Referat Crao Crvo

  • Uploaded by: Akbar Taufik
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Crao Crvo as PDF for free.

More details

  • Words: 4,645
  • Pages: 21
Loading documents preview...
REFERAT

OKLUSI VENA DAN ARTERI RETINA SENTRAL

Oleh: Akbar Taufik

I4061162042

Pembimbing: dr. Djoko S. Tardan, Sp.M dr. Maria Ade Indriyani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT ABDUL AZIZ KOTA SINGKAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018

BAB I PENDAHULUAN

Oklusi vena retina adalah gangguan vaskular retina kedua paling sering terjadi setelah retinopati diabetik dan sering kali terkait dengan hilangnya penglihatan. Hilangnya penglihatan terkait dengan oklusi vena retina biasanya diakibatkan oleh terjadinya iskemia atau edema makula, perdarahan retina dan vitreum, formasi membran epiretina, rubeosis iridis, dan glaukoma neovaskular. Oklusi vena retina terjadi saat ada obstruksi sebagian atau seluruh vena retina, dan diklasifikasikan berdasarkan lokasi oklusi. Obstruksi vena retina di nervus optikus atau di bagian posterior dari nervus optikus disebut sebagai oklusi vena retina sentral atau Central Retinal Vena Occlusion (CRVO) dan obstruksi pada sebagian atau seluruh cabang vena retina sentral disebut sebagai oklusi vena retina cabang atau Branch Retinal Vena Occlusion (BRVO).1 Oklusi arteri retina terjadi lebih jarang dibandingkan dengan oklusi vena retina. Oklusi arteri retina berdasarkan anatomi dibagi menjadi oklusi arteri retina sentral dan oklusi arteri retina cabang.2 Oklusi arteri retina sentral atau Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) adalah obstruksi sebagian atau seluruh arteri retina sentral yang merupakan cabang dari arteri oftalmika. CRAO adalah suatu kondisi langka dengan tingkat insidensi sekitar 1:100.000 pada populasi masyarakat AS dan rata-rata usia penderita CRAO adalah awal usia 60 tahun. Pola insidensi CRAO menyerupai stroke dimana insidensi meningkat seiring bertambahnya usia (puncaknya pada usia menjelang 80 tahun) dan terjadi lebih sering pada pria.1 Insidensi CRAO dijumpai meningkat pada penderita hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskular, perokok, obesitas, endokarditis bakteri subakut, trauma tumpul, dan pengguna kokain.3 Prevalensi oklusi vena retina adalah sekitar 0,5% dari populasi masyarakat di seluruh dunia dan diperkirakan mempengaruhi lebih dari 16 juta penduduk dunia. Oklusi vena cabang arteri terjadi 6 hingga 7 kali lebih sering daripada oklusi vena retina sentral. Kelompok usia yang paling sering menderita oklusi vena retina adalah dekade ke-6 hingga ke-7 dan jarang dialami pada usia < 40 tahun. Oklusi

2

vena retina pada satu mata adalah suatu faktor risiko terjadinya oklusi vena retina di mata lainnya dengan peluang kejadian meningkat sebesar 1% setiap tahunnya. Faktor risiko okular paling umum dari oklusi vena retina sentral adalah glaukoma sedangkan faktor risiko lainnya meliputi occlusive carotid disease, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan penyakit arteri coroner.1 Penderita CRAO mengeluhkan penurunan visus dan lapang pandang secara mendadak tanpa rasa sakit di satu mata yang terjadi dalam beberapa detik.1,2 Hanya sekitar 1 – 2 % dari kejadian CRAO terjadi di kedua mata. Tanda klinis klasik dari CRAO yaitu retina berwarna pucat dengan cherry red spot pada fovea sentralis yang timbul dalam beberapa jam setelah onset dari CRAO. Cherry red spot pada fovea sentralis terlihat karena fovea tidak tersusun dari lapisan serabut saraf yang lebih tebal yang mana telah menjadi pucat akibat iskemia dan perfusi dari koroid yang tidak terpengaruh. Visus yang dimiliki pasien CRAO umumnya berkisar 20/200 hingga jangkauan hitungan jari tetapi mungkin mencapai 20/20 bergantung pada adanya suplai dari arteri cilioretina dan derajat obstruksi pada arteri.1 Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugaks yaitu penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya setelah serangan amaurosis fugaks berakhir.4,5 Oklusi vena retina sentral umumnya terjadi pada lamina cribrosa dari saraf optik maupun pada bagian proksimal jalur keluar vena retina sentral pada diskus optik. Oklusi vena retina cabang dan oklusi vena retina sentral, dapat dibagi lagi menjadi kategori perfusi (noniskemia) dan nonperfusi (iskemia).6 Oklusi vena retina yang mengenai makula biasanya bersifat simtomatis akut dengan onset segera pada gangguan visual meliputi penurunan penglihatan sentral, dan atau defek lapang pandang yang terkait pada satu matanya akibat edema makula. Tampilan klinis awal oklusi vena retina sentral meliputi turtuositas vaskular, dilatasi vena, edema retina, perdarahan intraretina, cotton wool spot, hard exudate, atau bahkan ablasi retina. Seiring berjalannya waktu, proses akut akan berakhir, dan perdarahan serta cotton wool spot menghilang. Edema makula masih bertahan dan menjadi penyebab umum disfungsi penglihatan kecuali diobati secara tepat.1

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina Retina adalah lembaran tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi dua per tiga posterior dinding bola mata bagian dalam. Retina membentang ke anterior hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris dan berakhir di tepi ora serata Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.5

2.1. Gambar Retina5

2.2 Gambar Histologi Lapisan Retina5

4

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :5 1. Membrana limitans interna berupa membran hialin yang terletak di antara retina dan badan kaca yang merupakan lapisan paling dalam. 2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke N. Optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 3. Lapisan sel ganglion merupakan suatu lapisan badan sel saraf bercabang. 4. Lapisan pleksiformis dalam yang lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel ganglion 5. Lapisan nukleus dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 6. Lapisan pleksiformis luar merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 7. Lapisan nukleus luar, yang merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid 8. Membrana limitans eksterna, yang merupakan membran ilusi. 9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut. 10. Epitelium pigmen retina merupakan bagian perbatasan antara retina dengan koroid berupa lapisan kubik tunggal dari sel epithelial berpigmen. Makula adalah suatu daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina.5 Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2 sistem vaskuler terpisah, yaitu: sistem retina dan koroid. Metabolisme retina secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.5

5

Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Namun terkadang didapat anastomose antara a. Siliaris dan a. Retina sentral yang disebut a. Silioretinal yang terletak di makula, sehingga bila terjadi emboli yang masuk ke dalam arteri retina sentralis fungsi dari makula tak terganggu. Arteri sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optik disk. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer. Sistem vena memiliki banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus.5 Retina menerima sumber darah dari dua sumber : khoriokapilaria yang berada tepat di luar membrana Brunch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteria sentralis retina, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang, yang membentuk sawar-darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah sebelah luar terletak setinggi lapisan pigmen retina.5 N.Opticus meninggalkan retina kira-kira 3 mm medial dari makula lutea melalui diskus nervi optici. Discus nervus optici agak cekung pada bagian tengahnya, yaitu merupakan tempat n.opticus ditembus oleh a.centralis retina. Pada discus nervi optoci tidak terdapat sel-sel batang dan kerucut, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai ‘bintik buta’. Pada pemeriksaan oftalmoskop, discus nervi optici tampak berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari area retina di sekitarnya.5 Suplai darah bernutrisi untuk lapisan dalam retina berasal dari arteri retina sentralis, yang memasuki bola mata melalui pusat saraf optik dan selanjutnya mempercabangkan diri untuk menyuplai seluruh permukaan dalam retina. Jadi, lapisan dalam retina mempunyai suplai darah sendiri yang terlepas dari struktur lain pada mata. Namun, lapisan terluar retina melekat pada koroid, yang juga merupakan jaringan yang kaya pembuluh darah di antara retina dan sklera. Juga,

6

lapisan luar retina, terutama segmen luar sel batang dan kerucut, sangat bergantung terutama pada difusi pembuluh darah koroid untuk nutrisinya, terutama untuk oksigen. 5 Pemasok arteri utama ke orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, cabang besar pertama dari bagian intrakranial arteri karotis interna. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri retina sentralis, yang memasuki nervus optikus sekitar 8-15 mm di belakang bola mata. Pembuluh darah retina keluar pada papil N.II, membentuk gambaran percabangan yang berbeda-beda pada setiap individu.5 Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).5 Penglihatan skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senja oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.5 Ada tiga tahap proses penglihatan:5 1. Cahaya yang masuk akan di fokuskan oleh lensa ke retina. 2. Fotoreseptor di retina mentranduksikan energi elektomagnetik (cahaya) menjadi potensial listrik 3. Proses penghantaran sinyal listrik melalui jalur N.Opticus.5

7

Benda mamantulkan cahaya  cahaya masuk ke mata melalui pupil pangaturan jumlah cahaya oleh pupil melalui m.sphincter pupil (yang mengkonstriksikan pupil dalam keadaan cahaya terang) dan m.dilator pupil (yang melebarkan pupil dalam keadaan kekurangan cahaya)  difokuskan oleh lensa (bikonveks) konvergensi cahaya bayangan jatuh di retina (bayangan terbalik)  ditangkap oleh fotoreseptor, sel batang (berfungsi untuk penglihatan hitam putih) dan sel kerucut (berfungsi untuk penglihatan warna) penjalaran impuls melalui serabut saraf n.optikus dihantarkan ke korteks optik di otak persepsi melihat.5 2.2 Oklusi Vena Retina Sentral 1. Definisi Oklusi vena retina sentral adalah obstruksi vena retina pada saraf optik Sementara itu, oklusi vena retina sentral secara umum dibagi lagi menjadi tipe iskemik dan noniskemik. Oklusi vena retina sentral terjadi akibat adanya trombus di dalam vena retina sentral pada bagian lamina cribrosa pada saraf optik, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina.1 2. Epidemiologi Prevalensi oklusi vena retina adalah sekitar 0,5% dari populasi masyarakat di seluruh dunia dan diperkirakan mempengaruhi lebih dari 16 juta penduduk dunia. Oklusi vena cabang arteri terjadi 6 hingga 7 kali lebih sering daripada oklusi vena retina sentral. Kelompok usia yang paling sering mederita oklusi vena retina adalah dekade ke-6 hingga ke-7 dan jarang dialami pada usia < 40 tahun.1 3. Etiologi Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi struktur orbita. Proses sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya adalah hipertensi, atherosklerosis, diabetes mellitus, glaukoma, dan penuaan.7

8

4. Faktor Resiko Oklusi vena retina pada satu mata adalah suatu faktor risiko terjadinya oklusi vena retina di mata lainnya dengan peluang kejadian meningkat sebesar 1% setiap tahunnya. Faktor risiko okular paling umum dari oklusi vena retina sentral adalah glaukoma sedangkan faktor risiko lainnya meliputi occlusive carotid disease, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan penyakit arteri koroner.1 5. Patogenesis Patogenesis dari oklusi vena retina dipercaya mengikuti prinsip dari trias trombogenesis Virchow, yakni adanya kerusakan pembuluh darah, stasis, dan hiperkoagulabilitas. Kerusakan dari dinding pembuluh darah retina akibat arterioklerosis mengubah komposisi dari aliran darah pada vena yang berdekatan, yang menimbulkan stasis, trombosis, dan oklusi. Oklusi vena retina sentral terjadi akibat adanya bekuan darah pada vena utama yang menyalurkan darah dari mata. Ketika vena mengalami hambatan, aliran balik menyebabkan darah tersebut bocor ke retina, yang akhirnya menyebabkan malfungsi dari retina dan penurunan ketajaman penglihatan.9 6. Manifestasi Klinis Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri. Oklusi vena retina yang mengenai makula biasanya bersifat simtomatis akut dengan onset segera pada gangguan visual meliputi penurunan penglihatan sentral, dan atau defek lapang pandang yang terkait pada satu matanya akibat edema makula. Tampilan klinis awal oklusi vena retina sentral meliputi turtuositas vaskular, dilatasi vena, edema retina, perdarahan intraretina, cotton wool spot, hard exudate, atau bahkan ablasi retina. Seiring berjalannya waktu, proses akut akan berakhir, dan perdarahan serta cotton wool spot menghilang. Edema makula masih bertahan dan menjadi penyebab umum disfungsi penglihatan kecuali diobati secara tepat.1 7. Diagnosis Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri. Gambaran klinisnya bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil yang tersebar

9

dan bercak cotton-wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahan retina superfisial dan dalam, yang kadang-kadang dapat pecah ke dalam rongga vitreous. Pasien biasanya berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari separuhnya mengidap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Glaukoma sudut terbuka kronik harus selalu disingkirkan. Dua komplikasi utama yang berkaitan dengan oklusi vena retina adalah penurunan penglihatan akibat edema makula dan glaukoma neovaskuler akibat neovaskularisasi iris.8 A. Oklusi vena retina cabang Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan makula menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah 60-an tahun.8

A. Oklusi vena retina cabang superotemporal. B. Angiogram fluorescent menunjukkan adanya nonperfusi kapiler pada retina yang diinervasi oleh vena yang mengalami obstruksi.

Vena yang mengalami obstruksi berdilatasi dan berkelok-kelok, dan seiring dengan berjalannya waktu, arteri yang bersesuaian dapat mengalami penyempitan dan terselubungi. Kuadran superotemporal adalah kuadran yang paling sering mengalami kerusakan, yakni sekitar 63%, sementara oklusi nasal jarang terdeteksi secara klinis. Variasi BRVO didasari oleh adanya variasi kongenital pada anatomi

10

vena sentral yang dapat melibatkan baik setengah bagian superior maupun setengah bagian inferior retina (oklusi vena retina hemisferik atau hemisentral).8 B.

Oklusi vena retina sentral Suatu penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada CRVO

terdapat

mekanisme yang paling sering, yakni: trombosis dari vena retina sentral dan posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus, arteri retina sentral yang mengalami atherosklerosis dapat bergeseran dengan vena retina sentral, menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel, dan pembentukan trombus.8 CRVO ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman penglihatan penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan lapang pandang ringan. Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya gambaran cabangcabang vena retina yang berliku-liku branches dan terdapat perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran retina. Edema makula dengan adanya penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan discus opticus bisa saja muncul. Jika edema discus terlihat jelas pada pasien yang lebih muda, kemungkinan terdapat kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut juga papillophlebitis. Fluorescein angiography biasanya menunjukkan adanya perpanjangan dari waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas kapiler namun dengan area nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen anterior jarang terjadi pada CRVO ringan.8 CRVO berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena yang menyolok; perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan sejumlah cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja terjadi pada vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada kasus iskemia berat. Fluorescein angiography secara khas menunjukkan adanya nonperfusi kapiler yang tersebar luas.8

11

Gambar A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus 20/40. Dilatasi vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya perfusi pada pembuluh kapiler retina.

Gambar. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang menyebabkan pembesaran pembuluh darah retina. 8. Tatalaksana1,9 Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa pengobatan. Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal. Tidak ada cara untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata sebelahnya. Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol yang tinggi perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat pengencer darah lainnya.

12

Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain: - Panretinal Photocoagulation, pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga dapat menyebabkan glaukoma.7 -

Pengobatan menggunakan laser fokal atau photocoagulation laser, jika terdapat edema makula

-

Injeksi Intravitreal obat anti-vascular endothelial growth factor (antiVEGF) seperti ranibizumab 0.5 mg dan injeksi intravitreal dexamethasone implant untuk pengobatan makula edema

Bagi pasien yang mengalami neovaskularisasi iris atau retina setelah CRVO, pengobatan terbaik adalah dense peripheral panretinal photocoagulation (PRP). Meskipun PRP tidak selalu bisa meningkatkan tajam penglihatan tapi hal ini dapat menurunkan risiko perkembangan neovaskularisasi iris dan dapat mencegah glaukoma neovaskular. Selain itu, antivascular endothelial growth factor (antiVEGF) agent dapat digunakan sebagai terapi tambahan saat PRP lengkap tidak memadai untuk mengendalikan angiogenesis. Anti VEGF umumnya digunakan untuk mengobati edema makula, menurunkan keparahan neovaskularisasi segmen anterior, dan menurunkan risiko angiogenesis okular.1 2.3 Oklusi Arteri Retina Sentral 1. Definisi Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan pada pembuluh arteri retina sentral yang umumnya disebabkan oleh emboli.5 Keadaan ini berlangsung secara akut dan merupakan emergensi oftamologi yang dapat menyebabkan kebutaan.2 2. Epidemiologi Data pada studi di Amerika, menunjukkan bahwa CRAO ditemukan tiap 1:10.000. Bahkan pada 1-2% penderita, ditemukan ganguan mata bilateral. Umumnya penderita laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Kebanyakan penderita berusia sekitar 60 tahun, namun pada beberapa kasus dijumpai

13

mengenai penderita yang lebih muda hingga usia 30 tahun. Umumnya insiden pada kelompok usia yang berbeda disebakan penyebab yang berbeda pula.3 Insidensi dijumpai meningkat pada penderita hipertensi, diabetes, systemic heart disease, penyakit kardiovaskular, perokok, obesitas, subacute bacterial endocarditis, tumor, leukemia, pengguna kortikosteroid suntikan, polyarteritis nodosa, syphilis, trauma tumpul, paparan radiasi, dan pengguna kokain.2,5 3. Etiologi CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Penyebab dari CRAO dianggap sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan sistemik yang lain. CRAO dapat diakibatkan oleh: 

Proses aterosklerosis dan trombosis yang terjadi pada lamina cribosa.6



Emboli yang berasal dari arteri karotis atau proses lain di jantung. Emboli dianggap sebagai penyebab CRAO yang tersering.1,4,5

Emboli dapat terbentuk dari bermacam sumber di tubuh. Jenis emboli yang dapat menyebabkan obstruksi pada arteri retina adalah:7 Jenis Emboli Kalsium emboli

Sumber Plak atheromatous yang berasal dari arteri karotis ataupun katup jantung

Kolesterol emboli

Plak atheromatous yang berasal dari arteri karotis

Thrombocyte-fibrin

Pada fibrilasi arteri, infark miokard,

emboli (gray)

ataupun pada operasi jantung

Myxoma emboli

Pada atrialmyxoma (umumnya usia muda)

Bakterial ataupun

Pada endokarditis dan septikemia

mikotik emboli (Roth spots)

14



Obliterasi arteri retina yang berkaitan dengan peradangan pada arteritis maupun periarteritis.6 Proses inflamasi yang mencetuskan oklusi seperti pada arteritis temporal merupakan penyebab yang jarang terjadi.7



Angiospasme merupakan penyebab yang jarang. Penyebab terjadinya spasme pada pembuluh antara lain pada migren, keracunan alkohol, tembakau, kina, atau timah hitam.4,6



Peningkatan tekanan intra okular yang sangat tinggi juga dikaitkan dengan kejadian obstruksi pada arteri retina, seperti yang terjadi pada akut glaukoma sudut tertutup.6,8



Gangguan trombofilia, dimana hal ini berkaitan dengan CRAO yang terjadi pada usia muda.6

4. Patogenesis Arteri retina sentralis memiliki diameter yang kecil (0,1 mm), merupakan end artery, serta tanpa anastomosis. Arteri ini merupakan pembuluh darah utama pada retina, yang bisa tersumbat total karena arterosklerosis, partikel seperti bekuan darah, dan emboli. Peradangan pada pembuluh darah juga bisa menyebabkan penyumbatan.3 Jika Arteri retina sentralis tersumbat, terjadi kehilangan penglihatan total pada mata, walaupun fovea tidak terkena. Hal ini disebabkan kurangnya asupan darah pada lapisan retina bagian dalam. Secara akut, obstruksi yang diakibatkan emboli misalnya, akan membuat terjadinya edema lapisan dalam retina dan piknosis sel ganglion nukleus. Iskemik yang diikuti nekrosis akan terjadi, sehingga retina memberikan gambaran opak dan warna putih kekuningan. Opasitas akan bertambah pada bagian posterior dikarenakan bertambahnya ketebalan lapisannya. Seluruh retina (kecuali fovea) akan pucat, keruh dan opak. Sedangkan fovea sentralis masih terlihat kemerahan (ini dikarenakan terlihatnya warna koroid). Ini adalah dasar terlihatnya cherry red-spot pada pemeriksaan retina dengan funduskopi pada CRAO. Pada beberapa kasus, kira-kira 20% dari kejadian, ada sebuah cabang dari sirkulasi siliaris yang disebut Arteri siliaris retina yang menyuplai retina di antara makula dan Nervus optikus, termasuk

15

serabut saraf dari fotoreseptor fovea. Jika arteri ini ada, penglihatan sentral akan masih ada, walaupun sudah terjadi oklusi arteri retina sentral. 5. Manifestasi Klinis Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Pada 90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi cahaya, bahkan kebutaan. Keluhan nyeri pada pasien lebih mengarahkan pada proses iskemik okular yang sedang berlangsung. Hal ini umumnya disebabkan oleh gangguan sirkulasi pada arteri karotis dan bukan disebabkan suatu oklusi arteri retina.2 Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan proses penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya setelah serangan amaurosis fugax berakhir.3,4 Monokular amaurosis fugax dapat pula terjadi akibat hipotensi ortostatik, spasme pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis dan koagulopati. Hilangnya penglihatan jarang mencapai total dan dapat merupakan gejala awal dari obstruksi dini arteri sentral. Amaurosis fugax merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada insufisiensi arteri karotis atau terdapatnya emboli pada arteri oftalmika retina.4 Pada amaurosis fugax umumnya tidak dijumpai kelainan fundus karena pendeknya serangan. Kadang-kadang terlihat adanya plak putih atau cerah atau suatu embolus di dalam arteriol.4 Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita yang dapat menjadi

predisposisi

pembentukan

trombus,

seperti

atrial

fibrilasi,

endokarditis, penyakit-penyakit atherosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkogulasi. Begitu pula dengan riwayat pengobatan.3

16

Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada penderita yang diduga mengami CRAO meliputi:3 

Penilaian visus, umumnya menurun hingga menghintung jari, lambaian tangan ataupun tanpa persepsi cahaya.3



Pemeriksaan reaksi pupil, menjadi lambat atau menghilang dan dapat anisokor.4,5,6



Permeriksaan defek pada pembuluh retina dengan funduskopi, dapat memberikan gambaran:

-

Seluruh retina menjadi pucat akibat edema dan gangguan nutrisi.

-

Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Hal ini muncul setelah terjadi infark pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi edema. Akibatnya lapisan retina akan tampak pucat kecuali pada daerah makula yang tetap berwarna merah karena lapisannya yang tipis.3,7

-

Tanda Boxcar dapat terlihat pada arteri maupun vena, dimana hal ini menunjukkan adanya obstruksi yang berat.3

-

Emboli dapat terlihat pada 20% kasus.3

(Ophthalmology at a Glance) 

Lakukan pemeriksaan kardiovaskular untuk mendengar adanya murmur jantung ataupun bruit karotis.



Pemeriksaan menyeluruh untuk menilai kelemahan otot, demam, nyeri tekan pada temporal ataupun adanya arteri yang teraba, jaw claudication, untuk menyingkirkan adanya arteritis temporal.3,5

17

6. Diagnosis Pasien CRAO umumnya pasien datang dengan keluhan utama penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai nyeri, dan umumnya unilateral. Pada pemeriksaan, dijumpai penurunan visus hingga menghitung jari ataupun persepsi cahaya maupun kebutaan. Pada funduskopi dapat ditemui: gambaran fundus menjadi pucat akibat edema retina, fovea tidak terlihat edema, dapat terlihat gambaran cherry-red spot, arteriol menjadi dangkal dan irreguler, serta tanda boxcar pada bagian vena.9 Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk menilai adanya kemungkan atrial fibrilasi. Pasien yang dicurigai aritmia yang tak didapati pada EKG serial dapat dilakukan EKG-holter (monitor 24 jam).3 Pada pemeriksaan ini Electroretinography (ERG) oklusi arteri retina sentral akan menampakkan penurunan hilangnya b-wave dengan a-wave yang lengkap. Lapang pandang menunjukkan sebagian sisa bagian temporal dari penglihatan perifer.7 7. Tatalaksana Penanganan awal sebagai tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah: 1. Menurunkan tekanan intraokular. Dapat diberikan obat topikal (tetes mata) golongan β-blocker ataupun pemberian acetazolamide (500 mg IV) secara intravena dapat mennyebabkan penurunan TIO yang segera (bisa ditambahkan timolol 0,5%).9 2. Ocular massage. Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan dilepas kemudian dilakukan berulang-ulang.4,9 Cara tradisional tersebut bertujuan meningkatkan tekanan introkular di dalam mata akibat tekanan yang terputus dan merangsang mekanisme autoregulator. Saat pemijatan dengan jari, tenaga yang diberikan akan membuat retina menganggap adanya hipoxia sehingga terjadi dilatasi vaskular retina sehingga aliran darah meningkat. Ketika pemijatan dihentikan, cairan akan mengalir dan terjadi penurunan resistensi dari aliran darah. Harapannya adalah

18

terjadi perpindahan emboli menjadi lebih dalam dan menyelamatkan sebagian daerah retina.2 3. Konsultasi

urgensi

pada

opthamologist

dengan

persiapan

untuk

dilakukannya tindakan penangan yang lebih agresif jika diindikasikan, seperti parasintesis camera okuli anterior (COA).9 Parasintesis dilakukan dengan anastesi lokal dan menggunakan jarum suntik 30G pada spuit 1cc. Insersi dilakukan pada daerah limbus dengan hatihati dan menjaga agar jarum tidak merusak lensa. Cairan diambil sebanyak 0.10.2 cc. Kemudian jarum ditarik keluar dan diberikan obat tetes mata berupa antibiotik topikal. Dengan tindakan ini diharapkan terjadi penurunan TIO yang akan memicu peningkatan perfusi yang akan mendorong emboli bergerak lebih dalam.9 Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada kasus CRAO adalah untuk:9 

Menurunkan TIO, hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan golongan

karbonik

anhidrase

inhibitor,

diuretik

hiperosmolar,

simpatomimetik dan timoptik, seperti yang diberikan pada penderita glaukoma. Penurunan TIO dapat pula dicapai dengan parasintesis camera okuli anterior, seperti yang dijelaskan di atas. 

Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat vasodilator, peningkatan pCO2, atau dengan pemberian agen trombolitik perifer untuk memindahkan trombus. Pendapat lain mengatakan pemberian aspirin pada fase akut dapat bermanfaat.



Meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoksia, dicapai dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi maupun dengan Terapi Oksigen Hiperbarik. Hal ini hanya dapat bermanfaat bila diberikan dalam 2-12 jam setelah onset. Pemberian oksigen dan peningkatan pCO2 umumnya dilakukan dengan

pemberian bantuan nafas dengan campuran 5% CO2 dan 95% O2 selama 10 menit yang dilakukan setiap 2 jam selama 2 hari.9

19

BAB III KESIMPULAN

Obstruksi vena retina di nervus optikus atau di bagian posterior dari nervus optikus disebut sebagai oklusi vena retina sentral atau Central Retinal Vena Occlusion (CRVO). Oklusi vena retina yang mengenai makula biasanya bersifat simtomatis akut dengan onset segera pada gangguan visual meliputi penurunan penglihatan sentral, dan atau defek lapang pandang yang terkait pada satu matanya akibat edema makula. Tampilan klinis awal oklusi vena retina sentral meliputi turtuositas vaskular, dilatasi vena, edema retina, perdarahan intraretina, cotton wool spot, hard exudate, atau bahkan ablasi retina. Tatalaksana utama dari oklusi vena retina adalah mengatasi penyakit yang mendasari terjadinya oklusi, mencegah oklusi berlanjut ke mata sebelah yang masih sehat, dan mencegah terjadinya komplikasi, yakni glaukoma dan edema makula. Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan pada pembuluh Arteri retina sentralis secara akut dan merupakan kegawatdaruratan oftamologi yang ditandai dengan turunnya visus secara mendadak, memberat, tanpa keluhan mata merah, dan tanpa nyeri pada salah satu mata, serta dapat menyebabkan kebutaan. Pada pemeriksaan, dijumpai penurunan visus hingga kebutaan. Dari funduskopi dapat ditemui gambaran fundus menjadi pucat akibat edema retina, fovea tidak terlihat edema, dapat terlihat gambaran cherry-red spot. Penanganan untuk mengembalikan aliran darah pada retina kemungkinan akan sangat bermanfaat bila dilakukan sedini mungkin.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Retinal Vein Occlusions Preferred Practice Pattern guidelines. Elsevier Inc. 2016. 2. Yanoff & Dukker. Ophthalmology 3rd ed. Retina areterial and vein occlusion. Mosby: An Imprint Of Elsevier. 2008. hal 1-22. 3. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabar, A.G. Retinal Artery Occlusion. Dalam: Handbook of Ocular Disease Management Eleventh Edition. Jobson Publishing L.L.C. 2009; 42-44. 4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2011. hal 190-192. 5. Roirdan-Eva, Paul. & Whitcer, J.P. Vaughan’s & Asbury’s. General Ophthalmology. Mc Graw-Hill. 2007. 6. Tien Y. Wong, and Ingrid U. Scott. 2010. Retinal-Vein Occlusion. N Engl J Med 2010; 363: 2135-2144. 7. Fonrose,

Mark.

Retinal

Vein

Occlusion.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com pada tanggal 21 Mei 2018 pukul 03.47 WIB 8. American Academy of Ophthalmology. 2011. Retinal Vascular Disease. In: Retina and Vitreous p.150-159. San Francisco: American Academy of Ophthalmology. 9. Bowling B, Kanski JJ. Kanski’s clinical ophthalmology: a systematic approach. 8. ed. s.l.: Elsevier; 2016. (Expert consult).

21

Related Documents

Referat Crao Crvo
February 2021 1
Referat Mata Izza Crvo
February 2021 1
Crao Brao - Ega Gumilang
February 2021 0
Referat
February 2021 2
Referat
February 2021 2
Referat Bppv
January 2021 1

More Documents from "Talytha Alethea"

Referat Crao Crvo
February 2021 1
Pltp Bumi Kamojang
February 2021 1
Tahukah Kamu-------
January 2021 1
Contoh Cv Profesional
February 2021 1
Bab Ii
January 2021 2
Hayooo
February 2021 5