Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

  • Uploaded by: Tirta Yani Surya
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aliran-aliran Filsafat Pendidikan as PDF for free.

More details

  • Words: 4,536
  • Pages: 17
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Tiap-tiap aliran filsafat bukanlah merupakan usaha mengakhiri perbedaan-perbedaan

prinsip dari suatu ajaran. Tetapi lebih membahas kebebasan memilih dan mengembangkan ide-ide filsafat itu yang berisi asas filosofis yang menghormati martabat setiap orang serta bukan hanya teroritis adanya melainkan praktis dilaksanakan. Inilah satu bukti dan jaminan konkrit atas kebenaran-kebenaran filsafat yang asasi. Klasifikasi aliran-aliran filsafat pendidikan berdasarkan perbedaan-perbedaan teori dan praktek pendidikan menjadi ide pokok masing-masing filsafat tersebut. Demikian pula klasifikasi itu sendiri akan berbeda-beda menurut cara dan dasar yang menjadi kriteria dalam menetapkan klasifikasi itu. Misalnya ada yang membuat klasifikasi aliran filsafat pendidikan berdasarkan asas dichotomi yakni antara aliran progressive dan aliran conservative. Tetapi klasifikasi yang demikian sukar untuk menampung adanya kenyataan bahwa masing-masing aliran yang relatif banyak itu mempunyai pula segi-segi yang overlapping. Karena itu tak akan ada sifat yang murni bagi suatu aliran untuk digolongkan sebagai konservatif semata. Itulah sebabnya, perlu kita sadari bahwa klasifikasi aliran-aliran filsafat itu harus didasarkan atas penelitian yang mendalam dan sangat hati-hati. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pandangan filsafat pendidikan menurut berbagai jenis aliran, baik menurut aliran idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme, esensialisme, maupun rekonstruksionisme. 1.2

Tujuan 1. Mengetahui berbagai macam aliran-aliran filsafat pendidikan 2. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran idealisme 3. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran realisme 4. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran materialisme 5. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran pragmatisme 6. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran eksistensialisme 7. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran progresivisme 8. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran perenialisme 9. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran esensialisme 10. Mengetahui pandangan filsafat pendidikan menurut aliran rekonstruksionisme

1.3

Rumusan Masalah 1. Apa saja jenis-jenis aliran aliran-aliran filsafat pendiidkan ? 2. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran idealisme ? 3. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran realisme ? 4. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran materialisme ? 5. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran pragmatisme ? 1

6. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran eksistensialisme ? 7. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran progresivisme ? 8. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran perenialisme ? 9. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran esensialisme ? 10. Bagaimana pandangan filsafat pendidikan menurut aliran rekonstruksionisme ?

2.1

BAB II PEMBAHASAN Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat

pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan. Dalam filsafat terdapat berbagai aliran. Sehubungan dengan itu maka dalam filsafat pendidikan pun terdapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada dalam filsafat. Tinjauan kritis dapat berujud sebagai upaya penemuan kongruensi antara aliran-aliran filsafat pendidikan dengan filsafat pancasila. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan secara konvergensi dari pada filsafat pendidikan berdasarkan pancasila. Berikut ini akan diuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan yang didasarkan pada empat aliran pokok tentang realita dan fenomena yakni idealisme, realisme, materialisme, dan pragmatisme. Selain itu dijelaskan tentang pengkajian terhadap fenomena atau gejala eksistensi manusia dalam pengembangan hidup dan kehidupannya dalam alam dan 2

lingkungannya

yang

tercakup

dalam

eksitensialisme,

progresivisme,

perenialisme,

esensialisme, dan rekonstruksionisme. 2.2

Filsafat Pendidikan Idealisme Idealisme berpendirian bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan (ide-ide) atau

spirit. Segala benda yang nampak berhubungan dengan kejiwaan dan segala aktivitas adalah aktivitas kejiwaan. Dunia ini dipandang bukan hanya sebagai mekanisme, tetapi dipandang sebagai sistem, dunia adalah keseluruhan (totalitas). Unsur material tetap ada, tetapi hanya merupakan bagian yang saling bersangkut paut dengan keseluruhan dan segala penempakan secara materi hanya manifestasi dari pada aktivitas jiwa. Jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam susunan keseluruhan. Segala fakta empiris diakui adanya dan hal itu mengandung konsepsi yang serba mungkin. Tetapi segala unsur materi dan fakta itu bukanlah sebagai realita yang sebenarnya. Karena itu dunia ini bersifat anthtopologistis dan dasarnya selalu kebudayaan, bukan alam (nature). Kebudayaan selalu berkembang dan perkembangan itu adalah ide. Dimana ide itu bertujuan untuk mencari kenyataan tertinggi atau kenyataan terakhir ,yaitu kenyataan yang abadi. Jiwa atau rohani yang disebut mind adalah hakekat manusia. Jiwa atau rohani manusia merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, dan sekaligus sebagai pendorong dan penggerak semua aktivitas manusia; badan atau jasmani tanpa jiwa atau rohani tidak ada apa-apanya. Seorang pengikut idealisme menurut kattsoff (1996) akan menjawab sebagai berikut: pertama, jika kita meneliti: (1) hakekat terdalam pengalaman seseorang; (2) ketertiban dan susunan alam semesta; dan (3) adanya nilai dialam semesta, maka kita akan sampai pada pendirian penganut idealisme berdasarkan atas tuntutan atau keruntutan dan akal kita. Pengalaman dan pengetahuan tergantung pada akal yang mengetahuinya. Apapun yang diketahui pada akhirnya berupa ide, artinya sesuatu yang berhakekat akal. Karena itu, maka sama sekali tidak mungkin ada pengetahuan, kecuali jika dunia yang nyata atau obyek pengetahuan berhakekat akal juga. Kedua, dimana-mana dialam semesta ini kita menjumpai watak yang logis, hubungan sebab dan akibat, ketertiban, watak sistematik, ketaatan pada hukum, dan sebagainya. Idealisme tidak menolok keberadaan dunia nyata yang ada disekitar kita seperti benda-benda yang ada dialam ini, hanya mereka memandang kenyataan seperti itu adalah merupakan manifestasi dari realitas yang hanya memenuhi kebutuhan fisik.

3

Aliran idealisme kenyataannya tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita: pertama, yang nampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan ada yang pergi, ada yang hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya: kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan fikiran yang utuh didalamnya terdapat niai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang nampak karena idea merupakan wujud yang hakiki. Prinsipnya aliran idealisme mendasari semua yang ada dan yang nyata dialam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dengan dunia idea dan Tuhan, arche sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami. Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan manusia, roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut dengan penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia, demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya oleh karena itu adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru ( bakry, 1992 :56). Maka apabila kita menganalisa berbagai macam pendapat tentang aliran idealisme yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikitran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita dimana manusia berfikir kepuasan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam yang disebut dengan idea. Memang para filosof ideal memulai sistematika berfikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi (Ali.1991). sehingga rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenanrnya adalah idea, yang digali dari bentuk-bentuk pemikiran murni yang keadaannya sangat sederhana, yaitu pengamatan diluar benda yang nyata sehingga yang kelihatan pada dibalik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada 4

prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal ikhwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau dirubah oleh materi. Sebagaimana phidom mengetengahkan dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan disini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian duniapun terbagi dua yaitu dunia nyata dan dunia tidak nyata, dunia kelihatan dan dunia tidak kelihatan dan bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 1988). Plato dalam mencari jalan pada alam nyata seperti yang ada dihadapan manusia. Plato bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Plato memandang jiwa manusia adalah roh yang berasal dari ide eksternal dan sempurna. Immanuel Kant memandang bahwa manusia adalah bebas dan ditentukan, bebas sepanjang sebagai jiwa atau roh, terikat berarti manusia juga merupakan makhluk fisik yang tunduk kepada hukum alam. Kaum idealis memandang bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual mewarisi pembawaan spiritual sebagai potensinya (Uyoh. 2003). Menurut paham idealisme, guru harus membimbing atau mendiskusikan dengan peserta didik bukan prinsip-prinsip eksternal, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (bathin) yang perlu dikembangkan juga harus diwujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Socrates, Plato, dan Kant berpendapat bahwa pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang dalam diri peserta didik (Uyoh. 2003). Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan dari luar ke dalam diri seseorang, melainkan memberi kesempatan untuk membangun atau mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman dalam diri seseorang. Bangunlah atau ciptakanlah kesempatan atau kondisi agar seseorang dapat membangun pengetahuan dan pengalamannya sendiri. 2.3

Filsafat Pendidikan Realisme Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff (1996:126) menarik garis

pemisahan yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah dualisme atau monisme materialistik. Seorang pengikut materialisme mengatakan bahwa jiwa dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian halnya sudah tentu juga sama-sama dikatakan “jiwa adalah materi” seperti halnya mengatakan “ materi adalah jiwa”. Jika materi adalah jiwa, maka alam semesta dapat dipahamkan sebagai sesuatu yang mangandung maksud atau dapat dikatakan bersifat “ teleologis”. Sistem kefilsafatan realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara ada hal-hal yang adanya terdapat didalam dan tentang dirinya sendiri, dan yang hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang. Defenisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran 5

kebenaran suatu gagasan mengenai barang sesuatu ialah menentukan apaakah gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai barang sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya barang sesuatu itu. Johan Amos Comenius mengemukakan bahwa manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa; pertama keselamatan dan kebahagian hidup yang abadi dan kedua adalah kehidupan dunia yang sejahtera dan damai. Tujuan yang pertama merupakan tujuan yang menyatu dalam hidup yang merupakan kualitas hidup itu sendiri yang menuju kekesempurnaan, sedangkan tujuan yang kedua adalah kehidupan yang kebahagiaan hidup yang abadi. Beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh, 2003) adalah; a. Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik. Keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan pribadinya. b. Setiap mata pelajaran harus memiliki out-line; garis besar proses belajar mengajar, silabus dasn rencana pembelajaran, dan sudah ada pada awal pembelajaran. c. Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik. d. Kelas harus diperkaya dengan gambar-gambar, peta, affirmasi, foto, hasil karya peserta didik dan sejenisnya yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar yang diberikan/dilaksanakan. e. Pembelajaran harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan dengan pembelajaran pengetahuan secara terus menerus. f. Setiap aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia, dan kepada peserta didik ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sistim nilai. g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua peserta didik. 2.4

Filsafat Pendidikan Materialisme Aliran materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajakan

kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan materialistis mementingkan kebendaan menurut materialisme (Poerwadarminta, 1984 :638). Aliran ini berpikir dengan sederhana, mereka berpikir realitas sebagaimana adanya, kenyataannya aliran ini memberikan suatu pernyataan bahwa segala sesuatu yang ada disemua alam ini ialah yang dapat dilihat atau diobservasi, baik wujud maupun gerakangerakannya serta peristiwa-peristiwanya. Menurut Jalaluddin dan Idi (2002:53) maka realita semesta ini pastilah sebagaimana apa yang kita lihat yang nampak dihadapan kita. Sebagaimana dikemukakan Noor Syam 6

(1985:162-163) semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan lama semesta demikian juga wujudnya yang merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan gerakan peristiwa alamiah, yang terkait dengan benda dan menjadi bagian dari hukum alam, karena itu gerakannya ialah suatu bagian daripada hukum alam semesta dan merupakan suatu pola mekanisme atau perjalanan menurut aturan yang mengikat dan terkait karena pada kenyatannya manusia tunduk dan terlibat dengan peristiwa hukum alam karena adanya hukum sebab akibat (kausalitas), hukum yang obyektif dimana manusia bergerak oleh karena menerima akibat sesuatu, olehnya reaksi yang ditimbulkan manusia, adanya benda yang menimbulkan stimulus respons. Pada fokusnya aliran materialisme sebagaimana dijelaskan Jalaluddin dan Idi mengutamakan benda dan segala berawal dari benda demikian juga yang nyata hanya dunia materi. Segala kenyataan yang ada itu berdasarkan zat atau unsur dan jiwa, roh, sukma, oleh aliran materialisme dianggap pula sejenis materi, tetapi mempunyai sifat yang berbeda dibandingkan dengan sifat materi karena jiwa, roh, sukma itu mempunyai naluri untuk bergerak dengan sendiri sedangkan mempunyai gerakan yang terbatas dan kaku. Karl Max memberikan suatu pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah dunia materi dan didalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat berupa kesadaran-kesadaran yang menumbuhkan ide atau teori serta pandangan yang semuanya adalah suatu gambaran yang nyata, sebabnya faktor yang mempunyai peran untuk melahirkannya yaitu adanya pendorong atau daya yang dikatakan materi atau benda dan pada prinsipnya kecenderungan manusia untuk berbuat dan bertindak yang disebabkan oleh faktor materi yang ada disekitarnya (Hadijono, 1986:121). 2.5

Filsafat Pendidikan Pragmatisme Filsafat ini dipandang sebagai filsafat Amerika asli, pada hal kenyataan yang

sebenarnya adalah berpangkal pada filsafat empirisme Inggris yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia adalah apa yang manusia alami. Tokoh yang terkenal dalam filsafat ini adalah Charles Sandre Pierce (1839-1914), William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Pragmatisme berasal dari kata “pragma” yang berarti praktik atau aku berbuat. Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Manusia dan ligkungannya berdampingan, dan mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Realitas adalah apa yang dapat dialami dan diamati secara 7

indera. Manusia selalu berubah dan berkembang dan perkembangan berlangsung terus menerus. Oleh karena itu manusia hidup dalam keadaan “menjadi” (becoming) secara terus menerus (on goingness). Peserta didik merupakan organisme yang aktif secara terus menerus merekonstruksi, menginterpretasi, dan mereorganisasi kembali pengalaman-pengalaman yang dialaminya. Peserta didik harus selalu berhubungan dengan individu-individu lainnya, karena dalam hubungan yang demikian mereka akan bertumbuh dan berkembang. Mereka akan mempelajari hidup dalam komunitas individu, bekerja sama, dan menyesuaikan dirinya secara cerdas terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang selalu berubah dan berkembang. Pendidikan menurut pandangan pragmatisme bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding) melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya. Menurut John Dewey (Sadulloh.2003), pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok pemikiran, yakni: a. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup b. Pendidikan sebagai pertumbuhan c. Pendidikan sebagai fungsi sosial Berikut ini akan dijelaskan ketiga pokok pemikiran tersebut : a. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup Hidup selalu berubah menuju pembaharuan hidup, karena itu pendidikan adalah merupakan kebutuhan untuk hidup. Pendidikan berfungsi sebagai alat dan sebagai pembaharuan hidup. Dalam hidupnya manusia selalu berinteraksi, individu yang satu dengan individu yang lainnya, dan dengan lingkungannya. Orang yang sudah dewasa yang telah banyak memiliki pengalaman hidup berinteraksi dengan manusia muda yang masih belia dalam pengalaman hidup untuk mewariskan nilai-nilai budaya dan kebudayaan itu sendiri untuk kelangsungan hidup. Terjadilah pewarisan kebudayaan, nilai, pengetahuan, dan keterampilan serta sikap hidup kepada generasi muda. Hal ini membawa pembaharuan hidup pada generasi muda, dan pembaharuan ini akan semakin pesat perubahannya oleh karena perubahan yang terjadi dalam hidup dan kehidupan manusia dengan pengaruh ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang semakin pesat perubahannya. Untuk mengisi dan melengkapi kehidupan yang selalu berubah dan berkembang maka sangat diperlukan adanya pendidikan. 8

b. Pendidikan sebagai pertumbuhan Menurut John Dewey (Sadulloh.2003), pertumbuhan merupakan suatu perubahan tindakan yang berlangsung terus menerus untuk mencapai hasil selanjutnya. Pertumbuhan juga merupakan proses pematangan oleh karena peserta didik memiliki potensi berupa kapasitas untuk berkembang atau bertumbuh menjadi sesuatu dengan adanya pengaruh lingkungan. Hidup selalu mengalami pertumbuhan dan pertumbuhan diwarnai oleh aktivitas aktif yang berarti bahwa pertumbuhan akan dipengaruhi intensita aktivitas individu yang menimbulkan pengalaman yang akan membawa perubahan pada dirinya. Sehingga pertumbuhan merupakan karakteristik dari hidup, sedangkan pendidikan adalah hidup itu sendiri. Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri bukan persiapan untuk suatu kehidupan. c. Pendidikan sebagai fungsi social Menurut John Dewey (Sadulloh.2003), lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan dan fungsi pendidikan merupakan suatu proses membimbing peserta didik yang masih belum matang menurut susunan sosial tertentu. Dalam keadaan yang belum matang peserta didik selalu berinteraksi dengan ligkungan, selalu berhubungan dengan individu lainnya. Dalam aktivitas pendidikan selalu ada interaksi yang dapat mempengaruhi dan membimbing peserta didik dapat mengembangkan diri sebagai pribadi yang dipengaruhi dan mempengaruhi dalam situasi dan lingkungan sosial. Peserta didik dapat mengembangkan diri sebagai pribadi yang dipengaruhi dan mempengaruhi dalam situasi dan lingkungan sosial. Sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan dan sekaligus sebagai alat transmisi, memiliki tiga fungsi, yakni: a. Menyederhanakan dan mengarahkan faktor-faktor bawaan yang diharapkan untuk berkembang b. Membimbing dan mengarahkan kebiasaan masyarakat yang ada sesuai dengan yang diharapan c. Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas dan lebih baik yang diperuntukkan bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka. Dalam praktek pelaksanaan pendidikan sangat dianjurkan agar guru dalam menghadapi peserta didik dalam kelas memperhatikan saran berikut ini: a. Guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan peserta didik b. Peserta didik harus dihadapkan pada suatu kondisi yang memungkinkan mereka merasakan adanya suatu masalah yang harus diselesaikan sehingga timbul minat untuk menyelesaikan. c. Guru harus mengenal peserta didik dan dapat membangkitkan minat mereka dalam pembelajaran

9

d. Guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang dapat menimbulkan kerjasama antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru dan sebaliknya. Dalam pembelajaran guru harus memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sambil bekerja. Guru hendaknya memfasilitasi, mendorong dan mengarahkan peserta didik agar dapat belajar menyelidiki dan mengamati sendiri, menemukan sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri serta bekerja sama memecahkan atau mengatasi masalah yang dihadapi. 2.6

Filsafat Pendidikan Eksistensialisme Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensi adalah

cara manusia ada di dunia. Cara berada manusia berbeda dengan cara beradanya benda-benda materi. Cara beradanya manusia adalah hidup bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama dan komunikasi dan dengan penuh kesadaran, sedangkan benda-benda materi keberadaannya berdasarkan ketidaksadaran akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna dan tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi dunia bermakna karena manusia. Jadi inti masalah yang menjadi pemikiran eksistensialisme adalah apa pemecahan yang konkrit terhadap persoalan makna “eksis” (berada) dari manusia. Ada beberapa pandangan penganut filsafat ini sehubungan dengan eksistensi, yakni : a. Eksistensi adalah cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi, manusialah sebagai pusat perhatian , sehingga bersifat humanitis. b. Bereksistensi tidak statis tetapi dinamis, yang berarti menciptakan dirinya secara aktif, merencanakan, berbuat, dan menjadi. c. Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi belum selesai dan terbuka serta realistis. Namun demikian manusia terikat dengan dunia sekitarnya terutama sesama manusia. Sikun Pribadi, 1971 (Sadulloh, 2003), mengemukakan bahwa eksistensialisme dengan pendidikan sangat berhubungan erat, karena kedua-duanya sama-sama membahas masalah yang sama yakni manusia, hubungan antar manusia, hidup, hakikat kepribadian, dan kebebasan. Pendidikan, proses pembelajaran, harus berlangsung sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, tidak ada pemaksaan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan melainkan ditawarkan. Tuntunlah peserta didik agar dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Guru hendaknya memberikan kebebasan kepada peserta didik

10

untuk memilih dan memberi nereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu menemukan makna dari kehidupan mereka. 2.7

Filsafat Pendidikan Progresivisme Menurut penganut aliran ini bahwa kehidupan manusia berkembang terus menerus

dalam suatu arah yang positif. Apa yang dipandang benar sekarang belum tentu benar pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, peserta didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi masa depan. Permasalahan hidup masa kini tidak akan sama dengan permasalahan hidup masa yang akan datang. Untuk itu, peserta didik harus diperlengkapi dengan strategi-strategi menghadapi kehidupan masa datang dan pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi permasalahanpermasalahan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada masa itu. Guru atau pendidik harus berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar peserta didik terdorong dan terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang hal-hal yang penting bagi kehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran yang disebut abadi. Yang penting adalah bahwa guru atau pendidik harus memfasilitasi peserta didik agar memilki kesempatan yang luas untuk bekerja sama atau kooperatif di dalam kelompok, memecahkan masalah yang dipandang penting oleh kelompok bukan oleh guru dalam kelompoknya. Progressive pengikut Dewey mendasarkan pada asumsi berikut: a. Minat-minat peserta didik sebagai dasar menentukan muatan kurikulum, bukan disiplin ilmu atau akademik. b. Penagajaran efektif adalah apabila memperlakukan peserta didik sebagai keseluruhan dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dihubungkan dengan bidang kognitif, efektif, dan psikomotor. c. Pembelajaran harus aktif, guru menyediakan kemungkinan agar peserta didik memiliki pengalaman melalui belajar dengan berbuat/melakukan. d. Pendidikan bertujuan untuk membina peserta didik berpikir rasional sehingga menjadi manusia yang cerdas yang berkontribusi pada masyarakat. e. Peserta didik mempelajari nilai-nilai personal dan sosial disekolah. f. Individu berada pada suatu keadaan yang selalu berubah secara terus menerus dan pendidikan meupakan wahana yang memungkinkan masa depan yang lebih baik dari masa sebelumnya. Dalam praktek pelaksanaan pembelajaran hendaknya diberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada peserta didik untuk menemukan pengalaman-pengalamaan yang tepat 11

dalam belajar seperti kunjungan lapangan, proyek kelompok kecil, simulasi, bermain peran, eksplorasi internet, dan aktivitas lainnya yang menimbulkan pengalaman yang berharga pada peserta didik yang dapat digunakan pada masa yang akan datang. Dapat dikatakan bahwa pengalaman belajar memecahkan atau mengatasi permasalahan pada usia dini merupakan persiapan dan sekaligus modal yang terbaik untuk menghidupi kehidupan masa depan. 2.8

Filsafat Pendidikan Perenialisme Aliran ini berbeda dengan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu

yang baru. Perealisme mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan kekacauan dan ketidakpastian dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral, intelektual dan sosiokultural. Untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan kembali kepada nilai-nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dahulu dan pada abad pertengahan. Pandangan Plato dan Aristoteles menjadi peradaban Yunani Kuno dan ajaran Thomas Aquina pada abad pertengahan. Ciri utama perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adaalah sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat kapal yang akan berlayar, zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan yang jelas. Perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan pangkalan yang demikian ini merupakan tugas yang pertama-tama dari filsafat dan filsafat pendidikan. Berikut ini ada beberapa prinsip pendidikan perenialisme (Sadulloh.2003), sebagai berikut: a.

Pada hakekatnya manusia adalah sama dimanapun dan kapanpun ia berada, yang walaupun lingkungannya berbeda. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan, untuk memperbaiki manusia sebagai manusia atau dengan kata lain pemuliaan manusia. Oleh karena itu maka pendidikan harus sama bagi semua orang kapanpun dan dimanapun.

b.

Bagi manusia, pikiran adalah kemampuan yang paling tinggi. Karena itu manusia harus menggunakan pikirannya untuk mengembangkan bawaannya sesuai dengan tujuannya. Manusia memiliki kebebasan namun harus belajar untuk mempertajam pikiran dan dapat mengontrol hawa nafsunya. Kegagalan yang dialami peserta didik jangan dengan cepat menyalahkan lingkungan yang kurang menguntungkan atau nuansa psikologis yang kurang menyenangkan, namun guru hendaknya dapat mengatasinya dengan pendekatan intelektual yang sama bagi semua peserta didik.

12

c.

Fungsi utama pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti dan abadi. Pengetahuan yang penting diberikan kepada peserta didik adalah mata pelajaran pendidikan umum atau general education, bukan mata pelajaran yang hanya penting sesaat atau menarik minat pada saat tertentu saja atau seketika. Mata pelajaran yang esensi adalah bahasa, sejarah, IPA, filsafat dan seni, dan 3 R’s; membaca, menulis, dan berhitung.

d.

Pendidikan adalah persiapan untuk hidup bukan peniruan untuk hidup.

c.

Peserta didik harus mempelajari karya-karya besar dalam literature yang menyangkut sejarah, filsafat,seni,kehidupan sosial terutama politik dan ekonomi.

2.9

Filsafat Pendidikan Esensialisme Esensialisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri.yang mendirikan suatu

bangunan filsafat tersendiri. melainkan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes pendidikan progresivisme. Penganut faham ini berpendapat bahwa betul-betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu di pertahankan. Esensi (Essence) ialah hakikat barang sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari sesuatu sebagai satuan yang konseptual dan akali. Esensi (essential) adalah apa yang membuat sesuatu menjadi apa adanya. Esensi mengacu pada aspek-aspek yang lebih permanen dan mantap dari sesuatu yang berlawanan dengan yang berubah-ubah, parsial, atau fenomenal. Penganut

faham

esensialisme

mengemukakan

beberapa

prinsip

pendidikan

(Sadulloh.2003),sebagai berikut: a. Pendidikan dilakukan dengan usaha keras, tidak timbul dengan sendirinya dari dalam diri peserta didik. b. Inisiatif pelaksanaan pendidikan datang dari guru bukan peserta didik. c. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan. d. Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental merupakan metode yang diutamakan dalam pendidikan di sekolah. e. Tujuan akhir pendidikan adalah meningkatkan kesejahteraan atau kebahagiaan sesuai dengan tuntutan demokrasi. 2.10 Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme

13

Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresifisme dalam pendidikan.Tidak cukup kalau individu hanya belajar dari pengalaman – pengalaman kemasyarakatan di sekolah. Sekolah bukan hanya masyarakat dalam ukuran mikro (kecil). Sekolah haruslah mempelopori masyarakat ke arah masyarakat baru yang diinginkan. Brameld (Sadulloh.2003) mengemukakan teori pendidikan rekonstruksionisme terdiri dari lima tesis, yakni: a.

Pendidikan berlangsung saat ini untuk menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya masa kini, selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.

b.

Demokrasi sejati merupakan dasar dari kehidupan masyarakat baru. Lembaga utama di masyarakat ditentukan dan dikontrol masyarakat itu sendiri

c.

Anak,

sekolah,

dan

pendidikan

diatur

oleh

kekuatan

budaya

dan

sosial.

Rekonstruksionisme memandang kehidupan beradab adalah hidup berkelompok. d.

Guru memegang peranan penting dalam pendidikan di sekolah akan tetapi dalam pelaksanaan tugasnya harus selalu memperhatikan prosedur yang demokratis.

e.

Tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan krisis budaya, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yaitu nilainilai yang universal.

f.

Penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih, sebaiknya harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah.

14

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan 1. Terdapat 9 (Sembilan) jenis aliran filsafat pendidikan, diantaranya yaitu aliran idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme, esensialisme, dan rekonstruksionisme 2. Filsafat pendidikan aliran idealisme berpendirian bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan (ide-ide) atau spirit 3. Sistem kefilsafatan realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara ada halhal yang adanya terdapat didalam dan tentang dirinya sendiri, dan yang hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang 4. Aliran materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajakan kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya 5. Pendidikan menurut pandangan pragmatisme merupakan

suatu

proses

reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya 6. Eksistensialisme dengan pendidikan sangat berhubungan erat, karena keduaduanya sama-sama membahas masalah yang sama yakni manusia, hubungan antar manusia, hidup, hakikat kepribadian, dan kebebasan 7. Dalam aliran progresivisme peserta didik dipersiapkan menghadapi masa depan 8. Menurut aliran perenialisme kehidupan manusia berkembang terus menerus dalam suatu arah yang positif

15

9. Aliran esensialisme berpendapat bahwa betul-betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu dipertahankan 10. Filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme merupakan suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresifisme dalam pendidikan 3.2

Saran Penulis menyarankan agar pembaca terutama mahasiswa jurusan kependidikan dapat mempelajari lebih mendalam lagi mengenai materi “Aliran-aliran filsafat pendidikan” ini karena materi ini mempelajari pandangan dan tanggapan mengenai filsafat pendidikan menurut beberapa jenis aliran sehingga diharapkan nantinya akan menjadi tenaga pendidik yang bukan hanya dapat mengajarkan ilmunya kepada siswanya kelak, tetapi juga dapat memahami, mencintai, dan melaksanakan profesi kependidikannya itu dengan sebaik-baiknya.

16

Daftar Pustaka Purba, Edward dan Yusnadi., (2015), Filsafat Pendidikan, Unimed Press, Medan.

17

Related Documents


More Documents from "Tri Fani Oktafiyanti"