Klinis

  • Uploaded by: Ganaro Kyong
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Klinis as PDF for free.

More details

  • Words: 17,931
  • Pages: 250
Loading documents preview...
PSIKOLOGI KLINIS PERKEMBANGAN TEORI, PRAKTEK, dan BUDAYA EKO YULIANTO, CHt, CI, S.Psi,MKM

PSIKOLOGI KLINIS Perkembangan Teori, Praktek dan Budaya

EKO YULIANTO, CHt, CI, S.Psi,MKM

Jakarta 2017 2

Penulis Eko Yulianto, CHt, CI, S.Psi,MKM Editor Ali Nurdiman Albifa Naparinas Deden Kurniawan Elok Faiqoh Desain Galih Rakasiwi Fadhilatul M Reni Yulianti Priyadi Setting Rika Oktaviani Linda Panjilie Fildzah Irsalina Agung Saputra

3

PSIKOLOGI KLINIS Perkembangan Teori, Praktek dan Budaya EKO YULIANTO, CHt, CI, S.Psi,MKM

Hak Cipta © 2017 Pada Penulis Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Sanksi Pelanggaran Pasal 22 Undang-undang Nomor No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat(1) dan ayat (2) di pidana dengan pidana penjara masing masing paling singkat (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp 1000.000 (satu juta rupiah) Atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5000.000.000 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud

DAFTAR PUSTAKA

dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

4

DAFTAR isi

Penyusun ........................................................................................... 3 Daftar isi ....................... .................................................................... 5 Kata Pengantar ................................................................................ 9 BAB I PSIKOLOGI KLINIS .......................................................... 11 A. Definisi dan Ruang Lingkup Psikologi Klinis 12 B. Pengertian Assesmen Menurut Para Ahli ........ 15 C. Karakteristik Psikologi Klinis ............................... 42 D. Clinical Attitude ........................................................ 43 E. Sejarah Psikologi Klinis .......................................... 43 F. Psikologi Klinis di Tengah Perang Dunia II .... 54 G. Pasca Perang Dunia ................................................. 59 H. Psikologi Klinis pada Abad 21.............................. 61 I. Perkembangan Psikologi Klinis ........................... 62 J. Profesi dalam Psikologi Klinis .............................. 68 K. Psikologi Klinis dalam Dunia Kerja ................... 69

5

BAB II PSIKOLOGI KLINIS ANAK/PEDIATRIK ................... 72 A. Definisi ......................................................................... 73 B. ASPEK PSIKOLOGI ANAK ...................................... 75 C. PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI ANAK ..... 76 D. METODE PENANGANAN ...................................... 90 BAB III PSIKOLOGI KLINIS REMAJA .................................... 99 A. Definisi ...................................................................... 100 B. Permasalahan Fisik dan Kesehatan ................. 104 C. Permasalahan

Alkohol

dan

Obat-Obatan

Terlarang .................................................................. 107 D. Penanganan ............................................................. 113 BAB IV PSIKOLOGI KLINIS DEWASA ................................ 117 A. Definisi ...................................................................... 118

B. Karakteristik Perkembangan pada Fase Dewasa ............................................................. 120 C. Cara Penanganan ......................................... 135

6

1. Suasana Terapi .................................... 135 2. Terapi Dalam Psikiatri ...................... 137 BAB V PSIKOLOGI KLINIS LANSIA ........................ 155 A. Definisi ................................................................ 156 B. Profisensi Di Bidang Geropsikologi .......... 160 C. Psikopatologi Pada Lansia ............................ 163 1. Depresi .................................................... 163 2. Kecemasan ............................................. 164 3. Demensia ................................................ 166 D. Masalah-masalah Lain yang Dapat Menjadi Fokus Penang ............................... 169 1. Kesehatan ............................................... 169 2. Penganiayaan Lansia .......................... 170 3. Insomnia ................................................. 171 4. Masalah-masalah Seksual ............... 173 7

5. Isu- isu yang Terkait dengan Kematian dan Menjelang Ajal ............................ 175 6. Intervensi psikologis .......................... 177 BAB VI PSIKOLOGI KESEHATAN ............................. 184 A. Definisi .............................................................. 185 B. Pengertian Neuropsikologi ........................ 187 C. Jenis Tanaman Obat dan Manfaatnya ... 190 D. Mengenal Psikologi Forensik ................... 195 E. Peran Psikologi Forensik Dalam Proses Hukum Di Indonesia ....................................................... 200 F. Kode Etik Psikologi Indonesia ................... 225 Penutup ............................................................................. 228 Daftar Pustaka ................................................................ 233 Tentang Penulis............................................................... 246

8

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, amin ya Rabbal Alamin. Selain daripada itu bahwa susunan materi “ Psikologi Klinis “ ini telah dapat kami selesaikan. Susunan materi ini adalah hasil dari pemahaman penyusun tentang beberapa buku yang terbit sebelumnya, mencoba untuk mengulas kembali demi memenuhi materi Psikologi Klinis pada Fakultas llmu Psikologi. Kami himpun dari beberapa sumber materi yakni dari buku-buku psikologi klinis lain dan bantuan internet serta dari perpustakaan.

9

Akhir kata, penyusun berharap semoga buku ini dapat bermanfaat terutama bagi mahasiswa Fakultas Psikologi dimana penyusun menempuh pendidikan dan bagi pembaca sekalian yang budiman.

Wassalamualakum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, Februari 2017 Penulis

10

BAB I PSIKOLOGI KLINIS

11

A.

Definisi dan Ruang Lingkup Psikologi Klinis Psikologi klinis adalah cabang psikologi yang

berfokus pada penanganan, penganalisisan, dan diagnosa penyakit-penyakit jiwa. Psikologi Klinis merupakan

bidang

yang

membahas

kajian,

diagnosis dan penyembuhan (treatment) masalahmasalah

psikologis,

gangguan (disorder)

atau

tingkah laku abnormal (Phares :1992). Dalam

American

Psychological

Association

(1935),

Psikologi klinis merupakan psikologi terapan untuk menentukan kapasitas dan karakteristik tingkah laku

individu

dengan

menggunakan

metode

pengukuran assessment, analisa dan observasi serta uji fisik dan riwayat sosial agar dapat diperoleh saran

dan

rekomendasi

untuk

membantu 12

penyesuaian diri individu secara tepat. Psikologi klinis merupakan integrasi dari sains, teori, dan pengetahuan klinis. Psikologi Klinis dapat diartikan secara sempit maupun luas, yaitu mempelajari orang-orang abnormal dengan menggunakan assessmen sebagai bagian integral yang biasa digunakan, membahas kesulitan-kesulitan maupun rintangan emosional pada manusia tanpa memandang normal atau abnormal

serta

melihat

gejala

yang

dapat

memungkinkan mengurangi kebahagiaan manusia. Psikologi

Klinis

menggunakan

psikologi

abnormal,

psikologi

konsep-konsep perkembangan,

psikopatologi dan psikologi kepribadian, serta prinsip-prinsip dalam asessmen dan intervensi, 13

untuk dapat memahami dan memberi bantuan bagi mereka

yang

mengalami

masalah-masalah

psikologis. Permasalahan psikologis yang ditangani oleh psikologi klinis meliputi banyak hal, mulai dari

Kelainan

konflik keluarga,

emosi jangka hingga

pendek,

seperti

kelainan mental yang

sangat parah, seperti schizophrenia. Psikologi klinis adalah suatu bagian dalam ilmu

Psikologi

yang

kegiatannya

melakukan

penelitian terhadap perilaku manusia, menerapkan hasil penelitian tersebut dan melakukan asessmen. Psikologi

klinis

menggunakan

psikologi

abnormal,

psikologi

konsep-konsep perkembangan,

psikopatologi dan psikologi kepribadian serta prinsip-prinsip dalam asesmen dan intervensi 14

untuk

dapat

memahami

masalah-masalah

psikologis, gangguan penyesuaian diri dan tingkah laku abnormal.

B.

Pengertian Asesmen Menurut Para Ahli Angelo T.A.(1991): Classroom Assessment is a

simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught. (Artinya: asesmen Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan untuk mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran tentang seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada mereka.)

15

Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by

which information is obtained relative to some known objective or goal. Assessment is a broad term that includes testing. A test is a special form of assessment. Tests are assessments made under contrived circumstances especially so that they may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all assessments are tests. (Artinya : asesmen adalah suatu proses dimana informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain, semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes) 16

Overton, Terry (2008): Assesment is a process

of gathering information to monitor progress and make educational decisions if necessary. As noted in my definition of test, an assesment may include a test, but also include methods such as observations, interview, behavior monitoring, etc. (Artinya: sesmen

adalah

suatu

proses

pengumpulan

informasi untuk memonitor kemajuan dan bila diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya).

17

Asesmen merupakan cara salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor sebelum, selama, dan

setelah

konseling

dilaksanakan/berlangsung.

Asesmen

tersebut merupakan

salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling kelompok maupun konseling individual). Karena itulah maka

asesmen dalam bimbingan dan

konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan/konseling

itu

sendiri.

Asesmen

dilakukan untuk menggali dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal 18

ini sesuai dengan tujuan asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang

memungkinkan

menentukan

masalah

bagi

konselor

untuk

dan

memahami

latar

belakang serta situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan setelah konseling berlangsung dapat memberi informasi

yang

dapat

digunakan

untuk

memecahkan masalah yang dihadapi konselee. Dalam prakteknya, asesmen dapat digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah

terapi

untuk

menyelesaikan

masalah

konselee.

19

Hood & Johnson (1993) menjelaskan ada beberapa fungsi asesmen, diantaranya adalah untuk: 1. Menstimulasi konselee maupun konselor mengenai berbagai isu permasalahan 2. Menjelaskan masalah yang senyatanya 3. Memberi alternatif solusi untuk masalah 4. Menyediakan

metode

untuk

dengann

memperbandingkan alternatif sehingga dapat diambil keputusan 5. Memungkinkan evaluasi efektivitas konseling Kesimpulan Tentang Pengertian Asesmen: 

Asesmen merupakan metode dan proses yang digunakan untuk mengumpulkan

20

umpan balik tentang seberapa baik siswa belajar. 

Dapat

dilakukan

di

awal,

di

akhir

(sesudah), maupun saat pembelajaran sedang berlangsung. 

Asesmen dapat berupa tes atau nontes.



Asesmen

berupa

penggunaan

nontes

metode

misalnya observasi,

wawancara, monitoring tingkah laku, dsb. 

Hasilnya

dapat

digunakan

untuk

pengambilan keputusan. 

Bertujuan

meningkatkan

belajar

(pembelajaran) dan perkembangan siswa.

21

Tujuan Assesmen Hood & Johnson (1993) menjelaskan bahwa

asesmen

dalam

bimbingan

dan

konseling mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Orientasi masalah, yaitu untuk membuat konselee

mengenali

permasalahan

yang

dan

menerima

dihadapinya,

tidak

mengingkari bahwa ia bermasalah 2. Identifikasi masalah, yaitu membantu baik bagi konselee maupun konselor dalam mengetahui masalah yang dihadapi konselee secara mendetil

22

3. Memilih alternatif solusi dari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan oleh konselee 4. Pembuatan keputusan alternatif pemecahan masalah

yang

paling

menguntungkan

dengan memperhatikan konsekuensi paling kecil dari beberapa alternatif tersebut 5. Verifikasi untuk menilai apakah konseling telah berjalan efektif dan telah mengurangi beban masalah konselee atau belum. Selain itu, asesmen digunakan pula untuk menentukan

variabel

pengontrol

dalam

permasalahan yang dihadapi konselee, untuk memilih/mengembangkan intervensi terhadap area yang bermasalah, atau dengan kata lain 23

menjadi dasar untuk mendesain dan mengelola terapi,

untuk

membantu

mengevaluasi

intervensi, serta untuk menyediakan informasi yang relevan untuk pertanyaan-pertanyaan yang muncul untuk setiap fase konseling. Pada asesmen berbasis individu, asesmen dipakai untuk mengumpulkan informasi asli atau autentik

mengenai

konselee

sehingga

diperoleh informasi menyeluruh tentang diri konselee secara utuh, dan untuk memberikan penilaian yang objektif. Selain itu, secara terperinci

asesmen

berbasis

individu

bertujuan untuk:

24

1. Mengembangkan cara konselee merespon (verbal dan/atau non verbal) pertanyaanpertanyaan yang disampaikan oleh guru BK. 2. Melatih konselee untuk berpikir dalam upaya pemecahan masalah 3. Membentuk kemandirian konselee dalam berbagai

masalah

atau

membentuk

individu menjadi mandiri. 4. Melatih konselee mengemukakan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan. melalui proses konseling. 5. Membentuk individu yang terbuka dalam berbagai hal, termasuk membuka diri dalam konseling 25

6. Membina kerjasama yang baik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 7. Membelajarkan konselee untuk menilai terhadap

cara

melaksanakan

keputusannya secara konsekuen.

Asesmen

berbasis

individu

akan

mengukur seluruh kemampuan konselee, baik keterampilan

personal

(personal

skills),

keterampilan social (social skills), keterampilan memecahkan masalah (problem solving skills), dan keterampilan memilih alternative (Choice

alternative skills). Jika hal ini dilakukan maka asesmen akan dapat:

26

a. Membantu

sekolah

melaksanakan

dan

guru

pembelajaran

dalam karena

konselee sebagai siswa dapat berkonsentrasi dalam mengikuti pembelajaran b. Memudahkan guru dalam pembelajaran di kelas karena siswa tidak banyak masalah c. Memudahkan konseling

guru

dalam

bimbingan

melaksanakan

bimbingan dan konseling –

dan tugas

khususnya

dalam konseling d. Membantu

kepala

sekolah

dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah e. Mendorong konselee untuk memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling dalam berbagai

hal

(seperti

mendapatkan 27

informasi

studi,

pekerjaan,

dan

memecahkan masalah (masalah pribadi, sosial, belajar, dan karir), dan f. Menyajikan informasi berkesinambungan tentang

kegiatan

kegiatan

layanan

bimbingan dan konseling.

Dalam

tiap

fase

konseling,

asesmen

(menurut Hood & Johnson, 1993) mempunyai tujuan yang bisa jadi berbeda-beda. Hal ini terlihat dalam tabel berikut ini:

28

Fase

Pertanyaan yang ditujukan bagi

tritmen

assesmen

Skrining awal

o Apakah konselee

tepat untuk

layanan ini? o Jika tidak tepat, dirujuk kemana?

Identifikasi dan analisis masalah

o Apa masalah konselee? o Apakah

masalah

konselee

mengundang masalah tritmen? o Faktor

apa

masalah

yang

membuat

konselee

terus

berlangsung? Seleksi tritmen

o Alternatif tritmen apa yang membuat konselee nyaman? o Alternatif tritmen apa yang

29

membuat lingkungan konselee nyaman? o Alternatif tritmen apa yang membuat terapis nyaman? o Tritmen mana yang optimum dalam menyelesaikan masalah konselee? o Apakah evaluasi tritmen dapat dipercaya? o Perubahan apa yang terjadi pada Evaluasi tritmen

masalah dan perilaku? o Apakah perubahan terjadi karena tritmen? o Biaya apa yang harus dikeluarkan

30

untuk tritmen? o Apakah keuntungan yang didapat dari tritmen memadai dengan biayanya? o Apakah tritmen harus dihentikan atau dilanjutkan?

Proses Assesmen Apapun bentuk dan jenis asesmen yang dilakukan,

hal

ini

tetap

menuntut

suatu

perencanaan, termasuk pada saat melakukan analisis. Dengan demikian maka akan diperoleh alat ukur atau instrumen yang benar-benar dapat diandalkan (valid) dan dapat dipercaya (reliabel)

31

dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan asesmen:

Perencanaan Aspek yang harus ada dalam perencanaan asesmen adalah:  Memilih fokus asesmen pada aspek tertentu dari diri konselee. Salah

satu

penentu

keberhasilan

konseling adalah kemauan dan kemampuan konselee

itu

sendiri.

Dalam

konseling,

keputusan akhir untuk pemecahan masalah yang dihadapi ada pada diri konselee. Konselor/guru BK bukan pemberi nasihat, 32

bukan pengambil keputusan mengenai apa yang

harus

memecahkan

dilakukan masalah

konselee yang

dalam

dihadapinya.

Karena itu, untuk keberhasilan konseling, konselee dapat bekerjasama dengan guru BK/konselor, dan dengan bantuan guru BK maka

konselee

diharapkan

mampu

memunculkan ide-ide pemecahan masalah, dan konselee memiliki keberanian serta kemampuan untuk mengambil keputusan, mampu memahami diri sendiri, dan mampu menerima dirinya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka konselor menentukan akan

melakukan

asesmen

dengan

33

memfokuskan pada salah satu aspek dalam diri konselee saja.  Memilih instrumen yang akan digunakan. Setelah ditentukan fokus area asesmen, Anda dapat merencanakan instrumen yang akan digunakan dalam asesmen. Banyak instrumen yang dapat digunakan dalam asesmen seperti tes psikologis, observasi, inventori,

dan sebagainya.

Tetapi untuk

menentukan instrumen sangat

tergantung

pada aspek

diasesmen.

Misalnya

apa

yang

Anda akan

akan

melihat kerjasama

konselee dalam konseling, maka instrumen dapat menggunakan checklist, tetapi apabila Anda

memfokuskan

asesmen

tentang 34

kemampuan konselee dalam memecahkan masalah, maka Anda dapat mempergunakan tes psikologis. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih

instrumen

dalam

asesmen

diantaranya yaitu: (i) kemampuan guru BK sendiri, (ii) kewenangan guru BK (baik dalam mengadministrasikan

maupun

interpretasi

(iii)

hasilnya),

dalam

ketersediaan

instrumen, (iv) waktu yang tersedia, dan (v) dana yang tersedia.  Penetapan waktu Perencanaan adalah

kapan

waktu

yang

dimaksud

asesmen

akan

dilakukan.

Penetapan waktu ini sangat erat berhubungan 35

engan

persiapan

Persiapan

pelaksanaan

akan

keberhasilan

banyak

suatu

menentukan

asesmen,

mempersiapkan

instrumen,

peralatan

yang

lain

asesmen.

misalnya

tempat,

diperlukan

dan dalam

pelaksanaan asesmen. Apalagi jika pelaksana asesmen tersebut bukan guru BK itu sendiri, misalnya karena instrumen yang digunakan untuk asesmen adalah tes psikologis (tes intelegensi, inventori kepribadian, tes minat jabatan, dan sebagainya).  Validitas dan reliabilitas Apabila instrumen yang kita gunakan adalah buatan sendiri atau dikembangkan sendiri, maka instrumen itu

perlu diuji 36

validitas dan reliabilitasnya. Karena validitas dan reliabilitas merupakan suatu syarat mutlak suatu instrumen asesmen. Namun apabila kita menggunakan instrumen yang sudah terstandar, Anda tidak perlu mencari validitas dan reliabilitas karena instrumen tersebut sudah jelas memenuhi persyaratan sebagai suatu instrumen. Asesmen Kepribadian & Perilaku  Asesmen Kepribadian Asesmen ini berupaya untuk menemukan pola perilaku dan pola pikiran atau penyesuaian diri seseorang secara khas terhadap lingkungannya. Asesmen kepribadian ini sendiri dibagi menjadi

37

dua, yakni Projective Assessement dan Objective Assessement.

a) Projective Assessement Dalam asesmen proyektif ini subjek diberi kesempatan untuk dapat memproyeksikan dirinya.

b) Objective Assessement Asesmen

objektif

ini

bertujuan

untuk

menggambarkan karakteristika atau sifatsifat individu atau kelompok sebagai alat untuk memprediksi perilaku. Menurut Butcher, 1971, ada tiga perbedaan mendasar antara kedua assesmen tersebut. Pertama, asesmen proyektif sangat menaruh perhatian pada

38

dinamika intraphisik sedangkan asesmen objektif mencari

deskripsi

sifat

atau

karakteristik

seseorang. Kedua, tes proyektif memiliki kebebasan untuk menjawab sedangkan tes objektif memiliki stimuli yang dirancang secara jelas dan jawaban yang terbatas. Ketiga, isi respons tes proyektif secara tipikal ditafsir tiap orang tanpa referensi norma. Skor tes objektif membandingkan hasil seseorang dengan yang lain. i. Asesmen Perilaku Asesmen

ini

berpusat

pada

mengidentifikasikan perilaku spesifik klien atau sistem lingkungan yang mungkin memerlukan perubahan.

Asesmen

perilaku

merupakan

39

pendekatan situasi spesifik, di mana variasi spesifik dalam keadaan lingkungan dengan teliti dan periksa

untuk

menentukan

peranan

mereka

terhadap pemfungsian klien. Adapun landasan penggunaan asesmen perilaku adalah perspektif perilaku di mana pemfungsian manusia dilihat sebagai produk dari interaksi yang terus menerus antara pribadi dan situasi.

Asesmen Intelektual & Neuro Psikologis i.

Asesmen Intelektual Asesmen

ini

bertujuan

untuk

mengukur

kemampuan dan atau kekurangan intelektual seseorang

yang

kemudian

digunakan

untuk

40

mengarahkan individu tersebut. Contohnya, tes TPA yang biasa dilakukan di SMA saat mendekati penjurusan.Beberapa alat tes intelegensi yang sering digunakan di Indonesia, yakni: - Stanford – Binet Intelligence Scale - Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) ii. Asesmen Neuro Psikologis Asesmen ini melibatkan pengukuran tandatanda perilaku yang mencerminkan kesehatan atau kekurangan dalam fungsi otak. Ada delapan jenis tes asesmen neuropsikologis, yaitu:  Tes persepsi visual  Tes-tes persepsi pendengaran  Test of Tactile Perception  Test of Motor Coordination and Steadiness 41

 Test of Sensomotor Construction Skill  Tests of Memory  Tests of Verbal  Tests of Conceptual Reasoning Skills

C. Karakteristik Psikologi Klinis:  Merupakan bagian psikologi yang tertarik pada perilaku dan proses mental, khususnya manusia.  Melakukan penelitian mengenai perilaku dan proses mental.  Terlibat dalam asessmen

dianalisis dan

ditafsirkan (kesimpulan).  Psikologi

klinis

menolong

orang

yang

masalah atau kesulitan psikologis. 42

D. Clinical Attitude 1. Psikologi klinis berusaha memahami manusia dan menolong individu yang mengalami masalah & tekanan psikologis. 2. Seorang klinisi tidak berhenti pada hasil-hasil penelitian mengenai perilaku dan proses mental, tetapi juga berusaha menerapkan hasil penelitian

dan

mengupayakan

asessmen

individual untuk memahami, menolong, dan mnyembuhkan

individu

tertentu

yang

mengalami tekanan.

E.

Sejarah Psikologi Klinis Ditelisik dari sisi sejarah, psikologi klinis

ditemukan oleh pria berkebangsaan Amerika, 43

Lightner

Witmer.

Universitas

Dia

Pensylvana

merupakan

tahun

1988.

alumni Witmer

bekerja di program doktoral bidang psikologi bersama Wilhem Wundt di Leipzig. Setelah menyelesaikan program doktoralnya, dia langsung ditunjuk sebagai direktur laboratorium psikologi Universitas Leipzig. Dimulai ketika ada seorang guru sekolah bernama

Margareth

Witmer

untuk

muridnya Charles

Maguire

membantu Gilman

yang

meminta

salah

seorang

yang

didiagnosa

mengalami kesulitan dalam mengeja. Witmer kemudian

menerima

tawaran

tersebut.

Tak

disangka, hal ini menghantarkan dia sebagai psikolog klinis pertama, dan pada saat yang sama, 44

ia memulai usaha untuk

mendirikan klinik

psikologi pertama di dunia. Pendekatan yang pertama kali dilakukan oleh Witmer adalah dengan asesmen (menilai) masalah Charles disusul menyusun rangkaian pengobatan yang tepat. Penilaian psikologis menunjukkan bahwa Charles mengalami kerusakan visual, baik dalam hal membaca dan masalah mengingat. Hal tersebut diberi istilah oleh Witmer dengan "amnesia verbal-visual, atau sekarang disebut disleksia. Witmer menggunakan tutorial yang intensif guna membantu si anak dalam mengenal kata tanpa terlebih dahulu mengejanya. Cara ini berhasil sehingga Charles bisa kembali normal membaca.

45

Tidak semua yang dilakukan oleh Witmer berpengaruh secara merata, artinya bisa diterapkan di segala umur, akan tetapi ada beberapa aspek klinis terbarunya yang diperuntukkan untuk pekerjaan klinis berikutnya: 1. Kebanyakan

kliennya

perkembangan

adalah

natural

sejak

anak-anak, Witmer

menawarkan kursus tentang psikologi anak, telah mempublikasikan karyanya di jurnal pediatris, dan telah menarik minat guru yang memperhatikan masalah siswa mereka. 2. Rekomendasinya guna membantu para klien didasari oleh asesmen diagnostik. 3. Dia tidak bekerja sendiri, akan tetapi dengan pendekatan tim yang merekrut anggotanya 46

dari berbagai profesi, saling berkonsultasi dan berkolaborasi dalam kasus-kasus tertentu. 4. Ada penekanan yang jelas pada pencegahan masalah mendatang melalui diagnosa dan pengobatan awal. 5. Dia menekankan bahwa psikologi klinis harus dibangun di atas prinsip yang ditemukan atas dasar psikologi ilmiah.

Pada tahun 1897, ada klinik baru yang menawarkan kursus 4 pekan pada musim panas. Kursus ini menawarkan presentasi kasus, instruksi tes diagnosa, dan teknik demonstrasi pengobatan. Pada tahun 1900, sebanyak 3 anak per hari diberikan oleh staf klinis. Selama tahun akademik 47

1904-1905, Universitas Pensylvnia menawarkan program psikologi klinis di bawah pengawasan Witmer. Akan tetapi, pengaruh klinik Witmer, sekolah, jurnal, dan pelatihan-pelatihan menjadi terbatas. Witmer merasa bahwa psikologi klinis berputarputar saja, stagnan. Akan tetapi Witmer memiliki sedikit hal yang telah dilakukannya dan kemudian mengendalikannya. Itu semua disebabkan karena ia mengabaikan perkembangan-perkembangan yang akan terjadi di kemudian hari. Sebagai contoh, Witmer mengabaikan tes intelijensi Binet dan Skala Binet-Simon ketika keduanya diperkenalkan di Amerika Serikat. Seperti tes Binet terdahulu, instrumen ini dirancang untuk mengukur proses 48

mental yang rumit, bukan untuk mengukur mental biasa yang dilakukan oleh Witmer. Walaupun Binet mengingatkan bahwa alatnya tidak menyediakan pengukuran objektif keseluruhan intelijensi, tetapi tes Binet-Simon ini mencuri perhatian banyak kalangan. Henry H. Goddard dari Vineland (New Jersey) Training School pernah mendengar hal itu ketika dia berada di Eropa pada tahun 1908 dan membawa

skala

melakukan

Binet-Simon

asesmen

ke

kecerdasan

U.S

untuk

anak

yang

menderita “feeble minded” di klinik yang telah ia bangun

dua

tahun

sebelumnya.

Popularitas

translasi Goddard terhadap skala Binet-Simon dan revisi atas Lewis Terman pada tahun 1916 tumbuh begitu

cepat

di

Amerika

Serikat

sehingga 49

melampaui popularitas tes-tes intelijensi lain, termasuk alat tes Witmer. Skala Binet menyediakan fokusnya pada fungsi asesmen psikologi klinis yang sudah tidak lagi diurus sampai tahun 1910. Selain itu, Witmer juga mengabaikan asesmen klinis orang dewasa, layanan yang digunakan ahli klinis lain guna memberikan pertolongan kepada para

psikiater

untuk

mendiagnosa

dan

merencanakan perawatan kerusakan dan masalah lainnya. Malah, pengujian psikologis mental pada pasien di beberapa rumah sakit menjadi hal yang rutin dilakukan pada tahun 1907. Asesmen serupa dilakukan di penjara untuk membantu anggota agar bisa mengidentifikasikan narapidana yang

50

terganggu mentalnya atau merencanakan program rehabilitasi. Pada

akhirnya

Witmer

tidak

bergabung

dengan ahli klinis lain dalam praktek psikoterapi atau dalam mengadopsi pendekatan Freudian dalam menangani kasus gangguan. Pendekatan Freud menjadi terkenal di kalangan psikologi melalui perkumpulan psikiater di rumah sakit jiwa serta melalui klinik bimbingan anak yang secara rutin mempekerjakan para psikolog. Pergerakan bimbingan anak di AS distimulasi oleh komite nasional

tentang

kesehatan

mental,

sebuah

kelompok yang didirikan oleh mantan pasien jiwa, Clifford James, dan didukung oleh William James, psikolog Harvard, dan Adolf Meyer, psikolog kota 51

yang paling menonjol. Dengan sokongan dana dari dermawan Henry Phips, komite tersebut bekerja demi memperbaiki perawatan penyakit mental dan untuk mencegah gangguan psikologis. Klinik Chicago

bimbingan pertama pada

1909

oleh

ditemukan

seorang

di

psikiater

bernamaWilliam Healy. Dia mempunyai banyak kesamaan dengan Witmer. Hanya saja dia lebih fokus pada kasus-kasus perilaku menyimpang anak-anak yang disebabkan oleh otoritas sekolah, polisi atau pengadilan. Klinik Healy berlandaskan pada asumsi bahwa pelanggaran yang dilakukan anak kecil yang menderita penyakit mental yang harus

ditangani

sebelum

hal

tersebut

menimbulakan masalah yang lebih serius. Kedua, 52

pendekatan yang diambil oleh staf di klinik psikologi Healy di Chicago sangat dipengaruhi oleh teori psikodinamik Freud. Pendekatan dinamik ini menerima dorongan yang kuat ketika pada tahun yang sama Healy membuka klinik, G. Stanley Hall, seorang psikolog, mengatur waktu Freud dan dua pengikutnya, Carl Jung dan Sandor Ferenczi, untuk mendiskusikan perayaan tahunan universitas Clark di Worcester, Massachusetts. Acara dan materi yang digabungkan ini menjual psikoanalisis kepada psikolog Amerika (meskipun bukan pada Witmer, yang saat itu tidak hadir: Routh, 1996). Kiblat psikolog menjadi berubah ke arah model Healy mengenai masalah psikologi klinis dan klinik 53

bimbingan

anak.

Fakta

ini

sejalan

dengan

menyebarnya penggunaan tes intelijensi Binet, meninggalkan

Witmer

dengan

background

psikologi klinisnya. Tentu saja dia masih aktif, akan tetpi dia lebih fokus pada fungsi dan klien yang sudah lebih dulu ada, bergabung dengan psikologi sekolah, konseling kejuruan, terapi bicara, dan perbaikan

pendidikan

dengan

menggunakan

psikologi klinis.

F.

Psikologi Klinis di Tengah Perang Dunia II Ketika Amerika memasuki PD I, militer dalam

jumlah besar direkrut dan harus diklasifikasikan menjadi orang yang punya intelektual dan orang yang stabil psikologisnya. Tidak ada teknik yang 54

digunakan untuk melakukan hal ini. Kemudian pihak militer meminta Robert Yerkes (yang kemudian menjadi presiden APA) untuk memimpin komite psikolog eksperimental yang berorientasi pada assesment yang mengembankan pengukuran yang tepat. Untuk mengukur kemampuan mental, komite tersebut mengeluarkan tes intelejensi Army Alpha dan Army Betha, dan untuk membantu mendeteksi gangguan perilaku. Selain itu, ini juga merekomendasikan

penemuan

Psychoneurotic

Robert Woodworth's. Pada tahun 1918, para psikolog telah mengevaluasi hampir 2 juta orang. Ahli klinis menggunakan variasi yang lebih luas mengenai tes intelijensi untuk anak dan dewasa dan menambah pengukuran baru tentang 55

kepribadian, minat, kemampuan khusus, emosi, dan perilaku. Mereka mengembangkan alat tes sendiri, sambil mengadopsi dari alat tes lain yang diambil dari psikiater Eropa yang orientasinya psikoanalisis. Beberapa

tes yang familiar pada masa ini

adalah Jung's Association Test (1919), Roschach

Inkblot

Test (1921), the

Miller

Test(1926), the

Goodenough

Test (1926), the

Strong

Test (1927), the

Thematic

(TAT) (1935), dan the

the

Analogies Draw-A-Man

Vocationl

Interest

Apperception

Bender-Gestalt

Wechsler-Bellevue

Test

Test (1938), Intelligence

Scale (1939). Pada tahun 1930, terdapat sekitar 50 klinik psikologi

dan

sedikitnya

sekitar

12

klinik 56

bimbingan anak di AS. Psikolog klinis dalam seting ini menyadari bahwa mereka sedang berurusan dengan dunia pendidikan, bukan dengan masalah psikiatris. Akan tetapi, perbedaan ini tumbuh lamban, secara perlahan, ahli klinis menambah fungsi perawatan pada asesmen mereka, trainingtraining, dan alat-alat penelitian. Pada 1930-an akhir, psikologi klinis tidak hanya dikenal sebagai profesi. Pada permulaan PD II, masih tidak terdapat program training untuk ahli

klinis,

hanya

sedikit

sekali

yang

menyelenggarakan program doktoral, M.A dan paling

banyak

pada

program

B.A.

Untuk

mendapatkan pekerjaan sebagai psikolog klinis, dibutuhkan

beberapa

keahlian

tentang

tes, 57

psikologi abnormal, perkembangan anak, dan juga tertarik

dengan

orang

banyak.

Departemen-

departemen psikologi Universitas enggan untuk mengembangkan program pascasarjana dalam psikologi

klinis

karena

fakultas

mereka

mempertanyakan penerapan psikologi dan mereka khawatir dengan biaya pelatihan klinis yang cukup mahal. Seluruh materi pokok psikologi klinis modern telah

diadakan.

Enam

fungsinya

(assesment,

treatment, research, teaching, consultation, dan administrasi) sudah bermunculan. Psikologi klinis telah berkembang melalui klinik-klinik aslinya serta melalui rumah sakit, penjara dan setting-

58

setting lainnya. Parktisinya pun pada saat itu bekerja dengan anak-anak dan orang dewasa.

G. Pasca Perang Dunia Pasca perang dunia II pengenalan hukum psikologi klinis sebagai profesi tumbuh dengan baik.

Pada

masa

pasca

perang,

hukum

menyediakan lisensi atau sertifikasi bagi para ahli klinis yang punya kualifikasi tinggi, dan APA membuat

grup

sertifikat

mandiri

untuk

mengidentifikasi individu yang telah mencicipi banyak

pengalaman

dan

mengusai

banyak

keahlian. Penelitian klinis juga meluas setelah PD II dan menghasilkan banyak kesimpulan negatif pada 59

ketidakmanfaatan tes kepribadian, nilai keputusan diagnostik dibandingkan dengan keputusan yang statistik, dan efektifitas psikoterapi tradisional. Penelitian ini membuat ketidakpuasan terhadap metode standar penilaian klinis dan ini termotivasi oleh perkembangan pendekatan-pendekatan baru untuk merawat, termasuk pendekatan humanistik dan behavioral. Pada

tahun

1980,

hampir

seluruh

yng

berkaitan dengan psikologi klinis sebelum PD II telah

berubah.

Psikolog

klinis

sebelum

PD

merupakan ahli diagnosa yang kliennya adalah anak-anak. Setelah 1945, fungsi, setting, dan klien dari psikologi klinis berubah drastis. Sekarang, ahli klinis bisa menikmati jangkauan yang lebih luas 60

tentang pendekatan teori dan alat-alat praktek untuk melakukan asesemen dan untuk merubah prilaku manusia.

H. Psikologi Klinis pada Abad 21 Perjalan sejarah psikologi klinis mengalami kemajuan pesat selama lebih dari 100 tahun, akan tetapi

baik

perkembangannya

maupun

pengujiannya belum sempurna. Ketika memasuki abad 21, psikologi klinis banyak menemui hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Termasuk cara melatih siswa, layanan yang disediakan ahli klinis, seting yang digunakan, cara pembayaran, dan teori yang

membimbing

mereka

serta

perawatan

gangguan psikologis. 61

I.

Perkembangan Psikologi Klinis Perkembangan Psikologi Klinis dapat dibagi

kedalam beberapa periode. Periode ini mulai dari awal munculnya, hingga sekarang, perkembangan psikologi sangat pesat. Dibawah ini, kita akan mengklasifikasikan periode ini secara singkat, kemudian

mendeskripsikan

sejarahnya

secara

umum. 1. Periode I (Tahun-tahun awal) · Psikologi sebagai ilmu peengetahuan di abad XIX · Pendirian laboratotium pertama di Lepzig tahun 1879 · Pengukuran dan statistic karakteristik manusia oleh Francis Galton di Inggris. 62

· Sigmund

Freud

berpraktek

di

ina

dan

menerbitkan “the interpretation of dreams” · Lightmer “Psikologi mendirikan

Witmer Klinis” klinis

menggunakan untuk

pertama

psikologi

dan

istilah kalinya jurnal

psikologi pertama. · Awal abad ke-20 merupakan periode reformasi yang menggairahkan bagi ide, rencana, dan alat-alat baru dalam bidang psikologi. · Antara tahun 1900–1920 banyak ditemukan alat pengukuran karakteristik baru, terutama tes intelegensi, misal: Tes Binet, Tes Army Alpha, dll.

63

2. Periode II (Waktu Konsolidasi) · Masa antara perang dunia menumbuhkan kemajuan

dalam

bidang

psikologi

dan

perkembangan pada standar pelayanan. · Pada masa praktek lebih fokus pada masalah anak dan pengembangan teori pada orang dewasa. · Selama dan setelah perang dunia kedua, psikologi di Amerika sangat terlibat dalam pekerjaan di rumah sakit bersama personal dan veteran militer. · Tahun

1930,

kelompok

psikolog

terapan

mendirikan layanan konseling di kampus. · Para psikolog menemukan berbagai teknik assessment, antala lain MMPI, TAT, dan SVIB. 64

3. Periode III (Pertumbuhan Pesat) · Dua hingga tiga decade setelah PD II, psikolog klinis menjadi profesi yang mandiri. · Sudah menetapkan standar, misalnya tahun 1952, APA menerbitkan DSM I (Diagnostic and

statistic manual of mental disorder ), di negara lain

(International

ICD

classification

of

disorder). · 1950–1960, Psikoterapi menjadi kegiatan yang penting

dan

lebih

menarik

ketimbang

assessment. · Perubahan dalam pola latihan, pendidikan, dan standar etik bagi psikologi klinis.

65

4. Periode IV (Perkembangan yang Campur Aduk) · Muncul kebutuhan akan kesehatan mental orang Amerika dan menjadikannya sebagai masalah nasional peluang meluas bagi psikolog klinis dan pekerja kesehatan mental lainnya. · Sebagian

psikolog

penanganan

berkomitmen

yang

tidak

pada

isu

semata-mata

individual, missal isu, kesehatan masyarakat dan

pencegahan

muncul

bidang

khusus

Psikologi komunitas. · Tahun 1970, psikologi klinis diakui perusahan asuransi kesehatan sebagai penyedia layanan kesehatan independen. · Perubahan dalam jalur dan gelar pendidikan psikologi klinis. 66

5. Periode V (Perkembangan Mutakhir & Masa Depan) · Berkembang kajian lintas disiplin psikologi klinis dengan disiplin ilmu lain, seperti kedokteran. · Teori dan riset terus berkembang pesat, antara lain

neuroimaging,

memetakan

karakteristik

penelitian

untuk

genetik

manusia

(human genetic project). · Berbagai kemungkinan muncul antara lain penggunaan tes dan interpretasi tes dengan sistem komputerisasi, konsultasi psikologi di internet.

67

J.

Profesi dalam Psikologi Klinis Psikolog

Psikiater

Konsultan

Pengajaran

Terapis

Eksekutif

Dalam dunia kerja tidak dipungkiri bahwa psikologi klinis memiliki lahan pekerjaan sesuai dengan

peranan

keahliannya

dan

fungsi

penggunaannya. Psikologi klinis memiliki peranan dalam memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal. Singkatnya, psikologi klinis memberikan bantuan pada manusia yang mengalami masalah psikologis. Tugas utama psikologi klinis adalah menggunakan tes

yang

merupakan

bagian

integral

suatu

68

pemeriksaan klinis yang biasanya dilakukan di rumah sakit.

K.

Psikologi Klinis dalam Dunia Kerja 1. Assessment,

pengumpulan

informasi

(observasi, wawancara, dan tes secara subyektif dan obyektif) mengenai perilaku individu, perilaku,

masalah,

karakteristik

unik,

kemampuan, dan keberfungsian intelektual untuk diagnosis, bimbingan karir, seleksi, dll. 2. Intervensi / Treatment, penanganan yang dirancang

untuk

menolong

orang

yang

bermasalah agar lebih mampu memahami dan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. (Konseling dan Psikoterapi) 69

3. Research, psikologi klinis berorientasi pada penelitian, melalui pelatihan dan kbiasaan. Biasanya melibatkan juga profesi lain. 4. Teaching, menjadi staf pengajar, memberikan sminar, kursus, bimbingan dan lain-lain. 5. Consultation, memberikan nasihat/bimbingan bagi organisasi mengenai berbagai masalah --mengkombinasikan

aspek

pengajaran,

penelitian, assessment, dan penyembuhan. 6. Administration,

keterlibatan

dalam

manajemen/kegiatan harian organisasi, karena kepekaan, keterampilan interpersonal, keahlian dalam

penelitian,

dan

kemampuan

organisasionalnya.

70

Bidang-bidang Terkait · Psikopatologi: Ilmu yang mempelajari proses terjadinya patologi atau kelainan dari proses kejiwaan. · Psikologi Medis: penjabaran dari psikologi umum dan

psikologi

kepribadian

untuk

ilmu

kedokteran. · Psikologi abnormal:

ilmu

yang

mempelajari

perilaku abnormal atau gangguan psikologis dan klasifikasi berbagai jenis gangguan. · Kesehatan mental: Ilmu yang mempelajari upaya mencegah munculnya gangguan mental.

71

BAB II PSIKOLOGI KLINIS ANAK/PEDIATRIK

72

A.

Definisi Psikologi anak klinis adalah suatu bidang

keahlian khusus dari psikologi profesional yang mengintegrasikan prinsip-prinsip dasar psikologi klinis, psikopatologi perkembangan, dan prinsipprinsip perkembangan anak dan keluarga, yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ilmiah dan memberikan pelayanan psikologis kepada bayi, anak-anak, dan remaja. Penelitian dan pelayanan di bidang psikologi klinis-anak difokuskan pada usaha memahami, mencegah, dan menangani masalah keluarga, kognitif, emosional, perkembangan, dan perilaku anak. Yang sangat penting bagi para psikolog anak klinis adalah pemahaman tentang kebutuhan 73

psikologis dasar anak dan konteks-konteks sosial yang memengaruhi perkembangan anak. ( Sunberg, 2007). Psikologi

Pediatrik

didefinisikan

sebagai

“bidang interdisipliner yang menangani fungsi dan perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional dalam kaitannya dengan isu-isu kesehatan dan penyakit pada anak-anak, remaja, dan keluarga” (masthead [ pokok tulisan ] Journal of Pediatric Psycology, 2000, vol. 25. hlm. 6; Norman D. Sunberg, 2007: 256). Bidang keahlian khusus psikologi pediatrik dikembangkan karena profesi kedokteran pediatrik dan psikologi anak-klinis yang

sudah

ada

sebelumnya

tidak

mampu

memenuhi tantangan dari beberapa masalah anak 74

dalam kerangka-kerangka kerja yang sudah ada ( Roberts dan McNeal, 1995: Norman D. Sunberg, 2007). Psikologi pediatrik dengan paparan awal ke peran unik psikologi di setting medis.

B.

ASPEK PSIKOLOGI ANAK Tiga aspek primer dalam psikologi anak

(Harper, 1997: Sunberg, 2007) adalah 1. Perspektif perkembangan 2. Pengumpulan data berdasarkan asesmen yang komprehensif dan berkelanjutan 3. Pendekatan penanganan behavioral Perkembangan normal dianggap sebagai titik acuan (reference point) bagi konseptualisasi dan intervensi klinis, dengan fokus khusus bagaimana 75

masalah medis memengaruhi anak-anak selama proses perkembangan. Protokol asesmen terstandar digunakan

untuk

mengumpulkan

informasi

tentang perilaku anak dan sebagai sarana untuk memantau penanganan. Intervensi behavioral dan psikososial menjadi pendekatan yang paling efektif untuk menangani berbagai gangguan terkait medis pada anak-anak. Menurut Harper (1997) bahwa psikolog

pediatrik

harus

mempunyai

multi

keterampilan di luar satu atau bidang spesialisasi.

C.

PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI ANAK 1. Pendekatan Piagetian : Perkembangan Kognitif Pendekatan Piagetian adalah pendekatan untuk mempelajari perkembangan kognitif 76

yang

mendeskripsikan

tahap

kualitatif

kefungsian kognitif. Jean Piaget menggambarkan masa anakanak

awal

sebagai

tahap

praoperasional

(preoperational stage), yang artinya pada tahap ini anak belum mampu untuk melakuakn operasi

mental

yang

logis.

Tahap

yang

berlangsung selama usia 2-7 tahun ini ditandai dengan pengembangan pemikiran-pemikiran simbolis atau kemampuan representasi, selain itu juga terdapat kemajuan pada pemahaman identitas,

pemahaman

sebab-akibat,

kemampuan mengklasifikasikan, pemahaman terhadap angka, dan empati.

77

Karakterisktik utama dalam pemikiran praoperasional

adalah

centration,

yaitu

kecenderungan untuk fokus terhadap satu aspek sehingga mengabaikan aspek-aspek yang lainnya. Hal tersebut yang kemudian memunculkan aspek-aspek ketidak matangan pada

pemikiran

egosentrisme

praoperasional,

(bentuk

yaitu

pengekspresian

centration), yang menimbulkan kegagalan memahami konservasi. Usia 7 tahun, anak memasuki tahap operasional konkret (concrete operation), yaitu tahap di mana anak dapat menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran dan pemecahan masalah nyata. Pada tahap ini 78

anak-anak memiliki pemahaman yang lebih baik dari pada pemahaman anak pada tahap sebelumnya mengenai konsep ruang, sebabakibat, pengelompokan, penalaran induktif dan deduktif, konservasi, dan angka. 2. Pendekatan

Pemrosesan

Informasi

:Perkembangan Ingatan Pendekatan

pemrosesan

informasi

adalah

pendekatan untuk mempelajari perkembangan kognitif dengan menganalisis proses-proses yang terlibat dalam pembuatan persepsi dan penerimaan informasi. Pada masa kanak-kanak awal, kecepatan, perhatian dan efisiensi dalam memproses infromasi meningkat dan dari sini mulai terbentuk ingatan 79

jangka panjang. Berbeda dengan orang dewasa yang cenderung mengingat inti dari sebuah kejadian, anak-anak ini lebih cenderung mengingat detail dari suatu kejadian. Pada tahap ini tidak mudah bagi anak untuk mengingat sesuatu, kecuali hidup mereka sampai mereka mengenmbangkan konsem tentang diri mereka. Partisipasi aktif anak akan mempengaruhi ketahanan ingatan tersebut, seperti ketika anak mampu mengunkapkan kembali ingatan mereka dalam kata-kata, maka mereka baru akan dapat menyimpannya dalam pikiran. Anak pada masa kanak-kanak tengah, atau pada usia sekolah (7 tahun) cenderung untuk membuat

kemajuan

dalam

memproses

dan

mempertahankan informasi. Reaksi dan kecepatan 80

memproses meningkat, yang kemudian mengarah pada peningkatan jumlah informasi yang bisa disimpan.

Anak pada tahap ini juga

lebih

memahami fungsi ingatan dan tahu strategi atau cara untuk mengingat. Mereka mulai menyadari tentang

pemilihan

informasi

yang

sekiranya

penting untuk diperhatikan dan diingat.

3. Pendekatan Psikometrik Pendekatan ini adalah pendekatan untuk mempelajari perkembangan kognitif yang berusaha mengukur secara kuantitatif faktor yang diduga mempengaruhi kecerdasan yang dimiliki seseorang, yang

hasilnya

akan

digunakan

untuk

81

memperkitasakan

kinerja

individu

di

masa

mendatang. Alferd Binet dan rekannnya Theodore Simon adalah pelopor tes psikometrik. Dua tes individu yang paling sering di gunakan untuk anak prasekolah adalah Stanford-Binet Intelligence Scale dan Weschler Preschool and Primary Scale of

Intelligence. Sedangkan tes kecerdasan psikometrik untuk anak usia sekolah yang cukup luas penggunaannya adalah Otis-Lennon School Abilit

Test

untuk

Intelligence

test

Scale

kelompok,

for

dan

Children

Weschler untuk

tes

perorangan.

82

4. Pendekatan Keseluruhan Bahasa Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk mengajar

membaca

yang

menekankan

pada

penyimpanan dan pengingatan kembali visual dan penggunaan isyarat kontekstual.

5. Pendekatan Sosial-Kultural Pendekatan sosial-kultural adalah pendekatan untuk mempelajari perkembangan kognitif dengan berfokus pada pengaruh lingkungan, khususnya orang tua dan pengasuh lainnya. Dimana pada masa kanak-kanak keluarga masih tetap menjadi fokus utama dalam kehidupan sosialnya, walaupun teman-teman mulai menduduki posisi penting.

83

6. Pendekatan Neurosains Kognitif Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mempelajari

perkembangan

kognitif

yang

mengkaitkan fungsi otak dengan proses kognitif. Dimana pada anak-anak perkembangan yang terjadi adalah pada usia 5-6 tahun yaitu pada kematangan wilayah kortikal, yang berhubungan dengan bahasa.

7. Pendekatan Behaviorisme Pendekatan yang bertujuan untuk mempelajari perkembangan kognitif yang berkaitan dengan mekanisme dasar pembelajaran.

8. Metode Assesmen 84

Asesman klinis merupakan sebuah proses yang dapat memiliki bentuk berbeda-beda, seperti wawancara klinis, tes psikologi, observasi perilaku, dan

review

pendekatan

arsip sentral

merupakan yang

pendekatan-

digunakan

untuk

meengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan asesmen yang telah digariskan.

9. Metode Wawancara (Terstruktur) Dalam metode wawancara terstruktur ini pewawancara

telah

terlatih

menyampaikan

sejumlah pertanyaan. Sebagian besar pertanyaan tersebut berupa pertanyaan tertutup, seperti : “Pernahkah

Anda

mengalami

periode

yang

berlangsung sehari-hari, dimana Anda merasa 85

depresi nyaris setiap hari ?” pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan ya atau tidak dengan jawaban yang pendek dan pasti, berlawanan dengan pertanyaan terbuka, seperti “Bagaimana perasaan Anda hari ini?” Dengan menerapkan kriteria yang telah ditetapkan, klinisi dapat menggunakan

jawaban-jawaban

untuk

menegakkan diagnosis. Wawancara terstruktur untuk anak disebut

Diagnostis Interview Shcedule for Children , Revised (DISC-R; Schaffer, Schwab-Stone, Fisher, dan Cohen, 1993). Wawancara tersebut digunakan untuk memiliki format-format yang paralel untuk anak dan pengasuh primer untuk dijadikan alat

86

bantu dalam berbagai diagnosis gangguan pada masa kanak-kanak.

10.

Tes Intelegensi

Pengetesan intelegensi banyak dilakukan pada anak-anak karena masalah retardasi mental atau kemampuan yang tak lazim sudah nampak pada awal kehidupan. Stanford Binnet Intelligence Scale. Tes intelligensi komprehensif pertama adalah yang diciptakan oleh Alfred Binet, ilmuwan Prancis yang produktif, akhir abad ke-19 awal abad ke-20. Stanford Binet edisi ke-4 memiliki empat maksud sekaligus: diagnosis diferensial retardasi mental versus diagnosis diferensial Learning Disabilities, pemahaman tentang mengapa seorang siswa 87

memiliki kesulitan kognitif, pengidentifikasian siswa berbakat, dan study mengenai perkembangan keterampilan

kognitif

individi-individu

yang

berumur 2 tahun ke atas (Thorndike, dan kawankawan, 1986; Sundberg, 2007)

Wechsler Intelligence Scales dipublikasikan pertama oleh David Wechsler pada 1939. Wechsler

Intelligence Scale for Children, Edisi ke-3 (WISCIII, Wechsler 1998) digunakan pada anak-anak berumur 6 tahun sampai 17 tahun 11 bulan.

Wechsler

Presschool

and

Primary

Scale

of

Intelligence (WPPSI-R, Wechsler, 1989) untuk digunakan pada anak-anak berumur 3 Tahun 7 Bulan sampai 7 Tahun 3 Bulan. Wechsler

Abbreviated Scale of Intelligence (WASI) dan 88

menjadi instrument popular yang diterapkan orang dewasa

dan

anak-anak

karena

pengadministrasiannya yang mudah dan cepat.

11.

Defisit dan Disfungsi Serebral

Defisit dan Disfungsi Serebral mencakup tugas-tugas seperti copying design from memory (mengkopi desain dari ingatan), traching a path

between numbers and letters in sequence (melacak sebuah jalan-jalan kecil diantara angka-angka dan huruf-huruf yang berurutan), dan reporting shapes

by feeling objects (menyebutkan bentu benda dengan merasakannya). 12. Tes Prestasi Umum dan Tes Bakat

89

Bagi anak-anak, pengukuran prestasi sekolah sangat penting dalam memahami school ferrals. Dalam tes ini yang menonjol adalah Differential

Aptitude Test (DAT). DAT terutama digunakan untuk konseling oleh anak-anak SMA.

D. METODE PENANGANAN Pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan dalam

mengembangkan

definisi

tentang

kenormalan dan keabnormalan pada anak menurut perspektif perkembangan oleh Garber (1984). Pertimbangan tersebut meliputi : 1) Umur dan Trend terkait-Jenis Kelamin Dalam tipikal,

mempertimbangkan

penting

untuk

perilaku

membedakan

anak antara 90

symptom (gejala, masalah tertentu) dan syndrome ( sindroma, pola, atau klaster dari beberapa gejala yang khas untuk sebuah gangguan).Study-study epidemiologismemperlihatkan

bahwa

meskipun

berbagai macam gejala cukup lazim terlihat pada usia-usia tertentu, tetapi sindroma jauh lebih jarang terlihat. Contoh : mimpi buruk yang melibatkan monster (sebuah gejala) bukan hal yang tidak wajar bagi anak-anak, dan jika itu muncul tidak akan dianggap sebagai psikopatologi (Papalia, Olds, dan Feldman, 1999, Sunberg, 2007) 2) Taraf Fungsi dan Progresi Perkembangan Perilaku individu bersifat patologis atau tidak, dapat ditentukan oleh salah satu kriteria, yaitu 91

dengan mempertimbangkan seberapa baik orang itu menghadapi berbagai tuntunan lingkungannya. Pada anak-anak, asesmen terhadap taraf fungsi mereka saat ini dan progresi mereka seiring perjalanan waktu harus dibandingkan dengan garis-basal yang diharapkan. Sehingga ketika melihat taraf fungsi anak saat ini, kita harus menanyakan apakah hal itu khas untuk anak-anak yang lebih muda atau lebih tua. a) Metode Intervensi Intervensi-intervensi

psikologis

terjadi

di

berbagai macam setting seperti, klinik, rumah sakit di rumah, atau di sekolah dan menangani berbagai proses

psikologis

memperbaiki

dan

bagaimana

interpersonal cara

anak

untuk berpikir, 92

merasakan dan bertindak. Psikolog menggunakan bermacam-macam pendekatan konseptual untuk menangani anak-anak, termasuk dengan terapi psikodinamika, behavioral, kognitif, bermain, dan keluarga, dan bervariasi menurut siapa yang menerima penanganan (misalnya anak, keluarga), modalitas penanganannya (misalnya, berbicara, bermain),

dan

settingnya

(misalnya,

klinik,

sekolah). Tabel strategi-strategi intervensi untuk menangani masalah-masalah perilaku anak : 1. Konteks intervensi Type intervensi 2. Intervensi anak remaja Psikoterapi individual 3. Psikoterapi kelompok 4. Terapi bermain 5. Terapi behavioral dan kognitif behavioral 93

6. Latihan keterampilan 7. Psikofarmakologi 8. Intervensi orang tua Konsultasi 9. Latihan pendidikan 10. Intervensi keluarga Terapi keluarga 11. Dukungan pemberdayaan keluarga 12. Intervensi sekolah dan masyarakat Konsultasi dengan pelayanan sosial 13. Konsultasi dengan sistem hukum 14. Konsultasi dengan setting medis Mengidentifikasikan

anak-anak

yang

membutuhkan penanganan adalah tugas yang kompleks karena anak-anak jarang merujuk dirinya sendiri untuk mendapatkan penanganan dan sering kali tidak mengenali kesulitan perilaku, 94

emosional, atau belajarnya sendiri. Orangtualah yang

biasayna

mengetahui

masalahnya

dan

mengambil keputusan untuk mencari keputusan dari profesional. Tetapi untuk anak-anak dan remaja sering di anggap “de facto family-context therapy” karena masalah anak harus di tangani dalam konteks sistem keluarga dan sistem sosial yang lebih besar (Kazdin

dan

Weisz,

1998).

Konsekuensinya,

gangguan pada anak-anak harus di lihat dalam kerangka kerja masalah psikopatologi maupun psikososial orang dan lingkungan dan bukan mengatribusikan masalahnya pada salah satu diantara kedua aspek itu (Adelman,1995).

95

b) Isu-Isu Perkembangan Tantangan bagi psikolog yang berorientasi klinis adalah mendapatkan pemahaman tentang bagaimana perkembangan normal menyimpang dari jalurnya, situasi atau variabel apa saja yang mempertahankan penyimpangan itu, dan kondisi apa saja yang memungkinkan untuk kembali ke jalur

normal

(Serafica

dan

wenar,

1996).

Mendukung jalur perkembangan yang sehat dapat di lakukan dengan mengajarkan ketrampilan adaptif di bidang-bidang, seperti problem solving, komunikasi dan interaksi sosial, sambil mendukung sistem keluarganya.

96

Faktor-faktor perkembangan, seperti umur, tingkat kognitif, pengalaman masa lalu, dan pemahaman tentang isu-isu etis dan legal juga akan

memengaruhi

bagaimana

anak-anak

merespon berbagai kegiatan kesehatan mental (misalnya, tes psikologis, terapi, penelitian). Ketika menangani orang dewasa, ada asumsi bahwa mereka memahami atau melalui penjelasan akan memahami alasan di balik psikoterapi. Ada banyak fungsi kognitif dan emosional yang berubah di sepanjang proses perkembangan dan dapat memengaruhi penanganan klinis pada anakanak. Proses perkembangan bahasa baik reseptif maupun ekspresif, krusial untuk partisipasi dalam penanganan. Tingkat berbahasa reseptif akan 97

berdampak

pada

kemampuan

anak

dalam

memahami instruksi dan penjelasan dari petugas kesehatan mental. Kemampuan berbahasa ekspresif akan

memengaruhi

bagaiman

anak

akan

membicarakan tentang pengalamannya sendiri.

98

BAB III PSIKOLOGI KLINIS REMAJA

99

A.

Definisi Menurut

Hurlock

(1981)

remaja

adalah

mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh 100

Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and

stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang. Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/

confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari

101

identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Gunarsa

(1989)

merangkum

beberapa

karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu: 1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. 2. Ketidakstabilan emosi. 3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup. 4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua. 5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua. 102

6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi

remaja

tidak

sanggup

memenuhi

semuanya. 7. Senang bereksperimentasi. 8. Senang bereksplorasi. 9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan. 10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok. Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahanperubahan

yang

cepat,

termasuk

perubahan

fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian

(Fagan,

2006).

Sebagian

remaja

mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun 103

beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

B.

Permasalahan Fisik dan Kesehatan Permasalahan akibat perubahan fisik banyak

dirasakan

oleh

remaja

awal

ketika

mereka

mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan

ketidakpuasan/

keprihatinan

mereka 104

terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka.

Permasalahan

fisik

ini

sering

mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam

sebuah

penelitian

survey

pun

ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang 105

berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body

image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al). Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun

penggunaan

obat-obatan

terlarang.

Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka

yang

suka

bereksperimentasi

dan

berskplorasi. 106

C. Permasalahan

Alkohol

dan

Obat-Obatan

Terlarang Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya

diri,

solidaritas,

adaptasi

dengan

lingkungan, maupun untuk kompensasi. 107



Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya

kehangatan

dari

orang

tua,

supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua. 

Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.



Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.



Cinta dan Hubungan Heteroseksual 108



Permasalahan Seksual



Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua



Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama Lain

Anderson

halnya

dengan

(dalam

pendapat

Fagan,2006),

Smith

&

menurutnya

kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh

yang

memungkinkan

munculnya

penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja: Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik

yang

diproduksi

oleh

kelenjar

hypothalamus adalah munculnya perasaan saling 109

tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”. Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu

penyebab

seseorang

mengalami

depresi 110

dibandingkan

dengan

permasalahan

dengan

teman. Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja. Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada

remaja

maka

akan

mengakibatkan

munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah

bagaimana

mengendalikan

dorongan 111

seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan”

yang

dialaminya

berkaitan

dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991). Di antara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas,

penalaran

logis

yang

berkembang,

pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.

112

Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja. Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.

D. PENANGANAN Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak 113

mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusankeputusan

moral

yang

harus

diambilnya.

Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilainilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda. Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan

terhadap

hati

nurani

sebagai 114

pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting

agar

remaja

bisa

mengendalikan

perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun

guru

dan

segera

menyadari

serta

memperbaiki diri ketika dia berbuat salah. Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik

dan

permasalahan

yang

menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra

115

untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.

116

BAB IV PSIKOLOGI klinis DEWASA

117

A.

Definisi Pengertian kedewasaan sebagai susatu fase

dalam perkembangan dipandang dari beberapa segi sebetulnya kurang tepat. Dewasa dalam bahasa Belanda adalah “volwassen” vol = penuh dan

wassen = tumbuh, sehingga volwassen berarti sudah tumbuh dengan penuh atau selesai tumbuh. Istilah “dewasa” berasal dari kata latin yaitu adults yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu

yang

pertumbuhannya

telah dan

telah

menyelesaikan siap

menerima

kedudukan dalam masyarakat bersamaan dengan orang

dewasa

lainnya.

Jadi

psikologi 118

perkembangan fase dewasa yaitu salah satu bidang psikolog

yang

memfokuskan

pembahasannya

mengenai perubahan tingkah laku dan proses perkembangan pada fase dewasa. Di Indonesia batas kedewasaan adalah 21 tahun. Hal ini berarti

bahwa pada usia itu

seseorang sudah dianggap sudah mempunyai tanggung

jawab

terhadap

perbuatan-

perbuatannya. Ia mendapat hak-hak tertentu sebagai orang dewasa, misalnya hak untuk memilh Dewan Perwakilan Rakyat, dapat nikah tanpa wali dan sebagainya. Jadi peraturan hukum tadi hanya untuk menetapkan hal-hal yang diperoleh seorang warga negara dalam suatu masyarakat. Dengan begitu 119

maka istilah kedewasaan lebih menunjuk pada suatu

pengertian

perkembanagan

sosiologis

sosiologisnya.

daripada Dapat

pula

dikatakan bahwa tugas-tugas perkembangaan pada massa ini ditentukan oleh masyarakat yaitu kawin, membangun

suatu keluarga,

mendidik

anak,

memikul tanggung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan.

B.

Karakteristik Perkembangan pada Fase Dewasa Setiap kebudayaan memuat pembedaan usia

kapan seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Masa dewasa dapat dikatakan sebagai masa yang paling lama dalam rentang hidup. Selama 120

masa yang panjang ini, perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan yang menimbulkan masalah-masalah penyesuaian diri, tekanan-tekanan, serta harapanharapan. Saat terjadinya peubahan-perubahan fisik dan psikis tertentu, masa dewasa biasanya dibagi menjadi

tiga

periode

yang

menunjuk

pada

perubahan-perubahan tersebut. Yaitu :

1. Masa Dewasa Dini (Dewasa Awal) Masa

dewasa

dini

merupakan

periode

penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan baru. Periode ini secara umum berusia sekitar 18-25 dan berakhir sekitar 35-40 tahun. Dewasa dini, memiliki ciri-ciri yaitu : 121

a) Kognitif : masa dewasa produktifitasnya tinggi dan pemikiran pada masa dewasa cenderung tampak

fleksibel,

terbuka,

adaptif,

dan

individualistis. Hal tersebut didasarkan kepada intuisi dan emosi serta logika untuk membantu orang-orang menghadapi dunia yang tampak kaotis ini. b) Emosional : kecerdasan emosional bisa jadi memainkan

peran

dalam

kemampuan

mendapatkan dan menggunakan pengetahuan implisit. Stabilitas emosi masih mengalami naik turun, namun tetap terkontrol dan cenderung mengarah ke titik keseimbangan dan bisa menerima tanggung jawab.

122

c) Bahasa : orang yang menginjak masa dewasa awal akan lebih anggun dalam bertutur kata, menggunakan bahasa yang tepat seuai dengan lawan bicaranya. keterampilan berbahasa lebih dikuasai

dan

lebih

supel

serta

mudah

berkomunikasi dengan orang lain. d) Sosial : masa dewasa ini biasanya akan lebih supel dalam berteman namun seringkali kondisi mereka seringkali mengubah cara berteman kerah kelompok-kelompok. e) Moral

: masa dewasa dini selalu memiliki

keinginan untuk bisa mengikuti nilai-nilai adat istiadat yang berlaku. f) Spiritual : pada tahap ini mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual 123

terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. g) Motorik : pada usia ini, orang memiliki kecepatan respon yang maksimal dan mereka dapat menggunakan kemampuan ini dalam situasi tertentu dan lebih luas. h) Peran jenis kelamin : golongan dewasa muda semakin

memiliki

kematangan

fisiologis

(seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. Dia mencari pasangan untuk bisa menyalurkan kebutuhan biologis.

124

2. Masa Dewasa Madya (Dewasa Pertengahan) Usia madya berusia sekitar 35-40 tahun & berakhir sekitar 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya ditandai dengan adanya perubahanperubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diiringi oleh penurunan daya ingat. Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi dalam dua sub bagian, yaitu: (1) Usia madya dini dari usia sekitar 35-50 tahun, dan (2) Usia madya lanjut dari 50-60 tahun. Pada periode usia madya lanjut, perubahan fisik dan psikologis menjadi lebih kelihatan. Ciri- ciri dari masa dewasa madya yaitu: 125

a) Kognitif : secara kognitif, orang-orang paruh bayah sedang berada dalam kondisi puncak. Para periset menyimpulkan “tidak adanya pola umum perubahan dengan

usia

bagi

yang berkaitan

semua

kemampuan

intelektual”. Walaupun penurunan konsisten kemampuan perseptual telah dimulai sejak 25 tahun, dan kemampuan numerik mulai menurun pada usia sekitar 40 tahun, performa puncak dalam empat dari enam keterampilan, penalaran induktif, orientasi spasial, kosakata, dan memori verbal terjadi sekitar pertengahan masa paruh bayah. b) Emosional : stabilitas emosionalnya sudah seimbang. Dewasa tengah mengatur diri 126

mereka sendiri, dan mereka cenderung memilih atau membentuk lingkungan yang sesuai

dengan

kebutuhan

mereka

dan

membuat mereka merasa nyaman. c) Bahasa

:

usia

madya

ini

mengalami

kemunduran dalam segi bahasa setelah mengalami puncaknya. Kosa kata tinggi yang dulu pernah dimengerti, kini sedikit demi sedikit

mulai

kemunduran

terlupakan ingatan.

akibat

faktor

keterampilan

berbahasa lebih sopan, agak bijak dan lebih dewasa. d) Sosial : Masa dewasa madya awal biasanya lebih

fokus

pada

kegiatannya

masing-

masing, berteman dengan kelompok telah 127

mereka bina, namun pada akhir masa madya perubahan respon sosial mulai naik, lebih giat bermasyarakat dan mengenal tetangga. e) Moral : masa dewasa ini selalu memiliki keinginan

untuk

bisa

mengikuti

dan

menghargai adat istiadat yang berlaku dan daya tarik kearah religi mulai terlihat apalagi diusia madya akhir. f) Spiritual

:

Tahap

ini

ditandai

dengan

perasaan terintegrasi dengan simbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap

pandangan-pandangan

yang

paradoks dan bertentangan, yang berasal dari

128

kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang. g) Motorik : memiliki kecepatan respon yang baik, tetapi diakhir usia dewasa madya kecepatan respon mengalami penurunan. h) Peran jenis kelamin : pria paruh baya lebih terbuka tentang perasaanya, lebih tertarik kepada relasi intim, dan lebih mengayomi (karakteristik yang secara tradisional dilabeli feminin) dibandingkan usia sebelumnya. Sedangkan wanita paruh baya lebih asertif, percaya diri, dan berorientasi pada prestasi (karakteristik yang secara tradisional dilabeli maskulin).

129

3. Masa Dewasa Akhir Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan

psikologis

tertentu.

Efek-efek

tersebut

menentukan apakah pria atau wanita usia lanjut akan melakuan penyesuaian diri secara baik atau buruk. Akan tetapi, ciri-ciri usia lanjut cendrung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk

daripada

yang

baik

dan

kepada

kesengsaraan dari pada kebahagiaan. Ciri-ciri usia lanjut yaitu: Kognitif

:

Studi

Longitudinal

Seattle

menemukan bahwa fungsi kognitif pada lansia sangat bervariasi. Sedikit orang yang menurun kemampuan pada semua atau sebagaian besar bidang, dan banyak orang mehningkat pada 130

bidang tertentu. Pada usia dewasa akhir meskipun adanya penurunan dalam bidang kognitifnya mereka masih bisa menunjukkan performanya

dengan

adanya

pelatihan-

pelatihan. Emosional : para lansia dapat mengontrol emosi dengan lebih baik. Dalam menangani sebuah masalah lansia lebih bijaksana yaitu dengan memilih strategi pengaturan emosi cenderung menarik diri pada posisi melihat suatu kejadian dari segi positifnya. Bahasa : usia dewasa akhir dari segi bahasa juga mengalami kemunduran dengan ditandai pelafalan kosa kata yang kurang jelas. Hal ini

131

dikarenakan telah menanggalnya beberapa gigi yang membuat artikulasi kurang jelas. Sosial : dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Pada usia ini justru lebih membutuhkan perhatian yang lebih dari keluarga terdekat untuk menguatkan diri meskipun mulai terjauh dari lingkungan masyarakat. Moral : usia dewasa akhir lebih cenderung tidak perduli lagi dengan norma-norma atau aturan–aturan

yang

ada

di

lingkungan

tersebut. Hal ini dikarenakan banyaknya

132

terjadi kemunduran dalam fisiknya yang berakibat berdampak pada moralnya. Spiritual : Perkembangan agama pada masa ini ditandai

dengan

munculnya

sistem

kepercayaan transcendental untuk mencapai perasaan

ketuhanan,

serta

adanya

desentransasi diri dan pengosongan diri. Peristiwa-peristiwa konflik tidak selamanya dipandang sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenaran ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang 133

lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling luas. Motorik : kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh , Penurunan kecepatan dalam bergerak mulai melemah, Kekuatan orang usia lanjut cendrung menjadi canggung dan kagok. Peran jenis kelamin : lansia wanita cenderung leih tinggi untuk hidup sendiri dibandingkan lansia

pria.

Lansia

lebih

menikmati

menghabiskan waktu bersama teman daripada bersama

keluarga,

merupakan

sumber

akan

tetapi

dukungan

keluarga emosional

utama. Di negara berkembang, para lansia biasanya tinggal bersama anak cucu. Di negara 134

maju

mayoritas

lansia

tinggal

bersama

pasangan.

C. Cara Penanganan 1.

Suasana Terapi

Dasar semua pengobatan adalah suasana terapi yang diciptakan oleh dokter bersama pasiennya. dan yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah hubungan antara pasien dan dokter. selama pasien masih tetap merupakan manusia yang holistic, masih berperasaan, masih bisa merasakan emosi, mempunyai cinta-kasih, ia harus dihadapi pula oleh seorang manusia yang lain, yaitu seorang pengobat atau dokter yang mempunyai emosi juga.

135

Hubungan ini sangat berbeda sekai antara mesin dan ahli tehnik,atau robot dengan komputer. Dalam suasana terapi ini, faktor sugesti dan persuasi, serta keyakinan dan kepercayaan pada sang pengobat sampai sekarang masih merupakan faktor yang penting yang bersifat empatik tanpa perasaan sentimental atau simpati yang berlebihan. Penderitaan dapat menimbulkan perilaku yang sifatnya dipengaruhi oleh berbagai faktor , yang penting ialah: o Asal genetic orang tersebut; o Persepsi masa kecil tentang penderitaan; o Pengalaman tentang rasa sakit dan nyeri; o Keadaan hidup sekarang;

136

o Keinginan dan harapannya untuk masa depan; Dengan memerhatikan faktor-faktor diatas, dokter akan lebih menilai hakiki perilaku pasiennya, sehingga pendekatannya terhadap pasien itu akan lebih membantu suasana terapi.

2.

Terapi Dalam Psikiatri Pengobatan dalam psikiatri pada umumnya

dapat dibagi menjadi tiga golongan besar,yaitu: a) Somatoterapi Sasaran utama pengobatan ini adalah tubuh manusia dengan harapan bahwa pasien itu akan sembuh karena reaksinya secara holistik. Somatoterpi

secara

umum

dapat

dibagi 137

menjadi : farmakologi,

pembadahan

dan

fisioterapi. Selanjutnya yang dipakai dalam bidang ilmu kedoteran jiwa, yaitu:  Electro Convulsive Therapy (ECT) ECT merupakan bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kenjang dengan cara mengalirkan arus listrik melalui electrode yang ditempelkan

pada

memberikan

rangsangan

eksternal

untuk

tertentu.ECT hipotalamus

pelipis

terapi

klien

untuk

elektrik

secara

gangguan

membangkitkan didaerah

efek

jiwa pada

limbic

yang

ECT

berupa

mengakibatkan mood pasien. Alat

dalam

penggunaan

elektrokonvulsator.

Pada

terapi

umumnya 138

penggunaan alat tersebut berkisar 100-150 volt selama 2-3 detik terjadi konvulsi. Bila tidak terjadi maka langsung diulang dengan voltase yang sama atau lebih tinggi dan dapat diulang sampai tiga kali. Indikasi dalam penggunaan ECT adalah untuk depresi

yang

resistant

dengan

obat,

kecenderungan bunuh diri, menolak makan dan minum, kehamilan, skizofrenia katakonik, skizofrenia

bentuk

akut,

paranoid,

Efek

samping dalam penggunaan terapi ECT adalah robekan otot, sakit kepala, demensia, delirium, amnesia retrograde, dll.  Terapi Kejutan Insulin (Insulin Shock

Therapy). 139

Pada tahun 1933, M.J Sakel dia menggunakan insulin dalam merawat orang yang kecanduan morfin. Keadaan koma yang terjadi secara kebetulan dan tidak disengaja yang timbulkan oleh insulin ternyata berpengaruh baik pada kepribadian. Terapi ini menjadi salah satu bentuk somatoterapi yang sangat penting untuk skizofrenia. Dalam terapi ini psikiater memberikan pasien dosis insulin yang setiap harinya semakin bertambah sampai pada kadar dosis

tertentu

menimbulkan

yang

diperlukan

keadaan

kejutan.

untuk Psikiater

berpendapat bahwa peran utama dari bentukbentuk somatoterapi, misalnya kejutan insulin dan

obat-obat

penenang

adalah

untuk 140

membuat

pasien

lebih

mudah

diberi

psikoterapi.  Pengobatan

psikotropik

(Terapi

Farmakologi) Sesudah menciptakan suasana terapi, maka dalam suasana inilah dokter itu melakukan sesuatu

yang

menurut

si

sakit

dapat

menolongnya. Bila diberi obat, maka pengaruh obat tidak terlepas pula dari suasana terapi itu, sehingga efek placebo dapat setinggi 30%50%, bukan saja obat psikotoropik, tetapi juga dari umpamanya obat antihipertensi, antidiabetes, anti-kholesterol. Obat dapat juga dipergunakan sebagai alat untuk memelihara hubungan pasien-dokter , sebagai jembatan 141

dalam hubungan pasien dan dokter supaya tidak terputus . Kita melihat bahwa farmakoterapi atau terapi dengan pemberian obat merupakan hanya salah satu cara terapi di antara banyak cara

lain.

ataupun

Penggunaan

obat

psikofarmakoterapi

psikotropik merupakan

bidang yang lebih kecil lagi dari lapangan pengobatan yang begitu luas .adapun dalam psikiatri yang mempelajari serta memakai obat psikotropik dinamakan farmakopsikiatri. Obat

psikotropik

adalah

obat

yang

mempunyai efek terapetik pada proses mental pasien karena efeknya pada otak . akan tetapi kita harus ingat bahwa gangguan mental itu 142

disebabkan oleh suatu masalah psikologik ataupun social , maka tidak ada satupun obat yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut , kecuali diri sendiri dan dokter serta obat hanya sebagai fasilitator yang membantu kea rah penyelesaian atau kea rah penyesuaian diri yang lebih baik . Pembagian obat psikotropik. I. Tranquilazer, mempunyai efek anticemas, anti-tegang dan anti-agitasi II. Neroleptika,

mempunyai

efek

antipsikosa dan antiskizofrenia, serta juga efek anti-cemas, anti-tegang. III. Antidepresant,

mempunyai

efek

antidepresi dan anti-cemas dan tegang 143

serta

efek

aktivasi

dan

efek

menghilangkan hambatan. IV. Psikotomimetika, dapat menimbulkan gejala-gejala psikosa, tetapi reversible, umpamanya meskalin dan LSD (tidak akan dibicarakan disini karena tidak dipakai buat pengobatan, tetapi dipakai untuk penelitian gejala-gejala psikosa).

b) Terapi Psiko-edukatif  Psikoterapi (Terapi Psikologi) Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam

pikiran

pengobatan

atau

dan

dapat

perawatan

dikatakan gangguan

sebagai psikis

melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup 144

berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya, dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosinya, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya. Psikoterapi juga merupakan suatu interaksi sistematis

antara

klien

dan

terapis

yang

menggunakan prinsip-psinsip psikologis untuk membantu

menghasilkan

perubahan

dalam

tingkah laku, pikiran dan perasaan klien supaya membantu klien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau

berkembang

Psikoterapis

sebagai

menggunakan

seorang

individu.

prinsip-prinsip 145

penelitian, menyusun

dan

teori-teori

interaksi

psikologis

serta

teraupetik. Psikoterapi

biasanya digunakan dalam terapi psikiatri pada orang-orang yang mengalami masalah-masalah tingkah laku yang abnormal, seperti gangguan suasana hati, gangguan penyesuaian diri, gangguan kecemasan atau

skizofrenia. Untuk beberapa

gangguan ini, terutama gangguan bipolar dan skizofrenia, terapi biologis umumnya memegang peranan

utama

dalam

perawatan.

Meskipun

demikian, selain perawatan biologis, psikoterapi membantu pasien belajar tentang dirinya sendiri dan memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan memudahkannya menanggulangi tantangan hidup dengan lebih baik. 146

 Behavioral Therapy (Terapi Perilaku) Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu lingkungan dan

menghasilkan

konsekuensi-konsekuensi

tertentu. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Operan

conditioning adalah modifikasi perilaku yang dipertajam atau ditingkatkan frekuensi terjadinya melalui pemberian reinforcement. Lingkungan sosial digunakan untuk membantu seseorang dalam meningkatkan

kontrol

terhadap

perilaku

yg

berlebihan atau berkurang (Murray & Wilson).

147

Indikasi utama dari terapi perilaku ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya: impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya: exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan (hipo) mania. Perkembangan Terapi Perilaku  Dialectical Behavior Therapy (DBT) DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan

gangguan

kepribadian

ambang. 148

Terapi ini bersifat selektif, dan mengambil metode dari terapi suportif, kognitif dan perilaku. Fungsi DBT adalah : 1. Meningkatkan dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien 2. Meningkatkan matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi dorongan pada

perilaku

maladaptif,

termasuk

disfungsi (kognisi dan emosi). 3. Meyakinkan bahwa pola perilaku baru dikembangkan

dari

lingkungan

terapeutik ke lingkungan alami. 4. Membuat

struktur

lingkungan

sedemikian rupa sehinggaperilaku efektif

149

bukannya

perilaku

disfungsi

yang

didorong 5. Meningkatkan motivasi dan kemampuan terapis sehingga diperoleh terapi efektif.

 Terapi

Kognitif-Perilaku

(Cognitive

Behavioural Therapy) Terapi kognitif-perilaku (sering disingkat CBT) menampilkan usaha yang relatif baru untuk menyatukan aspek terapi perilaku yang berguna dengan terapi kognitif dan memiliki tujuan utama membantu pasien mendapatkan perubahan yang mereka harapkan dalam kehidupannya. Asumsi dasar

yang

melatarbelakangi

terapi-kognitif

perilaku meliputi: 150

a. Respons pasien lebih berdasarkan kepada interpretasi ketimbang pada realitasnya. b. Pikiran, perilaku, dan emosi saling terkait. c. Tindakan terapeutik perlu diklarifikasi dan diubah menurut pikiran pasien d. Manfaat perubahan proses kognitif dan perilaku pasien lebih besar daripada manfaat perubahan salah satunya saja.

c) Sosioterapi  Terapi gangguan

Terapi Lingkungan lingkungan mental

adalah

atau

pengobatan

ketidakmampuan

menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan substansial

dalam

keadaan

langsung

pasien 151

kehidupan dan lingkungan dengan cara yang akan meningkatkan efektivitas bentuk lain dari terapi. Tujuan

terapi

lingkungan

adalah

untuk

memanipulasi lingkungan sehingga semua aspek pengalaman rumah sakit klien dianggap terapeutik. Konsep terapi lingkungan dikembangkan dari keinginan untuk melawan efek negatif regresif institusionalisasi: mengurangi kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara independen, adopsi nilai-nilai kelembagaan dan sikap, dan hilangnya komitmen di dunia luar. Terapi lingkungan dalam pengobatan yang dilakukan pasien melibatkan baik keluarga dan lingkungan tempat tinggal pasien agar dapat membantu menciptakan lingkungan

152

yang

kondusif

untuk

perkembangan

proses

pengobatan pasien. 

Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah

pola interaksi keluarga

sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social.Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan

siapa

yang

sebenarnya

terlibat, 153

karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh.

154

BAB V PSIKOLOGI klinis LANSIA

155

A. Definisi Dengan semakin besar proporsi populasi orang-orang

lanjut

usia

(lansia)

beserta

heterogenitas, pengalaman hidup yang kompleks, dan perubahan demografis dalam populasi, penting bagi professional kesehatan mental untuk bersiapsiap mengakses dan menagngani klien-klien lansia. Terlepas dari kecenderungan untuk memandang lansia sebagai populasi yang homogen dilihat dari nilai-nilai, motif, status social psikologis serta perilakunya, penelitian menunjukkan bahwa lansia adalah

populasi

yang

sangat

beragam

dan

heterogen (Jackson, Chatter, dan Taylor, 1993; Williams, Lavizzo-Mourey, dan Warren, 1994). Mereka memiliki karakteristik-karakteristik yang 156

sama dan yang berbeda dengan kelompokkelompok usia lainnya. Dalam pembedaan

mengonseptualisasikan yang

berfaedah

penuaan,

adalah

dengan

membedakan antara the young-old dan the oldest-

old (Berger dan Thompson, 1998). Istilah oldest-old mengacu pada orang-orang yang berumur 85 tahun keatas. Tetapi, sebagian peneliti khawatir apabila

pembedaan

itu

dapat

menjadikan

pensetereotipan terhadap kelompok the oldest-old (Binstock, 1992). Ini poin yang penting karena umur kronologis bukan satu-satunya faktor yang menentukan bagaimana orang menyesuaikan diri terhadap penuaannya. Keadaan pikiran, kebiasaan terkait kesehatan, dan pandangan social dan 157

psikologis secara umum tentang hidup juga menentukan penyesuaian terhadap penuaan. Di Amerika jumlah penduduk berusia 65 tahun atau lebih deperkirakan akan meningkat dari 35 juta pada tahun 2000 menjadi 78 juta pada tahun 2050, peningkatan jumlah tertinggi dibandingkah kelompok usia lain. Di seluruh dunia jumlah individu berusia di atas 65 tahun mencapai 750 juta pada tahun 2050. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana

orang

dapat

merasa

puas

dengan

keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah

permulaan

dipandang

sebagai

kemunduran. masa

Usia

kemunduran,

tua masa 158

kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas

dewasa

ini.

Pandangan

ini

tidak

memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai

masa

hidup

kesempatan-kesempatan

yang

memberi untuk

mereka tumbuh

berkembang dan bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka

159

sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.

B. Profisensi Di Bidang Geropsikologi Tren dalam penggunaan pelayanan psikologis oleh lansia telah mengalami perubahan. Kohortkohort (sejumlah orang yang lahir pada tahun lebih kurang sama) suksesif memiliki tingkat pendidikan dan sikap penerimaan yang lebih tinggi terhadap psikologi. Rokke dan Scorgin (1995), misalnya menunjukkan bahwa lansia menganggap terapi kognitif lebih kredibel dan akseptabel dari pada terapi obat untuk depresi. Pendapat ini berlawanan

dengan

pemikiran

yang

sering

dilontarkan bahwa lansia lebih menyukai terapi 160

obat

dan merasa terstigmatisasi bila diberi

rekomendasi psikoterapi. Jadi, psikolog dapat bertindak lebih aktif dalam menjangkau lansia untuk diberi pelayanan dan dapat berharap bahwa lansia itu akan menyambutnya dengan baik. Untuk menjawab isu-isu tanggung jawab dan kompetensi dalam memberikan perhatian pada psikologi dan penuaan. American Psychological

Association

telah

mengembangkan

berbagai

pedoman terkait dengan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi profesien dibidang geropsikologi (APA Interdivisional Task Force, 1999). 13 bidang yang disebutkan meliputi: 1. Penelitian dan teori tentang penuaan 2. Psikologi kognitif dan perubahan 161

3. Aspek-aspek sosial psikologis penuaan 4. Aspek-aspek biologis penuaan 5. Psikopatologi dan penuaan 6. Masalah-masalah kehidupan sehari-hari 7. Faktor-faktor sosiokultural dan sosial-ekonomi 8. Isu-isu khusus dalam asesmen lansia 9. Penanganan lansia 10. Pencegahan dan pelayanan intervensi krisis pada lansia 11. Konsultasi 12. Interface dengan disiplin-disiplin lain 13. Isu-isu

etik

khusus

dalam

menyediakan

pelayanan kepada lansia

162

C. Psikopatologi Pada Lansia Angka psikopatologi dalam populasi lansia yang hidup di masyarakat maupun di berbagai institusi kira-kira 22% (Gatz dan Smyer, 1992). 1. Depresi Diagnosis (gangguan mensyaratkan

Major depresi

Despressive berat)

keberadaan

Disorder

dalam

DSM-IV

suasana

perasaan

berupa depresi atau kehilangan minat

pada

berbagai kegiatan, letih, kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, dan perasaan tidak berharga.

Dysthimia, sebuah gangguan suasana perasaan yang sering muncul sebelum episode-episode depresif berat, mensyaratkan lebih sedikit gejala

163

tetapi durasi “feeling blue” yang lebih panjang (American Psychiatric Association, 1994). Depresi tidak hanya menyerang lansia yang memiliki riwayat masalah emosional saja, tetapi hampir semua lansia bisa terkena depresi. Hal ini karena depresi bisa dipicu oleh trauma, penyakit, kesepian, sakit kronis, keuangan, kematian orang terdekat, kehilangan pekerjaan, atau perubahan dalam kehidupan. 2. Kecemasan Informasi

yang

ada

tentang

gangguan

kecemasan pada lansia sangat terbatas, meskipun gangguan ini lebih banyak terjadi dalam populasi ini dibanding depresi (Beck dan Stenley, 1997). Kriteria diagnosis untuk gangguan kecemasan yang 164

menjadi focus perhatian pada lansia didefinisikan sebagai berikut (American Psychiatric Association, 1994): 1. Gangguan

panik

dideskripsikan

sebagai

episode-episode aprehensi intens, palpitasi, nyeri dada, dan napas pendek yang mendadak, yang berulang kali muncul. 2. Fobia

ditandai

penghindaran

oleh

yang

ketakutan

melampaui

dan

besarnya

bahaya riilnya. 3. Generalized Anxiety Disorde (GAD) (gangguan kecemasan

menyeluruh)

menyangkut

kecemasan dan kekhawatiran yang persisten dan tak terkontrol.

165

4. Post-Traumatic

Stress

Disorder

(PTSD)

(Gangguan Stes Paska-Trauma) mengacu pada pengalaman emosional yang dirasakan kembali seperti saat mengalami kejadian traumatis intens, yang disertai dengan penghindaran rangsangan

fisiologis

dari

hal-hal

yang

berhubungan dengan trauma itu. Angka preferensi gangguan kecemasan dikalangan lansia adalah 5,5% (Regier, dkk., 1988). 3. Demensia Demensia ditandai oleh kehilangan fungsi sedemikian rupa sehingga menghendaya performa dalam kegiatan sehari-hari. Kriteria diagnostik mensyaratkan bahwa orang itu memiliki ingatan yang terhendaya (paling tidak dua deviasi standar 166

dibawah rata-rata untuk umur dan pendidikan tertentu dari berbagai tes) dan penurunan, paling tidak, pada satu ranah fungsi kognitif lain yang mempengaruhi

fungsi

sehari-hari

(American

Psychiatric Association, 1994). Pada umur 65 tahun, hanya 1% diantara populasi yang akan mengalami demensia; pada umur 85 tahun, 30% - 35% akan mengalami demensia; dan 50% lansia yang berumur 90 tahun keatas akan menerima diagnosis demensia. Ada beberapa indikasi demensia atau cognitive slippage (kecenderungan berbagai pikiran untuk saling mengikuti dengan cara-cara yang tidak logis atau tidak dapat diprediksi) pada lansia, yaitu:

167

1. Kesulitan dalam mempelajari dan mengingat informasi baru. 2. Problem salving dirumah dan ditempat kerja yang terhendaya. 3. Bermasalah dalam menangani tugas-tugas yang kompleks. 4. Berbagai masalah yang mengikuti rentetan pikiran yang kompleks. 5. Mengalami kesulitan pada tugas-tugas yang sebelumnya dapat dilakukan dengan mudah (misalnya menulis cek). 6. Mengalami kesulitan untuk pergi keberbagai tempat dilingkungan yang sangat dikenalnya. 7. Mengalami masalah dalam menemukan katakata. 168

8. Perubahan perilaku (apati, disengagement, kepasifan,

iritabilitas,

kecurangan

yang

meningkat).

D. Masalah-masalah lain yang Dapat Menjadi Fokus Penanganan 1. Kesehatan Satu hal yang perlu dicatat adalah lansia memiliki lebih banyak masalah kesehatan, dan status psikologisnya terkait erat dengan status fisik dan fungsionalnya (Zeiss, dkk., 1996). Masalahmasalah kesehatan sering menjadi bagian penting dari dari terapi lansia. Banyak lansia yang memiliki masalah-maslah

kesehatan

kronis.

Psikolog

menerapkan beberapa strategi yang membantu 169

mengelola rasa sakit, termasuk teknik-teknik relaksasi dan biofeedback (ini akan didiskusikan lagi dibab berikutnya). Kepatuhan terhadap aturan minum obat dan adaptasi terhadap perubahan hidup juga merupakan topik yang sering muncul dalam terapi lansia.

2. Penganiayaan Lansia Elder abuse (penganiayaan lansia) di Amerika pada tahun 1970-an ada penekanan pada usaha menetapkan istilah penganiayaan, cara melapor, dan strategi penanganan yang tepat untuk itu. Lima macam penganiayaan yang sering teridentifikasi adalah:

170

Penganiayaan dan penelantaran secara fisik. Penganiayaan finansial. Pelanggaran hak asai. Pelanggaran process rights (oleh orang lain dengan menggunakan guardianships atau conserfatorships). Penganiayaan psikologis.

3. Insomnia Insomnia/sulit tidur adalah masalah yang lazim dialami lansia; sleep-maintenance insomnia adalah

kondisi

terkait

umur

dan

membuat

penderitanya lemah (Bootzin, Engle-Friedman, dan Hazelwood). 171

Dalam sleep education, terapis mengajari klien tentang perubahan-perubahan tidur terkait umur; efek kafein, nikotin, alkohol, bantuan tidur olah raga,

dan

nutrisi;

dan

efek

minimal

dari

deprivasi/kekurangan tidur bagi kebanyakan orang. Kebanyakan orang bisa kehilangan waktu tidur tanpa mengakibatkan masalah kesehatan. Bagi sebagian klien, komponen terapi kognitif yang diadaptasi untuk imsomnia juga dapat ditambahkan. Ini membantu klien dalam; 1. Mengidentifikasi

pikiran-pikiran

atau

kekhawatiran-kekhawatiran disfungsionalnya. 2. Menantang

keyakinan

dan

sikap

maladaptifnya tentang tidur dan dampak

172

kehilangan jam tidur pada fungsinya disiang hari. 3. Mengganti

pikiran-pikiran

itu

dengan

alternative-alternatif yang lebih realistis.

4. Masalah-masalah Seksual Hasrat dan perilaku seksual pada lansia sering diasumsikan

jarang

terjadi,

ternyata

tidak

sepenuhnya benar (Pedersen, 1998). Terlepas dari berbagai perubahan fisiologis pada perempuan dan laki-laki, seperti menopause pada perempuan dan laki-laki, minat seksual pada lansia sampai umur 80 tahunan ternyata masih cukup tinggi. Ada pendapat (misalnya, Zeiss dan Zeiss, 1990; Zeiss, Zeiss, dan Davies, 2000) bahwa klinisi 173

seharusnya

menggunakan

intervensi-intervensi

yang dirancang secara individual, yang difokuskan pada

kombinasi

elemen-elemen

berikut:

meningkatkan pengetahuan seksual, mengurangi kecemasan seksual, dan memperbaiki etni-etnik seksual. Ini termasuk membantu pasangan untuk memperbanyak

ragam

aktifitas

seksual

yang

mereka anggap akseptabel dan menyenangkan. Adaptasi yang dilakukan agar sesuai dengan berbagai keterbatasan yang dialami oleh salah satu pasangan juga dibutuhkan. Bahkan dalam kasuskasus

tatkala

hubungan

seksual

tak

dapat

dilakukan, kebanyakan pasangan menganggap cuddling (kelon), saling memijati, dan saling

174

menyentuh

sebagai

tindakan

yang

sangat

rewarding.

5. Isu- isu yang Terkait dengan Kematian dan

Menjelang Ajal Saat ini ada dua tren yang mengharuskan perlunya

fokus

pada

isu-isu

kematian

dan

menjelang ajal pada lansia. 1. Orang yang hidup lebih lama, dan semakin panjangnya

umur

manusia

berimplikasi

bahwa kebanyakan kematian akan terjadi pada usia yang sangat lanjut. 2. Penggunaan berkelanjutan dari teknik-teknik memperpanjang

umur

membuat

proses

175

menjelang ajal semakin dapat dikontrol dan semakin dapat dinegosiasikan (Riley, 1992). Elizabeth

Kubler-Ross

(1969),

mendiskusikan

tentang 5 tahap menjelang ajal yang dialami orang setelah tahuu bahwa sakitnya akan membawa kematian.

Tahap-tahap

kesedihan

yang

diikhtisarkan oleh Kubler-Ross, sebagai berikut; 1. Pengingkaran: pasien tidak mau percaya bahwa dirinya akan meninggal. 2. Marah: pasien marah kepada Tuhan atau sang nasib. 3. Tawar-menawar:

pasien

mencoba

menawarkan sebuah alternatif dengan Tuhan atau sang nasib. 4. Menerima: pasien menerima kematiaannya. 176

6.

Intervensi psikologis a) Asesmen: Bersikap Sensitif terhadap Isu-isu

Penuaan Seperti halnya orang-orang dewasa yang lebih muda

teknik-teknik

yang

digunakan

dalam

asesmen psikologisnya termasuk wawancara klinis, review data dan catatan riwayat hidup, evaluasi kognitif dan neuropsikologis, asasmen perilaku, dan observasi situasional (Kaszniak, 1996). Tetapi, untuk lansia, psikolog perlu untuk berbagai tes dan lebih sering memasukkan tes kognitif dalam asesmen. American Psychiatric Association (1994) menyediakan pedoman untuk evaluasi demensia dan kemunduran kognitif terkait umur.

177

Untuk pasien-pasien yang memperlihatkan perilaku

yang

bersifat

merugikan

(misalnya;

berkeliaran, berteriak-teriak, menyerang) asesmen perilaku dapat berguna dalam menetapkan tipe teknik yang berguna bagi pasien dan/atau staf yang menangani

pasien

(misalnya

dipanti

jompo)

(Burgio, Flynn, dan Martin, 1987; Rader, 1994). b) Psikoterapi: Observasi Umum tentang Adaptasi

dan Efektifitas Kebanyakan penelitian tentang psikoterapi untuk

lansia

menggunakan

pendekatan-

pendekatan kognitif-behavioral, dan ini telah terbukti efektif untuk berbagai macam masalah (Scorgin dan Mc Elreath, 1994; Zarith dan Knight, 1996). 178

Cognitive and Behavioral Therapies (CBT)/Terapi kognitif

dan

behavioral,

didasarkan

pada

pendekatan-pendekatan teoritis yang menekankan pada belajar seumur hidup dan keyakinan yang optimistic bahwa orang mampu menciptakan perubahan penting dalam pikiran, perasaan, dan tindakannya (misalnya, Goldfried dan Davison, 1994). c) Psikoterapi Untuk Lansia Ketika menangani lansia, penting untuk tidak berasumsi bahwa adaptasi tertentu pada terapi kognitif-behavioral

selalu

dibutuhkan.

Setiap

individu dalam terapi akan berfungsi dengan cara yang unik. Asesmen terhadap masing-masing klien seharusnya tidak hanya memasukkan informasi 179

tentang presenting complaint, tetapi juga berbagai kekuatan dan deficit, guna menetapkan adaptasi mana yang lebih tepat. d) Adaptasi-adaptasi yang Lazim Disisi positif beberapa perubahan dalam terpai sering kali dibutuhkan untuk merespon kekuatankekuatan ini dapat dianggap sebagai wisdom (kearifan) (Baltes dan Staudinger, 1993). Bahkan klien-klien yang tidak memenuhi kriteria mungkin pernah mengalami pengalaman hidup yang sulit. Kebanyakan informasi

lansia yang

dapat sangat

mengabstraksikan membantu

dari

pengalaman-pengalaman itu dan mendiskripsikan ketrampilan-ketrampilan pribadi yang pernah membantu mereka dalam mengatasi kesulitan. 180

Menunjukkan respek dan terhadap akumulasi

minat yang tulus

pengalaman

klien

dapat

mendukung terapi. Adaptasi-adaptasi kunci terhadap terapi yang perlu dipertimbangkan untuk masing-masing klien lansia, yakni: a) Menggunakan

pembelajaran

multimodel

(dengan banyak cara). b) Menanamkan kesadaran interdisipliner. c) Menyajikan informasi yang lebih jelas (more clearly). d) Mengembangkan pengetahuan (knowledge) tentang berbagai tantangan dan kekauatan terkait-penuaan.

181

e) Menyuguhkan materi terapi dengan lebih lambat (more slowly).

e) Intervensi-intervensi Psikologi dalam Konteks

Tim Interdisipliner Keluarga kadang-kadang merupakan kekuatan primer dibelakang lansia yang mencari perawatan kesehatan mental (Zeiss dan Steffen, 1996). Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh semua anggota tim meliputi: a) Pengetahuan dan respek terhadap kemampuan anggota tim lainnya. b) Kemampuan untuk berbagi informasi secara jelas dengan professional-profesional yang

182

memiliki

latar

belakang

pendidikan

dan

latihan serta jargon yang berbeda. c) Kapasitas untuk mengonseptualisasikan kasus secara holistic, termasuk kecakapan dalam mengembangkan rencana penanganan tim secara tertulis. d) Keterampilan kepemimpinan. e) Keterampilan mengatasi konflik.

183

BAB VI PSIKOLOGI KESEHATAN

184

A.

Definisi Psikologi kesehatan adalah aspek-aspek ilmu

psikologi yang bermanfaat ketika digunakan di dalam dunia kesehatan. Sebagai contoh, seorang dokter harus bisa mengendalikan psikis pasiesnnya dan bukan hanya sebagai orang yang dibayar dan harus memberi resep obat. Ketika pasien mempunyai sakit parah, maka sebagai

dokter

yang

baik,

ia

harus

dapat

membangkitkan semangat dan motivasi pasien untuk dapat sembuh dari penyakitnya. Lebih dari itu, dokter juga harus mengetahui bagaimana keadaan

mental

pasien

berkaitan

dengan

kesehatannnya.

185

Sesuai dengan Matarazzo, psikologi kesehatan adalah

adalah

suatu

agregat

dari

specific

educational, dan kontribusi scientific professional, dari disiplin psikologi, untuk memajukan atau memelihara kesehatan, termasuk juga didalamnya penanganan penyakit dan aspek-aspek lain yang terkait dengannya. Psikologi pengetahuan

kesehatan psikis

dan

dipandang sosial

yang

sebagai dapat

digunakan dan bermanfaat untuk mengurangi stress psikis yang disebabkan oleh penyakit. Psikologi kesehatan dapat dimanfaatkan untuk berbagai situasi dan kondisi.

186

B.

PENGERTIAN NEUROPSIKOLOGI Neuropsikologi

adalah

suatu

ilmu

yang

mempelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak

dan perilaku, dan melakukan

assesmen dan treatment untuk perilaku dengan fungsi otak yang terganggu. Sedangkan asesmen neuropsikologis adalah sebuah metode untuk menggambarkan fungsi otak berdasarkan pada performance

pasien

distandarisasi,

yang

melalui telah

test-test

terbukti

yang

memiliki

indicator akurat mengenai hubungan otak perilaku. Dalam lima tahun terakhir, neuropsikologi berkembang pesat. Ini terlihat dari jumlah anggota asosiasi

Neuropsikologi,

program

pelatihan,

makalah-makalah yang dipublikasikan, dan posisi187

posisi tugas berkaitan dengan Neuropsikologi di Amerika Serikat yang meningkat (Phares 1992). Sebagai ilmu, Neuropsikologi dianggap sebagai salah satu bagian dari Biopsikologi. Bidang lain yang termasuk dalam biopsikologi antara lain; psikologi

faal,

psikofisiologi,

dan

psikologi

perbandingan. Neuropsikologi adalah interface neurologi dan neurosains, yang dipacu oleh kemajuan yang sangat pesat dalam penelitian biokimia, ilmu faal, histologi susunan syaraf pusat. Neuropsikolog atau neurology berasumsi bahwa perilaku mausia, kepribadiannya, proses psikopatologi dan strategi kognitif diantarai (mediated) oleh otak (Carlson 1992).

Neuropsikologi

klinis

yang

bertujuan 188

mendeteksi

dan

mendiagnosis

proses

neuropatologi, dan menjembatani gap antara dengan ilmu-ilmu perilaku. Neuropsikologi klinis melakukan evaluasi kekuatan dan kelemahan aspek kognitif,

aspek

psikologis,

serta

menentukan

hubungannya dengan fungsi otak. Para ahli neuropsikologi memiliki fungsi dalam sejumlah peran yang berbeda. Peran-peran para neurology adalah, o Mambantu menegakkan peraturan dalam melakukan diagnosis tertentu o Membuat

prediksi

mengenai

prognosis

maupun penyembuhannya o Neurology

meiliki

peran

utama

dalam

memberikan intervensi dan rehabilitasi. 189

C.

JENIS TANAMAN OBAT DAN MANFAATNYA Indonesia adalah negara agraris yang terkenal

akan kekayaan rempah rempah dan berbagai jenis tanaman. Dari dulu hingga sekarang tanaman herbal

ataupun

tanaman

obat

dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tapi sayang sekali banyak warga Indonesia saat ini malah lebih memilih produk kesehatan luar negri dibanding negri sendiri. Padahal tak perlu jauh jauh ke negri orang dengan biaya yang sangat mahal sekali, di negri kita jauh lebih kaya dan alami dalam segi pengobatan. Yuk kenali berbagai macam jenis tanaman obat diindonesia dan manfaatnya.

190

Tanaman Obat atau yang biasa kita sebut Tanaman herbal sangat banyak sekali jenisnya dan manfaatnya,

dari

mulai

mampu

mengobati

penyakit kelas ringan bahkan penyakit sampai ke penyakit kelas berat. Selain itu Tanaman obat juga sudah banyak teruji ampuh dibandingkan dengan obat - obatan yang dicampur bahan kimia. Kalau begitu langsung saja ini dia beberapa tanaman obat yang bisa anda pakai sebagai Pengobatan Alternatif dirumah.

1. Seledri (Apium Graviolens) Mungkin tanaman yang satu ini tidak asing lagi bagi kita, selain enak dipakai sebagai penyedap rasa ternyata seledri juga berfungsi sebagai obat alami 191

karena

kaya

akan

kalsium,

fosfor

dll.

Contohnya seledri bisa dipakai sebagai Obat Asam Urat. Caranya Cukup rebus beberapa biji seledri untuk segelas air didihkan lalu minum setiap pagi.

2. Mengkudu (Morinda Citrifolia) Mengkudu memiliki nama yang berbeda - beda di setiap

daerah

contohnya

di

Sunda

disebut

Cangkudu, di Aceh disebut Keumeude, dan di Jawa diseut kudu. Tanaman ini biasa ditanam di aceh pada setiap rumah warga (walau tidak semua) karena biasa dipakai sebagai bahan rujak ataupun menu buka puasa khas aceh. Tapi taukah anda bahwa Mengkudu bisa menjadi Obat Jantung Koroner

dan

membantu

mencegah

penyakit 192

jantung koroner. Caranya sangat mudah cukup jus mengkudu lalu saring air sarinya tambahkan sedikit madu dan minum 2 kali sehari setelah makan.

3.Lidah Buaya (Aloe Vera) Lidah buaya sejak zaman dahulu telah dipercaya sebagai bahan perawatan kecantikan dan obat. Saat ini dijepang sedang mengembangkan penelitian lidah buaya sebagai Obat Kanker. Saat ini sangat banyak sekali cara untuk memakan lidah buaya seperti Cendol ala Pontianak.

193

4. Belimbing (Averrhoa Carambola) Belimbing manis banyak mengandung vitamin C, B, A, Protein, Kalsium dll. Belimbing. Selain rasanya yang enak juga mampu mejadi Obat Kolestrol Tinggi dan Penurun Darah Tinggi. caranya cukup makan buah belimbing setiap hari sesudah makan.

5. Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) Temulawak merupakan tanaman obat indonesia yang memiliki kandungan Kurkumin yang berguna sebagai Anti Radang ataupun Anti Keracunan Empedu. Walaupun temulawak tidak mampu menjadi Obat Kanker Hati, namun temulawak mampu mencegahnya karena temulawak mampu

194

mengobati Penyakit Hepatitis B yang berperan sebagai faktor utama Penyakit Kanker Hati.

D. MENGENAL PSIKOLOGI FORENSIK Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum. Praktek psikologi forensik banyak dijumpai dalam proses pengusutan dan pengolahan kasus-kasus hukum dan tindak kejahatan seperti pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, money laundering, dan sebagainya. Para

praktisi

psikologi forensik

biasanya

dilibatkan ke dalam tim detektif maupun kepolisian 195

untuk membantu menyelidiki dan melakukan asasmen terhadap perilaku para tersangka, pelaku, dan juga perilaku korban (apabila masih hidup) dengan tujuan agar proses hukum dapat berjalan secara lancar dan menghasilkan sebuah keputusan peradilan yang seutuhnya. Dalam praktek psikologi forensik, para pakar psikologi forensik melakukan pengkajian terhadap motif para pelaku dengan melakukan berbagai macam

tes

menggunakan

psikologi prinsip

seperti

tes-tes

neuropsikologi

yang untuk

mengetahui kerusakan otak, retardasi mental, fungsi intelektual, gangguan mental, atau trauma. Selain itu tes kepribadian juga merupakan tes dasar yang digunakan dalam psikologi forensik yang 196

bertujuan untuk mengetahui karateristik dasar individu-individu yang terlibat dalam sebuah kasus hukum. Psikologi forensik adalah aplikasi metode, teori, dan konsep-konsep psikologi dalam sistem hukum. Setting dan kliennya bervariasi, mencakup anakanak maupun orang dewasa. Semua jenis institusi, mencakup

korporasi,

lembaga

pemerintah,

universitas, rumah sakit dan klinik, serta lembaga pemasyarakatan, dapat terlibat sebagai klien atau obyek kesaksian dalam berbagai macam kasus hukum. Dalam psikologi forensik, bidang psikologi yang

secara

prakteknya

mendasar

adalah

digunakan

psikologi

klinis.

dalam Hal

ini 197

berkaitan dengan sejarah awal psikologi forensik pada tahun 1901. Pada tahun 1901, seorang ilmuwan psikologi klinis bernama William Stern meneliti ketepatan ingatan orang sebagai suatu rintisan awal dalam penelitian yang banyak dilakukan pada masa kini tentang ketepatan kesaksian seorang saksi. Dalam ceramahnya kepada sejumlah hakim Austria pada tahun 1906, Sigmund Freud menguatkan praktek yang dilakukan oleh

William Stern

dengan

mengatakan bahwa psikologi dapat diaplikasikan pada hukum. Sejak saat itu, ilmu psikologi mulai secara konsisten diaplikasikan ke dalam berbagai proses atas kasus hukum. Dalam perjalanannya, masuknya 198

praktek

psikologi

ke

dalam

bidang

hukum

menemui berbagai macam dinamika serta pro dan kontra.

Beberapa

tokoh

hukum

menganggap

masuknya praktek psikologi ke dalam sebuah proses hukum dianggap tidak relevan, dan lebih cenderung menggunakan pendekatan ilmu sosial dalam membantu menyelesaikan sebuah kasus hukum. Seiring dengan dinamikan jaman dan segala tekanan sosial di dalamnya, semakin banyak kasus hukum yang terjadi berlatarkan oleh ketertekanan psikis dan mental. Hal ini membuat para psikolog kini selalu dilibatkan sebagai saksi ahli dalam hampir semua bidang hukum termasuk kriminal, perdata, keluarga, dan hukum tatausaha. Di 199

samping itu, para ahli di bidang psikologi forensik juga berperan sebagai konsultan bagi berbagai lembaga dan individu dalam sistem hukum. E.

PERAN PSIKOLOGI FORENSIK DALAM PROSES HUKUM DI INDONESIA Psikologi adalah ilmu yang mempelajari

jiwa/psikis

manusia,

sehingga

dalam

setiap

kehidupan manusia maka psikologi berusaha untuk menjelaskan masalah yang dihadapi. Tak terkecuali Indonesia,

dalam

permasalahan

psikologi

kemudian

hukum.

Di

membagi

bidangnya menjadi 6 yaitu psikologi klinis, perkembangan, psikologi umum dan eksperimen, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi

200

industri dan organisasi. Pada kenyataannya di Amerika, pembagian ini sudah menjadi lebih dari 50 bagian, mengikuti semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi manusia. Salah satunya adalah permasalahan dalam bidang hukum, bagian dari psikologi yang menanganinya sering dikenal sebagai psikologi forensik.Apa itu psikologi forensik

?

The committee on ethical Guidelines for forensic psychology

(Putwain

&

Sammons,

2002)

mendefinisikan psikologi hukum sebagai semua bentuk pelayanan psikologi yang dilakukan di dalam

hukum.

Bartol

&

Bartol

(dalam

201

Wrightsman, 2001) menyatakan psikologi hukum dapat dibedakan menjadi : a) Kajian/ penelitian yang terkait dengan aspek-aspek

perilaku

manusia

dalam

ingatan

saksi,

proseshukum

(seperti

pengambilan

keputusan

juri/hakim,

perilaku kriminal) b) Profesi

psikologi

yang

memberikan

bantuan berkaitan dengan hukum. Profesi ini

di

Amerika

sudah

sedemikian

berkembangnya, seperti Theodore Blau, ia merupakan ahli psikologi klinis yang merupakan Spealisasinya

konsultan adalah

Kepolisian. menentukan

202

penyebab kematian

seseorang karena

dibunuh atau bunuh diri. Ericka B. Gray, ia

seorang

melakukan

psikolog mediasi

yang

bertugas

terutama

pada

perkara perdata. Sebelum perkara masuk ke pengadilan, hakim biasanya menyuruh orang yang berperkara ke Gray untuk dapat memediasi perkara mereka. John Stap adalah seorang psikolog sosial, ia bekerja pada pengacara. Tugasnya adalah sebagai konsultan peradilan, ia akan merancang hal-hal yang akan dilakukan pengacara maupun kliennya agar dapat memenangkan perkara. Richard Frederic,

203

adalah

seorang

ahli

rehabilitasi

narapidana.

Dengan mengamati rofesi-profesi tersebut, kita

dapat

membayangkan

betapa

psikolog

berperan penting dalam sistem hukum di Amerika. Begitu luasnya bidang kajian psikologi hukum maka Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995) membagi bidang tersebut menjadi tiga bidang, psychology in law, psychology and law, psychology of law. Psychology in law, merupakan

aplikasi

praktis

psikologi dalam

bidang hukum seperti psikolog diundang menjadi saksi ahli dalam proses peradilan. Psychology and

204

law, meliputi bidang psycho-legal research yaitu penelitian tentang individu yang terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa, pengacara, terdakwa. Psychology

of

law,

hubungan

hukum

dan

psikologi lebih abstrak, hokum sebagai penentu perilaku. Isu yang dikaji antara lain bagaimana masyarakat

mempengaruhi

hukum

dan

bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat. Hampir setiap hari koran maupun telivisi memberitakan

kasus-kasus

kriminalitas

yang

menimpa masyarakat. Bentuknya beragam. Ada perampokan,

pemerasan,

penjambretan,

pembunuhan,

perampasan, perkosaan,

pencopetan, penganiayaan, dan kata lain yang

205

mengandung unsur pemaksaan, atau kekerasan terhadap fisik ataupun harta benda korban. Berikut ini salah satu contoh berita yang dikutip dari salah satu media di Surabaya. “Tembak

Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar

Perampokan di Bank Mandiri Capem Jl. Bukit Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu. Bandit-bandit jalanan itu menembak dua polisi dan satu diantaranya kabur dengan membawa uang hasil rampokan. Polisi sulit mengetahui identitas pada perampok. Sebab mereka menutupi wajahnya dengan kain sebo ketika menjalankan aksinya. Aksi perampokan yang terjadi pukul 10.000 WIB pagi itu diawali dengan

kedatangan

sebuah

Daihatsu

Troper

206

berplat BM. Begitu berhenti di parkiran, beberapa penumpang mobil itu berhamburan turun. Mereka langsung memberondongkan tembakan ke udara. “Empat orang menenteng senpi laras panjang dan dua senpi genggam,”ujar saksi mata di tempat kejadian. Setelah merobohkan Bripda Lauri, enam perampok masuk ke bank. Mereka menodong kasir lalu memaksanya untuk mengumpulkan uang yang ada di bank. Kasir yang ketakutan buru-buru mengambil semua uang seperti yang diminta perampok (JP, 26 Oktober 2004).

Kengerian,

ketakutan, keheranan, kebencian dan bahkan trauma psikologis barangkali yang menjadi katakata

yang

terungkap

setelah

melihat

atau

207

mengalami

peristiwa

tersebut.

Banyak sudut pandang yang digunakan untuk memberikan

penjelasan

fenomena

tindakan

kriminal yang ada. Pada kesempatan ini saya mencoba dari sisi psikologis pelakunya. Sudut pandang ini tidak dimaksudkan untuk memaklumi tindakan kriminalnya, melainkan semata-mata hanya sebagai penjelasan. Coba kita cermati Ragam Pendekatan Teori Psikologis Perilaku Kriminalitas yang sebetulnya berawal dari penjelasan yang diberikan oleh folosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Bermula dari berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan, dan beberapa kajian

208

sebelumnya yang terkait dengan perilaku kriminal, maka pada tulisan ini disampaikan beberapa padangan tentang perilaku Kriminal. 1. Pendekatan Tipologi Fisik / Kepribadian yang memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia

berhubungan

dengan

perilaku

kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep ini

adalah

Kretchmerh

dan

Sheldon:

Kretchmer dengan constitutional personality, melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya ada tiga tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm

berupada

sistem

digestif

(pencernaan), Ectoderm: sistem kulit dan

209

syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki

perkembangan

yang

seimbang,

sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan

mengalami

problem

kepribadian.

William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh ke dalam tiga tipe. Endomorf: Gemuk (Obese ), lembut (soft ), and rounded people, menyenangkan dan sociabal. Mesomorf : berotot (muscular ), atletis (athletic people), asertif, vigorous, and

210

bold. Ektomorf : tinggi (Tall ), kurus (thin ), and otak berkembang dengan baik (well

developed brain), Introverted, sensitive, and nervous Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal.

Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond

211

hair),

dan

rahang

tidak

menonjol

keluar

(nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itudisimpulkan. 2. Pendekatan Pensifatan / Trait Teori tentang kepribadian yang menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadain

212

kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian. Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif

dapatlah

kecenderungan hubungan Dimisalkan

disimpulkan

kepribadian

dengan orang

perilaku yang

memiliki kriminal. cenderung

melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat,

213

power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa di profilkan secara bersama-sama. 3. Pendekatan Psikoanalisis Dengan tokoh sentral Sigmund Freud yang melihat

bahwa

perilaku

kriminal

merupakan representasi dari “Id” yang tidak

214

terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan

(Pleasure

Principle). Ketika

prinsip itu dikembangkannya Super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk

sekehendak

menyenangkan

muncul

hati dalam

asalkan diri

seseorang. Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya.

Penjelasan lainnya dari

215

pendekatan

psikoanalis

yaitu

bahwa

tindakan kriminal disebabkan karena rasa cemburu

pada

bapak

terselesaikan,

sehingga

melakukan

tindak

yang

tidak

individu

senang

kriminal

untuk

mendapatkan hukuman dari bapaknya. Psikoanalist lain (Bowlby:1953) menyatakan bahwa

aktivitas

kriminal

merupakan

pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak. 4. Pendekatan Teori Belajar Sosial Yang dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model

216

dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik tuntuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang

tersebut.

Ada

dua

cara

observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious reinforcement) Tampaknya

metode

ini

yang

paling

berbahaya dalam menimbulkan tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku

217

manusia

dipelajari

melalui

observasi

terhadap model mengenai perilaku tertentu. 5. Pendekatan Teori Kognitif Yang

selalu

menanyakan

menuntut apakah

kita

pelaku

untuk kriminal

memiliki pikiran yang berbeda dengan orang “normal”? Yochelson & Samenow (1976, 1984) telah mencoba meneliti gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana

memproses

informasi.

Para

peneliti ini yakin bahwa pola berpikir lebih pentinfg daripada sekedar faktor biologis dan

lingkungan

dalam

menentukan

218

seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan. Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan

dirinya

mendapatkan

hasil

simpulan bahwa pola pikir pelaku kriminal itu memiliki

logika

yang

sifatnya

internal

dan

konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas. Lantas, apakah sebetulnya faktor penyebab perilaku

kriminal?

Banyak

ahli

yang

telah

memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa

219

orang melakukan tindakan kriminal. Berikut ini kami kutipkan dari beberapa pendapat ahli sebelum orang psikologi membuat penjelasan teoritis seputar hal ini. Kemiskinan merupakan penyebab

dari

revolusi

dan

kriminalitas

(Aristoteles). Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an). Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an) . Atavistic trait atau Sifat-sifat antisosial bawaan

sebagai

penyebab

perilaku

kriminal

(Cesare Lombroso, 1835-1909). Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain).

220

Kiranya tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas semua bentuk kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya mencoba mengangkat dua teori yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang berperilaku. Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, 1965) tentang level of aspiration. Teori ini menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan dan probabilitas subyektif pelaku

apabila

sukses

dikurangi probabilitas subjektif kalau gagal. Teori ini dapat dirumuskan dalam persama seperti berikut:

221

V = (Vsu X SPsu) – (Vf X SPf)

Dimana: V = valensi = tingkat aspirasi seseorang su= succed = sukses = failure = gagal SP=SubjectiveProbability

Teori

di

menjelaskan

atas,

tampaknya

perilaku

kriminal

cocok

untuk

yang

telak

direncanakan. Karena dalam rumus di atas peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih dalam akankah seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.

Sedangkan perilaku yang

222

tidak

terencana

dapat

dijelaskan

dengan

persamaan yang diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan B=f(PE). Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life

space

ini

merupakan

interaksi

antara

seseorang dengan lingkungannya. Mengapa model perilaku Gestalt digunakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak berencana? Pertama, pandangan Gestalt sangat mengandalkan aspek kekinian. Kedua, interaski antara seseorang dengan lingkungan

bisa

berlangsung

sesaat.

Ketiga,

interaksi tidak bisa dilacak secara partial. Dengan demikian bagaimana cara penanganan perilaku kriminal? Banyak pendapat menyatakan

223

bahwa kriminalitas tidak bisa dihilangkan dari muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui tindakan-tindakan pencegahan. a) Hukuman selama ini hukuman ( punishment ) menjadi sarana utama untuk membuat jera pelaku kriminal.

Dan

pendekatan

behavioristik

ini

tampaknya masih cocok untuk dijalankan dalam mengatasi masalah kriminal. Hanya saja, perlu kondisi tertentu, misalnya konsisten, fairness, terbuka, dan tepat waktunya. b) Penghilang Model melalui tayangan Media masa itu ibarat dua sisi mata pisau . Ditayangkan nanti penjahat

tambah

ahli,

tidak

ditayangkan

masyarakat tidak bersiap-siap.

224

c)

Membatasi

Kesempatan

Seseorang

bisa

mencegah terjadinya tindakan kriminal dengan membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri. Kalau pencuri akan lewat pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk mengurangi kesempatan untuk mencuri. d) Jaga diri. Jaga diri dengan keterampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.

F. Kode Etik Psikologi Indonesia Penelitian dan publikasi Pasal 45 Pedoman Umum :

225

(1) Penelitian adalah suatu rangkaian proses secara sistematis berdasar pengetahuan yang bertujuan memperoleh fakta dan/atau menguji teori

dan/atau

menggunakan

menguji metode

intervensi

ilmiah

yang

dengan

cara

mengumpulkan, mencatat dan menganalisis data. (2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam melaksanakan

penelitian

diawali

dengan

menyusun dan menuliskan rencana penelitian sedemikian rupa dalam proposal dan protokol penelitian sehingga dapat dipahami oleh pihakpihak lain yang berkepentingan. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat desain penelitian, melaksanakan, melaporkan hasilnya yang disusun

226

sesuai dengan standar atau kompetensi ilmiah dan etika penelitian.

.

227

PENUTUP

228

Pada umumnya ilmu pengetahuan merupakan ilmu yang sering digunakan dalam medis sebagai panduan dalam pengobatan secara fisik. Dalam bidang ilmu psikologi ilmu tersebut sangat bermanfaat pula dalam bidang pengobatan yaitu pengobatan psikis. Psikologi semakin banyak ditemukan organisasi

di

posisi-posisi

pelayanan

pemerintahan,

manajemen

kemanusiaan

peluang-peluang

dan

di di yang

mensyaratkan latihan formal yang jarang mereka miliki.

Mereka

membutuhkan

berbagai

keterampilan untuk melihat organisasi sebagai sebuah sistem yang hidup dan dengan tujuantujuannya sendiri. Mereka juga membutuhkan

229

pemahaman tentang tanggung jawab manajerial dan

kemampuan

untuk

menggunakan

keterampilan klinisnya hanya bila dianggap perlu. Psikolog

perlu

memahami

perbedaan

antara

penanganan klinis terhadap klien dan penanganan instrumental berorientasi tugas terhadap kolega dan

lain-lain,

yang

mungkin

membutuhkan

manajemen konflik. Komunitas didefinisikan dengan banyak cara berdasarkan

lokalitasnya,

berdasarkan

pola

komunikasinya, atau sebagai jaringan-jaringan yang memenuhi berbagai macam kebutuhan dasar. Sumber

daya

komunitas

yang

berbeda

menawarkan berbagai macam pelayanan untuk

230

memenuhi

berbagai

macam

kebutuhan

dan

kondisi di sepanjang siklus kehidupan. Dalam iklim ekonomi dan politis, organisasi-organisasi berusaha memperoleh berbagai sumber daya dan menghindari atau meminimalkan liability. Dengan tekanan-tekanan ini, berbagai subsistem komunitas sebagian publik, sebagian swasta mendefinisikan permasalahannya dengan cara yang berbeda dan kadang-kadang

tumpang-tindih,

bertentangan

atau mengabaikan klien. Model-model untuk mendorong kolaborasi tumbuh dengan lambat. Psikolog komunitas, banyak diantaranya bekerja di bidang

kesehatan

mental,

menyadari

membludaknya masalah psikologis di segmen-

231

segmen besar dalam populasi, seperti diperlihatkan oleh studi-studi epidemiologis.

232

DAFTAR PUSTAKA

Acosta, F. X., Yamamoto, J. & Evans, L. A (1982).

Effective Psychotherapy For Low-In-Come And Minority Patients. New York: Plenum Press. Acuff, C., Bennett, B. E., Bricklin, P. M., Canter, M. B., Knapp, S. J., Moldawsky, S., Dkk. (1999).

Consideration For Ethical Practice In Managed Care. Professional Psychology: Research And Practice, 30, 563-575. Aguilera, A., Garza, M. J. & Muños, R. F.(2010).

Group

Cognitive-Behavioral

Depression

In

Spanish:

Therapy

For

Culture-Sensitive

Manualized Treatment In Practice. Journal Of Clinical Psychology, 66, 857-867. 233

Ahmed, S. & Amer, M. M.(Penyunting).(2012).

Counseling Muslims: Handbook Of Mental Helath Issues And Interventions, New York: Routledge. Ahrons, C. R. (2011). Divorce: An Unscheduled

Family Transition. Dalam M. Mc Goldrick, B. Carter & N. Garcia-Preto (Penyunting),The

Expanded Family Life Cycle: Individual, Family And Social Perspective (Edisi Ke-4, Hlm. 292306). Boston:Pearson. Bailey, J. & Burch, M. (2006).How To Think Like A

Behavior Analyst. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Baker, D. C. & Bufka, L. F. (2011). Preparing For

234

The

Telehealth

World:Navigating

Legal,

Regulatory, Reimbursement And Ethical Issues In An Electronic Age. Professional Psychology: Research And Practice, 42, 405-411. Baker, K. D. & Ray, M. (2011). Online Counseling:

The Good, The Bad, And The Possibilities. Counseling Psychology Quarterly,24(4), 341346. Baker, R. R. & Pickren, W. E. (2011). Training

System And Sites: Department Of Veterans Affairs. Dalam J. C. Norcross, G. R. Vandenbos & D. K. Freedheim (Penyunting), History Of

Psychotherapy: Continuity And Change (Edisi Kedua,

Hlm.673-683).

Washington,

Dc:

235

American Psychological Association. Balon, R., Martini, S. & Singareddy, R. K. (2004).

Patient

Perspective

On

Collaborative

Treatment. Psychiatric Services, 55, 945-946. Bandura, A. (1997). Social Learning Theory. New

York: Prentice Hall. Barez, M., Blasco, T., Fernandez-Castro, J. & Viladrich, C. (2009). Perceived Control And

Psychological Distress In Women With Breast Cancer: A Longitudinal Study. Journal Of Behavioral Medicine, 32, 187-196. Barnett, J. E. (2011). Utilizing Technological

Innovation Supervision,

To

Enhance

Training

Psychotherapy And

Outcome.

236

Psychotherapy, 48, 103-108. Barnett, J. E. & Campbell, L. F. (2012). Ethics Issues

In Scholarship. Dalam S.J. Knapp (Penyunting), APA Handbook Of Ethics In Psychology, Vol.2:Practice,

Teaching

And

Research

(Hlm.309-333). Washington, Dc: American Psychological Association. Barnett, J. E. & Cooper, N. (2009). Creating A

Culture Of Self-Care. Clinical Psychology: Science And Practice, 16, 16-20. Corey, G. (2009). Therapy And Practice Of

Counseling

And

Psychotherapy

(Edisi

Kedelapan). Belmont CA: Thomson. Cosgrove, L. & Krimsky, S. (2012). A Comparison

237

Of DSM-IV And DSM-5 Panel Member’s Financial

Associations

With

Industry:

A

Pernicious Problem Persists. Public Library Of Science Medicine, 9(3). Cosgrove, L. & Krimsky, S., Vijayaghavan, M. & Schneider, L.(2006). Financial Ties Between

DSM-IV

Panel

Members

And

The

Pharmaceutical Industry. Psychotherapy And Psychosomatics, 75, 154-160. Engle, V. & Graney, M. (2000). Biobehavioral

Effects Of Therapeutic Touch. Journal Of Nursing Scholarship, 32, 287-293. Eonta, A. M., Christon, L. M., Hourigan, S. E., Ravindran, N., Vrana, S. R. & Southam Gerow,

238

M. A. (2011). Using Everyday Technology To

Enhance Professional

Evidense-Based Psychology:

Treatments. Research

And

Practice, 42, 513-520. Epp, A. M., Dobson, K. S. & Cottraux, J. (2009).

Applications

Of

Individual

Cognitive

Behavioral Therapy To Specific Disorders. Dalam G. O. Gabbard (Penyunting), Texbook

Of Psychotherapeutic Treatment (Hlm. 239262). Washington, DC: American Psychiatric Publishing. Eriksen, K. (2005). Beyond The DSM Story.

Thousand Oaks, CA: Sage. Eriksen, K. & Kress, V. E. (2005). Beyond The DSM

239

Story: Ethical Quandries, Challenges, And Best Practices. Thousand Oaks, CA: Sage. Grothberg, E. H. (2003). What Is Resilience? How

Do You Promote It? How Do You Use It? Dalam E. H. Grotberg (Penyunting), Resilience

For Today: Gaining Strength From Adversity (Hlm.1-29). Westport, CT: Praeger. Groth-Marnat,

Psychological

G.

(2009).

Assessment

Handbook (Edisi

Of

Kelima).

Hoboken, NJ:Wiley. Grove, W. M., Zald, D. H., Lebow, B. S., Snitz, B. E. & Nelson C. (2000). Clinical Versus Mechanical

Prediction: A Meta-Analysis. Psychological Assessment, 12, 19-30.

240

Grus, C. L. (2011). Training, Credentialing, And

New Roles In Clinical Psychology: Emerging Trends. Dalam D. H. Barlow (Penyunting), The Oxxford Handbook Of Clinical Psychology (Hlm. 150-168). Kendall, P & Norton-Ford. J. 1982. Clinical

Psychology, Scientific And Professions. New York, John Willey & Sons Korchin, S J. 1976. Modern Clinical Psychology,

Principles Of Intervention In The Clinic And Community. New York : Basic Books Inc. Rummell, C. M. & Joyce, N. R. (2010). “So Wat Do U

Want To Wrk On 2day?”: The Ethical Implications Of Online Counseling. Ethics &

241

Behavior, 20, 482-496. Russ,

S.

W.

&

Freedheim,

D.

K.

(2002).

Psychotherapy With Chiledren. Dalam C.E. Walker & M. C. (Penyunting), Handbook Of

Child Clinical Psychology (Edisi Ketiga, Hlm. 840-859). New York: Wiley. Sageman, M. (2003). Three Types Of Skills For

Effective Forensic Psychological Assessments. Assessment, 10, 321-328. Saks, E. R., Jeste, D. V., Granholm, B. W., Palmer, B. W. & Schneiderman, L. (2002). Ethical Issues

In

Psychosocial

Interventions

Research

Involving Controls. Ethics & Behavior, 12, 87101.

242

Slamet, S. I. S. & Markam, S. 2005. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : Universitas Indonesia. Trull, T J. & Phares E J. 2001. Clinical Psychology.

Concepts, Method, And Profession. Stamfort; Thomson Learning. Wheelis, J. (2009). Theory And Practice Of

Dialectical Behavioral Therapy. Dalam G.O. Gabbard

(Penyunting),

Textbook

Of

Psychotherapeutic: Treatments (Hlm. 727756). Washington, DC: American Psychiatric Publishing. White,J. H., Lester, D. Gentile, M. & Rosebleeth, J. (2011).The Utilization Of Forensic Sience And

Criminal Profiling For Capturing Serial Killers.

243

Forensic Science International, 209, 160-165. White, M. & Epston, D. (1990). Narrative Means To

Therapeutic Ends. New York: W. W. Norton. Widiger, T. A. & Mullins-Sweatt, S. N. (2008).

Classification. Dalam M. Hersen &A. M. Gross. (Penyunting),

Handbook

Of

Clinical

Psychology(Jil. 1, Hlm. 340-370). Hoboken, N. J. Wiley. Widiger, T. A. & Mullins-Sweatt, S. N. (2009).Five-

Factor Model Of Personality Disorder: A Proposal For DSM-V. Annual Review Of Clinical Psychology, 5, 197-220. Widiger, T. A. & Trull, T. J. (2007). Plate Tectonics

In The Classification Of Personality Disorders:

244

Shifting To A Dimensional Model. American psychologist, 62, 71-83.

245

Tentang Penulis Eko Yulianto, CHt, CI, S.Psi,MKM

lahir

di

Semarang pada tanggal 24 Juli 1972. Dimana telah memiliki

Hypnoterapist Indonesian

yang

Board

terdaftar

Of

sertifikasi di

IBH

Hypnoterapy)

(The

dengan

pengalaman lebih dari 10 tahun sebagai praktisi HRD dan dosen. Di bidang pengembangan individu beliau telah bekerja sama dengan perusahaan nasional dan multi nasional serta terlibat dengan pimpinan-pimpinan perusahaan tersebut. Klienkliennya berasal dari berbagai industri bidang

246

pendidikan, manufacture, jasa, trading, maupun individu seperti PT. Energisindo, KPUD Batam dan Kepulauan Riau, Kementrian Agama RI, Universitas Muhammadiyah

Jakarta,

Rumah

Sakit

Islam

(group) Jakarta, SMP Muhammadiyah 50 Jakarta, dan lain-lainnya. Saat ini, bekerja sebagai Manager HRD Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta, dosen fakultas psikologi

Universitas

Azzahra

Jakarta,

dosen

fakultas ekonomi Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi.

Beliau

mendapatkan

beasiswa

untuk

pendidikannya di sekolah perawat kesehatan daerah Ngawi (1989-1992) dan melanjutkan S1 Psikologi (1995-2000), mendapatkan beasiswa kembali

saat

melanjutkan

pendidikan

S2 247

Manajemen Perumahsakitan (2010-2012). Beliau pernah juga mengikuti pendidikan kepesantrenan (1995-2003). Beliau memiliki pengalaman kerja di berbagai bidang rumah sakit. Diantaranya Rumah Sakit Kasih Murni di Ngawi Jawa Timur (1992-1993), dan Rumah Sakit Harapan Jayakarta Jakarta (19931994). Selama karirnya beliau mendapatkan beberapa penghargaan diantaranya pegawai teladan 2 RSI Pondok Kopi Jakarta (2000), Finalis PERSI AWARD (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) materi HRD “Segenggam Berlian” (2011), Finalis PERSI AWARD materi HRD “ Penilaian Kinerja Pejabat” (2011), Finalis PERSI AWARD materi HRD 248

“Analisa Beban Kerja”(2012), dan Pegawai terbaik 1 Satya Bakti 20th (2014).

249

PSIKOLOGI KLINIS PERKEMBANGAN TEORI, PRAKTEK, dan BUDAYA EKO YULIANTO, CHt, CI, S.Psi,MKM Psikologi Klinis dapat diartikan secara sempit maupun luas, yaitu mempelajari orang-orang abnormal dengan menggunakan assessmen sebagai bagian integral yang biasa digunakan. Psikologi Klinis

menggunakan

konsep-konsep

psikologi

abnormal, psikologi perkembangan, psikopatologi dan psikologi kepribadian, serta prinsip-prinsip dalam asessmen dan intervensi, untuk dapat memahami dan memberi bantuan bagi mereka yang mengalami masalah-masalah psikologis.

250

Related Documents


More Documents from "Caca Miranda"

Klinis
February 2021 3