Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bronchopneumonia adalah salah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Penyakit bronkopenumonia sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. (Sudigdiodi dan Imam Supardi,1998). Bronkupneumania sebagian besar terjadi pada anak-anak yang menyerang bagian pernapasan.(barbara c. Long,1996 hal:35). Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia. Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. di Indonesia jumlah kematian anak di bawah usia lima tahun telah berkurang dari 385.000 pada tahun 1990 menjadi 152.000 pada tahun 2012. " Ini jelas berita baik,” kata Angela Kearney, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia. "Namun , jangan lupa bahwa lebih dari 400 anak-anak yang masih meninggal setiap hari di Indonesia. Biasanya, ini adalah anak-anak dari keluarga miskin dan paling terpinggirkan, dan banyak dari mereka menjadi korban penyakit yang mudah dicegah dan diobati seperti pneumonia dan diare. Adapun penyebab utama pneumonia sebesar 50 persen oleh Streptococcus pneumoniae atau bakteri pneumokokus, dan 20 persen disebabkan oleh Haemophillus influenzae type B (Hib), selebihnya adalah virus dan penyebab lain.
1
B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I(KMB) untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernafasan akibat peradangan pada paru salah satunya Bronchopneumonia.
C. Metode Penulisan Adapun
metode
yang
digunakan
dalam
penulisan
makalah
ini
yaituobservasi dimana penulis mendapatkan data dan informasi dari berbagai sumber buku.
D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari BAB I yaitu Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II terdiri dari Konsep Dasar Kasus yang berisi Pengertian, Anatomi&Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Manifeseetasi Klinis, Komplikasi, Test Diagnostik, Penatalaksanaan Medik. Konsep Asuhan Keperawatan pada Bronchopneomonia berisi
Pengkajian,
Diagnosa
Keperawatan,
Perencanaan
Keperawatan,
Implementasi Keperawatan, dan Evaluasi Keperawatan. BAB III terdiri dari Simpulan, Saran, dan lampiran Daftar Pustaka.
2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Kasus 1. Pengertian Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbecak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infilrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumonia
adalah
frekuensi
komplikasi
pulmonary,
batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernafasan meningkat (Suzana G. Bare, 1993).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan, Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur dan benda asing.
3
2. Anatomi Fisiologi a. Anatomi Sistem pernafasan terdiri atas: 1) Hidung Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke dan dari paru-paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. 2) Faring dan tenggorokan Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidug dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orafaring, dan laringofaring. 3) Laring atau pangkal tenggorokan Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi, melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai kotak suara. Dan terdiri atas : epiglotis, glotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid dan pita suara. 4) Trakea atau batang tenggorokan Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulang-tulang rawan. 5) Bronkus Bronkus terdiri atas 2 bagian yaitu bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang
4
arahnya hampir vertikal. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang menjadi bronkus lobaris kemudian bronkus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring. Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
6) Alveoli Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.
5
7) Paru-paru Paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karangbesar yang terletak didalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru-paru memanjang dari akar leher menujudiefragma dan secara kasar berbentuk kerucut dengan puncak disebelah atas dan alas disebelah bawah , tulang rusuk, tulang tawan kosta, dan tulang rawan intercosta terletak didepan paru-paru dan dibelakang mereka adalah tulang rusuk,otot interkosta, dan prosesus tranversalvertebra toraksik. Diantara paru-paru terdapat mediastinum, yang dengan sempurna memisahkan satu sisi rongga torasik dari sisi lainnya, yang merentang dari vertebra di belakang sampaisternum disebelah depan. Didalam mediastinumterdapat jantung dan pembuluh darah besar, trakea dan esophagus, ductus trorasik dan kelenjar timus. Paru-paru dibagi menjadi lobus-lobus paru-paru sebelah kiri mempunyai dua lobus yang dipisahkan oleh “ belahan yang miring”. Lobus superior terletak diatas dan di depan lobus inferior yang berbentuk kerucut. Paruparu sebelah kanan mempunyai tiga lobus. Lobus bagian bawah dipisahkan oleh fisura oblig dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri. Sisi paru lainnya dipisahkan oleh suatu fisura horizontal menjadi lobus atas dan lobus tengah. Setiap lobus selanjutnya dibagi menjadi segmen- segmen yang disebut bronco-pulmoner, merekah dipisahkan satu sama lain sebuah dinding jaringan konektif, masingmasing satu arteri dan satu vena. Masing-masing segmen juga dibagi menjadi unut-unit yang disebut lobules.
6
b. Fisiologi Proses pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu : 1) Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan
pernafasan yang terjadi sewaktu pernafasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan ga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke dua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran ototo dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pad alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah. 2) Difusi gas Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukararan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal, membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. 3) Transportasi gas 7
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (excercise), eritrosit dan Hb.
3. Etiologi a. Bakteri: Diploccus Pneumonia, Pneumococcus, Stretoccus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus
Influenza,
Basilius
Friendlander
(Klebsial
Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis. b. Virus: Rerspiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik. c. Jamur: Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopeneumonia adalah: d. Usia/umur -
Genetic
e. Faktor pencetus -
Gizi buruk/kurang
-
Berat badan lahir rendah(BBLR).
-
Tidak mendapatkan ASI yang memadai.
-
Imunisasi yang tidak lengkap.
-
Polusi udara.
-
Kepadatan tempat tinggal.
4. Patofisiologi Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan sekitarnya. Inflamasi pada broncus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu: 8
a. Stadium 1 (4-12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan premeanilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan premeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/hepatisasi kelabu (3-8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang trinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
9
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV/resolusi (7-11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan merada, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Inflamasi pada bromkus ditandai adanya penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak nafas, dan nafas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal nafas.
5. Manifestasi Klinis a. Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas. b. Demam (39o – 40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. c. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk. d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, whezing. g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius. h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi. 10
6. Komplikasi a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. d. Infeksi sistemik. e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial. f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
7. Test Diagnostik a. Pemeriksaan radiologi 1) Foto thoraks 2) Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain. 3) Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mycoplasma, gambaran berupa corakan bronkovaskular bertambah, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis. 4) Gambaran pneumonia karena S. aureus dan bakteri lain biasanya menunjukan gambaran bilateral yang difus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus sampaike perifer. b. Pemeriksaan laboratorium 1) Hasil pemeriksaan leukosit >15.000/μl dengan dominasi neutrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebabnon bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga tidak menunjukan gambaran khas. Trombositopenia bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema. 11
2) Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi. 3) Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen. 4) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah lengkap Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin. 5) Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia. 6) Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah 7) Bilirubin : mungkin meningkat 8) Aspirasi
perkutan/biopsi
jaringan
paru
terbuka
:menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmi
8. Penatalaksanaan Medis a. Penatalaksanaan medis Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan: 1) Penisilin ditambah dengan cloramfenikol atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. 2) Pemberian O2 dan cairan intervensi 3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri 4) Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di RS b. Penatalaksnaan Keperawatan Penetalaksanaa keperawatan dalam hal ini yang dilakukan adalah: 1) Menjaga kelancaran pernafasan 12
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang paru dan banyak lendir didalam bronkus atau paru. Agar klien dapat bernafas secara lancer, lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2 2l/mnt secara rumat. 2) Kebutuhan intirahat Klien pneumonia adalah klien paya, suhu tubuhnya tinggi, sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien harus ditolong ditempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat sebaik baiknya. 3) Kebutuhan nutrisi dan cairan Pasien bronkopneumonia hamper selalu mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infuse dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9% 4) Mengontrol suhu tubuh Pasien bronkopneumonia sewaktu waktu dapat mengalami hipereksia untuk itu maka harus dikontrol suhu tiap jam dan dilaksanakan kompres serta obat obatan satu jam setelah dikompres dicek kembali apakah suhu turun. c. Penatalaksanaan Lingkungan 1) Sanitasi lingkungan 2) Ventilasi udara yang cukup 3) Rumah terpapar sinar matahari yang cukup 4) Terhindar dari polusi udara yg bebas
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1) Sistem Respirasi Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) 13
selama minimum 3 bulan berturut-turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi Riwayat
sputum
(Hijau,
pneumonia
putih/kuning)
berulang,
biasanya
dan
banyak
terpajan
pada
sekali. polusi
kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji). Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus. Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan (misalnya : meninggalkan bahu, retraksi supra klaikula, melebarkan hidung). Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel), gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar. Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu-abu keseluruhan. 2) Sistem Kardiovaskuler Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah. Tanda : Peningkatan tekanan darah Peningkatan frekuensi jantung/takikardi. Berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit/membran mukosa : normal atau abu-abu/sianosis perifer. Pucat dapat menunjukkan anemia. 3) Sistem Gastrointestinal Gejala
:Mual/muntah Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan Tanda
:Turgor kulit buruk
Berkeringat Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali. 4) Aktifitas/istirahat Gejala : Keletihan, malaise
14
Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat Tanda : Keletihan Gelisah/insomnia Kelemahan umum/kehilangan masa otot. 5) Integritas ego Gejala : Peningkatan faktor resiko Tanda : Perubahan pola hidup Ansietas, ketakutan, peka rangsang 6) Hygiene Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan melakukan aktifitas sehari-hari Tanda : Kebersihan buruk, bau badan. 7) Keamanan Gejala : Riwayat alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan. Adanya infeksi berulang.
8) Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus kapiler gangguan kapasitas pembawa oksigendarah, gangguan pengiriman oksigen. c. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas. d. Intoleransi aktivitas d.d insufisiensi O2 untuk aktivitas sehari-hari. e. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d perubahan kadar elektrolit dalam serum (diare)
15
9) Perencanaan Keperawatan No
Diagnosa Keperawatan
1
Ketidakefektifan bersihan jalan NOC nafas
b.d
trakeobronkial, edema,peningkatan sputum.
Tujuan dan Kriteria Hasil
inflamasi pembentukan produksi
Intervensi NIC
Respiratory status: Ventilation Respiratory
status:
Airway
Airway patency
patency
Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning.
Kriteria Hasil: Mendemonstrasikan
batuk
sputum,
suctioning.
bernafas
lips) Menunjukkan jalan nafas yang tidak
merasa
keluarga
keluarga
Informasikan pada klien dan
penafaan dalam rentang normal,
suctioning.
Mampu
mengidentifikasikan
keluarga
tentang
Minta klien nafas dalam sebelum
dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas.
tentang
suctioning.
tercekik, irama nafas, frekuensi
tidak ada suara nafas abnormal)
tentang
Informasikan pada klien dan
paten(klien
sesudah
Informasikan pada klien dan
dengan mudah, tidak ada pursed
dan
nafas
suctioning
dyspneu (mampu mengeluarkan mampu
suara
sebelum
efektif dan suara nafas yang besih, tidak ada sianosis dan
Auskultasi
suctioning
dilakukan.
Berikan
O2
dengan
menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suksion
nasotrakeal.
Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan.
Anjurkan
pasien
untuk
istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal. 16
Monitor
status
oksigen
pasien.
Ajarkan
keluarga
bagaimana cara melakukan suksion.
Hentikan berikan
suksion oksigen
pasien
dan
apabila
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2,dll. Airway Management
Buka jalan nafas, gunakan teknik/chinlift
atau
jaw
thurst bila perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi catat
suara
adanya
nafas, suara
tambahan
Lakukan
suction
pada
mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara kassa basah naCl lembab
17
Mengoptimalkan respirasi status O2
2.
Gangguan pertukaran gas b.d NOC perubahan
membran
alveolus
kapilergangguan kapasitaspembawa
Respiratory
status:
Gas Airway Management
exchange oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen
NIC
Buka jalan nafas, gunakan
Respiratory status: Ventilation
teknik/chinlift
Vital Sigs Status
thurst bila perlu
Kriteria Hasil: Mendemonstrasikan peningkatan
Posisikan
pasien
dan
oksigen yang adekuat
Identifikasi seperlunya Pemasangan
paru dan bebas dari tanda-tanda
nafas buatan
distress pernafasan batuk
bersih, tidak ada sianosis dan
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi
dengan mudah, tidak ada pursed
catat
lips)
tambahan
Tanda tanda vital dalam rentang
jalan
Pasang mayo bila perlu
dyspneu (mampu mengeluarkan bernafas
alat
efektif dan suara nafas yang
mampu
untuk
pasien
Memelihara kebersihan paru-
sputum,
jaw
memaksimalkan ventilasi
ventilasi
Mendemonstrasikan
atau
normal
Lakukan
suara
adanya
suction
napas, suara
pada
mayor
Berikan bronkodilator bila
perlu Berikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan Mengoptimalkan keseimbangan
Monitor status O2
18
respirasi
dan
Respiratori Monitoring
Monitor
rata-rata,
kedalaman,
irama
dan
usaha respirasi
Catat
pergerakan
amati
dada,
kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi
otot
supraclavicular
dan
intercostal
Monitor
suara
napas,
seperti dengkur
Monitor
pola
napas
:
bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor
kelelahan
diafragma
otot
(gerakan
paradoksis)
Auskultasi
suara
napas,
catat area penurunan
/
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan
kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi
setelah
tindakan
crakles
dan
ronkhi pada jalan napas utama
Auskultasi setelah
19
suara
tindakan
paru untuk
mengetahui hasilnya. 3
Ketidakseimbangan
nutrisi NOC
NIC
kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Nutritional Status:
kebutuhan metabolik sekunder
Nutritional Status: food and
terhadap demam dan proses infeksi, berhubungan
anoreksia dengan
distensi abdomen atau gas.
Fluid Intake
yang
Nutritional
toksin
Intake
bakteri bau dan rasa sputum,
Nutrition Management
Status:
Kaji adanya alergi makan
Kolaborasi dengan ahli gizi
Nutrient
untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Weight control
dibutuhkan pasien
Kriteria Hasil: Adanya
peningkatan
berat
badan sesuai dengan tujuan
Anjurkan
pasien
untuk
vitamin C mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi ada
untuk
meningkatkan protein dan
tinggi badan
Tidak
pasien
meningkatkan intake Fe
Berat badan ideal sesuai dengan Mampu
Anjurkan
tanda
Berikan substansi gula
Yakinkan
diet
dimakan
mengandung
tanda
malnutrisi
tinggi
Menunjukkan
peningkatan
fungsi pengecapan dari menelan
serat
yang
untuk
mencegah kontipasi
Tidak terjadi penurunan berat
Berikan
makanan
yang
terpilih(sudah
badan yang berarti
dikonsultasikan
dengan
ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
20
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang
biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor
lingkungan
selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor
kekeringan,
rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor
kadar
albumin,total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nutrisi
Catat
adanya
hiperemik, 21
edema, hipertorik
papila lidah dan cavitas oral
Catat jika lidah berwarna magenta scarlet
4.
Intoleransi aktivitas b.d
NOC
NIC
insufisiensi O2 untuk aktivitas
Energy conservation
sehari-hari.
Activity tolerance
Activity Terapi
Self Care
dalam
Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan
melakukan hari
secara
Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas
aktivitas
(ADLs)
merencanakan
program terapi yang tepat
tekanan darah, nadi dan RR
sehari
dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
Kriteria Hasil:
Mampu
Kolaborasikan
yang mampu dilakukan
mandiri
Bantu
untuk
memilih
aktivitas konsisten yang
Tanda tanda vital normal
sesuai dengan kemampuan
Energy psikomotor
fisik, psikologi dan social
Level kelemahan
Mampu berpindah: dengan atau
Bantu
untuk
mengidentifikasi
tanpa bantuan alat
dan
mendapatkan sumber yang
Status kardiopulmonari adekuat
diperlukan untuk aktivitas
Sirkulasi status baik
yang diinginkan
Status respirasi: pertukaran gas
dan ventilasi adekuat
Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan
aktivitas
seperti kursi roda, krek,
Bantu
untuk
mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu
klien
untuk
membuat jadwal latihan di waktu luang
22
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dlam
beraktivitas
Bantu
pasien
untuk
mengembangkan diri dan penguatan
Monitor
respon
fisik,
emosi, social fan spiritual 5.
Resiko
ketidakseimbangan NOC
NIC
elektrolit b.d perubahan kadar
Fluid balance
elektrolit dalam serum (diare)
Hydration Nutrional
Fluid Management
Status:
Food and
jika diperlukan
Fluid
Timbang popok/pembalut
Intake
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Kriteria Hasil: Mempertahankan urine output
Monitor status dehidrasi (kelembaban
membran
sesuai dengan usia dan BB, BJ
mukosa,
urine normal, HT normal
tekanan darah ortostatik),
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
nadi
adekuat,
jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor
masukan
Elastisitas turgor kulit baik,
makanan/cairan dan hitung
membran mukosa lembab, tidak
intake kalori harian
ada rasa haus yang berlebihan
Kolaborasikan pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan
penggantian
nasogastrik sesuai output 23
Dorong
keluarga
untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
Kolaborasi tanda
dokter
cairan
jika
berlebih
muncul memburuk
Atur
kemungkinan
transfusi
Persiapkan untuk transfusi
Hypovolemik Management
Monitor
status
cairn
termasuk intake dan output cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat Hb dan hematokrit
Monitor tanda vital
Monitor
respon
terhadap
pasien
penambahan
cairan
Monitor berat badan
Dorong
pasien
untuk
menambah intake oral
Pemberian
cairan
IV
monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan
Monitor
adanya
gagal ginjal
24
tanda
10) Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.
11) Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi
25
BAB III SIMPULAN
A. Simpulan Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur dan benda asing. Bronchopneumonia dapat dicegah dengan menggunakan masker, ventilasi rumah yang baik, serta selalu cuci tangan sebelum melakukan kegiatan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Wijayaningsih, Sari. Asuhan Keperawatan Anak.2013. Jakarta: Trans info Media. Huda Nurarif, Amin. Kusuma, Hardhi.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.2015.Jogjkarta: MediAction Publishing.
27