Analisis Kerusakan Crusher B Pada Coal Handling Sytem Unit 5

  • Uploaded by: Wildan Priatna
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Kerusakan Crusher B Pada Coal Handling Sytem Unit 5 as PDF for free.

More details

  • Words: 7,046
  • Pages: 25
Loading documents preview...
ANALISIS KERUSAKAN CRUSHER B PADA COAL HANDLING SYTEM UNIT 5-7 PLTU SURALAYA BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

PT. Indonesia Power UBP Suralaya adalah unit pembangkitan listrik terbesar di Indonesia yang berperan besar dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional khususnya Jawa - Bali yakni sebesar 30 % dari kebutuhan listrik Jawa – Bali yang terletak di desa Suralaya, Kecamatan Merak, Serang, Banten. Sekitar 120 km ke arah barat dari Jakarta menuju pelabuhan Ferry Merak dan 7 km ke arah utara dari Pelabuhan Merak.

Gambar 1.1. Letak PLTU Suralaya

1.1.

1.2. 1.

PT. Indonesia Power UBP Suralaya telah direncanakan dan dibangun untuk menggunakan batubara sebagai bahan bakar utamanya. Sedangkan sebagai bahan bakar cadangan menggunakan bahan bakar residu, Main Fuel Oil (MFO) dan juga menggunakan solar, High Speed Diesel (HSD) sebagai bahan bakar Ignitor atau pemantik pada penyalaan awal dengan bantuan udara panas bertekanan. Salah satu sumber batubaranya diperoleh dari tambang Bukit Asam, Sumatera Selatan dari jenis Subbituminious dengan nilai kalor 50005500 kkal/kg. Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik di Jawa – bali, PT. Indonesia Power UBP Suralaya harus memiliki keandalan, ketersediaan, kemampuan dan unjuk kerja agar kondisi sistem kelistrikan dapat dipertahankan dengan baik dan tidak terjadi pemadaman.Karena kerusakan mesin akan menimbulkan kerugian ekonomis yang besar, baik kerugian karena perbaikan maupun kerugian karena produksi yang terhenti. Oleh karena itu, sistem pembangkit listrik harus menjaga dan mempertahankan faktor-faktor di atas dengan pemeliharaan sesuai instruction manual book. Pemeliharaan meliputi perawatan dan perbaikan agar peralatan bekerja secara optimal dengan unjuk kerja mesin yang ideal. Crusher adalah salah satu peralatan yang digunakan pada Coal handling system unit 5 – 7 PLTU Suralaya untuk menghancurkan batu bara sebelum masuk ke pulverizer. Terdapat dua crusher yang terpasang yaitu crusher A dan crusher B. Namun crusher B sering mengalami gangguan sampai akhirnya rusak dan tidak bisa dioperasikan lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kondisi peralatan akibat dari gangguan sebagai acuan untuk melakukan upaya perawatan, perbaikan dan juga pencegahan baik terhadap pengoperasian maupun pemeliharaan dari Crusher tersebut. Gangguan yang sering terjadi adalah masuknya benda – benda asing ke dalam ruang crusher yang dapat menggangu kinerja crusher. Adapun kerusakan yang terjadi seperti ausnya ring hammer,rusaknya bantalan serta suspension bar. Pada tugas akhir yang berjudul Analisis Kerusakan Crusher B pada Coal Handling System Unit 5 – 7 PLTU SURALAYA penulis mencoba melakukan analisis penyebab terjadinya kerusakan, dampak yang terjadi dan memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada dan diharapkan dapat memenuhi sasaran pemeliharaan. Batasan Masalah Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang ada dan menjaga agar dalam penyampaian laporan proyek akhir ini tidak menyimpang jauh, maka penyusunan laporan proyek akhir ini dibatasi pada permasalahan membahas tentang pemeliharaan dan analisa kerusakan crusher B pada coal handling system yang berada di unit 5 – 7. Rumusan Masalah Dalam penulisan proyek akhir ini dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut. Menganalisis hal – hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan crusher B pada coal handling system unit 5 – 7 ?

2. 3.

Apakah dampak yang terjadi terhadap komponen crusher B dan coal handling system unit 5 - 7 setelah crusher B mengalami kerusakan? Apakah solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi kerusakan crusher B pada coal handling system unit 5 – 7?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Proyek Akhir a. Memenuhi kewajiban penulis dalam membuat proyek akhir yang merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai kelulusan dalam jenjang pendidikan program D III Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknik – PLN khususnya Program Kerjasama (Non – Reguler), Jakarta. b. Menambah pengetahuan dan keterampilan serta wawasan di bidang pembangkitan khususnya pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) c. Dapat menganalisis permasalahan khususnya pada kerusakan peralatan 1.4. 1.4 Metodelogi Penulisan Proyek Akhir a. Metode Observasi Metode Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan carapengamatan langsung terhadap peralatan yang dijadikan objek permasalahan. b.

Metode Wawancara Metode ini adalah melakukan wawancara secara langsung dan meminta data kepada supervisor senior yang berkaitan dengan PT Indonesia Power UBP Suralaya secara umum maupun masalah yang dibahas, khususnya kerusakan Crusher B pada Coal handling system unit 5 – 7.

c. Metode Studi Literatur Metode studi literatur adalah mencari literatur yang terdapat pada buku-buku di perpustakaan PT Indonesia Power UBP Suralaya, perpustakaan STT-PLN, internet dan juga buku atau diktat kuliah yang berkaitan dengan pembahasan proyek akhir ini.

1.5.

1.5 Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Meliputi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Meliputi penjelasan tentang gambaran umum PLTU (termasuk komponen, proses operasi dan siklus), klasifikasi batu bara dan coal handling system pada unit 5 – 7 PLTU Suralaya. BAB III : Crusher B Coal Handling System Unit 5 - 7 Meliputi penjelasan lebih spesifik tentang crusher tipe ring yang meliputi konstruksi dan cara kerjanya. BAB IV : Pembahasan dan Analisis Kerusakan Menjelaskan tentang data teknik, pemeliharaann yang dilakukan, pembahasan masalah, analisa kerusakan dan penyelesaiannya. BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bagian akhir yang berisi kesimpulan dan saran dari permasalahan yang telah dibahas tersebut diatas.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah jenis pembangkit listrik skala besar yang paling banyak dijumpai. Kurang lebih 75 persen kebutuhan listrik di Jawa – Bali disuplai dari jenis pembangkit ini. PLTU mempunyai banyak keuntungan atau kelebihan dibanding jenis pembangkit lain yakni : ·

Dapat dibuat dalam skala yang besar, mencapai 400 MW tiap unitnya

·

Umurnya relatif panjang

·

Tidak terpengaruh oleh kondisi atmosfer

·

Dapat membakar segala jenis bahan bakar, dll

PLTU batubara merupakan salah satu jenis pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utamanya. PT. Indonesia Power UBP Suralaya adalah salah satu pembangkit yang menggunakan bahan bakar batubara dengan kapasitas pembangkitan 3400 MW. 2.1.1. Bagian - Bagian PLTU Adapun bagian - bagian utama PLTU adalah : ·

Boiler untuk mengubah energi panas dari bahan bakar menjadi energi panas pada uap yang terdiri dari tiga bagian yaitu Economizer untuk memanaskan air sampai mendekati titik didih. Evaporator untuk mengubah air menjadi uap dan Superheater untuk memanaskan lanjut uap tersebut sampai suhu tertentu.

·

Turbin untuk mengubah energi panas di dalam uap menjadi energi mekanik pada poros turbin guna menggerakkan rotor generator.

·

Kondensor untuk mengembunkan uap menjadi air kembali dengan menggunakan air pendingin

·

Generator untuk merubah energi mekanik pada rotor generator menjadi energi listrik pada stator untuk disalurkan ke konsumen.

2.1.2. Proses Operasi PLTU

Gambar 2.1. Skema PLTU Batu Bara5)

Batubara yang dibongkar dari kapal di Coal Jetty atau Movable Hopperkemudian dikeruk dengan menggunakan Stecker Reclaimer dan selanjutnya diangkut dengan conveyor menuju penyimpanan sementara (Temporary Stock) melalui Telescopic Chute untuk kemudian dikirim ke boiler. Selanjutnya, batubara tersebut ditransfer melalui Junction House ke Scrapper Conveyoratau tripper lalu ke Coal Bunker, diteruskan ke Coal feeder yang berfungsi mengatur aliran ke Pulverizer dimana batubara digiling sesuai kebutuhan menjadi serbuk yang sangat halus seperti tepung. Serbuk batubara ini dicampur dengan udara panas dari Primary Air Fan dan dibawa ke Coal Burner yang menghembuskan batubara tersebut ke dalam ruang bakar untuk proses pembakaran dan terbakar seperti gas untuk merobah air menjadi uap. Udara panas yang digunakan oleh Primary Air Fan dipasok dari Force Draft Fan yang menekan udara panas setelah dilewatkan melalui Air Heater . Force Draft Fan juga memasok udara ke Coal Burner untuk mendukung proses pembakaran. Pembakaran yang terjadi menghasilkan limbah berupa abu dengan perbandingan 14 : 1. Abu yang jatuh ke bagian bawah boiler secara periodik dikeluarkan dan disimpan. Gas hasil pembakaran dihisap ke luar dari boiler oleh I.D. Fan dan dilewatkan melalui Electrical Presipitator yang menyerap 99,5 % dari abu terbang dan debu dengan sistem elektroda yang dihembuskan ke cerobong asap atau Stack Abu dan debu kemudian dikumpulkan dan diambil dengan plat Pneumatic Gravity Conveyor yang digunakan sebagai material untuk bahan pembuatan jalan, semen dan bahan bangunan (con block).

Panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar diserap oleh pipa - pipa penguap atau Waterwalls menjadi uap jenuh/uap basah yang selanjutnya dipanaskan dengan Superheater . Kemudian uap tersebut dialirkan ke turbin tekanan tinggi H.P . Turbine , dimana uap tersebut ditekan melalui nozzle ke sudu - sudu turbin. Tenaga dari uap menghantam sudu - sudu turbin membuat turbin berputar. Setelah melalui H.P. Turbine, uap dikembalikan ke boiler dipanaskan ulang di Reheater sebelum uap tersebut digunakan di I.P. Turbinedan L.P. Turbine . Sementara itu, uap bekas dikembalikan menjadi air di Condensor dengan media pendingin air laut atau Sea Water yang dipasok oleh C.W. pump. Air kondensasi akan digunakan kembali di boiler. Air dipompakan dari condensor dengan menggunakan Condensate Extraction Pump , dipanaskan kembali oleh L.P. Heater , dinaikkan ke Dearerator . Tangki pemanas kemudian dipompa oleh Boiler Feed Pumpmelalui H.P. Heater , dimana air tersebut dipanaskan lebih lanjut sebelum masuk ke boiler pada Economizer, kemudian air masuk Steam Drum. Poros turbin tekanan rendah dikopel dengan Rotor Generator. Rotor dalam elektromagnet berbentuk silinder ukuran ikut berputar apabila turbin berputar. Generator dibungkus dalam Stator Generator . Stator ini digulung dengan menggunakan batangan tembaga. Listrik dihasilkan dalam batangan tembaga pada stator oleh elektromagnet rotor melalui perputaran dari medan magnet. Tegangan listrik 23 kV kemudian dinaikkan menjadi 500 kV dengan Generator Transformer .

2.1.3. Siklus Rankine Pembangkit Listrik Tenaga Uap merupakan penerapan dari siklus Rankine. Siklus 1 – 2 – 3 – 4 – B – 1 adalah saturated Rankine Cycle, artinya yang masuk ke turbin adalah uap jenuh. Siklus 1’ – 2’ – 3 – 4 – B – 1’ adalah superheatRankine Cycle, artinya yang masuk ke turbin

adalah uap superheat. tau 1’ – 2’ : Proses eksansi uap secara adiabatic di dalam tubin atau 2’ – 3’ : Proses kondensasi uap pada tekanan konstan di dalam kondensor : Proses kompresi air secara adiabatic oleh pompa (feed pump), dari tekanan kondensor (3) menjadi tekanan boiler (4) : Proses pemanasan feed water pada tekanan konstan : Proses penguapan feed water pada tekanan konstan di dalam boiler : Proses pengeringan uap pada tekanan konstan dari uap jenuh menjadi uap panas lanjut (superheated steam)

Gambar 2.2. Siklus Rankine ideal dalam diagram P - V dan diagram T – S5) 2.2. COAL HANDLING SYSTEM UNIT 5 - 7 Karena PLTU Suralaya merupakan PLTU Batu - Bara, maka untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar diperlukan suatu penanganan khusus yang dinamakan Coal handling system.

1) 2) 3) 4) Ø Ø

Coal handling system berfungsi menangani mulai dari pembongkaran batubara dari kapal / tongkang (unloading area), penimbunan atau penyimpanan di stock area atapun pengisian ke bunker (power plant). yang digunakan untuk pembakaran di Boiler. Alat transportasinya menggunakan system conveyor. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan system conveyor diantaranya adalah : Menurunkan biaya dan waktu pada saat memindahkan batubara Meningkatkan efisiensi pemindahan material Menghemat ruang Meningkatkan kondisi lingkungan kerja (bersahabat dengan lingkungan) Tidak bising Menurunkan tingkat polusi udara 2.2.1. Coal Handling Area Secara garis besar, coal handling area di PLTU Suralaya dapat dikelompokkan menjadi :

2.2.1.1. Unloading Area Adapun Unloading Area terdiri dari : ·

Pelabuhan / Dermaga I Merupakan pelabuhan yang digunakan oleh kapal yang mempunyai sistem bongkar sendiri (self unloading). Pelabuhan I dilengkapi dengan hopper A yang berkapasitas 100 ton dan belt feeder yang berkapasitas 2000 ton/jam.

·

Pelabuhan / Dermaga II Merupakan pelabuhan untuk pembongkaran kapal yang tidak mempunyai alat bongkar sendiri. Dilengkapi dengan dua unit ship unloader yang berkapasitas masing - masing 1750 ton/jam dan movable hopper untuk pembongkaran kapal yang punya alat bongkar sendiri.

·

Semi Permanent Jetty (SPJ) Tempat pembongkaran batu bara dari tongkang dalam kondisiemergency.

·

Semi permanent oil jetty (SPOJ) Tempat pembongkaran batu bara dari tongkang yang sudah dilengkapi dengan Facility Discharging Equipment (FDE).

2.2.1.2. Coal Stock area Merupakan tempat penimbunan batubara sementara yang dikirim dari unloading area sebelum dilanjutkan ke bunker power plant . coal stock area ini dilengkapi stacker reclaimer, telescopic chute dan under ground hopper. 2.2.1.3. Bunker atau Silo Power Plant Merupakan tempat penyimpanan akhir batubara yang ditampung dalam bunker (silo) untuk digunakan bahan bakar PLTU. Unit 5 – 7 terdiri dari 6 buah bunker yang berkapasitas 600 ton. Dalam pendistribusiannya menggunakan tripper car yang bisa dioperasikan secara otomatis dari control room dan lokal.

Gambar 2.3. Instalasi Penanganan batu bara UBP. Suralaya 2) 2.2.1. Peralatan Utama 2.2.1.1. Belt Conveyor (BC)

Belt Conveyor di dalam Coal handling sistem merupakan peralatan yang sangat vital dan berfungsi untuk mentransmisikan batubara dari unloading area (Intake Hopper) sampai Coal Bunker (power plant). Konstruksi dari belt ini adalah berupa karet memanjang yang tidak terputus dengan lebar 1.400 mm sampai 1.800 mm digulungkan di antara 2 buah pulley yang terletak pada ujung belt conveyor. Bagian – bagian dari belt conveyor yaitu motor, reducer, idler, pulley, counter weight dan cleaning device. 2.2.1.2. Belt Feeder dan Apron Fedeer Belt feeder dan Apron Feder yang berfungsi untuk mengalirkan batu bara yang berasal dari suatu hopper ke belt conveyor melalui chute untuk dikirim ke tempat yang dikehendaki. Belt atau Apron feeder ini mempunyai jarak penghantaran yang relatif pendek. Kapasitas maksimum belt feeder tergantung dari kapasitas belt conveyor yang mengikutinya dan kecepatannya dapat diatur sesuai dengan aliran batubara yang dibutuhkan. Media pembawa batubara pada Belt Feeder berupa belt (sabuk conveyor) dan apron Feeder berupa plat besi yang disusun sedemikianrupa membentuk sabuk berjalan. 2.2.1.3. Stacker / Reclaimer (ST/RE) Peralatan ini digunakan untuk penimbunan (stacking) dan pengerukan (reclaiming) batubara di stock area tertentu. Peralatan ini terdiri dari: a. Bucket Whell yang ditempatkan pada ujung atau akhir boom conveyor system yang berfungsi untuk mengeruk (reclaime) batubara pada stock area dengan cara berputar. b. Boom Conveyor yang berfungsi untuk menyalurkan batubara ke stock area (stacking) atau menyalurkan batubara yang curah dari Bucket Wheel ke conveyor berikutnya. Posisi Boom Conveyor bisa digerakan ke kiri atau kanan (Slewing) dan ke atas atau bawah (Luffing). c. Elevating Conveyor berfungsi untuk menyalurkan batubara dari conveyor sebelumnya ke Boom Conveyor hanya pada saat penimbunan. d. Gantry System berfungsi untuk menopang seluruh sistem ST/RE sehingga dapat bergerak (mobile) pada jalur (rell) yang sudah ditentukan. 2.2.1.4. Ship Unloader (S/U) Suatu peralatan yang digunakan untuk pembongkaran batubara dari kapal yang tidak mempunyai peralatan bongkar sendiri (non self Unloading) yang dilengkapi dengan Grab (bucket). 2.2.1.5. Telescopic Chute Merupakan tempat pembongkaran batu bara dalam keadaan darurat. Dilengkapi dengan corong untuk mencegah abu batu bara beterbangan saat pembongkaran. Peralatan ini bisa naik secara otomatis jika level batu bara di bawahnya sudah mempunyai jarak sesuai setting tertentu. 2.2.1.6. Junction House Pengaturan arah aliran batu bara dilakukan di suatu bangunan yang memuat alat pemindah arah aliran yang pengendaliannya dapat dikendalikan dari Control Room Coal handling (CHCR). Pengaturan dilakukan dengan cara mengatur posisi dari Diverter Gate / Isolating Shutle yang terdapat pada peralatan pemindah aliran. Bangunan ini dikenal dengan nama Junction House. Gambar 2.8. Junction House dan Conveyor System2) 2.2.1.7. Shuttle/ Feed Adjuster (FA) Shuttle / F.A. adalah suatu alat yang berfungsi untuk merubah arah curah batubara pada chute yang berbeda di conveyor tertentu. 2.2.1.8. Hopper

Peralatan yang berfungsi untuk menampung batubara sementara dengan kapasitas tertentu pada sistem conveyor.

2.2.1.9. Isolating Shutle (IS) / Diverter Gate (DG) Suatu peralatan untuk mindahkan aliran batubara dari arah yang satu ke yang lainnya pada suatu chute. 2.2.1.10. Tripper (TR) dan Scraper Conveyor (SC) Tripper adalah suatu peralatan untuk mengarahkan curahan batubara dari Plant Distribute Hopper ke bunker melalui beltconveyor. Scrapper conveyor digunakan pada unit 1- 4 yang merupakan peralatan untuk memasukkan batu bara ke dalam bunker dengan sistem rantai ( T - Plate) melalui silo gate. 2.2.1.11. Silo Gate Berfungsi untuk mengatur jumlah batubara yang masuk ke Bunker pada sistem Scrapper Conveyor. 2.2.1.12. Coal Bunker Tempat penampungan batubara terakhir sebelum digunakan untuk pembakaran di boiler. 2.2.2. Peralatan Pendukung 2.2.2.1. Magnetic separator Magnetic separator berfungsi untuk memisahkan logam besi dari batubara. Prinsip kerja MS ini berdasarkan induksi elektromagnetik, logam besi yang terbawa pada aliran batu bara akan ditarik oleh medan elektromagnetik lalu menempel pada conveyor MS yang berputar dan akan jatuh pada sisi penampungan.

2.2.2.2. Belt Weigher atau Belt Scale (Timbangan)

Belt weigher berfungsi untuk menimbang batu bara yang akan disalurkan ke stock out area atau ke unit dan untuk mengetahui flow rate yang melewati conveyor tersebut. Penimbangan dilakukan dengan mengukur laju aliran batu bara dalam belt conveyor. 2.2.2.3. Crusher Crusher berfungsi untuk menghancurkan batubara yang lewat peralatan tersebut mempunyai ukuran lebih besar dari 32 mm. Secara umum jenis – jenis crusher adalah sebagai berikut. ·

Ring Type Coal Crusher Crusher ini adalah crusher yang mempunyai rotor dengan ring palu di dalamnya. Crusher ini adalah jenis crusher yang digunakan pada sistem penanganan batu bara unit 5 – 7. Setelah memasuki crusher, batu bara akan diputar oleh palu rotor dengan kecepatan tinggi samapai hancur. Tetapi batu bara ini belum berukuran yang diinginkan sehingga batu bara ini akan di putar lagi oleh ring palu dan dihancurkan sampai berukuran kecil. Apabila batu bara telah berukuran kecil maka batu bara akan jatuh ke bawah melalui screen plate yang telah di sesuaikan dengan ukuran batu bara yang diinginkan.

·

Hammer Mill Coal Crusher Batu bara dimasukkan ke dalam crusher dari bagian atas. Batu bara dihancurkan oleh ring yang bekerja memutar dan berporos dari pusat pada rotor atau dengan palu berayun melekat padanya. Pada bagian adjustable digunakan untuk menentukan ukuran dari hasil crusher batubara yang akan dikehendaki

·

Bradford Breaker Bradford breaker digunakan untuk crusher dengan kapasitas yang besar. Crusher ini terdiri dari sebuah silinder besar yang terbuat dari pelat baja yang berlubang yang mana pelat ini digunakan mengangkat rak batu bara yang melekat di dalam. Silinder akan berputar perlahan – lahan sekitar 20 rpm menerima batu bara di salah satu ujungnya dan batu bara akan dihancurkan. Hasil crusher batu bara akan di angkat rak tersebut dan kemudian akan jatuh kebawah.

2.2.2.4. Sampling System (SS). Suatu sistem yang diintegrasikan dengan peralatan utama dan difungsikan untuk mengambil sampling (batubara) pada belt conveyortertentu untuk keperluan analisa kandungan batubara untuk mengetahui kualitas batu bara tersebut.

2.2.2.5. Dust Collector (D/C) Dust collector berfungsi untuk menghisap debu – debu yang beterbangan pada waktu pendistribusian batu bara sehingga meminimalkan debu batubara. Menggunakan sistem Vacum yang terpasang pada discharge chute, secara garis besar peralatan ini terdiri o o o o

dari : Exhaust Bag Filter sebagai penyaring debu Screw Conveyor dengan Bucket elevating sebagai alat transportasi debu Panel pengoperasian.

2.2.2.6. Dust Supression Dust suppression berfungsi untuk menyemprot batubara dengan media air tawar yang baru dibongkar dari kapal atau dikeruk dari reclaimer untuk mengurangi debu yang berterbangan, agar tidak menimbulkan polusi udara.

2.2.3. Peralatan Pengaman (Proteksi) Pada sistem conveyor dilengkapi beberapa pengaman yang berfungsi untuk mengamankan peralatan dan juga untuk mengamankan personil, adapun pengaman tersebut adalah : 2.2.3.1. Pull Cord atau Pull Rope Switch Berfungsi untuk memberhentikan belt conveyor/belt feder dengan cara menarik tali yang dipasang sepanjang belt sisi kiri dan kanan secara apabila ada gangguan atau kelainan peralatan. 2.2.3.2. Belt Sway atau Belt Tracking Berfungsi untuk memberhentikan belt conveyor/belt feederapabila terjadi unbalance atau jogging .

2.2.3.3. Plugged Chute

Berfungsi untuk memantau kondisi pada chute apakah terjadi penumpukan batu bara atau tidak. Bekerja dengan memberhentikan conveyor secara otomatis yang ada di belakang (di sisi inlet) plugged chute apabila terjadi penumpukan di outlet chute (hopper). 2.2.3.4. Speed Motion Detector Berfungsi untuk mendeteksi conveyor dan apabila putaran conveyor diluar batas (range) akan memberhentikan sistem conveyorsecara otomatis, biasanya alat ini dipasang di Band Pulley. 2.2.3.5. Push Button Emergency Stop Berfungsi untuk memberhentikan peralatan dalam keadaan darurat (jika ada gangguan atau kelainan di lokal. 2.2.3.6. Tensioning unit control switches Suatu pengaman yang difungsikan untuk mendeteksi belt putus atau belt mengalami kemuluran diluarbatas yang diijinkan. 2.2.3.7. Anti Run Back (Meckanical Back Stop) atau Back Stop Pengaman conveyor dengan sistem mekanik berfungsi untuk menahan agar tidak terjadi putaran balik pada saat stop atau belt conveyor trip. 2.2.3.8. Guards (pembatas area) Merupakan pelindung yang biasanya dipasang disekitar drive unit, bend, pulley, tail pulley dan pada take up counter weight atau take up pulley. Gunanya untuk melindungi personil dari kecelakaan akibat benda berputar.

2.2.3.9. Fire Protection Fire Protection adalah peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya kebakaran. Fire Protection yang digunakan adalah sistem hydrant dan sprinkler. Jenis sensor yang dipakai di area Coal handling adalah : 1.

Smoke Detector

2.

Heat Detector

3.

Sprinkler.

2.3.

Klasifikasi Batu Bara 2) Sistem klasifikasi batu bara dibutuhkan karena batu bara merupakan zat yang heterogen dengan range yang luas baik dari segi komposisi maupun propertiesnya. Batu bara secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan ranking. Masing – masing ranking mengindikasi sejarah geologi dari batu bara dan karakeristik secara kasar. Macam – macam klasifikasi batu bara yaitu :

1.

ASTM Clasification

2.

Seylers Clasification

3.

Ralstons Clasification

4.

Internasional Clasification For Lignite

5.

ECE Clasification (Economic Commision For Europe) Berikut ini adalah jenis – jenis batu bara.

2.3.1. Peat Merupakan produk pertama dalam pembentukan batu bara. Merupakan bahan yang heterogen yang terdiri dari tanaman yang membusuk dan mineral matter. Warnanya antara kuning sampai hitam brownish tergantung dari umur geologinya. Peat mengandung 70% moisture dan heating valuenya di bawah 1.674 kkal/kg.

2.2.1. Lignite Batu bara dengan ranking terendah. Lignite relatif lebih lembut dan wrananya coklat – hitam dengan kadar panas di bawah 4.633 kkal/kg dan secara geologi merupakan batu bara muda. Kandungan moisturenya 30 % tetapi kandungan volatilenya juga tinggi. Akibat lignite mudah terbakar dan mengering bila di udara bebas dan secara spontan bias terbakar di stock area. Untuk lignite, pengangkutan batu bara jarak jauh tidak ekonomis karena moisturenya tinggi dan Btu yang rendah.

Gambar 2.13. Batu bara Lignite

2.2.2. Subbituminous Batu bara subbituminous berwarna hitam dan mempunyai sedikit dari unsur tumbuhan dan tidak ada yang berwarna coklat. Batu bara ini mempunyai moisture yang relatif tinggi yaitu 15 – 30 % dan juga dapat terbakar secara spontan bila dikeringkan. Nilai kekerasannya berkisar 49 – 73 Hgi. Meskipun batu bara ini memiliki kandungan moisture yang tinggi, kandungan abunya sedikit sehingga pembakarannya lebih bersih dibandingkan lignite. Subbituminous secara umum mengandung kadar sulfur yang sangat rendah yaitu < 1%. Batu bara jenis ini menjadi alternatif yang baik bagi kebanyakan PLTU karena heating value yang tinggi 4.633 – 6.419 kkal/kg dan kandungan sulfur yang rendah sehingga emisi SO2 bisa dibatasi.

Gambar 2.14. Batu Bara Subbituminous

2.2.3. Bituminous Merupakan jenis batu bara yang paling sering digunakan. Secara umum warnanya terlihat hitam dengan lapisan luar mengkilat. Batu bara jenis ini mempunyai heating value 5.861 – 8.653 kkal/kg dan kadar FC 69 – 86%. Dibandingkan subbituminous dan lignite, batu bara ini lebih tinggi nilai kalornya. Sedangkan moisture dan volatilenya lebih redah sehinggajarang terbakar di stock area. Tetapi bila sudah menjadi bubuk, batu bara ini menjadi mudah terbakar.

Gambar 2.15. Batu Bara Bituminous

2.2.4. Anthrachite Merupakan jenis batu bara dengan ranking tertinggi. Berwarna hitam, keras, dan getas. Mempunyai kadar FC yang paling tinggi (86 – 98%) tetapi kandungan volatilenya rendah (kebanyakan sekitar 3%) sehingga sulit untuk terbakar. Anthrachite mempunyai kadar kalori 8.160 kkal/kg dan sedikit di bawah kualitas terbaik dari bituminous coal. Selain itu, anthrachite mempunyai kadar sulfur yang rendah.

Gambar 2.16 Batu Bara Anthrachite BAB III CRUSHER B COAL HANDLING SYSTEM UNIT 5 – 7 3.1. Pengertian Crusher adalah peralatan yang berfungsi menggiling batu bara agar tidak menggumpal sebelum masuk ke bunker sehingga pulverizer mudah menghaluskan batu bara. Peralatan ini dirancang hanya untuk menghancurkan batu bara, bukan untuk batu atau material lain. Karena peralatan ini menggunakan motor dengan daya yang sangat tinggi (1000 kW), maka peralatan ini juga dilengkapi dengan beberapa alat pengaman.

Gambar 3.1. Flow diagram crusher2)

Crusher ini adalah crusher yang mempunyai rotor dengan ring palu atau ring hammer di dalamnya. Setelah memasuki crusher, batu bara akan diputar oleh heavy disc dengan kecepatan tinggi hingga hancur. Tetapi batu bara ini belum berukuran sesuai yang diinginkan sehingga batu bara diputar lagi oleh ring hammer dan dihancurkan sampai berukuran kecil. Apabila batu bara telah berukuran kecil maka batu bara akan jatuh ke bawah melalui screen plate yang telah disesuaikan dengan ukuran batu bara yang diinginkan. Sedangkan batubara yang tersisa dibersihkan secara berkala karena dapat menyebabkan kekotoran di dalam crusher. Jika batu bara mempunyai kualitas yang baik serta ukuran yang telah memenuhi syarat, maka batu bara akan langsung masuk melewati bypass chute. Proses penggilingannya dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Prinsip Operasi Ring Type Coal Pennsylvania Crusher7) 3.2.

BAGIAN – BAGIAN CRUSHER

Gambar 3.3. Konstruksi Ring Crusher7)

a.

Hydraulic Rear Quadrant Opener Sebuat alat yang digunakan untuk memudahkan pembukaan cover crusher pada saat maintenance. Dengan menggunakan alat ini, proses pembukaan dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan secara manual. Hanya membutuhkan waktu sekitar 2 – 3 menit. Sedangkan jika dibuka secara manual dapat memakan waktu 5 – 10 menit.

Gambar 3.4. Hyraulic rear quadrant opener

b.

Spherical roller bearing housings Bearing merupakan komponen mesin yang mendukung beban rotor dan memposisikan rotor serta menjamin berputarnya rotor dengan gesekan yang sesedikit mungkin. Kurang berfungsinya bearing dengan baik akan menimbulkan vibrasi, pasokan daya yang berlebihan dan bahkan overheating sehingga operasi harus dihentikan secara total. Bearing memerankan peranan dalam mendukung keandalan dan performa crusher. Terdapat hubungan yang sangat dekat antara pengembangan mesin dan performa bearing. Selain itu, kerusakan mesin biasanya dihubungkan dengan kerusakan bearing. Bearing berfungsi sebagai bantalan, sehingga dapat memperhalus putaran, memperkecil gesekan dan mengurangi keausan.

Gambar 3.5. Bearing

Jenis yang digunakan pada crusher ialah spherical roller bearinguntuk memudahkan dalam pelumasan. Bearing ini sangat baik untuk beban radial berat.

c.

Forged alloy steel shaft Poros crusher yang menumpu heavy disc dan ring hammer. Poros ini tahan terhadap panas pada kekuatan maksimum.

d.

Screen plate yields Lubang tempat jatuhnya batu bara yang telah digiling. Screen plate ini memiliki kapasitas yang besar dan mampu menahan batu bara basah atau lengket

e.

Frame Merupakan dinding yang menutup bagian – bagian komponen crusher.

f.

Bypass chute Sebagai tempat masuk batu bara yang telah halus. Namun, biasanya batu bara dialirkan melalui bypass chute apabila sedang dilakukan perbaikan ataupun saat sedang overhaul.

g.

Ring hammer Berfungsi untuk memecah batu bara. Palu berupa ring yang dipasang pada rotor dan terbuat dari paduan baja tempa paduan.

Gambar 3.6. Ring hammer

h.

Tramp iron pocket Sebagai tempat penyimpanan benda-benda asing yang dapat merusak crusher. Benda asing selain batu bara akan terlempar dengan sendirinya ke dalam tramp iron pocket akibat gaya sentrifugal ring hammer.

i.

Synchronous cage adjustment (optional) Berfungsi untuk mengatur kerenggangan antara screen plate dan ring hammer. Sehingga tidak bersentuhan atau bergesekan.

j.

Hinged rear quadrant Merupakan bagian dari design khusus konstruksi crusher untuk memudahkan akses menuju ke peralatan.

k.

Heavy discs Bekerja dengan momentum maksimum, tidak perlu menggunakan flywheel.

l.

Access doors Pintu untuk membersihkan atau mengambil benda asing yang berada di dalam Tramp Iron Pocket

3.3.

DIMENSI CRUSHER B Berikut adalah data teknik crusher B unit 5 -7.

: Pennsylvania Crusher Coorporation USA. : 3/2/1996 : Junction House “J” : 1995 : 6615 ; 6114 : TKK 72 x 114 Granulator

: Coal 61,8 Hgi (4,81 % Surface Moisture) : 73,500 Lbs (33, 361 Kg) : 100 mm * 0 mm : 97 – 100% - 32 mm : 2400 ton/ jam : 1340 Hp, 496 rpm : 496 rpm : 3 Inch (76 mm) : 4 Inch (101 mm) : 4.5 Inch (114 mm) : 4.5 Inch (114 mm) : 4 : 2 Rows Of 20 Hammers and 2 Rows Of 18 : 76

Gambar 3.7. Potongan Crusher B7)

Gambar 3.8. Dimensi – TKK 36, 44, 48, 60 dan 72 KOAL KING GRANULATOR 7) 3.4.

KOMPONEN PENGGERAK

3.4.1. Motor Motor pada crusher menggunakan daya sebesar 1 MW tiap unit nya. Sehingga crusher A dan B tidak bisa dioperasikan secara bersamaan karena membutuhkan daya yang sangat besar.

Gambar 3.9. Motor penggerak crusher

3.4.2. Gear Coupling Coupling berfungsi untuk meneruskan putaran dan daya.

Gambar 3.10. Gear Coupling

3.5.

PROTEKSI CRUSHER

3.5.1. Bearing 3.5.1.1. Thermocouple Thermocouple pada bearing digunakan untuk mendeteksi kenaikan temperature pada bearing.

Gambar 3.11. Thermocouple5) 3.5.1.2. Vibration Sensor Untuk mendeteksi getaran yang terjadi pada bantalan crusher.Sehingga mengurangi resiko terjadi kerusakan

3.5.2. Motor 3.5.2.1. Winding temperature sensor Mendeteksi panas gulungan (winding) motor saat start atau terjadi gangguan,sehingga suhu motor dapat tetap terjaga.

3.5.2.2. Space heater Mempertahankan suhu motor agar tetap berada dalam temperatur yang tinggi sehingga pelumas tidak membeku.

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS KERUSAKAN

4.1. DATA TEKNIK Berikut ini adalah data teknik crusher B pada coal handling system di PT. Indonesia Power UBP Suralaya Unit 5 – 7. : Pennsylvania Crusher Coorporation USA. : 3/2/1996 : Junction House “J” : 1995 : 6615 ; 6114 : TKK 72 x 114 Granulator : Coal 61,8 HGI (4,81 % Surface Moisture) : 73,500 Lbs (33, 361 Kg) : 100 mm * 0 mm : 97 – 100% - 32 mm : 2400 ton/ jam : 1340 Hp, 496 rpm : 496 rpm : 3 Inch (76 mm) : 4 Inch (101 mm) g : 4.5 Inch (114 mm) : 4.5 Inch (114 mm) : 4 : 2 Rows Of 20 Hammers and 2 Rows Of 18 : 76 4.2. PEMELIHARAAN CRUSHER B Prosedur Pemeliharaan pada crusher ialah pedoman pemeliharaan untuk mempertahankan unjuk kerja semula atau mengembalikan kondisi semula yang dianggap perlu agar crusherdapat memenuhi fungsinya yakni memecah batu bara sebelum masuk ke pulverizer sehingga sesuai tujuan dan sasaran pada khususnya serta menjaga keandalan unit PLTU Suralaya umumnya. Aktivitas dari pemeliharaan (maintenance) dapat berupakegiatan pemeriksaan, perawatan, perbaikan atau penggantian. 4.2.1. Tujuan Pemeliharaan Crusher B Tujuan pemeliharaan adalah untuk menjaga terjadinya gangguan pada saat crusher beroperasi sehingga tidak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar atau fatal agar peralatan mempunyai masa pemakaian yang lebih lama dan menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik serta tingkat keamanan yang lebih terjamin. Pelaksanaan pemeliharaan terdiri dari beberapa klasifikasi, salah satu di antaranya adalah pemeliharaan yang biasa dilakukan secara rutin (mingguan, bulanan atau tahunan) adalah pemeliharaan jenis preventif.

4.2.2. Pemeliharaan yang Dilakukan Terhadap Crusher B Pemeliharaan komponen Crusher di sistem penanganan batu bara pada PLTU batu bara dilakukan dalam 3 kategori yaitu : 4.2.2.1. Pemeliharaan Rutin. Pemeliharaan rutin ialah pemeliharaan yang dilakukan secara berulang dengan periode waktu harian, mingguan dan bulanan dengan kondisi sedang beroperasi, yaitu meliputi : ·

Pemeliharaan harian Pemeliharaan ini dilakukan secara visual dengan tujuan untuk mengetahui kondisi crusheragar aman untuk dioperasikan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap hari. Pemeriksaan ini meliputi pengecekan semua bagian – bagian crusher.

·

Pemeliharaan mingguan Pemeliharaan yang dilaksanakan seminggu sekali atau dua minggu sekali untuk mengetahui kondisi peralatan pada crusher. Pemeliharaan ini meliputi :

-

Pemeriksaan vibrasi

-

Pemeriksaan temperatur

-

Pemeriksaan bagian – bagian crusher

·

Pemeliharaan satu bulanan Pemeliharaan rutin yang dilaksanakan sebulan sekali untuk mencegah terjadinya kerusakan. Pemeliharaan ini meliputi :

-

Penambahan grease

-

Membuka cover including bolt

-

Pemeriksaan / ganti coter pin dan washer

-

Pemeriksaan keausan ring hammer dan suspension bar

-

Pemeriksaan keausan liner plate

-

Pemeriksaan hose hydrolic atau Hydraulic rear quadrant opener

-

Pemeriksaan Heavy discs atau Flywheel

-

Pemeriksaan bearing

·

Pemeliharaan enam bulanan : Pemeliharaan yang dilakukan setiap enam bulan sekali. Pemeliharaan ini meliputi : -

Penggantian grease

-

Membuka cover including bolt

-

Pemeriksaan / penggantian cotter pin dan washer

-

Pemeriksaan keausan ring hammer dan shift hammer

-

Pemeriksaan hose hydrolic atau Hydraulic rear quadrant opener

-

Pemeriksaan Heavy discs atau Flywheel

-

Pemeriksaan bearing

-

Pemeriksaan keausan liner plate

-

Pemeriksaan kondisi screen plate

4.2.2.2. Pemeliharaan Periodik. Pelaksanaan pekerjaan service pada crusher yang harus dilakukan secara berkala berdasarkan panduan jam kerja yang telah ditetapkan. Pemeliharaan ini diklasifikasikan menjadi : - Pemeliharaan sederhana, setiap 8.000 jam. - Pemeliharaan sedang, setiap 16.000 jam. - Pemeliharaan serius, setiap 32. 000 jam. Pemeliharaan periodik kegiatan yang dilakukan meliputi pembongkaran (disassembly), pemeriksaan (inspection) dan pengujian (testing). Kegiatan pemeriksaan tersebut tidak harus semua komponen dilakukan sama, melainkan tergantung dari klasifikasi pemeriksaan periodiknya. Pemeriksaan sederhana dan sedang, komponen yang diperiksa tidak seluruhnya melainkan sebagian saja. Tetapi pemeriksaan serius, kegiatan-kegiatan seperti tersebut diatas dilakukan secara menyeluruh terhadap crusher dan alat bantunya.

Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilakukan dalam Pemeliharaan Serius, meliputi : a.

SI (Simple Inspection) 1. Pemeriksaan bearing crusher 2. Regreasing bearing crusher

b.

ME (Mayor Inspection)

1. Bongkar dan periksa keadaan ring hammer dan suspension bar 2. Bersihkan dan ganti pelumas (grease) c.

SE (Serious Inspection)

1. Penggantian ring hammer 2. Penggantian suspension bar 3. Penggantian screen plate 4.2.2.3. Pemeliharaan Korektif Kegiatan perbaikan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan dengan mempelajari sebab – sebab kerusakan serta cara mengatasinya dengan cepat dan tepat untuk mencegah terjadi kerusakan yang sama . Pemeliharaan korektif diklasifikasikan menjadi : a) Pemeliharaan korektif yang terencana Perbaikan atau penggantian komponen peralatan yang rusak tetapi masih dapat ditunda atau direncanakan waktu pelaksanaannya. Peralatan masih layak operasi. Contoh : -

Pemeriksaan vibrasi (masih dalam batas yang diizinkan)

-

Penggantian ring hammer yang mulai terlihat sedikit aus

b) Pemeliharaan korektif tidak terencana (Break Down) Perbaikan atau penggantian komponen peralatan yang rusak tidak dapat ditunda lagi pelaksanaanya. Peralatan tidak layak operasi lagi. Contoh : ·

Penggantian ring hammer dan suspension bar bila terjadi keausan yang parah

·

Vibrasi tinggi dan kelainan suara melebihi batas yang diizinkan

4.3. Permasalahan Kerusakan ditemukan pada crusher B unit 5 – 7 pada sistem penanganan batu bara. Berdasarkan pengamatan, kondisi crusher telah mengalami kerusakan yang sangat parah. Secara umum, kerusakan crusher yang sering dijumpai adalah ausnya ring hammer, suspension bar dan screen plate. Namun, kerusakan yang terjadi sekarang adalah kerusakan terparah dan lebih kompleks yang terjadi secara tiba – tiba. Dimana bearing terbakar sehingga menghancurkan komponen – komponen yang lain. Adapun kerusakan yang ditemukan adalah ausnya komponen bearingbeserta cover dan bautnya, poros crusher telah bergeser dari posisi semula, heavy discs hancur, screen plate terlepas dan bengkok serta gear coupling mengalami misalignment dimana gear coupling tidak lagi seporos dengan motor penggeraknya.

Gambar 4.1. Bagian Crusher yang Mengalami Kerusakan

Gambar 4.2. Kerusakan pada Heavy Disc Kerusakan tersebut terjadi pada bulan Desember dan tidak ditemukan adanya tanda – tanda kerusakan baik dari segi vibrasi maupun temperatur pada bulan – bulan sebelumnya.

Gambar 4.3. Posisi bearing pada poros Tabel 4.1. Data Vibrasi dan Temperature Bearing Bulan November

KODE BEARING M1 M2 B1 B2

POSISI PENGAMBILAN DATA Vertikal Horisontal Aksial (mm/s (mm/s (mm/s RMS) RMS) RMS) 1,1 2,5 1,8 2,2 3,8 2,9 1,1 1,8 2 0,9 1,5 2

TEMPERATUR C 39 57 39 51

O

Tabel 4.2. Data Vibrasi dan Temperature Bearing Bulan Desember

KODE BEARING

M1 M2 B1 B2

POSISI PENGAMBILAN DATA Vertikal (mm/s RMS) 3,2 4,2 2,2 1,8

Horisontal (mm/s RMS) 3,6 4,6 3,5 2,1

Aksial (mm/s RMS) 2,5 2,6 3,3 2,4

TEMPERATUR C

O

53 68 57 53

4.4. Analisis Permasalahan Berdasarkan uraian permasalahan, crusher telah rusak parah dantidak bisa dioperasikan lagi. Hal ini terlihat jelas saat pintu crusher atau access doors dibuka. Terdapat banyak benda asing pada ruang crusher yang tersangkut dan merusak komponen – komponennya. Berdasarkan laporan kondisi peralatan pada bulan Juli, ditemukan benda asing yang masuk ke dalam crusher yaitu batu dan plat berukuran besar. Berikut ini adalah hal – hal yang mengakibatkan kerusakan crusher B. 4.4.1. Batu Bara Tidak sesuai dengan Spesifikasi Crusher Berdasarkan data teknik, crusher hanya dapat memecah batu bara dengan kekerasan 61,8 HGI sedangkan kekerasan batu bara berkisar 45 – 57 HGI. Semakin rendah nilai HGI maka semakin sulit batu bara untuk digiling. Berikut proximate analysis batu bara PLTU Suralaya. Tabel 4.3. Coal Analysis

SIFAT FISIK

BUKIT ASAM

ADARO

BERAU

Volatile Matter

32.06

36.8

36.4

Fixed Carbon

34.91

36.6

36.4

Moisture Content

27.65

24.2

-

Inherent Moisture

12.88

16.6

16.3

Ash Content

5.48

0.9

3.0

Sulphur Content HGI Relative Density

0.26 57 1.36

0.09 45 1.31

0.72 49 -

Heating value (kcal/kg)

5.025

5.220

5.237

Dapat disimpulkan bahwa material kurang memenuhi syarat sehingga komponen crusher terutama ring hammerlebih cepat mengalami keausan. Padahal, bukan hanya batu bara yang masuk ke dalam crusher tapi juga material lain seperti besi dan batu yang kekerasannya lebih tinggi daripada batu bara. 4.4.2. Timbulnya Gaya Gesek Kinetis Berdasarkan teori gaya gesek, gaya gesek kinetis dapat timbul akibat dua benda padat berputar yang saling bersentuhan atau bergesekan. Gaya gesek ini diperkirakan timbul akibat gesekan antara benda asing yang ditemukan pada crusher dengan ring hammer yang dibawa oleh belt conveyor melalui hopper dan belt feeder. Meskipun benda asing akan terlempar ke tramp iron pocket, akan tetapi benda asing yang berukuran relatif besar akan menyebabkan Impact force dan gaya sentrifugal dari ring hammer tidak stabil karena ring hammer bekerja keras untuk memukul benda asing maupun batu bara. Sehingga akan muncul gaya gesek kinetis antara benda asing yang berupa plat dengan ring hammer. Gaya gesek ini dapat merusak komponen- komponen yang ada di dalam crusher.

Gambar 4.4. Gesekan pada ring hammer 4.4.3. Thermocouple tidak bekerja Thermocouple berfungsi untuk mendeteksi kenaikan temperatur dengan menggunakan sensor. Pada saat crusher sedang beroperasi, benda asing yang masuk ke dalam crusher bergesekan dengan ring hammer sehingga menimbulkan panas. Akibatnya, terjadi perpindahan panas secara konduksi melalui ring hammer, heavy discs, poros dan kemudian sampai ke bearing. Panas yang muncul tidak dideteksi oleh thermocouple sehingga kerusakan tidak dapat dihindari. Hal ini lah pemicu munculnya kerusakan secara menyeluruh. 4.4.4. Rusaknya Bantalan (Bearing) Kerusakan bearing disebabkan oleh beberapa hal, yakni : 4.4.4.1. Overheating Perpindahan panas yang terjadi akibat gesekan yang sangat kuat antara benda asing dan ring hammermenyebabkan extreme temperature pada bearing. Secara teoritis, jika bantalan bekerja pada extreme temperature yaitu pada suhu 300OC maka bantalan akan hancur karena terbakar. Range temperature yang diizinkan adalah -28OC sampai 43OC. Jika bantalan poros berada di atas temperature yang diizinkan, maka alarm thermocouple akan berbunyi yaitu pada 71OC. Akibat rusaknya thermocouple, overheating tidak dapat dideteksi sehingga operator tidak sempat mentripkan crusher.

· · · ·

4.4.4.2. Pelumasan Kerusakan bantalan juga dapat disebabkan oleh kondisi pelumasan yaitu: Pemakaian pelumas yang terlalu lama Viskositas pelumas tidak layak Tidak sesuainya kuantitas pelumas Pelumas terkontaminasi zat lain 4.4.5. MS (Magnetic Separator) 02 tidak optimal Magnetic separator bekerja melalui sinyal yang dikirim oleh metal detector. Magnetic separator 02 memisahkan logam dari batu bara yang dipasang sebelum memasuki crusher. Tabel 4.4. Data Teknik Magnetic Separator 02

MODEL UKURAN BERAT MATERIAL DAN UKURAN MAGNET MATERIAL DAN UKURAN SCRAPPER BELT PEMAKAIAN DAYA KECEPATAN SCRAPPER BELT PABRIK PEMBUAT TAHUN PEMBUATAN KETINGGIAN MENGGANTUNG DAYA GEAR MOTOR PABRIK PEMBUAT GEAR MOTOR

SBS - 180 4170 - 2650 -2300 mm 10.500 kg PUR. 2100 x 2300 mm Rubber 1600 x 5P x 8 x 3 mm DC 220 V . 11,5 KW pada saat dingin 199,5 m/menit SIMCO 1995 450 mm (Minimum) 11 KW x 4P x 1/15 x 400V x 50 Hz MITSUBISHI

TIPE DAN UKURAN BESI YANG DAPAT DITANGKAP

Plat 200 x 250 mm (Maksimum) Berat 45 Kg (Maksimum)

Menurut data teknik, magnetic separator 02 model SBS – 180 hanya dapat mengangkat plat berukuran maksimum 200 mm x 250 mm dan berat maksimum 45 kg. Sedangkan besi yang masuk ke crusher berukuran 600 mm x 200 mm. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak hanya benda berukuran besar yang masuk ke dalam crusher.Tetapi, besibesi kecil juga ikut terbawa ke dalam crusherbersama batu bara. Besi – besi ini ditemukan pada MS 19 pada belt conveyor yang keluar dari junction house “J” yang merupakan lokasi crusher. Maka dapat disimpulkan bahwa MS 02 belum optimal. Selain itu, benda – benda yang melalui magnetic separator kebanyakan merupakan logam paramagnetik. 4.4.6. Gaya bentur (Impact Force) yang berlebihan Kerusakan pada ring hammer dan suspension bardisebabkan oleh benturan yang keras atau impact forceantara benda asing dan ring hammer yang berlebihan. Sehingga secara ring hammer menjadi aus. Begitu pula dengan suspension bar yang bergesekan dengan ring hammerpada putaran di atas 496 rpm. Gambar 4.5. Benturan pada ring hammer 4.5. Dampak yang terjadi 4.5.1. Dampak Terhadap crusher 4.5.1.1. Terlepasnya Screen Plate

Pukulan yang keras dari ring hammer yang masih berputar ketika poros bergeser ke bawah mengakibatkan terlepasnya screen plate dan bengkok pada beberapa sisi. Pada kondisi normal, ring hammertidak mungkin memukul screen plate karena clearanceantara screen plate dan ring hammer minimal 1 cm dan maksimal 10 cm. Namun, karena bearing terbakar dan hancur maka poros bergeser dari posisi semula. Sehingga ring hammer dan screen plate bersentuhan.

Gambar 4.6. Kondisi Screen Plate 4.5.1.2. Misalignment Kopling Overload dan bergesernya poros crushermengakibatkan vibrasi dan noise yang tidak normal. Vibrasi tersebut sangat tinggi sehingga menyebabkan misalignment pada coupling dan motor penggerak crusher. 4.5.2. Dampak Terhadap Coal Handling System Unit 5 - 7 Setelah crusher B mengalami kerusakan, maka tidak ada lagi crusher yang standby. Satu – satunya yang digunakan untuk memecah batu bara hanya crusher A. Pada saat crusher A mengalami perbaikan, batu bara terpaksa dilewatkan melalui bypass chute crusher B agar unit tetap dapat beroperasi. Selain itu, perusahaan juga mengalami kerugian anggaran akibat kerusakan peralatan yang sudah tidak bisa dipelihara lagi. 4.6. Penanganan Masalah Karena bantalan memiliki batas temperatur maksimum yang ditentukan oleh fitur standar yang ada pada unit bantalan maka pengecekan terhadap thermocouple harus sering dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan komponen – komponen crusher. Karena akar dari kerusakan ini adalah tidak berfungsinya thermocouple. Bantalan bisa beroperasi dalam jangka waktu yang lama apabila temperatur saat operasi tidak melebihi temperatur sekitar dan tidak terlalu panas untuk ukuran manusia. Dengan menggunakan peralatan yang pemasangan yang baik, pemilihan jenis bantalan yang tepat, jadwal pemberian dan pemilihan pelumas yang tepat serta tingkat perawatan yang cukup, mampu memberikan umur operasi bearingsesuai dengan yang diharapkan. Sehingga crusher pun tidak cepat rusak atau trip. Apabila terjadi kenaikan temperatur

1. 2. 3.

yang melebihi batas aman maka stop crusher secepat mungkin dan biarkan bearingdingin sampai mencapai 48OC. Kemudian restart granulator dan amati perubahan suhu yang bekerja dengan teliti. Ulangi proses jika bearing overheat lagi. Berikut adalah cara mengatasi kerusakan pada bearing. Melakukan penggantian bearing sesuai dengan klasifikasi crusher Melakukan pemasangan bearing dengan hati – hati sesuai standar yang telah ditentukan atau berdasarkan manual book. Melakukan alignment pada poros crusher dan motor serta coupling. Adapun solusi untuk kerusakan yang telah terjadi sekarang adalah dengan pengadaan ring hammer, suspension bar, heavy discs, shaft, dan bearing. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. 2. 3.

1. 2. 3.

5.1. Kesimpulan Ada beberapa hal yang menjadi penyebabkan kerusakan pada crusher B unit 5 – 7. Salah satu penyebabnya ialah rusaknya thermocouple. Selain itu, tidak optimalnya magnetic separatormenyebabkan lolosnya benda - benda asing berupa logam dan spesifikasi crusher B yang digunakan tidak sesuai dengan batu bara jenis Subbituminous. Dampak yang terjadi terhadap komponen crusher B yakni terlepasnya screen plate dan misalignment pada kopling. Selain itu, rusaknya crusher B mengakibatkan tidak ada lagi crusher yang standby. Sehingga pada saat crusher A sedang dilakukan pemeliharaan, batu bara dilewatkan melalui bypass chute kemudian menuju ke pulverizer. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada crusher B perlu dilakukan penggantian beberapa komponen yakni ring hammer, suspension bar, heavy discs, shaft, dan bearing. 5.2. Saran Pengawasan dan pemeriksaan terhadap thermocouple, pelumasan, benda asing dan komponen crusher sebaiknya dilakukan dengan lebih intensif lagi. Menambah magnetic separator 36/37 agar benda asing berupa logam dapat ditangkap secara maksimal sebelum memasuki crusherB karena magnetic separator 02 tidak dapat menangkap semua logam yang ikut mausk bersama batu bara ke dalam crusher B. Crusher yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan jenis batu bara yang telah ditentukan (subbituminous) sehingga crusher dapat beroperasi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Related Documents


More Documents from "bayu naim"