Loading documents preview...
0
BAB I STATUS PASIEN I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
:
An. Naysilla Ayu Pratiwi
Umur
:
3 tahun
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Tempat/Tgl.Lahir
:
Pasuruan/02 Maret 2011
Agama
:
Islam
Suku bangsa
:
Jawa
Status Marital
:
Belum Menikah
Pendidikan Terakhir
:
Belum sekolah
II. A.
ANAMNESA Keluhan Utama Anak belum dapat berbicara dengan jelas pada usia saat ini (3 tahun) B. Hetero Anamnesis Pasien dibawa ke poli ARLAN (Anak Remaja dan Lansia) RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang dengan keluhan anak belum dapat berbicara dengan jelas pada saat usia saat ini. Ibu pasien mengatakan jika anak belum dapat berbicara dengan jelas hingga usia 3 tahun. Hal ini dirasakan oleh ibu sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu, ketika ibu membawa anaknya untuk berkunjung kerumah saudara. Ibu menyadari jika anaknya tidak sama dengan anak lainnya yang seusia pasien saat ini. Jika anak lainnya sudah bisa mengeluarkan banyak kata-kata dengan jelas, anak pasien hanya bisa mengucapkan kata ayah, dan ibu. Ibu juga mengatakan kalau anaknya tidak bisa fokus. C. Keluhan dan keterangan penderita (autoanamnesis) a. Alasan datang ke rumah sakit (maksud dan tujuan anak datang kerumah sakit): ketika pemeriksa memanggil nama pasien tidak ada kontak mata dan tidak ada respon secara verbal. Pasien hanya berbicara sendiri yang tak jelas kalimatnya.
1
b. Hobi dan perhatian anak pada sesuatu (bakat, hobi, dan perhatian pada sesuatu hal): pada saat pemeriksa meminta pasien untuk menggambar sesuatu dengan pulpen, pasien tidak merespon dan tetap asik dengan memencet-mencet tombol handphone. c. Hubungan sosial anak (dengan tetangga, disekolah dan tempat lain, yang disenangi/tidak): informasi didapatkan dari ibu (pasien kurang disenangi oleh teman bermainnya karena sering memukul teman bermainnya tanpa sebab) d. Hubungan dengan teman dekat dan sebaya/peer relation: informasi didapatkan dari ibu (di lingkungan rumah pasien tidak ada yang ingin bermain dengan pasien karena pasien dianggap nakal) e. Rencana anak untuk masa depan: Anak-anak: f. Hubungan anak dengan keluarga rumah: (info dari ibu) pasien sangat di perhatikan dan di manja oleh keluarga g. Pembicaraan tambahan/khusus pada persoalan atau kesulitan: belum bisa berbicara jelas h. Status kesehatan anak: i. Fantasi (dibawah 9 tahun):j. Kesadaran sosial anak: (info ibu pasien) jarang bermain di sekitar D.
lingkungan rumah Riwayat perkembangan anak Lahir cukup bulan dan mengaku normal. Lahir di rumah sakit dan persalinan dibantu oleh dokter spesialis kandungan, namun sang ibu bercerita ketika persalinan ibu tidak kuat mengejan hingga pingsan yang akhirnya melakukan tindakan vakum, setelah bayi lahir (tidak menangis). Selama kehamilan ibu pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obatobatan atau jamu. Pasien mendapatkan ASI hingga umur 2 tahun. Pasien mulai diajarkan toilet training pada umur 3 tahun. Pasien dapat duduk,
berjalan, bicara terlambat dari teman sebayanya. E. Riwayat sakit sebelumnya Tidak ditemukan. F. Riwayat sekolah Pasien belum bersekolah. G. Riwayat Keluarga Pasien diasuh oleh ibu kandung. Pasien merupakan anak tunggal. III.
PEMERIKSAAN
2
Pemeriksaan Generalis: Tensi : Respirasi :
- mmhg 18 x/menit
Keadaan Umum Kepala/Leher Thorax
: : :
Abdomen Ekstremitas
: :
Nadi suhu
: :
100 x/menit 36,5’C
Compos Mentis a/i/c/d -/-/-/Cor : S1 S2 tunggal Reguler Murmur (-) Pulmo :Vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/Supel, Bising usus (+), meteorismus (-) akral hangat +/+ +/+ oedem -/-/-
Pemeriksaan Saraf GCS Meningeal Sign Refleks Fisiologik
: : :
Refleks Patologik
:
4-5-6 kaku kuduk (-) BPR +2/+2 APR +2/+2 KPR +2/+2 TPR +2/+2 Babinski (-) / (-) Tromer (-) / (-) Chaddock (-) / (-)
Pemeriksaan Psikiatri: Kesan Umum
:
Pasien berpakaian rapi, roman wajah sesuai dengan usianya, pasien tidak berbau, pasien hiperaktif dan Tidak kooperatif, tidak ada kontak mata
Kontak
:
Verbal (-) Non verbal (-)
Kesadaran
:
Sulit dievaluasi
Orientasi
:
W/T/O +/+/+
Daya ingat
:
Tidak ditemukan kelainan
Persepsi
:
Halusinasi visual (-) auditorik (-)
Proses berpikir
:
Bentuk: sulit dievaluasi, Arus : sulit dievaluasi, Isi : sulit dievaluasi
Afek/emosi
:
tidak ada gangguan
Kemauan
:
ADL (+) Social (-) pekerjaan (-)
Psikomotor
:
Meningkat
IV.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
3
Axis I
: (F. Autism)
Axis II
: Ciri kepribadian: pasien seorang anak yang hiperaktif
Axis III
:-
Axis IV
:-
Axis V
: GAF saat ini 20 – 11
V.
TATA LAKSANA Obat terapi : Psikoterapi
Memotivasi pasien agar dapat menjalani pengobatan sesuai yang
dianjurkan Memotivasi pasien untuk kembali tenang dan memperhatikan sekitarnya
Sosial Terapi Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keadaan pasien,
mengenai faktor pencetus,perjalan penyakit dan pengobatan Menjelaskan dan memberi pengarahan tentang sikap yang harus dilakukan kepada pasien
Monitoring VI.
Keluhan pasien Observasi vital sign dan keadaan umum Efek samping obat PROGNOSIS
Dubia at malam
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Autisme berasal dari kata yunani yaitu autos yang berarti “diri sendiri” dan “isme” yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism, pembalikkan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan didalam lingkungannya (Dawson dan Castelloe, 2007). Autism adalah perkembangan kekacauan otak dan gangguan pervasive yang di tandai dengan terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi social, gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang berulang-ulang. Gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri: berbicara, tertawa, menangis dan marah - marah sendiri. Gejala autism dapat terdeteksi pada usia sebelum 3 tahun (Huzaemah, 2010). Banyaknya jumlah autisme diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia (Winarno dan Agustina, 2008). II. Epidemiologi Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autisme semakin tinggi, pada tahun 1988 terdapat sekitar 1 dari 10.000 anak terkena autisme. Pada tahun 2003, 1 dari 1000 anak, tahun 2007 1 dari 166 anak, dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahun timbul sekitar 9000 anak autisme baru (Winarno dan Agustina, 2008). Banyaknya jumlah autisme diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia (Winarno dan Agustina, 2008).
5
III. Etiologi Beberapa tahun lalu, penyebab autisme masih merupakan suatu misteri, oleh karena itu banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab autisme. Salah satu hipotesis yang kemudian mendapat tanggapan yang luas adalah teori “ibu yang dingin” menurut teori ini dikatakan bahwa anak masuk kedalam dunianya sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu yang dingin. Teori ini yang banyak menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap mempunyai anak yang menunjukkan ciri-ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan tidak jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan individu autisme. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang kedokteran akhir-akhir ini telah menginformasikan individu dengan gangguan autisme mengalami kelainan neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini berupa pertumbuhan sel otak yang tidak sempurna pada beberapa bagian otak. Gangguan pertumbuhan sel otak ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan muda dimana selsel otak sedang dibentuk. (individu) Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan yang khas di dalam otak pada daerah apa yang disebut dengan limbik sistem (pusat emosi). Pada umumnya individu autisme tidak dapat mengendalikan emosinya, sering agresif terhadap orang lain dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah- olah tidak mempunyai emosi. Selain itu muncul pula perilaku yang berulang-ulang (stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua peilaku tersebut erat kaitannya dengan adanya gangguan pada daerah limbik sistem di otak. Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada otak yang menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan jamur candida yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur , maka sekresi enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan tak dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa protein jika tidak dicerna secara sempurna akan menjadi “racun” bagi tubuh. Protein biasanya suatu rantai yang terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut
6
seluruhnya dapat diputus dan ke-20 asam amino tersebut akan diserap oleh tubuh. Namun bila pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam amino yang rantainya belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam amino disebut peptida. Oleh karena adanya kebocoran usus, maka peptida tersebut diserap melalui dinding usus, masuk ke dalam aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak peptida tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi seperti opium atau morfin. Melimpahnya zatzat yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu biasanya seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan perilaku. Dimana gejalanya mirip dengan gejala yang ada pada individu autisme. Tentu masih terdapat dugaan-dugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak seperti adanya timbal , mercury atau zat beracun lainnya yang termakan bersama makanan yang dikonsumsi ibu hamil, yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan pada individu autisme, yang jelas bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak memberi kehangatan kasih sayang), seperti yang dianut dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat kaitannya dengan gangguan pada otak. Gejala-gejala autisme Gejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3 - 4 bulan. Bila ibu merangsang bayinya dengan menggerincingkan mainan dan mengajak berbicara, maka bayi tersebut akan berespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan. Makin lama bayi makin responsive terhadap rangsang dari luar seiring dengan berkembangnya kemampuan sensorik. Pada umur 6-8 bulan ia sudah bisa berinteraksi dan memperhatikan orang yang mengajaknya bermain
7
dan berbicara. Hal ini tidak muncul atau sangat kurang pada bayi autistik. Ia bersikap acuh tidak acuh dan seakan-akan menolak interaksi dengan orang lain. Ia lebih suka bermain dengan “dirinya sendiri” atau dengan mainannya. Perkembangan yang terganggu pada anak yang mengalami autisme: 1. Gangguan komunikasi Munculnya kualitas komunikasi yang tidak normal ditunjukkan dengan: • Kemampuan wicara tidak berkembang atau mengalami keterlambatan • Pada anak tidak tampak usaha untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. •
Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan yang melibatkan
komunikasi dua arah dengan baik. • Anak tidak imajinatif dalam hal permainan atau cenderung monoton. • Bahasa yang tidak lazim yang selalu diulang-ulang atau stereotipik. 2. Gangguan Interaksi Sosial Timbulnya gangguan kualitas interaksi sosial yaitu: • Anak mengalami kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan wajah yang tidak berekspresi. • Ketidakmampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama. • Ketidakmampuan anak untuk berempati dan mencoba membaca emosi yang dimunculkan orang lain. 3. Gangguan Perilaku Aktivitas, perilaku dan ketertarikan anak terlihat sangat terbatas. Banyak penggulangan terus-menerus seperti: • Adanya suatu kelekatan pada rutinitas atau ritual yang tidak berguna. • Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada sutu pola perilaku yang tidak normal. •
Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti
menggoyang-goyang badan dan geleng-geleng kepala. 4. Gangguan Sensoris • Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. • Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
8
• Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda. • Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut. 5. Gangguan Pola Bermain • Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. • Tidak suka bermain dengan anak sebayanya. • Tidak bermain sesuai fungsi mainan. • Menyenangi benda-benda yang berputar. • Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana. 6. Gangguan Emosi Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan menangis tanpa alasan. • Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang. •
Kadang suka menyerang dan merusak, berperilaku yang menyakiti
dirinya sendiri, serta tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain. Gangguan perkembangan di atas tidak semua muncul pada setiap anak autisme, tergantung dari berat ringannya gangguan yang diderita anak. Ada beberapa gejala yang harus
diwaspadai pada anak yang mengidap
autisme. Gejala-gejala tersebut terlihat sejak bayi atau anak menurut usia sebagai berikut. Tabel 2.1 Gejala-Gejala Autisme Menurut Usia Anak Usia 0-6 bulan
Gejala-gejala • Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis) •
Terlalu
sensitif,
cepat
terganggu/terusik •
Gerakan
tangan
dan
kaki
berlebihan terutama bila mandi •
Tidak “babbling” (mengoceh)
•
Tidak ditemukan senyum sosial di atas umur 3 bulan
9
•
Perkembangan kasar/halus
6-12 bulan
1-2 tahun
motorik sering
tampak
•
normal Sulit bila digendong
•
Menggigit tangan dan badan
•
orang lain secara berlebihan Kaku bila di gendong
•
Tidak mau bermain permainan sederhana (“cilukba”)
•
Tidak mengeluarkan kata
•
Memperhatikan
tangannya
sendiri •
Terdapat
keterlambatan
dan
perkembangan motorik kasar dan halus
2-3 tahun
•
Mungkin tidak dapat menerima
•
makanan cair Tidak tertarik
untuk
bersosialisasi dengan anak lain •
Melihat orang sebagai “benda”
•
Kontak mata terbatas
•
Tertarik pada benda tertentu
Tipe-tipe Autisme Berdasarkan perilaku Tipe-tipe autisme berdasarkan perilakunya dibedakan menjadi: 1. Aloof adalah anak autis yang berusaha menarik diri dari kontak sosial dengan orang lain dan lebih suka menyendiri 2. Passive adalah anak autis yang hanya menerima kontak sosial tapi tidak berusaha untuk menanggapinya 3. Active but odd adalah anak autis yang melakukan pendekatan tapi hanya bersifat satu sisi saja dan bersifat aneh Berdasarkan tingkat kecerdasan Tipe-tipe autisme berdasarkan tingkat kecerdasannya dibedakan menjadi:
10
1. Low functioning (IQ rendah) Anak autis tipe low functioning tidak dapat mengenal huruf dan membaca. Tuntutan yang paling penting adalah kemandirian yang bersifat basic life skills, misalnya cara menggunakan sabun, menggosok gigi dan sebagainya. 2. High functioning (IQ tinggi) Anak autis tipe high functioning memiliki komunikasi yang baik, pintar, sangat senang dan berminat pada satu bidang, tetapi kurang berinteraksi sosial (tidak bisa bersosialisasi). Berdasarkan munculnya gangguan Tipe-tipe autisme berdasarkan munculnya gangguan dibedakan menjadi: 1. Autisme klasik adalah autisme yang disebabkan kerusakan saraf sejak lahir. Kerusakan saraf disebabkan oleh virus rubella (dalam kandungan) atau terkena logam berat (merkuri dan timbal). 2. Autisme regresif adalah autisme yang muncul saat anak berusia antara 1224 bulan. Perkembangan anak sebelumnya relatif normal, namun setelah usia dua tahun kemampuan anak menjadi merosot. Karakteristik autisme Karakteristik
gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai
muncul sejak bayi. Kciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang. Sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu penyandang autisme, perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada orang lain, tetapi kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhadap orang lain. Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan mengalami gangguan autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas
11
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga aspek gangguan perkembangan
di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, dapat
disimpulkan bahwa autisme sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang melatar-belakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain. Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain ada individu yang memiliki sedikit gejala. Adapun ciri gangguan pada autisme tersebut adalah sebagai berikut: 1. Gangguan dalam komunikasi •
terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak dan mimik
•
meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
•
sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
•
meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
•
bicara tidak dipakai untuk komunikasi
•
bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
•
tidak memahami pembicaraab orang lain
•
menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu
2. Gangguan dalam interaksi sosial •
menghindari atau menolak kontak mata
•
tidak mau menengok bila dipanggil
•
lebih asik main sendiri
•
bila diajak main malah menjauh
•
tidak dapat merasakan empati
3. Gangguan dalam tingkah laku •
asyik main sendiri
•
tidak acuh terhadap lingkungan
•
tidak mau diatur, semaunya
•
menyakiti diri
12
•
melamun, bengong dengan tatapan mata kosong
•
kelekatan pada benda tertentu
•
tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari, manjatmanjat,berputar-putar,
melompat-lompat,
mengepak-ngepak
tangan,
berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit. 4. Gangguan dalam emosi •
rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan
•
tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab
•
tidak dapat mengendalikan emosi;
ngamuk bila tidak mendapatkan
keinginannya 5. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan •
menjilat-jilat benda
•
mencium benda-benda atau makanan
•
menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu
•
tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar
Karakteristik tersebut di atas sering juga disertai dengan adanya ketidak mampuan untuk
bermain,
seperti;
tidak
menggunakan
mainan
sesuai
dengan
fungsinya,kurang mampu bermain spontan dan imjinatif, tidak mampu meniru orang lain, dan sulit bermain pura-pura. Gangguan makan seperti; sangat pemilih dalam hal menu makanannya, cenderung ada maslah dalam pecernaan atau sangat terbatas asupannya, dan gangguan tidur seperti; sulit tidur atau terbangun tengah malam dan berbagai permasalahan lainnya. Kriteria diagnostik Pada
dasarnya
gangguan
autisme
tergolong
dalam
gangguan
perkembangan pervasive, namun bukan satu-satunya golongan yang termasuk dalam gangguan perkembangan pervasif (Pervasive Developmental Disorder) menurut DSM IV (1995). Namun dalam kenyataannya hampir keseluruhan golongan gangguan perkembangan pervasif disebut oleh para orangtua atau masyarakat sebagai Autisme. Padahal di dalam gangguan perkembangan pervasif meski sama-sama ditandai dengan gangguan dalam beberapa area perkembangan seperti kemampuan interaksi sosial, komunikasi serta munculnya perilaku
13
stereotipe, namun terdapat beberapa perbedaan antar golongan gangguan autistik (Autistic Disorder) dengan gangguan Rett (Rett’s Disorder), gangguan disintegatif masa anak (Childhood Disintegrative Disorder) dan gangguan Asperger (Asperger’s Disorder). Gangguan autistik berbeda dengan gangguan Rett dalam rasio jenis kelamin penderita dan pola berkembangnya hambatan. Gangguan Rett hanya dijumpai pada wanita sementara gangguan Autistik lebih banyak dijumpai pada pria dibanding wanita dengan ratio 3:1. Selanjutnya pada sindroma Rett dijumpai
pola
perkembangan
pertumbuhan kepala
gangguan
yang
disebabkan
perlambatan
(head growth deceleration), hilangnya kemampuan
ketrampilan tangan dan munculnya hambatan koordinasi gerak. Pada masa prasekolah, sama seperti penderita autistik, anak dengan gangguan Rett mengalami kesulitan dalam interaksi sosialnya. Selain itu gangguan Autistik berbeda dari Gangguan Disintegratif masa anak, khususnya dalam hal pola kemunduran perkembangan. Pada gangguan disintegratif, kemunduran (regresi) terjadi setelah perkembangan yang normal selama minimal 2 tahun sementara pada gangguan autistik abnormalitas sudah muncul sejak tahun pertama kelahiran. Selanjutnya, gangguan
autistik dapat dibedakan dengan gangguan Asperger
karena pada penderita asperger tidak terjadi keterlambatan bicara. Penderita Asperger sering juga disebut dengan istilah “High Function Autism” , selain karena kemampuan komunikasi mereka yang cukup normal juga disertai dengan kemampuan kognisi yang memadai. Secara detail, menurut DSM IV ( 1995), kriteria gangguan autistik adalah sebagai berikut : a. Harus ada total 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari ( 2 ) dan (3) : 1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini : •
Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial.
14
•
Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
•
Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain.
•
Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini: •
Perkembangan bahasa lisan ( bicara) terlambat atau sama sekali tidak berkembang dan anak
tidak mencari jalan untuk
berkomunikasi secara non verbal. •
Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi
•
Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulang-ulang.
•
Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau permainan
imitasi
sosial
lainnya
sesuai
dengan
taraf
perkembangannya. 3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus ada 1dari gejala berikut ini : •
Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan fokus dan intensitas yang abnormal/ berlebihan.
•
Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas
•
Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
•
Sikap tertarik yang sangat kuat/ preokupasi dengan bagianbagian tertentu dari obyek.
b. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif.
15
c. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak Penatalaksanaan gangguan autistik Tujuan dari terapi pada autistik adalah untuk
Mengurangi masalah perilaku
Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penguasaan bahasa
Mampu bersosialisasi dan beradaptasi dilingkungan sosialnya
Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara merupakan komponen yang penting. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa masing-masing individu anak adalah unik, sehingga jangan beranggapan bahwa satu metode berhasil untuk satu anak berarti metode tersebut akan berhasil pula untuk anak yang lain. Akan lebih bijaksana bila metodenyalah yang disesuaikan untuk si anak, bukan anak yang harus menyesuaikan diri untuk metode terapi tertentu. Suatu tim kerja terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik, tenaga medis (psikiater, dokter anak), psikolog, ahli terapi wicara, terapi okupasi, pekerja sosial, dan perawat, sangat diperlukan agar dapat mendeteksi dini, dan memberi penanganan yang sesuai dan tepat waktu. Semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat, akan dapat tercapai hasil yang optimal. Terapi Perilaku Beberapa jenis terapi perilaku yang banyak digunakan:
Metode ABA (Applied Behavioral Analysis): Terapi dilakukan dengan memberikan positive reinforcement bila anak menuruti perintah terapis. Disini anak diarahkan untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan dan menggantikannya dengan perilaku yang lebih bisa terima.
Metode Option: lebih child intered, dimana terapis selalu mengikuti perilaku anak. Yang direkankan disini adalah “acceptance” and “love”. Orang tua justru harus berusaha untuk masuk kedalam dunia anak tersebut.
16
Metode Floor time. Ini sejenis terapi bermain yang dilakukan pada anak.
Psikoterapi Dengan adanya pengetahuan tentang faktor biologi pada autisme, psikodinamik psikoterapi yang dilakukan pada anak yang masih kecil termasuk disini terapi bermain yang tidak terstruktur, adalah tidak sesuai lagi. Psikoterapi individual, baik dengan atau tanpa obat, mungkin lebih sesuai pada mereka yang telah mempunyai fungsi lebih baik, saat usia mereka meningkat, mungkin timbul perasaan cemas dan depresi ketika mereka menyadari kelainan dan kesukaran dalam membina hubungan dengan orang. Terapi obat Pada sekelompok anak autistik, dengan gejala-gejala seperti temper tantrums, agregasivitas, melukai diri sendiri, hiperaktivitas dan stereotipi, pemberian obatobattan yang sesuai dapat merupakan salah satu bagian dari program terapi yang komprehensif. Juga sering dipakai untuk mengobati kondisi yang terkait seperti depresi, cemas, perilaku obsesif-kompulsif, membantu mencegah self-injury dan perilaku lain yang menimbulkan masalah. Menempatkan anak ke level fungsional, dimana anak memperoleh manfaat dari terapi yang lain. Pemeriksaan yang lengkap dari kondisi fisik dan laboratorium harus dilakukan sebelum memulai pemberian obat setiap 6 bulan, dianjurkan untuk menilai lagi apakah obat masih diperlukan dalam terapi. Obat-obatan yang digunakan a.l.:
Antipsikotik-memblok reseptor dopamin
SSRI-merupakan selective serotonin reuptake inhibitor
Methylphenidate-merupakan hiperaktivitas, inatensi
Naltrexsone-antagonis opioda
Clomipramine-antidepresan
Clonidine-menurunkan aktivitas noradenergik BAB III PENUTUP
17
3.1 Kesimpulan Mengingat beragamanya faktor etiologi, kompleksnya gejala, dan prognosis yang dapat bervariasi pada autisme, perlu kiranya penanganan yang komprehensif dari suatu tim terpadu yang yang berasal dari berbagai disiplin ilmu-dokter (psikiater, dokter anak, neurolog), pendidik, psikolog, ahli terapi wicara, terapi okupasi, pekerja sosial, juga perawat. Diharapkan dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat, serta pesatnya kemajuan dibidang teknologi kedokteran, akan didapat hasil yang optimal bagi perkembangan anak-anak ini. Anda akan dapat meninggalkan dunianya sendiri dan menikmati kehidupan diluar dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
18
1.
American Psychiatric Association Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text revision. Washington, DC, American Psychiatric Association, 2000.
2.
Cvejib, Mental Handicap-Mental illness (Dual Diagnosis). Dalam simposium Masalah Perilaku Pada Anak, Penanggulangan, dan Dampaknya terhadap Masa Depan. Jakarta 22 Oktober 1996.
3.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III (PPDGJ). 1993