Lp Abses Kornea Fix

  • Uploaded by: grecia mariati
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Abses Kornea Fix as PDF for free.

More details

  • Words: 2,692
  • Pages: 15
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES KORNEA

I. Konsep Abses Kornea 1.1 Definisi Abses kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Abses kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrate supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Abses kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea (Ilyas, Sidarta. 2004).

1.2 Fisiologi Sistem Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam: 1. Lapisan epitel a. Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. c. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosirekuren. d. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membran Bowman a. Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma b. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement a. Merupakan membrane selular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan selendotel dan merupakan membrane basalnya. b. Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup, mempunyaitebal 40 µm

. 5. Endotel a. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 2040 mm. Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidosom dan zonula okluden.

b. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

1.3 Etiologi Secara etiologik Abses kornea dapat disebabkan oleh : 1. Bakteri 2. Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumonia. 3. Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola 4. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium 5. Reaksi hipersensifitas 6. Reaksi

terhadap

stapilokokus

(ulkus

marginal),

TBC

(keratokonjungtivitisflikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)

Faktor predisposisi atau pendukung terjadinya abses kornea antara lain : 1.

Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya

2.

Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka

3.

Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus

4.

Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom StevensJhonson, sindrom defisiensi imun.

5.

Obat-obatan

yang

menurunkan

mekaniseme

imun,

misalnya

kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

1.4

Patofisiologi

:

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wanderingcell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batasbatas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea.Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.

1.5

Tanda dan Gejala

 Nyeri dan kejang kelopak mata, dapat dilihat dengan pemeriksaan fluorecein (zat warna yang bisa menimbulkan pijaran) .  Mata merah  Foto fobia  Penglihatan menurun  Pada pemeriksaan terlihat kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel.  Dapat disertai penipisan kornea, hipopion, sinekia posterior, dll.  Bila disebabkan jamur, maka infiltrate akan berwarna abu – abu dikelilingi infiltrate halus di sekitar (fenomena satelit).

1.6

Penatalaksanaan Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik. 1. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih d. Berikan analgetik jika nyeri 2. Penatalaksanaan medis a. Pengobatan konstitusi Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman

yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh. b. Pengobatan lokal Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaikbaiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi pada mata harus diberikan : 1) Sulfasatropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai sulfasatropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfasatropine : a) Sedatif, menghilangkan rasa sakit. b) Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang. c) Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. 2) Skopolamin sebagai midriatika. 3) Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

4) Antibiotik Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali. 5) Anti jamur Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :

a) Jenis

jamur

yang

belum

diidentifikasi

penyebabnya

:

topikalamphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin> 10 mg/ml, golongan Imidazole b) Jamur

berfilamen

:

topikalamphotericin

B,

thiomerosal,

Natamicin, Imidazol c) Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol d) Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik 6) Anti Viral Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer. Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi

pengaliran

sekret

infeksi

tersebut

dan

memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan. Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

a) Kauterisasi 1. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat 20. 2. Dengan panas (heatcauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.

b) Pengerokan epitel yang sakit Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali. Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfasatropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan : 1) Iridektomi dari iris yang prolaps 2) Iris reposisi 3) Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva 4) Beri sulfasatripin, antibiotic dan balut yang kuat

1.7

Pemeriksaan Penunjang  Kartu mata/ snellentelebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )  Lapang penglihatan  Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 12 - 25 mmHg  Pemeriksaan oftalmoskopi  Pemeriksaan Darah lengkap, LED  Tes toleransi glukosa

1.8

Komplikasi Komplikasi yang paling sering timbul berupa:  Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

 Kornea

perforasi

panopthalmitis  Prolaps iris  Sikatrik kornea  Katarak  Glaukoma sekunder

dapat

berlanjut

menjadi

endoptalmitis

dan

II. Rencana Asuhan Keperawatan 2.1 Pengkajian 2.1.1 Riwayat keperawatan a. Aktifitas istirahat Gejala:

perubahan

aktifitas

sehubungan

dengan

gangguan

penglihatan Gangguan istirahat karena nyeri dan ketidaknyamanan. b. Intregitas ego Kecemasan tentang status kesehatan dan tindakan pengobatan. c. Neurosensor Gejala: gangguan penglihatan, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap tentang penglihatan perifer dan lakrimasi. Tanda: kornea keruh, iris, dan pupil tidak kelihatan serta peningkatan air mata. d. Keamanan Terjadi trauma karena penurunan penglihatan e. Nyeri Gejala: ketidaknyamanan ringan, mata berair dan merah, nyeri berat disertai tekanan pada sekitar bola mata dan menyebabkan sakit kepala. f. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: riwayat keluarga glukoma, DM, gangguan system vaskuler, riwayat stress, alergi, ketidakseimbangan endokrin. g. Rencana pemulangan Memerlukan bantuan transportasi, penyediaan makanan, perawatan diri, pemeliharaan rumah. 2.1.2 Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Amati: -

Kelopak mata, apakah ada bengkak, benjolan, ekimosis, ekstropion, entropion, pseudoptosis, dan kelainan kelopak mata lainnya.

-

Konjungtiva, apakah warnanya lebih pucat dari warna normalnya merah muda pucat mengkilat, apakah ada kerehanan/pus mungkin karena alergi/konjungtivitis

-

Selera, apakah ikterik atau unikterik, adanya bekas trauma

-

Iris, apakah ada keabnormalan seperti iridis, atropi (pada DM, glaucoma, ishkemi, lansia, dll)

-

Kornea, apakah ada arkussenilis (cincin abu-abu dipinggir luar kornea), edema/keruh atau menebalnya kornea atau adanya ulkus kornea

-

Pupil, apakah besarnya normal (3-5 mm/isokor), atau amat kecil (pin point), miosis (<2 mm), midriasis (>5 mm)

-

Lensa, apakah warnanya jernih (normal), atau keruh (katarak)

b. Palpasi Setelah inspeksi, lakukan palpasi pada mata dan struktur yang berhubungan. Digunakan untuk menentukan adanya tumor, nyeri tekan dan keadaan tekanan intraocular (TIO). Mulai dengan palpasi ringan pada kelopak mata terhadap adanya pembengkakan dan kelemahan. Untuk memeriksa TIO dengan palpasi, setelah klien duduk dengan enak, klien diminta melihat kebawah tanpa menutup matanya. Secara hati-hati pemeriksa menekankan kedua jari telunjuk dari kedua tangan secara bergantian pada kelopak atas. Cara ini diulangi pada mata yang sehat dan hasilnya dibandingkan.

Kemudian

palpasi

sakuslakrimalis

dengan

menekankan jari telunjuk pada kantus medial. Sambil menekan, observasi pungtum terhadap adanya regurgitasi material purulen yang abnormal atau air mata berlebihan yang merupakan indikasi hambatan duktus nasolakrimalis. 2.1.3 Pemeriksaan penunjang a. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) b. Pengukuran tonografi: mengkaji TIO, normal 15 – 20 mmHg c. Pemeriksaan oftalmoskopi d. Pemeriksaan darah lengkap, LED

e. Pemeriksaan EKG f. Testoleransi glukosa

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa 1 : Perubahan persepsi sensori: visual 2.2.1 Definisi : Keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respons terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disimpangkan, atau dirusakkan. 2.2.2 Batasan karakteristik a. Subjektif : - Distorsi pendengaran - Distorsi penglihatan b. Objektif : - Perubahan pola komunikasi - Perubahan pola perilaku - Perubahan kemampuan penyelesaian masalah - Iritabilitas - Gelisah 2.2.3 Faktor yang berhubungan - Kerusakan penglihatan

Diagnosa 2 : Nyeri 2.2.4 Definisi : Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan meningkat, akibat adanya kerusakan jaringan yang actual. 2.2.5 Batasan karakteristik a. Mengungkapkan secara verbal atau dengan isyarat atau bukti yang diamati sebagai berikut: - Perilaku melindungi - Perilaku menjaga - Iritabilitas - Kegelisahan - Depresi

2.2.6 Faktor yang berhubungan a. Trauma b. Peningkatan TIO c. Inflamasi intervensi bedah / pemberian tetes mata dilator

Diagnosa 3: Kurang pengetahuan 2.2.7 Definisi: Hilang atau berkurangnya informasi kognitif yang berkenaan dengan topic khusus. 2.2.8 Batasan karakteristik: - Perilaku yang berlebihan - Tingkah laku yang tidak tepat - Verbalisasi masalah 2.2.9 Faktor yang berhubungan - Kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit

2.3 Perencanaan Diagnosa 1 : Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan 2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil Tujuan:Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan. Kriteria Hasil : - Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan. - Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat 2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional Intervensi a. Perkenalkan pasien dengan lingkungannya. b. Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan.

Rasional a. Beri tahu pasien akan lingkungan b. Agar tidak mengalami penurunan fungsi alat indra c. Agar pasien dapat mengungkapkan keadaannya

c. Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas. d. Libatkan orang terdekat

dan bagai mana mengatasinya d.Agar keluarga bisa membantu dalam proses perawatan e. Membantu dalam proses penyembuhan

dalam perawatan dan aktivitas. e. Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang.

Diagnosa 2 : Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator. 2.3.3 Tujuan: Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi. Kriteria Hasil : Nyeri hilang atau berkurang 2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional Intervensi a. Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO

Rasional a. Untuk mengurangi rasa nyeri pasien

sesuai resep. b. Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk

b. Untuk membantu dalam proses penyembuhan

trauma tumpul. c. Kurangi tingkat pencahayaan.

c. Agar mengurangi tingkat kerusakan yang lebih parah

d. Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat.

Diagnosa 3: Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit. 2.3.5 Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya

Kriteria hasil: -

Pasien memahami instruksi pengobatan

-

Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan

2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional Intervensi

Rasional

a. Beritahu pasien tentang

a. Memberikan hak pasien dalam

penyakitnya.

mengetahui keadaanya

b. Ajarkan perawatan diri

b. Agar pasien selalu dalam keadaan

selama sakit.

bersih

c. Ajarkan prosedur penetesan

c. Agar pasien dan keluarga tidak salah

obat tetes mata dan

dalam pemberian

penggantian balutan pada pasien dan keluarga. d. Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan.

III.

Daftar Pustaka Doenges, M, E. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta: EGC

Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga FKUI, Jakarta: Widya Medika

Smeltzer

Suzanne

C.

Buku

Ajar

Keperawatan

Medikal

Bedah

Brunner&Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001 Vaughan, D. 2010. Opthalmologi Umum edisi 14. Jakarta: Widya Medika

Related Documents

Lp Abses Kornea Fix
March 2021 0
Lp Polio Fix
February 2021 1
Abses
February 2021 2
Lp Isolasi Sosial Fix
March 2021 0
Lp Tb Paru - Fix
January 2021 4

More Documents from "alvin"

Lp Abses Kornea Fix
March 2021 0
Auditoria De Los Pasivo
January 2021 0
February 2021 0
February 2021 0
Casa Pilatos.pptx
February 2021 1