Pendidikan Kewarganegaraan Artikel Mencegah Radikal Teroris.docx

  • Uploaded by: Madib Rusydi
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pendidikan Kewarganegaraan Artikel Mencegah Radikal Teroris.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,805
  • Pages: 10
Loading documents preview...
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “artikel tentang MenCegaH tiMBUlnYa gerakangerakan raDikaliSMe Dan terOriSMe Di inDOneSia”

DISUSUN OLEH : NAMA : MUHAMMAD ADIB RUSYDI KELAS : XII MIA 1

SMA NEGERI 2 PANGKALPINANG TAHUN PELAJARAN 2018/2019

ARTIKEL 1 9 Cara Mencegah Radikalisme Dan Terorisme Tindakan kekerasan atau radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki adanya perubahan atau pergantian terhadap suatu sistem di masyarakat sampai keakarnya dengan menggunakan cara-cara kekerasaan. Ada anggapan dikalangan masyarakat awam bahwa radikalisme dilakukan oleh satu agama tertentu saja dan anggapan tersebut tidak salah, karena kenyataannya demikian. Untuk itu, Perlu adanya antisipasi terhadap kemungkinan adanya perekrutan menjadi anggota ISIS yang memiliki paham radikal yang selalu melancarkan serangan dan merusak nilai-nilai agama. Aksi kekerasan yang terjadi selama ini mayoritas dilakukan oleh kelompok orang yang mengatasnamakan agama dengan menyalahartikan sejumlah pengertian kebaikan untuk dijadikan dalil untuk melakukan tindakan kekerasan atas nama jihad. Semua aksi kekerasan yang atas nama agama sangat tidak dibenarkan, baik menurut hukum agama dan negara. Gerakan ini bisa dicegah dengan mengoptialkan peran tokoh agama untuk mendakwahkan nilainilai luhur agama Islam. Masalah radikalisme dan terorisme saat ini memang sudah marak terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia sendiri. Pengaruh radikalisme yang merupakan suatu pemahaman baru yang dibuat-buat oleh pihak tertentu mengenai suatu hal, seperti agama, sosial, dan politik, seakan menjadi semakin rumit karena berbaur dengan tindak terorisme yang cenderung melibatkan tindak kekerasan. Berbagai tindakan terror yang tak jarang memakan korban jiwa seakan menjadi cara dan senjata utama bagi para pelaku radikal dalam menyampaikan pemahaman mereka dalam upaya untuk mencapai sebuah perubahan. Dalam hal ini, tentunya bukan hanya kalangan pemerintah saja yang harusnya mengambil bagian untuk mencegah dan mengatasinya, namun seluruh rakyat harusnya juga ikut terlibat dalam usaha tersebut, terutama para kaum pemudi-pemuda. Hal ini dikarenakan kaum pemudalah yang nantinya merupakan generasi penerus bangsa ini sekaligus menjadi ujung tombak untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan akan kedua masalah tersebut, yaitu radikalisme dan terorisme agar tidak menjadi penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan. Hal yang paling mencolok untuk dapat mengambil peran dalam mengatasi masalah ini ialah para generasi muda, seperti halnya mahasiswa yang merupakan agent of change bangsa ini. Di samping juga anak-anak yang masih dalam tahap pembentukan pribadinya sehingga memerlukan bimbingan khusus dari orang tua tentunya agar nantinya tidak terseret dalam paham radikalisme serta tindak terorisme. Berbagai cara mencegah radikalisme dan terorisme agar tidak semakin menjamur, terutama di bangsa Indonesia ini, antara lain: 1)Memperkenalkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar Hal pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah paham radikalisme dan tindak terorisme ialah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengenalan tentang ilmu pengetahuan ini harusnya sangat ditekankan kepada siapapun, terutama kepada para generasi

muda. Hal ini disebabkan pemikiran para generasi muda yang masih mengembara karena rasa keingintahuannya, apalagi terkait suatu hal yang baru seperti sebuah pemahaman terhadap suatu masalah dan dampak pengaruhglobalisasi. Dalam hal ini, memperkenalkan ilmu pengetahuan bukan hanya sebatas ilmu umum saja, tetapi juga ilmu agama yang merupakan pondasi penting terkait perilaku, sikap, dan juga keyakinannya kepada Tuhan. Kedua ilmu ini harus diperkenalkan secara baik dan benar, dalam artian haruslah seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Sedemikian sehingga dapat tercipta kerangka pemikiran yang seimbang dalam diri. 2) Memahamkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar Hal kedua yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindak terorisme ialah memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Setelah memperkenalkan ilmu pengetahuan dilakukan dengan baik dan benar, langkah berikutnya ialah tentang bagaimana cara untuk memahamkan ilmu pengetahuan tersebut. Karena tentunya tidak hanya sebatas mengenal, pemahaman terhadap yang dikenal juga diperlukan. Sedemikian sehingga apabila pemahaman akan ilmu pengetahuan, baik ilmu umum dan ilmu agama sudah tercapai, maka kekokohan pemikiran yang dimiliki akan semakin kuat. Dengan demikian, maka tidak akan mudah goyah dan terpengaruh terhadap pemahaman radikalisme sekaligus tindakan terorisme dan tidak menjadi penyebab lunturnya bhinneka tunggal ikasebagai semboyan Indonesia. 3)Meminimalisir Kesenjangan Sosial Kesenjangan sosial yang terjadi juga dapat memicu munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Sedemikian sehingga agar kedua hal tersebut tidak terjadi, maka kesenjangan sosial haruslah diminimalisir. Apabila tingkat pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme tidak ingin terjadi pada suatu Negara termasuk Indonesia, maka kesenjangan antara pemerintah dan rakyat haruslah diminimalisir. Caranya ialah pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat. Begitu pula dengan rakyat, mereka harusnya juga selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada pihak pemerintah bahwa pemerintah akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pengayom rakyat dan pemegang kendali pemerintahan Negara. 4)Menjaga Persatuan Dan Kesatuan Menjaga persatuan dan kesatuan juga bisa dilakukan sebagai upaya untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme di kalangan masyarakat, terbelih di tingkat Negara. Sebagaimana kita sadari bahwa dalam sebuah masyarakat pasti terdapat keberagaman atau kemajemukan, terlebih dalam sebuah Negara yang merupakan gabungan dari berbagai masyarakat. Oleh karena itu, menjaga persatuan dan kesatuan dengan adanya kemajemukan tersebut sangat perlu dilakukan untuk mencegah masalah radikalisme dan terorisme. Salah satu yang bisa dilakukan dalam kasus Indonesia ialah memahami dan penjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sebagaimana semboyan yang tertera di sana ialahBhinneka Tunggal Ika.

5)Mendukung Aksi Perdamaian Aksi perdamaian mungkin secara khusus dilakukan untuk mencegah tindakan terorisme agar tidak terjadi. Kalau pun sudah terjadi, maka aksi ini dilakukan sebagai usaha agar tindakan tersebut tidak semakin meluas dan dapat dihentikan. Namun apabila kita tinjau lebih dalam bahwa munculnya tindakan terorisme dapat berawal dari muncul pemahaman radikalisme yang sifatnya baru, berbeda, dan cenderung menyimpang sehingga menimbulkan pertentangan dan konflik. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mencegah agar hal tersebut (pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme) tidak terjadi ialah dengan cara memberikan dukungan terhadap aksi perdamaian yang dilakukan, baik oleh Negara (pemerintah), organisasi/ormas maupun perseorangan. 6)Berperan Aktif Dalam Melaporkan Radikalisme Dan Terorisme Peranan yang dilakukan di sini ialah ditekankan pada aksi melaporkan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme, entah itu kecil maupun besar. Contohnya apabila muncul pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan, maka hal pertama yang bisa dilakukan agar pemahaman radikalisme tindak berkembang hingga menyebabkan tindakan terorisme yang berbau kekerasan dan konflik ialah melaporkan atau berkonsultasi kepada tokoh agama dan tokok masyarakat yang ada di lingkungan tersebut. Dengan demikian, pihak tokoh-tokoh dalam mengambil tindakan pencegahan awal, seperti melakukan diskusi tentang pemahaman baru yang muncul di masyarakat tersebut dengan pihak yang bersangkutan. 7)Meningkatkan Pemahaman Akan Hidup Kebersamaan Meningkatkan pemahaman tentang hidup kebersamaan juga harus dilakukan untuk mencegah munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Meningkatkan pemahaman ini ialah terus mempelajari dan memahami tentang artinya hidup bersama-sama dalam bermasyarakat bahkan bernegara yang penuh akan keberagaman, termasuk Indonesia sendiri. Sehingga sikap toleransi dan solidaritas perlu diberlakukan, di samping menaati semua ketentuan dan peraturan yang sudah berlaku di masyarakat dan Negara. Dengan demikian, pasti tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan karena kita sudah paham menjalan hidup secara bersama-sama berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan di tengah-tengah masyarakat dan Negara. 8) Menyaring Informasi Yang Didapatkan Menyaring informasi yang didapatkan juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan tidak selamanya benar dan harus diikuti, terlebih dengan adanya kemajuan teknologi seperti sekarang ini, di mana informasi bisa datang dari mana saja. Sehingga penyaringan terhadap informasi tersebut harus dilakukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, di mana informasi yang benar menjadi tidak benar dan informasi yang tidak benar menjadi benar. Oleh karena itu, kita harus bisa menyaring informasi yang didapat sehingga tidak sembarangan membenarkan, menyalahkan, dan terpengaruh untuk langsung mengikuti informasi tersebut.

9)Ikut Aktif Mensosialisasikan Radikalisme Dan Terorisme Mensosialisasikan di sini bukan berarti kita mengajak untuk menyebarkan pemahaman radikalisme dan melakukan tindakan terorisme, namun kita mensosialisasikan tentang apa itu sebenarnya radikalisme dan terorisme. Sehingga nantinya akan banyak orang yang mengerti tentang arti sebenarnya dari radikalisme dan terorisme tersebut, di mana kedua hal tersebut sangatlah berbahaya bagi kehidupan, terutama kehidupan yang dijalani secara bersama-sama dalam dasar kemajemukan atau keberagaman. Jangan lupa pula untuk mensosialisasikan tentang bahaya, dampak, serta cara-cara untuk bisa menghindari pengaruh pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Demikian beberapa cara mencegah radikalisme dan terorisme yang biasanya muncul di kalangan masyarakat, bahkan Negara, termasuk Indonesia sendiri. Cara pencegahan ini harus diketahui dan dilakukan oleh siapapun, terlebih generasi muda yang merupakan ujung tombak penerus bangsa di masa depan. Apalagi mengingat generasi muda masih mudah terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman baru yang biasanya muncul di tengahtengah masyarakat sehingga mereka rentang terpancing untuk terpengaruh ke dalamnya. Sedemikian sehingga mudah tertanam di pikirannya untuk mengikuti pemahamanpemahaman radikal yang dapat memicu tidak kekerasan dan konflik. Oleh karena itu, upaya pencegah juga harus lebih ditetankan dan dilakukan kepada para generasi muda yang merupakan ujung tombak penerus bangsa di masa depan.

ARTIKEL 2 Mencegah Radikalisme dan Terorisme: Perspektif Neurosains Radikalisme dan terorisme adalah fenomena yang menjadi fokus negara-negara di dunia. Radikalisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merupakan paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Munculnya radikalisme merupakan hasil dari radikalisasi. Radikalisasi adalah suatu proses dimana orang meningkat motivasinya untuk menggunakan cara kekerasan melawan anggota di luar kelompoknya atau menarget simbol untuk mencapai perubahan sikap atau tujuan politik. Sedangkan terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa terosisme merupakan salah satu bentuk atau aksi dari radikalisme. Proses radikalisasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga fase, yakni (1) fase sensitif, (2) fase anggota grup, dan (3) fase aksi. Fase sensitif yaitu seseorang sangat rentan terhadap pengaruh kelompok radikal. Fase ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa kehilangan status, hinaan yang kuat, dan personal uncertainty. Sedangkan faktor eksternal yaitu seperti ketidakadilan, perang timur tengah, dan westernisasi. Situasi ini dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk merekrut anggota baru. Salah satu media yang digunakan untuk rekruitmen adalah internet. Kelompok radikal seperti ISIS dalam aksinya menampilkan video atau konten yang berisi propaganda. Propaganda diduga cukup efektif untuk merekrut anggota, sehingga peropaganda membuat ISIS lebih berkembang daripada organisasi teroris sebelumnya seperti Al-Qaeda. ISIS mempunyai pusat media Al Hayat yang memproduksi video-video propaganda. Al Hayat konon diisi oleh tenaga ahli di bidang sinematografi, sehingga video yang diproduksi berkualitas tinggi. Propaganda tersebut menyentuh sisi psikologis dengan membuat skenario khusus yang mampu mengaduk emosi penonton. Dalam perspektif neuroscience (ilmu yang mempelajari otak), emosi disimpan dalam bentuk memori emosional di bagian otak amigdala. Amigdala, hipokampus, dan bagian-bagian thalamus merupakan bagian dari system limbic yang mengelilingi batang otak pada mamalia. System limbic memiliki beraneka ragam fungsi termasuk emosi, motivasi, perilaku dan memori. Bagian di luar system limbic juga berpartisipasi dalam proses emosi seperti prefrontal kortex (PFC), hypothalamus, dan anterior cingulate cotex (ACC). Amigdala sangat sensitif terhadap Informasi visual kasar. Di antaranya yaitu mata membuka lebar pada wajah takut, dan kondisi mencekam saat pengeboman. Informasi tersebut akan mengaktivasi amigdala dengan cepat dan bertahan lama ketika informasi yang masuk sesuai menurut amigdala. Kesesuaian dan ketertarikan informasi akan digunakan oleh otak sebagai dasar klasifikasi informasi sensoris yang masuk. Kemampuan ini dimiliki oleh otak untuk mengendalikan proses sensor dan memutuskan informasi yang akan dipilih. Kemampuan selektif ini merupakan

mekanisme yang dimiliki oleh otak untuk mengatasi keterbatasannya dalam menyerap informasi, karena tidak mungkin otak menyerap seluruh informasi yang masuk. Amigdala sebenarnya gagal merespons sinyal emosi yang lemah dan cepat, sehingga organisasi teroris dalam membuat video propaganda harus berhasil menyentuh sisi psikologis penonton. Maka, wajar jika pusat media ISIS diisi oleh tenaga ahli di bidang sinematografi untuk membuat skenario yang mampu membuat penonton tertarik dan terbawa suasana. Fase sensitif merupakan pintu gerbang seseorang sebelum bergabung dengan organisasi teroris. Sehingga jika fase ini dicegah maka kemungkinan besar akan menghambat bergabungnya masyarakat ke dalam organisasi teroris. Berdasarkan perspektif neuroscience, pencegahan radikalisme dan terorisme dapat dilakukan sedini mungkin, baik oleh individu ataupun pemerintah dengan mencegah atau menyaring informasi yang masuk ke otak. Salah satu cara sederhana untuk mencegahnya yaitu dengan tidak mengikuti media-media kelompok yang berfaham radikal atau organisasi teroris, sehingga seseorang akan terhindar dari propaganda yang disebarkan oleh mereka. Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan menghapus video atau konten propaganda dengan bekerja sama dengan perusahaan terkait. Berikut adalah cara sederhana dan mudah untuk terhindar dari paham radikal dan dapat dilakukan oleh siapa saja.

ARTIKEL 3 Indonesia dan Upaya Memberantas Radikalisme dan Terorisme Pemerintah Indonesia dapat disebut sebagai negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang bangkit melawan kelompok radikal dan teroris yang menyalahgunakan ideologi Islam demi kepentingan busuknya. Sebelumnya pemerintah Jakarta melarang penyebaran ideologi Komunis, namun setelah meningkatnya kekhawatiran terkait merebaknya paham radikal di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Presiden Joko Widodo menginstruksikan pelarangan aktivitas kelompok yang bertentangan dengan Pancasila. Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Keputusan Jokowi untuk melarang aktivitas kelompok dan ormas yang bertentangan dengan Pancasila diambil setelah aktivitas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), salah satu alat politik Wahabi untuk masuk ke pusat-pusat pendidikan seperti universitas, masjid dan jaringan sosial demi merekrut pemuda, dosen, mahasiswa, imam jamaah serta ulama dan menambah kekhawatiran atas munculnya instabilitas sosial dan keamanan di Indonesia. Hizbut Tahrir (HT) adalah jaringan luas dari aktivitas radikalisme mulai dari Asia Tengah hingga Asia Tenggara dan di mayoritas negara, aktivitas kelompok ini dilarang. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan instruksi global untuk melawan ancaman negara dan pemicu konfrontasi di tengah masyarakat. Instruksi global tersebut melarang setiap orman dan kelompok yang aktivitasnya bertentangan dengan Pancasila. Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mengatakan, "Perppu Presiden Joko Widodo hanya jalan pintas untuk membubarkan ormas HTI dan seluruh kelompok radikal. Aktivitas seluruh kelompok yang memiliki ideologi seperti Takfiri, penghujat dan Komunis juga dilarang berdasarkan perppu tersebut." Meski sejumlah tokoh dan kelompok di Indonesia menilai perppu Jokowi sebagai bentuk kemunduran demokrasi, namun menurut pandangan Jakarta, ormas dan kelompok yang memprovokasi sensitifitas etnis dan mazhab merusak keamanan sosial dan publik. Hal ini dinilai dapat merusak sendi dan prinsip demokrasi di Indonesia. Selain perppu tersebut, pemerintah Indonesia dari sisi agama juga memperketat kontrol aktivitas masjid dan meminta para imam jamaah dan Jumat tidak membicarakan sektarianisme dan radikalisme. Sebaliknya pemerintah meminta ulama untuk mencerahkan generasi muda atas niat kelompok radikal dan teroris sehingga mampu mencegah mereka bergabung dengan kelompok

radikal. Langkah lain yang ditempuh pemerintah Jakarta adalah mengganti imam jamaah Masjid Istiqlal dan menggantikannya dengan sosok yang lebih moderat. Tribun lain yang dimanfaatkan kelompok teroris untuk menebar pengaruhnya di tengah masyarakat adalah masjid dan khutbah Jumat. Rezim Al Saud melalui petrodolarnya dan bantuan kepada sejumlah masjid, ormas dan yayasan amal telah menanam investasi besar untuk menyebarkan ideologi Wahabi di tempat-tempat tersebut. Tercatat sekitar 150 masjid di Indonesia disinyalir menjadi alat kelompok ini. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan kontrol isi khutbah dan nasehatnasehat di masjid-masjid. Meski diprediksikan perhatian terhadap Wahabi di Indonesia mulai menurun seiring dengan pengumuman keberadaan kelompok teroris Daesh di wilayah Asia Tenggara termasuk di tengah masyarakat Indonesia, namun tak diragukan lagi akar dan prinsip setiap ideologi teroris dan ekstrim adalah ideologi Wahabi. Meski pemerintah Indonesia yang memiliki hubungan baik dengan Arab Saudi tidak mampu menghentikan secara total aktivitas mubalig Wahabi, namun dengan kontrol masjid, sepertinya Jakarta meraih prestasi cukup bagus di bidang ini. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia menyerahkan mayoritas aktivitas budaya dan agama kepada Nahdhatul Ulama, ormas Islam terbesar dan diharapkan ormas ini mampu mengontrol radikalisme di negara ini mengingat pengaruh pengaruh luas Nahdhatul Ulama di tengah masyarakat Indonesia. Pendekatan keagamaan lain pemerintah Indonesia melawan paham radikal adalah mengubah dan mengawasi kurikulum pelajaran di pesantren-pesantren negara ini termasuk pondok pesantren al-Hikam di sekitar Jakarta. Di ponpes ini, para remaja dan pemuda selain mempelajari ajaran Islam yang moderat juga dibekali ajaran bagaimana melawan paham radikal Islam. Arif Zamhari, pengamat Indonesia mengatakan, "Para santri di pondok pesantren setelah menamatkan pelajaran akan dikirim ke seluruh masjid di Indonesia untuk tablig dan mengenalkan Islam sejati kepada masyarakat. Masalahnya di sini, kelompok radikal menyebarkan paham radikal dengan suara keras, oleh karena itu, kita harus menyuarakan ajaran Islam sejati dengan suara lebih keras," Indonesia negara kepulauan dengan banyak etnis, mazhab dan agama. Baru-baru ini, Indonesia juga menghadapi kelompok sparatis dengan intervensi Barat. Oleh karena itu, setiap aktivitas sektarianisme dapat mengancam keamanan dan persatuan nasional Indonesia. Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Kemaritiman Indoneisa mengatakan, "Pemerintah Jakarta melalui pengokohan persatuan nasional dan keadilan sosial akan melawan radikalisme." Salah satu langkah santri Indonesia yang patut dipuji dalam melawan radikalisme adalah pemanfaatan jejaring sosial untuk menyebarkan ajaran Islam yang benar. Sidney Jones, pengamat isu internasional mengatakan, "Rakyat Indonesia mulai berminat memanfaatkan jejaring sosial untuk menyuarakan penentangan mereka terhadap radikalisme dan kelompok teroris. Rakyat Indonesia melalui jejaring sosial dan metodenya bangkit melawan ideologi adiens mereka."

Bagaimana pun juga kerja sama ulama Indonesia dengan pemerintah merupakan faktor kesuksesan mereka melawan redikalisme dan terorisme. Hasil dari kolaborasi ulama dan pemerintah adalah kian kokohnya persatuan dan keamanan nasional bagi negara berpenduduk muslim terbesar dunia ini.

Related Documents


More Documents from "Karina Hanawantika New"