Laporan Praktikum Kimia Dasar Pembuatan Dan Penentuan Konsentrasi Larutan

  • Uploaded by: Muhammad Riduan
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Kimia Dasar Pembuatan Dan Penentuan Konsentrasi Larutan as PDF for free.

More details

  • Words: 3,585
  • Pages: 17
Loading documents preview...
PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN I.

TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan praktikum ini adalah agar praktikan dapat membuat larutan

dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat. II. TINJAUAN PUSTAKA II.1.

Larutan dan Konsentrasi Larutan Larutan pada dasarnya adalah fase yang homogen yang mengandung dua

komponen. Komponen yang terdapat dalam jumlah yang besar disebut pelarut atau solvent, sedang komponen yang terdapat dalam jumlah yang kecil disebut zat terlarut atau solute. Konsentrasi suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah solute yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam beberapa cara, antara lain molaritas, molalitas, normalitas dan sebagainya. Molaritas yaitu jumlah mol solute dalam satu liter larutan, molalitas yaitu jumlah mol solute per 1000 gram pelarut sedangkan normalitas yaitu jumlah gram ekuivalen solute dalam 1 liter larutan (Rendra, 2010). Berdasarkan keadaan fase zat setelah bercampur, maka campuran ada yang homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang membentuk satu fase; yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Contohnya air gula dan alkohol dalam air. Campuran heterogen adalah campuran yang mengandung dua fase atau lebih, contohnya air susu dan air kopi (Syukri, 1999). Berdasarkan wujud zat terlarut dan pelarut, larutan dapat dibagi atas tujuh macam. Dari tiga jenis wujud zat seharusnya terbentuk sembilan macam larutan, tetapi zat berwujud padat dan cair tidak dapat membentuk larutan dalam pelarut berwujud gas. Partikel yang berwujud padat dan cair dalam zat lain yang berwujud gas akan membentuk campuran heterogen (Syukri, 1999). Tabel 1. Tujuh macam larutan Zat terlarut Gas Gas

Pelarut Gas Cair

Contoh Udara (nitrogen+oksigen) Oksigen dalam air

Gas

Padat

Hidrogen dalam serbuk platina

Cair

Cair

Alkohol dalam air

Cair

Padat

Raksa dalam amalgam padat

Padat

Padat

Emas dalam perak

Padat

Cair

Gula dalam air

(Syukri, 1999). Berdasarkan pelarut, larutan dapat dibagi tiga, yaitu larutan gas, larutan cair, dan larutan padat. Dalam larutan gas tidak banyak interaksi atau pengaruh suatu komponen terhadap yang lain, karena partikelnya sangat berjauhan. Sifat larutan sedikit menyimpang dari sifat pelarut, karena adanya zat terlarut. Penyimpangan itu makin besar jika komposisi zat terlarut ditambah. Untuk menyatakan

komposisi

larutan

secara

kuantitatif

disebut

konsentrasi.

Konsentrasi adalah perbandingan jumlah zat terlarut dengan pelarut. Beberapa satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molar, molal, dan normal, serta ditambah dengan persentase massa, persen volume, dan ppm (Syukri, 1999). Tabel 2. Satuan Konsentrasi Larutan No

Nama

Lambang

1

Fraksi mol

X

2

Molar

M

3

Molal

m

4

Normal

N

5

6 7

Persen massa Persen volume Part per

million (Syukri, 1999).

%w

Definisi Mol zat terlarut Mol zat terlarut + mol zat pelarut Mol zat terlarut Liter larutan Mol zat terlarut 1000 gram pelarut mol ekivalen zat terlarut liter larutan gram zat terlarut X 100% gram larutan

%V ppm

volume zat terlarut X 100% volume larutan mg zat terlarut kg larutan

Fraksi mol (X) Fraksi mol (X) adalah perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol semua komponen. Fraksi mol bisa dipakai dalam perhitungan yang memerlukan komposisi zat terlarut dan pelarut, misalnya dalam tekanan uapjenuh suatu larutan (Syukri, 1999). Kemolaran (M) Kemolaran (M) adalah banyaknya mol zat telarut dalam tiap liter larutan. Harga kemolaran dapat ditentukan dengan menghitung mol zat terlarut dan volume larutan. Volume larutan adalah volume zat terlarut dan pelarut setelah bercampur (Syukri, 1999). Kemolalan (m) Kemolalan (m) adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1000 g pelarut murni. Nilainya dapat ditentukan bila mol zat dan massa pelarut diketahui. Kemolalan mengandung informasi tentang jumlah zat terlarut dan pelarut sehingga mudah dipakai untuk menghitung fraksi mol,jika kerapatan larutan diketahui (Syukri, 1999). Kenormalan (N) Kenormalan (N) adalah jumlah ekivalen zat terlarut dalam tiap liter larutan. Ekivalen zat dalam larutan bergantung pada jenis reaksi yang dialami zat itu,karena satuan ini dipakai untuk penyetaraan zat dalam reaksi (Syukri, 1999). Persen massa (% w) Persen massa (% w) adalah perbandingan massa zat terlarut dengan massa larutan dikalikan 100 %. Satuan ini biasa dipakai untuk larutan padat dalam cair, atau padat dalam padat (Syukri, 1999). Persen volume ( % v) Persen volume (%v) adalah perbandingan volume zat terlarut dengan volume larutan dikalika 100 %. Satuan ini sering dipakai untuk campuan dua cairan atau lebih,contohnya air dengan alkohol (Syukri, 1999). Part per million (ppm) Part per million (ppm) adalah milligram zat terlarut dalam tiap kg larutan. Satuan ini sering dipakai untuk konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan gas,cair atau padat. Tetapi konsentrasi yang sama yang dinyatakan dalam

ppm,angkanya lebih mudah dimengerti sebab inilah mengapa untuk konsentrasi kecil digunakan satuan ppm (Syukri, 1999). II.2.

Titrasi Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan

konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan titrasi (Rendra, 2010). Titrasi adalah cara analisis untuk menghitung jumlah cairan yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan sejumlah cairan lain. Dalam satu cairan yang mengandung reaktan ditempatkan dalam buret, sebuah tabung yang panjang salah satu ujungnya terdapat kran (stopkok) dengan skala millimeter dan sepersepuluh milimeter. Cairan di dalam buret disebut titran dan pada titran ditambah indikator, perubahan warna indikator menandai habisnya titrasi (Rendra, 2010). Titrasi dilakukan dengan cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan yang konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini yang menggunakan pengukuran volume larutan pereaksi disebut analisis volumetri. Larutan dalam buret disebut penitrasi dan selama titrasi larutan ini diteteskan secara perlahan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warna indikator, suatu zat yang umumnya ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan mengalami satu macam perubahan warna. Perubahan warna ini menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi, diberi nama demikian karena pada titik ini penetesan larutan penitrasinya dihentikan dan volumenya dicatat (Petrucci, 1987). Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi asam-basa. Biasanya, sebagai larutan asam di letakkan pada erlenmeyer atau gelas kimia. Indikator adalah suatu zat yang mempunyai warna dalam keadaan asam dan basa berlainan. Misalnya lakmus akan berwarna merah apabila dalam suasana asam dan akan berwarna biru dalam suasana basa. Indikator lain yang biasa digunakan di laboratorium adalah fenolftalein. Fenolftalein dalam suasana

asam tak berwarna sedangkan dalam suasana basa berwarna merah muda (Brady, 1999). III. ALAT DAN BAHAN A. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas piala, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar dan buret. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam klorida pekat, larutan natrium hidroksida 0,1 M, pelet natrium hidroksida, larutan asam klorida 0,1 M, indikator metil merah, indikator phnophtalein, indikator metil orange dan akuades. IV. PROSEDUR KERJA A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida

1. Ditimbang gelas ukur kosong (a gram) dan dicatat beratnya. 2. Diambil 4,15 mL larutan asam klorida pekat dengan pipet dan gelas ukur, dilakukan dalam lemari asam. 3. Ditimbang labu takar 100 mL yang kosong dan dicatat beratnya, kemudian diisi dengan 20-25 mL akuades (b gram). 4. Ditimbang asam klorida dan dimasukkan ke dalam labu takar, dilakukan dalam lemari asam. 5. Ditambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tanda batas, kemudian ditutup dan dikocok hingga larutan homogen. Larutan tersebut disebut larutan A. 6. Dipindahkan 20 mL larutan asam klorida (larutan A) ke dalam labu takar 100 mL yang baru dengan pipet gondok atau pipet ukur. 7. Ditambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tanda batas. Larutan HCl yang diencerkan ini disebut larutan B. B. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl melalui Titrasi I. Titrasi dengan Indikator Metil Merah 1. Dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas dengan larutan NaOH yang akan digunakan.

2. Diisi buret dengan larutan NaOH, kemudian dibaca dan dicatat skala volume awalnya pada meniskus bawah larutan. 3. Dipindahkan larutan HCl encer (larutan B) ke dalam erlenmeyer dengan pipet gondok atau pipet ukur sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan indikator metil merah. 4. Di titrasi larutan dalam erlemeyer dengan larutan NaOH di dalam buret hingga terjadi perubahan warna. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna. 5. Dihitung volume yang diperlukan untuk titrasi. 6. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali. II. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein 1. Dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas dengan larutan NaOH yang akan digunakan. 2. Diisi buret dengan larutan NaOH, kemudian dibaca dan dicatat skala volume awalnya pada meniskus bawah larutan. 3. Dipindahkan larutan HCl encer (larutan B) ke dalam erlenmeyer dengan pipet gondok atau pipet ukur sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan indikator fenoftalein. 4. Di titrasi larutan dalam erlemeyer dengan larutan NaOH di dalam buret hingga terjadi perubahan warna. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna. 5. Dihitung volume yang diperlukan untuk titrasi. 6. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali. 7. Dibandingkan hasil antara perlakuan menggunakan indikator metil merah dengan indikator fenoftalein. B. Pembuatan larutan NaOH 1.

Ditimbang 0,4 gram butiran NaOH menggunakan kaca arloji dan neraca analitik, kemudian segera dipindahkan ke dalam gelas beker yang berisi 20-25 ml akuades hangat.

2.

Diaduk NaOH dengan pengaduk kaca hingga larut sempurna, kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL.

3.

Ditambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tanda batas, kemudian labu takar ditutup dan dikocok hingga larutan homogen. Larutan yang diperoleh disebut larutan C.

4.

Dipindahkan larutan C sebanyak 25 mL dengan pipet gondok ke dalam labu takar 100 ml yang baru.

5.

Ditambahkan akuades hingga tanda batas, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh disebut larutan D.

C. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH I. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran 1. Dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas kembali dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan. 2. Diisi buret dengan larutan HCl 0,1 M dan dicatat volume awalnya dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan. 3. Dipindahkan 10 mL larutan NaOH encer (larutan D dengan pipet gondok atau pipet ukur ke dalam erlenmeyer. 4. Ditambahkan 2-3 tetes indikator metil merah ke dalam larutan tersbut. 5. Di titrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna. 6. Dihitung volume HCl yang digunakan untuk titrasi. 7. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali. II. Titrasi Larutan HCl 0,1 N dengan Larutan NaOH sebagai Titran 1. Dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas kembali dengan larutan NaOH yang telah dibuat (larutan D). 2. Diisi buret dengan larutan NaOH encer dan dicatat volume awalnya dengan dibaca pada skala meniskus bawah larutan. 3. Dipindahkan larutan HCl 0,1 M dengan pipet gondok atau pipet ukur ke dalam erlenmeyer., kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga. 4. Ditambahkan 2-3 tetes indikator metil merah ke dalam larutan tersebut. 5. Dititrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH encer didalam buret hingga terjadi perubahan warna. Setelah terjadi perubahan warna yang konstan, titrasi dihentikan.

6. Dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M sebagai titran dan larutan NaOH encer sebagai titran. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Perhitungan 1. Hasil I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida No 1.

2.

Percobaan Pembuatan larutan A

Pengamatan

-Ditimbang berat gelas ukur kosong

14,75 gr

-Dihitung volume HCl pekat

4,15 mL

-Dihitung massa jenis HCl

1190 gr/L

-Dihitung konsentrasi HCl pekat

37 % (b/b)

-Ditimbang Berat labu takar kosong

80,58 gr

-Dihitung volume larutan A Pembuatan larutan B

100 mL

-Volume

larutan

sebelum

diencerkan

20 mL

diencerkan

100 mL

(diambil dari larutan A) -Volume

larutan

setelah

(larutan B)

II.Penentuan Konsentrasi Larutan HCl melalui Titrasi No 1.

Titrasi

Percobaan menggunakan

Pengamatan Indikator

Metil Merah a. Titrasi I - Volume awal

0 mL

- Volume akhir

10 mL

- Volume yang diperlukan

10 mL–0 mL = 10 mL

- Perubahan warna saat di amati Kuning  Merah Muda b. Titrasi II - Volume awal

- Volume akhir

10 mL

- Volume yang diperlukan

20 mL

- Perubahan warna saat di amati

20 mL–10 mL = 10 mL Kuning  Merah Muda

10 mL + 10 mL Volume rata-rata titrasi I dan titrasi II =

= 10 mL 2

2. Titrasi

menggunakan

Indikator

Fenoftalein a. Titrasi I - Volume awal

20 mL

- Volume akhir

30,5 mL

- Volume yang diperlukan

30,5mL-20mL=10,5 mL

- Perubahan warna saat di amati

Putih bening  Pink

b. Titrasi II - Volume awal

30,5 mL

- Volume akhir

40,7 mL

- Volume yang diperlukan

40,7mL-30,5mL=10,2 mL

- Perubahan warna saat di amati

Putih bening  Pink

10,5 mL+10,2 mL Volume rata-rata titrasi I dan II = = 10,35 mL 2 III. Pembuatan Larutan NaOH No Percobaan 1 Pembuatan Larutan D - Volume larutan sebelum diencerkan

Pengamatan 25 mL

(diambil dari larutan C) - Volume larutan setelah diencerkan

100 mL

(larutan D) IV.Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH No 1.

Percobaan Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai

Pengamatan

Titran a. Titrasi I - Volume awal

0 mL

- Volume akhir

21,3 mL

- Volume titrasi

21,3 mL

- Perubahan warna saat di amati

Kuning  Pink

b. Titran II - Volume awal

21,3 mL

- Volume akhir

50,5 mL

- Volume titrasi

29,2 mL

- Perubahan warna saat di amati

Kuning  Pink

21,3 mL+29,2 mL Volume rata-rata titrasi I dan II =

= 25,25 mL 2

2.

Titrasi Larutan HCl dengan NaOH sebagai Titran a. Titrasi I - Volume awal

24 mL

- Volume akhir

29,5 mL

- Volume titrasi

5,5 mL

- Perubahan warna saat di amati

Pink  Kuning

b. Titrasi II - Volume awal

29,5 mL

- Volume akhir

33 mL

- Volume titrasi

3,5 mL

- Perubahan warna saat di amati

Pink  Kuning

5,5 mL+ 3,5 mL Volume rata-rata titrasi I dan II =

= 4,5 mL 2

2. Perhitungan I. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl pekat Diketahui : Massa Jenis HCl

= 1,19 kg/L = 1190 gram/L

Persen berat HCl

= 37% (b/b)

Massa 1 L larutan pekat HCl

= 1190 gram/Lx 1L=1990 gram

Massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1990 = 440,3 gram Mr HCl pekat

= 36,5 gram/mol

Massa HCl pekat

=

440,3 gram / 36,5mL1 1L

= 12,06 mol/L = 12,06 M II. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl encer ( Larutan A dan Larutan B) 1. Melalui Perhitungan Pengenceran a. Konsentrasi Larutan A Diketahui : Volume HCl pekat

=

VHCl

=

4,15 ml

MHCl

=

12,06 M

Volume Larutan A

=

VA

=

100 ml

=

MA

=

?

Ditanya : Molaritas Larutan A Jawab : MA . VA

=

MHCl . VHCl

MA . 100 ml

=

12,06 M . 4,15 ml

MA

=

12,06 M  4,15ml 100ml

MA

=

0,5 M

b. Konsentrasi Larutan B Diketahui : MA= 0,5 M VA = 20 ml Volume Larutan B = VB = 100 ml Ditanya : Molaritas Larutan B = MB = ? Jawab : MA . VA = MB . VB 0,5 M . 20 ml = MB . 100 ml 0,5M  20ml 100ml

MB = MB

= 0,1 M

2. Melalui Titrasi a. Dengan Indikator Metil Merah Diketahui : MNaOH

=

0,1 M

VNaOH

=

10,5 ml

VHCl

=

20 ml

Ditanya : NHCl

=?

Jawab :

ekuivalen asam

=

ekuivalen basa

NHCl

=

MNaOH .

.

VHCl

VNaOH ml =

NHCl 0,1 M .

.

10

10,5 ml NHCl

=

0,1M  10,5ml 20ml

NHCl

=

0,0525 N

maka MHCl

=

0,0525 M

b. Dengan Indikator Phenolphtalein Diketahui : MNaOH

= 0,1 M

VNaOH

= 11 ml

VHCl

= 20 ml

Ditanya

: NHCl

=

Jawab

: ekuivalen asam

= ekuivalen basa

NHCl

. VHCl

NHCl

.

?

= MNaOH . VNaOH

20 ml

= 0,1 M . 11 ml

NHCl

=

NHCl

= 0,055 N

maka MHCl =

0,1M  11ml 20ml

0,055 M

III. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH (Larutan D) 1. Perhitungan Pengenceran Diketahui : MC

= 0,4 M

VC

= 25 ml

VD

= 100 ml

Ditanya

: MD

Jawab

: MC 0,4 M

. VC .

25 ml

=

?

= MD

. VD

= MD

. 100 ml

0,4 M  25ml 100ml

MD

=

MD

= 0,1 M

2. Melalui Titrasi dengan Indikator Metil Merah a. Titrasi NaOH dengan HCl sebagai titran Diketahui : MHCl

= 0,1 M

VNaOH

= 10 ml

VHCl

= 4,6 ml

NHCl

= 0,1 N (HCl adalah asam monoprotik)

Ditanya

: NNaOH

=

Jawab

: ekuivalen asam

= ekuivalen basa

NHCl

. VHCl

0,1 N

.

?

= NNaOH . VNaOH

4,6 ml

= NNaOH . 10 ml

NNaOH

=

0,1N  4,6ml 10ml

NNaOH=

0,046 N

a. Titrasi HCl dengan NaOH sebagai titran Diketahui : MHCl

= 0,1 M

VNaOH

= 10 ml

VHCl

= 10 ml

NHCl

= 0,1 N (HCl adalah asam monoprotik)

Ditanya

: NNaOH

=

Jawab

: ekuivalen asam

= ekuivalen basa

NHCl

. VHCl

0,1 N

.

?

= NNaOH . VNaOH

10 ml

= NNaOH . 36 ml

NNaOH

=

NNaOH=

0,0278 N

0,1N  10ml 36ml

B. Pembahasan Dalam praktikum kali ini kita mencoba untuk membuat larutan baru dengan cara mengencerkan larutan yang konsentrasinya lebih pekat daripada konsentrasi larutan yang kita inginkan. Setelah larutan tersebut berhasil dibuat maka kita akan mencoba menentukan konsentrasi larutan yang talah kita buat tersebut. Jumlah zat sebelum dan sesudah pengenceran adalah sama dan memenuhi persamaan : M1

.

V1

=

M2

.

V2

Pada penentuan konsentrasi larutan HCl melalui metode pengenceran didapatkan konsentrasi larutan HCl (larutan B) adalah sebesar 0,1 M dan pada penentuan konsentrasi larutan NaOH melalui pengenceran didapatkan konsentrasi larutan NaOH sebesar 0,5 M. Larutan standar adalah suatu larutan yang konsentrasinya diketahui secara tepat. Ada dua macam larutan standar,larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer konsentrasinya relatif tetap, dan relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan pada saat pertama kali dibuat. Sedangkan pada larutan standar sekunder konsentrasinya seringkali mengalami perubahan dibandingkan pada saat pertama kali dibuat dan seringkali tidak sama dengan konsentrasi yang tertera pada label. Pada

percobaan ini, yang termasuk larutan standar primer adalah HCl dan larutan standar sekunder adalah NaOH. Pada pembuatan larutan NaOH digunakan akuades sebagai pelarut. NaOH merupakan senyawa basa yang berwujud padat. NaOH merupakan senyawa yang mudah menyerap kelembapan udara,dalam udara terbuka NaOH akan berubah wujud. Penentuan konsentrasi larutan HCl melalui titrasi menggunakan dua indikator yaitu indikator metil merah dan indikator fenoftalein. Pada titrasi yang menggunakan indikator metil merah didapat konsentrasi larutan HCl yaitu sebesar 0,0525 M dan pada titrasi yang menggunakan indikator fenoftalein didapat konsentrasi sebesar 0,055 M. Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengetahui ukuran jumlah dari suatu larutan yang caranya direaksikan dengan larutan lain yang konsentrasinya sudah duketahui. Pada percobaan kali ini, titrasi berguna untuk mengetahui jumlah zat yang dititrasi supaya kita dapat mengetahui konsentrasi dari larutan itu. Hal-hal yang diperlukan untuk titrasi ini adalah indikator, yang mana indikator ini mempunyai warna dalam keadaan asam maupun basa. Fungsinya adalah untuk mengetahui titik akhir titrasi caranya dengan mengamati perubahan warna yang terjadi, jika warna sudah berubah secara konstan,maka itulah titik akhir titrasi dan titrasi dihentikan. Indikator itu sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu indikator alami dan indikator buatan. Indikator alami dapat dibuat dari tumbuhan, misalkan saja dari bunga sepatu, mawar, kunyit dan bunga kertas. Tentu sebelum dijadikan indikator, tumbuhan atau bunga tersebut mengalami proses terlebih dahulu yaitu di hancurkan atau ditumbuk sampai lembut dan diberi air. Sedangkan indikator buatan yaitu indikator yang sering kita gunakan di laboratorium, termasuk dalam percobaan kali ini, contoh indikator fenolftalein,metil merah,metil jingga, dan bromtimul biru Dari percobaan titrasi yang telah dilakukan didapatkan data bahwa ternyata volume yang diperlukan HCl untuk menitrasi NaOH sampai terjadi perubahan warna lebih kecil daripada volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi HCl sampai terjadi perubahan warna pada indikator.

Hal di atas disebabkan karena adanya perbedaan perubahan warna indikator dalam melakukan titrasi. Dalam menggunakan titrasi asam terhadap basa digunakan indikator metil merah yang merupakan golongan basa lemah yang dalam keadaan normal tidak berwarna. Sehingga setelah melakukan titrasi akan mengalami sedikit kesulitan dalam melakukan pengamatan perubahan warna sampai berwarna merah muda. Berbeda dengan percobaan titrasi basa terhadap asam. Dalam percobaan ini digunakan indikator phenoftalein yang dalam keadaan normal tidak berwarna. Tetapi dalam suasana basa ia akan berubah menjadi warna merah muda sehingga kita akan mudah untuk mengamati perubahan warna yang terjadi. Adanya perbedaan hasil akhir titrasi antara titrasi asam terhadap basa (merah muda) dengan titrasi basa terhadap asam (kuning) dikarenakan karena perbedaan penitrasi. Pada titrasi asam terhadap basa HCl (asam) berlaku sebagai penitrasi, sehingga warna larutan yang terbentuk adalah warna reaksi asam dengan indikator ( asam + metil merah = merah muda), sedangkan pada titrasi basa terhadap asam yang berlaku sebagai penitrasi adalah NaOH (basa), sehingga warna larutan yang terbentuk pastilah warna reaksi basa dengan indikator (basa + metil merah = kuning). Satu ekivalen dari suatu asam didefinisikan sebagai jumlah asam yang mengandung 1 mol H  dan satu ekivalen dari suatu basa didefinisikan sebagai jumlah basa yang mengandung 1 mol OH  . VI.

KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah : 1.

Pengenceran suatu larutan pekat akan menghasilkan suatu larutan dengan konsentrasi yang lebih kecil.

2.

Keseimbangan kimia dapat terjadi pada saat tercapainya titik ekuivalen dimana jumlah ekuivalen basa NaOH sama dengan jumlah ekuivalen asam dari larutan asam klorida.

3.

Dalam proses titrasi peranan indikator sangat penting karena dengan menggunakan indikator kita dapat mengetahui kapan pH suatu larutan akan berubah, selain itu dengan menggunakan indikator kita dapat mengetahui kapan tercapainya titik ekuivalen dari proses titrasi tersebut.

4.

Dari percobaan diatas dapat dihasilkan konsentrasi larutan A 0,5 M sedangkan melalui titrasi yaitu menggunakan indikator metil merah sebesar0,0525 M; phenolphtalei 0,055 M.

5.

Dan untuk larutan C dihasilkan konsentrasi 0,4 M. Konsentrasi larutan D 0,1 M, serta melalui titrasi yaitu NaOH oleh HCl diperoleh konsentrasi 0,046 N dan titrasi HCl oleh NaOH diperoleh 0,0278 N.

DAFTAR PUSTAKA Brandy, J. 1999. Kimia Universitas : Asas dan Struktur (terjemahan Dra.Sukmariah Maun, dkk). Jilid Satu, edisi kelima. Binarupa : Jakarta Petrucci, H. Ralph. 1987. Kimia Dasar Jilid 2. Erlangga : Jakarta Surya, Rendra 2010. Pembuatan Larutan dan Standarisasinya. http://www.geocities.com/../standarisasi.pdf Diakses tanggal 19 Oktober 2010 Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. ITB : Bandung

Related Documents


More Documents from "Fadillah Rachmat"