Makalah Industri Pulp & Kertas

  • Uploaded by: Stephen Utomo
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Industri Pulp & Kertas as PDF for free.

More details

  • Words: 4,231
  • Pages: 26
Loading documents preview...
Industri Pulp dan Kertas oleh : Stephen Utomo

5203013017

Stephanie Novina Saputra

5203013005

Chintya Gunarto

5203013016

Muhammad Ridho Agus

5203013032

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014

Latar Belakang Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami dan mengandung selulosa serta hemiselulosa. Kertas dapat ditemukan dimana saja dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk menulis, mencetak, membungkus, dan berbagai kegunaan lainnya. Tebu merupakan tanaman yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gula. Selain itu, tebu juga dapat diolah menjadi minuman yang banyak digemari warga Indonesia. Namun, hanya sarinya saja yang digunakan sebagai bahan dari minuman yang telah disebutkan di atas. Batang tebu yang telah diambil sarinya (ampas tebu) dibuang begitu saja padahal dalam ampas tersebut masih banyak terdapat zat – zat yang dapat digunakan. Kandungan serat dalam ampas tebu adalah selulosa 46,4%, hemiselulosa 25,9%, dan lignin 23,6%. Oleh karena itu, dalam paper ini digunakan ampas tebu sebagai bahan baku pembuatan kertas karena kandungan selulosa dan hemiselulosa yang besar yang terdapat di dalamnya. Proses pembuatan pulp dari ampas tebu dalam paper ini menggunakan metode Kraft, karena metode ini lebih efisien, kontrol polusinya lebih mudah, dan biaya yang dikeluarkan sedikit. Tinjauan Pustaka A.

Definisi Kertas Kertas adalah kemasan yang pertama ditemukan sebelum plastik dan logam. Saat ini,

kemasan kertas masih banyak digunakan dan mampu bersaing dengan kemasan lain seperti plastik dan logam karena harganya yang murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya yang luas. Selain sebagai kemasan, kertas juga berfungsi sebagai media komunikator dan media cetak. Kelemahan kemasan kertas dalam mengemas bahan pangan adalah sifatnya yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan. Sifat-sifat kemasan kertas sangat tergantung pada proses pembuatan dan perlakuan tambahan pada proses pembuatannya. Kemasan kertas dibagi dua, yaitu -

Kemasan fleksibel Kemasan kaku. Jenis kemasan kertas yang dapat digunakan sebagai kemasan fleksibel adalah kertas kraft

dan kertas tahan lemak (grease proof). Glassin dan kertas lilin (waxed paper) merupakan kertas yang dibuat dari modifikasi kemasan kertas fleksibel. Sedangkan kemasan kertas yang kaku

terdapat dalam bentuk karton, kotak, drum, cawan - cawan yang tahan air, biasanya terbuat dari paper board, kertas laminasi, corrugated board, dan berbagai jenis board dari kertas khusus. Wadah kertas biasanya dibungkus lagi dengan bahan - bahan kemasan lain seperti plastik dan foil logam yang lebih bersifat protektif. Karakteristik kertas didasarkan pada berat atau ketebalannya. Berdasarkan berat maka kertas dapat dinyatakan dalam berat (lb)/3000 ft² atau yang disebut dengan rim. Di USA banyaknya rim standar untuk kertas kemasan adalah 500 lembar dengan ukuran 24 x 36 inchi (61 x 91.5 cm). Di Eropa, Jepang, dan negara - negara lainnya ukuran yang lebih umum adalah grammage (gr/m²). Gramatur untuk kertas kemasan berkisar antara 30 g /m² - 150 g/m², (18 lb / rim - 90 lb / rim), sedangkan untuk corrugated board berkisar antara 117 gr/m2 - 300 g/m² (72 lb/rim - 85 lb /rim) (Mimi Nurminah, 2002). II.2

Bagasse (Ampas Tebu) Bagasse (ampas tebu) merupakan limbah berserat yang diperoleh dari hasil samping proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oficinarum). Ampas ini sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa. Bagasse mengandung air 48-52%, gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagasse sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang tidak dapat larut dalam air. Menurut Lavarack et al. (2002), bagasse merupakan hasil samping proses pembuatan gula tebu (sugarcane) yang mengandung residu berupa serat, minimal 50% serat bagasse diperlukan sebagai bahan bakar boiler, sedangkan 50% sisanya hanya ditimbun sebagai buangan yang memiliki nilai ekonomi rendah. Penimbunan bagasse dalam kurun waktu tertentu akan menimbulkan permasalahan bagi pabrik. Bahan ini berpotensi mudah terbakar, mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang cukup luas untuk penyimpanannya. Potensi bagasse di Indonesia sangat melimpah khususnya di luar pulau jawa. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008, komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9%, blotong 3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%, tetes tebu (molasses) 4,5%, dan gula 7,05% serta abu 0,1%.

Besarnya jumlah baggase yang belum dimanfaatkan mendorong para peneliti untuk mengembangkan potensi bagasse agar memiliki nilai ekonomi. Berikut kandungan lignoselulosa pada bagasse (Howard, et al. 2003): Tabel 1. kandungan lignoselulosa pada bagasse Nama Bahan Selulosa

Jumlah (%) 33.4

Hemiselulosa

30

Lignin (sumber: Howard et al. 2003) II.2.I

18.9

Selulosa Selulosa adalah komponen utama pada dinding sel yang memiliki berat molekul yang tinggi dan berupa bahan kristalin. Selulosa merupakan bahan organik yang paling berlimpah di dunia karena merupakan bahan utama dari seluruh tebu dan tanaman yang lebih besar. Pertimbangan menjadikan selulosa sebagai bahan baku utama pada pembuatan kertas dan rayon adalah tersedia banyak di alam sehingga mudah dibudidayakan dan ditranportasikan, memiliki kekuatan yang besar karena berbentuk serat, bersifat hidrofilik namun tidak larut dalam air dan pelarut netral lainnya, sehingga mudah pada saat pemanfaatannya dan tahan serta stabil terhadap bahan kimia, terutama asam dan alkali, sehingga dengan proses kimia akan menghasilkan kemurnian yang baik. Isolasi selulosa dari bahan induknya, ampas tebu, secara industri dikenal dengan nama pulping. Proses ini mengharapkan hasil berupa pulp yang mengandung selulosa sebanyak-banyaknya, yang paling murni adalah 99,8 %. Studi tentang selulosa dimulai pada tahun 1838 oleh Payen. Studi ini menunjukkan analisa dasar bahwa jaringan- jaringan pada tanaman terdiri dari komponen utama yang memiliki 44,4 % karbon, 6,2 % hidrogen dan 49,3 % oksigen. Rumus empiris selulosa dari studi ini adalah C6H10O5. Berat molekul dari selulosa tidak dapat diperkirakan secara langsung, walaupun pada awalnya Payen mengatakan bahwa berat molekul selulosa adalah 162. Setelah tahun 1930, terbukti bahwa seelulosa adalah polimer dengan banyak sekali pengulangan

monomernya. Seperti polimer lainnya selulosa terdiri dari campuran molekul yang memiliki perbedaan mendasar dalam ukuran. Derajat Polimerisasi adalah jumlah pengulangan unit yang ada pada sampel dimana tiap unit pengulangan memiliki berat molekul yang sama. Perkalian dari derajat polimerisasi terhadap berat molekul unit, hampir dapat kita katakan , sebagai berat molekul polimer. Derajat polimerisasi dari selulosa dapat mencapai 10.000 ( FAPET ). Struktur umum dari selulosa seperti ditunjukkan pada gambar 2.7.

II.2.II

Hemiselulosa Polisakarida pada ampas tebu dapat mencapai 60% hingga 80 % berat yang

merupakan komponen karbohidrat dengan berat molekul besar. Komponen ini dapat menghasilkan gula sederhana seperti glukosa, manosa, dan xylosa melalui hidrolisis menggunakan asam encer. Komponen utama dari polisakarida adalah selulosa, sisanya berupa komponen berantai lebih pendek adalah hemiselulosa, yang keduanya bila digabungkan menjadi holoselulosa. Jika holoselulosa mengalami perlakuan pada temperatur ruangan dengan larutan alkali misalnya ( 17,5 % natrium hidroksida), sekitar 15 – 30 % dari berat ampas tebu akan terlarut. Bahan yang terlarut dalam alkali ini disebut sebagai fraksi non selulosa dari polisakarida ampas tebu yaitu hemiselulosa. Sedangkan bagian yang tahan terhadap alkali pada temperatur ruangan disebut sebagai selulosa. Komponen pembentuk hemiselulosa tergantung jenis tanaman, namun untuk mempermudah digeneralisasikan sebagai soft and hard. Pada hard komponen utama

pembentuk hemiselulosa adalah 4-O-Methylglucuronoxylan. Sedangkan untuk yang Soft komponen utama yang membentuknya adalah Galactoglucomannan dan 4-OMethylglucurono-arabinoxylan (Araboxylan). Struktur molekul dari bahan-bahan tersebut diatas, diperlihatkan pada gambar 2.6.

Pengaruh dari reagen untuk proses pembuatan pulp pada hemiselulosa bukan hanya terhadap yieldnya saja, namun juga proses lanjutan pada pembuatan kertas. Reagen tersebut juga berpengaruh besar pada jumlah hemiselulosa yang terbawa , tipe, struktur, serta derajat polimerisasi. Hemiselulosa mudah sekali menyerap dan mengembang dalam air, hal tersebut terjadi karena umumnya hemiselulosa kurang bersifat kristalin, berat molekul yang rendah dibandingkan lignin dan selulosa, ketidakteraturannya, dan

molekulnya yang bercabang. Hemiselulosa mengakibatkan kontak antar serat meningkat pada proses pembuatan kertas, sehingga kekuatan ikatan akan meningkat dengan adanya hemiselulosa, walaupun bila terlalu banyak akan merusak. Hemiselulosa juga sangat berguna untuk menjadi bahan pembuat furfural, karena fraksi pentosan dapat dikonversi dan didestilasi dengan mineral kuat menghasilkan furfural. Pada larutan sulfit yang mengandung hemiselulosa, dapat dijadikan tempat pembiakan ragi yang dikonsumsi untuk suplemen diet dan makanan ternak. Sedangkan di negara kanada dan negara-negara eropa telah dikembangkan metode yang sangat menguntungkan untuk membuat etanol dengan kemurnian 95 % dari hemiselulosa yang terlarut pada larutan sulfit. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengolahan pulp untuk menghilangkan hemiselulosa tergantung pada kebutuhan pulp tersebut pada industri selanjutnya. Pada proses pembuatan pulp dengan metode sulfit terjadi tingkat keasaman yang tinggi karena tingkat keasaman yang tinggi itu terjadi pemotongan rantai kelompok acetyl dan arabinofuranose dari jenis rantai xylan, dan meninggalkan Methylglucuronoxylan sebagai residunya. II.2.III

Lignin Lignin dapat dikatakan sebagai substansi yang paling kompleks di alam, terdapat di ampas tebu sekitar 20 – 35 % berat dan terdiri dari fraksi non - karbohidrat. Pada ampas tebu, jaringan lignin terkonsentrasi antara lapisan serat dan di luar lapisan serat. Hal ini menyebabkan bervariasinya kadar kekuatan amaps tebu dalam hal pengerasan dan pengikatan serat-serat. Lignin termasuk ke dalam bagian non-kristalin dan merupakan termoplastik di alam. Lignin amat sulit untuk dipisahkan dari struktur ampas tebu kecuali dengan melakukan degradasi strukturnya. Pada dasarnya lignin adalah polimer aromatik yang terdiri dari zat-zat heterogen. Sistemnya terlihat benar-benar amorphous dan mungkin terikat secara kimia dengan hemiselulosa. Walaupun lignin hampir dapat ditemukan dalam semua tanaman hidup, namun komposisinya tidak identik sama sekali dan secara garis besar komposisi lignin pada hard dan soft berbeda dalam struktur dasarnya. Gambar 2.8

memperlihatkan

struktur

kompleks

dari

lignin.

Holtzapple

(

2003

),

mengklasifikasikan lignin pada komponen pembentuknya, yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu trans-Coniferyl alkohol, trans-Sinapyl alcohol, dan trans-pCoumaryl alkohol. Monomer-monomer dari komponen pembentuk lignin terlihat pada Gambar 2.9. Konsentrasi masing-masing komponen pembentuk lignin, berbeda untuk tiap jenis tumbuhan, namun menurut Holtzapple ( 2003 ), perbedaan tersebut dapat diminimalisasi dengan mengelompokkan kayu menjadi dua, yaitu soft dan hard. Pada hard, komponen yang paling banyak adalah trans –Coniferyl alcohol dan trans-Sinapyl alcohol, sedangkan pada soft, 90 % pembentuknya adalah trans-Coniferyl alcohol.

Lokasi lignin pada tumbuhan biasanya terdapat diantara elemen-elemen serat, sekitar 70 %-nya, dan pada dinding primer ampas tebu. Studi tenttang pembentukkan lignin pada tanaman sangat berguna untuk menentukan kemungkinan dari struktur lignin, walaupun penelitian ini beleum menghasilkan kesimpulan.

Lignin

tidak

dapat di-isolasi dari kayu tanpa mendegradasikan strukturnya, hal tersebut dikarenakan jaringannya berupa ikatan kimia yang sangat kuat dari polimer berberat molekul tinggi. Cara paling sederhana untuk melepaskan lignin dari ampas tebu adalah pertama dengan meng-ekstraksi ampas tebu dengan air dingin lalu eter dan etanol yang diikuti dengan pengendapan etanol dan lignin terlarut dalam eter. Namun cara tadi hanya merepresentasikan lignin sekitar 10 %-nya saja, dan dikenal sebagai Brauns Native Lignin. Beberapa metode lain yang digunakan untuk mengisolasi lignin ”pertama” adalah dengan cara melarutkan serta memurnikannya secara kimia. Cara melarutkan tersebut antara lain dengan Shulponation dan Hidrolisis dengan larutan bisulfit atau sulfite, ektraksi pelarut yang di-asamkan (alkohol, dioxan, dan phenol ), serta ektraksi larutan alkali, dengan atau tanpa ion sulfide. Tentu saja beberapa jenis proses pembuatan pulp secara umum digunakan untuk melarutkan lignin dalam rangka membebaskan dan membersihkan lignin dari serat selulosa, dibandingkan untuk keperluan riset. Berat molekul lignin terisolasi berkisar antara 1000 hingga 12000, tergantung pada degradasi kimia dan kondensasi selama isolasi lignin. Derajat polimerisasi monomer pembentuk lignin juga berpengaruh pada berat molekul lignin. Holtzapple ( 2003 ) mengatakan bahwa secara umum sub-unit pada soft memiliki berat molekul sebesar 184 dengan formula diperkirakan C9H7,95O0,92 (OCH3)0,92, dengan derajat polimerisasi sekitar 50 hingga 60. Sedangkan untuk hard, dengan perkiraan formula C 9H7,49O2,53(OCH3)1,93, memiliki berat molekul sub-unit sebesar 200 dan derajat polimerisasi sebesar 25 hingga 30.

Berdasarkan kepada penelitian dengan menggunakan sinar-x terhadap lignin, dihasilkan beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah lignin bersifat non-kristalin, dalam kayu berlaku seperti gel dalam pipa kapiler dan dapat digembungkan, memiliki kemampuan untuk menyerap bahan kimia gas dan liquid, serta memiliki luas permukaan sekitar 180 m2/gr. Karena berbentuk amorph, maka lignin tidak memiliki titik didih, namun lignin melembut pada temperatur 70-110oC. Pentingnya reaksi berwarna dari lignin biasanya diabaikan, padahal lignin berpengaruh secara signifikan pada pengotoran kertas berbahan dasar ampas tebu, warna pulp, proses bleaching pada saat klorinasi dan ekstraksi alkalin, pengotor pada saat pembiasan pulp dan kertas yang disebabkan oleh cuaca. Lignin di alam berwarna putih atau cokelat muda, namun biasanya menghasilkan warna karena reaksi kondensasi, warna tersebut diperkuat oleh oksidasi dan kehadiran besi. Warna kekuningan pada kertas karena penyimpanan terjadi karena oksidasi dari grup fenol pada lignin.

II.3.

Proses Pembuatan Pulp Pada dasarnya, proses pembuatan pulp adalah proses pemisahan serat selulosa

dari pengotor-pengotor yang terdapat pada bahan baku. Proses tersebut lalu diikuti dengan pengubahan bentuk bulk menjadi serat kecil yang terpisah. Proses pemasakan pulp merupakan proses pengubahan bahan baku menjadi bentuk serat, serta pelepasan ikatan selulosa sebagai bahan yang diinginkan dari bahan pengotor lain seperti lignin, silika, ash, dan lain-lain. Pada proses pemasakan digunakan bahan kimia tertentu yang berlangsung pada tekanan, temperatur dan komposisi tertentu dalam sebuah reaktor yang dikenal dengan nama Digester. Sedangkan untuk proses pemurnian terdiri dari proses bleaching ( pemutihan ) dan penambahan zat adiktif sesuai dengan karakteristik pulp yang diinginkan konsumen. Secara umum proses pembuatan pulp dibagi menjadi tiga jenis yaitu mekanis, semikimia dan kimia. Setiap proses memiliki karakteristik tersendiri dalam hal yield,

tenaga yang dibutuhkan ( terutama untuk proses mekanik ) dan beban bagi pengolahan limbah ( effluent ). II.3.I

Proses Mekanis

Proses ini merupakan proses yang paling sederhana dibandingkan dua proses lainnya. Pada proses ini digunakan sejumlah tenaga mekanis untuk menghancurkan bahan baku yang mengandung selulosa untuk mendapatkan serat. Beberapa jenis proses mekanis yang paling umum adalah Stone Ground Wood , Refiner mechanical Pulp ( RMP ), dan Thermo Mechanical Pulp ( TMP ). Pada proses Stone Ground Wood, pulp dibuat dengan menggunakan gerinda. Prinsip pembuatan pulp dengan metode ini adalah menekan bahan baku pada permukaan kasar dan abrasif dari suatu gerindra yang terbuat dari batu. Sejumlah air digunakan dalam operasi ini. Air tersebut berfungsi untuk mrndinginkan, membersihkan dan melumasi permukaan batu gerindra serta membawa pulp yang terbentuk. Permukaan gerindra yang kasar dan abrasif dilapisi oleh AL2O3 atau silikon karbida yang tebalnya 7 cm. Kekerasan permukaan gerindra yang digunakan mempengaruhi pulp yang dihasilkan. Pulp yang dihasilkan dari proses ini dipakai sebagai bahan baku pembuatan kertas cetak, karton, dan kertas khusus. Proses RMP sejenis dengan proses gerindra, namun ada perbedaan yaitu gerindra digantikan oleh sebuah refiner, yang fungsinya sama dengan gerindra yaitu menghancurkan kayu. Proses RMP ini menggunakan uap panas untuk memanaskan bahan baku sebelum dihancurkan. Hasil yang diperoleh dari proses ini memilik warna yang lebih suram dan kotor dibandingkan dengan proses gerindra. Proses Thermo Mechanical Pulp ( TMP ) merupakan modifikasi proses RMP, pada proses ini dilakukan pengontrolan temperatur yang lebih intensif selama proses pemanasan bahan baku. Pulp yag dihasilkan lebih kuat dan panjang dibandingkan proses RMP dan gerindra. II.3.II

Proses Semi – kimia

Proses semi – kimia pada umumnya digunakan oleh industri yang tidak terlalu membutuhkan derajat keputihan yang tinggi pada produk seratnya. Proses ini, sesuai dengan namanya, merupakan gabungan proses mekanis dan kimia, dimana bahan kimia yang digunakan tidak terlalu banyak dan tenaga mekanis yang digunakan juga tidak

sebesar proses mekanis. Dalam prosesnya terdapat pengerjaan yang hanya dilakukan secara mekanis tanpa bantuan zat kimia. Proses yang termasuk kedalam proses semi-kimia yang umu adalah Neutral Sulfite Semi Chemical ( NSSC ) dan High Yield Kraft. Pada proses NSSC, serpihan ampas tebu dimasak dengan larutan natrium sulfit yang mengandung sedikit bahan kimia yang bersifat alkalis. Bahan kimia tersebut antara lain natrium – karbonat, bikarbonat atau hidroksida. Serpihan yang sudah dimasak kemudian diolah secara mekanis dengan menggunakan disk refiner. Pada proses NSSC hampir setengah dari lignin yang terdapat pada bahan baku ampas tebu dihilangkan, yaitu sekitar 40 %. Kekurangan dari proses NSSC adalah dalam hal ekonomi, karena proses ini membutuhkan bahan kimia yang relatif banyak. Proses High Yield Kraft disebut juga sebagai proses Bisulfit, karena proses ini menggunakan bisulfit sebagai bahan kimia yang mengandung magnesium atau natrium sebagai dasar, ada juga beberapa yang menggunakan amonium. Proses ini banyak dipakai pada industri kertas koran dan karton. Pemasakan dengan bisulfit lebih cepat dari pada NSSC namun, kekuatannya rendah. Pembuatan dengan bahan kimia dasar mengandung magnesium menghasilkan kualitas pulp yang hampir menyerupai NSSC, dengan cara menaikkan perbandingan magnesium terhadap sulfur oksida. II.3.III

Proses Kimia

Proses kimia merupakan proses yang paling banyak digunakan oleh industri pulp dewasa ini. Sesuai dengan namanya, seluruh proses pembuatan pulp mulai dari pemutusan ikatan lignoselulosa pada chips kayu hingga pencucian, menggunakan zat kimia. Beberapa proses yang termasuk dalam proses kimia secara umum adalah proses sulfat, sulfit, dan soda. Prinsip dari teknologi proses sulfat adalah hidrolisis yaitu lignin yang terdapat pada bahan baku dan berikatan dengan selulosa di-hidrolisis sehingga ikatannya terputus dan membentuk alkohol, asam, dan sedikit merkaptan. Reaksi umum yang terjadi :

Dalam pemasakan ampas tebu proses sulfat, dipergunakan larutan pemasak alkalis yang disebut White liquor. Pemasakan berlangsung pada temperatur 160 – 180 oC selama 2 – 5 jam pada tekanan 660 – 925 kPa dimana sebagian besar lignin akan terlarut dan terlepas dari serat. Pada proses sulfat ini dihasilkan pulp dengan kandungan lignin sekitar 3 % dan tingkat keputihan (brightness) dari pulp setelah melewati unit bleaching adalah 89 %. Proses Sulfit menggunakan cairan pemasak yang disiapkan dari pembakaran gas sulfur yang menghasilkan SO2. Reaksi pembakaran sulfur seperti berikut :

Kemudian gas SO2 yang terbentuk dilewatkan pada sebuah menara absorber. Biasanya pada industri – industri yang baru, digunakan NH 4OH, Mg(OH)2 atau Na2CO3 sebagai zat absorber. Reaksi yang terjadi adalah :

Pemasakan berlangsung pada temperatur 125 – 160oC selama 6 – 12 jam pada tekanan 620 – 755 kPa. Hasil dari proses sulfit ini biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuat kertas tisu, pembungkus roti, kertas buku, dan lain lain. Proses soda pada umumnya sama dengan proses sulfat, perbedaannya terjadi pada penggunaan Na2SO4. Pada proses ini, selain digunakan NaOH dan Na 2CO3, juga digunakan Na2SO4 pada larutan pemasaknya. Buangan limbah dari proses ini cenderung

lebih ramah lingkungan karena tidak mengandung belerang. Hal ini disebabkan karena pada larutan pemasak terdapat banyak jenis garam. Sifat Fisik dan Kimia Pulp Wujud: Padat Spesific Gravity : 1,6 g/cm3 Kapasitas panas : 0,32 cal/goC (Manurung, 2011) Na2CO3 Wujud: Serbuk padat Berat Molekul: 105.99 g/mol Titik Leleh: 851°C (Sciencelab, Inc., 2013)

NaOH Wujud

: Padat

Berat Molekul

: 40 gram/mol

Titik Leleh

: 318°C

Titik Didih

: 1390°C (Sciencelab, Inc., 2013)

Na2S Wujud

: Padat

Berat Molekul

: 240.18 g/mol

Titik Leleh

: 1180°C

Specific Gravity

: 1.86 (Sciencelab, Inc., 2013)

Diagram Proses

Pulp Chipping

Screening

Digesting

Storing

Washing

Bleaching

Purification

Cleaning

Storing

Pre-Treating

Screening

Kertas Storing

Packaging

Forming

Rewinding

Pressing

Paper Rolling

Pre-Drying

Coating

Calendaring

After Drying

Uraian Proses Proses Pembuatan Pulp Pada pembuatan pulp, proses pertama adalah chipping, yaitu proses pengecilan ukuran ampas tebu menjadi lebih kecil atau hampir menyerupai serbuk. Setelah itu, ampas tebu yang sudah menjadi serbuk masuk ke proses screening. Screening di sini bertujuan agar serbuk ampas

tebu yang dihasilkan seragam dan untuk memisahkan pengotor yang lain. Kemudian ampas tebu masuk ke tempat penyimpanan, sebelum dilakukan pretreatment untuk menghilangkan udara. Setelah pretreatment, ampas tebu masuk ke tank digester. Dalam digester terjadi 4 proses, yang pertama adalah impregnasi pada suhu 80oC. Impregnasi yaitu proses masuknya cairan pemasak ke dalam chip (serbuk ampas tebu). Cairan pemasak di sini adalah white liquor yang terdiri dari NaOH dan Na2S. Proses yang kedua adalah heating zone pada suhu 100oC. Setelah itu, proses selanjutnya adalah cooking zone pada suhu 170oC. Dalam proses ini terjadi difusi komponen white liquor ke dalam chip. Selain itu, terjadi juga reaksi kimia dengan lignin. Sehingga, lignin dapat diuraikan dan didapatlah serat selulosa dari serbuk ampas tebu tersebut berupa buburan pulp. Sesudah itu, buburan pulp dicuci dengan air. Kemudian, buburan pulp dan air dipisahkan dengan sentrifugal cleaning. Buburan pulp yang sudah tidak mengandung air kemudian masuk ke proses bleaching. Bleaching merupakan proses pemutihan buburan pulp tersebut, sehingga didapatkan buburan pulp yang berwarna putih. Setelah itu, buburan pulp yang sudah menjadi putih masuk ke proses purification, yaitu proses pencucian dengan menggunakan air.

Chipping Hammer Mill digunakan karena hasil yang didapatkan memiliki diameter partikel yang kecil, sehingga bahan yang masuk ke digester memiliki diameter yang halus, dan tidak menyumbat alat.

Hammer Mill Screening

Vibrating Screen digunakan karena screening hanya bertujuan untuk menyeleksi ukuran ampas tebu yang telah dihancurkan, tanpa perlakuan khusus. Vibrating Screen yang digunakan berukuran 5 mesh.

Vibrating Screen Storing Penyimpanan ampas tebu yang berukuran 5 mesh menggunakan tangki

Tangki

Pre – Treating Vaccum pump digunakan untuk menghilangkan udara dalam ampas tebu yang telah dikecilkan ukurannya

Vaccum Pump Digesting

Digester yang digunakan adalah continuous digester karena continuous digester cenderung lebih efisien dalam hal ruang, lebih mudah untuk mengontrol dan memberikan hasil yang lebih baik, serta menghemat bahan kimia dan energi.

Continuous Digester

Storing Ampas tebu yang telah menjadi pulp disimpan dalam tangki

Tangki Washing

Pulp dalam tangki kemudian dicuci dengan Drum Displacer Washer. Drum Displacer Washer digunakan karena hasil pencucian yang dihasilkan sangat baik. Pencucian baik dikarenakan pencucian dilakukan berberapa kali. Jumlah pencucian tergantung jumlah drum yang terpasang.

Drum Displacer Washer Screening Johnson Screen digunakan karena bentukknya yang berbentuk pipa sehingga pulp hasil pencucian dapat langsung di screen lagi dan dialirkan.

Johnson Screen Cleaning Pencucian pulp dilakukan menggunakan High Density Cleaner, High Density Cleaner menggunakan perbedaan massa jenis, sehingga pulp akan terpisah dari pengotor yang massa jenisnya lebih besar

High Density Cleaner

Bleaching Proses Bleaching menggunakan Compact Bleaching Tower, Proses bleaching membutuhkan tekanan yang lebih kecil karena memiliki diffuser yang membantu pulp untuk menuju washer di bagian atas tower.

Compact Bleaching Tower Purification Pulp yang telah di bleaching kemudian dicuci dengan Drum Displacer Washer untuk proses pemurnian. Drum Displacer Washer digunakan karena hasil pencucian yang dihasilkan sangat baik. Pencucian baik dikarenakan pencucian dilakukan berberapa kali. Jumlah pencucian tergantung jumlah drum yang terpasang.

Drum Displacer Washer Proses Pembuatan Kertas Pulp yang telah diproses dibawa dalam head box. Pada headbox, terdapat slicer yang berfungsi mempermudah masuknya pulp menuju wire dengan membentuk gumpalan pulp

menjadi slice pulp. Kemudian pulp yang telah terbentuk slice tersebut di anyam menggunakan wire untuk dijadikan lembaran kertas namun masih memiliki kandungan air yang tinggi. Setelah itu, lembaran kertas yang masih banyak mengandung air dibawa ke presser untuk dipress sehingga mengurangi kadar air yang masih terdapat dalam lembaran kertas. Tujuan lain dilakukannya pressing ini untuk membuat permukaan kertas menjadi lebih halus. Lembaran kertas selanjutnya mengalami proses pre-drying dan coating dengan menambahkan sizing agent berupa tepung tapioka. Tujuan ditambahkan tepung tapioka adalah untuk meningkatkan ketahanan kertas. Setelah coating, lembaran kertas kembali dikeringkan menggunakan dryer kemudian kertas ditingkatkan kualitasnya (thickness & smoothness) menggunakan alat calendar. Pada proses akhir, kertas digulung menggunakan roll paper kemudian dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Kertas pun siap untuk dikemas dan masuk dalam pasaran. Storing Pada proses storing digunakan Head Box. Fungsi dari Head Box adalah menerima stock yang dikirim dari cleaner dan screen melalui fan pump. Kemudian alat ini akan menyemburkan buburan pulp sampai selebar mesin kertas dan mengirim ke slice dengan kecepatan sesuai dengan kecepatan mesin pada konsistensi kertas yang seragam. Slice merupakan bagian dari head box yang berguna untuk mengatur aliran buburan pulp yang keluar dari slice agar mendekati dengan kecepatan wire.

Head Box Forming Alat yang digunakan adalah Wire. Wire akan menganyam buburan pulp menjadi lembaran kertas, tapi kadar airnya masih tinggi. Air akan jatuh secara gravitasi. Untuk mempercepat pengurangan air digunakan vacuum foil dan suction box dengan menghisap air dalam lembaran kertas hingga kadar air mencapai 20-25%. Pada wire ini juga terdapat

shower yang berguna untuk memotong lembaran kertas sesuai dengan lebar roll paper pada wire dan sekaligus sebagai pencuci roll.

Wire Pressing Alat yang digunakan adalah roll press dan vacuum pump. Alat ini bekerja dengan menghisap air menggunakan vacuum pump dan mengepres lembaran kertas dengan mengapitnya di sela-sela roll press. Tujuannya adalah mengurangi kadar air pada kertas dan membuat permukaan kertas lebih halus dan padat sesuai gramature yang diharapkan.

Roll Press Pre-Drying Alat yang digunakan dalam proses ini adalah dryer cylinder. Dryer cylinder berguna untuk mengeringkan kertas dari press part dengan cara penguapan sampai kadar air berkisar 6%. Alat ini berupa silinder berputar yang di dalamnya dipanaskan dengan steam pada suhu 110oC pada tekanan 3,6 bar. Prinsip kerja alat ini adalah lembaran kertas dari press part akan menyelimuti silinder pengering dan silinder tersebut akan menguapkan air di dalam lembaran kertas. Uap air yang terbentuk akan dihisap oleh blower exhaust fan.

Dryer Cylinder Coating Pada proses coating digunakan alat size press. Alat ini berguna untuk menambahkan bahan sizing pada kertas berupa tepung tapioka. Tujuannya adalah agar kertas mempunyai ketahanan terhadap penetrasi tinta ke dalam kertas, tidak mudah menyerap tinta jika dipakai menulis (bleeding), lebih tahan lama, lebih putih dan tidak berpori. Proses ini biasa disebut coating. Pada proses ini juga ditambahkan enzim selulase dan amilase yang berguna untuk mendegradasi tapioka agar lebih lembut sehingga pemberian tapioka menjadi lebih merata.

Size Press After Drying Alat yang digunakan pada proses after drying sama seperti proses pre – drying yaitu dryer cylinder. Perbedaan alat pada proses ini dan pada proses pre-dryer, hanya pada tahap ini sudah melalui tahap peng-coating-an. Fungsi alat ini adalah untuk membuat moisture content setelah ada penambahan air di sizing press berupa air tapioka di dalam kertas mencapai 5%. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan memanfaatkan steam yang dimasukkan ke dalam silinder pengering.

Dryer Cylinder Calendering Pada proses calendering digunakan calender pit. Alat ini berguna untuk memadatkan kertas sehingga memberikan hasil kertas yang memiliki smoothness dan thickness yang baik. Alat ini bekerja dengan menekan dan menggesekkan lembaran kertas pada kedua sisi calender roll.

Calender Pit Rolling Pada proses ini digunakan roll wide. Roll wide bekerja dengan cara mel Fungsi dari alat ini adalah menggulung kertas menjadi roll paper

Roll Wide Rewinding Fungsi dari alat ini adalah memotong dan menggulung kertas kembali sesuai dengan ukuran yang ditentukan.

Rewinding ALAT UTAMA Digester

Pada alat utama, kemungkinan terjadinya korosi adalah jenis Alkaline Environment Corrosion. Jenis korosi ini disebabkan oleh adanya alkali kuat seperti NaOH yang bereaksi dengan bahan konstruksi tangki, yaitu Nikel. Nikel dipilih karena dapat mengatasi semua larutan basa kuat. Cara pencegahan agar tidak terjadi korosi adalah dengan coating menggunakan kromium.

Related Documents


More Documents from "Abdul Wahid Erlangga"