Laporan F1-f6 Puskesmas Sofi.docx

  • Uploaded by: Sofi Wardati
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan F1-f6 Puskesmas Sofi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,178
  • Pages: 26
Loading documents preview...
LAPORAN KEGIATAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI

OLEH : Sofi Wardati, dr. PEMBIMBING : Hermanto, dr.

DOKTER INTERNSHIP WAHANA PUSKESMAS SELOGIRI PERIODE 1 JUNI –30 SEPTEMBER 2015 KABUPATEN WONOGIRI

F.1 UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PENYULUHAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI POSYANDU LANSIA DESA PARE KECAMATAN SELOGIRI, WONOGIRI A. Latar Belakang Departemen Kesehatan mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat serta pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar (30-35% terhadap derajat kesehatan), maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS 2010 adalah keadaan dimana individu dalam rumah tangga (keluarga) masyarakat Indonesia telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain, menanggulangi penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain, meningkatkan derajat kesehatan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan serta mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber masyarakat. PHBS ditujukan bagi seluruh anggota keluarga, karena sehat dimulai sejak dalam kandungan hingga lansia. Masyarakat yang disuluh diharapkan dapat memahami seluruh manfaat dan keuntungan yang diperoleh jika dia dan keluarganya sehat dan juga memahami bagaimana cara agar diri dan keluarganya termotivasi dan bergairah untuk hidup sehat. B. Permasalahan di Masyarakat Penyuluhan mengenai

PHBS

sebenarnya

sudah

sering

dilaksanakan di daerah wilayah kerja Puskesmas Selogiri. Ada tiga poin utama yang terdapat dalam program PHBS yaitu Kesehatan Ibu dan Anak, 2

Perilaku & Gaya Hidup Sehat dan Kesehatan Lingkungan. Sayangnya program ini lebih sering ditujukan pada sasaran dengan usia produktif seperti ibu-ibu dengan bayi dan balita namun cenderung lebih jarang diberikan pada mereka yang berusia lanjut. Penting untuk disampaikan kepada

masyarakat

bahwa

hidup

sehat

itu

mudah

dilakukan,

menguntungkan, dan menjamin masa tua tetap aktif dan menyenangkan karena tidak sakit-sakitan. Selain itu gaya hidup sehat diperlukan untuk mencegah berbagai penyakit tidak menular yang selama ini sering diderita lansia seperti penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, stroke dan kanker. Oleh karena itu maka masih perlu dilakukan penyegaran informasi bagi lansia mengenai pentingnya PHBS ini mengingat masih banyak dari mereka yang belum menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat. C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Kegiatan yang dapat dilakukan guna mencapai pemahaman bagi lansia mengenai pentingnya dan bagaimana melakukan PHBS yang benar adalah berupa penyuluhan dan sosialisasi interaktif dua arah. Sasaran dalam penyuluhan kali ini adalah posyandu lansia Desa Pare yang rutin dilakukan setiap satu bulan sekali. Posyandu ini dihadiri oleh hampir semua anggotanya sehingga diharapkan materi dapat tersampaikan dengan tepat.

Untuk

mempermudah

penyampaian

informasi,

penyuluhan

dilakukan dengan media bantu berupa Lembar Balik “Keluarga Sehat Idamanku, Kota Sehat Kotaku” terbitan Kementrian Kesehatan RI dengan Tema Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

3

D. Pelaksanaan Kegiatan penyuluhan dan diskusi mengenai PHBS pada kegiatan Posyandu Lansia telah dilaksanakan pada: Hari/ Tanggal : Senin, 7 September 2015 Waktu : 10.00 WIB Tempat: Posyandu Lansia Desa Pare, Selogiri Kegiatan : Pemeriksaan rutin lansia, penyuluhan dan diskusi mengenai PHBS E. Monitoring dan Evaluasi Penyuluhan dibuka dengan sesi tanya jawab untuk mengetahui pengetahuan awal peserta mengenai PHBS. Peserta dapat menyebutkan beberapa poin dari PHBS seperti melakukan aktifitas fisik rutin setiap hari, makan makanan bergizi dan seimbang dan pentingnya menggunakan air bersih untuk dikonsumsi. Namun beberapa peserta mengakui bahwa selama ini mereka tidak rrutin untuk cuci tangan dengan sabun dan masih merokok setiap harinya. Selama dilakukan penyuluhan, antusiasme peserta terlihat tinggi. Beberapa

kali

peserta

mengajukan

pertanyaan

ketika

dilakukan

penyuluhan. Pertanyaan yang ditanyakan terkait tentang bagaimana cara olahraga yang baik bagi lansia dan apa menu makanan sehat bagi lansia. Ada beberapa poin penting yang ditekankan pada peserta terkait PHBS dan gaya hidup sehat untuk mencegah penyakit tidak menular, yaitu : 1. Makan makanan gizi seimbang, rendah lemak dan garam 2. Makan buah dan sayuran setiap hari dengan total 5 porsi 4

3. Tidak merokok 4. Tidak minum alkohol, dan tidak menggunakan narkoba 5. Melakukan aktitas fisik setiap hari sesuai kemampuan stamina seperti: jalan pagi, jogging, membersihkan rumah, berkebun, berladang dan lain sebagainya. Adapun kekurangan dari pelaksanaan penyuluhan ini adalah keterbatasan bahasa dari pemateri yang tidak bisa berbahasa jawa dengan halus sehingga menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu media penyuluhan yang berukuran kecil karena hanya menggunakan laptop. Ini dapat ditingkatkan dengan membuat media yang berukuran besar seperti poster, atau pemutaran slide dengan LCD atau pemberian leaflet bagi setiap peserta sehingga masing-masing dapat membaca materi dengan lebih baik.

Selogiri, 29 September 2015 Peserta

Pendamping

dr. Sofi Wardati

dr. Hermanto

5

F.2

UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KASUS DBD DI LINGKUNGAN SINGODUTAN KECAMATAN SELOGIRI, WONOGIRI A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD/ Dengue Hemmoragic Fever) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, dan saat ini dapat ditemukan di sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Saat ini belum tersedia obat untuk penyakit ini, demikian juga dengan vaksin, sehingga penanggulangan penyakit ini umumnya bergantung pada tatalaksana penderita dan pengendalian vektor nyamuk. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 %. Sejak tahun 1968, dengue muncul di Indonesia dan dianggap sebagai suatu masalah kesehatan publik yang utama. Saat ini, dengan terdapatnya empat macam serotipe, dan juga banyaknya jumlah kasus dengue yang dilaporkan setiap tahunnya menempatkan Indonesia sebagai Negara dengan kasus dengue terbanyak kedua di dunia. Shepard dkk barubaru ini memprediksi beban penyakit dan pengaruh ekonomi yang diakibatkan oleh dengue di Asia Tenggara. Mereka memastikan bahwa lebih dari setengah 6000 kematian akibat dengue di Asia Tenggara per tahunnya terjadi di Indonesia. Oleh karenanya Indonesia bertanggung jawab terhadap hampir satu perempat kematian akibat dengue di seluruh dunia. Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan berbeda-beda dari satu tempat dengan

6

tempat yang lain tergantung dari iklim dan kelembaban udara. Di Pulau Jawa kasus DBD sering ditemukan pada bulan Januari hingga bulan Mei. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dilakukan secara promotif dan preventif, dengan pemberantasan nyamuk vektor (hewan perantara penularan). Penyelidikan epidemiologi perlu dilakukan apabila ditemukan kasus DBD pada suatu wilayah tertentu. Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita, dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut. B. Permasalahan di Masyarakat Beberapa wilayah di Kecamatan Selogiri masih merupakan daerah endemis DBD, yaitu Kaliancar, Singodutan, dan Jendi. Pada tanggal 29 Agustus 2015 terdapat pelaporan kasus DBD atas nama An. S, usia 15 tahun dengan alamat Dusuh Matah, Desa Singodutan. Pasien mengeluhkan demam tinggi mendadak, nyeri kepala dan tulang, tanpa ada keluhan seperti infeksi saluran pernafasan dan saluran kemih. Pasien sempat dirawat inap di RS Marga Husada Wonogiri selama tujuh hari. Perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi pada lingkungan rumah dan sekolah pasien untuk menjaring apakah terdapat kasus DBD lainnya dan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk. C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Langkah-langkah penyelidikan epidemiologi DBD di Desa Singodutan meliputi : 1. Mencatat identitas penderita/tersangka DBD di buku 2. Menyiapkan peralatan PE (tensimeter anak, senter, form dan 3. 4.

abate) Petugas datang ke Lurah atau Kades di wilayah Menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya di rumah pasien. Bila ada, dilakukan uji

5.

Rumple Leeds Melakukan kunjungan rumah (radius 20 rumah di sekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah penderita) dan memeriksa jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah

7

dan menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun 6.

waktu 1 minggu sebelumnya Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir Penyelidikan

7.

Epidemiologi (PE) Melakukan analisis epidemiologi dan menentukan jenis tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan Cara Penghitungan Container index (CI) Jumlah container (+) jentik  100% Jumlah container yang diperiksa dalam 1 rumah

Countainer Index = Cara Perhitungan House Index Jumlah rumah (+) jentik  100% Jumlah rumah yang diperiksa House Index

=

D. Pelaksanaan Penyelidikan epidemiologi kasus DBD di Desa Singodutan telah dilaksanakan pada: Hari/ Tanggal : Selasa, 1 September 2015 Waktu : 08.00 Tempat: Desa Singodutan RT 03 RW 07 Alat : Senter, Tensimeter, Form PE, abate E. Monitoring dan Evaluasi Penyelidikan epidemiologi dilakukan guna mengetahui potensi penularan

dan

penyebaran

DBD

lebih

lanjut

serta

tindakan

penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita. Setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi diharapkan dapat diketahui apakah ada penderita dan tersangka DBD lainya, ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD dan dapat ditentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan. Setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi di lingkungan rumah pasien didapatkan data data sebagai berikut : I.

INDEKS KASUS 1. Nama Penderita 2. Umur 3. Jenis Kelamin 4. Nama orang tua

: An. S : 15 tahun : Laki-laki : Tn. H 8

5. Alamat 6. Dirawat di 7. Pendidikan/ pekerjaan II.

: Matah, Singodutan, Selogiri, Wonogiri : RS Marga Husada : SMA 2 Wonogiri

Penyelidikan Epidemiologi dilakukan pada radius 20 rumah sekeliling indeks kasus dan di sekolah penderita pada saat dilakukan PE, juga dilakukan abatisasi selektif. Dalam waktu 3 minggu terakhir tidak ditemukan warga dengan gejala sebagai berikut : a. Panas 2-7 hari tanpa sebab yang jelass b. Penderita dengan tanda DBD (RL) c. Penderita meninggal dengan tanda DBD

III.

IV.

Hasil abatisasi selektif pada PE a. Jumlah rumah yang diperiksa b. Jumlah post jentik c. House Index (HI) d. ABJ e. Jumlah container f. Jumlah container positif g. Container Index (CI) h. Jumlah rumah dilarvasidasi

: 20 KK : 97 : 4/20 x 100 = 20% : 16/20 x 100 = 80 % : 97 :7 : 7/97 x 100 = 7,2 % :-

Hasil analisis epidemiologi Analisis Ada tambahan 2 atau lebih kasus DBD dalam periode 3 minggu yang lalu Ada tambahan kasus DBD yang meninggal dalam periode 3 minggu yang lalu Ada tambahan kasus DBD 1 orang dan ada 3 penderita panas dalam periode 3 minggu serta house index > 5% Ada tambahan 1 kasus DBD dan house index < 5%

Ya

Tidak V V V V

Dikarenakan tidak terpenuhi kriteria nomer 1 dan 2 maka pada kasus kali ini belum perlu dilakukan fogging. Penanggulangan dilakukan dengan penggerakkan masyarakat untuk pembersihan sarang nyamuk (PSN) dan selanjutnya perlu dilakukan pengamatan dengan cara PE 3 minggu yang akan datang sejak tanggal sakit indeks sakit.

9

Selogiri, 29 September 2015 Peserta

Pendamping

10

dr. Sofi Wardati

dr. HermantoF.3

UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) PENYULUHAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD), KEHAMILAN RISIKO TINGGI DAN UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI A. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang baik ditandai dengan rendahnya Angka Kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dan peningkatan status gizi masyarakat. Saat ini kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu prioritas dari program kesehatan nasional. Diharapkan nantinya terdapat penurunan AKI dan AKB sesuai dengan target nasional MDGs 2015. Kematian ibu erat kaitannya dengan kehamilan yang berisiko tinggi. Tinginya AKI disebabkan infeksi 54,49%, hipertensi 23,95%, perdarahan 17,22%, lain lain 4,04%. Masih rendahnya deteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat dan masih kurangnya kesiapsiagaan keluarga dalam rujukan persalinan pada kehamilan risiko tinggi

merupakan

beberapa

alasan

tingginya

AKI.

Kondisi

ini

menggambarkan derajat kesehatan masyarakat khususnya status kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan terutama di wilayah-wilayah dengan kasus kematian ibu tinggi. Sedangkan kematian bayi berhubungan erat dengan kesehatan ibu ketika hamil, proses persalinan yang aman dan status gizi bayi tersebut. Pemahaman dan pengetahuan yang baik mengenai kehamilan risiko tinggi dan IMD sangat diperlukan bagi wanita usia subur mengingat pengetahuan yang baik akan mengarahkan pada tindakan dan kebiasaankebiasaan baik yang secara tidak langsung dapat menurunkan AKI dan AKB. Masyarakat harus memahami pentingnya merencanakan kehamilan dan persalinan agar ibu selamat dan bayi lahir sehat. Selain itu perlu ditumbuhkan

motivasi

untuk

melaksanakan

berbagai

cara

untuk

merencanakan kehamilan tanpa komplikasi. Terkait dengan IMD dan ASI Eksklusif, penting bagi masyarakat untuk memahami apa manfaat dari

11

IMD dan memahami cara serta termotivasi melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif untuk bayinya. B. Permasalahan Permasalahan yang ditemukan di masyarakat yaitu masih kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dan petingnya IMD. Selain itu juga masih kurang pemahaman mengenai kehamilan risiko tinggi dan bagaimana melakukan perencanaan persalinan yang baik sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan komplikasi persalinan. Pemberian penyuluhan IMD dan kehamilan risiko tinggi perlu dilakukan secara rutin dan berkala agar menjadi edukasi yang baik bagi masyarakat khususnya wanita usia subur dan juga ibu hamil. C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Penyampaian informasi kepada sasaran yang tepat dan dengan metode yang baik dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat secara umum. Penyuluhan pada masyarakat luas merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Penyuluhan kali ini dilakukan pada sasaran seluruh ibu hamil dan ibu dengan balita di daerah Singodutan. Kerjasama perlu dilakukan dengan ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), ibu-ibu kader Desa Singodutan dan pengurus Desa Singodutan sehingga tercipta kerjasama yang sinergis antar sektoral. Media yang diberikan berupa slide berisi informasi penting dan juga pemutaran video mengenai IMD sehingga dapat menarik perhatian para peserta dan informasi dapat tersampaikan dengan lebih baik. Materi IMD yang diberikan pada penyuluhan kali ini antara lain mengenai : 1. Apa yang dimaksud dengan IMD? 2. Bagaimana cara melaksanakan IMD? 3. Apa manfaat IMD bagi bayi? 4. Apa manfaat IMD bagi ibu? Sedangkan materi mengenai kehamilan risiko tinggi dan upaya pencegahan komplikasi antara lai mengenai : 1. Siapkan perencanaan persalinan sejak awal kehamilan dibantu oleh kader PKK dan Dasawisma. 2. Lakukan minimal empat kali kunjungan pemeriksaan ke bidan selama masa kehamilan 3. Perhatikan gizi dan kesehatan selama kehamilan 4. Ikuti kelas ibu hamil 12

5. Pahami cara dan manfaat IMD danASI eksklusif 6. Jaga kebersihan pribadi dan lingkungan 7. Kenali tanda-tanda persalinan 8. Kenali tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan 9. Rencanakan KB yang akan digunakan setelah persalinan 10. Dapatkan buku KIA D. Pelaksanaan Penyuluhan mengenai IMD dan Kehamilan risiko tinggi dan upaya pencegahan komplikasi telah berjalan lancar pada : Hari/ Tanggal : Jumat, 28 Agustus 2015 Waktu : 10.00 WIB Tempat: Balai Desa Singodutan, Selogiri, Wonogiri Kegiatan : Penyuluhan IMD, Kehamilan Risiko Tinggi dan Upaya Pencegahan Komplikasi E. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan penyuluhan berjalan dengan lancar dan tampak antusiasme dari peserta penyuluhan. Penyuluhan dilakukan oleh dua pemateri yaitu dokter internship dan juga bidan dari bagian KIA Puskesmas Selogiri. Peserta tampak antusias terutama ketika pemutaran video mengenai IMD. Dalam video itu diceritakan bagaimana proses IMD yang benar dan apa saja manfaat IMD baik bagi ibu dan bayinya. Media yang lebih atraktif seperti video atau pemutaran film dapat meberikan informasi yang lebih mudah ditangkap oleh peserta. Dalam penyuluhan kali ini masih ditemukan beberapa kekurangan, antara lain : 1. Penyuluhan dilakukan pada hari jum’at sehingga waktu penyuluhan relatif lebih pendek. 2. Suasana penyuluhan kurang kondusif di separuh akhir penyuluhan karena banyak balita yang menangis. 3. Akan lebih baik apabila peserta dibekali leaflet yang dapat dibawa pulang sehingga info mengenai materi penyuluhan dapat lebih dipahami dan dapat menjadi media penyampaian informasi

pada

kerabat

peserta

di

lingkungan

tempat

tinggalnya.

13

Selogiri, 29 September 2015

F.4

Peserta

Pendamping

dr. Sofi Wardati

dr. Hermanto

UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

PENYULUHAN 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN DI DESA PULE KECAMATAN SELOGIRI A. Latar Belakang 1000 Hari Pertama Kehidupan adalah masa sejak anak dalam kandungan sampai seorang anak berusia dua tahun. Fase ini disebut sebagai “Periode Emas” karena pada masa ini terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat. Kurang gizi di periode ini akan mengakibatkan kerusakan atau terhambatnya pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki dimasa kehidupan selanjutnya. Cukup gizi selama dalam kandungan akan membuat janin tumbuh dan lahir sebagai bayi yang sehat, kuat, dan sempurna dalam tiap fase perkembangan dan pertumbuhannya.

14

Bayi yang mendapat cukup gizi selama Periode Emas, termasuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD) langsung setelah bayi dilahirkan, ASI Eksklusif sejak usia 0 - 6 bulan, imunisasi lengkap, dan gizi cukup dengan makanan pendamping ASI setelah usia 6 bulan, akan tumbuh menjadi balita yang sehat, kuat dan cerdas. Balita sehat akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang aktif, tidak sakit-sakitan, cerdas dan ceria. Apabila bayi tidak mendapatkan cukup gizi yang dibutuhkannya di periode emas ini maka dapat menyebabkan pertumbuhan otak terhambat, sehingga anak menjadi tidak cerdas, pertumbuhan jasmani dan perkembangan kemampuan anak pun dapat terhambat pula sehingga anak menjadi pendek (stunting). Gizi yang kurang juga mempengaruhi daya tahan tubuh anak sehingga anak menjadi lemah dan mudah sakit. Semua itu dapat menyebabkan anak akan sulit mengikuti pelajaran saat bersekolah nantinya sehingga menyebabkan efek jangka panjang seperti kesulitan mencari pekerjaan dan mencari penghidupan yang layak di kemudian hari saat dewasa kelak. Mengingat bahwa 1000 hari pertama kehidupan merupakan fase yang penting dalam kehidupan dan kekurangan gizi pada fase tersebut tidak dapat digantikan pada masa kehidupan selanjutnya maka diperlukan pemahaman sejak dini bagi terutama wanita usia subur dan ibu-ibu hamil dan

menyusui.

Posyandu

merupakan

sasaran

yang

baik

untuk

menyampaikan penyuluhan mengenai materi ini karena dihadiri oleh ibuibu balita dan menyusui dan ibu-ibu kader. B. Permasalahan di Masyarakat Permasalahan yang paling umum terjadi di masyarakat mengenai 1000 Hari Pertama Kehidupan adalah kurangnya pemahaman dan informasi mengenai pentingnya kecukupan gizi bagi anak sejak masih di dalam kandungan. Mereka belum memahami secara lengkap bahwa gizi anak ditentukan sejak masih dalam kandungan dan di awal masa kehidupan. Selain gizi, juga ada beberapa hal lain yang wajib dipenuhi bagi ibu hamil seperti mengikuti kelas ibu hamil, dan bagi anak seperti rutin konsumsi vitamin A, imunisasi dan pentingnya menjaga kebersihan sebelum menyiapkan ASI dan MP ASI. Hal ini merupakan tugas bagi

15

tenaga kesehatan khususnya di layanan primer seperti Puskesmas untuk memberikan edukasi bagi mereka secara langsung ataupun melalui ibu-ibu kader. C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Kegiatan yang berpotensi untuk tujuan tersebut ditujukan dengan target pada peserta Posyandu, dimana pesertanya adalah wanita usia subur dan ibu menyusui atau dengan balita yang merupakan target utama dalam pentingnya pemahaman mengenai 1000 hari pertama kehidupan. Selain itu posyandu juga dihadiri oleh ibu-ibu kader yang nantinya dapat menyebarkan informasi tersebut kepada masyarakat. Pemberian edukasi dan pemahaman bagi ibu-ibu dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan menggunakan media bantu berupa slide atau materi yang menarik dan juga melalui sesi diskusi dan tanya jawab sehingga dapat terjalin komunikasi dua arah antara pemateri dan peserta penyuluhan. D. Pelaksanaan Kegiatan penyuluhan dan diskusi mengenai 1000 hari pertama kehidupan pada kegiatan Posyandu telah dilaksanakan pada: Hari/ Tanggal : Rabu, 19 Agustus 2015 Waktu : 10.00 WIB Tempat: Posyandu Ngledok, Desa Pule, Kecamatan Selogiri Kegiatan : Pemeriksaan rutin balita dan pengisian KMS, Penyuluhan dan Diskusi “1000 Hari Pertama Kehidupan” Media : Lembar balik “Keluarga Sehat Idamanku, Kota Sehat Kotaku” terbitan Kementrian Kesehatan RI dengan Tema 1000 Hari Pertama Kehidupan

16

E. Monitoring dan Evaluasi Penyuluhan dibuka dengan sesi tanya jawab untuk mengetahui pengetahuan awal peserta penyuluhan mengenai 1000 hari pertama kehidupan. Semua peserta belum mengetahui apa yang dimaksud dengan 1000 hari pertama kehidupan, namun mereka sudah memahami sedikit mengenai pentingnya imunisasi dan pemenuhan gizi bagi anak-anak mereka. Selain itu mereka belum memahami pentingnya kelas ibu hamil dan belum semua melakukan IMD dan pemberian ASI eksklusif bagi bayi mereka. Selama dilakukan penyuluhan, antusiasme peserta terlihat sangat tinggi. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi, yang diawali dengan beberapa pertanyaan dari peserta. Pertanyaan yang ditanyakan terkait tentang bagaimana menjaga gizi yang baik ketika kehamilan dan mengenai pemberian ASI eksklusif yang baik untuk bayi. Dari diskusi diketahui bahwa program kelas ibu hamil belum berjalan dengan baik pada wilayah Ngledok sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengaktifkan kembali program tersebut. Selain itu peserta jadi lebih mengetahui bagaimana cara menyimpan ASI yang baik apabila ibu bekerja sehingga ASI eksklusif bisa tetap diberikan pada bayi. Selain dilakukan penyuluhan juga dilakukan demonstrasi cara mencuci tangan yang baik. Pemateri dan peserta bersama-sama mempraktekan enam langkah cuci tangan yang baik. Terdapat beberapa ibu-ibu yang masih belum hafal dan malu-malu untuk mempraktekan enam langkah cuci tangan. Penyuluhan ditutup dengan mengulang poin-poin penting dari materi 1000 hari pertama kehidupan. Peserta dapat memahami beberapa poin yang harus dipahami, yaitu :

17

-

1000

Hari

Pertama

Kehidupan

adalah

Periode

Emas

pertumbuhan Bayi dimulai sejak dalam kandungan sampai bayi -

berusia 2 tahun Pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan bayi harus mendapatkan

-

seluruh

kebutuhan

bertumbuh secara sempurna. Kebutuhan gizi bayi di periode

gizinya 1000

untuk Hari

dapat Pertama

Kehidupannya harus dipenuhi karena jika tidak terpenuhi, pertumbuhan otak, dan fisiknya akan terhambat dan tidak dapat diperbaiki

dimasa

kehidupan

selanjutnya,

berarti

kerusakan/hambatan yang terjadi bersifat permanen. Terdapat beberapa kekurangan pada penyuluhan kali ini, antara lain : -

Tidak semua peserta posyandu hadir Kurang kondusifnya suasana penyuluhan dikarenakan beberapa

-

anak balita yang menangis Media penyuluhan yang berukuran kecil karena hanya menggunakan laptop. Ini dapat ditingkatkan dengan membuat media yang berukuran besar seperti poster, atau pemutaran slide dengan LCD atau pemberian leaflet bagi setiap peserta sehingga masing-masing dapat membaca materi dengan lebih baik.

Selogiri, 29 September 2015 Peserta

Pendamping

dr. Sofi Wardati

dr. Hermanto 18

F.5 PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR KUNJUNGAN RUMAH PADA PASIEN DENGAN MORBUS HANSEN (LEPRA/ KUSTA) A. Latar Belakang Morbus Hansen atau penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki. Penyakit ini sering menyerang mereka yang sedang di dalam usia produktif (25-35 tahun). Orang yang menderita kusta mengalami diskriminasi dari masyarakat sehingga mempengaruhi peluang kerja mereka dan mengurangi pendapatan mereka. Faktor sosial ekonomi kiranya memegang peranan pada penyebaran penyakit ini dimana makin rendah sosial ekonominya makin subur penyakit kusta. Hampir 10% kasus baru kusta di dunia terjadi di Indonesia, dengan jumlah 20.000 kasus baru di tahun 2011 dan 10% diantaranya mengalami kecacatan hingga grade II. Meskipun apabila dilihat dari skala nasional bisa dikatakan telah terjadi suatu eliminasi kusta yang signifikan (< 1 kasus per 10.000 penduduk), namun masih ada beberapa provinsi, khususnya di Pulau Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat), dimana pada daerah tersebut belum tercapai target eliminasi dari kusta. Timbulnya penyakit kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim. Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta tipe MB (Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat. Penyakit ini juga memiliki ujud kelainan kulit yang mirip 19

dengan penyakit kulit lainnya sehingga sering terjadi salah diagnosis. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti pada pasien dengan gejala mengarah kepada penyakit kusta dan juga perlu dilakukan pemeriksaan pada orang terdekat pasien untuk menemukan kasus baru secara aktif. B. Permasalahan di Masyarakat Kasus kusta di Kelurahan Selogiri, Wonogiri jumlahnya tidaklah sedikit dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir (Juli – September 2015) sudah ditemukan dua kasus baru di wilayah kerja puskesmas Selogiri. Salah satunya adalah pasien atas nama Tn. L (43 th) yang datang sendiri ke puskesmas untuk memeriksakan dirinya. Keluhan pasien adalah berupa bercak kemerahan di tangan, kaki, dan wajah yang dirasakan sejak satu tahun terakhir. Selain itu kaki dan tangan pasien terasa panas dan mati rasa. Terdapat riwayat keluarga dengan penyakit kusta, yaitu kakak kandung pasien, yang walaupun tidak tinggal serumah tapi pasien sering berinteraksi dengannya. Dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap dan pemeriksaan laboratorium untuk melihat apakah terdapat kuman BTA positif pada pasien. Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis yaitu Morbus Hansen tipe Multi Basiler sehingga pengobatan MH tipe MB dapat segera dilakukan. Pengobatan ini dilakukan selama 12 bulan dengan MDT-Combi tipe MB yang terdiri dari obat yang harus diminum setiap hari dan obat yang harus diminum setiap bulan. Selain itu pasien mengatakan bahwa terdapat bercak keputihan pada kulit anak pasien sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada keluarga pasien untuk melihat apakah ada kasus baru di lingkungan sekitar pasien.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Kunjungan rumah perlu dilakukan pada pasien dengan penyakit kusta. Kunjungan rumah dilakukan dengan tujuan untuk memberikan edukasi mengenai penyakit kusta, pengobatan kusta, reaksi kusta,

20

pengobatan reaksi kusta, dan perawatan diri yang baik untuk menghindari cacat akibat kusta. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan pada kerabat terdekat pasien untuk mencari kasus kusta lainnya. Sebelum melakukan kunjungan rumah hal yang perlu disiapkan pertama kali adalah membuat janji dengan pasien dan menentukan waktu yang tepat dimana seluruh anggota keluarga ada di rumah. Setelah itu persiapan alat-alat yang harus dibawa antara lain, senter, pilinan kapas dan jarum untuk melakukan pemeriksaan sensori, form POD dan alat tulis. D. Pelaksanaan Kegiatan kunjungan rumah pada pasien penderita kusta telah dilaksanakan pada: Hari/ Tanggal : Kamis, 23 Juli 2015 Waktu : 09.00 WIB Tempat: Nambangan, Selogiri Kegiatan : Edukasi mengenai penyakit kusta, program terapi, reaksi kusta, dan cara perawatan diri. Pemeriksaan anggota keluarga pasien. E. Monitoring dan Evaluasi Kunjungan rumah dilakukan oleh dokter internship dan petugas puskesmas yang bertanggung jawab dengan program kusta. Kegiatan ini berlangsung lancar karena pasien dan keluarga terbuka untuk menerima petugas di rumah pasien. Kegiatan pertama adalah penjelasan mengenai obat-obatan yang pasien harus minum. Pasien tampak kooperatif dan tidak malu untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti. Dukungan dari keluarga juga diperlukan dalam proses penyembuhan penyakit ini. Oleh karena itu, informasi mengenai penyakit kusta juga perlu diberitahukan kepada istri dan anak pasien. Dilakukan pemeriksaan pada istri dan anak pasien. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari : 1. Inspeksi, untuk melihat apakah ada bercak kemerahan atau keputihan pada kulit. 2. Pemeriksaan sensibilitas, terutama pada lesi (sensasi sentuh, nyeri, dan suhu) 3. Palpasi nervus (n. auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n. ulnaris, n. peroneus communis) 4. Pemeriksaan motorik

21

Dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya tanda dan gejala pada keluarga pasien yang mengarah kepada penyakit kusta. Bercak keputihan pada bagian wajah dan leher anak pasien tidak diikuti dengan penurunan sensibilitas dan diduga itu merupakan penyakit kulit lain (Dermatofita). Perlu dilakukan evaluasi setiap bulan pada pasien untuk mengontrol kepatuhan minum obat, melihat adakah reaksi dari penyakit kusta, dan melakukan pemeriksaan rutin untuk melihat apakah terdapat kecacatan akibat penyakit ini.

Selogiri, 29 September 2015 Peserta

Pendamping

dr. Sofi Wardati

dr. Hermanto

22

F.6 UPAYA PENGOBATAN DASAR PENANGANAN HOLISTIK PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS A. Latar Belakang Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus

merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena defek sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang, diantara penyakit degeneratif diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang. Dalam jangka waktu 30 tahun, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien DM yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang disebabkan oleh karena : a) b) c) d)

faktor demografi gaya hidup yang kebarat-baratan berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien

diabetes semakin panjang Penanganan yang terbaik dari penyakit DM adalah pencegahan. Pencegahan terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya penyakit DM dengan gaya hidup yang sehat dan aktifitas fisik secara rutin. Pencegahan sekunder adalah suatu upaya skrining kesehatan sehingga dapat dilakukan

23

penegakan diagnosis sejak dini dan pemberian terapi yang tepat dan adekuat.

Mengingat

penyakit

DM

adalah

penyakit

yang

dapat

menyebabkan komplikasi dan kemungkinan kecacatan yang besar, maka juga perlu dilakukan pencegahan tersier yaitu berupa pencegahan terjadinya kecacatan dan upaya rehabilitasi guna mengembalikan kondisi fisik/ medis, mental, dan sosial. B. Permasalahan di Masyarakat Pada tanggal 10 Juni 2015, Tn S (55 tahun), datang dengan keluhan sering kencing pada malam hari dan badan terasa cepat letih. Tn S juga mengeluhkan kesemutan pada jari-jari kaki dan tangan. Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan terakhir. Tiga bulan yang lalu pasien pernah memeriksakan diri ke mantri dengan keluhan serupa disertai dengan rasa haus terus menerus dan nafsu makan yang meningkat namun berat badan turun. Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga DM pada orangtua pasien. Dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dan didapatkan hasil gula darah diatas normal namun pasien lupa tepatnya berapa. Sejak saat itu pasien mengonsumsi obat DM yang dibelinya sendiri di apotek (Glibenklamid) dan ini adalah pertama kalinya pasien memeriksakan diri ke dokter karena merasa keluhannya tidak berkurang. Pada saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah 130/ 80, gula darah sewaktu 300 mg/dl. Dengan adanya trias hiperglikemia (poliuria, polidipsia, dan polifagia) dan pada pemeriksaan gula darah sewaktu >200 mg/dl, maka Tn S didiagnosis dengan diabetes mellitus. Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya masih rendah. Oleh karena itu, selain pemberian terapi obat-obatan perlu dilakukan tatalaksana non medikamentosa berupa edukasi mengenai penyakit, dan yang paling utama adalah membiasakan gaya hidup sehat. C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang apabila tidak terkontrol akan menyebabkan munculnya komplikasi yang memperburuk prognosis.

24

Intervensi medikamentosa dan non medikamentosa diperlukan bagi pasien diabetes mellitus dalam kasus ini pada Tn S. Intervensi tersebut merupakan tatalaksana kuratif sekaligus preventif untuk mencegah timbulnya komplikasi akibat diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Selain itu pasien juga perlu dikonsultasikan dengan bagian gizi Puskesmas Selogiri untuk edukasi mengenai menu diet pada penderita DM. Hal-hal yang perlu diketahui pasien mengenai penyakit DM adalah antara lain : 1. Apa penyebab dan faktor risiko penyakit DM 2. Penyakit DM tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol 3. 4. 5. 6.

dengan gaya hidup sehat dan minum obat teratur Pengaturan makanan (Diet) Olahraga yang baik bagi penderita DM Komplikasi pada penyakit DM Perawatan diri dan higien tubuh.

D. Pelaksanaan Setelah terdiagnosis dengan diabetes mellitus, Tn S memerlukan tatalaksana

untuk

mengontrol

penyakitnya

tersebut.

Tatalaksana

medikamentosa yang kita berikan adalah: - Metformin 2x500 mg pc - Glibenclamid 1x5 mg ac - Vit B Plex 1x1 Tatalaksana non medikamentosa juga sangat diperlukan, di antaranya: - Pasien diminta untuk secara rutin mengontrolkan gula darah maupun tekanan darahnya. Untuk jadwal kontrol pertama dilakukan setelah obat dari kunjungan pertama habis. Jadwal kontrol selanjutnya -

menyesuaikan hasil pemeriksaan saat kontrol pertama. Pasien diminta untuk menjaga pola hidup maupun pola makan. Olahraga ringan minimal 2 kali dalam satu minggu. Makan sedikitsedikit tapi sering lebih baik daripada makan banyak dalam sekali tempo. Konsumsi makanan berkalori dan kolesterol tinggi sebaiknya dihindari.

E. Monitoring dan Evaluasi Untuk monitoring

dan

evaluasi,

pasien

diminta

kembali

mengontrolkan tekanan darah dan gula darahnya secara rutin ke fasilitas kesehatan. Hal ini diperlukan supaya tidak terjadi overdose ataupun 25

lowerdose, sehingga tujuan pengobatan tercapai, yaitu untuk mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi.

Selogiri, 29 September 2015 Peserta

Pendamping

dr. Sofi Wardati

dr. Hermanto

26

Related Documents


More Documents from "Naila Nak'z Farmazi"

Todo Sobre Angeles
January 2021 0
El Libro Del Tarot
January 2021 0
Eutonia Articulo
January 2021 2
January 2021 0
March 2021 0