Tb Laten

  • Uploaded by: tatiana felicia
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tb Laten as PDF for free.

More details

  • Words: 4,239
  • Pages: 18
Loading documents preview...
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan rahmat sehingga referat yang berjudul TB Laten dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepanitraan Penyakit Dalam di Rumah Sakit Infeksi Prof, dr, Sulianti Saroso. Dan juga referat yang disusun ini bertujuan untuk dapat meningkatkan ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca sehingga bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih atas bantuan serta bimbingan dr. Titi Sundari Sp.P selama menjalani kepaniteraan penyakit dalam periode 28 maret- 4 juni 2016. Penulis memahami bahwa referat yang disusun oleh penulis masih memiliki beberapa kekurangan oleh sebab itu penulis mengharapkan kritk dan saran yang membangun agar referat ini dapat disempurnakan di masa yang akan datang. Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan waktu yang diberikan dalam membaca dan mengamati referat ini.

Jumat, 22 Maret 2016

Penulis

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN 2. PEMBAHASAN 2.1 Definisi 2.2 Faktor Resiko 2.3 Patogenesis 2.4 Imunopatogenesis 2.5 Granuloma pada Tuberkulosis 2.6 Diagnosis 2.7 Tatalaksana ITBL DAFTAR PUSTAKA

…………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… … …………………………………… …

1 2 3 5 5 5 5 7 8 8 13 18

2

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang berkembang pesat di negara dengan kependudukan yang berjumlah besar seperti India, Indonesia dan China. Perkembangan penyakit tuberkulosis menciptakan permasalahan yang harus di tangani dengan baik oleh setiap negara di akibatkan tingkat kematian yang tinggi . Menurut WHO pada tahun 2014 terdapat 2 – 3 milyar orang yang terinfeksi oleh bakteri Mycrobacterium tuberkulosis, ini berarti bakteri M. tuberkulosis sudah ada di dalam tubuh manusia namun belum menimbulkan gejala dan pada hampir 5-10% akan berkembang menjadi penyakit yang menimbulkan gejala. Penyakit ini memerlukan perhatian khusus karena penyebarannya yang mudah dan menyerang sistem pernapasan . Sekitar 9-10 juta orang menderita TB dan sekitar 2,6 juta penderita meninggal oleh penyakit TB ini. 1,2 Dengan jumlah 2-3 milyar orang terinfeksi penyakit TB, WHO memberikan perhatian khusus agar permasalahan ini dapat di tangani dengan baik sehingga infeksi TB laten ini tidak berkembang menjadi TB aktif yang di kuatirkan bila tidak di tangani dengan baik akan membuat penyebaran TB menjadi sangat pesat. WHO membuat strategi atau cara untuk menangani permasalahan ini dengan nama End TB Strategy . Strategi yang dibuat oleh WHO ini di harapkan dapat menangani kematian, penderitaan dan penyebaran lebih lanjut lagi. Target WHO pada tahun 2050 adalah tingkat kematian, penderitaan dan penyebaran TB berubah menjadi nol atau penurunan yang signifikan yaitu 1 kasus per 1 juta penduduk pertahun. Strategi dari WHO dapat berhasil apabila terjadi hubungan yang baik antara negara

3

satu dengan yang lainnya, pemerintah dengan rumah sakit dan dokter dengan pasien sehingga pencegahan atau pengobatan dapat terlaksana dengan baik.3 Strategi yang digunakan WHO mencakup bagaimana dokter dapat mendiagnosa TB sedini mungkin, penemuan-penemuan baru untuk tercapainya obat yang lebih efektif dalam mengatasi TB, pemberian vaksinasi serta penatalaksaan infeksi TB laten. Seperti yang sudah diketahui, pemberian obat anti tuberkulosis harus dijalani minimal selama 6 bulan dan dalam 6 bulantersebut banyak hal- hal yang dapat menyebabkan suatu pengobatan TB tidak optimal seperti tingkat kepatuhan pasien dalam meminum obat maupun faktor ekonomi dan juga efek samping obat yang bila diminum dalam jangka panjang dapat menyebabkan efek samping yang tidak diharapkan. Oleh sebab itu WHO mengharapkan terdapatnya penemuanpenemuan baru untuk obat anti tuberkulosis baru yang mengandung dosis yang lebih efektif sehingga tidak menimbulkan efek samping dan harga yang murah dan tentu lebih cepat dalam mengeliminasi TB. 2 Di indonesia sendiri strategi yang di ciptakan oleh WHO di tanggapi dengan serius yaitu individu yang terinfeksi TB laten harus di tatalaksana dengan baik sehingga tidak menjadi aktif dan juga program untuk melindungi setiap kelompok yang mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit TB. Infeksi TB laten atau yang sering di sebut dengan fase “tidur“ ini tidak dapat ditularkan kepada individu yang lain namun pada saat daya tahan tubuh menjadi lemah bakteri yang sedang dalam fase “ tidur” ini akan menjadi fase “bangun” atau aktif dan dapat menyebarkan bakteri M. tuberculosis

13

. WHO memberikan strategi untuk profilaksis TB

latent diantara nya adalah isoniazid dan rifampisin, di Indonesia sendiri isoniazid yang di konsumsi selama 6 bulan menjadi lini pertama dalam pencegahan yang dikarenakan beberapa faktor. 15

4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infeksi tuberkulosis laten adalah keadaan dimana seseorang terdapat bakteri M. tuberkulosis namun tidak menimbulkan tanda dan gejala dimana saat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto toraks dalam keadaan normal dan tidak menimbulkan gejala di luar paru seperti tulang, ginjal, mata, jantung, dan hati namun apabila pemeriksaan antibodi terhadap M. tuberkulosis dilakukan dapat ditemukan hasil positif yaitu dengan menggunakan pemeriksaan uji tuberkulin atau interferon gamma release assay (IGRA).4,5

2.2 Faktor Resiko Berdekatan dengan pasien TB aktif atau suspek TB, bertempat tinggal yang sulit di jangkau oleh matahari dimana sinar matahari berfungsi mengeliminasi bakteri , berada pada tempat yang tinggi untuk terinfeksi seperti rumah sakit , tempat penampungan tunawisma dll, bayi , anak-anak, dewasa yang mempunyai sistem imun rendah sehingga mudah terinfeksi bakteri merupakan faktor resiko terinfeksi nya M.tuberculosis .4,12 Terdapat juga faktor resiko bagi seseorang dengan infeksi TB laten yang akan menjadi TB aktif seperti pasien HIV, bayi atau anak-anak dengan usia <5 tahun, pasien yang mendapatkan terapi imunoterapi, individu dengan riwayat terinfeksi tuberkulosis pada 2

5

tahun terakhir, individu yang tidak mendapatkan pengobatan TB tetapi foto toraks terdapat fibrotik, pasien DM, silikosis, gagal ginjal kronik, leukimia, kanker paru leher atau limfoma , penderita dengan berat badan di bawah 90% berat badan ideal , tunawisma, perokok dan lainnya .4,12

2.3 Patogenesis Ada 3 hal yang berperan penting dalam patogenesis infeksi TB laten dimana yang pertama adalah bakteri dari M. tuberculosis lalu udara, dan yang terpenting adalah reservoir yaitu manusia yang menjadi tempat perkembang biakan bakteri . Pertama bakteri yang terdapat di udara yang berupa droplet nuclei ini terhirup oleh resevoir tetapi tidak semua bakteri dapat masuk kedalam paru-paru dikarenakan pertahan tubuh manusia meliputi mukosilia yang dapat menangkap droplet dengan ukuran > 5 mikron sedangkan bakteri yang berukuran 1-5 mikron dapat masuk kedalam alveolar. Setelah masuk kedalam tubuh manusia sistem imun tubuh manusia akan menangkap bakteri sebagai contoh makrofag. Saat makrofag menelan bakteri TB ini berarti bakteri TB berada di makrofag namun tidak dieliminasi. Didalam makrofag bakteri TB tidak sepenuhnya mati tetapi dapat berkembang biak namun tidak dapat keluar dari makrofag, bakteri TB akan tetap berada di makrofag sampai makrofag mati dan bakteri akan keluar dari tubuh makrofag lalu masuk ke makrofag lainnya untuk melaksanakan proses berkembang biak. Setelah keluar dari makrofag yang sudah terinfeksi oleh bakteri TB dapat menyebar ke organ sekitar baik itu menggunakan jaringan limfe maupun peredaran darah dimana organ yang sering terinfeksi oleh bakteri ini adalah otak, ginjal, tulang. 6,7,8 Makrofag akan mengelilingi turberkel dan akan membentuk granuloma yang memerlukan waktu 2- 8 minggu sampai terbentuk dan dengan menggunakan pemeriksaan imunologi seperti IGRA maupaun uji tuberkulin akan positif dalam minggu 2-8 . Pada saat sistem tubuh manusia dalam keadaan baik bakteri yang terperangkap oleh makrofag akan di eliminasi sedangkan pada kasus sistem imun tidak baik bakteri TB dapat berkembang menjadi aktif dengan presentase sekitar 5% . 90-95 % manusia yang terinfeksi oleh bakteri TB ini akan berubah menjadi laten dan 10 % dari 90 % akan ter-reaktivasi pada orang dewasa, 20% pada anak anak di bawah <5 tahun, 30% pada pasien HIV +, 40 % pada anak anak di bawah 2 tahun yang mempunyai resiko lainnya.9,10

6

Tanda dan gejala seorang individu yang terinfeksi TB laten menjadi TB aktif adalah timbulnya gejala seperti demam, batuk >2 minggu baik itu disertai darah maupun tidak, keringat malam, berat badan turun, hilangnya energi dan hilangnya nafsu makan .14

Gambar 1. Progesivitas infeksi TB pada orang yang kontak dengan droplet nuclei mengandung M. TB. 17

7

2.4 Imunopatogenesis Terdapat 2 tahap respon yang terjadi apabila tubuh terinfeksi oleh kuman M.tuberkulosis yaitu respon imun bawaan dan respons imun adaptif. Imun bawaan pada infeksi TB terjadi saat bakteri terlekat pada reseptor CR3, MMR, TLR, NOD2, scavenger reseptor dan DC-SIGN dimana akan mengaktifkan macrophage signaling pathway yang akan menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi, kemokin dan molekul antimicrobial. Sel PMN akan menjalankan tugasnya dengan cara mengenali antigen dan akan mengeluarkan sekret antimikroba untuk membunuh bakteri . Respon imun adaptif meliputi pengenalan terhadap sel T CD4 dimana sel T akan memproduksi sitokin efektor INF-y yang akan mengaktifkan makrofag dan akhirnya dengan TNF-α akan mengeliminasi mikobakteria. 7,11

2.5 Granuloma pada Tuberkulosis Granuloma yang muncul saat fase laten dari TB ini berfungsi sebagai pelindung dan mencegah TB menyebar lebih jauh lagi. Namun tidak hanya pada individu yang terinfeksi TB laten saja yang mempunyai granuloma, individu-individu seperti TB aktif juga mempunyai granuloma agar penyebaran TB dapat dihentikan. Granuloma yang terbentuk dari limfosit , makrofag dan sedikit dari neutrofil ini berbentuk kecil, kuat dan tidak banyak. Bagian dalam dari makrofag mengandung epitel makrofag, neutrofil dan multinulceid giant cells sedangkan dinding dari granuloma adalah follicle-like structure yang merupakan proliferasi dari limfosit. Pada keadaan TB aktif dimana sel imun banyak masuk kedalam granuloma ini akan mengacaukan sistem yang ada di granuloma seperti membuat makrofag ber-diferiensasi menjadi epitel cell dan terjadi nekrosis dibagian inti dari granuloma dimana akan membuat bakteri terlepas dan akan membentuk kavitas dan pertumbuhan bakteri tidak akan terkontrol dengan baik dan seterus nya akan menjadi TB aktif .16

2.6 Diagnosis Uji Tuberkulin Uji tuberculin merupakan pengukuran umunitas seluler delayed type hypersensitivity (DTH) terhadap purified protein derivate (PPD) tuberculin yang merupakan antigen berbagai mikrobakteria termasuk M tb, BCG tb, BCG M bovis dan berbagai mikobakteria di lingkungan. Hal ini menyebabkan uji tuberculin rendah spesifisitasnya di daerah yang vaksinasi BCG nya tinggi dan infeksi mikobakterium selain M. tuberculosis . Pengukuran reaksi tuberculin pada manusia dilakukan dengan mengukur diameter indurasi yang terjadi pada kulit 48-72 jam setelah penyuntikan antigen. 2

8

Uji tuberculin dilakukan dengan menyuntukkan intradermal 0,1 ml PPD 5 TU dengan teknik Mantoux. Selanjutnya pembacaan hasil uji tuberculin dilakukan dalam 48-72 jam oleh tenaga kesehatan terlatih. Interpretasi uji tuberculin pada individu dengan riwayat vaksin BCG sama dengan individu yang tidak divaksin karena reaksi silang oleh BCG akan berkurang sesuai waktu. Penilaian uji tuberculin dilakukan dengan mengukur berapa millimeter indurasi bukan dengan menulis positif atau negatif kemerahan atau reaksi di kulit lainnya. 2,4 Interpretasi positif untuk uji tuberkulin pada kelompok-kelompok pasien tertentu dapat dilihat dalam tabel di bawah.

Tabel 1. Interpretasi Uji Tuberkulin4,15 Hasil uji tuberkulin positif Indurasi >5mm

Kelompok pasien  Pasien HIV  Kontak dengan

TB

aktif

yang

infeksius (BTA positif) dalam waktu 

dekat Pasien dengan gambaran foto toraks fibrosis

Indurasi > 10 mm

Indurasi > 15 mm

disertai

riwayat

TB



sebelumnya Pasien yang menjalani transplantasi



organ dan imunokompromais Pasien dari negara endemik TB

 

dalam 5 tahun terakhir Pengguna narkoba suntik Individu atau pekerja di tempat

 

dengan kepadatan tinggi Pekerja lab mikrobiologi Pasien dengan resiko tinggi menjadi

 

TB aktf (DM, malnutrisi) Anak < 5 tahun Anak yang kontak dengan individu

beresiko TB Individu dengan risiko rendah terinfeksi TB

Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs)

9

Pemeriksaan IGRA digunakan untuk menentukan ITBL dengan mengukur respons imun terhadap protein TB dalam darah. Specimen dicampur dengan peptide untuk menstimulasi antigen dati M.tuberculosis dibandingkan dengan control. Pada orang yang terinfeksi TB sel darah putih akan mengenali antigen yang terstimulasi sehingga mengeluarkan IFN gamma. Hasil IFGRA adalah bersasarkan jumlah IFN gamma yang dikeluarkan. 5,19 Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan pemeriksaan dengan metode IGRA dilihat dalam Tabel. 2. Tabel 2. Keuntungan dan Keterbatasan Pemeriksaan IGRA19

Pemeriksaan

IGRA

Keuntungan Alat diagnosis ITLB

Keterbatasan Darah harus diproses dalam 8-30 jam setelah

Uji spesifik terhadap M.tuberculosis reactive

diambil Belum banyak data tentang IGRA pada anak

t-cells

dibawah 5 tahun, pasien bekas TB, orang yang pernah dilakukan pemeriksaan IGRA

Tidak dipengaruhi vaksin BCG Lebih jarang dipengaruhi oleh infeksi non tuberculosis mycobacterium (ntm) Hanya membutuhkan 1x kunjungan Tidak menyebabkan fenomena booster Hasil interpretasi tidak dipengaruhi persepsi petugas kesehatan Hasil didapatkan dalam 24 jam

Interpretasi IGRA Pemeriksaan IGRA menggunakan purified antigens M.tuberculosis untuk menstimulasi limfosit darah perifer memproduksi IFN gamma. Interpretasi hasil pemerisaan IGRA Quantiferon (QFT) berdasarkan jumlah IFN gamma yang dikeluarkan menggunakan ELISA. Pada T-SPOT TB menghitung jumlah sel yang mengeluarkan IFN gamma menggunakan ELISPOT.20

Alur Diagnosa ITBL Diagnosis ITBL tidak dilakukan secara rutin kecuali untuk individu beresiko, atau pada pemeriksaan kesehatan khusus seperti pada pemeriksaan kesehatan sekolah atau pekerjaan tertentu. Diagnosis ITBL juga harus menyingkirkan TB aktif untuk menghindari pemberian terapi yang salah. Alur prosedur diagnosis seperti pada algoritme di bawah ini. 5,21 1. Setiap individu beresiko ITBL dilakukan evaluasi gejala dan tanda TB 10

2. Bila didapatkan gejala atau tanda TB harus dievaluasi diagnose TB aktif atau penyakit respirasi lain 3. Bila tidak didapatkan tanda dan gejala TB maka lakukan pemeriksaan untuk ITBL baik uji tuberculin atau pun IGRA 4. Bila hasil pemeriksaan uji tuberculin atau IGRA positif singkirkan kemungkinan TB aktif dengan fototoraks, bias abnormal, lakukan pemeriksaan untuk penyakit TB. Bila foto toraks normal ditetapkan sebagai ITBL dan bila termasuk kelompok resiko yang sesuai, maka dapat diberikan pengobatan profilaksis. Gambar 2. Algoritme Diagnosis ITBL

Tanyakan apakah ada gejala TB pada individu dari kelompok resiko 4,5

Ya

Tidak

Uji Tuberkilin atau IGRA

Positif

Negatif

Foto Toraks Investigasi sebagai TB dan penyakit lain Ada Kelainan

Tidak Ada Kelainan

Dalam diagnosis ITBL beberapa hal khusus perlu diperhatikan untuk

menentukan

jenis

pemeriksaan,

interpretasi

hasil

Terapi Sebagai ITBL

pemeriksaan dan pengobatan ITBL, meliputi:4 1. Vaksinasi BCG pada Negara endemik TB BCG akan menimbulkan reaksi silang terhadap uji tuberculin tetapi seiring jarak reaksi ini akan hilang. Uji tuberculin yang diulang akan memperlama reaktivasi uji tuberculin pada orang yang mendapat vaksinasi BCG sehingga interpretasi uji tuberculin pada orang yang mendapat vaksinasi BCG harus mempertimbangkan factor resiko infeksi TB. Pemeriksaan

11

IGRA menggunakan antigen M.tuberculosis spesifik sehingga tidak menimbulkan reaksi silang dengan BCG dan tidak menimbulkan reaksi positif palsu pada pasien yang mendapat vaksinasi BCG. 2. Infeksi HIV Setiap penderita HIV harus segera diperiksa ITBL baik dengan uji tuberculin maupun IGRA. Hasil negatif tidak selalu ada resiko ITBL karena tergantung kondisi imunitas pasien saat pemeriksaan dilakukan sehingga pemeriksaan uji tuberculin maupun IGRA perlu dilakukan rutin setiap tahun bila hasil awal negative. Pemeriksaan ulang juga perlu dilakukan setelah pasien mendapat ARV bila hasil sebelumnya negative, karena kondisi imunitas pasien HIV akan membaik setelah pemberian ARV sehingga respons imun terhadap TB juga membaik. 3. Fenomena Booster Hasil pemeriksaan uji tuberculin dapat negatif pada individu yang terinfeksi karena waktu infeksi sudah sangat lama, tetapi pemeriksaan uji tuberculin akan menstimulasi reaksi terhadap uji tuberculin sehungga hasil pemeriksaan uji tuberculin berikutnya akan positif yang disebut sebagai fenomena booster. Kondisi seperti ini perlu digunakan metode 2 tahap, yaitu bila hasil uji tuberculin pertama negatif, uji tuberculin harus diulang setelah 1-3 minggu. Jika hasil uji tuberculin kedua positif maka interpretasi hasil uji tuberculin adalah positif atau ITBL dan dilakukan tata laksana yang sesuai. Bila kedua hasil negative maka interpretasi uji tuberculin adalah negative. 4. Kontak dengan pasien TB Individu yang kontak dnegan pasien TB aktif yang menular (BTA positif) dengan hasil pemeriksaan awal negative harus diulang pemeriksaan 8-10 minggu setelah kontak terakhir. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi infeksi karena saat uji sebelumnya belum terdeteksi. Pada anak <5 tahun dan individu imunokompromais yang kontak dengan penderita TB yang menular, dengan hasil pemeriksaan IGRA atau uji tuberculin negative harus dilakukan pemeriksaan foto toraks. Bila hasil foto toraks normal maka beriksan obat untuk ITBL dan lakukan pemeriksaan ITBL 8-10 minggu setelah kontak. Jika hasil pemeriksaan kedua adalah positif maka pengobatan ITBL dilanjutkan. Bila hasil pemeriksaan negative pengibatan dapat dihentikan. 5. Kehamilan Uji tubrkulin aman dan dapat digunakan untuk perempuan hamil, tetapi lakukan hanya bila pasien memiliki resiko menderita ITBL atau ada kemungkinan ITBL menjadi TB aktif. Bila hasil positif pasien harus menjalani pemeriksaan foto toraks dengan pengaman (apron) dan pemeriksaan mikrobiologi lain untuk membuktikan bukan TB aktif Pada diagnosis ITBL, sebelum pemberian pengobatan oerlu dipastikan pasien bukan TB aktif, beberapa pemeriksaan berikut harus dilakukan: 4,5

12

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Dapatkan riwayat ITBL ataupun TB aktif dan pengobatan sebelumnya, riwayat hasil pemeriksaan TB sebelumnya disertai data tertulis, gejala dan tanda TB, kontak dengan penderita TB terutama TB yang menular serta factor resikoTB karena factor lingkungan maupun komorbid. Pemeriksaan fisik dilakukan sebagai salah satu pemeriksaan rutin. 2. Foto toraks Foto toraks akan membedakan ITBL dan TB paru aktif, sehingga mejadi bagian dalam diagnosis ITBL pada semua pasien dengan hasil uji tuberculin atau IGRA positif. Foto toraks juga dilakukan dengan pasien anak dan pasien imunikompromais denan hasil uji tuberculin atau IGRA negative yang kontak dengan pasien TB aktif yang menular. 3. Sputum mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi sputum juga harus dilakukan pada semua pasien dengan hasil uji tuberculin atau IGRA positif dan atau foto toraks abnormal dan atau ada gejala TB.

2.7 Tata Laksana ITBL Tata laksana ITBL bertujuan untuk mencegah progresifias menjadi TB aktif sehingga dapat memberi manfaat untuk individu dan komunitas. Tata laksana ITBL saat ini dapat mengurangi resiko terjadiya penyakit TB sebesar 60%.18 Identifikasi populasi beresiko untuk pemeriksaan dan tata laksana ITBL Untuk negara berpendapatan tinggi dan sedang, uji sistematik dan pengobatan ITBL sebaiknya dilakukan untuk:      

Pasien HIV Dewasa dan anak yang kontak dengan kasusu TB paru Pasien dengan pengobatan anti-TNF Pasien dengan dialysis Pasien penerima transplantasi organ Pasien silicosis

Uji sistematik dan pengobatan ITBL dipertimbangkan untuk:    

Warga binaan Petugas kesehatan Tuna wisma Pengguna narkotika suntuk

Uji sistematik dan pengobatan ITBL tidak direkomendasikan untuk:   

Pasien dengan diabetes mellitis Perokok Malnutrisi

13

Untuk negara berpendapatan rendah atau sedang atau sumber daya terbatas, uji sistematik dan pengobatan ITBL dulakukan untuk:   

Pasien dengan HIV Anak <5 tahun yang kontak dengan pasien TB Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dengan cermat tidak terbukti TB aktif (rekomendasi kuat, kualitas bukti tinggi)

Panduan pengobatan profilaksis Sebaiknya panduan pengibatan yang dipilih berdasarkan: 

Hasil uji kepekaan obat kasus indeks (sumber penularan, jika diketahui). Bila kasus indeks

 

terkonfirmasi TB-MDR maka tata laksana ini tidak dapat digunakan Penyakit lain yang menyertai Kemungkinan adanya interaksi obat

Pilihan pengobatan ITBL Beberapa pilihan pengobatan yang direkomendasikan untuk pengobatan ITBL yaitu:     

Isoniazid selama 6 bulan Isoniazid selama 9 bulan Isoniazid dan Rifapentine (RPT) sekali semingge selama 3 bulan 3-4 bulan Isoniazid dan Rifampisin 3-4 bulan Rifampisin

Evaluasi WHO , menunjukkan hasil pengobatan ITBL yang tidak berbeda antara INH 6 bulan atau 9 bulan, dibandingkan dnegan regimen RPT dan INH selama 3 bulan. WHO tidak menetapkan regimen yang digunakan karena terdapat persamaan hasil pengobatan INH-R selama 3-4 bulan dan R selama 3-4 bulan sebagai pilihan alternative terhadap INH 6 bulan. Berdasarkan hal di atas dan kondisi di Indonesia dengan beban TB tingi dan ketersediaan obat maka direkomendasikan terapi yang diberikan untuk ITBL adalah INH selama 6 bulan. Dosis obat dalam penatalaksanaan ITBL dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Dosis Obat Penatalaksanaan ITBL

Obat

Lama 9 bulan

Dosis Dewasa : 5 mg/kg

Frekuensi Tiap hari

Dosis total 270

2x/minggu

76

Anak 10-20 mg/kg Dosis maks : 300 mg Dewasa: 15 mg/kg

14

Anak: 20-40 mg/kg Isoniazid

6 bulan

(INH)

Dosis maks: 900 mg Dewasa : 5 mg/kg

Tiap hari

180

Anak: tidak direkomendasikan Dosis maks: 900 mg Dewasa : 15 mg/kg 3 bulan

2x/minggu

Anak: tidak direkomendasikan Dewasa dan anak usia ≥ 12 tahun: 

INH: dapat dibulatkan sampai dengan hamper 50 mg atau 100 mg,



Isoniazid (INH)

dan

Rifapentine (RPT)

maks 900 mg: 15 mg/kg RPT: -10.0-14.0 kg: 300 mg -14.1-25.0 kg: 450 mg -25.1-32.0 kg: 750 mg - ≥50.0 kg: maks 900

Rifampisin

mg Dewasa: 10 mg/kg

(R)

Dosis maksimal: 600 mg

Tiap hari

120

Evaluasi sebelum pemberian obat profilaksis Untuk menentukan pengobatan pencegahan yang tepat dan memaksimalkan keamanan, sebelum pengobatan harus diperhatikan beberapa hal berikut: 4 1. 2. 3. 4.

Faktor resiko yang sesuai untuk pemberian obat profilaksis Bersedia dan mampu menyelesaikan pengobatan sesuai paduan Dapat dievaluasi selama pengobatan Dapat dievaluasi interaksi obat INH dan Rifampisin bila digunakan paduan berbasis rifampisin, dan obat lain yang akan mungkin memberikan efek seperti kontrasepsi oral,

inhibitor protease, obat anti kejang, metadon, kortikosteroid dan lain-lain. 5. Evaluasi paduan pengobatan profilaksis yang tepat, jika pasien ITBL memiliki riwayat kontak dngan pasien TB MDR terkonfirmasi. 6. Tidak memiliki riwayat kontraindikasi dengan obat yang akan digunakan, misalnya penyakit hati (akut dan kronik) atau obat lain yang diberikan bersamaan yang akan menimbulkan interaksi obat dan alkoholisme yang akan meningkatkan resiko hepatitis

Evaluasi selama pemberian obat profilaksis Setiap pasien yang memulai pengobatan pencegahan harus mendapat edukasi yang cukup meliputi: 4 15

1. Dosis obat 2. Tanda dan gejala efek samping dari masing-masing obat yang paling sering terjadi dan paling mengancam jiwa serta kapan pengobatan harus dihentikan atau bila evaluasi klinis diperlukan 3. Hentikan pengobatan sesegera mungkin dan datang ke dokter jika tanda atau gejala berikut muncul: a. Hilangnya nafsu makan tanpa sebab yang jelas (anoreksia) b. Nausea atau muntah c. Urin berwarna gelap dan atau ikterik d. Ruam kulit yang luas e. Parestesi yang persisten di tangan atau kaki f. Lelah yang persisten, kelemahan atau demam yang berlangsung selama 3 hari atau lebih g. Nyeri abdomen (terutama di kuadran kanan atas) h. Mudah lebam atau perdarahan i. Arthralgia atau gejala seperti flu yang terkait dengan pengobatan 4. Menghubungi dokter dan segera menghentikan pengobatan jika dokter tidak dapat dihubungi kerika mengalami efek samoing atau kesakitan yang tidak dapat dijelaskan 5. Rencana pengawasan pengobatan yang meliputi penilaian bulanan ntuk kepatuhan, efek samping, dan kesempatan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Pemeriksaan darah rutin tidak diperlukan untuk pasien yang mulai pengobatan ITBL. Namun pemeriksaan SGOT, SGPT dan bilirubin sebagai data dasar disarankan untuk pasien berikut: 22,23 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Evaluasi sebelum pengobatan yang mengindikasikan ada riwayat kelainan pada hati Penyakit hati kronik (hepatitis B atau C, hepatitis akibat konsumsi alkohol atau sirosis) Konsumsi alkohol menahun Infeksi HIV Wanita yang hamil atau sampai 3 bulan setelah melahirkan Pasien berusia lanjut yang juga mendapatkan pengobatan lain atau dengan kondisi medis kronis lainnya

Risiko resistensi pada penatalaksanaan ITBL Prevalens mutasi berhubungan dengan rerata mutasi dan jumlah populasi bakteri. Bila populasi bakteri tinggi maka kemungkinan mutan resisten akan meningkat. Pada ITBL jumlah bakteri sangat sedikit sehingga kemungkinan terjadinya spontan sangat minimal. Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada bukti bahwa penggunaan INH untuk profilaksis meningkatkan resistensi. 5,24 Profilaksis TB pada HIV Pada HIV WHO merekomendasikan pemberian isoniazid profilacted treatment (IPT) tanpa membutuhkan pemeriksaan uji tuberculin ataupun IGRA karena secara umum tidak dapat membedakan TB aktif dan ITBL. Pemeriksaan IGRA belum jelas dapat membedakan infeksi TB pada kelompok imunokompeten meupun imunokompromais. Sebelum pemberian IPT harus dipastikan ada atau tidak TB aktif sesuai dengan panduan TB HIV. 25

16

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2014. 20th ed. Geneva. 2014 2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2015. 20th ed. Geneva. 2015 3. World Health Organization. Global Strategy and targets for tuberculosis prevention, care and control after 2015. 4. Center for Disease Control and Prevention. Latent Tuberculosis Infection: Guide for Primary Health Care Providers.2013 5. World Health Organization. Guideline on the Management of laten Tuberculosis Infection. Geneva. 2015 6. Center for Disease Control and Prevention. Transmission and Phatogenesis of tuberculosis availabe at http:/www.cdc.gov/tb/education/corecurr/pdf/chapter2.pdf 7. Dheda K, schwander SK, Zhu B, Van Zyl-smith R, Zhang Y. The immunology of tuberculosis: from bench to bedside. Respirotology 2010;15: 433-50 8. Getahun H, Matteelli A, Cahisson RE, Raviglione M. Latent Mycobacterium tuberculosis infection. N Engl J Med 2015; 372: 2127-35 9. Suhail A. Pathogenesis, Immunology and diagnosis of latent mycobacterium tuberculosis infection Clinical Developmental immunology 2011. Available http://dx.doi.or/10.1155/2011/814943 10. Center for Disease Control and Prevention. Updated Guidelines for using interferron Gamma Release Sssays to detect mycrobacterium tuberculosis Infection – United State 2010. MMWR 2010; 59 (NO.RR-5):(inclusive page numbersat) 11. Center for Disease Control and Prevention. Latent Tuberculosis Infection: Guide for Primary Health Care Providers.2013 . availabe :http://www.cdc.gov/tb/publications/ltbi/pdf/targetedltbi.pdf 12. World Health Organization The World Health Organization estimates one-third of the world's population is infected with TB. 2012. Available The World Health Organization estimates one-third of the world's population is infected with TB. http://www.sosindonesia.com/library/WorldTBDay12.pdf 13. American Thoracic Society. Targeted Tuberculin Testing and Treatment of latent tuberculosis infection. Am J Respir Crit Care Med 2000 ; 161 : S221 – 47. 14. Central Tuberculosis Research Institute. Inflammation and Immunopathogenesis of Tuberculosis Progression. Available http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/29397.pdf .

17

15. NCBI. Pathogenesis, Immunology, and Diagnosis of Latent Mycobacterium tuberculosis Infection. 2010. Available http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3017943/figure/fig1/ 16. TB CARE I. International Standards for Tuberculosis Care, Edition 3. TB CARE I, TheHauge, 2014. 17. World Health Organization. Use od tuberculosis interferon-gamma release assays (IGRAs) in low- and middle-income countries: policy statement. Geneva 2011. 18. Center for diseases control. Mantoux tuberculin skin test. Available at: www.cdc.gov/tb. 19. World Health Organization. Use of tuberculosis interferon-gamma release assays (IGRAs) in low- and middle-income countries. Policy Statement 2011. Geneva. 20. Nienhaus A. Clinical review of literature pertaining to the use of interferon-gamma release assays for tuberculosis screening in healthcare workers: Evidence base and clinical experience with QuantiFERON-TB Gold (QFT). Hamburg Germany. 21. Centers for Diseases Control. Controlling Tuberculosis in the United States: Recommendations from the American Thoacic Society, CDC, and the Infectious Diseases Society of America. MMWR November 2005; 54 (No.RR-12):4-5. 22. Chapman HJ, Lauzardo M. Advances in diagnosis and treatment of latent tuberculosis infection. JABFM 2014;704-12. 23. Esmail H, Barry CE, Young DB, Wilkinson RJ. The on going challenge of latent tuberculosis.

Downloaded

from

http://rstb.royalsocietypublishing.org/onAugust

25,2015. 24. Caminero JA, ed. Guideline for clinical and operational management of drug-resistant tuberculosis. Paris, France. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease 2013. 25. World Health Organization. Guideline for intensified tuberculosis case-finding and isoniazid preventive therapy for people living with HIV in resource-constrained setting. Italy. 2011.

18

Related Documents

Tb Laten
March 2021 0
Limfadenitis Tb
February 2021 1
Tb Paru
March 2021 0
Meningoensefalitis Tb
March 2021 0
Elementary - Tb
January 2021 14

More Documents from "Aga Haris"

Tb Laten
March 2021 0
Skripsi
February 2021 5
March 2021 0
January 2021 0
Atlas Dermatologie
February 2021 0