Laporan Kasus Bedah (ctev)

  • Uploaded by: NidhaSavitri
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Bedah (ctev) as PDF for free.

More details

  • Words: 4,356
  • Pages: 23
Loading documents preview...
LAPORAN KASUS

CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS (CTEV)

Oleh : A.A. Sagung Ria Ardha Anggani

(1070121031)

A.A. Istri Cyanthi Devi

(1070121032)

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS WARMADEWA BAGIAN/SMF ILMU BEDAH RSUD SANJIWANI – GIANYAR 2015

BAB I PENDAHULUAN

Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada kaki yang sering dijumpai pada bayi yaitu kaki bengkok atau CTEV (Congenital Talipes Equino Varus). CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya : 

Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.



Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.



Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit.



Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit. Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka

kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung ke bawah dan ke dalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau spina bifida. Frekuensi CTEV dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika. Insidensi pada laki-laki 65% kasus, sedangkan pada perempuan 3040% kasus. Pada pasien pengambilan cairan amnion, deformitas ekstrimitas bawah kira-kira mencapai 1-1,4% kasus. Sedangkan pada ibu yang mengalami pecah ketuban kira-kira terdapat 15% kasus. Epidemiologi CTEV terbanyak pada kasus-kasus amniotik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia. 1 Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar.2 2.2 Epidemiologi Insiden dari CTEV dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Insidensi pada laki-laki 65% kasus, sedangkan pada perempuan 30-40% kasus. Pada pasien pengambilan cairan amnion, deformitas ekstrimitas bawah kira-kira mencapai 1-1,4% kasus. Sedangkan pada ibu yang mengalami pecah ketuban kira-kira terdapat 15% kasus. Epidemiologi CTEV terbanyak pada kasus-kasus amniotik.2 2.3 Etiologi Sampai sekarang, penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan, meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Antara lain:1,3,5 a. Mekanik Teori ini menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan mekanik eksternal. Teori ini diperkuat oleh observasi bahwa insiden CTEV tidak meningkat pada kondisi lingkungan prenatal yang cenderung membuat uterus terlalu penuh, seperti kembar, janin besar, primipara, hydramnion dan oligohidramnion. Teori ini bertentangan dengan teori kedua tentang faktor lingkungan intrauterin berikut ini. b. Environmental

Browne menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang menyebabkan



imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan deformitas. Teori lain adalah perubahan ukuran uterus atau karena bentuk, seperti misalnya terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan oligohydramnion. Karena obat-obatan, seperti yang sering ditemukan pada ‘thalidomide baby’

 c. Herediter

Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada 2,9% saudara



kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 : 1000 kelahiran. Pada anak kembar dan mendapatkan angka 32,5% penderita CTEV pada



kembar monozygotik dan 2,9% pada dizygotik. d. Idiopatik Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki embrio normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus, jika terjadi terhambatnya perkembangan kaki pada salah satu fase fisiologis dalam kehidupan embrio, maka deformitas ini akan persisten hingga kelahiran. Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia saat pertengahan kehidupan prenatal, yaitu: 

Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat (plantarfleksi ± 90º). Dan adduksi hind dan forefoot yang berat.



Fase II

(Awal bulan ke-3):

kaki

berotasi ke

posisi

supinasi, tetapi

tetap

plantarfleksi 90º, adduksi metatarsal. 

Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang menjadi derajat ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.



Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan varus metatarsal yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap, bidang kaki dan tungkai bawah mulai tampak dalam posisi seperti kaki dewasa.

e. Defek neuromuskular dan tulang prenatal 

Gangguan anatomik intrisik pada sendi talocalcaneus dan pada inervasi m. peroneus karena perubahan segmental medula spinalis.



Displasia tulang primer dan defek kartilago pada embrio 5-6 minggu.



Defek benih plasma primer



Insersi tendon yang abnormal dan displasia m. peroneus

2.4 Klasifikasi 1.

Tipe ekstrinsik/fleksibel Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan tipe yang mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif. Kaki dalam posisi equinoverus akan tetap fleksibel dan mudah di koreksi dengan tekanan manuil. Tipe ini merupakan tipe postural yang dihubungkan dengan postur intrauterin. Kelainan pada tulang tidak menyeluruh, tidak terdapat pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak tumit yang normal dan terdapat lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki.7

2.

Tipe intrinsik/rigid Terjadi pada insiden kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus resisten, kurang memberi respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi dengan cepat. Jenis ini ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil dan tinggi, kaki lebih kaku dan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan tekanan manual dan tulang abnormal tampak waktu dilahirkan. Tampak lipatan kulit di sisi medial kaki.7

2.5 Manifestasi Klinis Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen anatomis sebagai berikut:5,6,7 

Adduksi midtarsal



Inversi pada sendi subtalar (varus)



Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)



Kontraksi jaringan di sisi medial kaki



Tendon Achilles memendek



Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang



Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar, inversi hindfoot

dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari sisi medial dan plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular Schlicht melaporkan suatu penelitian CTEV yang dilakukannya pada bayi-bayi yang lahir mati atau mati segera sesudah lahir. Dilakukan diseksi kaki, yang semuanya menunjukkan deformitas dengan derajat yang berat. Dia menyatakan bahwa tulang-tulang

mengalami distorsi, khususnya talus, calcaneus, navicularis, cuboid dan metatarsal, tetapi yang paling parah adalah talus. Tidak hanya terjadi malformasi tulang, tetapi jaringanjaringan lain yang berhubungan dengannya juga mengalami distorsi. Pada semua kaki yang didiseksinya, talus memperlihatkan distorsi facet pada permukaan superior, oleh karena itu tidak pas masuk dalam lekukan tibia-fibula. Inilah penyebab terpenting persistensi deformitas equinus. Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:     

Gastrocnemius Soleus Tibialis posterior Fleksor hallucis longus Fleksor digitorum longus

Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot sebagai berikut:     

Tibialis anterior dan posterior Fleksor hallucis longus Fleksor digitorum longus Ligamentum deltoid Otot-otot kecil sisi medial kaki

2.6 Diagnosis Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia. "Passive manipulation dorsiflexion → Toe touching tibia → normal".

Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan penderita harus selengkap mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple.1 Diagnosis banding pada CTEV diantaranya adalah:8 1. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital 2. dislokasi pergelangan kaki kongenital

Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah: Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus lateral



dan medial Pemeriksaan radiografi.



3. Acquired type of clubfoot Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit. Biasanya sering terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga paralytic clubfoot, antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal, diasmatomyelia, poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal, cerebral palsy dan penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan: 

Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas



Muscle testing



Radiogram seluruh kolum vertebra



Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan penyakit paralitik



Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)



Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi

2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period, sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari. Jika mengharapkan metoda reduksi tertutup akan mencapai keberhasilan, inilah waktu yang tepat. Segera setelah bayi lahir, dokter harus menjelaskan kepada orang tuanya sasaran/goal, sifat dan hakekat CTEV serta tahap-tahap penanganan. Mereka harus diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV sangat lama, dapat berlanjut dalam periode bertahun-tahun sampai

dewasa, saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus dibutuhkan sepanjang stadium pertumbuhan tulang. Penatalaksanaan ada 2 cara, yaitu:2,4

A.



Konservatif



Operatif

Terapi Konservatif

Tehnik reduksi dengan manipulasi tertutup ini terutama dilakukan untuk tipe postural, dimana deformitas dapat dikoreksi dengan manipulasi pasif. Program rehabilitasi medik dibagi dalam beberapa fase, yaitu: 3.4 a. Fisioterapi 1. Mobilisasi/manipulasi pasif 

Elongasi otot triceps Surae, kapsul posterior dan lig. pergelangan kaki dan

 

sendi subplantar Elongasi otot tibia posterior dan ligamen tibionavicularis Elongasi ligamen calcaneoclavicular plantaris (atau pegas) dan jaringan lunak



plantar Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi talocalcaneonavikular

2. Koreksi aktif Koreksi ini adalah aspek terpenting dalam penatalaksanaan CTEV. Mobilisasi kaki bayi diikuti dengan usaha menstimulasi eversi dan dorsofleksi aktif dengan menepuk-nepuk sisi lateral kaki dengan ujung jari mengarah ke tumit.

Jika kaki dapat menapak, bayi mungkin dapat diberdirikan sebentar dengan berat badan dtumpukan pada kaki yang sakit dan tumit didorong kebawah, gerakkan dengan lembut dari sisi ke sisi dan kedepan-belakang untuk menstimulasi kontrol muskular aktif melalui eversi dan dorsofleksi. Pada usia 5 bulan, bayi normal akan menjangkau dan memegang serta mempermainkan jari-jari kaki dengan posisi telentang, hal ini harus diupayakan oleh ibu untuk mendapatkan koreksi aktif. Perlu distimulasi untuk memegang jari-jari sisi lateral untuk merangsang eversi. Saat mulai duduk pada usia 6-7 bulan, dia dirangsang bermain dengan kakinya. Menstimulasi sisi anterolateral kaki akan merangsang eversi dan dorsofleksi aktif. b. Ortotik prostetik 1. Strapping dengan perban adhesif Metode ini bertujuan untuk mempertahankan hasil reduksi yang telah dicapai dan dikonfirmasi dengan radiografi. 2. Splinting 

Split logam tipe Dennis Browne

Posterior plaster splint Dennis Browne night splint Bell-Grice splint c.

Metode Ponseti Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut:8 1.

Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari persendian subtalus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki dan kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di

bagian lateral dari kepala talus, sementara kita melakukan gerakan abduksi pada forefoot dengan arah supinasi. 2.

Cavus kaki akan meningkat bila forefoot berada dalam posisi pronasi. Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut, untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.

3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus. Seperti tertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah

pertama, maka kaki akan

berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah pronasi. 4.

Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih untuk memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90° selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi (berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian disatukan kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan abduksi forefoot, selanjutnya hal ini dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta megetahui koreksi yang

5.

telah dicapai oleh kaki ekuinus. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan berakhir dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara terpisah, seperti yang digambarkan pada

langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya

midfoot.. Secara umum dibutuhkan 4-7 kali

pemasangan gips untuk mendapatkan abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°. Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles. Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu. 6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70°. with the unaffected foot set at 45° of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3 tahun. 7. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2.5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu. B. Terapi Operatif Indikasi pemilihan pelaksanaan terapi operatif adalah adanya komplikasi yang terjadi setelah terapi konservatif. Pada kasus resisten, terapi operatif paling baik dilakukan pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya perbaikan yang signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang teratur.

Ada beberapa macam prosedur operatif untuk koreksi CTEV. Pemilihan prosedur dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 

Usia anak



Derajat rigiditas



Deformitas yang ditemukan



Komplikasi yang didapat dari penanganan sebelumnya

Prosedur terapi operatif adalah: 1. Koreksi jaringan lunak Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5 tahun. Pada usia ini, biasanya belum ada deformitas pada tulang-tulang kaki, bila dilakukan operasi pada tulang dikhawatirkan malah merusak tulang dan sendi kartilago anak yang masih rentan. Koreksi dilakukan pada: 1. otot dan tendon 

Achilles : tehnik pemanjangan tendo (Z-lengthening)



Tibia posterior: tehnik pemanjangan tendo atau transfer



Abduktor hallucis longus: tehnik reseksi atai eksisi



Fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus: tehnik pemanjangan atau reseksi muskulotendineus



Fleksor digitorum brevis

2. Kapsul dan ligamen 

Talonavicular



Subtalar



Sendi calcaneocuboid



Kapsul pergelangan kaki, antara lain bagian dari lig. deltoid



Ligamen yang kontraktur pada sisi posterolateral pergelangan kaki dan sendi subtalar:





Lig. calcaneofibular



Lig. Talofibular posterior



Retinakulum peroneal superior

Ligamen interoseus talocalcaneal

2. Koreksi jaringan keras Operasi pada tulang atau osteotomi dilakukan setelah usia anak 5-10 tahun. Karena pada usia ini biasanya telah terjadi deformitas struktur tulang dan koreksi yang diharapkan tidak mungkin berhasil tanpa pembenahan tulang. Tindakan berupa: 1. Osteotomi calcaneus untuk koreksi inversi 2. Wedge reseksi sendi calcaneocuboid 3. Osteotomi cuboid 4. Osteotomi cuneiformis untuk koreksi adduksi yang berlebihan 5. Osteotomi tibia dan fibula, jika torsi tibia berlebihan (jarang terjadi) Tindakan pada anak dengan usia lebih tua, lebih dari 10 tahun, biasanya: 1. Rekonstuksi tarsal, termasuk triple arthrodesis. Dilakukan pada kaki yang rigid dan seringkali diserta nyeri serta tidak berespon pada gips serial atau prosedur operasi yang lain. 2. Osteotomi femur 1.8 Prognosis Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki. Walaupun demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering kambuh, sehubungan dengan tipenya, terutama pada bayi yang disertai dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskular.9 Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor utama dan penunjang, antara lain: 1.

Deformitas yang terjadi

2.

Kapan mulai dilakukan penatalaksanaan, semakin dini dilakukan semakin baik

3.

Orang tua penderita. Peran orang tua sangat penting. Faktor-faktor yang diperlukan adalah faktor kesabaran, ketelatenan dan pengertian.

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien Inisial Usia Jenis Kelamin Status Pekerjaan Alamat Tanggal MRS No.RM

: By.DWJ : 3 hari : Laki-Laki ::: Siangan, Gianyar : 9 Januari 2015-02-11 : 51.25.57

3.2 Anamnesa Keluhan Utama Kelainan bentuk pada kedua pergelangan kaki Riwayat penyakit sekarang: (Heteroanamnesis) Ibu pasien mengeluhkan kelainan bentuk pada kedua pergelangan kaki bayi nya setelah dilahirkan di RSUD Sanjiwani Gianyar. Bentuk kedua kaki dikatakan membengkok ke dalam. Pergelangan kaki yang bengkok tersebut tidak disertai bengkak, nyeri ketika disentuh dan kemerahan. Kedua kaki tidak dapat diluruskan. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Selama hamil ibu pasien memeriksaan diri teratur di bidan dan melakukan pemeriksaan USG di dokter kandungan sebanyak 2x. Selama hamil ibu pasien dikatakan tidak pernah mengeluh sakit dan mengkonsumsi obat-obatan, dan telah melakukan imunisasi TT. Pasien melakukan persalinan normal di RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 9 Januari 2015 dengan umur kehamilan 38-39 minggu, tidak ada riwayat ketuban pecah dini. Pasien lahir dengan berat badan 3350 gram, panjang badan 50cm, lingkar kepala 32cm, dan lingkar dada 33cm dengan APGAR 8-9.

Riwayat keluarga Dikeluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, alergi obat dan makanan disangkal oleh keluaga pasien. Riwayat sosial Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya diam dirumah.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Lemah Vital sign:

TD

:-

HR

: 120 x/menit

RR

: 46 x/menit

Suhu : 37,3 ˚C 

Status Generalis:

Kepala: Kepala

: Bentuk simetris, UUB terbuka datar

Mata

: anemis -/- ,ikterus -/-

THT

: tidak ada sekret/bau/perdarahan

Mulut

: bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat.

Thoraks: I

: Simetris (+), deformitas (-)

P : Vocal fremitus sulit dinilai P : Sonor A : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/- , Murmur (-)

Abdomen: I: Distensi (-), tali pusat terawat A: Bising usus (+) normal

P: Turgor kulit kembali cepat P: Timpani Ekstremitas Akral hangat

+ +

Oedem -

+ +

-

-

 Status Lokalis: Regio Ekstremitas Inferior Dekstra Look

: Tampak deformitas equinus (+),varus (+),warna sesuai kulit sekitar,edema (-)

Feel

: Nyeri Tekan (-), krepitasi (-)

Move

: Gerakan aktif

Regio Ekstremitas Inferior Sinistra Look

: Tampak deformitas equinus (+),varus (+),warna sesuai kulit sekitar,edema (-)

Feel

: Nyeri Tekan (-), krepitasi (-)

Move

: Gerakan aktif

3.5Assessment : Congenital Talipes Equinovarus Dekstra Sinistra 3.6 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah lengkap: 10/01/2015 WBC

(4-10 103 uL)

:10,0

Gran %

(50-70 %)

:54,6

Lymph % Hb HCT MCV MCH PLT

(20-40 %) (11-16 gr/dL) (37-54%) (82-95 fL) (27-31%) (150-450 103 uL)

:35,1 :17,2 :46,7 :100,1 :36,6 :237

Bilirubin Total

10.06

0.1 – 1.2 mg/dL

Bil. Direk

0.24

< 0.2 mg/dL

Bil Indirek

9.82

< 0. 75 mg/dL

3.7 Diagnosis : Congenital Talipes Equinovarus Dekstra Sinistra 3.8 Penatalaksanaan : Dilakukan terapi konservatif dengan ponseti technique.

BAB IV PEMBAHASAN

Orang tua pasien bayi laki – laki umur 3 hari lahir spontan di RSUD Sanjiwani Gianyar megeluhkan kelainan bentuk pada kedua pergelangan kaki anaknya sejak lahir. Riwayat kehamilan ibu pasien sering melakukan pemeriksaan antenatal care dan USG di dokter kandungan. Riwayat pecah ketuban dini, riwayat mengkonsumsi obat – obatan saat hamil disangkal pasie. Dikeluarga pasien tidak ada yamg pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Dari pemeriksaan fisik pada inspeksi dapat dilihat kelaian bentuk pada kedua pergelangan kaki pasien, dimana kedua kaki masih bisa digerakkan. Berdasarkan heteroanamnesis dan pemeriksaan fisik kecurigaan mengarah pada kelainan kongenital talipes Equino Varus (CTEV). Dimana menurut data epidemiologi insiden CTEV lebih sering terjadi pada laki – laki 65% kasus, sedangkan pada perrmpuan 30-40% kasus. Dari heteroanamnesis pasien diketahui menglami kelainan bentuk pada kedua pergelangan kakinya dimana pergelangan kaki membengkok ke dalam yang diketahui sesaat

setalah dilahirkan. Penjelasan dari ibu pasien sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa kelainan kongenital talipes equino varus (CTEV) adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi kaki depan, dan rotasi media dari tibia. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ditemuakan pasien pada regio ektremitas inferior dekstra dan sinistra pada inspeksi tampak deformitas equinus, varus (+), warna sesuai kulit sekitar . Pada palpasi tidak ditemukan adanya nyeri tekan dan krepitasi. Untuk pergerakan dari kedua ekstremitas (+) aktif. Sesuai dengan tinjauan pustaka ditemukan adanya deforrmitas equinus, vanus (+) pada pasien ini. Pada pasien kelainan kongenital talipes varus tipe eksentrik/fleksible dimana pada tipe ini kaki dalam posisi equinoverus akan tetap fleksible dan mudah dikoreksi. Berdasarkan heteroanamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis kelainan kongenital talipes varus (CTEV). Sesuai tinjauan pustaka menyebutkan kelainan mudah didiagnosis dan biasanya terlihat pada waktu lahir (early diagnosis after birth). Bentuk dari kaki sangat khas, kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki relatif terlihat memendek, bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus, tumit tertarik dan mengalami inversi. Untuk penatalaksanaan pada kasus ini dilakukan terapi konservatif ‘Ponseti Technique’. Dimana sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyebutkan tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period, dimana jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon maternal.

BAB V KESIMPULAN

Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi secara sempurna walaupun oleh seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah : equinus pada tumit, seluruh hindfoot varus, serta midfoot dan forefoot aduksi dan supinasi. Penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan, meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang atau berat yang dilihat dari rigiditasnya atau resistensinya, dan dari penampilannya. Penatalaksanaan pada CTEV ada 2 cara, dengan konservatif dan operatif. Penaganan pertama dilakukan terapi konservatif terlebih dahulu bila terdapat komplikasi pada terapi konservatif, terapi operatif adalah penangan yang dapat dilakukan. Atau pada kasus resisten, terapi

operatif paling baik dilakukan pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya perbaikan yang signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang teratur. Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting dimana “Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena pada umur kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat dimanipulasi. Segera setelah bayi lahir, harus dijelaskan kepada orang tuanya sasaran/goal, sifat dan hakekat CTEV serta tahap-tahap penanganan. Mereka harus diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV sangat lama, dapat berlanjut dalam periode bertahun-tahun sampai dewasa, saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus dibutuhkan sepanjang stadium pertumbuhan tulang. Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwarts SI. Principles of Surgery. 9th ed. New York: Mc Graw Hill International Book Company; 2009. 2. Patel, M. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [29 january 2015] 3. Shepherd Roberta B. Physiotherapy in Paediatrics. 3rd ed. London: William Heinemann Medical Books Limited, 1995. 4. Cailliet Rene. Foot and Ankle Pain. 3rd ed. Philadelphia: F.A. Davis Company, 1992 5. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol 22 Ed. Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 2006. 6. Munandar A. Iktisar Anatomi Alat Gerak dan Ilmu Gerak, 4th ed. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1995 7. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics, 12th ed. Missouri: Mosby Co., 2013.

8. Staheli L. Clubfoot: Ponseti Management. Iowa: Global-Help, 2009. 9. Apley E. Graham, Solomon Louis. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 4th ed. Ed Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Medika, 2014.

Related Documents

Laporan Kasus Bedah (ctev)
February 2021 1
Laporan Kasus
February 2021 1
Ctev
March 2021 0
Laporan Kasus Difteri
January 2021 3
Laporan Kasus Glaukoma
February 2021 1

More Documents from "Resi Nurseptiani"

Laporan Kasus Bedah (ctev)
February 2021 1