Atonia Uteri

  • Uploaded by: Nurul Hasanah Makmur
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Atonia Uteri as PDF for free.

More details

  • Words: 1,526
  • Pages: 12
Loading documents preview...
Blok 16 : REPRODUKSI

ATONIA UTERI

Oleh : Nurul Hasanah Makmur H1A016072

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat 2019

DEFINISI Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro, 2006). Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium. Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al., 2013). Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal. Kematian ibu dapat terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Perdarahan hebat adalah penyebab yang paling utama dari kematian ibu di seluruh dunia. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan postpartum, namun akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (Rueda et al., 2013).

ETIOLOGI Mengidentifikasi wanita yang berisiko atonia uteri sangat penting untuk memungkinkan optimalisasi dan langkah-langkah pencegahan yang harus diambil. Oleh karena itu, rencana persalinan harus diatur dengan baik dan rujukan yang tepat harus dilakukan. Faktor risiko yang berhubungan dengan atonia uteri tercantum sebagai berikut: Cunningham, 2013).

1. Faktor yang terkait dengan uterus overdistensi: a. Kehamilan ganda Kehamilan kembar adalah salah satu kehamilan dengan 2 janin lebih. Bahaya bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar dari pada kehamilan tunggal, karena sering terjadi anemia, eklamsi dan operasi obstetric dan pendarahan post partum, b. Polihidramnion Polihidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Polihidramnion berpotensi terjadi atonia uteri yang berakibat pada pendarahan post partum karena peregangan uterus yang berlebihan. c. Makrosomia janin Bayi besar (makrosomia) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahir pada saat persalinan lebih dari 4000 gram. Bayi besar ini dapat menyebabkan perdarahan post partum karena uterus meregang berlebihan dan mengakibatkan lemahnya kontraksi sehingga dapat terjadi perdarahan post partum d. Paritas Paritas merupakan suatu istilah menunjukkan jumlah kehamilan bagi seorang wanita yang melahirkan bayi yang dapat hidup pada setiap kehamilan 2. Faktor terkait persalinan a. Induksi persalinan Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. Komplikasi dapat ditemukan selama peaksanaan induksi persalinan maupun setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain: antonia uteri, hiperstimulasi, fetal distres, prolap tali pusat, rupture uteri, solutio plasenta, hiperbilirubinemia, hponatremia, infeksi intra uterin, perdarahan post partum, kelelahan ibu dan krisis emosional, serta dapat meningkatkan pelahiran caesar pada induksi elektif.

b. Persalinan lama Persalinan lama dapat menyebabkan kelelahan. Bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkonsentrasi lemah setelah melahirkan. Tetapi juga ibu yang keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah. c. Penghapusan manual plasenta Penghapusan manual plasenta adalah prosedur umum dilakukan di tahap ketiga persalinan. Penghapusan manual plasenta disarankan pada waktu antara 20 menit dan lebih dari 1 jam ke tahap ketiga.Pilihan waktu untuk keseimbangan antara risiko perdarahan post-partum meninggalkan plasenta disitu, kemungkinan pengiriman spontan dalam waktu 60 menit dan pengetahuan dari operasi caesar studi bagian bahwa penghapusan manual itu sendiri menyebabkan perdarahan. (Moedjiarto, 2011). 3. Faktor intrinsik a. Riwayat persalinan buruk sebelumnya Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklamsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum. b. Usia> 35 tahun Umur reproduksi yang optimal adalah 20-35 tahun, di bawah dan diatas usia tersebut akan meningkatkan resiko dalam kehamilan dan persalinan. Pada wanita usia muda organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaan belum bersedia menjadi ibu sehingga kehamilan sering dengan komplikasi yang salah satunya adalah pendarahan. Resiko pendarahan pada wanita hamil dan melahirkan yang berusia di bawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang berumur antara 20-29 tahun dan akan meningkat bagi sesudah berusia 35 tahun. Umur diatas 35 tahun, rahim sudah tidak sebaik umur 20-35 tahun karena kemungkinan persalinan lama, pendarahan dan resiko cacat bawaan.

PATOFISIOLOGI Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perineum . Penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan yaitu atonia uteri dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi. Miometrium berkontraksi dan serat-serat ototnya memendek (retraksi). Kontraksi dan retraksi miometrium menyebabkan penekanan dan sumbatan perdarahan yang berasal dari arteri serta vena spiralis maternal. Kegagalan miometrium untuk berkontraksi dan beretraksi secara adekuat atau atonia uteri setelah persalinan menyebabkan perdarahan postpartum. Perdarahan dari uterus dan jalan lahir pada saat kehamilan akibat trauma atau adanya sisa plasenta menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah yang lebih banyak di bandingkan saat tidak hamil. (Smith, 2012 dalam tesis amanda, larissa). Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).

MANIFESTASI KLINIS 1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek. 2. Perdarahan post partum. Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena trombokplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembekuan darah. 3. Konsistensi rahim lunak. Gejala ini merupakan gejala terpenting atau khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya. 4. Pada palpasi, meraba Fundus Uteri diserti perdarahan yang memancur dari jalan lahir. 5. Fundus uteri naik. 6. Terdapat tanda-tanda syok: a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih). b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg. c. Pucat. d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap. e. Pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih. f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran. g. Urine yang sedikit (< 30 cc/ jam).

DIAGNOSIS

TATALAKSANA 1. Non Farmakologi Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan klien. Klien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok hipovolemik berat. Perdarahan yang lebih dari 1000 ml atau bahkan lebih dari 1500 ml (20-25% volume darah) akan menimbulkan gangguan vaskular hingga terjadi shock hemoragik sehingga tranfusi darah diperlukan. Tindakan pertama yang dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila klien syok) hal-hal sebagai berikut: -Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen. -Kompresi aorta abdominalis - Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal -Masase fundus uteri dan merangsang puting susu -Sekaligus merangsang kontraksi uterus

-

Pemasangan tampon (packing) kassa uterovaginal.

Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai beberapa cara yaitu dengan menggunakan : Sengstaken- Blakemore tube, Rusch urologic hydrostatic balloon catheter (Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon catheter.

Bila penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil, baru dilakukan penanganan secara operatif (laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi ), yaitu : - Laparatomi pemakaian metode B-Lynch e. Ligasi arteri uterina, arteri hipogastrika (iliaka interna ) Bila dengan cara ini belum berhasil menghentikan perdarahan dilakukan. -Histerektomi supravaginal - Histerektomi total abdominal.

2. Farmakologi Pemberian obat uterotonika : a. Oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara intramuscular, intravena, atau subcutan. b. Memberikan derivat prostaglandin F2α (carboprost tromethamine) yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual, muntah, febris, dan takikardia. c. Pemberian misoprostol (800 - 1.000 µg) per-rektal.

ALGORITMA

.

PENCEGAHAN Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen Aktif Kala III, yaitu: 1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir 2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali 3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap berkontraksi.

DAFTAR PUSTAKA APN,2008.Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini.Jakarta: JNPK-KR Cunningham FG, Norman FG, Kenneth JL, Larry CG, John CH, dan Katharine DW. 2013. Obstetri Williams volume 2. Jakarta: EGC; hal 704. Rueda CM, Rodriguez L, Jarquin JD, Barboza A, Bustillo MC, Marin F, et al. 2013. Severe postpartum hemorrhage from uterine atony: a multicentric study. Journal of Pregnancy. Wiknjosastro H, 2006. Ilmu Kebidanan Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. hal 523 - 529.

Related Documents

Atonia Uteri
February 2021 0
Laporan Kasus Mioma Uteri
February 2021 1
Lp Mioma Uteri
January 2021 1
Inersia Uteri Sekunder
February 2021 3

More Documents from "Dede C-ngenk"

Atonia Uteri
February 2021 0
Matriks Transpose
February 2021 1
Ppt Transplantasi Organ
January 2021 1
Asuhan Keperawatan Glaukoma
February 2021 3