3 2.7 8.7 9.3 2.8 2.9 10.4

Profil non-compact or slender

5,090 5,758 6,421 7,078 5,533 6,194 6,849 7,500 8,145 8,998 8,063 8,699 9,540 10,784

1,100 1,244 1,387 1,529 1,195 1,338 1,479 1,620 1,759 1,944 1,742 1,879 2,061 2,329

686 783 878 971 729 824 919 1,011 1,102 1,222 1,064 1,154 1,272 1,443

71.6 76.4 80.2 82 .9 80.1 84.5 87 .9 90.2 91.6 91.9 98.8 99.8 99.7 97.2

3.4 3.5 3.6 3.7 3.1 3.3 3.4 3.5 3.6 3.6 3.3 3.4 3.5 3.6

9.1 9.5 9.9 10.4 9.0 9.4 9.8 10.2 10.7 11.5 10.1 10.6 11.4 12.7

Profil non-compact or slender

5,718 6,500 7,277

H-Beam Built-up

336

BF

1,235 1,404 1,572

779 1 67.5 892 72.5 1,004 76.4

masi h bersambung . . .

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber: Brosur PT. Cigading Habeam Cerftre

Notasi dxb

kg/m

191 161 177 193 209 225 246 234 249 270 302 800x400 94 112 137 156 131 155 174 192 211 174 192 210 229 247 27 1 253 271 295 332 800x450 101 122 150 171 140 168 189 209 230 186 207 228 248 269 297 273 293 320 361 850x200 68 77 89

800x350

d x b, x t wx t, Berat mm

800x350x9x25 800x350x12x16 800x350x12x19 800x350x12x22 800x350x12x25 800x350x12x28 800x350x12x32 800x350x16x25 800x350x16x28 800x350x16x32 800x350x16x38 800x400x6x9 800x400x6x12 800x400x6x16 800x400x6x19 800x400x9x12 800x400x9x16 800x400x9x19 800x400x9x22 800x400x9x25 800x400x12x16 800x400x12x19 800x400x12x22 800x400x12x25 800x400x12x28 800x400x12x32 800x400x16x25 800x400x16x28 800x400x16x32 800x400x16x38 800x450x6x9 800x450x6x12 800x450x6x16 800x450x6x19 800x450x9x12 800x450x9x16 800x450x9x19 800x450x9x22 800x450x9x25 800x450x12x16 800x450x12x19 800x450x12x22 800x450x12x25 800x450x12x28 800x450x12x32 800x450x16x25 800x450x16x28 800x450x16x32 800x450x16x38 850x200x6x9 850x200x6x12 850x200x6x16

kg/m

Z

x em'

190.99 8,047 161.37 6,160 6,936 177.29 193.21 7,705 209 .13 8,469 225.05 9,226 246.28 10,227 9,031 233.54 9,780 249.28 270.25 10,768 301.71 12,231 93.74 112.30 137.05 155.60 130.81 155.36 7,242 173.78 8,132 192.19 210.61 9,016 173.93 192.21 7,678 8,561 210.48 9,438 228.76 247.03 10,307 271.40 11,455 253.17 10,000 271.26 10,861 295.37 11,997 331.54 13,679 100.81 121.72 149.61 170.52 140.23 167.92 188.69 209.46 8,988 9,984 230.24 186.49 207.12 9,417 227.75 248.38 10,406 269.01 11,388 296.52 12,684 272.79 10,969 293.24 11,941 320.49 13,226 361.37 15,127 67.84 76.98 89.16

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

~Vn

~Mp

~Mr

BF

Lp

Lr

kN-m

kN·m

kN

m

m

x em'

1,738 1,331 1,498 1,664

1,113 822 934 1,044

1,829 1,993 2,209 1,951 2,112 2,326 2,642

1,153 1,260 1,400 1,206 1,312 1,450 1,652

79.3 74.6 79.3 82.9 85.5 87.1 87.8 92.8 94.1 94.4 92.5

4.4 3.8 4.0 4.1 4.2 4.3 4.3 4.0 4.1 4.2 4.3

12.2 10.6 11.1 11.5 12.1 12.7 13.6 12.0 12.6 13.4 15.0

294,505 217,426 247,097 276,305 305,052 333,343 370,361 319,115 347,071 383,651 437,049

933 1,244 1,244 1,244 1,244 1,244 1,244 1,659 1,659 1,659 1,659

265,015 298,802 332,057

933 933 933

276,076 309,604 342,604 375,080 417,575 356,667 388,808 430,864 492,256

1,244 1,244 1,244 1,244 1,244 1,659 1,659 1,659 1,659

I

kN

Profil non-compact or slender

1,002 69.6 4.9 13.0 1,129 73.7 5.0 13.5 76.7 5.1 14.1 1,255 Profil non-compact or slender 75 .4 4.6 12.8 1,658 1,044 79.3 4.8 13.3 1,849 1,170 2,039 1,295 82 .1 4.9 13.9 2,226 1,418 83.8 5.0 14.6 84.8 5.1 15.6 2,474 1,578 2,160 1,348 88.3 4.6 13.8 2,346 1,470 89.9 4.7 14.5 2,591 1,629 90.5 4.9 15.5 2,955 1,861 89.0 5.0 17.3

1,564 1,757 1,947

Profil non-compact or slender

I

1,941 2,157

I

1,255 1,397

I

71.5 74.7

I 5.7 1 15.3 5.8

16.0

332,1021 369,609

933 933

342,904 380,156 416,818 464,788 394,219 430,545 478,077 547,463

1,244 1,244 1,244 1,244 1,659 1,659 1,659 1,659

Profi l non-compact or slender

2,034 2,248 2,460 2,740 2,369 2,579 2,857 3,267

1,296 1,437 1,576 1,757 1,490 1,627 1,807 2,069

76.5 79.4 81.3 82.5 84.9 86.6 87.5 86.4

5.5 5.6 5.7 5.8 5.3 5.4 5.6 5.7

15.1 15.8 16.5 17.7 15.7 16.4 17.6 19.6

Profi l non-compact or slend er

masih bersambung ...

337

Tabel 6.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Ceritre

Notasi

dxb,xtw x t, Berat

dxb

kg/m

mm

850x200

98 97 109 118 127 136 128 137 146 155 164 176 181 190 201 219 75

850x200x6x19 850x200x9x12 850x200x9x16 850x200x9x19 850x200x9x22 850x200x9x25 850x200x12x16 850x200x12x19 850x200x12x22 850x200x12x25 850x20ox12x28 85Ox2oox12x32 850x2oox16x25 85Ox2oox16x28 85Ox2oOx16x32 85Ox2oox12x38 85Ox25Ox6x9 85Ox25Ox6x12 85Ox25Ox6x16 85Ox250x6x19 85Ox25Ox9x12 85Ox25Ox9x16 85Ox25Ox9x19 85Ox25Ox9x22 85Ox25Ox9x25 85Ox25Ox12x16 85Ox25Ox12x19 85Ox25Ox12x22 85Ox25Ox12x25 85Ox25Ox12x28 850x25Ox12x32 85Ox25Ox16x25 85Ox25Ox16x28 85Ox25Ox16x32 85Ox25Ox16x38 85Ox3OOx6x9 85Ox3OOx6x12 85Ox3oox6x16 85Ox3OOx6x19 85Ox300x9x12 85Ox3oox9x16 85Ox3oox9x19 85Ox30ox9x22 850x300x9x25 85Ox30ox12x16 85Ox3oox12x19 85Ox3oox12x22 85Ox3oox12x25 85Ox30Ox12x28 85Ox3OOx12x32 85Ox300x16x25 850x3oox16x28

85Ox25o

85Ox3Oo

86 102 113 106 121 133 144 155 141 152 163 175 186 201 201 212 226 248 82 96 114 128 116 134 147 161 175 154 167 181 194 208 226 220 234

kg/Ill

98.30 96.66 3,546 108.65 4,174 117.65 4,641 126.65 5,105 135.64 5,565 4,676 128.40 137.26 5,136 146.11 5,592 154.97 6,045 163.82 6,495 175.63 7,089 180.95 6,685 189.62 7,125 201.17 7,706 218.50 7,968 74.90 86.40 101.72 113.21 106.08 4,049 121.21 4,842 132.57 5,431 143.92 6,016 155.27 6,596 5,343 140.96 152.17 5,925 163.38 6,503 174.59 7,076 185.80 7,645 200.75 8,397 200.57 7,716 211.60 8,276 226.29 9,015 248.33 10,110 81.97 95 .82 114.28 128.13 115.50 5,509 133.77 6,220 147.48 161.19 6,926 7,628 174.89 6,011 153.52 167.09 6,715 180.65 7,414 8,108 194.22 207.78 8,796 225.87 9,706 220.20 8,748 233.58 9,427

H-Beam Built-up

338

Zx em 3

I

IjlMp IjlM r

I

kN-m

kN-m

BF I

kN

L

I

Lr

)

m

I

m

I

Ix

IjlVn

em'

kN

Pronl non-compact or slender

766 902 1,003 1,103 1,202 1,010 1,109 1,208 1,306 1,403 1,531 1,444 1,539 1,665 1,721

450 542 610 676 742 591 657 723 788 851 935 848 911 992 1,057

89.6 1.8 96.5 2.0 101.0 2.1 104.6 2.2 107.2 2.2 112.5 1.8 116.2 1.9 119.0 2.0 120.9 2.1 121.8 2.2 121.6 2.2 137.1 2.0 137.4 2.0 136.2 2.1 118.5 2.3

5.4 5.7 6.0 6.2 6.5 5.6 5.8 6.1 6.4 6.7 7.1 6.3 6.6 7.0 7.9

126,542 152,353 171,384 190,134 208,608 166,037 184,768 203,225 221,408 239,321 262,788 238,475 256,007 278,974 297,102

991 991 991 991 991 1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,3 22 1,763 1,763 1,763 1,322

147,611 180,179 204, 191 227,850 251, 160 193,863 217,576 240,941 263,960 286,637 316,345 281,027 303,323 332,531 375,242

991 991 991 991 991 1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,763 1,763 1,763 1,763

208,005 236,998 265,566 293,713 221,688 250,383 278,657 306,513 333,954 369,902 323,579 350,639

991 991 991 991 1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,763 1,763

Profil non-compact or slender

875 1,046 1,173 1,299 1,425 1,154 1,280 1,405 1,528 1,651 1,814 1,667 1,788 1,947 2,184

525 641 726 811 894 690 774 857 939 1,020 1,125 1,000 1,079 1,183 1,335

78.1 86.0 91.0 95 .1 98.2 98.3 102.7 106.3 108.9 110.4 111.0 121.5 122.5 122.4 119.6

2.5 6.9 2.6 7.4 2.8 7.7 2.8 8.0 2.9 8.3 2.5 7.2 2.6 7.5 2.7 7.8 2.8 8.2 2.8 8.6 2.9 9 .1 2.6 8.1 2.7 8.4 2.7 9 .0 2.9 10.0

Pronl non-compact or slender

1,190 1,344 1,496 1,648 1,298 1,450 1,601 1,751 1,900 2,097 1,889 2,036

740 843 945 1,045 789 891 991 1,090 1,188 1,316 1,151 1,247

79.1 84.5 88.9 92 .3 89 .1 94.0 98 .0 101.0 103.0 104.1 111.4 112.9

3.3 3.4 3.5 3 .6 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.2 3.3

9.0 9.4 9.7 10.1 8.8 9.2 9.6 10.0 10.4 11.1 9.9 10.3

masih bersambung ...

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.17 Pa rameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -Ianjutan Sumber: Brosur PT. Cigading Habeam Ceritre

Berat

Zx

~M p

~Mr

BF

dxb

kg/m

mm

kg/m

em]

kN'm

kN-m

kN

In

m

850x300

251 278 89 105 127 144 125 147 163 179 195 166 182 198 214 230 251 239 255 276 308 96 115 140 159 135 159 178 196 215 179 197 215 234 252 277 259 277 302 326 338 103 124 153 174 144 172 193 214 235 191 212 233

850x300x16x32 850x300x16x38 850x350x6x9 850x350x6x12 850x350x6x16 850x350x6x19 850x350x9x12 850x350x9x16 850x350x9x19 850x350x9x22 850x350x9x25 850x350x12x16 850x350x12x19 850x350x12x22 850x350x12x25 850x350x12x28 850x350x12x32 850x350x16x25 850x350x16x28 850x350x16x32 850x350x16x38 850x400x6x9 850x400x6x12 850x400x6x16 850x400x6x19 850x400x9x12 850x400x9x16 850x400x9x19 850x400x9x22 850x400x9x25 850x400x12x16 850x400x12x19 850x400x12x22 850x400x12x25 850x400x12x28 850x400x12x32 850x400x16x25 850x400x16x28 850x400x16x32 850x400x16x36 850x400x16x38 850x450x6x9 850x450x6x12 850x450x6x16 850x450x6x19 850x450x9x12 850x450x9x16 850x450x9x19 850x450x9x22 850x450x9x25 850x450x12x16 850x450x12x19 850x450x12x22

251.41 278.16 89.03 105.24 126.84 143.56 125.09 146.64 162.80 178.97 195.13 166.03 182.05 198.07 214.09 230.11 251.47 239.37 255.20 276.31 307.97 96.32 114.99 139.89 158.57 134.57 159.28 177.81 196.35 214.88 178.67 197.06 215.45 233.84 252 .23 276.75 259.12 277.32 301.59 325.86 337.99 103.43 124.47 152.53 173.58 144.05 171.92 192.82 213 .73 234.63 191.31 212.07 232.83

10,324 11,653

2,230 2,517

1,374 1,558

113.4 111.6

3.4 3.5

11.0 12.1

Notasi

850x350

850x400

850x450

d x b,x t wx t,

Ix

~Vn

em'

kN

386,088 1,763 437,925 1,763

Profil non-compact or slender

6,176 7,010 7,837 8,659 6,678 7,504 8,325 9,139 9,947 11,015 9,779 10,577 11,633 13,196

1,334 1,514 1,693 1,870 1,442 1,621 1,798 1,974 2,149 2,379 2,112 2,285 2,513 2,850

839 960 1,079 1,196 888 1,007 1,126 1,242 1,356 1,507 1,303 1,416 1,564 1,781

74.3 80.0 84.6 88.2 82.7 88 .0 92.3 95.5 97 .8 99 .2 104.2 106.1 107.1 106.0

4.0 4.1 4.2 4.3 3.7 3.9 4 .0 4.1 4.2 4.3 3.9 4 .0 4.1 4.2

10.6 11.1 11.5 12.0 10.5 10.9 11.3 11.8 12.3 13.1 11.7 12.2 13.0 14.3

235,830 269,806 303,282 336,265 249,514 283,190 316,373 349,065 381,270 423,459 366,131 397,955 439,646 500,608

991 991 991 991 1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,763 1,763 1,763 1,763

302,613 340,998 378,817

991 991 991

315,998 354,089 391,617 428,586 477,017 408,683 445,272 493,203 540,168 563,292

1,322 1,322 1,322 1,322 1,322 1,763 1,763 1,763 1,763 1,763

378,714 421,369

991 991

Profil non-compact or slender

7,799 8,748 9,690

1,685 1,890 2,093

8,294 9,235 10,170 11,098 12,324 10,810 11,728 12,942 14,143 14,739

1,791 1,995 2,197 2,397 2,662 2,335 2,533 2,795 3,055 3,184

1,077 1,213 1,348

76.6 81.4 85.2

4.8 4.9 5.0

12.8 13.2 13.8

Profil non-compact or slender

1,124 1,260 1,393 1,525 1,697 1,454 1,584 1,755 1,922 2,004

83 .5 4.6 88.0 4.7 91.5 4 .8 93 .9 4.9 95.6 5.0 99.0 4.6 101.2 4.7 102.5 4.8 102.3 4.9 101.8 4.9

12.6 13.1 13.6 14.2 15.1 13.5 14.1 15.0 16.0 16.5

Profil non-compact or slender

9,659 10,721

2,086 2,316

10,146

2,192

1,347 1,499

79.0 82.8

I 5.6 5.7

15.0 15.0

Profil non-compact or slender

H-Beam BUilt-up

Wiryanto Dewobroto - Struktul' Baja

Lp L r

1,394

84.8

I 5.4 I 14.0

391,805 1,322

maslh bersambung .. .

339

Tabel 6.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Cen1re

Notasi dxb

kg/ m

850x450

254 274 302 279 299 327 354 368 70 79 92 101 100 112 121 130 139 133 142 151 160 168 180 186 195 207 218 224 77 89 104 116 110 125 136 148 159 145 157 168 179 191 206

900x200

900x250

I 206 217 232 247 254 900x300 84 98 117 131 119

d x bfx twx tf mm

Berat

Zx

eIl Mp eIl Mr BF

kg/m

em'

kN-m

kN -m

kN

11,201 12,249 13,633 11,841 12,879 14,250 15,608 16,282

2,419 2,646 2,945 2,558 2,782

1,545 1,693 1,888 1,605 1,752 1,945 2,134 2,227

88.4 91.0 92.9 95.0 97.3 98 .9 99 .0 98.6

850x450x12x25 253.59 850x450x12x28 274.35 850x450x12x32 302 .03 278.87 850x450x16x25 850x450x16x28 299.44 850x450x16x32 326.87 850x450x16x36 354.3 850x450x16x38 368.01 900x200x6x9 70.25 900x200x6x12 79.44 900x200x6x16 91.70 900x200x6x19 100.90 100.20 900x200x9x12 900x200x9x16 112.27 900x200x9x19 121.33 900x200x9x22 130.38 900x200x9x25 139.44 900x200x12x16 132.85 900x200x12x19 141.76 900x200x12x22 150.67 900x200x12x25 159.58 900x200x12x28 168.49 900x200x12x32 180.37 900x200x16x25 186.44 900x200x16x28 195.16 900x200x16x32 206.79 900x200x16x36 218.42 900x200x16x38 224.23 900x250x6x9 77.36 900x250x6x12 88.92 900x250x6x16 104.34 900x250x6x19 115.91 900x250x9x12 109.68 124.91 900x250x9x16 900x250x9x19 136.34 900x250x9x22 147.76 159.19 900x250x9x25 900x250x12x16 145.49 156.77 900x250x12x19 900x250x12x22 168.05 900x250x12x25 179.33 900x250x12x28 190.61 900x250x12x32 205.65 900x250x16x25 206.19 -900x250x16x28 217.28 900x250x16x32 232 .07 900x250x16x36 246.86 900x250x16x38 254.25 900x300x6x9 84.47 98.40 900x300x6x12 900x300x6x16 116.98 900x300x6x19 130.92 119.16 900x300x9x12

Lr

Ix

m

m

em'

5.5 5.6 5.7 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7

15.0 16.0 17.0 15.0 16.0 17.0 18.0 18.0

434,169 475,902 530,574 451,235 492,588 546,760 599,841 625,975

eIl Vn kN

1,322 1,322 1,322 1,763 1,763 1,763 1,763 1,763

Profil non-compact or slender

3,858 4,524 5,020 5,512 6,001 5,089 5,577 6,061 6,543 7,020 7,652 7,265 7,733 8,351 8,963 9,267

833 977 1,084 1,191 1,296 1,099 1,205 1,309 1,413 1,516 1,653 1,569 1,670 1,804 1,936 2,002

487 585 657 728 798 640 711 781 850 918 1,007 918 985 1,072 1,158 1,200

99.5 106.9 111.9 116.0 119.2 125.5 129.5 132.8 135.2 136.7 137.1 154.6 155.2 154.6 152.4 150.8

1.8 2.0 2.1 2.1 2.2 1.8 1.9 2.0 2.1 2.1 2.2 1.9 2.0 2.1 2.1 2.2

5.3 5.6 5.9 6.1 6.4 5.5 5.7 6.0 6.2 6.5 6.9 6.1 6.4 6.8 7.2 7.5

145,048 1,050 174,095 1,050 195,531 1,050 216,672 1,050 237,518 1,050 190,444 1,400 211,544 1,400 232,352 1,400 252,871 1,400 273,102 . ~ 299,633 1,400 273,342 1,866 293,142 1,866 319,109 1,866 344,583 1,866 357, 136 1,866

Profi l non-compact or slender

4,391 5,231 5,857 6,478 7,094 5,796 6,414 7,027 7,636 8,241 9,041

948 1,130 1,265 1,399 1,532 1,252 1,385 1,518 1,649 1,780 1,953

567 690 781 871 959 745 835 923 1,010 1,097 1,209

86.2 94.7 100.3 105.1 108.8 109.1 114.0 118.1 121.3 123.4 124.7

2.4 2.6 2.7 2.8 2.9 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9

6.8 7.3 7.5 7.8 8.2 7.1 7.4 7.7 8.0 8.3 8.8

8,359 8,953 9,740 10,518 10,905

1,805 1,934 2,104 2,272 2,355

1,079 1,164 1,275 1,384 1,437

136.3 137.8 138.3 137.3 136.2

2.5 2.6 2.7 2.8 2.8

7.9 8.2 8.7 9.3 9.6

H-Beam BUIlt-up

34 0

3,078 3,371 3,517

Lp

168,705 205,356 232,405 259,079 285,382 221,705 248,417 274,760 300,735 326,347 359,934 321,206 346,387 379,410 411,806 427,771

1,050 1,050 1,050 1,050 1,050 1,400 1,400 1,400 1,400 1,400 1,400 1,866 1,866 1,866 1,866 1,866

Profil non-compact or slender

maslh bersambung ...

Bab 6. Balok

Lentur

Tabel 6.17 Paramete r Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -Ianjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Ceritre

Zx

~Mp ~Mr

BF

Lp

Lr

Ix

~Vn

dxb

kg/m

mm

kg/ m

em'

kN' m

kN· m

kN

m

m

em'

kN

900x300

138 151 165 179 158 172 185 199 213 231 226 239 257 275 284 92 108 130 146 129 150 166 183 199 171 187 203 219 235 256 246 262 283 304 314 99 117 161 138 163 181 200 218 183 202 220 239 257 281 265 284 308

900x300x9x16 900x300x9x19 900x300x9x22 900x300x9x25 900x300x12x16 900x300x12x19 900x300x12x22 900x300x12x25 900x300x12x28 900x300x12x32 900x300x16x25 900x300x16x28 900x300x16x32 900x300x16x36 900x300x16x38 900x350x6x9 900x350x6x12 900x350x6x16 900x350x6x19 900x350x9x12 900x350x9x16 900x350x9x19 900x350x9x22 900x350x9x25 900x350x12x16 900x350x12x19 900x350x12x22 900x350x12x25 900x350x12x28 900x350x12x32 900x350x16x25 900x350x16x28 900x350x16x32 900x350x16x36 900x350x16x38 900x400x6x9 900x400x6x12 900x400x6x19 900x400x9x12 900x400x9x16 900x400x9x19 900x400x9x22 900x400x9x25

137.55 151.35 165.14 178.94 158.13 171.78 185.43 199.08 212.73 230.93 225.94 239.40 257.35 275.30 284 .27 91.58 107.88 129.62 145.93 128.64 150.19 166.36 182.52 198.69 170.77 186.79 202.81 218.83 234.85 256.21 245 .69 261.52 282 .63 303 .74 314.29 98.69 117.36 160.94 138.12 162.83 181.37 199.90 218.44 183.41 201 .8 220.19 238.58 256.97 281.49 265.44 283.64 307.91

5,938 6,694 7,443 8,188 6,503 7,251 7,993 8,730 9,462 10,429 9,453 10,174 11,128 12,074 12,543

1,283 1,446 1,608 1,769 1,405 1,566 1,726 1,886 2,044 2,253 2,042 2,198 2,404 2,608 2,709

795 905 1,013 1,120 850 959 1,066 1,171 1,275 1,412 1,240 1,343 1,477 1,610 1,675

86.9 92 .9 98.0 102.0 98.5 104.0 108.6 112.2 114.8 116.6 124.5 126.5 127.8 127.4 126.7

Notasi

900x350

900x400

dx brx twx tr Berat

900x400x12x16 900x400x12x19 900x400x12x22 900x400x12x25 900x400x12x28 900x400x12x32 900x400x16x25 900x400x16x28 900x400x16x32

Profil non-compact or slender

6,646 7,530 8,409 9,282 7,211 8,088 8,959 9,824 10,683 11,818 10,546 11,395 12,517 13,629 14,181

1,435 1,627 1,816 2,005 1,558 1,747 1,935 2,122 2,307 2,553 2,278 2,461 2,704 2,944 3,063

900 1,029 1,155 1,281 955 1,082 1,208 1,332 1,454 1,615 1,401 1,522 1,680 1,835 1,912

81.4 87.7 93.0 97.3 91.2 97 .0 101.9 105.8 108.7 111.0 116.2 118.6 120.4 120.5 120.0

3.9 4 .1 4 .2 4.3 3.7 3.9 4.0 4.1 4.2 4.3 3.9 4.0 4.1 4.2 4.2

10.5 10.9 11.3 11.7 10.3 10.7 11.1 11.5 12.0 12.7 11.4 11.9 12.6 13.4 13.8

267,879 306,151 343,894 381,111 284,229 322,164 359,575 396,465 432,837 480,536 416,935 452,878 500,012 546,253 569,041

1,050 1,050 1,050 1,050 1,400 1,400 1,400 1,400 1,400 1,400 1,866 1,866 1,866 1,866 1,866

Profil non-compact or slender

8,367 9,375 10,376 8,925 9,925 10,918 11,903 13,207 11,640 12,616 13,906

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

3.3 8.9 236,618 1,050 9.2 269,278 1,050 3.4 3.5 9.6 301,487 1,050 3.6 9.9 333,247 1,050 8.7 252,967 1,400 3.0 3.2 9.0 285,291 1,400 3.3 9.4 317,167 1,400 3.4 9.8 348,600 1,400 3.5 10.2 379,592 1,400 3.6 10.8 420,235 1,400 3.2 9.6 369,071 1,866 3.3 10.0 399,633 1,866 3.4 10.6 439,711 1,866 3.5 11.3 479,030 1,866 3.5 11.7 498,406 1,866

1,153 83.8 4.8 12.6 343,025 1,298 89.3 4.9 13.0 386,302 1,441 93.8 5.0 13.5 428,976 Profil non-compact or slender 1,928 1,206 91.9 4.5 12.4 359,037 2,144 1,351 97 .0 4.7 12.8 401,982 2,358 1,493 101.2 4.8 13.3 444,329 2,571 1,633 104.2 4.9 13.9 486,083 2,853 1,817 106.8 5.0 14.7 540,838 2,514 1,562 110.1 4.5 13.2 464,800 2,725 1,701 112.8 4.6 13.7 506,123 3,004 1,883 114.9 4.8 14.5 560,313

1,807 2,025 2,241

1,050 11,050 11,050

lAOO 1,400 1,400 1,400 1,400 1,866 1,866 1,866

masih bersambung ...

341

Tabe16.17 Parameter Balak: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -Ianj utan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam

Notasi dx b

kg/m

900x400

332 344 106 127 176 148 175 196 217 238 196 217 238 258 279 307 285 306 333 361 374 73 82 103 104 116 125 134 143 138 147 155 164 173 185 193 201 213 225 231 80 91 118 113 128 140 151 163 150 162 173 184 195

900x450

900x450

950x200

950x250

d x hlx twx tf Berat

Zx

~Mp

~Mr

BF

Lp

Lr

Ix

~Vn

mm 900x400x16x36 900x400x16x38 900x450x6x9 900x450x6x12 900x450x6x19 900x450x9x12 900x450x9x16 900x450x9x19 900x450x9x22 900x450x9x25 900x450x12x16 900x450x12x19 900x450x12x22 900x450x12x25 900x450x12x28 900x450x12x32 900x450x16x25 900x450x16x28 900x450x16x32 900x450x16x36 900x450x16x38 950x200x6x9 950x200x6x12 950x200x6x19 950x200x9x12 950x200x9x16 950x200x9x19 950x200x9x22 950x200x9x25 950x200x12x16 950x200x12x19 950x200x12x22 950x200x12x25 950x200x12x28 950x200x12x32 950x200x16x25 950x200x16x28 950x200x16x32 950x200x16x36 950x200x16x38 950x250x6x9 950x250x6x12 950x250x6x19 950x250x9x12 950x250x9x16 950x250x9x19 950x250x9x22 950x250x9x25 950x250x12x16 950x250x12x19 950x250x12x22 950x250x12x25 950x250x12x28

ern l

kN · m

kN-m

kN

In

In

em'

kN

3,280 3,417

2,061 2,149

kg/In

332 .18 15,184 344.31 15,818 105.80 126.84 175.95 147.60 175.47 196.38 217 .28 10,341 238.19 11,469 196.05 216.81 237.57 10,890 258.33 12,011 279.09 13, 124 306.77 14,596 285 .19 12,734 305 .76 13,837 333 .19 15,295 360.62 16,739 374.33 17,456 72.62 81.81 103.27 103.76 4,181 4,885 115.83 124.88 5,409 5,930 133.94 142.99 6,448 137.59 5,517 6,033 146.50 155.41 6,546 164.32 7,055 173.23 7,561 185.11 8,230 192.76 7,865 8,360 201.48 213.11 9,015 9,664 224 .74 230.55 9,987 79 .73 91.29 118.28 113.24 128.47 139.89 151.32 162.74 150.23 161.51 172.79 184.07 195.35

4,743 5,632 6,294 6,951 7,604 6,264 6,917 7,567 8,211 8,852

H-Beam Built-up

342

cen~re

115.4 4.9 115.1 4.9

15.4 15.9

613,477 1,866 639,676 1,866

Profil non-compact or slend er

2,234 2,477

1,440 1,602

I

86.5 91.1

5.6 5.7

14.8 15.3

I 428,709

1,050 476,841 1,050

Profil non-compact or slender

2,352 2,594 2,835 3,153 2,750 2,989 3,304 3, 616 3,771

1,493 1,654 1,812 2,020 1,723 1,879 2,085 2,287 2,387

93.3 97.6 100.8 103.6 105.4 108.4 110.7 111.5 111.3

5.4 5.5 5.6 5.7 5.2 5.3 5.5 5.6 5.6

444,390 492,194 539,328 601,139 512,665 559,368 620,615 680,700 710,311

1,400 1,400 1,400 1,400 1,866 1,866 1,866 1,866 1,866

5.2 165,139 5.6 197,612 5.8 221,599 6.0 245,272 6.3 268,633 5.4 216,953 5.6 240,563 5.9 263,864 6.1 286,858 6.4 309,548 6.7 339,332 6.0 311, 158 6.2 333,366 6.6 362,515 7.0 391,143 7.2 405,263

1,108 1,108 1,108 1,108 1,108 1,477 1,477 1,477 1,477 1,477 1,477 1,970 1,970 1,970 1,970 1,970

14.6 15.1 15.7 16.6 15.0 15.6 16.5 17.5 18.0

Profil non-compact or slender

903 1,055 1,168 1,281 1,393 1,192 1,303 1,414 1,524 1,633 1,778 1,699 1,806 1,947 2,087 2,157

526 629 705 781 855 691 766 840 913 985 1,080 990 1,061 1,154 1,245 1,290

109.8 1.8 117.7 1.9 123.1 2.0 127.8 2.1 131.6 2.2 139.2 1.8 143.5 1.9 147.2 2.0 150.2 2.0 152.1 2.1 153.2 2.2 172.9 1.9 173.9 2.0 173.8 2.0 172.1 2.1 170.6 2.1

Profil non-compact or slender

1,025 1,217 1,359 1,501 1,642 1,353 1,494 1,634 1,774 1,912

610 740 836 932 1,025 802 897 991 1,083 1, 175

94.8 103.8 110.0 115.4 119.7 120.4 125.8 130.4 134.1 136.8

2.4 2.6 2.7 2.8 2.9 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8

6.8 7.2 7.4 7.7 8.0 7.0 7.3 7.5 7.8 8.1

191,536 232,510 262,776 292,646 322,123 251,850 281,739 311,238 340,348 369,073

1,108 1,108 1,108 1,108 1,108 1,477 1,477 1,477 1,477 1,477

masih bersambung ...

Bab 6. Balok Lentur

Tabe16.17 Paramete r Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - la njutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habea m Cerit re

Notasi

Zx


dxb

kg/ m

mm

kg/ m

em'

kN -m

kN -m

kN

m

m

950x250

210 213 224 238 253 261 87 101 133 123 141 155 169 182 163 190 204 217 236 232 246 264 282 291 94 110 148 132 154 170 186 202 176 192 208 224 240 261 252 268 289 310 321 101 120 163 142 166 185 203 222 188 207

950x250x12x32 950x250x16x25 950x250x16x28 950x250x16x32 950x250x16x36 950x250x16x38 950x300x6x9 950x300x6x12 950x300x6x19 950x300x9x12 950x300x9x16 950x300x9x19 950x300x9x22 950x300x9x25 950x300x12x16 950x300x12x22 950x300x12x25 950x300x12x28 950x300x12x32 950x300x16x25 950x300x16x28 950x300x16x32 950x300x16x36 950x300x16x38 950x350x6x9 950x350x6x12 950x350x6x19 950x350x9x12 950x350x9x16 950x350x9x19 950x350x9x22 950x350x9x25 950x350x12x16 950x350x12x19 950x350x12x22 950x350x12x25 950x350x12x28 950x350x12x32 950x350x16x25 950x350x16x28 950x350x16x32 950x350x16x36 950x350x16x38 950x400x6x9 950x400x6x12 950x400x6x19 950x400x9x12 950x400x9x16 950x400x9x19 950x400x9x22 950x400x9x25 950x400x12x16 950x400x12x19

210.39 212.51 223 .6 238 .39 253 .18 260.57 86 .84 100.77 133.29 122.72 141.11 154.90 168.70 182.49 162.87 190.17 203.82 217.47 235.67 232 .26 245.72 263 .67 281.62 290.59 93 .95 110.25 148.30 132.20 153.75 169.91 186.08 202.24 175.51 191.53 207.55 223.57 239.59 260.95 252.D1 267 .84 288 .95 310.06 320.61 101.06 119.73 163.31 141.68 166.39 184.92 203.46 221.99 188.15 206.54

9,699 9,021 9,651 10,484 11,310 11,720

2,095 1,949 2,085 2,265 2,443 2,531

1,295 1,161 1,251 1,369 1,485 1,542

138.9 151.8 153.8 154.9 154.4 153.6

2.8 2.5 2.6 2.7 2.8 2.8

8.6 7.7 8.0 8.5 9.0 9.2

950x300

950x350

950x400

d x hlx t wx tl Berat

Lp L r

Ix


C I11 ~

kN

406,777 364,648 392,890 429,960 466,367 484,324

1,477 1,970 1,970 1,970 1,970 1,970

Protil non-compact or slender

6,379 7,178 7,972 8,760 7,011 8,587 9,368 10,143 11,168 10,178 10,942 11,953 12,955 13,452

1,378 1,550 1,722 1,892 1,514 1,855 2,023 2,191 2,412 2,198 2,363 2,582 2,798 2,906

851 968 1,082 1,196 913 1,142 1,254 1,364 1,510 1,331 1,440 1,583 1,724 1,793

94.9 101.5 107.3 112.0 108.3 119.5 123.7 126.9 129.6 138.1 140.7 142.7 142.9 142.5

3.2 3.4 3.5 3.5 3.0 3.3 3.4 3.4 3.5 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5

8.8 9.1 9.4 9.8 8.6 9.2 9.6 10.0 10.5 9.4 9.8 10.3 10.9 11.3

267,407 303,952 340,020 375,613 286,748 358,612 393,838 428,597 474,22 2 418,138 452,414 497,406 541,592 563,385

1,108 1,108 1,108 1,108 1,477 1,477 1,477 1,477 1,477 1,970 1,970 1,970 1,970 1,970

Proti l non-compact or slender

7,127 8,063 8,992 9,916 7,759 8,686 9,608 10,524 11,433 12,637 11,334 12,233 13,422 14,600 15,185

1,539 1,742 1,942 2,142 1,676 1,876 2,075 2,273 2,470 2,730 2,448 2,642 2,899 3,154 3,280

962 88 .7 3.9 10.4 302,305 1,108 1,099 95 .6 4.0 10.8 345,129 1,108 1,233 101.6 4.2 11.1 387,394 1,108 1,366 106.6 4.2 11.5 429,102 1,108 1,024 100.0 3.6 10.2 321,646 1,477 1,159 106.3 3.8 10.5 364,093 1,477 1,292 111.9 3.9 10.9 405,986 1,477 1,424 116.4 4.0 11.3 447,327 1,477 1,554 120.0 4.1 11.8 488,121 1,477 1,724 123.0 4.2 12.4 541,667 1,477 1,501 128.5 3.8 11.2 471,627 1,970 1,630 131.6 3.9 11.6 511,938 1,970 1,798 134.1 4.0 12.2 564,851 1,970 1,963 134.9 4.1 12.9 616,816 1,970 2,045 134.7 4 .2 13.3 642,447 1,970

Protil non-compact or slender

8,947 10,013 11,073

1,933 2,163 2,392

9,571

2,067

1,230 1,384 1,536

91.2 4.7 12.4 386,306 1, 108 97.4 4.9 12.8 434 ,768 1, 108 102.6 4.9 13.3 482,592 1,108

Profil non-compact or slender

H-Beam BUilt-up

Wiryanto Dewobl'oto - Struktur Baja

BF

1,290

100.5 4.5

12.2 405,2 70 1,477

mas lh bersambung ...

343

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam BUilt-up (F 240 MPa) - Ianjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Ceritre

Notasi

~Vn

Zx

~Mp ~Mr

BF

Lo

Lr

Ix

dxb

kg/m

mm

kg/m

em l

kN-m

kN-m

kN

m

m

em'

kN

950x400

225 243 262 286 272 290 314 339 351 108 129 178 151 179 200 221 242 201 222 242 263 284 312 292 312 340 367 381 107 119 128 137 147 142 151 160 169 178 190 199 208 219 231

950x400x12x22 950x400x12x25 950x400x12x28 950x400x12x32 950x400x16x25 950x400x16x28 950x400x16x32 950x400x16x36 950x400x16x38 950x450x6x9 950x450x6x12 950x450x6x19 950x450x9x12 950x450x9x16 950x450x9x19 950x450x9x22 950x450x9x25 950x450x12x16 950x450x12x19 950x450x12x22 950x450x12x25 950x450x12x28 950x450x12x32 950x450x16x25 950x450x16x28 950x450x16x32 950x450x16x36 950x450x16x38 1000x200x9x12 1000x200x9x16 1000x200x9x19 1000x200x9x22 1000x200x9x25 1000x200x12x16 1000x200x12x19 1000x200x12x22 1000x200x12x25 1000x200x12x28 1000x200x12x32 1000x200x16x25 1000x200x16x28 1000x200x16x32 1000x200x16x36 1000x200x16x38 1000x250x9x12 1000x250x9x16 1000x250x9x19 1000x250x9x22 1000x250x9x25 1000x250x12x16 1000x250x12x19 1000x250x12x22 1000x250x12x25

224.93 243 .32 261 .71 286.23 271.76 289 .96 314.23 338.50 350.63 108.17 129.21 178.32 151.16 179.03 199.93 220.84 241.74 200.79 221.55 242.31 263.07 283.83 311.51 291.51 312.08 339.51 366.94 380.65 107.31 119.38 128.44 137.49 146.55 142.33 151.24 160.15 169.06 177.97 189.85 199.08 207 .80 219.43 231 .06 236.87 116.79 132.02 143.45 154.87 166.30 154.97 166.25 177.53 188.81

10,629 11,680 12,724 14,105 12,490 13,523 14,890 16,245 16,918

2,296 2,523 2,748 3,047 2,698 2,921 3,216 3,509 3,654

1,443 1,594 1,743 1,939 1,672 1,819 2,013 2,203 2,297

106.3 111.1 114.8 118.2 121.5 124.9 127.8 128.9 128.9

453,3 60 500,817 547,645 609, 112 525,117 571,462 632,296 692,041 721,508

1,477 1,477 1,477 1,477 1,970 1,970 1,970 1,970 1,970

950x450

1000x200

1000x250

237 117 132 143 155 166 155 166 178 189

d x h{x t wx t { Be ra t

Profil non-compact or slender

11,034 12,229

2,383 2,641

1,535 1,706

94.2 99.5

5.6 5.7

14.6 15.1

482, 142 1,108 536,081 1,108

Profil non-compact or slender 11,650 12,836 14,015 15,574 13,646 14,814 16,359 17,890 18,651 4,514 5,257 5,810 6,360 6,906 5,960 6,504 7,045 7,583 8,117 8,823 8,485 9,008 9,700 10,386 10,726 5, 107 6,044 6,742 7,435 8,124 6,747 7,436 8,121 8,801

H-Beam Built-up

344

4.6 12.6 4.7 13.1 4 .8 13.6 4.9 14.3 4.5 12.9 4.6 13.4 4.7 14.1 4.8 14.9 4.9 15.4

2,516 2,773 3,027 3,364 2,948 3,200 3,534 3,864 4,029 975 1,136 1,255 1,374 1,492 1,287 1,405 1,522 1,638 1,753 1,906 1,833 1,946 2,095 2,243 2,317 1,103 1,306 1,456 1,606 1,755 1,457 1,606 1,754 1,901

1,594 1,764 1,933 2,154 1,842 2,009 2,227 2,442 2,548 565 674 755 835 913 743 822 901 978 1,055 1,155 1,065 1,139 1,238 1,334 1,382 654 791 893 994 1,093 860 960 1,060 1,158

102.0 107.0 110.9 114.5 116.1 119.7 122.9 124.4 124.5 120.7 128.9 134.8 140.1 144.5 153.5 158.2 162.3 165.7 168.2 170.0 192.1 193.4 193.9 192.7 191.5 103.7 113.3 120.0 125.9 130.9 132.2 138.0 143.1 147.4

5.3 14.3 5.4 14.9 5.5 15.4 5.6 16.2 5.2 14.7 5.3 15.2 5.4 16.0 5.5 16.9 5.6 17.4 1.7 5.1 1.9 5.5 2.0 5.7 2.1 5.9 2.2 6.2 1.8 5.3 1.9 5.5 1.9 5.8 2.0 6.0 2.1 6.2 2.1 6.6 1.9 5.9 1.9 6.1 2.0 6.4 2.1 6.8 2.1 7.0 2.3 6.7 2.5 7.1 2.7 7.3 2.7 7.6 2.8 7.9 2.3 6.9 2.5 7.1 2.6 7.4 2.7 7.7

500,734 554,306 607,169 676,558 578,606 630,986 699,741 767,266 800,570 186,872 222,963 249,642 275,991 302,011 245,639 271,899 297,834 323,446 348,736 381,959 352,025 376,777 409,294 441,259 457,037 216,157 261,696 295,360 328,607 361,439 284,372 317,617 350,450 382,873

1,477 1,477 1,477 1,477 1,970 1,970 1,970 1,970 1,970 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166 1,555 1,555 1,555 1,555 1,555 1,555 2,074 2,074 2,074 2,074 2,074 1,166 1,166 1,166 1,166 1,166 1,555 1,555 1,555 1,555

masi h bersambung . ..

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Cen1re

Notasi

Zx

cJ>Mp cJ>M r BF

Lp L r

dxb

kg/m

mm

kg/m

em'

kN-m

kN·m

kN

m

1000x250

200 215 219 230 245 260 267 126 145 158 172 186 168 181 195 209 222 240 239 252 270 288 297 136 157 173 190 206 180 196 212 228 244 266 258 274 295 316 327 145 170 188 207 226 193 211 230 248 266 291 278 296

1000x250x12x28 1000x250x12x32 1000x250x16x25 1000x250x16x28 1000x250x16x32 1000x250x16x36 1000x250x16x38 1000x300x9x12 1000x300x9x16 1000x300x9x19 1000x300x9x22 1000x300x9x25 1000x300x12x16 1000x300x12x19 1000x300x12x22 1000x300x12x25 1000x300x12x28 1000x300x12x32 1000x300x16x25 1000x300x16x28 1000x300x16x32 1000x300x16x36 1000x300x16x38 1000x350x9x12 1000x350x9x16 1000x350x9x19 1000x350x9x22 1000x350x9x25 1000x350x12x16 1000x350x12x19 1000x350x12x22 1000x350x12x25 1000x350x12x28 1000x350x12x32 1000x350x16x25 1000x350x16x28 1000x350x16x32 1000x350x16x36 1000x350x16x38 1000x400x9x12 1000x400x9x16 1000x400x9x19 1000x400x9x22 1000x400x9x25 1000x400x12x16 1000x400x12x19 1000x400x12x22 1000x400x12x25 1000x400x12x28 1000x400x12x32 1000x400x16x25 1000x400x16x28

200.09 215.13 218 .83 229 .92 244.71 259.50 266 .89 126.27 144.66 158.46 172.25 186.05 167.61 181.26 194.91 208.56 222.21 240.41 238.58 252.04 269.99 287.94 296.91 135.75 157.30 173.47 189.63 205 .80 180.25 196.27 212.29 228.31 244.33 265.69 258.33 274.16 295 .27 316.38 326.93 145.23 169.94 188.48 207.01 225.55 192.89 211.28 229 .67 248.06 266.45 290.97 278.08 296.28

9,477 10,372 9,704 10,369 11,248 12,121 12,554

2,047 2,240 2,096 2,240 2,430 2,618 2,712

1,255 1,382 1,244 1,339 1,464 1,587 1,648

150.7 153.5 167.9 170.4 172.2 172.3 171.7

2.7 2.8 2.5 2.5 2.6 2.7 2.8

6,832 7,674 8,511 9,343 7,534 8,368 9,197 10,020 10,838 11,921 10,923 11,729 12,797 13,856 14,382

1,476 1,658 1,838 2,018 1,627 1,807 1,986 2,164 2,341 2,575 2,359 2,534 2,764 2, 993 3,106

7,619 8,606 9,587 10,562 8,321 9,300 10,272 11,239 12,199 13,470 12,141 13,090 14,346 15,591 16,210

1,646 1,859 2,071 2,281 1,797 2,009 2,219 2,428 2,635 2,909 2,623 2,827 3,099 3,368 3,501

9,538 10,663 11,781

2,060 2,303 2,545

10,232 11,348 12,458 13,560 15,019 13,360 14,451

2,210 2,451 2,691 2,929 3,244 2,886 3,121

1000x300

1000x350

1000x400

d x b,x t wx t, Berat

8.0 8.4 7.5 7.8 8.2 8.7 8.9

cJ>Vn kN

414,889 456,949 411,452 442,930 484,283 524,935 545,000

1,555 1,555 2,074 2,074 2,074 2,074 2,074

Profil non-compact or slender

908 1,031 1,153 1,273 977 1,099 1,219 1,338 1,455 1,609 1,424 1,539 1,691 1,840 1,914

103.2 110.4 116.8 122.2 118.6 125.0 130.8 135.6 139.4 142.9 152.2 155.4 158.1 159.0 158.9

3.2 3.3 3.4 3.5 3.0 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.1 3.2 3.3 3.4 3.4

8.7 9.0 9.3 9.6 8.4 8.8 9.1 9.4 9.8 10.3 9.2 9.6 10.1 10.6 10.9

300,430 341,078 381,222 420,866 323,106 363,335 403,065 442,300 481,042 531,938 470,879 509,083 559,272 608,610 632,963

1,166 1,166 1,166 1,166 1,555 1,555 1,555 1,555 1,555 1,555 2,074 2,074 2,074 2,074 2,074

Profil non-compact or slender

1,026 1,170 1,312 1,452 1,094 1,237 1,378 1,517 1,655 1,835 1,604 1,740 1,918 2,093 2,180

96.2 103.7 110.4 116.0 109.1 116.0 122.1 127.3 131.5 135.4 141.3 145.0 148.3 149.8 149.9

3.9 4 .0 4.1 4 .2 3.6 3.8 3.9 4.0 4.1 4.2 3.8 3.9 4 .0 4.1 4 .1

10.3 10.6 11.0 11.4 10.0 10.4 10.8 11.1 11.5 12.1 11.0 11.4 11.9 12 .6 12.9

339,164 386,796 433,838 480,293 361,839 409,053 455,681 501,727 547,195 606,927 530,306 575,237 634,261 692,286 720,926

1,166 1,166 1,166 1,166 1,555 1,555 1,555 1,555 1,555 1,555 2,074 2,074 2,074 2,074 2,074

Profil non-compact or slender

1,308 98.8 4.7 12.3 432,514 1, 166 1,471 105.7 4.8 12.7 486,45 3 11, 166 1,632 111.5 4.9 13.1 539,720 11, 166 Profi l non-compa ct or slender

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

Ix cm 4

m

1,375 1,537 1,697 1,855 2,062 1,783 1,940

109.3 115.8 121.2 125.7 129.9 133.3 137.3

4.4 4.6 4.7 4 .8 4 .9 4.4 4.5

12.1 12.5 12.9 13 .3 14.0 12.7 13.1

454,771 508,296 561,154 613,349 681,916 589,733 641,390

1,555 1,555 1,555 1,555 1,555 2,074 2,074

mas ih bersambung ...

345

Tabe16.17 Parameter Balak: H-Beam Bu ilt-up (F 240 MPa) - lalljutall Sumber ; Brosur PT. Cigading Habeam celtre

Notasi dxb 1000x400

kg/m

321 345 357 1000x450 155 183 203 224 245 206 226 247 268 289 316 298 318 346 373 387 1050x200 111 123 132 141 150 147 156 165 174 183 195 205 214 226 237 243 1050x250 120 136 147 158 170 160 171 182

1050x300

Zx

~M p

~Mr

BF

kg/Ill

cm J

kN·m

kN -m

kN

320.55 344.82 356.95 154.71 182.58 203.49 224.39 245.30 205.53 226.29 247.05 267.81 288.57 316 .25 297 .83 318.40 345.83 373.26 386.97 110.87 122.94 131.99 141.05 150.10 147.07 155.98 164.89 173.80 182.71 194.59 205.40 214.12 225.75 237.38 243.19 120.35 135.58 147.00 158.43 169.85 159.71 170.99 182.27 193.55 204.83 219.87 225 .15 236.24 251 .03 265.82 273 .21 129.83 148.22

15,895 17,326 18,038

3,433 3,742 3,896

2,145 2,347 2,446

d x br x twx tr Be rat mm

1000x400x16x32 1000x400x16x36 1000x400x16x38 1000x450x9x12 1000x450x9x16 1000x450x9x19 1000x450x9x22 1000x450x9x25 1000x450x12x16 1000x450x12x19 1000x450x12x22 1000x450x12x25 1000x450x12x28 1000x450x12x32 1000x450x16x25 1000x450x16x28 1000x450x16x32 1000x450x16x36 1000x450x16x38 1050x200x9x12 1050x200x9x16 1050x200x9x19 1050x200x9x22 1050x200x9x25 1050x200x12x16 1050x200x12x19 1050x200x12x22 1050x200x12x25 1050x200x12x28 1050x200x12x32 1050x200x16x25 1050x200x16x28 1050x200x16x32 1050x200x16x36 1050x200x16x38 1050x250x9x12 1050x250x9x16 1050x250x9x19 1050x250x9x22 1050x250x9x25 1050x250x12x16 1050x250x12x19 1050x250x12x22 194 1050x250x12x25 205 1050x250x12x28 220 1050x250x12x32 225 1050x250x16x25 236 1050x250x16x28 251 1050x250x16x32 266 1050x250x16x36 273 1050x250x16x38 130 1050x300x9x12 148 1050x300x9x16

m

141.0 4.7 142.9 4.8 143.3 4.8

m

13.8 14.5 14.9

Ix

~Vn

em'

kN

709,251 2,074 775,961 2,074 808,888 2,074

Protil non-compact or slender

11,739 12,999

2,536 2,808

12,424 13,676 14,921 16,567 14,579 15,812 17,444 19,062 19,865

2,684 2,954 3,223 3,579 3,149 3,415 3,768 4,117 4,291

1,630 1,812

102.0 108.0

5.5 5.6

14.4 539,069 1,166 14.8 1 599,147 11,166

Protil non-compact or slender

1,696 110.9 1,877 116.6 2,055 121.2 2,289 125.7 1,963 127.1 2,140 131.4 2,372 135.4 2,600 137.7 2,712 138.2

5.3 5.4 5.5 5.6 5.1 5.2 5.4 5.5 5.5

14.2 14.6 15.1 15.9 14.4 14.9 15.7 16.5 16.9

560,912 620,581 679,502 756,906 649,160 707,543 784,240 859,637 896,851

1,555 1,555 1,555 1,555 2,074 2,074 2,074 2,074 2,074

276,576 305,629 334,339 362,708 390,739 427,591 396,042 423,476 459,544 495,032 512,559

1,633 1,633 1,633 1,633 1,633 1,633 2,177 2,177 2,177 2,177 2,177

319,346 356,125 392,471 428,385 463,872 510,525 461,719 496,609 542,478 587,608 609,898

1,633 1,633 1,633 1,633 1,633 1,633 2,177 2,177 2,177 2,177 2,177

Protil non-compact or slender

6,418 6,990 7,559 8,125 8,687 9,432 9,125 9,675 10,404 11,127 11,486

1,386 1,510 1,633 1,755 1,876 2,037 1,971 2,090 2,247 2,403 2,481

797 880 963 1,045 1,125 1,231 1,141 1,220 1,323 1,426 1,476

168.6 173.5 178.0 181.8 184.8 187.3 212.1 213.9 214.9 214.2 213.2

1.7 1.8 1.9 2.0 2.0 2.1 1.8 1.9 2.0 2.0 2.1

5.2 5.5 5.7 5.9 6.1 6.4 5.7 6.0 6.3 6.6 6.8

Profil non-compact or slender

7,245 7,970 8,690 9,406 10,118 11,061 10,406 11,106 12,033 12,952 13,409

H-Beam Built-up

346

Lp L r

1,565 1,721 1,877 2,032 2,186 2,389 2,248 2,399 2,599 2,798 2,896

920 1026 1130 1234 1336 1470 1330 1430 1562 1692 1757

144.6 150.7 156.3 161.2 165.1 168.7 184.7 187.6 190.1 190.8 190.6

2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.4 2.5 2.6 2.7 2.7

6.8 7.0 7.3 7.6 7.8 8.2 7.4 7.7 8.1 8.5 8.7

Protil non-compact or slender

masih bersambung ...

Bab 6. Balok Lentur

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -Ianjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam ceritre

Notasi dxb

kg/m

1050x300 162 176 190 172 186 199 213 227 244 245 259 277 294 303 1050x350 139 160 177 193 209 185 201 217 233 249 270 265 281 302 323 333 1050x400 148 173 191 210 228 197 216 234 252 271 295 285 303 327 351 363 1050x450 158 186 206 227 248 210 231

d x b,x t wx t,

kg/m

1050x300x9x19 1050x300x9x22 1050x300x9x25 1050x300x12x16 1050x300x12x19 1050x300x12x22 1050x300x12x25 1050x300x12x28 1050x300x12x32 1050x300x16x25 1050x300x16x28 1050x300x16x32 1050x300x16x36 1050x300x16x38 1050x350x9x12 1050x350x9x16 1050x350x9x19 1050x350x9x22 1050x350x9x25 1050x350x12x16 1050x350x12x19 1050x350x12x22 1050x350x12x25 1050x350x12x28 1050x350x12x32 1050x350x16x25 1050x350x16x28 1050x350x16x32 1050x350x16x36 1050x350x16x38 1050x400x9x12 1050x400x9x16 1050x400x9x19 1050x400x9x22 1050x400x9x25 1050x400x12x16 1050x400x12x19 1050x400x12x22 1050x400x12x25 1050x400x12x28 1050x400x12x32 1050x400x16x25 1050x400x16x28

162.01 175.81 189.60 172.36 185.93 199.49 213.06 226.62 244.37 245.32 258 .70 276.53 294.37 303.28 139.05 160.46 176.53 192.59 208.65 184.92 200.84 216.76 232 .68 248.60 269 .83 264.94 280.68 301.65 322 .63 333.11 148.47 173.02 191.44 209.86 228.27 197.48 215.76 234.03 252.31 270.58 294.95 284.57 302 .66 326.77 350.89 362.94 157.89 185.58 206.36 227 .13 247 .90 210.04 230.67

1050x400x16x32 1050x400x16x36 1050x400x16x38 1050x450x9x12 1050x450x9x16 1050x450x9x19 1050x450x9x22 1050x450x9x25 1050x450x12x16 1050x450x12x19

Z

Berat

mm

x em'

kN -m

kN -m

I

BF Lp

Lr

kN

m

111

~Vn

I

x em'

I

kN

Profil non-compact or slender

8,072 8,949 9,821 10,688 11,549 12,689 11,688 12,537 13,662 14,777 15,332

1,744 1,933 2,121 2,309 2,495 2,741 2,525 2,708 2,951 3,192 3,312

1,043 1,171 1,298 1,423 1,547 1,709 1,519 1,641 1,801 1,959 2,037

129.2 2.9 8.3 136.1 3.1 8.7 142.4 3.2 9.0 147.8 3.3 9.3 9.6 152.3 3.4 156.6 3.5 10.1 166.9 3.1 9.1 170.6 3.2 9.4 174.1 3.3 9.9 175.7 3.4 10.4 175.9 3.4 10.6

362,115 406,621 450,602 494,062 537,003 593,457 527,395 569,740 625,410 680,184 707,237

1,633 1,633 1,633 1,633 1,633 1,633 2,177 2,177 2,177 2,177 2,177

Profil non-com pact or slender

8,899 9,929 10,952 11,969 12,980 14,318 12,969 13,968 15,290 16,602 17,254

1,922 2,145 2,366 2,585 2,804 3,093 2,801 3,017 3,303 3,586 3,727

1,166 1,316 1,465 1,612 1,757 1,948 1,708 1,851 2,040 2,226 2,317

118.5 125.9 132.7 138.5 143.3 148.1 154.5 158.8 162.8 165.1 165.6

3.6 3.7 3.8 4.0 4.0 4.2 3.7 3.8 3.9 4.0 4.1

9.9 404,885 1,633 10.3 457,117 1,633 10.6 508,734 1,633 11.0 559,739 1,633 11.4 610,135 1,633 11.9 676,390 1,633 10.8 583,072 2,177 11.2 642,872 2, 177 11.7 708,343 2,177 12.3 772,761 2,177 12.6 804,577 2,177

Profil non-compact or slender

10,908 12,083 13,250 14,411 15,947 14,250 15,399 16,919 18,428 19,177

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

~Mp ~M r

2,356 2,610 2,862 3,113 3,445 3,078 3,326 3,655 3,980 4,142

1,462 1,633 1,801 1,968 2,187 1,897 2,062 2,279 2,492 2,598

118.5 125.5 131.6 136.7 141.9 145.4 150.0

4.4 4.5 4.6 4.7 4.9 4.4 4.5

11.9 12.3 12.7 13.1 13.7 12.5 12.9 154.6 4.6 13.5 157.3 4.7 14.2 158.0 4.8 14.5

507,613 566,866 625,416 683,267 759,324 658,749 716,004 791,277 865,337 901,916

1,633 1,633 1,633 1,633 1,633 2,177 2,177 2, 177 2,177 2, 177

Profil non-compact or slender

masih bersambung ...

347

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam CeJre

Notasi

Zx

cJ- Mp cJ-M r

BF

Lp Lr

dxb

kg/m

mm

kg/In

em'

kN'm

kN -m

kN

In

1050x450

251 272 293 320

1050x450x12x22 1050x450x12x25 1050x450x12x28 1050x450x12x32

251.30 271.93 292.56 320.07

13,213 14,531 15,841 17,576

304 325 352 379 393 114 126 135 144 153 152 161 170 179 187 199 212 221 233 244 250 124 139 150 162 173 165 176 187 198 209 224 232 243 258 272 280 133 151 165 179 193 177 191 204 218 231 249 252

1050x450x16x25 1050x450x16x28 1050x450x16x32 1050x450x16x36 1050x450x16x38 1100x200x9x12 1100x200x9x16 1100x200x9x19 1100x200x9x22 1100x200x9x25 1100x200x12x16 1100x200x12x19 1100x200x12x22 1100x200x12x25 1100x200x12x28 1100x200x12x32 1100x200x16x25 1100x200x16x28 1100x200x16x32 1100x200x16x36 1100x200x16x38 1100x250x9x12 1100x250x9x16 1100x250x9x19 1100x250x9x22 1100x250x9x25 1100x250x12x16 1100x250x12x19 1100x250x12x22 1100x250x12x25 1100x250x12x28 1100x250x12x32 1100x250x16x25 1100x250x16x28 1100x250x16x32 1100x250x16x36 1100x250x16x38 1100x300x9x12 1100x300x9x16 1100x300x9x19 1100x300x9x22 1100x300x9x25 1100x300x12x16 1100x300x12x19 1100x300x12x22 1100x300x12x25 1100x300x12x28 1100x300x12x32 1100x300x16x25

304.19 324.64 351.89 379.15 392.77 114.32 126.32 135.31 144.31 153.31 151.95 160.81 169.66 178.52 187.37 199.18 212.35 221.02 232.57 244.13 249.90 123.74 138.88 150.23 161.58 172.93 164.51 175.72 186.93 198.14 209.35 224 .30 231.97 243 .00 257.69 272.39 279 .73 133.16 151.44 165.14 178.85 192.56 177.07 190.64 204 .20 217 .77 231.33 249.42 251.60

15,531 16,829 18,548 20,253 21,100

2,854 3,139 3,422 3,796 3,355 3,635 4,006 4,375 4,558

1,800 1,990 2,178 2,426 2,086 2,273 2,518 2,759 2,878

120.1 126.4 131.7 137.1 138.5 143.4 148.2 151.3 152.2

1100x200

1100x250

1100x300

d x brx t wxtr Berat

14.0 14.4 14.9 15.6 5.0 14.2 5.2 14.7 5.3 15.3 5.4 16.1 5.5 16.5 5.2 5.3 5.4 5.6

cJ- Vn kN

624,998 691,093 756,400 842,257 724,426 789,137 874,210 957,914 999,255

1,633 1,633 1,633 1,633 2,177 2,177 2,177 2, 177 2, 177

309,841 341,826 373,452 404,720 435,633 476,302 443,308 473,583 513,366 552,559 571,929

1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 2,281 2,281 2,281 2,281 2,281

Proti l non-compact or slender

6,891 7,491 8,089 8,683 9,273 10,055 9,785 10,363 11,128 11,888 12,266

1,488 1,618 1,747 1,875 2,003 2,172 2,114 2,238 2,404 2,568 2,649

852 940 1,027 1,113 1,198 1,309 1,219 1,302 1,411 1,519 1,572

184.4 189.4 194.3 198.5 202 .0 205.2 233.1 235 .2 236.7 236.5 235.8

1.7 1.8 1.9 2.0 2.0 2.1 1.8 1.9 1.9 2.0 2.0

5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.3 5.6 5.8 6.1 6.4 6.6

Protil non-compact or slender

7,758 8,518 9,274 10,026 10,774 11,764 11,129 11,864 12,837 13,803 14,283

1,676 1,840 2,003 2,166 2,327 2,541 2,404 2,563 2,773 2,981 3,085

981 157.5 2.3 1,092 164.0 2.4 1,202 170.0 2.5 1,311 175.4 2.6 1,419 179.8 2.7 1,560 184.2 2.8 1,417 202 .1 2.4 1,523 205 .6 2.5 1,662 208 .7 2.6 1,799 210.1 2.7 1,867 210.1 2.7

6.7 7.0 7.2 7.5 7.7 8.1 7.3 7.5 7.9 8.3 8.5

356,846 397,338 437,375 476,960 516,095 567,579 515,547 554,024 604,643 654,487 679,119

1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 2,281 2,281 2,281 2,281 2,281

403,852 452,850 501,299 549,199 596,556 658,856 587,787

1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 2,281

Profil non-compact or slender

8,625 9,545 10,460 11,370 12,275 13,473 12,473

H-Beam Built-u p

348

Ix em 4

In

.. .

1,863 2,062 2,259 2,456 2,651 2,910 2,694

1,110 1,245 1,378 1,510 1,640 1,811 1,616

140.2 147.6 154.4 160.4 165.5 170.6 182.1

2.9 3.0 3.1 3.2 3.3 3.4 3.0

8.3 8.6 8.9 9.1 9.4 9.9 8.9

masih bersambun g ...

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.17 Parameter Balok : H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Cen\re

Notasi dxb

kg/m

265 283 301 310 f-1100x350 143 164 180 196 212 190 206 221 237 253 275 271 287 308 629 339 1100x400 152 177 195 213 232 202 220 239 257 275 300 291 309 333 357 369 1100x450 161 189 210 231 251 215 235 256 277 297 325 310 331 358 382 399 1150x200 118 1100x300

d x bfx t wx tf Berat mm

kg/m

1100x300x16x28 264.98 1100x300x16x32 282.81 1100x300x16x36 300.65 1100x300x16x38 309.56 1100x350x9x12 142.58 1100x350x9x16 164.00 1100x350x9x19 180.06 1100x350x9x22 196.12 1100x350x9x25 212 .18 1100x350x12x16 189.63 1100x350x12x19 205.55 1100x350x12x22 221.47 1100x350x12x25 237.39 1100x350x12x28 253 .31 1100x350x12x32 274.54 1100x350x16x25 271.22 1100x350x16x28 286.96 1100x350x16x32 307.93 1100x350x16x36 628.91 1100x350x16x38 339.39 1100x400x9x12 152.00 1100x400x9x16 176.56 1100x400x9x19 194.97 1100x400x9x22 213 .39 1100x400x9x25 231.81 1100x400x12x16 202.19 1100x400x12x19 220.47 1100x400x12x22 238.74 1100x400x12x25 257.02 1100x400x12x28 275.29 1100x400x12x32 299.66 1100x400x16x25 290.85 1100x400x16x28 308.94 1100x400x16x32 333.05 1100x400x16x36 357.17 1100x400x16x38 369.22 1100x450x9x12 161.42 1100x450x9x16 189.12 1100x450x9x19 209.89 1100x450x9x22 230.66 1100x450x9x25 251.43 1100x450x12x16 214.75 1100x450x12x19 235 .38 1100x450x12x22 256.01 1100x450x12x25 276.64 1100x450x12x28 297.27 1100x450x12x32 324.78 1100x450x16x25 310.47 1100x450x16x28 330.92 1100x450x16x32 358.17 1100x450x16x36 382.43 1100x450x16x38 399.05 1150x200x9x12 117.86

Zx

BF

L. L r

kN· m

kN -J1l

13,365 14,546 15,718 16,301

2,887 3,142 3,395 3,521

1,744 186.4 3.1 1,913 190.5 3.2 2,079 192.9 3.3 2, 162 193.4 3.4

kN

m

Ix

eII Vn

m

em"

kN

9.2 9.7 10.1 10.4

634,486 695,921 756,414 786,310

2,281 2,281 2,281 2,281

450,858 508,363 565,222 621,439 677,017 750,133 660,026 714,947 787,198 858,342 893,501

1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 2,281 2,281 2,281 2,281 2,281

563,875 629,146 693,678 757,478 841,411 732,266 795,408 878,475 960,269 1000,692

1,711 1,711 1,711 1,711 1,711 2,281 2,281 2,281 2,281 2,281

Profil non-compact or slender

9,492 10,572 11,646 12,714 13,775 15,181 13,816 14,865 16,255 17,634 18,319

2,050 2,284 2,516 2,746 2,975 3,279 2,984 3,211 3,511 3,809 3,957

1,239 1,398 1,554 1,708 1,861 2,062 1,814 1,965 2,164 2,360 2,456

128.3 136.2 143.5 150.0 155.4 161.1 168.2 173.0 177.9 180.9 181.8

3.5 3.7 3.8 3.9 4.0 4.1 3.7 3.8 3.9 4.0 4.0

9.8 10.2 10.5 10.8 11.2 11.7 10.6 11.0 11.5 12.0 12.3

Profil non-compact or slender

11,599 12,832 14,058 15,276 16,890 15,160 16,366 17,964 19,549 20,337

2,505 2,772 3,036 3,300 3,648 3,275 3,535 3,880 4,223 4,393

1,550 127.9 4.3 11.8 1,730 135.5 4.5 12.2 1,907 142.3 4.6 12.5 2,082 148.0 4.7 12.9 2,313 154.1 4.8 13.5 2,013 158.0 4.3 12.3 2,187 163.2 4.4 12.7 2,415 168.5 4.6 13.3 2,640 172.1 4.7 13.9 2,751 173.2 4.7 14.2

Profil non-compact or slender

14,018 15,401 16,777 18,599 16,504 17,867 19,672 21,464 22,355

H-Beam Built-up

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

eII Mp eII Mr

em )

3,028 3,327 3,624 4,017 3,565 3,859 4,249 4,636 4,829

1,905 129.4 5.2 13.8 693,069 2,106 136.4 5.3 14.2 765,918 2,304 142.4 5.4 14.7 837,939 93 2,688 2,564 148.7 5.5 15.3 804,505 2,212 150.1 5.0 14.0 2,408 155.6 5.1 14.4 875,869 2,666 161.4 5.3 15.1 969,752 2,920 165.3 5.4 15.8 1062,197 3,046 166.5 5.4 16.1 1107,883 Profil non-compact or slender

1,711 1,711 1,711 1,711 2,281 2,281 2,281 2,281 2,281

masih bersambung ...

349

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - Ianjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam cerit re

Notasi

d x b fx t wx t f Berat

dxb

kg/m

mm

kg/m

1150x200

130 139 148 157

1150x200x9x16 1150x200x9x19 1150x200x9x22 1150x200x9x25

129.85 138.85 147.84 156.84

157 166 174 192 204 213 219 227 239 250 256 127 142 154 165 176 169 180 192 203 214 229 238 249 264 279 286 137 155 169 182 196 182 195 209 222 236 254 258 271 289 307 316 146 168 184 200 216

1150x200x12x16 1150x200x12x19 1150x200x12x22 1150x200x12x25 1150x200x12x28 1150x200x12x32 1150x200x16x25 1150x200x16x28 1150x200x16x32 1150x200x16x36 1150x200x16x38 1150x250x9x12 1150x250x9x16 1150x250x9x19 1150x250x9x22 1150x250x9x25 1150x250x12x16 1150x250x12x19 1150x250x12x22 1150x250x12x25 1150x250x12x28 1150x250x12x32 1150x250x16x25 1150x250x16x28 1150x250x16x32 1150x250x16x36 1150x250x16x38 1150x300x9x12 1150x300x9x 16 1150x300x9x 19 1150x300x9x22 1150x300x9x25 1150x300x12x16 1150x300x12x19 1150x300x12x22 1150x300x12x25 1150x300x12x28 1150x300x12x32 1150x300x16x25 1150x300x16x28 1150x300x16x32 1150x300x16x36 1150x300x16x38 1150x350x9x12 1150x350x9x16 1150x350x9x 19 1150x350x9x22 1150x350x9x25

156.66 165.52 174.37 192.08 203.89 212.74 218.63 227 .30 238.85 250.41 256.18 127.28 142.41 153.76 165.11 176.46 169.22 180.43 191.64 202.85 214.06 229.01 238.25 249 .28 263.97 278.67 286.01 136.70 154.97 168.68 182.38 196.09 181.78 195.35 208.91 222.48 236.04 254.13 257 .88 271.26 289.09 306.93 315 .84 146.12 167.53 183.59 199.65 215.71

1150x200

1150x250

1150x300

1150x350

cJ>Mp cJ>M r BF kN-m

kN-m

kN

Lo Lr

Ix

m

cm 4

III

cJ>Vn

I

kN

Profil non-compact or slender

7,379 8,007 8,633 9,255 9,874 10,693 10,465 11,071 11,873 12,669 13,065

1,594 1,730 1,865 1,999 2,133 2,310 2,260 2,391 2,565 2,737 2,822

909 1,001 1,092 1,182 1,271 1,389 1,299 1,386 1,501 1,614 1,670

200.9 206.1 211.2 215 .9 219.8 223.7 255.0 257.4 259.4 259.8 259.3

1.7 1.8 1.9 1.9 2.0 2.1 1.8 1.8 1.9 2.0 2.0

5.1 5.3 5.5 5.7 5.9 6.2 5.5 5.7 6.0 6.3 6.5

354,508 380,566 415,249 483,494 528,167 561,242 493,924 527,139 570,861 613,944 635,427

1~

1,788 1.788 1,788 1,788 1,788 2,385 2,385 2,385 2,385 2,385

Profil non-compact or slender

8,286 9,082 9,874 10,661 11,445 12,482 11,871 12,641 13,662 14,674 15,178

1,790 1,962 2,133 2,303 2,472 2,696 2,564 2,731 2,951 3,170 3,278

1,044 1,161 1,276 1,390 1,503 1,652 1,507 1,618 1,764 1,908 1,979

170.9 177.7 184.2 190.0 195.0 200.2 220.3 224.1 227.9 230.0 230.3

2.2 2.4 2.5 2.6 2.6 2.7 2.4 2.5 2.5 2.6 2.7

6.6 6.9 7.1 7.4 7.6 7.9 7.2 7.4 7.8 8.1 8.3

396,949 441,332 485,239 528,672 571,634 628,188 573,039 615,279 670,882 725,672 752,764

1,788 1,788 1,788 1,788 1,788 1,788 2,385 2,385 2,385 2,385 2,385

Profil non-compact or slender

9,193 10,156 11,115 12,068 13,015 14,271 13,278 14,212 15,450 16,680 17,291

H-Beam Built-up

350

Zx em J

1,986 2, 194 2,401 2,607 2,811 3,083 2,868 3,070 3,337 3,603 3,735

1,179 1,320 1,460 1,598 1,735 1,915 1,715 1,850 2,027 2,202 2,288

151.7 159.5 166.8 173.4 179.0 185.0 197.9 202 .6 207.5 210.6 211.5

2.8 3.0 3.1 3.2 3.3 3.4 3.0 3.1 3.2 3.3 3.3

8.2 8.5 8.7 9.0 9.3 9.7 8.8 9.1 9.5 9.9 10.2

448,391 502,098 555,229 607,787 659,774 728,209 652,153 703,419 770,903 837,401 870,282

1,788 1,788 1,788 1,788 1,788 1,788 2,385 2,385 2,385 2,385 2,385

Profil non-compact or slender

masih bersambung . ..

Bab 6. Balok Lentur

Tabe16.17 Parameter Balok: H-Beam Built-up (F 240 MPa) - lanjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam ceritre

Notasi

Berat

Zx

«liMp «11M r

BF

Lp Lr

dxb

kg/ m

111m

kg/m

em'

kN -m

kN -m

kN

m

m

1150x350

194 210 226 242 258 279 278 293 314 335 346 156 180 199 217 235 207 225 243 262 280 304 297 315 339 363 376 165 193 213 234 255 219 240 261 281 302 329 317 337 364 392 406

1150x350x12x16 1150x350x12x19 1150x350x12x22 1150x350x12x25 1150x350x12x28 1150x350x12x32 1150x350x16x25 1150x350x16x28 1150x350x16x32 1150x350x16x36 1150x350x16x38 1150x400x9x12 1150x400x9x16 1150x400x9x19 1150x400x9x22 1150x400x9x25 1150x400x12x16 1150x400x12x19 1150x400x12x22 1150x400x12x25 1150x400x12x28 1150x400x12x32 1150x400x16x25 1150x400x16x28 1150x400x16x32 1150x400x16x36 1150x400x16x38 1150x450x9x12 1150x450x9x16 1150x450x9x19 1150x450x9x22 1150x450x9x25 1150x450x12x16 1150x450x12x19 1150x450x12x22 1150x450x12x25 1150x450x12x28 1150x450x12x32 1150x450x16x25 1150x450x16x28 1150x450x16x32 1150x450x16x36 1150x450x16x38 1200x200x9x12 1200x200x9x16 1200x200x9x19 1200x200x9x22 1200x200x9x25 1200x200x12x16 1200x200x12x19 1200x200x12x22 1200x200x12x25 1200x200x12x28

194.34 210.26 226.18 242.10 258.02 279.25 277.50 293 .24 314 .21 335 .19 345 .67 155.54 180.09 198.51 216.92 235 .34 206.90 225 .18 243.45 261.73 280.00 304.37 297 .13 315.22 339.33 363 .45 375.50 164.96 192.65 213.42 234 .19 254.96 219.46 240.09 260.72 281 .35 301.98 329.49 316.75 337.20 364.45 391.71 405 .53

10,100 11,231 12,355 13,474 14,586 16,060 14,684 15,783 17,239 18,685 19,404

2,182 2,426 2,669 2,910 3,151 3,469 3,172 3,409 3,724 4,036 4,191

1,314 1,480 1,644 1,806 1,967 2,178 1,923 2,081 2,290 2,496 2,597

138.4 146.9 154.7 161.7 167.8 174.4 182.3 187.7 193.3 197.1 198.4

3.5 3.6 3.8 3.9 4.0 4.1 3.6 3.7 3.9 4.0 4.0

9.7 10.1 10.4 10.7 11.0 11.5 10.5 10.8 11.3 11.8 12.0

1150x400

1150x450

1200x200

121 133 142 151 160 161 170 179 188 197

d x bfx t wx tf

«IIVn kN

499,832 562,864 625,219 686,901 747,915 828,230 731,268 791,559 870,924 949,129 987,799

1,788 1,788 1,788 1,788 1,788 1,788 2,385 2,385 2,385 2,385 2,385

623,630 695,209 766,016 836,055 928,252 810,382 879,699 970,946 1,060,858 1,105,316

1788 1788 1788 1788 1788 2385 2385 2385 2385 2385

Profil non-compact or slender

12,305 13,596 14,880 16, 157 17,849 16,090 17,354 19,028 20,690 21,516

2,658 2,937 3,214 3,490 3,855 3,475 3,748 4,110 4,469 4,648

1,640 1,828 2,014 2,198 2,441 2,131 2,313 2,553 2,790 2,907

137.6 145.8 153.2 159.6 166.5 170.9 176.7 182.8 187.2 188.7

4.3 4.4 4.6 4.7 4.8 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7

11.7 12.0 12.4 12.8 13.3 12.2 12.5 13.0 13.6 13.9

Profil non-compact or slender

14,837 16,286 17,728 19,637 17,496 18,925 20,817 22,695 23,629

121.39 133.38 142.38 151.37 160.37 161.37 7,881 170.23 8,539 179.08 9,192 187.94 9,843 196.79 10,489

H-Beam Built-up

Wi rya nto Dewobroto - Strllktllr Baja

Ix em'

3,205 3,518 3,829 4,242 3, 779 4,088 4,496 4,902 5,104

2,012 2,222 2,430 2,704 2,339 2,545 2,816 3,083 3,216

139.0 146.6 153.3 160.5 162.1 168.2 174.8 179.6 181.3

5.1 5.2 5.4 5.5 4.9 5.1 5.2 5.3 5.4

13.7 14.1 14.5 15.1 13.8 14.2 14.8 15.5 15.8

765,199 845,130 924,195 1,028,273 889,497 967,839 1,070,967 1,172,586 1,222,834

1,788 1,788 1,788 1,788 2,385 2,385 2,385 2,385 2,385

Profil non-compact or slender

1,702 1,844 1,986 2,126 2,266

967 1,063 1,159 1,253 1,347

218.1 223.4 228.8 233 .9 238.3

1.6 1.7 1.8 1.9 2.0

5.0 5.2 5.4 5.6 5.8

383,651 421,925 459,806 497,295 534,395

1,866 1,866 1,866 1,866 1,866

masih bersambung . ..

35 1

Tabe16.17 Parameter Balak : H-Beam Built-up (F 240 MPa) -Ia njutan Sumber : Brosur PT. ( igading Habeam Cerftre

Notasi

d x b., x tw x tf Berat

dxb

kg( m

mm

kg( ",

1200x200

197 209 225 234 245 257 262 131 146 157 169 180 174 185 196 205 219 234 245 256 270 285 292 140 159 172 186 200 186 200 214 227 241 259 264 278 295 313 322 150 171 187 203 219 199 215 231 247 263 284 284

1200x200x12x28 1200x200x12x32 1200x200x16x25 1200x200x16x28

196.79 208.60 224.91 233 .58

1200x250

1200x300

1200x350

4»Mp 4»Mr BF kN'm

kN ' m

2,266 2,451 2,412 2,548

1,347 1,470 1,381 1,472

10,489 11,347 11,165 11,798 1200x200x16x32 ~13 12,637 1200x200x16x36 256.69 13,470 1200x200x16x38 262.46 13,885 1200x250x9x12 130.81 1200x250x9x16 145.94 1200x250x9x19 157.29 1200x250x9x22 168.64 1200x250x9x25 180.00 1200x250x12x16 173.93 8,829 1200x250x12x19 185.14 9,660 1200x250x12x22 196.35 10,488 1200x250x12x25 204.56 11,311 1200x250x12x28 218.77 12,130 1200x250x12x32 233 .72 13,215 1200x250x16x25 244.53 12,634 1200x250x16x28 255.56 13,439 1200x250x16x32 270 .25 14,506 1200x250x16x36 284.95 15,566 1200x250x16x38 292.29 16,093 1200x300x9x12 140.23 1200x300x9x16 158.50 1200x300x9x19 172.21 1200x300x9x22 185.91 1200x300x9x25 199.62 1200x300x12x16 186.49 9,776 1200x300x12x19 200.06 10,782 1200x300x12x22 213.62 11,784 1200x300x12x25 227 .19 12,780 1200x300x12x28 240.75 13,771 1200x300x12x32 258.84 15,084 1200x300x16x25 264.16 14,103 1200x300x16x28 277 .54 15,080 1200x300x16x32 295 .37 16,375 1200x300x16x36 313.21 17,661 1200x300x16x38 322.12 18,300 1200x350x9x12 149.65 1200x350x9x16 171.06 1200x350x9x19 187.12 1200x350x9x22 203 .18 1200x350x9x25 219.25 1200x350x12x16 199.05 10,723 1200x350x12x19 214.97 11,904 1200x350x12x22 230.89 13,080 1200x350x12x25 246.81 14,249 1200x350x12x28 262.73 15,412 1200x350x12x32 283.96 16,953 1200x350x16x25 283.78 15,571

H-Beam Built-up

352

Zx em'

kN

238.3 242 .8 277 .8 280.5 2,730 ~ 282 .9 2,910 1,712 283 .8 2,999 1,771 283 .7

Lp L r m

2.0 2.0 1.8 1.8 1.9 2.0 2.0

Ix

5.8 6.1 5.5 5 .7 5.9 6.2 6.3

4»Vn

em 4

kN

534,395 583,261 547,991 584,302 632, 127 679,284 702,613

1,866 1,866 2,488 2,488 2,488 2,488 2,488

m

Profil non-compact or slender

1,907 2,087 2,265 2,443 2,620 2,855 2,729 2,903 3,133 3,362 3,476

1,108 1,230 1,351 1,471 1,589 1,745 1,598 1,715 1,868 2,019 2,094

184.9 192.0 198.9 205 .2 210.7 216.7 239 .1 243.4 247.8 250.5 251 .2

2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.3 2.4 2.5 2.6 2.6

6.5 6.8 7.0 7.3 7.5 7.8 7.1 7.3 7.6 8.0 8.1

439,729 488,182 536,137 583,597 630,565 692,426 634,293 680,471 741,293 801,264 830,932

1,866 1,866 1,866 1,866 1,866 1,866 2,488 2,488 2,488 2,488 2,488

Profil non-compact or slender

2,112 2,329 2,545 2,760 2,975 3,258 3,046 3,257 3,537 3,815 3,953

1,249 1,397 1,543 1,688 1,831 2,020 1,816 1,957 2,143 2,327 2,417

163.6 171.8 179.6 186.7 192.9 199.7 214.2 219.4 225 .0 228 .9 230.2

2.8 8 .1 3.0 8.4 3.1 8 .7 3.2 8 .9 3.3 9 .2 3.4 9 .6 3.0 8 .7 3.0 9 .0 3.2 9.4 3.3 9.8 3.3 10.0

495,807 554,439 612,469 669,899 726,734 801,591 720,595 776,640 850,458 923,243 959,251

1,866 1,866 1,866 1,866 1,866 1,866 2,488 2,488 2,488 2,488 2,488

Profil non-compact or slender

2,316 2,571 2,825 3,078 3,329 3,662 3,363

1,391 1,564 1,736 1,906 2,074 2,295 2,033

148.9 157.8 166.2 173.8 180.5 187.9 196.8

3.4 3.6 3.7 3.8 3.9 4 .0 3.6

9.6 10.0 10.3 10.6 10.9 11.3 10.3

551,884 620,695 688,800 756,201 822,903 910,756 806,897

1,866 1,866 1,866 1,866 1,866 1,866 2,488

masih bersambung . . .

Bab 6. Balok Lentur

Tabel 6.17 Parameter Balok : H-Beam Built-up (F 240 MPa) -Ianjutan Sumber : Brosur PT. Cigading Habeam Cerftre

Notasi

d x bfx t wx t f

Berat

Zx

~Mp ~Mr

dxb

kg/ m

mm

kg/m

em'

kN -m

1200x350

300 320 341 352 168 196 217 238 259 224 245 265 286 307 334 323 343 371 398 412

1200x350x16x28 1200x350x16x32 1200x350x16x36 1200x350x16x38 1200x450x9x12 1200x450x9x16 1200x450x9x19 1200x450x9x22 1200x450x9x25 1200x450x12x16 1200x450x12x19 1200x450x12x22 1200x450x12x25 1200x450x12x28 1200x450x12x32 1200x450x16x25 1200x450x16x28 1200x450x16x32 1200x450x16x36 1200x450x16x38

299.78 320.49 341.47 351.95 168.49 196.18 216.95 237.72 258.50 224.17 244.80 265.43 286.06 306.69 334.20 323.03 343.48 370.73 397.99 411.61

1200x450

kN-m

2,199 2,418 2,634 2,741

16,721 3,612 18,244 3,941 19,756 4,267 20,508 4,430

BF kN

202.8 209.2 213.8 215.4

Lp Lr m

3.7 3.8 3.9 4.0

I

x em'

m

~Vn kN

10.7 872,810 2,488 11.1 959,623 2,488 11.6 1,045,223 2,488 11.8 1,087,570 2,488

Profil non-compact or slender

15,671 17,186 18,693 20,691 18,509 20,002 21,981 23,946 24,924

3,385 3,712 4,038 4,469 3,998 4,320 4,748 5,172 5,384

H-Beam Built-up

...

2,120 2,341 2,558 2,845 2,468 2,684 2,968 3,249 3,387

148.8 157.1 164.4 172.5 174.4 181.1 188.6 194.2 196.3

5.1 5.2 5.3 5.4 4.9 5.0 5.2 5.3 5.3

13.6 13.9 14.3 14.9 13.7 14.1 14.6 15.2 15.5

841,463 1,866 928,805 1,866 1,015,241 1,866 1,129,087 1,866 979,501 1 2 ,488 1,065,148 2,488 1,177,954 2,488 1,289,182 2,488 1,344,207 2,488

Finished.

Profil built-up (Tabel 6.17) menyediakan banyak sekali variasi ukuran dibanding profil hot-rolled (Tabel 6.9 - Tabel 6.16). Tetapi jangan salah, variasi ukuran profil built-up yang begitu banyak itu adalah teoritis, tidak semua diproduksi (ready-stock). Jadi perlu dipesan dan dibuat terlebih dahulu secara khusus. Pada sisi lain, adanya bermacam-macam variasi ukuran tadi tentu memudahkan perencana mendapatkan ukuran profil yang efisien. Hanya saja dari banyaknya variasi tadi (lihat Tabel 6.17), banyak juga yang berklasifikasi nonkompak, yang tentu saja tidak efisien jika dipakai dengan pertambatan biasa saja. Tabel 6.17 membantu perencana memastikan bahwa hanya profil kompak yang dipakai.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

353

Tabe16.18 Parameter Balak: WF - ASTM A6 In ch Series (F 240 MPa)

Sumber : http://www.jfe-stee l.eo.jp/en/produets/ shape s/eatalog/dle-101.pdf (aks~s 30 Se pt. 2013)

Notasi dxb

lbs/It

mm

kg/m

Zx em'

W920 X 420

393 359 328 350 280 260 245 230 210 194 182 170 160 150 135 387 354 318 291 263 241 221 201 326 292 261 235 211 191 173 194 178 161 146 229 207 192 176 162 146 131 117 104 94 84 76 68 500 455 426 398 370

960x427x31x56 950x425x28x51 942x422x26x47 933x423x24x43 928x422x23x40 921x420x21x37 916x419x20x34 912x418x19x32 932x309x2 1x35 927x308x19x32 923x307x18x30 919x306x17x26 915x305x17x26 911x304x16x24 903x304x15x20 913x411x32x58 903x409x30x53 893x406x26x48 885x404x24x44 877x401x22x40 868x403x21x36 862x401x20x32 855x400x18x29 823x390x29x52 813x387x26x47 803x385x24x42 795x382x21x38 786x384x20x33 779x382x18x30 773x381x17x27 714x356x19x34 706x358x18x30 701x356x17x27 696x355x15x25 661x333x24x44 653x330x22x40 647x329x21x37 641x327x19x34 635x329x18x31 628x328x17x28 622x327x15x24 616x325x14x22 611x324x13x19 617x230x13x22 612x229x12x20 608x228x11x17 603x228x11x15 498x432x56x89 483x428x5 1x82 474x424x48x77 465x421x45x72 455x418x42x68

585 534 488 447 417 387 365 342 313 289 271 253 238 224 201 577 527 474 434 392 359 329 299 485 434 388 349 314 284 257 289 265 240 217 340 307 285 262 242 218 195 174 155 140 125 113 102 744 679 633 593 552

27,190 24,520 22,426 20,493 19,124 17,504 16,160 15,187 13,602 12,359 11,576 10,299 10,215 9,451 8,162 25,463 23,190 20,596 18,761 16,919 15,397 13,835 12,440 19,384 17,293 15,407 13,703 12,134 10,910 9,871 10,213 9,138 8,258 7,520 11,010 9,897 9,149 8,308 7,638 6,901 5,929 5,392 4,711 4,078 3,693 3,197 2,914 17,159 15,371 14,190 13,072 12,069

or

W36x16 Y,

W920 x 310 or

W36x 12

W840 x 400 or

W33x15'1'

W760 x 380 or

W30 x 15

W690 x 360 or

W27 x 14 W610 x 325 or

W24x12'I'

W610 x 230 or

W24 x9 W360 x 410 or

W14x 16

d

X

bfx twx t f Berat

WF -ASTM A6

354

$Mp $M,

BF Lp

L,

kN-m

kN-m

kN

111

m

5,873 5,296 4,844 4,426 4,131 3,781 3,491 3,280 2,938 2,669 2,500 2,225 2,206 2,041 1,763 5,500 5,009 4,449 4,052 3,655 3,326 2,988 2,687 4,187 3,735 3,328 2,960 2,621 2,357 2,132 2,206 1,974 1,784 1,624 2,378 2,138 1,976 1,795 1,650 1,491 1,281 1,165 1,018 881 798 691 629 3,706 3,320 3,065 2,824 2,607

3,578 3,244 2,977 2,731 2,55 1 2,344 2,166 2,038 1,776 1,620 1,519 1,348 1,337 1,237 1,063 3,337 3,050 2,730 2,496 2,259 2,058 1,848 1,669 2,548 2,287 2,045 1,831 1,622 1,465 1,326 1,367 1,225 1,108 1,015 1,450 1,310 1,214 1,108 1,021 924 798 727 635 539 489 423 383 2,076 1,878 1,746 1,620 1,505

138.5 136.9 135.6 132.7

5.0 5.0 5.0 5.0

131.3 127.4 124.6 121.6 147.9 142 .1 138.1 132.1 131.2 125.6 115.6 122.2 122.1 120.0 118.6 116.5 113.8 111.3 106.0 98.0 97 .3 96.6 94.4 92 .7 89.2 86.2 75.4 73 .8 72.2 69.0 60.9 60.8 60.7 60.0 59.3 58.2 56.1 54.0 51.2 60.5 57.8 54.2 51.9 20.0 19.3 19.1 18.8 18.3

4.9 4.9 4.9 4.8 3.4 3.3 3.3 3.2 3.2 3.2 3.1 4.9 4.8 4 .8 4.8 4 .7 4 .7 4.6 4 .6 4.7 4.6 4.6 4.5 4.5 4.5 4.4 4.3 4.2 4.2 4.2 4.0 4.0 4.0 3.9 3.9 3.9 3.9 3.8 3.8 2.6 2.5 2.5 2.4 5.7 5.7 5.6 5.6 5.5

I

x em"

$Vn kN

21.6 1,140,000 4,285 20.0 1,030,000 3,830 932,000 3,527 18.7 17.8 843,000 3,224 17.0 782,000 3,074 16.2 715,000 2,785 15.5 668,000 2,638 15.1 621,000 2,495 11.2 548,000 2,818 505,000 2,536 10.7 10.4 470,000 2,392 9.9 436,000 2,250 405,000 2,240 9.9 9.6 376,000 2,099 324,000 1,950 9.2 22 .6 1,010,000 4,207 20.9 914,000 3,901 19.1 813,000 3,343 17.9 736,000 3,059 659,000 2,778 16.7 15.8 590,000 2,625 14.9 535,000 2,4 83 480,000 2,216 14.2 21.4 698,000 3,437 19.5 619,000 3,044 17.8 544,000 2,775 16.5 487,000 2,404 428,000 2,264 15.3 14.5 382,000 2,019 13.8 342,000 1,892 15.4 326,000 1,954 14.4 292,000 1,830 13.5 262,000 1,716 13.0 235,000 1,503 19.3 318,000 2,284 17.6 284,000 2,069 260,000 1,957 16.5 237,000 1,754 15.4 14.5 215,000 1,646 13.6 191,000 1,537 12.5 167,000 1,344 11.9 147,000 1,242 129,000 1,144 11.2 8.2 112,000 1,155 7.9 98,600 1,058 7.4 87,400 963 7.2 76,200 955 87.3 342,000 4,016 80. 3 299,000 3,547 274,000 3,276 74.8 250,000 3,013 69.5 65 .7 226,000 2,752

masih bersamb ung . ..

Bab 6. Balok Lentur

Tabe16.18 Parameter Balok: WF - ASTM A6 Inch Series (F 240 MPa) - lanjutan Sum ber : http://www.jfe·steel.co.jp/en/products/shapes/eata log/dle-lOl.p'df (akses 30 Sept. 2013)

Notasi dxb W610

X

325

W360 x 410

or W14 x 16

W360 x 370

or W14x14 Y,

W310 x 310

or W12 x 12

d x bf x t wxtf

Berat

Zx

~Mp

~M r

BF

Lp

Lr

Ix

~Vn

Ibs/ft

mm

kg/m

em'

kN·m

kN-m

kN

m

m

em'

kN

342 311 283 257 233 211 193 176 159 145 132 120 109 99 90 190 170 152 136 120 106 96 87 79 72

446x416x39x63 435x412x36x57 425x409x33x53 416x406x30x48 407x404x27x44

512 463 422 383 347

11,036 9,804 8,903 7,940 7,140

204,000 180,000 160,000 141,000

6,394 5,841 5,190

18.1 17.8 17.3 17.2 16.8 16.7 16.5 16.6 16.4 16.2 16.4 16.4 16.2

60.7 54.5 50.7 45.6

314 288 262 237 216 197 179 162

1,387 1,244 1,138 1,024 929 838 770 690

5.5 5.4 5.4 5.3

399x401x25x40 393x399x23x37 387x398x21x33 380x395x19x30 375x394x17x28 372x374x16x26 368x373x15x24 364x371x13x22 360x370x12x20 356x369x11x18 365x322x27x44 356x319x24x40 348x317x22x36 341x315x20x32

147 134 283 253 226 202 179 158 143 130 117 107 96.7

2,823 2,527 5,066 4,489 3,980 3,498 3,018 2,647 2,401 2,169 1,949 1,740 1,534

2,384 2,118 1,923 1,715 1,542 1,381 1,262 1,121 1,001 920 815 748 675 610 546 1,094 970 860 756 652 572 519 468 421 376 331

65

333x313x18x28 327x31Ox16x25 323x309x14x23 318x308x13x21 314x307x12x19 311x306x11x17 308x305x10x15

4,634 4,261 3,774 3,463 3,124

WF-ASTM A6

Wiryanto Dewo broto - Struktur Baj a

620 574 510 470 427 387 348 648 580 518 460 400 354 323 293 265 238 211

16.1 15.9 13.1 12.8 12.7 12.7 12.6 12.5 12.4 12.3 12.2 12.2 12.1

5.3 5.3 5.2 5.2 5.2 5.2 4.9 4.9 4.9 4.8 4.8 4 .2 4.2 4.1 4.1 4.1 4.0 4.0 4.0 4 .0 3.9 3.9

2,505 2,255 2020 1797 41.8 125,000 1582 37.9 110,000 1436 35.0 99,700 1302 31.2 88,900 1170 28.4 79,000 1040 26.6 71,100 918 23.5 63,600 857 21.9 57,200 795 20.2 51,400 681 18.7 46,100 622 17.3 41,500 564 38.1 78,700 1419 34.5 68,400 1230 31. 59,500 1102 51,700 982 27.5 24.1 44,500 863 753 21.5 38,800 34,600 651 19.8 18.3 30,700 595 16.8 27,500 543 15.3 24,700 493 13.9 22, 100 444

Finished

355

Tabel 6.19 Parameter Ba lak : ASTM - Metric Unit (F 240 MPa) Sumber: Nippon Steel & Sumitomo Metal

Notasi

Z

d x b,x twx t,

Berat

dxb

Ibs/ft

mm

kg/m

x em'

W30xl0.5

148132124116108999O-

779x266x17x30 770x268x16x25 766x267x15x22 758x266x14x19

220.2 196.4 184.5 172.6

8,174 7,065 6,325 5,549

758x266x14x19 753x265x13x17 750x264x12x15 722x359x21x38 714x357x19x34 706x358x18x30 701x356x17x27 696x355x15x25 702x254x15x28 693x256x14x24 688x254x13x21 684x254x12x19 678x253x12x16 647x329x21x37 641x327x19x34 635x329x18x31 628x328x17x28 622x327x15x24 616x325x14x22 611x324x13x19 623x229x14x25 618x230x13x22 612x229x12x20 608x228x11x17 603x228x11x15 603x179x11x15 599x178xl0x13 577x318x21x38 571x316x19x35 560x318x18x29 555x316x17x26 551x315x15x24 546x313x14x22 543x312x13x20 549x214x15x24 544x212x13x21 540x211x12x19 537x210x11x17 533x209xlOx16 528x209x10x13 524x207x9x11 535x167xl0x17 529x166xlOx14 525x165x9x11 567x305x39x70 555x302x36x64 545x299x33x58 535x296x29x54

160.7 5,549 147.3 4,996 133.9 4,466 322.9 11,522 288.7 10,236 264.9 9,138 239.6 8,258 7,520 217.3 192.0 6,358 169.7 5,566 151.8 4,914 139.9 4,461 125.0 3,932 285.7 9,149 8,308 261.9 241.1 7,638 6,901 217.3 194.9 5,929 174.1 5,392 154.8 4,711 153.3 4,573 139.9 4,087 125.0 3,693 113.1 3,197 101.2 2,914 92.3 2,482 81.9 2,177 270.8 7,831 247.0 7,120 6,031 218.8 196.4 5,422 181.6 4,933 165.2 4,490 150.3 4,086 138.4 3,638 3,147 123.5 108.6 2,845 101.2 2,552 92.3 2,356 81.9 2,029 71.4 1,735 84.8 2,098 74.4 1,824 65.5 1,502 462.8 12,389 421 .2 11,131 383.9 9,964 348.2 9,010

W27x14

217 194 178 161 146 W27x10 129 114 102 94 84 W24x12 .75 192 176 162 146 131 117 104 W24x9 103 94 84 76 68 W24x7 62 55 W21x12.25 182 166 147 132 122 111 101 W21x8.25 93 83 73 68 62 55 48 W21x6.5 57 50 44 311W18x11 283258234-

ASTM - Metric

356

~Mp ~ Mr kN -m

kN-m

Y

BF

Lp

Lr

Ix

kN

m

m

cm~

2.9 2.9 2.8 2.8 2.8 2.7 2.7 4.3 4.3 4.2 4 .2 4.2 2.9 2.9 2.8 2.8 2.7 4.0 3.9 3.9 3.9 3.9 3.8 3.8 2.6 2.6 2.5 2.5 2.4 1.8 1.7 3.9 3.9 3.8 3.8 3.8 3.7 3.7 2.4 2.4 2.3 2.3 2.3 2.2 2.2 1.8 1.7 1.6 3.8 3.8 3.7 3.7

9.8 9.1 8.7 8.3

279,000 241,000 224,000 206,000

8.3 8.1 7.8 16.7 15.4 14.4 13.5 13.0 9.6 9.0 8.5 8.2 7.8 16.5 15.4 14.5 13.6 12.5 11.9 11.2 8.7 8.2 7.9 7.4 7.2 5.5 5.3 18.3 17.0 14.8 13.7 13.0 12.3 11.7 8.6 7.9 7.5 7.2 7.0 6.6 6.3 5.6 5.2 4.9 36.6 33 .2 29.8 27.5

186,000 167,000 151,000 370,000 326,000 292,000 262,000 235,000 199,000 171,000 152,000 137,000 119,000 260,000 237,000 215,000 191,000 167,000 147,000 129,000 125,000 112,000 98,500 87,400 76,100 64,600 56,100 197,000 178,000 151,000 134,000 123,000 111,000 101,000 86,200 76,350 66,800 61,700 55,400 47,600 40,000 48,700 41,000 35,100 290,000 257,000 230,000 204,000

1,766 1,074 100.9 1,526 926 96.1 828 91.8 1,366 1,199 724 85.6 724 85.6 1199 80.2 1,079 652 965 582 74.7 2,489 1,536 76.7 75.3 2,211 1,370 1,974 1,225 73.8 1,784 1,108 72.2 1,624 1,015 69.0 1,373 841 79.3 1,202 737 75 .5 1,061 650 72.0 591 68.1 964 849 516 64.5 1,976 1,214 60.7 1,795 1,108 60. 0 1,650 1,021 59.3 924 58.2 1,491 1,281 798 56.1 727 54.0 1,165 635 51.2 1,018 604 63.0 988 540 60.7 883 798 489 57.8 423 54.2 691 629 383 51.9319 58.7 536 280 54.3 470 1,692 1,037 45.5 45.2 1,538 948 1,303 805 45.2 1,171 725 44.9 664 43.7 1,066 42.6 970 606 883 552 41.4 786 477 49.7 415 47 .8 680 376 46.1 615 44 .1 551 338 509 313 41.9 438 267 39.4 375 228 35 .9 275 47.0 453 394 236 45.0 325 193 40.6 2,676 1,551 34.3 2,404 1,404 33 .9 2,152 1,267 34.0 33 .2 1,946 1,156

~Vn kN

1,907 1,774 1,655 1,528 1,528 1,410 1,296 2,183 1,954 1,830 1,716 1,503 1,516 1,397 1,288 1,182 1,172 1,957 1,754 1,646 1,537 1,344 1,242 1,144 1,256 1,157 1,058 963 955 955 863 1,745 1,562 1,452 1,359 1,190 1,101 1,016 1,186 1,018 933 851 768 760 679 770 762 680 3,184 2,877 2,590 2,234

masih bersambung . ..

Bab 6. Ba lok Lentur

Tabe16.19 Parameter Balok: ASTM - Metric Unit (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Nippon Steel & Sumitomo Metar

Notasi dxb

W18x11

W18x7.5 W18x6 W16x10.25 W16x7

W16x5.5 W14x16

W14x14.5

W14x6.75

W14x5

Ibs/ft

d x bfx tw x tf mm

211- 525x294x27x49 192- 517x291x24x44 175- 509x289x23x40 158- 501x287x21x37 143- 495x285x19x34 130- 489x284x17x30 119- 482x286x17x27 106' 97* 8676'

476x285x15x24 472x283x14x22 467x282x12x20 463x280x11x17

55 50 46 40 77 67 57

460x191x10x16 457x190x9.14 459x154x9x15 455x153x8x13 420x262x12x19 415x260x10.17 417x181x11x18

Berat

Zx

<j> Mp <j>M, BF Lp

kg/m

em'

kN ' m

kN'm

8,088 1,747

1,044

314.0 285.7 260.4 235.1

7,161 6,480 5,884

1,547 1,400 1,271

212.8 193.5 177.1 157.7 144.4 128.0 113.1

5,333 4,693 4,292 3,779 3,443 3,068 2,629 1,815

1,152 1,014 927 816 744 663 568 392 344 311 269 526 458 367 325 285 260 185 153 2,686 5,886 5,239 4,664 4,150 3,706 3,320 3,065 2,824 2,613 2,384 2,118 1,923 1,715 1,542 1,381 1,262 1,121 1,004 920 815 748 675 610 546 214 193 168 140

81.9 74.4 68.5 59.5 114.6 99.7 84.8 74.4 67.0

50 413x180x10x16 45 410x179x9x14 40 407x178x8x13 59.5 31 403x140x7x11 46.1 26 399x140x6x9 38.7 808- 580x171x95x130 1202.0 730 570x454x78x125 1086.0 665 550x448x72.115 989.6 605 531x442x66x106 900.3 550 514x437x60x97 818.5 500 498x432.56x89 744.1 455 483x428x51x82 677.1 426 474x424x48x77 634.0 398 465x421x45x72 592.3 370 455x419x42.68 550.6 342 446x416x39x63 509.0 311 435x412x36x57 462.8 283 425x409x33x53 421.2 257 416.406.30x48 382.5 233 407x404x27.44 346.7 211 399x401x25x40 314.0 193 393x399x23x37 287.2 176 387x398x21x33 261.9 159 381x395x19x30 236.6 145 375x394x17x28 215.8 132- 372x374x16x26 196.4 120- 368x373.15x24 178.6 109 - 364x371x13x22 162.2 99- 360x370.12x20 147.3 90' 356x369.11x18 133.9 38 358xl72x8x13 56.6 34 355x171x7x12 50.6 30 352x171x7x10 44.6 26 353x128x6x11 38.7

ASTM - Metnc

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

1,592 1,440 1,247 2,434 2,122 1,699 1,506 1,321 1,202 858 709 12,436 27,251 24,254 21,591 19,212 17,159 15,371 14,190 13,072 12,095 11,036 9,804 8,903 7,940 7,140 6,394 5,841 5,190 4,649 4,261 3,774 3,463 3,124 2,823 2,527 992 896 778 646

kN

L,

m

m

I

x em'

33.1 3.7 24.9 180,000 22.1 161,000 933 33.2 3.6 20.1 144,000 847 33.3 3.6 774 32.9 3.5 18.7 127,000 706 625 572 507 463 416 357 241 212 189 164 329 289 225 200 176

32.7 32.9 32.8 32.3 31.9 30.6 29.6 32.4 30.6

<j> Vn kN

2,041 1,787 1,686 1,515

3.5 3.5 3.5 3.5 3.4 3.4 3.4 2.2 2.1 1.7 1.6 3.2 3.2 2.1

17.2 115,000 1,354 15.3 103,000 1,197 14.3 91,350 1,180 13. 79,800 1,028 12.2 72,900 952 11.5 63,800 807 10.5 55,700 733 6.8 37,350 662 6.4 33,500 592 34.1 5.2 29,900 595 31.7 5.0 25,700 524 46,350 11.1 24.9 726 10.3 39,900 23.7 598 7.3 27.3 31,700 661 26.4 2.1 6.8 27,600 595 25 .3 2.0 6.4 24,600 531 6.1 21,800 161 24.0 2.0 469 113 24 .2 1.5 4.5 15,600 406 94 21.4 1.5 4.3 12,500 345 1,341 25.2 2.1 55.4 665,000 7,934 3,173 23 .0 6.0 124.2 597,000 6,402 2,851 22 .1 6.0 114.0 518,000 5,702 2,561 21.2 5.9 104.8 451,000 5,047 95.4 392,000 4,441 2,304 20.6 5.8 2,076 20.0 5.7 87.3 342,000 4,016 1,878 19.3 5.7 80.3 299,000 3,547 74.8 275,000 3,276 1,746 19.1 5.6 1,620 18.8 5.6 69.5 250,000 3,013 65.9 227,000 2,752 1,508 18.3 5.5 1,387 18.1 5.5 60.7 204,000 2,505 1,244 17.8 5.4 54.5 180,000 2,255 50.7 160,000 2,020 1,138 17.3 5.4 1,024 17.2 5.3 45.6 141,000 1,797 41.8 125,000 1,582 929 16.8 5.3 838 16.7 5.3 37.9 111,000 1,436 35.0 99,800 1,302 770 16.5 5.2 31.2 89,000 1,170 690 16.6 5.2 622 16.5 5.2 28.3 79,100 1,042 574 16.2 5.2 26 .6 71,200 918 510 16.4 4.9 23.5 63,700 857 21.9 57,350 795 470 16.4 4.9 427 16.2 4.9 20.2 51,600 681 387 16.1 4.8 46,200 18.7 622 17.3 348 15.9 4.8 41,600 564 133 18.8 2.0 6.3 16,000 412 121 17.8 2.0 6.1 14,100 358 104 16.9 1.9 5.7 12,100 355 4.3 10,200 86 18.5 1.4 305

maslh bersambung ...

357

Tabel 6.19 Parameter Balak: ASTM - Metric Unit (F 240 MPa) - Ianjutan Sumber : Nippon Stee l & Sumitomo Metaf

Notasi

d

X

bfx t wx tf Berat

d,b

Ibsjft

mm

W14x5 W12x12

22 336' 305' 279 ' 252 ' 230 ' 210' 190 170 152 136 120 106 96 87 79 72 65 68' 60' 54' 49' 67 58 48 40 35 31 25 20 15 117* 102 ' 89 ' 73 ' 84 74 63 53

349xl27x6x9 427x340x45x75 415x336x41x69 403x334x39x63 391x330x35x57 38 2x328x33x53 374x325x30x48 365x322x27x44 356x319x24x40 348x317x22x36 340x315x20x32 333x313x18x28 327x310x15x25 323x309x14x23 318x308x13x21 315x307x12x19 311x306x11x17 308x305xl0x15 264x257x12x20 260x256x11x17 256x255x9x16 254x254x9x14 229x21Ox14x24 222x209x13x21 216x206xlOx17 210x205x9x14 206x204x8x 13 203x203x7x11 162x154x8x12 158x153x7x9 152x152x6x7 361x378x20x20 356x376x18x18 351x373x16x16 346x371x13x13 312x312x17x17 308x31Ox15x15 303x308x13x13 299x306xl1xl1

W10x10

W8x8

W6x6

HP14x

HP12x

kgjm

32.7 500.0 453 .9 415.2 375 .0 342. 3 312.5 282 .8 253 .0 226.2 202.4 178. 6 157.7 142.9 129.5 117.6 107.1 96 .7 101.2 89.3 80.4 72 .9 99 .7 86 .3 71.4 59.5 52 .1 46.1 37.2 29.8 22.3 174.1 151.8 132.4 108.6 125.0 110.1 93.8 78.9

Z

x em'

553 9,839 8,808 7,902 6,954 6,348 5,665 5,066 4,489 3,980 3,486 3,018 2,628 2,401 2,169 1,957 1,740 1,534 1,405 1, 198 1,092 968 1,148 987 780 637 577 486 315 239 183 3,093 2,748

$M p $M r kN -m

kN-m

119 2,125 1,903 1,707 1502 1371 1224 1094 970 860 753 652 568 519 468 423 376 331 303 259 236 209 248 213 168 138 125 105 68 52 40 668 594

73 1,192 1,078 975 867 797 719 648 580 518 45 8 400 352 32 3 293 266 238 211 189 162 149 132 150 130 104 86 78 67 42 32 25 415 371

m

m

Ix em'

~Vn

kN

17.5 5.0 14.6 14.2 13.9 13.5 13.5 13.1 12.8 12.7 12.6 12.6 12.4 12.4 12.3 12.3 12.2 12.1 8.1 8. 2 7.9 8.1 5.4 5.3 5.4 5.3 5.2 5.2 3.1 3.2 3.0 16.2 15.9

1.4 4.5 4.4 4.4 4.3 4.3 4.2 4.2 4.2 4 .1 4.1 4.1 4 .0 4.0 4.0 4.0 3.9 3.9 3.4 3.3 3.3 3.3 2.8 2.7 2.7 2.7 2.7 2.6 2.0 1.9 1.9 4 .6 4 .6

4 .0 66.7 61.0 55 .8 50.1 46.7 41.8 38.1 34.5 31.0 27.6 24.1 21.4 19.8 18.3 16.7 15.3 13.9 17.6 15.1 14.3 12.8 20.8 18.4 14.6 12.3 11.6 10.1 10.3 8.0 6.8 20.3 18.6

8,290 169,000 148,000 130,000 113,000 101,000 89,350 78,700 68,500 59,600 51,800 44,600 38,800 34,700 30,800 27,600 24,800 22,200 16,350 14,100 12,500 11,350 11,350 9,480 7,650 6,090 5,270 4,570 2,230 1,730 1,220 50,900 43,800

302 2,767 2,450 2,263 1,971 1,815 1,616 1,419 1,230 1,102 979 863 706 651 595 544 493 444 456 412 332 329 462 416 311 272 237 205 187 159 131 1,040 923

27,000 23,700

764 665

BF Lp

Lr

kN

Profil non-compact or slende r 1,893 1,652 1

409 357

253 12.2 223 12.1

3.8 16.5 3.8 1 14.9

Profil non-compact or slender

Catatan : tanda (*) bahwa ketersed iaannya tergantung pesanan

358

Ba b 6. Ba lok Lentur

Tabel 6.20 Universal Beam: BS - Metric Unit (F 240 MPa) Sumber : Nippon Steel & Sumitomo Metal

Notasi dxb

d kg/m

+UB1016x305 583' 493 487 437 414 393 349 314 272 249 222 UB914x419 388 343 UB914x305 289 253 224 201 UB838x292 226 194 176 UB762x267 197' 173' 147' 134' UB686x254 170 152 140 125 UB61Ox305 238 179 149 UB61Ox229 140 125 113 101 UB533x210 122 109 101 92 82 UB457x191 82 74 67 UB457x152 82 74 67 60 52 UB406x178 74 67 60

X

bfx t wx t, mm

1056x314x36x64 1036x309x31x54 1036x309x30x54 1026x305x27x49 1020x304x26x46 1016x303x24x44 1008x302x21x40 1000x350x19x36 990x350x17x31 980x350x17x26 970x350x16x21 921x421x21x37 912x419x19x32 927x308x20x32 918x306x17x28 910x304x16x24 903x303x15x20 851x294x16x27 841x292x15x22 835x292x14x19 770x268x16x25 762x267x14x22 754x265x13x18 750x264x12x16 693x256x15x24 688x255x13x21 684x254x12x19 678x253x12x16 636x311x18x31 620x307x14x24 612x605x12x20 617x230x13x22 612x229x12x20 608x228x11x17 603x228x11x15 545x212x13x21 540x211x12x19 537x210x11x17 533x209xlOx16 528x209xl0x13 460x191x10x16 457x190x9x15 453x190x9x13 466x155x11x19 462x154x10x17 458x154x9x15 455x153x8x13 450x152x8x11 413x180x10x16 409x179x9x14 406x178x8x13

Berat kg/m

583.4 492 .6 486.7 437.0 413.7 392.7 349.4 314.3 272.3 248.7 222.0 388.0 343.3 289.1 253.4 224.2 200.9 226.5 193.8 175.9 196.8 173.0 146.9 133.9 170.2 152.4 140.1 125.2 238.1 179.0 149.2 139.9 125.1 113.0 101.2 122.0 109.0 101.0 92.1 82.2 82 .0 74.3 67.1 82.1 74.2 67.2 59.8 52.3 74.2 67.1 60.1

BS - Metric

Wiryanto Dewobroto - Struktllr Baja

Y

Zx

<j> M. <j> M,

BF

L. L,

em'

kN-m

kN-m

kN

m

27,686 23,060 22,845 20,414 19,218 18,126 16,215 14,502 12,579 11,101 9,423 17,536 15,215 12,545 10,783 9,436 8,144 9,082 7,643 6,750 7,065 6,151 5,186 4,647 5,670 4,928 4,461 3,932 7,315 5,536

5,980 4,981 4,934 4,410 4,151 3,915 3,502 3,132 2,717 2,398 2,036 3,788 3,286 2,710 2,329 2,038 1,759 1,962 1,651 1,458 1,526 1,329 1,120 1,004 1,225 1,065 964 849 1,580 1,196

3,522 2,953 2,934 2,634 2,481 2,352 2,118 1,901 1,653 1,445 1,217 2,349 2,042 1,638 1,417 1,236 1,060 1,198 1,002 883 926 810 679 608 747 652 591 516 975 745

194.9 193.7 192.1 189.3 188.0 183.9 175.9 168.8 158.0 151.2 138.4 127.3 121.5 144.4 133.2 125.4 115.8 113.7 105.5 98.0 96.1 88.8 81.6 76.0 77.1 71.9 68.1 64.5 60.6 56.1

3.4 3.3 3.4 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.2 3.1 3.0 4.9 4.9 3.3 3.3 3.2 3.1 3.2 3.1 3.0 2.9 2.9 2.8 2.7 2.8 2.8 2.8 2.7 3.7 3.6

4,078 3,693 3,197 2,914 3,155 2,845 2,552 2,356 2,029 1,815 1,670 1,497 1,820 1,623 1,435 1,247 1,100 1,506 1,316 1,198

881 798 691 629 682 615 551 509 438 392 361 323 393 351 310 269 238 325 284 259

m

Ix

<j> Vn

em'

kN

16.0 1,240,000 5,474 13.8 1,030,000 4,625 13.8 1,020,000 4,476 12.7 910,000 3,989 12.2 853,000 3,819 11.8 808,000 3,511 11.2 723,000 3,048 10.6 644,000 2,736 10.0 554,000 2,424 9.4 481,000 2,399 8.9 408,000 2,235 16.2 720,000 2,785 15.1 626,000 2,495 10.7 504,000 2,670 10.1 436,000 2,247 9.6 376,000 2,097 9.1 325,000 1,950 9.9 340,000 1,961 9.2 279,000 1,817 8.9 246,000 1,683 9.1 240,000 1,774 8.7 205,000 1,536 8.2 169,000 1,411 7.9 151,000 1,296 170,000 1,497 9. 150,000 1,288 8.5 8.2 136,000 1,182 7.8 118,000 1, 172 13.7 209,000 1,649 11.7 153,000 1,250

Profil non-compact or slender

539 489 423 383 416 376 338 313 267 241 223 199 238 213 189 164 143 200 175 160

60.5 57.8 54.2 51.9 48 .0 46.1 44.1 41.9 39.4 32.4 31.0 29.7 37.2 35.8 33.9 31.7 30.1 26.4 25.2 23 .9

2.6 2.5 2.5 2.4 2.4 2.3 2.3 2.3 2.2 2.2 2.2 2.1 1.7 1.7 1.7 1.6 1.6 2.1 2.0 2.0

8.2 7.9 7.4 7.2 7.9 7.5 7.2 7.0 6.6 6.8 6.6 6.3 5.9 5.5 5.3 5.0 4.7 6.8 6.4 6.2

112,000 1,155 98,600 1,058 87,350 963 75,800 955 76,000 1,020 66,800 933 61,500 851 55,200 768 47,500 760 37,100 662 33,350 592 29,400 587 36,600 738 32,700 665 28,900 594 25,500 524 21,400 518 27,350 595 24,350 530 21,600 468

masih bersambung ...

359

Tabel 6.20 Universal Beam: BS - Metric Unit (F 240 MPa) - lanjutan Sumber ; Nippon Steel & Sumitomo

Notasi

d X b, x twx t, Berat

dxb

kg/m

mm

UB406x140

46 39 67 57 51 45 39 33 54 46 40 43 37 31 30 25 23 634 551 467 393 340 287 235 202177153129-

403x142x7x11 398x142x6x9 363x173x9x16 358xl72x8x13 355xl72x7x12 351x171x7x10 353x126x7x11 349x125x6x9 310x167x8x14 307x166x7x12 303x165x6xlO 260x147x7x13 256x146x6x11 251x146x6x9 207x134x6xlO 203x133x6x8 203x102x5x9 475x424x48x77 456x419x42x68 437x412x36x58 419x407x31x49 406x403x27x43 394x399x23x37 381x395x18x30 375x375x17x27 368x373x14x24 362x371x12x21 356x369xl0x18 365x322x27x44 353x318x23x38 340x315x19x31 327x311x16x25 321x309x14x22 315x307x12x19 308x305xl0x15 267x259x13x21 260x256xlOx17 254x255x9x14 222x209x13x21 216x206xl0x17 210x206x9x14 206x204x8x13 203x203x7x11 162x154x8x12 158x153x7x9 152x152x6x7 361x379x20x20 356x376x18x18 352x374x16x16 346x371x13x13

UB356x171

UB356x127 UB305x165

UB254x146

UB203x133 UB203x102 UC356x406

UC356x368

UC305x305

UC254x254

UC203x203

UC152x152

UBP356x368

283 240 198 158 137 118 97 107* 897386 71 60 52 46 37 30 23 174152133109-

kg/m

Zx

<j> Mp <j>Mr BF

Lp

Lr

Ix

<j> Vn

em'

kN -m

m

m

em'

kN

kN· m

kN

15,700 46.0 866 187 114 24.0 1.5 4.6 39 .0 154 94 21.1 1.5 4.3 12,500 714 261 162 19.7 2.0 7.1 19,500 67.1 1,207 6.3 16,000 214 57.0 992 133 18.8 2.0 14,100 51.0 900 194 122 17.7 2. 6.1 167 104 16.8 1.9 5.7 12,100 45.0 775 39 .1 666 144 88 19.6 1.4 4.2 10,200 4.0 8,250 33.1 547 118 72 17.6 1.3 184 2. 7.0 11,700 115 13.9 54.0 851 9,900 46.1 728 157 98 13.4 2. 6.4 8,500 2. 5.9 40.3 604 130 82 12.4 43.0 568 123 77 9 .6 1.8 6.6 6,540 103 65 9.2 1.8 5.9 5,540 37.0 476 54 8.8 1.7 5.4 4,410 31.1 399 86 2,900 30.0 316 68 43 5.9 1.7 5.9 2,340 25 .1 260 56 35 5.8 1.6 5.2 2,100 23.1 221 48 30 6.1 1.2 4.2 633.9 14,230 3,074 1,751 19.2 5.6 74.6 275,000 551.0 12,130 2,620 1,513 18.4 5.5 65.7 227,000 467.0 9,984 2,157 1,266 17.9 5.4 55.3 183,000 393.0 8,177 1,766 1,053 17.3 5.3 46.5 147,000 339.9 6,982 1,508 909 16.9 5.3 40.7 123,000 773 16.6 5.2 34.9 99,900 287.1 5,859 1,266 620 16.5 5.2 28.2 79,100 235 .1 4,623 999 66,350 201.9 3,961 856 533 16.6 4.9 24.3 467 16.3 4.9 21.8 57,100 177.0 3,438 743 152.9 2,964 640 406 16.1 4.9 19.4 48,600 129.0 2,501 540 346 15.7 4.9 17.2 40,200 5,066 1,094 648 13.1 4.2 38.1 48,900 282.9 64,200 240.0 4,248 918 551 12.9 4.2 32.6 50,900 198.1 3,384 731 446 12.7 4.1 26.5 38,700 158.1 2,655 574 355 12.5 4. 21.5 136.9 2,301 497 310 12.4 4. 19.1 32,800 266 12.3 4. 16.7 27,700 1,957 423 117.9 22,200 96.9 1,534 332 211 12.1 3.9 13.9 17,500 107.1 1,503 325 201 8.2 3.4 18.5 88.9 1,185 256 161 8.2 3.3 15.0 14,350 11,400 73.1 972 210 133 8.1 3.3 12.8 987 213 130 5.3 2.7 18.4 9,450 86.1 104 5.4 2.7 14.6 7,620 71.0 780 168 6,120 60.0 640 138 86 5.3 2.7 12.4 5,260 52 .0 577 125 78 5.2 2.7 11.6 46.1 486 4,570 67 5.2 2.6 10.1 105 37.0 315 68 42 3.1 2. 10.3 2,210 1,750 52 32 3.2 1.9 8.0 30.0 239 40 3.0 1.9 6.8 1,250 23 .0 183 25 51,000 173.9 3,100 670 416 16.2 4.7 20.4 44,000 152.0 2,748 594 371 15.9 4.6 18.6 133.0 Profil non-compact or slender 108.9

BS - Metric

360

M~tal

406 344 470 412 358 354 356 302 357 309 262 262 221 217 179 175 146 3,283 2,758 2,265 1,870 1,579 1,305 988 918 742 626 513 1,419 1,169 930 753 647 544 444 500 374 329 416 311 272 237 205 187 159 131 1,040 923

masih bersambung . . .

Bab 6. Balok Lentur

Tabe l 6.20 Universal Beam: BS - Metric Unit (F 240 MPa) -lanjutan Sumber : Nippon Steel & Sumitomo

Notasi

M ~tal

Zx

~Mp ~Mr

BF Lp Lr

dxb

kg/m

mm

kg/ m

em'

kN-m

kN·m

kN

m

m

UBP305x305

223 186 149 126 223 186 149 126

338x326x30x30 328x321x26x26 312x313x18x18 308x311x15x15 338x326x30x30 328x321x26x26 312x313x18x18 308x311x15x15

222.9 186.0 149.1 126.1 222.9 186.0 149.1 126.1

3,592 3,016 1,999 1,657

776 651 432 358

464 394 267 223

12.4 12.2 12.1 12.1

4.0 3.9 3.8 3.8

29.0 25.1 17.5 14.9

UB P30Sx30S

d X b,x t wx t, Berat

BS - Metric

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

Ix

~VD

em'

kN

52,700 1,460 42,600 1,228 33,100 809 27,400 665

Profil non-compact or slender

Finis hed

361

6.5.5. Pro/if badan kompak (AISe - F3)

Note: Doubly symmetric I-shaped members with compact webs and noncompact or slender flanges bent about their major axis Ketentuan F3 adalah untuk melengkapi ketentuan F2, digunakan untuk kondisi penampang yang sarna, yaitu profil I simetri ganda dan dibebani pada sumbu kuat. Perbedaan pada F3 adalah rasio lebar-tebal pelat sayap pada klasifikasi non-kompak atau langsing. r p r o s e dUrA'sC-F2 ---t-- - - --

- - - prosedUrAlSC-F3- - - - -- ----1

p

If

I

9

L6 250

F I

~ '25~1 a).

sayap langslng

sayap non-kompak

1--- - - - 520 - - - -b).

c).

Gambar 6.5 0 Ras ia lebar-tebal web dan saya p untuk prasedu r AI SC- F3

Gambar 6.50a memperlihatkan profil hot-rolled WF 250x125x6x9 (Fy 240 MPa) yang rasio lebar-tebal pelat badan dan sayap sesuai klasifikasi kompak, perencanaannya memakai prosedur AISC-F2. Jika dipakai ketebalan pelat sarna (untuk sayap maupun badan), hanya konfigurasi lebar sayap diubah, diperlebar menjadi 250 mm (Gambar 6.50b) maka klasifikasi sayap adalah non-kompak. Jika diperlebar lagi jadi 520 mm (Gambar 6.50c) klasifikasi sayapnya menjadi langsing. Untuk perencanaannya tidak bisa lagi memakai prosedur AISC F2 tetapi harus memakai prosedur AISC-F3 . Illustrasi di atas digunakan untuk memberi gambaran sederhana bagaimana Chapter-F (AISC 2010) dipakai, yaitu mengantisipasi berbagai variasi profil yang dibutuhkan. Tentu saja profil-I dengan sayap non-kompak atau langsing tidak tersedia sebagai profil hotrolled dari pabrik baja, umumnya profil built-up dengan las. Adanya ide memperlebar profil balok pada sayap (Gambar 6.50) tentunya bukan tanpa alasan. Umumnya didasarkan pengetahuan elastis-linier sehingga seorang insinyur memahami betul bahwa profil I sangat efisien dipakai sebagai penampang lentur, tegangan terbesar terjadi di serat terluar maka agar efisien, penempatan bahan juga pada daerah tersebut.

362 ·

Bab 6. Ba la k Lentur

Prinsip elastis linier penampang dapat dengan mudah diwakili oleh parameter A (luas penampang), sebagai indikasi banyaknya bahan material yang dipakai. Parameter Ix (momen inersia sumbu kuat) menunjukkan kekakuan dan sekaligus indikasi kekuatan penampang terhadap momen lentur. Jika % peningkatan Ix lebih besar terhadap % peningkatan A menunjukkan efektifnya langkah yang dipilih. Tentu saja dalam kaca mata elastis tinier saja yang menentukan. Pelajari sifat penampang dalam tabel berikut. Tabel 6.2 1 Properti balok dengan pe rbedaa n kela ngs ingan saya p No

1 2 3

A (mm 2) I.(mm4) b, D t w t, 125 250 6 9 3,642 100% 38,929,33 4 100% 250 250 6 9 5,892 162% 71,615,084 184% 520 250 6 9 10,752 295% 142,216,3 04 365 %

ratio 1.000 1.136 1.237

Tabel 6.21 berisi properti penampang balok dengan penambahan lebar sayap sesuai Gambar 6.50, sehingga terjadi juga peningkatan kekuatan dibanding volumenya (nilai ratio). Khususnya jika kondisinya memenuhi kriteria elastis linier (kondisi batas material). Pada situasi tertentu, ternyata kondisi batas geometri atau stabilitas dapat saja menentukan, sehingga situasinya jadi lain. Seperti diketahui bahwa penambahan lebar pelat sayap jika tidak disertai penambahan tebal, maka kelangsingan atau rasio lebar tebal pelat akan berubah. Ingat, pel at langsing jika menerima gaya tekan akan berisiko untuk tekuk, yaitu tekuk torsi lateral dan tekuk loka!. Untuk mendapat gambaran bagaimana pengaruh kelangsingan pelat sayap pada profit I simetri ganda dengan pelat badan kompak, dapat dilihat kurva hubungan Mn dan kelangsingan sayap (A.).

~

;i

·s= 0

Mp

I I I

--------,----------sa yap I sayap I

O.7Fy Sx

Z

kompak

.e = ... <1/

*O.38~

..J os

=

~

I I

non-kompak

I I

*1 .0~ Fy

I I I I I I I

• dari Tabel B4.1b (AISC 2010)

sayap langsing

0 0

Arf Apt Kelangsingan Sayap, A = bt l2tt

Ga mbar 6.51 Pengaruh ke langs ingan saya p terhadap kuat lentur (AISC 2010)

Wi ryanto Dewobroto - Struktur Baja

363

Faktor jarak pertambatan lateral (Lb) tidak terlihat pada kurva Gambar 6.51, karena kondisi yang ditinjau adalah kondisi batas stabilitas tekuk lokal pada pelat sayap (AISC 2010), sedangkan tekuk torsi lateral pada penampang adalah kondisi batas stabilitas balok secara global. Masing-masing kondisi batas perlu dievaluasi secara tersendiri, dan dicari yang paling dominan (menentukan). Pada kurva, kuat lentur nominal, M n yang maksimum adalah M p , yaitu jika komponen sayap berklasifikasi kompak. Jika tidak, maka besarnya Mn < Mp , atau dengan kata lainnya tidak akan terbentuk penampang pada kondisi plastis penuh (M). Padahal adanya hal p itu, maka perilaku daktail suatu struktur dapat diharapkan terjadi. Pada bangunan tahan gempa, struktur yang daktail adalah sangat penting, sehingga penampang kompak selalu dipilih untuk elemen pada sistem pemikul lateral. Sedangkan penampang nonkompak untuk beban gravitasi saja, yang kondisi bebannya relatif tertentu. Motivasi peningkatan kekuatan, yang menyebabkan dimensi profil diubah menjadi sebagaimana digambarkan Tabel 6.21, yaitu profil kompak jadi profil nonkompak, tentu hanya dibenarkan jika akan dipakai untuk pembebanan gravitasi, yang mana daktilitas bukan menjadi persyaratan utama. Pada konteks ini yang dipentingkan adalah dapat memenuhi kriteria kekuatan dan kekakuan saja. Jika profil dirubah jadi penampang langsing, perlu diperhatikan, karena masalah stabilitas akan menentukan. Bisa saja pada kondisi tegangan rendah, kapasitas balok sudah mencapai maksimum, atau sehingga struktur menjadi tidak efisien. Profil nonkompak atau bahkan profil langsing bisa saja menjadi konstruksi efisien, yaitu jika terdapat sistem pertambatan lateral yang relatif murah tetapi efektif, seperti misalnya jika bagian sayap desak dapat ditanam atau menyatu dengan pelat lantai dari beton bertulang (balok komposit). Pad a kondisi tersebut tentunya dapat dianggap Lb = 0, dan tidak terjadi juga risiko tekuk lokal. Jika kondisinya seperti itu, pastilah kurva Gambar 6.51 menjadi tidak valid lagi. Meskipun demikian, kurva tersebut dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa membuat modifikasi dimensi profil tidak bisa sembarang. Hanya efektif jika rasio lebar tebal masih dalam kategori kompak. Kalaupun terpaksa maka kategori nonkompak dapat juga dipilih tetapi tentu saja hasilnya kurang efisien, sedangkan memperlebar sedemikian sehingga menjadi elemen langsing sebaiknya dihindari karena sangat tidak efisien.

364

Bab 6. Balok Lentur

Tetapi jika ternyata hal itu tidak dapat dihindari lagi, yaitu terdapat pelat sayap dengan kategori non-kompak dan langsing maka ketentuan berikut menentukan. Kuat lentur nominal penampang, Mn diambil dari nilai terkecil yang dihasilkan akibat kondisi batas [1] tekuk torsi lateral, dan [2] tekuk lokal elemen sayap tekan. Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok. [1] Tekuk Torsi Lateral Tekuk torsi lateral mengikuti ketentuan F2.2 (AISC 2010) Jika Lb :::; Lp tidak ada tekuk torsi lateral, tetapi perlu check elemen sayap tekan terhadap tekuk lokal. JikaL p < Lb :::; Lr maka M"

=C{ Mp -(Mp- 07Fy

S,){~ =~: J] "Mp ...... ..................

(F22J

Jika Lb> Lr maka Mn= Fcr· Sx5, Mp ... . .... .. ... .............................................

(F2-3)

[2] Tekuk Lokal Elemen Sayap Tekan (a) penampang dengan profil sayap nonkompak M" =

.l{

[Mp -(Mp- O.7Fy S A:-_A:,

J] ...............................

(F3·1J

(b) penampang dengan profil sayap langsing M = O. n

9Ek S

),2

c x . .. ....... . •........ • ........ . .. . ...... .•.... ..•.....•.... .. (F3-2)

dimana A = 112 bf l tf \ f=\ batas kelangsingan sayap kompak (TabeI6.1)

\ r= \

batas kelangsingan sayap non-kompak

k c = 4/ ~h/tw dan 0.355, kc 5, 0.76 h adalah jarak yang didefinisikan pada Tabel6.1

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

365

6.5.6. Profil badan non-langsing (AISe - F4)

Note: Other I-Shaped members with compact or noncompact webs bent about their major axis. Ketentuan ini berlaku untuk profil-I simetri ganda, dengan pelat badan non-kompak yang dibebani pada sumbu kuat, ada pun pelat sayapnya bisa disemua kategori, yaitu kompak, non-kompak atau langsing. Ini juga berlaku untuk profil-I simetri tunggal, dengan pelat badan kompak atau non-kompak, yang dipasang pada tengah-tengah pelatsayap (sebagai sumbu simetri), dan dibebani pada arah sumbu kuat. Klasifikasi pelat sayap bisa apa saja. r-prosedurAlsc.F2-l---------prOSedUrAISC-F4

P

I

T

P

---------1

P

.rah pembebanan balok (sumbu kuat)

P

I I ~r ~~J.ITI:~=

9""T I

1

eJ

250

--180--

6

sayap kompak

-

1-125-j

I, tI

a). 800

I

web non-«ompak

600

profit I built-up simatrl·lunggal

I rprofillbUin-UP

6-

simetri-ganda

prom I built-up slmetri-Iunggal

r-

1-125-1 Catatan : pada prosedur AISC-F4 pelal sayap bisa samua kelangsingan (kompak, non·kompak & langstng)

b).

c).

d).

1- 125-1

Ga mbar 6.52 Rasio lebar-teba l web dan sayap untuk prosedur AISC-F4

Gambar 6.52a menampilkan profil WF250x125x6x9 (Fy 240 MPa) klasifikasi kompak sesuai prosedur F2 (AISC 2010), disampingnya dengan tebal pelat sarna dimodifikasi jadi profil I-built-up simetri ganda (Gambar 6.52b), sehingga pelat badan jadi non-kompak. Juga untuk profil simetri tunggal dan pelat badan tidak langsing (kompak dan non-kompak) seperti di Gambar 6.52c dan 6.52d maka perencanaannya memerlukan ketentuan F4 ini.

366

Bab 6. Ba lok Le ntur

Ketentuan F4 dipakai untuk profil I.built-up dengan pelat badan tidak langsing. Jika langsing maka perlu memakai ketentuan F5. Meskipun demikian AISC memberi catatan, bahwa profil I builtup pada ketentuan F4 ini dapat dihitung juga sesuai ketentuan F5. Hasilnya akan lebih konservatif (User Note AISC 2010). Ketentuan F4 atau F5 diperlukan karena disadari, jika pelat sayap dijauhkan satu sarna lain, akan dihasilkan peningkatan kekakuan yang signifikan. Untuk penjelasannya dipakai tabulasi data sehingga diperoleh nilai numerik berapa besarnya peningkatan tersebut. Profit yang dievaluasi adalah profil WF250x125x6x9 (acuan) dan profit I 800x125x6x9 (hasil pengembangan). Untuk itu, dihitung ' luas penampang (A) dan momen inersia (/J sebagai berikut. Tabel 6.22 Pro perti ba lok de nga n pe rbedaa n kelangs inga n bada n

No

1 2

h,

D

t w t,

A (mm2)

IJmm 4)

ratio

125 250 6 9 3642 \ 100% 38,929,334 \ 100% 1.00 125 800 6 9 6942 \ 191% 591,066,634 \ 1518% 7.95

Dari Tabel 6.22 dapat diketahui bahwa hanya dengan meningkatkan material sebanyak 191 %-nya saja ternyata dapat dihasilkan peningkatan kekakuan sebesar 1518%. Itu berarti efektif sebesar 7.95 kali dari yang sebelumnya. Strategi pengubahan pelat badan, lebih efektif dibanding pengubahan pelat sayap. Itu juga berarti ketentuan ini (F4 dan F5) akan lebih populer dibanding F3. Untuk ukuran profit I yang memenuhi ketentuan F4, maka kuat lentur nominal penampang, Mn adalah nilai terkecil dari kondisi batas [1] elemen sayap tekan leleh, [2] tekuk torsi lateral, [3] tekuk lokal elemen sayap tekan, dan [4] elemen sayap tarik leleh. Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok.

[1] Elemen Sayap Tekan Leleh Mn = Rpc Myc

= Rpc FyS xc

......... ........... .... ..... .. ........... ......

(F4- 1)

dimana Myc =momen leleh di sayap tertekan, N-mm

Untuk pelat sayap tekan kecil, nilai Rpc = 1 - 1.6, Untuk hasil konservatif konservatif maka nilai Rpc = 1. Untuk pelat sayap tekan yang besar maka nilai Rpc< 1.

Wirya nto Dewo broto - Strll ktll r Baja

367

Faktor plastifikasi pelat badan, Rpc ditentukan dari

R

pc

Mp ................................ ................. .......... (F4-9a) =-M

lye

Jika -

Iy

ye

he

>0.23 dan -

tw

Rpe =

[!!L-[!!L-l][ M ye

Jika

> lLpw maka

l ye

-~0.23

pw A - _A Arw Apw

M ye

]l~.!:!..L ................... (F4-9b) M ye

maka

ly R pe

= 1.0 .. .... ..... .... .................... ................ ....... .. (F4-10)

dimana A = he /tw

=Ap \ w=\ Apw

batas kelangsingan web kompak (TabeI6.1) batas kelangsingan web non-kompak (TabeI6.1)

he ............. dua kali jarak dari sumbu netral (e.g) ke permukaan sebelah dalam dari pelat sayap yang mengalami tegangan tekan pada penampang built-up. Lihat notasi yang digunakan pada Gambar 6.53 dimana sisi atas adalah tekan. 77777777777777r- - - - - - - - - - ~'i>7'~~'-LL.-- -

- - - - - - --

sumbu netral (c.g)

,L......Vnf- -

~--=----=------'---"----------

Distribusi tegangan elastis he = 2 ( y-t,c) t,c :5.Y:5. d - tft

Distribusi tegangan plastis A - 2Ac hp=

tw

2A csA s (Aw+ 2Ac)

Gambar 6.53 Distribusi tegangan elastis-p lastis (A ISC 2010)

368

Bab 6. Balak Lentur

[2] Tekuk Torsi Lateral Jika Lb s Lp tidak ada tekuk torsi lateral. JikaL p < Lb S Lr maka Mo =

c{

R",M Y' -(R"MY' - P,5"

(~: =~:

II

< R",MY'

. .... ... . . .. . . (F4-2)

Jika Lb > Lr maka Mn

= Fer ,Sxc sRpeMye

................................................. (F4-3)

dimana M yc= Fy S xc .. .. . . ... .... ................ .... ...... .. .... . .. ....... . . . ... . . (F4-4)

F" =

(~~)~

1+0078

5~h" (~:

J. . . . . . . . -..-._... ..... .

(F45)

Jika Iyc / I y S 0.23 maka nilai J = 0 dimana lye =

momen inersia sayap tekan terhadap sb. Y (mm 4)

8esarnya tegangan FL untuk S xt /

S xc

2: 0.7 maka

FL = 0.7 Fy ............ .. .. ..... .. .. .. .... ..... ................ ... ........... (F4-6a)

Untuk S xt /

S xc

< 0.7 maka

FL = Fy Sxt ~ 0.5 ..... .... ...... ... .. ....................... ...... .. ... ..... (F4-6b)

Sxc Jarak pertambatan lateral, Lp untuk kondisi batas leleh, Lp = 1.lrt~E/ Fy . . .. . ....... ...... . . . .. ... ...... .... ............ ... .......

Jarak pertambatan lateral,

Lr

=

1.9Sr

t



Lr untuk kondisi batas elastis,

_1_+ (_1_)2 +6.76(F )2 ......................

FL Sxcho

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

(F4-7)

L

Sxcho

(F4-8)

E

369

Radius girasi efektif untuk tekuk torsi lateral dihitung dari (a)

untuk profill-WF dengan sayap tekan berbentuk persegi r, =

1{

hf e ~+. ~~

)..... .... . . . . . . . . . ... .

('~11)

dimana

hJw

a w = - - .. . .. ........ ... . .. . ...... . ..... ····· ············ · · ···· · ···· ·· · CF4-12) bfc t Fe hIe.. ... tIe . ... ..

ho

he

lebar sayap tekan (mm) tebal sayap tekan (mm) jarak antara titik berat elemen sayap, mm dua kali jarak dari sumbu netral (c.g) ke permukaan sebelah dalam pelat sayap yang mengalami tekan pada penampang built-up. Lihat notasi yang digunakan pada Gambar 6.53.

untuk sayap tekan dengan tambahan profil UNP atau pelat penutup (cover-plate) maka

(b)

r t = radius girasi komponen sayap tekan akibat lentur ditambah 1/3luas pelat badan (web) yang menerima tekan akibat momen pada sumbu kuat saja, dalam mm.

aw =adalah rasio dua kali luas pelat badan yang menerima tekan akibat momen pada sumbu kuat saja catatan : untuk profil I dengan pel at sayap tekan persegi maka r t dapat didekati secara cukup akurat sebagai berikut h

rt

fe =--;===:=====~

12(l+ia

w)

[3] Tekuk Lokal Elemen Sayap Tekan Kriteria ini tidak berlaku jika sayap tekan klasifikasinya kompak. Jika tidak kompak, maka pengaruh tekuk lokal sayap tekan dapat dihitung sebagai berikut : (a) penampang dengan profil sayap non-kompak Mn = Rpe Mye - (Rpe Mye - FLS xc ). [ AA -_A;f ) ....... .......... ... .. .... CF4-13) rf

370

pf

Bab 6. Balok Le ntur

dimana 8esarnya tegangan FL untuk S xc /

S xc ~

0.7 maka

FL = 0.7 Fy ... .. .. .. .... ...... ... ... .......... .................... ..... .. .... (F4-6a)

UntukSxc/Sxc <0.7maka

~ 0.5 .... . ......... ..... .. .............. .. ... .. ...... .. ..... ...

FL= Fy S xt

(F4-6b)

S xe

Faktor plastifikasi pelat badan, l ye

Jika -

Iy

Rpc

ditentukan dari

he

>0.23 dan - ~ A.pw maka tw

M R = _P_ pc

M

.. . ... .. .. . ......... .. ... . . .. ... . ... . . .. .. . .. ... . ......... . (F4-9a)

ye

Jika

l ye - ~0.23 ly

Jika

R pc

= 1.0

maka .................. .. ........ .. .. ...... . .................. . (F4-10)

(b) penampang dengan profil sayap langsing

M

=

0.9Ekc S xc

n

A?

... " .... .... . .. ... " .. ................... .. ........ .. ..

(F4-14)

dimana 4 ke = ~ dan 0.3S ~ ke ~ 0 . 76

vh/ t w

/L = bf 2t f

ApI = Ap

batas keiangsingan sayap kompak (TabeI6.1)

AIf =A ,.

batas keiangsingan sayap non-kompak (TabeI6.1)

Wirya nto Dewobroto - Strllktllr Baja

371

[4] Elemen Sayap Tarik Leleh (a) Jika Sxt ~ Sxc kondisi batas tarik leleh tidak berlaku. (b) JikaSxt < Sxc maka

Mn

= RptMyt =RptFySxt ..... ... ... .. ...... .. .. .. .. .... ..... .... ...... ... . CF4-I S)

Faktor plastifikasi pelat badan yang terkait dengan kondisi batas pelat sayap yang mengalami leleh, R pt dapat ditentukan dari rumus sebagai berikut :

JikahJt w5,

\w

makaRpt= Mp/Myt ...... ·· .. .. · ........ · .. · .. .. CF4- I 6a)

Jika h c / t w > Apw maka

Rpt =

[!!L_(!!L_l)( A-~pw )1~!!L ............... . . . ... M yt

Arw

M yt

Apw

(F4-I 6b)

M yt

dima na

A=!l tw Apw =Ap

batas kelangsingan web kompak (Tabel 6.1)

!""w =Ar

batas kelangsingan web non-kompak (Tabel 6.1)

Sxt = -Ix d an Sxc = -Ix Yt

Yc

Yt

jarak serat tarik terluar ke garis netral (e.g)

Yc

jarak serat desak terluar ke garis netral (e.g)

372

Bab 6. Balok Lentur

6.5.7. Profil badan langsing (AISe - F5)

Note: Doubly symmetric and singly symmetric I-shaped members with slender webs bent about their major axis Ketentuan ini berlaku untuk perencanaan profil-I simetri ganda dan tunggal, yang dibebani pada arah sumbu kuatnya, serta mempunyai pelat badan dengan klasifikasi langsing. Konfigurasi profil-I yang memenuhi kriteria ini, jika dibandingkan dengan kriteria profil sebelumnya diperlihatkan pada Gambar 6.S4.

l-prosedU,

AISC-F2

P

+pmsedU, I

AISC-F4

- f - -- - - - prosedur A1SC-FS -

P

P ~:k7::~;ua~)

- -- --1 p

I "

250

6-

a).

r-I ,web

web non-kompak

II

w eb langslng

lang510g

800

1100 prom I built-up simetri-gaoda

b).

IIr

I

profil] bui/t-{Jp

prom I buflt-up

slmetri-tuoggal

s;metri1landa

f-.25 -j

Catalan : prosedur AISC F4 & F5 pelat sayap bisa semua keJangsingan (kompak. non.kompak & langslng)

1-,25-1 C).

-.25- j d).

Gambar 6.S4 Ras io lebar-teba l web dan sayap untuk prosedur AISC-FS

Bentuk profil-I yang memenuhi kriteria F4 dan FS (AISC 2010) sering disebut juga sebagai plate-girder, merupakan balok bUilt-up yang dirangkai dengan sambungan las. Karena relatif tinggi, untuk memenuhi kriteria balok lentur, maka implementasinya perlu bentang yang panjang. Oleh sebab itu tipe balok ini umumnya dipakai untuk konstruksi jembatan.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

373

Kuat lentur nominal, M diambil nilai terkeeil dari kondisi batas " [1] elemen sayap tekan leleh, [2] tekuk torsi lateral, [3] tekuk lokal elemen sayap tekan, dan [4] elemen sayap tarik leleh. Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok.

[1] Elemen Sayap Tekan Leleh

Mn = Rpg

FyS . . .................. .. .... . ... ... . . .. . . .. ................... . (FS-I) xe

dimana

= faktor reduksi kuat lentur ditentukan dari

Rpg

R" = 1- 1200

:;ooa

[ : ': w

5.7

J:, J~

1.0· · · · · ·

[FS-6)

he dua kali jarak dari sumbu netral (e.g) ke permukaan sebelah dalam pelat sayap tekan. Lihat notasi di Gambar 6.53.

[2] Tekuk Torsi Lateral Jika Lb :::; Lp tidak ada risiko terjadi tekuk torsi lateral, jika tidak maka pengaruh tekuk torsi lateral dapat dihitung sebagai berikut

M" =Rpg

Fer Sxe

................................... . ................ . ...... (FS-2)

Jika Lp:::; Lb :::; L,. maka

F" = + y-(03Fy)[~: =~;)] < Fy ..... ...... ..... ... ..... .. ..... ...... 5-3) Sedangkan jika Lb> Lr maka

C 1[2£

F" = [~: )' < Fy. ... . ... . . . . ... . .... .. . .

[F5-4)

dimana bfe

Ow

....... . .. . ............ . .. .. ........... .. .. .. .. CF4-II)

hetw

=--:0;10.0 ...... . ............... .. . ... ............. ..... ·· · ······· CF4-I2) bfet fe

hIe

tIc

374

= lebar sayap tekan =tebal sayap tekan Bab 6. Balok Le ntur

Jarak pertambatan lateral, Lp untuk kondisi batas leleh Lp = l.lrt

fl; . . . . . . .... . . . . . ............................... . .

(F4-7)

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas elastis

Lr =rr .rtJO.:F

........................ . ... ... .. . ...... . .................. (FS-S)

y

[3] Tekuk Lokal Elemen Sayap Tekan Kriteria ini tidak berlaku jika sayap tekan klasifikasinya kompak, selain itu maka pengaruh tekuk lokal sayap tekan dapat dihitung sebagai berikut : F S ........ ..... ... ....... ........... .... ... .... .............. Mn =Rpgcrxc

+-

(FS-7)

(a) penampang dengan profil sayap non-kompak

F"

(03FJ{ ~f-_:t~f ) 1.

d .

. .. .. .. .. . .... .. .. ... . .... (FS-6J

dimana APl., = AP batas kelangsingan sayap kompak A,f= A,. batas kelangsingan sayap non-kompak Informasi lebih lanjut, lihat Tabel6.1 (b) penampang dengan profil sayap langsing

Fer =

O. 9Ek (!?L)2 ............................................................. e

(

FS-9)

2t f

dimana kc = 4/~h/tw dan 0.35::; ke < 0.76

[4] Elemen Sayap Tarik Leleh (a) Jika Sxt "? Sxc kondisi batas tarik leleh tidak berlaku. (b) JikaSxt < Sxc maka Mil = Fy Sxt ... . . .... ... ....... ... .. . . . ...... ... ...... . . ... ... ... . .. . ....... (FS-l0)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

375

6.S.B. Profil-I dan U pada sumbu lemah (AISe - F6) Note: I-Shaped Members & Channels Bent about their Minor Axis

Ketentuan ini dipakai untuk perencanaan profil I dan UNP yang dibebani pada arah sumbu lemahnya.

-~~-~<~~ ~

p

: -~ ~

- -- - -- -

-- -

prom UNP

Profil il-WF simetri ganda

b).

a).

S I

l eg

I prom I slmetn tunggal

c).

Gambar 6.55 Konfigurasi beban dan penampang balok pada prosedur AlSC-F5

Kuat lentur nominal Mn terhadap sumbu lemah, diambil dari nilai terkecil yang dihasilkan akibat kondisi batas [1] material leleh (momen plastis), [2] tekuk lokal pelat sayap. Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok.

[1] Material Leleh (Mornen Plastis) Kuat batas leleh (Y =yielding) M n = M p = Fy Zy

~

1.6 Fy Sy ......... ....... ............ ... ......... ..

(F6-1)

dimana Fy = kuat leleh minimum, tergantung mutu baja, MPa Zy = modulus plastis penampang terhadap sumbu lemah, mm 3

[2] Tekuk Lokal Pelat Sayap (a) Jika elemen sayapnya kompak maka tekuk lokal tidak terjadi. (b) Untuk elemen sayapnya non-kompak maka.

M"

=[

Mp -

(M p -

y y){ ~-_A'i.r )] .... . ......................... ("2)

O.7F S

(c) Untuk elemen sayapnya langsing maka. Mn = Fcr Sy

....................•........•......•......•......•......•.... .. .. (F6-3)

dimana

376

Bab 6. Balok Lentur

.. . . . . . . . . . . . . ................ . .......... . ................. . .... (F6-4)

A=~ tf

\f=\ 'A rf = 'Ar b

batas kelangsingan sayap kompak (TabeI6.1) batas kelangsingan sayap non-kompak (TabeI6.1) lebar elemen sayap (mm) sesuai Tabel 6.1, yaitu separo lebar sayap profil I atau WF, atau lebar penuh sayap profil UNP. tebal elemen sayap (mm). modulus penampang elastis (mm 3) terhadap sumbu lemah, untuk profil UNP diambil nilai minimumnya.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

377

6.5.9. Profil persegi atau box (AISe - F7)

Note: Square and Rectangular HSS and Box-Shaped Members Kriteria di bagian ini untuk perencanaan profil berongga persegi atau bentuk kotak, simetri ganda, yang dibebani pada salah satu sumbunya. Klasifikasi pelat badan tertentu, yaitu kategori kompak atau non-kompak, sedangkan klasifikasi pelat sayap bisa semua, baik kompak, non-kompak maupun langsing, menurut klasifikasi rasio lebar-tebal pada Tabel 6.1. Untuk memberi gambaran bentuk profil persegi yang dimaksud, maka visualisasi memakai pelat 6 mm dan 9 mm diperlihatkan pada Gambar 6.56. Pada gambar terlihat adanya dummy, suatu struktur bantu untuk mendistribusikan beban terpusat agar tidak menimbulkan kerusakan lokal pada elemen sayap profil berongga persegi. Ingat keberadaan dummy opsional, tidak menambah atau mengurangi kekuatan profil berongga persegi yang dimaksud.

-

r"

r--Jn::!:' .

;I

.J

I; ~:J ..yap

I

norH;ompak

-

-

6

- I-

I 350

r

-

-, I

al·

~

420

-

I I

/

. .b kompek

-

-

I I

!- f - 2f' -

11-+--350---11 I 420 - 1- 6

"""

kompo'

I

.J

uy,""

langllng

I

b).

---

-I-

c).

,web /

non-kompak

950

d).

Ga mbar 6.56 Simulasi ko nfiguras i profil kota k untuk prosedur AI SC-F7

Kuat lentur nominal pen am pang profil kotak, Mil diambil dari nilai terkecil yang dihasilkan akibat kondisi batas [1] material leleh (momen plastis), [2] tekuk lokal pelat sayap, [3] tekuk lokal pelat badan, semuanya pada kondisi lentur murni.

378

Bab 6. Ba lok Lent ur

Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok.

[1] Material Leleh (Momen Plastis) Kuat batas leleh (Y = yielding) M = M = F Z .......... .. .. .... .. ... ........ . .. .... .. ...... ..... .. ..... "

p

y

(F7-1)

dimana Fy

=kuat leleh minimum, tergantung mutu baja, MPa

Z = modulus plastis penampang terhadap sumbu lentur, mm 3

[2] Tekuk Lokal Pelat Sayap (a) Jika elemen sayapnya kompak maka tekuk lokal tidak terjadi. (b) Untuk elemen sayapnya non-kompak maka.

M.~ Mp - (Mp - FyS1(3.57 ~

ff

- 4.0)< Mp .................. . .... ['1-2)

(b) Untuk elemen sayapnya langsing maka.

M" = FySe ... ... .. ..... .. ... ....... ... ... ... .. .. .. ... ..... .... .. .. ....... . ..

(F7-3)

dimana Se modulus penampang efektif, berdasarkan lebar efektif sayap, b e yang ditentukan dari b.

~192'f ~[1 - ~/!; ~l ~ b

. ... . . . . . . . . . ... . ..

['14)

[3] Tekuk Lokal Pelat Badan (web) (a) Jika elemen sayapnya kompak maka tekuk lokal tidak terjadi. (b) Untuk elemen sayapnya non-kompak maka.

M .~ M , - (Mp- Fr', 1(0.305 ,:

Wiryanto Dewob roto - Struktur Baja

ff

- 0.738)<

M , .................['1-5)

379

6.5.10. Profit pipa (AISe - FB) Note : Square and Rectangular HSS and Box-Shaped Members

Kriteria pada bagian ini sesuai untuk perencanaan profil berongga bentuk lingkaran atau pipa, dengan rasio Dlt:::; 0.45 ElF. y Kuat lentur nominal penampang profil pipa, Mn diambil dari nilai terkecil yang dihasilkan akibat kondisi batas [1] material leleh (momen plastis), [2] tekuk lokal.

[1] Material Leleh (Momen Plastis) Kuat batas leleh (Y =yielding)

Mil = M p = Fy Z .... ..... ...... ..... ... ... .......... ... ... ... ... .. .........

(FB-l)

dimana Fy = kuat leleh minimum, tergantung mutu baja, MPa Z

=modulus plastis penampang terhadap sumbu kuat, mm 3

[2] Tekuk Lokal (a) Jika elemen sayapnya kompak maka tekuk lokal tidak terjadi. (b) Untuk elemen sayapnya non-kompak maka. M"

=( o(~~:) +Fy)s ......................................................

(FB-2)

(b) Untuk elemen sayapnya langsing maka. M"

= Fer s .. ..... ....... ... ......... .. .... .............. .................... (FB-3)

dimana 0.33£

F = - - .. . .... . .............. . .. . .. . ......... . .. . ...... . ............... . (FB-4) er

(Djt)

S

= modulus elastis penampang, mm 3

t

= tebal pipa, mm

380

Bab 6. Balok Lent ur

6.6. Kuat Geser Nominal 6.6.1. Umum

Elemen penampang balok, seperti pelat sayap dan badan, didesain terhadap momen lentur sesuai ketentuan Chapter F (AISC 2010). Pelat sayap pengaruhnya signifikan terhadap kapasitas lenturnya. Maklum, dari kedua elemen sayapnya saja dapat dihasilkan kopel gaya yang besar dalam mengantisipasi momen luar yang terjadi. Adapun fungsi terbesar pelat badan adalah memikul gaya geser. Setelah kapasitas momen lentur memenuhi ketentuan Chapter F, maka petat badan (web) harus dievaluasi juga untuk memenuhi ketentuan Chapter G - Design of Members for Shear (AISC 2010). Secara umum kuat geser rencana memenuhi persyaratan jika : Vu ~ ~ v Vn ·· ·· .. .. .. · .. · .. · ........ ···· · .. ·· .. · .. · .. · .. .. ········· ·· .. ·· ·· · .. · .(6. 17)

dimana • Vu .......... gaya geser batas, atau gaya geser terfaktor maksimum dari berbagai kombinasi sesuai peraturan beban. •



~ v ........ .faktor ketahanan geser = 0.9, kecuali profil hot-rolled yang mengikuti ketentuan G2.1a (AISC 2010) yaitu ~ v = 1.0

Vn............ kuat geser nominal balok yang dapat dihitung sesuai ketentuan Section G2 atau Section G3 (AISC 2010).

AISC (2010) menyediakan dua opsi perencanaan terhadap geser, yaitu: [1] Section G2 sebagai cara umum, yang tidak memanfaatkan kuat pelat pasca tekuknya; [2] Section G3 cara khusus karena dapat memanfaatkan tension field action, fenomena kuat pelat pasca tekuk. Cara ke-2 khusus karena hanya bisa dipakai jika pelat badan terbingkai di-empat sisinya, horizontal oleh pelat sayap dan vertikal oleh pelat pengaku tegak (transverse stiffener).

Ga mba r 6.57 Kondis i geser pelat pasca tekuk (NASA, Langley Resea rch Center)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

381

Gambar 6.57 memperlihatkan perilaku pasca tekuk pelat badan, dengan pelat pengaku tegak ketika dibebani. Fenomena bentuk diagonal yang berhenti pada tiap pelat pengaku tegak itulah yang disebut tension field action. Adapun bentuk menggelombang pada arah tegak lurusnya merupakan dampak adanya tekuk pelat. Pemasangan pelat pengaku tegak untuk setiap jarak tertentu, bersama-sama dengan pelat sayapnya, menghasilkan pelat badan terbingkai pada ke-empat sisinya. Pada konfigurasi seperti itu dan jika pelat badan relatif langsing, maka saat menerima tegangan geser dapat mengalami tekuk di arah diagonalnya. Akibatnya, kekakuan pelat badan pada arah diagonal menjadi hilang. Untuk mempertahankan keseimbangan, timbullah "tension field action" pada arah tegak lurus diagonal tekuk tadi. Mekanisme kerjanya seperti diagonal tarik pada struktur rangka batang (truss). Uraian tentang mekanisme pengalihan gaya geser memanfaatkan fenomena "tension field action" dapat dilihat pada Gambar 6.58.

Gambar 6.58 Mekanisme pengalihan gaya gese r pelat pasca tekuk

Mekanisme pengalihan gaya pada balok seperti yang terjadi pada struktur rangka batang (truss), yaitu pelat sayap menerima gaya tarik dan tekan, pelat pengaku tegak menerima gaya tekan, adapun pelat badan menerima gaya tarik dalam bentuk "tension field action". Jadi pemasangan pelat pengaku tegak berperan sangat penting dalam membangkitkan mekanisme tersebut. Itulah "tension field action" yang ada di Section G3 (AISC 2010). Adapun Section G2 (AISC 2010) merupakan ketentuan alternatif yang konservatif, karena mengevaluasi kuat geser nominal balok berdasarkan kondisi batas leleh dan kondisi batas tekuk pelat, yang diatur melalui koefisien geser pelat badan, Cv'

382

Bab 6. Ba lak Le ntur

6.6.2. Kuatgeser - normal (AISC - G2) Note: Members With Unstiffened or Stiffened Webs

Kuat geser nomina\, Vn pelat badan dari profil simetri tunggal atau ganda, atau profil UNP, yang direncanakan tanpa memanfaatkan kekuatan pasca-tekuk, ditentukan dari kondisi batas akibat leleh dan tekuk akibat geser sebagai berikut :

v"

=0.6 FyAW Cy

. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(GZ-l)

Dimana, Aw =d tw adalah luas total pelat badan. Adapun koefisien geser pelat badan, Cy pada dasarnya adalah faktor reduksi untuk mengantisipasi terjadinya tekuk di pelat badan, sebagai berikut: (a) Pelat badan profil-I hot-rolled jika h/tw ~ 2.24(E/F) V, maka

$y =1.0 dan Cy=1.0 .. ... ... .. . ........ ............ ...... .... ........ . (GZ-Z) (b) Profil yang tidak memenuhi persyaratan di atas, tapi simetri ganda atau tunggal maka Cy ditentukan dari kelangsingan pelat badan atau rasio hjtw dalam tiga kategori. Jika h/tw ~ 1.10(kyE/F) V, maka kuat geser nominal dibatasi adanya leleh pada pelat badan, tidak ada pengaruh tekuk. Cy = 1.0 ... ...... .. .. ... ... .................................... ............ (GZ-3)

Jika 1.10 (kyEjF) V, < hjtw ~ 1.37 (kyE/F) V, maka kuat geser nominal mulai dipengaruhi oleh tekuk yang terjadi pada pelat badan. Cy =1.10(kyEjF) V,

7

(h/tJ .................... ....... ....... ...... (GZ-4)

Jika h/tw > 1.37(kyE/F) Yz maka kuat geser nominal ditentukan oleh terjadinya tekuk elastis pada pelat badan. 1.5 1kv E ..... .. ........... . .. . ... .. . . . ... .. ..... .. . ... . . . . ........ . . (G Z-S)

C v

(h/ twJ Fy

Adapun h adalah jarak bersih antara pelat-pelat sayap dari profil-I built-up, jika profil- I hot-rolled dikurangi lagi dengan tebal fillet. Koefisien tekuk pelat, k yuntuk profil-I tanpa pelat pengaku tegak dan kelangsingan pelat badannya hjtw< 260, maka ky 5.0. Jika ada pelat pengaku tegak untuk tiap jarak a dengan syarat ajh ~ 3 , maka koefisien tekuk pelat menjadi :

=

5

k =5+-y

{a/hY

.............. .... .. ... .. .... .... ........................... (GZ-6)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

383

Khusus untuk profil Tee dengan sayap satu sisi saja, maka tahanan pelat badan terhadap tekuk berkurang, sehingga k y=1.2. Pengaruh kelangsingan pelat badan hjtw terhadap koefisien geser pelat badan, Cy yang pada dasarnya faktor reduksi mengantisipasi tekuk, dapat dilihat pada kurva berikut.

d

g 1.0 -t-- - , --- \,

]

0.8

,

iii

r

ada pelat pengaku tegak yang dlpasang rapat

! ~ :~OMPa

\.

\,

a/h = 1.0

i

1

0.5

.~

<::l

,g .... 0.0 -+---,..--,-.----t-----, 70

122.5

2

Kelangsingan pelat badan, h/tw

Gam bar 6.59 Pengaruh kela ngsinga n terhada p nil a i C

y

Nilai Cy berkorelasi langsung dengan kuat geser nominal, jika terlalu langsing pengaruh tekuk menjadi dominan sehingga terlihat pada kurva kekuatannya drop, tidak efisien jika didesain menurut ketentuan Section G2 (AISC 2010) . Untuk itu sebaiknya mengikuti ketentuan Section G3 (AISC 2010) yang memanfaatkan fenomena "tension field action" pasca tekuk pelat untuk kinerja lebih baik.

** Persyaratan pelat pengaku tegak - Transverse Stiffeners ** Untuk hjtw $; 2.46(E/F)'h, atau jika Vn menurut Section G.2 dengan ky = 5 telah mencukupi, yaitu (Vu < <j>Vn), maka tidak diperiukan pemasangan pelat pengaku tegak. Jika persyaratan tidak terpenuhi, khususnya jika pelat badannya relatif langsing, kuat geser nominal dapat ditingkatkan memakai pelat pengaku tegak dengan jarak a, dan ajh $; 3 agar nilai ky > 5, sehingga nilai Cy akan meningkat pula. Meskipun demikian pelat pengaku tegak tidak boleh sembarangan, harus punya kekakuan atau momen inersia minimum agar efektif kerjanya, yaitu: Ist~ bt~j ... .... ... . .. ... .. ... .... ... .... ... ... ... ... ..... . ...... , .. .. . , .. (GZ-7)

dimana j = (a~;t

384

- 2 ~ O. 5 ... .... .... ....... ... .. ... .... ... ...... .. .... .. . ..... . (G Z-8)

Bab 6. Balok Lentur

Notasinya •

b adalah nilaj terkecil dari jarak pelat pengaku, a atau tinggi bersih pelat badan, h



1st

adalah momen inersia pelat pengaku. Jika dua sisi (ganda) dihitung terhadap surnbu tengah pelat badan, jika satu sisi (tunggal) dihitung pada bidang kontak terhadap pelat badan.

Pelat pengaku tegak (transverse stiffener) dipasang pada titik-titik di antara turnpuan, disebut juga intermediate transverse stiffener. Bentuk detail pelat pengaku tegak us ulan Kulak - Gronding (2002) seperti pada Garnbar 6.60. Untuk pelat pengaku yang tepat di atas turnpuan, meskipun bentuk rnirip tetapi berbeda prinsip kerjanya. Oleh karena itu perlu dibahas secara tersendiri. pelat pengaku memanjang

~------a------~~ (a) Pelat pengaku tegak tunggal dan memanjang

I

I

r

~

i--b

Ir V __

sumbu hitung

__ momen

L~tw

T

(b) Pelat pengaku tegak ganda

1ner513

pelat tunggal : Ist=!b3 t

surnbu hitung momen inersia

pelat ganda 1st = ~ ((2b + tw)3 - t;

1t

I (e) Potongan a -a

(d) Potongan b -b

Gambar 6.60 Alternatif deta il pe lat pengaku tegak

Pelat pengaku tegak dapat dipasang pada satu sisi atau ke duanya. Adapun rnornen inersianya dihitung pada surnbu netral berbeda. Pelat pengaku satu sisi urn urn dipilih jika akan dipasang pengaku rnernanjang (longitudinal stiffener), yang menerus (tak terpotong) seperti pelat sayap, tetapi itu tidak ada ketentuan di AISC (2010), bahkan AASHTO (2010) juga telah rnengabaikannya (White 2012). Pernasangan pelat pengaku urnurnnya rnernakai las, yang relatif praktis dan ekonornis, dibandingkan baut. Tetapi penggunaan las rnernpunyai darnpak negatif jika tidak dilakukan kontrol seksarna Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

385

dan ketat. Panas yang diakibatkannya menimbulkan risiko fatig, yaitu timbulnya fraktur pada tegangan yang relatif rendah ketika dibebani siklik, suatu hal yang urn urn pada konstruksi jembatan. Ditelaah lebih lanjut, fatig terjadi pada daerah dengan tegangan tarik transien. Itu alasannya, mengapa detail pelat pengaku tegak diberi jarak terhadap pelat sayap tarik (Kulak-Gronding 2002) .

Ga mbar 6.61 Balok de nga n pelat penga ku tega k (www.s teeIconstru cti on.in fo)

Pemasangan pelat pengaku tegak pada balok umumnya digunakan juga sebagai pelat sam bung untuk sistem pertambatan lateralnya. Jadi banyaknya lubang-lubang pada Gambar 6.61 adalah untuk itu. 6.6.3. Kuatgeser - pelat badan langs;ng (AISe - G3)

Persyaratan khusus agar ketentuan ini berlaku adalah tersedianya "bingkai" pada pelat badan, yaitu sisi horizontal oleh keberadaan pelat sayap dan sisi vertikal oleh pengaku tegak. Tetapi tetap tidak boleh diterapkan jika ketentuan berikut terjadi, yaitu : •

Panel-panel ujung elemen batang dengan pelat pengaku tegak.



Jika alh > 3 atau alh > [260/(h/tJF



Jika 2Aj( Arc + Aft) > 2.5 atau



Jika hi bre atau hi bft > 6.0 atau

dimana Arc =luas pelat sayap tekan ; Aft =luas pelat sayap tarik bre

=lebar pelat sayap tekan ; bft =lebar pelat sayap tarik

Jika hal-hal tersebut dijumpai maka ketentuan Section G3 ini tidak bisa digunakan. Balok harus direncanakan berdasarkan ketentuan Section G2 (AISC 2010) yang lebih konservatif.

386

Bab 6. Balok Le ntu r

8alok yang dapat memanfaatkan fenomena pasca tekuk tension field action, maka pengalihan beban ke tumpuan mekanismenya ekivalen dengan struktur rangka batang (truss). Pelat pengaku bekerja sebagai batang tekan, dan diagonal tension field action menjadi batang tariknya, seperti terlihat pada gambar berikut. batang tekan

batan tepi

batan tank

:=:~==~==:=:~==~= (a). Rangka ekivalen

iii~~ I

I

I-

.I

(b). Kondisi pasca tekuk

Gambar 6.62 Mekanisme ke rj a tension field action

Ingat, mekanisme tension field action baru akan bekerja jika pelat badan mengalami tekuk. Jika pelat relatif kaku dan tidak terjadi tekuk, maka kondisi batas material yang menentukan (leleh). Oleh karena itu, batas atas kuatgeser nominal pelat badan profil- I dengan tambahan pelat pengaku, adalah sarna dan tidak lebih besar dari kuat geser nominal profil-I, tanpa pelat pengaku. Lihat, persamaan G2-1 dengan Cy = 1 dan G3-1 memberi hasil yang sarna. Pelat badan relatif kaku, jika h/tw ~ 1. 10 (kyE/F) 'h maka kuat geser nominal dibatasi oleh adanya leleh pelat bad an, tidak ada tekuk :

V:, = 0.6 Fy Aw .......... ............................. ............... ... ..... (G3-1) Jika langsing, h/tw> 1.1 0 (kyE/F) 'h maka pengaruh tekuk dominan sehingga mekanisme tension field action timbul dan dimanfaatkan.

Vn =0 .6Fy A w

+

Cv redu/;';;'e'eh akibat tekuk

1- Cv I

......... . . ... ..... . ......... (G3-2 )

1.15V l+{a/ hf . , tension fie ld action

Nilai Cy diambil sarna seperti pada Section G2 (AISC 2010) dimana untukkondisi 1.10(kyE/F) 'h < h/tw~ 1.37(kyE/F)'h maka Cy = 1.10(kyE/F) 'h

7

(h/tw) .. .... .. _........ ...... ... _............... (G2-4)

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

387

sedangkan untuk h/tw > 1.37(ky E/F) 'h maka Cy

S1k v E

= {l.

\2

.. .. .... .. . .... .. . .. . ... . .. . .........•... ... . .. .. . .. . ........ (G2-S)

hl twJ Fy

** Syarat tambahan pelat pengaku tegak - Transverse Stiffeners ** Pelat pengaku tegak pada mekanisme tension field action, selain didasarkan ketentuan G2-7 (AISe 2010), harus memenuhi syarat terhadap batasan kelangsingan dan kekakuan. Itu terjadi karena pelat akan menerima gaya tekan, yang berisiko terjadi tekuk. {blt)st :O: :; O.S6~E/Fyst .............. .. ... . ... ... .. . .. . ............ .. ..... . . (G3-3) ...... . . . ..... . ............... . ...... . . (G3-4)



(blt) st sebagai rasio lebar-tebal pelat pengaku,



Fyst sebagai tegangan leleh minimum pelat pengaku.



1st adalah momen inersia pelat pengaku. Jika dua sisi (ganda) dihitung terhadap sumbu tengah pelat badan, jika satu sisi (tunggal) dihitung pada bidang kontak terhadap pelat badan.



I Stl



I St2

adalah momen inersia minimllm pelat pengaku terhadap terjadinya tekuk geser, atau 1st! = xt~j (persamaan G2-7). adalah momen inersia minimum pelat pengaku terhadap terjadinya tekuk geser dan sekaJigus tension field action, yaitu I



4P st1.3 (Fyw J1.5

- h

st2 -

40

E

FyW adalah tegangan leleh minimum pelat bad an.

388

Bab 6. Balak Lentur

6.7. Reaksi Tumpuan dan Pengaruh Behan Titik Note:Jl0. Flanges and Webs with Concentrated Forces

6.7.1. Umum Adanya beban terpusat atau gaya reaksi pada perletakan balok, menirnbulkan konsentrasi tegangan tekan atau tarik pada pelat sayap dan badan, yang umurnnya relatif tipis. Jika tidak dihitung dapat menirnbulkan kerusakan lokal, yang rnernicu keruntuhan. Untuk struktur dengan beban relatif besar, rnisalnya jernbatan, pernasangan pelat pengaku (stiffener) akan sangat rnernbantu.

Ga mba r 6.63 Detail tum pua n jembata n (S umb er : inte rn et)

Balok pada Garnbar 6.63 rnernperlihatkan pelat pengaku turnpuan (bearing stiffener), dan pelat pengaku tegak (transverse stiffener). Keduanya sepintas rnirip karena sarna-sarna vertikal, rneskipun fungsinya beda. Pelat pengaku tegak untuk rneningkatkan tahanan tekuk pelat badan terhadap gaya geser, sedangkan pelat pengaku turnpuan juga berfungsi sarna, tetapi terhadap adanya konsentrasi gaya atau beban terpusat, baik secara langsung (beban) rnaupun yang tidak langsung (reaksi turnpuan).

I

,A :

5

5

: 2

:

I

3

i !

I!

5

L-A 1

c:: p

4

I:

L

,.--'---'-,

Tum p uan

I:

- rPotongan A-A

Gamba r 6.64 Maca m-maca m pelat pe nga ku (Gore nc et.al 200 5)

Wiryanto Dewobroto - Struktu r Baja

389

Gambar 6.64 menunjukkan berbagai-macam pelat pengaku, yaitu [1] pelat pengaku tumpu (bearing stiffener); [2] pelat ujung (endplate); [3] pelat pengaku tegak (transverse stiJfner); [4] pelat pengaku tegak dan tumpu; [5] pelat pengaku memanjang (longitudinal stiffener). Bentuk pelat pengaku tidak terbatas persegi saja, jika perlu kekakuan lebih besar maka profil siku dapat digunakan.

pelat sayap bawah te.r tahan terhadap puntir

Gambar 6.65 Puntir pada balok di tumpuan

Terkait keberadaan pelat pengaku tumpu atau pelat ujung, tidak ada ketentuan khusus, kecuali bahwa tumpuan balok harus bebas dari instabilitas lateral dan puntir. Oleh sebab itu ketentuan Jl0. 7Unframed Ends of Beams and Girders (AlSC 2010) mensyaratkan, jika tidak ada tambatan khusus di tumpuan, perlu dipasang pelat ujung atau semacamnya untuk mencegah puntir (Gambar 6.66). c ~ elemen sayap icritis

(tekan) pelatujung tebal las pada pelat saya p atas dan bawah . pela t tumpu kaku

o

-rl+~~h-

0

'---

Potongan C - C Potongan A - A

Potongan B - B

A

B

Denah

Denah

c

Denah

Gam bar 6.66 Kond isi tumpuan yang be bas instabilitas lateral dan puntir

Gambar 6.66, contoh sistem tumpuan balok yang dianggap bebas dari kondisi instabilitas lateral dan puntir (Gorenc et. al 2005).

390

Bab 6. Ba lok Lentur

Terlepas dari adanya berbagai macam pelat pengaku (stiffener), yang digunakan sebagai tempat pemasangan sistem pertambatan lateral, atau untuk meningkatkan kapasitas geser, maka alternatif desain balok tanpa pelat p'e ngaku, hanya mengandalkan pada ketebalan pelat yang cukup, merupakan kondisi paling ekonomis (Carter 1999, Troup 1999). Oleh sebab itu, langkah pertamanya adalah perencanaan profil balok tanpa pelat pengaku, kalaupun perlu maka itu digunakan sistem bracing. Jadi jangan latah karena kebiasaan semata, ingat jika profil cukup kaku, maka keberadaan pelat pengaku tidak akan berpengaruh banyak. Agar pemasangan pelat pengaku efisien, sesuai keperluan, maka setiap kondisi batas kekuatan yang terpengaruh oleh adanya konsentrasi tegangan akibat beban terpusat (langsung) atau reaksi perletakan (tidak langsung) , perlu dievaluasi. Kondisi batas yang dimaksud dibahas pada bab-bab berikut. 6.7.2. Tekuk lokal pada pelat sayap Beban terpusat di balok yang diberikan langsung pada pelat sayap dapat menyebabkan tekuk lokal (flange local buckling). Itu bisa dihindari jika diberikan pelat tumpu atau pelat pengaku di bawah pelat sayap yang berisiko tersebut. Jika tidak bisa, risiko adanya tekuk lokal pelat sayap seperti itu harus dievaluasi, agar besarnya beban terpusat tidak melebihi kekuatan pelat sayap.

Pu ::; ~ Rn ...... .. .............. .... ... ..... .............. ...... ..... ... .. ... ..(6.16) dimana ~

=0.90,

faktor ketahanan tekuk lokal pelat sayap

Kondisi batas terhadap tekuk lokal pelat sayap, ditentukan dari: Rn = 6.25Fyf t} ........... ....... ....... ..... ........... ...... ..............

(]l O- I )

Jika panjang bebannya menyilang pelat sayap kurang dari 0.15 bl dimana bl =lebar sayap, maka ketentuan ini dapat diabaikan.

,

Jika beban terpusat yang harus ditahan ditempatkan pada jarak kurang dari 10 tldari ujung balok, maka RII direduksi jadi 50%.

Wiryanto Dewo broto - Struktur Baja

391

6.7.3. Pelelehan setempat pelat badan Ketentuan berlaku pada beban tarik maupun tekan. Kondisi batas yang dievaluasi adalah leleh setempat pada pelat badan. Jika tekan dan pelatnya langsing, fenomena lipat bisa yang menentukan.

Pu ::; Rn ..... .... .. .. ... ... .. .. ... .. ...... ...... ..... ........................ (6.16) (a) jika konsentrasi gaya dapat tersebar pada bagian pelat badan dengan panjang lebih dari d (lihat Gambar 6.67a), maka :

Rn =Fyw tw(Sk + lb) ...... · ...... · .... · .. .. ........ ...... .. · .. .. .. · .... · .. · (JI0-2) (b) jika konsentrasi gaya terbatas penyebarannya, dengan panjang kurang atau sarna dengan d (lihat Gambar 6.67b), maka :

Rn =Fyw tw(2.Sk + lb) ...... · .. · .... .. · .. · .. ...... · .. · .... · ... ...... · .. .. ..

(J10 -3 )

dimana

=1.00

faktor ketahanan terhadap leleh pelat badan

Rn ,

kuat nominal terhadap leleh setempat pelat bad an (N)

k,

jarak sayap luar ke penebalan kaki pelat badan (mm)

'

b

panjang tumpuan, > k jika posisinya di ujung (mm)

'

Fyw '

tegangan leleh minimum pelat badan (MPa).

tw'

adalah tebal pelat badan (mm)

Detail tumpuan balok merupakan contoh implementasi ketentuan ini terhadap adanya konsentrasi gaya tekan tidak langsung, hasil dari reaksi perletakan balok. apasitas pelat badan yang dievaJuasi

J:

~k_+_I~~

_____ _

l L::::::". 2.5

:% (a) Tumpuan daJam

(b) Tumpuan tepi

(e) Tampak samping

Gambar 6.67 Tegangan tekan akibat reaksi perletakan balok

Jika dimensi pelat tumpu terbatas, sehingga hanya mengandalkan kapasitas pelat badan dan tidak mencukupi, maka penambahan pelat pengaku tumpu (bearing stiffener) akan mengatasi masalah.

392

Bab 6. Balok

Lentur

I5

tegangan tekan

legangan tarik

h

5k +I,

-

----

2.5k + l , -

---

- -

---- - --

l L::::::::,.

pelattumpu

2.5

Gay" realesi

Gambar 6.68 Teganga n ta rik da n tekan akibat kon sentra si gaya (aks i / rea ksi)

Adanya pelat tumpu yang kaku pada pembeban terpusat ternyata berkorelasi langsung terhadap kekuatan pelat bad an, khususnya karena ada pendistribusian tegangan yang lebih besar. 6.7.4. Pelat badan bergelombang (crippling)

Ketentuan ini hanya berlaku untuk beban tekan, crippling dapat berbentuk bergelombang akibat terjadinya tekuk pelat di bawah beban terpusat. Fenomena crippling hanya terjadi pada pelat yang relatif langsing, sedangkan fenomena leleh, yang dibahas sebelumnya, terjadi pada pelat yang relatif lebih tebal. Perbedaan antara leleh dan crippling terlihat pada gambar berikut. beban terpusa!

deformasi setempa! akibat leleh

deformasi global akiba! tekuk

gaya reaksi

(a). Pelat badan leleh

(b). Peiat badan "crippling"

Gambar 6.69 Kerusa kan pe lat bada n a kibat beban terpusat

Beban yang bekerja aman terhadap bahaya terjadinya crippling pada pelat badan bilaman:

Pu $ Rn ..... ..... ... .. .. ..... ...... ......... .. ....... ...... ... .... .. ........ (6.16) dimana

=0.75

faktor ketahanan terhadap lipatan pelat badan

Ada pun Rn' kuat nominal terhadap kondisi batas lipatan pelat badan.

Wiryanto Dewobro to . Struktur Baja

393

Untuk gaya tekan terkonsentrasi rencana yang letaknya lebih besar atau sarna dengan jarak d/2 dari tumpuan, maka : R.

=08'~[1+{~ J( ~~

J']r C'r .. . . . . . . . . . . . . .

\(/10-4)

Untuk gaya tekan terkonsentrasi rencana yang posisinya di dalam jarak d/2 dari tumpuan, dan jika Ibid::; 0.2 maka : R.

=04'~[1+{ ~ J( ~~

J']r c'r . _.. ........ . .

(/10-5,)

Jika dimensi tumpuan cukup panjang, sehingga Ibid> 0.2 maka:

R; = 04'~[1+(4:: -02J( ~~

J']t C'r ........ _. . -.. .

(/10 5b)

dimana d

tinggi total balok (mm)

lb

dimensi panjang tumpuan (mm)

394

Bab 6. Ba lok Lentur

6.7.5. Tekuk pelat badan menyamping Ketentuan J10-6 dan J10-7 (AISC 2010) untuk antisipasi terjadinya tekuk kesamping pelat badan akibat beban terpusat di sayap. Ketentuan ini berkembang dari hasil observasi keruntuhan tidak diharapkan pada uji balok (Summers-Yura 1982, EIgaaly 1983). Konfigurasi uji balok, beban pada pelat sayap atas yang ditahan secara lateral. Akibatnya pelat badan mengalami tekan, menerus ke pelat sayap di bawahnya. Ketika gaya tekan kritis terlampaui, terjadilah tekuk pelat sayap ke arah samping (lihat Gambar 6.70). Beban terpusat

'" '" '"

'" , , ,,

(tf,ftft,) Sayap tarik Gamba r 6.70 Pelat badan tekuk kesamping

Untuk menghindarinya beban terpusat periu dibatasi, sehingga : Pu :::;

dimana

~

RIl ... . .............................................

~ =

(6.1 6)

0.85 faktor ketahanan untuk tekuk kesamping pelat

Adapun R kuat tumpu nominal batas terhadap tekuk kesamping pelat. Untuk kondisi pelat sayap desak tertambat secara lateral maka Rndapat dihitung jika (h/t)/(L/bf ) :::; 2.3, sebagai berikut: Il

,

R" = C,:~tt [1 +o{ L;/;t

J]

d. . .

(/10·6)

Jika kuat tumpu perlu Pu ' melebihi kuat tumpu nominal yang ada yaitu ~ Rn , maka pertambatan lateral setempat pada pelat sayap tarik harus dipasang, atau sebagai alternatif diberi sepasang pelat pengaku (transverse stiffener). Jika kondisi pelat sayap desak bebas, tanpa pertambatan lateral maka kuat tumpu nominal terhadap tekuk kesamping pelat dapat dihitung jika (h/t)/(Lb/bf ) :::; 1.7, yaitu:

R" C,:~tt =

[o{ L;/;tJ] .. . .

d

d

(/10· 7)

Apabila perbandingan (h/tJ/(Lb/bf ) > 1.7 maka ketentuan tekuk kesamping ini tidak perlu diperhatikan (tidak terjadi).

Wirya nto Dewo bro to - Stru ktur Baja

395

Jika kuat tumpu perlu P u' melebihi kuat tumpu nominalnya


= 6.62

X

10 6 MPa jika Mu < My pad a lokasi be ban dihitung

Cr = 3.31

x

10 6 MPa jika Mu

Cr

~

My pada lokasi beban dihitung

h, jarak bersih antar pelat sayap (mm), dikurangi tebalfillet untuk hot-rolled; atau jarak antar baut (fasteners) atau jarak bersih antar pelat sayap jika dipakai profil buatan dengan las. jarak terjauh (mm) antar pertambatan lateral sayap pelat atas atau sayap pelat bawah, visualisasi pada Gambar 6.71 .

Lb ,

1

o

[

Lb=L

~==================~

1

x=

titik dengan pertambatan lateral

Ga mbar 6.71 Pa nj a ng pertambatan Lb - lIntlik perhi tllnga n tekuk peiat kesa mping

Jadi yang namanya tertambat secara lateral untuk kasus tekuk pelat badan kesamping adalah jika pelat sayap keduanya (atas dan bawah) benar-benar tertambat secara bersama.

396

Ba b 6. Ba lak Lentur

6.8. Contoh Rancangan Balok Profil-I 6.8.1. Kanti/ever : F2

Kantilever WF 450x200x9x14, bentang 7.5 m, baja 8J 37, beban terfaktor merata dan terpusat. 8erat sendiri diabaikan, pada tiap beban terpusat dipasang pertambatan lateral dan pelat pengaku. Hitung Demand Capacity Ratio (RjRn) menurut AISC (2010). Jawab: 1. Pemodelan struktur dan beban, serta gaya-gaya internal (gaya geser dan momen), diperlihatkan pada Gambar 6.72 berikut.

IP =20kN

I

3.5 m

(Segment 3) P~ = IO kN

u

~u (kN) 87.5

I

60

27.5

,80

:

~-----1, 47 .5

, ,

I

10 :

325.625 WF 450.200.9.14

:65.625

Gambar 6.72 Konfigurasi Kantilever dan Ukuran Penampang

2. Properti profil WF450x200x9x14 sebagai berikut : E = 200,000.0 MPa I x = 335*10 6 mm 4 G =80,000.0 MPa Iy = 18.7*10 6 mm 4 8J 37 -7 Fy = 240 MPa Sx = 1488.9 cm 3 A = 96.8 cm z Zx = 1621.5 cm 3 0. b/t[= 7.14 J = 47.2 cm 4 hltw = 46.89 Cw = 888,698.8*10 6 mm 6 3. Klasifikasi penampang gil as (hot-rolled) sebagai berikut. \f=0.38(E/F) 'h =11.0 Ar[ = 1.0(E/F) 'h = 28.9 0.b/t[ = 7.1 « \ [ -7 profil sayap kompak

\w =3.76(E/F) 'h = 108.5 hitw =46. 9 « Apw

Arw = 5.70(E/F) '" = 164.5 -7 profil badan kompak

: . profil WF termasuk klasifikasi "kompak" -7 F2 (AISC 2010).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

397

4. Parameter LTB berdasarkan ketentuan F2 (AISC 2010). ry =

U/A)'h

= 43.95 mm

Lp = 1.76*43.95(EIF) Y.i = 2233 mm

= 2.2 m

...............

(AI SC F2 -5)

r t/=Uy.CJ*ISx . . . .. ... . .. .. .. .. .. . .. .. ... ... ... . . . . .. . .. .. . .. .. ..... . (AI SC F2-7)

r ts z=(18700000*888698.8*10 6 ) Y.i/1488889 -7 rts = 52.33 mm

c = 1 dan ho= 450 - 14 = 436 mm .. ......................... (A ISC F2-8a)

Jc (Sh Jc)2 + 6.76( -0.7F Sh+ £-

y

£

Lr= 1.95rts 07F

J2 ... ... . .. (AISCF2-6)

. y xo xo ~ .~----------~--------~

A

B

A = 1.95*52.33*200000/(0.7*240)=121,480.4 471815 *1 1488889 * 436

B = ------+

4 71815 *1 )2 + 6.76( 0.7 * 240 )2 = 0.055 ( 1488889 *43 6 200000

= 121,480.4*0.055 = 6685.4 mm = 6.7 m

Lr

5. Kuat lentur penampang pada kondisi plastis (maksimum). M p = Zx Fy = 1621490*240*10-6 = 389.2 kN.m 6. Evaluasi rasio kekuatan (Mu1 ~Mn) yang ditinjau untuk setiap jarak bebas pertambatan lateral (segmen) sebagai berikut : Segmen 1: Mu = 325.625 kN.m .. ................. ... L b(l.sm) < L p(Z.2 ",) ~Mn = ~Mp = 0.9*389.16 = 350.2 kN.m .... .. ... ......... ....... ... (F2-1) Ratio Rl = Mu1 ~Mn = 0.93 < 1 -7 OK. Segmen 2: Mu = 200 kN.m .. .. ............

L p(z.2m)

<

M."C.[ M- (M -07FyS.){~: =~;)1<M p

p

p

< L r(6.7 m)

L b(z.sm)

(F2-2)

'

Cb = 1.0 untuk struktur kantilever (kondisi konservatif).

Mn = 380.7:::; Mp -7 ~Mn = 0.9*380.7 = 342.6 kN.m Ratio Rz = Mu I~Mn = 0.584 < 1 -7 OK. Segmen 3: Mu = 65.625 kN.m ....... .. ...

L p (z.2m)

<

L b (3.sm)

<

L r(6.7 ",)

M =[389-(389 - 0.7 *240 *1488889 ).( 3.5 -2.23 3 )] :::; 389 n

106

6.68 5-2.2 33

Mn = 349.5 :::; Mp -7 ~Mn = 0.9*349.5 = 314.5 kN.m Ratio R3=Mu1 ~Mn =0.209 < 1 -7 OK.

398

Bab 6. Balok Lentur

Rangkuman adalah: 1-1.50 -

---+--- - - 2.50 - --1--- - - - 3.50 - -- - - 1

Segmen 1: Mu= 325.625
Segmen 2: Mu= 200
Segmen 3: Mu= 65.625
GambaI' 6.73 Demand Capacity Ratio (Rj<jlRn) - ca ra manual

7. Kuat geser nominal profil WF 450x200x9x14 : Aw = d.t w = 450*9 = 4050 mm 2 h = d - 2t =450 - 2*14 = 422 mm f ** untuk profil-I hot-rolled hjtw ::; (2.24(EjF) 1'l ............. ..... .... ............. ........ .. .. (G2-2) 46.9::; 64.7 maka 't'v '" =1 dan Cv = 1

=~vO.6Fy A W Cw .. .. . ....... .. .. .. ... . .. . .... .. . . . . . ... .... . .. (G2-1) ~V;, = 1.0*0.6*240*4050*1.0/1000 = 583 kN ~Vn

** jika dianggap sebagai profil-I built-up, maka ~v = 0.9 Koefisien tekuk geser pelat badan, kv adalah hjtw = 46.9 < 260 -7 k v = 5. Koefisien geser pelat badan, Cv dihitung sebagai berikut 1. 10 (kvE/ F) I'l = 1.10(5*E/F) I'l = 71.0 Karena hjtw < 71.0 maka Cv = 1.0 .... .... .. ...... .... ...... ... (G2 -3) Kuat geser nominal profil-I built-up ~ V;, = ~v 0.6Fy AwCw . . ... . . . . ... . . . . . .. . .......... . .. •. .. • .. . . . .. (G2-1) ~Vn = 0.9*0.6*240*4050*1/1000 = 525 kN Kuat geser perlu diambil dari reaksi tumpuan Vu = 87.5 kN Check persyaratan kuat geser balok kantilever ~Vn

= 525 kN »»» Vu = 87.5 kN .... .... ... ..... ... .... (OK) Rv = Vu / "'V 't' n = 0.167 < 1 -7 OK Catatan : Kantilever dengan profil WF 450 x200 x9x14 memenuhi kriteria kekuatan. Agar memenuhi kriteria perencanaan lengkap perlu juga dievaluasi juga terhadap kekakuan, yaitu besarnya lendutan maksimum terhadap beban hidup. Karena beban balok pad a kondisi ultimate (beban terfaktor), maka spesifikasi beban di atas tidak langsung dapat dipakai. Perlu informasi kondisi beban kerja atau kondisi beban tidak berfaktor.

Wirya nto De wobroto - Struktur Baja

399

6.8.2. Kantilever : Tabel Kantilever baja WF 450x200x9x14 bentang 7.5 m (Gambar 6.72), akan didesain ulang memakai "tabel bantu". Jawab: Profil baja I, khususnya yang profil gilas mempunyai ukuran yang tertentu akibat produk industri. Umumnya parameter penting perencanaan telah dihitung terlebih dahulu (lihat Tabel 6.9 - 6.16). Profil baja I yang dipakai untuk kantilever, relatif cukup populer, karena datanya dijumpai pada beberapa tabel sekaligus, yaitu: • • •

Tabel 6.9 Parameter Balok : JIS - Metric Unit Tabe16.1 0 Parameter Balok: WF - JIS G 3192 Metric Series Tabel 6.13 Parameter Balok: hot-rolled H Section

Notasi dxb

1 kg/m 450x200 1 74.9 165.1

d x hrx twx t, Berat mm H450x200x9x14 H446x199x8x12

kg/m 74.9 65.1

Zx



BF

Lp

Lr

Ix


em'

kN-m

kN-m

kN

m

m

em'

kN

350 301

217 186

29.2 26.8

2.3 2.2

6.8 6.5

32,900 28,100

583 514

1,621 1,393

Jadi, perhitungan Demand Capacity Ratio (Rj<j>RJ dapat dilakukan secara mudah dan cepat, sebagai berikut : Segmen 1: Mu

=325.625 kN.m .... ............... .. .

Lb(l.S m)
<j>Mn =<j>Mp = 350 kN.m

R, = Mu / 't'J.Mn = 0.930 < 1 -7 OK Vu = 87.5 kN

««

<j>Vn= 583 kN (Rv = 0.15)

Segmen 2: Mu = 200 kN.m ...... .. ....... .. Lp(2.3Ill)

<

~

OK

Lb(2.sm)

<

Lr(68m)

<j>Mn =Cb(<j>Mp- BF*( Lb - Lp)) ,kantilever Cb = 1.0 <j>M n = 1.0*(350 - 29.2*( 2.5 - 2.3)) = 344.16 kN.m = 0.581 < 1 Rz = Mu / "'M 't' T1

Segmen 3: Mu

~

OK

=65.25 kN.m .. ......... .... Lp(2.3m) < Lb(35m) < L

r(6.8m)

<j>Mn = Cb (<j>Mnp - BF*( Lb - Lp))' kantilever Cb = 1.0 <j>Mn = 1.0*(350 - 29.2*( 3.5 - 2.3)) R2 = Mu / <j>Mn = 0.207 < 1

~

=314.96 kN.m

OK

Catatan : adanya tabel bantu perencanaan (Tabel 6.9 - 6.20) akan membuat insinyur tidak berfokus pada proses perhitungan saja, tetapi akan berpikir lebih baik terhadap parameter-parameter penting yang ada, sehingga dihasilkan desain balok yang optimal.

400

Bab 6. Balak Lentur

6.8.3. Balak I-gi/as : F2 Profil baja UB 1016x305 x493, berat 492.6 kg/m, adalah profil gilas (hot-rolled) yang ukurannya mengacu Bristish Standard (BS) tetapi buatan Nippon Steel & Sumitomo Metal, Jepang, sehingga mutu baja juga memakai standar JIS : SM400A dengan Fy 245 MPa. Profil baja UB dipasang untuk struktur balok sederhana dengan pertambatan lateral (lateral bracing) dan beban titik sebagaimana terlihat pada gambar berikut. Berat sendiri diabaikan. profil UB IOl 6 x 305 x493 (hoI-roiled)

---+~---+--

4m

Ga mba r 6.74 Konfiguras i ba lok profil US da n pe mbeba na nnya

Pertanyaan : Hitung parameter balok <j>Mp, Lp dan Lr Hitung parameter momen gradien, yaitu Cb Dari konfigurasi di atas hitung beban Pu maksimum. Mana yang menentukan, kapasitas momen atau geser. Check profil terhadap beban terpusat maksimum.

1. 2. 3. 4. 5.

Jawab: Profil UB 1016x305 x493 mungkin asing bagi sebagian insinyur. Jangan kaget, nama produk adalah hak produsen atau standar baja yang dirujuk. Bahkan sering, antara nama dan ukurannya ternyata tidak berkorelasi langsung. Jadi ukuran detailnya, sebagai berikut.

1036

I

54

k:;:E~ " z~ z I

Profil UB 1016x305 x493 mutu Fy 245 MPa E = 200,000.0 MPa G = 80,000.0 MPa A = 629.2 cm 2 Y2 b/tf = 2.86 h/tw= 30 I y = 26,800. cm 4 Ix = 1,030,000. cm 4 Sy = 1,740. cm 3 Sx = 19,800. cm 3

Oleh sebab itu penting memastikan apakah profil baja yang dipilih dapat disediakan oleh kontraktor nantinya. Profil baja khusus, juga perlu order khusus. Jika jumlahnya sedikit, menjadi mahal.

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

401

Menghitung parameter profil untuk perencanaan.

1.

Tidak semua parameter perencanaan tersedia pada tabel profil dari pabrik. Kadangkala dijumpai juga notasinya tidak sarna dengan rumusan yang dipakai. Ini terjadi karena rujukannya berbeda, misalnya, tabel profil dari Jepang yang juga diadopsi PT. Gunung Garuda (Indonesia), mempunyai notasi Zx berbeda arti dari notasi sarna pada AISC (2010). Insinyur harus tahu hal tersebut. Sepele tapi jika lalai, bisa menimbulkan masalah. h=d - 2t= 1036- 2 * 54=928 mm

= A(b(d 3 - h3 )+wh 3 )

Ix

Ix =

3 112 (309(1036 -

928 3 )+ 31 * 928 3 )= 1.0118 X 10 10 mm 4

Catatan : nilai I x hasil rumus di atas lebih kecil dari data tabel karena bagian penebalan antara sayap-badan tidak dihitung. Z x = bt(d - t)+ 0.25wh 2 Z x =309 * 54(1036- 54)+ 0.25 *31 * 928 2 = 23,059,828. mm 3

2. Kuat lentur penampang pada kondisi plastis (maksimum). M p = Zx . Fy = 5650 kN.m

3. Check klasifikasi profil UB 1016x305 x493 .

\r=0.38(E/F) "" = 10.86 Y2 b/tr=2.86 « \r

Iv rr = 1.0(E/F) ""

= 28.6

-7 profil sayap kompak

\w = 3.76(E/F)'h = 107.4 h/tw= 30« \w

Iv rw = 5.70(E/F) y "" = 162.9

-7 profil badan kompak

:. profil VB termasuk klasifikasi "kompak" -7 F2 (AISC 2010). 4.

Parameter LTB berdasarkan ketentuan F2 (AISC 2010).

ry =~ly/ A=65. 3mm Lp = 1.76ry ~E/Fy =3282mm=3.3m ...... . ... ............ ... .. . (AISC F2-S)

=1 dan ho= 1035 -

C

c

54 =981 mm ... .. .. .. .. ... .... ... ... . (AI SC F2-8a)

26.8xl0 7*981 2 4

645xl013 . mm 6 ........ .... ... ( Use r Note AI SC F2)

cw = IJ; 4b3t = 981 *300/*54 24

64 10 13 mm 6 . .. .. ...... .. .. .. .... . (Young 19 8 9) . X

=

W

I yh: 4

=

2

2 _

~lyCw

_

rts -s;- -

402

~26.8x l07*6.4xlOI3 19,800.000.

_

-7 rts - 81.3mm ........ .. ........ (AI SC F2-7)

Ba b 6. Bala k Le ntur

2 _ Iy ho _ 26.8x107 *981 _ rts - -zs,--2*19.800.000. ~ rts - 81.5mm .... ............. (Use rNote AISCF2)

atau yang lebih konservatif menurut AISC, sebagai berikut h =d - 2t/ = 928mm

rts =

b

=

f

12(1+1

ht" ) 6b t f f

309 =78.6mm ........ ... (Use rNote AISCF2) 12(1+.!.X928*31 ) 6 309*S4

I =t(2 *543 *309+31 3 *981)= 42,179,241. mm 4 Lr =1.95rts -E- -Ie -+

0.7Fy

Sxho

(Ie (0.7Fy J2 ..... . ... CAISC F2-6) - -J2+6.76-Sxho

E

~~ , ----------~~--------~

A

B

A = 1.95 *78.6 * ~O~;~~~. = 178,740.5

0.0?27

B=

42,179,241. *1 + 1.( 42,179,241. *1 )2 +6.76(0.7*245)2 11 ,19,800,0.00'3*981, . ~ 19,800,000.*981 . 200,000. , ~ 2.17SxlO3.11 2xlO-3

L,. = 178,740.5*0.0727 =12,994.4 mm == 13 m 5. Hitung faktor Cb untuk memasukkan pengaruh bentuk momen antara dua pertambatan lateral (tinjau segmen b-c-d). p 1 - - - - - 6 m - --II

2m

2m

Mmaks =MB = 3P

4m - -- -- -- - - - - - - -- 4m

1--- 101

..... ........ ...... ... ..... . .. CFI-I)

cb --

12.S*3P 2.S*3P+3*2.5P+4*3P+3*2.SP

Wiryanto Dewobroto - Struktu r Baja

37.SP 34.SP -

1 09 .

403

7.

Momen nominal terhadap kondisi batas Tekuk Torsi Lateral. Untuk L p(3.3m)
~:=~: )J ~ Mp ... ..... ... . .. ... .. ...... . (F2-2)

M" = 1.09(5650-(5650-3396)*(4-3.3)/(13-3.3))= 5981 karena M »Mp maka M n = M p = 5650 kN.m ............ ... ............ ..... ......... ............... «tidak terjadi LTB » f1

8. Kuat lentur balok : ditentukan oleh kondisi leleh M u =.hM 't' n = 0.9*5650=5085 kN.m J'ika P = Pu dan Mrna ks = 3P maka Mma ks = Mu ~ P = 1695 kN.

9.

Kuat geser balok : profil UB 1016x305 x493. Pelat badan profil gilas h/tw = 30 « 2.24(E/F) ¥Z = 64 maka ~v = 1.0 dan Cv = 1.0 ......... ....... ................. ...... ........ ... .. .. . (G2-2) Kuat geser nominal pelat badan profil UB gil as ~Vn=~v O.6Fy AW Cw ... . ... . . . .. .. .... . ........................... . ..... (G 2-1) ~Vn =1.0*0.6*245*1036*31 *1/1000

= 4721 kN »> V maks =P /2

Jadi beban titik maksimum, P = Pu = 1695 kN didasarkan pada kuat lentur profil UB sampai plastis, pada kondisi yang jauh dibawah kapasitas geser (tidak menentukan). 10. Check kekuatan pelat terhadap beban titik P = Pu = 1695 kN. Tahap ini perlu, jika ingin dihindari pemakaian pelat pengaku di bawah beban titik, atau mengontrol apakah beban titik dapat berpindah bebas. Kondisi batas berikut akan ditinjau. Bengkok setempat pelat sayap (Flange Local Bending) : Rn = 6.25 Fy/t/ .. ...... ..... .... .... ..... ... ....... ... ... .. ......... ..... (j1 0-1) ~ = 0.9 ..... ... .. ... ...... ............ ....... ......... ... ... ... ..... .... ..... (J 10. 1) ~R"'l = 0.9 *6.25 *245*54 2 /1000 = 4019 kN Pu (1695 kN) « ~R"'l (4019 kN) .... « tidak perlu pengaku » Pelelehan setempat pelat badan (Web Local Yielding) : ambil lebar tumpuan beban Ib = 1Iz bf = 155 mm, dan tersebar lebih dari d (lihat penjelasan Gambar 6.67a), maka R" =Fyw ·tw(5k + lb) .... ... ......... ..... ........ .. ..... .. .. ........ .... (j10 -3) ~ = 1.0 .......................... .................................... .. .. ..... (J 10.3) ~Rn_2

= 1.0*245*54*(5*84 + 155)/1000 = 7607 kN

PII (1695 kN) «

404

~Rn_2

(7607 kN) ..... .. .. ... ..... .. ... .. « aman »

Bab 6. Balak Le ntur

Crippling pelat badan (Web Crippling) : di tengah bentang. Ib t _ 2 Rn - 0.8t w 1 +3- t f [ d ( .. ) <j>

1.5]F:7t YWt ........... .. .. .... .. ...... .. .. .. EF

tf

(Jl0-4)

w

= 0.75 .. .......... ........ ... .............................................. (Jl0.2)

A.R

'f' n-3

2 = 075 * 0.8*3 1 [ 1 + 3*155 ( 54 )1.5J /200000 * 245 * 54 = 10824 kN . 1000 1036 31 V 31 ·

Pu (1695 kN) « <j>R n•3 (10824. kN)

............... ... ... « aman »

Tekuk kesamping pelat badan (Web Sidesway Buckling) dicari dengan anggapan, beban titik di atas, tanpa pelat badan dan juga tanpa pertambatan lateral (bracing). Chek (h/t w )/(Lb /b,)=30/(155/309)=60 > 1.7 maka ketentuan tekuk kesamping bisa diabaikan. 11. Terakhir check kondisi batas layan (limit state of servicebility). Anggap Pu = 1695 kN akibat beban hidup, maka P = P./LF, dimana LF adalah faktor kali beban terhadap beban hidup, yaitu 1.6. Jadi beban hidup terpusat P = 1060 kN.

~ = PL = 3

48EI

1,060,000. * 12,000? = 18.5 mm « 48 * 200,000. * 1.03 X 1010

L

=33.3mm 360

Kesimpulan : balok profil UB 1016x305 x493 (hot-rolled) memenuhi persyaratan perencanaan untuk memikul Pu = 1695 kN tanpa perlu pelat pengaku.

6.8.4. Balak I-gilas : Tabel

Gunakan "tabel bantu" untuk evaluasi daya dukung balok profil gilas tipe UB 1016x 305 x493, berat 492.6 kg/m, mengacu Bristish Standard (BS) meskipun dibuat pabrik Nippon Steel & Sumitomo Metal, lepang. Mutu baja merujuk standar lIS: SM400A dengan Fy 245 MPa. Sistem struktur balok dengan pertambatan lateral (lateral bracing) dan beban titik sesuai gambar 6.74 sebelumnya. Jawab: Profil baja gilas tipe UB telah dibuatkan tabel bantu, yaitu Tabel 6.17, oleh sebab itu perhitungan manual yang cukup panjang sebelumnya tidak diperlukan lagi. Tabel yang dimaksud adalah.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

405

Ta be l 6.2 0 Universa l Bea m: BS - Me tri c Unit (F 240 MPa) Sumber: Nippon Steel & Sumitomo Metal

Notasi dxb

d x b, x tw x t, Berat mm

kg/",

kg/m

Zx

$M p $M r

em '

kN- m

kN-tn

Y

BF Lp kN

m

Lr

Ix


In

em'

kN

+UB1016x305 583' 1056x314x36x64

583.4 27,686 5,980 3,522 194.9 3.4 16.0 1,240,000 5,474

493

1036x309x3 1x5 4

492.6 23,060 4,981 2,953 193.7 3.3 13.8 1,030,000 4,625

487

1036x309x30x54

486.7 22,845 4,934 2,934 192.1 3.4 13.8 1,020,000 4,476

437

1026x305x27x49

437.0 20,414 4,410 2,634 189.3 3.3 12.7

910,000 3,989

414

1020x304x26x46

413.7 19,218 4,151 2,48 1 188 .0 3.3 12.2

853,000 3,8 19

393

1016x303x24x44

392. 7 18,126 3,915 2,352 183.9 3.3 11.8

808,000 3,5 11

349

1008x302x2 1x40

349.4 16,2 15 3,502 2, 118 175.9 3.3 11.2

723, 000 3,048

314

1000x350x19x36

314.3 14,502 3, 132 1,901 168.8 3.3 10.6

644,000 2,736

272

990x350x17x3 1

272 .3 12,579 2, 717 1,653 158.0 3.2 10.0

554,000 2,424

249

980x350x17x26

248.7 11, 101 2,398 1,445 151.2 3.1

9.4

481,000 2,399

222

970x350x16x2 1

222.0

9,423 2,036 1,217 138.4 3.0

8.9

408,000 2,235

BS - Metric dari produk Nippon Steel & Sumitomo

"Tabel bantu" didasarkan pada mutu baja Fy = 240 MPa, padahal mutu baja yang dipilih adalah Fy = 245 MPa. OIeh sebab itu data dari tabel perlu dimodifikasi sebagai berikut. L p = 3.3 m; L ,. = 13.8 m; BF= 193.7

"'M 'I' p

6 ="'Z 'I' x . Fy = 0.9*23,060,000. * 245 * 1x10· = 5085 kN.m

Dari konfigurasi balok untuk segmen tengah yang menghasilkan momen maksimum, diketahui Lb = 4 m dan Cb = 1.09 karena Lp(3.3m) < Lb(4.om) < L"(13.8m) maka:
= 1.09*(5085 - 193.7*( 4 - 3.3)) = 5395 kN.m > <j>Mp Jadi M =
u

n

Karena Mmax = 1/4PL sedangkan Mmax = Mu maka P = Pu dimana P u P Karena Vu

II

= 4Mu IL = 4 * 5085 I 12. = 1695 kN «sarna dengan sebelumnya»

=V;, =4625 kN

»> Pu gaya geser tidak menentukan.

Kesimpulan : perhitungan dengan tabel dapat memberikan hasil yang sama dengan hitungan sebelumnya, meskipun hanya perlu beberapa langkah hitungan saja.

406

Bab 6. Balak Le nt ur

6.8.5. Balok I-built-up : F3 Balok built-up I 700x300x7x12 baja Fy 240 MPa, berat sendiri diabaikan, posisi lateral bracing dan beban titik terlihat di gam bar.

r-

300

-j

I

2m profil l (built-up)

700

=J=d==1

---+---4m~4 m

profill (built-up)

700x300x7x1 2

Ga mbar 6.75 Konfiguras i ba lok da n dim e ns i penam pa ng

Pertanyaan :

1. Hitung M jarak bracing pad a kondisi Lp dan Lr 2. Hitung faktor Cb dan berapa beban Pu maksimum. ~

3. Check profil terhadap beban terpusat maksimum. Jawab:

1. Properti I built-up 700x300x7x12 mutu Fy 240 MPa. E = 200,000.0 MPa

I x = 1,032.3*10 6 mm 4

G =80,000.0 MPa A = 119.32 cm z Yl b/tf = 12.5 h/tw= 96.6

Iy

= 54.0*10 6 mm 4

Sx = 2,949.4 cm 3 Zx = 3,276.5 cm 3 J = 42.3 cm 4

Nila i Mp = Zx . Fy = 3276.5E3*240jlE6 = 786.4 kN.m Jadi Mp = 0.9 *Mp = 707.7 kN.m 2.

Check klasifikasi penampang I built-up. kc = Jh~tw =

k

= 0.4, simetri ganda maka FL = 0.7 Fy

\f = 0.38(E/F) ~ = 11.0

A,/ = 0.95(kl/FJ ~ = 20.7

\f > ~ b/tf= 12.5 > \f

-7 profil sayap non-kompak

\w = 3.76(E/F) ~ = 108.5

Arw =

hitw =96.6 «

-7 profil badan kompak

Apw

5.70(E/F) ~ = y

164.5

Profil IWF built-up 700x300x7x12 berdasarkan klasifikasinya maka harus mengikuti ketentuan F3 (AISC 2010).

Wiryanto Dewo broto - Stru ktur Ba ja

407

3. Kondisi-kondisi batas untuk "tekuk torsi lateral" balok sesuai ketentuan F2.2 (AISC 2010). ry

=(I/A) 'h =67.4 mm y

Lp =1.76ry (E/Fy )'h ............................. .... ......... ....

(AISCF2-S)

Lp = 1.76*67.4(200000/240) 'h = 3424 mm = 3.4 m Cw = 214 (d -ttf ·tt

.b/

12 6 = 214(700 -12)2 *12 *3 00 3 =6.3 9 *10 mm

r t/ =(Iy"Cwr'~15x .. .................................... ................ (AISC F2-7) rt/=(54*106* 6.39*10 12)l7/2,949.4*10 3 = 6298

r 15 = 79.36 mm c = 1 dan ho= 700 - 12 = 688 mm ........... ..... .. .. ... .... (A ISC F2-8a)

Je

Lr =1.95rts - E

-+ 0.7Fy Sxho

(- Je J2 +6. 76( -0.7Fy )2

.. . .... .. (A ISCF2-6)

E

S xho

~ .~----------~--------~

B

A

A = 1.95*79.36*200000/(0.7*240) = 184,228.6

B=

4 4 42.3*10 *1 + [ 42.3*10 *1 )2 +6.7 6( 0.7 *240 3 2,949.4*10 *688 2,949.4*10 3 *688 200,000.0

)2

Lr = 184,228.6*0.049 = 9,027.2 mm = 9.0 m

Kondisi batas LTB dimana Lp = 3.4 m dan L r = 9.0 m 4. Hitung faktor Cb untuk memasukkan pengaruh bentuk momen antara dua pertambatan lateral (tinjau segmen b-c-d) . p -

- - - 6 m - - --+1

4m __~1_2m __-2-m ___ 4m

-1

MA=Mc= 2.5P dan M maks = M B = 3P

l- I m

!

~ !

M•

. MA

Cb =

C = b

408

Me '

12.5IMmax l

. . . .. . .. . .................... . .. (Fl-l)

2.sIMmaxl +31M AI + 4IMBI + 31Mcl 12.5 *3P = 37.5P = 1.09 2.5 *3P + 3 *2.5P + 4 *3P +3* 2.5P 34.5P

Bab 6. Balak Lentur

5. Kondisi batas : Tekuk Torsi Lateral Untuk L p(3.4m)
c,[

Mp - (Mp - 07Fy S,

l{~: =~:)] < Mp ... .. .... .... .... . ... .

(>22)

Mn = 1.09(786.4-(786.4-495.5)*(4-3.4)/(9-3.4)) = 823.2» Mp Mn = Mp= 786.4 kN.m ...... .. ...... .... ..... . « tidak terjadi LTB »

6. Kondisi batas : Tekuk Lokal Sayap profil-I sayap non-kompak, data Yzb/t[="'r=12.5, Ap[= 10.97 dan Afr = 28.87. Nilai 0.7Fy 5x = 495.5 kN.m M,

=[

Mp - (Mp - O.7FyS,{

~-_AZr )] .................. ..... ... . . .

(F3-1 )

Mn = (786.4-(786.4- 495.5) *(12.5-11)/(28.9-11)) Mn= 761.5 kN.m ... ... .. .... .... ... ... ... ... .... ....« menentukan»

7. Kuat lentur balok : ditentukan oleh Tekuk Lokal Sayap MU =
jika P = Pu dan Mma kS = 3P maka MIna ks = Mu -7 P = 228.5 kN dengan anggapan kuat lentur halok yang menentukan.

8. Kuat geser balok : profil IWF built-up Koefisien tekuk dan geser pelat hadan, kv dan Cvadalah hitw = 96.6 < 260 -7 k v = 5. 1.10(kvE/F) 'Iz = 71.0 dan 1.37(kvE/F) 'Iz = 88.4 karena hltw > 1.37(kvEIF)'Iz maka kuat geser halok ditentukan oleh terjadinya tekuk elastis pada pelat badan .. Cv = 1.5 1kv E

(h/twf Fy

1.51*5*200000 2 =0.674 ... .. .. .. ... .......... . .. .. (G 2-5) 96.6 *240

Kuat geser nominal pelat badan profil I built-up
,!,v =0.9*0.6*240*700*7*0.674/1000 = 428 kN

't'

9.

f1

»> Vrn aks= P/2

Behan terpusat maksimum, P = Pu = 228.5 kN didasarkan pada kuat lentur profil I bUilt-up terhadap tekuk lokal sayap tekan. Sedangkan kuat geser profil tidak membatasinya.

10. Pengaruh konsentrasi tegangan pada profit IWF akibat beban terpusat P = Pu = 228.5 kN, dan perlu tidaknya pelat pengaku.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

409

Tahapan ini perlu jika ingin menghindari digunakannya pelat pengaku pada setiap beban terpusat, atau mengontrol apakah beban terpusat tersebut dapat dipindah secara bebas. Untuk itu, setiap kondisi batas berikut akan ditinjau. Bengkok setempat pelat sayap (Flange Local Bending) :

=6.25 Fy/t/

... ..... .......... ...... ... ... .... ... ..... ... .. ..... ... ... (J10 -1) = 0.9 .. ....................................................... ....... .. .... (J10.1) Rno1 = 0.9*6.25*240*12 2 /1000 = 194 kN P (228.5 kN) > Rllo1 (194 kN) ... .... « perlu pelat pengaku » R II

li

Pelelehan setempat pelat badan (Web Local Yielding): ambil lebar tumpuan beban Ib = V2bf = 150 mm, dan tersebar lebih dari d (lihat penjelasan Gambar 6.67a), maka

= Fyw tw(5k + lb)

... ... .. ... ... ... ..... .......... ... ... ... ... ..... .... (J10- 3) = 1.0 ................ .............. .... .. ... .................. .......... .... (J10.3) R II

R no2 = 1.0*240*7*(5 *20 + 150)/1000 = 420 kN Pu (228.5 kN) « R no2 (420 kN) .. ........ ... ... ... ... .. . « aman »

Crippling pelat badan (Web Crippling) : Iokasi beban ada tengah-tengah bentang, maka

R=0.8t n



2 W

[1 + 3~(!.L)1.5]~EF d tw

YW

tf tw

.. . . . . ... . . .. . . ... . .. . .. .........

(J10 -4)

=0.75 ........... ............... ... ... ... ......... .. ... .. ..... .. ... ....... . (J10.2) 2

t/JR _ = 0.75 0.8 *7 [1 + 3 *150 ( .2.)1.5] 200000 *240 *12 = 343.1 kN n 3

1000

700

12

Pli (228.5 kN) « Rno3 (343.1 kN)

7

.. ............ .... .... « aman »

Tekuk kesamping pelat badan (Web Sidesway Buckling) perlu dicari dengan anggapan bahwa beban terpusat terletak di atas, dengan kondisi pelat badan bebas, tanpa pertambatan lateral. Chek (hltw)/(Lblbf) = 96.6/(1501300) = 193.2 > 1.7 sehingga ketentuan tekuk kesamping dapat diabaikan.

Kesimpulan : balok profill 700x300x7x12 (built-up) perlu pelat pengaku sayap untuk mengantisipasi beban terpusat maksimum.

410

Bab 6. Balok Le ntur

6.8.6. Balok I-gi/as penggant; : Tabel

Konfigurasi profil built-up sebelumnya, yaitu IWF 700x300x7x12 akan digantikan profil hot-rolled mutu setara (Fy 240 MPa). Berat sendiri diabaikan, lokasi bracing tidak dirubah, dan diberi beban berdasarkan beban maksimum sebelumnya, yaitu Pu = 228.5 kN.

--

2m

4m -

-

--.--2 m -- .m

-

1m

Ga mbar 6.76 Ko nfigurasi balok da n beba n te rpu sa t Pu = 228.5 kN

Jawab: 1. Agar kinerja konfigurasi balok dengan profil hot-rolled tidak berbeda jauh dibanding profil built-up sebelumnya, maka beberapa properti data lama harus dipertahankan, yaitu : M u = 685.4 kN.m Ix = 103,230 cm 4 Cb = 1.09 2 Vu = 112.8 kN.m A = 119.32 cm qbs = 94.3 kg/m 2. Tahap berikutnya memilih profil IWF hot-rolled, yaitu profil JIS standar (TabeI6.9) danJFE Super HISLEND-H (TabeI6.16) yang memiliki properti data Mu dan Ixyang lebih besar. profil JIS s tand a r (Ta be l 6.6)

Lb > Lp maka <j>M" =Cb(<j>Mp-BF*(L b-L p)) =1.09*(931-48.3 *(4-3.5)) = 988.5 »<j>Mpsehingga <j>Mn=<j>Mp= 931 kN.m »Mu -7 ok Profil H588 lebih berat 156% dari profil IWF 700 (lama) prafil jFE Supe r HISLEND-H (Ta beI 6.13)

Lb> Lp maka <j>Mn=1.09*(772 -71.1 *(4-2.2))=702 kN.m» Mu -7 ok Profil SH700 beratnya 116% berat profil IWF 700 Profil IWF hot-rolled yang dapat dipakai tergantung ketersediaan. Jika hal itu tidak jadi masalah, maka profil JFE (SH700x200x9x19) yang relatif lebih ringan, dipilih agar ekonomis tapi efisien. 3. Profil pengganti SH 700x200x9x19 OFE Super HISLEND-H). Jika tidak ada, bisa dipakai H588x300x12x20 OIS standard).

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

411

6.8.7. Bulok I-built-up : F4 Balok dengan profil I 1000x200x7x12 built-up, mutu Fy 240 MPa, berat sendiri diabaikan, lokasi pertambatan lateral (bracing) pada gambar, dan hanya ada beban terpusat P u di tengah bentang.

7-profil I (built-up) IOOOx200x7xI2

1000

t Gambar 6.77 Konfigurasi balok dan dimensi penampang

Pertanyaan : 1. Hitung kapasitas lentur Mu dan beban Pumaksimum. 2. Hitung kapasitas geser, <j>Vnterhadap Vu hasil di atas. Jawab: 1.

Properti I 1000x200x7x12 (built-up) mutu Fy 2.40 MPa. E = 200,000.0 MPa I x = 1,713.8 *10 6 mm 4 Iy = 16.0*10 6 mm 4 G = 80,000.0 MPa A =116.32 cm 2 Sx = 3,427.5 cm 3 Zx= 4,038.2 cm 3 Y2b/tf = 8.3 hitW = 139.4 J= 34.2 cm4 Nilai Mp = Zx . Fy = 4,038,208.0 *240jlE6 = 969.2 kN.m Jadi <j>Mp = 0.9 *M p = 872 kN.m

2. Check klasifikasi penampang I built-up. kc = )h;t

w

= .)1:9.4 = 0.34, diambil kc = 0.35, dengan FL = 0.7 Fy

A.Pi.r=0.38(EIF) ~ y Y2b/tf =8.3 <

A.PW =

\f

3.76(EIF) ~

hitW = 139.4 »

= 11.0

A.rf =0.95(kcEIFJ ~ = 19.4 -7 profil sayap kompak

= 108.5

A.rw = 5.70(EIF) ~

= 164.5

A.pw

-7 profil badan non-kompak

Profil I 1000x200x7x12 (built-up) berdasarkan klasifikasi sayap dan badan akan mengacu ketentuan F4 (AISC 2010).

412

Bab 6. Balok Lentur

3. Kondisi batas leleh di sayap tekan, sesuai F4-1 (AISC 2010) . Mil

=Rpc MyC = Rpc Fy Sxc .. ..... .. .. ... .... .. .... ... ................. .. ... CF4-I )

Faktor plastifikasi pelat badan, Rpc dihitung sebagai berikut I~ = 1/12*12*200"3 = 8*10 6 mm 4 Iy = 16.0*10 6 mm 4 UyJly = 0.5) > 0.23 dan (hJt w = 139.4) > (\ w= 108.5) maka

pw Rpc=[!!L-[!!L-l][ 1L-lL ]]
Mp = Zx Fy = 969.2 kN.m Myc = Sx Fy = 822.6 kN.m M p / Myc = 1.18 R = [1.18 _ (1.18 _ 1{ 139.4 - 108.5 ) ] = 1.08 «M / M \ 164.5 - 108.5

pc

p yc

maka M" = 1.08*822.6 = 888.4 kN.m ................................... ... CF4- I)

4. Kondisi batas "tekuk torsi lateral" sesuai F4 (AISC 2010). bfe

rt

~l

... . ..... .. .......................... .... ....... . CF4-ll)

12[ ho +1. a d 6 w hod

ho= d - tf = 988 mm h = h c= d - 2tf = 976 mm

d = 1000 mm bfc = bf = 200 mm'' Ow =

rt

=

(h·tJ / (bfc·tf ) = (976*7) / (200*12)= 2.847 200 = 48.02 mm 988 12 1 0 0 0 + 2.~47 * 98~~f~00

memakai rumus pendekatan lain yang diusulkan AISC, yaitu b fe

rt = ~12(1 + t aw)

200

~12(1 + 2.847/6)

475 .. . , ... mmp.

Jarak pertambatan lateral, L p untuk kondisi batas leleh Lp =1.1rt JE/Fy = 1525mm = 1.5m .... ........ .. .......... .... ......... CF4-7)

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas elastis

Lr =1.95r -'£ _ 1_+(_ 1_)2 +6.76( FE )2 ........................ Sxeho Sxeho L

t

CF4-8)

FL

~'~------~B~------~

Simetri, Sxt = Sxc = Sx jadi SjSxc';? 0.7 maka FL= 0.7 Fy ....... CF4-6a) A = 1.95*47.4*200000/(0.7*240) = 110,035.7

Wiryanto Dewobro to - Struktur Baja

413

B=

Faktor plastifikasi pelat badan, Rpc = 1.08 Faktor bentuk momen Cb = 1.09 (lihat soal sebelumnya) Untuk Lp(1 .5m) < L b(4.om) ~ L r (5.3m) ' maka M11 = Cb[R pc Myc - (R pc Myc - FLS xc {Lb Lp ) ] -< Rpc Myc·· ... ... .... ... \ L,. -_ Lp

(F4-2)

R pcMyc = 1.08*822.6 = 888.4 kN.m FLSxc = 0.7*240*3427.5*10.3 = 575.8 kN.m Mn =

1. 09[888.4 - {888.4 - 575.8X54i!i~J] :o; Rpc Myc

M = 744.2 kN.m .... .. .. .. .... ... .................. .. « menentukan » Il

Mu = 't'J..M = 0.9 *744.2= 669.78 kN.m <<<< 't'J..M p = 872 kN.m II

karena M u = 3P maka P

=223.3 kN

Catatan : evaluasi "tekuk lokal elemen sayap tekan" tidak perlu karena pelat sayap berklasifikasi "kompak", ada pun terhadap "leleh elemen sayap tarik" tidak perlu karena simetri ganda

5. Kuat geser balok : profil I built-up Koefisien tekuk dan geser pelat badan, kv dan Cv adalah hjtw = 139.4 < 260 -7 k v = 5. 1.10(kvE/Fy )'h = 71.0 dan 1.37(kvE/Fy F' = 88.4 karena hjtw > 1.37(kvEjF) '" maka kuat geser balok ditentukan oleh terjadinya tekuk elastis pada pelat badan .. C v

=

1.51k v E = 1.51 *5* 200000 = 032 {h/ t YFy 139.4 2 * 240 . .. .... ...................... .. (G 2-S) w

Kuat geser nominal pelat badan profil IWF built-up ~Vn =~ v 0.6Fy A w Cw .. .. .. .. .... .. .. .. .. .. .... .. ...... ................... (G2- 1) J..VT1 =0.9*0.6*240*1000*7*0.32/1000 't'

= 290 kN »> VU=1Iz P

LI

6. Beban terpusat maksimum, Pu = 223.3 kN, bersumber pada kuat lentur profil IWF built-up terhadap tekuk torsi lateral. Sedangkan kuat geser profil tidak membatasinya.

414

Ba b 6. Ba lok Le ntu r

7. Evaluasi dampak konsentrasi tegangan akibat beban terpusat. Bengkok setempat pelat sayap (Flange Local Bending) : Rn =6.25 Fyf ·t/ ... ...... .. .. ......... .. ......... .. ... ................... . OlD -l) 0.9 .................................... .. ... ..... ... .. ... .......... .... .. (JlO.l)

~ =

= 0.9*6.25*240*1221 1000 = 194 kN

~Rn.l

Pu (223.3 kN) > ~RI1_1

. ......... . . . . .. . ....

« perlu pelat pengaku »

Pelelehan setempat pelat badan (Web Local Yielding): ambil lebar tumpuan beban Ib = Vz br = 150 mm, dan tersebar lebih dari d (lihat penjelasan Gambar 6.67a), maka Rn =Fyw ·tw (5k + Ib) dan ~ = 1.0 ... .. .. ........ .......... ... .... .. .. . (JlO-3) ~RI1_2

= 1.0*240*7*(5 *20 + 150)/1000 =420 kN ~RI1'2

Pu (223.3 kN) «

.... . ... .. ........ ..• . ..... . . ... . .... .

« aman »

Crippling pelat badan (Web Crippling) : lokasi beban ada tengah-tengah bentang, maka

R=0.8t n

~ =

2 w

[1 + 31..(!L)1.S]~EF d tw yw tw t[

.. •.• .. . ...... .. . . . .. •.• .... ... ..

(Jl0-4)

0.75 ......................... .. ... ....... .......................... ...... (JlO.2) 2

¢R _ = 0.75 0 .8 *7 [1 + 3 *150 (!..-)1's1200000 *240 *12 = 320 11

3

1000 '-----,,-----'

,

0.0294

Pu (223.3 kN) «

1000 1:2

~RI1.3 (320

12

, '

.7

'

9071..1

kN) ......................... « aman »

Pada beban terpusat Pu tidak ada pertambatan lateral khusus maka risiko Ittekuk kesamping pelat badan" atau Web Sidesway Buckling harus dievaluasi khusus (Section JI0.4 - AISC 2010). Chek (hftJ/(Lblbr) =139.41(4000/200) =7 > 1.7.Jadi ketentuan tekuk kesamping tidak perlu, dapat diabaikan.

Kesimpulan : balok profil I 1000x200x7x12 (built-up) perlu pelat pengaku sayap untuk mengantisipasi beban terpusat maksimum.

Wiryanto Dewobroto - Struktllr Baja

415

6.8.8. Balok I-built-up : F4 (non-kompak)

Balok dengan profil I 1000x350x7x12 built-up, mutu Fy 240 MPa, berat sendiri diabaikan, lokasi pertambatan lateral (bracing) pada gambar, dan hanya ada beban terpusat Pu di tengah bentang.

r~310~ 2m

b

r

-l

Pu

profil I (built-up)

1000x350x7x l2

1000

l=l='==12

----~-- 4m ----~--

Ga mbar 6.78 Konfigurasi balok non-kom pak dan beban di tengah bentang

Pertanyaan : Hitung kapasitas lentur Mu dan beban Pumaksimum. Hitung kapasitas geser, <j>Vn terhadap Vu hasil di atas.

1.

2.

Jawab :

1. Properti I 1000x200x7x12 (built-up) mutu Fy 240 MPa. E = 200,000.0 MPa

G =80,000.0 MPa A =152.32 cm 2 Vz b/tf =14.6 hjtw = 139.4

1x = 2,592.3*10 6 mm 4

=85.8*10 6 mm 4 Sx =5,184. 7 cm 3 1y

Zx = 5,816.6 cm 3

J = 51.5 cm 4

Nilai M p = Zx . Fy = 5,816,608.0*240/1E6 = 1396 kN.m Jadi <j>Mp = 0.9 *M p = 1256 kN.m 2. Check klasifikasi penampang I built-up. kc = ~h;tw

= ~1:9.4 = 0.34 , simetri ganda maka FL = 0.7 Fy

Ap,,r = 0.38(EjFy )'h

A,f

= 11.0

> Vz b/tr =14.6 > \r

Apw = 3.76(E/F) 'fL = 108.5 y A > hjtw =139.4 > Apw ~

416

Arf = 0.95 (kcEjFJ 'fL

=19.1

-7 profil sayap non-kompak A~

= 5.70(EjF) 'fL = 164.5

-7 profil badan non-kompak

Bab 6. Balak Lentur

Profit I 1000x350x7x12 (built-up) punya klasifikasi "sayap nonkompak" dan "badan non-kompak" sehingga perencanaan balok akan mengacu pada ketentuan F4 (AISC 2010). 3. Kondisi batas sayap tekan leleh ketentuan F4-1 (AISC 2010). Mn = Rpc M yc =Rpc Fy Sxc ... . ......... ...... ...... .. . . .. .. ... . ..... . ..... . CF4-I) Faktor plastifikasi pelat badan, Rpc dihitung sebagai berikut Iyc = 1/12*12*3501\3 = 42.88*10 6 mm 4 .. ... .. . Iy = 85.8*10 6 mm 4 UyJ ly = 0.5) > 0.23 dan (hJt w= 139.4) > (\w = 108.5) maka

R ".[ :~ -(:~ -lX:.-t)]< :~ . . . . . . . . . . . . .

[F49b)

Mp = Zx Fy = 1396 kN.m Myc = Sx Fy = 1244 kN.m M p / Myc = 1.12 R =[1.12 _ (1.12 _ 1{139.4-108.5)]=1.05« M / M pc '\)64.5-108.5 p yc maka Mn = 1.05*1244 = 1306 kN.m ............. ...... .. ............. ..... . CF4-I) 4. Kondisi batas "tekuk torsi lateral" sesuai F4 (AISC 2010). r, =

hIe

~)

....... ... .. ... ....... ..... ..... . ... . ... . ......... .. ..... CF4-11)

12( ho +.l a d 6 W hod

d = 1000 mm bfc = bf = 350 mm·'

h o= d - t = 988 mm f h = h c = d - 2tf = 976 mm

aw = (h·tJ / (bfc·tfJ = (976*7) / (350*12)= 1.627 350 rt = =90.4mm 12 {08080 + 1.~27 * 98~~f~00 memakai rumus pendekatan lain yang diusulkan AISC, yaitu b le 350 . rt = J ( ) I ( ) 89.6 mm, ... mendekatl. v121+ t aw ,,121+1.627/6 Jarak pertambatan lateral, Lp untuk kondisi batas leleh Lp =l .lrt~E/Fy =2871mm=2.9m .... ........ ........ ......... ... ..... CF4-7)

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas elastis

(S~hJ2 +6.76(

i J. . . . . . . . . . . .

CF4-B)

, B

Wiryanto Dewobroto - Struktur 8aja

417

Simetri, Sxt = Sxc = Sx jadi Sx/Sxc 2: 0.7 maka FL

= 0.7 Fy ....... (F4-6a)

A = 1.95*90.4*200000/(0.7*240) = 209,857.1 1.01 : 10-4

B=

51.5*~1-04-~'

,

15,184.7 *10 *988 3

[

+

51.5 *10 4 3

)2 +6.76( -0.7*240 )2 - -

11 , 5,184.7 *:° *988 ~



1.01*10-6

,

2~0000 .

4.77*10-

6

v

0.0478

= 209,857.1 *0.0478 = 10035 mm = 10 m

Lr

Faktor plastifikasi pelat badan, Rpc = 1.05 Faktor bentuk momen Cb = 1.09 (lihat soal sebelumnya) Untuk Lp (2.9m) < Lb (4.om)

S;

L"(lOm) ' maka

Mn = Cb[R pc Myc - (R pc Myc - FLS xc {LbLp)] -
RpcMyc = 1.05*1244 = 1306 kN.m FLSxc =0.7*240*5184. 7 *10-3 =871 kN.m Mn = 1.09[1306 - (1306 -

871)(1~-=-22; )]~ Rpc Myc

M Il =1350 kN.m

5. Kondisi batas "tekuk lokal sayap tekan" sesuai F4 (AISC 2010) . Penampang dengan profil sayap non-kompak

1

Mn = Rpc Myc - (Rpc M yc - FL sxc ) · AA-- AAp,/ ... ....... ...... ......... .. (F4-13) ( rl pI M = 1306 - (1306 - 871)(14.6-11) 28.9- 11

n

Mil = 1219 kN.m ...... ... .. .. .. .... ....... ..... ....... « menentukan »

M

lJ

=<j>M = 0.9*1219 = 1097 kN.m IJ

karena M u = 3Pu maka P

« « <j>MP = 1256 kN.m

=366 kN

Catatan : evaluasi terhadap "elemen sayap tarik leleh" tidak perlu karena profil simetri ganda, sisi tekan menentukan.

6. Kuat geser balok : profil I built-up Koefisien tekuk dan geser pelat badan, kv dan Cyadalah hitw = 139.4 < 260 ~ k y = 5. 1. 10 (kyE/F) Yz = 71.0 dan 1.37 (k yE/F) Ih = 88.4 karena hltw > 1.37 (k yEIF) Yz maka kuat geser balok ditentukan oleh terjadinya tekuk elastis pada pelat badan.

418

Bab 6. Salak Lentu r

_ 1.51kvE 1.51 *5 * 200000 Cv = = 0.32 ... .. .. ...... .. .. ........ .. ... (G Z-S) {h/ t w )2Fy 139.4 2 * 240

Kuat geser nominal pelat badan profil IWF built-up

Vn=vO.6FyAWCw .... . .... . .. ... ........................... .. . ... ..... (GZ- I) A-. Vn=0.9*0.6*240*1000*7*0.32/1000 = 290 kN >>> Vu =1f2Pu 'I' 7. Beban terpusat maksimum, Pu = 366 kN, bersumber pada kuat lentur profil terhadap kondisi batas tekuk lokal sayap tekan. Sedangkan kuat geser profil tidak membatasinya.

8. Evaluasi dampak konsentrasi tegangan akibat beban terpusat. 8engkok setempat pelat sayap (Flange Local Bending) : Rn = 6.25 Fy/t/ ) dan = 0.9 .... .... .... .... .................. .. .....

ClIO-I)

2

Rn.1 = 0.9*6.25*240*12 /1000 = 194 kN Pu (366 kN) > Rn_1 ........................ « perlu pel at pengaku » Pelelehan lokal pelat badan (Web Local Yielding), lebar tumpuan Ib = 1f2bf = 150 mm, tersebar» d (lihat Gambar 6.67a), maka Rn = Fyw ·tw (5k + lb) dan = 1.0 ............................. ..... ... ClIO-3)

Rn_2 = 1.0*240*7*(5 *20 + 150)/1000 = 420 kN Pu (366 kN) «Rn_2 .......... .. .... ........ ....... ..... ..... « aman » Crippling pelat badan (Web Crippling) : beban di tengah, maka

[1

Rn =0.8t2 + 3~(!L)1.5 ]~EF W d tw yw

tf tw

.................... .. ....... .. ..

ClI O-4)

= 0.75 .......... ... ............... .. ............ ....... .. ...... ............. Cl10.Z) 2

¢R _ = 0.75 0.8 *7 [ 1 + 3 *150 ( l..-)1.s] 200000 *240 *12 = 320kN n 3 1000 1000 12 7 '--v---' ,

0.0294

• '

1:2

v

'

9071.1

Pu (366 kN) » Rn_3 (320 kN) ........ « perlu pelat pengaku » Pada beban terpusat Pu tidak ada pertambatan lateral khusus maka risiko "tekuk kesamping pelat badan" atau Web Sidesway Buckling harus dievaluasi khusus (Section J10.4 - AISC 2010). Chek (h/tJ/(Libf) = 139.4/(4000/350) = 12.2 > 1.7. Jadi ketentuan tekuk kesamping tidak perlu, dapat diabaikan,

Kesimpulan : balok profill1000x 350x7x 12 (built-up) perlu pelat pengaku untuk mengantisipasi beban terpusat maksimum.

Wiryanto Dewobroto - Struktll r Baja

419

6.8.9. Balok I-built-up: F5 (t/kompak)

Balok dengan profil I 1200x200x7x12 built-up, mutu Fy 240 MPa, berat sendiri diabaikan, lokasi pertambatan lateral (bracing) pada gambar, dan hanya ada beban terpusat P u di tengah bentang.

I-

200-1

7--

profil I (built-up) I200x200x7x 12

1200

I Gambar 6.79 Konfigurasi balok badan la ngsi ng dan beba n di tengah bentang

Pertanyaan : 1. Hitung kapasitas lentur Mu dan beban Pu maksimum. 2. Hitung kapasitas geser, ~ Vn terhadap Vu hasil di atas.

Jawab: 1. Properti I 1200x200x7x12 (built-up) mutu Fy 240 MPa. E = 200,000.0 MPa Ix = 2642.4*10 6 mm 4 G = 80,000.0 MPa Iy = 16.0*10 6 mm 4 A = 130.32 cm 2 Sx = 4404 cm 3 Yl b/tr = 8.3 Zx= 5271.4 cm 3 h/tw= 168 J = 36.5 cm 4

Nilai M p = Z x . Fy = 5271.4 *240j1E3 = 1265 kN.m Jadi ~Mp =0.9 *Mp =1139 kN.m 2. Check klasifikasi penampang I bUilt-up. kc = ~ = ~ =0.31, simetri ganda maka FL vh/tw

,,168

=0.7 Fy

\r = 0.38(E/F/h = 11.0 Yl b/tr =8.3 < Apr

Arr= 0.95 (kcE/FJ 'h = 18.3 -7 profil sayap kompak

\w = 3.76(E/F) 'h = 108.5 h/tw=168 » "-rw

Arw = 5.70(E/F)'h = 164.5 -7 profil badan langsing

420

Bab 6. Balok Lentur

Profil I 1200x200x7x12 klasifikasi "sayap kompak" dan "badan langsing", perencanaannya mengacu ketentuan F5 (AISC 2010). 3. Kondisi batas "tegangan leleh pada sayap dengan gaya tekan" (Compression Flange Yielding) sesuai F5 (AISC 2010). RPO = faktor reduksi kuat lentur ditentukan dari

- - 5 7$; -< R =1- 1200 +aw300a", (he 1< 1 0 tw Fy pg

.

-



. . . . . . . . .. . . . . . . . . . ..

(

FS -6)

bfc = bf = 200' mm' h = hc= d - 2tf = 1176 mm a w = (h·t w) / (bfc·tfJ = (1176*7) / (200*12)= 3.43 ...... .. .. .... (F4-i2) Rpg=l

3.43 [1176_ S.7 fI]=0.99 ::; 1.0 ...... .. ... 1200+300*3.43 7 VFy

(FS-6)

Mn = Rpg Fy Sxc= 0.99*240*4404/1000=1046.4 kN.m .... .. ...

(FS-i)

4. Kondisi batas "tekuk torsi lateral" sesuai F5 (AISC 2010). Mn = Rpg Fer Sxc .... ... .... .... .. ... ... ... ... ..... ... ........ ... ... .. .. .....

(FS -2)

ho= d - t = 1188 mm

d = 1200 mm rt

f

200

= 1

i 1188 + 3.43 * ,\1200

6

=46.3mm .... ......... ...... (F4-ii) 2

) 1188 1188*1200

memakai rumus pendekatan lain yang diusulkan AISC, yaitu rt = I (

hf e

v121 + i a w

)= I (

200

",121+3.43/6

. ) =46.1mm , ... mendekatl.

Jarak pertambatan lateral, Ln untuk kondisi batas leleh Lp = 1.1rt

AA = 1470 mm = 1.47 m

.... .. .. ...... .... ......... ...... . (F4-7)

Lr = J[.rt~E/O.7Fy = 4997mm = S m . .. . ........ .... ... ..... . ... ..... ..

(FS -S)

Untuk L (I.47m) < Lb(4.om) ::; Lr] m) , maka

F" =+ y -(03FJ(

~:=~:)
(FS 3]

Faktor bentuk momen Cb = 1.09 (lihat soal sebelumnya) Fer =1.09[F - (O.3F {4-1.47)]=0.78SF y ~ Y\S-1.47 y

.... .. ...... . .. .. ..... .... (FS -3)

M n = RPO Fcr Sxc = 0.99*0.785*240*4404/1000 = 821 kN.m .. .. ........ . ... ......... ..... .... . ... .. ............. ........ « menentukan » M u = ~Mn = 0.9*821= 739 kN.m «« ~Mp = 1139 kN.m

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

421

karena M u = 3P maka P = 246 kN Catatan : evaluasi terhadap "tekuk lokal elemen sayap tekan" tidak perlu karena pelat sayap herklasifikasi "kompak", juga terhadap "leleh elemen sayap tarik" evaluasi tidak diperlukan karena bentuk profil simetri ganda

5. Kuat geser balok : profil I built-up Koefisien tekuk dan geser pelat hadan, kv dan Cvadalah hjtw = 168 < 260 -7 k v = 5. 1.10(kvEI F)'''' = 71.0 dan 1.37(kvEI F) 'h = 88.4 karena hjtw > 1.37(kvEjF) 'h maka kuat geser balok ditentukan oleh terjadinya tekuk elastis pada pelat badan.

=

C v

1. 51kv E {h/ t Fy w

r

=1.51 *5 *200000 = 022 16S 2 * 240

.

.. .................. .. .... .. (GZ-S)

Kuat geser nominal pelat badan profil IWF built-up <j> V:,=<j>v0.6Fy Aw Cw .......... . ... . ............ .. .. . ..... . .. .. .. .. .... ... (GZ- l ) J.Vn =0.9*0.6*240*1200*7*0.22/1000 = 235.5 kN »> Vu=Vz Pu 't'

6. Beban titik maksimum, P = 246 kN, dari kuat lentur profil terhadap kondisi hatas tekuk torsi lateral, kuat geser profil tidak membatasi kapasitas dukungnya. II

7. Evaluasi dampak konsentrasi tegangan akibat beban terpusat. Bengkok setempat pelat sayap (Flange Local Bending) : <j> = 0.9 .... .. .. .. .. ...... .. .. .. .......... ..... (JlD -l) <j>R n _1 = 0.9*6.25 *240*1221 1000 = 194 kN Pu (246 kN) > <j>Rn_1 .......... . ........... « perlu pelat pengaku » RI1 = 6.25 Fy/t/ ) dan

Pelelehan lokal pelat hadan (Web Local Yielding), lebar tumpuan Ib = Vz bf = 150 mm, tersebar» d (lihat Gambar 6.67a), maka Rn = Fyw ·tw (5k + Ib) dan <j> = 1.0 ... .. .. .. ...... ... ................... (J1 0-3) <j>R n_2 = 1.0*240*7*(5 *20 + 150)/1000 = 420 kN PII (246 kN) «<j>Rn_2

........................ . ............ .. ..

« aman »

Crippling pelat hadan (Web Crippling) : lokasi heban ada tengah-tengah bentang, maka

(t l)1.5 ]VEFywt; ~

2[ Rn -_ O.Stw 1 + 3 Ib t:-

d

<j>

422

=0.75

.. . ........... . .... . . . .......... . (J l0-4)

..................... ......... ....... ... ....... ..... ..... .... .... .... (Jl0.Z)

Bab 6. Balak Lentur

(!...-)1.sj

2

¢R n- 3

= 0.75 0.8 *7 [ 1 + 3* 150 1000 1200 12 ~.

0.0294

Pu (246 kN) <

~Rn.3

1.167

"

200000 *240 *12 = 311kN 7 ,

9071.1

(311 kN) ..... .. ..... ...... ...... ...... « aman »

Karena pada beban terpusat Pu tidak ada pertambatan lateral khusus (lihat konfigurasi balok pada Gambar 6.79) maka risiko terjadinya "tekuk kesamping pelat badan" atau Web Sidesway Buckling harus dievaluasi khusus (Section J10.4 - AISC 2010) , Pelat sayap desak tidak ditambat terhadap rotasi. Chek (h/tJ/(Lb/bf ) = 168/(4000/200) = 8.4 > 1.7.Jadi ketentuan tekuk kesamping tidak periu, dapat diabaikan.

Kesimpulan : balok profil/1000x200x7x12 (built-up) perlu pelat pengaku untuk mengantisipasi beban terpusat maksimum.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

423

6.8.10. Balok I-built-up: FS (t, non-kompak) Balok dengan profil I 1200x350x7x12 built-up, mutu Fy 240 MPa, berat sendiri diabaikan, lokasi pertambatan lateral (bracing) pada gambar, dan hanya ada beban terpusat P u di tengah bentang.

7

profil I (built-up )

I200x350x7xl 2 1200

l

--~~-- 4m ----~--

===l==!!===1 2

Ga mbar 6.80 Kon figuras i balok badan langs ing da n sayap non-kompak

Pertanyaan :

1. Hitung kapasitas lentur Mu dan beban Pumaksimum. 2. Hitung kapasitas geser, Vn terhadap Vu hasil di atas. Jawab: 1. Properti I 1200x350x7x12 (built-up) mutu Fy 240 MPa. E = 200,000.0 MPa Jx = 3,912.6*10 6 mm 4 G = 80,000.0 MPa Jy = 85.8*10 6 mm 4 A = 166.32 cm z Sx = 6521 cm3 Y2 b/t, = 14.6 Zx= 7410 cm 3 hitw = 168 J = 53.8 cm 4 Nilai M p

=Zx . Fy =7410 *240/1000 =1778 kN.m

Jadi Mp = 0.9 *Mp = 1601 kN.m 2. Check klasifikasi penampang I built-up. kc = ~h;tw

= ~ =0.31 , simetri ganda

\, =0.38(E/Fy) 'h =11.0 "'-r, > Y2 b/t, =14.6 < \ , \w = 3.76(E/F) 'h =108.5 h/tw=168 » Arw 424

maka FL

= 0.7 Fy

"'-r,=0.95(k E/FJ Ih =18.3 c

-7 profil sayap non-kompak

Arw =5.70(E/F) 1h =164.5 -7 profil badan langsing

Bab 6. Balak Len tu r

Salok I-built-up 1200x350x7x12 klasifikasi sayap non-kompak dan badan langsing, sehingga perencanaannya akan mengacu pada ketentuan F5 (AISC 2010). 3. Kondisi batas "tegangan leleh pada sayap dengan gaya tekan" (Compression Flange Yielding) sesuai F5 (AISC 2010). Rpg = faktor reduksi kuat lentur ditentukan dari

R"

~l- 1200:;000, U: - 57J~ J~lOHH H' H

bfc = bf = 350 mm·'

aw = (h·t w ) Rpg = 1-

/

(FS·6J

h = h c= d - 2tf = 1176 mm

(bfc· t ) f

= (1176*7) / (350*12)= 1.96 ............ .. (F4-12)

1.96 (1176 - 5.7 fI ]= 0.996 :;; 1.. .......... 1200+300*1.96 7 ~ Fy

(FS-6)

Mn = RpgFy Sxe= 0.996*240*6521/1000=1559 kN.m ..........

(FS-l)

4. Kondisi batas "tekuk torsi lateral" sesuai F5 (AISC 2010). d = 1200 mm dan h o= d - t = 1188 mm f rt =

bfr

12(~+ .la~) d

350

=

6

W

i 1

.... (F4-ll) 2

1 1188 + 1.96 * 1176 ) 6 1188 *1200 1200

hod

rt = 88.4mm

memakai rumus pendekatan lain yang diusulkan AISC, yaitu ble

rt = J12{1+ 1; a

)

350 d k . J12{1+1.96/6) =87.7mm, ... men eat].

w

Jarak pertambatan lateral, Lp untuk kondisi batas leleh Lp =1.1rt~E/Fy =2807mm=2.8m ...... ... ...... ... ...... .... .... ...

(F4-7)

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas elastis L,. = 7r .rt ~E/0.7Fy = 9582mm = 9.6 m ...... ....................... ...

Untuk L p (z.8m) <

L b(4.am)

~

L"(9.6m) '

maka

F" = +y -(03F)( ~: =~: ) ~ Fy

1

(FS-S)

H.

.... (FS·3J

Faktor bentuk momen Cb = 1.09 (lihat soal sebelumnya) Fer =1.09[Fy - {O.3Fy { 4 - 2.8 )]= 0.947Fy ................. . .. . ....

(FS-3)

Mn = Rpg Fer Sxe ' .. ..... .................. .. ..... ... .. .... .... .. ...... ..... ..

(FS -2)

\ 9.6 - 2.8

Wiryanto Dewobroto - Struktu r Baja

425

Mn = 0.996*0.947 *240*6521/1000

= 1476 kN.m

5. Kondisi batas "tekuk lokal sayap tekan" sesuai F5 (AlSC 2010). Penampang dengan profit sayap non-kompak F"

~ Fy - 03Fy ( :, ~~p ~ Fy - 03Fy )

G:: =~~) ~

0 94Fy ..... ... (F58)

Mn =Rpg Fer Sxc·· ·· ·· ··· ·· ······ ··· ·······························.········· (FS-7) Mn = 0.996*0.94*240*6521/1000 = 1465 kN.m ............... ... .............. ... .. ... .. .... ... ........... « menentukan » Mu = ~Mn = 0.9*1465 = 1319 kN.m ««~Mp = 1601 kN.m karena Mu = 3Pu maka P = 440 kN Catatan : evaluasi terhadap "elemen sayap tarik leleh" tidak perlu karena profil simetri ganda, sisi tekan menentukan. 6. Kuat geser balok : profil I built-up Koefisien tekuk dan geser pelat badan, kydan Cyadalah hitw = 168 < 260 -7 k y = 5. 1.10 (kyE/F/h = 71.0 dan 1.37(kyE/F) 'h = 88.4 karena hltw> 1.37(kyEIF) 'h maka kuat geser balok ditentukan oleh terjadinya tekuk elastis pada pelat badan. 1.51 *5 *200000 2 = 0.22 ... ....... . ...... .... ..... ... . (G2 -S) 168 *240

Cv = 1. 51kv E (h/ t w Fy

1

Kuat geser nominal pelat badan profil IWF built-up A Cw ...... .. .................... .. ........ .. ............ 1(G2-1)

~V11 =~ v 0.6Fy

W

= 235.5 kN nilainya mendekati besarnya beban titik maksimum yaitu Vu=Vz Pu (220 kN)

~V;, =0.9 * 0.6 * 240 * 1200 * 7 * 0.22 * 10 -3

7. Beban terpusat maksimum, Pu = 440 kN, ditentukan oleh kuat lentur profil terhadap kondisi batas tekuk torsi lateral, kuat geser profil tidak mempengaruhi. 8. Evaluasi dampak konsentrasi tegangan akibat beban titik. Bengkok setempat pelat sayap (Flange Local Bending) : Rn = 6.25 Fy/ tf ) dan ~ = 0.9 ......................................... (J 10-1) ~Rn'l = 0.9*6.25*240*12 2 /1000 = 194 kN Pu (440 kN) > ~Rn_l .. ..... ........ .. .. .. .. . « perlu pelat pengaku » Pelelehan lokal pelat badan (Web Local Yielding), lebar tumpuan lb = 1!zbf =150 mm, tersebar» d (lihat Gambar 6.67a), maka Rn = FyW ·tw (5k + lb) dan ~ = 1.0 ..................................... (J10-3)

426

Bab 6. Balak Lentur

RI1 _2 = 1.0*240*7*(5 *20 + 150)/1000 = 420 kN Pu (440 kN) «Rn_2 ... ... ... ............ « perlu pelat pengaku » Crippling pelat badan (Web Crippling) : lokasi beban ada tengah-tengah bentang, maka

R= 0.8t2[1 + 3~(!L)1.5 ]~EF d n



t",

W

l

tf yw t ",

.. . . . . .. . . .... . . .. . . .... . .. ......

(JI0-4)

= 0.75 ......... .. ... .. .... .............. ........ ..... ........... ... .. ....... (J I 0.2)

"'R

'I' n-

2

3

3 *150 = 0.75 0.8 * 7 1 + -( -7 1000 1200 12 ~

,

0.0294

1.167

)1.5]

200000 * 240 7

, '-----v---

9071.1

Pu (440 kN) » R I1 _3 (311 kN) ... . . . « perlu pelat pengaku »

Karena pada beban terpusat Pu tidak ada pertambatan lateral khusus (lihat konfigurasi balok pada Gambar 6.80) maka risiko terjadinya "tekuk kesamping pelat badan" atau Web Sidesway Buckling harus dievaluasi khusus (Section J10.4 - AISC 2010). Pelat sayap desak tidak ditambat terhadap rotasi. Chek (h/tJ/(Lb/bf ) = 168/(4000/350) = 14.7 > 1.7. Jadi ketentuan tekuk kesamping tidak periu, dapat diabaikan.

Kesimpulan : balok profil/1200x350x7x12 (built-up) periu pelat pengaku untuk mengantisipasi beban terpusat maksimum.

Wiryanto Dewo broto - Struktur Baja

427

6.8.11. Balak /-simetri tunggal (built-up) Balok /-simetri tunggal (built-up), mutu baja Fy =240 MPa, dimensi 1000(d)x300(bf<)x200(bft)x7(tw)x16(tMx12 (tftT Pertambatan lateral dipasang di tumpuan dan di tiap jarak 4 m, beban titik P u di tengah bentang,

berat sendiri diabaikan, lihat Gambar 6.81.

2

m--l

profil [ (built-up) single simetry

Pu

1000

lateral bracing e

b

12 -

- 1 - --

4m-

- 1 - --

4m

1-200

Gambar 6.81 Balok built-up s im etri tunggal

Pertanyaan : 1.

2.

Hitung kapasitas lentur Mu dan beban Pumaksimum. Hitung kapasitas geser, Vn terhadap Vu hasil di atas.

Jawab: 1. Perhitungan properti penampang balok I-simetri tunggal. garis acuan perhitungan

=!=.=-r-- - - - - -

~

330.6 -'-_

1000

-t-_

sb. netral -t-sb. netral - plastis elastis -

669.4

a. kondisi elastis

b. kondisi plastis

Gambar 6.82 Para meter has il hitungan penampa ng lentur

Profil I simetri tunggal dibagi dalam 3 segmen, yaitu: [I] sayap atas, [II] badan, dan [III] sayap bawah. Dari perhitungan dapat dicari sumbu netral elastis dan plastis (lihat Gambar 6.82). Perhitungan mencari sumbu netral elastis terhadap titik acuan tepi atas paling luar adalah sebagai berikut.

428

Bah 6. Balak Lentur

Tabel 6.23 Properti penampang elastis (unit: mm) No

h

b

I0 A, *(Y o-Y,)2 A,*y, A, Y, 38,400 102,400 802,948,800 4,800 8 49,158,900 6,804 502 3,415,608 535,692,528 2,400 994 2,385,600 28,800 799,029,600 14,004 5,839,608 535,823,728 1,651,137,300

300 16 II 7 972 III 200 12 I

L Y

o

-_ LAy; __ 5,839,608 -- 417mm (garis netra I dari tepi atas ) LA; 14,004

Ix = 535,823,728 + 1,651,137,300 = 2,186,961,028 mm 4 ~~~

24.5%

75.5%

I y =-1.ho0 *16 + 7h 12 ~ 3

100%

972 + 2003 *12)= 44027783 mm 4 , ,

Sumbu netrai piastis, adaiah garis yang membagi iuasan profil sama besar. Jaraknya,yp dihitung dari tepi atas teriuar, yaitu: yp

= {A"eel \

2

- bloop

.tloop )/t

W

+t

Itop

=(14004 2

-300*16)/7+16=330.6mm

Profil dibagi oieh garis sumbu netrai piastis menjadi 4 segmen : 2 atas dan 2 bawah, sehingga statis momen segmen terhadap sumbu netrai piastis, Zx dapat dihitung. Tabe16.24 Properti penampang plastis (unit: mm) No

h b 300 16.0 II 7 314.6 III 7 657.4 IV 200 12.0

I

L

A Y 4,80 0 322.6 2,202 157.3 4,602 328.7

Z

1,548,480

}=t!b/ 3 409,600

346,375 1,512,677 1,592,160

35,969 75,163 115,200

2,400 663.4 14,004 4,999,692 635,932

Jika digunakan rumus siap pakai untuk penampang I di Tabei6.5 : Zl =bltl

(yp- tt1 )+ t W(Yp -tl Y

y p = 0.5A:b1t, + t1 = 7002- i oo*16 + 16 = 330.6 mm Zl = 300*16(330.6 - 126)+f(330.6 - 161 = 1,894,886.1 yq = d - yp = 1000-33Q6=66~4

Zz =b2 Z2

t2 (yq -ttJ+tw{yq -t2 f

=200* 12(669.4 -

dimana

122 )+f(669.4-121

Zx =Z1 +Z2 =4,999,658 mm

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

=3104771.7

3

429

E = 200,000.0 MPa Ix = 2187.0*1 0 6 mm 4 G = 80,000.0 MPa Iy = 44.0*10 6 mm 4 2 A = 166.32 cm 5xc = 5245 cm 3 Y2br/trc =300/(2 *1 6)= 9.38 Sxt = 3751 cm 3 Y2br/tft = 200/(2*1 2)= 8.33 Zx= 5000 cm 3 h/tw= 139 J = 63.6 cm 4 M p = Zx . Fy = 5000 *240/1000 = 1200 kN.m Myc = Sxc . Fy = 5245 *240/1000 = 1259 kN.m 2. Check klasifikasi penampang I-simetri tunggal (built-up). k =_4_= 4 =0.34 diambilk = 0.35 c

Jh/t..

J(1000-16- 12)/ 7

c

Sxt /Sxc = 37S1/S24S = 0 .72 ~ 0.7 makaFL = 0.7 Fy

check sayap desak (sisi atas). \r= 0.38(E/F) 'h = 11.0 Arr= 0.95 (kcE/FJ 'h = 19.4 Y2 br/trc =9.38 < \r -7 sayap atas kompak check pelat badan profill-simetri tunggal [built-up} .

:p= 0.953 ; t-=1.275 ; A.rw =5.70~E/Fy = 164.5 p

y

A.pw

hc/ hp ~E/Fy

(0.54~- 0.09)

1.275~E/Fy 2

2

_ rriTi7 -7.125....;E/Fy > A.rw

(0.54 *0.953 - 0.09)

karena Apw >A rw ~makaApw =A rw =165 h/tw= 139 < Arw -7 pelat badan terklasifikasi tidak langsing Dari klasifikasi ini penampang I-simetri tunggal dapat dihitung dengan ketentuan F4, tetapi ketentuan F5 juga dapat dipakai tetapi hasilnya lebih konservatif. Keduanya akan dibandingkan. ========= Kuat lentur mengacu F4 - AISC 2010 ========== Kuat lentur balok ditentukan oleh nilai terkecil dari kondisi batas [1] leleh sayap tekan; [2] tekuk torsi lateral; [3] tekuk lokal sayap tekan; dan [4] leleh sayap tarik. 3. Kondisi batas leleh sayap tekan, sesuai F4.1 (AISC 2010).

Mn =Rpc MyC =Rpc Fy Sxc .................. ...... ........................ . CF4-I) Faktor plastifikasi pelat badan, Rpc dihitung sebagai berikut I = 1/12*16*300 3 = 36*10 6 mm 4 Iy = 44.0*10 6 mm 4 ~

(/y/ly = 0.82) > 0.23 dan (hJt w= 115) < (\w= 165) maka

Rpc = Mp/Myc . ... .. ... .. .. .. .. .. .... ... .... .. .... ............ ....... ..... . CF4-9a) M n = Rpc Myc

430

M

= tfMyc = Mp = 1200 kN.m ............................. yc

CF4-i)

Bah 6. Balak Le ntur

4. Kondisi batas tekuk torsi lateral sesuai F4.2 (AISC 2010). bfr

rt =

300

=

12( dho + (;1 a w

=:: 80 mm 2

12( 1000 986 + -61.17 * 986*1000 972 )

1,2 ) hod

dimana d= 1000 mm

h o = d - (tfa + tfb)/2= 986 mm h = d - (tfQ + tfb)= 972 mm

bfe = 300 mm'' tfe =16mm''

he= (y0 - tfe)*2= 802 mm

hetw 802 *7 aw = bfe t =300 * 16 fe

1.17~10 ... . ........... .. ........ . ..... . ...... (F4-1 2)

rumus lain yang diusulkan User Note - AISC, adalah rt

=

bfe

300

=

)12(l +taw ) ~12(1 + 1.17 /6)

=792 . I...

.. mlnp.

Jarak pertambatan lateral, Lp untuk kondisi batas leleh Lp = l . lrt ~E/Fy =2 54 0 mm =: 2.5 m ................................... (F4-?)

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas tekuk torsi lateral pada kondisi inelastis Lr

= 1.95rt~

_1_+ (_1_)2

FL 5 xc ho

5 xcho

'-.r------' ,

+ 6.76( FL)2 E .

B

A

................ ....... (F4-B)

Sxt/Sxc == 0.7 maka FL =0.7 Fy .. .... ..... ... .... ........... .... ...... (F4-6a)

A = 1.95*80*200000/(0.7*240) = 185,71 4. 3

2.1875-

B=

~ +' ( 63.6*10' )2'+ 6.76( 0.7*240)2' 5245'10 986 5245*10 986 200000 30

)

30

= 0.04807

~~ 8

1.5124*10-

4.77*10-6

= 185,714. Lr = 185,714.*0.04807 =8927 mm = 8.9 m

A = 1.95*80*200000/(0.7*240)

Dari hitungan sebelumnya Rpc ·Myc = 1200 kNm dan Cb = 1.09 sehingga untuk Lp (l .sm) < Lb(4.om) :-::; L r(s.3m) ' maka Mn = Cb [ Rpc Myc - ( Rpe Myc - FL SXC )(

~:=~: ) ]~ Rpc Mye···. ··· ····· ··· (F4-2)

FLS xc = 0.7 * 240 * 5245 / 1000 = 881.2 kN .m Mn = 1.09[ 1 200 - ( 1200 - 881. 2)( 84~~i55) ] ~ Rpc Myc Mn=1 227 ~ Rpc MyC ~

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

Mn = Rpc Myc= 1200kN.m

431

5. Kondisi batas tekuk Iokal pada bagian sayap tekan tidak perlu dievaluasi karena dimensinya masuk pada klasifikasi kompak. 6. Kondisi batas Ieleh sayap tarik, perlu dichek karena Sxt < Sxc : M" = R pt Myt = R pt Fy Sxt ..... ....... .. . ....................... ........ . (F4-ls) karena

hJtw~

\w maka R pt = Mp/Myt

............. ... ... ... ... (F4-I6a)

R pt = Mp/Myt = Zx/Sxt = 1.3333

Mil = R pt Myt = 1.3333*900 ~ 1200 kN.m

7. Dari tiga kondisi batas yang ditinjau, hasilnya sarna Mu =
=

========= Kuat lentur mengacu F5 - AISC 2010 ========== Kondisi batasnya masih sarna seperti ketentuan F4 sebelumnya. 3. Kondisi batas leleh sayap tekan, sesuai F5.1 (AISC 2010). dari hitungan sebelumnya diketahui bahwa

a w = 1.17 ~ 10 ......................... ............... ...... .. ............ (F4-I2) maka faktor reduksi kuat Ientur, RPO ditentukan dari : Rpg

= 1- 1200:;OOOw ( ;: - 5.7

Rpg -- 1

1.17 (802 1200+300-1.17 7

ft) ~ 1.0

... .. .. .. .. . ... ... .. .. ..........

- 57 fL) - 1. 04 < 10 . '..J Fy _ .

M =R FS =1*240*5245/1000=1559kNm ............... "

PO

y

(Fs-6)

xc

(Fs-I)

4. Kondisi batas tekuk torsi lateral, sesuai F5.2 (AISC 2010). dari hitungan sebelumnya diketahui bahwa r t = 80 mm ... ............ .. ......................... .... ..... ..... .... .. .. (F4-11) Cb = 1.09 ... .. ............. .. ...... (Lihat Contoh 6.8.5 tentang Balok I-built-up: F3) Lp = 1.1rt ~E/Fy = 2540mm = 2.5m ...................... .. ...........

(F4-7)

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas elastis Lr = 7r' rt~E/0.7 Fy = 8672 mm = 8.7 m ... .... .................... .. ....

(Fs-s)

Untuk L p(2.5m) < Lb(4.om) s:; L r(8.7 m) ' maka Fer = Cb [Fy - O.3Fy ( ~:=~: )

]~

Fy ............ ...... ....... . ... ..... .. ...

(FS-3)

Fer = 1.09[Fy - O.3Fy (t;!i55)] = 1.01Fy , maka Fer = Fy

M" = Rpg Fer Sxe ........ .. .. ....... ....... ... . ... .... .. ..... . .. .......... ... Mn = 1 *240*5245/1000 = 1259 kN.m

432

(FS-2)

Ba b 6. Balok Le ntur

5. Kondisi batas leleh sayap tarik karena Sxt < Sxc maka M" = FySxt ..... ......... ... .. .... .. ... .. ... ..... . ....................... .. . (FS-10) M" = 240*3751/1000 = 900.2 kN.m .. .. ........ « menentukan» 6. Dari berbagai kondisi batas, yang menentukan leleh sayap tarik di mana Mu = M" = 0.9*900.2 = 810 kNm. Dari konfigurasi struktur dan kondisi pembebanan, diketahui Mu= 3Pu sehingga beban terpusat maksimum di tengah bentang: Pu 270 kN

=

======= Kuat geser mengacu Chapter G - AISC 2010 ======= 7. Kuat geser balok: profil I simetri tunggal (built-up) Koefisien tekuk dan geser pelat badan, kv dan Cvadalah h/tw = 139 < 260 -7 kv = 5. Hitung batas kelangsingan pelat badan, yaitu 1.10(kvE/F) 'h = 71.0 dan 1.37(kvE/F)'h = 88.4. Selanjutnya karena h/tw > 1.37 (kyE/F) 'h maka kuat geser balok dibatasi terhadap tekuk elastis denlian faktor reduksi. _ 1.51k y E

f

Cv - (h/ t w Fy

1.51 *5 *200000 _ 1392 * 240 - 0.326 ............................ (G2-S)

Kuat geser nominal profil I-simetri tunggal (built-up) V;,=vO.6FyAWCw =0.9*0.6*240*1000*7*0.326*10-3 .... . .. (G2-1) V;,=299kN » Vu=Y2 P" (180 kN) ................ .. ............ « ok» 8. Beban terpusat maksimum, Pu = 360 kN, didasarkan pada kuat lentur profil sampai kondisi batas leleh di pelat sayap tarik. 9. Evaluasi dampak konsentrasi tegangan akibat beban terpusat, yaitu bengkok setempat pel at sayap (Flange Local Bending) : R" = 6.25 Fy/t/ dan = 0.9 ...........................................

(J 1O-1)

R"'l = 0.9*6.25 *240*16 / 1000 =346 kN Pu (360 kN) »R"_l ............ " ........ « perlu pelat pengaku » 2

Pelelehan lokal pelat badan (Web Local Yielding), lebar tumpuan lb =Vz bf = 150 mm, tersebar» d (lihat Gambar 6.67a), maka R" =Fyw ·tw(5k + lb) dan = 1.0 ............................. ........ (J10-2) Rn.2 = 1.0*240*7*(5 *20 + 150)/1000 =420 kN Pu (360 kN) «Rn_2 ........ .. ........ .. .......... .... ...... ..... « ok» Crippling pelat badan (Web Crippling) :

lokasi beban ada di tengah-tengah ben tang, maka

Rn=0.8t~ [1 +3 .~( ;~ r-5]~EF ;~ yw

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

. ..... ... .. ..... ........ ...... . ... (J10-4)

433

~=0.75

"'R

If' n-3

...................................................... ............. (]10.2)

=0. 75 * 0.8*7 [1 + 3*150 ( l i)l .s ] 1000 1000 7 2

~

0.0294

Pu (360 kN)

'---v---'

«~Rn_3

2.56

200000*240*12 7

= 681 kN

'-----v-------'

9071.1

(681 kN) .. ........ ........ .. .. .. ...... .. « ok»

Karena pada beban terpusat Pu tidak ada pertambatan lateral khusus (lihat konfigurasi balok pada Gambar 6.80) maka risiko terjadinya "tekuk kesamping pelat badan" atau Web Sidesway Buckling harus dievaluasi khusus (Section Jl0.4 - AISC 2010). Pelat sayap desak tidak ditambat terhadap rotasi. Chek (h/tJ/(Lb/bf ) = 139/(4000/300) = 10.4> 1.7. Jadi ketentuan tekuk kesamping tidak perlu, dapat diabaikan.

Kesimpulan: penampang balok profil/-simetri tunggal (built-up) 1000(d)x300(bf<)x200 (bft)x7(,w)x16(rf<)x12 (lftJ kekuatannya ditentukan oleh leleh pelat tarik. Jadi penambahan lebar dan tebal pelat sayap atas (desak), tidak akan mempengaruhi. Dari dua ketentuan analisis AISC (2010) yang tersedia, diketahui : Mengacu F4 maka ~Mn = 1080 kNm ................. .... ..... (100%) Mengacu F5 maka ~Mn = 810 kNm ... .... .. .................... . (75%) Ketentuan F4 dapat dipakai karena penampangnya tidak langsing. Maklum, ketentuan F4 akan memanfaatkannya sampai terbentuk penampang plastis penuh. Meskipun begitu ketentuan F5, khusus penampang langsing, dapat juga dipakai. Baloknya akan dianggap sebagai penampang langsing, sehingga kinerjanya dibatasi sampai terjadinya leleh pada serat tarik. Itu juga berarti bekerjanya pada kondisi elastis saja, hasilnya lebih konservatif. Meskipun relatif tidak ekonomis, tetapi kondisi seperti itu (elastis) kadang kala diperlukan jika permasalahan lendutan atau fatig menjadi kriteria penting.

434

Bab 6. Balok Lentur

6.8.12. Baluk /-simetri tunggal tinggi (built-up) Balak /-simetri tunggal tinggi (built-up), mutu baja Fy = 240 MPa, dimensi 1400(d)x300(bf<)x200(bftl7 (<wl16(tf<)x12 (tft)" Pertambatan lateral dipasang pada tumpuan dan di setiap jarak 4 m, beban titik P u di tengah bentang, berat sendiri diabaikan, Iihat Gambar 6.83.

profil) (buill-up) single simelry

Gambar 6.83 Balok built-up simetri tunggal

Pertanyaan : Hitung kapasitas lentur Mudan beban Pumaksimum. 2. Hitung kapasitas geser, ~ Vn terhadap Vu hasil di atas. 1.

Jawab: 1. Perhitungan praperti penampang prafil I-simetri tunggal. 16

----- -T

Baris ;leuan perhitungan

I

~ ltp= 514 . 6

--~

a. kondisi elastis

Fy b. kondisi plastis

Gambar 6.84 Parameter perhitungan penampang lentur

Profil 1 simetri tunggal dibagi dalam 3 segmen, yaitu : [1] sayap atas, [II] badan, dan [Ill] sayap bawah. Dari perhitungan dapat dicari sumbu netral elastis dan plastis (lihat Gambar 6.84).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

435

Adapun perhitungan untuk meneari sumbu netral elastis terhadap titik aeuan (tepi atas paling luar) adalah sebagai berikut. Tabel 6.25 Properti pena mpa ng elastis (uni t : mm) No

I II III

h

b

300 16 7 1372 200 12

L

.

I A, Aty, A, *(Yo-y,Y Y, 38,400 102,400 1,699,320,000 4,800 8 9,604 702 6,742,008 1,506,534,661 94,128,804 2,400 1394 3,345,600 28,800 1,501,634,400 16,804 10,126,008 1,506,665,86 1 3,295,083,2 04

= 603 mm (garis netral dari tepi atas) Y o = LLAy; A; = 10,126,008 16,804

Ix = 1,506,665,861 + 3,295,083,204 = 4,801,749,065 mm 4 '----y--------J

'----y--------J

'------v-----'

31 %

69%

100%

3

3

3

I y = ...L(300 *16 + 7 *13 72 + 200 *12)= 44039216 mm 4 12 ' ,

Sumbu netral plastis, adalah garis yang membagi luasan profil sarna besar. Jika jarakyp dihitung dari tepi atas terluar, maka y p = (Asteel_ b f rop ~ 2

·t [,op )/t w +t ftop = (16804_ 300 *16)/7 + 16 = 530.6mm 2

Selanjutnya profil dibagi oleh sumbu netral plastis, sehingga terdapat 4 segmen: 2 atas dan 2 di bawah. Hitung statis momen segmen tersebut terhadap sumbu netral plastis sebagai nilai Zx' Tabe l 6.26 Pro perti penampang plastis (un it: mm) No

b

h

I 300 16.0 II 7 514.6 III 7 857.4 IV 200 12.0

L

A, 4,8 00 3,602 6,002 2,4 00 16,804

E = 200,000.0 MPa G =80,000.0 MPa A = 168 em 2 Y2 bfJ tfc =300/(2 *16)= 9.38 Y2 bft/tft = 200/(2*12)= 8.33 h = d - (tfc + tfJ =1372 mm

Zx. y, 522.6 2,5 08,48 0 257.3 926,795 428.7 2,573,057 863.4 2,072, 160 8,08 0,492

J,=t!b/ 3

409,600 58,836 98,029 11 5,2 00 681,665

I x =4802 *10 6 mm 4 Iy = 44*10 6 mm 4

5xc = 7964 em 3 5xt = 6025 em 3 Zx = 8080 em 3 J= 68.2 em 4

hjtw = 196 M p = Zx . Fy = 8080 *240/1000 = 1939 kN.m

Myc = Sxc . Fy = 7964 *240/1000 = 1911 kN.m

436

Bab 6. Ba lok Lentur

2. Check klasifikasi penampang I built-up. kc = )h~tw = ) (1400-: 6- 12)/7 = 0.285 diambil ke = 0.35

= 797/603 = 1.3 ~ 0.7 maka FL = 0.7 Fy check sayap desak (sisi atas). S xJ Sxe

Arf = 0.95(kcE/ FL)Y.! = 19.4

\f = 0.38(E/F) Y.! = 11.0

Y2 brJtfe =9.38 <

-7 sayap atas kompak

\ f

check pelat badan profill-simetri tunggal (built-up).

Anv = 5.70~E/Fy

: . = 1.015 ; t-= 1.141 ; y



he /hp ~E/Fy

_ Apw-

= 164.5

1.141~E/Fy

_

(0.54 :: - 0.09)

~_

2 - 5.44"E/

2

Fy - 157

(0.54* 1.015 - 0.09)

h/tw= 196 »Ar w -7 pelat badan terklasifikasi langsing

Dari klasifikasi ini, yakni pelat sayap kompak dan pelat badan langsing maka profil penampang I-simetri tunggal hanya dapat dihitung dengan ketentuan FS. 3. Evaluasi tegangan leleh pada sayap tekan (Compression Flange Yielding) . Faktor reduksi kuat lentur, RP9 ditentukan dari : R p9

= 1- 1200:;00Qw

(

Jt)~

~ -5 .7

bre =300mm'' Q

w = hct w bf/ fe

R p9

1.0 ..... .... .... .. .... .. .... .... .... (FS-6)

h=(y-t)*2=1174mm e 0 fe

= 1174 *7 1.71 .. .. . ..... ... . .. . ... ... ...... ........ ....... (F4-12) 300 * 16

= 1- 1200;3~~'1.71 ( 11;4 -

5.7

Jt)=

0.9968

~ 1.0 ............ ..... (F'S-6)

Mn = Rp9 Fy S xe = 0.9968*240*7964/1000=1905 kN.m ........

(FS-1)

4. Kondisi batas "tekuk torsi lateral" sesuai F5 (AISC 2010). d = 1400 mm dan ho= d - (tre +trt )/2 = 1386 mm rt =

h

fe

12(.'lz.+~ d 6 •..iL) hcfI

=

300

12(.I1M. 1400 +.LZ.!.'~) 6 1386"1400

= 77 mm

........... ..... ..... (F4-U)

memakai rumus pendekatan lain yang diusulkan AISC, yaitu rt

--

J

hfe

12(l+tQw )

-

I

300

v12(1+1.71/6)

764 . mm, .... .. ......... « men d e k a t'> 1 >

Jarak pertambatan lateral, L p untuk kondisi batas leleh Lp = 1.lrt ~E/Fy

= 2445 mm = 2.4 m ................................... (F4-7)

Wiryanto Dewobroto - Struktu r Baja

437

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas elastis Lr =J[. rt ~E/0.7Fy = 8346 mm = 8.3 m ...... ... ....... .... ..... .... ..

Untuk L p(2.4m) <

L b(4.om)

~

L"(B.2m) '

~+A3F)[ Z=~: )1<

F"

(FS-S)

maka

Fy........................... . . . .

[F5-3]

Faktor bentuk momen Cb = 1.09 (lihat soal sebelumnya)

=1.09[Fy -

Fer

0.3Fy

(B::;!i44) ] =0.9998 Fy , maka Fer;::: Fy

M" = Rp9 Fer Sxe ........ ......... ............ ................ .. ......... ...

(FS-Z)

MII = 0.9965*240*7964/1000 = 1905 kN.m

5. Kondisi batas "leleh pada sayap tarik" sesuai F5 (AISC 2010) perlu untuk profit I simetri tunggal, karena Sxt < Sxe maka M" = Fy Sxt ... .............. ............... . ... .......... ................. . (FS-I0)

M = 240*6025/1000 = 1446 kNm ....... ..... « menentukan » M =~M = 0.9*1446 =1301 kNm <<< ~M = 1745 kN.m II

U

P

"

karena M U =3PU maka P

U

=434 kN

Catatan : evaluasi terhadap adanya "tekuk lokal sayap tekan" tidak perlu karena elemen sayap berklasifikasi kompak. 6. Kuat geser balok : profit I simetri tunggal built-up Koefisien tekuk dan geser pelat badan, k v dan Cvadalah hjtw = 196 < 260 -7 k v = 5. 1.10(kvEIF) Yl= 71.0

dan

1.37(kvEIF) Yl = 88.4

karena hjtw > 1.37(kvEjF) Yl maka kuat geser balok ditentukan oleh adanya tekuk elastis pelat badan. 1.S 1 *S2* 200000 = 0.164 .. ............. ..... .. ..... (GZ-S) f 196 * 240 Kuat geser nominal profit IWF built-up ~VII =~v O . 6Fy Aw Cw ...... .. ....... . .................... ...... ... .. ...... (GZ-l)

Cv = 1.S 1kvE (h/ tw Fy

~V

II

=0.9*0.6*240*1400*7*0.164*10-3

~VII =208kN«

y',=1IzPu (217kN) .......... ............ «NotOK»

7. Kuat geser ditingkatkan dengan « pelat pengaku tegak », dipilih pelat satu sisi ukuran 50 x 6 mm, yang dipasang untuk tiap jarak 2.0 m (lihat Gambar 6.85) sehingga memenuhi syarat ajh = 2000 11372 = 1.458 ~ 3.0. Nilai koefisien tekuk pelat, kvmenjadi

438

Bab 6. Balok Le ntur

5

5

kv =5 + (a/hf = 5+ 1.4582 = 7.35

...................... .. ............. (GZ -6)

CV = 1. 51k v E

1.51 *7.3 5*200000 0.24 ............... .. ..... .. . (GZ -5) 1962 *240 Kuat geser profil I built-up dengan «pelat pengaku tegak »

f

(h/ tw Fy

V:,=vO.6Fy Aw Cw

.......... . ..... . . ..... .. . .. . ...... ...... ... .... . ... .

(G2-i)

3

"'V 'I' 11 =0.9*0.6*240*1400*7*0.24*10-

V=30SkN» V=1j2P (217kN) ....... .. .. .. .............. «OK» 11 U U

D 16

J

----.-/

1-

/

-

1-50

1342

1

~

a. Konfigurasi balok dengan pengaku tegak

300

140o

f-2oo

b. Proftl simetri-tunggal

Gambar 6. 85 Rencana perku atan geser

Penambahan "pelat pengaku tegak" pada balok meningkatkan kapasitas geser sebesar 305/208 = 1.47 kalinya. 8. Kekakuan minimum pelat pengaku tegak agar berfungsi :

tw2j ... ... .. ... .... .... .......... ... ..... ............ ........ .... .... (GZ-7) dimana . 2.5 2 2.5 ) = (a/h)2 - = 1.4582 - 2 = - 0.82 ~ 0.5 , maka j = 0.5 ............ (GZ-8)

1st;?: b

b adalah nilai terkecil dari a atau h, jadi b = 1372 mm 1st;?:

1372*7 A2*0.S = 33,614 mm 4

Momen inersia pelat pengaku tegak satu sisi - 6 x 50 mm, sehingga t st = 6 mm dan bst =50 mm 1st ada = 1/3*b st A3*t st = 1/3*SOA3*6= 250 ' 000 mm4» 1st min Jadi ukuran pelat pengaku tegak memenuhi syarat kekakuan. 9. Evaluasi dampak konsentrasi tegangan akibat beban terpusat. 8engkok setempat pada pelat sayap (Flange Local Bending) :

Wiryanto Dewo broto - Struktur Baja

439

Rn = 6.25 Fy/t/) dan

<j>

= 0.9 ....................... ..... ........ .....

(l10-1)

<j>Rn . 1 = 0.9*6.25*240*16 2 / 1000 = 346 kN Pu (416 kN) »> <j>R n•1

.. ........... .. .... ..

«perlu pelat pengaku»

Pelelehan lokal pelat badan (Web Local Yielding), lebar tumpuan lb = Vzbr = 150 mm, tersebar» d (lihat Gambar 6.67a), maka Rn = Fyw ·tw(5k + lb) dan

<j>

= 1.0 .. ....... ............ ................

(l10-3)

<j>Rn_2 = 1.0*240*7*(5 *20 + 150)/1000 = 420 kN Pu (434 kN) > <j>Rn .2

. .. ... .. .. ..

«

not ok, perlu pelat pengaku »

Crippling pelat badan (Web Crippling) : lokasi beban ada tengah-tengah bentang, maka

(tf)l.S] Vc:.rywt,: ~EFf ............................... (JI0-4)

- 08t2[1 3 1b Rn. W + d t:

¢=0.75

t

................. .. ................ ............................. .. (l10.2) 2

rfJR _ = 0.75 0 .8 *7 [1+ 3*150(16)1.5 ] 200000 *240 *12 = 563kN n 3

1000

'-----.r-----' ,

0.0294

1400

7

2.11

Pu (4346 kN) « <j>R n .3 (563 kN)

, '

7

,

9071.1

.. .... .. .. .... ... .. .. .. ....... « ok »

Karena pada lokasi beban terpusat Pu tidak diberi pertambatan lateral khusus, yang ada hanya di titik b dan d (Gam bar 6.83) maka ada risiko terjadinya "tekuk kesamping pelat badan" atau Web Sidesway Buckling. Untuk itu perlu evaluasi (Section J10.4 - AISC 2010) dan karena kondisi pelat sayap tekan tidak diberi tambatan terhadap rotasi (bisa mengalami rotasi) maka dapat memakai ketentuan (h/tw)/(Lb/br), yaitu : (h/tw)/(Lb/br) = 196/(4000/300) = 14.7> 1.7 yang lebih besar dari ketentuan pada peraturan maka tekuk kesamping tidak perlu dikuatirkan, dapat diabaikan.

Kesimpulan : balok profil I 1400(d]x300(bfC1X200(bftlX7 (twlx16(t[C1X12 (tftJ' built-up simetri tunggal ditentukan oleh kuat geser nominalnya sehingga perlu pemasangan pelat pengaku tegak satu sisi. Perlu pelat pengaku sayap untuk antisipasi beban titik maksimum.

440

Bab 6. Balak Lentur

6.8.13. Rangkuman perbandingan konfigurasi balok Dari 12 (dua belas) contoh rancangan, 9 (sembilan) diantaranya mempunyai konfigurasi sarna, yaitu balok bentang 12 m, beban terpusat di tengah, juga pemasangan lateral bracing yang sarna. Karena pada rancangan tersebut yang dihitung adalah Pu atau beban batas berdasarkan konfigurasi dan dimensi profil I maka tentu dapat diketahui konfigurasi mana yang paling efisien. Tabel 6. 27 Ras io kapasitas terh adap berat profil No

Profil

A

Berat

Mu

Pu

W,

1 UB 101 6 x 305x493 2 1700 x3 00x7x 12

(em' ) Kg/m (kN.m) (kN) kN 629.2 493 5 085 1695 59.2 119.3 94 22 9 11.2 685

3 SH700x2 00 4 11000. 200.7.1 2

138.9 116.3

5 11000.350.7.12 6 11200.200.7.12 7 11 200.3 50.7.12 8 1000.300.200.7.16.1 2 9 1400.300.2 00.7.16.12

15 2.3 130.3 166.3 166.3 168.0

109

702

91 120 102

670 1097 739

13 0

1319 1080

130 132

1301

23 4 13.1 223 11.0 366 14.4 246 12.3 440 15.6 360 15.6 43 4 15.8

PjW,

Tipe

Ref.

28.6 20.4

Ga mbar 6.74 Built-up 6.75

17.9 20.3

Gilas Built-up

25.4 20.1 28.2 23.1

penga ku pengaku penga ku 1-sym.

26.3

l -sym .

Gilas

6.86 6.78 6.79 6.80 6.81 6.83

Jika We adalah berat total balok (pelat pengaku dan bracing tidak dihitung), dan Pu adalah beban terpusat ultimate yang dapat dipikul maka rasio Pu terhadap We tentunya dapat menjadi petunjuk seberapa efisien profil balok tersebut dalam memikul beban. Nilai tertinggi adalah 28.6 dihasilkan oleh profiI gilas dan juga 28.2 oleh profill built-up yang simetri ganda dan lebar sayap paling besar. Pada tabel juga terlihat, bahwa pemakaian profil I simetri tunggal belum tentu hasilnya lebih baik dari profill simetri ganda. Lihat dan bandingkan profill simetri ganda tinggi 1200 mm (130 kg/m) dan pada profil I simetri tunggal tinggi 1400 mm (132 kg/m), terlihat profill simetri ganda memberi hasil yang lebih baik.

6.9. Kesimpulan Telah diulas ketentuan perencanaan balok menu rut AISC (2010). Meskipun evaluasi didasarkan pada kemampuannya mendukung momen lentur, tetapi kekakuan pen am pang balok terhadap torsi adalah sangat penting, karena menentukan stabilitas terhadap tekuk torsi lateral. Dalam hal ini, penampang tipis tertutup seperti box atau pipa mempunyai ketahanan torsi yang tinggi sehingga jika dipakai untuk balok tidak memerlukan pertambatan lateral khusus, adapun profil tipis terbuka, seperti I adalah kebalikannya.

Wiryanto Dewo broto - Stru ktur Ba ja

441

Bab7 Batang Portal (Balok-Kolom)

7.1. Pendahuluan Pembelajaran struktur baja pada buku ini dimulai dari batang baja yang memikul gaya aksial (tarik atau tekan) dan momen lentur, yang dibahas seeara sendiri-sendiri. Itu menyebabkan aplikasinya terbatas, hanya coeok untuk struktur-struktur jenis tertentu saja. Batang baja terhadap gaya aksial saja (tarik atau tekan) hanya eoeok untuk pereneanaan struktur rangka batang (truss) dibebani pada titik buhul, dan yang berat sendirinya relatif keeil dibanding beban yang dipikul. Sedangkan batang baja dengan momen lentur hanya eoeok untuk struktur balok, yang besar momen lenturnya lebih dominan dibanding gaya geser yang terjadi. Struktur yang elemen batangnya yang menerima kombinasi gaya aksial dan momen sekaligus, belum dibahas. Struktur itu termasuk frame atau portal (lihat Gambar 7.1). Bahkan struktur rangka batang (truss) yang dibebani tidak pada titik buhulnya, atau terdapat elemen batang yang relatif panjang sehingga berat sendirinya menimbulkan momen yang eukup besar, menyebabkan pembahasan yang ada sebelumnya menjadi tidak valid. Itulah perlunya dibahas perilaku dan ketentuan pereneanaan batang portal yang menerirna kombinasi gaya aksial dan momen pada bab ini.

Ga mbar 7.1 je ni s struktur portal (www.frykl und construction.co m)

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

443

7.2. Batang Portal Terhadap Kombinasi Gaya-Momen Pembahasan secara sendiri-sendiri elemen struktur terhadap gaya atau momen, dipilih karena kapasitas batang hanya maksimal untuk satu kondisi saja. Ketika terjadi kombinasi antara gaya dan momen secara sekaligus, maka kapasitas batang menjadi terbagi, sehingga kinerja terhadap daya dukungnya menjadi berkurang. Untuk memahami perilaku batang baja (tidak langsing) terhadap kombinasi gaya aksial dan mom en yang selanjutnya disebut balokkolom, maka dapat disusunlah kurva interaksi 3D (Gam bar 7.2). Kurva merupakan respons balok-kolom terhadap gaya aksial (P), momen sumbu kuat (Mx )' dan momen sumbu lemah (M). p

Gamba r 7.2 Kurva ka pasitas bata ng ge muk terhadap kombin asi gaya-mom en

Tiap sumbu pada diagram di atas mewakili kapasitas balok-kolom yang dibebani oleh satu macam gaya atau momen secara sendirisendiri. Adapun kurva lengkung di antara dua sumbu adalah hasil kombinasi gaya-momen (vertikal) atau momen-biaksial (horizontal). Selanjutnya kurva permukaan hasil pertemuan ke tiga kurva lengkung tersebut adalah kurva batas kapasitas kombinasi gaya aksial dan momen biaksial sekaligus. Dengan memperhatikan hal di atas maka jika terdapat kombinasi beban luar yang nilainya berada di bawah payung kurva batas tersebut maka kondisinya dianggap memenuhi syarat perencanaan. Karena kombinasi menyangkut berbagai macam gaya dan momen, format perencanaannya perlu diubah. Jika format LRFD yang biasa adalah Ru:5<\>Rn maka untuk kombinasi menjadi R/<\>R n :5 1.0. Agar berlaku umum maka Ru dinotasikan sebagai r (required) atau kuat perlu dan <\>Rn dengan notasi sebagai c (capacity) atau kapasitas rencana yang dapat disediakan. Notasi tetap memakai kata asing agar tidak ada perubahan rumus AISC (2010) yang diserap.

444

Bab 7. Batang Portal (Balok-Kolo m)

Kurva interaksi sederhana dengan mengkombinasikan gaya perlu (Pr ) terhadap kapasitas gaya rencana (P), momen sumbu kuat perlu (MrJ terhadap kapasitas momen rencana sumbu kuat (MeJ, momen sumbu lemah perlu (Mr) terhadap kapasitas momen rencana sumbu lemah (Mcy) terlihat pada kurva interaksi berikut. P,

Pc

1.0

M" M cr

1. 0

Gambar 7.3 Kurva interaks i kombinas i gaya-mo men sederhana

7.3. Penampang Simetri terhadap Lentur & Gaya Aksial Kurva interaksi AISC (2010) sedikit berbeda karena ada kalibrasi dengan data empiris, meskipun pada prinsipnya sarna. lnteraksi momen lentur dan gaya aksial pada penampang simetri ganda atau simetri tunggal dengan 0.1 $; Iyi ly $; 0.9 yang momennya dapat dipaksa melentur pada sumbu simetrinya, harus memenuhi persamaan H1-1a dan H1-1b (AISC 2010). Adapun IYC adalah momen inersia sayap dengan tegangan desak terhadap sumbuy atau sumbu lemahnya. Persamaan interaksinya adalah : (a) jika Pr ~ O.2 maka: Pc

Pr Pc

+~(Mrx + Mry )~1.0 ................................... (A ISC H1-la) 9 Mcx

Mcy

(b) jika Pr < 0.2 maka : Pc

Mry )~1.0

Pr +(Mrx + 2Pc Mcx Mcy

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

..................................

(AISC H1-l b)

445

dimana P,. = Pu

kuat aksial perlu elemen struktur, hasil analisa struktur rangka secara menyeluruh (global) .

Pc = 0Pn

kuat rencana elemen struktur, jika batang tarik pakai ketentuan Bab 4, jika batang tekan pakai ketentuan Bab 5.

Mr

=M

u

kuat lentur perlu elemen, hasil analisis struktur yang telah memperhitungkan efek orde ke-2 atau efek P-~ pada rangka secara menyeluruh (global).

Mc =0Mn kuat rencana elemen struktur sebagai balok lentur yang dicari sesuai ketentuan pada Bab 6. x

subskrip simbol untuk momen lentur terhadap sumbu kuat penampang

y

subskrip simbol untuk momen lentur terhadap sumbu lemah penampang

Istilah dipaksa melentur pada sumbu simetri, tentu saja tidak bisa dengan sendirinya. Perlu disediakan pertambatan lateral atau bracing yang sesuai, sehingga tidak terjadi instabilitas atau terpuntir akibat beban yang diberikan. Jadi yang ditinjau adalah hasil akhirnya, yaitu gaya aksial dan momen lentur itu sendiri. Selanjutnya jika mengamati ketentuan Hl-l, tidak ada hal yang baru kecuali adanya persyaratan untuk memperhitungkan pengaruh deformasi akibat pembebanan atau efek p-~ atau orde ke-2. Bahkan rumus Hl-l tidak mengalami perubahan sejak AISC (1999) . Bagian yang memuat ketentuan efek orde ke-2 ada di Chapter C yang judulnya Frames and Other Structures. Chapter yang sarna di AISC (2005) diganti judulnya menjadi Stability Analysis and Design, judul seperti itu tetap dipertahankan sampai AISC (2010). Sejak AISC (2005) ada pemahaman bahwa yang dimaksud dengan efek p-~ pada dasarnya adalah permasalahan stabilitas. Meskipun problem penyelesaiannya sendiri adalah non-Iinier geometri, tetapi hasil akhir dipengaruhi tidak hanya oleh perubahan geometri, atau deformasi akibat momen lentur, gaya geser atau gaya aksial, tetapi juga oleh faktor lain seperti ketidak-Iurusan (imperfection) geometri, reduksi kekakuan akibat adanya tegangan residu pada penampang, juga deformasi dari sambungan tipe semi-rigid yang perilakunya tidak sepenuhnya kontinyu. Itu alasan mengapa judul pada Chapter C tersebut perlu diganti, agar lebih mewakili isinya,

446

Bab 7. Batang Portal (Balok-Ko lo m)

yaitu pemilihan jenis analisis struktur untuk antisipasi stabilitas dan juga prosedur desain penampang yang harus mengikutinya. Pada AISC (1999) terdapat dua usulan analisis struktur, yaitu cara elastis dan cara plastis, yang dapat dilengkapi dengan opsi analisis orde ke-2. Untuk ketentuan LRFD, beban kerja perlu dikalikan dengan faktor beban agar mempresentasikan kondisi batas (ultimate). Jika dipilih analisis elastis maka momen redistribusi dapat diberikan manual sesuai ketentuan code, jika analisis plastis maka momen redistribusi tidak boleh diberikan manual, tetapi akan otomatis diperhitungkan dalam analisis. Terkait momen redistribusi untuk elemen struktur pada kondisi inelastis, agar dapat diterapkan harus memenuhi persyaratan stabilitas penampang dan struktur. Penampang harus mempunyai kriteria kompak dan disediakan pertambatan lateral mencukupi. Jika tidak terpenuhi maka redistribusi momen tidak boleh diberikan.

-

P-t:. = Pengaruh beban terhadap titik nodal struktur yang bertranslasi

P-I) =Pengaruh beban terhadap deformasi elemen di antara dua titik nodal atau sambungan

Gamba r 7.4 Penga ruh ord e ke-2 (AI SC 2010)

Jika analisis strukturnya tidak bisa memperhitungkan efek orde ke-2, misalnya hanya digunakan analisis elastis linier saja, maka pengaruh P-Ll yang harus diperhitungkan dalam perencanaan baja didekati dengan faktor pembesaran momen yang dihitung secara manual, yaitu faktor 8 1 dan 8 z (AISC 1999). Kedua faktor tersebut yaitu untuk mengantisipasi pengaruh beban terhadap deformasi elemen antara dua titik nodal, atau P-O (lihat Gambar 7.4), diatasi dengan faktor 8 1 . Sedangkan pengaruh beban terhadap adanya perpindahan lateral titik nodal, atau P-Ll, diatasi dengan faktor 8 z. Adapun masalah stabilitas terkait dengan adanya ketidak-lurusan

Wiryanto Dewobroto . Stru ktur Baja

447

(imperfection) geometri, reduksi kekakuan akibat tegangan residu, perlu ditelaah lebih lanjut. Mulai AISC (200S) ada perbedaan, ini terkait dengan judul Chapter C - Stability Analysis and Design, dan materi di Appendix 7 tentang Direct Analysis Method (DAM) . Jadi saat itu sudah disediakan dua cara berbeda dalam memperhitungkan masalah stabilitas. Cara utama AISC (200S) adalah panjang efektif dengan faktor K, dan cara alternatif DAM - Appendix 7. Perbedaan pokok adalah pada stabilitas struktur pada level global. Kalau level elemen (tokal) tidak ada perbedaan, keduanya memakai ketentuan kapasitas batang tekan yang sama, yang stabilitasnya diperhitungkan dengan cara kalibrasi dengan data empiris. Jadi masalah stabilitas pada level struktur global, yang diatasi dengan cara pendekatan melalui faktor K itulah, yang nanti pada AISC (2010) disebut Effective Length Method (ELM). Pemberian nama perlu agar cara perencanaan lama dapat dibedakan dengan cara baru yang telah resmi disosialisasikan pada AISC (200S). Selanjutnya pendekatan dengan memberikan faktor K pada tahap desain yang biasa dilakukan pada cara lama (ELM), pada cara baru (DAM) akan diberikan pada tahap analisis. Sekaligus pada tahap tersebut dapat diperhitungkan pengaruh ketidak-Iurusan struktur (geometry imperfection) dan reduksi kekakuan struktur akibat tegangan residu. Itu dilakukan dengan cara memberikan beban notional dan reduksi pada parameter sesuai ketentuan. Itu alasannya mengapa pada tahap desain dengan cara DAM maka meskipun masih memakai prosedur desain penampang yang sama antara cara DAM dan cara ELM tetapi faktor K ditetapkan 1 atau K=l, dan setelah itu tidak dibahas lagi. Itu berarti permasalahan akibat dua aspek lain dari stabilitas (imperfection dan reduksi kekakuan) pada level struktur menyeluruh (global) pada cara DAM telah diatasi dengan cara yang lebih rasional sehingga hasilnya tentu akan lebih teliti lagi. Bagaimanapun juga, cara DAM akan unggul pada struktur langsing dan kompleks (lebih satu elemen), dimana kedua parameter stabilitas tersebut menjadi dominan. Detail mengenai apa itu efek P-Ll dan bagaimana cara analisisnya akan dijelaskan lengkap pada Bab 9. Cara analisisnya yaitu elastis orde ke-2 atau analisis elastis nonlinier (geometri) akan diuraikan sekaligus bersama dengan jenis analisis yang lain. Harapannya agar bisa dilihat perbedaannya antara satu analisis dengan yang lainnya. Ini penting karena tool dan cara analisis yang dipilih mempengaruhi tahapan perencanaan yang disyaratkan.

448

Ba b 7. Batang Po rta l (Ba lok-Kol om)

Menurut ketentuan LRFD, terkait analisis stabilitas di Chapter C (AISC 2010), untuk meneari kuat tekan dan lentur perlu dengan memasukkan pengaruh P-~, maka setiap analisis yang memenuhi syarat rasional pada prinsipnya diperbolehkan. Meskipun demikian ada dua yang direkomendasikan oleh AISC (2010), yang berbeda dari versi tahun-tahun sebelumnya, yaitu : 1. Pereneanaan dengan Direct Analysis Method (DAM). 2. Pereneanaan alternatif dari Appendix 7 (AISC 2010). Jika DAM pada AISC (2005) hanya sekedar pereneanaan alternatif, maka DAM pada AISC (2010) adalah eara utama yang direkomendasikan. Pembahasan tentang DAM pada bab ini ditiadakan karena akan diulas seeara lengkap pada Bab 9 (teori) dan diberikan eontoh di Bab 10 (aplikasi) . Saat ini DAM adalah eara sederhana yang paling rasional dalam memprediksi stabilitas struktur, coeok untuk struktur langsing yang kompleks.

7.4. Perencanaan Alternatif (AISe 2010) 7.4.1. Umum Meskipun ada DAM yang menjadi unggulan AISC (2010) sebagai analisis stabilitas rangka baja langsing dan kompleks, tetapi untuk menjalankannya perlu program komputer analisis struktur elastis non-linier, dengan efek P-~. Jika hanya tersedia analisis struktur elastis linier, yang umum, maka hanya eara lama yang dapat dipilih. Cara tersebut sudah tidak di bahasan utama AISC (2010), sudah pindah ke Appendix 7 dengan judul Alternative Methods of Design for Stability. Jika tidak mau pusing, maka lebih baik mengaeu AISC (2005) karena semua penjelasan tentang pereneanaan panjang efektif memakai faktor K pada bagian utama (bukan Appendix), adalah eara alternatifyang dimaksud (AISC 2010).

Bagaimanapun juga, jika dapat mengetahui batasan tiap-tiap eara yang digunakan, maka tentunya dapat diperoleh hasil desain yang tidak kalah antara satu dengan lainnya. Hal utama yang berbeda dari eara baru (AISC 2010) dan eara lama (AISC 2005) adalah saat mengevaluasi stabilitas struktur yang menyeluruh (global). Untuk mengevaluasi stabilitas elemen tunggal (lokal) maka pada ke dua eara tersebut tidak ada perbedaan. Itulah mengapa detail untuk meneari kuat reneana elemen, adalah sarna pada keduanya, untuk batang tarik adalah Bab 4, batang tekan adalah Bab 5 dan balok lentur adalah Bab 6. Itu pula alasannya mengapa untuk mengaktifkan prosedur pereneanaan dengan eara DAM (AISC 2010) maka

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

449

tidak ada perubahan yang berarti, cukup menetapkan faktor K=1. Sehingga awam akan melihat bahwa Chapter D, E dan F antara AISC (2005) dan AISC (2010) adalah sarna saja, tidak berbeda. Adapun struktur yang terdiri lebih dari satu elemen, berarti harus dievaluasi terhadap kondisi global, maka selama masih bisa didekati dengan faktor K=l, maka dengan dua cara tersebut tidak akan berbeda banyak. Struktur yang dimaksud misalnya adalah rangka batang atau truss, atau struktur rangka tidak bergoyang. Juga struktur lain (rangka bergoyang atau portal) yang rasio drift orde ke-2 terhadap order ke-1 :::; 1.1, sehingga nilai K dapat diambil 1 (AISC 2010). Itu terjadi biasanya jika kelangsingan dan faktor ketidak-Iurusan batang (geometry imperfection) tidak signifikan. Jika kedua hal itu menentukan dan tidak bisa diabaikan maka hanya cara DAM yang dapat memperhitungkannya secara akurat. Secara umum cara alternatif ini dapat digunakan jika besarnya rasio drift orde ke-2 terhadap drift orde ke-1 adalah :::; 1.5, jika tidak dipenuhi maka cara DAM harus dipilih (AISC 2005). Rasio drift dapat diwakili oleh nilai B z yang dihitung dari persamaan C2-3 (AISC 2005) atau Appendix 8 (AISC 2010). Alternatif lain untuk menghitungnya adalah membandingkan langsung deformasi hasil analisis struktur orde ke-2 terhadap hasil analisis struktur orde ke-1 yang keduanya dibebani sesuai ketentuan LRFD, memakai beban terfaktor sesuai ASCEjSEI 7 (AISC 2010). Materi Appendix 7 (AISC 2010) - Alternative Methods of Design for Stability, membahas ten tang syarat stabilitas secara umum dan panjang efektif kolom. Itu semua telah diuraikan sesuai konteks, pada Bab 5 dari buku ini. Adapun yang belum dijelaskan adalah tentang faktor pembesaran momen, yaitu metode pendekatan secara manual untuk memprediksi efek P-,1 struktur yang mengalami beban kombinasi. ltu adanya di Appendix 8 (AISC 2010). 7.4.2. Faktor pembesaran momen Faktor pembesaran momen adalah cara manual untuk memasukkan efek P-,1 atau orde ke-2 (terdiri dari P-,1 dan P-O) terhadap hasil analisis elastis linier struktur dengan beban terfaktor pada batang portal. Ketentuan tentang hal itu ada di Chapter C (AISC 2005) atau di Appendix 8 (AISC 2010) adalah sebagai berikut. M,.

=B1 M nt + B2 Mit ....... . . . . .. .... ....... .. ... . . ... . .. .... (AISC A-8-1)

PI' = P nt + B2 PIt · · ··· ·· · . ·· ··· ·· · · ·· · ·· ··· ······· ·· ·· · · · ···· ·· · (AI SC A-8 -2)

450

Bab 7. Batang Portal (Balok-Kolom)

dimana

Mr

=Mu

kuat lentur perlu elemen, hasil analisis struktur yang telah memperhitungkan efek orde ke-2 atau efek P-.1 pada rangka secara menyeluruh (global).

81

faktor pengali untuk memperhitungkan efek P-O, terhadap momen pada elemen struktur yang titik nodalnya tidak mengalami perpindahan.

Mil t

kuat lentur perlu elemen, hasil analisis struktur elastis linier (global) untuk elemen struktur yang titik nodalnya tidak mengalami perpindahan lateral (atau rangka tidak bergoyang).

8z

faktor pengali untuk memperhitungkan efek P-.1, terhadap momen pada elemen struktur yang titik nodalnya mengalami perpindahan (bergoyang).

Mit

kuat lentur perlu elemen, hasil analisis struktur elastis linier (global) untuk elemen struktur yang titik nodalnya mengalami perpindahan lateral (atau rangka bergoyang).

Pr = Pu

kuat aksial perlu elemen, hasil analisis struktur yang telah memperhitungkan efek orde ke-2 atau efek P-.1 pada rangka secara menyeluruh (global).

Pnt

kuat aksial perlu elemen, hasil analisis struktur elastis linier (global) untuk elemen struktur yang titik nodalnya tidak mengalami perpindahan lateral (atau rangka tidak bergoyang).

Pit

kuat aksial perlu elemen, hasil analisis struktur elastis linier (global) untuk elemen struktur yang titik nodalnya mengalami perpindahan lateral (atau rangka bergoyang).

7.4.3. Faktor B1 untuk P-O (d; elemen)

Faktor 8 1 adalah faktor pengali untuk pembesaran momen untuk mengantisipasi terjadinya efek P-o atau efek orde ke-2 pada elemen langsing, sebagai berikut. 81 =

em l- a~ p.

~

1 ........................... . .... . ......... . ..... ... (AI Se A-8- 3)

l

dimana

Wirya nto Dewobroto - Struktllr Baja

451

a

= 1.0

jika digunakan ketentuan LRFD, nilainya 1.0 karena sudah pada level kondisi batas (ultimate) koefisien untuk elemen yang tidak bergoyang. Ada dua kondisi, jika hanya ada momen pada ujungujung elemennya, maka :

Cm

em = 0.6 - 0.4( :~

J................................

(AISC A-8-4)

M1 dan M2, adalah momen terkecil dan terbesar hasil analisis struktur elastis-linier. Ml/M2 positif jika melengkung di dua tempat, dan negatifjika lengkungan hanya satu saja.

atau

atau

Negatif M d M 2

Pos iti f M d M 2

Ga mba r 7. S Pe ngaruh ta nd a mom e n

Jika diantara batang yang ditinjau terdapat beban transversal, maka nilai em =1.0 untuk semua kasus adalah cukup konservatif. kapasitas tekuk kritis batang pada arah lentur yang ditinjau didasarkan pada perhitungan tanpa terjadi translasi pada titik nodal elemen strukturnya.

P el

P1 = e

El* =EI Kl L

452

=1.0

,,2£1*

(K1L)2

.. . .. . ...... . . .. . .... . .. ... ... . .... . .. . . .. (AI SC A-8-S)

tanpa reduksi kekakuan faktor K untuk panjang tekuk arah yang ditinjau. panjang tekuk arah yang ditinjau.

Bab 7. Batang Portal (Balok-Kolom)

7.4.4. Contoh 1 : Kolom tertambat tanpa beban transversal

Pada gambar sebelah kiri diperlihatkan satu segmen kolom dari bagian ~ M o =1 5 kN m struktur portal tidak bergoyang, yang ML =49kNm mana momen dan gaya-gayanya hasil analisis elastik linier (tanpa efek P-~) yang bekerja di arah sumbu kuatnya.

PD = 200kN PL = 500 kN

,t't ~

T

4.8 m

H300x3 00x lOx l5 Mutu profil baja 8J37 Fy 240 MPa dan

dengan cara perencanaan alternatif diketahui KL x = KLy = 4.8.

1

MD = 19 kNm ML = 56 kNm

Check apakah kolom memenuhi ketentuan LRFD Chapter H - AISC 2010.

Jawab: « Menghitung kuat perlu Pr dan Mr dengan efek

p-~

»

1. Properti penampang kolom. 300

300

!r7s: ~

2.

Profil H 300x300x10x15 mutu Fy 240 MPa E = 200,000.0 MPa G = 80,000.0 MPa A = 119.8 cm 2 ~b/t = f f

10

h/tw= 27

I x = 20,400. cm 4

Sx = 1,360. cm 3

I y =6,750.cm 4

Sy = 450. cm 3

Menghitung beban ultimate rencana. P u = 1.2Po + 1.6PL = 1.2 x 200 + 1.6 x 500 = 1040 kN

Mu = 1.2Mo + 1.6ML = 1.2 x 15 + 1.6 x 19 = 48.4 kNm -7 M1 Mu = 1.2Mo + 1.6ML = 1.2 x 49 + 1.6 x 56 = 148.4 kNm -7 M2 3. Menghitung faktor pembesaran momen untuk efek P-o. Pe l

1 17 ,4774 = ,,2x2 00,000.x204,000,000 2 X 1000 = . kN ........ .. ...... (AI SC A-8-S) (lx4800)

Cm = 0.6 - 0.4( :: ) = 0.6 - 0.4( B1

-

-

Cm

P r

1 -a -Pe l

0.73

=

1040

1-

l~~~ ) = 0.73

... ..... .. ........ (A ISC A-8-4)

k

= 0.78 rna a Hz = 1.0 ... .. ... ..... (AISC A-8- 3)

17477.4

Catatan : Struktur tidak bergoyang B z = O. Adapun nilai Bl = 1 berarti efek P-~ tidak menentukan, maka M r =M u dan Pr =P u.

Wiryanto Dewobroto - Stru ktu r Baja

453

«

Menghitung kuat tekan rencana 0P n (detaillihat Bah 5) »

4. Hitung properti geometri penampang tekan Ix= 204 x 10 6 mm 4

A = 11980mm 2

l y = 67.5 x 10

6

mm

4

rx= ~lx/A = 130.5mm ry =)Iy/A = 75.1

mm

J =t(2 * 153 *300+ 103 * 285) = 770,000. mm 4 Cw =

/y:: = 67.5Xl~6 *2852 = 1.37 x 1012 mm 6

Ix + Iy = 271,500,000.

mm

................ (User Note AISC F2)

4

5. Menentukan klasifikasi penampang berdasarkan Tabel 5.1. Sayap: f= 30~;0.s = 10 « Badan:

Q = 300-2*15 10

t

0.56ft = 16.2

27«

~ tidak langsing.

1. 49 V/L = 43 ~ tidak langsing Fy

Klasifikasi profil-H adalah penampang tidak langsing, ditinjau tekuk-Ientur (AISC - E3) dan tekuk-puntir (AISC - E4). 6. Tegangan kritis tekuk - lentur (AISC - E3). 8 00

«

JiL = 4'7 5 . = 64 ~m

4.71

/L £ = 136, tekuk inelastis sehingga

V F~

200 Fe =~= (KL/r)2 71'2 752,000 =3 50 . 9 MPa .. ........... .. .. ......... , .... .. (AISCE3-4)

Fer = (0.6583~~09 ). Fy = 0.751Fy .......... .... .... . ...... .. ....... .. .. (AISC E3-2)

7. Tegangan kritis tekuk - puntir (AISC - E4). Tekuk puntir profil simetri ganda, Fer dari rumus tekuk lentur (AISC-E3), tapi Fe dicari dari rumus (AISC E4-4) herikut. Fe = [ ~:~~); +GJ

],.!/y ................. ..............................

(AISCE4-4)

Kolom jepit-jepit maka dapat dianggap KzL = KL sehingga 1.1734<10

F = [ ff e

11

2

5.9444x10 10 12

E*1.37x 10 4,800.2

.--------"----

+G*770 OOO.] x '

1 271,500,000.

= 651 .3 MPa

dimana E = 200,000. MPa dan G = 77,200. MPa

J. = 6~i03

=

0.37 berarti tekuk inelastis, sehingga

Fer = ( 0. 658 fs¥J ). Fy = 0.86Fy .................... ... ....... ......... (AISC E3-2)

454

Bah 7. Batang Portal (Ba lok-Kolom)

8.

Kuat tekan nominal kolom profil H.

Fer tekuk-puntir » Fer tekuk lentur (sb. y-y), maka tekuk yang terjadi adalah lentur. Kuat tekan nominalnya adalah : tekuk- /entur

~

Pn =Fcr A=0.751 *240*11,980. * 10~0 =2159.3 kN

Pc = ¢JPn = 0.9 * 2159.3 = 1943.4 kN

« Menghitung kuat lentur rencana 0Mn (detaillihat Bab 6) »

9.

Kuat lentur penampang pada kondisi plastis (maksimum). Tidak semua parameter perencanaan ada di tabel profil. Bahkan ada notasi yang tidak sarna dengan rumus yang dipakai. Ini karena rujukannya berbeda, misal tabel profil PT. Gunung Garuda notasi Zx-nya berbeda dari notasi tabel AISC (2010). Zx

=bt(d -

t) + 0.25wh

2

Zx = 300 *15(300 - 15)+0.25*10*2702 = 1,464,750. mm 3

Mp = Zx . Fy = 351.5 kN.m (terhadap sumbu kuat) 10. Check klasifikasi profil H 300x300xl0x15.

Apf = 0.38(E/F) Yz = 10.97 ~b/tf=10 «

Arf = 1.0(E/F) Yz = 28.9 -7 profil sayap kompak

Apf

\w = 3.76(E/F) Yz = 108.5 hitw = 27«

Arw = 5.70(E/F) Yz = 164.5 -7 profil badan kompak

Apw

:. profil H termasuk klasifikasi "kompak" -7 F2 (AISC 2010). 11. Parameter LTB berdasarkan ketentuan F2 (AISC 2010). ry =~Iy/A = 75 mm

Lp =1. 76ry ~E/Fy = 3810.5 mm =3.81 m ...................... C

=1 dan ho=300 2

Cw =

Iyho

4

=

I¢,b3 t CW =-4-= 2

rts =

6

67.5x10 *285

15 2

4

2852*3003015 24

=285 mm

Wiryanto Dewobroto - Struktur 8aj a

.......•.. .... . (User Note AISC F2)

= 1.37 x1 012 mm 6 ...... ...... ....... .. (Young1989)

6

2 _ Iyho _ 67.5xl0 6 *285 2* 3 0000 1, 6, . x

............... ....... .... (AISC F2-8a)

1.37 x 10 12 mm 6

ffw = J67.5x10 *1.37x l0 '2 ---s::1,360,000.

rts - -2S -

(AISCF2-S)

-7 rts = 84.09 mm .. ............. (AISC F2-7) _

-7 rts - 84.1 mm .................. (User Note AISC F2)

455

J = t( 2 *153 *300 + 103 * 285) = 770,000. mm 4 Lr =1.95rts -E- -Jc -+ 0.7Fy

S xho

(JC - -

J2+6.76(0-.7F-y J2.. ... .. . . (AISC F2-6)

S xho

E

~ ~,----------~----------~

A

B

A = 1.95 *84.1 * ~O~~~~~.

= 195,232. 0 .0~028

770,000.*1 + ( 770,000.*1 )2 + 6.76 ( 0.7 *240 )2 ,1,360,0?0. *3285, 1,360,000. * 285 , 200,000. ,

B=

j

\

2.9523x10- 3

1.9866x10-

L r = 195,232.*0.07028 = 13,720.9 mm:::: 13.72 m

12. Hitung faktor Cb untuk memasukkan pengaruh bentuk momen antara dua pertambatan lateral. ~40kN

' t ' 48.4 kNm

-)--

MA= 73.4 M B = 98.4 Mc= 123.4

48.4

~

A~

73.4

4 .8

B -t~

98.4

j

c~

- ~

\

123.4

--

~ ~ 148.4 kNm

Mmaks = 148.4

148.4 Moment (kNm)

1-;'040 kN

12.5IM maxl M 2.51 max i+31M AI + 41M BI + 31M

cl

cb -- 2.5*148.4+3*73.4+4*98.4+3*123.4 12.5*148.4

1855 1355 -

. . ............ . .. . . . . . . . ........ (Fl-1)

1 37 .

13. Momen nominal terhadap kondisi batas Tekuk Torsi Lateral. Untuk L p(3.8m)
Mn= Cb [ Mp-(Mp- 0.7Fy S x ){ ~:=~; )J ~ Mp ........... .. ....... .. .. .. (F2-2) Mn= 1.37(351.5-(351.5-228.5) *(4.8-3.8)/(13.7-3.8))= 434.8 karena M n »Mp maka M n = M p = 351.5 kN.m .... ....... .. ..... . .. ....... .... ..... . ... ......... . .... « tidak terjadi LTB »

456

8ab 7. Bata ng Porta l (Balok-Kolom)

14. Kuat lentur balok: ditentukan oleh kondisi leleh Mc ='I' tf..Mn = 0.9*351.5 «

= 316.4 kN.m

Menghitung <j>M" dengan tabel »

15. Tabel 6.9 pad a Bab 6 Notasi I kg/m 300x300 I 93

d x b, x tw x t,

Berat

Zx

~M p

~Mr

BF Lp

Lr

Ix

~Vn

111111

kg/m

em'

kN -m

kN-m

kN

m

In

em '

kN

316

201

11.4

3.9

14.0

dxb,

H300x300xlOx15

93.0

1,465

20,200

432

<j>Mn =Cb (<j>Mp - BF·(L b - L) ~ <j>Mp <j>Mn =1.37 (316 -11.4 (4.8 - 3.9)

~ 316

tf..M =418.9» 316 maka ~Mn = 316 kNm ~ n « Menghitung interaksi gaya aksial dan momen lentur » P 1040 16. Jl" ka -'= - - - = 0.535 ~ 0.2 maka: Pc

1943.4

0.s35+~(148.4 +0)=0.952<1.0 9

316

OK

'---v--------'

0.417

Diskusi : selanjutnya beban terfaktor (ultimate) akan dianalisis ulang dengan program komputer, SAP2000 + opsi non-linier P-~ (eara rasional), dan hasilnya akan dibandingkan dengan di atas: em)

'\

4.B

0.0000

°

,

M,

M r + Pd

R

°h+Pd

° Y+Pd

-2.0B3E-03

4B.4

0.0000

-2.0B3E-03

4B.40

1

3.6

-4.76BE-06 -1.S63E-03

73.4

-4.B34E-06

-1.S63E-03

73.41

1.00014

2.4

-6.946E-06 -1.042E-03

9B.4

-7.042E-06

-1.042E-03

9B.41

1.00010

1.2

-S.6S1E-06 -S.209E-04

123.4

-S.72BE-06

-S.209E-04

123.41

1.0000B

14B.4

0.0000

0.0000

14B.00

1

0

0.0000

0.0000

Note: R ratio Mr+ PII / Mr atau sarna dengan Bl~ 1.0 Hasil analisis dengan program analisa struktur elastis nonlinier (SAP2000 + opsi P-~ ) menunjukkan bahwa efek P-b pada kasus yang ditinjau adalah tidak signifikan, sebagaimana telah diprediksi berdasarkan eara pendekatan.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

457

7.4.5. Faktor Bz untuk P- L1 (d; struktur) Faktor 8 2 adalah faktor pengaJi pada pembesaran momen untuk mengantisipasi terjadinya efek P-L\ atau efek orde ke-2 pada struktur portal atau sistem rangka bergoyang, sebagai berikut. 1

Bz =

I-a

> 1 ..... ..... .. .. . .. . .. .. .. ... ... ........ . .. ... ... .. (AISC A-8-1)

p

,wry Pe story

HL

Pe story = RM-

f:.. [1

= 1-

R.

.. .. .. .. . .. .. ... ... .. .. .. .. ...... .... . .. .. ....... ... (AI SC A-8-7)

a.,s( :':ry ) ... . ... .... .. . . .. . . . .........

[AlSe A· '·8)

dimana

a p

=

1.0

sto ry

p

estory

p

mf

jika digunakan ketentuan LRFD, nilainya 1.0 karena sudah pada level kondisi batas (ultimate) total beban vertikal yang didukung pada tingkat tersebut berdasarkan ketentuan beban LRFD, yang terjadi termasuk beban pada kolom yang tidak termasuk pada sistem struktur penahan lateral, (N). kuat tekuk kritis elastis pada tingkat dalam arah perpindahan yang ditinjau (N) beban vertikal total pada kolom pada tingkat yang merupakan bagian rangka momen (portal), jika ada, pada arah translasi yang ditinjau (= 0 untuk sistem rangka tertambat), (N)

L

tinggi tingkat (mm)

H

gaya geser tingkat, arah translasi yang ditinjau, hasil dari gaya lateral sewaktu menghitung LlH' (N) drift antar tingkat hasil analisis elastis-Jinier, pada arah yang ditinjau akibat beban lateral (mm/mm) .

458

Bab 7. Bata ng Porta l (Balak-Ka la m)

7.4.6. Contoh 2 : Kolom kantilever Gambar kiri memperlihatkan kolom kantilever, momen lentur arah sumbu PL = 250 kN kuat. Arah sumbu lemah diberi tam~ M D =1 5 kN m batan yang cukup. Mutu profil baja ML = 30 kNm BJ37 Fy 240 MPa dan dengan cara perencanaan alternatif dianggap : PD = 200kN

't'

T

4.8 m

H300x300x I Ox I5

1



KL x

=2 x 4.8 =9.6 m



KLy

= 4.8 m

Check apakah kolom memenuhi ketentuan LRFD Chapter H - AISC 2010.

Jawab: « Menghitung kuat perlu Pr dan Mr dengan efek P-~ »

1.

Properti penampang kolom.

lIs:

Profil H 300x300x10x15 mutu Fy 240 MPa E = 200,000.0 MPa G = 80,000.0 MPa A =119.8 cm 2 h/tw= 27 Y2 b/tf =10 4 I x = 20,400. cm I y =6,750. cm 4 3 Sy = 450. cm 3 Sx =1,360. cm

300

300

_

10

R18

2.

Menghitung beban ultimate rencana. PII = 1.2PD+ 1.6PL

= 1.2x200 + 1.6x250 = 640 kN Mu = 1.2MD + 1.6ML = 1.2x15 + 1.6x30 = 66 kNm -7

Ml dan M2

3. Menghitung faktor pembesaran momen akibat P-8 dan

P-~.

« Efek P-6 »

Dianggap tidak ada, karena momen akan menyebabkan

P-~

« Efek P-ll »

Analisa elastis linier akibat Mu -7 di ujung atas 0h=18.635 mm ~h = 8 h /L = 18.635/4800 = 3.882x10-3 mm/mm H = 294.38 N (analisis dengan ujung kolom di-restraint). Pmrf = Pstory = Pu = 640 kN (karena strukturnya sederhana) RM = 1- 0.15( ;mr ) = 0.85 ... .. .... .. ..... ............... .... .. .. . (AI SC A-8-8) ,wry

P

e story

=

R

.J:il,.. = M tJ. H

0.85x

Wirya nto Dewobroto - Struktur 8aja

294.38*4800 3.882xl0-3

= 309394745. N ••

459

1 B2 = - -- I-a P"ory

1 1-

Pe story

640.000. 309.394.745.

=1.0021

Mr = BZM It =1.0021 * 66 = 66.14 kNm ..... .. ........ ....... (AI SCA-8 -1) Pr

«

4.

=B z PIt = 1.0021 * 640 = 641.34 kN ...... .. ... .... ....... (AISC A-8-2 )

Menghitung kuat tekan rencana

~Pn

Cdetaillihat Bab 5) »

Hitung properti geometri penampang tekan A = 11,980. mm 2

I x = 204,000,000. mm I y = 67,500,000. mm

4

4

J =t( 2 * 153 * 300 + 103 * 285) = 770,000. mm 4 C = Jy:~ = 67.5x1~6'2852 = 1.37 X 1012 W

J!i = 130.5

rx

=

ry

=.J!i- = 75.1

mm

mm

.. . . . . . . (Use r Note AI SC F2)

mm 6

Ix + Iy = 271,500,000. mm 4

5. Menentukan klasifikasi penampang berdasarkan Tabel 5.1. Sayap:

f = 30~;0.5 = 10 «

Badan .. E.t = 300-2'15 = 27 « 10

0.56 f t = 16.2

-7 tidak langsing.

149 . \jIFyI = 43 -7 tidak langsing

Klasifikasi profil-H adalah penampang tidak langsing, ditinjau tekuk-lentur CArSe - E3) dan tekuk-puntir CArSe - E4). 6. Tegangan kritis tekuk - lentur CArse - E3). KLy ry

=

4800 75. 1

= 63.9

KL, r,

=

9600 130.5

= 73.6 «

Fe =~ = (KL/ r f

".2200.000 73.62

4.71\jIIFE y = 136, tekuk inelastis sehingga Fy 3644 MP a .

.......................... .. ... (AISC E3-4

)

Fer = (0.658~ ) . Fy = 0 .76Fy .................. . .. . .. . . .... .. ... . .. (AIS C E3-2)

7. Tegangan kritis tekuk - puntir CArSe - E4). Tekuk puntir profil simetri ganda, Fer dari rumus tekuk lentur CArSe-E3), tapi Fe dicari dari rumus CArSe E4-4) berikut.

Fe = [~:~~)~ + GJ ] Ix ~ Iy

460

... ... .. . .. .. .... . . . .. . ... .. . .. . ..... . . .. . .. . (A ISC E4-4)

8ab 7. Ba ta ng Portal (Balok-Kolom)

Kolom jepit-jepit maka dapat dianggap KzL =KL sehingga 5.9444xlO

1.1 734xl011 _

JT

Fe -

2

10

1

~ + G 770,000.

E*1.37xlO ' 2 4,800.2

1 _ 271,500,000. -

651.3 MPa

[

dimana E = 200,000, MPa dan G = 77,200. MPa ; e = 6~i03. = 0.37

«< 2.25 berarti tekuk inelastis, sehingga

240 )

Fer = ( 0.658 6513

S.



Fy = O.86Fy ............ ... . .............. . .... ... (AISC E3-2)

Kuat tekan nominal kolom profil H. Fer tekuk-puntir »

Fer tekuk lentur (sb. y-y), maka tekuk yang terjadi adalah lentur. Kuat tekan nominalnya adalah : tekuk-/entur

,....----"----

Pn = Fcr A = 0.76 * 240 *11,980. * lO~O = 2185.2 kN

Pc = rpPn = 0.9 * 2185.2 = 1967 kN

«Menghitung kuat lentur rencana 0Mn (detaillihat Bab 6) » 9.

Kuat lentur penampang pada kondisi plastis (maksimum). Tidak semua parameter perencanaan ada di tabel profil. Bahkan ada notasi yang tidak sarna dengan rumus yang dipakai. Ini karena rujukannya berbeda, misal tabel profil PT. Gunung Garuda notasi Zx-nya berbeda dari notasi tabel AISC (2010). Z x = bt(d -t )+O.25wh 2 Z x = 300*15(300 - 15)+0.25*10*2702 = 1,464,750. mm 3

M p =Zx . Fy

= 351.5 kN.m (terhadap sumbu kuat)

10. Check klasifikasi profil H 300x300xl0x15 . APJ.r=0.3S(E/F) ~ = 10.97 Y ~blt f I

=10 «

ApI

.1pw= 3.76(E/F) ~ h/tw = 27« .1pw

= 10S.5

.1 r1 = 1.0 (E/FY) ~ = 2S.9 -7 profil sayap kompak

.1rw = 5.70(E/F) ~ = 164.5 -7 profil badan kompak

:. profil H termasuk klasifikasi "kompak" -7 F2 (AISC 2010). 11. Parameter LTB berdasarkan ketentuan F2 (AISC 2010). ry

= ~Iy/A = 75 mm

Wiryanto Dewobroto - Struktur 8aj a

461

Lp

= 1.76ry ~E/ Fy = 3810.5 mm = 3.81 m

c = 1 dan ho = 300 - 15 = 285 mm Cw = Iy~ = 67.5X1~6'2852 = 1.37 x 10 12 mm6 3

C =

h; b t

r. 2 = ts

J lyCw

w

4

= 2852'300 3 '15 = 1 37 x 1012 mm 6 24

=

Sx

.

6

J67.5x10 ' 1.37x1 0 1,360,000.

12

-7 r. = 84.09 mm ts

2 lyhO 67.5x106'285 rts = 2S x = 2*1360000 , . . -7 rts = 84.1 mm

J = t (2 * 153 * 300 + 103 * 285) = 770,000. mm 4 Lr =1.95rts - E -

0.7Fy

L+ S xho

(L)2 S xho

+6.76(0.7Fy E

)2

~ ~,----------~----------~

A

B

A = 1.95 * 84.1 * ~O~~~~~. = 195,232. 0. 0~028

B=

770,000.* 1 + ( 770,000.*1 )2 + 6. 76 ( 0.7 * 240 )2 .1 ,360,000. * 285, 1,360,000. * 285 200,000. , 3 1.9866x10-3 2.9523x10-

Lr = 195,232.*0.07028 = 13,720.9 mm

12. Kolom kantilever faktor Cb

~

13.72 m

= 1 ... .......... ........... ..... .. .. .. (AISC Fl)

13. Momen nominal terhadap kondisi batas Tekuk Torsi Lateral. Untuk L p(3.8m/ L b(4.8 m/ L r(J3.7m) dan 0.7 Fy Sx= 228.5 kN.m, maka

Mil =Cb [ Mp- (Mp - 0.7FyS x ) { ~:=~; )J~ Mp .................... ...... (F2-2) Mn = 1.0[ 351.5 -(351.5 - 228.5) · (1~87~3~8) ]

Mn

~ 351.5

=339 kNm ................................... «

LTB menentukan»

14. Kuat lentur balok: ditentukan oleh persyaratan LTB

Mc =,hM 'Y n = 0.9*339 = 305.2 kN.m

462

Bab 7. Batang Portal (Balok-Kolom)

« Menghitung ~MII dengan tabel »

15. Tabe16.9 pada Bab 6 Notasi

d x hf x twx tf

I kg/ m

d x b,

300x300

I

mm

93

Berat kg/ m

H300x300xlOx15

Zx

$M p $M,

em'

kN-m

kN -m

316

201

1,465

93 .0

BF

Lp

L,

Ix

$Vn kN

kN

m

m

em·

11.4

3.9

14.0

20,200

432

= Cb {I1Mp - BF·{Lb - Lj 5 ~Mp ~MIl =1.0 {316 -11.4 (4.8 - 3.9) 5316 .hM =305.75316 maka 11M = 305.7 kNm 0/ ~MII

II

II

« Menghitung interaksi gaya aksial dan momen lentur »

16. jika Pr = 641.34 =0.326 ~ 0.2 maka: Pc

1967

~ +~( :::+::)~ LO

.

. . . [ A l S e Hl·l'l

0.326+~(66.14 +0) = 0.519< 1.0 9 305.2

OK

~

0.217

Diskusi : selanjutnya beban terfaktor (ultimate) akan dianalisis uiang dengan program komputer, SAP2000 + opsi non-linier P-.1 (cara analisis nonlinier yang rasionai atau bukan cara pendekatan), dan hasilnya akan dibandingkan dengan di atas : (m) c\ (mm)

Il, (mm)

M, (N.mm)

R

° V+ PA

M r +PA

4.8

18.6353

-1.2821

66,000,000. -2.499705

-1.282137

66,000,000.

1

3.6

10.4824 -0.9616

-0.961603

4.6588 -0.6411

-0.641068

65298461.86 64798907.47

0.98937

2.4

66,000,000. -1.403551 66,000,000. -0.622998

1.2

1.1647 -0.3205

66,000,000. -0.155629

-0.320534

64499791.60

0.97727

0.0000

66,000,000. 0.000000

0.000000

-64400189.00 0.97576

0

0.0000

°1H-P4

0.98180

Note: R ratio Mr+ PI1

/ Mr atau sarna dengan 8 < 1.0 yang berarti 2 pengaruh P-.1 tidak menentukan. Cara pendekatan juga memberi prediksi yang mendekati, yaitu 8 2 = 1.0021 (konservatif).

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

463

Bab8 Sambungan Struktur

8.1. Pendahuluan Struktur baja terdiri dari elemen-elemen keeil yang digabung satu dengan lainnya dan membentuk elemen struktur yang lebih besar. Elemen terdiri dari profil baja, yang bentuk dan ukurannya relatif tertentu. Proses fabrikasi di bengkel kerja dengan alat bantu yang presisi, serta mudah diawasi agar mutunya terkontrol. Setelah selesai dibuat, elemen-elemen tadi diangkut (transportasi) ke lapangan untuk dirakit (erection) sesuai reneana. Transportasi akan membatasi ukuran elemen, dan itu tergantung dari mobilnya, crane, sampai kapasitas jalan yang ada. Sistem sambungan penting untuk proses erection, untuk itu tipenya dipilih agar proses pelaksanaan dan pengawasan dapat dilakukan dengan baik.

Ga mbar 8. 1 Simul asi perakita n stru ktur dan sa mbunga nnya (www.dij kstaa l.nl)

Jenis-jenis alat sambung pada konstruksi baja adalah paku keling (rivet), baut dan las. Sambungan untuk fabrikasi adalah las, yang relatif murah dan kekuatannya sangat baik bila dapat dikerjakan dibawah kontrol mutu yang tepat. Alternatif alat sam bung lainnya tentu saja hanya baut, khususnya baut mutu tinggi.

Wiryanto Dewobro to - Stru ktur Baja

465

Alat sambung untuk erection di lapangan adalah baut, dipilih karena mudah dilaksanakan tanpa inspeksi yang rumit, cukup secara visual semata. Sambungan las lapangan harus dihindari, khususnya struktur utama. Bila terpaksa, itu harus dilakukan oleh tukang yang ahli dan dibawah kontrol mutu yang ketat, misalnya test uji acak beberapa titik dengan peralatan khusus. Sistem paku keling sudah usang, fungsinya telah digantikan oleh baut mutu tinggi. I

Ga mba r 8.2 Al at peraga AISC llntllk sa mbllngan baja (www.fli ckr.co m) https:/ /www.aisc.org/llploadedcontent/fil es/SteeISculpture Plans.zip

Pemilihan jenis dan detail sambungan adalah ciri utama perencanaan konstruksi baja, yang jumlahnya sendiri relatif banyak dan bervariasi. Hal ini dipahami benar oleh asosiasi baja di Amerika, akibatnya dibuat alat peraga khusus (Gambar 8.2) sebagai media pembelajaran mahasiswa. Bentuk dan ukurannya cukup besar dan berat, untuk keamanan dibuat permanen dan dipasang sebagai patung (sculpture) di banyak kampus teknik di Amerika. Sistem sambungan untuk struktur baja relatif istimewa jika dibanding struktur beton. Umumnya pada struktur beton tidak mengenal istilah sambungan, maklum umumnya cor di tempat. Komponen struktur baja berbeda, tidak bisa dibuat sekaligus, tetapi dalam bentuk elemen-elemen lepas untuk dirakit dengan sambungan di lapangan. Oleh sebab itu sistem sambungan yang dipilih akan mempengaruhi kekuatan, biaya, cara dan waktu pelaksanaannya sendiri. Pada tahap perencanaan, pemilihan tipe sambungan akan mempengaruhi strategi analisis struktur yang dibuat, khususnya dalam membuat pemodelan struktur. Untuk jenis sambungan yang berbeda maka distribusi gaya-gayanya dapat juga berbeda. Oleh

466

Ba b 8. Sambunga n Struktu r

sebab itu, jika dipakai jenis sambungan yang tidak sarna antara perencanaan dan pelaksanaan tentu perlu diperhatikan. Kondisi seperti itu bisa menyebabkan kinerja struktur secara keseluruhan berkurang, bahkan memicu terjadinya kegagalan. Terjadinya perbedaan detail antara rencana dan saat pelaksanaan umumnya terjadi akibat masalah praktis di lapangan, misal tidak tersedia ukuran baut yang ditentukan, atau akibat dipilihnya tipe sambungan yang perlu persyaratan khusus sedangkan bengkel pembuat mempunyai keterbatasan, baik alat atau s.d.m. Itu akan menyebabkan detail desain awal dimodifikasi atau disesuaikan dengan detail lain, yang dianggap biasa dikerjakan, tanpa melihat terlebih dahulu prinsip-prinsip rekayasa yang mendasarinya.

8.2. Jenis Alat Sambung 8.2.1. Umum Fungsi sambungan adalah mengalihkan gaya-gaya dari satu komponen struktur ke komponen yang lain sehingga beban luar yang bekerja pada struktur dapat diteruskan ke pondasi. Oleh sebab itu setiap komponen struktur, termasuk alat sambungnya, harus direncanakan minimal sarna atau lebih besar dibanding kuat perlu, yang dihasilkan dari analisa struktur terhadap beban-beban terfaktor, atau ditentukan dari kekuatan elemen yang disambung.

AISC (2010) tidak memberi ketentuan bahwa setiap sambungan harus direncanakan sekuat profil, tetapi didesainnya harus sesuai dengan model analisis yang dibuat. Jika tidak, maka perilakunya akan berbeda dengan prediksi analisis, misalnya : titik tumpuan jika dianalisis sebagai sendi (tidak ada momen), maka dalam pelaksanaannya : detailnya harus didesain juga agar bermekanisme seperti sendi juga, yaitu dapat berotasi. Hal ini tentu saja tidak dimungkinkan jika detail titik tumpuan yang dimaksud disambung menyatu dengan sistem pondasi, misal dengan las penuh pada endplate yang tertanam (embedded) dan lainnya. Pada konstruksi baja, stabilitas adalah sangat penting, kadang kala diperlukan batang struktur tambahan yang hasil analisis adalah batang nol (tidak bekerja menyalurkan beban), hanya perlu agar konfigurasinya stabil. Untuk hal-hal seperti itu, atau batang lain dengan gaya-gaya batang yang relatif kecil dibandingkan ukuran penampang yang dipasang, maka AISC menetapkan bahwa sambungan batangnya harus direncanakan terhadap beban terfaktor minimum 44 kN (1 0 kips), kecuali elemen lacing, sag-rod dan girts (I1.7 AISC 1994/1999). Hal ini di AISC (2005/2010) tidak ada.

Wi rya nto Dewobroto - Str uktu r Baja

467

8.2.2. Paku keling

sistem sambungan dengan paku keling (rivet) adalah jenis paling diandalkan untuk pekerjaan konstruksi baja sampai era 1960-an. Oleh karena itu populer dan banyak dijumpai pada bangunan baja yang besar buatan jaman tersebut. Sejarah membuktikan bahwa sambungan rivet terbukti kuat dan tahan fatig, sehingga menjadi satu-satunya sistem sambungan konstruksi jembatan di saat itu. Salah satu yang terkenal adalah jembatan gantung Golden Gate, di San Fransisco, California, yang dibangun tahun 1937, yang berarti telah berdiri dan melayani lebih dari 77 tahun lamanya. Gambar 8.3 menunjukkan kolom utama jembatan (foto dari bawah), yang terdiri dari pelat-pelat baja yang dirangkai dengan paku keling.

Gambar 8.3 Paku ke li ng (rivet) di je mbata n Go lde n Gate, Sa n Fra ncisco (1937) (Su mber : www.ph otoeverywhere.co.u k)

Konstruksi baja dengan sambungan paku keling di Indonesia juga banyak dijumpai pada konstruksi sebelum era 1960-an, misalnya jembatan Bantar di sungai Progo, DIY, yang dibangun tahun 1932. Paku keling dipakai pada elemen gabungan sedangkan untuk bagian yang dirangkai ditempat, digunakan alat sam bung baut. Dalam hal ini tidak diketahui apakah yang dipasang tersebut, baut mutu tinggi atau bukan, atau hasH pekerjaan renovasi di masa kini.

Ga mbar 8.4 Sam bu nga n pa ku ke ling jem batan Bantar, Kul on Progo, DI Y

468

Ba b 8. Sa mbllngan Str llktur

Pada perkembangan jaman, baut mutu tinggi telah menggantikan kejayaan paku keling sehingga saat ini tidak ada pemakainya lagi. Kalaupun ada yang memakai maka tentu bukan karena keperluan struktur tetapi lebih kepada tuntutan seni dan budaya (tampilan). Artikel majalah Modern Steel Construction (1993) memberitakan bahwa ketika diperlukan renovasi jembatan antik, kontraktornya terpaksa memperbaiki mesin paku keling yang tersimpan lama di gudang (warisan generasi sebelumnya), perlu trial-error terlebih dulu sebelum dapat dilakukan proses renovasi yang sebenarnya.

Gambar 8.5 Pemanasa n paku keling dan potongan terpasang (MSC 1993)

Artikel tersebut menjelaskan bagaimana pelaksanaan sambungan paku keling, yang sebelum dipasang harus dipanaskan terlebih dulu sampai berwarna merah buah cherry atau oranye (kira-kira mencapai suhu 980·C), baru kemudian dipasang dengan tekanan, memakai alat khusus seperti terlihat pada Gambar 8.6.

Gambar 8.6 Pemasangan paku keling dan detailnya (MSC 1993)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

469

Adanya proses pemanasan terlebih dahulu paku keling pada suhu tinggi dan pemasangan dengan tekanan, serta pedinginan alami, menyebabkan sistem menghasilkan efek clamping atau jepit pada elemen-elemen yang disambung. Efek serupa juga dihasilkan oleh baut mutu tinggi yang dipasang dengan gaya prategang. Meskipun perilakunya mirip dengan baut mutu tinggi, tetapi paku keling mempunyai keunggulan alami. Gambar 8.5 (kanan) memperlihatkan potongan sambungan tepat pada paku kelingnya, dan pelat dan paku kelingnya benar-benar menyatu, tidak terlihat gap atau spasi kosong. Paku keling benar-benar telah mengisi lubang. Kondisi ini yang menyebabkan sistem sambungan tidak akan mengalami slip. Hal ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan baut mutu tinggi, dimana gap untuk toleransi pelaksanaan, tetap ada dan tidak terisi. Itu menimbulkan slip, yang terjadi ketika gaya yang bekerja (pada sambungan tipe geser) melebihi kapasitas slip-kritis. Ketika hal itu terjadi pada jembatan, maka ketahanan sistem terhadap fatig akan berkurang (hilang), sehingga kerusakan atau bahkan keruntuhan, hanya menunggu waktu saja. Karena telah terjadi kontak antara paku keling dengan tepi lubang maka sambungan bekerja dengan mekanisme tumpu. Efek clamping tidak berfungsi dan inilah keunggulannya dibanding baut. Sambungan paku keling bekerjanya memakai mekanisme tumpu, meskipun demikian perilaku dalam memikul beban, sarna seperti baut mutu tinggi dengan mekanisme slip-kritis, yaitu tidak terjadi slip. Perhatikan bahwa mekanisme yang dimaksud, yaitu mekanisme slip-kritis dan mekanisme tumpu, adalah berbeda. Keduanya hanya dijumpai pada baut mutu tinggi yang dikencangkan khusus. Itu perlu dipahami, khususnya jika ingin menggabungkan kedua sistem dalam satu sambungan yang sama. Paku keling hanya bisa digabung dengan baut mutu tinggi dengan mekanisme slip-kritis (perlu pengencangan khusus). Jika digabung hanya dengan baut mutu tinggi tanpa mekanisme slip-kritis, maka yang akan bekerja menerima beban terlebih dahulu adalah paku keling, kedua sistem tidak bisa saling berbagi. Baru setelah paku keling rusak, sehingga terjadi slip, maka baut mutu tinggi dengan mekanisme tumpunya yang akan mengambil alih. Itu terjadi akibat adanya gap, yang diperlukan untuk pemasangan baut. Pada paku keling, gap secara otomatis terisi oleh paku keling yang panas dan ditekan selama proses pemasangan. Informasi lebih lanjut tentang baut dan paku keling, lihat ketentuan J1 - AISC (2010) tentang sambungan.

470

Bab 8. Sambungan Struktur

Meskipun paku keling mempunyai keunggulan, tetapi kenyataannya saat ini jarang ditemukan. Alasan yang dapat diketahui adalah [1] biaya pelaksanaan yang lebih mahal; [2] perlu inspeksi khusus yang teliti dan jika dijumpai yang reject perlu biaya mahal untuk menggantinya; [3] terjadi perkembangan semakin maju dan dapat diandalkannya sistem sambungan baut mutu tinggi dan las; [4] pelaksanaannya relatif bising dan mengganggu lingkungan. Meskipun paku keling tidak dipakai lagi, tetapi jika perlu spesifikasi materialnya dapat merujuk ketentuan ASTM AS02-03 "Standard Specification for Rivets, Steel, Structural", khususnya untuk paku keling struktur dengan diameter Vz ~ 1 Vz in. 8.2.3. Baut Era sistem sambungan dengan paku keling telah usai, saat ini alat sambung yang dapat diandalkan untuk perakitan struktur baja di lapangan adalah baut, tepatnya baut mutu tinggi. Ini bukan faktor ekonomi semata. Jika itu yang diutamakan, akan kalah dibanding sistem las. Sistem dengan baut dipilih karena relatifmudah dari sisi pengawasannya, sehingga hasilnya lebih dapat dijamin.

Ga mbar 8.7 Sambungan baut jembatan Kali Krasak, Sleman, DIY

Adapun kualitas sistem sambungan las tergantung tahapan proses pengerjaan. Sambungan las untuk konstruksi jembatan perlu hatihati, dan hanya dilakukan di bengkel kerja (workshop). Maklum, jika prosesnya tidak dilakukan sesuai prosedur yang benar, maka pengaruh panas yang terjadi akan mempengaruhi ketahanan baja pada jembatan, khususnya terhadap fatig.

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

471

Ada dua jenis baut di pasaran, baut biasa (ASTM A307) dan baut mutu tinggi (ASTM A325 dan A490), Pemilihan baut mutu A490 pada lingkungan korosif harus hati-hati. Perlindungan cara hot-dip galvanized tidak boleh dipakai, berisiko hydrogen embrittlement. Alternatif pelindung jenis lain, misal DACROMET®produk pelapis inorganic zinc-aluminum yang berbasis air (Brahimi 2006), Baut biasa (ASTM A307) disebut juga baut hitam atau baut mesin, terbuat dari baja kadar karbon rendah dengan kuat tarik 60 ksi atau 450 MPa (minimum), sarna seperti material baja A36, Baut dipasang dengan kunci pas biasa tanpa prategang (mekanisme tumpu) dipakai untuk profit hot-rolled atau cold-formed dengan beban statis, tanpa beban kejut atau bebas getaran, Jika ada risiko vibrasi maka untuk mecegah baut lepas perlu dipasang mur ganda (double-nut). Karena baut tipe ini mudah dibuat di bengkel bubut biasa maka kontrol mutunya diragukan, Sebaiknya hanya dipakai untuk non-struktur, kalaupun terpaksa hanya struktur sekunder saja, seperti gording atau purlin, Baut mutu tinggi A325 atau A490 dari baja karbon sedang, untuk sambungan profit baja hot-rolled atau cold-formed, Kuat tarik akan menurun sebanding diameternya, Tersedia dalam unit imperial (inch) atau metrik (mm), yang berciri kode "M" dibelakangnya, misal A325M dan A490M, dan tersedia mulai dari 1h in sampai I 1h in (imperial), sedangkan untuk satuan metrik adalah M16 - M36,

kepa/a baul

an 'ang baut

a). Komponen penyusun a lat sam bung

b). Bentuk lua r Ga mbar 8.8 Baut mutu ti nggi

472

Bab 8. Sa mbungan Struktur

Baut mutu tinggi menggantikan paku keling (rivet) karena kuat materialnya lebih tinggi, hampir dua kali lipatnya. Perbandingan kuat geser kedua jenis alat sam bung tersebut dapat dilihat pada kurva tegangan geser dan deformasi berikut (Munze 1967). 120 A490 Bolt

80

Shear Stress, KSI

A141 Bolt

0.20

0.10

0.30

Deformation, Inches

Gambar 8.9 Pe rba ndinga n mutu ba ut mutu tinggi dan paku keling (Mul1se 1967)

Untuk detail pemasangan baut mutu tinggi terhadap pelat sambungannya maka panjang baut perlu dipilih sedemikian sehingga bidang geser jangan tepat terjadi pad a bagian ulir. Kekuatan baut akan terpengaruh sekali, sebagaimana terlihat pada Gambar 8.10. 100

80

Load, Kips 60

40 20

H~~~ lol S

lot R

0.10

Lot a

Lot T

0.20

Deformation, Inches

Ga mba r 8.10 Pengaruh bida ng geser te rhadap uli r (Mun ze 1967)

Kemiringan bidang permukaan pada sambungan baut mutu tinggi dibatasi maksimum 1:20 (Munze 1967). Jika lebih kekuatannya akan berkurang, sehingga perlu diberi tambahan beveled washers.

Ga mbar 8.11 Beveled washers

Wiryanto Dewobroto - Struktllr Baja

473

Penempatan baut mutu tinggi, perlu dibuat teratur, berulang dan sebisa mungkin simetri. Adapun jarak atau spasi antar baut satu dengan Iainnya periu mengikuti aturan Rraktis yang ada, seperti :

Ga mba r 8.12 Jara k dan spasi baut

Spasi (S) antar baut dan jarak bersih. AISC (2010) menetapkan spasi (s) minimum baut antar lubang (semua tipe) sebesar s ~ 2.667d, dengan d diameter baut nominal, dan disarankan s ~ 3d. Persyaratan spasi ini dibuat, tidak untuk menjamin dari segi kekuatan, tetapi untuk segi pelaksanaan saja. Untuk konstruksi jembatan, AASHTO (2005) mensyaratkan s ~ 3d, dan itupun hanya berlaku untuk lubang standar. Jika lubang oversize atau lubang slot maka jarak bersih minimum ke tepi lubang lain pad a arah gaya tidak boleh kurang dari 2d. Jarak baut ke tepi sambungan (sJ AISC (2010) menetapkan, jarak titik pusat lubang standar ke tepi dari bagian sambungan St ~ 1.25d, tetapi tidak boleh lebih 12 kali tebaI pelat disambung atau 150 mm. Untuk lubang oversize atau slot-pendek perlu ditambah ± 2 - 5 mm, sedangkan lubang slotpanjang perlu ditambah lebih besar lagi, sebesar 0.75d. Khusus jembatan, AASHTO (2005) memberi syarat lebih ketat, St ~ 1.75d, dan tidak boleh Iebih 8 kali tebaI pelat tertipis, atau 125 mm. Toleransi pelaksanaan diperiukan untuk mengantisipasi ketidakpresisian ukuran, baik yang diakibatkan kondisi profilnya (pabrik) atau dari proses fabrikasi di bengkeJ. Bentuk toleransi diberikan dalam bentuk ukuran lubang baut yang diperbesar dari ukuran bautnya. Untuk menghindarLadanya variasi yang tak terbatas, AISC (2010) menetapkan standarisasi. Ukuran dan bentuk lubang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu stan dar; kebesaran (oversized); lubang oval dengan ruang bebas pendek (slot-pendek); dan lubang oval dengan ruang bebas panjang (slot-panjang), Gambar 8.13.

474

Bab 8. Sambungan Stru ktur

Bentuk dan ukuran lubang baut yang dipilih adalah sangat penting dan menentukan kinerja, khususnya untuk sambungan tipe geser. Pada sambungan tipe tersebut adanya ukuran lubang yang lebih besar dari baut adalah penyebab terjadinya slip. Sehingga dari situ akan timbul dua mekanisme kerja yang berbeda, yaitu slip kritis dan tumpu, pada baut yang sarna.

r

pelat sambungan

r-Ehl·-·m ~ ~2 ~

~:~

stan dar

oversize

slot-pendek

slot-panjang

Gam bar 8.13 Berbagai varias i lubang pada pemasangall ballt M20

Gambar 8.13 menunjukkan variasi bentuk lubang untuk baut M20 (sebagai contoh) sesuai standar AISC (2010). Untuk diameter lubang baut yang lain disajikan secara presisi dalam tabel berikut. Tabel8.1 Sta ndarisasi diameter lubang baut (metrik)


~

M16 M20 M22 M24 M2 7 M30 M36

Standard (dia.) 18 22 24 27 30 33

Oversize (dia.) 20 24 28 30 35 38

Siot-pendek (b*h) 18 x22 22x26 24x3 0 27x32 30 x37 33x40 d+3 d+8 (d+ 3) x (d+l0) Slimber: Tabel J3.3 M dari AlSC (2010)

Siot-panjang (h*h) 18x40 22x50 24x55 27x60 30x67 33x75 (d+ 3) x 2 hd '

Lubang oversized tidak boleh dipakai pada sambungan tipe tumpu. Tipe slot boleh dipakai jika arah gayanya tegak lurus arah. Lubang tipe slot-panjang juga sarna, bahkan posisi penempatannya hanya boleh pada salah satu sisi saja. Kecuali lubang standar, maka pemasangan baut harus dilengkapi dengan ring atau washer. Tipe Sambungan dan Kekuatan Baut Bentuk sambungan dan beban mempengaruhi orientasi gaya yang bekerja pada baut. Padahal kekuatan baut tergantung hal itu. Baut dibebani arah transversal (tegak lurus sumbu) menerima geser, disebut sambungan tipe geser. Bila dibebani arah longitudinal (searah sumbu), menerima gaya tarik. Kekuatan baut terhadap tarik lebih tinggi dibanding baut geser. Jadi meskipun bebannya sarna, tetapi jika digunakan bentuk sambungan yang orientasi baut berbeda, maka jumlah bautnya bisa saja berbeda.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

475

p

p

a). Geser di baut

p

b) . Tarik di baut

c). Baut tidak ke rja

Gamba r 8.14 Pengaruh orientas i beban terhadap baut

Gambar 8.14 menunjukkan tipe sambungan end-plate dan beban yang orientasinya berbeda dan menyebabkan gaya yang diterima baut juga berbeda. Gaya aksial tekan pada sambungan dialihkan end-plate tanpa keikut-sertaan baut. Secara teoritis tidak ada gaya bekerja pada baut. Bahkan tanpa digunakan bautpun, sambungan tentunya tetap dapat bekerja. Pada orientasi beban tertentu, baut juga dapat menerima gaya tarik dan gaya geser secara sekaligus (kombinasi), seperti berikut.

a). Momen kopel - geser

b). Gaya ta rik - geser

Ga mbar 8.15 Ba ut dengan gaya kombin as i (geser dan tarik)

ada juga konfigurasi sambungan yang mengakibatkan baut-baut akan bekerja pada kondisi gaya geser saja, lihat Gambar 8.16.

$

$

$

$

$

$

e

$

e

$

$

$

....

----------------------- ---- ---) -

p

Gambar 8. 16 Sa mbunga n tipe gese r untuk bata ng tarik

Apakah pada batang yang disambung menerima gaya aksial tarik atau tekan, baut-baut akan selalu menerima gaya geser saja. Jenis sambungan seperti ini, dikenal sebagai sambungan tipe geser.

476

Bab 8. Sambungan Struktur

Dengan merubah konfigurasi elemen-elemen sambungan, maka bisa saja konsol yang sebelumnya menerima gaya tarik dan geser sekaligus (Gambar 8.15) dapat berubah menjadi sambungan tipe geser saja. Konfigurasi yang baru dari sistem konsol tersebut adalah sebagai berikut. e



,

<1>' ,

p

p



I

<1>'<1> I "--<1>--------<1>" I -$-

II

$

<1>"<1> I "

a). Tampak Samping

b). Tampak Depan

Gambar 8.17 Sambunga n tipe geser untuk konsol

Dari berbagai konfigurasi sambungan, juga orientasi pembebanan yang bekerja, maka gaya internal yang terjadi pada alat sambung baut hanya berupa gaya tarik dan gaya geser, atau gabungan keduanya. Berdasarkan hal itu maka sambungan itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi sambungan tipe geser dan sambungan tipe tarik atau gabungan dari keduanya. Dari kedua tipe sambungan tersebut, maka sambungan tipe geser adalah yang relatif mudah cara pemasangannya. ltu diakibatkan oleh keberadaan lubang baut yang relatif lebih besar dibandingkan diameter baut yang dipasang, dan itu berfungsi sebagai toleransi pelaksanaan. Kalaupun ada ketidak-sempurnaan sambungan, dapat dibuat penyesuaian secara mudah. Adapun sambungan tipe tarik seperti end-plate harus dikerjakan secara presisi. Jika tidak, akan menyulitkan pelaksanaan nanti. Kekuatan baut terhadap tarik atau geser Esensi penting perencanaan sambungan adalah dapat memastikan elemen-elemen yang disambung memenuhi kriteria perencanaan. Bagian paling menentukan adalah alat sambung itu sendiri, yang relatif terbatas dan tertentu, yaitu baut. Meskipun distribusi gayagaya yang bekerja bervariasi, sesuai konfigurasi dari tata letaknya, tetapi untuk perencanaan dianggap terbagi rata pada semua baut. Asumsi ini bisa dan benar jika baut tidak hanya kuat dan kaku tetapi juga harus bersifat daktail.

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

477

Perilaku daktail menyangkut kondisi inelastis-nonlinier, tidak tergantung dari material penyusunnya saja, tetapi juga proses selama pembuatannya. Itu alasan mengapa sistem sambungan struktur utama hanya boleh dengan baut mutu tinggi. Adapun baut biasa hanya untuk bagian non-struktur. Spesifikasi baut mutu tinggi menurut ketentuan J3.1 AISC (2010) terdiri dari dua (2) grup utama, yaitu : •

Grup A-ASTM A325, A325M, F1852, A354 Grade BC, dan

A449 •

Grup B-ASTM A490, A490M, F2280, dan A354 Grade BD

Kuat nominal baut da n alat sambung berulir (seperti baut) untuk perencanaan sambungan tipe tarik dan tipe geser adalah berikut. Tabel 8.2 Kuat nominal baut dan bata ng be r ulir

Baut atau alat sam bung beruHr

Tarik (F",) MPa

Geser (Fnv) MPa

Keterangan

A 307 (baut mutu biasa)

310

188 (165)

non-struktur

372 (330)

geser pada uHr drat

457 (414)

geser pada grip polos

457 (414)

geser pada uHr drat

579 (520)

geser pada grip polos

0.45Fu (0.40 FJ

geser pada uHr drat

0.563 Fu (0.50 FJ

geser pada grip polos

A325 (baut mutu

tinggi) Jenis baut di Grup A

620

A490 (baut mutu

tinggi) Jenis baut di Grup B

alat sam bung dengan ulir (misal: baut angkur)

780

0.75 Fu

Catatan : kuat nominal geser di dalam kurung adalah menurut ketentuan AISC (2005), yang ternyata lebih keci!. Secara umum kuat geser baut menurut AISC (2010) naik sekitar ±12.5%.

478

Bab 8. Sa mbungan Struktur

8.2.4. Las Las (welding) jika dilakukan secara benar, merupakan suatu cara penyambungan logam yang relatif sempurna. Logam sambungan seakan-akan menjadi seperti satu kesatuan lagi. Oleh karena itu las menjadi satu-satunya cara yang ctipakai untuk menyambung pip a logam sebagaimana terlihat pacta Gambar 8.18.

Ga mbar 8. 18 Sambunga n las pipa a luminum (sumber : benkras now.blogs pot.co m)

Adapun definisi las adalah proses penyambungan logam (bisa juga non-logam) dengan membuat bagian yang disambung melebur (coalescence) menjadi satu kesatuan, dengan salah satu cara : [1] memanasinya sampai temperatur tertentu, dengan atau tanpa tekanan; [2] pemberian tekanan saja (tanpa pemanasan), dengan atau tanpa bahan pengisi (bahan penyambung). Definisi tersebut tentu sangat luas karena merujuk pacta American Welding Society (Connor 1987), yang mencakup bermacam jenis las, seperti [a] Arc Welding, [b] Solid State Welding, [c] Soldering, [d] Resistance Welding, [e] Allied Processes, [f] Oxifuel gas welding, [g] Brazing, dan [h] las spesial, misalnya electron beam welding, laser beam welding dan sebagainya. Dari berbagai jenis las tersebut, yang banyak dipakai oleh industri adalah Arc Welding. Suatu terminologi umum yang merujuk pada berbagai teknik las dengan busur-listrik (arc) sebagai sumber panas untuk melebur bagian logam yang disambung, misalnya : [1] arc stud welding, [2] gas shielded stud welding, [3] submerged arc welding, [4] gas tungsten arc welding, [5] gas metal arc weld-ing, [6] shielded metal arc welding, [7] atomic hydrogen welding, [8] arc spot welding, [9] arc seam welding, [10] carbon arc welding, [11] twin carbon arc welding, [12] gas carbon arc welding, [13] shielded carbon arc welding, (Sumber : US Army 1993).

Wirya nto Dewob ro to - Struktur Baja

479

Tipe las busur-listrik yang paling sederhana dan dikerjakan seeara manual adalah shielded metal arc welding (SMAW), Gambar 8.19.

Ga mbar 8.19 Las bus ur- listrik tipe SMAW (s umber: Wikimedia)

Disebut paling sederhana karena las busur-listrik SMAW hanya memerlukan kawat-las (electrode), mesin las (pembangkit listrik), dan asesori pelengkap. Meskipun demikian, untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan operator atau tukang yang ahli. Seeara umum konfigurasi peralatannya seperti pada Gambar 8.20. pemegang kawat las kawat las (electrode)

penghubung pada logam yang di las

Gamba r 8.2 0 Peralata n las bus ll r- li strik tipe SMAW (s umbe r : w ww.we ldco r.ca)

Las busur-listrik SMAW yang peralatannya yang relatif sedikit itu tentu relatif ekonomis untuk diadopsi, sifatnya yang portabel tentunya sangat coeok digunakan pada pekerjaan konstruksi yang umumnya juga bersifat mobile.

4 80

Bab 8. Sa mb ungan Struktur

Kawat-las (electrode) untuk pengelasan terdiri dari batang logam pengisi (penyambung) yang dibungkus dengan campuran kimia, yang disebutj7ux. Oleh sebab itu kawat-las disebut juga kawat-lasterbungkus, panjangnya 9" - 18" dan diameter 3/32" - 3/8".

Gambar 8.21 Kawat las dan kemasannya (sumber: www.welding.com.au)

Sebagaimana umumnya sambungan, kekuatannya ditentukan oleh bagian terlemah. Oleh sebab itu jenis kawat las yang dipakai juga harus menyesuaikan, jenis logam pengisi harus berkekuatan lebih besar dari logam yang disambung. Itu diperlukan sebab spesifikasi kawat las bisa bermacam-macam, sebagai contoh lihat Tabel 8.3. Tabel 8.3 Contoh spesifikasi kawat las

Merk dagang

Fy (MPa)

Fu (MPa)

Mutu

Catatan

Austarc 12P Austarc 13S Austarc 16TC Austarc 18TC Austarc 24

450 450 460 530 416

500 520 560 602 510

E6013 E6013 E7016 E7018 E7024

semua posisi posisi bawah dan atas kadar hidrogen rendah hidrogen terkontrol untuk las kecepatan tinggi

Catatan : Austarc adalah merk dagang Welding Industries of Australia

Pemilihan kawat las ternyata tidak ditentukan oleh kuat mekaniknya saja. Ada lainnya, seperti misalnya posisi pengelasan. Maklum tidak setiap kawat las cocok. Untuk itu biasanya terdapat petunjuk pada posisi apa kawat las itu dapat dipakai. Lihat Gambar 8.22.

Gambar 8.22 Simbol posisi pengelasa n pada kawat las (sumber: www.welding.com.au)

Note: F = fillet weld (las sudut), dan G = groove weld (las tumpul)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

481

Pengetahuan memilih kawat las yang tepat, pengaturan mesin las, sekaligus ketrampilan pengelasan itu sendiri, adalah kompetensi utama dari seorang tukang las, yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Kompetensi tersebut umumnya dapat diketahui dari sertifikasi keahlian dan juga daftar pengalaman yang dimilikinya. Karena mutu pengelasan banyak ditentukan oleh prosesnya maka menjadi kebiasaan, bahkan ada yang dijadikan persyaratan bahwa las hanya dipakai untuk sambungan komponen baja di bengkelkerja dan bukan di lapangan (proyek). Alasan yang mendasari, jika di bengkel-kerja maka akan tersedia infrastruktur dan ruang yang memungkinkan komponen ditempatkan pada posisi ideal. Selain itu, jika di bengkel-kerja maka kepastian untuk dikerjakan tukang ahli, akan lebih besar prosentasinya. Logikanya, tukang ahli tentu perlu digaji lebih besar dari tukang biasa. Karena perusahaan tak mau rugi, perlu dilakukan spesialisasi pekerjaan, tukang tersebut hanya mengerjakan pekerjaan yang sesuai keahlian, dan sebanyak mungkin. Itu tentu hanya terjadi jika menetap di bengkel-kerja, yaitu order pekerjaan mendatangi tukang yang ahli dan bukan sebaliknya. Karena alasan itu pula, kemungkinan besar tukang las yang dikirim ke lapangan adalah bukan yang paling ahli (yang ahli tentu sedang menyelesaikan order pekerjaan yang menumpuk). Kecuali hal itu, karena infrastukturnya tidak mendukung (karena di lapangan) maka posisi pengelasan menjadi tidak ideal (sulit). Akhirnya mutu pengelasan menjadi "tidak baiku. Untuk memahami cara kerja las, maka ditinjau las busur-listrik tipe SMAW dalam bekerjanya, yaitu ketika bagian ujung kawat las sebagai ujung katode dan bagian logam yang disambung sebagai ujung anode listrik, saling bertemu. Lihat Gambar 8.23. kawat las terbungkus (electrode covering)

\llW~~~~~~~~=-=~- kedalaman penetrasi

logam dasar

Gambar 8.23 Meka nis me peleburan loga m dengan las busur-li strik tipe SMAW (Sumb er : US Army 1993)

482

Ba b B. Sa mbunga n Struktu r

Saat terjadi pertemuan ujung anode dan katode dari aliran Iistrik, akan timbul panas tinggi yang sanggup meleburkan logam dasar dan kawat las. Adanya flux, pembungkus kawat las yang terbuat dari bub uk selulosa dicampur oksida, karbonat dan bahan lain dan dibentuk dengan pengikat silika, ikut juga terproses. Terbentuklah perisai atmosfer, yang berupa gas dan memisahkan bagian yang melebur tersebut dari udara luar. Selain itu juga dihasilkan slag sebagai hasil pelelehan flux yang akan melindungi lapisan logam yang melebur itu sampai kembali mengeras. Adanya panas tinggi yang sanggup melebur logam dan menjadikannya satu kesatuan adalah tujuan utama las. Meskipun begitu jika terjadinya panas itu tidak ditangani secara tepat, menyebabkan terjadinya retak pad a bagian las atau daerah metal yang terpengaruh oleh panas tersebut. Retak, kadang kala tidak terlihat dengan mata teianjang dari iuar, seperti pada Gambar 8.24.

a). Penga ruh hidroge n b). Lam elar tearing Gambar 8.24 Cacat pada proses pengelasan (Hi ck 2000)

Struktur dengan sambungan las harus menghindari adanya retak yang menyebabkan peiemahan. Bagaimanapun juga risiko retak akan meningkat jika [1] pelat yang disambung semakin tebal; [2] kandungan karbon atau logam paduan (al/oy)-nya semakin besar. Untuk menghindarinya maka [i] pakai prosedur kerja yang baik (tukang las ahli yang bersertifikasi); [b] pengurangan kekangan (kondisi jepit) atau kekakuan sambungan; [c] pakai material las berkadar hidrogen rendah; [d] mengatur kecepatan pendinginan (las) termasuk pengaturan besarnya arus Iistrik dan kecepatan pergerakan las, bahkan perlu diberikan pemanasan awal (preheat) terkontrol dan las secara berlapis-Iapis (Blodgett 1976). Sila retak terjadi pada struktur yang mendapatkan beban dinamik atau beban boiak-balik dalam jangka waktu lama, akan ada risiko terjadi keruntuhan fatig. Itu alasan mengapa sistem pengelasan untuk konstruksi jembatan (yang rawan fatig) harus dikerjakan secara seksama oleh yang ahli dan berpengalaman serta hati-hati.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

483

Las busur-listrik tipe SMAW dapat dipakai menyambung berbagai jenis logam, seperti baja karbon, paduan (alloy), stainless-steel, besi tuang, aluminum, tembaga dan nike\. Oleh karena itu, las dianggap sebagai cara penyambungan baja yang relatif sempurna, tidak ada pengurangan luas penampang atau mutu materia\. Misal untuk menyambung baja A36 (Fy 240 MPa) maka logam pengisi (kawat las) mutunya lebih tinggi (Fy 450 MPa), lihat Tabel 8.3, sehingga ketika keduanya melebur jadi satu kesatuan, kekuatan sambungan ditentukan yang terlemah, baja yang disambungnya. Jika dari segi mutu bahan tidak ada masalah, juga tidak ada syarat perlunya reduksi penampang untuk pemasangannya, maka yang menentukan kekuatan sambungan las adalah cara pemasangan las terhadap gaya yang bekerja dan dimensi las itu sendiri saja. Berbicara tentang pemasangan las maka akan banyak variasi yang dapat dibuat. Meskipun begitu jika ditinjau dari segi kekuatannya maka ada dua ciri pokokyang menentukan, yaitu las tumpul (buttweld), dan las sudut (fillet weld), lihat Gambar 8.25.

b). las sudut (fillet weld) a). las tumpul (butt weld) Gambar 8.25 Jenis las ditinjau dari segi pemasangannya

Ciri-ciri las tumpul (butt weld) bahwa las dikerjakan pada bagian penampang sebelah dalam sehingga ke dua elemen dapat melebur akan tersambung menjadi satu kesatuan. Untuk maksud tersebut, karena penetrasi las pad a logam terbatas maka untuk tebal pelat lebih dari ± 5 mm perlu pekerjaan persiapan, berupa alur (bevel) bentuk V atau V, baik dari satu sisi atau dua sisi secara sekaligus, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8.26. 60 DEG

L--_~~O TO 1/16(

'\ I

r--~\c=J 1/8~~ LO TO

~~1/8

1/8

A - SINGLE - V

.---_~~1/4

RAn

~ L 1116 TO C - SINGLE - U

rx;uBLE - V 45 DEG

45 DEG

Q1/4

B -

3/16

RAn

'---_~><~1/16 TO\/16 0 - OOUBLE - U

Gambar 8.26 Bentuk alur pada la s tumpul untuk pelat tebal - unit I NCH (US Army 1993)

484

Bab 8. Sambunga n Struktur

Alur itu diperlukan untuk maksud fabrikasi, sehingga ketika sudah selesai proses pengelasannya maka untuk ukuran las yang sarna, meskipun bentuk alur beda, maka kekuatannya akan sarna juga. Karena logam pengisinya mempunyai kekuatan lebih besar dari logam dasar (harus dipastikan), secara teoritis kuat sambungan las tumpul, adalah sarna seperti penampang aslinya. Jenis las ini dipakai untuk penyambungan profil baja yang kurang panjang. Karena kuat sambungan lebih besar dari batang yang disambung, dapat dianggap seperti batang utuh tanpa sambungan. Tidak setiap elemen-elemen yang disambung dapat ditempatkan secara sebidang. Untuk itu maka jenis las sudut menjadi alternatif karena banyak variasi yang dapat dibuat, lihat Gambar 8.27.

Ga mba r 8.27 Apli kas i sa mbunga n denga n las sudut (US Army 1993)

Karena posisi las sudut ada di bagian sudut luar, serta mempunyai ketebalan yang bisa bervariasi, maka kuat nominal sambungannya akan bervariasi juga. Kecuali itu, orientasi las yang tidak langsung menyebabkan tegangan internal pada las adalah tegangan geser yang kapasitasnya lebih rendah dibanding tegangan tarik biasa. Selain persyaratan kekuatan, ternyata ukuran las dan ketebalan pelat terkecil yang dilas mempengaruhi proses pendinginan. Jika las terlalu kecil dapat dimungkinkan terjadinya pendinginan cepat yang menyebabkan material menjadi lebih getas (brittle). Untuk itulah, AISC (2010) menetapkan ukuran minimum las sudut untuk suatu ketebalan pelat tertentu yang disambung. Tabel 8.4 Teball as sudut minimu m (A lSC 20 10) Tebal Pelat Sam bung Terkecil

Las Sudut Minimum

s 6mm 6 mm - 13 mm

3 mm S mm

13 mm - 19 mm

6mm

> 19 mm

8 mm

Sebelum mempelajari detail sambungan las, khususnya las sudut, maka ada baiknya terlebih dahulu melihat kinerja sambungan las berdasarkan hasil uji eksperimental yang pernah dilakukan.

Wirya nto Dewobroto - Struktu r Baja

485

Uji eksperimen ini dapat menjadi petunjuk bagaimana bagusnya sistem sambungan las dibanding sistem sambungan lain. Blodgett (1976), menguji empat kelompok sambungan las, masing-masing mewakili ketidak-sempurnaan pekerjaannya, yaitu [1] undercut (pengurangan tebal pelat akibat panas); [2] undersize (ukuran las yang kurang dari spesifikasinya); [3] lack of fusion (peleburan logam yang tidak menyeluruh); dan [4] porositas (adanya ronggarongga). Hasil ujinya masing-masing adalah sebagai berikut.

~",q~Jt2A~~~ reduksi penampang (dalam %)

7.6%

9.6%

15.0%

Gambar 8.28 Uji sa mbunga n terhada p penga ruh"undercut" (Blodgett 1 976)

Gambar 8.28 menunjukkan 4 sampel uji sambungan untuk melihat pengaruh undercut. Sampel pertama relatif utuh, yang undercut adalah yang ke-2, 3 dan 4 sehingga luas penampangnya berkurang sampai 15% (maksimum). Meskipun demikian, pad a keseluruhan sam pel, bagian yang putus adalah pelat bukan sambungan lasnya.

pel at 112: kuat tarik batas

i I . II

I

II . II

~~~~ 29,000 29,000 29,000 24.600

Ga mbar 8.29 Uji sa mbunga n terhada p pengaruh "undersize" (Blodgett 1976)

Ada petunjuk praktis (Blodgett 1976) bahwa untuk menyambung pelat sekuat profil, diperlukan las sudut minimal 75% tebal pelat. Hasil uji empiris (Gambar 8.29) membuktikan itu, bahkan aman sampai tinggi las sudut hanya 62.5% dari tebal pelat atau 5/16".

486

Bab 8. Sa mbungan Struktur

Kegagalan baru terjadi jika tinggi las sudut hanya 50% tebal pelat, yaitu %", sehingga putus pada sambungan las. Meskipun demikian tegangan maksimum di las adalah 12,300 Ibs / per linier inch atau sekitar 5 x lipat tegangan ijin per inch untuk las %" menurut AWS, yaitu sebesar 2400 Ibs (Blodgett 1976). Kondisi di atas menunjukkan bahwa faktor keamanan (SF) untuk las relatif sangat tinggi, bandingkan dengan faktor keamanan baja berdasarkan cara ASD (Allowable Stress Design), yaitu SF = 1.5 terhadap Fy' Jika rasio FjFy= 450/240 = 1.875 maka SF terhadap keruntuhan hanya 2.8125, jauh lebih kecil dari las, yaitu 5. Itu berarti profil baja dengan sambungan las, jika diuji tarik sampai putus maka yang gagal terlebih dahulu adalah profil baja. Tentu saja jika sambungan las tersebut dikerjakan dengan baik. Uji berikutnya adalah pada sambungan las tumpul. Lack of fusion atau logam yang tidak melebur secara sempurna, dianggap terjadi karena ketebalan sekat pemisah alur (Gambar 8.30). Oleh sebab itu pada pengujian ini tebal sekat pemisah alur dibuat bervariasi, mulai dari 12.5% sampai 31% dari tinggi penampangnya.

semua las diratakan dengan mesin gerinda



k'

'Io'~~~a;'

1/8' ~3/16'~ 1/4' ~ 5/16~ 12.5%

18.8%

25%

31%

Gambar 8.30 Uji sa mbunga n terhadap pengaruh "lack affusion" (Blodgett 1976)

Pada berbagai kondisi lack offusion buatan tadi. Semua sam pel uji putus di pelatnya, kecuali yang 31 %, putus di sambungan las. Itu artinya pengaruh panas las mampu melebur sampai kedalaman 25%. Sehingga ketika sekat logam melebihi itu, yaitu 31 %, panas tidak bisa menjangkau sehingga meleburnya tidak sempurna, dan sambungan las menjadi lemah dibandingkan penampang utuh.

Wi ryan to Dewobroto· Struktur Baja

487

Tinjauan terakhir adalah porositas akibat meleburnya logam yang tidak sempurna pada saat pengelasan. Porositas pada sam pel uji berikut dilihat dengan bantuan alat radiograph.

Gambar 8.31 Pengaru h porosi tas pada sam bunga n las (Blodgett 1976)

Sam pel #1 memperlihatkan jumlah porositas yang lebih banyak dibanding sam pel #2 yang dianggap utuh (tanpa terlihat adanya porositas) . Meskipun demikian, kedua sambungan tadi ketika diuji tarik sampai putus maka yang mengalami kegagalan adalah pada bagian pelat (baja) dan bukan pad a sambungan las, meskipun ada yang mengandung porositas. Berbagai uji eksperimen tersebut menunjukkan bahwa sistem las dapat dengan mudah menghasilkan sambungan yang kekuatannya sarna seperti batang yang disambung. Tentu saja jika ukuran las mendekati atau sarna dengan ukuran pelat yang disambungnya. Dengan demikian secara teoritis, sistem sambungan dengan las tumpul, jika pelatnya disambung penuh maka kekuatannya sarna seperti pelat utuh. Pengawasan lebih kepada proses pengerjaannya dan diperiksa kemungkinan adanya retak akibat panas yang ditimbulkan dan pendinginan yang terjadi. Sedangkan yang perlu direncanakan adalah sambungan las sudut. ltu perlu karena ukurannya bisa bervariasi, baik dari segi panjang atau tebalnya. Meskipun demikian untuk sambungan las sudut dengan konfigurasi seperti Gambar 8.29, maka petunjuk praktis dari Blodgett (1976) dapat dipakai, agar sekuat pelat maka harus disediakan las sudut dengan tinggi 0.75 tebal pelatnya. Untuk sambungan dengan konfigurasi yang lain, perlu diperiksa tegangan geser yang terjadi pada las. Untuk itu perlu dipelajari tentang detail penampang las sudut sebagaimana gambar berikut.

488

Bab 8. Sambungan Stru ktur

Gambar 8.3 2 Karakter pena mpang las sudut

Bentuk aktual di lapangan bisa berbeda dari Gambar 8.32, tetapi yang penting dari penampang las sudut yang ditinjau adalah dapat dibuat bentuk segitiga (garis putus-putus). Untuk itu tentu perlu diperiksa ujung siku atas dan ujung siku bawah, bagian las yang berlebihan diabaikan, tetapi tidak boleh kurang. Oimensi las sudut ditentukan dari tinggi segitiga. Adapun bagian yang perlu ditinjau tegangan gesernya adalah throat yang merupakan tebal kritis atau potongan penampang terkecil dari bentuk segitiga tersebut.

p

Gambar 8.33 Dimens i las s udut untuk perhitungan tega nga n gese r

Prinsip perhitungan las relatif sederhana. Jika dimensi las sudut seperti Gambar 8.33 maka tegangan gesernya adalah T = PI(Lt), harus lebih keeil dari T ... . Menurut AWS 01.1 maka T ... = 0.4 a IJln IJl n y logam dasar. Itu tentunya mengaeu konsep pereneanaan elastis, berdasarkan beban kerja (tanpa beban terfaktor). Untuk LRFOAISC dengan beban terfaktor, P maka kuat nominal las sudut: 1/

Pu:5 Rn dengan R" = F"w Awe .......... .... .................... (AI Se 12-3)

dimana =0.75, Awe=t.L (lihat Gambar 8.33), Fnw=0.6FEXX ' dan FEXX adalah kuat tarik kawat las, untuk mutu E60xx, FEXX = 430 MPa; untuk E70xx , FEXX = 490 MPa; dan untuk E80xx, FEXX = 550 MPa (AWS 01.1-2008). Bandingkan dengan kawat las pada Tabel 8.4, maka nilai di atas eukup konservatif dipakai pada pereneanaan.

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

489

Setelah dilakukan perhitungan, perlu diungkapkan dalam gambar. Untuk itu simbol standar dari AWS dapat digunakan. Pada uraian ini hanya diambil secukupnya terkait las tumpul dan sudut, yang biasa digunakan pada pekerjaan konstruksi saja. Tabel 8.5 Simbollas dan aplikasi nya CAWS 2000)

Keterangan Las sudut 1· sisi saja

Las sudut 2·sisi sama

Las sudut 2-sisi berbeda

Sekeliling profil WF disambung dengan las sud ut ke pelat landasanan

Las tumpul alu r-V ganda

Las tumpul alur-V tungga l

Las tumpul dan sud ut sekaligus antara batang bulat baj a dan pelat landasanan

Penampang aktual

~~.

I

Gambar simbol

IV

5116

V

~f

IV 1~~

'"Y-W-:r [8]

IV :~

T

T

II

II

dtJ )l!,,", " ~

r==9

}

1~

ltJT ~ '"I

}

~

}

'"

I

Catatan : unit satuan dalam inch, dapat diubah sesuai kebutuhan.

490

Bab B, Sambungan Stru ktur

8.3. Sambungan Baut Tipe Geser 8.3.1. Umum Perencanaan sambungan baut tipe geser (Gambar 8.16) adalah yang pertama akan dibahas, maklum jenis tersebut banyak dipakai dan relatif mudah pelaksanaannya. Karena lubang baut berada langsung di batang, maka luas penampang jadi berkurang. Berarti pembahasan ini juga relevan dipelajari untuk perencanaan batang tarik (lihat Bab 4) . Pada perencanaan batang tarik, reduksi luas penampang akibat lubang baut diperhitungkan sebagai luas penampang netto (All). Adanya detail sambungan yang bervariasi, disesuaikan dengan proses fabrikasi dan kemudahan erection, maka bisa saja terjadi bahwa tidak seluruh luasan penampang pada batang tarik akan tersambung dengan baik (Gambar 4.13a). Pengaruhnya tersebut diperhitungkan pada parameter luas penampang efektif (AJ Oengan mempelajari strategi perencanaan sambungan secara detail pada bab ini, diharapkan data yang diperlukan untuk batang tarik dapat diperoleh secara akurat sehingga perencanaan dan perakitan struktur baja akan menjadi semakin handal dan ekonomis. 8.3.2. Perilaku keruntuhan sambungan Konfigurasi sambungan baut tipe geser dan cara pemasangan baut mutu tinggi, ternyata saling terkait dan mempengaruhi kekuatan dan kekakuan sambungan itu sendiri. Keterkaitan itu sangat khas, bahkan menghasilkan dua mekanisme pengalihan gaya-gaya yang berbeda, yaitu mekanisme [1] slip-kritis dan [2] tumpu.

Pemasangan baut mutu tinggi dengan prategang (J3.1-AISC 2010), seperti: putaran mur (turn-oJ-nut), indikator-tarik-langsung, bautkontrol-tarik-putus, atau kunci-torsi-terkalibrasi, menyebabkan sambungannya jika diberi beban sampai kondisi batas akan memperlihatkan dua mekanime tersebut. Jika gaya prategangnya tidak mencukupi, akibat proses pemasangan tidak sempurna, misalnya sekedar snug-tight-joint saja, maka hanya mekanisme tumpu saja. Sambungan baut dengan mekanisme slip-kritis atau tumpu, tidak bisa dibedakan dari tampilan fisiknya saja. Maklum mekanisme tersebut hanya akan terlihat setelah diberikan pembebanan. Jika pada beban rencana, baut tidak mengalami slip (tetap ditempat), maka saat itu mekanisme slip-kritis sedang bekerja. Kekuata nnya tergantung dari besarnya tahanan friksi yang terj adi. Sebaliknya, jika pada saat dibebani, baut mengalami slip, maka mekanisme tumpu telah bekerja.

Wiryanto Dewobroto . Str uktur Baja

491

Perilaku mekanisme slip-kritis dan mekanisme tumpu dapat dipelajari dari grafik hubungan beban-deformasi dari satu sambungan baut tipe geser yang diuji tarik sampai putus (Kulak et. a1. 2001). kerusakan baul ujung 1600

c: co

.c Q) In

mekanisme lumpu (dan geser)

. . .,.". ---i----mekanisme slip-kritis (tahanan Inksi)

Perpanjangan sambungan (In .)

Ga mba r 8.3 4 Ku rva P-L'! sa mbunga n ba ut mutu tin ggi (Kulak e t.a!' 2001)

Jadi apakah sambungannya adalah mekanisme sJip-kritis atau mekanisme tumpu adalah tergantung dari terjadinya slip (posisi baut bergeser karena ada gap akibat lubang yang lebih besar dari baut) saat dibebani. Agar mekanisme dapat bekerja terus, maka harus dipastikan bahwa beban yang bekerja harus lebih kecil dari tahanan friksi pelat atau beban kritis yang menyebabkan slip. ltulah mengapa disebut sambungan slip-kritis. Sambungan slip-kritis adalah sambungan yang direncanakan tidak mengalami slip. Sistem itu diperlukan untuk mengatasi terjadinya beban bolak-balik (misal tarik jadi desak atau sebaliknya), yang umumnya ada pad a jembatan. Jika itu berlangsung terus-menerus, pada waktu lama maka struktur akan berisiko tinggi mengalami kerusakan fatig, yaitu keruntuhan pada kondisi tegangan elastis. Tentu saja tidak semua sambungan harus mempunyai ketahanan seperti itu. Bangunan gedung misalnya, sambungannya cukup direncanakan terhadap mekanisme tumpu saja, agar jumlah baut yang diperlukan lebih sedikit, yang berarti lebih ekonomis. Untuk sambungan yang banyak bautnya, slip tidak terjadi secara sekaligus, tetapi bertahap. Ketika belum ada slip, mekanisme yang bekerja adalah mekanisme slip-kritis yang dihasilkan dari tahanan friksi permukaan sambungan. Itu alasannya mengapa permukaan tersebut tidak boleh dicat terlebih dahulu sebelum baut dipasang.

492

Bab 8. Sa mbunga n Stru ktll r

Ketika dibebani, tahanan friksi di bagian sambungan baut terluar, akan diaktifkan. Ketika beban bertambah dan melewati batas slipkritis, terjadilah slip. Saat itu baut terluar berubah cara kerjanya. Jika awalnya baut tidak mengalami kontak dengan pelat sambung, hanya sebagai klem untuk menimbulkan tahanan friksi. Maka saat terjadi slip berubah ke mekanisme tumpu, terjadi kontak langsung dan mengalami tegangan geser. Elemen sambungan akibat kontak dengan baut juga mengalami tegangan tumpu dan geser. Jika beban ditambah terus, baut terluar dengan mekanisme tumpu mengalami plastifikasi. Jika baut daktail akan terjadi deformasi tanpa mengalami kerusakan (plastifikasi). Ketika terjadi, beban lebih akan didistribusikan ke baut di sebelah dalamnya. Itu terjadi secara berturut-turut untuk akhirnya semua baut mengalami slip. Perilaku slip pada sambungan dapat dilihat sebagai berikut.

P,-

(

(0 (II a!f( cr~: r:~ (I( 0II(~c

Case 1. No ",P

p, - (

- O.5Pz - O.5Pz

Case 2 Partial slip

P3

(:-:;r:::;r.a~(!~(o~(!~((~~

_-r--rL(

{-;r:::r.: : :

: ::: :

Case 3 Full slip

Skema bergambar yang mewakili tiga kondisi perpindahan titik-titik pada sambungan baut mutu tinggi.

- - - - Case 1 - - - Case2 - - - - Case3

lahanan Inksl makslmum

I

tahanan friksl

belum bekeqa

Gambar 8.35 Mekanisme perpindahan pada sa mbunga n (Kulak et.al 2001)

Gambar 8.35 dari Kulak et. al (2001) mem perlihatkan bagaimana taha pan pengalihan gaya-gaya pad a sambungan baut mutu tinggi dengan pengencangan khusus. Ada du a mekanisme yang bekerja, yaitu mekanisme slip-kritis dan mekanisme tumpu.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

493

Case 1 - no slip: terjadi mulai dari awal pembebanan sambungan sampai batas slip-kritis tercapai. Baut mutu tinggi hanya memikul tegangan tarik aksial akibat prategang saat pengencangan. Pada kondisi ini mekanisme yang bekerja adalah mekanisme slip-kritis. Kekakuan sambungan dihasilkan dari tahanan friksi, yang timbul ketika dibebani sebagai fungsi kekasaran permukaan dan besarnya gaya prategang yang menimbulkan efek jepitan (clamping). Tahanan friksi mula-mula timbul pada permukaan elemen-elemen sambungan di daerah baut yang terletak di sisi terluar (pinggir). Case 2 - partial slip: jika beban ditingkatkan maka tahanan friksi juga meningkat sampai suatu kondisi dimana tahanan yang terjadi tidak kuat lagi untuk menahan beban yang bertambah. Saat itu akan terjadi slip, sehingga disebut juga kondisi batas slip-kritis. Karena tahanan friksi mulainya dari bagian sambungan paling luar, maka baut yang terluar itu pula yang mencapai kondisi batas sJip-kritis terlebih dahulu. Baut terluar mengalami slip, tahanan friksi hilang, bagian pelat terluar memikul tegangan tersebut sehingga terjadi plastifikasi, yaitu pad a kondisi tegangan tetap (yielding) terjadi deformasi. Itulah mengapa pada Case 2 ini, pelat sambungan yang berdeformasi hanya di bagian pinggir, ada pun yang bagian tengah masih terjadi kondisi no-slip. Kekuatan baut pinggir memikul beban akan timbullagi ketika akibat slip terjadi kontak antar permukaan baut dan pelat sam bung. Terjadilah mekanisme tumpu pada baut terluar, adapun baut di bagian dalam masih mekanisme slipkritis. Inilah yang dimaksud dengan partial atau sebagian itu. Case 3 - full slip: terjadinya slip baut dan deformasi pelat bagian terluar menyebabkan gaya-gaya terdistribusi pada baut di sebelah dalam. Mula-mula prosedurnya seperti baut terluar sebelumnya, begitu seterusnya secara bertahap menuju baut ke tengah. Akhirnya semua baut pada sambungan mencapai batas slip-kritis, dan terjadi slip. Akhirnya semua baut akan bekerja dengan mekanisme tumpu. Pada kondisi tersebut beban dapat ditingkatkan sampai salah satu, apakah baut atau pelatnya yang runtuh terlebih dahulu. Mekanisme pengalihan gaya-gaya dipengaruhi oleh slip dan plastifikasi elemen sambungan. Slip dapat terjadi karena lubang baut mempunyai ukuran yang lebih besar dari diameter bautnya. Ini diperlukan untuk toleransi pelaksanaan. Adapun sifat plastifikasi tergantung jenis material, apakah termasuk material yang daktail atau tidak. Itu alasannya mengapa pada kedua parameter tersebut dipersyaratkan cukup ketat oleh AISC (2010).

494

Bab 8. Sambunga n Struktur

8.4. Mekanisme Slip-kritis Baut 8.4.1. Umum

Sambungan baut mutu tinggi tipe-geser dengan mekanisme slipkritis atau sambungan slip-kritis dipilih untuk konstruksi yang didominasi beban dinamik atau beban bolak-balik berganti tanda, yang umum terjadi pada jembatan atau mesin industri. Meskipun kekuatannya lebih kedl dibanding sambungan mekanisme tumpu, tetapi dipilih karena efektif mengurangi risiko kerusakan fatig. Kuat sambungan slip-kritis dihasilkan dari tahanan friksi bidang kontak pelat akibat adanya gaya prategang di baut mutu tinggi yang dikencangkan khusus. Mekanisme pengalihan gaya-gayanya dapat digambarkan sebagai berikut, lihat Gambar 8.36. prategang di baut

Gambar 8.36 Mekanisme slip-kritis

Tahanan friksi sifatnya pasif, sebagai reaksi beban luar. Besarnya tergantung dari gaya prategang dan kondisi permukaan kontak. Sambungan slip-kritis memerlukan pekerjaan persiapan khusus, misal sand-blasting, dan tahapan pengecatan yang khusus. 8.4.2. Gaya tarik prategang minimum

Besarnya gaya tarik prategang minimum pada baut mutu tinggi telah ditetapkan oleh AISC (2010) sebagai berikut. Tabel8.6 Prategang baut minimum (J3.1 - AISC 2010)

Diameter (mm)

(inch)

'/, '/, '/, ' /, 1 1'/, 1'/, 1' / , 1'/,

A325 (Grup A)

A490 (Grup B)

(kips)

(kN)

(kips)

-

12

-

15

-

M1 6

19 28 39

24 35

114

M20 M22

91 142 176

M24 M27 M30

51 56

205 267

71 85

475

103

-

M36 -

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

326

49 64 80 102 121 148

(kN)

179 221 257 334 408 595

-

495

Gaya prategang Tabel 8.6 adalah gaya tarik efektif minimum pada baut. Jadi bukan besarnya momen torsi dari kunci-torsi yang jadi ukuran. Momen torsi akibat proses pengencangan dengan kunci torsi bisa saja tidak semuanya tersalur jadi gaya prategang tersebut. Itu terjadi biasanya karena friksi antara mur dan baut yang kurang baik. Prosedur pengencangan baut mutu tinggi yang tepat adalah kunci utama agar gaya prategangnya tercapai. 8.4.3. Koefisien permukaan sambungan Selain proses pengencangan baut mutu tinggi, kinerja sambungan mekanisme slip-kritis sangat tergantung pekerjaan persiapan permukaan elemen yang disambung. Untuk pekerjaan persiapan yang berbeda akan menghasilkan koefisien friksi permukaan, 11. yang beragam pula sebagaimana terlihat pada Tabel8.7 berikut. Tabel8.7 Koefisien Friksi ,enis baja A7, A36, A440 A7,A36,A440, Fe37, Fe52 A588 Fe37 A36, Fe37, Fe52 A514 A36, Fe37 A36, Fe37, Fe52 A7,A36,A514,A572 A36, Fe37 A7, A36 A36

(~)

dari berbagai penelitian (Kulak et.a l. 2001)

pekerjaan persiapan permukaan mean bersih ska la pabrik bersih skala pabrik bersih skala pabrik grit-blast grit-blast grit-blast grit-blast terbuka [singkat) grit-blast terbuka (singkat) sand-b last hot-dip galvanish semi polished vinyl wash (sejenis cat dasar) cat berbahan dasar seng (zinc) metallized galvanish dan sand-blast sand-blast & minyak linseed cat timbal merah

I melli (red lead)

0.32 0.33 0.23 0.49 0.51 0.33 0.53 0.54 0.52 0.18 0.28 0.28 0.30 0.48 0.34 0.26 0.06

standar jumlah deviasi sampel 0.06 180 0.07 327 0.03 31 0.07 167 0.09 186 0.04 17 0.06 51 0.06 83 0.09 106 0.04 27 0.04 12 0.02 15 -3 -2 -1 0.01 3

--

6

Koefisien friksi, 11. tergantung pekerjaan persiapan permukaannya. AISC (2010) menyederhanakannya dengan dua mutu, kelas A dan kelas B serta nilai 11. terkait. Permukaan kelas-A adalah permukaan baja bersih tanpa cat, atau permukaan baja hasil blasting tetapi dilapisi dengan coating kelas A, atau baja dengan hot-dip-galvanish yang dikasarkan. Pada kondisi permukaan seperti itu maka nilai 11. = 0.3 untuk perencanaan. Permukaan kelas-B adalah permukaan bersih baja hasil blasting dan tanpa cat, kalaupun ada cat harus jenis coating kelas 8. Pada kondisi permukaan seperti itu nilai 11. =0.5 untuk perencanaan.

496

Bab B. Sambungan Struktur

B.4.4. Tahanan s/ip-kritis nominal

Besarnya tahanan slip untuk kondisi batas slip atau RI1 untuk baut mutu tinggi yang didasarkan AISC (2010) adalah sebagai berikut: Rn =11 Duhf Tbns ... ...... ...... .. ... ... ............................ .. (AI SC )3-4)

dimana J.l

Du

koefisien slip rata-rata, tergantung kondisi permukaan. Pekerjaan persiapan mutu kelas-A adalah 11 = 0.3, untuk mutu kelas-B (lebih ketat) adalah J.l = 0.5.

= 1.13

, adalah faktor pengali yang merepresentasikan gaya prategang baut rata-rata terpasang dengan gaya tarik baut prategang minimum.

hf

faktor terkait adanya pelat pengisi [filler), jika tidak ada filler atau hanya 1 filler maka hf = 1.0, jika ada 2 filler dian tara pelat sambung maka hf =0.85.

Tb

gaya tarik baut prategang minimum sesuai Tabel4.4 atau Tabel J3.1M (AISC 2010).

ns

jumlah permukaan yang menimbulkan bidang kontak, untuk konfigurasi sambungan Gambar 8.36 maka ns =2.

Kuat batas slip-kritis, Ru = <j> Rn ' dim ana nilai <j> tergantung bentuk dan ukuran lubang bautnya. Jika lubang standar atau lubang slotpendek yang dipasang tegak lurus arah beban, <j> = 1.0. Untuk lubang oversize dan slot-pendek tetapi dipasang sejajar arah beban maka <j> = 0.85. Jika lubangnya adalah slot-panjang maka <j> = 0.70. Kuat batas slip-kritis dipakai untuk menentukan jumlah baut pada suatu sambungan. Untuk itu tentu perlu diketahui terlebih dahulu besarnya gaya maksimum atau minimum dari berbagai kombinasi pembebanan yang akan bekerja di sambungan. Karena jika gaya aksi yang terjadi melewati besarnya tahanan slip-kritis, maka kekuatan friksi pada sambungan tidak bisa diharapkan, alias hilang. Selanjutnya jika terjadi slip, maka mekanismenya akan berganti menjadi mekanisme tumpu. Itu menyebabkan ketahanan terhadap fatig tidak bisa diharapkan lagi, yang berarti berisiko tinggi untuk mengalami keruntuhan di bawah tegangan leleh (masih elastis) .

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

497

8.5. Mekanisme Tumpu Baut 8.5.1. Umum

Semua baut mutu tinggi yang dipasang harus dikencangkan secara khusus, sehingga ketentuan prategang baut minimum, Tabel J3.1M (AISC 2010), terpenuhi. Oleh karena itu mekanisme tumpu hanya terjadi jika mekanisme slip-kritis gagal, ditandai terjadinya slip. Istilah gagal, tidak berarti bahwa kondisinya telah runtuh, bukan itu, tetapi karena tahanan friksinya tidak lagi bekerja. Secara fisik pada sambungan itu hanya ditandai oleh adanya slip, tidak lebih tidak kurang. Fenomena itu tentu akan diabaikan oleh yang awam. Adapun mekanisme tumpu yang menggantikannya, berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan fatig.

Ga mbar 8.3 7 Kerusaka n sa mbunga n denga n meka ni sme tumpu (Wij aya 2011)

Fatig atau kelelahan, adalah fenomena keruntuhan materiallogam yang terjadi pad a kondisi tegangan relatif rendah, sebelum leleh (elastis). Kondisi ini biasa dijumpai di konstruksi yang mengalami siklus beban bolak-balik, misal kondisi beban tertentu tarik, tetapi kondisi lain menjadi tekan. Beban seperti itu umumnya merujuk pada beban bergerak yang terjadi terus menerus. Oleh sebab itu kerusakan fatig umumnya terjadi setelah bertahun-tahun kemudian. Konstruksi yang berisiko tinggi mengalami kerusakan fatig adalah jembatan, bangunan industri seperti conveyor-belt atau crane, atau untuk struktur pemikul mesin dengan getaran tinggi.

Gam ba r 8.38 Kerusa kan loga m a kibat fa tig (Intern et : Jenkin s - Kh anna).

Ada pun sambungan baut tipe geser bermekanisme tumpu adalah didasarkan pada kondisi bagaimana memanfaatkan material secara maksimal, yaitu sampai kondisi inelastis (Fy dan FJ Wajar jika dengan mekanisme ini kapas itasnya akan lebih besar, atau dengan

498

Bab B. Sambunga n Stru ktur

kata lain, jumlah baut perlu relatif lebih sedikit dibanding jika memakai mekanisme slip-kritis. Tetapi perlu diingat perencanaan dengan mekanisme tumpu hanya valid jika jenis bebannya tidak berisiko fatig. Jika ada, maka apa yang direncanakan itu tidak akan terpenuhi karena kerusakan fatig akan mengambil alih. Baut pada mekanisme slip-kritis adalah penyedia gaya prategang sehingga terjadi efek clamping pada permukaan kontak yang menimbulkan tahanan friksi (slip-kritis). Pada baut tidak ada pengalihan gaya-gaya sambungan, hanya gaya aksial prategang saja. Kondisi akan menjadi berubah ketika gaya luar, P lebih besar dari tahanan slip-kritis akibat efek clamping sehingga terjadi slip. Pelat sambung saling bergeser di arah berlawanan, lihat Gambar 8.39. ([""i'"J r

O.5~lpelat_A

~ ~tumpu pelat

ct.: ]

""'~" 7@

O.5P

geser baut

slip

I:]

pel. t-B

I

~

P

W

a). potongan

tumpu pelat

slip

b). tampak atas Gambar 8.39 Mekani sme tumpu

Pelat·A dan C bergeser ke kiri, dan pelat-B yang diapit keduanya, bergeser ke kanan, saling berlawanan. Pergeseran pelat atau umum disebut sebagai slip, berhenti ketika terjadi kontak dengan baut, berupa tumpu atau bearing. Pelat di belakang bidang tumpu ditahan oleh dua bidang geser (garis putus-putus Gambar 8.39). Jadi tahanan tumpu baut ditentukan oleh tahanan tumpu-pelat dan sekaligus tahanan geser-pelat, nilai terkecil yang menentukan.

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

499

8.5.2. Kuat tumpu baut kuat tumpu pel at sambungan dari AISC (2010) memperhitungkan pengaruh deformasi. Jika besarnya itu akan mempengaruhi fungsi struktur sehingga kekuatannya perIu dibatasi maka dapat dipakai rumusan berikut dengan mengambil nilai yang terkecil :

R" = 1.2 Iet Fu

$;

2.4 d t Fu ....... ... ... ....... .. ... .... ... .... ....

(AI SC j3-6a)

Parameter pertama (1.2 Ie t FJ didasarkan pada kuat geser pelat di belakang bidang tumpu. Nilai 1.2 diperoleh dengan asumsi kuat geser pelat dibatasi sebesar 0.6 Fu yang dipikul oleh dua bidang geser sejarak d, Iihat garis putus-putus pada Gambar 8.39. Adapun parameter kedua (2.4 d t Fu) didasarkan pada kuat tumpu pelat dengan tebal, t (mm) ketika memikul baut berdiameter d (mm). Selanjutnya jika terjadinya deformasi pada sambungan dianggap tidak mempengaruhi fungsi maka kuat tumpu dapat ditingkatkan yaitu nilai terkecil persamaan berikut :

Rn = 1.5 let Fu $; 3.0 d t Fu ................... .... . .... ............

(AI SC j3-6 b)

dimana Ie

adalah jarak bersih (mm) searah gaya, dihitung dari tepi lubang ke tepi pelat terIuar (untuk baut pinggir) atau jarak bersih antar tepi lubang (untuk baut dalam).

Fu

kuat tarik minimum baja pelat yang ditinjau (MPa).

Rumus kuat tumpu di atas berlaku untuk semua jenis lubang baut, apakah standar, oversized, slot-pendek atau slot-panjang, asal arah slot sejajar arah gaya. Itu berarti slip yang terjadi bisa sebesar slot atau dengan kata lain bentuk lubang akan mempengaruhi kapan mekanisme slip terjadi. Sehingga tentu saja logikanya, jenis lubang slot tidak boleh dicampur dengan non-slot. Jika dicampur untuk gaya searah slot, maka yang akan bekerja terIebih dahulu dalam memikul beban adalah baut yang berada di lubang non-slot. Baut yang berada di lubang belum (tidak) bekerja. Selain itu pemakaian lubang jenis slot perlu diperhatikan deformasi sambungan karena bisa mempengaruhi distribusi gaya-gaya internal pada struktur. Untuk kuat tumpu dengan lubang baut tipe slot-panjang yang arah slot-nya tegak lurus arah gaya, maka kekuatannya berkurang dan dapat dihitung sebagai berikut.

Rn = 1.0 1/ Fu $; 2.0 d t Fu .. ... ... .... .... .. ......................

500

(AI SC j3-6c)

Bab 8. Sambllnga n St r llktur

8.5.3. Kuatgeser baut jika pelat mengalami fenomena tumpu dan geser, maka pada baut juga demikian. Tetapi karena ukuran baut sudah tertentu, maka kerusakan akan terjadi lebih dahulu adalah geser. Oleh sebab itu dalam perencanaan yang dievaluasi hanya kuat geser saja, yang relatif lebih lemah dibanding kuat tumpunya. Bentuk kerusakan geser yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 8.40 berikut.

Gambar 8. 40 Tipe ke rusaka n baut pada sambunga n tipe gese r (Wij aya 2 011)

Gambar 8.40 memperlihatkan hasil uji sambungan tipe geser yang ditarik sampai putus (Wijaya 2011). Sambungan rusak, dimana baut mutu tinggi terbelah menjadi dua akibat gaya geser. Hal yang menjadi perhatian, meskipun dalam memperhitungkan kuat geser baut dihasilkan dari dua bidang geser, tetapi ketika terjadi kerusakan, cukup satu bidang geser saja yang gagal maka sambungan akan rusak. Perilaku kerusakan yang terjadi sifatnya tiba-tiba, mendadak, yang non-daktail, dan sebaiknya dihindari. Untuk itu pastikan bahwa kuat geser baut lebih besar dari mekanisme lain. Rumus kuat baut per satu (1) bidang geser adalah. Rn = Fnv A b ......... .. . .. .. .... · .. .... · .. · .. .. · .... · ........ • .... ...... ·

(AI SC )3-1)

dimana Fnv

adalah tegangan geser nominal baut sesuai Tabel 8.2 atau Tabel J3.1M (AISC 2010).

Ab

adalah luas penampang baut, bagian berulir atau polos, tergantung tegangan geser nominal yang dipakai.

Wirya nto Dewobroto· Struktu r Baja

501

8.5.4. Kuat blok pelat Perhitungan kekuatan sambungan tipe geser dengan mekanisme tumpu yang telah dibahas sebelumnya, adalah didasarkan pada sumbangan kekuatan individu masing-masing baut sambungan. Untuk jumlah baut yang relatif kecil dan dengan konfigurasi tertentu memang seperti itu perilakunya. Tetapi untuk sambungan dengan jumlah baut yang relatif banyak, dengan penempatan yang berkelompok, ternyata perilakunya khas, bisa terjadi keruntuhan blok dalam satu kesatuan sebagaimana terlihat pada Gambar 8.41.

Ga mbar 8.41 Keruntuha n Geser Blok (sumb er : http://sac.ce.gatech.edu)

Jenis keruntuhan blok ini sering dirujuk sebagai keruntuhan blokgeser; dan tidak termasuk perhitungan pada metode sebelumnya. Sehingga sambungan tipe geser dengan jumlah baut yang relatif banyak dan ditempatkan berkelompok perlu dievaluasi tersendiri. Dari bentuk keruntuhan yang terjadi, pada potongan blok, terlihat ada bagian potongan yang tertarik (tegangan tarik) dan ada pula bagian potongan yang tergeser (tegangan geser). Rn = O.6FuAllv + Ubs FuAllt .s;: O.6FyAgv + Ubs FuAllt .... ........ '--.r---' '----v---' [raktur leleh dimana Fu kuat tarik minimum pelat sambungan (MPa)

(AISe J4-5)

Fy

kuat leleh minimum pelat sambungan (MPa)

A IlV

luas netto (dengan lubang) potongan mengalami gaya geser, yaitu garis batas blok searah gaya (mmz).

Agv

luas utuh (tanpa lubang) potongan mengalami gaya geser, yaitu garis batas blok searah gaya (mm Z). luas netto (dengan lubang) potongan mengalami gaya tarik, yaitu garis batas blok tegak lurus gaya (mmZ).

502

Bab 8. Sambungan Struktur

untuk tegangan tarik merata (uniform) VbS = 1.0 , dan yang tidak merata (gradien) VbS = 0.5. Ini biasa dijumpai misalnya pada sambungan ujung dari balok dengan penempatan kolom baut secara ganda. Informasi lebih lanjut lihat pada Commentary J4.3 - AISC (2010).

Vbs

Untuk mendapatkan kondisi yang paling kritis, maka bidang kritis akibat gaya geser sekaligus bidang kritis akibat gaya tarik, perlu ditinjau dalam berbagai kemungkinan yang bisa saja akan berbeda untuk konfigurasi bentuk penampang yang berbeda pula. Sebagai illustrasi adalah profill dan profil T berikut. Hanya karena pelat sayap bawah tidak ada, bentuk keruntuhannya berbeda.

,

<=i, ,

a).

b).

Gamba r 8.42 Berbaga i kemun gkin an keruntuha n blok-gese r

Konfigurasi blok-geser yang menentukan adalah yang menghasilkan tahanan blok geser paling keci!.

8.5.5. Kekuatan sambungan Untuk mendapatkan kuat nominal sambungan, semua mekanisme keruntuhan yang teridentifikasi harus ditinjau, yaitu : [1] kuat tumpu (geser) pelat, yang merupakan jumlah kumulatif tahanan tumpu masing-masing baut yang mengalami kontak dengan pelat; [2] kuat geser baut, tergantung dari jumlah bidang geser per baut, jumlah baut di sambungan dan kuat geser nominal baut; [3] kuat geser blok, khusus untuk sambungan dengan jumlah baut yang relatifbanyak dan ditempatkan secara berkelompok. Kuat nominal maksimum, R dari sambungan ditentukan jika salah " dapat tercapai terlebih dahulu. Itu satu dari mekanisme di atas artinya gaya terkecil yang menimbulkan mekanisme keruntuhan adalah yang menentukan. Selanjutnya kuat batas sambungannya adalah Ru =


Wiryanto Dewobroto - Strukt ur Baja

503

8.6. Pemasangan Baut 8.6.1. Umum Baut mutu tinggi sangat handal untuk perakitan struktur baja di lapangan, karena pelaksanaan dan pengawasannya relatif mudah. Jika dari segi kekuatan atau faktor ekonomis, maka alat sambung baut masih kalah dibandingkan las. Tetapi las hanya disarankan untuk pekerjaan di bengkel fabrikasi yang fasilitasnya mendukung dan mudah dilakukan pengawasan pada prosedur kerjanya.

Ga mbaI' 8.43 Perakita n jemba ta n d i Ja pa nga n (s umber: Bin tek / La nny Hidaya t)

Perakitan jembatan di lapangan (Gambar 8.43), tanpa dilengkapi perancah. Hanya bisa mengandalkan elemen struktur yang dirakit. Tentu terbayang bagaimana memasang bautnya, tidak sederhana. Jika dipilih las yang sifatnya kaku, tentu akan lebih sulit. Dengan memakai baut mutu tinggi, lebih mudah. Selain itu, untuk evaluasi hasilnya dapat dilakukan dengan cara inspeksi visual. Itu alasan sambungan dengan baut mutu tinggi lebih dapat dihandalkan. Pemasangan baut mutu tinggi relatif sederhana. Langkah pertama setiap lubang baut harus dimasuki kepala baut, ring (washer) dan mur (nut). Lalu dikencangkan secukupnya agar baut pada lubang lainnya dapat dipasang lengkap. Setelah semua lubang terisi oleh baut mutu tinggi, pengencangan serius berikutnya dapat dilakukan sampai kondisi snug-tight. Proses pengencangan baut harus dimulai dari bagian yang paling kaku (rigid), menuju bagian yang fleksibel, tidak boleh sebaliknya (RCSC 2009). Itu berarti proses pengencangan baut harus dilakukan dalam tahapan yang tertentu.

504

Ba b 8. Sambunga n Struktur

Terkait dengan kondisi pengencangan baut yang diperlukan, AISC (2010) mengelompokkannya menjadi dua, yaitu : •

kondisi snug-tight, yaitu pengencangan baut yang menyebabkan elemen-elemen sambungannya saling merapat dan mengalami kontak langsung satu dengan lainnya.



kondisi prategang atau sambungan slip-kritis, yaitu baut mutu tinggi yang memenuhi kondisi snug-tight dan tetap dilakukan pengencangan lagi sehingga padanya terdapat gaya tarik prategang minimum, yang besarnya memenuhi kriteria Tabel J3.1 atau J3.1.M (AISC 2010).

Kondisi snug-tight adalah level paling mudah pad a pengencangan baut mutu tinggi. Kondisi itu hanya dapat dipilih jika : •

sambungannya tipe geser dengan mekanisme tumpu, kecuali struktur tertentu yang disebutkan pada ketentuan E6 dan J1.10 (AISC 2010).



sambungannya tipe tarik atau kombinasi tarik-geser tapi hanya untuk baut mutu tinggi tipe A325, beban statik yang relatif konstan (tidak fluktuatif), tanpa risiko fatig atau vibrasi yang akan menyebabkan baut bisa lepas sendiri.

Kecuali tipe struktur di atas, semua harus dikencangkan sampai kondisi prategang. Termasuk struktur yang disyaratkan oleh E6 dan J1.10 (AISC 2010), yaitu sebagai berikut: • • • • •

baut-baut perangkai pada kolom tersusun; sambungan kolom pada bangunan bertingkat di atas 38 m; sambungan balok-kolom, dan semua balok yang bracing kolomnya tergantung pada struktur di atas 38 m; struktur pemikul pesawat angkat (crane) ~ 5 ton; struktur pemikul peralatan mesin atau beban dinamik.

Jadi perlu ditekankan lagi, agar kualitas pemasangan baut mutu tinggi dapat terkontrol, perlu ada em pat tahapan (Doherty 1987), yaitu : (1) tahap awal pemasangan baut-baut sampai kondisi snugtight, dan ditandai, (2) ada inspeksi awal, (3) tindakan pengencangan baut sampai kondisi prategang sesuai prosedur AISC, dan (4) inspeksi tahap akhir dan verifikasi. Menurut Doherty (1987) pengawasan tahap awal tidak boleh disepelekan, umumnya sulit. Apalagi jika fabrikasinya tidak presisi. Bagaimanapun juga kondisi snug-tight baut adalah syarat awal agar dapat dilakukan pengencangan baut sesuai AISC (2010) . Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

505

8.6.2. Gaya prategang baut

Ketentuan AISC (2010) tentang pemasangan baut mutu tinggi sampai kondisi prategang adalah penting dan merupakan syarat terjadinya pengalihan gaya dengan mekanisme slip-kritis. Besarnya gaya prategang minimum adalah sebesar ± 70% kuat tarik minimum baut (TabeI8.6) yang didasarkan pad a }3.1 (AISC 2010). }ika gaya prategangnya beriebih, tidak menjadi masalah, risikonya baut putus. Ini sekaligus uji test bagi baut yang dipasang. Hanya saja kalau banyak baut yang putus tentu progress kerja menjadi terganggu, oleh sebab itu sebaiknya diambil ±7S% - 90 % dari tegangan lelehnya (www.norbar.com). Gaya prategang baut dihasilkan dari proses pengencangan dengan memakai kunci-pas (torque wrenches) atau yang sejenis, sehingga terjadi momen-torsi pad a nut (mur), lihat Gambar 8.44 di bawah. mom en-torsi

g.y.P"" ~

Gambar 8.44 Proses p enge nca ngan baut - m anual

Momen-torsi menyebabkan mur (nut) berputar pada ulir baut ke arah dalam sampai akhirnya tertahan elemen-elemen sambungan, terjadilah efek gaya jepit (klem), yang besarnya selaras dengan momen-torsi tersebut. Gaya jepit dan kondisi permukaan (koefisien friksi) akan menimbulkan tahanan friksi saat dibebani. Itulah inti kekuatan sistem sambungan dengan mekanisme slip-kritis. Mengukur besarnya gaya prategang di baut adalah tidak mudah, apalagi dilakukan di lapangan. Padahal itu penting sebagai salah satu parameter penentu tahanan friksi (Rumus }3-4, AISC 2010). Karena pentingnya, AISC (2010) memberi petunjuk pengencangan yang handal, yaitu [a] cara putar-mur (turn-oj-nut); [b] kunci torsi terkalibrasi; [c] indikator-tarik-langsung; [d] baut kontrol tarik tipe putar-putus (twist oJf); [e] baut desain alternatif. Selanjutnya cara yang dimaksud akan ditinjau satu persatu.

506

Ba b 8. Sa mbunga n Strllktll r

8.6.3. Cara putar-mur Adanya hubungan antara pemutaran mur dari kondisi snug-tight dan semakin besarnya gaya jepit (klem) dapat menjadi indikator besarnya gaya prategang baut. Ini disebut sebagai cara putar-mur atau turn-aJ-nut (AISC 2010). Ini dapat dilakukan tanpa memakai alat khusus seperti kunci-torsi, cukup kunci-pas biasa, karena hanya memutar mur dari kondisi snug-tight kearah dalam sebesar 1/2 putaran atau lebih, seperti terlihat pad a Gambar 8.45 .

a). Kondisi Awal

b). Kondisi Akhir

Gamba I' 8.45 Cara putar-mur (turn-oj- nut)

Meskipun cara putar-mur hanya didasarkan pada pemutaran mur setelah kondisi snug-tight tercapai, tetapi terbukti ketentuan gaya tarik minimum pada baut dapat terpenuhi (Kulak et.al 2001). 70,---,----.----,----r---.----,----,

I I

60

I

I I

50

I

c;;o. :s<

I

::: 40 :::> cu

.0

_ _ _ _ I ~ya tank min. I A325

'0

I~ i- putaran mur

-""

~cu

30

>cu

C)

20

10

~ "Snug"

t X 5 ~ in. bolts t in. thread in grip

Putaran mur (n u~ Ga mbar 8.46 Hubunga n putara n mur da n gaya tarik baut (Kulak et.al 2001)

Wiryanto Dewobroto - Strukt ur Baja

507

Gambar 8.46 memperlihatkan hubungan besarnya gaya tarik baut dan besarnya putaran mur untuk baut ¢ 7/8" panjang 5.5", mutu A325 atau A490. 8esarnya gaya tarik baut pada 1/2 putaran lebih besar dari ketentuan minimum. Tetapi besarnya gaya tarik baut juga dipengaruhi oleh panjang baut, sehingga Kulak et. al (2001) mengusulkan besarnya putaran mur adalah sebagai berikut. Tabel 8.8 Pu taran mur terhadap ko ndis i snug-tig ht (Kulak et. al 2001) Panja ng ba ut (L)

Permu kaa n norma l terhada p sb. ba ut

Satu muka normal, la in mi r ing s; 1:20

Ke-2 permu kaa n miring s; 1:20

L s;4d

1/3 putara n

1/2 pll ta ra n

4d < L s; 8d 8d < L s; 12d

1/2 putara n 2/3 plltara n

2/ 3 pll tara n 5/6 putara n

2/3 putara n 5/6 putara n 1 pu ta ran

Catata n : d = dia meter ba ut, untu k baut L > 12d pe rlu kalibrator uji te rlebih dulu.

Cara putar-mur jika digunakan bersama-sama dengan kunci-torsi terkalibrasi (eara berikutnya), khususnya keperluan kontrol mutu, akan membantu. Cara putar-mur meninggalkan petunjuk visual (lihat Gambar 8.4 7) dimana besarnya putaran mur setelah kondisi snug-tight tereapai akan memberikan korelasi besarnya gaya tarik prategang pada baut mutu tinggi yang diperlukan.

Ga mbar 8.47 Pemasa nga n baut denga n cara puta r-mu r (turn-ot-nu t)

Meskipun sederhana dan efektif, tetapi kesuksesan pelaksanaannya memerlukan kecermatan, ketelitian dan kejujuran tukangnya. Pertama kali tentu memastikan terlebih dahulu kondisi snug-tight sambungan tereapai. Selanjutnya tandai dengan garis baut-murpelat, seperti baut sebelah kiri Gambar 8.47. Tergantung panjang baut yang akan diputar, dari Tabel 8.8 dapat ditentukan besarnya putaran mur yang diperlukan, dan jika telah berhasil dilakukan pemutaran maka kondisi mur (nut) akan seperti baut sebelah kanan pada Gambar 8.47. Demikianlah eara putar-mur dilakukan.

508

Bab 8. Sa mbllnga n Strllktu r

8.6.4. Kunci-torsi terkalibrasi

Metode pengencangan baut mutu tinggi yang populer karena lebih simpel dan tidak perlu pemberian tanda seperti cara putar-mur adalah cara kunci-torsi terkalibrasi (calibrated wrench), Gambar 8.48. Jadi meskipun simpel, diperlukan kunci-pas khusus dengan torsi pengukur yang biasa disebut kunci-torsi.

Gambar 8.48 Pengencangan dengan kunci-torsi manual (Sumber : Pusjatan Bandung)

Bentuk kunci-torsi itu sendiri bisa bermacam-macam, tergantung pabrik pembuatnya, yang penting dari alat tadi dapat ditentukan momen-torsi yang diberikan pada baut.

Gambar 8.49 Macam-macam jenis kunci-torsi (sumber: navyaviation.tpub.com)

Pada pengencangan baut cara manual (tenaga manusia), kuncitorsi yang digunakan memerlukan lengan pengungkit yang cukup panjang dan memakan tempat. Saat ini telah tersedia kunci-torsi otomatik, baik elektrik atau pneumatik (udara) yang memudahkan dalam pengoperasiannya. Tipe tersebut umumnya diperiukan untuk menjangkau baut dengan ruang terbatas.

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

509

Ga mba r 8.50 Kunci-torsi elektrik (sumber : en.wikipedia.org)

Ga mba r 8.51 Kun ci-tors i pn eum atik (sumber: www.a rmedforces-int.com)

Terlepas dari jenis kunci-torsi yang dipakai, manual atau otomatis (elektrik atau pneumatik), semuanya bekerja atas dasar momentorsi yang ditentukan. Pada kondisi ini sering terjadi salah kaprah, dianggap bila besar momen-torsi dapat dicari, maka pemasangan baut dengan kunci-torsi pasti akan menghasilkan gaya prategang yang dimaksud. Penelitian menunjukkan (Munze 1967) bahwa besarnya momen torsi terhadap gaya tarik prategang baut adalah bervariasi dan tidak selalu konstan. Bahkan untuk slot baut yang berbeda dan dikencangkan dengan momen torsi konstan akan mengalami variasi tegangan tarik sampai 20%. Hasilnya berarti ada yang kurang dan ada yang berlebih, tidak pasti.

510

Bab 8. Sa mbungan Struktu r

I

I I I

Penting memahami arti kata terkalibrasi, jelas tidak seperti proses kalibrasi timbangan yang cukup setahun sekali. Terkalibrasi disini maksudnya bahwa besarnya mornen-torsi pada kunci torsi harus diverifikasi dengan "alat kalibrator khusus", yang dapat mengukur besarnya gaya tarik baut sesuai ketentuan. Kalibrasi harus dilakukan sedikitnya setiap hari, atau setiap ada perubahan material, kondisi permukaan sambungan yang dianggap berbeda, peralatan (RCSC 2004), minimal dengan tiga sampel baut berdiameter sarna, yang akan dipasang Munze (1967). Adanya perbedaan antara tegangan tarik baut yang diharapkan terhadap momen torsi konstan yang diberikan dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :

1. Mutu baut itu sendiri, yaitu kondisi ulir kepala baut dan mur yang tidak presisi akibat pabrik berbeda, mutu ring (washer). Untuk itu pakai baut dan asesori dari pabrik yang sarna. 2. Pengaruh pelapis tambahan, seperti hot-dip galvanish yang umum untuk mengantisipasi korosi (khusus baut mutu A325). Adanya lapisan tambahan pada permukaan ulir baut atau mur, menyebabkan kondisi "seret" pada waktu pengencangan baut. 3. Pemberian pelumas (lubricant). Awam umumnya akan berpikir, pernberian pelumas pada baut dapat menyebabkan baut mudah lepas. Fakta, pemberian pelumas berpengaruh pada proses pengalihan momen torsi menjadi gaya tarik prategang baut, selain itu juga bisa melindungi lapisan galvanish agar tidak rusak. Jenis pelumas menentukan. Uji coba pemasangan baut mutu tinggi dengan lapisan galvanish oleh PT. Waagner Biro Indonesia (2011), jika pakai pelumas oli biasa terlihat ada lecet, sehingga dipilih pelumas berbasis Molybdenum. 4. Kondisi penyimpanan, khususnya baut mutu tinggi tanpa ada lapisan pelindung. Jika kondisi penyimpanan buruk akan berisiko korosi, kasusnya seperti pada pelapis tambahan. Adanya permasalahan variasi di atas menyebabkan penggunaan besaran momen torsi yang hanya didasarkan tabel atau formula khusus, tanpa kalibrasi adalah dilarang (RCSC 2004) Pengencangan baut mutu tinggi dengan kunci-torsi terkalibrasi, selain kunci-torsi itu sendiri, juga perJu alat kalibrator khusus, dan yang biasa dipakai adalah Skidmore-Wilhelm (Gambar 8.52). Alat tersebut dapat menguji gaya tarik untuk baut mutu tinggi dengan diameter 1Iz - 111z in. Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

511

Gambar 8.52 Alat kalibrator baut (www.skidmore-wilh elm.com)

Dalam mengaplikasikan kunci-torsi terkalibrasi, harus dipastikan baut telah terpasang pada kondisi snug-tight, yaitu suatu kondisi pengencangan baut sedemikian sehingga pelat-pelat sambungan telah saling terjadi kontak. Pada kondisi itu, setiap putaran mur ke arah mengencangkan, akan meningkatkan gaya jepit (klem). Dua cara pengencangan baut mutu tinggi yang telah dibahas, yaitu cara putar-mur (turn-aJ-nut) dan metode kunci-torsi terkalibrasi, menuntut proses pelaksanaan yang baik (kejujuran) agar hasilnya benar. Maklum petunjuk yang tertinggal hanya tanda yang dibuat oleh pelaksananya saja (Gambar 8.47), tidak mudah diamati oleh yang lainnya. Kondisi terse but tentu rawan akan manipulasi, jika itu terjadi maka gaya tarik prategang baut, bisa tidak tercapai. Itu alasannya mengapa Doherty (1987) mengusulkan agar tahapan pengencangan dilakukan tidak sekaligus tetapi dalam empat tahapan terpisah, yaitu [1] snug-tight; [2] inspeksi; [3] pengencangan final, dan [4] inspeksi (jika perlu disertai juga verifikasi). Padahal secara teknis untuk pengencangan baut, tentu tidak ada kesulitan jika dilakukan secara sekaligus, misalnya satu putaran saja. Tidak adanya tanda fisik yang menunjukkan bahwa pengencangan telah berhasil adalah "kelemahan" dua metode yang diungkapkan. Berikut adalah metode pengencangan yang meninggalkan "tanda".

512

Bab 8. Samb unga n Strukt ur

8.6.5. Indikator-tarik-Iangsung

Masalah perlunya "tanda" bahwa telah ada gaya tarik prategang baut, ditanggapi industri sebagai peluang bisnis. Salah satu adalah ring (washer) indikator-tarik-Iangsung atau OTI (direct-tensionindicator), yaitu ring jenis khusus yang secara fisik dapat berubah ketika ada tekanan dari baut-mur saat pengencangan mencapai gaya prategang tertentu, sesuai yang dipersyaratkan.

Ga mba I' 8.53 Ring DTI (direct-tension-indica tor) .

Ukuran dan jumlah tonjolan pada ring OTI bervariasi tergantung diameter baut, yang dibuat sedemikian ketika terdapat gaya tekan tertentu akan melesak kedalam (menjadi rata). Spesifikasi produk ring OTI mengacu ASTM F 959.

(a)

(b)

Ga mba r 8.54 Pe masa nga n ring DTI (www.appli edbo lting.co m)

Ring OTI dapat dipasang pada bagian kepala baut (tidak berputar) atau di bagian mur (berputar), keduanya perlu dipasang ring lagi (biasa), lihat Gambar 8.54. Kontrol mutu proses pengencangan baut adalah dengan mengukur gap bekas tonjolan pada ring DTI. Semakin rapat gap (celah), maka gaya tarik prategang semakin besar. Problem yang dijumpai bahwa gap tidak mudah terlihat, sehingga perlu diukur satu persatu dari baut. Oari suatu diskusi penulis dengan pelaksana di lapangan, ada info kecurangan bahwa untuk mengatasi kontrol mutu ada tukang yang dengan sengaja memukul sampai rata ring-OTI terlebih dahulu sebelum dipasang. Jadi ada kesan proses pemasangan telah berjalan dengan baik.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

513

8.6.6. Baut kontrol tarik tipe putar-putus Jika kontrol pengencangan baut sebelumnya adalah ring (washer), maka inovasi industri lain menciptakan kepala baut khusus, yang disebut baut kontrol tarik tipe putar-putus (Twist-off-type tensioncontrol bolt). Bentuknya diperlihatkan pada Gambar 8.55.

Ga mbar 8.55 Ba ut kontrol ta rik tipe puta r-putus kondis i awal

Baut jenis ini sebelumnya termasuk dalam baut desain alternatif (RCSC 2004), spesifikasi produk mengacu ketentuan ASTM F1852. Perbedaan fisik baut kontrol tarik tipe putar-putus dan tipe standar, pada ujungnya ada tambahan indikator yang jika pemasangannya memakai kunci-pas-elektrik khusus maka dapat putus jika telah ada gaya tarik prategang tertentu. Jika putus, penampakan akhir baut terse but menjadi seperti baut mutu tinggi yang biasa.

Switch~ ~4

Trigger 'ON'

~

~~~SH'_~ 4

#"--'

Gambar 8.56 Pem asa nga n baut kontrol tarik denga n kunci-torsi khus us

Meskipun baut kontrol tarik tipe putar-putus, pengencangannya dengan kunci-pas-eJektrik khusus dan bekerja otomatis sampai ujung baut putus. (tu tidak berarti bahwa gaya prategang baut mutu tinggi akan secara otomatis langsung terpenuhi. Penelitian Kulak-Undershute (1998) menunjukkan bahwa kinerja baut tipe tersebut bervariasi antara pabrik satu dengan lainnya. Hal yang berpengaruh adalah bahan material, kondisi ulir, diameter takikan ujung baut yang akan putus, dan kondisi permukaan kontak mur-ring-baut. Jadi baut sangat dipengaruhi kondisi friksi, pemberian pelumas yang tepat selama pengencangan, menentukan sekali gaya prategang akhir yang dihasilkan.

514

Ba b 8. Sa mbunga n Stru ktur

8.6.7. Pakai ulang baut mutu tinggi Salah satu keunggulan struktur baja, komponennya dapat dipakai ulang ditempat lain, Untuk baut mutu tinggi periu hati-hati, lihat Gambar 8,57, Jika pernah dikencangkan sesuai syarat maka akan terjadi penurunan. Tetapi untuk kondisi snug-tight pada prinsipnya baut mutu tinggi masih dapat dipakai ulang, Hanya saja, baut dengan pengencangan snug-tight adalah terbatas, Struktur jembatan yang rentan fatig, bautnya tentu tidak sekedar snug-tight. Bearti baut bekas jembatan tidak bisa dipakai ulang,

-+- 1Tu rn 50

• Load o

Unload

40

~

Fai led

c

~ turn

0

.~ 30

0

CD

20

~ in. A325 heavy hea d bol t Lot 8A

10

0

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0. 08

0.09

El ongation (in.)

Gambar 8.57 Dampa k pe nge nca nga n ula ng ba ut A235 (Kulak et.a\. 2001)

Baut A490 mengalami penurunan kinerja yang besar jika pernah dikencangkan sampai kondisi prategang, dibanding baut A325 , 8Or----r----,----,----,----,----,----, Min. req. tension ;;; 60 a.

~ c

0 .;;;

c

40

th reads 8S -received ,

CD i in. A490 bolt

2!

0en 20 0

Failu re

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

Elongations (in.)

Ga mbar 8.58 Dam pak pengenca nga n ulang baut A235 (Kula k et.a \. 200 1)

Baut kondisi snug-tight umumnya dipakai pad a bangunan gedung yang mengandalkan mekanisme tumpu, Istilah dipakai ulang tidak termasuk pengencangan ulang akibat mur kendor, yang terjadi pada proses pengencangan grup baut disekitarnya.

Wirya nto Oewobroto · Stru ktur Ba ja

515

8.7. Perencanaan Sambungan Sederhana 8.7.1. Sambungan tumpu 28.2

N

cO

I

I

N

10

Gambar 8.59 Sambungan baut tipe geser pada profil Ll00xl00xl0

Reneanakan sambungan batang tarik profil L100x100x10, pelat mutu 8J37 (Fy 240 MPa, Fu 370 MPa), baut 3 M22 - ASTM A325. Jawab: Dimensi pelat sambung relatif lebih besar dibanding profil siku, karena mekanisme keruntuhan sarna, yaitu tumpu, maka dianggap profil siku adalah yang kritis dan menentukan kuat sambungan. Tinjau kuat tumpu pelat (profil siku). 8aut ¢22 mm, lubang baut standar ¢24 mm (J3.3M - AISC 2010), ini diameter lubang aktuaI, untuk perhitungan dipakai lubang imajiner ¢ = 24 + 2 = 26 mm, karena dianggap terjadi pelemahan selama pembuatan lubang. Jadi dimensi sambungan berdasarkan lubang imajiner adalah sebagai berikut :

54

54

Gambar 8.60 Sambunga n dengan lubang imajin e r

Kuat tumpu didasarkan pada kondisi deformasi yang keeil maka Rn = 1.2 Iet Fu ::; 2.4 d t Fu ..... ........ .. ..... . .. ......... .......

(AISC j3-6a)

baut a: RM = 1.2*27*10*370 ::; 2.4*22*10*370 -7 RM = 119.88 kN baut b:Rnb = 1.2*54*10*370::; 2.4*22*10*370 -7 Rnb = 195.36 kN baut e: R = 1.2*54*10*370 ::; 2.4*22*10*370 -7 R = 195.36 kN ~

~

maka R11 = Rna + R11 b +RI1C = 510.6 kN

516

Bab 8. Sambungan Struktur

Tinjau kuat geser baut (satu bidang geser). Ada tiga baut (a, b dan c), masing-masing baut memikul gaya geser sarna (satu sisi), mutu baut A325 (Fnv = 330 MPa). Baut ¢22 mm maka Ab = 380 mm 2 . Kuat nominal terhadap geser baut adalah : Rn = Fnv Ab .................................... ......................

(AISC )3-1)

Rna = Rnb = Rnc = 330*380 = 125400 N = 125.4 kN.

total Rn = 3*125.4 = 376.2 kN Tinjau kuat geser blok. Meskipun jumlah baut hanya tiga, relatif sedikit, tetapi karena yang disambung adalah profil siku pada satu sisi saja maka distribusi gaya menjadi tidak merata. Ada bagian yang memikul gaya berlebih (overstressed) yang menyebabkan terjadinya keruntuhan blok. Adapun konfigurasi blok yang dianggap kritis adalah berikut. 28.2

I I

I

I

10

blok yang ditinjau Gambar 8.61 Bl ok pelat pad a sambungan ya ng ditinjau

Kuat nominal sambungan terhadap keruntuhan geser blok adalah Rn =0. 6FuAnv + Ubs FuAnt ~ 0.6FyAgv +Ubs FuAnt ......... .. (AISC )4-5) '-v-------' '------v------fraktur leleh sehingga Anv = (40+ 160)-(26*2.5)*10 = 1350 mm 2 Am = 37*10 = 370 mm 2 dan U~ = 1.0 fraktur = (0.6*370*1350 + 1.0*370*370)/lE3= 313.4 kN leleh = (0.6*240*200*10 + 1.0*370*370)/lE3 = 424.9 kN Rn = 313.4 kN

Ada tiga kondisi batas untuk menghitung kuat sambungan, yaitu : 1. kuat tumpu profil 2. kuat geser baut 3. kuat geser blok

: 510.6 kN : 376.2 kN : 313.4 kN ** menentukan**

Jadi Pu = 't'rh Rn = 0.75 * 313.4 = 235.05 kN

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

517

Dari tiga mekanisme keruntuhan tersebut maka kuat geser-blok memberi nilai terkecil sehingga menentukan. Itu berarti kekuatan sambungan ditentukan oleh bagian yang paling lemah. Jika ingin dilakukan peningkatan kekuatan maka tentu perlu tinjauan pada bagian tersebut terlebih dahulu.

8.7.2. Batang tarik Perencanaan batang tarik dibahas lengkap di Bab 4, dimana adanya lubang (An) dan cara penyambungan (Ae)' berpengaruh. Fokus perencanaan batang tarik adalah menentukan luas penampang kritis, berapa besar reduksi penampangnya, tidak mengevaluasi kecukupan dari alat sambung yang dipakai. Agar diperoleh kaitan antara perencanaan sambungan dan perencanaan batang tarik, akan ditunjukkan pada kasus profil siku L100x100x10 berikut. Hitung kapasitas batang tarik profil siku L100x100x10 yang disambung dengan baut mutu tinggi, lihat Gambar 8.59. Jawab : Material baja BJ37 (Fy 240 MPa dan Fu 370 MPa). Profil L mengacu SNI 07-2054-2006, untuk L100x100 x10, A=1900 mm 2, dan posisi titik berat Cx = Cy =x = 28.2 mm Kapasitas tarik dari kriteria leleh (yield) penampang utuh.

CPP

II

=0.9 FyAg ... .. .. .. ..... . .. ... .. ..... ..... .. .. .. ... ........ .....(AISC D2- 1)

cp?" = 0.9*240*1900/1000 =410.4 kN Kapasitas tarik dari kriteria fraktur penampang berlubang.

CPPn = 0.75 FuAe .... .... ... .... ..... ..... ... .... .. ....... ......... ..(AI SC D2- 1) Dari detail sambungan (Gambar 8.59) diketahui d ball t = 22 mm dan d, 1I ba ng = 24 mm, untuk hitungan d ImaJlner . .. = 24 + 2 = 26 mm, karena dianggap terjadi pelemahan pada waktu pembuatan lubang. Saut segaris sehingga potongan kritis ditempati satu lubang, maka : A II = 1900 - 26*10 = 1640 mm 2

V = 1- x/L Ae

= VA

II

= 1- 28.2*160 = 0.824 = 0.824 *1640 = 1351.4 mm 2

cp?" = 0.75*370*1351.4/1000 = 375.0 kN Kuat batang tarik cp?1I = 375.0 kN » sambungan cpR" = 235.05 kN. Jadi detail sambungan tidak mencukupi untuk mendukung kinerja batang tarik. Sambungan harus dirancang ulang agar maksimal.

518

Ba b 8. Sa mbunga n Stru ktur

8.7.3. Sambungan tumpu (rancang ulangJ Rancang ulang sambungan tipe geser dengan mekanisme tumpu untuk batang tarik profit LI00xl00xl0 secara optimal. Jawab : Agar optimal, sambungannya harus lebih kuat dari batang

yang disambung. Jadi Rn ~ Pu maksimum, yaitu 411 kN (kriteria leleh). Hasil desain sambungan sebelumnya diketahui kekuatannya ditentukan oleh kuat geser blok dan kuat geser baut. Dicoba terlebih dahulu kuat geser baut, dipakai n = 4 baut.

Rn = Fnv Ab (per baut) .... ....... ............. ...... .. ............

(AI SC )3-1)

Rno = Rnb = RI1C = 330*380 = 125400 N = 125.4 kN.

n = 4 -7 ~ ,hRn = 0.75 *4*125.4 : : : 376 kN «< Pu maks. (not OK) n = 5 -7,hR = 0.75 *5*125.4::::: 470 kN »> Pu maks. (OK). ~ n Dipakai sambungan dengan 5 (lima) baut sebagai berikut. 80

80

40

r

28.2

N

cO

N

I

luba ng standa r

10

Gamba r 8 .62 Sa m b unga n batang ta ri k - m eka nis m e tum p u (fina l)

Check kuat sambungan terhadap keruntuhan geser blok -

-

Rn = 0.6FuAllv + Ubs FuAnt ~ 0.6Fy Agv +Ubs FuAnt . ... ...... .. . ~ '------y-----J fraktur leleh

(AI SC )4-5)

Baut 22 mm, lubang baut standar 24 mm, untuk hitungan pakai lubang imajiner 26 mm akibat pelemahan dari pelaksanaannya.

A IIV = ((40+4*80)-(4.5*26)) *10 = 2430 mm 2 Ant = (50-26/2) *10 = 370 mm 2 dan UbS = 1.0 fraktur = (0.6*370*2430 + 1.0*370*370)/1000= 676.4 kN leleh = (0.6*240*360*10 + 1.0*370*370)/1000 = 655 .3 kN Pu maks. (OK)

Check pengaruh shear-lag. U = 1- x/L = 1- 28.2/(4*80) = 0.912 Ae = UA n = 0.912 *1640 = 1495.5 mm 2

Pn = 0.75*370*1495.5/1000 = 415 kN »> Pli maks. (OK)

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

519

8.7.4. Sambungan slip-kritis rencanakan sambungan baut tipe geser dengan mekanisme slipkritis untuk batang tarik profil siku Ll00xl00xl0 yang optimal. Jawab : agar sambungan lebih kuat dari batang yang disambung

maka ¢R" :?? Pu maksimumnya, yaitu 411 kN (kriteria leleh). Jika pakai baut M22, maka tahanan friksi per baut adalah. R" =11 Duhf Tbns .. .. ... ... .... ....... .. .... .. ..... ... ... .. .. ...... ... (AI SCJ 3-4 ) dimana 11 Du hf Tb ns

koefisien slip, anggap mutu kelas-B sehingga 11 = 0.5. mengikuti ketentuan AISC sehingga Du =1.13. tanpajiller sehingga hf =1.0. sesuai Tabel8.6, untuk M22 (A325), Tb = 176 kN karena hanya satu sisi maka ns = 1.

sehingga ¢R" = 0.75*0.5*1.13*1*176*1 = 74.6 kN (per baut). Oleh sebab itu jumlah baut perlu = 411 / 74.6 = 5.5, dan dipakai 6 baut. Agar detail sambungan tidak terlalu panjang maka jarak antar baut dikurangi, meskipun persyaratan 3d tetap terpenuhi. 70

70

70

70

70

28.2

35

-

0 - -8 - - 0 - D - - 8 - - ()

I

baut 6 M22

L100x100x10

I

10

Ga mba r 8.63 Sa mbunga n bata ng tarik - meka nis me s lip-kr iti s

8.7.5. Sambungan las Rencanakan sambungan las untuk batang tarik dengan profil siku Ll00xl00xl0. Konfigurasi bentuk seperti soal sebelumnya. Jawab : agar sambungan lebih kuat dari batang yang disambung

maka ¢R,, :?? Pu maksimumnya, yaitu 411 kN (kriteria leleh). Tebal profil siku 10 mm, tebal las minimum = 5 mm. Jika dipakai petunjuk Blodgett (1976) maka tebal las ± 75% pelat, sehingga dipilihlah tebal las 8 mm. Mutu kawat las E60xx (FEXX = 430 MPa), Fnw = 0.6FEXX = 258MPa, maka kuat las per - mm ¢Rn = 0.75*258* 0.707*8*1/1000 ;: : 1.1 kN/mm. Jadi panjang las diperlukan adalah Pu maks /¢Rn = 411/1.1=374 mm. Pasang las arah memanjang saja, sehingga setiap sisinya = 374/2 = 187 mm. Pakai 200 mm.

520

Bab B. Samb ungan Struktur

r

28.2

18

I

10

Gambar 8.64 Sambungan batang tarik - las sudut

Check pengaruh shear-lag. U = 1- x/ L

= 1 - 28.2/200 = 0.859 Ae = UA n = 0.859 *1640 = 1409 mm 2 ¢Pn = 0.75*370*1409/1000 = 391 kN« Pu maks (411 kN) Kapasitas batang yang memperhitungkan shear-lag menjadi lebih kecil dari beban rencana. Berarti pengaruh shear-lag lebih menentukan untuk dijadikan dasar perencanaan. Agar shear-lag tidak dominan maka panjang las periu diperbesar. Untuk itu sebaiknya dipilih teballas yang kecil, tapi lebih besar dari tebal minimum, dan las dibikin lebih panjang sehingga sambungan las dan batang tarik secara keseluruhan akan menjadi lebih optimal. Panjang las pada kedua sisi profil siku sarna besar (Gambar 8.64), sederhana. Tetapi pusat berat profil menjadi eksentris terhadap pusat berat las, sehingga pada kondisi tegangan elastis jadi tidak balans, tegangan las untuk tiap sisi bisa berbeda. Pada desain, hal itu diabaikan karena ditinjau pada kondisi batas (ultimate). Pada kondisi batas, karena telah terjadi leleh (yielding) mengakibatkan redistribusi tegangan sehingga tidak ada perbedaan antara kuat batas sambungan las yang balans dan tidak balans. Seperti yang dijelaskan dalam AWS (2008), lihat Gambar 8.65.

a). Las balans terhadap sb. netral

b). Las tidak balans terhadap sb. netral

Gambar 8.65 Posisi las terhadap s umbu netral batang tarik CAWS 2008)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

521

8.8. Sambungan Balok Jembatan 8.8.1. Pendahuluan Keberadaan teknologi las untuk sambungan struktur baja adalah penting sekali. Material baja dapat disambung dengan las untuk menjadi kesatuan, bahkan jika diuji beban sampai putus, bagian yang putus adalah di luar sambungan tersebut. Jtu mengapa, jika tidak ada permasalahan dalam transportasi dan erection, maka sistem sambungan las adalah pili han handal dan ekonomis. Fakta menunjukkan bahwa untuk konstruksi besar, baik jembatan atau atap baja, maka tidak mudah membuat struktur utuh hanya dengan sambungan las. Keterbatasan dalam transportasi maupun erection adalah penyebabnya. Untuk itu struktur perlu dibagi-bagi menjadi segmen terpisah untuk kemudian disambung kembali di lapangan dengan baut mutu tinggi. Bayangkan jika girdernya yang dipasang lebih besar dari orangnya (Gam bar 8.66) maka tentu transportasi dan erection yang dilakukan juga akan sulit kalau tidak mau dikatakan tidak mungkin (mahal dan berisiko tinggi).

Ga mbar 8.66 Sambunga n girder di proyek jembatan (http: / / s3.ravenelbridge. net)

Meskipun secara teori, sambungan las juga dapat dilaksanakan di proyek (di lapangan), tetapi untuk struktur besar tidak disarankan. Proses pengerjaannya akan berisiko tinggi tidak mencapai mutu sebagaimana jika dikerjakan pada bengkel kerja (workshop). Jadi selama ini ada ketentuan yang diamini bersama, bahwa untuk mengantisipasi hal itu maka sambungan di lapangan harus memakai sambungan baut mutu tinggi.

522

Bab 8. Sa mbunga n Struktur

Sebelumnya telah dibahas panjang lebar cara kerja sambungan baut tipe geser, baik dengan mekanisme slip-kritis atau tumpu. Dengan dasar pengetahuan itu selanjutnya diaplikasikan pada perencanaan sambungan balak atau girder seperti di Gambar 8.66.

8.8.2. Filosof; perencanaan Girder atau balak yang ditinjau adalah balak lentur dengan prafill dan diutamakan memikul mamen dibanding gaya gesernya. Untuk girder atau balak prafil I, maka pelat sayap akan memikul ~ 85% dari mamen lenturnya, dan pelat badan hampir 100% gaya geser (lihat uraian perilaku balak lentur di Bab 6). Untuk perencanaan sambungan dianggap mamen lentur akan dipikul aleh pelat sayap (resultan gaya di sayap atas dan bawah sebagai mamen kapel), dan gaya geser dikeseluruhan pelat badan. Jadi pelat sambungan pada sayap dan badan dipilih dan direncanakan untuk memikul gayagaya tersebut. Kansep ini dianggap kanservatif dibanding asumsi yang lain (Fisher - Struik 1974). Prinsip kerja sistem sambungan balak telah dipahami, yang perlu dipertanyakan adalah besar mamen dan gaya geser rencana untuk sambungan. Maklum untuk struktur balak, maka besarnya mamen dan gaya geser tergantung dimana sambungan itu akan dipasang. Ketentuan J1.1 (AISC 2010) hanya memberikan gambaran umum tentang mamen dan gaya geser rencana untuk sambungan, yaitu atas dasar hasil analisis struktur terhadap beban-beban rencana, dan yang kansisten dengan metade kanstruksi yang dipilih. Untuk perencanaan sambungan balak / girder jembatan, menurut ketentuan 6.13.1 (AASHTO 2005) harus didesain terhadap kandisi kuat batas yang tidak kurang dari nilai terbesar dari : D nilai rata-rata mamen (gaya) dari beban terfaktar Ru dengan mamen (gaya) dari tahanan elemen terfaktar Rr di titik sarna, D atau minimum 75% tahanan elemen terfaktar Rr (r=resistant), untuk tinjauan kandisi kuat batas (ultimate) maka Rr = ¢ Rn. Untuk balak menerus, AASHTO (2005) mensyaratkan sambungan harus dipasang dekat dengan titik belak (inflection point) akibat beban mati. Untuk sekitar titik tersebut maka mamen lentur tidak daminan, kalaupun ada akibat variasi beban hidup. Meskipun begitu, ada persyaratan kuat sambungan minimum 75% Rr termasuk mamen dan geser. Itu berarti perencanaan sambungan harus didesain kanservatif atau kandisi yang paling aman.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

523

Selain menetapkan besarnya momen, gaya geser rencana, dan 10kasi pemasangannya, AASHTO (2005) meminta detail sambungannya yang harus memenuhi persyaratan berikut : 1.

Bentuk sambungan selain praktis (mudah diaplikasikan), juga harus dibuat simetri terhadap sumbu penampang. Ketentuan ini menyebabkan pelat untuk sambungan pelat badan harus terdiri dari pelat ganda (pelat dua sisi).

2.

Profil balok yang disambung dianggap elemen terpisah : pelat sayap dan pelat badan, juga dianggap kondisinya utuh (gross) tanpa lubang. Agar persyaratan fatig tidak menentukan, pelat penyambung harus mempunyai luasan minimal sarna atau lebih besar dari pelat yang disambung. Tebal pelat ;::: 8 mm.

3. Sambungan pelat sayap atau pelat badan dengan baut, harus dipasang minimum dua baris baut setiap sisinya. Alasannya untuk kemudahan pemasangan, dan untuk menjaga stabilitas selama proses konstruksi berlangsung. 4. Semua sambungan baut mutu tinggi harus didesain berdasarkan mekanisme slip-kritis. Ini dikarenakan struktur jembatan berisiko terhadap fatig. Lubang bautnya standar. Tidak ada ketentuan bahwa sambungan sayap harus terdiri dari pelat ganda. Tetapi adanya syarat bahwa baut bekerja dengan mekanisme slip-kritis dan luasan pelat sambungan minimum sarna atau lebih besar dari pelat yang disambung, maka pilihan yang menyebabkan kapasitas baut terhadap geser meningkat dua kali Iipat, yaitu pelat ganda adalah pilihan yang rasional. Berdasarkan ketentuan AASHTO (2005) maka bentuk sambungan balok untuk jembatan pada prinsipnya adalah sebagai berikut.

ee ee ee ee ee ee

ee ee ee ee ee ee

Ga mbar 8.67 Sa mbllngan ba lok seslia i AAS HTO (Ib ra him 1995)

524

Bab 8. Sambll nga n Struktllr

Bentuk sambungan balok pada Gambar 8.67 umumnya dijumpai pada konstruksi jembatan, yaitu ditandai dengan pemakaian baut yang relatif banyak. Itu biasanya karena baut mutu tinggi yang digunakan harus direncanakan bekerja dengan mekanisme slip kritis, yang diperlukan untuk mencegah slip. Sambungan yang mengalami slip pada kondisi beban dinamis atau beban bolakbalik, dalam waktu lama akan rawan mengalami kerusakan fatig. Sehingga jika dipilih mekanisme slip-kritis maka sambungan telah dirancang untuk suatu beban rencana tertentu tidak terjadi slip. Jenis sambungan yang mirip juga dipakai pada bangunan gedung. Biasanya jumlah bautnya relatif lebih sedikit. Itu karena kondisi beban pada bangunan gedung dianggap tidak berisiko menimbulkan fatig. Akibatnya baut mutu tinggi dapat dioptimalkan dengan mekanisme tumpu. Meskipun kapasitasnya lebih tinggi dibanding mekanisme slip kritis, tetapi terjadi slip dan berisiko fatig. Baut dengan mekanisme tumpu akan bekerja setelah terjadi slip. Itu membuat sambungannya relatif lebih fleksibel (tidak kaku), sehingga lendutannya juga lebih besar. Hal ini perlu dicermati, maklum analisis struktur elastis-linier yang biasa dipakai untuk perencanaan tidak mampu mengidentifikasi hal tersebut. Hanya insinyur yang berpengalaman saja yang memahami. Meskipun demikian, jika beban yang bekerja adalah statik (umum terjadi pada bangunan gedung) maka masalah dapat diatasi dengan memberikan lawan lendut (camber) yang sesuai. Itulah strategi perancangan struktur baja untuk bangunan gedung, dipilih karena lebih ekonomis dan cukup rasional pertanggung-jawabannya. Pelat sambung pada badan harus dipasang baut minimum dua baris tiap sisinya. ltu adalah antisipasi AASHTO (2005) mengatasi adanya kesulitan atau gangguan stabilitas pada waktu erection. Persyaratan itu tentunya tidak diperlukan lagi jika dipakai untuk bangunan gedung, yang umumnya lebih terkontrol jika dibanding untuk konstruksi jembatan. Penggunaan perancah pada bangunan gedung adalah sesuatu yang wajar. Adapun pemakaian perancah untuk jembatan relatif jarang karena medan di lapangan tidak memungkinkan (mahal). Itu mengapa kondisi pemasangan untuk jembatan jadi pertimbangan utama perencanaan dengan AASHTO. HasH penelitian Ibrahim (1995) juga menunjukkan bahwa syarat pemasangan baut pada pelat sam bung badan harus dua baris tiap sisinya (AASHTO 2005) tidak terkait dengan kinerja sambungan.

Wirya nto De wobroto - Struktur Baj a

525

Konfigurasi satu baris baut saja juga sudah mencukupi, dan hal itu telah dibuktikan secara empiris di laboratorium (Ibrahim 1995). 8.8.3. Mekanisme pengalihan gaya Sambungan balok sesuai konfigurasi Gambar 8.67 akan menerima momen (M) dan gaya geser (V) sekaligus. Besarnya tergantung di titik dim ana sambungan berada pada strukturnya. Pada jembatan menerus, AASHTO (2005) meminta agar sambungan ditempatkan pada titik belok akibat beban mati. Itu berarti momen minimum, meskipun demikian besarnya momen rencana sambungan tidak boleh kurang dari 75% kapasitas nominal balok utuh.

Pada konstruksi bangunan gedung, perencanaan sambungan bisa berbeda. Apalagi jika sambungan tersebut terdapat pada struktur khusus penahan lateral, untuk konstruksi bangunan tahan gempa. Pada sistem tersebut, strukturnya dipertimbangkan akan bekerja pada kondisi inelastis saat mendapatkan beban gempa yang besar. Jika terjadi, dan ingin perencanaan bangunan tahan gempa relatif sederhana, maka langkah awal adalah memastikan bahwa bagian yang mengalami kondisi ineIastis tidak terjadi pada sambungan. Caranya dengan menempatkan sambungan pada struktur sedemikian sehingga terhindar dari momen dan gaya geser yang besar; yang menyebabkan kondisi inelastis. Cara lain adalah membuat kapasitas sambungan lebih besar dari bagian yang disambung. Jadi ketika terjadi gempa besar, yang mengalami kondisi inelastis pertama kali adalah bagian yang lemah. Oleh karena sambungan telah didesain lebih kuat maka sambungan akan tetap berperilaku elastis. Berarti beban rencana sambungan menjadi penting dan dapat mempengaruhi kinerja struktur secara keseluruhan. Selanjutnya yang penting bagi perencanaan adalah berapa momen atau gaya geser atau gaya tarik yang dipikul oleh bagian sayap dan bagian badan. Tentang itu, ternyata asumsi lama yang didasarkan pada perilaku elastis balok, masih eksis. Penelitian terbaru sambungan jenis ini yang disertai bukti empiris (Ibrahim 1995) masih mendukungnya, yaitu momen (M) sepenuhnya dipikul oleh sayap, dan gaya geser (V) oleh bagian badan. Akibat gaya geser (V) yang bekerja pada ujung balok, tidak tepat berhimpit dengan pusat berat baut-baut pel at badan, terjadi eksentrisitas yang menimbul-kan momen Mweb pada pelat badan yang perlu diperhitungkan. Mekanisme transfer momen-gaya pada sambungan, dimana ujung balok dianggap sebagai sumbu simetri, adalah sebagai berikut.

526

Bab B. Samb llngan Strllktllr

M

v

C~

-

MW Ob(

Iv

e>e ee e>e ee ee ee

T4---

Gambar 8.68 Meka nis me tra ns fer gaya-gaya pada sa mbunga n

8.8.4. Parameter evaluasi Dari hasil uji 32 balok skala penuh di Universitas Texas (Ibrahim 1995), parameter penting dari perilaku sambungan diketahui : •

Kondisi petat sayap, jika momen total balok dapat ditahan sepenuhnya oleh pelat sayap, maka asumsi mekanisme transfer gaya-gaya sambungan seperti di atas, dapat dipakai.



Kondisi slip antara pelat-pelat sambungan, akan menentukan kekakuan balok. Jika terjadi slip diantara elemen pelat, maka kekakuan sambungan akan turun secara drastis.

Tentang kondisi pelat sayap. Adanya persyaratan untuk mencegah fatig, sehingga luas pelat sambungan sayap adalah sama atau lebih besar dari luas pelat sayap yang disambung (AASHTO 2005) menyebabkan persyaratan agar kondisi pelat sayap dapat memikul momen total balok, pasti akan terpenuhi. Dengan demikian gaya geser yang ada akan dipikul oleh pel at badan saja. Permasalahan slip akan timbul jika gaya yang bekerja melebihi kapasitas slip-kritis dari baut mutu tinggi yang dipasang. Agar tidak terjadi slip maka pada sambungan harus dipastikan gaya-gaya yang bekerja lebih kecil dari kapasitas slip kritisnya tersebut. Jika digunakan AISC (2010), tidak ada ketentuan khusus tentang kondisi beban untuk mengevaluasi kapan slip kritis tercapai. Adanya hanya [1] kondisi beban layan (serviceability), yaitu kombi-nasi beban tanpa faktor beban; dan [2] kondisi beban batas (ulti-mate load), yaitu kombinasi beban dengan faktor beban. Masalah terjadinya kondisi beban yang melewati batas slip-kritis baut adalah sangat penting pada konstruksi jembatan. Maklum jika itu terjadi, pada sambungan struktur akan rentan mengalami kerusakan fatig. Oleh sebab itu AASHTO secara khusus memberi

Wiryanto Dewobroto - Struktul' Baja

527

kondisi beban yang memperhitungkan beban berlebih (overload) untuk mengevaluasi kondisi sJip-kritis, yang disebut SERVICE II (ketentuan 3.4.1 - AASHTO 2005). Jika diperhatikan, kombinasi beban ini seperti kondisi beban layan, hanya saja beban hidupnya dikalikan dengan faktor 1.3 (mewakili kondisi overload). Dengan latar belakang seperti itu, maka perencanaan sambungan balok akan dievaluasi dalam dua kondisi beban, yaitu : 1. Kondisi beban berlebih (overload), hal yang dievaluasi :

2.

a.

Kondisi batas sJip-kritis pada sambungan pelat

b.

Kuat nominal berdasarkan tegangan leleh pelat utuh dengan memasukkan batasan deformasi permanen akibat tegangan residu, yaitu memakai faktor .0. (Ibrahim 1995), dimanan = 0.95 untuk balok non komposit atau komposit di daerah rna men positip, dan D. = 0.8 balok komposit di daerah momen negatif. Gaya geser untuk pelat badan, dan gaya aksial (kapel dari mamen) untuk pelat sayap.

Kondisi beban maksimum (ultimate), hal yang dievaluasi : a.

Tegangan leleh pada pelat utuh, bagian badan akibat gaya geser, dan bagian sayap akibat gaya aksial.

b.

Fraktur yang terjadi pada kondisi tegangan batas untuk pelat berIubang (luas netto), pengaruh keberadaan baut pada bagian badan dan di bagian sayap perlu dievaluasi.

c.

Keruntuhan geser blok dan tumpu pada pelat sayap dan pelat badan.

d.

Kondisi batas lentur pada pelat badan.

e.

Kuat geser baut pada pelat sayap dan badan. lni terkait dengan jumlah baut yang diperlukan.

Itulah parameter yang dievaluasi pada perencanaan sambungan. B.B.s. Grup baut beban eksentris Resultan gaya geser sambungan balok bekerja eksentris terhadap titik pusat baut-baut pelat badan. Meskipun termasuk sambungan baut tipe geser, tetapi gaya geser yang diterima masing-masing baut adalah tidak sarna. Itu karena pengaruh momen torsi dari eksetrisitasnya. Ada beberapa penyelesaian, yang umum dipakai adalah cara elastis. Jika itu digunakan untuk baut sJip-kritis, maka cara elastis akan memberi hasil yang konservatif (Ibrahim 1995).

528

Bab 8. Sambungan Struktur

Langkah pertama penyelesaian gaya eksentris kelompok baut tipe geser adalah mengubah beban eksentris menjadi dua komponen gaya konsentris (P) dan momen torsi (M=P.e) yang bekerja di titik berat kelompok baut, lihat Gambar 8.69 di bawah ini. P

~¥ cI ==

/

+

/ cI

/

cI / /

p

~.hM=pe

o 0

+

/ Pc

0 0

V y~

PIU?! I

P /if

/

~~

PC

Pili

(a)

(b)

Gambar 8.69 Distribusi gaya eksetrisitas terhadap grup baut (Segui 2013)

Selanjutnya gaya konsentris (P) akan bekerja pad a kelompok baut sebagai gaya geser yang merata, besarnya Pc = Pin . Adapun momen dianggap sebagai momen torsi yang bekerja pad a pusat berat penampang, yang tegangan gesernya dihitung sebagai berikut. fv

=jMd .......... .... ... ... .. .. ....... .. ..... .... ......................... (8.8-1)

dimana d

jarak dari pusat berat grup-baut ke baut yang ditinjau.

J

momen inersia polar grup-baut terhadap pusat berat.

Jika pengaruh torsi baut individu diabaikan, hanya luas geser baut, maka nilai J dapat didekati dengan A1:dz . Gaya geser baut akibat momen torsi dapat dicari sebagai berikut. Md

Md

ALd

Ld

Pm =Afv =A-=--2 2

Wiryanto Dewobroto - Strukt ur Baja

... ..... ..... . . .. .. . ... . .. ... .. . ... . . .. . ...... (8.8-2)

529

Untuk mempermudah perhitungan, jarak baut terhadap titik berat grup-baut diperhitungkan dalam komponen x dan y sumbu orthogonal (Gambar 8.70), dan masing-masing komponen dapat dicari. Akibat P konsentris

pcx=Px/n .... ... .... ...... .. ........ ... ... ... .. .... .... ... ... .. .. ... ... (B.B-3a) ... (B. B-3 b)

x

+------,

Ga mba r B.70 Ko mpo ne n gaya a ra h x da ny (Segui 20 13)

Akibat M torsi y y Md Y Md Pmx =d Pm =d r.d 2 = d L(X 2 + y 2) Mx

Pmy = L(X 2 + y 2)

My L(X 2 + y 2) .. ... .... ... . .. (B.B-4a) . .. . . .. . ... . . .. (8.B- 4 b)

Gaya geser di baut (P) akibat gaya luar P eksentris adalah resultan gaya geser semua komponen x dany, akibat gaya P konsentris (pJ, dan momen torsi (M=Pe) terhadap titik berat grup baut (Pn,).

P = ~fIPx )2 + (Lpy )2 .... .. . ... .. ... . .. . ....... ........ . .. . .... ... .. .... (B.B -5) dim ana LPx = Pcx + Pmx dan LPy = Pcy + Pmy ........ .. ..... . .... (B.B-6)

Dengan cara elastis di atas, gaya geser masing-masing baut dapat dievaluasi. Kapasitas sambungan ditentukan oleh kondisi ekstrim dari salah satu baut yang telah mencapai batas kuat nominalnya. Itu juga berarti bahwa pada sambungan pelat badan, akibat eksentrisitas beban, maka tidak semua baut pada grup-baut tersebut dapat bekerja secara efektif.

530

Ba b 8. Sambungan Stru ktur

8.8.6. Contoh perencanaan sambungan balok 8.8.6.1. Konfigurasi dan beban rencana Perencanaan sambungan profil UB 1016x305x493 (hot-rolled), berat 492.6 kg/m, produk Nippon Steel & Sumitomo Metal, mutu baja lIS: SM400A (Fy 245 MPa dan F" 400 MPa). Untuk struktur balok sederhana dengan pertambatan lateral dan beban hidup berupa beban titik. Posisi sambungan terletak 2 m dari tumpuan sebagaimana terlihat pada Gambar 8.71 berikut .

latera l bracing

(a) 31

V= P 1,1 11 11111 111 11 1

Iii]

1036

(b) M=2P

(e)

(d)

Gambar 8.71 Konfigurasi balok, sa mbunga n da n be ba n rencana

Konfigurasi balok diambil dari contoh perencanaan Bab 6.8.3, dan telah diketahui bahwa kuat penampangnya Mil = Mp= 5650 kN.m, yang didasarkan pada keruntuhan leleh (plastis).

M"

= '''M = 0.9*5650=5085 kN.m 't' n

sehingga P" maksimum = M)4 = 1271.25 kN. Bandingkan dengan kuat geser baJok profil UB 1016x305x493. Pelat badan profil gilas (hot-rolled) h/tw = 30« 2.24(E/F) 1'l = 64 maka ¢v = 1.0 dan Cv = 1.0 .................................. (A ISC G2 -2) Kuat geser nominal pelat badan profil UB gilas ¢Vt1 = ¢ v 0.6Fy A w Cw

.. ................................... ... ...... (AISC G2-1)

¢VII =1.0*0.6*245*1036*31 *1/1000 =4721 kN

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

531

Jadi dua beban terpusat maksimum, P u = 1271.25 kN didasarkan pada kuat lentur profil UB sampai plastis, pada kondisi yang jauh di bawah kapasitas geser (tidak menentukan). Beban rencananya mengacu AASHTO (2005). Pertama, kombinasi beban untuk menentukan batas slip kritis pada kondisi beban berlebih (kombinasi Service II atau overload). Faktor beban untuk beban hidupnya adalah 1.3 . Kedua, menentukan kombinasi beban pada kondisi batas (kombinasi Strength I). Faktor beban untuk beban hidupnya adalah 1.75. Catatan : beban berlebih (overload) tidak dikenal di AISC (2010). Untuk penyederhanaan, dianggap berat sendiri atau beban mati yang lain dapat diabaikan. Oleh sebab itu, balok cukup didasarkan oleh beban hidup tanpa faktor sebesar P = Pj1.75 =726.4 kN. 1.

Kondisi beban berlebih (overload), dimana P over =1.3 P kN maka beban rencana untuk sambungan :

a. Ml

=944.3

= 2 P over = 1889 kN.m (*)

b. Vl = P = 944.3 kN (*) o ver 2.

Kondisi beban maksimum (ultimate), maka beban rencana :

a. Ml = 2 P u = 2542.5 kN.m b. V1 = P u

< 75% ¢Mn

=1271.25 kN

3. Kuat minimum sambungan, ketentuan 6.13.1 (AASHTO 2005) yang didasarkan pada faktor ketahanan penampang.

a. M3 = (Ml + ¢Mn)j2 b. M4 = 75% ¢Mn

= 3814 kN.m

=3814 kN.m

(**)

c. V3 = (Vl + ¢Vn )j2 = 2996 kN d. V4 = 75% ¢v" = 3540 kN (**) Dari evaluasi beban rencana pada kondisi slip-kritis dan kondisi kuat batas serta persyaratan minimum (AASHTO 2005) maka M dan V yang dipakai adalah yang bertanda (*) dan (**). Selanjutnya hal itu digunakan untuk mengevaluasi kekuatan sambungan. 8.8.6.2. Penentuan dimensi Umumnya bagian yang menentukan adalah kuat geser baut, yang tergantung diameter. Ketentuan 6.13.2.5 dari AASHTO (2005) mensyaratkan


532

Bab 8. Sam bungan Struktur

Evaluasi kekuatan memakai ketentuan AISC dan AASHTO. Ukuran baut M24 mutu A325 dengan Fnv = 372 MPa (geser pada ulir drat) . Untuk pelat ganda, maka ada dua bidang geser (n s = 2). Kuat geser baut M24 : Ab = 11,.z = 3.14*(24/2)2 = 452 mm 2. ¢Rn = ¢AbFnv ns = 0.75 *452 * 372 * 2 /1000 = 252 kN

I

baut.

Kuat slip-kritis baut M24, gaya prategang Tb = 205 kN (min) J1 = 0.3 dan ¢= 1.0 (lubang standar)

¢Rn = ¢ J1. Duhf Tbn S

· ··· ·· .. · .. •·•• .. • .. ··· · .. · • · .. • ··· .. · .. ·· .. .. •·

.(Al SCJ 3 -4)

¢Rn = 1*0.3*1.13* 1 *205*2 = 139 kN

Momen total akan ditahan oleh kopel gaya pad a pelat sayap (tarik, Ft atau tekan FJ Adapun jarak kopel adalah jarak antar titik berat pelat sayap profil (h), sebagai berikut. h = d - tf =1036 - 54 = 982 mm Ft =Fe =M/h

Tinjau kombinasi beban berlebih M=M1 =1889 kN.m Ft = Fe = M / h = 1889/0.982=1924 kN

n = FJ ¢RII (s/ip.kritis) =1924/139=13.8:::: 14 baut M24 Tinjau kombinasi beban batas M=M4 = 3814 kN.m Ft = Fe = M / h = 3814/0.982=3884 kN

n = Frl ¢Rn loeser r ) =3884/252 =15.4:::: 16 baut M24 (**) Perkiraan jumlah baut pada pelat badan (web), eksentrisitas diabaikan. Tinjau kondisi overload V=V1 = 994.3 kN.m

n = V1 1 ¢RII (slip.kritis) =994.31139 = 7.2 :::: 8 M24 Tinjau kondisi kuat batas V=V4 = 3540 kN.m (75% <j>Vn ) n = V41 ¢Rn(geser) =354Oj252 =14.05:::: 16 M24 (**) Note: jumlah baut pelat badan perlu ditambah 10% mengatisipasi adanya eksentrisitas gaya geser terhadap pusat berat grup-baut. Berdasarkan prediksi jumlah baut M24 untuk pelat sayap dan pelat badan, dapat disusun detail sambungan. Pelat sambungan untuk sayap dan badan dipilih agar luas pelat sarna atau lebih besar dari komponen yang disambung, sekaligus mengantisipasi pengaruh adanya reduksi luas akibat adanya lubang baut.

Wiryan to Dewobroto - Struktur Baja

533

Profil UB 1016x305x493 dari penampangnya dapat diketahui A,= 309*54 = 16686 mm 2 ~ pelat 2*309*30 = 18540 mm 2

Aw = 1036*31

= 32116 mm 2 ~ pelat 2*750*22 = 33000 mm 2

Dari jumlah baut perlu untuk pel at sayap dan pelat badan, dapat dibuat konfigurasi sambungan balok sebagai berikut. 209

2 x 16 M24 (A325)

2PL 22x33Ox75O total 32M24 (A325)

(a). Elevasi

Gambar 8.72 Sambungan balok - draft

Selanjutnya mengevaluasi untuk berbagai kondisi batasnya. 8.8.6.3. Analisis sambungan Kinerja sambungan dievalausi terhadap dua kondisi kerja, yaitu [1] kondisi slip-kritis (beban lebih), dan [2] kondisi tumpu (beban batas atau ultimate). Besarnya beban rencana untuk ke-2 kondisi mengacu pada AASHTO (2005) karena AISC (2010) tidak secara jelas menyatakannya, khususnya tentang beban lebih. sb. simetri

ll ? r, : I I; " 22

2@8M24

1096 750

.

L==:T (a). A1iran gaya

4S

(b). Pela t sambung

Gambar 8.73 Aliran gaya-gaya pada sambunga n

Asumsi gaya-gaya yang bekerja pada sambungan dan potongan pelat penyambung diperlihatkan pada Gambar 8.73 di atas.

534

Bab 8. Sambllngan Struktllr

8.8.6.4. Kondisi Slip-Kritis

Komponen pelat sayap : kombinasi beban lebih, M=1889 kN.m Ft = Fe = M / h = 1889/0.982=1924 kN Kuat pelat sayap (flange) profil A gf = 309*54 = 16686 mm 2 ' T/ =.o. Fy A9f = 0.95*245*16686/1000= 3884 kN »

Ft

Kuat pelat sayap (sambungan atas) A gsa = 309*30 = 9270 mm 2 Tso =.0. Fy Ags = 0.95*245*9270/1000= 2158 kN »

0.5Ft

Kuat pelat sayap (sambungan bawah) Agsb = 2*45*100= 9000 mm 2 Tsb =.0. Fy Ags = 0.95 *245*9000/1000= 2095 kN »O.5Ft Kuat baut sambungan sayap 2@8M24. Rn = 139 kN per baut (mekanisme slip-kritis) Tbout = 2*8*139 = 2224 kN > Ft Momen rencana terhadap beban lebih (overload), didasarkan pada kombinasi beban Service II (AASHTO 2005). Hasilnya, semua gaya dapat ditahan komponen pelat sayap (profil, sambungan dan slipkritis baut). Oleh sebab itu pelat badan dapat didesain memikul gaya geser dan momen akibat esentrisitas terhadap pusat berat grup-baut yang menyambung pelat badan.

Komponen pelat badan : kombinasi beban lebih, V=945 kN. Gaya geser dianggap bekerja pada sumbu simetri sambungan. Jadi terhadap titik berat grup baut, timbul eksentrisitas e = 87.5 mm. 8esarnya momen ekivalen, jika gaya geser bekerja pada titik berat grup baut adalah M = P.e = 945 * 87.5 = 82,687.5 kN.mm. y 1

9

. - - - - -G ' - 37.50 135 ~.

315

225 I

t

e· 45 ~ ~ ~.

- 87.50 ;r

1-1- • •

37.5O GQ '~

,V ~~

(a).

V

Ga mbar 8.74 Be ba n e kse ntri s da n ko nsentri s e kiva le n pada g rup-ba ut

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

535

Properti baut dihitung dalam tabulasi, penomoran mulai ujung kiri atas, ke bawah dan dilanjut ke ujung bawah (Gambar 8.74). Tabel 8.9 Properti baut dalam grup (kolom kiri)

No

x

1 2 3 4 5 6 7 8

-37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5

x2

y

y2

1,406.25 1,406.25 1,406.25 1,406.25 1,406.25 1,406.25 1,406.25 1,406.25

315 225 135 45 -45 -135 -225 -315

99,225. 50,625. 18,225. 2,025. 2,025 . 18,225. 50,625. 99,225.

x2+ y2 100,631.25 52,031.25 19,631.25 3,431.25 3,431.25 19,631.25 52,031.25 100,631.25 351,450.00

Tabel 8.9 hanya menghitung satu kolom pada grup-baut, karena simetri maka totall:(x 2+y2) = 2*351,450. = 702,900. mm 2. Terhadap momen maka

Q=

M 82,687.5 =0.118 I(x 2 + y 2) 702,900.

Tabe18.10 Gaya geser di baut (P) a kibat beban berlebih (Services II)

x

No 1 2 3 4 5 6 r-7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

-37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 37.5 37.5 3 7.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5

Y 315 225 135 45 -45 -135 -225 -315 315 225 135 45 -45 -135 -225 -315

Pcy

Pmx

59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1 59.1

37.2 26.6 15.9 5.3 -5.3 -15.9 -26.6 -37.2 3 7.2 26.6 15.9 5.3 -5.3 -15 .9 -26.6 -37 .2

POlY -4.4 -4.4 -4.4 -4.4 -4.4 -4.4 -4.4 -4.4 4.4 4.4 4.4 4.4 4.4 4.4 4.4 4.4

LPx 37.2 26.6 15.9 5.3 -5.3 -15.9 -26.6 -37.2 37.2 26.6 15.9 5.3 -5.3 -15.9 -26.6 -37.2

Note: • pcy =v,,/n; Pmx=Qy;Pmy=Qx dan

LPy 54.7 54.7 54.7 54.7 54.7 54.7 54.7 54.7 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5

P 66.2 60.8 57.0 55.0 55.0 57.0 60.8 66.2 73.6 68.8 65.5 63.7 63.7 65.5 68.8 73.6

p/¢RII 0.48 0.44 0.41 0.40 0.40 0.41 0.44 0.48 0.53 0.49 0.47 0.46 0.46 0.47 0.49 0.53

P=~tt.Px y+(J:.pY f

• Tahanan slip baut M24 (A325) cpRn = 139 kN / baut.

536

Ba b 8. Sa mbunga n Struktur

8.8.6.5. Kondisi Ultimate

Komponen pelat sayap: kombinasi beban batas, M=3814 kN.m Fe= Fe = M 1 h = 3814/0.982=3884 kN

Proporsi luas pelat sayap terhadap gaya Pelat sayap profil Af



=309*S4 = 16686 mm 2 .................. (100%)

Pelat sisi atas Ap = 309*30 = 9270 mm 2



...... ...... ... . ....

Pelat sisi bawah Aj2 = 2*100*4S = 9000 mm

2

. . . . . . . . . . ...

(56%) (54%)

Sambungan pelat sisi atas dan sisi bawah direncanakan menerima SO% gaya kopel profil. Karena luasnya lebih besar SO% luas sayap profil maka bagian yang kritis ada pada sayap profil itu sendiri. Kapasitas tarik terhadap kriteria leleh (yield) pelat utuh. Dari ke tiga komponen sambungan pada sayap maka luas terkecil adalah pelat sayap Profil UB 1016x30Sx493, yaitu A =A 9

f

=16686 mm 2

¢Pn =0.9 FyAg ........ .............................................. (AISC D2-1) ,Ap = 0.9*24S*16686/1000 = 3679 kN < Ft = 3884 kN ~ n rasio kuat perlu vs kapasitas tersedia

FJ ¢Pn =

1.06 (*)

Kapasitas tarik terhadap kriteria fraktur pelat berlubang. Baut M24 dimana

d baut

= 24 mm dan

dlU bang

= 27 mm (stan dar)

d imajiner = 27 + 2 = 29 mm .......................... ...... ....... (AISC 84.3b) An = (309-2 *29)*S4 = 13SS4 mm 2 ' U=l J'adi Ae = A n

¢P"

=0.75 FuAe .................................................... (AISC D2-1)

¢Pn = 0.7S*400*13SS4/1E3

=4066 kN » »

Fe = 3884 kN

Catatan : terhadap leleh, jika sayap saja yang menerima momen, terjadi overstress. Untuk itu pelat badan akan berpartisipasi memikul momen. Hanya saja dalam perencanaan ini, dianggap semua momen dapat ditahan oleh sayap, sehingga perencanaan pelat badan cukup memikul gaya geser dan eksentrisitasnya saja. Kapasitas tumpu pada pelat sayap profil : Untuk itu kuat tumpu pelat dan kuat tumpu baut dievaluasi dan diambil yang terkecil. Setiap baut ditinjau dan dikumulatifkan.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

537

sayap profil US 1016x305x493

,, L

309

30.5

<=

arah gaya aksial

Ga mbar 8.75 Kuat tumpu pelat saya p pro fil (t = 54 mm)

Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana :

Rn = 1.2 Iet Fu $; 2.4 d t Fu ........................................

(AISC )3-6a)

baut a: RM = 1.2*30.5*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 Rm = 791 kN baut b : Rnb = 1.2*46*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 Rn b = 1192 kN baut c : Roc = 1.2*46*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 Rnb = 1192 kN b aut d : Rnd = 1.2*46*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 Rnb = 1192 kN baut e : R = 1.2*46*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 R b = 1192 kN " n baut f: Rnr = 1.2*46*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 R nb = 1192 kN baut g : R = 1.2*46*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 Rn b = 1192 kN baut h : Rn)I = 1.2*46*54*400 $; 2.4*24*54*400 -7 Rnc = 1192 kN ~

maka IRn = 2(Rna + 7 Rnb )

= 18270 kN

»> Ft

= 3884 kN

Kapasitas blok geser pada pelat sayap profil :

,,L 309

______ _ ___________________ _ ____________________ _

<}==

~r~~ ~aya ~ksial

_ _ __ __ _ _ _ -

31

35

Gambar 8. 76 Blok geser pada pelat sayap profil (t = 54 mm)

538

Bab 8. Sambungan Struktur

Check kuat sambungan terhadap keruntuhan geser blak 0. 6FuAnv + UbsFuAnt ~ 0.6FyAgv + UbsFuAllt ...... .... .... (AISC )4-S) '--y---J '---.r----' fraktur leleh Baut <1>24 mm, lubang baut standar <1>27 mm, untuk hitungan pakai lubang imajiner <1>29 mm akibat pelemahan dari pelaksanaannya.

Rn

=

Agv = 570*54*2 = 61560 mm 2 Anv= (46*7+31)*54*2 = 38124 mm 2 Ant = 35*54*2 = 3780 mm 2 Ubs = 1.0 untuk untuk tegangan tarik merata (uniform) fraktur = (0.6*400*38124 + 1.0*400*3780)/1000= 10662 kN leleh = (0.6*245*61560 + 1.0*400*3780)/1000 = 10561 kN (*) RIl =0.75* 10561 = 7921 kN »> Ft = 3884 kN (OK) Catatan : tahanan blak geser lebih kecil dibanding kuat tumpu.

Komponen pelat badan: kambinasi beban batas,

~,=3540

kN.

Tinjau Gaya di Baut : Gaya geser dianggap bekerja pada sumbu simetri sambungan. Jadi terhadap titik berat grup, timbul eksentrisitas e = 87.5 mm. Besarnya mamen ekivalen, jika gaya bekerja pada titik berat grup: M = Vu.e = 3540 * 87.5 = 309,750. kN.mm. Terhadap mamen maka Q =

309,750.0

M 2

2

L(x + y)

702,900.0

= 0.44

TabeI8.11 Gaya geser di baut (P) akibat beba n batas (75% <j>VJ

No

x

y

Pey

Pmx

Pmy

LP x

LPy

P

pIRn

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

-37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 -37.5 3 7.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5

315 225 135 45 -45 -135 -225 -315 315 225 135 45 -45 -135 -225 -315

221 221 221 221 221 221 221 221 221 221 221 221 221 221 221 221

139 99 59 20 -2 0 -59 -99 -139 139 99 59 20 -20 -59 -99 -139

-16.5 -16.5 -16.5 -16.5 -16.5 -16.5 -16.5 -16.5 16.5 16.5 16.5 16.5 16.5 16.5 16.5 16.5

139 99 59 20 -20 -59 -99 -139 139 99 59 20 -20 -59 -99 -139

204.5 204.5 204.5 204.5 204.5 204.5 204.5 204.5 237.5 237.5 237.5 237.5 237.5 237.5 237.5 237.5

247.3 227.2 212.8 205.5 205.5 212.8 227.2 247.3 275.2 257.3 244.7 238.3 238.3 244.7 257.3 275.2

0.98 0.90 0.84 0.82 0.82 0.84 0.90 0.98 1.09* 1.02* 0.97 0.95 0.95 0.9 7 1.02* 1.09*

Note: Pey =Vjn; Pmx=Qy; Pmy =Qx dan p=((Epj2+(Ep)zyn; kuat geser baut M24 (A325) ¢Rn = 252 kN 1 baut.

Wiryanto Dewobroto - Strllkt llr Baja

539

Tanda (*) menunjukkan bahwa ada komponen yang overstress akibat kriteria beban minimum 75% 't'rAy . Itu berarti detail sambungan rencana belum memenuhi syarat AASHTO (2005), perlu dimodifikasi ulang. Meskipun demikian menurut penulis itu tidak urgent bahkan dapat diabaikan karena gaya geser rencana yang dipilih, tidak pernah tercapai. Pad a konfigurasi balok yang ada, maka keruntuhan lentur akan terjadi lebih dulu. II

Tinjau Tumpu Pelat Hadan : anggap jarak antar baut = 90 mm, maka jarak bersih Ie = 90-29 = 61 mm. tumpu : RM = 1.2*61*31*400 ::; 2.4*24*31*400 -7 R = 714 kN » dari pada gaya baut p yang maksimum, yaitu 275 kN. -7 OK. ~

Kondisi batas lentur pelat badan : Pelat bad an akan bekerja sebagai kantilever sejarak pusat berat grup-baut, dan beban terpusat di sumbu simetri sambungan sebesar gaya geser rencana Vu = 3540 kN. Ada eksentrisitas sebesar e = 87.5 mm terjadilah momen sebesar M =Vu·e = 309.75 kNm.

r

--j

sumbu simetri sambungan

31 87.5 22

o

'

asumsi tumpuan jepit

750

L (a) . Penampang

p=v" (b). Perilaku kantilever

Gambar 8. 77 Mode l balok dari pelat badan

Pelat badan 2@22*750 sehingga ABV = 2*22*750=33000 m 2 Anv = (750 - 8@29)*2*22 = 22792 m 2 •

Kuat geser elemen sambungan pelat badan : cpR n =cp v 0.6FY ABV =1.0*0.6*245*33000/1000 = 4851 kN (*) ..... (]4-3) rAR n =rA 0.6Fu A nv =1.0*0.6*400*22792/1000 't' 't' v

= 5470 kN

..... ...(]4-4)

Rv = Vu / cpVn = 3540/4851 = 0.73

540

Bab 8. Sambungan Struktur

Kuat lentur nominal sambungan pelat badan : Zx = 2*14*22*750 2 = 6,187,500. mm 3

¢Mn = ¢ Zx Fy = 0.9*6,187,500.* 245/1E6 = 1364.3 kNm Rm= Me 1 ¢Mn = 309.75/1364.3 = 0.23 «1.0

~

Ok

8.8.7. Pembahasan

Langkah awal yang penting dalam perencanaan sambungan adalah menentukan beban rencana. Karena kondisi slip-kritis pada sambungan sangat penting, selain ketahanan terhadap fatig untuk jembatan, juga ketika terjadi slip maka kekakuan sambungan akan menurun drastis (Ibrahim 1995). Oleh sebab itu batas beban yang menyebabkan slip perlu ditetapkan dalam perencanaan. Tentang hal itu, tidak ada ketentuan yang jelas pada AISC (2010), apakah kondisi beban layan (service) atau kondisi beban batas (ultimate). AASHTO (2005) memberikan kondisi khusus terkait hal itu, yaitu kondisi beban berlebih atau Service II. Itulah mengapa AASHTO (2005) juga dipilih sebagai rujukan selain AISC (2010). Detail sambungan dibuat berdasarkan jumlah baut yang diperlukan, dihitung dengan asumsi bahwa momen ditahan pelat sayap, dan gaya geser ditahan pelat badan. Untuk pelat-pelat sambungan dipilih sedemikian sehingga punya luasan yang sarna atau lebih besar dari profil pelat yang disambung. Prinsip simetri menjadi hal penting dalam penyusunan konfigurasi. Pada penyusunan baut pelat badan, jumlah bautnya perlu ditambah untuk mengantisipasi adanya eksentrisitas gaya geser terhadap pusat berat grup-baut. Berdasarkan hasil evaluasi kasus perencanaan sambungan balok terhadap berbagai kondisi batasnya, dan masih ditemukan adanya komponen yang overstress. Dapat disebutkan bahwa dua kriteria beban rencana minimum AASHTO (2005) yang tidak boleh kurang dari nilai : [1] rata-rata antara Ru dan tahanan elemen terfaktor Rr atau ¢Rn ; [2] juga 75% tahanan elemen terfaktor Rr ' adalah persyaratan perencanaan sambungan yang relatif cukup "berat". Oleh sebab itu, agar perencanaannya optimal dan ekonomis, harus dipastikan bahwa sambungan harus dipasang di lokasi atau titik, dimana gaya-gaya internal akibat kombinasi beban yang men entukan, besarnya tidak melebihi dari 50% Rr atau ¢R" (kapasitas penampang yang disambung). Itu alasannya, mengapa pada balok yang menerus, AASHTO (2005) menyarankan agar menempatkan sambungan di dekat titik belok akibat kondisi beban mati.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

541

8.9. Sambungan End-Plate 8.9.1. Umum

Dari Tabel 8.2 tentang kuat nominal baut mutu tinggi, diketahui bahwa kuat tarik baut Fnt = O.75Fu ,dan kuat gesernya Fnv = 0.45F.u ltu berarti kuat tariknya 1.67 kali lebih besar dari kuat gesernya. Meskipun perbedaannya menyolok, sambungan baut tipe tarik tidak secara otomatis lebih populer dibanding sambungan baut tipe geser yang telah dibahas. Bagaimanapun juga, pemilihan sistem sambungan tidak hanya dilihat dari segi kekuatan atau kekakuan, tetapi faktor lainnya juga seperti kemudahan pemasangan, juga penting dipikirkan. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi baut tipe tarik di lapangan, dapat dilihat gambar sambungan berikut.

Ga mbar 8.78 Sa mbunga n end-pla te dengan baut tipe tarik (sumbe r : inte rn et)

Sambungan baut tipe tarik terlihat simpel, baut relatif sedikit, dan ada tambahan pelat khusus dilas pada ujungnya, sehingga sering disebut sebagai sambungan end-plate. Jika terpasang komponen sambungan saling menempel rapat dengan lawan sambungnya, yang bisa berupa end-plate juga, atau pelat sayap profil kolom. Adanya pemasangan pelat ujung, yang dis am bung kaku dengan las ke bagian lain, tentunya perlu akurasi pemasangan yang tinggi dibanding sistem sambungan baut tipe geser. Itu berarti sistem sambungan end-plate proses pemasangannya relatif lebih sulit. Bandingkan dengan sambungan baut tipe geser yang secara alami memberi toleransi pelaksanaan lebih baik, seperti lubang standar yang ukurannya lebih besar dari diameter baut. Juga tidak adanya sambungan las kaku, yang diperlukan. Adanya pelat ujung menyebabkan gaya tekan pada titik dimana baut berada, langsung akan diambil alih oleh pelat tersebut. Selanjutnya hanya baut dengan gaya tarik yang akan bekerja. Itu alasan, mengapa jika pada sambungannya terjadi momen (timbul kopel

542

Bab 8. Sam bungan Struktur

tekan dan kopel tarik) maka penempatan baut tidak perlu merata di sepanjang tinggi penampang seperti sambungan tipe geser, tetapi hanya di bagian yang mengalami gaya tarik saja.

Gambar 8.79 Sa mbunga n po rtal denga n s istem pelat ujung

Pada struktur portal (gable frame), akibat beban tetap maka pada bagian pertemuan kolom-balok (rafter) akan mengalami momen negatif, sisi atas tarik dan sisi bawah tekan. Itulah sebabnya jika di bagian tersebut memakai sambungan pelat ujung, maka bagian atas terlihat memasang lebih banyak baut daripada bagian sisi bawah (lihat Gambar 8.79) . Untuk tipe sambungan seperti itu, bagian yang kritis adalah daerah baut tarik, adapun baut di daerah tekan hanya bekerja untuk menahan gaya geser. 8.9.2. Efek "prying" Perlunya pelat ujung pada sistem sambungan end-plate, ternyata bukan sekedar asesori. Keberadaannya mempengaruhi besarnya gaya tarik pada baut. Untuk memahaminya, akan dibahas perilaku split-tee atau potongan profil WF yang digunakan untuk struktur penggantung (hanger) sebagai berikut.

P/2

P/2

. ~4?fi "

I ~

Y0i

P/2

P/2 M

0,~

/

P (a) . Tampak Depan

(b) . Tampak Samping

Gambar 8.80 Baut tarik pada hanger dari split-tee

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

543

Cara kerja baut struktur penggantung dipelajari karena mekanismenya sarna seperti sambungan baut tipe tarik pada umumnya. Konfigurasi dasarnya terdiri dari split-tee (atau end-plate) dan dua baris baut dalam orientasi tarik, lihat Gambar B.BOa. Mengacu prinsip keseimbangan gaya, tanpa memperhitungkan pengaruh efek pengencangan baut, dan dianggap setiap gaya aksi P terhadap split-tee akan dipikul oleh dua baris baut, maka besarnya gaya reaksi setiap baris baut tersebut adalah sebesar O.SP. Jika efek pengencangan baut diperhitungkan, ternyata gaya reaksi setiap baris baut > O.SP. Adanya gaya reaksi baut yang lebih besar dari gaya aksi yang diberikan terjadi karena adanya efek prying. 8esarnya bervariasi, ada yang berpendapat antara S - 20%, tetapi ada juga yang didukung data empiris mencapai 50%, tergantung material dan konfigurasinya (Agerskov 1979). Karena berpotensi merusak, efek prying pada perencanaan sambungan baut tipe tarik harus dievaluasi (baca juga ketentuan J3.6 - AISC 2010). Apa dan bagaimana efek prying bisa terjadi pada sambungan splittee atau end-plate, dapat dilihat dalam illustrasi berikut. gaya reaksi

gaya

reaksi bau!

bau! gaya ,--A--.. reaksi

prying, q

I gaya

+ aksi, P Gamba r 8.81 Efek prying pada sa mbunga n denga n ba ut tarik

Lihat Gambar B.Bl, akibat gaya aksi P bagian pelat ujung split-tee atau end-plate bekerja seperti balok meneruskan gaya tersebut ke baut di dekatnya. Jika pelat ujung tidak kaku, bagian tengah akan mengalami deformasi (pisah), tetapi bagian pinggir tetap menempel akibat efek jepit pengencangan baut. Bagian tersebut menjadi tumpuan, sedang bagian pelat lainnya menjadi seperti pengungkit bagi baut. Itulah yang menyebabkan gaya reaksi baut meningkat drastis. Jadi efek prying timbul karena pelat ujungnya mengalami deformasi (pisah) tapi bagian lainnya terjepit (ada kontak) .

544

Bab 8. Sa mbungan Struktur

Jika akibat efek prying bautnya tidak rusak, dan gaya aksi P dapat ditambah terus, maka pelat mengalami deformasi yang besar. Jika bahan material cukup daktail, bagian pinggir pelat yang menempel dapat mulai terpisah. Saat itu juga gaya reaksi prying, q akan berkurang, bahkan hilang. Jadi yang menyebabkan efek prying adalah adanya deformasi pelat ujung dan masih adanya kontak (menempel) terhadap pelat lawan atau sambungan lainnya. Itu berarti jika pelat ujung sangat kaku, sehingga tidak berdeformasi tetapi langsung menimbulkan gap (terpisah) terhadap pelat lawan maka efek prying tidak akan terjadi. Sejak era SO'an telah dimulai studi perilaku baut pada sambungan end-plate, khususnya memprediksi gaya baut dengan efek prying. Kebanyakan studi memakai analogi split-tee terhadap tarik. Dari berbagai studi, penelitian Kennedy et. al. (1981) tentang perilaku baut pada sambungan split-tee banyak digunakan sebagai rujukan bagi banyak penelitian selanjutnya (Murray dan Sumner 2003). Penelitian Kennedy mengidentifikasi tiga tahapan perilaku pelat pada sambungan split-tee dengan baut tarik. Tahapan pertama terjadi pada kondisi beban rendah, perilaku pelat masih elastis. Ini disebut perilaku "pelat teba}" dimana dianggap tidak terjadi efek prying (8.82a). Jika beban ditambahkan terus, maka sendi plastis dapat terbentuk pada bagian tengah pelat (Gam bar 8.82b). Ini adalah tahapan ke-2 dan disebut perilaku "pelat berketebaIan sedang", gaya tambahan pada baut, q akibat efek prying mulai terjadi. Jika beban masih ditambah terus dan bautnya masih kuat maka perilaku pelat masuk pada tahapan ke-3 yang disebut perilaku "pelat tipis". Pada tahap ini pelat mengalami sendi plastis ke-2, dekat barisan baut penyambung (Gambar 8.82c). Besarnya gaya tambahan pada baut akibat efek prying adalah yang terbesar atau maksimum, yaitu quo Ini menjadi kuat batas pelat split-tee.

t ru

2 ru

+q

q (a) leba)

ru + q

q (b) sedang

(c) lipis

Ga mbar 8.8 2 Pe rila ku pela t da n efe k pry ing (Mu r ray da n Sumn e r 2003).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

545

8.9.3. Tebal pelat dan perilaku sambungan Perilaku pelat ujung sambungan end-plate atau split-tee ternyata spesifik dan dapat diklasifikasikan sebagai perilaku pelat tebal, pelat sedang atau tipis. Pertanyaannya, apakah itu mempengaruhi kinerja sambungan. Jika ya, maka tentu perlu diketahui klasifikasi pelat mana yang sebaiknya dipilih, atau harus dihindari. Tentang klasifikasi pelat tebal, sedang atau tipis, tentunya bukan sekedar dari ukuran fisiknya semata, tapi terkait beban yang bekerjanya.

Gambar 8.83 Deformas i pada sa mbunga n end-plate (Agerskov 1979).

Gambar 8.83 menunjukkan pelat ujung pada sambungan end-plate yang ketebalannya kurang lebih sarna dengan tebal pelat sayap. Meskipun demikian, untuk mengklasifikasi apakah termasuk pelat tebal, sedang atau tipis, tentunya tidak mudah. Jika dari deformasi yang terlihat, dipastikan kondisi plastis telah terjadi, timbu! celah. Itu menunjukkan bahwa perilakunya tidak lagi "pelat tebal". Apa pengaruh ketebalan pelat terhadap kinerja sambungan. Untuk itu ada baiknya mengulas penelitian Agerskov (1979) di Technical University of Denmark tentang perilaku keruntuhan balok dengan sambungan end-plate yang mempunyai ketebalan pelat berbeda. Gambar 8.84 menunjukkan konfigurasi balok uji yang dimaksud. Tebal pelat sayap dari profil balok uji adalah 18 mm. Konfigurasi sambungan end-plate keduanya sarna, kecuali balok uji kiri tebal pelat ujung 25 mm, dan balok uji kanan tebalnya 18 mm. Berarti sebenarnya pelat ujung yang dipakai juga tidak terlalu tipis. Balok dibebani terhadap momen berdasarkan dua beban terpusat yang ditempatkan simetri pada sambungan. Tiap balok uji dipasang 5 titik ukur memonitor deformasi sambungan dan penampang. Jadi perbedaan deformasi relatif sambungan terhadap bagian lainnya dapat diketahui. Hasil pengujian disajikan dalam kurva hubungan antara momen - kurvature (kelengkungan) mulai kondisi beban kecil (elastis) sampai kondisi beban batas (inelastis).

546

Bab 8. Sambungan Struktu r

36 P Mp

24 20

BEAJo1 TEST

NO

PLATE THICKNESS

BEAJo1 fEST

B 4-1

NO

e 1.-3

PLATE THICKNESS . t,, 18mm

t II:25mm

16

16

iEl~i I II! II d, cli

12

12

1231. 5

123 I. 5

2

4

6

8

(a). Perilaku

10

12

14

16

M-x (pelal lebaJ)

18

20

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

(b). Perilaku M-X (pelal sedangltipis)

Gambar 8.84 Pengaruh tebal pelat pada kinerja sa mbungan (Agerskov 1979).

Gambar 8.84 memperlihatkan kurva perilaku balok dengan sambungan end-plate yang diuji. Fokus perhatian adalah kurva No.3, yang memonitor titik sambungan. Kurva lain dianggap mewakili perilaku penampang profil utuh. Sambungan end-plate pelat tebal menunjukkan perilaku seperti profil utuh, khususnya pada kondisi beban dimana kurva No.3 tersebut berhimpit dengan kurva-kurva lainnya. Lihat Gambar 8.84a. Memang, pada kondisi beban yang mendekati maksimum, kurva No.3 di bagian sambungannya memperlihatkan pelemahan, terjadi rotasi yang besar dibanding penampang utuhnya. Tetapi karena besarnya beban tersebut tidak berbeda jauh dengan beban batas penampang utuh, maka tentunya pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku struktur secara keseluruhan. Kondisi berbeda jika sambungan end-plate memakai pelat sedang atau tipis (Gambar 8.84b). Perilaku sambungan (kurva No.3) pada beban relatif rendah memperlihatkan kelengkungan yang besar dibanding penampang utuh. Itu terjadi karena ada deformasi pelat ujung sambungan, yang menyebabkan kekakuannya menjadi lebih kecil dibanding penampang yang utuh. Jika tinjauannya adalah segi kekuatan, maka tidak ada perbedaan antara pemakaian end-plate dengan pelat tebal atau pelat sedang atau tipis. Maklum pad a kedua balok uji, kuat batas ultimate balok semuanya tercapai. Berarti sambungan end-plate juga berperilaku daktail sehingga cocok digunakan untuk struktur tahan gempa. Perubahan kekakuan akibat perilaku sambungan mempengaruhi perilaku struktur secara keseluruhan, khususnya jika strukturnya statis tak tentu. Untuk struktur statis tertentu, juga perlu dipikir-

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

547

kan jika deformasi menjadi hal yang penting, seperti persyaratan lendutan pada struktur dengan bentang besar. Jadi jika memakai sambungan end-plate dan menentukan klasifikasi pelat ujungnya maka pilihan yang ideal adalah "pelat tebal". Dengan kondisi itu maka dapat diharapkan kekakuan sambungan sarna dengan profil utuhnya. Kapasitas bautnya juga akan lebih efisien karena dengan "pelat teba!" maka tidak terjadi efek prying. 8.9.4. Tipe sambungan End-plate

Klasifikasi "pel at teba!" mengaeu pada penelitian Kennedy (1981) adalah pilihan terbaik untuk pereneanaan sambungan end-plate. Untuk menghitungnya tidak bisa terpisah dari konfigurasi pelat ujung yang dipilih. Maklum, deformasi pelat ujung dipengaruhi kondisi tumpuan, dan itu tergantung dari konfigurasi atau detail sambungan end-plate itu sendiri. Pada sisi lain, gaya yang menyebabkan deformasi pelat ujung dihasilkan dari gaya reaksi baut pada sambungan end-plate. Besarnya gaya tadi tergantung juga dari kapasitas baut yang dipakai. Itu mengapa dalam menentukan apakah termasuk pelat tebal, maka konfigurasi pelat ujung dan baut harus sekaligus diperhitungkan. Karena konfigurasi pelat ujung, ukuran baut, juga penempatannya adalah faktor penting, maka bentuk sambungan end-plate yang dibahas menjadi tertentu, tidak sembarangan. Dari banyak paper penelitian tentang sambungan end-plate yang ada, maka dipilihlah bentuk-bentuk berikut untuk dibahas seeara detail.

(H) ,

fh).

Gambar 8.85 Sambunga n Flush-end-plate (Borgsmill er 1995)

Tipe Jlush-end-plate coeok untuk momen reneana relatif ked!, misalnya sambungan di titik belok bending momen. Ada dua tipe yang ditinjau yaitu biasa dan dengan pengaku. Jika momen reneananya lebih besar, bahkan perlu sambungan sekuat profil, maka tipe extended-end-plate atau end-plate dengan pelat ujung yang menonjollebih tinggi dari profil, dapat menjadi pili han.

548

Bab 8. Sam bungan Struktur

Ga mbar 8.86 Sa mbungan Extended-end-plate (Borgs miller 1995)

Aplikasi sambungan end-plate dapat dipasang untuk balok-balok atau portal (kolom-balok) sehingga populer. Meskipun demikian ukuran profil baja yang disambung relatif terbatas, karena konfigurasi pemasangan baut juga lebih terbatas dibanding sambungan baut tipe geser. Karena itu, sistem ini lebih populer ditemukan pada konstruksi gedung daripada konstruksi jembatan.

-

~(M

..... .........

-

......\

10.

:'~._.~.c bagian tarik

.................z... bagian tarik (a). Flush-end-plate

f-

M)

(b). Extended-end-plate

Ga mbar 8.87 Sambu ngan end-plate pada ba lok (Murray-Shoemaker 2002)

/

.....·····........r

..

bagian tarik

\

-

.......:: :...../

\

IF=====~~~======~,

-

f-

-M

-

M

(a). Flush-end-plate

(b). Extended-end-plate

Ga mbar 8.88 Sa mbunga n end-plate pada portal (Murray-Shoema ker 2002)

Dipasang untuk sambungan dimanapun, tidak ada masalah. Asalkan "bagian tarik" dari end-plate dapat ditempatkan secara benar.

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

549

Mungkin ada yang merasa asing dengan tipe sambungan end-plate yang akan dibahas. Maklum tipe tersebut belum populer, biasanya yang sering dijumpai adalah tipe-tipe berikut, lihat Gambar 8.89.

(b). balok-balok (a).balo k-kolom Ga mba r 8.89 Tipe sa mbunga n end-pla te ya ng ba nyak dijumpai d i Ind o nes ia

Jika dilihat, sambungan end-plate yang biasa tersebut umumnya dibuat lebih tinggi dari profilnya, dengan menambahkan potongan profil yang sarna. Baut-baut dipasang di kanan kiri, disepanjang ketinggian terse but, dengan spasi atau jarak vertikal antar baut yang sarna, merata, atau disesuaikan dengan ruang yang tersedia. Gambar 8.90 adalah eontoh dari detail sambungan end-plate yang tipikal dijumpai pada konstruksi baja di Indonesia. Banyak dipakai pada konstruksi baja gudang dan bangunan keeil pada umumnya. Ciri khas lainnya adalah pelat ujungnya relatif tipis, biasanya tidak berbeda jauh dengan tebal sayap profilnya. 125 ---==--

~ M.. ~ III III

'0

EndpJate RG-l

o

0

0-- ~

N

0

0 I~

:G

0

0-- ~

PI

III

0 0

III

o

"

co

0

01-

WF_250x125x6x9 Endplate t= 10 m m HTB M16 L=50 mm Lubang 017mm Spes

Rlp-1

DETAIL REGEL RG- l SKALA 1:25

UJI TAMPAK - A SKALA 1:10

Ga mbar 8.90 Co ntoh deta il end-plate lokal (sumbe r : a ta pkuba h.co m)

Jumlah baut sambungan end-plate tipe lokal (Gam bar 8.89 & 8.90), relatif lebih banyak, tetapi diameter yang lebih keci!. Pemasangan baut dengan spasi merata tentu hanya optimal jika batang yang disambung adalah untuk batang tarik. Jika untuk momen lentur,

550

Bab 8. Sa mb un ga n St ruktu r

akan ada daerah tarik dan daerah tekan. Pada kondisi tersebut maka hanya baut pada bagian tarik saja yang akan bekerja. Pada bagian desak, baut menjadi tidak berfungsi. Oleh sebab itu sistem sambungan dengan konfigurasi baut yang penempatannya merata untuk memikul momen adalah tidak efisien. Itu pula yang menyebabkan konfigurasi sambungan end-plate tipe lokal, yang sering dijumpai (Gam bar 8.89 & 8.90), tidak banyak dipilih sebagai topik penelitian ilmiah serius yang lebih lanjut. Kondisi berbeda dijumpai pad a sambungan momen end-plate tipe yang dibahas (Gambar 8.78 - 8.88). Ternyata tipe tersebut telah menjadi objek penelitian sejak lama (Douty dan McGuire 1965, Krishnamurthy 1978, Agerskov 1979, Borgsmiller 1995, Krishnamurthy 1999, Murray dan Shoemaker 2002). Bahkan ketika aspek perencanaan tahan gempa menjadi suatu hal yang penting. Pada kondisi tersebut, unsur kekuatan tidak lagi menjadi satu-satunya pertimbangan, unsur lain seperti kekakuan dan kemampuan rotasi saat inelastis, juga menjadi pertimbangan penting, maka sambungan momen end-plate tipe yang dibahas ini ternyata masih relevan (Coelho dan Bijlaard 2007). Jadi tidaklah heran jika tipe sambungan tersebut saat ini menjadi salah satu yang direkomendasikan untuk sistem rangka khusus atau menengah pada bangunan tinggi tahan gempa dari baja (AISC 2011).

(a)

(b)

(c)

Gamba r 8.91 Sa mbungan end-plate untu k ba ngun an tahan ge mpa (AI SC 2011)

Sistem sambungan end-plate untuk bangunan tahan gempa di atas direkomendasi karena telah dilakukan verifikasi dengan hasil uji empiris (AISC 2011). Prinsip perencanaannya mirip dengan yang dibahas, tetapi untuk memastikan kinerja pada kondisi inelastis diberikan persyaratan fisik yang ketat, seperti misalnya jika digunakan struktur pelat beton, maka profil baja yang disambungnya tidak boleh lebih kecil dari 24 in atau 610 mm (AISC 2011).

Wirya nto Dewobroto - Strukt ur Baja

551

8.9.5. Kapasitas pelat ujung Kinerja sambungan end-plate tergantung kekuatan pelat ujungnya dan baut tarik. Untuk menghitung secara maksimal kekuatan pelat ujung maka cara yang terbukti akurat adalah dengan teori garis leleh (yield line theory), khususnya setelah dibandingkan dengan hasil uji empiris (Borgsmiller 1995).

Teori garis leleh pada dasarnya sama adalah seperti teori analisis plastis pada portal baja, tetapi diaplikasikan pada bidang pelat. Seperti yang digunakan juga pada perencanaan pelat beton. Seperti teori analisis plastis, untuk mendapatkan kondisi paling menentukan, maka perlu ditinjau berbagai pola keruntuhan yang mungkin terjadi. lni tentu akan menjadi masalah jika bidang pelat ujung yang ditinjau bervariasi bentuk geometrinya. Tetapi karen a bentuk konfigurasi end-plate yang dibahas adalah sudah tertentu (lihat Gambar 8.85 - 8.88) maka pola keruntuhan pelat yang tepat tentunya dapat mengacu pada bentuk pol a yang sudah teruji, khususnya dengan hasil data empiris. Dari empat (4) jenis sambungan end-plate yang dipilih, maka akan disajikan pola keruntuhan pelat yang didasarkan dari penelitian Borgsmiller (1995), sebagai berikut. Pelat ujung tipe Jlush-end-plate 4 bolts br

h tw tp

• •

hI

j tr

Ca.) tanpa pengaku

(b). dengan pengaku

Ga mbar 8. 92 Pola garis leleh pelat tip e jlush-end-plate CBorgsmille r 1995),

552

Ba b S. Sa mbungan Struktur

Flush-end-plate polos: (Borgsmiller 1995).

Kuat sambungan end-plate terhadap kondisi batas terjadinya leleh pelat ujung yang dicari berdasarkan teori garis leleh dengan pola keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 8.92a adalah

2[bf h-P(2 ) + M pi = Fpyt p 2 (h-P, ----;;;-+-u-

z( Pf + Pb+u )(h,)] .... .. ........ . (8.9-1) - g-P

Jika Mu5,¢Mp, maka tebal pelat minimum dapat dicari, berikut :

u=t tp,l

bf 9 (

:~~t2) .................................... .. ........... ..

'f(~+~):~~;:+p, +u)(~)

r

(8.9-2)

(B.93)

Flush-end-plate dengan pengaku: (Borgsmiller 1995).

Kuat sambungan end-plate terhadap kondisi batas leleh pelat berdasarkan teori garis leleh dengan pola keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 8.92b adalah

AA=(h-Pt)[2~r +%(Pf+Pb)] .. ...... .... ........ .. .... ...... ... .. (8.9-4a) BB = l.Z5( h-

Pt2)[b£( ;, + 2h, )+ Itp, + % (P; + Ps)] .... .. .... .. . (8.9-4b)

Mpi = Fpy t~ {AA +ibf + BB} .................... ..... ..... .. ... ....... (8.9-4c)

Jika Mu5,¢Mp, maka tebal pelat perlu dapat dicari, sebagai berikut. J.

tp>[AA:1:;:BB dimana Fpy

r··· ··· ··

(8.9-5)

tegangan leleh material pelat ujung.

Mp,

kapasitas momen plastis pelat ujung.

Mu

momen batas sambungan end-plate.

¢

keruntuhan lentur akibat leleh, ¢ = 0.9

Wirya nto Dewobroto . Strllktll l' Baja

553

Pelat ujung tipe extended-end-plate 4 bolts Dalam hal ini, baut tarik (4 buah) berada di sisi atas. Adapun baut desak (sisi bawah), diabaikan. Hanya untuk memikul gaya geser. Agar sistem sambungan dapat digunakan secara tepat, posisi baut tarik tentunya harus disesuaikan juga dengan kondisi lapangan.

- -

Pcx l

I Pr.o

-~ ~ j:';

s Pr PI'

PrI

;1

s

h

h

h

tw -

rr~~

rr~~ I

tw

tlV

--'>

tp

tp

• •

• •

~r

• •

11'

#2j ika s > d e

# 1 jika s < de (a). polos

11'

(b). dengan pengaku

Gambar 8.93 Pola keruntuhan berda sa rkan garis leleh (Borgsmiller 1995),

Extended-end-plate polos: (Borgsmiller 1995). Kuat sambungan end-plate terhadap kondisi batas leleh pelat berdasarkan teori garis leleh dengan pola keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 8.93a adalah

2[( b (_1 +.1) +(PI ' +s)1.)(h - P ) +!:.L(_h +.1)] ... 2 Pf,i 9 t 2 Pr.. 2

I

M P = FPY t P

f

S

.1

(8.9-6)

Jika s = Yz(bt'9) '" dan Mu~¢Mpl maka tebal pelat perlu berdasarkan kuat batas leleh dapat dicari dari rumus di atas sebagai berikut :

p -

554

]t

Muj¢Fpy

t >

(8.9-7)

(!:.L(_ l +.1)+(p +s)1.)(hh_+.1) Pt )+ !:.L(_ 2 Pf,i s 1 ,1 9 2 P 2

r

f.o

Bab 8. Sa mbungan Struktur

Extended-end-plate dengan pengaku: (Borgsmiller 1995). Kasus #1, jika s < d e. Ku at sambungan end-plate terhadap kondisi batas leleh pelat berdasarkan teori garis leleh dengan pola keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 8.93b (kiri) adalah

Mp/ =Fpyt;[b£ ( p~ +~) + (Pt +sH ][(h - Pt)+ (h +Pt )] ..........

(8.9-8)

Jika s =% (b/ g) 1'z dan Mu ~¢Mpl maka tebal pelat perlu berdasarkan kuat batas leleh dapat dicari dari rumus di atas sebagai berikut :

Kasus #2, jika s > d e. Kuat sambungan end-plate terhadap kondisi batas leleh pelat berdasarkan teori garis leleh dengan pola keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 8.93b (kanan) adalah

Mp/ = Fpyt~ [b£ ( p~ + is )+(Pt +deH][(h- Pt )+( h+Pt )]. .. .. .. . (8.9-10) Jika s = % (b/ g)'h dan Mu ~¢Mpl maka tebal pelat perlu berdasarkan kuat batas leleh dapat dicari dari rumus di atas sebagai berikut :

dimana F py M pi

Mu

tegangan leleh material pelat ujung. kapasitas momen plastis pelat ujung. momen batas sambungan end-plate. keruntuhan lentur akibat leleh, ¢ = 0.9

Wiryanto Dewobroto - StrLl ktur Baja

555

8.9.6. Kapasitas baut Sambungan end-plate ditentukan oleh kuat pel at ujung dan kuat baut tariknya. Gaya tarik pada baut dipengaruhi oleh kinerja pelat ujung. Jika pelat ujungnya berdeformasi, terjadi efek prying, yaitu adanya penambahan gaya tarik di baut Jika deformasinya relatif kedl dan dapat diabaikan, efek prying juga relatif ked!' Prinsip ini dikembangkan dari penelitian Kennedy (1981) yang mengidentifikasi tiga tahapan perilaku pelat dengan baut tarik (Gam bar 8.82). Jadi ada garis batas, kapan berperilaku "pelat tebal" sehingga efek prying dapat diabaikan, dan kapan sudah terlewati. Borgsmiller (1995) berdasarkan data-data empiris perilaku sambungan endplate yang ada, menyimpulkan bahwa kapasitas sampai 90% Mpi

maka perilaku pelat ujung dapat dikategorikan "pel at tebal". Jika melewati batas tersebut, akan terjadi deformasi yang cukup besar. Dengan demikian efek prying pada baut harus dihitung cermat. r lokasi pelal pengaku

~E

~.

Ic-= d,

_

/

---r-

- - - 2P,

_ 2 P,

T'" d2

(a)

lokas i pe lat pengaku -

J

(.

d,

T'" d2

J (b)

Gambar 8.94 Momen kope\ ba ut terhadap sayap teka n (Borgstniller 1995)

Kuat sambungan didasarkan pada baut tanpa efek prying. Mnp = 2Pt( d 1 + d 2 )

.... .. .. ....... ...... .... ........................ .

(8.9-12)

Mu = ¢ Mnp ......... ... ...... .... .. ............. .. ... .. ... .. ............

(8.9-13)

dimana kapasitas sambungan end-plate didasarkan pada kekuatan baut tanpa efek prying. PI kuat tarik nominal baut, Pt =Ab'Fnt (Tabel J3.2 - AISC). ¢ = 0.75 keruntuhan fraktur baut Mlip

Efek prying pada baut dap at diabaikan, jika tebal pelat ujung memenuhi kondisi "pelat tebal". Kondisi ini dipilih karena deformasi sambungan rel atif kedl dan perhitungannya lebih sederhana.

556

Bab 8. Sa mbunga n Stru ktu r

8.9.7. Contoh perencanaan End-Plate

8.9.7.1. Jarak pasang baut Konfigurasi sambungan end-plate yang dipilih adalah terbatas, dalam hal ini ada 4 (empat) macam, yaitu 2 tipe Jlush-end-plate dan 2 tipe extended-end-plate. Semua terdiri dari 4 (empat) baut tarik. Jadi yang perlu dihitung untuk perencanaannya adalah tebal pelat ujung. Dalam hal ini dipastikan Mu S O.9M pl atau Mpi ~1.11Mu' yaitu kondisi "pelat tebal". Ini dipilih karena deformasi sambungan relatif keeil sehingga tidak berpengaruh pada struktur secara keseluruhan. Kecuali itu, pengarub prying baut dapat diabaikan. Hitungan tentunya akan menjadi sederhana. Jumlah baut tarik untuk semua tipe sambungan, terbatas (4 baut). Itu menyebabkan ukuran profil balok yang disambung menjadi terbatas, ditentukan oleh diameter bautyangtersedia. Itupun hanya dengan baut mutu A325, baut mutu yang lain belum ada dukungan empiris (Borgsmiller 1995) sehingga tidak disarankan. Jarak penempatan baut tarik adalah sangat penting pada kinerja sambungan end-plate. Ada perubahan sedikit saja maka kinerjanya dapat berubah seeara signifikan. Kondisi ideal adalah baut dipasang sedekat mungkin dengan pelat sayap tarik profil balok Terkait hal itu, maka permalahannya adalah pada detail dan cara instalasi bautnya. Untuk itu usulan dari Griffiths-Wooten (1979) dapat dijadikan petunjuk pemasangan baut di pelat ujung. dh

r'./ &ot!l«.D 0"" ~-« I Q'6 + t,z "

MAY/MUM ILLI!T

i'M{.J

4;.'"

I~h"

I~IJ

I~ "

'?,~

I~"I/

I~N

'Z

l I

If

I'll

l'e"

I' z

13',1

I ~",'I

I~I/

1 '

I~~

I~'

1#"

I

I~~

I ~.

I b l!

I~~

Z

2

2

2

I

Iz ' ~.

Gambar 8.95 Rekomendasi jarak baut di petat ujung (Griffiths-Wooten 1979)

Pada perhitungan kapasitas pel at ujung, lebarnya ditentukan oleh lebar sayap tarik profil balok (bf ). Untuk itu lebar pelat ujung real minimum atau bisa juga lebar efektif maksimum untuk perhitungan diambil tidak kurang dari b =1.15 bf (Griffiths-Wooten 1979).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

557

8.9.7.2. Prosedur pengelasan Dari banyak penelitian tentang sambungan end-plate, jarang dibahas kinerja las yang dipakai. Maklum umumnya dalam uji empiris yang ada, bentuk kegagalannya adalah deformasi pelat ujung atau bautnya. Untuk itu petunjuk Murray-Sumner (2003) untuk perencanaan sambungan end-plate untuk bangunan tahan gempa akan dijadikan rujukan.

3 Ga mbar 8.96 Rekomendas i las pada sa mbungan End -Plate (Murray-Sumn er 200 3)

Penomoran las pada Gambar 8.96 di atas menunjukkan tahapan pekerjaan las yang dilakukan sebagaimana yang diusulkan oleh Murray-Sumner (2003) dengan detail perincian sebagai berikut. •

Pekerjaan persiapan untuk profil balok, yaitu bevel (potong miring 45°) pada pelat sayapnya secara penuh.



Pekerjaan persiapan untuk pengelasan yang diperlukan sesuai dengan prosedur yang berlaku (misal tentang pemanasan).



Pertama, mulai dengan pengelasan pada pelat badan.



Kedua, las sudut penyangga 5/16 in pada sayap sisi badan.



Ketiga adalah backgouge dan dilanjutkan dengan las tumpul sekuat profil pad a pel at sayap balok dengan pelat ujung.

Untuk las pelat pengaku kecuali jika tebalnya kurang dari 3/8 in boleh memakai las sudut, lainnya sebaiknya memakai las tumpul penuh sekuat profil.

558

Bab 8. Sambullgall Struktur

8.9.7.3. Flush-end-plate polos

Sambungan sekuat profil WF250x125x6x9 mutu Fy 250 MPa. Notasi

d x b, x twx t,

Berat

Zx

¢Mp

¢Mr

BF

J

kN'm

kN -m

kN

dxb

kg/ ",

mm

250x125

29

H250x125x6x9

29 ,0

352

25

H248x124x5x8*

25 ,1

305

kg/ m

cm

Lp Lr

Ix

¢vn

m

m

em"'

kN

76

47

9,2

1.4

4 ,6

3,960

216

66

41

8,6

1.5

4,3

3,450

179

Jawab: 1. Sambungan end-plate akan didesain mempunyai kuat minimal sarna dengan kuat baloknya, yaitu: M " = ¢Mp = ¢Zx Fy = 0.9*352000*250/1E6=79.2 kNm

2. Estimasi diameter baut ASTM A325 yang dipakai. Gaya kopel :

Tu = M" /(d-tf ) = 79.2 / (250-9)/1000 = 329 kN (4 baut) Pt > Tu /4 = 82.2 kN per baut ¢Fl1t = 0.75*620 = 465 MPa (A325) pakai M16 = 93 kN 3.

Estimasi pelat ujung dan penempatan baut :

10 I

Gambar 8.97 Rencana konfigurasi Flush-end-plate

4.

Perhitungan tebal pelat minimum. M u = 79.2x106 Nmm Fpy = 250 MPa ¢ =0.9 Pt =40 mm Ptz = 80 mm

u=1. 2

b g(h- PC2 f

h - Pc

)=1.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

2

Pf = 31 mm Ph = 40 mm 9 = 75 mm bf

= 125 mm

12S *7S( 2S0 - S0 )=43.6mm 2S0 - 40

559

· .. . . . . . ..... . .. . . ... (8.9-3)

.l. 2

352.000

t p '?

125 ( 25 0- 40 2 31

+ 25080 ) + 2(31 + 40 + 43 6)( 250-40 ) 43.6 . 75

\

I

I

\

667.07

5.

= 16.4mm

641.76

Kuat sambungan didasarkan pada baut tanpa efek prying.

Mnp = 2Pt( d , + d z ) .... . ... .... .. ....... ..... .. .. ... .... .. ... ..... .. ... ¢Mnp = 0.75 *2*124 (206 + 166) 1 1000 = 69.2 kNm ¢Mnp =0.87 M u 6.

««

(8.9-12)

M u tidak mencukupi.

Diskusi: kekuatan sambungan ditentukan oleh baut, sehingga penambahan tebal pelat pengaku tentu tidak akan efektif. Untuk itu akan dicoba sambungan tipe Extended end-plate.

8.9.7.4. Extended-end-plate polos

Sambungan sekuat profil WF250x125x6x9 mutu Fy 250 MPa. Notasi

d x bf x tw x tf

Berat

Zx

¢M" ¢Mr

dxb

kg/ m

mm

kg/m

emJ

kN -m

kN-m

250x125

29

H250x125x6x9

29.0

352

76

47

25

H24Sx124x5xS*

25.1

305

66

41

BF L

Lr

Ix

m

In

em'

kN

9.2

1.4

4.6

3,960

216

S.6

1.5

4.3

3,450

179

kN

"

¢vn

Jawab: 1. Sambungan end-plate akan didesain sedemikian sehingga mempunyai kuat minimal sa rna denga n ku at balok yang disambung, yaitu:

Mu = ¢Mp = ¢Zx Fy = 0.9*352000*2 50/ 1E6=79. 2 kNm 2. Estimasi diameter ba ut ASTM A325 yang dipakai. Gaya kopel :

Tu = Mu I (d-tf ) = 79.2 1 (25 0-9) / 1000 = 329 kN (4 baut) Pt > Tu 14 = 82.2 kN per baut ¢Fnt = 0.75*620 = 465 MPa (A325) pakai M16 =93 kN

560

Bab 8. Sa mbunga n Struktur

3.

Estimasi pelat ujung dan penempatan baut :

60 40

0

I

276 tp

206

1) I

0

Gambar 8.98 Rencana konfigurasi Extended-end-plate

4.

Perhitungan tebal pelat minimum.

=31 mm p[,o= 30 mm g = 75 mm hI = 125 mm

Mu = 79.2x l06 Nmm Fpy = 250 MPa ¢ = 0.9 Pt =40mm

p,i . I

s=t~bfg =t.J125*75 =48.4

mm .1

r - -_ _ 3~52AO~O_O

2

_ _~

79.2 x 106 / ( 0.9 * 250

j

(1~5Ul +4~.4)+(31+48.4)i5)(25 0 -40) + 1~5e3500 +t) .



1139.2

'-----v-------'

552.1

tp 2! 14.4 mm (tipe sebelumnya perlu minimum 16.5 mm) 5. Kuat sambungan didasarkan pada baut tanpa efek prying. M IlP = 2Pt ( d 1 + d z ) .............. .. .. .. ... .... .. .. ........... .. ..... . . (8.9-12) ¢MIIp = 0.75 *2*124 (276 + 206) / 1000 = 89.7 kNm ¢Mt1p =1.13 M U

>

Mu

........................ .. ....... ** mencukupi **

6. Diskusi: Sambungan baut tipe Extended-end-plate lebih efisien dibanding sambungan tipe Flush-end-plate yang telah dibuat Saat dihitung diketahui bahwa komponen sambungan paling lemah adalah baut, dan bukan pelat ujung. Jadi setiap tambahan pengaku (stiffener) pada pelat ujung, tentunya tidak mempengaruhi kinerja sambungan.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

561

8.9.7.5. Extended-end-plate pengaku Untuk menunjukkan pengaruh adanya pengaku, maka konfigurasi Extended-end-plate palos akan dihitung ulang, sebagai berikut.

29

60

277

250

J

tp

Gambar 8.99 Re nca na konfiguras i Extended-end-plate denga n penga ku

Perhitungan tebal pelat minimum. Mu Fpy

= 79.2x106 Nmm = 250 MPa

= 31 mm de = 29 mm 9 = 75 mm hf = 125 mm Pf

¢ = 0.9 Pt =40mm

s=t~bfg =t.J125 *75 =48.4 mm « de Karena s < d e maka

t Mu / ¢Fpy

[

_ .1 2

352.000

[1~5 (A+ 4~.4 ) + (31 + 48.4) 725 ][(250 - 40) + (250+ 31) ] \

I

5.425

\

V

I

491

tp ~ 11.5 mm (tipe tanpa pengaku perlu minimum 14.4 mm) Diskusi : Dengan pengaku, tebal pelat ujung dapat dikurangi 20%, sehingga tebalnya tinggal ± 80% dari pelat ujung palos.

562

Bab B. Sa mbungan Struktu r

8.9.7.6. Kinerja berbagai tipe End-plate Adanya hasil desain beberapa tipe sambungan end-plate untuk profil WF250x125x6x9 maka tentunya dapat dibandingkan satu dengan yang lainnya. Khususnya dengan jumlah volume material yang dipakai dan kinerjanya, sehingga dapat diketahui tipe mana yang sebaiknya dipilih. Adapun tipe end-plate yang akan dibandingkan adalah : End-plate lokal (Gambar 8.90)

1.

2. Flush-end-plate polos (Gambar 8.97) 3. Extended-end-plate polos (Gambar 8.98) Extended-end-plate dengan pengaku (Gam bar 8.99)

4.

Perbandingan akan diberikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

No Baut 1 2 3 4

10 6 6 6

Catatan:

0/0 baut

100% 60% 60% 60%

bxh

325x125 260x135 315x135 315x135

t

pengaku

Vol pelat

0/0 pelat

10 17 15 12

70 x250 x9/2

485000 596700 637875 537300

100% 123% 132% 111%

-

60 xl00 x9/2

tebal pengaku tidak didukung hitungan, sehingga diambil tebal pelat sarna (tebal sayap profil), antara tipe yang dibandingkan.

Tiga konfigurasi end-plate untuk profil WF250x125 x 6 x9 dibuat berdasarkan prosedur perencanaan sambungan terkini (BorgsmilIer 1995, Murray-Shoemaker 2002, Murray-Sumner 2003, AISC 2011), dibandingkan dengan detail end-plate lainnya yang banyak ditemui (Gambar 8.90), untuk selanjutnya disebut tipe lama. Dari sini dapat diketahui bahwa volume pelat ujung tipe terkini lebih besar antara 11-32% dari tipe lama. Tetapi di sisi lain, yaitu pemakaian baut lebih ekonomis dengan jumlah baut yang relatif lebih sedikit. Tentu saja asumsinya, bahwa untuk sambungan tersebut bending momen lebih dominan dibanding gaya gesernya. Pada sambungan tipe terkini, gaya geser akan dipikul baut sisi desak. Sambungan tipe lama, dimana bautnya dipasang merata dan lebih banyak, tentunya akan mampu memikul gaya geser lebih besar. Akhirnya, mengingat bahwa sambungan tipe end-plate memerlukan tingkat presisi yang tinggi pada pembautan dan pemasangan di lapangan (dibandingkan sambungan baut tipe geser), maka konfigurasi dengan jumlah baut relatif lebih sedikit dan bentuk sederhana, tentu akan mempermudah untuk mewujudkannya.

Wil'ya nto Dewobroto - Struktur Baja

563

8.10. Sambungan Base-Plate 8.10.1. Pendahuluan Struktur baja umumnya untuk bangunan di bagian atas, di bagian bawah khususnya pondasi mengandalkan struktur beton. Untuk menghubungkan keduanya perlu sambungan, yaitu base-plate.

Detail base-plate tergantung gaya yang dialihkan. Jika hanya gaya tekan maka cukup terdiri dari pelat landasan saja. Ukuran dipilih sedemikian sehingga besarnya tegangan yang terjadi pad a beton tidak menimbulkan kerusakan. Jika selain ada gaya tekan juga terdapat momen yang menyebabkan base-plate terangkat maka baut angkur perlu ditambahkan. Jika ada gaya geser maka diatasi dengan gaya friksi pada pelat landasan, tetapi jika mencukupi maka digunakan juga baut angkur, khususnya pada sisi desak. Pada prinsipnya pelat landasan dibuat untuk transfer gaya atau momen dari struktur baja yang relatif lebih kuat ke struktur beton yang lebih lemah tanpa menimbulkan kerusakan. Base-plate pada konstruksi berat, kadangkala memerlukan pelat landasan yang luas agar tegangan beton dibawahnya relatif keci!. Itu menyebabkan perilakunya seperti pelat dengan beban terpu-sat sehingga periu pelat landasan yang teba!. Untuk menghindari pelat yang tebal, dapat saja diberikan sirip-sirip pengaku seperti terlihat pada Gambar 8.100 berikut.

Gambar 8.100 Base-plate konstruksi berat (Sumb er: Paramita & Micha el)

Pada kondisi normal atau umum, pemakaian sirip-sirip pengaku seperti di atas tentu tidak diperlukan. Untuk bangunan gedung, konstruksi base-plate biasanya cukup terdiri dari pelat landasan yang dilas dengan profil kolomnya dan baut angkur.

564

Ba b B. Sa mbungan St ruk tur

8.10.2. Konfigurasi Base-Plate Base-plate yang biasa, umumnya terdiri dari pelat landasan dan baut angkur. Adapun pelat landasan tersambung ke kolom baja dengan las. Agar terjadi kontak merata antara pelat landasan dan struktur beton pondasi, diberi jarak dan diisikan semen grout tipe tidak susut (non shrink grout). Secara teoritis bisa saja baut angkur tidak diperlukan, tetapi dalam pelaksanaan harus dipasang. Minimal dua buah, untuk antisipasi momen tidak terduga selama masa konstruksi. Fungsi baut angkur bisa untuk leveling dan yang pasti adalah untuk menahan gaya geser. Detail base-plate yang standar adalah seperti Gambar 8.101. kolom baja

pelat landasan mur & ring baut

semen grout (non shrink grout) struktur beton pondasi

baut angkur kepala angkur berupa mur

ulirmati Ga mbar 8.101 Kon figuras i base-plate kolom umumnya (Fisher-Kl oib er 2006)

Base-plate dirancang untuk mengalihkan gaya geser (V), tekan (P) dan momen (M) dari kolom ke beton pondasi dibawahnya. Karena meneakup dua bahan, maka untuk perencanaannya selain mengaeu AISC (2010) untuk baja, juga mengacu ACI (2011) untuk beton. Tebal pelat landasan minimum 12 mm untuk kolom HSS ringan, atau 19 mm untuk kolom lainnya. Pengalaman dari manca negara, dimana biaya pekerjanya relatif tinggi menyebabkan pelat yang tebal menjadi pilihan terbaik, dibandingkan memasang sejumlah pelat pengaku seperti terlihat pada Gambar 8.100. Dari studi literatur ada dua cara pendekatan dalam memodelkan tegangan beton di bawah pelat landasan yang memikul gaya tekan dan momen. Satu adalah berdasarkan kondisi elastis, yaitu bentuk tegangan beton segitiga; lainnya berdasarkan kondisi batas atau ultimate, bentuk tegangan betonnya persegi. Perencanaan kondisi batas biasanya menghasilkan pelat landasan yang lebih tipis ± 2/3 dari perencanaan kondisi elastis. Sebagai konsekuensi, keruntuhan base-plate terjadinya akibat lentur pada pelat yang relatif kecil faktor keamanannya (DeWolf dan Bicker 1990).

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

565

N' N

N

(a) Segitiga

(b) Persegi

Gambar 8. 102 Pendekata n te rh adap bentuk distribusi tegangan beto n

Pada uraian ini akan ditinjau cara perencanaan dua pendekatan tersebut, baik bentuk segitiga (elastis) ataupun persegi (batas). Juga akan diaplikasikan pad a kasus yang sarna agar diketahui perbedaan di antara keduanya. Untuk base-plate terhadap beban tekan aksial konsentris, kondisi tegangan merata (persegi) sehingga hanya ada satu cara saja. Itu yang akan dibahas pertama kali. Format perencanaan yang dipilih adalah cara LRFD agar konsisten dengan materi lain pada buku ini. Untuk itu kapasitas base-plate harus lebih besar dari kuat perlu, V,u Pu dan Mu hasil kombinasi beban. Notasi yang dipakai konsisten dengan manual AISC (1994). B.l0.3. Kuat tumpu beton Gaya aksial tekan diteruskan base-plate ke beton sesuai kriteria AISC-J8 (2010) atau ACI-10.14 (2011). Kuat tumpu rencana yaitu


Luas beton tumpuan ~ luas pelat landasan, maka :

Pp = 0.85 J;A1

..................... .... .. . ..... . ........ ...... ... . (AISe )8-1)

atau dalam format tegangan tumpu nominal maka Jp(max) = (/Je0.85J; .................................................



(8.10-1)

Luas beton tumpuan > luas pelat landasan yang besarnya merata pada semua sisi. Untuk itu kuat tumpu beton dapat ditingkatkan maksimum sampai dua kalinya :

Pp = 0.85 J;A1 !,,( max) =

ff-

(Ao. 85

5, 1.7 J;A1

....... ......... .. .. ..... . ........ (AISe )8-2)

r:ff- 5, 1.7J; .......... .... .....................

(8.10-2)

dimana

566

Bab 8. Sam bungan Struktur

f/

kuat tekan beton yang disyaratkan, MPa

Al

luas beton yang dibebani gaya tekan konsentris, mm 2

A2

luas bawah piramida terpancung yang luas atas adalah AI' dimana sisi miringnya mempunyai rasio horizontal: vertikal adalah 2:1, mm 2 (lihat Gambar 8.103)

------------11

/1

}:;-i~I~! Luaaan Beban

I I

At

I I

1

/

" :

//

_"lO... _ _ _ _ _

~

',I

____

~

Tampak alas

Ga mba I' 8.103 Pira mida terpa ncung terkait AI dan A z (Co mm enta ry - ACI 2011)

Jika luas beton tumpuan » luas pelat landasan secara merata, maka bagian beton tumpuan yang lebih besar dapat berfungsi sebagai struktur pengekang untuk bagian beton yang dibebani. Itu mengapa kuat tumpunya bisa ditingkatkan (ACI 2011) . B.l0.4. Tekan konsentris Jika base-plate bertumpu langsung pada permukaan beton pondasi, maka dimensi pelat landasan (8 x N) harus dipilih agar beton di bawahnya tidak rusak, dengan memenuhi ketentuan berikut : J p = :~

s Jp(max)

.. ..... . ........... . .... ... ... . .. ... .... .... ... . ... .. (8.10-3)

Jika permukaan beton pondasi lebih besar dari pelat landasannya, ketentuan J8-2 (AISC 2010) dapat dipakai meningkatkan kuat tumpu nominal. Umumnya, bagian bawah base-plate diisi dengan grout. Jika ketentuan J8-2 akan digunakan maka mutu grout harus dua kali lebih besar dari 10' beton. Jika tidak mau repot, maka lebih baik ambil nilai konservatif, yaitu ~ Az/ Ai = 1 (Drake-Elkin 1999).

Wi rya nto Dewobroto - Stru ktu r Baja

567

(a) Tegangan tumpu beton d

:I @ ~

@I!

.0....

Ir-r-=-::.H'------ co"'~ Ir-e--==' ------ I@ -@I I

1-I

1

1

!m.l

en

0

c

O:d

.l m

!

(b) Anggapan gans lentur pelat

,.m""'''·'f~' (c) Menentukan momen pelat Gambar B. 104 Base-plate terhadap beban tekan konsentris

Akibat tegangan tumpu merata, dianggap tegangan kritis pelat terjadi pada garis lentur (Gambar 8.104b). Untuk kondisi beban tertentu bisa terjadi pad a pelat diantara profil (Thornton 1990). Ketiganya akan ditinjau sekaligus dengan prosedur berikut. Kuat perlu pada pelat landasan dapat ditentukan berikut.

=t1/ .... .. .. .. .. ..... .. ... ... ... ...... .. .... .... ..... ...........

Mp/

(B.10-4)

dimana I adalah nilai terbesar dari m, n dan An '. m=

n=

N-D i95d ....................... .... ... ......... .... .. ... .. ...... .. ... (8.10-5)

B- D.Sb, 2

.. . • .. ... ...•. .. . ..• .. ... . . .. .•.•......• .... •. . ... . •.• ... ...... (8.10-6)

An' =+A~dbf ...... ............................................ .. .. ... (B.I0-7a)

A=

2JX :::; 1 ...... . .... .... .................. ...... .. .... ............

1+~

x = {(d:d:;t }¢~~p

.. ........ .• . ................•.•....................

(B.10-7b)

(B.10-7c)

Cukup konservatifjika diambil A =1.

568

Bab 8. Sambungan Struktur

Untuk kondisi batas leleh, tebal minimum pelat landasan adalah. tp

~ J :~:I

=

11*

=

I~ ¢::~N

.................. ......................

(B. l0-B)

dimana

¢ faktor ketahanan terhadap lentur, ¢ = 0.9 adalah nilai maksimum dari m, n dan An' , agar tebal pelat landasannya ekonomis maka parameter tersebut dibuat minimum, salah satunya adalah menetapkan m = n.

B.l0.S. Tegangan beton segitiga - elastis 8.10.5.1. Momen kecil tanpa angkur

Pendekatan tegangan tumpu beton pada kondisi elastis (segitiga) sengaja dipilih karena memberi gambaran cukup rasional tentang efek eksentrisitas (e) gaya tekan P u terhadap base-plate. Ini baik sekali untuk proses pembelajaran. Eksentrisitas mengakibatkan tegangan tekan maksimum dan minimum. Untuk tegangan negatif atau tarik, beton dianggap tidak bekerja (diabaikan) . Nilai e disebut sedang jika tidak perlu baut angkur untuk keseimbangannya. Untuk formulasinya akan dibagi menjadi dua kondisi, yaitu : •

Keciljika e = ~ P -< lL 6



Menengah jika .!:!... < e -< .!:!... 6 2

u

Variasi tegangan tekan pada beban dengan eksentrisitas kecil dan menengah lihat Gambar 8.105, bagian bawah sekaligus diberikan rumus tegangan tekan maksimum yang terjadi.

f, N F

Jl

N

=~ (l +k) BN N (a). Keci l

(b) . Me ne nga h

Ga mba r B. 105 Di stribu s i tega nga n segitiga a kiba t eksentr isitas keci l

Wi rya nto Dewobroto - Stru ktu r Baja

569

8.10.5.2. Momen besar dengan angkur Bila eksentrisitas gaya Pu besar, maka base-plate dapat terguling. Untuk menghindarinya harus dipasang baut angkur untuk menahan gaya tarik sebesar Tu akibat momen guling tersebut. Ukuran pelat landasan dipilih sedemikian sehingga tegangan tekan beton, f.p tidak melebihi tegangan tumpu nominal beton. Parameter yang belum diketahui adalah Tu dan panjang tumpu A. ,.----N- -.....,

d

o

0 B

Ga mba r 8.106 Distribu si teganga n segitiga a kibat ekse ntris itas besa r

Untuk mencari dua parameter tersebut (Tu dan A) dipergunakan persamaan keseimbangan vertikal dan momen sebagai berikut.

t f pAB .. . .. .. ...... . .. . ... .... . . .... . ... ... ........ . .. . .. Pu (f- x) +Mu =t f pAB( N -x -1)··· ················ ·········

Tu + Pu =

(8. 10-9)

(8. 10-10)

Jika A' = f- x dan f' = f nB (N;X) , dari persamaan di atas diperoleh A=

f' ± ~ f' 2

-t f pB( Pu A' + Mu)

. .. .. .. . ... . . . ... ... . .. ..... . (8. 10-11)

t f pB

Nilai A:5 N', jika tidak memenuhi maka ukuran pelat landasan ti-dak mencukupi, perlu ukuran lain. Gaya tarik baut angkur adalah : Tu =t f pAB - Pu ........... . .. . ... . .. . ... ... . .. ... .. . ...... . ... . . . (8.1 0-9a )

570

Bab 8. Sa mbungan Str uktur

8.10.6. Tegangan beton persegi - ultimate 8.10.6.1. Momen kecil tanpa angkur Perencanaan base-plate dengan beban eksentris sebelumnya adalah didasarkan asumsi distribusi tegangan beton berbentuk segitiga atau kondisi tegangan elastis. Hasilnya relatif cukup konservatif dan terbukti sukses digunakan selama ini. Bentuk segitiga teta p dibahas karena cara tersebut memberi petunjuk secara visual tentang bagaimana eksentrisitas dapat mengurangi bidang tumpu pada pelat landasan dan sampai akhirnya baut angkur diperlukan. Jika beban bertambah terus sampai kondisi batas, perilaku elastis terlewati dan masuk kondisi inelastis, yaitu beton pada kondisi batas (ultimate). Kasusnya seperti perencanaan penampang beton bertulang, dimana bentuk tegangan beton dapat disederhanakan menjadi bentuk persegi (Drake-Elkin 1999, Fisher-Kloiber 2006). Ini eaeak untuk prosedur perencanaan cara LRFD yang dibahas.

e

Gambar 8.10 7 Distribusi tegangan persegi ekse ntris itas keeil (Fisher- Kl oiber 2006)

Notasi hitungan mengikuti Fisher-Kloiber (2006) dimana tegangan beton persegi diubah dalam format berikut. qmax = Jp(m ax) x

B ............ . ........ . . . ............ . .... ... ... ...... (8.10-1 2)

ymin . =~ qmax' .. . . .... • .• . .......... • .•....•. . ....•.•.........•......•. . ... (8.10-13)

Jika £ jarak resultan tumpu beton terhadap pusat berat kolom : I: max

=.!i._

Ym;n

2

2

ekritis =I:max

=.!i._~ .......... . .. . ........................ . ..... (8.10-14) 2 2Qmax

=1-

Eksentrisitas beban

2qPU

.•.•••. . .•• . ••• . ••.••.••..••• . .••...•.•• . ..•• . (8.10-15)

max

~

ekritis maka baut angkur tidak diperlukan.

Wi rya nto Dewobroto - Struktu r Baja

571

8.10.6.2. Momen besar dengan angkur Jika eksentrisitas beban tekan e=MjPu > e kritis maka baut angkur diperlukan untuk mencegah base-plate mengalami guling.

Gambar 8.108 Distribusi tegangan persegi eksentrisitas besar (Fisher-Kloiber 2006)

Ada dua parameter yang belum diketahui terkait keseimbangan gaya-gaya pada base plate (lihat Gambar 8.108), yaitu Tu dan Y, gaya baut angkur dan jarak bidang kontak beton di bawah pelat. Tinjau keseimbangan gaya vertikal. Tu + Pu = qY ... ... .. .... ... ... .. .. .. .. ... . .... .. ...... .... .... ...... ... . (8.10-16) Juga keseimbangan momen terhadap titik 8 pada Gambar 8.108. qrnaxY( f-f+ /) - Pu(e+ /) =0 ... .. ........ .. .. .. ........... .. .. . (8.10-17)

Setelah pengaturan diperoleh persamaan kuadrat berikut.

y2_ 2(l!... + /)Y + 2Pu(e+f) = 0 2

q max

dan penyelesaian untuk Y adalah

Y=(l!... +/) ± (l!... +/)2_ 2Pu(e+ f ) 2

2

... .. .. .. ..... ...... .. . .. ........ (8 .10-18)

qmax

Pada suatu kombinasi gaya, momen dan ukuran base plate tidak diperoleh penyelesaian, sehingga dimensi base-plate perlu diperbesar. Agar persamaan bisa diselesaikan maka : .!:!....+ (2

/)2;: : 2p,,(e+f) . .... ............................ .. ...... .. .. ....... (8.10-19) q max

Gaya pad a angkur adalah Tu = qY - Pu ... ... ................. ............. .. ...... ....... .... .... (8.10-16a)

572

Bab 8. Sarnbungan Str uktur

Untuk kondisi batas leleh, tebal minimum pelat landasan adalah. tp

~ ~ ~~:I

..... ..................... ............................ ....

(8.10-20)

Pada sisi desak : momen terjadi akibat tegangan reaksi beton pada kantilever m dari tumpuannya. Jika Y:::: m maka :

Untuk Y < m maka :

(4ii; tp > - ~¢F; -

4(tpY(m- f )) _ 2 11 fpY(m-t) .... .. .... ......... ". O.9*Fy

-

.

(8.10-22)

Fy

dimana fp = :~

. .. . . . . . .. . . . . . . . . . . .. . . . . . .... . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . (8.10-23)

Pada sisi tarik : mamen terjadi akibat reaksi baut angkur yang bekerja seperti beban terpusat di pelat. Oleh sebab itu jumlah baut juga berpengaruh, khususnya terhadap lebar efektif pelat. 0.95d

lebar efektif memikul baut angkur

x Gambar 8.109 Lebar efektif pelat pemikul ba ut angkur (Fi sher- Kloiber 2006)

em -

Untuk setiap baut angkur, panjang kantilever adalah a = x). Jika gaya terdistribusi efektif sebesar 45° seperti Gambar 8.113 maka lebar efektif pelat yang memikul baut angkur adalah 2a. Jadi tebal pelat landasan minimum untuk memikul baut angkur adalah.

4( Tu x~) ;,~*:a . y

=

1.S~ nbTUx Fy

............... . ...... ..... • .. (8.10-24)

dimana nb jumlah baut angkur yang dipasang

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

573

8.10.7. Contoh perencanaan base-plate 8.10.7.1. Tegangan Persegi : Pu = 400 kN; e = 0 mm Base-plate kolom WF 250x125x6x9 diberi beban tekan konsentris Pu =400 kN. Rencanakan dimensinya jika memakai material baja Fy 250 dan beton pondasif/ 35 MPa.

Jawab: Trial #1: BxN = 175x350 (mm) Ukuran awal didapat dari persyaratan pemasangan baut angkur. Selanjutnya check daya dukung beton dan tebal pelat perlu. !p(max ) = (A 0.85!; = 0.65 * 0.85 * 35 = 19.3 MPa ....... .. .. .. .. ... . (8.10-1)

~ = 400 ,000·= 65MPa -< J.p(max) BN 17S*3S0'

~

BxN'IS OK

....... .. .. ...... (8.10-3)

Kuat perlu pelat landasan ditentukan sebagai berikut. Mp/

= t ! / . . ... ...... . .. .... .. . .. ... . ............................ .. .. . . (8.10-4)

dimana I adalah nilai terbesar dari m, n dan An '. m=

3so-oi s*2S0 = 56.25 mm .. ........ .. .. « menentukan »

N - O 9Sd

i

n = B-0~8bf

17S-08*12S = 37.5 mm .. .. ..... .. ......... .. .. ...... .. ... (8.10-6)

2

(APp = 0.65* 0.85*35 *175 *350 /1000 = 1184.4 kN

112~ = 0.6 :os; 1 .. .. ....... .. .... .. ........... .. .....

(8.10-7b)

An'=-tA~dbf = t*0.6.J25 0 *12 5 =26.5 mm .... .. .... . .......

(8.10-7a)

A = 1 12f!--x

Mp/

=t*6.5* 56.25 2 =1 0283.2 Nmm/mm ....... . . .. ........ .. . . (8.10-4)

Untuk kondisi batas leleh maka tebal minimum yang diperlukan untuk pelat landasan adalah. > ~ 4Mp/

tp -

574

ifFy

_ -

4*10283.2 _ ::e 0.9*2S0 -13.5 _14 mm .................. .. ...... .. (8.10-8)

Bab 8. Sambungan Struktur

Dimensi akhir base-plate:

14 L

8=175

I 1---- - 250 - ------I

1--- - - N=350 - - ------l Ga mbar 8.110 Base plate untuk beban konse ntris

Catatan : baut angkur hanya diperlukan untuk menahan gaya geser dan faktor keamanan saat masa konstruksi. 8.10.7.2. Tegangan Segitiga: Pu= 400 kN; e = 120 mm Base-plate kolom WF 250x125x6x9 dengan beban tekan eksentris Pu = 400 kN dan Mu = 48 kNm. Rencanakan dimensinya jika pakai material baja Fy 250 dan beton pondasifc' 35 MPa.

Jawab: Trial #1: BxN = 175x350 (mm) (f=58.33) ~ (e = 120) ~ (f = 175) ~ berarti tanpa bautangkur A = 3(f - e) = 3( 3~0 - 120) = 165 mm ~ Not OK

f1 -

2Pu

2*400,000. 165*175

_

AB -

27.7» Jp(max) = (/Je 0.85J; =19.3 MPa

Trial #2: BxN =200 x380 (mm) A = 3(f-e) = 3e~0 - 120) = 210 mm F - 2Pu

-

}1 - AB -

2*400,000. 210*200 -

9 5 < /.p(max) -1.0

0 85/.'c -- 19 . 3 MP a · ~ OK

do 'I'C '

kantilever ujung pelat m = N - O95d

i

B- 0.8b

f n = -2-

= 380

0;5*250

200- 0.8*125 = 2

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

= 71.25 mm «menentukan» 50 mm

575

Distribusi tegangan di bawah pelat landasan.

MU=4~ PU =400kN '

m=71.25

;

Gambar 8.111 Distribusi tegangan di bawah pelat landasan

Panjang kantilever yang menentukan adalah m =71.25 mm M

_ pl-

12.6*71.252 2

+

(19.1- 12.6)*71.25 3

2

42,981.6 Nmmjmm

Untuk kondisi batas leleh, tebal minimum pelat landasan adalah tp "?

~:~;'

=

4~~2*;~16 = 27.6 ~ 28 mm

.. ............ . .... . .. (8.10-8)

Dimensi akhir base-plate:

WF250x125x6x9

28

E41@ I I

@

1

8=20o

125

@

~

I

@

I

250

J

N=380

Gambar 8. 112 Base plate beban se ntris kecil - tegangan segitiga

Catatan : baut angkur diperlukan untuk menahan gaya geser dan untuk memenuhi persyaratan keselamatan pekerja dari OSHA (Occupational Safety and Health Administration), minimum dipasang 4 baut angkur (Fisher-Kloiber 2006).

576

Bab 8. Sambunga n Struktur

8.10.7.3. Tegangan Segitiga: Pu:::: 100 kN; e:::: 200 mm Base-plate kolom WF 250x125x6x9 dengan beban tekan eksentris Pu:::: 100 kN dan Mu :::: 20 kNm. Hitung dimensi base-plate jika pakai material baja Fy 250 dan beton pondasif/ 35 MPa.

Jawab : Trial #1: BxN :::: 200 x380 (mm) fp(max) :::: ~c O.85f; = 19.3 MPa .. ..... .......... .... ..... ....... .. ... . (8.10-1) A' = .!:!... - x :::: 2

380 2

f' =t fpB( N -

- 25 = 165 mm

x) =t* 19.3 *200 *(380 - 25) = 685,150.

maka A = f'±~f'2 -i fpB(puA' +Mu) .. ........ ...... .... .. ..... ....... (8.10-11) t fpB 612.783.42

10 46.9430x10

685,150.±

9.3927x1010

~ - t·19.3·200(100,000.·165+20,000,000. j

A=

t.19.3.200

::::

56.24

1286.667

Check : Pu (.!:!... 2

x) + M u =.12 1pr AB(N - x_A) 3

pu( f-x)+ Mu

=

. . .... .. . ... ............. .. .. . (8.10-10)

~ X 105 (~ -.25) + 2 X 10 2: 36,500,000. 99.9.95%

t JpAB( N -x-f)=fr* 19.3 * 56.24*2~0(380 - 25

-¥)

36,498,013.

Gaya tarik pada baut angkur dicari sebagai berikut. Tu =t f pAB - Pu ........ ... ... . ..... .. ...... ..... .. .. ........ ... ....... Tu =t * 19.3 * 56.24 * 200 - 100,000. * 10~O

:::: 8.5

(8.10-9a)

kN

Baut angkur 2¢12 mutu Fy 250 MPa ~Tn = nb~AbFy »

Tu

~Tn = 2*0.9* 1-* 12 *2 50 * 10100 := 50.9 kN » 2

Wiryanto Dewobroto - Struktur 8aja

Tu ~ OK

577

11 "",! ___ ___

Distribusi tegangan di bawah pelat landasan. Mo" 20 kNm

~I ~

m 1

x=25

---j

2012mm

m"71.25

WF250x125x6x9

~~~==============~~~

Tu

=8.5 kN

1--- - -- 355

__-.

~ - - - ---11

Gambar 8.11 3 Distribus i teganga n di bawah pelat landasa n

Sisi desak : m = 71.25 mm lengan kantilever terhadap tegangan tekan beton di bawah permukaan pelat landasan di bagian kanan. M pl(beto n)

=t* 19.3 *56.24 *(71.25 - 56324 ) =28,494. N-mm/mm

Untuk kondisi batas leleh, tebal minimum pelat landasan adalah. tp

c. ~:~;I

~~~~iici' = 22.5 == 23 mm

=

« *»

.. ... .. ..... .. (8.10-8)

Sisi tarik : memikul baut angkur.

Tebal pelat landasan untuk memikul baut angkur adalah. tp

c. 1.5~ nb:Fy

8i~~1~3

= 1.5

= 6.2 mm .. ...... ..... . .......... (8.10-24)

Dimensi akhir base-plate:

___ [ :--1""='00kN

! ! _ ;;;NHW. WF250x125x6x9

23

eff7fo/M;;;~1

i

I

25

baut angkur 0 12mm -

80

-t--@

40

6=200

60 ~ ~~_____2 _5_0 ____~__~ __~

1--- - - - - - N=380 - - - - ----;

Ga mbar 8. 114 Base pl ate untuk beban sentris besar

578

Bab 8. Sambungan Struktur

8.10.7.4. Tegangan Persegi: Pu= 400 kN; e = 120 mm Base-plate kolom WF 250x125x6x9 dengan beban tekan eksentris Pu = 400 kN dan Mil = 48 kNm. Rencanakan dimensinya jika pakai material baja Fy 250 dan beton pondasifc' 35 MPa. Jawab: Trial #1: BxN = 200x380 (mm) Ukuran diambil dari kasus sebelumnya karena kolomnya sarna. f p(rnax) = (/Je 0. 85 f ; .. . . . . . . . . .. .. . .. . . .. ... . ... . . ..... . . . . . .. . . . . . .. .. .. (8.10-1) fp(rnax)

= 0.65 *0.85 *35 = 19.3 MPa

qrnax= 19.3x 200 = 3860N/mm ............. ... ... ..... ..... .... .. (8.10-1 2) e kritis

=

f- 2qPU

= 3~O - ~o.~.~~g' = 138.2 mm .... .. .. .... ... ... .... . (8.10-1S)

nlax

(e

= ~: = 120 mm) < (ekritis = 138.2 mm) -) tanpa baut angkur

y = ~ = 4~~~gO. = 103.6 mm .. .. .. .. ...... .... .... ..... .... .. ... ..... (8. 10-13)

Distribusi tegangan persegi di bawah pelat landasan

::_~ ;;r} WF250x125x6x9

q=3860 N/mm

Gamba r 8.11S Distribus i tega nga n persegi ta npa baut a ngkur

Pada sisi desak : pelat kantilever m = 71.25 mm < Y = 103.63 mm. Jadi tebal pelat landasan akibat gaya reaksi beton adalah : fp= tp

:~ = 2~~~'log~6 19.3 MPa . ..... ... .... .. ...... .. .. .. .. ........

2. 1.5m~ = 1.5 * 71.25J ~~·~

= 29.7 mm .... ..... .. .... .......

(8.10-23)

(8.1 0-21 )

Catatan : lebih tebal daripada bentuk tegangan segitiga. (!!)

Wirya nto Dewo broto· Struk tur Baja

579

Dimensi akhir base-plate: Pu = 400 kN

@o:~ @l @lCl~@ J I I 250

1- - - - N=380

I

Ga mba r B.116 Base plate beba n se ntris kecil- tega nga n persegi

Diskusi: Sering ditulis dalam literatur bahwa eara elastis (segitiga) menghasilkan pelat yang lebih tebal dari eara batas (persegi). Contoh yang ada menunjukkan hal berbeda. Tebal pelat eara batas adalah 30 mm, atau 2 mm lebih tebal dari eara elastis (28 mm). Ini terjadi karena kondisi elastis yang dimaksud hanya terbatas pada distribusi tegangan beton di bawah pelat landasan saja. Adapun yang lain tetap mengikuti ketentuan pereneanaan kuat batas. Akibatnya untuk kasus dimana tebal pelat ditentukan oleh bagian kantilever yang berukuran sarna, jadi terpengaruh. Cara elastis bidang kontaknya lebih luas, menyebabkan porsi beban di bagian kantilever jadi keeil. Cara batas bidang kontaknya kecil, banyak terkonsentrasi di bagian tepi (porsi kantilever) sehingga momen yang ditimbulkan menjadi lebih besar. 8.10.7.5. Tegangan Persegi : Pu = 100 kN; e = 120 mm Base-plate kolom WF 250x125x6x9 dengan beban tekan eksentris Pu = 100 kN dan Mu = 12 kNm. Reneanakan dimensinya jika pakai material baja Fy 250 dan beton pondasifc' 35 MPa. Jawab: Trial #1: BxN = 200 x380 (mm) diambil dari kasus sebelumnya. Jp(max) = ¢cO.85J; = 0.65 *0.85 *35 = 19.3 MPa .... ... ... .........

(B. 10-1)

qmax= 19.3 x 200 = 3860N/mm ....... ... ... .... .... .. . .... .. .... . (8 .10-12) _ N Pu _ 380 100,000. - 177 e kr i tis - 2 - -2 - - 2- - 2.3860 mm .. .... .... ... .... ...... .. (B.10-1S ) q max

580

Bab 8. Sa mbungan Struktu r

(e =

~: = 120 mm) < (ekritiS = 177 mm) ~ tanpa baut angkur

y = ~ = 10308~~0. = 25.9 mm .. ... .. .... .... .............. ............ . (8.10-13)

Distribusi tegangan persegi di bawah pelat landasan

MU= 1:n2Nm~ Pu =1 00kN - - -

- - - -

- - -

VVF250x125x6x9

rJ

m=71 .25

I

:

q=3860 N/mm Y=25.9-j

I-

Gambar 8.117 Distribusi tegangan persegi tanpa baut angkur

Pada sisi desak: pelat kantilever m = 71.25 mm > Y= 25.9 mm, tebal pelat landasan untuk memikul gaya reaksi beton adalah : F _ JP -

Pu

_

BY -

tp ;;:: 2.11

400,000. 200*103.6

19.3MPa ..... ... ... ..... ................ ....

(8.10-23)

JpY(m-t) ... ...... ......... ... .... .........................

(8.10-22)

Fy

19.3*25.9·(71.25-~) _ 250 -22.8

mm

Dimensi base-plate final:

@ @

a~:~l

1 - - - - - N=380

I

Gambar 8.118 Base plate beban sentris kecil- tegangan persegi

Wiryanto Dewobroto - Strukt ur Baja

581

8.10.7.6. Tegangan Persegi: Pu = 100 kN; e = 200 mm Base-plate kolom W F 250x125x6x9 dengan beban tekan eksentris Pu = 100 kN dan Mu = 20 kNm. Rencanakan dimensinya jika pakai material baja Fy 250 dan beton pondasi J;,' 35 MPa. Jawab: Trial #1 : BxN = 200 x380 (mm) Ukuran diambil dari kasus sebelumnya karena kolomnya sarna. fp(m ax) = (AO.85f; = 0.65*0.85*35 = 19.3 MPa ...... .. .......... qmax

= 19.3x200 =3860 Nj mm .. .. .. .. .... .. ............... ... .. ... (B.10-13) _ N

P

_

380

100,000.

ekritis - 2 - - 2u- - - 2 - - 2*3860 = qmax

(e

(B.10-1)

177 mm .... .................. .. (B.10-1s)

= ~: = 200 mm) > (ekritiS = 177 mm) ---+ perlu baut angkur !

Jika f = 165 mm adalah jarak baut angkur ke as kolom, maka penyelesaian untuk mencari Y adalah : 2Pu (e+f)

..... .... . ........ . ...... . ... . .... (8.10-1B)

qmax 321-3

Y =e~o +165)± e~o + 165

t - 2*100,O~~~~001165) = 27.7 mm

'----------v---

'-v------"

355

126,025.

,

18,912.

Gaya pada angkur adalah Tu

=

qY - Pu ........ .. ... ................ ..... .. ... .. .. .. ........ .. .... (B.10-16a)

Tu =( 3860 * 27 . 72 - 100,OOO.)/1000 ~ 7 kN

Distribusi tegangan persegi di bawah pelat landasan

MU= 20:nNm~

~=71.2~ P = 100 kN u

I

25

-l

----------

I

WF250x125x6x9

rJ

m =71 .25

:

46.25

Gambar B.119 Distribusi tegangan persegi tanpa baut angkur

582

8ab 8. Samb ungan Struktur

Baut angkur 2¢12 mutu Fy 250 MPa ¢Tn = nb¢AbFy »

Tu

¢Tn = 2 *0.9 *{-* 12 *250 * 10100 ~ 50.9 kN :» Tu ~ OK 2

Sisi desak : pelat kantilever m = 71.25 mm > Y = 27.7 mm, maka tebal pelat landasan untuk memikul gaya reaksi beton adalah : Pu - 100,000. !.p --BY200*27.7 -

180 MP .

a

(8. 10-23 )

(8.10- 22)

18*27.7*( 71.25-l¥-) 250

= 22.6 = 23 mm « *»

Sisi tarik : memikul baut angkur.

Tebal pelat landasan untuk memikul baut angkur adalah. 1 ' 5~ nbTuxFy -- 1 . 5 tp > -

3

7x10 2x250 -

5 . 6 mm

(8.10-24)

Gambar 8.120 Base plate unt uk beba n sentris besar

Diskusi: Untuk base-plate dengan ekstrisitas beban yang memerlukan baut angkur, perencanaan dengan cara elastis (segitiga) maupun cara batas (persegi) ternyata menghasilkan dimensi yang sarna. Hanya saja, gaya baut angkur cara elastis (8.5 kN) lebih besar dari cara batas (7 kN). Kebetulan keduanya di bawah daya dukung angkur yang disediakan (2 ¢ 12 mm) sehingga tidak terlihat berbeda,

Wi rya nto Dewobroto - Stru ktll r Baja

583

8.11. Baut Angkur ke Beton 8.11.1. Umum Pemasangan baut angkur untuk base-plate adalah keharusan. Meskipun teoritis tidak perlu, misalnya beban tekan konsentris, tetapi baut angkur harus dipasang untuk antisipasi terjadinya gaya tarik atau gaya geser yang tidak terduga selama konstruksi. Untuk itu, OSHA (Occupational Safety and Health Administration) memberi ketentuan minimum ada empat (4) angkur (Fisher-Kloiber 2006).

Selain untuk jaminan keselamatan konstruksi, jika ditelaah seeara mendalam, maka pada baut angkurlah dapat diharapkan adanya kesatuan struktur baja dengan struktur beton pondasi di bawahnya. Kesatuan terse but menjadi sangat penting khususnya ketika terjadi beban lateral besar akibat angin atau gempa. Saat itu terjadilah gaya geser atau gaya tarik pada kolom baja. Jadi kepada baut angkur itu jugalah maka keselamatan bangunan baja setelah masa konstruksi berakhir, dapat diharapkan. Pentingnya baut angkur pada konstruksi baja menyebabkan risetnya berkembang. Saat ini untuk pereneanaan ternyata tidak cukup sekedar menentukan panjang penyaluran atau panjang tertanam di beton saja, karena sejak ACt 318-02 terdapat bab khusus yang membahasnya, yaitu Appendix D - Anchoring to Concrete. Menurut Appendix D (ACt 2011) saat ini dikenal dua jenis angkur berdasarkan cara pemasangannya, yaitu [1] cor di tempat, dan [2] pasca pasang seperti terlihat di Gambar 8.121 dan 8.122.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 8.121 Angkur co r di te mpat CAe l 2011)

Jenis baut angkur cor di tempat adalah [a] baut segienam dan ring; [b] baut-L; [c] baut-J; dan [d] stud dilas ke base-plate. Angkur jenis stud yang dilas banyak dipakai pada konstruksi beton pracetak. Konstruksi baja umumnya banyak memakai baut angkur dengan kepala segienam, yang berkapasitas lebih besar dibanding baut angkur dengan kait L atau J (Fisher dan Kloiber 2006) .

584

Bab B. Sambungan Stru ktu r

Jenis angkur cor di tempat, sangat eoeok untuk berbagai maeam konstruksi, dari base-plate sampai penggantung, seeara individu maupun kelompok (grup), pada proyek kecil maupun besar. Jenis itu menjadi pili han karen a tidak merujuk merk tertentu dan dapat dibuat sendiri (bukan buatan pabrik). Jenis angkur pasea pasang (Gambar 8.122) banyak jenisnya. Seeara umum terbagi dalam kelompok [a] angkur adesif; [b] angkur bertakik; [e] angkur terkontrol puntir tipe selongsong; [d] angkur terkontrol puntir tipe stud; [e] angkur terkontrol perpindahan. Maklum, semuanya produk pabrik, yang dibuat berdasarkan riset atau patent yang mereka punyai.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e )

Ga mbar 8.1 22 Angkur pasca pasang CAel 2011)

Karena produk pabrik, angkur tipe pasea pasang relatif mahal dan terbatas ukurannya. Keunggulan utama adalah fleksibilitas waktu pemasangan sehingga memudahkan mengatur jadwal konstruksi. Dengan angkur pasea pasang maka pekerjaan beton dan pereneanaan baja dapat paralel. Konstruksi beton pondasi dieor tanpa menunggu gambar layout baut angkur seeara akurat. Karena spesifikasi jenis ini sudah tertentu, maka pemakai eukup mengikuti petunjuk pabrik, menerima kelebihan atau keterbatasannya saja. Pada pereneanaan struktur berbasis kuat batas, maka setiap pola keruntuhan perlu ditinjau. Kekuatan terkeeil yang menentukan. Dengan konsep seperti itu, maka perilaku keruntuhan yang terjadi dapat diprediksi terlebih dahulu dan dipastikan apakah keruntuhannya bersifat getas atau daktail, sehingga faktor keamanan yang sesuai dapat diberikan. Demikian juga dengan baut angkur yang kinerjanya meneakup dua jenis material yang berbeda, baja yang daktail dan mempunyai kekuatan yang sarna terhadap tarik atau tekan, serta beton yang bersifat getas dan hanya kuat menerima tegangan tekan saja. Pola keruntuhan baut angkur yang dimaksud adalah terhadap gaya tarik dan gaya geser.

Wi rya nto Dewo broto - Stru ktur Baja

585

Jika ada dua atau lebih, baut angkur dipasang berdekatan dengan jarak kurang dari spasi kritisnya, maka pengaruh kelompok harus diperhitungkan dalam memperhitungkan kekuatannya.

(a) Angkur putus o/eh gaya tarik

(e) Beton jebol (breakout)

(b) Angkur tereabut

~ -*-~ ~ "r r r

(d) Beton terbelah

Individu

(e) Muka samping beton ambrol

Kelompok

(f) Lekatan rusak

Gambar 8.1 23 Pola kerusakan baut angku r terhadap gaya tarik CACI 2011)

v

.

v

r;!1

~

o

o

a

(a) Angkur terpotong o/eh gaya geser

~ •

v

v v

v

(b) Beton rompal akibat geser di baut angkur

(0) Beton jebol (breakout)

Gambar 8.124 Pola kerusakan bau t angkur terhadap gaya geser CACI 2011)

Spasi kritis pemasangan baut angkur untuk bekerja individu atau kelompok tergantung dari pola keruntuhan yang ditinjau, yaitu : Tabel 8.12 Spasi kritis pengaruh kelompok baut angkur

Pola keruntuhan yang ditinjau

Spasi kritis

Beton jebol terhadap tarik

3h ef

Lekatan rusak terhadap tarik

2cNa

Beton jebol terhadap geser

3 cal

Baut angkur individu atau kelompok harus didesain terhadap efek terburuk beban terfaktor yang dihitung dari analisa struktur cara elastis. Pemakaian analisa struktur cara plastis tetap diijinkan jika

586

Bab B. Sambungan Struktur

kuat nominal baut angkur ditentukan oleh elemen baja daktail, dan kompatibilitas deformasinya telah diperhitungkan. Petunjuk perencanaan pada Appendix D CACI 2011) dapat dipakai jika mutu beton::; 70 MPa untuk angkur cor di tempat, atau ::; 55 MPa untuk angkur pasca pasang. Jika mutu beton lebih dari itu maka kinerja angkur pasca pasang perlu dibuktikan dengan uji empiris. Berdasarkan berbagai pol a keruntuhan yang terjadi maka kondisi batas yang perlu dievaluasi untuk perencanaan baut angkur dapat disarikan dalam tabulasi berikut. Tabel8.13 Kuat baut angkur berdasarkan pol a keruntuhan (ACl 2011) -

Grup Baut Angkur

BautAngkur Tunggal

Individu

Kuatbautangkurterhadap tarik. Kuat jebol (breakout) beton terhadap tarik.

¢Nsa ~ N ua

¢Nsa ~ N Ua•i

Kuat cabut (pullout) baut angkllr dari betonnya. Kuat ambro l (blowout) muka samping beton terhadap tarik.

¢N pn ~ Nua

Pola keruntuhan

Kuat lekat angkur ades if terhadap tarik. Kuatbautangkurterhadap geser. Kuat jebol (breakout) beton terhadap geser. Kliat ambro l (blowout) muka samp ing beton terhadap geser.

ACI Ref. 0.5.1

¢Ncbg ~ N ua .g 0.5.2

¢Ncb ~ N ua ¢N pn ~ N ua ,;

0.5.3 ¢Nsbg ~ N ua .g 0.5.4

¢Nsb ~ N ua

¢Na ~ Nua.g

¢Na ~ Nua ¢Vsa ~ Vua

Kelompok

¢Vsa ~ Vua,;

0.5.5 06.1

¢Vcb ~ Vua

¢Vcbg ~ Vua .g

06.2

¢Vcp ~ Vua

¢Vcpg ~ Vua .g

06.3

Untuk perencanaan tahan gempa, kuat baut angkur berdasarkan pola keruntuhan beton harus direduksi sebesar 0.75, yaitu untuk mengantisipasi retak sesuai ketentuan D.3 .3.4.4 CACI 2011). Jika yang menentukan adalah terjadinya keruntuhan pad a baut angkur yang daktail, maka reduksi tersebut tidak perlu. Itulah mengapa untuk perencanaan yang baik, konfigurasi pemasangannya dipilih sehingga keruntuhannya akan terjadi pada baut angkur dan bukan pada beton. Itupun dengan asumsi bahwa baut angkurnya terbuat dari baja yang berperilaku daktail. Salah satu upaya agar tidak terjadi kerusakan pada beton, baut angkur dipasang dengan jarak minimum 6da dari angkur lain atau dari tepi beton, juga dipasang tulangan khusus disekitarnya. Kuat baut angkur berdasarkan berbagai kondisi batas dari pola keruntuhannya akan ditinjau secara terperinci sebagai berikut.

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

587

8.11.2. Kuat baut angkur terhadap tarik. Kuat tarik rencana baut angkur, Nsa ditentukan dari mutu bahan material dan dimensi fisik, yang dihitung sebagai berikut :

Iota .....................................................

¢Nsa = ¢ Ase,N

(D-2 ACI)

dimana Nsa ... .. ....... kuat tarik nominal baut angkur.

¢ .... .. .. .. .. .. faktor reduksi kuat baut angkur terhadap tarik, yaitu 0.75 (baja daktail), dan 0.65 (baja getas). Ase,N......... . luas penampang efektif terhadap tarik. Untuk tipe pasca pasang, A se,N mengikuti spesifikasi pabrik.

Untuk angkur berulir dapat dihitung sebagai Ase. N = .!!...(d _ 4 0

0.9743)2 n, . . .. . . .. . . .. .. . .. . .. . .. .. .. .. . . .. . .. . .. . . . .. (A-3-6 AISC)

Ase,N = f( do - O.9382P)2 . .. .. ......... .. .. .. ... . .... .. ....... ..

nt

.............

(A-3-6M AISC)

jumlah uHr per mm (atau ulir per inch).

p .. .. ........ .. pitch, mm per ulir (atau inch per ulir) .

f uta . . . .• . .. . .... kuat tarik baut angkur yang disyaratkan, tidak lebih dari nilai terkecill.9 f ya atau 980 MPa. f;,a ..... .... ... .kuat leleh baut angkur yang disyaratkan, M,Pa. Tabel cJ>

a. 14 Properti baut angkur (Lundin 2012).

A

n,

do (in)

in'

ulir / in

in'

Square

Heavy Sq.

Hex

Heavy H.

1/4 3/8 1/2 5/8 3/4 7/8 1 II/a 11/4 1 3/ a

0.049 0.110 0.196 0.307 0.442 0.601 0.785 0.994 1.227 1.485 1.767 2.405 3.142

20 16 13 11 10 9 8 7 7 6 6 5 4.5

0.032 0.078 0.142 0.226 0.33 4 0.462 0.606 0.763 0.969 1.160 1.410 1.900 2.500

0.142 0.280 0.464 0.693 0.824 1.121 1.465 1.854 2.228 2.769 3.295

0.201 0.362 0.569 0.822 1.121 1.465 1.855 2.291 2.773 3.3 00 3.8 73

0.117 0.164 0.291 0.454 0.654 0.891 1.163 1.472 1.817 2.199 2.617

-

-

-

-

-

-

0.167 0.299 0.467 0.671 0.911 1.188 1.5 01 1.851 2.237 2.659 3.118 4.144 5.3 16

angkur

1 11z

1 3/ 4 2

9

Ase.N ' Ase.v

Luasan tumpu kepal a baut atau nut - A b," (in' )

Catatan: 1 in 2 = 645.16 mm 2.

588

Bab B. Sa mbun ga n Struktur

Mutu bahan material baja baut angkur bisa bervariasi, mulai dari buatan sendiri yang sederhana sampai pabrik yang didukung oleh riset yang khusus. Untuk jangka pendek dan beban tertentu, maka persyaratan daktail dari baut angkur tidak menjadi keharusan. Petunjuk pada Appendix D (ACI 2011) ditujukan untuk struktur jangka panjang sehingga persyaratan daktilitas elemen menjadi pertimbangan penting selain kekuatan dan kekakuan. Untuk itu identifikasi tingkat daktilitas baut angkur adalah penting. Bahan material baja untuk baut angkur dianggap berperilaku daktail jika dengan uji tarik dapat mengalami perpanjangan (elongasi) minimal 14% dari panjang awal, dan juga reduksi luas penampang sedikitnya 30% dari luas penampang awal. Baut angkur sesuai spesifikasi ASTM A307 adalah daktail. Jika bahannya dari baja tulangan yang memenuhi ASTM A615M, A706M, atau A955M maka dianggap juga berperilaku daktail. Tabel 8. 15 Properti material baut angkur (Lundin 2012). 5pesifikasi materia l

Grade Mutu

Dia. (in)

Fu desain ksi (MPa)

Fumin. (ksi)

Fy min. ksi (MPa)

AW5 D1.1

B A

'/2 - 1 :0;4

60 (414)

60 60

50 (345)

20

50

60 (414)

--

18

C

:0;4

58 (400)

58 - 80

36 (248)

23

---

BC

:0;4

125 (862)

125

109 (752)

16

50

BD

:0;4

125 (862)

150

130 (896)

14

40

:0;1

120 (827)

120

92 (634)

14

35

1- 1.5

105 (724)

105

81 (558)

14

35

A5TM A307 A5TMA354 A5TM A449

1 A5TM F1554

Elongasi Red uksi A min.% min.%

> 1.5

90 (620)

90

58 (400)

14

40

36

:0;2

58 (400)

58 - 80

36 (248)

23

40

55

:0;2

75 (517)

75 - 95

55 (379)

21

30

105

:0;2

125 (862)

125 - 150

105 (724)

15

45

Catatan: 1 ksi = 6.895 MPa (Njmm

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

2

)

589

8.11.3. Kuatjebol (breakout) beton terhadap tarik.

t

Ga mbar 8. 125 Be ton je bol te rha da p ta rik (Lundin 20 12).

Kuat jebol beton rencana terhadap tarik dari baut angkur adalah Ncb (tunggal) atau NCb9 (kelompok). Adapun kuat jebol beton no-

minal terhadap tarik dari baut angkur dihitung tidak kurang dari. Baut angkur tunggal N cb

= :NC '¥ ed ,N . '¥ c. N . '¥ cp,N . Nb . .. . ... ....... . . ... . .... . ....... (D-3 ACl) Nco

Baut angkur kelompok N

-

cbg -

A Nc

A



ec,N

. '¥

ed ,N

. '¥

c, N

. '¥

cp,N

.N

b .. . .. . . .. . . . .. .. ...... . (D -4 ACl)

Nco

dimana

¢ ... .. ... .. ... . faktor reduksi kuat jebol beton baut angkur cor ditempat adalah 0.75 untuk Kondisi-A (ada tulangan); dan 0.70 Kondisi-B (tanpa tulangan). Tak ada rincian khusus terkait tulangan tersebut. Hanya saja Gambar 8.126 dari Commentary ACI (2011) dapat dibuat sebagai acuan. 15hof

1.5h. f

I

~

h. f

penulangan untuk angkur

I/>ldh "-td

I

J

SO.Sh. f

I

j

L

A~

Tampak Depan

Potongan A·A

Gambar 8. 126 Konfigurasi pen ulanga n baut angku r acuan dari AC l (2 0 11)

590

Bab 8. Sa rnbun gan Stru ktur

Luas proyeksi kerusakan beton pada baut angkur tunggal atau kelompok untuk memperhitungkan kuat tarik, ANC (mm 2).

I

1.5h.,

(a)

(c)

(b)

Gambar 8.1 27 Lu as kerusakan be ton terproyeksi, ANC (ACI 2011)

Baut angkur tunggal dengan Cal < 1.5 hefmaka

(2 X l.Shef ) X (Cal + l.Shef )

=

ANc

................... ... ............ (8.10-25)

Baut angkur ganda dengan Cal < 1.5 hef dan Sl < 3 h ef maka ANc

=

(2 X l.Shef ) x (Cal + Sl + 1.She!) .............................

(8.10-26)

Baut angkur kelompok dengan Cal < 1.5 hef dan Sl < 3 hefmaka ANc

= (Ca l

+ Sl + l.Shef ) X (C02 + S2 + l.Shef ) .....................

(8.10-27)

Luas proyeksi maksimum kerusakan angkur tunggal, ANCO (mm 2), dipakai untuk membatasi A NC sehingga A Nc $; n A NCO dengan n adalah jumlah angkur. Bentuk keruntuhan beton untuk perhitungan berbentuk persegi, lihat Gambar 8.128. ANco

=

(2

X

(2

l.Shef ) X

X

I

l.Shef ) = 9h;f

.... . ......... ...... ...... (D-5 ACI)

1

I

1.5h.,

----+---I

1.5h.,

_ J

1........0...----1'

1.5h.,

.1

1.5h.,

Tampak atas

Potongan melalui bagian kerusakan beton

Gambar 8.128 Luas kerusakan beton terproyeksi, A Nco (ACI 2011)

Faktor modifikasi kuat tarik baut angkur kelompok dengan beban yang eksentrisitas, \jI ee, N dihitung sebagai berikut :

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

591

l\J ec, N

= (

2 '

)

< 1.0 .... . .. . ............. . .... ............. .. ......

(D-8 ACI)

1 +.-...:tL 311./

Jika dalam suatu kelompok baut angkur, ada baut angkur tarik dan juga tekan, maka yang dipakai mengevaluasi eksentritas e'N dan NCb9 adalah baut angkur yang mengalami gaya tarik saja.

~,

~

Pusat berat angkur tank

~

~l

IIY eN

Resultan gaya tank T,+T2 +T.

Elevasi

(a) jika semua baut angkur menerima gaya tarik

T2~ Pusat berat angkur tank hanya angkur tank saja untuk menentukan e;'

! T,l

~~;. Resultan I

Y

~

gaya tank

T, + T2

Elevasi (b) jika tidak semua baut angkur menerima gaya tarik

Ga mbar 8.129 Pa ra me te r e'N pad a kelo mpok ba ut a ngku r (ACI 2011)

Faktor modifikasi untuk memperhitungkan pengaruh baut angkur di bagian pinggir pondasi, \j!ed,N dan berlaku terhadap baut angkur tunggal maupun baut angkur dalam kelompok. Jika

ca,mill ;:::

\j! ed,N

1.5 he,maka

= 1.0 ..... ... .. ........ ..... ...... ... ...... ... ,.. .... .. ........ ... (D-9 AC I)

Jika ca,mm. < 1,5 h eJ"maka l\JedN= 0.7 + 0.3 :a5~ln ....... . . ... ....... . .. . ..... . ......... .... .. .. . (D -10ACI) }

.

ef

Terjadinya keretakan beton pada beban kerja mempengaruhi kuat tarik baut angkur. Retak adalah kondisi yang tidak ideal. Kondisi itulah yang dipakai code untuk memperhitungkan kuat tarik baut angkur agar konservatif. Jika terjadi retak, maka \j!c,N = 1.0 karena memang sudah diperhitungkan oleh code, Bila ternyata baut angkur dipasang pada elemen beton yang pada kondisi beban kerjanya tidak mengalami retak, maka kuat tarik dapat ditingkatkan lagi dengan faktor modifikasi, yaitu \j!c,N = 1.25 untuk baut angkur cor di tempat, dan 'Vc,N = 1.4 untuk baut angkur pasca pasang jika kc = 7 dipakai pada persamaan 0 -6 (ACt 2011) ,

592

Ba b 8. Sa mbungan Strukt ur

Gambar 8.130 Kerusakan pecah bela h (sp litting)

Baut angkur pasca pasang pada beton polos, tanpa tulangan kondisi tidak retak, maka perlu memperhitungkan adanya tegangan tarik belah (splitting) saat pemasangannya. Untuk memperhitungkannya dipergunakan faktor modifikasi \jI cp,N

Jika cOjmm. ~ cac maka \jIcp,N

= 1.0 ..... ... .............. .... , ... ........ ..................... (D-ll ACl)

Jika ca,mm. < tV c

N

P,

=

Cac maka Ca ,mln ::; Cae

l.She!

.. .. ... . ...... .. . ................... . ... ..... .. . (D-12 ACl)

Cae

Untuk kasus lain, juga baut angkur tipe cor ditempat,

\jI

cp,

N

= 1.0.

Kuat dasar jebol (breakout) beton angkur tunggal terhadap tarik pada kondisi beton retak, Nb dapat dihitung sebagai berikut. Nb =

kcAa

J!:h;/ ....... ........ .. ............... .....................

(D-6 ACl)

dimana kc = 10 .. .... . baut angkur tipe cor ditempat. kc =7 .. .... .. baut angkur tipe pasca pasang, Aa ....... .. .... faktor modifikasi untuk material beton ringan,

untuk angkur cor di tempat maka \ = A , Beton normal A = 1, untuk beton ringan A = 0.75 ~ 0,85, lihat ketentuan 8.6 ACI (2011), Alternatif lain khususnya untuk baut angkur kepala segienam dan stud tipe cor di tempat, dimana 280 mm::; h e! ::; 635 mm, maka kuat dasar jebol beton angkur tunggal terhadap tarik, Nb dapat dihitung sebagai berikut. Nb =3.9Aa

J!:h;P .... ......... ............ ...........................

(D-7 ACl)

Panjang baut angkur > 635 mm, berdasarkan hasil uji empiris atau analisis memberikan hasH yang tidak konservatif (ACI 2011),

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

593

B.ll.4. Kuat cabut (pullout) baut angkur dar; betonnya.

4

. •

Ga mbar 8. 131 Ba ut angku r te rca bu t dari betonnya (Lundin 201 2)

Kuat cabut rencana terhadap gaya tarik, ~Npn baut angkur tunggal cor di tempat atau pasca pasang bertakik, tidak lebih besar dari : ¢Npll = ¢

\lfc,p

Np ........... .. ... .. .. . , ...... .. ...... ........ .. .......

(0-13 ACI)

dimana

Npn ...... ..... kuat cabut (pullout) nominal baut angkur.

¢ ......... ..... faktor reduksi kekuatan, yaitu 0.75 (Kondisi-A) dan 0.7 (Kondisi-B) . \If c,p .... ... .... faktor modifikasi untuk angkur pada daerah yang

secara analisis belum timbul retak pada kondisi beban kerja. Jika telah retak maka \If c,p = 1.0 Kuat cabut terhadap tarik, Np dari baut angkur cor di tempat tipe kepala segienam atau stud, dapat dihitung sebagai berikut Np = 8Abrg f ; ..... . ... . ..... . ........... . ........... _.............. .... (0-1 4 ACI)

dimana Abro ...... . .... luas tumpu netto dari baut angkur kepala segienam,

atau angkur stud, mm 2 • Kuat cabut tarik, Np adalah ketika terjadi kerusakan beton pada bagian kepala baut angkur akibat tumpu, meskipun baut angkur belum tentu tercabut semua. Jadi parameter panjang penyaluran

594

Ba b 8. Sambll nga n Strll ktur

baut angkur tidak berpengaruh. Jadi kuat cabut baut angkur tergantung dari besarnya kepala baut angkur, mutu betonnya. Baut angkur kepala segienam atau stud memanfaatkan mekanisme tumpu sehingga tidak perlu panjang lekatan atau ulir. Karena itu pemakaian ring atau washer pada kepala baut untuk menambah luasan bidang tumpu akan efektif. Pada code lama (ACI 2002) usulan ring yang dimaksud belum tercantum, tetapi ada pada code terbaru (ACI 2011) telah disertakan, lihat Gambar 8.121a. Kuat cabut terhadap tarik, Np baut angkur kait tipe cor di tempat (baut-L atau baut-lJ, dapat dihitung sebagai berikut Np = O.9f:ehda . .. . .. . . . ....... . . ... ... . ........... ... .. ... ........... (0 -15 ACI)

dengan 3da ~ eh

eh

~

... .. .... ....

4.5da dimana

jarak dari permukaan sebelah dalam baut-J atau baut L ke ujung luarnya, mm.

do ...... ... ... . diameter luar dari baut angkur, mm. Angkur kait juga memakai mekanisme tumpu seperti baut tipe kepala segienam atau stud, dan tidak tergantung dari panjangnya. Untuk mutu beton sarna, tentu dapat dibuat perbandingan an tara keduanya (data dari Tabel 8.14), sebagai berikut. Tabe18. 16 Perbandinga n ku at ca but baut a ngkur tipe cor di tempa t

Tipe kepala segienam

Tipe kait

d0 = 1 in A brg = 1.163 in 2

d0 = 1 in eh = 4.5 do = 4.5 in

Np = 8 x 1.163f: =. 9.32f:

Np = O.9f: 4.5 x l =. 4.0Sf:

230%

100%

Informasi di atas menunjukkan bahwa baut angkur dengan kepala segienam, mempunyai kapasitas cabut yang lebih besar dibanding angkur kait. Apalagi jika pada baut berkepala tersebut ditambah lagi dengan ring atau washer. Oleh sebab itu jenis tersebut populer (Fisher dan Kloiber 2006).

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

595

B.11.S. Kuat ambrol muka samping (side face blowout) beton.

Tabe18. 132 Kua t a mbrol muka tepi beton (Lu ndin 201 2)

Kuat ambrol muka samping (side face blowout) rencana beton terhadap tarik, ¢Nsb baut angkur yang dipasang di pinggir pondasi dengan her > 2.5ca1 perlu dievaluasi. Besarnya N Sb diambil tidak boleh lebih dari : N sb =

(13eal ~Abrg )Aa ft ..... ... .. .. .............................

(D-16 ACI)

dimana Nsb ............ kuat ambrol (blowout) nominal terhadap tarik.

¢ ...... .. " .... faktor reduksi kekuatan, yaitu 0.75 (Kondisi-A) dan 0.7 (Kondisi-B). Jika baut angkur di daerah pojok pinggir dan

cal

$

3ea1 maka nilai

N sb harus dikalikan dengan (1 + ~)-41 dimana 1 ::; ~ $ 3. Cal Cal

Untuk baut angkur kelompok yang dipasang dipinggir pada kedalaman pasang her > 2.5ca1 dan spasi antar angkur kurang dari 6ca1 , maka kuat nominal angkur kelompok yang aman terhadap ambrol muka samping, NSb9 diambil tidak lebih dari : N sbg =

(1 +

6: )NSb ........ . ............ .. .. ... ......... .. .......... (D-17 ACI) 01

dim ana s adalah jarak antara angkur terluar ke bagian pinggir dan diperoleh dari persamaan D-16 (AeI 2011) tanpa modifikasi terhadap jarak tepi tegak lurus . N Sb

596

Bab 8. Sa mb ungan Stru ktur

8.11.6. Kuat lekat angkur adesiJterhadap tarik. Kuat lekat rencana terhadap tarik baut angkur adesif tunggal ¢Na (tunggal) atau ¢Nag (kelompok). Adapun kuat lekat nominal terhadap tarik dari baut angkur dihitung tidak kurang dari. Baut angkur tunggal Na=AA Na '¥ edNa· '¥cpNo · N bo Noo I

.. . .•..... .... ...•...•. • .•........... (D-18ACI)

I

Baut angkur kelompok N

-

ANa

09 - ANao



ec,No'

lp

ed,No'

ll'

cp,No'

N

bo····· .. ·········· ·· · · ··· · ·· (0-19 ACI)

dimana

¢ .............. faktor reduksi kekuatan angkur pasca pasang, nilainya 0.75 - 0.45 tergantung kategori sesuai ACI 355.2 atau ACI 355.4M dan kondisi tulangan. A Nao

........ .. .

luas proyeksi pengaruh angkur adesif tunggal untuk jarak tepi ~ cNa (mm). Lihat Gambar 8.132a.

ANa .. ....... .. . luas proyeksi pengaruh angkur adesiftunggal atau kelompok, untuk perhitungan kuat lekat terhadap tarik (mm). Lihat Gambar 8.132b.

(a)

(b)

Ga mbar 8.133 Luas proyeksi pe nga ruh angkur adesif (ACI 2011 )

Beberapa perhitungan terkaitA Nao dan ANa adalah sebagai berikut. ANoo -- (2c No )2

... . ... ..• ....... . .. .... . .•. . . . .. ...... . ...... ... . . . .. (0-20 ACI)

CNa=10dQ~r;~~

......... . .... . ...... ... ..... ........ ........... . (0-21ACI)

Jika Cal dan caZ < cNa ' juga Sl dan Sz < 2cNa maka

Wiryanto Dewobroto - Struk tur Baja

597

8.11.7. Kuat baut angkur terhadap geser.

4

Gamba r 8. 134 Kerusa kan gese r pada baut angkur (Lundin 201 2)

Kuat geser rencana baut angkur, ¢ v'a tergantung bahan material dan dimensinya. Kuat geser angkur stud dicor di bagian pinggir :

¢ v'a = ¢ Asey f uta······ ·· ···· ··· ······ · ······ ··· ···· ··· · ·· ············

(0·28 ACl)

Baut angkur stud mempunyai kuat geser lebih besar dibanding baut angkur kepala segienam atau angkur kait. Itu dikarenakan adanya efek jepit dari stud yang dilas ke pelat bajanya. Untuk baut angkur berkepala jenis cor di tempat maka :

¢ v'a= ¢ 0.6 Asey f uta .. .......... . ........... .. ............ .........

(0-29 ACI)

dimana v'a ...... ... . .. kuat geser nominal baut angkur.

¢ ..... ......... faktor reduksi kuat baut angkur terhadap geser, yaitu 0.65 (baja daktail), dan 0.60 (baja getas).

Ase,v . . . .. . . ... luas penampang efektif terhadap geser. Untuk tipe pasca pasang, Ase,N sesuai spesifikasi pabrik. Untuk angkur berulir dapat dihitung sebagai Ase,v = .!!...(d 4 0 _

0.9743 ) 2

n,

. .. . . . . . .. . . . . . . . . . . . . .• . . . . . . . . . . .. . . . . . .. (A-3-6 Al SC)

Ase,v = { ( do - O.9382P / . .... . ........ ... .... .. .... . .. . ... .... .

nt

... . .. . . .. . ..

(A-3-6 M AI SC)

jumlah ulir per mm (atau ulir per inch).

p ......... ... .. pitch, mm per ulir (atau inch per ulir) . f uta .. .......... kuat tarik baut angkur yang disyaratkan, tidak

lebih dari nilai terkecil1.9 f.ya atau 980 MPa.

598

Bab 8. Sambllnga n Str llktu r

B.ll.B. Kuat jebol (breakout) beton terhadap geser.

Gambar 8.135 Beton jebol te rh adap geser (Lundin 201 2)

Kuat jebol beton rencana terhadap geser dari baut angkur adalah ¢ ~bB (kelompok). Adapun kuat jebol beton nominal baut angkur dihitung dari persamaan berikut :

¢Veb (tunggal) atau

Baut angkur tunggal. Veb = : c \f edY . \f c.v . \f hY . Vb .... ... ........ .. .. .. ..... ........ (D-3 0 ACI) Vco

Baut angkur ke lompok. Vcbg = : c \{' ecY

. \{' edY . \Pcy . \f h.V . Vb

. . .. ..... ..... .... .. , .... (D-3 1 ACI)

Vco

dimana

¢ .. ... .. ...... faktor reduksi kuat rompal beton terhadap geser dari baut angkur, sebesar 0.75 untuk Kondisi-A (dipasang tulangan tambahan), dan 0.70 untuk Kondisi-B jika hanya beton saja, tanpa tulangan. A vco .. . . . . . . ... luas proyeksi kerusakan beton terhadap geser

dari baut angkur tunggal untuk perhitungan jika tidak dibatasi oleh pengaruh posisi pinggir atau pojokan, spasi dan ketebalan beton (mm 2 ). Ave .... .... .... . luas proyeksi kerusakan beton terhadap geser dari baut angkur tunggal atau kelompok, untuk perhitungan kuat geser (mm2).

Wiryanto Dewo broto - Struktur Baja

599

Jarak lepi krilis baul angkur kepala segienam, angkur slud, angkur bertakik, angkur lerkonlrol perpindahan adalah 1.5c.,

v Tilik pusal baul angkur yang memolong permukaan bebas Bagian lepi dan belon TampakAlas 1.5c.,

Avco

1.5c.,

=2(1.5c.,) x (1 .5C.,) =4.5c. , 2 Polongan Sam ping

Tampak Oepan

Ga mbar 8.136 lIustrasi luas proyeks i maksimum Aye. (Ae l 2011)

If e.2 < 1.5e., If h. < 1.5e. , a nd 5, < 3e. ,

A~=rlca, ?

h:i,f 5Wi:ea,~

haT~ V" I • • 1. 01

1__1-1_

1.5c a ,I ,5e a , A ve

= 2(1 .5e.,}h.

A ve

(a) Pinggir

1

1,5e., 5 , 1.5e. ,

ea21 .5e. ,

A ve = [2(1 .5c. , } + 5,Jh.

= 1.5e. , (1 .5e. , + e.2} (b) Pojok

(e) Pinggir angkur ganda

Ga mbar 8,137 Lu as proyeksi kerusa kan da ri baut a ngkur tunggal A" (Ael 2011)

Untuk memperhitungkan Ave dari baut angkur kelompok ada beberapa skenario yang bisa terjadi (lihat Gambar 8.137), yaitu :

C.1 ,1

C

r

. 1,2

1 .5C.1' 2 ~1 .5C.1' 2 h. A " = 2(1 ,Se" ,, )h. If h, < 1.Se. ,

(a). Kasus 1

A ve = 2(1 .Se" ,2)h. If h, < 1.Se.,

(b). Kasus 2

dZ e'1~"2 I::; I \:1

1,Se. ,.,

~h

1.Se., ,1 ·

A ve = 2(1 .Se" ,1)h. If h. < 1.Se.,

(e). Kasus 3

Gamba r 8.138 Luas proyeksi kerusa kan dari baut angkur ga nda A" (Ael 2011)

600

Bab 8. Sambungan Struktu r

Kasus 1 : Asumsi pertama, dianggap Vz gaya geser terdistribusi pada baut angkur paling depan pada luas bidang proyeksinya. Parameter kuat jebol beton terhadap geser diambil Ca1,1 = c al' Kasus 2 : Asumsi ke dua, dianggap gaya geser total terdistribusi sekaligus pada luas bidang proyeksinya, tetapi ini hanya berlaku jika baut angkur dilas pada pelat penghubungnya secara kaku. Parameter kuat jebol beton terhadap geser diambil Ca1 ,1 = c al' Kasus 3 : Jika s < Cal) maka semua gaya geser dipikul baut angkur terdepan pada luas bidang proyeksinya. Parameter kuat jebol beton terhadap geser diambil Ca1 ,1 = Cal' Tetapi ini tidak berlaku jika baut angkur dilas kaku dengan pelat penghubungnya. ~p;,"g;," b,too

VII =2V~

81

]C

t I

VI Ga mbar 8.13 9 Pengaruh orientasi gaya terhadap ku at jebol beton

Pada kasus dimana arah gaya geser terjadi paralel terhadap sisi pinggir beton sebagaimana terlihat pada Gambar 8.138 maka gaya geser maksimum sejajar VI L yang ditentukan kuat jebol beton adalah dua kali lipat dari gaya geser maksimum tegak lurus, V.i. Kasus lain jika gaya geser paralel terjadi pada baut angkur bagian pojok. Untuk itu maka perlu dievaluasi dalam dua kondisi, yaitu jika dianggap terjadi pada arah tegak lurus dan pada arah paralel juga seperti terlihat pada Gambar 8.139.

ang kurA

Ga mbar 8.140 Kuat jebol beton te rhadap geser di daerah pinggira n

Faktor modifikasi kuat geser baut angkur kelompok dengan beban eksentrisitas, \lfec,v dihitung sebagai berikut: 1

WecY = (1 + ~ ) ::s; 1.0 .... . .. ... .. ...... . .. .. .. ..... . ... ... .. .. ... .. (D-36 ACl) 3c01

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

601

Tepian beton 5/2

L Je;

s/2

TampakAtas

Gamba r 8.141 Eksentrisitas geser pada grup baut angkur (ACI 2011)

Faktor modifikasi untuk memperhitungkan pengaruh baut angkur di pinggir pondasi, \lf ed.v dan berlaku untuk nilai terkecil dari ca2 . Jika ca2 ~ 1.5cal maka \If ed.V = 1.0 ... ...... ... ... .... .... ... ...... ........... .. ..... ...... ....

Jika

c a2

(D·3 7 ACI)

< 1. 5 cal maka

tVed'v

= 0.7+0.3

C "Z

1. SCal

.. . •. . ....• .. .. •.•....• . . . . . . • . . . . . . . . . . . • . • . ..

(D- 38 ACI)

Adanya retak beton pada beban kerja mempengaruhi kuat geser baut angkur, dan retak adalah kondisi yang tidak ideal. Kondisi itulah yang dipakai code untuk memperhitungkan kuat geser baut angkur, sehingga \lfc.v = 1.0. Untuk baut angkur pada elemen beton yang belum retak saat kondisi be ban kerja, maka kuat gesernya dapat ditingkatkan dengan faktor modifikasi, \lf c.v = 1.4. Untuk beton yang mengalami retak tapi disediakan tulangan minimum No.13 atau lebih besar dan tulangan sengkang yang rapat (jarak sengkang kurang dari 100 mm) maka \V c•v = 1.4 masih bisa digunakan. Jika tidak ada tulangan sengkang yang rapat (hanya tulangan memanjang saja) maka \V c•v = 1.2. Faktor modifikasi kuat geser baut angkur, \Vh.V jika dipasang pada elemen beton dengan tebal ha ~ 1.5 Cal maka tVh,V =

~1.~:al ~ 1.0 ..................... . ... .. ........ . .. ..........

(D-36 ACI)

Kuat dasar jebol beton terhadap gaya geser dari baut angkur tunggal pada beton yang telah mengalami retak adalah nilai terkecil dari dua persamaan berikut :

602

Bab 8. Sa mbungan Struktur

atau Vb = 3.7 Aa.JJ: (Cal )1.5 .... ...... ............. ........................

(0-34 ACI)

dimana Ie···· .·· ··· ·· ·· panjang tumpu angkur terhadap geser, Ie = her untuk panjang dengan kekakuan konstan, atau Ie= 2da untuk angkur pasca pasang kontrol torsi, untuk semua kasus Ie :5 8da .

Baut angkur tipe cor di tempat yang dilas menerus pada pelat penghubung dengan tebal minimum 10 mm atau 1h diameter baut angkur maka persamaan D-33 CACI 2011) dapat diganti dengan persamaan D-35 CACt 2011) sebagai berikut. 0.2

Vb = 0.66 (

~ ) FaAa.JJ: ( cal )1.5 .............. .... .. .. ... .....

(0-35 ACI)

8.11.9. Kuat rompa/ (pryout) beton terhadap geser.

Gambar 8.142 Kuat rompal (pryout) beton (Lundin 2012)

Kuat rompal beton rencana baut angkur tunggal, ¢ V CP atau kelompok, ¢Vcpg terhadap geser, dan kuat nominal baut angkur tunggal : y"p= k cp N cp ....... . . . ... . .......... . ... ... . . ... . ... . ..... .. .... .... .... (0-40AC I)

dan baut angkur kelompok : Vcpg= k cp N cpg·······.······· ·· ·.·· · ··· · · ······· · ····· · · ·· · .. · ...... . .. . (0-41ACI)

dengan

¢ .... .......... faktor reduksi kuat rompal beton terhadap geser, 0.75 untuk Kondisi-A (tulangan tambahan), dan 0.70 untuk Kondisi-B (tanpa tulangan beton).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

603

= 1.0 k cp = 2.0 k cp

..... untuk h e! < 65 mm ..... untuk h e! > 65 mm

untuk baut angkur cor di tempat dan pasea pasang jenis mekanik seperti tipe bertakik atau tipe terkontrol perpindahan, maka

CAeI 2011). N =N Cb9 ... dari pers. D-4 CAeI 2011). cpg N cp = N Cb·· · ··

dari pers. D-3

Sedangkan untuk baut angkur pasea pasang tipe adesif, maka

CAeI 2011) atau N cpg =N ag .... dari pers. D-19 CAeI 2011), pilih yang terkecil.

N cpg = N cb9

...

dari pers. D-4

8.11.10. Interaksi gaya tarik dan gaya geser. Gaya tarik dan gaya geser bisa terjadi sekaligus. Jika salah satu gaya tersebut mempunyai rasio gaya perlu dibanding kuat renea-nanya lebih keeil dari 20% maka gaya lain masih dapat bekerja seeara maksimum tanpa terjadi interaksi antara keduanya. Jika keduanya mempunyai rasio gaya perlu dibanding kuat reneana lebih besar dari 20% maka akan tejadi interaksi keduanya dan harus memenuhi kriteria D7 CAeI 2011), berikut

-N ua- + -Vua s 1.2 .. . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . .. . . . . . ..

rpN n

rpVn

(D-42 ACI)

Daerah aman bekerjanya gaya tarik dan gaya geser sekaligus pada baut angkur dapat dilihat pada kurva interaksi berikut. Nus 5 )/3 )/3- 1 + (V:ua 5 ;Vn -

' ~ ( ;Nn '"

""

""

",\

pendekatan interaksi trilinier

,, \ \

,

--J-------- - --~I \ Gambar 8.143 Kurva interaks i gaya tarik dan gaya geser pada angkur

604

Bab 8. Sambungan Struktur

B.ll.11. Contoh perencanaan baut angkur Contoh perencanaan ini mengacu pekerjaan Lundin (2012) hanya unit satuan telah dirubah dari satuan Imperial ke SI. Ada lima (5) contoh perencanaan yang ditinjau, yang diharapkan bisa mengeksplorasi tahap penting perilaku baut angkur tipe cor di tempat. Contoh yang dimaksud adalah : 1. Baut angkur tunggal terhadap tarik. 2. Baut angkur tunggal terhadap geser. 3. Baut angkur kelompok terhadap tarik dan geser : bagaimana pengaruh baut angkur kelompok yang ditempatkan di bagian tepi atau pinggiran struktur beton. 4. Baut angkur kelompok terhadap tarik dan geser : masih mengacu contoh sebelumnya, bagaimana jarak ke pinggir menjadi berkurang. 5. Perencanaan tulangan tambahan dari contoh sebelumnya.

Soal1: Baut angkur tunggal terhadap tarik. Baut angkur ep16 mm mutu A36 Fy 250 MPa dan Fu 400 MPa. Panjang benam he! = 100 mm, betonf.:'30 MPa. Note: tidak ada tulangan khusus, beton retak dan bukan struktur tahan gempa. Hitung kapasitas tarik batas N dari angkur cor di tempat, di atas. Jawab: 1. Kuat baut angkur terhadap tarik

Baut angkur ep16 mm ~ 5/8 in dari TabeI8.14 ~ n t = 11 uhr/in atau 0.433 ulir/mm. Untuk pitch P = 25.4/11= 2.309 mm/ulir. A se, N

=1-(16- °O~:3~3 )2 = 148.5 mm 2

.. .. .. ... . ........ . . . . .. . . . . (A-3-6 AIS C)

Ase, N =.!!..(16 - 0.9382 *2.309)2 = 150.3 mm 2 .... . ........ . 4

(A- 3-6 M AISC)

Tabel 8.14 juga memberikan hasil yang mirip dari hitungan di atas, untuk ""16 mm ~ da = 5/8 in makaA se, N = 145.3 mm 2• 't' ep =0.75 ..... .................... .... ... ... ... (A36 -+ baja da kta il terha da p ta rik) ¢Nsa = ¢ . A se,N . fu ta = o.75x~6~~x400 = 43.6 kN .. ........ ........... (D-2 AC I)

Wiryanto Dewobroto - Struktu r Baja

605

2.

Kuat jebol (breakout) beton terhadap tarik Posisi angkur tidak dibatasi tepi beton atau Cal ANC / A

NCo

;:::

1.5he! maka

· ··· ······ ......... .. .. . .. .. . . .. .. . ........ . ... . ........... . .. .

(0-5 ACl)

\lfed,N= 1.0 ............. ....... ....... ...................... ..... .... (ca,m;n~ 1.sh'f)

\If c, N = 1.0 ............. ..... ... ...... ............ ................. .. .. (beton retak) \If cp, N =1.0 ... ...... .... ........... ..... .. ... .... ..... .... ... (angkur cor ditempat)

kc =10 .... ... ... ...... ........... .... ...... .... .. .. (baut angkurtipe cor ditempat)

Ao

faktor modifikasi material beton ringan, untuk angkur cor di tempat maka Aa = A dan beton normal A = 1,

Nb = kcAa

JJ:h;/ = 10X1X~~1 001.5

54.8 kN .. .. .. .. .. .. . .. .. .. ....

Ncb = ~ 'P ed,N . 'P c,N . '¥ cp, N . Nb = 54 . 8 kN ANco

....................... (0-3 ACI)

¢ = 0.7 ....... ........ ............................ .... .. ¢Ncb = 0.7

(0 -6 ACI)

(tanpa tulangan, kond isi-B)

* 54.S = 3S.4 kN

3. Kuat cabut (pullout) baut angkur dari beton \If c,p =1.0 ................ ....... .. .................. ....... , ... ... ... . (betonretak)

Baut angkur ¢16 mm (5/S") dari Tabel S.14 ---+ Abrg =292 mm 2•

f: = 8 x 292 x 30 x

1 10 00 =

70.1 kN ......................

(0-14 ACI)

N pn = \lfc,pNp = 1 * 70.1 = 70.1 kN .................... .. .........

(D-13AC I)

Np = 8Abrg

¢ = 0.7 .... ............... .. .... .... ..... ............... ¢Npn

(tanpa tulangan, kondisi-B)

= 0.7 * 70.1 = 70.1 kN ......................................

(0-13 ACI)

4. Kuat ambrol (blowout) muka tepi beton dari tarik. Kondisi batas ini diperlukan jika he! > 2.5ca1 , karena posisi baut angkur tidak dibatasi oleh tepi beton (Cal = (0) sehingga tidak perlu ditinjau. 5. Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap tarik. a. b. c. d.

606

Kuat tarik baut angkur =43.6 kN Kuat jebol beton = 3S.4 kN ---+ menentukan. Kuat cabut beton =49.1 kN Kuat ambrol muka tepi beton =N/ A

Bab B. Sambungan Struktur

50a12: Baut angkur tunggal terhadap geser.

Baut angkur ¢16 mm mutu A36 Fy 250 MPa dan Fu 400 MPa. Panjang tanam he! = 100 mm, betonfc' 30 MPa. Note: tidak ada tulangan khusus, beton

retak dan bukan struktur tahan gempa. Hitung kapasitas geser batas V dari angkur cor di tempat, di atas. Jawab: 1. Kuat baut angkur terhadap geser Baut angkur ¢16 mm ~ 5/8 in dari TabeI8.14 ---+ nt = 11 ulir/in atau 0.433 ulir/mm. Untuk pitch P = 25.4/11= 2.309 mm/ulir. 2

2

A se.v

= { ( 16 - °O~:3~ ) = 148.5 mm

A se .v

= {(16 - 0.9382 *2.309)2 = 150.3 mm 2 ...............

.... .... .. ....... .... .. .....

(A-3- 6 AI SC)

(A-3-6MAISC)

Tabel 8.14 juga memberikan hasil yang mirip dari hitungan di atas, untuk 'Yrl-16 mm ~ da = 5/8 in makaA se, v = 145.3 mm 2• ¢ = 0.65 ................ ..... ...... .... ... .... .. (A36 ~ baja dakta il te rhadap gese r) "'V - '" 0 6A se .v · f,uta -- 0.65xO.6x145.3x400 -- 22 . 7 kN .... .. .. .. ... ( 'f' sa - ' f " . 1000 0 -29) ACI 2. Kuat jebol (breakout) beton terhadap geser Posisi angkur ditengah-tengah, dapat dianggap caJ = 00. Dengan demikian keruntuhan beton dianggap tidak ada sehingga kuat jebol beton tidak perlu ditinjau. 3. Kuat rompal (pryout) beton terhadap geser Kuat rom pal beton nominal baut angkur, Vep terhadap geser adalah tidak lebih besar dari : kep = 2.0 .. .. .. .. ......... .. .... .... ... .... .... .. ..............

(untuk h,t > 65 mm)

~p = kep Nep· .... · ...... ···· .. · ··· .. · .... · .. .. · .......... · .. · ···· .. ·· .. · (0-40 ACI) Nep = Neb = 54.8 kN .... ......... ............. .... ... (ba ut angkur cor di te mpa t)

¢ = 0.7 ... ..... ... .. ......... ... ... ........ ............. (tanpa tul a nga n, kondis i-B) ¢Vep = 0.7*2.0*54.8 = 76.7 kN ... ...... ... .......... .............

(0-40ACI)

4. Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap geser. . a. Kuat geser baut angkur = 22.7 kN ---+ menentukan. b. Kuatjebol beton = NjA c. Kuat rompal = 76.7 kN

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

607

Soa13: Baut angkur kelompok terhadap tarik dan geser.

Empat baut angkur ¢19 mm mutu A36 Fy 250 MPa dan Fu 400 MPa. Panjang benam h e! = 300 mm, beton f/ 30 MPa. Nua = 180 kN dan Vua = 40 kN Note: tidak ada tul a ngan khusus, beton

retak dan bukan struktur tahan gempa.

40

250

11'

"

'r <=>

.~

"8. " '",

0

g> 'is. =>

N

e---v

~ .r

..

40

H

0

'Jl

'is.

2 0

360 COl

Hitung kondisi baut a ngkur cor di tempat tersebut jika dianggap base-plate mampu mendistribusikan beban yang diberikan. Jawab: 1. Kuat baut angkur terhadap gaya tarik Baut a ngkur ¢19 mm ~ 3/4 in dari Tabel 8.14 ~ nt = 10 uHr/in atau 0.394 uHr/mm. Untuk pitch P = 25.4/10= 2.54 mm/uHr. 2 A se,N ={( 19 - 009;9~ )2 = 214.5 mm ..... . ... ... ...... .. .. . ... . (A-3-6AISC) A se ,N

={ (19 - 0.9382 *2.54l = 216.9 mm 2 . ... ......... ...

(A-3-6M AISC)

Tabel 8.14 juga memberikan hasil yang mirip dari hitungan di atas, untuk 't' ,h19 mm ~ d a = 3/4 in maka Ase, N = 214.8 mm 2 . N sa

= A se, N . t uta = 21i·g~600 = 85.8 kN ... . .... ... ... ........ ... .. .. .

¢ = 0.75 ... ................ ..... .. ... .........

(A36 -+ baja dakta il terhadap tarik)

¢Nsa = 0.75*85.8 = 64.35 kN .... .. ...... ... .... ........... = 4 *64.35 2.

(0-2 AC I)

= 257.4 kN .. .. ..... ...................

(a ngkurtungga l)

(a ngku r kelam pak)

Kuat jebol (breakout) beton terhadap tarik Posisi angkur dipinggir c al = 360 mm < 1.5 h e! = 450 mm maka pengaruh jebol beton perlu dievaluasi. 2 2 A Nco = 9h;! = 9 X 300 = 810,000. mm ...... .. .... . ........ .. .. .. (0 -5 AC I) Angkur kelompok Cal < 1.5 h e!

S1

< 3 h e! dan

S2

< 3 he[ maka

A Nc

= ( 2 x 1.5he! + S 2 ) x ( Cal + S1 + 1.5he! )

ANC

= (2*1.5*300+250) (360+250+ 1.5*300)=1,219,000 mm 2

: NC

= 1.5 ... ... . ................. ........ ... ... .. ... ........... ...... .. . (0 -5 ACI)

Nco

Untuk ca,mln. < 1.5 hef maka l\J ed,N

= 0.7 + 0.3 ~~5~,~; = 0.7 + 0. 3 1.~~3000 = 0.94 ............ . .....

l\Jc,N = 1.0 608

(O-I OACI)

. .... ... .. .. .... ..... ... ... .... ... ... .. ....... . .... .. ... ... (beta n retak)

Bab B. Sambllngan Strll ktur

\If cp, N = 1.0 ................. .. .. .. ........... ... .. ........ .. (angkur cor ditempat)

kc = 10 ............................. .. ... .... ....... (baut angkllr tip e cor ditempat)

Aa = A = 1.0 ... ... .. .. ........ ....... ..... .... S/ 3 f""Fr'h Nb =3.7Aa "l c ef =

N cb =

3.7x1xJ30x300 1000

S !3

:NC '¥ ed N • '¥ c N . tp cp N . Nb Nco

'

,



(beton normal angkur cor dite mpat)

=272. 5 k N ........ ...... .....

(0-7 ACI)

...... .... ............. .. ......... (0-3 ACI)

= 1.5 x O.94 x l x 1 x 272.5 = 384.2 kN III N 't' ee,

= 1.0 .......... ................... (gaya tarik di pusa t berat kelompok a ngkur)

='Vec,N NCb = 384.2 kN

N cbg

¢ = 0.7 ........ ..... .... ........ .... ... ....... .......... (tanpa tulangan, kondis i-B) ¢ NCb9 = 0.7 * 384.2 kN =269 kN ................. . (angkllr kelompok) 3.

Kuat cabut (pullout) baut angkur dari beton \If c,p = 1.0 ........ .................. ..... .... ............ ............

(beton retak)

Baut angkur ¢19 mm (3/4") dari Tabe18.14 ~Abrg:::: 422 mm 2 Np

= 8Abl;g f : = 8 X 422x 30 X 10100 ~ 101 kN .......................

(0-14 ACI)

='Vc,p Np = 101 kN ... ............. .... .............. .. ......

(0-13 ACI)

N pn

¢ =0.7 ... .. ..... ................. ..... .... ...... .... ... (ta npa tulangan, kondisi-B) ¢Npn = 0.7 N pn = 70.7 kN .... ........... .............. (baut a ngkurtunggal) = 4 *70.7 = 282.8 kN .............................. 4.

(angkur kelompok)

Kuat ambrol muka tepi (side/ace blowout) beton dari tarik. Posisi angkur dipinggir her = 300 mm < 2.5 c al = 900 mm maka pengaruh ambrol muka tepi beton tidak perlu dievaluasi.

5. Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap tarik. a. Kuat tarik baut angkur:::: 257 kN ~ menentukan b. Kuat jebol beton ~ 269 kN. c. Kuat cabut beton :::: 283 kN d. Kuat ambrol muka tepi beton = N/ A 6.

Kuat baut angkur kelompok terhadap geser A se,V =A se,N = 214.55 mm 2 Vsa = 0. 6Ase,v • futa = 0.6X2110~~X400 = 51.5 kN . ........... ........ ...

(0-29 ACI)

¢ =0.65 ................... ..... .. ..... . ....... (A36 ~ baja dakta il terhadap gese r) ¢~a

= 0.65*51.5=33.48 kN ...... .. ................. ...... = 4 *33.48 ~ 134 kN .... .. ....... ...... ......... ...

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

(angkurtunggal)

(angkllr kelompok)

609

7. Kuat jebol (breakout) beton terhadap geser Kasus 3 (Gambar 8.137) karena s = 250 mm < Ca1 ,1 = 360 mm sehingga semua gaya geser dipikul baut angkur terdepan pada luas bidang proyeksinya. Parameter kuat jebol beton terhadap geser diambil Ca1 ,1 = c al' Kasus ini dipilih juga karena baut angkur tidak dilas secara kaku dengan pelat penghubungnya. Ave = (2 X 1.5C01 ,1 + S2 ) 1.5C01 ,1 = (2 x 1.5 x 360 + 250)1.5 x 360 = 702,000. mm 2 AVeo = 4.5C;1 = 4.5 x 360 2 = 583,200. mm ~ = 702,000. = AVe. 583,200.

2

12 .

Untuk Co2 ~ 1.5 Cal maka \lfed, v =1.0 ..... .. .... ...... ... ... ....

(0 -3 7 ACI)

\If c, V = 1.0 ....... ... ......... ......... .. .. .... ..... ..... ... ..... ...... (b eton reta k) O.2

Vb =

( J Jd:).0 .Jt:(

0.6 ; :

Cal

t

5

... . ...... .. . . . .. ........ . ...... (0-33 ACI)

he! > 8da maka Ie = 8do = 152 mm ).a

... . .. ...... . ... (pa nj a ng tumpu a ngkur)

=). = 1.0 .......... .... ............ ........ (b eton no rmal angkur cor dite mp at) 2

_ 0.6x(-wf x.Ji9XIx$ox(360)'"s b 1000

V

148.3 kN · .. . .. .. .. . . .. ........ . . (0-33 ACI)

\If c, v =1.0 ..... ......... ...... .. .. ..... (gaya geser di pusa t berat kelompok a ngkur) \lfh V

=1.0 ....................... .(h , > 1.5

Vebg

= ~: ~ ee,v ~ ed ,v 'f'e.v 'f' h,V Vb = 1.2 x 1 x 1 x 1 x 1 x 148.3 = 178 kN

Cal

ti dak dibatas i oleh ketebala n po nd as i)

¢ = 0.7 .. ......... ............. .. ..... ... .... ... ... ... .. ¢Vcp = 0.7 * 178

(ta npa tula nga n, kondis i- B)

= 124.6 kN ...... .......... ... ..........

(angkurkelompok)

8. Kuat rompal (pryout) beton terhadap geser kcp = 2.0 ............ ............. ..... ..... .. ..... .. .. ........

(untuk h'l > 65 mm)

Vcp = kcp Ncp·· ······· ··········.· ·····.···· · ·· ··· · ···· ········ ········ · · (0-4 0 ACI) N cp

=

Ncb

= 384.2 kN ............... ... .. .. ... ..... (baut a ngkur cor di te mpat)

¢ =0.7 .... ........ ....... ... .... ..... ... .. ............. (ta npa tula ngan, kondi s i-B) ¢Vcp = 0.7 *2.0*384.2

9.

= 537.9 kN ... ... ................

(a ngkurkelompok)

Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap geser. a. Kuat geser baut angkur = 134 kN b. Kuat jebol beton = 125 kN. ~ menentukan. c. Kuat rompal = 537.9 kN

610

Bab 8. Sa mbu ngan Stru ktur

10. Interaksi gaya tarik dan gaya geser yang terjadi bersamaan. Interaksi gaya tarik dan gaya geser yang terjadi bersamaan perlu dicheck jika kedua gaya mempunyai rasio terhadap kuat rencananya Iebih besar dari 20%. Rasio gaya tarik Nua = 180 =0.7 »0.2 ¢Nn 257

Rasio gaya geser Vua = 40 = 0.32 > 0.2

¢v"

125

Chek interaksi sesuai ketentuan 0-7 (AIC 2011) Nua ¢Nn

Vua ¢Vn

--+-=0.7+0.32=1.02 ~ 1.2

---+0 k . ..... . . .. .. .. .. . .. ... .. (D-42ACI)

11. Spasi untuk menghindari kerusakan pecah belah (splitting). Salah satu upaya agar tidak terjadi rusak pecah belah saat pemasangan maka spasi baut angkur minimum adalah 6da (114 mm) dari angkur lain atau dari tepi beton. S1

=

S2

= 250 mm dan cal = 360 mm semua Iebih besar dari 6da•

Jadi risiko terjadi kerusakan pecah belah relatif keci!.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

611

Soal4: Baut angkur kelompok terhadap tarik dan geser.

Empat baut angkur ¢19 mm mutu A36 Fy 250 MPa dan Fu 400 MPa. Panjang benam h e.,= 300 mm, beton!' 30 MPa. Nua = 180 c J kN dan Vua = 40 kN

40

250

n

5,

0

40

'gj /

11

21/

0

.~ /

~

~

. ~~

;:-/

N @-V

~/ '5. /

2/

Note: tidak ada tulangan khusus, beton

0

0

retak dan bukan struktur tahan gempa.

200 / Ca t

/

Kondisi sarna hanya posisi digeser lebih ke pinggir. Selanjutnya hitung ulang kapasitasnya terhadap kombinasi beban yang sarna. Jawab: 1.

Kuat baut angkur terhadap gaya tarik Detail perhitungan masih sarna seperti sebelumnya, tidak ada pengaruh meskipun posisi lebih kepinggir, dimana: ¢Nsa = 0.75 *85.8 = 64.35 kN .. ........ ......... .... .......

= 4*64.35 = 257.4 kN .............................. 2.

(a ngkur tunggal)

(angkurkelompok)

Kuat jebol (breakout) beton terhadap tarik Posisi angkur dipinggir cal = 200 mm < 1.5 her = 450 mm maka pengaruh jebol beton perlu dievaluasi. 2

=9h;/ = 9 x 300 = 810,000. mm

ANCO

2

ANc

= (2 x l.5het +S2)X(C 01 +Sl + 1. 5 he/ )

ANc

= (2 x 1.5 x 300 + 250) x (200 + 250 + 1.5 x 300) = 1,035,000. mm 2

~=1. 278 ANCO

Untuk ca,mIn. < 1.5 hef maka t\J ed,N

\jJ c, N

= O.7 + 0.3 ;~s%~; = 0. 7+0.31.~~3000 = 0.833 ............. .....

= 1.0 ............................ .. ........ .. ...... ..............

\jJ cp,N

= 1.0 ....... .. ... .... ... .... ............ ...............

(D-l0AC l)

(be ton reta k)

(angkur cor ditempat)

kc = 10 ...................... ... .......... ..... .... . (baut angkur tipe cor ditempat)

A. = Ie =1.0 ..... ..... ... ... ... ................ (b eton norma l angkur cor ditempat) Nb = 3.?Ao N cb =

JJ:h:P = 3.7X1X~;3005/3 = 272.5 kN

:NC\}' ed N . 'P c N . \.}' cp N . N b Nco

'





..................

(D-7 ACI)

. ... . ..... .. .....•... . • . ...•. . . . ..

(D-3 ACI)

= 1.278 x O.833 x l x l x 272.5=290 kN

612

Bab B. Sa mbungan Struktur

\If ec, N = 1.0 ............... .. ... ......... (gaya tarik di pusat berat kelompok angkur)

= \jI ec,N N cb = 290 kN ¢ = 0.7 .................... ...... .. .. ................... (tanpa tulangan, kondisi-B) ¢NCb9 = 0.7*290 = 203 kN .............. .. ...... ... ...... (angkur kelompok) N cbg

3.

Kuat cabut (pullout) baut angkur dari beton Detail perhitungan masih sarna seperti sebelumnya, tidak ada pengaruh meskipun posisi lebih kepinggir, dimana: ¢Npll= ¢ *Npll = 70.7 kN ...... ....... .... .. .. ...........

4.

(bautangkurtunggal)

= 4* 70.7 = 282.8 kN...... .. . .. .. .......... .... .. .. (angkur kelompok) Kuat ambrol muka tepi (sideface blowout) beton dari tarik. Posisi angkur dipinggir her = 300 mm < 2.5 cal = 500 mm maka pengaruh ambrol muka tepi beton tidak perlu dievaluasi.

5. Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap tarik. e. Kuat tarik baut angkur;::::: 257 kN a. Kuat jebol beton ;: : : 203 kN ---+ menentukan b. Kuat cabut beton ;: : : 283 kN c. Kuat ambrol muka tepi beton = Nj A 6. Kuat baut angkur kelompok terhadap geser Detail perhitungan masih sarna seperti sebeJumnya, tidak ada pengaruh meskipun posisi lebih kepinggir, dimana:

¢Vsa =0.65*51.5 = 33.48kN .. . .......................... = 04*33.48;::::: 134 kN .............................

(angkurtunggal)

(angkur kelompok)

7. Kuat jebol (breakout) beton terhadap geser Kasus 1 (Gambar 8.137) dimana Sl = 250 mm > Cal,l = 200 mm di anggap Vz gaya geser dipikul ke-2 baut angkur paling depan pada luas bidang proyeksinya. Parameter kuat jebol beton te rhadap geser diambil Cal,l = c al' Kasus ini dipilih juga karena baut angkur tidak dilas secara kaku pada base-plate-nya. Ave

= (2 x 1.5ca1 ,1 +s2)1.5c a1 ,1 =

(2 x 1.5 x 200 + 250)1.5 x 200 = 255,000. mm 2

Avco = 4.5c;1 = 4.5 x 200 2 = 180,000. mm 2 ~=

Av..

255,000. =1417 180,000. .

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

613

Untuk Ca2 ~ 1.5 c al maka \jJ ed, V = 1.0 ....... ....... ............. (D-37 ACI) \jJ e, V = 1.0 ......... .. ... ....... ......... ....... ..... .. (beton diprediksi telah retak) Vb = 0.6 (

d. )0.2 "dfAa Aa"f7I Ie(Cal) 1.5 ......... . .. .. ........... .. .. .. ... (D-33 ACI) I

he! > 8 damaka Ie = 8 da= 152 mm .. .. .......... .. (panjang tumpu a ngkur) Aa = A =1.0 ................ .... .. .. ..... ...... (beton normal angkur cor ditem pat) Vb

=

0.6x(Wt 2 x,Ji9xl xJ30x(ZOO{S 1000

= 61.4 kN .... .... .................

(D-33 ACI )

1.0 ..... ..... ....... ....... .. .. (gaya geser di pusa t berat kelompok angkur) \jJh,V = 1.0 ... ... .... .. .. .... ..... .(h > 1.5 tidak dibatas i o leh ketebala n pondasi) Vb = 1.417*1*1 *1 *1 *61.4 ~ 87 kN e :9 \jJ ee, v =

a

=

8.

cal

0.7 ... ... ...... ..... .............. .. ... ........... ..

(tanpa tulangan, kondisi-B)

v:.b9 = 0.7*87 = 60.9 kN .. ... ...........................

(angkur kelompok)

Kuat rompai (pryout) beton terhadap geser kep = 2.0 .. ... ............................................ ... ..

(untuk h,r > 65 m m)

Vep = kep Nep .. ··· .. ··· .. ·· .. · .. · .. · .. · ·· .. · .... · .. ·· ·· .... · · · ........... (D-40 ACI) Nep = Neb = 290 kN .................... ............. (ba ut a ngkur cor di tem pat) =

9.

0.7 .......... ..... ... ... .............. ......... .....

(tanpa tulangan, I
v:.p = 0.7*2.0*290 = 406 kN ...... .... .. ..... ...... . ...

(angkur I<elompok)

Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap geser. a. Kuat geser baut angkur =134 kN b. Kuat jeboi beton = 60.9 kN. ~ menentukan. c. Kuat rompai = 406 kN

10. Interaksi gaya tarik dan gaya geser yang terjadi bersamaan. Interaksi periu dicheck karena rasionya iebih dari 20%. Rasio gaya tarik Nua =

180 = 0.887 » 0.2

rjJN n

203

Rasio gaya geser Vua = ~ = 0.66 » 0.2 rjJVn 60 .9

Chek interaksi sesuai ketentuan 0-7 (AIC 2011) N V ~ + ~ = 0.887 + 0.66 = 1.55 » 1.2 ~

rjJN n

rjJVn

Not 0 K .. .. .... ..

(D-42 ACI)

Diskusi : Konfigurasi base-plate ketika digeser ke pinggir pondasi menyebabkan kapasitasnya memikul beban jadi berkurang secara drastis.

614

Bab 8. Sambungan Struktur

Soal 5: Baut angkur kelompok terhadap tarik dan geser. Kondisi base-plate masih sarna seperti soal terdahulu, terdiri dari empat baut angkur ¢19 mm mutu A36 Fy 250 MPa dan Fu 400 MPa. Panjang benam angkur her = 300 mm, mutu beton f/ 30 MPa. Beban rencana yaitu N ua = 180 kN dan Vua =40 kN Note: tidak ada tulangan khusus, beton

bidang jebal belan

.. •

a .

o

.

: ~

• .a

.8 a

.. J!l

o

..

(a) Tampak Alas

retak dan bukan struktur tahan gempa. Rencanakan baja tulangan yang diperlukan agar base-plate dengan kondisi beban yang sarna dapat dipindahkan ke bagian pinggir seperti Soal No.4.

(b) Potongan

Jawab: Baja tulangan yang direncanakan dapat meningkatkan kapasitas dukung baut angkur kelompok di atas, menurut AC) (2011) disebut tulangan angkur hairpin. Tulangan tersebut harus dipasang sedekat mungkin dengan permukaan beton, dan bagian tekukan harus dapat menempel langsung dengan baut angkur agar terjadi transfer gaya yang efektif. Karena tulangan angkur hairpin hanya memikul gaya geser maka kapasitas terhadap gaya tarik angkur tidak mengalami perubahan. Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap gaya tarik yang sarna seperti sebelumnya adalah sebagai berikut : a. b. c. d.

Kuat tarik baut angkur ~ 257 kN Kuat jebol beton ~ 203 kN ~ menentukan Kuat cabut beton ~ 283 kN Kuat ambrol muka tepi beton =Nj A

Mengacu pada kuat tarik baut angkur yang telah diprediksi di atas, maka perlu dicari kapasitas gaya geser rencana yang diperlukan agar me menu hi kriteria gaya gabungan. N t/a

+

Vua =

r/lN n r/lVn

180 + 40 ~ 1.2 ~ ¢Nn 2 128 kN 203 r/lVn

Jika digunakan tulangan angkur hairpin yang dapat memikul gaya geser maka perilaku keruntuhan jebol beton baut angkur terhadap geser menjadi berbeda dari ketentuan D6.2 (AC) 2011).

Wiryan to Dewobroto - Struktur Baja

615

Oalam hal ini gaya geser ¢Vn akan dipikullangsung oleh tulangan baja dengan ¢s = 0.75, ketentuan RO.6.2.9 CACI 2011) . Jika dipakai baja ulir mutu BJTO 40 CFy 400 MPa) maka luas tulangan baja yang diperlukan adalah sebagai berikut. "'V = '" A F ~ A = ¢Vn = 128,000. ~ 427 mm 2 'f' n 'f's s y s ¢s Fy 0.7S x 400

Pakai 2019 dimana As = 567 mm 2, sehingga kapasitas geser yang dapat dipikul adalah ¢v,,= ¢As Fy = 0.75 *567*400/1000 = 170 kN. Kondisi batas untuk geser hanya terjadi pada perilaku keruntuhan jebol beton terhadap geser yang diambil alih tulangan hairpin. Rangkuman kuat batas baut angkur terhadap geser. a. Kuat geser baut angkur =134 kN ~ menentukan. b. Kuat jebol beton yang diambil alih tulangan = 170 kN. c. Kuat rompal = 406 kN Interaksi perlu dicheck karena rasionya lebih dari 20%. Rasio gaya tarik Rasio gaya geser N ua =

180 = 0.88 7 » 0.2

Vua

¢N n

20 3

¢Vn

= 40 = 0.3 » 0.2 134

Chek interaksi sesuai ketentuan 0-7 CAlC 2011) N

V

~+~= 0 . 887 + 0.3 = 1.187 « 1.2 · ~ ¢N n ¢Vn

OK ....... ..... ....

(D-42ACI)

Oiskusi : Oengan penambahan tulangan angkur hairpin 2019 maka kuat jebol beton akan diambil alih oleh kekuatan tulangan baja. Karena kapasitas tulangan hairpin cukup besar akhirnya kuat baut angkurnya yang menentukan. Penambahan tulangan baja disekitar baut angkur lebih disarankan daripada harus mendesain ulang konfigurasi baut angkur atau base-platenya.

616

Bab B. Sa mbllnga n Strllkt llr

Bab9

DAM dan teorinya 1

9.1. Pendahuluan Rekayasa struktur bangunan baja di Indonesia mulai berkembang dengan disusunnya draft SNI baja yang baru (Puskim 2011) . Isinya ternyata mengadopsi penuh standar Amerika, yaitu AISC (2010). lsi materinya baru, yaitu dipilihnya Direct Analysis Method (DAM) sebagai analisis stabilitas yang utama pada struktur baja. Materi lama tidak dihapus, tapi dipindah ke bagian Appendix sebagai cara alternatif. Cara lama juga diberi nama, yaitu Effective Length Method (ELM) untuk membedakan dengan yang baru, yang pada dasarnya adalah cara perencanaan, yang merujuk pada AISC versi 2005 atau versi sebelumnya. Strategi perencanaan baru struktur baja, dengan DAM (AISC 2010) memerlukan komputer untuk mengimplementasikannya. Cara itu sebenarnya telah diperkenalkan sebelumnya, sebagai Appendix 7 di AISC 2005. Adapun saat ini telah menjadi metode utama. Pada Bab ini dan selanjutnya akan dibahas tentang DAM (AISC 2010), mulai dari latar belakang teori, dan keunggulannya dibanding yang lama. Secara umum, DAM atau ELM memberikan hasil yang mirip, tidak berbeda satu dengan lainnya. Hanya pada kasus yang khusus maka keunggulan DAM (baru) signifikan dibanding ELM (lama). Dengan mempelajari materi ini dan juga Bab 10, para insinyur dapat mengetahui, kapan ELM masih valid dan dapat dipilih atau harus ganti memakai metode baru, yaitu DAM. 9.2. Analisis Struktur 9.2.1. Umum Istilah Direct Analysis Method (DAM) mulai muncul di Chapter C - Design for Stability (AISC 2010), yang menjelaskan bahwa stabilitas adalah hal penting pada perencanaan struktur baja, dimana untuk itu harus ditinjau secara menyeluruh, baik tingkat struktur (global), maupun tingkat elemen-elemen penyusun (Iokal). Materi ini pemah dipresentasikan pada Seminar dan Lokakarya Rekayasa Strllklllf, Program Magister Teknik S ipil , Universitas Kri sten Petra, Surabaya, Jumat 4 JlIli 20 14.

Wiryanto Dewobroto - Strllktlll' Baja

617

Dalam analisis stabilitas struktur; perlu memasukkan juga faktorfaktor yang mempengaruhinya, seperti : 1. Deformasi elemen akibat gaya-gaya internal yang bekerja, juga

bentuk deformasi lain yang mempengaruhi perilaku struktur; 2. Pengaruh orde-2 atau non-linier geometri, baik struktur) maupun P-o (lokal- elemen);

P-~

(global -

3. Adanya ketidak-Iurusan elemen batang atau cacat bawaan akibat ketidak-sempurnaan geometri (geometry imperfection); 4. Reduksi penampang akibat kondisi inelastis yang terjadi; dan 5. Ketidak-pastian kekuatan dan kekakuan pada perencanaan. Jika diperhatikan, faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas di atas, dipengaruhi oleh gaya-gaya internal batang dan deformasi yang terjadi, dan untuk memprediksinya perlu analisis struktur. Istilah memprediksi gaya-gaya dan deformasi perlu ditekankan, karena yang dievaluasi oleh analisis struktur adalah model, bukan struktur sebenarnya. Ketepatan prediksi, syarat dan konfigurasi model yang dibuat, tergantung analisis struktur yang dipakai. Oleh sebab itu pembahasan mengenai analisis struktur apa saja yang secara rasional dapat diterima adalah sangat penting yang akan mempengaruhi hasH tinjauan terhadap stabilitas struktur. Akan ditinjau berbagai jenis analisis struktur yang umum untuk perencanaan struktur baja. Analisis strukturnya difokuskan pada perilaku struktur menyeluruh (makro), dimana untuk itu detail penampang dan sistem sambungannya (mikro) harus memenuhi syarat terlebih dahulu sehingga bagian tersebut dapat dianggap sebagai bagian struktur yang kontinyu atau menyatu.

9.2.2. Analisis elastis linier Sebagian besar tujuan perencanaan struktur adalah memproporsikan elemen dan sambungan sedemikian rupa sehingga struktur dalam kondisi stabil, aman dan berfungsi terhadap beban rencana. Jika kondisi bebannya adalah pasti dan tertentu maka tentu tidak diperlukan analisis perilaku struktur sampai kondisi ultimate atau keruntuhannya. Pada kondisi kerja, agar aman dan berfungsi baik, maka tegangan penampang dan deformasi struktur harus relatif kecil, dan itu umumnya terjadi pada kondisi elastis-linier saja. Jika perilaku struktur dapat diprediksi hanya berdasarkan kondisi elastis-linier, maka detail analisis dapat dibuat sederhana secara

618

Bab 9. DAM da n teo rinya

signifikan. Kondisi elastis linier itu sendiri sebenarnya hanya bagian keeil dari perilaku struktur yang dibebani. Kondisi elastis, yaitu jika deformasi akibat beban dapat kembali ke posisi awal jika beban dihilangkan. Adapun linier yang dimaksudkan adalah bentuk hubungan beban dan deformasi selama pembebanan yang berupa garis lurus. Perilaku elastis-linier umumnya terjadi pada kondisi deformasi yang relatif sangat keeil, sedemikian sehingga dapat dianggap struktur dapat dianalisis berdasarkan geometri awal, sebelum ada beban. Itu alasan mengapa prinsip superposisi dapat diterapkan, sehingga deformasi setiap titik akibat beberapa beban, adalah sarna dengan jumlah aljabar deformasi tiap-tiap beban seeara individu, tanpa dipengaruhi urutan pembebanan. Itu mengapa suatu kasus beban ketika dianalisis pada kondisi elastislinier, dapat ditinjau seeara sendiri-sendiri (terpisah). Untuk meneari efek ekstrim pembebanan, agar struktur dapat terjamin keamanannya dari setiap kondisi beban reneana, maka dibuatlah kombinasi dari masing-masing kasus beban dan dieari kondisi maksimum-minimumnya. Pada tahap ini, dimasukan juga faktor beban untuk simulasi kondisi batas (ultimate) berdasarkan prinsip probabilitas. Ketepatan dan kebenaran strategi ini hanya benar jika digunakan kaea mata ilmu statistik, yang umumnya akan dikorelasikan dengan data-data empiris yang ada. Analisa struktur elastis-linier relatif sederhana dan meneukupi untuk peraneangan struktur dengan pembebanan pasti (tertentu). Oleh karena sederhana tetapi efektif untuk pereneanaan umum, maka banyak dijadikan topik utama pada pembelajaran rekayasa analisa struktur di tingkat perguruan tinggi atau yang sejenis. Dasar teori penyelesaian statik program rekayasa struktur, pada dasarnya adalah matrik kekakuan elastis-linier. Untuk itu persamaan keseimbangan struktur dapat dituliskan sebagai berikut.

[K] {8}

={F} ..... .. ... ... ........ ... . ..... ... ....... ..... ... ...... ....... (9.1)

dimana: [K] adalah matrik kekakuan, yang merupakan representasi numerik suatu perilaku struktur yang dimodelkan. {8} adalah vektor perpindahan (translasi atau rotasi). {F} adalah vektor gaya luar, dapat berbentuk beban titik nodal bebas atau reaksi tumpuan.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baj a

619

Dari persamaan di atas diketahui deformasi (0) berbanding lurus dengan gaya (F). Adapun matrik [K] adalah penghubung dari F-o. Definisi lain matrik [K] adalah besarnya gaya untuk satu unit deformasi. Jika matrik [K] konstan untuk keseluruhan analisis, itu menunjukkan jenis analisa strukturnya adalah elastis linier. 9.2.3. Analisis tekuk elastis

Analisis tekuk elastis pada dasarnya adalah pengembangan dari analisa elastis-linier. Hanya saja dalam analisis tekuk, pengaruh gaya aksial terhadap kekakuan lentur elemen diperhitungkan. Untuk memahami apa yang dimaksud, ada baiknya dibayangkan instrumen gitar. Tali senar dianalogikan sebagai elemen struktur yang ditinjau. Jika kondisi tali senar yang tidak dikencangkan (tidak ada gaya tarik) maka tali secara fisik terlihat kendor (tidak kaku) sehingga ketika dipetik, tidak ada perlawanan (senar mengikuti arah petikan). Tetapi jika sebaliknya, ketika tali senar dikencangkan, maka secara fisik kondisinya juga akan berbeda. Tali senar menjadi sangat kaku, jika dipetik akan timbul dentingan nada. Besarnya pengencangan (gaya tarik) mempengaruhi frekuensi nada (kekakuan). Semakin kaku, frekuensi semakin tinggi, dan sebaliknya. Perilaku elemen struktur seperti tali senar, tidak dapat ditangkap dengan analisis struktur elastis-linier biasa. Analogi tali senar menunjukkan bahwa gaya aksial tarik (positip) akan meningkatkan kekakuan lentur elemen struktur. Demikian juga sebaliknya, gaya aksial tekan (negatif) dapat mengurangi kekakuan. Bahkan untuk elemen yang langsing, gaya aksial tekan yang besar dapat menghilangkan kekakuan struktur secara menyeluruh, kondisi ini disebut tekuk (buckling). Kondisi kekakuan elemen struktur yang dipengaruhi gaya aksial dapat dituliskan dalam persamaan matrik sebagai berikut : [Q]

={ [Ko] + P [K] } [l1] ..... .. .. .. ..... .. ... .. .. .. ............. ...... (9.2)

Dimana [Q] berisi gaya transversal yang menyebabkan lentur, [l1] berisi deformasi lentur yang berkesesuaian dan P adalah gaya aksial (tarik = positip). Matrik kekakuan elemen batang terdiri dari dua bagian, [Ko] adalah matrik kekakuan standar terhadap lentur atau matrik [K] pada persamaan (9.1), dan [KJ adalah matrik kekakuan geometri yang memperhitungkan pengaruh gaya aksial P terhadap kekakuan lentur elemennya. Dari formulasi tersebut akhirnya' dapat diketahui bahwa kondisi tekuk terjadi bila gaya aksial yang terjadi, mengurangi kekakuan

620

Bab 9. DAM dan teorinya

lenturnya sampai bernilai nol (kehilangan kekakuan). Dengan menulis ulang persamaan (9.2) menjadi format berikut [ti]

={ [Ko] + P [K] r 1 [Q]

...... .... ........................... ... ...

(9.3)

Jika P adalah gaya tekan (negatif) maka kekakuan bisa hilang, yaitu jika deformasi [ti] bertambah tanpa ada penambahan gaya transversal [Q]. Ini terjadi jika invers matrik jadi tidak terhingga. Invers matrik diperoleh dengan eara membagi matrik dengan nilai determinan-nya. Jadi invers matrik menjadi tidak terhingga hanya jika determinan-nya bernilai nol (zero) . Itu berarti beban kritis dapat diperoleh dengan menghitung determinan matrik yang nol saja. Itulah esensi analisis tekuk elastis, yaitu meneari beban kritis sistem struktur yang menimbulkan gaya aksial tekan yang menyebabkan tekuk (buckling) pada salah satu atau bahkan keseluruhan elemen. Karena konfigurasi beban bisa saja berbeda-beda, maka umumnya yang dieari dari analisis tekuk elastis adalah faktor pengali dari beban tersebut. Pad a analisis tekuk elastis, besarnya deformasi struktur sebelum tekuk tidak berpengaruh, atau tidak diperhitungkan. Dalam hal ini, kondisi geometri struktur dianggap sarna seperti pada kondisi elastis linier, dimana deformasi yang terjadi dianggap relatif kecil, sehingga diabaikan. Padahal tekuk adalah masalah stabilitas, yang sangat dipengaruhi oleh deformasi. Oleh karena itu analisis tekuk elastis hanya coeok untuk digunakan pada struktur yang langsing dan tidak bergoyang, dimana keruntuhan tekuknya bersifat tibatiba dan tidak didahului oleh terjadinya deformasi besar. Kondisi ini tentu saja tidak terjadi pada setiap jenis struktur, nilai yang dihasilkan dari analisis ini memberikan batas atas beban tekan yang dapat diberikan. Kondisi aktualnya bisa lebih keci!.

9.2.4. Analisis elastis orde ke-2 Analisa struktur metode matrik kekakuan, keseimbangan struktur dapat dituliskan sebagai persamaan (8.1), yang menunjukkan jika perilaku struktur yang dievaluasi adalah terbatas, elastis-linier. Agar valid, persyaratannya adalah deformasi struktur relatif keeil sedemikian sehingga geometri sebelum dan sesudah pembebanan dianggap tidak berubah. Itulah mengapa salah satu syaratnya adalah evaluasi terhadap deformasi maksimum yang terjadi. Jika deformasinya relatif besar sedemikian sehingga konfigurasi geometri berubah, maka hasil analisis menjadi tidak valid. Kasusnya jadi non-linier geometri, jika demikian eara analisis elastisWiryanto Dewobroto - Struktur Baja

621

linier yang biasa dipakai akan memberikan hasil yang tidak tepat. Untuk mengatasi, analisis penyelesaiannya harus memasukkan pengaruh deformasi struktur. Analisisnya jadi lebih kompleks dibanding analisis elastis-Iinier. Untuk itu umumnya perlu iterasi dan tahapan pembebanan. Oleh sebab itu analisa strukturnya juga disebut sebagai analisis struktur elastis orde ke-2 . lstilah lain yang sepadan adalah analisis non-linier geometri. Analisa elastis-Iinier dapat dihitung langsung, tanpa iterasi atau tahapan beban, sehingga dinamai juga sebagai analisis struktur orde ke-l, atau cukup disingkat sebagai "analisa struktur" saja. Pada kebanyakan kasus, pengaruh deformasi yang diabaikan tidak menimbulkan masalah. Tapi pada konfigurasi tertentu, khususnya elemen batang dengan gaya aksial yang relatif besar, maka adanya deformasi tersebut dapat menimbulkan momen sekunder yang tidak dapat diabaikan dibandingkan dari momen hasil analisis orde pertamanya. Permasalahan ini dikenal sebagai efek P-delta. Dengan mempelajari penyelesaian pendekatan pada perancangan struktur baja (AISC 2005) dalam memperhitungkan efek P-delta, dapat diketahui ada dua sumber penyebab, yang terjadi pada : [1] rangka tidak bergoyang; dan [2] rangka bergoyang. Untuk itu akan ditinjau satu-persatu.

r

.

/ ' (. ~)

~

M2 Mornen diagram

a). Rangka tidak bergoyang

b) . Rangka bcrgoyang

Ga rnba r 9.1 Morne n ya ng dipenga ruhi Efek P-de lta

Rangka tidak bergoyang (braced framed), adalah struktur rangka dimana titik-titik nodal penghubung elemennya tidak mengalami perpindahan (translasi). lni terjadi jika struktur rangka tersebut ditahan oleh sistem penahan lateral tersendiri (dinding geser atau bracing). Efek P-delta yang seperti ini disebut juga sebagai P-8,

622

Bab 9. DAM da n teorinya

dimana deformasinya (0) terjadi pada bagian elemen itu sendiri, di antara titik-titik nodal. Adapun titik nodalnya sendiri tetap, tidak mengalami translasi (lihat Gambar 9.1a). Rangka bergoyang [framed sideways) adalah rangka dimana titiktitik nodal penghubung mengalami translasi akibat pembebanan, baik lateral atau vertikal. Ini terjadi jika struktur atau bebannya tidak simetri, juga akibat tidak adanya sistem penahan lateral khusus. Efek P-delta-nya adalah akibat adanya perpindahan titik nodal, dalam hal ini disebut sebagai P-fi (Gambar 9.1b). Jika fi-nya besar maka analisis tekuk elastis-linier sudah tidak memadai lagi jika dipakai pada jenis struktur yang berperilaku seperti ini. Pada struktur rangka tidak bergoyang (braced framed), titik nodal tidak bertranslasi, deformasi 0 hanya terjadi pada batang, tanpa mempengaruhi struktur seeara keseluruhan. Itu alasan, mengapa efek P-o bersifat lokal dan hanya terjadi jika langsing. Tekuk yang diakibatkan oleh efek P-O dapat diprediksi seeara baik dengan analisis tekuk elastis-linier, yang relatif sederhana dan tidak perlu iterasi. Keuntungan memakai analisis elastis orde ke-2 adalah dapat dilaeak perilaku struktur sebelum mengalami tekuk. Tentu saja ini hanya coeok untuk struktur langsing yang mana kondisi tegangannya masih elastis. Pada struktur rangka bergoyang [framed sideways), titik nodal penghubung mengalami perpindahan sebesar fi dari kondisi awal. Karena titik nodal tersebut juga terhubung pada elemen-elemen struktur yang lainnya, maka efek P-fi juga mempengaruhi sistem struktur seeara keseluruhan, sifatnya global. Kemampuan memprediksi efek P-fi pada struktur seeara menyeluruh atau setempat yaitu per-elemen, dapat diselesaikan DAM (AISC 2010). Adapun eara lama, yaitu ELM (AISC 2010) memperhitungkannya dengan eara pendekatan, yaitu dengan faktor pembesaran momen B1 dan B2 di Chapter C - AISC (2005). 9.2.5. Analisis piastis Pada balok baja profit kompak dan tambatan lateral eukup, ketika ditambahkan beban seeara bertahap, pada bagian penampang yang mengalami momen maksimum, serat terluar dapat meneapai tegangan leleh atau yielding (titik a pada Gambar 9.2). Jika beban terus ditambahkan, tegangan tidak bertambah, tetapi bagian yang mengalami leleh merambat ke serat pada bagian dalam. Lama-lama tegangan pada keseluruhan penampang akan meneapai leleh atau kondisi plastis (titik e di Gambar 9.2).

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

623

t

@

f = 1.15

e

1.0

@®0@0

M My

1/1111 0

2

3

4

11

13

Ga mba r 9.2 Hubunga n m o me n da n kurva ture pe na mpang baja profil WF (Beedl e 19 58 )

Selama terbentuknya penampang plastis, bagian tersebut dapat berperilaku seakan-akan seperti sendi, dapat berotasi pada kondisi momen konstan. Untuk profil WF perlu sekitar 12


624

Bab 9. DAM dan teo rinya

dengan analisis plastis. Tujuan utama adalah memprediksi beban maksimum yang menyebabkan keruntuhan dengan memasukkan efek redistribusi momen akibat terbentuknya sendi plastis. Untuk struktur dengan konfigurasi beban kompleks, beban maksimum dapat diperoleh secara tidak langsung berdasarkan besar-nya faktor pengali beban dari hasil analisis plastis setelah meninjau berbagai kondisi mechanism yang terjadi, nilai beban terkecil itu yang menentukan. Untuk mempelajari apa itu analisis plastis, akan ditinjau sistem balok menerus dua bentang tidak simetri. Bentang kiri (1-2-3) : panjang O.75L, beban P (di tengah), kapasitas Mp; adapun bentang kanan (3-4-5) : panjang L, beban 2P (di 1/3 bentang) dan kapasitas 1.5Mp (lihat Gambar 9.3).

(a)

(e)

32 Gambar 9.3 Analisis plasti s pa da ba lok menerus tid ak s im etri (Beedl e 1958)

Langkah awal adalah memprediksi berbagai kondisi mechanism yang mungkin terjadi. Ini tentu tidak mudah, apalagi bagi pemula. Tetapi dari penjelasan terdahulu dapat diambil manfaat bahwa jika strukturnya memakai penampang yang konstan, maka terjadinya sendi-plastis akan dimulai dari titik dimana momen maksimum terjadi. Jika kapasitas penampang tidak sarna, tentu perlu dibandingkan antara puncak-puncak momen yang ada dan kapa-

Wirya nto Dewobroto . Strll ktllr Baja

625

sitas penampangnya. Puncak-puncak momen biasanya terdapat pada lokasi beban terpusat, tumpuan menerus atau tumpuan jepit. Untuk balok menerus atau struktur sejenis, kondisi mechanism akan terjadi jika terdapat tiga titik sendi. Untuk struktur jenis lain, bisa saja lebih atau kurang, misalnya kantilever cukup terbentuk satu sendi-plastis saja maka mechanism akan langsungterjadi. Pada kasus di atas maka akan ada dua mechanism yang perlu dievaluasi. Mechanism dengan beban terkecil yang menentukan, berikut : Mechanism 1: p

x teL

=

Behan di- 2 Penurunan vertikal di- 2

Mp x 2e + Mp x e Marnen Piastis di- 2

Ratasl di - 2

Ratasi Marnen di-3 Plastis di - 3

¢

Mechanism 2 :

2P x teL

Behan di- 4

Penurunan vertikal di - 4

= M pX

e +tMpxte+tMp xte

Marnen Ratasl di - 3 Plastis di - 3

Marnell Ratasl Plastis di- 4 di- 4

Marnell Ratasl Plastis di - 4 di - S

¢

n rU

= 6M p

/L

Mechanism 2 memberi beban terkecil yang menentukan kekuatan balok. Ketika itu terjadi, bagian lain masih dalam kondisi elastis seperti terlihat pada bending momen diagram pada Gambar 9.3c. Note: analisis plastis membantu memahami apa itu "redistribusi momen" dan "daktilitas" pada struktur, karena ke dua hal itu tidak dapat "ditangkap" oleh analisis struktur elastis-linier.

9.2.6. Analisis eiastis-piastis Dari namanya dapat diduga, bahwa tujuan analisis ini adalah mendapatkan respons struktur yang dibebani secara bertahap mulai dari kondisi elastis sampai plastis atau terbentuknya sendi-plastis untuk akhirnya berhenti ketika mechanism terjadi. Oleh karena itu kondisi akhir analisis ini juga harus sarna dengan hasil analisis plastis yang telah dibahas sebelumnya. Jika ditelaah lebih lanjut, analisis elastis-plastis adalah golongan analisis non-linier material. Tentu saja dengan batasan, bahwa penampangnya kompak dan dilengkapi pertambatan lateral yang cukup agar keruntuhan stabilitas tidak terjadi terlebih dahulu. Analisis struktur elastis-plastis disebut juga /irstorderelastic-plastic analysis dimana first-order dimaksudkan bahwa kondisi geometri dianggap tetap, sebelum dan sesudah pembebanan, dan tidak perlu iterasi. Ini tentu saja valid jika lendutan yang terjadi relatif kecil, seperti persyaratan analisis elastis-linier sebelumnya.

626

Bab 9. DA M dan teorinya

Analisis elastis-plastis sebelum era komputer adalah tidak mudah, dan tidak praktis untuk perencanaan. Maklum karakternya seperti analisa non-linier umumnya, dimana urutan pembebanan sangat mempengaruhi hasilnya. Karena tidak bisa dipakai prinsip superposisi maka setiap kasus beban harus ditinjau sendiri-sendiri untuk mendapatkan kondisi yang paling kritis. Perkembangan teknologi komputer (hardware dan software) sangat membantu mempermudah analisis elastis-plastis, karena dengan itu perilaku struktur yang dibebani dapat dilacak mulai dari awal (kondisi elastis) sampai kondisi beban maksimum atau runtuh (plastis). Berarti tinjauan yang dapat diakses adalah terkait kekuatan, kekakuan dan sekaligus daktilitas struktur. Berarti analisis jenis ini sangat penting untuk perencanaan struktur terhadap kondisi beban tak terduga (gempa). Contoh analisis elastis-plastis yang banyak dipakai saat ini adalah analisis push-over, Gambar 9.4. 112 I!.pl2

~

r

"112 A

up

_

I

I

I

I

I

I

I

6"'

I

a=O.240J p",,200.347 kN

1.2 1.0 ~

.i

~

0.8 0.6

0.4

-

0.2

--.-- Wilh Pflll)lJt;Cd ckl1~nt~

With nonnal dc::~nls

0.0 0

50

100

150

Hori.wnull dlsphoccIIlCnl :II

a). Model struktur dan bebannya

200 ~Kle

250

A

b). P9fi~ku e~stis-plastis struktur saat dibebanl

c).Urutan tertlenluknya sendl-p1astis

Gambar 9.4 Aplikasi a nal isis elastis-pl as ti s terhadap ba ngun an be rtingkat (Guo-Jin 2007)

Meskipun konfigurasi bebannya konstan, tetapi dengan !oadjactor dapat dilakukan simulasi tahapan beban, mulai dari elastis, plastis (terjadinya sendi-plastis) sampai mechanism terjadi. Adanya evaluasi setiap tahapan beban maka dapat disusun kurva perilaku (Gambar 9.4b) sehingga dapat diketahui kapan bersifat elastis dan kapan mulai terjadinya plastifikasi. Dari perilakunya itu pula diketahui apakah struktur ketika dibebani mendekati kondisi batas, bersifat daktail atau getas (harus dihindari). Selain itu urut-urutan terjadinya sendi-plastis yang terbentuk dapat dilacak (Gam bar 9.4c) sehingga diketahui bagian yang lemah dibanding bagian lain sehingga dapat dilakukan modifikasi agar perilaku struktur menjadi lebih baik (daktail). Analisis push -over atau analisis beban dorong adalah versi ringan dari analisis non-linier material dengan metode elemen hingga atau FEM, dimana sendi plastis dihasilkan dengan menempatkan "hinge" pada batang (CSI 2011) . Meskipun relatif sederhana ada Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

627

juga risikonya, yaitu jika lokasi penempatannya salah, maka tentu hasilnya juga salah. Cara yang dipilih tersebut menyebabkan proses dan cara mengoperasikan analisis push-over menjadi lebih mudah, sehingga menjadi populer. Fitur push-over sendiri sudah tersedia pada program SAP2000 versi 7.4 (release tahun 2000), tentunya ada juga di program lainnya (GTStrudl, Midas, dU). 9.2.7. Analisis inelastis orde ke-2

Analisis elastis-plastis dapat digunakan memprediksi kekuatan, kekakuan dan daktilitas struktur sebelum runtuh. Tetapi perilaku keruntuhan yang dapat ditinjau masih terbatas, yaitu akibat adanya sendi plastis saja. itu juga berarti keruntuhan momen lentur saja. Pada kasus tertentu, misalnya pada struktur yang tidak langsing, seperti yang biasa ditemukan pada konstruksi beton, maka keterbatasan tadi masih dapat diterima (masih valid). Umumnya memang keruntuhan jenis seperti itu (lentur) yang biasa terjadi, khususnya terhadap gempa. Hal berbeda jika strukturnya terdiri dari banyak elemen langsing, yang merupakan ciri khas konstruksi baja. Sehingga kemungkinan keruntuhan yang terjadi, selain akibat momen lentur, bisa juga bisa diakibatkan oleh gaya tekan yang menyebabkan tekuk, dan bisanya terjadinya pada kondisi tegangan rendah atau elastis. Tekuk adalah fenomena stabilitas (non-linier geometri), adapun terbentuknya sendi-plastis adalah fenomena non-linier material. Oleh karena itu untuk struktur baja, perlu analisis yang bisa mengakomodasi ke dua jenis non-linier tersebut. Itulah tujuan perlunya analisis inelastis orde ke-2, yang merupakan gabungan analisis analisa elastis-plastis dan analisa elastis orde ke-2.

Analisis inelastis orde ke-2 pada dasarnya adalah suatu bentuk sederhana analisis non-linier material dan geometri sekaligus, yang umumnya dapat diselesaikan dengan FEM (finite element method) . Bentuk sederhana karena problem stabilitas relatif cukup kompleks, tidak sekedar tekuk elemen secara keseluruhan atau tekuk global, tetapi bisa juga tekuk lokal dari elemen-elemen penampang, seperti misalnya tekuk yang terjadi pada balok, yaitu tekuk torsi lateral (misal profil I tanpa pertambatan lateral). Jadi meskipun analisis inelastis order ke-2 disebut advance analysis (Geschwindner 2002), tetapi ada keterbatasannya juga. 9.2.8. Rangkuman berbagai kinerja analisis struktur Rangkuman kinerj a berbagai jenis analisis struktur dapat digambarkan secara bersama-sama dalam kurva sebagai berikut.

628

Bab 9. DAM dan teorinya

Load (P)

r/ I

First-Order Elastic Analysis Elastic-Buckling Load

~ _s~n~o:er~la~tiC ~a~sis First-Order Plastic Mechanism Load First-Order Elastic-Plastic Analysis

Second-Order Inelastis Analysis (Advanced Analysis)

Lateral displacement (tI)

Gambar 9.5 Perilaku struktur berdasarkan cara analisis (Ges hwindner 2002)_

Telah diuraikan berbagai cara analisis yang diperiukan untuk mendapatkan respons struktur terhadap pembebanan, yang umumnya berupa gaya-gaya internal, gaya reaksi dan deformasi struktur_ Untuk memperlihatkan bagaimana perbedaan masingmasing cara analisis struktur tersebut dapat dilihat pada kurva hubungan beban-perpindahan seperti terlihat pada Gambar 9's' Dengan demikian mengetahui seberapa tepat cara analisis saat digunakan untuk melacak perilaku struktur sebenarnya. Mempelajari perilaku model struktur (kurva beban-perpindahan) untuk berbagai kondisi beban memakai berbagai cara analisis, terIihat bahwa kurva yang mendekati perilaku keruntuhan struktur yang real adalah hasil dari 'Advance Analysis". Itu menunjukkan bahwa semakin realistis hasilnya memerlukan cara analisis yang semakin kompleks. Selain itu juga diketahui, struktur dengan perpindahan lateral yang besar dan kondisinya inelastis, maka beban kritis yang dipikulnya menjadi semakin kecil. Meskipun disebut sebagai Advance Analysis, dan masuk dalam kategori analisis non-linier material dan geometri sekaligus, tidak berarti bisa langsung menggantikan analisis serupa mema-kai FEM yang telah memakai element solid yang lebih rumit misalnya. Maklum kategori analisa non-linier geometri bahkan yang element 1D sendiri relatif cukup banyak, sebagai contoh program SAP2000 versi tertentu disediakan tiga (3) opsi analisis, yaitu: [1] P-Delta (small displacement); [2] Linier buckling analysis; dan [3] P-Delta plus Large Displacement.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

629

Oleh sebab itu para insinyur perlu waspada terhadap asumsi dan keterbatasan dari setiap cara analisis yang digunakan dalam proses perancangan. Apalagi saat sekarang ini banyak piranti Iunak analisis struktur yang dapat diakses secara mudah, tanpa latar belakang pengetahuan yang mencukupi terlebih dahulu.

9.3. Teori Kolom dan Aplikasinya 9.3.1. Umum Perilaku batang terhadap gaya aksial tekan, relatif unik dibanding gaya aksial tarik. Pada tarik, pengaruh dominan pada materialnya itu sendiri, faktor lain relatif keci!' Itulah mengapa material baja, yang mempunyai kekuatan tinggi dibanding material lainnya akan sangat efisien jika digunakan sebagai batang tarik. Hal berbeda jika ada gaya aksial tekan. Selain dari material ternyata pengaruh penampang dan panjang batang menentukan. Keduanya adalah parameter geometri terkait stabilitas. Bahkan jika ditelaah lebih lanjut, ada parameter lain yang lebih kompleks. Oleh karena itu, perilaku batang terhadap gaya aksial tekan atau kolom akan dibahas secara khusus untuk mendapatkan gambaran bagaimana cara melakukan analisis dan desain secara lebih tepat.

9.3.2. Sejarah Penelitian Tentang Kolom Pengetahuan tentang perilaku dan cara perencanaan kolom merupakan hasil rangkaian penelitian yang telah lama dilakukan sebelumnya. Sejarah mencatat, penelitian tentang kolom diawali oleh Euler sekitar tahun 1744. Kolom yang dievaluasi dianggap lurus sempurna (teoritis), penampang prismatis, tumpuan sendisendi, gaya tekan tepat diberikan pada sumbu aksial kolom (aksial murni) dan batangnya relatif langsing sedemikian sehingga akan mengalami tekuk pada kondisi tegangan elastis (belum leleh). Beban tekuk disebut juga beban kritis atau beban bifurcation, dapat didefinisikan sebagai berikut. ,,2£1

p = _ _ .. ...................... ... ............ ........... .. . . .. ........... (8.4) er L2

dimana E adalah modulus elastis, I adalah momen inersia arah tekuk, dan L adalah panjang kolom. Kecuali dalam format beban, bisa juga format tegangan kritis, dimana G er = Pcr fA sehingga: (j

er

=-

,,2 £ -

{L/rY

........ . . . ............. . . ................. .. ... . .. .. .. . . ........ (8.S)

Jika kondisi tumpuannya bukan sendi-sendi, beban atau tegangan kritisnya dapat didekati sebagai berikut.

630

Bab 9. DAM da n teo rinya

.......... .. .... .... . ...... ............. ...... ... ..... ... ...atau

(J'

er

=

7[2£

. . .. . . . . . . .. .... . ...... . . . ................ . . . . .. . . . . . . . .. .... (8.6)

(KL/rY

dimana KL dalam hal ini adalah panjang efektif kolom, yang dicari berdasarkan bentuk deformasinya. Panjang efektif dihitung dari titik-titik belok (inflection point). Penjelasannya dapat dilihat pada Gambar 9.6, dimana L panjang kolom aktual dan faktor di depannya adalah K. Jadi sebenarnya KL adalah "panjang ekivalen" kolom jika tumpuan dirubah menjadi sendi-sendi. Sama seperti kondisi kolom yang dipakai pada penurunan rumus tekuk oleh Euler (1744). - ----"""T"-

--- -...,..-

I I

I I

I

I I

I I

I I

I I I

I

I

I

O.5L:

I I

I

I

I I I

2L

L i i i i

...

Gambar 9.6 Panjang efektif kolom secara visual (Galambos-Surovek 2008)

Untuk kolom tertambat (kolom tidak bergoyang), ujung-ujungnya tidak mengalami perpindahan, maka cara "panjang efektif" cukup akurat, tergantung kondisi tumpuannya, maka nilai K = 0.5 ~ 1.0. Sedangkan untuk kolom yang bergoyang (sway), nilai K ~ 1. Untuk nilai yang akurat perlu memperhitungkan struktur secara keseluruhan. Hanya kolom kantilever tunggal maka hasilnya akurat, yaitu K = 2. Interprestasi fisik yang dimaksud dengan P er atau lTer pada kondisi elastis adalah bahwa pada beban atau tegangan kritis, kolom akan mulai mengalami deformasi lateral. Sebelum itu tercapai, kolom tetap dalam kondisi lurus sempurna. Kondisi seperti itu disebut kondisi bifurcation, lihat Gambar 9.7 yang dibandingkan dengan berbagai kurva tekuk struktur real yang dijumpai. Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

631

Lateral deflechan

Gambar 9.7 Perilaku tekuk berbagai kolom terhadap P" (Galambos 1998)

Dalam praktek, kelangsingan kolom yang ada, menyebabkan tekuk terjadi pada kondisi inelastis atau tekuk inelastis, sehingga teori Euler menjadi tidak akurat lagi. Pada kondisi inelastis kekakuan kolom akan berkurang. Itu bisa diakibatkan oleh sifat non-Iinier material (kualitas bahan), atau bisa juga dikarenakan tegangan residu yang telah ada pada proses pembuatan profil kolom. Perilaku pasca tekuk kolom pada kondisi inelastis akan berbeda dibandingkan kolom elastis. Itu alasannya mengapa hasil uji empiris kolom menunjukkan kapasitas lebih keci! dari prediksi dengan teori Euler. 0

0

~~ =E,

op

E

E

(a)

cr - (Llr )2

x

------------ - - -

E

0

o _ n2E,

0

------------

0

do = E, (Jii (b)

Ocr

n2E = (LI rx)2

0

L

r; (e)

Gambar 9.8 Kurva tekuk kolom teori Tang ent Modulus (Galambos-Surovek 2008)

Untuk itulah maka Engesser menciptakan teori Tangent Modulus di tahun 1889. Meskipun demikian, teori yang dikembangkan Enggesser tersebut masih didasarkan anggapan bahwa kolom lurus sempurna (perfectly straight) atau kolom teoritis. Perbedaan teori

632

Bab 9. DAM dan teorinya

Tangent Modulus terhadap teori Euler ada pada kondisi inelastisnya saja. Keduanya berguna untuk menyusun kurva tegangan kritis kolom (elastis-plastis) ketika terjadi kondisi bifurcation terhadap kelangsingannya. Engesser (1889) mencari Per atau U er kolom yang mengalami tekuk inelastis dengan menganggap penampangnya homogen dan berperilaku seperti kurva cr-E (Gambar 9.8a), kondisi bifurcation akan terjadi mengikuti persamaan : n 2E

= __ t

(y

er

(L/r)2

. .. . . .........•.• .....•. ... . . ..•.... . .. .. .. ..... .. •. . .. • ......

(8.7)

dimana Et adalah modulus tangent atau kemiringan dujd£ dari kurva u-£ pada kondisi u er' Beban yang menyebabkannya adalah beban kritis Tangent Modulus yang diperoleh dari persamaan : 2

n Et l Pr = - - . .. ....... . .. ... . .. ... . . .. . . . ...... . . ....... . .. ... ............ . . (8.8) L2

Pada persamaan di atas, tegangan tidak bisa dihitung langsung, karena Et merupakan fungsi dari tegangan itu sendiri, untuk menghitungnya perlu dikerjakan rnemutar sebagai berikut.

u- t nPf . ........ ................ .............. . . . . . ........ =

(8.9)

Penyelesaian analitis akan kompleks, perlu dibuat grafik bantu, kurva U CI' - (Ljr) atau kurva tegangan kritis vs kelangsingan kolom (Gambar 9.8c). Untuk itu perlu kurva cr-E berdasarkan uji empiris, selanjutnya dapat disusun kurva hubungan cr - dcrjdE secara grafis (Gam bar 9.8b). Dari kurva dapat diketahui hubungan cr-Et untuk kondisi tegangan inelastis, jika tetap elastis digunakan E (modulus elastis). Selanjutnya tiap kondisi material dibuat kurva kapasitas crCI' - Ljr (Gambar 9.8c) untuk perencanaan kolom. Cara Engesser relatif sederhana, bahkan beban kritis terjadinya tekuk mirip dengan hasil uji empiris. Meskipun demikian teorinya kurang tepat. Engesser menyatakan saat bifurcation kondisi beban tidak berubah (Gambar 9.9a) jumlah kumulatif tegangan akibat momen P-vo akibat translasi lateral setelah tekuk (Gambar 9.9b), harus sarna dengan nol untuk setiap bagian penampang. Tegangan akibat bending momen tersebut ketika dijumlahkan dengan tegangan tekan akan menyebabkan satu sisi bertambah (karena sarna-sarna tekan) dan satu sisi lain akan berkurang (tegangan tarik mengurangi tegangan tekan), Garnbar 9.9c.

Wil'yanto Dewobroto - Stru kt ur Baja

633

P

P

P,

P (a)

(b)

(c)

Gambar 9.9 Konsep tekuk menu rut Engesser (G alambos-S urovek 2008)

Hal itu tidak bermasalah jika kondisinya elastis, dimana perilaku loading dan unloading ditentukan oleh nilai modulus elastis (E). Ketika bahasan masuk wilayah elastis-plastik, teori Engesser akan menganggap bahwa parameter yang dipakai adalah Et (modulus tangent), yang sarna untuk kondisi loading maupun unloading. Padahal kenyataannya, kondisi unloading akan ditentukan oleh modulus elastis E, bukan Et" Karena nilai E> Et maka sisi tegangan tekan yang dikurangi (unloading) akan lebih besar daripada sisi tegangan tekan yang ditambahkan (loading). Karena faktor pengurangan lebih besar dari yang ditambahkan, maka kapasitas yang dapat dibebani tentunya bertambah. Dari teori tersebut tentunya dapat dipahami bahwa kolorn sebenarnya dapat lebih tinggi dari yang diprediksi berdasarkan teori Tangent Modulus tersebut. Kesalahan teori Engesser ditemukan Jasinksy tahun 1895. Tiga tahun kemudian sekitar tahun 1898, Engesser dapat memperbaiki dan memasukkan pengurangan beban (unloading) yang bersifat elastis. Saat yang sarna, Considere mengusulkan teori Reduced Modulus atau Double Modulus secara terpisah dari teori Tangent Modulus (Galambos-Surovek 2008). Teori Reduced Modulus dibuat untuk mengatasi kekurangan teori Tangent Modulus, untuk memahaminya lihat illustrasi Gambar 9.10. Sekali lagi bahwa teori tersebut adalah untuk memprediksi terjadinya tekuk inelastis, sedangkan tekuk elastis tetap pakai teori Euler. Pada kondisi inelastis, kekakuan diwakili Et atau modulus tangent,

634

Bab 9. DAM da n teorinya

tetapi hanya berlaku pad a penambahan beban (loading), tegangan meningkat, tetapi jika terjadi pengurangan beban (unloading) atau tegangan berkurang, maka perilakunya ditentukan oleh E atau modulus elastis biasa, lihat Gambar 9.10a. a

E,

(a)

0- E

Curve

dA

Cross-section (b)

Strains

(c)

r

(d)

~ A

Stresses

~~----~--~~

["j ,~I

Ga mbar 9.10 Konse p teori Redu ced Modulus (Ga lam bos-Surovek 2008)

Penambahan dan pengurangan tegangan (loading atau unloading) terjadi pada level penampang yang mengalami tekuk, yaitu akibat timbulkan momen sekunder P-vo' karena adanya translasi arah lateral pada saat tekuk (lihat Gambar 9.9). Jika pada teori Tangent Modulus maka tinjauan penampang hanya memakai Et saja, maka pada teori Reduced Modulu s bagian penampang dibagi dua. Pada sisi yang berkurang tegangannya (unloading) , bagian kiri garis netral (Gambar 9.10), maka tegangan harus dihitung dengan a u = f. u E (elastis). Sedangkan sisi lain yang bertambah tegangannya

Wirya nto Dewobro to - Struktur Baja

635

(loading), maka tegangan dihitung dengan (JL = EL Et (inelastis). Perhitungan penampang terhadap tekuk dilakukan dua kali, yaitu untuk loading dan unloading. Karena itu teori Reduced Modulus disebut juga teori Double Modulus.

Pengaruh loading dan un-loading yang berbeda dihitung teliti, dan diperoleh E atau reduced modulus, yaitu modulus tangent setelah memperhitungkan faktor un-loading. Adanya nilai baru modulus tersebut maka beban kritis Reduced Modulus dapat dihitung.

,,2EI

PR = - 2 - . . .. ... . .. . ...... ... ... .. .. . .... . ...... . ....... .. .. . ..... . ..... .. (8.10) L

Karena E> Et maka besarnya beban kritis Reduced Modulus selalu lebih besar dari beban kritis berdasarkan teori Tangent Modulus. Jika dibandingkan, teori Reduced Modulus lebih rasional dibanding teori Tangent Modulus, tetapi keberadaannya menjadi dilema tersendiri selama puluhan tahun (Galambos-Surovek 2008). 8agaimana tidak, pada waktu itu para insinyur yakin sekali bahwa teori Reduced Modulus adalah yang paling rasional (benar). Tetapi faktanya, hasil uji empiris tidak mendukungnya, maklum hasilnya cenderung mengikuti teori Tangent Modulus, yang nilainya lebih kecil dibanding teori Reduced Modulus. Karena ini menyangkut keselamatan, meskipun teori Reduced Modulus dianggap benar (di atas kertas) tetapi karena tidak didukung bukti-bukti empiris, maka untuk penerapannya tetap memakai teori Tangent Modulus. Argumentasi yang dapat diajukan adalah adanya permasalahan terkait ketidak-lurusan batang (out-oI-straightness) dan eksentrisitas pembebanan yang tidak dapat dihindari selama proses uji empiris. Inilah dilema yang dimaksud. Tahun 1947, Shanley dengan penelitian empiris memakai sam pel uji model kolom aluminium kecil, memberi jawaban (GalambosSurovek 2008). Dari hasil pengamatan, defleksi lateral kolom saat kondisi tekuk inelastis ternyata mendekati beban kritis Tangent Modulus (P r) , persamaaan (8.8). Jika beban aksial ditambahkan, defleksi lateral bertambah, mencapai kondisi beban maksimum sebesar beban kritis Reduced Modulus (P R ) dan defleksi lateralnya menjadi tak terhingga. Penelitian Shanley dikuatkan Johnston (1961 dan 1964), dan ada beberapa hal tambahan bahwa dalam praktek tidak ada kolom yang benar-benar lurus ideal. Jadi yang ada adalah kolom imperfect. Kalaupun dianggap ada (teoritis), beban kritis maksimum kolom perfect adalah sebesar P r' yaitu beban kritis Tangent Modulus (Galambos-Surovek 2008).

636

Bab 9. DAM dan teorinya

p

P

....

V

PT D

PE

A ,/

/

Ie

--

__ - -:::;:-- Pmax

tp

I

,, ,

I I I I

,, 0

-l r-L\,

11

(b)

(a )

"-

/ G

0

j

F

- - - - PR PmaJ

/,/

I I

f

E

8

I

11

-

-l r-L\,

11

(e)

Gambar 9.11 Pe rilaku kolom seca ra umum (Galambos 1998).

Jadi di awal era tahun 70-an sudah dipahami cukup lengkap bahwa semua kolom pada dasarnya mempunyai defleksi awal, .1 j > 0 yang adalah kondisi imperfection-nya (Gambar 9.11a). Kolom perfect, .1 j = ohanya ada di atas kertas (teoritis). Perilaku tekuk elastis (Gambar 9.11 b), kolom perfect mencapai beban kritis sebesar P£ dan saat itu juga akan terjadi kondisi bifurcation (garis A-B), kolom imperfect (.1 j > 0) mempunyai perilaku sesuai garis C, mendekati arah batas garis bifurcation. Perilaku tekuk inelastis (Gambar 9.11c), kolom perfect mempunyai beban kritis sebesar P T dan dapat dibebani lagi maksimum sebesar PRpada kondisi ideal, yang umumnya P T < Pmax < PRo Untuk kondisi kolom imperfect besarnya beban maksimum merupakan fungsi dari imperfection itu sendiri yang umumnya tidak melebihi beban kritis PT' Jadi keputusan memakai teori Tangent Modulus untuk perencanaan kolom pada masa itu telah mendapatkan pembenarannya. Hal penting yang dapat diambil dari penelitian masa itu adalah bahwa untuk memprediksi perilaku tekuk, parameter elastisplastis (material) dan imperfection (geometri) dari kolom harus dipertimbangkan. Perhitungan tegangan kritis berdasarkan teori Euler (elastis) dan teori Tangent Modulus (inelastis) adalah "penyelesaian tertutup". Kapasitas tekuk dapat dicari langsung dalam satu kali proses perhitungan (tanpa iterasi) sebagai suatu penyelesaian diferensial biasa. Ini merupakan ciri khas penyelesaian masalah stabilitas cara klasik, sebagai fenomena eigenvalue. Pada sisi lain, telah dipahami bahwa kolom real tidak ada yang

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

637

perfect (yang betul-betul lurus). Untuk menentukan kapasitas kolom yang mengandung imperfection (bengkok, tapi masih dalam toleransi), yang didasarkan pada batasan yang tidak boleh dilewati, seperti tegangan maksimum, telah digunakan untuk membuat kurva perencanaan. Secara umum itu dikenal sebagai rumus Secant, yang pada dasarnya adalah kombinasi gaya aksial dan bending momen, yang diakibatkan oleh adanya defleksi lateral akibat beban aksial tersebut (fenomena P-~). Beberapa kurva perencanaan kolom yang dikenal adalah rumus Tredgold dan Rankine-Gordon (Bjorhovde 1988). Kondisi batas yang umum dipakai adalah apabila tegangan telah mencapai kondisi leleh atau kelipatannya. Permasalahan pada berbagai kurva perencanaan itu adalah ketidak-mampuan memperhitungkan adanya penambahan kapasitas akibat inelastis. Kekuatan kolom hanya didasarkan pada kondisi beban yang menyebabkan tegangan leleh pertama telah tercapai. Karena ada unsur momen, tentunya tegangan leleh yang terjadi adalah akibat momen lentur, berarti hanya satu sisi yang paling luar, bagian sisi lain tentunya belum leleh (masih elastis) sehingga mestinya masih mempunyai kapasitas untuk dibebani lagi (sampai leleh). Oleh sebab itu penyelesaian yang tersedia (pada waktu itu) belum maksimal.

Hitungan rumus Secant ternyata bukan "penyelesaian tertutup", seperti Euler dan Tangent Modulus. Juga untuk menghitung kuat maksimum kolom imperfection (nonlinier geometri) perlu dimasukkan pengaruh tegangan sisa pada penampang (nonlinier material) . Jadi permasalahannya nonlinier geometri dan material sekaligus. Oleh sebab itu penyelesaian masalah perlu proses bertahap atau iterasi. Proses seperti itu jelas memerlukan prosedur penyelesaian numerik berbasis komputer. ltu diperlukan bukan karena agar penyelesaiannya lebih cepat atau teliti, tetapi memang tidak bisa diselesaikan jika hanya mengandalkan cara manual, khususnya untuk problem real yang tidak sederhana. Telah dibahas faktor kolom imperfection (nonlinier geometri), dan tegangan sisa (nonlinier material) yang menentukan kekuatan maksimum kolom. Pada perencanaan, kolom dianggap terisolasi dari struktur lain sebagai kolom tunggal dengan tumpuan sendisendi. Hubungan kolom tunggal tadi terhadap kekakuan elemen struktur lainnya adalah memakai faktor K (panjang tekuk efektif), Iihat Gambar 9.6. Itulah cara yang dipakai dalam AISC Load and Resistance Factor Design Specification, Canadian limit-states design standard, dan banyak lainnya (Bjorhovde 1988). Konsep kolom

638

Bab 9. DAM dan teorinya

terisolasi itu tentu hanya ada secara teoritis. Maklum jika satu kolom saja memerlukan prosedur hitungan yang rumit, maka jika elemen kolom harus di analisis secara keseluruhan dengan struktur-struktur lain tentu akan mengalami keterbatasan untuk perhitungannya. Saat itu tentunya infrastruktur komputer tidak secanggih dan semurah seperti pada saat sekarang ini. Catatan : AISC Allowable Stress Design Specification - 6 th Ed. dari tahun 1963 dan sesudahnya (sampai 1988) adalah didasarkan pada rum us Tangent Modulus (Bjorhovde 1988). 9.3.3. Parameter penentu kekuatan kolom setelah mempelajari sejarah: siapa, kapan dan bagaimana rumusrumus kekuatan kolom telah disusun, perlu mengetahui juga parameter yang telah ketahui, selain panjang kolom, yang akan mempengaruhi kekuatannya. Kalau panjang kolom jelas, karena menentukan kelangsingan kolom. Adapun parameter lainnya (Bjorhovde 1988), adalah : [1] Mutu baja, [2] Metode pembuatan, [3] Ukuran penampang, [4] Bentuk penampang, [5] Sumbu lentur, [6] Besarnya cacat-bengkokan yang ada (initial crookedness), (7) Kondisi kekangan ujung tumpuan kolom (degree of end restraint).

Pengaruh mutu baja, bentuk penampang dan sumbu lentur ketika terjadi tekuk telah dipahami juga, sebaiknya tidak dibahas lagi. Adapun metode pembuatan kolom (temperatur saat penggilasan, kondisi pendinginan, proses membuat lurus elemen, properti logam, juga bentuk profil penampang) akan me-nentukan besar dan distribusi tegangan residu maksimum pada penampangnya. Terkait hal itu akan dibahas pengaruhnya pada item No. 3, juga akan dibahas item No.6 dan 7.

Ukuran penampang kolom. Um umnya tegangan residu pelat dianggap negatif (tekan) jika bagian itu menjadi dingin pertama kali, dan sebaliknya : positip (tarik) jika terjadinya paling akhir. Profil WF di bagian sayap mendapat tegangan residu tekan akibat proses pendinginan pertama kali. Bagian badan yang dekat dengan sayap juga demikian. Pola variasi tegangan residu pada pelat dan profil telah diketahui (Galambos 1998). Pengaruh tegangan residu negatif pada sayap profil WF perlu diperhatikan, karena mempengaruhi kekakuan lentur dan sekaligus kekuatan terhadap tekuknya. Terkait hal itu pengaruh mutu baja (36 ksi atau 100 ksi) tidak memberi pengaruh yang signifikan

Wirya nto Dewobroto - St ruktur Baja

639

dibandingkan geometri dalam menghasilkan tegangan residu. ltu karena tegangan residu adalah fungsi dari timbulnya regangan yang tertahan pada waktu proses pendinginan, dimana a =£ . E. Adapun modulus elastis baja, E antara kedua mutu baja yang berbedapun mempunyai nilai yang sama. Penelitian menunjukkan (8jorhovde 1988), tegangan residu akan mengurangi kekuatan kolom dengan pelat tebal (t > 1 "). Pada peningkatan tebal dari 1" ke 3", akan terjadi pengurangan sebesar 15%. Tetapi juga tergantung kelangsingan, untuk kolom pendek, KL/r < 36 dan langsing KL/r > 108 ternyata tidak terpengaruh. Kelangsingan kolom yang paling dipengaruh oleh tegangan residu adalah KL/r = 76, yang merupakan kelangsingan yang banyak dijumpai di lapangan. Untunglah kolom dengan t > 1", jarang. PT Gunung Garuda menyediakan profil H900x300x16x28, tapi itupun cocoknya digunakan untuk balok lentur. Hal menarik dari penelitian tentang tegangan residu pada kolom, ternyata untuk analitisnya dilakukan dengan menganggap adanya imperfection sebesar 1/1500. ltu menunjukkan bahwa analisis kekuatan kolom tidak bisa dilepaskankan dari faktor nonliner material dan geometri. Memasukkan keduanya maka diperlukan analisis yang bersifat incremental (bertahap) dan iteration (iterasi), yang tentu saja hanya mungkin jika ada teknologi komputer. Kondisi imperfection (8jorhovde 1988). Pengaruh initial out-of-straightness atau imperfection dalam desain kolom adalah relatif baru. AlSC Allowable Stress Design (AISC 1978) yang menjadi dasar perencanaan kolom ternyata belum memperhitungkan. Maklum rumus yang digunakan adalah Tangent Modulus yang menganggap kolomnya perfect dan hanya memperhitungkan kondisi inelastis. Pada AISC (1978) pengaruh imperfection diatasi dengan memberikan faktor keamanan yang bervariasi antara 1.67 ~ 1.92. Kondisi imperfection bukan untuk mengatasi adanya kolom yang melengkung, yang secara fisik terlihat. 8ukan itu, tetapi adalah untuk mengantisipasi adanya ketidak-lurusan kolom yang ditoleransi oleh pabrik. Umumnya profill hot-rolled boleh mengandung ketidak-Iurusan ::; 1/1000, bahkan profil pipa diperbolehkan lebih besar karena syaratnya ::; 1/500. Hasil penelitian di Amerika, dengan koefisien variasi 10%, ditemukan bahwa profill hot-rolled mengandung ketidak-Iurusan sekitar 1/1500 dan profil pipa sekitar

640

Bab 9. DAM dan teorinya

1j6000, jauh lebih keeil dari toleransi yang diperbolehkan.

Pada penyusunan rumus kuat batas kolom untuk pereneanaan dengan eara LRFD, yang diawali oleh SSRC (Structural Stability Research Council) pada awalnya memakai ketidak-lurusan kolom sebesar 1j1000. Ini kemudian diikuti oleh pembuatan peraturan di Canada (1978) dan di Eropa (1986). Dalam perkembangannya, LRFD yang berdasarkan teori reliabilitas, yang disusun berdasarkan nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi untuk menghasilkan syarat kekuatan, maka diputuskan bahwa ketidak-lurusan kolom adalah 1j1500. Nilai itulah yang dipakai menyusun kurva kekuatan kolom AlSC-LRFD. Untuk mendapat gambaran bagaimana pengaruh ketidak-Iurusan kolom (ejL) terhadap kekuatannya, ada baiknya dipelajari kurva kekuatan kolom SSRC (Galambos 1998). Ada tiga formula kurva yang diajukan, masing-masing didasarkan pada ejL = 1000 (garis putus-putus), yang menjadi usulan SSRC, juga didasarkan pada ejL = 1470 (garis menerus). Meskipun ejL = 1470 menghasilkan kekuatan kolom lebih tinggi dari ejL = 1000, tetapi perbedaannya tidak menyolok. Juga adanya hanya disekitar kelangsingan menengah. Ini tentu selaras dengan hasil penelitian tentang pengaruh tegangan residu pad a kolom sebelumnya. 1.0

urve 1P

Curve 1

P:;ox 0.5 Y

- - Column curves based on ell = '11470

- -- SSRC Column Curves (o/l = 111000)

o

0.5

1.5

Ga m bar 9.1 2 Ku rva SS RC ku at ko lom ma ks imum terha da p kela ngs inga n (Ga la mb os 1998)

Formulasi kurva 1 dan kurva 2 dengan ejL = 1000 selanjutnya diadopsi untuk peraturan baja di Canada (1978), sedangkan kurva 2P dengan ejL = 1470 adalah mirip atau identik dengan peraturan

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

641

baja AISC LRFD (1986), meskipun persamaan matematis yang digunakan oleh kurva SSRC-2P. tidak sarna persis dengan versi LRFD, yang terakhir ini hanya memerlukan dua rumus segmen kurva untuk mendapatkan kurva kekuatan kolom tersebut secara keseluruhan (Bjorhovde 1988). Adanya tiga kurva kekuatan kolom (Gambar 9.12), jika tidak dipahami tentu membuat bingung, mengapa begitu banyak dan mana yang sebaiknya dipakai. Dapat dipahami bahwa perilaku kolom memang dipengaruhi banyak faktor, saling terkait satu sarna lain, sehingga untuk kolom dengan variabel berbeda dapat dihasilkan kurva kekuatan berbeda pula. Oleh sebab itu kekuatan kolom perlu dievaluasi secara statistik berdasarkan teori reliabilitas. Bjorhovde di tahun 1972 (Galambos 1998) membuktikan hal itu. berdasarkan 112 kolom yang diuji, mencakup berbagai bentuk profil yang ditemukan secara praktis, juga mutu baja, dan cara pembuatan, maka dapat dibuat kurva kekuatan maksimum kolom terhadap tekan, yang disajikan dalam Gambar 9.13.

0.5

Initial out-of- straightness:

1/1000

°0L-~~-L-L~0~ . 5~~--L-L-l~.0~~--L-~1~ . 5~~~~~

x=+4~ Gamba r 9.13 Kurva kekuata n untuk berbaga i tip e kolom penelitian Bjorhovde (1 9 7 2 )

Ternyata ke-112 kurva kekuatan baja tersebut sangat bervariasi, meskipun demikian dapat dilihat suatu jejak yang khas, yang mana pada bagian kelangsingan tertentu sangat bervariasi, sedangkan untuk kolom pendek dan langsing sekaJigus relatif kecil variasinya. Berdasarkan data-data itu pula maka akhirnya dapat juga dibuat kurva batas atas dan kurva batas bawah. Selanjutnya dengan teori reliabilitas maka dapatlah disusun kurva rencana kekuatan kolom. Dimana strategi penyusunan bisa berbeda, untuk Eropa didekati dengan dua atau lebih kurva kekuatan, sedangkan Amerika atau

642

Ba b 9. DAM dan teo r inya

dalam hal ini LRFD (AISC 1986) memilih satu kurva tunggal sebagai dasar perencanaan. Kurva kekuatan kolom pada Gambar 9.13 adalah didasarkan pada imperfection e/L = 1/1000. Dari sana juga dapat dilakukan studi kurva kekuatan dengan berbagai kondisi imperfection berikut. 1.0

o

Upper Envelope Curve.

0.5

1.5

Ga mbar 9. 14 Kurva keku ata n kol om dan penga ruh imperfection da ri 8jo rhovde (1972)

Oleh karena itu dalam menggunakan kurva kolom semacam itu untuk perencanaan, maka kebenarannya hanya dapat dievaluasi dalam kaca mata statistik atau probabilitas saja. Jadi kalaupun dilakukan uji eksperimen laboratorium dan dievaluasi memakai kurva tersebut maka hasilnya bisa sarna persis atau bisa juga berbeda, tetapi jika dilakukan dalam jumlah banyak maka ketepatan hasilnya baru akan terlihat dengan jelas.

Kondisi kekangan ujung tumpuan (degree of end restraint) Terkait dengan kondisi kekangan ujung kolom di tumpuan maka parameter utama yang mempengaruhi adalah : [1] jenis tumpuan kolom atau sambungan balok-kolom yang dipakai; [2] panjang kolom; [3] besaran dan distribusi tegangan residu penampang; [4] kondisi imperfection. Contoh sambungan balok-kolom kaku, semakin kaku tentu akan meningkatkan kekuatan kolom. Fakta, meskipun hanya memakai sambungan geser (tidak memikul momen) tetapi adanya tahanan terhadap rotasi ternyata dapat meningkatkan kekuatan kolom. Juga panjang kolom, semakin panjang maka pengaruh sambungan sangat menentukan. Akhirnya, keberadaan tegangan residu dan imperfection akan mengurangi dampak kekakuan dari tumpuan. Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

643

Terkait metode perencanaan kolom, ada usulan bahwa rumus dasar kolom perlu memasukkan pengaruh kondisi tumpuan. Tetapi karena kondisi tumpuannya sendiri dalam praktek sangat bervariasi bahkan mengevaluasinya bisa sangat rum it (kompleks) maka rumus dasar kolom yang digunakan tetap mengacu pada kolom tunggal dengan tumpuan sendi-sendi yang terisolasi dari strukturnya. Untuk menghubungkan antara kolom terisolasi dan struktur secara keseluruhan itulah digunakan metode pendekatan dengan faktor - K atau metode panjang efektif. Itulah metode yang di dalam AISC (2010) disebut sebagai ELM (Effective Length Method) . Penjelasan tentang hal ini telah diberikan pada Bab S. 9.3.4.lmplementasi teori pada perencanaan (AISC-LRFD)

Setelah mempelajari sejarah tentang penelitian perilaku kolom dan formulasi perencanaannya, secara tidak langsung didapat juga jawaban tentang apa beda insinyur (engineer) dan ilmuwan (scientists), sehingga ada alasan mengapa seorang kadangkala lebih bangga disebut insinyur dibanding ilmuwan. Ciri khas seorang insinyur, khususnya teknik sipil adalah kemampuannya mewujudkan bangunan fisiko Tetapi itu baru sebagian ciri saja, karena seorang tukang (workman) juga dapat melakukannya, khususnya jika jenis bangunan itu sudah ada sebelumnya. Modal menjadi tukang adalah ketrampilan, yang terbentuk baik oleh latihan khusus, maupun pengalaman (bisa karena biasa). Adapun yang patut disebut insinyur jika yang bersangkutan mampu mewujudkan bangunan fisik yang belum pernah dikerjakan sebelumnya. Karena kalau kasusnya seperti itu maka jelas pengalaman saja tidak cukup. Untuk itulah maka seorang insinyur harus mempunyai kemampuan seperti ilmuwan, yaitu menguasai ilmu pengetahuan dan mampu memanfaatkan teknologi yang ada. Jika terpaksa, bahkan harus mampu menciptakan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jika ilmuwan terbatas pada penemuan baru (paten) atau mendapatkan ilmu pengetahuan baru, maka bagi insinyur yang penting adalah mendapatkan solusi dari permasalahan sehingga bangunan fisik yang direncanakan dapat terwujud. Jadi dalam hal perencanaan kolom, maka tujuan utamanya adalah dapat dibangun struktur kolom yang berfungsi baik dan aman digunakan. Untuk itu, dapat memakai prosedur yang disusun berdasarkan ilmu pengetahuan yang eksak dan rasional, maupun cara lain yang didasarkan pengalaman empiris atau intuisi belaka, yang tentu

644

Bab 9. DAM da n t eor inya

saja itu sifatnya trial-and-error sehingga perlu faktor kearnanan dan bukti empiris yang mendukungnya. Selama tujuannya adalah berfungsi dan arnan, serta boleh memakai faktor kearnanan, maka prosedur kerja yang disusun untuk itu tentunya tidak perlu bertele-tele, kalau bisa yang sederhana saja. Maklum karena pada pekerjaan sipil, untuk mewujudkan bangunan rencana perlu keterlibatan banyak orang, apalagi jika prosedur itu dijadikan peraturan berarti akan lebih luas lagi cakupannya. Jadi jika digunakan prosedur yang rumit akan kesulitan orang untuk mempelajarinya (akhirnya tidak dipakai), juga bisa menimbulkan kesalahan yang menyebabkan bangunan menjadi tidak aman. Berarti tujuan agar berfungsi dan aman, menjadi tidak tercapai. Cara pikir ini tentu relevan juga dalam penyusunan peraturan perencanaan untuk kolom. Berbagai teori tentang perilaku kolom dan cara perhitungannya boleh saja ada, tetapi tentunya perlu dipilih atau disesuaikan agar simpel dan mudah dipahami. Telah diketahui bahwa kondisi tumpuan kolom akan menentukan kekuatan kolom, meskipun demikian mendefinisikan kondisi yang dimaksud adalah tidak mudah. Apalagi jika elemen kolom yang ditinjau adalah bagian kecil dari suatu sistem struktur besar yang ada. Oleh sebab itu banyak peraturan baja disusun dengan menganggap bahwa kolom yang dibahas bersifat individu atau terisolasi dari struktur utama. Itu pula strategi yang digunakan oleh AISC dan banyak peraturan perencanaan baja di dunia. Oleh karena itu penting untuk melihat bagaimana kurva kapasitas kolom individu itu disusun. Chapter E pada AISC (2005) dan (2010) Kuat tekan nominal, P", adalah nilai terkecil kuat tekan terhadap kondisi batas tekuk lentur, tekuk torsi dan tekuk torsi-Ientur yang tergantung dari bentuk penampang kolomnya sebagai berikut. P" = Fer ' Ag

. ... . ...... . ............... . . .. ..... . . .. .... . .. ...... ... (AISC E3-1)

adapun Fer dapat dicari berdasarkan kurva kuat tekan kolom yang merupakan fungsi dari kelangsingan. Rumus kurva tegangan tekuk kritis kolom, khusus tekuk lentur saja, adalah : Untuk KLjr:::; 4.71-J(E/F) y atau F/Fy :::; 2.25 adalah kondisi kolom yang mengalami tekuk inelastis Fer = (O.65S Fy / Fe ). Fy ...... .......... .. ...... ......... ............ (AI SC E3-2)

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

645

Untuk KLjr > 4.71 V(E/F) atau F"IIF y ' y > 2.25 adalah kondisi kolom dengan tekuk elastis

Fer = 0.877 Fe .. ... .... ... .... ... ... ... .......... ........ .. ....... · (AISC

E 3-3)

dimana Fe = tegangan tekuk kritis elastis Fe =

J! 2 E

(KL/rf ..... .. .. .. .. .. .... .... ..... ... ... ... ... .. ... .... ... .... (AISC E 3-4)

Rumus di atas tidak ada perubahan pada AISC (2005) atau (2010). Jadi jika hanya didasarkan pada tegangan tekuk kritis kolom, yang juga adalah kuat tekan kolom tunggal atau individu atau terisolasi, maka cara lama (Effective Length Method- AISC 2005) dan cara baru (Direct Analysis Method - AISC 2010), maka keduanya tidak ada perbedaan, tetapi identik. Menurut Bjorhovde (1986) dan AISC (1999), persamaan tegangan tekuk kritis kolom AISC (E3-2 dan E3-3) didasarkan pada kurva SSRC-2P (Ii hat Gambar 9.12). Berarti kurva tekuk kritis terse but sudah memasukkan pengaruh inelastis (akibat tegangan residu) dan imperfection (ketidak-lurusan batang yang tidak melebihi batas toleransi pabrik), dengan ejL = 1/1500. Karena telah dipahami bahwa kekuatan maksimum kolom adalah bervariasi, sehingga penggunaan satu kurva perencanaan kuat tekuk nominal kolom tentu dipertanyakan ketelitiannya (Gambar 9.12), mana di antara berbagai kurva tekuk tersebut yang men unjukkan perilaku tekuk kolom real. 1.6 1.4 F" ; AlSC Formula (E3-2) or (E3-3) F,.

1.2

F,.

1.0

F" Fy

0.8 0.6 0.4 0.2

o

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

2.2

2.4

2.6

A, ; Slenderness parameter

Gam bar 9.15 Kurva kapasitas teka n terh adap uji ko lom em piris (Sa lmon et.a l 2009)

646

Bab 9. DAM dan t eorinya

KLfj

Catatan : Slendernes parameter adalah Ac = - --L .... (AISC 1993) rtf

E

Oleh sebab itu langkah terakhir pemilihan kurva kuat tekan kolom adalah menguji / membandingkan terhadap hasil uji eksperimen kolom aktual, dan mengevaluasi berdasarkan kaidah teori probabilitas. Plot hasil uji empiris kolom terhadap kurva kuat tekan teoritis rumus AISC (E3-2 dan E3-3) terlihat di Gambar 9.15. Meskipun dari hasil empiris juga terdapat fakta bahwa ada beberapa hasil sam pel kolom mempunyai kekuatan yang lebih rendah dari kurva kuat tekan nominal kolom, tetapi jumlahnya tentu masih dapat ditoleransi berdasarkan prinsip statistik atau probabilitas yang telah disepakati. Dari hasil perbandingan kurva perencanaan kolom terhadap hasil uji empiris, tentunya dapat diperoleh keyakinan bahwa teori yang dipilih dapat dipercaya hasilnya. Tinggal memastikan bahwa gaya tekan maksimum (P u) kolom tersebut adalah Pu :::; J..~c Pn dengan nilai
9.4. Panjang Efektif Kolom 9.4.1. Umum

Sejak pertama kali teori Euler (1744) sampai dipublikasikannya AISC (2010), atau sekitar 266 tahun, selama itu telah muncul berbagai teori tentang kolom, yang diuji dan akhirnya banyak pula yang berguguran. Jadi ketika konsep panjang efektif kolom selalu dipakai untuk melengkapi teori ten tang kolom tersebut, itu menunjukkan bahwa konsep tersebut tentu suatu yang luar biasa. Sebagai teori yang terbukti tangguh tetapi herannya baru pada AISC (2010) diberi nama "Effectif Length Method" (ELM). Itupun terpaksa diberikan karena untuk membedakan dengan "Direct Analysis Method" (DAM) yang dijadikan unggulan baru

Wiryanto Dewobroto - Struktllr Baja

647

setelah selama hampir tiga abad cara perencanaan struktur baja secara rasional dikenal. Oleh sebab itu sebelum ELM ditinggalkan atau dilupakan, perlu dipelajari terlebih dahulu secara mendalam : apa keunggulan dan kekurangan metode tadi, khususnya ketika tersedia teknologi komputer, sehingga dapat beralih ke DAM secara mantap dan tidak ada penyesalan agar kedepannya dapat diperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Fungsi utama konsep "panjang efektif kolom" adalah menghubungkan "kolom terisolasi" yang menjadi dasar pembuatan kurva kapasitas kolom kepada sistem struktur secara keseluruhan. Seperti tadi telah diungkapkan di awal, bahwa untuk "kolorn terisolasi" maka sebenarnya cara ELM dan cara DAM yang terdapat pada AISC (2010) adalah sarna saja. Perbedaan baru timbul jika itu dikaitkan dengan adanya elemen-elemen struktur rangka lain. Oleh sebab itu pembahasan tentang "panjang efektif kolom" ini dipisah dari uraian tentang teori kolom yang telah ditulis sebelumnya. Untuk membahas secara mendalam tentang aplikasi panjang efektif kolom untuk struktur rangka (atau struktur dengan elemen lebih dari satu), maka pembahasan akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu [1] untuk sistem rangka tidak bergoyang dan [2] untuk sistem rangka bergoyang. Jadi sebenarnya, jika dapat diketahui struktur yang ditinjau adalah masuk pada sistem mana struktur rangka yang dibahas, maka ketelitian perhitungan dapat langsung diketahui.

9.4.2. Sistem rangka tidak bergoyang Apa itu sistem rangka tidak bergoyang, lihat Gambar 9.1 di depan. Gambar adalah sejuta kata, jika elemen rangka ujung nodalnya tidak bertranslasi selama pembebanan disebut rangka tidak ber-goyang. Jenis struktur pada kategori ini adalah truss (rangka batang dengan gaya aksial saja), atau portal dengan sistern penahan lateral khusus (bracing atau shear-wall). Besarnya nilai K umumnya tercantum untuk setiap steel-code yang ada, untuk AISC lihat Tabel 5.2 pada Bab 5 sebelumnya. Itu me-ngacu pada Table C-C2.2 (AISC 2005), dan jadi petunjuk klasik perencanaan baja. Setiap insinyur yang menguasai struktur baja pasti mengenalnya. Maklum tabel seperti itu hampir selalu ada pada setiap steel-code di suatu negara yang menerbitkannya. Pada struktur tidak bergoyang, jika dapat ditentukan kondisi tumpuan, apakah sendi-sendi, sendi-jepit atau jepit-jepit, maka kapasitas kolom baik dengan cara ELM atau DAM akan sarna saja.

648

Ba b 9. DAM da n teorinya

Tetapi jika tumpuan kolom adalah berupa sistem struktur lainnya, misalnya sistem balok-kolom dari sistem portal yang tertambat pada sistem lateral khusus (rangka tidak bergoyang), maka beda antara ELM dan DAM adalah dalam cara perhitungan kondisi kekangan pada tumpuan ujung kolom tersebut. Untuk cara ELM nilai K dihitung berdasarkan chart-bantu (lihat Gambar 5.12) pada Bab 5 sebelumnya. Perencanaan cara DAM tidak perlu menghitung K, karena K = l. Jika elemen-elemen kolom menerus menjadi satu kesatuan sistem struktur, maka komputer (ini syarat cara DAM) akan otomatis menghitung kekakuan struktur menyeluruh secara rasional dalam analisis dan desainnya. Oleh sebab itu, jika pada struktur real ada eksentrisitas atau yang sejenis maka kondisi tersebut wajib dimodelkan, dan pengaruhnya akan secara otomatis diperhitungkan. Perbedaan antara cara ELM dan DAM terjadi akibat interprestasi kondisi kekangan ujung yang ada.

= 20EI LJIlK s L Mp. beam

1 I I

I I

c

au :

Q)

E

I

o

:_--~- 2EI

~

_-----~-'M I n

e

U

Ks =L

Simple

0.03 Rotation , e (radians) Gambar 9. 16 Peril aku sa mbungan baja (AI SC 201 0)

Kond isi kekangan ujung kolom akibat sistem sambungannya. AISC (2010) membagi kondisi sambungan dari perilaku momen-rotasi (M-8). Maklum pada dasarnya tidak ada sambungan bersifat jepit atau sendi sempurna (hanya ada dalam teori) . Dari perilaku M-8 ada 3 tipe sambungan: FR (full restraint); PR (partial restraint) dan simple connection . Tipe FR dan simple connection telah dikenal sehari- hari sebagai sambungan menerus dan sambungan pin (sendi). Sambungan PR dihindari karena analisanya kompleks, perlu evaluasi menyeluruh sebagai satu sistem struktur. Sistem struktur dengan sambungan PR tentu akan kesulitan menentukan nilai K secara akurat (cara ELM) karena tinjauannya setempat. Sedangkan DAM secara otomatis memasukkannya dalam analisis.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

649

9.4.3. Sistem rangka bergoyang Ketika salah satu titik di ujung kolom yang ditinjau mengalami perpindahan (translasi), maka akibatnya terjadi perubahan nilai K yang drastis. Itu tentu mempengaruhi besarnya gaya tekan kolom maksimum. Disinilah mulai terjadi perbedaan antara perencanaan kolom baja dengan cara lama (ELM) dan cara baru (DAM). Hanya saja, jika elemen kolomnya tunggal, perbedaan harusnya tidak ada karena kurva kapasitas keduanya masih sarna, kalaupun berbeda pasti disebabkan oleh kondisi tumpuan dalam pemodelan analisis. Jika elemen penyusun struktur semakin kompleks, terdiri banyak elemen, kondisi tumpuan kolom tentunya tidak dapat dievaluasi secara sederhana. Untuk itulah maka AISC (2010) menyediakan chart bantu nilai K rangka bergoyang - sway, sebagaimana terlihat pada Gambar 5.13 pada Bab 5 sebelumnya. Meskipun telah tersedia chart-bantu tetapi untuk memakai secara benar dan tepat perlu dipahami terlebih dahulu keterbatasannya. Maklum chart itu disusun dengan anggapan sebagai berikut: 1.

Perilaku kolom yang dievaluasi semua pada kondisi elastis.

2.

Elemen penampang prismatik (konstan disepanjang bentang)

3. Sistem sambungan rigid atau menerus atau FR : full restraint. 4.

Kekangan titik nodal kolom terdistribusi merata pada kolom atas dan bawah sesuai dengan proporsi kekakuan lentur.

5. Semua kolom mengaiami tekuk secara bersama-sama. 6. Tidak ada gaya aksial yang signifikan pada balok. Meskipun keterbatasan di atas telah dijabarkan secara lengkap pada code (AISC 2005), tetapi banyak yang memakai chart bantu terse but tidak memperhatikan. Perhatikan statement berikut : It is important to remember that the alignment charts are based

on the assumptions o/idealized conditions previously discussed and that these conditions seldom exist in real structures. There/ore, adjustments are required when these assumptions are violated and the alignment charts are still to be used.

Berarti dalam menggunakan chart, untuk mendapatkan ketepatan perhitungan faktor K, memerlukan trik tersendiri dan kadangkala tidak sesederhana sebagaimana terlihat. Pada sisi lain, pendekat-an dengan faktor K dianggap sebagai satu-satunya cara rasional untuk menghubungkan pengaruh struktur keseluruhan terhadap elemen

650

Bab 9. DAM dan teori nya

kolom tunggal. Oleh sebab itu, mau tidak mau, cara faktor K tetap digunakan dengan segala keterbatasannya. Untuk mengingat kembali keterbatasan menggunakan faktor K, khususnya pada perhitungan rangka batang bergoyang dengan chart - sway (lihat Gambar 5.13), adalah sebagai berikut.

** Kolom yang dievaluasi semua pada kondisi elastis ** Tegangan kritis tekan sesuai rum us E3-2 (AISe 2010) saja sudah dapat diketahui bahwa perilaku tekuk kolom dengan kelangsingan KLjr ~ 4. n.../(E/F) adalah inelastis. Jadi material baja dengan y mutu A36 (Fy = 250 MPa) maka batas kelangsingannya adalah KLjr ~ 133. Hal itu menunjukkan bahwa hampir semua kolom yang direncanakan berperilaku inelastis. Padahal alignment chart (sway) di Gambar 5.13 hanya diperuntukan untuk kolom elastis.

** Semua kolom mengalami tekuk secara bersama-sama ** Perencanaan kolom yang didasarkan pada alignment chart (sway) akan akurat jika pembebanan pada kolom dapat menyebabkan keruntuhan tekuk secara bersama-sama (sekaligus). Itu berarti kolomnya dianggap mengalami tekuk secara individu, karena saling bersama-sama maka tidak ada saling pengaruh. Bagaimana jika ada konfigurasi struktur yang menyebabkan distribusi gaya tekan di kolom secara tidak proporsional terhadap kapasitasnya, sehingga hanya sebagian kolom yang mengalami tekuk.

®

Unbraced 100

Braced 500

400

T9',...------<1; t-~

h

'J

1

51 I

k -2 .0

~

o 100+ 200 ~

USE I( ~ 1.0

500A

PA -100A

-

@ 300

~

45r400

N.G.

C'···'h -r r-"·4Jh

V-

200A/"

100A

v 500A

V

350A/1t

100A

Gambar 9.17 Permasalahan pada stabili tas rangka sederhana (Yura 1971)

Wiryanto Oewobroto - Struktur Baja

651

Untuk mengetahui betapa peliknya permasalahan stabilitas, maka ada baiknya membahas suatu sistem rangka sederhana yang telah dikemukakan Yura (1971) untuk menunjukkan keterbatasan metode faktor K yang ada. Sistem rangka itu sendiri terdiri dari dua kapasitas kolom yang berbeda dan satu balok terhubung ke kolom dengan sistem sambungan pendel (pin) atau sendi. Agar sistem rangka stabil maka tumpuan ke dua kolom tersebut tentunya harus berupa jepit (Gambar 9.17a). Berdasarkan sistem rangka, jika kedua kolomnya dapat dibebani sampai beban tekuk kritisnya secara bersama-sama, maka akan terjadi tekuk yang berupa goyangan ke samping (Gam bar 9.17a). Karena ada balok yang menghubungkan keduanya, maka deformasi lateral pada saat tekuk pasti sarna, yaitu tJ.. Akibat deformasi lateral tersebut dan juga gaya aksial yang bekerja pada kolom maka akan terjadi efek p-tJ., yang berbeda sebanding dengan kapasitas tekannya. Untuk rangka pada Gambar 9.17a, dianggap kapasitas kolom kiri PL = 100 dan kolom kanan PR = 500 (nilai relatif tanpa satuan). Jadi akibat efek p-tJ. maka pada saat tekuk, tumpuan kiri akan terjadi reaksi momen sebesar ML = 100tJ. dan di tumpuan kolom kanan terjadi reaksi momen sebesar ML = 500tJ.. Jika kelangsingan kolom dianggap masih dalam kondisi elastis, dari rumus Euler, Per = TI 2EI/(KL)2 maka untuk L = h atau tinggi kolom, sedangkan kondisi kolom jepit-bebas sehingga K = 2 maka 2 kekakuan kolom kiri adalah Elkoom i k" = 400 F /11: dan kolom kanan adalah Elk oiom kanan = 2000 F /11: 2 atau perbandingan kolom relatif Elkoiomkiri : Elkoiomkanan =1 : 5, atau sebanding dengan kuat tekuknya. In

Jika rangka dengan dua kolom diberikan bracing, menjadi sistem rangka tidak bergoyang (Gambar 9.17b), dan dianggap K=l (konservatif) maka beban tekuk kritis kolom kiri adalah Per = TI2(400 F /TI 2)/F= 400 atau 4 X dari beban tekuk rangka bergoyang. Adapun beban tekuk kritis kolom kanan jadi Per = 2000. Jika kolom pada rangka tidak bergoyang, salah satu dibebani lebih besar dari beban tekuk kritisnya maka dapat mengalami kondisi tekuk, tanpa mempengaruhi kolom lainnya. Maklum tekuk terjadi di elemen dan tidak menimbulkan perpindaban ujung kolom (bergoyang) sebagaimana terlihat pada Gambar 9.17a. Itulah mengapa pada sistem rangka bergoyang (Gambar 9.17a), keruntuhan tekuk hanya terjadi ketika semua kolom mencapai kapasitas tekuknya. Jadi meskipun kondisi tekuk terjadi jika semua kolom mengalami tekuk secara bersama-sama, tetapi karena

652

Bab 9, DAM ct an t eorinya

kapasitas kolom seeara individu sendiri pada kondisi tersebut (dapat bergoyang) adalah jauh lebih kecil daripada kondisi rangka tidak bergoyang (Gambar 9.17b) maka beban kritis total yang dapat dipikul oleh rangka bergoyang juga jauh lebih keeil. Jika kolom pada rangka tidak bergoyang (Gambar 9.17b) diberi beban melebihi beban kritis, kolom tersebut langsung mengalami tekuk, meskipun kolom lainnya masih utuh (kondisinya bisa saja runtuh karena sistem struktur menjadi tidak stabil). Sedangkan pada rangka bergoyang, jika salah satu kolom diberi beban melebihi be ban kritisnya, sedangkan beban pad a kolom lainnya masih elastis (belum meneapai beban kritis) maka perilakunya ternyata khas. Lihat Gambar 9.17e, misal beban kolom kiri = 300 (..1-), lebih besar dari P er = 100 (..1-). Pada kondisi itu, ternyata kolom tidak sertamerta runtuh. Ini menarik, pada beban P = Per = 100 seeara teoritis itu dianggap kondisi keseimbangan terakhir sesaat sebelum terjadi tekuk, tetapi itu hanya terjadi jika ujung kolom kiri dapat bergoyang (translasi lateral). Adanya balok menyatukan keduanya (meskipun hanya sambungan pin) menyebabkan ujung kolom kanan seakanakan mendapatkan gaya lateral dan karena belum mengalami tekuk, dapat bekerja sebagai sistem penahan lateral untuk kolom kiri. Ini menunjukkan bahwa fenomena tekuk rangka bergoyang adalah sebagai sis tern struktur keseluruhan. Tambahan beban lebih besar dari Pcr (..1-), yaitu 300 - Pcr = 200 akan menyebabkan deformasi lateral II (bergoyang). Akibat efek P-ll menyebabkan momen orde ke-2 sebesar 20011, yang sudah tidak bisa dipikullagi oIeh kolom kiri, maklum ketika terjadi tekuk maka kekakuan dianggap hilang juga, sehingga akan dipikul oleh kolom sebelah kanan. [ni yang dimaksud sebagai sistem penahan lateral. Karena balok menghubungkan kolom di ujung atas, maka terjadinya momen P-ll sebesar 200Ll akan bekerja juga pada ujung atas kolom kanan. Sebagai reaksinya, terjadilah gaya kopel pada kolom kanan sebesar P(~) = 200Ll/h di ujung atas dan di ujung bawah sama besar tetapi arahnya berlawanan (f-). Untuk keseimbangan, gaya kopel PC ~) menimbulkan momen reaksi tumpuan kolom kanan, sebesar PC ~ ) xh=200Ll / h x h = 200Ll (momen P-Ll akibat beban lebih dari kolom kiri). Kolom kanan sendiri juga harus memikul efek P-Ll akibat be ban sendiri, sebesar 300Ll. Jadi total yang dipikuI adalah 200Ll + 300Ll = SOOLl atau sama dengan beban tekuk kritis kolom kanan. Saat itu tekuk keseluruhan terjadi.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

653

Dari iIlustrasi beban rangka Gambar 9.17c dapat dipelajari bahwa kolom kantilever (K = 2) jika diberi pertambatan (ada tambahan sistem lain), sehingga translasi lateral tertahan, mampu memikul tambahan beban tanpa terjadi tekuk. Tetapi itu tidak boleh lebih besar dari kuat kolom pada kondisi tidak bergoyang (K=1). Jika melebihi, kasusnya seperti pembebanan Gambar 9.17d. Meskipun kapasitas kolom kanan masih mencukupi. tetapi jika melebihi nilai beban kritis pada K=1 untuk kolom kiri, maka tetap akan terjadi tekuk yang bersifat setempat pada elemen kolom itu sendiri. Gambar 9.17 ingin menunjukkan bahwa efek P-~ dipengaruhi sistem secara keseluruhan, adapun panjang efektif (faktor K) tidak memperhitungkan hal itu, hanya berdasarkan jumlah total kekakuan lentur ujung-ujung kolom. Perencanaan cara ELM sebenarnya juga telah memperhitungkan efek P-~ yang dimaksud, melalui faktor pembesaran momen B2 terhadap hasil analisis struktur elastis-linier, berikut : 1 8 2 = ----=c::---

1 .. . . . . ... ... . .•. . ........ . . .. (C-C2-1 - AISC 2005)

1 - I.Pui'loh I.HL

Rumus di atas hanya menyangkut individu kolom, belum mengkaitkan elemen lain sebagai sistem menyeluruh. Bahwa efek P-~ dipengaruhi sistem secara keseluruhan terlihat di Gambar 9.18.

(0) away permitted

1at-arde/'

Bending Moments

Deflected Shape

(b) awav reatralned

Gambar 9.18 Pengaruh P-Delta pada rangka - bergoyang dan tertahan (Gala mb os 1998)

Perhatikan tumpuan balok di sisi kanan, yang memberi pengaruh besar terhadap momen orde ke-2 yang terjadi pada kolom. Jadi

654

Bab 9. DAM da n teorinya

ketidak-tepatan eara ELM dibanding eara DAM adalah ketidakmampuannya dalam memperhitungkan pengaruh faktor-K dan P-,1 seeara menyeluruh dalam satu sistem struktur yang ditinjau.

9.5. Direct Analysis Method - AISC (2010) 9.5.1. Pendahuluan Pereneanaan struktur baja yang umumnya langsing, memerlukan analisis stabilitas. Hasilnya dipengaruhi adanya imperfection (nonlinier geometri) dan kondisi inelastis (non-linier material). Oleh sebab non-linier, analisisnya dikerjakan seeara incremental dan iterasi. Sekarang ini dukungan teknologi komputer eanggih tetapi terjangkau menyebabkan eara analisis non-linier bukan kendala. Sehingga berbagai jenis analisis berbasis komputer berkembang mulai analisis tekuk elastis, analisis elastis orde-2, analisis plastis, analsis elastis-plastis, dan analisis inelastis orde-2, yang disebut juga Advance Analysis. Umumnya jenis analisis seperti itu sudah tersedia sebagai opsi pada program analisa struktur modern. Semakin eanggih jenis analisisnya ternyata semakin banyak data yang dilibatkan, sehingga diperlukan pemahaman atau kompetensi tertentu agar hasilnya dapat dipakai seeara efektif. Jika dipilih Advance Analysis maka hasilnya tentu meneukupi untuk analisis stabilitas. Tetapi jika dipakai untuk pekerjaan pereneanaan struktur baja seeara rutin (bukan riset), tentunya berlebihan dan tidak praktis. Makium, pekerjaan pereneanaan adalah termasuk bisnis, yang tentunya juga memegang prinsip : sedikit bekerja tetapi keuntungan adalah sebanyak-banyaknya. Pemikiran seperti itu tentu menjadi pertimbangan. Atas dasar alasan itu, juga adanya keinginan mendapatkan kemajuan dalam analisis dan desain, maka AISC (2010) menetapkan Direct Analysis Method (DAM) sebagai eara analisis baru pada struktur baja yang telah memasukkan prinsip modern dalam analisis stabilitas. Memang untuk itu diperlukan analisis struktur berbasis komputer. Tetapi analisis yang dipilih bukan yang rumit seperti Advanced Analysis, eukup yang minimalis, yaitu Second-Order Elastic Analysis. Tetapi dengan sedikit manipulasi dan strategi perhitungan yang coeok, maka problem stabilitas, yang bersifat nonlinier geometri dan sekaligus nonlinier material, dapat juga diatasi. Strategi penye\esaian yang digunakan DAM tidak persis sarna seperti jenis analisis yang rasional, tetapi yang penting telah dibuktikan dengan eara kalibrasi berdasarkan data eksperimental (AISC 2010) sehingga hasilnya berkorelasi dengan problem real. Itulah DAM

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

655

yang telah menggantikan eara lama ELM (Efective Length Method), suatu prinsip penyelesaian stabilitas standar sejak dipakainya rumus Euler dahulu. Cara lama tersebut (ELM) tidak dibuang tetapi dipindah jadi Appendix 7 (AISC 2010), dan dapat dipakai sebagai eara alternatif, khususnya jika tidak tersedia program komputer yang sesuai. 9.5.2. Perancangan stabilitas

Peraneangan stabilitas struktur adalah kombinasi analisis untuk menentukan kuat perlu penampang dan mendesain agar punya kekuatan dan kekakuan yang meneukupi. Untuk itu, AISC (2010) memberikan eara Direct Analysis Method (DAM), yang sebelumnya adalah eara alternatif pada code yang lama (AISC 2005). DAM perlu untuk mengatasi keterbatasan analisa elastis linier, yang tidak bisa mengakses stabilitas. Dengan DAM maka pengaruh pembebanan struktur dapat dieari dengan memasukkan pengaruh geometri imperfection dan material inelastis. Cara peraneangan struktur baja saat ini, Effective Length Method, didasarkan analisa struktur elastis-linier. Pemakaiannya terbatas pada struktur yang rasio pembesaran momen akibat perpindahan titik nodal, ~ 2 nd order j ~ lst order ::; 1.5 (AISC 2005). Jika melebihi batasan tersebut berarti strukturnya relatif langsing, yang mana pengaruh non-Iinier geometri akan menjadi signifikan. Sedangkan eara DAM tidak ada pembatasan, sehingga eoeok digunakan untuk peraneangan struktur baja modern, yang pada umumnya langsing akibat proses optimasi atau mengikuti estetika bangunan. 9.5.3. Parameter penentu stabilitas struktur baja

Jika mempelajari parameter desain batang tekan yang telah memperhitungkan kuat material (F) dan stabilitas (buckling), maka y dengan mudah diketahui bahwa kuat batang tekan ditentukan parameter E, F,/ KLjr dan Ag. Dua yang pertama merujuk material, sedangkan dua yang terakhir merujuk kondisi geometrinya. Ternyata setelah dipelajari lebih mendalam, parameter tersebut bukanlah faktor yang utama. Itu hanya akan coeok jika dikaitkan dengan rumus atau kurva kapasitas yang terdapat pada code yang memakai parameter tersebut (Galambos 1998, Salmon et.al 2009). Parameter itu dipilih sebagai strategi jitu untuk penyederhanaan penyelesaian memprediksi kuat nominal batang tekan. Meskipun parameternya terlihat sederhana tetapi pada kasus-kasus tertentu terbukti memberikan korelasj memuaskan terhadap data hasil uji

656

Bab 9. DAM dan teorinya

empiris. Strategi penyederhanaan itu diperlukan karena sewaktu penyusunan rumus dan penyelesaiannya, penggunaan komputer belum memasyarakat. Umumnya masih tergantung cara penyelesaian manual dengan kalkulator. Adanya dukungan kemajuan di bidang teknologi komputer yang terjangkau masyarakat, maka cara penyederhanaan menjadi tidak relevan lagi. Agar efektif, perlu tinjauan langsung sumber permasalahannya sehingga dapat dibuat metode baru lain yang sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada. Menurut AISC (2005) ada tiga aspek penting yang mempengaruhi stabilitas elemennya, yaitu [1] non-linieritas geometri; [2] sebaran plastisitas; dan [3] kondisi batas elemen. Ke-3 hal tersebut sangat berpengaruh pada deformasi struktur ketika dibebani. Itu tentunya akan berdampak pada gaya-gaya internal yang terjadi.

Non-linieritas geometri : Pada struktur yang langsing, deformasi akibat pembebanan tidak dapat diabaikan. Era modern, itu dapat diatasi dengan analisa struktur orde-2, dimana keseimbangan struktur akan memenuhi kondisi geometri setelah berdeformasi. Faktor yang dievaluasi adalah pengaruh second-order-effect, yaitu P-,1 dan P-o. Pada penyelesaian tradisionil, hal itu diatasi dengan faktor pembesaran momen B1 dan B2 (Chapter C - AISC 2005). Bila pengaruh non-linier geometri signifikan, maka kondisi cacat atau ketidak-sempurnaan geometri (initial geometric imperfection), berupa ketidak-Iurusan batang (member out-aI-straightness), atau ketidak-tepatan rangka (frame out-of-plumbness) akibat kesalahan fabrikasi / toleransi pelaksanaan, menjadi berpengaruh. Sebaran plastisitas : Elemen struktur baja umumnya berbentuk profil yang dihasilkan dari proses hot-rolled maupun pengelasan. Keduanya meninggalkan tegangan sisa pad a penampang akibat proses pendinginan dan adanya restraint. Kondisi itu mengurangi kekuatan elemen akibat stabilitas. Kondisi batas elemen : akan menentukan kekuatan batas elemen struktur, seperti terjadinya kelelehan material, tekuk lokal, tekuk global berupa tekuk lentur, tekuk torsi maupun tekuk torsi-lentur yang tergantung kondisi penampang. 9.5.4. Persyaratan analisis struktur

Direct Analysis Method (DAM) dibuat untuk mengatasi keterbatasan Effective Length Method (ELM) yang merupakan strategi penyederhanaan analisis cara manual. Akurasi DAM dapat diandalkan

Wiryanto Dewobroto . Stru ktur Baja

657

karena memakai komputer, dan mensyaratkan program analisis struktur yang dipakai, seperti : •

Dapat memperhitungkan deformasi komponen-komponen struktur dan sambungannya yang mempengaruhi deformasi struktur keseluruhan. Deformasi komponen yang dimaksud berupa deformasi akibat lentur, aksial dan geser. Persyaratan ini cukup mudah, hampir sebagian besar program komputer analisa struktur berbasis metoda matrik kekakuan, apalagi 'metoda elemen hingga' yang merupakan algoritma dasar analisa struktur berbasis komputer sudah memasukkan pengaruh deformasi pada elemen formulasinya (Dewobroto 2013).



Pengaruh Orde ke-2 (P-l1 & P-l)) perlu diperhitungkan dalam mencari gaya-gaya internal batang. Umumnya program komputer komersil bisa melakukan ana lisa struktur orde ke-2, meskipun kadangkala hasilnya bisa berbeda satu dengan lainnya. Oleh sebab itu perlu verifikasi terhadap kemampuan program yang dipakai. Ketidak-sempurnaan terjadi ketika program ternyata hanya mampu memperhitungkan pengaruh P-,1 saja, tetapi tidak P-o. Adapun yang dimaksud P-,1 adalah pengaruh pembebanan akibat terjadinya perpindahan titik-titik nodal elemen, sedangkan P-O adalah pengaruh pembe-banan akibat deformasi di eiemen (di antara dua titik nodal), seperti terlihat pada Gambar 9.19 di bawah.

P-11 = Pengaruh beban yang bekerja pada struktur dengan titik nodal berg oyang .

P-o =Pengaruh beban yang bekerja pad a batang anlara titik-titik nodal , yang berubah bentuk.

Ga l11 bar 9. 19 Pengaruh Orde ke-2 (AI SC 201 0)

9.5.5. Pengaruh caeat bawaan (initial imperfection) Perhitungan stabilitas struktur modern didasarkan anggapan bahwa perhitungan gaya-gaya batang diperoieh dari analisa struktur

658

Ba b 9. DAM da n teorinya

elastis orde-2, yang memenuhi kondisi keseimbangan setelah pembe-banan, yaitu setelah deformasi. Ketidak-sempurnaan atau cacat dari elemen struktur, seperti ketidak-lurusan batang akibat proses fabrikasi atau konsekuensi adanya toleransi pelaksanaan lapangan, akan menghasilkan apa yang disebut efek destabilizing. Adanya cacat bawaan (initial imperfection) yang mengakibatkan efek destablizing dalam Direct Analysis Method (DAM) dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu [1] cara pemodelan langsung cacat pada geometri model yang dianalisis, atau [2] memberikan beban notional (beban lateral ekivalen) dari sebagian prosentasi beban gravitasi (vertikal) yang bekerja. Cara pemodelan langsung dapat diberikan pada titik nodal batang yang digeser untuk sejumlah tertentu perpindahan, yang besarnya diambil dari toleransi maksimum yang diperbolehkan dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Pola penggeseran titik nodal pada pemodelan langsung harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan efek destabiliz ing terbesar. Pola yang dipilih dapat mengikuti pola lendutan hasil pembebanan atau pola tekuk yang mungkin terjadi. Beban notional merupakan beban lateral yang diberikan pada titik nodal di semua level, berdasarkan prosentasi beban vertikal yang bekerja di level tersebut, dan diberikan pada sistem struktur penahan beban gravitasi melalui rangka atau kolom vertikal, atau dinding, sebagai simulasi pengaruh adanya cacat bawaan (initial imperfection ). Beban notional harus ditambahkan bersama-sama beban lateral lain, juga pada semua kombinasi, kecuali kasus tertentu yang memenuhi kriteria pada Section 2.2b(4) (ArSC 2010). Besarnya beban notional (ArSC 2010) adalah Ni = 0.002 Yi ... ..... ... ... .... . . ....... .. ..... .. ..... ... ..... ... ...... dimana

(C2-1)

Ni' beban notional di level i

Yi, beban gravitasi di level i hasil beban kombinasi LRFD Nilai 0.002 pada ketentuan C2-1 mewakili nilai nominal rasio kemiringan tingkat (story out of plumb-ness) sebesar 1/500, yang mengacu AISC Code of Standard Practice. Jika struktur yang aktual ternyata punya kemiringan tingkat berbeda, lebih besar tentunya, maka nilai tersebut tentunya perlu ditinjau ulang. Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

659

Beban notional pada level tersebut akan didistribusikan seperti beban gravitasi, tetapi pada arah lateral yang dapat menimbulkan efek destabilizing terbesar. Jadi periu beberapa tinjauan. Pada bangunan gedung, jika kombinasi beban belum memasukkan efek lateral, maka beban notional diberi dalam dua arah alternatif ortogonal, masing-masing arah positip dan negatif, sarna untuk setiap level. Sedangkan untuk kombinasi dengan beban lateral, maka beban notional diberikan pad a arah yang sarna dengan arah resultan kombinasi beban lateral pad a level tersebut. Jadi penempatan notional load diatur sedemikian rupa agar jangan sampai hasil akhir kombinasinya akan lebih ringan. Bukankah notional load adalah untuk memodelkan ketidak-sempurnaan. 9.5.6. Penyesuaian kekakuan Adanya leleh setempat (partial yielding) akibat tegangan sisa pada profil baja (hot rolled atau welded) akan menyebabkan pelemahan kekuatan saat mendekati kondisi batasnya. Kondisi tersebut pada akhirnya menghasilkan efek destabilizing seperti yang terjadi akibat adanya geometry imperfection. Kondisi tersebut pada Direct Analysis Method (DAM) akan diatasi dengan penyesuaian kekakuan struktur, yaitu memberikan faktor reduksi kekakuan. Nilainya diperoleh dengan cara kalibrasi dengan membandingkannya dengan analisa distribusi plastisitas maupun hasil uji test empiris (Galambos 1998). Faktor reduksi kekakuan, EI*=0.8L bEI dan EA*=0.8EA dipilih DAM dengan dua alasan.

Pertama: Portal dengan elemen langsing, yang kondisi batasnya ditentukan oleh stabilitas elastis, maka faktor 0.8 pada kekakuan dapat menghasilkan kuat batas sistem sebesar 0.8 x kuat tekuk elastis. Hal ini ekivalen dengan batas aman yang ditetapkan pada perencanaan kolom langsing memakai Efective Length Method, persamaan E3-3 (AISC 2010), yaitu Pn = 0.9 (0.877 Pe) = 0.79 Pe" Kedua: Struktur portal yang mempunyai elemen kaku atau stocky maupun sedang, maka faktor 0.8L b adalah untuk memperhitungkan adanya pelemahan (softening) akibat kombinasi aksial tekan dan momen lentur. Jadi kebetulan jika ternyata faktor reduksi kolom langsing dan kolom kaku mempunyai nilai saling mendekati atau sarna. Untuk itu satu faktor reduksi sebesar 0.8L b dipakai bersama untuk semua nilai kelangsingan batang (AISC 2010). Faktor Lb mirip dengan reduksi kekakuan inelastis kolom akibat hilangnya kekakuan batang. Untuk kondisi PI' :::; 0.5P y' dimana Pr =

660

Bab 9 . DAM da n teor inya

adalah gaya tekan perlu hasil kombinasi LRFD. Tb

=1.0 .... .... ............ .. ... ... ... .. .. ... .... ... ... ... ... ... .. ... ... (C2- 2a)

Jika gaya tekannya besar, yaitu PI' > O.SPy maka: .rb

=4;:[1-;:) .................................. ... . . ...........

(C2 -2b)

Pemakaian reduksi kekakuan hanya berlaku untuk memperhitungkan kondisi batas kekuatan dan stabilitas struktur baja, dan tidak digunakan pada perhitungan drift (pergeseran), lendutan, vibrasi dan penentuan periode getar. Untuk kemudahan pada kasus lb = 1, reduksi EI * dan EA* dapat diberikan dengan cara memodifikasi nilai E dalam analisis. Tetapi jika komputer program bekerja semi otomatis, perlu diperhatikan bahwa reduksi E hanya diterapkan pada 2 nd order analysis. Adapun nilai modulus elastis untuk perhitungan kuat nominal penampang tidak boleh dikurangi, seperti misal saat perhitungan tekuk torsi lateral pada balok tanpa tumpuan lateral. 9.5.7. Perbandingan kerja ELM dan DAM

Dengan program analisa struktur order-2, maka saat metode ELM (Elective Length Method) dan DAM (Direct Analysis Method) dibandingkan nilai interaksi check balok-kolom, antara gaya internal ultimate (beban terfaktor) terhadap kapasitas nominal penampang (Gambar 9.20) akan terlihat bahwa cara yang dipakai DAM dapat mendekati gaya internal aktual struktur pada kondisi batas.

(a) Effective length method

(b) Direct analysis method

Ga mba r 9.2 0 Has il interaks i check a nta ra ELM d a n DA M (AISC 2010)

Untuk alasan itu pula, interaksi balok-kolom pada bidang tekuk dievaluasi terhadap kuat tekan, PnL' yang dihitung berdasarkan kurva kolom dengan KL=L atau K=l.

Wirya nto Dewobroto - Struktlll' Baja

661

Behan notional dan pelemahan inelastis Bebanan notional dapat juga dipakai untuk antisipasi pelemahan kekakuan lentur, Tb akibat kondisi in-elastis adanya tegangan residu. Strategi ini cocok untuk menyederhanakan perhitungan DAM pada batang dengan gaya tekan besar aPr> O.SPy' dimana nilai T b < 1.0 . 9.S.B.

Jika strategi ini akan dipakai, maka notional tambahan sebesar :

Tb

= 1.0 dan diberikan beban

N; = 0.001 Y; ..... . .... ... .............. .. ... . ..

Chapter C2.3.(3) (AISC 2010)

Beban tersebut diberikan sekaligus bersama beban notional yang merepresentasikan cacat geometri bawaan (initial imperfection), karena sifatnya memperbesar maka beban notional akhir menjadi N;=O.003Y; sedangkan Tb = 1.0 untuk semua kombinasi beban.

9.5.9. Kuat nominal penampang Jika digunakan analisa stabilitas struktur cara DAM, maka untuk perhitungan kuat struktur nominal-nya cukup memakai prosedur bias a seperti yang digunakan pada cara ELM, yaitu Chapter E ~ I untuk penampang nominal, atau Chapter J ~ K untuk sambungan pada AISC code (2005 maupun 2010), kecuali nilai faktor K pada kelangsingan batang (KLjr) diambil konstan sebesar K=l. 9.5.10. Ketersediaan program analisa struktur orde-2 Direct Analysis Method (DAM) memerlukan program analisa struktur orde-2 untuk menghitung efek P-,1 dan P-o secara teliti. Pada umumnya program analisa struktur komersial sudah menyediakannya. Meskipun demikian adalah tetap tanggung jawab insinyur untuk memastikan sendiri bahwa program yang digunakannya memang telah memenuhi persyaratan (AISC 2010). Untuk itu, AISC (2010) memberikan benchmark pembanding untuk mengevaluasi, apakah program analisa struktur yang akan dipakai, punya kemampuan menghitung efek P-,1 dan P-O. Pada pengujian perlu dipakai variasi beban aksial berbeda, juga pengaruh pembagian elemen (meshing) untuk mengetahui ketelitiannya terhadap perhitungan P-,1 atau P-o. Benchmark uji terdiri dari dua kasus, yaitu Case-l untuk menguji pengaruh P-O saja, di sini jumlah meshing pada model struktur perlu dievaluasi apakah hal itu mempengaruhi ketelitian program. Karena tekuk terjadi pada bagian batang internal, umumnya karena langsing dan jika ini yang dominan maka minimal elemen batang sebaiknya dibagi dalam dua meshing (minimal).

662

Bab 9. DAM dan teorinya

Case-2 untuk menguji ketelitian efek P-,1 dan P-o sekaligus. Axial Force. P kips)

0

150

300

450

M..., (kip-in.)

235 [235]

270 [269]

316 [313]

380 [375]

6mot (in.)

0.202 [0.197]

0 .230 [0.224]

0.269 [0.261]

0.322 [0.311]

Axial Force. P kN

0

667

1334

2001

M"",(kN-m)

26.6 [26.6]

30.5 [30.4]

35.7 [35.4]

43.0 [42.4]

6mot(mm)

5.13 [5.02)

5.86 [5.71)

6.84 [6.63]

8.21 [7.91)

Major axis bending

W14x48 (W36Ox72)

Analyses Include aXIal. flexural and shear deformations. [Values in brackets] exclude shear deformations.

E=29.ooo ksl (200 GPa)

a) Case 1

1.0 kip (4.45kN)

jP

-T

Axial Force P kips)

0

100

150

200

M.... (kip-In.)

336 [336]

470 [469]

601 [598]

856 [848]

t..., (In.)

0.907 [0.901]

1.34 [1 .33]

1.77 [1.75]

2.60 [2.56]

E f:l

e ."

Axial Force P kN

0

445

667

890

M.._(kN-m)

38.0 [38.0]

53.2 [53.1)

68.1 [67.7)

97.2 [96.2)

o

re

1

45.1 66.6 23.1 34.2 [44.6) [65.4) [22.9) [33.9) Analyses Include aXIal. nexural and shear deformations. [Values in brackets) exclude shear deformations.

t...,(mm)

Major axis bending

W14x48 (W36Ox72) E=29.000 ksl (200 GPo)

b) Case 2 Gambar 9.21 Benchmark uji program analisa strllktllr order-2 CA[SC 2010)

Untuk mengetahui ketersediaan program komputer yang sesuai DAM, diuji SAP2000 ver 7.4 yang dianggap kuno (release 2000) tetapi sudah bisa memperhitungkan efek P-,1 (Dewobroto 2013), juga SAP2000 ver 14 yang relatifbaru (release 2009). Adapun versi yang resmi menyatakan diri mendukung perancangan DAM adalah SAP2000 versi 11.0 release Desember 2006 (CSI 2007). Uji benchmark pertama kali terhadap Case-1 (lihat Gambar 9.21) untuk melihat algoritma program versi lama dan yang baru dalam memperhitungkan pengaruh P-,1 seperti terlihat berikut. Tabel 9.1 Uji Benchmark CASE-1 terhadap Pengaruh P-O Case-1 (AlSC 2010) M-mid P 235 0 150 270 300 316 450 380

SAP v7.4

SAP v7.4

SAP v7.4

I (P L'.-off-1 #) (PL'.-on-1#) I (PL'.-on-2#)

P 0 150 300 450

M-mid 235.2 235.2 235.2 235.2

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

P 0 150 300 450

M-mid 235.20 261.43 294.25 336.48

P 0 150 300 450

M-mid 235.20 269.63 315.39 379.12

SAP v14.0 (PL'.-on-1#) P M-mid 0 235.20 150 261.41 300 294.23 450 336.42

SAP v14.0 CPL'.-on-2#) M-mid P 0 235.20 150 269.56 300 315.31 450 378.71

663

SAP2 000 vs Be n c hm a rk C as e-1 (AISC 2 010) 400

£

.-------~------~------~

350 -I- - - - - - - . j - - -----l-------o~--=l

6.

:i:

:;;- 300 -j--------+------::;o....-"=-m- '-'-'---.~

::;;

25 0 d.-~~

[0 C_.,(A.C "'" - . . - SAP .. SAP - ~ SAP ···0 ·· SAP

v7 (Pd-off- 1#) v7 (Pd-on- 1#) v7 (Pd-on-2#) v14 (Pd-on- 1#)

- - SAP v14 Pd-on-2# 2 00 '------ - - - - ' - - - - - - - - - ' - - - - - - - - - - '

o

150

300

450

Gaya Aksial P (kips)

Gambar 9.22 CASE-1: gaya aks ial terhadap mome n tengah ben tang

Program SAP2000 yang kuno (ver 7.4) dan yang baru (ver 14.0) memberikan hasil yang mirip satu dengan yang lain. Itu berarti algoritma kedua program dianggap tidak berbeda. Keduanya masih belum mampu memprediksi efek P-b di tengah elemen berdasarkan elemen tunggal secara otomatis. Jadi baru kemudian dibagi menjadi dua elemen (meshing) hasilnya menjadi lebih teliti, dan sarna dengan hasil benchmark. Adapun perbedaannya, pada versi kuno (ver 7.4) cara membaginya (meshing) harus dengan cara manual, sedangkan versi baru dapat secara otomatis. Intinya untuk mengatasinya harus atas inisiatif pemakai, yaitu pada saat pemodelan dari strukturnya. Uji benchmark Case-2 memberi petunjuk pentingnya gaya lateral (1 kips) pada ujung tiang untuk menghasilkan efek destabilizing. Tanpa itu, meskipun "opsi P-delta" diaktifkan, tidak menghasilkan efek P-,:1 itu sendiri. Inilah yang mendasari prinsip beban notional. Uji benchmark Case-2 yang melibatkan efek P-,:1 dan P-b sekaligus, ternyata memberi hasH yang lebih baik dibanding uji benchmark Case-I, yang hanya melibatkan P-b saja. Semua program SAP2000 dari versi lama sampai versi terbaru, dapat memberikan hasil yang memuaskan, bahkan tanpa memerlukan pembagian elemen atau meshing sebagaimana perlu dilakukan pada uji benchmark Case-l agar hasilnya lebih teliti. Tabel 9.2 Uji Be nchm ark CASE-2 te rhadap Penga ruh poLl dan P-IS Case-2

SA P v7.4

SAP v7.4

SAP v7.4

SAP v14. 0

SA P v14.0

I(AISC 2010) I (PLl-o ff-1#) I (PLl-on-1#) I (PLl-o n-2 #) (PLl-on-1#) I (PLl-on- 2#) P 0 100 150 200

664

M

336 470 601 85 6

P 0 100 150 200

M 33 6 33 6 336 3 36

P 0 100 150 200

M

336.0 469.8 599.8 849.8

P 0 100 150 200

M

336.0 469.9 600. 7 854.4

P 0 100 150 200

M

336.0 469.6 599.8 849.8

P 0 100 150 2 00

M

336.0 469.4 599.8 854.4

Ba b 9. DAM da n teo r illya

SAP2 000 v s Benc hm a rk C ase-2 (AIS C 2010) 900 _

800

-~--~--~---~--~

(~C '"'"I

I- - - - J - - - - e - - -

.~ 7 00

[ . .. v7 , ( P d - o ff-1#) - " .... - C SAP

;g.

6 00

:J:

500 1-

- - +----..!..:_~-f__­

-9

::;: 4 00 .d;;;-- = = - - t--== 300 200

..

SAP v7 ( Pd- on-1#)

- *-

SAP v7 ( Pd- o n-2#)

--n ·

SAP v14 (Pd-on- 1#)

- - - SAP v14 (Pd-on-2# L -_ _- ' -_ _- - l L -_ _--L-_ _- - '

o

50

100

150

2 00

Gaya Aksial P (kips)

Ga mba r 9.23 CASE-2: gaya a ks ia l te rh adap mom en dasar

Pada benchmark kedua, program SAP2000 versi 7.4 dibandingkan dengan versi baru (ver 14.0) dan ternyata hasilnya tidak berbeda. Itu berarti, jika dapat dianggap program analisa struktur yang outoj-dated, kuno dan belum secara eksplisit dapat mendukung DAM. MakIum, program SAP2000 versi 7.4 di-release sekitar tahun 2000 atau jauh hari sebelum DAM dipublikasikan (AISC 2005), tetapi buktinya dapat dipakai untuk menyelesaikan uji benchmark yang diberikan (AISC 2010). Ini tentunya dapat menjadi indikator bahwa infrastruktur atau modal untuk mengaplikasikan cara DAM (AISC 2010) di Indonesia sudah tersedia sejak lama.

9.5.11. Studi kasus perancangan struktur baja - DAM (2010) Cara Direct Analysis Method akan menyederhanakan perancangan. Sebagai contohnya akan ditinjau kasus [1] portal Example 15.3.1 (Salmon et. al 2009); dan [2] kolom kantilever biasa. Contoh I: Bangunan bentuk portal baja bentang 75 ft, tinggi 25 ft memikul beban merata vertikal terdiri dari dead load 0.2 kip/ ft, snow load 0.8 kip/ft dan wind load 0.1 kip/ft. Juga diberi beban merata horizontal akibat angin sebesar 0.44 kip/ft. Lateral bracing diberikan pada kolom tiap jarak 5 ft dan balok tiap jarak 6 ft. Mutu baj a A992 Fy = 50 ksi E = 29000 ksi.

o ,,~ -

Ga mbar 9.24 Co ntoh I: Portal Baja dari Salm on (20 09)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

665

Kombinasi beban mengacu ASCE 7 dan dari tiga kombinasi yang ditinjau maka kombinasi seperti pada Gambar 9.24 yang menentukan. Jadi beban terfaktor yang dievaluasi adalah : Qu = 1.2D + 1.6S + 0.8 W Qu = 1.2(0.2)+1.6(0.8)+0.8(0.1) = 1.60 kip/ft (-.It)

Quh = 0.8W = 0.8(0.44) = 0.352 kip/ft (-7) Notional load sesuai AISC (2010) Chapter C - C2.2b : data diambil dari beban gravitasi, Yi = Qu * Lac = 1.6 * 75 = 120 kips Ni

= 0.002 Yi = 0.002 * 120 = 0.24 kip ....... ..... .. Eq.C2-1 (AISC 2010)

Penyesuaian kekakuan sesuai AISC (2010) Chapter C - C2 .3 : dari perhitungan awal dapat diketahui bahwa Pr / Py :-::;; 0.5 sehingga 'tb

= 1.0 .. ..... .. .. . ....... .... ........ .... .. ....... .......... Eq.C2-2a (AISC 201 0)

Faktor reduksi 0.8 diambil sarna untuk semua kekakuan, lentur (EI*=0.8EI) atau aksial (EA*=0.8EA) Dari ketentuan tersebut, selanjutnya disusun model struktur dan beban-bebannya. Adapun faktor reduksi 0.8 diterapkan pada data Modulus Elastis (E) agar mudah memanipulasinya. 0.24 kip B

W24x84

c

, notional load

'
~

D

A

0.352 kip/ft ';~

75'

Gambar 9.25 Model dan pembebanan untuk 2"d Order Analysis

Program komputer adalah SAP2000 v 7.40, yang dianggap telah memenuhi kriteria persyaratan analisa struktur orde-2. Versi program ini sebenarnya sudah kuno, buatan jauh hari sebelum cara DAM dideklarasikan. Ini bukti bahwa cara DAM tidak memerlukan algoritma program khusus, kecuali opsi 2 nd order analysis. Sebagai acuan adalah Salmon (2009) dimana berat sendiri profil baja diabaikan, opsi P-~ pada program SAP2000 harus diaktifkan_ Diagram bending momen dan gaya-gaya reaksi di tumpuan akibat kombinasi beban yang diberikan adalah sebagai berikut.

666

Bab 9. DAM dan teorinya

6 1.7 kips (61.6)

58.3 kips (58.5)

Ga mba r 9.26 Bendi ng Mo me n Diagra m da n gaya reaks i tumpu a n

Nilai dalam tanda kurung adalah momen (kip-ft) tanpa opsi

P- ~.

Semua elemen memakai profil W24 X 84 , dipilih kolom CD untuk dievaluasi berdasarkan cara DAM dan selanjutnya dibandingkan cara lama, yaitu contoh dari Salmon (2009). Kolom CD profil W24x84 mutu Fy = 50 ksi; E = 29000 ksi

** Kapasitas aksial ** ¢c= 0.9; Ag = 24.7 in.2 ; L =LDC = 25 ft = 300 in.; r min = rx= 9.79 in. K = 1.0 (ketentuan DAM) KL 1*300 ff2 E - - = - - = 30.6 dan Fe = --;-------:_::_ rmjn 9.79 (KL/ rminY

*29000 = 306ksi (30.6Y

ff2

KL/rmin =30.6 < 4. 71~E/Fy =113 Fcr

!L) Fy = (0.658 SO ) ·50 = 46.7 ksi

(

= 0.658 F.

306



** Kapasitas lentur ** Fy= 50 ksi

Fy = 36 ksi BF

Lr

Lp

Kips

Ft

Ft

13.6

24.5

8.1

~ bMr

<1>bMp

Zx

Kip-ft Kip-ft

3

382

605

in.

224

Shape

W24x84

<1>bMr

Lp

Lr

Kip-ft Kip-ft

Ft

Ft

Kips

6.9

18.6

21 .5

<1>bMp

840

588

BF

Karena Lb (5 ft) < Lp (6.9 ft) , untuk Fy = 50 ksi maka ¢bMn=¢bMp=840 Kip-ft

Wiryan to Dewob ro to . Struktur Baja

667

Catatan: cara lama (Effective Length Method) dari Salmon (2009) halaman 813 diperoleh nilai M

P

0.078

687

2

840

-_u_+--lIx-=--+-=0.857 .atau berbeda ± 1.75% 2¢lePn

¢lbMnx

Contoh II: Pada kasus sebelumnya, beban aksial tidak dominan. Berikut akan ditinjau kolom dengan beban aksial saja. Jika cara ELM (pakai faktor K) maka kapasitasnya langsung dihitung tanpa adanya momen (yang memang tidak diberikan). Cara DAM yang mengandalkan 2 nd order analysis maka keberadaan momen sangat penting. Itu bisa terjadi karena keberadaan initial imperfection. Struktur yang ditinjau : kolom jepit yang atasnya bebas. Lateral bracing tiap jarak 5 ft sehingga tekuk di bidang saja yang ditinjau.

Pu

Mutu baja A992

Fy = 50 ksi E = 29000 ksi. B

¢c = 0.9; Ag= 24.7 in. 2; L = 25 ft = 300 in. ; lateral bracing

1_

r min. = r x = 9.79 in.

4.71~E/Fy

A

= 113

fixed

** Kapasitas aksial - Cara ELM (Efective Length Method) **

Untuk ELM karena jepit-bebas maka K = 2 sehingga KL = 2*300 =61.3 dan F = 1[2E =

rmin

9.79

-!lL<4.71 ' min

668

=1 13 VfI Fy

e

~

Fer

(K!/,.Y

* 29000 = 76.2 ksi (61.3?

1[2

= [0. 658 -f.'- ]Fy

=[0.658~ J.50=38kSi

Bab 9. DAM dan teorinya

** Kapasitas aksial & lentur - Cara DAM (Direct Analysis Method) ** Perencanaan sesuai Chapter C - Design For Stability (AISC 2010) Anggap P u = ¢Pn = ¢FcrAg = 0.9 * 38*24.7= 844.7 kips Notional load diambil dari beban gravitasi, Yi = Pu = 844.7 kips

Ni = 0.002 Yi = 0.002 * 844.7 = 1.69 kip ..... ............

(AISC C2-1)

Penyesuaian kekakuan sesuai AISC (2010) Chapter C - C2.3 : Karena P r / Py > 0.5 maka Tb

~4~

(1- ~) .................... . . ... ....................

Py = 24.7*50=1235Kips 'b

~

(AISC "·2h]

Pr/ Py =844.7/1235 = 0.684

=(4* 0.684X1 - 0.684] = 0.86

Faktor reduksi untuk memperhitungkan distribusi inelastis pada penampang diberikan sebagai EI*= 0.8"b EI dan EA* = 0.8 EA. Adapun pemodelan dan hasil analisis struktur orde-2 adalah: Pu = 844.7 Kips 8 B

Ni = 1.69 Kips

"">< 00

""~ N

108.5 Kip-ft (42.3)

A

fixed

in N

A

fixed

a) Model struktur dan beban

b) BMD hasil ana lisa orde-2

Gambar 9.27 Analisis stab ilitas dengan SAP2000 v 7.4

Segmen AB untuk analisis struktur orde-2 dibagi jadi dua bagian (meshing). Nilai dalam tanda kurung adalah momen bila opsi P-~ di-non-aktifkan. Faktor reduksi untuk luasan A = 0.8, sedangkan faktor reduksi untuk lentur I = 0.8 * 0.86= 0.688. Evaluasi kuat penampang dengan cara DAM pada prinsipnya tidak mengalami perubahan dari cara ELM, kecuali nilai K = 1 . Besarnya kapasitas terhadap komponen beban aksial:

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

669

¢c= 0.9; Ag= 24.7 in. 2; L = Loc= 25 ft = 300 in.; rmin= rx= 9.79 in. K=l -7

KL = 1 *300 = 30.6 dan F =

9.79

r m in

P;

-KL =30 .6 < 4.7l -

rmin

e

=113

2 7r

E =

(K702

2

7r

*29000 = 306ksi

(30.6)2

-7

Fy

** Kapasitas lentur ** Fy

=36 ksi

Fy

SF

Lr

Lp

$bMr

$bMp

Zx

Kips

Ft

Ft

Kip-ft

Kip-ft

in. 3

13.6

24.5

8.1

382

605

224

Shape

W24x84

=50 ksi

$bMr

Lp

Lr

SF

Kip-ft Kip-ft

Ft

Ft

Kips

6.9

18.6

21 .5

$bMp

840

588

Note: cara ELM (Elective Length Method) tidak ada momennya maka ratio kuat kolom adalah P u f¢P n = 1 atau selisih ± 7 % (dari cara DAM diperoleh ratio = 0.93). Dari dua kasus di atas terlihat bahwa rancangan kolom cara DAM menghasilkan kapasitas yang lebih tinggi (terkesan hemat) dibandingkan rancangan kolom cara ELM. Tetapi hal ini tentunya bukan tujuan utama mengapa harus berpindah dari ELM dan DAM, yang mempunyai kemampuan "lebih" dalam hal memperhitungkan stabilitas struktur secara keseluruhan. Untuk melihat hal yang lebih tersebut maka dipersilahkan untuk membaca Bab 10 berikutnya. 9.5.12. Tabel perbandingan cara DAM & ELM

Telah dibahas detail prinsip kerja cara perencanaan struktur baja yang baru, yaitu DAM (Direct Analysis Method), sekaligus diulas juga keunggulannya dibanding cara lama, yaitu ELM (Effective Length Method). Untuk memahami kembali masing-masing akan disajikan tabel perbandingan dari ke dua cara tersebut yang dibuat oleh AISC (2005 dan 2010) sebagai berikut.

670

Bab 9. DAM dan teor inya

Ta bel 9.3 Pe rba ndinga n Ca ra : DAM & ELM

Item yang dibahas

DAM - direct analysis method

ELM - effective length method

Kete rbatasan pe ma ka ia n

tida k ada

il 2nd order / il lst order B, ~ 1.5

je ni s a nalisis struktu r ya ng pe rlu

Ana li sis Elas ti s Ord e ke-2 (ea ra num erik de ngan kompute r)

Anali sis Elastis Ord e ke-2 (num e-rik a ta u pe nde ka ta n via Bl & B2)

Geo metri struktur lIntlik a nalis is

did asa rka n pada kondisi geo me tri se beilim dibe ba ni.

didasa rka n pada kondi si geome tri sebeilim dibe ba ni.

Beba n late ral ta mba han lIntuk allali sa struktur a tau yang minimal ha rus ada.

Jika Il.Znd ordcr/ Ll ISl order > 1.5 ma ka be ba n notiona l dita mba h sebesa r 0.2% be ba n gravitas i (minimum) .

Beba n la teral dib erika n sebesa r 0. 2% be ba n gravitas i (minimum) .

Ke kakuan eleme n stru ktur untu k ana lisa struktur

nila i EA da n EI te reduksi s imul as i kondis i in elasti s (tega nga n res idu)

Nilai nomin al da ri EA da n EI ta npa reduksi ata u utuh.

Pere nca naa n kol om

K =1 untuk se mua ele me n bata ng

K=l untuk ele men ba ta ng pada ra ngka tid a k bergoya ng,seda ng ka n untuk ra ngka be rgoya ng ha rus di ca ri pa ka i chart ba ntu .

Refe rensi pe re nca naa n

Appe ndix 7 (AISC 200 5) Secti on C2 (AISC 2010)

Section C2 (AIS C 2 00 5) Appe ndix 7 (AISC 2010)

$;

1.5 atau

9.6. Kesimpulan Dari teori yang dibahas, dapat diketahui bahwa kuat maksimum kolom dipengaruhi imperfection (non-linier geometri) dan kondisi inelastis (non-linier material). Parameter non-linier tersebut tentu tidak bisa diprediksi dengan analisa elastis-linier yang selama ini menjadi andalan dalam perencanaan struktur baja. Selama ini pengaruh non-linier pada stabilitas struktur baja diata-si dengan cara pendekatan. Adapun untuk elemen kolom tunggal, cara pedekatan yang dilakukan adalah dengan kalibrasi terhadap datadata hasil uji empiris. Itu pula alasannya, untuk elemen sederhana, yaitu K=l, maka hasil cara ELM dan DAM adalah sarna, atau tidak terjadi perbedaan signifikan. Pada kasus yang lebih kompleks maka hasilnya bisa berbeda. Contoh numerik tentang keunggulan DAM dibanding ELM akan diberikan pada Bab 10 berikutnya.

Wirya nto Dewobroto - Stru ktur Baja

671

Bah 10 DAM dan aplikasinya

10.1. Pendahuluan Materi yang ditulis pada Bab 10 ini mempunyai fungsi melengkapi materi Bab 9 sebelumnya. Isinya terdiri dari penyelesaian numerik beberapa sampel yang dipilih sedemikian agar dapat menjawab : apa dan bagaimana itu DAM, yaitu Direct Analysis Method (AISe 2010). Untuk program komputer yang digunakan, adalah SAP2000 versi 15.1.0 dengan opsi P-Ll yang diaktifkan. Program sejenis yang lain, dengan opsi tersebut tentunya dapat memanfaatkan materi pada buku ini juga. DAM itu sendiri adalah cara baru analisis stabilitas struktur untuk perencanaan struktur baja, materi utama steel-code AISe (2010). Code itu juga yang menjadi rujukan penyusunan draft SNI baja (Puskim 2011), yang nantinya adalah code terbaru perancangan struktur baja Indonesia. Sam pel yang digunakan untuk penyelesaian numerik dipilih untuk menunjukkan karakter analisa struktur berbasis komputer yang merupakan syarat utama penyelesaian dengan DAM. Problemnya diusahakan relatif sederhana, yaitu sistem struktur dengan jumlah elemen minimal, sekedar permasalahan dapat diungkapkan dan mudah dipahami. Harapannya dengan membaca dan mempelajari penyelesaian Bab ini, maka dapat disadari mengapa perencanaan struktur baja Indonesia perlu segera berubah dari cara ELM CAISe 2005 dan versi sebelumnya) ke cara baru, DAM (AISe 2010). Itu semua tentu tidak sekedar alasan ekonomi semata, tetapi karena cara baru memang mampu mengatasi masalah yang sebelumnya tidak bisa secara tuntas diatasi dengan cara yang ada. Pada bagian akhir, akan disajikan implementasi DAM dalam kasus real, untuk simulasi keruntuhan struktur scaffolding bertingkat untuk mencari beban maksimum. Karena ada uji eksperimental di laboratorium, Bandung (Puskim 2011a), maka dapat diperoleh uji perbandingan hasil antara simulasi dengan DAM dan uji beban empiris sampai runtuh di laboratorium. Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

673

10.2. Analisis Struktur dan Komputer 10.2.1. Umum Program komputer yang digunakan adalah SAP2000 versi 15.1.0, suatu program analisa struktur berbasis metode elemen hingga, yang cukup populer di Indonesia. Selanjutnya, berbagai metode analisis struktur yang diuraikan pada Bab 9 buku ini akan diujicobakan pada kasus-kasus sederhana dan dibahas hasilnya. 10.2.2. Tekuk dengan analisis tekuk elastis. problem tekuk adalah permasalahan utama analisis stabilitas baja. Meskipun sudah ada program komputer dengan kemampuan [i] Analisis Tekuk Elastis (Elastic Buckling Analysis); dan [ii] Analisis Elastis Orde ke-2 (Second Order Elastic Analysis), tetapi kadangkala insinyur tidak menyadari apa kelebihan dan keterbatasan ke dua opsi tersebut dalam perencanaan stabilitas baja. Untuk itu ditinjau kolom sederhana dengan tumpuan ujung sendi-sendi (lihat gambarnya di kiri). Kolomnya akan ditinjau untuk berbagai variasi kelangsingan dan kemudian dihitung kuat tekan kritis atau kuat tekan batas (P u ) berdasarkan ke dua opsi program di atas dan dibandingkan hasilnya berdasarkan rumus kuat tekan AISC (2010).

p

Kolom baja profil H150x150 dimensinya (mm) : H=150; B=150; t w =7; tf =10; w=31.1kg/m, pro4 2 • I . = 1= 563 cm • Perti penampang: A=39.65 cm 'mm y r mIn. = r y = 3.77 cm. I

Mutu baja ~ ASTM A36 maka E = 200,000 MPa, dan Fy = 250 MPa dengan ¢ = 0.9

~

Tabell0.l Kuat teka n ultimate kolom berdasarka n AISC-LRFD No. L(m) KLjr

1 1.000 26.53

2 1.800 47.75

3 2.600 68.97

10 4 7 8 9 5 6 3.400 4.200 5.022 5.875 6.750 7.625 8.500 90.19 111.41 133.21 155.84 179.05 202.25 225.46

2.28 2.54 A 0.3 0 0.54 0.78 1.01 1.25 1.50 1.75 2.01 Fer (MPa) 240.85 221.54 194.29 162.44 129.48 97.59 71.28 54.00 42.32 34.05 (PPn (kN) 859.46 790.58 693.31 579.67 462.06 348.26 254.38 192.70 151.01 121.52 Tekuk-elastis batas Tekuk-inelastis Kondis i

Note: kuat tekan
Tabell0.l berisi kuat tekan nominal kolom mengacu AISC (2010). Nilainya dianggap sebagai acuan bagi analisis dengan komputer. Dengan MS-Excel dari data-data yang ada, dapat dibuat kuat tekan

674

Bab 10. DAM dan ap Jikasinya

batas kolom, yaitu Pu = cJ>Pn untuk berbagai kelangsingan, sebagai proses simulasi berbagai kondisi tekuk elastis atau tekuk inelastis. Kuat tekan kolom, CPPn berdasarkan AISC (2010) dianggap kuat kolom real, maklum rumus sudah dikalibrasi dengan data empiris (lihat Gambar 9.15 pada Bab 9), selanjutnya akan dibandingkan dengan kuat tekuk kritis hasil analisis numerik dengan komputer dengan mengaktifkan opsi tekuk-elastis. Untuk SAP2000, dibuat model 20 (bidang x-z) dengan data: L = 8.5 m; E = 200,000 MPa; I = Iy = 563 cm 4 ; A = 39.65 cm z. Tumpuan bawah sendi, d.o.f restraint: ISx=1, lSy=1, ISz=1, Ox=1, Oy=0, Oz=1 (Note : kode 1 untuk restraint dan kode 0 adalah bebas); Tumpuan atas adalah sendi tapi d.o.f arah vertikal bebas : ISx =1, ISy =1, ISz =0, x=1,

°

0=08=1. y , z

Pada model kolom diberi beban vertikal arah ke bawah Pz = -1 kN. Selanjutnya dihitung P tekuk kritis yang merupakan faktor pengali beban tersebut dari nilai eigenvalue terkecil. Untuk mengaktifkan opsi tekuk-elastis caranya tergantung program dan versinya. Jika pakai SAP2000 versi 15.1.0, dilakukan via menu Define - Load Case - Add New Load Case (jika belum dibuat) atau jika sudah maka menunya adalah Define - Load Case - Modify / Show Load Case, lihat Gambar 10.1 .

.........

-

-

.... c.... c.._

t

""-

u.C-Tp

-

I lotdc-o..·~

[ .... c-_

...".,..lMoIc-..

~C-"LMdc.....

1 I

1"~loIIIc-..-1

[ .... c- ,_ .... _::'oJ 1......-------, - I 1[':':.".:................... I r .(..,.-11 c r-3

~

.....

_-

3~ 1

........... lMdI ... ........ c.. .. NOT II'tdudod

r~ff~, [j [-'-

"'-**.""""'0 ...... ~c.-T

__

I I ,

,.---

~

~

-""!J

Gambar 10.1 Menu untuk mengaktifka n opsi Elastic Buckling pada SAP2000 vlS.1.0

Karena input-data terbatas, yaitu frame 20 saja, maka d.o.f untuk analisis perlu dibatasi agar tidak terjadi kondisi unstable. Caranya klik menu Analyze - Set Analysis Option dan pilih Plane Frame. Selanjutnya di RUN, jika Load Case yang lainnya dihapus, maka hasil analisis tekuk akan ditampilkan langsung berupa sejumlah

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

675

maksimum Number of Buckling Modes (lihat Gambar 10.1). Ingat untuk titik nodal 3D maka 1 nodal ada 6 d.o.f bebas (3 translasi dan 3 rotasi), jadi nilai defult = 6. Meskipun demikian hasil akhir tergantung d.o.f aktif. Pada kasus ini maka total terdapat 2 mode.

-

1; "r...; r

,,

.- -

q~ ./i'l ~ ~.. ;::- e.7.0.: lIZ,::.,

.

r

,,

*

*III

~

~

~

- -

,;6~1II; 1)7/fil. ~. :"'.. ::-e.7 .~ O::I¥. a

"

~

" ~ )(j

)t

-fo

-fo ~

~

~

II!

~

.'~

.'

.'

~"""CIdo __ ;.oIot...--

-- .

+

~ · ~

.. c

"""a... .... """.. ...--

-- ..

+

-IOII .. C

Gambar 10.2 Mode tekuk ko lom hasil anal isi s dengan SA P2000 vIS

Nilai yang ditampilkan adalah besarnya faktor pengali terhadap setiap bentuk tekuk yang terjadi akibat konfigurasi beban. Dalam kasus ini, karena besarnya beban adalah 1 kN, maka beban tekuk adalah faktor pengaJi terkecil dari bentuk tekuk yang terjadi, yaitu hasil Mode 1 sebesar 187.0173. Jika output (Gambar 10.2) dihasilkan dari perintah Print Screen, maka untuk hasillebih baik dipakai fitur File - Print Table berikut.

...• a

MODel O[FlNITION 10 .. 41 WIIH

MlKtMJ

_05,.._0••

• oPtopertrO.,.... lull P__ .. fI O ~ . 0 0 ..... 0 .......

•a

• 0 lHdc.•• OIllWtioft,

_0 1__ 0 . .

• o~o .. . • 0JoirII". .......



Of._~,

a.

.o o~.,_.o

• a w..cea--. 0 ...

...

ANAlYSIS RESULTS " .. 10 ......

. 0 .1.... 0...,. .O[~Owtpul

• • StNctweOiIIIU

eOS-A--.

....,...q

-'" Rlr ~

fit

r(" OOFlt..Jo$clll: """" (" HTt<4ln.

• • a...o.... ... & ,--~,,-

r r

Gambar 10.3 Pengaturan keluaran program pada fil e

676

Bab 10. DAM dan ap li kasinya

Hasil dari analisis tekuk elastis dengan SAP2000 selanjutnya akan disimpan pada file *.RTF, dan dibaca dengan MS Word berikut : TabellO.2 Buckling Factors Out~utCase

Ste~Ty~

BUCK1 BUCK1

Mode Mode

StepNum 1.000000 2.000000

ScaleFactor 187.017301 935.086505

Outputnya berupa Buckling Faktor, pada Mode 1 = 187.017 dan pada Mode 2 = 935.065. Nilai terkecil menentukan. Karena beban kolom 1 kN, maka P tekuk = Buckling Faktor = 187.017 kN. Model kolom yang dievaluasi sangat sederhana, maka beban tekuk kritis akan dibandingkan dengan hasil rumus Euler berikut : Per

;r2EI =7

1 - =153.815kN ;r2x 200,OOO x 563 x l04 x 85002 1000

Pembahasan : Hasil analisis tekuk elastis dengan SAP2000 v15.1.0 memberikan P tekuk = 187.017 kN atau 121.6% lebih besar dari Per yang dihitung dengan teori klasik Euler. Mengapa terjadi perbedaan ? Jika melihat deformasi kolom pada Mode 1 (Gambar 10.2), yaitu estimasi dari bentuk tekuk, lengkungnya terlihat sangat mulus. Tentunya tidak terbayangkan bahwa geometri yang dip roses oleh SAP2000, bisa berbeda dari gambaran layar. Bayangkan bahwa bentuk lengkung yang mulus hanya terjadi jika bentuk tersebut disusun dari banyak segmen-segmen yang lurus. Ingat, segmen lurus yang dimaksud adalah konfigurasi element 1D pada formulasi model struktur SAP2000 yang disebut element Frame. Informasi tentang element tersebut dan formulasi matrik-nya dapat dipelajari di buku lain, misalnya Dewobroto (2013). Padahal model kolom pada analisis yang dibuat hanya disusun dari 1 (satu) elemen tunggal. Tidak boleh dilupakan juga bahwa setiap solusi dengan program komputer pastilah didasarkan pad a penyelesaian metode numerik, yang berbeda dari penyelesaian differensial-integral yang digunakan Euler menghasilkan formula tekuk klasik terse but. Metode numerik didasarkan pad a metode pendekatan, sehingga agar hasilnya mendekati eksak (teliti) maka modelnya harus terdiri dari segmen-segmen yang kecil. Untuk membuktikan hal tersebut, maka akan ditinjau kolom yang sarna (kolom dengan tumpuan sendi-sendi) tetapi dimodelkan dengan beberapa variasi segmen, sebagai berikut.

Wi rya nto Dewobroto - Struktur Baja

677

p 5

3

2

9 8

\

4

7

\

6 2

3

5

2

3

4

2

a).

c).

b).

e).

d).

Gambar 10.4 Variasi jumlah segmen pada pemodelall kolom

Untuk membagi model kolom menjadi segmen-segmen yang lebih keeil, atau dalam istilah finite element disebut meshing, ternyata pada program SAP2000 (vlS atau sebelumnya) telah disediakan opsi bantu. Opsi terse but dapat diakses, setelah elemen yang akan dibagi tersebut pada kondisi terpilih lebih dahulu, yaitu via menu Asign - Frame - Automatic Frame Mesh sebagai berikut. Assign Automatic F......, Mesh

r

NoAIMIo4..mg

r.

AlMIo4""'F,_

r;;

atlnterrnociat. Joint.

r

atlnt..secIion MIl Othel F,ames. Area Edgeo rod Said Edgeo

r;;

104...... NIInbet of Segneri.

r r

104...m.m Length of Segneri.

12 1 1

M~ SlA>tended Degrees (Cuved Member. )

I U~ _ IKN.m.C

.=J

I

~

Cancel

I

Gambar 10.5 Opsi bantu ulltuk meshing program SAP2000 v1S

Dengan memilih elemen yang akan dibagi dalam mesh-mesh yang lebih keeil (disebut meshing) maka opsi yang dipilih adalah Auto Mesh Frame dan menetapkan Minimum Number of Segments. Pilihan di Gambar 10.5 menunjukkan elemen akan dibagi menjadi dua, seperti Gambar 10.4e. Selanjutnya dengan mengubah-ubah jumlah segmen akan dilakukan perhitungan ulang beban tekuk dengan SAP2000 dan hasilnya sebagai berikut.

678

Bab 10. DAM dan ap likasinya

Tabell0.3 Pengaruh pembagian segmen pemodelan pada ketelitian analisis tekuk

Rumus / model p

cr

% error

Elastic-b uckling dengan SAP2000

Klasik

Referensi 1 segmen 2 segmen 4 segmen 8 segmen 154.973 153.894 153.820 153.815 187.017 100% 121.6% 100.75% 100.05% 100.00%

Komentar : meskipun telah menggunakan program SAP2000 versi terkini, ternyata untuk mendapatkan hasil yang tepat masih perlu campur tangan insinyur melakukannya. Kadang-kadang tampilan grafik yang user-friendly akan membuat insinyurnya jadi "terlena". Dengan membuat model kolom yang dibagi dalam 8 segmen, yang telah terbukti mempunyai ketelitian yang dapat dibandingkan dengan solusi eksak (rumus Euler) maka selanjutnya untuk berbagai kondisi kelangsingan kolom akan dihitung dengan analisis tekuk elastis memakai SAP2000 dan dibandingkan dengan kuat tekan batas berdasarkan AISC (2010) sebagai berikut: Tabell0.4 Perbandingan ana lis is tekuk-elastis (SAP2000) vs kuat batas (AlSC 2010) 7 9 10 2 5 6 8 1 3 4 2.60 3.40 4.20 5.02 5.88 6.75 7.63 8.50 1.00 1.80 26.5 47.8 69.0 90.2 111.4 133.2 155.8 179.1 20 2.3 225.5 1.3 1.8 2.0 2.3 A 0.3 0.5 0.8 1.0 1.5 2.5 cf>P,,(kN) 859.5 790.6 693.3 579.7 462 .1 348.3 254.4 192.7 151.0 121.5 SAP2000 11113.5 3430.1 1644.0 961.4 630.0 440.7 322.0 243.9 191.2 15 3.8 % error 1293% 434% 237% 166% 136% 127% 127% 127% 127% 127% Tekuk-elastis Tekuk-inelastis batas Kondisi No. L(m) KL/r

Jika diperhatikan, kuat tekan batas kolom Pu atau P (AISC 2010) lebih kecil dari kuat tekan kritis hasil dari analisis tekuk-elastis memakai program SAP2000. Selisih perbedaan antara keduanya dapat dilihat secara mudah jika ditampilkan dalam bentuk grafik hubungan antara kuat tekan batas (vertikal) dan kelangsingan kolom (horizontal) sebagai berikut: Il

4000 3500 3000 2500 2000

r---' \ \

1500

I_

Elastic-BUCkling - 5AP2000 ~

~ Kurvatekan

AISC(20 10)

-

\.

""- ~

1000 500

25

50

75

100

125

150

175

200

225

Gambar 10.6 Perba ndinga n ku at tekan rumus AISC vs num erik (SAP2000)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

679

Dari kurva Gambar 10.6 dapat dilihat secara visual perbandingan kuat tekan batas kolom berdasarkan rumus AISC (2010), dan hasil analisis tekuk-elastik dengan SAP2000. Ternyata tidak disemua kelangsingan kolom, hasil analisis tekuk elastis dengan SAP2000, memberikan hasil yang berkorelasi dengan prediksi AISC (2010). Hanya pada kelangsingan KLjr 2! 133.21 maka selisih perbedaan antara keduanya konstan, yaitu hasil SAP2000 sekitar 127% lebih tinggi dari AISC. Sedangkan jika kelangsingannya kurang, maka selisihnya menjadi semakin besar. Besaran KLjr = 133.21 diperoleh dari rumus KLjr = 4.71..,f(E/F), yaitu batas antara tekuk inelastis dan tekuk elastis pada rumus E3-2 dan E3-3 (AISC 2010). Jadi sesuai namanya, yaitu analisis tekuk elastis, maka cara analisis tersebut hanya valid jika dipakai untuk memprediksi tekuk pada struktur yang langsing, yaitu jika elemen strukturnya mempunyai KLjr> 133 (tergantung F/

10.2.3. Tekuk dengan analisis elastis orde ke-2. Bagian ini sebenarnya mengacu problem sarna yang telah dibahas sebelumnya, tetapi karena strategi yang dipakai sedikit berbeda (meskipun nanti hasilnya sarna) maka perlu dibahas terpisah. Jika cara sebelumnya, yaitu analisis tekuk elastis, hasilnya berupa faktor pengali beban penyebab tekuk kritis. Nilai tunggal hasil proses eigenvalue. Jadi tidak ada deformasi yang dihasilkan. Oleh sebab itu analisis tersebut hanya cocok untuk elemen struktur yang perilaku tekuknya secara tiba-tiba (bifurcation buckling). Adapun analisis elastis orde ke-2 atau second order elastic analysis adalah berbeda, bukan faktor pengali, tetapi sarna seperti analisis struktur elastis-linier biasa, yaitu menghitung gaya dan deformasi. Perbedaannya adalah dalam hal memperhitungkan pengaruh adanya perubahan geometri akibat pembebanan. Pada dasarnya analisis elastis orde ke-2 adalah analisis non-linier geometri, yaitu analisis struktur yang sekaligus juga mengevaluasi pengaruh perubahan geometri akibat adanya deformasi struktur itu sendiri. Non-linier karena besarnya deformasi tidak diketahui sebelumnya, perlu perhitungan terlebih dahulu. Itulah mengapa algoritma penyelesaiannya perlu proses incremental dan iterasi yang kompleks. Hal itulah yang menyebabkan analisis seperti itu pada era sebelum komputer, tidak berkembang baik. Untuk mengatasi kompleksnya solusi non-linier, maka banyak dibuat penyederhanaan. Salah satunya adalah membuat algoritma

680

Bab 10. DAM dan a plikasi nya

yang hanya coeok untuk struktur dengan gaya aksial besar tetapi deformasinya keci!. Seperti opsi P-~ pada program SAP2000, yang ditujukan untuk menyelesaikan kasus di bangunan tinggi. Seperti diketahui, pada bangunan tinggi pengaruh gaya aksial tiap tingkat eukup besar dan tidak bisa diabaikan. Jadi meskipun deformasinya relatif kecil, tetapi pengaruh P-~ menjadi signifikan. Kondisi tersebut tentu berbeda dari kasus struktur kabel yang deformasinya besar dan perlu juga program analisis non-linier geometri. Program dengan opsi P-~ deformasi kecil, itu yang akan dibahas. Karakter analisis elastis orde ke-2 masih mendekati analisis tekuk elastis, sehingga kolom baja yang ditinjau juga sarna, yaitu profil H150x31. Agar analisisnya valid maka diambil panjang L = 8.5 m saja, yaitu sebagai kolom langsing (KL/r :::: 225). Karena deformasi pada analisis ini dapat dievaluasi, dan juga perilaku tekuk kolom sudah diketahui, yaitu deformasi besar di tengah bentang, maka pada di tengah model kolom ditambahkan titik nodallagi. Ada pun konfigurasi model yang ditinjau adalah sebagai berikut. P

P '1i

,I [2

uP

L

L

j

~

li:

;!'

a). Model - A

b). Model - B

Ga mbar 10.7 Mod el kolom untuk ana lis is elasti s ord e ke-2

Untuk mendapatkan hasil yang teliti, maka setiap segmen pada model akan dilakukan meshing seeara otomatis, dalam hal ini tiap segmen dibagi jadi 4. Berarti dengan tambahan titik nodal tengah, seeara keseluruhan segmen kolom dibagi jadi 8 selama proses analisisnya, sehingga dapat dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Selanjutnya pada konfigurasi kolom tadi akan ditinjau dua strategi analisis, yaitu [1] Model-A: kolom dengan gaya aksial P saj a; dan [2] Model-B : kolom dengan gaya aksial P dan lateral H sebesar uP di tengah bentang. Besarnya u = 0.002 sesuai Chapter C rumus C2-1 (AISC 2010), yaitu terkait petunjuk besarnya gaya notional untuk analisis dengan eara DAM. Berarti pada Model A

Wi rya nto Dewo broto - Struktu r Baja

681

diambil nilai a = o. Beban (aksial) akan diberikan dengan secara bertahap, sampai beban maksimum. Terkait dengan beban maksimum, maka dari hasil analisis tekuk elastis dapat diketahui bahwa beban tekuk untuk KLjr ~ 225 adalah sebesar 153.6 kN. Jadi pada pembebanan di Model-A dan Model-B akan diberikan pentahapan beban sampai kira-kira mencapai P = 160 kN, sedangkan khusus Model-B akan ditambah sekaligus gaya P dan beban lateral H = 0.002 *160 = 0.32 kN. Strategi analisis di SAP2000 pada dasarnya sarna seperti analisis elastis linier. Hanya saja opsi P-~ dari program SAP2000 perlu diaktitkan terlebih dahulu. Caranya melalui menu perintah Define - Load Cases - Add New Load Case . .. , yaitu jika sebelumnya belum dibuat, atau Define - Load Cases - Modify / Show Load Case sehingga akan ditampilkan berikut.

Ga mba r 10.8 Menu un tuk mengatifkan 2"d order elastic analysis (SAP 2000 v1S.1)

Catatan : jika menu di atas belum tampil, maka setelah klik Define Load Cases selanjutnya pada menu yang ditampilkan pada bagian Analysis Type: klik Nonlinier. Tampilan pada Gambar 10.8 adalah dihasilkan oleh program SAP2000 v15.1 dengan OS - Window 98, yang ternyata tampilannya berbeda jika pakai OS - Window 7, lihat Gambar 10.5 dan sebelumnya. Tetapi meskipun tampilannya berbeda tetapi hasil numeriknya tetap sarna. Jika tahapan di atas sudah dijalankan, maka selanjutnya data dapat diproses dengan meng-klik RUN. Analisis elastik orde ke-2

682

Bab 10. DAM da n apli kas inya

adalah termasuk analisis nonlinier pada umumnya, yang berbeda dibandingkan dengan analisis elastik-linier, yang biasa digunakan pada perencanaan. Jika pada analisis biasa, maka yang diharapkan adalah besarnya gaya dan deformasi akibat beban tersebut. Sedangkan pada analisis nonlinier, yang sebenarnya ingin dicari adalah perilaku struktur pada setiap kondisi beban. Jadi beban sebesar 160 kN (vertikal) ada Model-A dan Model-B dan 0.32 kN (horizontal) pada Model-B itu sebenarnya akan diproses oleh program secara bertahap. Katakanlah mulai dari 1 %P lalu 2%P, lalu 3%P dan selanjutnya sampai tuntas. Untuk tiap tahapan, deformasi yang terjadi sebelumnya akan diperhitungkan untuk tahapan berikutnya, termasuk kondisi keseimbangan yang terjadi, yaitu melalui proses iterasi (ini menjadi problem metode numerik, yang untuk penjelasannya perlu uraian panjang tersendiri). Itulah maksud proses incremental dan iteration pada analisis nonlinier. Meskipun program SAP2000 (bahkan yang versi 15.1.0 sekalipun) pada dasarnya tidak dikhususkan untuk analisis non-linier, tetapi tetap menyediakan cara mudah menampilkan perilaku struktur melalui opsi Diplay - Show Plot Functions atau alternatifnya klik F12 dan muncul menu Plot Function Trace Display Definition. Plnl I mull 11 II

1(,

Ill\pllV [l,ll,,,t,,,,,

Gambar 10.9 Plot perilaku struktur has il anaIisis nonIinier (SAP2000 v1S).

Selanjutnya perlu dibuat terlebih dahulu Functions yang dilacak, dalam hal ini adalah fungsi gaya reaksi tumpuan dan deformasi lateral titik di tengah kolom. Jika penomorannya sesuai model di Gambar 10.7 maka reaksi tumpuannya adalah gaya arah sumbu Z di titik #1 . Cara mendefinisikan fungsi dengan cara klik Define Plot Functions . . dari menu pada Gambar 10.9. Selanjutnya akan muncul menu Plot Functions seperti di Gambar 10.10 ditengah.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

683

Plot FunctIOn TrdCt' Oispldy I)ehnlilon

StepRIngt

F,,,,,, To

rrMn

rH_" rV......

~ I

~~CIid<'"

t-IOIC

r-rr-r-

. ,---,

L.--="""::!""'= F_~

t<4ocRpst-PIot F~ ..

PfotFunctionN_

t<4ocMyMutCl6ePlolFU'IC6onL. 1

r-- I

JoinllO VedaTWr- 0;"; (" V~

(" AboO;,,;

("""'"

("Abo""'"

r

A.... 0 ....... ,

D~PIotF\I"IC6on

Seve Named Set.. Show Nemed sea

('" AbsVei

Reaction

~

r-to<

("fIX

("uy

("AY

("UZ

("RZ

Gambar 10.10 Mengatur fungsi untuk plot perilaku struktur (SAP2000 vlS)

Pada menu Plot Functions (menu yang ditampilkan di tengah) perhatikan pilihan Choose Function Type to Add, dan pilih opsi Add Joint Disp / Forces sehingga ketika di klik akan muncul menu baru, yaituJointPlotFunction (Gambar 10.10 di depan). Untuk itu isikan terlebih dahuluJoint ID, yaitu nomer titik nodal yang ingin dilacak untuk setiap perubahan beban yang ada (incremental load). Untuk itu maka penomoran model struktur perlu diperhatikan secara benar. Jika nomornya salah maka tentu hasilnya tidak berarti, atau tidak berguna. Catatan : jika dipakai template untuk menyusun model struktur maka penomoran akan diberikan secara otomatis oleh program. Problem akan muncul jika kemudian pada model tersebut dibuat modifikasi manual. Penomorannya akan berubah bahkan hilang. Langkah sarna dikerjakan untuk deformasi titik nodal lain. Dalam hal ini ada dua titik nodal yang ingin dilacak besarnya gaya dan deformasi untuksetiap tahapan beban. Selanjutnya kembali ke menu Plot Function Trace Display Definition, pastikan Vertical Function adalah gaya, dan Horizontal Plot Function adalah deformasi arah lateral di titik tengah kolom. Jika sudah maka pada menu yang sarna : klik tombol Display.

684

Bab 10. DAM dan a plikasinya

Johll2 m~~~~r-r-~r-~--

J ... , SpmgFOIte U)

'm+-+-+-+-+-+-r-r-~-­ 'ro+-+-+-+-+-+-r-r-~-­ ,~+-+-+-+-+-+-r-r-~-­

'20.+-+-+-+-+-+-I--I--~--

i

m+-+-+-+-+-+-r-~~--

~

ro

~~+-I--~-1-+-+-+~-

2O. +-+-1--~-1-+-+-+-r-

"1.'01'

I

i'J

I,

aol " ~.~" ~~"

s.'d ' '7.6' 'a'ol '

I

~'cI' lo.'d

DC)

a) . Plot dari Model-A flo

JolnQ

m

J.... , SpingFarce UJ

,m

,ro ,~

,20.

un +-+-+-+-+-+-~~(~~_ i

m+-+-+-+-+-+-tt/~~~-

~

ro ~

20.

B). Plot dari Model-B Gambar 10.11 Perilaku struktur kolom yang dibebani sampai beban tekuknya tercapai

Model-A dan Model-B semuanya sarna, kecuali Model-B ada beban lateral uP di tengah bentang, sebesar 0.002 atau 0.2% proporsional terhadap beban aksial yang diberikan. Besar beban lateral relatif sangat kecil nilainya, meskipun demikian hasilnya sangat signifikan. Pada Model-A, hasil analisis non-linier-nya tidak memperlihatkan terjadi deformasi pada struktur, sedangkan Model-B saat mendekati beban kritis atau tekuk, akan terlihat terjadinya deformasi lateral yang besar. Inilah konsep tekuk yang dipahami selama ini, yaitu terjadinya deformasi yang besar untuk tambahan beban yang kecil. Rekaman gaya-deformasi di Gambar 10.11 didasarkan pada nilai default jumlah rekaman incremental, yaitu Minimum Number of Saved States = 10 dan Maximum Number of Saved States = 100. Lihat menu Result Saved for Nonlinier Static Load Case pada Gambar 10.12. Informasi itu bisa muncul jika dipilih tombol Modify jShow... pada opsi Other Parameter - Result Saved - Multiple States pad a menu Load Case Data - Nonlinier Static diaktifkan.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

685

QlhefP.emeter,

Lood........,

FUlLood

M~S'_

R..... SaYed Norbar Parameter:

I

Defy

McdylSo-...

I McdylSo-.. M~how...

IIl!:~~~~~~~~~~~~~~;JI

rR..... S.-I r

F""'S .... O~

-

Fc:wEaehStage

h4riTun Ntm:. 01 SoWed State.

Ga mbar 10.1 2 Pa ra meter pene ntu keteli tian ana lisis non- lin er

Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, maka nilai default dari proses iterasi dan incremental diubah menjadi berikut.

• •

Minimum Number of Saved States = 20 Maximum Number of Saved States = 100

Selanjutnya untuk Model-B, yang memperlihatkan perilaku tekuk, dilakukan analisis ula ng. Hasilnya perilaku tekuk dapat ditangkap secara lebih teliti sebagai terlihat pada Gambar 10.13. OI<;pl,W Plollun(!Wn 1'<1((<, (In(1 rtn,lIV<;I<;)

Joln12 ~~~-r~~--r-~~~-r--

Join 1 SpangFOfte U3

'00+-~~-+-4--~+-+-~~--

lso. t:!C!:~~n= 140. 121l +-~~-+-4--~+-+-~~--

i

~

~

I

eo.

so.~~~-+-4--~+-+-~~--

~+-~-r-t~--r-t-+--r-r-20.

""1""1''''1'''' 1''''1''''1 ' '''1'"'1''''1''''1 0.00 0.30 0.60 0.90 1.20 1.50 1.00 l1D l40 llO

Gambar 10.13 Perilaku tekuk ko lom la ngsing berdasarka n Mode l-B.

686

Bab 10. DAM dan aplikasinya

Jika diinginkan data yang lebih jelas, maka dengan perintah File pada menu Display Plot Function Traces, dapat dihasilkan data dalam bentuk file sehingga dapat diproses memakai program lain. Sebagai contoh disimpan di file Perilaku_kolom. txt berikut. lsi file

Perilaku_kolom.txt

berdasarkan kolom Gambar 10.13.

SAP2000 v15.1.0 File: MODEL-B 5 /3 0/14 11 :17:49 NON LIN EAR

S TAT I C

CASE 2nd - analysis FUNCTION Joint2: Joint 2 FUNCTION Joint1: Joint 1 STEP 0.00000 1 . 00000 2.00000

KN, m, C Units

FUNCTION Joint2 0.00000 7.272E-05 1.470E - 04

PAGE 1

D A T A

Displacement Spring Force

ux U3

FUNCTION Joint1 0.00000 3.20000 6.40000

(sengaja dihapus) 43.00000 44.00000 45.00000 46.00000 47.00000 48.00000 49.00000 49.00000 50.00000

0.02839 0.03568 0.04712 0.06739 0 . 14222 2.39880 -0.18125 -0 .18125 - 0.08914

137.60000 140.80000 144.00000 147.20000 150.40000 153.600007 menjelang tekuk 156.800007 terjadi mechanism 156.80000 160.00000

Pembahasan : Gaya maksimum pada kondisi sebelum mechanism atau instabilitas adalah 153.6 kN, atau kira-kira sedikit dibawah Per = 153.82 (tekuk elastis dari Euler). Karena nilai yang diperoleh dari analisis elastis order ke-2 sekitar 99.85% dari nilai tekuk elastis Euler maka dapat dianggap analisis mampu memprediksi stabiltas struktur sampai terjadinya tekuk. Program dengan opsi P-,1 dapat dipakai untuk menghitung tekuk, tetapi pada pemodelan perlu syarat tambahan berupa gaya lateral khusus yang berfungsi sebagai pemicu, yaitu beban lateral uP (lihat Gambar 10.7). Itu adalah beban khusus, bukan untuk gempa atau angin atau yang lainnya, sebagaimana umumnya digunakan untuk analisis stabilitas. Beban itu khusus untuk maksud analisis itu sendiri. Itulah mengapa AISC sampai memberi istilah khusus yaitu Notional Load. Chapter C2.2b (AISC 2010). Itu digunakan pada pemodelan stabilitas, yaitu untuk memperhitungkan adanya imperfection dari kolom itu sendiri.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

687

I

10.2.4. Pengaruh inelastis terhadap hasil analisis Pembahasan terkait Elastic Buckling Analysis atau analisis tekuk elastis. Dari namanya saja sudah diketahui bahwa analisis hanya berlaku untuk tekuk elastis. Jika analisis ini dipakai memprediksi tekuk kolom yang perilakunya tekuk inelastis (pelajari kurva pada Gambar 10.6), maka hasilnya tentu tidak valid lagi. Kolom dengan perilaku tekuk inelastis adalah kolom dengan kelangsingan lebih kecil dari KLjr= 4.71.J(E/F), untukmutu bajasetaraA36 (Fy = 250 y MPa) maka batas nilai KLjr = 133.21. Untuk mengetahui apakah kelemahan ini juga dimiliki analisis elastis order ke-2, yang sebelumnya sukses memprediksi tekuk elastis kolom pada KLjr = 225, maka dibuat penyelesaian berikut. Kolom yang ditinjau tentu masih sarna dengan sebelumnya, yaitu kolom baja profil H 150x150. Agar masuk dalam kategori tekuk inelastis maka panjang L = 2.6 m, sehingga Kljr = 68.97. Hasil hitungan dengan analisis tekuk elastis dengan SAP2000 adalah P =1644 kN, diambil P = 1650 kN. Besarnya aP = 0.002P = 3.3 kN. Maka berdasarkan model yang dimodifikasi dari sebelumnya akan dilakukan analisis elastis orde ke-2 dan hasilnya sebagai berikut. SAP2000 v15 . 1.0 File: MODEL-INELASTI-BUCKLING-L2 6M 5/30/14 12 : 13:42 NON LIN EAR

S TAT I C

CASE 2nd - analysis FUNCTION Joint2: Joint 2 FUNCTION Joint1: Joint 1 STEP 0.00000 '1 .00000 2.00000

FUNCTION Joint2 0.00000 2.146E - 05 4.336E-05

. . PAGE 1

D A T A

Displacement Spring Force

UX U3

FUNCTION Joint1 0.00000 33.00000 66.00000

(sengaja dihapus) 44 . 00000 45.00000 46.00000 47.00000 48.00000 49.00000 50.00000

0.00779 0.00953 0.01210 0.01622 0.02642 0.05709 -0.29049

1452.00000 1485.00000 1518.00000 1551.00000 1584.00000 1617.00000 1650.00000

7 menjelang tekuk

Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku tekuk terjadi pada tahapan beban P = 1650 kN » ¢Pn = 693 kN. Terbukti Elastic Buckling Analysis dengan SAP2000 tidak valid.

688

Bab 10. DAM dan aplikasinya

10.2.5. Validitas analisis terhadap stabilitas Jenis analisis struktur yang telah dibahas secara mendetail adalah Elastic Buckling Analysis dan Second Order Elastic Analysis. Jenis analisis stabilitas yang lain tidak dibahas, karena hanya kedua jenis itu yang terkait dengan DAM (AISC 2010). Karena umumnya analisis tersebut sudah dikenal lama, khusunya untuk memprediksi pengaruh P-Ll pada bangunan tinggi, maka tentunya program komputer yang diperlukan untuk menjalankan cara DAM mempunyai syaratan tidak terlalu berat dan telah tersedia lama. Kesimpulan umum bahwa kedua analisis (Elastic Buckling Analysis dan 2 nd Order Elastic Analysis) hanya valid jika digunakan untuk memprediksi tekuk kolom dengan kondisi elastis. Jika digunakan untuk kolom sebenarnya, yang bisa saja berperilaku inelastis, maka hasilnya bisa tidak tepat. Prediksi komputer yang dihasilkan akan lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya akan terjadi. Jadi jika digunakan untuk perencanaan langsung maka hasil desain bisa menjadi under-estimate atau tidak aman.

10.3. Kolom Sederhana - Tertambat 10.3.1. Umum Analisis elastis orde ke-2 atau 2 nd Order Elastic Analysis adalah persyaratan program yang diperlukan untuk analisis dan desain struktur baja dengan cara DAM (AISC 2010) . Dari uraian yang telah diberikan sebelumnya, terbukti bahwa analisis seperti itu sanggup untuk mengevaluasi perilaku stabilitas struktur, yaitu memprediksi beban batas yang menyebabkan tekuk atau buckling. Fenomena numerik yang termasuk dalam non-linier geometri. Dari teori kolom yang ada, terbukti bahwa kondisi inelastis akibat adanya tegangan residu mempengaruhi kekuatan tekuk kolom. Kondisi yang dimaksud menyebabkan terjadinya tekuk inelastis, yang mana hal tersebut ternyata tidak bisa diprediksi dengan baik dengan analisis elastis orde ke-2 saja. Oleh sebab itu tentu akan timbul keraguan, apakah cara DAM yang notabene hanya mengandalkan analisis elastis orde ke-2 tersebut mampu memprediksi kekuatan kolom, yang kelangsingannya dipilih pada wilayah tekuk inelastis, secara akurat. Metode uji dilakukan sederhana, yaitu membandingkan perencanaan kolom tumpuan sendi-sendi (tidak bergoyang) tetapi nilai kelangsingannya masuk kategori tekuk-inelastis dan dibebani hanya sebesar 0.8 ¢P jika dihitung dengan rumus AISC (2010). II

,

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

689

Konfigurasi kolom yang akan dievaluasi adalah sebagai berikut : Pu = 550 kN

B \

\

j -----i

I-

1 50

7 ±-~

2600

150

10 T

I

I

150 - -

I

I - - I I

1 /

A

Ga mbar 10.14 Kol om baja te rta mbat se de rha na

Selanjutnya model kolom yang kelangsingannya masuk kategori tekuk inelastis akan dievaluasi dengan cara DAM (AISC 2010). Jika cara DAM tersebut hanya sekedar mengandalkan kemampuan komputer, yaitu 2 nd Order Elastic Analysis maka tentu hasilnya tidak akan memuaskan (lihat Gambar 10.6). Untuk menunjukkan bahwa DAM (AISC 2010) adalah strategi baru perencanaan baja dengan komputer, yang berbeda dibanding ELM (AISC 2005), maka akan dilakukan uji banding antara keduanya. 10.3.2. Caru ELM (AISC 2005)

Kolom tunggal tumpuan sendi-sendi (Gambar 10.14), untuk desain maka rum us E3-2 atau E3 -3 (AISC 2010) dapat langsung dipakai, tanpa perlu dilakukan analisa struktur terlebih dahulu. Parameter desain profil baja H 150x150. Data H = 150 mm; B = 150 mm; tw= 7 mm; t f = 10 mm; W= 31.1 kg/m. Properti profilA = 39.65 cm 2 ; I mm. = Iy = 563 cm 4 ; r mm. = ry = 3.77cm. Mutu baja A36 maka E =200,000 MPa; Fy = 250 MPa dan ¢ = 0.9. Jawab: KL/r"'in = 1*2600/37.7 = 68.966 « 4.71..j(E/F) = 133.22 sehingga rumus E3-2 (kolom dengan inelastis) yang menentukan. 1[2 E

Fe = (KL/rf

690

1[2

* 200,000

68.966 2

=415 MPa .... ......... .................... (E3-4)

Bah 10. DAM dan apli kasi nya

(250)

Fcr = Fy .0.658(Fy/ Fe)= Fy. 0658 415 = 0.777Fy = 194.3MPa .... . . (E 3-2) 2

rpPn =¢49Fcr =0.9 *39.65 *10 *194.3/1000=693.4 kN

Untuk beban batas P = 550 kN, maka U

R

P

550

rpR"

rpPn

693 .4

_ u = _U = - - = 0 .79 3

Catatan : Nilai ini akan dijadikan acuan perancangan kolom dengan cara DAM pada sesi berikutnya. 10.3.3. Cara DAM (AISC 2010)

Pemakaian komputer belum tentu lebih sederhana dari metode manual. Ini terlihat dari prosedur DAM yang diaplikasikan pada kolom tunggal. Bahkan pemakaian komputer untuk kasus seperti ini akan terlihat sangat berlebihan. Meskipun demikian, prosedur kerja yang digunakan adalah konsisten, baik pada kolom tunggal maupun struktur yang kompleks. Oleh sebab itu, dengan melihat strategi penyelesaian yang konsisten pada struktur sederhana ini akan sangat membantu untuk memahami apa itu DAM. Bagi DAM pada dasarnya tidak dikenal istilah kolom saja, tetapi adanya adalah balok-kolom. OIeh sebab itu meskipun hanya satu kolom saja (tampilan fisik) tetapi dalam perencanaannya harus diperhitungkan sebagai kombinasi balok-kolom. OIeh sebab itu stabilitas profil terhadap tekuk lokal perlu dilihat sebagai balok. Kebetulan karena arah tekuk lentur ditentukan oleh sumbu lemah, maka persyaratan check tekuk lokal tidak ada. Adapun ketentuan kuat lentur nominal sumbu lemah adalah F6. I-Shaped Members And Channels Bent About Their Minor Axis, sebagai berikut :

M" = Mp = FyZy... .. .... .. ...... ... ... ............ .... .... ..... ...........

(F6-1)

Profil H1S0x1S0 sumbu lemah Zy =1.5 Sy =1.5 *75.1=112.65 cm 3, sehingga Mn = 0.9*112.6SE3* 250/1E6 = 25.346 kNm. Untuk properti kolom, pakai data sebelumnya, P" = 693.4 kN dan Pu = 550 kN. Jadi data yang belum ada dan perlu untuk evaluasi dengan cara DAM adalah Mu' dan untuk itu perlu dilakukan analisis orde ke-2 dan penyesuaian data sebagai berikut : •

Imperfection: beban notional uP = 0.002 *550 = 1.1 kN



Reduksi kekakuan: Tb check dulu Py =396S *2S0/1E3=991 kN. Hitung PJPy =550/991 = 0.55 > 0.5 maka sesuai ketentuan C2-2b nilai Tb = 4*0.55 *(1-0.55) = 0.99.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

691

karena EA dan EI semua direduksi dengan nilai sarna, maka yang diubah adalah E*= 0.8L b E = 0.8*0.99*200,000=158400 MPa.

aP L ....

a), Model -A

b),Model-B

Gambar 10.15 Pemodelan kolom tertambat untuk ana lis is elastis orde ke-2 menca ri Mu'

Selanjutnya model struktur dibuat seperti Gambar 10.15, dimana dengan P = 550 kN di nodal 3 (vertikal) dan beban notional uP = 1.1 kN di nodal 2 (horizontal). Modulus elastis reduksi = 158400 MPa adapun nilai A = 39.65 cm 2 ; Imm. = Iy = 563 cm 4 , tidak ada perubahan dari cara ELM sebelumnya. Analisis elastis orde ke-2 dengan SAP2000 v 15.1.0 dan hasilnya disajikan dalam bentuk numerik sebagai berikut: SAP2000 File: EX - DAM - KOLOM -TUNGGAL-2_6M 5/30/14 17:59:28 NON LIN EAR

S TAT I C

CASE 2nd - analysis FUNCTION momen: Frame 1 FUNCTION axial: Frame 1 STEP 0.00000 1 . 00000 2 . 00000 3 . 00000

FUNCTION momen 0.00000 -0.01430 -0.02870 -0.04319

KN, m, C Units

PAGE 1

DAT A

Station 8 Station 1

Moment 3 - 3 Axial Force

FUNCTION axial 0.00000 -11.00000 -22.00000 - 33.00000

(untuk DAM listing STEP ini sebenarnya tidak perlu) 48.00000 49.00000 50.00000

- 1.02994 - 1 .05211 - 1 . 07456

-528.00000 -539.00000 -550.00000 7 ini Mu dan Pu yang perlu

Cara DAM selalu menganggap bahwa setiap elemen pada dasarnya adalah balok-kolom, ada gaya aksial dan momen sekaligus. Oleh

692

Bab 10. DAM dan apli kasinya

sebab itu elemen akan dievaluasi pada tegangan kombinasi, yaitu Chapter H (AISC 2010), ketentuan H1. Doubly and Singly Symmetric Members Subject to Flexure and Axial Force:

untuk

P

550

rpPn

693.4

_ u =--= 0.793 ~ 0.2

maka

~=~+!i Mu = ~+!i x 1.07456 . ...... .... ................ .(Hl-la) rpRn

rpPn

9 ¢Mn

693.4

9

25.346

Ru / rpRn = 0.7932 + 0.0377 = 0.8309

10.3.4. Cara ELM vs DAM pada kolom tertambat

Dari rasio kuat perlu terhadap kuat tersedia, terlihat bahwa hasil rancangan cara ELM lebih hemat dibanding hasil cara DAM. Selisihnya = Ru/ rpR n DAM = 0.8309 = 1.0475 sebesar ± 5% lebih. RlI / ¢Rn ELM

0.7932

Pembahasan : Pada perencanaan kolom tertambat (tidak bergoyang), tumpuan sendi-sendi, terlihat jika penggunaan beban notional (simulasi imperfection) akan menambah tegangan kolom. Sehingga evaluasi nilai ratio kuat perlu + kuat tersedia, rationya menjadi lebih besar dibanding ratio yang sarna dihitung dengan cara lama (ELM). Ini dapat dimaklumi karena kurva kuat tekan kelangsingan kolom tunggal (E3-2 dari AISC 2010) pada dasarnya telah memasukkan pengaruh imperfection, kondisinya menjadi double (konservatif). Penempatan beban notional di tengah bentang itu sendiri tidak mengacu pada contoh dari AISC (2010). Pada code, contoh-contoh terkait teori dan aplikasi DAM umumnya merujuk portal bergoyang sehingga beban notional ada pada titik nodal pertemuan balok dan kolom. Memang pada struktur jenis itu perilaku tekuk mengakibatkan titik nodalnya berpindah. Jika mengacu konsep itu yang dipakai, yaitu tidak ada beban notional di tengah bentang, tapi diberikan pada titik nodal tumpuan, maka pasti saja tidak ada momen akibat imperfection. Berarti itu hanya ada efek gaya tekan saja. Sehingga hasilnya pasti akan sarna persis dengan cara ELM. Pilihan beban notional di tengah bentang, sesuai bentuk tekuknya adalah pilihan konservatif (aman). Hasilnyapun hanya selisih 5% saja. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan kolom empiris yang perlu dievaluasi secara statistik, maka nilai perbedaan yang terjadi tidaklah signifikan (tidak jadi masalah).

Wirya nto De wobroto - Struk tur Baja

693

10.4. Kolom Sederhana - Bergoyang 10.4.1. Umum Pada pereneanaan kolom tertambat sebelumnya, eara DAM relatif terlihat lebih konservatif (boros). Itu tergantung beban notional dan bentuk strukturnya. Untuk melihat eara DAM bekerja, juga akan dievaluasi kolom kantiveler bergoyang sebagai berikut. Pu = 325 kN

wi /

B I I

g l ~ I ~ I

2600

I

r-

D

I

15O

7 -I-~

I

I I

150

10

150

:;-; Ga mbar 10.16 Kolom ka ntil ever baja bergoya ng sederha na

10.4.2. Cara ELM (AISC 2005) Dari Tabel C-C.2.2 (AISC 2005) panjang tekuk efektif kolom kantilever adalah K = 2. Sehingga kuat tekuk nominal dapat dihitung dengan rumus E3-2 atau E3-3 (AISC 2010). Profil H 150x150 produksi PT. Krakatau Wajatama, dengan H = 150 mm ; B = 150 mm; tw = 7 mm; tf = 10 mm; w = 31.1 kg/m. Penampang: A = 39.65 em 2 ; I nu.n =I y = 563 em 4 ; r mm. = ry = 3.77 em. Mutu baJ'a setaraASTM A36 maka E = 200,000 MPa; Fy = 250 MPa dan


Jawab: KL/rmin

= 2*2600/37.7 = 137.9 > 4.71v'(E/F) = 133.2

1[2 E Fe = (KL/r

f

F er

* 200,000 137.93 2 = 103.76 MPa ...... .. ... .. .. .......... (E3 -4)

1[2

= 0.877 F e = 90.99 MPa .. ..... .. ...... .. .... ...................... (E 3-3)

¢Pn = ¢A9 Fer = 0.9*3965*90.99/1000

.

Jlka P = 325 kN, maka U

694

R

P

¢Rn

¢Pn

_ u = _U = -

=324.7 kN

325

-= 1.001 324.7

Ba b 10. DAM da n aplikasinya

10.4.3. Cara DAM (AISC 2010) Pada kolom kantilever maka perilaku tekuk dimulai dengan terjadinya deformasi pada titik nodal atas yang bebas. Untuk itu maka simulasinya pada ujung kolom tersebut diberikan beban notional. Analisis elastis orde ke-2 (analisis P-.1) diperlukan karena dapat memperhitungkan pengaruh deformasi akibat beban aksial dan beban notional. Adapun beban yang dberikan diambil maksimum, atau sarna dengan kuat tekan nominal profil sesuai estimasi eara lama atau ELM (AISC 2010).

Kuat lentur nominal kolom didasarkan pada perilaku tekuk, yaitu tekuk lentur pada sumbu lemah. ftu diperlukan karena meskipun bebannya hanya aksial, tetapi eara DAM (2010) selalu menghitung sebagai beam-column. Kapasitas lentur kolom pada sumbu lemah berdasarkan ketentuan F6. I-Shaped Members and Channels Bent About Their Minor Axis, sebagai berikut : Mn = Mp = Fy Zy ...... .... .............. .... .... .... ..... .... ... ... ...... .. (F6-1) Profil H 150x31 sumbu lemah Zy =1.5 xSy = 1.5* 75.1= 112.65 em 3, sehingga ¢Mn = 0.9*112.65E3* 250/1E6 = 25.346 kNm. Untuk kuat tekan nominal, ditentukan nilai K=l, sehingga untuk KL/r . = 1*2600/37.7 = 69« 4.71"';(E/F) = 133.2 y ~

2 7r

* 200,OOO 69 2

41SMPa .. .. ........ . ... ........ . .... .. (E3-4)

,AP = 'f'g ,AA Fcr = 0.9*3965*194.3/1000 = 693.4 kN

'r"

Jadi data yang belum tersedia tapi diperlukan untuk pereneanaan dengan eara DAM adalah Mu ' Untuk itu perlu dilakukan analisis elastis orde ke-2 (program SAP2000 ver 15.1) dan diperlukan juga manipulasi data untuk keperluan berikut : •

Imperfection: beban notional uP = 0.002 *325 = 0.65 kN



Reduksi kekakuan: hitung Tb check dulu Py =3965*250/1E3 = 991 kN. Hitung P)Py =325/991=0.32 < 0.5 maka sesuai ketentuan C2-2a nilai Tb = 1.

karena reduksinya EA dan EI maka yang diubah parameter E saja yaitu menjadi E* = 0.8Tb E = 0.8*1 *200000=160000 MPa.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

695

P

uP ==t> I

I

2

L

Gambar 10.17 Pemodela n kolom bergoya ng untuk 2 nd order elastic analysis mencari M u'

Pemodelan struktur seperti Gambar 10.17, dengan P = 325 kN di nodal 3 (vertikal) dan beban notional uP = 0.65 kN di nodal 3 juga (horizontal). Modulus elastis reduksi = 160000 MPa adapun nilai A = 39.65 cm 2 ; I mm. = Iy = 563 cm 4 , tidak mengalami perubahan dibanding cara ELM. Dengan menggunakan proses analisis 2 nd Order Elastic Analysis dengan SAP2000 v 15.1.0 maka hasilnya disajikan dalam bentuk numerik sebagai berikut: SAP2000 v15.1.0 File:EX - DAM-KANTILEVER-2_6M KN,m,C Units PAGE 1 11/26 / 14 13:13:19 NON LIN EAR

S TAT I C

CASE 2nd-analysis FUNCTION axial: Frame FUNCTION momen: Frame STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000

FUNCTION axial 0.00000 - 6.50000 - 13.00000 - 19.50000

Station Station

DA T A Axial Force Moment 3-3

FUNCTION momen 0 . 00000 0 . 03250 0.06553 0 . 09913

(sengaja dihapus) 37.00000 38.00000 39.00000 40.00000 41.00000 42.00000 43.00000

696

-240.50000 -247.00000 -253.50000 -260.00000 -266.50000 -273.00000 -279.50000

3.85073 4.24679 4.70900 5.25569 5.91256 6.71684 7.72445

Bab 10. DAM dan ap likasi nya

44.00000 45 . 00000 46.00000 47.00000 48.00000 49.00000 50.00000

-286.00000 -292.50000 -299.00000 -305.50000 -312.00000 -318.50000 -325.00000

9.02338 -7 Pu dan Mu evaluasi ke-3 10.76001 13.19633 -7 Pu dan Mu evaluasi ke-2 17.58092 24.51893 40.59852 109.87845 -7 Pu dan Mu evaluasi ke-1

Perbedaan pokok cara DAM dibanding ELM adalah digunakannya faktor K=l , sehingga nilai ¢Pn = 693.4 kN. Selanjutnya dievaluasi terhadap ketentuan kombinasi gaya : Chapter H (AISC 2010), yaitu H1. Doubly and Singly Symmetric Members Subject to Flexure and Axial Force:

untuk

~=~ = 0.4687 z 0.2 rfJP"

693.4

RlI

P

8 Mu

rfJR"

rfJPn

9 rfJM"

Ru rfJRn

325 693.4

maka

- = -u + - - - . ....... ...... ... .... . ....................... . ........ (Hl-la)

8 109.9 9 25.346

-=--+-x--Ru / ¢Rn = 0.469 + 3.854= 4.32 »»> dari ratio cara ELM (???).

Ternyata hasilnya berbeda antara hitungan cara baru (DAM) dan dengan cara lama (ELM). Kolom kantilever baja pada pembebanan rencana P u = 325 kN menjadi tidak aman ketika dievaluasi dengan cara DAM (AISC 2010). Padahal beban rencana yang sarna telah memenuhi persyaratan jika dievaluasi dengan ELM (AISC 2005), cara lama yang selama ini adalah acuan utama perencanaan baja. Analisis dengan SAP2000 dilakukan secara bertahap, jika beban dapat diturunkan sedikit menjadi kira-kira hanya 92% dari beban rencana semula sehingga Pu = 0.92*325 = 299 kN, maka dari hasil analisis yang sarna diperoleh Mu = 13.2 kNm. Selanjutnya check dengan rumus iteraksi : untuk Pj¢Pn = 299/693.4 = 0.43> 0.2 maka

~= Pu +~ Mu = 299 +~x 13.2 ............................. (Hl-la) rfJRn

rfJP"

9 rfJMn

693.4

9

25.346

RlI / ¢Rn = 0.43 + 0.52= 0.95 < 1 dianggap O.K.

Catatan : Kondisi di atas menunjukkan bahwa cara DAM memberi hasil yang lebih konservatif (sisi lebih aman) daripada cara ELM.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

697

10.4.4. Cara ELM vs DAM pada kolom bergoyang

Beban maksimum berdasarkan eara lama (AISC 2005) atau ELM (AISC 2010), jika dihitung ulang dengan eara DAM (AISC 2010) ternyata hasilnya tidak memuaskan, rasio Rj¢RII » 1 atau overstress. Apakah itu berarti eara lama lebih ekonomis ? Untuk menjawab, ada baiknya ditinjau kondisi beban lebih keeil. Diambil 88% dari beban maksimum (325 kN), yaitu 286 kN. untuk Pj¢Pn= 286/693.4 = 0.41 > 0.2 maka ~= Pu +~ Mu = 286 +~x 9.02 .. .. ..................... (Hl-la) ¢RII ,pP" 9 ,pM" 693.4 9 25.346 RII / ¢Rn = 0.41 + 0.36= 0.77 < 1 < 1 dianggap O.K.

Hal menarik, pada kondisi beban sebesar 88% beban maksimum, jika dievaluasi dengan eara lama (AISC 2005) hasilnya mengejutkan. Untuk beban Pu = 286 kN maka rasio kapasitasnya adalah: R

_u =

¢R"

P 286 _u = - - =0.88

,pP"

324.7

> 0.77, lebih besar dari eara DAM.

Dapat disimpulkan jika pada beban rendah, desain eara DAM akan menghasilkan struktur lebih ekonornis, tapi pada kondisi beban tinggi hasilnya lebih arnan, dibanding desain eara lama. ltu semua akibat perilaku nonlinier dari adanya interaksi beban dan deformasi yang dapat dilaeak dengan baik oleh DAM (AISC 2010). Untuk melihat bahwa hubungan gaya aksial dan momen pada kolom adalah tidak Iinier maka data di atas akan diakses dari hasil analisis SAP2000 dan akan ditampilkan dalam bentuk kurva memakai program Exeel sebagai berikut : 350

,.r

f---300

Z

250

...'" c

200

-

'"

150

\!I

100

;

'" 1:;

-

- - -- - --

~ P· M (DAM)

I --- P max (ELM)

50

1=

o o

10

20

30

40

50

60

70

80

Mornen (kN-rn)

Gambar 10.18 Peril a ku nonlini er gaya aks ial te kan dan mom en pada kolom

698

Bab 10. DAM da n apli kasinya

10.5. Rangka Lean-On Sederhana 10.5.1. Umum Telah diungkap karakter perencanaan struktur baja dengan cara baru DAM (AISC 2010) dan dengan cara lama atau ELM (AISC 2010) yaitu dengan melihat perilaku kolom tunggal tertambat dan bergoyang. Jika struktur yang ditinjau semakin kompleks, maka disitulah keunggulan memakai komputer. Selama prosedur kerjanya sarna, struktur satu atau menggunakan banyak elemen, tidak menimbulkan masalah yang berarti (sarna saja). Pada uraian ini penulis menghindari memakai struktur yang terdiri dari banyak elemen, karena untuk mempelajarinya tentu lebih sulit, sehingga tidak bermanfaat. Untuk melihat berbagai kondisi pertambatan untuk stabilitas yang mungkin terjadi pada konstruksi baja, maka kategori struktur dari Galambos (1998) akan sangat membantu, yaitu.

ym.

'. '''.. ,," .'



,""'"'

"" :

~'#"\"

.' '.

,

II 1a) relative

l~ .d----- --..

.d----

~Z>

1 -'\~Z>

.6·· ..

~,

·~r< ~,

,

0\---< .\,

girder

I

I I I

I I

"

-JI

J b) discrete

H

I

column

I c) continuous

y'~< .. ~:b:~::

+• ,• •• ~ I

siding attached to columns

f81 li;;!"', ir diaphragms

brace

L:'\I!i: I



cross

I

A

B

I

d) lean-on

Gambar 10.19 Kon figurasi perta mbatan struktur (Galambo s 1998)

Cara perencanaan struktur baja yang lama atau ELM (AISC 2010) yang memakai faktor-K, hanya dapat memperhitungkan pengaruh kekakuan elemen yang tersambung penuh pada kolom. Pada suatu kondisi tertentu, sistem dengan konfigurasi struktur yang disebut sebagai Lean-On (Gambar 10.19d), yaitu kolom yang terhubung dengan kolom lain secara lateral (misal pin-pin) tanpa kekakuan lentur maka pendekatan dengan faktor K akan menemukan masalah. Atau dengan kata lain, perencanan baja dengan cara ELM tidak bisa dipakai. Nah disitu keunggulan cara DAM (AISC 2010) yang akan ditunjukkan pada contoh-contoh berikut.

Wiryanto Dewobro to - Stru ktur Baja

699

10.5.2. Lean-On: penampang kolom berbeda Pu

Pu

B r L - - ---I--- - - -

-- - - WF150x75

B

-- - --,-, -------'] , - -

7

-

150

I

I

I

I I

g

x

I

I

g

I

':l g

g l :J: I

2600

M

I

I

I I

H-- - - - - 3000 - - - ----+--1 150

H150x150 kolom

350

=-----I

I ____-::o::-::W:-:cF::-15O;,:,X:-:c7i::-5

elemen bracing

H350x35O kolom

Ga mba r 10.20 Ra ngka Lean-On dengan Kolom Beda Kekakuan (prom baja)

Struktur Lean-On sederhana terdiri dari dua kolom dengan profil berbeda, tumpuan jepit di bawah, satu kolom dengan profil H 150x150 dan satu kolom lagi dengan profil H 350x350, yang lebih besar. Orientasi yang ditinjau adalah sumbu lemah. Tidak ada bracing, kecuali ujung atas ke dua kolom dihubungkan dengan profil WF150x75 yang disambung dengan sistem pin atau sendi, sedemikian sehingga deformasi lateral keduanya menjadi sarna besar. Selanjut sistem tersebut akan diberi beban aksial yang sarna besar, yaitu Pu ' Jadi total ada 2 Pu ' Kolom profil H 150x150 relatif paling lemah. Karena beban ke dua kolom sarna besar, dapat dipastikan bahwa kekuatan kolom terkecil yang menentukan. Berdasarkan model kolom tunggal dapat diketahui bahwa gaya Pu yang dapat didukung oleh profil H 150x150 adalah antara 324.7 kN (jika sistem jepit-bebas) sampai 694 kN (jika sistem sendi-sendi). Bagaimana dengan sistem tadi secara keseluruhan, apakah berperilaku sebagai jepit-bebas atau sendi-sendi tentunya tidak dapat diprediksi berdasarkan petunjuk K yang ada. Oleh sebab itu sistem Lean-On seperti ini tidak dapat dievaluasi secara teliti dengan teori ELM, kecuali dipilih kondisi koservatif sebagai jepit-bebas. Adapun dengan DAM hal itu akan teratasi dengan baik. Beberapa modifikasi sistem Lean-On berikut akan menjelaskan hal itu.

700

Bab 10. DAM dan aplikasinya

Profil H150x150 sumbu lemah A = 39.65 em 2 r. = r y = 3.77 em nun I = Iy =563 em 4 ; Zy =1.5 xSy = 1.5* 75.1= 112.65 em 3, sehingga ¢M" = 25.346 kNm . .............. ........... ....... .......... (kolom kiri) Profil H350x350 sumbu lemah A = 218.7 em 2 rm ;" = ry = 8.84 em I = Iy =13600 em 4 ,. Zy =1.5 xSy = 1.5* 776= 1164 em 3, sehingga ¢Mn = 291 kNm . ...................... .. .................. (kolom kanan) Profil WF150x75 sumbu kuat A = 17.85 em 2 r. = r y = 1.66 em mm I = Ix =666 em 4 ; Zx =1.18 xSx = 1.18* 88.8= 105 em 3, sehingga ¢Mn = 26.25 kNm ... ... ... ......................... ..... (balok pengikat) Analisis elastis orde ke-2 akan digunakan untuk melaeak respon setiap kolom (P u dan MJ yang dibebani sampai P u max = 694 kN. Hal itu diperlukan untuk peraneangan dengan DAM, parameter data lainnya adalah sebagai berikut : •

Imperfection: beban notional uP = 0.002*2*694 = 2.776 kN



Reduksi kekakuan: diambil Tb = 1 tetapi ada tambahan beban notional sebesar O.OOlLy; = 0.001 * 2 * 694 = 1. 388 kN. Beban notional final = 2.776 + 1.388 = 4.164 kN (7) di ujung kolom.



karena EA dan EI semua direduksi maka modulus elastis dimodifikasi EO= 0.8TbE = 0.8*1 *200000=160000 MPa.

Berdasarkan data tersebut kemudian dilakukan pemodelan sistem Lean-On untuk analisis elastis orde ke-2 memakai SAP2000 v15.1. Dalam perhitungan, berat sendiri struktur diabaikan. P

aP

pin

pin

P

3

6

2

5

4

Gambar 10.21 Pemodelan Rangka Lean-On - Kolom Beda Kekakuan.

Catatan : kondisi pin pada titik nodal 3 dan 6 dapat dihasilkan dari opsi Assign-Frame-Release batang #5, pada Mornen 3-3 (Major).

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

701

Evaluasi Kolom H 150x150 dari hasil komputer akan disajikan dalam bentuk numerik sebagai berikut: SAP2000 v15.1.0 File:EX-DAM - STR-LEAN-ON - SIM KN,m,C Units PAGE 1 11/7/14 13:46:32 NON LIN EAR

S TAT I C

0 A T A

CASE 2nd - analysis FUNCTION m- bottom: Frame 1 Station 1 Moment 3 - 3 FUNCTION m- middle: Frame 1 Station 16 Moment 3-3 FUNCTION gaya: Joint 1 Spring Force U3 STEP 0 . 00000 1.00000 2 . 00000 3 . 00000 4 . 00000 5.00000 6.00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000 15.00000 16 . 00000 17 . 00000 18 . 00000 19.00000 20.00000 21.00000 22 . 00000 23.00000 24.00000 25 . 00000 26.00000 27.00000 28.00000 29.00000 30.00000 31.00000 32.00000 33.00000 34.00000 35.00000 36.00000 37.00000 38.00000 39.00000 40.00000 41.00000

702

FUNCTION m- bottom 0.00000 0.01287 0.02566 0.03839 0.05104 0.06362 0.07613 0 . 08855 0 . 10090 0 . 11316 0.12534 0.13743 0.14944 0.16135 0.17317 0.18489 0.19652 0.20805 0.21947 0.23078 0.24 1 99 0.25308 0.26406 0.24770 0.25844 0.26905 0.27954 0.28990 0 . 30012 0 . 31019 0.32013 0.32992 0.30447 0.31396 0.32328 0.33243 0.34142 0.35023 0.32222 0.33066 0.33892 0.34698

FUNCTION m- middle 0.00000 0.00643 0.01295 0.01956 0.02626 0.03306 0.03994 0 . 04693 0 . 05401 0 . 06119 0.06848 0.07587 0.08337 0.09097 0.09869 0.10652 0.11447 0.12253 0.13072 0.13903 0 . 14747 0.15603 0.16473 0.20618 0.21515 0.22426 0.23352 0.24292 0.25248 0.26219 0.27206 0.28209 0.33180 0.34217 0.35271 0.36343 0.37434 0.38543 0.43668 0.44816 0 . 45985 0.47175

FUNCTION gaya 0.00000 20.00000 40.00000 60.00001 80.00002 100.00003 120.00004 140.00005 160.00007 180.00009 200.00012 220.00014 240.00017 260.00020 280.00024 300.00027 320.00031 340.00035 360.00040 380 . 00045 400.00050 420.00055 440.00060 460.00140 480.00146 500.00153 520.00160 540.00167 560.00174 580.00182 600.00190 620.00198 640 . 00281 660.00290 680.00299 -7 kolom tertambat 700.00309 720.00319 740.00329 760.00407 780.00417 800.00429 820.00440

Bab 10. DAM dan aplikasi nya

42.00000 43 . 00000 44.00000 45 . 00000 46.00000 47.00000 48 . 00000 49.00000 50.00000

0.35484 0.36248 0.31884 0.32606 0.33304 0.33978 0.34628 0.29521 0.30120

0.48386 0.49619 0.56311 0.57590 0.58892 0.60219 0.61572 0.68924 0.70329

840.00452 860.00464 880.00556 900.00569 920.00582 940.00596 960.00610 980.00705 1000.00719

Catatan : data beban untuk input SAP2000 di atas adalah 1000 kN (» P max = 694 kN) dan beban notional yang proporsional. II

Cara DAM perlu perhitungan kolom dengan K = 1. Oleh sebab itu besarnya ¢Pn = 693.4 kN, didasarkan pada perhitungan kolom tertambat sederhana sebelumnya. Evaluasi kapasitas kolom ber dasarkan ketentuan Chapter H (AISC 2010), yaitu H1. Doubly and Singly Symmetric Members Subject to Flexure and Axial Force sebagai berikut : Cheek pada Pu = 320 kN yang merupakan kapasitas nominal kolom maksimum jika dianggap sebagai kolom bergoyang. untuk ~= 320 = 0.46 ~ 0.2 maka ~ = Pu + ~ Mu ...... .... (Hl -l a) ¢Pn 693.4 ¢Rn ¢Pn 9 ¢Mn Ru 320 8 -=--+-x

0.2

0.46 + 0.007 = 0.467 < 1 ¢Rn 693.4 9 25 .346 ... ....... .. ..... .......... ..... .. berarti bukan lagi kolom bergoyang.

Karena lebih keeil dari yang disyaratkan, maka kapasitas kolom dapat ditingkatkan .. Ketika beban ditambah sampai P u = 680 kN atau kapasitas maksimum kolom tunggal tertambat, hasilnya : untuk

Pu = 680

¢Pn

693.4

= 0.98 ~ O.2maka ~ = ~, +~ Mu .. ........ (Hl-la) ¢Rn

¢PIl

9 ¢Mn

~ = ~ + ~ x 0.35 = 0.98 + 0.012 3= 0.992::::: 1 ¢Rn

693.4 9 25.346

....... ........ .......... .. .yaitu kapasitas kolom tunggal dengan K=1 Evaluasi di atas adalah untuk kolom kiri, kapasitas meningkat karena kekakuan kolom kanan mempengaruhi kondisi pertambatan. Pada cara ELM, kolom kiri hanya bisa dianggap jepit-bebas (K=2). Jika sistem dievaluasi ulang dengan eara DAM, dapat ditunjukkan bahwa kolom kiri menjadi tertambat atau sendi-sendi (K=1). Kondisi itu menyebabkan kekuatan kolom kiri meningkat drastis.

Wi lyanto Dewobroto . Str uktur Baja

703

Untuk melihat bagaimana kolom kanan bekerja sebagai "bracing" bagi kolom kiri maka diagram gaya normal dan diagram bending momen dari sistem dapat ditampilkan bersama sebagai berikut. -680 .00 -680.00 -680.00 -680.00 -680 .00 -680.00 -680.00 -680 .00 -680.00 -680.00 -680.00 -680 .00 -680.00 -680.00. -680.00 -680.00

[

....

....

'"r

•:::J

'" ....,

.... '" .... ,

....

'"r

.... '" ....,

....

'" ....,

~80.0~

'/"680 .00'f -680.00 -680.00 -680 . 00 -680.00 -680.00 -680.00 -680.00 -680.00 -680 .00 -680.00 -680.00 -680.00 -680.00 -680.00

X

[

tJ

Ga mbar 10.22 Diagra m Gaya Aksia l pe mbe ba na n pa d a Ste p-34 (Unit - kN) 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0.

5 I

6 I

5 9 2 5 7 9 0 0 9 7 5

6. II

X

6.86 7.60 8.34 9. 07 9. 79 10.51 11. 2 1 11.9 1

Ga mbar 1 0. 23 Diagra m Be nding Mom e n pe mb eba na n pa d a Ste p-34 (Un it - kNm)

Diagram bending momen timbul karena digunakan Second Order Elastic Analysis dengan SAP2000 v 15.0.1 yang adalah prasyarat perlu bagi perancangan cara DAM (AISC 2010). Momen itu terjadi karena pengaruh kolom Iemah di dekatnya yang seakan-akan bersandar. Adapun analisis stabilitas cara ELM (AISC 2005) menggunakan cara pendekatan berdasarkan analisis elastis linier biasa, sehingga tentu saja tidak bisa memperhitungkan pengaruh deformasi kolom kiri yang melemah (bersandar) pada saat dibebani.

704

Bab 10. DAM da n a pli kas inya

10.5.3. Lean-On: kolom simetri Rangka Lean-On dengan kolom yang berbeda kekakuannya, telah ditinjau. Dari contoh yang diana lis is dan desain dengan cara DAM (A1SC 2010) dapat diketahui bahwa kolom lemah atau kurang kaku akan bersandar (lean-on) pada kolom yang kuat atau lebih kaku. Hal tersebut akan menyebabkan perilaku kolom yang lemah berubah (karena ada tambahan stabilitas), yaitu dari perilaku kolorn kantilever menjadi seperti kolom tertambat, dimana besarnya faktor tekuk dari K=2 menjadi K=1. Kekuatan kolom meningkat. Untuk membuktikan bahwa program juga dapat secara otomatis memperhitungkan iteraksi antar elemen struktur dalam menyumbangkan kekakuannya, maka rangka Lean-on yang telah dievaluasi sebelumnya dimodifikasi lagi dan dirubah jadi struktur simetri. Jadi kekakuan kolom dibuat sarna lagi sehingga diharapkan tekuk akan terjadi bersama. Karena sarna kuatnya, maka tidak ada kesempatan kolom-kolom tersebut saling membantu. Hipotesis ini tentu perlu dibuktikan dengan analisis DAM sebagai berikut:

pin B /

- - - WF150x75

-

150

/

/ /

/

a

U1

2600

a

x a

I

U1

U1

I

I

I

l I I

xfil

1

3000 150

150

][__________~W~F1~5~OX~7~5-----------J[ H150x150 kolom

elemen bracing

H150x150 kolom

Ga mba r 10.24 Ra ngka Lean-On d e nga n Ko lo m Sarna Kekakuan (simetri)

Sistem mempunyai konfigurasi sarna seperti sebelumnya, kecuali ke dua kolom profilnya sarna H 150x150. Karena simetri akan dievaluasi kolom kiri saja, sebagai berikut:

Wiryanto Dewo broto - Stru ktu r Baja

705

SAP2000 v15.1.0 File:LEAN - ON - SIMPEL - KOL - SAM KN , m, C Units PAGE 1 11 /7 / 14 13: 57: 42 NON LIN EAR CASE 2nd - analysis FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP 0.00000 1.00000 2 . 00000 3.00000 4.00000 5.00000 6 . 00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000 11.00000 12 . 00000 13.00000 14. 00000 15.00000

S TAT I C

m-bottom : Frame 1 Station 1 Moment 3 - 3 m-middle : Frame 1 Station 16 Moment 3 - 3 gaya: Joint 1 Spring Force U3 FUNCTION m- bot tom 0.00000 0.15612 0.32053 0 . 49437 0 . 67903 0 . 87624 1.35193 1.58135 2.1 7498 2.45179 3.43290 4.42 708 5.780 70 7. 81665 12.03776 20.58508

FUNCTION m-middle 0.00000 0.07806 0.16183 0.25212 0.34990 0.45639 0. 75630 0 . 88525 1. 26907 1 . 43120 2 . 08793 2. 75506 3 . 67598 5 . 07899 8.0 2674 14.03319

16 . 00000

71.94333

50.31114

17.00000 18.00000 19.00000 20.00000 21 . 00000 22 . 00000 23 .00000 24.00000 25.00000 26.00000 27 .00000 28.00000 29.00000 30.00000 31.00000 32.00000 33 . 00000 34 . 00000 35 . 00000 36 . 00000 37 . 00000 38 . 00000 39 . 00000 40 . 00000 41.00000 42.00000 43.00000 44 .00000

- 62.52105 - 23.40501 - 14 . 81659 - 11 . 03 282 - 8.89280 - 7.50949 - 6.53669 - 5.81136 - 5. 24665 - 4. 79203 - 4.41611 - 4 . 09837 - 3.82481 - 3.58555 - 3.37345 -3.18316 - 3.01066 - 2 .85281 - 2 . 70718 - 2 . 57179 - 2 .44509 - 2.325 77 - 2 .212 79 - 2 . 10526 - 2.00243 - 1.90368 -1.80847 - 1 .7 1633

- 44.80777 - 17 . 18721 - 11 . 15338 - 8 . 51 740 - 7 . 04417 - 6.10648 - 5.45954 - 4.98807 - 4 . 63068 - 4. 35164 - 4.1 2877 - 3.94757 - 3.79816 - 3.67356 -3 .56872 -3. 47991 -3 .40426 -3 .33960 - 3.28420 - 3.23670 - 3 . 19600 - 3 . 161 20 - 3 . 13157 - 3.10652 - 3.08552 - 3.06817 - 3 . 05409 - 3 . 04299

706

DA T A

FUNCTION gaya 0 . 00000 20.00000 40.00000 60.00000 80.00000 100.00000 120.00000 140.00000 160.00000 180.00000 200.00000 220.00000 240 . 00000 260.00000 280.00000 300.00000 320.00000 -7 kolom bergoyang

340.00000 360.00000 380.00000 400.00000 420 . 00000 440 . 00000 460.00000 480.00000 500 . 00000 520.00000 540 . 00000 560.00000 580.00000 600.00000 620.00000 640 . 00000 660 . 00000 680.00000 700.00000 720.00000 740 . 00000 760.00000 780 . 00000 800.00000 820.00000 840.00000 860 . 00000 880 . 00000

Bab 10. DAM da n ap li kasinya

STEP

45.00000 46.00000 47.00000 48.00000 49.00000 50.00000

FUNCTION

FUNCTION

FUNCTION

m-bottom

m-middle

- 1.62688 -1.53976 - 1.45467 - 1.37133 - 1.28951 - 1 . 20900

- 3.03460 - 3.02870 - 3.02509 - 3.02363 - 3.02415 - 3 . 02653

gaya 900.00000 920.00000 940.00000 960.00000 980.00000 1000.00000

Profil H150x150 1=1y =563 em 4 ; Zy =1.5*5y =1.5* 75.1= 112.65 em 3, sehingga cpM = 25.346 kNm. II

Check step ke-16 : Pu = 320 kN dan Mu = 71.94 kNm (kantilever). untuk

~, = 6~;04 = O.46 ~ O.2 maka R = ~ + ~ ¢Pn

R = O.46 +~x i.ii4~ = 2.983

Mu .. ... ...... ..... .. (Hl-la) 9 ¢Mn

»» 1 ~ fail: kolom bergoyang.

Untuk melihat perbedaan bagaimana perilaku kolom kiri sebagai kolom tertambat (kolom kanannya bekerja sebagai bracing), dan kolom kiri sebagai kolom bergoyang (kolom kanan kekakuannya sarna sehingga tidak bisa saling berbagi kekuatan), maka perbandingan keduanya dalam bentuk grafik hubungan beban (vertikal) dan momen (horizontal) sebagai berikut. 380 360 340 320 300 280 260 240 220 200

_

180

-+- T('rtambal

Bergovang

160 140 120 100 80 60 40 20 -80

.6Q

-40

·20

20

40

60

80

Ga mbar 10.25 Perilaku P-M kolom kiri (tertambat ata u bergoya ng)

10.5.4. Lean-On: tinggi kolom berbeda Kemampuan DAM mengevaluasi perilaku sistem menyeluruh dengan memakai analisis elastis orde ke-2, menyebabkan berbagai bentuk dan konfigurasi dapat dihitung dan direneanakan seeara efisien. Salah satu sistem struktur yang akan ditinjau adalah kolom dengan profil sarna, tetapi panjang kolom yang berbeda.

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

707

pin

~ ~ ' ~ ~_F_;_W:~-----1-W------H H_-_ _

~ ,

2600

I

I

___

I I

I I

1W

WF1Wx75 ][--------~e~le~ m~ e n~b~m~~~ ·~~--------J[ H1Wx1W H150x1W kolom kolom

Ga mbar 10. 26 Ra ngka Lean-On de nga n Ko lom Beda Ke kakua n - tinggi

Sistern konfigurasinya sarna seperti sebelurnnya, kecuali kolorn kanan dengan ketinggian berbeda. Sistern penornoran titik nodal dan elernen batang pada pernodelannya adalah sebagai berikut :

release M33

release M33

fixed

Ga mbar 10.27 Pe modela n da n kon fi gurasi be ba n untu k a nal isis

Hasil analisis orde ke-2 dengan SAP2000 viS.1.0 akan disajikan dalarn bentuk nurnerik sebagai berikut: «< Kolom - Kiri »> SAP2000 v15.1.0 File : LEAN -ON-BEDA -TINGGI KN , m, C Units PAGE 1 11 /7 / 14 14 : 16 : 46

708

Bab 10. DAM da n aplikasinya

NON LIN EAR

S TAT I C

DA T A

CASE 2nd-analysis FUNCTION m-bottom: Frame 1 Station 1 Moment 3-3 FUNCTION m-middle: Frame 1 Station 16 Moment 3 - 3 FUNCTION gaya: Joint Spring Force U3 STEP 0.00000 1.00000 2 . 00000 3.00000 4.00000 5.00000 6.00000 7.00000 8 . 00000 9.00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14 . 00000 15.00000 16.00000 17 . 00000 18.00000 19.00000

FUNCTION m- bottom 0.00000 0.09782 0.19903 0.30393 0.41289 0.52633 0.64475 0 . 90347 1 . 03368 1.17096 1 . 53115 1.68584 2 . 11829 2.50197 2.95350 3.50906 4.21323 5.13809 6.41019 8.27296

FUNCTION m- middle 0.00000 0.04891 0.10048 0.15496 0.21266 0.27392 0.33915 0.51621 0.59091 0.67132 0.93210 1.02663 1 .34767 1.62976 1.96785 2.39200 2.93925 3.66952 4.68797 6.19695

20.00000 21.00000

11.91757 18.56624

9.18656 14.67280

22.00000 42 . 08617 34.18254 23 . 00000 -2 11.50224 - 176.65011 24 . 00000 - 32 . 62481 -28.00295 25.00000 -18.03691 -15.91918

FUNCTION gaya 0 . 00000 20.00000 40.00000 60.00000 80.00000 100.00001 120.00001 140.00003 160.00003 180.00003 200.00006 220 . 00006 240.00009 260.00010 280.00013 300 . 00015 320.00018 340.00021 360.00025 380.00031 400.00045 7 420.00063 7

rasio 0.99 rasio 1.26

>

440.00133 460.00151 479 . 99339 499.99915

(untuk DAM listing STEP berikut ini sebenarnya tidak perlu) 40.00000 41.00000 42 . 00000 43.00000 44 . 00000 45.00000 46.00000 47.00000 48.00000 49.00000 50.00000

- 2.53747 - 2.37853 - 2 . 23153 - 2.09459 - 1.96620 - 1 . 84511 - 1.73028 - 1.62084 - 1.51607 - 1.41532 - 1 .31808

- 3.74429 800.00047 - 3.66506 820.00051 - 3.59657 840.00054 - 3.53730 860 . 00058 - 3 . 48599 880.00062 - 3.44166 900.00066 - 3.40345 920.00069 -3.37067 940.00073 - 3 . 34276 960.00077 - 3.31921 980.00081 -3.29961 1000.00086

Check step ke-21 dimana P U p untuk -" =

¢Pn

R = 6~~04 + t

420 =0 .61 ~0.2 693.4

x

=420 kN dan M = 18.6 kNm U

P 8 M maka R= _u + __ u_ ........ . ... .... (Hl-la)

rpPn

9

rpM n

215~365 = 0.61 + 0.65 = 1.26 > 1 ~ fail

Wirya nto Dewobroto - Strllktllr Baja

709

Check step sebelumya (ke-20), P = 400 kN dan M" = 11.9 kNm li

untuk ~ = ¢Pn

400 693.4

=0.582!0.2 maka R= Pu +~ Mu .. ...... ....... (H1-1a)

rpPn

9

rpM n

R= 6~~04 + t x 2151;5 =0.58+0.0.417=0.997:::; 1 -7 OK

Respon struktur di setiap tahapan beban dapat diperlihatkan oleh SAP2000 (Gam bar 10.28). Ini membantu sekali membayangkan apakah hasilnya sesuai yang prediksi atau tidak. Tampilan deformasi sebelum tekuk, pada Step-20 dengan P =400 kN. oo

Ga mbar 10.28 Defo rm as i rangka Leaning - On pada Step-20 (m enj ela ngfail)

Meskipun bebannya berupa gaya aksial tekan saja, tetapi karena adanya efek imperfection, yang disimulasikan sebagai beban notional, dan kemudian dilakukan analisis elastis orde ke-2, yang mampu memperhitungkan efek perubahan geometri akibat deformasi, maka pengaruhnya dapat dilihat dari besarnya distribusi bending momen antara ke dua kolom yang berbeda.

Ga mba r 10.2 9 Bending mom en diagram (kN -m) step ke-2 0

Gambar 10.29 memperlihatkan bahwa kolom pendek (lebih kaku) akan memikul momen yang lebih besar karena berfungsi juga sebagai "bracing" bagi kolom lain yang kekakuannya lebih lemah. Lebih kaku yang dimaksud adalah kekakuan lentur (seperti balok) yang nilainya adalah k=El/L. Parameter L adalah panjang kolom.

710

Ba b 10. DAM da n apli kas inya

Meskipun kolomnya lebih pendek dan dibebani sarna besar, tetapi momen lenturnya lebih besar juga sebagai bracing bagi kolom langsing. Oleh pendek perlu dievaluasi kekuatannya terhadap untuk dibebani sebagai bracing tersebut.

gaya aksial yang karena berfungsi sebab itu kolom tambahan fungsi

«< Kolom - Kanan »> SAP2000 v15.1.0 File: LEAN-ON-BEDA-TINGGI KN,m,C Units 11 / B/ 14 14: 14: 52 NON LIN EAR

S TAT I C

PAGE 1

DA T A

CASE 2nd-analysis FUNCTION m-bott-4: Frame 4 Station 1 Moment 3 - 3 FUNCTION m-mid-4: Frame 4 Station 16 Moment 3-3 FUNCTION gaya-4: Frame 4 Station 1 Axial Force STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000 6.00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000 21.00000 22.00000 23.00000 24.00000 25.00000 26 . 00000 27.00000 28 . 00000

FUNCTION m-bott-4 0.00000 0.16474 0.33591 0.51411 0.70005 0.89455 1.09857 1.57049 1.79710 2.03729 2.70551 2.97919 3.78781 4.50326 5.35004 6.39830 7.73458 9.49872 11.93631 15.51973 22.56049 35.43062 81.04091 - 411 .10979 -64.01148 -35 . 73594 - 25.24210 - 19.75809 - 16.38106

FUNCTION m-mid -4 0.00000 0.08237 0.16891 0.26003 0.35618 0.45792 0.56586 0.84857 0.97129 1.10290 1.51503 1.66860 2.17357 2.61770 3.14840 3.81198 4.66559 5.80158 7.38213 9.71917 14.33914 22.80844 52.89796 - 272.13043 -42.94957 -24.30793 - 17.40864 -13.81794 - 11.61879

FUNCTION gaya-4 0.00000 -20.00000 -40.00000 -60.00000 -80.00000 -99 .99999 -119.99999 -139.99997 - 159.99997 -179.99997 - 199.99994 -219.99994 -239.99991 - 259.99990 -279 .99987 -299 . 99985 -319.99982 - 339.99979 -359.99975 -7 rasio 0.9 < 1 - 379.99969 -7 rasio 1.1 » 1 -399.99955 -7 rasio 1.3 » 1 -419.99937 -439 . 99867 -459.99849 -480.00661 -500.00085 - 520.00037 - 540.00017 -560.00006

(untuk DAM listing STEP berikut ini sebenarnya tidak perlu) 49.00000 50.00000

-4.50102 -4.36559

- 4.46883 - 4.41481

- 979.99919 - 999.99914

Check mulai step ke-20, yaitu beban yang sarna dengan kolom kiri Wirya nto Dewo broto - Stru ktur Baja

711

(P = 400 kN) dan diperoleh Mu = 22.56 kNm (bagian bawah). II

Kolom kanan lebih pendek (L=2000 mm), kekuatan dengan K = 1 perlu dihitung lagi. KLjrmil1 = 1*2 000/37.7 = 53.1, karena KLlr :::; 4. 71.J(EjFy ) = 133.22 atau kolom dengan tekuk inelastis, maka : F = e

2 1l

2

E

11

(KL/rf

Fcr = (0.658

Fy Fe /

* 200,000 53.1 2

700 M Pa ......... ... .. ... ....... ...... (E3-4)

).Fy = 0.861Fy = 215.3 MPa .... ....... .. .......... (E3-2)

Pn = ¢FcrAg = 0.9*215.3 *3965 /1000 = 768.3 kN ·· .... · .. ·· .. ··· ·· .. · (E3-1)

Step ke-20: PuNPn = 400/768.3 = 0.52 Mu/¢MIl = 22.56/0.9*25.346=0.99

Stepke-19: Pu/¢Rn = 380/768.3 = 0.49 Mu/¢Mn = 15.5/0.9 * 25.346 = 0.68

Step ke-18: Pu/¢Pn =360/768.3= 0.47 Mu/¢Mn =11.9/0.9*25.346= 0.52

Karena ~ = 0.52 > 0.2 maka R= Pu +~ Mu .. .. .. . ....... ... (Hl-l a) ¢P"

Step ke-20:

¢Pn R = 0.52+~0.99 = 1.4

9 ¢Mn

»1 -7 fail, check step lain.

Step ke-19: R = 0.49 +~ 0.68 = 1.09 > 1 -7 fail, check step lain. Step ke-18: R = 0.47 +t O.52 = 0.93< 1 -7 OK. Kolom kanan lebih pendek sehingga kekuatannya 768.3 1 693.4 = 1.1 atau 10% lebih tinggi dari kolom kiri yang panjang, tetapi karena kolom kanan juga berfungsi sebagai bracing, menyebabkan reaksi momen menjadi besar. Itu mempengaruhi kapasitas kolom keseluruhan, akibatnya overstress. Jadi kekuatan kolom pendek menentukan dan beban harus diperkecil.

Perhatikan : adanya distribusi beban akibat deformasi seperti ini, tidak akan bisa dilacak jika memakai cara ELM (AISC 2005) saja. Ini merupakan salah satu kelebihan dari cara DAM (AISC 2010).

712

Ba b 10. DAM da n aplikasinya

10.6. DAM (AISC 2010) dan HasH Uji Empiris 10.6.1. Um um Analisa stabilitas struktur baja berdasarkan DAM (AISC 2010) sampai saat ditulis dianggap sebagai cara perancangan struktur baja sederhana yang terbaik, dibanding metode perancangan baja sebelumnya, yaitu ELM ata u Efective Length Method (AISC 2005). Salah satu alasannya adalah Second Order Elastic Analysis dengan komputer untuk analisis stabilitas mendapatkan respons struktur terhadap pembebanan pada kondisi batas. Meskipun tidak bisa dipakai untuk melacak otomatis keruntuhan struktur (analisis struktur inelastis-non-linier dengan program komputer 3D-FEM, akan berkinerja lebih baik), tetapi jika cara DAM dapat dipakai melacak setiap tahapan beban secara teliti, akhirnya akan terdeteksi juga besarnya beban ultimate yang terjadi. Hasilnya bahkan dapat dibandingkan dengan hasil uji empiris (Dewobroto 2013a). 10.6.2. Jenis struktur yang diuji Kesempatan uji empiris untuk dibandingkan dengan kemampuan DAM (AISC 2010) dalam memprediksi kuat batas struktur baja, diperoleh bersamaan dengan permintaan mengevaluasi kekuatan scaffolding produksi PT. Putra Jayasentosa, Tangerang. Meskipun tipe scaffolding yang diuji telah sukses digunakan pada proyekproyek konstruksi, dan merupakan produksi dalam negeri, tetapi belum ada penelitian ten tang kapasitasnya terhadap pembebanan maksimum yang dapat didukung. Bentuk scaffolding dengan pipa baja yang dimaksud dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 10.30 Tipe scaffolding ya ng ditinjau (Sumber Risky K.)

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

713

Tumpuan scaffolding berupa pelat dasar tanpa angkur untuk gaya up-lift atau geser. Stabilitas terhadap pergeseran untuk meneegah perpindahan tempat hanya mengandalkan friksi antar pelat dasar dan lantai. Jadi sistem scaffolding yang ditinjau hanya coeok untuk memikul beban vertikal sentris atau eksentris tanpa gaya up-lift, atau ada beban lateral yang relatif keci!, tanpa mom en guling atau pergeseran yang lebih besar dari gaya friksinya. Konfigurasi pemasangan scaffolding relatif fleksibel, elemen pipa baja mudah dipasang menyesuaikan kondisi lapangan. Sistem ini umumnya dipakai sebagai peraneah konstruksi beton bertulang. Tinggi scaffolding tipe 1-tingkat adalah ± 2.0 m, dapat ditambah tinggi dengan memberi pipa tambahan, atau ditumpuk pada arah vertikal untuk mendapatkan ketinggian yang lebih. 10.6.3. Batasan dan dimensi struktur uji Konfigurasi bentuk scaffolding adalah tidak terbatas, tetapi bentuk dasar yang diuji seperti Gambar 10.31. Scaffolding yang digabung arah harizontal akan menghasilkan sistem lebih stabil dibanding konfigurasi tunggal. Ini tentunya tidak perlu dianalisis lagi seeara khusus. Penyusunan scaffolding arah vertikal meningkatkan risiko adanya ketidak-stabilan struktur, kondisi ini yang perlu evalusi. horz pipe

048 mm t=3 .2S mm

o o

.... Lt'I

L ~~==~~========~ horz pipe

048 mm t=3 .2S mm

~

o o o

N

vert pipe

o

048 mm t=3.2S mm

o

Lt'I I/)

Q)

.~

. /

>

/

038 mm t=3.2S mm

Gambar 10. 31 Scaffolding Type H 2000 L 2000 W2000

714

Bab 10. DAM dan aplikas inya

Notasi nama H2000-L2000-W2000 mewakili dimensi scaffolding, yaitu tinggi 2.0 m dan dimensi dasarnya 2.0 x2.0 m. Bagian bawah yang disebut jack-base-tube bersifat optional, dapat dilepas dan dipasang, dan diperlukan untuk menambah ketinggian. Detail sambungan, sistem knock-down yang dapat dipasang-Iepas. Scaffolding tipe H2000-L2000-W2000 kolom utama pipa <1>58 mm (t= 3.25 mm). Karena diameternya relatif besar dapat disisipkan pipa penyambung ( 48 mm t = 3.25 mm) ke tumpuanjack-basetube (Gambar 10.31). Strategi ini opsional, untuk menambah tingkat kurang dari tinggi scaffolding itu sendiri. Pada penelitian Dewobroto (2003a), opsi penambahan tinggi tingkat scaffolding dengan pipa penyambung ataupun jack-base-tube, tidak ditinjau. Itu dipilih agar kapasitas dukung, jadi maksimum. Adapun daya dukungjack-base-tube akan ditinjau tersendiri, yang tentunya harus mempunyai kapasitas dukung individu yang lebih besar dari sistem scaffolding yang dipikulnya. 10.6.4. Mengapa DAM dan apa pentingnya uji beban empiris

Cara DAM (AISC 2010) sebagaimana telah diungkap sebelumnya adalah metode mutakhir memprediksi stabilitas struktur dengan memanfaatkan analisa elastik orde ke-2, yang umumnya sangat berguna untuk bangunan yang masuk dalam kategori rangka bergoyang (sway frame). Untuk struktur rangka batang (truss), yang dianalisis sebagai struktur dengan gaya aksial saja, pengaruh P-delta umumnya tidak signifikan (sehingga dapat diabaikan). Mengacu pada kondisi tersebut, dan melihat bahwa struktur scaffolding secara tradisional juga dapat dimodelkan sebagai struktur truss, tentunya dapat dianggap bahwa pengaruh P-delta juga tidak signifikan. Apalagi jika beban yang diberikan hanya berupa beban vertikal (gravitasi) . Argumentasi di atas benar untuk yang biasa merancang dengan metode biasa atau cara tradisional, yang dikenal sebagai metode ELM (Efective Length Method) sesuai AISC (2010). Maklum, ELM tidak memperhitungkan pengaruh imperfection sebagai salah satu parameter perencanaan, sedangkan DAM telah menjadikannya prosedur standar. Karena kinerja scaffolding tergantung oleh adanya imperfection dan kondisi inelastis material (yielding), maka pemilihan cara DAM dianggap tepat. Sebagai konsekuensinya, scaffolding akan diperhitungkankan sebagai struktur rangka kaku (portal), tiap kekakuan bracing atau sistem sambungannya akan diperhitungkan secara seksama dalam pemodelan strukturnya.

Wiryanto Dewobroto· Struktur Baja

715

Proses pemodelan struktur yang memperhitungkan pengaruh kekakuan elemen yang lebih detail, seperti bracing maupun sistem sambungan, tentu memberi hasil yang bervariasi. Oleh sebab itu, agar simulasi numerik dengan DAM dapat menghasilkan sesuatu yang dapat dipertanggung-jawabkan maka sebelum dibuat simulasi yang lebih banyak perlu dikalibrasi terlebih dahulu, sehingga dapat dipilih strategi model yang paling mendekati kondisi real. Sebagai kalibrator atau acuan adalah hasil uji tekan eksperimental sampai runtuh scaffolding yang dibuat Tim Peneliti Puslitbang Permukiman di Bandung, pada bulan Oktober 2011. Jadi setelah model simulasi numerik memberi hasil yang berkorelasi dengan hasil uji empiris, maka selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi bentuk-bentuk scaffolding lain secara parametrik. 10.6.5. Kalibrator uji stabilitas Analisa stabilitas struktur memakai cara DAM (AISC 2010), yaitu dengan program komputer dengan opsi analisis orde ke-2. Salah satu program dengan opsi tersebut adalah SAP2000. Meskipun ada kemudahan, tetapi yang menjadi kendala adalah pemilihan strategi pemodelan struktur yang tepat. MakIum tiap [a] besaran kekakuan pada elemen-elemen struktur; dan [b] lokasi penempatan beban notional, yang mewakili imperfection, akan memberi pengaruh kinerja stabilitas struktur, sehingga dapat dihasilkan berbagai kondisi berbeda-beda. Jadi masalahnya adalah menentukan pemodelan mana yang dapat dianggap paling sesuai dengan kondisi struktur yang sebenarnya. Oleh karena itu, agar hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan, perlu pembanding atau kalibrator yang dapat dipercaya. Itu mengapa perlu pengujian eksperimen. PT. Putracipta Jayasentosa, produsen scaffolding, meminta Balai Struktur dan Konstruksi Bangunan, Puslitbang Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum, Bandung, melakukan uji tekan eksperimental sampai runtuh. Hasil itu yang dijadikan rujukan. Ada beberapa sam pel untuk uji struktur scaffolding dan komponen aksesori, tetapi hanya sampel scaffolding tipe: H2000-L2000W2000 akan dibahas untuk dijadikan kalibrator uji simulasi ini. Mengacu pada Laporan Akhir Pengujian Struktur Scaffolding yang dikeluarkan oleh Tim Peneliti Puslitbang Permukiman, Bandung, tertanggal 1 November 2011 (Puskim 2011a), maka tipe scaffolding dengan komponen pipa ~ 58 mm, memiliki kapasitas dukung beban maksimum Prna ks = 47.29 ton.

716

Bab 10. DA M da n a pli kas inya

10.6.6. Uji eksperimental scaffolding tipe H2000-L2000-W2000 Scaffolding terdiri dari empat kolom pipa


i!'

T'~

,a

_ T,'"

!.

___ T,·8

I

__ Tr_10 __ T,_12 __ Tr·13

:: ~

••

·5

15

20

pefplncs."'n "t.,.1(mml

Gambar 10.32 Hasi l uji eks perimenta l scaffolding Ti pe- I (Puskim 2011a)

Adapun konfigurasi struktur scaffolding yang diuji tekan sampai kondisi runtuh (maksimum) adalah seperti di Gambar 10.33.

2030

KETERANGAN : 1 VERnCAl POST 2000

a a

= 4 Pes

2. PIPE LEDGER L2000 3. VERTICAL DIAGONAL 2375 4 U HEAD FORK

= 4 Pel

- B Pes

5. BASE PLATE 50 8x200

'"' 4 Pes

'" 4 Pes

M N

2030

®

a

III

V

a a

III

....

~l

048 (t=3 .2)

base plate -Hi=========~

Gambar 10.33 Scaffolding Tipe- I: H 2000 L 2000 W2000 (Rencana)

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

717

8esarnya beban dihasilkan dari rekaman Load-cell (kapasitas 50 ton) yang terpasang pada tumpuan scaffolding. Adapun data perpindahan dihasilkan dari rekaman displacement transduscer (Tr). Perpindahan horizontal diamati di tengah kolom, di bagian bebas yang tidak ditahan bracing, karena diasumsikan keruntuhan tekuk lentur (flexural buckling). Asumsi akhirnya memang terbukti. Konfigurasi scaffolding uji dan renacna pemasangan displacement transduser diperlihatkan pada Gambar 10.34 di bawah.

~

SG-231 SG-24

~

~

BES I ; 48 MM

~

~

BESI ¢ 48 MM

LOAD CELL KAP 5 0 TF

Ga mbar 10.34 Konfiguras i penguji a n beban ya ng a ka n dilaksa nakan (Pu skim 2011a)

Selanjutnya pihak Puslitbang mewujudkan konfigurasi uji beban berdasarkan gambar rencana, termasuk pemasangan alat ukurnya sebagaimana terlihat pada Gambar 10.35 berikut.

718

Bab 10. DA M da n aplikas inya

Ga mbar 10.35 Situ as i pengujian scaffolding (D ewobro to 2013a)

10.6.7. Keruntuhan empiris Scaffolding 1-tingkat Selain beban batas, juga diamati perilaku keruntuhan. Beban dari dongkrak hidraulik (Gambar 10.34) otomatis berhenti jika terjadi perubahan displacement yang besar, dianggap terjadi kehilangan kekakuan struktur. Itu perlu agar tidak terjadi kerusakan alat uji. Pada kondisi itu, bentuk keruntuhannya terlihat di Gambar 10.36.

--

Ga mbar 10.36 Bentu k ke ru sa kan scaffo lding uji (Dewobroto 2013a)

Wirya nto Dewo broto - Strukt ur Baja

719

Kondisi akhir, sepintas lalu scaffolding masih terlihat utuh. Setelah dilakukan pengamatan secara seksama, terdapat salah satu kolom rusak, berupa tekuk (Gambar 10.36). Kondisi pipa baja horizontal dan pipa diagonal, yang berfungsi sebagai bracing, masih utuh dan tidak mengalami kerusakan yang terlihat secara kasat mata. Sambungan antar komponen juga masih dalam kondisi baik, tidak rusak. Jadi sifat kerusakan, bersifat lokal pada kolom tegak saj a. Bagian kolom yang terhubung bracing, cenderung masih tegak, menunjukkan sistem sambungannya cukup kaku Ifmemegang" ko10m, meskipun tentu saja kekakuannya tidak sarna dibandingkan dengan sistem yang kontinyu. Jadi bagian terlemah scaffolding adalah kolom pipa, untuk pembebanan vertikal. Adanya informasi bagian yang rusak, tentu memudahkan dalam pemodelan struktur untuk analisis dengan cara DAM, khususnya untuk menempatkan beban notional, sebagai simulasi imperfection. Dalam hal ini beban notional sebaiknya diberikan pada bagian kolom yang bebas dari adanya kekangan dari bracing.

10.6.8. Simulasi sca!!olding1-tingkat (terkalibrasi) Tahapan simulasi numerik ini diperlukan untuk menguji : apakah pemodelan struktur scaffolding, yang mencakup konfigurasi geometri dan penempatan beban notional, untuk perancangan cara DAM memakai program komputer elastik-linier dengan opsi P-delta, dapat menghasilkan simulasi stabilitas yang berkesesuaian dengan hasil eksperimental. Program komputer yang dipakai adalah SAP2000 versi 14.0, yang selain opsi P-delta-nya sudah teruji (Dewobroto 2013a), juga telah diperlengkapi opsi pembagian beban untuk diberikan secara bertahap, yaitu mulai dari nol (kondisi sebelum diberi beban) sampai beban rencana tercapai. Pada program versi tersebut juga telah diperlengkapi opsi untuk merekam besaran beban dan perpindahan yang terjadi pada titik-titik nodal yang diinginkan, sehingga hasilnya selanjutnya dapat dibandingkan dengan hasil uji eksperimental yang telah dilakukan sebelumnya (Gambar 10.32). Selanjutnya setelah diperoleh kondisi beban maksimum sebelum terjadinya instabilitas struktur (hasil analisis program komputer), maka gaya-gaya internal yang ada akan dievaluasi kuat nominalnya berdasarkan ketentuan AISC (2010). Nilai kondisi beban yang terkecil dapat dianggap sebagai kapasitas batas struktur atau kondisi ultimate. Beban desain tentu saja beban ultimate tersebut dibagi dengan safety factor atau faktor keamanan yang tepat.

720

Bab 10. DAM da n apli kas inya

10.6.9. Model dan modifikasi kekakuan manual Pemodelan sambungan scaffolding yang knock-down adalah tidak mudah. Jika dianggap struktur menerus, maka dari bentuk fisik sambungan tidak mendukung dan diragukan, demikian juga jika dianggap pin, atau momen tidak menerus, padahal kenyataannya bagian tersebut terlihat cukup kaku (tidak mengalami putaran). Jadi untuk itu, kondisi kekakuan sambungan tersebut dipilih yang ada di tengah-tengah, tidak menerus tetapi juga tidak sendi, atau disebut sambungan semi-rigid. Permasalahan adalah bagaimana menentukan besarnya nilai kekakuan sambungan semi-rigid itu, maklum tidak ada data acuan. Vntuk mengatasi, dibuat anggapan bahwa hanya kekakuan lentur saja yang berpengaruh. Selanjutnya kekakuan lentur pada bagian sambungan dimodifikasi (reduksi) manual. 8esarnya reduksi ditetapkan secara trial-and-error dan berhenti jika hasilnya berkesesuaian dengan hasil uji eksperimen . . Itulah pentingnya kalibrator uji. Vntuk analisa struktur dengan efek P-delta, dibuatlah pemodelan struktur scaffolding. Model yang dibuat adalah rangka bidang atau plane frame, adapun arah tegak lurus-nya dianggap terkekang (tidak terjadi tekuk) . Karena bentuk rangka arah ortogonal, dan simetri, maka cukup ditinjau dalam satu sisi saja. Mengacu pada detail rencana dan hasil uji empiris dibuatlah model struktur bidang dengan notasi penomoran titik nodal dan elemen batang pada Gambar 10.37, dim ana data-data geometri struktur dibuat tabulasi sebagai berikut. TabellO.S Komponen mod el-struktur

No.Elemen

Komponen

Dimensi

1-2-3-4 & 13-14-15-16

Kolom vertikal

Pipa $ 58 mm

5,17

Kolom ujung top

Pipa $ 58 mm

8,9,10

Bracing

Pipa$ 48 mm

6, 11, 7, 12

Sambunga n

Pela t

Catatan

Reduksi keka kua n lentur tingga l 30%

V-Head Fork bagian ujung pipa atas, dimodelkan terjepit dengan kebebasan arah vertikal (untuk menyalurkan beban). Kondisi jepit yang tidak direncanakan, dianggap semi-rigid dengan modifikasi kekakuan kolom di bawahnya, reduksi inersia nilainya dikalibrasi dengan hasil uji empiris.

Wiryanto Dewobroto - Stru ktur Baja

721

~----------------- 2 000 ------------------~

... jepit-roll (arah vertikal)

- - , - - -,..."

10

1500

8

7

8

Ga mba r 10.37 Sistem Penomoran model stru ktur scaffolding - 1 tingkat

Untuk mendapatkan kondisi imperfection yang paling menentukan maka diambil tiga kasus beban notional (Gambar 10.38), dimana posisi beban diletakkan pada tengah-tengah kolom utama, yang disesuaikan dengan perilaku tekuk berdasarkan hasil uji empiris. Arah beban notional dibuat bervariasi untuk melihat pengaruhnya pada struktur secara keseluruhan . Selanjutnya dari ketiga kasus tersebut akan dicari efek beban yang paling ekstrim. 1'..

I'..

a). CASE- I

I:"

p..

b). CASE-2

I:'

<).CASE-3

Gam bar 10.38 Pe nem patan beba n ultimate (PJ da n notional (N I• a,,) -1 tingkat

722

Bah 10. DA M da n aplikasinya

10.6.10. Detail analisis stabilitas cara DAM Sesuai ketentuan DAM, ada reduksi pada Modulus Elastis (O.8E), adapun beban notional pada kondisi maksimum diambil 0.003LY ditempatkan pada titik imperfection (Gambar 10.38). Selanjutnya analisis dengan SAP2000 v14.0 opsi Nonlinier P-Delta aktif, dan dengan opsi Display - Show Plot Function ... dapat dibuat rekaman pertambahan gaya - perpindahan lateral pada titik di kolom yang tidak-terkekang (nodal 7 pada Gambar 10.37). Hasilnya adalah :

1

SAP2000 v15.1.0 File: SCAFF - 1-TINGKAT KN, m, C Units 11 / 7 / 14 20:21 :43 NON LIN EAR S TAT I C DA T A

CASE

Case-1

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP 0.00000 1 . 00000 2.00000 3 . 00000 4.00000 5 . 00000 6 . 00000 7 . 00000 8 . 00000 9.00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000

CASE

PAGE 1

incre: displ: a xial:

Frame 5 Joint 7 Frame

FUNCTION incre 0 . 00000 - 7 . 50000 - 15 . 00000 - 22.50000 -30.00000 - 37.50000 - 45.00000 - 52.50000 - 60.00000 - 67.50000 - 75.00000 - 82.50000 - 90.00000 -97.50000 -105.00000 - 112.50000 - 120.00000 - 127.50000 - 135.00000 - 142.50000 -150.00000

Station 4 Axial Forc e Displacement UX Station 1 Axial Force

FUNCTION displ -9 . 469E - 06 9 . 123E - 06 3.205E - 05 5.998E-05 9 . 380E-05 2.237E - 04 2 . 729E-04 4.737E - 04 6.773E - 04 9.534E - 04 0.00135 0.00196 0.00295 0.00533 0.01220 - 0.35330 - 0.01456 - 0.00838 - 0.00626 -0.00520 - 0.00458

FUNCTION a xial -0.20776 - 7.68546 - 15 . 16386 - 22.64297 - 30.12278 - 37.61408 - 45.09534 - 52.58705 -60.07597 -67 . 56660 -75.05912 -82.55381 - 90.05129 - 97.55481 -105.07428 -7 Pult - 111 .32508 -7 buckle - 119.98781 -127.51007 - 135.02091 - 142.52999 - 150.03941

Case-2

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP 0.00000 1.00000 2 . 00000 3.00000 4 . 00000

incre: displ: a xial:

Frame 5 Joint 7 Frame

FUNCTION incre 0.00000 -7.50000 - 15.00000 -22.50000 -30.00000

Wiryanto Dewobroto . Struktur Baja

Station 4 Axial Force Displacement UX Station 1 Axial Force

FUNCTION displ -9 . 469E - 06 -1.382E - 04 -2 . 718E - 04 - 4 . 111E -04 - 5 . 569E-04

FUNCTION axial - 0.20776 - 7.72865 - 15.25047 - 22.77322 - 30.29692

723

5.00000 6.00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000

-37.50000 -45.00000 -52.50000 -60 .00000 -67.50000 -75.00000 -82.50000 - 90.00000 - 97.50000

-8.158E-04 -9.783E-04 - 0.00131 -0 .00163 -0.00204 - 0.00256 - 0.00330 - 0.00443 - 0.00699

14.00000

-105.00000

-0.01470

15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000

-112.50000 - 120.00000 - 127.50000 -135.00000 -142.50000 -150.00000

0.12179 0.01206 0.00602 0.00380 0.00260 0 . 00181

CASE

-37.83592 - 45.36155 -52.90099 - 60.43658 - 67.97416 -75.51367 -83.05494 - 90.59747 - 98.13831 - 105.66552 -7 Pult -113.63866 -7 buckle

-120.86054 -128.40203 -135.95877 -143.52220 -151.09076

Case-3

FUNCTION FUNCTION FUNCTION

incre: displ: a xial :

Frame 5 Joint 7 Frame

FUNCTION incre 0.00000 -7 .50000 - 15.00000 -22.50000 - 30.00000 -37.50000

STEP 0 . 00000 1 . 00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000

Station 4 Axial Force Displacement UX Station 1 Axial Force

FUNCTION displ - 9.469E - 06 - 4.209E-05 - 7.431E - 05 -1.061E-04 -1.373E-04 - 1.679E-04

FUNCTION axial - 0.20776 - 7.70706 - 15.20717 -22.70809 -30.20984 -37.71242

- 2.900E - 04 - 1.769E -04 -5.700E -04 1.658E - 04 - 1.901E - 04 1.828E - 04 3.930E - 04

- 105.35475 - 112.89344 - 120.41958 - 127.95113 - 135.48095 - 143.01454 - 150.54844

(sengaja dihapus) 14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20 . 00000

- 105.00000 - 112.50000 - 120.00000 -127 . 50000 -135.00000 - 142 . 50000 -150.00000

-7 tidak buckle

.--r::::=::::::::____ _

--+r--------------------------4·~----~

-{r-

-0.2000

-0.1500

-0.1000

-0.0500

0.0000

Case-1

-Case-2

0.0500

Case-3

0.1000

r0.1500

Gambar 10.39 Kurva P-/i pada Nodal #7 em)

Catatan : translasi Case-l diskala-kecilkan agar muat digambar.

724

Bab 10. DAM da n apli kasinya

Perhatikan kurva beban-perpindahan lateral pada Gambar 10.39, untuk Case-1 dan Case-2 terjadi lonjakan perpindahan lateral. Ini merupakan indikasi terjadi instabilitas yang berupa tekuk global. Untuk Case-3 tidak terlihat sesuatu yang aneh, yang berarti tidak bisa menangkap fenomena tekuk yang terjadi. Itu juga menunjukkan bahwa konfigurasi beban menentukan hasil analisis.

Gambar 10.40 Deformasi @P" =105 kN (Ii

=12.2 mm) -

Case 1 @ Step 14

Gambar 10.40 memperlihatkan deformasi struktur Case-1 sesaat sebelum terjadi tekuk (Step-14), jika ditambah beban lagi, atau step beban berikutnya, akan terjadi mechanism atau instabilitas pada struktur. Lihat Gambar 10.41 untuk skala gambar yang sama.

Gambar 10.41 Deformasi @Pu =111.3 kN (Ii

= 353.3 mm) -

Case 1 @ Step 15

Tinjauan pertama melihat deformasi pada step-step pembebanan

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

725

(Gambar 10.40 & 10.41), yang secara visual memperlihatkan ada perubahan bentuk geometri yang mendadak. Pada tahapan beban terakhirstabil (step-14) ke step-1S dianggap terjadi instabilitas atau tekuk. SAP2000 berhasil mengindentifikasikan tekuk secara global, jika memakai analisa elastik linier biasa (tanpa P-delta), tentu tidak bisa diperoleh. Struktur yang mengalami tekuk tidak bisa dipakai. Jadi kondisi beban pada step-1S tidak perlu diperiksa lebih lanjut, karena sudah jelas tidak bisa digunakan karena kondisinya sudah tidak stabillagi (mechanism). Jika dianggap tahapan beban pada Step-14 adalah kondisi terakhir sebelum mengalami tekuk, maka besarnya beban tersebut menjadi beban ultimate, yaitu Pu = 105 kN. Gaya-gaya internal pada step 14 dan 15 akan dipakai untuk check kekuatan elemen scaffolding berdasarkan AlSC (2010). Untuk itu ditinjau batang 2 dan batang 3 dari pembebanan pada Step-H. Tinjau Elemen #2 (kolom kiri) : SAP2000 v15.1.0 File: SCAFF - 1 - TINGKAT 11/7 / 14 21: 40: 39 NON LIN EAR

S TAT I C

CASE Case - 1 FUNCTION incre Frame 5 FUNCTION momen-2 Frame 2 FUNCTION aksial-2: Frame 2 STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000 6.00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000

726

FUNCTION incre 0 . 00000 - 7.50000 - 15.00000 - 22 . 50000 - 30.00000 -37.50000 -45.00000 - 52.50000 - 60.00000 - 67.50000 - 75.00000 - 82.50000 -90 . 00000 -97.50000 -105.00000 -112.50000 -120.00000 - 127.50000 - 135.00000 -142.50000 - 150.00000

PAGE 1

DA T A

Station 4 Station 4 Station 1

FUNCTION momen - 2 8 . 934E - 04 - 0.00816 - 0.01770 -0.02780 - 0.03856 -0.06058 - 0.07301 - 0.10287 - 0.13281 - 0.17080 - 0.22230 - 0.29667 -0.41393 -0.68528 -1.45276 38.76579 1.48993 0.79860 0.55589 0.43118 0.35448

KN , m, C Units

Axial Force Moment 3 -3 Axial Force

FUNCTION aksial - 2 - 0.16390 - 7.64107 -15.11896 - 22.59757 -30.07691 - 37.56804 - 45.04887 - 52.54063 - 60.02960 - 67.52049 -75.01363 -82.50955 -90.00937 -97.51927 -105.05806 -110.30383 - 119.89351 - 127.43299 - 134.94949 - 142.46115 - 149.97189

~ ~ ~

Pu stabil not OK buckle

Bab 10. DAM da n aplikas inya

Tinjau Elemen #14 (kolom kanan) : SAP2000 v15.1.0 File: SCAFF-1 -TINGKAT 11 /7/14 21: 47: 39 NON LIN EAR

S TAT I C

CASE Case-1 FUNCTION incre FUNCTION momen-14 FUNCTION aksial - 14: STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000 6.00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000

Frame 5 Frame 14 Frame 14

FUNCTION incre 0.00000 - 7.50000 - 15.00000 - 22.50000 - 30.00000 -37.50000 - 45.00000 -52.50000 ·60.00000 - 67.50000 -75.00000 - 82.50000 - 90.00000 -97.50000 -105.00000 - 112.50000 - 120.00000 - 127.50000 -135.00000 -142.50000 -150.00000

KN, m, C Units

PAGE 1

DA T A Station 4 Station 4 Station 4

FUNCTION momen-14 1.342E - 05 - 0.00889 -0.01828 -0.02823 -0.03882 -0 .06092 -0.07318 - 0.10299 - 0.13281 - 0.17069 - 0.22208 - 0.29637 - 0.41360 -0.68504 -1.45286 39.81016 1.49660 0.80392 0.56067 0.43622 0.36020

Axial Force Moment 3 - 3 Axial Force

FUNCTION a'ksial-14 - 0.09055 - 7.58968 -15.08880 -22.58791 -30.08701 -37.58588 -45.08493 - 52.58358 - 60.08222 - 67.58064 -75.07872 - 82.57621 - 90 . 07258 -97 .56492 -105.04428 - 113.63686 - 120 . 12041 - 127.60173 - 135.09483 - 142 . 59105 -150.08855

-7 Pu stabil -7 not ok -7 buckle

Check kuat nominal elemen #14 terhadap ketentuan AISC 2010.

Pipa 58 mm (L = 1.5 m) - Mill-certificate (Fy 371 MPa)

d = 58 mm ... .................. ...... ..... .............. .. . (diameter lu ar pipa) t = 3.25 mm ............................................. .... ....... (tebal pipa) d 1 = d - 2*t = 51.5 mm ......................... .. ..... (diameter dalam pipa)

A={(d 2 -di)={(58 2 -51. 52)= 559 mm 2 .. ....................... .. .. (Iuas) r =+~d2+di =+~582+51.52 = 19.4mm .. ................. Z=

t(d -dr)=t(5 8 3

3

3

- 51.5 )= 9753.5 mm

3

(radiusgirasi)

.............. (modulus plastis)

Check klasifikasi tekuk Iokal profiI pipa

D/t :s; 0.11 E/Fy untuk elemen tidak langsing ...... ...... (A lSC 84) (58/3 .25=17.85) «< (0. llE/Fy =59.3) .... ......... (Mill-certificate)

Wiryanto Dewobroto - Strllktll r Baja

727

Pipa


F= e

77.3J!S:[4.71

fI =109.4J .... ..... .... ........ . (E 3-2)

VFy

2

1[£

_ 1[2

[KL/ r minY

Fer = (0.658

Fy Fe / ) . Fy

* 200000 = 330 MPa .. .. .. ... .. ...... ...... .. .. (E 3-2) 77.3 2

= 0.625Fy = 231.7 MPa

P = FcrAy = 231.7*559/1000 = 129.5 kN II

~

13 ton ...... .. ...

(E 3-1)

Step ke-14: P u 11> P n = 105/0.9*129.5 = 0.9 Step ke-13: P u 11> P" = 97.6/0.9*129.5 = 0.84 Momen akibat kondisi "imperfection" diperhitungkan maka : Check Dlt

~

0.07 EIFy penampang kompak .................. (84)

(58/3.25=17.85) <<< (0.07 EIFy=38) .......... .. ...

(Mill-certifi cate)

Penampang kompak, ketentuan F8 (AISC 2010) terhadap leleh. Mil = FyZ = 371 *9753.5/1E6 = 3.618 kNm ...... .. ....

(Mill -ce rtifi ca te)

Step ke-14: Mu 11> Mn = 1.45/0.9*3.618 = 0.445 Step ke-13 : Mu 1 1> Mn = 0.710.9*3.618 = 0.21 Kondisi tegangan gabungan mengacu ketentuan AISC : Hl (Doubly and Singly Symmetric Members Subject to Flexure and Axial Force) Pr= -Pu= 0.9 Pc ¢JPn

»

0 .2 se h'mgga R= -Pr + 8 Mr Pu+ 8Mu-=Pc

9 Me

¢JPn

9 ¢JM"

Step ke-14: R= 0 .9+(8/9)*0.445 = 1.3 > l .. ..... .. ... ...... .. notOK Step ke-13: R= 0.84+(8/9)*0.21 = 1.03 ~ 1 ........ .. ............. OK Kapasitas maksimum kolom scaffolding; P u ~ 98 kN = 9.8 ton.

10.6.11. Perbandingan hasH: simulasi vs real Terlepas mutu bahan material, hasil simulasi menunjukkan bahwa analisis dengan cara DAM memberi hasil analisis stabilitas yang lengkap, ada tinjauan stabilitas struktur global dan elemen lokal. Untuk memastikan bahwa simulasi mempunyai keamanan untuk digunakan maka akan dibandingkan dengan kalibrator, yaitu hasil

728

Bab 10. DA M da n apli kasinya

uji eksperimen scaffolding di Bandung. Perbandingan antara Case-1 simulasi dan perilaku keruntuhan dalam grafik (Gambar 10.42). Berdasarkan perilaku keruntuhan scaffolding yang diperlihatkan dalam grafik hubungan gaya-deformasi, hasil simulasi numerik vs eksperimen memperlihatkan kesamaan perilaku sebelum terjadi tekuk. Beban maksimum hasil simulasi numerik relatif lebih kecil dibanding beban maksimum uji eksperimen, meskipun demikian terlihat cukup mendekati, lihat Gambar 10.43.

~

1"-14

.""...-'1 ~

........ Tr-4

\

--ilE-Tr-9

d

,~* \

--+- Tr-10 -A-Tr-12

-

-

l\

-+-Tr-3

-

-

-M-Tr- 13

-

-160

__ CASE-1

-140

-120

2,

-100

-80 -60 -40 perpindahan lateral (mm)

-20

:>

o

20

40

Ga mbar 10.42 Pe rba ndi nga n has il uji scaffolding simulas i DAM vs eks pe rim e nta l

Catatan : translasi Case-1 diskala-kecilkan agar muat digambar. Itu menunjukkan bahwa analisis stabilitas struktur dengan cara DAM (AISC 2010) mampu melacak beban maksimum scaffolding dan hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil uji empiris. Beban maksimum yang diperoleh adalah beban ultimate atau beban batas sebelum terjadinya instabilitas. Agar dapat dipakai praktis tentunya harus diberikan safety factor yang sesuai.

10.7. Analisis Stabilitas Scaffolding Tingkat Banyak 10.7.1. Pendahuluan Keunggulan evaluasi struktur dengan simulasi numerik dibanding uji empiris adalah murah, dan cepat, serta dapat diulang dengan mudah. Parameter penting dapat diganti untuk melihat pengaruhnya. Simulasi numerik perlu komputer, hasilnya berupa data digital yang mudah diolah (teks atau grafis), dan didistribusikan.

Wiryanto Dewobroto - Strll ktllr Baja

729

Meskipun banyak keunggulan, tetapi ada kekurangan. Jika hal ini tidak diantisipasi baik, maka hasil simulasi menjadi tidak berguna. Kekurangan utama dari simulasi numerik adalah bahwa data yang diolah hanyalah model saja, bukan struktur yang sebenarnya. Oleh sebab itu hasilnya perlu diterjemahkan dahulu oleh insinyur. Jika model struktur dianalisis pada kondisi elastis-linier hasilnya relatif lebih mudah diprediksi berdasarkan hasil terdahulu, tetapi jika kondisinya inelastis-nonlinier, hasilnya masih berupa dugaan atau hipotesis sehingga terbuka untuk diperdebatkan. Oleh sebab itu agar berkorelasi dengan kondisi real sebenarnya, model untuk simulasi numerik perlu dikalibrasi dengan hasil uji empiris. Simulasi numerik model scaffolding yang dibuat (lihat Bab 10.6) telah dikalibrasi dengan hasil uji empiris dan terbukti berkorelasi baik. Itu berarti hasH simulasi numerik tidak lagi berupa hipotesis tetapi telah menjadi seperti fakta itu sendiri. Jika strategi simulasi numerik yang sarna dipakai untuk meneliti scaffolding yang lain, tentu hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan secara rasional. Dengan latar belakang pemikiran seperti di atas, selanjutnya akan diteliti scaffolding yang sarna, tetapi dengan konfigurasi geometri yang lebih kompleks, yaitu jika ditumpuk menjadi tingkat dua atau tiga. Evaluasi scaffolding bertingkat secara uji empiris tentu tidak mudah karena selain keterbatasan alat, juga pelaksanaannya lebih berisiko tinggi dibanding uji scaffolding satu tingkat saja. Konfigurasi dasar struktur scaffolding pada dasarnya adalah rangka tidak bergoyang (bracing) sehingga K = 0.5 ~ 1.0 untuk menghitung kekuatan kolom. Jika kemudian ditumpuk dan menjadi scaffolding bertingkat, tentu tidak mudah menentukan nilai K berdasarkan panjang efektifnya. Pad a situasi seperti inC analisis stabilitas cara DAM (AISC 2010) dengan K = 1 tentu akan membantu. Detail simulasi numerik stabilitas scaffolding 2 dan 3 tingkat, diberikan lengkap dalam bentuk contoh-contoh sebagai berikut.

10.7.2. Simulasi scaffolding 2-tingkat Scaffolding 2-tingkat dibuat dengan cara menyusun ke atas atau stacking dua buah scaffolding yang sarna. Untuk simulasi numerik yang dilakukan dianggap asesori-asesori lain dihilangkan karena keberadaannya dianggap akan membuat lemah struktur tersebut. Asesori yang dimaksud adalah elemen-elemen tambahan untuk penyambung ketinggian dan sebagainya.

Adapun pemodelan scaffolding yang dibuat adalah berikut :

730

Bab 10. DAM da n apl ikasinya

~----------- 2~ ------------~ jepi/~roll

1500

(arah vertika l)

22

21

153

450 ~-L~

__________

~~

__________

~12

153

Gambar 10.43 Siste m penomoran mod el struktur scaffolding 2-tingkat

Pada pemodelan struktur, sambungan knock-down antar tingkat dianggap tidak ada perlemahan (reduksi). 8agian yang direduksi sebesar 30% adalah sarna seperti pemodelan scaffolding l-tingkat sebelumnya (yang telah dikalibrasi pada Bab 10.6), yaitu ujung atas pipa (elemen #10 dan #34 saja). 8agian pipa lain dianggap menerus (utuh). Asumsinya, meskipun scaffolding bagian bawah dan scaffolding atas pada dasarnya dalam kondisi sarpbungan (ada bagian yang tidak kontinyu) tetapi karena bagian tersebut telah didesain khusus maka .dianggap cukup sempurna untuk meneruskan momen atau kekakuan lentur. Jadi tidak perlu diberi reduksi properti penampangnya.

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

731

Asumsi penempatan beban notional, yaitu untuk mewakili adanya kondisi imperfection (ketidak-Iurusan elemen) diberikan sesuai prediksi deformasi saat mengalami tekuk atau sesuai mode-shape. Karena konfigurasi scaffolding tidak simetri akibat bracing yang dipasang pada satu arah saja maka perlu ditinjau berbagai posisi beban notional, dan posisi beban tersebut memang tidak diberikan pada pertemuan titik nodal antara batang vertikal dan horizontal karena perilaku tekuk didominasi oleh kolom pada rangka tidak bergoyang, yaitu di dalam batang itu sendiri. Adanya bagian yang termasuk rangka bergoyang akan secara otomatis dievaluasi. p.

p.

a).

p.

p.

CAS.;"',

p.

b).CASE-l

p.

p.

d).CASE-04

c:). CASE-}

Ga mba r 10. 44 Pe ne mpata n beban ultimate (PJ dan notional (N'ood) - 2 ti ngkat

Akan dievaluasi deformasi lateral titik bebas kolom, nodal 7 untuk setiap kasus pembebanan. Hasil keluaran diambil memakai opsi Display - Show Plot Function yang tersedia di SAP2000 vlS.l.O. SAP2000 v15.1.0 File: SCAFF-2-TINGKAT 11 / 7 / 14 23:03:40 NON LIN EAR

CASE

PAGE 1

DA T A

Case-1

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000

732

S TAT I C

KN , m, C Units

incre: displ: a xial:

Frame 10 Station 4 Axial Force Joint 7 Displacement UX Frame 2 Station 1 Axial Force

FUNCTION incre 0.00000 -7.50000 - 15 . 00000 - 22.50000 -30 . 00000 -37 . 50000

FUNCTION displ - 6.498E - 06 - 2.440E - 06 2.685E-06 8.866E-06 1.605E - 05 3.725E - 05

FUNCTION a xial - 0.37150 - 7.78089 -15.19135 - 22.60288 -30.01545 -37 . 44496

Bab 10. DAM dan apli k asinya

6 . 00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000 11 . 00000 12.00000

13 . 00000 14 . 00000 15 . 00000

CASE

4.596E - 05 5.539E-05 4 . 858E-05 1.600E - 05 - 8.022E - 05 - 3 . 454E - 04

-90.00000

-0.00169

0 . 01184 - 97.50000 - 105.00000 0 . 00394 0.00342 -112.50000 sengaja dihapus

-44 . 85956 -52.28740 -59.70990 - 67.13204 - 74.55073 -81.95771 -89.28270 -7 Pu stabil -97.74657 -7 buckle

-104 . 57030 - 111.96015

Case-2

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3 . 00000 4 . 00000 5 . 00000 6 . 00000 7.00000 8 . 00000 9 . 00000 10 . 00000 11.00000 12.00000

13.00000 14.00000 15.00000

CASE

- 45.00000 - 52.50000 - 60.00000 - 67 . 50000 - 75.00000 - 82 . 50000

incre : displ: a xial :

Frame 10 Station 4 Axial Force Joint 7 Displacement UX Frame 2 Station 1 Axial Force

FUNCTION incre 0 . 00000 - 7.50000 - 15.00000 - 22.50000 - 30.00000 - 37.50000 - 45.00000 - 52.50000 - 60.00000 - 67.50000 - 75.00000 - 82.50000

FUNCTION displ - 6.498E-06 -1.410E-04 - 2.829E-04 - 4.333E - 04 - 6.897E - 04 - 8.628E - 04 - 0 . 00124 - 0 . 00163 - 0.00215 - 0.00288 - 0 . 00426 - 0 . 00680

-90.00000

-0.01595

- 97.50000 0.04226 - 105.00000 0.01039 0.00577 - 112.50000 sengaja dihapus

FUNCTION a xial - 0 . 37150 - 7 . 82098 -15.27137 - 22.72259 -30.18236 -37.63484 -45 . 09069 - 52 . 54051 - 59 . 98427 - 67.41459 - 74 . 79948 - 82 . 09871 -88.89400 -7 Pu stabil - 100.81125 -7 buckle - 105 . 91357 - 113 . 07050

Case-3

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP 0.00000 1 . 00000 2 . 00000 3 . 00000 4 . 00000 5.00000 6.00000 7.00000 8.00000 9 . 00000 10 . 00000

incre: displ: axial:

Frame 10 Station 4 Axial Force Joint 7 Displacement UX Frame 2 Station 1 Axial Force

FUNCTION incre 0 . 00000 - 7.50000 - 15.00000 - 22.50000 - 30.00000 - 37.50000 -45.00000 -52.50000 - 60.00000 - 67.50000 - 75.00000

Wiryanto Dewobroto - Strllktllr Baja

FUNCTION displ -6.498E - 06 -1 . 134E - 04 -2.211E-04 -3.293E-04 - 4 . 377E - 04 - 5.489E-04 - 6.563E - 04 -7.320E - 04 -7.816E - 04 -7.752E - 04 - 6.411E - 04

FUNCTION a xial - 0.37150 - 7.95943 -15.54977 -23.14259 - 30.73797 -38.37522 - 45.97606 - 53.61923 - 61.25421 - 68.90010 - 76.56295

733

11.00000 12.00000 13.00000 14.00000 15.00000

-82.50000 -90.00000 -97.50000 -105.00000 -112.50000

-1.862E-04 0.00285 -0.02030 -0.00730 -0.00625

-84.25796 -92.15745 -7 Pu stabil -98.07531 -7 buckle -106.75403 -114.53526

sengaja dihapus

CASE

Case-4 incre: Frame 10 Station 4 Axial Force displ: Joint 7 Displacement UX axial: Frame 2 Station 1 Axial Force

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP

FUNCTION incre 0.00000 -7.50000 -15.00000 -22.50000 -30.00000 -37.50000 -45.00000 -52.50000 -60.00000 -67.50000 - 75.00000 - 82.50000 -90.00000 - 97.50000 - 105.00000

0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000 6.00000 7.00000 8.00000 9 . 00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000

FUNCTION axial -0.37150 -7.91934 -15.46975 -23.02288 -30.60738 -38.16656 - 45.76855 - 53.36665 - 60.98018 - 68.61816 -76.31894 -84.13080 -92.64461 -7 Pu stabil - 92.13222 -7 buckle - 105.39899

FUNCTION displ -6.498E-06 2.520E-05 6.454E-05 1.130E-04 2.735E - 04 3.468E - 04 6.400E - 04 9.608E - 04 0.00142 0.00214 0.00361 0.00648 0.01856 - 0.08660 - 0.01386

sengaja dihapus

"-. 1 I .,.

'4 1 IV

~

~

I~

-- -6}¥ !

-0.1000

-_- Case-1 _Case-2

-

-tr-Case-3

-

_Case-4

-,--

,

,

T

-0.0800

-0.0600

-0.0400

-0 .0200

0 0.0000

,

~

0.0200

0.0400

0.0600

Gambar 10.45 Perilaku P-O titik nodal 7 untuk setiap kasu s beban

Dari kurva P-8 dapat dilihat bahwa kondisi beban Case-2 dan Case-4 menunjukkan kondisi ekstrim. Untuk itu akan ditinjau deformasi untuk tiap step pembebanan, khususnya step 12 dan 13 berikut.

734

Bab 10. DAM da n aplikasi nya

Case·2 • Step 12

Case·2 • Step 13

Case--4 • Step 12

CaSH - Step 13

GambaI' 10. 46 Perubaha n arah deformasi (kondisi tidak stabil

=tekuk)

Tahapan beban terkecil yang menyebabkan tidak stabil terjadi pada Case-4 (Step-13). Berarti kondisi stabilnya adalah Step-12 (Case-4), sesaat sebelum tekuk. Akan diambil gaya-gaya elemen 2 (kolom kiri bawah) dan 26 (kolom kanan bawah) pada setiap tahapan beban pada Case-4, memakai opsi Display - Show Plot Function pada SAP2000 ver 15.1.0. Hasilnya sebagai berikut: SAP2000 v15.1.0 File: SCAFF-2-TINGKAT 11/8/14 8:56:23 NON LIN EAR CASE Case-4 FUNCTION incre FUNCTION momen-2 FUNCTION aksial-2:

S TAT I C Frame 10 Frame 2 Frame 2

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

KN,m,C Units

PAGE 1

0 AT A

Station 4 Station 4 Station

Axial Force Moment 3-3 Axial Force

735

STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000 6.00000 7.0 0000 8.00000 9.00000 10 . 00000 11.00000 12.00000 13 . 00000 14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19 . 00000 20 . 00000

FUNCTION

FUNCTION

FUNCTION

incre

momen -2

aksial-2

0.00000 -7.50000 - 15.00000 - 22.50000 - 30.00000 - 37.50000 -45.00000 -52 .50000 - 60.00000 - 67.50000 - 75.00000 -82.50000 -90.00000 -97.50000 -1 05.00000 -112 .50000 -120.00000 -127.50 000 -135.00000 -142 .50000 -150 .00000

3.772E - 04 - 0.01115 - 0.02352 - 0.03691 - 0.06318 - 0.07928 - 0.12031 - 0 .1 6415 - 0 .22350 - 0 .311 03 - 0.48199 -0.80657 -2.14921 9.31927 1 . 40204 0 . 81881 0.58576 0.45305 0.35567 0.26034 0.11564

- 0.37150 - 7.91934 - 15.46975 -23.02288 - 30.60738 - 38.16656 - 45.76855 - 53.36665 - 60.98018 - 68.61816 - 76.31894 -84.13080 -7 Pu ok -92.64461 -7 Pu not ok - 92.13222 -7 buckle - 105.39899 - 113.41654 - 121.19816 - 128.91634 - 136.61672 - 144.32145 - 152.06078

Check kuat nominal elemen #2 terhadap ketentuan AISC 2010. Pip a



58 mm (L = 1.5 m) - Mill-certificate (Fy 371 MPa)

= 58 mm

.. ..... .... ...... ..... ...... .. .... .... .. ... ...... (diameter luar pipa) t = 3.25 mm .... .. ............................... ..... ..... ......... (tebal pipa)

d

d 1 =d - 2*t =51.5 mm .. .. .. ...... .. ......... ...... .. . (d ia meter d a lam pipa) 2 2 - S1.S2)= SS9 mm 2 A = 1L 4 'd - d 2 ) =1L 'S'8 ~ ~ . .......... .... ........... (Iu as) 1

4

r =i~d2+ di =t~S82+ S1.S2 = 19.4 mm

Z=t(d - di)=t(S8 3

3

3

- S1.S )= 97S3.S mm

.... .. .. ... .. .... 3

(ra diu sgiras i)

.. .... ... .... (modulus plastis)

Check klasifikasi tekuk lokal profil pipa ~

0.11 E/Fy untuk elemen tidak langsing ........... . (A ISC B4) (58/3.25=17.85) <<< (0 .l1E/Fy =59.3) ... .......... (Mill-certificate)

D/t

Pipa 58 mm dalam kategori elemen tidak langsing, sehingga tidak ada risiko terjadinya tekuk lokal. Jarak penempatan batang diagonal (bracing) dianggap panjang elemen bebas, yaitu KL = 1.5 m dengan K=1 (AISC 2010). =1 *1S00 ( rKL 19.4 min

736

77.3J=:::(4.71

fI=109.4] ...... .......... ... .. (E3-2)

~Fy

Bab 10. DAM dan ap likasinya

Fe = [

KL/ rm in

7[ 2

]2

* 200000 = 330 MPa 77.3 2

F" ~[0.658t ]FY~ [0.658:;; }71 ~0.625·37b 231.7 MPa Pn =FcrAg =231.7*559/1000

Step ke-12: P u /

=129.5 kN:::::: 13 ton ... ... .. ... (E3- i) ¢ PI! = 92.6/0.9*129.5 =0.795

Step ke-ll : Pu / ¢ P = 84.1/0.9*129.5 = 0.72 II

Momen akibat kondisi "imperfection" diperhitungkan maka : Check D/t

$

0.07 E/Fy penampang kompak .. ...... .. .... .. .. (8 4)

(58/3.25=17.85) «< (0.07 E/ Fy =38) .. .......... ... (Mill -ce rtifi ca te) Penampang kompak, ketentuan F8 (AISC 2010) terhadap leleh. Mn = Fy Z = 371 *9753.5/1E6 = 3.618 kNm ...... .... .. (Mill-certifi ca te)

=0.66 ¢ Mil = 0.8/0.9*3.618 =0.25

Step ke-12: Mu / ¢ Mil = 2.15/0.9*3.618 Step ke-ll: Mu /

Kondisi tegangan gabungan mengacu ketentuan AISC : Hl (Doubly and Singly Symmetric Members Subject to Flexure and Axial Force) p

p

.

P

8M

P

8M

...J:...= _U =0.795 »0.2 sehmgga R= ...J:...+ _ _ r = _ u + _ _u_ Pc rpPn rpP" 9 rpM" Pc 9 Me

Step ke-12: R= 0.795+(8/9)*0.66 = 1.38 > 1 ..... .... ...... .notOK Step ke-ll: R= 0.72+(8/9)*0.25 = 0.94 .... .. .. ................. .. .OK Kapasitas maksimum kolom scaffolding: Pu = 84.1 kN : : : 8.4 ton. Catatan : ada baiknya tiap-tiap elemen kolom dievaluasi memakai prosedur yang sama. Beban terkecil yang masih memenuhi kriteria perencanaan akan menjadi kapasitas kolom scaffolding

Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

737

10.7.3. Simulasi Scaffolding 3-tingkat Scaffolding ditumpuk jadi 3-tingkat. Pada pemodelan, sambungan tengah dianggap utuh. Reduksi lentur (30%) seperti sebelumnya, yaitu ujung atas elemen #15 dan #51. Ini pemodelannya : ~---------- 2~ ----------~ jep it-roll (arab vcrtikal)

38

1500

IiJI

H21

35

36

fi]

~

15)

.50

15)

'50

15)

GambaI' 10.47 Sistem penomoran model struktur scaffolding 3-tingka t

738

Bab 10. DAM da n aplikas inya

p.

r.

r.

p.

r.

d).CAS£...4

b).CAS[..l

I}. CASE-l

r.

p.

Gambar 10.48 Pene mpata n beba n ultimate (PJ dan noti ona l (N,oud) - 3 tingka t

Akan dievaluasi besarnya deformasi lateral titik bebas di kolom, diambil titik nodal 7 untuk semua kasus beban. Data keluaran diambil memakai opsi Display - Show Plot Function yang tersedia pada SAP2000 v 15.1.0. SAP2000 v15 . 1.0 File: SCAFF - 3 - TINGKAT 11 /8 / 14 10 : 46 : 43 NON LIN EAR

CASE

S TAT I C

KN, m, C Units

PAGE 1

DA T A

Case-1

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5 . 00000 6.00000 7.00000 8 . 00000 9 . 00000 10.00000 11.00000 12.00000 13.00000 14.00000

incre: dipsl: a xial:

Frame 15 Joint 7 Frame 2

FUNCTION incre 0.00000 - 7 . 50000 - 15 . 00000 -22.50000 - 30 . 00000 - 37.50000 - 45.00000 - 52.50000 - 60.00000 - 67.50000 - 75.00000 -82.50000 - 90 . 00000 - 97 . 50000 - 105 . 00000

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

Station 4 Axial Force Displacement UX Station 4 Axial Force

FUNCTION dipsl - 7.814E - 06 2.224E - 05 5.880E-05 1.032E-04 2.448E - 04 3 . 891E-04 5.887E-04 8.814E - 04 0.00133 0 . 00209 0 . 00392 0.00978 - 0 . 10533 - 0.01168 - 0.00763

FUNCTION a xial -0.54362 -7.97331 - 15.40499 - 22.83866 - 30.29485 - 37 .74277 - 45.19465 - 52.65043 - 60.10985 - 67.57239 - 75.03545 -82.49213 - 90.59399 - 97.48068 - 104.89226

739

15 . 00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000

CASE

- 112.50000 - 120.00000 - 127.50000 - 135 . 00000 - 142 . 50000 - 150 . 00000

- 0.01110 - 0.00141 - 0.00216 - 0.00206 - 0.00173 - 0 . 00105

- 111.76626 - 120.36188 - 127.71897 - 135.21155 - 142.75748 - 150.36204

Case-2

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP

incre: dipsl: axial:

Frame 15 Joint 7 Frame 2

Station 4 Axial Force Displacement UX Station 4 Axial Force

FUNCTION incre 0 . 00000 - 7.50000 - 15.00000 - 22.50000 - 30.00000 - 37.50000 - 45 . 00000 -52 . 50000 -60.00000 -67 . 50000 -75 . 00000

FUNCTION dipsl - 7.814E-06 - 1.416E - 04 - 2.819E - 04 - 4.299E - 04 - 6.740E - 04 - 9. 185E - 04 - 0.00122 - 0.00160 - 0.00214 - 0.00313 - 0.00492

11.00000

-82.50000

-0.01096

-84.31356

12 . 00000 13.00000 14.00000 15.00000 16.00000 17 . 00000 18 . 00000 19 . 00000 20 . 00000

- 90.00000 - 97.50000 - 105.00000 - 112 . 50000 - 120.00000 - 127. 50000 - 135 . 00000 - 142.50000 - 150.00000

0.08674 0.01103 0.00784 0.01932 - 0.00340 -9 . 103E - 04 - 4 . 365E - 04 -6 . 998E - 05 3 . 887E - 04

- 91.95967 - 99.69464 - 107.56602 - 116.88317 - 121.92558 - 130 . 03846 - 137.92615 - 145 . 65498 - 153 . 58663

0.00000 1.00000 2.00000 3 . 00000 4 . 00000 5 . 00000 6.00000 7.00000 8.00000 9.00000 10.00000

CASE

FUNCTION a xial - 0.54362 - 8.11125 -15.68221 -23.25659 - 30.86982 - 38.47066 - 46.07976 - 53.69816 - 61.32692 - 68.96946 - 76 . 62661

Case-3

FUNCTION FUNCTION FUNCTION STEP

incre: dipsl : a xial :

Frame 15 Joint 7 Fr a me 2

Station 4 Axial Force Displacement UX Station 4 Axial Force

0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 4 . 00000 5 . 00000 6 . 00000 7.00000 8 . 00000 9.00000 10.00000

FUNCTION incre 0.00000 - 7.50000 - 15.00000 - 22.50000 -30 . 00000 -37 . 50000 -45.00000 - 52.50000 - 60.00000 - 67.50000 - 75.00000

FUNCTION dipsl - 7.814E - 06 - 5.750E - 06 - 3.848E - 06 - 2.315E-06 -7.640E-06 -7.833E-06 - 3 . 060E - 05 - 6 . 159E - 05 - 1 . 140E - 04 - 2.070E - 04 - 3.801E - 04

11.00000

-82.50000

-7.428E-04

-80.81750

12.00000 13.00000

- 90.00000 - 97.50000

0.00871 - 8.347E - 04

- 88.04505 - 95.27249

740

FUNCTION axial - 0.54362 - 7.83781 - 15.13287 - 22.42877 - 29 . 73402 - 37 . 03143 - 44.33637 - 51 . 63770 - 58.93851 - 66.23727 - 73.53166

Bah 10. DAM dan aplikasinya

14.00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000

CASE

-105.00000 -112.50000 -120.00000 -127".50000 -135.00000 - 142.50000 - 150.00000

-0.00359 -0.02593 0.01499 0.00901 0.00831 0.00930 0.01251

-102.27515 -106.84127 -119.17831 -125.74415 -1 32.96190 -140.41101 - 148.13110

Case-4

FUNCTION FUNCTION FUNCTION

incre: dipsl: axial:

STEP 0 . 00000 1.00000 2.00000 3.00000 4.00000 5.00000 6 .00000 7 .00000 8 . 00000 9 .00000 10.00000 11 . 00000 12.00000 13 . 00000 14 . 00000 15.00000 16.00000 17.00000 18.00000 19.00000 20.00000

Frame 15 Joint 7 Frame 2

FUNCTION incre 0.00000 -7.50000 - 15 . 00000 -22.50000 -30 . 00000 -37.50000 - 45.00000 - 52.50000 - 60 . 00000 - 67.50000 -75 . 00000 - 82.50000 -90.00000 -97 .50000 - 105.00000 - 112.50000 - 120 . 00000 -127.50000 -135.00000 -142.50000 - 150.00000

Station 4 Axial Force Displacement UX Station 4 Axial Force

FUNCTION dipsl - 7.814E-06 -1.137E-04 -2. 193E-04 - 3.243E-04 -4 .212E-04 -5.237E -04 - 5.951E-04 -6.554E-04 -6.874E-04 - 6.675E - 04 -5.488E-04 -2 .063E - 04 -0.00465 3.453E - 04 0.00392 0.03967 -0.01866 -0.01195 - 0.01091 - 0.01140 - 0.01394

FUNCTION axial -0.54362 -8.24676 -15.95433 - 23.66647 - 31.43060 -39.15242 - 46.93755 -54.71071 -62.49804 -70.30249 -78.12789 - 85.98083 -93.90567 - 101.89880 - 110.19529 - 122.44549 -123.25895 -132. 04037 -140.18374 -147.98218 -155.75279

1.0



1~

-

f---

..... ~

':riA\

I-----

--

- 166

1--'

....--------------------------- -6~

• l'

i C

-

..", ~-

46 .-,.

--+-- Case-1

-

_Case-2

-

Case-3 Case-4

-

---fr-

_ n

-0.1500

-0 .1000

-0.0500

0.0000

0 .0500

0.1000

Gambar 10.49 Perilaku P-O titik nodal 7 untuk setiap kasus beban

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

741

Dari kurva P-8 terlihat kondisi beban Case-1 dan Case-2 terjadi tekuk pada kondisi beban keci!. Selanjutnya akan ditinjau bentuk deformasi struktur pada step 11 dan 12 sebagai berikut.

Case 1 - Step 11

Case 2 - Step 11

Case 1 - Step 12

Case 2 - Step 12

Gambar 10.50 Perubahan arah deformasi (kondisi tidak stabil

=tekuk)

Bentuk deformasi pada Gambar 10.50 menggunakan skala gambar yang sarna, sehingga terlihat sekali setelah Step 11 adalah tekuk. Selanjutnya akan ditinjau momen dan gaya aksial pada kolom kiri, yaitu elemen #2, #7 dan #12 sebagai berikut.

742

Ba b 10. DAM dan aplikasinya

SAP2000 v15.1.0 File: SCAFF-3-TINGKAT 11/8/14 12:29:36 NON LIN EAR

S TAT I C

CASE Case-1 FUNCTION incre FUNCTION momen-2: FUNCTION gaya-2: FUNCTION momen-7: FUNCTION gaya-7

Frame Frame Frame Frame Frame

STEP FUNCTION incre 0.00 0.00 1.00 - 7.50 2.00 -15.00 3.00 -22.50 4.00 -30.00 5.00 -37.50 6.00 - 45.00 7.00 -52.50 8.00 -60.00 9.00 - 67.50 10.00 -75.00 11.00 -82.50 12.00 -90.00 13.00 -97.50 14.00 -105.00 15.00 -112.50 16.00 -120.00 17.00 -127 . 50 18.00 -135.00 19.00 -142.50 20.00 - 150.00

FUNCTION momen-2 3.608E-04 - 0.00984 - 0.02076 -0.03254 -0.05542 -0.07839 -0.10745 - 0.14675 -0.20352 -0 . 29333 -0.50148 -1.15037 11.47944 1.18436 0.73383 1.10975 0.03226 0.10723 0.08873 0.04409 - 0.04023

15 2 2 7 7

KN, m, C Units

PAGE 1

DA T A

Station Station Station Station Station

4 4 4 4

Axial Force Moment 3-3 Axial Force Moment 3-3 Axial Force

FUNCTION FUNCTION FUNCTION gaya-2 momen-7 gaya - 7 -0.54362 -7.304E-04 -0.33563 -7.97331 -0.00125 -7.78471 - 15.40499 -0.00143 -15.23476 -0.00122 -22.68570 -22.83866 -30.29485 0.00403 -30.14611 0.00926 -37.60099 - 37.74277 -45.19465 0 . 01717 -45.05545 - 52.65043 0.02956 -52.50733 0.04958 -59.95281 -60.10985 0.08400 -67.38363 - 67.57239 0.17018 - 74.75533 - 75.03545 0.45105 -81.90447 -82.49213 - 90.59399 -4.54377 -96.57265 -97.48068 - 0.58029 -98.04191 -104.89226 - 0.40229 - 105.21100 -111 .76626 -0.69110 - 112.01514 -0.01887 - 120.54923 -120.36188 -127.71897 - 0.08023 - 127.89188 -135.21155 -0.07921 -135 . 37970 -142.75748 - 0.06342 -142.93651 -150.36204 - 0.01554 - 150.58611

Check kuat nominal elemen #2 terhadap ketentuan AISC 2010.

Pipa c/> 58 mm (L =1.5 m) - Mill-certificate (F y 371 MPa) d = 58 mm .. .. .... ... ...... ... ......... .. ..... ... .. .... .... (di a meter luar pipa) t = 3.25 mm ..... ............. ......... .. ........ ... ...... .. ... .... . (tebal pipa) d 1 = d - 2*t = 51.5 mm ........................ .. .. .... (dia meter da la m pipa)

A={(d 2-di )={ (58 2 - 51.52)= 559 mm 2 . ... ... ......... .. .... .. .. ... (Iu as)

r =+~d2+ di =+~582+ 51.52 = 19.4mm ... ... ............ . (radiusgiras i) Z= i \d 3 - d~ )= i \58 3 - 51.5 3 )= 9753.5 mm 3 .. .. .. ...... . (modulus plas tis) Check klasifikasi tekuk lokal profil pipa

D/t :5 0.11 E/Fy untuk elemen tidak langsing .. .. .. .... .. (AISC B4) (58/3.25=17.85) <<< (O .llE/ Fy =59.3) .. .. ... .... .. (Mill -ce rt ificate)

Wi rya nto Dewo broto - Stru ktur Baja

743

Pipa <j> 58 mm sebagai elemen tidak langsing, tanpa risiko tekuk lokal. Jarak penempatan bracing dianggap panjang elemen bebas, KL = 1.5 m dengan K=l (AISC 2010). = 1 *1500 ( rKL min 19.4

77.3J:5:(4.71

7[2

* 200000

fI =109.4) ....... .. ... ... ...... (E3-2 )

VFy

330 MPa

77.3 2

F" ~ [0.658 :']FY~ [0658:::}71 ~ 0.625' 371 ~ 231.7MP, PII = FcrAg = 231.7*559/1000 = 129.5 kN :::; 13 ton ........... (E3-l)

Step ke-ll: Pu / ¢ P n = 82.5/0.9*129.5 = 0.708 Step ke-10: P u / ¢ P n = 75.0/0.9*129.5 = 0.644 Momen akibat kondisi "imperfection" diperhitungkan maka : Check D/t:5 0.07 E/Fy penampang kompak ............. .. ... (B4) (58/3.25=17.85) «< (0 .07E/Fy=38) .. ... .......... (Mill -cer t ificate) Penampang kompak, ketentuan F8 (AISC 2010) terhadap leleh.

Mn = FyZ = 371 *9753.5/1E6 = 3.618 kNm ............ (Mill -certifica te) Step ke-ll: Mu / ¢ Mn = 1.15/0.9*3.618 = 0.353 Step ke-10: Mu / ¢ Mn = 0.5/0.9*3.618 = 0.154 Kondisi tegangan gabungan mengacu ketentuan AISC : Hl (Doubly and Singly Symmetric Memb ers Subject to Flexure and Axial Force) p p . P 8M P 8M -I...=_ u = 0.795 »0.2 sehmgga R= -I... + _ _ r = _u + _ _u_ Pc 9 Me Pc f/JPn f/JPn 9 f/JM n

Step ke-ll: R= 0.708+(8/9)*0.353 = 1.02

~

1 .............. not OK

Step ke-10: R= 0.644+(8/9)*0.154 = 0.78 < 1 .......... .. ...... OK Kapasitas maksimum kolom scaffolding: Pu = 82.5 kN :::; 8.25 ton.

744

Bab 10. DAM da n apli kasi nya

10.7.4. Faktor keamanan scaffolding Setelah berhasil dilakukan simulasi numerik analisis stabilitas sehingga diperoleh beban ultimate atau beban maksimum yang dapat dipikul sebelum struktur mengalami kondisi instabilitas untuk selanjutnya disebut sebagai beban ultimate dari scaffolding, maka selanjutnya untuk memperoleh beban rencana yang aman atau beban ijin adalah beban ultimate dibagi dengan safety factor. Dari studi literatur dapat diketahui bahwa scaffolding mempunyai spesifikasi khusus, berbeda dari struktur biasa. Untuk itu ada baiknya dikutipkan langsung uraian dari ASCE (2002) khususnya halaman 6 kolom Commentary, ada pernyataan sebagai berikut : OSHA (1977) requires that "Scaffolds shall be capable of supporting, without failure, their own weight and at least four times the maximum intended load': ANSI (1989) has similar requirement. The designer should be aware that temporary structures used repeatedly are subject to abuse and loss of capacity and that factor may need to be lower than used for ordinary strength design to compesate for this loss of capacity.

Ketentuan di atas secara jelas menunjukkan bahwa safety factor untuk scaffolding adalah khusus, yaitu 4.0 (empat), yang berarti lebih besar dibandingkan struktur standar yang lain.

10.7.5. Perbandingan kekuatan scaffolding tingkat Tipe scaffolding buatan dalam negeri tipe H2000-L2000-W2000 (pipa utama ~58 mm) telah berhasil dianalisis terhadap stabilitasnya dalam memikul beban vertikal maksimum. Scaffolding dievaluasi dari tiga konfigurasi tingkat berbeda yang umum dibuat, yaitu 1, 2 dan 3 tingkat dengan cara menumpuk. Assesori tambahan seperti untuk menambah tinggi, tidak dipakai dengan alasan bahwa assesori akan dapat meningkatkan ketidaklurusan (kondisi imperfect) dari struktur scaffolding. Jika ternyata asesori dipakai, maka beban maksimum perlu direduksi.

Analisis stabilitas dengan Direct Analysis Method (AlSC 2010), dapat memasukkan imperfection akibat ketidak-lurusan tingkat (story out ofplumbness) sebesar 1/500 sesuai AISC Code ofStan-dard Practice, atau adanya plastisitas dari residual stress. Berarti struktur telah dianalisis terhadap stabilitas global. Karena strategi analisis telah kalibrasi terlebih dahulu terhadap uji eksperimen, maka hasilnya dianggap sesuai kondisi real.

Wi ryan to Dewobroto - Struktur Baja

745

Konfigurasi model scaffolding dan bebannya Bentuk konfigurasi geometri scaffolding tingkat dan lokasi beban vertikal pada model yang dianalisis adalah sebagai berikut. p

p

p

,r

p

p

6309

4206 fL-- - - -1

2000

2000

2000

(a)

(b)

(c)

Ga mbar 10.51 Scaffolding tipe H2000-L2000 -W2000 (pipa <jl58 mm)

Catatan : Beban P adalah beban terpusat untuk tiap kolom. Satu konfigurasi utuh scaffolding terdiri dari 4 kolom, jadi total ada 4P.

Beban batas maksimum dan beban ijin rencana Dari analisis diperoleh beban maksimum struktur adalah beban sesaat sebelum terjadinya tekuk. Selanjutnya dengan safety factor yang sesuai (S.F = 4.0) dapat ditentukan beban ijin rencana untuk tiap-tiap kolom scaffolding. Tabe110.6 Be ba n re nca na untuk ko lom Scaffolding

Tipe

tingkat

H2000-L2000 W2000 <j>58 mm

Pu(ton)

%

1

9.80

100%

2

8.40

86%

3

8.25

84%

S.F

P iiin (ton)

4.0

2.45

(ASCE 2002) (ANSI 1989) (OSHA 1977)

2.10 2.06

Catatan : beban untuk tiap pipa kolom scaffolding Ka pasitas scaffolding didasarkan konfigurasi tanpa pemasangan komponen asesori, ya ng keberadaannya dianggap memperlemah.

746

Bab 10. DAM da n ap li kasinya

Desain akhir scaffolding bertingkat Konfigurasi scaffolding pada Gambar 10.51 adalah model struktur. Ketidak-tepatannya mempengaruhi hasil. Meskipun telah diusahakan teliti menginterprestasikan struktur real ke model, baru saat dibuatkan detailnya ditemukan ketidak-tepatan ukuran. Pada model, informasi tinggi tingkat dihasilkan dari mengalikan tinggi scaffolding l-tingkat, saat dibuat gambar detailnya : panjang sambungan jadi lebih pendek. Itu menyebabkan tinggi scaffolding bertingkat berubah. Karena kondisinya menjadi lebih konservatif (Iebih pendek) maka tidak perlu dihitung ulang, jika kondisinya terbalik (Iebih panjang) maka tentu harus dilakuan evaluasi ulang. Kapasitas dukung relatif scaffolding tingkat yang telah dievaluasi diperlihatkan pada Gambar 10.52, jika dianggap kapasitas dukung scaffolding l-tingkat adalah 100%, maka semakin tinggi tingkat ada penurunan kapasitas, masing-masing 86% dan 84%.

(a) 1-tingkat (100%)

(b) 2-tingkat (86%)

(e) 3·tingkat (84%)

Ga mba r 10.52 Ka pas itas daya d uku ng relatiFscaff o lding ya ng be rbeda tingkat

Adanya penurunan kapasitas scaffolding di atas, tidak terlihat jika dievaluasi memakai metode panjang efektif kolom (AISC 2005). Maklum besarnya nilai K untuk l-tingkat, 2-tingkat, atau 3-tingkat tidak terlihat ada perbedaan. Jika dipakai DAM (2010), penyebab turunnya kapasitas, yaitu imperfection dan inelastis pada struktur keseluruhan (global) akan dapat terdeteksi secara otomatis.

Wirya n to Dewobroto - Strll ktllr Baja

747

10.8. Kesimpulan Telah diungkapkan dalam bentuk studi kasus simulasi numerik yang menunjukkan bahwa pada kondisi beban kecil, perencanaan struktur baja dengan cara DAM (AISe 2010) dapat menghasilkan struktur baja yang lebih ekonomis, tetapi pada kondisi beban besar yang berisiko tinggi, mampu menghasilkan desain struktur baja yang lebih aman, dibanding cara lama (AISe 2005). Telah diulas jenis struktur yang dipengaruhi oleh stabilitas, yaitu jenis Lean-On (Galambos 1998), yang tidak mudah diselesaikan dengan cara lama lama (AISe 2005). Ternyata ini bukan sesuatu yang khusus jika diselesaikan dengan DAM (AISe 2010). Jadi ini menjadi bukti sederhana, bahwa alasan berpindah ke cara baru, tidak semata-mata karena faktor ekonomis saja. Tetapi karena ada tawaran solusi penyelesaian yang lebih baik dari cara lama. Simulasi numerik hanya mengolah model, bukan struktur realnya, maka ada yang menganggap hasilnya masih berupa hipotesis saja. Apalagi jika terkait masalahan non-linier. Adanya hasil uji skala penuh scaffolding (Dewobroto 2013a) dapatlah dibuat kalibrasi. Hasilnya menunjukkan bahwa DAM berkorelasi baik dengan cara uji empiris. Jika itu dapat dimaknai sebagai suatu kebenaran maka tentu saja strategi DAM menawarkan solusi yang lebih sederhana dibanding solusi inelastis-nonlinier program FEM (finite element method) yang kompleks. Terakhir, diberikan contoh keunggulan analisis stabilitas dengan DAM (AISe 2010) menghitung daya dukung scaffolding bertingkat. Bentuk yang tidak mudah diuji empiris karena berukuran besar, atau dianalisis dengan cara lama, metode panjang efektif. Maklum dengan cara faktor K tersebut, maka scaffolding 1-tingkat atau 2-tingkat tidak ada bedanya, semua dianggap sebagai rangka tidak bergoyang. eara DAM dapat menunjukkan, bahwa semakin tinggi tingkatnya maka kapasitas scaffolding akan turun. Itu diakibatkan oIeh imperfection dan inelastis bahan. Keduanya tidak dipertimbangkan secara global, jika memakai cara lama (AISe 2005).

10.9. Ucapan terima kasih Tanpa adanya kepercayaan yang diberikan untuk uji skala penuh scaffolding di Iaboratorium Puskim (Dewobroto 2013a), tentunya tidak bisa dilakukan kalibrasi dengan cara DAM (AISe 2010). Untuk itu diucapkan terima kasih kepada Ir. Wawan Chendrawan, MT. selaku direktur PT. Gistama Intisemesta (www.gistama.com) atas kesempatan dan kepercayaannya kepada penulis.

748

Bab 10. DAM dan aplikasinya

Daftar Pustaka

ACI. (2011)." Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318M-11) An ACI Standard and Commentary", ACI, Farmington Hills, U.S.A AASHTO. (2005) . "AASHTO LRFD Bridge Design Specifications - SI Unit 3 rd Ed.", American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington DC Agerskov, H. (1979) ."Discussion - A Fresh Look at Bolted End-Plate Behavior and Design", Engineering Journal AISC, 2 nd Quarter 1979 AISC. (1978) . "Specificationfor the Design, Fabrication and Erection of Structural Steel for Buildings", American Institute of Steel Construction, Chicago, III. AISC. (1992). "Manual of Steel Construction - Volume II Connections ASD 9th Ed'; LRFD 1st Ed.", American Institute of Steel Construction, Chicago AISC. (1993). "Load and Resistance Factor Design Specification for Structural Steel Buildings ", American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois AISC. (1994). "Manual of Steel Construction, Load & Resistance Factor Design '; 2 nd Edition, Volume 2, American Institute of Steel Construction, Inc., Chicago AISC. (1999). "Load and Resistance Factor Design Specification for Structural Steel Buildings", American Institute of Steel Construction, Inc., Chicago, Illinois AISC. (2005). "Specification for Structural Steel Building (ANSI/AISC 360-05) ", American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois, March 2005 AISC. (2005a). " Seismic Provisions for Structural Steel Buildings (ANSI/AISC 34105)", American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois AISQ2010) ." Specification for Structural Steel Building (ANSI/AISC 360-10)", American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois, June 2010 AISC.(2010a), "Seismic Provisions for Structural Steel Buildings (ANSI/AISC 34110)", American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois, June 2010 AISC. (2011). "Prequalified Connections for Special and Intermediate Steel Moment Frames for Seismic Applications - Including Supplement No. 1- ANSI/ AISC 358s1-11", American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois ANSI.(1989). "Scaffolding - safety requirement for construction and demolation operation", American National Standards Institute, New Yorks AS 4100. (1998). "Steel structures", Published By Standards Australia (Standards Association of Australia), The Crescent, Homebush, NSW 2140 ASCE.(2002). "Design Load on Structures During Construction - SEIjASCE 37-02", American Society of Civil Engineers, Reston, Virginia Associated Press (2012) Bridge collapses in Kentucky after being rammed by hulking freighter carrying space rocket parts« akses 1 Juni 2013:

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

749

http://www.dailymail.co.uk/news/article-2092796/Bridge-collapsesKentucky-rammed-hulking-freighter-carrying-space-launch-equipment. html#ixzz2 UwICbqSa » AWS. (2000). "Welding Inspection Handbook 3 rd Ed.", American Welding Society, Miami, Florida AWS. (2008). "AWS Dl.l/Dl.1M : 2008 - Structural Welding Code - Steel 21" Ed.", American Welding Society, Miami, Florida Basha, H.S. dan Subhash C. Goel. (1996) . "Seismic Resistant Truss Moment Frames with Ductile Vierendeel Segment", Paper No.487. 8 th World Conference on Earthquake Engineering, Elsevier Science Ltd. Basson, E. (2012a). "Sustainable Steel: At the core of a green economy", Worldsteel Association, download (akses 16 Mei 2013) http://www.worldsteel.org/ dms/internetDocumen tList/bookshop/Sustainable-steel-at-the-core-ofa -gree n -eco n 0 my / d ocumen t/Susta ina b le-steel-a t -th e-co re-o f-a-greeneconomy.pdf Basson, E.(2012b). "World Steel In Figures 2012", Worldsteel Association, download (akses 19 Mei 2013) http ://www.worldsteel.org/dms/ internetDocumentList/bookshop/WSIF_2 012/document/ World Steel in Figures 2012 BC1.(2012). "Design Guide on Use ofAlternative Structural Steel to BS 5950 and Eruocode 3", Th e Building and Construction Authority of Singapore (BCA) Beedle, L.S. (1958). "Plastic Design of Steel Frames", John Wiley & Sons, Inc. Bjorhovde, R. (1988). "Column: From Theory to Practice", Engineering Journal, First Quarter. Blodgett, O.W.(1976). "Design of Welded Structures", The James F. Lincoln Arc Welding Foundation, Cleveland Ohio Borgsmillel~

J.T.(1995)"Simplijied Method for Design of Moment End-Plate Connections", Thesis Master of Science in Civil Engineering, Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg, Virginia

Boyer, J.P. (1964)."Castellated Beams - Developments", AISC Eng. Journal, July Brahimi, S. (2006) . "Qualification of Dacroment for use with ASTM A490 High-strength structural bolts - an investigation per IFI-144", IBECA Technologies Corp. Montreal, Quebec, Canada (www.boitcouncil.org/files/ lBECAResearchReport6-02.pdf - akses 3 April 2014) Bringas, J.E.(2004) ."Handbook of Comparative World Steel Standards - ASTM DS67B, 3 rd Ed.", ASTM International Brockenbrough, R.L. dan F. S. Merritt .(2 011 )."Structural Steel Designer's Handbook", McGraw-Hill, Inc BSN. (2002). "SNI 03 - 1729 - 2002 : Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung", Dept. PU Carter, C). (1999) . "Stiffening of Wide-Flange Columns at Moment Connections: Wind and Seismic Applications", Design Guide 13, AISC, Chicago, IL. CFPFR (Committee on Fire Prevention and Fire Resistance). (2013). "Fireresistant Steel" , The Japan [ron and Steel Federation, Steel Construction Today & Tomorrow - December Chen, WF., dan EM . Lui.(2005)."Handbook of Structural Engineering 2 nd",CRC Press

750

Dafta r Pustaka

CISC.(2002). "Torsiona l Section Properties of Steel Shapes", Canadian Institute of Steel Construction Connor, L.P. (1987). "Welding Handbook, 8 t1', Volume 1 : Welding Technology", American Welding Society, Miami, FL Coelho, A.M.G dan Bijlaard, F.S.K.(2007)."Ductility of High Performance Steel Moment Connections", Advanced Steel Construction Vol. 3, No.4, pp. 765783 (2007) 765 CSI. (2007). "Steel Frame Design Manual AISC 360-05/IBC2006 -for SAP2000 & ETABS", CSI, Berkeley CSI.(2007). "Practica l How-to guide - Technical Note: 2005 AISC Direct Analysis Method", Computers and Structures, Inc., Berkeley, California CSI. (2011). "CSI Analysis Reference Manual- For SAP2000®, ETABS®, SAFE®, and CSiBridge", Computers and Structures, Inc., Berkeley, California Daly, A.F. dan Wawan Witarnawan.O. "A method for increasing the capacity of short and medium span bridges - External post-tensioning", (internet) David K. Matlock, john G. Speer dan Steven G. jansto.(2012). "Niobium in Fire Resistant Structural Steels", Niobium in Structural Steels, Armourers' Hall, London, july 6, 2012 (http ://www.charles-hatchett.com/files/downloads/ Documents/2012 CHA Seminar Presentation Prof David Matlock.pdf) akses 25 Maret 2014 Densford, T., Thomas L. Hendrick and Thomas M. Murray. (1990). "Short Span Prestressed Steel Bridges", AISC Engineering journal, Third Quarter Dewobroto, W. (2003). "Aplikasi Sain dan Teknik dengan Visual Basic 6.0", PT. Elex Media Komputindo, jakarta. Dewobroto, W. (2004). "Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000", PT. Elex Media Komputindo, jakarta. Dewobroto, W. (2005). "Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0: Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002", PT. Elex Media Komputindo, jakarta Dewobroto, w., Sahari Besari dan Bambang Suryoatmono. (2006) . "Perlunya Pembelajaran Baja Cold-Formed dalam Kurikulum Konstruksi Baja di Indonesia", Lokakarya Pengajaran Mekanika Teknik, Beton dan Baja, jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, jimbaran, Bali Dewobroto, W. (2007) . "Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000 - Edisi Baru", PT. Elex Media Komputindo, jakarta. Dewobroto, W. (2007a). "Struktur jembatan Teringan dan Terkuat (Terkokoh)Studi kasus :jembatan Model UPH pada KjBI2005 dan KjI2006", National Conference on Prospected Technology 200T, Universitas Maranatha, 24-25 Agustus 2007, Bandung Dewobroto, W.(2009). "Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja ColdRolled ", Disertasi Teknik Sipil (tidak dipublikasikan), Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2008 Dewobroto, w., dan Wawan Chendrawan. (2010) "Risiko Otomatisasi Komputer pada Perancangan Struktur - Studi Kasus: Analisis dan Desain Struktur Balok Baja", Seminar HAKI 2010, jakarta, 4 Agustus 2010

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

751

Dewobroto, W. (2010)."Dampak Pemakaian Design Preference pada Rancangan Struktur - Studi Kasus : Analisis dan Design Balok Baja memakai SAP2000 v 11", KoNTekS 4, Unud-UAjY-UPH, Sanur, Bali Dewobroto, W.(2013). "Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000", Lumina Press, jakarta Dewobroto, W.(2013a). "Laporan Akhir - Simulasi Uji StabiJitas: Scaffolding PT. Putra Jayasentosa (Type H2000 L1 000 W1500 dan Type H2000 L2000 W2000)", untuk PT. Gistama Inti Semesta (tidak dipublikasikan). Doherty, j.W.(1987). "Failure Analysis of High Strength Bolt's Loss of Tension on Two Movable Bridges", 2 nd Biennial Movable Bridge Symposium, Florida Douty, R.T. dan W. McGuire .(1965). "High Strength Bolted Moment Connections" journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 91, No. ST2, April 1965. Drake, R.M. dan Sharon j. Elkin.(1999). "Beam-Column Base Plate Design - LRFD Method", Engineering journal - First Quarter 1999. Easterling da n Gonzales. (1993). "Shear Lag Effects in Steel Tension Members", Engineering journal, AISC, Vol. 30, No.3, 3 rd Quarter 1993, pp. 77-89. Elgaaly, M.(1983) . "Web Design under Compressive Edge Loads", Engineering journal. AISC, Vol. 20, No.4, 4th Quarter, pp. 153-171. Fisher, j.w. dan Struik, j.H.A.(1974). "Guide to Design Criteria for Bolted and Riveted Joints", john Wiley and Sons, New York Fisher, j. W. , Pedro A Albrecht, Ben T. Yen, David j. Klingerman, dan Bernard M. McNamee. (1974) . "Fatigue Strength of Steel Beams With Welded Stiffeners and Attachments", NCHRP Report 147, Transportation Research Board, National Research Council, Washington, D.C. Fisher, j.M. dan Kloiber, L.A.(2006). "Steel Design Guide 1 - Base Plate and Anchor Rod Design, 2 nd Ed. ", American Institute of Steel Construction, Inc. Galambos,T. dan Andrea Surovek. (2008). "Structural Stability of Steel : Concepts And Applications for Structural Engineers", john Wiley & Sons, Inc. Galambos. (1998). "Gu ide to Stability Design Criteria for Metal Structure 5'" Ed.", john Wiley & Sons Gaylord dan Gaylord.(1972). "Design of Steel Structures 2 nd", McGraw-Hili Kogakusha Ltd. Geschwindner. (2002). "2000 T.R. Higgins Award Paper - A Practical Look at Frame Analysis, Stability and Leaning Columns", Engineering journal, Fourth Quarter 2002 Geschwindner.(2007). "Unified Design of Steel Structures", john Wiley & Sons Inc. Gioncu, V. dan Mazzolani, F.M .(2002) ."DuctiJity of Seismic Resistant Steel Structures", Spon Press, London Gorenc, B.E., R. Tinyou and AA Syam. (2005) . "Steel designers' handbook, 7'h Ed.", UNSW Press book Griffiths, j.D dan j. M. Wooten.(1979)." Discussion - A Fresh Look at Bolted EndPlate Behavior and Design", Engineering journal AISC, 2 nd Quarter 1979 Guo & jin.(2007). "Adva nced Analysis and Design of Steel Frames", john Wiley Hamburger, R.O., Helmut Krawinkler, james O. Malley. Scott M. Adan. (2009). "NIST GCR 09-917-3 : Seismic Design of Steel Special Moment Frames: A Guide

752

Daftar Pustaka

for Practicing Engineers", U.s. Department of Commerce and The National Institute of Standards and Technology (NIST) Hao, S. (2010). "/-35W Bridge Collapse", journal Of Bridge Engineering, ASCE, September/October 2010 Hick, j. (2000). "Welded design - theory and practice", Abington Publishing, Cambridge England http://www.steelstrip.co.uk/ Ibrahim, F.S. (1995). "Development of Design Procedures for Steel Girder Bolted Splices", Ph.D Dissertation, The University of Texas at Austin ISO 6892 : Metallic materials - Tensile testing - Part 1: Method of test at room temperature (ISO 6892-1:2009), International Organization for Standardization, August 2009 JlS Z2241 : Method of tensile test for metallic materials - )IS Z 2241 - 1993, japanese Industrial Standard (http ://www.mafaco.ir/files/download/JlSZ2241-1993.pdf) - akses 9 Maret 2014 ji, T. and Adrian Bell.(2008). "Seing and Touching Structural Concepts", Taylor & Francis, London john T. DeWolf dan David T. Bicker.(1990)."Steel Design Guide Series 1 - Column Base Plates", American Institute of Steel Construction, Inc. Kennedy, N. A., S. Vinnakota and A. N. Sherbourne (1981), "The Split-Tee Analogy in Bolted Splices and Beam-Column Connections," joints in Structural Steelwork, john Wiley & Sons, London-Toronto, 1981, pp. 2.138-2.157. Kri shnamurthy, N.(1978) ."A Fresh Look at Bolted End-Plate Behavior and Design", Engineering journal - AISC, Second Quarter /1978 Krishnamurthy, N.(1999)."The road to a CODE",Professor and Consultant, Computers and Structures, Mysore, India «akses 30/11/2014: http:// www.profkrishna.com/ProfK-Structures/RoadtoCode.pdf» Kodur, V.K.R.(2003). "Role of Fire Resistance Issues in The Collapse of The Twin Towers", Proceedings of the CIB-CTBUH Int. Conference on Tall Buildings, 8-10 May 2003, Malaysia Kuchenbecker, G.H., White, DW. dan Surovek-Maleck, A.E. (2004), "Simplified Design of Building Frames Using First-Order Analysis and K =1", Proceedings of the Annual Technical Session and Meeting, Long Beach, CA, March 24-27, 2004, Structural Stability Research Council, Rolla, MO, pp. 119-138. Kulak, G.K. dan Scott T. Undershute.(1998). "Tension control Bolts: Strength and Installation", journal of Bridge Engineering, February 1998 Kulak, G.L., john W. Fisher dan john H. A. Struik. (2001). "Guide to Design Criteria for Bolted and Riveted joints, 2 nd Ed.", American Institute of Steel Construction, Inc., One East Wacker Drive, Suite 3100, Chicago, IL Kulak, G.L. dan Gronding, G.Y.(2002). "Limit States Design in Structural Steel", Canadian Institute of Steel Construction Linda Warell and Anna Olsson. (2009)."Trends and Developments in the Intensity of Steel Use : an Econometric Analysis", download (akses 16 Mei 2013) http://pure.ltu.se/portal/files/3157773/Paper.pdf Lundin, L.(2012). "Introduction to Concrete Anchor Rods", A Report for Master of Science, Kansas State University, Manhattan, Kansas

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

753

Maljaars, J.(2 008) . "Local buckling of slender aluminium sections exposed to fire ", « http://www.tue.nl/uploads/media/Maljaars.pdf>> akses 14 Juni 2013 McCormac, J. (2008) . "Structural Steel Design 4th Ed.", Pearson International Edition, USA. Michel Bruneau, Chia-Ming Uang, dan S.E. Sabelli.(2011)."Ductile Design of Steel Structures, 2 nd Edition", McGraw Hill Mishra, B.(1998). "Steelmaking Practices and Their Influence on Properties", Metal Handbook Desk Edition, 2nd Ed., ASM International 1998 MSC. (1993). "Riveting Experience: In a throwback to an earlier age, a small bridge in Winchester, MA, is being fastened with rivets" , Modern Steel Construction, September 1993 Munse, W.H. dan Chesson, Jr., (1963). "Riveted and Bolted joints: Net Section Design", Journal ofthe Structural Division, ASCE, Vol. 89, No. ST1 Munse, W.H .(1967) . "High-Strength Bolting", AISC Engineering Journal, January Murray, T.M. dan Shoemaker,W.L.(2002)."Flush and Extended Multiple Row Moment End-Plate Connections", Steel Design Guide Series - 16, AISC. Murray, T.M. dan Sumner,E.A.(2003). "Extended End-Plate Moment Connections Seismic and Wind Applications 2 nd Edition", Steel Design Guide Series - 4, American Institute Of Steel Construction, Inc. Nicholas Walters .(2 012). "Global economic outlook and steel demand trends", Worldsteel Association, download (akses 16 Mei 2013) http://www. woridsteel.org/dms/internetDocumentList/downloads/media-centre/ Alacero-speech-Oct-2012-FINAL/document/ Alacero speech Oct 2012 FINAL Nippon Steel dan Sumitomo Metal Corporation. (2012). "Structural Shapes",« akses 8 Juni 2013 : http://www.nssmc.com/product/catalog..download/ pdf/K004en.pdf » OSHA.(1977). "Code of Federal Regulation, Title 29, Chapter 17, Department of Labor, Part 1926, "Safety and health regulations for construction, subpart C, Occupational Safety and Health Administration, Washington, D.C. Puskim. (2011) ."RSNIl 03-1729.1-201X : Spesifikasi Umum untuk Gedung Baja Struktur", Badan Standarisasi Nasional , 307 halaman . « draft internal dipublikasikan secara terbatas» Puskim. (2011a). "Laporan Akhir - Pengujian Struktur Scaffolding PT. Putracipta jayasentosa", Kementrian Pekerjaan Umum - Puslitbang Permukiman,)1. Panyaungan - Cileunyi Wetan, Oktober 2011 RCSC.(2004). "Specification for Structural joints Using ASTM A325 or A490 Bolts", Research Council on Structural Connections, Chicago, Illinois RCSC .(20 09). "Specification for Structural joints Using High-Strength Bolts", Research Council on Structural Connections, Chicago, Illinois Sabelli, R. dan Walterio Lopez. (2004). "Design of Buckling-Restrained Braced Frames", Modern Steel Construction Salmon, C.G., John E. Johnson dan Faris A. Malhas.(2009) . "Steel Structures : Design and Behavior - Emphasizing Load and Resistance Factor Design 5 th Ed.", Pearson Education, Inc. Seilie, I.F. dan John D. Hooper.(200S) . "Steel Plate Shear Walls: Practical Design

754

Daftar Pustaka

and Construction", April 2005 Modern Steel Construction Segui, W.T.(2007). "Steel Design 4th Ed"., Cengage Learning, USA Segui, W.T.(2013) . "Steel Design 5t/' Ed.", Cengage Learning, USA SNI 03-1729-2000 (Standar Nasionallndonesia) : Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Cedung, Publikasi Internal Jurusan Teknik SipilFTSP - ITB, Bandung, Juli 2000. Summers, P.A. dan Yura, J.A.(1982) . "The Behavior of Beams Subjected to Concentrated Loads", Report No. 82-5, Phil M. Ferguson Structural Engineering Laboratory, University of Texas, Austin, TX, August 1982 Rittironk, S. dan M. Elnieiri. (2008). "Investigating laminated bamboo lumber as an alternate to wood lumber in residential construction in the United States", Illinois Institute of Technology, Chicago, (in Modern Bamboo StructuresXiao et al. (eds), Taylor & Francis Group, London) Tim Talley (2013) At least 51 dead as tornado with winds of 320 km/h wipes out Oklahoma City suburb, Associated Press 20 May 2013 «akses 2 Juni 2013 : http://news.nationalpost.com/2013/05/20/moore-oklahoma-tornadoflattens-bu ildings-en-rou te-to-oklahoma-ci ty I»~ Trahair, Bradford, Nethercot, dan Gardner.(2008). "The Behaviour and Design of Steel Structures to EC3, 4th Ed.", Taylor & Francis Troup, E.W.(1999). "Effective Contract and Shop Drawings for Structural Steel", Proceedings of the AISC National Steel Construction Conference, Toronto, Ontario, May 19-21, 1999, AISC, Chicago, IL pp. 37-1-37-15. US Army. (1993). "Welding Theory and Application - TC 9-237", Department of the Army, Washington DC. Vinnakota, S. (2006). "Steel Structures: Behavior and LRFD", McGraw-Hilllnt. Ed. Wei-Wen Yu. (2000). "Cold-Formed Steel Design 3rd Ed.", John Wiley & Sons. Inc. White, R.N., Peter Gergely dan Robert G. Sexsmith. (1976). "Structura l Engineering - Volume 1: Introduction to Design Concepts and Analysis 2 nd", John Wiley & Sons, Inc. New York Wijaya, H.(2011), "Pengaruh Filler Epoxy terhadap Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi". Tesis (unpublished), Magister Teknik Sipil, Untar, Jakarta. William McGuire.(1967) . "Steel structure", Prentice Hall, Inc. Yang, D., Hancock, G.J. (2004). "Numerical Simulations of High Strength Steel Lipped-Channel Columns", Research Report No R843, Centre for Advanced Structural Engineering, Dept. of Civil Engineering, The University of Sydney, Australia Yura .(1971). "The Effective Length of Columns in Unbraced Frames", AISC Engineering Journal Zamil Steel Technical Manual for Pre-Engineered Steel Buildings Zarkasi, I. (2005) . "Catatan Kondisi Jembatan Rangka Baja Callender Hamilton yang Masih difungsikan di Beberapa Ruas dan Perlu diwaspadai", (internet) Zoruba, S. dan Keith A. Grubb. (2003). "Do you 992 ?", Modern Steel Construction January

Wiryanto Dewobroto - Struktur Baja

755

Kepercayaan . .. terbina ketika terdapat kesepadanan antara kata-kata dan tindakan. Willam M. Boast - penuli s bu ku Mater s of Ch ange

Tentang Penulis Dr. fr. Wiryanto Dewobroto, MT. https:/ /www.facebook.com/wiryanto http://wiryanto.wordpress.com/ [email protected]

Lahir dan besar di Yogyakarta, termasuk menamatkan pendidikan tinggi di jurusan Teknik Sipil FT, UGM (1989). Selanjutnya di jakarta bekerja sebagai structural engineer PT. Wiratman & Associates (1989-1994), yang membuatnya terus menggeluti bidang rekayasa struktur. Pengalaman tak terlupakan saat itu adalah perencanaan baja dengan arahan owner's engineer, Kajima Design (Mr. T. Araki). Ini menjadi tantangan pertamanya bekerja di bidang rekayasa, bagaimana tidak, gambar perencanaan perlu dirubah, bahkan lebih 7 x . jujur saja, saat itu sampai ada pikiran untuk berhenti bekerja sebagai insinyur. Tapi untung semuanya teratasi, bahkan terlewati dengan baik. Sejak itu terbentuklah mental kokoh, rasa percaya diri tinggi, serta ketertarikan kuat mendalami ilmu struktur baja. Pada masa itu dapat mengenal Dr.- Ing. Harianto Hardjasaputra, yang saat itu manager divisi struktur PT. W&A, sekaligus juga sebagai dosen perguruan tinggi di Usakti dan di Untar, jakarta. Mungkin karena ketertarikan penulis menggeluti bidang rekayasa, beliau tidak segan merekomendasikan penulis menjadi dosen di Untar (1991-1994). Sejak itulah, penulis dapat menggeluti dua dunia rekayasa praktis dan dunia akademis secara formal. Karena jenuh, tahun 1994 berpindah kerja ke PT. Pandawa Swasatya Putra, sekaligus diberi ijin menempuh studi lanjut di Program Pascasarjana VI, jakarta. Pengalaman yang menarik pad a masa itu adalah dengan client kontraktor PT L&M Indonesia di proyek Semen Cibinong Line 6 Ext. Kasusnya berupa perencanaan struktur atap baja bangunan Clinker-Silo, atap kerucut terpacung


Wirya nto Dewobroto - Struktur Baja

757

Hal itu memaksa penulis berinovasi karena tidak bisa mengandalkan contoh desain yang ada. Oi sini penulis dituntut untuk berani mengambil risiko, maklum pembebanannya "tidak biasa-biasa". Karena tempat bekerja relatif "kecil", dan dianggap paling senior (insinyur lainnya : fresh gradute), maka semua konsep desain harus disusun sendiri. Untung sangat terbantu oleh hobby: koleksi textbook dan mengoperasikan SAP90. Akhirnya berhasil dibuat desain orisinil, tidak meniru dari proyek yang sudah ada, dan siap konstruksi. Ujian pertama adalah saat meyakinkan owner's engineer (insinyur Jepang senior). Kemampuan menguasai program SAP90 ketika itu sangat membantu. Akhirnya ujian terlewati dengan baik, owner's engineer sangat puas. Ujian ke-2 dari kontraktor, saat pelaksanaan, yaitu ketika memilih strategi erection dan cara pelepasan perancah sementara. Terjadi perdebatan sengit, maklum setiap usulan akan ada konsekuensi biaya, untung ide penulis yang diusulkan diterima, meskipun konsekuensinya perlu crane khusus dari Singapura. Itulah dua milestone besaryang menyebabkan penulis tetap tertarik untuk terus menggeluti dan menggali ilmu struktur baja. Ini perlu diungkapkan karena meskipun kemudian menempuh studi lanjut S2 (UI) dan S3 (Unpar), tetapi jujur saja sejak Sl maka penulis tidak pernah datang pada pembelajaran kelas formal terkait kompetensi ilmu struktur baja. Semuanya hasil belajar mandiri, ikut pertemuan ilmiah, diskusi dengan pakar, pengalaman proyek dan refleksi diri. Akhirnya, meskipun ini karya tulis dalam bentuk buku yang ke-8, tetapi ini adalah buku pertama yang menunjukkan "apa saja yang penulis ketahui ten tang struktur baja". Materi tulisan memang masih basic, diutamakan untuk proses pembelajaran di level strata S1. Meskipun demikian materi buku ini sebagian besar adalah hasil buah pikirannya sendiri yang orisinil, penuh inovasi dan berani. Semoga ini menjadi pemicu berkembangnya penulis-penulis lain di bidang rekayasa konstruksi di Indonesia. Semoga Tuhan Allah Pencipta memberikan damai dan sejahtera bagi kita semua. Amin. Kampus Karawaci, 4 Maret 2015

758

Tenta ng Penulis


More Documents from "Clement Kristianto Halim"