Makalah Biofarmasi (sr) Fix

  • Uploaded by: Ainun Jariah
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Biofarmasi (sr) Fix as PDF for free.

More details

  • Words: 8,807
  • Pages: 42
Loading documents preview...
MAKALAH BIOFARMASI PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH PADA SEDIAAN SUSTAINED RELEASE

Disusun oleh : FIRA NEILY WAHDAH

(17330086)

LENI WIDIAWATI

(18330721)

BERTHA TIARA HANDAYANI (18330724)

Kelas : Reguler A

Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Teti Indrawati, MS.,Apt Ritha Widyapratiwi, S.Si.,M.Si.,Apt

FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah biofarmasi. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 17 November 2019

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 2 1.3 Tujuan ................................................................................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 3 2.1 Anatomi Fisiologi Saluran Cerna ........................................................................................................ 3 2.2 Pengertian Sediaan Susteined Release ................................................................................................ 5 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Susteined Release ..................................................................... 7 2.4 Kriteria Sedian Susteined Release ...................................................................................................... 8 2.5 Mekanisme Pelepasan Sediaan Susteined Release............................................................................ 10 2.6 Faktor yang Mempengaruhi Sediaan Sustained Release................................................................... 16 2.7 Evaluasi Sediaan Obat Sustained Release....................................................................................... 23 BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 25 3.1 Anatomi Fisiologi Lambung ............................................................................................................. 25 3.2 Anatomi Fisiologi System Pembuluh Darah .................................................................................... 26 3.3 Perjalanan Obat Sediaan Sustained Release .................................................................................. 27 3.4 Faktor yang Mempengaruhi Sedian Susteined Release .................................................................... 30 3.5 Evaluasi Sediaan Obat Suteined Release .......................................................................................... 34 BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................................................ 36 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 39

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang menyebabkan obat terlepas ke dalam tubuh dalam waktu yang lama.Tablet lepas lambat adalah sediaan tablet yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali pemberian. Sediaan obat lepas lambat (sustained release) merupakan sediaan obat dengan pelepasan obat yang diperlambat, sediaan terbuat dapat berupa sediaan yang diberikan secara oral, parenteral, rektal dan lain-lain. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya selama periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel et al., 2005). Menurut Rao et al, (2001), tujuan utama dari sediaan lepas lambat adalah untuk mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu yang diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis. Tidak semua obat bisa diformulasikan menjadi sediaan lepas lambat untuk sediaan oral. Ada beberapa criteria yang perlu diperhatikan dalam memilih obat untuk sediaan lepas lambat, yaitu ukuran dosis, obat yang memiliki dosis lazim lebih besar dari 0,5 g tidak sesuai untuk sediaan lepas terkendali dan lambat. Kemudian kelarutan dalam air, obat yang terlalu besar dan obat yang sukar larut akan sulit untuk memformulasinya karena jumlah zat yag tersedia untuk diabsorpsi terbatas oleh kelarutan. Koefeisien partisi obat harus mempunyai koefisien pasrtisi yang seimbangagar dapat mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah cukup untuk menimbulkan efek terapi (Indrawati Teti,2018).

1

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi fisiologi saluran cerna ? 2. Bagaimana anatomi fisiologi system pembuluh darah? 3. Bagiamana pelapasan ADME obat sediaan sustained release ? 4. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi sediaan Sustained Release ? 5. Bagaimana Evaluasi sediaan obat sustained release di dalam tubuh ?

1.3 Tujuan 1. Mempelajari dan memahami anatomi, fisiologi saluran cerna. 2. Mempelajari dan memahami system pembuluh darah. 3. Mempelajari dan memahami pelepasan ADME obat sediaan Sustained Release. 4. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi sediaan Sustained Release. 5. Mempelajari dan memahami evaluasi sediaan obat Sustanied Release di dalam tubuh.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Saluran Cerna Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Peristiwa yang terjadi dalam sistem pencernaan meliputi pergerakan makan, sekresi getah cerna, pencernaa dan absorpsi. 1. Pergerakan makan : mendorong isinya ke depan dengan kecepatan yang tidak sama, mencampur makanan dengan liur, dan membantu observasi dengan cara mendekatkan seluruh isi lumen ke permukaan saluran pencernaan dengan bantuan kontruksi otot polos dinding saluran pencernaan. 2. Sekresi getah cerna: sekresi getah cerna ini dilakukan oleh kelenjar-kelenjar mulai dari mulut sampai ke ileum. Getah yang disekresi antara lain air, elektolit dan bahan-bahan tertentu seperti enzim dan getah empedu (mukus). 3. Pencernaan : proses pencernaan adalah proses pemecahan secara mekanik dan kimia. Molekul-molekul besar yang masuk saluran pencernaan diubah menjadi molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap oleh dinding saluran pencernaan(tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, tunika serosa). 4. Absorpsi: makanan yang telah mengalami perubahan dalam proses penyerapan hasil pencernaan dari lumen akan menembus lapisan epitel dan masuk ke dalam darah atau cairan limfe. Permukaan saluran pencernaan biasanya tidak rata/licin, tetapi berlekuklekuk sehingga menambah luas pemukaan yang tersedia untuk absorpsi. Pengosongan lambung membutuhkan waktu 5 jam dan dapat lebih lama apabila makanan banyak mengandung lemak. Fungsi pilorus pada pengendalian lambung terbatas karena pengosongan lambung normal walupun pilorus tetap terbuka. Kontraksi antrum akan di ikuti oleh kontraksi pilorus yang berlangsung sedikit lebih lama dari konsentrasi duodenum. Pengaturan gerakan dalam pengosongan lambung merupakan kontraksi peristaltik lambung yang 3

dikoordinasikan oleh gelombang depolarisasi gastrik (selow wave). Sel otot polos yang dimulai dari otot sirkulasi fundus menuju ke pilorus setiap 20 detik, ritme ini disebut Basic Electic Rhytme (BER). Peristaltik antrum selow wave mempunyai pean penting dalam pengendalian pengosongan lambung. Kecepatan pengosongan lambung tergantung pada jenis makanan yang terdapat dalam lambung. Keadaan di duodenum dipengaruhi oleh volume peregangan dinding lambung, keasaman lambung hasil pencernaan oleh protein dan hasil sekresi lemak. Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, utuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan(mengunyah, menelan dan penyerapan) dengan bantuan zatcair yang terdapat mulai dari mulut sampai anus. Makanan tersebut memberikan energi, menambah jaringan baru, mengganti jaringan yang rusak, dan untuk pertumbuhan. Makanan yang kita makan harus diubah terlebih dahulu manjadi benda cair agar dapat diserap (diabsorpsi). Zat makanan tersebut mengalami perubahan kimiawi dan fisik sepanjang saluran pencernaan. Zat makanan merupakan sumber energi dari sel yang membentuk adenosis trifosfat (ATP) untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam tubuh,untuk mempertahankan suhu tubuh, dan energi untuk bekerja dan bergerak. Pembuangan sisa makanan dari metabolisme akan diekskresikan melalui saluran akhir sistem pencernaan dalam bentuk feses. Selain itu juga melaui paru-paru dan ginjal dalam bentuk karbon dioksida dan urine.

Gambar 1. Anatomi Tubuh Manusia

4

2.2 Pengertian Sediaan Susteined Release Sediaan obat lepas lambat (sustained release) merupakan sediaan obat dengan pelepasan obat yang diperlambat, sediaan terbuat dapat berupa sediaan yang diberikan secara oral, parenteral, rektal dan lain-lain. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya selama periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel et al., 2005). System penghantar obat oral lepas lambat merupakan salah satu system penghantar obat dengan pelepasan obat yang dimodifikasi untuk memperpanjang efek obat. Sediaan obat oral yang diberikan secara berulang (dosis ganda) bertujuan untuk mendapatkan efek obat yang berkelanjutan (continue) sehingga konsentrasi obat dalam darah akan selalu berada diantara konsentrasi efektif minimum dan maksimum. Kebanyakan bentuk sediaan lepas lambat (sustained release) dirancang agar pemakaian satu unit dosis tunggal dapat menghasilkan efek terapi yang diinginkan secara berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama.

Gambar 6. Profil kadar obat plasma setelh pemberian sediaan oral biasa secara berulang (sumber : buku perjalanan obat peroral dalam tubuh hal, 65) 5

Gambar 7. Profil kadar obat dalam plasma setelah pemberian sediaan oral biasa secara berulang (sumber : buku perjalanan obat peroral dalam tubuh hal, 66)

Gambar 8. Profil kadar obat dalam darah sediaan oral dengan pelepasan bias, pelepasan ditahan, dan pelepasan terkendali (order nol) (sumber : buku perjalanan obat peroral dalam tubuh hal, 66) 6

Efektivitas sediaan obat pelepasan diperlambat yang diberikan peroral dibatas oleh beberapa factor fisilologis saluran cerna, antara lain waktu pengosongan lambung, waktu transit disaluran cerna, dan waktu tinggal sediaan di usus bagian atas. Umumnya factor-faktor tersebut tidak dapat dikontrol. Sekalipun pelepasan obat diperlambat, efikasi obat yang dihasilkan bisa saja rendah, misalnya : obat tidadk diabsorpsi karena sudah tidak berada di lokasi absorpsi. Untuk mengatasi permasalahan ini system penghantar obat dimodifikasi dengan memperpanjang waktu tinggal obat ditempat absrpsi. Dengan demikian,absorpsi obat menjadi lebih optimal dan bioavailibilitas atau ketersediaan hayati obat akan menjadi lebih optimal dan bioavailibilitas atau ketersediaan hayati obat akan meningkat. Efektivitas obat menjadi optimal dengan menggunakan system penghantaran obat yang diperlambat dilambung dengan pelepasan obat yang terkontrol.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Susteined Release System penghantaran lepas lambat ini dibuat dengan beberaapa keuntungan dan tujuan dibandingkan sediaan konvensional. Beberapa kelebihan atau keuntungannya adalah sebagai berikut: 1. Mengurangi frekuensi pemberian obat 2. Mengurangi jumlah total obat yang dibutuhkan untuk mendapatkan respons teraupetik yang diinginkan 3. Mempertahankan kadar teraupetik obat dala plasma 4. Meningkatkan kepatuhan penderita 5. Memberikan efek yang sama atau seragam 6. Meminimalkan kemungkinan terjadinya akumulasi obat pada pengobatan kronis 7. Mengurangi iritasi lambung dan efek samping lainnya

Selain mempunyai banyak keuntungan, system penghantaran obat baru ini juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan atau kekurangannya , yaitu sebagi berikut: 1. Harganya relatif mahal 2. Dapat teerjadi dosis dumping 7

3. Hubungan antara in vitro dan in vivo sering tidak dapat diramalkan 4. Ketersediaan hayati lebih rendah dengan meningkatnya eliminasi litas pertama 5. Pencapaian dan pemeliharaan kerja obat dapat dihambat karena adanya factor variable fisiologis terutaa pada sediaan peroral, seperti PH lambung dan usus, aktivitas enzim, waktu tinggal dalam lambung dan usus halus, serta adanya makanan dan tingkat penyakit penderita. 6. Sediaan lepas lambat oral mempunyai waktu tinggal dalam saluran cerna hanya 12 jam 7. Tidak semua obat dapat diformulasikan dalam betuk sediaann lepas lambat 8. Produ lepas lambat biasanya mengandung jumlah obat dua sampai tiga kali dosis tunggal sedian konvensional, sehingga tidak bisa untuk obat dengan dosis besar. 9. Obat yang memiliki koefisien partisi dan kelarutan dalam air yang besar bukan merupakan suatu pilihan 10. Bentuk obat yag tidak terioniasasi serta koefisien partisi dapat digunakan untuk memperkirakan absorpsi obat 11. Obat harus stabil pada berbagai kondisi cairan biologis, hal ini dapat diatasi dengan mencegah terjadiya kontak dengan lokasi saluran cerna di mana terjadi ketidakstabilan 12. Obat dengan bobot molekul lebih besar dari 500-700 menunjukkan koefisien difusi yang rendah,sehingga sulit dibuat sediaan dengan pelepasan domodifikasi 13. Waktu paruh obat yang dapat digunakan sebagai pegangan umum untuk sediaan dengan pelepasan domodifikasi adalah 2 sampai 6 jam 14. Diperlukan kecepatan absorpsi yang relative rlebiih cepat dari pelepasannya 15. Obat akan lebih aman untuk keberhasilan sediaan, bila mempunyai indeks terapi lebih besar dari 10 (Indrawati Teti,2018).

2.4 Kriteria Sedian Susteined Release Proses pelepasan dan pelarutan sediaan lepas lambat ketika sediaan kontak dengan dengan medium. Medium masuk kesediaan diikuti dengan pengembang polimer yang diguanakan dalam sediaan. Setelah itu, zat aktif akan berdifusi kepermukaan dan dilepaskan dari sediaan. Obat yang dilepaskan dapat berupa bentuk terarut maupun masih dalam bentuk

8

padat, jika masih dalam bentuk padat maka proses selanjutnya akan mengalami proses pelarutan setelah dilepas. Tidak semua obat dapat diformulasikan menjadi sediaan lepas lambat untuk sediaan oral. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih obat untuk sediaan lepas lambat,yaitu sebagai berikut: 1. Ukuran dosis; obat yang memiliki dosis lazim lebh besar dari 0,5g tidak sesuai untuk sediaan lepas terkendali dan lambat. 2. Kelarutandalam air, obat dengan kelarutanteralu besar dan obat yang sukar larut akan sulit untuk memformulasikannya karena jumlah zat yang tersedia untuk diabsorpsi terbatas oleh kelarutan. 3. Koefisien partisi, obat harus mempunyai koefisien partisi yang seimbang agar dapat mencapai srkulasi dalam jumlah cukup untuk menimbulkan efek teraupetik. 4. Stabilitas,kebanyakan sediaan lepas lambat dirancang untuk menlepaskan obat di sepanjang saluran cerna. Obat yang tidak stabil dalam lambung dan usus tidak sesuai diformulasikan kedalam sediaan lepas terkendali dan lepas lambat. 5. Penyerapan, obat yang diabsorpsi dengan lambat atau berubah ubah, tidak sesuai diformulasikan menjadi sediaan lepas control dan lepas lambat. 6. Distribusi, obat dengan volume distribusi tinggi tidak sesuai untuk diformulasi menjadi sediaan lepas control dan lepas lambat. 7. Metabolism, obat yang dimetabolisme oleh enzim diusus akan tersedia lebih sedikit untuk dimetabolisme jika dilepaskan secara control dan lambat sehingga memungkinkan untuk dimetabolisme lebih sempurna. 8. Waktu paruh, obat dengan waktu paruh yang pendek antara 2-8 jam memungkinkan untuk dibuat sediaan lepas lambat, sedangkan untuk yang waktu paruhnya panjang sangat memungkinkan akumulasi. 9. Indeks terapi, obat dengan indeks terapi sempit sulit dibuat sediaan lepas lambat dan lepas control, sehingga memerlukan pengendelaian yang tepat. 10. Komulatif, obat yang bersifat kumulatif tidak sesuai untuk sediaan lepas control dan lambat (Indrawati Teti,2018)..

9

2.5 Mekanisme Pelepasan Sediaan Susteined Release Proses pelepasan dan pelarutan sediaan lepas lambat ketika sediaan kontak dengan dengan medium. Medium masuk kesediaan diikuti dengan pengembang polimer yang diguanakan dalam sediaan. Setelah itu, zat aktif akan berdifusi kepermukaan dan dilepaskan dari sediaan. Obat yang dilepaskan dapat berupa bentuk terarut maupun masih dalam bentuk padat, jika masih dalam bentuk padat maka proses selanjutnya akan mengalami proses pelarutan setelah dilepas. Beberapa bentuk sediaan dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Tipe bentuk obat yang disebutkan terakhir umumnya dikenal tablet atau kapsul yang kerjanya pelepasan terkendali, lepas lambat dan lepas tunda. Sediaan dengan pelepasan yang diperpanjang adalah bentuk sediaan yang memungkinkan frekuensi pemberiannya dapat dikurangi paling sedikit dua kali dibandingkan terhadap pemberian bentuk sediaan konvensional. Sediaan lepas tunda adalah sediaan yang melepaskan zat aktifnya pada waktu yang tertunda. Sediaan lepas tunda ditujukan untuk mendapatkan efek lokal di usus atau untuk melindungi lambung dari efek yang tidak diinginkan. Efektivitas sediaan obat pelepasan diperlambat yang diberikan peroral dibatasi oleh beberapa faktor fisiologis saluran cerna, antara lain : waktu pengosongan lambung, waktu transit di saluran cerna, dan waktu tinggal sediaan di usus bagian atas. Umumnya, faktor-faktor tersebut tidak dapat dikontrol. Sekalipun pelepasan obat diperlampat, efikasi obat yang dihasilkan bisa saja rendah, misalnya : obat tidak diabsorpsi karena sudah tidak berada di lokasi absorpsi. Untuk mengatasi permasalahan ini sistem penghantaran obat dimodifikasi dengan memperpanjang watu tinggal obat di tempat absopsi. Dengan demikian, absorpsi obat menjadi lebih optimal dan bioavabilitas atau ketersediaan hayati obat meningkat. Efektivitas obat menjadi optimal dengan menggunakan sistem penghantaran obat yang diperlambat di lambung dengan pelepasan obat yang terkontrol.

10

Proses pelepasan dan pelarutan sediaan lepas lambat berbeda dengan sediaan konvensional, pada sediaan konvensional, obat akan langsung dilepas dari sediaan dan mengalami proses pelarutan. Misalnya,dari bentuk tablet dan kapsul dapat langsung mengalami proses pelarutan, seiring terjadinya proses disintegrasi dan disagregasi. Ada beberapa mekanisme pelepasan obat dari bentuk sediaan lepas terkendali antara lain (Robinson, 1976). 1. Mekanisme pelepasan melalui difusi terkendali Pada sistem ini, pelepasan obat ditentukan oleh difusi obat melintasi membran polimer yang tidak larut. Persamaan yang menyatakan pelepasan obat dari sistem ini diturunkan oleh T.Higuchi. 2. Mekanisme pelepasan melalui disolusi terkendali Prinsip dasar pelepasan disolusi terkendali adalah proses disolusi yang dapat dikendalikan oleh lapisan difusi. 3. Mekanisme pelepasan melalui disolusi dan difusi terkendali Pada sistem ini, inti obat disalut dengan bahan polimer yang larut sebagian. Disolusi sebagian polimer menyebabkan difusi obat melalui pori-pori polimer penyalut.s 4. Mekanisme pelepasan melalui resin penukar ion Sistem ini didesain untuk memberikan pelepasan terkendali dari obat-obat yang dapat terion dalam medium pelepasan melalui pembentukan kompleks resin-ion. 5. Mekanisme pelepasan secara osmotic Pada sistem pelepasan ini, tekanan osmotik sebagai forsa yang menghasilkan pelepasan obat yang konstan dari sistem. Pelepasan obat dikendalikan oleh lubang yang dibuat dengan sinar laser pada membran penyalut. Fase biofarmasetik tergantung pada banyak faktor yang belum jelas mekanismenya terutama hal-hal yang menyangkut kefarmasian serta perbedaan fisiopatologis organ atau jalur pemberian obat. Fase biofarmasetik dapsat diuraikan dalam tiga tahap utama yaitu Liberasi (pelepasan), Disolusi (pelarutan) dan Absorpsi (Penyerapan), disingkat LDA. a. Liberasi (Pelepasan) Apabila seorang penderita menerima obat berarti ia mendapatkan zat aktif yang diformulasi dalam bentuk sediaan dan dengan dosis tertentu. Obat pada mulanya 11

merupakan depot zat aktif yang jika mencapai tempat penyerapan akan segera diserap (Drug delivery system). Proses pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan cukup rumit dan tergantung pada jalur pemberian dan bentuk sediaan serta dapat terjadi secara cepat dan lengkap. Pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh keadaan lingkungan biologis dan mekanis pada tempat pemasukan obat, misalnya gerak peristaltik usus dan hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras atau yang kenyal (tablet, suppositoria, dan lain-lain). b. Disolusi (Pelarutan) Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam air. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan. Tahap ini juga diterapkan pada obat-obatan yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak, tetapi yang terjadi di sini adalah proses esktraksi (penyarian). Setelah pemberian sedian larutan, secara in situ dapat timbul endapan zat aktif yang biasanya berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan endapan tersebut selanjutnya akan melarut lagi. Dengan demikian pemberian sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan yang segera. c. Absorpsi (Penyerapan) Tahap ini merupakan bagian dari fase biofarmasetik dan awal fase farmakokinetik, jadi tahap ini benar-benar merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh yang aturanaturannya ditengarai oleh pemahaman keteresediaanhayati. Penyerapan zat aktif tergantung pada berbagai parameter, terutama sifat fisiko-kimia molekul obat. Absorpsi ini tergantung juga pada tahap sebelumnya yaitu saat zat aktifnya berada dalam fase biofarmasetik. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologi setempat.

Berdasarkan Mekanismenya Sediaan Sustained Release Dapat Dikategorikan : 1. Single unit Menggunakan satu mekanisme dimana dalam sistem pelepasan obat dapat dilakukan dengan cara :

12

a. Modifikasi Kimia Jika suatu obat dibutuhkan dalam dosis yang terus menerus, maka masalah utama adalah kelarutan. Jika bahan obat diabsobsi secara konsisten baik seluruhnya ataupun sebagian melalui saluran gastrointestinal, maka dengan menurunkan kelarutan dari bahan tersebut akan memperpanjang waktu melarut. Dengan cara ini obat akan diabsorbsi lebih lambat dengan periode waktu yang panjang, dan efek terapeutik menjadi lebih panjang dengan menggunakan derivat / turunan dari obat yang mempunyai daya larut lebih rendah. Efek toksik dapat diturunkan serta memperpanjang masa kerja obat.

Gambar 2. Profil obat sustained release dalam darah TL = Toxic Limit ThL= Therapy Limit

b. Tablet Erosi (Erosion Tablet) Tablet erosi adalah tablet yang tidak hancur, tapi mengalami erosi / pengikisan pada saat mengalami kontak dengan medium disolusi. c. Sistem Matriks (Matrix system) Matriks merupakan sebuah bentuk dari campuran bahan obat, bahan tambahan, dan polimer yang tercampur secara homogen dalam bentuk padat. Prinsip dasar matriks pertama kali dikembangkan oleh Higuchi (1963). d. Swellable Matrice (Hydrogel) Hydrogel didefinisikan ‘jaringan polimer hidrofilik yang dapat menyerap molekul air secara signifikan (> 20 % dari bobot kering) tanpa ikut melarut dan kehilangan bentuk / strukturnya’. Polimer ini umumnya terdiri dari tipe tersambung silang, dimana swelling dapat disebabkan oleh faktor lain seperti tekanan van der wall, kristalisasi, ikatan hidrogen, ataupun ikatan ion. 13

Gambar 2. Prinsip mekanisme matriks hydrogel e. Tablet Mengapung (Floatable tablet) Salah satu kendala yang timbul pada bentuk sustained release adalah waktu pengosongan lambung. Hal ini berbeda dari satu pasien ke pasien yang lain, dari kondisi orang yang berpuasa dan tidak berpuasa, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu maka dibuat tablet yang dapat mengapung di dalam cairan lambung. f. Tekanan Osmotik (Osmotic pump) Prinsip tekanan osmotic dapat dilihat pada gambar 3. Inti tablet (core tablet) yang mengandung bahan obat dan elektrolit (contoh; NaCl) dilapisi dengan film yang dapat ditembus oleh molekul air (water permealbe) tetapi tidak larut dalam air. Pada bagian luar tablet tersebut dibuat lubang dengan seksama (diameter tertentu) sampai lapisan film. Pada saat kontak dengan cairan pelarut (contoh; air), cairan pelarut akan masuk ke dalam tablet (dengan cara difusi pada awalnya melalui lubang yang dibuat). Elektrolit dan obat akan terlarut dan membentuk larutan jenuh dan akan menghasilkan tekanan osmotik yang akan mendorong obat keluar melalui lubang. Tekanan osmtoik ini dipengaruhi oleh kelarutan elektrolit, ekivalensi ion, dan temperatur.

14

Gambar 3. Mekanisme tekanan osmotic 2. Multiple Unit. Bentuk majemuk dari sustained dapat dilakukan dengan cara mikroenkapsulasi, dengan mekanisme dari sistem matriks ganda, penyalutan molekul obat (film, campuran film), sistem pompa osmotik ganda, dan tablet mikrokapsul. 3. Mucoadhesive System Menggunakan prinsip dari bioadhesi untuk memaksimalkan pelepasan obat. Bioadhesi merupakan peristiwa dimana jaringan biologis melekat pada pada jaringan lain yang meliputi biologis dan non-biologis. Jika tempat terjadinya bioadhesi berada pada membrane mukosa, maka disebut mucoadhesive. Produk lepas terkontrol memungkinkan lokalisasi obat pada daerah saluran GI mucoadhesive yang dapat memperpanjang kontak obat dengan membran absorbsi dan lokalisasi penghantaran obat ke organ target. Dalam pemberian sistem pelepasan obat terkontrol beberapa hal menjadi pertimbangan yang perlu diperhatikan. Hal ini meliputi rute pemberian obat, tipe pelepasan obat, penyakit yang diderita, pasien, lama terapi, dan karakteristik obat. Faktor-faktor ini saling berhubungan yang akan menentukan pemilihan untuk rute pemberian, formulasi dari pelepasan obat, dan lama terapi. Karakteristik obat sangat penting kaitannya dengan formulasi bentuk sediaan sustained release, sifat fisikokimia dan faktor biologi dari obat merupakan hal yang sangat penting. 15

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Sediaan Sustained Release 1. Faktor Fisikokimia a. Faktor fisika 1. Ukuran partikel :Penurunan ukuran partikel dapat mempengaruhi laju absorbsi dan kelarutannya. 2. Bentuk kristal dan amorf : bentuk kristal umumnya lebih sukar larut dari pada bentuk amorfnya 3. Solvat dan hidrat : selama kristalisasi molekul air dan pelarut dapat berikatan kuat dengan zat aktifnya menghasilkan solfat , bila pelarut air terbentuk hidrat. b. Faktor kimia 1.Pengaruh pembentukan garam : untuk mengubah senyawa asam dan basa yang sukar larut dalam air sehingga mempengaruhi laju kelarutannya 2.Pengaruh pembentukan ester : menghambat atau memperpanjang aksi zat aktif 2. Faktor Fisiologi 1. Permukaan penyerapnyai permukaan penyerap Lambung tidak mempunyai permukaan penyerap yang berarti dibandingkan dengan usus halus. Namun mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan peroral dan tergantung pada keadaan, lama kontak menentukan terjadinya penyerapan pasfi dari zat aktif lipofil dan bentuk tak terionkan pada PH lambung yang asam.Penyerapan pasif dapat terjadi pada usus halus secara kuat pada daerah tertentu tanpa mengabaikan peranan PH yang akan mengionisasi zat aktif atau menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya terjadi pada daerah tertentu.

Suatu alkaloida yang larut dan terionkan dalam cairan lambung,secara teori kurang diserap. Bila PH menjadi netral atau alkali, bentuk basanya akan mengendap pada PH 5,5. Bentuk basa tersebut kadang-kadang sangat tidak larut untuk dapat diserap dalam jumlah yang cukup. Oleh sebab itu harus dirancang suatu sediaan dengan pelepasan dan pelarutan zat aktif yang cepat.

16

2. Umur Saluran cerna pada bayi yang baru lahir bersifat sangat permeabel dibandingkan bayi yang berumur beberapa bulan .Pada bayi dan anak-anak, sebagian sisttem enzimatik belum berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu yang disebabkan tidak sempurnyanya proses detiksifikasi metabolik, atau karena penyerapan yang tidak sempurna dan karena gangguan saluran cerna.

3. Sifat membran biologic Sifat membran biologik sel-sel penyerap pada mukosa pencernaan akan mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama lipida memungkinkan terjadinya difusi pasif zat aktif dengan sifat lipofil tertentu dari bentuk yang terinkan di lambung dan terutama di usus besar. 3. Faktor patologi Faktor penghambat dan penurunan efek obat : a.

Gangguan penyerapan di saluran cerna, karena adanya perubahan transit getah

lambung dan keadaan mukosa usus. b.

Penurunan absorbsi parenteral karena penurunan laju aliran darah

c.

Peningkatan eliminasi zat aktif melalui ginjal , karena alkalosis atau asidosis.

Faktor penghambat dan peningkat efek obat : 1. Peningkatan penyerapan karena terjadi kerusakan membranpada tempat kontak 2. Insufisiensi hati 3. Insufisiensi ginjal 4. Gangguan pada sistem endokrin berakibat pada penekanan laju reaksi biotransformasi 4. ADME Fasa Farmakokinetika dalah fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus di absorbsi ke dalam darah, yang akan segera di distribusikan melalui tiap-tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat protein darah dan mengalami metabolisme, terutama dalam melintasi hepar

17

(hati). Meskipun obat akan didistribusikan melalui badan, tetapi hanya sedikit yang tersedia untuk diikat pada struktur yang telah ditentukan.

Skema Farmakonetik

A. Absorbsi Absorbsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk intravena, absorbs sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sistemik. Proses absorbsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsobsi tidak menimbulkan efek, kecuali antasida dan obat yang bekerja local. Proses absorbs terjadi diberbagai tempat pemberian obat, seperti saluran cerna, otot, rangka, paru-paru, kulit dan 18

sebagainya. Transfer obat dari saluran cerna tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-obat bisa diabsorbsi dari saluran cernasecara difusi pasif atau transport aktif. Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Kelarutan obat Agar dapat diabsorbsi, obat harus dalam larutan. Obat yang diberikan dalam larutan akan lebih cepat diabsorbsi daripada yang harus larut dulu dalam cairan tubuh sebelum diabsorbsi. Obat yang sukar sekali larut akan sukar diabsorbsi pada saluran gastrointestinal. b. Kemampuan difusi melalui sel membrane Semakin mudah terjadi difusi dan makin cepat melintasi sel membrane, makin cepat obat diaborbsi. c. Kosentrasi obat Semakin tinggi kosentrasi obat dalam larutan, makin cepat diabsorbsi d. Sirkulasi pada letak absorbs Jika tempat absorbsi mempunyai banyak pembuluh darah, maka absorbs obat akan lebih cepat dan lebih banyak. Misalnya pada injekasi anestesi local ditambah adrenalin yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, dimaksudkan agar absorbs obat diperlambat dan efeknya lama. e. Luas permukaan kontak obat Obat lebih cepat diabsorbsi olehi bagian tubuh yang mempunyai luas permukaan yang besar, misalnya endetarium paru-paru, mokusa usus, dan usus halus. f. Bentuk sediaan cair Kecepatan absorbs obat tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari bahan pembawanya. Urutan kecepatan obat dari bentik peroral sebagai berikut : larutan dalam air – serbuk - kapsul - tablet bersalut gula - tablet bersalut enteric. Beberapa hal sebagai contoh dimana bentuk obat mempengaruhi absorbsi : 

Absorbsi obat dapat diperpanjang dengan penggunaan bentuk obat long-acting.



Kecepatan absorbs injeksi dapat diturunkan dengan menggunakan suspense atau emulsi, untuk obat yang sukar larut.



Absorbs obat dapat dipercepat dengan memperkecil ukuran partikel.

19



Jumlah dan sifat bahn pengikat serta bahan penghacur, tekanan tablet akan mempenggaruhi absorbs obat dalam bentuk tablet,

g. Rute cara pemberian obat Rute cara pemakaian obat bermacam-macam antara lain :

B.



Melalui mulut (oral)



Melalui sublingual (dibawah lidah) atau buccal (antara gusi dan pipi)



Melalui rectal



Melalui parental



Melalui endotel paru-paru



Melalui kulit (efek local), topical



Melalui urogenital (efek local)



Melalui vaginal (efek local)

Distribusi Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam

peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan cara yang relative lebih muda dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau pengeluaran obat. Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan dan hidrofobisitas dari obat tersebut. Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan distribusi obat antara lain : 1) Perfusi darah melalui jaringan Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tinggi adalah pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit adalah sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah (sakit jantung) akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh terhadap kecepatan eliminasi obat.

20

2) Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makromolekul Penetrasi obat tergantung pada luasnya kadar gradient, bentuk yang dapat berdifusi bebas, factor seperti pH gradient dan ikatan pada konstituen intraseluler akan mempengaruhi akumulasi dalam jaringan. 3) Partisi ke dalam lemak Obat yang larut dalam lipid dapat mencapai kosentrasi yang tinggi dalam jaringan lemak. Obat akan disimpan oleh larutan fisis dalam lemak netral. Jumlah lemak adalah 15% dari berat badan dan merupakan tempat penyimpanan untuk obat. Lemak juga mempunyai peranan dalam membatasi efek senyawa yang kelarutannya dalam lemak adalah tinggi dengan bekerja sebagai akseptor obat selama fase redistribusi. 4) Transfer aktif Pemasukan ke dalam jaringan dapat juga terjadi dengan proses transport aktif. Metadon, propanolol dan amfetamin diangkut ke dalam jaringan paru-paru oleh proses aktif. Hal ini merupakan mekanisme yang penting untuk pemasukan obat tersebut yang besar dalam paru-paru. 5) Sawar Distribusi obat ke susunan syaraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Sawar darah otak, penetrasi obat dari peredaran darah ke dalam ruang ekstraseluler susunan saraf sentral dan cairan cerebrospinal dibatasi atau ditentukan oleh keadaan permukaan absorbs.

Ikatan obat dengan protein plasma Faktor yang penting dalam distribusi obat adalah ikatannya dengan protein plasma yang merupakan makromolekul. Banyak obat terikat dengan protein di dalam plasma darah dan jaringan lain. Umumnya ikatannya merupakan proses reversible dan akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat. Protein yang terdapat dalam plasma dan mengadakan ikatan dengan obat adalah albumin. Bentuk persamaan obat dengan protein dapat dituliskan sebagai berikut : Obat + protein plasma

kompleks obat-protein plasama

Ikatan senyawa kompleks obat tersebut akan berdisosiasi, hingga bentuk obat tersebut dapat diekskresikan. 21

C. Metabolisme Metabolisme sering disebut biotransformasi dan merupakan suatu istilah yang menggambarkan metabolism obat. Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi terlebih dahulu agar dapat dikeluarkan dari badan. Pada dasarnya tiap obat merupakan zat asing yang tidak diinginkan oleh badan dan badan berusaha merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskersikan melalui ginjal, jadi reaksi biotransformasi yang merupakan peristiwa detoksifikasi. Reaksi biotransformasi dapat berupa oksidasi, hidrolisa dan konjugasi. Biotransformasi berlangsung terutama di hati, di saluran pencernaan, tetapi beberapa obat mengalami biotransformasi di ginjal, plasma dan mukosa intestinal, meskipun secara kuantitatif letak tersebut dipandang tidak penting, Perubahan yang terjadi disebabkan oleh reaksi enzim dan digolongkan menjadi 2 fase, yaitu fase pertama merupakan reaksi perubahan yang asintetik dan fase kedua merupakan reaksi konjugasi. Dalam metabolisme senyawa asli mengalami perubahan kimiawi dan dianggap sebagai mekanisme eliminasi obat, meskipun masalah ekskresi metabolit tetap ada. Kebanyakan metabolit mempunyai sifat partisi yang nyata berbeda dibanding dengan senyawa aslinya terutama sifat lipofilnya menurun. Senyawa baru tersebut mudah diekskresikan karena tidak segera diabsorbsi dari cairan tubuli ginjal. Metabolism dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologi dari obat dengan bermacam-macam cara. Kebanyakan aktivitas farmakologi dapat menurun atau hilang setelah mengalami metabolism. Hal tersebut dapat digunakan untuk menentukan lama maupun intensitas aksi obat. Pada beberapa obat yang disebut produk tidak aktif secara biologi, tetapi metabolisme obat itu dapat mengaktifkan obatnya dalam hal ini dimaksudkan agar tujuan terapi dapat tercapai.

D.

Ekskresi Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam

struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah eliminasi obat melalui system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia). Jalur ekskresi 22

yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui. Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru. Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di ekskresi ke dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relative kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu

2.7 Evaluasi Sediaan Obat Sustained Release Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmaseutik (Biopharmaceutic Classification System = BCS) dari zat aktif serta karakteristik disolusi dan profil disolusidari produk obat. Jika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi berbeda kekuatan, dan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai mekanisme pelepasan obat yang sama, kekuatan yang lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan profil disolusi yang mirip, f2 > 50, dalam 3 pH yang berbeda (antara pH 1.2 dan 7.5) usan Farmasi dengan metode uji yang direkomendasi. Berlaku untuk produk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk produk obat oral lepas cepat seperti yang disebutkan di atas. a. zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas dalam usus yang tinggi (BCS kelas 1), serta : 

produk obat memiliki disolusi yang sangat cepat, atau ;



produk obat memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip dengan produk pembanding.

b. Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi tetapi permeabilitas dalam usus yang rendah (BCS kelas 3), serta : 

produk obat memiliki disolusi yang sangat cepat, dan;

23



produk obat tidak mengandung zat inaktif yang diketahui mengubah motilitas dan/atau permeabilitas saluran cerna.

c. Zat aktif memiliki permeabilitas dalam usus yang tinggi tetapi kelarutan dalam air yang rendah (kelarutan dalam air tinggi hanya pada 

pH 6.8; BCS kelas 2 asam lemah), serta :



produk obat memiliki disolusi yang cepat pada pH 6.8, dan ;



produk obat memiliki profil disolusi yang mirip dengan produk pembanding (juga berlaku jika disolusi < 10% pada salah satu pH).

24

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Anatomi Fisiologi Lambung Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Lambung adalah perluasan organ berongga besar menyerupai kantung dalam rongga peritoneum yang terletak diantara esofagus dan usus halus. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bilapenuh, berbentuk seperti buah pir raksasa.Lambung terdiri dari antrum kardia (yang menerima esofagus), fundus besar seperti kubah, badan utama atau korpus dan pylorus (Price& Wilson, 2006). Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat daerah : kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus memiliki struktur mikroskopis yang identik,sehingga secara histologi hanya ada tiga daerah. Mukosa dan submukosa lambung yang tidak direnggangkan tampak makanan,maka lipatan ini akan merata (Junqueiraet al., 2007) Pengosongan lambung membutuhkan waktu 5 jam dan dapat lebih lama apabila makanan banyak mengandung lemak. Fungsi pilorus pada pengendalian lambung terbatas karena pengosongan lambung normal walupun pilorus tetap terbuka. Kontraksi antrum akan di ikuti oleh kontraksi pilorus yang berlangsung sedikit lebih lama dari konsentrasi duodenum. Pengaturan gerakan dalam pengosongan lambung merupakan kontraksi peristaltik lambung yang dikoordinasikan oleh gelombang depolarisasi gastrik (selow wave). Sel otot polos yang dimulai dari otot sirkulasi fundus menuju ke pilorus setiap 20 detik, ritme ini disebut Basic Electic Rhytme (BER). Peristaltik antrum selow wave mempunyai pean penting dalam pengendalian pengosongan lambung. Kecepatan pengosongan lambung tergantung pada jenis makanan yang terdapat dalam lambung. Keadaan di duodenum dipengaruhi oleh volume peregangan dinding lambung, keasaman lambung hasil pencernaan oleh protein dan hasil sekresi lemak.

25

3.2 Anatomi Fisiologi System Pembuluh Darah .Cara pemberian obat untuk mendapatkan efek sistemik dapat diberikan secara intravascular dan ekstravaskular. Obat yang diberikan secara ekstravaskular akan melewati proses absorpsi dari tempat pemberian menuju pembuluh darah terlebih dahulu baru kemudian didistribusikan oleh darah keseluruh tubuh. Oleh karena itu obat didistrbusikan keseluruh tubuh melui sirkulasi darah, maka perlu dipahami bagaimana sirkulasi (peredaran) darah,dimana obat diabsorpsi dan kemana obat yang diabsorpsi tersebut akan didistribusikan. Secara garis besar ada dua system sirkulasi darah yaitu sirkulasi darah besar (sirkulasi sistemik) dan sirkulasi darah pendek(sirkuasi pulmonal). Sirkulasi darah besar adalah sirkulasi darah yang mengalirkan darah yang kaya oksien dari bilik (ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan keseluruh jaringan tubuh. Oksigen bertukar dengan karbondioksida dijaringan tubuh. Lalu darah yang kaya karbondioksida dibawa melalui vena menuju serambi kanan (atrium) jantung. Sirkuasi darah pendek adalah peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari bilik kiri jantung lalu diedarkan keseluruh tubuh. Distribusi atau penyebaran obat dalam tubuh akan berlangsung setelah obat diabsorpsi dan berada

di

dalam

pembuluh

darah.

Menurut

Schanker,

obat

akan

terikat

dengan

reseptor,akseptor,atau enzim setelah meninggalkan pembuluh darah. Apabila obat terikat dengan reseptor maka akan muncul efek farmakologi,sedangkan jika obat berikatan dengan akseptor atau depot tidak akan menimbulkan efek farmakologi. Ikatan obat dengan akseptor maupun reseptor bersifat reversible, dan obat berikatan dengan enzim sifatnya tidak reversible serta akan menghasilkan metabolit aktif atau tidak aktif. Zat obat yang terdistribusi di pembuluh darah perlu melintasi membran sel atau intrasel untuk mencapai reseptor/akseptor maupu enzim. Endotel kapiler merupakan barier pertama pada proses menuju jaringan, tetapi karena ukuran pori yang besar maka sebagian besar zat aktif baik terionisasi atau tak terionisasi dapat melintasinya. Zat aktif akan tinggal dalam cairan intertisial sekitar sel. Proses melintasnya zat aktif melalui membran seluler atau interseluler terjadi seperti melintasi membrane pada umumnya, yaitu melalui mekanisme filtrasi, transport aktif dan difusi pasif.

26

Berbagai factor dapat mempengaruhi penyebrangan atau zat aktif,antara lain: a. Permeabilitas membrane dan kesanggupan molekul untuk menembusnya b. Asfinitas struktur biokimia c. Vaskularisasi jaringan, karakter spesifik d. Pemberian dapat mempengaruhi difusi zat aktif Sedangkan factor yang berhubungan denga distibusi antara lain : 1. Perfusi darah melalui jaringan 2. Perbedaan konsentrasi 3. PH 4. Ikatan obat dengan makromolekul 5. Koefisien partisi 6. Transport aktif 7. Sawar 8. Ikatan obat dengan protein

3.3 Perjalanan Obat Sediaan Sustained Release Beberapa bentuk sediaan dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Tipe bentuk obat yang disebutkan terakhir umumnya dikenal tablet atau kapsul yang kerjanya pelepasan terkendali, lepas lambat dan lepas tunda. Sediaan dengan pelepasan yang diperpanjang adalah bentuk sediaan yang memungkinkan frekuensi pemberiannya dapat dikurangi paling sedikit dua kali dibandingkan terhadap pemberian bentuk sediaan konvensional. Sediaan lepas tunda adalah sediaan yang melepaskan zat aktifnya pada waktu yang tertunda. Sediaan lepas tunda ditujukan untuk mendapatkan efek lokal di usus atau untuk melindungi lambung dari efek yang tidak diinginkan. Sediaan pelepasan diperpanjang terdiri dari dua jenis, yaitu sustained release (sustained action = prolong action) atau sediaan lepas lambat dan controlled release (time release) atau 27

pelepasan terkendali. Pelepasan terkendali adalah sediaan yang dapat memberikan kendali terhadap pelepasan zat aktif dalam tubuh. Sistem ini berusaha mengendalikan konsentrasi zat aktif dalam jaringan atau sel target (Robinson, 1976). Sediaan lepas lambat adalah bentuk sediaan yang diformulasi sedemikian rupa agar pelepasan zat aktifnya lambat sehingga kemunculan dalam sirkulasi sistemik diperlambat sehingga profil plasmanya mempunyai waktu yang lama (Robinson, 1976). Pada prinsipnya pengembangan sediaan lepas lambat umumnya digunakan untuk pengobatan yang bersifat kontinuitas (berkelanjutan) dan merupakan suatu pengobatan yang efektif. Sediaan lepas lambat biasanya digunakan untuk pengobatan penyakit yang pemberiannya dapat beberapa kali dalam sehari (Ansel, 1989; Voigt, 1995). Gambaran umum pelepasan obat dari berbagai bentuk dosis (dosage form) sebagai berikut:

Gambar II.2.Pelepasan obat berbagai bentuk sediaan (Krowczynski, 1987).

28

Keterangan : a. Immediate release b.Delayed release c.Repeated (gradual) release d.Prolonged release e.Extended release f.Controlled release

Efktivitas sediaan obat pelepasan diperlambat yang diberikan peroral dibatasi oleh beberapa faktor fisiologis saluran cerna, antara lain : waktu pengosongan lambung, waktu transit di saluran cerna, dan waktu tinggal sediaan di usus bagian atas. Umumnya, faktor-faktor tersebut tidak dapat dikontrol. Sekalipun pelepasan obat diperlampat, efikasi obat yang dihasilkan bisa saja rendah, misalnya : obat tidak diabsorpsi karena sudah tidak berada di lokasi absorpsi. Untukmengatasi

permasalahan

ini

sistem

penghantaran

obat

dimodifikasi

dengan

memperpanjang watu tinggal obat di tempat absopsi. Dengan demikian, absorpsi obat menjadi lebih optimal dan bioavabilitas atau ketersediaan hayati obat meningkat. Efektivitas obat menjadi optimal dengan menggunakan sistem penghantaran obat yang diperlambat di lambung dengan pelepasan obat yang terkontrol. Proses pelepasan dan pelarutan sediaan lepas lambat berbeda dengan sediaan konvensional, pada sediaan konvensional, obat akan langsung dilepas dari sediaan dan mengalami proses pelarutan. Misalnya,dari bentuk tablet dan kapsul dapat langsung mengalami proses pelarutan, seiring terjadinya proses disintegrasi dan disagregasi. Ada beberapa mekanisme pelepasan obat dari bentuk sediaan lepas terkendali antara lain mekanisme pelepasan melalui difusi terkendali yaitu Pada sistem ini, pelepasan obat ditentukan oleh difusi obat melintasi membran polimer yang tidak larut. Persamaan yang menyatakan pelepasan obat dari sistem ini diturunkan oleh T.Higuchi, mekanisme pelepasan melalui disolusi terkendali yaitu prinsip dasar pelepasan disolusi terkendali adalah proses disolusi yang dapat dikendalikan oleh lapisan difusi, mekanisme pelepasan melalui disolusi dan difusi terkendali yaitu ada sistem ini, inti obat disalut dengan bahan polimer yang larut sebagian. Disolusi sebagian polimer menyebabkan difusi obat melalui pori-pori polimer penyalut, mekanisme pelepasan melalui resin penukar ion yaitu sistem ini didesain untuk memberikan pelepasan terkendali dari obat-obat yang dapat terion dalam medium pelepasan melalui pembentukan 29

kompleks resin-ion, dan mekanisme pelepasan secara osmotic yaitu ada sistem pelepasan ini, tekanan osmotik sebagai forsa yang menghasilkan pelepasan obat yang konstan dari sistem. Pelepasan obat dikendalikan oleh lubang yang dibuat dengan sinar laser pada membran penyalut (Robinson, 1976).

Berdasarkan mekanismenya sediaan Sustained Release dapat dikategorikan : 1) Single Unit Menggunakan satu mekanisme dimana dalam sistem pelepasan obat dapat dilakukan dengan cara: modifikasi kimia seyawa obat, tablet erosi, sistem matriks, swellable matriks (hydrogel), tablet mengapung, dan pompa osmotik. 2) Multiple Unit. Bentuk

majemuk

dari

sustained

dapat

dilakukan

dengan

cara

mikroenkapsulasi, dengan mekanisme dari sistem matriks ganda, penyalutan molekul obat (film, campuran film), sistem pompa osmotik ganda, dan tablet mikrokapsul. 3) Mucoadhesive System Daya lekat epitel digunakan dalam pengembangan GRDDS melalui penggunaan polimer bio/mucoadhesive. Perlekatan sistem penghantaran pada dinding lambung meningkatkan waktu tinggalnya terutama di tempat aksi

3.4 Faktor yang Mempengaruhi Sedian Susteined Release Faktor-faktor yang mempengaruhi LDA 1.

Faktor fisikokimia

a.

Faktor fisika a. Ukuran partikel :Penurunan ukuran partikel dapat mempengaruhi laju absorbsi dan kelarutannya. b. Bentuk kristal dan amorf : bentuk kristal umumnya lebih sukar larut dari pada bentuk amorfnya

30

c. Solvat dan hidrat : selama kristalisasi molekul air dan pelarut dapat berikatan kuat dengan zat aktifnya menghasilkan solfat , bila pelarut air terbentuk hidrat. b. Faktor kimia a. Pengaruh pembentukan garam : untuk mengubah senyawa asam dan basa yang sukar larut dalam air sehingga mempengaruhi laju kelarutannya b. Pengaruh pembentukan ester : menghambat atau memperpanjang aksi zat aktif

2. Faktor fisiologi a. Permukaan penyerapnya Lambung tidak mempunyai permukaan penyerap yang berarti dibandingkan dengan usus halus. Namun mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan peroral dan tergantung pada keadaan, lama kontak menentukan terjadinya penyerapan pasfi dari zat aktif lipofil dan bentuk tak terionkan pada PH lambung yang asam.Penyerapan pasif dapat terjadi pada usus halus secara kuat pada daerah tertentu tanpa mengabaikan peranan PH yang akan mengionisasi zat aktif atau menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya terjadi pada daerah tertentu. Suatu alkaloida yang larut dan terionkan dalam cairan lambung,secara teori kurang diserap. Bila PH menjadi netral atau alkali, bentuk basanya akan mengendap pada PH 5,5. Bentuk basa tersebut kadang-kadang sangat tidak larut untuk dapat diserap dalam jumlah yang cukup. Oleh sebab itu harus dirancang suatu sediaan dengan pelepasan dan pelarutan zat aktif yang cepat. b. Umur Saluran cerna pada bayi yang baru lahir bersifat sangat permeabel dibandingkan bayi yang berumur beberapa bulan .Pada bayi dan anak-anak, sebagian sisttem enzimatik belum berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu yang disebabkan tidak sempurnyanya proses detiksifikasi metabolik, atau karena penyerapan yang tidak sempurna dan karena gangguan saluran cerna. c. Sifat membran biologik Sifat membran biologik sel-sel penyerap pada mukosa pencernaan akan mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama lipida memungkinkan terjadinya difusi

31

pasif zat aktif dengan sifat lipofil tertentu dari bentuk yang terinkan di lambung dan terutama di usus besar. 3. Faktor Patologi Faktor penghambat dan penurunan efek obat : 1.

Gangguan penyerapan di saluran cerna, karena adanya perubahan transit getah lambung dan keadaan mukosa usus.

2.

Penurunan absorbsi parenteral karena penurunan laju aliran darah

3.

Peningkatan eliminasi zat aktif melalui ginjal , karena alkalosis atau asidosis.

Faktor penghambat dan peningkat efek obat : 1.

Peningkatan penyerapan karena terjadi kerusakan membranpada tempat kontak

2.

Insufisiensi hati

3.

Insufisiensi ginjal

4.

Gangguan

pada

sistem

endokrin

berakibat

pada

penekanan

laju

reaksi

biotransformasi

Fase farmakokinetik ini merupakan slah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan yang selanjutnya menentukan aktivitas terapetik obat. Secara skematis perjalanan obat dalam tubuh terdiri dari empat tahap yaitu : Absorpsi (Penyerapan), Distribusi (Penyebaran), Metabolisme dan Ekskresi (Pengeluaran) yang keseluruhannya membentuk sistem yang lebih dikenal dengan singkatan A.D.M.E. a. Absorpsi (Penyerapan) Absorpsi atau penyerapan suatu zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik. Penyerapan ini hanya dapat terjadi bila molekul zat aktif berada dalam bentuk terlarut. b. Distribusi (Penyebaran) Setelah molekul zat aktif masuk ke dalam peredaran darah, maka selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh, sama halnya dengan molekul lain dalam fase aquous mampu menyaring secara ultra dan melewati sawar membran. Dalam penyebarannya, secara kualitatif dan kuantitatif sifat fisiko-kimia zat aktif sangat menentukan afinitasnya,

32

sedangkan peredaran darah yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh menunjukkan jalur penyebarannya. Tahap ini merupakan ciri khusus dari suatu zat aktif yang masuk ke dalam tubuh pada kondisi tertentu. Tahap penyebaran ini sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta keadaan fisio-patologi subjeknya, di samping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya, kecuali interaksi dengan zat aktif lain atau perubahan proses diatas, maka semua pengaruh yang mengubah aktivitas terapik dapat berpengaruh pada tahap penyebaran. Seperti pada setiap tahap sistem A.D.M.E. maka tahap penyebaran zt aktif merupakan fenomena dinamik yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif (kecuali jika terjadi proses keseimbangan semu akibat pemberian obat terus menerus). Pengertian akumulasi atau penimbunan, terutama penimbunan bahan toksik harus dijajagi dari sudut pandang dinamik, maksudnya melihat perbedaan antara kecepatan masuk dan kecepatan keluar. Sebenarnya penimbunan bahan toksik merupakan efek racun atau hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya laju pengeluaran dibandingkan laju penyerapan. Pengertian keadaan tunak atau keadaan seimbang dalam farmakokinetik, berarti laju penyerapan sama dengan laju peniadaan. c. Metabolisme dan Ekskresi (Pengeluaran) Adanya molekul asing di dalam tubuh akan memaksa organ tubuh agar melenyapkan molekul asing tersebut. Pengeluaran molekul zat aktif yang tidak berubah merupakan proses peniadaan melalui jalan keluar tubuh yaitu melalui saluran seperti halnya molekul endogen. Ginjal dan air kemih merupakan sistem pengeluaran yang klasik, tetapi harus diingat peranan pengeluaran dengan feses (baik secara langsung atau melalui empedu), juga jangan dilupakan peranan khusus paru, kulit (keringat dan penggantian kulit) serta peranan kelenjar susu dan air susu. Detoksifikasi metabolik, yaitu perubahanhayati zat aktif dengan proses enzimatik dri zat aktif yang selanjutnya dikeluarkan, merupakan proses peniadaan global. Metabolisme terjadi secara kimiawi dan kinetik metabolisme dan kinetik pengeluarannya merupakan kinetik peniadaan. Saat ini, teknologi pembuatan obat semakin berkembang, berbagai macam bentuk sediaan sudah dapat dibuat. Secara garis besar, cara pemberian obat dapat dikelompokan menjadi dua 33

kelompok,

yaitu

secara

ekstravaskuler

dan

intravaskuler.

Pada

pemberian

obat

secaraekstravaskulerr, obat akan mengalami prose absorpsi terlebih dulu untuk masuk kesirkulasi darah. Proses ini terjadi pada pemberian melalui oral, sublingual, rektal, injeksi intramuskular, intrakutan dan lain-lain. Pada pemberian intramuskular, obat langsung dimasukkan dalam sistem peredaran darah,seperti pada cara pemberian intraven, intrarteri dan infus. Oleh karena ini, semua obat yang diberikan secara ekstravaskuler dalam bentuk sediaan apapun, harus dilepaskan dari bentuk sediaannya dan harus berada dalam bentuk terlarut untuk bisa masuk ke sirkulasi darah. Proses yang dialami oleh obat mulai dari diberikan sampai pada bentuk terlarut dan diabsopsi dikenal dengan fase biofarmasi. Obat dalam sirkulasi darah akan didistribusikan ke seluruh tubuh serta mengalami proses metabolisme dan ekskresi. Proses distribusi, metabolisme, dan ekskresi ini dikenal dengan fase disposisi atau fase penurunan kadar obat dalam darah. Semua proses yang dialami obat mulai fase biofarmasi dan fase disposisi dikenal dengan fase farmakokinetik berlangsung secara berkesinambungan. 3.5 Evaluasi Sediaan Obat Suteined Release Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmaseutik (Biopharmaceutic Classification System = BCS) dari zat aktif serta karakteristik disolusi dan profil disolusi dari produk obat. Jika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi berbeda kekuatan, dan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai mekanisme pelepasan obat yang sama, kekuatan yang lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan profil disolusi yang mirip, f2 > 50, dalam 3 pH yang berbeda (antara pH 1.2 dan 7.5) usan Farmasi dengan metode uji yang direkomendasi. Berlaku untuk produk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk produk obat oral lepas cepat seperti yang disebutkan di atas. a. zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas dalam usus yang tinggi (BCS kelas 1), serta : 

produk obat memiliki disolusi yang sangat cepat, atau ;



produk obat memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip dengan produk pembanding.

34

c. Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi tetapi permeabilitas dalam usus yang rendah (BCS kelas 3), serta : 

produk obat memiliki disolusi yang sangat cepat, dan;



produk obat tidak mengandung zat inaktif yang diketahui mengubah motilitas dan/atau permeabilitas saluran cerna.

d. Zat aktif memiliki permeabilitas dalam usus yang tinggi tetapi kelarutan dalam air yang rendah (kelarutan dalam air tinggi hanya pada 

pH 6.8; BCS kelas 2 asam lemah), serta :



produk obat memiliki disolusi yang cepat pada pH 6.8, dan ; produk obat memiliki profil disolusi yang mirip dengan produk pembanding (juga berlaku jika disolusi < 10% pada salah satu pH).

35

BAB IV KESIMPULAN

Sediaan obat lepas lambat (sustained release) merupakan sediaan obat dengan pelepasan obat yang diperlambat, sediaan terbuat dapat berupa sediaan yang diberikan secara oral, parenteral, rektal dan lain-lain. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya selama periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam. Umunya perjalanan obat peroral merupakan cara pemberian yang paling alamah untuk semua bahan yan akan diserap oleh tubuh, kerena rungsi alat cerna adalah menyerap sebagian besar bahan-bahan yang diperlukan untuk kehidupan. Oleh karena itu, banyak obat yang dapat diberikan secara oral. 1. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Kebanyakan obat sustained relase atau lepas lambat mekanisme pelepasan obat menggunkan mucoadhesve system atau obat yang ditahan dilambung, sehingga organ yang berperan dalam pelepasan obat lepas lambat yaitu lambung. 2.

Obat yang diberikan secara ekstravaskular akan melewati proses absorpsi dari tempat pemberian menuju pembuluh darah terlebih dahulu baru kemudian didistribusikan oleh darah keseluruh tubuh. Oleh karena itu obat didistrbusikan keseluruh tubuh melui sirkulasi darah. Secara garis besar ada dua system sirkulasi darah yaitu sirkulasi darah besar (sirkulasi sistemik) dan sirkulasi darah pendek (sirkuasi pulmonal).

3. Proses pelarutan dan pelepasan obat dari sediaan lepas lambat ketika sediaan kontak dengan medium.medium masuk ke sediaan diikuti dengan pengembangan polimer yang digunakan dalam sediaan. Setelah itu, dapat berupa bentuk terlarut maupun masih dalam bentuk padat, jika masih dalam bentuk padat maka proses selanjutnya akan mengalami pelarutan setelah dilepas. Ada beberapa mekanisme pelepasan dari obat sediaan lepas terkendali, yaitu : Mekanisme pelepasan melalui difusi terkendali, Mekanisme pelepasan melalui disolusi 36

terkendali, Mekanisme pelepasan melalui disolusi dan difusi terkendali, Mekanisme pelepasan melalui resin penukar ion, dan Mekanisme pelepasan secara osmotik. Perjalanan obat sediaan tablet sustained release itu adalah dimana tablet sustained releas akan pecah (liberasi) secara perlahan dalam saluran cerna dalam waktu hanya 12 jam. Lalu zat aktif akan berdifusi kepermukaan dan terlarut dari bentuk sediaan hingga membentuk larutan obat yang akan berikatan dengan reseptor ditempat kerja. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan sedian suseined release yaitu sebagai berikut 1.

Faktor fisikokimia

a.

Faktor fisika

Ukuran partikel, Bentuk kristal dan amorf, Solvat dan hidrat. b. Faktor kimia Pengaruh pembentukan garam, dan Pengaruh pembentukan ester. 2. Faktor fisiologi Permukaan penyerapannya, Umur, dan Sifat membran biologic. 3.

Faktor Patologi

a. Faktor patologik Faktor penghambat dan penurunan efek obat : 1. Gangguan penyerapan di saluran cerna, karena adanya perubahan transit getah lambung dan keadaan mukosa usus. 2. Penurunan absorbsi parenteral karena penurunan laju aliran darah 3. Peningkatan eliminasi zat aktif melalui ginjal , karena alkalosis atau asidosis. Faktor penghambat dan peningkat efek obat : 1. Peningkatan penyerapan karena terjadi kerusakan membranpada tempat kontak 2. Insufisiensi hati 3. Insufisiensi ginjal 4. Gangguan pada sistem endokrin berakibat pada penekanan laju reaksi biotransformasi. 5. ……

37

5.

38

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim, F., Edisi IV, Jakarta, UI Press. Indrawati Teti, 2018. Perjalanan Obat Peroral dalam Tubuh. Jakarta: Salemba Medika Journal of Pharmacokinetik and Biopharmaceutica vol 1, no 1, 1973. Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley.2007. Histologi Dasar.Edisike-5. Tambayang J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology.EGC. Jakarta. Krowczynski, L. 1987. Extended-release dosage form. Florida : CRC Press Inc Price, Wilson. 2006. PatofisiologiVol 2; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta Robinson, J.R. 1976. Controlled drug delivery, fundamental and application. New York: Marcel Dekker Inc. Syarifuddin, 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawata Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Shargel.

Leon.,

Andrew

B.C.Yu:

Penerjemah:

Dr.

Fasich,

Apoteker.,

Drs.

Siti

Sjasmiah,Apoteker., 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi 2. Surabaya: Airlangga Universiti Press.

39

Related Documents

Makalah Biofarmasi (sr) Fix
February 2021 3
Makalah Cito Belum Fix
January 2021 1
Makalah Komkes Fix
February 2021 1
Makalah Rpk Jiwa Fix
January 2021 1

More Documents from "RendraKurniawan"

Makalah Biofarmasi (sr) Fix
February 2021 3
Kitab Kuno Asif
January 2021 1
Antropologi Perkotaan
January 2021 3
Ppt Lean Accounting
March 2021 0