Value Investing Ala Lkh

  • Uploaded by: Danang Hakim
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Value Investing Ala Lkh as PDF for free.

More details

  • Words: 5,347
  • Pages: 114
Loading documents preview...
Untuk Komunitas Investor Saham di Jakarta, 7 April 2018

1



• • • •

Lukas Setia-Atmaja is Faculty Member at Prasetiya Mulya Business School, Vice Chairman of Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), and Independent Commissioner PT. Prodia Widyahusada, Tbk He earned his Ph.D. in Banking and Finance from Monash University, Australia; and M.Sc. in Finance from the University of Wisconsin at Madison, U.S.A. His teaching, consulting and research interests include corporate governance, corporate finance and investment. His research has been published in quality International Journals. He was one of the Committee Member for Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in formulating and developing "The Corporate Governance Road Map in Indonesia“ in 2013. He is also financial columnist in Harian KONTAN, Harian Seputar Indonesia and several local newspapers. 2

3

4

LO KHENG HONG WARREN BUFFETT

ORANG MISKIN YANG JADI KAYA DI BURSA EFEK INDONESIA

LUKAS SETIA ATMAJA

5

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Strategi Investasi Saham: value Investing, Growth Investing, Contrarian Investing • Pemahaman tentang keuangan korporasi (nilai buku, harga pasar) • Analisis fundamental praktis • Metoda penilaian saham: PER, PBV, DCF, NAV • Prinsip WB dan LKH dalam membeli dan menjual saham • Proses LKH memilih Value Stock: UNTR, MBAI, TINS, dll • Contoh kasus menganalisis value stock di BEI

IS TIME A FRIEND? EXAMPLE: BBRI

1 DAY

1 MONTH

1 WEEK

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

3 MONTHS

6 MONTHS

3 YEARS

1 YEAR

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

5 YEARS

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Return Saham 2017 SAHAM

RETURN (%)

SAHAM

RETURN (%)

BRPT

201

BMRI

42

MEDC

194

BBCA

39

BBTN

110

GGRM

32

BBNI

81

EXCL

30

UNTR

69

HMSP

24

BBRI

53

ITMG

20

JSMR

48

TLKM

12

UNVR

44

KLBF

12

INTP

43

RALS

3

ACES

43

ASII

1

Sumber: Samuel Sekuritas Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Rip Van Winkle Investing

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Investing vs. Speculating • Investing in stocks means only buying shares when you have a thorough understanding of the underlying business fundamentals of the company, as well as a sound basis for determining that stock’s value. • Speculating is buying stocks without this knowledge

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Bagaimana Mengelola Risiko?

Kunci Sukses Trader/Investor Emotional Intelligence

Skill Knowledge

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Analytical • Decision Making • Practice makes perfect

SKILL

Emotional Intelligence Don’t panic Exploit Mr. Market Control Greed & Fear

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Stock Picking Strategies

Phillip Fisher

Peter Lynch

-Benjamin Graham - Warren Buffett

GARP: Growth at Reasonable Price Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Price vs Value

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Value investing adalah strategi investasi mencari saham yang harganya di bawah “nilai intrinsik”nya (Saham salah harga)

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Growth investing adalah strategi investasi mencari saham perusahaan yang bertumbuh cepat. • Pertumbuhan Aset, Penjualan dan Laba bersih

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• GARP adalah strategi investasi gabungan antara value investing dan growth investing. Membeli saham bertumbuh yang salah harga. • Contrarian Investing adalah strategi investasi membeli/menjual saham secara berlawanan dengan sentimen pasar.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Modal ditanam+ laba ditahan+ prospek = Nilai pasar ekuitas Book Value of Equity Market Value Equity = Harga saham x Jumlah saham beredar

Remember: MV Equity = BV Equity + Prospect Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Market Value of Equity = 731.4 B (31 March 2015) Book Value of Equity = 129 B Prospect = 602.4 B MV Equity = BV Equity + Prospect

Market Value of Equity = 2.49 B (30 April 2015) Book Value of Equity = - (minus) 5.39 B Prospect = 7.88 B MV Equity = BV Equity + Prospect

• ROE, ROIC, OPM and NPM

DER, Debt to Asset, Times Interest Earned Ratio, Debt Service Coverage Ratio

TATO, FATO, Inventory TO, Collection Periods or DSO

Price Earnings Ratio (PER), Price to Book Value Ratio (PBV) Current ratio, Cash ratio, Quick ratio

7 Rasio Keuangan Penting • • • • • •

ROE (Return on Equity) = Laba bersih / Ekuitas NPM (Net Profit margin) = Laba bersih / Penjualan DER (Debt Equity Ratio) = Total liabilitas/Total Ekuitas TATO (Total Asset Turnover) = Penjualan/Total Aset Current Ratio = Aset lancar/ Hutang lancar PER (Price Earnings Ratio) = Harga saham/ laba bersih per saham • PBV (Price to book value ratio) = Harga saham/nilai buku saham Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Du Pont Analysis Net Profit/Equity

Net Profit/ Asset

Asset/Equity

Net Profit/Revenue

Sales/Asset

ROE = NPM x TATO x FLA

ROE

NPM

TATO

A/E

INTP

0.245299 0.275494 0.758915 1.173246

SMGR

0.271116 0.251287 0.737356 1.463215

SMGR ROE lebih tinggi INTP NPM dan TATO lebih bagus, tapi using lessdebt ROE tinggi SMGR berasal dari kebijakan pendanaan yang lebih agresif

DU PONT ANALYSIS: A vs B

NPM

TATO

A/E

ROE

A

0.2

0.3

3

0.18

B

0.3

0.4

1.5

0.18

Which company is better?

• PER (Price Earnings Ratio) = Harga saham/ laba bersih per saham • 1.000/100 = 10 x • Artinya? • PBV (Price to book value ratio) = Harga saham/nilai buku saham • 1.000/2.000 = 0.5 x • Artinya? Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

How to Measure GROWTH? • Assets • Revenue • Profit • Use CAGR (Compound Average Growth rate)

43

44

45

46

Nilai intrinsik perusahaan adalah nilai sekarang dari seluruh arus kas bebas perusahaan. Sales Revenues

Required Operating costs investments and taxes in operations

Financing Decisions

Free Cash Flows to the Firm (FCFF)

Interest Rates

Firm Risk

Market Risk

Weighted Average Cost of Capital

Enterprise Value

FCF1 FCF2 FCF Value    .... 1 2 (1  WACC) (1  WACC) (1  WACC) Intrinsic Value of Equity = Enterprise Value + Cash - Debt

Relative Valuation (RV) RV membandingkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis atau dengan industri dimana perusahaan berada. Alat yang digunakan untuk melakukan RV adalah price multiples. Beberapa contoh price multiples: P/ER (price/earnings per share) P/BV (price/book value per share) P/S (price/sales per share) P/CF (price/cash flow per share) Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• • • • • •

Net Asset Value (Nilai Aktiva Bersih) NAB = Total Aset – Total Utang NAB dibagi jumlah saham beredar Kalikan 2/3 (margin of error) Bandingkan dengan harga pasar saham Salah harga jika NAB > harga saham

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• • • • •

Misal: Total Aset = 1.000 Total Utang = 400 NAB = 600 NAB setelah margin of error = 600 x (2/3) = 400 • Harga pasar saham = 200 • SALAH HARGA! Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Karakteristik Value Stock • Harga saham < = 2/3 of Nilai intrinsik • Cari saham dengan PER < 5 x • Cari saham dengan PBV < 1 x • Trend positif untuk penjualan dan laba bersih • D/E ratio < 1 (sustainable debt level) • Dividend yield minimal 2% dan konsisten • Manajemen yang progresif • Tata kelola yang baik • Model bisnis mudah mudah dimengerti • Produknya dibutuhkan dalam jangka panjang

Kelebihan Value Investing Mengurangi Probabilitas membeli saham di harga tinggi (overpriced) Secara jangka panjang bisa memberikan keuntungan besar

Meminimalisir perilaku kelompok (herding behavior)

Kekurangan Value Investing Saham yang harganya salah, bisa makin salah sebelum menjadi benar Ada kemungkinan salah hitung/analisis Perlu kesabaran untuk memegang saham

Kapitalisasi pasar (Rp) per Saham 31 Oktober 2015 PER

ROE (%)

BBCA

314.8 T

18.9

22

BBRI

257.1 T

11.4

24.6

BMRI

200.9 T

10.5

19.2

BBNI

87.8 T

10.1

15.6

BDMN

26.2 T

11.3

7.3

PER industri = 13.2 ROE industri = 20.6%

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Source: Damodaran

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Saham

PBV

ROE (%)

Bank BCA

3,76

20,6

20,4

5,478723

Bank Mandiri

1,82

13,9

15

7,637363

Bank BRI

2,22

28,6

11,7

12,88288

Bank BNI

1,25

15,7

9,2

12,56

Bank BTN

1,16

13,6

9,8

11,72414

Bank Niaga

0,68

3,2

22,6

4,705882

Bank Danamon Industri

1,08 2,4

8,4 17,8

13,2 15,7

7,777778 7,416667

PER

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

ROE/PBV

VALUE STOCK: HIGH ROE LOW P/E LOW P/B

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Can you spot the opportunity?

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Pekerjaan Rumah: Apakah saham berikut termasuk Value Stock?

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Pekerjaan Rumah: Apakah saham berikut termasuk Value Stock? Saham

PER

PBV

ROE (%)

Harga 25 Jan 2018

PNLF

5.03

0.44

9.25

274

PNIN

2.80

0.35

13.8

1.135

INKP

8.46

1.05

13.5

8.100

INDY

58.76

2.61

4.6

4.530

PTRO

113.2

1.05

0.95

2.450

MBSS

-3.9

0.67

-15.3

895

GJTL

- 31.9

0.57

-1.7

890

SIMP

12.03

0.53

4.5

505

AALI

10.9

1.44

13.4

12.950

LPCK

5.23

0.51

10.5

3.360

UNVR

61.1

64.9

107.6

55.025

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

UNTR • Neraca UNTR pada akhir 1998 menunjukkan total aset Rp 3,8 trilyun dan total utang Rp 4,3 trilyun, sehingga ekuitas perusahaan adalah negatif Rp 0,5 trilyun. Artinya UNTR mengalami kekurangan (defisiensi) modal. Yang lebih mengkhawatirkan adalah Rp3,9 trilyun dari utang UNTR akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun atau kurang.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Harga saham UNTR pada April 1997 masih Rp 437. Setelah Krisis Moneter menghantam Indonesia, harga saham UNTR pada Juni 1998 tinggal Rp 25. LKH membeli saham UNTR pada akhir 2008, ketika harganya sudah naik menjadi Rp 250. Jumlah saham beredar UNTR saat itu adalah 138 juta. Pada harga pasar Rp 250 per saham, total nilai pasar ekuitas (kapitalisasi pasar) UNTR adalah hanya Rp 34,5 milyar!

BV Equity + PROSPECT = MV Equity - 500 milyar + 534,5 milyar = 34,5 milyar

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Bagi LKH, UNTR adalah perusahaan bagus karena secara operasional perusahaan ini masih membukukan laba yang besar sekali. Kalaupun ada kerugian bersih, ini akibat kenaikan drastis dollar AS yang terjadi tidak setiap tahun. Jika kondisi ekonomi pulih, pasti harga saham UNTR akan meroket. Selain itu, UNTR memiliki manajemen yang professional dan etis. Meskipun jumlah utang UNTR melebihi nilai asetnya, kemungkinan besar kreditur UNTR tidak akan melikuidasi perusahaan ini karena secara operasional masih bagus. Ternyata perhitungan LKH benar. UNTR masih eksis hingga hari ini, harganya Rp 23.000. Di April 2012, harga UNTR bahkan pernah mencapai titik tertinggi di Rp 33.000. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

MBAI • LKH membeli saham MBAI pada tahun 2005 seharga Rp 250 per saham. Tidak tanggung-tanggung, ia mengoleksi hingga 6,2 juta saham dengan total nilai investasi Rp1,55 milyar. Alhasil, LKH memiliki 8,28 persen saham MBAI dan menjadi pemegang saham terbesar ketiga. Ia menjualnya 6 tahun kemudian pada harga Rp 31.500, menikmati keuntungan 12.500 persen! Atau rata-rata hampir 125 persen setahun dalam jangka waktu 6 tahun. Total keuntungan dari memegang saham MBAI selama 6 tahun adalah Rp194 milyar. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Bagaimana Lo Kheng Hong menemukan MBAI? Prosesnya mirip ketika LKH menemukan saham UNTR. Diawali dengan indikator PER yang sangat rendah, ia mulai menganalisis fundamental saham tersebut. Ia menemukan bahwa pada tahun 2005, MBAI memperoleh penjualan Rp655 milyar, laba usaha Rp78,3 milyar dan laba bersih Rp58,5 milyar. Total aset MBAI pada akhir 2005 adalah 627 milyar, sedangkan total utangnya adalah 615 milyar. Maka modal ekuitas MBAI saat itu tinggal Rp12 milyar. Pada harga Rp250 per saham, nilai pasar ekuitas bisa dihitung dengan mengalikan Rp250 dengan jumlah saham beredar (75 juta), hasilnya adalah Rp18,75 milyar. Artinya, harga pasar saham ini hanya sedikit di atas nilai bukunya (nilai historis).

BV Equity + PROSPECT = MV Equity 12 milyar + 6,75 milyar = 18,75 milyar Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• LKH membayangkan, sebuah perusahaan yang masih bisa menghasilkan laba bersih Rp58,5 milyar bagi pemegang saham hanya dihargai Rp 18,75 milyar di pasar! Maka LKH mulai mengoleksi saham MBAI. Ia membeli saham ini secara bertahap supaya tidak menimbulkan gejolak harga di pasar saham. • Perhitungan LKH ternyata tepat. Setelah kehebohan flu burung berlalu, kinerja MBAI makin moncer (Lihat Tabel). Penjualannya, misalnya, berlipat ganda selama periode 2006 – 2010 alias tumbuh 19% per tahun. Sedangkan laba bersih per saham juga berlipat ganda, dari Rp1.414 di tahun 2006 menjadi Rp3.416 di tahun 2010 alias tumbuh 25% per tahun. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

TINS • LKH membeli saham TINS pada tahun 2002 pada harga sekitar Rp290. Ia membeli 24 juta saham TINS, dan menjadi salah satu pemegang saham TINS terbesar di luar pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas. LKH menjual saham TINS pada tahun 2004 seharga Rp2.900, meraup cuan (keuntungan) Rp63 milyar, atau cuan 900 persen dalam waktu 2 tahun. • LKH tertarik membeli saham TINS karena pada tahun 2002 nilai buku ekuitasnya Rp1,5 trilyun, sedangkan nilai pasar ekuitasnya (kapitalisasi pasar) pada harga saham Rp290 hanya Rp150 milyar. Namun laba bersihnya pada tahun 2002 hanya Rp11 milyar, turun dari Rp37 milyar pada tahun 2011. Salah satu penyebabnya adalah harga timah yang rendah. Ketika harga timah mulai membaik, kinerja keuangan dan harga saham TINS juga terkerek naik.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Pada grafik bisa dilihat harga saham TINS mengalami lonjakan sejak akhir 2006 hingga pertengahan 2008, dimana harga saham TINS menyentuh Rp38.000. Bisa dibayangkan, seandainya LKH melepas saham TINS nya pada harga puncak ini, ia bakal meraup keuntungan 12.000 persen dalam waktu 5,5 tahun! • Tentunya ini menjadi pelajaran bagi investor pemula, bahwa memprediksi titik puncak harga sebuah saham tidaklah mudah. Investor berpengalaman dan hebat seperti LKH saja bisa “membuat kesalahan” dengan melepaskan kesempatan emas utnuk meraup cuan gila-gilaan. Namun, saat LKH “membuat kesalahan”, ia masih untung 900 persen dalam waktu 2 tahun. Sedangkan kebanyakan investor lain jika melakukan kesalahan investasi biasanya harus melakukan cut loss alias merugi.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• LKH menjelaskan ketika nilai intrinsik saham yang ia pegang sudah mendekati harga pasarnya, ia mulai mempertimbangkan untuk melepas saham tersebut. Ketika nilai saham sudah mendekati harganya, cuan di masa depan dari saham tersebut sudah tidak tinggi. • LKH menggunakan PER untuk memperkirakan apakah harga sebuah saham sudah mendekati nilai intrinsiknya. “Ketika PER saham yang saya pegang sudah mendekati 17 kali, saya mempertimbangkan untuk melepas saham tersebut,” kata LKH. Ia menggunakan angka 17 kali sebagai acuan karena rata-rata PER saham di Bursa Efek Indonesia yang dianggap wajar adalah 17 kali. Kadang LKH menggunakan indikator price to book value ratio (PBV atau harga saham dibagi book value ekuitas saham) sebesar 1 kali. Pendekatan lain yang LKH gunakan adalah replacement cost, dimana ia bertanya kepada direksi perusahaan, berapa nilai wajar perusahaan mereka. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Ada satu hal lagi yang bisa membuat LKH melepas sahamnya yang sudah dalam posisi untung (in the money). “Kalau ada saham perusahaan bagus jatuh harganya, dan kebetulan saya tidak punya uang tunai, saya bisa menjual saham saya utnuk membeli saham tersebut,” LKH menjelaskan. Inilah yang disebut asset allocation (alokasi aset), salah satu prinsip investasi Warren Buffett. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Harga Saham TINS (1997 – 2017)

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

PNLF • PNLF yang dahulu dikenal sebagai PT Panin Life Tbk berdiri pada tahun 1974 sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi jiwa, dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1983. PNLF juga memiliki 46 persen saham PT. Panin bank, Tbk (PNBN). Maka dengan membeli saham PNLF, investor memiliki bisnis asuransi jiwa dan bank sekaligus. • LKH membeli 850 juta saham PNLF pada Kwartal 3 tahun 2011 di harga sekitar Rp100 per saham. Laporan keuangan PNLF per akhir Juni tahun 2011 menunjukkan PNLF memiliki aset Rp 9 trilyun, total utang Rp3,1 trilyun dan total ekuitas Rp5,9 trilyun. Jumlah saham beredar adalah 24 milyar. Artinya, nilai buku per saham saat itu adalah Rp241. Padahal harga pasar saham hanya Rp100 (sekitar 41% dari nilai buku). Kinerja keuangan PNLF termasuk bagus. Penghasilan bersih PNLF di semester pertama 2011 adalah Rp1,5 trilyun, laba bersihnya Rp308 milyar dan laba per sahamnya Rp 12,8. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• LKH tertarik membeli PNLF karena memiliki 2 bisnis bagus, asuransi jiwa dan bank. Dengan harga Rp100, dan prediksi laba per saham selama 2011 adalah Rp40, maka Price Earnings Ratio (PER – harga saham dibagi laba bersih per saham) PNLF hanya 2,5 kali! Padahal PER saha yang awajar adalah sekitar 15 kali. Menurut LKH, PNLF juga memiliki tata kelola korporasi yang baik. Selama ini PNLF tidak pernah melakukan transaksi afiliasi yang bisa merugikan pemegang saham minoritas. Manajemennya juga memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik. • LKH menyimpan saham PNLF selama 2 tahun dan menjualnya di tahun 2013 pada harga Rp260 dan meraup keuntungan sekitar Rp135 milyar. Setelah LKH menjual sahamnya, saham PNLF sempat turun dan naik hingga mencapai Rp350 di tahun 2015. Namun setelah itu turun kembali. Harga saham PNLF saat ini berada di sekitar Rp210. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Mengapa LKH melepas saham PNLF yang baru naik 2,6 kali? Padahal biasanya ia memperoleh keuntungan minimal sepuluh kali lipat dariinvestasi saham. “Saya menjualnya karena sudah mendapatkan keuntungan yang lumayan. Tidak banyak investor yang bisa mendapatkan keuntungan dari saham PNLF, “ kata LKH. “Sebenarnya perusahaan ini bagus dan murah, tapi entah kenapa harga sahamnya susah naik. Berinvestasi di saham ini butuh kesabaran dan daya tahan.” Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Seperti gurunya, Warren Buffett, dalam membuat keputusan tentang saham, LKH berpikir secara independen. Ia tidak terpengaruh oleh opini orang lain, meskipun ia adalah teman baiknya dan orang yang punya jam terbang tinggi di bursa saham. LKH juga tidak “serakah” untuk menunggu saham PNLF naik sangat tinggi. Ia mengenal baik perilaku saham PNPF yang harganya sulit naik. Maka ketika keuntungan sudah dirasa cukup, ia memutuskan utnuk keluar dari saham PNLF dan mengalokasikan dananya ke saham lain yang lebih prospektif. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Harga Saham PNLF (1997 – 2017)

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

BUMI 2009 • Ketika IHSG turun tajam, LKH memiliki saham PT. Astra Otoparts, Tbk (AUTO), anak perusahaan PT. Astra International, Tbk (ASII) yang memproduksi komponen mobil dan sepeda motor. Karena saham AUTO ini termasuk yang kurang likuid alias jarang ditransaksikan oleh investor, harganya tidak turun. “Saya ingin menjual saham saya yang tidak turun harganya ini untuk ditukar dengan saham-saham yang harganya turun tajam,” LKH menjelaskan,“Tapi saya kesulitan menjual saham AUTO karena tidak ada investor yang memasang posisi beli.” Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Untung LKH teringat dengan salah satu pialang sahamnya yang memiliki klien PT. Astra International, Tbk (ASII). LKH lalu minta tolong pialang tersebut untuk menawarkan saham AUTO kepada ASII. LKH tahu bahwa ASII rajin membeli saham-saham AUTO. Ternyata mereka bersedia membeli saham AUTO pada harga pasar/wajar. LKH senang sekali dan segera menggunakan uang hasil penjualan saham AUTO untuk membeli 12,5 juta saham BUMI di harga Rp510 pada Januari 2009. Ia tertarik dengan saham BUMI karena harganya sudah turun 95 persen. Skenarionya, jika krisis finansial berlalu dan harga batubara naik kembali, harga saham BUMI bisa melesat. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Skenario bagus inilah yang terjadi setelah LKH membeli saham BUMI. Ia memegang saham BUMI selama 8 bulan dan menjualnya pada harga Rp3.300, meraup keuntungan 550 persen. LKH berhasil menyulap modal Rp6,4 milyar menjadi Rp41,3 milyar dalam tempo hanya 8 bulan. Ia menjual saham BUMI karena merasa harga saham BUMI telah naik cukup tinggi, sehingga ada kekhawatiran harganya bisa turun lagi. LKH selalu ingat nasehat gurunya, Warren Buffett, “Be fearful when others are greedy, and greedy when others are fearful”. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Harga Saham BUMI Periode 1997-2017

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

BUMI 2012 • LKH membeli kembali saham BUMI tahun 2012 di harga Rp1.000. Mengapa? “Saya membeli saham BUMI karena mempunyai cadangan batubara yang terbukti sebanyak 3 milyar ton. Berdasarkan Joint Ore reserves Committee,” Jelas LKH. “Saat itu harga batubara adalah sekitar USD 80 per metric ton. Maka kekayaan BUMI adalah USD 240 milyar.” Memang saat itu BUMI adalah eksportir batubara termal terbesar di dunia. Penjualannya pada akhir 2011 adalah USD 4 milyar. • Menurut LKH, Rothchild, investor kelas kakap dari Inggris juga berinvestasi di BUMI. Bahkan Borneo, sebuah perusahaan batubara, berhutang ke Standard Chartered USD 1 milyar demi membeli saham BUMI. Apakah LKH tidak khawatir dengan utang BUMI yang besar? “BUMI memang punya hutang sebesar USD 5 milyar, tetapi jika dibandingkan dengan cadangan batubaranya yang besar, utangtersebut terlihat kecil,” kata LKH. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Namun harga saham BUMI terus turun akibat turunnya harga batubara. Meskipun demikian, LKH terus membeli saham BUMI, bahkan ketika harganya menyentuh Rp50. “Ketika harganya Rp 50, saya menghabiskan sisa uang saya untuk membeli saham BUMI,” kenang LKH. Ia mengoleksi hingga 1 milyar saham BUMI atau memiliki 2,7 persen dari total 36,6 milyar saham BUMI yang beredar. • Saham BUMI kemudian “tidur panjang” di harga Rp50 pada periode Agustus 2015 hingga Juni 2016. Malah, di pasar negosiasi, saham bumi diperdagangkan dengan harga Rp50. Transaksi harian saham BUMI juga sepi, hanya ratusan ribu hingga ratusan juta rupiah. Padahal sebelum tahun 2009, BUMI sempat menjadi “saham sejuta umat” lantaran peminatnya banyak sekali. Transaksi harian saham BUMI saat itu–pun tak pernah sepi.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• LKH menceritakan pengalamannya saat BUMI terpuruk. “Ketika harga saham BUMI berada di Rp 50 dan tidak bergerak, sebagian orang senang. Seperti iklan rokok, senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang,” Kata LKH. Banyak temannya yang berpikir bahwa kali ini LKH kena batunya. Ketika berjumpa, mereka menanyakan bagaimana kabar saham BUMI yang dipegang LKH. Ia menjawab dengan santai, “The game is not over yet…”. Kadang ia menjawab dengan bahasa Mandarin, “Hai yu si wang,” yang artinya masih ada harapan.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Mengapa LKH tidak tergoda untuk menjual rugi saham BUMI yang dipegang? “Saya bisa bertahan untuk tetap memegang saham BUMI karena saya yakin Rp50 adalah harga tidak wajar alias salah harga.” Dengan jumlah saham beredar sebanyak 36,6 miliar, nilai pasar ekuitas BUMI hanya sebesar Rp 1,83 triliun. Dengan asumsi kurs rupiah sebesar Rp 13.000 per dollar, nilai perusahaan BUMI saat harga sahamnya Rp 50 per saham adalah US$ 135 juta. "Padahal cadangan batubara BUMI 3 miliar ton. Murah, bukan?" kata LKH. Ia juga tidak risau dengan penurunan harga tersebut. “Andaikan investasi saya di BUMI habis-pun, saya masih kaya,” Jelas LKH tanpa bermaksud menyombongkan diri. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Agustus 2016 harga batubara mulai berbalik arah. Tak lama kemudian, BUMI berhasil menyelesaikan proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Lalu pada November 2016, para kreditur BUMI menyetujui usulan konversi utang menjadi saham. Melalui skema ini, utang BUMI senilai USD 4,2 miliar akan berkurang menjadi USD 1,6 miliar. Beban bunga BUMI juga akan berkurang sekitar USD 250 juta setiap tahun. Yang menarik, kreditur BUMI menghargai BUMI Rp926,16 per saham. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Akibatnya, harga saham BUMI bergerak naik secara cepat hingga sekitar Rp500. LKH melepas sekitar 90 persen sahamnya pada harga tersebut. Dengan harga rata-rata pembelian sekitar Rp300, LKH masih menikmati keuntungan yang cukup besar meski harus mengalami penurunan harga saham BUMI yang tajam. “Saya mendapat pelajaran yang sangat berarti dari membeli saham BUMI kali ini. Ilmu saham saya naik ke tingkat lebih tinggi, dan saya menjadi lebih hati-hati dan pintar,” kata LKH. “Pelajaran utama yang saya aapat adalah jangan membeli perusahaan yang tata kelola dan manajemen yang tidak baik.” Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Harga Saham BUMI Periode 2012-2017

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

LPCK • LKH membeli saham PT. Lippo Cikarang, Tbk (LPCK) sekitar awal Juni 2011 di harga Rp600. Berdasarkan Laporan Keuangan per akhir Maret 2011, nilai buku per saham LPCK adalah Rp853 dan laba bersih per saham (Earnings Per Share) adalah Rp43,75 per kwartal. Jika dihitung setara dengan setahun, laba bersih per saham sekitar Rp175 (dari Rp43,75 dikali 4 kwartal). Dengan harga beli Rp600, Price Earnings Ratio adalah hanya 3,4 kali dan Price to Book Value (PBV- yakni harga pasar saham dibagi nilai buku per saham) hanya 0,7 kali. Selain itu, LPCK memiliki land bank yang cukup besar. • LKH juga mempertimbangkan fakta bahwa harga pasar tanah sudah naik banyak dibandingkan dengan nilai tanah yang tercatat di laporan Keuangan. Karena PER lebih kecil dari 5 kali dan PBV lebih kecil dari 1 kali, LPCK memenuhi kriteria LKH sebagai saham salah harga alias kemurahan (undepriced). LKH-pun tidak ragu membelinya. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Karena saham LPCK pada waktu itu tidak terlalu likuid, awalnya LKH membelinya secara perlahan-lahan di pasar reguler. Kemudian datang kesempatan membeli dalam jumlah besar secara cepat ketika pialang saham LKH menawarkan 25 juta saham LPCK milik Mr. X, klien besarnya. Mr. X ingin melepas saham ini karena kurang likuid. • LKH juga mempertimbangkan faktor likuiditas sahamini, sehingga hanya bersedia membeli 15 juta saham LPCK. Sisanya akhirnya dijual oleh Mr.X ke pasar reguler. Belakangan LKH membeli lagi saham LPCK di pasar regular sebanyak 1 juta lembar. Total ia memiliki 16 juta saham LPCK. • Seperti biasa, nasib baik menaungi perjalanan LKH mendulang cuan di pasar saham. Baru disimpan 8 bulan, saham LPCK naik tinggi karena harga property di Jakarta dan sekitarnya mulai melambung tinggi. LKH menjual semua saham LPCK pada harga Rp2.400, dan meraup keuntungan 300 persen dalam waktu 8 bulan. Total keuntungan yang dinikmati LKH dari investasi 16 juta saham LPCK adalah Rp29 milyar.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Setelah LKH menjual sahamnya, ternyata booming property belum berakhir. Harga property terus naik tinggi, dan tentu saja harga saham LPCK ikut terus melambung. Pada Juni 2013, harga saham LPCK mencapai Rp10.300. Bahkan pada April 2015, harga LPCK menyentuh Rp12.125. Bayangkan keuntungan yang bisa diraup seandainya LKH tidak menjual di harga Rp2.400. Namun LKH tidak menyesalinya. “Saya mensyukuri sudah memperoleh capital gain sebesar 300 persen dalam tempo hanya 8 bulan,” kata LKH. Sebuah sikap yang patut diteladani oleh para investor, yaitu selalu mensyukuri keuntungan yang diperoleh, bukan menyesali keuntungan yang tidak bisa diperoleh. Harga saham LPCK per 8 September 2017 adalah Rp4.650. Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Harga Saham PT. Lippo Cikarang, Tbk (2006-2017)

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

PTRO • PTRO adalah perusahaan publik yang berdiri tahun 1972 dan bergerak di bidang jasa kontrak pertambangan, engineering & project management serta oil & gas services. PTRO merupakan perusahaan EPC (engineering, procurement and construction) pertama yang melantai di bursa saham, yakni tahun 1990. Pemegang saham Utama PTRO adalah PT. Indika Energy, Tbk (INDY). PTRO memiliki reputasi sebagai perusahaan nasional yang memiliki standar dan kapabilitas kelas internasional, serta kontraktor EPC terkemuka di Indonesia. • LKH mulai membeli saham PTRO sejak tahun 2013. Pada akhir 2013, LKH memiliki 77.557.000 saham PTRO atau 7,7 persen dari total saham PTRO. Artinya, LKH adalah pemegang saham substansial (memiliki lebih dari 5 persen saham).

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang





Harga saham PTRO naik tinggi dari Rp400 pada awal 2009 hingga Rp4.775 pada akhir Maret 2012 (lihat grafik). Setelah itu harga saham PTRO anjlok ke Rp900 pada awal November 2012. Pada tahun 2013, harga rata-rata saham PTRO sebesar Rp 1.400 per saham. Saat harga turun inilah, LKH mulai memborong saham PTRO. Namun, bukannya segera pulih, harga saham PTRO justru melanjutkan tren penurunan. Pada Oktober 2015, harga saham PTRO menyentuh Rp 300 per saham. “Saat itulah saya menambah kepemilikan saham saya di Petrosea," ujar Lo Kheng Hong. Pada awal 2014, kepemilikan saham PTRO LKH adalah 9,2 persen. Setahun kemudian, kepemilikannya naik menjadi 10,2 persen. Pada awal Maret 2017, LKH memiliki 118,4 juta saham atau 11,7 persen dari total saham PTRO. Sejak maret 2016, harga saham PTRO mulai bergerak naik dari Rp300 menjadi Rp1.300 pada awal April 2017. Kesabaran LKH berbuah manis. Dari 20 Maret 2017 hingga 3 April 2017, saham PTRO naik 63 persen. Dalam kurun waktu 2 minggu tersebut, LKH “tambah kaya” Rp 60 milyar (dari 118,4 juta x Rp800 x 63%). Namun LKH tidak tergoda untuk melepas sahamnya. “Harga pasar saham PTRO masih jauh di bawah nilai intrinsiknya,” kata LKH dengan yakin.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Mengapa LKH tertarik membeli saham PTRO? Pasti karena ia yakin saham PTRO salah harga. Menurut LKH, modal ekuitas (nilai buku ekuitas) PTRO sekitar US$ 170 juta. Dengan asumsi kurs rupiah Rp 13.000 per dolar AS pada tahun 2015, ekuitas PTRO sebesar Rp 2,2 miliar. Jumlah saham PTRO adalah 1 miliar saham, sehingga nilai buku per saham PTRO adalah Rp 2.200. Padahal harga pasar saham ini di tahun 2015 hanya Rp300. Saat LKH membeli saham PTRO di tahun 2013 dan 2014-pun harga pasar saham ini masih di bawah Rp2.200. LKH juga yakin bahwa PTRO memiliki manajemen yang professional dan tata kelola yang amanah. “Selama ini tidak ada transaksi afiliasi yang merugikan investor minoritas,” kata LKH. • Lebih lanjut LKH membandingkan PTRO dengan saham PT. Delta Dunia makmur, Tbk (DOID) yang memiliki usaha yang sama dengan PTRO, yakni kontraktor tambang batubara. Harga saham DOID naik 2.100 persen dari Rp50 pada awal 2016 menjadi Rp1.100 pada awal April 2017. Sedangkan pada kurun waktu yang sama, saham PTRO hanya naik 350 persen.

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

• Padahal menurut LKH, PTRO punya 3 keunggulan atas DOID. Pertama, jumlah saham DOID 8,3 milyar, sedang PTRO hanya 1 milyar. “Semakin sedikit jumlah saham beredar, semakin bernilai sahamnya,” jelas LKH. Kedua, nilai buku per saham DOID Rp200, sedang nilai buku per saham PTRO Rp2.200. Ketiga, utang DOID sebesar 600 juta dolar AS, sedangkan utang PTRO hanya 70 juta dolar AS. “Utang besar membuat beban bunga juga besar setiap tahunnya,” tegas LKH, “Kalau harga DOID bisa naik 2.100 persen, semoga PTRO bisa mengikuti jejaknya.” Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

Copyright Lukas Setia Atmaja - Dilarang memperbanyak tanpa seijin pengarang

THANK YOU… Semoga Tuhan memberkati anda berlimpah-limpah

Related Documents


More Documents from ""