Case Kulit Uretritis Non Gonore

  • Uploaded by: Feizal Faturahman
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Kulit Uretritis Non Gonore as PDF for free.

More details

  • Words: 4,665
  • Pages: 27
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN Uretritis merupakan inflamasi yang terjadi pada uretra yang dapat disebabkan oleh proses infeksi atau non infeksi dengan manifestasi discharge disuria, atau gatal pada ujung uretra. Infeksi penyebab urethritis ditransmisikan secara seksual dan biasanya dikategorikan sebagai urethritis gonococcal karena infeksi Neisseria gonorrhoeae dan urethritis nongonococcal karena infeksi dengan Chlamydia

trachomatis,

Ureaplasma

urealyticum,

Mycoplasma

hominis,

Mycoplasma genitalium, atau Trichomonas vaginalis. Sebelum tahun 1970 hampir 90% kasus uretritis belum diketahui penyebabnya, sedangkan 10% sudah diketahui penyebabnya, yaitu Gonokok, Trichomonas vaginalis, Candida albicans, dan benda asing. Dengan semakin majunya fasilitas diagnostik sesudah tahun 1970, penyebab uretritis sudah diketahui 75%, sedangkan sisanya 25% lagi masih dalam taraf penelitian. Urethritis dapat terjadi pada setiap orang yang aktif secara seksual, tapi insiden tertinggi adalah antara usia 20-24 tahun Urethritis terjadi pada 4 juta orang Amerika setiap tahun. Insiden urethritis non gonorrhea diperkirakan lebih dari 700.000 kasus baru setiap tahun yang secara signifikan dilaporkan. Insiden uretritis gonorrhea terus menurun sejak tahun 2000. Di seluruh dunia, ada sekitar 62 juta kasus baru urethritis gonorrhea. Urethritis juga tidak memiliki predileksi seksual, namun data bisa saja meleset pada wanita karena asimptomatik atau muncul dengan cystitis, vaginitis, atau cervitis. Homoseksual berisiko lebih besar untuk terkena urethritis daripada laki-laki heteroseksual atau perempuan pada umumnya. Urethritis dapat didiagnosis berdasarkan salah satu tanda-tanda berikut atau tes laboratorium: debris mukopurulen atau purulen. Pada pemeriksaan sekret urethra didapatkan ≥ 5 leukosit per lapang pandang. Pewarnaan gram adalah tes diagnostik cepat yang lebih disukai untuk mengevaluasi urethritis. Hal ini sangat sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis uretritis dan ada tidaknya infeksi gonococcal. Infeksi gonococcal diketahui dengan WBC mengandung GNID, atau tes esterase leukosit positif pada urin pertama atau pemeriksaan mikroskopis sedimen urin menunjukkan ≥ 10 WBC per lapang pandang. 2 1

Uretritis merupakan kondisi inflamasi yang terjadi pada uretra yang dapat disebabkan oleh proses infeksi atau non infeksi dengan manifestasi discharge disuria, atau gatal pada ujung uretra. Temuan fisik yang paling sering ditemukan berupa discar uretra, sedangkan temuan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear dengan pengecatan Gram pada usapan uretra atau dari sedimen pancaran urin awal. Untuk memudahkan dalam perawatan, seringkali infeksi uretritis diklasifikasikankan menjadi Uretritis Gonococcal dan Uretritis Non-gonococcal yang disebut pula sebagai urethritis non gonore. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai bagaimana cara menegakkan diagnosis urehritis non gonorreae. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan dapat dijadikan bahan pembelajaran selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Definisi Uretritis Non Gonore (UNG) merupakan penyakit infeksi pada uretra yang disebabkan oleh penyebab selain infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Selain UNG, dikenal pula istilah Infeksi Genital Non Gonore. Pada penyakit infeksi genital non gonore (IGNG) peradangan tidak hanya terbatas pada uretra, tetapi ditemukan pula pada rektum dan serviks dimana penyebabnya adalah kuman non gonore.1,2 2.2 Etiologi Penyebab paling sering dari penyakit ini adalah : a) Chlamydia trachomatis Merupakan parasit intraobligat yang menyerupai bakteri gram negatif. Pada sebagian besar kasus dilaporkan bahwa Chlamydia trachomatis dapat diisolasi dari hampir setengah dari jumlah penderita uretritis non gonokokus, pada hampir sepertiga dari wanita yang merupakan pasangan hubungan kelamin dari pria yang menderita penyakit tersebut dan demikian juga pada sebagian besar penderita uretritis paska gonore.Chlamydia trachomatis yang menyebabkan UNG termasuk sub group A dan mempunyai tipe serologic D-K.1,2 Penyakit infeksi ini sering tidak disertai gejala klinis sehingga sulit untuk menilai penyebarannya. Dalam perkembangannya Chlamydia trachomatis mengalami 2 fase, yaitu:(2) a) Fase 1:

disebut

fase

noninfeksiosa,

dimana

fase

noninfeksiosa terjadi keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. b) Fase 2:

fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar

dalam bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru. b) Ureaplasma urealyticum dan mycoplasma lainnya( Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab urethritis non gonore dan sering bersamaan dengan infeksi Chlamydia trachomatis. Dahulu dikenal dengan nama T-strain mycoplasma.

3

Spesies Mycoplasma hominis juga sering bersama-sama dengan infeksi Ureaplasma urealyticum. Namun, Mycoplasma hominis sebagai penyebab UNG masih diragukan, karena kuman ini bersifat komensal. Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme yang kecil, gram negatif dan sangat pleomorfik karena tidak memiliki dinding sel yang kaku.2,3,4 c) Alergi Ada juga dugaan bahwa UNG disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada pemeriksaan sekret UNG tersebut ternyata steril dan pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit.1,3 2.3 Epidemiologi Di Amerika Serikat, infeksi Chlamydia adalah penyakit infeksi menular seksual yang paling sering dilaporkan dan paling banyak terjadi pada orang berusia 19-24 tahun. Sekitar 4-5 juta kasus infeksi Chlamydia terjadi tiap tahunnya dengan angka prevalensi dua setengah kali dari kasus gonore. Beberapa sekuele penting dapat terjadi akibat infeksi C. Trachomatis pada wanita; antara lain yang paling serius adalah pelvic inflamatory disease (PID), kehamilan ektopik, dan infertilitas. Beberapa wanita dengan infeksi servikal tanpa komplikasi telah memiliki infeksi traktus reproduktif atas yang bersifat subklinis.5,6 Insidensi Uretritis Non gonore (UNG) tertinggi terjadi di negara berkembang. Angka perbandingannya dengan uretritis gonore kira-kira 2:1. Uretritis non gonore banyak ditemukan pada orang dengan keadaan sosial ekonomi rendah, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang lebih tinggi. Pria juga ternyata lebih banyak daripada wanita dan golongan heteroseksual lebih banyak daripada golongan homoseksual.1,2,4 2.4 Patogenesis Uretritis non gonore sebagai salah satu penyakit menular seksual biasa ditularkan secara: a. Seksual 4

Hampir semua mikroorganisme yang menyebabkan UNG dapat menular sewaktu berhubungan seksual yang melibatkan kontak langsung membran mukosa dengan orang yang terinfeksi. UNG menular hampir hanya melalui kontak seksual yang melibatkan kontak penis ke vagina atau penis ke rektum. Seseorang individu bisa menyebabkan UNG dari waktu mereka terinfeksi sehingga mereka sembuh.1 b. Non-seksual Uretritis non gonore dapat pula ditularkan secara non seksual melalui traktus urinarius, glandula prostat yang meradang akibat bakteri (prostatitis bakterial), fimosis, kateterisasi serta bahan kimiawi yang mengiritasi (antiseptik atau semacam spermisid).1 c. Perinatal Sewaktu lahir, bayi dapat terpapar dengan kuman yang menyebabkan UNG melalui jalan lahir. Ini bisa menyebabkan bayi mendapat infeksi pada berupa konjungtivis pada mata, pneumonia pada paru dan infeksi pada telinga. Struktur sistem urinarius merupakan suatu cara untuk mencegah infeksi. Pertahanan sistem imun juga mencegah terjadinya infeksi. Pada pria,

kelenjar

prostat

menghasilkan

sekresi

yang

memperlambat

pertumbuhan bakteri. Walaupun tubuh kita dilengkapi dengan sistem pertahanan, infeksi masih saja terjadi. Pada beberapa kasus, patogenesis uretritis non gonore tidak dapat diketahui dengan pasti.2,,3 2.5 Tanda dan Gejala a) Gambaran klinis pada laki-laki Pada laki-laki, gejala dapat timbul biasanya setelah 1-3 minggu hari setelah kontak seksual. Keluarnya sekret uretra merupakan keluhan yang sering dijumpai, berupa lendir yang jernih sampai keruh. Keluhan yang paling umum ialah waktu pagi hari atau morning drops, tetapi bisa juga berupa bercak di celana dalam. Disuria merupakan salah satu keluhan yang banyak dijumpai dan sangat bervariasi dari rasa terbakar sampai tidak enak pada saluran kencing waktu mengeluarkan urin. Tetapi keluhan disuria tidak sehebat pada infeksi gonore, di bandingkan dengan gonore 5

perjalanan penyakit lebih lama karena masa inkubasi yang lebih lama dan ada cenderung kambuh kembali. 1,2 Keluhan gatal pada saluran uretra mulai dari gatal yang sangat ringan dan terasa hanya pada ujung kemaluan. Sebagai akibat terjadinya uretritis, timbul perasaan ingin buang air kecil. Bila infeksi sampai pars membaranasea uretra, maka pada waktu muskulus sfinkter uretra berkontraksi timbul pendarahan kecil. Selain itu timbul perasaan ingin buang air kecil pada malam hari atau nokturia. Keluhan lain yang jarang ialah adanya perasaan demam dan pembesaran kelenjar getah bening inguinal yang terasa nyeri.3,4 Pada pemeriksaan klinis muara uretra tampak tanda peradangan berupa edema dan eritem, dapat ringan sampai berat. Sekret uretra bisa banyak atau sedikit sekali atau kadang-kadang hanya terlihat pada celana dalam penderita. Sekret umumnya serosa, seromukous, mukous, dan kadang bercampur dengan pus. Kalau tidak ditemukan sekret bisa dilakukan pengurutan saluran uretra yang dimulai dari daerah proksimal sampai distal sehingga mulai nampak keluar sekret. Kelainan yang nampak pada UNG umumnya tidak sehebat pada uretritis gonore.3,4

Uretritis non gonore.

b) Gambaran klinis pada wanita Infeksi lebih sering di serviks dibandingkan dengan vagina, kelenjar bartholin, atau uretra sendiri. Sama pada gonorea pada wanita, gejala sering tidak khas, asimptomatik atau sangat ringan. Bila ada keluhan berupa duh tubuh genital yang kekuningan, sering ditemukan pada pemeriksaan wanita yang menjadi pasangan pria dengan UNG. Pada pemeriksaan klinik genital dapat ditemukan kelainan serviks, misalnya terdapat eksudat serviks mukopurulen atau erosi serviks.(14) 6

Servisitis karena Chlamydia dengan ektopi, sekret, dan perdarahan.

2.6 Diagnosis a) Anamnesis Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau non gonore. Uretritis non gonore pada pria dikenal dengan tanda-tanda adanya keluhan pengeluaran cairan yang mucopurulen dari uretra dan dengan kemungkinan banyak atau sedikit, tetapi pada umumnya cairan tersebut encer. Kadang-kadang disertai disuria, perasaan gatal pada bagian ujung uretra atau pun dengan keluhan mikturasi yang lebih sering. Sering keluhan penderita tidak begitu menonjol sehingga dapat menyebabkan kesukaran dalam penentuan waktu inkubasinya, tetapi pada umumnya waktu inkubasi antara 1 — 3 minggu. Ada kalanya penderita dengan pengeluaran cairan (duh tubuh) yang purulen sehingga sukar dibedakan secara klinis dengan Uretritis gonore. 1,2.4.5 b)Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual, termasuk uretritis, sangat penting dalam mengarahkan diagnosis dan terapi yang tepat. Kuantitas discar pada uretritis dapat dikategorikan “banyak” (mengalir secara spontan dari uretra), “sedikit” (keluar hanya jika uretra di ekspos), “sedang” (keluar secara spontan, namun hanya sedikit). Warna dan karakter discharge uretra harus diperhatikan. Lendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai lender purulen. Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender “mukoid”. Jika hanya lendir bening, dinamakan “jernih”. Adanya inflamasi pada meatus uretra, edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan.2,5,7 7

-

c) Pemeriksaan Penunjang -

Pemeriksaan laboratorium secara langsung

Pemeriksaan laboratorium untuk Chlamydia trachomatis telah cepat berkembang beberapa tahun terakhir ini. Namun penggunaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya disesuaikan dengaan kemampuan sarana kesehatan. Untuk program skrining lebih disukai teknik yang menggunakan spesimen noninvasif. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis UNG adalah sebagai berikut: 1,3,5 1. Pewarnaan Gram adalah salah satu pemeriksaan yang lebih cepat untuk mengevaluasi uretritis dan mengetahui ada tidaknya infeksi gonokokus. Dianggap positif UNG bila terdapat lebih dari 4 leukosit dengan pembesaran 1000 kali. 2. Sedimen urin: kriteria diagnosis uretritis bila terdapat sekret uretra dan terdapat 20 leukosit PMN atau lebih dua lapangan pandang dengan pembesaran 400x dari pemeriksaan sedimen 10-15 ml urine tampung pertama yang dikeluarkan sebelum 4 jam atau lebih. 3.

Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan gram didapatkan >30 lekosit per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali.

4.

Pemeriksaan spesimen dari endouretral dengan dijumpainya sel lebih dari 4/LP (400x) dilakukan dengan pewarnaan gram.

5.

Pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan Trichomonas vaginalis.

Kultur Sebagai

patogen

intraseluler,

Chlamydia

trachomatis

membutuhkan sistem kultur sel untuk diperbanyak di laboratorium, sehingga kultur sel merupakan tes standar untuk mendeteksi Chlamydia trachomatis selama bertahun-tahun, dengan sensitivitas 40–85% pada spesimen genital. Untuk kultur, spesimen dapat diambil dengan swab berujung kapas. Spesimen harus diletakan dalam media transport spesifik

8

-

dan didinginkan selama 24 jam hingga berinokulasi pada lempeng kultur sel.1,5,6

Kultur Trichomonas vaginalis dalam bentuk tropozoit. Tampak 4 buah flagella dan satu nucleus.

Badan inklusi Chlamydia trachomatis (coklat) pada media kultur McCoy.

Metode serologi Pemeriksaan serologi tidak banyak digunakan untuk diagnosis infeksi Chlamydia pada saluran reproduksi selain limfogranuloma venereum. Dengan alasan berikut:1,3,7 1. Prevalensi basal antibodi yang tinggi dalam populasi individu aktif secara seksual yang berisiko terinfeksi C. Trachomatis, berkisar 45– 65% dari individu yang diperiksa. Tingginya prevalensi seropotif pada

9

pasien-pasien yang asimptomatis dengan kultur-negatif diduga menggambarkan infeksi sebelumnya sukar dideteksi dengan teknik kultur. 2. Tidak terdapat gejala permulaan pada banyak pasien dengan infeksi Chlamydia yang menunjukan bahwa pasien lebih sering berada pada periode ketika tak terdapat antibodi IgM atau tidak menunjukan peningkatan maupun penurunan titer antibodi IgG sehingga parameter ini sering tak terdapat pada awal infeksi, hal ini terutama pada wanita. Awal gejala lebih jelas pada pria UNG, dan serokonversi atau antibodi IgM didapatkan pada sebagian besar pria. 3. Infeksi traktus genitalia superfisial (uretritis) umumnya menghasilkan titer antibodi mikro-IF berkisar antara 1:8 hingga 1:256, tetapi jarang lebih tinggi. Pada pria UNG yang awalnya seronegatif, tetapi kemudian terdapat antibodi IgG terhadap Chlamydia, 60% memiliki titer 1:8 dan 1:32, sedangkan 40% antara 1:64 dan 1:2. Saat ini terdapat metode otomatis untuk mendeteksi DNA atau RNA C. Trachomatis yang diamplifikasi. Dua metode yang paling banyak digunakan adalah ligase chain reaction (LCR) dan polymerase chain reaction (PCR). Metode yang lainnya adalah transcription-mediated amplification (TMA).(17) 2.7 Diagnosis Banding a) Gonore Gonore merupakan penyakit menular seksual yang umum terjadi dan disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, menyebabkan perubahan pada mukosa dan epitel transisional. Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-8 hari setelah terinfeksi. Manifestasi umum dari infeksi gonokokkus pada pria adalah uretritis. Karakteristiknya berupa sekret yang purulen atau berawan keluar dari uretra yang membedakannya dari uretritisnon gonore. Inflamasi

10

membran mukosa pada uretra anterior menyebabkan rasa nyeri saat berkemih dan terjadi kemerahan serta pembengkakan. Nyeri dan bengkak pada testis mengindikasikan terjadinya epididimitis atau orkitis dan mungkin akan menjadi satu-satunya gejala yang muncul. Pada wanita, 50% infeksi N. gonorrhoeae bersifat asimtomatis. Skrining yang sesuai, diagnosis dini, dan perawatan adalah krusial karena dapat menyebabkan komplikasi serius berupa sterilitas. Endoserviks adalah lokasi umum terjadinya infeksi dan invasi organisme ini. Gejala uretritis mencakup sekret mukopurulen, pruritus vagina, dan disuria. Vaginitis tidak terjadi kecuali pada wanita prapuber atau post menopause karena epitel vagina wanita yang sudah dewasa secara seksual tidak mendukung pertumbuhan N. gonorrhoeae. Lokasi infeksi lainnya adalah kelenjar Bartolin dan Skene. Organisme juga dapat menginvasi traktus genitalia atas seperti uterus, tuba fallopi, dan ovarium menyebabkan terjadinya Pelvic Inflammatory Disease (PID).1,6,8

Gonore akut pada pria bermanifestasi dengan adanya secret purulen seperti krim keluar dari uretra. b) Trikomoniasis Penyakit infeksi saluran urogenital bagian bawah pada wanita maupun pria, dapat bersifat akut maupun kronik. Disebabkan oleh protozoa trichomonas vaginalis dan penularnya biasanya melalui hubungan seksual, dengan gejala disuria, poliuria dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen.

11

2.8 Rencana Terapi 1. Nonmedikamentosa  Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada keberhasilan pengobatan dan pencegahan karena IMS dapat menular kembali dan dapat terjadi komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas. Tidak ada cara pencegahan terbaik kecuali menghindari 

kontak seksual dengan pasangan yang beresiko.9 Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada pasangan



tetapnya (notofikasi pasangan) Anjurkan abstinensia sampai infeksi sembuh secara laboratoris, bila

 

tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom. Kunjungan ulang hari ke 8. Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi, pentingnya keteraturan berobat.

2. Medikamentosa Pengobatan harus diberikan segera setelah diagnosis UNG ditegakkan tanpa menunggu hasil tes Chlamydia dan kultur N. gonorrhoea. Azitromisin dan doksisiklin memiliki efektivitas tinggi terhadap uretritis karena infeksi Chlamydia, demikian pula dengan M. genitalium yang berespon sangat baik terhadap azitromisin.1,3,4 -

Regimen yang direkomendasikan: Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 7 hari. Azitromisin merupakan golongan makrolid dengan aktivitas lebih rendah terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif. Azitromisin diindikasikan untuk infeksi klamidia daerah genital tanpa komplikasi. Doksisiklin adalah golongan tetrasiklin yang berspektrum luas dan merupakan pilihan untuk infeksi yang disebabkan Chlamydia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis, dan limfogranuloma venereum).

-

Regimen alternatif:

12

Eritromisin 500 mg diberikan dua kali sehari selama 14 hari atau ofloksasin 200 mg diberikan dua kali sehari atau 400 mg diberi sekali sehari selama 7 hari.1,3,4 Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif penisilin. Eritromisin bekerja aktif terhadap Chlamydia dan Micoplasma. 1,3 Ofloksasin merupakan golongan kuinolon yang bekerja dengan menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman terganggu. Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah, gonore, uretritis, dan servisitis non gonokokkus.3 2.9 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus UNG antara lain: 2,3,5,6 1. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai vas deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epidimitis adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah pengelolaan pengobatan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan teraba nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas. 2. Striktur uretra atau penyempitan pada lumen uretra, insidennya rendah pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotik untuk gonore. 3. Proktitis, terutama pada pria homoseks. Keluhan penderita sedikit tetapi dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi. 4. Servisitis. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. 5. Endometriosis. Chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrial pada kasus endometriosis dengan atau tanpa tanda-tanda salfingitis. 13

6. Salfingitis. Peradangan pada salping yang banyak disebabkan oleh C. trachomatis. 7. Perihepatitis. Chlamydia dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba

dan

kemudian

ke

diafragma

kanan.

Beberapa

penyebaran

menghasilkan perihepatitis. Parenkim hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati biasanya normal. 8. Reiter syndrome, dikenal juga sebagai artritis reaktif, adalah kumpulan dari tiga gejala yaitu konjungtivitis, uretritis, dan arthritis. Terjadi setelah sebuah

infeksi

khususnya

infeksi

pada

saluran

urogenital

atau

gastrointestinal. Patofisiologinya belum diketahui, tetapi faktor infeksi dan imun kemungkinan terlibat.

2.10 Prognosis Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan). Setelah pengobatan ±10% penderita akan mengalami eksaserbasi/rekurens.1,2

14

BAB III LAPORAN KASUS 3.1. Identitas Pasien Nama

: Tn. DD

Jenis kelamin

: Laki -Laki

Umur

: 21 tahun

Pendidikan

: D3

Pekerjaan

: Pekerja Lapangan (tambang)

Alamat

: Jl. Panca usaha lrg. Halim No. 2186 RT.49 RW.13 kelurahan 5 ulu Palembang

Tanggal kunjungan / jam : 23 Januari 2017 / 11.00 WIB 3.2. Anamnesis Diperoleh secara alloanamnesis pada tanggal 23 Januari 2017 3.2.1

Keluhan utama : Keluar cairan lendir melalui kemaluan sejak 1 hari yang lalu.

3.2.2

Keluhan tambahan : Sering Buang Air Kecil dan bercampur darah

3.2.3

Riwayat Perjalanan Penyakit : Sejak kurang lebih 1 hari yang lalu, penderita mengeluh keluar cairan bening seperti lendir dari kemaluannya. Cairan bening tidak berwarna, tidak berbau. Penderita tidak bisa memprediksi kapan keluarnya cairan karena keluarnya cairan tersebut tidak menimbulkan rasa sakit, namun saat melihat celana dalam tampak sedikit basah di daerah kemaluan. Sejak keluarnya cairan dari kemaluan, penderita mengeluh sering buang air kecil, merasa sedikit panas pada kemaluan dan nyeri saat buang air kecil dan Nyeri saat ereksi. Penderita juga 15

manyangkal rasa gatal, perih, muncul benjolan-benjolan di kemaluan atau sekitarnya. Penderita menyangkal pernah melakukan hubungan suami istri dengan wanita maupun pria. 3.2.4

Riwayat penyakit dahulu : Penderita pernah mengalami keluhan yang sama kurang lebih 1 tahun yang lalu, dan

berobat ke dokter spesialis kulit dan

diberikan obat antibiotik

Doksisiklin yang di minum 2x1 dan

analgetik yang di minum 3x1. Os mengaku keluhannya berkurang dan dinyatakan dokter sembuh. 3.2.5

Riwayat penyakit dalam keluarga : Keluhan serupa tidak dialami oleh anggota keluarga yang lainnya

3.3. Pemeriksaan Fisik 3.3.1

Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 83x/menit

Pernapasan

: 21x/menit

Suhu

: 36,7 Celcius

BB

: 68 kg

TB

: 170 cm

Keadaan Spesifik Kepala

: Dalam Batas Normal

Leher

: Dalam Batas Normal

Thorax

: Dalam Batas Normal

Ekstremitas Atas

: Pembesaran KGB (-)

Ekstremitas Bawah

: Pembesaran KGB (-)

16

3.3.2. Status Dermatologikus Regio Gland Penis

OUE Hiperemis Serkret seropurulen minimal

Gambar 3.3.2 Regio gland penis Regio Gland Penis, Orifisuim Uretra Eksterna tampak hiperemis dengan edema minimal, terdapat sekret Seropurulen minimal, berwarna bening kental dan tidak mengeluarkan bau busuk. Tidak terdapat efloresensi Primer atau sekunder pada permukaan kulit penis Regio Pubic (genital)

17

3.4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : - Perwarnan Gram Gonorre dan jamur (hasil belum bisa diketahui, menurut pihak lab 2-3 hari hasil baru bisa di ketahui) 3.5.

Diagnosis Banding 1. Uretritis Non Gonore 2. Uretritis Gonore 3. Herpes Simpleks Genital

3.6.

Diagnosis Kerja Uretritis Non Gonore

3.7.

Penatalaksanaan a. Umum  Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada keberhasilan pengobatan dan pencegahan karena IMS dapat menular kembali dan dapat terjadi komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas. Tidak ada cara pencegahan terbaik kecuali 

menghindari kontak seksual dengan pasangan yang beresiko.9 Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada



pasangan tetapnya (notofikasi pasangan) Anjurkan abstinensia sampai infeksi sembuh secara laboratoris,

 

bila tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom. Kunjungan ulang hari ke 8. Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat

terjadi, pentingnya keteraturan berobat. b. Khusus  Obat sistemik 21   3.8.

Doksisiklin oral 100 mg, 2x/hari selama 7 hari Asam mefenamat oral 500 mg, 3x/hari

Prognosis a. quo ad vitam: bonam 18

b. quo ad functionam: dunia ad bonam c. quo ad sanationam: dubia ad bonam d. quo ad cosmetica: bonam

19

BAB IV ANALISA KASUS Sejak kurang lebih 1 hari yang lalu, penderita mengeluh keluar cairan bening seperti lendir dari kemaluannya. Cairan bening tidak berwarna, tidak berbau. Penderita tidak bisa memprediksi kapan keluarnya cairan karena keluarnya cairan tersebut tidak menimbulkan rasa sakit, namun saat melihat celana dalam tampak sedikit basah di daerah kemaluan. Sejak keluarnya cairan dari kemaluan, penderita mengeluh sering buang air kecil dan bercampur darah, merasa sedikit panas pada kemaluan dan nyeri saat buang air kecil dan juga nyeri saat ereksi. Penderita juga manyangkal rasa gatal, perih,

muncul

benjolan-benjolan

di

kemaluan

atau

sekitarnya.Penderita

menyangkal pernah melakukan hubungan suami istri dengan wanita maupun pria. Penderita pernah mengalami keluhan yang sama kurang lebih 1 tahun yang lalu, dan

berobat ke dokter spesialis kulit dan diberikan obat antibiotik

Doksisiklin yang di minum 2x1 dan analgetik yang di minum 3x1. Os mengaku keluhannya berkurang dan dinyatakan dokter sembuh. Berdasarkan anamnesis, keluhan keluarnya duh tubuh melalui orifisium uretra eksterna merupakan salah satu gejala terjadinya Uretritis, namun uretritis bisa disebabkan oleh non-gonorrea ataupun gonorrea. Berdasarkan teori, duh tubuh yang disebabkan oleh non-gonorrea berupa sekret seropurulen, gonorrea berupa mukopurulen dan berbau. pada penderita ditemukan sekret seropurulen dan tidak berbau dan juga keluhan ini berulang atau kambuh lagi. Os juga menyangkal riwayat berhubungan suami istri dengan wanita amaupun pria , sesuai dengan teori, bila dilihat dari timbulnya gejala perjalan penyakit dengan sekret seropurulen dan cenderung kembali lagi , maka uretritis gonorreae dan herpes simpleks dapat disingkirkan. Untuk gejala nyeri saat BAK, rasa panas disekitar orifisium uretra eksterna tidak bisa menyingkirkan different diagnose karena memiliki keluhan yang sama. Namun penderita menyangkal adanya benjolan-benjolan di kemaluan yang bisa menyingkirkan herpes simpleks genital.

20

Berdasarkan Pemeriksaan fisik didapatkan Orifium Uretra Eksterna hiperemis dan edema minimal, sesuai dengan teori bahwa pada uretritis nongonorrea ditemukan Orifisium Uretra eksterna yang hiperemis dan edema.1,2 Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium hasil belum diketahui Tabel 4.1 Diagnosa Banding Kasus

Anamnesis

Uretritis non-

Uretritis

Herpes

Gonorreae

Gonorreae

Simplek

Mengeluh

Mengeluh keluar

Mengeluh

Genital Mengeluh

keluar cairan

duh tubuh dari

Keluar duh

keluar duh

lendir keluar

OUE berupa

tubuh dari

tubuh melalui

melalui

seropurulen, nyeri

OUE, gatal,

OUE, nyeri

kemaluan,

saat BAK yag

rasa terbakar

saat BAK,

cairan bening

ringan, rasa tidak

(nyeri) saat

gatal, rasa

tidak berwarna

enak di lubang

BAK, Sering

terbakar,

dan tidak

uretra, sering

BAK, Demam,

gejala

berbau, Sering

BAK, timbulnya

nyeri saat

sistemik

BAK, merasa

keluhan 1-3

ereksi,

(demam,sakit

panas disekitar

minggu setelah

keluhan 3-5

kepala,

lubang

kontak seksual,

hari setelah

malaise dan

kencing, nyeri

memiliki resiko

kontak seksual

mialgia). FR

saat BAK.

Homoseksual dan

dan memiliki

kontak

Keluhan

memiliki riwayat

FR berupa

seksual

serupa pernah

alergi (karena bisa

pasangan

dialami

disebabkan oleh

seksual > 1,

penderita

alergi terhadap

berhubungan

sebelumnya.

komponen sekret

seksual

genital pasangan

dengan PSK

seksual

dan

Menyinkirkan diagnosis:

mengalami 1

21

Penderita

atau lebih

mengaku

episode PMS

mengaku tidak

dalam 1 tahun

pernah timbul

terakhir

seperti cacar di Pemeriksaan

kemaluan. Pada OUE

Pada beberapa

Pada OUE

Ditemukan

Fisik

tampak

keadaan tidak

tampak

efloresensi

hiperemis,

terdapat duh

hiperemis,

pada kulit

edema

tubuh yang keluar

edema dan

berupa

minimal.

melalui OUE

ektropion.

vesikel

Cairan Sekret

Cairan OUE

berkeompok

berupa

berupa sekret

dengan dasar

mukoid. Tidak

mukopurulen

eritema pada

ditemukan

dan berbau

batang dan

Pembesaran

Bisa disertai

glands penis.

KGB regional

Pembesaran

Disertai

KGB regional

pembesaran

ataupun tidak

KGB

disertai

regional

pembesaran KGB Pasien dapat didiagnosis menderita Uretritis non Gonore berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Menurut Pedoman Nasional Penanganan IMS, kuman Patogen penyebab utama duh tubuh yang berasal dari uretra adalah Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia Trachomatis. Namun untuk menegakkan diagnosa pasti, harus disertai hasil pemeriksaan mikroskopis. Maka edukasi pada pasien berupa Penjelasan mengenai pengobatan dan pencegahan, meminta penderita juga membawa pasangan untuk kontrol, diannjurkan untuk berpuasa dalam berhubungan seksual untuk sementara waktu,

22

kunjungan ulang untuk hari ke 8 dan konseling mengenai penyakit dan komplikasinya. Sesuai dengan Teori penatalaksanaan kasus uretritis gonore harus dilakukan terapi nonmedikamentosa berupa edukasi, yaitu :16  Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada keberhasilan pengobatan dan pencegahan karena gonore dapat menular kembali dan dapat terjadi komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas. Tidak ada cara pencegahan terbaik kecuali menghindari kontak seksual dengan pasangan yang beresiko.  Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada pasangan tetapnya (notofikasi pasangan)  Anjurkan Puasa berhubungan seksual (abstinensia) sampai infeksi sembuh secara laboratoris, bila tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom  Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-8  Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi, pentingnya keteraturan berobat. Untuk penatalaksanaan Medikamentosa diberikan Doksisiklin oral 100 mg, 2x/hari selama 7 hari, golongan tetrasiklin yang berspektrum luas dan merupakan pilihan yang paling efektif infeksi yang disebabkan Chlamydia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis, dan limfogranuloma venereum) dan evidencebase yang kuat untuk efikasi dalam pengobatan uretritis non gonorreae dan sebagai prinsip rekomendasi terapi. Sedangan untuk pemberian Asam mefenamat oral 500 mg, 3x/hari . Terapi ini hanya untuk memberikan efek analgetik ke pasien sehingga dia merasa seit nyaman Prognosis dari Uretritis non- Gonore berdasarkan teori adalah baik dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi sehingga penyakit tidak beranjut dan berulang. Oleh karena berdasarkan teori tersebut, prognosis Uretritis non-Gonore yang diderita pasien ini adalah baik dengan penjabaran prognosis sebagai berikut:5 1

Quo ad vitam : bonam karena penyakit tidak mengancam nyawa.

23

2

Quo ad functionam: dubia ad bonam karena bila tidak diobati maka bisa timbul dispareunia karena uretritis gonorreae bisa menyebabkan nyeri saat

3

ereksi16 Quo ad sanationam: dubia ad bonam untuk kesembuhan, Sebagian besar infeksi gonorreae memberikan respons yang cepat terhadap pengobatan dengan antibiotik. Prognosis baik jika diobati dengan cepat dan lengkap.

4

Namun penyakit ini bisa kembali terulang bila faktor resiko tidak dihindari.5 Quo ad cosmetica: bonam kosmetik tidak terganggu dengan adanya penyakit ini

24

BAB V KESIMPULAN Uretritis merupakan inflamasi yang terjadi pada uretra yang dapat disebabkan oleh proses infeksi atau non infeksi dengan manifestasi discharge disuria, atau gatal pada ujung uretra. Uretritis Non Gonore (UNG) merupakan penyakit infeksi pada uretra yang disebabkan oleh penyebab selain infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae Pada pasien ini bernama Tn. DD, 21 tahun, memiliki gejala dan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan uretritis non gonore, sehingga diagnosisnya adalah uretritis non gonore. Edukasi yang diberikan mengenai penyakit berupa penjelasan penyebab, cara pengobatan, pencegahan berupa tidak melakukan hubungan seksual sebelum dinyatakan sembuh, tidak melakukan kontak seksual terhadap pasangan beresiko dan kontrol setelah 8 hari untuk melihat hasil terapi dan perkembangan penyakit. Terapi medikamentosa yang diberikan yaitu doksisiklin oral 100 mg dosis tunggal, 2x sehari selama 7 hari dan pemberian Asam mefeenamat oral 500 mg 3x/ hari. Beberapa komplikasi dapat terjadi apabila penyakit ini tidak ditangani dengan baik dan Prognosis penyakit ini baik apabila ditangani secara tepat, patuh dalam pengobatan dan menghindari hubungan seksual yang beresiko.

25

DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda, Adhi. 2010. IlmuPenyakitKulitdanKelamin, edisiKeenam. Jakarta: BadanPenerbitFakultasKedokteranUniversitas Indonesia. 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Uretritis Non Gonore. Dalam: Makatutu A, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Jilid II. Ujung Pandang: Perdoski p. 147-61 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi. Dalam: Darmansjah I, Setiawati A, Bustami Z, eds. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Sagung Seto; 2000 p. 217-9, p. 222-6 4. Barakbah, J. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 5. Daili, S.F., 2009. Gonore. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 65-76. 6. Edwards, J., M Apicela. 2004. The Molecullar Mechanism of Neissheria Gonorrheae

to

Initiates

Infection.

Journal

of

Clinical

Microbiology.Vol.17(4):965- 975. 7. Ernawati. 2009. Ureteritis Gonore. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 8. Daili SF. Tinjauan Penyakit Menular Seksual. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI; 2010 p.363-5 9. Terris,

Martha

K.

2013.

Urethritis.

http://emedicine.medscape.com/article/438091-overview 23th 2017 17:19PM.

26

Available Accessed

at: januari

27

Related Documents

Uretritis Non Spesifik
February 2021 0
Uretritis
February 2021 1
Uretritis
February 2021 0
Uretritis
February 2021 1

More Documents from "H Manuel Padilla Caamal"