Referat Dm

  • Uploaded by: Ainil Mardiah
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Dm as PDF for free.

More details

  • Words: 4,276
  • Pages: 21
Loading documents preview...
Referat DIABETES MELITUS

Oleh: Arizki Nuzulardi

1740312277

Hasyyati Imanina

1740312260

Kartika Julia

1740312044

Suciliani Deyosky

1740312438

Viola Annisa

1740312247

PRESEPTOR: Dr.dr. Drajad Priyono, Sp.PD-KGH,FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP DR M DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2018

1

BAB I PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya.1 World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2 Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan dimengerti.3

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes melitus merupakan suatu kumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.1 Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 4

2.2 Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Melitus, Konsensus Diabetes Melitus, PERKENI 20151 Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005, yaitu2 : 1. Diabetes Melitus Tipe 1

3

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. 2. Diabetes Melitus Tipe 2 DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. 3. Diabetes Melitus Tipe lain a. Defek genetik pada fungsi sel beta b. Defek genetik pada kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas d. Endokrinopati e. Diinduksi obat atau zat kimia f. Infeksi g. Imunologi 4. DM Gestasional

2.3 Epidemiologi World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.3

4

2.4 Patogenesis 2.4.1

Diabetes mellitus tipe 1 Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel

pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.6

2.4.2

Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin

abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.6

5

Gambar 1. Patogenesis Diabetes melitus tipe 2

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut : 1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.1 2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.1 3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.1 4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi

6

insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.1 5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.1 6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin.1 7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,

7

sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.1 8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia

yang merupakan mekanisme kompensasi

dari

resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.1

2.5Manifestasi Klinik Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 2.

2.6 Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.1 Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti: 3

Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

4

Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.1

8

Kriteria diagnostik :  Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.9 

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.4

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94  Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.  Berpuasa paling sediikt 8 jam

(mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.  Diperiksa kadar glukosa darah puasa  Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB

(anak-anak) ,

dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.  Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai  Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa  Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat  Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh  TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl  GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

9

2.7

Penatalaksanaan Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan

kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari : 1.

Edukasi Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.

2.

Terapi gizi medis Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.6

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan : 1.

Kadar glukosa darah yang mendekati normal a)

Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

b)

Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

c)

Kadar HbA1c < 7%

2.

Tekanan darah <130/80

3.

Profil lipid :

4.

a)

Kolesterol LDL <100 mg/dl

b)

Kolesterol HDL >40 mg/dl

c)

Trigliserida <150 mg/dl

Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9 Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah

10

status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.6

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari : Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-25% dan Protein 10-15%.6

KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)  Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.  Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat  Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan perhari  Jumlah serat 25-50 gram/hari.  Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.  Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat meningkatkan resiko kejadian kanker.  Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari  Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN  Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.  Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah .  Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari .  Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari dan tidak kurang dari 40 gr.

11

 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dibandingkan protein hewani.

LEMAK  Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori perhari.  Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.  Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.

B. Kebutuhan Kalori Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain.6 PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI6 Kebutuhan basal : Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori Koreksi : umur • 40-59 th

: -5%

• 60-69

: -10%

• >70%

: -20

aktivitas • Istirahat

: +10%

• Aktivitas ringan

: +20%

• Aktivitas sedang

: +30%

• Aktivitas berat

: +50%

berat badan • Kegemukan

: - 20-30%

12

• Kurus

: +20-30%

stress metabolik

: + 10-30%

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar. Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2). Kualifikasi status gizi : BB kurang : < 18,5 BB normal : 18,5 – 22,9 BB lebih : 23 – 24,9

3.

Latihan Jasmani Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah. Aktivitas latihan : 

5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa



10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan

meningkat 7-20x. Lemak juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40% 

>40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .

Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi

program

CRIPE

:

Continous,

Rhythmical,

Interval,

Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan

13

dan

dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll. 4.

Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.

1. a.

Obat Hipoglikemik Oral1,6 Insulin Secretagogue :

Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid. Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid.1,6 b.

insulin sensitizers

Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.1,6 c.

Glukoneogenesis inhibitor Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga

memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.1,6 d.

Inhibitor absorbsi glukosa

14

α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi.1,6 Hal-hal yang harus diperhatikan : OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid,

Nateglinid

sesaat/sebelum

makan.

Metformin

sesaat/pada

saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.1,6

2.

Insulin

 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.  Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.  Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.  Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin) Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.1,6

15

3.

Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk

kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin.1,6

PENCEGAHAN •

Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer6.



Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.6

16



Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih

menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan

kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.6

2.8 Komplikasi a.

Penyulit akut

1.

Ketoasidosis diabetik KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.1,10

17

2.

Koma Hiperosmolar Non Ketotik Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia.1,10

3.

Hipoglikemia Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.1,10

b.

Penyulit menahun

1.

Mikroangiopati Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis



Retinopati Diabetik retinopati

diabetik

nonproliferatif,

karena

hiperpermeabilitas

dan

inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran proteinprotein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi

18

saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.1,10 •

Nefropati Diabetik Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.10



Neuropati diabetik Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,

berupa

hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.1

2.

Makroangiopati



Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk merekayangmempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM. 1,10

19



Pembuluh darah tepi Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya

terjadi dengangejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.10

20

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2015. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2015 2.

Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.

3.

Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008 [ diakses tanggal 20 April 2018] http: //pdpersi.co.id

4.

Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.

5.

Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011

6.

Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.

7. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006 8. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920 9. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873 10. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259

21

Related Documents

Referat Dm
March 2021 0
Dm
January 2021 5
Konseling Dm
February 2021 1
Leaflet Dm
March 2021 0
Renpra Sdki Dm-2
January 2021 0
Referat
February 2021 2

More Documents from "Aulia Mufidah"

Referat Dm
March 2021 0