Dbd Skripsi Unlocked

  • Uploaded by: Yohana Vetrinela
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dbd Skripsi Unlocked as PDF for free.

More details

  • Words: 21,215
  • Pages: 150
Loading documents preview...
SKRIPSI HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT

Oleh : ULIS WAHYU PURNAMA SARI NIM : 201403091

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018

SKRIPSI HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT Diajukan untuk memenuhi Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh : ULIS WAHYU PURNAMA SARI NIM : 201403091

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018

ii

iii

iv

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama

: Ulis Wahyu Purnama Sari

NIM

: 201403091

Judul

: Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar ahli madya/sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka

Madiun, 8 Agustus 2018

Ulis Wahyu Purnama Sari NIM. 201403091

v

LEMBAR PERSEMBAHAN Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung nan Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berfikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita- cita besarku. Tugas akhir ini saya persembahkan untuk: 1. Ayahanda Misranto dan Ibundaku Nurul Hidayati Ulfa tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doá, dorongan, nasehat, dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada di depanku. Dan tak lupa Keluarga SD (Alm.Supeno-Almh.Djamiatun) yang selalu menghibur, memberikan motivasi, dan kasih sayang kepada saya agar tidak mudah putus asa. 2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes dan Ibu Riska Ratnawati, S.KM., yang selama ini telah tulus dan ikhlas meluangkan

waktunya

untuk

menuntun

dan

mengarahkan

saya,

memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. 3. Semua mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 dan teman-teman dekat saya yang bersama-sama bahu membahu saling membantu demi terselesaikan skripsi ini.

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Jenis Kelamin

: Ulis Wahyu Purnama Sari : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir

: Madiun, 5 Februari 1996

Agama

: Islam

Alamat

: Ds. Klagenserut RT. 22 RW. 07 Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun

Email

: [email protected]

Riwayat Pendidikan

:

1. RA Tarbiyatul Islamiyah Klagenserut

2001-2002

2. MIN Klagenserut Kab. Madiun

2002-2008

3. MTsN Bibrik Kab. Madiun

2008-2011

4. MAN 1 Kota Madiun

2011-2014

5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

2014-2018

vii

Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2018 ABSTRAK Ulis Wahyu Purnama Sari HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT 97 halaman + 15 tabel + 5 gambar + 11 lampiran Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonseia. Angka Kejadian DBD Provinsi Jawa Timur dengan jumlah 21.092 kesakitan (Kemenkes RI, 2016). Angka kesakitan di Kabupaten Madiun tahun 2014 yaitu 155 kasus dengan kematian 3 orang, tahun 2015 menglami peningkatan 320 kasus dengan jumlah kematian 5 orang, dan tahun 2016 301 kasus dengan jumlah kematian sama dengan tahun sebelumnya 5 orang. Jenis penelitian ini menggunakan desain case control study. Populasi studi adalah seluruh penderita DBD periode 1 Januari 2017- Juni 2018 di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, jumlah sampel adalah 60 responden dengan 30 kasus dan 30 kontrol. Teknik analisis data menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (p=0,05) dan untuk mengetahui besarnya resiko menggunakan odd ratio. Variabel yang terbukti berhubungan dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut adalah keberadaan barang bekas p=0,002 (OR=6,417; 95%CI=2,084-19,755), pencahayaan p=0,002 (OR=6,571; 95%CI=2,109-20,479), kebiasaan menggantung pakaian p=0,003 (OR=6,538; 95%CI=1,967-21,739), dan kebiasaan pengggunaan obat/ anti nyamuk p=0,02 (OR=4,030; 95%CI=1,37211,839). Variabel yang tidak berhubungan adalah angka bebas jentik p=0,7(OR=6,417; 95%CI=0,240-2,206). Angka bebas jentik bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD, tetapi keberadaan barang bekas, pencahayaan, kebiasaan menggantung pakaian, dan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk yang berhubungan dengan kejadian DBD. Peran serta masyarakat diharapkan dengan peduli lingkungan dan perilaku untuk meminimalisir kejadian DBD. Kata Kunci : Lingkungan, Perilaku, Demam Berdarah Dengue Kepustakaan : 50 (2002-2017)

viii

Public Health Program Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2018 ABSTRACT Ulis Wahyu Purnama Sari THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVIRONMENT AND BEHAVIOR FACTORS WITH DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN PRIMARY HEALTH CENTER OF KLAGENSERUT AREA 97 pages+ 15 tables+ 5 pictures and 11 appendix Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the main public health problems in Indonesia. The incidence of DHF East Java Province with the number of 21.092 morbidity (Ministry of Health RI, 2016). The morbidity rate in Madiun District in 2014 was 155 cases with 3 deaths, 2015 increased 320 cases with 5 deaths, and in 2016 301 cases with the number of deaths equal to the previous year 5 people. Methods: The kind of this research was epidemiology used of case control study. The population of all patients with DHF the period 1 January 2017- June2018 in Primary Health centers of Klagenserut area. The numbers of samples were 30 patients with 30 cases and 30 controls. Data analysis technique used chi square test with level significance (p = 0,05) and to know the risk of using odd ratio. Results: Variables are associated with incidence of DHF in Primary Health centers of Klagenserut area were the existence of used goods p= 0,002 (OR= 6,417; 95%CI= 2,084- 19,755 ), lighting p= 0,002 (OR= 6,571; 95%CI= 2,10920,479), hanging clothes habits p= 0,003 (OR= 6,538; 95%CI= 1,967- 21,739), dan habits of drug use / mosquito repellent p= 0,02 (OR= 4,030; 95%CI= 1,372- 11,839).Variables are not associated with DHF free of larvae p= 0,7(OR= 6,417; 95%CI= 0,240- 2,206). Conclusion: The free number of larvae is not a factor associated with incidence DHF, but the existence of used goods, lighting, hanging clothes habits, and habits of drug use / mosquito repellent. Community participation is expected with concerns environment and behavior to minimize incidence of DHF. Keywords : environment, behavior, DHF Bibliography : 50 (2002-2017)

ix

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Angka Kuman Udara di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana di Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini : 1. Ibu drg. Anies Bektiarsi, selaku Kepala Puskesmas Klagenserut yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian. 2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. 3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Prodi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun serta Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Riska Ratnawati, S.KM.,M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak H. Edy Bachrun, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Dewan Penguji dalam skripsi ini. 6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

x

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan tugas akhir skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan masyarakat pada khususnya. Madiun, 8 Agustus 2018

Penyusun

xi

DAFTAR ISI Halaman Judul......................................................................................................................i Sampul Dalam......................................................................................................................ii Lembar Persetujuan............................................................................................................iii Lembar Pengesahan............................................................................................................iv Halaman Pernyataan...........................................................................................................v Halaman Persembahan.......................................................................................................vi Daftar Riwayat Hidup........................................................................................................vii Abstrak....................................................................................................................................viii Abstract..................................................................................................................................ix Kata Pengantar.....................................................................................................................x Daftar Isi................................................................................................................................xii Daftar Tabel...........................................................................................................................xv Daftar Gambar......................................................................................................................xvi Daftar Lampiran...................................................................................................................xvii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah............................................................................................5 1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................5 1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................5 1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................6 1.5 Keaslian Penelitian...........................................................................................7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue..............................................................................11 2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue....................................................11 2.1.2 Etiologi Demam Berdarah Dengue....................................................11 2.1.3 Vektor Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue.....................12 2.1.4 Ciri- ciri Nyamuk Aedes aegypti........................................................13 2.1.5 Biomonik Vektor......................................................................................13

xii

2.1.6 Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue ......................... 15 2.1.7 Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue ............. 16 2.2 Pencegahan Demam Berdarah Dengue ............................................17 2.2.1 Lingkungan ............................................................................... 18 2.2.2 Biologis ..................................................................................... 18 2.2.3 Kimiawi..................................................................................... 18 2.3 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue ...........................19 2.3.1 Agent ......................................................................................... 20 2.3.2 Vektor ....................................................................................... 20 2.3.3 Host ........................................................................................... 21 2.3.4 Environment .............................................................................. 24 2.4 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ............................................................................................. 25 2.4.1 Agent ......................................................................................... 26 2.4.2 Host (Manusia).......................................................................... 26 2.4.2.1 Kebiasaan Menggantung Pakaian ...................................27 2.4.2.2 Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk ..................28 2.4.3 Environment (Lingkungan) ....................................................... 29 2.4.3.1 Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah .................29 2.4.3.2 Pencahayaan ....................................................................30 2.4.3.4 Angka Bebas Jentik (ABJ) ..............................................32 2.5 Kerangka Teori ................................................................................. 35 BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual........................................................................ 36 3.2 Hipotesa Penelitian ........................................................................... 37 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 38 4.2 Populasi dan Sampel ......................................................................... 39 4.3 Teknik Sampling ............................................................................... 41 4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 42 4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .................... 44

xiii

4.6 Instrumen Penelitian........................................................................................47 4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................................50 4.8 Prosedur Pengumpulan Data.........................................................................51 4.9 Teknik Analisis Data........................................................................................52 4.10 Etika Penelitian...............................................................................................58 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...........................................................59 5.2 Hasil Penelitian.................................................................................................61 5.3 Pembahasan........................................................................................................73 5.4 Keterbatasan Penelitian..................................................................................87 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan.........................................................................................................89 6.2 Saran.....................................................................................................................90 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................92 LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL Tabel 1.1

Keaslian Penelitian....................................................................................7

Tabel 4.1

Definisi Operasional..................................................................................44

Tabel 4.2

Waktu Penelitian.........................................................................................50

Tabel 4.3

Koding Faktor Lingkungan dan Perilaku DBD................................53

Tabel 5.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur....................................62

Tabel 5.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin....................62

Tabel 5.3

Karakteristik

Responden

Berdasarkan

Pendidikan Responden

63

Tabel 5.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden......63

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian DBD...........................64

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah

65

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencahayaan...............................65

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Angka Bebas Jentik..................66

Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Menggantung Pakaian

Tabel 5.10

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk

Tabel 5.11

66 67

Hubungan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah dengan Kejadian DBD

68

Tabel 5.12

Hubungan Pencahayaan rumah dengan Kejadian DBD.................69

Tabel 5.13

Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD.................70

Tabel 5.14

Hubungan

Kebiasaan

Menggantung

Pakaian

dengan

Kejadian DBD71 Tabel 5.15 Hubungan Kebiasaan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk dengan Kejadian DBD

xv

72

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori Penellitian.......................................................................35 Gambar 3.1 Kerangka Konsep........................................................................................36 Gambar 4.1 Skema Rancangan Kerja Penelitian.......................................................38 Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian........................................................................42 Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut.......................................59

xvi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1

Surat Permohonan Responden

Lampiran 2

Informed Consent

Lampiran 3

Lembar Kuesioner

Lampiran 4

Hasil Output Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Lampiran 5 Surat ijin Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut Lampiran 6 Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut Lampiran 7 Hasil Ouput Pengolahan data SPSS Lampiran 8 Hasil Observasi Lampiran 9 Lembar Bimbingan Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian Lampiran 11 Lembar Revisi Skripsi

xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan merupakan fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemis berbagai penyakit menular. Berdasarkan proses kejadiannya, penyakit menular dikategorikan menjadi penyakit menular endemis dan penyakit yang berpotensi menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa). Beberapa penyakit menular endemis yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah diare, TBC, malaria, filariasis dan Demam Berdarah Dengue. Sedangkan penyakit menular yang berpotensi menjadi KLB, misalnya demam berdarah dengue (DBD) (Achmadi, 2012). Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, ditandai dengan demam 2-7 hari dengan suhu 39°C, nyeri kepala, nyeri dipunggung dan ulu hati, selain itu pada anak biasanya ditandai dengan muntah, nyeri pada tulang/ otot, disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit <100.000/mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai normal (Kemenkes, 2011). Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 2,5 miliar atau 40% populasi di dunia berisiko terhadap penyakit demam berdarah

1

dengue terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 390 juta infeksi dengue yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Angka terjadinya kasus dengue mengalami peningkatan secara drastis diseluruh dunia pada tahun 2015 terakhir (WHO, 2015). Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia pada tahun 2015 terdapat 129.650 kasus kesakitan demam berdarah dengan jumlah kematian 1.071 orang, sedangkan jumlah kasus tahun 2016 terdapat 204.171 kasus kesakitan dengan jumlah kematian sebanyak 1.598 orang. Angka kesakitan atau Incidence Rate DBD tahun 2015 50,75 per 100.000 penduduk menjadi 77,96 per 100.000 penduduk. (Profil Kesehatan Indonesia, Kemenkes RI 2016). Pada tahun 2015 di Jawa Timur terdapat kasus DBD sebanyak 21.092 kasus kesakitan dan mengalami peningkatan kasus kesakitan DBD di tahun 2016 sebesar 25.338 kasus. Insiden rate (Incidence Rate) atau angka kesakitan Demam Berdarah Dengue pada tahun 2015 sebesar 54,18 per 100.000 penduduk dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebesar 64,8 per 100.000 penduduk. Angka ini masih di atas target nasional ≤ 49 per 100.000 penduduk. Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2016 sebesar 1,4%, hal tersebut menunjukkan DBD di Jawa Timur masih diatas target < 1%. (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2016). Berdasarkan data kasus Demam Berdarah yang diperoleh dari data profil Kesehatan Kabupaten Madiun pada tahun 2014 yaitu 155 kasus kesakitan demam berdarah dengan jumlah kematian 3 orang, pada tahun 2015 sebanyak 320 kasus meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah kematian 5 orang, dan

2

2

pada tahun 2016 sebesar 301 kasus kesakitan tetapi dengan jumlah kematian sama pada tahun sebelumnya yaitu 5 orang (Profil Kesehatan Kabupaten Madiun 2014 dan 2016). Jumlah kasus DBD dari 26 puskesmas yang dua tahun terakhir mengalami peningkatan dibandingkan wilayah lainnya yaitu wilayah kerja Puskesmas Klagenserut mulai dari tahun 2016 ditemukan sebanyak 6 kasus kesakitan demam berdarah dan tahun 2017 ditemukan sebanyak 10 kasus kesakitan demam berdarah (Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, 2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue yaitu peran perilaku masyarakat dan faktor lingkungan (Cecep, 2011). Salah satu faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu faktor lingkungan dalam rumah yang mendukung terjadinya DBD antara lain pencahayaan, kelembaban, angka bebas jentik, tempat penampungan air, plafon, dan kawat kasa pada ventilasi. Kurangnya pencahayaan atau sinar matahari didalam rumah menyebabkan rumah menjadi teduh dan lembab sehingga keadaan ini menjadi tempat istirahat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti sp. (Lisa, 2016). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang sudah dilakukan di wilayah kerja puskesmas Sentosa Baru Medan menunjukkan pencahayaan di rumah salah satu faktor terhadap kejadian demam berdarah dengue dengan nilai p= 0,001 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan terhadap kejadian demam berdarah dengue (Lisa Anggriani, 2016). Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu perilaku masyarakat dengan kebiasaan masyarakat menggantung pakaian yang sudah lama terjadi dan sebaiknya, pakaian-pakaian yang tergantung di balik lemari atau di

3

3

balik pintu dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung (Yatim, 2007). Seperti hasil penelitian di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan menunjukkan bahwa kebiasaan menggantung pakaian menunjukkan dimana nilai p = 0,001<α = 0,05 sehingga faktor perilaku kebiasaan menggantung pakaian terdapat hubungan dengan kejadian demam berdarah dengue ( Widia, 2009). Berdasarkan uraian diatas, faktor kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Klagenserut dengan meningkatnya jumlah kasus terlihat bahwa kurangnya kesadaran dan peran masyarakat dengan perilaku sehari-hari. Maka dari itu, dengan mengadakan gotong royong bersama untuk memberantas sarang nyamuk di lingkungan sekitar dan memberikan sosialisasi agar termotivasi dengan mengubah perilaku masyarakat yang baik dengan memperhatikan kebiasaan hidup hal tersebut berguna untuk mengurangi kejadian DBD. Apabila masyarakat tidak memiliki perilaku yang sehat, lingkungan yang sehat pun akan sulit untuk terwujud. Sehingga penyakit-penyakit seperti demam berdarah dengue akan mudah menyebar di lingkungan tersebut. Penelitian tentang kejadian DBD belum dilakukan sebelumnya, oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

4

4

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “apakah ada hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut” 1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi keberadaan barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan, angka bebas jentik, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. 1.3.2.2 Untuk menganalisis hubungan keberadaan barang bekas di sekitar rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. 1.3.2.3 Untuk menganalisis hubungan pencahayaan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. 1.3.2.4 Untuk menganalisis hubungan angka bebas jentik dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. 1.3.2.5 Untuk menganalisis hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

5

5

1.3.2.6 Untuk menganalisis hubungan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. 1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan Manfaat yang dapat diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai penerapan ilmu selama duduk di bangku kuliah serta dapat mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan bidang kesehatan lingkungan terutama mengenai faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. 1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M). 1.4.3 Bagi Peneliti Hasil penelitian dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya tentang faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian demam berdarah 1.4.4 Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiiun Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan menambah referensi yang sudah ada.

6

6

1.5 Keaslian Penelitian No

Peneliti

1.

Indra,dkk (2017)

2.

Taufiq Kurniawa n (2013)

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Judul Penelitian Hygiene Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

Tempat Penelitian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Sintang

Desain Penelitian Kuantitatif Observasio nal analitik Cross Sectional

FaktorFaktor yang berhubungan Dengan Kejadian DBD

Di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo

Observasio nal Cross Sectional

Variabel

HasilPenelitian

Variabel bebas : 1. Sarana Air Bersih 2. Sarana pembuangan Sampah 3. SPAL Variabel Terikat : Kejadian Demam Berdarah Dengue.

1. Ada hubungan Sarana Air bersih dengan kejadian DBD. (p-value = 0,03 < 0,05), Odds Ratio (OR)= 4.812 2. Tidak ada hubungan sarana pembuangan sampah dengan kejadian DBD. (pvalue=0.480>0,05), Odds Ratio (OR)= 1.913 3. Tidak ada hubungan Sarana Pembuangan Air Limbah dengan kejadian DBD. (pvalue = 0.297> 0,05), Odds Ratio (OR)= 0,522 Variabel bebas : 1. Ada hubungan antara 1. kebiasaan kebiasaan membersihkan membersihkan tempat tempat penampungan air penampungan air dengan kejadian 2. kebiasaan DBD(p=0,000 <α = 0,05) membersihkan halam 2. Ada hubungan antara rumah kebiasaan membersihkan 3. partisipasi masyarakat halaman rumah dengan dalam melakukan kejadian DBD. (p = 0,034 < α PSN = 0,05) 4. aktivitas sehari-hari di

7

7

dalam maupun luar rumah Variabel Terikat : Kejadian Demam Berdarah Dengue.

3.

Erna sari, dkk. (2017)

Hubungan Di lingkungan Semarang fisik rumah dengan kejadian demam berdarah dengue

Analitik Case Control

4.

Luluk Masruroh, dkk (2016)

Hubungan Di lingkungan Kecamatan dan praktik Ngawi PSN dengan kejadian DBD

Case control

3. Ada hubungan antara partisipasi masyarakat dalam melakukan PSN dengan kejadian DBD(p = 0,001 < α = 0,05) 4. Ada hubungan antara aktivitas sehari-hari di dalam maupun di luar rumah dengan kejadian DBD. (p = 0,002 <α = 0,05) Variabel Bebas : 1. Ada hubungan antara 1. intensitas cahaya intensitas cahaya terhadap 2. keberadaan ventilasi kejadian DBD (p = 3. kelembaban udara 0,001<0,05) Variabel Terikat : 2. Tidak ada hubungan antara Kejadian Demam Berdarah keberadaan ventilasi terhadap Dengue. kejadian DBD (p = 0,33>0,05) 3. Tidak ada hubungan antara kelembaban terhadap kejadian DBD (p = 0,692>0,05) Variabel Bebas : 1. Ada hubungan antara 1. Keberadaan vegetasi keberadaan vegetasi dengan 2. Keberadaan DBD (p=0,002<0,05) breeding place 2. Ada hubungan breeding place 3. Penggunaan dengan DBD (p=0,001<0,05) kelambu 3. Ada hubungan penggunaan 4. Praktik 3M kelambu dengan DBD

8

8

5.

Elvin, dkk ( 2016)

Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD

Kecamatan Wundukolo Kabupaten Kolaka

5. Suhu di dalam (p=0,001<0,05) rumah 4. Ada hubungan praktik 3M 6. Kelembaban rumah dengan DBD (0,001<0,05) 5. Tidak adanya hubungan suhu Variabel Terikat : dalam rumah dengan DBD Kejadian Demam Berdarah (p=1,0>0,05) Dengue. 6. Tidak adanya hubungan kelembaban rumah dengan DBD karena tidak dapat dilakukan uji hubungan dan hasil yang diperoleh homogen antara kasus dan kontrol. Variabel bebas : 1. Ada hubungan kebiasaan 1. Kebiasaan menggantung pakaian dengan menggantung kejadian DBD (p=0,021<0,05) pakaian 2. Ada hubungan kebiasaan tidur 2. Kebiasaan tidur pagi pagi atau sore dengan kejadian atau sore DBD (p=0,001<0,05) 3. Frekuensi 3. Ada hubungan frekuensi pengurasan pengurasan kontainer dengan kontainer kejadian DBD (0,008<0,05) 4. Penggunaan 4. Ada hubungan penggunaan obat/anti nyamuk obat/anti nyamuk dengan 5. Keberadaan kasa kejadian DBD (0,008<0,05) pada ventilasi 5. Tidak ada hubungan Variabel Terikat : keberadaan kasa pada ventilasi Kejadian Demam Berdarah dengan kejadian DBD Dengue. (0,563>0,05)

Cross Sectional

9

9

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Tahun dalam pelaksanaan penelitian yaitu tahun 2018. 2. Variabel bebas yaitu keberadaan barang bekas di sekitar rumah. Tempat dalam penelitian yaitu wilayah kerja puskesmas Klagenserut dan merupakan wilayah endemis Demam Berdarah Dengue.

10

10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus DEN-1,DEN-2,DEN-3 atau DEN-4 yang masuk ke peredaran darah melalui gigitan vektor nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderta DBD lainnya. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok usia. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2015). Demam berdarah dengue ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae,lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock) (Rita Kusriastuti, 2011). 2.1.2 Etiologi DBD Penyakit DBD disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviricae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap

11

serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Virus penyebab DHF atau DSS adalah flavi virus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu serotipe 1,2,3, dan 4 (dengue -1,-2,-3,-4) virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus ini dapat tetap hidup di alam melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua, transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya. Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat itu sedang mengandung virus dengue pada darahnya. Virus yang sampai ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi (berkembangbiak/memecah diri), kemudian akan migrasi yang akhirmya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada d lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk (Najmah, 2016). 2.1.3 Vektor Penular Penyakit DBD Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus terutama bagi Negara Asia, Philippines dan Jepang, sedangkan nyamuk jenis Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris merupakan vektor di negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea. Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes (Stegomya) aegypti dan albopictus (Djunaedi, 2006). 12

2.1.4 Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti Menurut Nadesul (2007) dalam Dermala Sari (2012) nyamuk Aedes aegypti telah lama diketahui sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih. 2. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter. 3. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan. 4. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore hari pukul 16.00-17.00. 5. Nyamuk betina menghisap darah untuk pematangan sel telur, sedangkan nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan. 6. Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan. 7. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga, dan tempat air minum burung. 8. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam drum, dan ban bekas. 2.1.5 Bionomik Vektor Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk menggigit dan kesenangan nyamuk istirahat. 2.1.5.1 Kesenangan tempat perindukan nyamuk Habitat perkembangbiakan Aedes sp ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di dalam, diluar atau di sekitar rumah serta tempat tempat umum. 13

Habitat perkembangbiakan Aedes sp dapat dikelompokkan sebagai berikut ( Rita Kusriastuti, 2011). a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti: drum, bak mandi/WC, tempayan, ember dan tangki. b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minuman burung, vas bunga, perangkap semut, bak control, pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh: ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, plastik dan lain-lain) c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-lain. 2.1.5.2 Kesenangan nyamuk menggigit Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan puncak aktivitasnya antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah ( Rita Kusriastuti, 2011). 2.1.5.3 Kesenangan nyamuk istirahat Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya, biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,

14

sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur tersebut dapat bertahan sampai berbulanbulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila di tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat ( Rita Kusriastuti, 2011). 2.1.6 Penularan Penyakit DBD Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi Infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita yang sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selam hidupnya. Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3-4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya (Rita Kusriastuti, 2011).

15

2.1.7 Tanda dan Gejala Penyakit DBD Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris : 2.1.1.1 Diagnosa Klinis a.

Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).

b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif , Petekie (bintik merah pada kulit), Purpura (pendarahan kecil di dalam kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata), Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah dalam urin). c. Perdarahan pada hidung dan gusi. d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah. e.

Pembesaran hati (hepatomegali).

f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah. g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.

16

2.1.1.2 Diagnosa Laboratoris a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan trombosit hingga 100.000 /mmHg. b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih (Monica, 2012) 2.2

Pencegahan DBD

Hingga kini, belum ada vaksin atau obat anti virus bagi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Tindakan paling efektif untuk menekan epidemi demam berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan vektor nyamuk pembawa virus dengue. Pencegahan yang efektif dan efisien untuk terhadap nyamuk Aedes adalah dengan cara 3M, yaitu menguras, menyikat dan menutup tempat-tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, karena nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang dapat menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan masuknya cahaya. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak kondusif bagi nyamuk tersebut. Pengendalian nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, biologi dan kimiawi. Ketiga aspek ini dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.

17

2.2.1 Lingkungan Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk, antara lain dengan menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu; mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali; menutup dengan rapat tempat penampungan air; mengubur kaleng-kaleng bekas; aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah; dan perbaikan desain rumah (A. Arsunan Arsin, 2013). 2.2.2 Biologis Secara khusus, rumah yang memiliki kolam dan terdapat genangan air yang tetap, disarankan memelihara ikan kepala timah (panchx). Hal ini dimaksudkan agar ikan tersebut dapat memakan jentik nyamuk Aedes yang terdapat dalam genangan air. Secara umum pencegahan dapat pula dilakukan dengan menanam tumbuhan bunga lavender (lavendula agustifolia). Hal ini dimaksudkan untuk mengusir nyamuk, nyamuk tidak menyukai aroma bunga tersebut, karena mengandung zat linalool (A. Arsunan Arsin, 2013). 2.2.3 Kimiawi Pengasapan (fogging) dapat membunuh vektor DBD sedangkan pemberian bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik nyamuk. Selain itu, dapat juga digunakan larvaside. senyawa anti nyamuk yang mengandung DEET, pikaridin, atau minyak lemon eucalyptus. Pada umumnya penyakit DBD meningkat pada musim penghujan, maka beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pencegahan penyakit DBD. Yang paling penting dalam 18

pencegahan demam berdarah ini adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Terdapat pula cara mencegah penyakit DBD dengan metode pengontrolan atau pengendalian vektor, dengan cara sebagai berikut. 1.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang digalakkan pemerintah. Hal lainnya adalah dengan pengelolaan sampah padat dengan baik, dan perbaikan desain rumah.

2.

Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk misalnya ikan adu/ikan cupang pada tempat air kolam.

3.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat hidup dan berkembang biaknya jentik nyamuk misalnya pada penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan sebagainya.

4.

Melakukan pengasapan / fogging. Dan biasanya dilaksanakan dengan petugas kesehatan dari dinas kesehatan atau puskesmas terdekat.

5.

Melakukan 3 M yaitu menguras, mengubur, menutup. Selanjutnya pencegahan demam berdarah yaitu dengan melakukan pengobatan demam berdarah (A. Arsunan Arsin, 2013)

2.3

Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue

Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologi, yaitu adanya agen (agent), host, dan environment (lingkungan). Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami

19

perubahan tersebut. Demikian pula dengan kejadian DBD yang berhubungan dengan lingkungan (Dermala, 2012). 2.3.1 Agent (Virus Dengue) Agent (penyebab penyakit) yaitu semua unsur atau elemen hidup dan mati yang kehadiran atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimulus untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam ini menjadi agent dalam penyebaran DBD virus Dengue. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (A. Arsunan Arsin, 2013). Menurut Soegijanto (2006) Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue tipe satu dan tipe tiga (Rima, 2017). Virus ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD. 2.3.2 Vektor Nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai vektor. Vektor Demam Berdarah Dengue adalah hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah (Ferdiansyah (2016). Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh kota maupun desa, kecuali

20

wilayah yang ketinggian ±1000 meter di atas permukaan laut. Adapun siklus nyamuk Aedes aegypti adalah telur menetas menjadi larva atau jentik biasanya melakukan pergantian kulit sebanyak empat kali dan berpupasi sesudah 7 hari menjadi kepompong (pupa) nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari. Menurut Soegijanto (2006) tempat hinggap yang paling disenangi adalah benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuh- tumbuhan di dekat tempat berkembangbiaknya, biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab (Rima, 2017). 2.3.3 Host Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit DBD dan pejamu pertama yang dikenal virus. Menurut Dermala (2012) Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah : 2.3.3.1 Umur Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi

virus

dengue.

Semua

golongan

umur

dapat

terserang

virus

dengue,meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun. 2.3.3.2 Nutrisi Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.

21

2.3.3.3 Populasi Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut. 2.3.3.4 Mobilitas penduduk Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005). 2.3.3.5 Pendidikan Tingkat pendidikan dengan penyebaran penyakit dan kematian. Kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui cara-cara pencegahan penyakit. 2.3.3.6 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Pemeliharaan kesehatan mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit,

22

melindungi diri dari ancaman penyakit. Seorang ahli kesehatan Becker (Soekidjo Notoatmodjo, 2011) mengklasifikasikan perilaku kesehatan yaitu : 1. Perilaku Hidup Sehat Perilaku hidup sehat adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya. 2. Perilaku Sakit Perilaku sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut. 3. Perilaku Peran Sakit Perilaku peran sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri juga berpengaruh terhadap orang lain. Perilaku ini meliputi

tindakan

untuk

memperoleh

kesembuhan,

mengenal

/

mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang layak.

23

2.3.4 Environment (Lingkungan) Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah yang bukan bagian dari agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Lingkungan yang banyak terdapat tempat pembuangan menjadi medium breeding place bagi nyamuk Aedes aegypti seperti bak mandi / WC, gentong, kaleng-kaleng bekas, botol aqua, ember bekas, dan lain-lain. Kondisi rumah yang lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan saluran air yang tidak lancar mengalir disenangi nyamuk untuk beristirahat (Soegijanto, 2006). 2.3.4.1

Letak Geografis Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai

negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006). Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari, 2002). 24

2.3.4.2

Musim

Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi. 2.3.4.3

Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah 10°C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35°C, nyamuk juga akan mengalami perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis. Rata-rata ideal untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 10°C atau lebih dari 40°C.

2.4

Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

Suatu penyakit timbul akibat dari interaksi berbagai faktor baik dari agent, host, dan environment. Dengan demikian, ketigafaktor tersebut mempengaruhi persebaran kasus DBD dalam suatu wilayah tertentu.

25

2.4.1 Agent Agent (penyebab penyakit) yaitu semua unsur atau elemen hidup dan mati yang kehadiran atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimulus untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam ini menjadi agent dalam penyebaran DBD virus Dengue. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (A. Arsunan Arsin, 2013). Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue tipe satu dan tipe tiga (Soegijanto,2006). Virus ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD. 2.4.2 Host (manusia) Host (penjamu) yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit DBD dan pejamu pertama yang dikenal virus. Virus bersikulasi dalam darah manusia terinfeksi pada kurang lebih saat dimana manusia mengalami demam. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue dan menyebabkan adanya gejala demam berdarah. Faktor yang terkait penularan DBD dari vektor nyamuk pada manusia diantaranya faktor

26

perilaku. Perilaku sehat salah satunya yaitu tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit (Luluk, 2016 ). 2.4.2.1 Kebiasaan menggantung pakaian Menurut Luluk (2016) faktor resiko yang dapat tertular penyakit demam berdarah adalah rumah atau lingkungan dengan baju yang bergantungan. Menurut Suroso dan Umar nyamuk lebih menyukai benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian. Maka dari itu pakaian yang tergantung di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung untuk berkembangbiak, sehingga nyamuk berpotensi untuk bisa mengigit manusia (Yatim 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Luluk Lidya Ayun dkk, 2017) yang meneliti faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan DBD, salah satu faktor perilaku yaitu kebiasaan menggantung pakaian mempunyai nilai p-value 0,002 < 0,05, dengan demikian mempunyai hubungan bermakna antara kebiasaan menggantung pakaian dengan DBD yang bertempat di wilayah kerja Puskesmas Sekaran Kecamatan Gunungpati kota Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat dengan kebiasaan menggantung pakaian dibelakang pintu kamar dan pintu lemari pakaian serta pakaian yang dibiarkan berserakan ditempat tidur. Karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar untuk beristirahat setelah menghisap darah manusia (Luluk dkk, 2017). 27

2.4.2.2 Kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk Penggunaan insektisida ditujukan untuk mengendalikan populasi vektor sehingga diharapkan penularan penyakit dapat ditekan seminimal mungkin. Pengendalian vektor nyamuk penyakit DBD di Indonesia setelah adanya KLB dengan aplikasi lavasida temeos (Abate) yang ditaburkan dalam tempat- tempat penampungan air. Selain dengan penggunaan insektisida oleh program pemerintah, perlindungan individu juga perlu dilakukan oleh masyarakat (Rima, 2017). Nyamuk menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore hari pukul 16.00-17.00 maka dari itu, penggunaan obat/ anti nyamuk sebaiknya dilakukan pada waktu tersebut. Menurut Elvin (2016) penolak serangga merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. Penggunaan obat/ anti nyamuk merupakan salah satu cara untuk menghindari kontak antara host dan vektor DBD. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan penolak kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak tanaman merupakan bahan pokok penolak alami. Penolak serangga kimiawi dapat memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti, Aedes Albopictus, dan spesies Anopheles selama beberapa jam. Produk insektisida rumah tangga seperti obat nyamuk semprot aerosol, obat nyamuk bakar, dan repellent (obat oles anti nyamuk) saat ini banyak digunakan oleh individu sebagai pelindung diri terhadap gigitan nyamuk. Hasil penelitian mengenai penggunaan obat/anti nyamuk dengan kejadian DBD di Kelurahan 19 November Kecamatan Wundulako Kabupaten

28

Kolaka Tahun 2016 menunjukkan bahwa nilai p=0,008<0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga penggunaan obat/anti nyamuk mempunyai hubungan terhadap kejadian DBD di Kelurahan 19 November (Elvin, 2016). Penelitian lain yang dilakukan menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal dengan nilai 0,002<0,05 (Wahyu, 2009). 2.4.3 Environment (Lingkungan) Lingkungan sangat mempengaruhi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, terutama bila di lingkungan tersebut banyak tempat pembuangan yang menjadi medium breeding place bagi nyamuk Aedes aegypti seperti bak mandi / WC, gentong, kaleng-kaleng bekas, botol aqua, ember bekas, dan lainlain. Kondisi rumah yang lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan saluran air yang tidak lancar mengalir disenangi nyamuk untuk beristirahat (Soegijanto, 2006). 2.4.3.1 Keberadaan barang bekas di sekitar rumah Menurut Ferdiansyah (2016) lingkungan yang menjadi habitat nyamuk Aedes aegypti adalah di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah dan tidak terkena sinar matahari langsung. Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembangbiakan nyamuk.semakin banyak barang

29

bekas yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga semakin meningkat pula risiko kejadian DBD (Ferdiansyah,2016). Kondisi lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran dan penularan penyakit DBD. Hasil penelitian Lia Fentia (2017) mengenai faktor lingkungan fisik dengan kejadian DBD menyatakan hasil p-value 0,003 < 0,05 yang artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan fisik dengan kejadian penyakit DBD di Kelurahan Labuh Baru Timur Kota Pekanbaru. Kondisi lingkungan yang buruk dengan keberadaan barang bekas di luar rumah akan menjadi faktor penyebaran DBD (Lia, 2017). 2.4.3.2 Pencahayaan Menurut Soekidjo (2011) rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat hinggap dan beristirahat di tempat-tempat yang gelap. Sebaliknya, terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirmya dapat merusak mata. Menurut Soegijanto (2003) Kurangnya pencahayaan atau sinar matahari didalam rumah menyebabkan rumah menjadi teduh dan lembab sehingga keadaan ini menjadi tempat istirahat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti sp. ( Lisa, 2016 ). Cahaya dapat dibedakan menjadi dua, yakni : 1. Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya

30

baksil TBC. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. 2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya. Pengukuran pencahayaan menggunakan alat Lux meter. Secara teknis, jumlah titik pengukuran pencahayaan tergantung pada luas ruangan. Pencahayaan yang diukur adalah pencahayaan alamiah, berasal dari sinar matahari secara langsung yang masuk melalui ventilasi, jendela, pintu dan lubang angin. Berdasarkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011 menyatakan bahwa persyaratan pencahayan di dalam rumah minimal 60 Lux dengan syarat tidak menyilaukan. (Permenkes, 2011).

Dari penelitian tentang lingkungan fisik rumah dengan kejadian demam berdarah dengue, hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kejadian demam berdarah dengue di Semarang dengan nilai p-value 0,001 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa dimana orang yang tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya dibawah 60 lux beresiko 16,714 kali terkena DBD dibandingkan orang yang tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya di atas 60 lux. Intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktifitas terbang nyamuk karena cahaya yang rendah dan kelembaban tinggi merupakan kondisi yang baik

31

bagi nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti sangat senang beristirahat di tempat-tempat yang agak gelap dalam ruang relatif lembab dengan intensitas cahaya yang rendah (agak gelap) (Erna Sari, 2017). 2.4.3.3 Angka Bebas Jentik Pemeriksaan

Jentik

Berkala

adalah

pemeriksaan

tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik) (Depkes RI,2010:2). PJB adalah kegiatan pemantauan di pemukiman atau tempat- tempat umum/industri di desa/ kelurahan endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes di 100 rumah/ bangunan yang dipilih secara acak dilaksanakan 4 kali setahun (3 bulan sekali). Program ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dan memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat perkembang biakannya.Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik, atau tenaga pemeriksa jentik lainnya. Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk memotivasi masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang berulang-ulang disertai dengan penyuluhan masyarakat tentang penyakit DBD diharapkan masyarakat dapat melaksanakakn PSN DBD secara teratur dan terus menerus.

32

Tata cara pelaksanaan PJB yaitu : 1.

Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah dan tempattempat umum untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA), non-TPA dan tempat penampungan air alamiah di dalam maupun di luar rumah atau bangunan serta memberikan penyuluhan tentang PSN DBD kepada keluarga dan masyarakat.

2.

Jika ditemukan jentik, anggota kelurga atau pengelola tempattempat umum diminta untuk ikut melihat atau menyaksikan kemudian lanjutkan dengan PSN DBD (3M atau 3M plus).

3.

Memberikan penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga dan petugas kebersihan tempat-tempat umum.

4.

Mencatat

hasil

pemeriksaan

jentik

di

Kartu

Jentik

Rumah/bangunan yang ditinggalkan di rumah yang diperiksa serta Formulir Juru Pemantau Jentik (JPJ-1) untuk pelaporan ke puskesmas dan dinas yang terkait lainnya (Depkes RI, 2010:4) 5.

Berdasarkan hasil pemantauan yang tertulis di formulir JPJ-1 maka dapat dicari ABJ dan dicatat di formulir JPJ-2.

6.

Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti adalah : a.

Angka Bebas Jentik (ABJ) ABJ =

b.

House Index (HI) HI = 33

c.

Container Index (CI) CI =

d.

Breteau Index (BI) Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah atau bangunan.

34

2.5

Kerangka Teori Host (Manusia) Umur Nutrisi Populasi Mobilitas Penduduk Pendidikan

Agent

Kebiasaan menggantung pakaian Perilaku

Berdarah Dengue

Kesehatan

Virus Dengue

Kejadian Demam

Kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk Vektor

Nyamuk Aedes aegypti

Environment Letak Geografis

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Musim

Sumber : Segitiga Epidemiologi, Notoatmodjo

Suhu

2011, Wahyu Mahardika 2009

Keberadaan Letak Geografis

barang bekas Pencahayaan ABJ

35

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN 3.1

Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel-variabel. Dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur. Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2012). Variabel Independen

Variabel Dependent

Keberadaan Barang Bekas di sekitar rumah Pencahayaan Kejadian Demam Angka Bebas Jentik (ABJ)

Berdarah Dengue

(DBD) Kebiasaan Menggantung Pakaian Kebiasaan Penggunaan obat/ anti nyamuk Gambar 3.1 Kerangka Konsep 36

Keterangan : : Variabel yang diteliti : Berhubungan 3.2

Hipotesa Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang akan diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya (Sugiyono, 2013). Berikut adalah hipotesis penelitian : Ha = Ada hubungan antara keberadaan barang bekas di sekitar rumah dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Ha = Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Ha = Ada hubungan antara angka bebas jentik dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Ha = Ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Ha = Ada hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

37

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1

Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dilakukan dengan melakukan penyebaran kuesioner dan wawancara kepada responden secara langsung dengan pendekatan case control. Penelitian case control merupakan rancangan penelitian yang membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan ada tidaknya paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat retrospektif yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat Alimul, 2012). Rancangan penelitian case control dapat digambarkan sebagai berikut: Faktor Resiko + Faktor Resiko -

Retrospektif (kasus)

Faktor Resiko +

Efek +

Efek -

Populasi (Sampel)

Retrospektif (kontrol)

Faktor Resiko – Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Case Control

38

Tahap- tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut: a. Identifikasi variabel- variabel penelitian (faktor resiko dan efek) b. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel) c. Identifikasi kasus d. Pemilihan subjek sebagai kontrol e. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat kebelakang) untuk melihat faktor resiko f. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel objek penelitian dengan variabel- variabel control. 4.2

Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita Demam Berdarah Dengue dan bukan DBD yang tercatat dalam catatan medik di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun dengan periode 1 Januari 2017- Juni 2018 (1 tahun terakhir) sebanyak 30 kasus dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari populasi kasus sebanyak 30 responden dan populasi kontrol 30 responden. Jadi, populasi dalam penelitian ini adalah 60 responden.

39

4.2.2 Sampel Sampel adalah bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang dapat diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci (Sujarweni, 2015). Kriteria sampel yang diambil sebagai responden adalah kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti sedangkan kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena sebab (Nursalam, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi yang diambil 30 responden untuk kelompok kasus dan 30 responden kelompok pembanding atau kontrol adalah keluarga yang anggotanya tidak/ belum pernah ada yang menderita kasus DBD dengan perbandingan 1:1. Sehingga jumlah sampel yang memungkinkan pada penelitian ini adalah 60 sampel. Sebenarnya, sampel yang lebih besar akan memberikan hasil yang lebih akurat, tetapi memerlukan lebih banyak waktu, tenaga, biaya, dan fasilitas-fasilitas lain (Notoatmodjo, 2012). Ada beberapa kriteria sampel sebagai berikut : 1.

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi sebagai sampel penelitian ini adalah: 1)

Untuk Kasus a)

Bertempat tinggal dan menetap di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun.

b) Pernah menderita penyakit Demam Berdarah Dengue dan benar- benar terdiagnosa menderita DBD.

40

c) Dapat berkomunikasi dengan baik 2)

Untuk Kontrol a)

Bertempat tinggal dan menetap di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun

b) Orang menderita penyakit dengan gejala yang sama DBD tapi tidak terdiagnosa DBD. c) 2.

Dapat berkomunikasi dengan baik

Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). 1)

Untuk Kasus a)

2)

Pindah tempat tinggal saat dilakukan penelitian.

Untuk kontrol a) Subyek tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian.

4.3

Teknik Sampling

Teknik sampling cara atau teknik-teknik tertentu dalam mengambil sampel penelitian sehingga sampel tersebut sedapat mungkin menwakili populasinya. Teknik sampling sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling. Total sampling yaitu semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Karena jumlah populasi yang kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

41

4.4

Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja atau operasional adalah kegiatan penelitian

yang akan

dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan diteliti untuk mencapai tujuan penelitian (Nursalam, 2013). Adapun kerangka kerja pada penelitian ini sebagai berikut : Populasi Semua Penderita DBD dan Tidak Penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun berjumlah 60 orang. Sampel Penderita DBD dan Tidak Penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun sebanyak 30 orang sebagai kasus dan 30 orang sebagai kontrol dengan perbandingan 1 : 1 Teknik Sampling Total Sampling Uji Validitas, Uji Reabilitas Kuesioner, dan Pengukuran

Pengumpulan Data Wawancara, Observasi, dan Pengukuran

Pengolahan Data Editing, Coding, Entry, Cleaning, Tabulating

Analisis data Chi-square Hasil Penelitian dan Kesimpulan Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian

42

4.5

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2012). Variabel ini dibedakan menjadi dua yaitu variabel independent (variabel bebas) dan variabel dependent (variabel terikat). 4.5.1.1 Variabel Independen / Variabel Bebas Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2013). Variabel Independen dalam penelitian ini adalah lingkungan ( keberadaan barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan, angka bebas jentik) dan perilaku ( kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk ). 4.5.1.2 Variabel Dependen / Variabel Terikat Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas ( Sugiyono, 2013 ). Dalam penelitian ini variabel dependen adalah kejadian Demam Berdarah Dengue. 4.5.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan semua istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara optimal, sehingga mempermudah pembaca, penguji dalam mengartikan makna penelitian (Nursalam, 2008). Adapun definisi operasional penelitian ini akan diuraikan dalam tabel berikut :

43

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel No

Variabel

Definisi Operasional

1

Keberadaan barang bekas di sekitar rumah

Keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di luar rumah (Nur Purwoko, 2012).

2.

Pencahayaan

Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan (Taufiq, 2017)

Parameter

Alat Ukur

Tindakan responden Kuesioner, dengan keberadaan observasi barang bekas di luar rumah seperti kaleng bekas, batok kelapa, ban bekas, drum dan yang dapat menampung air lainnya. (Nur Purwoko, 2012) Pencahayaan yang Lux meter minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan (Permenkes RI No.1077/Menkes/Per /V/2011)

Skala Data Nominal

Nominal

Skor

Kriteria

0= Tidak 1= Ya

0 = Kurang Baik <50% 1 = Baik ≥50% (Sunyoto,Danang, 2013).

0= Tidak 1= Ya

0= Tidak memenuhi syarat (<60 lux) 1 = memenuhi syarat (≥60 lux) (Permenkes RINo. 1077/Menkes/Per/V/201 1)

44

No

Variabel

Definisi Operasional

Bebas Ada tidaknya jentik dalam tempat penampung air di setiap rumah (Rima, 2017)

Parameter

Alat Ukur

Presentase jumlah Observasi rumah yang tidak ditemukan jentik dengan jumlah rumah yang diperiksa (Kemenkes RI, 2011)

Skala Data Nominal

Skor

Kriteria

3.

Angka Jentik

0= ada 0 = Kurang baik <70% jentik 1= Baik 70-95% 1= tidak ada (Depkes, 2013) jentik

4.

Kebiasaan menggantung pakaian

Kebiasaan sehari- hari responden dalam menggantung pakaian di dalam rumah (bukan di almari) (Widia Eka, 2009)

Tindakan responden menggantung pakaian bekas pakai di dalam rumah (bukan di almari) (Widia Eka, 2009)

Kuesioner, observasi

Nominal

0= Tidak 1= Ya

0 = Kurang Baik <50% 1 = Baik ≥50% (Sunyoto,Danang, 2013).

5.

Kebiasaan Penggunaan insektisida penggunaan atau bahan kimia untuk obat/ anti menghindari gigitan nyamuk nyamuk (Nur Purwoko, 2012)

Kegiatan untuk menghindari gigitan nyamuk berupa penggunaan relepant, obat nyamuk bakar, semprot, elektrik, dan kelambu pada pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00.

Kuesioner

Nominal

0= Tidak 1= Ya

0 = Kurang Baik <50% 1 = Baik ≥50% (Sunyoto,Danang, 2013).

45

No

Variabel

Definisi Operasional

Parameter

Alat Ukur

Skala Data

Kuesioner

Nominal

Skor

Kriteria

(Nur Purwoko, 2012)

6.

Kejadian Demam Berdarah Dengue

Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Yeni, 2009)

Dalam satu keluarga pernah mengalami penyakit dan terdignosa Demam Berdarah Positif (Yeni, 2009)

0=Kasus 1=Kontrol

0=Kasus, Warga yang tercatat sebagai penderita DBD di wilayah puskesmas Klagenserut 1= Kontrol, Warga yang tidak pernah tercatat sebagai penderita DBD di wilayah puskesmas Klagenserut

46

4.6

Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik semua fenomena disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan sumber data primer, lembar kuesioner dan lembar observasi dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap responden, lingkungan serta dilakukan pengukuran pencahayaan dalam rumah dengan menggunakan lux meter. 4.6.1 Kuesioner Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban. Kuesioner berisi daftar pertanyaan terkait identitas responden dan variabel dalam penelitian yang diajukan peneliti terhadap responden. Pertanyaan yang digunakan adalah angket tertutup atau berstruktur dimana angket tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab yang sudah ada (responden hanya memberikan tanda (√) pada jawaban yang telah disediakan). 4.6.2 Uji Validitas Pada pengamatan dan pengukuran observasi, harus diperhatikan beberapa hal yang secara prinsip sangat penting yaitu uji validitas, reabilitas dan ketepatan fakta dan kenyataan hidup (data) yang dikumpulkan dari alat dan cara pengumpulan data maupun kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada pengamatan atau pengukuran oleh pengumpul data (Nursalam, 2013). 47

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Untuk mengukur validitas soal menggunakan rumus korelasi product moment pearson. Hasil r hitung dibandingkan r tabel dimana df = n-2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung maka valid (Sujarweni, 2015). Hasil uji validitas kuesioner dengan perbandingan r hitung dan r tabel menunjukkan 15 pertanyaan yang valid dengan mengeluarkan soal yang tidak valid terdiri dari variabel independen (keberadaan barang bekas, kebiasaan menggantung pakaian, dan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk) dari total item 18 pertanyaan dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 20 dimana diperoleh dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson yang hasil r hitung dibandingkan r tabel dimana df (degree of freedom) = n-2, jadi df = 20-2=18, maka r tabel 0,378. Hasil uji validitas diperoleh nilai r hitung antara 0,431 sampai 0,923 (Terlampir pada lampiran). 4.6.3 Uji Reabilitas Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012). Realibilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjaab hal yang berkaitan dengan kontruk kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Uji reabilitas dapat dilihat pada nilai cronbach alpha, jika nilai Alpha > 0,60 maka kontruk pernyataan yang merupakan dimensi variabel adalah reliabel (Sujarweni, 2014).

48

Hasil uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha, dimana nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 maka kontruk pertanyaan adalah reliabel. Hasil uji reliabilitas kuesioner menunjukkan kontruk dari masing-masing variabel dinyatakan reliabel. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel independen (keberadaan barang bekas, kebiasaan menggantung pakaian, dan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk) mempunyai konsistensi internal yang tinggi dibuktikan dengan nilai koefisiensi Cronbach’s Alpha yang lebih besar dari r tabel yaitu 0,774 > 0,60. (Selanjutnya, hasil uji reabilitas menggunakan spss 16, terlampir). 4.6.5 Pengukuran Pengukuran ini digunakan untuk mengukur suatu benda yang tidak dapat dibaca melainkan untuk mengetahui hasilnya harus diukur. Satuan dalam pengukuran ini macam-macam. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui pencahayaan yang di dalam rumah yang dilakukan pada siang hari (09.00-15.00) dengan menggunakan lux meter. Dengan prosedur kerja: 1)

Siapkan alat Lux Meter

2) Tentukan titik pengukuran penerangan umum dengan titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut: 2

a. Luas ruangan <10m : titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 (satu) meter.

49

b.

2

2

Luas ruangan 10m - 100 m : titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.

c.

2

Luas ruangan > 100 m : titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 6 (enam) meter.

3) Hidupkan alat lux meter dengan menekan tombol ON 4) Angka akan menunjukkan 000 (sebelum sensor cahaya dibuka) bukan sensor cahaya 5) Perhatikan angka yang muncul pada layer lux meter 6) Angka yang berhenti paling lama menunjukkan besarnya intensitas cahaya yang diukur 7) Kemudian catat angka yang muncul tersebut 8) Setelah selesai tekan tombol OFF 4.7

Lokasi dan Waktu Penelitian

4.7.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun. 4.7.2 Waktu Penelitian Tabel 4.2 Waktu Penelitian No

Kegiatan

Tanggal Pelaksanaan

1.

Pengajuan Judul dan konsul

2. 3.

Penyusunan dan proposal Ujian Proposal

4. 5. 6.

Revisi Proposal Pengambilan Data Penyusunan dan Bimbingan Skripsi

bimbingan

8 - 24 Februari 2018 10 Maret 2018 - 11 Mei 2018 19 Mei 2018 22 Mei 2018 - 25 Mei 2018 6 Juli 2018 - 10 Juli 2018 20 Juli 2018 - 1 Agustus 2018 50

7. Ujian Skripsi 8. Revisi Skripsi 4.8

8 Agustus 2018 10 Agustus 2018

Prosedur Pengumpulan Data

4.8.1 Cara Pengumpulan Data 1.

Observasi Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Pengumpulan data dengan cara observasi ini dapat digunakan apabila objek penelitian adalah benda atau proses kerja. Observasi di lapangan secara

langsung

mengenai

kebiasaan

menggantung

pakaian,

keberadaan barang bekas di sekitar rumah, angka bebas jentik. 2.

Wawancara Adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari responden, berhadapan atau tatap muka dengan orang tersebut (face to face). Wawancara untuk memperoleh data tentang kejadian Demam Berdarah Dengue, mengenai kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk, keberadaan barang bekas di sekitar rumah.

3.

Pengukuran Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan nilai besaran yang dikur dengan alat ukur yang telah ditetapkan sebagai satuan. Pengukuran ini digunakan untuk mengukur suatu benda yang tidak 51

dapat dibaca melainkan untuk mengetahui hasilnya harus diukur. Satuan dalam pengukuran ini macam-macam. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui pencahayaan yang di dalam rumah dengan menggunakan lux meter. 4.8.2 Jenis Data 1.

Data Primer Data primer diperoleh dari survei ke wilayah kerja Puskesmas Klagenserut dan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi, serta hasil pengukuran pencahayaan di dalam rumah.

2.

Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh melalui instansi kesehatan berupa jumlah penderita DBD, profil kesehatan berupa data kesakitan DBD, dan instansi pemerintah yaitu desa berupa data alamat penderita DBD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

4.9

Teknik Analisa Data Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah dan dianalisa

menggunakan SPSS for windows. Teknik pengolahan data yang dilakukan pada penelitian yaitu meliputi : (Notoatmodjo, 2012) 1.

Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa atau pengecekan kembali data maupun kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat

52

dilakukan pada tahap pengumpulan data, pengisian kuesioner, dan setelah data terkumpul (Notoatmodjo, 2012). 2.

Coding Coding adalah kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori, coding atau mengkode data bertujuan untuk membedakan berdasarkan karakter ( Notoatmodjo, 2012 ). Coding pada penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kode angka pada setiap jawaban untuk mempermudah dalam pengolahan dan analisis data. Data yang masuk dalam pengkodingan adalah kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk, keberadaan barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan, dan ABJ. Tabel 4.3 Koding Variabel Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan kejadian DBD

NO 1.

2.

Variabel Keberadaan barang bekas di sekitar rumah Pencahayaan

3.

Angka bebas jentik

4.

Kebiasaan menggantung pakaian Kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk

5.

Koding Kategori 0 Kurang baik 1 Baik Tidak 0 memenuhi syarat Memenuhi 1 syarat 0 Kurang baik 1 Baik 0 Kurang baik 1 Baik 0 Kurang baik 1 Baik

Kriteria <50% ≥50% <60% ≥60% <70% ≥70% - 95% <50% ≥50% <50% ≥50%

53

3.

Entry Mengisi masing-masing jawaban dari responden dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer (Notoatmodjo, 2012).

4.

Cleaning Mengecek kembali data yang sudah dimasukkan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan- kesalahan, ketidaklengkapan, dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

5.

Tabulating Tabulating adalah mengelompokkan data setelah melalui editing dan coding ke dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya, sesuai dengan tujuan penelitian. Tabel ini terdiri atas kolom dan baris. Kolom pertama yang terletak paling kiri digunakan untuk nomer urut atau kode responden. Kolom yang kedua dan selanjutnya

digunakan

untuk

variabel

yang

terdapat

dalam

dokumentasi. Baris digunakan untuk setiap responden. 4.9.1 Analisa Data 1.

Analisa Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frequensi dan presentase dari setiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis yang telah dianalisis dilakukan dengan distribusi frekuensi dari tiap tiap variabel independen (keberadaan

54

barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan, angka bebas jentik kebiasaan menggantug pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk) dan dependen ( kejadian Demam Berdarah Dengue). 2.

Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadpa dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini dilakukan dengan uji statistik Chi-square dan menggunakan SPSS versi 16 for Windows untuk mengetahui hubungan yang signifikan dari kedua variabel, yaitu variabel Independen (keberadaan barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan, angka bebas jentik kebiasaan menggantug pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk) dan variabel dependen (kejadian Demam Berdarah Dengue) berdasarkan pada tingkat signifikan dengan derajat kepercayaan α = 0,05. Hubungan dikatakan bermakna apabila nilai p<0,05 (Sugiyono, 2011). Syarat Uji Chi Square adalah sebagai berikut : a.

Untuk tabel lebih dari 2 x 2, continuity correction untuk tabel 2 x 2 dengan expected count > 5.

b.

Sedangkan Fisher’s exact digunakan untuk tabel 2 x 2 dengan expected count < 5.

c. Semua pengamatan dilakukan dengan independen.

55

d. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan 1 (satu). Sel- sel dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total sel. Hasil Uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/ tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat menyimpulkan ada/ tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik. Dengan demikian Uji Chi Square dapat digunakan untuk mencari hubungan dan tidak dapat untuk melihat seberapa besar hubungannya atau tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar (Sujarweni, 2015). Untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko Relatif (RR) dan Odds Ratio (OR). Odds Ratio dipakai untuk mencari perbandingan kemungkinan peristiwa terjadi di dalam satu kelompok dengan kemungkinan hal yang sama terjadi di kelompok lain. Rasio odds adalah ukuran besarnya efek dan umumnya digunakan untuk membandingkan hasil dalam uji klinik (Sujarweni, 2015). Interpretasi Odds Ratio, sebagai berikut (Saryono, 2013) : a.

OR (Odds Ratio) < 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor protektif resiko untuk terjadinya efek.

b.

OR (Odds Ratio) > 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor resiko.

c.

OR (Odds Ratio) = 1, artinya faktor yang diteliti bukan merupakan faktor resiko.

56

Berdasarkan hasil penelitian untuk tabel 2 x 2 menyatakan bahwa nilai expected count > 5 dengan jumlah sel 0 (0%), maka nilai pvalue dilihat dari continuity correction. 4.10

Etika Penelitian Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk tahap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang dieliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak dari hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012). 1)

Informed consent (informasi untuk responden) Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan dengan memberikan lembar persetujuan melalui inform consent, kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan. Setelah calon responden memahami penjelasan peneliti terkait penelitian ini, selanjutnya peneliti memberikan lembar Informed consent untuk ditandatangani oleh sampel penelitian.

2)

Anonymity (Tanpa Nama) Anonymity merupakan usaha menjaga kerahasiaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan data responen. Pada aspek ini peneliti tidak mencantumkan nama responden melainkan inisial nama responden dan nomor responden pada kuesioner.

3)

Confidentiality (Kerahasiaan Informasi) Semua informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Pada aspek ini, data yang sudah 57

terkumpul dari responden bersifat rahasia dan penyimpanan dilakukan di file khusus milik pribadi sehingga hanya peneliti dan responden yang mengetahuinya.

58

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut 5.1.1 Kondisi Umum Geografis Wilayah kerja Puskesmas Klagenserut mencakup tujuh desa dari wilayah Kecamatan Jiwan. Luas wilayah Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan adalah 1722,4 Ha yang terbagi dalam 7 desa yaitu: Desa Grobogan, Desa Wayut, Desa Klagenserut, Desa Teguhan, Desa Ngetrep, Desa Bedoho, dan Desa Bibrik. Secara fisik Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Kecamatan Sawahan b. Sebelah Timur : Kota Madiun c. Sebelah Selatan : Kabupaten Magetan d. Sebelah Barat : Desa Jiwan dan Desa Grobogan Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut

Sumber: BPS Kabupaten Madiun 2017

59

59

5.1.2 Kondisi Geografis Menurut data profil desa penduduk wilayah kerja Puskesmas Klagenserut tahun 2016 yaitu sebanyak 24.210 jiwa, yang terdiri dari 11.909 jiwa penduduk laki-laki dan 12.201 jiwa penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut adalah sebanyak 8634 KK dengan jumlah KK terbanyak adalah Desa Wayut sebanyak 1790 KK dan paling sedikit adalah desa Bedoho sebanyak 375 KK. Komposisi penduduk terbesar adalah kelompok umur 45-49 tahun, dimana jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.217 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 1.214 jiwa. Sedangkan komposisi penduduk paling sedikit adalah kelompok umur 0-1 tahun dimana jumlah penduduk laki-laki sebesar 169 jiwa dan penduduk perempuan 165 jiwa.

5.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Klagenserut Sejalan dengan visi pembangunan kesehatan Nasional Puskesmas Klagenserut yang merupakan salah satu unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak

pembangunan

kesehatan

di

Indonesia

mempunyai

visi

yaitu

“Terwujudnya Kecamatan Jiwan lebih sehat dan mandiri tahun 2020” yang juga merupakan bagian terintegrasi dari visi pembangunan kesehatan Kabupaten Madiun. Gambaran masyarakat di Wilayah Puskesmas Klagenserut di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata serta memiliki

60

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Puskesmas Klagenserut menyusun beberapa misi antara lain: 1.

Meningkatkan kesehatan keluarga melalui peningkatan pelayanan kesehatan, pemberdayaan masyarakat sadar gizi

2.

Mendorong kemandirian masyarakat dalam memelihara kesehatan untuk berperilaku hidup bersih, sehat dan produktif serta mewujudkan sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang berkualitas

3.

Meningkatkan pencegahan dan pengendalian penyebarana penyakit serta peningkatan kualitas penyehatan lingkungan

4.

Meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata

5.

Meningkatkan profesionalisme aparatur puskesmas dalam rangka optimalisasi manajemen pelayanan kesehatan

6.

Mengembangkan program inovasi dan produk layanan

5.1.3 MOTTO DAN JANJI LAYANAN Motto dari Puskesmas Klagenserut adalah “Kepuasan Masyarakat adalah Kebanggaan Kami”. Sementara janji layanan dari Puskesmas Klagenserut adalah “Melayani dengan kesungguhan, keikhlasan dan keramahan”.

5.2 Hasil Penelitian 5.2.1 Karakteristik Data Umum Hasil analisis karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 61

5.2.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Karakteristik responden berdasarkan umur responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur No. 1 2 3 4 5

Umur Jumlah (N) 17 - 25 4 26 - 35 9 36 - 45 18 46 - 55 17 56 - 65 12 Total 60 Sumber: Data Primer, 2018.

Prosentase (%) 6,7 % 15,0 % 30,0 % 28,3 % 20,0 % 100,0

Berdasarkan Tabel 5.1 diatas terlihat sebagian besar responden yang diteliti adalah dalam kategori umur dewasa akhir 18 (30,0%) responden. 5.2.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Prosentase (%) Laki-laki 30 50,0 Perempuan 30 50,0 Total 60 100,0 Sumber: Data Primer, 2018. Berdasarkan Tabel 5.2 diatas terlihat bahwa jenis kelamin responden ada dua kategori yaitu laki- laki dan perempuan. Responden yang berkelamin laki-laki sebanyak 30 responden (50%) dan responden berkelamin perempuan 30 responden (50%).

62

5.2.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Responden Karakteristik responden berdasarkan pendidikan responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden Pendidikan

No 1 2 3 4

Pendidikan

Jumlah (N)

Tidak Sekolah / Tidak Tamat SD Dasar Menengah Tinggi Total Sumber: Data Primer, 2018

1

Prosentase (%) 1,7

25 30 4 60

41,7 50,0 6,7 100,0

Berdasarkan Tabel 5.3 diatas terlihat tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah tingkat pendidikan menengah sebanyak 30 responden (50%). 5.2.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan

No 1 2 3 4 5 6 7

Jumlah (N) Buruh 7 Petani 22 Pedagang 7 Pegawai Swasta 6 PNS 2 Tidak Bekerja 5 Lain – Lain 11 Total 60 Sumber: Data Primer, 2018 Pekerjaan

Prosentase (%) 11.7 36.7 11.7 10.0 3.3 8.3 18.3 100.0

63

Berdasarkan Tabel 5.4 diatas terlihat bahwa jenis pekerjaan responden paling banyak yaitu 22 responden (36,7%) sebagai petani. 5.2.2 Analisis Univariat Variabel Penelitian Hasil analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik responden masing-masing variabel, baik variable independen dan variabel dependen. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 5.2.2.1 Hasil Analisis Univariat Kejadian DBD Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan kejadian DBD dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian DBD No. Kejadian DBD Jumlah (N) Prosentase (%) Kasus 30 50,0 Kontrol 30 50,0 Total 60 100,0 Sumber: Data Primer, 2018. Berdasarkan Tabel 5.5 diatas Kejadian DBD dibedakan menjadi 2 kategori, dari 60 responden menunjukkan responden yang pernah mengalami DBD adalah 30 responden (50%) sedangkan responden yang tidak pernah DBD adalah 30 responden (50%). 5.2.2.2 Hasil Analisis Univariat Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan keberadaan barang bekas di sekitar rumah dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

64

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah Frekuensi Keberadaan Jumlah Prosentase Barang Bekas di Sekitar (N) (%) Rumah Kurang Baik 31 51,7 Baik 29 48,3 Total 60 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

No 1 2

Berdasarkan Tabel 5.6 diatas frekuensi keberadaan barang bekas di sekitar rumah sebagian besar kategori responden yang kurang baik sebanyak 31 responden (51,7%). 5.2.2.3 Hasil Analisis Univariat Pencahayaan Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan pencahayaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencahayaan No 1 2

Frekuensi Jumlah (N) Prosentase Pencahayaan (%) TMS 33 55,0 MS 27 45,0 Total 60 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan Tabel 5.6 diatas frekuensi pencahayaan diketahui sebagian besar responden dengan pencahayaan di rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 33 (55,0%).

65

5.2.2.4 Hasil Analisis Univariat Angka Bebas Jentik Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan angka bebas jentik dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Angka Bebas Jentik Kejadian DBD

1 2

Jumlah (N)

Prosentase (%) Ada Jentik 18 30.0 Tidak ada jentik 42 70.0 Total 60 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui dari 60 rumah yang disurvei angka bebas jentik pada tempat-tempat penampungan air sebagian besar tidak terdapat jentik sebanyak 42 (70%). 5.2.2.5 Hasil Analisis Univariat Kebiasaan Menggantung Pakaian Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan kebiasaan menggantung pakaian dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Menggantung Pakaian No 1 2

Frekuensi Kebiasaan Jumlah Prosentase Menggantung Pakaian (N) (%) Kurang Baik 38 63.3 Baik 22 36.7 Total 60 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

66

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui frekuensi kebiasaan menggantung pakaian sebagian besar responden dengan kebiasaan menggantung pakaian kategori kurang baik sebanyak 38 (63,3%). 5.2.2.6 Hasil Analisis Univariat Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk

No 1 2

Frekuensi Jumlah Prosentase Penggunaan (N) (%) Obat/Anti Nyamuk Kurang Baik 32 53.3 Baik 28 46.7 Total 60 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui frekuensi kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk sebagian besar responden dalam kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk kategori kurang baik sebanyak 32 (53,3%). 5.2.3 Analisis Bivariat Variabel Penelitian Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dan besarnya nilai odd ratio faktor risiko, dan digunakan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel teikat dengan uji satatistik yang disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) dengan taraf kepercayaan (CI) 95 % dan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut adalah hasil analisis bivariat :

67

5.2.3.1 Hasil Analisa Hubungan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah dengan Kejadian DBD Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang tentang hubungan keberadaan barang bekas di sekitar rumah dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut: Tabel 5.11 Hubungan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah dengan Kejadian DBD Keberadaan Kejadian DBD OR Barang Bekas P- Value Kasus Kontrol (95% CI) Sekitar Rumah N % N % Kurang Baik 22 73,3 9 30,0 6,417 Baik 8 26,7 21 70,0 0,002 (2,08419,755) Total 30 100,0 30 100,0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018. Berdasarkan tabel 5.11 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang keberadaan barang bekas di sekitar rumah dengan kriteria kurang baik sebanyak 22 (73,3%) dan kelompok kontrol yang hanya 9 (30,0%). Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.002 artinya ada hubungan antara keberadaan barang bekas disekitar rumah dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dengan nilai OR sebesar 6,417 atau > 1 yang artinya bahwa responden yang di sekitar rumah terdapat barang bekas pada kelompok kasus 6,417 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang sekitar rumah tidak terdapat barang bekas pada kelompok kontrol.

68

5.2.3.2 Hasil Analisa Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian DBD Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang tentang hubungan pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut: Tabel 5.12 Hubungan Pencahayaan rumah dengan Kejadian DBD Kejadian DBD OR Pencahayaan P- Value Kasus Kontrol (95% CI) N % N % TMS 23 76,7 10 33,3 6,571 MS 7 23,3 20 66,7 0,002 (2,10920,479) Total 30 100,0 30 100,0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018. Berdasarkan tabel 5.12 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang pencahayaan rumah tidak memenuhi syarat sebanyak 23 (76,7%) dan rumah kelompok kontrol yaitu 10 (33,3%) rumah. Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.002 sehingga, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dengan nilai OR sebesar 6,571 atau > 1 yang artinya bahwa responden yang pencahayaan rumahnya tidak memenuhi syarat pada kelompok kasus 6,571 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang pencahayaan rumahnya memenuhi syarat pada kelompok kontrol.

69

5.2.3.3 Hasil Analisa Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang tentang hubungan angka bebas jentik dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut: Tabel 5.13 Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD Angka Bebas Jentik Ada Jentik TidakAda Jentik Total

Kejadian DBD Kasus Kontrol N % N % 8 26,7 10 33,3 22 73,3 20 66,7

OR P- Value

(95% CI) 0,727

0,7

(0,2402,206)

30 100,0 30 100,0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.13 diatas dapat diketahui bahwa rumah kelompok kasus yang terdapat jentik yaitu 8 (26,7%) lebih kecil dibandingkan rumah kontrol yang terdapat jentik sebanyak 10 (33,3%) dan untuk rumah kasus yang tidak terdapat jentik lebih banyak yaitu 22 (73,3%) dibandingkan rumah kontrol yang tidak terdapat jentik yaitu 20 (66,7%). Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.7 > 0.05 sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara angka bebas jentik dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Menurut Depkes (2013) angka bebas jentik dapat dikategorikan baik = 70-95%, kurang baik = ≤ 70%, sehingga perhitungan ABJ dari masing- masing tempat dapat dikategorikan

baik dengan hasil perhitungan

=

x 100% =

70%

70

5.2.3.4 Hasil Analisa Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian DBD Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang tentang hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut: Tabel 5.14 Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian DBD Kebiasaan Kejadian DBD POR Menggantung Kasus Kontrol Value (95% CI) Pakaian N % N % Kurang Baik 25 83,3 13 43,3 6,538 Baik 5 16,7 17 56,7 0,003 (1,96721,739) Total 30 100,0 30 100,0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018 Berdasarkan tabel 5.14 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian kurang baik terdapat 25 responden (83,3%) dan pada kelompok kontrol yang hanya 13 responden (43,3%). Berdasarkan uji ChiSquare yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.003 artinya bahwa ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dengan nilai OR sebesar 6,538 > 1 yang artinya bahwa responden yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian pada kelompok kasus 6,538 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian pada kelompok kontrol.

71

5.2.3.5 Hasil Analisa Hubungan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk dengan Kejadian DBD Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang tentang hubungan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut: Tabel

5.14 Hubungan Kebiasaan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk dengan Kejadian DBD Kebiasaan Kejadian DBD Penggunaan OR Kasus Kontrol P- Value Obat/ anti (95% CI) N % N % nyamuk Kurang Baik 21 70,0 11 36,7 4,030 Baik 9 30,0 19 63,3 0,02 (1,37211,839) Total 30 100,0 30 100,0 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018 Berdasarkan tabel 5.14 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih

banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang memiliki kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk kurang baik terdapat 21 responden (70,0%) dan pada kelompok kontrol yang hanya 11 responden (36,7%). Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.02 artinya bahwa ada hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dengan nilai OR sebesar 4,030 > 1 yang artinya bahwa responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada kelompok kasus 4,030 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada kelompok kontrol. 72

5.3 Pembahasan 5.3.1

Hubungan Keberadaan Barang Bekas dengan Kejadian DBD Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk

mengetahui hubungan keberadaan barang bekas disekitar rumah dengan kejadian DBD diperoleh nilai P-Value Sig. 0.002 berarti ada hubungan yang signifikan antara keberadaan barang bekas disekitar rumah dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dan diketahui nilai OR sebesar 6,417 berarti bahwa responden yang di sekitar rumah terdapat barang bekas pada kelompok kasus 6,417 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang sekitar rumah tidak terdapat barang bekas pada kelompok kontrol. Menurut Ferdiansyah (2016) lingkungan yang menjadi habitat nyamuk Aedes aegypti adalah di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah dan tidak terkena sinar matahari langsung. Keberadaan barang bekas seperti ban bekas, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembangbiakan nyamuk semakin banyak barang bekas yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga semakin meningkat pula risiko kejadian DBD. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lia Fentia (2017) mengenai faktor lingkungan fisik dengan kejadian DBD menyatakan hasil p-value 0,003 artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan fisik dengan kejadian penyakit DBD. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Luluk

73

(2017) yang meneliti hubungan faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan kejadian DBD hasil penelitian tersebut menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara keberadaan tempat perindukan dengan kejadian DBD. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang buruk dan masih terdapat genangan air serta dengan keberadaan barang bekas di luar rumah akan menjadi faktor penyebaran DBD karena dapat memicu bersarangnya nyamuk Aedes aegypti. Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan responden mengenai pemanfaatan dan perawatan keberadaan barang bekas serta observasi langsung terdapat atau tidaknya barang bekas di sekitar rumah. Hasil dari pertanyaan di kuesioner dan observasi, sebagian responden tidak memanfaatkan dan tidak merawat barang bekas di sekitar rumah tidak pernah DBD dan melakukan sebaliknya akan tetapi mengalami DBD. Hal ini juga dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus yaitu sebanyak 8 (26,7%) responden dengan keberadaan barang bekas di sekitar kategori baik dan pada kelompok kontrol sebanyak 9 (30,0%) responden dengan keberadaan barang bekas di sekitar kategori kurang baik. Hasil penelitian menunjukkan responden kategori baik dengan keberadaan barang bekas di sekitar rumahnya karena dapat merawat barang bekas dengan cara mengumpulkan, mendaur ulang dan meletakkan dengan tengkurap. Namun, sebanyak 8 (26,7%) responden kategori baik kemungkinan dapat tertular DBD karena keberadaan barang- barang bekas tempat- tempat umum disekitarnya yang tidak terawat. Dalam penelitian ini, tempat- tempat umum yang terdekat dengan rumah responden adalah sekolah yang jaraknya tidak lebih dari 100 meter. 74

Dengan demikian penularan DBD dapat terjadi selain dirumah dapat juga di sekolah atau tempat- tempat umum lainnya. Mobilitas penduduk, memudahkan penularan dari satu tempat ke tempat lain. Penyebaran berbagai tipe virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi virus dengue yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain (Kemenkes RI, 2010). Dalam penelitian ini, keberadaan barang bekas dengan kategori kurang baik sebanyak 9 (30,0%) responden namun tidak pernah mengalami DBD hal tersebut dikarenakan bahwa responden meletakkan wadah yang dapat menampung air dengan tengkurap, meskipun tidak menguras barang bekas yang dapat menampung air dan tidak menyimpan barang- barang tersebut di ruangan yang tertutup akan tetapi apabila barang bekas sudah menumpuk langsung dijual karena tidak memiliki lahan untuk menguburnya. Sehingga dapat mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Hal tersebut diharapkan, masyarakat yang sudah melakukan kegiatan PSN di rumah dan lingkungannya, dapat memberikan motivasi kepada yang lain untuk menyisihkan waktu melakukan PSN yang berada di dalam maupun lingkungan. 5.3.2 Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian DBD Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan pencahayaan dengan kejadian DBD didapatkan nilai P-Value Sig. 0.002 berarti ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dan diketahui nilai OR sebesar 6,571 berarti bahwa responden yang pencahayaan rumah tidak memenuhi 75

syarart pada kelompok kasus 6,571 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang pencahayaan rumah memenuhi syarat pada kelompok kontrol. Menurut Soekidjo (2011) rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Persyaratan pencahayan di dalam rumah minimal 60 Lux dengan syarat tidak menyilaukan. Kurangnya pencahayaan atau sinar matahari didalam rumah menyebabkan rumah menjadi teduh dan lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti sp. sehingga jumlah nyamuk disekitar rumah bertambah dan menyebabkan keluarga yang tinggal di rumah yang kurang pencahayaan mempunyai risiko untuk terjadi penularan penyakit demam berdarah dengue (Lestari, 2007). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Erna Sari (2017) mengenai hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian DBD. Hasil uji statistik chi square menunjukkan p value sebesar 0,001 yang artinya ada hubungan bermakna antara intensitas cahaya dalam rumah dengan kejadian DBD. Dimana orang yang tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya dibawah 60 lux beresiko 16, 714 kali untuk terkena DBD dibandingkan orang yang tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya di atas 60 lux. Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Adyatma (2011) yang meneliti hubungan antara lingkungan fisik rumah, tempat penmpungan air, dan sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD.

76

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan dengan kejadian DBD. Hal

tersebut

didukung

ketika

peneliti

melakukan

pengukuran

pencahayaan di dalam rumah responden. Hasil dari pengukuran sebagian rumah responden pencahayaan rumahnya tidak memenuhi syarat. Hal ini juga dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus yaitu sebanyak 7 (23,3%) rumah responden dengan pencahayaan memenuhi syarat dan kelompok kontrol sebanyak 10 (33,3%) rumah responden memiliki pencahayaan rumah tidak memenuhi syarat. Hasil penelitian ini menunjukkan rumah responden yang pencahayaan memenuhi syarat sebanyak 7 (23,3%) rumah namun pernah mengalami DBD karena rumah responden dipasang genteng kaca di ruangan tertentu sehingga cahaya yang masuk ke rumah membuat rumah menjadi tidak gelap atau memiliki pencahayaan yang cukup. Tetapi, dengan pencahayaan rumah yang cukup apabila responden kurang melakukan aktivitas lebih banyak diam (tidak bergerak) maka 3,3 kali akan lebih banyak digigit nyamuk Aedes aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar resikonya untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia, sehingga diperkirakan nyamuk Aedes aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibandingkan yang kurang padat (Sofia, 2014).

77

Rumah responden yang pencahayaan tidak memenuhi syarat sebanyak 10 (33,3%) namun tidak pernah mengalami DBD disebabkan oleh rumah responden banyak yang diplafon, akan tetapi memiliki kebiasaan membuka jendela ditujukan untuk memudahkan terjadinya pertukaran udara dan juga memaksimalkan masuknya cahaya matahari kedalam rumah, sehingga ini akan meminimalisir nyamuk yang sangat suka ditempat yang gelap tanpa cahaya. Hal tersebut diharapkan untuk rumah yang pencahayaan kurang agar sering membiasakan untuk membuka pintu atau jendela agar cahaya dapat masuk ke rumah atau memasang genteng kaca setiap ruangan. 5.3.3

Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara angka bebas jentik dengan kejadian DBD bahwa rumah kelompok kasus yang terdapat jentik yaitu 8 (26,7%) lebih kecil dibandingkan rumah kontrol yang terdapat jentik sebanyak 10 (33,3%). Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.7 > 0.05 sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara angka bebas jentik dengan kejadian DBD. Dapat dilakukan perhitungan terhadap index- index jentik vektor demam berdarah dengue. Perhitungan terhadap index- index jentik vektor DBD meliputi angka bebas jentik adalah prosentasi rumah yang tidak ditemukan jentik dengan jumlah rumah yang diperiksa. Dari 60 rumah yang diperiksa pada tempat penampungan air seperti bak mandi, kolam, dan tempayan diperoleh hasil untuk angka bebas jentik sebanyak 22 (73,3%) rumah tidak terdapat jentik pada kelompok kasus dan 20 (66,7%)

78

rumah tidak terdapat jentik pada kelompok kontrol, sedangkan 8 (26,7%) rumah terdapat jentik pada kelompok kasus dan 10 (33,3%) rumah terdapat jentik pada kelompok kontrol. Dengan perolehan hasil 70% dikategorikan baik. Menurut Depkes (2013) angka bebas jentik dapat dikategorikan baik = 70-95%, kurang baik ≤ 70% dan termasuk dalam kepadatan tinggi dan memiliki resiko penularan tinggi. Keberadaan jentik nyamuk yang hidup pada tempat penampungan air sangat memungkinkan kejadian DBD. Pemeriksaan jentik nyamuk program ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dan memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat perkembangbiakannya. PJB adalah kegiatan pemantauan di pemukiman atau tempat- tempat umum/ industri (TTU/I) di desa/ kelurahan endemis dan sporadis pada tempat- tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 rumah/ bangunan yang dipilih secara acak dilaksanakan 4 kali setahun (3 bulan sekali). Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik atau tenaga pemeriksa jentik lainnya. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Agus Putra (2015) mengenai pemetaan kejadian DBD berdasarkan angka bebas jentik dan jenis infeksi virus dengue. Hasil uji statistik Fisher Exact Test diperoleh p- value sebesar 1,000 yang berati tidak ada hubungan angka bebas jentik dengan kejadian DBD. Dikarenakan untuk mendapatkan angka bebas jentik peneliti menggunakan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas sehingga perlu dipertanyakan

79

validitas data ABJ apakah pemeriksaan jentik dilakukan, sudah dilakukan dengan benar. ABJ didapatkan pada saat Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan secara berkala minimal 3 bulan sekali oleh masing- masing puskesmas terutama di desa/ kelurahan endemis (cross check) pada tempat- tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel rumah/ bangunan yang dipilih secara acak serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan angka bebas jentik sebesar 42 rumah tidak terdapat jentik dan 18 rumah terdapat jentik pada kelompok kasus dan kontrol. Sehingga menghasilkan prosentase 70% dengan kategori baik. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan angka bebas jentik dengan kejadian ABJ hal tersebut disebabkan faktor lain yaitu masyarakat menyadari untuk menutup tempat penampungan air dengan menggunakan penutup yang biasanya menggunakan tampah atau penutup lainnya serta beberapa rumah kasus sudah lebih protektif terhadap keberadaan jetik seperti tidak menggunakan lagi bak mandi yang terlalu besar untuk keperluan sehari- hari, tetapi menggantinya dengan ember yang ukuran lebih kecil agar lebih mudah dibersihkan dan melaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sudah dilakukan oleh masyarakat yang berarti jika seseorang melakukan praktik PSN dengan benar maka mereka telah melaksanakan praktik pencegahan (preventif) yang merupakan aspek dari perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) dan pelaksanaan perilaku kesehatan lingkungan (Notoadmodjo, 2011). Hal lainnya juga disebabkan karena periode waktu penelitian tidak bersamaan dengan kejadian DBD sehingga

80

tidak dapat dipastikan pada saat terjadinya kasus apakah ditemukan jentik atau tidak. Selain pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD, kader jumantik juga memberikan motivasi keluarga dan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang berulang- ulang disertai penyuluhan diharapkan masyarakat dapat melakukan PSN DBD secara teratur dan terus menerus. Pengendalian DBD akan optimal jika semua wilayah meningkatkan kemampuan penduduknya yang meliputi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, pimpinan lembaga pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan sehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku dan kebersihan lingkungan yang baik yang ada di lingkungan dalam rumah maupun luar rumah.

5.3.4

Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian DBD

Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD diperoleh nilai P Value Sig. 0.003 berati ada hubungan signifikan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dan diketahui nilai OR sebesar 6,538 yang artinya bahwa responden yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian pada kelompok kasus 6,538 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian pada kelompok kontrol.

81

Pakaian bekas pakai yang tergantung di dalam rumah, merupakan media yang disenangi nyamuk penular DBD, yang merupakan salah satu faktor resiko yang meningkatkan terjadinya penyakit DBD. Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan indikasi menjadi kesenangan nyamuk Aedes aegypti beristirahat. Karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar untuk beristirahat setelah menghisap darah manusia (Yatim, 2007). Kegiatan PSN dan 3M ditambahkan dengan cara menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar merupakan kegiatan yang mesti dilakukan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dikurangi (Primadatu, 2012). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Luluk (2017) mengenai hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan kejadian DBD. Hasil uji statistik chi square menunjukkan p value sebesar 0,002 yang artinya ada hubungan yang bermakna kebiasaan menggantung pakaian dikamar dengan kejadian DBD, dan nilai OR sebesar 7,933 yang menunjukkan bahwa sampel yang mempunyai kebiasaan menggantung pakaian dikamar memiliki resiko 7,933 kali lebih besar menderita DBD dibandingkan sampel yang tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian di kamar. Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Elvin (2016) yang mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD. Hasil penelitian tersebut dari hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa p- value 0,021 yang berati ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD.

82

Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan responden mengenai kebiasaan menggantung pakaian serta observasi ada tidaknya pakaian yang digantung. Hasil pertanyaan di kuesioner sebagian besar responden memiliki kebiasaan menggantung pakaian dan terdapat pakaian yang digantung di dalam rumah. Hal ini juga dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus sebanyak 5 (16,7%) responden memiliki kebiasaan menggantung pakaian baik dan pada kelompok kontrol sebanyak 13 (43,3%) responden memiliki kebiasaan menggantung pakaian kurang baik. Hasil penelitian menunjukkan kebiasaan menggantung pakaian baik sebanyak 5 (16,7%) responden namun pernah mengalami DBD disebabkan responden tidak menggantung pakaian di dalam kamar dan dibelakang pintu tetapi responden masih menggantung pakaian di dinding rumah dengan anggapan bahwa hanya di belakang pintu dan di kamar yang menyebabkan tempat nyamuk istirahat nyamuk Aedes aegypti. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2012). Kurangnya pengetahuan atau pengetahuan yang salah di kelompok masyarakat akan berpengaruh terhadap persepsi dan kepercayaan masyarakat, dimana masyarakat akan cenderung melakukan persepsi yang salah pula. Kebiasaan menggantung pakaian kurang baik sebanyak 13 (43,3%) responden dan tidak pernah DBD dikarenakan dari kebiasaan menggantung 83

pakaian responden merupakan kebiasaan masyarakat yang sudah berlangsung dan lama terjadi dan di dalam rumah responden terutama di kamar ditemukan baju yang bergantungan di belakang pintu maupun dinding, serta ada juga pakaian yang dibiarkan begitu saja berserakan di ruangan dengan jangka waktu yang lama sehingga hal tersebut dikatakan kurang baik. Akan tetapi, dengan kebiasaan yang kurang baik tersebut mereka menyeimbangkan dengan memelihara ikan pemakan jentik di bak penampungan air seperti bak kamar mandi dan kolam. Sehingga, dapat memutuskan siklus hidup nyamuk. Dengan demikian, untuk meminimalisir kejadian DBD selain memutuskan rantai siklus hidup nyamuk dengan memelihara ikan alangkah baiknya juga memberantas tempat peritirahatan nyamuk dengan mengurangi kebiasaan menggantung pakaian. Sebaiknya, pakaian bekas pakai diletakkan atau menyimpan dalam kotak box. Sebelumnya pakaian dijemur dahulu sehingga baunya tidak melekat dibaju, kemudian ditutup rapat sehingga nyamuk tidak hinggap/ beristirahat di tempat tersebut dan pakaian yang belum dipakai dilipat rapi dan disimpan dalam almari. 5.3.5

Hubungan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk dengan Kejadian DBD Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk

mengetahui hubungan hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD diperoleh nilai P Value Sig. 0.02 berati bahwa ada hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dan diketahui nilai OR sebesar 4,030, berati responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada 84

kelompok kasus 4,030 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada kelompok kontrol. Menurut DEPKES RI (2011) selain memberantas sarang nyamuk, cara agar tidak terkena penyakit DBD adalah menghindari gigitan nyamuk baik yang berupa obat nyamuk semprot, bakar, elektrik, serta obat oles anti nyamuk (rellepent) dengan membaluri kulit yang umum digunakan. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan kimiawi. Produk insektisida rumah tangga seperti obat nyamuk semprot/aerosol, bakar dan elektrik, saat ini masih banyak digunakan sebagai alat pelindung diri terhadap gigitan nyamuk merupakan penolak kimiawi, sedangkan penolak alami bisa dilakukan dengan memasang kelambu/ kawat kasa pada ventilasi rumah. Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa nyamuk, akan memudahkan nyamuk untuk masuk kedalam rumah utuk menggigit manusia dan tempat beristirahat. Pada pemakaian nyamuk bakar jarang digunakan karena sering menyebabkan batuk yang berkepanjangan pada pengguna, biasanya obat nyamuk bakar digunakan hanya 1-2 jam sesudah magrib, hanya untuk mengusir sementara nyamuk-nyamuk yang ada. Dengan tidak adanya nyamuk masuk ke ruang rumah maka kemungkinan nyamuk untuk menggigit semakin kecil. Keadaan ventilasi rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk ke dalam rumah. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian I Gusti (2012) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah. Hasil uji 85

statistik chi square menunjukkan p value sebesar 0,00 yang artinya ada hubungan yang bermakna kebiasaan menggunakan obat pembunuh nyamuk dengan kejadian DBD. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sofia (2014) yang mengenai hubungan kondisi lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian DBD dengan dimana nilai p- value 0,870 yang berati tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan anti nyamuk dengan kejadian DBD. Bahwa kejadian DBD tidak disebabkan penggunaan obat nyamuk di dalam rumah yang dilakukan masyarakat melainkan hanya memasang kawat kasa pada ventilasi rumah tanpa ada perlindungan nyamuk. Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan responden mengenai kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk. Hasil dari pertanyaan di kuesioner sebagian responden tidak mempunyai kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk. Hal ini juga dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus sebanyak 9 (30,0%) responden dengan kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk baik dan pada kelompok kontrol sebanyak 11 (36,7%) responden dengan kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk kurang baik. Hasil penelitian menunjukkan responden dengan memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk kategori baik sebanyak 9 (30,0%) responden namun pernah mengalami DBD dikarenakan kebiasaan tidur responden pada pagi hari karena dianggap pagi hari udara masih sejuk dan nyaman untuk tidur serta sore hari setelah beraktifitas dan setelah mandi dengan badan yang segar mereka tidur tanpa menggunakan anti nyamuk melainkan melindungi diri dengan selimut

86

saja. Kebiasaan nyamuk menggigit pada pagi hari jam 09.00-10.00 dan nyamuk lebih banyak menggigit orang yang diam atau tanpa melakukan aktifitas. Kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk kurang baik sebanyak 11 (36,7%) tidak dilakukan responden dengan kebiasaan pada saat aktifitas di luar rumah yaitu tidak menggunakan obat pembunuh nyamuk atau pekerjaannya lebih sering di luar rumah memiliki paparan terkena gigitan nyamuk. Hal itupun terkadang tidak mereka lakukan karena mereka merasa lotion punya efek yang tidak bagus bila sering terpajan di kulit mereka, membuat mereka harus selalu mencuci tangan bila hendak ngemil atau makan- makanan ringan, seharusnya memiliki peluang terjadinya DBD akan tetapi tidak pernah DBD dikarenakan mereka memiliki hidup sehat dengan pola makan gizi seimbang guna menjaga imunitas tubuh. Nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka tidak akan terinfeksi virus dengue. Dengan demikian, diharapkan masyarakat untuk menanam tumbuh- tumbuhan yang baunya tidak disukai oleh nyamuk di halaman rumah seperti lavender, geranium, dan biasanya yang mudah ditemukan di pedesaan yaitu daun serei bila bergesekan akan mengeluarkan bau yang tidak disukai nyamuk. 5.4 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian, yaitu sebagai berikut :

87

1.

Ketersediaan waktu responden saat penelitian berlangsung. Keterbatasan waktu wawancara antara peneliti dan responden, dikarenakan responden memiliki aktivitas lain sehingga waktu yang diperlukan dalam mengorek jawaban kurang, terutama terkait perilaku responden. Selain itu, saat wawancara peneliti mengandalkan metode recall, sehingga kemungkinan yang terjadi adalah recall bias yang dapat dilihat saat responden terkadang cenderung berfikir dan sulit mengingat kebiasaan kesehariannya terutama pada kelompok kasus sebelum sakit sehingga belum menggambarkan perilaku yang sebenarnya. Namun, untuk meminimalisir hal tersebut peneliti melakukan pengamatan menggunakan penglihatan dengan alat bantu senter dan pengukuran dengan menggunakan alat luxmeter untuk memperkuat hasil dari penelitian.

2.

Dalam penelitian ini menggunakan uji non parametrik untuk mengetahui hubungan antar variabel dependen dan independen dan untuk memperkuat hasil penelitian, peneliti melengkapinya dengan teori dan penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

88

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Pada bab ini akan dibahas kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut adalah sebagai berikut: 1. Keberadaan barang bekas disekitar rumah responden kategori kurang baik (51,7%), pencahayaan di rumah yang tidak memenuhi syarat (55,0%), angka bebas jentik pada tempat-tempat penampungan air sebagian besar tidak terdapat jentik (70%), kebiasaan menggantung pakaian kategori kurang baik (63,3%), dan dalam kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk kategori kurang baik (53,3%). 2.

Ada hubungan antara keberadaan barang bekas dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut karena nilai p value Sig 0,002 < 0,05, OR= 6,417 (95% CI = 2,084-19,755).

3.

Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut karena nilai p value Sig 0,002 < 0,05, OR= 6,571 (95% CI = 2,109-20,479)

4. Angka bebas jentik dengan kejadian DBD dimana pemeriksaan jentik hasilnya untuk angka bebas jentik sebanyak 42 yang terdiri dari 22 pada kelompok kasus dan 20 pada kelompok kontrol tidak terdapat jentik, sedangkan 18 yang terdiri dari 8 pada kelompok kasus dan 10 pada kelompok kontrol terdapat jentik. Dalam hal ini angka bebas jentik di 89

89

wilayah kerja Puskesmas Klagenserut dengan 60 rumah yang diperiksa dikategorikan baik. 5.

Ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut karena nilai p value Sig 0,003 < 0,05, OR= 6,538 (95% CI = 1,967- 21,739).

6.

Ada hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut karena nilai p value Sig 0,02 < 0,05, OR= 4,030 (95% CI = 1,372- 11,839).

6.2 Saran 1. Bagi Instansi Kesehatan dan pemerintah Penyuluhan atau upaya promotif dari instansi sudah dilaksanakan, akan tetapi agar lebih ditingkatkan lagi dan diperjelas dalam metode penyampaian serta meninjau kembali upaya penanggulangan dan pemberantasan DBD pada peningkatan peran masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan. Bagi Masyarakat 2. Gerakan PSN oleh masyarakat agar lebih ditingkatkan lagi dengan kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar guna memutus rantai penularan DBD serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan pola makan gizi seimbang guna menjaga imunitas tubuh. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti sarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis faktor resiko yang lain seperti perilaku PSN dan

90

kondisi lingkungan rumah (suhu, kelembaban) terhadap kejadian DBD serta dapat menyempurnakan penelitian ini sehingga hasil yang diperoleh lebih mendalam dan maksimal.

91

DAFTAR PUSTAKA

A.Arsunan Arsin. 2013. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Makassar: Masagena Press. Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar- dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : Rajawali Press. Adyatma.

2011.

Hubungan

antara

Lingkungan

Fisik

Rumah,

Tempat

Penampungan Air dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian DBD di Kelurahan Tidung Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Makassar. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin. http://repository.unhas.ac.id, diakses 25 Juli 2018

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Depkes RI, 2010. Penemuan dan Tatalaksana Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta: Depkes RI. Dermala Sari. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Responden dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Skripsi. Universitas Indonesia. https://repository.ui.ac., diakses 2 Mei 2018 Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun. Profil Kesehatan Kabupaten Madiun 2014,2015, 2016. Djunaedi D. 2006. Demam Berdarah Dengue (DBD) Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosisi dan Penatalaksanaannya. Malang: UMM Press. Elvin Tirtasari A, Pitrah Asfian, Ainurafiq. 2016. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di 92

Kelurahan 19 November Kecamatan Wandulako Kabupaten Kolaka. Jurnal Penelitian.

Universitas

Halu

Oleo.

https://ID-faktor-faktor-yang-

berhubungan-dengan-ke.pdf, diakses 10 Mei 2018 Erna Sari, Nur Endah W, Retno Murwani. 2017. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017. Universitas Diponegoro.https://ejournal3.undip.ac.id, diakses 2 Mei 2018 Ferdiansyah. 2016. Gambaran Sanitasi Lingkungan, Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Jentik Aedes sp. Di Kelurahan Balleangin Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep. Skripsi. Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar.http://repositori.uin-alauddin.ac.id, diakses 5 April 2018 Hadinegoro dan Satari. 2002. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: FK UI. Hera, Y.T. 2009, Karakteristik Penderita Demam Berrdarah Dengue di RS Kariadi Semarang. Skripsi : Universitas Negeri Semarang I Gusti Putu Anom Surya, I ketut Aryana, I Wayan Jana. 2012. Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Abianbase Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Poltekes Denpasar.http://poltekkesdenpasar.ac.id, diakses 25 Juli 2018 Kemenkes RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Dirjen PP&PL. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah.

93

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, 2016. Jakarta: Depkes RI. Keri Lestari. 2007. Epidemiologi Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Jurnal Farmaka Volume 5 Nomor 3 Desember 2007. Fakultas Farmasi

Universitas

Padjajaran.

https://ID-demam-berdarah-dengue-

epidemiologi-patog.pdf, diakses 2 Mei 2018 Lia Fentia. 2017. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki Kota Pekanbaru. Jurnal Menara Ilmu Volume XI Jilid I Nomor 76 Juli 2017. STIKes Tengku Maharatu. http://joernal.umsb.ac.id, diakses 5 Mei 2018 Lisa Anggriani Tanjung. 2016. Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Pskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara Medan. http://repository.usu.ac.id, diakses 5 April 2018 Luluk Lidya. 2017. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.https://journal.unnes.ac.id, diakses 2 April 2018 Luluk Masruroh, Nur Endah W, Resa Ana Dina. 2016. Hubungan Faktor Lingkungn dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngawi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016. Universitas Diponegoro.https://ID-hubungan-faktor-lingkungan-dan-praktik-p.pdf, diakses 2 Mei 2018

94

Monica Ester. 2012. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Jakarta: EGC. Nadezul, H. 2007.Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Jakarta: Buku Kompas. Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. CV Trans Info Media. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nur Purwoko. 2012. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Universitas Indonesia. Nursalam. 2013.

Konsep

dan

Penerapan

Metodologi

Penelitian

Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Primadatu. 2012. Hubungan Kepadatan Nyamuk Aedes Aegypti di Dalam Rumah dengan Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Masyarakat di Kota Metro Provinsi Lampung. Fakultas Kesehatan Masyarakat ProfilPuskesmas Klagenserut. 2017. Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Klagenserut. Kabupaten Madiun : Puskesmas Klagenserut Rita Kusriastuti. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kementrian Republik Indonesia. Sucipto, Cecep Dani. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Saryono dan dwi Anggraeni, Mekar. 2013. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantiatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medika. 95

Soegijanto S. 2003. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Surabaya: Airlangga University Press. Soegijanto, Soegeng. 2006. Buletin Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. Surabaya: Airlangga University Press. Sofia, Suhartono,

Nur

Endah

Wahyuningsih.

2014.

Hubungan

Kondisi

Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga dengan Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume 13

No 1 April 2014. https://ID-hubungan-kondisi-lingkungan-rumah-dan-

perilaku-keluarga-dengan-kejadian-demam-be.pdf, diakses 2 Mei 2018 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan ke 25. Bandung: Alfabeta Sujarweni Wiratna. 2014. Metodelogi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Gava Media. Sujarweni Wiratna. 2015. Statistik Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Gava Media. Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Analisis Data Sumber Daya Manusia (Praktik Penelitian). Yogyakarta : Center of Academic Publishing Service. Sutaryo. 2005. Mengenal Demam Berdarah. Yogyakarta: Medika. Wahyu Mahardika. 2009. Hubungan Antara Perilaku Kesehatan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas Cepring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. https://Flib.unnes.ac.id, diakses 2 Mei 2018 Wati, Widia Eka. 2009. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan 96

Tahun 2009. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.https://www.beberapa-faktor-yang-berhubungan-dengan-kejadiandemam-berdarah-dengue-dbd-di-ke, diakses 2 Mei 2018 World Health Organization. 2015. Fact Sheet Dengue and Severe Dengue. Online, Health Statistic and Information System. Yatim, F. 2007. Macam- macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya. Jilid Dua. Jakarta: Pustaka Obar Populer.

97

LAMPIRAN

98

Lampiran 1 SURAT PERMOHONAN RESPONDEN

Assalamualaikum Wr.Wb. Saya Ulis Wahyu Purnama Sari, mahasiswi jurusan Kesehatan Masyarakat peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud akan melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Pada penelitian ini, peneliti akan bertanya kepada masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Kuesioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diisi selama 2-4 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja Anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaan dan kerjasama Anda menjadi responden pada penelitian ini. Wassalamuálaikum Wr. Wb

Madiun,

2018

Ulis Wahyu P.S Peneliti

99

Lampiran 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Yang menandatangani di bawah ini, saya: No. Responden : Nama

:

Alamat

:

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta hak dan kewajiban sebagai responden. Dengan ini menyatakan dengan sungguh- sungguh bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut”. Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran tanpa ada paksaan dari pihak lain. Saya percaya apa yang saya buat dijamin kerahasiaannya.

Madiun,

2018

Responden

(……………………..)

100

Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan jujur! 2.

Berilah tanda centang (√ ) pada kolom pertanyaan yang sesuai!

3. Setelah mengisi jawaban pada kuesioner ini, mohon diperiksa kembali agar pertanyaan yang belum terisi tidak terlewat (kosong)! A. IDENTITAS RESPONDEN 1. No. Responden 2. Kelompok

: .................................................... : ( kasus / kontrol ) coret salah satu

3. Nama Responden

: ....................................................

4. Alamat

: ....................................................

5. Umur

: ....................................................

6. Jenis Kelamin

: L / P (Lingkari Salah Satu)

7. Pendidikan Terakhir

: (Lingkari Salah Satu)

a. Tidak sekolah/tidak tamat SD b. SD/sederajat c. SLTP/sederajat d. SMA/SMK e. Akademik/perguruan tinggi 8. Pekerjaan

: (Lingkari Salah Satu)

a. Buruh

e. PNS

b. Petani

f. Tidak bekerja

c. Pedagang

g. Lain-lain,...

d. Pegawai Swasta

101

PERTANYAAN B. KEBIASAAN MENGGANTUNG PAKAIAN NO.

Pertanyaan

1.

Apakah saudara atau keluarga setelah memakai pakaian langsung dicuci?

2.

Apakah saudara atau keluarga biasa menggantung pakaian di dalam rumah?

3.

Apakah saudara atau keluarga menggantung pakaian di dalam almari?

4.

Apakah saudara atau keluarga menggantung pakaian di belakang pintu?

5.

Jawaban Ya Tidak

Menurut saudara apakah pakaian yang menggantung bisa menjadi tempat beristirahatnya nyamuk Aedes aegypti?

C. KEBIASAAN PENGGUNAAN OBAT/ ANTI NYAMUK

NO.

Pertanyaan Ya

1.

Jawaban Tidak

Apakah saudara atau keluarga memakai obat dalam pencegahan gigitan nyamuk (obat nyamuk bakar, lotion, elektrik, obat nyamuk semprot )?

2.

Apakah saudara atau keluarga biasa memakai lotion anti nyamuk pada saat keluar pada pagi hari dan sore hari (09.00-10.00 dan 16.0017.00)?

3.

Apakah saudara atau keluarga menggunakan kelambu pada saat tidur pagi hari atau sore hari (09.00-10.00 dan 16.00-17.00)?

4.

Apakah kondisi kelambu masih sempurna (tidak sobek)? 102

NO.

Pertanyaan Ya

5.

Jawaban Tidak

Apakah di rumah saudara menggunakan kawat kasa?

D. KEBERADAAN BARANG BEKAS DI SEKITAR RUMAH NO.

Pertanyaan

1.

Apakah saudara atau barang- barang bekas?

2.

Apakah saudara atau keluarga anda mendaur ulang barang bekas?

3.

Jawaban Ya Tidak

keluarga mengubur

Apakah saudara atau keluarga segera melakukan 3M, jika di tempat saudara ada barang bekas?

4.

Apakah terdapat lahan di lingkungan rumah untuk mengubur barang-barang bekas?

5.

Apakah barang tengkurap?

bekas

diletakkan dengan

103

Lampiran 4 HASIL OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

UJI VALIDITAS Data Mentah Uji Validitas dan reliabilitas Kebiasaan Menggantung Pakaian

Kebiasaan Penggunaan Obat/Anti Nyamuk

Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah TOTAL

p1

p2

p3

p4

p5

p6

p1

p2

p3

p4

p5

p6 p1

p2

p3

p4

p5

p6

1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1

0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1

0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1

0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1

1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1

0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0

0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0

0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1

0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0

104

7 5 16 14 15 16 12 13 5 1 0 11 11 13 17 4 3 1 4 6

Dari hasil analisis di dapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini kemudian kita bandingkan dengan nilai R tabel. R tabel dicari pada signifikan 5% dengan n=20 (df=n-2= 18), maka di dapat R tabel sebesar 0.378. Penentuan kevalidan suatu instrumen diukur dengan membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun penentuan disajikan sebagai berikut: 

r-hitung > r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid



r-hitung < r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : Tidak Valid

Jika ada butir yang tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut dikeluarkan. Tabel Rekapan hasil uji validitas No Butir r-hitung 1 0.471 2 0.923 3 0.868 4 0.751 5 0.436 6 0.303 7 0.923 8 0.668 9 0.072 10 0.471 11 0.802 12 0.751 13 0.431 14 0.923 15 0.455 16 0.923 17 0.843 18 0.174

r-tabel 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378 0.378

Interpretasi Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid

105

2.

UJI RELIABILITAS

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .755

16 Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance Item Deleted if Item Deleted 15.7000 118.221 15.7000 112.642 15.7500 113.355 15.6500 114.555 15.6000 118.568

MP_p1 MP_p2 MP_p3 MP_p4 MP_p5

Corrected Item-Total Correlation .406 .928 .864 .750 .383

Cronbach's Alpha if Item Deleted .748 .732 .734 .737 .749

PAN_p1 PAN_p2 PAN_p4 PAN_p5 PAN_p6 KBB_p1 KBB_p2 KBB_p3 KBB_p4 KBB_p5

15.7000 15.9000 15.7000 15.8000 15.6500 15.7500 15.7000 15.6000 15.7000 15.6000

112.642 115.989 118.221 114.168 114.555 118.408 112.642 118.042 112.642 113.726

.928 .671 .406 .800 .750 .391 .928 .432 .928 .842

.732 .741 .748 .736 .737 .748 .732 .747 .732 .735

TOTAL

7.5000

29.737

.990

.933

Dari hasil analisis di dapat nilai Alpha sebesar 0.755 > 0,61maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut reliable.

106

Lampiran 5

107

108

Lampiran 6

109

Lampiran 7 Output Distribusi Frekuensi Statistics Jenis_Kelamin Pendidikan Pekerjaan N

Valid Missing

60 0

60 0

Kategori_Umur

60 0

60 0

Jenis_Kelamin

Valid Laki-Laki Perempuan

Frequency 30 30

Percent 50.0 50.0

Valid Percent 50.0 50.0

60

100.0

100.0

Total

Cumulative Percent 50.0 100.0

Pendidikan Frequency Valid Tidak Sekolah / Tidak 1 Tamat SD Dasar 25

Percent Valid Percent 1.7 1.7

Cumulative Percent 1.7

41.7

41.7

43.3

31

51.7

51.7

95.0

Tinggi

3

5.0

5.0

100.0

Total

60

100.0

100.0

Menengah

Valid Buruh Petani

Frequency 7 22

Pekerjaan Percent Valid Percent 11.7 11.7 36.7 36.7

Cumulative Percent 11.7 48.3

Pedagang

7

11.7

11.7

60.0

Pegawai Swasta

6

10.0

10.0

70.0

PNS

2

3.3

3.3

73.3

Tidak Bekerja

5

8.3

8.3

81.7

Lain - Lain

11

18.3

18.3

100.0

Total

60

100.0

100.0

110

Kategori_Umur Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Remaja Akhir 17-25 Dewasa Awal 26-35

4 9

6.7 15.0

6.7 15.0

6.7 21.7

Dewasa Akhir 36-45

18

30.0

30.0

51.7

Lansia Awal 46-55

17

28.3

28.3

80.0

Lansia Akhir 56-65

12

20.0

20.0

100.0

Total

60

100.0

100.0

Statistics Kategori_ Barangbek Kategori_Penc Status as ahayaan N Valid Missing

60 0

60 0

Kategori_Pakai Kategori_Obat ABJ an Nyamuk

60 0

60 0

60 0

60 0

Status

Valid Kasus Kontrol

Frequency 30 30

Total

Percent Valid Percent Cumulative Percent 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 100.0

60

100.0

100.0

Kategori_Barangbekas Frequency Percent Valid Percent Valid Kurang Baik <50% Baik >= 50% Total

Cumulative Percent

31

51.7

51.7

51.7

29

48.3

48.3

100.0

60

100.0

100.0

Kategori_Pencahayaan Frequency Valid TMS <60 LUX 33 MS >= 60 27 LUX Total

60

Percent 55.0 45.0

Valid Percent 55.0 45.0

100.0

100.0

Cumulative Percent 55.0 100.0

111

ABJ Percent Valid Percent

Frequency Valid Ada Jentik Tidak ada jentik Total

18 42

30.0 70.0

30.0 70.0

60

100.0

100.0

Cumulative Percent 30.0 100.0

Kategori_Pakaian

Valid Kurang <50% Baik >= 50% Total

Frequency Percent Baik 38 63.3

Valid Percent 63.3

Cumulative Percent 63.3 100.0

22

36.7

36.7

60

100.0

100.0

Kategori_ObatNyamuk

Valid Kurang <50% Baik >=50% Total

Frequency Percent Baik 32 53.3

Valid Percent 53.3

Cumulative Percent 53.3 100.0

28

46.7

46.7

60

100.0

100.0

112

Output Data Uji Chi – Square 1.

KEBERADAAN BARANG BEKAS DI SEKITAR RUMAH Case Processing Summary Cases Valid N

Kategori_Barangbekas * Status

Missing

Percent 60

N

100.0%

Total

Percent 0

N

.0%

Percent 60

100.0%

Kategori_Barangbekas * Status Crosstabulation Status Kasus Kategori_Barangbekas

Kurang Baik <50%

Baik >= 50%

Total

Kontrol

Total

Count Expected Count

22 15.5

9 15.5

31 31.0

% within Status

73.3%

30.0%

51.7%

Count Expected Count

8 14.5

21 14.5

29 29.0

% within Status

26.7%

70.0%

48.3%

Count Expected Count

30 30.0

30 30.0

60 60.0

% within Status

100.0%

100.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb

b

Asymp. Sig. (2sided)

df

11.279a 9.611 11.664

1 1 1

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

.001 .002 .001 .002

11.091

1

.001

.001

60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,50. b. Computed only for a 2x2 table

113

Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kategori_Barangbekas (Kurang Baik <50% / Baik >= 50%) For cohort Status = Kasus For cohort Status = Kontrol

Upper

6.417

2.084

19.755

2.573 .401

1.368 .221

4.836 .726

N of Valid Cases

2.

Lower

60

PENCAHAYAAN Kategori_Pencahayaan * Status Crosstabulation Status Kasus

Kategori_Pencahayaan

TMS <60 LUX

Kontrol

Total

Count Expected Count

23 16.5

10 16.5

33 33.0

% within Status

76.7%

33.3%

55.0%

MS >= 60 LUX Count Expected Count

7 13.5

20 13.5

27 27.0

% within Status

23.3%

66.7%

45.0%

Count Expected Count

30 30.0

30 30.0

60 60.0

% within Status

100.0%

100.0%

100.0%

Total

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb

b

11.380a 9.697 11.789

Asymp. Sig. (2sided)

df 1 1 1

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

.001 .002 .001 .002

11.191

1

.001

.001

60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,50. b. Computed only for a 2x2 table

114

Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kategori_Pencahayaan (TMS <60 LUX / MS >= 60 LUX) For cohort Status = Kasus For cohort Status = Kontrol N of Valid Cases

3.

Lower

Upper

6.571

2.109

20.479

2.688 .409

1.367 .233

5.286 .719

60

ANGKA BEBAS JENTIK ABJ * Status Crosstabulation Status Kasus

ABJ

Ada Jentik

Tidak ada jentik

Total

Kontrol

Total

Count Expected Count

8 9.0

10 9.0

18 18.0

% within Status

26.7%

33.3%

30.0%

Count Expected Count

22 21.0

20 21.0

42 42.0

% within Status

73.3%

66.7%

70.0%

Count Expected Count

30 30.0

30 30.0

60 60.0

% within Status

100.0%

100.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb

b

Asymp. Sig. (2sided)

df

.317a .079

1 1

.573 .778

.318

1

.573

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

.779 .312

1

.389

.576

60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00. b. Computed only for a 2x2 table

115

Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for ABJ (Ada Jentik / Tidak ada jentik) For cohort Status = Kasus For cohort Status = Kontrol N of Valid Cases

4.

Lower .727 .848 1.167 60

Upper

.240 .470 .693

2.206 1.533 1.964

KEBIASAAN MENGGANTUNG PAKAIAN Kategori_Pakaian * Status Crosstabulation Status Kasus

Kategori_Pakaian

Kurang Baik <50%

Baik >= 50%

Total

Kontrol

Total

Count Expected Count

25 19.0

13 19.0

38 38.0

% within Status

83.3%

43.3%

63.3%

Count Expected Count

5 11.0

17 11.0

22 22.0

% within Status

16.7%

56.7%

36.7%

Count Expected Count

30 30.0

30 30.0

60 60.0

% within Status

100.0%

100.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb

b

10.335a 8.684 10.771

Asymp. Sig. (2sided)

df 1 1 1

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

.001 .003 .001 .003

10.163

1

.001

.001

60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,00. b. Computed only for a 2x2 table

116

Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kategori_Pakaian (Kurang Baik <50% / Baik >= 50%) For cohort Status = Kasus For cohort Status = Kontrol N of Valid Cases

5.

Lower

6.538 2.895 .443 60

Upper

1.967 1.296 .270

21.739 6.467 .727

KEBIASAAN PENGGUNAAN OBAT/ ANTI NYAMUK Kategori_ObatNyamuk * Status Crosstabulation Status Kasus

Kategori_ObatNyamuk

Kurang Baik <50%

Baik >=50%

Total

Kontrol

Total

Count Expected Count

21 16.0

11 16.0

32 32.0

% within Status

70.0%

36.7%

53.3%

Count Expected Count

9 14.0

19 14.0

28 28.0

% within Status

30.0%

63.3%

46.7%

Count Expected Count

30 30.0

30 30.0

60 60.0

% within Status

100.0%

100.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb

b

6.696a 5.424 6.829

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided) sided)

df 1 1 1

Exact Sig. (1sided)

.010 .020 .009 .019

6.585

1

.010

.010

60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,00. b. Computed only for a 2x2 table

117

Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kategori_ObatNyamuk (Kurang Baik <50% / Baik >=50%) For cohort Status = Kasus For cohort Status = Kontrol N of Valid Cases

Lower

Upper

4.030

1.372

11.839

2.042 .507 60

1.128 .295

3.697 .871

118

Lampiran 8

119

120

121

122

123

124

125

126

127

Lampiran 9

128

Lampiran 10

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Wawancara Kepada Responden

Gambar 2. Keberadaan barang bekas yang tidak dirawat

129

Gambar 3. Pengukuran pencahayaan rumah

Gambar 4. Melakukan observasi jentik nyamuk

Gambar 5. Tempat Penampung air yang ditutup

130

Gambar 6. Menggantung Pakaian dibalik pintu

Gambar 7. Tumpukan dan Gantungan baju di dalam kamar

131

Gambar 8. Menggantung pakaian di almari

Gambar 9. Kegiatan fogging

132

Lampirn 11

133

Related Documents

Dbd Skripsi Unlocked
March 2021 0
Cover Skripsi +
February 2021 1
Skripsi
February 2021 4
Skripsi
February 2021 4
Skripsi
March 2021 0
Skripsi
February 2021 3

More Documents from "Sefry Pelara"

Dbd Skripsi Unlocked
March 2021 0
March 2021 0
Campo Incahuasi
January 2021 4
March 2021 0