Cdh (congenital Dislocation Of Hip)

  • Uploaded by: Naning Nurmala Sari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cdh (congenital Dislocation Of Hip) as PDF for free.

More details

  • Words: 4,069
  • Pages: 20
Loading documents preview...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Definisi Congenital Dislocation of the Hip (CDH) atau dislokasi panggul kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada saat kelahiran. CDH terjadi ketika anak lahir dengan pinggul yang tidak stabil karena pembentukan abnormal dari sendi panggul selama tahap-tahap awal dari perkembangan janin. Ketidakstabilan ini memburuk sebagai anak tumbuh. Kondisi ini bervariasi dari pergeseran minimal ke lateral sampai dislokasi komplit dari caput femoris keluar acetabulum. Ada tiga pola yang terlihat: a. subluxation, caput femoris berada di acetabulum dan dapat mengalami dislokasi parsial saat pemeriksaan b. Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal ), keterlambatan dalam perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap dalam asetabulum c. dislocated, pinggul berada dalam posisi dislokasi (paling parah) dan kaput femur tidak bersentuhan dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat perubahan adaptif yang terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan.

2.2.

Etiologi Kebanyakan bayi yang lahir dengan congenital dislocatoin of hip memiliki orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Seorang

wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar kelak melahirkan bayi yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang memiliki kelainan bawaan. 60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya. 1. Teratogenik Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen. 2. Gizi Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari. 3. Faktor fisik pada rahim Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paruparu dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus). 4. Faktor genetik dan kromosom Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua. Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan. 5. Faktor hormonal Yaitu tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaksin pada ibu dalam beberapa minggu terakhir kehamilan, dapat memperburuk kelonggaran ligamentum pada bayi. Hal ini dapat menerangkan langkanya ketidakstabilan pada bayi prematur, yang lahir sebelum hormon- hormon mencapai puncaknya. Ditambahkan adalah pengamatan bahwa selama periode neonatal, bayi relatif membawa estrogen dari ibunya. Hal ini menenangkan ligamen di dalam tubuh.

Beberapa bayi sangat sensitif terhadap estrogen, sehingga menyebabkan ligament panggul menjadi terlalu lemah, dan panggul tidak stabil. 2,3 6. Malposisi intrauterine Terutama posisi bokong dengan kaki yang berekstensi, dapat mempermudah terjadinya dislokasi, ini berhubungan dengan lebih tingginya insidensi pada bayi yang merupakan anak sulung, dimana versi spontan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadi. Dislokasi unilateral biasanya mempengaruhi pinggul kiri, ini sesuai dengan presentasi verteks biasa (occiput anterior kiri) dimana pinggul kiri agak beradduksi. 7. Faktor pascakelahiran Dapat membantu menetapnya ketidakstabilan neonatal dan gangguan perkembangan acetabulum. Dislokasi sering kali ditemukan pada orang Lapps dan orang Indian Amerika Utara yang membedong bayinya dan menggendongnya dengan kaki merapat, pinggul dan lutut sepenuhnya berekstensi, dan jarang pada orang Cina Selatan dan Negro Afrika yang membawa bayi pada punggungnya dengan kedua kaki berabduksi lebar- lebar. Ada juga bukti dari percobaan bahwa ekstensi lutut dan pinggul secara serentak mengakibatkan dislokasi panggul selama perkembangan awal. 2.3.

Patofisiologi Saat kelahiran panggul, meskipun tak stabil mungkin bentuknya normal, tetapi capsul sering merentang dan berlebih – lebihan. Selama masa bayi beberapa perubahan timbul, beberapa di antaranya mungkin menunjukkan displasia primer pada acetabulum dan /atau femur proksimal, tetapi kebanyakan di antaranya muncul karena adaptasi terhadap ketidakstabilan menetap dan pembebanan sendi secara abnormal. Caput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior tetapi dengan ekstensi pinggul, caput itu pertama-tama terletak posterolateral dan kemudian superolateral pada acetabulum. Soket tulang rawan terletak dangkal dan anteversi. Caput femoris yang bertulang rawan ukurannya normal tetapi inti tulangnya terlambat muncul dan osifikasinya tertunda selama masa bayi. Caput teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan hipertrofi. Di bagian superior, labrum asetabulum dan tepi kapsulnya dapat didorong ke dalam soket oleh caput femoris yang berdislokasi; libus fibrokartilaginosa ini dapat menghalangi usaha reduksi tertutup terhadap caput femoris. Setelah mulai menyangga badan perubahan-perubahan ini lebih hebat. Acetabulum dan colum femur tetap anteversi dan tekanan dari caput femoris menyebabkan terbentuknya suatu soket palsu di atas acetabulum dan m. psoas, menimbulkan suatu

penampilan jam pasir (hourglass). Pada saatnya otot di sekelilingnya menyesuaikan diri dengan memendek. 2.4. 1. 2. 3. 4.

Manifestasi Klinis Pergerakan yang terbatas di daerah yang terkena Posisi tungkai yang asimetris Lipatan lemak yang asimetris Setelah bayi berumur 3 bulan : rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang

terkena tampak memendek. 5. Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu. 6. Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi. 7. Nyeri Keadaan ideal yang masih belum tercapai adalah mendiagnosis setiap kasus pada saat kelahiran. Karena alasan ini setiap bayi yang baru lahir harus diperiksa untuk mencari tanda- tanda ketidakstabilan panggul. Bila terdapat riwayat dislokasi kongenital dalam keluarga, disertai presentasi bokong, kita harus sangat berhati – hati dan bayi mungkin terpaksa diperiksa lebih dari sekali. Pada nenonatus terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan. Gambaran klinis dislokasi panggul kongenital adalah asimetri pada lipatan-lipatan kulit paha. Pemeriksaaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul kongenital pada bayi baru lahir adalah: 1. Uji Ortolani Dalam uji Ortolani, bagian medial paha bayi dipegang dengan ibu jari dan jarijari diletakkan pada trokanter mayor; pinggul difleksikan sampai 90º dan diabduksi perlahan-lahan. Biasanya abduksi berjalan lancar sampai hampir 90º. Pada dislokasi kongenital biasanya gerakan terhalang, tetapi kalau tekanan diberikan pada trokanter mayor akan terdapat suatu bunyi halus sementara dislokasi tereduksi, dan kemudian panggul berabduksi sepenuhnya (sentakan ke dalam). Kalau abduksi berhenti di tengah jalan dan tidak ada sentakan ke dalam, mungkin ada suatu dislokasi yang tak dapat direduksi.

2. Uji Barlow Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama, tetapi di sini ibu jari pemeriksa di tempatkan pada lipatan paha dan dengan memegang paha bagian atas, diusahakan mengungkit caput femoris ke dalam dan keluar acetabulum selama abduksi dan adduksi. Kalau caput femoris normalnya berada pada posisi reduksi, tetapi dapat keluar dari sendi dan kembali masuk lagi, panggul itu digolongkan sebagai dapat mengalami dislokasi (yaitu tak stabil).

3. Tanda Galeazzi Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam keadaan fleksi 90° serta kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa memegang bagian belakang tungkai bawah dengan ibu jari di depan. Dalam keadaan normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul kongenital maka tungkai yang mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih rendah dan disebut sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif.

Setiap panggul yang memiliki tanda – tanda ketidakstabilan walaupun sedikit diperiksa dengan ultrasonografi. Cara ini memperlihatkan bentuk acetabulum dan posisi caput femoris. Kalau terdapat kelainan, bayi itu dibebat dengan panggul yang berfleksi dan berabduksi dan diperiksa kembali 6 minggu kemudian. Pada saat itu mungkin perlu dinilai apakah panggul berhasil direduksi dan stabil, tereduksi tetapi tak stabil, mengalami subluksasi atau dislokasi. Di tangan ahli yang berpengalaman, skrining pada neonatus sangat efektif untuk menurunkan insidensi dislokasi yang muncul belakangan. 2.5.

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan biasanya agak sulit dilakukan karena pusat osifikasi sendi baru tampak pada bayi umur 3 bulan atau lebih sehingga pemeriksaan ini hanya bermanfaat pada umur 6 bulan atau lebih. 1. Rontgen Pelvis Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler, garis horizontal Hilgenreiner, garis vertikal Perkin serta garis arkuata dari Shenton. 2. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG pada bayi dilakukan untuk menggantikan pencitraan panggul dengan foto rontgen. Pada bayi baru lahir, acetabulum dan caput femoris dihubungkan oleh tulang rawan, sehingga pada foto polos biasa tidak terlihat. Dengan pemeriksaan USG, meskipun penderita berusia di bawah 3 bulan, hubungan antara caput femoris dan acetabulum dapat diamati. Persiapan pemeriksaan pada USG: a. Persiapan pasien a) Umur yang sesuai untuk melakukan pemeriksaan USG pada bayi adalah di atas 6 minggu.

b) Bayi diposisikan secara supine (kaki bayi menghadap ke arah pemeriksa). c) Bayi boleh diposisikan secara dekubitus dengan meletakkan bantal di punggungnya. d) Jika bayi memakai popok, popok dibuka supaya dapat di skaning secara coronal pada panggul. e) Bayi diiringi oleh tua. b. Teknik Skanning a) Panggul bayi diskaning secara coronal dan transversal untuk mengevaluasi panggul dalam posisi neutral, abduksi / adduksi dan fleksi. USG secara luas telah menggantikan radiografi untuk pencitraan panggul neonatus. Pada saat kelahiran, acetabulum dan caput femoris merupakan tulang rawan sehingga tak kelihatan pada foto rontgen biasa. USG nyata memberikan gambaran yang tepat mengenai tata hubungan antara satu dengan yang lainnya. 2.6.

Penatalaksanaan a. 3-6 bulan pertama Kebijakan yang paling sederhana adalah menganggap semua bayi dengan latar belakang yang berisiko tinggi (riwayat keluarga atau kelahiran sungsang dengan ekstensi), atau dengan uji Ortholani atau uji Barlow positif, harus dicurigai dan merawatnya dengan popok dobel atau suatu bantal abduksi selama 6 minggu pertama. Pada stadium itu mereka diuji lagi, bayi yang panggulnya stabil dibiarkan bebas tetapi tetap dalam pengawasan sekurang – kurangnya selama 6 bulan hingga panggul itu stabil dan rontgen memperlihatkan bahwa atap acetabulum berkembang dengan memuaskan (biasanya 3-6 bulan). Tetapi karena 80 – 90% panggul yang tak stabil pada saat kelahiran akan stabil secara spontan dalam 2-3 minggu, tampaknya akan lebih bijaksana bila tidak memulai pembebatan dengan segera kecuali kalau panggul itu sudah mengalami dislokasi. Hal ini mengurangi sedikit risiko (tetapi bermakna) akan terjadinya nekrosis epifisis yang menyertai setiap bentuk pembebatan pembatas pada neonatus. Karena itu kalau panggul dapat mengalami dislokasi tetapi biasanya tidak terjadi dislokasi, bayi itu tidak diberi terapi tetapi diuji lagi setiap minggu, jika setelah 3 minggu pinggul masih tak stabil, pembebatan abduksi diterapkan. Kalau panggul sudah mengalami dislokasi pada pengujian pertama, dengan hati – hati panggul di tempatkan pada posisi reduksi dan pembebatan abduksi dilakukan dari permulaan. Reduksi dipertahankan hingga panggul stabil, ini dapat berlangsung hanya beberapa

minggu, tetapi tindakan yang paling aman adalah mempertahankan pembebatan hingga rontgen memperlihatkan suatu atap acetabulum yang baik. Bila ada fasilitas untuk USG, dapat diterapkan protokol yang lebih baik. Semua bayi baru lahir yang memiliki latar belakang berisiko tinggi atau diduga memiliki ketidakstabilan pinggul diperiksa dengan USG. Kalau USG memperlihatkan bahwa panggul dalam reduksi dan mempunyai struktur tulang rawan yang normal, tidak diperlukan terapi tetapi anak itu tetap dalam pengawasan selama 3- 6 bulan. Kalau secara anatomis kurang sempurna, panggul dibebat dalam keadaan abduksi dan setelah 6 minggu USG dilakukan lagi. Sekarang pada beberapa kasus, panggul akan tampak normal dan tidak membutuhkan terapi lanjutan, kecuali pemeriksaan rutin selama 3-6 bulan. Sebagian di antaranya akan memperlihatkan kelainan yang menetap dan untuk kasus ini pembebatan dalam keadaan abduksi dilanjutkan sampai USG berikutnya dalam 3 bulan atau rontgen dalam 6 bulan memperlihatkan terbentuknya atap acetabulum yang baik. Pembebatan. Tujuan pembebatan adalah mempertahankan panggul agak berfleksi dan berabduksi; posisi ekstrim dihindari dan sendi – sendi harus dimungkinkan untuk melakukan sedikit gerakan dalam bebat. Untuk bayi yang baru lahir, popok dobel atau bantal abduksi yang empuk cukup memadai. Bebat Von Rosen adalah suatu bebat lunak yang berbentuk – H yang bermanfaat karena mudah digunakan. Pengikat pelvic (Pelvic Harness) lebih sulit dipakaikan tetapi lebih banyak memberi kebebasan kepada anak sementara posisi masih dipertahankan. Cara yang tidak terlalu rumit dan yang paling tidak disenangi ibu yaitu penggunaan plaster lutut dengan batang melintang yang mempertahankan pinggul dalam 90º fleksi dan sekitar 45º abduksi, atau 10º lebih besar dari sudut dimana sentakan ke dalamnya dapat diraba.. Tiga aturan pembebatan yang terbaik adalah : 1. Pinggul harus direduksi sebagaimana mestinya sebelum dibebat 2. Posisi ekstrim harus dihindari 3. Pinggul harus dapat digerakkan. Tindak lanjut Tindakan apapun yang telah diambil, tindak lanjut tetap diteruskan hingga anak dapat berjalan. Kadang – kadang sekalipun dengan terapi yang paling hati-hati, panggul dapat memperlihatkan tingkat displasia acetabulum tertentu di kemudian hari. b. Dislokasi yang menetap 6 – 18 bulan

Kalau setelah terapi dini, panggul belum seluruhnya direduksi atau kalau anak itu di belakang hari menunjukkan adanya dislokasi yang tersembunyi, panggul itu harus direduksi terutama dengan metode tertutup tetapi kalau perlu dengan operasi dan tetap direduksi hingga perkembangan acetabulum memuaskan. Reduksi tertutup Cara ini ideal tetapi memiliki risiko rusaknya pasokan darah pada caput femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk memperkecil risiko ini dilakukan reduksi berangsur- angsur, traksi dilakukan pada kedua kaki secara vertikal dan secara berangsur- angsur abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu, kedua kaki terentang lebar- lebar. Manuver ini dapat mencapai reduksi konsentrik stabil dan dicek dengan rontgen pelvis. Pembebatan panggul yang direduksi secara konsentrik ditahan dalam suatu spika gips dalam keadaan 60º fleksi, 40º abduksi dan 20º rotasi internal. Setela 6 minggu spika digantikan dengan bebat yang mencegah adduksi tetapi memungkinkan gerakan suatu pengikat Pavlik atau gips lutut dengan batang melintang. Bebat ini dipertahankan selama 3-6 bulan lagi dan diperiksa dengan rontgen untuk memastikan caput femoris tereduksi secara konsentrik dan atap acetabulum berkembang dengan normal. Operasi Kalau setiap tahap reduksi konsentrik belum dicapai, diperlukan operasi terbuka. c. Dislokasi menetap 18 bulan ke atas. Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup kemungkinan kurang berhasil; banyak ahli bedah langsung melakukan atrografi dan reduksi terbuka. Traksi dilakukan jika reduksi tertutup tidak berhasil. traksi membantu melonggarkan jaringan dan menurunkan caput femoris berhadapan dengan acetabulum. Operasi kapsul sendi dibuka di bagian anteriornya, setiap limbus yang ke dalam dibuang dan caput femoris ditempatkan pada acetabulum. Biasanya diperlukan osteotomi derotasi. Pembebatan dilakukan setelah operasi, panggul ditahan dalam spika gips selama 3 bulan dan kemudian dengan bebat memungkinkan beberapa gerakan pinggul selama 1- 3 bulan dan diperiksa dengan rontgen untuk memastikan telah tereduksi dan sedang berkembang secara memuaskan. 2.7.

Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin dapat terjadi, termasuk redislocation, kekakuan panggul, infeksi, kehilangan darah dan kemungkinan nekrosis paling berat dari caput femur. Tingkat nekrosis caput femur bervariasi, pada penelitian ini rentang tingkat dari 0% sampai 73%. Banyak penelitian menunjukkan bahwa abduksi ekstrim, khususnya dikombinasikan dengan ekstensi dan rotasi internal, menghasilkan nekrosis avaskular yang lebih tinggi kecuali dikoreksi segera setelah lahir, penekanan abnormal menyebabkan malformasi perkembanga tulang paha dengan gaya berjalan pincang. Jika kasus kelainan panggul congenital terlambat diobati, anak akan memiliki kesulitan berjalan yang dapat mengakibatkan rasa sakit seumur hidup. Selain itu jika kondisi ini tidak diobati posisi pinggul abnormal akan memaksa acetabulum untuk mencari posisi lain untuk menampung caput femur. 2.8.

Prognosis Penanganan penderita dengan dislokasi panggul kongenital termasuk dalam kedaruratan medis, artinya harus segera dilakukan reposisi. Semakin cepat ditangani semakin baik prognosisnya. Tindakan yang lazim dilakukan adalah reposisi, umumnya perlu pembiusan total mengingat sakit yang berat dan otot serta jaringan penunjangnya yang kuat. Akibat yang bisa terjadi bila terlambat ditangani adalah terjadinya nekrosis avaskuler yang mengakibatkan kematian jaringan tulang dan sendi sampai osteoartritis sendi yang terjadi lebih akhir dan ditandai kerusakan jaringan sendi diikuti terbentuknya jaringan tulang baru yang abnormal. Idealnya jika kurang dari 6 jam dislokasi sudah ditangani dapat mencegah komplikasi ini. Selain direposisi juga dilakukan pemasangan traksi agar posisi sendi tidak bergeser lagi, lebih kurang 2 minggu.

2.9. Pathway Teratogenik, gizi, faktor fisik pada rahim, faktor genetik dan kromosom, faktor hormonal,malposisi intrauterine, faktor pasca kelahiran ↓ Caput femoris mengalami dislokasi ↓ inti tulang rawan kaput femoris terlambat muncul dan osifikasinya tertunda ↓ Caput teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan hipertrofi ↓

libus fibrokartilaginosa menghalangi usaha reduksi tertutup terhadap caput femoris ↓ Adanya tekanan dari caput femoris ↓ terbentuknya soket palsu di atas acetabulum dan m. psoas ↓ Adanya penampilan jam pasir (hourglass) ↓ otot di sekeliling menyesuaikan diri dengan memendek ↓ Gangguan bentuk dan pergerakan

Kesulitan dalam menggerakkan

Pengeluaran mediator kimia (histamine)

sendi sekitar





merangsang pusat sensori nyeri ↓

Gangguan Mobilitas Fisik

Informasi tidak adekuat ↓ Kurang pajanan informasi ↓ Kurang Pengetahuan

Nyeri Akut

tidak nyaman akibat ketidaknormalan bentuk ↓ merasa malu, cemas, dan takut tidak diterima ↓ Gangguan Citra tubuh

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CDH 3.1. Pengkajian a. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan. d. Riwayat Penyakit Keluarga Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan adanya penyakit dislokasi keturunan dan kelainan kehamilan yang mungkin dialami ibu saat hamil klien. e. Pemeriksaan Fisik Pada penderita dislokasi pemeriksaan fisik yang diutamakan adalah nyreri, deformitas, fungsiolesa : misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu Fokus pengkajian : 1. Look Terlihat adanya deformitas pada panggul. Bayi yang mengalami dislokasi congenital tidak bisa melakukan abduksi secara sempurna pada sisi dislokasi. Pada anak yang mulai berjalan didapatkan deformitas perubahan gaya berjalan atau berdiri. Kadang didapatkan dislokasi unilateral atau bilateral. Pada dislokasi anterior didapatkan posisi sendi panggul terlihat fleksi, paha abduksi dan mengalami rotasi eksternal. Pada dislokasi posterior terlihat deformitas pada sendi panggul yang

mengalami abduksi rotasi internal, fleksi pada pinggul dan lutut, disertai lutut yang beristirahat diatas sisi paha yang berlawanan. 2. Feel Didapatkan adanya nyeri tekan pada panggul 3. Move Hambatan dalam menggerakkan femur secara abduksi, rotasi, dan hambatan dalam beraktifitas, jalan atau berdiri. 4. Pengkajian muskuloskeletal a) Fungsi motorik kasar 1) Ukuran otot : adanya atrofi atau hipertrofi otot, kesimetrisan massa otot. 2) Tonus otot : spastisitas, kelemahan, rentang gerak

b) c) d)

e)

f) g) h)

terbatas. 3) Kekuatan 4) Gerak abnormal : tremor, distonia, atetosis. Fungsi motorik halus 1) Manipulasi mainan 2) Menggambar Gaya berjalan : ayunan lengan dan kaki, gaya tumit-jari Pengendalian postur 1) Mempertahankan posisi tegak 2) Adanya ataksia 3) Bergoyang-goyang Persendian 1) Rentang gerak 2) Kontraktur 3) Kemerahan, edema, nyeri 4) Tonjolan abnormal Tulang belakang 1) Lengkung tulang belakang : skoliosis, kifosis. 2) Adanya lesung pilonidal Pinggul 1) Abduksi 2) Adduksi Kriteria pengkajian 1) Maneuver ortolani Suatu manuver uji DDH dengan memasukkan caput femur ke acetabulum dengan melakukan abduksi pada kaki bayi(gerakan ke lateral). Positif bila : Ada bunyi “klik” saat prokanter mayor ditekan ke dalam dan terasa caput yang tadi keluar saat tes barlow masuk ke acetabulum.

Sudut abduksi < 600 (suspek DDH). Normalnya sudut abduksi = 650 - 800. 2) Maneuver barlow Suatu manuver yang bertujuan untuk menguji DDH dengan usaha mengeluarkan kaput femur dari acetabulum dengan melakukan adduksi kaki bayidan ibu jari pemeriksa diletakkan di lipatan paha. Positif bila : Saat mengeluarkan kaput femur, teraba kaputnya oleh ibu jari pemeriksa dan ada bunyi “klik”. 3) Tanda galeazzi Fleksikan femur, dekatkan antara yang kiri dan kanan, lihat apakah lututnya sama panjang. Bila tidak sama panjang => +. 4) Uji trendelenburg Anak disuruh berdiri 1 kaki secara bergantian. Saat berdiri pada kaki yang DDH (+), akan terlihat : Otot panggul abduktor (menjauhi garis tubuh). Normalnya, otot panggul akan mempertahankan posisinya tetap lurus. 5. Kaji tanda-tanda iritasi kulit. 6. Kaji respon anak terhadap traksi dan imobilisasi dengan adanya gips spika. 7. Kaji tingkat perkembangan anak. 8. Kaji kemampuan klien untuk mengelola perawatan gips spika di rumah. 3.2. Analisa Data N

Data

Etiologi

Problem

o. 1

DS :

Caput femoris mengalami

Nyeri akut

Klien mengatakan nyeri

dislokasi

pada daerah panggul.



DO :

Adanya tekanan dari caput

-

-

Lemas Perubahan TTV

femoris

(meningkat akibat

otot di sekeliling menyesuaikan

nyeri) Nyeri :

diri dengan memendek



P: saat aktivitas;



bergerak, mobilisasi,

Gangguan bentuk dan pergerakan

berdiri, berjalan Q: seperti ditusuk-



tusuk, kaku, kram R: panggul, femur S: 4-10 T: terus-menerus, 2

hilang timbul Meringis Manuver ortolani: + Manuver barlow: + Tanda galeazzi: + Uji tredelenberg: otot

Pengeluaran mediator kimia (histamine) ↓ merangsang pusat sensori nyeri ↓ Nyeri

panggul abduksi DS :

Caput femoris mengalami

Gangguan

Klien mengatakan

dislokasi

mobilitas

kesulitan saat bergerak



fisik

atau melakukan

Adanya tekanan dari caput

aktivitas.

femoris

DO :



-

Pemasangan gips

otot di sekeliling menyesuaikan diri dengan memendek

-

spika. Keterbatasan melakukan

Gangguan bentuk dan pergerakan

keterampilan motorik



halus. Keterbatasan

Kesulitan dalam

-

melakukan keterampilan motorik -

kasar. Keterbatasan rentang pergerakan sendi.

-

Kesulitan berganti posisi.



menggerakkan sendi sekitar

3

DS : Klien

mngungkapkan

rasa

malu

atas

Gangguan

dislokasi

citra tubuh

↓ Adanya tekanan dari caput

kondisinya.

femoris

DO : Kurang kontak mata Tidak asertif atau pasif

-

Caput femoris mengalami

↓ otot di sekeliling menyesuaikan diri dengan memendek ↓ Gangguan bentuk dan pergerakan ↓ tidak nyaman akibat

4

ketidaknormalan bentuk ↓ DS :

merasa malu, cemas, dan takut

Keluarga

klien

tidak diterima

menyatakan tidak tahu tentang

penyakit

dan

cara penanganannya

Caput femoris mengalami dislokasi ↓

DO :

Adanya tekanan dari caput

-

Keluarga klien tampak

femoris

-

cemas Keluarga klien tampak



bertanya-tanya tentang penyakit

otot di sekeliling menyesuaikan diri dengan memendek ↓ Gangguan bentuk dan pergerakan ↓ Informasi tidak adekuat ↓ Kurang pajanan informasi

Kurang Pengetahu an

3.3. Diangnosa Keperawatan 1. Nyeri Akut berhubungan dengan dislokasi. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan bentuk dan pergerakan 3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidaknormalan bentuk tubuh 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi 3.4. Intervensi No

Dx.

Tujuan dan kriteria

Intervensi

. 1

Nyeri Akut b.d

hasil Setelah dilakukan

NOC :

dislokasi

tidankan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : - Memperlihatkan

NIC : 1. Kaji nyeri secara komprehensif 2. Beri edukasi tentang penyebab nyeri dan

pengendalian nyeri - Nyeri

antisipasi. 3. Ajarkan teknik distraksi

berkurang/hilang - Skala nyeri 0-1 - Ttv : S: 36-37,5 0C N: 60-80 x/menit RR:16-20 x/menit TD:110-120/80-90

dan relaksasi 4. Beri posisi nyaman (semi

mmHg - Klien tampak 2

1. Pain level 2. Pain control 3. Comfort level

fowler). 5. Berikan kompres hangat pada lokasi dislokasi. 6. Observasi keadaan umum (nyeri dan TTV). 7. Kolaborasi dalam

Gangguan

nyaman dan rileks Setelah dilakukan

pemberian analgetik. NOC :

mobilitas fisik

tidankan

b.d gangguan

keperawatan selama

1. Joint movement : active 2. Mobility level 3. Self care : ADL

bentuk dan

3x24 jam diarapakan

pergerakan

klien dapat

NIC :

melakukan mobilisasi 1. Kaji kemampuan dengan teratur. Kriteri hasil : - Klien mengatakan dapat melakukan pergerakan dengan bebas. - Gerakan pasien terkoordinir. - Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.

mobilitas pasien 2. Berikan health education tentang latihan fisi 3. Ajarkan ROM exercise. 4. Ajarkan cara merubah posisi 5. Berikan bantuan perawatan diri: berpindah. 6. Observasi keadaan umum (tingkat mobilitas dan kekuatan otot). 7. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam memberikan terapi yang

3

Gangguan

Setelah dilakukan

citra tubuh

tindakan

b.d

keperawatan selama

ketidaknormal 1x24 jam an bentuk

diharapakan klien

tubuh

dapat menungkapkan

tepat. NOC : 1. Body image 2. Self esteem NIC 1. Kaji konsep diri 2. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan prognosis

tingkat persepsi

penyakit positif tentang situasi 3. Bantu klien hidup saat ini. Kriteri hasil : - Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal. - Mempertahankan kontak mata. - Mengenali kekuatan diri. - Mengungkapkan

mengungkapkan masalahanya. 4. Ajarkan keterampilan untuk bersikap positif melalui bermain peran, model peran, diskusi, dll. 5. Kolaborasi dengan psikiatrik dan layanan keagamaan.

keinginan untuk mendapatkan konseling. - Melatih perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri. 4

Kurang

Setelah dilakukan

NOC :

pengetahuan

tindakan

1. Knowledge

b.d kurang

keperawatan selama

pajanan

1x24 jam

process 2. Knowledge

informasi

diharapakan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit dan penanganannya Kriteria hasil : - Keluarga pasien menyatakan pemahaman tentang penyakit - Keluarga pasien mampu menjelaskan kembali apa yang

:

disease

:

health

behavior NIC : 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang penyakit 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dengan anatomi fisiologi, yang tepat 3. Sediakan

dengan

cara

informasi

tentang

kondisi

kesehatan

pasien,

dengan cara yang tepat 4. Identifikasi kemungkinan penyebab

telah dijelaskan oleh perawat/ tim kesehatan lain 3.5. Evaluasi Hasil yang diharapkan : 1. Pinggul bayi atau anak tetap pada posisi yang diharapkan. 2. Kulit bayi atau anak akan tetap utuh tanpa kemerahan atau kerusakan.

3. Orang tua dapat mendemostrasikan aktivitas perawatan untuk mengakomodasi alat bantu pengoreksi bayi / anak atau gips spika pinggul.

DAFTAR PUSTAKA Sjamsuhidajat, Dejong Wim.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. EGC: Jakarta http://www.vbook.pub.com/doc/95664848/Congenital-Dislocation-of-the-Hip (diakses tanggal 20 Oktober 2015) https://www.vbook.pub.com/doc/248526572/Konsep-Asuhan-Keperawatan-Pada-Pasien-DenganCongenital-Hip-Dislocation (diakses tanggal 22 Oktober 2015) https://fkunand2010.files.wordpress.com/2013/03/ddh.pdf (diakses tanggal 20 Oktober 2015) http://www.healthline.com/health/developmental-dysplasia-of-the-hip#Overview1(diakses tanggal 22 Oktober 2015)

Related Documents


More Documents from "andiunmifyrnastiar"

Konsep Diri
February 2021 1
February 2021 0
Pola Hidup Sehat.ppt
February 2021 0
Ktb Yang Menjadi Berkat
February 2021 1