Makalah Phaeophyta 2018.docx

  • Uploaded by: Femi Mega Lestari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Phaeophyta 2018.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,752
  • Pages: 17
Loading documents preview...
PHAEOPHYTA Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Protista Yang dibina oleh Ibu Murni Sapta Sari Disajikan Pada Hari Senin, Tanggal 9 April 2018

Disusun oleh : Kelompok 9 Offering B 2017 1. Femi Mega Lestari

(170341615098)

2. Ilfia Kholifaturrohmah

(170341615068)

3. Karin Anindhita widya Pitaloka

(170341615097)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI April 2018

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “.” Pada kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang membantu penulis baik secara moril, materil dan doa kepada penulis agar makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang tak terhingga khususnya penulis sampaikan kepada: 1. Ibu selaku dosen pembimbing dalam matakuliah Protista. 2. Orang tua penulis yang banyak memberikan dorongan, masukan, dan saran untuk makalah ini. 3. Semua teman yang telah berpartisipasi dalam memberikan kritik dan saran terhadap makalah ini. Dengan harapan semoga semua amal baik tersebut, akan mendapat imbalan yang baik pula. Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Kurang lebihnya penulis mohon maaf apabila ada kekurangan.

Malang, 5 April 2018

Kelompok 9

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1 1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2 2.1 Ciri Umum Phaeophyta................................................................................................................. 2 2.2 Klasifikasi Pheophyta ................................................................................................................... 6 2.3 Peranan Phaeophyta bagi Manusia ............................................................................................. 10 BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 12 3.1. Kesimpulan ................................................................................................................................ 12 3.2. Saran .......................................................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 13

ii

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Smith (1955), Gupta (1981), dan Bold and Wynne (1985), alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan talus (uniseluler atau multiseluler), alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga yang alat reproduksi tersusun dari banyak sel. Alga (ganggang) umumnya hidup di air, baik air tawar maupun air laut. Ada pula yang hidup di tempat lembab. Untuk kelangsungan hidupnya ganggang dapat membuat makanannya sendiri dengan cara fotosintesis karena memiliki klorofil. Ganggang yang bersel satu ada yang hidup terpisah-pisah ada juga yang hidup berkelompok membentuk koloni. Ganggang yang bersel banyak ada yang berbentuk benang bersekat-sekat dan tidak bercabang, ada yang berupa benang bercabangcabang, dan ada juga yang menyerupai lembaran-lembaran. Ada pula ganggang hidupnya sebagai plankton dan bentos di air tawar maupun air laut. Di samping mempunyai klorofil, ganggang juga mempunyai zat warna lain. Atas dasar zat warna yang dimilikinya ganggang diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu: a) Ganggang hijau (Chlorophyta); b) Ganggang merah (Rhodophyta); c) Ganggang cokelat (Phaeophyta); d) Ganggang kersik (Chrysophyta). Pada makalah ini kami akan memfokuskan pembahasan pada kelompok ganggang cokelat (Phaeophyta).

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana klasifikasi Phaeophyta? 2. Bagaimana peran Phaeophyta bagi kehidupan manusia?

1.3 Tujuan 1. Menjelaskan klasifikasi pada Phaeophyta. 2. Menjelaskan peran Phaeophyta bagi kehidupan manusia.

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Ciri Umum Phaeophyta Phaeophyta adalah salah satu ganggang yang tersusun atas zat warna atau pigmentasinya. Phaeophyta ini berwarna coklat karena mengandung pigmen xantofil. Bentuk tubuhnya seperti tumbuhan tinggi. Ganggang coklat ini mempunyai talus (tidak ada bagian akar, batang dan daun), terbesar diantara semua ganggang ukuran talusnya mulai dari mikroskopik sampai makroskopik kebanyakan bersifat autotrof. Tubuhnya selalu berupa talus yang multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak (pohon) yang dapat mencapai beberapa puluh meter, terutama jenis-jenis yang hidup didaerah beriklim dingin. Sel vegetatif mengandung kloroplas berbentuk bulat panjang, seperti pita, mengandung klorofil serta xantofil. Kloroplas berbentuk bulat, bulat panjang, seperti pita; mengandung khlorofil a dan khlorofil c serta beberapa xantofil misalnya fukosantin. Cadangan makanan berupa laminarin dan manitol. Dinding sel mengandung selulose dan asam alginat. Sel-sel ganggang hijau mempunyai khloroplas yang berwarna hijau, dan mengandung klorofil a dan b serta karotenoid. Pada kloroplas terdapat perenoid. Hasil asimilasi berupa tepung dan lemak, terdiri dari sel-sel yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabangcabang. Hidupnya ada yang di air tawar, air laut dan juga pada tanah yang lembab atau yang basah. Setiap organisme tersusun dari salah satu diantara dua jenis sel yang secara struktural berbeda, sel prokariotik dan sel eukariotik. 1. Distribusi dan Habitat Alga/ganggang coklat ini umumnya tinggal di laut, hanya ada beberapa jenis saja yang hidup di air tawar yang agak dingin dan sedang, terdampar dipantai, melekat pada batu-batuan dengan alat pelekat (semacam akar). Bila di laut yang iklimnya sedang dan dingin, talusnya dapat mencapai ukuran besar dan sangat berbeda bentuknya. Ada yang hidup sebagai epifit pada talus lain. Tapi ada juga yang hidup sebagai endofit. Di daerah subtropis, alga cokelat hidup di daerah intertidal, yaitu daerah literal sampai sublitoral. Di daerah tropis, alga cokelat biasanya hidup di kedalaman 220 meter pada air yang jernih. Ada tiga Phaeophyta yang hidup di air tawar dan yang lain hidup di laut. Pada umumnya Phaeophyta adalah ganggang yang berada diperairan laut yang dingin. Mereka adalah elemen yang mendominasi dalam flora pesisir dari Arktik dan Antartika laut, dan mereka merupakan unsur yang kurang mencolok dalam flora dan sebagai salah satu ganggang yang menuju pada daerah tropis. Namun, dari ganggang coklat tertentu, terutama Dictyotales dan Sargassum, yang hidup di air hangat. Banyak dari spesies ganggang laut yang tumbuh melekat pada batu. Spesies lain tumbuh dalam hubungan dengan ganggang lainnya, baik sebagai epifit atau endofit. Dalam banyak

2

kasus, seperti Myrionema strangulans Grev, ganggang coklat tumbuh hanya pada satu spesies saja. Ada zonasi vertikal yang berbeda dari ganggang coklat laut pada setiap stasiun yang diberikan. Banyak spesies tumbuh hanya di daerah intertidal dan bahkan di sini ada distribusi vertikal yang pasti. Para Rockweeds (Fucaceae) biasanya terbatas pada sabuk pesisir atas dan kelps (Lamiriales) ke bagian paling bawah. 2. Struktur sel Pada Phaeophyta umumnya dapat ditemukan adanya dinding sel yang tersusun dari tiga macam polimer yaitu selulosa, asam alginat, fukan dan fukoidin. Algin dari fukoidin lebih kompleks dari selulose dan fukoidin lebih kompleks dari selulose dan gabungan dan keduanya membentuk fukokoloid. Dinding selnya juga tersusun atas lapisan luar dan lapisan dalam, lapisan luar yaitu selulosa dan lapisan dalam yaitu gumi. Tapi kadang-kadang dinding selnya juga mengalami pengapuran. Inti selnya berinti tunggal yang mana pada pangkal berinti banyak. Dinding sel menyebabkan sel tidak dapat bergerak dan berkembang bebas, layaknya sel hewan. Namun demikian, hal ini berakibat positif karena dinding sel dapat memberikan dukungan, perlindungan dan penyaring (filter) bagi struktur dan fungsi sel sendiri. Dinding sel mencegah kelebihan air yang masuk ke dalam sel. Dinding sel terbuat dari berbagai macam komponen, tergantung golongan organisme. Pada tumbuhan, dinding sel sebagian besar terbentuk oleh polimer karbohidrat (pektin, selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebagai penyusun penting). Pada bakteri, peptidoglikan (suatu glikoprotein) menyusun dinding sel. Fungi memiliki dinding sel yang terbentuk dari kitin. Sementara itu, dinding sel alga terbentuk dari glikoprotein, pektin, dan sakarida sederhana (gula). Sel dari Phaeophyta memiliki dinding yang berbeda dan satu dibedakan menjadi bagian perusahaan dalam dan yang satu lagi dibagian luar agar-agar. Unsur utama dari bagian perusahaan adalah selulosa, dianggap kimiawi karena identik dengan tanaman vaskular. Bagian agar-agar dari dinding sel terdiri dari algin, dan dibagian thalli nonfilamentous mungkin mengisi semua ruang antarsel. Protoplasma sel vegetatif umumnya memiliki vakuola pusat dan inti tunggal. Inti mirip dengan tumbuhan vaskular dan bawah ada membran nuklir, nucleolus, dan jaringan berwarna. Sel vegetatif alga coklat umumnya mengandung lebih dari satu kromatofora. Beberapa spesies memiliki kromatofora disciform, yang lainnya telah diratakan memanjang kromatofora dengan garis yang sangat tidak teratur (Widiyanti dan Siswanto, 2012).

3

3. Cadangan Makanan. Cadangan makanan pada Phaeophyta berupa laminarin, yaitu sejenis karbohidrat yang menyerupai dekstrin yang lebih dekat dengan selulose dari pada zat tepung.selain laminarin juga ditemukan manitol minyak dan zat-zat lainnya. Semua cadangan makanan Phaeophyta disimpan dalam keadaan terlarut, tetapi tidak pasti apakah dalam sitoplasma, atau seluruh protoplas tersebut. Cadangan karbohidrat utama adalah laminarin, senyawa yang ditemukan hanya di Phaeophyta. Ada juga mungkin merupakan akumulasi manitol. Ketika laminarin diekstrak dari ganggang itu adalah bubuk putih yang larut hambar, terdiri dari sejumlah unit glukosa terkait tetapi tidak pasti apakah ada 16 atau 20 unit glukosa. Laminarin dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup untuk membentuk 7-35 persen dari berat kering tanaman. Manitol, karbohidrat cadangan lainnya, adalah alkohol hexahydric. Jumlahnya adalah minimal di musim dingin dan mencapai maksimum di musim panas. Jumlah dalam tanaman ini juga berkorelasi dengan kedalaman di mana talus yang tumbuh, dan besar yang terendam paling dalam dibandingkan yang tumbuh di dekat permukaan air. 4. Alat gerak Berupa flagel, terletak pada sel-sel perkembangbiakan dan letaknya lateral. Berjumlah 2 yang heterokon dan terdapat di bagian samping badannya yang berbentuk pir atau sekoci. Pada waktu bergerak ada yang panjang mempunyai rambuat-rambut mengkliat menghadapi kemuka dan yang pendek menghadap kebelakang. Dekat dengan keluarnya flagel terdapat bintik mata yang berwarna kemerahan. 5. Reproduksi Phaeophyta Perkembangbiakan pada Phaeophyta dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan pembentukan zoospora berflagela dan fragmentasi, sedangkan reproduksi seksual terjadi secara oogami atau isogami. Reproduksi seksual alga cokelat hampir serupa dengan pembiakan generatif tumbuhan tingkat tinggi. Contohnya adalah reproduksi pada Fucus vesiculosus. Selain berkembang biak secara aseksual dengan fragmentasi, Fucus vesiculosus juga berkembang biak dengan cara seksual dengan oogami. Proses oogami adalah sebagai berikut. Ujung lembaran talus yang fertil membentuk reseptakel, yaitu badan yang mengandung alat pembiak. Di dalam reseptakel terdapat konseptakel yang mengandung anteridium yang menghasilkan sel kelamin jantan (spermatozoid) dan oogonium yang menghasilkan sel telur dan benang-benang mandul (parafisis).

4

Anteridium berupa sel-sel berbentuk jorong yang terletak rapat satu sama lain pada filamen pendek bercabang-cabang yang muncul dari dasar dan tepi konseptakel. Tiap anteridium menghasilkan 64 spermatozoid. Oogonium berupa badan yang duduk di atas tangkai. Oogonium jumlahnya sangat banyak dan tiap oogonium mengandung 8 sel telur. Akan tetapi, hanya 40% dari sel telur yang dapat dibuahi dan hanya 1 atau 2 dari setiap 100.000 spermatozoid dapat membuahi sel telur. Zigot lalu membentuk dinding selulosa dan pektin, kemudian melekat pada suatu substrat dan tumbuh menjadi individu baru yang diploid. 6. Daur hidup Pada Phaeophyceae terdapat tiga tipe adaur hidup : a. Tipe Isomorfik Fase sporofit dan gametofit morfologinya identik; pada fase ini gametofit dan sporofit mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif sama antara yang satu dengan yang lainya. Contoh : Ectocarpales dan Dictyotales. Ectocarpales mempunyai pergantian keturunan yang isomorf dan mempunyai tubuhyang berbentuk filament yang bercabag membentuk jaringan pseudoparenkimatik. Sporofit mengeluarkan zoospora dan spora netral, sedang gametofit membentuk gamet yang isogami dan anisogami, b. Tipe Heteromorfik Sporofit dan gametofit morfologinya berbeda. Pada tipe ini, sporofit berkembang dengan baik dan berukuran makroskopik, sedangkan gametofitnya berukuran mikroskopik. Bentuk filamen yang lain hanya terdiri dari beberapa sel saja. Misalnya, anggota yang tergolong dalam bangsa Laminariales. Anggota dari beberapa Laminaries mempunyai pergantian keturuanan yang heteromorfik dengan sporofit yang selalu lebih besar dari pada gametofitnya yang ukurannya selalu mikroskopik. Dari marga ke marga gametofik ini identik satu sama lainya, sehingga yang tampak dilapangan adalah sporofitnya. Pengetahuan yang menyangkut gamtofik dari ganggang ini diperoleh dengan menggunakan kultur yang dimulai dari zoospora yang dikeluarkan oleh sporanya yang unilokular. Pada umumnya merupakan jenis tahunan. Sporofit terbagi menjadi alat pelekat, tangkai dan helaian. Alat pelekat umumnya merupakan cabang-cabang yang dikotom disebut haptera. Tangkai tidak bertangkai, silindris atau agak memipih, diujung tangkai ini terdapat helaian yang utuh atau berbagi vertikal menjadi beberapa segmen. Tangkai terdiri dari medulla (bagian tengah) dan korteks (bagian tepi) dikelilingi selapis sel meneyerupai epidermis. 5

c. Tipe Diplontik Tipe ini tidak menunjukkan adanya pergantian keturunan. Siklus hidupnya bersifat diplontik. Fase haploid hanya terdapat pada gametnya. Contoh: Fucales. Diantara jenis-jenis Phaeophyceae, golongan Fucales ini adalah unik, karena tidak mempunyai keturunan yang membentuk spora. Disini hanya ada satu keturunan yaitu tubuh yang diploid, dengan demikian tidak mempunyai pergantian keturuanan. Meiosis terjadi sebelum gametogenesis, jadi yang bersifat haploid hanya gametnya. Adapula yang menganggap keturunan yang diploid tadi sebagai sporofit dan spora yang dihasilkan sporangianya akan berfungsi sebagai gamet. Gamet jantan (anterozoid) berflagella dua buah yang letaknya dibagian lateral. Gamet dibentuk dalam anteredium, gamet betina berupa sel telur yang dibentuk dalam oogonium. Jadi perkembangbiakannya secara oogami. Anteredium atau oogonium dibentuk dalam konseptakel. Pada umumnya terkumpul dalam satu cabang yang menggelembung, cabang-cabang ini disebut reseptakel. Bangsa ini terdiri dari tiga suku, yaitu Fucaceae, Cystoseiraceae, dan Sargasseaceae.

Daur hidup Fucus sp salah satu contoh Alga Coklat 2.2 Klasifikasi Pheophyta Sebelum tahun 1922 semua sistem untuk klasifikasi alga coklat yang didasarkan pada struktur vegetatif dan metode reproduksi. Pada tahun itu sistem yang diusulkan mengambil siklus hidup menjadi pertimbangan, tetapi data tersebut cukup untuk klasifikasi yang memadai. Pada tahun 1933 data yang memadai telah terkumpul untuk menjamin pemisahan ke dalam tiga seri berikut: Isogeneratae dengan pergantian generasi isomorfik, dan Heterogeneratae dengan pergantian heteromorphic generasi, dan Clyclosporeae dimana hanya ada generasi diploid. Dengan demikian sebagai ganggang coklat yang memiliki kelas (Phaeophyceae) atau divisi (Phaeophyta) yang Isogeneratae, Heterogeneratae, dan Cyclosporeae memiliki subkelas atau kelas. 6

1. Kelas Isogeneratae Isogeneratae ini memiliki siklus hidup dengan pergantian isomorfik generasi. Generasi sporofit dapat menghasilkan zoospora, aplanospora, atau spora netral. Reproduksi seksual dari gametofit mungkin isogami, anisogami, atau oogami. Kelas ini dibagi menjadi lima ordo yang berbeda dari satu sama lain dalam struktur vegetatif, modus pertumbuhan, dan struktur organ reproduksi. a. Ordo Ectocarpales Ectocarpales memiliki pergantian isomorfik generasi dan memiliki talus filamen bercabang dimana pembelahan sel tidak terlokalisasi. Cabang-cabang talus mungkin berdiri bebas dari satu sama lain atau mungkin lateral dapat membentuk jaringan pseudoparenchymatous. Organ reproduksi dapat ditanggung secara tunggal atau baris uniseriate.

Keterangan: Ectocarpus siliculosus (UniPort, 2018). Sistem klasifikasi berdasarkan kepada struktur vegetatif dan metode reproduksi merujuk seratus atau lebih genera yang lain. Ketika seperti ini perintah dibatasi untuk bentuk filamen trichothallic dengan pergantian isomorfik diketahui atau diduga dari generasi ada sekitar 50 genera. Ini telah dikelompokkan menjadi dua keluarga. Genus ini adalah salah satu yang umum dan beberapa spesies tumbuh dalam kelimpahan pada Fucaceae dari zona litoral atas. Genus ini adalah genus langka di sepanjang Pantai Pasifik, di mana sebagian besar spesies tumbuh pada Laminariales. b.

Ordo Sphacelarialis Sphacelariales memiliki pergantian isomorfik generasi dan thalli dimana pertumbuhan dimulai oleh sel apikal tunggal yang memotong derivatif silinder bagian posteriornya. Genus jenis Sphacelaria adalah alga yang jarang dijumpai di sepanjang pantai baik Atlantik dan Pasifik. Ini tumbuh melekat pada 7

batu atau pada ganggang lainnya. Satu atau lebih dari tunas silinder yang bebas bercabang maka timbul dari pegangan erat tersebut. Setiap cabang ada yang mencolok, sel uninukleat silinder, apikal. Percabangan tunas adalah pembesaran sel di bagian polysiphonous dan fungsinya sebagai sel apikal. Beberapa spesies memiliki rambut multiseluler dimana sel-sel tersebut diatur dalam baris uniseriate. Ordo Tilopteridales Talus dari Tilopteridales secara bebas dan bercabang dengan modus trichothallic pertumbuhan. Bagian atas adalah Ectocarpusseperti dengan sel bergabung ujung ke ujung dalam satu baris (monosiphonous); porsi yang lebih rendah umumnya Sphacelariaseperti dengan sel-sel dalam tingkatan melintang (polysiphonous). d. Ordo Cutleriales Suku ini hanya mempunyai 2 marga saja, yaitu Zanardinia dan Cutleria. Zanardinia mempunyai pergantian keturunan yang gametofit dan sporofitnya identik satu sama lain, sedang gametofit Cutleria tidak identik dengan sporofitnya, hingga pergantian keturunan dari Cutleria bersifat isomorfik. Akan tetapi kedua marga tadi tampaknya mempunyai hubungan yang cukup erat satu sama lain, sebab beberapa sifat tertentu dari kedua marga tadi mempunyai kesamaan, antara lain pertumbuhan yang trikohthallik, sporangia yang unilokuler dan sel-sel kelamin jantan dan betina ukurannya tidak sama (anisogamet).Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka kedua marga tersebut digolongkan dalam satu bangsa yaitu : Marga Cutleria Cutleria mempunyai gametofit yang berbentuk pia yang bercabang menggarpu yang tidak begitu teratur atau berbentuk seperti kipas. Pertumbuhan terjadi pada tepi thallus bagian atas yang mempunyai rambut yang “uniseriate”. Tiap rambut mempunyai daerah pertumbuhan yang letaknya interkalar. Gametofit bersifat hereothallik. Gametofit jantan mengandung antheridia yang menghasilkan gamet jantan berbentuk buah pit, berflaglla 2 buah di bagian lateral. Gametofit betina mengandung gametangia betina yang mengeluarkan gamet, gamet jantan bergerak ke arah gamet betina dan kemudian salah satu gamet jantan bersatu dengan gamet betina. Zigot yang terbentuk tumbuh jadi sporofit dalam waktu satu hari. Sel kelamin betina yang tidak dibuahi akan tumbuh jadi gametofit betina. Sporofit mempunyai bentuk yang berlainan sama sekali dengan gametofit. Sporofit berbentuk lembaran kecil dan melekat pada substrat dengan perantaraan rhizoid. c.

e.

Ordo Dictyotales Dictyotales memiliki pergantian isomorfik generasi dimana thalli yang tegak, diratakan dengan pertumbuhan yang diprakarsai oleh apikal tunggal pada puncak masing-masing cabang. Gametofit dari 8

genera kebanyakan oogami tetapi ada satu genus anisogami. Dictyotales ditemukan di laut beriklim sedang dan tropis tetapi terjadi dalam kelimpahan terbesar di perairan hangat dari daerah tropis. 2.

Kelas Heterrogeneratae Heterogeneratae yang memiliki pergantian heteromorphic sporofit selalu lebih besar dari gametofit. Sporofit biasanya ukuran makroskopik dan memepunyai bentuk tertentu, gametofit selalu berfilamen dan ukuran mikroskopis. Sporofit dari Heterogeneratae dapat menghasilkan zoospora atau spora netral. Berdasarkan struktur vegetatif dari sporofit Heterogeneratae dibagi menjadi dua subkelas, Haplostichineae dan Polystichineae. a. Subclass Haplostichineae Sporofit dari Haplostichineae terdiri dari filament. Dalam semua kasus pertumbuhan trichothallic. Sebuah sporofit dapat menghasilkan sporangia netral atau uniclocular. gametofit selalu filamen mikroskopis. Subkelas dibagi menjadi tiga ordo. 1) Ordo Chordariales Chordariales termasuk haplostichineae, dimana sporofit filamen bercabang tidak nyata dan dipadatkan menjadi talus pseudoparenchymatous. Sejauh ini, semua gametofit yang dikenal adalah isogami. 2)

Ordo Sporochnales Sporochnales memiliki sporofit dimana masing-masing cabang berakhir dalam seberkas rambut. Pertumbuhannya adalah trichothallic. Sporangia unilokular biasanya dalam kelompok padat. Gametofit adalah mikroskopis dan oogami.

3)

Ordo Desmarestiales Thalli dari Desmarestiales memiliki filamen tunggal pada setiap puncak tumbuh. Gametofit adalah mikroskopis dan oogami. Desmarestia memiliki dua pusat distribusi, yaitu, utara Atlantik dan perairan utara Pasifik sebagai kontras dengan Antartika dan wilayah sekitarnya.

b. Subkelas Polystichineae Sporofit dari Polystichineae memiliki thalli parenchymatous dimana pertumbuhan dengan pembagian sel kabisat. Subclass ini telah dibagi menjadi tiga ordo. 1) Ordo Punctariales Sporofit dari Punctariales yang berukuran sedang, parenchymatous, dan tumbuh dengan cara pembelahan sel kabisat yang tidak terlokalisasi dalam meristem.

9

2) Ordo Dictyosiphonales Dictyosphonales telah bercabang thalli silindris dimana pertumbuhan dimulai oleh sel apikal tunggal. Sporofit biasanya menghasilkan sporangia unilokular saja. Gametofit yang mikroskopis dan isogami. 3) Ordo Laminariales Kebanyakan anggota Laminariales (para kelps) memiliki sporofit eksternal. Pertumbuhan ini disebabkan daerah meristematik. Sporofit memproduksi sporangia unilokular saja yang terletak pada sori. 3.

Kelas Cyclosporeae Cyclosporeae ini memiliki siklus hidup yang di dalamnya tidak ada pergantian hidup bebas generasi multiseluler. Talusnya adalah sporofit, dan satu dengan spora yang dihasilkan oleh fungsi unilokular sporangia secara langsung sebagai gamet. Selnya membentuk alat kelamin yang disebut konseptakel jantan dan konseptakel betina. Di dalam konseptakel jantan terdapat Anteridium dan di dalam konseptakel betina terdapat oogonium yang menghasilkan ovum. Spermatozoid membuahi ovum yang menghasilkan zigot. Kelas Cyclosporeae hanya memiliki satu bangsa yaitu Fucales, contoh marga lain misalnya Sargassum yang terapung atau melekat pada bebatuan, memiliki gelembung, perkembangbiakan dengan fragmentasi dan hidup di lautan tropika. Fucus melekat pada bebatuan, memiliki gelembung, berkembangbiak dengan fragmentasi talus, hidup di semua lautan.

2.3 Peranan Phaeophyta bagi Manusia 1. Garam–garam yang dapat larut dalam air, khususnya garam-garam natrium dari asam alginate digunakan dalam industri tekstil sebab dapat menghaluskan dan membuat bahan menjadi lebih baik. Garam-garam alkali dapat juga digunakan sebagai pengental bahan untuk pewarnaan di industri percetakan, sebagai penguat dan perekat benang-benang yang digunakan untuk tenun, sebagai bahan perekat di industri briket khususnya yang terbuat dari batubara atau liginit (Pakidi dan Suwoyo, 2017). 2. Sebagai penstabil yang dapat memberikan kelembutan pada kulit dan tekstur es krim serta mencegah terbentuknya kristal yang kasar (Rasyid, 2003). 3. Alginate memiliki afinitas (daya ikat) yang tinggi terhadap logam berat dan unsur-unsur radioaktif. Oleh karena alginat tidak dapat dicerna, maka konsumsi alginat sangat membantu membersihkan polusi logam berat dan unsur radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. 4. Sargassum sp. telah dimanfaatkan sebagai antikolesterol (Herpandi, 2005), biofuel (Lenstra et al., 2011), biofertilizer (Erulan et al., 2009), antibakteri 10

(Devi et al., 2012), antitumor (Zandi et al., 2010), antikanker, antifouling, antivirus, dan krim kosmetik (Kadi, 2008).

11

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Ganggang coklat atau Phaeophyceae adalah adalah salah satu kelas dari dari ganggang berdasarkan zat warna atau pigmentasinya. Alga ini banyak mendominasi bagian lateral daerah artik dan antartik. Walaupun demikian, ada jenis-jenis lainnya yang hidup didaerah tropic dan subtropik. Sebagian besar dari phaeophyceae hidup melekat pada subtract karang dan

lainnya.

Beberapa

diantaranya

hidup

sebagai

epifit.

Semua jenis dari Phaeophyceae selalau bersael banyak (multiseluler), umumnya mikroskopis dan mempunyai bentuk tertentu. Umumnya dapat ditemukan adanya dinding sel, yang tersusun dari tiga macam polimer, yaitu : selulosa, asam aginat, fukan danfukoidin. Ganggang coklat ini memiliki pigmen klorofil a dan c, karoten dan mengandung xantofil (Fukoxantin yang terdiri dari violaxantin, flavoxantin, neofukoxantin a dan neofukoxantin b.Inti selnya berinti tunggal, bagian pangkal berinti banyak. Kloroplas dengan berbagai macam bentuk, ukuran dan jumlah. ganggang coklat memiliki cadangan makanan berupa laminaria , sejenis karbohidrat yang meyerupai dekstrin yang lebih dekat dengan selulosa daripada zat tepung. Selain laminarin juga ditemukan manitol, minyak dan zat-zat yang lainnya. Perkembang biakan pada bangsa gnggang coklat ini terjadi secara vegetatif, sporik dan gametik. 3.2. Saran Indonesia dikenal sebagai Negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam. Sebagai Negara dengan luas wilayah lebih dari 70 %, salah satu kekayaan alam yang bisa kita manfaatkan adalah sumber daya alam hayati. Selain ikan, alternative hasil laut yang bisa diolah adalah alga meskipun tidak semua alga bisa digunakan. Dengan sumber daya yang sangat melimpah itu mulai sekarang seharusnya dapat kita manfatkan menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat dan bernilai ekonomis tinggi terutama kita sebagai mahasiswa khususnya mahasiswa biologi ditekankan untuk lebih mengenal lebih dekat tentang Phaeophyta, mampu mengenalinya, dan memanfaatkannya agar bermanfaat bagi diri kita dan orang lain.

12

DAFTAR PUSTAKA Rasyid, Adullah. 2003. Alda Cokelat (Phaeophyta) sebagai Sumber Alginat. Oseana. Vol. XXVIII. (online). www.oseanografi.lipi.go.id Pakidi, C. S. dan Suwoyo, H. S.. 2017. Potensi pemanfaatan Bahan Aktif Alga Cokelat Sargassum Sp.. Octopus. Vol. 6..(online). Fakultas Pertanian Universitas Musamus. Herpandi. 2005. Aktivitas Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut pada Tikus Hiperkolesterolemia. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor Lenstra, W. J., J. W. van Hal and J. H. Reith. 2011. Ocean Seaweed Biomass for Large Scale Biofuel Production. The Ocean Seaweed Biomass, Conferences Bremerhaven, Germany. Erulan, V., P. Soundarapandian, G. Thirumaran and G. Ananthan. 2009. Studies on The Effect of Sargassum polycystum (C. Agardh, 1824) Extract on The Growth and Biochemical Composition of Cajanus cajan (L.) Mill sp. American-Eurasian J. Agricultural & Environment Science, 6 (4). Devi, K. N., T. T. A. Kumar, K. V. Dhaneesh, T. Marudhupandi and T. Balasubramanian. 2012. Evaluation of Antibacterial and Antioxidant Properties from Brown Seaweed, Sargassum Wightii (Greville, 1848) Against Human Bacterial Pathogens. Academic Sciences, 4 (3). Zandi, K., S. Ahmadzadeh, S. Tajbakhsh, Z. Rastian, F. Yousefi, F. Farshadpour, K. Sartavi. 2010. Anticancer Activity of Sargassum oligocystum Water Extract Against Human Cancer Cell Lines. European Review for Medical and Pharmacological Sciences, 14. Kadi, A. 2005. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum di Perairan Indonesia. Oseana, 30 (4). Widiyanti, P. dan Siswanto. 2012. Physical characteristic of brown algae (Phaeophyta) from madura strait as irreversible hydrocolloid impression material. Dental Journal. Vol. 45 (3).

13

Related Documents

Phaeophyta
February 2021 1
Phaeophyta
February 2021 1
Makalah
February 2021 2

More Documents from "Wilda Nurkhalisah"