Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam makalah ini akan menjelaskan konsep dari mekanisme koping dengan menggunakan terapi koping. Terapi kognitif dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Aaron Beck dan berkaitan dengan terapi rasional emotif dari Albert Ellis. Terapi kognitif akan lebih bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku. Kemudian terapi ini di disatukan dan dikenal dengan terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy). Terapi ini memperlakukan individu sebagai agen yang berpikir positif dan berinteraksi dengan dunianya. Individu membentuk sudut pandang dan keyakinan serta memiliki afek atau perasaan mengenai apa yang dianggap benar bagi diri sendiri, lingkungan, dan mengenia pikiran serta perasaannya pada interaksi yang luas dengan perilaku atau tindakan dalam rangkaian interaksi. Setiap interaksi memperngaruhi interaksi lain. Berdasarkan kognisi dan pengalaman masa lalu, individu membentuk pandangan dan skema kognitif yaitu cara berpikir atau perspektif kebiasaan mengenai
diri
sendiri,
dunia
dan
masa
depan.
Misalnya,
individu
mengembangkan pandangan psimistis mengenai cara mengontrol takdirnya sendiri atau merasa takdirnya mampu dikontrol oleh orang lain dan tidak mampu mengontrolnya sendiri. Dalam situasi tersebut, individu mengembangkan pandangan negative serta merasa tidak berharga (disebut pikiran otomatis negative) yang dapat menimbulkan stress, emosi, kecemasan dan depresi. Individu cenderung mengolah keyakinan yang tidak masuk akal tentang kemampuan dan berhubungan dengan orang lain. Hasil persepsi dan distorsi yang salah ini ditandai oleh harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri dan orang lain, metode koping yang tidak efektif, dan pandangan tentang diri sendiri sebagai orang yang tidak mampu.
1
B. Rumusan Masalalah 1. 2. 3. 4. 5.
Apakah pengertian terapi modalitas? Apakah prinsip pelaksanaan terapi modalitas? Apakah dasar pemberian terapi modalitas? Apa sajakah jenis – jenis terapi modalitas Bagaimanakah terapi modalitas: terapi kognisi ?
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian terapi modalitas. 2. Untuk mengetahui prinsip pelaksanaan terapi modalitas. 3. Untuk mengetahui dasar pemberian terapi modalitas. 4. Untuk mengetahui jenis – jenis terapi modalitas. 5. Untuk mengetahui terapi modalitas: terapi kognisi. D. Manfaaat Penulisan Dengan disusun makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami tentang mekanisme koping: terapi kognitif dan mahasiswa mampu menerapkan kepada klien. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, dan metode penulisan. Bab II. Pembahasan, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang konsep dan asuhan keperawatan pada hiperbilirubin. Bab III. Penutup, berisi kesimpulan dan saran.
2
BAB II LANDASAN TEORI A. TERAPI MODALITAS 1. Pengertian Terapi modalitas
merupakan
metode
pemberian
terapi
yang
menggunakan kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien. (Laundry & Jenes, 2009 dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di institusi maupun di masyarakat yg bermanfaat dan berdampak terapeutik. Terapi modalitas adalah suatu sarana penyembuhan yang diterapkan pada dengan tanpa disadari dapat menimbulkan respons tubuh berupa energi sehingga mendapatkan efek penyembuhan (Starkey, 2004). Terapi modalitas yang diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri, perawatan gangren, perawatan luka baru, perawatan luka kronis, latihan peregangan, range of motion, dan terapi hiperbarik. Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhannya. Terapi modalitas adalah suatu tehnik terapi dengan menggunakan pendekatan secara spesifik, suatu sistem terapi psikis yang keberhasilannya sangat tergantung pada adanya komunikasi atau perilaku timbal balik antara pasien dan terapis. Terapi yang diberikan dalam upaya mengubah perilaku mal adaptif menjadi perilaku adaptif. 2. Prinsip Pelaksanaan Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan. 3.
Dasar Pemberian Terapi Modalitas a. Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku manusia 3
b.
Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah kondisi
c.
yang mengandung reaksi( respon yang baru ) Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya faktor-faktor yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu
d.
sehingga reaksi indv tersebut dapat diprediksi ( reward dan punishment ) Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam
e.
menunjuang dan menghambat perilaku individu dalam kelompok social Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional dan sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistic.
4.
Jenis - JenisTerapi Modalitas Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain: a. Terapi Individual Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi b.
kebutuhan dasarnya. Terapi Lingkungan Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai
c.
terapeutik dalam aktivitas dan interaksi. Terapi Biologis 4
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi d.
medikasi psikoaktif dan ECT. Terapi Kognitif Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah
membantu
mempertimbangkan
stressor
dan
kemudian
dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif. e. Logo Terapi Logo terapi dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia disamping simensi kejiwaan serta beranggapan bahwa makna hidup dan hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia yang meraih taraf f.
kehidupan yang bermakna. Terapi Keluarga Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota 5
keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masingmasing terhadap timbulnya
masalah,
mempertahankan g.
untuk
keutuhan
kemudian keluarga
mencari dan
solusi
meningkatkan
untuk atau
mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya. Terapi Kelompok Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi aversi atau rileks
h.
kondisi. Terapi Psikoreligius Terapi dengan pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien, pendekatan ini dilakukan oleh seorang pemuka agama dengan cara memberikan pencerahan, kegiatan ini dilakukan minimal 1 kali
i.
seminggu. Terapi Bermain Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anakanak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya,
j.
serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut. Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat 6
dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah: 1) Role model 2) Kondisioning operan 3) Desensitisasi sistematis 4) Pengendalian diri 5) Terapi aversi atau releks kondisi B. TERAPI MODALITAS: TERAPI KOGNISI 1. Pengertian Terapi Kognitif Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang (Stuart, 2009). Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari distorsi kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya, seperti menyangkal masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009) Tabel Bentuk Distorsi Kongnisi (Stuart, 2009) No 1
Kelainan Kongnisi Overgeneralization
Pengertian Mengrkan kesimpulan 7
Contoh Seseorang
mahasiswa
secara yang gagal dalam satu
menyeluruh sesuatu
2
Personalization
segala ujian
mengatakan
:
berdasarkan “kayaknya saya enggak
kejadian tunggal.
akan lulus dalam setiap
Menghubungkan
ujian”. “ atasan
kejadian
diluar mengatakan
terhadap
dirinya produktivitas
saya
meskipun hal tersebut perusahaan tidak beralasan.
sedang
menurun tahun ini, saya yakin kalau pernyataan ini ditujukan pada diri
3
Dichotomus
Berfikir
thinking
menganggap
segala meninggalkan
sesuatunya
selalu saya pikir saya lebih
sangat 4
saya”. ekstrim, “ Bila
Catastrophizing
bagus
suami
saya saya,
atau baik mati”.
buruk. Berfikir sangat buruk “saya lebih baik tidak tentang kejadian.
orang
dan mengisi
formulir
promosi
jabatan
sebab
saya
itu, tidak
menginginkan dan tidak akan 5
nyaman
dengan
jabatan itu”. Selective abstraction Berfokus pada detail, Seorang istri
percaya
tetapi tidak relavan bahwa suaminya tidak dengan yang lain.
informasi mencintainya sebab ia datang terlambat dari pekerjaannya, tetapi ia mengabaikan perasaannya, hadiah dari
8
suaminya tetap diterima dan libur bersama tetap 6
Arbitary inference
direncanakan. Teman saya tidak pernah
Menggambarkan kesimpulan
yang lama
salah tanpa didukung sebab 7
data. Percaya
Mind reading
menyukai
saya
ia
mau
tidak
diajak pergi. bahwa Mereka pasti
berfikir
seseorang
bahwa dirinya terlalu
mengetahui
kurus
atau
terlalu
pemikiran orang lain gemuk. tanpa 8
mengecek
kebenarannya. Exaggregating
Magnification
the Saya
importance of events.
telah
meninggalkan
makan
malam saya, hal ini menunjukkan 9
Externalization
tidak kompetennya saya. of Menentukan tata nilai Saya sudah berusaha
self worth
sendiri diterapkan
untuk untuk
kelihatan
baik
pada setiap
waktu
tetapi
orang lain.
Terapi
betapa
kognitif
merupakan
teman-teman saya yang
terapi
tidak
menginginkan
saya
berada
sampingnya. jangka pendek
di
terstruktur
berorientasi terhadap masalah saat ini dan bersifat individu. Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih, 2007).
9
2. Sejarah Terapi Kognitif Mekipun beberapa teori psikoterapi menekankan aspek kognitif dari pengobatan, terapi kognitif diasosiasikan dengan karya Aaron Beck. Ia lahir pada tahun 1921, menerima gelar sarjana dari Brown University dan gelar dokter
tentang
obat
dari
Universitas
Yale
pada
tahun
1946.
Beck menerapkan konsep-konsep dari pemikiran otomatis, keyakinan yangmenyimpang, dan skema kogniti dari gangguan lain. sebagai contoh, ia menjelaskan gangguan kecemasan sebagai dominasi ancaman kegagalan atau tertinggal. Dari observasi pasien dan sesi transkip, Beck mengidentifikasikan skema kognitif yang umum untuk orang yang berbeda-beda tipe gangguan emosinya dan mengembangkan strategi untuk menyembuhkannya. Teori yang Mempengaruhi Meskipun banyak teori psikoterapi kognitif Beck yang didasarkan pada pengamatan dari pekerjaan klinis, Ia dan rekan-rekannya juga telah dipengaruhi oleh teori-teori lain dari psikoterapi, psikologi kognitif dan ilmu pengetahuan kognitif. Karena pelatihannya sebagai psikoanalis, Beck membuat beberapa konsep dari psikoanalisis dalampekrjaannya. Selain itu ada kesamaan antara terapi kognitif dan dan karya Albert Ellis dan Alfred Adler, terutama mereka menekankan pada pentingnya kepercayaan. Juga, teori kepribadian George Kelly dan karya Jean Piagetpada perkembangan kognisi mempunyai peran dalam memahami kognisi dalam kepribadian. Upaya untuk mengembangkan model komputer dari pemkiran intelektual, suatu aspek dari ilmu
pengetahuan
kognitif,
juga
berkonstribusi
untuk
melanjutkan
perkembangan psikoterapi kognitif. Pengaruh Saat Ini Penelitian dalam psikologi kognitif dan bidang terkait adalah penting dalam memajukan teknik baru dalam terapi kognitif. Seperti terliaat kemudian, hasil penelitian adalah bagian penting dari perkembangan metode baru danpengujian efektivitas terapi kognitif. Penelitian ini dipublikasikan secara luas di jurnal terapi kognitif seperti terapi Perilaku Kognitif, Terapi Kognitif dan Penelitian, Jurnal Psikoterapi Kognitif, dan Praktek Kognitif dan Perilaku. 10
3. Ciri Terapi Kognitif Ciri utama terapi kognitif a. Batas waktu 15-22 kali pertemuan selama 3-4 bulan b. Struktur tiap pertemuan berlangsung 1jam c. Agenda tiap pertemuan disusun dengan menggunakan agenda untuk d.
mengoptimalkan penggunaan waktu yang ada Berorientasi pada terapis dan pasien memusatkan pada perumusan dan
e.
masalah pemecahan masalah Keterbukaan proses terapis tidak diliputi hal-hal yang mistik tetapi bersifat jelas dan terbuka. Terapis dan pasien sama-sama mengerti apa yang berlangsung dalam terapi.
4. Tujuan Terapi Kognitif Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) beberapa mekanisme koping dengan menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut: a. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa penelitian, terapi ini b. c.
sama efektifnya dengan terapi depresan. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien
d.
mengubah cara berpikir atau mengembangkan pola piker yang rasional. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptive, pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu
e.
yang menentukan sifat fungsionalnya. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptive dan otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat menyebabkan depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. 11
Kemudian klien harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien mengidentifikasi kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih f.
adaptif. Membantu
menargetkan
proses
berpikir
serta
perilaku
yang
menyebabkan dan mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien, restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis, mempertanyakan bukti, memeriksa g.
alternative, dan reframing. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya
dengan
cara
pelimpahan
atau
pencegahan
respons,
mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui h.
psikoedukasi. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk
i.
mengubah persepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara
j.
restrukturisasi kognitif. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system
k.
keyakinan yang salah. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan
l.
praktik untuk meningkatkan aktivitas sosialnnya. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.
5. Indikasi Terapi Kognitif
12
Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama: a. Depresi (ringan sampai sedang).8 b. Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan. c. Indiividu yang mengalami stress emosional. d. Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal masa anak-anak, e. f. g. h. i. j.
meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik). Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder). Gangguan makan (anoreksia nervosa). Gangguan mood. Gangguan psikoseksual Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
6. Teknik Terapi Kognitif Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu therapy dan counseling. Beberapa teknik tersebut antara lain: a. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive) Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing kolom terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang dianggap menimbulkan kecemasan saat ini. Tangga
Situasi emosi
Pikiran otomatis
Respon rasional
l
13
hasil
Tanggal1.
kejadian nyata 1.
Pikiran otomatis 1.
saat
yang menyebabkan yang
masalah
ketidaknyamanan
khususnya
Tulis
respon 1.
Tulis kembali tingkat
muncul rasional terhadap kepercayaan sedih, pemikiran
terhadap
persentase
pikiran
dirasaka emosi. cemas, marah. otomatis yang otomatis 1-100% 2. Pokok pikiran, 2. Skala emosi dalam n muncul khayalan yang rentang 0% - 100 %2. Tuliskan menyebabkan
persentase
ketidaknyamanan
kepercayaannya
emosi.
dalam rentang 0100% Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang sudah terisi dibahas secara bersama. b. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence) Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami distorsi dalam pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data yang bisa dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaanya selama ini. 14
c. Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives) Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya alternative pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh diri. Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan
bantuan
perawat.
Klien
dianjurkan
untuk
menuliskan
masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap masalahnya rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh, anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan biasanya klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai contoh alternatif listrik belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat keterangan tidak mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat penerangan lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih mampu dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”. d. Dekatastropik (decatastrophizing) Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa ( the what-if then ). Hal ini meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi
terhadap
situasi
dimana
klien
mencoba
memandang
masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang mungkin terjadi. Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah: “ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…” “ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?” “ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
15
Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila tsunami tiba-tiba datang?; gempa tiba-tiba melanda?; suami tiba-tiba tenggelam?; dan sebagainya. e. Reframing Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa penting untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugiankerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang lainnya. f. Thought Stopping Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik berhenti memikirkannya (thought stoping) sangat baik digunakan pada saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai
masalah.
Klien
dapat
menggambarkan
bahwa
masalahnya sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di dinding yang digunakan untuk menghentikan berpikir dysfunctional. Untuk memulainya, klien diminta 16
untuk
menceritakan
masalahnya
dan
mengatakan
rangkuman
masalahnya dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras “berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian. g. Learning New Behavior With Modeling Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa melakukannya sendiri. h. Membentuk Pola ( shaping ) Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian. i. Token Economy Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna 17
hitam. Kegiatan berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan. j. Role Play Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan konsekuensikonsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok k. Social skill Training. Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah: Feedback Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan membersihkan lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih belum selesai harapan. l. Anversion Theraphy Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasankebiasan buruk klien dengan cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan melakukan kebiasaan ngemil makanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran kambing yang dimakan terus. m. Contingency Contracting Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian 18
dibuat dengan punishment dan reward. Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk yang sudah disepakati untuk ditinggalkan. Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi kkognitif adalah sebagai berikut: a. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan b.
keyakinan yang menyebabkan khawatir. Menggunakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang merendahkan dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat
c.
bahwa asumsi tersebut tidak logis dan tidak rasional. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan distress enmosional menjadi hilang.
7. Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas: a. Fase awal (sesi 1-4) 1) Membentuk hubungan terapeutik dengan klien. 2) Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap emosi dan fisik. 3) Menentukan tujuan terapi. 4) Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang b.
otomatis. Fase pertegahan (sesi 5-12) 1) Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah. 2) Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan keterampilann berespons terhadap hal-hal yang
menimbulkan depresi dan memodifikasinya. c. Fase akhir (13-16) 19
1) Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan. 2) Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri. 8. Strategi Pendekatan Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain: a. Menghilangkan pikiran otomatis. b. Menguji pikiran otomatis. c. Mengidentifikasi asumsi maladaptive. d. Menguji validitas asumsi maladaptive.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi kognitif digunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku yang malasuai, dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan pasien atau klien agar berpikir lebih realistik gejala yang berkelainan yang ada. Terapi kognitif di indikasikan kepada klien dengan depresi (ringan sampai sedang), gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan, indiividu yang mengalami stress emosional, gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi, gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik), gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder), gangguan makan (anoreksia nervosa), gangguan mood, gangguan psikoseksual, mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya. 20
Beberapa teknik dalam terapi kognitif yaitu teknik restrukturisasi kongnisi (restructuring cognitive), teknik penemuan fakta-fakta (questioning the evidence), teknik penemuan alternatif (examing alternatives), dekatastropik (decatastrophizing), reframing, thought stopping, learning new behavior with modeling, membentuk pola (shaping), token economy, role play, social skill training, anversion theraphy, contingency contracting.
B. Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan mekanisme koping dengan menggunakan terapi kognitif kepada klien sehingga jumlah kasus penderita gangguan jiwa di Indonesia dapat menurun.
21
DAFTAR PUSTAKA Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia. Setyoadi & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika. Starkey, H. (2004). Citizenship Education and Cultural Diversity in France and England. Jack Demaine (ed.). Citizenship and Political Education today. New York; Palgrave Macmillan, PP.1-23. Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis: Mosby. Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.
22