Makalah Kelompok: Pemicu 2 Perpindahan Kalor 2012

  • Uploaded by: Rizqi Pandu Sudarmawan
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kelompok: Pemicu 2 Perpindahan Kalor 2012 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,851
  • Pages: 23
Loading documents preview...
Kelompok 3 Perpindahan Kalor

Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak Makalah Pemicu II Perpindahan Kalor

Arif Variananto

(1006679440)

Elsa Widowati

(1006773231)

Hari Purwito

(1006759246)

Selvi Sanjaya

(1006759403)

Rizqi Pandu S.

(0906557045)

Universitas Indonesia Depok 2012

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II]

JAWABAN PEMICU PERPINDAHAN KALOR KONDUKSI TAK TUNAK Topik 1 : Beton 1. Dapatkah Anda menjelaskan mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada beton ketika mengamati proses pengeringan? Termasuk jenis perpindahan kalor apakah proses ini? Proses perpindahan kalor saat pengeringan beton merupakan sistem konduksi tak tunak akibat adanya ketebalan beton sehingga terdapat fungsi suhu terhadap perbedaan jarak dan waktu. Perubahan suhu terjadi akibat bagian permukaan beton ditutupi oleh karung goni basah atau disirami air. Pada saat bagian permukaan beton ditutup karung goni basah atau disirami air, suhu di permukaan beton akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan bagian dasarnya. Hal ini menyebabkan bagian dasarnya akan mengalirkan kalor ke lapisan atasnya. Pada saat permukaan beton pertama kali disirami air perbedaan suhu (ΔT) antara permukaan dan bagian dasarnya lebih besar jika dibandingkan dengan ΔT saat permukannya disirami air untuk kali berikutnya. Akibatnya, pada interval waktu yang sama, laju alir kalor konduksi pada keadaan awal lebih besar dari keadaan setelahnya. Hal ini disebabkan suhu beton semakin mendekati keadaan setimbang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa laju alir kalor konduksi pada beton bergantung pada fungsi waktu sehingga disebut perpindahan kalor konduksi tak tunak.

2. Dapatkah Anda menghubungkan keberhasilkan proses pengeringan dengan kualitas beton yang dihasilkan? Bahan penyusun beton yang paling penting adalah semen. Semen merupakan bahan hidrolisis yang dapat bereaksi dengan air secara kimia, disebut hidrasi, sehingga membentuk material batu padat. Pada umumnya semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen Portland. Semen ini dibuat dengan cara menghaluskan silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolisis dan dicampur bahan gips. Beberapa tipe semen yang diproduksi di Indonesia, antara lain, semen Portland tipe I, II, III, dan V. Proses hidrasi semen dapat dinyatakan dengan reaksi berikut ini: Ca3Al2O5 + 6H2O

 Ca3Al2(OH)12

Ca2SiO4 + xH2O

 Ca2SiO4∙xH2O

----------------------------------------------------------------------------Ca3SiO5 + (x+1)H2O  Ca2SiO4∙xH2O + Ca(OH)2

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

1

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] Pada setiap reaksi, produk hidrasi berkurang daya larutnya dalam air dibandingkan dengan semen semula. Oleh karena itu, bila terdapat air, reaksi tersebut diatas meliputi pelarutan dan presipitasi ulang. Dari reaksi-reaksi tersebut jelas bahwa semen tidak mengeras kerena pengeringan, akan tetapi oleh karena reaksi hidrasi kimia. Oleh karena itu, beton harus tetap basah untuk menjamin pengerasan (setting) yang baik. Hal yang terpenting dalam proses pengeringan (pendinginan) adalah menjaga hilangnya air selama hidrasi. Pada saat awal pengerasan, beton harus dijaga kelembabannya dan jangan sampai kehilangan air. Apabila pengeringan berlangsung terlalu cepat sehingga proses hidrasi terhenti, semen tidak akan merekat kuat sehingga mudah terjadi retakan. Hal ini dapat mengurangi kualitas beton yang dihasilkan.

3. Bagaimanakah perlakuan penutupan permukaan beton dapat menghindari terjadinya retakan? Penutupan permukaan beton merupakan salah satu usaha untuk memperlambat proses pengeringan sehingga air yang terperangkap di dalam semen membutuhkan waktu lebih lama untuk menguap. Goni atau kain yang dijaga terus menerus dalam keadaan basah menjadi semacam isolator yang memastikan perpindahan panas secara konduksi melalui goni tersebut berjalan lebih lambat. Konduktivitas termal goni atau kain yang rendah, ditambah dengan kapasitas kalor air yang cukup besar merupakan penyebab melambatnya perpindahan panas dari lingkungan ke beton sehingga air tidak menguap terlalu cepat. Oleh karena air masih terus ada hingga proses hidrasi selesai, semen yang digunakan sebagai penyusun utama beton dapat merekat dengan sangat kuat, dengan demikian retakan pada beton dapat dihindari.

Topik 2: Perpindahan Kalor Tak Tunak 1. Apa yang Anda ketahui mengenai perpindahan kalor konduksi tak tunak? Dimana letak perbedaannya dengan perpindahan kalor konduksi tunak? Jika benda padat tiba-tiba mengalami perubahan lingkungan, diperlukan beberapa waktu sebelum suhunya berada kembali pada keadaan seimbang. Keadaan seimbang ini disebut keadaan tunak. Dalam proses pemanasan atau pendinginan yang bersifat transien yang berlangsung sebelum tercapainya keseimbangan, analisis harus disesuaikan dengan untuk memperhitungkan perubahan energi dalam benda menurut waktu. Perubahan yang berbeda terhadap waktu disebut sebagai keadaan tak tunak. Contoh kasus keadaan tak tunak adalah sebagai berikut: Sebuah plat tak berhingga Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

2

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] memiliki tebal 2L seperti pada Gambar 1. Mula-mula plat berada pada suhu seragam Ti dan pada waktu nol suhu permukaan tiba-tiba diturunkan menjadi T=T1. Persamaan diferensialnya adalah (1)

Gambar 1 Plat tak berhingga yang permukaannya tiba-tiba didinginkan (Sumber: Holman, J. P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

Jadi letak perbedaan dengan perpindahan kalor konduksi tunak adalah pada perpindahan kalor konduksi tunak, suhu hanya merupakan fungsi posisi saja, namun pada konduksi tak tunak suhu merupakan fungsi dari posisi dan juga waktu.

2. Batasan-batasan apa saja yang harus dipenuhi jika Anda ingin menerapkan analisis kapasitas kalor tergabung dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak? Pada pembahasan pada sistem kapasitas kalor tergabung ini, pembahasan perpindahan kalor konduksi tak tunak dengan cara menganggap suhu sistem seragam dalam analisisnya. Analisis seperti ini disebut dengan metode kapastias kalor tergabung atau tergumpal (lumped-heat-capacity method). Sistem ini merupakan suatu idealisasi karena di dalam setiap bahan selalu ada gradient suhu (temperature gradient) apabila pada bahan tersebut ada kalor yang dikonduksi ke dalam atau ke luar. Pada umumnya, makin kecil ukuran benda makin realistis pula pengandaian tentang suhu seragam dan pada limitnya kita dapat menggunakan differensial volume seperti dalam penurunan persamaan umum konduksi kalor. Jika sebuah bola baja panas dicelupkan ke dalam air dingin, kita boleh menggunakan

metode

analisis

kapasitas-kalor-tergabung

apabila

kita

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

dapat 3

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] membenarkan pengandaian suhu seragam di dalam bola tersebut selama proses pendinginan itu berlangsung. Dalam proses pendinginan ini berlaku proses konduksi tak tunak karena belum tercapainya keadaan suhu yang setimbang sehingga diperlukan analisis perubahan energi dalam (internal energy) benda menurut waktu. Dapat diketahui bahwa distribusi suhu di dalam boa bergantung dari konduktivitas termal (thermal conductivity) bahan bola itu dan kondisi perpindahan kalor dari permukaan bola ke fluida di sekitarnya, yaitu koefisien perpindahan kalor konveksi-permukaan (surface-convection heat-transfer coefficient). Distribusi suhu yang cukup seragam di dalam bola bisa kita dapatkan jika tahanan terhadap perpindahan kalor konduksilebih kecil daripada dengan tahanan konveksi pada permukaan sehingga gradient suhu terdapat terutama pada lapisan fluida di permukaan bola. Oleh karena itu, analisis kapasitas kalor tergabung mengandaikan bhawa tekanan dalam benda dapat diabaikan terhadap tahanan luar. Rugi kalor konveksi dari suatu benda terihat dari penurunan energi dalam (internal energy) benda itu, seperti terlihat pada Gambar 1. Jadi, (

)

(2)

di mana A adalah luas permukaan permukaan konveksi dan V adalah volume. Keadaan awal adalah pada = 0 Sehingga penyelesaian Persamaan 1 adalah (3)

Gambar 2 Nomenklatur untuk analisis kapasitas kalor satu gabungan (Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

4

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] Jaringan

termal

untuk

sistem

kapasitas-tunggal

(single-capacity

system)

ditunjukkan pada Gambar 2(b). Dalam jaringan ini terlihat bahwa kapasitas termal sistem mula-mula dimuati oleh potensial T0 dengan menutup sakelar S. Kemudian bila sakelar itu dibuka, energi yang tersimpan dalam kapasitas termal dibuang melalui tahanan 1/hA. Analogi antara sistem termal ini dengan sistem listrik cukup kentara dan kita dengan mudah dapat menyusun sistem listrik yang tingkah lakunya sama dengan sistem termal, yaitu dengan membuat perbandingan

Sama dengan 1/

di mana

ialah tahanan dan

adalah kapasitansi. Dalam sistem

termal kita menyimpan energi sedangkan dalam sistem listrik kita menyimpan muatan listrik. Aliran energi dalam sistem termal disebut kalor, aliran muatan listrik disebut arus listrik. Besaran



disebut kontanta waktu (time constant) dari sistem itu,

karena mempunyai dimensi waktu. Bila

Terlihatlah bahwa beda suhu -

mempunyai nilai 36,8 persen dari beda awal

-

.

Telah diketahui bahwa analisis seperti kapasitas-tergabung mengandaikan distribusi suhu seragam pada seluruh benda padat tersebut. Pengandaian itu sama artinya dengan mengatakan bahwa tahanan konveksi-permukaan (surface-convection resistance) lebih besar daripada tahanan konduksi-dalam (internal conduction resistance). Analisis demikian dapat diharapkan akan menghasilkan perkiraan yang memadai apabila kondisi di bawah ini dipenuhi (

)

(4)

Di mana k adalah konduktivitas termal benda padat itu. Apabila telah memenuhi kriteria tersebut maka analisis kapasitas tergabung bisa diaplikasikan.

3. Bagaimana Anda menerapkan analisis aliran kalor transien dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak? Pada Gambar 3, dapat dilihat nomenklatur untuk benda padat semi tak berhingga yang berada suhu awal Ti. Suhu permukaan tiba-tiba diturunkan hingga menjadi To. Dapat dibuat persamaan yang menunjukkan distribusi suhuplat sebagai fungsi waktu.

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

5

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] Distribusi ini selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung aliran kalor pada setiap posisi x pada benda padat itu sebagai fungsi waktu.

Gambar 3 Nomenklatur untuk aliran transien dalam benda padat semi tak berhingga (Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

Dengan mengandaikan sifat-sifat tetap, persamaan diferensial untuk distribusi suhu T(x,τ) adalah (5) Kondisi awal dan kondisi batas adalah ( (

)

)

Soal ini dapat dipecahkan dengan teknik transformasi Laplace. Penyelesaiannya adalah sebagai berikut (

)

(6)



di mana fungsi galat (kesalahan) Gauss didefinisikan sebagai √





⁄ √

(7)

Definisi η adalah suatu variabel boneka dan integralnya merupakan suatu fungsi dari limit atasnya. Bila definisi fungsi galat tersebut diaplikasikan pada persamaan (6), persamaan distribusi suhunya menjadi (

) √



⁄ √

(8)

Aliran kalor pada setiap posisi x bisa didapatkan dari

Dengan melakukan diferensial parsial atas persamaan (8) didapatkan (

)

⁄ √

(



)



(9)



Pada permukaan, aliran kalor adalah Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

6

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] (

)

(10)



Fluks kalor permukaan ditentukan dengan mengevaluasi gradien suhu pada x = 0 dari persamaan (9). Grafik distribusi suhu untuk benda padat semi-tak berhingga diberikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Distribusi suhu pada benda padat semi tak berhingga (Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

Untuk distribusi suhu awal seragam seperti di atas, dapat pula diberikan fluks kalor awal permukaan yang tetap sebesar qo/A pada permukaan. Kondisi awal dan kondisi batas pada persamaan (6) menjadi ( [

) ]

Penyelesaian untuk kasus ini adalah √



(

)

(



)

(11)

4. Apa yang Anda ketahui tentang batas konveksi, angka Biot, angka Fourier dan bagan

Heissler,

serta

bagaimana

menerapkannya

dalam

menyelesaikan

permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak? a. Batas konveksi dan bagan Heissler Konduksi kalor transien berhubungan dengan kondisi batas konveksi pada permukaan benda padat sebab kondisi batasnya akan digunakan untuk menghitung perpindahan kalor konveksi pada permukaan. Misalnya terdapat benda padat semiKelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

7

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] tak berhingga seperti pada Gambar 5, perpindahan kalor konveksi pada permukaan dinyatakan dengan

Gambar 5 Nomenklatur untuk aliran transien dalam benda padat semi tak berhingga (Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

atau (

)

* +

(12)

dengan penyelesaian * di mana

⁄( √

(

)+

*

(



)+

(13)

)

Ti = suhu awal benda padat T~ = suhu lingkungan

Gambar 6 Distribusi suhu pada benda padat semi tak berhingga dengan kondisi batas konveksi (Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

Penyelesaian tersebut berupa grafik pada Gambar 6. Untuk bentuk geometri lain hasilnya disajikan dalam bentuk bagan Heisler. Bentuk-bentuk yang terpenting adalah yang berkaitan dengan (1) plat yang ketebalannya kecil sekali dibandingkan Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

8

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] dengan dimensi lainnya, (2) silinder yang diameternya kecil dibandingkan dengan panjangnya, dan (3) bola. Dalam semua kasus tersebut, suhu lingkungan konveksi ditandai dengan T~ dan suhu pusat untuk x=0 atau r=0 adalah T0. Pada t=0, setiap benda padat dianggap mempunyai suhu awal seragam Ti. Pada Gambar 4-7 sampai dengan 4-13 (Holman, 2010) suhu dinyatakan sebagai fungsi waktu dan kedudukan. Dalam bagan-bagan tersebut berlaku definisi berikut (

)

(

atau

)

Jika suhu garis pusat yang dicari, hanya satu bagan yang diperlukan untuk mendapatkan

dan

, sedangkan untuk suhu di luar pusat diperlukan dua bagan

untuk menghitung hasil (14) Misalnya untuk menghitung suhu di luar pusat plat tak berhingga digunakan Gambar 4-7 (untuk mendapatkan nilai nilai

) dan Gambar 4-10 (untuk mendapatkan

) (Holman, 2010).

Rugi kalor untuk plat tak berhingga, silinder tak berhingga, dan bola diberikan pada Gambar 4-14 sampai dengan Gambar 4-16 (Holman, 2010) di mana Q0 menunjukkan isi energi dalam awal benda, dengan suhu lingkungan sebagai dasar rujukan (

)

(15)

Dalam gambar-gambar tersebut, Q adalah rugi kalor yang sebenarnya oleh benda itu pada waktu τ. Pada Gambar 4-13 (Holman, 2010) diberikan suhu pusat ketiga macam benda padat bila nilai h kecil, atau untuk kondisi di mana benda padat itudapat dianggap kapasitas tergabung, dengan dimensi karakteristik s adalah L untuk plat, dan r0 untuk silinder dan bola.

b. Angka Fourier dan angka Biot Bagan Heisler menggunakan dua parameter tak berdimensi yang disebut angka Biot dan angka Fourier: (16) Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

9

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] (17) di mana s adalah setengah tebal untuk plat atau jari-jari untuk silinder dan bola. Angka biot adalah rasio antara besaran konveksi-permukaan dan tahanan konduksidalam, sedangkan angka Fourier adalah rasio antara dimensi karakteristik benda dengan kedalaman tembus gelombang suhu pada suatu waktu τ. Nilai Biot yang rendah berarti tahanan konduksi-dalam dapat diabaikan terhadap tahan konveksi-permukaan. Hal ini berarti pula bahwa suhu akan mendekati seragam di seluruh benda, dan tingkah laku ini dapat didekati dengan metode analisis kapasitas tergabung. Jika perbandingan V/A dianggap sebagai dimensi karakteristik s, maka (18)

c. Penerapan dalam menyelesaikan permasalahan kalor konduksi tak tunak Perhitungan untuk bagan Heisler dilakukan dengan memenggal penyelesaian deret tak berhingga menjadi beberapa suku saja. Bagan-bagan Heisler terbatas pada nilai-nilai angka Fourier yang lebih besar dari 0,2. (19) Untuk nilai-nilai yang lebih rendah penyelesaian dapat dilakukan dengan metode lain. Contoh penggunaan bagan Heisler dapat dilihat pada kasus berikut. Misalnya terdapat lempeng dengan suhu awal Ti tiba-tiba diberi lingkungan permukaan konveksi dengan suhu T~, ditanyakan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu T pada kedalaman x. Pada dasarnya kasus ini dapat diselesaikan dengan persamaan (13), namun pada persamaan tersebut variabel suhu τ muncul dua kali sehingga lebih mudah menggunakan grafik pada Gambar 3. Dengan menggunakan Gambar 6, cukup ditentukan nilai τ yang memenuhi nilai

.

Contoh lainnya misalnya terdapat sebuah lempeng dengan suhu awal Ti dengan tebal 2L (sehingga s=L) tiba-tiba diberi lingkungan permukaan konveksi dengan suhu T~, ditanyakan energi yang dikeluarkan dan suhu T pada kedalaman x bila digunakan waktu sebanyak τ. Untuk kasus ini, ditanyakan suhu diluar pusat sehingga digunakan Gambar 4-7 (Holman, 2010) atau seperti pada Gambar 7 berikut sehingga didapatkan

dan Gambar 4-10 (Holman, 2010) untuk

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

10

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] mendapatkan

. Setelah nilai

didapatkan, nilai

T dapat diketahui. Untuk

mendapatkan energi yang dikeluarkan, digunakan Gambar 4-14 (Holman, 2010).

Gambar 7 Penggunaan bagan Heisler untuk menentukan suhu dengan Fo=8,064 dan 1/Bi=16,38 (Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

5. Pada sistem dimensi rangkap seperti apa Metode Numerik Transien dan Analisis Grafik Schmidt dapat diaplikasikan? Metode numerik transien banyak diaplikasikan pada kasus sistem yang memiliki bentuk yang tidak simetris dan tidak beraturan, sedangkan Metode analisis Grafik Schmidt diaplikasikan pada sistem yang memiliki bentuk simetris dan juga melibatkan suhu lingkungan (

).

a. Metode numerik transien Untuk benda-benda berbentuk tidak teratur kita memerlukan teknik numerik untuk menghitungnya. Perhatikan gambar di bawah, dalam benda padat persamaan diferensial yang mengatur aliran kalor ialah :   2T  2T    c T k   x 2 y 2    

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

(20)

11

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II]

Gambar 8 Nomenklatur untuk penyelesaian numerik soal konduksi tak tunak dua dimensi (Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill)

derivatif waktu untuk persamaan di atas didekati dengan: p 1 p T Tm ,n  Tm ,n   

(21)

Dalam persamaan di atas, superskrip menunjukkan tambahan waktu (time increment). Dengan menggabungkan persamaan-persamaan di atas, kita dapatkan persamaan beda yang setara dengan persamaan (22)

Tmp1,n  Tmp1,n  2Tmp,n (x) 2



Tmp,n1  Tmp,n1  2Tmp,n (y) 2

p 1 p 1 Tm,n  Tm,n   

(22)

Jadi, jika suhu pada setiap waktu di berbagai node diketahui, suhu sesudah tambahan waktu Δτ dapat dihitung dengan menuliskan persaman itu seperti persamaan di atas untuk setiap waktu, dan mendapatkan Tmp,n1 . Jika ada penambahan koordinat ruang sehingga Δx = Δy, persamaan untuk Tmp,n1 menjadi

Tmp,n1 

 4  p (Tmp1,n  Tmp1,n  Tmp,n1  Tmp,n1 )  1  T 2  m,n x   x  



2

(23)

Jika tambahan waktu dan tambahan jarak dipilih sedemikian rupa sehingga: ( x ) 2 4  

(24)

Maka terlihat bahwa suhu node (m,n) sesudah suatu tambahan waktu hanyalah rata-rata aritmatik saja dari suhu pada awal tambahan waktu, dan keempat node yang mengelilinginya. Jik sistem itu satu dimensi, persamaannya adalah : Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

12

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II]

Tmp 1 



 2  p (Tmp1  Tmp1 )  1  T 2  m (x)  (x)  2

(25)

Dan jika kita pilih tambahan waktu dan jarak sehingga ( x ) 2 2  

(26)

Maka suhu pada node m setelah tambahan waktu itu ditentukan dari rata-rata aritmetik suhu kedua node di sebelahnya pada awal tambahan waktu itu. Nilai 2   x   parameter tadi  M   menentukan kemudahan yang kita dapat dalam   

melakukan penyelesaian numeric, M=4 untuk dua dimensi atau M=2 untuk 1 dimensi. Untuk menghindari pelanggaran terhadap hukum kedua termodinamika, maka kita harus membatasi nilai M pada :

x 2  M 2 

  M 4

sistem satu dim ensi

(27) sistem dua dim ensi

Untuk kasus kondisi batas konveksi maka persamaan yang digunakan akan lain lagi, sebagai contoh kita ambil kasus untuk dinding datar. Neraca energi pada batas

T  konveksinya  kA   hA(Tw  T ) . x  dinding Pendekatan beda berhingga diberikan oleh:

k

y (Tm1  Tm )  hy (Tm1  T ) x

atau Tm1 

Tm  (h x / k )T 1  hx / k

(28)

Neraca energi transient pada node (m,n) kita susun dengan membuat jumlah energi yang dihantar (konduksi) dan di-ili (konveksi) pada node itu sama dengan peningkatan energi dalam (dakhil) node itu. Jadi: p p p p p 1 p x Tm,n1  Tm,n x Tm,n1  Tm,n x T  Tm,n k  hy(T T m,pn)  c y m,n x 2 y 2 y 2  p 1 Jika Δx=Δy, hubungan Tm,n menjadi

ky

Tmp1,n  Tmp,n

Tmp,n1 

k

  hx

  (x) 2  hx p p p 2 T  2 T  T  T  2  4Tmp,n  (29)  m 1, n m , n 1 m , n 1  2  k (x)       k

Hubungan satu dimensi yang bersangkutan adalah:

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

13

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] Tmp,n1 

  hx

 (x) 2   hx p 2 T  2 T  2  2Tmp   m 1  2  k (x)  k    

(30)

Nilai M (parameter) dipilih sehingga koefisien Tmp atau Tmp,n menjadi nol. Sehingga:

2 hx 1   Untuk satu dimensi k  ( x ) 2       2 hx  2   Untuk dua dimensi   k 

(31)

b. Analisis Grafik Schmidt Metode analisis grafik dalam konduksi tak-tunak dimensi rangkap jarang digunakan karena perannya banyak digantikan dengan perhitungan komputer. Teknik ini dibahas untuk menggambarkan macam-macam metode analisis perpindahan kalor pada masa-masa sebelum adanya perhitungan menggunakan komputer. Dalam soal satu dimensi kita dapat memanfaatkan teknik grafik untuk menentukan distribusi suhu transien. Metode ini berdasarkan pada pemilihan parameter berikut:

x 2 

2

(32)

Sehingga suhu pada setiap node pada tambahan waktu  ialah rata-rata aritmetik dari suhu node-node di sebelahnya pada waktu. Rata-rata aritmetik itu sangat mudah menyusunnya dalam grafik. Nilai lurus antara

Tmp11

dan

Tmp 1

Tmp 1

didapat dengan menarik garis

. Jadi, untuk menentukan distribusi suhu dalam benda

padat sesudah waktu tertentu, benda padat itu dibagi-bagi atas jenjang-jenjang tambahan x. Kemudian, dengan menggunakan persamaan (32), ditentukan nilai  . Nilai  ini , jika dibuat untuk keseluruhan waktu memberikan jumlah tambahan waktu yang diperlukan untuk menyusun distribusi suhu. Konstruksi grafik ini diulangi sampai didapatkan distribusi suhu akhir. Biasanya jumlah tambahan waktu ini tidak merupakan bilangan bulat, dan dalam hal itu mungkin perlu melakukan interpolasi antara dua tambahan terakhir untuk mendapatkan distribusi suhu akhir. Diberikan sebuah contoh untuk menunjukkan metode diatas di mana diberikan distribusi suhu awal, dan konstruksinya dilakukan untuk empat tambahan waktu. Suhu batas dijaga pada satu nilai tetap selama proses pendinginan yang ditunjukkan Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

14

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] pada contoh ini. Perhatikan bahwa konstruksi mendekati distribusi suhu garis-lurus keadaan-tunak dengan pertambahan waktu. Apabila terdapat kondisi batas konveksi, konstruksi pada batas harus disesuaikan sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :

T  T T  w   k x  dinding h

(33)

Antara suhu Tm+1 dan suhu lingkungan T ditarik suatu garis lurus. Perpotongan garis ini dengan pemukaan menentukan suhu permukaan pada suatu tertentu. Konstruksi yang demikian digunakan untuk setiap tambahan waktu untuk menentukan suhu permukaan. Jika suhu ini sudah didapatkan, konstruksi untuk menentukan suhu dalam benda padat itu berlangsung seperti diuraikan di atas. Misalnya diberikan contoh konstruksi untuk soal kondisi batas konveksi dengan empat tambahan waktu. Dalam contoh ini suhu pada muka kanan dan suhu lingkungan T dijaga tetap. Jika suhu lingkungan berubah menurut waktu, menurut suatu pola yang diketahui, maka hal ini dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam konstruksi dengan memindahkan titik T ke atas atau ke bawah sebagaimana dikehendaki. Dengan cara yang sama dapat pula kita memperhitungkan koefisien perpindahan-kalor yang berubah, yaitu dengan mengubah nilai k/h, menurut suatu variasi tertentu dan memindahkan titik lingkungan ke dalam atau ke luar pada jarak yang diperlukan. Penghalusan dari metode grafik Schmidt khususnya mengenai teknik untuk memperbaiki ketelitian pada batas baik untuk kondisi batas konveksi maupun kondisi batas lain. Ketelitian metode ini meningkat apabila kita menggunakan tambahan x yang lebih kecil, tetapi hal ini memerlukan tambahan waktu yang lebih banyak untuk mendapatkan distribusi suhu sesudah waktu tertentu.

Soal Perhitungan 1. Sebuah bola kuarsa-lebur mempunyai difusivitas termal 9,5x10-7 m2/s, diameter 2,5 cm, dan konduktivitas termal 1,52 W/moC. Bola tersebut mula-mula berada pada suhu seragam 25oC, dan secara tiba-tiba diberi lingkungan konveksi dengan suhu 200oC. Diketahui koefisien perpindahan kalor konveksi sebesar 110 W/moC. a. Hitunglah suhu pada pusat bola setelah 4 menit. Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

15

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] Diketahui:

Suhu pada pusat bola setelah waktu tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan sistem kapasitas kalor tergabung maupun dengan pengaplikasian bagan Heissler dengan memperhatikan kondisi batas konveksinya. Untuk dapat menggunakan sistem kapasitas kalor tergabung harus memenuhi persyaratan Bi < 0,1. Berdasarkan perhitungan ( ⁄ )

(

)[( ⁄ ) ( ( ) (

) ] )

disimpulkan bahwa sistem tidak dapat disederhanakan menggunakan analisis kapasitas

kalor

tergabung.

Maka

digunakan

bagan

Heissler

untuk

menyelesaikannya. Bagan Heissler hanya dapat digunakan apabila Fo > 0,2. Berdasarkan perhitungan (

)( (

) )

maka dapat digunakan bagan Heissler untuk menyelesaikan permasalahan di atas. Suhu pada pusat bola cukup ditentukan dengan menggunakan satu bagan saja. Bagan yang digunakan adalah bagan Heissler untuk mencari suhu pusat bola, jarijari ro (Gambar 4-9, Holman:1988). Dengan Fo=1,4592 dan

didapatkan

0,04, yaitu hasil penarikan garis horizontal dari titik pertemuan Fo

dengan 1/Bi seperti pada gambar berikut.

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

16

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II]

Gambar 9 Penentuan suhu dengan menggunakan bagan Heissler (Holman, 1988)

Jadi suhu di pusat bola adalah 193oC.

b. Dapatkah sistem di atas dianggap sebagai sistem dengan kapasitas kalor tergabung? Untuk dapat menggunakan sistem kapasitas kalor tergabung harus memenuhi persyaratan Bi < 0,1. Berdasarkan perhitungan ( ⁄ )

(

)[( ⁄ ) ( (

) (

) ] )

disimpulkan bahwa sistem tidak dapat disederhanakan menggunakan analisis kapasitas kalor tergabung.

c. Metode penyelesaian mana yang paling tepat untuk soal di atas?

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

17

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] Penyelesaian yang paling tepat untuk soal di atas adalah dengan menggunakan bagan Heisler. Hal ini dikarenakan soal nomor 1 tidak memenuhi angka Biot yang disarankan untuk menggunakan sistem kapasitas kalor tergabung (lebih dari 0,1). Apabila kita menggunakan bagan Heisler, didapatkan angka Fourier yang memenuhi kriteria (lebih dari 0,2). ⁄ ) (

(

)

Maka, kita dapat menggunakan metode bagan Heissler untuk menyelesaikan soal nomor 1.

2. Sepotong beton yang cukup tebal berada pada suhu seragam 30oC. Untuk menguji ketahanan bahan tersebut, dilakukan dengan menaikkan suhu permukaannya menjadi 2 kali lipat semula secara tiba-tiba. a. Metode apakah yang Anda gunakan untuk menyelesaikan problem di atas? Permasalahan di atas pada dasarnya bertujuan untuk menguji ketahanan bahan. Terkait dengan suhu, sifat yang diuji kemungkinan adalah kemampuan beton bertahan dalam suhu tinggi. Meskipun permukaan luar tiba-tiba dinaikkan hingga dua kali lipat, suhu di bagian kedalaman tertentu tidak serta-merta menjadi dua kali lipat juga mengingat terjadi perpindahan kalor konduksi tak tunak. Untuk itu perlu diketahui suhu di bagian dalam beton dalam waktu tertentu setelah diberi perlakuan demikian sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan ketahanan beton terhadap suhu. Beton pada kasus di atas cukup tebal, sehingga prinsip kondisi batas konveksi dengan bagan Heisler tidak bisa diaplikasian untuk soal di atas. Hal ini dikarenakan salah satu prinsip digunakannya bagan Heisler adalah untuk plat yang ketebalannya kecil sekali dibanding dengan dimensi lainnya. Oleh karena itu pencarian distribusi suhu menggunakan aliran kalor transien dalam benda padat semi tak berhingga. Waktu untuk kondisi awal dan kondisi batas > 0. Soal di atas dapat diselesaikan dengan teknik transformasi Laplace. Penyelesaiannya menggunakan persamaan sebagai berikut: (

) √

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

18

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II] (

)

(

)



Dengan menggunakan persamaan di atas, dapat diketahui suhu beton sebagai fungsi waktu dan posisi. Apabila kita mengambil suatu titik kedalaman sebagai acuan dan memasukkan waktu yang berbeda-beda ke dalam persamaan di atas, dapat diketahui perubahan suhu seiring berjalannya waktu pada kedalaman tertentu.

b. Jelaskan dasar Anda dalam memilih metode tersebut. Pada dasarnya tinjauan mengenai suhu pada waktu tertentu dan posisi tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, misalnya menggunakan analisis sistem kalor tergabung atau kondisi batas konveksi dengan bagan Heissler. Namun, analisis sistem kapasitas kalor tergabung menuntut ketebalan yang sangat kecil agar hasilnya akurat, demikian pula dengan penggunaan bagan Heissler di mana ketebalan harus kecil sekali dibandingkan dimensi lainnya. Plat dengan panjang dan lebar tidak terlalu besar dibandingkan ketebalannya sebenarnya dapat ditinjau dengan menggunakan sistem dimensi rangkap. Akan tetapi pada kasus ini tidak diperlukan tinjauan menggunakan dua dimensi mengingat hanya diperlukan perubahan suhu pada kedalaman tertentu saja, dan bukan pada titik dengan koordinat tertentu. Berdasarkan dasar-dasar tersebut, maka problem di atas disimpulkan lebih baik diselesaikan dengan menggunakan persamaan Laplace.

c. Gambarkan grafik distribusi suhu sebagai fungsi waktu pada kedalaman 1 cm, selama proses pengujian berlangsung. Diketahui:

Selanjutnya data-data di atas dimasukkan ke dalam persamaan Laplace, menghasilkan Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

19

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II]

Tabel 1 Data perhitungan distribusi suhu

( [oC]

60

(

)

)

[oC]

[s]



[oC]

-30

0.5 1 1.5 2 5 10 20 30 40 50 60 70 80 100 150 200 250 300 350 400 450 500 600 850 1000

1.889822365 1.33630621 1.091089451 0.944911183 0.597614305 0.422577127 0.298807152 0.243975018 0.211288564 0.188982237 0.17251639 0.159719141 0.149403576 0.133630621 0.109108945 0.094491118 0.084515425 0.077151675 0.071428571 0.06681531 0.062994079 0.05976143 0.054554473 0.045834925 0.042257713

30.22579 31.76345 33.68468 35.44348 41.94074 46.50292 50.17811 51.90209 52.95262 53.67804 54.21751 54.63891 54.97986 55.5032 56.32112 56.81084 57.14583 57.39348 57.58615 57.74157 57.87038 57.9794 58.15509 58.44951 58.57037

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

20

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II]

Grafik Distribusi Suhu sebagai Fungsi Waktu pada Kedalaman 1 cm 70 60 50 40 Suhu(oC) 30 20 10 0 0

200

400

600

800

1000

1200

Waktu (s)

Berdasarkan hasil plot grafik distribusi suhu sebagai fungsi waktu pada kedalaman 1 cm, diketahui bahwa pada titik tersebut suhu baru akan mencapai 60oC pada waktu tak hingga. Peningkatan suhu dengan sangat drastis terjadi pada detik-detik awal, kemudian gradiennya turun yang menunjukkan bahwa perpindahan kalor tidak secepat sebelumnya. Terkait dengan ketahanan bahan yang diuji, selama pemanasan awal tidak langsung melebihi kapasitas tertinggi bahan, beton tersebut tidak akan cepat rusak karena dibutuhkan waktu cukup lama untuk memanaskan bagian dalamnya. Selama waktu tenggang tersebut tindakan-tindakan pencegahan terhadap kerusakan masih dapat dilakukan.

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

21

PERPINDAHAN KALOR [MAKALAH PEMICU II]

DAFTAR PUSTAKA

Holman, J. P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. UK: McGraw-Hill. Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Mc.Adams, William. 1958. Heat Transmission. Singapore: McGraw-Hill.

Kelompok 3 Perpindahan Kalor | Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak

22

Related Documents


More Documents from "suhendrodwi"